ANALISIS DISPARITAS PEMBANGUNAN ANTAR WILAYAH DI PROVINS! SUMATERA SELATAN
BRILLIANT FAISAL
SEKOLAH PASCASARJANA INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR
2010
PERNYATAAN MENGENAI TESIS DAN SUMBER INFORMASI
Dengan ini saya menyatakan bahwa tesis Analisis Disparitas Pembangunan Antar Wilayah di Provinsi Sumatera Selatan adalah karya saya dengan arahan dari komisi pembimbing dan belum pernah diajukan dalam bentuk apapun kepada perguruan tinggi mana pun. Sumber informasi yang berasal atau dikutip dari karya yang dlterbitkan maupun tidak diterbltkan dari penulis lain telah disebutkan dalam teks dan dicantumkan dalam Daftar Pustaka di bagian akhir tesis ini.
Bogor,
Maret 201 O
Brilliant Faisal NIM. A156080164
ABSTRACT
BRILLIANT FAISAL. Disparity Analysis of Inter-region Development in South Sumatra Province. Under direction of SETIA HADI and MUHAMMAD ARDIANSYAH. Economic inequality in South Sumatra Province has been caused by mining activities, especially oil and gas. Meanwhile. in 2003-2007 agriculture was still had been the dominant economic activity in South Sumatra. but rate of economic growth was slow. This study aims to determine the priority of development in coastal areas of South Sumatra based on disparity of inter-region development. The availability o' public service facilities has been well developed in Palembang only. which caused imbalance of infrastructure between the capital city of the province and other districts, and also to the economic level. In order to decrease the development inequality in this province. South Sumatra Province is grouped into three clusters, namely: 1) urban, 2) agriculture-based industry, and 3) agriculture or mining; if Palembang ci1y was not included in the grouping. Facilities of financial institution. the number of telephone subscribers. and land use for rice field, were the variables used to distinguish each cluster. Williamson index showed that the level of development disparity between regions in South Sumatra Province is stfl relatively high (0,65; with oil and gas). Meanwhile, districts f cities which has the mining sector were contnbuting positively to the total disparity. especially Musi Banyuasin. The Mining sector, secondary sector, and state forest area as estimators of the disparity has posi1ively correlated. while the agricultural does not correlate {r = O 98}. On AHP resutt showed that local government apparatus preferred to the development of agriculture based processing industries as the main priority {0,349) for development in coastal areas. Keywords : imbalanced infrastructure, contributed sectors. processinq industries. inter-region disparity
RINGKASAN
BRILLIANT FAISAL. Analisis Disparitas Pembangunan Antar Wilayah di Provinsi Sumatera Selatan. Dibimbing oleh SETIA HADI dan MUHAMMAD ARDIANSYAH. Masalah utama ketidakmerataan dalam konteks ekonomi di Provinsi Sumatera Selatan adalah menyangkut kegiatan produksi di sektor pertambangan, khususnya minyak dan gas (migas). Provinsi Sumatera Selatan merupakan daerah dengan kategori kesenjangan antar daerah yang rendah apabila sektor migas diabalkan. Bertolak dari hal tersebut maka penelitian ini dilakukan melalu i menggunakan pendekatan terhadap aktivitas perekonomlan Provinsi Sumatera Selatan (PDRB ADHK 2000) dan hasll kuesioner terhadap aparatur pemerintah daerah. Penelitian lni bertujuan untuk mengetahui prioritas kebljakan pembangunan berdasarkan tingkat disparaas yang terjadi dan tipologi wilayah di Provinsi Sumatera Selatan, terutama di kabupaten pesisir. Metode untuk mengetahui keunggulan komparatif suatu wilayah dianalisis dengan Location Quotient (LQ} mas1ng-maslng sektor di tiap kabupaten/kota terhadap Provlnsi Sumatera Selatan. Metode untuk mengetahui tingkat perkembangan wilayah di tiap kabupaten/kota dianalisis dengan menggunakan entropi akbvitas perekonomian, tipologi Klassen dan analisis multivariat (klaster dan diskriminan). Metode untuk mengetahui tingkat disparltas antar v.ilayah dianalisis dengan menggunakan indeks Williamson dan indeks Theil serta analisis regresi berganda secara deskriptif sedangkan model prlorltas pembangunan di wilayah pesisir dianalisis dengan menggunakan metode analytical hierarchy process (AHP). Provins! Sumatera Selatan memiliki sektor-sektor perekonomian dengan nllal L0>1 yang dldomlnasl secara berturut-turut oleh sektor perdagangan (1 O kabupalen), pertanian (9 kabupaten), bangunan (9 kabupaten} dan jasa (9 kabupaten). Nilal LQ>1 paca sektor pertanian ternyata tidak diikuti paca seKtor industri, kecuali di Kabupaten Banyuasin. Kota Palembang yang sektor pertanian bukan sebagal sektor unggulan. memilikl nlla1 LQ>1 pada sektor indusln pengolahan. Hal ini mengkondisikan bahwa sebagian besar hasil-hasil pertanian di suatu wilayah cenderung langsung dijual ke wilayah lalnnya tanpa diolah terlebih dahulu. Sektor pertanian, bangunan dan perdagangan. hotel dan jasa: mampu berkembang secara komparatif antar kabupaten/kota. Perkembangan indeks entropi pada tahun 2003 hingga 2007 menunjukkan bahwa balk pada tlngkat kabupaten/kota maupun pada tingkat provinsi memiliki nllai yang relatif tetap. Kondlsi ini mengindikasikan tingkat perkembangan wilayah berdasarkan aktlvltas perekonomian rela1if masih rendah karena semakin beragamnya aktivitas belum tentu menunjukkan tingkat perkembangan wilayah yang tinggi, kecuali Kola Palembang sebagai wilayah yang maju dlbandingkan wilayah lain akibat ketimpangan pembangunan yang terjadi cenderung terpusat di wilayah tersebut. Lebih lanjut, apabila Kola Palembang diabaikan maka pengelompokan wilayah di Provinsi Sumatera Selatan terdiri dari 3 (tiga} klaster, yaitu klaster perkolaan, klaster industri dan klaster pertanian atau pertambangan dengan variabel pembatasnya adalah jumlah pelanggan telepon. luas tahan sawah dan jurnlah fasilitas lembage keuangan.
lndeks Williamson dan Theil menghasilkan wilayah yang berperan dalam meningkatkan disparitas antar wilayah, seperti Kola Palembang dan Prabumulih serta Kabupaten Muara Enim dan Musi Banyuasin sedangkan wilayah lain, termasuk wilayah pesisir dengan aktivitas sektor pertanian sebagai sektor unggulan, memiliki peranan dalam menurunkan tingkat disparitas di Provinsi 81Jmatera Selatan. Hal ini diperkuat oleh dekomposisi disparitas yang berasal dari masing-masing kabupaten/kota. Aspek ekonomi (pendapatan wilayan) dan fisik (penggunaan lahan) menjadi faktor penduga penyebab terjadinya disparitas antar wilayah, dlmana PDRB penambangan dan penggalian serta PDRB sekunder berkorelasi pos~if termasuk hutan negara yang dianggap dapat menghambat pembangunan. sedangkan PDRB pertanlan berkoretasi negatif terhadap disparitas. Pembangunan sektor industri pengolahan rnerupakan prioritas utama untuk dikembangkan di wilayah pesisir di Provinsi Sumatera Selatan, terutama yang terkart dengan sektor pertanian yang secara potensial masih memlliki luas lahan budidaya. Prioritas responden terhadap alternatif tujuan menghasilkan bobot kumulatif keseluruhan aspek sebesar 0,349. Selanjutnya berturut-turut diikuti sektor pertanian, perdagangan, hotel dan restoran, bangunan dan jasajasa di wilayah kabupaten pesisir Sumatera Selatan. Hal ini dldasarkan kepada kemiripan tipologl wilayah di kabupaten pesislr, yakni Kabupaten Ogan Komering llir dan Banyuasin. Walaupun tingkat perkembangan wllayahnya masih rendah namun mampu menurunkan disparitas yang terjadl di Provins! Sumatera Setatan. Kata kunci : ketimpangan infrastruktur, kontribusi sektor, lndustri pengolahan. disparitas antar wllayah
© Hak Cipta milik IPB, Tahun 2010 Hak Cipta dilindungi Undang-Undang Dilarang mengutip sebagia1 atau seluruh karya tulis ini tanpa mencatumkan atau rnenyebutkan sumbemya. Peng.itipan hanya umui< kepentingan pendidikan. penelitian, penulisan karya ilmiah. penyusunan laporan, penullsan kritik, atau tinjauan suatu masalah; dan pengutipan tersebut tidak merugikan kepentingan yang wajar IPB. Dilarang mengumumkan dan mempert>anyak sebagian atau seluruh karya tulis dalam bentuk apapun tanpa izin IPB.
ANALISIS DISPARITAS PEMBANGUNAN ANT AR WILAYAH DI PROVINS I SUMA TERA SELA TAN
BRILLIANT FAISAL
Tesis Sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Magister Salns pada Program Sludi llmu Perencanaan Wilayah
SEKOLAH PASCASARJANA INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOG OR
2010
Judul Tesis
Analisis Disparitas Pembangunan Antar Wilayah di Provinsi Sumatera Selatan
Nam a
Brilliant Faisal
NRP
: A156080164
Program Studi
: llmu Perencanaan Wilayah
Disetujui, Komisi Pembimbing
- : df0#t1 ~1
~-~t
---·
,/
Dr. Ir. Setia Hadi. M.S Ketua
Dr. Ir. Mu~ammad Ardiansyah I Anggota
Dikelahui,
RIWAYAT HIDUP
Penulis
dilahirkan
di Palembang
pada tanggal
26 Aprll
1977
dari
pasangan H. Bachsir Nanlay dan Hj. Fitriah, yang merupakan anak ke!iga dari empat bersaudara, Tahun
1995,
penulis
berhasil
lulus
darl SMA
Muhammadiyah
Yogyakarta dan pada tahun 1996 diterima di Program Studi llmu Fakultas Perikanan
dan llmu Kelautan. lnstitut Pertanian
1
Kelautan,
Bogor melalui jalur
UMPTN dan menyelesaikan studi S1 tersebut pada Tahun 2001. Penulis
merupakan
staf di Dinas
Kelautan
dan Perikanan
Provlnsi
Sumatera Selatan dan pada bulan Agustus tahun 2008 dinyatakan diterima di Sekolah
Pascasariana,
Perencanaan
Wllayah
lnstitut untuk
Pertanian
melaruutkan
Boger,
Program
studl maglsler
Studi
dengan
llmu
beasiswa
pendidikan melalui program beasiswa dari Pusbindiklatren - Bappenas. Penulis
menikah
dengan Fitri Agustriani
pada tahun 2004 dan telah
dikarunai seorang putri bernama Afifa Humaira (4,5 tahun).
OAFTAR ISi
Halaman DAFTAR TABEL
iii
DAFTAR GAMBAR
, ,..........
DAFTAR LAMPI RAN 1.
iv v
PENDAHULUAN 1.1. 1.2. 1.3. 1.4.
Latar Belakang .. .. .. .. .. .. .. .. Perumusan Masalah Kerangka Pemikiran Tujuan dan Manfaat Penelitian
..
..
1 4 6 7
2. TINJAUAN PUSTAKA 2.1. 2.2. 2.3. 2.4.
Ketimpangan Pembangunan Wilayah Pendapatan Regional Konsep dan Peranan Pengembangan Wtlayah Pemanfaatan Analisa Spasial dalam Konsep Geografis Perwilayahan . .. . .. . .. . .. .. . . . . . . . .. . . . 2.5. Penelltian Sebelumnya Mengenal Dlsparltas Antar Wllayah ........ 2.6. Proses Hirarki Analnik Dalam Pemllihan Prloritas Pembangunan Wllayah PesJslr .. . .. . .. . .. . .. . .. . . .. . .. . ..
9 13 15 17 18 19
3. METODE PENELITIAN 3.1. Lokasl dan Waktu Penelltlan 3.2. Metode Pengumpulan Data 3.3. Metode Analisis Data 3.3.1. Analisis Sektor Unggulan Wilayah 3.3.2. Anallsls Tlngkat Perkembangan Wilayah ,.................... 3.3.3. Analisis Disparitas Antar Wilayah . .. 3.3.4. Analytical Hierarchy Process {AHP)
21 21 23 23 24 28 31
4. GAMBARAN UMUM WILAYAH PENELITIAN 4.1. Kondisi Umum Provinsi Sumatera Selatan
4.2. Kondisi Demografi 4.3. Kondisi Perekonomian 4.4. Kondisi Prasarana Wilayah . .. .. 4.4.1. Prasarana Listrik 4.4.2. Prasarana Telekomunikasi 4.4.3. Prasarana Air Bersih 4.5. Arah dan Kebijak.an Umum Pemenntahan
"..................
~... "...
34 37 38 40 40 41 41
42
S. HASIL DAN PEMBAHASAN
5.1. ldentifikasi Sektor-Sektor Unggulan di Provinsi Sumatera Selatan
44
5.2. Tingkat Perkembangan Wilayah di Provinsi Sumatera Selatan 5.2.1. Perkembangan Diversivikasi Aktifitas Perekonomian 5.2.2. Hrarki Wilayah 5.2.3. Tipologi Wilayah 5.3. Dlsparitas Pembangunan Antar Wilayah di Provinsi Sumatera Selatan 5.3.1. Hasil Analisis lndeks Wiiiiamson dan lndeks Theil 5.3.2. Faktor-Iaktor Penyebab Disparitas Pembangunan Antar Wllayah 5.4. Kebijakan Pembangunan Wilayah Pesisir di Provinsi Sumatera Selatan Berdasarkan Slntesls Hasil Sebelumnya ....... ... . ..... .... 5.5. Prioritas Pembangunan Wilayah di Pesisir Sumatera Selatan Berdasarkan Persepsi Aparatur Pemerlntah Daerah 6. KESIMPULAN DAN SARAN 6.1. Kesimpulan 5.2. Saran
DAFT AR PUSTAKA............................. LAMPIRAN
47 48 51 55 61
61 65 69
72 77 78
79 82
ii
DAFTAR TABEL
Halaman 1.
Jenis, Sumber. Cara Pengumpulan dan Analisis Data ......................
22
2.
Penentuan Nilai Selang Kelas Hirarki ...............................................
26
3.
Variabel yang digunakan Sebagai Faklor Penduga Penyebab Disparitas di Provinsi Sumatera SeJatan .............................................
30
4.
Luas Wilayah Kabupaten/Kota di Provinsi Sumatera Selatan ............
36
5.
Perkembangan Jumlah Penduduk Kabupaten/kota di Provinsi Sumatera Selatan Tahun 2003-2007 ..................................................
38
Kontribusi Se!Goral Berdasarkan PDRB ADHB (jutaan rupiah) Provinsi Sumatera Selatan Tahun 2003-2007 ....................................
39
Laju Pertumbuhan Per Seklor Perekonom an Berdasarkan Harga Konstan (persen) di Provinsi Sumatera Selatan Tahun 2003-2007 ...
40
Pendapatan per Kapita Berdasarkan Harga Konstan (ribuan rupiah) Provinsi Sumatera Selatan Tahun 2003-2007 ....................................
40
Nila1 LQ Aktivitas Perekonomian Per Sektor d1 Kabupaten/kota, Provinsi Sumatera Selatan Tahun 2007 ............................................
45
Perkembangan lndeks Entropi (PDRB sekloral) nap Kabupatenlkota d1 Provina Sumatera Selatan Tahun 2003. 2005 dan 2007 ..............
49
Variabel yang Mempengaruhi Tipologi Wilayah Berdasar1
59
Faktor-Faktor Penduga Penyebab Terjadinya Disparitas di Provinsi Sumatera Selatan ................................................................................
66
Matriks Sektor Unggulan, Entropi dan Jumlah Tenaga Kerja Sektoral di Wilayah Pesisir Provinsi Sumatera Se!atan Tahun 2007 ................
70
Luasan Areal Arahan Pola Pemanfatan Ruang di Kabupaten Pesisir (RTRWP 2005-2019) ...........................................................................
71
6. 7.
6. 9. 10. 11. 12. 13. 14.
iii
DAFTAR GAMBAR
Halaman
1.
Kerangka Pemikiran ...........................................................................
2.
Peta Administrasi Provins! Su matera Selatan .....................................
21
3.
Diagram H1rarki Pemilihan Prioritas Pembangunan di Wilayah Pesisir, Provins! Sumatera Selatan ....................................................
32
4.
Kerangka Anallsls Penelitian ..............................................................
33
5.
Peta Ting kat Kepadatan Penduduk di Provlnsi Sumatera Se Iatan ....
37
6.
lndeks Pembangunan Manusia (IPM) Tiap Kabupaten/Kota di Provins! Surnatera Selatan Tahun 2005-2007 ...................................
53
7.
Peta Hirarkl Wilayah Provinsi Sumatera Selalan Tahun 2006 ..........
54
6.
Hasil Analisis Klasler (tree clustering) Dengan Kota Palembang .......
57
9.
Peta Tipologi Provinsi Sumatera Selalan Dengan Kola Palembang •
57
6
10. Hesil Analisis Klaster (tree clustering) Tanpa Kola Palembang ........
59
11.
Peta Tlpologl Provinsl Sumatera seiatan Tanpa Kota Palembang ...
60
12.
Perkembangan lndeks Williamson Dengan Migas dan Tanpa Migas di Provinsi Sumalera Se Iatan Tahun 2003-2007 ...............................
61
Kontrfbusi Kabupaten/Kota Terhadap Dlsparltas Total di Provins! Sumaters Se Iatan (2003-2007} ...........................................................
62
13.
14. Kontribusi Sektor Perekonomian Berdasarkan Terhadap Disparitas Total di Provinsi Sumalera Selatan (2005, 2007) .............................
63
15. Kontribusi Klaster Berdasarkan Aktivitas Perekonomian Terhadap Dlsparitas Total di Provlnsi Sumatera Selatan (2005-2007) ..............
64
16. Dekomposisi Sumber Disparitas Wilayah di Provinsi Sumatera Selalan ................................................................................................
65
17.
Diagram Bobot Prioritas Kriteria Terhadap Pernbangunan Wilayah Pesisir di Provlnsi Sumatera Selatan .................................................
72
18. Diagram Bobot Prioritas Pembangunan di Wilayah Pesisir untuk Sektor Unggulan Berdasarkan Aspek Pendapatan Wilayah .............
73
19. Diagram Bobot Prioritas Pembangunan di Wilayah Pesisir untuk Sektor Unggulan Berdasarkan Aspek lnfrastruktur Wilayah ..............
74
20. 21.
Diagram Bobet Prioritas Pembangunan di Wilayah Pesisir untuk Sektor Unggulan Berdasarkan Aspek Kesejahteraan Masyarakat ....
75
Diagram Bobot Prioritas Pembangunan di Wilayah Pesisir untuk Sektor Unggulan Berdasarkan Keseluruhan Aspek ...........................
75
iv
DAFT AR LAMPI RAN
Ha la man 1.
Hasil analisis indeks Theil berdasarkan PDRB ADHK 2000 per kapita (ribuan rupiah) di Provinsi Suma1era Selatan Tahun 2003 s.d.2007..
83
Hasil analisis indeks Theil berdasarkan PDRB sektoral per tenaga l<erja di Provins! Sumatera Selatan tahun 2005 dan 2007 .... .. . . .... .. ...
85
Hasil anali.sis indeks Williamson berdasarkan PDRB ADHK 2000 per kaprta (ribuan rupiah) di Provinsi Sumatera Selatan Tahun 2003 s.d.2007 ........•........................................................•.............................
86
Hasil analisis Entropi per sektor perekonorman tiap kabupaten/kota di Provinsi Sumatera Selatan (2003, 2005, 2007)
89
S.
Variabel dan parameter yang digunakan dalam analisis Multivarial..
92
6.
Matriks wilayah kabupaten/kota di Provinsi Sumalera Selatan berdasarkan sintesis hasil peneli:ian ..
94
Nilai mean masing-masing ldaster berdasarkan hasil analisis K-mean clustering
97
2. 3.
4.
7.
v
1. PENDAHULUAN
1.1
Latar Belakang Undang-undang desentralisasi membuka peluang bagi daerah untuk dapat
secara lebih peningkatan
bak dan bijaksana
memanfaatkan
potensi yang ada bagi
kesejahteraan dan kualitas hidup masyarakat daerah. Terdapat
daerah-daerah yang dapat menangkap peluang ini dengan cepat dan berinisiatif untuk mengembangkannya. nemon sebaliknya terdapal daerah lain yang masih terhambat oleh berbagai keterbatasan yang ada, seperti yang dinyatakan oleh Matsui
(2005)
bahwa
hambatan
pemahaman yang terbatas terhadap pemerintah
fokal sehlngga malah
paling
besar
seringkali
muncul
pada
desentrallsasJ oleh kapasitas wilayah dan meigakibatkan
terjadinya
kesenjangan
wifayah. Salama ini, Pemerintah
Provinsi Sumatera Selatan
menllal
bahwa
masalah utama ketidakmerataan dafam konteks ekonomf d1 Sumatera Selatan adafah menyangkut kegiatan produksi di sek1or pertambangan,
khususnya
minyak dan gas (migas). Provinsi Sumatera Selatan merupakan daerah dengan kategori kesenjangan antar daerah yang rendah apabtta sektor migas diabaikan. Keglatan industrt migas pada umumnya menggunakan tingkat teknologi yang relatif tinggi. sehingga penyerapan tenaga kerja daerah yang kebanyakan berketrampifan rendah menjadi sangat terbatas. Di lain pihak, kaitan antara keg atan migas dengan kegiatan ekonomi lokal temyata juga sangat kecil dan sebagian besar dari penerimaan yang diperoleh dan keg1atan tersebut mengallr keluar daerah. lmplikasinya
ada'ah dampak positif kegiatan produksi migas
terhadap perekonomian lokal tidak begitu besar seoagaimana diharapkan. lndikasi ketidakmerataan pembangunan dapat dicermati juga dari adanya ketimpangan dalam hal distribusi pendapatan antar golongan pendapatan, antar wifayah
dan
antar
sektor.
Dua
puluh
persen
penduduk
dari
golongan
berpendapatan tinggi menyerap lebih dari 60 % dari total pendapatan, sedangkan 40 % masyarakat yang berpendapatan terendah hanya menguasai kurang dari 20 % dari total pendapatan. Sefain itu, wilayah pedesaan memiliki tingkat
pendapatan
yang jauh lebih rendah apabila dibandingkan
dengan
pendapatan masyarakat yang tmggal didaerah perkotaan. Demikian juga halnya dengan masyarakat yang berada pada sek:tor industri
dan jasa memiliki
pendapatan yang jauh lebih tinggi dibandingan dengan rnasyarakat yang berada pada sek1or pertanian (BAPPENAS & UNSRI 2.008). Menurut Anwar (2005). beberapa hal yang menyebab!
ter,adinya
perbedaan-perbedaan yang menyebabkan ketim pangan ( disparitas ). diantaranya
adalah : (1) perbedaan karakterisnk limpahan sumberdaya alarn. (2) perbedaan demog raft. (3) perbedaan kemampuan sumberdaya manusia. (4) perbedaan potensi lokasi. (5) perbedaan dari aspek aksesibilitas dan kekuasaan dalam pengambilan keputusan. (6) perbedaan dari aspek potensi pasar. Akibat taktor-taktor tersebut maka dalam suatu wilayah akan terdapat beberapa macam karakteristik wilayah yang bisa dilihat dari aspek kemajuannya. yaitu: 1)
Wilayah Maiu. wilayah yang telah berkembang yang biasanya dicirikan sebagal pusat pertembuhan. Di wilayah ini terdapat pemusatan penduduk, industri, pemerintahan. dan sekaligus pasar yang potensial. Selain itu juga dicirikan oleh tingkat pendapatan yang tinggi, tingkat pendidikan dan kualitas sumberdaya manusia yang juga tinggi serta slruktur ekonorni yang secara relatif didorninasi oleh sektor industri dan jasa.
2)
Wilayah Sedang Berkembang, wilayah yang sedang berkembang biasanya dicirikan oleh perturnbuhan yang cepat dan biasanya merupakan wilayah penyanqqa dari wilayah maju. karena itu mernpunyai aksesibilitas yang sang at balk terhadap wilayah maj u.
3)
Wilayah Belum Berkembang. wilayah yang belum berkembang dicirikan oleh tingkat pertumbuhan yang masih rendah, baik secara absolut rnaupun secara relatif namun memiliki dikelola
atau dimanfaatkan.
potensi sumberdaya alam yang belum Wilayah ini memiliki
lingkat
kepadatan
penduduk yang masih rendah dengan tingkat pendidikan yang juga relatif rendah. 4)
Wilayah Tidak Berkembang, wilayah yang tidak berkembang dicirikan oleh 2 (dua) hal, yakni : (a) wilayah tersebut rnemang tidak memiliki potensi baik potensi surnberdaya alam maupun potensi lokasi sehingga secara alamiah sulit berkembang dan tumbuh; dan (b) wilayah tersebut sebenarnya
2
memiliki potensi, baik sumberdaya a lam atau lokasi maupun memiliki keduanya
tetapi
tidak
dapa!
berkembang
karena
tidak
memiliki
kesempatan dan cenderung dieksploitasi oleh wilayah yang lebih rnaju Wilayah ini dicirikan o!eh tingkat kepadatan penduduk yang jarang dan kualitas sumberdaya manusia yang rendah, tingkat pendapatan yang rendah, tidak memiliki infrastruktur yang lengkap, dan tingkat aksesibilitas yang rendah. Seiring dengan hal tersebut, dalam dokumen Rencana Tata Ruang Wilayah (RTRW) Propinsi Sumatera Selatan 2005-2019,
pemerintah berupaya
membentuk suatu wilayah prioritas dimana wilayah tersebut harus mendapat penanganan segera untuk mengoptimalkan yang dimiliki
ataupun
fungsinya sesuai dengan potensi
mengurangi permasalahan
yang terdapat di wilayah
terse but. Wilayah Prioritas yang terdapat di Provinsi Sumatera Selatan yaitu · (a) Kawasan tertinggal, yaitu kawasan yang memiliki kelerbatasan sumberdaya dan atau aksesibititas peluang
sehingga lidak dapat memanfaatkan ataupun menangkap
ekonomi yang ada. Daerah yang dapat dikategorikan
Kawasan
Tertinggal antara lain : Kabupaten Ogan Komering Ulu Selatan, Ogan Komering Ulu Timur, Ogan Komering llir, Ogan llir, Lahat, Musi Rawas, Musi banyuasin dan Banyuasin:
(b) Kawasan Kritis. yaitu kawasan yang karena kondisi geografis
menyebabkan potensi untuk terjadinya bencana alam cukup besar. Kawasan ini umumnya tertetak di witayah yang mempunyai kemiringan tahan yang cukup besar serta daya dukung lahan yang labil. Daerah yang termasuk dalam katagori ini antara lain : Kabupaten Ogan Komering Ulu Selatan, Ogan Komering Ulu Timur, Ogan Komering llir, Ogan llir, Muara Enim, Lahat. Musi Banyuasin dan Banyuasin. Disamping itu kawasan yang termasuk dalam DAS Musi can DAS Sugihan-Lalan: (c) Kawasan Andalan, merupakan kawasan yang secara ekonomi berpotensi ditetaokan
untuk mendorong pertumbuhan wilayah. Kawasan Andalan di
Provinsi
Sumatera
Selatan
berdasarkan
RTRWN
yang adalah
Palembang, Lubuk linggau, Muara Enim. Seiring dengan penetapan Kawasan Tanjung Apl-Apl sebagai kawasan lndustri dan pelabuhan laut yang mempunyai prospek pengembangan pada masa yang akan datang maka didalam RTRW Provinsi Sumatera 2005-2019,
Kawasan
Tanjung Api-Api ditetapkan
pula
sebagai salah satu Kawasan Andalan Provinsi Sumatera Selatan; ( d) Kawasan Metropolitan
Palembang-lnderalaya-Pangkalan
Balai-Sungsang,
merupakan
3
kawasan terpadu yang per1u mendapat perhatian lerutama b[la dikaitkan dengan fungsi Palembang sebagai kota yang mempunyai daya tarik cukup besar bagi penduduk yang akan bermigrasi dari kota-kota sesitamya. Program metropo itan dimaksudkan untuk mengurangi kesenjangan antara wilayah pusat dengan wilayah hinterland-nya sehingga secara bersama-sama dapat bersinergi untuk mendukung perkembangan wilayah yang saling menguntungkan; (e) Kawasan Tanjung Api-Aoi. merupakan kawasan yang ter1etak di pantai timur Provins! Selatan dan akan dikembangkan 2 kegiatan utama. yailu : Pelabuhan Laut serta kawasan industri. Kedua kegiatan ini diharapkan pada masa yang akan datang dapat menjadi pendorong pertumbuhan Provinsi Sumatera Selatan; (f) Kawasan segitiga pertumbuhan Palembang-Betung-lnderalaya (Patung Raya), merupakan kawasan yang mempunyai lokasi strategis untuk mendukung
pertumbuhan
Sumatera Selatan pada masa yang akan datang. (BAPPEDA 2006)
1.2
PerumusanMasalah Terjad.inya ketimpangan antara wilayah di Provinsi Suma'.era Selatan
secara kasat mata dapat ddihat dari kualitas atau kuantitas infrastruktur termasuk pelayanannya karena keberadaan infrastruktur merupakan salah satu laktor pendukung dalam percepatan pembangunan. Kabupaten/kota yang berada di kawasan barat cenderung memiliki jumlah infrastruktur yang lebih baik dibandingkan
dengan di kawasan timur sehingga
wflayah tersebut relatif lebih maju sehingga aksesibilitas dari dan ke beberapa bagian wilayah dapat dilakukan dengan mudah. termasuk d.istribusi pemasaran hasil-hasil pertanian dan barang perekonomian lainnya dapat berjalan dengan lancar karena didukung moda transportasi yang memadai. Kondisi tersebut memiliki dampak yang positif terhadap harga barang kebutuhan sehari-hari. SebaJiknya, keterbatasan jumlah infrastruktur di kawasan timur Sumatera Selatan menyebabkan aksesibilitas menjadi sangat rendah dan bahkan menjadi sangat tensolasi karena hanya beberapa daerah saja yang dapat dijangkau dengan menggunakan angkutan sungai dengan kapasitas yang terbatas. Hal ini mengakibatkan pengiriman hasil-hasil produksi seklor pertanian untuk dibawa ke pasar menjadi sulit (Anonim 2007). Namun, Maryam (2001) mengemukakan bahwa berdasarkan ketimpangan ekonomi. antara daerah pesisir dengan daratan. terjadi pada hampir seluruh wilayah Indonesia yaitu Pulau Sumatera, Jawa, Bali, Kalimantan, dan Papua. Pendapatan per kapita daerah pesisir lebih tinggi daripada pendapatan perkapita
4
daerah daratan Indonesia. kecuali untuk Pulau Jawa sehingga secara makro, variabel yang berhubungan dengan ketimpangan antara daerah pesisir dengan daratan Pulau Sumatera. Jawa. Bah. Kai mantan. dan Papua maupun antara daerah pesisir pulau atau kelompok pulau tersebut berbeda-beda yang meliputi faktor aksesibilitas {ketersediaan pelabuhan laut SDA non kelautan (sektor pertambangan penggalian dan industn migas) industn pengolahan non migas dan persentase penduduk perkotaan. Selan1utnya. per1<embangan ketimpangan ekonomi antara daerah pesisir dengan daratan Indonesia paska krisis ekonomi (1996-1998)
ketimpangan
antara
daerah daratan dengan pesisir semakin
melebar. Perencanaan operasional
pembangunan
guna mengukur
tingkat
wilayah
memerfukan
perkembangan
batasan-batasan
wilayah.
Peningkatan
pertumbuhan ekonomi seringkali rrenjadi acuan suatu wilayah sebagai output dari kinerja pembangunan.
Akan tetapi, seiring meningkatnya pertumbuhan
ekonomi suatu Wllayah mengakibatkan permasalahan-permasalahan
baru yang
seringkah terjadi, seperfi menurunnya pendapatan. meningkatnya pengangguran yang berimp ikasi terhadap kemiskinan sehingga terjadi kesenjangan (disparitas) dalam berbagai aspek. Berdasarkan ha! tersebut. d1perfukan suatu indikator kinerja pembangunan yang memiliki fungsi dan analisa terhadap pembangunan
di suatu wilayah.
Ketimpangan juga sering terjadi secara nyata antara daerah kabupaten/ kota di dalarn wilayah provinsi itu sendiri. Lebih lanjut dikatakan bahwa kesenJangan antar daerah terjadi sebagai konsekuensi dari pembangunan yang terkonsentrasi (Alisjahbana 2005). Penenluan batasan substansi dan representasi kesejahteraan menjadi perdebatan yang luas dan dalam proses perumusan seringkall ditentukan oleh perkembangan pralctik kebijakan yang dipengaruhi oleh ideologi dan k.inerja negara yang bdak lepas dari pengaruh dinamika pada tingkat global. Meskipun penentuan
lingkup substansi kesejahteraan tidak mudah.
namun berbagai
penelitfan sebelumnya mengenai kesejahteraan. menggunallan indikator output ekonomi per kapita sebagai proksi tingkal kesejahteraan. yartu Pendapatan Domestik Regional Bruto {PDRB) masing-masing kabupatenlkota di Provinsi Sumatera Selatan. Pembangunan yang berimbang secara spasial menjadi penting karena dalam skala makro karena menjadi p
5
nasional
yang lebih efisien, berkeadilan
menambahkan
dan berkelanjutan.
Mangiri (2000)
bahwa tuj uan perencanaan ekonomi daerah adalah berusaha
meningkatkan kesejahteraan masyarakat di suatu daerah dengan misi urnumnva adalah pemerataan pendapatan per kapita daerah. Berdasarkan informasi di alas, maka dapat dibuat perumusan masalah dalam penelHian lni sebagai berikut : 1.
Sektor perekonomian apakah sebenarnya yang menjadi sektor unggulan di tiap wilayah kabupaten/kota di Provinsi Sumatera Selatan?
2.
Bagaimana tingkat perkembangan wilayah tiap kabupaten/kota di Provinsi Sumatera Selatan?
3.
Berapa besar lingkat disparitas pembang unan antar wilayah di Provinsi Sumatera Selatan dan fak1or-faktor apa yang menjadi penyebabnya?
4.
Bagaimana
persepsi
aparatur
pemerintah
daerah terhadap
prioritas
pembangunan terutama di kawasan timur Provinsi Sumatera Selatan?
1.3
Kerangka Pemikiran Penetapan perencanaan dan pengembangan wilayah Sumatera Selatan
merupakan tindak lanjut dari dokumen RTRW Provinsi Sumatera Selatan 20052019 sehingga (disparitas)
perlu dilakukan
yang
terjadi
upaya uniuk mengidenlifikasi ketimpangan
berdasarkan
pendekatan
aspek
ekonomi
guna
mengetahui ssktor-sektor perekonomian yang dapat menjadi sektor unggulan dan tingkat perkembangan wilayah tiap kabupaten1kota
berdasarkan
aspek
ekonomi, fisik dan sosial. Hasil analisis terhadap proses pembangunan yang telah dilaksanakan di Provinsi Sumatera Selatan dilakukan pembangunan
antar
wilayah
untuk
mengetahui tingkat disparitas
kabupatenlkota
guna
mengetahui
tingkat
ketimpangan yang ada. Selanjutnya, dengan menganalisis sektor-sektor aktivitas perekonomian d1 Provinsi Sumatera Selatan dan wilayah kabupaten/kota yang mengindikasikan
terjadinya
olsparitas
pembangunan
Selatan secara deskriptif; sedangkan dari analisis pengembangan
wilayah,
terutama
di pesisir
di Provlnsi
Sumatera
data terhadap persepsi
dilakukan
lerhadap
aparatur
pemerintah daerah sehingga diharapl
penelitian terhadap perkem bangan wilayah Provinsi Sumatera
Selatan, dilihal berdasarkan beberapa indikator kinerja pembangunan wilayah, antara lain : (1) indikator berbasis tujuan, yailu pertumbuhan terhadap nilai
6
produksi (PDRBj sebagai pendapatan wilayah; (2) indikator berbasis kapasitas, yaitu sumberdaya buatan dan sumberdaya manusia. Untuk mengamati ketersediaan sumberdaya buatan melalui pendekatan terhadap aspek fisik wilayah, antara lain penggunaan lahan dan jumlah fasilitas pelayananan
umum sedangkan pemanfaatan lndeks Pembangunan Manusia
(IPM) sebagai pendekatan terhadap sumberdaya manusia dan sebagai aspek sosial. Analisis data terhadap prioritas dan arahan kebijakan pembanqunan wilayah,
terutama di wilayah pesisir terhadap persepsi aparatur pemerintah
daerah dapat dijadlkan arahan dan priorilas pembangunan di wilayah pesisir yang dlhasilkan
mengacu kepada Rencana
Pembangunan
Jangka Panjang
Daerah Provinsi Sumatera Selatan Tahun 2005-2025 dan Rencana Tata Ruang Wilayah (RTRW) Pemerintah Provinsi Sumatera Selatan 2005-2019 dan sintesis hasll analisls sebelumnya. Secara umum, kerangka pemlkiran yang dlgunakan datam penelltlan lnl dapat dilihat pada Gambar 1. 1.4
Tujuan dan Manfaat Penelltian Berdasarkan perumusan masalah tersebut, rencana penelitian ini bertujuan
untuk: 1.
Mengidentifikasl
sektor-sektor
unggulan tiap ka bupaten/kota di Provins!
Sumatera Selatan. 2.
Menganalisis
tingkat
perkembangan
wilayah di tiap kabupaten/kota
di
Provins! Sumatera Selatan. 3.
Menganalisis
tingkat dlsparitas
pembangunan antar wilayah di Provinsi
Sumatera Selatan dan mendeskripsikan
penyebab terjadinya disparitas
pembangunan tersebut. 4.
Prioritas pembangunan wilayah,
terulama di pesisir Sumatera Selatan
berdasarkan persepsi oleh Pemerintah Daerah. Adapun manfaat dari penelitian ini diharapkan dapat memberikan suatu gambaran dan masukan mengenai strategi pembangunan berdasarkan prioritas dan arahan perencanaan di wilayah kabupaten,
terutama di wllayah pesisir
Provinsi Sumatera Selatan yang terkait dengan aspek ekonomi, fisik, dan sosial.
7
.,
I I
I I
PROVINS! SUMA TERA SELATAN
[( ::'.~JI ~· _ IL'."' '.'. J RTRW 2005-2011 DAN RPJPD 2005~0!5 PROVll4SI SUMA TERA SEl.ATAN
f--7
--
KETllllPANGAN PEMBANGUNAN
"
SEKTOR-Se..
" TillG1
-
A~TARWl.AYAH l
... DISPARITPSA,VTAR WfLAYAH
w PERSPEPSI APAllAlUR TERHADAP PEMB.ANOUNNI 01 KABUPATE~ PESISIR
l'RIORITllS OllH AAAHllH PfJtlBllHOVllllH WAJIYllHPESISlll $UMATERA SEIATllN
-
Gambar 1. Kerangka Pemikiran.
8
...
2. TINJAUAN PUSTAKA
2.1
Ketimpangan Pembangunan Wilayah Beberapa faktor penyebab kel!mpangan pembangunan
antar wilayah
sebagaimana yang dikemukakan Murty (2000). diantaranya adalah : 1.
Faktor Geografis. suatu wilayal' atau daerah yang sanqa; luas akan ierjadi variasi pada keadaan fisik alam berupa topografi,
iklim,
curah hujan,
sumberdaya mineral dan vanasl spasial lainnya. 2. Faktor Historis. perkembangan masyarakat dan bentuk kelembagaan atau budaya serta kehidupan perekonomian pada masa lalu merupakan penyebab yang cukup penting terutama yang terkai1 dengan sistem insentif terhadap kapasitas kerja. 3
F aktor
Pol~is.
tidak
stabilnya
suhu
polnik
sang at
mempengaruhi
perkembangan dan pembangunan di suatu wilayah. lnstabilitas politik akan menyebabkan orang ragu untuk berusaha atau melakukan investasi sehingga kegiatan ekonomi di suatu wilayah tidak akan berkembang. 4. Faktor Kebijakan. terjadinya kesenjangan antar wilayah bisa diakibatkan oleh kebijakan pemerintah.
Kebijakan pemerintah yang sentralistik hampir di
semua sektor dan lebih menekan pertumbuhan dan membangun
pusat-
pusat pembangunan di wilayah terteniu menyebabkan kesenjangan yang Juar biasa antar daerah. 5. Faktor Administratif. kesenjangan wilayah dapat terjadi karena kemampuan pengelola administrasi. Wilayah yang dikelola dengan administrasi yang baik cenderung lebih maju. 6. Faktor Sosial. masyarakat dengan kepercayaan-kepercayaan yang primitif, kepercayaan tradisional dan nilaf..nilai sosial yang cenderung konservatif dan menghambat perkembangan ekonomi. maju
umumnya
memirki
institusi
Sebaliknya masyarakat yang relatif
dan perilaku
yang kondusif
untuk
berkernbanq. 7. Faktor Ekonomi, faktor ekonorni yang menyebabkan
kesenjangan antar
wilayah yaitu : a) Perbedaan seperti:
kuantitas dan kualitas dari faktor produksi
lahan,
perusahaan:
nfrastruktur, tenaga
kerja,
modal,
yang dimiliki
organisasi
dan
b) T erkait
akumulasi
kemiskinan,
dari
berbagai
konsumsi rendah,
pemudian
kondisi
faktor
Salah
tabungan
masyarakat
yang
satunya
rendah, investasi
tertinggal,
efisiensi rendah dan jumlah pengangguran
standar
meningkat
lingkaran
rendah, dan hidup
namun diw1layah
yang meju, masyarakat maju, stander hidup tinggi, pendapatan tinggi,
tabungan
semakin
banyak
yang
pada
rendah,
akhirnya
semakin
masyarakat
semakin maju; c) Kekuatan pasar bebas telah mengakibatkan tenaga kerja, modal, perusahaan perdagangan, memberikan
perbankan.
dan
faktor-faktor ekonomi seperti
dan a
yang
datam
ekonomi
maju
hasil yang lebih besar, cenderung terkosentrasi di wilayah
maju; d)
Terkait dengan distorsi pasar. kebijakan harga, keterbatasan spesialisasi. keterbatasan ketramptlan tenaga kerja dan sebagainya. Leblh tanlut,
menurut Anwar (2005) terjadinya kesenjangan yang semakln
melebar pada akhirnya
menimbulkan
kerawanan-kerawanan
sosial, den politik yang pads gilirannya melahirkan diatasi.
Ketidakseimbangan
pembangunan
finansial, ekonomi
krisis muhidimensi
antar wilayah/kawasan
terjadi dalam bentuk buruknya d1stribusi dan alokasi pemanfaatan yang menciptakan inefisiensi konflik menjadi sedemlkian tersentuh pembangunan
antar
memperlemah.
sumberdaya
besar karena wilayah-wilayah
yang dulunya kurang
mula.i menuntut hak-haknya.
wilayah
Wilayah
di satu slst
dan optimalnya sistem ekcnorm. Disisi lain, potensi
Selam itu. ketidakseimbangan hubungan
yeng sulit
yang
pembangunan membentuk
iuga menghasilkan
suatu
interaksi
yang
struktur saling
hinterland menjadi lemah akibat adanya pengurasan
sumberdaya yang bertebihan (backwash) yang mempengaruh1 aliran bersih dan akumulasi
nilai
tambah d1 pusat-pusat pembangunan secara masif can
ber1ebihan sehingga terjadi akumulasi nilai tambah di kawasan-kawasan pusat pertumbuhan. Sebaliknya, kemiskman di wilayah perdesaan semakin meningkat yang pada akhirnya mendorong terjadinya migrasi penduduk dari desa ke kota, sehingga kota dan pusat-pusat pertumbuhan menjadi melemah akibat munculnya urbanisasi {Anwar 2005). Fenomena urbanisasi yang selama ini terjadi di Kota Palembang, dapat mempertemah perkembangan kola ini, yang dicirikan dengan berbagai bentuk permasalahan seperti : munculnya daerah kumuh. banjir, tingginya angka
10
kemacetan dan kriminalitas.
Hal ir.i mengakibat
perkembangan wilayah
perkotaan menjadi sarat dengan permasalahan-permasalahan sosial, lingkungan dan ekonomi yang semakin kompleks dan susah diatasi. Diduga
sejak
tahun
yaitu
1980-an,
sejak diterapkannya
kebijakan
pembangunan dengan penekanan pada sektor industri, kesenjangan wilayah di Indonesia makin membesar, baik antar sektor, antar pelaku ekonomi. maupun antar wilayah (Nurzaman 2002) Di Indonesia faktor-fak1or psnyebab terjadinya ketimpangan ekonomi antar provins atau wilayah, menurut Tambunan (2003), diantaranya acalan : 1 ) Konsentrasi Kegiatan El
atau disparitas
pembangunan antar daerah. Daerah dengan konsentrasi kegiatan ekonomi tinggi
cenderung
konsentarsi
tumbuh
ekonomi
pesat.
rendah
sedangkan
akan
daerah
cenderung
dengan
mempunyal
tingkat tlngkat
pembangunan den pertumbuhan ekonomi yang lebih rendah. Todaro (2000) menambahkan bahwa, justifikasi mengenai adanya hubungan disparitas dengan pertumbuhan ekonom yang positif hlngga saat lni masih menjadi perdebatan karena terdapat lima alasan. yakni : (a)
disparitas dan kemiskinan yang cukup besar dapat menciptakan kondisi dimana masyarakat miskin tidak dapat memperoleh kredlt, tldak dapat membiayai anak-anaknya mendapatkan pendidikan yang lebih baik. tidak ada kesempatan investasi ftsik maupun moneter yang membuat anak-anak menjadi beban finansial bagi penerintah. Secara bersamasama hal di atas menyebabkan pertumbuhan akan lebih rendah;
(b)
Berdasarkan kenyataannya bahwa pela'
sehingga tidak ada
mewah. emas (perhiasan).
nvestasi pada sumcer-sumcer
rumah yang
produktif: (c)
Masyarakat dengan pendapatan rendah yang mana dimanifestasikan sebagai masyarakat yang memiliki tingkat kesehatan rendah, pendtdikan rendah serta produk1ifrtas yang juga rendah secara langsung dan tidak langsung akan rrendorong pertumbuhan ekonomi yang lambat;
11
(d)
Peningkatan tingkat pendapatan masyarakat miskin akan menstimulus keseluruhan
peningkatan
pennintaan
produk,
yang pada akhirnya
rnenoptakan kond si pertumbuhan ekonomi yang semakin baik; dan (e)
Disparitas pendapatan yang cukup lebar akan menjadi disinsentif dalam pembangunan ekonomi.
2) Alokasi lnvestasi I nd11
baik yang bersumber dari luar negeri (PMA) maupun dari dalam
negeri (PMDN). pertumbuhan
Kurangnya investasi langsung di suatu wilayah membuat
ekonomi dan tingkat pendapatan masyarakat per kapita di
wilayah tersebut rendah. karena tidal< ada kegiatan-kegia:an ekonomi yang produktif seperti industri manufaktur 3) Tingkat Mobilitas Faktor Produksi yang Rendah Antar Daerah Kurang lancamya mobi'itas faktor produksi seperti upah/gaji dan tingkat suku bunga atau tingkat pengembaian dari investasi langsung antar provinsi juga merupakan
penyebab
terjadinya ket1mpangan
ekonomi regional. Relasl
antara mobilitas faktor produksi dan perbedaan tingkat pembangunan atau pertumbuhan antar provmsi dapat dijelaskan dengan pencekatan anahsis mekanisme
pasar output dan pasar input. Perbedaan laju pertumbuhan
ekonomi antar provinsi membuat terjadinya perbedaan tingkat pendapatan per kapita antar provinsi dengan asumsi bahwa mekanisme pasar bersitat bebas.
mempengaruhi
mobilitas atau (re)alokasi faktor produkSI
antar
provinsi. Jika perpindahan faktor produksi antar daerah tidak ada hambatan, make pembangunan ekonomi yang optimal enter deereh ekan tercapai den semua daerah akan lebih baik. 4) Perbedaan Sumberdaya Alam Antar Provinsi Pembangunan ekonomi di daerah yang kaya sumberdaya alam akan lebih maju dan masyarakatnya lebih makmur dibandingkan dengan daerah yang miskin sumberdaya alam. 5) Perbedaan Kondisi Demcgralis Antar Wilayah Ketimpangan ekonomi regional di Indonesia juga disebabkan oleh perbedaan kondisi
demografis
pertambahan kesehatan,
antar
oenduduk. disiplin
provinsi. tingkat
masyarakat
terutama kepadatan dan
etos
dalam
hal jumlah
penduduk, kerja.
dan
pendidikan,
Faktor-faktor
ini
mempengaruhi tingkat pembangunan dan pertumbuhan ekonomi melalul slsi
12
permintaan dan sisi penawaran. Dari sisi permintaan, jumlah pendudu k yang besar rnerupakan potensi besar bagi pertumbuhan pasar, yang berarti faktor pendorong
bagi
pert um buhan
kegiatan-kegiatan
ekonoml.
Dari
sisi
penawaran. jumlah populasi yang besar dengan pendidikan dan kesehatan baik, disiplin dan etas kerja yang tinggi merupakan
aset panting bagi
produksi. 6) Kurang lancarnya Perdagangan Antar Provinsi Kurang lancarnya perdagangan antar daerah juga merupakan unsur yang turut
menciptakan
ketimpangan
ekonomi
regional
di
Indonesia.
Ketidaklancaran tersebut disebabkan terutama oleh keterbatasan transportasi dan komunikasi, Perdagangan antar provinsi meliputi barang jadi, barang modal, input perantara. banan baku. material-material lainnya untuk produksi dan jasa. Tidak lancarnya arus barang dan jasa antar daerah mempengaruhi pembangunan dan pertumbuhan ekonomi suatu provinsi. Pembangunan regional yang berimbang merupakan sebuah pertumbuhan yang merata dari wilayah yang berbeda untuk meningkatkan pengembangan kapabilitas dan kebutuhan mereka. Hal ini tidak selalu berarti bahwa semua wilayah harus mempunyai perkembangan yang sama, atau mempunyai tingkat industrialisasi
yang sama, atau mempunyai pola ekonomi yang sama, atau
mempunyai kebutuhan pembangunan yang sama. Akan tetapi yang lebih penting adalah adanya pert um buhan yang seoptimal mungkin dari potensi yang dimiliki oleh suatu wilayah sesuai dengan kapasitasnya. Dengan demikian diharapkan keuntungan dari pertumbuhan ekonomi secara keseluruhan merupakan hasil dari sumbangan interaksi yang saling memper1
Pendapatan Regional Pendapatan regional sering didefinisikan sebagai nilai produksi barang-
barang dan jasa-jasa yang diciptakan dalam suatu perekonomian di dalam suatu wilayah selama satu tahun atau tingkat pendapatan masyarakat pada suatu wilayah analisis (Tarigan 2004 ). Ting kat pendapatan regional dapat diukur dari total pendapatan wilayah ataupun pendapatan rata-rata rnasyarakat pada wilayah tersebut. Beberapa istilah yang sering digunakan untuk menggambarkan pendapatan regional, diantaranya adalah : 1) Prociuk Domestik Regional Bruto (PDRB), jumlah nilai tambah bruto (gross value added) yang timbul dari seluruh
13
sektor perekonomian di suatu wilayah atau propinsi. Pengertian nilai tambah bruto adalah nilai produksi (output) dtkurangi dengan biaya antara (intennediate cost). Komponen-l
(upah dan gaji, bunga,
sewa tanah dan keuntungan),
penyusutan dan pajak tidak langsung neto. Jadi dengan menghitung nilai tambah bruto dari darf masing-masing sektor dan kemudian menjumlahkannya menghasilkan
akan
produk domestik regional brulo (PORB): 2) Produk Oomestitk
Regional Ne10 (PORN), PORN dapat diperoleh dengan cara mengurangi PORB dengan penyusutan. Penyusutan yang dimaksud disini adalah nilai susut (aus) atau
pengurangan
nilai
barang-barang
modal
(mesln-mesm,
peralatan,
kendaraan dan yang lain-lainnya) karena barang modal tersebut dipakai dalam proses produksi. Jika nilai susut barang-barang ekonomi dijumlahkan,
modal dari seluruh
sektor
hasilnya merupakan penyusutan keseluruhan. Tetapi bila
PORN di alas dikurangi dengan pajak tldak langsung neto, maka akan diperoleh PORN atas dasar biaya faktor. Ada tiga pendekatan untuk menghitung
pendapatan
regional dengan
menggunakan metode langsung (Tarigan 2004), yaitu:
1. Pendekatan Pengeluaran; cara penenluan pendapatan regional dengan cara menjumlahkan seluruh nilai penggunaan akhir dari barang dan jasa yang diproduksi d dalam negeri. Kelau diihat dari segi penggunaan maka total penyediaan atau produksi barang dan jasa itu digunakan untuk : konsumsi rumah tangga:
konsumsi lembaga swasta yang tidal< mencari untung:
konsumsi pemerintah: pembentukan modal tetap brute (investasi); perubahan stok, dan ekspor neto (total ekspor dikurangi dengan total imper). 2.
Pendekatan
Produksi;
perhitungan
pendapatan
regional
pendekatan produksl dilakuKan dengan cara meniumlahkan
berdasarkan nilai produksi
yang diciptakan oleh tiap-tiap sektor produksi yang ada dalam perekonomian Untuk menghitung pendapatan regiooal berdasarkan pendekatan produksi. maka pertama-tama yang harus dilakukan ialah menentukan nilai produksi yang diciptakan oleh tiap-nap sektor di atas. Pendapatan regional diperoleh denaan cara menjumlahkan nilai produksi yang teroota dan tiap-trap sektor. 3.
Pendekatan menjumlahkan
Penerimaan;
pendapatan
regional
pendapatan faktor-faktor produksi
dihitung
dengan
yang digunakan
care dalam
memproduksi barang-barang dan jasa-jasa. Jadi yang dijumlahkan adalah' upah dan gaji, surplus usaha, penyusutan. dan pajak tidak langsung neto.
14
2.3
Konsep dan Peranan Pengembangan Wilayah Menurut Rustiadi et al. (2009), ada 6 (enam) jenis konsep wilayah, antara
lain: (1)
Konsep-konsep wilayah klasik, yang mencetimsikan
wilayah sebagai unit
geografis dengan batas-batas spesifik dimana kom ponen-komponen
dari
wilayah tersebut satu sama lain sating berinteraksi secara fungsional; (2)
Wilayah homogen, yaitu wilayah yang dibatasi berdasarkan pada kenyataan bahwa faktor-faktor
dominan
pada wilayah tersebut bersifat homogen,
sedangkan faktor-faktor yang tidak dominan bisa bersifat heterogen. Pada umumnya wilayah homogen sangat dipengaruhi oleh potensi sumberdaya alam dan permasalahan spesifik yang seragam. Dengan demikian konsep wilayah
homogen
sangat bermanfaat
dalam
penentuan
sektor basis
oerekonorruan wilayah sesuai dengan potensi/daya dukung utama yang ada dan
pengembangan
pola
kebijakan
yang
tepat
sesuai
dengan
permasalahan masing-masing wilayah; (3) Wilayah nodal, menekankan terpisah
perbedaan dua
bercasarkan fungsinya. Konsep
komponen wilayah yang
wilayah
nodal diumpamakan
sebagai suatu "sel hidup" yang mempunyai inti dan plasma. Inti adalah pusat-pusat
pelayanan/pemukiman,
sedangkan
plasma adalah daerah
betakang (hinterland): (4)
Wilayah sebagai sistem, dilandasi
atas pemikiran
bahwa komponen-
komponen di suatu wilayah memiliki keterkaitan dan ketergantungan satu sama lain dan tidak terpisahkan: (5)
Wilayah perencanaan adalah wilayah yang dibatasi berdasarkan kenyataan terdapatnya sifat-sifat tertentu pada wilayah baik akibat sifat alamiah maupun non alamiah sehingga perlu perencanaan secara integral;
(6)
Wllayah adm1nistratif-politis.
berdasarkan
pada suatu kenyataan bahwa
wilayah berada datam satu kesatuan politis yang umumnya dipimpin
oleh
suatu sistem birokrasi atau sistem kelembagaan dengan otonomi tertemu. Perkembangan suatu V11layah secara alami dltentukan oleh karakter dari sumberdaya alam yang dimiliki oleh wilayah tersebut.
Wilayah yang
memilikl surnberdaya alam yang melimpah relatif akan lebih maju dibanding dengan
w11ayah
yang
miskin
sumberdaya,
khususnya
pada
awal
perkembangannya.
15
Lebih
~njut
RL1$1ladi
et al.
(2009) menambahkan batiwa, dalam
perkembangan wilayah yang meoja(i lndikator penting adalah tingkat interaksi antara satu wilayah dengai wilayah lainnya.
l/Vilaya~wilayah yang lebih
berkembang pada dasamya mempunyal lil"Qkal interaksi yang lebih tinggi dibanding dengan wilayah lain yang belum berlr.embang. lnteraksi itu sendiri terjadi karena adanya faldor akse6ibiila$ wilayah itu ke wilayah lain. Kemudahan akses ini menjadi faklor yang culcup penting dalam mendukung perkembangan l!Ualu
Wilayah dengan akses yang !ebih baik akan menyebabkan
wilayah.
tingkat lnteraksi yang tinggl dengan Wllayah lain sehlngga menjadi leblh cepat beOO!mbang.
Faktor lain yang mendorong perkembangan wilayah adalah
lokasinya yang berdeKatan dengan pusat ellonomi atau pemenntahan. Lokasi yang dekat dengan pusat ekonani atau pemerinlahan umumnya akan lebih
terpa<:u perkembangannya dibanding wilayah-wilayah yang relatif lebih jsuh dan bisa jadi nantinya akan befl<emba11g 58bagai penyangga bagi wilayah pusat tersebut. Pads era otonomi daerah saat inl, make salah satu konsep pengembangan
wilayah yang perlu mendapat peihalian adalah pengernbangan ekonomi wilayah. Olah karena Hu. konsep pengembangan ekonomi wilayah harus berorientasl pada per1umbuhan ekonomi wilayah dengan menggali potensi produk unggulan daerah
(Tukiyat
2002).
Perbel1aan ~embangan suatu wilayah
akan
rnembentuk suatu slruldur wilayall yang belftirand, dimana wifayah yang tefah maju
cenderung
akan oepet berkembang
perekonomian maupun pemerintahan.
menjadi pusat aktifrtas baik
'Nilayah yang sumberdaya alamnya
kurang meodukung akan relatif lwrang berkembang dan c:enderung menjadi wilayati hinterland. Keadaan ini diduga dapat menjadi faklor pendorong bagi sumberdaya manusia untuk bekerja ke wi!ayah yang lebih berkembang da!am rangka meningkstkan taraf hidupnya. Oleh karena itu, semakin sum bagi wilayah ini untuk berkembang karena telah mengatami kekurangan sumberdaya manusia. Pembarv;iunan d1 wilayah pesisir seringkai memiliki hambatan, hal ini dijelaskan Budiharsono (2001), antara lain : 1.
lndOnesia
merupakan
negara
l\epulauan,
cimana
kegiatan-ke9istan
pembangunan saat ini dipusatkan d bagian barat. Konsen{rasi demikian menimbulkan
isu
pengembengan wilayah
out"r islend
yang
dapat
menyebebkan timbulnya beibagai masalah yang bertlimensi wilayah.
16
2. Pembangunan
masa lalu
lebih menilikberatkan pada pembangunan daratan
dari lautan. sehingga pembangunan pesisir relatif tertinggal. Masyarakat pesisir relalif lebih mi$kin dali wilayah daratan lainnya. Kondisi lni diperburul< dengan posisi politik nelayan yang relatif lemah dibancting dengan posisi
...
~t
. ·~·~ r
*
lainnya.
3. Letak geografis Indonesia yang sanoat dipengaruhi oleh taktor geologis dan el
4. Keragaman kultural menyebabkan .adanya perbedaan perllt'lpsi terhadap pembangunan. 5.
Sifat pembangunan polilik di lndonasia yang diwamai oleh kekual.an politik wilayah. Selain ilu, kawasan pesisir dalam konteks ekonorri wilayah, memilikl poeisi
strategis di dalam struktur alokasi dan distribusi sumberdaya ekonomi sehingga dapat disebut sebagai witayah yang memlliki locational rent yang tinggi. Nilai ekonomi kawasan p11sislr, selain ditentukan oleh rent lokssi (toc11t1onal rent), setldak-tidaknya juga mengandung tiga unsur rent leinnya, yakni : (1) ricardlan
rent, rent berdasarkan kekayaan den kesesualan sumberdaya yang dimillkl umuk belbagai penggunaan aktivitas ekonoml untuk berbagai aklivitas budidaya berdasall<.an kesesuaiannya, sepertl kesesuaian lahan tambak. kesesuaian flsik untuk pengembangan pelabuhan, dan eebagalnya; (2) environmental rent, nilal a1au fungsi kawasan yang didasarkan atas fungsinya di delem keseimbengan liogkuogan; dan (3) soc/a/
rent,
menyangkut manfaat kawasan untuk berbagai
fungs1 sosial (Rustiadi 2001) 2.4
f
Pem•nfaatan Analisls Spasial dalam Konsep G80gf"afis Perwilayahan Gunawan (1998) menerangkan bahwa analisis spasial tebih terfokus pada
keglatan investigasi pola·pola dan berbagai atribut atau gambaran di dalam studl kewilayahan dan dengan menggunakan permodelan berbagai keterkaitan untuk meningkatkan pemahaman dan prediksi atau persmaian. Kejadien geografls. dapa\ berupa sekumpulan obyek-Obyek titik, garis atau areal yang beriokasi di ruang geografis dimana melekat suatu gugus nilai-nila1 atribut. Dengan demikian, analisis spaslal membutuhkan informa~i baik berupa nilai-nilal atribul maupun lokasi-lokasi ge
17
tersebar luas pada bidang ilmu lfngkungan, perairan dan scsial ekonomi. SIG juga telah digunakan
cli bidang militer, pemodelan perubahan iklim global dan
geologi. Lebih lanjut, Gunawan (1998) menambahkan bahwa, berbagai bentuk analisis spasial dapat dilakukan dengan menggunakan SIG termasuk di wilayah pesisir.
Dalam
kerangka
dikembangkan
oleh
konsep
geografis,
para ahli geografi
analisis
spasial
untux memenuhi
telah
lama
kebutuban
dalam
memodelkan dan menganalisis data spasial dengan upaya memanipulasi spasial
ke dalam
tambahan
bentuk-bentuk
sebagai hasilnya.
dan
mengekstrak
data
pengertian-pengertian
data spasial berbeda dengan spatial
Analisis
summarization of data untuk menciptakan fungsi dasar pengambilan informasi spasial secara selektif di suatu areal dengan pendekatan komputasi. tabulasi atau pemetaan dari berbagai statistik informasi yang dimaksudkan. Berdasarkan proses pengumpulan informasi kuantitatif
yang sisternatis.
tujuan analisis spasial adalah : (1) Mendeskripsikan kejadian-kejadian di dalam ruangan geografis (termasuk
deskripsi
pola) secara cermat dan akurat:
(2)
Menjelaskan secara sistematik pola kejadian dan asosiasi antar kejadian atau obyek di dalam ruang, sebagai upaya meningkatkan pemahaman proses yang menentukan distribusi kejadian yang terobservasi; (3) Meningkatkan kemampuan melakukan
prediksi
atau
pengendalian
geografis. Berdasarkan atas aplikasinya, tujuan. yakni:
kejadian-kejadian analisis
di dalam ruang
spasial digunakan untuk tiga
(1) peramalan dan penyusunan
skenario; (2) analisis dampak
terhadap kebijakan; (3) penyusunan kebijakan dan desain (Fischer et al. 1996, diacu dalam Rustiadi et al. 2009). 2.5
F'enelitian Sebelumnya Mengenai Disparitas Antar Wilayah Pembangunan
seringkali
wllayah.
secara spasial tidak selalu
ketimpangan pembangunan
serius bagi pemerintah.
Mengukur
untuk bisa membandingkan
antar wilayah
ketimpangan
rnerata sehingga
menjadi
permasalahan
hendaknya bersifat rasional
satu daerah dengan daerah lainnya karena tolak
ukur ketim pang an pendapatan yang berasal dari pendapatan,
pengeluaran,
konsumsl
ketimpangan
(individu.
pembangunan
kelornpok)
tidak
sama
halnya
antar wilayah yang menggunakan
dengan
PDRB,
PDRB per kapita.
penduduk, luas wilayah, nilai ekspor, produksi dan lain sebagainya. Studi dilakukan,
dan
penelitlan
beberapa
mengenai
diantaranya
kelimpangan
dengan
melihal
wilayah telah tingkat
banyak
kesenjangan
18
pendapatan dilakukan
masyaraka1
oleh Bappenas
dengan menggunakan dan Unsri
indeks gini seperti studi yang
pada tahun
2008 di Provinsi Sumatera
Selatan. namun hal tersebut belum cukup menggambarkan kondisi ketimpangan wilayah karena hanya meliha1 tingka1 kesenjangan secara vertikal, Studi lainnya yang cukup menarik adalah seperti yang dilakukan Hadi
(2001) mengenal disparitas ekonomi antar wilayah dengan membandingkan ke1impangan yang terjadi di Kawasan Bara! Indonesia (KBI) dan Kawasan Tknur Indonesia,
sedangkan Noegroho dan Soelistianingsih (2007)
menganalisis
disparitas
pendapatan
Tengah
kabupaten/
kola di
Propinsi
Jawa
dan
pengaruhnya terhadap pertumbuhan ekonoml regional selama periode 1993·
2005 dengan menghitung naai entropi total Theil dari daerah kaya dan miskin seperti yang pernah dilakukan sebelumnya oleh Fujita dan Hu (2001) yang melakukan stud! dengan mendekomposisi disparitas wilayah menjadi disparitas dalam wllayah pengembangan dan antar waayah dalam wilayah pengembangan. Selain itu. penggunaan metode anaisis indeks Williamson dalam melihat ketimpangan-ketimpangan
antar w layah yang terjadi di beberapa tempat di
Indonesia, telah banyak dimanfaatkan oleh beberapa peneliti, seperti Rahman (2009) menganalisis tingkat dispamas pembangunan antar wilayah yang terjadi di Kabupaten Sambas, Provinsi Kalimantan Timur dengan menguraikan faktorfaktor penyebabnya, sedangkan Gumilar (2009) me'akukan hal yang sama dengan memfokuskan penelitiannya terhadap penentuan sektor basis yang potensial di wilayah pengembangan Garut Selatan. Kabupaten Garut, Provlnsi Jawa Baral.
2.6
Proses Hirarki Analitik Wilayah Pesisir
dalam
Pemilihan Prioritas Pembangunan
Proses Hirarki Anal~ik (PHA) yang dikenal dengan Analytical Hierarchy
Process (AHP). pertama kali dikembangkan oleh Thomas L. Saaty. seorang ahli matematika dari University of Pittsburg Amerika Serikat pada tahun 1970-an. Menurut Saaty (1993), PHA adalah suatu pendekatan keputusan yang dirancang untuk membantu dalam solusi permasalahan multi kriteria yang kompleks pada seiumtan
daerah aplikasi. PHA pada dasamya di desain untuk menangkap
secara rasionat persepsi orang
yang berllubungan sangat era! dengan
permasalahan tertentu melalui prosedur yang didesain untuk sampai pada suatu skala preferensi diantara berbagai set altematif. Metode ini ditemukan untuk menjadi
pendexatan praktis dan
efektif yang dapat mempertimbangkan
19
keputusan yang kompleks dan tidak terstruktur. Kelebihan dari PHA adalah kemampuan jika dihadapkan pada sltuasi yang kompleks atau tidak terkerangka. Situasi ini te~adi jika data, informasi statistik dari masalah yang dihadap1 sangat minim atau tidak ada sama sekeli. Data yang diperlukan kalaupun ada hanyalah berslfat kualltatif yang mungkin didasari o!eh persepsi, pengataman, ataupun intuisi. Saaty ( 1993) mengemukakan bahwa tahapan dalam analisis data PHA adalah:
(1) identifikasi sistem, (2) penyusunan struktur hlrarKI. (3) membuat
matriks perbandingan/
komparasi berpasangan
(pairwise comparison), (4)
menghitung matriks pendapat individu, (5) menghitung pendapat gabungan, (6) pengolahan horisontal, (7) pengolahan vertikal, dan (8) revisi pendapat. Saaty (1993) menambahkan bahwa beberapa keuntungan menggunakan PHA sebagai alat analisis, antara lain : 1.
Memberikan model tunggal yang mudah dimengerti, luwes untuk beragam persoalan yang tidal< terstruktur.
2.
Memadukan rancangan deduktif dan rancangan berdasarkan sistem dalam memecahkan persoalan kompleks.
3.
Mampu menangani
sahng ketergantungan elemen-e!emen
dalam satu
sistem dan tldak memaksakan pemlklran llnier. 4.
Mencermlnkan kecenderungan alami pikiran untuk memilah-milah elemenelemen suatu sistem dalam berbagai tingkat berlainan dan mengelompol
5.
Memberikan suatu skala dalam mengukur hal-hal yang tidak terwufud untuk mendapatkan prioritas.
6.
Melacak konslstensi logis dari pertimbangan-pertimbangan
yang digunakan
dalam menetapkan berbagai priorltas, 7.
Menuntun ke suatu taksiran menyeluruh tentang kebaikan setiap alternatif,
B.
Mempertimbangkan prioritas-prioritas relatif dari berbagai faktor sistem dan memungkinkan orang memilih alternatif terbaik berdasarkan tujuan-tujuan rnereka,
9.
Tidak
memaksakan
konsensus
tetapi mensintesis
suatu
hasil yang
representatif dari penilaian yang berbeda-beda, 10. Memungkinkan orang memperhalus definisi mereka pada suatu persoalan dan
memperbaiki
pertimbangan
dan
pengertian
mereka
melalui
pengulangan.
20
3. METODE PENELITIAN
Lokasi dan Waktu Penelitlan
3.1
Penelitian
ini dilaksanakan
di Provinsi Sumatera Se!atan (Gambar 2)
dengan mengamati tingkat perkembanqan wilayah berdasarkan indikator kinerja pembangunan
wilayah. yaitu : 1) berbasis tujuan, yakni pemerataan terhadap
pertumbuhan ekonomi (produktivitas sektor): 2) berbasis kapasitas wilayah yang terdiri can kapasitas sumberdaya buatan (fisik) dan manusia (sosial)
di tiap
kabupaten/koia
hingga
selama
3 (tigai
bulan
dimulai dari bulan
Agustus
November 2009. t·~~
·~
·~r
+oc;:n
f
~
PETA AGMINISTRASI PROVINS! SUMATERA SEL.AlAN
Ff!O\'!SSIJ..WEI
~
;I
'
,. ..
N
n._~
~
<>Cl0"1!1$1!1i-Q,l
~
'
.
,...,,
~·...
""
t!f:
•1a.l./>lf1t;t,f'U""fEW .!Ao"N.l•on>It.lo1- P-..11t..bull'i -J.oQo11No•~n1!Llth• Timar
-
-~11~
• f.
-~
•
-"-""""'·· ..... tlhi&..•lil ... """ 1(•1><•-\((
a..,.....r..
_1...o.,. ......... ,;1.. l!"f'"' L..,..,
. . .....
MlAI S.1\)1.1""' IE!(Wuollti-. OJ•Mlr
k
~ ...~ 11·
~
O)•n~;;U11
•oituauc.11 Oltfl\ .,..~ ..J P'ftoll.... ~
m">\1!'4?!1.AWl'UllC'i
~
•
~1 """""
~~_nw..s
l~\Wl't"N:,_.: ............ YlllJ'/1'1 f'lW'< :-;,.. &>W »*
\ ~tFVOr"l'l'lto'?<\ 2.tl;l~1:i
~.·,.,
·="'•
'
Gambar 2. Peta Adminis!rasi Provinsi Sumatera Selatan.
3.2
Metode Pengumpulan Data Metode pengumpulan
data dilakukan dengan cara mengumpulkan
sekunder, yakni melakukan studi kepustakan dari publikasi oleh Sadan diterbitkan
Pusat Statistik
(BPS),
Ookurnen-dokumen
data
data-data statistik Perencanaan
yang
oleh Pemerintah Provinsi Sumatera Selatan dan sumber-sumber
pustaka lain
yang memiliki relevansi
dengan
topik penelitian,
sedangkan
pengumpulan
data primer diperoleh dengan melakukan wawancara terhadap
para responden dengan kriteria yang digunakan mengacu terhadap indikator kinerja pembangunan wilayah, dari aspek ekonomi (pendapatan wilayah), aspek fisik (infrastruktur wilayah) dan aspek sosial (masyarakat). Responden ditentukan secara sengaja berdasarkan pertimbangan bahwa responden yang bersangkutan memiliki kemampuan dan pemahaman yang baik terhadap perkembangan pembangunan
di wllayah,
terutama di pesislr
Sumatera
Selatan.
Jumlah
responden sebanyak 15 orang dari pejabat aparatur pemeriniah provinsi dan pemerintah kabupaten di wilayah pesisir, masing-masing dari 5 instansi yang berbeda, antara lain Sadan Perencanaan Daerah, Dinas Kehutanan, Dinas PU Bina Marga, Dinas Kelautan dan Perikanan serta Dinas Pendapatan Daerah. Jenis, sumber, cara pengumpulan
dan analisis data berdasarkan tujuan
yang ingin dicapai disajikan pada Tabel 1. Tabel 1. Janis, Sumber, Cara Pengumpulan dan Analisis Data.
--
No
Tujuan
Data
I
Mengldentlfikul seklor unggulan tlap k•hup•,.r\lkol• rll Provirisl Sum:itar1 Stla1r11n
I. P!:>RB tahun 2003,2005 dan2007:
• BPS (sekunde1)
Menganellsl$ lln9kol pe1kembangan wllayah tlep kabupater/kota di Provl.isl Sumatera Sela tan
I, P!lRB tlap kobupaten 1ahun 2003·2007;
• BPS (sekunde1)
2
Sumber Data
Anollsls 1. LO
2. DegkrlpU1
I.
en11opl;
2. Skalogram
2. PODES loh,n 2006
3. Anallsls Mut~lvarlat
3. Jumlah tenaga kerJa ••ktol'lll rahun 2006
('1nttli,;IR
kl.. ter& dokriminan)
3
Mongenollsl• tingkat ctisperitas pembangu· nan anlar wllayah den mendefinlslkan fa'
I
P:>RB tlap katupatan tahun 2003·2007;
t. lndeks
• BPS (sekunde1)
Wllllanson;
2. Jumloh Pcnduduk 2003·2007
2. lndck• Thell; 3. Regresi BP.rgAncin
\ $11m!itAI rl:tl;im Anok.;i 2007 •. IPM 2C07
•
M"nQk;t}I str;,t~ol p-0n1bangun2n dan
pengembengan w'ibayah, t•rut.ama di peele r Sumatera
I
\J\lawAnr.i:ifa
-
~ • Responden (primer)
I
4. Deskr'iplit
1. Sintcsls hasil tlnalisis sebelumnya
2.
AHP
Selattirt
22
3.3
Metode Analisis Data
3.3.1
Analisis Sektor Unggulan Wilayah
Location Quotient (LQ) merupakan metode analisls yang umum digunakan di bidang ekonomi geografi. Secara umum. metode analisis ini digunakan untuk menunjukkan lokasi pemusatan aktifitas di suatu wilayah. Disamping itu, LQ juga bisa digunakan untuk mengetahui kapasitas ekspor perekonomian suatu wilayah serta tingkat kecukupan barang/jasa dari produksi lokal suatu wilayah. Asumsi yang digunakan dalam analisis ini adalah (1} kondisi geografis relatif seragam.
(2) pola-pola aktifitas bersiiat seragam. dan (3) se1iap aktifitas menghasilkan produk yang sama sehingga bentuk persamaan dari LO sebagai beriku\ :
Xv) ( LQ = X,,,
" (x') ,,\:.,
dimana LQ,J = rasio persentase dari total aktifilas pad a sub wilayah ke·I \erhadap persentase aklifitas total terhadap wilayah yang diamati X1,
=
nilal PORB di kabupaten/kota ke-i dan sektor ke-j
X,
=
total PDRB tlap sektor di kabupaten/kota ke-i
XJ
= =
X
total PDRB sektor ke-] di Provinsi Sumatera Selatan total PDRB Provlnsi Sumatera Selatan. Kriteria yang muncul dari perhitungan ini adalah:
•
Jika LQ > 1 ;sektor basis artmya komocnas j di daerah penelitian memilikl keunggulan komparatif,
•
jika LQ tidak
=
1 : sek1or non basis artinya komoditas j di daerah penelitian
memiliki
keunggulan,
sehingga
hanya
cukup untuk
memenuhi
kebutuhan di wi\ayah bersangkutan. •
jika LQ < 1 ; sektor non basis: artinya komoditas j di daerah penelitian tidak dapat memenuhi kebutuhan daerahnya sendiri sehingga diperlukan pasokan dari luar daerah. Asumsi yang digunakan dalam menghitung sektor unggulan
di suatu
wllayah adaran terdapat sedikit variasi dalam pola pengeluaran secara geografi Analisis keunggulan kornparatit di Provinsi Sumatera Selatan menggunakan data
23
PDRB (AOHK 2000) tiap sektor tahun 2003, 2005 dan 2007 guna melihat perkembangannya. Pengertian sektor basis (sektor unggulan) pada dasamya harus dikaitkan dengan
suatu
internasional,
bentuk
regional
perbandingan,
baik
maupun nasional
itu
perbandingan
Dalam kaitannya dengan
berskala lingku p
internasional, suatu sektor dikatakan unggul fka sektor tersebut mampu bersaing dengan sektor yang sama dengan negara lain. Sedangkan dengan lingkup nasional, suatu sektor daoat dikategcnl
Analisis Tingkat Perkembangan Wilayah
3.3.2.1 Analisis Perkembangan Diversifikasi Sektor Ekonomi (entropy analysis) Analisis indeks entropi digunakan untuk melihat hirarki wilayah dengan mengukur
tingkat perkembangan
suatu wilayah dan melihat
sektor-sektor
perekonomian yang dominan dan berke;nbang pada wilayah tersebut. Data yang digunakan
untuk
menghitung
indeks
entropi
adalah
nilai
PDRB
tiap
kabupatenlkota terhadap PORB Provinsi Sumatera Selatan tahun 2003, 2005 dan 2007. Prinsip pengertian indeks entropi ini adalah semakin beragam aktifitas atau semakin luas jangkauan spasial, maka semakin tinggi entropi wilayah. Artinya Wilayah tersebut semakin berkembang. Persamaan umum entropy ini adafah sebagai berikut : n
S=
n
-l:LP;; lnP9 i=I /=I
dimana: S P;i
= tingkat perkembangan = X;;/r:x.., atau proporsi sektor ke-i di kabupa!en/kota ke-j
S '2: 0 (Untuk mengidentifikasi tingkat perkembangan terdapat ketentuan bahwa jika indeks S semekin tinggi maka tingkat perkembangan semakin tinggi): dengan Smaks = Ln(banyaknya aktivitas x banyaknya wilayah} Sedangkan indeks entropi diperolen dengan membagi nilai entropi (S)
-
dengan nilai entropi maksimumnya (JE - SS
) dengan nilai IE berkisar antara 0
(not) sampai dengan 1 (satu) yang mengindikasikan tingkat keragarnan suatu komponen aktivitas semakin berkembang (merata) dan begttu pula sebaliknya.
24
Analisis model entropl, menurut
Saefulhakim
(2006) merupakan salah
satu konsep analisa yang dapat menghitung diversifikasi
komponen aktivitas
yang berguna
suatu
wilayah;
(2)
keanekaragaman
hayati;
(3)
untuk
(1)
Memahami
perkembangan
Memahami
perkembangan
Memahami atau
perkembangan
kepunahan
aktifitas industri;
aktifitas suatu sistem produksi
pertanian
(4) dan
Memahami lain-lain.
perkembangan
Untuk
mengetahui
klasifikasl indeks entropi tiap kabupaten/kota dilakukan berdasarkan nilai hasil standar
deviasi indeks entropi dan nilai
rataannya.
Nilai yang diperoleh
digunakan unluk menentukan jumlah kelas, yakni rendah, sedang atau tinggi (Lampiran 4). 3.3.2.2 Analisis Skalogram S.ecara umum,
untuk melihat
tingkat perkembangan
hirarki
wilayah terhadap wilayah lain yang dibatasi oleh administrasi terutama
dalam
hal
sarana
infrastruktur
dengan
di suatu kabupaten.
menggunakan
analisis
skalogram. Penelitian ini menggunakan data Potensi Desa tahun 2006 dengan paramater yang diukur meliputi bidang sarana perekonomian, sarana komunikasi dan in!ormasi. sarana kesehatan, sarana pendidikan terhadap jumlah penduduk tiap kabupatenlkota
di Provinsi Sumatera Selatan.
Tahapan
kegiatan
pada
analisis data dengan metode skalogram antara lain : (1) Melakukan pemilihan terhadap data yang bersifat kuantitatif, sehingga hanya yang data yang bersifat relevan saja yang d1gunakan; (2) Melakukan rasionalisasi data: (3) Melakukan seleksi terhadap data-data hasil rasionalisasi analisa
ska log ram yang mencirikan
wilayah kabupatenlkota:
hingga diperoleh variabel untuk
!i ngkat perkembangan
masing-masing
(4) Melakukan standardisasi data terhadap variabel
tersebut sebelum menentukan lndeks perkembangan wilayah (IPW) di masingmasing kabupaten/kota. yakni dengan menggunakan rumus sebagai berikut :
z _ Y!i v
mi11 Y1
Std Dev
Dimana:
Z,i
= nilai baku untuk kabupaten/kota
Y1J
= jumlah sarana untuk kabupaten/kota ke-i dan jenis sarana ke-j
Min Yi Std. Dev
= nilal minimum untuk jenis = nilai standar deviasi IPW
ke-i dan jenis sarana ke-j
sarana ke-j
25
Setelah proses pembakuan selesai kemudian dilakukan penjumlahan nifai baku tersebut untuk setiap desa. Untuk melihat struktu r wilayah dilakukan sortasi data dimana wifayah yang mempunyal nifai yang paling besar diletakkan
di
barisan atas dan fasilitas yang paling banyak be rad a di kolom kiri. I ndeks Perkembangan Wifayah dikelompokkan ke dafam tiga kefas hirarki, yaitu hirarki I (iinggi), hirarki II (sedanq), dan hirarki Ill (rendah).
Penentuannya didasarkan
pada nllal hasif standar deviasi IPW dan nilai rataannya. Nilai yang didapat untuk selang hirarki dan digunakan untuk menentukan kelas hirarki dapat dilihat pada Tabel 2. Tabef 2. Penentuan Nilai Selang Kelas Hirarki. No.
Ket as
Nilai Selang (x)
Tingkat Hirarki
1
Hirarki I
X>[ra1aan + (St Dev. IPW)]
Tinggi
2
H1rark1 II
rataan < X < (St Oev. IPW)
Sedang
3
Hirarki Ill
X < raraan
Rendah
Menun.it
Budiharsono
(2001 ),
metode
ini
mempunyai
beberapa
keunggulan. antara fain : (1) Memperlihatkan dasar diantara jumfah penduduk dan tersedianya fasilitas pelayanan; (2) Secara cepat dapat mengorganisasikan data dan mengenal wilayah; (3) Membandingkan pemukiman-pemukiman wifayah-wilayah
berdasarkan
ketersediaan
fasilitas
pelayanan;
dan (4)
Memperlihatkan hierarki pemukiman atau wifayah; (5j Secara potensial dapat digunakan untuk merancang fasilitas baru dan memantaunya. 3.3.2.3
Analisis Multivariat (Tipologi Wilayah) Analisa
tipofogi
wilayah
bertujuan
untuk
melihat
karakterislik
perkembangan wifayah berdasarkan indikator-indikator perkembangan wilayah, yaitu : aspek sosiaf, sarana dan prasarana wilayah serta aspek perekonomian dengan menggunakan Anafisis Kfaster dan Anafisis Diskriminan. •
Analisis Klasterlkelompok (Cluster Analysis) Analisis kefompok merupakan salah satu teknik multivariat yang umumnya digunakan
untuk
mengelompokkan
data ke dalam
satu
kelas
yang
mempunyai ciri-ciri tertentu yang sama dan bertujuan untuk menemukan kelompok alami dari satu kumpulan data. Analisis kelompok ini dilakukan untuk tujuan : (1) menggali/eksplorasi
data:
(2) mereduksi data menjadi
kelompck data baru dengan jumlah lebih kecil atau dinyatakan
dengan
26
pengkelasan (klasifikasi) data. (3) menggeneralisasi suatu populasi untuk memperolen suatu hipotesis, (4) menduga karakteristik data-data. Metode ini menggunakan perbedaan atau iarak eucltdean antara mla1 obJek sebagai dasar pengelompokannya untuk membenluk suatu klaster. Analisis kelompok dilakuxan setelah variabel tersebut diatas distandarisasi terlebih dahulu agar memudahkan
dalam pengelompokannya.
Metode klaster memanlaatkan
metode tree clustering (quick clustering), sedangkan untuk melihat vanabel penjelas tiap kelompok dilakukan dengan menggunakan metode K-mean
clustering, guna mengetahui anggota kelompok variabel pada masrng-masing wilayah kabupaten/kota. Dikarenakan terbatasnya data selama penelitian, maka variabel yang digunakan menputi aspek ekonomi wilayah (PDRB per kapita tiap sektor tahun 2006). aspek fisik wilayah ijumlah fasilitas dan penggunaan lahan) dari data PODES 2006 dan aspek sosial (jumlah tenaga kerja per sektor tahun 2006) yang terdiri dari 27 variabel (Lampiran 4) •
Ana isls Diskriminan (Discriminant Function Analysis) Tujuan dilakukan anarisis dis'
Dengan adanya fungsi
tersebut maka akan dapat
peubah yang dlgunakan dalam menyusun
tersebut. Berdasarkan asumsi bahwa S = (fj • j= 1,2,.
diukur fungsl
,i), S adalah gugus
kelompok dari wilayah yang belum diketahui sehingga klasifikasi sebelumnya akan diketahui jumlah kelompok serta anggota ienis wilayah dalam kelompok tersebut. Selanjutnya gugus S dapat dltuliskan kemball menjadi
S = (fJk,
j=1,2, ... .k), k = 1, .... K. (dengan asumsi jumlah kelompok adalah K). Analisis diskriminan menggunakan
variabel-variabel dan unit analisis yang sama
dengan anahsis klaster, dengan kata lain merupakan analisis lanjutan dari anahsis
klaster yang berguna untuk mengetahul akurasi pengelompokan
yang telah dilakukan sebelumnya. Selanjutnya hasiJ analisis klaster tersebut dihubungkan
dengan batas administrasi menggunakan sistem informasr
geografis untuk dapat mendeskripsikan pota atau variasi antar tipologi berdasarkan fasilitas wilayah. Selanjutnya hasil analisis skalogram dan tipologi wilayah dihubungkan dengan batas administrasi masing-masing kabupaterrkota, menggunakan sistem lnformasi geografis untuk dapat mendeskripsikan pola alau variasi antar tipologi.
27
3.3.3
Analisis Disparitas Antar Wilayah Disparitas yang terjadi di Provinsi Sumatera Selatan bersumber dari
banyak hal, diantaranya yang diamati dalam penelitian ini adalah : 1) mengenai ketimpangan ekonomi dalam rangka pemerataan pertumbuhan perekonomian);
(produktivitas
2} ketimpangan infrastruktur dengan rnembandinqkan
fasilitas dan prasarana wilayah;
jumlah
serta 3) ketimpangan sosial yang terjadi di
Provinsi Sumatera Selatan dengan menggunakan data PDRB per kapita tahun
2003-2007, Potensi Desa tahun 2006 dan jumlah tenaga kerja sektoral tahun 2006. 3.3.3.1 Analisis lndeks Williamson lndeks Williamson merupakan salah satu indeks yang digunakan dalam melihat disparitas perubahan
yang terjadi antar wilayah
ketimpangan
(Rahman 2009;
dan
lebih sensitif terhadap
Rustiadi et al. 2009: Portnov dan
Felsenstein 2005). lndeks Williamson merupakan salah satu indeks yang paling sering digunakan untuk melihat disparitas antar wilayah secara horisontal. Williamson mengukur
pada tahun
tingkat disparitas
1975 mengembangkan
wilayah
yang
suatu indeks dalam
diformulasikan
sebagai
berikut
(Rustiadi et al. 2007) :
I~(Y,-v)'p,} 1
y
dimana: lw
= I ndeks Williamson
Y, = PDRB per kapita kabupatenlkota ke-i Y
= Rata-rata PDRB per kapita
provinsi
p, = fi/n. dimana fi jumlah penduduk kabupatenlkota ke-i; dan n merupakan total penduduk Provinsi Sumatera Selatan. lndeks ini menggunakan
nilai PDRB per kapita tiap kabupaten/kota.
lndeks Williamson akan menghasilkan dengan nol.
indeks yang lebih besar atau sama
Jika Y; = Y maka akan dihasilkan indeks = o. yang berarti tidak
adanya ketimpangan ekonomi
antar daerah.
Jndeks
lebih
menunjukkan adanya ketimpangan ekonomi antar wilayah.
besar darl
a
Semakin besar
indeks yang dihasilkan semakin besar tingkal ketimpangan antar kabupaten d1 suatu provinsi.
28
Menurut Rustiadi (2008), wilayah yang memiliki PDRB per kapita tinggi, dan jumlah penduduknya retatlt kecil, tingkat kesenjangannya tidak terlalu tinggi. Namun,
be saran PDRB per kapita suatu wilayah
relatif moderat apabila
dibandingkan dengan wilayah lain yang kecil dengan jumlah penduduknya relatif besar, sehingga akan menyebabkan kesenjangan secara keseluruhan. 3.3.3.2 Analisis lndeks Theil Selain lndeks Wiliamson. untuk mendekomposisi total disparitas menjadi kontribusi disparitas oleh kabupaten/kota atau untuk melihat kontribusi dispariias oleh sektor perekonomlan
(disparitas parsial), dlgunakan
indeks Theil yang
pernah dilakukan oleh Fujita dan Hu (2001 ), dengan persamaan:
dimana
=
lndeks Thell (disparitas total)
Y1
= PDRB
x;
= penduduk
kabupaten/kota ke-1 I PDRB provlnsi atau PDRB sektor ke-i I PDRB sektor ke-i provinsi kabupaten/kota ke-i I penduduk provinsi atau jumlah tenaga kerja sektor ke-i I jumlah tenaga kerja sektor ke-i provinsl
y, (log(y,/x1)] = disparitas parsial Seisin itu,
untuk mendekomposisi
dlsparltas antar wilayah kabupaten/kota)
di
total disparitas wilayah
(kawasan) atau dlsparftas
Provinsi
Sumatera
Selatan,
dalam wilayah dengan
menjadi (antar
menggunakan
persamaan:
x
'x
, 29
dimana:
= disparitas
10
antar wilayah (kawasan)
2
IYJ. = disparitas antar kabupaten/kota y, = PDRB kabupaten ke-i I PDRB provinsi; y = jumlah y X; = penduduk kabupaten ke-i I penduduk provinsi; Xg= jumlah g•I
1
9
x1
Manfaat dari pemakaian I ndeks Theil adalah : ( 1) memungkinkan uniuk
membuat
perbandingan
selama kurun
waktu
tertentu;
kita
(2) lndeks
ketimpangan entropi Theil juga dapat menyediakan penqukuran ketimpangan secara rinci dalam sub unit gwgrafis selama periode tertentu: (3) mengkaji gambaran yang lebih rinci mengenai ketimpangan spasial, misalnya ketimpangan antar daerah dalam suatu provinsi dan antar sub unit daerah dalam suatu kawasan. Semakin besar nilai indeks Theil menunjukkan
ketimpangan yang
semakin membesar pula, demikian sebaliknya. 3.3.3.3 Analisis Penyebab Dispamas Antar Wilayah Kabupatentkota Untuk
menganalisis
faktor-faktor
yang
mempengaruhi
disparitas
pembangunan antar wilayah di Provinsi Sumatera Selatan digunakan indikator yang dikelompokkan
berdasarkan aspek ekonomi (pendapatan wilayah), fisik
(penggunaan lanan) dan sosiaJ (IPM) sebagai pendekatan terhadap terjadlnya disparitas.
Nilai
dekomposisi
dari
disparitas
total (2006)
masing-masing
kabupaten/kota digunakan sebagai variabel tujuan terhadap PDRB sektoral per kapita (2006). penggunaan lahan (2006) dan komponen !PM (2006) sebagai variabel
bebas (Tabel 3). Penggunaan
nilai dekornposrsi
tersebut
karena
dianggap sebagai pembentuk disparitas di Provinsi Sumatera Selatan. Tabel 3. Variabel yang Digunakan Sebagai Faktor Penduga Penyebab Disparitas di Provinsi Sumatera Selatan. ln:jikator 1
EKONOMI (pendapatan wilayah)
2 3 4
5
FISIK (penggunaan laha.1)
Vanabel PDRB sektor Pertanian PDRB sektor Pertambangan PDRB Sekunder PDRS Tersier Luas sawah
6
Luas non sa•Nah
7 8
tues xawasan terbangun luas hutan tlcgara
9 10 11
SOSIAL (pembangunan manusia)
Angka harapan hidup Persentase melek huruf Daya bell masyaraka:
Sumber: BPS
30
F ungsi yang terbentuk menyerupai persamaan regresi dengan komposisi disparitas tiap kabupaten/kota di Provinsi Sumatera Selatan diduga dipengaruhi oleh variabel penggunaan lahan, produktivitas perekonomian dan angka harapan hidup, rasio melek huruf dan daya beli masyarakat tiap kabupaten/kota. Variabelvariabel yang memiliki nilai koefisien regresi terbesar, dianggap memiliki peranan penting dalam menyebabkan terjadinya disparitas wflayah di Provinsi Sumatera Selatan. Adapun bentuk persamaan umumnya adalah : Y= f(X1,X2,X3, ... ,Xk) atau :
model regresi berganda dapat diturunkan menjadi : Y
= 130 + l31X1
+ l32X2 + .. + l3i Xi+£
dimana: Y
= Nilai dekomposisi dari disparitas total tiap kabupaten/kota
X, = Variabel bebas, terdiri dari PDRB per kapita, luas penggunaan lahan, komponen IPM 13,
= Koefisien fungsi regresi
£
= Residual
Y merupakan variabel tujuan yang nilainya tergantung darl k variabel bebas x1
xk; yang diasumsikan bahwa nilai variabel bebas diketahui dan nilai 130•
13, ,.
s.
3.3.4
beturn diketahui.
Analytical Hierarchy Process (AHP) Untuk mengelahui isu yang mengemuka sebagai suatu prioritas kebijakan
pembangunan wilayah dan kaitannya dengan ketimpangan, terutama yang ada di witayah pesislr. penelitlan lnl melakukan analisis dengan menggunakan metode Analytical Hierarchy Process (AHP) guna mendapatkan
nilal
skor yang
diperlukan dengan melibatkan 15 responden pejabat aparatur dari instansiinstansi terkait, yakni Sadan Perencanaan Daerah, Dinas Kehutanan, Dinas PU Bina Marga, Dlnas Kelautan dan Perikanan serta Dinas Pendapatan Daerah lingkup provinsi dan kabupaten wilayah pesisir. Data perbandingan berpasangan antara masing-masing kriteria dan alternatif diperoleh dari masing-masing 1 ( satu) orang dari unsur aparatur pejabat dari pemerintah daerah provinsi dan kabupaten yang berada di wilayah pesisir {administratif), yakni: Kabupaten Ogan Komering llir dan Banyuasin. Tu]uan utama yang ingin diperoleh dan penggunaan dart metode AHP ini adatah priontas yang perlu ditakukan untuk pembangunan wilayah pesisir di
31
Provinsi Sumatera Selatan dengan menggunakan teknik pengambilan sampel responden secara purposive sampling, dengan
kriteria bahwa responden
memahami kebijakan pembangunan wilayah peslsir di Provinsi Sumatera Selatan agar jawaban yang diperoleh dapat mencerrrinkan kondisi yang lebih realistis dalam perumusan prioritas dan arahan kebija
pendapatan
wilayah
wilayah, yaitu infrastruktur wilayah (PDRB}
da.n
kesejahteraan
Galan,
masyarakat
(penyerapan tenaga keria dan µendapatan) sebagai indii
yang
terdapat di kabupaten pesisir berdasarkan
hasil analisis
sebelumnya. Hirarki
disusun
berdasarkan
krileria
dan
altematif
yang dijadikan
pertimbangan datam pemilihan prioritas penggunaan sebagai tujuan (Gambar 3). Data perbandingan
berpasangan antara masmg-masing
kritena dan
alternatif diperoleh dari 15 orang responden masing-masing 1 orang dari unsur aparatur pejabat dari pemerinlah daerah provinsi dan kabupaten di wilayah pesisir tersebut.
PRIORITAS PEMBANGUNAN WILAYAH PESISIR SUMATERA SELATAN
Tuiuan
Kriteria
P£NOAPATANW11.AYAH
IHFRASTRUKTURWILAYAJI
,----1 Anernatlf I
PERTAt.aAH
l(fSEJ.t.HTERAAll MASYARAKAT
---PEit~
~.,
~E~El
J~f.,
I :
I :
I SEKJORUNGGJtAN
l-----------------------------------------------Gambar 3. Diagram Hirarki Pemilihan Prioritas Pembangunan d1 Wilayah Pesisir, Provinsi Sumatera Se!atan.
32
:
Selanjutnya, alur proses dan analisis-analisis
yang digunakan dalam
penelitian ini, disajikan oleh Gambar 4.
PEMBANOUNAN ANT AR WILAYAH PROVINS! SUMATERA SELATAN
INFRASTRUKfURW'tl.AYAH
I
"'
?ENDi\PATJ.NWIL.AYA.H
I
SOSlAl
+ ,---------------, I I I I I I
01$PARITA$ ANTAR WICAVAH .t.NAl.1Sll lh0!)($ YlllJN11S~; At.JAUSIS INOEKI TM'IL1ANAUllS RSCR,SI e.EROA.NCA: OESK.RIPTIP
----------------
+
IOliNTIFIKA.$1 SEKIOR·SEK!Olt UNOOUl.AN
I I I I I I
llNOKATPEAK£\1M.NOANWIL.AVAH 01 PROV1WSISUto(ATERA Sl!l.AfAN AN.Al.Ill ENTROrl; A.NAl.1$11 SKM.OGRAM DAM ANAUtlS MU'..TIVA.RIAf
ANAUSIS L.OC"TIO"QUESTION !L.Q•
+ L-+
P!RSEPSI APARATUROALAM P!MBANGUNAN IVILAVAH PESISIR
AHP
+
PR)ORJTASDAN MAHAWf:EM8ANGU1''AN W1LA.YAHF't:S1$1ff$(JMAJ'tRA s.!i.ATAH
Gambar 4. Kerangka Analisis Penelitian.
33
4. GAMBARAN UMUM WILAYAH PENELITIAN
4.1
Kondisi Umum Provinsi Sumatera Selatan Wilayah Provinsi Sumatera Selaran merupakan suatu wilayah bagian can
Pulau Sumatera yang mempunyai luas wilayah ± 8.701.742 Ha. yang terletak pada 1° - 4° Lintang Selatan dan 102° - 105° Bujur Timur. Secara administratit. di sebelah utara berbatasan dengan Provinsi Jambi, di sebelah timur berbatasan dengan Provinsi Lampung, di disebelah barat berbatasan dengan Provins! Bengkulu dan sebelah timur berbatasan dengan Provinsi Kepulauan Bangka Belitung. Kondisi topografi Provinsi Sumatera Selatan bervariasi. mulai dari wilayah berpantai, datar hingga bergunung. Di pantai Timur tanahnya terdiri dari rawarawa dan payau yang dipengaruhi oten pasang surut. Vegetasinya berupa tumbuhan palmase dan kayu rawa (bakau}. Wilayah barat merupakan dataran rendah yang luas. Lebih masuk ke dalam, wilayahnya semakin bergununggunung. Apabila dilihat dari kondisi geologi, susunan formasi batuan dan endapan di wilayah Provinsi Sumatera Selatan, antara lain : 1.
Batuan Sedimen •
Formasi Lah at, terdiri dari batu lempung, serpih, dengan sisipan batu pasir nalus sampal batu lanau gampingan.
•
Forrnasi Palembang Anggofa Tengah,
terdiri dari perselingan batu
lempung dengan serpih dan batu lanau. bersisipan batu pasir. •
Forrnasi Palembang Anggota Atas, terdiri dan batu lempung dan batu lanau tufaan dengan sisipan batubara.
•
Formasi Palembang Anggota Bawah. terdiri dari tuta. tufa pasiran dan batu pasir tufaan yang mengandung baiu apung.
2. Endapan Permukaan •
Aluvium (Qa), terdiri dari lempung yang berasal dari rombakan tufa, lanau. pasir, dan kerikil. Pelamparannya terdapat di wilayah Provinsi Sumatera Selatan bagian utara dan timur serta setempat-setempat.
•
Endapan Rawa (Qs), terdiri dari lumpur. lanau, dan pasir, pada umumnya tufaan. Lamparannya cukup luas, yaitu di sekitar sungai.
Sedangkan Sumatera
Selatan
berdasarkan
kondisi
hidrologinya,
berasal dart air permukaan beraoa
di
Provinsi
sumber
dan air tanan.
Sumatera
air di Provinsi Adapun jenis air
permukaan
yang
danau/rawa,
tadah hujan. Air tanah sangat jarang dijumpai sebagai sumber mata
air dan kalau pun ada debitnya kecil, umumnya cukup memllikl prospek untuk dikembangkan musim (BAPPEOA
Selatan
adalah
sungai,
kurang dari 1 lt/det dan tidak
karena dipengaruhi
olen keadaan
2006)
Jenis-jenis tanah yang terbentuk di wilayah Provinsi Sumatera Selatan terdiri dari 11 jenis tanah, yaitu . 1.
Organosol, terdapat di sepaniang pantai dan dataran rendah.
2. Litosol, yang tersebar di pinggiran pegunungan terjal Danau Ranau dengan Patahan di sepanjang Bukit Barisan.
3. Alluvial, terdapat di sepanjang Sungai Musi, Sungai Lematang, Sungai Ogan, Sungai Kerneling. dan Punggung Buki1 Barisan. 4.
Hidromorf, terdapat di dataran rendah Muara Enim dan Musi Rawas.
5. Humus. terdapat di sepanjang panta dan dataran rendah. 6. Regosol, terdapat dt sekelillng Pantal Timur. di pinggiran pegunungan terjal Danau Ranau dan Kerucut Vulkan.
7. Andosol, jens tanah ini terdapat d1 semua kerucut Vulkan muda dan tua, umumnya jenis tanah ini dite-nul di wilayah dengan ketinggian lebh dari 100
m dpl. 8.
Rendzina terdapai di sekitar Kola Baturaja
9. Latosol, penyebaran tanah inl umumnya terdapat d1 wilayah tanah kering.
10. Lateritik, terdapat dataran rendah di sekitar Martapura. 11 Podzolik, terdapat di dataran rendah dan di pegunungan Bukit Barisan. Wilayah Provinsi Sumatera Selatan memiikl kawasan bergambut seluas 1.4 juta ha atau 16.3 % dari luas wilayah. Dengan luasan seperti ini menjadikan Provinsi Sumatera Selatan sebagai provinsi tertuas ke dua di Pulau Sumatera (setelah Riau) yang memiliki kawasan gambut. Kawasan gambut tersebut tersebar di 5 kabupaten, yoou : Ogan Komering llir. Musi Banyuasin, Bonyuasin. Musi Rawas. dan Muara Enim. Kabupalen Ogan Komering llir, Musi Banyuasin, dan Banyuasin merupakan kabupaten yang rnemiliki kawasan gambut terluas dengan nnetan masing-masing 768.501
ha. 340.604 ha. dan 252. 706 ha.
Kawasan gambut di Provinsi Sumatera Selatan memiliki ketebalan yang bervariasi antara 50 - 400 cm atau termasuk kategori dangkal hingga dalam.
35
Namun demikian 96,8 %-nya termasuk gambut dangkal hingga sedang, sisanya 3,2
% atau 45.009 ha merupakan gambut dalam yang sebarannya terdapat di
Kabupaten Musi Banyuasin, Kabupaten Banyuasin, Kabupaten Muara Enim, dan Kabupaten Ogan Komering llir. Berdasarkan Keppres Nomor 32 Tahun 1990 tentang Kawasan Lindung, bahwa gambut yang termasuk dalam kategori kawasan lindung apabila mempunyal ketebalan lebih dari 3 m. Sejak Tahun 2001 hingga 2003, wilayah admlnlstrasl Provinsi Sumatera Selatan yang semula terdiri alas enam (6) kabupaten dan satu (1) kota mengalami pemekaran. Sekarang Provinsi Sumatera Selatan terdiri dari 14 kabupatenlkoia Pada Tahun 2007. Kabupaten Ernpat Lawang memekarkan wilayahnya dari Kabupaten Lahat dan pada pertengahan Tahun 2008 telah melakukan proses pemilihan kepala daerah. lbukota Provinsi Sumatera Selatan berada di Kota Palembang, yang mempunyai luas wilayah 37.403 ha atau 421,01 km2 yang merupakan pusat pemerintahan, pendidikan, kebudayaan, bisnis dan industri. Tabel 4. Luas Wilayah Kabupaten/kota di Provinsi Sumatera Selatan. No.
Kabupaten/Kota
Luas (Ha)
%
Ogan Komering Ulu (OKU)
444.100
2
OKU Selatan
548.900
5,10 6.31
3
OKUTimur
337.000
3,87
4
Ogan Komering llir(OKI)
1.528.199
17,56
5 6
Ogan llir Muara Enim
266.607 858.794
3,06
''
La hat Musi Rawas
663.250 1.213.457 1447.70:)
7,62 13,94
8 9
10 11 12 13 14
Musi Banyuasin Banyuasin
1.214.274
9,87
16,64 13,95
Palembang
37 403
0,43
Prabumulih Pagar Alam
42.162 57.916 41.980
0,48
Lubuk llnggau
Provinsi Sumatera Selatan Sumber: BAPPEDA {2006)
8.701.742
0.67 0.48 100,00
36
I
4.2
Kondisi Demografi Perkembangan
jumlah penduduk di 14 kabupatenlkota di Sumatera
Selatan Tahun 2003-2007 menunjukkan kenaikan.
Pertumbuhan
penduduk
sebesar 1.72% per Tahun pericde 2003-2007. Pertambahan jumlah penduduk tersebut yang relatif tinggi jika dilihat dari beban pemerintah tentu berimplikasi diperlukannya penyediaan pelayanan l)(lblik yang mesti terus diperbaiki dan ditingkatkan. Pada sisl lain kondisi itu mencerminkan potensi SDM yang dapat dioptimalkan peranannya dalam kegiatan pembangunan daerah pada semua aspek.
Sebaran jumlah penduduk yang ada dapat dijadikan acuan untuk
memetakan program dan kegiatan perekonomian yang mampu menyerap tenaga kerja lokal untuk turut berperan dalam pembangunan. Jumlah penduduk Provinsi Sumatera Setatan pada Tahun 2007 sebanyak 7.019.964
jiwa yang tersebar di sebelas kabupaten dan empat kola Sejumlah
19,87 % atau 1.394.954 jiwa dari total jumlah penduduk tersebut bermukim di ibu kola Provinsi (Palembang) sehingga kepadatan penduduknya
sangat tlnggi,
sedangkan seKitar 116.102 jtwa merupakan jurnteh penduduk paling sedikit (rendah) yang dimiliki oleh Kota Pagar Alam, seperti yang disajikan di Gambar 5,
·~·
PETA KEPADATAN PENDUDUK PROVINS! SUMATERA SFI ATAN
'"'
..'.
..- ......... 1..-.,...., ;
t
--
.-
o;...c_olVUt .,_'t.._l.. •t
...........
--~
, ., ..»,
'
-~1~!'0:: ..
Gambar 5. Peta Tingkat Kepadatan Penduduk di Provinsi Sumatera Selatan.
37
Tabel 5. Perkembangan Jumlah Penduduk Kabupatenfkota di Provinsi Sumatera Selatan tahun 2003-2007. No
KabupatenLKota
2003
Ogan Ko:nerir.9UIU (OKUj
z
OKU Seiatan
3
OKU
l.0~.894
Titnur
2004
2005
%006
2007
252.46'
255.246
259.
262.383
313.819
317.277
322.2-07
326.152
549.949
555.010
5SU24
671.557
651.594
656 828
672.192
685.206 372.<31
4
Ogan Komerir9 Ulr (CKJ)
5
Ogan Iii<
351.266
356.983
365.333
6
t...1uara Enim
623655
623.099
632.222
543.524
653.304
7
uhat
532.329
543.991
545.754
550.478
SS3.3S9
a
MU$1 Ra\YCIS
463.105
467.001
474.430
484.281
492.4l7
9
Mus. Banyuas n
..0.761
«6.761
«6.151
446.761
446.761
10
Banyua.sin
690.522
714.389
733.82&
157~398
776.627
11
Palembang
1.300.885
1.307.788
1.338 793
1.369239
1.394.954
12
Pratumllih
125.758
128.383
130 340
•]2.752
124.636
13
P-agarAJam
112.010
114.122
114.562
Lubuk LinggaL
167.564
111.no
174..<52
">15.S53 ;78 07'
116.102
14
6.549201
6.&37.146
6.733.486
6.862.403
6.959.127
987.678
Provmsi Sumatera Selcnan
181 068
Sumber: BPS Peningkatan
jumlah
pendorong maupun perkembangan
penduduk
Sumatera
Selatan
penghambat perl<embangan ekonomi.
ekonomi
bila pertambahan
penduduk
dapat
menjadi
Akan mendorong
memperbesar jumlah
tenaga kerja yang meningkatkan pertambahan produksi dan pertuasan pasar yang akan menaikkan tingkat kegiatan ekonomi. Dampak tidak menguntungkan pertumbuhan
ekonomi
terutarna
dari pertumbuhan
dihadapi
oleh
penduduk
daerah
yang
terhadap kemajuan
ekonominya belum tinggi tetapi telah menghadapi masalah kelebihan penduduk sehingga dapat menyebabkan ketidakseimbangan dengan faktor-faktor produksi lainnya. lmplikastnya pertambahan penggunaan tenaga keija tidak menimbulkan pertambahan
output ataupun pertambahan tersebut sangat Jambat dibanding
pertambahan penduduk. 4.3
Kondisi Perekonomian Struktur
perekonomian
Provinsi Sumatera Selatan
dapat dilihat
dari
kontribusi masing-masing sektor lapangan usaha terhadap PDRB ADHB (Tabel 5}. Kontribusi 28 51%;
terbesar masih sektor pertambangan dan penggalian,
26.12%;
Kontribusi pengotahan,
yaitu
dan 24.94% masing-masing Tahun 2005, 2006, dan 2007.
terbesar
kedua,
sektor pertanian.
ketiga.
dan
keempat
adalah
dan sektor perdagangan.
sektor
industri
Keempat sektor ini
memberikan kontribusi total untuk Tahun 2005, 2006, dan 2007 masing-masing
38
sebesar 78,68%; 78,79%; dan 78% sehingga ada indikasi ketimpangan dalam peranan masing-masing aktivitas dari sektor-seklor perekonomian yang ada di Provinsi Sumatera Selatan. Ada perbedaan yang s1gnifikan antara PDRB atas dasar harga berlaku dan konstan. lni terlihat dari indeks implisit PDRB Sumatera Selatan untuk Tahun 2005. 2006, dan 2007 masing-masing sebesar 164,27:
183,72: dan 198,86. Peningkatan yang besar dari indeks impflsit ini menunjukkan relatif tingginya cetah inflatoir (inflationary gap). Hal ini memitiki kelemahan bahwa komoditi-komoditi perdagangan Sumaiera Selatan sangat rentan terhadap gejolak harga, baik perdagangan domestik maupun perdagangan internasional (BAPPENAS & UNSRI 2008) Tabel 6. Kontribusi Sektoral Berdasarkan PDRB ADHB (jutaan rupiah) Provinsi Sumatera Selatan tahun 2003-2007. Sektor.sektor
''"''
PfftkOflOl'lllaft
P-eianbellgan ~n .~en;galii:ln
I 1.0M.145
X>ff1
12.4.!15ll
1J.21t.ns
23..93
10.553.1"4 25-.65
12 45QS42
22.5'
!3.950365
..
2(M!7
19•..,
1s.i1
2· .19
11.837.353
21,91
!5.:-05.!5S
\.l,Cnk G<1s ~ AirE!e~t-
Po~~rg;ui,
"""
Res:l!)(at1
....
Tl't!\$.?OO&si du!
23.C3 O.S'
S.t7t3Q;
10.81
S4210Sl
10.Ql
t0S1.3e0
11.10
10,941.C;.4
11,,.1
12".t"19.8n
11 ?e
2.092."'7
3,79
2.549.Q2f
3.98
3131687
38'
3...891921
-1._pa
4..Ss&.11S
.t,15
l..'Jffisot
3.!'11
~11a:::
3.52
l..653.39'
325
l.182.6:10
3,30
3..150.156
l.41
~o-nunik8~ K&Ja~n. l;i9Wa
J.>~
d.>!I
Po-usJt-..o;i"
Total
sumoer : BPS Pertumbuhan ekonomi sektoral di Provmsi Sumatera Selatan (Tabel 6) umuk tiap sektor-sektor perekonomian, relatif dominan mengalami peningkatan dengan sektor-sektor yang memiliki
prospek cukup baik tumbuh relatif tinggi
Tatum 2005, 2006, dan 2007, seperti sektor transportasi dan komunikasi masingrnaslnq sebesar 11,56-
10.56, dan 14,32. Demikian pula, sektor jasa-jasa,
keuangan, dan bangunan relatif pesat. Perkembangan pendapatan regional per kapita di Provinsi Sumatera Selatan cenderung mengalami pertumbuhan yang lambal Hal ini terlihat dari
39
perkembangan
Tahun
2005, 2006, dan 2007 masing-masing dengan migas
ADHK sebesar Rp 6.180.000,-;
Rp 6.367.000,· dan Rp 6.624.000,- sedangkan
tanpa mlgas sebesar Rp 4.510.000,-; Rp 4.738.000 -, dan Rp 5 033
ooo.
Hal ini
memperlihatkan bahwa percepatan pertumbuhan daya beli riil masyarakat masih relatif lambat (Tabel 7), namun demikian bahwa pada Tahun 2003 pendapatan per kapita dengan migas baru menlngkat sedangkan tanpa migas peningkatan baru mulai te~adi pada Tahun 2007 Tabel 7. Laju Pertumbuhan Per Sektor Perekonomian Berdasarkan Harga Konstan (persen) di Provinsi Sumatera Selatan tahun 2003-2007 Sektor-<1ektor Perekonomian
2003
200~
2005
2006
2007
Pertanian
41i5
4,94
5,88
6,44
6,•8
Pertambangan dan Penggalian
3,29
0,75
0,42
0,36
0,25
lndustrl Pengolahan
4,63
~. 14
4,75
5,30
5,70
Lislrik, Gas dan Air Elersih
4,18
5,71
6,66
7,48
7,•0
Bengunan
6,69
7,56
7,61
7,25
8, 11
Percagangan, Hotel dan Restoran
5,35
5,21
7,73
7,93
9,04
Transportasl d>n Komunlkasl
703
9,48
11,56
10,56
14,32
Keuangan, Sewa dan Jasa Perusahaan
5,27
7, 12
7,37
8,26
9, 14
Jasa-Jase
4,65
3, 19
6,72
7,90
9,06
$umber: BPS Tabel 8. Pendapatan Per Kapita Berdasarkan Harga Konstan (ribuan rupiah) Provins! Sumatera Selatan Tahun 2003-2007. Tahun
Dengan Mlgas
Tanpa Miga&
2003
5.883
4.079
2004
6.037
4.253
2000
6.181
4.510
2006
6.367
4 738
2007
6.624
5 033
Sumber: BPS 4.4
Kondlsl Prasarana Wilayah
4.4. 1 Prasarana Llstnk Secara umum kota-kota di Provinsi Sumatera Selatan sudah menikmati energi
listrik
yang
dilayani
oleh
PT.
PLN
(Persero).
Untuk
sistem
40
ketenagalistrikan
di
ketenagalistrikan
di Pulau
kelistrikan
rovinsi
Sumatera Sumatera,
Selatan karena
tidak
semenjak
terlepas Tahun
dari
sistem
2004 sistem
Sumatera Bagian Selatan (Provinsi Sumatera Selatan,
Jambi,
Lampung dan Bengkulu) sudah lerinterkoneksi dengan sistem Sumatera bagian tengah (Provinsi Sumatera Baral dan Riau). Prasarana ketenagalistrikan PLN yang dimiliki oleh Prov nsi Sumatera Selatan adalah 4 unit PL TU Balubara (dengan kapasitas terpasang 260,0 Ml/\0, 2 unit PLTU (Gas, HSO, Residu) dengan kapasitas terpasang 25,0 MW, 8 unit PLTG (207,7 MVV), dan 4 unit PLTO Besar (37,9 Ml/\0 serta 47 unit PLTD isolated Jaringan Tegangan Menengah (JTM) yang telah dibangun sepanjang
6.907,00 KMS dan Jaringan Tegangan Rendah (JTR) sepanjang 7.231,00 KMS. 4.4.2 Prasarana Telekomunikasi Prasarana telekomunikasi yang dibahas pada bagian ini, hanya meliputi prasarana telekomunikasi yang dikelola oleh PT. Telkom wilayah kerja Sumatera Bagian Selatan yang melayam wilayah Sumbagsel. yaitu Kandatel Palembang llir, Palembang Ulu. Baturaja, dan Lubuk Linggau Jumlah pelanggan secara keseluruhan
mencapai lebih 150.797
jiwa.
Seiring dengan perkembangan
teknologi telekomunikasi, penyedia jaringan telekomunikasi tidak lagi dimonopoli oleh Telkom. Beberapa perusahaan swasta telah berpart1s1pasi khususnya di bidang penyediaan jaringan telekomunikasi seluler 4.4.3
Prasarana Air Bersih Pada tepian sungai banyak penduduk yang masih memanfaatkan sungai
sebagai sumber air bersih. Mereka mengambil air dari sungai kemudian diendapkan atau d~ambahkan kapont. kemudian langsung digunakan sebaqai air untuk dimasak atau pada saat musim hujan mereka menampung air hujan untuk dijadikan air minum
Kebiasaan ini sudah te~adi secara turun menurun sejak
dahulu. Sumber air non POAM di beberapa kota di Provinsi Sumatera Selatan seperti Palembang. Sekayu, dan Kayuagung memang tidak banyak mempunyai alternatif lain. Sumur gali lidak bisa digunakan karena airnya terlalu asam, berwarna kecoklatan den tidak layak untuk dikonsumsi. Hal ini disebabkan kondisi alamnya yang sebagian besar berupa rawa dan bergambut. Pada kola· kota di Sumatera Selatan seperti Baturaja, Muara Enim. Lahat, Lubuk Linggau, sumur gali di beberapa lokasr masih bisa digunakan dan dimanfaatkan oleh penduduk.
41
4.5
Arah dan Kebijakan Umum Pemerintahan Pembangunan
yang
daerah merupakan bagian dari pernbanqunan
melak.sanakan
berkesinambungan.
pembangunan
secara
Untuk mewujudkannya,
terus
Pernerintah
nasional
menerus Provinsi
dan
Sumatera
Selatan telah menentukan visi dan misi kebijakan pembangunan, yaitu dengan visinya " Sumatera Selalan Sejahtera dan Terdepan Bersama Masyarakat
Cerdas dan Berbudaya". Sejahtera adalah keadaan dimana semua lapisan masyarakat secara menyeluruh dapal memenuhi kebutuhan dasamya (pangan. sandang dan papan) secara merata, serta mamiliki rasa aman dan kepercayaan yang tinggi kepada pemerintah; Cerdas adalah sikap pikir profesional yang didasarkan pada landasan moral yang tinggi, kemampuan dan kecakapan dalam membaca situasi, menangkap dan mengolah peluang,
serta merancang dan
melaksanakan pemecahan masalah dalam semua s~uasi. lnsan dan masyarakat yang cerdas akan sela u optimistis dan mampu memanfaalkan peluang untuk aktifitas yang produktif;
can Terdepan
adalah keadaan yang menunjukkan tingkat
penguasaan wawasan ilmu pengetahuan, teknolog1, dan seni (ipteks) yang tinggi. berkelanjutan, berada lebih baik dan menjadi acuan bagi daerah-daerah lain. Guna menjabarkan visi tersebut, Pemerintah Provinsi Sumatera Selatan menetapkan misi pembangunan daerah yang digunakan sebagai arah kebijakan, antara lain : 1.
Mengembangkan dan membina. serta menfasilitasi pembenlukan sumber daya manuasia (SOM) Sumatera Selatan yang kreatif. produktif dan movatf dan perduli melalui semua jalur dan jenjang pendidikan baik formal maupun informal.
2.
Membangun
pertanian
pangan
dan
perkebunan
berskala
teknis
dan
ekonomis dengan infrastruktur yang cukup dan penerapan teknologi tepat guna. 3. Mendayagunakan
sumber
daya oertambangan
dan
energl
(fosil
dan
terbarukan) dengan cerdas. arif dan b]aksana demi kepentingan mesvarakat luas. '1.
Membangun industri pengolahan dan manufaktur yang berdayasaing global dengan
menciptakan n~ai tambah
potensial
yang proposional dengan
rnemperkokoh kernitraan hulu dan hilir, serta industn kecil, menengah dan besar.
42
5. Membangun dan menumbuhkembangkan pusat-pusat inovasi yang berbasis pada perguruan tinggi dan lembaga penefrtian untuk meningkatkan
nilai
tam bah dan produlctifitas sektor ekonomi berkefanjutan. 6.
Meningkatkan dan memeratakan pembangunan menuju kesejaleraan yang bermartabat.
7.
Membangun
dan
memperkuat
jejaring
kerjasama
ekonomi
(industri,
perdagangan) dan kelembagaan (regional, nasional dan intemasional). 8.
Membangun pemerintah
yang amanah (demokratis,
keadilan,
jujur dan
bertanggungjawab serta akuntabef). 9. Mengembangkan dart membina budaya daerah yang berakat pada nilai-nilai luhur "Simbur Cahaya'
43
S. HASIL DAN PEMBAHASAN
5.1
ldentifikasi Sektor·Sektor Unggulan di Provinsi Sumatera Selatan Struktur ekonorni suatu daerah sangat ditentukan olen besarnya peranan
sektor-sektor perekonomian dalam memproduksi barang dan jasa. Struktur yang terbentuk dari nilai tambah yang diciptakan oleh masing-masing sektor yang menggambarkan berproduksi
ketergantungan
dari
suatu
masing-masing
daerah
sektor.
terhadap
kemampuan
umum,
sektor-sektor
Secara
perekonomian tersebut dibagi rneniadl 9 (sembilan) sektor, yaitu : (1) Pertanian: (2) Pertambangan dan Penggalian; (3) lndustri Pengolahan: (4) Listrik, Gas dan Air
Bersih;
(5)
Pengangkutan
Bangunan;
(6)
Perdagangan,
dan Telekomunikasi:
Hotel
(8) Keuangan,
dan Restoran;
Persewaan dan
(7) Jasa
Perusahaan; dan (9) Jasa lainnya. Hasil perhitungan LQ berdasarkan aktivitas sektor perekonomian tanun
2007 masing-masing kabupaten/kota, memperlihatkan bahwa sebagian besar sektor-sektor perekonomian di Provinsi Sumatera Selatan dengan nilai L0>1, antara lain sektor perdagangan (10 bangunan
(9 kabupaten)
kabupaten),
pertanian (9 kabupaten).
dan jasa (9 kabupaten).
Secara umum,
sektor
pertanian; bangunan; perdagangan. hotel dan restoran; keuangan, persewaan dan jasa perusahaan; serta jasa lainnya mampu berkembang secara komparatif di Provinsi Sumatera Selatan sebagai sektor unggulan wilayah (Tabel 9). Sektor pertanian dengan besaran nilai L0>1 temyata tidak diikuti oleh
besaran nilai LO di sektor industri pengolahan,
kecuali
pad a Kabupaten
Banyuasin dan Kola Palembang. Pada sektor pertamban.gan dan penggalian, nilai LQ>1
hanya dimiliki
Banyuasin dan Prabumulih.
oleh Kabupaten
Muara Enim, Musi Rawas, Musi
N ilai LO> 1 untu k sektor listrik dan air min um dari
seluruh kabupaten/kota yang ada di Provinsi Sumatera Selatan hanya terdapat di Kola Palembang sedangkan Nilai LQ>1
pada sektor bangunan
terdapat di
beberapa kabupaten/kota, kecuali Kabupaten Ogan Komering Ulu, Muara Enim, Musi Rawas, Musi Banyuasin dan OKU Timur. Pada sektor perdagangan, nilai LQ>1 terdapat hampir di setiap kabupatenlkota, kecuali Kabupaten Muara Enim, Lahat, Musi Rawas den Musi Banyuasin.
Kola Palembang, Pagaralam
dan
Lubuk Linggau mempunyai nilai L0>1 di sektor transpcrtasi dan komunikasi sedangkan di sektor keuangan, nilai LO> 1 terdapat di beberapa kabupaten/kota,
seperti
Kabupaten
Pagaralam
Lahat,
serta Lubuk
OKU
Selatan,
Ogan
llir dan
Kot a Pa~embang,
Linggau. Pada sektor jasa dengan
hampir terdapat di tiap kabupaten/kota
nilai LQ>1
juga
kecuali Kabupaten Ogan Komering llir,
Banyuasin, Muara Enim, Musi Rawas dan Musi Banyuasin. Tabet 9. Nilai LQ Aktivitas Perekonomian Per Sektor Trap Kabupatenfkota, di Provinsi Sumatera Selalan Tahun 2007. KABUPATEN/KOTA OKI
Banyuasln Palembang OKU Muara Enim Lal'lat Musi Rawas Musi Banyuasin oxu Selatar OKU Timur Ogan llir Prabumuhh Pagaralam lubuk Lmg,gau Maks Min Rataan
SEKTOR
Tani 2,42 1,74 0,04 1,58 0,96 1,75 1.91 0.7J 1.73 2.54 1,64 0,47 1,9a 0,34 2,54 0,04 1,42
Tbg Ind 0,06 0,50 0,61 1, 15 2,26 0,88 0.57 2,16 0.47 J,8¬ 0.48 1,44 0.47 2,44 0,45 J.07 0,59 0.11 C,45 0,22 G,65 1, 19 0,38 0,06 C,07 0,05 0,44 2,44 2,26 0,05 0,07 0,83 0,69
Ligas
0,11 0.08
2.92 0,40 0,80 0,26 0,16 0,05 0,23 0,21 0,29 0,46 0,35 0,94 2,92 0,05 0,62
Ban!!
Prd&
1 84 1,19 1,09 0,93 0,54 1,12 0,52 0,53 1,85 0,99 1,32 1,52 1,53 3,10 3,10 0.52 1,39
1,23 1.16 1.50 1, 11 0.39 0.79 0.31 0.48 1,73 1,22 1,54 1,56 1,57
1/8 1,78 0.31 1, 16
Tran 0,28 0,12 2,97 0,40 0,32 0,47 0,09 0,06 0,24 0,29 0.36 0,73 1,02 1.64 2,97 0,06 0.73
Keu 0,67 0,25 1,82 0,99 0,33 1,15 0,13 0,32 1,21 0,97 1, 11 2,68 1,67 3,58 3,58 0.25 1,30
Jasa
0,99 0,51 1,55 1, 10 0,57 1,22 0,79 0,37 1,47 1,31 1,28 1,02 1,80 2,28 2,28 0,37 1,~
Sumber: BPS Sumatera Selatan 2007 (diolah) Ket: Kab. Empat Lawang masih te·gabung dengan Tn Peuanien ; Pldg Tbg Penambangan oan Penggai'an Tran Ind lndUStn Pengolahao Keu Ugas Lislrik dan Gas .Jasa
Kab. Lahat (Kab. lnduk) Perdagangan, Hotel dan Restoran Transportasi dan Komun kast Ke1Ja1!9an, Per>e·.vaan dan Jasa Perusahaan Jasaojasa •
Bangunan
Bang
Kabupaten/kota di Provinsi Sumatera Selatan yang memiliki sektor-sektor unggutan (nilai LQ>1) tebih dari 1 (satu) sektor dan berpeluang menjad1 potensi daerah. secara umum dimiliki oleh tiap kabupaten/kota. kecua!i Kabupaten Muar.a Enim dan Musi Banyuasin yang hanya memiliki 1 (satu) seklor unggulan, yakni sektor pertambangan dan penggalian. Semakin banyak jenis sektor unggulan (LQ>1), relatif
mengindikasikan suatu wilayah memiliki keberagaman aktivitas dan mengindikasikan
perkembangan wilayahnya
tinggi,
seperti
Kota
Pa!embang yakni 7 (tujun) dart 9 (sembilan) sextor-sextor perekonomian (77.78%) dan Kota Pagaralam memiliki 6 (enam) dari 9 (sembilan) perekonomian (66,67%) sedangkan sisanya dimiliki oleh kabupalen/kotalainnya.
45
Lebih
lanjut,
aktivitas
perekonomian
yang
mendekau
nilai
LQ=1;
diharapkan berpeluang untuk menjadi potensi sektor unggulan pada wilayah masing-masing kabupaten/kota di Provinsi Sumatera Selatan, sehingga peranan aktivitas sektor potensial tersebut nantlnya dapat dlkembangkan oan mampu meningkatkan
keberagaman
perekonomian
yang
relatif
mengindikasikan
majunya tingkat perl<embangan suatu wilayah. Secara rinci, dapat dijelaskan mengenai indikasi sektor unggulan atau beberapa sektor perekonomian yang berpotensi berpeluang sebagal sektor unggulan di tiap kabupaten/kota, yakni 1.
Sektor Pertanian: dapat dikembangkan di Kabupaten Ogan Komering llir (OKI), Banyuasin, Muara Enim, Musi Banyuasin, Ogan Komerlng Ulu (OKU), Lahat, Musi Rawas, OKU Selatan. OKU Timur, Ogan llir dan Kota Pagaralam.
2.
Sektor Pertambangan dan Penggalian; dapat dikembangkan di Kabupaten Muara Enim, Musi Rawas. Musi Banyuasin, Ogan Komering Ulu, Lahat dan Kota Prabumulih.
3.
Sektor lndustri Pengolahan; dapat dikembangkan di Kabupaten Banyuasln, Ogan llir dan Kota Palembang.
4.
Sektor Listrik, Gas dan Air Bersih; dapat dikembangkan df Kabupaten Muara Enim dan Kota Palembang, Lubuk Linggau. Sektor Bangunan; dapat dikembangkan di Kabupaten Ogan Komering lllr (OKI), Banyuasfn, Ogan Komering Ulu (OKU), Lahat, OKU Selatan. OKU Timur, Ogan llir dan Kola Prabumulih, Pagaralam serta Lubuk Llnggau. Sektor Perdagangan, Hotel dan Restoran; dapat dikembangkan di Kabupaten Ogan Komering llir (OKI), Banyuasln, Ogan Komering Ulu (OKU), Lahat, OKU Selatan. OKU Timur, Ogan llir dan Kola Palembang, Prabumulih, Pagaralam serta Lubuk Linggau. Seklor Transportasi dan Telekomunikasi; dapat dikembangkan di Kota Palembang, Pagaralam, Prabumulih dan Lubuk Linggau. Sektor Keuangan, Persewaan dan Jasa Perusahaan; dapat dikembangkan di Kabupaten Ogan Komering Ulu (OKU), Lahat, OKU Selatan, OKU Timur, Ogan llir dan Kola Palembang. Prabumulih, Pagaralam serta Lubuk Lmggau. Sektor Jasa tainnva: dapat dikembangkan di Kabupaten Ogan Komering llir (OKI), Ogan Komering Ulu (OKU), Lahal, Musi Rawas, OKU Selatan, OKU Timur, Ogan llir, dan Kola Palembang, Prabumulih. Pagaralam serta Lubuk Linggau.
5.
6.
7 8.
9.
Berdasarkan hasil analisis LQ masing-masing
kabupaten/kota tersebut,
dapat disimpulkan bahwa sektor pertanian, sektor bangunan yang merupakan
46
sektor sekunder serta sektor tersier lainnya
(keuangan
dan jasa) dapat
diandalkan sebagai sektor perekonomlan unggulan yang mampu bersaing secara komparatif di Provins, Sumatera Selatan. Selain itu, laju pertumbuhan sektorsektor tersebut sefama kurun waktu 2003-2007, oenderung terus mengalami peningkatan
dan berbanding
terbalik
dengan
sektor pertambangan
dan
penggalian yang cenderung menu run (Tabel 7). Oleh karena itu. sernertak diberlakukannya otonomi daerah, pemerintah daerah perlu menetapkan prioritas pembangunan sektor perekonomian
yang
berdasarl
tiap kabupatenlkota akibat terbatasnya anggaran pembangunan. sesuat dengan yang dinyatakan
Hal tersebut
oleh Suripto (2003) mengenai perlunya
penetapan prioritas pengembangan di suatu wilayah, yakni sektor unggulan. Sektor pertanian yang merupakan sektor unggulan dan menjadi aktivitas perekonomian primer di Provins! Sumatera Selatan. tldak dlimbangl oleh aktivitas sektor perekonomian mengindikasikan
lainnya, ten.rtama industri
pengolahan.
Hal ini relatif
bahwa sebagian besar hasil-hasil pertanian di suatu wilayah
cenderung langsung dijual ke wilayah lain tanpa d1olah terlebih dahulu seh1ngga tldak menghasllkan nilai tambah. Hal lnl diak1bat~an sektor pertanran cenderung menjadi aktivitas perekonomian yang kurang memiliki nilai tambah terhadap pendapatan wilayah sehingga daerah
yang
meningkatkan banyal<
jumlah
lebih
kurang mendapat perhatian oleh pemerintah
mengutamaxan
sektor
yang
dianggap
lebih mampu
pendapatan per kapita, terutama migas. Selain aktivitas
sektor perekonomian
yang
itu. semakin
berkembang,
relatif
mengindlkasikan mening katnya aktivitas perekonomian yang potensial sehingga dapat dikembangkan menjadi sektor unggulan di tiap kabupaten/kota. Oleh karena itu, sektor pertanian hendaknya daoat dijadikan salah satu aspek day a saing suatu daerah yarg diharapkan mampu meningkatkan ting kat kesejahteraan
masyarakatnya.
Hal
tersebut
tercantum
pada
Peraturan
Pemerintah Nomor 6 Tahun 2008 tentang Pedoman Evaluasi Penyelenggaraan Pemerintahan Daerah, pasal 45 ayat (1 ). 5.2
Tingkat Perkembangan Wilayah di Provinsi Sumatera Selatan Untuk mengetahw perkembangan suatu wilayah. dipertukan suatu analisa
mengenai pencapaian pembangunan melalui indikator-indikator
kinerja bidang
ekonomi, sosiel dan bidang 'ain yang mempunyai keterkaitan. Pengembangan wilayah bertujuan untuk memacu perkembangan ekonomi dan sosial serta berperan dalam mengurangi ketimpangan pembangunan antar wilayah.
47
Dalam
penefitian
ini,
sebagai
pendekatan
untuk
melihat
tingkat
perkembangan wilayah di Provinsi Sumatera Selatan digunakan metode analisis entropi terhadap sektor perekonomian (aspek pendapatan wilayah) dan analisis multivariat yang terdiri dari analisis klaster dan diskriminan terhadap PDRB per kapita tiap seklor (aspek pendapatan wilayah}, penggunaan lahan dan lasilitas (aspek fisik wilayah) dan jumlah tenaga kerja (aspek sosial).
5.2.1 Perkembangan Diversivikasi Aktifrtas Perekonomian Tingkat perkembangan wilayah dengan aspek ekonomi berdasarkan hasil indexs entropi pada tahun 2003 hingga 2007 menunjuk.kan bahwa baik pada tingkat kabupatenlkota maupun pada tingka: provinsi memiliki nilai yang relatif tetap. Kondisi ini mengindikasikan bahwa selama kurun waktu tersebu1 proporsi keragaman
sektor-sektor
perekonomian
liap
kabupaten/kota
relatif stabil
sehingga komposisi perkembangan sektor-sektor perekonomian di Provinsi Sumatera Selatan cenderung kurang mengalami banyak perkembangan. Pada tahun 2003, hasil analisis entropi total dari data aktilitas tiap sektor perekonomian di wilayah Provinsi Sumatera Selatan menunjukkan bahwa nilai entropi sebesar
3,58. Nilai entropi tersebut belum mencapai nilai entropi maksimum, karena dengan 9 (sembilan) komponen dari seklor-sektor perekonomian yang ada, seharusnya dapat dicapai nitai entropi maksimum sebesar 4,59.
Namun
demikian, nilai tersebu1 relatif mendekati nilai entropi maksimum sehingga dapat dinyatakan
bahwa tingkat penyebaran aldifrtas di seluruh wilayah
Provinsi
Sumatera Selatan relatif merata dan aktifitas seklor-sektor perekonomian yang relatif seragam. Hal yang sama juga terjadl pada tahun 2005 dan 2007 Pada tahun 2003, Tabet 10 menyaj'kan sebaran intensitas aktiritas tiap sektor perekonomian paling merata (pefuang perkembangan seluruh aktifitas), secara proporsi terhadap perkembangan wilayah Sumatera Selatan adalah berturut-turut terdapat di Kola Palembang (0,76) atau sekitar 21,21 persen; Untuk Kabupaten Musi Banyuasin (0,55) atau sekitar 15,45 persen. Apabila dilihat berdasarkan nilai rataan dan standar deviasi indeks entropinya rnaka kedua wilayah tersebut dapat d11<1asifikasikan
sebagai wilayah yang memiliki tingkat
perkembangan yang tinggi: sedangkan untuk Kabupaten Muara Enim (0.44) atau sekitar 12,39 persen; dan Kabupaten Ogan Komering Ulu (0,41) atau sekitar
11.44 persen; dan tingkat perkembangan kedua wilayah tersebut dikategorikan sedang. Adapun wilayah kabupatenlkota lain sisanya hanya memilik.i kontribusi di bawah 10 persen (tingkat perkembangannya rendah).
48
Selanjutnya, di tahun 2005, sebaran terbesar intensitas aktivilas tersebu{ masih terdapat di Kola Palembang (0,78) dan Kabupaten Musi Banyuasin (0,55) dengan masing-masing kontribusinya yang sedikit menurun 20,92 %: 14.73%; dan 11,81 % yang diakibatkan pemekaran wilayah di Kabupaten Ogan Komering llir dan Ogan Komering Ulu. Lebih lanjut, tingkat perkembangan Kola Palembang dan Kabupaten Musi Banyuasin tetap dikategorikan Kabupaten
Ogan
Komering
Ulu intensitas
linggi, sedangkan untuk
aktivitasnya
menurun
akibat
pemekaran wilayah yang terjadi, sehingga tingkal perkembangan wilayahnya menjadi ikut menurun, dari sedang menjadi rendah. Pada tahun 2007. kondisi tersebu1
tidak
mengalami
perubahan
sehingga
perkembangan wilayah di Provinsi Sumatera
dapat
Selata.n
dikatakan
tingkat
bersifat staon dan
kabupaten/kota dengan aktivilas perekonomian yang beragam atau aktivilas sektor yang konsentrasi memiiki tingkat perkembangan witayah yang berkisar sedang-tinggi
apabila d~ihat berdasarkan
nilai entropi total masing-masing
kabupaten/kcta, antara 0,41 sampai dengan 0,76. Tabel 10. Perkembangan lndeks Entropi (PDRB sektoral) Tiap Kabupaten/kota di Provinsi Sumatera Selatan Tahun 2003, 2005 dan 2007. PERKEMBANGAN WILAYAH 2003 2005 2007 KABUPATEN/KOTA ENTROPI INDEKS ENTROPl INDE.KS ENTROPI INDEKS TOTAL ENTROPJ TOTAL ENTROPI TOTAL ENTROPJ 0,.32 0,05 OKI O,D7 0,23 0,23 0,05 0,06 Banyuasin 0,30 0,07 0,31 0,31 0,06 Palembang 0,76 0,17 0.78 0,16 0,81 0, 17 0,09 0,22 OKU 0,41 0,05 0,23 0,05 M•Jara Enrm 0,44 0,10 0,44 0,09 (l,45 o.os lahat 0,06 0,26 0,05 0.26 C\25 0.05 0,('5 M1Jsi Rawas 0.24 C,25 0.24 0,05 0.05 0, 11 MJsi Banyuasin 0,55 0,12 0,55 C,55 0,11 0,02 OKU Selatan 0,11 O,C-2 C, 11 0,04 OKUTimur 0,17 0,03 0, 17 Ogan llir 0,15 0,03 c, 14 0,03 Prabumulih 0,13 0.12 0,03 0,03 0, 12 0.03 0,06 C,06 0,01 Pagaralam O.J1 0.06 0.01 0,10 0,02 C, 10 Lubuk Unggau 0.10 O.C2 0.02 0,16 0,16 0,17 Maks 0.76 0.78 0.81 Mm 0,06 0,01 0,01 0.01 0.06 0.05 0,.3L 0,29 Rataan O,J7 0,29 o.oe 0,06 O.C4 0,21 0,04 Std. Dev 021 0.04 0.20 Sumber · Hasil analisis
Adapun wilayah dengan intensitas aktifitas paling tidak merata (adanya kecenderungan
spefisikasi) di Provinsi Sumatera Selatan dimiliki oleh Kota
49
Pagaralam (0,06),
Lubuk Linggau (0,09) dan Prabumulih (0, 12) di tahun 2003;
sedangkan pada tahun 2005, kondisi tersebut sedikit mengalami akibat terjadinya
perubahan
pemekaran wilayah. yaitu Kola Pagaralam (0,06),
Lubuk
Linggau (0, 10) dan Kabupaten OKU Selatan (0, 12). Selanjutnya, pada tahun 2007 kondisi tersebut juga tidak mengalami perubahan (Tabel 10). Apabila ditinjau dari jum!ah aktivitasnya, nilai entropi tertinggi secara berturut-turut terjadi pada aktifrtas di sektor pertambangan dan penggalian (0,78), pertanian (0,71) dan industri pengolahan (0,56), sebaliknya aktifrtas yang relatif ada kecenderungan
untuk terjadinya pemusatan lokasi adalah aklifrtas sektor
listrik, gas dan air bersih (0,03) di tahun 2003. Selanjutnya pada tahun 2005, wilayah dengan intensitas merata secara berturut-turut
terjadi perubahan urutan,
yakni terjadi pada ak1ifitas sektor
pertanian (0,78), pertambangan dan penggalian (0,77) dan indusiri pengolahan (0,57) sedangkan aklifrtas yang relatif ada kecenderungan
untuk terjadinya
pemusatan lokasi dan tidak mengalami perubahan. yakni aktifitas sektor listrik, gas dan air bersih (0,03) Pada tahun 2007, kondisi dengan intensitas merata di se!uruh Provinsi Sumatera Selatan tetap dan tidak mengalami perubahan namun aktifitas yang relatif ada kecenderungan untuk terjadinya pemusatan lokasi menjadi bertambah, antara lain terjadi pada sektor transportasi dan keuangan (0.18) serta keuangan, jasa pemerintah dan persewaan sebesar 0,19; seperti yang disajikan pada Lampiran 4. Hasil analisis LO dan entropi menunjukkan bahwa tingkat perkembangan wilayah berdasarkan pendapatan wilayah mencerminkan diversitas dari sektorsektor perekonomian di Provinsi Sumatera Selatan dan apabila dikaitkan dengan banyaknya jumlah sektor unggulan di tiap kabupaten/kota akan mengindikasikan bahwa semakin banyaknya sektor unggulan, tingkat perkembangan wilayah menjadi lebih tinggi, seperti yang dimiliki oleh Kola Palembang. Sec'angkan nilai entropi total dari sektor-sektor unggulan tenentu, seperti yang dimiliki Kabupaten pertumbuhan
Muara
Enim
dan
Musi
Banyuasin
relatif
oleh
mengindikasikan
ekonomi wilayahnya meningka.t sehingga dapat dikategorikan
sebagai wilayah dengan tingkat perkembangan wilayah yang tinggi atau sedang. Pemekaran
wilayah
Kabupaten Ogan Komering
Ulu (OKU) menjadi
Kaoupaten OKU Timur dan OKU Sefatan pada Tahun 2004, tidak menyebabkan aktivttas perekonomian
tersebar di kedua
wilayah
pemekaran
bahkan
di
kabupaten induk, sehingga tidak mampu meningkatkan tingkat pertumbuhan
50
ekonomi yang berkorelasi terhadap lirgkat perkembangan wilayahnya yang juga ikut menurun. Oleh karena itu. sektor pertanian sebagai prime mover perekonomian di Provinsi Sumatera Selatan memiliki kecenderungan keterkaitan hubungan yang relatif lebih kecil dengan sektor produksi atau ekonomi lainnya walaupun memberikan kontriousi yang dominan. Sektor industri dan sektor jasa diharapkan memiliki peran yang penting dalam memberikan multiplier effect terhadap kinerja perekonomian sehingga untuk meningkatkan efeklivitas dan efiensi. pemerintah daerah perlu memperhatikan sektor unggulan wilayah dalam menentukan arah kebijakannya yang bertujuan untuk memberikan dampak yang optimal terhadap perekonomian
Provinsi Sumatera
hendaknya pertu mengembangkan
Se.atan secara keseluruhan. sektor pertanian
Pemerintah
ke arah industri yang
cenderung memacu sektor pertanian untuk bekerja lebih optimal, selain tingkat penyerapan tenaga keria akan meningkat signifikan baik dari sektor pertanian maupun industri. Oalam jangka panjang, dengan meningkatnya ketersediaan lapangan
kerJa maka tingkat kesejahteraan masyarakat
ke depan akan
cenderung lebih baik. 5.2.2 Hirarki Wilayah Gambaran karakteristik perkembangan suatu wilayah berdasarkan tingkat hirarki yang diperoleh dari jumlah fasilitas pelayanan di Provinsi Sumatera Se!atan dengan menggunakan analisis skalogram mela!ui terseoianya kapasitas petayanan umum, seperti sarana dan prasarana bidang pendidikan. kesehatan. perekonomian di masing-masing kabupaten/kota sehingga dapat diidentifikasi wilayah yang berfungsi sebagai pusat/inti dan wilayah hinterlanci-nya. TingKat perkembangan
suatu wilayah
berdasarkan
analisis
skalogram
dicerminkan oleh nilai indeks persembenean wilayah (IPVV) masing-masing kabupaten/kota
sehingga semakin tinggi nilai !PW maka wilayah
tersebut
semakin berkembang dengan fasilitas pelayanan umum yang memadai. Hasil analisis skalogram clengan menggunakan data PODES pada tahun 2006, diperoleh
nilai IPW berkisar antara 25,28 (Kabupaten OKU Selatan)
sampai dengan 100.97 (Kola Palembang) sehingga htrarki wilayah menurut ketersediaan fasilitas pelayanan umum tersebut dapat di definisikan sebagai berikut : 1.
Wilayah yang termasuk pada hirarki I merupakan wilayah dengan tingkat perkembangannya
yang lebih tinggi/maju dibandingkan
kabupaten/kota
51
lainnya dengan tingkat ketersediaan sarana dan prasarana serta fasilitas pelayanan
umum
yang
memadai.
terutama
di bidang
pendidikan
menengah (SLTP dan SVIU); bidang kesehatan (RS. RS Bersalin, tempat praktek dokter dan apotik); bidang perekonomianlperdagangan restoran,
lembaga keuangan
dan
mal);
dan aksesibilitas
(hotel,
terhadap
informasiltelekomunikasl (warnet dan warpostel). Hal im jelas menunjukkan bahwa
struktur
pertumbuhan,
pusal
yakni
pe ayanan
Kola
yang
Palembang.
terkonsentrasl
Olah
karena
di
itu,
pusat
kegiatan
pembangunan menjadi tidak merata dan mengakibatkan adanya indikasi terhadap ketimpangan antar wilayah di Provinsi Sumatera Selatan, Seisin itu, berdasarkan nilai lndeks Pembangunan Manusia (IPM) sebesar 74,3 pada
tahun
tersebut
mengindikasikan
kesehatan
yang
bahwa
pendidikan
dan
relatif
merupakan
satu-satunya dari 14 kabupatenlkota
pelayanan
lengkap.
Kota
fasilitas
Palembang
di Provmsl Sumatera
Selatan yang mem liki rata-rata lama sekolah sudah lebih dari 9,9 tanun (8APPENAS dan UNSRI
2008). sehingga nilai IPM-nya dikategorikan
paling tinggi bila dibandingkan dengan wilayah lalnnya (Gambar 6). 2.
Pada
hirarkl
II,
dHempat1
oleh
kabupaten/kota
dengan
tingkat
perkembangan wilayah yang sedang yakni berkisar antara 48,50 sampai dengan 61,31. Kota Pagaralam (61,31);
(54,01),
Kabupaten Ogan Komering Ulu
Kota Lubuk Unggau (53,10); Kabupaten OKU Timur (50,56) dan
Kabupaten prasarana
Musi
Rawas (48,50)
memiliki
serta jumlah fasilfas pelayanan
ketersediaan
sarana dan
umum relatif lebih rendah
dibandingkan Kola Palembang. Hal ini jugs ditunjukkan dengan varlasi nilai IPM yang dikategorikan sedang. yakni berkisar antara 68 6 sampal dengan
71,5 di tahun 2006 (Gambar 6). 3.
Wilayah yang termasuk pada hirarki flt merupakan kabupaten/kota sisanya di Provins! Sumatera Selatan yang memi iki tingkat pel1<.embangan wilayah yang rendah dengan variasi IPW antara 25,28 (OKU Selatan) sampai dengan 47,24 (Kota Prabumulih). Hal ini mengindikasiKan sarana dan prasarana yang relatif rendah/kurang dibandingkan
dengan
hirarki
I,
sehingga
ketersediaan
berkembang apabila
wi!ayah
ini
dikategorikan sebagai wilayah yang masih mengandalkan
cenderung pada sektor
pertanian atau cenderung lebih memperhatikan sektor yang terkonsentrasi, terutama
pertambangan
dan pengga7an
dengan
migas, seperti yang
52
dialami oleh Kabupaten Musi Banyuasin, Muara Enim dan Kata Prabumulih sehingga kegiatan pembangunan sarana dan prasarana pelayanan umum masih menjadi kendala
74,10
n,oo ~
-
70/)4
,. g,
-
,_
-
CC.00 •
~
'4,DO
"il,00
10.to • P<1!4rnbill.ng O Prabunuiih O Og..n Kcmerln; Ulu
ttJ OKU Sel:ibn ~ omering[it_. • MuSi S.nyuaa11
OLahal
-~"Y'~"""
....
73,IO
74.30
..... .......... ......,...
1'10
I
74.S.O 1~.10
71'0
.
7· .10
70.lJO
I
70,tiO
1000
I
.
70,00
....,,... ..... ..... .,.....,...
I
tt,10
1),10
DP•g'1.rAt•m
o Mt.1•'41 &iio•
,...
i
a.!e
17,40
........ &7.20
o LubukUn99~11. OOgitn lllr
tI
I I I I
~
..... es, ..
a OK:J ll l'!'alt D \111,1• ~-w~t
i8,l5
• &u-.m•~cr:i &cbt>a
~ 2007
.....,,.
Ct.DO
.....
61.00 '11, 10
se.ee
----
67.20
f '
-
TAHUM
Bi,2C• 67,5"
.....
U.GC•
I
c~.2£
Gambar 6. lndeks Pembangunan Manusia (IPM) Tiap Kabupaien/kota di Provinsi Sumatera Selatan Tahun 2005-2007. lndikator pembangunan manusia merupakan salah satu alat ukur yang dapat digunakan
untuk menilai kualsas
pembangunan
manusia
Aktivitas
pembangunan perekonomian daerah diharapkan berdampak pada kondisi fisik masyarakat yang tercermin dalam angka harapan hidup dan kemampuan daya beli,
sedangkan
dampak
non-fisik
dapat di!ihat
dari kualitas
pendidikan
masyarakat. lndeks pembangunan manusia merupakan indika1or strategis yang banyak digunakan untuk melihat upaya dan kinerja program pembangunan
53
secara menyeluruh di suatu wilayah. Oleh karena itu, IPM sebagai gambaran dari hasil program
pembangunan
dapat dianggap
yang telah dilakukan
beberapa tahun sebelumnya sekaligus merupakan ukuran untuk melihat dampak kinerja pembangunan wilayah yang mempunyai dimensi yang sangat luas, karena memperlihatkan
kualitas penduduk suatu wilayah dalam hal harapan
hldup, intelelektualitas dan standar hidup layak. Sebaran
hirarki wilayah di Provinsi Sumatera Selatan secara spasial
disajlkan oleh Gambar 7 dan dapat disimpulkan bahwa telah terjadi ketimpangan lnfrastruktur wilayah akibat terpusatnya pernbangunan serta pelayanan
umum di Kota Palembang,
sarana dan prasarana
sebagai wilayah inti terhadap
kabupaten/kota lain. oU'll!f
. .....
'""'"'
PETA HIRARKI WILAYAH PROVINS I SUMATERA SELATAN
~
LfVltlN
~
--
.lltt1H.tliJr•'lt.1,.,lt1>1J1
- .....,........
• •""'~"'"''UllW•'.,.t'......
. td;-,ltltl
"''""'
....... "
,.'
Gambar 7. Peta Hirarki Wilayah Provinsi Sumatera Selatan Tahun 2006. Oleh
karena
itu,
pemerintah daerah
hendaknya
lebih
rnenggiatkan
pembangunan prasarana dasar, sepertl sekolah, fasilitas pelayanan kesehatan dan
fasilitas
perekonomian
terutama
memperbanyak
dan
memperbaiki
pembangunan jumlah fasilitas pendidikan dasar menengah dalam rangka wajib belajar 9 tahun, jumlah rumah sakit daerah dan jumlah lembaga keuangan serta perdagangan {bank cabang pembantu dan mal) di kabupaten/kota yang selama ini masih kurang. Secara umum, pembangunan pusat-pusat perbelanjaan (mal)
54
dan !embaga keuangan (bank) bertujuan agar peredaran uang di suatu wilayah diharapkan lebih lama perputarannya atau berfungsi sebagai tabungan yang diharapkan dapat memicu dan memacu investasi domestik sehingga penyerapan sumberdaya oleh Kota Palembang
sebagai wllayah pusat pembangunan
dan
perekonomian selama ini, tidak terus terjadi. 5.2.3 Tipologi Wilayah Analisis klaster dalam penentuan tipologi wilayah tiap kabupatenlkota di Provinsi
Sumatera Selatan bertujuan untuk mengelompokkan wilayah-wilayah
tersebut ke dalam beberapa kelompok tertentu yang memiliki kemiripan aklivitas perekonornian,
fasililas pelayanan dan penggunaan lahan serta jumlah tenaga
kerja sektoral: sehlngga dapat mewakill kondlsl perkembangan wilayah masingmasing kabupalen/kota. Dasar pengelompokan yang digunakan dalam analisis klaster adalah kemiripan atau jarak ketidakmiripan
antara kabupaten yang satu
dengan yang lain dalam beberapa variabel. Berdasarkan hasll anahsis tree clustering dengan Kota Palembang, dari data Potensi Desa tahun 2006, data PDRB per kapita tahun 2006 dan tenaga ke~a sektoral tahun 2006 menghasilkan sebanyak 4 tipe klaster dari 27 variabel tersebut yang dlsajlkan oleh Gambar 8, dlmana Kata Palembang sebagal klaster tersendiri.
Lebih lanjut,
berdasarkan
hasil analisis
K-mean clustering yang
bertujuan untuk mengelompokkan variabel penciri tiap klaster dan dilakukan klasifikasi lerhadap nilai mean maslng-masing variabel tersebut menjadi 3 (tiga) kelas (Lampiran 7), sehingga tiap klaster dapat dldefinlsikan sebagai berikul :
1.
Klaster Pertama yang hanya diternpaf] oleh Kata Palembang, dengan nilai mean terhadap jumlah fasil1tas
lembaga
keuangan
dicirikan
kepadatan penduduk dan jumlah
yang
dikategorikan
linggi
sehingga
1nengindlkasikan aktivltas pelayanan perekonomian yang lebih balk bila dibandingkan dengan kabupatenlkota lai nnya. Sela in ltu, nllal mean yang linggi pada PDRB per kapita sektor sekunder dan tersier ternyata dilkuti jug a oleh jumlah
tenaga kerja di sektor tersebut. Sela njutnya
pertama ini juga dapal dikategorikan dengan jumlah penduduk
klaster
sebagal kawasan metropolitan
lebih darl 1 juta jiwa sepertl yang dijelaskan
dalam UU No. 26 Tahun 2007 Tentang Penataan Ruang (pasal 1 angka 26). Selain itu, dengan ditetapkannya
Kata Palembang
sebagai pusat
perturnbuhan yang telah dilaksanakan semenjak era REPELITA sekaligus sebagai ibukota
Provinsi
Surnatera Selatan.
Hal ini sesuai dengan
55
penerapan konsep
pusat
pertumbu han
di
ditetapkannya selama ini dalarn REPELITA
Indonesia
yang
telah
II - REPELITA IV untuk
wilayah Pernbangunan Utama B yang meliputi Provinsi Jambi. Sumatera SeIatan, Bengkulu dan Lampung dengan penetapan pusat pertum buhan di Kota
Palembang
(Sjafrizal
pembangunan terus-menerus ketimpangan pembangunan. tingginya nilai 2.
mean
2008),
sehingga
dilakukan oan mengakibatkan
terjadmya
untuk luas lahan non pertanian (kawasan terbangun). Kabupaten Ogan Kornering
Banyuasin,
OKU Timur dan Ogan llir. dicirikan
kategori nilai
mean
jumlah
pusat
Hal tersebut juga dapat dijelaskan dengan
Pada klaster kedua yang ditempati
kerja pertanian.
cenderung
llir,
oleh variabel dengan
yang tinggi pada jumlah keluarga pertanlan dan tenaga
Selain itu, jumlah fasilitas industri yang diikuti oleh rasio
tenaga kerja sekunder dan tersier serta luas lahan sawah
mengindikasikan
bahwa sumberdaya manusia sektor pertanian
masih tersedia walaupun
relatif
nilai mean umuk PDRB per kapita sektor
pertanian dikategorikan sedang. Hal ini diduga karena peranan sektor pertanian belum dioptimalkan unggulan.
oleh pemerintah
daerah sebagai sektor
Oleh karena itu, klaster ini diharapkan dapat dikategorikan
sebagai kawasan industri berbasis pertanian yang diikuti dengan tenaga kerja di sektor industri. bangunan dan perdagangan serta jasa lainnya karena memiliki nilai
mean
aktivitas perekonomian Banyuasin
yang
yang tinggi. Narnun apabila dilihat dari nilai
sektor industri
memiliki
nilai
LQ>1,
pengolahan,
hanya Kabupaten
yang mengindikasikan
bahwa
peranan sektor industri cenderung tidak seragam dan hanya terkonsentrasi pada wilayah tertentu. 3.
Klaster Ketiga yang ditempati oleh Kabupaten Ogan Komerlng Ulu, Muara Enim, Lahat, Musi Banyuasin dan OKU Selatan yang dicirikan dengan nilai
mean
yang tinggi untuk jumlah tenaga kesehatan, luas lahan non sawah
dan diikuti oteh jumlah tenaga kerja sektor pertaman yang disertai tingginya nilai
mean
untuk PDRB per kapita unluk sektor pertanian, pertambangan
dan penggalian.
Pada klaster ini dapat dikategorikan sebagai kawasan
pertanian atau pertambangan dan penggalian 4.
Kola Pagaralam, Prabumulih dan Lubuk Linggau yang berada pada klaster keernpat dicirkan dengan tingginya nilai
mean
untuk jumlah keluarga yang
berlangganan PLN, jumlah keluarga yang menggunakan telepon, jumlah
56
fasilitas informasilkomunikasi, jumlah fasilitas penjualan obat (apotik), dan jumlah fasilitas penginapan (hotel); sehingga klaster ini dapat dikategorikan sebagai kawasan perkotaan dibandiigkan dengan wilayah lain. Tree Diagram fOf 14 cases
l
~::::>---t~~ -------Ml.\ARAENM
ct
MUSt MNYUASIN '------·
Ol(I)
Tl•lll
r-
MNV\IASIN ~ OOANl..IR ·~---PA.LEM8b.N3'
f
L=~:rt-----i------.t PAGAIW..AM -
0
so
80
100
120
(Oir.Mlrnaq•10J
Gambar 8. Hasil Analisis Klasler (tree clustering) dengan Kola Palembang .
.,,.,. PETATIPOLOGIWILAVAH .PROVIHSJ SUMATERA SEUTAN
_\ N
n.n~
,_
·~·:
«I
..........
Ile
,i;o
' _,...----i.-•. .,.--·-l_""'~·. .~"" ""---· .. .._, ~
-~· ::.•
--~..._ - .....
-i
.
'
.
Gambar 9. Peta Tipologi Provinsi Sumatera Selatan dengan Kota Palembang.
57
Analisis diskriminan lidak dapal dilakukan apabia terdapal klaster yang hanya terdiri dari
1 (satu) wilayah karena memiliki jarak ketida!<samaan atau
kesamaan yang berbeda dengan wilayah lainnya, dengan kata lain jaraknya bernilai nol. Selanjutnya secara spasial, tipologi wilayah di Provinsi Sumatera Selatan yang disajikan pada Gambar 9. Apabila anal sis klaster dilakukan tanpa mengikutsertakan
Kota Palembang
(Gambar 10), maka tipologi wilayah Provinsi Sumatera Selatan menghasilkan 3 (tiga) tiper klaster. yang terdin dari : (1)
Klaster Pertama, yang dilempati oleh Kota Pagaralam, Prabumulih dan Lubu k Lingg au dengan kepadatan
penduduk,
jumlah keluarga yang
berlangganan PLN, jumlah keluarga yang menggunakan telepon, jumlah fasilitas informas·/komunikasi
jumlah fasihtas penjualan
obat (apotik),
jumlah fasilitas penginapan {hotel) den jumleh fasilitas lembaga keuangen dengan nilai meai>-nya dikaiegorikan
tinggi, yang mencirikan sebagal
kawasan perkotaan. Hal lm d1ikull dengan rendannya kategori nllai mean untuk
jumlah
keluarga
pertanian dan PDRB
tersier serta kawasan
terbangun (luas lahan non pertanian) yang memiliki n1lai mean yang dikategorlkan tlnggl, (2)
Klaster Kedua
yang ditempati
oleh Kabupaten
Ogan Komering llir,
Banyuasln, OKU Timur dan Ogan llir, dicirikan dengan variabel yang memiliki industri dengan kisarar kategori nilai mean sedang-tinggi;
namun
jumlah keluarga pertanian dan PDRB pertanian dengan nilai mean yang rend ah Sela in itu. diikuti jug a dengan luas lahan sawah dan jumlah lenaga kerja (sekunder dan tersier) yang dikategorikan tinggi. Oleh karena itu, klaster kedua diharapkan dapat dikategorikan sebagai kawasan industri berbasis pertanlan yang diikuti dengan tenaga kerja di sektor industri, bangunan dan perdagangan serta jasa lainnya karena memiliki nilai mean yang tingg . Namun apabila dilihat dari nilai ak1ivitas perekonomian sektor industri
pengolahan.
hanya Kabupaten Banyuasin
yang memiliki nilai
LQ>1. Hal ini mengindikasikan bahwa peranan sektor industri cenderung tidak seragam can hanya terkonsentrasi pada wilayah tertentu; (3)
Klaster Ketiga yang ditempati oleh Kabupaten Ogan Komering Ulu. Muara Enim.
Lahat.
Musi Banyuasin, Musi Rawas dan OKU Selatan yang
dicirikan dengan tingginya nila1 mean untuk rasio jumlah tenaga kesehatan, luas lahan non sawah yang diikuti dengan jumlah tenaga kerja sektor
58
pertanian dan k-eluarga pertanian. selain PDRB untuk sektor pertanian. pertambangan
dan penggalian.
Pad a klaster ini dapat dikategorikan
sebagai kawasan pertanian atau pertambangan dan penggalian.
-- ...... ....__. OG.AU KOM!'.RINO UW
11·-
UHAT
MUSIRAWAS
~~ OK\JSELATAM
O~AN KOM<NO !I.lit OKUTIMUR
PAAilUMIJLIM
r
LUl'il.5< UHGGAU
PAOARAl.Alol
10
:10
30
50
40
60
70
so
so
100
110
(O!irlkf011)a.)()"1(}J
Gambar 10. Hasil Analisis Klaster (tree dustering) Tanpa Kola Palembang. Selanjutnya
berdasarkan
hasil
analisis
diskriminan
pengelompokan tipologi wilayah di Provinsi Sumatera secara nyata oleh
variabel-variabel
fasilitas,
diperoleh
Selatan dipengaruhi
yakni jumlah
keluarga
yang
berlangganan telepon dan jumlah fasilitas lembaga keuangan serta jumlah lahan sawah (Tabel 11 ). Selain itu. hasil analisls disKriminan menghasilkan ketepatan dalam pengelompokan
wilayah di Provinsi Sumatera Selatan.
Selanjutnya,
pengelompokkan wilayah berdasarkan analisis klaster disajikan secara spasial di Gambar 11. Tabel 11. Vanabel yang Mempengaruhi Tipologi Wilayah Berdasarkan Analisis Diskriminan di Provlnsi Sumatera Selatan. Discriminant Function Analysis Summary (3 KLASTER) Step 3, N of vars in model: 3; Grouping: CLUSTER (3 grps) Wilks' Lamhd•· ,01019 approx. F (5, 16i=23. 7 46 p< ,0000 N=13
LhnSWH TELP
Lambda
Wilks'
Partial Lambda
F-remove (2 ..~)
p-level
Toler.
0, 110S69 0,036147 0.023734
0,091856 0,281993 0,429'80
39,54625 10, 18475 5.31"360
0,000071 o,006323 0.034023
0.593563 0.595999 0,829269
FaslbKEU Sumber : Hasil anahsis
1-Toler.
(R-i:>qr.) 0,406437 0.404001 0, 170731
59
PElA TIPOLOGI YllLAYAH PROVINSI SUMATeRASEL.AlAH
--· --
,....,"'' '"' T"'9JI•
1(10.-~1
•'1.o•-.1
-.M•~••IH#Ar..,, ,_,.l~.:ll(O'•"""<'U.""J
~Rl!Z
-
•\)J*J
-
~,,,, .. ," .., ... 1... ~tt!
-
""""" t~··"""' ...
) '"'-"~1'111/>fo';~n,~{O«I.~
..
. ·~--.
Gambar 11. Peta Tipologi Provinsi Sumatera Selatan Tanpa Kota Palembang. Secara hirarkl menurul bates administratif, Anwar (2005) menjelaskan bahwa hubungan fungsional antara tingkat (orde) wilayah yang mempunyai pusat ibukota provinsi yang merupakan orde pertama dengan ibukota kabupaten sebagai wilayah orde dua, ibukota kecamatan sebagai wilayah orde tiga dan desa sebagai wilayah orde empat. Kemudian apabila hirarki jtu dibagi dua, maka sering
pula
pembagiannya
perkotaan (orde kesatu
menurut hubungan
fungsional
antara
wilayah
dan kedua) dengan wilayah belakangnya,
yaitu
perdesaan (orde ketiga dan keempat). Akan tetapi, pembangunan kota-kota yang hirarkis di Provinsi Sumatera Selatan.
belum sepenuhnya terwujud sehingga belum dapat
memberikan
pelayanan yang efektif dan optimal bagi w1layah pengaruhnya. Keterkaitan antar kota-kota dan antar kota-desa yang berlangsung saat ini tidak semuanya saling mendukung dan sinergis.
Masih banyak diantaranya yang berdiri sendiri atau
bahkan saling merugikan. Dorninasi Kota Palembang sebagai ibukota Provinsi Sumatera Sela.tan dan sebagai wilayah pusat pembangunan memiliki pengaruh yang besar terhadap ketimpangan pembangunan di kabupaten/kota lain. terutama pada ketersediaan fasilitas pelayanan umum, seperti sarana pendidikan.
kesehat.an dan fasilttas
perekonomian.
60
5.3
Disparitas Pembangunan Antar Wilayah di Provinsi Sumatera Se Iatan Untuk menganalisa
ting«at disparitas pembangunan yang terjadi antar
wilayah di Provinsi Sumatera Selatan, penelitian ini menggunakan metode indeks Williamson dan dilanjutkan dengan menggurakan netode analisis indeks Theil yang bertujuan untuk mendekomposisi disparitas antar wilayah kabupatenikota, seperti yang pernah dilakukar. oleh Fujita dan Hu (2001). 5. 3.1 Hasil Analisis lndeks Williamson dan lndeks The~ Hasil analisis indeks Williamson dengan menggunakan data PDRB per kapita Tahun 2003·2007, atas dasar harga konstan (ADHK) 2000 dengan membandmgkan peranan sektor migas terhadap tingkat disparitas di Provinsi Sumatera Selatan. menunjukkan bahwa tingkat disparitas antar wilayah selama kurun waktu tersebut 1ergolong tinggi apabila bergantung kepada PDRB sektor migas. Sebaliknya
aktivitas perekonomian wilayah yang tidak menggunakan
peranan sektor migas relatif menurunkan (lebih rendah) tingkat disparitas di Provinsi Sumatera Selatan.
o.acoo 0.7COO
.. c
0,5(J00
0
E
<>.~
Si~
0,~000
.!!
.. "'..
s"
---
0,3000 0,2000
0
I
I
•
2000
2)00
2007
0, 1000 0,0000
2003
---suMsE.. (nioa•l .-suMSE..\no1nigas:
I
"2())4
o.~
0.6799
0.€600
0.5499
06344
0,3312
0.3795
0.:941
0,4006
0413;
Tf)lun
Gambar 12. Perkembangan lndeks Williamson Dengan Migas clan Tanpa Migas di Provinsi Sumatera Selatan tahun 2003·2007. Gambar 12 menyajikan tingkat disparitas yang terjadi di Provrnsi Sumatera Selatan dengan migas, mengalami peningkatan pada tahun 2004 yang kemudian cenderung menurun pada tahun 2005. Hal ini mengindikas kan bahwa peranan migas cenderung menurun karena merupakan sumberdaya yang tak terbarukan
61
sedangkan tingkat disparitas yang terjadi relatif lebih rendah dengan dengan kecenderungan
meningkat
tiap 1ahunnya
apabia
peranan
sektor
migas
diabaikan, Guna mendekomposisi sumber disparitas yang terjadi di Provinsi Sumatera Selatan berdasarkan hasil analisis indeks Theilldisparitas
total (2003-2007),
disparitas yang terjadi relatif stabil bahkan ada kecenderungan menurun tiap tahun,
Pada
tahun
2004
disparitas
total
cenderung
mengindikasikan
menmqkatnya disparitas antar wilayah di Provinsi Sumatera Selatan dari 0,0711 menjadi 0,0721(Gambar13).
0.1100
""" o.c~oa 1 e:tO<:I
'i.c
....
• "'•
o:m
'O
s
o= creoo ·C :::i~i
.t;.:;.iw
•OKI OOl(U
•s~n
a"""' DMueiR.....Q LubuU'"m --· "
QP~am OOKUS.1.-..n 80KUTitrur Oogainlb1
a Pr;it,ulftdili OMu.1E•lim
•Pait..-... ......
""''
.......,,,,... ....,.. . ..... .0.0225
"'""' ......,,." 0,0000
...... ....... ...,.. +).0000
0~0'202
G Muei6'n~$1l
0,1013
• $1.mtt•ra S.bt.an
0 QL1_1
....,.. 0.Dl1'
.O.CH21 .0,0091
....... .....,.,
.o.oom
....... ....,,.
....,,. ....... """'' ..-
0,111$7 0"'21
'°-'* o=
....... ... ..........
-
.
2007
-0,014'
'
..,.,
.O,Q~ 0,0033
..o.cor.
.0,(•1S4 .0.('°81
4,('132
o.r-
.0.((.16'?
.O.C031
-4,C~
4,(021
.(l,(<121
-ti,oors -o.mo
4.CCl74
.0.(12'
.O,C
.,,..,,
.O.C07~
.o.coeo
),0)12
0.ot)1~
-e,-
...
......
.0.~J
O~}lf
..... O.ot11
I
...... ,,Ottt
l,0361
"''"
T~hun
J
0.01M
.·.-....
o.osso
Gambar 13. Kontribusi Kabupaten/Kota Terhadap Disparitas Total di Provinsi Sumatera Selatan (2003-2007).
62
Lebih lanjut, apabila dilakukan dekomposisl disparitas berdasarkan nilai indeks Theil (disparitas total), kabupaten/kota berperan dalam meningkatkan atau mengurangi tingkat disparitas di Provlnsi Sumatera Selatan. Secara umum. selama kurun waktu tersebut. Kola Palembang, Muara Enim,
dan Prabumulih
Kabupaten Musi Banyuasin,
berkontribusi positif terhadap
meningkatnya
disparitas total; sehingga dapat disimpulkan bahwa sumber utama disparitas di Provinsi
Sumatera
Selatan
berasal
dari
ketimpangan
antar
wilayah
kabupaten/kota. Apabila d~injau dari aktivitas sektor perekonomian, hasii dekomposisi dari indeks Theil menunjukl
bahwa sektor pertanian
lebih berperan dalam
menurunkan tingkat disparitas total dibandingkan sektor lain di Provinsi Sumatera Selatan. Hal ini mengindikasikan bahwa sektor pertanian yang dominan dan sebagai sektor u nggulan, diharapkan mampu mengurangi trngkat disparitas yang terjadi (Garn bar 14 ); sedangkan sektor pertambangan dan penggalian yang terkonsentrasi di wilayah tertentu relatif meningkatkan disparitas d1ikuti
ketimpangan pada sektor industri
total ,yang
pengolahan dan sektor sekunder
lainnya.
·;;
.... "' o.~
•
"-e• -=
0.100
D
0,0Cl) .0,100
·0,200
:20)6
2001
e>Tn
-0099
-0,100
• Tt.J
o~
0."5S 0,!07
... "9
0001 O,OOl O.OZl
O?tOg
o.rm
0,012
8Tf#l'I$
·0003
0,000
.,""""--...
oin;
Olnd Dl>gas
·0001
-
Tahun
0.002
o.ooa
--
-
o.oos ·0,010
Gambar 14. Kontribusi Sektor Perekonomian Terhadap Disparitas Total di Provinsi Sumatera Selatan (2005 dan 2007).
63
Selanjutnya,
apabila ditinjau melafui peranan masing-masing kelompok
wilayah dari hasil anafisis klaster sebelumnya, menunjukkan bahwa klaster yang memiliki aktivitas perekonomian industn pengolahan berbasrs pertanian. seperti Kabupaten Ogan Komering llir, Banyuasin. Ogan llir dan OKU Timur memberikan kontribusi negatif terhadap disparilas total di Provinsi Sumatera Selatan. Selain itu. klaster perkotaan turut berperan dalam menurunkan disparitas total dengan indikasl bahwa keberadaan Ko:a Pagaralam yang memiliki sektor pertanian sebagai saah satu aktivitas perekonomian unggulan wilayah dibandingkan dengan kota lainnya (Gambar 15). 0,060 0,040
i
..."'..
0,020
s
.0,020 -
..
..,"'
0,000
'--
·0,040
ooeo
2005
2006
-
~
I
2007
0,042
0,033
• K.laster 2
-0.049
-0,049
I
-0,05')
o Klaster 3
0.050
0,050
O.C'51
o Klaster 4
-0,004
I I
o Kloster 1
-
-
Tahun1
0,026
-'.l,005
-0,003
Gambar 15. Kontribusi Klaster Berdasarkan Aktivilas Perekonomian Terhadap Disparitas Total di Provinsi Sumatera Selatan (2005-2007). Selain itu, berdasarkan RTRW Provinsi Sumatera Selatan yang membagi wilayahnya menjadi 2 (dua) kawasan, yakni Kawasan Baral dan Timur (wilayah pesisir) memperlihatkan
bahwa dekomposisi sumber disparitas yang utama
berasal dari ketimpangan antar wilayah atau kal>upaten/kota, sebesar 82,94 persen sedangkan disparttas antar wilayah pengembangan (kawasan) hanya berpartisipasi rata-rata sebesar 17,06 persen (Gambar 16). Hal ini sesuai dengan hasil analisis sebelumnya yang mengindikasikan terjadi
di
Provinsi
Sumatera
Selatan
bahwa ketimpangan
disebabkan
oleh
yang
masing-masing
kabupaten/kola itu sendiri. Dispantas antar wilayah dr Provins Sumatera Selatan berdasarkan anassis terhadap pendapatan wilayah tiap kabupatenlkota menunjukkan ketimpangan yang te~acli akibat tidak meratanya aktivitas perekonomian. Hal ini disebabkan peranan
Kola
Palembang
yang
memiliki
hampir
seluruh
sektor-sektor
64
perekonorn'an
unggulan dengan tingkat perkembangan
mencerminkan
bahwa aktivitas di Kata Palembang
wilayah yang tinggi dan
sangat beragam sedangkan
wilayah lain relatif seragam bahkan terkonsentrasi. Selain itu, wilayah yang relatif
mengandalkan sektor pertambangan dan penggalian. terutama dengan sektor migas mengindikasikan
bahwa telah terjadi disparitas ekonomi di Provinsi
Sumatera Selatan, sepertl Kabupaten Musi 8anyuasin dan Muara Enim. Menurul (Portnov dan Felsentein, 2005), penggunaan metode lndeks Williamson dalam pengukuran disparitas atau ketimpangan antar wilayah, relatif memper1ihatkan sedikit kekurangan selain lndeks Gini apabila dibandingkan dengan metode lainnya, seperti : lndeks Atkison. Hoover Coefficient dan Coulter
Coefficient. 0,01 ....-------------------.
...
...
•
0,04
O,O<
0,02
o.oo
..____.
•
•
•
2ll03
?OM
200•
ZOff
2001
__.,_ANTARKAWAU.N
0-,0114
Cl,0101
0101ct
a.ow
°'°'°'
0,1107
_,,_ANTARWILAYAHKAM«lTA
O,OC1S
0,06CI
010172
O,GM-4
0,G71t
0.0721
0.07(1
0,0,'71
0,0612
•
TOTAL
Tahu
Gambar 16. Oekomposisi Sumber Oisparitas Wilayah Provinsi Sumatera Selatan.
5.3.2 Faktor-faktor Penyebab Dispantas Pembangunan Antar Wilayah Untuk mengetahui faktor-faktor yang mempengaruhi terjadinya disparitas antar wilayah di Provinsi Sumatera Selatan, dilakukan pendekatan analisis untuk mengetahui faktor-faktor penyebabnya, ya~u dengan menggunakan regresi berganda. Adapun vanabel tuiuan yang d1gunakan adalah dekomposisi dari indeks Theil nap kabupatenlkota dan variabel penjelas lain yang dianggap memiliki hubungan terhadap disparitas antar wilayah, antara lain berupa aspek ekonomi
65
(PDRB per sektor); aspek fisik penggunaan lahan {rasio luas sawah, non sawah, hutan negara, kawasan terbangun terhadap luas wilayah kabupaten/kota); aspek
pembangunan
pendekatan
terhadap
kesejahteraan
manusia
(komponen
ketersediaan
masyarakat
IPM)
yang
tasijnas pendidikan
Karena ke:erbatasan
digunakan dan
serta
sebagal
kesehatan
serta
data, analisis ini menggunakan
data pada tahun 2006. Faktor-taktor yang dianggap berpengaruh sebagai penyebab terjadinya disparitas
antar wilayah di
Provinsi Sl!matera 5elatan, berdasarkan hasil analisi
regresi berganda adalah : (1) PORE per kapita sektor pertambangan dan penggalian; (2) PDRB per kapita sektor pertanian; dan (3) PDRB per kapita sektor sekunder, sebagai aspek ekonomi wilayah sedangkan (4) disparitas berdasarkan aspek fisik wilayah, yakni luas hutan negara, ikut mempengaruhi disparitas antar v.ilayah yang terjadi di Provinsi Sumatera Selatan (label 12). Hal ini mengindikasikan bahwa semakin meningkatnya kontribusi PDRB sektor pertambangan dan penggalian serta PDRB sektor sekunder akan meningkatkan disparitas antar wilayah di Provinsi Suma1era Selatan, disamping luasan hutan negara yang relatif rrembatasi wilayah kabupaten/kota dalam metakukan aktivitas pembangunan fisik. Lebih lanjut. persamaan regresi berganda yang dihasilkan dapat dituliskan sebagai berikut : Y=-0,021+0,763[GOP_Tbg]+0,442[GOP _sek)+o,256[Hut_Neg]-0, 194[GOP_Tani] dimana:
= Nilai dekomposisi disparitas kabupatenlkotadari indeks Theil X,;X,;X, = PDRB sektoral (X, = PDRB pertambangan dan penggalian; X2 = PDRB Y
sekunder; dan X. =PDRB pertanian)
X3
= Penggunaan lahan {hutan negara)
Tabel 12.
Faktor-faktor Penduga Penyebab Terjadinya Disparitas di Provinsi Sumatera Selatan.
Regression Summary for Dependent Variable· Komp_CAsparitas (DA TA REG 1) R= ,98619677 R'= ,97258407 Adjusted R"= ,95544911 F(S,8)-56, 760 p<.,OGOOO
Std.Etror of estimate. ,00544 ______B_e_ta St_d_.E_rr_. B S_td_._Err_. ~•<~B~J __ lntercept -0,021315 0,005331 -3,99842 GDP_TBG 0. 763069 0.077253 0,005311 0,000538 9.87754 GDP_SEK 0,442425 0,069316 0.009814 0,001538 6,38277 HUT_NEG 0,255920 0.071589 0,054a17 0,015334 3,57"'88 GDP_T_AN1 _.o""',_19'-4""7_11 __ 0.:c..0_1_909 __1_..o....:.....oos_1_6_s_o..;..002 099 __ ·2.""4_6_1_95 __
iP~·l~ev~e~t0,003958 0,000009 0,00.0213 0,007242 -'o,'-o_39_1_9_9
Sumber : Hasil analisis
66
Wilayah dengan konsentrasi terhadap aktivitas perekonomian tertentu, seperti sektor pertambangan dan penggalian cendenmg menganggap sektor lain kurang
memiliki nilai tambah terhadap pendapatan
domestiknya sehingga
menyebabkan keragaman aktivitas di suatu wilayah menjadi rendah dan akhirnya meningkatkan
ketimpangan. Selanjutnya, luas hutan negara. seperti : cagar
alam, nutan lindung dan taman nasionaJ dianggap berpotensi menghambat kemampuan memiliki
suatu wilayah
dan seringkali
membaiasi kepala daerah yang
kapasitas sebagai pengambil keputusan dalam pembangunan, juga
menyebabkan
ketimpangan
dalam
pengembangan
wilayah.
Hal
tersebut
sebenarnya dapat diatasi melalut pemanfaatan kawasan hutan berdasarxan Peraturan
Menteri
Kehutanan
No. P.43/Menhut-1112008
Tentang Pedoman
Pinjam Pakai Kawasan hu!an oleh pihak pemerintah daerah dan pihak swasta dengan kewajiban mengganti kompensasi berupa Penerimaan Negara Bukan Pa1ak (PNBP) atau dengan mengganti dengan lahan lain untuk dijadikan huian. Akan tetapi, penggantian kompensasi tersebut (PNBP) tidak memiliki kontribusi langsung terhadap peningkatan pendapatan domestik di wilayah tersebut. Penyebab terjadinya disparitas antar 'Mlayah di Provinsi Sumatera Selatan relatif lebih disebabkan oleh aspek pendapatan wilayah (sektor perekonomian). Kabupaten Musi Banyuasin dan Muara Enim yang memiliki pendapatan domestik sektor
pertambangan
yang
tinggi
namun
tidak diikuli
oleh
sektor
lain
menyebabkan meningkatnya disparitas total. Walaupun tingkat perkembangan wilayah nya dikategorikan
tinggi berdasarkan hasil analisis LQ dan entropi,
namun hasil analisis skalogram menempatkan keoua wilayah tersebut termasuk wilayah dengan mengindikasikan
fasilitas pelayanan
yang rendah
(Hirarki
Ill),
sehingga
sebagai wilayah yang kurang berkembang. Nila1 PDRB per
kapita yang tinggi di suatu wilayah ternyata tidak mencerminkan tingginya tingkat perkembangan wilayah, terutama infrastruktur. Hal ini befbeda dengan Sjafrizal (2008) yang menyatakan bahwa guna mengurangi disparrtas. pertu adanya pengembangan pusat perturnbuhan secara tersebar dengan menganut konsep konsentrasi dan desentralisasi sehingga terjadi penyebaran kegiatan pembangunan Akan tetapi. aktivitas perekonomian yang
terkonsentrasi
cenderung
mengakibatkan
tetjadtnya
kesenjangan
pembangunan antar wilayah di Provinsi Sumatera Selatan, seperti yang terjadi pada kedua kabupaten tersebut.
67
Lebih
lanjut,
ketimpangan
pembangunan
antar wilayah juga ditandai
dengan rendahnya aksesibilitas pelayanan sarana dan prasarana ekonomt, yakni fasiftas lembaga keuangan yang berperan sebagai sarana investasi di suatu wilayah.
Hal ini dijelaskan oleh Tambunan {2003) yang menyatakan bahwa
distribusi investasi yang tidak merata dapat dianggap sebagai salah satu faktor utama
yang
mengakibatkan
terjadinya
kesenjangan
pembangunan
atau
pertumbuhan ekonomi dalam dan antar provinsl. Kurangnya kegiatan investasl pada suatu
wilayah
dapat
membuat
pertumbuhan
ekonomi
dan tingkat
pendapatan per kapda masyarakat di wilayah tersebut rendah, karena tidak ada kegiatan ekonoml yang produktif seperti industri pengolahan terutama yang terkait dengan sektor pertanian. Peranan
fasilitas
!em bag a
keuangan
di
daerah
bertuj uan sebagai
prasarana penyerap investasl masih sangat terbatas dan secara umum lokaslnya berada di lbukota kabupaten atau di beberapa ibukota kecamatan. Selain itu. jumlah
keluarga yang memanfaatkan
fasilitas informasi dan telekomunikasi
(telepon) maslh terkonsentrasi di wilayah perkotaan sepertl Kata Pagaralam, Prabumulih dan Lubuk Linggau lkut berperan dalam meningkatkan ketlmpangan pembangunan. Kabupaten/kota yang memillki sektor pertanian sebagai salah satu sektor unggulan, reletif mempu delam mengurangi disparitas total di Provinsi Sumatera Selatan. terutama keglatan pertenlan yang dilkutl dengan keterkaltan sistem produksi lain, seperu industri pengolahan perdagangan. penggunaan
pertanian dan peningkatan aktlvltas
Masih tersedlanya luas lahan pertanian, menunjukkan bahwa lahan
persawahan
menjadl indikator
wilayah
itu.
ekonoml
lebih
yang berbasis
pertanian. Oleh
karena
aspek
w1layah
berperan
dalam
meningkatkan atau menurunkan ketimpangan antar wilayah di Provinsi Sumatera Selatan.
sehingga dipertukan upaya pemerataan sektor-sektor perekonomlan
dengan
memberi prioritas pembang unan terhadap sektor ungg ulan masing-
maslng kabupaten/kota. Hasil sintesis analisis sebelumnya menunjukkan bahwa. Kabupaten Ogan Komering llir dan Banyuasin termasuk wilayah di kawasan timur (pesisir) dan berperan dalam mengurangi
disparttas antar wilayah selama kurun waktu 2003·
2007. Selain itu, kedua witayah ini dikategorikan sebagal wilayah dengan tingkat perkembangan yang rendah. Lebih lanjut. tipologi wilayah kedua kabupaten inl
68
memiliki kemiripan, antara lain : aktivitas sektor pertanian yang merupakan sektor unggulan dengan luas lahan sawah yang dikategorikan tinggi pertanian di kedua wilayah ketersediaan diharapkan
sejumlah mampu
dan PDRB
inf masih tergolong rendah walaupun disertai
industri
yang
menggerakkan
tinggi.
Keberadaan
sektor
sektor-sektor terkait lainnya
industri, sehingga
memertukan prioritas pembangunan (Lampiran 6).
5.4
Kebljakan Pembangunan Wilayah Pesisir di Provinsi Selatan Berdasarkan Sintesis Hasil Sebelumnya
Sumatera
Salah satu aspek yang perlu mendapat perhatian dalam pelaksanaan pembangunan daerah adalah aspek ekonomi, seperti yang jelaskan oleh Arsyad (1999)
bahwa pembangunan
ekonomi
daerah merupakan
proses dimana
pemerintah daerah dan masyarakatnya mengelola sumber-sumber daya yang ada dan membentuk suatu pola kemltraan antara pemerlntah daerah dengan sektor swasta untuk menciptakan suatu lapangan kerja baru dan merangsang perkembangan kegiatan ekonomi dalam wilayah tersebut Berdasarkan Rencana Pembangunan Jangka Panjang Daerah (RPJPD) Provinsi Sumatera Selatan (2005-2025), terdapat 7 sasaran yang akan dlcapal dalam upaya memantapkan dan menegaskan arah pembangunan ekonomi yang diinginkan. Ketujuh sasaran tersebut adalah (i) Pertumbuhan
Ekonomi, (ii) Struktur
Ekonoml, (Ill) Pemantapan Sektor Unggulan Provinsl, (iv) Pemantapan Surplus Neraca Perdagangan
Daerah,
(v)
Penurunan
angka
pengangguran.
(vi)
Kesenjangan Pendapatan, dan (vii) KuaJitas sumberdaya manusia. lndikasi yang diharapkan, terutama pads sasaran kedua dan ketiga, Pemerintah Provinsi menginginkan pertumbuhan ekonoml Sumatera Selatan yang dltargetkan harus pula didukung oleh pertumbuhan nllai tambah sektor primer yang sejalan dengan visi
Sumatera
Pertumbuhan
Selatan
sebagai
tersebut juga harus
salah satu didukung
lumbung dengan
pangan
nasional.
pertumbuhan
sektor
manufaklur dan sektor jasa yang ada di Provinsi Sumatera Selatan. Berdasarkan dart hasil analisis sektor unggulan, tingkat perkembangan wilayah dan disparitas antar wilayah sebelumnya, menunjukkan bahwa semakin beragamnya aktivitas perekonomian tidak menjamin disparitas antar wilayah di Provinsi Sumatera Selatan. karena pemerataan aktivitas perekonomian secara umum tidak mencerminkan
tingkat perkembangan wilayah.
Sektor pertanian
yang berada di wilayah perdesaan di tiap kabupaten, dianggap berperan daJam mengurangi disparitas antar wilayah. Pembangunan
fasilitas sarana infrastruktur
69
yang
terkait
dengan
pertanian
hendaknya
lebih
dioptimalkan,
seperti
pembangunan irigasi yang bertujuan meningkatkan produksi dan infrastruktur jalan guna mempercepat mobilisasi produk-produk pertanian dari hulu ke hilir. Kabupaten Ogan Komering llir dan Banyuasin selama kurun waktu 20032007. tingkat perkembangan wilayahnya relatif masih rend ah namun mampu berperan dalam mengurangi tingkat d1sparhas antar wilayah di Provlnsi Sumatera Selatan sehingga memerlukan prioritas pembangunan terhadap sektor-sektor unggulan yang ada dengan memperhatlkan
potensi wilayah (Tabel 13 dan
lampiran 6) Ketersediaan
jumlah
tenaga kerja yang mendominasi
pada sektor
pertanlan, lndustri pengolahan. bangunan, perdagangan, hotel dan restoran serta sektor jasa. patut dipertimbangkan oleh pemerlntah daerah dalam melaksanakan pembangunan dan lebih memfokuskan pengembangan terhadap sektor-sektor tersebut di wilayah pesisir sebagai arahan alternatif. Keterkaitan
antar sektor perekonomian unggulan
Selatan apabila dllihat dari besaran nllai unggulan
sangat
diperfukan
mengingat
tersebut terhadap sektor lainnya
di Provlnsl Sumatera
entropinya maka peranan pentingnya
sebagal penggerak
peranan
sektor
sektor-sektor
terhadap
penyebaran
aktivitas yang semakln beragam karena menurut Rustiadi (2001) bahwa kawasan pesisir dalam konteks ekonomi wilayah, memiliki posisi strategis di catarn struktur alokasi dan distrlbusi sumberdaya ekonomi. Tabel 13. Matriks Sektor Unggulan. Entropi dan Jumlah Tenaga Kerja Sektoral di Wilayah Peslsir Provinsi Sumatera Selatan Tahun 2007. KA8UPAlEN OKI LO ENTROPI lENAGA KERJA BANYUASIN LO ENTROPI TENAGA KER,111__
SEKTOR·SEKTOR PEREKONOMIAN Ind Ligas Bang Tran Prd~ 1,84 0,50 0:1 1,23 0.28 0,0003 O,Ol01 0,0046 0 0235 0.0335
0.0083
0,98 0.0211
1?. 017
5 323
393
una
1, 1G 0,0507
0.12 0.0031
0,25
0,0003
1,19 0,0314
0,0049
0,51 0,0164
400
i1 .682
31.37'
15.431
36•
16.086
Toni 2,42 0.0912
Tbg 0,06 0,006
67 653
425
2667
1?8
3411
1,74
O,GI
o.oe
0.0931
OM13
1.15 0 0¬ 01
250.975
1.055
26.~67
Jaoo
Kou 0,67
Sumbar : Hasil analisis Ket· T•
Pertaruan
ng
Pertamhangan d:.n Ptnggelian
Ind
lndustri Pengoloh3n UGtnk dan Gus SangunE!ln
U9aa 0t1n9
Prclg Tran
Pe:rc:li:'QAnoAn, Hntet rtctn RP.~t()ran Transportasldan Komunikasi
Keu
Keuangan, sereeween dan Jasa Perusahaan Ji>Ga j'3G3.
Jccc
70
Perumusan
suatu kebijakan dihasilkan Clari analisis terhadap berbagai
alternatii sehingga diperofeh alternatif terbaik berdasarkan masalah, kebutuhan atau
adanya aspirasi
tertentu. Kebijakan
merupakan
suatu
dipandang sebagai suatu kumpulan atau rekomendasi.
produk yang
dan sebagai suatu
proses. Lebih lanjut, kebijakan juga dipandang sebagai suatu cara yang bertujuan untuk mengetahui apa yang diharapkan, yaitu program dan mekanisme dalam mencapai
produlmya.
seperti yang dijefaskan oleh
Dunn
(2003) bahwa
perumusan suatu kebijakan perlu dilandasi dengan argumen-argumen
karena
argumen kebijakan (policy argumen(} yang merupakan sarana untuk melakukan perdebatan mengenai isu-isu kebijakan pubFlk Selain itu, dalam perencanaan pembangunan di wilayah pesisir hendaknya lebih mempertimbangkan
aspek keberlanjutan yang dapat dicapai dengan
memperhatikan kebertanjutan baik dari aspek infrastruktur.
ekonomi maupun
sosial (masyarakat). Pembangunan di wilayah pesisir, memertukan arahan dalam rangka pengembangan, terutama pengembangan di sektor industri pengolahan yang berbasis pertanian. Tabel 14. Luasan Areal Arahan Pola Pemanfatan Ruang di Kabupalen Pesisir (RTRWP 2005-2019). PEMANFAATAN RUANG (lb)
KABUPATEN
8anyuasin ~8.616,00
Hutan Lindung
KWS. LJNDUNG
Hutan Sualca Alom
259.129,00
Sempadan Pantai
27.089.43
O,OC
5£mpadan Sungai
51.287.90
1.188.9€
361.607,65
150.863,27
Pertanian Lah.an JCenng
51 823.26
109679.71
1S6.866,12
282.413,35
0,00
42.594,00
09000.00
645.100.0C
Perikanan Darat Hut.wl Produksi Hulan Produl
0,00
9.886,00
160.3Sf ,04
329.239.04
Permukiman
11 929.50
Q 596,61
Penambangan
15.063,31
0,00
Kws. Pelabuhan
13.000.00
0,00
APL
KVIS. BUDIDAYA NON PERTANJAN
4.828.00
PettanM!in L.ahan Basah Perkebunoln KWS. BUD1DAYA PERTAN1AN
OKJ 105.140,00
Sumber : BAPPEDA (2006) Ketersediaan lahan budidaya eksisting dalam
Rencana Tata Ruang
Wilayah Provins! (RTRWP) Sumatera Se!atan 2005-2019
yang dimiliki
oleh
71
Kabupaten
Ogan Komering llir dan Kabupaten
Banyuasin
relatif memilik
kapasitas yang mampu berkontribusi terhadap menurunnya tingkat disparitas di
Provsisi Sumatera Selatan. Potensi lahan budidaya, tenrtama pertanian lahan basah dan perkebunan (Tabel 14), memer1ukan prioritas dalam melaksanakan pembangunan
di wilayah pesisir Provinsi Sumatera Selatan yang berbasis
terhadap sektor-sektor unggulan yang dimiliki oteh kabupaten tersebut. S.5
Prioritas Pembangunan Wilayah Pesisir Sumatera Berdasarkan Persepsi Aparatur Pemerintah Daerah
Selatan
Prioritas pembangunan pembangunan wilayah pesisir di Provinsi Sumatera Selatan clengan menggunakan
metode AHP (Analytical Hierachy Process)
sehingga prioritas yang dihasilkan akan bersifat konsisten dengan teori. logis. dan transparan.
Dengan
tuntutan yang semakin tinggi berkaitan dengan
transparansi. AHP akan sangat cocok digunakan untuk penyusunan prioritas kebijakan publik
berdasarkan persepsi masing-masing
aparatur pemerintah
daerah, yakni Pemerintah Provinsi Sumatera Selatan, Pemerintah Kabu paten Ogan Komering llir dan Pemerintah Kabupaten Banyuasin. Hasil perbandingan berpasangan terhadap ketiga kriteria yang digunakan menghasilkan bobot prioritas tertinggi pada kriteria infrastruktur wilayah sebesar 0,450
terhadap
tujuan.
selanjutnya
berturut-turut
0,355
umuk
krneria
kesejahteraan masyarakat dan 0, 186 untuk pendapatan wilayah (Gambar 17). Hasil
tersebut menunjukkan bahwa menurut penilaian kumulatif dari para
responden (expert judgement), dalam pembangunan wilayah pesisir di Provinsi Sumatera Selatan, aspek intrastruktur wilayah merupakan aspek utama (prioritas pertama) yang harus diperhatikan. Combined
1nrr.:u.lruitl1Jr Wif..ty.ith
.460
t::.::te~eraan
,3S5
Masyarakat
rcodapata.n Wllayat.
.186
lncon.sisttn
Gambar 17. Diagram Bobo! Prioritas Kriteria Terhadap Pembangunan Wilayah Pesisir di Provinsi Sumatera Selatan. Selanjutnya berturut-turut aspek kesejahteraan masyarakat (prioritas ke-z) dan pendapatan wilayah (prioritas ke-3). Kecilnya nilai inkonsistensi ( < 0, 1) yang
72
menunjukkan bahwa pengisian skala perbandingan berpasangan antar kriteria yang dilakukan oleh responden telah memenuhi syarat dan konsisten. Berdasarkan penilaian aspek pendapatan wilayah yang dipertimbangkan dalam pembangunan di wilayah pesisir Sumatera Selatan, sektor unggulan yang dipilih sebagai pricritas pertama adalah sektor pertanian dengan bobot prioritas sebesar 0,396. Kemudian berturut-turut diikuti prioritas ke-2 dan seterusnya oleh sektor pengolahan, perdagangan, hotel dan restoran, jasa-jasa dan bangunan {Gambar 18). Nila! inkonslstensl perbandingan
berpasangan
{0,02) juga menunjukkan penglslan skata
antar sektor
unggulan
yang dilakukan
oleh
responden telah memenuhi syarat dan konsisten. Hasil tersebut menunjukkan bahwa menurut penilaian para responden,
berdasarkan aspek pendapatan
wilayah (PDRB), pembangunan di witayah pesisir sektor unggulan yang dipilih adalah sektor pertanian.
Hal tersebut dapat dimakluml
karena responden
umumnya memahami bahwa sektor pertanian merupakan aktivttas perekonomian primer di Sumatera Selatan dan ketersediaan lahannya masih memilik1 potensi untuk dikembangkan. Sektor pertanlan mampu berkontribusi ternadap wilayah pes1slr walaupun
pendapatan domestik
pada kenyataannya, sektor pertambangan dengan
mlgas relatif lebih dipertimbangkan
oleh pemerintah daerah yang memillki
kecenderungan memilih sektor ini karena masih dlanggap sebagai penyumbang pendapatan daerah terbesar di Sumatera Selatan. Combined
SEKTOR PfRTAMM
,3'l6
SCKTORINous·rHI rENC.OlAHM >tKIUIHtKl)At.MLA~. HOltl & Kt
,333 ,ll3
5(KTOR JA5A
,Ot7
'if.KJrtR OA'lll.U"'IAN
.061
1ncons1ttency = u.u:i: wll'll o misJUdgments.
Gambar 18.
Diagram Bobot Prioritas Pembangunan di Wilayah Pesisir Untuk Sektor Unggulan Berdasarkan Pendapatan Wilayah.
Anallsis priorltas pembangunan wilayah pesisir untuk jenis sektor-sektor perekonomian dipertimbangkan
unggulan
berdasarkan
menghasilkan
aspek
sek.tor industri
infrastruktur pengolahan
wilayah
yang
sebagai sektor
unggulan yang memperoleh prioritas pertama dengan bobot prioritas sebesar
73
0,357. K.emudian berturut-turut diikuti prioritas ke-z dan seterusnya oleh sektor pertanian, bangunan. perdagangan, hotel dan restoran serta jasa-jasa (Gambar 19). Nilai inkonsistensi (0.01) juga menunjukkan pengisian skala perbandingan berpasangan
antar sektor unggulan
yang dilakukan oleh responden telah
memenuhi syarat dan konsisten. Hasil tersebut menunjukkan bahwa rnenurut penilaian para responden
yang berdasarkan aspek infrastruktur wi1ayah (jalan dan fasilttas). sek1or industri pengolahan
memerfukan kegiatan pembangunan
infrastruktur yang paling
diutamakan di wilayah pesisir karena selain mampu meningkatkan aksesibilitas distribusi dari lokasi produksi ke lokasi industri dan pemasaran sekaligus memperbaiki dan memperbanyak fasilitas-fasilitas penunjang guna mempercepat proses-proses hasil produk olahan. Eombined
,351 ;L'$Z ,133 ,11 l ,100
'ifkTOR 1'J)ll'iTR I Pf-.r.fllAHAM SEKTOR PtlH A'IA.' SEKlORllAl'GlJ'IA' ~F(TflR PFROAr.A...,.r.A~. Hnm ~RF SEKTOO lASA Inconsistency o: 0.01
wiUi O mi"'°V iudQment..
Gambar 19. Diagram Sobol Prioritas Pembangunan di Wilayah Pesisir Untuk Sektor Unggulan Berdasarkan Aspek lnfrastruktur Wilayah. Selanjutnya, analisis priori1as pembangunan wilayah pesisir untuk jenis sektor-sektor
perekonomian
unggulan
masyarakat yang dipertimbangkan
berdasarkan
menghasllkan
aspek
kesejahteraan
sektor pertanian
sebagai
prioritas pertama dengan bobot prioritas sebesar 0,368. Kemudian berturut-turut diikuti
prioritas
ke-2
dan
seterusnya
oleh
seklor
industri
pengolahan,
perdagangan, hotel dan restoran, jasa-jasa dan bangunan (Gambar 20i. Nilai inkonsistensi berpasangan
(0,01)
juga
menunjukkan
pengisian
antar seklor unggulan yang dilakukan
skala
perbandingan
oleh responden telah
memenuhi syarat dan konsisten. Hasil terse but menunjukkan bahwa menu rut penilaian para responden, berdasarkan aspek kesejahteraan masyarakat (tenaga kerja dan pendapatan), pembangunan dan pengembangan sektor pertanian di wilayah pesisir merupakan sektor unggulan paling baik untuk dilakukan. Hal ini disebabkan oteh
74
banyaknya jumlah tenaga kerja yang sangat dibutuhkan
pada sektor pertanian
namun tidak banyak memertukan tingkat keterampilan yang tinggi. Selain itu, sektor pertanian dinilai mampu meningkatkan
pendapatan
masyarakat dalam
skala rumah tangga karena tidak memerlukan
input modal yang terlalu besar. Combined
Sf.HOit PCRTAl'fl A• ~tK1 OR IMOUS rRl PC~GOLATIAJ'o ~tit.I Uk fo'tNOAUANLAN,HUI tl & Rt SEKTOR JASA ~t~ 1 Ull 8A"i>ll•AM
,'16R ,346 ,13Z ,1181 ,013
Inconsistency = 0,01 with O missi · gments.
Gambar 20. Diagram Sobol Prioritas Pembangunan di Wilayah Pesisir Untuk Sektor Unggulan Berdasarkan Aspek Kesejahteraan Masyarakat Apabila ditinjau dari keseluruhan aspek/kriteria yang dipertimbangl
pembangunan
di
wilayah
pesisir
Sumatera
Selatan,
temyaia
pembangunan untuk sektor industri pengolahan merupakan prioritas pertama dengan bobot kumulatif keseluruhan aspek sebesar 0,349. Selanjutnya berturutturut diikuti sektor pertanian, perdagangan. hotel dan restoran, bangunan dan jasa-jasa (Gambar 21). Hasil tersebut menunjukkan bahwa berdasarkan dari keseluruhan aspek baik aspek pendapatan wilayah (PDRB), infrastruktur wilayah Oalan dan fasmtas), dan kesejahteraan masyaral
aktivitas
sektor industri pengolahan merupakan prioritas
pembangunan utama di wilayah pesisir Sumatera Selatan.
0verall lnttns1stency = .01 StlUUR SFKTOR SE!:Ton SEllTfJR SHTOR
.319
INDU5ffll f'(NGOLAllAN PFAlAHIAN
rrnot.r./\NGllM MNGLINAN JASA
Gambar 21.
uorn
.337
l
,124 ,100 ,()31
Diagram Bobot Prioritas Pembangunan di Wilayah Pesisir Untuk Sektor Unggulan Berdasarkan Keseluruhan Aspek.
75
Nilai
inkonsistensi
secara
keseluruhan
sebesar
0,01
yang
juga
menunjukkan pengisian skala perbandingan berpasangan antar kriteria/aspek yang dipertimbangkan maupun antar jenis sek1or unggulan yang dilakukan oleh responden konsisten dan dapat ditoleransi. Hal ini dimaklumi karena masingmasing responden menganggap peranan sektor industri pengolahan memerlukan peningkatan
pengembangan
sarana
fasilitas
yang
diharapkan
mem1Jlk1
keterkaitan dengan sektor pertanian, perdagangan, dan jasa. Minimnya
ketersediaan
fasilitas industri pengolahan,
terutama untuk
produk-produk pertanian akan mengakibalkan berkurangnya peningkatan nilai tambah. Hasil-hasil produksi pertanian yang langsung dipasark.an ke wilayah lain atau wilayah tetangga yang memiliki industn
pengolahan,
memungkinkan
terjadinya kebocoran wilayah. Salah satu contoh terjadinya kebocoran wilayah di peslsir, sepertl dialami oleh Kabupaten Ogan Komering lfir. dimana hasil produksi tambak udang oleh masyarakat yang langsung dikirim ke PT. Lestari Magris yang berada di Kola Palembang atau pun PT. Wahyuni Mandira (Provinsi Lampung) akibat tidak tersedianya industri pengolahan udang (cold storage). Selah satu aspek yang pertu diperhatlkan dalam kegiatan pengembangan wilayah
adalah menyusun perencanaan wilayah
Menu rut Tarigan (2004)
perencanaan wilayah adalah perencanaan penggunaan ruang wilayah (termasuk perencanaan pergerakan di dalam wilayah) dan perencanaan kegiatan pada ruang wilayah tersebut. Perencanaan penggunaan ruang wilayah d1atur dalam bentuk perencanaan late ruang wilayah, sedangkan perencanaan kegiatan dalam wilayah diatur dalam perencanaan pembangunan wilayah. Pada akhirnya, salah satu pendekatan yang patut dipertimbangkan dalam perencanaan pembangunan di wilayah pesisir. yakni dengan memfokuskan terhadap pendekatan sektoral (supply side) dan pengelompokkan kegiatankegiatan pembangunan hasil perencanaan tersebut, ke dalam sektor-sektor perekonomian.
76
6. KESIMPULAN DAN SARAN
6.1
Keslmpulan Berdasarkan hasil analisis dan pembahasan yang telah dilakukan serta
kaitannya dengan tujuan penelitian, maka dapat diperoleh beberapa kesimpulan sebagai berikut : 1.
Sektor perekonomlan di Provinsi Sumatera Selatan masih didominasi aleh sektor pertanian sebagai aktivitas perekanamian secara kamparatif terutama di Kabupaten
yang mampu bersaing
Ogan Komering
llir (OKI),
Banyuasin, Ogan Kamering Ulu (OKU), Lahat, Musi Rawas, OKU Selatan. OKU Timur, Ogan llir dan Kata Pagaralam. 2. Salama kurun waktu 2003-2007
tingkat
perkembangan
perekanomian
wilayah di Provinsi Sumatera Selatan berjalan lambat. Adanya upaya pemekaran wilayah tidak menjadikan diversttas sektor-sektor perekonomian menjadi beragam. Pengaruh Kota Palembang yang begitu besar sebagai wilayah pusat pembangunan
sekaligus
pusat pelayanan
aktivitas perekonomian dan tingkat perkembanqan
menyebabkan
wilayah lain menjadi
terkonsentrasi pada sektar-sektor tertentu. 3. Tingkat
disparitas
antar wilayah
di Provinsi
Sumatera Selatan rnasih
tergolong sangat tinggi, terutama yang dipengaruhi sektor migas. Disparltas antar wilayah disebabkan kantribusl pasitif oten Kabupaten Musi Banyuasin dan Muara Enim dengan aktivitas pertambangan serta Kata Palembang dengan aktivitas perekonamiannya yang sangat beragam. Oieh karena itu, dekamposisi surnber disparitas yang terjadi di Provinsi Sumatera Selatan berasal dari masing-masing kabupaten/kota. Adapun faktor-faktor penduga penyebab
terjadinya
disparitas
antar
wilayah
berasal
dari
sektor
pertambangan dan penggalian dan sektor sektor sekunder serta luas hutan negara yang berkorelasi wilayah;
posn~ terhadap disparitas pembangunan antar
sedangkan sektor pertanian berkontribusi terhadap menurunnya
dlsparltas. 4. Pengembangan sektor industri pengolahan berbasis pertanian rnerupakan prioritas pembangunan di wilayah pesisir Pravinsi Sumatera Selatan yand didasari oleh persepsi pejabat aparatur pemerintah daerah, guna mendukung kebijakan SUMSEL sebagai lumbung pangan.
6.2 1.
Saran Masih
luasnya
potensi
sumberdaya
dimanfaatkan oten l
lahan
budidaya
yang
belum
di Provinsi Sumatera Selatan dapat
diarahkan bagi pengembangan sektor unggulan dengan prioritas sektor pertanian
sekaligus
adanya
upaya pembangunan
[nfrastruktur industri
pengolahan yang mendukung sub sektomya. 2.
lsu SUMSEL sebagai Lumbung Pangan hendaknya per1u dicermati kembali dengan memperhatikan optimalisasi dan prioritas pemanfaalan lahan bagi sektor pertanian karena selain menyerap jumlah tenaga kerja dan juga telah ditetapkannya
pemanfaa1an
ruang
kawasan budidaya pertanian
dalam
RTRW Provinsi Sumatera 5elatan 2005-2019.
7B
DAFTAR PUSTAKA
Alisjahbana AS. 2005. Pemikiran dan Permasalahan Ekonomi di Indonesia: Da/am Setengan Abad Terakhir. Yogyakarta: Kanisius. [Anomm] 2007. Peraturan Daerah Provinsi Sumatera Selatan Nomor 17 Tahun 2007. Tentang Rencana Pembangunan Jangka Panjang Oaerah Provinsi Sumatera Selatan Tahun 2005-2025. Anwar A. 2005. Ketimpangan Pembangunan Wi/aya/7 dan Pedesaan : Tinjauan Kritis. Bogor: P4W Press. [BAPPENAS, UNSRI]. Sadan Perencanaan Pembangunan Nasional bekerjasama dengan Universitas Sriwijaya. 2008. Evaluasi Tiga Tahun Pelaksanaan RPJMN 2004-2009 di Provinsi Sumatera Selatan. Palembang. [BAPPEDA] Sadan Perencanaan dan Pembangunan Daerah. 2006. Rencana Tata Ruang Provinsi Sumatera Selatan Tahun 2005-2019. Palembang : Sadan Perencanaan dan Pembangunan Daerah Provinsi Sumatera Selatan. Budiharsono S. 2001. Teknik Ana/isis Pembangunan Wi/ayah Pesisir dan Lautan. Jakarta: Pradnya Paramita. Dahuri R. 1997 . .A.plikasi Teknologi Sistem lnformasi Geografis (SIG) untuk perencanaan dan Pengelolaan Tata Ruang Wilayah Pesisir. Di dalam: Pelatihan Pengelolaan Sumberdaya Pesisir dan Lautan. Begor· Pusat Kajian Sumberdaya Pesisir dan Lautan, lnstiM Pertanian Bogor. Dahuri R, Rais J, Ginting SP, Sitepu MJ. 1996. Penge/o!aan Sumberdaya Wilayah Pesisir Secara Terpadu. Jakarta: Pradnya Paramita. Dunn, WN. 2003. Pengantar Ana/isis Kebijakan Publik. Samodra Wibawa dkk, Penerjemah. Muhajir Darwin, editor. Yogyakarta : Gadjah Mada University Press. Terjemahan dari Public Policy Analysis: An Introduction .. Fujita M, Hu D. 2001 Regional Disparity in China 1985-1994 : The Effects of Globalization and Economic Ubera/ization. The Annals of Regional Science. 35:3-37 Gumilar. F. 2009. Stud1 Arahan Pengembangan Wllayah Berbasis Potens: Lokal di Garut Selatan Kabupaten Garut Provinsi Jawa Barat [tesis]. Bogor: Oepartemen llmu Tanah dan Sumberdaya Lahan, lnstitut Pertanian Bog or. Gunawan, I 1998. Typi.cal Geographic Information Sysiem (GISJ Application For Coastal Resources Management Indonesia. Jumal Pengelolaan Sumberdaya Pesisir dan Lautan Indonesia 1(1). 1-12.
Hadi, S. 2001. Studl Dampak Kebijaksanaan Pembangunan Terhadap Disparitas Ekonomi Antar Wilayah (Pendekatan Model Analisis Sistem Neraca Sosial Ekonomi).[disertasi). Bogor. Fakultas Pertanian, lnstitut Pertanian Bogar. Mangiri
K. 2000. Perencanaan Terpadu Pambangunan Olonom. Jakarta : Sadan Pusat Statistik.
Ekonomi Daerah
Maryam AS. 2001. ldentifikasi Ketimpangan Ekonomi Antara Daerah Pesisir dengan Daratan Indonesia [skripsi). Bandung : Oepartemen Teknik Planologi, lnstitut Teknologi Bandung. Matsui K. 2005. Post-Decentralization Regional Economies and Actors: Putting The Capacity of Local Govermen/s to The Test. The Developing Economies. XLlll-1. 171-89 Murty,
S. 2000. Regional Disparities: Need and Measures for Balanced Development. In Shukla, AL. Ed., Regional Planning and Sustainable Development.
Nurzaman SS. 2002. Perencanaan Wilayah di Indonesia pada Masa Sekitar Krisis. Bandung: lns1itut Teknologi Bandung. Portov BA, Felsentein D. 2005. Measures of Regional Inequality for Small Country. Di Dalam: Felsenteln D , Portov BA. Regional Disparities In Small Countries. Jerman: Springer-Veriag.47-62. Rahmalia E. 2003. Analisis Tipologi dan Pengembangan Oesa-desa Pesisir Kola Bandar Lampung [tesis). Begor: Program Pascasarjana, lnstltut Pertanian Bogor. Rahman A. 2009. Analisis Disparitas Pembangunan Antar Wilayah di Kabupaten Sambas [tesls). Bogar. Departemen llmu Tanah dan Sumberdaya Lahan, lnstltut Pertanian Boger. Rustiadi E, Saifulhakim S, Panuju OR. 2009. Perencanaan den Pengembangan Wilayah. Jakarta: Crespent Pers dan Yayasan Ober Indonesia. Rustiadi, E. 2001. Pengembangan Wilayah Peslsir sebagal Kawasan Strategis Pembangunan Daerah. Pelatihan Pengelolaan dan Perencanaan Wilayah Pesisir secara Terpadu (ICZM). OKP. Jakarta Saaty TL 1993. Pengarnbilan Keputusan Bagi Para Pernimpin: Proses Hierarki Analitik untuk Pengambilan Keputusan dalam Situes! Kompleks. Setlono L, penerjemah; Peniwati K, editor. Jakarta: Pustaka Binaman Pressindo. Terjemahan dart Decision Making for Leaders The Analytical Hierarchy Process for Decisions in Complex World Saefulhakim S. 2006. Permodelan. Modul Analisis Kuantitatif Sosial Ekonomi Wilayah. Begor: Program Studi llmu Perencanaan Wilayah, lnstitut Pertanian Begor.
80
Sjafrizal. 2008. Ekonomi Regional : Teori dan Aplikasi. Elfindri, editor. Padang: Badouse Media. Suripto. 2003. Strategi Pengembangan Komoditas Unggulan. Jakarta: Pusat Pengkajian Kebijakan Teknologi Pengembangan IMlayah, BPPT. Tambunan TIH. 2003 Perekonomian Indonesia: Beberapa Masalah Penting. Jakarta. Ghalia Indonesia. Tarigan, R. 2004. Perencanaan Pembangunan Wi/ayah. Jakarta: PT. Bumi Aksara. Tukiyat, 2002. Pengantar Pengembangan Ekonomi Wilayah. Di dalam : Urbanus M. Ambardl dan Socia Prihawantoro. Editor. Pengembangan Wilayah dan Otonomi Oaerah. Jakarta : Pusat Pengkajian Kebijakan Teknologi Pengambangan Wilayah BPPT. Todaro, MP. 2000. Pembangunan Ekonomi di Dunia Ketiga.(EdVll). Erlangga.
Jakarta·
Wijaya, A. 1996. Jurnal Ekonomi Pembangunan Pilihan P.embangunan lndustri: Kasus OKI Jakarta, No IV (2), Jakarta.
81
LAMPIRAN
Lampiran 1.
Hasil analisis indeks Theil berdasarkan PDRB per kapita tiap kabupaten/kota di Provinsi Sumatera Selatan (2003 s.d.2007)
Tahun 2003 Kabupaten/Kota OKI Banyu21s.in Palembang OKU Muara Enim La hat ~1us.i Ra-.vas f\1usi Sanyuasin Prabumulih Pagaralam lubukllnggau SUMSEL
JML POOK 986.152 709.148 1.28H41 1.096.EOE 611.702 530.304 46U09
445.756 125.763 111.665 167.578
6.S34.32A
PORS
Xi
yi
yilxi
log[yi/lli)
yi' log(yVxi)
3A87.969 3,175.218 11.488.413
0~1509
0,0765 0,0696
0,5063 0,6416
0,2952 -0, 1927
-0.0226 -0,0ll4
0,1971 0,1678
0.2519
0.1066
0,09J6
0:328
0.0812
0.0561
0,0707
0,0564
1.2782 0,5931 1,4188 0,6910 0,798;
0,1519 -0,1605 -0,0977
0,0269 -0,0226 0,0202 -0,0'.>90 -0,0~55
0,11682 0,0192 0,0171 0,0256
0,2057
3,0589
0,41156
0,0213 0,0098 0,0163
1.1585 0,5726 0,6373
0,0639 -0,2422 -0,1957
U39.121 6.C~U9 2 557.459 2.573.510 9.516.107 l.Cl6.811 446.216 7~7
0,1035
0,0995
45.6113.110
-0,2269
0,1013 0,0014 -0,0024
lndolcc Th•il e.
-0,0032 0,0711
Tahun 2004 Kabupaten/Kota OKI 6any1.1asin Palemba119 OKU
Muara Enim la hat Musi Rawas Mu::ii B
Pa gar a tam Lubuk!inggau SUMS EL
JML.PDDK 648.155
712.813 U04.211 280.037 621.876 541.895 465.682 •55.739
290.m 542.440 351.997 128.207 113.752 171.235 8.628.416
PDRB
Xi
2.369.259 3.419.737
0,0978
yl 0.0497
0,1075
o.6717
12.ZZS.258 2.160.778 6.279.353 2.675.851 2.687.376 9.696.003 902.517 1.666.184 1.290.882 1.<159, 70'2 481.654
0,'968
),2503
0,0422
).0453
0,0938
0.1316
0,0818
O.CS61
0.0703
O,t563
ll.0688
0~33 0,C189
788.~
0.0438 •l.0818 0,0531 0,0193 o.01n 0,0258
log(yi/xij
yi' log(yVxi)
0.5079 0,6666
-0,2~42 -0, 1761
-0,0146 -0,0126
1,3026 1,0721 1,403'1 0,6861 0,81118
~.114S 0,0302 0,1471
yilxi
0.0601 -0,2304 -0,1939
(ndeks Theil •
0,0721
log(y~xQ
yrtog(yUxQ
-0,288.9 ~.!820 0,1203 0,0729 0,1449 -o, 1580
.(),0144 -0,0130 0,0315
2,9562
O.C211 0,0222 0,0101 0,0165
0,6399
47.704.1!8
0,0014 0,0194 -0,0092 -0,0054 0,0957 -0.0059 -O,Oi29 -'>,0079 0,0013 0,0023 -0,0032
0,4319 0,4268 0,5096 1,H85 0,5883
o,c~g
.(),I S36
0,0294
-0,0959 0.4707 .().3647 0,3698 ~,2928
Tahun 2005 Kabupaten/Kota 01<1 Banyuasln Pal•mbang OKU f.,1uara Enim Lahat Musi Rawa5 Musi Bat1)'\lasin OKU Selat>n OKU Timur Ogan lllr Prabumt.iih
Pagaraiam LubukJnggau
SUMSEL
JML.PDDK 56.828 733.828 1.338.793
255246 63:1.222 ~-4~. 754 474.430 469.175 317.277 SSE.010 35E.933 130.340 114.562 174.452
5.755.900
PDRB 2.:>n2£6 3.576.197 1J.os1.ess 2.237.210 6,540.614 2.810.&13 2~26.410 9.9a2.326 945.137 1.761.563 1.351.713 1.103.392 498.639 835.849 50.069.897
Xi 0.0972
yi 0,()500
O.IOE-6
0,071'
o,1m 0,0378 0,09:!6 O,C8C8 O,G702 0,1!694 0,11470 0,0823
0,2614 0,04>!7 0.13C7 0,0561
O,G528
0.0270 0,0220 0,0100 0,0167
0,0193 0.0170
o.~
O,OM5 0,1994 0,0189
o.=
yi.'~ 0,5141 0.6577 1,3193 1,1829 1.3962 0,6950 O,ao40 2,8714 0,4020 0,4275 0,5110 t,1•25 0,5874 0,6466
~.0947 0.4581 -0,3958 -0,3690 -0,2916 0,0578 .Q,2311 -0,1894
lndoksThell=
0,0033 0,0189 ·0,0089 -0,0053 0,0913
~.0.075 -0,0130 -0,0079 0,0013 -0,0023 -0,0032_ 0,0708
83
Lampiran 1 (lanjutan) Tahun 2006 Kabl!l)atan/Kota
01<1 Bonyuasln Palembang OKU Muara Enjm La hat
~•u'4 Rawa$ Musi Banyuasin OKU Selatan OKUTimur Ogan llir
Prabumulih Paga'8larn Lubuklin221u
SUMSEL
JML. PDDK
PORB
on.192 2.653.826 757.398 3.800.705 1.369.235 13.998.092 259.292 2.34~~ 643.524 6.696.716 550.478 2.~.362 434.281 2.973.711 484.245 10.2EQ.635 322.307 1.027.494 6&1.624 1.875.941 365.333 1.421.557 132.752 1.153.568 115.553 517.742 178.074 886.057 8.899.8'2 52.760.721
XI 0,0974 0.1098 0,1984 0,0376 0.0933 0,0793 0,0702 0.0702 0,0467 0,0819 0.0529 0,0192 0,0167 0,0258
yi
y~xl
log(yVxl)
yi0log(yilxi)
0,0503 0.0720 0,2653 0,0445 0.1307 0,0558
0.5163 0.6563 1,3370 1.1844 1,4007 0,7000 0,8030 2,7710 C,4169 C,4343 0,5089 1,1364 0,5860 0,6S07
-0,2871 .0, 1829 0, 1261 0,0735 0,1463 -0.1549 ..0.0953 0,4426 -9,3800 -0,3622 -{),293• 0,0555 -0,2321 -0,1866
-0,01« ..n,0132 0,0035 0.0033 0.0191 ·0,0087 -0,0054 0,0861 -0,0074 -n.0129 0,0070 0,0012 -0,0023 -0.0031 0,0679
o.~ 0,19•5 0,0195 0.0356 0,0269 0,0219 0,0096 0,0168
lflllets Theil •
Tahun 2007 KAbuea1en1K01a OKI BRnyu8•1n P1lemb109 OKU Moora Enrm Lah4t
Musi Rawaa tAusi Banyuas:n OKU Selat&n OKU Timur Ogan llit Prabuf!1ulih P1g1relam lubuklinggau
SUMS~L
JMI.. PDDK PDRB £85.296 2827 516 778.627 4.041 206 1,394.954 H.992.04 262.383 2.468.624 653.304 7.300 405 ~3.093 3.122.332 492.437 3.159.684 497.8U 10.541 461 325 162 1.076.988 571.5$7 2.001.6n 372.431 1 491.62:2 1)4.686 1.208.279 116. 102 538.737 191.068 940.505 7.0'19.964 $5.711.415
XI 0,0976 0,1109 0.1~7 0.0374 0.0931 o.01ea 0.0701 0.0709 0,046$ 0.0814 0,0631 0,0192 0,0165
o.~
yi
yllxi
0,0508 0,072$ 0.2691 0,0«3 0.1310 O,CSEO O,C567 0,1892 0,0193 0,0359 0,02ea 0,0217 0,0097 0,0169
0,5199 0,5540 1,3543 1,1855 1,4081 0.7113 0,8085 2.e&aO 0.4161 o.u·3 0,$047 1;304 O,SS.7 0,0545
log(lVXI) -0,2841 -0,1844
0,1317 0,07)9 o.••aa -0,14i9 -0,0923 0,£282 -ll,3808 -0.3553 -0.2970 ),0532 -0,2331 ·0,1841
lndelts Theil •
~I' log(yllxij
-0,0144 -0,0134 0.0354 0,0033 0,0195 --0.0~83 ·0.0052 0,0505 -0.0074 o,012a -0.0080 0.0012 -0,0023 -0,0031 0,0652
84
Lamplran 2.
Hasil analisis indeks Theil berdasarkan PDRB sektoral per tenaga keqa di Provinsi Sumalera Selatan tahun 2005 dan 2007.
Tahun 2005 SEKTOR Tani
Tbg Ind Ligas
Bang Prdg Trans Key
Jasa SUMSEL
JML.TK
PDRB
1.907.027 32.110 156.518 4.070 94.908 392.895 141.462 10.942 281.143 l.021.072
9.715.915 13,976.727 8.881.181 233.837 3.427.678 6 545.297 1.964.796 1.795.319 3.713.146 60.0H.IH
XI 0,6312 0,0106 0,0518 0.0013 0,0314 0,1301
yi
log!yV.:~ yr log(yilxi) -0,5122 -0.0994 1,419-4 0,3963 0.5247 0,0910 0,5510 0,0026 0,3334 0.0232 0,0023 0.0003 -0,0757 -0,0030 0,9957 0,0357 -0,0985 -0,0073 lndH.$ Tboil :s 0,4394
yilxi
0.190 0.3C75 0,2792 26,2687 0.1734 3~73 0.00l8 3,556-1 0,0685 2,1796 0,1307 1,0054 O,il468 OJ)392 0,8382 0,0036 0,0359 9,9017 0,0931 0,0742 0,7971
Tahun 2007 SEK TOR Tani Tbg
Ind Ugas
Bo~ Pl'dg Trans Key
J111 SUMSEL
JMLTK
PDRB
1.896.126 23.458 154.853 8.336 97.655 376.853 "5217 24.-4-02 332.652 3.057.618
11.251.558 14.583.308 9.475.352 2n.608 4 019.273 7.533.517 2453.960 2 055.914 4 260.924 IU11.414
XI 0,6278 0,0078 0,0513 0,0021 0,0323 0,1247 0,0'41 0,0081 0,1101
yi
yi/)IJ
0,2248 0,3581 0.2913 37,5179 0,1893 3,6926 0,0055 2,6440 0,0803 2,4964 0,1505 1.2(16<1 0,0490 1 Jlt98 0,0411 5J)720 0.0851 0.7730
log(yUxi)
yi'log(yillc~
-0,4430 1.sr.2 0,5673 0.•223 0,3956 0,0815 0,0086 ,,70S2 -0,1118
-0, 1002 0,4588 0,1074 0,0023 0,0318 0.0123
fndetct Thel •
O,OOOI
o.o~ -0,0095 0,5)20
85
8 0•
e .. C't ..,,.,~
e
0 0
~ ~
:c 0 ~
(U
:a Jl1....
8.
co
" 0
CL
.... w
I
;z 86
I
,._ ~;:~S?$?o~~~~8oo8~ ~ ~
~ ~
"
'
:E
rsr-:-
t!o 'I "'.;
~ < ~
e.
I .,<12
} :sJ.~~~~~&!~;·~-~~~~ .... .... ........
!
C)•,.._O">-t?-~ui~ONIO~
:E
s s,,.: ~<'i W..: 0..: M'
·~ '!1 fl> >. \? ,....; 1./
' '
' ' '
o· o· o·o
i!
cici
o
O 0 do·
~ -~~,.,.~~
•i~;
.. Q
!2
~
N
"
"~ •1:e;;;;ei~!i~~uiiei:i~~ "~ I.'. 2~ "z s c "": "'! .. "": . ~ ("'( ......
~-
... ~-~
NN;::.-nN-(")
~ 1
...
Q)'
......
"~
"'"'~';i~~i!~ui8~~ ,_.,_ ii~ i~ ~i;; ::i "' ~:;a: roiri~N..ONNc:ri
~
..
2: ~
"
..;~~
ii:
2 .. ,, .... l3 ~ i;i !8 ..
. .-
.
~;:RC!218S:O:S:S~$$8
oo·o o' o o·ooo·ooo·o.o·
• ~ :£S£iliiill3<>ii12i:Jlill8~$ e> r; v· f!!i IJi «' ~· ('l'f >--" \ti M ri I()
..
v ..;
.."
tr~·
(1)~~~8;.:~:?~~~sm~~
~ c1
i
iri ci oi
0 ~
.- .~
Ill' -: ,..,·
I').
N
ri rti ..;
co~o~mco~~~~~"'i"'" ~ ~-:: ~ i ro
t!
0
~~~~g~~~~~~gt;
~ ~
:! ..:
8 :i ..,
....
~
~tof(lj~,,.;...jf',~c->~,.;~
:!
~.l' .!J e
s0:•.11ee
o ..,,. N :R it Jl ~&H~~"!'-!il"
(0
("
~
~
'Ir
T"
I'-.
«> N r-.
-~~!Jl:t!~~ z:g"'~$"'~"'"'8""'-i;i"! ~ "1,~""S!O~-:c>NM!:?_N<6Nr;·g:.-
..,
~~~~Sf$1a~i~*~A1~
•
!
e
~:;i~:ll~~~;i!:i~~>I~~ ,.._ . N t; .- ....
.
.."'
"ti"
(I')
..g .... ....
.."'
~ .,:.,;,
~
1 E
:.... N
.-
E
•
• ~
~
~
.. . I~~~ '5•~
•I-~ l ':
i
S< 0
r~::i
&'.!!~>=~~~~
~·~~2::1~.Z~z .,.,.~ "'!
II)
CL.
0 ~
2 2 0 0
0.. Q.
3
_,
g
c
c"
3"
:&
0 0 N
....,.. -"••
~co~ia~~~l'-n,.,nNM ..,• ££ ...... ::i.slR~r&~
l
-
; ;a i~~~~~~i~~~~~~~ z
M
..,•
-
!
~ iz • 0z M ~
....
.-T"
~::;!~!~~~!;;18~"'~"'
~~~;(l):3l'J8~~;::$~~~ i, S!. -.i·oi ~j ~ ri -· ~~ :! g N,.:
..
....
., ~i:i~~~a~~~~~~~~
., ~
~i "'o
E
~
z
%1 ~:£i~:e~~[i~S~~~~~ ~ ri ..; Cll ~ ci !Si vi .,.: N I."'!. ffl. ct> •• .,·
t: i;;_ !.'!_ c 9 9
~ :;: 8S~-:.~~~~t!~·:S~~~ ..:o~o ...·ootiQ..;odc;;c; ~ ~
.
8 Si N z0
[ • "0:
ipp~ ~- 3\ &\ i:l ": ""'7 '7 '="
.......
~ ~~ ~ ....• t
o o o· 18 ttlO)
N
(1 ~<">~~ID··ri~~·~~vi
';'{"I
'"' - " .... 8
.
'
2:::!;a~~8~~:g~:g~gg
~
..
-
' '
..
~~~-:a"
1\ ~ ~ ~ i:: !:! ~ ~ ~
'>.~";°tl').-.-Cf';N-r-j";"OC?
.,
0
z0 ~.......~ it!~N.-0-ll)M<'l.-eoo st ~ !'{ "\ ~ :{l_ :ii_ ~ :;\ ~ ~ z '"' :S
s
:>:~~c,-~~~.q~~~-a.a.~~ ~00-0-00;!:0-oooo
.,
"12 E
z0 ,._ ili~ ~ ;;~$ .,,.. ~15:0l8le8~i:J ,,.: -: .,..: N ,,.: 0 ..;'li
~,_
N
:!;
d
i
·~
ll~d~ ""13-"'--~co .... s s s s ., ., I r.dd~ci-od~c·~~o
i.,
00Nc-icicidd<5Qdci00...,~
e-,
_,
....,
,. ::>
"'
~ ll l j
=
~
• •e i~;~ §i:& lJ!. w ~cZc.ii=~ •-e ~·S' iiJi i,,~.!!"::J •.i! ~, ~!513,.,.~~8.t .. :3 c:~
·~
w
"'" ""
87
88
.. .. s:.. cm"' = .. .. "' " ce .°'.§ .,"' .,"' c., .,c "' s:
JI
~
-0 -0
c: ~
I'0 0 N
CJ£ t: t'iS 'O n
u
CJ
., s:.. s:um c " c c ~ .~ e "'
t:
n
Ol
"O
~ ~ ~
... ... "'.. .. .., . °'.. "'... "'... °'"'·"'. .. "'. m "' "'... "'"' ....."' "'... "'"'.. •• • • ·-o.=E
'° 0 0 N
N
Ec~.!l
N
N
"' "' "! "!
N
N
O>
"!
"!
0 0 N ~
~
-
0
0
(V
0
"!
N
N
"'
~l- ...
o.
e-
...
0
0
0 0
N
..,.... ....., ... "'ci o_ ~~
N
0
0
0
N
;;; :0
0
0
0
(V
;;; :0 O>
. .
.: ·a. .., "' .,"' ., ., ... .. e .... "'!8 "' "' o_"'"' "'"' o_ ,,_ cc ci "' -w ~ ci ci 0
c:
N
"' "' "!
"!
:I!
(')
N
:;; ;;;
0
0
0
0
v
0
Qi (/)
~ :l
-
I ..•.. ... ••;;" ..."' .., o.
·:;
:J
.t::l
!!
-
Q.
. \\I c
·e <1l
0
ci ci
= s 0 0
a "
..i
0
.., ., 0 0
o. 0
0
... "'"' 0
e
...• ...e .e
£'
0
o_ 0
~
0
;;
~ t> 0 a. 1! !8 0. ci ;:
• c
.!
c
E0
~ Q) ~
0 .><
e
0
"'
o_ 0
Q.
.... Q) Q.
0 0
·a. e c: w
< ~ 'ii. ~~
j
0
.....
·;:
~~ (ij
cCl)
~ J:
....<
-
~ w
"'
c
.[ E
Ol
-'
. ! "' o_
Cl)
ci
.
on
0
"'
n
i:?
"'8 "' <>.
0
., ... ..."' "'g
0 0
0
-
0
ci ci
0
;;;
0
o.
0
N 0 0
.. ..,..
"' "'ci 0
o_ 0
"' 0
.., 0 0 0
....
80
N
~ 0
0 cS cS ci 0
~
<> 0
0 • "' "'~ "' <'i.
N
C'i
0
o_
ci 0
"' ~
0
~ 0
...
..."'
0
2 0
0 0 0
"'
0
o· cS
0
~ 0
0
ci ci
0
.,
E .C!
0
"' 0
0
-a
»
iii
0
....
0
....
Ii ,,;
-
:g
..,
ci 0
... ...8 ;;;...
0 0 0 0
~
0 o_
o_ "!.
0
.,"'q
0
o_ 0
... ... ... N
0
0
0
0
~ :!!
o_
q ~ q 0
..i .. i a: • ~
>
0
....... ..,"' "' ..."' . -
;;;
..,
0
o_
a ..
0 "' "'o. "'..."'o_ ....0"' "'.,0 0
0
0
~
"' .. 0
0
.."' ;:;"' '"' ! 0 0
- ..."' :§ 0
"'
0
o_
0 10 ti 0:: C!I
0
0 0
cS
0
<> 0
... N
0
N
"' 0
. "'."
~
c
" e "' !!
.. ! ..,. ... E ,, r j .. " "' ,, • ,, "" "' " 8 "•"' z-3 ..!
<1,,
:::>
0
..
0
0
ci
...;;;
.... ., 8
c
..--
O> N
N
e
~
...... ...
.......
0
.
...-
0
~
0
ci ci 0
... g
..
00 (!; 0
~
0
ci ci
"'
.... 0
0 0
ci
.., ..,
.. ;;; ..,
0
"'
.......
0
N 0
..,
ci 0
0
~ ~ 0
a
;;
0
ci
0
..."'...... "'.... ::;;
•> 0
.. ..
0
0
0 0
0
0
0
0
o_
ci 0
0 0
0
v ... ... "'o· ~ "" "' 0 ci .; "'
0
sq
0
;· "'ci "'"'o_ "'o. 0
(!)
"' e
0
;:; l:I ;; ~
~
... ...."'
<( <(
0
~
.."'
0 0
ci
~ ;;; ii! ., (!; ~ 0 0 ~ N 0 0"' ci 0 0 ci 0 ~ ci ci
cS cS
Cl)
!
... .,"' .. ..... "'
c Ill
., :.e ..8 8 .. ::::; ~ il: :.!l ~ Q)
N N 0
"'
-e-
N
0
N N
0
n "' "'q "'0"'"' 0e 0 ci ci
;;_
0
0
'O
0..
"'
0
.,..,
0
e 0..
1;J
-
0
N
!!!.
.iii c
cIll
N
e
(/)
~
- ..
0
s>-
E
s0
:;
,.,., ... .... s..,_a ~.., ..."'°' "'..."' ...~ ., l!!... "' ~ "' "' " e ci ci ci 0 ci .c
2Ol
?
> E ::> I! c ;;; .c 0. 0 ::; ~ !I
"'
~ c
m
5
(/}
::> :l
::; 0
0
,!<
;lE 3E I! c
~
0.
0.
' 89
.s:: u!ti c
·-0) 0)
..§ ~
"' M"'8_ ~
o. 0
.,
--
~ 8! 0
....
0 0
~- ~ 0
0
e0.S_as.~ s "'c:V) 0
0•
:;~oooo
90
....
s: Ol
.!!l
'"'5l ~ cQ)
"'
s: s: Ol
·~
'O
c
·-
"'
Q)
~
{l
c c 'O c
~ ~ :§
"'
"'
(() 'O 'O
0) 0)
c
Q)
a s: s: s: s: s: (()
·-
J::
-0. 'O c c "' 'O
-
.. .. .. "' . ..,. .,"' .. .. ., .... """' .. .. -"' ". '°·... .. "'"'·.., .., "'·... .. ... ....., ..,.."'· ... "'..."'· ..,"'"' ..... "'"'. ...::!.... • • ·a§
N
2 Ii
N M
~ l!l
"'..
r~
ci
.E "'
""j!0
.... e~ .; g
N
~ N ~ ~ l!l
M
N
N
~
"'...
N
:;i
N
N
:Sl
"'..
.... .. -
..
N N
N
N N
~
"' ... "'~0. :5 "' ~ .., ., "'•> "'0 ., "'0 0 "'0 "'0 ci ,,. 0 o. ci 0 ~ 0
0
0
0
0
N
0
N
0
0
.,.... "' "' "'o· ~ ~ ec
;:;
.... ..."' 0;o ....
0
0
n
Of. ...
0
c:
N
N
~
0
0
N
"'..
.... ..."'0 ~o.
ti
s:
N
N
c: ... :Ii
-e
N
0
"
0
0
I!!.
0
.. ...... - a
.... 0
0
0
~
r-;
0
d
....
~ o. 0 g ~ ci 0 ci 0
0
0
"'~ "'·
Of. Of.
N
N 0
.
"'
:g
0 0
:5
::;
ci ci 0 ci
..s s s J. .. '° g .,"' .. .... ..,"' .."' ii "' 1S ... ;;_ "' "' "'8 "' , "'"' .... "'"' "'- .... .... ,_ "' ... ;;; "' .. .. "' "' :;. "' 2 ,... d • .... .... .,"'• .. ... "' ... "'"'"' .."' "'... " .. "'"' "'"' ....., .. .. .~ 2' .. .,.., "' ':: ..........._ "'"' "' "' "' 0 "' 1::. "' .a .s .. .., .., .. .... "'8 a .... .. 8"' ... ...... 8 s i "' ..... ] ,.,"'"' ., "'& .. .. :5 ;;;_ ...0 o;g "'.. ll.. g "' $ ;;; ... ...."'i::: "'..... ...8 re 18 "' "'..."' .. ... i....., .,a
... "' o~ "'
~
ci
0
0
0
OI
0 N
eo 0 0. o. o. 0
0
0
;:;
N
N
M
~ 0
N
0
0
;; 0
..,....
"'0.
"'Q ,._!:j"' "' N
0)
N 0
0 0
N 0
o.
0
0
ci
.,....
0
0 0
0 ci
0
0
~
;:; ;;
0
ci
;;
0
0.
~ 0
t: 0
0 0
0
0
:Sl ;;
0
.,
"'"'0
0 N 0
r-,
o.
0
0. 0
"'
N
"'
N
c
>
0 d o· 0
e
::; ::! .!!l ~ ~
ti. :E
Cf}
0
ci 0
N
c .c
{! g
c I!
0 0
0
OI
1! ~ o. 0
~
0
0
9.
0
0 0
0
0
0
0
~ 0
0
~
<()
ei
0. q 0
0
0
N 0 0
0 0
~ 0 0
0
N
0
C>
N
M
0
0
0
~
0
0
~
N
0
M :!! ~ :! ~ !;: N 0. o. 0 0. 0 0 0 0 ~
0
0. 0.
0
0
0. o.
0
N N ~ d> o. 0. gj o. ~ q 0 0 0 ei 0 ci 0 0 0 ei 0 ~
;;
c
0
:Sl
~ c
~
~ M
.2'
~
Q 0
~
0 0
0 0
0. 0
:0 0
;,;
0 ~
0
0
0
0 0
0 0
Q
0
q
0
;:;
~ ~ 00
0. q
on
.li
0 $ ~ 0 0 0
tot Q
M
o. 0.
·;; ~
0
"' :;;
;;;
0. 0
"'~
~
~ 0
Q
0. 0
0
"'· 0
1!l "' ;; "' ~ ci
0
N
0. 0
;I;
o. 0
~ ~ 0
0
~ Q
~
0.
0
"o. "'i::: Q
0. 0
N
~ 0
Q
Q
0
0
0
0 0
on
0 Q 0
ei
N
0,, 0
0
(1)
ei
0
0
0
0
q 0
.. ... N
0
0
0
Q
0
0
<:>
;;
~
ci 0
0
o.
0
Q
M
.,... ...
0
~
;;; ~ ;;_ 0.
~ 0
0 g ~
0. 0.
OI
N ., 1£0. "' M "'0. .... 0
q
0
~ ei ~ 0 ~
!Jj
0 0
~
....
.I
~ 0
o.
N
<'>
c
~ c
0
N
Q
8 "t
0
:;
·c-
"' ""' '
!!!
E
""~
·a
"'
...J
.!!
c
:i
<...
c ll
.,.
~
..s. ...•
O>
.!i ~ c
J>
:::>
¥
0
c:
~
E ::>
"' "'0
0.
w
E
·c: w
e
•:>
::;
10 ~
3
~ a:
$ cl'l ;;. 5 c
• •
~
:> O> O>
"
.ii
I!
.."' £, ~.. ! "'
~ ~
'""' "'"' "' aJ
~
E .!!
·,~ ::> :::i c: 0 ::; ::; 0 0 0
E
J>
O>
0.
'
91
Lampiran
5.
Vanabel dan parameter yang digunakan dalam
Bidang
No
Kependudukan
Kepadatan pendudu\
Jumlall penduduX
2
KP
Pemn keluarga pelari
! KK per1anian per r KK
3
FoolNFO
Rnslo saran;; kotnunikasl 1e:rhadap pendUduk
l: (waneVklospon/Warnet) per jumlah penruruk
4
PlN
Pe!l>on KK yang menggunakan PL.N
!
5
TELP
Persen KK yang menggul'lakan telcpcn
l: KK pelenggan telpon per l: total KK
6
FasKES
Raslo rasilltas p~layanan ~esehatan ler"1ldap penduduk
l: (RS, rmh. B"'••lln, pollkl'1ik,
Kesehatan
P*' luae wi!ayah
KK pelanggan PLN per ! tolal KK
pusk••maa. poGyondu, pollndes. temper p,.ktek dokler/bldan) per jumlah penduduk
7
FosOBAT
Raslo )umloh lempol periualan ob81 terh:ulllp penduduk
!
8
TenKES
Raslo tenago kesehatan terhadap penduduk
! (dokter, bidan, rlukun bayi teriallh dan behrm terletlh) per fumlah p~l>dU
9
F••DIKOAS
Ra~o 1umlah ao1ana pendldlkan dasar dan merengah terhadap penduduk
!(TK.SO,SMP.SMA,SMK negerVaweata) p•r Jumlah penduduk
10
F•alBD
R&l'o )umleh samna poribodatan lerhOdap penduduk
l: (m•alld, ~ereJa, our•. kelenteno) per Jumlah penduduk
l1
LemKEU
Ro•lo lembaga kouanoantothadap penduduk
l: (bank, BPR, KUO, kopeml) per )umleh ponduduk
12
FaoTOKO
Rasfo toko den lt1111_:;Jel perbel•11J••n terhedap pertduduk
l: (tokO/Werun(Jlktos, supermarket, restoran/liedal makan) per jurnlah penduduk
13
F•slNOB ..
R11io Jumtoh lnduallf bcCMJr tertiedop penduduk
l: lnduotrf bo•or (l: 100 pekerja) per jurnlah penduduk
14
FaslNOSed
Rosio juml~h induttrl sedang terhadep penduduk
! indutlri .. dang (2()..99 poke1jlr) per jumlah pendudule
15
FoslNOKec
Raslo jumlah lndustrl kecil terhadep pon
!
16
Fa&HTL
Raslo jum'ah hotel dan penginapan !erlladap penduduk
r (hotellwlsma/motelllosmen) par
Rasla tuas lahan &awah terhadap wilayatl R""lo luas lahan bukan to:"wah tP.fhadap wllayah Rasio luai lahari bukan portanian terhada wiJ oh
! (luas lahan sawah berpengalran/tidak borpengairan, sementara) oer l11as wilayah (luas lahan pertenianikolom1tombak/padan9 rumput. l~ding) per tue& wifayah (luaa lahen kawaean terbl'Jflyun non pertanitin) per lues wilayah
Pcndidikon
Penggun~on
Potrameter
KPDTN
Komun~aai
Ekoncml
Variabel
Multivariat
1
SArana lnformasl dan
Kode
analisis
17
U1Swf1
18
lhNSWh
19
LhNPert
Lohan
(•potlk, toke obolljamu) per )umleh penduduk
(lndu
r
r
92
Lampiran 5 (lanjutan) Bldong P~ndapalan
No
Kode
20
GOPTari
Wilayah
Vanabel Rasb PORB sel!Zor
pertanian per tapla 21 22 23
OOPTbg
Ruio POR8 sek!or
GOPSel<.
pemrrbangan po< koplca Ra,Q PORB sekundef
GOPTer
""' kapi• Rasla PORB selllo< .......
Tenaga KerJa
24
TKTani
pf(
kil!!!
Raeio te11J9> kefja &et
25
TKTbg
26
TKSelc
27
TKT8'
Rasio tenaga ketja
senor pertamha"l)aft I"" kapill
Parameter PORB Pertllnian per iu1'ltah penduduk PORB Pedombongai per juml•h
pendudLk POR8 SeiWnder per jumlah penduduk PtmB Temer per juml8h penduduk I ttnaga ke1ja pertanlan per jumlah pernlu~
I tenaga kt~• per'.ambangan per Jt.mlah ptndu~u'<
Rasio ttnaga kefja ••'' kapita RHio renag• kerja
Itenaga kerj.. ekuold,. perju1'llah pendudu~ I tenaga kerja tertler pet JUmlah
tetsi
~duduk
2!! De!!
93
H
..
•
•
ii
...
..
...
f 2
! I
!
0:
I
I
tt I
«
I
IP
l
I
I
i
i
"'
.
'
1
"' e
.i
I
I. t I
~
..
94
•
..
I
l
..
N
J
f l~
•
•
l
« I
!
.1' i
«
J'
j
J J I
..
f
J
' •
j
95
I· . = ·g
1 nu . -liii 2i. ·C'""
11'1
~.! :p c: ~ ,.
,. o:!: -~JI
.lt~
c
c ~
0. \0
.•
ii
0
3
..
.c
,..•
~
3
:!!e
II)
.,
•
iill . .., j.e.
8'
I! -
:!!·~
. . .
~:a~ ~ >. .!! € ~.-~"' 'i !•"<' gi};i ~ rrn ~ c: .c.i ~.:~if g~
~ >-,11
!
~ iJ ~ "
..,, 8
c
D
.JI:
;>..~
"
.
""' ~lj- !;;~lj i.c " ·- "' b ,. )li;'·-ai~
>j~Cf
i=
\!ll
·-
.s:.
.. j6·se;
JI
~ij§=·
... :,
• cc:
~ ~·- ~r "~~:~ ·-
~
41 cc;
0·€-8'i ~ o~·'i~ ,, c E~ 0 ~ _.5.,,
~;,(§"~~ ·-
41
.JI:
a~S~li ~ I!
iS!i ~~ s
5
x
~
~i
i!!
N
I=~
·-~- ~~.., ·~ - "' i 'Ca. ..0
0
.
~ ;:: ~ 0 ~ .-c:~ oc en• c-l'I cl!''~"·;: .., Jj~
i~t i··Ii c
.a~
~.i:~ .....
Q.
~
ii.
~
:!;
:!
s:
s:
• "'.c
er
•c -e
i:!. ~
":> "'l!'
:I
j
•
"c•
I
I
s:
• "c
i-
•
"'
"'
~·ti~ -~~· •C
8
s
~
••
s:
c
,'!
QI._
"'"C
...
·~
L! e_
!·•Cc
f!~
''. ! il i-
c ~ :s
~··
:::J ....••
u .. ~
&ii
~~..lei.~ ••
~··~
~.11 ~il .. l;i c,c ..
Ii~!
~
c: jg
3-.. .c
!l;
:I
·c:
c
tO
e !!! ·a. E
_J
~ 0
~
..
c
:::>
i
~
0
~
"il
:S t:
•
8
96
Lampiran 7. Nilai mean masing-masing klaster berdasarkan hasil analisis K-
mean clustering
Variabel penjelas KPDTPOOK KP PLN TELP FASINFO FASKES fASOSAT TENKES FASIBD FASOIKOAS FASINOBES FASINOSED FASINKEC FASTOKO FASl'fl'L FASLOKEU Ll.HNS\'IH LLHNNSWH LLHNNPERT TK,.TANI TK._TBG TK_SEK TK_TER GDP_TANI Gf'IP_TSG GOP_SEK GOP_TER Maks Min Rltaan Sid.DEV
Mean Klaster 1
3,•2 -2,75 1,53
?.,$2 1,75 -1.98 1,13 ·1,76 ·1,21 -2,27 0,18 1.67 2,58
e.ee ·0,17 3,39 1. 11 -1.11 2,2 ·2,52 -0,33
1.95 1,56 ·1,82 -o,$7 3.12 2.05 3.42
..2,7~ 0,52 1,95
Klaotcr
2 -0,32 0,45 -0,49 -0.59 ·0,26 -0,33 -0,82 -0,24 0,68 -0,14 0,92 0,44 0,27 -0,68 -e, 12 ·0,36
1.25 ·l,25 0,02 0,32
-0,25 0,74 I, 13 C,OB -0,4$ -
·0.04 1,25 ·1,25 -
KJaeter 3 -0,36 0,50 -0,61 ·0.49 ·0,72 0,22 .0,48 0,85 0,17 0.43 ~0,28 ·0,22 0,52 0,21 ·0,48 ·0,38 -0.66
Klaster 4
c.ee
e.ee
-0,76 0,59 -0,12 0,84 -0,71 0,63 0,57 ·0.18 ·0,38 0,85 -0,84
0,76 -0,77
·0,12 0,52
0 ·0,67 1,16 1 1,19 0,66 1,4 ·0,81 ·0,84 0,07 ·0,73 -0,12 -0,18 0,48 1,13
o.os ·0,E6
0,7
o.~ ·0,61 ·0,75 -0,31 ·0,17 0,.69 1,40 ...0,8'4 0.10 0,74
Klaf.ter 1 Tinggl Rend•h Tlnggl Tinggl Tinggi Randah Sedang Renoah Renaah Rendah Rendah Tlnggl Tlnggl Rendah Rcndoh nnggl Sedang Rendah Tlnggl Rendah Rondah Tlnool TlnQgl Rcndoh Rendah Tlngg; Tlng{ll
Kelas variaber perfelas Klaster Klaste1 Klaster 2 3 4 Rendeh Rendah Rendah Tinggi Tlnggl Rendah Rendah Rendah Tinggl Rendah Rendah Tinggl Rend ah Rendah Tinggl Rend ah Tinggl Tin9gl Rendah Rendah Tingal Rendah Tlnggi Rondah Tlnggi Tinggl Rendah Rend•h Tln119I Rondah Tlnggl Rend ah Rendah r.1ggl Rendah Rendah Sedang Rendah Rendah Rendah Tlnggi Sod•no Rendoh Rend•h TIOijgl Rondah Rendah Rendah Tlnggl Rend oh Rendnh Rendon Tlnggl Tlnggi Sedang Rend1h Tlnggl Tlnggl Ttnggl Rendnh Rondoh Rond•h linggl TI11ggl Rondah Rondah Tlnggl Rend ah R•nd•h Sedting Tlnggi Rt11d~11 Rendah llnool 'lendah RMdoh Rondah Rondah Rendah Randah Tinggl
97