STRATEGI PENGEMBANGAN WILAYAH DALAM KAITANNYA DENGAN DISPARITAS PEMBANGUNAN ANTAR WILAYAH DI KABUPATEN PURWAKARTA
AI MAHBUBAH
SEKOLAH PASCASARJANA INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR 2008
PERNYATAAN MENGENAI TESIS DAN SUMBER INFORMASI Dengan ini saya menyatakan bahwa tesis Strategi Pengembangan Wilayah dalam kaitannya dengan Disparitas Pembangunan Antar Wilayah Di Kabupaten Purwakarta adalah karya saya dengan arahan komisi pembimbing dan belum diajukan dalam bentuk apapun kepada perguruan tinggi manapun. Sumber informasi yang berasal atau dikutip dari karya yang diterbitkan maupun tidak diterbitkan dari penulis lain telah disebutkan dalam teks dan dicantumkan dalam Daftar Pustaka di bagian akhir tesis ini. Bogor, Januari 2008 Ai Mahbubah NRP A353060254
ABSTRACT AI MAHBUBAH. The Linkage between Development Strategy of the region and Inter-region Development Disparities in Purwakarta District. Under direction of ATANG SUTANDI and NOER AZAM ACHSANI. Regional development is started by analyzing regional characteristics, primary potential of the regions and existing problems in the regions which used as basic considerations in determining development strategy of the region. The research was aimed: 1) to identify structure of regional hierarchy, 2) to identify potensial sectors 3) to build regional tipology, 4) to analyst the determinant factor for disparities, and 5) to set up development strategy of the regions. This study uses an skalogram method, indeks entropi, LQ, PCA, Cluster Analysis, Discriminant Analysis, Indeks Williamso, multiple regression and description analysis. The result showed that Purwakarta District had a clear structure of regional hierarchy with Purwakarta Sub District as center. Industrial sector and agricultural sector are potenstial sectors in Purwakarta District. There is difference economy activities in regional tipologies. Inter-region development disparities Purwakarta District which are caused, mainly causing by unbalance facilities service and infrastructure and the regional aksesibility. The right action for strategy of regional development should be based on regional characteristics approach and optimalize the service facilities and give more attention of potential local. Keywords
:
Purwakarta,
disparities,
strategy
RINGKASAN AI MAHBUBAH. Strategi Pengembangan Wilayah dalam kaitannya dengan Disparitas Pembangunan Antar Wilayah di Kabupaten Purwakarta. Dibimbing oleh ATANG SUTANDI dan NOER AZAM ACHSANI. Pengembangan wilayah perlu dimulai dengan pemahaman yang baik terhadap kondisi wilayah, potensi wilayah dan permasalahan yang ada di wilayah tersebut, selanjutnya digunakan sebagai dasar pertimbangan dalam menentukan strategi pengembangan wilayah. Strategi pengembangan wilayah ini diharapkan mampu mengatasi permasalahan disparitas pembangunan antar wilayah, karena semua potensi yang dimiliki oleh masing-masing wilayah dapat dimanfaatkan secara optimal untuk mendukung aktivitas perekonomian di suatu wilayah. Tujuan penelitian ini adalah mengetahui potensi wilayah, struktur wilayah, dan tipologi wilayah serta menganalisa faktor-faktor yang mempengaruhi disparitas pembangunan antar wilayah di Kabupaten Purwakarta dan merumuskan strategi pengembangan wilayah. Data yang digunakan adalah data sekunder yang bersumber dari dinas/instasi yang terkait seperti Bapeda, BPS dan instansi terkait di Kabupaten Purwakarta. Untuk mencapai tujuan penelitian ini analisis data yang digunakan adalah metode skalogram, indeks entropy, analisis PCA (Principal Components Analysis), analisis gerombol (Cluster Analysis), analisis diskriminan (Discriminant Analysis), metode LQ (Location Quotient), indeks williamson, regresi berganda dan analisis deskriptif . Hasil analisis skalogram menunjukkan terjadi pemusatan sarana prasarana dan fasilitas pelayanan umum pada Kecamatan Purwakarta (sebagai ibukota kabupaten) dengan nilai Indeks Perkembangan Kecamatan (IPK) yang sangat tinggi dan pada kurun waktu tahun 2002-2006, struktur hirarki wilayah seperti ini yang relatif tidak berubah. Hal ini menunjukkan bahwa hasil-hasil pembangunan belum merata dinikmati seluruh masyarakat dan mengisyaratkan bahwa belum ada perubahan dalam strategi pengembangan wilayah dalam menyikapi kondisi dan permasalahan yang dihadapi masing-masing wilayah, sehingga pembangunan yang dilaksanakan dilakukan secara seragam antar wilayah. Hasil analisis LQ menunjukkan sektor pertanian merupakan sektor unggulan pada beberapa kecamatan di Kabupaten Purwakarta. Komposisi perkembangan sektor-sektor perekonomian di Kabupaten Purwakarta pada tahun 2002-2006 kurang mengalami perkembangan, pada kurun waktu tersebut sektor industri pengolahan dan sektor perdagangan, sektor pertanian mendominasi perekonomian daerah. Hal tersebut menggambarkan bahwa kebijakan pembangunan di bidang ekonomi oleh pemerintah daerah belum memberi prioritas dalam mengembangkan sektor perekonomian tertentu. Tipologi wilayah di Kabupaten Purwakarta, memiliki faktor penciri utama yaitu pendapatan asli daerah tiap kecamatan, persentase pelanggan PLN, Jarak ke Bandung – Jakarta, luas wilayah dengan kelerengan 8-15 % dan >40 %, panjang jalan dengan kondisi baik, jumlah mesjid, jumlah tempat pelayanan kesehatan dan persentase keluarga pertanian. Perbedaan karakteristik wilayah ini mengelompokkan wilayah Kabupaten Purwakarta pada tipologi wilayah transisi dari perdesaan ke perkotaan berbasis pertanian, tipologi wilayah transisi dari
perdesaan ke perkotaan berbasis industri dan tipologi wilayah pedesaan berbasis pertanian. Disparitas pembangunan antar wilayah paling tinggi terjadi di WPP I, dengan faktor-faktor yang mempengaruhi antara lain adalah sarana komunikasi, sarana pendidikan dasar dan menengah, jumlaah tenaga kesehatan, PAD tiap kecamatan dan aksesibilitas. Strategi pengembangan wilayah yang perlu dilaksanakan oleh Pemerintah Daerah Kabupaten Purwakarta antara lain: mengembangkan sektor pertanian, angkutan dan sektor jasa terutama pada tipologi wilayah 1 karena ketiga sektor tersebut berkembang merata di semua kecamatan dan mengembangan sektor pertanian pada tipologi wilayah 3 karena menjadi sektor unggulan pada kecamatan-kecaman yang termasuk tipologi ini serta mengembangkan sektor industri pengolahan dan sektor perdagangan pada tipologi wilayah 2 terutama pengembangan industri yang berbasis pertanian. Dalam rangka memperkecil disparitas pembangunan antar wilayah di Kabupaten Purwakarta, Pemerintah Daerah Kabupaten Purwakarta perlu memperhatikan berbagai aspek antara lain, mengupayakan penyediaan sarana prasarana dan pelayanan yang lebih berimbang terutama sarana pendidikan, kesehatan, sarana komunikasi dan meningkatkan aksesibilitas wilayah serta lebih mengoptimalkan potensi di sektor pertanian dengan meningkatkan kegiatan industri yang berbasis pertanian. Kata kunci : pengembangan wilayah, disparitas pembangunan, sektor unggulan, Purwakarta
© Hak cipta milik IPB, tahun 2008 Hak cipta dilindungi Undang-undang 1. Dilarang mengutip sebagian atau seluruh karya tulis ini tanpa mencantumkan nama atau menyebutkan sumber. a. Pengutipan hanya untuk kepentingan pendidikan, penelitian, penulisan karya ilmiah, penyusunan laporan, penulisan kritik atau tinjauan suatu masalah. b. Pengutipan tidak merugikan kepentingan yang wajar IPB 2. Dilarang mengumumkan dan memperbanyak sebagian atau seluruh karya tulis dalam bentuk apapun tanpa izin IPB.
STRATEGI PENGEMBANGAN WILAYAH DALAM KAITANNYA DENGAN DISPARITAS PEMBANGUNAN ANTAR WILAYAH DI KABUPATEN PURWAKARTA
AI MAHBUBAH
Tesis Sebagai salah satu syarat memperoleh gelar Magister Sains pada Program Studi Ilmu Perencanaan Wilayah
SEKOLAH PASCASARJANA INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR 2008
Judul Tesis
:
Strategi Pengembangan Wilayah dalam kaitannya dengan Disparitas Pembangunan Antar Wilayah di Kabupaten Purwakarta
Nama NRP Program Studi
: : :
Ai Mahbubah A. 353060254 Ilmu Perencanaan Wilayah
Disetujui Komisi Pembimbing
Dr. Ir. Atang Sutandi, M.Si Ketua
Dr. Ir. Noer Azam Achsani, M.S Anggota
Diketahui
Ketua Program Studi Ilmu Perencanaan Wilayah
Dekan Sekolah Pascasarjana IPB
Dr. Ir. Ernan Rustiadi, M.Agr
Prof. Dr. Ir. Khairil Anwar Notodiputro, M.S
Tanggal Ujian : 30 Januari 2008
Tanggal
Lulus
:
Kupersembahkan karya ini Kepada : Yth. Ibunda Hj. Ijah Barojah Suamiku tercinta Dodo Cahyanto &
ketiga putriku tersayang Azmi Nurfauziah Zahra Azizah Zulfa Aulia Putri
PRAKATA Assalamu’alaikum Wr. Wb Puji dan syukur penulis panjatkan kepada Allah SWT atas segala karuniaNya, sehingga karya ilmiah ini berhasil diselesaikan. Tema yang dipilih penulis dalam penelitian yang dilaksanakan sejak bulan Juni 2007 adalah disparitas pembangunan antar wilayah. Untuk itu, karya ilmiah ini diberi judul Strategi Pengembangan Wilayah dalam kaitannya dengan Disparitas Pembangunan Antar Wilayah di Kabupaten Purwakarta. Dalam kesempatan ini, penulis mengucapkan terima kasih dan penghargaan yang setinggi-tingginya kepada : 1. Dr. Ir. Atang Sutandi, M.Si dan Bapak Dr. Ir. Noer Azam Achsani, MS selaku dosen pembimbing dan Dr. Ir. Dwi Putro Tejo Baskoro, M.Sc selaku dosen penguji; 2. Dr. Ir. Ernan Rustiadi, M.Agr, Ketua Program Studi Ilmu Perencanaan Wilayah (PWL) Sekolah pascasarjana IPB; 3. Segenap staf pengajar dan manajemen Program Studi Ilmu Perencanaan Wilayah (PWL) Sekolah pascasarjana IPB; 4. Pimpinan dan staf Pusat Pembinaan, Pendidikan dan Pelatihan Perencanaan Badan Perencanaan Pembangunan Nasional (Pusbindiklatren Bappenas); 5. Teman-teman seperjuangan di PWL 2006 atas dukungan dan kekompakannya. 6. Semua pihak yang berperan dalam proses pengajaran dan penulisan karya ilmiah ini. Tak lupa penulis ucapkan terima kasih kepada suami dan anak-anak tercinta serta seluruh keluarga atas segala do’a, pengertian dan pengorbanannya. Semoga Allah SWT memberikan balasan pahala yang setimpal. Wassalamu’alaikum Wr. Wb Bogor, Januari 2008 Ai Mahbubah
RIWAYAT HIDUP Penulis dilahirkan di Kabupaten Garut pada tanggal 29 Desember 1972 dari Ayah Odang Abdul Hadi Djayadisastra (Alm) dan Ibu Hj. Ijah Barojah. Penulis merupakan anak keenam dari sembilan bersaudara. Tahun 1991 penulis lulus dari SMA Negeri I Garut dan pada tahun yang sama penulis masuk IPB melalui Undangan Seleksi Masuk IPB (USMI). Penulis memilih Program Studi Ekonomi Pertanian dan Sumberdaya, Jurusan Sosial Ekonomi, Fakultas Pertanian dan menamatkan pendidikan pada Tahun 1996. Sejak tahun 1999, penulis diterima sebagai Pegawai Negeri Sipil pada Departemen Dalam Negeri, ditempatkan di Kabupaten Purwakarta pada Dinas Pertanian Tanaman Pangan sampai saat ini. Pada tahun 2006, penulis memperoleh kesempatan untuk melanjutkan pendidikan pascasarjana pada Program Studi Ilmu Perencanaan Wilayah (PWL) Sekolah Pascasarjana IPB. Beasiswa pendidikan diperoleh dari Pusat pembinaan Pendidikan dan Latihan Perencanaan Badan Perencanaan Pembangunan Nasional (Pusbindiklatren Bappenas).
Penguji Luar Komisi pada Ujian Tesis : Dr. Ir. Dwi Putro Tejo Baskoro, M.Sc
DAFTAR ISI Halaman DAFTAR TABEL............................................................................................... iii DAFTAR GAMBAR .......................................................................................... v DAFTAR LAMPIRAN....................................................................................... vi PENDAHULUAN Latar Belakang ........................................................................................... Perumusan Masalah ................................................................................... Tujuan Penelitian ....................................................................................... Manfaat Penelitian .....................................................................................
1 2 7 7
TINJAUAN PUSTAKA Pengertian Pembangunan ........................................................................... Konsep Wilayah dan Pengembangan Wilayah .......................................... Strategi Pengembangan Wilayah ............................................................... Sektor Basis................................................................................................ Indikator-Indikator Pembangunan ............................................................. Disparitas Pembangunan Antar Wilayah ...................................................
8 9 11 13 14 15
METODE PENELITIAN Kerangka Pemikiran................................................................................... Lokasi dan Waktu Penelitian ..................................................................... Metode Pengumpulan data......................................................................... Metode Analisis ......................................................................................... Analisis Perkembangan Wilayah ..................................................... Metode Skalogram.................................................................. Indeks Entropi......................................................................... Analisis LQ ...................................................................................... Analisis Tipologi Wilayah ............................................................... Principal Components Analysis (PCA) .................................. Cluster Analysis ...................................................................... Discriminant Analysis............................................................. Analisis Disparitas ........................................................................... Indeks Williamson .................................................................. Analisis Regresi Berganda...................................................... Analisis Deskriptif ...........................................................................
20 21 22 23 23 23 26 26 27 28 31 32 33 33 33 35
GAMBARAN UMUM LOKASI PENELITIAN Kondisi Umum Kabupaten Purwakarta ..................................................... Karakteristik Alam..................................................................................... Kondisi Makro Perekonomian ................................................................... Garis Besar Kebijakan Pembangunan........................................................ Pengembangan Wilayah.............................................................................
37 40 42 45 49
i
HASIL DAN PEMBAHASAN Struktur Hirarki Wilayah............................................................................ Perkembangan Wilayah ............................................................................. Sektor Unggulan ........................................................................................ Tipologi Wilayah Kabupaten Purwakarta.................................................. Hasil Analisis Komponen Utama..................................................... Hasil Analisis Gerombol .................................................................. Hasil Analisis Diskriminan ............................................................. Hasil Analisis Disparitas ............................................................................ Strategi Pengembangan Wilayah Kabupaten Purwakarta..........................
55 62 66 71 71 75 80 84 89
KESIMPULAN DAN SARAN Kesimpulan ................................................................................................ 94 Saran dan Rekomendasi ............................................................................. 94 DAFTAR PUSTAKA ......................................................................................... 96 LAMPIRAN........................................................................................................ 98
ii
DAFTAR TABEL Halaman 1.
PDRB dan jumlah penduduk per kecamatan serta kontribusinya terhadap Kabupaten Purwakarta Tahun 2002............................................
3
2.
Tujuan Penelitian, metode analisis, variabel, sumber data dan output penelitian ....................................................................................... 22
3.
Nilai selang hirarki ................................................................................... 24
4.
Data yang digunakan untuk analisis skalogram........................................ 24
5.
Variabel dan Parameter yang Digunakan dalam Analisis PCA................. 30
6.
Jumlah penduduk dan kepadatan penduduk di Kabupaten Purwakarta tahun 2006 .............................................................................. 38
7.
Penggunaan lahan Kabupaten Purwakarta ................................................ 44
8.
PDRB Kabupaten Purwakarta menurut lapangan usaha tahun 2002 atas dasar harga berlaku ............................................................................ 45
9.
Kontribusi sektor-sektor terhadap PDRB per Kecamatan di di Kabupaten Purwakarta tahun 2002........................................................ 45
10.
PDRB kecamatan dan kontribusi terhadap PDRB Kabupaten di Kabupaten Purwakarta........................................................................... 47
11.
Kontribusi sektor- sektor terhadap PDRB Kabupaten Purwakarta tahun 2001-2004 (persen) .......................................................................... 47
12.
Penyebaran desa-desa menurut hirarki di Kabupaten Purwakarta ............ 59
13.
IPK Kabupaten Purwakarta tahun 2002 dan 2006..................................... 59
14.
Indeks entropi kecamatan di Kabupaten Purwakarta tahun 2002.............. 63
15.
Indeks entropi sektor-sektor perekonomian Kabupaten Purwakarta tahun 2002-2006 ........................................................................................ 65
16.
Nilai LQ per sektor-sektor perekonomian Kabupaten Purwakarta tahun 2002 ................................................................................................. 66
17.
Sektor-sektor perekonomian Unggulan per kecamatan Kabupaten Purwakarta............................................................................... 67
18.
Nilai IPK, entropy dan sektor unggulan per kecamatan di Kabupaten Purwakarta........................................................................... 70
19.
Eigenvalues extraction : principal components ......................................... 72
20.
Factor loading (varimax normalized) extraction: principal components... 73
21.
Factor score (rotation varimax normalized) extraction: principal components................................................................................. 75
iii
22.
Hasil analisis cluster .................................................................................. 76
23.
Hasil dugaan klasifikasi kelompok di Kabupaten Purwakarta Berdasarkan cluster, hirarki dan WPP ....................................................... 82
24.
Koefisien Hasil Standarisasi untuk pembeda antar kelompok .................. 83
25.
Tes Chi-Square untuk masing-masing akar............................................... 83
26
Karakteristik tipologi wilayah Kabupaten Purwakarta.............................. 84
27.
Indeks Williamson antar WPP di Kabupaten Purwakarta ......................... 85
28.
Variabel yang mempengaruhi PDRB perkapita ........................................ 87
29.
Variabel yang mempengaruhi IPK ............................................................ 88
iv
DAFTAR GAMBAR Halaman 1.
Diagram PDRB per Kecamatan di Kabupaten Purwakarta ......................
4
2.
Peta Penyebaran PDRB Per Kecamatan di Kabupaten Purwakarta...........
6
3.
Diagram alir kerangka pemikiran............................................................... 21
4.
Diagram alir metode Penelitian ................................................................. 36
5.
Peta administrasi Kabupaten Purwakarta................................................... 39
6.
Peta penyebaran kepadatan penduduk Kabupaten Purwakarta.................. 41
7.
Peta topografi Kabupaten Purwakarta........................................................ 42
8.
Peta penyebaran desa-desa menurut hirarki di Kabupaten Purwakarta ..... 57
9.
Peta hirarki kecamatan di Kabupaten Purwakarta ..................................... 61
10.
Grafik nilai tengah dari faktor utama pada setiap cluster .......................... 77
11.
Peta tipologi wilayah Kabupaten Purwakarta ............................................ 81
v
DAFTAR LAMPIRAN Halaman 1.
Kepadatan penduduk per desa di Kabupaten Purwakarta ....................... 98
2.
Strategi Pengembangan Wilayah Kabupaten Purwakarta Hingga 2012 .... 103
3.
Hasil skalogram.......................................................................................... 109
4.
Hirarki Wilayah di Kabupaten Purwakarta Tahun 2002 ........................... 114
5.
Hasil regresi berganda terhadap PDRB...................................................... 115
6.
Hasil regresi berganda terhadap IPK ......................................................... 116
vi
PENDAHULUAN Latar Belakang Pendekatan pembangunan yang sangat menekankan pada pertumbuhan ekonomi selama ini, telah banyak menimbulkan masalah pembangunan yang semakin besar dan kompleks, semakin melebarnya kesenjangan sosial-ekonomi antar wilayah, degradasi dan tingkat kerusakan lingkungan yang semakin besar serta beban dan ketergantungan pada utang luar negeri yang semakin berat. Pengalaman pembangunan di beberapa negara di dunia ketiga yang berhasil mencapai tingkat pertumbuhan ekonomi yang tinggi, ternyata tidak mampu meningkatkan tarap hidup sebagian besar penduduknya, menunjukkan bahwa ada sesuatu yang salah dalam definisi keberhasilan pembangunan yang ada selama ini. Tolok ukur GNP (Gross National Product) sebagai indikator keberhasilan kinerja pembangunan dan kemakmuran menjadi diragukan. Keberhasilan pembangunan tidak hanya diukur oleh tingkat pertumbuhan GNP tetapi harus mencakup pengurangan kemiskinan, pemerataan distribusi hasil pembangunan, penyerapan tenaga kerja dan kelestarian sumberdaya alam untuk generasi mendatang. Dalam konteks spasial, pembangunan yang dilaksanakan oleh pemerintah yang lebih tertumpu pada target pencapaian laju pertumbuhan ekonomi yang tinggi, mendorong terjadinya industrialisasi yang dipercepat di wilayah perkotaan. Pendekatan pembangunan ini memang telah berhasil mempercepat pertumbuhan pada wilayah perkotaan dibandingkan wilayah lainnya, namun kebijakan pembangunan ini dapat menimbulkan urban bias yang mendorong percepatan urbanisasi dan pada akhirnya dapat menimbulkan biaya-biaya sosial yang tinggi. Aliran sumberdaya dari wilayah perdesaan ke perkotaan terjadi seiring ditetapkannya wilayah perkotaan sebagai pusat-pusat pertumbuhan, namun dukungan sumberdaya tersebut belum mampu memberikan manfaat balik bagi wilayah perdesaan, sehingga strategi pengembangan wilayah seperti ini masih perlu dipertimbangkan dalam pelaksanaannya. Keberhasilan dan kegagalan pelaksanaan pembangunan, memberikan pelajaran yang penting bagi pemerintah untuk mengkaji lebih mendalam perencanaan pembangunan yang tepat untuk dilaksanakan pada suatu wilayah. Karakteristik potensi wilayah baik yang bersifat alami maupun buatan, merupakan
salah satu unsur yang perlu diperhatikan dalam proses perencanaan pembangunan. Oleh karena itu, dalam menyusun strategi kebijakan pembangunan harus dilandasi dengan pemahaman yang baik terhadap kondisi wilayah. Di masa sekarang dan yang akan datang diperlukan adanya perubahan paradigma pembangunan yaitu paradigma pembangunan yang diarahkan kepada terjadinya pemerataan, pertumbuhan dan keberlanjutan dalam pembangunan ekonomi, sehingga diharapkan dapat mengurangi kesenjangan antar wilayah akibat pembangunan yang sentralistik yang cenderung mengejar pertumbuhan ekonomi serta mengabaikan pemerataan. Sejalan dengan pendapat Rustiadi et al. (2006) bahwa diperlukan pendekatan perencanaan wilayah yang berbasis pada hal-hal berikut : (i) sebagai bagian dari upaya memenuhi kebutuhan masyarakat untuk melakukan perubahan atau upaya untuk mencegah terjadinya perubahan yang tidak diinginkan, (ii) Menciptakan keseimbangan pembangunan antar wilayah, (iii) Menciptakan pemanfaatan sumberdaya di masa sekarang dan masa yang akan datang (pembangunan berkelanjutan) dan disesuaikan dengan kapasitas pemerintah dan masyarakat untuk mengimplementasikan perencanaan yang disusun. Strategi pengembangan wilayah yang mempertimbangkan keterkaitan antara perkembangan kondisi sosial ekonomi, potensi sumberdaya alam dan ketersediaan prasarana wilayah, diharapkan mampu mengatasi permasalahan disparitas antar wilayah dalam tingkat kesejahteraan masyarakat dan pertumbuhan ekonomi wilayah yang bersangkutan, karena semua potensi yang dimiliki oleh masingmasing wilayah dapat dimanfaatkan secara optimal oleh masyarakat wilayah tersebut dalam mendukung aktivitas perekonomian di suatu wilayah. Perumusan Masalah Kabupaten Purwakarta merupakan bagian dari wilayah Propinsi Jawa Barat, dengan luas wilayah 971.72 km2 atau sekitar 2.81 persen dari luas wilayah Provinsi Jawa Barat dan secara administratif terdiri dari 17 kecamatan dengan 192 desa/ kelurahan (183 Desa dan 9 Kelurahan) serta mempunyai batas wilayah sebagai berikut: Kabupaten Karawang di sebelah barat dan sebagian wilayah utara, Kabupaten Subang di sebelah utara dan sebagian wilayah bagian timur,
2
Kabupaten Bandung di sebelah selatan dan Kabupaten Cianjur di sebelah barat daya. Jumlah dan kepadatan penduduk di Kabupaten Purwakarta tidak merata dan sangat bervariasi antar kecamatan, pada tahun 2002 jumlah penduduk tercatat sebanyak 782,362 jiwa. Penduduk Kabupaten Purwakarta terpusat di Kecamatan Purwakarta yaitu sebesar 18.38 % menempati wilayah yang hanya 2.56 % dari total wilayah Kabupaten Purwakarta, sedangkan Kecamatan Sukasari dengan luas wilayah 9.47 % hanya ditempati penduduk sebesar 1.82 % dari total jumlah penduduk Kabupaten Purwakarta (Tabel 1). Kondisi ini berpotensi menimbulkan terjadinya ketimpangan dalam percepatan pembangunan antar wilayah. Wilayah dengan kepadatan tinggi didominasi oleh wilayah yang berlokasi di pusat kota, sedangkan wilayah-wilayah dengan kepadatan penduduk rendah didominasi oleh wilayah yang berlokasi di pinggiran kota. Tabel 1 PDRB dan Jumlah Penduduk per Kecamatan serta Kontribusinya terhadap Kabupaten Purwakarta Tahun 2002 No
Kecamatan
1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 13 14 15 16 17
Jatiluhur Sukasari Maniis Tegalwaru Plered Sukatani Darangdan Bojong Wanayasa Kiarapedes Pasawahan Pondoksalam Purwakarta Babakancikao Campaka Cibatu Bungursari JUMLAH Rata-rata
PDRB PDRB Penduduk Penduduk (Rp. Juta) (Persen) (Org) (Persen)
1,082,579 18.47 56,855 33,333 0.57 14,262 89,835 1.53 28,748 91,989 1.57 43,923 146,484 2.50 67,837 116,199 1.98 60,796 112,548 1.92 57,132 89,827 1.53 43,606 101,595 1.73 37,523 59,475 1.01 24,870 69,993 1.19 38,219 51,817 0.88 26,478 491,785 8.39 143,760 1,063,066 18.13 38,590 397,492 6.78 34,418 169,252 2.89 25,769 1,694,978 28.91 39,576 5,862,245 100.00 782,362 344,838 46,021
7.27 1.82 3.67 5.61 8.67 7.77 7.30 5.57 4.80 3.18 4.89 3.38 18.38 4.93 4.40 3.29 5.06 100.00
PDRB Luas Luas Perkapita Wilayah Wilayah (Rp.Jt/Org) (km2) (Persen)
20.41 2.48
3.30 2.22 2.30 2.02 2.09 2.19 2.91 2.54 1.94 2.08 3.65 28.89 12.46 6.93 44.79
60.11 6.19 92.01 9.47 71.64 7.37 73.23 7.54 31.48 3.24 95.43 9.82 67.39 6.94 68.69 7.07 56.55 5.82 52.16 5.37 36.96 3.80 44.08 4.54 24.83 2.56 42.40 4.36 43.60 4.49 56.50 5.81 54.66 5.63 971.72 100.00
7.96
Sumber : BPS Kabupaten Purwakarta diolah Perkembangan perekonomian Kabupaten Purwakarta yang dicerminkan melalui nilai PDRB Kabupaten Purwakarta, memperlihatkan bahwa PDRB
3
kecamatan Jatiluhur, Babakancikao dan Bungursari sangat tinggi dan memiliki perbedaan yang cukup besar dengan kecamatan-kecamatan lain. PDRB ketiga kecamatan ini memberikan kontribusi lebih dari 65 % terhadap PDRB Kabupaten Purwakarta, sedangkan 14 kecamatan lain hanya menyumbang kurang dari 35% terhadap perekonomian Kabupaten Purwakarta, bahkan PDRB Kecamatan Sukasari dan Pondoksalam memberikan kontribusi hanya di bawah satu persen. Dengan kata lain dapat dikatakan bahwa perekonomian Kabupaten Purwakarta didominasi oleh tiga kecamatan tersebut, hal ini mengindikasikan bahwa di Kabupaten Purwakarta telah terjadi disparitas pembangunan antar wilayah. Namun demikian, hal ini belum dapat menunjukkan bahwa masyarakat pada kecamatan yang memiliki PDRB tinggi lebih sejahtera dari kecamatan lainnya, karena pada ketiga kecamatan tersebut berkembang sektor industri berskala besar yang secara langsung mendongkrak kinerja sektor industri pengolahan yang menyerap ribuan tenaga di Kabupaten Purwakarta, seperti dibangunnya Kawasan Industri Bukit Indah City di Kecamatan Bungursari dan Kawasan Industri di Kecamatan Jatiluhur. Bungursari
PDRB Per Kecamatan
Jatiluhur Babakancikao
Rp (Juta)
Purwakarta 1,800,000
Campaka
1,600,000
Cibatu
1,400,000
Plered
1,200,000
Sukatani
1,000,000
Darangdan
800,000
Wanayasa
600,000
Tegalwaru
400,000
Maniis
200,000
Bojong Pasawahan
0
Kiarapedes Pondok Salam Sukasari
Gambar 1. Diagram PDRB per Kecamatan di Kabupaten Purwakarta Secara tabulasi penyebaran PBRB per kecamatan di Kabupaten Purwakarta dapat dilihat pada Gambar 1 dan secara spasial kecamatan-kecamatan yang
4
memiliki PDRB Kecamatan cukup tinggi ternyata terletak di wilayah utara Kabupaten Purwakarta, yang memiliki aksesibilitas cukup tinggi karena berada pada jalur transportasi utama yaitu jalur Pantura yang menghubungkan Jakarta dengan Kota-kota di Jawa Tengah dan Jalur Jakarta-Bandung. Sedangkan dalam konteks tata ruang wilayah, kecamatan-kecamatan yang memiliki PDRB cukup tinggi tersebut terletak pada wilayah pengembangan pembangunan (WPP) I sehingga wilayah pengembangan ini merupakan wilayah maju dibandingkan kedua WPP yang lain. Dengan
melihat
penyebaran
PDRB
tersebut,
penetapan
Wilayah
Pengembangan Pembangunan harus dikaji lagi agar memberikan dampak nyata terhadap perkembangan wilayah penunjangnya dan perlu juga dianalisa keterkaitan kesenjangan pembangunan antar wilayah yang diperlihatkan oleh penyebaran angka PBRD yang tidak seimbang terhadap tingkat kesejahteraan masyarakatnya dan dengan potensi sumberdaya alam yang dimiliki tiap wilayah, serta perlu dirumuskan strategi pengembangan wilayah yang memberikan manfaat yang optimal bagi masyarakat. Kabupaten Purwakarta dalam penyusunan Rencana Tata Ruang Wilayahnya (dalam RTRW Kabupaten Purwakarta Tahun 2002-2012) sebenarnya telah mengangkat isu kesenjangan Pembangunan Antar Wilayah sebagai salah satu isu utama yang harus dipertimbangkan, yaitu: Ketidak-seimbangan pertumbuhan (imbalance growth) antar wilayah di Kabupaten Purwakarta. ketidakseimbangan pertumbuhan akan mempertajam kesenjangan kesejahteraan dan sosial-ekonomi (disparitas) yang dapat mengganggu ketertiban proses pembangunan. Azas demokratisasi ruang dan sinergi wilayah perlu melandasi RTRW Kabupaten Purwakarta dalam mengatasi kesenjangan antar wilayah tersebut (Bapeda, 2002). Namun dalam pelaksanaannya belum menunjukkan hasil, sehingga perlu komitmen yang kuat dari semua pihak untuk mengatasi permasalahan ini. Peta Penyebaran PDRB Per Kecamatan pada tahun 2002 di Kabupaten Purwakarta, disajikan pada Gambar 2.
5
6
6
6
Gambar 2. Peta Penyebaran PDRB Per Kecamatan di Kabupaten Purwakarta
Berdasarkan latar belakang dan identifikasi masalah, perumusan masalah penelitian ini adalah sebagai berikut: 1. Bagaimana karakteristik wilayah di Kabupaten Purwakarta? 2. Bagaimana struktur wilayah-wilayah di Kabupaten Purwakarta? 3. Bagaimana tingkat disparitas pembangunan antar wilayah? Faktor-faktor apa saja yang menyebabkan disparitas tersebut 4. Bagaimana strategi pengembangan wilayah yang sesuai dengan karakteristik wilayah Kabupaten Purwakarta? Tujuan Penelitian Tujuan penelitian ini adalah : 1.
Mengidentifikasi struktur hirarki wilayah di Kabupaten Purwakarta.
2.
Mengidentifikasi sektor unggulan wilayah Kabupaten Purwakarta
3.
Membuat tipologi wilayah berdasarkan karakteristik wilayah.
4.
Menganalisa faktor-faktor penyebab disparitas pembangunan antar wilayah di Kabupaten Purwakarta.
5.
Merekomendasikan strategi pengembangan wilayah yang dapat diterapkan
Manfaat Penelitian Hasil penelitian
ini diharapkan dapat bermanfaat dan berguna dalam
memberikan masukan dan informasi sebagai bahan pertimbangan Pemerintah Kabupaten Purwakarta dalam perumusan perencanaan pembangunan dan strategi pengembangan wilayahnya.
8
TINJAUAN PUSTAKA Pengertian Pembangunan Istilah pembangunan dan pengembangan banyak digunakan dalam hal yang sama, yang dalam Bahasa Inggrisnya development. Namun berbagai kalangan cenderung untuk menggunakan istilah pengembangan untuk beberapa hal spesifik misalnya pengembangan wilayah. Menurut Rustiadi et al. (2006) berpendapat bahwa secara filosofis suatu proses pembangunan dapat diartikan sebagai upaya yang sistematik dan berkesinambungan, untuk menciptakan keadaan yang dapat menyediakan berbagai alternatif yang sah bagi pencapaian aspirasi setiap warga yang paling humanistik sedangkan pengembangan adalah melakukan sesuatu yang tidak dari nol, atau tidak membuat sesuatu yang sebelumnya tidak ada, melainkan melakukan sesuatu yang sebenarnya ada tapi kualitas dan kuantitasnya ditingkatkan atau diperluas. Selanjutnya Todaro dalam Rustiadi et al. (2006) menyatakan bahwa pembangunan harus dipandang sebagai suatu proses multidimensional yang mencakup berbagai perubahan mendasar atas struktur sosial, sikap-sikap masyarakat, dan institusi-institusi nasional, disamping tetap mengejar akselerasi pertumbuhan ekonomi, penanganan ketimpangan pendapatan, serta pengentasan kemiskinan. Dalam pelaksanannya, menurut Arsyad (1999) proses pembangunnan dilaksanakan dalam 4 tahap, yaitu 1) menetapkan tujuan, 2) mengukur ketersediaan sumber-sumber daya yang langka, 3) memilih berbagai cara untuk mencapai tujuan, dan 4) memilih kegiatan-kegiatan untuk mencapai tujuan. Sejalan dengan berkembangnya dinamika masyarakat, maka konsep pembangunan telah mengalami pergeseran paradigma pembangunan, menurut Rustiadi et al. (2006) adalah sebagai berikut : 1.
Pergeseran dari situasi harus memilih antara pertumbuhan, pemerataan dan keberlanjutan sebagai pilihan-pilihan yang tidaksaling menenggang (trade off) ke keharusan untuk mencapai tujuan pembangunan secara berimbang.
2.
Kecenderungan pendekatan dari cenderung melihat pencapaian tujuantujuan pembangunan yang diukur secara makro menjadi pendekatanpendekatan regional dan lokal. 8
9
3.
Pergeseran asumsi tentang peranan pemerintah yang dominan menjadi pendekatan pembangunan yang mendorong partisipasi masyarakat di dalam proses pembangunan (perencanaan, pelaksanaan dan pengendalian). Sejalan dengan terjadinya pergeseran paradigma dalam pembangunan
ekonomi, maka ukuran keberhasilan pembangunan ekonomi
juga mengalami
pergeseran, tidak hanya dari aspek pertumbuhan Produk Domestik Bruto (PDB) atau kenaikan pendapatan per kapita penduduknya namun lebih jauh lagi ke arah perkembangan masyarakat. Menurut Arsyad (1999), pembangunan ekonomi didefinisikan sebagai proses yang menyebabkan kenaikan pendapatan riil per kapita penduduk suatu negara dalam jangka panjang, yang disertai oleh perbaikan sistem kelembagaan. Jadi pembangunan ekonomi harus dipandang sebagai suatu proses dimana saling keterkaitan dan saling mempengaruhi antara faktor-faktor yang menyebabkan terjadinya pembangunan ekonomi tersebut dapat diidentifikasi dan dianalisis dengan seksama.
Konsep Wilayah dan Pengembangan Wilayah Konsep perencanaan dan pelaksanaan pembangunan dilakukan dengan pendekatan wilayah. Menurut Rustiadi et al. (2006) wilayah didefinisikan sebagai unit geografis dengan batas-batas spesifik (tertentu) dimana
komponen-
komponen wilayah tersebut (sub wilayah) satu sama lain saling berinteraksi secara fungsional. Sedangkan menurut Undang-Undang nomor 24 tahun 1992 tentang Penataan Ruang, wilayah adalah ruang yang merupakan kesatuan geografis beserta segenap unsur terkait padanya yang batas dan sistemnya ditentukan berdasarkan aspek administratif dan atau aspek fungsional. Suatu wilayah terkait dengan beragam aspek, sehingga definisi baku mengenai wilayah belum ada kesepakatan di antara para ahli. Sebagian ahli mendefinisikan wilayah dengan merujuk pada tipe-tipe wilayah, ada pula yang mengacu pada fungsinya, dan ada pula yang berdasarkan korelasi yang kuat diantara unsur-unsur (fisik dan non fisik) pembentuk suatu wilayah. Sehingga, pengertian wilayah tidak hanya sebatas aspek fisik tanah, namun juga aspek lain seperti biologi, ekonomi, sosial, budaya, lingkungan.
9
Berdasarkan fungsinya
10
wilayah dibedakan menjadi tiga bentuk yaitu wilayah homogen, wilayah nodal, dan wilayah perencanaan. Pengembangan wilayah merupakan program menyeluruh dan terpadu dari semua kegiatan dengan memperhitungkan sumberdaya yang ada dan memberikan kontribusi pada pembangunan suatu wilayah. Konsep pengembangan wilayah adalah suatu upaya dalam mewujudkan keterpaduan penggunaan sumberdaya dengan penyeimbangan dan penyerasian pembangunan antar daerah, antar sektor serta pelaku pembangunan dalam mewujudkan tujuan pembangunan daerah (Anwar dan Rustiadi, 1999). Strategi pengembangan suatu wilayah sangat ditentukan oleh karakteristik dan potensi yang terdapat di wilayah tersebut. Oleh
karena itu, sebelum
melakukan perumusan kebijakan yang dilaksanakan perlu mengetahui tipe/jenis wilayahnya. Dengan mengetahui ciri suatu wilayah, maka dapat dirumuskan kebijakan yang tepat dilakukan dalam pengembangan wilayah. Menurut Tukiyat (2002) secara umum terdapat lima tipe wilayah dalam suatu negara : 1. Wilayah yang telah maju; 2. Wilayah netral, yang dicirikan dengan adanya tingkat pendapatan dan kesempatan kerja yang tinggi; 3. Wilayah sedang, yang dicirikan adanya pola distribusi pendapatan dan kesempatan kerja yang relatif baik; 4. Wilayah yang kurang berkembang atau kurang maju, yang dicirikan adanya tingkat pertumbuhan yang jauh di bawah tingkat pertumbuhan nasional dan tidak ada tanda-tanda untuk dapat mengejar pertumbuhan dan pengembangan; 5. Wilayah tidak berkembang. Salah satu aspek yang perlu diperhatikan dalam kegiatan pengembangan wilayah adalah menyusun perencanaan wilayah. Menurut Tarigan (2004) perencanaan wilayah adalah perencanaan penggunaan ruang wilayah (termasuk perencanaan pergerakan di dalam wilayah) dan perencanaan kegiatan pada ruang wilayah tersebut. Perencanaan penggunaan ruang wilayah diatur dalam bentuk perencanaan tata ruang wilayah, sedangkan perencanaan kegiatan dalam wilayah diatur dalam perencanaan pembangunan wilayah. Tata ruang wilayah merupakan
10
11
landasan dan juga sekaligus juga sasaran dari perencanaan pembangunan wilayah. Perencanaan pembangunan wilayah tidak mungkin terlepas dari apa yang sudah ada saat ini di wilayah tersebut. Aktor/pelaku pembangunannya adalah seluruh masyarakat yang ada di wilayah tersebut termasuk di dalamnya pemerintah daerah serta pihak-pihak luar yang ingin melakukan kegiatan di wilayah tersebut. Paling tidak terdapat dua peran pemerintah daerah yang cukup penting dalam pembangunan wilayah yakni sebagai pengatur atau pengendali (regulator) dan sebagai pemacu pembangunan (stimulator). Dana yang dimiliki pemerintah dapat digunakan sebagai stimulan untuk mengarahkan investasi swasta atau masyarakat umum ke arah yang diinginkan oleh pemerintah. Salah satu pendekatan dalam perencanaan pembangunan menurut Tarigan (2004) adalah pendekatan sektoral. Pendekatan sektoral dilakukan dengan mengelompokkan kegiatan pembangunan ke dalam sektor-sektor. Selanjutnya masing-masing sektor dianalisis satu persatu untuk menetapkan apa yang dapat dikembangkan atau ditingkatkan dari sektor-sektor tersebut guna lebih mengembangkan wilayah. Strategi Pengembangan Wilayah Pengembangan wilayah dapat dianggap sebagai suatu bentuk intervensi positif terhadap suatu wilayah. Diperlukan strategi-strategi yang efektif untuk suatu percepatan pembangunan. Secara teoritis strategi pengembangan wilayah baru dapat digolongkan dalam dua kategori strategi, yaitu demand side strategy dan supply side strategy (Rustiadi et al., 2006).
Strategi demand side adalah
suatu strategi pengembangan wilayah yang diupayakan melalui peningkatan barang-barang dan jasa-jasa masyarakat setempat melalui kegiatan produksi lokal, yang bertujuan meningkatkan tarap hidup penduduk yang baru dipindahkan ke wilayah baru. Sedangkan strategi supply side adalah suatu strategi pengembangan wilayah yang terutama diupayakan melalui investasi modal untuk kegiatan produksi yang berorientasi keluar. Tujuan penggunaan strategi ini adalah untuk meningkatkan suplai dari komoditi yang pada umumnya diproses dari sumberdaya alam lokal.
11
12
Strategi pembangunan wilayah lainnya adalah strategi keterkaitan, yaitu terjadi pada suatu wilayah yang dari sisi supply (penawaran/pasokan) relatif tinggi tetapi mempunyai keterbatasan dalam sisi demand (permintaan) atau sebaliknya dari sisi permintaan relatif tinggi tetapi terbatas akan sumberdaya/pasokan. Keterbatasan dan kelebihan dari suatu wilayah seharusnya dapat dipertemukan sehingga perekonomian wilayah secara keseluruhan dapat meningkat. Strategi berbasis keterkaitan antar wilayah pada awalnya dapat diwujudkan dengan pengembangan keterkaitn fisik antar wilayah dengan membangun berbagai infrstruktur fisik, seperti jaringan transportasi jalan, pelabuhan, jaringan komunikasi dan lainnya yang dapat menciptakan keterkaitan sinergis (saling memperkuat) antar wilayah. Sejalan dengan teori tersebut, Lorenzo-Alvarez (2002) mengemukakan bahwa kebijakan pembangunan pemerintah yang mendorong wilayah miskin dalam rangka menyetarakan standard hidup dengan wilayah maju, maka Pemerintah dapat menggunakan tiga instrumen utama berikut: (i) Desentralisasi keuangan, (ii) Perbaikan sistem perdagangan dan (iii) Penyediaan infrastruktur yang tepat. Tetapi keterkaitan fisik saja tidak cukup, harus disertai dengan pengembangan keterkaitan yang lebih luas, yakni disertai dengan kebijakankebijakan yang menciptakan struktur insentif yang mendorong keterkaitan yang sinergis antar wilayah. Pengembangan kerterkaitan yang tidak tepat sasaran dapat mendorong backwash yang lebih masif yang pada akhirnya justru memperparah kesenjangan dan ketidak berimbangan pembangunan antar wilayah. Oleh karena itu keterkaitan antar wilayah yang diharapkan adalah bentuk-bentuk keterkaitan yang saling memperkuat bukan memperlemah. Menurut Sukirno (1982), strategi pembangunan untuk suatu daerah ada empat aspek yaitu 1) strategi makro 2) strategi sektoral 3) strategi wilayah, dan 4) strategi pemilihan proyek-proyek. Salah unsur yang penting dalam kebijakan pembangunan daerah adalah merumuskan strategi perencanaan ekonomi daerah. Perencanaan ekonomi daerah bertujuan meningkatkan kesejahteraan masyarakat di suatu daerah. Misi umumnya adalah pendapatan perkapita daerah dan pemerataannya. Untuk mewujudkan misi dan tujuan tersebut diperlukan strategi
12
13
dengan melihat berbagai potensi sumber daya yang berkaitan dengan aspek ekonomi, sosial dan budaya yang tersedia di suatu daerah. Beberapa strategi dimaksud adalah : 1.
Strategi dari sudut sumber daya, yang terdiri dari : a.
basis input, surplus sumber daya manusia (surplus labor),
b.
basis Input, sumber daya alam (hasil alam),
c.
strategi basis sumber daya modal dan manajemen,
d.
sumber daya lainnnya,
e.
lokasi dan wilayah strategis.
2.
Strategi menurut komoditi unggulan;
3.
Strategi dari sudut efisiensi;
4.
Strategi dari sudut Institusi dan aktor ekonomi. Sektor Basis Menurut Syahidin (2006), salah satu aspek yang perlu dipertimbangkan
dalam perumusan kebijakan pembangunan adalah mengetahui sektor-sektor unggulan daerah. Sektor unggulan (leading sektor) merupakan sektor-sektor perekonomian yang diharapkan menjadi motor perekonomian suatu wilayah. Dengan mengetahui dan mengoptimalkan sektor unggulan yang dimiliki daerah, maka diharapkan terdapat efek yang positif bagi kemajuan aktivitas perekonomian daerah. Kemampuan memacu pertumbuhan suatu wilayah atau negara sangat tergantung dari keunggulan atau daya saing sektor-sektor ekonomi di wilayahnya. Nilai strategis setiap sektor dalam memacu menjadi pendorong utama (prime mover) pertumbuhan ekonomi wilayah berbeda-beda. Sektor ekonomi suatu wilayah dapat dibagi dalam dua golongan, yaitu sektor basis dimana kelebihan dan kekurangan yang terjadi dalam proses pemenuhan kebutuhan tersebut menyebabkan terjadinya mekanisme ekspor dan impor antar wilayah. Artinya industri basis ini akan menghasilkan barang dan jasa, baik untuk pasar domestik daerah maupun pasar luar wilayah/daerah. Sedangkan sektor non basis adalah sektor dengan kegiatan ekonomi yang hanya melayani pasar di daerahnya sendiri dan kapasitas ekspor ekonomi dareah belum berkembang (Rustiadi et al., 2006).
13
14
Untuk mengetahui potensi aktivitas ekonomi yang merupakan basis dan bukan basis dapat digunakan dengan metode Location Quotient (LQ), yang merupakan perbandingan relatif antara kemampuan sektor yang sama pada daerah lebih luas dalam suatu wilayah. LQ juga menunjukkan efisiensi relatif wilayah, serta terfokus pada subtitusi impor yang potensial atau produk dengan potensi ekspansi ekspor. Hal ini akan memberikan suatu gambaran tentang industri mana yang terkonsentrasi dan indstri mana yang tersebar (Shukla 2000 dalam Rustiadi et al., 2006). Menurut Rustiadi et al. (2006), arus pendapatan yang dihasilkan dari aktivitas ekonomi industri basis akan meningkatkan investasi, kesempatan kerja, pendapatan dan konsumsi, pada gilirannya akan meningkatkan pendapatan dan kesempatan kerja serta menaikkan permintaan hasil industri non basis. Hal ini berarti kegiatan industri basis mempunyai peranan penggerak utama (prime mover role), dimana setiap perubahan kenaikan atau penurunan mempunyai efek pengganda (multiplier effect) terhadap perekonomian wilayah. Indikator-Indikator Pembangunan Indikator
merupakan
ukuran
kuantitatif
dan
atau
kualitatif
yang
menggambarkan tingkat pencapaian suatu sasaran atau tujuan yang telah ditetapkan. Oleh karena itu, indikator kinerja harus merupakan sesuatu yang akan dihitung dan diukur serta digunakan sebagai dasar untuk menilai atau melihat tingkat kinerja, baik dalam tahap perencanaan, pelaksanaan maupun tahap setelah kegiatan selesai dan berfungsi (Rustiadi et al., 2006). Dalam mengukur tingkat pencapaian pembangunan, ketepatan pemilihan indikator menjadi hal yang penting, karena ketepatan indikator yang dipilih akan menentukan pada penilaian akhir. Indikator tiap wilayah berbeda dan bersifat spesifik untuk masing-masing kondisi. Pemilihan indikator yang terlalu banyak perlu diperhitungkan karena selain memerlukan biaya yang besar dan waktu yang lama, tetapi juga dapat mengaburkan fokus yang ingin dicapai. Sebaliknya bila terlalu sedikit, dikhawatirkan terjadi kekeliruan dalam menafsirkan keadaan sebenarnya. Oleh karena itu penetapan sekumpulan indikator yang tepat untuk menggambarkan kinerja pembangunan menjadi satu tugas yang sulit.
14
15
Indikator kinerja pembangunan dalam penataan ruang dapat dibagi sesuai dengan tiga aspek yang ingin dicapainya, yaitu ekonomi, sosial-budaya dan lingkungan hidup dengan beberapa contoh sebagai berikut: a.
Indikator Ekonomi: PDB/PDRB, pendapatan perkapita, volume eksporimpor, dan lain-lain secara stabil serta kemajuan sektor kegiatan ekonomi yang telah ada sekaligus tumbuhnya sektor kegiatan baru yang mendukung perekonomian nasional.
b.
Indikator Sosial Budaya: kualitas sumberdaya manusia, angka harapan hidup, intensitas kegiatan budaya; tingkat kebergantungan penduduk (desakota, nonproduktif-produktif, jumlah pengangguran, dan lainlain).
c.
Indikator Lingkungan Hidup: standardisasi kualitas air, udara, tanah; perubahan suhu udara, tingkat permukaan air tanah, intrusi air laut, frekuensi bencana, dan lain-lain. Disparitas Pembangunan Antar Wilayah Disparitas pembangunan terjadi karena tiga faktor yaitu faktor alami, kondisi
sosial budaya dan keputusan-keputusan kebijakan. Faktor alami meliputi kondisi agroklimat, sumberdaya alam, lokasi geografis, jarak pelabuhan dengan pusat aktivitas ekonomi, wilayah potensial untuk pembangunan ekonomi. Sementara faktor sosial budaya meliputi nilai tradisi, mobilitas ekonomi, inovasi, kewirausahaan.
Sedangan keputusan kebijakan adalah sejauhmana kebijakan
yang mendukung secara langsung atau tidak langsung terjadinya disparitas pembangunan (Nugroho, 2004). Menurut Suhyanto (2005), disparitas antar wilayah berarti perbedaan tingkat pertumbuhan antar wilayah. Perbedaan antar wilayah ini dapat terletak pada perkembangan sektor-sektor pertanian, industri, perdagangan, perbankan, asuransi, transportasi, komunikasi, perkembangan infrastruktur, pendidikan, pelayanan kesehatan, fasilitas perumahan dan sebagainya. Menurut Anwar (2005), beberapa hal yang menyebabkan terjadinya disparitas antar wilayah adalah 1) Perbedaan karakteristik limpahan sumberdaya alam (resource endowment); 2) Perbedaan demografi; 3) Perbedaan kemampuan sumberdaya manusia (human capital); 4) Perbedaan potensi lokasi; 5) Perbedaan
15
16
dari aspek aksesibilitas dan kekuasaan dalam pengambilan keputusan; dan 6) Perbedaan dari aspek potensi pasar. Faktor-faktor di atas menyebabkan perbedaan karakteristik wilayah ditinjau dari aspek kemajuannya, yaitu: 1) Wilayah maju; 2) Wilayah sedang berkembang; 3) Wilayah belum berkembang; dan 4) Wilayah tidak berkembang. Secara lebih terperinci terdapat beberapa faktor utama yang menyebabkan terjadinya kesenjangan pembangunan antar wilayah sebagaimana diungkapkan Rustiadi (2001) yaitu: 1).
Faktor geografis Suatu wilayah atau daerah yang sangat luas akan terjadi variasi pada keadaan fisik alam berupa topografi, iklim, curah hujan, sumberdaya mineral dan variasi spasial lainnya.
Apabila faktor-faktor lainnya baik, dan
ditunjang dengan kondisi geografis yang baik, maka wilayah tersebut akan berkembang dengan lebih baik. 2).
Faktor historis Perkembangan masyarakat dalam suatu wilayah tergantung dari kegiatan atau budaya hidup yang telah dilakukan masa lalu. Bentuk kelembagaan atau budaya dan kehidupan perekonomian pada masa lalu merupakan penyebab yang cukup penting terutama yang terkait dengan sistem insentif terhadap kapasitas kerja.
3).
Faktor politis Tidak stabilnya suhu politik sangat mempengaruhi perkembangan dan pembangunan di suatu wilayah.
Instabilitas politik akan menyebabkan
orang ragu untuk berusaha atau melakukan investasi sehingga kegiatan ekonomi di suatu wilayah tidak akan berkembang. Bahkan terjadi pelarian modal ke luar wilayah, untuk diinvestasikan ke wilayah yang lebih stabil. 4).
Faktor kebijakan Terjadinya kesenjangan antar wilayah bisa diakibatkan oleh kebijakan pemerintah. Kebijakan pemerintah yang sentralistik hampir di semua sektor, dan lebih menekan pertumbuhan dan membangun pusat-pusat pembangunan di wilayah tertentu menyebabkan kesenjangan yang luar biasa antar daerah.
16
17
5).
Faktor administratif Kesenjangan
wilayah
dapat
terjadi
karena
kemampuan
pengelola
administrasi. Wilayah yang dikelola dengan administrasi yang baik cenderung lebih maju.
Wilayah yang ingin maju harus mempunyai
administrator yang jujur, terpelajar, terlatih, dengan sistem administrasi yang efisien. 6).
Faktor sosial Masyarakat dengan kepercayaan-kepercayaan yang primitif, kepercayaan tradisional dan nilai-nilai sosial yang cenderung konservatif dan menghambat perkembangan ekonomi. Sebaliknya masyarakat yang relatif maju umumnya memiliki institusi dan perilaku yang kondusif untuk berkembang. Perbedaan ini merupakan salah satu penyebab kesenjangan wilayah.
7).
Faktor Ekonomi. Faktor ekonomi yang menyebabkan kesenjangan antar wilayah yaitu: a)
Perbedaan kuantitas dan kualitas dari faktor produksi yang dimiliki seperti: lahan, infrastruktur, tenaga kerja, modal, organisasi dan perusahaan;
b)
Terkait akumulasi dari berbagai faktor.
Salah satunya lingkaran
kemiskinan, kemudian kondisi masyarakat yang tertinggal, standar hidup rendah, efisiensi rendah, konsumsi rendah, tabungan rendah, investasi rendah, dan pengangguran meningkat. Sebaliknya diwilayah yang maju, masyarakat maju, standar hidup tinggi, pendapatan semakin tinggi, tabungan semakin banyak yang pada akhirnya masyarakat semakin maju; c)
Kekuatan pasar bebas telah mengakibatkan faktor-faktor ekonomi seperti tenaga kerja, modal, perusahaan dan aktifitas ekonomi seperti industri, perdagangan, perbankan, dan asuransi yang dalam ekonomi maju memberikan hasil yang lebih besar, cenderung terkosentrasi di wilayah maju;
d)
Terkait
dengan
distorsi
pasar,
kebijakan
harga,
keterbatasan
spesialisasi, keterbatasan ketrampilan tenaga kerja dan sebagainya.
17
18
Pertumbuhan ekonomi tinggi yang kurang diimbangi dengan kekuatankekuatan redistribusi baik secara ekonomis maupun politis akan menimbulkan terjadinya kesenjangan.
Kesenjangan ini muncul disebabkan berbagai faktor
yaitu sentralisasi negara yang terlalu kuat, sedangkan kekuatan penyeimbang tidak sebanding (Nugroho, 2004). Meskipun disparitas antar wilayah merupakan hal yang wajar yang bisa ditemui, baik di negara maju maupun berkembang. Namun, ketidakseimbangan pertumbuhan wilayah akan mengakibatkan suatu kondisi yang tidak stabil. Disparitas pembangunan antar wilayah telah menimbulkan banyak permasalahan sosial, ekonomi dan politik. Untuk itu, dibutuhkan pemecahan secara kebijakan terhadap permasalahan disparitas antar wilayah dan perencanaan yang mampu mewujudkan pembangunan wilayah yang berimbang. Menurut Rustiadi dan Hadi (2007), strategi pembangunan wilayah yang pernah
dilaksanakan
untuk
mengatasi
berbagai
permasalahan
disparitas
pembangunan wilayah antara lain : 1.
Secara nasional dengan membentuk Kementrian Negara Percepatan Pembangunan Kawasan Timur Indonesia (KTI);
2.
Percepatan
pembangunan
wilayah-wilayah
unggulan
dan
potensial
berkembang tetapi relatif tertinggal dengan menetapkan kawasan-kawasan seperti (a)Kawasan andalan (Kadal), (b)Kawasan pembangunan ekonomi terpadu (Kapet) yang merupakan salah satu Kadal terpilih ditiap provinsi. 3.
Program percepatan pembangunan vang benuansa mendorong pembangunan kawasan perdesaan dan sentra produksi pertanian seperti: (a) Kawasan sentra produksi (KSP atau Kasep); (b) Pengembangan kawasan perbatasan; (c) Pengembangan kawasan tertinggal; (d) Proyek pengembangan ekonomi lokal
4.
Program
progam
sektoral
dengan
pendekatan
wilayah
seperti:
(a) Perwilayahan komoditas unggulan; (b) Pengembangan sentra industri kecil; (c) Pengembangan ekonomi masyarakat pesisir (PEMP) dan lain-lain. Program-program di atas sebagian besar dilaksanakan setelah munculnya berbagai tuntutan pemerataan pembangunan, khususnya pada menjelang dan awal era reformasi. Pendekatan pada masalah terpusat dan masalah penggunaan
18
19
pendekatan pembangunan yang sama, yaitu mendorong percepatan pertumbuhan ekonomi di pusat-pusat wilayah perkotaan, tidak memberikan dampak yang besar terhadap tujuan pemerataan pembangunan dan peningkatan kesejahteraan masyarakat di wilayah-wilayah yang diidentifikasikan tertinggal. Banyak pusatpusat pertumbuhan baru berkembang dengan pesat namun wilayah hinterland-nya mengalami nasib yang sama yaitu mengalami pengurasan sumber berdaya yang berlebihan.
Beberapa
pengalaman
empiris
bahkan
menunjukkan
bahwa
berkembangnya pusat-pusat pertumbuhan baru seringkali lebih memberikan akses kepada para pelaku ekonomi di pusat pertumbuhan yang lebih besar untuk melakukan eksploitasi sumberdaya di daerah hinterland. Akibatnya proses eksploitasi wilayah belakang terus berjalan dan ketimpangan tetap terjadi.
19
20
METODE PENELITIAN Kerangka Pemikiran Pembangunan
yang
telah
dilaksanakan
selama
ini
ternyata
telah
menimbulkan permasalahan yang berkaitan dengan tingkat kesejahteraan antar wilayah yang tidak berimbang.
Pendekatan yang sangat menekankan pada
pertumbuhan ekonomi tinggi dengan membangun pusat-pusat pertumbuhan telah mengakibatkan investasi dan sumberdaya terserap dan terkosentrasi di perkotaan sebagai
pusat-pusat
pertumbuhan,
sementara
wilayah-wilayah
hinterland
mengalami pengurasan sumberdaya yang berlebihan (massive backwash effect) (Anwar, 2005). Pembangunan yang demikian ternyata telah telah menimbulkan disparitas antar wilayah, wilayah perkotaan lebih maju dibandingkan dengan wilayah perdesaan, wilayah Pulau Jawa lebih maju dibandingkan dengan wilayah luar Pulau Jawa, kawasan barat Indonesia lebih maju dibandingkan dengan kawasan timu Indonesia. Kesenjangan ini pada akhirnya menimbulkan berbagai permasalahan yang dalam konteks makro sangat merugikan bagi keseluruhan proses pembangunan. Potensi konflik menjadi sedemikian besar karena wilayah-wilayah yang dulunya kurang tersentuh pembangunan mulai menuntuk hak-haknya.
Demikian pula
hubungan antar wilayah telah membentuk suatu interaksi yang saling memperlemah (Rustiadi, 2001).
Wilayah-wilayah hinterland menjadi lemah
karena pengurasan sumberdaya yang berlebihan, sedangkan pusat-pusat pertumbuhan pada akhirnya juga menjadi lemah karena proses urbanisasi yang luar biasa. Banyak faktor yang menyebabkan terjadinya disparitas pembangunan antar wilayah antara lain : letak geografis, kondisi fisik wilayah, perbedaan sumberdaya alam yang dimiliki, akasesibilitas, sebaran penduduk dan kebijakan pemerintah. Meskipun disparitas antar wilayah merupakan hal yang wajar yang bisa ditemui, baik di negara maju maupun berkembang. Namun seperti halnya bagian tubuh manusia, ketidakseimbangan pertumbuhan akan mengakibatkan suatu kondisi yang tidak stabil. Disparitas antar wilayah telah menimbulkan banyak permasalahan sosial, ekonomi dan politik. Untuk itu, diperlukan suatu strategi
20
21
pengembangan wilayah atau kebijakan pembangunan yang dapat mereduksi permasalahan disparitas antar wilayah dan mampu mewujudkan pembangunan wilayah yang berimbang. Gambaran mengenai hal ini secara jelas dapat dilihat pada Gambar 3 diagram alir kerangka pemikiran berikut : Paradigma Pembangunan : • Mengejar Pertumbuhan Ekonomi • Sentralistrik pada Pusat Pertumbuhan
Faktor Penyebab Disparitas • Kondisi Fisik Wilayah • Aksesibilitas • Sebaran Penduduk
Terjadinya Disparitas Pembangunan Antar Wilayah
Mereduksi Disparitas Antar Wilayah melalui Strategi Pengembangan Wilayah Berimbang
STRATEGI PENGEMBANGAN WILAYAH Gambar 3 . Diagram Alir Kerangka Pemikiran Lokasi dan Waktu Penelitian Penelitian ini akan dilakukan di Kabupaten Purwakarta. Secara geografis terletak di antara 107°30’–107°40’ Bujur Timur dan 6°25’–6°45’ Lintang Selatan, dengan luas wilayah 971,72 Km2 atau sekitar 2,81 persen dari luas Wilayah Provinsi Jawa Barat. Propinsi Jawa Barat, yang mencakup 17 Kecamatan dan 192 Desa. Penelitian ini akan dilakukan pada Bulan Juni 2007 sampai dengan Bulan Agustus 2007. 21
22
Metode Pengumpulan Data Metode pengumpulan data dilakukan dengan mengumpulkan data sekunder yakni melakukan studi kepustakaan dari publikasi data-data statistik BPS, dokumen perencanaan yang dikeluarkan oleh Pemda Kabupaten Purwakarta dan sumber-sumber pustaka lain yang relevan dengan topik penelitian. Hubungan antara tujuan penelitian, metode analisis, variabel, sumber data dan output yang diharapkan, dapat dilihat pada Tabel 2. Tabel 2. Tujuan penelitian, metode analisis, variabel, sumber data dan output penelitian No
Tujuan Penelitian
Metode Analisis
Variabel/ Parameter
Data dan Sumber Data
Output Penelitian
1.
Jumlah sarana Mengidentifikasi Analisis dan Prasarana Struktur Hirarki Skalogram, Wilayah Indeks Entropi Pembangunan, PDRB Kecamatan,
PODES 2003, Hirarki Wilayah PDRB Kec, Puwakarta Dalam Angka - BPS
2.
Mengidentifikasi Location Sektor Unggulan Quotient Wilayah.
PDRB Kecamatan per sektor/ lapangan usaha Indikator Pembangunan dan Potensi Fisik Wilayah per Kecamatan
PDRB Kecamatan tahun 2002
PDRB Kecamatan per sektor/ lapangan usaha dan Hasil PCA Hasil analisis sebelumnya
PODES 2003
3.
Membuat tipologi wilayah berdasarkan karakteristik sosial ekonomi dan fisik wilayah.
4.
Menganalisa faktor penyebab disparitas/ perkembangan wilayah
5.
Merumuskan strategi pengembangan wilayah
Principal Component Analysis (PCA, Cluster Analysis dan Discrimanant Analysis) Indeks Williamson, Analisis Regresi Analisis Deskriptif
22
Sektor Unggulan
- BPS PODES 2003, Tipologi Peta Topografi Wilayah dan Karakteristik- Bapeda dan nya BPS
- BPS
Hasil analisis sebelumnya
Tingkat Kesenjangan dan faktor-faktor penyebabnya Arahan Strategi Pengembangan Wilayah
23
Metode Analisis 1.
Analisis Perkembangan Wilayah
Metode Skalogram Analisa dilakukan dengan metode Skalogram untuk menentukan hirarki wilayah
di
Kabupaten
Purwakarta
dan
membandingkan
perkembangan
pembangunan antar wilayah (kecamatan) di Kabupaten Purwakarta. Data yang digunakan adalah data dari Potensi Desa tahun 2003, dengan parameter yang diukur meliputi : bidang pendidikan, kesehatan, transportasi, perekonomian dan aksesibilitas. Kemudian hasil analisis dipetakan pada Peta administrasi untuk dianalisa secara spasial. Prosedur kerja penyusunan hirarki daerah berdasarkan infrastruktur dengan menggunakan Skalogram adalah sebagai berikut (Saefulhakim, 2005): a.
Melakukan pemilihan terhadap data Podes tahun 2003 sehingga yang tinggal hanya data yang bersifat kuantitatif;
b.
Melakukan seleksi terhadap data-data kuantitatif tersebut sehingga hanya yang relevan saja yang digunakan;
c.
Melakukan rasionalisasi data;
d.
Melakukan seleksi terhadap data-data hasil rasionalisasi hingga diperoleh 81 variabel untuk analisa skalogram yang mencirikan tingkat perkembangan kecamatan di Kabupaten Purwakarta;
e.
Melakukan standardisasi data terhadap variabel-variabel tersebut dengan menggunakan rumus:
y
ij
=
x
ij
µ
− s
j
j
dimana: yij = variael baru untuk kecamatan ke-i dan jenis sarana ke-j xij = jumlah sarana untuk kecamatan ke-i dan jenis sarana ke-j µj = nilai minimum untuk jenis sarana ke-j sj = simpangan baku untuk jenis sarana ke-j f.
Menentukan indeks perkembangan Kecamatan (IPK) dan kelas hirarkinya. Pada penelitian ini, IPK dikelompokkan ke dalam tiga kelas hirarki, yaitu
hirarki I (tinggi), hirarki II (sedang), dan hirarki III (rendah). Penentuan kelas 23
24
hirarki didasarkan pada nilai standar deviasi IPK (St Dev) dan nilai median, seperti terlihat pada tabel berikut ini : Tabel 3. Nilai selang hirarki No. 1 2 3
Hirarki I II III
Nilai Selang (X) X≥(median +(2*St Dev)} Median<X<(median +(2*St Dev)) X ≤median
Tingkat Hirarki Tinggi Sedang Rendah
Variabel dan parameter yang dipergunakan untuk analisis skalogram, terlihat pada tabel berikut : Tabel 4. Data yang digunakan untuk Analisis Skalogram
FASILITAS PENDIDIKAN
FASILITAS KESEHATAN
1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 13 14 15 16 17 18 19 20 21 22 23 24 25 26 27 28 29 30 31 32 33 34 35
Jumlah TK Negeri Jumlah TK Swasta Jumlah SD Negeri dan yang Sederajat Jumlah SD Swasta dan yang Sederajat Jumlah SLTP Negeri dan yang Sederajat Jumlah SLTP Swasta dan yang Sederajat Jumlah SMU Negeri dan yang Sederajat Jumlah SMU Swasta dan yang Sederajat Jumlah SMK Negeri Jumlah SMK Swasta Jumlah Akademi/PT Negeri dan yang Sederajat Jumlah Akademi/PT Swasta dan yang Sederajat Jumlah Sekolah Luar Biasa Negeri Jumlah Sekolah Luar Biasa Swasta Jumlah Pondok Pesantren/Madrasah Diniyah Jumlah Lembaga Bahasa Jumlah Lembaga Tata Buku/Akuntansi Jumlah Lembaga Komputer Jumlah Lembaga Memasak/Tata Boga Jumlah Lembaga Menjahit/Tata Busana Jumlah Lembaga Kecantikan Jumlah Lembaga Montir Mobil/Motor Jumlah Lembaga Elektronik Jumlah Rumah Sakit Jumlah Rumah Sakit Bersalin/Rumah Bersalin Jumlah Poliklinik/Balai Pengobatan Jumlah Puskesmas Jumlah Puskesmas Pembantu Jumlah Tempat Praktek Dokter Jumlah Tempat Praktek Bidan Jumlah Posyandu Jumlah Polindes Jumlah Apotik Jumlah Pos Obat Desa Jumlah Toko Khusus Obat/Jamu
24
25
Tabel 4. Lanjutan FASILITAS KESEHATAN
SARANA PERIBADATAN
SARANA HIBURAN
SARANA INFORMASI, KOMUNIKASI DAN TRANSPORTASI
SARANA PEREKONOMIAN
36 37 38 39 40 41 42 43 44 45 46 47 48 49 50 51 52 53 54 55 56 57 58 59 60 61 62 63 64 65 66 67 68 69 70 71 72 73 74 75 76 77 78 79 80 81
Dokter (orang) Bidan (orang) Bidan di desa, sesuai SK penempatan Dukun bayi terlatih Dukun bayi belum terlatih Jumlah Mesjid Jumlah Surau/Langgar Jumlah Gereja Kristen Jumlah Gereja Katolik Jumlah Pura Jumlah Vihara Jumlah Klenteng Alam Non Bahari Jumlah tempat penyewaan vidio Jumlah Hotel/Penginapan (unit) Jumlah rumah bilyard Jumlah pub/diskotik/karaoke Banyaknya keluarga yang berlangganan telpon Banyaknya keluarga yang mempunyai pesawat TV Kantor Pos/Pos Pembantu/Rumah Pos Wartel/kiospon/warpostel/ Warparpostel (unit) Warung internet (unit) Terminal angkutan roda 4 (unit) Stasiun kereta api (unit) Dermaga/pelabuhan (unit) Jumlah Toko/Warung/Kios (unit) Jumlah Supermarket/Pasar Swalayan/Toserba (unit) Jumlah Restoran/RM/Kedai Makanan Minuman (unit) Bangunan Pasar Permanen/Semi Permanen Pasar Tanpa Bangunan Permanen Banyaknya perusahaan pertanian tanaman pangan Banyaknya Perusahaan Perkebunan Banyaknya Perusahaan Peternakan Banyaknya Perusahaan Kehutanan Pasar Hewan Rumah Potong Hewan (RPH) Jumlah Industri Kerajinan dari Kulit (unit) Jumlah Industri Kerajinan dari Kayu (unit) Jumlah Industri Kerajinan dari Logam/Logam Mulia (unit) Jumlah Industri Anyaman/Gerabah/Keramik (unit) Jumlah Industri Kerajinan dari Kain/Tenun (unit) Jumlah Industri Kerajinan Makanan (unit) Jumlah Bank Umum (unit) Jumlah Bank Pengkreditan Rakyat (unit) Jumlah Koperasi Unit Desa (KUD) (unit) Jumlah Koperasi Non KUD Lainnya (unit)
25
26
Indeks Entropi Indeks Entropy juga digunakan untuk melihat hirarki wilayah yaitu mengukur tingkat perkembangan suatu wilayah dan melihat sektor-sektor yang dominan (yang berkembang) pada wilayah tersebut. Data yang dianalisa adalah Data PDRB Per Kecamatan terhadap PDRB Kabupaten Tahun 2002. Analisis Enthropy Model merupakan salah satu konsep analisis yang dapat menghitung tingkat keragaman (diversifikasi) komponen aktivitas. Keunggulan dari konsep ini karena dapat digunakan untuk: 1) memahami perkembangan suatu wilayah; 2) memahami perkembangan atau kepunahan kenekaragaman hayati; 3) memahami perkembangan aktivitas perusahaan; dan 4) memahami perkembangan aktivitas suatu sistem produksi pertanian dan lain-lain (Saefulhakim, 2006) Prinsip pengertian indeks entropi ini adalah semakin beragam aktifitas atau semakin luas jangkauan spasial, maka semakin tinggi entropi wilayah. Artinya wilayah tersebut semakin berkembang (S↑ = tingkat perkembangan↑). Persamaan umum entropy ini adalah sebagai berikut:
n
n
S = −∑∑Pij ln Pij i =1 j =1
Dimana:
Pij= Proporsi kegiatan i (sektor, komoditas) di wilayah j, yang dihitung dari persamaan: Pij = Xij/ΣXij
Analisis ini digunakan untuk mengetahui perkembangan sektor-sektor perekonomian antar kecamatan di Kabupaten Purwakarta, sehingga dapat dibandingkan perkembangan perekonomian antar kecamatan tersebut. Jika S semakin tinggi maka tingkat perkembangan semakin meningkat, dimana nilai S akan selalu ≥ 0. 2. Location Quotient (LQ) Secara umum, metode analisis ini digunakan untuk menunjukkan lokasi pemusatan/basis suatu aktivitas dan dapat mengidentifikasi sektor unggulan atau keunggulan komparatif suatu wilayah. Location Quotient (LQ) merupakan suatu
26
27
indeks untuk membandingkan pangsa sub wilayah dalam aktivitas tertentu dengan pangsa total aktivitas tersebut dalam total aktivitas wilayah.
Asumsi yang
digunakan dalam analisis ini adalah (1) kondisi geografis relatif seragam, (2) polapola aktivitas bersifat seragam, dan (3) setiap aktivitas menghasilkan produk yang sama. Persamaan dari LQ ini adalah :
LQij =
X ij / X i . X . j / X ..
Dimana: Xij = derajat aktivitas ke-j di wilayah ke-i Xi. = total aktivitas di wilayah ke-i X.j = total aktivitas ke-j di semua wilayah X.. = derajat aktivitas total wilayah Hasil analisis LQ akan menunjukkan hal sebagai berikut : •
Jika nilai LQij > 1, maka sub wilayah ke-i tersebut mempunyai pangsa relatif lebih besar dibandingkan dengan aktivitas yang secara umum ditemukan di seluruh wilayah atau aktivitas ke-j merupakan aktivitas/sektor unggulan di sub wilayah ke-i.
•
Jika LQij < 1, maka sub wilayah ke-i tersebut mempunyai pangsa relatif lebih kecil dibandingkan dengan aktivitas yang secara umum ditemukan di seluruh wilayah atau aktivitas ke-j bukan merupakan aktivitas/sektor unggulan di sub wilayah ke-i.
•
Jika LQij = 1, maka sub wilayah ke-i tersebut mempunyai pangsa setara dengan aktivitas yang secara umum ditemukan di seluruh wilayah. Dalam analisis ini, data yang digunakan adalah PDRB kecamatan Kabupaten
Purwakarta atas dasar lapangan usaha tahun 2002. Hasil nilai LQ yang diperoleh akan dapat diketahui sektor-sektor perekonomian yang merupakan sektor unggulan bagi kecamatan-kecamatan di Kabupaten Purwakarta. 3.
Analisis Tipologi Wilayah Analisa Tipologi Wilayah dimaksudkan untuk melihat karakteristik
perkembangan wilayah. Analisa ini didasarkan pada indikator-indikator yang 27
28
terkait dengan perkembangan suatu wilayah, dalam penelitian ini meliputi : karakteristik Sosial Ekonomi dan Potensi fisik wilayah. Tipologi wilayah dianalisa dengan : Principal Component Analysis (PCA), Cluster Analysis dan Discriminant Analysis. Principal Components Analysis (PCA) PCA digunakan untuk mengetahui faktor-faktor utama penentu tingkat perkembangan suatu wilayah. Data yang akan dianalisa data Podes 2003 yang bersifat kuantitatif melalui proses rasionalisasi yaitu variabel variabel yang dapat mencirikan tipologi wilayah desa-desa di Kabupaten Purwakarta, diantaranya: varibel-variabel bidang kependudukan, keuangan, komunikasi dan informasi, kesehatan, pendidikan, ekonomi, aksesibilitas dan faktor-faktor fisik Untuk melakukan perhitungan metode PCA/FA ini digunakan aplikasi statistica 60. Adapun maksud dari analisis komponen utama ini adalah untuk mengelompokkan variabel-variabel menjadi beberapa kelompok. Ada dua tujuan dasar dari PC, yaitu: •
Ortogonalisasi Variabel: mentransformasikan suatu struktur data dengan variabel-variabel yang saling berkorelasi menjadi struktur data baru dengan variabel-variabel baru (yang disebut sebagai Komponen Utama atau Faktor) yang tidak saling berkorelasi.
•
Penyederhanaan Variabel: banyaknya variabel baru yang dihasilkan, jauh lebih sedikit dari pada variabel asalnya, tapi total kandungan informasinya (total ragamnya) relatif tidak berubah (Saefulhakim, 2005). Teknik ekstraksi data dengan PCA/FA pada dasarnya adalah dengan
memaksimalkan keragaman dalam 1 (satu) variabel/faktor yang baru dan meminimalkan keragaman dengan variabel/faktor yang lain, menjadi variabel yang saling bebas (independent). Langkah-langkah yang dilakukan dalam analisa ini adalah : 1. Ortogonalisasi Variabel Tujuannya adalah membuat variabel baru Zα (α=1,2,...,q≤p) yang memiliki karakteristik: (1) satu sama lain tidak saling berkorelasi, yakni: rαα’ = 0, (2) nilai rataan masing-masing, tetap sama dengan nol, dan 28
29
(3) nilai ragam masing-masing Zα sama dengan λα ≥ 0, dimana ∑αλα = p. 2. Penyederhanaan jumlah variabel Mengurutkan masing-masing factor/komponen utama (Fα) yang dihasilkan, dari yang memiliki eigenvalue (λα) tertinggi hingga terendah, yakni : a. memilih faktor-faktor atau komponen-komponen utama yang memiliki
λα≥1, artinya faktor atau komponen utama yang memiliki kandungan informasi (ragam) setara dengan informasi yang terkandung dalam satu variabel asal, b. membuang faktor atau komponen utama yang mempunyai eigenvalue antar dua faktor atau komponen utama yang berdekatan/tidak begitu signifikan, jika (λα-λ(α
- 1))<1,
sebagai alternatif lain
digunakan juga
metode The Scree Test dipekenalkan oleh Catell dimana dari hasil scee plot yang dipilih adalah yang paling curam, c. menentukan faktor-faktor atau komponen-komponen utama yang memiliki koefisien korelasi nyata minimal satu variabel asal. Kriteria yang digunakan adalah | rαj|≥0.7 Hal ini dimaksudkan agar setiap faktor atau komponen utama yang terpilih, paling tidak memiliki satu penciri dominan dari variabel asalnya. Hasil PCA antara lain: •
Akar ciri (eigen value) merupakan suatu nilai yang menunjukkan keragaman dari peubah komponen utama dihasilkan dari analisis, semakin besar nilai eigen value, maka semakin besar pula keragaman data awal yang mampu dijelaskan oleh data baru.
•
Proporsi dan komulatif akar ciri, nilai pembobot (eigen vector) merupakan parameter yang menggambarkan hubungan setiap peubah dengan komponen utama ke-i.
•
Component score adalah nilai yang menggambarkan besarnya titik-titik data baru dari hasil komponen utama dan digunakan setelah PCA.
•
PC loading menggambarkan besarnya korelasi antar variable awal dengan komponen ke-i. PC scores ini yang digunakan jika terjadi analisis lanjutan setelah PCA. Factor Loadings (Lα) adalah sama dengan Factor Score Coefficients (Cα) kali Eigenvalue Faktor atau Komponen Utamanya (λα). 29
30
Variabel yang dipergunakan untuk analisis PCA, terlihat pada tabel berikut : Tabel 5. Variabel dan Parameter yang digunakan dalam Analisis PCA Bidang Kependudukan Keuangan Kecamatan
Sarana Komunikasi & Informasi
No
Kode
Variabel
Parameter
1
Kpdtn
Kepadatan Penduduk
2
KP
3
Pak
4
Sarkom
Persen Keluarga Pertanian Pendapatan asli kecamatan per kapita Rasio sarana komunikasi terhadap 1000 penduduk
Σ Penduduk per Luas Wilayah Σ kk Petanian per Σ kk
5
PLN
6
Telp
7
TV
8
Tenkes
9
Temkes
Rasio tempat pelayanan kesehatan terhadap 1000 penduduk
10
Obat
Rasio Jumlah tempat penjualan obat terhada 1000 penduduk
11
Dikdas
12
Ponpes
13
Murid
Rasio Jumlah sarana pendidikan dasar dan menengah terhadap 1000 penduduk Rasio Jumlah Pondok Pesantren/Madrasah Diniyah terhadap 1000 penduduk Rasio murid TK-SMK terhadap 1000 penduduk
Kesehatan
Pendidikan
Persen kk yang menggunakan PLN Persen kk yang berlangganan telpon Persen kk yang mempunyai TV Rasio tenaga kesehatan terhadap 1000 penduduk
14
Guru
Rasio Guru TK-SMK terhadap 1000 murid
15
Mes
Rasio mesjid terhadap 1000 penduduk
30
PAKperΣ Penduduk Σ (Wartel/kiospon/warpos tel, Warnet & Kantor Pos/Pos Pembantu/Rumah Pos) Per 1000 penduduk Σ kk pelanggan PLN per Σ kk Σ kk pelanggan telpon per Σ kk Σ kk punya TV per Σ kk Σ (Dokter, Bidan/bidan desa, Dukun bayi terlatih dan belum terlatih) Per 1000 penduduk Σ (RSU,Rmh bersalin, poliklinik, puskesmas/ pembantu,tmpt dokter/ bidan, posyandu/ polindes) Per 1000 penduduk Σ (Apotek, toko obat/jamu) Per 1000 penduduk
Σ (TK,SD,SMP,SMA,SMK negeri/swasta )Per 1000 penduduk Σ (Pondok Pesantren/ Madrasah Diniyah)Per 1000 penduduk Σ (murid TK,SD,SMP,SMA /SMK)Per 1000 penduduk
Σ (Guru TK,SD,SMP,SMA/ SMK )Per 1000 murid TK,SD,SMP,SMA /SMK Σ (Mesjid)Per 1000 penduduk
31
Tabel 5. Lanjutan 16
Lkeu
17
Toko
18
Jpwk
19
Jjkt
Rasio Lembaga keuangan terhadap 1000 penduduk Rasio Toko dan perbelanjaan terhadap 1000 penduduk Jarak terhadap ibukota kabupaten Jarak lurus ke Jakarta
20
Jbdg
Jarak lurus ke Bandung
21
Jln
22
Jlbaik
23 24 25 26
saw hutan mukim ler0
27
ler8
28
ler25
Rasio Panjang Jalan terhadap luas wilayah Persen Jalan Kondisi baik Persen luas sawah Persen hutan Persen pemukiman Persen luas areal dengan lereng 0-8% Persen luas areal dengan lereng 8-15% Persen luas areal dengan lereng 15-40%
29
ler40
Ekonomi
Aksesibilitas
Faktor fisik
Persen luas areal dengan lereng >40%
Σ (Bank, BPR,KUD, Koperasi) per 1000 penduduk Σ (Toko/ warung/kios, supermarket, restoran/kedai makan) per 1000 penduduk Jarak terhadap ibukota kabupaten Jarak sentroid Kecamatan terhdp Gerbang tol Cikopo Jarak sentroid Kecamatan terhadap Jalan utama Perbatasan Kab. Bandung Rasio panjang jalan terhadap luas wilayah Rasio panjang jalan baik terhadap panjang jalan Persen luas sawah Persen hutan Persen pemukiman Persen luas areal dengan lereng 0-8% per luas areal Persen luas areal dengan lereng 8-15% per luas areal Persen luas areal dengan lereng 15-40% per luas areal Persen luas areal dengan lereng >40%
Cluster Analysis Cluster analysis untuk mengetahui pengelompokan wilayah berdasarkan faktor-faktor utama yang mempengaruhi tingkat perkembangan wilayah. Cluster analysis digunakan untuk mengelompokkan objek-objek menjadi beberapa kelompok berdasarkan pada pengukuran variabel-variabael yang diamati, sehingga diperoleh kemiripan objek dalam kelompok yang sama dibandingkan antara objek dari kelompok yang berbeda. Secara umum terdapat dua metode penggerombolan dalam analisis gerombol ini yaitu: metode berhirarki (hierarichal clustering method) dan metode tak berhirarki (non hierarichal clustering method). Metode berhirarki dilakukan jika jumlah gerombol yang akan ditentukan sudah diketahui. Misalnya orde pembangunan wilayah secara umum diketahui 31
32
berjumlah 5 (lima), yaitu: sangat tinggi, tinggi, sedang, rendah, dan sangat rendah, atau 3 (tiga) yaitu: tinggi, sedang dan rendah. Pengklasifikasian selanjutnya akan dilakukan berdasarkan jumlah yang kita inginkan tersebut. Unit-unit analisis yang dikelompokkan
akan
bergerombol
sesuai
dengan
kedekatan/kemiripan
karakteristiknya masing-masing. Sedangkan untuk metode tidak berhirarki dilakukan jika jumlah gerombol belum diketahui. Penggerombolan selanjutnya dilakukan terhadap seluruh unit berdasarkan seluruh karakteristik yang diamati.
Selanjutnya berdasarkan
kenampakan hasil penggerombolan ditentukan pemotongan seberapa banyak gerombol yang akan digunakan.
Discriminant Analysis Discriminant analysis merupakan salah satu analisis multivariabel untuk menentukan variabel mana yang membedakan secara nyata dengan kelompokkelompok yang telah ada secara alami, sehingga digunakan untuk menentukan variabel mana yang merupakan penduga terbaik dari pembagian kelompokkelompok yang ada. Pada prinsipnya, penentuan dalam analisis diskriminan ini berbalikan dengan metode analisis gerombol. Jika analisis gerombol (khususnya gerombol unit) menentukan gerombol dari ciri-ciri yang diduga mirip, maka analisis diskriminan ini menentukan dengan kelompok yang sudah tentu yang terbentuk secara alamiah ingin ditentukan variabel yang mana yang sebenarnya secara nyata membedakan kelompok-kelompok tersebut. Fungsi diskriminan merupakan fungsi linier peubah-peubah asal yang akan menghasilkan cara terbaik dalam pemisahan kelompok.
Fungsi ini akan
memberikan nilai-nilai yang sedekat mungkin dalam kelompok dan sejauh mungkin antar kelompok.
Fungsi ini disamping dapat digunakan untuk
menerangkan perbedaan antar kelompok juga dapat digunakan dalam masalah klasifikasi yaitu peluang terkecil kesalahan klasifikasi atau tingkat kesalahan pengelompokan objek dari kelompok-kelompok
32
33
4
Analisis Disparitas
Indeks Williamson Indeks Williamson merupakan salah satu indeks yang paling sering digunakan untuk melihat disparitas antar wilayah. Williamson pada tahun 1975 mengembangkan indeks kesenjangan wilayah yang diformulasikan sebagai berikut:
V
w
=
_ 2 ⎛ ⎞ − ∑ ⎜⎝ Y i Y ⎠ p i −
Y
dimana: Vw = Indeks Williamson (Iw) Yi = PDRB per kapita wilayah kecamatan ke –i − = Rata-rata PDRB per kapita Y Pi = fi/n, dimana fi jumlah penduduk kecamatan ke i dan n jumlah total penduduk kabupaten Indeks Williamson akan menghasilkan indeks yang lebih besar atau sama −
dengan nol. Jika Yi= Y maka akan dihasilkan indeks = 0, yang berarti tidak adanya kesenjangan antar wilayah. Indeks lebih besar dari 0 menunjukkan adanya kesenjangan ekonomi antar wilayah.
Semakin besar indeks yang dihasilkan
semakin besar tingkat kesenjangan antar wilayah/kecamatan di suatu kabupaten. Dalam analisis ini data yang digunakan adalah PDRB kecamatan Kabupaten Purwakarta atas dasar lapangan usaha tahun 2002. Analisis Regresi Berganda Analisis regresi berganda dilakukan untuk menganalisis faktor-faktor yang mempengaruhi disparitas pembangunan antar wilayah. Karena disparitas antar wilayah dapat dilihat dari indeks perkembangan suatu wilayah dan tingkat perkembangan ekonomi suatu wilayah, maka dilakukan uji regresi antara indeks perkembangan kecamatan (IPK) dan PDRB perkapita sebagai variabel tujuan (dependent) terhadap variabel bebas (independent) potensi fisik wilayah. 33
yaitu : infrastruktur dan
34
Y = f (X1, X2, X3.... Xk.) atau: Model regresi berganda dapat diturunkan sebagai berikut:
Y = ε1x1 + ε2x2 +.............+ εkxk + е dimana:
Y Xi εi e
= = = =
IPK dan PDRB perkapita Variabel bebas Koefisien fungsi regresi Variabel pengganggu Y adalah variabel tujuan yang nilainya tergantung dari k variabel bebas
x1,.....,xk. Diasumsikan bahwa nilai variabel bebas diketahui dan nilai ε1,...........εk belum diketahui.
Untuk menghasilkan model yang dapat digunakan sebagai
penduga yang baik maka beberapa asumsi yang harus dipenuhi: a. E (e) = 0 b. E (e2)= σ2 c. Tidak ada korelasi antar variabel. Variabel dengan nilai koefisien regresi terbesar merupakan variabel yang mempunyai peranan terbesar dalam mempengaruhi tingkat perkembangan wilayah. Variabel yang dipergunakan untuk pengolahan data analisis regresi, merupakan faktor score hasil dari analisis PCA, sebagai berikut : 1
F1 yaitu indikator sarana perkotaan (kepadatan penduduk, sarana komunikasi, panjang jalan, pelanggan telpon dan lembaga keuangan)
2
F2 yaitu indikator keuangan daerah (PAD kecamatan, jarak ke BandungJakarta, Pelanggan PLN)
3
F3 yaitu indikator fisik wilayah (luas wilayah dengan kelerengan 8-15% dan >40%)
4
F4 yaitu indikator pendidikan, (sarana pendidikan dasar dan menengah)
5
F5 yaitu indikator aksesibilitas (jalan kondisi baik, tempat pelayanan kesehatan dan jumlah mesjid)
6
F6 yaitu indikator kesehatan (tenaga kesehatan)
7
F7 yaitu indikator pertanian (keluarga pertanian)
34
35
5.
Analisa Deskriptif Analisa deskriptif ini merupakan salah satu bentuk analisis statistik yang
bertujuan memberikan deskripsi data yang meliputi tabulasi, peringkasan dan penyajian dalam bentuk grafis dan gambar-ganbar serta menghitung ukuranukuran deskripsinya. Analisa
deskriptif
digunakan
untuk
menjelaskan,
menguraikan,
menggambarkan, menganalisa, mensintesa, dan menjabarkan fenomena-fenomena yang diperoleh dari hasil analisis lainnya, sehingga dapat diperoleh pemahaman yang lebih objektif terhadap keadaan yang realistis. Dalam tulisan ini perumusan strategi pengembangan wilayah di Kabupaten Purwakarta dilakukan melalui analisis deskriptif dengan cara menganalisa hasilhasil analisis sebelumnya antara lain fenomena hasil analisis perkembangan wilayah, analisis tipologi wilayah, analisis disparitas dan analisis keunggulan wilayah, sehingga diperoleh gambaran yang jelas dan logis. Adapun gambaran mengenai hal ini, secara lengkap disajikan pada gambar 4 diagram alir metode penelitian.
35
36
Wilayah Kabupaten Purwakarta
Potensi Wilayah SDA, SDM, SD Buatan, SD lain
Pemerintah Daerah
Data-data Statistik
Identifikasi Struktur Hirarki Wilayah (Skalogram, Indeks entropi)
Tingkat Perkembangan/ Hirarki Wilayah (Hi ki Wil h
Penentuan Tipologi Wilayah (PCA, Analisis Cluster, Analisis Diskriminan)
Tipologi Wilayah
Identifikasi Sektor Unggulan (LQ)
Sektor-sektor Unggulan
Analisa Faktor Perkembangan Wilayah (Indeks Williamson, Analisis Regresi)
Faktor Perkembangan Wilayah Analisis Deskriptif
Usulan Strategi Pengembangan Wilayah bagi Kabupaten Purwakarta
Gambar 4 Diagram alir metode penelitan
Kebijakan Pembangunan oleh Pemda
GAMBARAN UMUM LOKASI PENELITIAN Kondisi Umum Kabupaten Purwakarta Kabupaten Purwakarta merupakan bagian dari wilayah Provinsi Jawa Barat yang terletak di antara 107°30’–107°40’ Bujur Timur dan 6°25’–6°45’ Lintang Selatan, dengan luas wilayah 971.72 Km2 atau sekitar 2.81 persen dari luas wilayah Provinsi Jawa Barat. Secara administratif mempunyai batas wilayah sebagai berikut : Kabupaten Karawang di sebelah barat dan sebagian wilayah utara, Kabupaten Subang di sebelah utara dan sebagian wilayah bagian timur, Kabupaten Bandung di sebelah selatan dan Kabupaten Cianjur di sebelah barat daya (gambar 5). Kabupaten Purwakarta memiliki dua waduk besar (Waduk Ir. H. Juanda/ Jatiluhur dan Waduk Cirata) yang merupakan sumberdaya air dan energi, sarana budidaya perikanan air tawar, pariwisata dan sarana olahraga air.
Keberadaan
Waduk Jatiluhur yang dibangun pada tahun 1960-an dengan luas mencapai 54.050 ha yang terletak di Kecamatan Jatiluhur dan Kecamatan Sukasari merupakan suplai air bersih bagi DKI Jakarta dan Kota Bekasi, kebutuhan irigasi persawahan di Pantura serta penyedia sumber energi listrik, dan waduk Cirata terletak di Kecamatan Maniis sebagai Sumber energi listrik utama di Jawa Barat, sehingga Kabupaten Purwakarta memiliki peranan cukup penting. Kabupaten Purwakarta terletak di jalur utama transportasi di Jawa Barat, yaitu terletak pada jalur Pantura (menghubungkan Jakarta dengan kota-kota di pantai utara Jawa Barat dan Jawa Tengah) serta Jalur Jakarta-Bandung (menghubungkan DKI Jakarta dengan Ibukota Propinsi Jawa Barat) yaitu ± 70 Km dari Ibukota Jakarta dan ± 50 km dari Ibukota Propinsi Jawa Barat, karena posisinya ini maka Kabupaten Purwakarta menjadi wilayah penyangga bagi pertumbuhan dan pembangunan di DKI Jakarta dan Kota Bandung. Kabupaten Purwakarta secara administratif terdiri dari 17 kecamatan dengan 192 desa/kelurahan (183 Desa dan 9 Kelurahan), 1,050 RW, 3,208 RT dan 206,432 rumah tangga.
Berdasarkan profil desa, 36 desa dan kelurahan
diklasifikasikan sebagai desa swadaya, sedangkan 156 desa lainnya masuk ke dalam klasifikasi desa swakarya. Sampai dengan tahun 2006 di Kabupaten
38
Purwakarta belum ada desa maupun kelurahan yang masuk ke dalam klasifikasi swasembada. Jumlah penduduk pada tahun 2006 tercatat sebanyak 798,218 jiwa yang terdiri dari laki-laki berjumlah 398,507 jiwa dan perempuan berjumlah 399,711 jiwa. Jumlah dan kepadatan penduduk di Kabupaten Purwakarta tidak merata dan sangat bervariasi bukan hanya antar kecamatan, tetapi juga antar desa/kelurahan yang terdapat dalam kecamatan yang sama (Lampiran 1). Kondisi ini berpotensi menimbulkan terjadinya ketimpangan dalam percepatan pembangunan antar wilayah.
Wilayah dengan kepadatan tinggi didominasi oleh wilayah yang
berlokasi di pusat kota, sedangkan wilayah-wilayah dengan kepadatan penduduk rendah didominasi oleh wilayah yang berlokasi di pinggiran kota. Tingkat kepadatan rata-rata di Kabupaten Purwakarta tahun 2006 adalah 821 jiwa per km2 dengan distribusi yang sangat bervariasi dari yang rendah yaitu Kecamatan Sukasari (158 jiwa/km2) sampai dengan yang tinggi yaitu Kecamatan Purwakarta (5,867 jiwa/km2). Jumlah dan kepadatan penduduk per kecamatan di Kabupaten Purwakarta tahun 2006 dapat dilihat pada Tabel 6 berikut ini : Tabel 6 Jumlah dan kepadatan penduduk di Kabupaten Purwakarta Tahun 2006 No 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 13 14 15 16 17
Kecamatan
Purwakarta Plered Pasawahan Jatiluhur Babakancikao Darangdan Campaka Bungursari Wanayasa Sukatani Bojong Pondok Salam Tegalwaru Kiarapedes Cibatu Maniis Sukasari Kabupaten Sumber : BPS 2007
Σ Penduduk (Jiwa) 145,674 69,116 38,853 58,028 39,463 58,219 36,212 40,748 38,204 62,061 44,419 26,983 44,782 25,352 26,270 29,300 14,534 798,218
Luas wilayah (km2) 25 31 37 60 42 67 44 55 57 95 69 44 73 52 57 72 92 972
Kepadatan (Jw/ km2) 5,867 2,196 1,051 965 931 864 831 745 676 650 647 612 612 486 465 409 158 821
Gambar 5. Peta Administrasi Kabupaten Purwakarta 6
40
Secara spasial penyebaran kepadatan penduduk Kabupaten Purwakarta terpusat di Kecamatan Purwakarta dan kecamatan sekitar Kecamatan Purwakarta yaitu Kecamatan Pasawahan, Jatiluhur dan Kecamatan Babakancikao. Kepadatan penduduk yang tinggi tersebar pada kecamatan-kecamatan yang terletak pada jalur-jalur transportasi utama di Kabupaten Purwakarta yaitu jalur JakartaBandung yang menghubungkan kecamatan-kecamatan di Kabupaten Purwakarta dengan Kabupaten Bandung seperti Bungursari, Purwakarta, Jatiluhur, Sukatani, Plered dan Kecamatan Darangdan.
Peta penyebaran kepadatan penduduk
Kabupaten Purwakarta dapat dilihat pada Gambar 6. Karakteristik Alam Kondisi fisik Kabupaten Purwakarta memperlihatkan adanya perbedaan karakteristik alam antar bagian wilayah. Dilihat dari aspek topografi, wilayah Kabupaten Purwakarta terdiri dari 18.18% wilayahnya dengan kelerengan 0-8%, 34.10 % dengan kelerengan 8-15 %, 32.83% dengan kelerengan 15-40 % dan 14.89 % wilayahnya dengan kelerengan > 40 %. Sedangkan dilihat aspek perbedaan ketinggian, wilayah Kabupaten Purwakarta terdiri dari : •
Wilayah dengan ketinggian <100 mdpl seluas 226.22 Km2 atau 23.28% dari total luas wilayah;
•
Wilayah dengan ketinggian antara 100-500 mdpl seluas 559.68 Km2 atau 57.60% dari total luas wilayah;
•
Wilayah dengan ketinggian antara 500-1000 mdpl seluas 150.14 Km2 atau 15.45% dari total luas wilayah.
•
Wilayah dengan ketinggian antara 1000–1500 mdpl seluas 209.34 Km2 atau 2.15% dari total luas wilayah;
•
Wilayah dengan ketinggian >1500 m dpl seluas 147.46 Km2 atau 1.52% dari total luas wilayah. Peta tofografi Kabupaten Purwakarta dapat dilihat pada Gambar 7.
41
Gambar 6. Peta Penyebaran Kepadatan Penduduk Kabupaten Purwakarta
42
Gambar 7 Peta Topografi Kabupaten Purwakarta
BAPEDA Kabupaten Purwakarta mengelompokkan wilayah Kabupaten Purwakarta ke dalam tiga wilayah, yaitu : •
Wilayah Pegunungan, terletak di tenggara Kabupaten Purwakarta, dengan ketinggian antara 1100-2036 m dpl dan meliputi 288,87 Km2 atau 29,73% dari total luas wilayah;
•
Wilayah Perbukitan dan Danau, terletak di barat laut Kabupaten Purwakarta, dengan ketinggian antara 500 – 1100 m dpl, dan meliputi 328,47 Km2 atau 33,80% dari total luas wilayah;
•
Wilayah Dataran, wilayah ini terletak di utara Kabupaten Purwakarta. Wilayah ini mempunyai ketinggian 35-499 m dpl dan meliputi 354,38 Km2 atau 36,47% dari total luas wilayah. Karakteristik alam di atas mempengaruhi iklim di masing-masing wilayah.
Wilayah tenggara yang berupa pengunungan mempunyai suhu udara yang sejuk yaitu antara 170 – 260C, dengan curah hujan yang tinggi (3.000 mm/tahun – 5.000 mm/tahun) sedangkan suhu udara di daerah lainnya antara 220 – 280C dengan curah hujan 2000 mm – 3000 mm/tahun di wilayah barat laut. Kabupaten Purwakarta dengan luas wilayah 97,172 ha terdiri dari 15,532 ha atau 15.98% dari total wilayah merupakan lahan sawah baik beririgasi maupun lahan sawah tadah hujan dan 81,640 ha atau 84,02% dari total wilayah merupakan lahan bukan sawah. Secara lengkap penggunaan lahan di Kabupaten Purwakarta pada tahun 2006 dapat dilihat pada Tabel 7. Kondisi Makro Perekonomian Salah satu indikator ekonomi makro yang umum digunakan untuk menggambarkan perkembangan wilayah adalah Produk Domestik Regional Bruto (PDRB).
Dilihat dari kontribusi sektor-sektor perekonomian terhadap PDRB
maka sektor-sektor perekonomian yang berkembang antara lain: sektor industri pengolahan, sektor perdagangan dan sektor pertanian memberikan kontribusi cukup besar terhadap PDRB Kabupaten Purwakarta. Pada Tahun 2002 menyumbang 44.37%, 25.77% dan 10.94% berturut-turut untuk sektor industri pengolahan, sektor perdagangan dan sektor pertanian. Untuk jelasnya jumlah PDRB Kabupaten Purwakarta menurut lapangan usaha dapat dilihat pada Tabel 8.
44 Tabel 7. Penggunaan lahan Kabupaten Purwakarta tahun 2006 No 1 1.1 1.2 1.3 1.4 1.5 2 2.1 2.2 2.3 2.4 2.5 2.6 2.7 2.8 2.9 2.10 2.11
Jenis penggunaan Lahan Lahan Sawah Irigasi teknis Irigasi setengah teknis Irigasi sederhana Irigasi desa/non teknis Tadah hujan Jumlah 1 Lahan Bukan Sawah Pekarangan Tegal/kebun Ladang/huma Penggembalaan Sementara tidak diusahakan Hutan rakyat Hutan negara Perkebunan Rawa (yang tidak ditanami/waduk) Kolam/tebat/empang lain-lain Jumlah 2 Jumlah Total
Ditanami Padi dalam 1 Tahun > 2 kali 1 kali 1,923 2,946 3,113 1,514 2,197 11,693
Jumlah (Ha)
0 0 68 0 3,771 3,839
1,923 2,946 3,181 1,514 5,968 15,532 13,213 11,520 6,243 1,165 76 6,631 19,215 9,561 8,739 457 4,820 81,640 97,172
Sumber : Dinas Pertanian Tanaman Pangan dan Perkebunan Sektor pertanian, sektor angkutan, keuangan dan sektor jasa, memiliki kontribusi yang kecil terhadap PDRB Kabupaten Purwakarta namun sektor-sektor tersebut hampir merata di semua kecamatan, sehingga sektor ini dapat dikembangkan dan menjadi andalan bagi Kabupaten Purwakarta. Kabupaten
Purwakarta
mempunyai
sumberdaya
yang
besar
untuk
mengembangkan sektor pertanian menjadi sektor unggulan, karena mempunyai 2 (dua) waduk yang cukup besar guna mengatasi masalah air, mempunyai sumberdaya manusia yang besar yaitu dari 187,858 keluarga pertanian yang ada hampir 51.21% merupakan merupakan keluarga petani, serta memiliki lahan sawah sebesar 15.98% dan lahan potensial untuk lahan pertanian sekitar 19.48% berupa lahan tegalan, ladang dan padang rumput.
45 Tabel 8. PDRB Kabupaten Purwakarta menurut lapangan usaha tahun 2002 atas dasar harga berlaku No
PDRB (Juta rupiah)
Lapangan Usaha/Sektor Perekonomian
1
Pertanian
2
Pertambangan & Penggalian
3
Industri Pengolahan
4
Persentase
641,125.57
10.94
10,964.96
0.19
2,600,598.06
44.37
Listrik Gas dan Air Bersih
187,736.86
3.20
5
Bangunan/Kontruksi
171,495.63
2.93
6
Perdagangan, Hotel dan Restoran
1,510,438.25
25.77
7
Pengangkutan & Komunikasi
201,003.63
3.43
8
Keuangan, Persewaan & jasa Perusahaan
250,865.72
4.28
9
Jasa-jasa
286,587.40
4.89
5,860,816.08
100.00
Total PBRB
Tabel 9. No
Kontribusi Sektor-Sektor Terhadap PDRB Per Kecamatan di Kabupaten Purwakarta Tahun 2002 (persen)
Kecamatan
Tani
Tmb
Ind
Ligas
Sektor Kons
Total Dag
Akt
Keu
32.90 22.81
Jasa
1.
Bungursari
4.32
0.74 31.04
13.68 38.39
42.60
2.
Jatiluhur
5.09
1.81 24.23
51.10
2.93
19.72
2.58
28.91
3.33
18.47
3.
Babakancikao 3.72
4.56 29.82
10.26
3.55
13.26
4.
Purwakarta
3.51
1.68
0.14
9.43 42.59
8.12
4.19
6.23
18.13
14.87 41.81
36.44
5. 6.
Campaka Cibatu
5.70 5.68
1.08 5.18
9.95 3.14
0.90 0.60
1.36 1.23
4.34 2.01
8.39
2.69 2.07
6.78 2.89
7.
Plered
7.86
24.70
0.61
0.53
2.10
2.08
7.46
3.67
6.39
2.50
8.
Sukatani
7.80
37.76
0.21
0.26
1.92
1.92
3.50
1.46
4.19
1.98 1.92
5.00
2.67
1.57 2.72 2.61
6.31 2.06
9.
Darangdan
8.91
2.84
0.07
0.49
1.19
1.15
6.34
1.66
6.61
10.
Wanayasa
8.14
0.13
0.03
0.25
0.55
0.63
5.63
1.89
8.49
1.73
11.
Tegalwaru
5.95
16.59
0.64
0.32
1.11
1.04
2.91
0.97
3.17
1.57
12.
Maniis
8.07
0.00
0.01
11.27
0.29
0.66
0.50
0.20
2.26
1.53
13.
Bojong
7.56
0.39
0.06
0.21
0.96
0.80
4.60
1.43
5.21
1.53
14.
Pasawahan
4.13
1.59
0.02
0.29
0.62
0.51
4.07
4.99
4.51
1.19
15.
Kiarapedes
5.71
0.20
0.02
0.18
0.38
0.48
2.15
1.30
2.46
1.01
16.
Pondoksalam
3.95
0.75
0.01
0.17
0.43
0.44
2.71
2.48
2.46
0.88
17.
Sukasari
0.00
0.01
0.07
0.39
0.24
0.44
0.09
0.88
0.57
100.00 100.00
100.00
100.00 100.00
100.00
100.00
Total
3.91 100.00
100.00 100.00
Sumber : BPS 2002 ( data di olah) Keterangan Tani : Pertanian Tmb : Pertambangan dan Pengalian Ind : Industri Pengolahan Ligas : Listrik, gas dan air minum Kons : Bangunan dan konstruksi
Dag : Akt : Keu : Jasa :
Perdagangan Angkutan dan Komunikasi Lemb.Keu Persewaan dan Jasa perusahaan Jasa-jasa
46 Sedangkan sektor industri pengolahan dan sektor perdagangan meskipun memiliki kontribusi yang besar terhadap PDRB namun dominan di beberapa kecamatan saja, misalnya sektor industri pengolahan hanya dominan di Kecamatan Jatiluhur, Babakancikao dan Kecamatan Bungursari, sehingga 85.09% PDRB Kabupaten Purwakarta sektor industri pengolahan disumbang oleh ketiga kecamatan ini dan sektor perdagangan hanya dominan di Kecamatan Jatiluhur dan Kecamatan Bungursari. Secara lengkap kontribusi sektor-sektor terhadap PDRB tiap kecamatan di Kabupaten Purwakarta menurut harga berlaku tahun 2002 dapat dilihat pada Tabel 9 dan 10. Sedangkan pada tabel 10 terlihat bahwa ketiga kecamatan ini juga menempati posisi teratas dalam urutan kecamatan berdasarkan nilai PDRB dan memiliki PDRB yang cukup tinggi dibandingkan rata-rata PDRB kabupaten yang hanya 344,837.94.
Pada tahun 2002 PDRB ketiga kecamatan memberikan
kontribusi sebesar 65.51% terhadap PDRB Kabupaten Purwakarta sedangkan 14 kecamatan lainnya hanya memberikan kontribusi sebesar 34.49%.
Dengan
demikian PDRB di Kabupaten Purwakarta tidak merata antar kecamatan, dengan kata lain telah terjadi perkembangan wilayah yang tidak berimbang dan berpotensi terjadinya ketimpangan dalam percepatan pembangunan antar wilayah. Struktur ekonomi Kabupaten Purwakarta didominasi oleh sektor industri pengolahan yang memberikan kontribusi lebih dari 40 persen terhadap total PDRB, kemudian sektor perdagangan, hotel dan restoran di urutan kedua dan sektor pertanian di urutan ke tiga. Pada tahun 2001, kontribusi sektor industri mencapai 45.39% namun mengalami penurunan dari tahun ke tahun sehingga pada tahun 2004 menjadi 40.70%.
Menurunnya peranan sektor industri
menyebabkan peranan sektor-sektor lain meningkat kecuali sektor listrik, gas dan air bersih yang mengalami penurunan pada tahun 2003 akibat kemarau panjang yang menyebabkan debit air sungai menurun sehingga produksi listrik yang dibangkitkan oleh PLTA Jatiluhur dan Cirata mengalami penurunan dan pada tahun 2004 sektor ini mengalami meningkat kembali. Perkembangan PDRB Kabupaten Purwakarta dalam kurun waktu 4 tahun (2001-2004) atas dasar harga berlaku serta kontribusi masing-masing sektor perekonomian, tampak pada Tabel 11 di bawah ini :
47 Tabel 10. PDRB Kecamatan dan Kontribusinya terhadap PDRB Kabupaten Purwakarta Tahun 2002 PDRB Kontribusi No Kecamatan Peringkat (Rp.Jt) (%) 1 Bungursari 1 1,694,977.63 28.91 2 Jatiluhur 2 1,082,579.08 18.47 3 Babakancikao 3 1,063,065.51 18.13 4 Purwakarta 4 491,784.59 8.39 5 Campaka 5 397,492.06 6.78 6 Cibatu 6 169,251.53 2.89 7 Plered 7 146,483.56 2.50 8 Sukatani 8 116,199.04 1.98 9 Darangdan 9 112,547.62 1.92 10 Wanayasa 10 101,595.03 1.73 11 Tegalwaru 11 91,988.55 1.57 12 Maniis 12 89,835.39 1.53 13 Bojong 13 89,826.66 1.53 14 Pasawahan 14 69,993.19 1.19 15 Kiarapedes 15 59,475.12 1.01 16 Pondok Salam 16 51,817.05 0.88 17 Sukasari 17 33,333.36 0.57 JUMLAH 5,862,244.95 100.00 Rata-rata 344,837.94 Sumber : BPS Kabupaten Purwakarta diolah Tabel 11. Kontribusi masing-masing sektor terhadap Purwakarta tahun 2001– 2004 (Persen) Sektor Perekonomian Pertanian Pertambangan & Penggalian Industri Pengolahan Listrik Gas dan Air Bersih Bangunan/Kontruksi Perdagangan, Hotel dan Restoran Pengangkutan & Komunikasi Keuangan, Persewaan & jasa Perusahaan Jasa-jasa PBRB
2001
2002
PDRB
Kabupaten
2003
2004
10.49 0.18
10.94 0.19
10.29 0.19
11.25 0.20
45.39 3.20
44.37 3.20
43.33 2.53
40.70 2.72
2.86 25.74
2.93 25.77
3.00 26.70
4.53 26.14
3.28
3.43
3.65
3.69
4.19
4.28
5.11
5.47
4.67 100.00
4.89 100.00
5.19 100.00
5.31 100.00
Sumber : BPS Kabupaten Purwakarta diolah
48 Garis Besar Kebijakan Pembangunan Proses pembangunan daerah Kabupaten Purwakarta diarahkan pada pencapaian visi yang ditetapkan berdasarkan permasalahan dan potensi daerah. Visi pembangunan Kabupaten Purwakarta yang telah ditetapkan hingga tahun 2010 adalah: “Terwujudnya Masyarakat Purwakarta Yang Aman, Damai, Demokratis, Berkeadilan, Berdaya Saing, Maju Dan Sejahtera Berlandaskan Iman Dan Taqwa Menuju Wibawa Karta Raharja” Sebagai bentuk penjabaran visi pembangunan daerah Pemerintah Kabupaten Purwakarta telah menetapkan delapan misi, kemudian dituangkan lebih lanjut ke dalam program guna mencapai tujuan dan sasaran. Misi, tujuan dan sasaran yang dimaksud adalah sebagai berikut : Misi (1) :
Mewujudkan budaya hukum dan tertib hukum demi terciptanya kesadaran, kepatuhan dan ketertiban hukum masyarakat
Tujuan : Misi (2):
1.
Meningkatkan kualitas produk hukum daerah
2.
Meningkatkan penegakan produk hukum daerah
Memelihara dan meningkatkan stabilitas keamanan dan ketertiban di daerah
Tujuan : Misi (3) :
1.
Mewujudkan ketertiban umum
Mewujudkan profesionalisme aparatur dan penataan kelembagaan pemerintah daerah
Tujuan :
1.
Meningkatkan kompetensi aparatur pemerintah daerah
2.
Meningkatkan kualitas evaluasi kinerja instansi pemerintah daerah
Misi (4) :
3.
Mewujudkan pembaharuan manajemen pemerintahan daerah
4.
Meningkatkan sarana dan prasarana aparatur
Menciptakan iklim politik yang kondusif bagi terwujudnya kehidupan bermasyarakat berbangsa dan bernegara yang lebih demokratis berdasarkan nilai-nilai agama, etika moral dan budaya Pancasila
Tujuan :
1.
Mewujudkan situasi politik yang kondusif
Misi (5) :
Mengembangkan ekonomi kerakyatan dengan memberdayakan pengusaha kecil, menengah dan koperasi agar lebih efisien, produktif
49 dan berdaya saing dengan mengoptimalkan sumberdaya daerah yang bertitik berat pada penguatan basis pertanian dan industri serta mengembangkan mekanisme pasar yang berkeadilan dengan prinsip persaingan sehat, disamping memfasilitasi berkembangnya PMA dan PMDN dalam rangka penyerapan tenaga kerja, meningkatkan pertumbuhan ekonomi dan menghadapi persaingan global dengan mengoptimalkan keunggulan komparatif Tujuan :
1. Meningkatkan pendapatan masyarakat 2. Meningkatkan pemanfaatan sumber daya ekonomi 3. Meningkatkan iklim usaha yang lebih kondusif 4. Intensifikasi, ekstensifikasi dan diversifikasi sumber-sumber Pendapatan Asli Daerah (PAD) 5. Meningkatkan mutu tenaga kerja
Misi (6) :
Mewujudkan sistem dan iklim pendidikan yang demokratis dan bermutu guna memperteguh akhlak mulia, kreatif, inovatif, berwawasan
kebangsaan,
bertanggungjawab,
cerdas,
berketerampilan
sehat, serta
berdisiplin menguasai
dan ilmu
pengetahuan dan teknologi dalam rangka mengembangkan kualitas manusia Tujuan : Misi (7) :
1.
Mewujudkan pemerataan pendidikan
2.
Mewujudkan peningkatan kualitas pendidikan
Mewujudkan kehidupan sosial budaya yang berkepribadian, dinamis, kreatif dan berdaya tahan terhadap pengaruh globalisasi
Tujuan :
1.
Meningkatkan pelayanan kesejahteraan sosial
2.
Mewujudkan peningkatan kesejahteraan masyarakat
3.
Mewujudkan penduduk tumbuh seimbang sesuai daya dukung dan tuntutan pembangunan
Misi (8) :
Meningkatkan pemerataan pembangunan daerah yang berwawasan lingkungan
Tujuan :
1.
Mewujudkan pemerataan, pengembangan, peningkatan dan pemeliharaan sarana dan prasarana fisik dasar daerah
2.
Mewujudkan tata ruang yang efektif
50 3.
Meningkatkan penataan permukiman dan prasarana dasar
4.
Mewujudkan pelestarian lingkungan hidup
Sedangkan strategi pokok Pembangunan Kabupaten Purwakarta Tahun 2006-2010 diarahkan untuk mendukung pengembangan : 1.
Basic Core yang meliputi : Agama, Pendidikan, dan Kesehatan
2.
Core Bussines yang meliputi Pertanian yang mengarah ke agroindustri dan
agribisnis; Perdagangan dan jasa; Industri kecil-menengah; dan Pariwisata. Penetapan Strategi Pokok Pembangunan Kabupaten Purwakarta tahun 20062010 tersebut, pada hakekatnya diarahkan pada pemenuhan hak dasar rakyat dan penciptaan landasan pembangunan yang kokoh. Pemenuhan hak dasar tersebut meliputi: (1)
Hak rakyat untuk memperoleh pekerjaan yang layak bagi kemanusiaan;
(2)
Hak rakyat untuk memperoleh perlindungan hukum;
(3)
Hak rakyat untuk memperoleh rasa aman;
(4)
Hak rakyat untuk memperoleh akses atas kebutuhan hidup (sandang, pangan, dan papan) yang terjangkau;
(5)
Hak rakyat untuk memperoleh akses atas kebutuhan pendidikan;
(6)
Hak rakyat untuk memperoleh akses atas kebutuhan kesehatan;
(7)
Hak rakyat untuk memperoleh keadilan;
(8)
Hak rakyat untuk berpartisipasi dalam politik dan perubahan;
(9)
Hak rakyat untuk berinovasi; serta
(10) Hak rakyat untuk memeluk agamanya masing-masing dan untuk beribadat menurut agama dan kepercayaannya. Sedangkan program prioritas lebih diarahkan pada upaya pemecahan terhadap permasalahan-permasalahan yang menjadi isu strategis yang ada di Daerah, yakni digulirkan menurut strategi sebagai berikut : Strategi (1) : Mewujudkan Kabupaten Purwakarta aman dan damai Strategi (2) : Mewujudkan peningkatan profesionalisme aparatur Strategi (3) : Mewujudkan Kabupaten Purwakarta yang adil dan demokratis Strategi (4) : Mewujudkan peningkatan kualitas sumber daya manusia Strategi (5) : Mewujudkan peningkatan kesejahteraan masyarakat
51 Strategi (6) : Mewujudkan peningkatan kualitas lingkungan hidup Strategi (7) : Mewujudkan peningkatan kualitas infrastruktur Strategi (8) : Mewujudkan peningkatan kualitas kehidupan sosial berlandaskan agama dan budaya daerah.
Pengembangan Wilayah Pengembangan wilayah di Kabupaten Purwakarta diarahkan agar tercapai keserasian fungsi dan intensitas pemanfaatan ruang sesuai dengan RTRW Kabupaten dan arahan RTRW Propinsi. RTRW Propinsi Jawa Barat berfungsi sebagai acuan, pengikat dan penyelaras keterpaduan penataan ruang antar propinsi dengan kabupaten dan kota, maka arahan RTRW Propinsi Jawa Barat terhadap Kabupaten Purwakarta antara lain : 1.
Pengembangan sistem pusat kota-kota, yaitu PKW Cikopo-Cikampek yang meliputi pula kawasan fungsionalnya sebagai bagian wilayah Kabupaten Purwakarta dan Kabupaten Karawang. Pada PKW CikopoCikampek harus dikoordinasikan antara Pemerintah Kabupaten Purwakarta dengan Karawang menyangkut penetapan jenis fasilitas-fasilitas yang akan dikembangkan
di
wilayahnya
masing-masing,
sehingga
mendorong
pengembangan kota-kota di Pantai Utara Jawa Barat. 2.
Pengembangan Sistem Transportasi, yaitu •
Terbentuknya sistem jaringan jalan arteri primer sebagai penghubung antar PKN melalui peningkatan ruas jalan arteri Cikopo – Purwakarta – Bandung.
•
Meningkatnya kapasitas dan kualitas pelayanan jaringan KA sebagai penghubung antara pusat-pusat pertumbuhan melalui pembangunan double track Cikampek-Purwakarta-Padalarang dan Cikampek-Cirebon.
•
Terciptanya jaringan jalan tol sebagai pendukung pusat kegiatan PKN, diantaranya jalan tol Cikopo-Padalarang,
• 3.
Terbentuknya terminal tipe B
Pengembangan Pemanfaatan Ruang, yaitu •
Pengembangan Kawasan Lindung : Tercapainya proporsi luas kawasan lindung sebesar 45 % dari luas wilayah kabupaten atas dasar kriteria
52 kawasan-kawasan yang berfungsi lindung, terjaganya kawasan-kawasan resapan air atau kawasan yang berfungsi hidroorologis, terjaminnya ketersediaan sumberdaya air, berkurangnya lahan kritis, terbentuknya kawasan penyangga di sekitar kawasan hutan lindung dan konservasi. •
Pengembangan kawasan budidaya lahan sawah : Tidak adanya alih fungsi lahan sawah irigasi teknis, meningkatnya produktivitas lahan sawah melalui intensifikasi, terjaminnya ketersediaan air dan jaringan irigasi melalui pengembangan prasarana sumberdaya air.
•
Pengembangan daya dukung dan daya tampung lingkungan yaitu : Tersedianya prasarana wilayah untuk meningkatkan daya dukung lingkungan, terkendalinya pemanfaatan ruang dan sumberdaya alam, terkendalinya laju pertumbuhan penduduk., terwujudnya distribusi penduduk
sesuai
dengan
daya
tampungnya,
terkendalinya
pengembangan kegiatan sosial dan ekonomi penduduk sesuai dengan daya dukungnya, terkendalinya pemanfaatan sumberdaya air. 4.
Pengembangan Sarana dan Prasarana Wilayah, yaitu pengembangan fasilitas-fasilitas meliputi: tersedianya terminal tipe A, Pasar induk regional, RSU tipe B, PTN; meningkatnya pasokan daya di wilayah Jawa Barat melalui pembangunan Instalasi listrik baru, yaitu Interbus Transformer (IBT) Purwakarta, terbangunnya sistem jaringan telekomunikasi di seluruh ibukota kecamatan dan desa dan terciptanya prasarana permukiman yang berfungsi mendukung peran dan fungsi kota-kota Dalam RTRW 2006-2010
dirumuskan
tujuan, konsepsi dan strategi
pengembangan wilayah Kabupaten Purwakarta pada tahun mendatang didasarkan dari hasil identifikasi potensi, persoalan dan kebijaksanaan-kebijaksanaan yang mendukung terwujudnya struktur ruang yang diinginkan. Faktor-faktor yang mempengaruhi perkembangan suatu wilayah adalah adanya kegiatan yang bersifat mendorong
tumbuhnya
sektor-sektor
perekonomian
dan
perkembangan
kependudukan yang perlu diwadahi dalam ruang wilayah dengan ditunjang oleh sarana dan prasarana pendukungnya. Dalam arahan struktur ruang pada RTRW Tahun 1996, Kabupaten Purwakarta, dibagi dalam 3 Wilayah Pengembangan Pembangunan (WPP) yaitu:
53 1.
WPP I berpusat di kota Purwakarta dengan wilayah penunjang : Kecamatan Purwakarta, Babakancikao, Campaka, Bungursari, Cibatu, Jatiluhur, Sukasari, Pasawahan dan Kecamatan Pondoksalam.
2.
WPP II berpusat di Plered, meliputi wilayah : Kecamatan Plered, Sukatani, Tegalwaru, Darangdan dan Kecamatan Maniis
3.
WPP III berpusat di Wanayasa ditunjang wilayah belakangnya seperti : Kecamatan Wanayasa, Kiarapedes dan Kecamatan Bojong Strategi Pengembangan Wilayah Kabupaten Purwakarta disusun dengan
memperhatikan : 1.
Penentuan fungsi dan peran Kabupaten Purwakarta dalam Lingkup propinsi yang dimuat dalam Rencana Tata Ruang Wilayah Propinsi Jawa Barat.
2.
Permasalahan dan potensi Kabupaten Purwakarta dalam lingkup nasional dan regional Propinsi Jawa Barat.
3.
Permasalahan dan potensi internal Kabupaten Purwakarta.
4.
Rencana-rencana strategis, rencana pembangunan sektoral dan Rencana Tata Ruang Wilayah Kabupaten Purwakarta 1996.
5.
Hasil analisis Rencana Tata Ruang Wilayah Kabupaten Purwakarta 2002. Strategi pengembangan wilayah Kabupaten Purwakarta hingga tahun 2012
bertujuan antara lain : 1.
Meningkatkan peran Kabupaten Purwakarta dalam Konstelasi Nasional (Kabupaten Purwakarta terletak diantara Pusat Kegiatan Nasional DKI Jakarta – Bandung – Cirebon).
2.
Meningkatkan peran Kabupaten Purwakarta dalam Konstelasi Regional Jawa Barat
3.
Pengembangan
sistem
kota-kota
dan
pengembangan
pusat-pusat
pertumbuhan dalam mendorong perkembangan kota-kota dan kecamatan dalam wilayah. 4.
Mengembangkan ekonomi kerakyatan dengan memberdayakan pengusaha kecil. menengah dan koperasi agar lebih efisien, produktif dan berdaya saing dengan mengoptimalkan sumberdaya daerah yang bertitik berat pada penguatan basis pertanian dan industri serta mengembangkan mekanisme pasar yang berkeadilan dengan prinsip persaingan sehat.
54 5.
Mendorong pertumbuhan ekonomi kabupaten melalui pengembangan sektor-sektor kegiatan ekonomi, terutama sektor pertanian, industri, pariwisata dan pertambangan
6.
Pengembangan sistem pemerintahan yang baik (good governance) untuk meningkatkan kapasitas pelayanan pembangunan.
7.
Peningkatan sumberdaya manusia sebagai modal utama dan sebagai pelaku pembangunan dan pengguna hasil pembangunan.
8.
Pengembangan mendorong
sistem
transportasi
perkembangan
sebagai
perekonomian
prasarana
dan
melayani
dasar
untuk
pergerakan
penduduk dan barang antar wilayah. 9.
Pengembangan
sarana
dan
prasarana
wilayah
untuk
mendorong
perkembangan perekonomian dan sosial budaya. 10.
Pengembangan kawasan perdesaan, perkotaan dan tertentu yang seimbang dan berkelanjutan
11.
Pengembangan sistem perwilayahan yang seimbang dan terjamin aspek lingkungannya. Secara lengkap strategi pengembangan wilayah Kabupaten Purwakarta
hingga tahun 2012 tertuang dalam RTRW Kabupaten Purwakarta disajikan pada Lampiran 2. Bila memperhatikan kebijakan dan program-program pembangunan yang dirumuskan, nampaknya telah mencakup berbagai aspek. Sehingga apabila diimplemenrasikan akan berdampak cukup besar bagi pengembangan masyarakat dan kemajuan daerah. Namun hasil pembangunan selama ini masih belum merata di semua wilayah, oleh karena itu perlu kajian yang lebih mendalam untuk merumuskan kebijakan dan strategi pengembangan wilayah yang lebih akurat dan berimplikasi luas terhadap peningkatan dan perkembangan daerah, dengan memprioritaskan kebijakan, program dan kegiatan pembangunan pada upaya pemecahan terhadap permasalahan yang menjadi isu strategis yang ada di daerah.
HASIL DAN PEMBAHASAN Struktur Hirarki Wilayah Melalui analisis skalogram akan diperoleh gambaran karakteristik perkembangan suatu wilayah, yaitu dengan menentukan struktur pusat-pusat pelayanan berdasarkan tingkat hirarki wilayah.
Penentuan struktur hirarki
wilayah ini berdasarkan kapasitas pelayanan yang dapat disediakan oleh suatu wilayah, sehingga dapat diidentifikasi wilayah yang berfungsi sebagai pusat/inti dan wilayah-wilayah hinterlandnya. Wilayah yang mempunyai kepadatan penduduk yang relatif tinggi atau wilayah yang lebih maju akan membutuhkan sarana dan prasarana yang lebih banyak dan kualitas yang lebih baik dibandingkan wilayah dengan kepadatan penduduk yang lebih rendah atau wilayah yang belum maju.
Sarana dan
prasarana dibutuhkan antara lain: bidang pendidikan, kesehatan, transportasi, perekonomian dan aksesibilitas wilayah. Tingkat perkembangan wilayah dapat dicerminkan oleh nilai Indeks Perkembangan Desa/Kecamatan (IPD/IPK) pada analisis skalogram, semakin tinggi IPD/IPK maka semakin berkembang atau maju desa atau kecamatan tersebut, sehingga dapat menjadi pusat pelayanan bagi wilayah sekitarnya atau bagi wilayah yang memiliki nilai IPD/IPK yang lebih rendah. Hasil analisis skalogram di Kabupaten Purwakarta, diperoleh IPD antara 3.40 sampai dengan 295.52.
Nilai tertinggi diperoleh Desa Nagrikaler di
Kecamatan Purwakarta dan terendah oleh Desa Wanawali di Kecamatan Cibatu, selengkapnya dapat dilihat pada Lampiran 3. Sedangkan hirarki wilayah menurut ketersediaan sarana dan prasarana serta fasilitas pelayanan umum berdasarkan perhitungan skalogram diperoleh hasil sebagai berikut : 1.
Wilayah yang termasuk pada hirarki I merupakan desa-desa yang memiliki tingkat perkembangan wilayah yang lebih tinggi/maju dibandingkan desadesa pada hirarki yang lebih rendah. Desa-desa yang termasuk pada hirarki ini memiliki IPD antara 97.25 sampai dengan 295.52, yaitu sebanyak 6 desa dari 192 desa yang ada di Kabupaten Purwakarta (3.13 % dari total desa yang ada di Kabupaten Purwakarta) terdapat di 2 Kecamatan antara lain: 5
56 kelurahan di Kecamatan Purwakarta dan 1 desa di Kecamatan Wanayasa. Desa-desa ini memiliki tingkat tingkat ketersediaan sarana dan prasarana serta fasilitas pelayanan umum yang lebih memadai, terutama dalam bidang pendidikan dan kesehatan. Desa-desa ini memiliki aksesibitas yang tinggi terhadap pusat pemerintahan karena hampir delapan puluh persen terdapat di pusat ibukota kabupaten, sehingga merupakan wilayah perkotaan. 2.
Wilayah yang termasuk pada hirarki II merupakan desa-desa yang memiliki tingkat perkembangan wilayah sedang, memiliki nilai IPD antara 20.83 sampai dengan 76.65. Desa-desa yang termasuk pada hirarki ini sebanyak 90 desa (46.88 % dari total desa yang ada di Kabupaten Purwakarta) yang tersebar pada semua kecamatan kecuali di Kecamatan Campaka seperti terlihat pada Tabel 9 di bawah. Kecamatan-kecamatan yang desa-desanya didominasi desa pada hirarki ini terdapat 6 kecamatan, antara lain: Kecamatan Jatiluhur (90.00 %), Plered (62.50%), Bungursari (80.00%), Sukatani (71,43%), Darangdan (73.33) dan Kecamatan Bojong (78.57%). Ciri-ciri yang menonjol dari desa-desa ini adalah ketersediaan sarana dan prasarana dan fasilitas pelayanan umum relatif lebih rendah dibandingkan desa-desa pada hirarki I dan berada di dekat desa-desa yang berhirarki I.
3.
Wilayah yang termasuk pada hirarki III merupakan desa-desa yang memiliki tingkat perkembangan wilayah paling rendah, memiliki nilai IPD antara 3.40 sampai dengan 20.62.
Di Kabupaten Purwakarta Desa-desa pada
hirarki III paling banyak jumlahnya, yaitu sebanyak 96 desa (50.00% dari total desa yang ada di Kabupaten Purwakarta) yang tersebar pada semua kecamatan kecuali di Kecamatan Purwakarta. Kecamatan-kecamatan yang desa-desanya didominasi desa pada hirarki ini terdapat 10 kecamatan, antara lain: Wanayasa (53.33%), Pasawahan (75.00%), Babakancikao (55.56%), Tegalwaru (61.54%), Pondoksalam (90.91%), Campaka (100.00%), Maniis (62.50%), Cibatu (90.00%), Kiarapedes(80.00%) dan Kecamatan Sukasari (80.00%). Ciri-ciri yang menonjol dari desa-desa ini adalah ketersediaan sarana dan prasarana yang relatif kurang dibandingkan desa-desa pada hirarki yang lebih tinggi. Penyebaran desa-desa menurut hirarki di Kabupaten Purwakarta dapat dilihat pada Gambar 8.
57
Gambar 8 Peta Penyebaran Desa-Desa menurut Hirarki di Kabupaten Purwakarta
58 Pada Gambar 8 di atas tampak bahwa desa-desa yang berhirarki I hanya terdapat di dua tempat (dua kecamatan yaitu Kecamatan Purwakarta dan Kecamatan wanayasa) dan desa-desa yang berhirarki II berada pada wilayah pada umumnya menyebar pada wilayah tengah Kabupaten Purwakarta, sedangkan desa-desa yang berhirarki III pada umumnya menyebar pada wilayah-wilayah pinggiran Kabupaten Purwakarta.
Dengan demikian dapat dikatakan bahwa
sarana-prasarana dan fasilitas pelayanan umum terpusat pada pusat kota, juga menyebar sepanjang jalur transportasi utama Jakarta - Bandung. Pada Tabel 12 di atas terlihat bahwa hasil pengelompokan berdasarkan hirarki wilayah menunjukkan bahwa sebagian besar desa-desa yang ada di Kabupaten Purwakarta berada pada hirarki III yaitu mencapai 50.00%, dengan wilayah-wilayah yang dominan hirarki III-nya antara lain: Kecamatan Wanayasa, Pasawahan, Babakan Cikao, Tegalwaru, Pondoksalam, Campaka (bahkan seluruh desanya berhirarki III), Kecamatan Maniis, Cibatu, Kiarapedes dan Kecamatan Sukasari.
Desa-desa berhirarki II sebanyak 46.88%, dengan wilayah-wilayah
yang dominan hirarki II-nya antara lain: Kecamatan Jatiluhur, Plered, Bungursari, Sukatani, Darangdan dan Kecamatan Bojong. Sedangkan desa-desa yang berhirarki I hanya sebanyak 3.13% yaitu 5 kelurahan yang berada di Kecamatan Purwakarta dan 1 desa di Kecamatan Wanayasa. Hal ini menunjukan struktur pusat pelayanan yang memusat di pusat pertumbuhan yang ada di Kecamatan Purwakarta, sedangkan di luar Kecamatan Purwakarta hanya ada 1 desa yang termasuk Desa berhirarki I yaitu Desa Wanayasa di Kecamatan Wanayasa, yang menurut sejarah merupakan ibukota Kabupaten Purwakarta sebelum ibukota Kabupaten Purwakarta dipindah ke Desa Cipaisan Kecamatan Purwakarta. Sebagai ibukota kabupaten, dimana pusat pemerintahan berada biasanya dilengkapi dengan fasilitas-fasilitas pelayanan umum dan infrastruktur yang lebih baik. Wilayah ini memiliki aksesibilitas yang baik, terletak pada jalur utama Jakarta – Bandung dengan kondisi jalan yang baik dan saat ini ditunjang dengan dibukanya akses ke jalan tol. Sedangkan secara rekapitulasi jumlah desa-desa berdasarkan hirarki wilayah dapat dilihat pada Tabel 12 di bawah ini :
59 Tabel 12. Penyebaran desa-desa menurut hirarki di Kabupaten Purwakarta No
Kecamatan
1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 13 14 15 16 17
Purwakarta Jatiluhur Plered Bungursari Wanayasa Sukatani Darangdan Bojong Pasawahan Babakancikao Tegalwaru Pondoksalam Campaka Maniis Cibatu Kiarapedes Sukasari Jumlah
I 5 1 6
Jumlah Desa II III Total 5 10 9 1 10 10 6 16 8 2 10 6 8 15 10 4 14 11 4 15 11 3 14 3 9 12 4 5 9 5 8 13 1 10 11 10 10 3 5 8 1 9 10 2 8 10 1 4 5 90 96 192
I 50.00 6.67 0.00 0.00 0.00 3.13
Persentase Desa II III 50.00 90.00 10.00 62.50 37.50 80.00 20.00 40.00 53.33 71.43 28.57 73.33 26.67 78.57 21.43 25.00 75.00 44.44 55.56 38.46 61.54 9.09 90.91 - 100.00 37.50 62.50 10.00 90.00 20.00 80.00 20.00 80.00 46.88 50.00
Total 100.00 100.00 100.00 100.00 100.00 100.00 100.00 100.00 100.00 100.00 100.00 100.00 100.00 100.00 100.00 100.00 100.00 100.00
Sumber : Podes 2003 (diolah) Tabel 13. IPK Kabupaten Purwakarta Tahun 2002 dan 2006 No
Kecamatan
1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 13 14 15 16 17
Purwakarta Plered Jatiluhur Darangdan Wanayasa Sukatani Bojong Bungursari Tegalwaru Babakancikao Pasawahan Maniis Kiarapedes Pondoksalam Campaka Cibatu Sukasari
Ket :
IPK
Tahun 2002 Hirarki
Tahun 2006 IPK Hirarki 132.52 I 48.53 II 36.29 II 32.52 II 28.69 II 29.92 II 29.86 II 28.55 II 26.63 III 29.30 II 17.40 III 16.29 III 16.16 III 17.98 III 18.35 III 22.04 III 5.46 III 31.56
215.26 I 76.82 II 76.17 II 65.38 II 62.18 II 56.77 II 55.12 II 52.66 II 31.14 II 30.93 III 28.57 III 20.33 III 17.75 III 17.75 III 15.44 III 13.54 III 6.10 III 49.52 Tahun 2002 Data Podes 2003 (diolah) Tahun 2006 Data Purwakarta dalam angka 2006 (diolah)
60 Struktur yang memusat ini diperkuat lagi dengan hasil perhitungan Indeks Perkembangan Kecamatan (IPK), pada tahun 2002 menunjukan wilayah yang berada pada hirarki I hanya Kecamatan Purwakarta dengan IPK 215.26. Nilai IPK ini sangat jauh berbeda dengan nilai-nilai IPK yang dimiliki kecamatan lainnya dan IPK rata-rata Kabupaten saja yang hanya mencapai 49.52, sedangkan IPK hirarki II memiliki selang nilai antara 31.14 sampai dengan 76.82 meliputi 8 kecamatan yaitu: Kecamatan Plered, Jatiluhur, Darangdan, Wanayasa, Sukatani, Bojong, Bungursari dan Kecamatan Tegalwaru dan Hirarki III memiliki selang nilai antara 6.10 sampai dengan 30.93 meliputi 8 Kecamatan yaitu Kecamatan Babakancikao, Pasawahan, Maniis, Kiarapedes, Pondoksalam, Campaka, Cibatu dan Kecamatan Sukasari.
Indeks Perkembangan Kecamatan di Kabupaten
Purwakarta pada tahun 2002 dan 2006 dapat dilihat pada Tabel 13 dan Peta sebaran Hirarki wilayah tahun 2002 dapat dilihat pada Gambar 9. Pada Gambar 9 tampak bahwa wilayah Kabupaten Purwakarta didominasi wilayah yang termasuk hirarki II dan hirarki III, yang menyebar mengelilingi wilayah hirarki I. Wilayah hirarki II terletak sepanjang jalur transportasi utama di Kabupaten Purwakarta dan wilayah hirarki III menyebar pada wilayah-wilayah pinggiran kabupaten yang berbatasan langsung dengan kabupaten tetangga. Sedangkan wilayah yang memiliki hirarki I hanya Kecamatan Purwakarta dimana ibukota Kabupaten Purwakarta berada, dengan demikian pusat pertumbuhan di Kabupaten Purwakarta terletak di Kecamatan Purwakarta. Pada tahun 2006, pemusatan sarana dan prasarana serta fasilitas pelayanan umum masih terjadi dimana hasil perhitungan Indeks Perkembangan Kecamatan (IPK) pada tahun 2006 wilayah yang berada pada hirarki I hanya Kecamatan Purwakarta dengan IPK 132.52. Nilai IPK ini sangat jauh berbeda dengan nilainilai IPK yang dimiliki kecamatan lainnya dan IPK rata-rata Kabupaten saja yang hanya mencapai 31.56, sedangkan IPK hirarki II memiliki selang nilai antara 28.54 sampai dengan 48.53 meliputi 8 kecamatan dan Hirarki III memiliki selang nilai antara 5.46 sampai dengan 26.62 meliputi 8 Kecamatan.
Hal ini
menunjukkan bahwa hasil-hasil pembangunan berupa sarana prasarana dan fasilitas pelayanan umum yang dibangun masih belum merata dinikmati seluruh masyarakat Kabupaten Purwakarta.
61
Gambar 9. Peta Hirarki Kecamatan di Kabupaten Purwakarta
62 Pada kurun waktu tahun 2002-2006, wilayah-wilayah di Kabupaten Purwakarta memiliki struktur hirarki yang relatif tidak berubah, dimana IPK tertinggi tetap dimiliki Kecamatan Purwakarta, IPK terendah dimiliki Kecamatan Sukasari dan Kecamatan-kecamatan lain tetap pada posisi hirarki yang sama, kecuali Kecamatan Tegalwaru berubah dari hirarki II pada tahun 2003 menjadi Hirarki III pada tahun 2006 dan Kecamatan Babakancikao berubah dari hirarki III pada tahun 2003 menjadi Hirarki II pada tahun 2006. Hal ini mengisyaratkan bahwa belum ada perubahan dalam strategi pengembangan wilayah dalam menyikapi kondisi dan permasalahan yang dihadapi masing-masing wilayah, sehingga pembangunan yang dilaksanakan dilakukan secara seragam antar wilayah dan cenderung monoton dari tahun ke tahun. Perkembangan Wilayah Perkembangan suatu wilayah merupakan salah satu aspek yang perlu diperhatikan dalam pelaksanaan pembangunan. Tujuannya antara lain untuk memacu perkembangan sosial ekonomi dan mengurangi disparitas pembangunan antar wilayah. Untuk mengetahui perkembangan suatu wilayah, dapat dilakukan dengan menganalisa pencapaian hasil pembangunan melalui indikator-indikator kinerja di bidang ekonomi dan sosial serta bidang-bidang lain, salah satumya dengan menggunakan analisis indeks entropi. Perkembangan aktivitas perekonomian pada suatu wilayah dapat dianalisis dengan menghitung indeks diversifikasi dengan konsep entropi. Prinsip indeks entropi ini adalah semakin beragam aktivitas atau semakin luas jangkauan spasial, maka semakin tinggi entropi wilayah, yang berarti bahwa wilayah tersebut semakin
berimbang.
Aktivitas
suatu
wilayah
dapat
dicerminkan
dari
perkembangan sektor-sektor perekonomian dalam PDRB. Semakin besar indeks entropinya maka dapat diperkirakan semakin berkembang dan semakin proporsional komposisi antar sektor-sektor perekonomiannya, sebaliknya semakin kecil indeksnya maka dapat diperkirakan terdapat sektor perekonomian yang dominan di wilayah tersebut. Aktivitas perekonomian pada suatu wilayah akan membentuk sistem kegiatan dimana masing-masing komponen sistem saling terkait. Perkembangan
63 suatu sistem dapat dipahami dari semakin meningkatnya jumlah komponen sistem serta penyebaran (jangkauan spasial) komponen sistem tersebut. Kedua hal tersebut pada dasarnya bermakna peningkatan kuantitas komponen serta perluasan hubungan spasial dari komponen di dalam sistem maupun dengan di luar sistem. Artinya suatu sistem dikatakan berkembang jika jumlah dari komponen/aktivitas sistem tersebut bertambah atau aktivitas dari komponen sistem tersebar lebih luas (Saefulhakim 2005). Hasil perhitungan indeks entropi kecamatan di Kabupaten Puwakarta pada tahun 2002 dan sektor-sektor perekonomiannya, tampak pada tabel 14. Tabel 14. Indeks entropi Kecamatan di Kabupaten Purwakarta tahun 2002 No
Kecamatan
1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 13 14 15 16
Ind
Ligas
Kons
Dag
Akt
Keu
Jasa
Plered
0.367
0.106
0.243
0.032
0.097
0.328
0.190
0.195
0.257
1.814
Purwakarta
0.142
0.005
0.036
0.114
0.294
0.345
0.135
0.349
0.326
1.746
Tegalwaru
0.365
0.111
0.310
0.031
0.085
0.299
0.139
0.110
0.225
1.675
Sukatani
0.362
0.166
0.143
0.022
0.107
0.345
0.135
0.124
0.231
1.636
Pasawahan
0.368
0.023
0.030
0.036
0.068
0.241
0.206
0.330
0.309
1.610
Pondoksalam
0.349
0.016
0.032
0.030
0.064
0.262
0.193
0.279
0.268
1.493
Darangdan
0.343
0.025
0.069
0.037
0.077
0.286
0.202
0.139
0.297
1.474
Cibatu
0.331
0.029
0.350
0.031
0.058
0.306
0.084
0.121
0.115
1.426
Bojong
0.332
0.006
0.069
0.023
0.078
0.268
0.191
0.145
0.295
1.406
Wanayasa
0.341
0.002
0.040
0.023
0.047
0.219
0.200
0.162
0.340
1.373
Kiarapedes
0.297
0.004
0.049
0.027
0.052
0.254
0.152
0.179
0.250
1.265
Bungursari
0.068
0.001
0.352
0.060
0.134
0.368
0.099
0.130
0.023
1.234
Jatiluhur
0.106
0.002
0.312
0.206
0.027
0.354
0.033
0.036
0.041
1.117
Campaka
0.220
0.004
0.275
0.022
0.032
0.295
0.045
0.145
0.075
1.113
Babakancikao
0.086
0.006
0.224
0.069
0.032
0.312
0.013
0.053
0.067
0.861
0.316
0.010
0.333
0.031
0.241
0.038
0.034
0.187
1.190
0.211
0.042
0.020
0.084
0.241
0.075
0.039
0.193
0.904
0.368
0.166
0.352
0.333
0.294
0.368
0.206
0.349
0.340
1.814
0.068
0.001
0.010
0.020
0.027
0.219
0.013
0.034
0.023
0.861
0.271
0.034
0.152
0.066
0.081
0.292
0.125
0.151
0.206
1.373
0.108
0.051
0.130
0.083
0.063
0.046
0.067
0.095
0.104
0.280
Sumber : BPS 2002 ( data di olah) Keterangan Tani : Tmb : Ind : Ligas : Kons :
Jumlah
Tmb
Maniis Sukasari Maksimum Minimum Rata-Rata Simpangan Baku 17
Sektor Tani
Pertanian Pertambangan dan Pengalian Industri Pengolahan Listrik, gas dan air minum Bangunan dan konstruksi
Dag : Akt : Keu : Jasa :
Perdagangan Angkutan dan Komunikasi Lemb.Keu Persewaan dan Jasa perusahaan Jasa-jasa
64 Berdasarkan data-data pada Tabel 14, dapat diperoleh penjelasan sebagai berikut : a.
Indeks entropi Kecamatan-kecamatan di Kabupaten Purwakarta yang berkisar antara 0.861 – 1.814, yang berarti secara umum cukup tinggi dan masih di atas rata-rata nilai indeks (ada 9 Kecamatan dari 17 Kecamatan yang ada di Kabupaten Purwakarta memiliki nilai indeks entropi lebih dari 1.373). Hal ini menunjukkan, secara umum perkembangan proporsi keragaman sektor perekonomiaan di Kabupaten Purwakarta cukup baik.
b.
Kecamatan Plered mempunyai indeks entropi yang paling tinggi, padahal nilai PDRBnya hanya menduduki peringkat ke 7. Hal ini berarti bahwa Kecamatan Plered merupakan wilayah yang paling berimbang dan terdiversifikasi perkembangan sektor-sektor perekonomian dengan baik sehingga tidak didominan oleh sektor tertentu saja.
c.
Kecamatan Bungursari mempunyai nilai PDRB yang paling tinggi, ternyata indeks entropinya di bawah rata-rata nilai indeks entropi Kabupaten. Hal ini berarti bahwa di Kecamatan Bungursari sektor perekonomiannya di dominasi oleh sektor tertentu, yaitu sektor industri pengolahan dan sektor perdagangan. Terbukti bahwa di Kecamatan Bungursari sektor tersebut memberi kontribusi lebih dari 85% dari total PDRB kecamatan tersebut.
d.
Sektor pertanian di Kabupaten Purwakarta secara umum menyebar merata di seluruh wilayah, demikian juga dengan sektor angkutan, keuangan dan jasa. Sektor perdagangan memiliki indeks entropi maksimum cukup tinggi 0.368 dan rata-rata nilai indeks entropi 0.292 dan simpangan bakunya 0.046.
e.
Sektor industri pengolahan meskipun memiliki nilai indeks entropi maksimum tinggi yaitu 0.352 tetapi memiliki rata-rata nilai indeks entropi yang rendah yaitu 0.152 dan simpangan bakunya yang tinggi yaitu 0.130 berarti bahwa sektor tersebut hanya spesifik dan terkonsentrasi di suatu wilayah serta tidak bersifat menyebar di sebagian besar wilayah. Fenomena ini akan nampak jelas bila dilakukan analisis LQ. Sedangkan hasil perhitungan indeks entropi untuk tiap sektor perekonomian
di Kabupaten Puwakarta pada kurun waktu tahun 2002-2006, tampak pada Tabel 15 di bawah ini :
65 Tabel 15. Indeks entropi sektor-sektor perekonomian Kabupaten Purwakarta tahun 2002-2006 Sektor Perekonomian 1 Pertanian Pertambangan & 2 Penggalian 3 Industri Pengolahan Listrik Gas dan Air 4 Bersih 5 Bangunan/Kontruksi 6 Perdagangan,Hotel dan Restoran 7 Pengangkutan & Komunikasi 8 Keuangan, Persewaan & jasa Perusahaan 9 Jasa-jasa Total PBRB Sumber : BPS 2002 ( data di olah)
2002 0.24
2003 0.23
2004 0.25
2005 0.23
2006 0.23
0.01 0.36
0.01 0.36
0.01 0.37
0.01 0.36
0.01 0.36
0.11 0.10
0.09 0.11
0.10 0.14
0.09 0.12
0.09 0.11
0.35
0.35
0.35
0.35
0.34
0.12
0.12
0.12
0.12
0.12
0.13 0.15 1.58
0.15 0.15 1.59
0.16 0.16 1.65
0.15 0.15 1.58
0.14 0.15 1.55
Pada tahun 2002-2006 perubahan angka indeks yang relatif stabil, yang mengindikasikan bahwa secara umum komposisi perkembangan sektor-sektor perekonomian
di
Kabupaten
Purwakarta
kurang
banyak
mengalami
perkembangan atau bisa dikatakan stagnan. Pada kurun waktu tersebut sektor industri pengolahan dan sektor perdagangan, hotel dan restoran memberikan kontribusi indeks terbesar yakni sebesar 0.34–0.37, kemudian sektor pertanian 0.23-0.25 pada urutan ketiga sedangkan sektor-sektor lain relatif kecil. Hal ini menunjukkan bahwa pada kurun waktu tersebut sektor industri pengolahan dan perdagangan mendominasi perekonomian daerah.
Keadaan seperti ini
menggambarkan bahwa kebijakan pembangunan di bidang ekonomi oleh Pemerintah Daerah Kabupaten Purwakarta belum memberi prioritas dalam mengembangkan sektor perekonomian tertentu serta beragamnya aktivitas sektorsektor perekoniomian memberikan peluang bagi Pemerintah Daerah Kabupaten Purwakarta untuk menentukan prioritas pengembangan pada suatu sektor-sektor perekonomian tertentu.
66 Sektor Unggulan Salah satu aspek yang perlu dipertimbangkan dalam perumusan kebijakan pembangunan adalah mengetahui sektor-sektor unggulan daerah. Sektor unggulan (leading sektor) merupakan sektor perekonomian yang diharapkan menjadi motor perekonomian suatu wilayah. Dengan mengetahui dan mengoptimalkan sektor unggulan yang dimiliki daerah, maka diharapkan terdapat efek yang positif bagi kemajuan aktivitas perekonomian daerah. Untuk menentukan apakah suatu sektor merupakan sektor unggulan bagi suatu daerah atau tidaknya, dapat dilihat melalui analisis Location Quotient (LQ). Hasil perhitungan LQ dengan data dasar PDRB per kecamatan berdasarkan sektor-sektor perekonomian tahun 2002 dapat dilihat pada Tabel 16 berikut ini: Tabel 16. Nilai LQ Per Sektor-sektor Perekonomian di Kabupaten Purwakarta Tahun 2002 N o 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 13 14 15 16 17
Kecamatan Sukasari Kiarapedes Maniis Bojong Wanayasa Darangdan Pondoksalam Sukatani Tegalwaru Pasawahan Plered Cibatu Campaka Jatiluhur Babakancikao Bungursari Purwakarta
Tani
Tmb
Ind
Ligas
6.87 5.63 5.26 4.93 4.70 4.64 4.47 3.93 3.79 3.46 3.15 1.97 0.84 0.28 0.21 0.15 0.42
0.00 0.19 0.00 0.26 0.07 1.48 0.85 19.05 10.57 1.33 9.89 1.79 0.16 0.10 0.25 0.03 0.20
0.02 0.02 0.00 0.04 0.02 0.04 0.01 0.10 0.41 0.01 0.24 1.09 1.47 1.31 1.64 1.07 0.02
0.12 0.17 7.36 0.14 0.14 0.25 0.19 0.13 0.20 0.24 0.21 0.21 0.13 2.77 0.57 0.47 1.12
Sektor Kons Dag 0.69 0.37 0.19 0.63 0.32 0.62 0.48 0.97 0.71 0.52 0.84 0.43 0.20 0.16 0.20 1.33 5.08
0.43 0.47 0.43 0.52 0.36 0.60 0.50 0.97 0.66 0.43 0.83 0.70 0.64 1.07 0.73 1.47 0.97
Akt
Keu
Jasa
0.78 2.12 0.33 3.00 3.25 3.30 3.07 1.77 1.85 3.41 2.99 0.90 0.40 0.27 0.09 1.14 1.77
0.16 1.28 0.13 0.93 1.09 0.87 2.80 0.74 0.62 4.18 1.47 0.71 0.93 0.14 0.23 0.79 4.98
1.55 2.43 1.48 3.40 4.90 3.44 2.78 2.12 2.02 3.78 2.56 0.72 0.40 0.18 0.34 0.09 4.34
Sumber : PDRB Kabupaten Purwakarta tahun 2002 Diolah Berdasarkan data-data pada Tabel 16, dapat diperoleh penjelasan sebagai berikut :
67 a.
Terdapat nilai-nilai LQ>1, hal ini menunjukkan bahwa sektor perekonomian tersebut dapat menjadi sektor unggulan bagi wilayah kecamatan yang bersangkutan. Sektor pertanian, angkutan dan jasa memiliki nilai LQ>1 pada beberapa kecamatan sehingga sektor-sektor ini merupakan sektor unggulan pada kecamatan-kecamatan tersebut (pada 12 kecamatan dari 17 kecamatan).
b.
Kecamatan-kecamatan yang memiliki sektor pertanian sebagai sektor unggulan ternyata sektor angkutan dan atau sektor jasanya juga menjadi sektor unggulan pada kecamatan tersebut, kecuali pada Kecamatan Cibatu yang menjadi sektor unggulan sektor pertambangan dan industri selain sektor pertanian.
c.
Sektor jasa juga menjadi sektor unggulan di Kecamatan Purwakarta, selain sektor ligas, kontruksi, angkutan dan sektor keuangan, sehingga pada Kecamatan Purwakarta hampir semua sektor perekonomian berkembang dengan baik.
d.
Sedangkan sektor-sektor lain hanya menjadi sektor unggulan pada beberapa kecamatan saja, misalnya sektor listrik hanya pada kecamatan Maniis, Jatiluhur dan Purwakarta karena ada waduk Cirata dan Waduk Jatiluhur. Beberapa kecamatan memiliki lebih dari satu sektor perekonomian yang
potensial menjadi sektor unggulan bagi masing kecamatan tersebut, seperti Kecamatan Plered, Pasawahan dan Kecamatan Purwakarta memiliki 5 sektor unggulan.
Akan tetapi pada Kecamatan Babakancikao dan Campaka hanya
memiliki 1 sektor unggulan yaitu sektor industri pengolahan. Secara rinci sektorsektor perekonomian unggulan tiap kecamatan dapat dilihat pada Tabel 17 berikut: Tabel 17. Sektor-Sektor Perekonomian Unggulan Per Kecamatan di Kabupaten Purwakarta No 1
Kecamatan Jatiluhur
2
Sukasari
3
Maniis
Sektor Unggulan 1. Sektor Industri Pengolahan 2. Sektor Listrik, gas dan Air Minum 3. Sektor Perdagangan 1. Sektor Pertanian 2. Sektor Jasa-jasa 1. Sektor Pertanian 2. Sektor Listrik, gas dan Air Minum 3. Sektor Jasa-jasa
68 Tabel 17. Lanjutan No
Kecamatan
Sektor Unggulan
4
Tegalwaru
5
Plered
6
Sukatani
7
Darangdan
8
Bojong
9
Wanayasa
10
Kiarapedes
11
Pasawahan
12
Pondoksalam
13
Purwakarta
14 15
Babakancikao Campaka
1. 2. 3. 4. 1. 2. 3. 4. 5. 1. 2. 3. 4. 1. 2. 3. 4. 1. 2. 3. 1. 2. 3. 4. 1. 2. 3. 4. 1. 2. 3. 4. 5. 1. 2. 3. 4. 1. 2. 3. 4. 5. 1. 1.
Sektor Pertanian Sektor Pertambangan dan Pengalian Sektor Angkutan dan Komunikasi Sektor Jasa-jasa Sektor Pertanian Sektor Pertambangan dan Pengalian Sektor Angkutan dan Komunikasi Sektor Keuangan Sektor Jasa-jasa Sektor Pertanian Sektor Pertambangan dan Pengalian Sektor Angkutan dan Komunikasi Sektor Jasa-jasa Sektor Pertanian Sektor Pertambangan dan Pengalian Sektor Angkutan dan Komunikasi Sektor Jasa-jasa Sektor Pertanian Sektor Angkutan dan Komunikasi Sektor Jasa-jasa Sektor Pertanian Sektor Angkutan dan Komunikasi Sektor Keuangan Sektor Jasa-jasa Sektor Pertanian Sektor Angkutan dan Komunikasi Sektor Keuangan Sektor Jasa-jasa Sektor Pertanian Sektor Pertambangan dan Pengalian Sektor Angkutan dan Komunikasi Sektor Keuangan Sektor Jasa-jasa Sektor Pertanian Sektor Angkutan dan Komunikasi Sektor Keuangan Sektor Jasa-jasa Sektor Listrik, gas dan Air Minum Sektor Kontruksi Sektor Angkutan dan Komunikasi Sektor Keuangan Sektor Jasa-jasa Sektor Industri Pengolahan Sektor Industri Pengolahan
69 Tabel 17. Lanjutan No
Kecamatan
Sektor Unggulan
16
Cibatu
17
Bungursari
1. 2. 3. 1. 2. 3. 4.
Sektor Pertanian Sektor Pertambangan dan Penggalian Sektor Industri Pengolahan Perdagangan Sektor Industri Pengolahan Sektor kontruksi Sektor Perdagangan Sektor Angkutan dan Komunikasi
Sumber : Hasil Olahan Sedangkan berdasarkan sektor-sektor perekonomian dapat diketahui sektorsektor perekonomian tertentu memiliki potensi untuk dikembangkan sekaligus di beberapa kecamatan antara lain : 1.
Sektor pertanian dapat dikembangkan di Kecamatan Sukasari, Kiarapedes, Maniis, Bojong, Wanayasa, Darangdan, Pondoksalam, Sukatani, Tegalwaru, Pasawahan, Plered dan Kecamatan Cibatu.
2.
Sektor Pertambangan dan Penggalian dapat dikembangkan di Kecamatan Sukatani, Tegalwaru, Plered, Cibatu, Darangdan dan Kecamatan Pasawahan.
3.
Sektor
Industri
Pengolahan
dapat
dikembangkan
di
Kecamatan
Babakancikao, Campaka, Jatiluhur, Cibatu dan Kecamatan Bungursari. 4.
Sektor Listrik, gas dan Air Minum dapat dikembangkan di Kecamatan Maniis, Jatiluhur dan Kecamatan Purwakarta.
5.
Sektor Kontruksi dapat dikembangkan di Kecamatan Purwakarta dan Kecamatan Bungursari.
6.
Sektor Perdagangan dapat dikembangkan di Kecamatan Bungursari dan Kecamatan Jatiluhur.
7.
Sektor Angkutan dan Komunikasi dapat dikembangkan di Kecamatan Pasawahan,
Darangdan,
Wanayasa,
Pondoksalam,
Bojong,
Plered,
Kiarapedes, Tegalwaru, Purwakarta, Sukatani dan Kecamatan Bungursari. 8.
Sektor
Keuangan
dapat
dikembangkan
di
Kecamatan
Purwakarta,
Pasawahan, Pondoksalam, Plered, Kiarapedes dan Kecamatan Wanayasa. 9.
Sektor Jasa dapat dikembangkan di Kecamatan Wanayasa, Purwakarta, Pasawahan,
Bojong,
Darangdan,
Pondoksalam,
Sukatani, Tegalwaru, Sukasari dan Kecamatan Maniis.
Plered,
Kiarapedes,
70 Pengembangan sektor-sektor unggulan di Kabupaten Purwakarta tidak terlepas dari dukungan sarana dan prasarana penunjang lain misalnya transportasi. Kabupaten Purwakarta merupakan segitiga penghubung dari jalur transportasi pantura (pantai utara) yang menghubungkan DKI Jakarta dengan Jawa Tengah dan Jalur tengah yang menghubungkan DKI Jakarta dengan Jawa Barat, sehingga sebagian besar sistem transportasi dan pengangkutan adalah transportasi Darat. Untuk jaringan transportasi antar kecamatan dan telah tersedia jalur transportasi darat. Total panjang jalan yang tersedia adalah 814,284 km dimana 35.23% dalam kondisi baik dan 14.05% diantaranya merupakan jalan negara dan 20.76% jalan propinsi. Hal ini tentunya sangat menguntungkan bagi pengembangan wilayah Kabupaten Purwakarta. Jika dipadankan antara Struktur hirarki wilayah, perkembangan wilayah dan sektor unggulan, terlihat semakin banyak sektor berkembang maka semakin banyak peluang menjadi sektor unggulan dan IPKnya cenderung tinggi. Dapat dilihat pada tabel berikut : Tabel 18 Nilai IPK, entropy dan sektor unggulan per Kecamatan di Kabupaten Purwakarta No Kecamatan 1 Plered
IPK 76.82
Entropy 1.814
2 Purwakarta
215.26
1.746
3 Tegalwaru 4 Sukatani 5 Pasawahan
31.14 56.77 28.57
1.675 1.636 1.610
6 Pondoksalam 7 Darangdan 8 Cibatu
17.75 65.38 13.54
1.493 1.474 1.426
9 10 11 12
Bojong Wanayasa Kiarapedes Bungursari
55.12 62.18 17.75 52.66
1.406 1.373 1.265 1.234
13 14 15 16 17
Jatiluhur Campaka Babakancikao Maniis Sukasari
76.17 15.44 30.93 20.33 6.10
1.117 1.113 0.861 1.190 0.904
Sumber : Hasil Olahan
Sektor Unggulan Pertanian, pertambangan, angkutan, keuangan & jasa Listrik, kontruksi, angkutan, keuangan dan jasa Pertanian, pertambangan, angkutan dan jasa Pertanian, pertambangan, angkutan dan Jasa Pertanian, pertambangan, angkutan, keuangan, jasa Pertanian, angkutan, keuangan dan jasa Pertanian, Pertambangan, angkutan dan Jasa Pertanian, pertambangan, industri dan perdagangan Pertanian, angkutan dan jasa Pertanian, angkutan, keuangan dan jasa Pertanian, angkutan, keuangan dan jasa Industri, kontruksi, perdagangan dan angkutan Industri, listrik dan perdagangan Industri Industri Pertanian, listrik dan jasa Pertanian dan jasa
71 Tipologi Wilayah Kabupaten Purwakarta Penentuan tipologi suatu wilayah dapat dilakukan berdasarkan analisis multivariat melalui metode analisis komponen utama atau Principal Components Analysis (PCA), analisis gerombol (cluster analysis) dan analisis diskriminan (discriminant analysis). a.
Hasil Analisis Komponen Utama Proses analisis multivariat untuk Kabupaten Purwakarta didasarkan pada
faktor-faktor yang menggambarkan pengembangan suatu wilayah, antara lain diperoleh dari data Podes 2003 dan faktor fisik wilayah yang dikelompokkan ke dalam 29 variabel yaitu variabel bidang kependudukan, keuangan, komunikasi dan informasi, kesehatan, pendidikan, ekonomi, aksesibilitas dan faktor-faktor fisik wilayah. Variabel bidang kependudukan terdiri atas kepadatan penduduk dan persentase keluarga pertanian. variabel
Variabel keuangan kecamatan diwakili oleh
pendapatan asli tiap kecamatan per jumlah penduduknya.
Variabel
sarana komunikasi dan informasi terdiri atas rasio sarana komunikasi (wartel, warnet, kantor pos) terhadap 1000 penduduk, persentase keluarga yang berlangganan PLN, telp dan keluarga yang memiliki TV. Variabel kesehatan terdiri atas rasio tenaga kesehatan (dokter, bidan dan dukun bayi), rasio tempat pelayanan kesehatan (RSU, rumah bersalin, poliklinik, puskesmas, tempat dokter/ bidan dan posyandu) dan rasio tempat penjualan obat terhadap 1000 penduduk. Variabel pendidikan terdiri atas rasio sarana pendidikan dasar dan menengah, rasio murid, rasio guru, rasio pondok pesantren, rasio mesjid terhadap 1000 penduduk. Variabel ekonomi terdiri atas rasio lembaga keuangan (bank, BPR, KUD, koperasi) dan rasio toko dan perbelanjaan (toko, kios, supermarket, restoran/kedai makan) terhadap 1000 penduduk. Variabel aksesibilitas terdiri atas jarak kecamatan terhadap ibukota kabupaten, jarak lurus ke Jakarta, jarak lurus ke Bandung, rasio panjang jalan dan jalan kondisi baik terhadap luas wilayah. Variabel faktor fisik terdiri atas persentase luas sawah, luas pemukiman, luas areal dengan lereng 0-8%, 8-15%, 15-40% dan >40% secara rinci dilihat pada tabel 5.
72 Berdasarkan perhitungan metode analisis komponen utama diperoleh hasil sebagai berikut : 1.
Berdasarkan eigenvalue pada tabel 19 diperoleh hasil bahwa untuk menjelaskan keragaman sampai dengan 100% dari 29 variabel yang diamati diperoleh 16 Faktor baru, kemudian dengan melihat pada nilai eigen yang lebih besar dari 1 maka diperoleh 7 Faktor baru dimana masing-masing bersifat ortogonal (tidak berkorelasi). Faktor-faktor tersebut mampu menjelaskan keragaman sampai dengan 87.53 %. Hal ini berarti hasil tersebut cukup signifikan untuk dianalisa. Faktor 1 dapat dikelompokkan sebagai indikator sarana perkotaan, Faktor 2 sebagai indikator keuangan daerah, Faktor 3 sebagai indikator fisik wilayah, Faktor 4 sebagai indikator pendidikan, Faktor 5 sebagai indikator aksesibilitas, Faktor 6 sebagai indikator kesehatan dan Faktor 7 sebagai indikator pertanian. Tabel 19. Eigenvalues. Extraction : principal components Value 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 13 14 15 16
2.
Eigenvalue 11.33923 4.10679 2.84800 2.39382 1.98515 1.51243 1.19764 0.96842 0.84664 0.57009 0.35637 0.28057 0.19178 0.17127 0.12037 0.11143
% Total 39.10079 14.16133 9.82067 8.25456 6.84533 5.21529 4.12978 3.33938 2.91945 1.96581 1.22888 0.96749 0.66131 0.59060 0.41506 0.38425
Cumulative Eigenvalue 11.33923 15.44601 18.29401 20.68783 22.67298 24.18541 25.38305 26.35147 27.19811 27.76820 28.12457 28.40515 28.59693 28.76820 28.88857 29.00000
Cumulative % 39.1008 53.2621 63.0828 71.3374 78.1827 83.3980 87.5278 90.8671 93.7866 95.7524 96.9813 97.9488 98.6101 99.2007 99.6157 100.0000
Berdasarkan hasil factor loading sebagaimana nampak pada Tabel 20 dapat dijelaskan bahwa faktor-faktor utama wilayah Kabupaten Purwakarta adalah sebagai berikut : Faktor 1 dapat dikelompokkan sebagai indikator sarana perkotaan, terdiri dari 5 variabel asal yaitu kepadatan penduduk, rasio sarana
73 komunikasi, rasio panjang jalan,
persentase keluarga yang
berlangganan telpon dan rasio lembaga keuangan. Semakin besar skor suatu daerah pada faktor ini, semakin lengkap sarana perkotaannya. Indikator sarana perkotaannya suatu daerah secara nyata berkorelasi positif dengan dengan kepadatan penduduk, sarana komunikasi, panjang jalan, pelanggan telpon dan lembaga keuangan daerah tersebut. Nilai keragaman data yang dapat dijelaskan oleh Faktor 1 ini adalah sebesar 39.10 %. Tabel 20 Factor loadings (varimax normalized) Extraction: Principal Components Variabel
Factor 1
Kpdtn 0.95 Telp 0.90 jln 0.89 lkeu 0.86 sarkom 0.73 Pak 0.16 jbdg -0.02 PLN 0.33 jjkt -0.15 ler8 -0.38 ler40 -0.23 dikdas 0.28 jlnbaik 0.45 temkes -0.07 mes -0.39 tenkes -0.22 KP 0.06 obat 0.57 ponpes -0.19 murid 0.68 Guru 0.26 jpwk -0.43 saw 0.00 hutan -0.20 mukim 0.66 ler0 0.61 Ler15 -0.29 TV 0.37 Toko 0.42 Expl.Var 6.94 Prp.Totl 0.24 Sumber : Hasil analisa
Factor 2 0.02 0.29 0.07 0.02 0.32 0.84 0.86 0.86 -0.73 -0.07 -0.21 0.03 0.31 0.07 -0.06 -0.22 0.19 0.47 -0.44 0.35 -0.11 -0.41 -0.55 0.09 0.49 0.57 -0.55 0.59 0.14 5.39 0.19
Factor 3 0.01 0.03 -0.01 0.08 0.02 -0.01 0.13 -0.08 -0.52 0.86 -0.73 0.13 -0.15 -0.25 -0.14 -0.17 0.12 -0.11 -0.22 0.21 0.39 -0.64 0.27 -0.10 0.16 0.09 -0.38 0.48 -0.31 2.99 0.10
Factor 4 0.07 0.11 0.07 -0.16 0.06 0.30 -0.39 -0.02 0.13 -0.01 0.30 0.84 -0.11 -0.01 -0.10 0.10 0.07 0.01 0.66 0.32 -0.65 -0.09 0.11 -0.69 -0.05 -0.16 -0.01 0.12 0.43 2.82 0.10
Factor 5 0.20 0.27 0.16 0.22 0.03 0.18 -0.16 -0.11 -0.20 0.02 -0.17 -0.10 0.78 -0.82 -0.74 -0.24 0.19 0.44 -0.10 -0.39 -0.02 -0.09 -0.05 -0.28 0.13 0.38 -0.40 0.26 0.42 3.26 0.11
Factor 6 0.03 0.09 -0.06 0.02 0.39 0.11 0.10 0.16 -0.17 -0.25 -0.23 0.04 -0.07 -0.18 -0.14 -0.80 0.03 -0.04 -0.19 0.15 0.00 -0.39 -0.64 0.15 0.11 -0.03 0.45 0.07 -0.41 2.09 0.07
Factor 7 -0.13 -0.02 -0.21 0.29 0.24 0.05 0.04 -0.22 0.20 0.06 0.23 0.12 0.00 0.10 0.27 0.15 -0.86 -0.10 -0.12 -0.25 0.05 0.13 -0.31 0.45 -0.32 -0.26 0.12 -0.21 0.21 1.89 0.07
74 Faktor 2 sebagai indikator keuangan daerah, yang secara nyata berkorelasi positif dengan pendapatan asli tiap kecamatan,
jarak tiap
kecamatan ke Bandung dan persentase keluarga yang berlangganan PLN serta berkorelasi negatif dengan jarak tiap kecamatan ke Jakarta. Semakin besar skor suatu daerah pada faktor ini, semakin tinggi tingkat keuangan daerah, semakin banyak pelanggan PLN dan fenomena ini terjadi jika semakin dekat ke Jakarta atau menjauh dari Bandung.
Nilai keragaman data yang dapat
dijelaskan oleh Faktor 2 ini adalah sebesar 14.16 %. Faktor 3 sebagai indikator fisik wilayah, yang secara nyata berkorelasi positif persentase luas wilayah dengan kelerengan 8-15% dan berkorelasi negatif dengan persentase luas areal dengan lereng >40%. Nilai keragaman data yang dapat dijelaskan oleh Faktor 3 ini adalah sebesar 9.82%. Faktor 4 sebagai indikator pendidikan, yang secara nyata berkorelasi positif dengan rasio sarana pendidikan dasar dan menengah (Jumlah TK, SD, SMP,SMA/SMK negeri dan swasta) terhadap 1000 penduduk Korelasi Positif menunjukkan bahwa wilayah yang lebih maju cenderung memiliki fasilitas pendidikan yang lebih banyak. Nilai keragaman data yang dapat dijelaskan oleh Faktor 2 ini adalah sebesar 8.25%. Faktor 5 sebagai indikator aksesibilitas, terdiri dari 3 variabel asal yaitu rasio jalan dengan kondisi baik, rasio tempat pelayanan kesehatan seperti RSU, rumah bersalin, poliklinik, puskesmas, tempat dokter/bidan dan posyandu dan rasio jumlah mesjid. Faktor ini secara nyata berkorelasi positif dengan panjang jalan dengan kondisi baik serta berkorelasi negatif dengan rasio jumlah mesjid dan rasio tempat kesehatan terhadap 1000 penduduk. Nilai keragaman data yang dapat dijelaskan oleh Faktor 4 adalah sebesar 6.84%. Faktor 6 sebagai indikator kesehatan, yang secara nyata berkorelasi positif dengan rasio tenaga kesehatan (dokter, bidan dan dukun bayi) terhadap 1000 penduduk. Semakin besar skor suatu daerah pada
75 faktor ini, semakin lengkap sarana kesehatan yang dimilikinya. Nilai keragaman data yang dapat dijelaskan oleh Faktor 5 ini adalah sebesar 5.22%. Faktor 7 sebagai indikator pertanian, yang secara nyata berkorelasi negatif dengan persentase keluarga pertanian. Semakin besar skor suatu daerah pada faktor ini, semakin kecil persentase keluarga pertanian.
Hal ini menunjukkan bahwa semakin maju suatu
wilayah maka keluarga yang berkerja di sektor pertanian akan semakin sedikit. Nilai keragaman data yang dapat dijelaskan oleh Faktor 7 ini adalah sebesar 4.13%. b.
Hasil Analisis Gerombol Untuk menentukan tipologi wilayah (dalam hal ini wilayah kecamatan) yang
ada di Kabupaten Purwakarta dilakukan dengan analisis gerombol (clustering analysis), yang bertujuan untuk mengelompokkan wilayah-wilayah ke dalam beberapa kelompok (wilayah/kawasan) tertentu yang memiliki kemiripan ciri dan sifat fisik dan sosial-ekonomi antar wilayah. Tabel 21. Factor Scores (Rotation : varimax normalized) Extraction: Principal Components Case
F1
F2
F3
F4
F5
F6
F7
Jatiluhur Sukasari Maniis Tegalwaru Plered Sukatani Darangdan Bojong Wanayasa Kiarapedes Pasawahan Pondoksalam Purwakarta Babakancikao Campaka Cibatu Bungursari
-0.18 -0.06 -0.43 -0.34 0.70 -0.47 -0.21 -0.68 0.08 -0.03 0.22 -0.38 3.56 0.17 -0.72 -0.97 -0.26
0.11 0.35 0.31 -1.04 -0.98 -0.03 -1.89 0.08 -0.60 -0.85 -0.03 -0.94 0.40 1.31 1.00 0.55 2.24
1.18 -1.72 -1.35 -0.10 -0.36 -0.01 -0.85 -1.55 0.08 0.67 1.82 0.86 -0.17 0.72 0.55 0.87 -0.65
0.73 -1.46 -0.10 -0.46 -0.23 1.21 -0.38 2.22 1.35 -1.65 0.39 -0.34 0.12 0.53 -0.85 -0.33 -0.76
1.12 -2.01 0.00 -0.81 0.48 -0.22 1.28 -0.03 -0.07 -0.01 -0.94 -0.10 0.40 -1.84 0.33 0.66 1.78
1.29 0.97 -1.45 -0.11 -0.41 0.12 1.74 -0.80 -0.04 -1.16 -1.47 -0.59 0.09 1.51 -0.12 0.99 -0.55
2.77 1.40 0.62 -0.45 -1.00 -0.43 -0.93 -0.03 0.48 0.88 -0.01 -0.29 -0.06 -1.16 -0.97 -0.53 -0.29
76 Variabel yang digunakan dalam analisis gerombol adalah factor score untuk faktor utama tiap kecamatan yang diperoleh dari hasil analisa komponen utama, seperti terlihat pada Tabel 21. Berdasarkan
analisis
gerombol
terhadap
ketujuh
faktor
di
atas
mengelompokkan kecamatan-kecamatan di Kabupaten Purwakarta menjadi tiga gerombol (cluster), yaitu: (1). Cluster 1 meliputi: Kecamatan Jatiluhur, Tegalwaru, Plered, Sukatani, Darangdan, Wanayasa, Kiarapedes, Pasawahan, Pondoksalam dan Kecamatan Purwakarta (2). Cluster 2 meliputi:Kecamatan Babakancikao, Campaka, Cibatu dan Kecamatan Bungursari, (3) Cluster 3 meliputi: Kecamatan Sukasari, Maniis dan Kecamatan Bojong. Secara lengkap dapat dilihat pada Tabel 22. Tabel 22. Hasil analisis cluster No
Kecamatan
1 Jatiluhur 2 Tegalwaru 3 Plered 4 Sukatani 5 Darangdan 6 Wanayasa 7 Kiarapedes 8 Pasawahan 9 Pondoksalam 10 Purwakarta 11 Babakancikao 12 Campaka 13 Cibatu 14 Bungursari 15 Sukasari 16 Maniis 17 Bojong Mean Cluster 1 Mean Cluster 2 Mean Cluster 3
F1 -0.18 -0.34 0.70 -0.47 -0.21 0.08 -0.03 0.22 -0.38 3.56 0.17 -0.72 -0.97 -0.26 -0.06 -0.43 -0.68 0.30 -0.44 -0.39
F2
F3
F4
F5
F6
F7
0.11 -1.04 -0.98 -0.03 -1.89 -0.60 -0.85 -0.03 -0.94 0.40 1.31 1.00 0.55 2.24 0.35 0.31 0.08 -0.58 1.27 0.25
1.18 -0.10 -0.36 -0.01 -0.85 0.08 0.67 1.82 0.86 -0.17 0.72 0.55 0.87 -0.65 -1.72 -1.35 -1.55 0.31 0.37 -1.54
0.73 -0.46 -0.23 1.21 -0.38 1.35 -1.65 0.39 -0.34 0.12 0.53 -0.85 -0.33 -0.76 -1.46 -0.10 2.22 0.08 -0.35 0.22
1.12 -0.81 0.48 -0.22 1.28 -0.07 -0.01 -0.94 -0.10 0.40 -1.84 0.33 0.66 1.78 -2.01 0.00 -0.03 0.11 0.23 -0.68
1.29 -0.11 -0.41 0.12 1.74 -0.04 -1.16 -1.47 -0.59 0.09 1.51 -0.12 0.99 -0.55 0.97 -1.45 -0.80 -0.05 0.46 -0.43
2.77 -0.45 -1.00 -0.43 -0.93 0.48 0.88 -0.01 -0.29 -0.06 -1.16 -0.97 -0.53 -0.29 1.40 0.62 -0.03 0.10 -0.74 0.66
Cluster 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 2 2 2 2 3 3 3
Sumber : Data Olahan Perbedaan karakteristik setiap cluster hasil penggerombolan terhadap faktor utama tiap kecamatan, dapat terlihat pada gambar 10 yang merupakan grafik nilai tengah dari setiap faktor untuk masing-masing cluster.
77 Plot of Means for Each Cluster 2.5 2.0 1.5 1.0 0.5 0.0 -0.5 -1.0 -1.5 -2.0 -2.5 F1
F2
F3
F4
F5
F6
F7
Cluster 1 Cluster 2 Cluster 3
Variables
Gambar 10. Grafik nilai tengah dari faktor utama pada setiap cluster. Dengan melihat grafik nilai tengah dari faktor utama maka dapat diidentifikasi karakteristik atau perbedaan/penciri pada setiap cluster. Penciri antar cluster antara lain varibel F2, F3, F5 dan F7, dengan penjelasan sebagai berikut : 1.
F2 merupakan variabel indikator keuangan daerah, terdiri dari variabel pendapatan asli tiap kecamatan, jarak tiap kecamatan ke Bandung, jarak tiap kecamatan ke Jakarta dan keluarga yang berlangganan PLN. F2 menjadi penciri pada cluster 2, berdasarkan indikator keuangan daerah maka pendapatan asli daerah dan persentase pelanggan PLN dominan terdapat pada cluster 2 yaitu di Kecamatan Babakancikao, Campaka, Cibatu dan Kecamatan Bungursari. Karakteristik tingginya tingkat keuangan daerah juga terjadi karena kecamatan-kecamatan tersebut relatif dekat ke Kota Jakarta dan relatif jauh dari Kota Bandung.
2.
F3 merupakan variabel indikator fisik wilayah, terdiri dari persentase luas wilayah dengan kelerengan 8-15% dan persentase luas areal dengan lereng >40%. F3 menjadi penciri pada cluster 3, berdasarkan indikator fisik wilayah persentase luas wilayah dengan kelerengan >40 % paling dominan dan persentase luas wilayah dengan kelerengan 8-15 % paling sedikit
78 terdapat pada cluster 3 meliputi Kecamatan Sukasari, Maniis dan Kecamatan Bojong. 3.
F5 merupakan variabel indikator aksesibilitas, terdiri dari jalan dengan kondisi baik, tempat pelayanan kesehatan dan rasio jumlah mesjid.
F5
menjadi penciri pada cluster 3, berdasarkan indikator aksesibilitas maka persentase panjang jalan dengan kondisi paling buruk di Kabupaten Purwakarta dominan terdapat pada cluster 3 meliputi Kecamatan Sukasari, Maniis dan Kecamatan Bojong. Namun meskipun demikian tempat-tempat kesehatan tersedia cukup memadai bagi masyarakatnya pada kecamatankecamatan ini.
Sedangkan persentase kondisi jalan baik paling tinggi
terdapat pada cluster 2 meliputi: Kecamatan Babakancikao, Campaka, Cibatu dan Kecamatan Bungursari.
Hal ini dapat dimengerti karena
kecamatan ini merupakan daerah pengembangan industri dan pengolahan sehingga membutuhkan infrastruktur jalan yang baik. 4.
F7 merupakan variabel indikator pertanian, yaitu persentase keluarga pertanian. F7 menjadi penciri pada cluster 2 dan cluster 3. Berdasarkan varibel ini, persentase keluarga pertanian paling tinggi terdapat pada cluster 3 meliputi Kecamatan Sukasari, Maniis dan Kecamatan Bojong. Sedangkan pada cluster 2 yaitu pada Kecamatan Babakancikao, Campaka, Cibatu dan Kecamatan Bungursari persentase keluarga pertanian sangat rendah, hal ini karena pada kecamatan tersebut berkembangan sektor non pertanian (industri dan pengolahan).
5.
Sedangkan variabel F1 yaitu variabel indikator sarana perkotaan seperti: kepadatan penduduk, sarana komunikasi, panjang jalan, persentase keluarga yang berlangganan telpon dan lembaga keuangan, F4 yaitu variabel pendidikan (jumlah sarana pendidikan dasar dan menengah) dan F6 yaitu variabel kesehatan (tenaga kesehatan) menyebar secara merata pada semua cluster. Namun pada cluster 1 sarana indikator perkotaan lebih memadai dibandingkan
pada
cluster
lain
baik
jumlah
maupun
jangkauan
pelayanannya. Jumlah sarana pendidikan dasar dan menengah pada cluster 3 tersedia lebih baik, sedangkan tenaga kesehatan tersedia lebih baik pada cluster 2.
79 Dari pemaparan tersebut di atas dapat disimpulkan bahwa cluster 1 yaitu meliputi: Kecamatan Jatiluhur, Tegalwaru, Plered, Sukatani, Darangdan, Wanayasa, Kiarapedes, Pasawahan, Pondoksalam dan Kecamatan Purwakarta merupakan tipologi wilayah yang relatif maju memiliki kelengkapan fasilitas perkotaan yang ditandai dengan kepadatan penduduk yang tinggi, memiliki sarana komunikasi dan informasi yang lengkap dan infrastruktur jalan yang baik dan dilengkapi dengan ketersediaan lembaga keuangan.
Tipologi wilayah ini
memiliki tingkat kesehatan yang cukup baik, ketersediaan tenaga kesehatan maupun tempat kesehatan. Namun tipologi wilayah ini juga memiliki pendapatan perkapita dan persentase keluarga pertanian yang sedang dan wilayahnya sebagian besar terletak pada kelerengan 8-15% dan 15-40% dan terletak di bagian tengah wilayah Kabupaten Purwakarta. Dengan demikian cluster ini mencirikan tipologi wilayah transisi dari perdesaan ke perkotaan tapi masih berbasis pertanian. Cluster 2 yaitu meliputi: Kecamatan Babakancikao, Campaka, Cibatu dan Kecamatan Bungursari, merupakan tipologi wilayah yang sedang berkembang, ditandai dengan kepadatan penduduk yang sedang dan jumlah keluarga pertanian yang rendah, memiliki sarana pendidikan dasar dan menengah relatif lengkap. Sebagian besar tipologi wilayah ini berada pada dataran rendah dan relatif dekat dengan Jakarta dan terletak di bagian utara Kabupaten Purwakarta. Tipologi wilayah ini juga memiliki sarana kesehatan yang sangat memadai, baik tempattempat pelayanan kesehatan maupun ketersediaan tenaga kesehatan karena di dukung oleh infrastruktur jalan dalam kondisi baik yang cukup tinggi dibandingkan wilayah lainnya. Tipologi wilayah ini ternyata terletak pada daerah pengembangan industri dan pengolahan di Kabupaten Purwakarta di luar kecamatan Jatiluhur. Dengan demikian cluster ini mencirikan tipologi wilayah transisi dari perdesaan ke perkotaan dan berbasis industri Cluster 3 yaitu meliputi: Kecamatan Sukasari, Maniis dan Kecamatan Bojong merupakan tipologi wilayah yang relatif lambat perkembangannya ditandai dengan kepadatan penduduk yang rendah, tingginya keluarga pertanian, sarana komunikasi dan informasi yang minim dan prasarana jalan yang buruk, sehingga aksesibilitasnya rendah dan ketersediaan tenaga kesehatan dan tempat pelayanan kesehatan yang rendah. Tingkat keuangan daerah masih rendah dan
80 ditambah lagi keberadaan lembaga keuangan masyarakat yang minim. Namun pada tipologi wilayah ini memiliki tingkat pendidikan penduduknya relatif tinggi. Dengan demikian tingkat perekonomian pada tipologi wilayah ini masih rendah. Cluster ini merupakan wilayah perbukitan dan sebagian besar berada pada kemiringan lereng >40% dan terletak relatif jauh dari pusat Kabupaten Purwakarta. Dengan demikian cluster ini mencirikan tipologi wilayah pedesaan berbasis pertanian.. Peta tipologi wilayah Kabupaten Purwakarta berdasarkan analisis cluster dapat dilihat pada Gambar 11. c.
Hasil Analisis Diskriminan Setelah dilakukan analisis gerombol maka dilanjutkan dengan analisis
diskriminan yang berfungsi untuk menentukan faktor-faktor yang paling mencirikan tipologi wilayah hasil analisis gerombol atau faktor-faktor yang paling berpengaruh terhadap masing-masing tipologi wilayah tersebut. Selain itu analisis diskriminan juga dilakukan terhadap kelompok wilayah hasil pengelompokan yang lain, yaitu pengelompokan berdasarkan hasil analisis skalogram dan pengelompokan berdasarkan Wilayah Pengembangan Pembangunan yang dibentuk Bapeda Kabupaten Purwakarta. Hal ini untuk mengetahui ketepatan pengelompokan yang dilakukan oleh metode pengelompokan tersebut. Dalam analisis diskriminan ini data yang digunakan data hasil analisis komponen utama yaitu tujuh faktor utama. Hasil analisis diskriminan memperlihatkan bahwa ketepatan pengelompokan berbagai kelompok menghasilkan ketepatan klasifikasi yang berberbeda. Persentase ketepatan yang paling tinggi terjadi pada pengelompokan hasil analisis cluster
yaitu
mencapai
100%,
sedangkan
paling
rendah
terjadi
pada
pengelompokan secara alami hasil pembentukan oleh Bapeda Kabupaten Purwakarta yaitu pengelompokan wilayah pembangunan yang hanya mencapai 82.35 %. Pada pengelompokan wilayah berdasarkan hasil analisis cluster yang mengelompokan wilayah Kabupaten Purwakarta menjadi tiga cluster, ternyata terklasifikasi dengan tepat karena persentase ketepatanya telah mencapai 100%, sebagaimana dapat dilihat pada Tabel 23.
81
Gambar 11. Peta Tipologi Wilayah Kabupaten Purwakarta
Tabel 23 Hasil Dugaan Klasifikasi Kelompok Di Kabupaten Purwakarta Berdasarkan Cluster, Hirarki dan WP Cluster G_1:1 G_2:2 G_3:3 Total Hirarki G_1:1 G_2:2 G_3:3 Total WPP G_1:1 G_2:2 G_3:3 Total
Persentase Ketepatan Hasil Klasifikasi 100.00 100.00 100.00 100.00 Persentase Ketepatan Hasil Klasifikasi 100.00 85.71 100.00 94.12 Persentase Ketepatan Hasil Klasifikasi 88.89 80.00 66.67 82.35
G_1:1 p=.58824 10 0 0 10 G_1:1 p=.11765
G_2:2 p=.23529 0 4 0 4 G_2:2 p=.41176
G_3:3 p=.17647 0 0 3 3 G_3:3 p=.47059
2 0 0 2 G_1:1 p=.17647 8 0 1 9
0 6 0 6 G_2:2 p=.35294 1 4 0 5
0 1 8 9 G_3:3 p=.47059 0 1 2 3
Sumber : Hasil Analisa Untuk pengelompokan berdasarkan hasil analisis skalogram ketepatan pengelompokan adalah 94.12 % dimana hirarki 1 dan 3 terklasifikasi dengan tepat (100 %) dan hirarki 2 hanya 85.71 % terklasifikasi dengan tepat, sehingga sekitar 14.29 % (1 kecamatan) terklasifikasi tidak tepat yaitu kecamatan Tegalwaru. Kecamatan ini termasuk hirarki 2 seharusnya masuk ke hirarki 3, hal ini mungkin disebabkan secara kuantitas ketersediaan sarana dan prasarana lebih mirip hirarki 2, namun secara rasio terhadap penduduk atau luas wilayah lebih mirip hirarki 3. Sedangkan
pengelompokan
berdasarkan
Wilayah
Pengembangan
Pembangunan (WPP) ketepatan pengelompokan adalah 82.35 % dimana WPP 1 hanya 88.89 % terklasifikasi dengan tepat, WPP 2 hanya 80.00 % terklasifikasi dengan tepat dan WPP 3 hanya 66.67 % terklasifikasi dengan tepat. Sekitar 17.65 % (3 kecamatan) terklasifikasi tidak tepat yaitu kecamatan Maniis yang termasuk WPP 2 tetapi lebih mirip karakteristik WPP 3, Kiarapedes termasuk 3 tetapi lebih mirip karakteristik WPP1 dan demikian juga dengan Kecamatan Pondoksalam yang termasuk WPP 1 tetapi lebih mirip karakteristik WPP 2. Dalam hal ini karena disebabkan pengelompokan berdasarkan WPP hanya tidak
83
mempertimbangkan penyebaran sarana dan prasarana pelayanan umum atau kebutuhan masyarakat, akan tetapi ditetapkan hanya secara kedekatan spasial atau bahkan hanya kelompok kumpulan kecamatan-kecamatan saja. Analisis diskriminan juga dapat menduga fungsi diskriminan lain untuk membedakan antar kelompok satu dengan kelompok lain. Hal ini dilakukan dengan analisis kanonikal yang akan menghasilkan fungsi diskriminan yang jumlahnya sama dengan kelompok dikurangi satu. Untuk pembagian kelompok berdasarkan hasil cluster diperoleh hasil sebagai berikut : Tabel 24. Koefisien Hasil Standarisasi untuk pembeda antar kelompok Varibel F1 F2 F3 F4 F5 F6 F7
Akar 1 -0.80 1.81 1.20 -0.97 0.89 1.30 -1.91
Akar 2 -0.75 0.75 -1.10 0.01 -0.63 -0.18 0.24
Eigenvalue Cum.Prop
20.16 0.82
4.38 1.00
Tabel 25. Tes Chi-Square untuk masing-masing akar
0 1
Eigenvalue 20.161 4.377
Canonicl R 0.976 0.902
Wilks' Lambda 0.009 0.186
Chi-Sqr. 52.077 18.503
df
p-level 14 6
0.000 0.005
Berdasarkan fungsi diskriminan seperti terlihat pada tabel 24, maka varibel yang membedakan pengelompokkan berdasarkan cluster adalah F2, F3, F6 dan F7 yaitu : variabel pendapatan asli tiap kecamatan, jarak tiap kecamatan ke Bandung, jarak tiap kecamatan ke Jakarta dan keluarga yang berlangganan PLN; persentase luas wilayah dengan kelerengan 8-15% dan persentase luas areal dengan lereng >40%; tenaga kesehatan seperti: dokter, bidan dan dukun bayi serta persentase keluarga pertanian. Berdasarkan hasil analisis yang dilakukan dalam menentukan tipologi wilayah kecamatan di Kabupaten Purwakarta, diperoleh karakteristik tiap tipologi, seperti tercantum dalam Tabel 26.
84
Tabel 26 Karakteristik Tipologi Wilayah Kecamatan di Kabupaten Purwakarta Tipologi Wilayah Transisi berbasis pertanian
Tipologi Wilayah Transisi berbasis industri
Tipologi Wilayah Pedesaan berbasis Pertanian
Sedang
Sedang
Sedang
Pendapatan Asli Daerah tiap kecamatan, persentase keluarga yang berlangganan PLN, Jarak ke Kota Bandung
Rendah
Tinggi
Sedang
Jarak ke Kota Jakarta
Tinggi
Rendah
Sedang
Persentase luas wilayah dengan kelerengan 8-15
Sedang
Sedang
Rendah
Persentase luas wilayah dengan kelerengan >40%
Sedang
Sedang
Tinggi
Jumlah sarana pendidikan dasar dan menengah (Jumlah TK, SD, SMP,SMA/SMK negeri dan swasta)
Sedang
Sedang
Sedang
Panjang jalan dengan kondisi baik
Sedang
Sedang
Rendah
Jumlah mesjid dan jumlah tempat pelayanan kesehatan seperti RSU, rumah bersalin, poliklinik, puskesmas, tempat dokter/ bidan dan posyandu
Sedang
Sedang
Tinggi
Jumlah tenaga kesehatan (dokter, bidan dan dukun bayi)
Sedang
Sedang
Sedang
Persentase keluarga pertanian
Sedang
Rendah
Sedang
Tipologi Wilayah Karakteristik Wilayah Kepadatan penduduk, jumlah sarana komunikasi (wartel, warnet, kantor pos), panjang jalan, persentase keluarga yang berlangganan telpon dan jumlah lembaga keuangan seperti jumlah Bank, BPR, KUD, koperasi
Hasil Analisis Disparitas Permasalahan disparitas antar wilayah dapat juga dianalisa dengan menggunakan indeks williamson. Indeks Williamson akan menghasilkan indeks yang lebih besar atau sama dengan nol. Jika dihasilkan nilai indeks sama dengan nol, berarti tidak adanya disparitas perekonomian atau pembangunan antar wilayah, sedangkan indeks lebih besar dari nol menunjukkan adanya disparitas perekonomian atau pembangunan antar daerah.
Semakin besar indeks yang
85
dihasilkan semakin besar tingkat kesenjangan antar wilayah di suatu wilayah yang lebih luas. Dalam analisis ini data yang digunakan adalah PDRB per Kecamatan Tahun 2002.
Berdasarkan hasil perhitungan, Kabupaten Purwakarta memiliki nilai
indeks williamson sebesar 1.41. Nilai ini lebih tinggi jika di bandingkan nilai indeks williamson Provinsi Jawa Barat yang hanya mencapai 0.64.
Hal ini
menunjukan bahwa pembangunan di Kabupaten Purwakarta masih mengalami disparitas atau kesenjangan antar wilayah kecamatan. Nilai indeks Wiliamson dapat dilihat pada tabel 27 berikut : Tabel 27 Indeks Wiliamson antar Wilayah Pengembangan Pembangunan (WPP) Di Kabupaten Purwakarta No
Kecamatan
1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 13 14 15 16 17
Bungursari Babakancikao Jatiluhur Campaka Cibatu Purwakarta Pondok Salam Pasawahan Sukasari Maniis Plered Tegalwaru Darangdan Sukatani Wanayasa Kiarapedes Bojong
PDRB Perkapita 44.79 28.89 20.41 12.46 6.93 3.65 2.08 1.94 2.48
3.30 2.30 2.22 2.09 2.02 2.91 2.54 2.19
WPP I I I I I I I I I II II II II II III III III
IW Per WPP 1.05
IW Kabupaten 1.41
IW Propinsi 0.64
0.16
0.21
Sumber : Data diolah Sedangkan jika dianalisa pada tingkat Wilayah Pembangunan (WPP) di Kabupaten Purwakarta diperoleh hasil berturut-turut 1.05 untuk WP I, 0.16 untuk WPP II dan 0.21 untuk WPP III. Hal ini menunjukkan bahwa pada Wilayah Pembangunan I (Kecamatan Purwakarta, Babakancikao, Campaka, Bungursari, Cibatu, Jatiluhur, Sukasari, Pasawahan dan Kecamatan pondoksalam) disparitas pembangunan yang terjadi paling besar, hal ini dipahami karena pada WPP ini terdapat Kecamatan dengan tingkat PDRB per kapita tertinggi dan terrendah
86
dengan selisih PDRB perkapitanya cukup tinggi.
Sedangkan untuk WPP II
pembangunan hampir merata pada tiap kecamatan. Untuk
mengetahui
faktor-faktor
yang
mempengaruhi
disparitas
pembangunan antar wilayah maka dilakukan analisis regresi berganda antara variabel-varibel
hasil
dari
analisis
PCA
terhadap
PDRB
perkapita
maupun.terhadap tingkat perkembangan Kecamatan (IPK). Regresi berganda bertujuan untuk mengetahui model persamaan yang menjelaskan hubungan antara PDRB perkapita ataupun IPK sebagai varibel tujuan dengan faktor-faktor yang diduga mempengaruhi tingkat perkembangan Kecamatan atau PDRB perkapita sebagai variabel penjelas.
Varibel-variabel
penduganya adalah varibel-variebel hasil PCA , sebagai berikut : 8
F1 yaitu indikator sarana perkotaan (kepadatan penduduk, sarana komunikasi, panjang jalan, pelanggan telpon dan lembaga keuangan)
9
F2 yaitu indikator keuangan daerah (PAD kecamatan, jarak ke BandungJakarta, Pelanggan PLN)
10
F3 yaitu indikator fisik wilayah (luas wilayah dengan kelerengan 8-15 % dan luas wilayah dengan kelerengan >40 %)
11
F4 yaitu indikator pendidikan, (sarana pendidikan dasar dan menengah)
12
F5 yaitu indikator aksesibilitas (jalan kondisi baik, tempat pelayanan kesehatan dan jumlah mesjid)
13
F6 yaitu indikator kesehatan (tenaga kesehatan)
14
F7 yaitu indikator pertanian (persentase keluarga pertanian) Hasil analisis regresi berganda terhadap PDRB perkapita
menunjukan
bahwa dari 7 varibel penduga hanya 1 varibel saja yang berpengaruh nyata terhadap varibel tujuan pada tarap nyata α sebesar = 0.05. Variabel tersebut adalah F2, karena memiliki p-level yang lebih kecil dari tarap nyata α, sedangkan F1, F3, F4, F5 dan F6 memiliki p-level yang lebih besar dari tarap nyata α. Hasil selengkapnya dapat dilihat pada Lampiran 5. Nilai R² dari persamaan tersebut adalah 0.7149 yang artinya bahwa model persamaan tersebut mampu menjelaskan keragaman data sebesar 71.49 %. Persamaan yang dihasilkan dari analisis regresi berganda tersebut adalah sebagai berikut :
87
Y = 7.77 + 8.44 F2 Dimana : Y = PDRB perkapita F2 = PAD kecamatan dan Jarak ke Bandung-Jakarta Tabel 28 Variabel yang mempengaruhi PDRB perkapita Varibel
Koefisien
p-level
Intercept
7.77
0.00
F2 (PAD kecamatan, persentase pelanggan PLN, Jarak ke Bandung dan ke Jakarta)
8.44
0.00
Sumber : hasil analisis Berdasarkan hasil analisis di atas maka faktor yang berpengaruh terhadap PDRB perkapita kecamatan adalah PAD kecamatan, persentase pelanggan PLN dan Jarak ke Bandung-Jakarta.
Semakin tinggi pendapatan asli kecamatannya
maka akan semakin tinggi pula PDRB perkapitanya. Demikian juga semakin banyak pelanggan PLN pada kecamatan tersebut dan semakin dekat dengan kota Jakarta maka akan semakin tinggi pila tingkat PDRB perkapita masyarakat kecamatan tersebut. Hal ini sangat relevan mengingat PDRB merupakan alat untuk mengukur tingkat perekonomian suatu wilayah melalui perhitungan berbagai indikator ekonomi, sedangkan varibel-varibel yang dianalisis merupakan semua variabel yang diduga mempengaruhi perkembangan suatu wilayah.
Dengan demikian
indikator tingginya PDRB belum cukup mewakili untuk mengukur tingginya tingkat perkembangan suatu wilayah. Sedangkan hasil analisis regresi berganda terhadap perkembangan wilayah (IPK) menunjukan bahwa dari 7 varibel penduga hanya 4 varibel saja yang berpengaruh nyata terhadap varibel tujuan pada tarap nyata α sebesar 0.05. Variabel tersebut adalah F1, F4, F5 dan F6, seperti tampak pada Tabel 27, karena memiliki p-level yang lebih kecil dari tarap nyata α, sedangkan F2 dan F3 memiliki p-level yang lebih besar dari tarap nyata α.
Hasil selengkapnya dapat
dilihat pada Lampiran 6. Nilai R² dari persamaan tersebut adalah 0.9792 yang artinya bahwa model persamaan tersebut mampu menjelaskan keragaman data sebesar 97.92 %.
88
Persamaan yang dihasilkan dari analisis regresi berganda tersebut adalah sebagai berikut :
Y = 49.52 + 42.53 F1 + 14.01 F4 + 16.07 F5 + 5.54 F6 Dimana : Y F1 F4 F5 F6 Tabel 29
= = = = =
Indeks Perkembangan Kecamatan (IPK) Sarana perkotaan Sarana pendidikan dasar dan menengah Aksesibilitas Tenaga kesehatan
Variabel yang mempengaruhi IPK Varibel
Koefisien
Intercept F1 = sarana perkotaan F4 = sarana pendidikan dasar dan menengah F5 = aksesibilitas F6 = tenaga kesehatan Sumber : hasil analisis
p-level
49.52 42.53 14.01 16.07 5.54
0.00 0.00 0.00 0.00 0.04
Berdasarkan hasil analisis di atas maka faktor yang paling berpengaruh terhadap indeks perkembangan kecamatan berturut-turut adalah sarana perkotaan, aksesibilitas, sarana pendidikan dasar dan menengah serta tenaga kesehatan. Besarnya pengaruh faktor-faktor tersebut dapat dilihat dari besarnya koefisien regresi yang dimilikinya, dalam hal ini bertanda positif yang berarti mempengaruhi secara searah dimana peningkatan IPK dipengaruhi oleh peningkatan faktor-faktor F1, F4, F5 dan F6. Pengaruh faktor-faktor tersebut dapat dijelaskan sebagai berikut : •
Kepadatan penduduk, sarana komunikasi, panjang jalan, pelanggan telpon dan lembaga keuangan (F1). Varibel ini mempengaruhi IPK secara searah, sehingga kecamatan yang memiliki kepadatan penduduk yang tinggi, sarana komunikasi yang lengkap, panjang jalan yang memadai, jumlah pelanggan telpon yang banyak dan jumlah
lembaga
keuangan
yang
cukup
akan
mempunyai
indek
perkembangan yang tinggi. Hal ini menunjukkan bahwa penduduk akan terkonsentrasi pada wilayah yang memiliki sarana dan prasarana serta fasilitas pelayanan umum yang lengkap. Varibel ini juga memiliki nilai
89
koefisien yang paling besar sehingga mempunyai pengaruh yang paling besar dalam meningkatkan nilai indek perkembangan kecamatan. •
Sarana pendidikan dasar dan menengah (F4) Varibel sarana pendidikan dasar dan menengah mempunyai korelasi yang positif artinya peningkatan IPK searah dengan peningkatan jumlah sarana pendidikan dasar dan menengah (Jumlah TK, SD, SMP, SMA/SMK negeri dan swasta). Kecamatan-kecamatan yang lebih berkembang mempunyai ketersediaan sarana pendidikan yang memadai sehingga wilayah tersebut memiliki kualitas sumberdaya manusia yang lebih baik.
•
Aksesibilitas (F5) Varibel ini memiliki nilai koefisien yang positif, yang berarti bahwa Kecamatan-kecamatan yang memiliki aksesibitas yang tinggi akan mempunyai indeks perkembangan kecamatan yang lebih tinggi. Hal ini disebabkan kemudahan penduduk dalam mobilitas dan menjangkau fasilitas pelayanan yang tersedia, sehingga penduduk akan terkonsenttasi pada daerah yang lebih berkembang.
•
Sarana dan prasarana kesehatan (F6) Varibel ini memiliki nilai koefisien yang positif, yang berarti bahwa Kecamatan-kecamatan dengan tingkat perkembangan yang tinggi memiliki ketersediaan sarana kesehatan (baik tenaga kesehatan maupun tempat pelayanan umum) yang tinggi. Tingkat perkembangan suatu wilayah yang tinggi ditandai dengan tinggi kebutuhan penduduk terhadap sarana dan fasilitas pelayanan termasuk pelayanan kesehatan, oleh karena tenaga kesehatan lebih banyak dijumpai di wilayah yang mempunyai tingkat perkembangan yang lebih tinggi.
Strategi Pengembangan Wilayah Kabupaten Purwakarta Perkembangan suatu wilayah dan kemajuan pembangunan suatu wilayah mempunyai kaitan yang erat dengan perumusan strategi kebijakan pembangunan yang dilaksanakan oleh wilayah yang bersangkutan. Merumuskan suatu bentuk kebijakan pembangunan yang tepat, yang bertujuan untuk meningkatkan dan mengembangkan wilayah bukanlah hal yang mudah, karena seringkali dihadapkan
90
pada pilihan-pilihan dan keterbatasan-keterbatasan sumberdaya yang dimiliki sehingga perlu dirumuskan prioritas pembangunan. Dalam merumuskan strategi kebijakan pembangunan yang tepat, perlu adanya kajian untuk mengetahui potensi daerah, keunggulan daerah, kondisi sosial ekonomi, infrastruktur yang tersedia dan permasalahan-permasalahan yang sedang dihadapi. Hasil kajian terhadap perkembangan wilayah dan indikator-indikator pembangunan di Kabupaten Purwakarta, mengemuka hal sebagai berikut : 1.
Terjadi pemusatan sarana dan prasarana serta fasilitas pelayanan umum, pada Kecamatan Purwakarta, hal ini ditandai dengan Nilai Indeks Perkembangan Kecamatan yang sangat mencolok perbedaannya dengan IPK kecamatan-kecamatan lainnya. Hal ini menunjukkan bahwa hasil-hasil pembangunan berupa sarana prasarana dan fasilitas pelayanan umum yang dibangun masih belum merata dinikmati seluruh masyarakat Kabupaten Purwakarta.
2.
Selama kurun waktu tahun 2003-2006, wilayah-wilayah di Kabupaten Purwakarta memiliki struktur hirarki yang relatif tidak berubah, dimana IPK tertinggi tetap dimiliki Kecamatan Purwakarta, IPK terendah dimiliki Kecamatan Sukasari. Hal ini mengisyaratkan bahwa belum ada perubahan dalam strategi pengembangan wilayah dalam menyikapi kondisi dan permasalahan
yang
dihadapi
masing-masing
wilayah,
sehingga
pembangunan yang dilaksanakan dilakukan secara seragam antar wilayah dan cenderung monoton dari tahun ke tahun. 3.
Selama
kurun
waktu
tahun
2002-2006,
secara
umum
komposisi
perkembangan sektor-sektor perekonomian di Kabupaten Purwakarta kurang mengalami perkembangan.
Pada kurun waktu tersebut sektor industri
pengolahan dan sektor perdagangan memberikan kontribusi indeks terbesar, kemudian sektor pertanian sedangkan sektor-sektor lain relatif kecil. Hal ini menggambarkan bahwa kebijakan pembangunan di bidang ekonomi oleh pemerintah daerah belum memiliki prioritas dalam mengembangkan sektor perekonomian tertentu.
91
4.
Sektor-sektor perekonomian di Kabupaten Purwakarta yang dapat dikembangkan antara lain: sektor pertanian, sektor angkutan dan sektor jasa, meskipun kontribusi sektor-sektor perekonomian terhadap PDRB kecil namun sektor-sektor tersebut hampir merata di semua kecamatan dan sektorsektor tersebut menjadi sektor unggulan di beberapa kecamatan. Sedangkan sektor industri pengolahan dan sektor perdagangan meskipun memiliki kontribusi terhadap PDRB besar namun hanya terjadi di beberapa kecamatan saja, misalnya sektor industri pengolahan dominan di Kecamatan Jatiluhur, Babakancikao dan Kecamatan Bungursari dan sektor perdagangan hanya dominan di Kecamatan Jatiluhur dan Bungursari.
5.
Berdasarkan hasil PCA diperoleh kaitan yang erat antara perkembangan wilayah dengan kepadatan penduduk, sarana komunikasi, sarana pendidikan, sarana dan prasarana kesehatan, prasarana jalan, lembaga keuangan, jumlah keluarga pertanian, luas wilayah perbukitan, pendapatan asli daerah, ketersediaan PLN dan aksesibilitas ke luar wilayah Purwakarta.
6.
Penciri utama dari tipologi wilayah di Kabupaten Purwakarta antara lain : Pendapatan asli tiap kecamatan, jarak tiap kecamatan ke Bandung, jarak tiap kecamatan ke Jakarta dan keluarga yang berlangganan PLN; Persentase luas wilayah dengan kelerengan 8-15% dan persentase luas areal dengan lereng >40%; Jalan dengan kondisi baik, tempat pelayanan kesehatan dan rasio jumlah mesjid serta persentase keluarga pertanian.
7.
Persentase ketepatan pengklasifikasian terhadap pengelompokan wilayah berdasarkan
Wilayah
Pengembangan
Pembangunan
paling
rendah
dibandingkan persentase ketepatan pengklasifikasian berdasarkan wilayah hasil analisis cluster dan wilayah hasil analisis skalogram.
Hal ini
menunjukan bahwa pengelompokan wilayah pengembangan pembangunan belum berdasarkan potensi dan keadaan wilayah yang bersangkutan. Strategi pengembangan wilayah yang perlu dilakukan adalah : •
Untuk memajukan perkembangan wilayah Kabupaten Purwakarta perlu dibangun sarana dan prasarana pelayanan umum dan infrastruktur yang lebih merata terutama sarana pendidikan, kesehatan, komunikasi dan lembaga keuangan.
92
•
Kecamatan Purwakarta yang menjadi pusat pertumbuhan di Kabupaten Purwakarta dan telah berkembang menjadi wilayah perkotaan, perlu penanganan secara khusus, diantaranya dengan peningkatan pelayanan dan pengadaan sarana perkotaan seperti: fasilitas pemakaman umum, fasilitas taman kota dan pelayanan kebersihan lingkungan, fasilitas rekreasi keluarga, fasilitas pelayanan keamanan dan ketertiban masyarakat, fasilitas angkutan perkotaan, fasilitas perbelanjaan modern dilengkapi sarana perparkiran yang memadai dan lain-lain.
•
Sektor-sektor perekonomian yang berpotensi dikembangkan antara lain: sektor pertanian, sektor angkutan dan sektor jasa, karena ketiga sektor tersebut hampir merata di semua kecamatan dan menjadi sektor unggulan di beberapa kecamatan. Sedangkan sektor industri pengolahan dan sektor perdagangan meskipun memiliki kontribusi yang terhadap besar PDRB namun hanya terjadi di beberapa kecamatan, dengan demikian yang diperlukan adalah dikembangkannya industri hasil pertanian.
•
Keberadaan sumberdaya listrik yang besar yang dihasilkan oleh dua waduk yang ada yaitu PLTA Ir. H. Juanda di Kecamatan Jatiluhur dan Kecamatan Sukasari serta PLTA Cirata di Kecamatan Maniis, belum dimanfaatkan secara optimal untuk meningkatkan perkembangan wilayah. Hal ini terlihat bahwa sektor listrik, gas dan air minum belum memberikan kontribusi terhadap perkembangan perekonomian wilayah ketiga kecamatan tersebut. Padahal energi listrik merupakan salah satu energi yang sangat diperlukan dalam melakukan aktivitas kehidupan.
•
Keterkaitan yang kuat antara berbagai ketersediaan sarana prasarana pelayanan umum dengan peningkatan perkembangan suatu wilayah dan perkembangan dengan wilayah lain, mengisyaratkan bahwa pembangunan sarana dan prasarana pelayanan umum yang dibangun harus disesuaikan dengan kebutuhan masyarakat dan harus diperhitungkan kapasitas atau besarnya jangkauan dari sarana dan prasarana tersebut.
•
Perkembangan wilayah juga terkait erat dengan tingkat aksesibilitas wilayah,
sehingga
perlu
ditingkatkan
aksesibilitas
wilayah
untuk
mempermudah keterjangkauan masyarakat terhadap pelayanan fasilitas
93
umum dan meningkatkan perekonomian wilayah.
Wilayah-wilayah di
Kecamatan Sukasari, Maniis dan Kecamatan Bojong
perlu terus
ditingkatkan aksesibilitasnya baik dengan pembuatan jalan-jalan baru maupun perbaikan terhadap jalan-jalan yang kondisinya kurang baik.
KESIMPULAN DAN SARAN Kesimpulan 1. Terdapat struktur hirarki wilayah yang jelas dimana Kecamatan Purwakarta sebagai pusat pertumbuhan dan terjadi pemusatan fasilitas pelayanan. 2. Pada umumnya sektor pertanian menjadi sektor unggulan di tiap kecamatan, namun sektor industri masih mendominasi perekonomian Kabupaten Purwakarta. 3. Tipologi wilayah di Kabupaten Purwakarta, memiliki faktor penciri utama yaitu pendapatan asli daerah tiap kecamatan, persentase pelanggan PLN, Jarak ke Bandung – Jakarta, luas wilayah dengan kelerengan 8-15 % dan >40 %, panjang jalan dengan kondisi baik, jumlah mesjid, jumlah tempat pelayanan kesehatan dan persentase keluarga pertanian. Perbedaan karakteristik wilayah ini mengelompokkan wilayah Kabupaten Purwakarta pada tipologi wilayah transisi dari perdesaan ke perkotaan berbasis pertanian, tipologi wilayah transisi dari perdesaan ke perkotaan berbasis industri dan tipologi wilayah pedesaan berbasis pertanian. 4. Disparitas pembangunan antar wilayah paling tinggi terjadi di Wilayah Pengembangan Pembangunan I, dengan faktor-faktor yang mempengaruhi antara lain adalah sarana komunikasi, sarana pendidikan dasar dan menengah, tenaga kesehatan dan aksesibilitas. Saran dan Rekomendasi Saran •
Perlu evaluasi kembali efektifitas pembentukan Wilayah Pengembangan Pembangunan dalam pengembangan wilayah di Kabupaten Purwakarta.
•
Perlu dikaji pengaruh aksesibilitas dengan dibukanya tol Cipularang terhadap perkembangan wilayah di Kabupaten Purwakarta, sehingga Pemerintah Daerah dapat menyusun langkah-langkah antisipatif terkait perkembangan wilayah yang telah ada.
95
Rekomendasi •
Dalam rangka memperkecil disparitas pembangunan antar wilayah di Kabupaten Purwakarta, Pemerintah Daerah Kabupaten Purwakarta perlu merumuskan strategi pengembangan wilayah yang memperhatikan aspekaspek berikut : 1.
Mengupayakan penyediaan sarana prasarana dan pelayanan yang lebih berimbang terutama sarana pendidikan, kesehatan, sarana komunikasi dan meningkatkan aksesibilitas wilayah serta lebih mengoptimalkan potensi di sektor pertanian dengan meningkatkan kegiatan industri yang berbasis pertanian.
2.
Mengoptimalkan potensi daerah di sektor listrik, gas dan air bersih, untuk meningkatkan perkembangan wilayah terutama di Kecamatan Sukasari dan Kecamatan Maniis.
3.
Meningkatkan
aksesibilitas
wilayah
untuk
mempermudah
keterjangkauan masyarakat terhadap pelayanan fasilitas umum dan meningkatkan perekonomian wilayah terutama di Kecamatan Sukasari, Maniis dan Kecamatan Bojong. •
Strategi pengembangan wilayah Kabupaten Purwakarta diarahkan untuk mengembangkan sektor pertanian, sektor angkutan, keuangan dan sektor jasa pada tipologi wilayah transisi berbasis pertanian dan mengembangan sektor pertanian pada tipologi wilayah pedesaan dan mengembangkan sektor industri pengolahan dan perdagangan terutama pengembangan industri yang berbasis pertanian pada tipologi wilayah transisi berbasis industri.
•
Kecamatan Purwakarta yang merupakan pusat pertumbuhan di Kabupaten Purwakarta dan telah berkembang menjadi wilayah perkotaan, perlu penanganan secara khusus, diantaranya dengan peningkatan sarana prasarana
dan fasilitas pelayanan umum perkotaan seperti: fasilitas
pemakaman umum, fasilitas taman kota dan pelayanan kebersihan lingkungan, fasilitas rekreasi keluarga, fasilitas pelayanan keamanan dan ketertiban masyarakat, fasilitas angkutan perkotaan, fasilitas perbelanjaan modern dilengkapi sarana perparkiran yang memadai.
96
DAFTAR PUSTAKA Anwar, A dan E. Rustiadi. 1999. Desentralisasi Spasial Melalui Pembangunan Agropolitan, dengan Mereplikasi Kota-Kota Menengah-Kecil di Wilayah Pedesaan. Makalah Lokakarya Pendayagunaan Sumberdaya Pembangunan Wilayah di Propinsi Riau, Pekanbaru. Anwar, A. 2005. Ketimpangan Pembangunan Wilayah dan Pedesaan. Tinjauan Kritis. P4W Press Bogor. Arsyad, Lincoln. 1999. Pengantar Perencanaan dan Pembangunan Ekonomi Daerah. Yogyakarta : PT. BPFE . [BPS]. Badan Pusat Statistik Kabupaten Purwakarta. 2003. Purwakarta Dalam Angka 2002. Purwakarta: Kerjasama BAPEDA Kabupaten Purwakarta dengan BPS Kabupaten Purwakarta. [BPS]. Badan Pusat Statistik Kabupaten Purwakarta. 2007. Purwakarta Dalam Angka 2006. Purwakarta: Kerjasama BAPEDA Kabupaten Purwakarta dengan BPS Kabupaten Purwakarta. [BPS]. Badan Pusat Statistik Kabupaten Purwakarta. 2003. Produk Domestik Regional Bruto (PDRB) Kecamatan Kabupaten Purwakarta tahun 2002. Purwakarta: Kerjasama BAPEDA Kabupaten Purwakarta dengan BPS Kabupaten Purwakarta. [BAPEDA] Badan Perencana Daerah Kabupaten Purwakarta. 2002. RTRW Kabupaten Purwakarta 2002-2012. Purwakarta: Kerjasama BAPEDA Kabupaten Purwakarta dengan BPS Kabupaten Purwakarta Lorenzo-Alvarez, M. 2002. Regional Disparities in Developing East Asia: Challeges for The Future. Seminar Globalisation. Nugroho, T. 2004. Disparitas Pembangunan Wilayah Pesisir Utara dan Selatan Jawa Barat. Studi Kasus di Kabupaten Karawang Subang – Garut Ciamis. [Tesis]. Bogor: Sekolah Pascasarjana Institut Pertanian Bogor. Rustiadi E. 2001. Perencanaan Wilayah di dalam Mengatasi Kerusakan Lingkungan dan Disparitas antar Wilayah di Era Otonomi Daerah. Materi disampaikan pada Serial Diskusi Program Certification Environment Justice and Natural Asset yang diselenggarakan oleh Lembaga Alam Tropika Indonesia pada tanggal 27 Juli 2001 di Pendidikan Latihan, Situ Gede. Bogor. Rustiadi E., Saefulhakim, S., Panuju DR. 2006. Perencanaan dan Pengembangan Wilayah. Bogor. Fakultas Pertanian Institut Pertanian Bogor.
97
Rustiadi, E. dan Hadi, S. 2007. Pengembangan Agropolitan sebagai Strategi Pembangunan Perdesaan dan Pembangunan Berimbang. http://www.pu.go.id/ditjen-miskin/agro/berita/pengemb-agro.asp(1Mei 2007). Saefulhakim, S. 2005. Permodelan. Modul Analisis Kuantitatif Sosial Ekonomi Wilayah. Bogor. PS Perencanaan Wilayah Institut Pertanian Bogor. Suhyanto, O. 2005. Disparitas Tingkat Kehidupan Masyarakat antar Wilayah di Jawa Barat dan Strategi Penanggulangannya. [Tesis]. Bogor: Sekolah Pascasarjana Institut Pertanian Bogor. Sukirno, Sadono. 1982. Beberapa Aspek Dalam Persoalan Pembangunan Daerah. Jakarta: LP FE UI. Syahidin, A. 2006. Studi Kebijakan Pembangunan Berbasis Sektor Unggulan : Kasus Di Kabupaten Kebumen Provinsi Jawa Tengah. [Tesis]. Bogor: Sekolah Pascasarjana Institut Pertanian Bogor. Tarigan, Robinson. 2004. Perencanaan Pembangunan Wilayah. Jakarta: PT Bumi Aksara. Tukiyat, 2002. Pengantar Pengembangan Ekonomi Wilayah. Di dalam : Urbanus M. Ambardi dan Socia Prihawantoro. Editor. Pengembangan Wilayah dan Otonomi Daerah. Jakarta : Pusat Pengkajian Kebijakan Teknologi Pengambangan Wilayah BPPT.
94
LAMPIRAN
98
Lampiran 1 No 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 13 14 15 16 17 18 19 20 21 22 23 24 25 26 27 28 29 30 31 32 33 34 35 36 37 38 39 40
Kepadatan penduduk per desa di Kabupaten Purwakarta.
Kecamatan Jatiluhur Jatiluhur Jatiluhur Jatiluhur Jatiluhur Jatiluhur Jatiluhur Jatiluhur Jatiluhur Jatiluhur Sukasari Sukasari Sukasari Sukasari Sukasari Maniis Maniis Maniis Maniis Maniis Maniis Maniis Maniis Tegalwaru Tegalwaru Tegalwaru Tegalwaru Tegalwaru Tegalwaru Tegalwaru Tegalwaru Tegalwaru Tegalwaru Tegalwaru Tegalwaru Tegalwaru Plered Plered Plered Plered
Jumlah Luas Desa Kepadatan Penduduk /Kelurahan (Org/ha) (org) (ha) Jatimekar 2966 2,595 1 Cikaobandung 4425 508 9 Jatiluhur 2969 311 10 Cilegong 3705 326 11 Kembangkuning 8196 478 17 Cibinong 3729 472 8 Parakanlima 4386 542 8 Cisalada 4628 255 18 Mekargalih 6070 225 27 Bunder 8844 475 19 Parungbanteng 2256 1,642 1 Sukasari 2746 959 3 Ciririp 2889 1,568 2 Kertamanah 2218 2,040 1 Kutamanah 2679 299 9 Tegaldatar 3976 209 19 Sinargalih 4664 299 16 Citamiang 3163 325 10 Cijati 1859 411 5 Gunungkarung 3812 470 8 Pasirjambu 2875 266 11 Ciramahilir 2860 328 9 Sukamukti 2668 350 8 Sukahaji 2331 192 12 Karoya 3782 430 9 Cadassari 2265 183 12 Cadasmekar 2638 125 21 Citalang 4119 455 9 Batutumpang 3667 455 8 Tegalwaru 2219 218 10 Tegalsari 2196 200 11 Warungjeruk 3844 361 11 Galumpit 2155 599 4 Cisarua 3744 807 5 Sukamulya 4601 720 6 Pasanggrahan 2464 649 4 Rawasari 2242 128 18 Gandasoli 2662 247 11 Gandamekar 2429 131 19 Cibogohilir 4943 204 24 Nama Desa
99
Lampiran 1 No 41 42 43 44 45 46 47 48 49 50 51 52 53 54 55 56 57 58 59 60 61 62 63 64 65 66 67 68 69 70 71 72 73 74 75 76 77 78 79 80 81
Lanjutan.
Kecamatan Plered Plered Plered Plered Plered Plered Plered Plered Plered Plered Plered Plered Sukatani Sukatani Sukatani Sukatani Sukatani Sukatani Sukatani Sukatani Sukatani Sukatani Sukatani Sukatani Sukatani Sukatani Darangdan Darangdan Darangdan Darangdan Darangdan Darangdan Darangdan Darangdan Darangdan Darangdan Darangdan Darangdan Darangdan Darangdan Darangdan
Nama Desa Palinggihan Babakansari Plered Sindangsari Citeko Citeko Kaler Linggarsari Pamoyanan Liunggunung Anjun Cibogogirang Sempur Cianting Pasirmunjul Cibodas Cianting Utara Sukatani Malangnengah Cilalawi Sukamaju Cipicung Tajursindang Sindanglaya Panyindangan Sukajaya Cijantung Pasirangin Nangewer Neglasari Linggasari Sawit Sirnamanah Depok Legoksari Mekarsari Gununghejo Darangdan Sadarkarya Linggamukti Cilingga Nagrak
Jumlah Luas Desa Kepadatan Penduduk /Kelurahan (Org/ha) (org) (ha) 3728 97 39 2227 39 58 4625 48 96 4328 142 31 3953 222 18 2830 119 24 3242 187 17 4707 449 10 4414 297 15 3803 84 45 5785 262 22 4569 182 25 5366 370 15 2866 405 7 2959 138 21 2354 134 18 9636 524 18 3829 247 15 3375 178 19 2533 279 9 2649 270 10 4447 2,272 2 3127 833 4 4819 1,716 3 3552 518 7 3370 410 8 4739 447 11 5006 548 9 3246 338 10 3467 275 13 16954 262 65 1675 212 8 5134 406 13 2017 139 15 3659 428 9 2496 325 8 4972 331 15 2438 532 5 2701 294 9 3624 374 10 5034 398 13
100
Lampiran 1
lanjutan
No
Kecamatan
Nama Desa
82 83 84 85 86 87 88 89 90 91 92 93 94 95 96 97 98 99 100 101 102 103 104 105 106 107 108 109 110 111 112 113 114 115 116 117 118 119 120
Bojong Bojong Bojong Bojong Bojong Bojong Bojong Bojong Bojong Bojong Bojong Bojong Bojong Bojong Wanayasa Wanayasa Wanayasa Wanayasa Wanayasa Wanayasa Wanayasa Wanayasa Wanayasa Wanayasa Wanayasa Wanayasa Wanayasa Wanayasa Wanayasa Kiarapedes Kiarapedes Kiarapedes Kiarapedes Kiarapedes Kiarapedes Kiarapedes Kiarapedes Kiarapedes Kiarapedes
Cibingbin Bojong Timur Pasanggrahan Cihanjawar Cikeris Bojong Barat Pangkalan Sukamanah Pawenang Sindangsari Sindangpanon Cipeundeuy Cileunca Kertasari Nangerang Simpang Sakambang Nagrog Cibuntu Sumurugul Raharja Wanayasa Babakan Wanasari Legokhuni Ciawi Sukadami Taringgul Tonggoh Taringgul Tengah Pusakamulya Parakan Garokgek Ciracas Kiarapedes Cibeber Sumbersari Mekarjaya Margaluyu Gardu Taringgul Landeuh
Jumlah LuasDesa/ Kepadatan Penduduk Kelurahan (Org/ha) (org) (ha) 3641 292 12 3004 356 8 1827 223 8 2170 260 8 2179 249 9 2746 125 22 1839 183 10 2075 241 9 2270 220 10 2714 294 9 4722 778 6 2803 512 5 2947 394 7 3462 1,202 3 1592 180 9 1462 180 8 1210 210 6 2068 187 11 1120 150 7 1563 168 9 1151 148 8 4158 608 7 3118 323 10 2824 350 8 1843 232 8 2449 144 17 2892 119 24 2800 328 9 2575 239 11 3579 343 10 2853 499 6 2261 343 7 2738 332 8 1726 227 8 1521 166 9 2366 221 11 2208 266 8 1865 121 15 1835 185 10
101
Lampiran 1
lanjutan
No
Kecamatan
Nama Desa
121 122 123 124 125 126 127 128 129 130 131 132 133 134 135 136 137 138 139 140 141 142 143 144 145 146 147 148 149 150 151 152 153 154 155 156 157 158 159 160
Pasawahan Pasawahan Pasawahan Pasawahan Pasawahan Pasawahan Pasawahan Pasawahan Pasawahan Pasawahan Pasawahan Pasawahan Pondoksalam Pondoksalam Pondoksalam Pondoksalam Pondoksalam Pondoksalam Pondoksalam Pondoksalam Pondoksalam Pondoksalam Pondoksalam Purwakarta Purwakarta Purwakarta Purwakarta Purwakarta Purwakarta Purwakarta Purwakarta Purwakarta Purwakarta Babakancikao Babakancikao Babakancikao Babakancikao Babakancikao Babakancikao Babakancikao
Ciherang Cidahu Pasawahananyar Pasawahan Kidul Sawah Kulon Kertajaya Lebak Anyar Cihuni Warung Kadu Selaawi Margasari Pasawahan Bungurjaya Pondokbungur Salem Galudra Sukajadi Tanjung Sari Salamjaya Situ Parakansalam Salammulya Gurudug Sindangkasih Nagrikidul Nagritengah Cipaisan Nagrikaler Tegalmunjul Citalang Munjuljaya Ciseureuh Purwamekar Maracang Ciwareng Mulyamekar Cigelam Babakancikao Kadumekar Hegarmanah
Jumlah LuasDesa/ Kepadatan Penduduk Kelurahan (Org/ha) (org) (ha) 3286 121 27 1263 80 16 1464 78 19 2809 165 17 3685 154 24 3335 153 22 3949 83 48 2646 86 31 1750 115 15 3710 379 10 2873 360 8 3923 370 11 1500 173 9 2625 218 12 2539 181 14 1086 183 6 2243 501 4 3705 435 9 2195 117 19 1796 224 8 1484 264 6 2463 272 9 2067 156 13 16704 170 98 14008 224 63 10133 197 51 11510 155 74 20490 180 114 9852 190 52 5459 353 15 9915 357 28 25057 389 64 8158 231 35 4290 259 17 4838 338 14 4163 305 14 3323 616 5 3152 299 11 1321 299 4 2631 377 7
102
Lampiran 1
lanjutan
No
Kecamatan
Nama Desa
161 162 163 164 165 166 167 168 169 170 171 172 173 174 175 176 177 178 179 180 181 182 183 184 185 186 187 188 189 190 191 192
Babakancikao Babakancikao Campaka Campaka Campaka Campaka Campaka Campaka Campaka Campaka Campaka Campaka Cibatu Cibatu Cibatu Cibatu Cibatu Cibatu Cibatu Cibatu Cibatu Cibatu Bungursari Bungursari Bungursari Bungursari Bungursari Bungursari Bungursari Bungursari Bungursari Bungursari
Cicadas Cilangkap Cirende Benteng Campaka Campakasari Cijunti Cisaat Cimahi Cikumpay Cijaya Kertamukti Wanawali Cikadu Cibukamanah Cirangkong Cipancur Cipinang Ciparungsari Karyamekar Cibatu Cilandak Ciwangi Cibening Bungursari Cibungur Dangdeur Wanakerta Cinangka Cikopo Karangmukti Cibodas
Jumlah LuasDesa/ Kepadatan Penduduk Kelurahan (Org/ha) (org) (ha) 4144 551 8 4967 460 11 1498 462 3 2073 385 5 2343 191 12 3853 194 20 4104 455 9 3080 354 9 3852 381 10 4213 469 9 2924 596 5 2674 248 11 1437 516 3 1884 373 5 1803 896 2 2704 636 4 1473 348 4 3178 264 12 2260 355 6 2335 379 6 3024 403 8 3742 537 7 9380 345 27 5843 430 14 2560 448 6 2810 319 9 1603 938 2 2815 543 5 2545 192 13 4452 420 11 2031 265 8 3930 382 10
103
Lampiran 2.
Strategi Pengembangan Wilayah Kabupaten Purwakarta Hingga Tahun 2012
Tujuan
Strategi
Meningkatkan peran Kabupaten Purwakarta dalam Konstelasi Nasional (Kabupaten Purwakarta terletak diantara Pusat Kegiatan Nasional DKI Jakarta – Bandung – Cirebon)
1. Meningkatkan aksesibilitas Kabupaten Purwakarta ke PKN DKI Jakarta, Bandung dan Cirebon dengan meningkatkan peran jalan arteri primer dan pembuatan jalan toll dan peningkatan angkutan umum.. 2. Strategi meningkatkan peran Jatiluhur, dengan meningkatkan peran waduk sebagai pembangkit listrik, penyedia air minum, penyedia air untuk irigasi teknis wilayah Pantura, sebagai produsen hasil perikanan darat, dan penyedia kegiatan wisata air dan penelitian aqua culture. Strategi Pengembangan Cikopo sebagai Pusat Kegiatan Wilayah yang melayani Kabupaten Karawang, Subang, Purwakarta. Pengembangan PKW Cikopo-Cikampek (Cikopek) perlu didukung dengan pengembangan prasarana dan sarana : – Pengembangan Pasar Induk yang melayani pemasaran hasil produksi pertanian seluruh wilayah Kabupaten Purwakarta. – Pengembangan Pendidikan Tinggi – Pengembangan Rumah Sakit Umum Tipe B – Pengembangan Dry Port/ peti kemas Strategi Pengembangan Kawasan Lindung Dalam rangka menunjang pengembangan 45 % wilayah Propinsi Jawa Barat sebagai kawasan lindung, strategi pemantapan kawasan lindung : 1. Mempertahankan luas kawasan lindung yang telah ada dengan menjaga agar tidak terjadi alih fungsi kawasan lindung menjadi kawasan budidaya. 2. Terjaganya kawasan-kawasan resapan air atau kawasan yang berfungsi hidroorologis agar terjaminnya ketersediaan sumberdaya air. 3. Mengalih fungsikan hutan produksi yang berada di kawasan lindung menjadi fungsi lindung, dan memantapkan hutan produksi yang berada di luar kawasan lindung. 4. Mengendalikan kawasan lindung dengan mengembangkan kawasan penyangga/buffer zone di sekitar hutan lindung. 1. Menata dan mengarahkan perkembangan kota-kota pusat kecamatan, khususnya kecamatan-kecamatan yang baru terbentuk untuk mendorong perkembangan desa-desa di sekitarnya. 2. Menata distribusi kota-kota pusat pertumbuhan wilayah kabupaten, yaitu : a. Strategi pengembangan Sadang sebagai pusat kegiatan jasa dan perdagangan di wilayah utara. b. Strategi pengembangan Kota Purwakarta sebagai pusat pertumbuhan wilayah tengah. c. Strategi pengembangan Wanayasa sebagai pusat pertumbuhan wilayah bagian Timur. d. Strategi pengembangan Plered sebagai pusat pertumbuhan wilayah bagian Barat.
Meningkatkan peran Kabupaten Purwakarta dalam Konstelasi Regional Jawa Barat
Pengembangan sistem kota-kota dan pengembangan pusat-pusat pertumbuhan dalam mendorong (memberikan spread Effect) perkembangan kota-kota dan kecamatan dalam wilayah Kabupaten Purwakarta.
104
Lampiran 2. Lanjutan Tujuan Mengembangkan ekonomi kerakyatan dengan memberdayakan pengusaha kecil. menengah dan koperasi agar lebih efisien, produktif dan berdaya saing dengan mengoptimalkan sumberdaya daerah yang bertitik berat pada penguatan basis pertanian dan industri serta mengembangkan mekanisme pasar yang berkeadilan dengan prinsip persaingan sehat. Mendorong pertumbuhan ekonomi kabupaten melalui pengembangan sektor-sektor kegiatan ekonomi Kabupaten Purwakarta, terutama sektor pertanian, industri, pariwisata dan pertambangan
Strategi 1. Strategi untuk percepatan laju pertumbuhan ekonomi dan kesempatan kerja. 2. Strategi pemerataan ekonomi dan pemerataan pembangunan antar daerah. 3. Pengembangan ekonomi dengan basis kegiatan ekonomi lokal. 4. Pengembangan sektor pertanian dan industri sebagai sektor andalan. 5. Pengembangan mekanisme pasar yang berkeadilan.
Pengembangan Sektor Pertanian, dengan : 1. Meningkatkan penguatan basis pertanian yang mengarah pada sistem agribisnis dengan mengembangkan sub sistem hulu, tengah (pertanian dalam arti luas) dan hilir dengan didukung pembangunan pasar induk untuk membantu pemasaran hasil produksi. 2. Mempertahankan dan melindungi lahan pertanian dari kemungkinan terjadinya perubahan fungsi lahan dan kerusakan lingkungan. 3. Meningkatkan program pengembangan pertanian tanaman pangan, peternakan, perikanan, perkebunan dan kehutanan melalui intensifikasi, diversifikasi dan pemberdayaan usaha pertanian rakyat serta upaya lain yang dapat menunjang kinerja produksi pertanian di daerah. Pengembangan sektor Industri, dengan : 1. Pengembangan industri kecil, khususnya yang berorientasi ekspor, baik industri manufaktur maupun agroindustri. 2. Mendorong berkembangnya industri yang mengolah hasil pertanian termasuk kegiatan perdagangannya. 3. Mendorong berkembangnya industri yang menghasilkan input bagi pertanian dan penanganan pasca panen, seperti industri agro-otomotif, agro-kimia, pembibitan/ pembenihan, industri makanan sejenisnya 4. Mengembangkan industri kerajinan rakyat yang Menggunakan bahan baku lokal serta mendayagunakan potensi tenaga kerja setempat. Pengembangan Sektor Pariwisata, dengan : 1. Mengembangkan potensi obyek wisata unggulan. 2. Menjadikan kesenian dan kebudayaan tradisional sebagai wahana bagi pengembangan pariwisata. 3. Mengembangkan pariwisata melalui pendekatan sistem yang utuh dan terpadu bersifat interdisipliner dan partisipatoris dengan menggunakan kriteria ekonomis, teknis, argonomis, sosial budaya, hemat energi, melestarikan alam dan tidak merusak lingkungan. Pengembangan Sektor Pertambangan, dengan : 1. Mengendalikan perkembangan kegiatan pertambangan untuk menjaga kelestarian lingkungan. 2. Memberdayakan/memfungsikan lahan-lahan bekas penambangan untuk menghindari kerusakan lahan, banjir dan erosi (reklamasi).
105
Lampiran 2. Lanjutan Tujuan Pengembangan Sistem Pemerintahan yang baik (Good Governance) untuk meningkatkan kapasitas pelayanan pembangunan.
Peningkatan Sumberdaya Manusia sebagai modal utama dan sebagai pelaku pembangunan dan pengguna hasil pembangunan.
Pengembangan Sistem Transportasi sebagai prasarana dasar untuk mendorong perkembangan perekonomian dan melayani pergerakan penduduk dan barang antar wilayah.
Strategi Untuk meningkatkan kapasitas pelayanan pembangunan sesuai dengan Undang-undang otonomi daerah, yaitu dengan strategi : – Optimalisasi penyelenggaraan pemerintahan, pembangunan danpelayanan kepada masyarakat di kecamatan dengan lebih memperhatikan aspek pemerataan dan keadilan. – Memberikan kewenangan kepada kecamatan sesuai peraturan dan perundang-undangan yang berlaku. 1. Meningkatkan pengamalan agama dalam kehidupan sehari-hari untuk mewujudkan kualitas keimanan dan ketakwaan kepada Tuhan Yang Maha Esa dalam kehidupan dan mantapnya persaudaraan umat beragama yang berakhlak mulia, toleran, rukun dan damai. 2. Mewujudkan kehidupan sosial budaya yang berkepribadian, dinamis, kreatif dan berdaya tahan terhadap pengaruh globalisasi. 3. Mewujudkan sistem dan iklim pendidikan yang demokratis dan bermutu guna memperteguh ahlak mulia, kreatif, inovatif, berwawasan kebangsaan, cerdas, sehat, berdisiplin dan bertanggung jawab, berketerampilan serta menguasai ilmu pengetahuan dan teknologi dalam rangka mengembangkan kualitas manusia. A. Pengembangan Jalan Toll Pengembangan jalan toll untuk meningkatkan aksesibilitas Kabupaten Purwakarta ke PKN Jakarta, Bandung dan Cirebon B. Pengembangan Jalan Arteri Primer Jalan arteri yang menghubungkan antara kota JakartaBandung yang melalui Kabupaten Purwakarta yaitu ruas jalan Cikopo-Kota Purwakarta-Darangdan. C. Pengembangan Jalan Arteri Sekunder – Lingkar Luar Timur yang menghubungkan CikopoCibatu-Wanayasa-Sawit. – Lingkar Dalam Timur yang menghubungkan Kota Campaka dengan Kota Purwakarta. – Lingkar Luar Barat yang menghubungkan Cibungur Cikaobandung Kutamanah – Kertamanah- Sirna Galih - Perbatasan Cianjur dan Darangdan – Cilangkap Perbatasan ke Rajamandala. – Lingkar Dalam Barat yang menghubungkan Kota Plered dengan interchange toll Cipularang. Ruas-ruas lain pusat-pusat utama di Kabupaten Purwakarta dengan pusat-pusat sekunder di luar wilayah kabupaten, diantaranya : 1. Ruas Purwakarta-Curug 2. Ruas Jatiluhur-Cikaobandung 3. Ruas Sadang-Subang. 4. Ruas Purwakarta-Jalan Cagak 5. Ruas Purwakarta-Jatiluhur-Kabupaten Karawang. 6. Ruas Cilangkap-Rajamandala
106
Lampiran 2. Lanjutan Tujuan
Pengembangan sarana dan Prasarana Wilayah untuk mendorong perkembangan perekonomian dan kegiatan sosial budaya penduduk Kabupaten Purwakarta
Pengembangan Kawasan Perdesaan, Perkotaan dan Tertentu yang seimbang dan berkelanjutan.
Strategi D. Pengembangan Jalan Kolektor Primer 1. Pengembangan Lingkar Timur yang berfungsi sebagai jalan pengalih untuk arus lalu lintas dari arah Jakarta dan atau Subang menuju Bandung dan sebaliknya agar tidak melewati pusat Kota Purwakarta. 2. Pengembangan Ruas Cipetir – Cilangkap yang berfungsi sebagai jalan alternatif dari arah Jakarta menuju Bandung dan sebaliknya serta menuju arah Rajamandala. 3. Pengembangan Ruas Citeko-Ciakar-WarungierukCidahu yang berfungsi sebagai jalan alternatif ke jalan Lingkar Barat dan ke Cikalong Kulon. Pengembangan Ruas Cianting – Naggeleng berfungsl sebagai jalan alternatif yang menghubungkan Jakarta ke Bandung dan sebaliknya bila jalan pada ruas Cianting Sawit terjadi kemacetan yang diakibatkan oleh kejadian luar biasa seperti kecelakaan lalu lintas. 1. Sarana dan prasarana lingkungan permukiman Menyediakan sarana dan prasarana lingkungan permukiman sesuai dengan standar pelayanan lingkungan permukiman 2. Sistem Prasarana Energi Mengembangkan potensi energi dari Waduk Jatiluhur untuk memenuhi kebutuhan dan untuk menunjang pengembangan zona industri di bagian tengah. 3. Sistem Prasarana Pos dan Telekomunikasi a. Mengembangkan sistem pelayanan pos dan telekomunikasi untuk menunjang laju pembangunan khususnya dalam hal percepatan arus informasi. b. Terbangunnya fasilitas telekomunikasi berupa pengembangan telekomunikasi perdesaan melalui pengadaan alat komunikasi PASTI (Pasang Telepon Sendiri). c. Terbangunnya sistem jaringan telekomunikasi di seluruh ibukota kecamatan dan desa. 4. Sistem Pengairan Mengembangkan sistem pengairan untuk memenuhi kebutuhan pertanian maupun non pertanian. 5. Sistem Prasarana Pengelolaan Lingkungan Meningkatkan pengelolaan limbah industri, limbah domestik dan sampah yang sesuai dengan lingkungan. Strategi pengembangan Kawasan perdesaan adalah : 1. Pengembangan kawasan pertanian diarahkan pada wilayah-wilayah yang memiliki potensi/ kesesuaian lahan serta memungkinkan adanya dukungan pengembangan prasarana pengairan. 2. Pengembangan kawasan permukiman perdesaan diarahkan pada wilayah-wilayah yang memiliki kesesuaian lahan permukiman. Strategi pengembangan kawasan perkotaan adalah sebagai berikut : 1. Pengembangan kawasan permukiman perkotaan diarahkan melalui pengembangan permukiman skala besar untuk mendukung perkembangan kawasan yang tumbuh dengan cepat;
107
Lampiran 2. Lanjutan Tujuan
Strategi 2. Pengembangan kawasan permukiman perkotaan perlu didukung dengan pelayanan fasilitas sosial dan fasilitas umum yang memadai. 3. Pengembangan permukiman perkotaan di setiap pusatpusat kecamatan dan pusat permukiman utama kabupaten seperti di Kota Purwakarta yang diperluas hingga Sadang, Plered dan Kota Wanayasa. 4. Pengembangan permukiman perkotaan di pusat-pusat kecamatan untuk mengurangi ketimpangan pembangunan desa-kota. Strategi Pengembangan Kawasan tertentu adalah sebagai berikut : 1. Mengakomodasikan kepentingan sektor-sektor strategis dan perlu mendapatkan penataan ruang. a. Sektor pertanian, sentra-sentra pertanian di setiap kecamatan b. Sektor industri, di zona industri dan sentra-sentra industri kecil (Plered) c. Sektor pariwisata, di beberapa tempat objek wisata seperti di Jatiluhur, Wanayasa dll d. Perumahan / perkotaan Kota Purwakarta-Sadang sebagai pusat pemerintahan kabupaten dan perdagangan/ jasa, Kota Plered sebagai pusat pertumbuhan wilayah barat, Kota Wanayasa sebagai pusat pertumbuhan wilayah barat e. Perhubungan berupa rencana pembangunan jalan toll Cipularang (Cikopo–Purwakarta-Padalarang), dan Purwakarta-Palimanan dan rencana pengembangan jalan arteri sekunder dan jalan kolektor primer. 2. Mengembangkan kawasan tertentu yang dapat menjadi pusat pertumbuhan bagi kawasan sekitarnya. Beberapa kawasan tertentu di Kabupaten Purwakarta yang perlu mendapat dukungan penataan ruang mengingat potensi yang dimilikinya, yaitu : a. Kawasan sekitar interchange/ pintu-pintu toll di Sadang, Ciganea, dan Plered b. Kawasan Cikopo-Cikampek (Cikopek) yang telah ditetapkan sebagai Pusat Kegiatan Wilayah (PKW) Jawa Barat c. Kawasan wisata dan industri sekitar Waduk Jatiluhur d. Kota-kota yang telah ditetapkan sebagai pusat Wilayah Pembangunan, yaitu kota Purwakarta, Wanayasa dan Kota Plered. e. Kota-kota pusat kecamatan baru yang perlu segera ditata untuk mendorong perkembangan desa-desa di sekitarnya. f. Kota-kota dan kecamatan yang akan dilewati oleh rencana jalan lingkar dalam timur, lingkar luar timur (Cikopo-Cibatu-Wanayasa-Sawit) dan jalan lingkar barat (Cibungur –Cikaobandung – Kutamanah Kertamanah- Sirna Galih -Perbatasan Cianjur dan Darangdan – Cilangkap – Perbatasan ke Rajamandala)
108
Lampiran 2. Lanjutan Tujuan Pengembangan Sistem Perwilayahan yang seimbang dan terjamin aspek lingkungannya.
Strategi 1. Meningkatkan pemerataan pembangunan dalam rangka mengatasi ketidakseimbangan dan ketidakserasian antar wilayah dengan mendorong pembangunan daerah belakang (hinterland), pusat-pusat pertumbuhan, dan desa-desa tertinggal melalui optimalisasi sumberdaya setempat. 2. Mempertahankan luas dan batas-batas kawasan yang telah ditentukan agar tidak diperbolehkan untuk dikonservasi atau dialihfungsikan pada jenis kegiatan lain. 3. Melakukan pengawasan agar pada kawasan yang berfungsi lindung tidak ada kegiatan manusia yang dapat merusak fungsi kawasan. 4. Menyediakan kawasan pengembangan perkotaan untuk mengantisipasi pertumbuhan pusat-pusat pelayanan baru di kecamatan-kecamatan yang baru terbentuk.
Sumber : RTRW Kabupaten Purwakarta
109
Lampiran 3. Hasil Skalogram No 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 13 14 15 16 17 18 19 20 21 22 23 24 25 26 27 28 29 30 31 32 33 34 35 36 37 38 39 40
Nama Desa Nagrikaler Nagritengah Ciseureuh Sindangkasih Nagrikidul Wanayasa Cipaisan Sukatani Munjuljaya Purwamekar Jatimekar Sawit Plered Cisalada Ciwangi Kembangkuning Cibening Mekargalih Palinggihan Sindangsari Bunder Bojong Barat Anjun Pasirangin Ciwareng Cikopo Babakan Sindanglaya Tegalmunjul Cilegong Citamiang Linggasari Cibogohilir Bungursari Sukamanah Sawah Kulon Citalang Wanakerta Cibungur Cianting
Kecamatan
IPD
Hirarki
Purwakarta Purwakarta Purwakarta Purwakarta Purwakarta Wanayasa Purwakarta Sukatani Purwakarta Purwakarta Jatiluhur Darangdan Plered Jatiluhur Bungursari Jatiluhur Bungursari Jatiluhur Plered Plered Jatiluhur Bojong Plered Darangdan Babakancikao Bungursari Wanayasa Sukatani Purwakarta Jatiluhur Maniis Darangdan Plered Bungursari Bojong Pasawahan Purwakarta Bungursari Bungursari Sukatani
295.52 222.75 192.94 125.62 119.22 97.25 76.65 76.45 72.91 70.40 66.41 65.16 63.72 58.90 58.56 55.98 54.94 53.74 53.65 51.73 49.33 47.92 45.98 45.36 38.89 38.21 37.03 36.81 36.58 35.90 35.24 34.41 34.24 34.13 34.10 33.93 33.57 33.49 32.30 32.17
1 1 1 1 1 1 2 2 2 2 2 2 2 2 2 2 2 2 2 2 2 2 2 2 2 2 2 2 2 2 2 2 2 2 2 2 2 2 2 2
110
Lampiran 3. lanjutan No 41 42 43 44 45 46 47 48 49 50 51 52 53 54 55 56 57 58 59 60 61 62 63 64 65 66 67 68 69 70 71 72 73 74 75 76 77 78 79 80
Nama Desa Cibogogirang Cibinong Batutumpang Babakancikao Tajursindang Mulyamekar Wanasari Taringgul Tonggoh Darangdan Taringgul Tengah Neglasari Panyindangan Cikeris Cilalawi Pasawahan Pawenang Linggamukti Kertasari Malangnengah Depok Bojong Timur Pamoyanan Cibodas Sukajaya Warungjeruk Selaawi Sindangsari Gunungkarung Cikaobandung Nagrog Nagrak Sindangpanon Sadarkarya Pasanggrahan Liunggunung Cisarua Nangewer Salem Babakansari Sempur
Kecamatan
IPD
Hirarki
Plered Jatiluhur Tegalwaru Babakancikao Sukatani Babakancikao Wanayasa Wanayasa Darangdan Wanayasa Darangdan Sukatani Bojong Sukatani Pasawahan Bojong Darangdan Bojong Sukatani Darangdan Bojong Plered Bungursari Sukatani Tegalwaru Pasawahan Bojong Maniis Jatiluhur Wanayasa Darangdan Bojong Darangdan Bojong Plered Tegalwaru Darangdan Pondoksalam Plered Plered
31.93 31.85 31.48 31.17 30.67 29.97 29.94 29.90 29.51 29.15 28.92 28.84 28.59 27.76 27.72 27.43 27.35 27.17 26.84 26.47 26.14 25.95 25.67 25.56 25.31 25.22 25.06 24.97 24.87 24.65 24.37 24.28 24.18 24.05 23.80 23.71 23.62 23.25 22.96 22.86
2 2 2 2 2 2 2 2 2 2 2 2 2 2 2 2 2 2 2 2 2 2 2 2 2 2 2 2 2 2 2 2 2 2 2 2 2 2 2 2
111
Lampiran 3. lanjutan No
Nama Desa
Kecamatan
IPD
Hirarki
81 82 83 84 85 86 87 88 89 90 91 92 93 94 95 96 97 98 99 100 101 102 103 104 105 106 107 108 109 110 111 112 113 114 115 116 117 118 119 120
Cihanjawar Sukadami Karoya Kiarapedes Mekarsari Cipeundeuy Ciracas Cibodas Maracang Cinangka Tegaldatar Sukamaju Sukahaji Kutamanah Jatiluhur Cibatu Tanjung Sari Cilingga Citeko Sinargalih Lebak Anyar Sukamulya Pasirmunjul Pasawahan Kidul Cicadas Cikumpay Karyamekar Cijantung Cijunti Hegarmanah Cianting Utara Gandasoli Pasirjambu Salammulya Cadassari Cilangkap Nangerang Cigelam Parakansalam Gandamekar
Bojong Wanayasa Tegalwaru Kiarapedes Darangdan Bojong Kiarapedes Sukatani Babakancikao Bungursari Maniis Sukatani Tegalwaru Sukasari Jatiluhur Cibatu Pondoksalam Darangdan Plered Maniis Pasawahan Tegalwaru Sukatani Pasawahan Babakancikao Campaka Cibatu Sukatani Campaka Babakancikao Sukatani Plered Maniis Pondoksalam Tegalwaru Babakancikao Wanayasa Babakancikao Pondoksalam Plered
22.74 22.71 22.24 21.98 21.93 21.89 21.85 21.70 21.67 21.61 21.40 21.29 21.25 21.03 20.97 20.83 20.62 20.51 20.17 20.16 20.04 19.73 19.58 19.31 19.29 19.20 18.83 18.80 18.67 18.53 18.25 18.17 17.49 17.41 17.19 17.16 17.09 16.98 16.93 16.85
2 2 2 2 2 2 2 2 2 2 2 2 2 2 2 2 3 3 3 3 3 3 3 3 3 3 3 3 3 3 3 3 3 3 3 3 3 3 3 3
112
Lampiran 3. lanjutan No
Nama Desa
Kecamatan
IPD
Hirarki
121 122 123 124 125 126 127 128 129 130 131 132 133 134 135 136 137 138 139 140 141 142 143 144 145 146 147 148 149 150 151 152 153 154 155 156 157 158 159 160
Cilandak Cibingbin Kertamanah Sumurugul Cipicung Margasari Citalang Cimahi Mekarjaya Campaka Parakan Garokgek Sukasari Parakanlima Kertajaya Ciherang Sirnamanah Pusakamulya Simpang Pondokbungur Ciramahilir Cijati Karangmukti Warung Kadu Sukajadi Kertamukti Pangkalan Margaluyu Cihuni Gununghejo Campakasari Cadasmekar Galumpit Cisaat Cibeber Sakambang Tegalsari Linggarsari Ciawi Cirangkong Pasanggrahan
Cibatu Bojong Sukasari Wanayasa Sukatani Pasawahan Tegalwaru Campaka Kiarapedes Campaka Kiarapedes Sukasari Jatiluhur Pasawahan Pasawahan Darangdan Kiarapedes Wanayasa Pondoksalam Maniis Maniis Bungursari Pasawahan Pondoksalam Campaka Bojong Kiarapedes Pasawahan Darangdan Campaka Tegalwaru Tegalwaru Campaka Kiarapedes Wanayasa Tegalwaru Plered Wanayasa Cibatu Tegalwaru
16.84 16.77 16.71 16.64 16.36 16.27 16.22 16.01 15.70 15.30 15.21 15.20 15.17 15.09 15.02 14.45 14.30 14.29 14.25 14.05 14.04 13.86 13.77 13.58 13.52 13.40 13.33 13.27 13.19 13.12 13.04 12.83 12.62 12.35 12.10 12.02 12.00 11.86 11.81 11.41
3 3 3 3 3 3 3 3 3 3 3 3 3 3 3 3 3 3 3 3 3 3 3 3 3 3 3 3 3 3 3 3 3 3 3 3 3 3 3 3
113
Lampiran 3. lanjutan No 161 162 163 164 165 166 167 168 169 170 171 172 173 174 175 176 177 178 179 180 181 182 183 184 185 186 187 188 189 190 191 192
Nama Desa Cibukamanah Citeko Kaler Ciririp Sukamukti Benteng Dangdeur Cijaya Parungbanteng Cileunca Rawasari Gurudug Salamjaya Cipancur Legokhuni Tegalwaru Legoksari Cipinang Bungurjaya Taringgul Landeuh Cidahu Pasawahananyar Sumbersari Galudra Ciparungsari Cirende Cibuntu Kadumekar Gardu Raharja Cikadu Situ Wanawali
Kecamatan
IPD
Hirarki
Cibatu Plered Sukasari Maniis Campaka Bungursari Campaka Sukasari Bojong Plered Pondoksalam Pondoksalam Cibatu Wanayasa Tegalwaru Darangdan Cibatu Pondoksalam Kiarapedes Pasawahan Pasawahan Kiarapedes Pondoksalam Cibatu Campaka Wanayasa Babakancikao Kiarapedes Wanayasa Cibatu Pondoksalam Cibatu
11.09 10.93 10.85 10.67 10.56 10.47 10.46 10.39 10.29 9.70 9.50 9.22 9.19 9.06 8.90 8.68 8.67 8.56 8.30 8.14 8.01 7.83 7.78 7.54 7.50 7.15 6.98 6.12 6.12 5.81 4.45 3.40
3 3 3 3 3 3 3 3 3 3 3 3 3 3 3 3 3 3 3 3 3 3 3 3 3 3 3 3 3 3 3 3
Ket : Perhitungan Hirarki wilayah dilakukan dengan cara menghitung median dan standar deviasi dari Indeks Perkembangan Desa (IPD) setiap Desa. Dari hasil perhitungan diperoleh nilai median adalah 20.7 dan standar deviasi adalah 32.5. Pengkelasan IPK dilakukan dengan rumus : Hirarki 1: Hirarki 1 ≥ median + (standar deviasi x 2) Hirarki 2: Median < Hirarki 2 < median + (standar deviasi x 2) Hirarki 3: Hirarki 3 ≤ median
114
Lampiran 4. Hirarki Wilayah di kabupaten Purwakarta Tahun 2002 No
Kecamatan
1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 13 14 15 16 17
Purwakarta Plered Jatiluhur Darangdan Wanayasa Sukatani Bojong Bungursari Tegalwaru Babakancikao Pasawahan Maniis Kiarapedes Pondoksalam Campaka Cibatu Sukasari
IPK 215.26 76.82 76.17 65.38 62.18 56.77 55.12 52.66 31.14 30.93 28.57 20.33 17.75 17.75 15.44 13.54 6.1
Hirarki 1 2 2 2 2 2 2 2 2 3 3 3 3 3 3 3 3
Ket : Perhitungan Hirarki wilayah dilakukan dengan cara menghitung median dan standar deviasi dari Indeks Perkembangan Kecamatan (IPK) setiap Kecamatan. Dari hasil perhitungan diperoleh nilai median adalah 31 dan standar deviasi adalah 48.5. Pengkelasan IPK dilakukan dengan rumus : Hirarki 1: Hirarki 2: Hirarki 3:
Hirarki 1 ≥ median + (standar deviasi x 2) Median < Hirarki 2 < median + (standar deviasi x 2) Hirarki 3 ≤ median
115
Lampiran 5. Hasil Regresi Berganda Terhadap PDRB perKapita Regression Summary for Dependent Variable: PDRB/kapita (var regresi-PDRBkap) R= .84553317 R²= .71492634 Adjusted R²= .49320238 F(7,9)=3.2244 p<.05291 Std.Error of estimate: 7.9702 Beta Intercept F1 F2 F3 F4 F5 F6 F7
-0.08 0.75 0.10 -0.08 0.27 0.22 -0.02
Std.Err. of Beta 0.18 0.18 0.18 0.18 0.18 0.18 0.18
B 7.77 -0.95 8.44 1.14 -0.88 3.07 2.44 -0.22
Std.Err. of B 1.93 1.99 1.99 1.99 1.99 1.99 1.99 1.99
t(2) 4.02 -0.48 4.23 0.57 -0.44 1.54 1.23 -0.11
p-level 0.00 0.65 0.00 0.58 0.67 0.16 0.25 0.91
116
Lampiran 6. Hasil Regresi Berganda Terhadap IPK Regression Summary for Dependent Variable: IPK (var regresi-IPK) R= .98954657 R²= .97920242 Adjusted R²= .96302653 F(7,9)=60.535 p<.00000 Std.Error of estimate: 9.3419 Beta Intercept F1 F2 F3 F4 F5 F6 F7
0.88 -0.02 -0.08 0.29 0.33 0.11 0.01
Std.Err. of Beta 0.05 0.05 0.05 0.05 0.05 0.05 0.05
B 49.52 42.53 -0.80 -4.06 14.01 16.07 5.54 0.51
Std.Err. of B 2.27 2.34 2.34 2.34 2.34 2.34 2.34 2.34
t(2) 21.86 18.21 -0.34 -1.74 6.00 6.88 2.37 0.22
p-level 0.00 0.00 0.74 0.12 0.00 0.00 0.04 0.83