ANALISIS KEBOCORAN WILAYAH DALAM PEMBANGUNAN SEKTOR PERTAMBANGAN DI KABUPATEN MUSI RAWAS PROVINSI SUMATERA SELATAN
TABRANI
SEKOLAH PASCASARJANA INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR 2013
PERNYATAAN MENGENAI TESIS DAN SUMBER INFORMASI SERTA PELIMPAHAN HAK CIPTA Dengan ini saya menyatakan bahwa tesis berjudul Analisis Kebocoran Wilayah dalam Pembangunan Sektor Pertambangan di Kabupaten Musi Rawas Provinsi Sumatera Selatan adalah benar karya saya dengan arahan dari komisi pembimbing dan belum di ajukan dalam bentuk apapun kepada perguruan tinggi manapun. Sumber informasi yang berasal atau dikutip dari karya yang diterbitkan maupun tidak diterbitkan dari penulis lain telah disebutkan dalam teks dan dicantumkan dalam daftar pustaka di bagian akhir tesis ini. Dengan ini saya melimpahkan hak cipta dari karya tulis saya kepada Institut Pertanian Bogor.
Bogor, Agustus 2013
Tabrani NIM H152090091
* Pelimpahan hak cipta atas karya tulis dari penelitian kerja sama dengan pihak luar IPB harus didasarkan pada perjanjian kerja sama yang terkait.
RINGKASAN
TABRANI. Analisis Kebocoran Wilayah dalam Pembangunan Sektor Pertambangan di Kabupaten Musi Rawas Provinsi Sumatera Selatan. Dibimbing oleh SETIA HADI sebagai ketua dan ERNAN RUSTIADI sebagai anggota. Kebocoran wilayah merupakan isu penting yang menyebabkan pengaruh pertumbuhan ekonomi terhadap distribusi perbaikan pendapatan disuatu wilayah menjadi kecil. Semakin besar kebocoran yang terjadi maka semakin besar potensi multiplier pendapatan bagi suatu wilayah yang hilang. Untuk menciptakan pertumbuhan ekonomi yang berkualitas (pertumbuhan ekonomi yang disertai distribusi pendapatan yang lebih baik) maka perlu upaya-upaya menekan kebocoran wilayah. Betapapun besar kontribusi sektor pertambangan terhadap laju pertumbuhan ekonomi (PDRB), ternyata berdampak paradoks terhadap kinerja ekonomi dan kinerja sosial di Kabupaten Musi Rawas. Penyebabnya adalah terjadinya kebocoran wilayah (regional leakages) pada kegiatan sektor pertambangan di Kabupaten Musi Rawas. Terjadinya kebocoran wilayah pada sektor pertambangan karena adanya jenis aktivitas pengeluaran/penerimaan yang tidak meningkatkan tambahan pendapatan untuk Kabupaten Musi Rawas. Kebocoran wilayah merupakan kondisi terjadinya aliran nilai tambah ke wilayah lain karena adanya potensi nilai tambah yang tidak dapat dimanfaatkan secara optimal, sehingga menyebabkan kecilnya multiplier. Isu kebocoran wilayah yang disebabkan oleh sektor pertambangan merupakan hal penting yang menjadi perhatian penelitian ini. Tesis ini bertujuan untuk menganalisis kebocoran wilayah dalam distribusi pendapatan sektor pertambangan di Kabupaten Musi Rawas. Secara khusus penelitian ini bertujuan untuk menganalisis peran sektor pertambangan dalam kinerja ekonomi wilayah dan menganalisis keterkaitan sektor, multiplier effec, dostribusi pendapatan, serta indikasi dan potensi kebocoran wilayah pada aktivitas sektor pertmbangan. Untuk mengakomodir dan menjawab permasalahanpermasalahan dan tujuan penelitian menggunakan perangkat data sekunder analisis Sistem Neraca Sosial Ekonomi (SNSE) Kabupaten Musi Rawas tahun 2010. Hasil penelitian menunjukkan kontribusi sektor pertambangan terhadap, total ekspor dan PDRB cukup signifikan. Secara umum besarnya kontribusi terhadap penerimaan NTB/PDRB cenderung terbesarnya menjadi penerimaan faktor produksi kapital dibandingkan tenaga kerja. Sisi tenaga kerja sebagian besar menjadi penerimaan pendapatan para pengusaha dibandingkan buruh. Kondisi ini membuktikan indikasi telah terjadinya kebocoran wilayah. Besarnya Biaya Antara (BA) relatif tidak banyak memiliki keterkaitan dengan sektor domestik lainnya, karena sebagian besar merupakan komoditi impor. Besarnya
rasio belanja input impor merupakan indikasi terjadinya kebocoran wilayah (regional leakage). Simulasi kebijakan peningkatan output menunjukan adanya potensi meningkatkan total penerimaan domestik, dan NTB/PDRB. Namun peningkatan yang cenderung ke kapital dibandingkan ke tenaga kerja dengan rasio perbandingan yang cukup besar mengindikasikan terjadinya kebocoran wilayah. Peningkatan pendapatan tertinggi diterima oleh tenaga kerja bukan pertanian dan terendah diterima oleh tenaga kerja pertanian. Peningkatan pendapatan faktor produksi tenaga kerja paling tinggi diterima oleh usaha produksi dan yang paling rendah adalah buruh pertanian. Rasio perbandingan pendapatan antara tenaga kerja dengan kapital relatif tinggi. Dalam hal pendapatan institusi (rumah tangga, perusahaan, dan pemerintah), peningkatan pendapatan pada institusi rumah tangga terbesar cenderung dinikmati oleh rumah tangga bukan pertanian daripada rumah tangga pertanian. Rasio perbandingan pendapatan antara rumah tangga dengan pengusaha relatif sangat besar merupakan indikasi terjadinya kebocoran wilayah. Sedangkan keterkaitan sektor pertambangan dengan sektor lain tidak begitu signifikan. Peningkatan pendapatan ke sektor produksi lain cenderung berpengaruh besar ke sektor industri makanan dan minuman dari sektor migas, dan ke sektor perdagangan dari sektor penggalian dan merupakan indikasi dan potensi terjadinya kebocoran wilayah. Kata kunci: Kebocoran wilayah, pembangunan wilayah, sektor pertambangan, dan Sistem Neraca Sosial Ekonomi (SNSE).
SUMMARY TABRANI. Analysis of district leakage in the mining sector development at Musi Rawas, South Sumatera Province. (Social Accounting Matric Approach). Supervised by SETIA HADI and ERNAN RUSTIADI Regional leakage is an important issue that causes the effect of economic growth on the distribution of incomes in a region to be small. The greater the leakage that occurs, the greater the potential income multiplier of an area to be lost. To create quality of economic growth (better distribution of income), it is necessary to reduce the efforts of regional leakage. The magnitude of the mining sector's contribution to economic growth (GDP), otherwise paradoxical impact on economic performance and social performance. The cause was a leak in the regional mining activities in the district of Musi Rawas. Regional leakage in the mining sector due to the type of activity expenditure / receipts which do not increase additional revenue for the district of Musi Rawas. Regional leakage flow is the condition of the value added to other areas because of the potential added value that can not be used optimally, thus causing small multiplier. Issues caused by the leakage area mining sector is an important thing that concerns this study. This thesis aims to analyze the regional leakage in the distribution of mining revenue in Musi Rawas. Specifically this study aims to analyze the role of the mining sector in the economic performance of the region and analyze sector linkages, multipliers, dostribusi income, and the potential indications and kebocoranregional on pertmbangan sector activity. To answer the problems and research objectives using a secondary data analysis of the Social Accounting Matrix (SAM) Musi Rawas regency in 2010. The outcome this study results show the contribution of the mining sector, total exports and GDP is quite significant. In general, the amount contributed to the acceptance of NTB / GDP tends to be greatest acceptance factor than labor capital. Sisitenaga be working most of the revenue receipt employers than workers. This condition has been proved indication of leakage area. Between the amount of fee (BA) relatively little has been linked with other domestic sectors, due largely a commodity imports. The amount of imported inputs expenditure ratio is indicative of the occurrence of leakage areas (regional leakage). Policy simulation shows the potential increase in output increases total domestic revenues, and NTB/GDP. But that tends to increase in capital compared to labor with considerable ratio is an indication of the region and the potential for leaks. The highest increase in income received by non-agricultural employment and the lowest received by the agricultural workforce. The growth labor factor income is received by the highest effort and the lowest production are agricultural laborers. Ratio of income between workers with relatively high capital. In terms of institutional income (households, firms, and government), an increase in household income in the institutions most likely to be enjoyed by nonagricultural households compared to farm households. Ratio of income between
households with relatively very large employers an indication of leakage area. While the mining sector linkages with other sectors is not so significant. The increase in revenue to other production sectors tend to have a big impact to the food and beverage sector of the oil and gas sector, and to the trade sector of the excavation sector. This condition is an indication of the potential for leaks and regional. Keywords: Regional development, Regional leakage, Social Accounting Matrix (SAM), and the mining sector.
HakCiptaMilik IPB, 2013 Hak Cipta Dilindung Undang-Undang Dilarang mengutip sebagian atau seluruh karya tulis ini tanpa mencantumkan atau menyebutkan sumbernya. Pengutipan hanya untuk kepentingan pendidikan, penelitian, penulisan karya ilmiah, penyusunan laporan, penulisan kritik, atau tinjauan suatu masalah; dan pengutipan tersebut tidak merugikan IPB Dilarang mengumumkan dan memperbanyak sebagian atau seluruh karya tulis ini dalam bentuk apapun tanpa izin IPB
ANALISIS KEBOCORAN WILAYAH DALAM PEMBANGUNAN SEKTOR PERTAMBANGAN DI KABUPATEN MUSI RAWAS PROVINSI SUMATERA SELATAN (Pendekatan Model Sistem Neraca Sosial dan Ekonomi)
TABRANI
Thesis Sebagai salah satu syarat memperoleh gelar Magister Sains pada Program Studi Ilmu Perencanaan Pembangunan Wilayah dan Perdesaan
SEKOLAH PASCASARJANA INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR 2013
Penguji Luar Komisi Ujian Tertutup : Prof Dr Bambang Juanda, MS
Judul Tesis
Analisis Kebocoran Wilayah dalam Pembangunan Sektor Pertambangan di Kabupaten Musi Rawas
Nama NIM
Tabrani Hl52090091
Disetujui oleh Komisi Pembimbing
Dr Ir Setia Hadi, MS Ketua
Diketahui Oleh
Ketua Program Studi Ilmu Perencanaan Pembangunan Wilayah dan Perdesaan
Dekan SekoJah Pascasarjana
.~
,
·'·. I
·''
Prof Dr Ir Bambang Juanda, MS
Tanggal Ujian: 21 Juni 2013
·'\:: ::~Pf.Jf.J?~t·'syah, MSCAgr
Tanggal Lulus:
PRAKATA Puji dan syukur penulis panjatkan kehadirat Allah SWT atas segala rahmat dan karunia-Nya sehingga penelitian dan penulisan tesis dengan judul ”Analisis Kebocoran Wilayah dalam Pembangunan Sektor Pertambangan di Kabupaten Musi Rawas, Provinsi Sumatera Selatan” dapat diselesaikan. Sejak dari proses penelitian hingga penyelesaian tesis, penulis mendapatkan dukungan dari berbagai pihak. Atas segala dukungan yang diberikan berbagai pihak, penulis ucapkan terima kasih, terutama yang setingi-tingginya kepada Bapak Dr. Ir Setia Hadi, MS selaku ketua komisi pembimbing, dan Bapak Dr. Ir Ernan Rustiadi, M.Agr selaku anggota komisi pembimbing, atas segala curahan pemikiran serta perhatian dalam bimbingan, hingga penyelesaian tesis dan studi penulis. Selanjutnya ucapan terima kasih penulis sampaikan kepada Rektor Institut Pertanian Bogor, Dekan Sekolah Pascasarjana beserta jajarannya dan staf administrasi yang telah memberikan pelayanan yang baik selama penulis mengikuti pendidikan di IPB. Ucapan terima kasih penulis sampaikan kepada Dekan Fakultas Ekonomi dan Manajemen, Ketua Program Studi Ilmu Perencanaan Pembangunan Wilayah dan Perdesaan (PS-PWD) beserta para dosen dan staf administrasi, atas segala perhatian, dukungan, dan fasilitas yang diberikan kepada penulis selama menempuh studi pada program Magister Ilmu Perencanaan Pembangunan Wilayah dan Perdesaan Institut Pertanian Bogor. Kemudian ucapan terima kasih penulis sampaikan kepada Bapak Prof. Dr. Ir. Bambang Juanda, M.Si ketua Program Studi PWD selaku penguji luar komisi, serta ucapan terima kasih kepada Dr.Ir. Eka Intan Kumala Putri, M.Si selaku penguji dari PS-PWD. Pada Kesempatan ini ucapan terima kasih penulis sampaikan kepada Bupati Kabupaten Musi Rawas Bapak H. Ridwan Mukti, serta jajaran institusi pemerintah daerah atas segala bantuan dan dukungan, baik moril maupun materil yang diberikan kepada penulis selama penyusunan tesis ini. Kemudian ucapan terima kasih penulis sampaikan kepada teman-teman program studi PWD dan Civitas Akademik IPB, serta semua pihak yang telah mendukung kelancaran studi penulis di IPB umumnya. Ucapanterima kasih penulis sampaikan kepada yang teristimewa kedua orang tua, kakak, abang dan segenap keluarga atas segala dukungan, doa dan pengorbananya selama penulis menempuh pendidikan S2 pada Institut Pertanian Bogor. Sebagai penutup, penulis berharap semoga tesis ini dapat bermanfaat bagi pengembangan ilmu pengetahuan, terutama bagi pribadi penulis dan juga bagi pengembangan konsep sektor pertambangan migas dan penggalian serta pengembangan ekonomi wilayah umumnya, amin. Bogor, Agustus 2013
Tabrani
DAFTAR ISI DAFTAR TABEL DAFTAR GAMBAR DAFTAR LAMPIRAN 1 PENDAHULUAN Latar belakang Rumusan Masalah Tujuan Penelitian Manfaat Penelitian
1 14 15 16
2 TINJAUN PUSTAKA Indikator Pembangunan Wilayah Berbasis Tujuan Struktur Keterkaitan Berbagai Konsep Pendapatan Wilayah dan Pendapatan Masyarakat Keterkaitansektordansistemproduksi Kegiatan Sektor Pertambangan Kebocoran Wilayah (regional leakage) Sistem Neraca Sosial Ekonomi (SNSE) Penelitian Terdahulu Kerangka Pemikiran
17 19 23 24 34 33 39 41
3 METODE Waktu dan Lokasi Penelitian Jenis dan Sumber Data Metode Analisis
43 43 46
4 KONDISI UMUM KABUPATEN MUSI RAWAS Keadaan Alam Keadaan Penduduk Keadaan Sektor Pertanian Keadaan Sektor Pertambangan
54 59 65 73
5 HASIL DAN PEMBAHASAN Struktur Perekonomian Kabupaten Musi Rawas Dampak multiplier Perekonomian Kabupaten Musi Rawas Analisis Dekomposisi Pengganda Neraca Analisis Jalur Struktur (pathanalysis) Sektor Pertambangan
77 88 97 100
6 SIMPULAN DAN SARAN Simpulan Saran
DAFTAR PUSTAKA RIWAYAT HIDUP LAMPIRAN
106 107 108 111 112
DAFTAR TABEL 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 13 14 15 16 17 18 19 20 21 22 23 24 25 26 27 28
Perkembangan jumlah dan persentase PDRB atas dasar harga berlaku tahun 2005-2010 di Kabupaten Musi Rawas (Rp.Milyar) Persentase Alokasi Dana Bagi Hasil (DBH) Sumberdaya Alam (SDA) berdasarkan Undang-undang No.33 Tahun 2004 Penetapan alokasi Dana Bagi Hasil (DBH) SDA pertambangan minyakdangas bumitahun 2009 se-SumateraSelatan (Rp.milyar). Penetapan alokasiDBH SDA pertambangan umum tahun 2009 seProvinsi Sumatera Selatan (Rp.Milyar). Pangsa sektor hulu-hilir tahun 2003, 2005 dan 2010 di Kabupaten Musi Rawas. Indeks Pembangunan Menusia (IPM) dariTahun 2006-2009 di KabupatenMusiRawas. Indikator-indikator pembangunan wilayah berdasarkan basis atau pendekatan kelompoknya Undang-undangdan rejim pajak pertambangan yang berlaku di Indonesia Kerangka dasar Sistem Neraca Sosial Ekonomi (SNSE) Kabupaten Musi Rawas tahun 2010. Klasifikasi SNSE Kabupaten Musi Rawas tahun 2010 Struktur model Analisis SNSE Luas tanah berdasarkan ketinggian tempat di Kabupaten Musi Rawas Tahun 2009 Luas tanah berdasarkan kemiringan lahan Perkembangan penggunaan lahan di kabupaten Musi Rawas Tahun 2008-2010 Luad wilayah, jumlah dan kepadatan penduduk Komposisi penduduk menurut jenis kelamin Komposisi penduduk menurut kelompok umur Komposisi penduduk menurut lapangan usaha Pendapatan perkapita Nilai produksi komoditas subsektor tanaman bahan makanan Nilai produksi komoditas subsektor tanaman perkebunan Nilai produksi komoditas subsektor peternakan dan perikanan Nilai produksi komoditas subsektor kehutanan Luas areal produksi dan jumlah kepala keluarga perkebunan rakyat Luas areal produksi dan jumlah kepala keluarga perkebunan rakyat tanaman karet Daftar Kontrak Karya (KK) emas tahap eksplorasi Daftar Wilayah kerja Pertambangan (WKP) migas tahap eksplorasi Daftar Wilayah kerja Pertambangan (WKP) migas tahap eksploitasi
3 7 7 8 11 13
27
36 45 46 54 55 57 60 61 62 63 64 66 68 69 71 72 72 74 75
75
29 Total output sektor domestik berdasarkan neraca SNSE Kabupaten Musi Rawas Tahun 2010 30 Kontribusi sektor pertambangan terhadap penerimaan sektor domestik berdasarkan SNSE Kabupaten Musi Rawas Tahun 2010 31 Struktur perekonomian berdsarkan SNSE Kabupaten Musi Rawas tahun 2010 32 Distribusi sektor diomestik terhadap PDRB berdasarkan SNSE KabupatenMusi Rawast ahun 2010.(Rp.Milyar). 33 Distribusi pendapatan tenaga kerja sektor pertambangan berdasarkan SNSE Kabupaten Musi Rawas Tahun 2010 34 BiayaAntara (BA) sektor petambangan berdasrakan SNSE KabupatenMusiRawas tahun 2010 35 Pengeluaran pemerintah dan keterkaitannya dengan DBH pertambangan migas dan pertambangan umum menurut SNSE Kabupaten Musi Rawas tahun 2010 36 Pengeluaran pemerintah ke institusi rumahtangga di Kabupaten Musi Rawas 37 Analisis multiplier SNSE Kabupaten Musi Rawas Tahun 2010 38 Koefisien multiplier Nilai Tambah Bruto (NTB) tenaga kerja dan kapital menurut sektor produksi di Kabupaten Musi Rawas Tahun 2010 39 Koefisien dan persentase multiplier tenaga kerja dari sektor pertambangan di KabupatenMusiRawasTahun 2010 40 Koefisien dan persentase distribusi pendapatan institusional menurut sektor produksi di KabupatenMusi Rawas tahun 2010 41 Keterkaitan kebelakang dan kedepan sektor domestik berdasarkan SNSE Kabupaten Musi Rawas Tahun 2010 42 Analisis dekomposisi pengganda neraca sector pertambangan
78 79 80 82 83 84 86
87 89 91
92 94 96 98
DAFTAR GAMBAR 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11
12 13 14 15 16 17 18 19 20 21 22 23 24
Produksi/lifting gas Bumi dari tahun 2008-2011 se-Sumatera Selatan 4 Produksi/lifting minyak bumi tahun 2008-2010 se-Sumatera Selatan 4 Produksi/lifting minyak bumi dan kuasa eksploitasi perusahaan tahun 2008-2010 di Kabupaten Musi Rawas 5 Produksi/lifting gas bumi dan kuasa eksploitasi perusahaan tahun 2008-2010 di Kabupaten Musi Rawas 6 Pertumbuhan ekonomi dari tahun 2003-2010 di Kabupaten Musi Rawas, Badan Pusat Statistik (2011) 9 Ketimpangan produkstivitas antar sektor tahun 2010 di Kabupaten Musi Rawas, Badan Pusat Statistik (2011) 10 Jumlah persentase penduduk miskin Tahun 2010 di Sumatera Selatan, Badan Pusat Statistik 11 Indeks Gini Kabupaten Musi Rawas dan Provinsi Sumatera Selatan Tahun 2010, Badan Pusat Statistik 12 Jumlah dan persentase tingkat pendidikan tahun 2010 di Kabupaten Musi Rawas, Badan Pusat Statistik (2011) 13 Sistematika penyusunan konsep-konsep indikator kinerja Pembangunan Wilayah 18 Sumber-sumber penerimaan daerah, Undang-undangNomor 33 Tahun 2004 tentang perimbangan keuangan antara pemerintah pusat dan daerah 21 Struktur keterkaitan berbagai konsep pendapatan wilayah dan masyarakat, Rustiadi et al. (2009). 23 Perhitungan komponen pajak dan non-pajak minyak bumi berdasarkan Undang-undang Nomor 25 tahun 1999 28 Perhitungan komponen pajak dan non-pajak gas bumi berdasarkan Undang-undang Nomor 25 tahun 1999 29 Skema kerangka pemikiran kebocoran wilayah dalam distribusi pendapatan sektor pertambangan di Kabupaten Musi Rawas 42 Struktur pengganda 50 Keterkaitan antara dua sektor 51 Jenis-jenis tanah 55 Luas daerah menurut kecamatan 59 Rasio murid terhadap guru menurut tingkat pendidikan 64 Peta penyebaran tambang batubara 73 Peluang investasi pertambangandan energy 76 Jalur struktural sektor pertambangan migas ke rumahtangga 103 Jalur struktural sektor penggalian ke rumahtangga 104
DAFTAR LAMPIRAN 1 1 2 2 2 3 4 5 6 7 8 9 10
Nilai PDB menurut lapangan usaha, laju Pertumbuhan dan Laju sumber pertumbuhan tahun 2008-2010 Laju dan sumber pertumbuhan PDB harga konstan tahun 20102012 Produksi/lifting minyak bumi Indonesia tahun 2010
112
Produksi/lifting gas bumi Indonesia tahun 2010 Produksi Coal Bed Methane (CBM) resources Indonesia tahun 2009 Peta administrasi Kabupaten Musi Rawas tahun 2010. Kontrak Karya (KK) dan KP mineral di Kabupaten Musi Rawas tahun 2011 Sistem Neraca Sosial Ekonomi (SNSE) Kabupaten Musi Rawas Tahun 2010 Matriks inverse Pengganda Neraca SNSE Kabupaten Musi Rawas Tahun 2010 Efek transfer antar neraca sendiri Pengganda open loop Pengganda close loop
113 113
112 113
114 115 116 125 130 138 146 154
1
1 PENDAHULUAN Latar Belakang Pasal 33 Ayat (3) Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia menyebutkan bahwa "bumi, air, dan kekayaan alam yang terkandung di dalamnya dikuasai oleh negara untuk sebesar-besar kemakmuran rakyat". Prinsip yang terkandung dalam ketentuan undang-undang ini mengandung makna kewajiban pemerintah sebagai pelaksana kebijakan negara untuk melakukan pengelolaan dan pemanfaatan Sumberdaya Alam (SDA) sebesar-besar untuk kemakmuran rakyat. Dalam pengusahaannya harus dilaksanakan secara berkelanjutan dan pemanfaatannya seoptimal mungkin bagi kepentingan rakyat. Dengan demikian pemerintah memiliki peran utama dalam optimalisasi pengusahaan potensi SDA yang implementasinya harus diterapkan dengan mempertimbangan aspek ekonomi, sosial, dan lingkungan. Hal ini penting mengingat pengusahaan SDA akan menjadi kekuatan ekonomi riil secara berkelanjutan, berupa penerimaan negara, pengembangan wilayah dan pengembangan Sumberdaya Manusia (SDM), namun dengan tetap memperhatikan komitmen Corporate Social Responsibility (CSR) dan juga melakukan pengelolaan dan perlindungan terhadap lingkungan hidup. Menurut Salim (2005), pemanfaatan secara berkelanjutan, diartikan sebagai prinsip pemanfataan potensi Sumberdaya alam yang bersifat tidak terbarukan melalui nilai tambah yang maksimal menjadi suatu kegiatan ekonomi/industri non-tambang yang terus-menerus walaupun kegiatan tambang berakhir. Prinsip ini berkorelasi dengan amanat Undang-Undang Dasar tahun 1945 yang mengamanatkan agar pemanfaatan sumberdaya alam sebagai kekayaan alam yang menjadi komoditas bagi bangsa untuk mensejahterakan rakyat melalui kebijakan pemenuhan kebutuhan dalam negeri (domestic market obligation), peningkatan ekspor dan penerimaan devisa negara, serta perluasan kesempatan berusaha dan lapangan kerja dapat terwujud. Prinsip di atas yang menjadi dasar filosofis dan sosiologis pembentukan Undang-Undang pertambangan, yaitu Undang-Undang Nomor 22 Tahun 2001 tentang Minyak dan Gas bumi yang menggantikan Undang-Undang 44 Prp tahun 1960,dan Undang-Undang Nomor 4 Tahun 2009 tentang Mineral dan Batubara yang menggantikan Undang-Undang Nomor 11 Tahun 1967, tentang ketentuanketentuan pokok pertambangan yang dalam prakteknya telah ada tidak mampu mengakomodir perkembangan kegiatan pertambangan yang terus bermetafora. Salah satunya adalah pembagian kewenangan antara pemerintah dan pemerintah daerah dalam kaitannya dengan otonomi daerah. Sektor pertambangan dan penggalian merupakan salah satu sektor penting dalam perekonomian indonesia. Pada tahun 2008 sektor pertambangan yang terdiri atas subsektor minyak dan gas bumi, subsektor pertambangan bukan migas dan subsektor penggalian memberikan sumbangan terbesar ke empat setelah 1) sektor industri pengolahan, 2) pertanian, peternakan, kehutanan dan perikanan, 3) perdagangan, hotel dan restouran. Kontribusi sektor ini yang relatif besar yaitu mencapai Rp. 541,3 trilyun atau 10,94 persen atas harga berlaku Produk Domestik Bruto (PDB) Indonesia. Sumbangan ini mengalami peningkatan pada tahun 2010
2
sektor ini memberikan sumbangan sebesar Rp. 719,7 trilyun atau 11,16 persen. Selanjutnya pada tahun 2012 mengalami peningkatan menjadi Rp. 970,6 milyar atau 11,78 persen. Kontribusi subsektor pertambangan migas merupakan yang paling besar dibandingkan dengan subsektor non migas dan penggalian dari tahun 2008-2012. Besarnya kontribusi subsektor migas terhadap PDB Indonesia mengalami peningkatan, namun dilihat dari rasio persentasenya punya kecenderungan yang menurun. Sebaliknya subsektor pertambangan nonmigas dan penggalian kontribusinya cenderung meningkat serta diikuti peningkatan rasio persentasenya. Pada tahun 2008 kontribusi subsektor migas mencapai Rp. 521,1 trilyun atau 10,53 persen selanjutnya pada tahun 2012 mengalami peningkatan menjadi Rp. 673,1 trilyun namun persentansenya mengalami penurunan menjadi 7,73 persen dari total PDB. Sebaliknya subsektor nonmigas dan penggalian kontribusinya sebesar Rp. 20,2 trilyun atau 0,42 persen pada tahun 2008. Selanjutnya pada tahun 2010 mengalami peningkatan menjadi Rp. 333,5 trilyun atau 4,05 persen. Salah satu provinsi di Indonesia yang memiliki sumberdaya alam pertambangan terbesar, serta memberikan sumbangan terbesar terhadap pendapatan negara adalah Provinsi Sumatera Selatan. Sebagai daerah yang terkenal kaya akan SDA tambang, seperti minyak bumi, gas bumi dan batubara, maka sektor pertambangan menjadi salah satu leadingsector dalam perekonomian memberikan kontribusi terbesar kedua dalam menopang perekonomian Sumatera Selatan. Potensi SDA di Provinsi Sumatera Selatan dari subsektor tambang minyak bumi adalah 909.80 MMSTB (peringkat 3 nasional) dan gas bumi 17.90 TSCF (peringkat 4 nasional). Sebaliknya potensi dari subsektor pertambangan batubara adalah 183.00 TCF merupakan peringkat 1 nasional (Lampiran 2). Kabupaten/kota yang menjadi andalan produksi pertambangan di Propinsi Sumatera Selatan adalah Kabupaten Musi Rawas. Sebagai sektor primer, sektor pertambangan migas dan penggalian bersama sektor pertanian memberikan kontribusi terbesar terhadap Produk Domestik Regional Bruto (PDRB) Kabupaten Musi Rawas dari tahun 2005-2010. Kontribusi kedua sektor ini sangat besar terhadap PDRB Kabupaten Musi Rawas tahun 2010, yaitu sebesar 70,8% dari total PDRB. Sektor pertambangan memberikan sumbangan yang relatif cukup besar yaitu mencapai Rp. 2328,22 milyaratau 30,3 persen. Kontribusi sektor pertambangan merupakan yang terbesar ke-2 setelah sektor pertanian yang memberikan sumbangan sebesar Rp. 3111,15 milyar atau 40,5 persen dari total PDRB. Selanjutnya sektor sekunder yang terdiri atas sektor industri pengolahan dan sektor listrik, gas, dan air bersih, serta sektor bangunan kontribusinya juga relatif besar yaitu mencapai Rp. 1092,43 milyar atau 14,2 persen. kontribusi sektor jasa (angkutan, keuangan, dan jasa-jasa lainya) relatif kecil yaitu sebesar 749,72 milyar Rp. atau 9,7 persen. Perkembangan jumlah dan persentase Produk Domestik Regional Bruto (PDRB) di Kabupaten Musi Rawas tahun 2010 dapat di lihat pada Tabel 1.
3
Tabel 1
Perkembangan jumlah dan persentase PDRB atas dasar harga berlaku tahun 2005-2010 di Kabupaten Musi Rawas (Rp.Milyar)
Sektor Domestik Pertanian Migas & Penggalian Industri Listrik & Air Minum Bangunan Perdagangan, Hotel & Restauran Pengangkutan & Komunikasi Bank & Lembaga Keuangan dll Jasa-jasa PDRB + Migas PDRB Tanpa Migas
2005 1286,51 1.515,66 315,62 2,44 138,91 164,23 14,73 52,96 208,48 3.565,32 2.269.67
2006 1558.10 1650,38 376,37 3,16 159,13 195,67 19,23 63,53 241,77 4132,63 2.722,60
Pertanian Migas & Penggalian Industri Listrik & Air Minum Bangunan Perdagangan, Hotel & Restauran Pengangkutan & Komunikasi Bank & Lembaga Keuangan dll Pertanian Jumlah
2005 36,08 38,75 8,85 0,07 3,90 4,61 0,41 1,49 5,85 100
2006 37,70 36,68 9,11 0,08 3,85 4,73 0,47 1,54 5,85 100
Tahun (Rp.Milyar ) 2007 2008 1800.85 2.141.55 1.805.50 2.242.33 434.66 518.85 3.81 4.48 188.11 238.36 226.96 263.25 22.45 26.41 76.29 91.80 282.60 328.82 4.686.12 5.419.00 3.158.63 3.776.95 Tahun (%) 2007 2008 38,43 39,52 35,22 33,32 9,28 9,57 0,08 0,08 4,01 4,40 4,84 4,86 0,48 0,49 1,63 1,69 6,03 6,07 100 100
2009 2.490.91 2.047.22 585.92 5,00 301.05 313.47 32.70 109.66 408.89 6.489.93 4.437.90
2010 3111,1 2328,2 716,01 6,19 370,23 403,26 40,67 126,55 582,50 7684,82 5356,62
2009 38,38 34,55 9,03 0,08 4,64 4,83 0,50 1,69 6,30 100
2010 40,5 30,3 9,3 0,1 4,8 5,2 0,5 1,6 7,6 100
Sumber: Badan Pusat Statistik Indonesia,2011
Potensi sumberdaya alam pertambangan yang besar tersebar hampir di seluruh Kecamatan di Kabupaten Musi Rawas, yaitu meliputi Kecamatan Muara Kelingi, Jaya Loka, Muara Lakitan, BTS Ulu, Suka Karya, Rawas Ilir, Tuah Negeri, Megang Sakti, Karang Dapo, dan Rupit (Distamben Kabupaten Musi Rawas, 2011). Bahan tambang yang menjadi andalan Kabupaten Musi Rawas adalah minyak bumi dan gas bumi. Lifting gas bumi Kabupaten Musi Rawas merupakan yang terbesar ke dua setelah kabupaten Musi Banyuasin. Data produksi/lifting gas bumi relatif besar di Kabupaten Musi Rawas. Namun ternyata produksinya mengalami fluktuasi dari tahun 2008-2009. Produksi/lifting sektor ini pada tahun 2008 sebanyak 170.226 MMBTU. Pada tahun 2009 mengalami peningkatan produksi yang cukup signifikan yaitu mencapai 211,915 MMBTU. Padatahun 2010 produksi gas bumi mengalami penurunan yaitu sebesar 191.250 MMBTU, selanjutnya tahun 2011 juga mengalami penurunan produksi menjadi sebesar 167.887 MMBTU. Lifting Gas Bumi Kabupaten Musi Rawas Tahun 2008-2011 dapat dilihat pada Gambar 1.
4
Sumber : Kementrian Energi dan Sumberdaya Mineral, 2012
Gambar 1
Produksi/lifting gas bumi dari tahun 2008-2011 per-Kabupaten di Sumatera Selatan (MMBTU)
Lifting Minyak Bumi Kabupaten Musi Rawas merupakan yang terbesar ketiga setelah Kabupaten Musi Banyuasin dan Kabupaten Muara Enim. Namun besarnya produksi tenyata mengalami penurunan produksi tiap tahunnya mulai dari tahun 2008-2009.Produksi/lifting sektor ini pada tahun 2008 sebanyak 2.405.058,01 Barel.Pada tahun 2009 mengalami penurunan produksi yang cukup signifikan yaitu mencapai 2.588. 390 barel. Padatahun 2010 produksi minyak bumi mengalami penurunan lagi yaitu menjadi sebesar 2.442.105,64 barel, selanjutnya tahun 2011 juga mengalami penurunan produksi menjadi sebesar 2.405. 058 barel .Lifting Minyak Bumi Kabupaten Musi Rawas Tahun 2008-2011 dapat dilihat pada Gambar 2. 16,000,000.00 Lahat
14,000,000.00 Muara Enim
12,000,000.00
Prabumulih
10,000,000.00 8,000,000.00
Musi Banyuasin
6,000,000.00
Banyuasin
4,000,000.00
Musi Rawas
2,000,000.00
Ogan Ilir
0.00
Ogan Komering Ulu
2008
2009
2010
2011
Sumber: Kementrian Energi dan Sumber Daya Mineral,2012
Gambar 2 Lifting minyak bumi tahun 2008-2011 di Sumatera Selatan (Barel).
5
Besarnya produksi/lifting subsektor minyak bumi dan gas bumi karena dieksploitasi oleh kontraktor skala besar baik dari Penanaman Modal Asing (PMA) maupun Penanaman Modal Dalam Negeri (PMDN). Banyaknyakontraktor skala besar yang mengeksploitasi mengindikasikan bahwa kontribusi sektor migas yang relatif besar terhadap pertumbuhan ekonomi Kabupaten Musi Rawas disumbangkan oleh PMA dan PMDN skala besar. Terdapat 4 (empat) kontraktorpenanaman modal subsektor minyak bumi dan tiga kontraktor gas bumi yang memiliki Wilayah Kerja Pertambangan (WKP) tahap eksploitasi di Kabupaten Musi Rawas. Perusahaan pertambangan minyak bumi yang produksinya paling besar pada tahun 2009 adalah Medco E & P Indonesia - S & C Sumatera sebanyak 1,457 juta barel, kemudian PT.Pertamina EP Area Prabumuliah & Pendopo sebanyak 0,681 juta barel, dan Chonoco Philips (Grissik) Ltd sebanyak 0,449 juta barel. Selanjutnya Sele Raya MD – Tampi tahun 2009 belum berproduksi dan tahun 2011 sudah berproduksi sebanyak 1,095 juta barel. Lifting Minyak Bumi dan Kuasa Eksploitasi Persahaan di Kabupaten Musi Rawas tahun 2008-2011 dapat dilihat pada Gambar 3. 1,600,000.00
Chonoco Philips (Grissik) Ltd.
1,400,000.00 1,200,000.00
Medco E & P Indonesia - S & C Sumatera
1,000,000.00 800,000.00
600,000.00
PT.Pertamina EP Area Prabumuliah & Pendopo
400,000.00 200,000.00
Sele Raya MD - Tampi
0.00 2009
2010
2011
Sumber : Kementrian Energi dan Sumberdaya Mineral dan Migas, 2012
Gambar 3 Lifting minyak bumi Tahun 2008-2010 berdasarkan Kontrak Kerja Pertambangan (WKP) tahap eksploitasi di Kabupaten Musi Rawas (Barel) Perusahaan pertambangan gas bumi yang produksinya paling besar pada tahun 2009 adalah PT.Pertamina EP Area Prabumuliah & Pendopo sebanyak 64.690,46 MMBTU, selanjutnya Chonoco Philips (Grissik) Ltd sebanyak 37.630,07 MMBTU. Sebaliknya paling sedikit adalah Medco E & P Indonesia - S & C Sumatera sebanyak 16.627,73 MMBTU. Lifting Gas Bumi dan Kuasa Eksploitasi Persahaan di Kabupaten Musi Rawas tahun 2008-2011 dapat dilihat pada Gambar 4.
6
ConocoPhilli ps (Grissik) Ltd.
180,000,000.00 160,000,000.00 140,000,000.00 120,000,000.00 100,000,000.00 80,000,000.00 60,000,000.00 40,000,000.00 20,000,000.00 0.00
Medco E&P Indonesia S&C Sumatera
2008
2009
2010
2011
PT. Pertamina EP Area Prabumulih & Pendopo
Sumber: Kementrian Energi dan Sumberdaya Mineral, 2012
Gambar 4 Lifting gas bumi tahun berdasarkan kuasa eksploitasi kontraktor 2008-2010 di Kabupaten Musi Rawas (MMBTU). Banyaknya kegiatan-kegiatan tambang yang dilakukan oleh kontraktor tersebut menjadi bukti bahwa daerah ini memiliki potensi yang sangat besar dalam hal bahan tambang minyak dan gas bumi. Selain itu terdapat potensi cadangan bahan tambang dan bahan mineral yang melimpah yang belum dieksploitasi seperti: batubara sebanyak 1,2 milyar ton, emas 10 juta ton, perak 7,5 juta ton, biji besi 800.000 metric ton (Distamben Kabupaten Musi Rawas tahun, 2010). Undang-Undang No.33 Tahun 2004 menunjukan bahwa pendapatan daerah Kabupaten Musi Rawas dari sektor pertambangan dan penggalian bersumber dari dana perimbangan pembangunan, yaitu dari Dana Bagi Hasil (DBH). Untuk penetapan perhitungan alokasi Dana Bagi Hasil (DBH) minyak bumi dan gas bumi merupakan pembagian atas hasil bersih dari produksi migas yang dilakukan oleh kontraktor. Kriteria hasil bersih produksi minyak bumi dibagi 15 persen untuk kontraktor dan 85 persen untuk negara. Dari 85 persen tersebut kemudian dibagi lagi untuk Provinsi dearah penghasil sebesar 3 persen, daerah penghasil 6 persen, dan daerah yang ada di propinsi penghasil 6 persen, dan untuk pusat 85 persen. Sebaliknya untuk pembagian gas bumi, dari hasil produksi gas bumi setelah dipotong biaya operasional dibagi 30 persen untuk kontraktor dan 70 persen untuk negara. Untuk bagian negara kemudian dibagi lagi 70 persen untuk pemerintah pusat dan 30 persen untuk daerah. Untuk daerah kemudian dibagi lagi untuk propinsi penghasil 6 persen, daerah penghasil 12 persen serta daerah yang ada di propinsi 12 persen yang dibagi rata. Perhitungan ini sudah masuk dalam dokument kontrak sebelum dilakukan proroses eksplorasi dan eksploitasi. Berikutnya untuk pembagian sektor pertambangan umum terdiri atas tarif royalti yang berbeda-beda untuk setiap jenis dan kualitas bahan galian yang dikenakan terhadap harga jual dan telah dikalikan dengan jumlah produksi royalti yang bersifat advalorem (dalam persentase) dan iuran tetap (landrent) yang dibedakan berdasarkan kategori kontraktor (PMA atau PMDN), dan besarnya tarif dibedakan atas dasar tahap kegiatan dan status (perpanjangan atau tidak), serta pemungutan iuran ini dilakukan setiap semester. Persentase Dana Bagi Hasil Sumberdaya alam di Indonesia dapat dilihat pada Tabel 2.
7
Tabel 2
Persentase alokasi Dana Bagi Hasil (DBH) sumberdaya alam di Indonesia Undang-undang No. 33 Tahun 2004
Jenis Penerimaan
Pusat
Provinsi
Kab/ Kota
Kab/ Kota Lainnya
UU Otsus Papua No.21 Thn. 2001 dan UUPA No.11 Thn. 2006
Kehutanan IIUPH 20 16 64 PSDH 20 16 32 32 Dana Reboisasi 60 40 Pertambangan Umum Landrent 20 16 64 Royalti 20 16 32 32 Perikanan Minyak Bumi 84,5 3,1 6,2 6,2 Gas Bumi 69,5 6,1 12,2 12,2 Panas Bumi 20 16 32 32 Sumber: Kementrian Energi dan Sumber Daya Mineral, 2010 Keterangan: Otonomi Khusus (Otsus); Undang-Undang Pemerintahan Aceh (UUPA).
80 80 40 80 80 70 70 80
Penerimaan alokasi Dana Bagi Hasil (DBH) dari Sumberdaya Alam (SDA) Pertambangan untuk Kabupaten Musi Rawas diatur berdasarkan Peraturan Menteri Keuangan Republik Indonesia (Permenkeu) Nomor 234/PMK.07/2010 tentang bidang minyak bumi dan gas bumi dan Permenkeu Nomor 233/PMK.07/2010. Alokasi Dana Bagi Hasil (DBH) Sumberdaya alam Pertambangan Minyak Dan Gas Bumi se-Sumatera Selatan pada tahun 2009 dapat dilihat pada Tabel 3. Tabel 3
Penetapan Alokasi Dana Bagi Hasil (DBH) pertambangan minyak dan gas bumi tahun 2010 se-Sumatera Selatan (Rp.milyar)
Kabupaten/Kota Lahat Musi Banyuasin Musi Rawas Muara Enim Ogan Komering Ilir (OKI) Ogan Komering Ulu (OKU) Palembang. Pagar Alam Lubuk Linggau Prabumulih Banyuasin Ogan Ilir OKU Timur OKU Selatan Empat lawang Propinsi Sumsel Total
Peraturan Menteri Keuangan Republik Indonesia No.234/PMK.07/2010 Minyak Bumi Gas Bumi Sub Sub. 15% 0,5% 30% 0,5% Total Total 25,67 0,85 26,52 58,56 0,97 59,54 191,85 6,39 198,25 528,08 8,80 536,89 47,42 1,58 49,00 124,47 2,07 126,55 47,88 1,59 49,48 50,09 0,83 50,93 20,36 0,67 21,04 44,85 0,74 45,61
Total
No.222 /PMK.07 /2011
N0.213/ PMK.07/ 2012
86,06 735,13 175,55 100,41 66,64
109,49 960,02 214,41 138,85 86,90
121,36 1131,66 260,85 183,09 102,92
36,85
1,22
38,08
46,23
0,77
47,01
85,09
113,66
119,12
20,36 20,36 20,36 22,38 33,80 21,70 20,36 20,36 20,36 142,53 712,65
0,67 0,67 0,67 0,74 1,12 0,72 0,67 0,67 0,67 4,75 23,75
21,04 21,04 21,04 23,13 34,93 22,42 21,04 21,04 21,04 147,28 736,40
44,85 44,85 44,85 44,85 44,85 44,85 44,85 44,85 44,85 314,01 1570,0
0,74 0,74 0,74 0,74 0,74 0,74 0,74 0,74 0,74 5,23 26,16
45,61 45,61 45,61 45,61 45,61 45,61 45,61 45,61 45,61 319,24 1596,0
66,64 66,64 66,64 68,74 80,53 68,03 66,64 66,64 66,64 466,52 2,332
86,90 113,66 86,90 90,89 107,17 90,42 86,90 86,90 86,90 608,30 3041.51
102,92 102,92 102,92 109,52 126,18 109,53 102,92 102,92 102,92 720,43 3602,17
Sumber: Kementrian Keuangan,2012
8
Peraturan Menteri Keuangan Republik Indonesia Nomor 234/PMK.07/2010 tentang Peneriman Alokasi Dana Bagi Hasil Sumberdaya Alam (SDA) bidang minyak bumi dan gas bumi menunjukan bahwa Provinsi Sumatera Selatan menerima DBH sebesar Rp. 2,332 trilyun. Berikutnya Kabupaten Musi Rawas sebagai daerah penghasil migas menerima DBH tebrbesar ke-2 setelah Kabupaten Musi Banyuasin yaitu mencapai Rp. 175,557 milyar. Penerimaan Alokasi DBH terdiri atas sumberdaya minyak bumi sebesar Rp 49,005 milyar dan gas bumi sebesar Rp. 126,550 milyar. Sebaliknya untuk peneriman alokasi Dana Bagi Hasil Sumberdaya alam pertambangan umum berdasarkan Peraturan Menteri keuangan Nomor 233/PMK.07/2010, Kabupaten Musi rawas memperoleh Rp.13,21 milyar, yaitu terdiri dari tarif royalti sebesar Rp. 11,3 milyar dan tariff landrent sebesar 1,87 milyar. Alokasi DBH pertambangan umum ini lebih sedikit dari pada alokasi DBH pertambangan minyak bumi dan gas bumi, karena bukan sebagai daerah penghasil. Hal ini dikarenakan potensi Sumberdaya pertambangan umum saat ini masih pada tahap eksplorasi dan belum dieksploitasi di Kabupaten Musi Rawas. Alokasi dana bagi hasil sumberdaya alam pertambangan umum di Kabupaten Musi Rawas dan se-Sumatera Selatan dapat dilihat pada Tabel 4. Tabel 4
Alokasi Dana Bagi Hasil (DBH) pertambangan umum Tahun 20092012 se-Provinsi Sumatera Selatan (Rp.Milyar).
Provinsi Sumsel
No.226/ PMK.07/ 2008 18,93 6,04 4,58 48,95 4,47
No.226/ PMK.0 7/.2009 35,99 10,71 7,62 74,54 7,37
Lahat Musi banyuasin Musi Rawas Muara Enim Ogan Komering Ilir (OKI) Ogan Komering 4,85 8,19 Ulu (OKU) Palembang. 4,47 7,35 Pagar Alam 4,47 7,35 Lubuk Linggau 4,47 7,35 Prabumulih 4,47 7,43 Banyuasin 4,54 7,74 Ogan Ilir 4,47 7,35 OKU Timur 4,53 7,42 OKU Selatan 4,48 7,55 Empat lawang 4,47 7,37 Provinsi 32,03 52,82 Total 160,24 264,12 Indonesia 5.494,22 6585,30 Sumber: Kementrian Keuangan,2010
Peraturan Menteri Keuangan No.233/PMK.07/2010 LandRoyalJml. rent ty 0,389 57,175 57,564 1,164 11,450 12,615 1,870 11,345 13,215 1,247 112,901 114,149 0,119 11,345 11,464
No.208./ PMK.07/ 2011 85,37 18,34 15,49 132,20 14,83
No.210/ PMK.07/ 2012 87,56 18,24 21,06 144,75 15,45
0,542
11,345
11,887
15,38
16,81
0,033 0,159 0,077 0,079 0,021 1,386 7,09 124,41
11,345 11,345 11,345 11,345 11,345 11,345 11,345 11,345 11,345 79,418 397,09 7666,01
11,345 11,345 11,345 11,378 11,504 11,345 11,422 11,425 11,367 80,804 404,18 7790,42
14,42 14,42 14,42 14,72 15,53 14,47 14,79 14,61 14,50 103,23 516,72 12315,60
15,39 15,39 15,39 15,59 17,41 15,45 15,50 15,46 15,42 111,15 556,044 12.219,30
Jumlah penerimaan wilayah Kabupaten Musi Rawas relatif besar dan mengalami peningkatan mulai dari tahun 2005-2009. Penerimaan daerah sebesar Rp. 416,43 milyar pada tahun 2005 kemudian meningkat menjadi sebesar Rp. 765,38 Milyar pada tahun 2009 (Lampiran 1.1). Besarnya pendapatan daerah Kabupaten Musi Rawas karena kontribusi yang besar dari DBH migas dan pertambangan umum yaitu mencapai Rp. 138,86 milyar (Rp.126 milyar dari migas dan Rp.12,31 milyar dari pertambangan umum) atau sebesar 18,14 persen
9
dari total penerimaan daerah. Penerimaan daerah yang bersumber dari DBH sektor pertambangan masuk melaui dana perimbangan pembangunan, kemudian pada dasarnya sebagian besar dijadikan untuk pengeluaran-pengeluaran anggaran pembangunan daerah (APBD) berupa kegiatan-kegiatan investasi pengembangan wilayah. Kegiatan pengembangan wilayah seperti pembangunan fasilitas atau infrastruktur umum seperti: akses transportasi dengan pembangunan jalan dan jembatan, akses peningkatan produksi hasil pertanian seperti irigasi dan pembangunan kawasan agropolitan center, akses untuk pengurangan buta huruf dengan membangun gedung sekolah, akses kesehatan dengan membangun rumah sakit umum dan dana kesehatan gratis bagi yang tidak mampu, serta pembangunan fisik lainnya. Dengan demikian sektor pertambangan menjadi sumberdaya yang sangat penting bagi pemerintah daerah Kabupaten Musi Rawas untuk mengembangkan wilayahnya dengan tujuan untuk meningkatkan pertumbuhan ekonomi dan pembangunan manusianya. Hasil kinerja pembangunan ekonomi wilayah di berbagai aspek di Kabupaten Musi Rawas berbanding paradoks dengan kondisi objektif terutama terhadap kinerja ekonomi dan kinerja sosial di Kabupaten Musi Rawas. Kinerja ekonomi menunjukan bahwa pertumbuhan ekonomi Kabupaten Musi Rawas relatif sangat tinggi. Namun cenderung imbalance karena diduga terjadi ketimpangan antar sektor yang cukup tinggi dan keterkaitan sektor hulu-hilir belum berkembang. Penyebab terjadinya struktur ekonomi imbalance diperkuat oleh data kualitas tenaga kerja di Kabupaten Musi Rawas yang relatif masih rendah karena sebagian besar tingkat pendidikannya belum/tamat sekolah dasar. Sebaliknya dari masalah kinerja sosial menunjukan bahwa ketimpangan pendapatan masyarakat cukup tinggi, dan pembangunan belum berdampak luas pada pembangunan manusia (Badan Pusat Statistik, 2011). Pertumbuhan ekonomi wilayah Kabupaten Musi Rawas relatif tinggi dari tahun 203-2010. Pertumbuhanekonomi Kabupaten Musi Rawas dari tahun 20032010 menunjukan trend peningkatan yang relatif sangat tinggi yaitu dari 4,09 persen pada tahun 2003 menjadi sebesar 5,4 persen pada tahun 2010. Pertumbuhan ekonomi Kabipaten Musi Rawas dapat dilihat pada Gambar 5.
Sumber : Badan Pusat Statistik Indonesia, 2011
Gambar 5.
Pertumbuhan ekonomi dari tahun 2003-2010 di Kabupaten Musi Rawas dan Provinsi Sumatera Selatan.
10
Pertumbuhan ekonomi Kabupaten Musi Rawas menunjukan trend yang meingkat dari tahun 2003-2010. Pertumbuhan ekonomi Kabupaten Musi Rawas relatif besar yaitu mencapai 4,09 persen pada tahun 2003, selanjutnya meningkat menjadi sebesar 5,8 persen pada tahun 2008. Besarnya pertumbuhan ekonomi ternyata pada tahun 2003, 2005 dan 2008 pertumbuhannya lebih tinggi dari pertumbuhan ekonomi Provinsi Sumatera Selatan. Berikutnya pada tahun 20092010 peningkatan pertumbuhan ekonomi mengalami fluktuasi menurun menjadi 4,85 persen Struktur ekonomi Kabupaten Musi Rawas mengalami imbalance yaitu produktivitas antar sektor timpang dan keterkaitan hulu hilir belum berkembang. Ketimpangan produktivitas antar sektor dapat dilihat dari besarnya kontribusi sektor primer yaitu ketimpangan sektor pertanian dengan sektor pertambangan dan sektor ekonomi lainnya pada struktur PDRB.Ketimpangan terjadi karena komposisi tenaga kerja di Kabupaten Musi rawas terkonsentrasi di sektor pertanian yaitu mencapai 70,63 persen dari total tenaga kerja. Sebaliknya sektor lainnya relatif tidak banyak menyerap tenaga kerja lokal Kabupaten Musi Rawas menjadi penyebab ketimpangan produkstifitas anatar sektor. Ketimpangan Produkstivitas Antar Sektor di Kabupaten Musi RawasTahun 2010 dapat dilihat pada Gambar 6.
Ket: TK PDRB
Sumber: Badan Pusat Statistik Indonesia, 2011
Gambar 6
Ketimpangan produkstivitas Kabupaten Musi Rawas
antar
sektor
tahun 2010 di
Struktur ekonomi imbalance karena keterkaitan antara sektor hulu dengan sektor hilir belum berkembang di Kabupaten Musi Rawas. Peningkatanyang signifikan dari kontribusi sektor pertanian dan pertambangan terhadap PDRB dari tahun 2000-2010 tidak dikuti dengan peningkatan yang signifikan dari sektor sekundernya terutama sektor industri dan perdagangan. Keterkaitan Sektor Huluhilir Tahun 2000 -2010 di Kabupaten Musi Rawas dapat dilihat pada Tabel 5.
11
Tabel 5
Pangsa sektor hulu-hilir tahun 2000-2010 di Kabupaten Musi Rawas. Sektor Produksi
Tahun (%) 2005 37.70 36.68 9.11 0.08 3.85 4.73 0.47 1.54 5.85 100.00
2000
Pertanian Pertambangan Industri Listrik Konstruksi Perdagangan Pengangkutan Keuangan Jasa PDRB Sumber: Badan Pusat Statistik, 2011
28.03 35.21 7.36 0.14 6.99 8.13 1.68 4.10 8.35 100.00
2010 40.45 30.27 9.31 0.08 4.81 5.24 0.53 1.73 7.57 100.00
Sektor industri kontribusinya terhadap PDRB menunjukan trend yang meningkat meskipun peningkatannya relatif rendah dari tahun 2000-2010. Sektor ini kontribusinya terhadap PDRB sebesar 9,11 persen pada tahun 2005, kemudian meningkat menjadi sebesar 9,31 persen. Sektor industri mengalami perumbuhan yang relatif rendah diduga karena kegiatan produksi sektor primer yang cenderung menggunakan input impor yang lebih besar dibandingkan dengan input sektor domestik Kabupaten Musi Rawas. Berikutnya sektor perdagangan kontribusinya mengalami fluktuasi menurun. Pada tahun 2000 kontribusinya sebesar 8,13 persen kemudian pada tahun 2005 mengalami penurunan yang signifikan yaitu menjadi 4,73 persen. Selanjutnya mengalami peningkatan yang tidak begitu signifikan pada tahun 2010 yang hanya mencapai 5,24 persen. Pertumbuhan ekonomi mengalai peningkatan yang sangat tinggi berbanding paradoks dengan kesejahteraan bagi setiap individu masyarakat di Kabupaten Musi Rawas. Rendahnya kesejahteraan individu masyarakat dapat dilihat dari besarnya jumlah persentase penduduk misikin di kabupaten Musi Rawas. Persentase penduduk miskin se-Sumatera Selatan dapat dilihat pada Gambar 7. 25
19,38 20,06
20
14,80
15
10
9,81
Musi Banyuasin
Musi Rawas
Lahat
Ogan Komering Ilir
Lubuk Linggau
Palembang
Sumatera Selatan
Empat Lawang
Muara Enim
Ogan Ilir
Prabumulih
Banyuasin
Ogan Komering Ulu
OKU Selatan
OKU Timur
0
Pagar Alam
5
Sumber: Badan Pusat Statistik Indonesia,2011 Gambar 7
Jumlah persentase penduduk miskin tahun 2010 per-Kabupaten di Sumatera Selatan
12
Jumlah persentase penduduk miskin di Kabupaten relatif besar yaitu mencapai 19,38 persen pada tahun 2010. Jika dibandingkan dengan Kabupaten/Kota se-Provinsi Sumatera Selatan maka jumlah persentase penduduk miskin di Kabupaten Musi Rawas merupakan yang terbesar kedua setelah Kabupaten Musi Banyuasin. Besarnya persentase jumlah penduduk miskin merupakan indikasi kuat buruknya distribusi pendapatan masyarakat yang relatif cukup tinggidi Kabupaten Musi Rawas. Buruknya distribusi pendapatan dapat dilihat dari Indeks Gini Ratio seProvinsi Sumatera Selatan Tahun 2010 yang di publikasikan oleh BPS tahun 2010. Indeks Gini Ratio menunjukan bahwa se- Propinsi Sumatera Selatan, untuk Kabupaten Musi Rawas merupakan yang terburuk ke-empat setelah Kota Lubuk Linggau dan Kota Palembang dan Propinsi Sumatera Selatan, yaitu sebesar 0,30. Indeks gini ratio se-Provinsi Sumatera Selatan tahun 2010 dapat dilihat pada Gambar 8.
Sumber : Badan Pusat Statistik,2011
Gambar 8
Indeks gini Kabupaten Musi Rawas dan Provinsi Sumatera Selatan Tahun 2010, Badan Pusat Statistik
Pembangunan di Kabupaten Musi Rawas belum berdampak luas pada pembangunan manusianya. Menurut data BPS (2010), angka Indeks Pembangunan Manusia (IPM) Kabupaten Musi Rawas memang selalu mengalami peningkatan dari tahun ke tahun. Misalnya pada tahun 2006 angka IPM Musi Rawas baru mencapai 65,79. kemudian pada tahun 2009 meningkat menjadi 66,77 dan tergolong kedalam kategori menengah. Namun IPM Musi Rawas tersebut merupakan yang terendah di antara 15 Kota/Kabupaten se-Sumatera Selatan. Indeks Pembangunan Menusia (IPM) di Kabupaten Musi Rawas Tahun 2004 – 2008 dapat dilihat pada Tabel 6.
13
Tabel 6
Indeks Pembangunan Menusia (IPM) dari Tahun 2006-2009 di Kabupaten Musi Rawas IPM
Proinsi / Kabupaten / Kota
2006 71.10 70.86 69.04 69.14 68.43 65.65 68.98 68.04 70.00 67.51 67.23 66.59 74.35 71.70 71.07 67.96
Sumatera Selatan Ogan Komering Ulu Komering Ilir Muara Enim Lahat Musi Rawas Musi Banyuasin Banyuasin OKU Selatan OKU Timur Ogan Ilir Empat Lawang Kota Palembang Kota Prabumulih Kota Pagar Alam Kota Lubuk Linggau
2007 71.40 71.40 69.15 69.42 69.36 66.31 69.64 68.60 70.28 68.14 68.17 67.17 74.94 72.51 71.70 69.24
Peringkat (Provinsi) 2008 72.05 71.92 69.64 69.91 69.99 66.87 70.54 69.08 70.66 68.88 68.67 67.68 75.49 73.20 72.16 69.69
2009 72.61 72.36 70.06 70.38 70.53 67.43 71.13 69.45 71.02 69.39 69.17 68.15 75.83 73.69 72.48 70.18
2008 12 4 10 8 7 15 6 11 5 12 13 14 1 2 3 9
2009 10.0 4 10 8 7 15 5 11 6 12 13 14 1 2 3 9
Sumber: BPS Musi Rawas,2010
Salah satu penyebab IPM Kabupaten Musi Rawas sangat rendah karena sebagian besar masyarakat memiliki tingkat pendidikan yang cenderung relatif rendah, yaitu tamat Sekolah Dasar (SD) dengan persentase sebesar 64 persen dari total jumlah penduduk Kabupaten Musi Rawas tahun 2010. Untuk tamatan SMP sebesar 19,2 persen, dan tamatan SMA dan SMK sebesar 12,6 persen, sebaliknya tamatan pendidikan Diploma dan Sarjana hanya sebesar 3,27 persen. Jumlah dan Persentase Tingkat Pendidikan Tahun 2010 Di kabupaten Musi Rawas dapat dilihat pada Gambar 9.
64,95 %
19,12 %
Sumber : Badan Pusat Statistik dan P4W IPB, 2011
Gambar 9
Jumlah persentase tingkat pendidikan tahun 2010 Di kabupaten Musi Rawas, Badan Pusat Statistik
14
Perumusan Masalah Banyaknya kontraktor pertambangan migas dan penggalian mengindikasikan tingginya output produksi/lifting yang dihasilkan, sehingga kontribusi sektor pertambangan terhadap laju pertumbuhan ekonomi (PDRB) cukup besar. Atas dasar pemikiran tersebut, dapat dipahami bahwa sektor pertambangan merupakan salah satu sektor yang bersifat strategis di Kabupaten Musi Rawas. Besarnya kontribusi sektor pertambangan terhadap hasil-hasil pembangunan, terutama terhadap kinerja sistem perekonomian terutama terhadap laju pertumbuhan ekonomi (PDRB), ternyata berdampak paradoks terhadap kondisi objektif pembangunan wilayah di Kabupaten Musi Rawas. Di satu sisi sektor pertambangan kontribusinya cukup besar terhadap laju pertumbuhan ekonomi (PDRB), namun disisi lain ternyata muncul berbagai masalah dengan kinerja ekonomi dan kinerja sosial di Kabupaten Musi Rawas. Kinerja ekonomi pembangunan wilayah menunjukan bahwa struktur ekonomi cenderung imbalance (ketimpangan sektor cukup tinggi dan diduga keterkaitan sektor belum optimal dimana keterkaitan hulu-hilir belum berkembang), dan kualitas tenaga kerja relatif masih rendah (terjadi peningkatan jumlah pengangguran). Sebaliknya berdasarkan kinerja sosial, ketimpangan pendapatan masyarakat cukup tinggi (buruknya distribusi pendapatan) dan pembangunan belum berdampak luas pada pembangunan manusia, Badan Pusat Statistik Kabupaten Musi Rawas (2011). Dengan demikian peran yang besar dari sektor pertambangan terhadap PDRB, belum menjamin peningkatan kesejahteran dalam setiap individu dalam masyarakatnya. Inilah salah satu kelemahan terbesar dari sistem perekonomian di Kabupaten Musi Rawas yang sebatas mengukur tingkat pertumbuhan ekonomi, tanpa berbicara tentang pemerataan, seberapa besar peningkatan kualitas hidup masyarakatnya secara riil. Hal ini dipertegas dari jumlah persentase penduduk miskin yang relatif besar, indeks gini ratio yang merupakan terburuk ke empat se-Provinsi Sumatera Selatan, dan yang fenomenal adalah rendahnya angka Indeks Pembangunan Manusia (IPM) Kabupaten Musi Rawas merupakan yang terendah di antara 15 Kabupaten/Kota di Propinsi Sumatera Selatan. Karena kegiatan sektor pertambangan di Kabupaten Musi Rawas menggunakan teknologi padat modal serta kurang memanfaatkan tenaga kerja lokal, maka diduga bahwa sifat kegiatan sektor pertambangan, yaitu : 1) Sektor yang bersifat eksploitatif, karena sistem produksinya membutuhkan prasyaratprasyarat tertentu seperti kualitas Sumberdaya manusia, teknologi yang dipakai, kedekatan dengan pasar maupun prasyarat lainnya, dan 2) aliran bahan baku dan hasil ekstaksi sektor pertambangandialirkan keluar wilayah untuk diolah (processing) guna menghasilkan produk-produk olahan. Hal ini yang mengakibatkan kinerja ekonomi menjadi terhambat dan terjadi ketimpangan distribusi pendapatan. Makadiduga sektor ini manjadi penyebab terjadinya kebocoran regional (regional leakages) yang cukup besar sehingga berpotensi menciptakan multiplier pendapatan yang ditimbulkan tidak dapat ditangkap secara optimal oleh Kabupaten Musi Rawas.
15
Kebocoran wilayah pada sektor pertambangan terjadi karena adanya jenis aktivitas pengeluaran/penerimaan yang tidak meningkatkan tambahan pendapatanuntuk kabupaten Musi Rawas, atau dengan kata lain kebocoran wilayah merupakan kondisi terjadinya aliran nilai tambah pada sektor pertambangan kewilayah lain karena adanya potensi nilai tambah yang tidak dapat dimanfaatkan secara optimal, sehingga menyebabkan kecilnya multiplier yang dapat di-timbulkan dari kegiatan pertambangan di Kabupaten Musi Rawas. Isu kebocoran wilayah yang disebabkan oleh sektor pertambangan merupakan hal penting yang menjadi perhatian penelitian ini. Penelitian ini dilakukan untuk mendapatkan jawabanmaka perlu mengidentifikasi indikasi dan potensi terjadinya kebocoran wilayah sektor pertambangan. Konsep diatas dapat dipahami alasan mengapa kebocoran wilayah di Sektor Pertambangan sebagai persoalan dalam pembangunan ekonomi wilayah di Kabupaten Musi Rawas. Dengan kata lain terjadinya kebocoran wilayah pada sektor pertambangan dapat mengakibatkan kecilnya pendapatan di Kabupaten Musi Rawas. Kecilnya pendapatan dapat menghambat pertumbuhan wilayah. Kebocoran wilayah merupakan isu penting yang menyebabkan pengaruh pertumbuhan ekonomi terhadap distribusi perbaikan pendapatan disuatu wilayah menjadi kecil.Semakin besar kebocoran yang terjadi maka semakin besar potensi multiplier pendapatan bagi suatu wilayah yang hilang. Untuk menciptakan pertumbuhan ekonomi yang berkualitas (pertumbuhan ekonomi yang disertai distribusi pendapatan yang lebih baik) maka perlu upaya-upaya menekan kebocoran wilayah. Melihat besarnya peran kontribusi sektor pertambangan dan permasalahannya berdasarkan uraian diatas, maka dalam studi ini terdapat beberapa hal yang menjadi pokok permasalahan, yaitu: 1.
2.
Peran sektor pertambangan terhadap kinerja ekonomi (economic performance) terdiri atas total output, distribusi PDRB, struktur input antara, dan indikasi dan potensi kebocoran regional (regional leakage) di Kabupaten Musi Rawas tahun 2010 Peran sektor pertambangan terhadap multiplier output dan nilai tambah, distribusi pendapatan institusi, keterkaitan sektor dan total produksi, serta indikasi dan potensi kebocoran regional di Kabupaten Musi Rawas tahun 2010.
Tujuan Penelitian Dan Kegunan Penelitian Tujuan Penelitian Berdasarkan identifikasi masalah diatas, tujuan penelitian adalah: 1.1. Menganalisis kontribusi sektor pertambangan terhadap kinerja ekonomi Kabupaten Musi Rawas tahun 2010. 2.2. Menganalisis multiplier output dan Nilai Tambah Bruto (NTB) atau PDRB, distribusi pendapatan institusi (Rumah tangga, Perusahaan, dan Pemerintah), keterkaitan sektor, dan indikasi dan potensi terjadinya kebocoran regional sektor pertambangan di Kabupaten Musi Rawas tahun 2010.
16
Kegunaan Penelitian Hasil penelitian ini berupa penggambaran secara rinci terhadap peran sektor pertambangan dalam pembangunan wilayah di Kabupaten Musi Rawas, yang meliputi penyajian secara cermat mengenai peran sektor pertambangan dalam pembangunan wilayah. Melalui penyajian peran sektor pertambangan dalam pembangunan wilayah diharapkan muncul pemahaman baru dalam menelaah peran sektor pertambangan di Kabupaten Musi Rawas. Dengan demikian, hasil studi ini berguna bagi para pihak terutama penentu dan pelaksana kebijakan, yaitu pemerintah Kabupaten Musi Rawas dalam memahami peran sektor pertambangan dalam pembangunan wilayahnya secara berkelanjutan dan pemanfaatannya seoptimal mungkin bagi kepentingan masyarakatnya.
17
2 TINJAUAN PUSTAKA Indikator Pembangunan Wilayah Berbasis Tujuan Rustiadi et al. (2009) menyatakan setiap perencanaan pembangunan wilayah memerlukan batasan praktikal yang dapat digunakan secara operasional untuk mengukur tingkat perkembangan wilayahnya. Secara umum tampaknya pertumbuhan ekonomi atau pertumbuhan output produksi yang tinggi memang merupakan kinerja yang paling populer. Namun demikian, pertumbuhan perekonomian yang pesat tersebut, jika disertai munculnya berbagai masalah berupa penurunan distribusi pendapatan, peningkatan jumlah pengangguran, peningkatan jumlah keluarga dibawah garis kemiskinan, serta kerusakan sumber daya alam akan berdampak paradoks dan, mengarah pada kemunduran pembangunan itu sendiri. Rustiadi et al. (2009) menyatakan indikator adalah ukuran kuatitatif dan atau kualitatif yang menggambarkan tingkat pencapaian suatu sasaran atau tujuan yang telah ditetapkan oleh karena itu, indikator kinerja harus merupakan sesuatu yang akan dihitung dan diukur serta digunakan sebagai dasar untuk menilai atau melihat tingkat kinerja baik dalam tahap perencanaan, pelaksanaan, maupun tahap setelah kegiatan selesai, dan berfungsi. Selain itu, indikator kinerja digunakan untuk meyakinkan bahwa hari demi hari organisasi atau program yang bersangkutan menunjukan kemajuan dalam rangka menuju tujuan dan sasaran yang ditetapkan. Secara umum indikator kinerja memiliki fungsi untuk: (1) memperjelas tentang apa, berapa dan kapan suatu kegiatan pembangunan dilaksanakan, (2) menciptakan konsensus yang dibangun oleh berbagai pihak terkait untuk menghindari kesalahan interpretasi selama pelaksanaan kebijakan atau program atau kegiatan dan dalam menilai kinerjanya, dan (3) membangun dasar bagi pengukuran, analisis, dan evaluasi kinerja organisasi/unit kerja. Indikator berbasis tujuan pembangunan merupakan sekumpulan cara mengukur tingkat kinerja pembangunan dengan mengembangkan berbagai ukuran operasional berdasarkan tujuan-tujuan pembangunan, yaitu: (1) produktivitas, efisiensi dan pertumbuhan (growth), (2) pemerataan keadilan dan keberimbangan (equity), (3) keberlanjutan (sustainbility). Terdapat berbagai cara mengklompokan atau mengklasifikasikan sumberdaya. Salah satu cara mengklasifikasikan Sumberdaya yang paling umum adalah dengan memilah sumberdaya yang dapat diperbaharui (renewable resources) dan Sumberdaya yang tidak dapat diperbaharui (non renewable resources). Pendekatan lain dalam klasifikasi sumberdaya adalah dengan memilih atas: (1) sumberdaya alam (natural resource), (2) sumberdaya manusia (human resource), (3) sumberdaya fisik buatan (man-made resource), mencakup prasarana dan sarana wilayah, dan (4) sumberdaya sosial. Masing-masing sumberdaya memiliki sifat kelangkaan dan berbagai bentuk karateristik unik yang menyebabkan pengelolaannya memerlukan pendekatan yang berbeda-beda.
18
Berdasarkan pemahaman bahwa proses-proses pembangunan harus terus mengarah pada semakin meningkatnya kapasitas dari sumberdaya-sumberdaya pembangunan, maka perlu dikembangkan indikator-indikator yang dapat menggambarkan kapasitas dari sumberdaya–sumberdaya pembangunan. Sistematika Penyusunan konsep-konsep indikator kinerja pembangunan wilayah dapat di lihat pada gambar 10. "Growth (Produktivitas, Efisiens, dan Pertumbuhan) Indikator Berdasarkan "Tujuan Pembangunan" "Equality"(Pemerataan,Keadilan , dan Keberimbangan)
"Sustanibility (Keberlanjutan)
Sumberdaya Alam
Sumberdaya
Indikator Kinerja Pembangunan Wilayah
Indikator Berdasarkan "Kapasitas Sumberdaya Pembangunan"
Manusia Sumberdaya Buatan
Sumberdaya Sosial
Input Implementas/ proses Indikator Berdasarkan "Proses Pembangunan"
Output Outcome Benefit Impact
Sumber: Rustiadi et al, 2009
Gambar 10
Sistematika penyusunan pembangunan wilayah
konsep-konsep
indikator
kinerja
Mendeskripsikan indikator-indiaktor pembangunan wilayah ke dalam kelompok-kelompok indikator berdasarkan klasifikasi tujuan pembangunan, kapasitas sumberdaya pembangunan dan proses pembangunan. Indikator-indikator pembangunan wilayah berdasarkan basis atau pendekatan kelompoknya dapat dilihat pada tabel 7.
19
Tabel 7
Indikator-indikator pembangunan wilayah berdasarkan basis atau pendekatan kelompoknya
Basis/ Pendekatan
Kelompok
Indikator-Indikator Operasional 1.
Produktivitas, Efisiensi, dan Pertumbuhan (growth)
2. 3. 4.
Sumberdaya Buatan/sarana dan prasarana
1. a. b. 2. a. b. c. 3. a. b. c. 4. a. b. c. d. 1. 2. 3. 1. 2. 3. 4. 5. 6. 7. 1. 2. 3.
Distribusi Pendapatan Gini Ratio Struktural (vertikal) Ketenagakerjaan/Pengangguran Pengangguran terbuka Pengangguran terselubung Setengah Pengangguran Kemiskinan Good-service Ratio % Konsumsi makanan Garis kemiskinan (pendapatan setara beras,dll) Regional Balance Spatial balance (primacy index, entropy, index wiliamson). Sentral balance Capital balance Sector balance Dimensi lingkungan Dimensi Ekonomi Dimensi Sosial Pengetahuan Ketrampilan Kompetensi Etos kerja/Sosial Pendapatan atau/Produktivitas Kesehatan Indeks pembangunan Manusia (IPM) Tekanan (Degradasi) Dampak Degradasi
Sumberdaya Sosial (social capital)
1. 2. 3.
Regulasi/aturan-aturan ada/budaya (norm) Organisasi sosial (network) Rasa percaya (trust)
1. 2.
input dasar (SDA,SDM, infrastruktur,SDS Inpiut Antara, trasparasi, efisiensi manajeme, tingkat partisipasi masyarakat/stakeholder. Total volume produksi
Tujuan Pembangunan Pemerataan, keberimbangan (equity)
Keberlanjutan (sustainability)
Sumber daya manusia
Sumber Daya
Proses Pembangunan
Pendapatan wilayah (PDRB, PDRB perkapita, dan Pertumbuhan PDRB) Kelayakan Finansial (NPV, BC Ratio, IRR dan BEP) Spseialisasi, Keunggulan Komparatif kompetitif. (LQ dan Shift and share (SSA)) Produksi.produksi Utama (tingkat produksi, produktivitas, dll) (Migas, Produksi Padi/Beras, Karet, Kelapa Sawit).
-
Input Proses/implementasia Output Outcome Benefit impacta
3.
Sumber: Rustiadi et al, 2009
Struktur Keterkaitan Berbagai Konsep Pendapatan Wilayah dan Pendapatan Masyarakat Produk Domestik Regional Bruto (PDRB) Nilai total atas segenap output akhir yang dihasilkan oleh suatu pereokonomian (baik yang dilakukan oleh penduduk lokal maupun orang-orang dari negara lain yang bermukim negara tersebut) dikenal sebagai Produk Domestik Regional Bruto (PDRB atau Gross Domestic Product (GDB). Menurut
20
Rustiadi et al. (2009) Produk Domestik Regional Bruto (PDRB) dapat dikatakan sebagai standar ukuran pembangunan dalam skala wilayah dan negara, tidak ada satu negarapun didunia yang tidak melakukan pengukuran PDRB. Oleh karenanya, secara universal, walaupun dianggap memiliki berbagai kelemahan, PDRB dinilai sebagai tolak ukur pembangunan yang paling operasional dalam skala negara didunia. PDRB pada dasarnya merupakan total produksi kotor dari suatu wilayah, yakni total nilai tambah dari semua barang dan jasa yang diproduksi di suatu negara atau wilayah dalam periode satu tahun. Dengan demikian PDRB mempunyai arti nilai tambah dari aktivitas produktif manuisa. Bila PDRB ini dibagi dengan jumlah penduduk yang ada di wilayah tersebut mencerminkan pendapatan perkapita masyarakat suatu negara (Rustiadi et al, 2009) Kenaikan atau pertumbuhan ekonomi umumnya didasarkan atas dasar pertumbuhan PDRB untuk melihat perubahan (kenaikan/penurunan). Nilai PDRB sering digunakan mengingat sebagian besar PDRB yang diperoleh pada suatu wilayah pada akhirnya akan berpotensi menjadi pendapatan wilayahnya. PDRB antar tahun yang berbeda perlu didasari dengan pemahaman mengenai adanya pengaruh faktor harga. Kenaikan penurunan riil antara dua titik tahun yang berbeda harus mempertimbangkan unsur inflasi. Inflasi terjadi akibat adanya perubahan relatif antara nilai uang dengan harga barang dan jasa secara umum. Cara perhitungan pertumbuhan PDRB yang umum adalah didasarkan atas harga konstan tahun tertentu. Jika harga tahun t0 dijadikan harga konstan, maka nilai PDRB tahun selanjutnya (t1,t2,t3,…dst) dihitung kembali dengan menggunakan harga tahun t0 (atas dasar harga konstan tahun t0). Setelah ini baru dimungkinkan perhitungan pertumbuhan antar titik tahun yang berbeda. Selanjutnya perhitungan PDRB atau GNP tidak menyertakan pertukaran barangbarang produktif yang tidak melalui mekanisme pasar, sedangkan kontribusi kegiatan-kegiatan seperti ini menonjol pada masyarakat tradisional, sehingga terjadi under estimate. Di samping hal diatas perhitungan PDRB menurut Ruustiadi et al. (2009) sebagai tolak ukur pembangunan mempunyai beberapa kelemahan yang mendasar yaitu perhitungan PDRB tidak menyertakan pertukaran barang-barang produktif yang tidak melalui mekanisme pasar, sedangkan kontribusi kegiatan-kegiatan seperti ini menonjol pada masyarakat tradisional, sehingga terjadi under estimate Dalam kenyataannya dimasyarakat sebenarnya tingkat pendapatan tersebut tidak pernah sama. Dengan demikian, tingkat PDRB belum menjamin peningkatan kesejahteraan bagi setiap individu dalam masyarakat. Bahkan mungkin sekali yang meningkat pendapatannya justru pada sekelompok orang tertentu saja sedangkan yang lainnya relatif tetap atau menurun. Akhirnya peningkatan PDRB pada kondisi yang demikian menimbulkan kesenjangan ekonomi antara si kaya dengan si miskin yang semakin jauh. Gejala ini sangat membahayakan karena bisa menimbulkan goncangan sosial dan stabilitas politik menjadi terganggu. Dengan demikian, suatu pengembangan ekonomi wilayah harus senantiasa dibarengi dengan distribusi pendapatan yang sehat. PDRB merupakan total nilai tambah kotor (bruto) yang dihitung dari jumlah upah/gaji, keuntungan-keuntungan perusahaan, sewa lahan, bunga, penyusutan dan pajakpajak tidak langsung neto. Penyusutan selalu terjadi akibat menurunnya nilai dari faktor-faktor produksi atau barang-barang modal, terutama berupa alat-alat
21
produksi. Perhitungan biaya-biaya penyusutan sering memakan waktu sangat rumit, dan terdapat berbagai variasi cara menghitung penyusutan.
Pendapatan Wilayah Aspek ekonomi adalah salah satu aspek terpenting dalam menentukan indikator pembangunan wilayah. Diantara berbagai indikator ekonomi indikator mengenai pendapatan masyarakat disuatu wilayah merupakan indikator yang terpenting untuk itu diperlukan pemahaman mengenai konsep-konsep dan cara mengukur pendapatan masyarakat di suatu wilayah (Rustiadi et al ,2009). Pendapatan masyarakat disuatu wilayah tidak sama dengan nilai total produksi barang dan jasa yang dihasilkan disuatu wilayah. Karena didalam total nilai suatu barang atau jasa terdapat komponen-komponen dari barang atau jasa yang telah dihitung sebagai hasil produksi disektor atau wilayah lain yang menjadi input produksi Di Indonesia istilah pendapatan wilayah (regional income) sebagai gambaran pendapatan masyarakat di suatu wilayah sering dirancukan dengan istilah pendapatan daerah. Pendapatan daerah dalam nomanklatur pembangunan di Indonesia mencerminkan pendapatan yang diperoleh oleh pemerintah daerah. Menurut Undang-Undang No 33 Tahun 2004, pendapatan pemerintah daerah di indonesia bersumber dari Pendapatan Asli Daerah (PAD), Dana Perimbangan Pembangunan, Pinjaman Daerah, Hasil Pengelolaan Kekayaan Daerah lainnya, Hibah, Dana Darurat, dan lain-lain. Gambar 11 menggambarkan rincian sumbersumber penerimaan pendapatan daerah berdasarkan Undang-Undang 33 Tahun 2004 tentang Perimbangan Keuangan Antara Pemerintah Pusat dan Daerah. Sumber-Sumber Penerimaan Daerah
Dana Perimbangan
Pendapatan Asli daerah (PAD) bagi Hasil (1) Pajak, (2) Retriibusi , (3) Keuntungan Perusda, (4) Pengelolaan Aset daerah, (5) Lain-lain
Dana Alokasi Umum
Dana Alokasi Khusus
Pinjaman daerah
(1) Dalam Negeri, (2) Luar negeri
Hasil Pengelolaan kekayaan daerah lainnya yang dipisahkan
lain-lain hibah, dana darurat penerimaan lainnya
(1) Bunga Laba, (2) deviden, (3) Penjualan Saham
(1) pajak Bumi dan bangunan, (2) PBHTB, (3) Hasil hutan, tambang umum, perikanan, (4) minyak bumi, (5) Gas alam.
Sumber: Rustiadi et al, 2009
Gambar 11
Sumber-sumber penerimaan daerah, Undang-Undang 33 Tahun 2004 tentang perimbangan keuangan antara pemerintah pusat dan daerah
22
Dana Perimbangan adalah dana yang bersumber dari pendapatan APBN yang dialokasikan kepada daerah untuk mendanai kebutuhan daerah dalam rangka pelaksanaan desentralisasi. Dana Perimbangan terdiri atas (a) Dana Bagi Hasil (DBH), (b) Dana Alokasi Umum (DAU), dan (c) Dana Alokasi Khusus (DAK). Dana Bagi Hasil, selanjutnya disebut DBH, adalah dana yang bersumber dari pendapatan APBN yang dialokasikan kepada daerah berdasarkan angka persentase untuk mendanai kebutuhan daerah dalam rangka pelaksanaan desentralisasi. DBH bersumber dari Pajak DBH adalah pajak bagian daerah yang berasal dari penerimaan pajak bumi dan bangunan, bea perolehan hak atas tanah dan bangunan, pajak penghasilan wajib pajak orang pribadi dalam negeri dan pajak penghasilan. Sumberdaya alam, yaitu bagian daerah yang berasal dari penerimaan sumber daya alam kehutanan, pertambangan umum, perikanan, pertambangan minyak bumi, pertambangan gas bumi, dan pertambangan panas bumi. Dengan demikian perlu dipahami bahwa pendapatan daerah tinggi belum merupakan jaminan tinginya pendapatan masyarakat disuatu daerah (regional income). Namun demikian, tingginya pendapatan daerah dapat menjadi sumberdaya yang sangat penting bagi pemerintah daerah di dalam pengembangan wilayah termasuk dalam peningkatan pendapatan masyarakatnya. Namun karena pengeluaran-pengeluaran Anggaran Pembangunan Daerah (APBD) berasal dari pemerintah daerah tersebut pada dasarnya sebagian besar merupakan kegiatan-kegiatan investasi pembangunan, maka secara logis pengaruhnya terhadap peningkatan pendapatan wilayah memiliki lag waktu. Pendapatan wilayah dapat bertambah dan berkurang akibat adanya aliran uang yang masuk atau keluar ke dan dari wilayah tersebut. Adanya usaha-usaha yang modalnya dimiliki oleh orang-orang diluar wilayah mengakibatkan sebagian dari nilai tambah yang dihasilkan pada akhirnya bocor mengalir keluar atau biasa disebut capital out flow. Sebaliknya capital in flow dapat meningkatkan pendapatan masyarakat disuatu wilayah misalnya terjadi akibat adanya kiriman uang dari masyarakat asal daerah wilayah tersebut yang mengirimkan uang dari sebagian penghasilannya di luar wilayah (remmitance). Selisih dari aliran capital (net capital flow) dapat bernilai negatif atau positif. Wilayah-wilayah yang mengalami net capital flow yang negatif mengalami kebocoran wilayah (regional leakages). Terjadinya regional leakages banyak terjadi pada daerah-daerah yang kaya sumberdaya alam dan memiliki PDRB yang relatif tinggi akan tetapi pendapatan wilayah dari masyarakat di dalam wilayahnya relatif tinggi.
Pendapatan Masyarakat Menurut Rustiadi et al. (2009) tidak semua pendapatan wilayah otomatis akan menjadi pendapatan masyarakat (personal income), karena adanya pajak pendapatan perusahaan (corporate income taxes) dan iuran/pungutan-pungutan masyarakat. Namun pendapatan masyarakat dapat bertambah karena adanya transfer-transfer pemerintah ke rumah tangga contoh: subsidi kompensasi kenaikan biaya BBM, raskin dan lain-lain dan bunga neto atau hutang pemerintah. Namun tidak semua pendapatan masyarakat/perorangan (personal income) siap untuk dibelanjakan, karena sebagian dari pendapatan masyarakat harus digunakan
23
untuk membayar pajak penghasilan, pajak bumi bangunan, dan pajak-pajak/iuran yang menjdai tanggung jawab rumah tangga. Pendapatan yang benar-benar siap untuk dibelanjakan (disposible income) adalah bagian pendapatan yang benarbenar dapat digunakan untuk dibelanjakan atau ditabung. Struktur Keterkaitan Berbagai Konsep Pendapatan Wilayah dan Masyarakat dapat dilihat pada Gambar 11. Total Nilai Produksi Barang dan Jasa
Atas dasar harga pasar
PDRB (Nilai TanbaH Bruto
Intermediete cost
Penyusutan
PDRN
PDRN atas dasar biaya faktor
Pajak tidak Langsung = Pajak Penjualan, bea ekspor bea cukai,dll) + (Subsidi harga)
Pendapatan Wilayah Neto
Net Capital Flow = Capital Inflow-Capital Out flow
Regional Personal Income (pendapatan masyarakat)
Regional Disposible Income
Wilayah Lain/ Central Gout
Pajak/Iuran Usaha dan profit yang tidak di bagikan
Pajak Iuran perorangan/RT
+ Transfer Pemerintah ke RT
Sumber: Rustiadi et al, 2009
Gambar 12
Struktur keterkaitan berbagai konsep pendapatan wilayah dan masyarakat.
Keterkaitan Sektor dan Sistem Produksi Rustiadi et al. (2009) menyatakan bahwa pengembangan wilayah memandang pentingnya keterpaduan antar sektoral, spasial, serta keterpaduan antar pelaku pelaku (institution) pembangunan di dalam dan antar wilayah. Keterpaduan sektoral menuntut adanya keterkaitan fungsional yang sinergis antar sektor pembangunan, sehingga setiap kegiatan pembangunan dalam kelembagaan sektoral dilaksanakan dalam kerangka pembangunan wilayah. Salah satu bentuk terjadinya kegagalan pemerintah (governance failure) yang umum adalah kegagalan menciptakan keterpaduan sektoral yang sinergis, didalam kerangka pembangunan wilayah. Diera rezim pemerintahan yang sentralistik (masa sebelum adanya otonomi daerah), lembaga-lembaga (instansi) sektoral ditingkat wilayah/daerah seringkali hanya menjadi perpanjangan dari lembaga sektoral di
24
tingkat nasional/pusat dengan sasaran pembangunan pendekatan dan perilaku yang seringkali tidak sinergis dengan institusi-institusi di tingkat daerah. Akibatnya lembaga pemerintah daerah gagal memahami dan menangani kompleksitas pembangunan yang ada di wilayahnya, dan partisipasi masyarakat lokal tidak mendapat tempat sebagaimana mestinya. Menurut Rustiadi et al. (2009) keterpaduan lintas sektoral pada dasarnya harus menjadi landasan pengintegrasian sistem neraca produksi, sistem neraca konsumsi, baik di tingkat nasional, maupun dalam kaitannya dengan transaksi luar negeri. Dalam hal ini keterpaduan dan keterkaitan sektoral akan lebih didalami dalam perspektif neraca produksi, khsusunya dari sudut pandang sistem industri. Dalam kacamata sistem industri, keterpaduan sektoral berarti keterpaduan sistem input dan output industri yang efisien dan sinergis. Wilayah yang berkembang ditunjukan oleh adanya keterkaitan antara sektor ekonomi wilayah. Dalam arti terjadi transfer input dan output barang dan jasa antar sektor yang sangat dinamis. Secara institutional keterpaduan sektoral tidak hanya mencakup hubungan antar lembaga sektoral pemerintahan tetapi juga antara pelaku-pelaku ekonomi (swasta dan masyarakat) secara luas dengan latar sektor yang berbeda. Akibat adanya keterbatasan sumberdaya yang tersedia Rustiadi et al. (2009) menyatakan dalam suatu perencanaan pembangunan diperlukan adanya skala prioritas pembangunan. Dari sudut dimensi sektor pembangunan, suatu skala prioritas didasarkan atas pemahaman bahwa: (1) setiap sektor memiliki sumbangan langsung dan tidak langsung yang berbeda terhadap pencapaian sasaran-sasaran pembangunan (penyerapan tenaga kerja, pendapatan wilayah, dan lain-lain), (2) setiap sektor memiliki keterkaitan dengan sektor-sektor lainnya dengan karakteristik yang berbeda-beda, dan (3) aktivitas sektoral tersebar secara tidak merata dan spesifik, beberapa sektor cenderung memiliki aktivitas yang terpusat terkait dengan sumberdaya alam, buatan, (infrastruktur) dan sosial yang ada.
Kegiatan Sektor Pertambangan Usaha pertambangan merupakan kegiatan untuk mengoptimalkan pemanfaatan sumberdaya alam tambang yang terdapat didalam bumi Indonesia. Usaha pertambagan meliputi pertambangan migas dan pertambangan mineral dan batu bara. Kegiatan migas sesuai dengan Undang-Undang Nomor 22 Tahun 2001, sedangkan kegiatan pertambangan umum berdaarkan Undang-Undang Nomor 4 tahun 2009 tentang mineral dan batu Bara. Kedua undang-undang ini pertambangan mulai dari: (1) mengakomodir perkembangan kegiatan pembagian kewenagnan antara pemerintah dan pemerintah daerah dalam kaitannya dengan otonomi daerah, (2) pengaturan mengenai wilayah pertambangan, (3) reklamasi dan pasca tambang, (3) pembinaan dan pengawasan penyelenggaraan pertambangan, (4) penerimaan negara, (5) penggunaan tanah untuk kepentingan pertambangan, (6) divestasi saham atau modal pemegang izin usaha pertambangan, (7) status kontrak karya, dan (8) perijinan karya pengusahaan pertambangan dan kuasa pertambangan.
25
Sebagai bentuk pembarahuan hukum pertambangan sebagaimana dimaksud diatas, maka Undang-Undang Nomor 4 Tahun 2009 dan Undang-Undang Nomor 22 tahun 2001 mengandung pokok-pokok pikiran sektor pertambangan sebagai sumber daya yang tak terbarukan dikuasai oleh negara dan pengembangan serta pendayagunaannya dilaksanakan oleh pemerintah dan pemerintah daerah bersama dengan pelaku usaha. Pemerintah selanjutnya memberikan kesempatan kepada badan usaha yang berbadan hukum Indonesia, koperasi, perseorangan, maupun masyarakat setempat untuk melakukan pengusahaan tambang berdasarkan izin yang sejalan dengan otonomi daerah, diberikan oleh Pemerintah dan pemerintah daerah sesuai dengan kewenangannya masing-masing. Dalam rangka penyelenggaraan desentralisasi dan otonomi daerah, pengelolaan pertambangan dilaksanakan berdasarkan prinsip eksternalitas, akuntabilitas, dan efisiensi yang melibatkan pemerintah dan pemerintah daerah. Usaha pertambangan harus memberi manfaat ekonomi dan sosial yang sebesarbesar bagi kesejahteraan rakyat Indonesia. Usaha pertambangan harus dapat mempercepat pengembangan wilayah dan mendorong kegiatan ekonomi masyarakat atau pengusaha kecil dan menengah serta mendorong tumbuhnya industri penunjang pertambangan. Dalam rangka terciptanya pembangunan berkelanjutan, kegiatan usaha pertambangan harus dilaksanakan dengan memperhatikan prinsip lingkungan hidup, transparansi, dan partisipasi masyarakat. Kaitan prinsip dan materi muatan Undang-Undang Nomor 22 tahun 2001 dan Undang-Undang Nomor 4 Tahun 2009 dalam tataran praktisnya mempertimbangkan pula perkembangan nasional maupun internasional yaitu perkembangan pengusahaan pertambangan yang telah memasuki era globalisasi dan ditandai dengan adanya persaingan bebas atas dasar kemajuan teknologi, informasi pertambangan, daya tarik investasi serta isu lingkungan hidup, serta demokratisasi yang sudah menjadi tuntutan dunia usaha. Terbitnya Undang-undang Nomor 22 Tahun 1999 tentang Pemerintahan Daerah sebagaimana yang telah diubah oleh Undang-undang Nomor 32 Tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah serta Peraturan Pemerintah Nomor 25 Tahun 2000 tentang Kewenangan Pemerintah dan Kewenangan Provinsi Sebagai Daerah otonom sebagaimana diubah dengan Peraturan Pemerintah Nomor 38 Tahun 2004 tentang pembagian urusan pemerintahan antara pemerintah, pemerintah daerah provinsi, dan pemerintah daerah kota/kabupaten, telah memberikan kewenangan kepada daerah dalam mengelola sumber daya yang ada di daerahnya serta mengubah tatanan yang selama ini berlaku. Fungsi-fungsi pengelolaan sumber daya yang selama ini dilaksanakan oleh pemerintah, dengan diberlakukannya otonomi daerah, maka sebagian besar dari fungsi-fungsi tersebut selanjutnya akan dilaksanakan oleh daerah. Pelaksanaan otonomi daerah berdampak penting bagi pergeseran paradigma pengaturan pertambangan migas, mineral dan batubara. Undang-Undang Nomor 22 tahun 2001 dan Undang-Undang Nomor 4 Tahun 2009 mengatur secara rinci terkait kewenangan-kewenangan yang dimiliki pemerintah maupun pemerintah provinsi dan pemerintah kabupatan/kota, sehingga peningkatan peran pemerintah daerah diharapkan akan menjadi potensi bagi peningkatan pendapatan daerah guna mewujudkan kesejahtaraan umum.
26
Penerimaan Bagi Hasil Sektor Pertambangan Minyak Bumi dan Gas Alam Sebelum Undang-Undang No. 25 tahun 1999, Penerimaan bagi hasil subsektor minyak bumi dan gas alam tidak dibagihasilkan. Saat ini, berdasarkan UU No. 25 tahun 1999, penerimaan negara dari minyak bumi akan diberikan ke daerah sebesar 15 persen-nya dan 85 persen-nya untuk pemerintah pusat. Dari 15 persen bagian pemerintah daerah tersebut, 3 persen untuk propinsi, 6 persen untuk kabupaten/kota penghasil, dan 6 persen untuk kabupaten/kota lainnya dalam propinsi tersebut. Sedangkan untuk penerimaan negara dari gas alam, menurut UU No.25 tahun 1999, sebesar 30 persen untuk pemerintah daerah dan 70 persen untuk pemerintah pusat. dari 30 persen bagian pemerintah daerah ini, 6 persen untuk propinsi, 12 persen untuk kabupaten/kota penghasil, dan 12 persen untuk kabupaten/kota lainnya di propinsi tersebut (Bappenas 2000). Penerimaan minyak bumi dan gas alam yang dibagihasilkan ke daerah adalah penerimaan pemerintah dari kontraktor (production sharing contractor dan joint operation body) yang telah dikurangi pajak, baik pajak pemerintah pusat (pajak badan/corporate tax, pajak penghasilan, Pajak Bunga Dividen dan Royalti/PBDR), retribusi/pajak daerah (PBB,PPN), dan retensi pertamina. Sebenarnya, penerimaan pemerintah dari minyak bumi dan gas alam ini selain berasal dari kontraktor, ada juga yang berasal dari Pertamina. Namun untuk penerimaan yang berasal dari Pertamina, belum jelas akan dibagihasilkan juga atau tidak, karena menurut UU Nomor 8 tahun 1971 tentang pertamina, bagian yang diserahkan ke pemerintah adalah sebesar 60 persen dari keuntungan dan dikategorikan sebagai penerimaan pajak. Seperti dijelaskan sebelumnya, penerimaan pemerintah dari sumber daya alam minyak bumi dan gas alam yang akan dibagihasilkan ke daerah adalah bagian pemerintah dari hasil produksi minyak bumi dan gas alam yang sudah dikurangi pajak dan pungutan lainnya. Berikut ini akan dijelaskan lebih rinci mengenai penerimaan pemerintah yang akan dibagihasilkan tersebut. Pertama, pola bagi hasil produksi antara kontraktor (production sharing contractor dan joint operation body) dan pemerintah diatur berdasarkan NOI (net operating income), dimana NOI merupakan lifting (hasil produksi minyak bumi/gas alam yang dijual) setelah dikurangi biaya eksplorasi. Jadi, bagi hasil antara pemerintah dan kontraktor ini baru dilakukan setelah biaya eksplorasi tertutupi. Dengan demikian, besar kemungkinan jika pemerintah tidak mendapatkan penerimaan dari sumber daya alam ini pada awal periode kontraktor berproduksi. Kebijakan ini diterapkan karena risiko kerugian (eksplorasi) ditanggung sepenuhnya oleh perusahaan/kontraktor yang terlibat. Ketentuan bagi hasil antara kontraktor dan pemerintah ini disebut sebagai Equity Share (entitlement). Kedua, Equity Share (entitlement) pada dasarnya belum mengeluarka komponen pajak pusat (masih ada pajak perseroan dan pajak dividen didalamnya). Bagian pemerintah dari kontraktor yang telah dikurangi komponen pajak dan pungutan inilah yang akan dibagihasilkan ke daerah. Dengan demikian, besarnya penerimaan pemerintah yang akan dibagihasilkan ke daerah dipengaruhi oleh: 1. Proses produksi (eksploitasi) yang terdiri dari primary recovery, secondary recovery, dan third recovery.
27
2. Pola bagi hasil atau Equity Share (entitlement), yang tentunya tergantung dari jenis production sharing. 3. Rejim pajak yang berlaku. Sebelum tahun 1950, ketentuan bagi hasil minyak bumi (Equity Share entitlement) antara pemerintah dan kontraktor adalah 65:35 (65 persen dari NOI adalah bagian pemerintah dan 35 persen lainnya bagian kontraktor). Pada tahun 1950, ketentuan bagi hasil berubah menjadi 85:15 (85 persen pemerintah, 15 persen kontraktor) dan perusahaan dibebaskan dari pungutan pajak apapun. Namun pada kenyataannya, banyak perusahan-perusahaan minyak asing yang tetap harus membayar pajak penghasilan di negara asal, terutama perusahaan yang berasal dari Amerika. Untuk itu, ditahun 1978 pemerintah melalui SK Menteri Keuangan No. 267 tahun 1978, berdasarkan UU Ordonansi 1925 (lihat Tabel 6), mengatur mekanisme pajak production sharing. Kontraktor tetap membayar pajak perusahaan dan pajak dividen, namun sebagai gantinya, bagian kontraktor sebelum pajak meningkat. Peraturan ini kemudian diperbaharui dengan keluarnya SK Menteri Keuangan 458 berdasarkan UU Pajak 1983. Tarif pajak perusahaan berubah dari 45 persen menjadi 35 persen, sebaliknya pajak dividen (PBDR) tetap pada level 20 persen dari tingkat keuntungan setelah pajak. Rejim Pajak yang Berlaku di Indonesia dapat di lihat pada Tabel 8. Tabel 8
Undang-undang dan rejim pajak pertambangan yang berlaku di Indonesia
Undang-Undang Ordonansi 1925 Pajak 1983 Pajak 1994
Corporate tax 45% 35% 30%
Pajak penghasilan dari dividen dan royalti (PBDR) 20% -
Pajak penghasilan pasal 26. 20% 20%
Sumber: Badan Perencanaan Pembangunan Nasional, 2000
Saat ini mayoritas Equity Share (entitlement) untuk minyak bumi adalah 71,15 persen (bagian pemerintah) dan 28,85 persen (bagian kontraktor). Kontraktor tidak hanya menerima bagian sebanyak 15 persen seperti pada bagi hasil ditetapkan di tahun 1950, tetapi naik menjadi 28,85 persen. Namun demikitan, bagian yang 13.85 persen (=28,85 persen – 15 persen) adalah estimasi nilai pajak/pungutan yang harus dibayar oleh perusahaan kepada pemerintah. Jika ternyata tarif pajak (tax rate) turun dan nilai pajak yang harus dibayar perusahaan lebih kecil dari 13.85 persen, maka aturan perjanjian dengan kontraktor akan disesuaikan: kontraktor mengembalikan surplus dari pembayaran pajak sehingga bagian untuk kontraktor tetap 15 persen. Dalam hal ini, pemerintah menerima bonus dari selisih pembayaran pajak yang dilakukan kontraktor. Dengan demikian bagi hasil akhir (setelah memperhitungkan penerimaan pemerintah dari pajak) antara pemerintah dengan kontraktor adalah 85 persen (pemerintah): 15 persen (kontraktor). Penting sekali untuk diperhatikan sekali lagi bahwa yang dibagikan ke daerah bukan 85 persen dari NOI (total penerimaan pajak dan non pajak pemerintah) melainkan 85 persen - 12,75 persen (pajak daerah) – 13,85 persen (pajak pusat) – 5 persen (Pertamina) = 53,4 persen dari NOI. Perhitungan Komponen Pajak dan Non Pajak Minyak Bumi Berdasarkan UU Nomor 25 tahun 1999 dapat di lihat pada Gambar 13.
28
Basis Pajak: Bagian Pusat-Daerah Basis Pajak Tingkat Pajak
: 70 : 30 : Net Operating Income (NOI) : 48 % (PPh 35 % + PPh ps 26 (e) 20%) Peraturan Pajak Tahun 1983. : 30 % dari total bagian Indonesia setelah pajak : 15 % dari bagian Indonesia (asumsi).
Bagian Daerah PPN, PBB, dll
Net Operating Income (NOI)
Bagian Indonesia 71.15%
Penerimaan Pajak 13.85%
Bagian Kontraktor 28.85% Pajak : PPh 35% + PPh ps 26 (e) 20%
Pajak Kontraktor 13.85%
Total Bagian Indonesia 85 %
Bagian Bersih Kontraktor 15%
Total Bagian Indonesia a. Komponen Pajak 1. PPN, PBB, Pajak Daerah dan Retribusi Daerah Indonesia) 2. PPh + PPh ps 26 (e) 3. Retensi Pertamina b. Komponen Non Pajak 1. Bagian Daerah (15%) 2. Bagian Pusat
: 85 % dari NOI : 31.6 % : 12,75 % (15 % dari total bagian : 13.85 % :5% : 53.4 % : 8,01% : 45,39%
Sumber: LPPM-FE UI,2009
Gambar 13
Perhitungan komponen pajak dan non pajak minyak bumi berdasarkan UU Nomor 25 tahun 1999
Mekanisme yang sama berlaku untuk penerimaan dari sumber daya gas alam. Perbedaan hanya terletak pada pola pembagian dan estimasi komponen pajak. Mayoritas Equity Share antara pemerintah dan kontraktor gas alam adalah 42,31% (bagian pemerintah) dan 57,6% (bagian kontraktor). Estimasi nilai pajak (PPs dan PBDR) yang harus dibayar oleh kontraktor yaitu sebesar 27,69%. Dengan demikian bagi hasil akhir (termasuk penerimaan pajak dari pajak) yang berlaku umum untuk gas alam adalah 70:30, dimana pemerintah menerima 70% dan kontraktor menerima 30% dari NOI. Adapun yang dibagihasilkan ke daerah adalah 70% – 10,5% (pajak daerah) – 23,69% (pajak pusat) – 5% (Pertamina) = 26,81% dari NOI. Perhitungan Komponen Pajak dan Non Pajak Gas Alam Berdasarkan Undang-Undang Nomor 25 tahun 1999 Gambar 14
29
Basis Pajak : Bagian Pusat-Daerah Basis Pajak Tingkat Pajak
: 85 : 15 : Net Operating Income (NOI) : 48 persen (PPh 35 persen + PPh ps 26 (e) 20 persen) Peraturan Pajak Tahun 1983. : 15 persen dari total bagian Indonesia setelah pajak : 15 persen dari bagian Indonesia (asumsi).
Bagian Daerah PPN, PBB, dll
Net Operating Income (NOI)
Bagian Indonesia 71.15%
Penerimaan Pajak 13.85%
Bagian Kontraktor 28.85% Pajak : PPh 35% + PPh ps 26 (e) 20%
Pajak Kontraktor 13.85%
Bagian Bersih Kontraktor 15%
Total Bagian Indonesia 85 %
Total Bagian Indonesia a. Komponen Pajak 1. PPN, PBB, Pajak Daerah dan Retribusi Daerah 2. PPh + PPh ps 26 (e) 3. Retensi Pertamina b. Komponen Non Pajak 1. Bagian Daerah (15%) 2. Bagian Pusat :
: 85 % dari NOI : 31.6 % : 12,75 % (15 % dari total bagian Indonesia) : 13.85 % :5% : 53.4 % : 8,01% : 45,39%
Sumber: LPPM-FE UI,2009
Gambar 14
Perhitungan komponen pajak dan non pajak gas bumi berdasarkan Undang-Undang Nomor 25 tahun 1999
Penerimaan Bagi Hasil Sektor Pertambangan umum Di sektor pertambangan umum, terdapat iuran pertambangan yang telah dibagihasilkan ke daerah sebelum Undang-Undang Nomor 25 tahun 1999 diberlakukan. Pada awalnya aturan iuran pertambangan ditetapkan dalam Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 32 tahun 1969 pasal 62, yang kemudian mengalami perubahan dengan ditetapkannya PP Nmor 79 tahun 1992. Iuran pertambangan yang dimaksud disini adalah penerimaan pemerintah dari iuran tetap (landrent), iuran eksplorasi dan iuran eksploitasi (royalti). Mulanya dalam Peraturan Pemerintah Nomor 32 tahun 1969 pasal 62, bagian pemerintah pusat adalah 30 persen sedangkan pemerintah daerah mendapat bagian 70 persen dari total iuran pertambangan. Selanjutnya dalam PP Nomor 79 tahun 1992, perimbangan tersebut berubah dimana porsi daerah meningkat. Pemerintah pusat mendapat bagian 20 persen, sedangkan 80 persen sisanya dibagikan ke daerah dengan perincian sebagai berikut: propinsi mendapat bagian 16 persen dan Daerah Tingkat (Dati) II mendapat bagian 64 persen. Dalam peraturan terbaru yaitu UU Nomor 25 tahun 1999, aturan pembagian tidak jauh
30
berbeda dengan peraturan sebelum. Perbedaan terletak pada (1) pemisahan penerimaan dari royalti dan iuran tetap (landrent) dan (2) perimbangan bagi hasil antara propinsi dan kabupaten/kota untuk iuran-iuran tersebut. Penerimaan negara bukan pajak dari sektor pertambangan umum terdiri dari royalti dan iuran tetap (landrent). Peraturan mengenai royalti di sektor pertambangan umum tercantum dalam PP Nomor 13 tahun 2000 . Dalam peraturan tersebut tarif royalti bersifat dalam persentasi (advalorem) dan dikenakan terhadap harga jual yang telah dikalikan dengan jumlah produksi. Adapun besarnya tarif berbeda-beda untuk setiap jenis dan kualitas bahan galian. PP No.13/2000 ini juga memasukkan peraturan mengenai besarnya tarif royalti untuk bahan tambang batubara. Sebelumnya pengenaan royalti untuk batubara sudah termasuk dalam bagian pemerintah dari Dana Hasil Produksi Batubara (DHPB) yang diatur dalam Keppres No.75 Tahun 1996. Dalam peraturan tersebut, pemerintah mendapat 13,5 persen dari produksi batubara (dana hasil produksi batubara/DHPB). Bagian pemerintah sebesar 13,5 persen tersebut sudah mencakup pembayaran royalti yang diestimasikan sebesar 3,3 persen dari 13,5 persen DHPB. Iuran tetap (landrent) di sektor pertambangan umum dibedakan berdasarkan kategori kontraktor: PMA atau PMDN. Tarif iuran tetap sektor pertambangan umum untuk kontraktor jenis PMA (kontrak karya) diatur berdasarkan SK Mentamben No.931K/844/M.PE/1986 (lihat Tabel Lampiran 3). Dalam peraturan tersebut, tarif iuran tetap merupakan tarif satuan atas nilai US $ per luas area eksploitas/eksplorasi (hektar). Besarnya tarif dibedakan atas dasar tahap kegiatan dan status (perpanjangan atau tidak). Kuasa pertambangan (PMDN), pengenaan tarif iuran tetap diatur dalam SK Mentamben No.1165/844/1992. Tarif iuran tetap yang dikenakan kuasa pertambangan (PMDN) merupakan tarif satuan atas nilai Rp. (rupiah) per satuan luas eksploitasi/eksplorasi (hektar) dan besarnya tarif juga dibedakan atas dasar tahap kegiatan dan status (perpanjangan atau tidak). Pemungutan iuran tetap, yang dikenakan pada PMA maupun PMDN di sektor pertambangan, dilakukan setiap semester.
Kebocoran Wilayah Definisi Kebocoran Wilayah Dilihat dari unsur kata “kebocoran wilayah” terdiri dari dua unsur kata, yaitu “kebocoran” dan “wilayah”. Kata kebocoran oleh beberapa ahli didefinisikan seperti Doeksen dan Charles (1969) menyatakan kebocoran adalah jumlah perubahan total output sebagai hasil perubahan satu dólar pada permintaan akhir yang tidak terhitung pada suatu wilayah karena berkaitan dengan impor, atau jumlah pendapatan baru yang tidak dihasilkan di dalam suatu wilayah sebagai akibat kenaikan satu dólar pada pendapatan karena adanya impor. Selanjutnya Bendavid (1991) menjelaskan bahwa kebocoran adalah tipe pengeluaran yang tidak meningkatkan tambahan pendapatan domestik seperti pada pengeluaran pembelian barang-barang yang berasal dari impor, termasuk pembelian yang dilakukan diluar wilayah, pengeluaran untuk pajak, tabungan, dan sejenisnya
31
dimana pada kegiatan pengeluaran tersebut tidak menghasilkan arus peningkatan pendapatan bagi masyarakat dan wilayah. Selain itu dalam model dasar arus melingkar pendapatan nasional (circular flow of national income model), semua pendapatan yang diterima oleh rumah tangga dibelanjakan untuk konsumsi sekarang. Dalam model arus melingkar pendapatan yang diperluas, sebagian dari pendapatan yang diterima oleh rumah tangga ditabung, sebagian digunakan untuk membayar pajak dan sebagian dibelanjakan untuk barang dan jasa yang diimpor. Pada kondisi seperti ini Tabungan (saving), pajak (taxation) dan impor (imports) merupakan penarikan “kebocoran” arus perbelanjaan pendapatan (Bendavid,1991). Sedangkan Reis dan Rua (2006) menjelaskan bahwa dalam ekonomi terbuka kecil, kebocoran didefinisikan adanya tambahan impor produk jika permintaan akhir untuk output meningkat sebesar satu unit. Sedangkan Rada dan Taylor (2006) menjelaskan kebocoran dapat dilihat dari sisi agregat demand pada perubahan investasi, ekspor dan belanja pemerintah, yang menghasilkan multiplier pendapatan yang kecil bagi suatu daerah. Kemudian “Kata Wilayah” menurut konsep nomenklatur kewilayahan seperti”wilayah”, “kawasan”, “regional”, “area”, “ruang”, dan istilah-istilah sejenis, banyak dipergunakan dan saling dapat dipertukarkan pengertiannya, walaupun masing-masing memiliki bobot penekanan pemahaman yang berbedabeda (Rustiadi et al. 2009). Namun demikian secara teoritik tidak ada perbedaan nomenklatur antara istilah wilayah, kawasan, dan daerah. Semuanya secara umum dapat disitilahkan dengan wilayah (region). Dengan demikin “wilayah” dapat didefinisikan sebagai unit geografis dengan batas-batas spesifik (tertentu) dimana komponen-komponen wilayah trsebut satu sama lain saling berinteraksi. Selain itu anwar (2004) menjelaskan bahwa kegiatan pembangunan yang menggunakan teknologi padat modal serta kurang memanfaatkan tenaga kerja lokal berpotensi menciptakan kebocoran wilayah, hal ini karena multiplier yang ditimbulkan tidak dapat ditangkap secara optimal oleh suatu wilayah. Dari berbagai konsep dan pendefinisian kata kebocoran dan wilayah, maka dapat diartikan bahwa “kebocoran wilayah” merupakan jenis aktivitas pengeluaran/penerimaan wilayah yang tidak meningkatkan tambahan pendapatan suatu wilayah, atau dengan kata lain kebocoran wilayah merupakan kondisi terjadinya aliran nilai tambah kewilayah lainnya karena adanya potensi nilai tambah yang tidak dapat dimanfaatkan secara optimal, sehingga menyebabkan kecilnya multiplier yang dapat ditimbulkan dari kegiatan ekonomi di suatu wilayah.
Isu-Isu Kebocoran Wilayah Dalam bidang ekonomi regional isu-isu tentang kebocoran wilayah merupakan salah satu hal penting yang sering menjadi perhatian para ahli ekonomi wilayah. Untuk mendapatkan jawaban mengapa kebocoran wilayah dipermasalahkan dalam bidang ekonomi regional, beberapa literatur menjelaskan Seperti Rustiadi et al. (2009) bahwa kebocoran wilayah dapat mendorong semakin besarnya perangkap kemiskinan serta dapat mendorong semakin lebarnya ketimpangan ekonomi antar wilayah. Selain itu ditinjau dari tujuan pembangunan yang perlu diarahkan pada pertumbuhan (growth), efisiensi (effeciency) dan
32
pemerataan (equity) serta berkelanjutan (sustainability), terutama dalam memberi panduan kepada alokasi sumber daya, baik pada tingkat nasional maupun regional (Anwar, 2005). Maka terjadinya kebocoran wilayah dapat menghambat laju pertumbuhan pembangunan wilayah. Sedangkan Hayami (2001), menjelaskan bahwa pertumbuhan ekonomi perlu memperhatikan faktor-faktor yang berkaitan dengannya serta perlu dilihat dari peningkatan rata-rata nilai tambah perkapita (pendapatan) yang diwujudkan melalui peningkatan penggunaan sumberdaya perkapita dan/atau “kemajuan teknologi” sebagai peningkatan nilai tambah ekonomi bagi masyarakat, baik melalui input tenaga kerja, modal dan sumberdaya alam dalam periode tertentu, dengan “nilai tambah” yang di didtribusikan ke pemilik sumberdaya sebagai pendapatannya, sehingga secara agregasi pendapatan masyarakat dapat menjadi pendapatan wilayah. Karena dalam pembangunan ekonomi wilayah peningkatan nilai tambah dan pendapatan, merupakan sasaran pentingnya yang perlu dilakukan. Dengan demikian sehingga terjadi kebocoran nilai tambah tentu mempengaruhi pendapatan wilayah. Artinya kebocoran wilayah dapat merugikan pembangunan ekonomi wilayah. Hal tersebut sesuai dengan Bedavid (1991), menjelaskan bahwa dalam pembangunan ekonomi wilayah, multiplikasi pendapatan merupakan inti dari proses pertumbuhan ekonomi. Terjadi kebocoran nilai tambah sehingga multiplier yang di hasilkan dari pembangunan ekonomi disuatu wilayah akan semakin kecil, atau dengan kata lain semakin besar kebocoran yang terjadi maka semakin besar multiplier pendapatan yang hilang. Dari berbagai konsep diatas sehingga dapat dipahami alasan mengapa para ahli ekonomi regional melihat kebocoran wilayah sebagai persoalan dalam pembangunan ekonomi wilayah. Selain itu Gonarsyah (1977) menjelaskan bahwa kecilnya pendapatan suatu wilayah dapat mendorong terjadinya kesenjangan dan ketidakadilan serta dapat mengurangi tingkat kepercayaan masyarakat kepada pemerintah, terutama ketidakpercayaan pada kemauan baik (good will) dan kemampuan pemerintah dalam mengelola sumberdaya alam untuk sebesar-besarnya bagi kemakmuran rakyat dan menciptakan pembangunan yang merata. Dengan kata lain terjadinya kebocoran wilayah dapat mengakibatkan kecilnya pendapatan suatu wilayah. Kecilnya pendapatan mendorong kurangnya kepercayaan masyarakat terhadap pemerintah, dan pada akhirnya dapat menghambat pertumbuhan wilayah. Lingkaran perangkap kemiskinan suatu wilayah dapat semakin diperburuk dengan adanya kebocoran modal keluar wilayah (regional leakages). Kebocoran ini terjadi akibat adanya, international and interregional demonstration effect, yakini sifat masyarakat teringgal cenderung mencontoh pola konsumsi dikalangan masyarakat modern. Wilayah-wilayah yang lebih maju memperkenalkan produkproduk yang mutunya “lebih baik” sehingga wilayah-wilayah masyarakat tradisional mengimpor dan mengkonsumsi barang-barang tersebut. Akhirnya sejumlah modal yang telah terakumulasi bukan digunakan untuk meningkatkan pertumbuhan ekonomi dengan membeli produk local tetapi justru bocor keluar wilayah. Dengan demikian, wilayah yang sudah lebih dulu maju dan semakin cepat perkembangan ekonominya, sedangkan wilayah yang terbelakang perkembangannya tetap lamban bahkan cenderung menurun. Kemudian Rustiadi et al. (2009) juga menjelaskan bahwa beberapa kekuatan penting yang menyebabkan kondisi kebocoran wilayah diantaranya yakni: (a) wilayah-wilayah yang telah lebih maju menciptakan keadaan yang “menghambat”
33
perkembangan wilayah-wilayah yang masih terbelakang (back wash effects); (b) Wilayah-wilayah yang telah lebih maju meciptakan keadaan yang “mendorong” perkembangan wilayah-wilayah yang masih terbelakang (spread effects). Selain itu fenomena backwash pada kawasan perdesaan dan daerah-daerah tertinggal berlangsung melalui beberapa tahap aliran, seperti: (1) aliran bahan mentah/bahan baku (sumberdaya alam), (2) Aliran sumberdaya manusia berkualitas/produktif (brain drain), (3) aliran sumberdaya financial (capital outflow), (4) aliran sumberdaya informasi, dan (5) Aliran kekuasaan (power). Sumberdaya terjadi proses”brain drain” dalam arti mengalirnya intelektual perdesaan ke kota atau disedotnya intelektual-intelektual desa oleh perkotaan. Rendahnya kapasitas sumber daya manusia perdesaan akibat mengalirnya sumber daya manusia berkualitas kekawasan perkotaan dari satu sisi dan terkonsentrasinya aktivitas-aktivitas pengelolaan yang menghasilkan nilai tambah tinggi di kawasan perkotaan yang didukung oleh sumber daya manusia yang lebih produktif, dan mengakibatkan terjadinya aliran konsentrasi capital ke perkotaan. Lemahnya kapasitas produksi kawasaan perdesaan menyebabkan masyarakat desa semakin tergantung pada konsumsi produk-produk manufaktur perkotaan. Akibat output barang/jasa yang dihasilkan dikawasan perdesaan bersifat inferior terhadap produk-produk olahan dari perkotaan, sehingga menyebabkan perdesaan mengalami net-capital outflow, atau dalam kondisi demikian berarti desa mengalami “kebocoran”. Anwar (2004) menjelaskan bahwa beberapa hal yang menyebabkan terjadinya kebocoran wilayah antara lain karena: (1) sifat komoditas yang bersifat eksploitatif. Seperti pada umumnya natural resources mempunyai kecenderungan mengalami kebocoran wilayah yang tinggai apabila dalam sistem produksinya membutuhkan persyaratan-persyartan tertentu, baik kualitas sumber daya manusia, teknologi yang dipakai, kedekatan dengan pasar maupun persyartan lainnya yang mengakibatkan aktivitas ekonomi suatu komoditas yang berasal dari suatu wilayah dilaksanakan diwilayah lain, sehingga sebagian besar nilai tambah ditangkap wilayah lainnya, (2) sifat kelembagaan yang menyangkut kepemilikan (oweners). isu dalam kebocoran wilayah dapat diartikan bahwa kebocoran wilayah merupakan isu penting yang memiliki peran dalam mempengaruhi pertumbuhan ekonomi disuatu wilayah tentu semakin kecil, atau dengan kata lain semakin besar kebocoran yang terjadi maka semakin besar potensi multiplier pendapatan bagi suatu wilayah yang hilang. Dengan lain perkataan bahwa untuk meningkatkan laju pertumbuhan ekonomi wilayah maka perlu menekan tingkat kebocoran wilayah.
Pengukuran Kebocoran Wilayah Literatur menjelaskan bahwa untuk melakukan identifikasi tentang kebocoran wilayah dalam perspektif ekonomi wilayah dapat digunakan pendekatan analisis model Input-output, sebagaimana digunakan Doeksen dan Charles (1969). Menurut BPS (2003), untuk mengidentifikasi kebocoran wilayah (regional leakages), yaitu besarnya penerimaan suatu negara atau wilayah yang mengalir ke luar negeri atau ke luar wilayah dapat digunakan menggunakan pendekatan Sistem Neraca Sosial Ekonomi (SNSE).
34
Bendavid (1991); Reis dan Rua (2006), dalam melakukan pendeteksian kebocoran wilayah Doeksen dan Charles (1969) menjelaskan dapat diidentifikasi dari aspek multiplier output, dan multiplier income. Sedangkan Bendavid (1991) menjelaskan bahwa kebocoran wilayah dapat dilihat dari besar kecilnya komponen input antara yang berasal dari impor, termasuk juga pembelian yang dilakukan diluar wilayah. Selain itu Rada dan Lance (2006) menjelaskan bahwa kebocoran dapat dilihat dari sisi agregat demand ketika terjadinya perubahan dalam injeksi investasi, ekspor, dan belanja pemerintah. Kemudian Rodriguez dan Kroijer (2008) menjelaskan kebocoran dapat dilihat dari sisi pengeluaran lokal kaitannya dengan desentralisai fiskal. Landesman dan Robert (2006) kebocoran dapat dilihat dari derajat integrasi pasar modal (FDI, tenaga kerja asing). Sun (2007) kebocoran dapat dilihat dari besar kecilnya rasio barang impor. Sedangkan Christopher dan Bryan (1994) menjelaskan kebocoran dapat ditandai oleh besarnya aspek tabungan (saving), pajak (taxation), dan besarnya belanja input impor, namun tidak meningkatkan pendapatan wilayah. Reis dan Rua (2006) menyatakan bahwa kebocoran wilayah dapat dari kebocoran kebelakang (backward leakage) dan kebocoran kedepan (forward leakage). Untuk mengidentifikasi kebocoran kedepan dapat digunakan nilai koefesien kebocoran sector (Reis dan Rua, 2006) yaitu analog dengan pengukuran keterkaitan sector yaitu, ditunjukan rendahnya rata-rata koefesien sektor yang terboboti pada backward leakage atau forward leakage. Skema pembobotan pada impor, dan secara alami pada barang impor i tidak harus sama dengan impor sector produksi. Untuk memboboti backward leakage yaitu menggunakan barang impor. Sedangkan untuk forward leakage digunakan sektor impor. Misalkan lj adalah jumlah elemen pada kolom ke-j dan matrik Am(I-Ad)-i dan li* yaitu jumlah elemen pada baris ke-i dari matrik (I-A*d)iA*m.
Sistem Neraca Sosial Ekonomi (SNSE) Social Acounting Matrix dalam terminologi indonesia disebut Sistem Neraca Sosial Ekonomi (SNSE) adalah suatu sistem data yang memuat data-data sosial dan ekonomi dalam sebuah perekonomian (Thorbecke,1988). Dan menurut Pyatt dan Round (1988) SNSE itu merupakan suatu kerangka data yang bersifat keseimbangan umum (general equilibrum) yang dapat menggambarkan perekonomian secara menyeluruh dan dapat menghubungkan berbagai aspek sosial dan ekonomi dalam negara yang bersangkutan. Sumber data untuk membuat SAM adalah dari Tabel I-O, Statistik Pendapatan Nasional, serta Statistik Pendapatan dan Pengeluaran Rumah tangga. Oleh karena itu SNSE kelihatan lebih lengkap dibandingkan Tabel Input-Output dan Statistik Pendapatan Nasional, dengan menunjukan berbagai jenis transaksi dalam suatu perekonomian (Daryanto & Hafrizianda, 2010). Sadoulet dan de Janvery (1995) diacu dalam Daryanto dan Hafizrianda (2010), mengatakan bahwa model SNSE ini sesungguhnya merupakan perluasan dari model I-O. Dengan demikian ruang lingkup pemotretannya jauh lebih luas dan terperinci dibandingkan dengan model I-O. Yang dipaparkan dalam model IO hanyalah arus transaksi ekonomi dari sektor produksi ke sektor-sektor produksi, rumah tangga, pemerintah, perusahaan, dan luar negeri. Sedangkan dalam model
35
SAM hal tersebut di disagregasi secara lebih rinci. Misalnya, rumah tangga dapat di disagregasi berdasarkan tingkat pendapatan ; atau kombinasi dari tingkat pendapatan dan lokasi permukiman, dan seterusnya. Di samping itu dalam model SAM dapat dimasukan beberapa variabel makroekonomi, seperti pajak, subsidi, modal, dan sebagainya, sehingga model SAM dapat menggambarkan seluruh transaksi makroekonomi, sektoral, dan institusi secara utuh dalam sebuah neraca. Keunggulan lain dari model SAM dibanding model I-O adalah bahwa model SAM mampu menggambarkan arus distribusi pendapatan dalam perekonomian. Perbedaan lain yang cukup mendasar adalah dalam SAM aktivitas faktorfaktor produksi, rumah tangga dan perusahaan di tempatkan sebagai variable endogen. Sehingga dampak dari suatu kegiatan ekonomi tidak terbatas pada aktivitas produksi saja namun juga pada aktivitas factor produksi, rumah tangga dan perusahaan. Kerangka dasar pembentukan SNSE adalah berbentuk matrik dengan ukuran 4x4, yang berbasis pada neraca-neraca pelaku ekonomi (actors) yang telah dikonsolidasikan. Bentuk dari matrik yang menggambarkan perilaku dari pelakupelaku ekonomi dalam bentuk berbagai transaksi tersebut dapat dilihat pada Tabel 8. Tabel ini merupakan table contoh yang sangat ringkas yang tujuannya adalah untuk menunjukkan bagaimana system data ini bekerja. Susunan angkaangka yang terlihat pada tabel merupakan suatu system neraca, dimana pada setiap angka yang ada pada sel-sel matrik mencerminkan hubungan antara transaksi pada satu neraca dengan transaksi pada neraca yang lainnya (BPS,2002). Kerangka SNSE terdapat 4 neraca utama, yaitu: (1) Neraca faktor produksi ; (2) Neraca institusi ; (3) Neraca sektor produksi ; dan (4) Neraca lainnya (rest of the world). Kemudian ada tiga keuntungan menggunakan model SNSE dalam suatu perencanaan ekonomi: (1) SNSE mampu menggambarkan struktur perekonomian, keterkaitan antar aktivitas produks, distribusi pendapatan, konsumsi barang dan jasa, tabungan dan investasi, serta perdagangan luar negeri. Ini berarti model SNSE dapat menjelaskan keterkaitan antara permintaan, produksi, dan pendapatan, di dalam suatu kawasan perekonomian, (2) SNSE dapat memeberikan suatu kerangka kerja yang bisa menyatukan dan menyajikan seluruh data perekonomian wilayah, (3) dengan SNSE dapat dihitung multiplier perekonomian wilayah yang beguna untuk mengukur dampak dari suatu aktivitas terhadap produksi, distribusi pendapatan, dan permintaan, yang menggambarkan struktur perekonomian.
Kegunaan Sistem Neraca Sosial Ekonomi Badan Pusat Statistik (2003) mengemukakan bahwa perangkat SNSE dapat digunakan sebagai data sosial ekonomi yang menjelaskan mengenai kinerja pembangunan suatu negara atau wilayah, seperti Produk Domestik Bruto (PDB) pada tingkat nasional atau Produk Domestik Regional Bruto (PDRB) pada tingkat regional, provinsi, atau kabupaten, konsumsi, tabungan dan sebagainya seperti: Distribusi Faktorial, yaitu distribusi pendapatan yang diterima oleh faktorfaktor produksi tenaga kerja dan modal. Distribusi pendapatan rumah tangga yang dirinci menurut berbagai golongan rumah tangga. Pola Pengeluaran Rumah tangga
36
Distribusi tenaga kerja menurut sektor atau lapangan usaha dimana mereka bekerja termasuk distribusi pendapatan tenaga kerja yang diperoleh sebagai balas jasa tenaga kerja yang mereka sumbangkan. Kebocoran regional, seperti kebocoran pendapatan regional dan sumber daya yang ada. Kerangka Dasar Sistem Neraca Sosial Ekonomi pada Tabel 9.
Tabel 9
Kerangka dasar Sistem eraca Sosial Ekonomi Faktor Produksi
Institusi
1
2
1 Faktor Produksi
0 2
Neraca Institusi
T21
T22
Pendapatan Institusi dari Faktor Produksi
Transfer Antar Institusi
Penerimaan
3 Kegiatan Produksi Komoditi Impor & Neraca Lainnya
Jumlah
0
0
Pengeluaran Kegiatan Produksi 3
Neraca Impor dan Neraca Lainnya 4
Jumlah Pendapatan Fakt.Prod 5
T13
X1
Y1
Distribusi Nilai Tambah
Pendapatan Eksogen Fakt.Prod
Jumlah Pendapatan Fakt.Prod
X2
Y2
0
Pendapatan Institusi dari eksogen
Jumlah Pendapatan Institusi
T32
T33
X3
Y3
Permintaan Akhir Domestik
Transaksi Antar Kegiatan (I-O)
Ekspor dan Investasi
Jumlah Output kegiatan produksi Jumlah pendapatan Eksogen
4
L1
L2
L3
R
Tabungan
Impor dan pajak tak Langsung
Trans Antar Eksogen
5
Jumlah Pengeluaran Eksogen faktor Produksi Y1 Jumlah pengelompokan eksogen Faktor Produksi
Y2 Jumlah Pengeluaran Institusi
Y3 Jumlah Kegiatan Produksi
Jumlah Pengeluaran Eksogen
Sumber: Thorbecke dimodifikasi, 1985
Kinerja pembangunan ekonomi Kinerja pembangunan ekonomi suatu negara atau provinsi dapat misalnya, dari nilai tambah yang ditimbulkan oleh berbagai sektor ekonomi (neraca T 13 pada Tabel 8.) yang memberikan gambaran mengenai besarnya Produk Domestik Bruto (PDB) atau Produk Domestik Regional Bruto (PDRB) atas dasar harga faktor (at factor costs) pada suatu tahun tertentu. Bila ditambah dengan pajak tidak langsung akan menghasilkan PDB atau PDRB atas dasar harga berlaku. Kinerja perekonomian yang lain dapat ditunjukan oleh kerangka SNSE, adalah distribusi PDB atau PDRB menurut pengeluaran (demand side), struktur input antara, investasi dan tabungan masyarakat, hutang dan piutang negara atau pemerintah daerah, kebocoran nasional atau regional. Neraca aktivitas (activity) atau sektor produksi yang menjelaskan tentang transaksi pembelian bahan-bahan mentah, barang-barang antara dan sewa untuk memproduksi suatu komoditas. Neraca Pengeluaran dibaca secara kolom sedangkan neraca penerimaan dibaca secara baris. Total input menurut sektor produksi dapat dilihat dari neraca pengeluaran, sedangkan total output dapat dilihat dari neraca penerimaan. Total input sektor pertambangan terdiri atas input primer dan input antara. Input primer atau yang lebih dikanal Nilai Tambah Bruto (NTB)/PDRB adalah
37
balas jasa yang diciptakan atau diberikan kepada faktor-faktor produksi yang berperan dalam proses produksi. Balas jasa tersebut mencakup upah dan gaji, surplus usaha, penyusutan dan pajak tak langsung.Upah dan gaji merupakan balas jasa yang diberikan kepada buruh baik dalam bentuk Input antara adalah penggunaan barang dan jasa sektor pertambangan dalam kegiatan produksinya yang berasal produksi sektor-sektor lain dan juga produksi sendiri. Barang-barang yang digunakan sebagai input antara sektor pertambangan habis sekali dipakai seperti bahan baku, bahan penolong, bahan bakar dan sejenisnya. Dalam model SNSE penggunaan input antara sektor pertambangan diterjemahkan sebagai keterkaitan antar sektor. Input antara mencakup dua komponen yakni input yang berasal dari produksi wilayah sendiri dan input impor. SNSE Kabupaten Musi Rawas menggambarkan secara langsung hubungan sektor pertambangan dengan berbagai sektor pemakai dan memisahkan komponen impor dari input antara. Penggunaan input antara yang lebih besar ke sektor domestik adalah paling baik karena dapat meningkatkan penerimaan sektor dometik lain dan dianggap memiliki keterkaitan yang erat dengan sektor domestik lainnya. Sebaliknya input impor yang dominan lebih besar berpotensi terjadi kebocoran regional (regional leakage).
Distribusi pendapatan faktorial Distribusi pendapatan faktorial, yaitu distribusi pendapatan yang diterima oleh faktor-faktor produksi tenaga kerja dan modal. Distribusi pendapatan faktorial dalam kerangka SNSE ditunjukan oleh baris neraca pertama pada kerangka umum mengenai SNSE (Tabel 8.). Seperti telah ditunjukan oleh tabel tersebut, bahwa neraca T13 menunjukan alokasi nilai tambah yang dihasilkan oleh berbagai sektor produksi ke faktor-faktor produksi, yaitu sebagai balas jasa bagi penggunaan faktor produksi tenaga kerja, keuntungan, deviden, bunga, sewa rumah, dan sebagainya, sebagai balas jasa bagi penggunaan faktor produksi. Bila di tambah dengan neraca X1 yang menunjukan pendapatan faktor produksi yang diterima luar negeri, maka total kedua penerimaan ini menunjukan distribusi pendapatan faktorial.
Distribusi Pendapatan Rumah Tangga Distribusi pendapatan rumah tangga yang dirinci menurut berbagai golongan rumah tangga, Distribusi pendapatan rumah tangga dalam kerangka SNSE ditunjukan oleh baris neraca kedua pada kerangka umum mengenai SNSE. Salah satu institusi dalam kerangka SNSE adalah rumah tangga. Pada Tabel 8. neraca neraca T21 menunjukan alokasi pendapatan faktor produksi yang diterima oleh berbagai institusi, salah satunya oleh rumah tangga. Dengan perkataan lain, neraca ini merupakan mapping dari neraca T13 menjadi neraca T21, yaitu mapping dari pendapatan faktorial menurut sektor-sektor ekonomi menjadi pendapatan institusi menurut faktor-faktor produksi diantaranta rumah tangga. Neraca T22 menunjukan pembayaran transfer (transfer payment) antar institusi, misalnya pemberian subsidi dari pemerintah kepada rumah tangga atau pemberian subsidi dari perusahaan kepada rumah tangga atau pembayaran transfer dari rumah tangga ke rumah tangga yang lain. Sedangkan neraca X 2 menunjukan
38
penerimaan ketiga institusi dari luar negeri. Jumlah ketiga neraca T21, T22, dan X2 yang berhubungan dengan rumah tangga menggambarkan distribusi pendapatan rumah tangga (bagian dari Y2).
Pola pengeluran rumah tangga Pola pengeluaran menurut golongan rumah tangga dalam kerangka SNSE dapat dilihat pada neraca kolom masing-masing golongan rumah tangga (kolom institusi pada Tabel 8.). Pada rincian ini dapat diperoleh informasi mengenai pola pengeluaran rumah tangga menurut berbagai komoditi, baik komoditi domestik maupun komoditi impor. Dari informasi ini dapat juga diperlihatkan besarnya tabungan masing-masing golongan rumah tangga.
Ketenagakerjaan Masalah ketenagakerjaan dalam kerangka SNSE terutema dijelaskan oleh submatrik T13, yaitu distribusi tenaga kerja menurut sektor atau lapangan usaha yaitu submatrik alokasi nilai tambah yang diciptakan oleh sektor-sektor ekonomi tersebut salah satunya merupakan sumbangan faktor produksi tenaga kerja berupa upah dan gaji. Bila upah dan gaji ini dari tiap-tiap tenaga kerja pada masingmasing sektor ekonomi di jumlahkan, itulah yang disebut sebagai alokasi nilai tambah faktor produksi tenaga kerja menurut sektor. Dengan demikian, dari sub matrik ini dapat diperoleh informasi mengenai jumlah tenaga kerja yang bekerja di masing-masing sektor ekonomi termasuk besarnya tingkat upah yang mereka peroleh. Informasi ini akan dianalisis sehingga akan memeberikan masukan mengenai kondisi sosial masyarakat, yaitu distribusi pekerja dan tingkat upah dan gaji menurut sektor-sektor ekonomi yang ada.
Permodelan Ekonomi SNSE merupakan suatu sistem kerangka data yang dapat digunakan sebagai dasar pembuatan suatu model ekonomi dan juga sebagai dasar analisis, baik untuk analisis parsial (partial equlibrium) maupun analisis keseimbangan umum (general equilibrium) dalam melakukan analisis kebijakan. Djohar (1999) menjelaskan bahwa Model SNSE pada hakekatnya adalah suatu analisis model makro yang dapat memberikan gambaran umum mengenai struktur ekonomi dan sosial atau wilayah (nasional atau regional). Tinjauan dalam SNSE tidak hanya dilakukan pada kegiatan produksi, tetapi juga menggambarkan kaitan antar sektor produksi serta keterkaitannya dengan permasalahan sosial khususnya menyangkut masalah distribusi pendapatan
Penelitian Terdahulu Penelitian terdahulu yang berkaitan dengan sektor ekonomi berbasis pertambangan dalam pembangunan wilayah, dilakukan oleh Hamzah (2005). Salah satu tujuanya yaitu menganalisis kontribusi kegiatan pertambangan terhadap pembangunan daerah dan pengembangan masyarakat khusunya yang berada
39
disektor pertambangan di Provinsi Kalimantan Timur (Kasus Kota Bontang dan Kabupaten Kutai Timur). Dalam kesimpulan penelitian tersebut menjelaskan bagaimana dampak kegiatan pertambangan terhadap pengembangan wilayah relatif masih rendah khususnya dalam pengembangan masyarakat dan penyerapan tenaga kerja. Namun Kegiatan Pertambangan memberikan kontribusi yang besar terhadap pembangunan daerah khususnya dalam perekonomian daerah. Hasil penelitian yang telah dilakukan, Hamzah (2005), dalam perencanaan pembangunan daerah khusnya perencanaan pembangunan Kota Bontang dan Kabupaten Kutai Timur perlu memperhatikan : Sumber daya alam tambang merupakan sumber daya alam yang tidak dapat diperbaharui (unrenewable resorces) sehingga pengelolaannya harus dilakukan untuk diversivikasi yang tidak bertumpu, pada sumber daya alam tambang antaralain sektor pertanian, sektor perikanan, dan lainnya, sehingga pada saat pasca tambang pembangunan daerah dapat terus berjalan pada ketergantungan bahan galian tambang. Penelitian terdahulu di Kabupaten Musi Rawas dilakukan oleh Ramdani (2003) tentang Analisis Inter-sektoral untuk menetukan Sektor Prioritas Pembangunan Daerah (Studi Kasus Kabupaten Musi Rawas). Tujuan dari penelitian Ramdani (2003), yaitu meliputi: 1) mengkaji dan menentukan besarnya kontribusi setiap sektor ekonomi dalam pembangunan perekonomian kabupaten Musi Rawas ; 2) Mengkaji dan menentukan jenis dan besarnya dampak masing, masing sektor terhadap pembangunan ekonomi wilayah Kabupaten Musi Rawas ; 3) Mengkaji dan menentukan sektor-sektor yang menimbulkan kebocoran wilayah (regional leakage) dan menentukan besarnya tingkat kebocoran yang ditimbulkannya ; 4) Menentukan dan menyusun hirarki sektor prioritas pembangunan dengan pendekatan sektoral, regional dan dimensional dengan alat Analisis Input-Output. Hasil penelitian Ramdani (2003) pada kesimpulan: 1) sektor-sektor yang memberi kontribusi dominan terhadap PDRB dalam perekonomian berturut-turut pertambangan migas (41,7%), sektor perkebunan (16,4 %), tanaman bahan makanan (10,5%), industri bahan makanan dan minuman (5,3%), pemerintahan umum (5,06%), industri lainnya (3,40%), perdagangan besar dan eceran (3,4%), peternakan dan hasil-hasilnya (2,8%), bangunan (2,7%), penggalian (2,3%) dan perikanan (2,1%) ; 2) besarnya dampak masing-masing sektor yang memberikan kontribusi dominan tersebut, hanya didasarkan dampak pengganda yaitu pengganda output, dan pengganda pendapatan . sektor yang memberikan indeks pengganda output dan pendapatan tertinggi berturut-turut dihasilkan sektor industri bahan makanan (2,10 dan 3,87), peternakan dan hasil-hasilnya (2,01 dan 2,09), industri lainnya (1,90 dan 2,09), serta bangunan (2,12 dan 1,92). Hal ini berarti ketigas sektor-sektor tersebut memiliki produksi dan menghasilkan pendapatan yang relatif besar ketimbangan sektor lainnya bagi perekonomian Kabupaten Musi Rawas. 3) Berdasarkan hasil analisis Input-Output, kontribusi masing-masing sektor ekonomi terhadap PDRB, dan potensi serta kondisi spesifik lokasi maka dapat ditentukan 7 (tujuh) sektor prioritas pebangunan di Kabupaten Musi Rawas yaitu sektor industri kecil bahan makanan, industri lainnya, pertanian tanaman pangan, perkebunan, bangunan, pertambangan dan peternakan ; 4) Hasil analisis input-output Kabupaten Musi Rawas tahun 2001 belum tercermin dalam alokasi biaya pembangunan, khususnya untuk sektor-sektor pembangunan prioritas.
40
Kinerja pembangunan ekonomi Kabupaten Musi Rawas dalam kurun waktu delapan tahun terakhir (1996-2003) belum menunjukan distribusi alokasi biaya pembangunan proporsioanal dimana sektor-sektor pembangunan yang prioritas, strategis dan dan unggulan justru memperoleh alokasi biaya yang lebih kecil dibandingkan dengan sektor pembangunan yang tidak prioritas, seperti sektor industri makanan dan minuman yang sangat strategis dan prioritas hanya mendapat 0,28 persen dari anggaran pembangunan yang tersedia. Disamping itu ada kecenderungan meningkatnya biaya rutin dibandingkan dengan biaya pembangunan. Hasil penelitian menunjukan bahwa sektor-sektor yang dominan dalam perekonomian Kabupaten Musi Rawas telah menunjukan nilai indeks pengganda output dan pendapatan yang cukup tinggi dan memberikan dampak positif terhadap perekonomian wilayah. Namun dalam pengembangannnya perlu dipertimbangkan kebijakan yang lebih terarah untuk meningkatkan kontribusi kontribusi nilai tambah sektor-sektor dominan dalam wilayah tersebut. Penelitian terdahulu yang mengunakan pendekatan model SNSE dilakukan oleh Hadi (2001). Salah satu tujuan dari penelitiannya adalah untuk mempelajari dampak perubahan kebijakan pembangunan (investasi dalam bentuk pengeluaran pembangunan pemerintah dan adanya desentralisasi pengelolaan dari pusat ke daerah serta peningkatan investasi swasta terhadap pemerataan pembangunan wilayah) terhadap disparitas ekonomi kawasan Indonesia timur. Penelitian tersebut menggunakan pendekatan Sistem Neraca Sosial Ekonomi antar Regional Kawasan Indonesia Timur dan sebagai kerangka kerja dan analisis. Hasil yang diperoleh dari penelitian tersebut antara lain adalah kebijakan pengembangan investasi dalam sektor industri manufaktur dan perdagangan internasional yang terpusat di kawasan Indonesia Barat. Analisi pengganda menunjukan bahwa nilai tambah dari adanya injeksi ekonomi dimasing-masing wilayah tidak seimbang. Hal ini ditunjukan oleh besarnya nilai pengganda antar wilayah Kawasan Indonesia Barat hampir dua kali lipat besar nilai pengganda antar wilayah kawasan Indonesia Timur. Hal ini berarti apabila terdapat injeksi ke dalam perekonomian (investasi) di Indonesia Timur, maka nilai tambah yang mengalir ke Indonesia Barat akan dua kali lebih besar daripada bila sebaliknya terjadi. Hadi (2001) juga menemukan bahwa investasi pembagunan oleh pemerintah dalam melengkapi invrastruktur di Kawasan Indonesia Timur yang disusul oleh pihak swasta mengakibatkan pendapatan golongan masyarakat di Indonesia Timur meningkat rata-rata sebesar 31,92 persen dan produksi meningkat rata-rata sebesar 45,4 persen. Sedangkan di kawasan Indonesia Barat pendapatan golongan masyarakat meningkat rata-rata sebesar 6,37 persen dan produksi meingkat rata-rata sebesar 3,69 persen. Penelitian terdahulu yang melihat peran sektor pertambangan terhadap pembangunan wilayah menggunakan pendekatan model SNSE di lakukan oleh Hafizrianda (2006). Tujuan penelitian ingin melihat peran sektor pertanian terhadap pembangunan wilayah, yaitu distribusi pendapatan di Provinsi Papua. Hafizrianda menyimpulkan bahwa: (1) sektor berbasis pertanian yang paling besar peranannya dalam distribusi pendapatan faktor produksi tenaga kerja adalah sektor pertanian, perkebunan dan kehutanan; (2) sektor perkebunan dan kehutanan sangat menonjol dalam menciptakan kenaikan pendapatan rumah tangga, terutama untuk rumahtangga berpendapatan tinggi; (3) sektor industri makanan dan
41
minuman mempunyai peranan besar dalam kenaikan pendapatan sektoral terutama tanaman pangan, (4) sektor-sektor pertanian (tanaman pangan perkebunan, kehutana, perikanan, dan peternakan) dan industri pengelolaan kayu secara global lebih kuat lebih kuat memancarkan efeknya ke rumah tangga melalui jalur dasar yang melibatkan variabel antara tenaga kerja serta modal, dan; (5) secara umum pembangunan ekonomi berbasis pertanian mampu memperbaiki distribusi pendapatan dimana kebijakan tersebut mampu mengurangi kesenjangan pendapatan yang terjadi dalam perekonomian Papua. Penelitian terdahulu tentang kebocoran wilayah dilakukan oleh Jaya (2009). Tujuan Penelitian menganalisis indikasi dan potensi kebocoran wilayah sektor kayu manis serta dampaknya terhadap perekonomian wilayah Kabupaten Kerinci. Hasil penelitian menunjukan bahwa untuk menekan tingkat kebocoran sektor kayu manis, maka kedepan perlu upaya pengembangan agroindustri processing dan meningkatkan dukungan infrastruktur penunjang sistem agribisnis serta pengembangan industri turunan atau agroindustri procesing mlalui pengembangan home industri maupun industri skala menangah.
Kerangka Pemikiran Seberapa besar kontribusi sektor pertambangan terhadap penerimaan regional Kabupaten Musi Rawas dapat dilihat dari total output kegiatan produksi sektor pertambangan, yaitu terdiri atas: 1) Ekspor dan Investasi, 2) Transaksi antar Kegiatan, dan 3) Permintaan Akhir Domestik. Sebaliknya seberapa besar output sektor pertambangan menjadi penerimaan faktor produksi tenaga kerja atau Bukan tenaga kerja (kapital). Apakah output sektor pertambangan cenderung lebih besar menjadi penerimaan kapital atau tenaga kerja yaitu antar tenaga kerja pertanian atau bukan pertanian dan antara buruh dengan para pengusaha. Jika outputnya cenderung terbesar menjadi penerimaan kapital dibandingkan tenaga kerja, dan menjadi penerimaan pengusaha dibandingkan buruh maka ada indikasi kuat terjadinya Kebocoran Wilayah dalam distribusi pendapatan faktor produksi jik a rasio perbandingan penerimaan pendapatan faktor produksi tersebu relatif besar. Biaya Antara (BA) sektor pertambangan dapat menujukan seberapa besar keterkaitan sektor pertambangan dan penggalian dengan sektor domestik lainnya. Baiaya antara terdiri atas input sektor domestik dan input impor. Penggunaan input antara sektor domestik yang lebih besar maka dapat meningkatkan penerimaan pendapatan sektor domestik lainnya. Sebaliknya penggunaan biaya antara yang terbesarnya menggunakan input impor maka ada indikasi kuat terjadinya kebocoran wilayah. Untuk menyederhanakan kerangka pemikiran penelitian ini, secara flow chart dapat dijelaskan seperti pada Gambar 15.
38
38 42
TOTAL INPUT/OUTPUT SEKTOR PERTAMBANGAN
TOTAL INPUT
TOTAL OUTPUT
PDRB ATAS HARGA BERLAKU
PDRB ATAS HARGA FAKTOR (INPUT PRIMER)
PAJAK TAK LANGSUNG NETO
SEKTOR DOMESTIK
PDRB MENURUT PENGELUARAN (DEMAND SIDE)
BUKAN TENAGA KERJA/KAPITAL
TRANSAKSI ANTAR KEGIATAN
INPUT ANTARA
INPUT IMPOR
EKSPOR LUAR KAB/NEGERI
SEKTOR DOMESTIK LAIN
NEGATIF
KEBOCORAN REGIONAL
TENAGA KERJA
BUKAN PERTANIAN PERTANIAN
Kapital Domestik
Kapital Non Domestik
TK PRODUKSI
BURUH
TK PENJUALAN
TK KETATALEKSANAAN
PENGUSAHA
Gambar 15 Skema pemikiran kebocoran wilayah dalam distribusi pendapatan sektor pertambangan di Kabupaten Musi Rawas.
43
3 METODE Lokasi dan Waktu Penelitian Lokasi penelitian dilaksanakan di Kabupaten Musi Rawas Provinsi Sumatera Selatan.Penentuan Lokasi penelitian dilakukan dengan cara sengaja (purposive)dengan pertimbangan sebagai daerah penghasil migas terbesar ke dua di Provinsi Sumatera Selatan dan daerah yang memiliki potensi sumber daya alam sektor penggalian yang melimpah, serta kontribusinya yang relatif besar terhadap PDRB Kab.Musi Rawas (peringkat 2). Namun besarnya produksi dan potensi serta tingginya kontribusi sektor ini terhadap PDRB, ternyata berbanding terbalik dengan kesejahteraan masyarakatnya yang dilihat dari Indeks Pembangunan Manusia (IPM) Kabupaten Musi Rawas selama kurun waktu 5 tahun terakhir yang merupakan terendah Se-Sumatera Selatan.Penelitian Lapangan dilaksanakan pada bulan Agustus sampai dengan Desember tahun 2011.
Jenis dan Sumber Data Mengakomodir dan menjawab permasalahan-permasalahan dan tujuan penelitian menggunakan data sekunder (Juanda, 2010). Data sekunder yang digunakan adalah perangkat analisis data Sosial Accounting Matrix (SAM) atau Sistem Neraca Sosial Ekonomi (SNSE) Kabupaten Musi Rawas tahun 2010.Alasan menggunakan SNSE karena mampu menggambarkan secara komprehensif, dikarenakan : 1) SNSE mampu menggambarkan : (a) struktur perekonomian; (b) keterkaitan diantara aktivitas produksi; (c) konsumsi barang dan jasa; (d) tabungan dan investasi; (e) Perdagangan luar negeri; dan (f) distribusi pendapatan; 2) SNSE memberikan suatu kerangka kerja yang dapat menyatukan dan menyajikan seluruh data perekonomian di Kabupaten Musi Rawas; dan 3) Melalui SNSE juga dapat dihitung multiplier perekonomian yang sangat berguna untuk mengukur dampak dari pembangunan sektor-sektor ekonomi terhadap (1) produksi, (2) distribusi, (3) pendapatan, dan (4) permintaan yang mengambarkan struktur perekonomian secara menyeluruh di Kabupaten Musi Rawas.Sedangkan alasan menggunakan perangkat analisis data SNSE dalam penelitian karena mampu menggambarkan secara komperhensif peran sektor pertambangan dalam pembangunan wilayah di Kabupaten Musi Rawas, yaitu meliputi perannya terhadap kinerja ekonomi dan distribusi pendapatan. Analisis data Sistem Neraca Sosial Ekonomi (SNSE) Kabupaten Musi Rawas tahun 2010 di publikasikan oleh Badan Pusat Statistik (BPS) Indonesia dan Pusat Pengkajian Perencanaan Pembangunan Wilayah (P4W) Institut Pertanian Bogor pada tahun 2011.
44
Badan Pusat Statistik menjelaskan Tabel Sistem Neraca Sosial Ekonomi (SNSE) Kabupaten Musi Rawas tahun 2010 terbagi menjadi 2(dua) bagian yakni neraca endogen dan neraca eksogen. Dimana neraca endogen dapat didisagregasi menjadi tiga blok yakni (1) neraca faktor produksi, (2) neraca institusi, dan (3) neraca aktivitas produksi. Sedangkan neraca eksogen dapat dibagi atas empat kelompok yakni (1) neraca komoditi impor, (2) neraca pajak tak langsung neto, (3) neraca kapital, dan (4) neraca luar kabupaten/negeri (rest of the world dan rest of the region).SNSE Kabupaten Musi Rawas tahun 2010 terdapat dua informasi penting yang bersifat internal terdiri atas : (1) penerimaan dan pengeluran rumah tangga yang bersumber dari dan ke rumah tangga, perusahaan, pemerintah dan faktor luar kabupaten/negeri yang relavan, dan struktur penerimaan dan pengeluaran produksi (tercermin dalam input antara). Sumber data untuk menyusun Tabel SNSE Kabupaten Musi Rawas tahun 2010 menggunakan banyak data yang komprehensif dan luas, baik data primer maupun data sekunderyang di peroleh dari berbagai sumber dan telah diklasifikasikan dengan baik berdasarkan taksonomi atau strukturnya oleh Badan Pusat Statistik Indonesia.Data SNSE merupakan perluasan dari PDRB dan input atau output antara, maka kedua data inilah yang menjadi sumber data yang paling awal dan mendasar. Kemudian sumber data lainnya yang digunakan dalam membangun SNSE, antara lain (1) pengeluaran konsumsi penduduk, (2) indikator kesejahteraan penduduk; (3) statistik keuangan; (4) survei penduduk. Adapun Jenis sumber data tersebut seperti data SUSENAS (Survey Sosial Ekonomi Nasional), Survei Khusus Tabungan dan Investasi Rumah Tangga (SKTIR). Data lain yang diperlukan Statistik Industri, Survey Angkatan Kerja Nasional (SAKERNAS), Survey Upah, data neraca perdagangan luar negeri/balance of payment serta data lain yang relavan. Semua sumber data SNSE Kabupaten Musi rawas diperoleh dari Badan Pusat Statistik (BPS) Nasional, BPS Provinsi Sumatera Selatan, dan BPS KabupatenMusi Rawas. Data SUSENAS (Survey Sosial Ekonomi Nasional), Survei Khusus Tabungan dan Investasi Rumah Tangga (SKTIR) digunakan untuk menyusun neraca rumah tangga. Data lain yang diperlukan termasuk Statistik Industri, Survey Angkatan Kerja Nasional (SAKERNAS), Survey Upah, Produk Domestik Regional Bruto (PDRB) menurut sektoral dan menurut pengeluaran dan data lain yang relavan. Disagregasi dan distribusi pendapatan rumah tangga membutuhkan sumber data detail tentang pengeluaran menurut jenis komoditi dan pendapatan yang di peroleh dari SUSENAS tahun 2010. namun demikian, data tenaga kerja dari SUSENAS, SKTIR, dan sumber data tenaga kerja lain dibutuhkan untuk melengkapi data tenaga kerja.Pengeluaran konsumsi (akhir) rumah tangga digunakan untuk pembelian kebutuhan seperti sandang, pangan dan papan (tidak termasuk pengeluaran untuk transfer). Sumber datanya diperoleh dari SUSENAS dan STKIR. Pengeluaran konsumsi (akhir) pemerintah adalah pengeluaran barang dan jasa misalanya upah dan gaji pembelian alat kantor dan lain-lain. Sumber data di peroleh dari PDRB menurut pengeluaran (konsumsi pemerintah) dan neraca keuangan pemerintah pusat dan privinsi. Konsumsi sebagai Data transfer pemerintah ke rumah tangga di peroleh dari laporan keuangan pemerintah dan SKTIR. Transfer antar rumah tangga dari data Survei Khusus Tabungan dan Investasi Rumah Tangga (SKTIR). Transfer keluar negeri menggunakan data neraca perdagangan luar negeri/balance of payment.
45
Klasifikasi sistem neraca sosial ekonomi (SNSE) Kabupaten Musi Rawas tahun 2010 dapat dilihat pada tabel Tabel 10. Tabel 10
Klasifikasi Sistem Neraca Sosial Ekonomi (SNSE) Kabupaten Musi Rawas Tahun 2010.
Uraian FaktorProduksi Tenaga Kerja Pertanian Buruh Pengusaha Produksi, Operator Alat Angkutan, Manual&buruh kasar Buruh Pengusaha Tata Usaha, Penjualan, Jasa-Jasa Buruh Pengusaha Kepemimpinan, Ketatalaksanaan, Militer, Profesional &Teknisi Buruh Pengusaha BukanTenagaKerja Institusi Rumahtangga Pertanian Buruh BukanPertanian GolonganBawah Penerima Pendapatan GolonganAtas Perusahaan Pemerintahan SektorProduksi Pertanian Padi Jagung TanamanUmbi-umbian TanamanBahanMakananlainnya Karet Kopi KelapaSawit PeternakandanHasil-hasilnya
Kode
1 2
3 4 5 6
7 8 9
10 11 12 13 14 15 16
17 18 19 20 21 22 23 24
Uraian Kehutanan Perikanan Pertambangan Migas Non Migas Penggalian Industri MakanandanMinuman barangdarikayudanhasilhutanlainnya kertasdanbarangcetakan pupuk, kimiadanbarangdarikaret baranggalianbukanlogam (batubata) Migas barang-baranglainnya Listrik, Gas dan Air bersih Bangunan Perdagangan, Hotel danrestoran Perdagangan Hotel danRestoran AngkutandanKomunikai jalan raya sungai, danau &penyeberangan Angkutan udara Jasapenunjangangkutan Komunikasi LembagaKeuangan Bank &lembagakeuanganlainnya Sewabangunan Jasa-Jasa Pemerintahanumum Jasasosialkemasyarakatan Jasa-jasalainnya KomoditiImpor NeracaKapitalNeto PajakTidakLangsungNeto LuarNegeri
Kode 25 26 27 28 29
30 31 32 33 34 35 36 37 38 39 40 41 42 43 44 45 46 47 48 49 50 51 52 53 54
Jumlah
Sumber : Badan Pusat Statistik Indonsia, 2010
Klasifikasi neraca factor produksidibagi menjadi dua yaitu tenaga kerja dankapital. Faktor produksi tenaga kerja meliputi tenaga kerja pertanian dan bukan pertanian. Tenagakerja pertanian terdiri atas buruh dan pengusaha. Sebaliknya tenaga kerja bukan pertanian, terdiri atas tenaga kerja : 1) produksi, operator, alat angkutan, manual dan buruh kasar; 2) tata usaha, penjualan, jaa-jasa, dan; 3) kepemimpinan, ketataleksanaan, militer, profesional, dan teknisi. Selanjutnya neraca institusi diklasifikasikan menjadi 3 (tiga)bagian, yaitu meliputi rumah tangga, perusahaan dan pemerintah.Institusirumah tangga dibagi menjadi dua golongan rumah tangga, yaitu golongan rumah tangga pertanian (buruh dan pertanian), dan bukan pertanian terdiri atas golongan bawah, penerima pendapatan
46
dan golongan atas. Berikutnya neraca aktivitas (produksi) ada 34sektor produksi yang diperoleh dari agregasi input antara.
Metode Analisis SNSE merupakan sebuah matrik yang merangkum sosial dan ekonomi secara menyeluruh. Neraca-neraca tersebut seperti neraca faktor produksi (faktor produksi dan kapital), neraca institusi (rumah tangga, perusahaan, pemerintah), neraca aktivitas produksi (Sektor Pertanian, Pertambangan, Industri, dan jasa-jasa lainnya) dan Komoditi Impor, dan neraca lainnya (neraca kapital, pajak tak langsung neto, dan luar kabupaten). Struktur model analisis Sistem Neraca Sosial Ekonomi (SNSE) dapat dilihat pada Tabel 11. Tabel 11
Struktur model analisis SNSE PENGELUARAN Faktor Produksi
Institusi
PENERIMAAN
Faktor 0 0 Produksi Institusi T21 T22 Kegiatan 0 T32 Produksi Neraca Lainnya T41 T42 Total Y1 Y2 Sumber: Thorbecke, E, 1985 dalam Rustiadi et al, 2009
Neraca Eksogen
Kegiatan
T13
T14
Y1
0
T24
Y2
T33
T34
Y3
T44
Y4
T43 Y3
Total
Y4
Tabel 11 diatas pada sub matriks T13 menunjukan alokasi nilai tambah yang dihasilkan oleh berbagai sektor produksi ke faktor-faktor produksi sebagai balas jasa bagi penggunaan faktor-faktor produksi tersebut, seperti upah dan gaji sebagai balas jasa bagi penggunaan faktor produksi tenaga kerja. Sub matrik T21 menunjukan alokasi pendapatan faktor produksi ke berbagai institusi, umumnya terdiri dari rumah tangga, pemerintah dan perusahaan. Dengan kata lain, matriks ini merupakan matriks yang merekam distribusi pendapatan dari faktor produksi ke berbagai institusi. Sub matriks T22 menujukan transfer pembayaran antar institusi. Misalnya pemberiaan subsidi dari pemerintah kepada rumah tangga, perusaahaan kepada rumah tangga, atau pembayaran tranfer dari rumah tangga ke rumah tangga. Sub matrik T32 menujukan permintaan terhadap barang dan jasa oleh institusi, sub matrik tersebut menujukan uang yang dibayarkan pihak institusi ke sektor produksi untuk membeli barang dan jasa yang dikonsumsi. Submatrik T33 menujukan permintaan barang dan jasa antara industri atau transaksi antar sektor produksi. Selain submatrik-submatrik tersebut, SNSE juga mencatat submatrik transaksi transaksi ekonomi di sektor perbankan dan transaksi ekonomi dengan pihak luarwilayah Dalam menggunakan SNSE, perhitungan matrik pengganda (analisis multiplier) dan dekomposisi matriks pengganda merupakan suatu metode atau langkah penting yang akan digunakan. Dengan mendapatkan matrik pengganda dari SNSE maka dapat dilihat dampak dari suatu kebijakan terhadap berbagai
47
sektor didalam suatu perekonomian, termasuk didalamnya dampak suatu kebijakan terhadap distribusi pendapatan. Dekomposisi matrik pengganda tersebut dilakukan untuk memperjelas proses penggandaan dalam suatu perekonomian, dengan kata lain dekomposisi matrik pengganda dapat menujukan tahapan dampak yang terjadi akibat penerapan sebuah kebijakan terhadap berbagai sektor disuatu perekonomian. Matrik dekomposisi pengganda dibagi menjadi 3 yaitu matrik pengganda tarsfer, matrik pengganda open loop, dan matrik pengganda closed loop.serta sering juga digunakan matrik pengganda neraca, yang dapat menjelaskan dampak yang terjadi pada neraca endogen akibat perubahan neraca eksogen.
Matrik Pengganda Neraca Distribusi Pendapatan Neraca Endogen Pada distribusi pendapatan neraca endogen akan dianalisis jumlah pendapatan seperti : jumlah pendapatan faktor produksi Y1=T13+X1, jumlah pendapatan institusi Y2=T21+T22+X2, dan jumlahpendapatan kegiatan produksiY3=T32+T33+X3
Distribusi Pengeluaran Endogen Pada distribusi pengeluaran neraca endogen akan dianalisi jumlah pengeluaran seperti jumlah faktor produksi Y1’=T21+L1, jumlah pengeluaran institusiY2’=T22+T32+L2, dan jumlah pengeluaran kegiatan produksi, Y3’=T13+T33+L3, dengan, Matrik T :
T
=
0 0 T13 T T 21 22 0 0 T32 T33
Model Pengganda Neraca Model pengganda neraca dapat didekati dengan pendekatan rata-rata dengan pendekatan rata-rata (average) dan pendekatan marjinal(marginal). a. Pendekatan rata-rata: Average expenditure propensity (Matrik A)
T
=
0 A 21 0
0 A22 A32
A13 0 A33
Dimana Aij = TijY-1dan Y-1 adalah matriks diagonal dari nilai-nilai jumlah kolom. Matrik ini menunjukan pengaruh langsung dari perubahan yang terjadi pada sebuah sektor terhadap sektor lai, sepert: Y = AY+X,
48
Atau, Y=(I-A)-1X JikaMa = (I-A)-1X, maka Y= Ma.XMa, Biasa disebut sebagai pengganda neraca (accountingmultiplier), yang merupakan pengganda dan menunjukan pengaruh perubahan pada sebuah sektor terhadap sector lainnya setelah melalui keseluruhan sistem SNSE.
PendekatanMarjinal Marginal Expenditure Propensity dapat didekati dengan menggunakan Matrik C,seperti:
C
=
0 C 21 0
0 C 22 C32
C13 0 C33
Sehinggadiperoleh formula: dY dY dY
= = =
C dY + dX (I-C)-1 dX Mc dX
HubunganMatrik C dan Matrik A Mc disebutsebagaipenggandahargatetap dirumuskand engan :cij= ijaij Dimana;
ij cij dY
(fixedpricemultiplier)
atau
dapat
= elastisitas pengeluaran sektor j untuk sektor i = elemen matrik C = elemen matriks A
Analisis Dekomposisi Neraca Pengganda trasfer Ma1 adalah pengganda transfer yang menunjukan pengaruh dari satu blok pada diri sendiri. Ma1 = (1-A0)-1 Dimana : A0
= matrik diagonal dari matriks A, yaitu
49
A0
=
0 0 0 A 22 0 0
0 0 A33
Matrik pengganda transfer (Ma1) dalam bentuk matrik dapat dinyatakan sebagai berikut : A0
=
0 0 0 (1 A ) 1 22 0 0
0 (1 A33 ) 1 0
Pengganda transfer (Ma1) maka dapat diketahui pengaruh injeksi pada sektor pertambangan (migas dan penggalian) terhadap sektor lain dalam satu blok yang sama yaitu blok produksi, setelah melalui keseluruhan sistem didalam blok tersebut berpengaruh kepada blok lain. Dalam matrik Ma1 diatas dapat diketahui besarnya pengganda sektor pertambangan. Pada blok kegiatan produksi besarnya pengganda transfer adalah (1-A33)-1. ini berarti bahwa injeksi pada sektor pertambangan akan berpengaruh pada sektor produksi yang lain sebesar injeksi tersebut, yang dikalikan dengan (IA33)-1. Ma2 adalah pengganda open loop atau cross-effect, yang merupakan pengaruh dari satu blok ke blok yang lain. Injeksi pada sektor pertambangan dalam blok produksi akan berpengaruh terhadap sektor lain di blok yang lain setelah melalui keseluruhan sistem dalam blok yang lain. Matrik tersebut didefinisikan sebagai berikut : Ma2 = (1-A*+A*2) Atau, *
A
= Ma2 = Ma1
0 0 0 A 22 0 0
0 0 A33
Ma3 adalah pengganda closed loop, menggambarkan pengaruh dari suatu blok ke blok yang lain, yang kemudian kembali pada blok semula. Matrik pengganda tersebut didefinisikan sebagai berikut : Ma3 =
(1-A*3)-1
Di mana : Ma3 merupakan matrik diagonal, dengan diagonal utamanya secara berurutan dari kiri atas ke kanan bawah berisi (1-A*13A*32A*A*21)-1, (1-A*21A*13A*32)-1 dan (1A*32A*21A*13)-1.Struktur Pengganda dapat di lihat pada gambar 10 dibawah ini :
50
X1
I
X1
(I-A21)-1
X1
X1
Y1
A*21
A*13
A*32
(I-A33)-1
X1
Gambar 16 Struktur Pengganda Artinya injeksi pada sektor produksi pertambangan akan berpengaruh closed loop pada sektor-sektor lain pada blok faktor produksi (tanaga kerja dan kapital), kemudian berpengaruh pada blok institusi (rumah tangga, perusahaan, pemerintah), dan akhirnya berpengaruh kembali kepada sektor pertambangan dan sektor-sektor lain dalam blok sektor produksi dengan pengganda sebesar (1A*21A*13A*32)-1.
Struktur Path Analysis Dalam metodelogi Structural Path Analysis atau SPA ada tiga elemen penting untuk di bahas, yakni jalur pengaruh langsung (direct influence), pengaruh total (total influence), dan pengaruh global (global influence).
Pengaruh Langsung Pengaruh langsung (direct effect)dari i ke j(IDij) menunjukan perubahan pendapatan atau produksi j disebabkan oleh perubahan satu unit i, selama pendapatan atau produksi pada titik lain (kecuali pada jalur dasar yang dilalui dari i ke j) tidak mengalami perubahan. Dengan pendekatan rata-rata pengaruh langsung (IDij) dari i ke j adalah: ID (ij)=αij Matriks An dalam model SNSE dapat dikatakan sebuah matrik pengaruh langsung, yang ditentukan berdasarkan persamaan di atas. Pengaruh langsung bisa juga diukur dengan jalur dasar yang memiliki panjang lebih dari satu.
51
Keterkaitan antara dua 17.
sektorKeterkaitan
antara dua sektor dapat dilihat pada Gambar
Gambar 17 Keterkaitan antara dua sektor Keterkaitan ini bisa dirumuskan sebagai berikut. Petani (sektor i) membeli bahan bakar dari pedagang (sektor s) dimana pedagang membeli bahan bakar tersebut dari produsen (sektor j). Karena tampak ada dua busur, berarti jalur dasar dari pengaruh langsung ini mempunyai panjang sebesar dua. Keterkaitan ini bisa dirumuskan sebagai berikut. ID (i,sj) = αxi αjs
Pengaruh Total Pengaruh total (total influence) dari i ke j adalah perubahan yang dibawa darii ke j melalui jalur dasar maupun sirkuit yang menghubungkannya. Pengaruh total (IT) merupakan perkalian antara pengaruh langsung (ID) dan pengganda jalur atau path multiplier (MP), yang dapat dirumuskan IT (ij) = ID (ij) Mp IT (ij) = αxiαyxαjy[1-αyx(αxy+αzyαxz)]-1 Dimana:
52
MP = [1-αyx(αxy+αzyαxz)]-1 Sepanjang tiga jalur busur, yaitu ix y j. Dengan demikian IT mempunyai jalur dasar sebanyak tiga. Sebagai misal para petani membeli input obat-obatan dari sektor jasa pedagang besar atau pengecer (y) dimana mereka memperolehnya dari sektor industri obat-obatan pertanian (x). Kemudian untuk memproduksi obat-obatan, sektor industri juga membutuhkan, sektor industri juga membutuhkan input dari produsen bahan bakar (j). Dari serangkaian jalur transaksi tersebut kita melihat adanya pengaruh timbal balik baik secara langsung maupun tidak langsung. Untuk kasus ini pengaruh timbal balik secara langsung dapat terlihat pada jalur dapat terlihat pada jalur x ke y, yang mengindikasikan bahwa pedagang obat-obatan (y) secara langsung membeli barang-barang dagangannya dari sektor industri (x) . Sedangkan pengaruh timbal balik secara tidak langsung kelihatan pada jalur z ke y dan x ke z, yang menunjukan bahwa sektor jasa pedagang (y) bisa membeli output dari perusahaanyang bergerak dalam penelitian dan pengembangan (research and development firm) dimana perusahaan ini memperoleh inputnya dari industri kimia.
Pengaruh Global (global influence) Pengaruh global (global influence) dari i ke j mengukur keseluruhan pengaruh pada pendapatan atau produksi j yang disebabkan oleh satu unit perubahan i. Pengaruh global (IG) sama dengan pengaruh total sepanjang jalur dasar yang saling berhubungan pada titik i dan titik j. Pengaruh global dapat diturunkan dengan rumus berikut. ∑
IG = (ij) = maji Dimana IG = (ij) maji IT(ij) ID (ij) Mp
= = = = =
(ij)=
∑ID(ij)Mp
pengaruh global dari kolom ke i dalam SNSE ke baris j. elemen ke (j,i) pada matriks multiplier Mα. pengaruh total dari i ke j, pengaruh langsung dari i ke j dan multiplier sepanjang jalur p
Tujuan dan analisis penelitian kebocoran wilayah dalam distribusi pendapatan sektor pertambangan di Kabupaten Musi Rawas adalah sebagai berikut: 1. Analisis kontribusi sektor pertambangan terhadap kinerja ekonomi terdiri atas : (1) total output menurut sektor produksi (penerimaan domestik, penerimaan antara, ekspor dan investasi), (2) alokasi nilai tambah ke faktor produksi NTB/PDRB, (3) Biaya Antara (BA) dan komoditi impor, dan (4) indikasi dan potensi kebocoran wilayah dalam distribusi pendapatan sektor pertambangan. Analisis yang digunakan adalah: a. Distribusi Pendapatan Neraca Endogen (Y3), di analisis kontribusi sektor pertambangan terhadap total output menurut sektor produksi terdiri
53
ataspenerimaan domestik atau institusi (T32), penerimaan antara (T33), dan ekspor dan investasi (X3). b. Distribusi Pengeluaran Neraca Endogen (Y3’), di analisis kontribusi sektor pertambangan terhadap total input (alokasi nilai tambah ke faktor produksi (T13), input antara (T33), dan indikasi kebocoran wilayah sektor pertambangan (L3). c. Keterkaitan Pengeluaran Pemerintah dengan Dana Bagi Hasil (DBH) Migas dan Penggalian (Y2). Dianalisis pengeluaran institusi pemerintah terdiri atas transfer institusi pemerintah ke institusi (T13),peneimaan domestik (T33), tabungan pemerintah (L3). 2. Analisis multiplier output dan Nilai Tambah Bruto (NTB), distribusi pendapatan Institusi dan keterkaitan sektor, serta indikasi dan potensi kebocoran regional. Analisis yang digunakan adalah analisis Model Pengganda Neraca: a) Pendekatan rata-rata: Average expenditure propensity (Matrik A).Aij = TijY-1dan Y-1 adalah matriks diagonal dari nilai-nilai jumlah kolom. Matrik ini menunjukan pengaruh langsung dari perubahan yang terjadi pada sektor pertambangan terhadap sektor lain, seperti:Y = AY+X Atau,Y = (I-A)-1XJika Ma = (I-A)-1X, maka Y=Ma.X Ma, biasa disebut sebagai pengganda neraca (accounting multiplier), yang merupakan pengganda dan menunjukan pengaruh perubahan pada sektor pertambangan dan penggalian terhadap sektor lainnya setelah melalui keseluruhan sistem SNSE. b) Pendekatan Marjinal 3. Analisis Dekomposisi Matrik Pengganda (Thorbeche, E,1985). a) Pengganda transfer (Ma1). Dapat diketahui injeksi pada sektor pertambangan ke sektor lain dalam satu blok yang sama, setelah melalui keseluruhan sistem didalam blok tersebut berpengaruh kepada blok lain. b) Pengganda open loop atau cross-effect Merupakan injeksi pada sektor pertambangan akan berpengaruh terhadap sektor lain di blok yang lain setelah melalui keseluruhan sistem dalam blok yang lain. c) Pengganda closed loop. Menggambarkan injeksi pada sektor pertambangan dan penggalian akan berpengaruh pada sektor-sektor lain pada blok institusi, kemudian berpengaruh pada blok kegiatan produksi, dan akhirnya berpengaruh kembali kepada sektor-sektor dalam blok faktor produksi. 4. Struktur path analysis, Keterkaitan aktivitas lebih lanjut mengidentifikasi jalur pengeluaran sektor pertambangan yang dapat memancarkan efek pendapatan terhadap sektor lainnya, serta mengidentifikasi jalur struktural indikasi dan potensi terjadinya kebocoran wilayah dalam distribusi pendapatan sektor pertambangan di Kabupaten Musi Rawas. Ada dua elemen penting dalam struktur path analisis untuk mengetahui indikasi dan potensi terjadinya kebocoran wilayah dari jalur struktural dalam penelitian ini, yaitu meliput: a) pengaruh langsung (direct influence), dan b) pengaruh global (global effect).
54
4 KONDISI UMUM KABUPATEN MUSI RAWAS KeadaanAlam
Letak Geografis dan Wilayah Administratif Kabupaten MusiRawas merupakan salah satu kabupaten di Provinsi SumateraSelatan, letaknya disebelah Barat hulu Sungai Musidan sepanjang Sungai Rawas KabupatenMusi Rawas beribukota di MuaraBeliti (PP Nomor 46 Tahun 2005) dengan ketinggian 129 meter dari permukaan laut dan terletak pada 102º,07’- 103º,45,10” BTdan 2º,20’- 3º,38’ LS. Kabupaten MusiRawas mempunyai batas-batas wilayah sebagai berikut. Sebelah Barat Sebelah Utara SebelahTimur Sebelah Selatan
: : : :
ProvinsiBengkulu dan Kota LubukLinggau Provinsi Jambi KabupatenMusi Banyu Asindan Kabupaten MuaraEnim Kabupaten Empat Lawang dan KabupatenLahat (Lampiran 3).
Topografi KabupatenMusiRawas jika dilihat secara keseluruhan keadaan fisik topografinya merupakanwilayah bergelombang dengan ketinggian antara 25 meterdpl sampaidengan1.000 meterdpl. Luastanah berdasarkan ketinggian tempat dapat dilihat pada Tabel 12. Tabel 12
Luas tanah berdasarkan ketinggian tempat di Kabupaten MusiRawas tahun 2009
Ketinggiandpl (m) 25 – 100 100 – 500 500 – 1000 > 1000
Luas (Ha) 650.901 296.234 144.998 144.449
Lokasi Bagian Tengah &Timur Bagian Tengah Bagian Barat Bagian Barat
Sumber : BPS KabupatenMusiRawas (2010).
Tabel 4.1 menunjukkan wilayah yang berada pada ketinggian 25 – 100 meter di atas permukaan laut merupakan wilayah terluas, yaitu sebesar 650.901ha, berlokasi di bagian tengah dan timur Kabupaten Musi Rawas. Luas wilayah dominan merupakan daerah potensial untuk pertanian, selebihnya merupakan tanah perbukitan yang memiliki kemiringan yang sangat curam dimana sebagian besarnya berupa Bukit Barisan yang memanjang dari utara sampai selatan. Khusus di bagian barat wilayah ini termasuk ke dalam wilayah Taman Nasional Kerinci Seblat (TNKS) yang membentang luas ke dalam empat propinsi. Kemiringan lahan diKabupaten MusiRawas bervariasi seperti pada Tabel 13.
55
Tabel 13
Luas tanah berdasarkan kemiringan lahan di Kabupaten Musi Rawas tahun 2009
Ketinggian (%) 0–2 2 – 15 15 – 40 > 40
Luas (Ha) 462.938,6 484.197 144.998 144.449
Lokasi Bagian Selatan Bagian Utara & Selatan Bagian Barat Bagian Barat
Sumber : BPS Kabupaten Musi Rawas, 2010
Tabel 13 menunjukkan bahwa kemiringan lahan bervariasi yaitu antara 0 > 40 % dan yang terluas adalah wilayah dengan kemiringan lahan 2 – 15 %, yaitu seluas 484.197 ha yang umumnya terdapat di bagian Selatan dan diikuti wilayah dengan kemiringan lahan 0 – 2 %, yaitu seluas 462.938,6 ha yang terdapat di bagian Utara dan Selatan. Keadaan Tanah Keadaan tanah di Kabupaten Musi Rawas terbagi atas tujuh jenis tanah, yaitu terdiri atas: 1) aluvial, 2) Litosol, 3) Asosiasi Latisol, 4) regosol, 5) podsolik, 6) asosiasi podsolik, dan 7) komplek podsolik. Jenis-Jenis tanah di Kabupaten Musi Rawas Tahun 2010 dapat dilihat pada gambar 18.
Gambar 18
a)
Jenis-jenis tanah di Kabupaten Musi Rawas tahun 2010, BPS Kabupaten musi Rawas,2011
Aluvial, dengan ciri warna coklat kekuningan. Terbentuk dari endapan liat dan pasir, dijumpai di daerah Kecamatan Tugumulyo dan Muara Kelingi, tanah ini sangat cocok untuk tanaman padi dan palawija. b) Litosol, cocok untuk tanaman keras, rumput-rumputan dan usaha ternak. Seluas 7,17 % wilayah Kabupaten Musi Rawas merupakan jenis tanah ini. c) Asosiasi Latisol: hanya seluas 0,77 % dari luas kabupaten merupakan tanah jenis ini, terdapat di Kecamatan STL Ulu dan Rupit. d) Regosol, sangat cocok untuk padi sawah, palawija dan tanaman keras. Luasnya sama dengan tanah jenis asosasi latisol hanya 0,77 % dari luas
56
wilayah dan 55,89 % berada di Kecamatan Muara Beliti dan 13,34 % di Kecamatan Rawas Ulu. e) Podsolik, tanah jenis ini seluas 37,72 % dari luas kabupaten, merupakan jenis tanah terluas di Kabupaten Musi Rawas, baik untuk tanaman padi sawah, padi ladang dan tanaman karet. Sebagian besar di Kecamatan Rupit, Rawas Ulu, Muara Lakitan dan Jayaloka. f) Asosiasi Podsolik, hanya terdapat di Rawas Ilir dan Kecamatan Muara Lakitan dengan luas keseluruhan 29,59 % dari luas wilayah kabupaten. g) Komplek Podsolik, hanya terdapat di Kecamatan Rawas Ulu. Curah Hujan Kabupaten Musi Rawas memiliki iklim tropis basah dengan kelembaban udara 87,0 persen dan rata-rata penyinaran matahari sebesar 61,9 %. Temperatur maksimum 32,9oC dan temperatur minimum 19,6oC. Sebagai daerah tropis basah, rata-rata curah hujan di Kabupaten Musi Rawas cukup tinggi, yaitu 2.285 per tahun dan rata-rata hari hujan 116 hari hujan per tahun dengan bulan kering hanya empat bulan (Juni, Juli, Agustus dan September), maka wilayah ini termasuk dalam tipe curah hujan B (sangat basah). Hidrologi Kondisi hidrologi atau tata air umumnya berupa sungai-sungai besar yang sebagian besar bersumber dari Bukit Barisan dan sebagiannya mampu dilayari. Sungai tersebut antara lain ; Sungai Musi, Sungai Rawas, Sungai Rupit, Sungai Kelingi, Sungai Megang, Sungai Lakitan, Sungai Lemutas, Sungai Semangus dan Sungai Gegas. Wilayah rawa dan danau merupakan areal potensial pengembangan perikanan dan pengairan. Kondisi air tanah berupa air permukaan digunakan penduduk untuk mandi dan mencuci, sedangkan air dangkal digunakan penduduk untuk keperluan lainnya. Kabupaten Musi Rawas banyak terdapat sungai-sungai besar yang dapat dilayari, sebagian besar sungai-sungai tersebut bermata air dari bukit barisan. Adapun sungai-sungai yang terdapat di Kabupaten Musi Rawas terdiri dari Sungai Rawas, Sungai Lakitan, Sungai Kelingi, Sungai Rupit dan Sungai Musi. Kabupaten Musi Rawas yang sebagian besar merupakan kawasan hutan dengan beberapa jenis tumbuhan seperti jenis tanaman kayu merawan, sungkai, merbau, kolim, rotan dan jenis tumbuhan kayu lainnya. Sedangkan jenis satwa seperti harimau, gajah, monyet, rusa dan kijang, ayam hutan dan jenis satwa liar lainnya, merupakan jenis satwa yang sebagian besar masih berada pada kawasan hutan di wilayah Kabupaten Musi Rawas. Flora dan Fauna Wilayah Kabupaten Musi Rawas yang masih terdapat wilayah hutan yang luas maka masih banyak jenis tanaman hutan termasuk kayu non kayu yang bisa ditemui, antara lain meranti, merawan, akasia, rotan dan lain-lain. Sedangkan fauna yang masih bisa dijumpai di Kabupaten Musi Rawas seperti harimau, gajah, monyet, rusa dan kijang, ayam hutan, buaya dan banyak lagi
57
Keadaan Iklim Kabupaten Musi Rawas memiliki iklim tropis basah dengan rata-rata curah hujan cukup tinggi yaitu 1.386 mm per tahun dan rata-rata hari hujan 125 hari hujan per tahun. Tahun 2010 terjadi perubahan iklim yang cukup ekstrim dimana bulan kering biasa terjadi pada bulan Juni hingga September, di tahun 2010 ini bulan kering terjadi pada Bulan Oktober dan Desember yang biasanya merupakan musim hujan. Curah hujan hampir merata tinggi di sepanjang tahun. Kondisi iklim yang ekstrim tersebut berpengaruh terhadap kondisi pertanian di Kabupaten Musi Rawas baik pertanian tanaman pangan maupun perkebunan. Luas Wilayah Kabupaten Musi Rawas memiliki luas sebesar 1.236.582,66 Ha. Penggunaan wilayah di Kabupaten Musi Rawas bermacam-macam sesuai dengan kebutuhan dan kesesuaian dari kemampuan wilayah tersebut. Penggunaan wilayah Kabupaten Musi Rawas dapat dilihat pada Tabel 14. Tabel 14
Perkembangan penggunaan lahan di Kabupaten Musi Rawas Tahun 2008-2010
Macam Penggunaan Luas Tanah Sawah Sawah Irigasi Teknis Sawah Irigasi Setengah Teknis Sawah Irigasi Sederhana Sawah Irigasi Desa Sawah Tadah Hujan Lebak Kolam/Tambak Luas Tanah Kering Pekarangan/ Bangunan Perkebunan Hutan Lain-lain Total
Tahun 2009 Luas (Ha) 37.418 6.952 1.598
2008 Luas (Ha) 40.156 6.952 1,598
(%) 3,25 0,56 0,13
2.813
0,23
2.813
0,23
2.813
0,23
3.234 11.721 11.133 2.705 1.196.426,66 14.129
0,26 0,95 0,90 0,22 96,75 1,14
3.295 12.383 10.377
0,27 1,00 0,84
3.295 12.383 10.377
0,27 1,00 0,84
1.196.426,66 14.129
96,75 1,14
1.196.426,66 14.129
96,75 1,14
317.890 226.806 637.601,66 1.236.582,66
25,70 18,34 51,57 100
317.890 226.806 637.601,66 1.236.582,66
25,71 18,34 51,56 100
317.890 226.806 637.601,66
25,71 18,34 51,56 1.236.582,6
(%) 3,03 0,56 0,13
2010 Luas (Ha) 37.418 6.952 1.598
(%) 3,03 0,56 0,13
Sumber : BPS Kabupaten Musi Rawas (2011).
Tabel 14 menunjukkan bahwa penggunaan wilayah di Kabupaten Musi Rawas ada dua yaitu tanah sawah dan tanah kering. Penggunaan wilayah tanah sawah meliputi sawah irigasi teknis, setengah teknis, irigasi sederhana, irigasi desa, tadah hujan, lebak dan kolam/tambak. Total luas tanah sawah adalah 37.418 Ha dengan persentase 3,03% dan penggunaan tanah kering seluas 1.196.426,66 Ha dengan persentase 96,75%. Penggunaan wilayah untuk tanah sawah yang memiliki luas terbesar adalah sawah tadah hujan dengan luas 12.383 Ha dan persentase 1,00 % terhadap luas total sedangkan penggunaan wilayah untuk tanah sawah yang memiliki luas terkecil adalah sawah setengah teknis dengan luas 1.598 Ha dan persentase 0,13% terhadap luas total. Penggunaan wilayah untuk
58
tanah kering meliputi pekarangan/bangunan, perkebunan, hutan dan lain-lain (rumah). Penggunaan luas tanah kering terbesar adalah lain-lain (rumah) dengan luas 637.601,66 Ha dan persentase 51,56 % terhadap luas total. Hal ini disebabkan adanya peningkatan jumlah penduduk setiap tahun dan peningkatan jumlah rumah tangga baru yang menetap di Kabupaten Musi Rawas. Penggunaan luas tanah kering terkecil adalah pekarangan/bangunan dengan luas 14.129 Ha dan persentase 1,14 % terhadap luas total. Pembagian luas tanah kering untuk perkebunan adalah 317.890 Ha dengan persentase 25,71 % terhadap luas total dan luas tanah kering untuk hutan adalah 226.806 Ha dengan persentase 18,43% terhadap luas total. Pada awal Tahun 2007 di Kabupaten Musi Rawas terjadi pemekaran wilayah kecamatan, pada awalnya kecamatan yang ada 17 kecamatan yang di mekarkan menjadi 21 kecamatan. Kecamatan hasil pemekaran tersebut antara lain : Kecamatan Sumber Harta hasil pemekaran dari Kecamatan Batu Kuning Lakitan (BKL) Ulu, kemudian Kecamatan BKL Ulu berubah nama menjadi Suku Tengah Lakitan (STL) Ulu. Kecamatan Tiang Pumpung Kepungut hasil pemekaran Kecamatan Muara Beliti, Kecamatan Suka Karya hasil pemekaran dari Kecamatan Jayaloka dan Kecamatan Tuah Negeri merupakan daerah pemekaran dari Kecamatan Muara Kelingi. Pada Bulan Mei tahun 2009, terjadi pemekaran wilayah administrasi desa dan kelurahan di Kabupaten Musi Rawas, dari 261 desa/kelurahan dimekarkan menjadi 277 desa/kelurahan. Pemekaran desa / kelurahan terjadi di: 1. Kecamatan Nibung, Desa Jadi Mulya mekar menjadi Desa Jadi Mulya dan Desa Jadi Mulya I. 2. Kecamatan Rupit, Desa Batu Gajah mekar menjadi Desa Batu Gajah dan Batu Gajah Baru. Desa Noman mekar menjadi Desa Noman dan Desa Noman Baru, Desa Lubuk Rumbai mekar menjadi Desa Lubuk Rumbai dan Lubuk Rumbai Baru. Sedangkan Desa Bingin mekar menjadi Desa Bingin dan Bingin Jaya. 3. Kecamatan Selangit, Desa Lubuk Ngin mekar menjadi Desa Lubuk Ngin dan Lubuk Ngin Baru. 4. Kecamatan Tiang Pumpung Kepungut, yaitu Desa Rantau Bingin mekar menjadi Desa Rantau Bingin dan Simpang Gegas Temuan (Sigastu). 5. Kecamatan Muara Beliti ada 2 (dua) desa yaitu Desa Ketuan Jaya menjadi Desa Ketuan Jaya dan Air Lesing. Desa Pedang menjadi Desa Pedang dan Satan Indah Jaya. 6. Kecamatan Muara Kelingi, Desa Lubuk Tua mekar menjadi Desa Lubuk Tua dan Lubuk Muda 7. Kecamatan STL Ulu, Desa Sukaraya mekar menjadi Desa Sukaraya dan Sukaraya Baru. 8. Kecamatan Megang Sakti, ada 2 desa yakni Desa Muara Megang mekar menjadi Desa Muara Megang dan Muara megang I. Desa Megang Sakti III mekar menjadi Desa Megang Sakti III dan Mulyo Sari. Kecamatan dengan wilayah terluas adalah Kecamatan Muara Lakitan dengan luas ± 196.353,62 Ha atau seluas 16,28% dari luas kabupaten. Terluas kedua adalah Kecamatan Karang Jaya dengan luas seluas 13,71% dari luas kabupaten sedangkan Kecamatan Ulu Rawas ± 11,25% dari luas kabupaten merupakan wilayah kecamatan terluas ketiga.
60
pertumbuhan penduduk Kabupaten Musi Rawas setiap tahun dari tahun 2000 sampai tahun 2010 sebesar 2,01 %. Berdasarkan hasil pendataan Survei Sosial Ekonomi Nasional (SUSENAS) tahun 2010, diketahui bahwa perempuan yang usia perkawinan pertama nya pada usia 25 tahun ke atas sebanyak 7,6 % dari jumlah penduduk perempuan usia subur. Sebagian besar perempuan menikah pada usia 16 – 24 tahun. Dalam kependudukan dikenal istilah Singular Means at First Marriage (SMAM) yaitu angka yang menunjukkan rata-rata umur perkawinan pertama perempuan usia 10 tahun ke atas yang pernah kawin. Pada tahun 2009, rata-rata perempuan menikah pada usia 18 tahun, sedangkan pada tahun 2010 angka tersebut naik menjadi 19 tahun. Kenaikan umur perkawinan pertama akan berpengaruh pada jumlah anak yang akan dilahirkan, semakin tua usia perkawinan pertama seseorang perempuan maka usia subur dalam ikatan perkawinan juga akan semakin singkat dan akan berpengaruh pada jumlah anak yang dilahirkan. Secara administratif Kabupaten Musi Rawas terbagi menjadi 21 kecamatan yang meliputi 19 kelurahan dan 258 desa. Penduduk merupakan salah satu faktor utama pembangunan, dari sisi positif jumlah penduduk yang banyak merupakan potensi sumber daya untuk melakukan program pembangunan, tetapi jumlah penduduk yang besar juga dapat menjadi beban pembangunan itu sendiri. Jumlah dan kepadatan penduduk Kabupaten Jumlah penduduk Kabupaten Musi Rawas Tahun 2008 sebanyak 498.592 jiwa yang terdiri dari 116.210 Kepala Keluarga (KK). Musi Rawas pada tahun 2010 berdasarkan tiap kecamatan dapat dilihat pada Tabel 15. Tabel 15 Kecamatan Rawas Ulu Ulu Rawas Rupit Karang Jaya STL Ulu Selangit Sumber Harta Tugumulyo Purwodadi Muara Beliti TP. Kepungut Jayaloka Suka Karya Muara Kelingi BTS Ulu Tuah Negeri Muara Lakitan Megang Sakti Rawas Ilir Karang Dapo Nibung Jumlah 2009
Luas wilayah, jumlah dan kepadatan penduduk di Kabupaten Musi Rawas Tahun 2010 Luas Wilayah (KM2) 49.816,88 145.287, 89 40.975,73 140.803,48 59.692,40 71.733,91 10.378,03 6.770,91 6.325,77 17.562,87 32.642,43 16.045,82 12.153,13 64.581,90 75.153,61 26.345,09 196.353,62 39.977,66 108.813,45 54.875,51 60.292,57 1.236.582,66 1.236.582,66
Sumber : BPS Kabupaten Musi Rawas,2011
Jumlah Penduduk (Jiwa) 31.037 10.772 31.602 27.855 28.820 17.866 16.892 43.137 14.486 22.363 11.704 14.433 12.852 35.386 26.030 25.042 38.974 48.091 28.178 17.720 22.268 525.508 505.940
Kepadatan Penduduk (Jiwa/KM2) 62,30 7,41 77,72 19,78 48,28 24,91 162,77 637,09 229,00 127,33 35,86 89,95 105,75 54,79 34,64 95,05 19,85 120,29 25,90 32,29 36,93 42,50 40,91
61
Tabel 15 menunjukkan bahwa Kecamatan Megang Sakti merupakan kecamatan yang mempunyai jumlah penduduk terbanyak yaitu 48.091 jiwa dan Ulu Rawas merupakan kecamatan yang jumlah penduduknya paling sedikit 10.772 jiwa. Tingkat kepadatan penduduk Kabupaten Musi Rawas Tahun 2010 adalah 42,50 jiwa/km2. Kepadatan penduduk tertinggi di Kecamatan Tugumulyo yaitu 637,09 jiwa/km2 sedangkan Ulu Rawas merupakan Kecamatan yang paling jarang penduduknya hanya 7,41 jiwa/km2. Kondisi seperti ini menjelaskan bahwa penyebaran penduduk di Kabupaten Musi Rawas belum merata di tiap kecamatan. Hal ini dipengaruhi oleh kelahiran, kematian dan migrasi. Tingginya angka kelahiran disebabkan oleh rata-rata umur perkawinan pertama wanita di Kabupaten Musi Rawas tergolong usia muda yaitu 18 tahun. Semakin muda usia untuk menikah, wanita akan mempunyai rentang masa subur yang panjang sehingga peluang untuk mempunyai anak besar.
Komposisi Penduduk Pembangunan kependudukan dan keluarga kecil berkualitas merupakan langkah penting dalam mencapai pembangunan berkelanjutan. Komposisi penduduk menurut jenis kelamin dapat mempengaruhi besarnya tenaga kerja yang dibutuhkan dalam pembangunan. Hal ini dikarenakan besarnya tenaga yang dihasilkan antara laki-laki dan perempuan berbeda. Untuk lebih jelasnya mengenai komposisi penduduk menurut jenis kelamin dapat dilihat pada Tabel 16. Tabel 16.
Tahun 2004 2005 2006 2007 2008 2009 2010
Komposisi Penduduk Kabupaten Musi Rawas menurut Jenis Kelamin Tahun 2004-2010 Jumlah Penduduk (jiwa) Laki-laki Perempuan 244.094 221.558 247.163 231.026 251.768 232.513 257.605 234.832 255.860 243.378 259.202 246.738 268.252 257.256
Jumlah 465.682 478.189 484.281 492.437 499.238 505.940 528.508
Sex Ratio (%) 110,11 106,98 108,28 109,69 105,13 105,05 104,27
Sumber: BPS Kabupaten Musi Rawas, 2011
Jumlah penduduk laki-laki dan perempuan terkecil terjadi pada tahun 2004 yaitu 465.682 penduduk dimana 244.094 untuk penduduk laki-laki dan 221.558 untuk penduduk perempuan. Jumlah penduduk laki-laki dan perempuan pada tahun 2010 adalah jumlah penduduk yang terbesar yaitu 528.508 penduduk dimana 268.252 untuk penduduk laki-laki dan 257.256 untuk perempuan. Hal ini menunjukkan bahwa selama tahun 2004-2008 jumlah penduduk laki-laki dan perempuan di Kabupaten Musi Rawas mengalami peningkatan. Dilihat dari nilai sex ratio yang selalu diatas 100% seperti pada tahun 2010 sebesar 104,27% artinya setiap 100 orang perempuan terdapat 104 orang laki-laki di Kabupaten Musi Rawas.
62
Komposisi penduduk di Kabupaten Musi Rawas menurut golongan umur akan mempengaruhi keberhasilan dalam pertumbuhan penduduk. Penduduk berdasarkan kelompok umur dapat dibedakan menjadi dua kelompok yaitu penduduk usia non produktif dan penduduk usia produktif. Penduduk usia non produktif yaitu penduduk yang berusia 0-14 tahun (anak-anak) dan penduduk yang berusia lebih dari 65 tahun (lansia), sedangkan penduduk usia produktif yaitu penduduk yang berusia 15-64 tahun. Penduduk dengan jumlah usia non produktif lebih banyak dapat menghambat potensi penduduk usia produktif. Hal ini dikarenakan penduduk produktif harus menanggung banyaknya penduduk non produktif sehingga pendapatan yang seharusnya bisa digunakan untuk kebutuhan yang lain harus digunakan untuk membiayai penduduk usia non produktif. Komposisi penduduk Kabupaten Musi Rawas berdasarkan kelompok umur dapat dilihat pada Tabel 17. Tabel 17
Komposisi penduduk kabupaten Musi Rawas menurut kelompok umur tahun 2010
Umur (tahun) 0 – 14 15 – 64 > 65 Total
Jumlah (orang) 175.693 311.821 18.426 505.940
Angka Beban Tanggungan (%) 61,63
Sumber: BPS Kabupaten Musi Rawas,2011
Tabel 17 menunjukkan bahwa jumlah penduduk usia produktif sebesar 311.821 orang dan jumlah penduduk usia non produktif sebesar 194.119 orang. Hal ini berarti jumlah penduduk usia produktif lebih besar daripada jumlah penduduk usia non produktif. Angka beban tanggungan lebih dikenal dengan dependency ratio (DR). Ukuran ini merupakan persentase antara jumlah penduduk usia non produktif yaitu usia 0-14 tahun dan 65 tahun ke atas per jumlah penduduk usia produktif yaitu usia 15-64 tahun. Nilai DR menunjukkan banyaknya jumlah penduduk usia tidak produktif yang harus ditanggung oleh 100 penduduk berusia produktif. Angka beban tanggungan Kabupaten Musi Rawas pada tahun 2010 adalah 38,36 %. Hal ini berarti setiap 100 orang penduduk produktif harus menanggung 38,36 (≈ 38 orang) yang tidak produktif. Keberhasilan pembangunan di suatu wilayah dapat dilihat dari tingkat penyerapan tenaga kerja bagi penduduknya. Besarnya penyerapan tenaga kerja dapat meningkatkan pendapatan per kapita penduduk dan pada akhirnya akan menimbulkan kesejahteraan hidup penduduk suatu wilayah. Data distribusi sektoral penyerapan tenaga kerja dapat digunakan sebagai salah satu indikator guna melihat kemampuan sektor-sektor ekonomi dalam menyerap tenaga kerja dan sebagai tolak ukur kemajuan perekonomian suatu daerah. Komposisi penduduk di Kabupaten Musi Rawas menurut lapangan usaha dapat dilihat pada Tabel 18.
63
Tabel 18. Komposisi penduduk menurut lapangan usaha di Kabupaten Musi Rawas tahun 2008 – 2010 Tahun 2008 Lapangan Usaha
Pertanian Pertambangan dan Penggalian Industri Pengolahan Listrik, Gas dan Air Minum Bangunan Perdagangan, Hotel & Restoran Angkutan & Komunikasi Keuangan, Persewaan & Jasa Perusahaan Jasa-jasa Jumlah Total
2009 Jumlah Persentase Penduduk (%) (jiwa)
2010 Jumlah Persentase Penduduk (%) (jiwa)
Jumlah Penduduk (jiwa)
persentase (%)
186.940 1.668 7.960 0 2.693 19.474 7.769 405
78,44 0,70 3,34 0 1,13 8,17 3,26 0,17
177.169 1.526 6.580 118 3.069 26.577 6.180 848
74,00 0,64 2,75 0,05 1,28 11,10 2,58 0,35
194.695 1.807 5.252 120 3.069 25.427 8.413 1.028
75,40 0,70 2,04 0,05 1,19 9,85 3,26 0,40
11.415 238.324
4,79 100,00
17.355 239.422
7,25 100,00
18.380 258.071
7,12 100,00
Sumber: BPS Kabupaten Musi Rawas,2011
Tabel 18 menunjukan pada tahun 2010, lapangan usaha mayoritas penduduk yang bekerja di Kabupaten Musi Rawas adalah sektor pertanian yaitu 75,40 % atau 194.695 orang, baik sebagai petani sendiri maupun buruh tani. Banyaknya penduduk yang bekerja di sektor pertanian disebabkan karena kondisi alam yang mendukung dan tersedianya lahan pertanian yang luas. Biasanya sektor pertanian lebih didominasi oleh pekerja keluarga, kebanyakan pekerjaan tersebut dilakukan secara bersama-sama oleh anggota keluarga itu sendiri sehingga sebagian penduduk yang bekerja pada sektor ini berstatus sebagai pekerja tak dibayar. Hal ini menunjukkan bahwa penduduk tersebut tidak mendapatkan pendapatan sebagaimana pekerja pada umumnya, tetapi tetap dikategorikan sebagai penduduk yang bekerja. Sektor lainnya yang paling banyak menyerap tenaga kerja adalah sektor perdagangan yaitu 9,85 % atau 25.427 orang. Komposisi penduduk menurut lapangan usaha di Kabupaten Musi Rawas terkecil adalah sektor listrik, gas dan air minum sebesar 0,05 persen atau 120 orang. Hal ini dikarenakan belum berkembangnya lapangan usaha penduduk di luar sektor pertanian sehingga penduduk Kabupaten Musi Rawas menumpukan hidupnya pada sektor pertanian sebagai sumber pendapatan.
Pendapatan Perkapita Pertumbuhan ekonomi akan selalu dikaitkan dengan pertumbuhan penduduk. Meningkatnya nilai nominal PDRB selalu diikuti dengan meningkatnya jumlah penduduk di wilayah Kabupaten Musi Rawas. Pendapatan per kapita menunjukkan besarnya pendapatan yang dapat dinikmati oleh setiap penduduk secara rata-rata selama satu tahun. Besaran ini terbentuk dari jumlah pendapatan yang timbul dibagi dengan jumlah penduduk pada pertengahan tahun. Pendapatan per kapita akan semakin tinggi apabila pertumbuhan pendapatan diikuti dengan laju pertumbuhan penduduk yang semakin menurun. Pendapatan per kapita Kabupaten Musi Rawas pada tahun 2007 hingga tahun 2010 dapat dilihat pada Tabel 19.
64
Tabel 19. Pendapatan perkapita tahun 2007 – 2010 Uraian PDRB (Jutaan Rp.) Penduduk pertengahan Tahun (Jiwa) PDRB Per Kapita (Rp.)
Kabupaten
Musi Rawas atas dasar harga konstan
Tahun 2007 2008 2009 3.127.521 3.310.371 3.469.851 492.437
498.592
2010 3.650.134
505.940
525.508
6.351.109 6.639.439 6.858.226
6.945.915
Sumber: BPS Kabupaten Musi Rawas,2011
Tabel 19 menunjukan bahwa pendapatan perkapita Kabupaten Musi Rawas atas dasar harga konstan 2000 dari tahun 2007-2010 mengalami peningkatan. Pendapatan per kapita Kabupaten Musi Rawas atas dasar harga konstan 2000 meningkat dari Rp 6.351.109 pada tahun 2007 menjadi Rp 6.945.915 pada tahun 2010. Dilihat dari pendapatan perkapita Kabupaten Musi Rawas yang meningkat tersebut maka dapat diketahui bahwa pembangunan wilayah yang dilakukan di Kabupaten Musi Rawas telah mampu meningkatkan pendapatan per kapita penduduk Kabupaten Musi Rawas.
Pendidikan
SDN
SDS
SMPN 2009/2010
Gambar 20
SMPS
SMAN
9.26
19.98
15.18 15.21
13.02 8.07
13.17 12.68
21.69 22.13
15.84 18.45
Pencapaian pendidikan, terutama pendidikan dasar merupakan salah satu cara untuk meningkatkan standar kehidupan di daerah berkembang dan juga mempercepat pertumbuhan ekonomi daerah tersebut. Pendidikan juga menjadi salah satu variabel yang bisa menggambarkan keadaan sosial penduduk di Kabupaten Musi Rawas. Dalam bidang pendidikan ditampilkan variabel-variabel seperti jumlah sekolah, jumlah murid dan jumlah guru untuk melihat situasi pendidikan salah satunya dengan menghitung rasio antara murid dan guru. Rasio Murid Terhadap Guru Menurut Tingkat Pendidikan tahun 2009 dan 2010 di Kabupaten Musi Rawas dapat dilihat pada Gambar 20.
SMAS
2008/2009
Rasio murid terhadap guru menurut tingkat pendidikan tahun 2009 dan 2010 di Kabupaten Musi Rawas, BPS Musi Rawas, 2011
65
Grafik diatas menunjukan bahwa tahun 2009/2010 rasio murid guru untuk SD negeri 15,84, SD swasta 21,69. Pada tahun yang sama rasio murid guru untuk SMP negeri 13,17 dan SMP swasta sebesar 13,02. Untuk SMA Negeri 15,18 dan SMA swasta sebesar 19,98. Jika di bandingkan dengan tahun ajaran 2008/2009, rasio guru-murid SMP Negeri, SMP Swasta dan SMA Swasta meningkat, sebaliknya rasio ini menurun pada SD Negeri, SD Swasta dan SMA Negeri. Pada tahun ajaran 2009/2010, Kabupaten Musi Rawas memiliki gedung sekolah sebanyak 553 sekolah yang terdiri atas 427 Sekolah Dasar (SD), 90 Sekolah Menengah Pertama (SMP) dan 36 Sekolah Menengah Atas (SMA) termasuk kejuruan. Sekolah-sekolah tersebut terdiri atas sekolah negeri dan swasta.
Kesehatan dan Keluarga Berencana Fasilitas kesehatan seperti rumah sakit, puskesmas dan puskesmas pembantu merupakan salah satu variabel–variabel yang dapat menunjukkan pencapaian pembangunan kesehatan di Kabupaten Musi Rawas. Tahun 2010, jumlah rumah sakit di Kabupaten Musi Rawas berjumlah 2 buah rumah sakit umum yang terletak di Kecamatan Muara Beliti dan Kecamatan Rupit. Fasilitas kesehatan lainnya yaitu puskesmas sebanyak 27 buah dan puskesmas pembantu sebanyak 145 buah. Perkembangan di bidang keluarga berencana mengalami kemajuan dimana dari target pencapaian peserta KB baru telah terlampaui dengan persentase realisasi peserta KB baru sebesar 108,60 %. Dari 29.631 orang peserta KB baru sebagian besar peserta menggunakan alat kontrasepsi jenis suntikan yaitu sebesar 40,59 % disusul dengan jenis alat kontrasepsi pil sebesar 28,70 % dan jenis implant sebesar 16,98 %.
Keadaan Sektor Pertanian Sektor pertanian dibagi menjadi lima subsektor, yaitu subsektor tanaman bahan makanan, subsektor tanaman perkebunan, subsektor peternakan, subsektor perikanan dan subsektor kehutanan. Produk Domestik Regional Bruto (PDRB) tahun 2007-2010 atas dasar harga konstan tahun 2000 di Kabupaten Musi Rawas untuk setiap subsektor pada sektor pertanian yang menunjukkan bahwa sektor pertanian memberiikan kontribusi yang menduduki peringkat pertama di bandingkan sembilan sektor perekonomian lainnya. Keseluruhan subsektor pertanian terlihat bahwa subsektor tanaman perkebunan yang memiliki nilai terbesar di bandingkan dengan subsektor pertanian yang lainnya, hal tersebut menunjukkan bahwa subsektor tanaman perkebunan makanan memiliki peranan penting karena memberiikan kontribusi dalam pembentukan PDRB sektor pertanian di Kabupaten Musi Rawas. Subsektor yang memiliki kontribusi terkecil adalah subsektor kehutanan karena pertambahan penduduk dan pembangunan diluar subsektor kehutanan yang sangat pesat memberiikan pengaruh besar terhadap meningkatnya kebutuhan akan lahan dan produk-produk dari hutan serta
66
terjadinya kebakaran hutan yang mengakibatkan semakin luasnya kerusakan hutan alam.
Subsektor Tanaman Bahan Makanan Subsektor tanaman bahan makanan merupakan salah satu subsektor pada sektor pertanian yang menghasilkan komoditas padi dan palawija, sayur-sayuran, dan buah-buahan. Nilai produksi komoditas subsektor tanaman bahan makanan di Kabupaten Musi Rawas tahun 2010 secara lebih jelas dapat dilihat pada Tabel 20. Tabel 20
Nilai produksi komoditas subsektor tanaman bahan makanan diKabupaten Musi Rawas Tahun 2010
Jenis Komoditas Nilai Produksi (Rp.) Padi dan Palawija Padi Sawah (Oryza Sativa L.) 1.000.382.750.002 Jagung (Zea Mays) 9.120.312.955 Kacang Tanah (Arachis Hypogaea) 1.762.223.838 Kedelai (Glycine Max) 1.573.452.201 Ketela Pohon (Manihot Utilissima Pohl.) 4.948.390.164 Ketela Rambat (Ipomoea Batatas) 2.682.797.675 Kacang Hijau (Vigna Radiata) 547.270.583 Sayur-sayuran Kacang Panjang (Vigna sinensis) 2.014.155.602 Cabe (Capsicum Annuum) 7.369.725.025 Tomat (Solanum Lecopersium) 1.329.190.363 Terong (Solanum Melongena I) 1.020.756.277 Ketimun (Cucumis Sativus) 1.187.895.663 Labu Siam (Secium Edule sw) 75.320.755 Kangkung (Ipomea Acuatica) 636.635.614 Bayam (Amaranthus sp) 156.363.023 Buah-buahan Semangka (Citrulus Vulgaris) 884.826.421 Alpukat (Avocado sp) 74.714.866 Belimbing (Averhoa Carambola) 278.496.909 Duku (Lansium Domestikum) 12.037.058.944 Durian (Durio Ziberantus) 25.892.785.984 Jambu Biji (Psidium Guajava) 371.329.213 Jambu Air (Shizygium Aqueum) 1.249.300.815 Jeruk (Citrus sp) 13.341.108.753 Mangga (Mangifera Indica) 1.879.854.140 Manggis (Garsinis Mangostana) 463.073.409 Nangka (Artocarpus Integra) 10.078.030.473 Nanas (Ananas Comusus) 179.335.131 Pepaya (Carica Papaya) 322.356.086 Pisang (Musa Paradisiaca) 7.704.624.480 Rambutan (Nephelium Lappaceum) 15.432.667.135 Salak (Salaca Edulis) 74.091.745 Sawo (Manilcara sp) 1.198.345.691 Sirsak (Anona Muricata) 637.167.172 Sukun (Artocarpus sp) 1.367.847.607 Sumber: Dinas Tanaman Pangan dan Hortikultura Kabupaten Musi Rawas,2011
Produksi padi (padi sawah dan ladang) tahun 2010 mengalami penurunan di bandingkan tahun 2009, total produksi sebesar 282.977 ton turun menjadi 274.325 ton di tahun 2010 atau turun sebesar 3,06 persen. Luas panen untuk padi
67
padi sawah juga mengalami penurunan sebesar 8,03 persen dibanding tahun sebelumnya atau seluas 46.180 ha. Sebaliknya dengan luas panen padi ladang justru mengalami peningkatan sebesar 19,75 persen menjadi 11.973 ha dari 9.998 ha lahan padi ladang di Tahun 2009. Nilai produksi komoditas padi dan palawija terbesar di Kabupaten Musi Rawas pada tahun 2010 adalah padi sawah yang memiliki nilai produksi sebesar Rp 1.000.382.750.002,30. Produksi tanaman padi tahun 2010 mengalami peningkatan dibanding tahun 2009, pada tahun 2010 produksinya mencapai 267.965 ton sedangkan tahun 2009 produksinya hanya mencapai 247.516 ton. Padi sawah banyak diproduksi karena merupakan sumber karbohidrat utama bagi masyarakat serta didukung oleh faktor lingkungan seperti tanah yang lembab, mendapatkan pengairan yang baik dan teratur dapat meningkatkan hasil produksi tanaman padi sawah. Nilai produksi komoditas padi dan palawija terkecil di Kabupaten Musi Rawas pada tahun 2010 adalah kacang hijau yang memiliki nilai produksi sebesar Rp 547.270,583,00. Kacang hijau ini memiliki jumlah produksi 126.000 kg dengan luas tanam 156 ha pada tahun 2010. Produksi komoditas sayuran di Kabupaten Musi Rawas yang memiliki nilai produksi komoditas tertinggi adalah Kacang panjang. Komoditas kacang panjang pada tahun 2010 mampu memproduksi sebanyak 930.000 kg dengan nilai produksi Rp. 2.014.155.602,00. Tanaman kacang panjang banyak diproduksi di Kabupaten Musi Rawas dikarenakan merupakan tumbuhan yang dmanfaatkan sebagai sayur atau lalapan serta pembudidayaannya yang cukup mudah dilakukan. Tanaman buah-buahan di Kabupaten Musi Rawas masih didominasi oleh tanaman tahunan seperti durian, duku dan mangga. Durian merupakan komoditas yang memiliki nilai produksi tertinggi pada tahun 2010 sebesar Rp 25.892.785.984,00 dan memiliki jumlah produksi sebanyak 6.513.000 kg. Hal ini dikarenakan pengembangan jenis tanaman ini banyak ditanam oleh masyarakat setempat dan menjadi produk tahunan warga secara turun-temurun. Buah duku yang banyak diproduksi oleh masyarakat di Kabupaten Musi Rawas memiliki nilai produksi sebesar Rp 12.037.058.944,00. Duku tumbuh baik dalam kebunkebun campuran yang biasanya ditanam bercampur dengan durian dan menyukai tempat yang ternaung atau lembab. Komoditas salak merupakan nilai produksi buah-buahan terkecil yaitu Rp 74.091.745,00. Pembudidayaan buah berkulit cokelat ini terkendala pada pendistribusian atau pemasaran. Petani salak saat ini sudah banyak menghasilkan buah salak berkualitas baik.Terkendalanya pemasaran salak dengan kualitas ungggul perlu disiasati dengan upaya membuka akses pada pasar luar daerah dan menjaga agar buah-buahan tersebut tetap bagus sampai ke tempat tujuan.
Subsektor Tanaman Perkebunan Komoditas karet, kelapa sawit merupakan komoditas unggulan sektor perkebunan di Kabupaten Musi Rawas. Nilai produksi komoditas subsektor perkebunan di Kabupaten Musi Rawas tahun 2010 dapat dilihat pada Tabel 21.
68
Tabel 21
Nilai produksi komoditas subsektor tanaman perkebunan di Kabupaten Musi Rawas Tahun 2008 dan 2010 Nama Komoditas
Karet (Ficus elastica nois.x bl) Kelapa Sawit (Elaeis guineensis) Kelapa (Cocos Nucifera) Kopi (Coffea arabiva I) Kayu Manis (Cinnamomum burmani (nees) Bl.) Kemiri (Aleurites moluccana) Kakao (Theobroma cacao L.) Aren (Arenga pinnata) Tebu (Saccharum officinarum) Pinang (Areca Catechu) Sumber: Dinas Perkebunan Kabupaten Musi Rawas, 2011
Nilai Produksi (Rp.) 2008 2010 680.840.580.370 1.325.971.310.21 202.151.909.427 238.501.435.953 1.947.308.888 1.947.308.888 49.447.027.429 27.594.253.832 93.909.037 96.830.651 219.824.305 219.824.305 41.646.616 41.646.616 607.165.668 607.165.668 334.397.830 334.397.830 409.466.731 414.723.043
Komoditas karet menduduki nilai produksi urutan pertama pada tahun 2010 yaitu sebesar Rp. 1.325.971.310.214 dengan kemampuan menghasilkan produksi sebanyak 130.840 ton. Perusahaan perkebunan besar swasta komoditas karet seperti PT. Haruma Amin yang memiliki luas lahan 120 Ha mampu mengelola produksi karet sebanyak 31 ton di Kabupaten Musi Rawas. Komoditas kelapa sawit memiliki nilai produksi tertinggi kedua di subsektor tanaman perkebunan sebesar Rp. 238.501.435.953 pada tahun 2010. Perusahaan perkebunan besar swasta komoditas kelapa sawit di Kabupaten Musi Rawas seperti PT. Juanda Sawit Lestari mampu mengelola kelapa sawit berupa tandan buah segar, secara keseluruhan Kabupaten Musi Rawas menghasilkan 35.153 ton dengan luas tanam 7.411 Ha. Komoditas kelapa sawit merupakan tumbuhan industri penting yang menghasilkan minyak kelapa sawit mentah untuk diolah menjadi bahan baku minyak goreng. Komoditas perkebunan yang memiliki nilai produksi terkecil tahun 2010 adalah komoditas kakao dengan nilai produksi Rp 41.646.616. Komoditas kakao mampu menghasilkan jumlah produksi sebanyak 5.100 kg di Kabupaten Musi Rawas . Tanaman kakao tidak saja mempunyai arti ekonomi, tetapi disisi lain juga memiliki nilai tambah yaitu dapat dijadikan tanaman yang bermanfaat untuk konservasi tanah khususnya untuk merehabilitasi lahan-lahan kritis. Komoditas kayu manis merupakan komoditas yang memiliki nilai produksi terkecil setelah komoditas kakao. Kayu manis memiliki nilai produksi sebesar Rp 96.830.651 dan menghasilkan sebesar 14 ton pada tahun 2010. Kemampuan pekebun untuk meningkatkan mutu komoditas kayu manis masih rendah. Rendahnya mutu kayu manis disebabkan tidak diadakan pengeringan yang sempurna sehingga kadar airnya tinggi dan terjadi pelapukan.
Subsektor Peternakan Salah satu indikator keberhasilan pembangunan bidang peternakan adalah terjadinya peningkatan populasi ternak dan produksi hasil ternak. Nilai produksi komoditas subsektor perikanan dan peternakan di Kabupaten Musi Rawas tahun 2010 pada Tabel 22.
69
Komoditas daging sapi memiliki nilai produksi tertinggi yaitu Rp 89.260.147.969 pada tahun 2010. Populasi ternak besar di Kabupaten Musi Rawas terdiri dari sapi potong. Berdasarkan informasi dari Dinas Peternakan Kabupaten Musi Rawas, pada tahun 2010 populasi sapi potong 35.402 ekor. Upaya meningkatkan produksi ternak juga dilakukan melalui pengadaan bibit ternak dengan genetik yang berkualitas tinggi, termasuk melalui program inseminasi buatan (IB) terutama pada ternak sapi potong. Populasi ternak kecil pada tahun 2009 terdiri dari kambing 91.402 ekor, domba 7.099 ekor dan babi 5.154 ekor. Domba merupakan nilai produksi subsektor peternakan terkecil yaitu Rp 691.452.944. Hal ini dikarenakan daging domba berkolesterol tinggi dan tidak menyehatkan sehingga jarang dikonsumsi masyarakat. Populasi Unggas yang terdiri dari ayam ras pedaging, ayam kampung (buras), dan itik/entok pada tahun 2010 secara berturut-turut adalah 142.000 ekor, 1.094.770 ekor dan 12.180 ekor dan tahun 2010 populasi ayam ras pedaging tercatat 351.300 ekor, ayam kampung (buras) tercatat 1.083.780 dan itik tercatat 128.900 ekor (Dinas Peternakan dan Perikanan Kabupaten Musi Rawas, 2010). Guna meningkatkan produksi daging dan telur di Kabupaten Musi Rawas yang dapat mendukung sebagai daerah swasembada daging dan telur, Pemerintah Daerah Kabupaten Musi Rawas melalui Dinas Perternakan dan Perikanan (Disnakan) akan meningkatkan budidaya itik. Hal ini dilakukan melihat ketersediaan potensi pakan (seperti bekatul, bungkil jagung, bungkil kedelai, bungkil kelapa sawit, bungkil kacang tanah) dan hasil produksi itik dapat dijadikan sebagai telur asin sehingga memiliki prospek yang cukup besar dalam peningkatan kesejahteraan masyarakat dan mendukung Kabupaten Musi Rawas sebagai lumbung daging dan telur.
Subsektor Perikanan Produksi ikan di Kabupaten Musi Rawas telah memenuhi konsumsi masyarakat akan ikan. Nilai produksi komoditas subsektor perikanan di Kabupaten Musi Rawas tahun 2010 dapat dilihat pada Tabel 22. Tabel 22.
Nilai produksi komoditas subsektor perikanan dan peternakan di Kabupaten Musi Rawas tahun 2010
Nama Komoditas Ikan Mas (Cyprinus Carpio L) Ikan Nila (Oreochromis Niloticus) Ikan Lele (Clarias Batrachus) Ikan Patin (Pangasius pangasius) Ikan Gabus (Channa striata) Nama Komoditas Peternakan Sapi Kambing Domba Ayam Ras Ayam Buras Babi Itik
Nilai Produksi (Rp.) 868.349.410 723.791.821 19.200.577 2.674.066 4.845.914 Nilai Produksi (Rp.) 89.260.147.969 9.199.807.380 691.452.944 30.171.978.174 84.979.823.167 6.397.180.405 10.121.609.961
Sumber: Dinas Peternakan dan Perikanan Kabupaten Musi Rawas,2011.
70
Berdasakan Tabel 22 menunjukkan bahwa nilai produksi komoditas perikanan terbesar di Kabupaten Musi Rawas tahun 2010 adalah ikan mas yaitu sebesar Rp 868.349.410,00 dengan produksi sebesar 66.698 kg. Pengembangan dan peningkatan produksi ikan di Musi Rawas pada 2008 dilakukan juga melalui optimalisasi fungsi Balai Benih Ikan (BBI) dan pembinaan terus menerus pada usaha pembenihan ikan rakyat (UPR). Nilai produksi komoditas perikanan terkecil adalah ikan patin yaitu sebesar Rp 2.674.066,00 dengan produksi 199 kg. Upaya untuk menjaga kelestarian sumber hayati di perairan umum, Dinas peternakan Kabupaten Musi Rawas melaksanakan kegiatan penyuluhan dan penguatan kelembagaan masyarakat dengan mendorong masyarakat untuk mendirikan Kelompok Pengawasan Masyarakat (POKWASMAS) di sekitar daerah aliran sungai. Fungsi kelompok tersebut adalah melakukan pengawasan di perairan umum dari pelaku-pelaku penyetruman ikan dan mencegah penangkapan ikan secara ilegal (illegal fishing). Penyuluhan dilakukan dengan pemberian sosialisasi perundang-undangan yang menyangkut pelestarian wilayah perairan umum (Peraturan Daerah Musi Rawas No.14 Tahun 2005) yang berisi “Barang siapa melakukan penangkapan ikan menggunakan alat-alat atau bahan berbahaya (arus listrik/stroom, bahan peledak dan bahan kimia berbahaya atau beracun) diancam dengan pidana kurungan 6 bulan tahanan atau denda Rp.50.000.000.”
Subsektor Kehutanan Hutan adalah suatu kesatuan ekosistem berupa hamparan lahan berisi sumber daya alam hayati yang didominasi pepohonan dalam persekutuan alam lingkungannya yang satu dengan lainnya tidak dapat dipisahkan. Kawasan Hutan adalah wilayah tertentu yang berupa hutan dan ditetapkan pemerintah untuk dipertahankan keberadaannya sebagai hutan tetap. Kawasan hutan perlu ditetapkan untuk menjamin kepastian hukum mengenai status kawasan hutan, letak batas dan luas suatu wilayah tertentu yang sudah ditunjuk sebagai kawasan hutan menjadi kawasan hutan tetap. Hasil hutan adalah benda-benda hayati yang berupa Hasil Hutan Kayu (HHK) dan Hasil Hutan Bukan Kayu (HHBK) selain tumbuhan dan satwa liar. Produksi Hasil Hutan merupakan kegiatan kehutanan yang menghasilkan atau memproduksi hasil hutan baik kayu maupun non kayu. Kegiatan Produksi Kehutanan antara lain mencakup rencana pemanfaatan, hutan produksi, pengembangan hutan alam dan hutan tanaman, peredaran hasil hutan serta pengolahan dan pemasaran hasil hutan. Kayu Bulat merupakan produksi hasil hutan utama yang dihasilkan dari hutan. Kayu bulat meliputi meranti, akasia, sengon, kayu indah dan kelompok kayu rimba campuran. Nilai produksi komoditas subsektor kehutanan di Kabupaten Musi Rawas tahun 2010 dapat dilihat pada Tabel 23.
71
Tabel 23
Nilai produksi komoditas subsektor kehutanan di Kabupaten Musi Rawas Tahun 2010
Nama Komoditas Meranti (Shorea sp) Sengon (Enterolobium cyclocarpu) Akasia (Acacia Mangium) Kayu Indah (Diospyros rumphii Bakh.) Kelompok Kayu Rimba Campuran (KKRC)
Nilai Produksi (Rp.) 5.531.747.031 51.573.346 44.870.997.793 93.965.553 32.716.277
Sumber: Dinas Pertanian Kabupaten Musi Rawas, 2011
Tabel 4.13 menunjukkan bahwa nilai produksi komoditas subsektor kehutanan tertinggi adalah akasia dengan nilai produksi sebesar Rp. 44.870.997.793 mampu memproduksi sebanyak 332.067 m3 pada tahun 2010. Hal ini dikarenakan pada perkebunan tanaman industri pulp atau bubur kertas, pohon akasia menjadi andalan. Tanaman ini mempunyai keunggulan dibanding beberapa jenis tanaman lain serta mempunyai kadar selulosa tinggi dan mampu tumbuh dengan cepat. Pada umur enam hingga delapan tahun, tanaman akasia yang ditanam dengan perawatan baik sudah bisa dipanen. Kelompok kayu rimba campuran merupakan nilai produksi komoditas subsektor kehutanan terkecil yaitu Rp 32.716.277 karena hanya mampu menghasilkan 987 m3 pada tahun 2010. Jenis kelompok kayu rimba campuran meliputi bakau, bayur dan berumbung. Batang kayu bakau yang berukuran kecil banyak dipakai untuk tongkat jemuran sedangkan batang yang besar dapat dipakai untuk tiang dan balok perumahan. Kawasan hutan produksi terbesar terletak di Kecamatan Muara Lakitan, selain itu juga terdapat di Kecamatan BTS Ulu, Kecamatan Sukakarya, Kecamatan Megang Sakti, Kecamatan Tuah Negeri, Kecamatan Muara Kelingi, Kecamatan Rupit, Kecamatan Nibung dan Kecamatan Rawas Ulu. Berdasarkan
Keragaan Umum Komoditas Perkebunan di Kabupaten Musi Rawas Potensi sektor pertanian yang mencakupi tanaman pangan, perkebunan, perikanan, peternakan dan kehutanan serta sektor pertambangan dan galian merupakan suatu keunggulan yang apabila dikembangkan dengan baik dapat berperanan penting dalam pengembangan wilayah Kabupaten Musi Rawas. Sektor pertanian merupakan mata pencaharian dominan masyarakat di Kabupaten Musi Rawas. Dalam sektor pertanian ini, hampir 60 persen mengusahakan komoditas perkebunan. Komoditas perkebunan yang diusahakan sebagian besar berupa tanaman karet. Ini dapat dilihat dari perkembangan luas areal tanaman perkebunan, sebagaimana dapat dilihat pada Tabel 24.
72
Tabel 24
Jenis Tanaman
Luas areal, produksi dan jumlah rumah tangga perkebunan rakyat di Kabupaten Musi Rawas tahun 2010 Muda (TBM)
Luas Areal (Ha) MenghasilTidak kan Menghasil(TM) kan (TR/TT)
Jumlah
Perkebunan Rakyat Karet 72.840,50 K. Sawit 7.918,50 Kopi 1.103,50 Kelapa 381,91 Lada 3,50 K. Manis 63,00 Cengkeh 0,00 Pinang 63,70 Kakao 60,00 Kemiri 33,50 Mengkudu 3,00 Tembakau 0,00 Jahe 2,50
202.481,50 25.925,30 2.056,15 1.882,95 0,00 48,25 0,00 110,45 57,50 48,80 5,00 2,50 3,00
54.199,50 954,00 841,00 175,90 0,00 3,00 2,50 20,70 7,00 6,75 0,00 0,00 0,00
329.521,95 34.440,00 40.006,00 2.340,75 3,50 114,25 2,50 194,85 124,50 89,05 8,00 2,50 5,50
Karet K. Sawtit
40,00 138.042,77
62,00 0,00
120,00 138.041,77
18,00 0,00
Produksi (Ton)
Jml KK / Persh.
(Ton/ Ha)
245.003,15 126.52 1,21 321.473,72 13.722 12,40 2.076,71 3.717 1,01 2.223,90 25.716 1,18 0,00 35 0,00 52,30 155 1,08 0,00 21 0,00 78,58 1.069 0,71 74,52 192 1,29 40,20 417 0,82 10,00 25 2,00 1,25 36 0,50 6,75 43 2,25 Perkebunan Besar Swasta 31,20 0,78 880.722,92 19 6,90
Sumber: Dinas Perkebunan Kabupaten Musi Rawas, 2011
Salah satu pembangunan bidang pertanian yang menonjol di Kabupaten Musi Rawas adalah perkebunan karet. Pada tahun 2010, produksi karet rakyat menghasilkan 245.003 ton, dengan rata-rata produksi per hektar 1,21 ton, seperti terlihat pada tabel 25. Tabel 25
Luas areal, produksi dan jumlah kepala keluarga perkebunan rakyat tanaman karet tahun 2010 Luas Areal (Ha)
Kecamatan
Rawas Ulu Ulu Rawas Muara Rupit Karang Jaya BKLU Terawas Selangit Tugumulyo Purwodadi Muara Beliti Jaya Loka Muara Kelingi BTS Ulu Muara Lakitan Megang Sakti Rawas Ilir Karang Dapo Nibung Tuah Negeri Sukakarya Sumber Harta TP. Kepungut
Muda (TBM)
Menghasilkan (TM)
Tidak Menghasilkan (TR/TT)
Jumlah
Produksi (Ton)
Rata-rata Produksi (Ton/Ha)
Jumlah KK
7.100,00
25.860,00
3.644,00
36.604,00
28.963,20
1,12
8449
9.173,00 7.023,00 14.084,00 3.038,00 986,00 76,50 81,00 548,00 1.931,00 2.706,00 6.187,00 3.583,00 1.150,00 5.343,00 2.520,00 1.785,00 1.474,00 1.381,00 715,00 1.956,00
11.419,00 14.711,00 20.988,00 13.062,00 2.397,00 802,00 175,50 4.377,00 9.925,00 9.576,00 23.003,00 14.495,00 8.291,00 13.158,00 6.228,00 5.175,00 8.871,00 3.963,70 2.986,00 3.018,75
1.070,00 2.760,00 9.101,00 2.357,00 562,00 82,00 116,00 1.474,50 728,00 1.746,00 2.105,50 2.247,00 983,50 9.821,00 2.815,00 1.202,00 2.563,00 3.070,00 1.850,00 3.902,00
21.662,00 24.494,00 44.173,00 18.457,00 3.945,00 960,50 372,50 6.399,50 12.584,00 14.028,00 31.295,50 20.325,00 10.424,50 28.322,00 11.563,00 8.162,00 12.908,00 8.414,70 5.551,00 8.876,75
12.560,90 19.124,30 24.555,90 15.674,40 2.876,40 1.050,60 201,80 4.552,08 12.604,70 11.970,00 23.233,05 18.843,50 16.582,00 18.421,20 6.788,52 5.433,75 10.201,65 4.716,80 3.075,50 3.954,50
1,10 1,30 1,17 1,20 1,20 1,31 1,15 1,04 1,27 1,25 1,01 1,30 2,00 1,40 1,09 1,05 1,15 1,19 1,03 1,31
19586 5476 8.863 5803 2748 797 1355 3.199 12348 9377 2930 9.359 5117 6.142 5255 4618 8156 1915 2653 2381
Sumber: Dinas Perkebunan Kabupaten Musi Rawas,2011
73
Dari luasan sekitar 832.908 Ha kebun karet di Sumatera Selatan sekitar 26,36 persen terdapat di Kabupaten Musi Rawas, sedangkan sisanya menyebar di Kabupaten/kota lainnya. Usaha perkebunan karet rakyat merata di seluruh kecamatan dalam Kabupaten Musi Rawas kecuali di wilayah Kecamatan Tugumulyo dan Purwodadi. Pengembangan kebun karet unggul di Musi Rawas, diusahakan oleh berbagai pihak. Selain dikembangkan secara swadaya petani juga dikembangkan oleh pihak swasta antara lain oleh PT. Haruma Amin dan PT. Nibung Arta Mulya. Selanjutnya pemerintah Daerah Kabupaten Musi Rawas berencana memperluas pengembangan kawasan perkebunan baik perkebunan karet, perkebunan kelapa sawit, serta kebun campuran. Bidang Pertambangan Bidang Pertambangan Umum Potensi Sumberdaya (resources) pertambangan umum yang ada di Kabupaten Musi Rawas sangat besar yaitu mencapai kurang lebih 1.3 Milyard Ton. Potensi cadangan bahan tambang dan bahan mineral yang melimpah yang belum di eksploitasi terdiri atas: 1) batubara sebesar 1,2 milyar ton, 2) emas sebesar 10 juta ton, 3) perak sebesar 7,5 ton, 4) bijih besi sebesar 800.000 metric ton. Kegiatan di bidang pertambangan umum dititikberatkan pada kegiatn pelayanan perizinan, pengawasan dan pembinaan kegiatan pertambangan meliputi kegiatan penambangan batubara, emas, bahan galian industri dan bahan galian golongan C. Peta Penyebaran Pengusahaan Pertambangan Batubara (PKP2B) Tahap Eksplorasi Di Kabupaten Musi Rawas dapat dilihat pada Gambar 21.
Sumber : Distamben Kabupaten musi Rawas, 2011
Gambar 21
Peta penyebaran tambang batubara di Kabupaten Musi Rawast ahun 2010 (Distamben,2011)
74
Jenis perizinan yang diproses oleh dinas pertambangan dan energi bidang pertambangan umum sebagai berikut: 1) Kontrak Karya (KK), 2) Perjanjian Karya Pengusahaan Pertambangan Batubara (PKP2B), 3) Kuasa Pertambangan (KP), 4) Izin Usaha Pertambangan (IUP) Bahan Galian Golongan C. Potensi Emas Keterdapatan emas di Kabupaten Musi Rawas berada pada formasi Hulu Simpang dalam batuan induk kuarsa secara genesa pembentukannya akibat altrasi hidrothermal. Penambangan Emas skala kecil oleh Belanda 1915-1949. Prakiraan cadangan emas Kabupaten Musi Rawas 9.465.000 ton kadar Au 2,49 g/t Ag 24 g/t. PT. Mindoro Tiris Emas tahap eksplorasi di Daerah Pulau Kidak luas 10.000 Ha. Daftar Kontrak Karya (KK) tahap eksplorasi di Kabupaten Musi Rawas dapat dilihat pada table 26. Tabel 26
Daftar Kontrak Karya (KK) Tahap Eksplorasi Di Kabupaten Musi Rawas.
Nama & Alamat Perusahaan PT. Mindoro Tiris emas Villa bogor Indah blok E3 No. 15 Bogor 16710
Kode Wilayah KW. 96 AGK 036
Bahan Galian Emas
Luas (Ha) 10.000
Lokasi Kec. Ulu rawas
Masa Berlaku Dalam proses studi kelayakan
Sumber: Dinas Pertambangan dan dan Sumber Daya Mineral Kaupaten Musi rawas (2010)
Potensi Migas Sektor pertambangan terutama dari penambangan migas merupakan penyumbang PDRB terbesar bagi kabupaten musi rawas, oleh karena itu kegiatan di bidang ini perlu mendapatkan perhatian yang maksimal. Potensi migas di Kabupaten Musi rawas, yaitu: Lapangan Migas di Kabupaten Musi Rawas : Gunung kembang, Soka, Jene, Pian, Musi, Sofa. Jumlah Sumur 119 (71 sumur eksplorasi, 17 sumur appraisal, 31 sumur development, 10 sumur prod gas bumi, 33 sumur prod minyak, 4 prod minyak dan gas, 12 sumur suspended). Produksi Migas di Kabupaten Musi Rawas (2004) : Minyak bumi : ± 6000 bbls/day, Gas alam : 90 juta mmscf/day. Potensi Migas diluar WKP saat ini (Open Area) masih besar mengingat open area. mencakup 43% dari luas wilayah Kabupaten Musi Rawas. Tetapi dalam pelaksanaan kegiatan di sektor ini sering sekali berdampak pada kerusakan lingkungan berupa pencemaran/polusi, sehingga mudah terjadi gejolak di masyarakat sehingga dapat mempengaruhi kegiatan produksi .oleh karena itu sesuai dengan kewenangannya dinas pertambangan dan energi Kabupaten Musi Rawas aktif melakukan pengawasan dan pembinaan terhadap perusahaan penambangan minyak dan gas Kabupaten Musi Rawas.
75
Kegiatan disektor minyak dan gas di Kabupaten Musi Rawas telah berlangsung sejak jaman penjajahan Belanda, hal ini ditandai dengan terdapatnya sumur-sumur minyak tua yang telah ditinggalkan dan tidak berproduksi lagi. Pengusahaan minyak dan gas bumi di Kabupaten Musi Rawas dilakukan oleh Perusahaan PMDN dan PMA. Pengelolaan proses perizinan bidang migas sampai dengan saat ini masih menjadi kewenangan Pemerintah Pusat, akan tetapi Pemerintah Daerah memiliki beberapa kewenangan terutama dalam segi pengawasan dan pemberian izin kegiatan usaha sektor hilir seperti pendirian SPBU. Daftar Wilayah Kerja Pertambangan (WKP) migas tahap eksplorasi di Kabupaten Musi Rawas dapat dilihat pada Tabel 27. Tabel 27
Daftar Wilayah Kerja Pertambangan (WKP) Migas Tahap Eksplorasi Di Kabupaten Musi Rawas
Nama & Alamat Perusahaan
Kode Wilayah
Luas (Ha)
PT. Pertamina PT. Waco Energi PT, Akar Eriguna PT. Seleraya Merangin 11
-
Kab. Musi Rawas
PT. Tropik Energi Pandas
Masa Berlaku
Lokasi
-
274,39
Blok Musi
2027
Blok Gunung Kembang Desa Mambang Daerah Merangin Terawas, Kr, Dapo, Muara Kelingi, Tugu Mulyo, Muara Beliti, Rawas Ilir, Muara Lakitan
2016
Sumber: Dinas Pertambangan dan Sumber Daya Mineral Kabupaten .Musi Rawas, 2010
Daftar Wilayah Kerja Pertambangan (WKP) Migas tahap eksploitasi di Kabupaten Musi Rawas dapat dilihat pada table 28. Tabel 28
Daftar Wilayah Kerja Pertambangan (WKP) Migas Tahap Eksploitasi Di Kabupaten Musi Rawas Tahun 2009
Nama & Alamat Perusahaan PT. Pertamina PT. Medco Energi
Kode Wilayah Kab. Musi Rawas
Luas (Ha)
Lokasi
Masa Berlaku
23,14
Blok Musi, Sopa
Masa Berlaku Tahun 2000
11,09
Soka, Jene
Aktif
Sumber: Dinas Pertambangan dan Mineral Kab.Musi Rawas , 2010
Peluang Investasi Pertambangan dan Energi Besarnya produksi dan potensi sektor pertambangan dan energi maka Badan Penanaman Modal Kabupaten Musi Rawas menyatakan peluang investasi pertambangan dan energi di Kabupaten Musi Rawas terdiri atas: 1) pembangunan
76
PLTU Mulut Tambang, 2) pembuatan sumur-sumur baru, 3) suplai Logistik, 4) pemeliharaan Pipa GAS, 5) penyediaan Listrik, 6) suplai air bersih, 7) pembuatan PLTG, 8) pabrik briket batu bara. Peluang Investasi Pertambangan dan Energi Tahun 2010 Di Kabupaten Musi Rawas, Badan Penanaman Modal dapat dilihat pada Gambar 22.
Sumber : Badan Penanaman Modal Kabupaten Musi Rawas,2011
Gambar 22
Peluang investasi pertambangan dan energi tahun 2010 di Kabupaten Musi Rawas
77
5 HASIL DAN PEMBAHASAN Struktur Perekonomian Kabupaten Musi Rawas Sistem Neraca Sosial Ekonomi (SNSE) Kabupaten Musi Rawas tahun 2010 menunjukan bahwa besar nilai total input dan total output menurut sektor produksi relatif sangat besar yaitu mencapai Rp. 10603,11 milyar (Lampiran 5). Neraca penerimaan menunjukan bahwa Pendapatan wilayah Kabupaten Musi Rawas dari seluruh aktivitas ekonomi dilihat dari strukturnya terdiri atas penerimaan domestik, penerimaan antara, ekspor dan investasi. Pendapatan wilayah dari seluruh aktivitas ekonomi di kabupaten Musi Rawas yang paling besar berasal dari ekspor keluar kabupaten/negeri yaitu mencapai 45,98 persen. Kemudian kontribusi penerimaan domestik (institusi), dan penerimaan antara (sektor produksi) relatif cukup besar, masing-masing sebesar 26,41 persen dari institusi dan 18,84 persen dari sektor domestik. Sedangkan penerimaan dari investasi (neraca kapital) relatif kecil yaitu hanya mencapai 8,76 persen. Pendapatan wilayah dari ekspor keluar kabupaten/negeri paling besar berasal dari kontribusi sektor pertanian, yaitu mencapai 52,07 persen. berikutnya kontribusi sektor pertambangan merupakan yang terbesar kedua yaitu mencapai 45,85 persen. Bila ditelusuri lebih mendalam dari aspek subsektor maka yang paling besar adalah minyak dan gas bumi yaitu mencapai 45,85 persen dari total ekspor, sebaliknya kontribusi subsektor perkebunan karet merupakan yang tebesar kedua yaitu mencapai 32,65 persen dari total ekspor. Indikasi bahwa pertambangan migas dan perkebunan karet merupakan sektor produksi andalan Kabupaten Musi Rawas yang berorientasi ekspor. Sektor industri merupakan yang paling besar kontribusinya terhadap penerimaan pendapatan institusi (rumah tangga, perusahaan, pemerintah) yaitu mencapai 43,15 persen. Subsektor industri makanan dan minuman merupakan yang paling besar kontribusninya terhadap penerimaan institusi yaitu mencapai 38,59 persen. Berikutnya kontribusi sektor pertanian merupakan yang terbesar kedua yaitu mencapai 19,61 persen. Besarnya kontribusi sektor pertanian menjadi pendapatan institusi berasal dari subsektor perikanan yaitu mencapai 10,41 persen. Selanjutnya sektor jasa-jasa lainnya yang berkontribusi terhadap besarnya pendapatan institusi berasal dari jasa pemerintahan umum yaitu sebesar 24,83 persen. Besarnya kontribusi industri makanan dan minuman dan subsektor perikanan adalah ke institusi rumahtangga. Produk unggulan khas Kabupaten Musi Rawas berasal dari berbahan baku sektor perikanan dan diolah oleh sektor industri makanan dan minuman menjadi makanan khas Kabupaten Musi Rawas. Jenis produk olahan seperti pempek, pindang, kemplang ikan dan produk olahan lainnya diproduksi oleh industri skala rumah tangga. Adanya makanan khas ini dapat memberikan dampak positif terhadap besarnya pendapatan semua institusi rumah tangga. Berikutnya jasa pemerintahan umum berkontribusi besar terhadap pendapatan institusi pemerintahan. Besarnya kontribusi jasa pemerintahan umum salah satunya adalah melakukan kerja sama dalam pengelolaan sumberdaya alam
78
di Kabupaten Musi Rawas. Neraca penerimaan sektor produksi berdasarkan SNSE Kabupaten Musi Rawas Tahun 2010 dapat dilihat pada Tabel 29. Tabel 29
Total output sektor domestik berdasarkan SNSE Kabupaten Musi Rawas tahun 2010 (Rp.Milyar). Total Output Sektor Domestik
Pertanian Pangan Padi Jagung Umbi-umbian Lainnya Perkebunan Karet Kopi Sawit Peternakan dan Hasilnya Kehutanan Perikanan Pertambangan Migas Non Migas Galian Industri Makanan & Minuman Barang dari Kayu & hasil hutan lainnya Kertas & Barang cetakan Pupuk, Kimia & Barang dari karet Barang Galian Bukan logam Migas Barang-barang lainnya Listrik Gas & Air bersih Bangunan Perdagangan Hotel & Restoran Perdagangan Hotel & Restoran Angkutan & Komunikasi jalan raya Sungai , danau & penyeberangan Udara Jasa penunjang angkutan Komunikasi Lembaga Keuagan Bank & lembaga keuangan lainnya Sewa bangunan Jasa-jasa Pemerintahan umum sosial kemasyarakatan Jasa-jasa lainnya Jumlah
Jml
(%)
4090,65 1128,3 1000,4 9,1 31,4 87,4 2234,9 1895 37,9 302 314,6 55,3 357,5 2582,3 2266 315,9 1609,4 1199,5 120,11 1,71 270,3 17,7 26,01 879,51 460,82 429,7 31,1 55,4 41,3 0,41 0,50 13,2 152,07 21,4 130,6 746,91 565,3 112,5 69,1
38,58 10,6 9,4 0,08 0,3 0,8 21 17,9 0,3 2,8 3 0,5 3,4 24,35 21,4 3 15,18 11,3 1,1 0,02 2,56 0,2 0,2 8,3 4,3 4 0,3 0,5 0,4 0,003 0,004 0,1 1,49 0,2 0,1 7,04 5,3 1.1 0,6
10603,11
100
Neraca Penerimaan Sektor (%) Sektor Neraca Institusi Luar Negeri Domestik Kapital 19,61 48,14 52,07 2,55 4,01 21,48 12,03 0,03 0,00 20,73 12,02 0,03 0,17 0,22 0,88 0,34 2,96 0,19 0,01 15,49 39,02 2,52 14,00 32,65 2,51 0,15 0,72 1,34 5,65 0,01 5,19 7,59 1,87 2,76 10,41 0,82 1,02 17,35 45,85 1,54 45,85 15,81 43,15 19,12 0,01 1,99 38,59 5,02 1,99 2,69 2,22 0,01 0,03 0,04 1,75 11,07 0,09 0,77 0,56 0,51 0,36 0,97 91,51 7,78 7,11 1,69 2,04 7,32 6,36 1,62 2,04 0,46 0,75 0,07 0,97 1,08 0,12 0,04 0,62 0,89 0,12 0,04 0,01 0,01 0,01 0,34 0,17 2,73 3,12 0,27 0,18 0,16 0,27 2,55 2,96 24,83 2,59 20,06 0,18 3,92 0,14 0,85 2,27 100 100 100 100 26,41 18,84 45,98 8,76
Sumber: Badan Pusat Statistik, 2011
Struktur penerimaan sektor domestik menunjukan bahwa komposisi penerimaan terlihat cukup berimbang. Kontribusi sektor pertanian, pertambangan (penggalian) dan industri cukup merata mulai dari 14 persen hingga 20,83 persen. Sektor pertanian yang menjadi andalan pasar domestik adalah sektor padi dan perkebunan karet. Berikutnya sektor pertambangan berasal dari subsektor penggalian. Selanjutnya sektor industri pengolahan pupuk kimia barang dari karet dan industri makanan dan minuman yang memberikan kontribusi terhadap penerimaan sektor domestik. Kontribusi sektor pertambangan ke penerimaan sektor domestik adalah sebesar 17,35 persen. Subsektor penggalian kontribusinya
79
ke penerimaan sektor domestik merupakan yang paling besar yaitu mencapai Rp. 315,81 milyar atau atau 15,81 persen, sebaliknya kontribusi migas tidak memberikan kontribusi yang besar hanya mencapai Rp. 30,23 milyar atau 1,54 persen. Semua hasil produksi subsektor penggalian digunakan untuk sektor domestik di Kabupaten Musi Rawas. Struktur kontribusi sektor pertambangan menjadi penerimaan sektor domestik dilihat pada Tabel 30. Tabel 30
Kontribusi sektor pertambangan terhadap penerimaan sektor domestik berdasarkan SNSE Kabupaten Musi Rawas tahun 2010 (Rp.Milyar). Sektor
Padi Migas Penggalian Industri Barang Galian Bukan Logam (batubata) Bangunan Perdagangan Jumlah
Migas 0,01 30,81 0,01 30,828
Pertambangan (%) Galian 0,03 99,94 7,09 0,09 308,72 0,03 0,012 100
315,81
(%) 0,00 0,00 2,24 0,03 97,72 0,00 100
Jumlah
(%)
0,01 30,81 7,09 0,09 308,72 0,02
0,003 8,89 2,04 0,03 89,03 0,01
346,745
100
Sumber: Badan Pusat Statistik, 2011
Besarnya kontribusi subsektor penggalian terhadap penerimaan sektor domestik karena seluruh produksi subsektor penggalian dimanfaatkan untuk kegiatan sektor domestik di Kabupaten Musi Rawas. Sektor domestik yang paling besar menggunakan produksi subsektor penggalian adalah sektor bangunan atau konstruksi yaitu mencapai Rp. 308,7 milyar atau 97,72 persen. Besarnya kontribusi sektor bangunan terhadap penerimaan subsektor penggalian karena pemerintah daerah sedang fokus membangun infrastruktur dengan tujuan untuk meningkatkan pertumbuhan ekonomi dan kesejahteraan masyarakat di Kabupaten Musi Rawas. Investasi pengembangan wilayah terdiri atas pembangunan infrastruktur sarana dan prasarana perhubungan, pengairan, permukiman, serta bangunan dan jaringan utilitas umum seperti gas, listrik, dan telekomunikasi. Pembangunan infrastruktur pun menjadi prasyarat bagi pertumbuhan ekonomi dan social di Kabupaten Musi Rawas. Dari total output seluruh aktivitas ekonomi menghasilkan pendapatan regional/PDRB atas dasar harga berlaku yang relatif besar yaitu mencapai Rp. 7684,82 milyar atau 72,47 persen dari total output. Struktur perekonomian Kabupaten Musi Rawas diperhatikan berdasarkan komposisi nilai tambah SNSE terlihat tidak berimbang. Sebagaimana yang disajikan Tabel 31. Jika ditelusuri lebih mendalam terlihat ada sembilan subsektor yang kontribusinya cukup besar terhadap struktur PDRB yaitu terdiri atas : 1) komoditi padi, 2) karet, 3) sawit , 4) migas, 5) galian, 6) industri makanan dan minuman, 7) bangunan/konstruksi, 8) perdagangan, dan 9) jasa pemerintahan umum. Kondisi struktur ekonomi yang tidak kuat menjadi penyebab terjadinya pertumbuhan ekonomi yang masih rendah.Kondisi struktur ekonomi yang menyebar tidak merata menyebabkan secara sektoral perekonomian Kabupaten Musi Rawas mengalami kesenjangan. Hal ini menandakan pondasi perekonomian yang terbangun tidak cukup kokoh. struktur perekonomian berdsarkan SNSE Kabupaten Musi Rawas tahun 2010 dapat dilihat pada tabel 31.
80
Tabel 31
Struktur Perekonomian Berdsarkan SNSE kabupaten Musi Rawas tahun 2010 (Rp.Milyar). PDRB
Sektor Produksi
(Rp.Milyar)
Pertanian Tan.Pangan Padi Jagung Umbi-umbian Bhn Makanan lainnya Perkebunan Karet Kopi Kelapa Sawit Peternakan & Hasilnya Kehutanan Perikanan Pertambangan Migas Penggalian Industri Makanan & Minuman Brg. dari kayu & hasil hutan Kertas & barang cetakan Pupuk, kimia & barang dari karet Brg. Galian bkn logam (bata) Migas Barang-barang lainnya Listrik, Gas & Air bersih Bangunan Perdagangan, Hotel & Restoran Perdagangan Hotel dan Restoran Pengangkutan & Komunikasi Jalan raya Sungai, danau & penyeberangan. Udara Jasa penunjang angkutan Komunikasi Lembaga keuangan & Jasa Perusahaan Bank & Lembaga Keuangan dll Sewa bangunan Jasa-Jasa Pemerintahan umum sosial kemasyarakatan Jasa-jasa lainnya Jumlah
(%)
3111,1 40,5 949,0 12,10 832,42 10,8 7,25 0,1 27,80 0,4 81,54 1,1 1592,0 20,7 1325,97 17,2 27,59 0,3 238,50 3,1 230,82 3,0 50,58 0,7 288,65 3,8 2328,2 30,3 2067,20 26,7 261,01 3,4 716,01 9,3 496,42 6,4 47,90 0,6 0,883 0,01 162,57 2,1 8,22 0,1 6,19 0,1 370,23 4,8 403,26 5,2 387,35 5,04 15,91 0,19 40,7 0,5 29,02 0,37 0,323 0,0004 0,424 0,005 10,90 0,14 126,557 1,64 3,70 0,04 122,84 1,6 582,50 7,57 421,47 5,48 97,86 1,27 63,16 0,82 7684,82 100
Tenaga Kerja TK/ NTB Jumlah TK (%) (%) TK (Jiwa) (Rp.Milyar) 28,8 194.695 75,40 785,38 40,45 0,004
Ekspor Impor (%) (%)
52,07 12,03 12,02 4,25 - 0,12 - 0,19 0,01 0,19 39,02 32,65 14,34 0,72 0,53 5,65 2,74 - 4,24 0,0023 0,21 1,02 1,97 45,85 16,1 1807 45,85 11,97 4,12 0,01 20,3 5252 14,32 0,01 0,66 - 0,08 - 4,61 - 0,65 2 120 12,5 3069 1,69 2,3 25.427 1,62 1,70 0,07 0,59 0,12 1,3 8413 0,12 1,11 0,01 0,01 0,20 0,20 1028 0,27 2,0 0,27 1,92 0,07 14,7 18380 - 13,49 - 0,91 - 0,35 100 100 258,071
0,70
578,61 30,34
0,320
2,04
196,56 9,28
0,037
0,05 1,19 9,85
2,00 0,08 119,83 4,80 127,13 5,21
0,017 0,039 0,005
3,26
12,14 0,53
0,001
0,40
18,33 1,65
0,018
7,12
437,95 7,67
0,024
100
2277,93
100
Sumber : Badan Pusat Statistik, 2011
Selain tidak berhasil membuat keseimbangan struktur ekonominya Kabupaten Musi Rawas juga tidak berhasil melampaui wilayah non industri menjadi wilayah menuju industri. Sebagai indikatornya dapat diperhatikan dari besaran proporsi sektor industri dalam perekonomian wilayah yang hanya mencapai 9,3 persen yang artinya tidak melebihi batasan tertinggi dari wilayah non industri sebesar 10 persen. Rendahnya kontribusi karena belum berkembangnya sektor industri di Kabupaten Musi Rawas, terlihat hanya sektor industri makanan dan minuman yang kontribusinya cukup besar. Sektor pertambangan memberikan kontribusi terbesar kedua terhadap PDRB ternyata sangat kecil kemampuannya menciptakan lapangan pekerjaan. Kontribusi
81
sektor pertambangan migas dan penggalian terhadap penyerapan tenaga kerja relatif sedikit yaitu sebesar 0,70 persen. Besarnya kontribusi sektor pertambangan terhadap PDRB tapi rendah kontribusinya dalam penciptaan tenaga kerja merupakan sektor yang padat modal. Artinya penciptaan nilai tambah yang besar lebih banyak pertambahan modalnya, bukan upah dan gaji yang menjadi indikator terdekat untuk menggambarkan penyerapan tenaga kerja. Data komposisi penduduk menurut lapangan usaha menunjukan bahwa jumlah tenaga kerja sektor pertambangan sebanyak 1807 jiwa. Untuk melihat produktivitas tenaga kerja sektor pertambangan bukan dari pembagian antara jumlah PDRB sektor pertambangan dengan tenaga kerja sektor pertambangan atau dengan kata lain bukan berdasarkan pendapatan perkapita. Karena belum dapat menyimpulkan tingkat pendapatan, namun produktivitasnya harus dengan membagi nilai tambah yang diterima tenaga kerja dengan jumlah tenaga kerja. Jumlah tenaga kerja pertambangan di bagi dengan jumlah penerimaan tenaga kerja yang terdapat pada Tabel SNSE maka penerimaan pendapatan tenaga kerja relatif sangat besar yaitu mencapai Rp. 0,320 milyar. Artinya satu orang tenaga kerja sektor pertambangan menerima pendapatan yang relatif sangat besar yaitu mencapai Rp. 0,320 milyar pertahunnya. Jika dibandingkan dengan penerimaan pendapatan tenaga kerja sektor pertanian yang hanya sebesar Rp. 0,004 milyar, kelihatan jelas produktivitas antara kedua sektor ini timpang. Fenomena tersebut menunjukan bahwa pemerintah Kabupaten Musi rawas masih belum berhasil mengatasi tenaga kerja. Struktur tenaga kerja yang terbentuk sangat timpang sehingga dapat digeneralisasikan bahwa distribusi pendapatan (upah dan gaji) yang diterima masyarakat juga berjalan timpang. Kesenjangan ini perlu di atasi dengan segera karena dapat mengurangi produktivitas tenaga kerja, eksploitasi sumberdaya yang berlebihan, kecemburuan sosial dan lain-lain. Dimana salah satu kebijakan yang dapat dilakukan pemerintah Kabupaten Musi Rawas adalah mendorong penciptaan lapangan pekerjaan yang cukup merata diantara semua sektor-sektor ekonomi dengan memberikan insentif dan kemudahan investasi, pembangunan infrastruktur penunjang dan lain-lain. PDRB atas dasar harga faktor menunjukan bahwa balas jasa untuk faktor produksi cenderung terbesarnya untuk kapital yaitu mencapai 5287,5 milyar rupiah atau 68,80 persen, sebaliknya balas jasa produksi tenaga kerja yaitu sebesar 2277,9 milyar rupiah atau 29,64 persen dari PDRB atas dasar harga berlaku dan di tambah dengan pajak tidak langsung neto sebesar Rp. 119,4 milyar atau 15,3 persen dari PDRB atas dasar harga berlaku. PDRB yang mencerminkan tingkat pendapatan regional Kabupaten Musi Rawas melaui seluruh aktivitas ekonominya diperoleh dari total output dikurangi dengan biaya antara, yaitu sebesar 2918,07 milyar rupiah atau 27,52 persen dari total output. Distribusi sektor domestik terhadap PDRB berdasarkan SNSE Kabupaten Musi Rawas dapat dilihat pada Tabel 32.
84
Jumlah
Jasa -Jasa
Bank & Lembaga Keuangan dll.
Angkutan & Komunikasi
Perdagangan Hotel & Restoran
Bangunan
Industri
Kertas& Barang Cetakan
Pupuk, Kimia & Brng Dari Karet
Brng Galian Bukan Logam
Industri
Barnag Dari Kayu & Hasil Hutan lainnya
Makanan & minuman
Galian
Pertanian
Perikan-an
Kehutanan
Peternak-an & Hasilnya
Kelapa Sawit
Kopi
Karet
Tan. Perkebunan Lainnya
Umbi
Jagung
Sektor
Padi
Tan.Pangan
Pertambangan
Pertambangan
Pertanian
Listrik, Gas, Air bersih
Distribusi sektor domestik terhadap PDRB berdasarkan SNSE Kabupaten Musi Rawas tahun 2010.(Rp.Milyar).
Migas
Tabel 32
Faktor produksi Tenaga Kerja Pertanian Buruh Pertanian
30,6 144,14
0,28 1,31
1,51 3,72 7,15 17,58
0,150 0,001 0,507 0,005
0,092 0,001 0,322 0,003
62,17 293,26
1,16 5,47
27,76 47,02
21,80 36,92
4,83 8,18
22,84 28,45
176,65 589,5
-
-
-
-
-
-
-
-
0,007 0,018 0,025 0,062
0,305 0,006 1,03 0,019
1,77 0,337
1,39 0,31 0,264 0,059
2,24 0,128
6,2 2,44
88,392 181,73
26,48 30,06
88,39 181,73
67,20 34,03
7,23 3,66
0,113 0,091
26,81 1,71 10,03 0,648
0,005 0,011 0,016 0,039
0,187 0,003 0,656 0,012
1,39 0,203
1,09 0,159
1,72 0,157
4,75 1,60
35,20 124,82
1,90 2,19
35,20 124,82
19,28 2,67
2,07 0,287
0,010 0,001
8,68 0,549 0,402 0,029
2,1 15,22 1,48 2,12 68,01 3,10 2274 1,524,70 191,97 785,4 513,39 65,22 2274 1524,70 191,97 3059,4 2038,09 257,19
15,22 68,01 1716,6 578,6 1716,6 2295,2
5,82 0,704 356,52 129,71 356,52 486,23
0,627 0,076 33,09 13,97 33,09 47,06
0,003 2,01 0,245 0,003 1,49 0,058 0,645 110,42 4,82 0,220 49,42 3,24 0,645 110,42 4,82 0,866 159,85 8,06
-
-
-
-
-
103,07 1,02 74,21 48,47 0,034 23,87
5,77 1,16
-
-
176,65 589,51
4,84 4,50
1,76 17,17 0,095 10,16
328,92 302,53
34,55 2,01 80,58 0,274
8,59 151,50 4,06 15,44
276,34 233,68
Produksi, Operator Alat Angkutan, Manual & buruh kasar Buruh Pertanian
Tata Usaha, Penjualan, Jasa-Jasa Buruh Pengusaha
0,24 0,03
30,59 0,659 3,39 0,011
6,56 1,30
Kepemimpinan, Ketatalaksanaan, Militer, Profesional & Teknisi Buruh Pengusaha
0,101 0,001 0,456 0,004 639,28 5,56 176,33 1,60 639,28 5,55 815,61 7,16
0,005 0,022 18,49 8,75 18,49 27,24
0,012 0,207 0,056 0,928 58,45 947,73 21,50 358,75 58,45 947,73 79,96 1306,49
0,004 0,317 0,248 0,05 1,15 0,017 0,302 0,237 0,05 0,046 20,46 155,70 165,22 36,07 227,62 6,70 79,11 62,12 13,76 56,73 20,46 155,70 165,22 36,07 227,62 27,16 234,81 227,35 49,83 284,35
8,70 0,265 9,59 2,33 0,008 4,28 505,51 4,09 243,56 196,56 1,99 119,8 505,51 4,09 243,56 702,07 6,09 363,4
3,95 1,11 266,95 127,12 266,95 394,08
0,398 3,24 225,11 270,06 0,106 0,577 18,55 100,21 27,84 106,18 142,02 5287,44 12,13 18,33 437,95 2277,93 27,84 106,18 142,02 5287,44 39,97 124,52 579,90 7565,38
Kapital Tenaga kerja Kapital Jumlah = (TK + Kapital) Pajak Tak Langsung Neto/Minus 16,81 0,094 0,554 1,58 19,48 0,433 3,68 3,47 0,75 4,30 51,17 29,11 3,83 32,94 10,18 0,847 0,017 2,72 0,164 13,92 0,106 6,83 9,17 0,701 2,03 2,53 119,44 Subsidi Jumlah = (TK + Kapital + Pajak 832,42 7,26 27,80 81,54 1325,97 27,59 238,50 230,82 50,58 288,65 3111,15 2067,20 261,02 2328,2 496,42 47,90 0,883 162,57 8,22 715,99 6,19 370,23 403,26 40,68 126,55 582,50 7684,82 Tak langsung Neto).
Sumber: Badan Pusat Statistik,2011
83
PDRB atas dasar harga faktor adalah sebesar Rp. 7565,38 milyar. Kontribusi sektor pertambangan mencapai Rp. 2295,2 milyar. Distribusi output sektor pertambangan ke faktor produksi cenderung terbesar ke kapital yaitu mencapai Rp. 1716,7 milyar atau 74,79 persen, sebaliknya ke tenaga kerja hanya sebesar 578,6 milyar rupiah atu 25,21 persen dari total kontribusi sektor pertambangan terhadap PDRB atas dasar faktor. Besarnya rasio perbandingan antara kapital dengan tenaga kerja terjadinya ketimpangan distribusi pendapatan antara tenaga kerja dengan kapital.Selanjutnya karena penguasan eksplotasi sektor pertambangan umumnya dikuasai pemilik modal asing (PMA) atau pemilik modal dalam negeri tetapi kepemilikannya berasal dari luar Kabupaten Musi Rawas, maka indikasinya dapat mengakibatkan sebagian nilai tambah yang dihasilkan pada akhirnya bocor mengalir keluar atau biasa disebut capital outflow. Distribusi sektor pertambangan ke faktor produksi tenaga kerja terdiri atas tenaga kerja pertanian dan tenaga kerja bukan pertanian. Tenaga kerja bukan pertanian terdiri atas: 1) produksi, operator, alat angkutan manual dan buruh kasar); 2) tata usaha, penjualan, dan jasa-jasa; dan 3) kepemimpinan, ketataleksanaan, militer profesional dan teknisi. Masing-masing tenaga kerja terdiri dari tenaga kerja buruh dan pengusaha. Ketimpangan pendapatan pada struktur tenaga kerja dapat dilihat pada rasio pendapatan antara pengusaha dengan buruh. Ketimpangan pendapatan tersebut dapat dilihat pada sektor yang memiliki kontribusi terbesar terhadap PDRB, yaitu sektor pertanian dan pertambangan. Ketimpangan pendapatan faktor produksi tenaga kerja antara buruh dengan pengusaha pada sektor pertambangan terlihat dari pendapatan tenaga kerja bukan pertanian, yaitu meliputi pendapatan tenaga kerja produksi, penjualan dan ketatalaksanaan. Ketimpangan pendapatan tenaga kerja sektor pertambangan dapat dilihat pada Tabel 33. Tabel 33 Uraian Pertanian Buruh Pengusaha Bukan Pertanian Produksi Buruh Pengusaha Penjualan Buruh Pengusaha Teknisi Buruh Pengusaha Jumlah
Distribusi pendapatan tenaga kerja sektor pertambangan berdasarkan SNSE Kabupaten Musi Rawas tahun 2010 (Rp.Milyar). Pertambangan Migas Galian 513,390 65,218 270,124 56,544 88.392 26.480 181.732 30.064 160,026 4,094 35.205 1.903 124.821 2.191 83,24 4,58 15.226 1.482 68.014 3.098 513.390 65.218 513.390 65.218
Jumlah 578,608 326,668 114.872 211.796 164,12 37.108 127.012 87,82 16.708 71.112 578.608 578.608
Persentase Migas galian 100 100 52,62 86,7 17,21 40,6 35,39 46,1 31,17 6,28 6,85 2,9 24,31 3,4 16,21 7,02 2,96 2,3 13,24 4,8 100 100 88,7 11,3
Jumlah 100 56,46 19,85 36,60 28,36 6,41 21,95 15.18 2,89 12,29 100 100
Sumber: Badan Pusat Statistik Indonesia,2011
Tenaga kerja sektor pertambangan yang paling besar menerima pendapatan dari output sektor pertambangan adalah tenaga kerja produksi yaitu sebesar 56,62 persen dari subsektor migas dan 86,7 dari subsektor penggalian. Besarnya penerimaan yang diperoleh tenaga kerja produksi mengindikasikan bahwa tenaga kerja ini merupakan yang paling banyak menyerap tenaga kerja di sektor penggalian.
84
Ketimpangan pendapatan tenaga kerja dilihat dari rasio besarnya pendapatan yang diterima oleh tenaga kerja pengusaha dibandingkan dengan buruh dari output sektor pertambangan. Besarnya pendapatan yang diperoleh pengusaha mengindikasikan bahwa kegiatan sektor pertambangan lebih cenderung ke pemilik modal dibandingkan ke tenaga kerja buruh.
Keterkaitan Sektor Produksi Biaya Antara (BA) mencakup penggunaan berbagai barang dan jasa oleh suatu sektor dalam kegiatan produksi yang berasal dari produksi sektor-sektor lain, dan juga produksi sendiri. Barang-barang yang digunakan sebagai input antara biasanya habis sekali pakai, seperti bahan baku, bahan penolong, bahan bakar dan sejenisnya. Dalam model SNSE biaya antara diterjemahkan sebagai keterkaitan antar sektor. Input antara sektor produksi dalam SNSE Kabupaten Musi Rawas mencakup dua komponen yakni input yang berasal dari produksi wilayah sendiri dan input impor (dari Kabupaten lain/Provinsi lain/luar negeri). Biaya Antara (BA) dari seluruh aktivitas ekonomi berdasarkan SNSE Kabupaten Musi Rawas tahun 2010 adalah sebesar Rp. 2918,3 milyar (Lampiran 11) . Biaya Antara (BA) sektor pertanian merupakan yang paling besar mencapai Rp. 979,56 milyaratau 33,44 persen dari total Biaya Antara (BA). Kedua terbesar adalah sektor industri mencapai Rp. 893,35 milyar atau 30,6 persen. Biaya Antara sektor pertambangan tidak begitu besar hanya mencapaiRp. 254,02 milyar.Biaya antara sektor pertambangan terdiri dari output sektor domestik dan output komoditi impor. Biaya Antara Sektor Pertambangan berdasrkan Tabel SNSE Kabupaten Musi Rawas Tahun 2010 dapat dilihat pada Tabel 34. Tabel 34 Biaya Antara (BA) sektor petambangan berdasrakan SNSE Kabupaten Musi Rawas Tahun 2010. Biaya Antara (BA) Sektor Domestik Pertambangan Migas Galian Industri Makanan dan Minuman Barang dari kayu dan hasil hutan dll Kertas dan barang cetakan Pupuk, kimia dan barang dari karet Migas Barang Galian bukan Logam (Batubata) Listrik, Gas dan Air bersih Perdagangan,Hotel dan Restouran Perdagangan Hotel dan Restoran Angkutan dan Komunikasi Jalan raya Sungai, danau dan penyeberangan Komunikasi Perbankan dan keuangan lainnya. Bank dan lembaga keuangan lainnya Sewa bangunan Jasa-jasa lainnya Komoditi Impor Jumlah
Sumber: Badan Pusat Statistik ,2011
Pertambangan Migas Galian 89,08 17,02 30,82 7,09 30,82 7,09
Jumlah 106,12 37,91 30,82 7,10
Persentase (%) Migas Galian 44,73 31,02
Jumlah 41,78
15,47 -
12,92
12,13 2,79
27,40 3,41 0,23 5,53 0,83
1,19 0,001 0,007
27,40 4,61 0,23 5,53 0,84
13,75 1,71 0,11 2,78 0,42
2,17 0,00 0,01
10,78 1,82 0,09 2,18 0,33
9,76 3,36
4,86 0,028
14,62 3,39
4,90 1,69
8,85 0,05
5,75 1,34
1,52 0,002 0,071
0,23 0,001 0,008
1,75 0,001 0,004
0,76 0,00 0,04
0,41 0,00 0,02
0,69 0,001 0,003
1,28 0,52 4,35 110,08 199,16
0,048 2,81 757,8 37.87 54,16
1,33 3,33 5,10 147,9 254,05
0,64 0,26 2,18 55,27 100
0,09 5,12 1,38 68,98 100
0,052 1,31 2,01 58,23 100
85
Biaya antara sektor pertambangan menunjukan bahwa biaya antara untuk komoditi impor cenderung lebih besar dibandingkan biaya antara ke sektor domestik lainnya yaitu mencapai 58,22 persen dari total biaya antara sektor pertambangan. Besarnya biaya antara komoditi impor mengindikasikan bahwa sektor pertambangan memiliki keterkaitan sektor yang tidak erat dengan sektor domestik yang lain. Keterkaitan sektor pertambangan yang tidak erat artinya sektor ini lemah untuk mendorong sektor domestik lain untuk meningkatkan pendapatannya. Besarnya biaya antara komoditi impor dari kegiatan produski sektor pertambangan karena belum adanya sektor industri migas untuk sektor migas dan sektor barang galian bukan logam (batubata) pada sektor penggalian untuk peningkatan nilai tambah. Kedua sektor industri ini sangat penting untuk meningkatkan nilai tambah produksi sektor pertambangan. Selama ini kegiatan peningkatan nilai tambah dilakukan diluar wilayah dengan cara mengalirkanan bahan baku dan hasil ekstarksinya untuk diolah (processing) guna menghasilkan produkolahan. Dengan demikian tidak tersedianya Industri migas dan industri barang galian bukan logam (batubata) maka tidak dapat memberi dorongan kebelakang backward effect terhadap sektor hulunya yaitu sektor pertambangan migas dan penggalian. Akibatnya, pertumbuhan ekonomi di kabupaten Musi Rawas mengalami peningkatan yang melambat, sebaliknya daerah lain yang akan mengalami peningkatan yang ditandai peningkatanan upah tenaga kerjanya. Besarnya biaya antara komoditi impor dibandingkan ke sector domestik mengindikasikan terjadinya kebocoran wilayah (regional leakages) pada kegiatan produksi pertambangan. Sektor industi pengolahan makanan dan minuman dan sektor perdagangan merupakan sektor domestik yang paling erat keterkaitannya dengan sektor pertambangan. Besarnya keterkaitan sektor industri makanan dan minuman adalah mencapai 13,75 persen ke subsektor migas, dan keterkaitan sektor perdagangan adalah sebesar 8,85 persen ke subsektor penggalian. Dengan demikian dapat disimpulkan bahwa keterkaitan yang erat dengan industri makanan dan minuman karena kegiatan pengadaan konsumsi tenaga kerja. Berikutnya kegiatan produksi memiliki keterkaitan yang erat dengan sektor perdagangan karena pemerintah daerah sedang fokus pada proses pembangunan infrastruktur wilayah di Kabupaten Musi Rawas. Banyaknya infrastruktur yang dibangun memberikan dampak postif terhadap penerimaan sector perdagangan.
Keterkaitan Pengeluaran Pemerintah dengan DBH Migas dan Galian. Penerimaan daerah dari Dana Bagi Hasil (DBH) sektor pertambangan migas dan penggalian digunakan oleh pemerintah daerah untuk investasi pembangunan wilayah di Kabupaten Musi Rawas Peraturan Menteri Dalam Negeri Nomor 13 tahun 2006 tentang pedoman pengelolaan keuangan daerah, pengeluaran pemerintah berdasarkan kelompok belanja terdiri atas belanja tidak langsung dan belanja langsung. Belanja tidak langsung meliuputi belanja pegawai, bunga, subsidi, hibah, bantuan sosial, belanja bagi hasil, bantuan
86
keuangan, belanja tidak terduga. Sebaliknya belanja langsung terdiri atas belanja pegawai, belanja barang dan jasa, dan belanja modal. Struktur pengeluaran pemerintah menurut Tabel SNSE terdiri atas pengeluaran pemerintah daerah ke institusi (rumah tangga, perusahaan dan pemerintah) struktur pengeluaran pemerintah derah Kabupaten Musi Rawas menunjukan bahwa jumlah pengeluarannya relatif besar yaitu mencapai Rp. 1847,61 milyar. Struktur pengeluaran pemerintah daerah terdiri atas Pengeluaran pemerintah menurut SNSE Kabupaten Musi Rawas Tahun 2010 dapat dilihat dari Tabel 35. Tabel 35 Pengeluaran Pemerintah menurut SNSE Kabupaten Musi Rawas Tahun 2010 (Rp.Milyar). Uraian
Pengeluaran Pemerintah (Rp.Milyar) Persentase (%)
Institusi
849,03
45,95
Rumah Tangga Pertanian Buruh Pertanian Usaha Pertanian Bukan Pertanian Gol.Bawah Penerima Pendapatan Gol.atas Perusahaan Pemerintah Sektor Domestik Jasa Pemerintahan Umum Komoditi Impor Neraca Kapital Luar Kabupaten/negeri Jumlah
325,05 198,21 94,47 103,74 126,85 71,53 29,05 26,27 167,20 356,77
17,59 10,72 5,11 5,61 6,86 3,87 1,57 1,42 9,05 19,31
561,66 109,11 277,10 50,71 1847,61
30,40 5,91 15,00 2,74 100,0
Sumber : Badan Pusat Statistik Indonesia, 2011
Pengeluaran pemerintah menunjukun bahwa terjadi kebocoran wilayah dilihat dari pengeluaran ke luar kabupaten yaitu sebesar 2,74 persen dari total pengeluaran pemerintah. Berikutnya indikasi tejadi kebocoran wilayah yaitu pengeluaran ke komoditi impor yaitu sebesar 5,91 persen dari total pengeluaran pemerintah. Selanjutnya indikasi kebocoran wilayah dapat dilihat dari pengeluaran pemerintah berdasaarkan belanja tidak langsung yaitu pengeluaran ke institusi (rumahtangga, perusahaan, pemerintah), dan belanja langsung yaitu terdiri atas belanja ke pemerintahan umum, dan ke neraca kapital. Indikasi kebocoran wilayah dari pengeluaran pemerintah ke institusi dibelanjakan untuk belanja pegawai ke institusi pemerintah, subsidi ke pemerintah, dan bantuan sosial ke rumahtangga. Pengeluaran pemerintah ke institusi relatif cukup besar yaitu mencapai 45,95 persen dari total pengeluaran pemerintah. Pengeluaran pemerintah ke institusi menunjukan bahwa pengeluarannya ke pemerintah merupakan yang paling besar dibandingkan ke rumahtangga yaitu mencapai 17,59 persen dari total pengeluaran pemerintah. Indikasi kebocoran wilayah dapat dilihat dari pengeluaran yang cenderung terbesar ke institusi pemerintah dibandingkan ke rumah tangga. Berikutnya indikasi kebocoran wilayah dapat dilihat dari pengeluaran pemerintah ke institusi rumah tangga. Besarnya pengeluaran pemerintah ke rumah tangga relatif besar yaitu mencapai 17,59 persen dari total
87
penegluaran pemerintah. Pengeluaran pemerintah ke institusi rumahtangga di Kabupaten Musi Rawas dapat dilihat pada Tabel 36. Tabel 36
Pengeluaran Pemerintah Ke Institusi Rumah Tangga di Kabupaten Musi Rawas (Rp.Milyar).
Rumah Tangga Pertanian Buruh Pertanian Usaha Pertanian Bukan Pertanian Gol.Bawah Penerima Pendapatan Gol.atas Jumlah Persentase pengeluaran pemerintah ke rumah tangga dari total pengeluaran ke
Pengeluaran Pemerintah Rp.Milyar Persentase (%) 198,21 60,98 94,46 29,06 103,74 31,92 126,85 39,02 71,53 22,00 29,05 8,94 26,27 8,08 100,0 325,05 17,59
Sumber: SNSE Kabupaten Musi Rawas Tahun 2010.
Besarnya pengeluaran pemerintah kerumah tangga berpotensi menimbulkan kebocoran wilayah karena adanya pengeluaran ke rumah tangga golongan atas yaitu mencapai 8,08 persen dari total pengeluaran ke rumahtangga atau sebesar 1,42 persen dari total pengeluaran pemerintah. Indikasi kebocoran wilayah juga dapat dilihat dari besarnya belanja langsung pemerintah ke pemerintahan umum yaitu sebesar 30,40 persen dari total pengeluaran pemerintah. Pengeluaran ke pemerintahan umum digunakan untuk sumbangan daerah bawahan, belanja pemeliharaan, angsuran pinjaman dari bunga dan lain-lain, pensiun, bantuan pengeluaran yang tidak termasuk bagian lain, pengeluaran tak tersangka. Berikutnya pengeluaran pemerintah ke neraca kapital relatif besar, yaitu mencapai 15 persen dari total pengeluaran pemerintah. Besarnya pengeluran pemerintah digunakan untuk investasi pembangunan wilayah seperti infrastruktur jalan dan jembatan, bendungan dan irigasi dan gedung perkantoran, serta sarana prasararana kesehatan dan pendidikan.Namun besarnya pengeluaran pemerintah untuk pengembangan wilayah tidak efektif karena pembangunan infrastruktur cenderung digunakan untuk tujuan meningkatkan pertumbuhan ekonomi dibandingkan untuk mensejahterakan masyarakatnya. Besarnya pengeluaran sebagian besar digunakan untuk pembangunan infrastrukturbangunan perkantoran pemda Kabupaten Msui Rawas sebaliknya infrastruktur yang ada di wilayah terpencil masih minim. Selanjutnya pengeluaran pemerintah juga tidak pro poor karena adanya pengeluaran ke luar kabupaten sebesar 2,74 persen dan ke komoditi impor sebesar 5,91 persen. .
88
Dampak Multiplier Terhadap Perekonomian Kabupaten Musi Rawas Analisis Multiplier Analisis multipliereffect SNSE digunakan untuk mencari informasi dampak simulasi peningkatan output sebesar Rp. 1 (satu) milyar pada sektor pertambangan dalam blok sektor produksi terhadap : 1) value added multiplier, yaitu besaran multiplier yang menunjukan seberapa besar pengaruh dari sektor pertambangan terhadap perubahan value added atau PDRB, 2) institution induced income multiplier, yaitu besaran multiplier yang menunjukan seberapa besar pengaruh sektor pertambangan terhadap perubahan pendapatan institusi, 3) other linkage sector multiplier adalah besaran multiplier yang menunjukan berapa besar pengaruh sektor pertambangan terhadap perubahan sektor-sektor lainnya dalam blok produksi, 4) production multiplier dan gross output multiplier, yaitu besaran multiplier yang menunjukan berapa besar pengaruh dari sektor pertambangan terhadap perubahan output. Analisis multipliereffect SNSE dapat mendeteksi kebocoran wilayah Bendavid, 1991; Reis dan Rua , 2006. Doeksen dan Charles (1969) menjelaskan bahwa kebocoran wilayah dapat diidentifikasi dari aspek multiplier output, dan multiplier income. Selain itu Rada dan Lance (2006) menjelaskan bahwa kebocoran dapat dilihat dari sisi agregat demand ketika terjadinya perubahan dalam injeksi investasi, ekspor, dan belanja pemerintah. Peningkatan output sektor pertambangan dalam model SNSE diketahui melalui analisis accounting multiplier, yaitu menganalisis dampak perubahan variabel eksogen terhadap output sektor pertambangan. Perubahan variabel eksogen disebut injeksi dan dampak yang ditimbulkan berupa dampak langsung (direct effect) dan dampak tidak langsung (indirect effect). Multiplier effect dalam model SNSE menggambarkan peningkatan ekonomi suatu wilayah dan distribusi pendapatan wilayah tersebut, baik distribusi pendapatan faktorial maupun pendapatan institusional. Salah satu ciri kemajuan teknologi produksi adalah spesialisasi. Spesialisasi dalam bentangan yang luas akan menimbulkan keterkitan antar sektor dalam rentangan yang panjang, yang pada gilirannya memberikan efek multiplier yang besar. Dalam konteks ini sektor pertambangan migas merupakan sektor yang relatif besar baik multiplier output maupun muliplier nilai tambah, sebliknya sektor penggalian relatif sedikit. Namun jika dibandingkan dengan sektor lainnya, terdiri atas sektor industri makanan minuman, dan sektor pertanian (perkebunan karet dan sawit, dan padi) merupakan sektor yang koefisiennya paling besar. Berikut akan disampaikan ulasan mengenai analisis multiplier effect sektor pertambangan dapat dilihat pada Tabel 37.
89
Tabel 37
Analisis multiplier SNSE Kabupaten Musi Rawas Tahun 2010 (Rp.milyar) Simulasi terhadap sekTor Pertambangan Industri
Pertanian Uraian Padi
Multiplier Output Nilai Tambah Tenaga Kerja Kapital Rasio TK/Kapital\ Institusional Gol. RT Perusahaan Pemerintah RasioRTBuru hPertanian/g ol.Atas. Perusahaan /RT Multiplier Produksi Output Bruto Produksi Komoditi Impor Keterkaitan Ke Belakang
Karet
Kelapa Sawit
Migas
Makanan Galian Minuman
Jasa-Jasa Bangun PerPemerintah -an dagangan
5,13
5,20
5,13
5,01
4,82
5,24
5,10
5,07
4,79
1,31
1,27
1,29
1,31
1,22
1,18
1,14
1,33
1,18
0,35
0,39
0,44
0,38
0,35
0,34
0,36
0,45
0,84
0,96 2,75
0,89 2,29
0,85 1,92
0,94 2,48
0,87 2,43
0,84 2,46
0,79 2,14
0,88 1,98
0,34 0,40
1,75 0,76 0,70 0,30
1,69 0,77 0,65 0,28
1,70 0,81 0,62 0,27
1,75 0,78 0,68 0,29
1,63 0,72 0,63 0,27
1,58 0,70 0,61 0,26
1,51 0,70 0,57 0,24
1,75 0,82 0,65 0,28
1,40 0,99 0,27 0,140
4,73
4,47
3,20
7,85
6,8
5,32
6,22
8,31
11,00
0,92
0,85
0,77
0,88
0,87
0,88
0,82
0,78
0,27
2,06
2,24
2,1
1,94
1,97
2,48
2,45
1,99
2,21
1,74 1,12
1,88 1,17
1,77 1,10
1,63 1,01
1,61 1,02
2,09 1,20
2,03 1,02
1,68 1,05
1,67 1,0494
0.32
0.36
0.37
0.31
0.36
0.39
0.42
0.31
0.54
0,94
1,06
1,05
0,93
0,95
1,28
1,43
0,94
1,16
Sumber : Data diolah dari SNSE Kabupaten Musi rawas tahun 2010.
Koefisien multiplier output bruto sektor pertambangan migas relatif besar dengan angka koefisien sebesar 5,01 dan sektor penggalian reltif sedikit hanya sebesar 4,82. Angka ini mengandung arti bahwa injeksi sebesar Rp. 1 (satu) milyar pada sektor pertambangan dapat memberi dampak terhadap kenaikan total penerimaan domestik Kabupaten Musi Rawas sebesarRp. 5,01 milyar dari sektor migas dan dari sektor galian sebesar Rp. 4,82 milyar. Dampak langsung sektor migas sebesar 5,01 dan dampak tidak langsung sebesar 4,01 dan dampak langsung sektor penggalian sebesar 4,82 dan dampak tidak langsung sebesar 3,82. Meningkatnya permintan output sektor pertambangan memerlukan tambahan input sebesar Rp. satu milyar mendorong sektor tersebut meningkatkan produksinya sebesar itu (dampak langsung). Upaya untuk meningkatkan output tersebut memerlukan tambahan input, baik input primer maupun input antara yang berasal dari sektor-sektor lainnya. Tahapan berikutnya, sektor-sektor yang mengalami peningkatan permintan tadi akan mengantisipasi dengan meningkatkan penggunaan input. Demukian seterusnya sampai pada batas mana tidak terjdi lagi dampak injeksi tersebut .sejalan dengan itu, peningkatan penggunaan input primer akan mengakibatkan pendapatn institusi (rumah tangga, perusahaan, pemerintah) meningkat. Meningkatnya pendapatan institusi mendorong peningkatan permintaan output
90
sektor pertambangan (dampak tidak langsung). Proses ini berlangsung berulangulang sehingga output sektor pertambangan meningkat lebih besar dari injeksinya. Dalam kajian ini suatu sektor ekonomi dikatakan efisien jika mempunyai nilai pengganda lebih besar dari satu yang menandakan bahwa pertambahan output lebih besar dibandingkan pertambahan modal, sebaliknya disebut inefesien bila penggandanya kurang dari satu atau pertambahan output lebih kecil dibandingkan pertambahan modal. Dalam Tabel diatas, terlihat jelas bahwa sembilan sektor yang berkontribusi besar terhadap PDRB Kabupaten Musi Rawas dapat dikategorikan sebagai sektor ekonomi yang efisien karena seluruh sektor tersebut mempunyai pengganda nilai tambah lebih besar dari satu. Kondisi ini menandakan bahwa pembangunan dari sembilan sektor tersebut yang intensif dan efektif diperkirakan mampu mempercepat pertumbuhan ekonomi wilayah Kabupaten Musi Rawas. Sektor pertambangan migas dan penggalian mempunyai pengaruh yang relatif besar dalam perekonomian wilayah Kabupaten Musi Rawas. Multiplier nilai tambah (value added multiplier) menunjukan bahwa simulasi kebijakan peningkatan output sebesar Rp. 1 (satu) milyarke sektor pertambangan dapat meningkatkan NTB/PDRB yang cukup signifikan.Peningkatan pendapatan NTB/PDRB dari sektor pertambangan migas sebesar 1,31 dan dari sektor penggalian sebesar 1,22. Dengan kata lain sektor pertambangan migas dan penggalian memiliki kemampuan untuk menciptakan PDRB Kabupaten Musai Rawas sebesar Rp. 1,31 milyar dan sektor penggalian sebesar Rp. 1,22 milyar untuk setiap peningkatan permintaan akhirnya sebesar Rp. 1 (satu) milyar. Peningkatan pendapatan sektor penggalian lebih rendah dikarenakan kontrak karya perusahaan saat ini masih tahap eksplorasi dan bukan eksploitasi atau dengan kata lain belum banyak menghasilkan atau berproduksi. Apabila sektor penggalian sudah pada tahap eksploitasi maka punya kecenderungan besar bisa meningkatkan nilai tambah yang lebih besar di masa yang akan datang. Dilihat dari komposisinya terhadap penciptaan nilai tambah (value added), kenaikan penerimaan cenderung lebih besar ke faktor produksi kapital dibandingkan ke faktor produksi tenaga kerja. Hal ini mengindikasikan bahwa sektor pertambangan merupakan sektor yang tidak mampu menyerap tenaga kerja lebih banyak. Di lihat dari Rasio perbandingan pendapatan antara kapital dengan tenaga kerja relatif besar. Rasio perbandingan diperoleh dengan membagi nilai multiplier nilai tambah kapital dengan tenaga kerja. Dengan demikian di peroleh nilai rasio yang cukup besar yaitu sebesar 2,48 dari sektor migas dan sebesar 2,46 dari sektor penggalian. Sektor pertambangan memiliki keterkaitan yang erat dengan faktor produksi bukan tenaga kerja atau modal, hal ini disebabkan oleh sistem produksinya dibutuhkan modal yang cukup besar. Modal yang besar diketahui banyak dimiliki oleh perusahaan (swasta) baik PMA maupun PMDN. Semakin banyak perusahaan pertambangan di Kabupaten Musi rawas maka semakin meningkat modal swasta. Hal ini membuktikan bahwa faktor produksi modal merupakan faktor produksi yang sangat penting dalam kaitannya dengan sektor pertambangan. Multiplier nilai tambah sektor pertambangan di Kabupaten Musi Rawas Tahun 2010 dapat dilihat pada Tabel 38.
91
Tabel 38 Koefisien multiplier Nilai Tambah Bruto tenaga kerja dan kapital menurut sektor produksi di Kabupaten Musi Rawas Tahun 2010. Primer Pertanian Uraian
No. Padi (17)
Faktor Produksi Tenaga Kerja Pertanian Buruh Pengusaha Bukan Pertanian Produksi, Operator Alat Angkutan, Manual & buruh kasar Buruh Pengusaha Tata Usaha, Penjualan, JasaJasa Buruh Pengusaha Kepemimpinan, Ketatalaksanaan, Militer, Profesional & Teknisi Buruh Pengusaha Kapital Balas jasa Rasio Tenaga Kerja/Kapital
Karet (21)
Kelapa Sawit (23)
Simulasi Terhadap Sektor Sekunder Tersier Pertambangan Industri Makan Jasa-Jasa Bangun Perdagang -an Pemerintah -an -an Migas Galian Minum -an (39) (40) (27) (29) -an (48) (30)
Persentase Simulasi Terhadap Sektor Sekunder Tersier Industri Pertanian Pertambangan Makan Jasa-Jasa Bangun Perdagang -an Pemerintah Kelapa -an -an Padi Karet Migas Galian Minum -an Sawit (39) (40) (17) (21) (27) (29) -an (48) (23) (30) Primer
0,35
0,39
0,44
0,38
0,35
0,34
0,36
0,45
0,84
26.67 30.36
34.27
1 2
0,04 0,18
0,05 0,20
0,11 0,20
0.01 0.02
0,01 0,02
0,03 0,08
0,01 0,02
0,01 0,02
0,01 0,03
3.23 3.80 13.49 16.10
8.63 15.19
0.74 1.78
3 4
0,03 0,01
0,03 0,01
0,03 0,01
0.06 0.09
0,10 0,11
0,08 0,04
0,14 0,07
0,03 0,01
0,04 0,02
1.95 0.92
2.05 0.99
2.21 0.91
5 6
0,04 0,01
0,04 0,01
0,04 0,015
0.05 0.07
0,04 0,02
0,05 0,02
0,04 0,02
0,11 0,20
0,25 0,04
2.75 1.01
2.96 1.18
3.01 1.13
7 8
0,04 0,00 0,96 1,31 2,75
0,04 0,00 0,89 1,27 2,29
0,04 0,00 0,85 1,30 1,92
0.04 0.03 0,94 1,31 2.48
0,04 0,01 0,87 1,22 2.46
0,04 0,00 0,84 1,18 2,46
0,04 0,01 0,78 1,14 2,14
0,05 0,01 0,88 1,32 1,98
0,41 0,03 0,34 1,18 0,40
2.98 2.93 0.33 0.35 73.33 69.64 100 100
2.83 0.35 65.73 100
Sumber : Data diolah dari SNSE Kabupaten Musi Rawas (2010).
28.77 28.87
28.88
31.85
33.57
71.19
0.7 1.8
2.2 6.9
0.9 2.1
0.8 1.9
1.0 2.3
4.44 6.88
8.4 8.7
6.6 3.3
12.1 6.4
2.5 0.9
3.5 2.0
3.74 5.22
3.2 1.8
4.4 1.7
3.7 1.8
8.5 15.0
21.2 3.3
3.39 3.3 2.58 1.1 71.23 71.1 100 100
3.4 0.4 71.1 100
4.0 1.0 68.1 100
3.5 0.5 66.4 100
35.0 2.8 28.8 100
92
Dari sisi tenaga kerja total koefisien sektor pertambangan migas adalah sebesar 0,3779 dan sektor penggalian adalah sebesar 0,3527. Koefisien dan persentase multiplier tenaga kerja sektor pertambangan di Kabupaten Musi Rawas Tahun 2010 dapat dilihat pada Tabel 39. Tabel 39
Koefisien dan persentase multiplier tenaga kerja dari sektor pertambangan di Kabupaten Musi Rawas Tahun 2010.
Pertambangan Migas galian Pertanian 0,03 0,03 Buruh 0,01 0,01 Usaha 0,02 0,02 Bukan Pertanian 0,34 0,32 Produksi 0,15 0,21 Buruh 0,06 0,10 Usaha 0,09 0,11 Penjualan 0,12 0,06 Buruh 0,05 0,04 Usaha 0,07 0,02 Teknisi 0,08 0,05 Buruh 0,04 0,04 Usaha 0,03 0,01 Jumlah 0,38 0,35 Sumber : Data diolah dari SNSE Kabupaten Musi Rawas (2010)
Persentase
Tenaga Kerja
Migas 8,73 2,57 6,16 91,27 39,37 15,42 23,94 31,16 13,02 18,15 20,74 11,77 8,97 100,00
Galian 8,70 2,58 6,12 91,30 59,17 29,20 29,97 17,01 10,94 6,07 15,11 11,34 3,77 100,00
Peningkatan penerimaan pendapatan tertinggi diterima oleh tenaga kerja bukan pertanian dan terendah diterima oleh tenaga kerja pertanian. Dari sektor migas peningkatan penerimaan pendapatan ke tenaga kerja bukan pertanian merupakan yang paling besar yaitu mencapai 0,3449 atau 91,28 persen, sedangkan tenaga kerja pertanian hanya sebesar 0,0330 atau 8,72 persen, dan tenaga kerja produksi paling besar menerima peningkatan pendapatan sebesar 0,1488 atau 43,13 persen dari total penerimaan tenaga kerja bukan pertanian. Peningkatan penerimaan pendapatan tenaga kerja dari injeksi sektor penggalian juga kecenderungan terbesarnya ke tenaga kerja bukan pertanian dengan nilai koefisien 0,322 atau 91,30 persen dari total peneriman tenaga kerja, dan tenaga kerja produksi juga paling besar menerima peningkatan pendapatan mencapai 0,2087 atau 64,81 persen dari total penerimaan tenaga kerja bukan pertanian.Penciptaan nilai tambah (value added) paling tinggi ke semua golongan tenaga kerja baik pengusaha maupun buruh adalah tenaga kerja (Produksi, operator, alat angkutan, Manual, dan Buruh Kasar) yaitu pengusaha Rp. 0,09 milyar, sedangkan yang paling rendah adalah buruh tani sebesar Rp. 0,01 milyar. Dari sektor migas peningkatan penerimaan pendapatan sebagian besar ke tenaga kerja pengusaha yaitu mencapai Rp. 0,22 milyar atau 57,23 persen dari total penerimaan tenaga kerja. Kecuali pada tenaga kerja (kepemimpinan ketatalaksanaan, militer, profesional dan teknisi), di mana tenaga kerja buruh lebih besar menerima value added, yaitu sebesar 0,04 milyar, sedangkan pengusaha menerima sebesar Rp. 0,03 milyar. Sebaliknya dari sektor penggalian peningkatan penerimaan pendapatan paling besar ke tenaga kerja buruh sebesar 0,19 milyar atau 54,06 persen dari total penerimaan tenaga kerja.
93
Besarnya peningkatan pendapatan ke kapital dibandingkan ke tenaga kerja dan besarnya peningkatan pendapatann tenaga kerja pengusaha dibandingkan tenaga kerja buruh mengindikasikan terjadinya kebocoran wilayah dalam distribusi pendapatan sektor pertambangan. Selanjutnya besarnya rasio perbandingan peningkatan pendapatan faktor produksi yang cenderung terbesar ke kapital dibandingkan ke tenaga kerja berpotensi menimbulkan kebocoran wilayah dalam distribusi pendapatan sektor pertambangan di Kabupaten Musi Rawas. Distribusi Pendapatan Institusi Jumlah perusahaan pertambangan yang dipublikasikan oleh Dinas Pertambangan dan Sumber daya Mineral Kabupaten Musi Rawas saat ini sebanyak empat puluh empatperusahaan, yaitu terdiri dari perusahaan migas berjumlah tujuhdan subsektor penggalian bejumlah tiga puluh tujuhperusahaan. Banyaknya kegiatan-kegiatan perusahaan pertambangan menjadi bukti bahwa Kabupaten Musi Rawas potensi akan bahan tambang. Kemudian produksi/ lifting sektor ini produksinya sangat besar sehingga memberikan kontribusi yang cukup besar terhadap sumber-sumber penerimaan daerah. Indikatornya untuk subsektor pertambangan migas dapat di perhatikan pada nilai multiplier penerimaan pemerintah yang cenderung lebih tinggi yaitu sebesar 0,29 dari multiplier subsektor penggalian yang menunjukan angka 0,27.Angka sebesar 0,29 menunjukan bahwa jika ada injeksi sebesar 1 (satu) milyar terhadap neraca eksogen migas (misalkan investasi) maka diperkirakan mampu menaikan penerimaan Kabupaten Musi Rawas sebesar Rp. 0,29 milyar. Sejak bergulirnya undang-undang nomor 34 tahun 2004 mengenai perimbangan keuangan antara daerah dan pusat dalam kaitannya dengan otonomi daerah, serta diberlakukannya Undang-Undang Nomor 22 Tahun 2001 Minyak dan Gas bumi dan Undang-Undang Nomor 4 Tahun 2009 Mineral dan Batubara pendapatan daerah Kabupaten Musi Rawas setiap tahunnya mengalami peningkatan. Peningkatan pendapatan dari sektor pertambangan memberi peran besar dalam pengembangan wilayah Kabupaten Musi Rawas melalui investasi pembangunan daerah. Namun demikian perlu diingat bahwa besarnya penerimaan pelu lebih bijak dalam mengoptimalkan pemanfaatannya untuk meningkatkan kesejahteraan masyarakat, khusunya untuk meningkatkan Indeks Pembangunan Manusia (IPM) yang selami ini merupakan yang terendah se-Sumatera Selatan. Ada keselarasan arah antara multiplier nilai tambah dengan multiplier peningkatan pendapatan rumah tangga, dimana besarnya multiplier nilai tambah dipastikan mempunyai koefisien multiplier peningkatan pendapatan rumah tangga. Nilai pengganda multiplier nilai tambah dihitung pendapatan upah dan modal, sedangkan upah dan modal itu merupakan sumber-sumber utama pendapatan rumah tangga, oleh karenanya sangat logis jika koefisien nilai tambah berhubungan positif dengan koefisien multiplier peningkatan pendapatan rumah tangga. Peningkatan pendapatan ke institusi rumah tangga relatif besar yaitu dari sektor migas sebesar 0,7781, dan penggalian sebesar 0,7241. Peningkatan pendapatan ke institusi rumah tangga cenderung terebesar dinikmati oleh rumah tangga bukan pertanian yaitu meliputi sektor migas sebesar 77,82 persen dan galian sebesar 77,0 persen dari total penerimaan Rumah tangga.
94
Peningkatan pendapatan ke rumah tangga pertanian cenderung terbesarnya ke pengusaha (migas sebesar 78 persen, dan galian sebesar 78 persen) dari total penerimaan rumah tangga pertanian. Sebaliknya penerimaan kerumah tangga bukan pertanian paling tinggi ke golongan atas (migas sebesar 38 persen dan galian sebesar 47,27 persen), kedua golongan bawah (migas sebesar 38,%, dan galian sebesar 42 persen), terakhir ke penerima pendapatan (migas sebesar 14 persen dan galian sebesar 14,81 persen) dari total penerimaan bukan pertanian.
95
Tabel 40
Koefisien dan persentase distribusi pendapatan institusional menurut sektor produksi di Kabupaten Musi Rawas Tahun 2010. Kefesien Institusi Pertambangan Industri Makananan Migas Galian Minuman 0,7781 0,7241 0,7020 0,1726 0,1665 0,1989 0,0364 0,0353 0,0427 0,1361 0,1312 0,1562 0,6056 0,5576 0,5031 0,2345 0,2344 0,1990 0,0848 0,0826 0,0771 0,2862 0,2406 0,2270 0,6829 0,6340 0,6148 0,2902 0,2690 0,2610 1,7512 1,6271 1,5778 7.85 6,81 5.32
Pertanian
Uraian Padi Rumah Tangga Pertanian Buruh Pengusaha Bukan Pertanian Gol.Bawah Penerima Pendapatan Gol.Atas Perusahaan Pemerintah Jumlah RTGol.Atas/Buruh Pertanian
0,7592 0,2618 0,0517 0,2101 0,4974 0,1728 0,0802 0,2445 0,7003 0,2961 1,7556 4.73
Karet
Sawit
0,7668 0,2764 0,0539 0,2225 0,4904 0,1693 0,0804 0,2407 0,6490 0,2767 1,6925 4.47
0,8066 0,3100 0,0747 0,2353 0,4966 0,1746 0,0828 0,2392 0,6224 0,2679 1,6969 3.20
Jasa-Jasa Bangunan
Perdagangan
0,6966 0,1615 0,0356 0,1259 0,5351 0,2345 0,0790 0,2216 0,5687 0,2428 1,5081 6.22
Pertanian
Pemerintahan
0,8244 0,1723 0,0396 0,1327 0,6521 0,2372 0,0858 0,3292 0,6464 0,2783 1,7491 8.31
0,9915 0,2129 0,0435 0,1694 0,7786 0,2027 0,0977 0,4782 0,2675 0,1404 1,3994 11.0
Persentase Industri Makananan galian Minuman 44,50 44,49 10,23 12,60 2,17 2,70 8,06 9,90 34,27 31,89 14,41 12,61 5,08 4,88 14,79 14,39 38,96 38,97 16,53 16,54 100,00 100,00
Pertambangan
Padi
Karet
Sawit
Migas
43,24 14,91 2,95 11,96 28,33 9,84 4,57 13,92 39,89 16,87 100,00
45,30 16,33 3,18 13,15 28,97 10,00 4,75 14,22 38,35 16,35 100,00
47,53 18,27 4,40 13,87 29,27 10,29 4,88 14,10 36,68 15,79 100,00
44,43 9,86 2,08 7,77 34,58 13,39 4,84 16,34 38,99 16,57 100,00
Jasa-Jasa Bangunan
Perdaganan
46,19 10,71 2,36 8,35 35,48 15,55 5,24 14,69 37,71 16,10 100,00
Pemerintahan
47,13 9,85 2,27 7,58 37,28 13,56 4,91 18,82 36,95 15,91 100,00
70,85 15,21 3,11 12,11 55,64 14,49 6,98 34,17 19,12 10,03 100,00
Koefisien dan Persentase Rumah Tangga Pertanian
Rumah Tangga Pertanian Buruh Pengusaha Bukan Pertanian Gol.Bawah Penerima Pendapatan Gol.Atas Rumah Tangga
Rumah Tangga Industri Makananan Galian Minuman 0,1665 0,1989 0,0353 0,0427 0,1312 0,1562 0,5576 0,5031 0,2344 0,1990 0,0826 0,0771 0,2406 0,2270 0,7241 0,7020
Pertambangan
Padi
Karet
Sawit
0,2618 0,0517 0,2101 0,4974 0,1728 0,0802 0,2445 0,7592
0,2764 0,0539 0,2225 0,4904 0,1693 0,0804 0,2407 0,7668
0,3100 0,0747 0,2353 0,4966 0,1746 0,0828 0,2392 0,8066
Migas 0,1726 0,0364 0,1361 0,6056 0,2345 0,0848 0,2862 0,7781
Jasa-Jasa Bangunan
Perdagangan
0,1615 0,0356 0,1259 0,5351 0,2345 0,0790 0,2216 0,6966
Pertanian
Pemerintahan
0,1723 0,0396 0,1327 0,6521 0,2372 0,0858 0,3292 0,8244
0,2129 0,0435 0,1694 0,7786 0,2027 0,0977 0,4782 0,9915
Padi 34,48 6,81 27,67 65,52 22,76 10,56 32,20 100,00
Karet
Sawit
36,05 7,02 29,02 63,95 22,08 10,49 31,39 100,00
Persentase Industri Makananan Minuman 28,33 6,08 22,25 71,67 28,35 10,98 32,34 100,00
Pertambangan Migas
38,43 9,26 29,17 61,57 21,64 10,27 29,65 100,00
Galian
22,18 4,68 17,50 77,82 30,14 10,89 36,78 100,00
23,00 4,87 18,12 77,00 32,37 11,40 33,23 100,00
Jasa-Jasa Bangunan 23,19 5,11 18,07 76,81 33,67 11,34 31,81 100,00
Perdagangan
Pemerintahan
20,90 4,81 16,09 79,10 28,77 10,41 39,93 100,00
21,47 4,38 17,09 78,53 20,44 9,86 48,23 100,00
Koefisien dan Persentase Rumah Tangga Pertanian Padi Buruh Pengusaha Pertanian
Sektor Produksi Pertambangan
Pertanian
RT.Pertanian 0,0517 0,2101 0,2618
Karet 0,0539 0,2225 0,2764
Sawit 0,0747 0,2353 0,3100
Migas 0,0364 0,1361 0,1726
galian 0,0353 0,1312 0,1665
Industri Makananan Minuman 0,0427 0,1562 0,1989
Jasa-Jasa Bangunan 0,0356 0,1259 0,1615
Perdagangan 0,0396 0,1327 0,1723
Pemerintahan 0,0435 0,1694 0,2129
Persentase Pertambangan
Pertanian Padi
Karet
Sawit
Migas
Galian
19,76 80,24 100,00
19,49 80,51 100,00
24,10 75,90 100,00
21,12 78,88 100,00
21,20 78,80 100,00
Industri Makananan Minuman 21,46 78,54 100,00
Jasa-Jasa Bangunan 22,05 77,95 100,00
Perdagangan 23,00 77,00 100,00
Pemerintahan 20,42 79,58 100,00
Koefisien dan Persentase Rumah Tangga Bukan Pertanian Pertanian RT.Bukan pertanian Gol.Bawah Penerima Pendapatan Gol.Atas Bukan Pertanian
Padi 0,1728 0,0802 0,2445 0,4974
Karet 0,1693 0,0804 0,2407 0,4904
Pertambangan Sawit 0,1746 0,0828 0,2392 0,4966
Migas 0,2345 0,0848 0,2862 0,6056
Penggalian 0,2344 0,0826 0,2406 0,5576
Sumber : Data diolah dari SNSE Kabupaten Musi Rawas Tahun (2010).
Industri Makananan Minuman 0,1990 0,0771 0,2270 0,5031
Jasa-Jasa Bangunan 0,2345 0,0790 0,2216 0,5351
Perdagangan 0,2372 0,0858 0,3292 0,6521
Pemerintahan 0,2027 0,0977 0,4782 0,7786
Pertanian
Pertambangan
Padi
Karet
Sawit
Migas
galian
34,74 16,12 49,14 100,00
34,52 16,40 49,08 100,00
35,16 16,68 48,17 100,00
38,73 14,00 47,27 100,00
42,04 14,81 43,15 100,00
Industri Makananan Minuman 39,56 15,32 45,13 100,00
Jasa-Jasa Bangunan 43,83 14,76 41,41 100,00
Perdagangan 36,37 13,16 50,47 100,00
Pemerintahan 26,03 12,55 61,41 100,00
96
Besarnya peningkatan pendapatan rumah tangga goloagan atas dari output sektor pertambangan mengindikasikan terjadinya kebocoran wilayah. Berikutnya potensi tejadinya kebocoran wilayah dapat dilihat dari nilai rasio Perbandingan penerimaan pendapatan antara buruh tani dengan golongan atas yang relatif sangat sangat besar, yaitu yaitu 7,8 untuk sektor migas dan 6,81 untuk sektor penggalian. Keterkaitan Sektor Pertambangan Analisis keterkitan antara sektor pertambangan dengan sektor produksi lainnya dapat dilihat dari dua sisi, terdiri atas sisi keterkaitan kebelakang (backward linkages) dan dari sisi keterkaitan kedepan (forward linkages). Keterkaitan kebelakang menunjukan daya penyebar, artinya kalau terjadi peningkatan permintaan akhir terhadap sektor pertambangan maka sektor tersebut akan mendorong peningkatan output semua sektor dengan kelipatan sebesar nilai multiplier-nya. Pada sisi lain, keterkaitan ke depan (forwrad linkge) menunjukan derajat kepekan suatu sektor tertentu dengan permintaan akhir semua sektorsektor lainnya. Jika terjadi kenaikan permintan akhir pada semua sektor produksi maka sektor pertambangan akan akan memberikan respon dengn menaikan output sektor tersebut dengan kelipatan sebesar koefisien keterkaitannya. Sektor produksi yang memiliki daya penyebar paling besar adalah sektor tersier yaitu terdiri atas sektor bangunan dan sektor jasa-jasa pemerintahan umum. Sektor sekunder yang memiliki daya penyebar tertinggi adalah sektor industri makanan dan minuman. Sebaliknya sektor primer yang memiliki daya penyebar paling besar adalah sektor perkebunan karet disusul sektor perkebunan sawit sebesar 1,0469, sedangkan sektor pertambangan migas merupakan yang paling rendah dibandingkan dengan sektor primer lainnya, hanya sebesar 0,9294. Sebaliknya sektor produksi yang memiliki derajat kepekan paling besar adalah sektor sekunder industri makanan dan minuman. Sektor primer merupkan sektor terbesar kedua yaitu sektor perkebunan karet dan berikutnya adalah sektor komoditi padi. Sebaliknya sektor pertambangan migas dan penggalian paling rendah dibandingkan dengan sektor primer lainnya. Nilai Koefisien keterkaitan kebelakang sektor pertambangan migas adalah sebesar 0,9294, dan sektor penggalian sebesar 0,9483. Nilai koefisien tersebut memberi makna bahwa bila terjadi kenaikan neraca eksogen di sektor pertambangan migas sebanyak Rp. 1 (satu) milyar maka output penerimaan pada sektor yang lain akan meningkat sebesar Rp. 0,9294 milyar pada sektor migas dan sektor penggalian sebesar Rp. 0,9383 milyar. Hal ini terjadi karena kenaikan permintaan akhir terhadap output sektor pertambngan sebesar Rp. 1 (satu) milyar, mendorong sektor ini meningkatkan permintaan input dari sektor-sektor lainnya, yang kemudian sektor-sektor lain tersebut meningkatkan output mereka yang juga memerlukan tambahan input. Akhirnya seluruh sektor ekonomi meningkat sebesar 0,9294 dari sektor migas dan sebesar 0,9483 dari sektor penggalian. Backward linkage menggambarkan keterkitan kebutuhan input sektor produksi pertambangan. Keterkitan kedepan sektor pertambangan migas sebesar 1,0138 dan sebesar sektor penggalian sebesar 1,0236. Angka ini mempunyai makna bahwa apabila permintaan akhir semua sektor produksi meningkat sebesar Rp. 1
97
(satu)milyar maka output sektor pertambangan migas meningkat sebesar Rp. 1,0138 milyar dan sektor penggalian meningkat sebesar Rp. 1,0236 milyar. Backward linkge pada sektor pertambangan berkaitan dengan input pada berbagai sektor di belakangnya atau dapat juga disebut sebagai berorientasi pada input factors. Permintan input pada sektor lain senantiasa terjadi secara berantai, sehingga seluruh matarantai aktivitas produksi akan terkena dampak dari injeksi sektor pertambangan. Persoalannya adalah besaran kefesien backward linkage sektor pertambangan relatif rendah bila dibandingkan dengan sektor lainnya, sehingga seberapa jauh mata rantai yang terkena dampak dari perubahan sektor pertambangan semakin kecil keterkaitan kebelakang. Disisi lain, forward linkage sektor pertambangan berkaitan dengan pasokan input sektor pertambangan kepada sektor-sektor lain didepannya (dari hulu ke hilir) atau dapat juga disebut apakah sektor pertambangan berorientsi pasar. Forward linkage manyatakan besarnya dampak yang diterima sektor pertambangan sebagai akibat dari perubahan permintaan akhir dalam perekonomian. Dengan demikian forward linkage sektor pertambangan berada pada konsep menerima akibat dari suatu perubahan dan bukan sebagai penyebab terjadinya perubahan. Pada sisi lain, keterkaitan ke depan (forward linkages) menunjukkan derajat kepekaan suatu sektor tertentu terhadap permintaan akhir semua sektor-sektor lainnya. Dengan kata lain, jika terjadi kenaikan permintaan akhir pada semua sektor produksi maka suatu sektor tertentu akan memberikan respon dengan menaikan output sektor tersebut dengan kelipatan sebesar keofisien keterkaitannya.Dalam konteks kecenderungan suatu sektor berada pada posisi hilir atau pada posisi hulu, dilakukan dengan cara membandingkan koefisien backward linkages dengan koefisien forward linkages. Sektor yang memiliki koefisien backward linkage lebih besar dari koefisien forward linkages berarti sektor tersebut cenderung berada pada posisi hilir, dan sebaliknya berarti cenderung berada pada posisi hulu. Keterkaitan ke Belakang dan Keterkaitan kedepan Sektor Produksi Berdasarkan SNSE Kabupaten Musi RawasTabel 41. Tabel 41
Keterkaitan ke Belakang dan Keterkaitan kedepan Sektor Produksi Berdasarkan SNSE Kabupaten Musi Rawas Tahun 2010 (Rp.Milyar)
Sektor Produksi
Linkages Backward Forward
Ranking Backward Forward
Pertanian Padi 0,9396 1,1222 8 Karet 1,0638 1,1731 4 Kelapa Sawit 1,0469 1,0970 5 Pertambangan Migas 0,9294 1,0138 9 Galian 0,9483 1,0236 6 Industri Makanan dan 1,2808 1,2000 2 Minuman Bangunan 1,4269 1,0240 1 Perdagangan 0,9397 1,0531 7 Jasa-Jasa Pemerintahan Umum 1,1610 1,0494 3 Sumber : Data diolah dari SNSE Kabupaten Musi Rawas Tahun 2010.
Kategori 3 2 4
Hulu Hulu Hulu
9 8
Hulu Hulu
1
Hilir
7 5
Hilir Hulu
6
Hilir
98
Dalam perspektif ini nampaknya dalam perekonomian Kabupaten Musi Rawas, sektor-sektor yang cenderung berada pada posisi hulu adalah sektor pertanian (Padi, Karet, Kelapa Sawit), sektor pertambangan (Migas dan Galian), dan sektor perdagangan. Sedangkan sektor industri makanan dan minuman, Bangunan, dan Pemerintahan umum lebih cenderung berada pada posisi hilir. Perbandingan koefisien antara backward linkage dengan forward linkage menunjukan bahwa koefisien forward linkage lebih lebih besar dari backward linkage. Berarti dalam perspektif ini sektor pertambangan berada pada posisi hulu karena sektor ini tidak mampu menarik sektor-sektor dibelakangnya untuk meningkat, maka kondisi ini mengindikasikan bahwa sektor pertambangan berorientasi pada penggunaan input impor daripada input sektor domestik. Sektor sekunder yaitu sektor industri makanan dan minuman, kemudian sektor tersier terdiri atas sektor bangunan dan pemerintahan umum cenderung pada posisi hilir. Hal ini terjadi karena di Kabupaten Musi Rawas sektor ini dikelola secara insentif, karena memerlukan input dari sektor-sektor dibelakangnnya dan terjadi keterkaitan yang relatif panjang. Analisis Dekomposisi Pengganda Neraca Informasi mengenai peranan pembangunan sektor pertambangan migas dan galian terhadap pertumbuhan ekonomi wilayah dan distribusi pendapatan masyarakat di Kabupaten Musi Rawas telah cukup panjang lebar diuraikan di atas. Akan tetapi penjelasan tersebut belum memaparkan distribusi pendapatan dari suatu neraca endogen ke neraca endogen lainnya. Sangat penting sekali untuk mengamati aliran distribusi sernacam ini, karena nantinya dapat ditunjukkan kemana saja aliran pendapatan tersebut bergerak ketika dilakukan injeksi pada neraca eksogen dari sektor ekonomi berbasis pertambangan. Penelusuran mengenai aliran distribusi pendapatan antara neraca endogen dapat dilakukan dengan menggunakan analisis dekomposisi pengganda atau pengganda neraca (Lampiran 7). Analisis dekompisisi pengganda neraca digunakan untuk menunjukantahapan dampak yang terjadi akibat penerapan sebuah kebijakan terhadap sektorpertambangan dalam perekonomian Kabupaten Musi Rawas tahun 2010. Dalam pembahasan penelitian ini pengganda neraca digunakan untuk mengidentifikasi lebih lanjut indikasi atau potensi terjadinya kebocoran wilayah dalam distribusi pendapatan sektor pertambangan. Dari analisis tersebut Matrikdekomposisi pengganda sektor pertambangan dibagi menjadi 3 (tiga), terdiri atas(1) matrik pengganda transfer, 2) matrik pengganda lompatan terbuka (open loop),dan 3) matrik pengganda lompatan tertutup atau closed loop(Lampiran 4).Analisis dekomposisi pengganda neraca sektor pertambangan dapat dilihat pada Tabel 42.
99
Tabel 42
Analisis dekomposisi pengganda neraca sektor pertambangan berdasarkan SNSE Kabupaten Musi Rawas tahun 2010. Sektor
Transfer Migas
Sektor Produksi Tenaga kerja Pertanian Buruh Pertanian Bukan pertanian Produksi Buruh Pengusaha Penjualan Buruh Pengusaha Ketatalaksanaan Buruh Pengusaha Kapital Institusi Rumah Tangga Pertanian Buruh Pertanian Bukan Pertanian Gol. Bawah Penerima Pendapatan Gol. Atas Perusahaan Pemerintahan Sektor Domestik Pertanian Tan.Pangan Padi Jagung Tan. Umbi-umbian Bahan Makanan lainnya Peternakan & Hasil-hasilnya Kehutanan Perikanan Pertambangan Migas Penggalian Industri Makanan&Minuman Barang dari Kayu & Hasil Hutan Lainnya Kertas dan Barang Cetakan Pupuk, Kimia & Barang dari Karet Barang Galian Bukan Logam (Batu bata) Listrik, Gas $ Air Bersih Bangunan Perdagangan, Hotel & Restoran Perdagangan Hotel & Restoran Angkutan& Komunikasi Jalan Raya Jasa Penunjang Angkutan Komunikasi Bank & Lembaga Keuangan Lainnya Sewa Bangunan Jasa-jasa Pemerintahan Umum Jasa Sosial Kemasyarakatan Jasa-Jasa Lainnya
0,0041 0,0001 0,0015 0,0007 1,0138 0,0131 0,0016 0,0001 0,0033 0,0005 0,0051 0,0015 0,0007 0,0006 0,0007 0,0021
Galian
0,0002 0,0001 0,0018 1,0230 0,0005 0,0041 0,0001 0,0001 0,0161 0,0001 0,0008 0,0002 0,0097 0,0027
Pengganda Lompatan Terbuka (open loop) Migas galian
0.0390 0.0802
0.0838 0.0952
0.0155 0.0551
0.0060 0.0069
0.0067 0.0300 0.6728 0.0211 0.0816
0.0047 0.0098 0.6077 0.0204 0.0785
0.1663 0.0568 0.1447 0.4896 0.2064 1.0000 -
0.1669 0.0552 0.1880 0.4421 0.1860 1.0000 -
Sumber: data diolah dari SNSE Kabupaten Musi Rawas Tahun 2011.
-
Lompatan Tertutup (closed loop) Migas Galian
-0,0553 0,0014 0,0047 0,0130 0,0438 0,0055 0,0476 1,0000 0.0006 0,1759 0,0125 0,0002 0,0161 0,0005 0,0037 0,0017 0,0457 0,0035 0,0001 0,0018 0,0010 0,0155 0,0856 0,0175 0,0058
-0,0513 0,0013 0,0044 0,0122 0,0408 0,0051 0,0443 1,0006 0,1634 0,0117 0,0002 0,0149 0,0005 0,0034 0,0015 0,0421 0,0032 0,0001 0,0017 0,0009 0,0144 0,0777 0,0163 0,0053
100
Matrikpengganda transfer dapat diketahui pengaruh injeksi Rp. 1 (satu) milyar pada sektor pertambangan migas dan penggalian terhadap sektor lain di dalam blok kegiatan produksi setelah melalui keseluruhan sistem di dalam blok sektor produksi setelah berpengaruh pada blok lain. Pengganda transfer menunjukan bahwa injeksi sebesar Rp. 1 (satu) milyar pada sektor pertambangan pertama kali yang merasakan efek tersebut adalah sektor pertambangan itu sendiriyaitu mencapai 1,0138. Selanjutnya efek pengaruh ke sektor lain cenderung hanya berpengaruh besar terhadap peningkatan penerimaan pendapatan sektor industri makanan dan minuman dari sektor migas dan sektor perdagangan dari sektor penggalian. Dampak pengaruh injeksi subsektor migas terhadap peningkatan pendapatan industri makanan dan minuman yaitu sebesar Rp. 0,0131 milyar dan dampak pengaruh sektor penggalian pengaruh paling besar ke sektor perdagangan, yaitu mencapai Rp.0,0161 milyar. Besarnyapengaruh ke sektor industri makanan dan perdagangan artinya kegiatan produksi kedua sektor ini bukan pada kegiatan peningkatan nilai tambah pengolahan hasil dari bahan mentah menjadi bahan setengah jadi atau jadi di Kabupaten Musi Rawas. Semua produksi subsektor migas dan penggalian di ekspor keluar kabupaten atau luar negeri, akibatnya dalam proses peningkatan nilai tambah tidak adanya industri pengolahan migas dan industri penggalian. Besarnya penerimaan indsutri makanan dan minuman dari sektor migas artinya kegiatan sektor produksi subsektor migas hanya pada kegiatan konsumsi tenaga kerja. Selanjutnya kegiatan produksi perdagangan dalam kegiatan pengolahan dilakukan diluar wilayah kemudian diperdagangkan kembali kedalam wilayah. Hal ini memberikan efek multiplier positif kepada sektor-sektor domestik lainnya karena memiliki keterkaitan yang tidak erat dengan sektor domestik lainnya yang berdampak kepada hilangnya pendapatan wilayah yang di terima oleh Kabupaten Musi Rawas. Hilangnya pendapatan wilayah merupakan indikasi kebocoran wilayah dalam distribusi pendapatan sektor pertambangan di Kabupaten Musi Rawas. Selanjutnya untuk menggambarkan dampak yang terjadi pada peningkatan penerimaan pendapatan faktor produksi tenaga kerja dan institusi sebagai akibat adanya injeksi sebesar Rp. 1 (satu) milyar pada sektor pertambangan pengganda lompatan terbuka (open loop atau cross-effect).Injeksi pada sektor pertambangan sebesar Rp. 1 (satu) milyardapat memberikan dampak pengaruh peningkatan penerimaan pendapatan ke faktor produksi.Namun dampak pengaruh peningkatan penerimaan pendapatan cenderung paling besar ke kapital dibandingkan ke tenaga kerja. Dari injeksi pada sektor pertambangan migas dampak pengaruh peningkatan penerimaan pendapatan ke faktor produksi sebesar Rp. 0,8993 milyar, peningkatan ke kaptal paling besar yaitu mencapai Rp. 0,6728 milyar, sebaliknya ke faktor produksi tenaga kerja hanya sebesar Rp. 0,2265 milyar. Pada sektor penggalian juga cenderung ke kapital yaitu sebesar Rp. 0,6077 milyar. Pada peningkatan penerimaan faktor produksi tenaga kerja, dampak pengaruh injeksi seluruhnya ke tenaga kerja bukan pertanian.Tenaga kerja bukan pertanian yang paling besar menerima peningkatan pendapatan adalah tenaga kerja produksi dan umumnya para pengusaha yang menerima peningkatan pendapatan paling besar dibandingkan dengan buruh. Dari pengganda lompatan terbuka diatas maka dapat disimpulkan bahwa kebijakan pemerintah daerah terhadap sektor pertambangan membawa dampak
101
paling kuat ke faktor produksi bukan tenaga kerja atau kapital, berarti bahwa pembangunan di sektor pertambangan di Kabupaten Musi Rawas masih didominasi dengan kegiatan-kegiatan yang bersifat bersifat eksploitatif dengan syarat padat modal dan perlu menggunakan teknologi tinggi dengan membutuhkan Sumber daya manusia berkualitas. Kondisi ini menjadi penyebab terjadinya kebocoran nilai tambah karena di ketahui bahwa tenaga kerja lokal tidak banyak terserap dari aktivitas sektor pertambangan karena umumnya tingkat pendidikan tenaga kerja lokal relatif rendah dan cenderung terbesarnya berada di sektor pertanian.Tenaga kerja lokal yang cenderung berada pada sektor pertanian tidak menerima dampak pengaruh peningkatan pendapatan karena seluruhnya diterima oleh tenaga kerja bukan pertanian baik tenaga kerja produksi, penjualan dan ketatalaksanaan. Pengganda open loop atau cross-effect juga menjelaskan pengaruh injeksiRp. 1 milyar ke institusi dari sektor pertambangan. Injeksi pada masingmasing faktor produksi baik tenaga kerja maupun bukan tenaga kerja sebanyak Rp. 1 milyar, memberikan pengaruhnya ke sektor pertambangan sebesar Rp. 0,0067 milyar. Injeksi tersebut hanya memberikan pengaruhnya ke subsektor penggalian dan tidak memberikan pengaruh apapun ke sub sektor pertambangan migas. Injeksi pada Institusi (Rumah tangga, perusahaan dan pemerintah) memberikan pengaruh ke sektor pertambangan sebesar Rp. 0,0038 milyar. Injeksi tersebut juga tidak memberikan pengaruhnya ke subsektor pertambangan migas, hanya ke subsektor penggalian. Pengganda lompatan tertutup (closed loop) menggambarkan pengaruh injeksi Rp. 1 (satu) milyar pada sektor pertambangan (migas dan penggalian) terhadap sektor-sektor produksi lainnya setelah berpengaruh pada blok institusi dan blok faktor produksi. Pengganda closed loop menunjukan bahwa pengaruh injeksi sebesarRp. 1 (satu) milyar pada sektor pertambangan cenderung terbesarnya ke sektor industri makanan dan minuman. Besarnya pengaruh yang diterima oleh sektor industri makanan dan minuman merupakan indikasi terjadinya kebocoran wilayah sektor pertambangan karena aktivitas sektor pertambangan di Kabupaten Musi Rawas Pengaruh Injeksi sektor pertambangan migas terhadap industri makanan dan minuman sebesar Rp. 0,1759 milyar, sedangkan injeksi pada subsektor penggalian sebesar Rp. 0,1634 milyar. Besarnya dampak pengaruh yang diterima sektor industri makanan dan minuman merupakan indikasi bahwa kegiatan sektor pertambangan di Kabupaten Musi Rawas cenderung pada kegiatan konsumsi tenaga kerja sektor pertambangan. Sektor domestik lain yang memperoleh dampak pengaruh peningkatan penerimaan pendapatan yang cukup besar ke sektor primer yaitu sektor pertanian tanaman padi, perikananan dan peternakan. Sebaliknya sektor jasa yang menerima peningkatan adalah sektor perdagangan dan sektor pemerintahan umum. Analisis Jalur Struktural Sektor Pertambangan Untuk melengkapi pembahasan analisis multiplier secara mendetail perlu mendeskripsikan efek keterkaitan antara aktivitas lebih lanjut dan mengidentifikasi jalur yang mana pengeluaran suatu sektor dapat memancarkan efek pendapatan terhadap sektor-sektor lainnya dalam suatu perekonomian. Alat
102
analisis SNSE yang dapat melakukan hal tersebut adalah structural path analyisis (SPA) atau analisis jalur struktural. Analisis ini pertama kali di perkenalkan dengan penuh aplikatif oleh Defourny dan Thorbecke (1984) yang bisa menunjukan struktur jalur dari aliran pengeluaran suatu sektor terhadap perubahan pendapatan institusi atau agen ekonomi lainnya. mengikuti ide yang telah di sampaikan oleh keduanya itu, berikut akan di jelaskan jalur struktur dari sektor ekonomi berbasis pertambangan terhadap distribusi pendapatan rumah tangga di Kabupaten Musi Rawas. Untuk menganalisis jalur struktural pengeluaran sektor pertambangan yang dapat memancarkan efek multipliermenjadi pendapatan rumah tangga terdiri atas tiga jalur struktural yaitu jalur dasar sektor pertambangan, jalur sektor domestik, serta jalur komoditi impor. Jalur dasar adalah jalur output sektor pertambangan yang memancarkan efek multiplier menjadi pendapatan rumah tangga melalui jalur sektor pertambangan itu sendiri dan melalui variabel antara faktor produksi tenaga kerja dan kapital. Berikutnya jalur sektor domestik merupakan jalur yang memancarkan efek multiplier melalui sektor domestik lain yang memiliki keterkaitan erat dengan sektor pertambangan. Berikutnya jalur komoditi impor adalah jalur output sektor pertambangan yang kegiatan produksi nya dilakukan diluar wilayah dan modalnya dimiliki oleh orang-orang di luar wilyah sehingga mengakibatkan sabagian nilai tambah yang dihasilkan tidak pada akhirnya bocor mengalir keluar sehingga tidak dapat memancarkan efek multiplier menjadi pendapatan rumah tangga. Jalur komoditi impor merupakan indikasi dan potensi terjadinya kebocoran wilayah dalam distribusi pendapatan sektor pertambangan di Kabupaten Musi Rawas. Jalur struktural menunjukan bahwa output sektor pertambangan memancarkan efek multiplier menjadi pendapatan rumahtangga melalui variabel faktor produksiyaitu tenaga kerja dan bukan tenaga kerja atau kapital. Output sektor pertambangan yang cenderung lebih besar melalui variabel tenaga kerja dapat membuat distribusi pendapatan menjadi lebih baik karena terciptanya pemerataan pendapatan rumah tangga, sebaliknya output yang cenderung ke kapital punya kecenderungan untuk menimbulkan ketimpangan distribusi pendapatan. Besarnya output sektor pertambangan yang cenderung terbesarnya melalui variabel bukan tenaga kerja atau kapital dibandingkan ke tenaga kerja punya indikasi besar terjadinya kebocoran wilayah dalam distribusi pendapatan sektor pertambangan di Kabupaten Musi Rawas. Indikasi terjadinya kebocoran wilayah karena kuasa eksploitasi paling banyak adalah pemilik modal asing (PMA) dan pemilik modal dalam negeri (PMDN) yang modalnya dimiliki oleh orang-orang diluar wilayah kabupaten Musi Rawas. Selanjutnya kategori Rumahtangga yang menerima pancaran efek multiplier pendapatan dari output sektor pertambangan berdasarkan analisis jalur struktural terdiri atas dua kategorirumah tangga yaitu pertanian dan bukan pertanian. Kategori pertanian meluputi Rumahtangga pertanian dan usaha pertanian, sebaliknya kategori bukan pertanian terdiri atas golongan bawah, penerima pendapatan dan golongan atas. Output sektor pertambangan yang memancarkan efek multiiplier menjadi penerimaan rumah tangga yang cenderung terbesarnya menjadi penerimaan golongan atas dibandingkan buruh tani mengakibatkan terjadinya ketimpangan distribusi pendapatan.
103
Selanjutnya Dalam pembahasan Structur Path Analisis (SPA) indikasi terjadinya kebocoran wilayah dalam distribusi pendapatan sektor pertambangan berdasarkan jalur dasar dan jalur sektor domestik lain sebagai patokannya berdasarkan nilai pengaruh global (global influence) dan pengaruh langsung (direct effect). Nilai pengaruh global menunjukan bahwa untuk mengidentifikasi adanya indikasi kebocoran wilayah dalam distribusi pendapatan berdasarkan keluruhan pengaruh dari output sektor pertambangan menjadi peningkatan pendapatan rumahtangga. Untuk mengetahui pengaruh global output sektor pertambangan menjadi pendapatan rumah tangga dapat dilihat pada tabel matrik invers (Lampiran 6). Indikasi kebocoran wilayah jika keseluruhan pengaruhnya menjadi peningkatan pendapatan rumah tangga golongan atas dibandingkan ke rumahtangga golongan bawah atapupun buruh tani. Nilai pengaruh langsung menunjukan bahwa indikasi kebocoran wilayah diketahui dari nilai alur sektor pertambangan ke faktor produksi (tenaga kerja dan kapital) dan alur faktor produksi ke rumahtangga. Jika alur produksi dari sektor pertambangan ke faktor produksi kapital dan alur kapital ke rumah tangga golongan atas maka ada indikasi yerjadinya kebocoran wilayah dalam distribusi pendapatan wilayah di Kabupaten Musi Rawas. Jalur struktural sektor pertambangan migas menunjukan bahwa indikasi terjadinya kebocoran dalam distribusi pendapatan sektor pertambangan dapat dilihat dari jalur struktural output sektor pertambangan yang memancarkan efek multiplier menjadi pedapatan rumahtangga melalui komoditi impor. Indikasi terjadinya kebocoran wilayah melalui jalur impor sangat besar, yaitu sebesar 0,0486 atau 4,86 persen dari total output sebesar Rp. 1 (satu) milyar dibandingkan melalui jalur dasar dan jalur sektor domestik berdasarkan matrik koefeien SNSE Kabupaten Musi Rawas Tahun 2010. Rumah tangga golongan atas berdasarkan jalur dasar sektor pertambangan migas menerima pengaruh global paling tinggi dibandingkan rumah tangga lainnya yakni sebesar 0,2862 yang sama dengan nilai multiplier-nya. Pengaruh langsung yang di terima rumah tangga tersebut dari setiap kenaikan neraca eksogen di sektor pertambangan migas adalah sebesar 0,090. Di mana pengaruh langsung tersebut dihasilkan melalui alur sektor pertambangan migas ke faktor kapital/modal yang memiliki pengaruh langsung sebesar 0,6728 yang kemudian berakhir alur kapital kerumah tangga golongan atas dengan besarnya pengaruh langsung sebesar 0,1331. Bila kedua nilai alur pengaruh ini saling dikalikan akan didapat angka 0,090 yang tidak lain merupakan besaran pengaruh langsung dari sektor pertambangan migas kerumah tangga golongan atas. Besarnya pengaruh global yang cenderung ke rumah tangga golongan atas mengindikasikan terjadinya kebocoran wilayah dalam distribusi pendapatan sektor pertambangan di Kabupaten Musi Rawas Jalur Struktural Sektor Pertambangan Migas ke Rumah Tangga dan indikasi dan potensi kebocoran wilayah dalam distribusi pendapatan di Kabupaten Musi Rawas Tahun 2010 dapat dilihat Gambar 23.
104
0,0049
Usaha Tani
0,1270 0,0247
T. Migas
Buruh Produksi
0,0390
Gol. Bawah
0,6346
0,029 0,3649 0,0049 0,0802
Usaha Produsksi
0,0264
0,1261
Penerima Pendapatan
0,6728 0,0136
0,0895
Kapital
0,3294
0,1331
Gol.Atas T. Migas
0,0071
Usaha Tani
0,1270 0,0355
0,0121
Industri Makanan
Buruh Produksi
0,0560
Gol. Bawah
0,6346
0,0103 0,3649 0,007
0,0486 0,0284 0,00935
K. impor
Usaha Produsksi
0,1261
Penerima Pendapata n
0,2972
Kapital
0,3294
0,03955 0,1331
Gol.Atas
Gambar
23
Jalur struktural indikasi dan potensi kebocoran wilayah dalam distribusi sektor pertambangan migas di Kabupaten Musi Rawas,2010.
Jalur struktural pengeluaran (output) dari sektor penggalian menunjukan bahwa indikasi kebocoran wilayah dapat dilihat dari jalur komoditi impor merupakan yang paling besar pengeluaran dari sektor penggalian, yaitu sebesar 0,1199, dibandingkan dengan jalur dasar sektor penggalian yang hanya sebesar 0,0225 dan sektor penjualan sebesar 0,0154.Jalur pengeluaran (output) sektor
105
Selanjutnya indikasi terjadinya kebocoran wilayah dari besarnya pengaruh global (global effect) subsektor penggalian. Rumahtanggagolongan atas menerima pengaruh global paling besar dibandingkan dengan rumah tangga lainnya yaitu sebesar 0,2406.Indikasi kebocoran wilayah juga dapat dilihat dari pengaruh langsung jalur dasar dan jalur sektor domestik. Jalur dasar subsektor penggalian menunjukan bahwa pengaruh langsung output sektor pertambangan yang malalui kapital kemudian memancarkan efek multiplier pendapatannya cenderung terbesar ke rumah tangga merupakan yang paling besar dibandingkan dengan jalur dasar yang melewati faktor produksi lainnya ke rumahtangga yaitu mencapai 0,0808. Selanjutnya jalur sektor domestik perdagangan menunjukan bahwa pengaruh langsung yang paling besar adalah yang melewati variabel kapital atau bukan tenaga kerja kemudian yang memancarkan efek pendapatan ke rumah tangga golongan atas yaitu mencapai 0,7867.
106
5 SIMPULA DAN SARAN Simpulan Peran sektor pertambangan terhadap kinerja pembangunan ekonomi di Kabupaten Musi Rawas sangat signifikan. Namun Kebocoran wilayah sektor pertambangan dalam distribusi pendapatan wilayah di Kabupaten Musi Rawas juga cukup signifikan sebagaimana hasil struktur perekonomian dalam SNSE Kabupaten Musi Rawas Tahun 2010. 1. Neraca penerimaan menunjukan bahwa total output menurut sektor produksi (yang dianggap sebagai penerimaan dari penjualan domestik, subsidi ekspor dan penerimaan) relatif besar yaitu mencapai Rp. 10603,11 milyar.Penerimaan paling besar di peroleh dari ekspor ke luar kabupaten/negeri yaitu mencapai 45,98 persen, sedangkan penerimaan sebesar Rp. 1998,3 milyar atau 18,84 persen dari total input. Total Ekspor dari sektor produksi di Kabupaten Musi Rawas sebesar Rp. 4875,537 milyar. Kontribusi sektor pertambangan merupakan yang paling besar yaitu mencapai 45,85 persen dan seluruh ekspor dari sektor ini berasal dari sektor migas. Besarnya kontribusi ekspor sektor pertambangan mengindikasikan perekonomian Musi Rawas tergantung pada sektor pertambangan yaitu pertambangan migas. 2. Jumlah NTB/PDRB berdasarkan harga faktor cukup signifikan yaitu sebesar Rp. 7684,82 milyar. Kontribusi sektor pertambangan merupakan yang terbesar kedua setelah sektor pertanian yaitu mencapai 30,3 persen. Kontribusi sektor pertambangan yang terbesar berasal dari sektor migas yaitu mencapai 26,7 persen. Dengan NTB/PDRB yang besar namun distribusinya menurut pengeluaran (demand side) penerimaan pendapatan faktor produksi sebesar 74,79 persen ke kapital/bukan tenaga kerja dibandingkan ke tenaga kerja. Dari sisi tenaga kerja distribusi penerimaan pendapatan terbesarnya mengalir ke para pengusaha dibandingkan dengan ke buruh. Dengan NTB/PDRB yang besar namun penerimaan pendapatan cenderung terbesar ke kapital dan ke para pengusaha mengindikasikan terjadi kebocoran wilayah dari aktivitas sektor pertambangan. 3. Keterkaitan sektor pertambangan dengan sektor lainnya tidak erat atau belum berkembang karena penggunaan input antara yang digunakan terbesarmerupakan input impor yaitu mencapai 58,23 persen. Input impor sektor pertambangan terbesar adalah input impor sektor migas yaitu mencapai 74,4 persen dari total input impor sektor migas. Besarnya penggunaan input impor mengindikasikan terjadinya kebocoran wilayah. Hal ini dikarenakan peningkatan nilai tambah produksi memiliki keterkaitan yang erat dengan sektor industri pengolahan makanan dan minuman dari sektor migas dan sektor industri perdagangan dari sektor penggalian. 4. Secara umum investasi atau simulasi kebijakan peningkatan output pada sektor pertambangan dapat meningkatkanNTB/PDRB. Namun peningkatan pendapatan terbesar didistribusikan ke faktor kapital dibandingkan dengan ke tenaga kerja.Tenagakerja golongan pengusaha memiliki proporsi peningkatan pendapatan lebih banyak dibandingkan dengan buruh dan tenaga kerja produksi Rasioperbandingan antara kapital dengan tenaga kerja yang relatif
107
besar merupakan indikasi bahwa sektor ini relatif rendahnya penyerapan tenaga kerja. 5. Dari sisi tenaga kerja peningkatan pendapatan terbesar diterima oleh tenaga kerja bukan pertanian, peningkatan pendapatan paling besar diterima usaha produksi dan yang paling rendah adalah buruh pertanian. Besarnya rasio antara pendapatan tenaga kerja dengan kapital merupakan indikasi tingginya kebocoran wilayah. 6. Terjadi peningkatan pendapatan pada institusi rumah tangga, namun peningkatan pendapatanterbesar cenderung dinikmati oleh rumah tangga bukan pertanian daripada rumah tangga pertanian.Kategori Rumah tangga golongan atas merupakan yang paling besar peningkatan pendapatannya.Rasioperbandingan pendapatan antara rumah tangga buruh pertanian dengan golongan atas relatif sangat besar merupakan indikasi terjadinya kebocoran wilayah. 7. Multiplierketerkaitan sektor pertambangan migas dan penggalian dengan sektor lain tidak begitu signifikan karena peningkatan pendapatan ke sektor produksi lain cenderung hanya berpengaruh besar ke sektor industri makanan dan minuman dari sektor migas, dan ke sektor perdagangan dari sektor penggalian. Dengan demikian sektor pertambangan berada pada kategori hulu yang artinya lemah mendorong pertumbuhan sektor lainnya meningkat dan berdampak pada terjadinya kebocoran wilayah yang cukup besar. Saran 1. Perlunya upaya untuk mengurangi volume impor dari sektor pertambangan dan mengoptimalkan output dari Biaya Antara (BA) sektor pertambangan ke sektor domestik untuk meningkatkan nilai tambah yaitu, baik sektor yang memiliki keterkaitan arat dengan sektor pertambangan maupun sektor lainnya yang memiliki potensi multiplier efek positif yang bisa bisa menekan tingkat kebocoran wilayah pada sektor pertambangan. 2. Pemerintah daerah Kabupaten Musi Rawas perlu melakukan upaya mengurangi kebocoran, dan menurunkan ketimpangan distribusi pendapatan tenaga kerja dan rumah tangga, dengan cara memperbaiki struktur APBD yang cenderung lebih besar untuk belanja pegawai dibandingkan dengan belanja modal, kedepannya harus meningkatkan belanja pengembangan SDM Kabupaten Musi Rawas. 3. Sektor pertambangan merupakan sektor yang sifat produknya tidak bisa diperbaharui. Sehingga akan habis pada masa yang akan datang, namun perlu ada sektor yang mensubstitusi peran sektor pertambangan sebagai sektor yang dapat meningkatkan pertumbuhan ekonomi dan menciptakan distribusi pendapatan yang lebih baik di Kabupaten Musi Rawas. 4. Perlunya dilakukannya penelitian lebih lanjut untuk melihat peran sektor pertambangan di daerah-daerah lainnya yang merupakan penghasil pertambangan terbesar di Indonesia dengan menggunakan metode Sistem Neraca Sosial Ekonomi (SNSE) sebagai perbandingan hasil analisis.
108
DAFTAR PUSTAKA Anwar A. 1995. Kajian Kelembagaan untuk Menunjang Pengembangan Agribisnis. [Makalah]. Bogor (ID): Sekolah Pascasarjana IPB. Anwar A, Rustiadi E.1999. Desntralisasi Spasial melalui Pembangunan Agropolitan dengan Mereplikasi Kota-kota Menegah-kecil di Wilayah Perdesaan. Bogor (ID) : Sekolah Pasca Sarjana IPB. Anwar A . 2000. Perspektif Pembangunan Tata Ruang(spasial) Wilayah Perdesaan dalam Rangka Pembangunan Wilayah dan Perdesaan. Bogor (ID): Sekolah Pasca Sarjana IPB. Anwar A. 2004. Organisasi Ekonomi Konsep Pilihan Aktivitas Ekonomi melalui Kelembagaan Pasar atau Organisasi. [Bahan Kuliah Program Studi IlmuIlmu Perencanaan Pembangunan Wilayah dan Perdesaan]. Bogor (ID): Sekolah Pascasarjana IPB. Anwar A. 2005. Ketimpangan Pembangunan Wilayah dan Pedesaan. [Tinjauan Kritis].Bogor (ID): P4W Pr. [BAPPENAS] Badan Perencanaan Pembangunan Nasional. Penerimaan Daerah dari Bagi Hasil Sumberdaya Alam. Jakarta (ID): BAPPENAS. Bendavid-Val A. 1991. Regional and Local Economic Analysis for Practitioners. Ed ke-4. London (GB): Preager. [BPM] Badan Penanaman Modal.2011. Data Bidang Pertambangan Umum, Migas, Pengembangan Energi, dan Ketenagalistrikan di Kabupaten Musi Rawas tahun 2010. Musi Rawas (ID): BPM Musi Rawas. [BPS] Badan Pusat Statistik. 2003.Data dan Informasi Kemiskinan Tahun 2003: Buku Dua. Jakarta (ID): BPS. [BPS] Badan Pusat Statistik. 2011. Statistik Indonesia 2010. Jakarta (ID): BPS. [BPS] Badan Pusat Statistik. 2011. Laporan Akhir Penyusunan Sistem Neraca Sosial Ekonomi Daerah Kabupaten Musi Rawas Tahun 2010. Jakarta (ID): BPS. [BPS] Badan Pusat Statistik. 2013. Berita resmi Statistik No.14/02/Th.XVI.BPS [Internet]. Tersedia pada: http//www.bps.go.id. [BPS] Badan Pusat Statistik Provinsi Sumatera Selatan. 2010. Sumatera Selatan dalam Angka 2010. Sumatera Selatan (ID): BPS Sumatera Selatan. [BPS] Badan Pusat Statistik Kabupaten Musi rawas. 2010. Musi Rawas dalam Angka2010. Musi RAwas (ID): BPS Musi Rawas. Daryanto A, Hafizrianda Y. 2010. Analisis Input-Output & Social Acounting Matrix untuk Pembangunan Ekonomi Daerah. Bogor (ID): IPB Pr. [DISBUN] Dinas Perkebunan Kabupaten Musi Rawas. 2011. Perkebunan dalam Angka 2010. Musi Rawas (ID) DISBUN Musi Rawas. [DISTAMBEN] Dinas Pertambangan dan Energi Kabupaten Musi Rawas.2010. Jumlah Perusahaan Pertambangan di kabupaten Musi Rawas 2010. Musi Rawas(ID). DISTAMBEN Musi Rawas. Doeksen GA, Charles HL.1969. An Analysis of Oklahoma’s Economy by Districts Using Input Output Techniques. Oklahoma (US): Southern J Agricultural Economic Departement of Agricultural Economic Oklahoma State University Stillwater.
109
Gonarsyah. 1977. Integrasi Perekonomian Perdesaan dan Perkotaan. Makalah Seminar Nasional Pengembangan Perekonomian Perdesaan Indonesia. Jurusan Ilmu-Ilmu Sosial Ekonomi, Fakultas Pertanian, IPB. Hadi S. 2001. Studi Dampak Kebijaksanaan Pembangunan Terhadap Disparitas Ekonomi Antar Wilayah (Pendekatan Model Analisis Sistem Neraca Sosial Ekonomi) [disertasi]. Bogor (ID): Sekolah Pascasarjana IPB. Hayami Y. 2001. Development Economics from The Poverty to The Wealth of Nations Second Edition. United States (US): Oxford University Pr. Jaya, A. 2009. Kebocoran Wilayah Dalam Sistem Agribisnis Komoditas kayu Manis Serta Dampaknya Terhadap Perekonomian Wilayah Kasus Kabupaten Kerinci Provinsi Jambi [Disertasi]. Bogor (ID): Sekolah Pascasarjana IPB. Juanda, B. 2010 Metodelogi Penelitian dan Bisnis. Bogor (ID): IPB Pr. [KEMENESDM] Kementrian Ekonomi Sumber Daya Mineral.2010. Indonesia Energy Statistics Tahun 2010. Jakarta (ID): Kementrian ESDM. [KEMENKEU] Kementrian Keuangan.2010.Penetapan Perkiraan Alokasi Dana Bagi Daya Alam Pertambangan Minyak dan Gas Bumi. Jakarta (ID) KEMENKEU. [LPEM] Lembaga Penyelidikan Ekonomi dan Masyarakat.2009. Penerimaan Daerah dari Bagi Hasil Sumberdaya Alam. Jakarta (ID): LPEM-Fakultas Ekonomi UI. Pribadi O. 2008. Permodelan IO dan IRIO. Bogor (ID): Sekolah Pascasarjana IPB. Riyadi D Slamet. 2002. Pengembangan Wilayah : Teori dan Konsep. Dalam Ambardi, Urbanus M. dan Prihawantoro,Socia. Pengembangan Wilayah dan otonomi Daerah. Jakarta (ID): Pusat Pengkajian Kebijakan Teknologi Pengembangan Wilayah. Pemerintah Republik Indonesia. 2011. Peraturan Menteri Keuangan Republik Indonesia. Nomor 234/PMK.07/2010 tentang Peneriman Alokasi Dana Bagi Hasil Sumberdaya Alam (SDA) bidang Minyak Bumi dan Gas Bumi Tahun 2010. Jakarta (ID): Sekretariat Negara. Pemerintah Republik Indonesia. 2012. Peraturan Menteri Keuangan Republik Indonesia. Nomor 222/PMK.07/2011 tentang Peneriman Alokasi Dana Bagi Hasil Sumber Day Alam (SDA) bidang Minyak Bumi dan Gas Bumi Tahun 2011. Jakarta (ID): Sekretariat Negara. Pemerintah Republik Indonesia. 2013. Peraturan Menteri Keuangan Republik Indonesia Nomor 213/PMK.07/2012 tentang Peneriman Alokasi Dana Bagi Hasil Sumber Daya Alam (SDA) Bidang Migas Tahun 2012. Jakarta (ID): Sekretariat Negara. Pemerintah Republik Indonesia. 2009. Peraturan Menteri Keuangan Nomor 226/PMK.07/2008 tentang Penerimaan Alokasi DBH Sumberdaya Alam (SDA) Bidang Pertambangan Umum. Jakarta (ID): Sekretarian Negara. Pemerintah Republik Indonesia. 2010. Peraturan Menteri Keuangan Nomor 226 /PMK.07/2009 tentang Penerimaan Alokasi Dana Bagi Hasil (DBH) Sumberdaya Alam (SDA) Bidang Pertambangan Umum. Jakarta (ID): Sekretariat Negara. Pemerintah Republik Indonesia. 2011. Peraturan Menteri Keuangan Nomor 233/PMK.07/2010 tentang Penerimaan Alokasi Dana Bagi Hasil (DBH)
110
Sumber Dayaalam (SDA) Bidang Pertambangan Umum. Jakarta (ID): Sekretariat Negara. Pemerintah Republik Indonesia. 2012. Peraturan Menteri Keuangan Nomor 208/PMK.07/2011 tentang Penerimaan Alokasi Dana Bagi Hasil (DBH) Sumber Dayaalam (SDA) Bidang Pertambangan Umum. Jakarta (ID) Sekretariat Negara. Pemerintah Republik Indonesia. 2013. Peraturan Menteri Keuangan Nomor 210/PMK.07/2012 tentang Penerimaan Alokasi Dana Bagi Hasil (DBH) Sumberdayaalam (SDA) Bidang Pertambangan Umum. Jakarta (ID) Sekretariat Negara. Pemerintah Republik Indonesia. 2004. Undang-Undang Nomor 33 Tahun 2004. tentang Perimbangan Keuangan Antara Pemerintah Pusat dan Daerah. Jakarta (ID): Sekretariat Negara. Pemerintah Republik Indonesia. 2001. Undang-Undang Nomor 21 Tahun 2001 tentang Otonomi Khusus Papua. Jakarta (ID): Sekretariat Negara. Pemerintah Republik Indonesia. 2006. Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2006 Tentang Pemerintahn Aceh. Jakarta (ID): Sekretariat Negara. Pyat G, Rroe. 1978. Social Accounting Development Planning with special Refrence to Sri Langka. Inggris (GB): Cambridge University Pr. Pyat G, J.I Round. 1988b. .Accounting and Fixed-Price Multipliers in a Social Accounnting Matrix Framework, dalam G. Pyatt, J.I Round (eds.) Social Acounting Matrices: A Basic for Planning, The World Bank, Washington, D.C (US): . Rada, Taylor L. 2006. Developing and Transition Economies in the Latee 20 th Century : Diverging Growth Rates, Economic Structures, and Sources of Demand; CCEPA Working Paper 2006-I, Schwartz Centre for Economic Policy analysis The New School. Ramdani. 2003. Analisis Intersektoral Untuk Menentukan Sektor Prioritas Pembangunan Daerah (Studi Kasus Kabupaten Musi Rawas) [thesis]. Bogor (ID): Program Pascasarjana, Institut Pertanian Bogor. Reis H, Rua A. 2006. An Input-Output Analysis: Linkages Vs Leakages; Working Paper Banco de Portugal, November 2006. Portugal (PT): Economic Research Department Banco de Portugal. Rodriguez PA, Kroijer A. 2008. Working Paper Series in Economics and Social Sciences, Fiscal Decentralization and Economic Growth in Central and Eastern Europe. London (GB): Departement of Geography and Environtment London School of Economic. Rustiadi E et al .2009. Perencanaan dan Pengambangan Wilayah. Bogor (ID) IPB Pr. Saefulhakim, R. Sunsun. 2004. Modul Permodelan. Perencanaan Pengembangan Sumber Daya Lahan. Bogor (ID): Fakultas pertanian. IPB. Sun YY. 2007.Adjusting Input-Output Models for Capacity Utilization in Service Industries, Tourism Management 28 (2007) 1507-1517, 3 February 2007, National University of Koosiung, Taiwan. Thorbecke, E.1985.The Social Accounting Matrix and Cosistency-Type Planning Model : in a World bank Simposium Social Accounting Matrix. The World Bank, Washington D.C.
111
Thorbeche, E.1988.The Social Accounting Matrix and Consistency-Type, dalam G. Pyatt, J.I Round (eds.). Social Accounting Matrices: A Basic for Planning, The World Bank, Washington, D.C.
112
Lampiran 1.1 Kontribusi sektor pertambangan dan penggalian terhadap Produ k Domestik Bruto (PDB) Indonesia menurut Lapangan Usaha Tahun 2008-2012 PDB (Tahun)
Lapangan Usaha
2008
Pertanian, Peternakan, Kehutanan dan Perikanan Pertambangan dan penggalian Industri Pengolahan Listrik, Gas, dan Air Bersih Konstruksi
2009
716,7
2010
857,3
541,3 1376,4 40,9 419,7
Persentase (%) 2011
2012
08
09
10
12
985,5
1091,4
1190,4 14,48 15,30
15,29 14,70
14,44
591,9 719,7 1477,7 1599,1 47,2 49,1 555,2 660,9
879,5 1806,1 56,8 754,5
970,6 10,94 10,56 1972,9 27,81 26,37 65,1 0,83 0,84 861 8,48 9,91
11,16 11,85 24,80 24,33 0,76 0,77 10,25 10,16
11,78 23,94 0,79 10,45
1145,6 13,97 13,28
13,69 13,80
13,90
Perdagangan, Hotel dan Restouran
691,5
744,1
882,5
1024
Pengangkutan dan Komunikasi
312,2
352,4
423,2
491,3
549,1
6,31 6,29
598,5
7,44 7,21
Keuangan, Real Estat dan Jasa Perusahan Jasa-Jasa PDB PDB Tanpa Migas Migas Non-Migas dan Penggalian
11
368,1
404
466,5
535,2
481,9 4948,7 4427,6 521,1 20,2
574,1 5603,9 5139 464,9 127
660,44 6446,94 5942 504,94 214,76
784 7422,8 6797,9 624,9 254,6
888,7 9,74 10,24 100 100 8241,9 7604,8 637,1 10,53 8,30 333,5 0,42 2,27
6,56
6,62
7,24
7,21
7,26
10,24 10,56 100 100
10,78 100
7,83 3,33
6,66
8,42 3,43
7,73 4,05
Sumber : Badan Pusat Statistik , 2013
Lampiran 1.2
Sumber penerimaan daerah Kabupaten Musi Rawas tahun 2005-209
Uraian Pendapatan Asli Daerah
2005 (Rp) 12,749
Tahun (Rp.Milyar) dan (%) 2006 2007 2008 (Rp) (%) (Rp) (%) (Rp) (%) 25.599 101 29,504 15 31,877 8
2009 (Rp) (%) 31,569 -1
Rata-rata (%) Pertumbuhan 31
Pajak Daerah
1,847
4470
142
3,977
-11
4,884
23
5,316
9
41
Retribusi Daerah
4,491
5,429
21
6.662
23
7,620
14
7,169
-6
13
Hasil Pengelolaan Keuangan Daerah yang dipisahkan
1,866
2,307
24
3,878
68
4,387
13
5,661
29
33
4544 391,74
13,390 605,56
195 55
14,986 684,61
12 13
14,984 879,33
0 28
13,421 733,81
-10 -17
49 20
DBH Pajak / bagi hasil bukan 178,292 Pajak Dana alokasi umum 201,781 Dana Alokasi Khusus 0,025 Lain-lain Pendapatan Daerah yang 11,942 sah Hibah Dana darurat DBH pajak dari Provinsi dan 11,646 Pemerintah Daerah lainnya**) Dana penyesuaian dan otonomi khusus Bantuan keuangan dari Provinsi atau Pemerintah Daerah lainnya Jumlah 416,43
215,701
21
220,701
2 256,504
16 175,331
-32
2
358,997 78 16,020 62259
410,612 53,297
14 450,423 233 62,616
10 388,990 17 55,145
-14 -12
22 15624
Lain-lain PAD yang sah Dana Perimbangan
0,00581
-100
-
- -100
-
-
-
-
-50
-
-
-
-
-
-
-
14,843
27
20,668
39
17,792
-14
17,657
-1
13
-
-
22,485
-
23,022
2
21,045
-9
-2
-
-
-
-
631,16
52
714,11
13
911,21
28
765,38
-16
19
Sumber: BPS Kabupaten Musi Rawas, 2010
113
Lampiran 2.1
Produksi minyak bumi indonesia tahun 2010
Sumber : Kementrian ESDM (2011).
Lampiran 2.2 Grafik produksi gas bumi indonesia tahun 2010
Sumber : Kementrian ESDM (2010).
Lampiran 2.3
Produksi coal bed methane (CBM) resources Indonesia 2010
Sumber : Kementrian ESDM (2011).
114
Lampiran 3 Peta administrasi Kabupaten Musi Rawas tahun 2010.
sumber: Direktorat jendral penataan ruang Departemen Pekerjaan Umum 2010
115
Lampiran 4 Kontrak Karya (KK) dan KP mineral di Kabupaten Musi Rawas tahun 2011
Sumber: Direktorat jendral penataan ruang Departemen Pekerjaan
116
Lampiran 5 Tabel SNSE Kabupaten Musi Rawas Tahun 2010 matrik 54 x 54 (Rp Juta) Sektor Pertanian
Faktor Produksi
Tenaga kerja
Produksi, Operator Alat Angkutan, Manual dan buruh kasar Tata Usaha, Penjualan, Jasa-Jasa Kepemimpinan, Ketatalaksanaan, Militer, Profesional dan Teknisi
Buruh Pengusaha Buruh Pengusaha Buruh Pengusaha Buruh Pengusaha
Bukan Tenaga Kerja Pertanian
Institusi
Rumah tangga
Bukan Pertanian
Buruh Pertanian Golongan Bawah Penerima Pendapatan Golongan Atas
Perusahaan Pemerintahan Padi Jagung Tanaman Umbi-umbian Karet Kopi Kelapa Sawit Tanaman Lainnya Peternakan dan Hasil-hasilnya Kehutanan Perikanan Pertambangan Migas Pertambangan Non Migas Penggalian Industri Makanan dan Minuman Industri barang dari kayu dan hasil hutan lainnya Industri kertas dan barang cetakan Industri pupuk, kimia dan barang dari karet Sektor Produksi Industi barang galian bukan logam (batubata) Industri Migas Industri barang-barang lainnya Listrik, Gas dan Air bersih Bangunan Perdagangan Hotel dan Restoran Angkutan jalan raya Angkutan sungai, danau dan penyeberangan Angkutan udara Jasa penunjang angkutan Komunikasi Bank dan lembaga keuangan lainnya Sewa bangunan Pemerintahan umum Jasa 116ocial kemasyarakatan Jasa-jasa lainnya Komoditi Impor Neraca Kapital Pajak Tidak Langsung Neto Luar Negeri Jumlah
Sumber : Badan Pusat Statistik (2011)
No. 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 13 14 15 16 17 18 19 20 21 22 23 24 25 26 27 28 29 30 31 32 33 34 35 36 37 38 39 40 41 42 43 44 45 46 47 48 49 50 51 52 53 54
1
61.202,9 57.789,3 25.338,0 13.512,8 18.812,3
-
-
-
-
-
-
-
-
-
176.655,3
117
Lampiran 5 Lanjutan Sektor 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 13 14 15 16 17 18 19 20 21 22 23 24 25 26 27 28 29 30 31 32 33 34 35 36 37 38 39 40 41 42 43 44 45 46 47 48 49 50 51 52 53 54 Jumlah
2
3
4
5
6
7
8
29.872,0 330.193,1 48.670,0 57.346,0 123.434,4 -
16.900,1 41.758,8 208.736,8 41.480,0 19.391,3 653,3 328.920,3
2.365,0 47.776,0 110.401,3 42.336,8 99.652,4 -
15.544,4 39.589,5 78.649,1 32.025,7 109.645,9 891,7 276.346,3
3.878,5 12.722,4 77.997,3 19.669,0 119.416,3 -
6.428,5 45.841,3 16.739,2 22.345,5 176.120,4 2.595,0 270.069,9
471,5 6.925,6 33.424,4 4.583,3 54.805,7 100.210,4
118
Lampiran 5 Lanjutan No. 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 13 14 15 16 17 18 19 20 21 22 23 24 25 26 27 28 29 30 31 32 33 34 35 36 37 38 39 40 41 42 43 44 45 46 47 48 49 50 51 52 53 54 Jumlah
9
10
11
12
13
14
29.648,1 294.467,3 488.533,7 197.608,0 703.760,3 3.220.207,9 353.219,7 5.287.444,9
385,0 389,0 487,7 338,8 128,8 2.942,0 9.678,9 626,67 3.296,37 11.092,94 14.418,41 29.155,72 121.899,27 8.509,51 71,94 2.732,84 149,57 563,06 380,64 7.705,88 485,33 1.812,89 2,44 11,51 190,34 80,24 4.413,89 12.191,21 1.421,97 58.146,33 476,80 1.199,91 295.385,8
1.492,9 1.332,9 1.596,7 1.023,6 354,6 31.101,5 29.689,5 1.501,18 7.896,38 26.572,93 37.288,60 74.135,29 297.549,97 20.771,30 234,38 10.757,93 416,10 3.592,61 2.239,80 45.343,97 2.855,86 4.975,41 32,28 48,93 2.522,72 1.299,70 13.985,42 27.009,73 5.161,47 307.001,20 59.285,06 55.672,01 1.074.741,9
1.484,3 1.189,3 1.165,9 907,2 321,3 18.678,6 31.292,4 1.457,56 7.666,95 25.800,85 53.315,57 101.017,49 336.877,59 23.516,67 334,84 15.706,37 867,89 5.062,06 3.369,29 68.210,01 4.296,01 5.463,84 38,97 78,48 3.045,15 1.491,36 29.289,06 40.242,41 8.442,96 155.493,00 102.973,43 230.836,70 1.279.933,5
46,1 67,7 116,2 51,4 37,8 3.596,1 5.388,2 370,20 1.947,28 6.552,98 11.617,62 25.690,91 90.862,88 6.342,93 36,82 5.013,86 308,72 1.407,07 1.151,61 23.313,99 1.468,36 1.663,73 8,79 13,81 687,03 237,63 4.734,98 8.509,43 1.650,53 168.391,14 72.581,05 58.203,12 502.069,9
2.437,0 1.932,1 2.702,8 1.543,6 601,2 34.587,4 59.361,9 730,68 3.843,44 12.933,96 28.823,45 61.418,31 233.528,80 16.302,12 269,36 14.844,52 652,73 5.175,00 2.979,65 60.321,87 3.799,20 3.345,70 40,40 59,15 3.157,35 1.905,23 19.043,00 21.730,07 7.169,50 414.285,00 393.223,95 140.633,87 1.553.382,5
119
Lampiran 5 Lanjutan Sektor 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 13 14 15 16 17 18 19 20 21 22 23 24 25 26 27 28 29 30 31 32 33 34 35 36 37 38 39 40 41 42 43 44 45 46 47 48 49 50 51 52 53 54 Jumlah
15
16
11.728,2 48.422,0 67.239,5 28.340,7 93.359,5 418.706,1 1.231.047,2 1.818.597,4 254.552,0 3.971.992,7
94.464,4 103.741,3 71.527,6 29.049,0 26.270,3 167.200,2 356.774,4 561.662,79 109.106,8 277.101,4 50.710,7 1.847.608,8
17 30.559,5 144.145,5 150,2 507,9 92,3 322,4 101,6 456,2 639.279,3 59.870,6 210,1 9,0 281,4 0,1 61.926,9 0,0 3.972,6 28,5 380,5 1,0 0,3 0,1 221,1 883,2 9,1 1.068,4 39.094,9 16.810,1 1.000.382,8
18 278,6 1.314,0 1,4 4,6 0,8 2,9 0,9 4,2 5.558,3 47,0 2,2 17,5 658,4 0,0 44,2 0,2 4,0 0,0 0,2 0,5 17,4 1.068,9 94,2 9.120,3
19 1.516,9 7.155,1 7,5 25,2 4,6 16,0 5,0 22,6 18.492,8 376,8 12,4 1.321,6 0,0 89,1 28,7 0,0 0,3 1,7 0,1 25,0 1.723,7 554,3 31.379,4
20 3.727,7 17.583,1 18,3 61,9 11,3 39,3 12,4 55,7 58.454,5 1.151,6 88,6 2.583,0 0,0 171,2 17,4 12,1 0,0 0,0 5,1 44,6 1.773,2 1.580,7 87.391,7
21 62.173,5 293.264,4 305,7 1.033,2 187,7 655,9 206,7 928,2 947.735,1 279.666,2 630,8 187,7 89.744,0 1,3 16.797,9 1.038,8 7.075,5 66,5 4,3 706,5 408,9 17.873,7 22.912,3 131.919,6 19.480,9 1.895.005,5
120
Lampiran 5 Lanjutan Sektor 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 13 14 15 16 17 18 19 20 21 22 23 24 25 26 27 28 29 30 31 32 33 34 35 36 37 38 39 40 41 42 43 44 45 46 47 48 49 50 51 52 53 54 Jumlah
22 1.160,9 5.475,9 5,7 19,3 3,5 12,2 3,9 17,3 20.461,8 3.022,0 145,3 3,0 1.126,5 30,9 308,8 380,6 302,2 1,3 0,1 29,1 162,6 4.850,2 433,8 37.956,9
23 27.765,5 47.021,8 1.769,7 337,2 1.393,9 203,5 316,7 302,3 155.704,6 26.716,0 528,2 29,2 6.727,1 232,4 2.533,3 667,2 393,6 0,6 108,3 405,2 25.253,6 3.686,3 302.096,4
24 21.802,6 36.923,5 1.389,7 264,8 1.094,5 159,8 248,7 237,3 165.225,7 1.335,7 24.565,1 1.161,9 114,5 7.978,7 1.680,7 764,0 1,9 268,2 455,8 5.590,1 877,8 38.986,8 3.475,5 314.603,3
25 4.829,5 8.178,9 307,8 58,6 242,4 35,4 55,1 52,6 36.068,6 2.133,7 23,9 7,4 50,9 0,0 294,4 39,9 114,7 0,1 13,1 89,5 1.971,1 752,0 55.319,7
26 22.840,5 28.453,2 2.237,4 128,1 1.718,1 157,7 1.147,5 45,9 227.623,3 1.143,9 16.371,5 20.325,6 826,8 8,0 5.156,4 64,4 3.287,1 68,3 581,8 0,8 23,6 60,5 1.094,1 1.713,5 18.086,3 4.303,3 357.467,5
27 88.392,0 181.732,1 35.204,5 124.820,9 15.225,9 68.014,4 1.524.698,1 30.819,9 27.389,0 3.413,1 226,0 5.530,2 835,9 9.762,0 3.363,9 1.517,2 2,4 71,1 1.282,5 520,9 4.346,9 110.083,8 29.113,0 2.266.365,7
121
Lampiran 5 Lanjutan Sektor 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 13 14 15 16 17 18 19 20 21 22 23 24 25 26 27 28 29 30 31 32 33 34 35 36 37 38 39 40 41 42 43 44 45 46 47 48 49 50 51 52 53 54 Jumlah
28 -
29
30
31
26.480,1 30.063,5 1.903,4 2.191,2 1.482,1 3.097,9 191.970,1 7.092,2 1.190,6 0,6 6,9 4.856,7 28,1 226,9 1,2 8,3 48,4 2.808,0 757,8 37.861,8 3.830,5 315.906,4
67.200,7 34.034,3 19.277,7 2.673,7 5.823,5 703,9 356.524,4 354.133,2 4.353,9 6.337,3 116.239,6 32.977,2 31,1 3.293,8 3.432,6 36.354,6 460,3 1.101,5 31,1 12,9 681,6 321,5 5.868,8 5.774,1 131.731,6 10.182,9 1.199.557,6
7.235,9 3.664,7 2.075,8 287,9 627,1 75,8 33.095,5 50.669,4 6.763,6 0,3 555,2 414,4 6.264,6 95,4 856,8 45,3 6,5 109,4 1,6 4,5 346,4 6.063,6 847,3 120.106,9
32 113,4 90,9 9,6 0,5 3,5 2,9 644,9 6,5 45,6 1,4 66,4 1,7 1,8 0,0 0,1 2,1 0,1 7,2 693,0 17,4 1.708,8
33 26.812,0 10.033,9 8.678,5 402,2 2.007,0 1.491,7 110.423,1 9.924,0 37.482,9 811,2 6.991,3 179,2 870,1 27,7 12,3 73,6 40,5 8.244,7 646,7 42.424,3 2.727,0 270.303,8
34 1.708,7 648,2 549,2 29,0 245,2 57,7 4.820,1 86,0 4,1 7,7 1.298,4 0,4 1.485,0 12,9 46,2 4,5 0,1 5,0 495,0 49,5 5.973,9 164,4 17.691,1
122
Lampiran 5 Lanjutan Sektor 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 13 14 15 16 17 18 19 20 21 22 23 24 25 26 27 28 29 30 31 32 33 34 35 36 37 38 39 40 41 42 43 44 45 46 47 48 49 50 51 52 53 54 Jumlah
35
36 -
37 -
1.019,2 34,4 659,6 11,5 265,6 7,9 4.094,7 245,0 26,4 1,8 176,1 120,1 152,2 268,8 93,2 3,5 102,9 18.623,0 106,2 26.012,0
38
39
74.214,7 23.870,3 6.565,2 1.305,0 9.590,3 4.285,3 243.563,4 2.402,6 308.715,8 112,5 30.263,7 0,6 37,3 13.472,7 78,6 19.323,1 15.222,8 2.870,8 1.116,4 3,7 346,7 722,4 114.591,7 6.839,8 879.515,3
5.737,4 1.146,2 33.354,8 79.552,8 3.907,2 1.096,2 253.893,5 204,6 33,2 12,7 112,2 19,7 223,8 822,7 22,3 9,7 12,4 11.335,7 34,6 3,2 12,7 0,5 2.336,8 335,1 735,2 29,8 10,4 86,3 176,1 9.879,9 246,1 15.644,2 8.661,8 429.689,9
40 32,6 15,1 1.198,5 1.027,7 43,6 15,7 13.062,8 2,2 2,6 6.396,2 3,7 410,0 825,0 186,6 84,3 2,5 0,2 40,4 37,8 1.750,7 2,4 70,7 5.408,9 515,9 31.136,1
41 3.912,8 3.898,8 639,8 143,8 89,2 75,0 19.740,0 101,7 536,1 9,2 181,3 70,5 141,5 51,2 4,7 28,8 409,0 555,1 10.198,2 523,6 41.310,3
123
Lampiran 5 Lanjutan Sektor 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 13 14 15 16 17 18 19 20 21 22 23 24 25 26 27 28 29 30 31 32 33 34 35 36 37 38 39 40 41 42 43 44 45 46 47 48 49 50 51 52 53 54 Jumlah
42 33,1 20,6 48,9 4,5 11,0 1,0 198,3 0,1 1,7 1,3 0,4 0,1 2,2 2,0 77,2 5,7 408,1
43
44 -
29,4 38,5 43,5 8,4 9,8 3,1 284,2 0,9 0,1 2,7 0,2 0,3 0,3 21,9 0,6 46,0 7,0 497,0
45 867,9 540,8 1.282,6 117,8 287,9 27,2 7.617,4 59,0 25,4 108,2 18,3 0,1 25,1 11,2 185,9 20,3 1.839,3 165,5 13.199,7
46 16,7 1,4 925,9 15,5 143,3 7,5 2.538,3 0,4 25,8 16,7 5,5 0,2 0,2 5,4 17.689,6 59,4 21.451,8
47
48
1.745,9 93,9 7.670,0 4.044,3 3.098,9 569,6 103.651,1 34,5 469,5 577,5 85,9 3,2 232,2 18,3 119,8 94,9 3.284,6 379,3 1.806,8 660,9 1.975,3 130.616,5
11.866,1 7.982,8 125.857,5 13.384,9 220.757,5 17.688,8 23.935,5 1.241,7 60,2 263,3 3,8 55,5 2.670,2 6.508,4 2.894,7 756,8 1,6 163,1 715,6 3.616,9 727,9 124.127,0 565.279,7
124
Lampiran 5 Lanjutan Sektor 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 13 14 15 16 17 18 19 20 21 22 23 24 25 26 27 28 29 30 31 32 33 34 35 36 37 38 39 40 41 42 43 44 45 46 47 48 49 50 51 52 53 54 Jumlah
49
50
279,0 23,3 15.477,7 259,1 2.395,0 125,1 77.774,3 -
5.029,3 2.157,0 10.174,4 1.797,8 1.958,0 741,2 40.310,9 -
3.004,3 151,4 214,1 174,3 150,5 8,7 17,3 17,9 2.427,5 138,0 8.328,3 1.535,5 112.501,3
196,9 102,0 163,5 197,0 35,0 90,9 10,7 5,6 10,9 49,3 232,9 1.644,2 3.228,3 997,4 69.133,2
51 2.241.875,0 2.241.875,0
52 321,1 23.321,0 123,2 17.376,0 18.492,3 850.071,2 18.927,8 339,9 4,6 109.428,9 1.685.833,0 2.724.239,1
53
54
119.446,5 119.446,5
17.037,1 40.604,4 46.607,5 9.908,3 7.269,9 74.972,8 4.929,9 585.853,3 1.591.906,1 34.934,9 275.237,4 580,6 113,9 49.656,0 2.235.527,0 335,3 78.838,8 3.221,0 6.006,1 19,3 125,2 13.191,2 -
5.076.876,0
Jumlah 176.655,3 589.515,4 328.920,3 302.531,5 276.346,3 233.683,6 270.069,9 100.210,4 5.287.444,9 295.385,8 1.074.741,9 1.279.933,5 502.069,9 1.553.382,5 3.971.992,7 1.847.608,8 1.000.382,8 9.120,3 31.379,4 1.895.005,5 37.956,9 302.096,4 87.391,7 314.603,3 55.319,7 357.467,5 2.266.365,7 315.906,4 1.199.557,6 120.106,9 1.708,8 270.303,8 17.691,1 26.012,0 879.515,3 429.689,9 31.136,1 41.310,3 408,1 497,0 13.199,7 21.451,8 130.616,5 565.279,7 112.501,3 69.133,2 2.241.875,0 2.724.239,1 119.446,5 5.076.876,0
125
Lampiran 6
Matriks Inverse
Pertanian Produksi, Operator Alat Angkutan, Manual & buruh kasar Tata Usaha, Penjualan, Jasa-Jasa Kepemimpinan, Ketatalaksanaan, Militer, Profesional & Teknisi Bukan Tenaga Kerja Pertanian
Bukan Pertanian Perusahaan Pemerintahan Padi Jagung Tanaman Umbi-umbian Tanaman Bahan Makanan lainnya Karet Kopi Kelapa Sawit Peternakan & Hasil-hasilnya Kehutanan Perikanan Migas Non Migas Penggalian Makanan & Minuman barang dari kayu & hasil hutan lainnya kertas & barang cetakan pupuk, kimia & barang dari karet Barang galian bukan logam (batubata) Migas Barang-barang lainnya Listrik, Gas & Air bersih Bangunan Perdagangan Hotel & Restoran Jalan raya sungai, danau & penyeberangan Udara Jasa penunjang angkutan Komunikasi Bank & lembaga keuangan lainnya Sewa bangunan Pemerintahan umum sosial kemasyarakatan Jasa-jasa lainnya Komoditi Impor
Buruh Pengusaha Buruh Pengusaha Buruh Pengusaha Buruh Pengusaha Buruh Pertanian Gol. Bawah Penerima Pendapatan Gol. Atas
1
2
3
1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12
1,0217 0,0527 0,0359 0,0173 0,0399 0,0191 0,0307 0,0032 0,5217 0,3785 0,4305 0,2658
0,0181 1,0437 0,0306 0,0146 0,0353 0,0181 0,0272 0,0029 0,4443 0,0786 0,6486 0,1884
0,0196 0,0465 1,0324 0,0154 0,0380 0,0201 0,0282 0,0030 0,4817 0,0805 0,2208 0,7474
0,0166 0,0394 0,0281 1,0134 0,0337 0,0181 0,0256 0,0027 0,4142 0,0337 0,2396 0,4636
0,0164 0,0392 0,0280 0,0133 1,0334 0,0177 0,0256 0,0027 0,4099 0,0821 0,2245 0,3826
13
0,1261
0,1401
0,1716
0,1797
0,1554
14 15 16 17 18 19 20 21 22 23 24 25 26 27 28 29 30
0,2574 0,4061 0,2080 0,1345 0,0035 0,0125 0,0353 0,1032 0,0134 0,1097 0,0011 0,4283
0,3402 0,3558 0,1857 0,1120 0,0029 0,0102 0,0285 0,0863 0,0112 0,0922 0,0011 0,3564
0,1991 0,3736 0,1887 0,1168 0,0029 0,0102 0,0286 0,0953 0,0117 0,1036 0,0012 0,3718
0,4520 0,3279 0,1734 0,1005 0,0025 0,0085 0,0236 0,0803 0,0100 0,0875 0,0011 0,3198
0,5183 0,3252 0,1742 0,1004 0,0025 0,0085 0,0237 0,0794 0,0100 0,0862 0,0011 0,3197
31
0,0306
0,0255
0,0265
0,0228
0,0228
32 33
0,0004 0,0343
0,0003 0,0307
0,0004 0,0333
0,0003 0,0296
0,0003 0,0292
34
0,0010
0,0009
0,0011
0,0010
0,0009
35 36 37 38 39 40 41 42 43 44 45
0,0065 0,0029 0,0795 0,0051 0,0081 0,0001 0,0001 0,0031
0,0064 0,0030 0,0773 0,0050 0,0069 0,0001 0,0001 0,0034
0,0069 0,0034 0,0861 0,0055 0,0073 0,0001 0,0001 0,0035
0,0064 0,0031 0,0781 0,0050 0,0062 0,0001 0,0001 0,0033
0,0063 0,0030 0,0758 0,0049 0,0061 0,0001 0,0001 0,0032
46
0,0017
0,0018
0,0019
0,0018
0,0018
47 48 49 50 51
0,0302 0,0636 0,0415 0,0115 0,4639 5,4401
0,0269 0,0568 0,0334 0,0104 0,4677 5,0294
0,0335 0,0577 0,0390 0,0118 0,3927 5,1195
0,0287 0,0530 0,0321 0,0104 0,4107 4,7885
0,0278 0,0533 0,0317 0,0103 0,4151 4,7727
Sumber: Data Diolah dari SNSE Kabupaten Musi Rawas (2010).
4
5
126
Lampiran 6 Lanjutan
1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 13 14 15 16 17 18 19 20 21 22 23 24 25 26 27 28 29 30 31 32 33 34 35 36 37 38 39 40 41 42 43 44 45 46 47 48 49 50 51
6 0,0154 0,0365 0,0265 0,0125 0,0323 1,0174 0,0248 0,0026 0,3883 0,0414 0,1316 0,4272 0,1219 0,6271 0,3098 0,1694 0,0937 0,0022 0,0077 0,0211 0,0748 0,0093 0,0817 0,0011 0,2983 0,0213 0,0003 0,0283 0,0009 0,0062 0,0030 0,0749 0,0048 0,0057 0,0001 0,0001 0,0032 0,0018 0,0278 0,0518 0,0300 0,0101 0,3991 4,6445
7 0,0138 0,0331 0,0243 0,0116 0,0297 0,0159 1,0235 0,0024 0,3513 0,0470 0,2406 0,1479 0,1174 0,7585 0,2861 0,1620 0,0863 0,0021 0,0070 0,0193 0,0665 0,0086 0,0722 0,0010 0,2748 0,0196 0,0003 0,0260 0,0008 0,0058 0,0027 0,0683 0,0044 0,0052 0,0001 0,0001 0,0030 0,0017 0,0238 0,0496 0,0259 0,0091 0,4238 4,4732
8 0,0153 0,0361 0,0262 0,0124 0,0322 0,0173 0,0249 1,0026 0,3850 0,0295 0,1458 0,4265 0,0832 0,6624 0,3085 0,1701 0,0928 0,0022 0,0076 0,0208 0,0741 0,0093 0,0808 0,0011 0,2953 0,0211 0,0003 0,0282 0,0009 0,0063 0,0030 0,0746 0,0048 0,0056 0,0001 0,0001 0,0032 0,0018 0,0278 0,0520 0,0297 0,0102 0,3967 4,6282
9 0,0079 0,0189 0,0153 0,0076 0,0348 0,0107 0,0450 0,0039 1,2015 0,0361 0,1280 0,1731 0,0715 0,2445 0,8681 0,3571 0,0484 0,0012 0,0041 0,0114 0,0381 0,0048 0,0413 0,0005 0,1540 0,0110 0,0002 0,0140 0,0004 0,0034 0,0014 0,0373 0,0028 0,0031 0,0001 0,0016 0,0009 0,0133 0,1092 0,0151 0,0050 0,2360 3,9828
10 0,0285 0,0703 0,0463 0,0224 0,0485 0,0200 0,0376 0,0039 0,6671 1,0402 0,1323 0,1540 0,0627 0,1889 0,5035 0,2546 0,1801 0,0048 0,0175 0,0496 0,1345 0,0180 0,1411 0,0009 0,5734 0,0410 0,0004 0,0406 0,0010 0,0066 0,0026 0,0793 0,0050 0,0104 0,0001 0,0001 0,0025 0,0014 0,0339 0,0779 0,0561 0,0132 0,4887 5,2617
11 0,0200 0,0490 0,0337 0,0162 0,0380 0,0191 0,0295 0,0031 0,4878 0,0306 1,0975 0,1158 0,0469 0,1430 0,3941 0,2011 0,1247 0,0033 0,0119 0,0336 0,0954 0,0125 0,1005 0,0011 0,3970 0,0284 0,0003 0,0327 0,0008 0,0068 0,0031 0,0810 0,0052 0,0078 0,0001 0,0001 0,0037 0,0020 0,0277 0,0615 0,0361 0,0110 0,5041 4,3181
12 0,0209 0,0489 0,0340 0,0161 0,0407 0,0217 0,0297 0,0032 0,5126 0,0308 0,0992 1,1194 0,0482 0,1488 0,3949 0,1979 0,1215 0,0030 0,0105 0,0293 0,1024 0,0121 0,1117 0,0013 0,3868 0,0276 0,0004 0,0354 0,0012 0,0075 0,0037 0,0928 0,0060 0,0076 0,0001 0,0001 0,0038 0,0020 0,0386 0,0606 0,0429 0,0131 0,3448 4,2338
13 0,0135 0,0320 0,0231 0,0109 0,0263 0,0162 0,0186 0,0020 0,3394 0,0192 0,0643 0,0791 1,0314 0,0982 0,2578 0,1228 0,0824 0,0020 0,0069 0,0190 0,0636 0,0082 0,0726 0,0011 0,2623 0,0187 0,0002 0,0255 0,0010 0,0051 0,0030 0,0727 0,0046 0,0055 0,0001 0,0001 0,0023 0,0010 0,0199 0,0376 0,0243 0,0075 0,4820 3,3840
14 0,0113 0,0267 0,0207 0,0098 0,0267 0,0145 0,0218 0,0022 0,2956 0,0208 0,0608 0,0745 0,0301 1,0925 0,2475 0,1524 0,0713 0,0016 0,0052 0,0139 0,0544 0,0071 0,0596 0,0009 0,2270 0,0162 0,0003 0,0233 0,0007 0,0055 0,0026 0,0628 0,0041 0,0042 0,0001 0,0001 0,0029 0,0017 0,0219 0,0466 0,0210 0,0085 0,4069 3,1782
15 0,0044 0,0106 0,0105 0,0056 0,0396 0,0081 0,0604 0,0050 0,1169 0,0366 0,0763 0,0812 0,0354 0,1193 1,2549 0,4947 0,0273 0,0007 0,0024 0,0066 0,0213 0,0027 0,0229 0,0003 0,0869 0,0062 0,0001 0,0076 0,0002 0,0023 0,0007 0,0208 0,0020 0,0018 0,0001 0,0010 0,0004 0,0071 0,1514 0,0085 0,0028 0,1661 2,9098
16 0,0094 0,0226 0,0246 0,0133 0,1074 0,0198 0,1691 0,0139 0,2538 0,0907 0,1642 0,1599 0,0710 0,2437 0,3292 1,3924 0,0583 0,0015 0,0051 0,0142 0,0451 0,0058 0,0484 0,0006 0,1855 0,0132 0,0004 0,0161 0,0005 0,0052 0,0015 0,0447 0,0046 0,0041 0,0002 0,0022 0,0009 0,0150 0,4260 0,0179 0,0061 0,3941 4,4022
17 0,0423 0,1765 0,0256 0,0121 0,0360 0,0132 0,0390 0,0044 0,9598 0,0517 0,2101 0,1728 0,0802 0,2445 0,7003 0,2961 1,1222 0,0015 0,0051 0,0143 0,0490 0,0060 0,0493 0,0006 0,1864 0,0136 0,0002 0,0930 0,0005 0,0040 0,0016 0,0492 0,0031 0,0044 0,0001 0,0001 0,0019 0,0012 0,0189 0,0906 0,0181 0,0072 0,3197 5,1262
127
Lampiran 6 Lanjutan 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 13
18 0,0399 0,1667 0,0253 0,0118 0,0340 0,0126 0,0360 0,0041 0,8813 0,0483 0,1964 0,1611 0,0747
19 0,0595 0,2561 0,0242 0,0120 0,0346 0,0135 0,0368 0,0043 0,8830 0,0601 0,2537 0,1719 0,0853
20 0,0537 0,2289 0,0226 0,0113 0,0352 0,0133 0,0390 0,0043 0,9550 0,0583 0,2424 0,1761 0,0855
21 0,0484 0,2051 0,0262 0,0126 0,0376 0,0150 0,0373 0,0044 0,8870 0,0539 0,2225 0,1693 0,0804
22 0,0424 0,1786 0,0220 0,0111 0,0331 0,0135 0,0348 0,0039 0,8477 0,0488 0,2003 0,1561 0,0738
23 0,1114 0,1960 0,0286 0,0117 0,0388 0,0146 0,0365 0,0045 0,8481 0,0747 0,2353 0,1746 0,0828
24 0,0847 0,1507 0,0235 0,0099 0,0382 0,0175 0,0360 0,0042 0,8476 0,0626 0,1998 0,1634 0,0754
25 0,1013 0,1790 0,0253 0,0107 0,0389 0,0139 0,0394 0,0045 0,9465 0,0724 0,2302 0,1807 0,0847
26 0,0777 0,1106 0,0303 0,0118 0,0412 0,0146 0,0424 0,0038 0,9656 0,0614 0,1871 0,1779 0,0783
27 0,0097 0,0233 0,0583 0,0905 0,0492 0,0686 0,0445 0,0339 0,9358 0,0364 0,1361 0,2345 0,0848
14 15 16 17 18 19 20 21 22
0,2267 0,6433 0,2724 0,0546 1,0065 0,0048 0,0133 -
0,2493 0,6478 0,2781 0,0641 0,0016 1,0178 0,0158 -
0,2553 0,6987 0,2976 0,0635 0,0016 0,0056 1,0289 -
0,2407 0,6490 0,2767 0,0596 0,0015 0,0052 0,0146 1,1731 -
0,2230 0,6195 0,2631 0,0551 0,0014 0,0048 0,0133 1,0865
0,2392 0,6224 0,2679 0,0642 0,0016 0,0057 0,0158 -
0,2265 0,6199 0,2642 0,0577 0,0014 0,0050 0,0187 -
0,2507 0,6924 0,2952 0,0647 0,0016 0,0057 0,0159 -
0,2402 0,7036 0,2970 0,0772 0,0017 0,0054 0,0175 -
28 -
29 0,0091 0,0216 0,1030 0,1057 0,0386 0,0214 0,0400 0,0133 0,8690 0,0353 0,1312 0,2344 0,0826
0,2862 0,6829 0,2902 0,0615 0,0015 0,0049 0,0135 -
-
0,2406 0,6340 0,2690 0,0545 0,0013 0,0047 0,0129 -
23
-
-
-
-
-
1,0970
-
-
-
-
-
-
24 25 26
0,0463 0,0063 0,0459
0,0519 0,0066 0,0537
0,0509 0,0068 0,0533
0,0490 0,0061 0,0499
0,0442 0,0073 0,0456
0,0510 0,0073 0,0535
1,1296 0,0057 0,0479
0,0504 1,0466 0,0540
0,0525 0,0069 1,0967
0,0470 0,0064 0,0494
-
0,0433 0,0072 0,0469
27 28
-
-
-
-
-
-
-
-
-
1,0138 -
1,0000
-
29
0,0006
0,0006
0,0006
0,0006
0,0006
0,0006
0,0006
0,0006
0,0006
0,0006
-
1,0236
30
0,1738
0,2041
0,2022
0,1897
0,1754
0,2044
0,1835
0,2058
0,2457
0,1958
-
0,1736
31
0,0144
0,0150
0,0155
0,0139
0,0167
0,0166
0,0130
0,0148
0,0157
0,0147
-
0,0164
32 33 34 35 36 37 38 39 40 41 42 43 44 45 46 47 48 49 50 51
0,0002 0,0997 0,0005 0,0038 0,0015 0,0473 0,0029 0,0042 0,0001 0,0018 0,0010 0,0171 0,0833 0,0168 0,0077 0,3788 4,8681
0,0002 0,0675 0,0005 0,0042 0,0018 0,0504 0,0032 0,0051 0,0001 0,0020 0,0011 0,0181 0,0851 0,0197 0,0072 0,3478 5,1156
0,0002 0,0526 0,0005 0,0042 0,0018 0,0490 0,0035 0,0042 0,0001 0,0021 0,0011 0,0176 0,0910 0,0195 0,0069 0,3108 5,1712
0,0003 0,0814 0,0006 0,0041 0,0017 0,0556 0,0038 0,0084 0,0001 0,0001 0,0023 0,0013 0,0293 0,0847 0,0183 0,0208 0,3609 5,2031
0,0003 0,0530 0,0005 0,0047 0,0015 0,0502 0,0138 0,0123 0,0001 0,0001 0,0026 0,0010 0,0163 0,0805 0,0167 0,0105 0,3955 4,8821
0,0003 0,0462 0,0005 0,0049 0,0017 0,0555 0,0056 0,0056 0,0001 0,0024 0,0011 0,0176 0,0820 0,0197 0,0078 0,3750 5,1311
0,0002 0,0209 0,0006 0,0042 0,0016 0,0690 0,0087 0,0063 0,0001 0,0001 0,0027 0,0026 0,0357 0,0808 0,0177 0,0091 0,3916 4,9388
0,0002 0,0191 0,0005 0,0041 0,0018 0,0517 0,0040 0,0062 0,0001 0,0022 0,0011 0,0168 0,0903 0,0199 0,0080 0,3212 5,1733
0,0002 0,0357 0,0005 0,0042 0,0016 0,0546 0,0033 0,0055 0,0001 0,0019 0,0012 0,0198 0,0909 0,0180 0,0114 0,3251 5,1374
0,0003 0,0200 0,0005 0,0043 0,0017 0,0494 0,0047 0,0043 0,0001 0,0020 0,0016 0,0168 0,0888 0,0182 0,0081 0,3131 5,0082
1,0000
0,0002 0,0158 0,0005 0,0037 0,0016 0,0578 0,0030 0,0042 0,0001 0,0018 0,0011 0,0250 0,0823 0,0173 0,0083 0,3644 4,8208
128
Lampiran 6 Lanjutan 30 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 13 14 15 16 17 18 19 20 21 22 23 24 25 26 27 28 29 30 31 32 33 34 35 36 37 38 39 40 41 42 43 44 45 46 47 48 49 50 51
0,0266 0,0823 0,0783 0,0388 0,0515 0,0203 0,0398 0,0042 0,8422 0,0427 0,1562 0,1990 0,0771 0,2270 0,6148 0,2610 0,3769 0,0051 0,0101 0,0134 0,1517 0,0054 0,0457 0,0006 1,2000 0,0123 0,0002 0,0430 0,0005 0,0067 0,0016 0,0764 0,0039 0,0049 0,0001 0,0001 0,0024 0,0015 0,0238 0,0799 0,0169 0,0114 0,3866 5,2427
31 0,0506 0,0926 0,0873 0,0431 0,0581 0,0257 0,0430 0,0046 0,8922 0,0539 0,1777 0,2206 0,0856 0,2491 0,6524 0,2785 0,0613 0,0015 0,0053 0,0147 0,0483 0,4711 0,0516 0,0006 0,1949 1,0735 0,0002 0,0237 0,0005 0,0076 0,0017 0,1033 0,0044 0,0125 0,0004 0,0001 0,0030 0,0011 0,0181 0,0852 0,0190 0,0102 0,3434 5,5725
32
33
34
35
36
37
38
39
40
41
0,0061 0,0146 0,0819 0,0604 0,0308 0,0153 0,0259 0,0041 0,5748 0,0243 0,0877 0,1607 0,0555 0,1567 0,4194 0,1781 0,0370 0,0009 0,0031 0,0087 0,0306 0,0037 0,0316 0,0004 0,1178 0,0083 1,0039 0,0418 0,0003 0,0034 0,0011 0,0681 0,0030 0,0036 0,0001 0,0024 0,0007 0,0124 0,0545 0,0117 0,0083 0,5756 3,9295
0,0119 0,0262 0,1329 0,0514 0,0707 0,0193 0,0413 0,0096 0,7716 0,0372 0,1265 0,2303 0,0783 0,2213 0,5641 0,2410 0,0530 0,0013 0,0045 0,0128 0,0883 0,0053 0,0454 0,0006 0,1686 0,0120 0,0002 1,1765 0,0006 0,0072 0,0016 0,0715 0,0039 0,0073 0,0002 0,0001 0,0021 0,0012 0,0527 0,0737 0,0169 0,0090 0,4211 4,8712
0,0072 0,0172 0,1200 0,0471 0,0649 0,0283 0,0402 0,0062 0,5633 0,0292 0,0998 0,1949 0,0647 0,1842 0,4134 0,1789 0,0442 0,0011 0,0037 0,0103 0,0350 0,0045 0,0375 0,0058 0,1405 0,0101 0,0001 0,0132 1,0797 0,0030 0,0013 0,1244 0,0031 0,0058 0,0003 0,0001 0,0015 0,0011 0,0455 0,0547 0,0140 0,0082 0,5551 4,2635
1,0000 1,0000
1,0000 1,0000
0,0032 0,0079 0,0471 0,0051 0,0371 0,0058 0,0212 0,0014 0,2577 0,0131 0,0430 0,0776 0,0267 0,0787 0,1886 0,0809 0,0219 0,0005 0,0016 0,0043 0,0160 0,0023 0,0156 0,0002 0,0697 0,0052 0,0001 0,0135 0,0002 1,0060 0,0005 0,0207 0,0114 0,0048 0,0008 0,0003 0,0062 0,0247 0,0058 0,0061 0,8040 2,9377
0,0105 0,0237 0,1378 0,0726 0,0420 0,0200 0,0453 0,0117 0,7780 0,0356 0,1259 0,2345 0,0790 0,2216 0,5687 0,2428 0,0533 0,0013 0,0045 0,0126 0,0423 0,0252 0,0456 0,3678 0,1696 0,0507 0,0002 0,0157 0,0174 0,0038 1,0240 0,0674 0,0063 0,0053 0,0001 0,0001 0,0022 0,0010 0,0195 0,0743 0,0169 0,0075 0,4164 5,1007
0,0105 0,0255 0,0336 0,0125 0,1123 0,1993 0,0461 0,0060 0,8824 0,0396 0,1327 0,2372 0,0858 0,3292 0,6464 0,2783 0,0691 0,0016 0,0052 0,0145 0,0001 0,0525 0,0060 0,0516 0,0007 0,2183 0,0137 0,0002 0,0185 0,0007 0,0043 0,0018 1,0531 0,0041 0,0056 0,0001 0,0001 0,0023 0,0015 0,0410 0,0852 0,0190 0,0074 0,3143 5,0702
0,0109 0,0300 0,0298 0,0141 0,0763 0,0512 0,0361 0,0039 0,8034 0,0325 0,1128 0,1649 0,0644 0,2204 0,5846 0,2460 0,1112 0,0019 0,0050 0,0106 0,0576 0,0044 0,0377 0,0005 0,3541 0,0101 0,0002 0,0189 0,0006 0,0172 0,0013 0,0683 1,0088 0,0060 0,0001 0,0001 0,0030 0,0022 0,0729 0,0753 0,0141 0,0091 0,4228 4,7955
0,0081 0,0194 0,1126 0,1030 0,0451 0,0149 0,0319 0,0048 0,7112 0,0316 0,1162 0,2171 0,0747 0,2047 0,5200 0,2223 0,0497 0,0012 0,0042 0,0116 0,0397 0,0049 0,0421 0,0005 0,1581 0,0111 0,0002 0,0294 0,0005 0,0036 0,0015 0,0423 0,0043 1,0066 0,0013 0,0017 0,0016 0,0247 0,0680 0,0156 0,0191 0,4635 4,4442
129
Lampiran 6 Lanjutan 1
42 0,0090
2
43 -
44 0,0096
45 0,0089
46 0,0018
47 0,0089
48 0,0113
49 0,0087
50 0,0104
0,0214
-
0,0228
0,0212
0,0043
0,0211
0,0269
0,0207
3
0,0981
-
0,0776
0,0828
0,0042
0,0323
0,0415
4 5 6 7 8 9 10 11 12 13 14 15 16 17 18 19 20 21 22 23 24 25 26 27 28 29 30 31
0,0588 0,1492 0,0229 0,0575 0,0054 0,7249 0,0382 0,1300 0,2280 0,0827 0,2544 0,5321 0,2305 0,0549 0,0013 0,0047 0,0130 0,0435 0,0055 0,0472 0,0006 0,1746 0,0125
-
0,0862 0,1219 0,0310 0,0557 0,0097 0,8544 0,0392 0,1397 0,2365 0,0878 0,2770 0,6252 0,2680 0,0587 0,0014 0,0050 0,0137 0,0462 0,0058 0,0499 0,0006 0,1867 0,0132
0,0492 0,1284 0,0210 0,0556 0,0052 0,8221 0,0381 0,1307 0,2192 0,0812 0,2546 0,6008 0,2566 0,0546 0,0013 0,0046 0,0128 0,0430 0,0054 0,0464 0,0006 0,1737 0,0123
0,0017 0,0492 0,0031 0,0134 0,0010 0,1645 0,0083 0,0270 0,0395 0,0164 0,0577 0,1204 0,0516 0,0110 0,0003 0,0009 0,0026 0,0086 0,0011 0,0093 0,0001 0,0349 0,0025
0,0098 0,0969 0,0437 0,0659 0,0083 1,0538 0,0391 0,1352 0,1998 0,0794 0,2818 0,7656 0,3207 0,0542 0,0013 0,0046 0,0127 0,0427 0,0055 0,0463 0,0006 0,1724 0,0126
0,0239 0,2503 0,0389 0,4134 0,0336 0,3398 0,0435 0,1694 0,2027 0,0977 0,4782 0,2675 0,1404 0,0701 0,0017 0,0058 0,0158 0,0543 0,0069 0,0586 0,0008 0,2232 0,0158
32
0,0002
-
0,0002
0,0002
-
0,0002
33 34 35 36 37 38 39 40 41 42 43 44 45 46 47 48 49 50 51
0,0161 0,0005 0,0036 0,0016 0,0462 0,0029 0,0036 1,0032 0,0011 0,0018 0,0011 0,0210 0,0705 0,0174 0,0109 0,4293 4,6319
1,0000 1,0000
0,0171 0,0007 0,0041 0,0017 0,0500 0,0032 0,0040 1,0006 0,0020 0,0017 0,0616 0,0820 0,0185 0,0079 0,3521 4,9308
0,0158 0,0006 0,0083 0,0016 0,0436 0,0112 0,0048 0,0001 1,0037 0,0018 0,0301 0,0785 0,0171 0,0074 0,3862 4,7413
0,0032 0,0001 0,0019 0,0003 0,0092 0,0006 0,0009 0,0004 1,0002 0,0030 0,0158 0,0034 0,0014 0,8755 2,5511
0,0159 0,0045 0,0083 0,0016 0,0428 0,0031 0,0053 0,0002 0,0001 0,0028 0,0017 1,0410 0,0981 0,0200 0,0202 0,2663 5,0473
51 -
Jumlah 2,1470
0,0247
-
4,0018
0,0221
0,0938
-
3,1685
0,0095 0,1734 0,0139 0,0593 0,0047 0,9437 0,0397 0,1327 0,1906 0,0785 0,2729 0,6870 0,2898 0,0528 0,0013 0,0045 0,0124 0,0428 0,0052 0,0450 0,0006 0,1680 0,0120
0,0413 0,1837 0,0398 0,0650 0,0143 0,8656 0,0444 0,1484 0,2549 0,0934 0,3031 0,6348 0,2740 0,0638 0,0016 0,0054 0,0148 0,0502 0,0063 0,0540 0,0007 0,2029 0,0142
-
2,2521 3,8338 2,1201 3,2406 1,2877 30,9429 3,3705 8,7413 10,6872 4,7699 13,2893 24,2622 12,0113 4,6473 1,0886 1,2932 1,7846 1,1743 1,0865 1,0972 3,7735 1,8483 3,7192 1,0139 1,0000 1,4278 11,4063 1,8346
0,0007
0,0002
0,0002
-
1,0151
0,0207 0,0007 0,0094 0,0021 0,0656 0,0087 0,0056 0,0001 0,0004 0,0036 0,0013 0,0199 1,0494 0,0213 0,0086 0,5393 4,7894
0,0470 0,0005 0,0051 0,0016 0,0433 0,0045 0,0048 0,0001 0,0002 0,0019 0,0009 0,0157 0,0887 1,0386 0,0069 0,3276 4,8792
0,0201 0,0006 0,0066 0,0019 0,0511 0,0039 0,0053 0,0002 0,0002 0,0022 0,0018 0,0213 0,0838 0,0199 1,0310 0,3282 5,0837
1,0000 1,0000
2,5898 1,1291 1,0000 1,0000 1,2538 1,1115 3,7930 1,2249 1,2631 1,0070 1,0000 1,0073 1,1113 1,0628 2,1835 4,6813 2,0114 1,4549 19,8035
130
Lampiran 7Pengganda Neraca Kabupaten Musi Rawas 2010 (54 x 54) Sektor Pertanian
Faktor Produksi
Tenaga kerja
Produksi, Operator Alat Angkutan, Manual dan buruh kasar Tata Usaha, Penjualan, Jasa-Jasa Kepemimpinan, Ketatalaksanaan, Militer, Profesional dan Teknisi
Buruh Pengusaha Buruh Pengusaha Buruh Pengusaha Buruh Pengusaha
Bukan Tenaga Kerja Pertanian
Institusi
Rumah tangga
Bukan Pertanian
Buruh Pertanian Golongan Bawah Penerima Pendapatan Golongan Atas
Perusahaan Pemerintahan Padi Jagung Tanaman Umbi-umbian Tanaman Bahan Makanan lainnya Karet Kopi Kelapa Sawit Peternakan dan Hasil-hasilnya Kehutanan Perikanan Pertambangan Migas Pertambangan Non Migas Penggalian Industri Makanan dan Minuman Industri barang dari kayu dan hasil hutan lainnya Industri kertas dan barang cetakan Industri pupuk, kimia dan barang dari karet Sektor Produksi Industi barang galian bukan logam (batubata) Industri Migas Industri barang-barang lainnya Listrik, Gas dan Air bersih Bangunan Perdagangan Hotel dan Restoran Angkutan jalan raya Angkutan sungai, danau dan penyeberangan Angkutan udara Jasa penunjang angkutan Komunikasi Bank dan lembaga keuangan lainnya Sewa bangunan Pemerintahan umum Jasa sosial kemasyarakatan Jasa-jasa lainnya Komoditi Impor Jumlah
Sumber : Data diolah dari SNSE Kabupaten Musi Rawas 2010.
No. 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 13 14 15 16 17 18 19 20 21 22 23 24 25 26 27 28 29 30 31 32 33 34 35 36 37 38 39 40 41 42 43 44 45 46 47 48 49 50 51 Jumlah
1 1,0235 0,0515 0,0361 0,0173 0,0400 0,0191 0,0306 0,0032 0,5180 0,3790 0,4301 0,2657 0,1260 0,2568 0,4034 0,2070 0,1345 0,0035 0,0125 0,0001 0,0002 0,0031 0,0348 0,1032 0,0135 0,1097 0,0011 0,4283 0,0306 0,0004 0,0341 0,0010 0,0066 0,0029 0,0798 0,0052 0,0082 0,0001 0,0001 0,0031 0,0017 0,0302 0,0633 0,0415 0,0116 0,4662 5,4380
131
Lampiran 7 Lanjutan Sektor 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 13 14 15 16 17 18 19 20 21 22 23 24 25 26 27 28 29 30 31 32 33 34 35 36 37 38 39 40 41 42 43 44 45 46 47 48 49 50 51 Jumlah
2 0,0195 1,0428 0,0308 0,0146 0,0353 0,0182 0,0272 0,0029 0,4413 0,0790 0,6483 0,1883 0,1400 0,3398 0,3536 0,1849 0,1120 0,0029 0,0102 0,0002 0,0025 0,0282 0,0863 0,0112 0,0922 0,0011 0,3564 0,0255 0,0003 0,0305 0,0009 0,0064 0,0030 0,0775 0,0050 0,0070 0,0001 0,0001 0,0034 0,0018 0,0269 0,0566 0,0334 0,0104 0,4695 5,0277
3 0,0211 0,0455 1,0325 0,0154 0,0381 0,0201 0,0281 0,0030 0,4787 0,0809 0,2205 0,7473 0,1715 0,1986 0,3714 0,1878 0,1168 0,0029 0,0102 0,0002 0,0025 0,0282 0,0953 0,0117 0,1036 0,0012 0,3718 0,0266 0,0004 0,0331 0,0011 0,0069 0,0034 0,0863 0,0056 0,0073 0,0001 0,0001 0,0035 0,0019 0,0335 0,0575 0,0390 0,0118 0,3945 5,1178
4 0,0178 0,0386 0,0283 1,0134 0,0338 0,0182 0,0255 0,0027 0,4117 0,0341 0,2394 0,4635 0,1797 0,4516 0,3261 0,1727 0,1005 0,0025 0,0085 0,0002 0,0021 0,0233 0,0803 0,0100 0,0875 0,0011 0,3198 0,0228 0,0003 0,0295 0,0010 0,0064 0,0031 0,0783 0,0051 0,0063 0,0001 0,0001 0,0033 0,0018 0,0287 0,0528 0,0321 0,0105 0,4123 4,7871
5 0,0177 0,0384 0,0281 0,0133 1,0335 0,0177 0,0255 0,0027 0,4074 0,0825 0,2243 0,3825 0,1554 0,5179 0,3235 0,1735 0,1004 0,0025 0,0085 0,0002 0,0021 0,0233 0,0794 0,0100 0,0862 0,0011 0,3197 0,0228 0,0003 0,0291 0,0009 0,0063 0,0030 0,0760 0,0049 0,0062 0,0001 0,0001 0,0032 0,0018 0,0278 0,0531 0,0317 0,0103 0,4167 4,7713
6 0,0165 0,0358 0,0266 0,0125 0,0324 1,0174 0,0248 0,0026 0,3861 0,0417 0,1314 0,4272 0,1218 0,6268 0,3082 0,1688 0,0937 0,0022 0,0077 0,0001 0,0018 0,0209 0,0748 0,0094 0,0817 0,0011 0,2983 0,0213 0,0003 0,0282 0,0009 0,0063 0,0030 0,0750 0,0049 0,0057 0,0001 0,0001 0,0032 0,0018 0,0278 0,0516 0,0300 0,0102 0,4005 4,6432
7 0,0148 0,0324 0,0244 0,0116 0,0298 0,0159 1,0234 0,0024 0,3493 0,0473 0,2404 0,1478 0,1173 0,7582 0,2846 0,1614 0,0863 0,0021 0,0070 0,0001 0,0017 0,0191 0,0665 0,0086 0,0722 0,0010 0,2748 0,0196 0,0003 0,0259 0,0008 0,0058 0,0027 0,0685 0,0045 0,0052 0,0001 0,0001 0,0030 0,0017 0,0238 0,0494 0,0259 0,0092 0,4250 4,4720
8 0,0163 0,0354 0,0264 0,0124 0,0323 0,0174 0,0248 1,0026 0,3828 0,0298 0,1456 0,4264 0,0832 0,6620 0,3069 0,1695 0,0928 0,0022 0,0076 0,0001 0,0018 0,0205 0,0741 0,0093 0,0808 0,0011 0,2953 0,0211 0,0003 0,0280 0,0009 0,0063 0,0030 0,0747 0,0049 0,0057 0,0001 0,0001 0,0032 0,0018 0,0278 0,0518 0,0297 0,0102 0,3981 4,6270
132
Lampiran 7 Lanjutan No. 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 13 14 15 16 17 18 19 20 21 22 23 24 25 26 27 28 29 30 31 32 33 34 35 36 37 38 39 40 41 42 43 44 45 46 47 48 49 50 51 Jumlah
9 0,0085 0,0185 0,0153 0,0076 0,0348 0,0107 0,0450 0,0039 1,2003 0,0363 0,1279 0,1731 0,0715 0,2443 0,8673 0,3567 0,0484 0,0012 0,0041 0,0001 0,0010 0,0113 0,0381 0,0048 0,0413 0,0005 0,1540 0,0110 0,0002 0,0140 0,0004 0,0034 0,0014 0,0374 0,0028 0,0031 0,0001 0,0016 0,0009 0,0133 0,1091 0,0151 0,0050 0,2367 3,9821
10 0,0310 0,0686 0,0466 0,0225 0,0487 0,0200 0,0375 0,0039 0,6619 1,0409 0,1318 0,1539 0,0626 0,1880 0,4998 0,2531 0,1801 0,0048 0,0175 0,0001 0,0003 0,0043 0,0489 0,1345 0,0180 0,1411 0,0009 0,5734 0,0411 0,0004 0,0403 0,0010 0,0066 0,0026 0,0796 0,0051 0,0105 0,0001 0,0001 0,0025 0,0014 0,0339 0,0774 0,0561 0,0133 0,4919 5,2588
11 0,0218 0,0478 0,0339 0,0162 0,0381 0,0191 0,0294 0,0031 0,4843 0,0310 1,0972 0,1157 0,0468 0,1424 0,3916 0,2001 0,1247 0,0033 0,0119 0,0001 0,0002 0,0029 0,0332 0,0954 0,0125 0,1005 0,0011 0,3970 0,0284 0,0004 0,0325 0,0008 0,0068 0,0031 0,0812 0,0053 0,0079 0,0001 0,0001 0,0037 0,0020 0,0277 0,0612 0,0361 0,0110 0,5063 4,3161
12 0,0223 0,0480 0,0342 0,0161 0,0407 0,0217 0,0296 0,0032 0,5095 0,0312 0,0989 1,1193 0,0481 0,1483 0,3927 0,1971 0,1215 0,0030 0,0105 0,0002 0,0026 0,0289 0,1024 0,0121 0,1117 0,0013 0,3868 0,0276 0,0004 0,0352 0,0012 0,0075 0,0037 0,0930 0,0061 0,0076 0,0001 0,0001 0,0038 0,0020 0,0386 0,0603 0,0429 0,0131 0,3467 4,2320
13 0,0145 0,0314 0,0232 0,0110 0,0264 0,0162 0,0185 0,0020 0,3374 0,0194 0,0641 0,0790 1,0314 0,0979 0,2563 0,1222 0,0824 0,0020 0,0069 0,0001 0,0017 0,0187 0,0636 0,0082 0,0725 0,0011 0,2623 0,0187 0,0002 0,0254 0,0010 0,0051 0,0030 0,0728 0,0047 0,0055 0,0001 0,0001 0,0023 0,0010 0,0199 0,0374 0,0243 0,0075 0,4833 3,3829
14 0,0120 0,0262 0,0207 0,0098 0,0267 0,0146 0,0218 0,0022 0,2941 0,0210 0,0607 0,0745 0,0300 1,0922 0,2464 0,1520 0,0713 0,0016 0,0052 0,0001 0,0012 0,0137 0,0544 0,0071 0,0596 0,0009 0,2270 0,0162 0,0003 0,0232 0,0007 0,0055 0,0026 0,0629 0,0041 0,0042 0,0001 0,0001 0,0029 0,0017 0,0219 0,0465 0,0210 0,0085 0,4078 3,1773
15 0,0048 0,0104 0,0105 0,0056 0,0396 0,0081 0,0604 0,0050 0,1162 0,0367 0,0762 0,0812 0,0353 0,1192 1,2544 0,4945 0,0273 0,0007 0,0024 0,0006 0,0065 0,0213 0,0027 0,0229 0,0003 0,0869 0,0062 0,0001 0,0076 0,0002 0,0023 0,0007 0,0209 0,0020 0,0019 0,0001 0,0010 0,0004 0,0071 0,1513 0,0085 0,0028 0,1665 2,9094
133
Lampiran 7 Lanjutan No. 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 13 14 15 16 17 18 19 20 21 22 23 24 25 26 27 28 29 30 31 32 33 34 35 36 37 38 39 40 41 42 43 44 45 46 47 48 49 50 51 Jumlah
16 0,0101 0,0222 0,0246 0,0133 0,1074 0,0198 0,1691 0,0139 0,2523 0,0909 0,1641 0,1598 0,0709 0,2435 0,3281 1,3920 0,0583 0,0015 0,0051 0,0001 0,0012 0,0140 0,0451 0,0058 0,0484 0,0006 0,1855 0,0132 0,0004 0,0160 0,0005 0,0052 0,0015 0,0448 0,0047 0,0041 0,0002 0,0022 0,0009 0,0150 0,4259 0,0179 0,0061 0,3951 4,4013
17 0,0430 0,1760 0,0256 0,0121 0,0360 0,0132 0,0390 0,0044 0,9583 0,0519 0,2099 0,1728 0,0801 0,2442 0,6992 0,2957 1,1222 0,0015 0,0051 0,0001 0,0012 0,0141 0,0490 0,0060 0,0493 0,0006 0,1864 0,0136 0,0002 0,0929 0,0005 0,0040 0,0016 0,0493 0,0032 0,0044 0,0001 0,0001 0,0019 0,0012 0,0189 0,0905 0,0181 0,0073 0,3206 5,1254
18 0,0406 0,1662 0,0254 0,0119 0,0340 0,0126 0,0360 0,0041 0,8799 0,0485 0,1963 0,1611 0,0746 0,2265 0,6423 0,2720 0,0546 1,0065 0,0048 0,0001 0,0012 0,0132 0,0463 0,0063 0,0459 0,0006 0,1738 0,0144 0,0002 0,0996 0,0005 0,0038 0,0015 0,0473 0,0030 0,0042 0,0001 0,0018 0,0010 0,0171 0,0832 0,0168 0,0077 0,3796 4,8673
19 0,0603 0,2555 0,0243 0,0120 0,0347 0,0135 0,0368 0,0043 0,8813 0,0603 0,2535 0,1719 0,0852 0,2490 0,6466 0,2776 0,0641 0,0016 1,0178 0,0001 0,0014 0,0156 0,0519 0,0066 0,0537 0,0006 0,2041 0,0150 0,0002 0,0674 0,0005 0,0042 0,0018 0,0505 0,0033 0,0051 0,0001 0,0020 0,0011 0,0181 0,0849 0,0197 0,0073 0,3488 5,1146
20 0,0552 0,2279 0,0228 0,0113 0,0353 0,0133 0,0389 0,0043 0,9520 0,0587 0,2421 0,1760 0,0854 0,2548 0,6965 0,2967 0,0635 0,0016 0,0056 1,0000 0,0002 0,0025 0,0286 0,0509 0,0068 0,0533 0,0006 0,2022 0,0155 0,0002 0,0525 0,0005 0,0042 0,0018 0,0492 0,0035 0,0043 0,0001 0,0021 0,0011 0,0176 0,0908 0,0195 0,0069 0,3127 5,1694
21 0,0500 0,2081 0,0257 0,0125 0,0373 0,0148 0,0375 0,0044 0,8952 0,0547 0,2253 0,1702 0,0811 0,2426 0,6551 0,2793 0,0602 0,0015 0,0053 0,1476 1,0001 0,0015 0,0165 0,0493 0,0062 0,0504 0,0006 0,1916 0,0142 0,0003 0,0770 0,0006 0,0041 0,0017 0,0547 0,0038 0,0078 0,0001 0,0001 0,0023 0,0013 0,0275 0,0854 0,0185 0,0188 0,3546 5,1974
22 0,0436 0,1805 0,0223 0,0112 0,0335 0,0136 0,0349 0,0039 0,8502 0,0494 0,2022 0,1572 0,0743 0,2244 0,6214 0,2640 0,0555 0,0014 0,0048 0,0118 0,0797 1,0012 0,0134 0,0446 0,0073 0,0460 0,0006 0,1767 0,0165 0,0003 0,0548 0,0005 0,0046 0,0015 0,0506 0,0131 0,0120 0,0001 0,0001 0,0026 0,0010 0,0172 0,0808 0,0169 0,0111 0,3931 4,9065
134
Lampiran 7 Lanjutan Sektor 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 13 14 15 16 17 18 19 20 21 22 23 24 25 26 27 28 29 30 31 32 33 34 35 36 37 38 39 40 41 42 43 44 45 46 47 48 49 50 51 Jumlah
23 0,1061 0,1942 0,0281 0,0117 0,0384 0,0146 0,0364 0,0045 0,8468 0,0727 0,2322 0,1730 0,0820 0,2376 0,6212 0,2671 0,0634 0,0016 0,0056 0,0011 0,0071 0,0898 1,0154 0,0505 0,0073 0,0529 0,0006 0,2020 0,0166 0,0003 0,0469 0,0005 0,0049 0,0017 0,0552 0,0063 0,0062 0,0001 0,0001 0,0024 0,0010 0,0176 0,0817 0,0195 0,0081 0,3775 5,1104
24 0,0856 0,1500 0,0236 0,0099 0,0383 0,0175 0,0360 0,0042 0,8457 0,0628 0,1996 0,1634 0,0754 0,2261 0,6185 0,2636 0,0577 0,0014 0,0050 0,0001 0,0016 0,0184 1,1296 0,0057 0,0479 0,0006 0,1835 0,0130 0,0002 0,0208 0,0006 0,0042 0,0016 0,0691 0,0088 0,0064 0,0001 0,0001 0,0027 0,0026 0,0357 0,0806 0,0177 0,0091 0,3928 4,9377
25 0,1021 0,1785 0,0254 0,0107 0,0389 0,0140 0,0394 0,0045 0,9449 0,0726 0,2301 0,1806 0,0846 0,2505 0,6912 0,2948 0,0647 0,0016 0,0057 0,0001 0,0014 0,0157 0,0503 1,0466 0,0540 0,0006 0,2058 0,0148 0,0002 0,0190 0,0005 0,0041 0,0018 0,0518 0,0040 0,0062 0,0001 0,0022 0,0011 0,0168 0,0902 0,0199 0,0081 0,3222 5,1723
26 0,0786 0,1100 0,0303 0,0118 0,0413 0,0146 0,0424 0,0038 0,9637 0,0616 0,1869 0,1778 0,0782 0,2399 0,7023 0,2964 0,0772 0,0017 0,0054 0,0001 0,0015 0,0173 0,0525 0,0069 1,0967 0,0006 0,2457 0,0157 0,0002 0,0356 0,0005 0,0042 0,0016 0,0547 0,0033 0,0056 0,0001 0,0019 0,0012 0,0198 0,0907 0,0180 0,0114 0,3262 5,1363
27 0,0104 0,0229 0,0584 0,0905 0,0492 0,0687 0,0444 0,0339 0,9343 0,0366 0,1360 0,2345 0,0847 0,2860 0,6818 0,2898 0,0615 0,0015 0,0049 0,0001 0,0012 0,0133 0,0470 0,0064 0,0494 1,0138 0,0006 0,1958 0,0147 0,0003 0,0199 0,0005 0,0044 0,0017 0,0495 0,0047 0,0044 0,0001 0,0020 0,0016 0,0168 0,0887 0,0182 0,0081 0,3140 5,0074
28 1,0000 1,0000
29 0,0098 0,0212 0,1031 0,1057 0,0386 0,0215 0,0400 0,0133 0,8677 0,0355 0,1311 0,2344 0,0825 0,2404 0,6330 0,2686 0,0545 0,0013 0,0047 0,0001 0,0011 0,0127 0,0433 0,0072 0,0469 1,0236 0,1736 0,0164 0,0002 0,0158 0,0005 0,0037 0,0016 0,0578 0,0031 0,0043 0,0001 0,0018 0,0011 0,0250 0,0822 0,0173 0,0083 0,3652 4,8200
135
Lampiran 7 Lanjutan Sektor 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 13 14 15 16 17 18 19 20 21 22 23 24 25 26 27 28 29 30 31 32 33 34 35 36 37 38 39 40 41 42 43 44 45 46 47 48 49 50 51 Jumlah
30 0,0273 0,0818 0,0784 0,0388 0,0516 0,0203 0,0398 0,0042 0,8408 0,0429 0,1561 0,1990 0,0770 0,2268 0,6138 0,2606 0,3769 0,0051 0,0101 0,0001 0,0012 0,0132 0,1517 0,0054 0,0457 0,0006 1,2000 0,0123 0,0002 0,0429 0,0005 0,0067 0,0015 0,0764 0,0039 0,0049 0,0001 0,0001 0,0024 0,0015 0,0238 0,0797 0,0169 0,0115 0,3874 5,2419
31 0,0513 0,0921 0,0874 0,0431 0,0582 0,0257 0,0429 0,0046 0,8906 0,0541 0,1776 0,2206 0,0856 0,2489 0,6513 0,2781 0,0613 0,0015 0,0053 0,0001 0,0013 0,0145 0,0483 0,4711 0,0516 0,0006 0,1949 1,0735 0,0002 0,0236 0,0005 0,0077 0,0017 0,1034 0,0045 0,0125 0,0004 0,0001 0,0030 0,0011 0,0181 0,0851 0,0190 0,0102 0,3443 5,5716
32 0,0066 0,0143 0,0819 0,0604 0,0309 0,0154 0,0259 0,0041 0,5739 0,0245 0,0876 0,1606 0,0555 0,1565 0,4188 0,1779 0,0370 0,0009 0,0031 0,0001 0,0008 0,0086 0,0306 0,0037 0,0316 0,0004 0,1178 0,0083 1,0039 0,0418 0,0003 0,0034 0,0011 0,0682 0,0031 0,0036 0,0001 0,0024 0,0007 0,0124 0,0544 0,0117 0,0083 0,5761 3,9290
33 0,0126 0,0257 0,1329 0,0515 0,0708 0,0193 0,0413 0,0096 0,7702 0,0373 0,1264 0,2303 0,0783 0,2210 0,5631 0,2406 0,0530 0,0013 0,0045 0,0001 0,0011 0,0126 0,0883 0,0053 0,0454 0,0006 0,1686 0,0120 0,0002 1,1765 0,0006 0,0072 0,0016 0,0716 0,0039 0,0073 0,0002 0,0001 0,0021 0,0012 0,0527 0,0736 0,0169 0,0090 0,4219 4,8704
34 0,0077 0,0169 0,1200 0,0471 0,0649 0,0284 0,0402 0,0062 0,5622 0,0294 0,0997 0,1949 0,0647 0,1840 0,4127 0,1786 0,0442 0,0011 0,0037 0,0001 0,0009 0,0102 0,0350 0,0045 0,0375 0,0058 0,1405 0,0101 0,0001 0,0132 1,0797 0,0030 0,0013 0,1244 0,0032 0,0058 0,0003 0,0001 0,0015 0,0011 0,0455 0,0546 0,0139 0,0082 0,5558 4,2629
35 1,0000 1,0000
36 1,0000 1,0000
136
Lampiran 7 Lanjutan Sektor 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 13 14 15 16 17 18 19 20 21 22 23 24 25 26 27 28 29 30 31 32 33 34 35 36 37 38 39 40 41 42 43 44 45 46 47 48 49 50 51 Jumlah
37 0,0035 0,0078 0,0471 0,0051 0,0371 0,0058 0,0211 0,0014 0,2572 0,0132 0,0430 0,0776 0,0267 0,0786 0,1883 0,0807 0,0219 0,0005 0,0016 0,0004 0,0043 0,0160 0,0023 0,0156 0,0002 0,0697 0,0052 0,0001 0,0135 0,0002 1,0060 0,0005 0,0207 0,0114 0,0049 0,0008 0,0003 0,0062 0,0247 0,0058 0,0061 0,8043 2,9374
38 0,0111 0,0233 0,1379 0,0726 0,0421 0,0201 0,0453 0,0117 0,7767 0,0358 0,1258 0,2345 0,0790 0,2213 0,5677 0,2425 0,0533 0,0013 0,0045 0,0001 0,0011 0,0124 0,0423 0,0252 0,0456 0,3678 0,1696 0,0508 0,0002 0,0156 0,0174 0,0038 1,0240 0,0675 0,0063 0,0053 0,0001 0,0001 0,0022 0,0010 0,0195 0,0742 0,0169 0,0075 0,4172 5,0999
39 0,0112 0,0250 0,0337 0,0125 0,1124 0,1993 0,0460 0,0060 0,8809 0,0398 0,1325 0,2371 0,0857 0,3289 0,6453 0,2779 0,0691 0,0016 0,0052 0,0003 0,0001 0,0013 0,0144 0,0525 0,0060 0,0516 0,0007 0,2183 0,0137 0,0002 0,0184 0,0007 0,0043 0,0018 1,0532 0,0041 0,0056 0,0001 0,0001 0,0023 0,0015 0,0410 0,0850 0,0190 0,0074 0,3152 5,0693
40 0,0115 0,0296 0,0298 0,0141 0,0763 0,0513 0,0361 0,0039 0,8023 0,0327 0,1127 0,1648 0,0643 0,2202 0,5838 0,2457 0,1112 0,0019 0,0050 0,0001 0,0009 0,0105 0,0576 0,0044 0,0377 0,0005 0,3541 0,0101 0,0002 0,0188 0,0006 0,0172 0,0013 0,0684 1,0089 0,0061 0,0001 0,0001 0,0030 0,0022 0,0729 0,0752 0,0141 0,0091 0,4235 4,7948
41 0,0087 0,0190 0,1126 0,1030 0,0451 0,0149 0,0319 0,0048 0,7100 0,0318 0,1160 0,2170 0,0747 0,2045 0,5191 0,2219 0,0497 0,0012 0,0042 0,0001 0,0010 0,0114 0,0397 0,0049 0,0421 0,0005 0,1581 0,0111 0,0002 0,0293 0,0005 0,0036 0,0014 0,0423 0,0044 1,0066 0,0013 0,0017 0,0016 0,0247 0,0679 0,0156 0,0191 0,4642 4,4435
42 0,0097 0,0210 0,0981 0,0588 0,1492 0,0229 0,0574 0,0054 0,7235 0,0384 0,1299 0,2280 0,0826 0,2542 0,5312 0,2301 0,0549 0,0013 0,0047 0,0001 0,0011 0,0128 0,0435 0,0055 0,0472 0,0006 0,1746 0,0125 0,0002 0,0160 0,0005 0,0037 0,0016 0,0463 0,0030 0,0036 1,0032 0,0011 0,0018 0,0011 0,0210 0,0704 0,0174 0,0109 0,4302 4,6311
43 1,0000 1,0000
137
Lampiran 7 Lanjutan Sektor 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 13 14 15 16 17 18 19 20 21 22 23 24 25 26 27 28 29 30 31 32 33 34 35 36 37 38 39 40 41 42 43 44 45 46 47 48 49 50 51 Jumlah
44 0,0103 0,0223 0,0777 0,0862 0,1219 0,0310 0,0556 0,0097 0,8530 0,0394 0,1395 0,2365 0,0878 0,2768 0,6242 0,2676 0,0587 0,0014 0,0050 0,0001 0,0012 0,0135 0,0462 0,0058 0,0499 0,0006 0,1867 0,0132 0,0002 0,0170 0,0007 0,0041 0,0017 0,0501 0,0032 0,0041 1,0006 0,0020 0,0017 0,0616 0,0819 0,0185 0,0079 0,3530 4,9300
45 0,0095 0,0208 0,0829 0,0492 0,1284 0,0210 0,0556 0,0052 0,8207 0,0383 0,1305 0,2192 0,0811 0,2544 0,5999 0,2562 0,0546 0,0013 0,0046 0,0001 0,0011 0,0126 0,0430 0,0054 0,0464 0,0006 0,1737 0,0123 0,0002 0,0157 0,0006 0,0083 0,0016 0,0437 0,0112 0,0049 0,0001 1,0037 0,0018 0,0301 0,0784 0,0171 0,0075 0,3870 4,7406
46 0,0019 0,0042 0,0042 0,0017 0,0492 0,0031 0,0134 0,0010 0,1642 0,0083 0,0270 0,0394 0,0164 0,0577 0,1202 0,0516 0,0110 0,0003 0,0009 0,0002 0,0025 0,0086 0,0011 0,0093 0,0001 0,0349 0,0025 0,0032 0,0001 0,0019 0,0003 0,0092 0,0006 0,0010 0,0004 1,0002 0,0030 0,0158 0,0034 0,0014 0,8756 2,5510
47 0,0095 0,0207 0,0323 0,0098 0,0969 0,0437 0,0659 0,0083 1,0524 0,0393 0,1350 0,1997 0,0794 0,2816 0,7646 0,3203 0,0542 0,0013 0,0046 0,0001 0,0011 0,0126 0,0427 0,0055 0,0463 0,0006 0,1724 0,0126 0,0002 0,0159 0,0045 0,0083 0,0016 0,0429 0,0031 0,0053 0,0002 0,0001 0,0028 0,0017 1,0410 0,0980 0,0200 0,0202 0,2671 5,0465
48 0,0121 0,0264 0,0416 0,0239 0,2503 0,0389 0,4134 0,0336 0,3382 0,0437 0,1693 0,2027 0,0977 0,4779 0,2663 0,1399 0,0701 0,0017 0,0058 0,0001 0,0014 0,0156 0,0543 0,0069 0,0586 0,0008 0,2232 0,0158 0,0007 0,0206 0,0007 0,0094 0,0021 0,0657 0,0088 0,0056 0,0001 0,0004 0,0036 0,0013 0,0199 1,0493 0,0213 0,0087 0,5403 4,7885
49 0,0093 0,0203 0,0222 0,0095 0,1734 0,0139 0,0592 0,0047 0,9424 0,0399 0,1325 0,1906 0,0784 0,2727 0,6861 0,2894 0,0528 0,0013 0,0045 0,0001 0,0011 0,0123 0,0428 0,0053 0,0450 0,0006 0,1680 0,0120 0,0002 0,0470 0,0005 0,0051 0,0016 0,0433 0,0045 0,0048 0,0001 0,0002 0,0019 0,0009 0,0157 0,0885 1,0386 0,0069 0,3284 4,8785
50 0,0111 0,0242 0,0939 0,0413 0,1838 0,0398 0,0649 0,0143 0,8641 0,0446 0,1482 0,2549 0,0933 0,3029 0,6337 0,2736 0,0638 0,0016 0,0054 0,0001 0,0013 0,0146 0,0501 0,0063 0,0540 0,0007 0,2029 0,0143 0,0002 0,0201 0,0006 0,0066 0,0019 0,0512 0,0039 0,0053 0,0002 0,0002 0,0022 0,0018 0,0213 0,0837 0,0199 1,0310 0,3292 5,0829
51 1,0000 1,0000
jumlah 2,1823 3,9799 3,1719 2,2523 3,8357 2,1208 3,2390 1,2877 30,8745 3,3804 8,7355 10,6855 4,7678 13,2783 24,2133 11,9921 4,6474 1,0886 1,2932 1,1622 1,0921 1,1573 1,7764 3,7732 1,8486 3,7191 1,0139 1,0000 1,4278 11,4068 1,8354 1,0152 2,5839 1,1290 1,0000 1,0000 1,2543 1,1115 3,7966 1,2269 1,2641 1,0070 1,0000 1,0073 1,1114 1,0628 2,1826 4,6754 2,0115 1,4547 19,8453
138
Lampiran 8 Efek Transfer Antar Neraca Sendiri (Mr1) Sektor Pertanian
Faktor Produksi
Tenaga kerja
Produksi, Operator Alat Angkutan, Manual dan buruh kasar Tata Usaha, Penjualan, Jasa-Jasa
Kepemimpinan, Ketatalaksanaan, Militer, Profesional dan Teknisi Bukan Tenaga Kerja Pertanian Institusi
Rumah tangga
Bukan Pertanian
Buruh Pengusaha Buruh
No. 1 2 3
1 1,0000 -
Pengusaha
4
-
Buruh Pengusaha Buruh Pengusaha
5 6 7 8 9 10 11 12 13 14 15 16 17 18 19 20 21 22 23 24 25 26 27 28 29 30 31 32 33 34 35 36 37 38 39 40 41 42 43 44 45 46 47 48 49 50
1,0000
Buruh Pertanian Golongan Bawah Penerima Pendapatan Golongan Atas
Perusahaan Pemerintahan Padi Jagung Tanaman Umbi-umbian Karet Kopi Kelapa Sawit Tanaman Lainnya Peternakan dan Hasil-hasilnya Kehutanan Perikanan Pertambangan Migas Pertambangan Non Migas Penggalian Industri Makanan dan Minuman Industri barang dari kayu dan hasil hutan lainnya Industri kertas dan barang cetakan Industri pupuk, kimia dan barang dari karet Sektor Produksi Industi barang galian bukan logam (batubata) Industri Migas Industri barang-barang lainnya Listrik, Gas dan Air bersih Bangunan Perdagangan Hotel dan Restoran Angkutan jalan raya Angkutan sungai, danau dan penyeberangan Angkutan udara Jasa penunjang angkutan Komunikasi Bank dan lembaga keuangan lainnya Sewa bangunan Pemerintahan umum Jasa sosial kemasyarakatan Jasa-jasa lainnya Jumlah Sumber: Data diolah dari SNSE Kabupaten Musi Rawas Tahun 2010.
139
Lampiran 8Lanjutan No. 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 13 14 15 16 17 18 19 20 21 22 23 24 25 26 27 28 29 30 31 32 33 34 35 36 37 38 39 40 41 42 43 44 45 46 47 48 49 50 Jumlah
2 1,0000 1,0000
3 1,0000 1,0000
4 1,0000 1,0000
5 1,0000 1,0000
6 1,0000 1,0000
7 1,0000 1,0000
8 1,0000 1,0000
140
Lampiran 8 Lanjutan No. 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 13 14 15 16 17 18 19 20 21 22 23 24 25 26 27 28 29 30 31 32 33 34 35 36 37 38 39 40 41 42 43 44 45 46 47 48 49 50 Jumlah
10 1,0038 0,0042 0,0038 0,0020 0,0015 0,0162 0,0473 1,0788
11 0,0040 1,0045 0,0041 0,0020 0,0019 0,0377 0,0493 1,1034
12 0,0032 0,0034 1,0028 0,0015 0,0013 0,0204 0,0386 1,0711
13 0,0010 0,0012 0,0011 1,0004 0,0006 0,0098 0,0172 1,0314
14 0,0048 0,0050 0,0046 0,0022 1,0020 0,0313 0,0600 1,10-99
15 0,0268 0,0399 0,0375 0,0156 0,0339 1,1669 0,4536 1,7742
16 0,0672 0,0749 0,0529 0,0216 0,0218 0,1362 1,2999 1,6745
141
Lampiran 8 Lanjutan Sektor 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 13 14 15 16 17 18 19 20 21 22 23 24 25 26 27 28 29 30 31 32 33 34 35 36 37 38 39 40 41 42 43 44 45 46 47 48 49 50 Jumlah
17 1,0637 0,0033 0,0001 0,0002 0,0003 0,0765 0,0003 0,0064 0,0001 0,0007 0,0003 0,0036 0,0014 1,1570
18 0,0001 1,0052 0,0037 0,0009 0,0002 0,0020 0,0843 0,0003 0,0073 0,0001 0,0008 0,0001 0,0001 0,0029 0,0022 1,1102
19 1,0122 0,0020 0,0002 0,0001 0,0004 0,0495 0,0002 0,0043 0,0001 0,0011 0,0001 0,0017 0,0010 1,0729
20 1,0134 0,0014 0,0005 0,0001 0,0011 0,0348 0,0001 0,0030 0,0002 0,0003 0,0001 0,0012 0,0006 1,0569
21 0,0002 1,1731 0,0027 0,0002 0,0005 0,0004 0,0001 0,0646 0,0001 0,0003 0,0123 0,0007 0,0047 0,0001 0,0005 0,0003 0,0139 0,0150 1,2898
22 0,0008 1,0865 0,0018 0,0019 0,0027 0,0044 0,0001 0,0377 0,0012 0,0106 0,0110 0,0089 0,0009 0,0022 0,0051 1,1761
23 0,0003 1,0970 0,0012 0,0009 0,0008 0,0020 0,0001 0,0284 0,0010 0,0102 0,0025 0,0016 0,0004 0,0013 0,0017 1,1496
142
Lampiran 8 Lanjutan Sektor 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 13 14 15 16 17 18 19 20 21 22 23 24 25 26 27 28 29 30 31 32 33 34 35 36 37 38 39 40 41 42 43 44 45 46 47 48 49 50 Jumlah
24 0,0047 1,0852 0,0020 0,0049 0,0001 0,0006 0,0281 0,0059 0,0028 0,0010 0,0016 0,0210 0,0001 0,0035 1,1621
25 0,0003 0,0001 1,0402 0,0008 0,0001 0,0012 0,0057 0,0008 0,0022 0,0003 0,0003 0,0018 1,0536
26 0,0194 0,0002 0,0003 0,0034 0,0073 0,0011 1,0480 0,0617 0,0026 0,0194 0,0005 0,0125 0,0003 0,0019 0,0001 0,0002 0,0047 0,0057 1,1895
27 0,0041 0,0001 0,0015 0,0007 1,0138 0,0131 0,0016 0,0001 0,0033 0,0005 0,0051 0,0015 0,0007 0,0006 0,0007 0,0021 1,0495
28 1,0000 1,0000
29 0,0002 0,0001 0,0018 1,0230 0,0005 0,0041 0,0001 0,0001 0,0161 0,0001 0,0008 0,0002 0,0097 0,0027 1,0595
30 0,3233 0,0038 0,0055 0,0005 0,1095 0,0001 1,0295 0,0001 0,0277 0,0032 0,0363 0,0011 0,0015 0,0007 0,0005 0,0093 0,0060 1,5587
143
Lampiran 5. Lanjutan No. 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 13 14 15 16 17 18 19 20 21 22 23 24 25 26 27 28 29 30 31 32 33 34 35 36 37 38 39 40 41 42 43 44 45 46 47 48 49 50 Jumlah
31
32
33
34
35
36
37
0,0006 0,4650 0,0021 1,0597 0,0064 0,0037 0,0584 0,0013 0,0087 0,0004 0,0001 0,0011 0,0001 0,0018 0,0041 1,6145
0,0004 0,0015 -
0,0004 0,0002 0,0464 0,0011 1,1613 0,0001 0,0037 0,0315 0,0011 0,0040 0,0001 0,0001 0,0004 0,0003 0,0381 0,0001 0,0036 1,2928
0,0009 0,0001 0,0005 0,0001 0,0054 0,0027 0,0003 0,0007 1,0793 0,0002 0,0914 0,0009 0,0031 0,0003 0,0001 0,0004 0,0333 0,0001 0,0037 1,2234
1,0000 1,0000
1,0000 1,0000
0,0038 0,0001 0,0016 0,0005 0,0122 0,0011 0,0001 0,0083 1,0049 0,0069 0,0105 0,0037 0,0002 0,0012 0,0043 1,0593
0,0013 1,0038 0,0312 0,0009 0,0402 0,0011 0,0013 0,0001 0,0012 0,0021 0,0045 1,0897
144
Lampiran 8 Lanjutan Sektor 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 13 14 15 16 17 18 19 20 21 22 23 24 25 26 27 28 29 30 31 32 33 34 35 36 37 38 39 40 41 42 43 44 45 46 47 48 49 50 Jumlah
38
39
40
41
42
43
44
0,0002 0,0199 0,3672 0,0016 0,0388 0,0004 0,0169 0,0003 1,0225 0,0272 0,0035 0,0020 0,0005 0,0001 0,0047 0,0021 1,5085
0,0091 0,0002 0,0002 0,0006 0,0003 0,0001 0,0050 0,0001 0,0275 0,0001 0,0009 0,0001 0,0002 1,0066 0,0008 0,0018 0,0001 0,0002 0,0005 0,0241 0,0001 0,0011 1,0797
0,0671 0,0008 0,0012 0,0002 0,0228 0,2137 0,0001 0,0061 0,0002 0,0142 0,0345 1,0064 0,0033 0,0001 0,0015 0,0014 0,0607 0,0003 0,0045 1,4392
0,0010 0,0009 0,0031 0,0152 0,0004 0,0051 0,0018 1,0035 0,0012 0,0001 0,0007 0,0110 0,0140 1,0583
0,0001 0,0002 0,0002 0,0044 0,0001 1,0032 0,0011 0,0001 0,0057 0,0052 1,0205
1,0000 1,0000
0,0007 0,0002 0,0021 0,0002 0,0002 0,0002 0,0055 0,0001 0,0004 1,0006 0,0001 0,0007 0,0454 0,0001 0,0019 1,0584
145
Lampiran 8 Lanjutan Sektor 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 13 14 15 16 17 18 19 20 21 22 23 24 25 26 27 28 29 30 31 32 33 34 35 36 37 38 39 40 41 42 43 44 45 46 47 48 49 50 Jumlah
45
46
47
48
49
50
0,0006 0,0002 0,0019 0,0001 0,0001 0,0047 0,0023 0,0083 0,0015 1,0019 0,0009 0,0151 0,0019 1,0394
0,0012 0,0008 0,0003 1,0000 0,0003 1,0027
0,0001 0,0001 0,0003 0,0002 0,0040 0,0046 0,0011 0,0001 0,0019 0,0001 0,0009 0,0008 1,0260 0,0030 0,0146 1,0581
0,0012 0,0004 0,0001 0,0038 0,0001 0,0005 0,0002 0,0001 0,0049 0,0120 0,0053 0,0014 0,0003 0,0013 0,0007 1,0064 0,0014 1,0401
0,0001 0,0013 0,0004 0,0317 0,0015 0,0029 0,0016 0,0015 0,0001 0,0002 0,0002 0,0012 1,0221 0,0014 1,0663
0,0010 0,0004 0,0032 0,0019 0,0025 0,0031 0,0006 0,0014 0,0002 0,0001 0,0002 0,0007 0,0038 1,0245 1,0436
Jumlah 1,0000 1,0000 1,0000 1,0000 1,0000 1,0000 1,0000 1,0000 1,0000 1,1108 1,1330 1,1067 1,0453 1,0629 1,4186 1,9659 1,5008 1,0104 1,0197 1,0232 1,1736 1,0865 1,0971 1,3020 1,5344 1,0481 1,0138 1,0000 1,3956 1,3896 1,1199 1,0049 1,6973 1,1014 1,0000 1,0000 1,0564 1,0225 1,4918 1,0678 1,0678 1,0049 1,0000 1,0038 1,0140 1,0105 1,3474 1,0064 1,0262 1,1419
146
Lampiran 9. Pengganda Open Loop (Mr2) Sektor
Sektor
Kopi Kelapa Sawit Tanaman Lainnya Peternakan dan Hasil-hasilnya Kehutanan Perikanan Pertambangan Migas Pertambangan Non Migas
21 22 23 24 25 26 27 28
Penggalian Industri Makanan dan Minuman Industri barang dari kayu dan hasil hutan lainnya Industri kertas dan barang cetakan Industri pupuk, kimia dan barang dari karet Industi barang galian bukan logam (batubata) Industri Migas Industri barang-barang lainnya Listrik, Gas dan Air bersih Bangunan Perdagangan Hotel dan Restoran Angkutan jalan raya Angkutan sungai, danau dan penyeberangan Angkutan udara Jasa penunjang angkutan Komunikasi Bank dan lembaga keuangan lainnya Sewa bangunan Pemerintahan umum Jasa sosial kemasyarakatan Jasa-jasa lainnya
29 30 31
0,0229
32 33
0,0002 0,0246
34
0,0007
35 36 37 38 39 40 41 42 43 44 45 46 47 48 49 50
0,0043 0,0020 0,0544 0,0033 0,0060 0,0001 0,0001 0,0020 0,0011 0,0211 0,0140 0,0310 0,0081 1,0000
Pertanian
Faktor Produksi
Tenaga kerja
Produksi, Operator Alat Angkutan, Manual dan buruh kasar Tata Usaha, Penjualan, Jasa-Jasa Kepemimpinan, Ketatalaksanaan, Militer, Profesional dan Teknisi
Bukan Tenaga Kerja Pertanian
Institusi
Rumah tangga
Bukan Pertanian
Perusahaan Pemerintahan Padi Jagung Tanaman Umbi-umbian Karet
Sektor Produksi
Jumlah
1
1,0000 0,3501 0,3312 0,1470 0,0783 0,1081 0,0250 0,0458 0,1008 0,0027 0,0096 0,0272 0,0766 0,0101 0,0810 0,0007 0,3210
Buruh Pengusaha Buruh Pengusaha Buruh Pengusaha Buruh Pengusaha Buruh Pengusaha Golongan Bawah Penerima Pendapatan Golongan Atas
1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 13 14 15 16 17 18 19 20
147
Lampiran 9 Lanjutan Sektor 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 13 14 15 16 17 18 19 20 21 22 23 24 25 26 27 28 29 30 31 32 33 34 35 36 37 38 39 40 41 42 43 44 45 46 47 48 49 50 Jumlah
2 1,0000 0,0545 0,5643 0,0863 0,0991 0,2111 0,0311 0,0474 0,0831 0,0021 0,0077 0,0216 0,0636 0,0083 0,0676 0,0008 0,2645 0,0189 0,0002 0,0224 0,0006 0,0045 0,0022 0,0557 0,0034 0,0051 0,0001 0,0001 0,0024 0,0014 0,0191 0,0145 0,0244 0,0075 1,0000
3 1,0000 0,0545 0,1303 0,6375 0,1276 0,0603 0,0217 0,0389 0,0858 0,0022 0,0076 0,0211 0,0708 0,0086 0,0771 0,0009 0,2730 0,0195 0,0002 0,0244 0,0008 0,0049 0,0025 0,0629 0,0039 0,0053 0,0001 0,0001 0,0025 0,0013 0,0251 0,0119 0,0293 0,0087 1,0000
4 1,0000 0,0114 0,1617 0,3683 0,1416 0,3309 0,0252 0,0444 0,0736 0,0018 0,0062 0,0172 0,0592 0,0073 0,0646 0,0008 0,2343 0,0167 0,0002 0,0219 0,0007 0,0046 0,0023 0,0580 0,0036 0,0045 0,0001 0,0001 0,0024 0,0013 0,0214 0,0136 0,0237 0,0077 1,0000
5 1,0000 0,0600 0,1472 0,2881 0,1176 0,3983 0,0257 0,0465 0,0738 0,0018 0,0062 0,0173 0,0584 0,0074 0,0635 0,0008 0,2349 0,0168 0,0002 0,0216 0,0007 0,0045 0,0022 0,0559 0,0035 0,0045 0,0001 0,0001 0,0023 0,0013 0,0206 0,0142 0,0234 0,0076 2,7269
6 1,0000 0,0205 0,0585 0,3374 0,0860 0,5126 0,0260 0,0485 0,0684 0,0016 0,0055 0,0151 0,0549 0,0068 0,0601 0,0008 0,2178 0,0155 0,0002 0,0211 0,0007 0,0046 0,0023 0,0560 0,0035 0,0041 0,0001 0,0001 0,0024 0,0014 0,0210 0,0148 0,0221 0,0076 2,6978
7 1,0000 0,0280 0,1742 0,0660 0,0847 0,6539 0,0293 0,0524 0,0633 0,0015 0,0051 0,0138 0,0484 0,0063 0,0526 0,0007 0,2014 0,0144 0,0002 0,0194 0,0006 0,0043 0,0021 0,0511 0,0032 0,0038 0,0001 0,0023 0,0013 0,0176 0,0160 0,0186 0,0068 2,6433
8 1,0000 0,0087 0,0734 0,3373 0,0476 0,5486 0,0271 0,0501 0,0677 0,0016 0,0054 0,0148 0,0543 0,0067 0,0594 0,0008 0,2154 0,0154 0,0002 0,0210 0,0007 0,0046 0,0023 0,0558 0,0035 0,0041 0,0001 0,0001 0,0024 0,0014 0,0210 0,0153 0,0218 0,0076 2,6960
148
Lampiran 9 Lanjutan No. 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 13 14 15 16 17 18 19 20 21 22 23 24 25 26 27 28 29 30 31 32 33 34 35 36 37 38 39 40 41 42 43 44 45 46 47 48 49 50 Jumlah
9 1,0000 0,0232 0,0813 0,1164 0,0474 0,1543 0,7193 0,2915 0,0314 0,0008 0,0027 0,0074 0,0248 0,0031 0,0268 0,0003 0,1000 0,0071 0,0001 0,0091 0,0003 0,0023 0,0009 0,0244 0,0019 0,0020 0,0001 0,0011 0,0006 0,0087 0,0892 0,0099 0,0033 2,7916
10 0,0213 0,0530 0,0329 0,0158 0,0218 0,0110 0,0051 0,0010 0,4847 1,0000 0,1358 0,0037 0,0136 0,0388 0,0996 0,0136 0,1034 0,0005 0,4323 0,0309 0,0003 0,0280 0,0007 0,0036 0,0013 0,0463 0,0026 0,0076 0,0001 0,0011 0,0006 0,0220 0,0422 0,0088 2,6841
11 0,0146 0,0360 0,0235 0,0112 0,0173 0,0123 0,0039 0,0008 0,3509 1,0000 0,0915 0,0025 0,0090 0,0256 0,0693 0,0091 0,0723 0,0008 0,2912 0,0208 0,0002 0,0232 0,0005 0,0046 0,0021 0,0563 0,0034 0,0057 0,0001 0,0001 0,0027 0,0015 0,0188 0,0257 0,0076 2,2151
12 0,0153 0,0356 0,0236 0,0110 0,0199 0,0147 0,0045 0,0009 0,3721 1,0000 0,0874 0,0022 0,0076 0,0211 0,0756 0,0087 0,0827 0,0010 0,2783 0,0199 0,0003 0,0257 0,0009 0,0052 0,0027 0,0674 0,0042 0,0054 0,0001 0,0001 0,0027 0,0015 0,0294 0,0322 0,0096 2,2693
13 0,0099 0,0233 0,0164 0,0076 0,0132 0,0117 0,0029 0,0006 0,2478 1,0000 0,0602 0,0014 0,0050 0,0136 0,0461 0,0060 0,0536 0,0008 0,1915 0,0137 0,0001 0,0192 0,0008 0,0037 0,0023 0,0560 0,0034 0,0041 0,0016 0,0007 0,0139 0,0174 0,0052 1,8539
14 0,0078 0,0183 0,0140 0,0064 0,0117 0,0100 0,0026 0,0006 0,2071 1,0000 0,0499 0,0011 0,0034 0,0088 0,0376 0,0050 0,0414 0,0007 0,1590 0,0113 0,0002 0,0172 0,0005 0,0041 0,0020 0,0468 0,0029 0,0028 0,0022 0,0014 0,0162 0,0143 0,0063 1,7137
15 1,0000 1,0000
149
Lampiran 9 Lanjutan Sektor 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 13 14 15 16 17 18 19 20 21 22 23 24 25 26 27 28 29 30 31 32 33 34 35 36 37 38 39 40 41 42 43 44 45 46 47 48 49 50 Jumlah
16 0,0001 0,0067 0,0045 0,0687 0,0080 0,1196 0,0096 0,0177 1,0000 0,0004 0,0001 0,0011 0,0001 0,0001 0,0015 0,0036 0,0016 0,0004 0,0001 0,0004 0,0002 0,3060 0,0004 1,5509
17 0,0305 0,1441 0,0002 0,0005 0,0001 0,0003 0,0001 0,0005 0,6390 0,0334 0,1435 0,0919 0,0471 0,1330 0,4649 0,1946 1,0000 2,9238
18 0,0305 0,1441 0,0002 0,0005 0,0001 0,0003 0,0001 0,0005 0,6094 0,0327 0,1411 0,0884 0,0457 0,1284 0,4436 0,1859 1,0000 2,8517
19 0,0483 0,2280 0,0002 0,0008 0,0001 0,0005 0,0002 0,0007 0,5893 0,0430 0,1929 0,0963 0,0546 0,1454 0,4323 0,1849 3,0176
20 0,0427 0,2012 0,0002 0,0007 0,0001 0,0004 0,0001 0,0006 0,6689 0,0414 0,1823 0,1023 0,0552 0,1513 0,4885 0,2066 3,1426
21 0,0328 0,1548 0,0002 0,0005 0,0001 0,0003 0,0001 0,0005 0,5001 0,0315 0,1390 0,0770 0,0418 0,1141 0,3654 0,1547 1,0000 2,6130
22 0,0306 0,1443 0,0002 0,0005 0,0001 0,0003 0,0001 0,0005 0,5391 0,0311 0,1355 0,0803 0,0424 0,1176 0,3930 0,1654 1,0000 2,6810
150
Lampiran 9 Lanjutan Sektor 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 13 14 15 16 17 18 19 20 21 22 23 24 25 26 27 28 29 30 31 32 33 34 35 36 37 38 39 40 41 42 43 44 45 46 47 48 49 50 Jumlah
23 0,0919 0,1557 0,0059 0,0011 0,0046 0,0007 0,0010 0,0010 0,5154 0,0533 0,1621 0,0931 0,0487 0,1265 0,3782 0,1624 1,0000 2,8015
24 0,0693 0,1174 0,0044 0,0008 0,0035 0,0005 0,0008 0,0008 0,5252 0,0433 0,1333 0,0861 0,0432 0,1164 0,3834 0,1623 1,0000 2,6906
25 0,0873 0,1478 0,0056 0,0011 0,0044 0,0006 0,0010 0,0010 0,6520 0,0543 0,1671 0,1073 0,0540 0,1452 0,4761 0,2016 1,0000 3,1064
26 0,0639 0,0796 0,0063 0,0004 0,0048 0,0004 0,0032 0,0001 0,6368 0,0422 0,1200 0,0963 0,0448 0,1268 0,4625 0,1930 1,0000 2,8810
27
28
29
0,0390 0,0802 0,0155 0,0551 0,0067 0,0300 0,6728 0,0211 0,0816 0,1663 0,0568 0,1880 0,4896 0,2064 1,0000 3,1091
1,0000 1,0000
0,0838 0,0952 0,0060 0,0069 0,0047 0,0098 0,6077 0,0204 0,0785 0,1669 0,0552 0,1447 0,4421 0,1860 1,0000 2,9079
151
Lampiran 9 Lanjutan Sektor 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 13 14 15 16 17 18 19 20 21 22 23 24 25 26 27 28 29 30 31 32 33 34 35 36 37 38 39 40 41 42 43 44 45 46 47 48 49 50 Jumlah
30 0,0560 0,0284 0,0161 0,0022 0,0049 0,0006 0,2972 0,0114 0,0394 0,0867 0,0278 0,0697 0,2163 0,0912 1,0000 1,9478
31 0,0602 0,0305 0,0173 0,0024 0,0052 0,0006 0,2756 0,0112 0,0388 0,0881 0,0278 0,0681 0,2010 0,0852 1,0000 1,9121
32 0,0664 0,0532 0,0056 0,0003 0,0020 0,0017 0,3774 0,0134 0,0492 0,1082 0,0348 0,0844 0,2745 0,1154 1,0000 2,1867
33 0,0992 0,0371 0,0321 0,0015 0,0074 0,0055 0,4085 0,0175 0,0586 0,1366 0,0421 0,1027 0,2982 0,1268 1,0000 2,3738
34 0,0966 0,0366 0,0310 0,0016 0,0139 0,0033 0,2725 0,0143 0,0480 0,1183 0,0356 0,0840 0,2003 0,0872 1,0000 2,0432
35 1,0000 1,0000
36 1,0000 1,0000
152
Lampiran 9 Lanjutan No. 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 13 14 15 16 17 18 19 20 21 22 23 24 25 26 27 28 29 30 31 32 33 34 35 36 37 38 39 40 41 42 43 44 45 46 47 48 49 50 Jumlah
37 0,0392 0,0013 0,0254 0,0004 0,0102 0,0003 0,1574 0,0076 0,0237 0,0520 0,0166 0,0443 0,1151 0,0492 1,0000 1,5426
38 0,0844 0,0271 0,0075 0,0015 0,0109 0,0049 0,2769 0,0121 0,0413 0,1010 0,0299 0,0703 0,2024 0,0864 1,0000 1,9567
39 0,0134 0,0027 0,0776 0,1851 0,0091 0,0026 0,5909 0,0232 0,0742 0,1646 0,0560 0,2260 0,4325 0,1860 1,0000 3,0439
40 0,0010 0,0005 0,0385 0,0330 0,0014 0,0005 0,4195 0,0128 0,0422 0,0722 0,0276 0,0984 0,3037 0,1258 1,0000 2,1772
41 0,0947 0,0944 0,0155 0,0035 0,0022 0,0018 0,4778 0,0184 0,0694 0,1572 0,0505 0,1210 0,3487 0,1482 1,0000 2,6034
42 0,0810 0,0505 0,1197 0,0110 0,0269 0,0025 0,4860 0,0244 0,0814 0,1676 0,0580 0,1689 0,3568 0,1547 1,0000 2,7893
43 1,0000 1,0000
153
Lampiran9 Lanjutan No. 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 13 14 15 16 17 18 19 20 21 22 23 24 25 26 27 28 29 30 31 32 33 34 35 36 37 38 39 40 41 42 43 44 45 46 47 48 49 50 Jumlah
44
45
46
47
48
49
50
0,0592 0,0775 0,0876 0,0169 0,0197 0,0063 0,5720 0,0236 0,0845 0,1672 0,0594 0,1773 0,4181 0,1787 1,0000 2,9479
0,0657 0,0410 0,0972 0,0089 0,0218 0,0021 0,5771 0,0241 0,0809 0,1573 0,0557 0,1652 0,4210 0,1788 1,0000 2,8967
0,0008 0,0001 0,0432 0,0007 0,0067 0,0003 0,1183 0,0056 0,0173 0,0275 0,0114 0,0404 0,0865 0,0369 1,0000 1,3958
0,0134 0,0007 0,0587 0,0310 0,0237 0,0044 0,7936 0,0240 0,0813 0,1316 0,0512 0,1806 0,5742 0,2375 1,0000 3,2058
0,0210 0,0141 0,2226 0,0237 0,3905 0,0313 0,0423 0,0273 0,1129 0,1320 0,0695 0,3858 0,0499 0,0473 1,0000 2,5704
0,0025 0,0002 0,1376 0,0023 0,0213 0,0011 0,6913 0,0250 0,0807 0,1243 0,0514 0,1774 0,5016 0,2093 1,0000 3,0260
0,0727 0,0312 0,1472 0,0260 0,0283 0,0107 0,5831 0,0281 0,0908 0,1824 0,0638 0,2010 0,4273 0,1843 1,0000 3,0770
Jumlah 1,5967 2,6832 2,1906 1,7659 2,3724 1,4863 1,7627 1,1399 17,2535 2,3826 5,5137 6,8114 3,1886 8,0811 12,5779 6,1983 2,0729 1,0269 1,0944 1,2634 1,0002 1,0000 1,0000 1,8394 1,1071 1,9063 1,0000 1,0000 1,0105 4,4156 1,2439 1,0031 1,2988 1,0091 1,0000 1,0000 1,0613 1,0291 1,7506 1,0480 1,0654 1,0007 1,0000 1,0010 1,0304 1,0167 1,2762 1,5095 1,3360 1,1028
154
Lampiran 10 Pengganda Close Loop (Mr3). Sektor
No
1
1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12
1,0217 0,0527 0,0359 0,0173 0,0399 0,0191 0,0307 0,0032 0,5217 -
13
-
14 15 16 17 18 19 20
-
Kopi Kelapa Sawit Tanaman Lainnya Peternakan dan Hasil-hasilnya Kehutanan Perikanan Pertambangan Migas Pertambangan Non Migas
21 22 23 24 25 26 27 28
-
Penggalian Industri Makanan dan Minuman Industri barang dari kayu dan hasil hutan lainnya Industri kertas dan barang cetakan Industri pupuk, kimia dan barang dari karet Industi barang galian bukan logam (batubata) Industri Migas Industri barang-barang lainnya Listrik, Gas dan Air bersih Bangunan Perdagangan Hotel dan Restoran Angkutan jalan raya Angkutan sungai, danau dan penyeberangan Angkutan udara Jasa penunjang angkutan Komunikasi Bank dan lembaga keuangan lainnya Sewa bangunan Pemerintahan umum Jasa sosial kemasyarakatan Jasa-jasa lainnya
29 30
-
31
-
32
-
33
-
34
-
35 36 37 38 39 40 41
-
42
-
43 44 45 46 47 48 49 50
-
Pertanian
Faktor Produksi
Tenaga kerja
Produksi, Operator Alat Angkutan, Manual dan buruh kasar Tata Usaha, Penjualan, Jasa-Jasa Kepemimpinan, Ketatalaksanaan, Militer, Profesional dan Teknisi
Buruh Pengusaha Buruh Pengusaha Buruh Pengusaha Buruh Pengusaha
Bukan Tenaga Kerja Pertanian
Institusi
Rumah tangga
Bukan Pertanian
Buruh Pengusaha Golongan Bawah Penerima Pendapatan Golongan Atas
Perusahaan Pemerintahan Padi Jagung Tanaman Umbi-umbian Karet
Sektor Produksi
Jumlah
Sumber: Data diolah dari SNSE Kabupaten Musi Rawas Tahun 2010
1,0000
155
Lampiran 10 Lanjutan No. 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 13 14 15 16 17 18 19 20 21 22 23 24 25 26 27 28 29 30 31 32 33 34 35 36 37 38 39 40 41 42 43 44 45 46 47 48 49 50 Jumlah
2 0,0181 1,0437 0,0306 0,0146 0,0353 0,0181 0,0272 0,0029 0,4443 1,0000
3 0,0196 0,0465 1,0324 0,0154 0,0380 0,0201 0,0282 0,0030 0,4817 1,0000
4 0,0166 0,0394 0,0281 1,0134 0,0337 0,0181 0,0256 0,0027 0,4142 1,0000
5 0,0164 0,0392 0,0280 0,0133 1,0334 0,0177 0,0256 0,0027 0,4099 1,5862
6 0,0154 0,0365 0,0265 0,0125 0,0323 1,0174 0,0248 0,0026 0,3883 1,5564
7 0,0138 0,0331 0,0243 0,0116 0,0297 0,0159 1,0235 0,0024 0,3513 1,5056
156
Lampiran 10 Lanjutan No. 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 13 14 15 16 17 18 19 20 21 22 23 24 25 26 27 28 29 30 31 32 33 34 35 36 37 38 39 40 41 42 43 44 45 46 47 48 49 50 Jumlah
8 0,0153 0,0361 0,0262 0,0124 0,0322 0,0173 0,0249 1,0026 0,3850 1,5521
9 0,0079 0,0189 0,0153 0,0076 0,0348 0,0107 0,0450 0,0039 1,2015 1,3455
10 1,0354 0,1243 0,1456 0,0587 0,1784 0,4780 0,2029 2,2233
11 0,0254 1,0890 0,1070 0,0427 0,1317 0,3466 0,1473 1,8897
12 0,0268 0,0928 1,1129 0,0451 0,1403 0,3670 0,1559 1,9407
13 0,0178 0,0618 0,0765 1,0303 0,0946 0,2450 0,1041 1,6301
157
Lampiran 10 Lanjutan No. 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 13 14 15 16 17 18 19 20 21 22 23 24 25 26 27 28 29 30 31 32 33 34 35 36 37 38 39 40 41 42 43 44 45 46 47 48 49 50 Jumlah
14 0,0147 0,0510 0,0642 0,0253 1,0792 0,2047 0,0870 1,5261
15 1,0000 1,0000
16 0,0132 0,0515 0,0616 0,0297 0,1454 0,0813 1,0427 1,4254
17 1,0513 0,0013 0,0045 0,0125 0,0401 0,0051 0,0432 0,0005 0,1634 0,0117 0,0002 0,0145 0,0004 0,0033 0,0014 0,0375 0,0026 0,0032 0,0001 0,0016 0,0009 0,0134 0,0800 0,0158 0,0051 1,5137
18 0,0499 1,0012 0,0044 0,0122 0,0389 0,0050 0,0419 0,0005 0,1588 0,0113 0,0002 0,0141 0,0004 0,0032 0,0014 0,0364 0,0026 0,0031 0,0001 0,0016 0,0008 0,0130 0,0768 0,0154 0,0049 1,4982
19 0,0608 0,0015 1,0054 0,0150 0,0473 0,0061 0,0509 0,0006 0,1936 0,0138 0,0002 0,0170 0,0005 0,0038 0,0017 0,0436 0,0030 0,0038 0,0001 0,0019 0,0010 0,0155 0,0806 0,0186 0,0059 1,5922
158
Lampiran 10 Lanjutan. No. 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 13 14 15 16 17 18 19 20 21 22 23 24 25 26 27 28 29 30 31 32 33 34 35 36 37 38 39 40 41 42 43 44 45 46 47 48 49 50 Jumlah
20 0,0609 0,0015 0,0054 1,0150 0,0474 0,0061 0,0510 0,0006 0,1937 0,0138 0,0002 0,0171 0,0005 0,0039 0,0017 0,0441 0,0031 0,0038 0,0001 0,0019 0,0010 0,0157 0,0873 0,0187 0,0060 1,6004
21 0,0461 0,0012 0,0041 0,0113 1,0000 0,0359 0,0046 0,0387 0,0005 0,1468 0,0105 0,0002 0,0129 0,0004 0,0029 0,0013 0,0334 0,0023 0,0029 0,0001 0,0014 0,0008 0,0119 0,0656 0,0142 0,0045 1,4543
22 0,0465 0,0012 0,0041 0,0114 1,0000 0,0363 0,0046 0,0390 0,0005 0,1481 0,0106 0,0002 0,0131 0,0004 0,0030 0,0013 0,0338 0,0024 0,0029 0,0001 0,0015 0,0008 0,0120 0,0691 0,0143 0,0046 1,4616
23 0,0562 0,0014 0,0050 0,0139 1,0000 0,0438 0,0056 0,0470 0,0005 0,1790 0,0128 0,0002 0,0156 0,0005 0,0034 0,0015 0,0397 0,0027 0,0035 0,0001 0,0017 0,0009 0,0143 0,0718 0,0173 0,0054 1,5440
24 0,0490 0,0012 0,0043 0,0121 1,0382 0,0049 0,0411 0,0005 0,1560 0,0111 0,0002 0,0137 0,0004 0,0031 0,0013 0,0350 0,0024 0,0031 0,0001 0,0015 0,0008 0,0126 0,0690 0,0151 0,0048 1,4816
25 0,0613 0,0015 0,0054 0,0151 0,0478 1,0061 0,0514 0,0006 0,1951 0,0139 0,0002 0,0171 0,0005 0,0038 0,0017 0,0438 0,0031 0,0038 0,0001 0,0019 0,0010 0,0157 0,0859 0,0189 0,0060 1,6016
159
Lampiran 10 Lanjutan. No. 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 13 14 15 16 17 18 19 20 21 22 23 24 25 26 27 28 29 30 31 32 33 34 35 36 37 38 39 40 41 42 43 44 45 46 47 48 49 50 Jumlah
26 0,0499 0,0012 0,0044 0,0122 0,0390 0,0050 1,0420 0,0005 0,1588 0,0113 0,0002 0,0140 0,0004 0,0032 0,0014 0,0362 0,0026 0,0031 0,0001 0,0016 0,0008 0,0130 0,0790 0,0155 0,0049 1,5003
27 0,0553 0,0014 0,0047 0,0130 0,0438 0,0055 0,0476 1,0000 0,0006 0,1759 0,0125 0,0002 0,0161 0,0005 0,0037 0,0017 0,0427 0,0030 0,0035 0,0001 0,0018 0,0010 0,0155 0,0856 0,0175 0,0058 1,5590
28 1,0000 1,0000
29 0,0513 0,0013 0,0044 0,0122 0,0408 0,0051 0,0443 1,0006 0,1634 0,0117 0,0002 0,0149 0,0005 0,0034 0,0015 0,0393 0,0028 0,0032 0,0001 0,0017 0,0009 0,0144 0,0777 0,0163 0,0053 1,5173
30 0,0261 0,0006 0,0022 0,0062 0,0208 0,0026 0,0225 0,0003 1,0830 0,0059 0,0001 0,0076 0,0002 0,0017 0,0008 0,0199 0,0014 0,0016 0,0008 0,0005 0,0073 0,0385 0,0083 0,0027 1,2616
31 0,0259 0,0006 0,0022 0,0062 0,0206 0,0026 0,0224 0,0003 0,0825 1,0059 0,0001 0,0075 0,0002 0,0017 0,0008 0,0197 0,0014 0,0016 0,0008 0,0004 0,0073 0,0365 0,0083 0,0027 1,2583
160
Lampiran 10 Lanjutan. No. 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 13 14 15 16 17 18 19 20 21 22 23 24 25 26 27 28 29 30 31 32 33 34 35 36 37 38 39 40 41 42 43 44 45 46 47 48 49 50 Jumlah
32 0,0323 0,0008 0,0028 0,0077 0,0257 0,0032 0,0279 0,0003 0,1028 0,0073 1,0001 0,0094 0,0003 0,0021 0,0010 0,0247 0,0017 0,0020 0,0011 0,0006 0,0090 0,0484 0,0103 0,0033 1,3248
33 0,0396 0,0010 0,0034 0,0094 0,0316 0,0039 0,0343 0,0004 0,1261 0,0090 0,0001 1,0115 0,0004 0,0026 0,0012 0,0301 0,0021 0,0025 0,0013 0,0007 0,0111 0,0548 0,0127 0,0041 1,3938
34 0,0329 0,0008 0,0028 0,0079 0,0263 0,0033 0,0285 0,0004 0,1048 0,0075 0,0001 0,0095 1,0003 0,0021 0,0010 0,0250 0,0017 0,0021 0,0011 0,0006 0,0092 0,0399 0,0106 0,0034 1,3217
35 1,0000 1,0000
36 1,0000 1,0000
37 0,0158 0,0004 0,0014 0,0038 0,0126 0,0016 0,0137 0,0002 0,0504 0,0036 0,0001 0,0046 0,00-1 1,0010 0,0005 0,0120 0,0008 0,0010 0,0005 0,0003 0,0044 0,0214 0,0050 0,0016 1,1568
161
Lampiran 10 Lanjutan. No. 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 13 14 15 16 17 18 19 20 21 22 23 24 25 26 27 28 29 30 31 32 33 34 35 36 37 38 39 40 41 42 43 44 45 46 47 48 49 50 Jumlah
38 0,0283 0,0007 0,0024 0,0067 0,0226 0,0028 0,0245 0,0003 0,0900 0,0064 0,0001 0,0082 0,0003 0,0019 1,0008 0,0215 0,0015 0,0018 0,0009 0,0005 0,0079 0,0378 0,0091 0,0029 1,2799
39 0,0566 0,0014 0,0048 0,0132 0,0448 0,0056 0,0487 0,0006 0,1801 0,0128 0,0002 0,0166 0,0005 0,0038 0,0017 1,0440 0,0031 0,0035 0,0001 0,0019 0,0010 0,0160 0,0798 0,0179 0,0059 1,5647
40 0,0276 0,0007 0,0023 0,0065 0,0218 0,0028 0,0236 0,0003 0,0879 0,0063 0,0001 0,0080 0,0003 0,0019 0,0008 0,0213 1,0015 0,0017 0,0009 0,0005 0,0077 0,0498 0,0087 0,0029 1,2858
41 0,0459 0,0011 0,0039 0,0109 0,0366 0,0046 0,0397 0,0005 0,1461 0,0104 0,0002 0,0133 0,0004 0,0030 0,0014 0,0351 0,0024 1,0029 0,0001 0,0015 0,0008 0,0129 0,0639 0,0147 0,0047 1,4571
42 0,0537 0,0013 0,0046 0,0127 0,0426 0,0054 0,0462 0,0006 0,1708 0,0122 0,0002 0,0156 0,0005 0,0035 0,0016 0,0410 0,0028 0,0033 1,0000 0,0001 0,0017 0,0009 0,0150 0,0689 0,0170 0,0055 1,5278
43 1,0000 1,0000
162
Lampiran 10 Lanjutan. No. 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 13 14 15 16 17 18 19 20 21 22 23 24 25 26 27 28 29 30 31 32 33 34 35 36 37 38 39 40 41 42 43 44 45 46 47 48 49 50 Jumlah
44
45
46
47
48
49
50
0,0550 0,0014 0,0047 0,0130 0,0437 0,0055 0,0474 0,0006 0,1752 0,0125 0,0002 0,0160 0,0005 0,0037 0,0016 0,0422 0,0029 0,0034 1,0001 0,0018 0,0010 0,0154 0,0769 0,0174 0,0057 1,5478
0,0524 0,0013 0,0045 0,0124 0,0415 0,0052 0,0451 0,0006 0,1668 0,0119 0,0002 0,0152 0,0005 0,0035 0,0016 0,0401 0,0028 0,0033 0,0001 1,0017 0,0009 0,0146 0,0758 0,0166 0,0054 1,5239
0,0108 0,0003 0,0009 0,0026 0,0085 0,0011 0,0093 0,0001 0,0345 0,0025 0,0032 0,0001 0,0007 0,0003 0,0083 0,0006 0,0007 0,0004 1,0002 0,0030 0,0157 0,0034 0,0011 1,1081
0,0513 0,0013 0,0044 0,0121 0,0404 0,0051 0,0439 0,0006 0,1633 0,0116 0,0002 0,0149 0,0005 0,0035 0,0015 0,0395 0,0028 0,0032 0,0001 0,0017 0,0009 1,0142 0,0936 0,0161 0,0053 1,5321
0,0671 0,0016 0,0056 0,0154 0,0525 0,0067 0,0570 0,0008 0,2136 0,0152 0,0002 0,0199 0,0006 0,0044 0,0021 0,0522 0,0034 0,0041 0,0001 0,0022 0,0013 0,0187 1,0407 0,0207 0,0070 1,6131
0,0497 0,0012 0,0042 0,0117 0,0392 0,0050 0,0425 0,0005 0,1583 0,0113 0,0002 0,0145 0,0005 0,0034 0,0015 0,0382 0,0027 0,0031 0,0001 0,0017 0,0009 0,0137 0,0842 1,0156 0,0052 1,5090
0,0605 0,0015 0,0052 0,0143 0,0480 0,0060 0,0521 0,0007 0,1926 0,0137 0,0002 0,0176 0,0006 0,0040 0,0018 0,0463 0,0032 0,0038 0,0001 0,0020 0,0011 0,0169 0,0807 0,0192 1,0063 1,5981
Jumlah 1,1448 1,3460 1,2473 1,1181 1,3092 1,1544 1,2555 1,0260 4,5978 1,1334 1,4704 1,5678 1,2317 1,7696 2,7225 1,7399 2,3700 1,0339 1,1182 1,3285 1,0003 1,0000 1,0001 2,0790 1,1366 2,1671 1,0000 1,0000 1,0144 5,3612 1,3111 1,0047 1,3931 1,0122 1,0000 1,0000 1,0895 1,0398 2,0265 1,0715 1,0856 1,0010 1,0000 1,0017 1,0442 1,0236 1,3710 2,9357 1,4292 1,1390
163
Lampiran 11 Biaya Antara (BA) dan Struktr Impor Sektor Produksi Berdasarkan SNSE Kabuaten Musi Rawas tahun 2010. Biaya Antara(BA)
Pertanian Perkebunan
No. Padi 17
Sektor Domestik Pertanian Pangan Padi Jagung Umbi-umbian Bahan makanan lainnya Perkebunan Karet Kopi Kelapa Sawit Peternakan Kehutanan PerIkananan Pertambangan Migas Non.Migas Galian Industri Makanan & Minuman Barang, Kayu, hasil Hutan Kertas,barang,Cetakan Pupuk, kimia, barang dari karet Brng. galian batu-bata Migas Barang lainnya Listrik,Gas, Air bersih Bangunan Perrdagangan Hotel & restouran Angkutan dan Komunikasi Jalan Raya Sungai, Danau Penyebranagm Udara Jasa penunjang Komunikasi Perbankan & lembaga Keuangan Jasa-jasa Pemerintahan Umum Sosial Kemasyarakatan Jasa Lainnya Komoditi Impor Neraca Kapital Pajak Tak Langsung Neto Luar Negeri Jumlah Biaya Antara
Tan Pangan Umbi Bahan Jagung Umbi Makanan Karet -an Lainnya 18 19 20 21
1,152
Kelapa Ternak Sawit
Kopi 22
17 18 19 20
59,870 -
0,047 -
0,377 -
-
21 22 23 24 25 26
0,210 -
0,002 -
-
- 279,666 -
27 28 29
0,009 -
-
-
-
30 31 32 33 34 35 36 37 38 39 40
0,281 0,001 61,927 3,973 0,028
0,017 0,658 0,44 0,001
41 42 43 44 45 46 47
0,380 0,001 0,001 0,001 0,221 0,883
48 49 50 51 52 53 54
0,009 1,068 39,095
-
Pertambangan
23
-
24
-
Hutan
Ikan
Migas
Galian
25
26
27
29
Makan -an Minuman 30
Barang Kayu Hasil Hutan 31
Endogen Sektor Domestik Industri Pupuk Barang Kertas Kimia Galian Barang Barang (batuCetakan Karet bata) 32 33 34
Eksogen Listrik Gas BangunAir an bersih 37
38
Angkutan & Komunikasi Bank & Lembaga Jalan Raya, Sungai, Danau & Penyebrangan, serta Jasa Komuni- Keuangan & Sewa Bangunan Penunjang Angkutan. kasi
Perdagangan, Hotel & Restor -an 39
40
41
42
44
45
46
Jasa-Jasa Pemerintahan umum, Sosial Kemasyarakatan & Jasa Lainnya.
47
48
49
50
Impor
Neraca kapital
Luar Negeri
51
52
54
1,336
-
1,144
-
-
354,133 4,354 6,337 -
-
-
-
-
-
-
0,205 0,033 0,013 0,224
0,002 0,003
-
-
-
-
-
-
-
-
-
321.1 -
585,853 0,581
3,022 - 26,716 - 24,565 -
2,134 -
16,371
-
-
116,240 -
50,669 -
-
9,924 -
-
-
2,403 -
0,112 0,020 0,823 0,22
-
-
-
-
-
-
-
-
-
-
23,321.0 1,591,906 34,935 123.2 275,237 17,376.0 0,114 49,656
- 308,716
0,010 0,012
-
-
-
-
-
-
-
-
-
-
- 2,235,527 -
-
-
-
-
-
30,820 -
7,092
-
-
-
-
0,086
0,012 1,322 0,089 -
0,089 0,631 0,0145 - 0,188 0,003 2,583 89,744 1,126 0,001 0,031 0,171 16,798 0,309 0,017 1,039 0,381
0,528 0,029 6,727 0,232 2,533 0,667
1,162 0,114 7,979 1,681
0,024 0,007 0,051 0,294 0,040
20,326 0,827 0,008 5,156 0,064 3,287 0,068
27,389 3,413 0,226 5,530 0,836 9,762 3,364
1,191 0,001 0,007 4,857 0,028
32,977 0,031 3,294 3,433 36,355 0,460
6,764 0,001 0,555 0,414 6,265 0,95
0,006 0,046 0,001 0,066 0,002
37,483 0,811 6,991 0,179
0,004 0,008 1,298 0,001 1,485 0,013
0,245 0,026 0,002 0,176 0,120 0,152 0,269
0,112 30,264 0,001 0,037 13,473 0,079 19,323 15,223 2,871
11,336 0,035 0,003 0,013 0,0005 2,337 0,335
6,396 0,004 0,410 0,825 0,187
101.7 536.1 9.2 181.3 70.5
0,002 -
0,001 0,0001 0,003 -
59.0 25.4 108.2
0,0004 0,026 0,017 -
0,034 0,469 0,577 0,086 0,003
1,241.7 60.2 263.3 3.8 55.5 2,670.2 6,508.4 2,894.7
3,004 0,151 0,214 0,174
0,197 0,102 0,163 0,197 0,035
18,492.3 850,071.2 18,927.8 -
0,335 78,839 3,221
0,004 0,001 0,001 -
0,029 0,001 0,002 0,001
0,012 7,075 - 0,066 - 0,004 0,005 0,706 - 0,409 - 17,874
0,302 0,001 0,001 0,029 -
0,394 0,001 0,108 -
0,764 0,002 0,268 0,456 5,590
0,115 0,001 0,013 -
0,582 0,001 0,024 0,060 1,094
1,517 0,002 0,071 1,282 0,521
0,227 0,001 0,008 0,048 2,808
1,101 0,031 0,013 0,682 0,321 5,869
0,857 0,045 0,006 0,109 0,002 0,004
0,002 0,002 -
0,870 0,028 0,012 0,074 0,040 8,245
0,046 0,004 0,001 0,005 0,495
0,093 0,003 -
1,116 0,004 0,347 -
0,735 0,030 0,010 0,086 0,176 9,880
0,084 0,002 0,0002 0,040 0,038 1,751
141.5 0.0 51.2 4.7 28.8 409.0
0,001 0 0 0,002
0,0002 0,0003 0,0003 0,0219
18.3 0.1 0.0 25.1 11.2 185.9
0,005 0,0002 0,0002 -
0,232 0,018 0,120 0,095 3,285
756.8 1.6 163.1 715.6 -
0,150 0,009 0,017 0,018 -
0,091 0,011 0,006 0,011 0,049 0,233
339.9 4.6 -
6,006 19.3 125.2 13,191 -
0,017 1,069
0,025 1,724
0,45 22,912 1,773 131,920
0,163 0,405 0,878 4,850 25,254 38,987
0,089 1,971
1,713 18,086
4,347 110,084
0,758 37,862
5,774 131,732
0,346 6,064
0,007 0,693
0,647 42,424
0,049 5,974
0,103 0,722 18,623 114,592
0,246 15,644
0,002 0,071 555.1 5,409 10,198.2
0,002 0,077
0,0006 0,046
20.3 1,839
0,005 17,690
- 3,616.9 0,379 1,807 727.9 0,661 124,127
2,427 0,138 8,328
1,644 3,228.
109,429
-
16,810
0,94
0,554
1,581 19,481
0,434
0,752
4,303
0,017
2,727
0,164
8,662
0,516
523.6
0,006
0,007
0,165
0,059
184,768
1,955
4,134
0,843 110,455
9,633
51,002
15,740
12,811
0,091
0,080
2,458
17,803
3,686
7,428 588,515 10,796 67,281 198,284 666,593
3,475 87,257
5,491
73,116 1030,740 979,569
29,113
3,830
10,183
0,847
228,278
58,718
713,319
73,044
2869,268
907,295
254,052
893,35
0,106
6,840
19,919 516,121 19,813 509,281
1,975
-
1,535
9,743 143,807
16,168
66,742
15,440
27,545
0,997 2241,875 1685,833 6,965 2241,875 2724,239 4875,546 166,939
57,564
14,72
25,511
164,939
164
RIWAYA HIDUP Penulis dilahirkan di Kota Depok Provinsi Jawa Barat, pada tanggal 5 Oktober 1983, anak ketiga dari tiga bersaudara, dari pasangan H. Drs Harun Rasyid dan Yusmaniar. Pendidikan sekolah dasar dan sekolah menengah pertama di tempuh di Kota Depok. Selanjutnya pada tahun 2008 penulis melanjutkan pendidikan ke Madrasah Aliyah Negeri 7 Jakarta. Pendidikan sarjana di tempuh di Program Studi Penyuluhan dan Komunikasi Pertanian Universitas Negeri Jambi pada tahun 2001 dan lulus pada tahun 2008. Pada tahun 2009 penulis diterima di Program Studi Ilmu Perencanaan Pembangunan Wilayah dan Perdesaan pada Sekolah Program Pascasarjana Institut Pertanian Bogor (IPB) dan menamatkannya pada tahun 2013. Pada Tahun 2013 penulis mulai bekerja sebagai Penyuluh Pertanian di Badan Pelaksana Penyuluhan dan Ketahanan Pangan (BP2KP) dan ditempatkan di Balai Penyuluhan Pertanian, Perikanan, dan Kehutanan (BP3K) Kecamatan Koto Baru dengan Wilayah Binaan Desa Srimenanti Kota Sungai Penuh Provinsi Jambi.