PERSEPSI, PREFERENSI, DAN PERILAKU MASYARAKAT TERHADAP KONSEP ECODESIGN LANSKAP PERMUKIMAN
PRIAMBUDI TRIE PUTRA
SEKOLAH PASCASARJANA INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR 2016
PERNYATAAN MENGENAI TESIS DAN SUMBER INFORMASI SERTA PELIMPAHAN HAK CIPTA* Dengan ini saya menyatakan bahwa tesis berjudul “Persepsi, Preferensi, dan Perilaku Masyarakat terhadap Konsep Ecodesign Lanskap Permukiman” adalah benar karya saya dengan arahan dari komisi pembimbing dan belum diajukan dalam bentuk apa pun kepada perguruan tinggi mana pun. Sumber informasi yang berasal atau dikutip baik dari karya yang diterbitkan maupun tidak diterbitkan dari penulis lain telah disebutkan dalam teks dan dicantumkan dalam Daftar Pustaka di bagian akhir tesis ini. Dengan ini saya melimpahkan hak cipta dari karya tulis saya kepada Institut Pertanian Bogor. Bogor, Maret 2016 Priambudi Trie Putra NIM A451120071
RINGKASAN PRIAMBUDI TRIE PUTRA. Persepsi, Preferensi, dan Perilaku Masyarakat terhadap Konsep Ecodesign Lanskap Permukiman. Dibimbing oleh ANDI GUNAWAN dan ARIS MUNANDAR. Pertumbuhan jumlah penduduk perkotaan di Indonesia meningkatkan kebutuhan akan perumahan. Kota saat ini dituntut untuk menjadi tempat yang nyaman sekaligus berkelanjutan. Konsep desain yang ekologis atau ecodesign merupakan pendekatan dalam lanskap permukiman yang dapat meningkatkan kualitas lingkungan. Prinsip utama konsep ecodesign adalah integrasi desain alami dengan desain artifisial. Partisipasi masyarakat merupakan pertimbangan utama di dalam pengembangan desain lanskap yang ekologis. Tujuan penelitian ini adalah menganalisis persepsi, preferensi, dan perilaku masyarakat perumahan terhadap konsep ecodesign serta menganalisis aspek ecodesign dan estetika perumahan. Metode yang digunakan dalam penelitian ini adalah metode deskriptif melalui kegiatan survei lapang, wawancara, dan studi literatur dengan tahapan (1) tahap persiapan, (2) tahap pelaksanaan lapang, dan (3) tahap analisis data. Lokasi penelitian ini dilakukan di tiga perumahan di Kecamatan Bogor Barat, Kota Bogor, yaitu Bumi Menteng Asri, Griya Melati, dan Pakuan Regency. Terdapat dua fokus penelitian dalam konsep ecodesign lanskap permukiman ini yaitu konsep ecodesign lanskap permukiman skala rumah dan skala perumahan. Baik konsep ecodesign lanskap permukiman skala rumah maupun konsep skala perumahan dinilai menggunakan kriteria daftar periksa. Evaluasi estetika dilakukan untuk penelitian konsep ecodesign skala rumah menggunakan Scenic Beauty Estimation (SBE). Setelah dilakukan SBE, digunakan uji U MannWhitney untuk mengetahui perbedaan kualitas estetika di tiga lokasi penelitian. Untuk mengetahui korelasi antara aspek persepsi, preferensi, dan perilaku masyarakat serta korelasi antara aspek ecodesign dan estetika digunakan uji Rank Spearman. Berdasarkan hasil survei responden (n=90), terdapat 36% responden yang memahami konsep ecodesign lanskap permukiman dan sisanya (64%) tidak memahami konsep tersebut. Sebanyak 75% responden yang mengetahui konsep ecodesign menerapkan konsep ecodesign dalam perilaku sehari-hari. Meskipun terdapat 64% responden yang tidak memahami konsep ecodesign, mereka memiliki perilaku yang sejalan dengan konsep ecodesign. Pakuan Regency memiliki tingkat ecodesign tertinggi untuk nilai ecodesign skala rumah (30%), diikuti oleh Bumi Menteng Asri (17%) dan Griya Melati (7%). Griya Melati meraih nilai tertinggi untuk nilai ecodesign skala perumahan (65%), diikuti oleh Pakuan Regency (63%) dan Bumi Menteng Asri (60%). Pakuan Regency memiliki nilai estetika tertinggi. Hasil dari uji korelasi menunjukkan bahwa tidak terdapat korelasi yang signifikan antara persepsi, preferensi, dengan perilaku masyarakat. Selain itu, tidak terdapat hubungan antara aspek ecodesign serta aspek estetika. Namun demikian, terdapat korelasi positif antara aspek ecodesign dengan estetika sehingga potensi pengembangan lanskap permukiman yang bernilai ekologis dan estetis dapat dikembangkan. Kata kunci: ekologi, estetika, kota, masyarakat, partisipasi
SUMMARY PRIAMBUDI TRIE PUTRA. Resident‟s Perception, Preference, and Behavior towards Ecodesign Concept of Settlement Landscape. Supervised by ANDI GUNAWAN and ARIS MUNANDAR. Population growth in large cities in Indonesia boost demand for housing in urban areas. Cities are required to be a comfortable inhabited place and concern to environmental sustainability. Ecodesign concept or ecodesign approach planning is an alternative that could be done to improve quality of the environment. The principle of ecodesign concept is the integration design in designing environment that integrates man-made design with natural design. User participation is the main consideration in order to develop ecological landscape design. The objectives of this study are to analyse the residents‟ perception, preference, and behavior towards ecodesign concept and to analyse ecodesign and aesthetic aspects. The methods used were description methods with field survey, interviewm and literature study. preparation, field survey, and data analysis. This research was conducted in three urban housing in West Bogor District, Bogor City, which are Bumi Menteng Asri, Griya Melati, and Pakuan Regency. There are two aspects related to ecodesign concept: ecodesign concept in micro scale and ecodesign concept in macro scale. There are two study focus in this research which are ecodesign concept of house-scale and residential-scale. Neither the ecodesign concept of house-scale and and residential-scale was assessed using checklist criteria. Scenic Beauty Estimation (SBE) was used to study the concept of ecodesign house-scale. The Mann-Whitney U test was used to determine differences in the aesthetic quality of the three study sites. To determine the correlation between the aspects of perception, preferences, and behavior of society as well as the correlation between the aesthetic aspects with ecodesign Rank Spearman test was used. Based on the survey (n=90), only 36% of the respondents understand about the definition of ecodesign concept of settlement landscape and the rest (64%) did not understand about the concept. There are 75% respondents who understood and applied ecodesign concept into their behavior. Although there are 64% respondents who did not understand about ecodesign concept, they behave in accordance with ecodesign concept. Pakuan Regency has the highest score of ecodesign for single house scale (30%), followed by Bumi Menteng Asri (17%) and Griya Melati (7%). Griya Melati has the highest score of ecodesign for housing scale (65%), followed by Pakuan Regency (63%) and Bumi Menteng Asri (60%). From three locations, Pakuan Regency has the highest score of aesthetics score. Correlation test shows that there were no significant correlation for (1) perception, preference, and behavior aspect; and (2) ecodesign and aesthetics aspect. However, there is a positive correlation between ecodesign aspects with aesthetic aspects so that the potential development of the settlement landscape which has ecological and aesthetic value can be formed. Keywords: Aesthetics, city, community, ecology, participation
© Hak Cipta Milik IPB, Tahun 2016 Hak Cipta Dilindungi Undang-Undang Dilarang mengutip sebagian atau seluruh karya tulis ini tanpa mencantumkan atau menyebutkan sumbernya. Pengutipan hanya untuk kepentingan pendidikan, penelitian, penulisan karya ilmiah, penyusunan laporan, penulisan kritik, atau tinjauan suatu masalah; dan pengutipan tersebut tidak merugikan kepentingan IPB Dilarang mengumumkan dan memperbanyak sebagian atau seluruh karya tulis ini dalam bentuk apa pun tanpa izin IPB
PERSEPSI, PREFERENSI, DAN PERILAKU MASYARAKAT TERHADAP KONSEP ECODESIGN LANSKAP PERMUKIMAN
PRIAMBUDI TRIE PUTRA
Tesis sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Magister Sains pada Program Studi Arsitektur Lanskap
SEKOLAH PASCASARJANA INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR 2016
ii
Penguji Luar Komisi Ujian Tesis: Prof Dr Ir Wahju Qamara Mugnisjah, MAgr
iii Judul Tesis : Persepsi, Preferensi, dan Perilaku Masyarakat terhadap Konsep Ecodesign Lanskap Permukiman Nama : Priambudi Trie Putra NIM : A451120071
Disetujui oleh Komisi Pembimbing
Dr Ir Andi Gunawan, MAgrSc Ketua
Dr Ir Aris Munandar, MS Anggota
Diketahui oleh
Ketua Program Studi Arsitektur Lanskap
Dekan Sekolah Pascasarjana
Dr Ir Nizar Nasrullah, MAgr
Dr Ir Dahrul Syah, MScAgr
Tanggal Ujian: 21 Desember 2015
Tanggal Lulus:
iv
PRAKATA Puji dan syukur penulis panjatkan kepada Allah Subhanahu wa ta’ala atas segala karunia-Nya sehingga penelitian ini berhasil diselesaikan. Judul penelitian yang dilaksanakan sejak bulan Juni 2014 ini adalah Persepsi, Preferensi, dan Perilaku Masyarakat terhadap Konsep Ecodesign Lanskap Permukiman. Terima kasih penulis ucapkan kepada Bapak Dr Ir Andi Gunawan MAgrSc dan Bapak Dr Ir Aris Munandar MS yang telah memberikan bimbingan dan pengarahan selama kegiatan penyusunan tesis ini. Penulis juga mengucapkan terima kasih kepada rekan-rekan di Program Studi Arsitektur Lanskap 2012 dan seluruh pihak yang telah membantu dalam menyelesaikan penelitian ini. Ucapan terima kasih juga disampaikan kepada keluarga atas segala doa dan dukungan. Semoga penelitian ini bermanfaat.
Bogor, Maret 2016 Priambudi Trie Putra
v
DAFTAR ISI DAFTAR TABEL
xii
DAFTAR GAMBAR
xii
1 PENDAHULUAN Latar Belakang Perumusan Masalah Tujuan Penelitian Manfaat Penelitian Ruang Lingkup Penelitian
1 1 2 2 2 2
2 TINJAUAN PUSTAKA Persepsi, Preferensi, dan Perilaku Ecodesign Lanskap Permukiman
3 3 4 5
3 METODE Lokasi dan Waktu Penelitian Metode Penelitian Tahap Analisis Data
6 6 7 8
4 HASIL DAN PEMBAHASAN Kondisi Umum Lokasi Penelitian Analisis Persepsi, Preferensi, dan Perilaku Masyarakat Analisis Ecodesign Analisis Scenic Beauty Estimation (SBE) Hubungan antara Ecodesign dengan Estetika Lanskap Permukiman Hubungan antara Persepsi, Preferensi, dan Perilaku Implikasi dan Rekomendasi
16 16 19 22 32 34 35 35
5 SIMPULAN DAN SARAN Simpulan Saran
37 37 38
DAFTAR PUSTAKA
38
RIWAYAT HIDUP
42
vi
DAFTAR TABEL 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11
Deskripsi jenis dan sumber data Kriteria daftar periksa ecodesign rumah tinggal Kriteria daftar perika ecodesign lanskap permukiman Kriteria penilaian korelasi aspek persepsi, preferensi, dan perilaku Hasil uji chi-square berdasarkan latar belakang responden di perumahan Bumi Menteng Asri Hasil uji chi-square berdasarkan latar belakang responden di perumahan Griya Melati Hasil uji chi-square berdasarkan latar belakang responden di perumahan Pakuan Regency Perbedaan kualitas estetika berdasarkan uji U Mann-Whitney Kondisi ecodesign dan estetika skala rumah dan perumahan Hubungan aspek ecodesign dengan estetika dengan uji Rank Spearman Hubungan persepsi, preferensi, dan perilaku
6 10 12 16 19 20 21 33 34 34 35
DAFTAR GAMBAR 1 Kerangka pikir penelitian 2 Peta lokasi penelitian (a) Bumi Menteng Asri, (b) Griya Melati, dan (c) Pakuan Regency 3 Kondisi existing lokasi penelitian Bumi Menteng Asri (a) taman lingkungan, (b) pohon menteng, (c) jalan lingkungan, dan (d) taman rumah 4 Kondisi existing lokasi penelitian Griya Melati (a) jalan lingkungan, (b) taman lingkungan, (c) rumah kompos, dan (d) taman rumah 5 Kondisi existing lokasi penelitian Pakuan Regency (a) jalan lingkungan, (b) konsep vegetasi tanaman buah, (c) taman lingkungan, dan (d) taman rumah 6 Kondisi existing komponen ecodesign lanskap permukiman pada lokasi penelitian 7 Persentase lima komponen ecodesign skala rumah di tiga lokasi penelitian 8 Taman lingkungan pada tiga lokasi penelitian 9 Nilai subkomponen (1)-(8) ecodesign lanskap permukiman skala perumahan di tiga lokasi penelitian 10 Nilai subkomponen (9)-(16) ecodesign lanskap permukiman skala perumahan di tiga lokasi penelitian 11 Foto rumah di tiga lokasi penelitian dengan nilai SBE terendah dan tertinggi
3 6
17 18
18 23 25 26 30 31 33
1 PENDAHULUAN Latar Belakang Penduduk Indonesia yang bermukim di kawasan perkotaan pada tahun 2025 diperkirakan akan mencapai 68% dari total penduduk (Parasati 2012). Permukiman sebagai kebutuhan dasar manusia akan semakin dibutuhkan seiring dengan bertambahnya jumlah penduduk yang bermukim di kawasan perkotaan. Tantangan bagi lanskap perkotaan saat ini tidak hanya menambah jumlah areal permukiman, tetapi juga meningkatkan kualitas (Atmodiwirjo dan Yatmo 2011). Kualitas permukiman mencakup tiga aspek utama yaitu aspek ekologi, ekonomi, dan sosial (Kusumarini et al. 2007). Jumlah penduduk perkotaan yang terus bertambah tersebut memungkinkan potensi terganggunya kondisi ekologis lanskap perkotaan dan menimbulkan permasalahan lingkungan. Menurut Inoguchi et al. (1999), masalah yang utama terkait dengan isu lingkungan pada lanskap perkotaan adalah pengelolaan sampah, polusi, transportasi, sumber daya air dan ekosistem, serta sumber daya alam dan energi. Isu-isu tersebut sangat erat kaitannya dengan isu ekologis. Dalam konteks keilmuan arsitektur lanskap, isu ekologis yang dikaitkan dengan desain lanskap dikenal dengan ecodesign. Konsep ecodesign merupakan proses desain yang mengintegrasikan lanskap binaan (man-made landscape) dengan lanskap alami (natural landscape) (Yeang dan Yeang 2008). Dalam mendesain secara ekologis, prinsip utamanya adalah tidak menambah kerusakan lingkungan melalui rancangan sedemikian rupa agar desain yang dibuat dapat berkelanjutan. Desain yang ekologis dibuat selaras dan mengakomodasi kekuatan-kekuatan alam. Kajian mengenai ecodesign pada unit rumah tinggal dan permukiman telah dilakukan oleh sebelumnya. Nikita (2012) melakukan studi pengaruh komposisi elemen-elemen taman dan kriteria hemat energi terhadap kualitas estetika visual pada unit rumah tinggal. Disimpulkan bahwa penerapan ecodesign mempengaruhi kualitas estetika rumah tinggal. Kurniawaty et al. (2012) menyebutkan bahwa aspek penting dalam desain taman dan rumah hemat energi adalah aspek site design (67%) dan aspek building design (33%). Integrasi kedua aspek tersebut mampu menciptakan rumah tinggal yang hemat energi melalui komponen tanaman, air, bangunan, tapak, dan perkerasan. Pengembangan kajian ecodesign selanjutnya dilakukan oleh Pratiwi et al. (2014) pada skala permukiman perkotaan berupa perumahan. Diperoleh simpulan bahwa alternatif keputusan untuk mewujudkan konsep ecodesign pada lanskap permukiman perkotaan adalah melalui partisipasi penduduk (38.4%), desain tapak (35.9%), dan kelembagaan (25.7%). Dari data tersebut diperoleh bahwa partisipasi penduduk memiliki nilai yang cukup signifikan terkait dengan kajian konsep ecodesign. Saat ini belum ada formulasi untuk menilai ecodesign lanskap permukiman perkotaan baik skala rumah maupun skala perumahan yang menggabungkan aspek desain dengan estetika, serta mengorelasikan persepsi, preferensi, serta perilaku masyarakat penghuni. Lanskap permukiman tidak hanya dituntut untuk dapat mewujudkan desain yang ekologis, tetapi juga memberikan nilai estetika sehingga dapat memberikan performa kualitas lanskap permukiman yang maksimal.
2 Masyarakat pengguna merupakan komponen penting dalam pengembangan konsep ecodesign sehingga turut dikaji dalam penelitian ini. Penelitian ini penting dalam menilai konsep ecodesign lanskap permukiman yang akan menjadi formulasi dan bahan evaluasi bagi perencanaan dan desain untuk pengembangan konsep ecodesign lanskap permukiman berikutnya. Fokus penelitian konsep ecodesign dalam penelitian ini dibatasi pada lingkup hunian beserta taman rumah serta taman lingkungan kompleks perumahan. Werff et al. (2013) menyatakan bahwa masyarakat perlu beradaptasi dengan kondisi lingkungan saat ini melalui perilaku yang ramah lingkungan. Dengan menggunakan konsep ecodesign di dalam pengembangan permukiman, diharapkan akan muncul motivasi masyarakat untuk memiliki sikap serta perilaku yang lebih bersahabat dengan lingkungan (Hirsh 2010). Aspek estetika juga memiliki peranan penting dalam lanskap permukiman sehingga menjadi bagian dari penelitian ini. Sebagai hasil dari persepsi pengguna terhadap keadaan lingkungan, estetika memiliki peran penting di dalam menentukan kualitas lanskap permukiman secara visual. Dengan mempertimbangkan aspek estetika dalam lanskap permukiman diharapkan kualitas kehidupan bagi masyarakat perumahan, baik dari segi ekologi maupun estetika akan semakin meningkat. Perumusan Masalah Permasalahan yang akan dikaji di dalam penelitian ini adalah 1) seperti apa persepsi, preferensi, dan perilaku masyarakat terhadap konsep ecodesign pada lanskap permukiman? 2) bagaimana komponen ecodesign serta kondisi estetika pada lanskap permukiman? 3) bagaimana korelasi antara aspek persepsi, preferensi, dan perilaku dengan aspek ecodesign dan aspek estetika? Tujuan Penelitian Penelitian ini bertujuan untuk 1) menganalisis persepsi, preferensi, dan perilaku masyarakat perumahan terhadap konsep ecodesign dan 2) menganalisis aspek ecodesign dan estetika yang terdapat di perumahan perkotaan. Manfaat Penelitian Manfaat penelitian ini adalah untuk kepentingan ilmu pengetahuan bidang arsitektur lanskap dalam lingkup lanskap permukiman serta memberikan formulasi untuk penilaian ecodesign lanskap permukiman skala rumah dan perumahan. Ruang Lingkup Penelitian Lingkup kajian penelitian dibatasi pada kajian aspek biofisik dan sosial terkait dengan konsep ecodesign lanskap permukiman. Kurniawaty et al. (2012)
3 menyatakan bahwa komponen pembentuk ecodesign terdiri dari tanaman, air, bangunan, tapak, dan perkerasan. Kelima komponen tersebut dikembangkan menjadi topik pertanyaan yang terkait dengan persepsi, preferensi, dan perilaku masyarakat terhadap konsep ecodesign lanskap permukiman. Komponen ecodesign yang dilakukan oleh Kurniawaty et al. (2012) selanjutnya digunakan untuk mengukur tingkat ecodesign skala rumah. Pratiwi et al. (2014) menyatakan bahwa alternatif keputusan untuk mewujudkan konsep ecodesign pada lanskap permukiman perkotaan adalah melalui partisipasi penduduk, desain tapak, dan kelembagaan. Partisipasi penduduk diterjemahkan sebagai interaksi masyarakat pengguna dengan lingkungan tempat tinggal sehingga terbentuk persepsi, preferensi, dan perilaku. Dalam penelitian ini, persepsi yang digunakan merupakan tipe persepsi lingkungan, yaitu menekankan pada skala tempat yang lebih luas sebagai suatu kesatuan tempat serta menyertakan masyarakat sebagai pelaku (Gifford 1997). Rumusan kerangka pikir penelitian disajikan dalam Gambar 1. Konsep Ecodesign Lanskap Permukiman
Preferensi
Persepsi
Skala Rumah
Perilaku
Skala Perumahan
Komponen Ecodesign
Aspek Estetika Lanskap Permukiman Ecodesign dan Estetik
Gambar 1 Kerangka pikir penelitian
2 TINJAUAN PUSTAKA Persepsi, Preferensi, dan Perilaku Persepsi didefinisikan sebagai proses pengamatan atau pemahaman suatu fenomena yang menimbulkan sejumlah respon atau keadaan yang memasukkan unsur kognitif dan afektif (Sheppard 2005). Menurut Saleha dan Erwiantono (2012), persepsi adalah pemaknaan hasil pengamatan seseorang terhadap suatu obyek yang timbul dari aktivitas saling mempengaruhi dari suatu kaitan peristiwa.
4 Dalam memahami persepsi diperlukan pengetahuan mengenai komponen yang terlibat di dalam proses terjadinya interaksi tersebut. Menurut Porteous (1977) persepsi dipengaruhi oleh faktor internal dan eksternal. Faktor internal adalah (1) umur dan jenis kelamin, (2) latar belakang, (3) pendidikan, (4) pekerjaan dan pendapatan, (5) asal dan status penduduk, (6) tempat tinggal, (7) status ekonomi, (8) waktu luang, dan (9) fisik dan intelektual. Faktor eksternal yang mempengaruhi persepsi yaitu keadaan lingkungan fisik dan sosial. Secara umum persepsi dihasilkan dari variasi bentuk dari energi fisik seperti panas, gerak, kimia, suara, dan elektromagnet yang selanjutnya disebut sebagai stimulus. Dalam penelitian ini, persepsi yang digunakan merupakan tipe persepsi lingkungan (environmental perception) yaitu menekankan pada skala tempat yang lebih luas sebagai suatu kesatuan tempat serta menyertakan masyarakat sebagai pelaku (Gifford 1997). Haryadi dan Setiawan (2010) menjelaskan bahwa persepsi lingkungan adalah interpretasi tentang suatu seting oleh individu yang didasarkan pada latar belakang budaya, nalar, dan pengalaman individu tersebut. Pemahaman individu yang baik mengenai persepsi lingkungan akan dapat membuat lingkungan yang optimal sesuai dengan persepsi lingkungan orang atau masyarakat pengguna sehingga akan meningkatkan kepedulian terhadap lingkungan (Hirsh 2010). Preferensi terbentuk dari adanya persepsi. Preferensi didefinisikan sebagai tindakan untuk memilih dari banyak faktor. Menurut Abello dan Benaldez (1986) dalam Permata (2000), faktor-faktor yang mempengaruhi preferensi seseorang adalah usia, jenis kelamin, tingkat sosial, tingkat pendidikan, dan budaya. Preferensi juga ditentukan oleh lingkungan tempat manusia biasa tinggal sehingga dapat dikatakan bahwa familiaritas menentukan preferensi. Preferensi juga merupakan aspek yang harus dikuasai oleh perencana maupun pengambil kebijakan dalam menciptakan lanskap yang menarik (Zheng et al. 2011). Gifford (1997) menyatakan bahwa sikap terhadap lingkungan merupakan suatu bentuk kepedulian individu terhadap lingkungan fisik sebagai sesuatu yang layak untuk dilindungi dan dipahami. Sikap terhadap lingkungan dapat membantu dalam memberikan informasi terkait dengan program-program lingkungan. Komponen dari sikap terhadap lingkungan ada tiga yaitu (1) konatif, yaitu sesuatu yang individu ketahui/pikir mengenai suatu fakta atau opini; (2) afektif, yaitu aspek emosional dan sikap individu terhadap suatu objek; dan (3) konasi, yaitu niat perilaku individu untuk bertindak terhadap objek. Perilaku (behavior) merupakan kesiapan seseorang untuk berekasi atau kecenderungan untuk bertindak terhadap objek. Sarwono (1997) menyatakan bahwa perilaku adalah perbuatan-perbuatan manusia baik yang terbuka (overt behavior) maupun yang tertutup (covert behavior). Umumnya perilaku merupakan gambaran dari sikap seseorang yang juga dipengaruhi oleh norma atau nilai tertentu yang berlaku. Ecodesign Konsep ecodesign sebenarnya adalah konsep lama yang berkembang dalam kebudayaan manusia yang kembali dihidupkan (Van Der Ryn dan Cowan 1996). Desain dihasilkan dari integrasi antara kearifan lokal dengan aspek fisik dan biofisik. Menurut McHarg (1997), ecodesign merupakan suatu bentuk desain yang
5 direncanakan dengan mempertimbangkan faktor lokasi, bentuk, dan material. Desain yang hendak dicapai oleh ecodesign merupakan desain yang mampu melindungi keberlanjutan lingkungan. Di dalam ecodesign, perlu adanya investigasi awal terhadap kondisi manusia, biotik, dan abiotik. Ketiga elemen tersebut memiliki keterikatan di dalam ilmu arsitektur lanskap. Setiap elemen dipetakan dan dilekatkan pada area yang sesuai untuk aktivitas manusia. Dalam mencapai tujuan berupa kondisi yang berkelanjutan, alam harus dipandang sebagai proses dan nilai. Menurut Yeang dan Yeang (2008), ecological design atau ecodesign merupakan penggunaan prinsip-prinsip desain yang ekologis dan strategis untuk mendesain lingkungan dan cara hidup sehingga terintegrasi secara ramah lingkungan dan berkelanjutan dengan lingkungan alam termasuk kehidupan di dalamnya (biosfer), yang memiliki semua bentukan kehidupan yang terjadi di bumi. Lebih lanjut, Yeang dan Yeang (2008) menjelaskan ecodesign merupakan cara manusia mendesain lanskap binaan agar terintegrasi dengan lingkungan alami. Dalam mendesain secara ekologis, harus dipahami untuk tidak menambah kerusakan lingkungan dan merancang sedemikian rupa agar desain yang dibuat berkelanjutan. Lanskap Permukiman Lanskap permukiman secara legal diatur oleh Pemerintah Republik Indonesia dalam Undang-undang Republik Indonesia Nomor 1 Tahun 2011 tentang Perumahan dan Kawasan Permukiman. Undang-undang tersebut menjelaskan bahwa definisi permukiman secara fisik adalah bagian dari lingkungan hunian yang terdiri atas lebih dari satu satuan perumahan yang mempunyai prasarana, sarana, utilitas umum, serta mempunyai penunjang kegiatan fungsi lain di kawasan perkotaan atau kawasan perdesaan. Lanskap permukiman juga disebutkan di dalam Undang-undang Nomor 26 Tahun 2007 yang menjelaskan bahwa permukiman perkotaan merupakan ciri kawasan perkotaan. Perlu dilakukan penataan kawasan perkotaan sehingga dapat diwujudkan keharmonisan antara lingkungan alam (natural landscape) dengan lingkungan buatan (man-made landscape). Salah satu lembaga nirlaba yang fokus pada permasalahan permukiman di Indonesia adalah Green Building Council Indonesia (GBCI). GBCI memiliki sejumlah perangkat penilaian dalam rangka melakukan sertifikasi bangunan, baik untuk bangunan baru maupun existing untuk mewujudkan kawasan yang berkelanjutan (Green Building Council Indonesia 2015). Permasalahan di dalam penataan lanskap kota tidak hanya bersumber pada aspek fisik, tetapi juga pada aspek sosial. Perbaikan hubungan antara permukiman masyarakat dengan lingkungan adalah upaya yang harus dilakukan untuk mewujudkan permukiman yang lebih sehat (Purnomohadi 2008; Atmodiwirjo dan Yatmo 2011). Terdapat empat hal yang perlu diperhatikan untuk mewujudkan permukiman yang berkelanjutan, yaitu (1) penghematan input sumber daya (tanah, air, energi, bahan bangunan), (2) pengurangan limbah, (3) jaminan keadilan (antargenerasi, antarwilayah, sosial), dan (4) jaminan pengambilan keputusan yang baik (pendelegasian dan partisipasi).
6
3 METODE Lokasi dan Waktu Penelitian Lokasi penelitian mengambil tempat di Kota Bogor yaitu pada kawasan perumahan yang terdapat di Kecamatan Bogor Barat, Kota Bogor. Pelaksanaan penelitian dilakukan pada bulan Mei hingga Desember 2014. Beberapa faktor yang mendasari pemilihan kota Bogor sebagai lokasi penelitian adalah sebagai berikut (1) terletak dekat dengan Jakarta yang berpotensi bagi pengembangan pertumbuhan ekonomi, jasa, industri, perdagangan, transportasi, serta permukiman sehingga dapat mendukung bagi lingkungan kota yang estetik dan nyaman (Gunawan 2005; Pratiwi et al. 2014) dan (2) memiliki kondisi biofisik yang cenderung masih alami serta ruang terbuka hijau yang kondisinya mantap dalam hal bentuk dan fungsi, tetapi juga memiliki peluang degradasi kualitas lingkungan berupa pengalihan penggunaan lahan alami kota (Nurisjah 2005; Pratiwi et al. 2014). Tiga lokasi perumahan yang diteliti dalam penelitian ini dipilih secara sengaja yaitu: (1) Bumi Menteng Asri; (2) Griya Melati; dan (3) Pakuan Regency (Gambar 2). Tiga perumahan tersebut memiliki fasilitas taman rumah sebagai bagian utuh dari hunian serta taman lingkungan sebagai ruang publik bagi warga perumahan. Ketiga perumahan tersebut secara urut terletak di Kelurahan Menteng, Kelurahan Bubulak, dan Kelurahan Margajaya, Kecamatan Bogor Barat. Wilayah Kecamatan Bogor Barat merupakan salah satu wilayah di Kota Bogor yang berbatasan langsung dengan wilayah Kabupaten Bogor bagian barat. Sebagai kawasan periphery Kota Bogor, Kecamatan Bogor Barat mulai didominasi oleh permukiman yang semakin lama semakin berkembang.
(c)
(b) (a)
Gambar 2 Peta lokasi penelitian (a) Bumi Menteng Asri, (b) Griya Melati, dan (c) Pakuan Regency
7 Metode Penelitian Metode penelitian yang digunakan adalah metode deskriptif melalui survei lapang, wawancara dengan narasumber (masyarakat dan pengelola), dan studi literatur (Tabel 1). Tabel 1 Deskripsi jenis dan sumber data No. 1. 2. 3. 4. 5.
Jenis data Data persepsi, preferensi, dan perilaku masyarakat Data kondisi existing lanskap permukiman Data demografi masyarakat perumahan Data kriteria penilaian ecodesign lanskap permukiman Komponen permukiman ekologis
Sumber Survei lapang Survei lapang, pengelola Pengelola Literatur Literatur
Penelitian ini dilakukan melalui beberapa tahapan penelitian, yaitu (1) tahap persiapan, (2) tahap pelaksanaan lapang, dan (3) tahap analisis data. Tahap persiapan kegiatan difokuskan untuk mempersiapkan pelaksanaan penelitian utama yaitu studi literatur, penentuan lokasi penelitian, menyiapkan lembar kuesioner, mobilisasi tenaga enumerator di lapang, penentuan sampel responden, dan sebagainya. Tahap pelaksanaan penelitian meliputi kegiatan penelitian perseptual, komponen ecodesign, dan kualitas estetika. Secara umum tahapan pelaksanaan penelitian tersebut diuraikan sebagai berikut. 1. Penelitian persepsional Pada tahap ini dilakukan kegiatan survei lapang berupa pengamatan kondisi existing lokasi penelitian serta pengumpulan pendapat/opini masyarakat perumahan dengan menggunakan kuesioner dan wawancara. Uji validitas instrumen dilakukan dengan menggunakan validitas konstruksi dan pengujian reliabilitas digunakan untuk menjamin konsistensi kuesioner penelitian (Rianse dan Abdi 2009). 2. Penelitian komponen ecodesign Penelitian ecodesign dalam penelitian ini dibagi menjadi dua lingkup utama, yaitu skala rumah dan skala perumahan. Skala rumah menggunakan metode Kurniawaty et al. (2012) dan untuk skala perumahan menggunakan metode Pratiwi et al. (2014). Kedua jenis analisis ini digunakan untuk mengetahui kondisi ecodesign lanskap permukiman. 3. Penelitian evaluasi estetika Penelitian ini dilakukan untuk mengetahui kualitas estetika taman rumah. Metode yang digunakan adalah Scenic Beauty Estimation (SBE), yaitu metode untuk melakukan penilaian objek melalui pengamatan foto berdasarkan preferensi keindahan (Daniel dan Boster 1976). Metode ini digunakan untuk mengukur kualitas estetika untuk setiap hunian yang mencakup visual rumah dan taman rumah secara spontan oleh responden. Jumlah responden yang digunakan dalam penilaian adalah 30 orang (Daniel dan Boster 1976). Responden untuk tahapan ini berasal dari mahasiswa pascasarjana Arsitektur Lanskap, Institut Pertanian Bogor. Tiga puluh foto lanskap disusun dalam bentuk presentasi slide menggunakan Microsoft Office PowerPoint 2007. Durasi setiap slide
8 yang ditayangkan adalah 8 detik. Penilaian SBE dikelompokkan dengan menggunakan skala 1-10. Tahap Analisis Data Pada tahap analisis data, semua data yang dikumpulkan dianalisis menurut karakter penelitiannya, yaitu analisis persepsional, analisis ecodesign, analisis Scenic Beauty Estimation, dan analisis korelasi. Analisis persepsional Pada tahap ini dilakukan kegiatan survei lapang berupa pengamatan kondisi eksisting lokasi penelitian serta pengumpulan pendapat/opini masyarakat perumahan dengan menggunakan kuesioner dan wawancara. Populasi dalam penelitian ini adalah seluruh warga penghuni perumahan, sementara sampel merupakan perwakilan sebagian populasi. Dengan menggunakan teknik pengambilan sampel dalam penelitian akan didapat informasi mengenai keseluruhan populasi dengan mencari informasi pada sebagian populasi (Faisal 2008). Masing-masing lokasi akan diambil sampel sebanyak tiga puluh orang responden, sehingga total responden penelitian ini sebanyak sembilan puluh orang responden (n=90). Pertanyaan-pertanyaan dikelompokkan sesuai dengan kriteria daftar periksa yang telah dirumuskan dalam penelitian Kurniawaty et al. (2012) yaitu tanaman, air, bangunan, tapak, dan perkerasan (Tabel 1). Pertanyaan yang diajukan kepada responden ditujukan agar didapatkan informasi mengenai persepsi, preferensi, serta perilaku masyarakat terhadap konsep ecodesign lanskap permukiman. Masing-masing komponen penilaian dijadikan standar untuk menilai jawaban responden sehingga akan didapatkan skor ecodesign. Analisis statistik yang digunakan dalam tahapan ini adalah uji validitas, uji reliabilitas, dan uji chisquare. Pada tahap prasurvei, dilakukan uji validitas instrumen dengan menggunakan validitas konstruksi dan pengujian reliabilitas. Prasurvei ini dilakukan untuk menjamin konsistensi kuesioner penelitian (Rianse dan Abdi 2009). Uji validitas yang digunakan di dalam penelitian ini digunakan untuk menguji kesahihan suatu tes. Jika hasil validitas sesuai dengan kriteria, tes tersebut memiliki validitas tinggi. Uji ini digunakan untuk mengetahui butir pertanyaan yang ada di dalam kuesioner yang memenuhi syarat berdasarkan indeks validitasnya. Jumlah responden yang akan diuji sebanyak sepuluh orang responden. Rumus yang digunakan adalah rumus Pearson Product Moment (Rianse dan Usman 2009). 𝑟ℎ𝑖𝑡𝑢𝑛𝑔 =
𝑛 𝑛.
𝑋2 −
𝑋𝑌 −
𝑋 .
𝑋 2 . 𝑛.
Keterangan: rhitung = koefisien korelasi ∑Xi = jumlah skor item ∑Yi = jumlah skor total (seluruh item) n = jumlah responden
𝑌 𝑌2 −
𝑌
2
9 Selanjutnya digunakan uji-t untuk masing-masing item dengan persamaan: 𝑡ℎ𝑖𝑡𝑢𝑛𝑔 =
𝑟 𝑛−2 1 − 𝑟2
Keterangan: thitung = nilai thitung r = koefisien korelasi untuk masing-masing item/butir pertanyaan n = jumlah responden Kaidah keputusan: (1) jika thitung ≤ ttabel berarti tidak valid dan (2) jika thitung > ttabel berarti valid. Setelah semua data terkumpul, dilakukan uji reliabilitas. Uji reliabilitas merupakan uji kepercayaan alat pengukur yang diwujudkan dalam taraf ketetapan dan ketelitian hasil (Rianse dan Abdi 2009). Untuk uji reliabilitas dalam penelitian ini digunakan metode Kuder Richardson. Metode ini merupakan alat untuk mengukur item pertanyaan yang hanya memiliki pilihan jawaban ya dan tidak. Rumus Kuder Richardson adalah sebagai berikut. 𝑟11 =
k X– k −x . 1− k −1 k . S2
Keterangan: r11 = koefisien realibilitas internal seluruh item S = deviasi standar dari tes k = banyaknya item X = mean (rerata total skor) Uji chi-square digunakan untuk mengetahui terdapat atau tidaknya perbedaan yang signifikan antara frekuensi hasil observasi dibandingkan dengan frekuensi teoretis yang diharapkan (Faisal 2008). Frekuensi hasil observasi menunjuk pada dua atau lebih jumlah kategori dari variabel atau data yang dianalisis. Hipotesis nol menyatakan bahwa tidak ada perbedaan yang signifikan antara frekuensi hasil observasi dengan frekuensi teoretis yang diharapkan. Persamaan chi-square adalah sebagai berikut. 𝑋2 =
𝑂−𝐸 𝐸
2
Keterangan: O = frekuensi hasil observasi E = frekuensi yang diharapkan Variabel yang digunakan di dalam kuesioner yaitu (1) usia, (2) pekerjaan, (3) jenis kelamin, (4) pendidikan, (5) lama domisili, dan (6) asal daerah. Masingmasing variabel akan diuji keterkaitannya dengan konsep ecodesign lanskap permukiman.
10 Analisis ecodesign Analisis ecodesign secara rumah merupakan analisis yang berfokus pada rumah secara individu. Terdapat lima komponen yang menjadi dasar penilaian konsep ecodesign lanskap permukiman berdasarkan Kurniawaty et al. (2012), yaitu komponen (1) tanaman, (2) air, (3) bangunan, (4) tapak, dan (5) perkerasan. Setiap komponen memiliki bobot penilaian yang berbeda. Komponen tanaman memiliki bobot 0.483; air 0.242; bangunan 0.109; tapak 0.107; dan perkerasan 0.058. Dengan perhitungan masing-masing komponen akan diperoleh skor ecodesign sehingga dapat ditentukan kategori ecodesign tinggi, sedang, atau rendah untuk setiap unit rumah. Pada tahap analisis ecodesign secara rumah dibuat klasifikasi tingkat ecodesign. Klasifikasi tingkat ecodesign dibuat berdasarkan perhitungan nilai skor maksimum dikurangi skor minimum dibagi tiga kriteria klasifikasi ecodesign (nilai ecodesign tinggi, sedang, dan rendah) dengan persamaan berikut: 𝑛𝑖𝑙𝑎𝑖 𝑖𝑛𝑡𝑒𝑟𝑣𝑎𝑙 𝑘𝑒𝑙𝑎𝑠 = Nilai maksimal: Nilai minimal: n tingkat klasifikasi:
nilai maksimal − nilai minimal n tingkat klasifikasi
jumlah nilai maksimum dari skor kriteria desain jumlah nilai minimum dari skor kriteria desain jumlah tingkat klasifikasi
Dari perhitungan skor didapatkan nilai interval kelas yaitu ecodesign tinggi (2.331-2.997), ecodesign sedang (1.665-2.331), dan ecodesign rendah (0.9991.665). Tabel 2 Kriteria daftar periksa ecodesign rumah tinggal No. 1.
Komponen Tanaman
Bobot 0.483
Variabel Kerapatan Tajuk Jumlah tanaman Jarak dari bangunan Tata letak tanaman
Jenis tanaman 2.
Air
0.242
3.
Bangunan
0.109
Bukaan
(1) Kerapatan tajuk rendah <25% 1 pohon pelindung <2 m
Kriteria desain untuk skor (2) (3) Kerapatan tajuk Kerapatan sedang 25%tajuk tinggi 75% >75% 2 pohon 3 pohon pelindung pelindung 3m 4m
Hanya halaman depan atau belakang
Hanya halaman depan atau belakang atau di halaman depan dan belakang
Perdu 1.5-3 m
Pohon kecil 3-6 m Air statis atau air mengalir Pergantian udara 5 ach (10% dari luas lantai)
Tidak ada elemen air Pergantian udata 1 ach (5% dari luas lantai)
Di halaman depan dan halaman belakang dan atau halaman samping Pohon sedang 6-15 m Air terjun atau air mancur Pergantian udara 30 ach (40% dari luas lantai)
11
Tabel 2 Kriteria daftar periksa ecodesign rumah tinggal (lanjutan) No.
Komponen
Bobot
Variabel
3.
Bangunan
0.109
Atap
Tritisan
Bentuk dan konfigurasi ruang Mekanikal dan Elektrikal
Dinding
Lantai 4.
Tapak
0.107
Intensitas tutupan lahan (KDBKDH) Sistem utilitas
Kriteria desain untuk skor (1) (2) (3) Ada insulasi, Ada insulasi, Ada insulasi, tanpa plafon, tanpa plafon, menggunakan warna atap warna atap plafon, warna gelap, bukaan terang atau atap terang atap standar menggunakan insulasi, ada plafon, warna atap gelap Dimensi Dimensi tritisan Dimensi tritisan jendela jendela 60-90 tritisan jendela <60 cm atau cm atau 15-30 90-120 cm <15 cm untuk cm untuk atau 30-45 cm bouvenlicht bouvenlicht untuk bouvenlicht Rasio lebar Rasio lebar dan Rasio lebar dan panjang panjang dan panjang bangunan < bangunan >1:3 bangunan 1:1.7 1:1.7 s/d 1:3 Daya Daya Daya pencahayaan pencahayaan pencahayaan maksimum maksimum maksimum untuk rumah untuk rumah 5untuk rumah melebihi 10 10 watt/m2 tidak melebihi watt/m2 0-5 watt/m2 Batako, tidak Bata merah, Bata merah, menggunakan menggunakan menggunakan ketebalan ketebalan ketebalan dinding, warna dinding, warna dinding dan gelap atau gelap atau bata atau terang merah, tidak greenwall, menggunakan warna terang ketebalan dinding, warna terang/gelap Warna gelap Warna agak Warna terang gelap 60%:40% 50%:50% 40%:60%
Minimalisasi penggunaan, minimalisasi buangan
Minimalisasi penggunaan, minimalisasi buangan, konservasi air dan waste management (parsial)
Minimalisasi penggunaan, minimalisasi buangan, konservasi air dan waste management
12 Tabel 2 Kriteria daftar periksa ecodesign rumah tinggal (lanjutan) No.
Komponen
Bobot
Variabel Bebas dari gangguan geobiologis Orientasi Topografi Jenis tanah
Perkerasan
5.
0.058
Perkerasan
Pagar dan dinding pembatas Sumber : Kurniawaty et al. (2012)
Kriteria desain untuk skor (1) (2) (3) Tanpa Pemeliharaan `Pemeliharaan pemeliharaan, dengan bahan dengan bahan tidak stabil kimia, biologis, stabil kestabilan sedang Barat Timur Barat Timur Utara-Selatan >15% 8%-15% 0-8% Struktur fisik Struktur fisik Struktur fisik dan tingkat dan tingkat dan tingkat kesuburan kesuburan kesuburan rendah sedang baik Jenis perkerasan porositas rendah Masif dan solid
Jenis perkerasan porositas sedang Agak rapat berongga
Jenis perkerasan porositas tinggi Renggang berongga
Untuk analisis ecodesign skala perumahan menggunakan kriteria daftar periksa yang dirumuskan oleh Pratiwi et al. (2014). Terdapat enam belas subkomponen yang mendeskripsikan kualitas dan kuantitas ecodesign dari satu lanskap permukiman menggunakan skala kurang sesuai, cukup sesuai, hingga sesuai (Tabel 3). Kriteria sesuai dengan nilai 2 menunjukkan bahwa sudah tercapai kriteria lanskap yang memenuhi konsep ecodesign. Kriteria cukup sesuai dengan nilai 1 menunjukkan bahwa konsep ecodesign terpenuhi namun dalam tidak maksimal. Kriteria kurang sesuai dengan nilai 0 menunjukkan kondisi ecodesign yang masih rendah. Dari hasil kriteria daftar periksa ini akan dapat dilihat kondisi ecodesign skala perumahan dari tiga lokasi penelitian. Klasifikasi tingkat ecodesign skala perumahan sama halnya dengan klasifikasi tingkat ecodesign skala rumah, yaitu dibuat berdasarkan perhitungan nilai skor maksimum dikurangi skor minimum dibagi tiga kriteria klasifikasi ecodesign (nilai ecodesign tinggi, sedang, dan rendah). Dari perhitungan skor didapatkan nilai interval kelas yaitu ecodesign tinggi (81.33-122), ecodesign sedang (40.6781.33), dan ecodesign rendah (0-40.67). Tabel 3 Kriteria daftar periksa ecodesign lanskap permukiman No. 1.
Subkomponen dan parameter Tutupan vegetasi Indeks penutupan lahan Kesesuaian penggunaan lahan Taman lingkungan Taman bermain Taman rumah
Kurang Sesuai (0)
Cukup Sesuai (1)
Sesuai (2)
<30% <40%
30-75% 40 -75%
>75% >75%
<10% luas RTH
10-20% luas RTH
30% luas RTH
<10% luas RTH Tidak tersedia
10-15% Sebagian tersedia
20% luas RTH Tersedia
Utara-Selatan
13 Tabel 3 Kriteria daftar periksa ecodesign lanskap permukiman (lanjutan) No.
2.
3.
4.
5. 6.
7.
8.
Subkomponen dan parameter Ruang terbuka hijau rekreasi Ruang terbuka hijau jalan Kesesuaian lahan permukiman Ketinggian tempat Kemiringan lereng Pengendalian run off, drainase1 Luas genangan banjir Tinggi genangan Lama genangan Frekuensi banjir Kualitas penanganan Konsumsi air Tingkat pelayanan air bersih Kebutuhan standar air bersih Lanskap minimalisasi lawn Efisiensi air Pelayanan vs kebutuhan Kesadaran dan partisipasi Keikutsertaan Pemanfaatan benda/ruang publik Keikutsertaan pemeliharaan Lembaga pendamping Persepsi dan preferensi Pengalaman terhadap lanskap Pemahaman permukiman ekologis Kebutuhan lanskap permukiman yang ekologis Preferensi Lokasi dan orientasi Lokasi permukiman
Kurang Sesuai (0) <10% luas RTH
Cukup Sesuai (1) 10-20% luas RTH
Sesuai (2) 30% luas RTH
<10% luas RTH
10-15% luas RTH
20% luas RTH
>2000 m 15-40%
1000-2000 m 8-15%
<1000 m 0-8%
Tidak ada Tidak ada Tidak ada >2x setahun Saluran tersier
Ada, 5-10 ha Rata-rata 30 cm <2 jam <2x setahun Saluran sekunder
Ada >10 ha >30cm >2 jam Tidak ada Makro drainase
Rendah
Sedang
Tinggi
<125 L
>150 L
125-150 L
>50% lawn
25-50% lawn
<25% lawn
Efisien
Surplus
Defisit
Tidak pernah Rendah
Pernah/jarang
Sering Tinggi
Tidak pernah
Pernah/jarang
Sering
Keselarasan komunitas sekitar Jarak ke lingkungan yang sensitif Jarak ke infrastruktur Jarak kedekatan terhadap masyarakat Orientasi terhadap mata angin
Tidak ada
Ada
Kurang
Sedang
Baik
Rendah
Sedang
Tinggi
Rendah
Sedang
Tinggi
<25%
25-50%
>50%
<50% terpenuhi
50% terpenuhi
Rendah
Sedang
Strategis, sesuai RTRW, bebas bencana Tinggi
<25 m
25-50 m
>50 m
>500 m >5 km
< 300 m 3-5 km
300 m 3 km
Dominan U-S
T-B dan U-S
Dominan T-B
14 Tabel 3 Kriteria daftar periksa ecodesign lanskap permukiman (lanjutan) No. 9.
10.
11. 12.
13. 14.
15.
16.
Subkomponen dan parameter Aksesibilitas Jalan lingkungan Jalan setapak (m/ha) Kemudahan akses Kemudahan kendaraan darurat Kemudahan akses transportasi publik Kemudahan kendaraan darurat KDB dan KDH Koefisien Dasar Bangunan (KDB) Koefisien Dasar Hijau (KDH) Kepadatan bangunan Jumlah bangunan/ha Sistem pengolahan limbah Tingkat penyediaan sarana sanitasi Pemisah greywaterblackwater Kebocoran dan rembesan Komplain masyarakat Sistem pengolahan limbah khusus Daur ulang sampah individual Tempat pewadahan tersedia Pengangkutan reguler Penanganan sampah sementara Pembuangan selain di tempat sampah Penerapan 3R Energi terbarukan Penggunaan natural force Material Dominan soft material Dominan hard material Kemudahan material didaur ulang Sumber hard material Koordinasi stakeholder Keterlibatan stakeholder Pengembangan kawasan Kesesuaian kebijakananalisis Kebijakan (UU, RTRW) Sertifikasi eco-properties
Kurang Sesuai (0) P=>60 Tidak ada Tidak
Cukup Sesuai (1) P=<40 P=<50 atau >110 Mudah jika berkendara
Sesuai (2) P=40-60 P=50-110 Ya
Tidak
Ya
Tidak
Ya
Tidak
Ya
>50%
40-50%
<40%
<40%
40-50%
>50%
>61
41-60
<40
Penyediaan <50% Tidak
Sanitasi individual
Individual, komunal Ada
Ada Ada Tidak
50% 50%
50%
Tidak Tidak Ya
Tidak
Ya
Tidak
Ya
Tidak Tidak
Ya Ya
Ya
Tidak
Tidak
Ya
Tidak ada
Ada ≤50%
Ada >50%
Eksotik Non-lokal Sulit
Kombinasi Kombinasi Sedang
Lokal/asli Lokal/asli Mudah
Petroleumbased
Land-based
Bio-based
Tidak Tidak ada kolaborasi
Beberapa Dominan swasta
Seluruhnya Kolaborasi
Ketidaksesuaian Belum
Kurang sesuai Proses sertifikasi
Sesuai Tersertifikasi
15 Evaluasi estetika Aspek visual merupakan hal paling penting dalam suatu desain lanskap, termasuk desain lanskap perkotaan (Gunawan 2005; Kara 2013). Metode Scenic Beauty Estimation (SBE) digunakan untuk mengukur kualitas estetika untuk setiap hunian yang mencakup visual rumah dan taman rumah secara spontan oleh responden. Jumlah responden yang digunakan dalam penilaian adalah 30 orang. Responden untuk tahapan ini berasal dari mahasiswa program sarjana semester 8 dan mahasiswa pascasarjana semester 4 Arsitektur Lanskap, Institut Pertanian Bogor. Alasan dipilih responden dengan latar belakang pendidikan Arsitektur Lanskap adalah asumsi bahwa mereka telah memiliki pengetahuan yang cukup sehingga lebih peka dalam melakukan penilaian estetika lanskap. Setiap responden menilai 3 lokasi perumahan dengan jumlah sampel masing-masing 30 foto lanskap. Tiga puluh foto lanskap tersebut disusun dalam bentuk presentasi slide menggunakan Microsoft Office PowerPoint 2007. Durasi setiap slide yang ditayangkan adalah 8 detik. Penilaian SBE dikelompokkan dengan menggunakan skala 1-10. Semakin tinggi nilai yang diberikan maka semakin tinggi nilai estetika yang dimiliki hunian tersebut. Formulasi SBE yang digunakan adalah sebagai berikut: SBE = 𝑍𝐿𝑋 − 𝑍𝐿𝑆 SBE ZLX ZLS
× 100
: Nilai SBE titik ke-z : Nilai rata-rata titik ke-x : Nilai rata-rata z yang digunakan sebagai standar
Untuk mengetahui perbedaan kualitas estetika secara signifikan berdasarkan metode SBE di tiga lokasi penelitian, digunakan uji U Mann-Whitney. Uji U Mann-Whitney merupakan uji yang digunakan untuk mengetahui perbedaan sginifikan antara dua kelompok bebas (Faisal 2008). Setelah dilakukan uji U Mann-Whitney akan diketahui lokasi penelitian yang memiliki nilai estetika paling tinggi. U1 = 𝑛1 𝑛2 +
𝑛1 𝑛1 + 1 − 𝑅1 2
U1 : sampel ke-1 n1, n2 : jumlah sampel n R : rangking sampel Analisis korelasi Untuk mengetahui korelasi antara aspek persepsi, preferensi, dan perilaku masyarakat, digunakan uji Rank Spearman. Uji Rank Spearman digunakan untuk menguji hipotesis asosiatif antarvariabel untuk data dengan skala ordinal (Suliyanto 2014). Tabel 4 menunjukkan kriteria penilaian korelasi persepsi, preferensi, dan perilaku. Rumus yang digunakan untuk menghitung koefisien korelasi Rank Spearman adalah sebagai berikut:
16 2
ρxy = 1 − ρxy 6 N 𝒅
𝟐
6 𝑑 𝑁 𝑁2 − 1
: Koefisien korelasi Rank Spearman : konstanta : jumlah pengamatan : kuadrat selisih antar-ranking dua variabel
Tabel 4 Variabel korelasi aspek persepsi, preferensi, dan perilaku Persepsi Pengetahuan tentang konsep ecodesign lanskap permukiman
Preferensi Keinginan responden untuk menggunakan konsep ecodesign di lingkungan tempat tinggal mereka
Perilaku 1. Terdapat taman rumah 2. Kelengkapan elemen tanaman di dalam taman rumah 3. Pemanfaatan taman lingkungan 4. Reuse limbah rumah tangga 5. Penggunaan energi (listrik) yang berlebihan
Untuk mengetahui korelasi antara aspek ecodesign dengan aspek estetika dilakukan uji Rank Spearman. Pengujian Rank Spearman bertujuan untuk menganalisis hubungan dua variabel atau lebih dari data sampel untuk kemudian digeneralisasikan ke populasi (Suliyanto 2014).
4 HASIL DAN PEMBAHASAN Kondisi Umum Lokasi Penelitian Kondisi umum Bumi Menteng Asri Lokasi Bumi Menteng Asri terletak di kawasan Jalan Dr. Sumeru, Kelurahan Menteng, Kecamatan Bogor Barat, Kota Bogor. Perumahan Bumi Menteng Asri merupakan perumahan yang dibangun pada era 1990-an. Sistem klaster diterapkan oleh perumahan ini. Lingkungan perumahan Bumi Menteng Asri memiliki kondisi ruang terbuka yang cukup baik (Gambar 3). Secara umum, setiap rumah di Bumi Menteng Asri disediakan ruang untuk taman rumah. Pihak pengembang tidak menetapkan konsep desain taman rumah secara khusus. Penghuni diberikan kebebasan untuk mendesain taman rumahnya masing-masing. Di dalam kompleks perumahan terdapat fasilitas berupa taman lingkungan (community park) yang terdiri atas fasilitas lapangan voli, lapangan bulu tangkis, pendopo, dan area refleksiologi. Terdapat salah satu pohon identitas Bogor yaitu menteng (Baccaurea racemosa) yang banyak tumbuh di perumahan ini. Selain itu di lokasi Bumi Menteng Asri didapatkan vegetasi lain antara lain pohon kirai payung (Filicium decipiens), glodogan tiang (Polyalthia longifolia), jambu bol (Syzygium malaccense), rambutan (Nephelium lappaceum), mangga (Mangifera indica), dan jambu (Psidium guajava).
17
Kondisi umum Griya Melati Perumahan Griya Melati terletak di Jalan Bubulak, Kelurahan Bubulak, Kecamatan Bogor Barat, Kota Bogor. Perumahan ini dibangun pada tahun 1990an dan berlokasi dekat dengan Terminal Bus Bubulak. Perumahan ini juga terletak pada akses alternatif menuju Hutan Penelitian Darmaga serta Kampus IPB Darmaga. Setiap rumah memiliki taman rumah dan diberi kebebasan untuk menata taman rumahnya. Terdapat pula taman lingkungan dengan luasan yang relatif kecil yang tersebar di dalam lokasi penelitian. Sistem klaster diterapkan pada lokasi ini. Tidak ada konsep khusus dalam tata hijau di lokasi ini. Sejumlah vegetasi peneduh yang ditemukan di lokasi ini antara lain mangga (Mangifera indica), palem raja (Roystonea regia), pinus (Pinus merkusii), durian (Durio zibenthius), nangka (Arthocarpus heterophyllus), bintaro (Cerbera manghas), tanjung (Mimusops elengi), dan jambu (Psidium guajava). Di lokasi Griya Melati ini sudah terdapat aktivitas pengelolaan sampah rumah tangga menjadi kompos (Gambar 4).
Taman lingkungan
Pohon menteng
Jalan lingkungan
Taman rumah
Gambar 3 Kondisi existing lokasi penelitian Bumi Menteng Asri Kondisi umum Pakuan Regency Pakuan Regency terletak di Jalan Raya Dramaga, Kecamatan Bogor Barat, Kota Bogor. Pakuan Regency memiliki aksesibilitas tinggi karena berlokasi pada kawasan jalan nasional yang menghubungkan Kota Bogor, Kabupaten Bogor, serta Kabupaten Lebak (Provinsi Banten). Klaster Linggabuana merupakan klaster yang diamati sebagai bagian dari kompleks Pakuan Regency. Klaster ini merupakan klaster pertama yang dibangun sejak tahun 2000-an. Fasilitas umum yang terdapat pada klaster ini adalah taman lingkungan.
18
Jalan lingkungan
Rumah kompos
Taman lingkungan
Taman rumah
Gambar 4 Kondisi existing lokasi penelitian Griya Melati
Jalan lingkungan
Taman lingkungan
Konsep vegetasi tanaman buah
Taman rumah
Gambar 5 Kondisi existing lokasi penelitian Pakuan Regency
19 Untuk skala satu perumahan, pada lokasi Pakuan Regency terdapat fasilitas taman lingkungan, tempat ibadah (masjid), pusat olahraga, dan pertokoan. Konsep tata hijau yang digunakan oleh Pakuan Regency ini adalah tanaman buah, antara lain mangga (Mangifera indica), sukun (Arthocarpus altilis), jeruk (Citrus sp.) serta jambu (Psidium guajava) (Gambar 5). Untuk konsep tata hijau pada jalur utama di dalam kompleks perumahan ini adalah penanaman vegetasi berbunga seperti dadap merah (Erythrina cristagalli) serta semak pisang-pisangan (Heliconia sp.). Analisis Persepsi, Preferensi, dan Perilaku Masyarakat Dari hasil survei menunjukkan bahwa hanya sekitar 36% responden yang mampu mendefinisikan konsep ecodesign lanskap permukiman. Sebagian besar responden tidak mengetahui konsep ecodesign lanskap permukiman. Terdapat 75% responden yang memahami konsep ecodesign dan mewujudkannya dalam perilaku. Responden yang tidak mengetahui konsep ecodesign secara tepat namun memiliki perilaku yang menunjukkan ecodesign sebesar 64%. Responden di dalam penelitian ini sebagian besar mempersepsikan lingkungan tempat tinggal mereka dalam kondisi yang cukup baik. Persepsi lingkungan dipengaruhi oleh latar belakang masing-masing individu yang ada di dalamnya. Tabel 5, 6, dan 7 merupakan hasil dari uji chi-square untuk mengetahui hubungan antara latar belakang dengan jawaban responden terkait persepsi, preferensi, serta perilaku mereka terhadap konsep ecodesign lanskap permukiman pada taman rumah serta taman lingkungan. Tabel 5 Hasil uji chi-square berdasarkan latar belakang responden di perumahan Bumi Menteng Asri No.
Pertanyaan usia
1. 2.
pekerjaan
Konsep ecodesign .011* .015* Mendesain sendiri .377 1 taman rumah 3. Pohon di taman 1 .287 rumah 4. Semak di taman .540 .660 rumah 5. Rumput di taman .440 .523 rumah 6. Menambah koleksi .954 .604 tanaman 7. Menggunakan .037* .397 taman lingkungan 8. Reuse limbah .589 .414 9. Menggunakan AC .719 .005 10. Preferensi pohon di .207 .151 taman lingkungan 11. Preferensi fasum di .377 .124 taman lingkungan 12. Preferensi rumput .398 .812 di tm lingkungan Keterangan: (*) signifikan pada taraf kesalahan 0.05
Chi-square Jenis Pendidikan kelamin .068 .000* .301 .987
Lama domisili .000* .626
Asal daerah .465 .844
1
1
1
1
.472
.881
.735
.374
.605
.124
.626
.844
.592
.274
.016*
.013*
.127
.835
.314
.368
.011* .091 1
.094 .299 .449
.894 .144 .232
.376 .936 .936
.038*
.987
.626
.201
.222
.111
.666
.368
20
Tabel 5 menunjukkan hasil uji chi-square untuk responden di lokasi perumahan Bumi Menteng Asri. Pada lokasi Bumi Menteng Asri didapatkan bahwa faktor usia, pekerjaan, jenis kelamin, dan lama domisili signifikan mempengaruhi jawaban responden. Seluruh responden menyatakan bahwa keberadaan pohon, semak, maupun rumput merupakan hal yang penting ada dalam taman rumah. Responden yang telah berdomisili lebih dari lima tahun cenderung untuk menambah koleksi tanaman di taman rumah. Responden yang berasal dari Bogor juga menyatakan bahwa mereka berkeinginan untuk menambah koleksi tanaman di taman rumah mereka. Sekitar 30% responden merupakan kategori usia pensiun. Penduduk dengan usia pensiun aktif menggunakan taman lingkungan untuk berolahraga maupun bersosialisasi. Faktor waktu luang yang banyak dimiliki oleh responden manula menjadi dasar mereka memanfaatkan taman lingkungan lebih lama. Responden laki-laki menyatakan bahwa keberadaan fasilitas umum merupakan hal yang penting. Responden perempuan lebih proaktif di dalam menggunakan kembali (reuse) limbah rumah tangga seperti air cucian beras untuk menyiram tanaman di taman rumah mereka daripada responden laki-laki. Tabel 6 Hasil uji chi-square berdasarkan latar belakang responden di perumahan Griya Melati No
Pertanyaan usia
1. 2.
pekerjaan
Chi-square Jenis Pendidikan kelamin .001* .002* 1 1
Konsep ecodesign 1 .004* Mendesain sendiri 1 1 taman rumah 3. Pohon di taman 1 .775 .449 rumah 4. Semak di taman 1 .056 .449 rumah 5. Rumput di taman 1 .885 .804 rumah 6. Menambah koleksi 1 .169 .216 tanaman 7. Menggunakan 1 .004* .028* taman lingkungan 8. Reuse limbah 1 .119 .026* 9. Menggunakan AC 1 .780 .510 10. Preferensi pohon di 1 .369 .685 taman lingkungan 11. Preferensi fasum di 1 .270 .439 taman lingkungan 12. Preferensi rumput 1 .532 .397 di taman lingkungan Keterangan: (*) signifikan pada taraf kesalahan 0.05
Lama domisili .236 1
Asal daerah 1 .844
.272
.107
.014*
.272
.003*
.221
.640
.035*
.109
.283
.055
.046*
.887
.314
.827
.448 .311 .607
.348 .022* .566
.593 .102 .513
.035*
.010*
.023*
.154
.631
.827
Tabel 6 menunjukkan hasil uji chi-square pada lokasi Griya Melati. Latar belakang pekerjaan, jenis kelamin, serta pendidikan signifikan mempengaruhi jawaban responden di perumahan Griya Melati terhadap pengetahuan konsep ecodesign. Responden dengan asal daerah dari luar Bogor menyatakan bahwa
21 keberadaan pohon di rumah merupakan hal yang penting. Responden yang berdomisili lebih dari lima tahun menyatakan bahwa keberadaan semak dan rumput merupakan hal yang penting. Responden yang berasal dari Bogor cenderung ingin menambah koleksi tanaman di taman rumah mereka. Jenis kelamin perempuan signifikan menggunakan taman lingkungan daripada jenis kelamin laki-laki. Sebagian besar responden merupakan ibu rumah tangga sehingga mereka lebih memiliki waktu luang untuk menggunakan taman lingkungan yang ada. Responden perempuan juga lebih proaktif dalam memanfaatkan limbah rumah tangga berupa air cucian beras untuk menyiram tanaman. Responden yang telah bertempat tinggal lebih dari lima tahun cenderung memakai pendingin udara serta menyatakan bahwa keberadaan fasilitas umum di taman lingkungan merupakan hal yang penting jika dibandingkan dengan keberadaan pohon maupun rumput. Tabel 7 Hasil uji chi-square berdasarkan latar belakang responden di perumahan Pakuan Regency No.
Pertanyaan usia
1. 2.
pekerjaan
Konsep ecodesign 1 .343 Mendesain sendiri 1 1 taman rumah 3. Pohon di taman 1 1 rumah 4. Semak di taman 1 .611 rumah 5. Rumput di taman 1 .354 rumah 6. Menambah koleksi 1 .066 tanaman 7. Menggunakan 1 1 taman lingkungan 8. Reuse limbah 1 .129 9. Menggunakan AC 1 .242 10. Preferensi pohon di 1 1 taman lingkungan 11. Preferensi fasum di 1 1 taman lingkungan 12. Preferensi rumput 1 1 di taman lingkungan Keterangan: (*) signifikan pada taraf kesalahan 0.05
Chi-square Jenis Pendidikan kelamin .465 .000* 1 1
Lama domisili .000* 1
Asal daerah .000* 1
.449
1
1
1
.449
.083
.005
.630
.804
.354
.962
.730
.216
.159
.246
.487
1
1
1
1
.269 .469 1
.534 .296 1
.343 .248 1
.475 .163 1
1
1
1
1
1
1
1
1
Tabel 7 menunjukkan hasil uji chi-square pada lokasi Pakuan Regency. Latar belakang pendidikan, lama domisili, serta asal daerah signifikan mempengaruhi jawaban responden terhadap pengetahuan konsep ecodesign lanskap permukiman. Berdasarkan persepsi responden di Pakuan Regency, elemen pohon, semak, dan rumput merupakan elemen penting yang harus ada dalam sebuah taman rumah. Responden Pakuan Regency seluruhnya menggunakan taman lingkungan sebagai area bersosialisasi atau beraktivitas dengan sesama warga. Setengah dari total responden di Pakuan Regency memanfaatkan limbah air cucian beras untuk menyiram tanaman di taman rumah.
22 Sebagian besar responden masih menggunakan pendingin udara di rumah mereka. Keberadaan elemen lanskap berupa pohon dan rumput serta fasilitas umum pada taman lingkungan merupakan suatu keharusan menurut responden Pakuan Regency. Analisis Ecodesign Analisis ecodesign skala rumah Gambar 6 menunjukkan kondisi eksisting komponen ecodesign lanskap permukiman pada lokasi penelitian. Berdasarkan hasil perhitungan, didapatkan bahwa pada lokasi Bumi Menteng Asri dari 30 hunian yang disurvei terdapat 5 hunian dengan klasifikasi ecodesign tinggi, dan 25 hunian dengan klasifikasi ecodesign sedang. Pada lokasi Griya Melati dari 30 hunian yang disurvei terdapat 2 hunian dengan klasifikasi ecodesign tinggi dan 28 hunian dengan klasifikasi ecodesign sedang. Pada lokasi Pakuan Regency dari 30 hunian yang disurvei terdapat 9 hunian dengan klasifikasi ecodesign tinggi dan 21 hunian dengan klasifikasi ecodesign sedang. Beberapa hal penting terkait komponen analisis ecodesign skala rumah dijelaskan sebagai berikut: (1) Komponen tanaman Komponen tanaman memiliki bobot penilaian sebesar 0.483. Komponen tanaman mencakup variabel (i) kerapatan tajuk, (ii) jumlah tanaman, (iii) jarak dari bangunan, (iv) tata letak bangunan, dan (v) jenis tanaman. Berdasarkan hasil perhitungan, diperoleh bahwa Bumi Menteng Asri memiliki nilai 61.33% (sedang), Griya Melati 52.88% (sedang), dan Pakuan Regency 69.78% (tinggi). Bumi Menteng Asri dan Griya Melati tidak memiliki konsep penanaman khusus. Pemilik rumah mengisi area taman rumah mereka dengan berbagai jenis tanaman sesuai dengan preferensi masing-masing. Persepsi dan preferensi yang berbeda dalam penataan taman rumah pada kedua lokasi penelitian tersebut tampak dalam penggunaan elemen softscape. Tanaman hias berbunga, semak, dan tanaman peneduh cenderung dipilih oleh responden untuk mengisi taman rumah mereka. Pakuan Regency memiliki nilai komponen tanaman tertinggi jika dibandingkan dengan lokasi Bumi Menteng Asri dan Griya Melati. Dari aspek konsep penanaman, lokasi Pakuan Regency memfasilitasi taman rumah dengan pohon berbuah. Berdasarkan hasil wawancara dengan pengelola, tujuan penggunaan pohon berbuah ini adalah agar masyarakat perumahan selain mendapatkan manfaat berupa suasana yang asri juga menikmati buah yang dihasilkan. Jenis mangga (Mangifera indica), sukun (Arthocarpus altilis), jeruk (Citrus sp.) serta jambu (Psidium guajava) banyak ditanam pada taman rumah di lokasi Pakuan Regency. Luas halaman rumah yang tersedia memungkinkan ruang yang cukup untuk ditanami oleh lebih dari satu jenis vegetasi pelindung. (2) Komponen air Komponen air merupakan komponen yang memiliki nilai persentase terendah sebagai pembentuk ecodesign skala rumah. Hampir seluruh sampel tidak memiliki komponen air pada bagian halaman atau taman rumah mereka. Air merupakan elemen yang bermanfaat untuk ameliorasi iklim, khususnya jika digunakan jenis air terjun (falling water) atau air mancur (jets). Penggunaan elemen air yang menghasilkan evapotranspirasi tinggi mampu menurunkan suhu
23 hingga 40C. Pemanfaatan kolam ikan di teras merupakan contoh yang baik dalam upaya penurunan suhu (Misni 2013). Kolam ikan yang didesain dengan setting yang menarik berupa pemakaian jenis air terjun atau air mancur selain membantu menurunkan suhu juga dapat menjadi focal point yang menarik (Fristovana dan Munandar 2011). (3) Komponen bangunan Komponen bangunan memiliki bobot 0.109. Variabel yang termasuk ke dalam komponen bangunan yaitu (i) bukaan, (ii) atap, (iii) tritisan (overhang), (iv) bentuk dan konfigurasi ruang, (v) mekanikal dan elektrikal, (vi) dinding, dan (vii) lantai. Seluruh lokasi penelitian termasuk ke dalam kategori baik. Komposisi bukaan tergolong baik sehingga memungkinkan sirkulasi udara serta cahaya ke dalam bangunan rumah. Bentuk atap sebagian besar sudah tergolong baik, termasuk tritisan, bentuk, dan konfigurasi ruang.
4,23
Komponen taman
Komponen bangunan
Komponen tapak
Komponen perkerasan Gambar 6 Kondisi existing komponen ecodesign lanskap permukiman pada lokasi penelitian
24 Seluruh responden memiliki dinding rumah yang bercat cerah. Prianto (2012) menyatakan bahwa pemberian lapisan cat pada dinding rumah dapat membantu mengurangi panas. Hal ini sejalan dengan Kusumarini et al. (2007) yang menjelaskan bahwa pelapisan dinding yang terkena sinar matahari langsung dapat memperlambat rambatan panas ke dalam rumah. Salah satu cara untuk meningkatkan performa bangunan agar memiliki fungsi ekologi dan estetika adalah dengan penerapan panel hijau (green panel) (Serlan et al. 2013). Pada sisi bangunan yang menghadap arah datangnya sinar matahari dapat diaplikasikan panel hijau untuk membantu mengurangi paparan sinar matahari saat sore. Keberadaan panel hijau sekaligus juga meningkatkan estetika bangunan rumah. (4) Komponen tapak Komponen tapak memiliki bobot 0.107. Variabel yang termasuk dalam komponen tapak yaitu (i) intensitas tutupan lahan berupa perbandingan Koefisien Dasar Bangunan (KDB) terhadap Koefisien Dasar Hijau (KDH), (ii) sistem utilitas, (iii) bebas gangguan geo-biologis, (iv) orientasi, (v) topografi, dan (vi) jenis tanah. Perbandingan KDB terhadap KDH pada ketiga lokasi cenderung berkisar pada nilai 50%:50%. Idealnya, perbandingan KDB dengan KDH adalah 40%:60%. Semakin besar nilai KDH diharapkan akan mampu memaksimalkan fungsi tapak khususnya untuk penyerapan air tanah. Sistem drainase pada lokasi Pakuan Regency menggunakan sistem drainase tertutup sehingga lebih rapi dan aman. Upaya pemilahan sampah sudah dilakukan oleh sebagian besar responden di tiga lokasi penelitian. Pemilahan sampah yang dilakukan oleh penghuni yaitu dengan mengelompokkan sampah organik dan sampah anorganik sebelum akhirnya diangkut oleh petugas kebersihan. Secara umum ketiga lokasi penelitian berada pada kawasan yang relatif aman dari ancaman tanah longsor dan banjir. Tingkat kestabilan di tiga lokasi tergolong kestabilan sedang. Gangguan utama oleh hewan yang ditemukan adalah gangguan rayap. Bentuk pengobatan yang dilakukan adalah dengan melakukan penyemprotan menggunakan zat kimia. Vegetasi yang mengganggu umumnya apabila percabangan pohon atau perakaran merusak bangunan rumah. Tidak ditemukan kerusakan rumah akibat vegetasi di tiga lokasi pengamatan. Orientasi rumah pada tiga lokasi penelitian berbeda-beda tergantung pada lokasi rumah berada. Secara umum arah barat dan timur merupakan arah datangnya radiasi panas matahari sehingga mengurangi kenyamanan penghuni rumah (Kusumarini et al. 2007). Meskipun secara umum Kota Bogor memiliki kondisi topografi bergelombang dengan kemiringan 2-15% kondisi topografi pada tiga lokasi penelitian tergolong aman dari ancaman bahaya banjir maupun longsor (Nurisjah 2005; Pratiwi et al. 2014), (5) Komponen perkerasan Komponen perkerasan memiliki bobot 0.058. Variabel yang termasuk dalam komponen perkerasan yaitu (i) perkerasan (pavement) dan (ii) pagar dan dinding pembatas. Dari tiga lokasi penelitian, Bumi Menteng Asri dan Griya Melati didominasi oleh penggunaan perkerasan yang masif seperti aspal dan beton sehingga volume air permukaan yang mengalir cukup tinggi. Penggunaan beton nonpasir dapat dijadikan pilihan untuk mengganti penggunaan aspal dan beton untuk perkerasan halaman (Wibowo 2013). Penggunaan beton nonpasir bersifat ramah lingkungan karena mampu meloloskan air sehingga dapat masuk ke dalam
25 tanah sehingga memaksimalkan potensi tanah pada tapak rumah untuk dapat menyimpan air. Pemakaian pagar dan dinding pembatas untuk rumah pada lokasi Pakuan Regency tidak diizinkan. Setiap hunian di dalam klaster memiliki konsep terbuka dan menyatu dengan lingkungan. Pagar dan dinding pembatas hanya digunakan untuk membatasi lingkup kawasan klaster. Penggunaan pagar serta dinding pembatas umum ditemui pada rumah di Bumi Menteng Asri dan Griya Melati dengan kondisi agak rapat berongga. 100
Persentase
80 60
Bumi Menteng Asri
40
Griya Melati
20
80 Persentase
100
Bumi Menteng Asri
40
Griya Melati
20
Pakuan Regency
0
60
Pakuan Regency
0
Tanaman
Air
100
100
60
Bumi Menteng Asri
40
Griya Melati
20
Pakuan Regency
0 Bangunan
80 Persentase
Persentase
80
60
Bumi Menteng Asri
40
Griya Melati
20
Pakuan Regency
0 Tapak
100 Persentase
80 60
Bumi Menteng Asri
40
Griya Melati
20
Pakuan Regency
0 Perkerasan
Gambar 7 Persentase lima komponen ecodesign skala rumah di tiga lokasi penelitian Gambar 7 menunjukkan persentase lima komponen ecodesign di tiga lokasi penelitian. Secara umum dapat disimpulkan bahwa kondisi eksisting pada tiap taman rumah sudah cukup baik. Sebagian besar desain taman yang diamati sudah mengarah kepada desain taman yang ekologis yang didapatkan dari kombinasi dari lima komponen taman hemat energi (Kurniawaty et al. 2012). Komponen
26 tanaman, air, bangunan, tapak, serta perkerasan sebaiknya dapat didesain sedemikian rupa sehingga disamping memiliki nilai ekologis tinggi juga memiliki nilai estetika yang unity (kesatuan) serta interest (menarik) (Nikita 2012). Analisis ecodesign skala perumahan (1) Subkomponen tutupan vegetasi Subkomponen tutupan vegetasi memiliki tujuh parameter, yaitu (i) indeks penutupan lahan, (ii) kesesuaian penggunaan lahan, (iii) taman lingkungan, (iv) taman bermain, (v) taman rumah, (vi) ruang terbuka hijau rekreasi, dan (vii) ruang terbuka hijau jalan. Ketersediaan ruang hijau yang cukup dapat menjamin kondisi iklim mikro kawasan perumahan menjadi lebih baik. Parameter ruang terbuka hijau rekreasi merupakan parameter yang memiliki nilai kurang sesuai di tiga lokasi penelitian. Parameter taman bermain anak yang berada dalam kategori sesuai hanya ada di lokasi Pakuan Regency. Meskipun pada lokasi Griya Melati terdapat fasilitas bermain untuk anak, alat permainan yang ada masih tergolong minim dan dalam kondisi yang kurang baik. Lokasi, tata letak, peralatan bermain, konstruksi, serta material merupakan aspek penting yang harus diperhatikan dalam taman bermain anak (Baskara 2011).
Bumi Menteng Asri
Griya Melati
Pakuan Regency
Griya Melati
Gambar 8 Taman lingkungan di tiga lokasi penelitian Untuk luasan taman lingkungan di tiga lokasi penelitian berada dalam kategori sesuai. Gambar 8 menunjukkan kondisi taman lingkungan di tiga lokasi penelitian. Kondisi taman lingkungan pada lokasi Bumi Menteng Asri secara umum sudah baik tetapi fasilitas lapangan olahraga belum memadai. Khusus pada lokasi Griya Melati memiliki bentuk taman lingkungan yang berbeda karena terpecah menjadi lima bagian taman dengan luas yang relatif kecil dan tersebar.
27 Pada lokasi Pakuan Regency memiliki taman lingkungan sekaligus taman bermain anak dalam satu lokasi taman lingkungan. Keberadaan fasilitas publik seperti taman lingkungan merupakan hal yang penting. Sebagai ruang bagi masyarakat untuk bersosialisasi, kondisi taman lingkungan yang baik juga akan mempengaruhi sense of community masyarakat terhadap lingkungan tempat tinggalnya (Francis et al. 2012). (2) Subkomponen kesesuaian lahan permukiman Ketiga lokasi penelitian berada pada lokasi permukiman yang sesuai dengan subkomponen ini, yaitu parameter ketinggian tempat dan kemiringan lereng. Kemiringan lahan ditemukan pada lokasi Griya Melati, yaitu pada areal tengah kawasan perumahan ke sisi timur. Namun, kemiringan lahan masih tergolong normal. Ketinggian tempat pada ketiga lokasi penelitian juga masih tergolong normal karena berada dalam rentang ketinggian 190 m-350 m dpl (Badan Pusat Statistik Kota Bogor 2014). (3) Subkomponen pengendalian run off dan drainase Subkomponen ini mencakup parameter (i) luas genangan, (ii) tinggi genangan, (iii) lama genangan, (iv) frekuensi banjir, dan (v) kualitas penanganan. Parameter kualitas penanganan yang paling tinggi berada pada lokasi Pakuan Regency yaitu dengan saluran tersier. Ketiga lokasi penelitian memiliki nilai pengendalian run off dan drainase yang tergolong sesuai. (4) Subkomponen konsumsi air Beberapa parameter yang termasuk ke dalam subkomponen ini antara lain (i) tingkat pelayanan air bersih; (ii) kebutuhan standar air bersih; dan (iii) lanskap minimalisasi areal rumput (lawn). Ketiga lokasi penelitian memiliki nilai subkomponen konsumsi air yang tergolong normal. (5) Subkomponen efisiensi air Pada subkomponen ini seluruh sampel tergolong dalam kategori efisien. Konservasi air merupakan isu penting terkait semakin cepatnya alih fungsi lahan yang terjadi di sekitar lokasi penelitian. Perilaku hemat air merupakan salah satu indikator suatu masyarakat yang sadar akan keberlanjutan lingkungan. Perilaku hemat air akan mampu meningkatkan efisiensi penggunaan air secara signifikan apabila masyarakat turut berpartisipasi. Kampanye, penyediaan informasi yang cukup mengenai manfaat perilaku hemat air, serta insentif dapat memotivasi masyarakat untuk berperilaku lebih ramah lingkungan (Jeong et al. 2014). (6) Subkomponen kesadaran dan partisipasi Subkomponen ini terdiri dari paramater (i) keikutsertaan, (ii) pemanfaatan benda/ruang publik, (iii) keikutsertaan pemeliharaan, dan (iv) lembaga pendamping. Masyarakat di tiga lokasi penelitian masih tergolong masyarakat yang memiliki tingkat partisipatif yang tinggi. Namun, belum ada lembaga pendamping yang membantu dalam hal kampanye ataupun sosialisasi terkait aktivitas yang mendukung konsep ecodesign lanskap permukiman. (7) Subkomponen persepsi dan preferensi Parameter yang digunakan dalam subkomponen ini yaitu (i) pengalaman terhadap lanskap, (ii) pemahaman permukiman ekologis, (iii) kebutuhan lanskap permukiman yang ekologis, dan (iv) preferensi. Tingkat partisipasi dalam subkomponen kesadaran dan partisipasi juga tergolong kategori sesuai. Kesadaran serta partisipasi masyarakat merupakan modal utama bagi pengembangan konsep ecodesign lanskap permukiman. Persepsi lingkungan oleh responden pada tiga
28 lokasi penelitian tergolong baik, meskipun pemahaman akan permukiman ekologis masih tergolong rendah. Preferensi responden terhadap konsep ecodesign tergolong tinggi. (8) Subkomponen lokasi dan orientasi Parameter yang termasuk ke dalam subkomponen ini antara lain (i) lokasi permukiman, (ii) keselarasan komunitas sekitar, (iii) jarak ke lingkungan yang sensitif, (iv) jarak ke infrastruktur, (v) jarak kedekatan terhadap masyarakat, dan (vi) orientasi terhadap mata angin. Ketiga lokasi penelitian termasuk ke alam kawasan lokasi permukiman yang strategis dan bebas bencana. Keselarasan dengan komunitas sekitarnya juga cukup baik. Jarak ke lingkungan sensitif, ke infrastruktur, serta kedekatan terhadap masyarakat juga tergolong baik. Orientasi bangunan cenderung merata yaitu berorientasi pada poros timur-barat, serta utaraselatan. (9) Subkomponen aksesibilitas Parameter yang termasuk ke dalam subkomponen aksesibilitas antara lain (i) jalan lingkungan, (ii) jalan setapak, (iii) kemudahan akses, (iv) kemudahan kendaraan darurat, dan (v) kemudahan akses transportasi publik. Ketiga lokasi penelitian memiliki kondisi jalan lingkungan yang sudah baik dengan lebar jalan berkisar 6-12 meter. Bentuk rumah yang teratur dan berorientasi pada jalan memudahkan aksesibilitas warga perumahan. Hal ini sejalan dengan penelitian yang dilakukan oleh Martono (2012) yang menjelaskan bahwa perumahan yang terencana secara umum memiliki tingkat aksesibiltas yang lebih baik. Untuk jalan setapak atau jalur pedestrian, di ketiga lokasi penelitian masih belum tersedia. Pejalan kaki masih mengakses melalui jalur yang bersamaan dengan jalur kendaraan bermotor. Berjalan kaki merupakan salah satu ciri utama dari suatu lingkungan yang berkelanjutan. Kedekatan jarak, kondisi cuaca, keamanan, serta desain pedestrian merupakan faktor-faktor yang mendorong seseorang untuk melakukan kegiatan berjalan kaki (Ariffin dan Zahari 2013). Kemudahan akses transportasi umum di lokasi penelitian sudah cukup baik. Ketiga lokasi penelitian memiliki jarak kedekatan dengan pangkalan bus APTB serta Stasiun Bogor. Responden yang bekerja di Jakarta mayoritas menggunakan jasa layanan kereta api. Fasilitas pelayanan yang semakin baik di Stasiun Bogor serta ketersedian area parkir yang baik menjadi faktor utama preferensi responden untuk menggunakan kereta api. Hal ini sejalan dengan penelitian yang dilakukan oleh Adhi (2012) yang menjelaskan bahwa transportasi kereta api semakin banyak diminati oleh warga Bogor. (10) Subkomponen KDB dan KDH Subkomponen Koefisien Dasar Bangunan (KDB) dan Koefisien Dasar Hijau (KDH) memiliki parameter KDB dan KDH. Ketiga lokasi penelitian memiliki nilai yang cukup baik. KDB dan KDH pada lokasi Pakuan Regency lebih besar jika dibandingkan dengan lokai Bumi Menteng Asri dan Griya Melati. (11) Subkomponen kepadatan bangunan Jumlah bangunan per hektar untuk ketiga lokasi penelitian tergolong kategori cukup sesuai, yaitu 40-60 bangunan rumah per hektar. (12) Subkomponen sistem pengolahan limbah Parameter yang terkait dengan subkomponen sistem pengolahan limbah yaitu (i) tingkat penyediaan sarana sanitasi, (ii) pemisah greywater-blackwater, (iii) kebocoran dan rembesan, (iv) komplain masyarakat, (v) sistem pengolahan
29 limbah khusus, (vi) daur ulang sampah individual, (vii) tempat pewadahan tersedia, (viii) pengangkutan reguler, (ix) penanganan sampah sementara, (x) pembuangan selain di tempat sampah, dan (xi) penerapan 3R (reduce, reuse, recycle). Sanitasi secara individual dilakukan di tiga lokasi penelitian. Belum terdapat mekanisme pemisahan greywater dengan blackwater di tiga lokasi penelitian. Tidak ditemukan kebocoran, rembesan, serta komplain masyarakat. Untuk parameter sistem pengolahan limbah khusus dan daur ulang belum dilakukan. Tempat pewadahan dan pengangkutan regular sudah dilakukan terjadwal di tiga lokasi penelitian. Dari tiga lokasi penelitian, hanya di lokasi Griya Melati yang memiliki penanganan sampah sementara untuk skala perumahan. Sistem pengelolaan sampah di Griya Melati yaitu sampah secara kolektif ditampung di suatu lokasi tempat penanganan sampah yang dikelola secara swadaya sebelum diangkut oleh petugas pengangkut sampah dari Dinas Kebersihan dan Pertamanan Kota Bogor. Sampah organik yang berasal dari dalam kawasan perumahan diolah menjadi kompos yang selanjutnya digunakan untuk penghuni perumahan maupun dijual kepada masyarakat umum. Pada penelitian serupa yang dilakukan pada masyarakat di Desa Benteng, Ciampea, Bogor, pengelolaan kompos diupayakan secara komunal sehingga memiliki nilai ekonomis (Amanah et al. 2014). Dapat disimpulkan bahwa Griya Melati melakukan penerapan 3R yaitu reduce (mengurangi produksi sampah), reuse (memanfaatkan kembali sampah), serta recycle (mendaur ulang) secara signifikan. Pengelolaan sampah secara mandiri selain bertujuan untuk meningkatkan kualitas lingkungan juga berdampak positif terhadap peningkatan tambahan pendapatan bagi masyarakat perumahan (Winarso dan Larasati 2011). (13) Subkomponen energi terbarukan Introduksi energi terbarukan dalam upaya mengurangi ketergantungan terhadap sumberdaya listrik konvensional belum tampak di tiga lokasi penelitian. Sumber energi masih bergantung pada sumber energi konvensional. (14) Subkomponen material Subkomponen material mencakup parameter (i) dominan soft material, (ii) dominan hard material, (iii) kemudahan material di-recycle, dan (iv) sumber hard material. Secara umum di tiga lokasi penelitian dilakukan kombinasi penggunaan material, baik yang bersumber dari lokal maupun luar kawasan (eksotik). Tingkat kemudahan material untuk didaur ulang tergolong sedang. (15) Subkomponen koordinasi stakeholder Pada komponen ini, belum ada keterlibatan stakeholder dalam pelaksanaan konsep ecodesign lanskap permukiman. Di lokasi Griya Melati, keterlibatan stakeholder baru tampak pada level masyarakat yaitu dengan berpartisipasi dalam mengembangkan sistem penanganan sampah sementara. Sama halnya dengan parameter pengembangan kawasan, belum terdapat kolaborasi yang nyata di tiga lokasi penelitian. (16) Subkomponen kesesuaian kebijakan-analisis Tiga lokasi penelitian sudah memiliki kesesuaian ditinjau dari parameter kebijakan. Namun, untuk sertifikasi perumahan yang ekologis atau eco-properties belum dilakukan.
30 100
100
60
Bumi Menteng Asri
40
Griya Melati
20
Pakuan Regency
0
80 Persentase
Persentase
80
60
Bumi Menteng Asri
40
Griya Melati
20
(2) Kesesuaian lahan permukiman
(1) Tutupan vegetasi
100
Persentase
80 60
Bumi Menteng Asri
40
Griya Melati
20
Persentase
100
80 60
Bumi Menteng Asri
40
Griya Melati
20
Pakuan Regency
0
(4) Konsumsi air
100
100
80 60
Bumi Menteng Asri
40
Griya Melati
20
Persentase
Persentase
Pakuan Regency
0
(3) Pengendalian run off dan drainase
Pakuan Regency
0
80 60
Bumi Menteng Asri
40
Griya Melati
20 0 (6) Kesadaran dan partisipasi
(5) Efisiensi air
Pakuan Regency
80 60
Bumi Menteng Asri
40
Griya Melati
20 0 (7) Persepsi dan preferensi
Pakuan Regency
Persentase
100
100
Persentase
Pakuan Regency
0
80 60
Bumi Menteng Asri
40
Griya Melati
20 0 (8) Lokasi dan orientasi
Pakuan Regency
Gambar 9 Nilai subkomponen (1)-(8) ecodesign lanskap permukiman skala perumahan di tiga lokasi penelitian
31
100
100
Persentase
Bumi Menteng Griya Melati
60 40
80 Persentase
80
20
(10) KDB dan KDH
(9) Aksesibilitas
100
Persentase
80 60
Bumi Menteng Asri
40
Griya Melati
20
Pakuan Regency
0
80 60
Bumi Menteng Asri
40
Griya Melati
20
Pakuan Regency
Persentase
100
0
(11) Kepadatan bangunan
(12) Sistem pengolahan limbah
100
100 80
60
Bumi Menteng Asri
40
Griya Melati
20
Pakuan Regency
0
60
Bumi Menteng Asri
40
Griya Melati
20
Pakuan Regency
Persentase
80
Persentase
Pakuan Regency
0
0
0 (14) Material
(13) Energi terbarukan
100
100
60
Bumi Menteng Asri
40
Griya Melati
20
Pakuan Regency
0 (15) Koordinasi stakeholder
Persentase
80
Persentase
Griya Melati
40
Pakuan Regency
20
Bumi Menteng Asri
60
80 60
Bumi Menteng Asri
40
Griya Melati
20
Pakuan Regency
0 (16) Kesesuaian kebijakan-analisis
Gambar 10 Nilai subkomponen (9)-(16) ecodesign lanskap permukiman skala perumahan di tiga lokasi penelitian
32 Secara keseluruhan, ketiga lokasi penelitian berada dalam kategori ecodesign sedang (40.67-81.33). Gambar 9 dan Gambar 10 menunjukkan nilai masing-masing subkomponen ecodesign lanskap permukiman di lokasi Bumi Menteng Asri, Griya Melati, dan Pakuan Regency. Bumi Menteng Asri memiliki nilai sebesar 73, Griya Melati memiliki nilai sebesar 79, dan Pakuan Regency memiliki nilai sebesar 77. Dengan hasil perolehan kategori ecodesign sedang, dapat dimaknai bahwa setiap lokasi penelitian secara umum sudah cukup memiliki potensi untuk dikembangkan sebagai lanskap permukiman yang memiliki nilai ecodesign tinggi. Analisis Scenic Beauty Estimation (SBE) Kondisi visual analisis SBE ditampilan dalam Gambar 11. Nilai SBE yang diperoleh kemudian diklasifikasikan ke dalam tiga kategori yaitu lanskap bernilai rendah (buruk), lanskap bernilai sedang (sedang), dan lanskap bernilai tinggi (baik). Klasifikasi ini didasarkan pada klasifikasi menurut Daniel dan Boster (1976) yaitu jika nilai SBE di bawah –20 termasuk buruk, jika nilai SBE di antara –20 hingga 20 termasuk sedang, dan jika nilai SBE melebihi 20 termasuk baik. Pada lokasi Bumi Menteng Asri nilai SBE berkisar antara −54.94 sampai dengan 121.32; lokasi Griya Melati nilai SBE berkisar antara −112.40 sampai dengan 114.63; dan lokasi Pakuan Regency nilai SBE berkisar −74.15 sampai dengan 161.3. Peringkat nilai rata-rata analisis SBE mulai dari yang tertinggi hingga terendah yaitu lokasi Pakuan Regency (46.08), Bumi Menteng Asri (4.54), dan Griya Melati (-6.96). Berdasarkan hasil uji U Mann-Whitney, terdapat perbedaan kualitas estetika yang signifikan antara 1) lokasi Pakuan Regency dengan Griya Melati; dan 2) Pakuan Regency dengan Bumi Menteng Asri. Kualitas estetika Bumi Menteng Asri dengan Griya Melati tidak signifikan berbeda nyata. Pakuan Regency memiliki nilai estetika tertinggi dari dua lokasi penelitian lainnya (Tabel 8). Nilai estetika tinggi maupun rendah dari setiap lokasi penelitian memiliki pengertian bahwa objek tersebut merupakan setting lanskap yang paling disukai atau paling tidak disukai oleh responden. Setting lanskap dalam analisis SBE ini adalah mempersepsikan visual rumah (fasad rumah) serta taman rumah sebagai satu kesatuan. Pada lokasi Bumi Menteng Asri dan Griya Melati, setting lanskap untuk analisis SBE dibatasi secara fisik dengan adanya pagar rumah, sementara lokasi Pakuan Regency tidak dibatasi pagar namun dibatasi oleh lahan rumah tetangga serta jalan lingkungan. Booth dan Hiss (2012) menyatakan bahwa ruang luar (outdoor space) dapat dipersepsikan sebagai ruang yang dibatasi oleh elemen-elemen fisik seperti lahan, semak, tembok, pagar, tenda rumah, dan kanopi pohon. Persepsi merupakan hal yang mempengaruhi penilaian responden terhadap nilai estetika. Porteous (1977) menyatakan bahwa persepsi sebagai suatu respons berbentuk tindakan yang dihasilkan dari kombinasi faktor internal manusia dengan faktor eksternalnya, yaitu keadaan fisik dan sosial. Pemilihan mahasiswa Arsitektur Lanskap sebagai responden dilakukan karena mereka telah mendapatkan pengetahuan mengenai estetika dan ilmu arsitektur lanskap sehingga persepsi dan preferensi yang mereka miliki. Dalam penelitian preferensi terhadap suatu lanskap, diperlukan kehati-hatian karena dipengaruhi oleh faktor lingkungan
33 dan faktor dari dalam responden (Sevenant dan Antrop 2009). Faktor-faktor yang mempengaruhi preferensi antara lain kondisi cuaca, tipe lanskap, latar belakang responden, dan model kuesioner yang digunakan.
Bumi Menteng Asri: −54.94 (terendah) dan 121.32 (tertinggi)
Griya Melati: −112.407 (terendah) dan 114.63 (tertinggi)
Pakuan Regency: −74.15 (terendah) dan 161.32 (tertinggi)
Gambar 11 Foto rumah di tiga lokasi penelitian dengan nilai SBE terendah dan tertinggi Tabel 8 Perbedaan kualitas estetika berdasarkan uji U Mann-Whitney Lokasi Bumi Menteng Asri dengan Griya Melati Bumi Menteng Asri dengan Pakuan Regency Griya Melati dengan Pakuan Regency Keterangan: (*) signifikan pada taraf kesalahan 0.05
Asymp. Sig. (2-tailed) 0.511 0.005* 0.002*
34
Hubungan antara Ecodesign dengan Estetika Lanskap Permukiman Idealnya, suatu lanskap permukiman memiliki nilai ecodesign serta estetika yang tinggi sehingga mampu meningkatkan kualitas hidup penghuninya. Terkait konsep ecodesign lanskap permukiman skala rumah, terdapat beberapa kombinasi yang terjadi, yaitu (1) rumah dengan nilai ecodesign tinggi dan nilai estetika tinggi; (2) rumah dengan nilai ecodesign tinggi dan nilai estetika rendah; (3) rumah dengan nilai ecodesign rendah dan nilai estetika tinggi; dan (4) rumah dengan nilai ecodesign rendah dan nilai estetika rendah. Kombinasi-kombinasi tersebut dapat digunakan sebagai bahan evaluasi bagi rumah baik secara individu maupun perumahan secara keseluruhan dalam upaya peningkatan kualitas rumah sehingga dapat memaksimalkan potensi ekologis serta estetika lanskap permukiman. Dari hasil perhitungan komponen ecodesign baik skala rumah maupun perumahan, didapatkan bahwa kondisi ecodesign skala rumah dan skala perumahan pada masing-masing lokasi penelitian tergolong ke dalam kategori sedang. Tabel 9 menunjukkan kondisi aspek ecodesign dan estetika di tiga lokasi pengamatan. Tabel 9 Kondisi ecodesign dan estetika skala rumah dan perumahan Lokasi penelitian
Bumi Menteng Asri Griya Melati Pakuan Regency
Aspek ecodesign Skala rumah Skala perumahan Rendah Sedang Tinggi 0 83% 16% sedang 0 94% 6% sedang 0 70% 30% sedang
Aspek estetika
sedang sedang tinggi
Uji Rank Spearman aspek ecodesign dengan aspek estetika menunjukkan bahwa tidak terdapat hubungan yang positif antara aspek ecodesign dengan aspek estetika (Tabel 10). Namun demikian, terdapat korelasi positif antara aspek ecodesign dengan estetika. Hal ini dapat diartikan bahwa peningkatan kualitas ecodesign akan meningkatkan kualitas estetika. Konsep ecodesign lanskap permukiman merupakan suatu pendekatan desain yang menitikberatkan pada aspek ekologi. Namun dalam kenyataannya, seiring dengan meningkatnya kebutuhan dan kesadaran akan keindahan, aspek estetika juga memiliki peran sebagai faktor pendorong seseorang dalam menilai suatu lanskap permukiman. Hal ini dapat menjadi bahan pertimbangan dalam pengembangan lanskap permukiman yang secara ekologis bernilai tinggi, tetapi juga tetap memperhatikan aspek estetika sehingga pengguna dapat memperoleh nilai lebih dengan bertempat tinggal di lanskap permukiman tersebut. Tabel 10 Hubungan aspek ecodesign dengan estetika dengan uji Rank Spearman Lokasi Bumi Menteng Asri Griya Melati Pakuan Regency (*) Signifikan pada taraf kesalahan 0.05
Sig. (2-tailed) 0.072 0.144 0.117
35 Hubungan antara Persepsi, Preferensi, dan Perilaku Secara teoretis, persepsi dan preferensi seseorang akan memengaruhi perilaku. Dalam penelitian ini, aspek yang diamati adalah persepsi terhadap konsep ecodesign lanskap permukiman, preferensi untuk menggunakan konsep ecodesign, serta perilaku masyarakat. Pengetahuan mengenai konsep ecodesign merupakan wujud persepsi responden. Setelah responden mengetahui definisi mengenai konsep ecodesign lanskap permukiman dan diberikan pilihan, seluruh responden menyatakan bahwa mereka akan memilih konsep ecodesign sebagai konsep untuk lingkungan tempat tinggal mereka. Pernyataan memilih konsep ecodesign termasuk ke dalam aspek preferensi responden. Selanjutnya dilakukan pengamatan untuk analisis konsep ecodesign skala rumah, skala perumahan, maupun perilaku responden terkait dengan aspek ecodesign. Data persepsi, preferensi, dan perilaku diasumsikan sebagai sampel independen untuk selanjutnya diuji menggunakan uji nonparametrik Mann Whitney. Berdasarkan hasil perhitungan, didapatkan bahwa tidak ada hubungan yang signifikan antara persepsi, preferensi, dengan perilaku di tiga lokasi penelitian (Tabel 11). Tabel 11 Hubungan persepsi, preferensi, dan perilaku Lokasi Bumi Menteng Asri Griya Melati Pakuan Regency
Persepsi-Preferensi
Preferensi-Perilaku
0.77 1.00 1.00
1.00 1.00 1.00
Keterangan: (*) signifikan pada taraf kesalahan 0.05
Implikasi dan Rekomendasi Penelitian ini dilakukan di Kota Bogor yang memiliki kriteria ideal untuk permukiman. Luas RTH yang masih cukup, serta lingkungan yang relatif alami dan estetik, menjadi daya tarik bagi pengembangan permukiman. Di sisi lain, daya tarik Kota Bogor juga membuka peluang terjadinya degradasi lingkungan akibat pengembangan permukiman. Diperlukan kajian yang mendalam dalam membangun permukiman di Kota Bogor sehingga dapat meminimalkan kerusakan yang terjadi melalui pendekatan ekologis. Penelitian mengenai persepsi, preferensi, serta perilaku masyarakat bermanfaat sebagai evaluasi terhadap efektivitas suatu produk lanskap. Dalam penelitian ini, lokasi penelitian Bumi Menteng Asri, Griya Melati, dan Pakuan Regency termasuk produk lanskap. Aspek manusia sebagai pengguna produk lanskap tersebut perlu diperhatikan agar diperoleh manfaat yang optimal. Penelitian mengenai persepsi, preferensi, serta perilaku masyarakat terhadap konsep ecodesign lanskap permukiman dapat menjadi bagian dari Evaluasi Purna Huni (EPH). EPH merupakan proses evaluasi efektivitas suatu produk arsitektur pascapembangunan (Haryadi dan Setiawan 2010). Proses EPH selain fokus kepada elemen teknis juga berfokus pada elemen perilaku pengguna. Elemen perilaku pengguna mencakup persepsi, preferensi, serta perilaku pengguna tersebut terhadap lingkungan tempat tinggal mereka. Hirsh (2010) menjelaskan bahwa salah satu cara untuk menciptakan lingkungan tempat tinggal yang optimal adalah dengan memperhatikan kepentingan atau keinginan masyarakat.
36 Lingkungan tempat tinggal yang sesuai dengan keinginan masyarakat akan menciptakan sense of community yang kuat (Francis et al. 2012; Hirsh 2010). Dua fokus utama ecodesign lanskap permukiman yang diteliti dalam penelitian ini yaitu konsep ecodesign lanskap permukiman skala rumah dan skala perumahan. Baik konsep ecodesign skala rumah maupun skala perumahan tersebut dapat menjadi acuan di dalam melakukan penilaian ecodesign suatu lanskap permukiman. Konsep ecodesign lanskap permukiman skala rumah merupakan penelitian terhadap unit rumah termasuk taman rumah. Kurniawaty et al. (2012) merumuskan kriteria konsep desain taman rumah rumah tinggal yang hemat energi. Desain taman rumah serta rumah tinggal yang hemat energi merupakan bentuk dari konsep ecodesign. Aspek penghematan energi yang ditinjau dari komponen tanaman, air, bangunan, tapak, dan perkerasan, merupakan pendekatan teknis yang digunakan untuk menilai efektivitas taman rumah serta rumah tinggal. Desain taman rumah serta rumah tinggal diasumsikan sebagai cerminan pemahaman penghuni rumah mengenai konsep ecodesign. Semakin banyak komponen yang memenuhi kriteria, nilai ecodesign taman rumah dan tempat tinggal tersebut juga semakin tinggi. Lokasi Pakuan Regency sebagian besar memiliki nilai ecodesign lanskap permukiman skala rumah tinggi, diikuti oleh Bumi Menteng Asri dan Griya Melati. Konsep ecodesign lanskap permukiman skala perumahan merupakan penelitian lanskap permukiman secara keseluruhan. Kriteria ecodesign lanskap permukiman skala perumahan telah dirumuskan oleh Pratiwi et al. (2014). Terdapat enam belas subkomponen ecodesign yang menjadi kriteria penilaian. Berdasarkan kriteria tersebut, lokasi Griya Melati merupakan lokasi dengan nilai ecodesign skala perumahan tinggi, diikuti oleh Bumi Menteng Asri dan Pakuan Regency. Estetika sebagai bagian penting dari ilmu arsitektur lanskap memiliki peran penting agar konsep lanskap yang berkelanjutan dapat berjalan dengan baik (Meyer 2008). Penilaian kualitas visual merupakan salah satu pendekatan dalam menilai estetika lanskap. Dalam penelitian ini, estetika lanskap skala rumah diuji dengan menggunakan alat analisis SBE. Nilai estetika tertinggi berdasarkan analisis SBE adalah Pakuan Regency, diikuti Bumi Menteng Asri, dan Griya Melati. Aspek estetika dalam pengembangan konsep ecodesign lanskap permukiman perlu dipertimbangkan sebagai kebutuhan pengguna lanskap. Dari hasil berbagai uji yang dilakukan dalam penelitian ini, tidak terdapat kata kunci yang dapat menghubungkan antara aspek ecodesign dengan estetika. Jawaban responden seluruhnya dikatakan tidak reliabel sehingga diduga pertanyaan-pertanyaan yang diajukan tidak valid. Pertanyaan-pertanyaan yang disusun didasarkan pada hasil penelitian sebelumnya terkait ecodesign lanskap skala rumah dan skala perumahan. Terdapat dua dugaan yang dihasilkan setelah dilakukan berbagai uji. Pertama, jumlah sampel yang tidak memenuhi asumsi populasi sehingga menghasilkan jawaban yang tidak valid dan tidak reliabel. Jawaban yang dihasilkan menjadi bias sehingga tidak jelas menggambarkan hubungan antara ecodesign dan estetika serta persepsi, preferensi, dan perilaku. Hal ini ditujukkan berupa tidak terdapat korelasi antara persepsi, preferensi, dan perilaku masyarakat. Kedua, indikator yang ditemukan dalam penelitian terdahulu diduga kurang tepat sehingga setelah diuji kepada responden tidak menghasilkan jawaban yang reliabel. Diduga dalam penempatan hierarki komponen-komponen
37 yang terkait konsep ecodesign kurang teruji keabsahannya sehingga perlu kajian ulang terhadap prosedur penelitian tersebut. Pada tiga lokasi penelitian, dapat ditemukan bahwa ketiga lokasi memiliki persamaan, yaitu berada dalam suatu klaster. Saat ini sistem klaster merupakan sistem yang cukup banyak dipakai oleh perumahan-perumahan baru. Sistem ini membatasi pergerakan bagi orang yang bukan penghuni untuk masuk ke dalam perumahan. Sistem klaster dapat diterapkan untuk mendukung keamanan dan kenyamanan bagi penghuni perumahan. Sebagai kebutuhan utama manusia, rasa aman merupakan faktor yang penting dalam terwujudnya suatu lingkungan perumahan. Berdasarkan kajian yang dilakukan oleh Rahadi et al. (2012), kebutuhan akan rasa aman menempati urutan ketiga setelah konsep permukiman dan prestise. Hunian yang memiliki sistem klaster tidak perlu memagari taman rumah sehingga dapat memaksimalkan potensi estetika serta rasa kebersamaan antarwarga penghuni perumahan. Taman rumah merupakan hal yang mutlak ada dalam suatu perumahan. Pengembang wajib memfasilitasi kebutuhan akan taman rumah bagi para penghuni. Selain memenuhi aspek legal koefisien dasar bangunan (KDB) yang berlaku, keberadaan taman rumah juga merupakan kebutuhan personal bagi penghuni rumah dalam konteks psikologis. Seluruh responden di tiga lokasi penelitian menyatakan bahwa keberadaan taman rumah merupakan hal yang penting. Taman rumah dipersepsikan sebagai penyeimbang lingkungan tempat tinggal yang didominasi oleh lanskap binaan serta pemberi keindahan rumah. Hal ini menunjukkan bahwa kesadaran responden untuk dapat memperhatikan aspek keberlanjutan lingkungan cukup baik. Sama halnya dengan taman lingkungan yang merupakan kebutuhan bagi penghuni. Pengembang wajib menyediakan taman lingkungan sebagai ruang publik bagi penghuni perumahan sehingga dapat mewujudkan masyarakat yang sehat baik fisik maupun psikis. Taman lingkungan harus mampu memenuhi kebutuhan penghuni melalui ketersediaan fasilitas umum. Bangku taman, fasilitas permainan anak, serta sarana olahraga merupakan fasilitas umum yang kebanyakan diinginkan oleh responden di dalam penelitian ini.
5 SIMPULAN DAN SARAN Simpulan Persepsi masyarakat terhadap konsep ecodesign lanskap permukiman secara umum belum sepenuhnya sesuai. Namun demikian, preferensi masyarakat sangat mendukung apabila konsep tersebut diterapkan di lingkungan tempat tinggal mereka. Pada penelitian ini tidak terlihat adanya hubungan yang nyata antara persepsi, preferensi, dan perilaku dalam kaitannya dengan konsep ecodesign lanskap permukiman. Kualitas ecodesign pada skala rumah maupun permukiman di tiga lokasi penelitian menunjukkan tingkat ecodesign yang sedang. Kualitas estetika yang tinggi diperlihatkan dengan karakter permukiman yang terbuka (tanpa pagar) dan porsi vegetasi yang tinggi. Terdapat kecenderungan hubungan positif antara
38 kualitas ecodesign dengan estetika. Semakin tinggi kualitas ecodesign suatu permukiman cenderung meningkatkan kualitas estetikanya. Saran Penelitian tersebut di atas masih perlu dilakukan penelitian lanjutan yang mencermati hubungan perilaku penghuni rumah dengan desain tamannya. Sasaran penelitian lebih diarahkan kepada: (1) apakah masyarakat yang berperilaku mendukung konsep ecodesign akan memiliki taman dengan tingkat ecodesign yang tinggi dan terpelihara dengan baik (sustain)? (2) elemen-elemen (hard material dan soft material) taman apa saja yang menjadi daya tarik estetika taman rumah? dan (3) apakah persentase jumlah taman rumah dengan tingkat ecodesign yang tinggi dapat mendukung konsep permukiman yang ecodesign?
DAFTAR PUSTAKA Adhi RP. 2012. Preferensi pemilihan moda dalam pergerakan penglaju koridor Bogor-Jakarta terkait dengan pemilihan tempat tinggal (Studi kasus: moda bus AC dan moda KRL ekspress). Jurnal Perencanaan Wilayah dan Kota. 23(2012): 67-84. Amanah S, Damanik IPN, Ibrahim H. 2014. Pemanfaatan Sampah untuk Mendukung Usaha Tanaman Obat Keluarga (TOGA) dan Agroekosistem di Desa Benteng, Kecamatan Ciampea, Kabupaten Bogor. Jurnal Manusia dan Lingkungan. 21(1):90-97. Ariffin RNR, Zahari RK. 2013. Perceptions of the Urban Walking Environments. Procedia-Social and Behavioral Sciences. 105(2013): 589-597. Atmodiwirjo P, Yatmo YA. 2011. Occupant‟s Perception of „Healthy Housing‟ In High-Density Urban Housing. Makara, Sosial Humaniora. 15(1):1-9. Badan Pusat Statistik Kota Bogor. 2014. Statistik Daerah Kota Bogor 2014. Bogor (ID): Badan Pusat Statistik Kota Bogor. Baskara M. 2011. Prinsip Pengendalian Perancangan Taman Bermain Anak di Ruang Publik. Jurnal Lanskap Indonesia. 3(2011): 27-34. Booth NK, Hiss JE. 2012. Residential Landscape Architecture: Design Process for the Private Residence. Ohio (US): Prentice Hall. Daniel TC, Boster RS. 1976. Measuring Landscape Aesthetics: The Scenic Beauty Estimation Method. New Jersey (US): USDA. Faisal S. 2008. Format-format Penelitian Sosial. Jakarta (ID): Raja Grafindo Persada. Francis J, Giles-Corti B, Wood L, Knuiman M. 2012. Creating sense of community: The role of public space. Journal of Environmental Psychology. 32(2012):401-409. doi: 10.1016/j.jenvp.2012.07.002. Fristovana T, Munandar A. 2011. Studi Behavior Setting Fitur Air dan Sekitarnya (Studi kasus Dunia Fantasi, Gelanggang Samudera Jaya Ancol dan Danau Ancol, Jakarta Utara). Jurnal Lanskap Indonesia. 3(1):35-41.
39 Gifford R. 1997. Environmental Psychology. New York (US): Allyn & Bacon. [Green Building Council Indonesia]. 2015. Greenship Neighborhood Version 1.0 [internet]. [diunduh 30 Des 2015]. Tersedia pada www.gbcindonesia.org. Gunawan A. 2005. Evaluasi Kualitas Estetika Lanskap Kota Bogor. Jurnal Lanskap Indonesia. 1(1):1-6. Haryadi, Setiawan B. 2010. Arsitektur, Lingkungan dan Perilaku. Yogyakarta (ID): Gadjah Mada University Press. Hirsh JB. 2010. Personality and environmental concern. Journal of Environmental Psychology. 30(2010):245-248. doi:10.1016/j.jenvp.2010.01.004. Inoguchi T, Newman E, Paoletto G. 1999. Cities and the environment: New approaches for eco-societes. New York (US): The United Nations University. Jeong SH, Gulbinas R, Jain RK, Taylor JE. 2014. The impact of combined water and energy consumption eco-feedback on conservation. Energy and Buildings. 80(2014):114-119. doi: 10.1016/j.enbuild.2014.05.013 Kara B. 2013. Landscape Design and Cognitive Psychology. World Conference on Psychology and Sociology 2012. Procedia – Social and Behavioral Sciences. 82(2013):288-291. doi: 10.1016/j.sbspro.2013.06.262 Kurniawaty P, Gunawan A, Surjokusumo S. 2012. Kajian Konsep Desain Taman dan Rumah Tinggal Hemat Energi. Jurnal Lanskap Indonesia. 4(1):1-8. Kusumarini Y, Sachari A, Isdianto B. 2007. Kajian Terapan Eko-Interior pada Bangunan Berwawasan Lingkungan Rumah Dr. Heinz Frick di Semarang; Kantor PPLH di Mojokerto; Perkantoran Graha Wonokoyo di Surabaya. ITB Journal of Visual Art and Design. 2(2007):278-301. Martono DN. 2012. Kajian Tingkat Aksesibilitas Kawasan Perumahan Terencana dan Swadaya Berbasis Analisis Spasial Kuantitatif. Seminar Nasional Eco Urban Design Potensi dan Tantangan Kota-kota Indonesia di Masa Mendatang. Biro Penerbit Planologi UNDIP; 2008 Okt 23; Semarang Indonesia. Semarang (ID): Jurusan Perencanaan Wilayah dan Kota Fakultas Teknik Universitas Diponegoro. hlm 35-42. McHarg I. 1997. Ecological Design and Planning. Thompson GF, Steiner FR, editor. New York (US): John Wiley & Sons, Inc. Meyer EK. 2008. Sustaining beauty. The performance of appearance. Journal of Landscape Architecture. 3(1):6-23. doi: 10.1080/18626033.2008.9723392 Misni A. 2013. Modifying the Outdoor Temperature around Single-Family Residences: The influence of landscaping. Asia Pacific International Conference on Environment-Behaviour Studies University of Westminster London, UK, 4-6 September 2013. Procedia-Social and Behavioral Sciences. 105(2013):664-673. doi: 10.1016/j.sbspro.2013.11.069. Nikita O. 2012. Pengaruh Komposisi Elemen-elemen Taman dan Kriteria Hemat Energi terhadap Kualitas Estetika Visual. [skripsi]. Bogor (ID): Institut Pertanian Bogor. Nurisjah S. 2005. Penilaian Masyarakat terhadap Ruang Terbuka Hijau (RTH) Wilayah Perkotaan: Kasus Kotamadya Bogor. [disertasi]. Bogor (ID): Institut Pertanian Bogor. Parasati H. 2012. Kebijakan Perkotaan Terkait Perubahan Iklim. [internet]. [diacu 2013 Oktober 17]. Tersedia dari: http://bulletin.penataanruang. net/index.asp? mod= _fullart&idart=349.
40 Permata DLJ. 2000. Preferensi Masyarakat terhadap Lanskap Visual Permukiman [skripsi]. Bogor (ID): Institut Pertanian Bogor. Porteous JD. 1977. Environmental and Behaviour: Planning and Everyday Urban Life. Massachussetts (US): Addison-Wesley Publishing Company. Pratiwi V, Gunawan A, Fatimah IS. 2014. Kajian Ecodesign Lanskap Permukiman Perkotaan. Jurnal Lanskap Indonesia. 6(1):28-31. Prianto E. 2012. Strategi Disain Fasad Rumah Tinggal Hemat Energi. Riptek. 6(1):54-64. Purnomohadi N. 2008. Implikasi Undang-undang No.26 Tahun 2007 tentang Penataan Ruang terhadap Penyediaan Ruang Terbuka Hijau (RTH) Menuju Kota Ekologis. [internet].[diacu 2013 Oktober 13]. Tersedia dari: http://bulletin.penataanruang. net/index. asp?mod=_fullart&idart=106. Rahadi RA, Wiryono SK, Koesrindartoto DP, Syamwil IB. 2012. Relationship between Consumer Preferences and Value Propositions: A Study of Residential Product. ASEAN Conference on Environment-Behaviour Studies, Bangkok, Thailand, 16-18 July 2012. Procedia-Social and Behavioral Sciences. 50(2012):865-874. Rianse U, Abdi. 2009. Metodologi Penelitian Sosial dan Ekonomi (Teori dan Aplikasi). Bandung (ID): CV Alfabeta. Saleha Q, Erwiantono. 2012. Persepsi dan Ekspektasi Pembangunan Masyarakat terhadap Pemerintah Daerah dan Perusahaan Migas. [internet]. [diacu 2013 Oktober 16]. Tersedia dari : http://journal.ui.ac.id/index.php/ humanities /article/viewFile/1495/1297 Sarwono SW. 1997. Psikologi Sosial. Yogyakarta (ID): Penerbit Andi. Serlan WD, Gunawan A, Sulistyantara B. 2013. Eco-Aesthetics Green Panel pada Bangunan Rumah Tinggal. Jurnal Lanskap Indonesia. 5(1):29-35. Sevenant M, Antrop M. 2009. Cognitive attributes and aesthetic preferences in assessment and differentiation of landscapes. Journal of Environmental Management. 90(2009):2889-2899. doi: 10.1016/j.jenvman.2007.10.016. Sheppard SRJ. 2005. Landscape visualisation and climate change: the potential for influencing perceptions and behaviour. Journal of Environmental Science & Policy. 8(2005):637-654. doi:10.1016/j.envsci.2005.08.002. Van Der Ryn, Cowan. 1996. Ecological Design. Washington (US): Island Press. Wibowo AP. 2013. Beton Non Pasir sebagai Media Perkerasan Halaman Rumah yang Ramah Lingkungan. Seminar Nasional SCAN#4 2013 Stone, Steel, and Straw, Building Materials and Sustainable Environment; 2013 Mei 17; Yogyakarta, Indonesia. Yogyakarta (ID): Penerbit Universitas Atma Jaya Yogyakarta. hlm 87-91. Winarso H, Larasati A. 2011. Dari Sampah Menjadi Upah Inovasi Pengolahan Sampah di Tingkat Akar Rumput Kasus Program Bank Sampah „Sendu‟ di Kelurahan Pasar Minggu Jakarta Selatan. Jurnal Manusia dan Lingkungan. 18(1):43-59. Werff E, Steg L, Keizer K. 2013 It is a moral issue: The relationship between environmental self-identity, obligation-based intrinsic motivation and proenvironmental behaviour. Journal of Global Environmental Change. 23 (2013): 1258-1265. doi:10.1016/j.gloenvcha.2013.07.018. Yeang K, Yeang LD. 2008. A Manual for Ecological Design. London (GB): John Wiley & Sons, Ltd.
41 Zheng B, Zhang Y, Chen J. 2011. Preference to home landscape: wilderness or neatness? Landscape and Urban Planning. 99(2011):1-8. doi:10.1016/j.landurbplan.2010.08.006.
42
RIWAYAT HIDUP Penulis merupakan anak ke-3 dari 4 bersaudara yang dilahirkan di Jakarta pada tanggal 11 Maret 1988 dari pasangan Sunaryo dan Sumiyati. Penulis menyelesaikan pendidikan sarjana di Departemen Arsitektur Lanskap, Fakultas Pertanian, Institut Pertanian Bogor, pada Februari 2011. Penulis pernah bekerja sebagai desainer lanskap di kantor konsultan desain lanskap Lawang Ijo, Kemang, Jakarta Selatan, serta konsultan pengawas pekerjaan pemeliharaan lanskap di Taman Margasatwa Ragunan, Jakarta Selatan. Pada September 2012 penulis memperoleh kesempatan untuk melanjutkan pendidikan pascasarjana di Program Studi Arsitektur Lanskap, Institut Pertanian Bogor, melalui program Beasiswa Unggulan yang diselenggarakan oleh Direktorat Jenderal Pendidikan Tinggi (DIKTI). Pada Agustus 2013 penulis berkesempatan untuk mengikuti program PARE Summer School di Universitas Hokkaido, Sapporo, Jepang. Penulis menjadi asisten mata kuliah Estetika Lingkungan (ARL531) pada semester genap tahun ajaran 2013/2014. Pada November 2013 penulis bersama tim masuk dalam lima besar finalis Sayembara Desain Alun-alun Kota Malang, Jawa Timur. Residents’ Perception towards Ecodesign Concept for Developing Ecosettlement Tourism merupakan karya tulis yang dihasilkan penulis bersama dengan tim dosen pembimbing dan telah dipublikasikan pada Oktober 2014 dalam prosiding International Seminar on Tourism (ISOT) Eco Resort and Destination Sustainability di Universitas Pendidikan Indonesia, Bandung, Jawa Barat. Pada November 2014 penulis bersama rekan mempresentasikan karya tulis An Ecoculture of Kuin River, Banjarmasin dalam International Conference on Urban Heritage and Sustainable Infrastructure Development (UHSID) 2014-Managing the Social Capital and Infrastucture in Promoting the Heritage Site di Universitas Katolik Soegijapranata, Semarang, Jawa Tengah. Potential of City Parks in Reducing Urban Pollutants dan Concept of Tourism Development Strategy in Semarang Municipality merupakan karya tulis penulis bersama rekan dalam The 5th International Conference of Jabodetabek Study Forum-Sustainable Megacities: Vulnerability, Diversity, and Livability pada Maret 2015 di IPB International Convention Center, Bogor, Jawa Barat. Penulis bersama rekan mengirimkan tulisan yang berjudul Meaning of Aesthetic Value of Mountain and Hills of The Baubau City pada IFLA Asia Pacific Congress untuk acara IFLA Asia Pacific Congress 2015 Mataram, Nusa Tenggara Barat dan telah dipresentasikan pada September 2015.