I PENDAHULUAN
1.1.
Latar Belakang Pencemaran lingkungan yang disebabkan oleh logam berat sudah sangat
memprihatinkan. Pencemaran lingkungan oleh logam berat merupakan suatu proses yang berhubungan dengan pengunaan logam tersebut oleh manusia. Logam berat merupakan polutan yang sangat berbahaya, salah satu diantaranya yaitu Plumbum (Pb) yang berasal dari limbah industri, dan residu dari kendaraan bermotor. Logam ini juga biasa digunakan sebagai bahan dasar aki (baterai), sebagai bahan pelapis kabel-kabel listrik dan juga pipa-pipa air. Besarnya peranan Pb dalam kehidupan manusia diikuti juga dengan besarnya dampak yang ditimbulkan. Cemaran timbal yang cukup besar sering menyebabkan keracunan dan berakhir pada kematian. Limbah Pb merupakan limbah yang berbahaya karena bersifat toksik (racun) pada makhluk hidup baik manusia, tumbuhan maupun hewan rentan terhadap pencemaran logam berat Pb. Ternak dapat merasakan dampaknya akibat terkena cemaran logam berat Pb yang terdapat dalam air minum dan pakan yang tercemar. Ternak yang mengonsumsi pakan atau air minum yang tercemar logam berat Pb, maka logam berat Pb tersebut akan terserap ke dalam tubuh terutama dalam darah kemudian diakumulasikan dalam hati, ginjal, dan daging, sehingga menyebabkan metabolisme terganggu dan dapat mempengaruhi produktivitas ternak. Pencemaran Pb melalui makanan akan dicerna dan diabsorsi usus halus, kemudian masuk dalam sirkulasi darah dan didistribusikan ke berbagai organ
2 tubuh. Ternak yang terkontaminasi Pb umumnya menderita kerusakan pada jaringan tubuh dan salah satunya adalah kerusakan hati. Hati mempunyai peranan penting pada ternak yaitu tempat detoksikasi zat-zat yang berbahaya bagi tubuh, sehingga masuknya logam berat akan di simpan di dalam hati. Pb yang masuk ke dalam tubuh meskipun sangat sedikit jumlahnya, tetapi lama-kelamaan Pb tersebut akan terakumulasi dalam tubuh dan membahayakan tubuh sehingga pada kondisi tertentu akumulasi Pb dapat secara tiba-tiba memperlihatkan gejala klinis. Melihat bahaya dari resiko akumulasi Pb dalam tubuh ternak, maka dari itu perlu adanya usaha untuk mengurangi resiko tersebut. Banyak cara yang bisa digunakan untuk mengurangi resiko akumulasi Pb salah satunya dapat dilakukan dengan mengunakan bahan-bahan yang mengandung senyawa yang dapat mengikat Pb seperti kitosan yang dapat dimanfaatkan dalam menyerap logam-logam berat. Kitosan merupakan salah satu resin alami yang bersifat non toksik dan dapat dibuat dari kulit, kepala dan kaki udang, lobster, kepiting, dan hewan yang bercangkang lainnya. Kitosan juga bersifat ramah lingkungan, mudah terdegradasi secara alami, mempunyai sifat menyerap dan menggumpalkan dengan baik. Sifat dari kitosan tersebut membuatnya berpotensi untuk digunakan sebagai bahan penyerap logam-logam berat. Kitosan serta turunannya mempunyai reaktifitas kimia yang tinggi dan menyebabkan sifat polielektrolit kation sehingga dapat berperan sebagai penukar ion (ion exchanger) dan dapat berperan sebagai adsorben terhadap logam berat. Penggunaan kitosan diharapkan dapat mengurangi akumulasi Pb dalam darah dan hati puyuh fase grower. Berdasarkan latar belakang di atas tersebut penulis tertarik untuk melakukan penelitian tentang “Pengaruh Pemberian Kitosan terhadap Kandungan Pb Darah dan Hati Puyuh (Coturnix-coturnix japonica) Fase Grower”.
3 1.2.
Identifikasi Masalah 1.
Bagaimana pengaruh pemberian kitosan dalam ransum terhadap konsentrasi Pb darah dan hati puyuh fase grower.
2.
Pada konsentrasi kitosan dalam ransum berapa ppm yang menunjukkan konsentrasi terbaik di dalam penyerapan Pb darah dan hati puyuh fase grower.
1.3.
Maksud dan Tujuan 1.
Mengetahui pengaruh pemberian kitosan dalam ransum terhadap konsentrasi Pb darah dan hati puyuh fase grower.
2.
Mengetahui konsentrasi kitosan dalam ransum yang menunjukkan konsentrasi terbaik dalam penyerapan Pb darah dan hati puyuh fase grower.
1.4.
Kegunaan Penelitian Penelitian ini diharapkan menjadi salah satu sumbangan informasi ilmu
pengetahuan dalam bidang peternakan, serta memberi informasi ilmiah berkaitan dengan pemberian konsentrasi kitosan dalam ransum yang dapat menyerap logam berat (Pb) pada puyuh..
1.5.
Kerangka Penelitian Plumbum atau timbal (Pb) sangat berbahaya bagi tubuh karena Pb
merupakan logam berat beracun yang bersifat akumulatif didalam tubuh. Tubuh yang terakumulasi
Pb
berlebih
dapat
menyebabkan
keracunan
kronis,
pembengkakan pada hati dan ginjal yang dapat mengakibatkan kematian pada
4 makhluk hidup termasuk ternak. Mengonsumsi ternak yang keracunan logam berat sangat berbahaya karena dapat berpengaruh terhadap kesehatan manusia nantinya. Keberadaan Pb di lingkungan umumnya berasal dari polusi pabrik, industri, dan kendaraan bermotor. Jumlah kendaraan bermotor di Indonesia berkembang pesat sehingga polutan dari bahan bakar yang dihasilkan setiap harinya semakin bertambah banyak. Satu liter bensin dalam angka oktan 87 dan 98 mengandung 0.70 gram senyawa Plumbum tetraetil dan 0,84 gram tetrametil Plumbum. Satu liter bensin yang dibakar jika dikonversikan akan mengemisikan 0,56 gram Pb yang dibuang ke udara (Librawati, 2005). Pb ditambah ke dalam bahan bakar sebagai bahan aktif bensin dalam bentuk Plumbum organik (tetraetilPlumbum atau tetrametil-Plumbum). Pada waktu pembakaran bensin, Plumbum organik ini berubah bentuk menjadi Plumbum anorganik. Pb yang dikeluarkan sebagai gas buang kendaraan bermotor merupakan partikel-partikel yang berukuran sekitar 0,01µm. Partikel-partikel Pb ini akan bergabung satu sama lain membentuk ukuran yang lebih besar, dan keluar sebagai gas buang atau mengendap pada knalpot kendaraan bermotor. Pb tersusun atas hidrokarbonhalogen dan hidrokarbon poliaromatik, zat penyususn tersebut dapat jatuh ke tanah bersama air hujan atau mengendap bersama debu dan mengontaminasi tanah dan air, sehingga cemaran oleh Pb sangat besar terdapat di udara, tanah, dan perairan, sedangkan ketiga bagian tersebut merupakan hal yang vital dalam kehidupan semua makhluk hidup termaksuk ternak. Senyawa tersebut dapat masuk ke dalam rantai makanan pada akhirnya masuk ke dalam tubuh manusia melalui sayuran, susu, dan produk lain dari hasil ternak.
5 Keracunan Pb sudah terjadi pada manusia maupun ternak sejak lama. Pb masuk ke dalam tubuh bisa melalui makanan yang tercemar yang masuk ke saluran pencernaan, saluran pernafasan dan melalui kulit. Ternak memiliki daya tahan sendiri-sendiri terhadap Pb yang dikonsumsinya tergantung dari jenisnya. Puyuh merupakan salah satu ternak yang merasakan dampak dari pencemaran logam berat Pb disebabkan pemeliharaan puyuh banyak dilakukan di tempat yang dekat dengan pemukiman seperti halaman rumah atau belakang rumah yang diduga mudah tercemar oleh Pb. Puyuh adalah salah satu komoditi unggas yang menghasilkan daging dan telur. Puyuh banyak digunakan sebagai hewan percobaan dengan dasar pertimbangan puyuh mempunyai siklus hidup yang relatif pendek dengan laju metabolisme yang tinggi, pemeliharaan tidak begitu sulit, areal kandang tidak perlu luas, modal relatif lebih kecil dan memiliki daya tahan tubuh yang tinggi terhadap penyakit dan juga dapat dijadikan sebagai sumber protein hewani bagi manusia baik telur atau dagingnya. Salah satu jenis puyuh tersebut adalah jenis Coturnix-coturnix japonica dengan awal bertelur pada umur 6-7 minggu dengan produktivitas dapat mencapai 250-300 butir telur/tahun dan bobot telur sekitar 10 g (Listiyowati dan Roospitasari, 2007). Keracunan yang disebabkan oleh Pb pada tubuh terjadi karena saluran pencernaan mampu mengabsorpsi Pb dan mendistribusikannya kedalam jaringan melalui darah, kemudian menyebar ke seluruh tubuh dan sebagian akan terakumulasi pada bagian tubuh tertentu seperti hati, ginjal, dan daging. Hasil akumulasi Pb di dalam organ tubuh makhluk hidup akan menyebabkan gangguan proses fisiologis dan
apabila masuk ke dalam sistem metabolisme melebihi
jumlah ambang batas akan sangat membahayakan gangguan fungsi organ
6 tubuh, yang terjadi diantaranya terganggunya fungsi organ seperti, hati, ginjal, sistem pencernaan, sistem saraf, tulang, darah dan daging. Hati menjadi salah satu organ yang terkena dampak dari Pb, karena setelah diabsorsi dari saluran pencernaan, zat ini diangkut melaui vena porta ke hati yang mana akan didetoksifikasi pada hati, namun hati mempunyai ambang batas dalam penyaringan racun tersebut. Logam berat yang tidak tersaring akan mengendap dalam hati dan pada jangka waktu yang panjang akan mengakibatkan kerusakan fungsi hati (Antoine dkk., 2008), Dampak yang terjadi apabila hati mengalami kerusakan yaitu adanya penumpukan kolesterol di dalam darah, selain itu juga hati mempunyai fungsi sebagai metabolisme karbohidrat, protein, lemak, dan vitamin. Banyak cara yang bisa digunakan untuk mengurangi resiko akumulasi Pb salah satunya dapat dilakukan dengan menggunakan bahan-bahan yang mengandung senyawa yang dapat mengikat Pb seperti kitosan yang dapat dimanfaatkan dalam menyerap logam-logam berat. Kitosan adalah senyawa polimer polisakarida turunan kitin yang diisolasi dari limbah perikanan, seperti kulit, udang dan cangkang kepiting dengan kandungan kitin antara 65-70% (Nunthanid dkk., 2001; Tajik dkk., 2008). Kitosan adalah hasil deasetilasi kitin, merupakan suatu polimer yang bersifat polikationik. Keberadaan gugus hidroksil dan amino sepanjang rantai polimer mengakibatkan kitosan sangat efektif mengadsorpsi kation ion logam berat maupun kation dari zat-zat organik (protein dan lemak) (Tao Lee, dkk., 2001 dalam Sanjaya dan Leny, 2007). Sifat-sifat kitin dan derivatnya yang dihubungkan dengan adanya gugus amino dan hidroksil yang terikat, menyebabkan kitin dan kitosan serta turunannya mempunyai reaktifitas kimia yang tinggi dan menyebabkan sifat polielektrolit kation
7 sehingga dapat berperan sebagai penukar ion (ion exchanger) dan dapat berperan sebagai adsorben terhadap logam berat (Rinaudo & Domard, 1989). Kitosan bersifat biocompatible dan biodegradable sehingga banyak diaplikasikan dalam bidang pertanian dan lingkungan, biodesis serta pangan, selain itu komponen dalam kitosan mempunyai sifat multifungsi, diantaranya antibakteri (Sudarshan dkk., 1992; Xie dkk., 2001; Jia dkk.,2002), fungisida (Allan dan Hadwiger, 1979), antioksidan (Xie dkk., 2001; jeon dkk., 2003), dan sebagai pengikat logam berat. Berdasarkan hasil penelitian yang telah dilakukan oleh (Nurul A dkk, 2014), tentang optimalisasi sintesis kitosan dari cangkang kepiting sebagai adsorben logam berat Pb (II) menunjukkan kitosan mampu menyerap Pb dalam konsentrasi Pb 100 ppm mampu menyerap hingga 97,04 % dalam suasana netral. Hasil studi yang dilakukan oleh Huang dkk. (2005) juga menyatakan kitosan hingga level 150 mg/kg mampu meningkatkan efesiensi daya cerna. Melihat sebagaimana yang telah dijelaskan dari sifat-sifat yang dimiliki oleh
kitosan sebagai adsorben logam berat, pada penelitian ini dicoba
menggunakan kitosan pada berbagai konsentrasi dengan tujuan untuk mengetahui pengaruh kitosan dalam menurunkan kandungan logam berat Pb di dalam darah dan hati puyuh. Berdasarkan uraian kerangka pemikiran, dapat diambil suatu hipotesis bahwa pemberian kitosan dengan konsentrasi sebanyak 150 ppm dapat menurunkan kadar Pb dalam darah dan hati puyuh (Coturnix coturnix japonica) fase grower.
8 1.6.
Waktu dan Lokasi Penelitian Penelitian ini telah dilaksanakan di Test Farm Ternak Unggas Fakultas
Peternakan Universitas Padjadjaran selama 40 hari, waktu pengamatan dilaksanakan dari bulan Februari sampai Maret 2016. Pengujian sampel darah dan hati dilaksanakan di Laboratorium Nutrisi Ternak Perah Fakultas Peternakan Institut Pertanian Bogor.