Daftar Isi Pendahuluan........................................................................................................... 2 Macam-macam hidayah.......................................................................................... 4 1. Hidayatul Wijdan...........................................................................................4 2. Hidayatul Hawas wal Masya’ir...................................................................... 4 3. Hidayatul ‘Aqli.............................................................................................. 4 4. Hidayah Ad-Din............................................................................................. 6 a. Hidayah dilalah................................................................................. 6 b. Hidayah Taufiq.................................................................................. 6 Cara untuk mendapat hidayah taufiq....................................................................... 7 1. Berdoa........................................................................................................... 8 2. Riyadhah Ruhiyyah/latihan spiritual............................................................. 9 3. Bergabung dengan lingkungan yang kondusif.............................................. 9 4. Memperbanyak amal sholeh........................................................................ 10 Ciri-ciri orang yang mendapatkan hidayah taufiq..................................................... 10 1. Merasakan kemudahan dalam beramal shaleh............................................ 10 2. Bersemangat dalam mempelajari ajaran agama.......................................... 11 3. Merasakan kerinduan kepada Allah.............................................................. 12 4. Istiqomah...................................................................................................... 12 5. Shabar menghadapi berbagai ujian.............................................................. 13 Macam-macam shabar......................................................................13 Trik menghadapi ujian....................................................................... 14 Penutup.................................................................................................................... 16 12N
1
PENDAHULUAN Hidayah terambil dari kata “Al Haadiy” yang bermakna “petunjuk jalan”. Allah Al Haadiy yang menganugerahkan petunjuk (hidayah). Hidayah adalah petunjuk kepada jalan yang benar. Hidayah merupakan suatu alat atau peta sebagai petunjuk pada tempat yang benar yang Allah anugerahkan kepada hamba yang dikehendaki-Nya. Pengertian Hidayah menurut As-Sayyid Muhammad Rasyid Ridha, adalah; “Petunjuk halus yang menyampaikan kepada tujuan.” (As-Sayyid Muhammad Rasyid Ridha, Tafsir AlManar; tafsir Al-Quranul Karim oleh syaih Muhammad Abdul, Juz I, cetakan IV, Mesir 1954 M/1337 H, halaman 62). Mencapai hidayah Allah adalah sebagai produk dari pemahaman terhadap Al-Quran dan pemahaman itu ada karena mengenal, dari kenal ingin mengetahui isinya yaitu dengan mempelajarinya dan akhirnya mentadabburinya. Orang yang mencapai hidayah Allah adalah sebagai indikator orang yang tadabbur al Quran. Hidayah adalah suatu peristiwa besar yang merupakan hak Allah semata, tidak ada seorangpun dapat memberikannya sekalipun Rasulullah SAW, sebagaimana firman Allah; “Sesungguhnya kamu tidak akan dapat memberi petunjuk kepada orang yang kamu cintai, tetapi Allah menunjuki orang yang dikehendakiNya dan Allah mengetahui orangorang yang menerima petunjuk.” (Q.S. Al-Qashash 28:56) Hidayah merupakan hajat besar didunia, orang yang mendapat hidayah akan selalu yakin bahwa tempat yang abadi itu bukan di dunia melainkan di akhirat. Maka ia akan selalu bersemangat dalam menjalani apa yang Allah dan RasulNya perintahkan dan menjauhi segala laranganNya. Allah SWT memerintahkan hambaNya agar senantiasa memohon hidayahNya sebagaimana yang tersirat dalam surat Al Fatihah ayat 7; “Tunjukilah kami jalan yang lurus.” Ibnu Katsir berkata: ‘seseorang membutuhkan hidayah pada setiap saat dan dalam segala hal keadaan kepada Allah, untuk bisa tetap terus terpimpin oleh petunjuk Allah. Sebab itulah Allah menunjukkan jalan kepadanya supaya minta kepadaNya untuk mendapatkan hidayah dan pimpinanNya. Maka seorang yang bahagia hanyalah orang yang selalu mendapat hidayah.’ Hidayah yang kita harapkan adalah jalan yang lurus yaitu jalan yang ditempuh oleh orang-orang yang diberi nikmat oleh Allah sebagaimana dalam firmanNya; “Dan barang siapa yang mentaati Allah dan RasulNya mereka itu akan bersama-sama dengan orang-orang yang dianugerahi nikmat oleh Allah, yaitu para nabi, shiddiqiin, orang-orang yang mati syahid dan orang-orang yang shaleh dan mereka itulah teman yang sebaik-baiknya.’ (Q.S. An Nisaa’ 4:69). 12N
2
“Dengan kitab itulah Allah menunjuki orang-orang yang mengikuti keridhaan-Nya ke jalan keselamatan, dan dengan kitab itu pula Allah mengeluarkan orang-orang itu dari gelap gulita kepada cahaya yang terang benderang dengan seizinNya, dan menunjuki mereka ke jalan yang lurus.” (Q.S. Al maidah 5:16). “Dan ingatlah ketika tuhanmu mengeluarkan keturunan anak-anak Adam dari sulbi mereka dan Allah mengambil kemaksiatan terhadap jiwa mereka seraya berfirman: “Bukankah aku Tuhanmu?” mereka menjawab, “(betul Engkau Tuhan kami) Kami menjadi saksi” (kami melakukan yang demikian itu) agar dihari kiamat kamu tidak mengatakan, “sesungguhnya kami (manusia) adalah orang-orang yang lengah terhadap ini (kekuasaan Tuhan).” (Q.S. Al-A’raaf 7:172). Ayat ini menjelaskan bahwa sejak dalam kehidupan rahim, manusia telah diberi potensi spiritualitas. Potensi ini Allah SWT tanamkan pada manusia dalam bentuk dialog seperti tertera dalam ayat diatas. Dialog tersebut menggambarkan bahwa tidak ada seorang manusiapun yang tidak dibekali potensi spiritualitas. Potensi spiritualitas ini biasanya disebut dengan fitrah. Fitrah adalah potensi keagamaan yang hanif (cenderung kepada yang benar). Hal ini dijelaskan dalam ayat beriku, “Maka hadapkanlah wajahmu dengan lurus kepada agama (Allah); (tetaplah atas) fitrah Allah yang telah menciptakan manusia menurut fitrah itu. Tidak ada perubahan pada fitrah Allah. (itulah) agama yang lurus; tetapi kebanyakan manusia tidak mengetahui.” (Q.S. Ar Rum 30:30). Rasulullah bersabda: “Setiap anak lahir dalam keadaan fitrah, orang tuanyalah yang menjadikan anak itu Yahudi, Nasrani, atau Majusi.” (H.R. Bukhari). Fitrah harus diaktualisasikan dalam kehidupan manusia. Karena itu Allah SWT memberikan rambu-rambu berupa aturan-aturan agama yang dibawa oleh para utusan-Nya agar manusia mampu menjaga kefitrahannya. Rambu-rambu yang Allah SWT amanatkan kepada para nabi dan Rasul-Nya itu disebut Hidayah. Hidayah merupakan peta kehidupan bagi manusia agar tidak tersesat dalam belantara kehidupan dunia. Allah SWT berfirman: “Dan agar orang-orang yang telah diberi ilmu, meyakini bahwasanya Al-Quran itulah yang benar dari Tuhanmu, lalu mereka beriman dan tunduk hati mereka kepadaNya dan sesungguhnya Allah adalah pemberi petunjuk bagi orang-orang yang beriman kepada jalan yang lurus.” (Q.S. Al Hajj 22:54). “Al-Quran ini tidak ada keraguan padanya sebagai hidayah bagi yang bertaqwa.” (Q.S. Al-Baqarah 2:2).
12N
3
MACAM-MACAM HIDAYAH Allah SWT telah membekali manusia berbagai macam hidayah. Tanpa hidayah-Nya, manusia tidak mungkin bisa bertahan hidup. Paling tidak ada lima macam hidayah yang diberikan pada manusia, yaitu;
1. Hidayatul Wijdan Hidayatul Wijdan potensi naluriah yang Allah SWT tanamkan pada manusia untuk bisa mempertahankan kehidupannya. Hidayah ini bersifat bawaan(potensi naluriah/insting) yang diperoleh manusia sejak dilahirkan. Misalnya, seorang ibu tidak pernah mengajarkan bayinya kalau lapar, sakit, atau minta ganti popok. Namun ternyata, seorang bayi menangis saat dia lapar, sakit dan lainnya. Inilah yang disebut hidayah wijdan. Hidayah Wijdan berupa tindakan-tindakan sederhana yang dilakukan manusia sebagai akibat langsung dari nalurinya dalam meraih suatu kenikmatan atau menghindari suatu derita tertentu. Seorang yang dahaga akan meraih segelas air dan seorang yang melihat ular yang akan menggigitnya maka berlari menghindarinya.
2. Hidayatul Hawas wal Masya’ir Hidayatul Hawas wal Masya’ir adalah kemampuan inderawi seperti kemampuan merasakan manis, pahit, panas, dingin, dan lain-lain. Tanpa kemampuan inderawi, manusia tidak mungkin bisa bertahan hidup. Kemampuan inderawi walau sangat bermanfaat, namun memiliki keterbatasan. Misalnya, kita memasukkan tongkat yang lurus pada seember air yang jernih, apa yang akan terlihat oleh mata? Apakah terlihat lurus? Yang terlihat tongkat itu bengkok. Inilah kelemahan alat indrawi, seperti juga fatamorgana yang dari kejauhan disangka air padahal setelah didekati ternyata bukan air. Fatamorgana yang tersurat dalam Al-Quran, sebagai deskripsi bagi amal-amal kebajikan yang dilakukan orang kafir, pada hari kiamat nanti tidak berarti apa-apa bagaikan fatamorgana. “Dan orang-orang yang kafir amal-amal mereka adalah laksana fatamorgana ditanah yang datar, yang disangka air oleh orang-orang yang dahaga, tetapi bila didatanginya air itu tidak mendapatinya sesuatu apapun. Dan didapatinya (ketetapan) Allah di sisinya, lalu Allah memberikan kepadanya perhitungan amal-amal dengan cukup dan Allah adalah sangat cepat perhitunganNya.” (Q.S. An-Nuur 24:39). Sehingga dengan mengandalkan hidayatulhawas saja, akan banyak manusia yang tertipu, karena itu Allah SWT membekali manusia hidayah berikutnya yaitu Hidayatul A’qli.
12N
4
3. Hidayatul ‘Aqli Hidayatul ‘Aqli adalah kemampuan berfikir, kemampuan untuk memahami fenomena, memberikan presepsi, memberikan makna pada realita yang tertangkap oleh alat indera. Akal dapat membantu kelemahan dan keterbatasan indera. Dalam Al-Quran ada beberapa ayat yang menyuruh manusia untuk menggunakan indera-inderanya dalam mencari kebenaran diantaranya; “Dan tidak ada seorangpun akan beriman kecuali dengan izin Allah, dan Allah menimpakan kemurkaan kepada orangorang yang tidak mempergunakan akalnya. Katakanlah: “perhatikan apa yang ada dilangit dan di bumi. Tidaklah bermanfaat tanda kekuasaan Allah dan rasul-rasul yang memberi peringatan bagi orang-orang yang tidak beriman.” (Q.S. Yunus 10 : 100-101). “Maka apakah orang yang berjalan menundukkan mukanya lebih banyak mendapat petunjuk ataukah orang yang berjalan tegap diatas jalan yang lurus? Katakanlah: Dialah yang menciptakan kamu dan menjadikan bagi kamu pendengaran, penglihatan, dan hati, tetapi ama sedikit kamu bersyukur.” (Q.S. Al-Mulk 67 : 22-23). “Katakanlah: “Berjalanlah di (muka) bumi, maka perhatikanlah bagaimana Allah menciptakan (manusia) dari permulaannya, kemudian Allah menjadikannya sekali lagi. Sesungguhnya Allah Maha Kuasa atas segala sesuatu.” (Q.S. Al-Ankabuut 29:20). Ayat-ayat tersebut sebagai isyarat, pengamatan dan penglihatan dengan bantuan penalaran yang benar (akal-logika). Dalam sejumlah kasus; eksperimen praktis tertentu sebagai alat untuk mendapatkan pengetahuan. Seperti; lewat seekor burung gagak, Allah SWT mengajari Qabil bagaimana menguburkan mayat. “Kemudian Allah menyuruh seekor burung gagak menggali-gali dibumi untuk memperlihatkan kepadanya (Qabil) bagaimana dia seharusnya menguburkan mayat saudaranya. Berkata Qabil: “Aduhai celaka aku, mengapa aku tidak mampu berbuat seperti burung gagak ini, lalu aku dapat menguburkan mayat saudaraku ini!” karena itu jadilah dia seorang diantara orang-orang yang menyesal.” (Q.S. Al-Maidah 5:31) Mata dapat melakukan kesalahan ketika melihat gerakan bulan, awan, kapal laut atau pantai. Kadang juga melakukan kesalahan ketika melihat sesuatu yang bergerak dalam satu pusaran, hingga menyangka benda itu seperti anting atau kalung yang melingkar, atau melihat benda yang tenggelam tampak lebih besar dari ukuran asalnya. Akal menerangkan sebab-sebab kejadian tadi berdasarkan prinsip-prinsip rasional dan sampai pada penafsiran yang akurat . hal yang sama berlaku juga pada indera dengar, rasa, cium, indera raba. Misal, indera rasa, melakukan kesalahan ketika merasakan yang manis itu pahit ketika lidah sedang sakit. Akal menolak penginderaan ini, mempertanyakan, lalu mencari tahu sebabnya dan membuat penilaian yang benar. Yang menilai materi tertentu dengan memperlihatkan kesalahannya dan meralatnya, lebih tinggi derajatnya ketimbang obyek yang dinilai. Akal (yang berpikir) serta obyek yang dipikirkan (yang terinderai) itu adalah sekali tiga uang. Dengan menggunakan akal, manusia tidak akan tertipu oleh keterbatasan kemampuan inderawi. Namun, sehebat apapun akal manusia, tetap saja memiliki keterbatasan. Karena itu Allah SWT berikan hidayah berikutnya, yaitu Hidayat Ad-Din.
12N
5
4. Hidayah Ad-Din Hidayat Ad-Din adalah hidayah berupa petunjuk-petunjuk ajaran agama. Fungsinya untuk membantu keterbatasan akal. Agama berfungsi memberikan arahan-arahan yang mampu melampaui keterbatasan akal manusia. Agama berbicara hakikat kehidupan, kematian, kebahagiaan, dll. Dimana hal-hal tersebut tidak bisa dibicarakan hanya dengan pendekatan akal. Disinilah peranan agama. Yakin memberi jawaban untuk hal-hal yang tidak bisa dijawab akal. Allah SWT berfirman: “Sesungguhnya kewajiban kamilah memberi petunjuk” (Q.S. Al-Lail 92:12). “Dan Kami telah menunjukkan kepadanya dua jalan (kebajikan dan ketaqwaan)” (Q.S. AlBalad 90:10). Allah SWT telah menetapkan pada diri-Nya Yang Maha Suci untuk memberi petunjuk atau hidayah kepada manusia. Karena itu, bisa dipastikan bahwa setiap manusia akan mendapatkan hidah-Nya. Paling tidak ada dua macam hidayah Ad-Din :
a. Hidayah Dilalah Hidayah Dilalah adalah petunjuk-petunjuk hidup yang termaktub dalam kita suci Al-Quran dan Sunnah Rasulullah SAW. Allah SWT telah menurunkan Al-Quran dan mengutus Nabi Muhammad SAW untuk menjelaskan isi Al-Quran, tujuannya agar manusia tidak sesat mengarungi kehidupan. Dengan kata lain Hidayah Dilalah merupakan petunjukpetunjuk agama yang mengarahkan manusia kepada jalan yang benar. Hidayah agama akan didapat jika manusia mau mendapatkannya baik muslim maupun kafir. Hidayah agama disini berada dalam konteks sebuah ilmu yang bisa diakses oleh siapapun melalui proses belajar, dengan petunjuk-petunjuk keilmuan yang melalui akal dan alat indera dalam arti, agama hanya sebatas sebagai pengetahuan saja. Hidayah Dilalah bisa didapatkan melalui proses belajar. Kalau kita mau mempelajari petunjuk-petunjuk Allah SWT yang berada dalam Al-Quran dan Sunnah Rasulullah SAW berarti kita membuka diri untuk mendapatkan Hidayah Dilalah. Allah SWT akan memberikan Hidayah Dilalah kepada semua manusia yang mau mempelajari ajaran-ajaran-Nya yang termaktub dalam kitab suci-Nya. Karena itu, tidak ada alasan bagi kita untuk mengatakan bahwa saya belum mendapatkan hidayah, padahal Allah SWT telah menyediakan hidayah itu dalam kitab suci-Nya.
b. Hidayah Taufiq Hidayah Taufiq adalah suatu kekuatan yang Allah SWT berikan kepada manusia untuk mengamalkan dengan sungguh-sungguh apa yang telah diketahuinya. Atau dengan kata lain, Hidayah Taufiq adalah Hidayah Dilalah yang kita amalkan. Misalnya, “kita sudah tahu bahwa shalat itu wajib”. Ini adalah Hidayah Dilalah. Dan “kita pun rajin melakukan shalat”. Nah, ini adalah Hidayah Taufiq. Kalau kita sudah tahu bahwa shalat itu wajib tapi tidak melaksanakannya, berarti kita punya hidayah dilalah tetapi tidak punya hidayah taufiq. 12N
6
Hidayah Taufiq merupakan hidayah yang sangat mahal tetapi Allah berjanji kepada manusia akan memberikan hidayah-Nya kepada orang yang sungguh-sungguh berjuang dijalan-Nya, berjuang untuk konsisten taat pada aturan-Nya didalam mencapai tujuannya (cita-citanya) “Dan orang-orang yang berjihad (untuk mencari keridhaan) Kami, benar-benar akan kami tunjukkan jalan Kami kepada mereka jalan-jalan Kami. Dan sesungguhnya Allah benar-benar beserta dengan orang-orang yang berbuat baik.” (Q.S. Al-Ankabut 29:69).
c. Cara Untuk Mendapat Hidayah Taufiq Hidayah taufiq adalah hak prerogatif Allah, yakni merupakan otoritas Allah SWT untuk hamba-hamba pilihanNya, sebagaimana Allah berfirman; “Sesungguhnya kamu tidak akan dapat memberi petunjuk kepada orang yang kamu kasihi, tetapi Allah memberi petunjuk kepada orang yang dikehendaki-Nya, dan Allah lebih mengetahui orang-orang yang mau menerima petunjuk.” (Q.S. Al-Qashash 28:56). “Bukanlah kewajibanmu menjadikan mereka mendapat petunjuk, akan tetapi Allah-lah yang memberi petunjuk (taufiq) siapa yang dikehendakiNya. Dan apa saja harta yang baik yang kamu nafkahkan (dijalan Allah), maka pahalanya itu untuk kamu sendiri. Dan janganlah kamu membelanjakan sesuatu melainkan karena mencari keridhaan Allah. Dan apa saja harta yang baik yang kamu nafkahkan, niscaya kamu akan diberi pahalanya dengan cukup sedang kamu sedikitpun tidak akan dirugikan.” (Q.S. Al-Baqarah 2:272). “Katakanlah: ‘Allah mempunyai hujjah yang jelas lagi kuat, maka jika Dia menghendaki, pasti dia memberi petunjuk kepada kamu semuanya.” (Q.S. Al-An’aam 6:149) “Dan tidak ada seorangpun akan beriman kecuali dengan izin Allah, dan Allah menimpakan kemurkaan kepada orang-orang yang tidak mempergunakan akalnya.” (Q.S. Yunus 10:100). “Allah (pemberi) cahaya (kepada) langit dan bumi. Perumpamaan cahaya-Nya adalah seperti sebuah lubang yang tak tembus, yang didalamnya ada pelita besar. Pelita itu didalam kaca (dan) kaca itu seakan-akan bintang (yang bercahaya) seperti mutiara, yang dinyalakan dengan minyak dari pohon yang banyak berkahnya, (yaitu) pohon zaitun yang tumbuh tidak disebelah timur (sesuatu) dan tidak pula disebelah barat(nya), yang minyaknya (saja) hampir-hampir menerangi, walaupun tidak disentuh api. Cahaya diatas cahaya (berlapis-lapis), Allah membimbing kepada-Nya siapa yang Dia kehendaki, dan Allah memperbuat perumpamaan-perumpamaan bagi manusia, dan Allah Maha Mengetahui segala sesuatu.” (Q.S. An-Nuur 24:35)
12N
7
Sebagaimana disebutkan diatas, bahwa hidayah dilalah bisa didapatkan melalui proses belajar. Lalu, bagaimana cara mendapatkan hidayah taufiq? Ada sejumlah langkah atau usaha agar kita mendapatkan hidayah taufiq, yaitu: 1. Berdo’a Do’a berfungsi sebagai cara agar disetiap aktivitas kita senantiasa ada dalam hidayah Allah. Ketika seseorang sudah berikhtiar dalam fisik (material) secara maksimal untuk menggapai cita-citanya, maka dituntut untuk semakin meningkatkan kualitas iman(spiritual)nya, sehingga hidupnya senada dengan fitrahnya berada dalam posisi pengabdian kepada Allah SWT. Allah SWT merupakan sumber petunjuk. Kita harus sering memohon kepada-Nya untuk mendapatkan bimbingan dan petunjuk-Nya, baik berupa hidayah dilalah ataupun taufiq. Do’a itu senjata orang beriman, bahkan do’a bisa mengubah takdir sebagaimana dijelaskan dalam keterangan berikut : “Tiada sesuatu yang dapat menolak takdir kecuali doa, dan tiada yang dapat menambah umur kecuali amal kebajikan. Sesungguhnya seorang yang diharamkan rezeki baginya disebabkan dosa yang diperbuatnya.” (H.R. At-Tirmidzi dan Al-Hakim). Allah telah berjanji dalam firmanNya: “Dan apabila hamba-hambaKu bertanya kepadamu tentang Aku, maka (jawablah) bahwasanya aku adalah dekat. Aku mengabulkan permohonan orang yang mendoa apabila ia berdoa kepada-Ku, maka hendaklah mereka itu memenuhi (segala perintah)Ku, dan hendaklah mereka beriman kepada-Ku, agar mereka selalu berada dalam kebenaran.” (Q.S. Al-Baqarah 2:186) Dan dalam firmannya: “Dan Tuhanmu berfirman: “Berdoalah kepadaKu, niscaya akan Kuperkenankan bagimu, niscaya. Sesungguhnya orang-orang yang menyombongkan diri dari menyembahKu akan masuk neraka Jahannam dalam keadaan hina dina.” (Q.S. Al-Mu’min 40:60). Orang yang tidak pernah berdoa kepada Allah sebagai indikasi orang yang sudah merasa cukup dengan diri sendiri dan usahanya, sehingga tidak merasa perlu perlindungan Allah. Karena itu untuk mendapatkan hidayah-Nya, kita harus sering berdoa. Diantara doanya adalah sebagai berikut: “Tunjukilah kami jalan yang lurus, Jalan orang-orang yang telah Engkau beri nikmat kepada mereka; bukan mereka yang dimurkai dan bukan mereka yang sesat.” (Q.S. Al-Fatihah 1 : 6-7). “Ya Tuhan kami, janganlah Engkau jadikan hati kami condong kepada kesesatan sesudah engkau beri petunjuk kepada kami, dan karuniakanlah kepada kami rahmat dari sisi Engkau; karena sesungguhnya Engkaulah Maha Pemberi(Karunia).” (Q.S. Ali-Imran 3:8) “Ya Allah, sesungguhnya saya memohon petunjuk, tambahan taqwa, kelonggaran, dan rasa cukup.” (H.R. Muslim)
12N
8
2. Riyadhah Ruhiyyah/Latihan Spiritual (Mujahadah/bersungguh-sungguh) Bersungguh-sungguh dalam menjalankan ibadah kepada Allah dengan mentauhidkan-Nya dan menjauhi syirik. Tetap mentauhidkan Allah baik di saat senang maupun susah, bersyukur di kala mendapatkan kemenangan dan bersabar disaat mendapatkan kesusahan. “Sebutlah nama Tuhanmu, dan beribadahlah kepada-Nya dengan penuh ketekunan.” (Q.S. Al-Muzzammil 73:8) Segala sesuatu perlu latihan. Seorang anak tidak langsung bisa berlari, tanpa berlatih. Seorang olahragawan angkat besi tidak mungkin bisa langsung mampu mengangkat beban 150 kg tanpa berlatih. Begitu juga kita tidak mungkin bisa tahajjud dengan rajin tanpa berlatih. Tidak mungkin rajin kemajlis ta’lim tanpa berlatih, dan seterusnya. Intinya, kita akan merasa mudah beramal shaleh dengan proses latihan. Allah SWT tidak akan mengubah kondisi seseorang kalau orang tersebut tidak berusaha mengubahnya. Kita tidak akan mendapat hidayah Allah kalau kita tidak pernah berusaha untuk mendapatkannya. Itulah sebabnya kita perlu tadriib atau latihan. Allah SWT berfirman: Sesungguhnya Allah tidak merubah keaaan suatu kaum sehingga mereka merubah keadaan yang ada pada diri mereka sendiri. (Q.S. Ar-Ra’du 13:11) “Katakanlah: “Ta’at kepada Allah dan ta’atlah kepada rasul; dan jika kamu berpaling maka sesungguhnya kewajiban rasul itu adalah apa yang dibebankan kepadanya, dan kewajiban kamu sekalian adalah semata-mata apa yang dibebankan kepadamu. Dan jika kamu ta’at kepadanya, niscaya kamu mendapat petunjuk. Dan tidak lain kewajiban rasul itu melainkan menyampaikan dengan terang”. (Q.S. 24 : Annuur : 54) Pada ayat ini ada kalimat “Dan jika kamu ta’at kepadanya niscaya kamu mendapat petunjuk”. Kalimat pada penggalan ayat ini menegaskan bahwa petunjuk Allah Swt akan diberikan kepada orang-orang yang berusaha taat, alias selalu berlatih untuk melaksanakan aturan-aturan Allah Swt dan menjauhi apa saja yang dimurkai-Nya. Melakukan berbagai amal kebaikan dengan terus menerus dengan penuh kesungguhan dalam rangka menta’ati Allah dan rasul-Nya adalah merupakan proses untuk mendapatkan hidayah taufik. 3. Bergabung dengan Lingkungan yang Kondusif Fakta menunjukkan bahwa manusia adalah makhluk yang sangat dipengaruhi oleh lingkungannya. Lingkungan memegang peranan penting dalam pembentukan karakter kita. Kalau kita ingin mendapat hidayah Allah maka carilah lingkungan yang kondusif. Nabi Ibrahim pernah berdoa: “Ya Tuhanku, berikanlah kepadaku hikmah dan masukkanlah aku kedalam golongan orang-orang yang sholeh.” (Q.S. Asyu’araa’ 26:83). 12N
9
Doa ini menggambarkan bahwa lingkungan memiliki peranan yang sangat penting, sampai Nabi Ibrahim a.s pun pernah memohon kepada Allah SWT untuk digabungkan dalam lingkungan orang-orang yang saleh. Bahkan dalam ayat lain Allah SWT memerintahkan kita bersabar untuk bergabung dengan lingkungan yang saleh. Perhatikan ayat berikut; “Dan bersabarlah kamu bersama-sama dengan orang-orang yang menyeru Tuhannya di pagi dan senja hari dengan mengharap keridhaanNya; dan janganlah kedua matamu berpaling dari mereka mengharapkan perhiasan dunia ini; dan janganlah kamu mengikuti orang yang hatinya telah Kami lalaikan dari mengingati Kami, serta menuruti hawa nafsunya dan adalah keadaannya itu melewati batas.” (Q.S. Al-Kahfi 18:28) 4. Memperbanyak Amal Shaleh Setiap amal shaleh (ikhlas dan sesuai dengan tuntunan) sebagai Tazkiyatun Nufus (pembersih jiwa). Dan Allah akan menambahkan petunjuk kepadanya, sebagaimana firman-Nya: “Dan Allah akan menambah petunjuk kepada mereka yang telah mendapat petunjuk. Dan mereka yang senantiasa berbuat baik itu lebih baik pahalanya di sisi Tuhanmu dan lebih baik kesudahannya.” (Q.S. Maryam 19:76) Kita harus berusaha sekuat tenaga melaksanakan empat point diatas, yaitu doa, latihan dengan sungguh-sungguh, mencari lingkungan yang kondusif dan memperbanyak amal shaleh supaya hidayah taufiq itu diberikan kepada kita. Hidayah taufiq merupakan otoritas Allah SWT, karenanya kita harus benar-benar berdoa.
d. Ciri-ciri Orang yang Mendapat Hidayah Taufiq Apakah ciri orang yang mendapat hidayah taufiq? Cirinya sebagai berikut: 1. Merasakan Kemudahan dalam Beramal Shaleh (Hatinya terbuka untuk menerima Islam, rajin beribadah dan menuntut ilmu). Orang yang telah mendapat hidayah taufiq akan merasa mudah atau ringan dalam melaksanakan amal shaleh, rajin dan tekun dalam beribadah serta sangat takut berbuat kedurhakaan. Sementara orang yang tidak mendapatkan hidayah-Nya akan merasa malas dalam beramal shaleh dan tidak merasa bersalah kalau berbuat maksiat. Allah SWT berfirman: “Barangsiapa yang Allah kehendaki untuk mendapat petunjuk, niscaya Dia melapangkan dadanya untuk Islam. Dan barangsiapa yang dikehendaki Allah kesesatannya, niscaya Allah menjadikan dadanya sesak lagi sempit, seolah-olah ia sedang mendaki langit. Begitulah Allah menimpakan siksa kepada orang-orang yang tidak beriman. (Q.S. Al-An’am 6:125). Maksud ayat “Dia melapangkan dadanya untuk Islam..” adalah orang yang mendapat hidayah akan merasa mudah melaksanakan ajaran-ajaran-Nya, dadanya lapang tanpa beban. Dan yang dimaksud “niscaya Allah menjadikan dadanya sesak lagi sempit” 12N
10
adalah orang yang tidak mendapat hidayah, akan merasa malas dalam beramal shaleh karena dadanya merasa sesak saat melaksanakan aturan-aturan Allah SWT. Menurut Syekh Ahmad Athailah, istiqamah (teguh pada prinsip) dalam ibadah tidak terhalang karena perbuatan dosa, asal tidak dikerjakan terus-menerus dan kebiasaan yang menyenangkan. Ketika terlanjur melakukan dosa, kemudian menyesal dan bertaubat kepada Allah dengan taubat nasuha (tidak mengulangi lagi perbuatan dosa), akan mengantarkannya kepada Allah jiwa istiqomah bertambah kokoh. Untuk itu seorang muslim dilarang berputus asa karena telah terlanjur berbuat dosa. Setelah taubat, tetaplah istiqamah, tetap berpegang teguh pada aturan Allah dengan melakukan ibadah dengan tertib dan penuh disiplin dengan harapan mendapat pertolongan dari Allah SWT. “...Barangsiapa yang berpegang teguh kepada (agama) Allah maka sesungguhnya ia telah diberi petunjuk kepada jalan yang lurus.” (Q.S. Ali-Imran 3:101). “Sesungguhnya orang-orang yang mengatakan: “Tuhan kami ialah Allah”, kemudian mereka tetap istiqamah maka tidak ada kekhawatiran terhadap mereka dan mereka tiada (pula) berduka cita. (Q.S. Al-Ahqaaf 46:13). Bagi orang yang beriman, ketika selesai melakukan dosa besar atau kecil, akan mengalami kegoncanganan, menerima hukuman perasaan dosa yaitu terjadi pergolakan dalam jiwanya antara hawa nafsu dan nuraninya walaupun masih tersisa dalam jiwanya. Ketika melakukan maksiat, berarti sudah hilang atau menurun kesadaran imannya karena dikuasai hawa nafsu syaithaniyah dan ia baru sadar ketika selesai melakukan maksiat, melahirkan penyesalan karena imannya tumbuh kembali. Ketika berada dalam kesadaran (ada dalam keadaan iman), hendaklah dipelihara terus (istiqamah) agar keimanan yang ada dapat hidup dan makin bertambah kokoh sehingga menjadi benteng yang mampu mempertahankan diri dari godaan-godaan yang menimbulkan kemaksiatan. “Janganlah kalian menjadi apatis(pesimis), rendah diri dan bersedih hati bangkitlah karena sesungguhnya kamulah orang yang paling tinggi derajatnya disisi Allah jika kalian orang-orang yang beriman.” (Q.S. Ali-Imran 3:139). 2. Bersemangat Dalam Mempelajari Ajaran Agama orang yang mendapatkan hidayah taufiq akan memiliki semangat untuk selalu menelaah ajaran-ajaran Islam (tafaqquh fiddin) dengan aktif mendakwahkan Islam dengan terus menerus mencari ilmu yaitu selain internalisasi Islam kedalam dirinya juga mentransformasikannya kepada orang yang belum mengetahui. Islam itu agama yang harus difahami bukan sekedar diyakini. Rasulullah SAW bersabda: “Apabila Allah akan memberikan kebaikan pada seseorang, Dia faqihkan orang tersebut dalam agama.” Yang dimaksudkan “Dia faqihkan orang tersebut dalam agama” adalah orang tersebut bersemangat untuk menelaah ajaran-ajaran Islam. Apabila Allah akan memberikan hidayah-Nya, Allah tumbuhkan rasa ingin tahu terhadap ajaran agama (Q.S. Al-An’am 6:125). Dengan hidayahNya, orang yang beriman akan mengenal apa yang belum dikenalnya, akan merasakan apa yang belum dirasakan dan memikirkan apa yang tak terpikirkan. 12N
11
Apabila iman sudah bersemayam didalam dada, maka segala sesuatu yang dirasakan akan menjadi terang benderang, karena iman itu adalah cahaya (pelita hati). Iman sebagai pedoman untuk mengambil keputusan didalam memilih kebaikan atau keburukan. Seperti seorang raja yang perkasa memasuki suatu negeri yang dengan kekuatannya mampu menghancurkan benteng musuh. Demikian juga dengan iman apabila telah bertahta dalam hati manusia, maka akan menghancurkan kekuatan hawa nafsu dan tipuan syetan dalam arti, semua kebiasaan dalam tradisi yang bertentangan dengan syariat agama Islam akan sirna. 3. Merasakan Kerinduan Kepada Allah Orang yang mendapat hidayah taufiq, setiap relung hatinya terisi dengan kerinduan kepada Allah SWT. Kalau nama Allah SWT disebut, akan bergetar hatinya, kalau dibacakan firmanNya akan bertambah imannya, bertawakkal, mendirikan shalat dan mengeluarkan zakat sebagai ekspresi syukur atas nikmat yang diterimanya. “Sesungguhnya orang-orang yang beriman ialah mereka yang bila disebut nama Allah gemetarlah hati mereka, dan apabila dibacakan ayat-ayatNya bertambahlah iman mereka, dan hanya kepada Tuhanlah mereka bertawakkal. (yaitu) orang-orang yang mendirikan shalat dan yang menafkahkan sebagian dari rizki yang Kami berikan kepada mereka.” (Q.S. Al-Anfal 8 : 2-3). 4. Istiqomah (konsisten dalam melaksanakan ibadah) Orang yang mendapat hidayah taufiq akan konsisten dalam menjalankan perintahperintahNya akan merasa nikmat saat beribadah kepadaNya. Hal ini dijelaskan dalam ayat berikut: “Bagaimanakah kamu menjadi kafir, padahal ayat-ayat Allah dibacakan kepada kamu, dan Rasul-Nya pun berada di tengah-tengah kamu? Barang siapa yang berpegang teguh kepada Allah, maka sesungguhnya ia telah diberi petunjuk kepada jalan yang lurus.” (Q.S. Ali-Imran 3:101). Maksud ayat “Barang siapa yang berpegang teguh kepada Allah, maka sesungguhnya ia telah diberi petunjuk kepada jalan yang lurus” adalah orang-orang yang mendapat petunjuk atau hidayah akan berpegang teguh alias konsisten kepada ajaranajaran Allah SWT. Bahkan Nabi bersabda: “Sesungguhnya Allah suka seorang hamba mengerjakan sesuatu pekerjaan dan dia konsisten melakukannya.” (H.R. Baihaqi) Kekokohan mereka dalam memegang ajaran-ajaran agama diumpamakan dalam ayat berikut: “Tidakkah kamu perhatikan bagaimana Allah telah membuat perumpamaan kalimat yang baik (la iaha illallah) seperti pohon yang baik, akhirnya teguh dan cabangnya menjulang ke langit, pohon itu memberikan buahnya pada setiap musim dengan seizin Tuhannya. Allah membuat perumpamaan-perumpamaan itu untuk manusia supaya mereka selalu ingat.” (Q.S. Ibrahim 14 : 24-25) Iman yang kokoh yang digambarkan al-Quran dengan perumpamaan sebagai pohon yang baik (Q.S. Ibrahim 14 : 24-25) merupakan indikasi dari hidayah taufiq.
12N
12
5. Shabar Menghadapi Berbagai Ujian Shabar artinya teguh berada dalam jalan kebenaran, tidak larut pada ajakan nafsu, jiwanya tidak pernah mengenal putus asa, dan lidahnya tidak pernah mengeluh kecuali kepada Allah SWT. Hamba yang bersabar didalam agamaNya, maka akan mendapat pertolongan Allah. Allah SWT berfirman: “Katakanlah: ‘Hai hamba-hambaKu yang beriman, bertaqwalah kepada Tuhanmu’. Orang-rang yang berbuat baik di dunia ini memperoleh kebaikan. Dan bumi Allah itu adalah luas. Sesungguhnya hanya orang-orang yang bersabarlah yang dicukupkan pahala mereka tanpa batas.” (Q.S. Az-Zumar 39:10), “Hai orang-orang yang beriman, jadikanlah Shabar dan Sholat sebagai penolongmu, sesungguhnya Allah beserta orang-orang yang shabar.” (Q.S. Al-Baqarah 2 : 153).
Macam-macam Shabar: A. B. C. D. E.
Shabar dalam Menghadapi Musibah Dunia Shabar dalam Menghadapi Berbagai Karakter Manusia Shabar dalam Menjalankan ketaatan kepada Allah Shabar dalam Berdakwah Shabar dalam Meninggalkan kemaksiatan
Allah SWT memberikan kehidupan kepada manusia sebagai ujian siapa diantara mereka yang paling baik amalnya. Kehidupan dunia merupakan ladang beramal. “Yang menjadikan mati dan hidup, supaya Dia menguji kamu, siapa diantara kamu yang lebih baik amalnya. Dan Dia Maha Perkasa lagi Maha Pengampun.” (Q.S. Al-Mulk 67: 2). Orang-orang yang mendapat hidayah akan tahan menghadapi berbagai ujian kehidupan, sebagaimana dijelaskan dalam ayat berikut. “Dan sungguh akan kami berikan cobaan kepadamu, dengan sedikit ketakutan, kelaparan, kekurangan harta, jiwa dan buah-buahan. Dan berikanlah berita gembira kepada orang-orang yang sabar. Orang-orang yang apabila dirimpa musibah, mereka mengucapkan ‘Inna lillaahi wa innaa ilaihi raaji’uun’. Mereka itulah yang mendapat keberkatan yang sempurna dan rahmat dari Tuhan mereka dan mereka itulah orangorang yang mendapat petunjuk.” (Q.S. Al-Baqarah 2 : 155 – 157). Pada akhir ayat diatas ada kalimat “dan mereka itulah orang-orang yang mendapat petunjuk.”. ini merupakan pengunci ayat yang menegaskan bahwa orang-orang yang bersabar adalah orang-orang yang mendapat petunjuk atau hidayah-Nya. Mencermati situasi ini, terasa betapa kehidupan dirasakan sangat berat. Bencana kekeringan, kelaparan dan maraknya kejahatan menjadi warna dominan dalam pemberitaan di media cetal ataupun elektronik.
12N
13
Trik Menghadapi Ujian Kalau musibah atau ujian itu menimpa diri kita, apa yang harus kita lakukan? Paling tidak ada sembilan trik untuk bisa menyelesaikan berbagai ujian kehidupan: 1. Yakini Bahwa Dunia Ini Selalu Berubah. “Jika kamu (pada perang Uhud) mendapat luka, maka sesungguhnya kaum (kafir) itupun (pada perang badar) mendapat luka yang serupa. Dan masa (kejayaan dan kehancuran) itu, Kami pergilirkan diantara manusia (agar mereka mendapat pelajaran), dan supaya Allah membedakan orang-orang yang beriman (dengan orang-orang kafir), dan supaya sebagian kamu dijadikanNya (gugur sebagai) syuhada. Dan Allah tidak menyukai orang-orang yang dzalim.” (Q.S. Ali-Imran 3:140) 2. Yakini Bahwa Allah yang Memiliki. “...Yaitu orang-orang yang apabila ditimpa musibah, mereka mengucapkan ‘Innaalillaahi wa’innailaihi raaji’uun.” (Q.S. Al-Baqarah 2:156) 3. Yakini Bahwa Cobaan Itu Merupakan Ekspresi Cinta Allah pada HambaNya. Allah SWT memberikan cobaan agar kita menjadi lebih dewasa dan matang dalam mengarungi kehidupan. Abu Hurairah RA berkata, bahwa Rasulullah SAW bersabda, Barang siapa yang dikehendaki Allah menjadi orang yang baik maka ia diberi-Nya cobaan. (H.R. Bukhari). 4. Yakini Bahwa Makin Besar dan Banyak Cobaan yang Allah Turunkan Kepada Kita, Makin Besar Pula Pahala dan Kasih Sayang Allah yang Akan Dilimpahkan Kepada Kita. Dengan catatan, kita bisa menyelesaikan setiap ujian itu secara baik. Anas RA berkata, bahwa Rasulullah SAW bersabda, Sesungguhnya besarnya pahal itu tergantung pada besarnya cobaan. Sesungguhnya apabila Allah Ta’ala itu mencintai suatu kaum, maka ia mencobanya, ia mendapat keridoan Allah, dan barangsiapa yang murka, maka iapun mendapat murka Allah. (H.R. Tirmidzi). 5. Yakini Bahwa Ujian Itu Akan Menghapuskan Dosa-dosa yang Pernah kita kerjakan. Abu Sa’id dan Abu Hurairah RA meriwayatkan bahwa Nabi SAW bersabda, Seorang muslim yang tertimpa penderitaan, kegundahan, kesedihan, kesakitan, gangguan dan kerisauan, bahkan hanya terkena duri sekalipun, semuanya itu merupakan kafarat(penebus) dari dosa-dosanya. (H.R. Bukhari dan Muslim)
. 6. Selalu Berpikir Positif Bahwa Apapun yang Menimpa Diri Kita Akan Menjadi Kebaikan. Abu Yahya Shuhaib bin Sinan RA berkata, bahwa Rasulullah SAW bersabda, sungguh menakjubkan sikap seorang mukmin itu, segala keadaan dianggapnya baik dan hal ini tidak akan terjadi kecuali bagi seorang mukmin. Apabila mendapatkan 12N
14
kesenangan, ia bersyukur. Maka itu lebih baik baginya, dan apabila ditimpa penderitaan, ia bersabar, maka itu lebih baik baginya. (H.R. Muslim) 7. Yakini Bahwa Setelah dalam Kesulitan Ada Kemudahan. Fakta menunjukkan, seringkali ide-ide brilian justru lahir atau muncul ketika kita berada dalam puncak kesulitan. Contoh sederhana, banyak mahasiswa bisa mengarang saat menghadapi soal-soal ujian bukan? “Karena sesungguhnya sesudah kesulitan itu ada kemudahan.” (Alam Nasyrah 94: 5-6). 8. Selalu Optimis Bahwa Kita Bisa Menyelesaikan Setiap Ujian yang Allah SWT Berikan, karena Allah SWT Tidak Akan Memberikan Ujian Diluar Kemampuan HambaNya. Optimisme bisa melahirkan energi yang tersembunyi dalam diri kita. Karena itu optimisme bisa menjadi bahan bakar untuk menyelesaikan segala persoalan. “Allah tidak akan membebani seseorang melainkan sesuai dengan kesanggupannya. Ia mendapat pahala (dari kebajikan) yang diusahakannya dan ia mendapat siksa (dari kejahatannya) yang dikerjakan. (Q.S. Al-Baqarah 2:286). 9. Hadapi Ujian Dengan Usaha dan Doa. Kerahkan Segala Ikhtiar untuk Menyelesaikan Ujian dan Bingkai Usaha Itu dengan Doa. Maka apabila kamu telah selesai (dari suatu urusan), maka kerjakanlah dengan sungguh-sungguh (urusan) yang lain. Dan hanya kepada Tuhanmulah hendaknya kamu berharap. (Q.S. Alam Nasyrah 94 : 7-8). Berdoalah kepada-Ku, niscaya akan aku kabulkan doamu. (Q.S. Al-Mu’min 40:60) “Jadikanlah Shabar dan Sholat sebagai penolongmu. Dan sesungguhnya yang demikian itu berat, kecuali bagi orang-orang yang khusyu. Yaitu orang-orang yang meyakini bahwa mereka akan menemui Tuhannya dan bahwa mereka akan kembali kepadaNya.” (Al-Baqarah 2 : 45-46). Itulah sembilan trik untuk menghadapi berbagai ujian. Apapun yang menimpa diri kita, insya Allah akan menjadi kebaikan kalau dihadapi dengan sikap positif, optimisme, ikhtiar yang maksimal dan dibingkai dengan doa. Sesungguhnya pertolongan Allah SWT akan turun kalau kita berada di klimaks ujian. Untuk itu, jadikanlah ujian sebagai tangga untuk meraih pertolongan Allah SWT. Demikian macam-macam hidayah dan ciri-ciri orang yang mendapatkannya. Semoga kita bisa meraih hidayah dialah dan taufiqNya. Amiin.
12N
15
e. PENUTUP Sesungguhnya orang-orang yang beriman sangat mendambakan untuk dapat meniti(dalam) kehidupan yang fana ini diatas jalan yang benar, di jalan keridhoanNya. Segala macam tantangan dan rintangan menghadang kita, agar kita gagal meraih citacita mulia, dari dalam diri kita sendiri datang tantangan berupa hawa nafsu yang cenderung kepada keburukan, ditambah dengan musuh-musuh dari luar berupa syaitan-syaitan dari jin dan manusia yang bekerja mati-matian siang dan malam untuk menyesatkan manusia dari jalan kebenaran. Mereka bekerja sama dan saling tolongmenolong dalam hal dosa dan permusuhan. Dalam kondisi yang demikian sulitnya, konsistensi kita dalam berdoa harus ditingkatkan disertai dengan ikhtiar yang sungguh-sungguh. Yakni berdoa untuk memohon bimbingan Ilahi dan petunjukNya serta diberi kekuatan dan pertolongan untuk selalu berjalan diatas-Nya, dan tetap istiqomah sampai akhir hayat. Amiin. Dengan demikian sikap untuk selalu introspeksi diri, yakni mengevaluasi kekurangan dan kelemahan kita dalam beribadah kepada Allah adalah sikap yang akan mampu membuka tabir-tabir (penghalang) pintu hidayah Allah. “Ya Allah, perbaikilah urusan agamaku yang menjadi pegangan bagi setiap urusanku. Perbaikilah duniaku yang disitulah urusan kehidupanku. Perbaikilah akhiratku yang kesana aku akan kembali. Jadikanlah hidupku ini sebagai tambahan kesempatan untuk memperbanyak amal kebajikan, dan jadikanlah kematianku sebagai tempat peristirahatan dari setiap kejahatan.” (H.R. Muslim dan Tirmidzi).
12N
16
12N
17