BAB I
PENDAHULUAN
Kepedulian pemerintah clan rakyat Indonesia terhadap permasalahan hgkungan tehh
dirumuskan secara nyata ke dalam bentuk kebijaksanarm clan kesepakatau nasional sebagaimana tertuang di dalam beberapa GBHN %?lama P d t a h a n Orde Baru. Di dalam arahan program Pembangunan Jangka Panjang 11 (PJP II) yang dituaagkan di dalam G3HN 19931998 (Bangun. 1993) clan arahan REPELiTA
VI, lin-
hidup ditempatkan pada
kedudukan yang penting daa strategis. Hampin di semua sektor pembangunan yang ditetapkan
di &am
GBHN 1993-1998 terdapat petunjuk mengenai perlunya
wawasan
terhadap lingkungan hidup. Nilai-nilai lingkamgan hidup mew&
ngunan yartg akan dil-
telah menyinggung
dan kepedulian
setiap kegiatan pemba-
dalam PJP 11. GBHN 1993-1998clan REPELiTA VI bahkan permcemanrn udara clan p U a n ~ Terbuka Fiau (RTH).
Adapun kebijaksanaan mengenai penanganan lingkungan hidup, termasuk pengendalian pencemaran udara serta perlunya pembangunan dan pengelolaan RTH dan Taman Kota, yang
telah dituangkan dalam PELITA VI, antara lain adalah sebagai bedcut: (I) Kebijkwman Fernbangunan Lingkungan Hidup: (a) P -
induse
produksi limbah melalui peningkatan cfisiensi produksi dalam bidang transportasi, energi dsb.; yang dimaksudkan
untuk mengurangi produksi limbah, termasuk emisi gas tangsung di buang ke fingkmgan.
udara (CU)yang
(b) Pengelolaan dan pengendalian pencemaran udara di perkotaan dan kawasan industri, yang akan dikembangkan melalui upaya penurunan emisi
CU dari setiap sum&
pencemar, pemilihan teknologi yang tepat, pembangunan RTH dan Taman Kota. (c) Peningkatan pengelolaan Ialulintas kota, sehingga &pat mernperlanw ams kendaraan bermotor clan pengembangan sistem transportasi kota yang lebii efisien dan efekt* serta upaya pengembangan pemakaian sumber energi yang lebih bersih dan bersahabat
dengan lingkungan. (d) Pene&pan baku mutu lingkunean (BMLl, yaitu penetapan ambang batas tingkat pencemaran lingkwgan suatu daerah berdasarkan kemampuan lingkungan untuk
menerhna beban pencemaran; termasuk BML-udara. (2) Kebijaksanaan Penataan Ruang dan Pertanahan:
(a) P r o m penataan ruang diarahkan pula untuk mendukung pembangunan pertanian, sehingga pemadbtan lahan subw tetap diprioritaskan untuk lahan usaha pertanian.
Perkembangan sektor industri, perrnukiman, dan pembangunm prasarana jdan tidak
mengurangi lahan pertanian yang prod-. (b) Penataan-ulang kawasan-kawasan yang mempunyai pot&
pertumbuhan cepat,
tennasuk Wdayah Jabotabek.
(3) Kebijaksmaan Pembangunan Perkotaan dan Perdesaan:
(a) Mewujudkan lingkungan fisik dm sosial-ekonomi perkotaan yang b e s k a h s dan terpebva serta rnampu mendukung pembangunan yang berkelanjutan.
@) Program pengembangan prasiuana dan sarana dasar di pusat kegiatan nasional secara khusus diarahkan pada usaha peningkatan pengelolaan sistem transportasi dan pengembangan sistem an-
umum multimoda yang terpadu untuk mernpedanaw
arus lalu-lintas penumpang dan barang di dalam kota. Khsus untuk Wilayah
Jabotabek dan behempa kota metropolitan lainnya. pengembangan sarana mgkuiau
u m u m massal diprioritaskan. Prioritas pada penyiapan kawasan industri d& pusat perrnukiman berupa penyediaan sarana dan prasarana yang mernadai. (c) Program Penataan Ruaq, Pertanahan, dan Liigkungan Perkotaan diarahkan untuk memelihara lingkungan perkotaan dan m e n d d m q pembangunan berkelanjutan,
dilaksanakan program penataan ruang, pertanahan, dan lingkungan perkotaan, yang antara lain meliputi pembangunan RTH dan pemautapan luas RTH. Khusus mengenai pernbangunan RTH, Menteri Dalarn Negeri telah mengeluarkan Instruksi Menteri DaIam Negeri No. 14 Tahun 1988 tentang Penataan RTH I% Wdayah Perkotaan. Tentang upaya pengendalian emisi CU dari kendaraan bermotor, Menteri Negara Liigkungan Hidup telah mengeluarkan Keputusan Menteri Negara Negara Lingkungan Hidup
No. KEP-35/MENLWOl/I993tentang Ambang Batas Ernisi Gas Buang Kendaraan Bermotor.
Berkaitan dengan upaya pengendalian k u d t a s udara di Wilayah Provinsi D a d Khusus bukota @KI Jakarta), Pemerintah DKI Jakarta telah menetapican berbagai kebijaksanaan yang diimplementasikan dalam berbagai program yang menyangkut upaya penelcanan emisi CU dari
sumber-sumbemya,dan upaya perbaikan komponen-komponen lingkungan yang diyakini dapat rnembantu perbaikan dan -tan
M t a s udara
di perkotaan. RFPELITA M DKI Jakarta
telah memberi arahan mengenai ha1 tersebut, yakni:
(1) Pembanguan industri di DKI Jakarta diarahkan pada pengembangan iadustri yang berteknologi t i n e dan akrab lin-
serta terkwrdinasi dengan pengembangan
industri di wilayah sekitarnya (Wilayah Jabotabek).
lingkungan hidup sehingga Iebih mampu menjamin penyelenggaraan pembangunan y a ~ gserasi dengan days d u h g alam di W~layrthDKI
(2) Peningkatm upaya peIestarian h g s i
Jakarta. Umuk keperluan itu akan dikembangkan dan ditegakkan p e n m a n permdkatam
lahan dan air serta pengendalian pencemaran, terrnasuk pencemaran udara, akiiat kegiatan industti, transportasi, mmahtangga. dan pembangkit tenaga listrik. (3) Untuk meningkatkan Mtas bgkungan, perhatian khllsus diberikan kepada peme-
liharaan dan pebtarian hutaa bakau di pantai utara, pelestarian flora dan fauna langka, pernelhmm dan pelestarian ekosistem hutan bakau dan tennnbu karang di Kepulauan Seribu, pemingkatan clan pemantapan Hutan Kota, Tarnan Kota, dan RTH, s a t a
memingkatkan upaya konservasi kawasan budaya dan bemilai sejarah.
(4) Pengembangan sumberdaya manusia antara lain dilaksanakan rnelalui peningkatan
pengetahuan dan keterampilan dalam pemanfaatan, pengembangan, dan penguasaan i h u & teknoiogi serta plestarian ihngsi liigkungan hidup.
Peraturan Daerah DKI Jakarta No. 5 T a h n 1984 tentang Rencana Umurn Tata-Ruang Daerah (RUTRD)
- DKI Jakarta telah member=arahan yang berkaitan dengan pabangunan
dan pemantapan RTH dan upaya pemgendalian M t a s udara. Arahan ini juga telah dirinci clan
ditetapkan bagi kccamatan yang ada di DKI Jakarta, yang dituangkan dalam Rencana Bagian Wilayah Kota (RBWK) DKI Jakarta Tahun 2005. Berkaitan dengan upaya pembangunan dan pemantapan RTH dan peng&an
kualitas
udara, di dalam RUTRD tersebut telah ditetapkan lokasi-lokasi dan: (1) Sebaran RTH (2) Sebaran tapak-tapak yang diperuntukkan bagi pengembangan industri. (3) Sebaran tap&-tapak yang diperuntukkan bagi pengembangan permukiman. (4) Jalur jalan raya menurut h g s i n y a dan berdasarkan tingkat kepadatan lalulintas, yang
dinilai sebagai sumber utama emisi CU. Sebagai implement& rencma-rencana tersebut di muka. khusus yang berkaitan dengan pengendalian kualitas udara, P a e r i n t a h DKI Jakarta telah menyelenggarakan berbagai program dan proyek serta berbagai studi tentang kualitas udara dan pemantapan RTH di DKI J
m antara lain:
(1) Program URBAIR (Urban Air Quality Management in Jakarta), yang dilaksanakan
melalui kerjasama antara Pemerintah DKI Jakarta dengau No&
Instirut fur Luftfwksning,
Nonvegia, dan lnstirurefor Environmental S d e s , Negeri Belanda (Lorssen et at., 1993). (2) First Jabotabek U r h Development Projecr, yang salah satu kegiatannya addah
"Ternantauandan Pengendalian Pencemar Udara Lalulintas An-tan
studi
Jalan Raya8' ( U A J R
Air Pollution Monitori'ng a d Control, 1994). (3)
Studi-studi tentang perancangan Taman Kota, fimgsi Taman Kota dan RTH, pernilihan jenis tanaman untuk pembanguoan Taman Kota dan RTH, dsb.; yang di1dcsanaka.n oleh Dinas Pertamanan DKI Jakarta clan Kantor Menteri Negara Lingkungan Hidup dan
instansilain terkait (Dinas Pertamanan DKI Jakarta, 198%; 1989; 1990a; 1990b; 1993).
Beberapa penetapan kebijaksanaan seperti tersebut di muka telah diiiplementasikan dengan didahului berbagai stud maupun aplikasi di lapangan, namun berhubung rnasih kompleksnya permadahan, antara lain: (1) Terbatasnya lahan sedangkan cacah penduduk dengan segala kebutuhamya semakin meningkat secara tajam; sehingga pemenuhan kebutuhan seolah selalu h a n g memadai karena berlomba dengan waktu dan (2) Masii kurangnya apresiasi akan eksistensi RTH sebagai salah satu sarana kota yang mau talc m u hams ada dalam ekosistem perkotaan, serta (3) Kurang konsistennya pelaIcsanaan peraturan dan perencanaan tata ruang, oIeh berbagai sebab, khususnya dalih demi bertmhuh-kembangnya sektor
ekonomi, maka upaya keras Pemerintah Daerah DKI Jakarta tersebut menjadi nampak kurang
berhasil, meski dalu dicauangkan perlunya koordinasi kerja antardctoral, namun sulit diaplikasikan.
1.1.2 Urgensi Penelitiau Penelitian tentang 'Teran RTH Dalarn Pengendalian Kualitas Udara di DKI Jakarta" ini d i a i penting karena: (1) Penelitian tentang pencemaran udara dan pengendalian
kualitas udara diniiai perlu
diletakkan dalam dimensi ruang dan waktu yang 1 6 3 1 tepat.
Penelitian ini memcoba
mengkaji secara komprehensif permasalahan pencemaran udara dan pengendatian kualitas udara di DKI Jakarta d a b "dimemi wilayah" (tidak hanya meliput tapak-tapak tertentu secara parsial) dengan "dimensi waktu jangka panjang d m shambung'' (tidak terbatas hanya pada waktu-w&tu tertentu yang bersifjlt temporal dan diskret). (2) KuaIitas udara ambien (KUA) yang terukur dan dapat dirasakan oleh indera sering h y a
dilihat sebagai suatu 'Iceadaan yang ada" (given m e ) . Penelitian ini mencoba rnengkaji hubungan fimgsiod RTH dan status W t a s udara (proses pembentukan keperiadaan KUA melahi pendusuran dari sumber cemaran, CU yang diemisikan oleh setiap sumber
cemaran, proses dispersi emisi cemaran menjadi konsenaasi dispersi cemaran di' dalam
massa udara sesuai dengan perbedam kodigurasi d a y a h kota), dan proses peredaman CU oleh lingkungan (khususnya RTH), yang m y a , terbentuk keragaan W t a s ambien yang mudah terukur (tidak hanya sekedar "'rnenguku? dan "memantau" keragaan KUA tanpa mengetahui proses sistemik yang terjdi).
(3) RTH (dan semua vegetasi hijau) di perkotaan lazairn diyakini sebagai "paru-paru kota"
yang dianggap mampu mengatasi pennasalahan k d i t a s udara dan iklim perkotaan. Penetitian ini mencoba mengkaji peran dan posisi RTH dalarn interaksi sistemik "transformasi ernisi =>
ambien" CU di kota Jakarta secara obyektif dan rasional (bukan
karena alasan-alasan yang bemiifat emosional dan sentimental bahwa RTH itu penting sebagai "paru-paru kota").
Penelitian ini diarahkan untuk mengenali "sifat-&at
proses"
interaksi antara tumbuhan pernbentuk RTH dengan keragaan CU, yakni apakah bersitat sinergistik (RTH dapat meredam CU), antagonistik (RTHjustru rusak o h h CU), ataupun
netral (ada atau tidak a& RTH, tidak membawa pen@
terhadap keragaan kuditas
udara).
Pennasalahan yang berkaitan erat dengan upaya pernbangunan dan pernantapan RTH, pencemaran udara dan pengendalian Mtas udara di DKI Jakarta adalah: (1) Perkembangan sumber CU.
Berkembang pesatnya pembangunan, di mana infrastmktur semakin banyak dan baik kuaiitasnya; menjadi daya tarik yang sangat h a t bagi pendatang baru pencari kerja maupun investor dalam usaha membangun danlatau memperluas usahanya.
Daw
hubungan timbal-balik (cycle of ewnt) antara sektor ekonorni terhadap penduduk ini ti&
k j u n g pangkal. Semakin t i n m a m a a n akan ruang (lahan) untuk perurnahan dan industri, penbgkatan sarana tmmportasi, di samping itu juga menhgkamya buangan (limbah) merupakan indikator-indikator nyata Semua itu berm-
pada peningkatan
ragam dan j w h h konsumsi, khususnya bahan bakar (BB) oleh: (a) industri, mencakup
selwuh pabrik yang melakukan @ahran
BB; (b) transportas< khususnya kendaman
bermotor yang beroperasi di darat; dan (c) rumahtangga, yang -1rnengkonsumsi BB,serta (d) semakin tingginya volume pemumahadpembakaran sampah; pada akhirnya akan meningkatkan emisi CU.
(2) Kontribusi sumber pencemar terhadap pencemaran udara.
Setiap tahun terjadi peak&an fluktuasi kontribusi sumber pencemar udara bagi keempat sektor sebagai sumber BB utama di atas (1).
Transformasi emisi menjadi KUA antara
lain adalah akibat adanya hubungan fingsional antara RTH dengan tujuh zat CU yang diteliti,
khususnya di lokdi-lokasi di mana diduga terjadi konsentrasi-konsentmsi
pencemaran dalam distribusi spasial karena tidak meratanya pertumbuhan (empat sektor tersebut di atas) pada bagian wilayah kota. Dengan diketahuinya hubungan fhngsional dan lokasi-lokasi konsentrasi pencemaran yang banyak ditinggaLi/dilalui orang, maka dapat diupayakan cara untuk menurunkan bahkan kalau mungkin menghilangkan CU yang terkonsentrasi di Iokasi tersebut. (3) Peran dan posisi RTH dalam
kerangka umum Tata-Ruang Whyah
(RUTR).
Lokasi persebaran serta luas RTH seprti apa adanya saat ini di berbagai wilayah kota sangat beragam, karena meskipun semua telah diproyeksikan dalam rencana tata ruang, akhimya karena ''perekrutan" lahan kota. beberapa RTH berubah fiangsi penggunaamya.
Namun demikian, dalam RUTR 2005, Pemerintah Daerab DKZ Jakarta tetah kembali memproyeksikan 1%
dari has selumh wilayah DKI sebagai RTH yang tak dapat
diganggu-gugat .
1 -2.1 Perkembangan sumber CU. Ada empat sumber utama CU yang dapat dikenali di kota-kota besar, termasuk DKI
Jakarta, yakni indm6 (pabrik-pabrik yang melakukan pembakaran BB dan pengolahan bahan baku
produksi),
transportasi
(khususnya
kendaraan
beamotor),
mmahtangga,
dan
pemumahadpembakaran sampah kota. Oleh karena itu, penelitian ini memusatkan perhatian pada emisi CU yang berasal dari keempat sumber utama CU tersebut, khususnya emisi CU yang berasal dari pembakaran BB.
Pada tahun 1991, cacah industri (kecil, menem&,
dan besar) telah meningkat l e b i dari
tiga kaIi lipat dbandhgkan 1982, yaitu dari 1.036 buab di mgna 843 di antaranya memakai
BBM, rnenjadi 3.225 buah di mana 2.548 buah (79%) mernakai BBM (premium, solar/diesel,
kerosen dan rninyak plumas). Sedangkam penggunaan BBG dari 785 menjadi 2.534 buah. Pernakaian batubara hanya meningkat dua kali lipat, dari 126 menjadi 268 buah. Sedang kokas
hanya sedikit meningkat, dari 118 menjadi 148 buah (lampiran 5-A1 data 5 4 3 ) . Waiaupun rata-rata konsumsi BBM dan BB lainnya per tahun cendentng menu-run dari tahun ke tahun
- kecuali rata-rata
konsurnsi gas yang cenderung meningkat (Lampiran 6-B),
namun totaf konsurnsi BB pada umumnya c e n d m g meningkat secara menco-Iok (Lampiran 6-A). Sebagai akibatnya, emisi CU yang berasal dari pembakaran BB oleh industri pun
rneningkat dari tahun ke tahun secara mencolok pula. Bahasan lebih terinci disajikan pada Bab
Sarana tnmsportasi yang tel& banyak diteliti dan rlinilai menjadi sumber bahan pencemar udara paling utama di kota-kota besar adalah kenda~aanbermotor. Pertambahan kendaman bermotor yang beroperasi (1982
- 1991) semakin meningkat dari 993.063 menjadi
1.657.497
buah di mana cacah kemlaraan yang menggunakan solar/diesel, premium, dan premix1 masingrnasing meningkat dari 122,791 menjadi 220.740, 835.880 menjadi 1.369.855 dan 34.392 menjadi 66.902 buah (hmpilcan 5-B.l). Persen laju perkembangan masing-wing addah 6,78Wttahun; 5,920/8/tahun-, dan 7,7°/a/ttahun,
sedang untuk semua jenis adaIah 6,06Wtahun
~~5-B.2,Direktorat Lalulintas Metrojaya, 1992, 1993)
Peningkatan cacah kendaraan bermotor ini, khususnya terjadi tiga tahun terakhir peneh i a n (1988-1991), yang t e g g i addah penggunaan BB premix, dari 8,97U/a/ttahun (19881989) menjadi 11,78°/oltahun (1989-1990), dan 10,I6%/tahun (1990-1991). Pada urnunmya jumlah konsumsi solar/diesel lebih banyak daripada jumlah konsumsi premium dan premix, masing-masing sebanyak 2,14, 1,34; d m 0,29 miliar liter, dan jurnlah konsumsi pehunas untuk semua jems kendaraan adalah 491,43 juta liter (Lampiran 6-A.1).
Sedangkan perkembangan rata-rata tahunan konsumsi BBM oleh kendaraan bennotor
tahun 1982- 1991, tercatat masing-masing untuk solar/diesel, premium, premix addah 2,440/6/ tahutq 9 , 9 2 Y & u ndan 46,32%/tahun,
serta 5,lYrJtahun
untuk semua jenidkelompok kenda-
raan bennotor. Untuk konsumsi pelumas masing-masing adalah 5,OlYoltahun; 4,88%/tahun;
dan 5,95O/dtahun, serta 5.0°/o/tahun bagi semua jenisflcelompok kendaraan bermotor. Mencermati perkembangan cacah kendaraan bermotor yang beroperasi di DIU Jakarta dan perkembangan jumlah konsumsi BBM tersebut di muka dapat dipfakidan, bahwa total emisi
CU yang berasal dari kendaraan bermotor juga meningkat. Namun, peningkatan total emisi CU
ini Iebih banyak disebabkan oleh bertambahnya cacah kendaraan bermotor yang beroperasi daripada disebabkan oleh bertambahnya total konsumsi BBh4, karena rata-rata konsumsi BBM oleh semua jenis kendaman bermotor cendcmng sedikit menu-
dari tahun ke tahun. Bahasan
lebih terinci tentang peningkatan ini disajikan pada Bab I1 (Sub-Bab 2.10.3 dan 2.1 1. I).
CU yang berasal dari mmakangga berupa emisi bahan buangan hasil pembakaran BB yang digunakan oleh nmmhtangga. Penelitian ini mengkaji jenis BB kerosen dan gas m e h e . Konsumsi gas me&
di.DKI Jakarta terdiri atas gas negara (Pengguna Gas NegadPGN)
y m g disalurksn melalui instalasi pipa gas aaringan permanen)
dari "pabrik gas7' ke ntmah-
rumah pelanggan, dan liqunj7edpetroteum gas (LPG atau Elpiji) yang diiemas ddam tankitanki gas. Data tentang cacah rumahtangga penggunalkonsumen BB (gas & kerosen), jumlah volume konsurnsi BB, dan konsumsi rata-rata BB disajikan pada Lampiran 5-C. 1, dangkan Lampiran 5 4 . 2 menyajikan perkembangan tahunan (O/dtah~n)selarna 1982-199 1.
Tahun 1991, dari 1.768.246 mmabangga yang ada, cacah penggma gas (PGNdan LPG) dan kerosen addah 55,18% (975.650 rumahtangga) dan 44,82% (792.596 rumah tangga). Perkernbangan rata--rats tahunan cacah penggunaan gas dan kerosen selartta 1982-1991 m i n g -
masing adalah 11,58 d m 1;850/dtahun. Tertinggi adalah rata-rata pen--
LPG (11,66%)
sedang PGN hanya 4,27?/o/tahun. Jumlah volume konsumsi gas dari tahun ke tahun cenderung mmhgkat tajarn, yaitu dari 9,41 (1982) rnenjadi 339,98 juta kg (1991). Perkembangan rata-rata tahunan adalah sebesar 52,62%/tahun (1982-1991), sedang perkembangan rata-rata tahunan jumlah volume konsumsi gas negara
tahun.
dan LPG tidak bubeda nyata, masing-masing sebesar 43,680/dtahun dan 52,78%/
Laju perkembangan jumlah volume konsumsi gas jauh lebih tinggi daripada Iaju perkembangan cacah penggunanya, artinya terjadi peningkatan volume konsumsi rata-rata dari 25.56 (1982) menjadi 348,47 kg/rumahtangga (1991). sedang rata-rata perkembangan tahunannya adalah 36,989'0. Konsumsi kerosen, baik cacah pengguna, vohrne dan rata-rata konsumsi tahunan per pen-
(konsunen). tidak menunjukkan peningkatan yang berarti, masiig-masing 1.85%/
tahun; 5,92%/tahm,
dan 4,2%/tahun. Sedang rata-rata konsumsi adalah 1.269 liter/rumah-
tangga dari jumlah volrune konsumsi satu juta iier (199 1) Dari bahasan di muka, dapatIah dikatakan bahwa pembakaran BB gas dan kerosen oleh rumafitangga tergolong sebagai salah satu sumber CU yang talc &pat diabaikan begitu saja. Kecenderungan peningkatan cacah penggunakonsumen, jumlah volume konsumsi, dan konsumsi rata-rata per rumahtangga ~ukupmemberikan petunjuk, bahwa jumlah ernisi CU yang dihasilkan oleh kegiatan rumahtangga juga semakin meningkat dari t&un ke tahun.
Pertambahan penduduk dan perkembangan kegiatan perekonomian juga menyebabkan semakin banyaknya buangan sampsh, baik dari rumahtangga, industri, maupun dari tempattempat umum lainnya, termasuk pertokoan, pasar dsui perkantoran. Tahun 1991, buangan
sampih rata-rata mencapai 23.780 m3%,
yang setara dengan 4.756 tonlhari Dinas Keber-
sihan DKI Jakarta 1989, I993 memperhitungkan bulk
sampah sebesar 0,2 ton/m3.
Pemusnahan sampah dari Kota Jakarta tahun 1982 baru 0,514 juta todtahun, yang meningkat terus dari tahun ke tahun, sehingga tahun 1991, mencapai 1,665 juta ton/tahun. Iaju peningkatan rata-rata tahunan buangan s a m p b selama kurun waktu 1982-1991 adalah !3,35%/ta-
hun. Dari data perkembangan buangan sarnpah ini, dayat &per-
bahwa emisi cemaran
yang berasal dari proses pernusnahan/pembakaran sarnpah juga meningkat dari tahun Ice tahun sejalan dengan peningkatan volume bumgan sampahnya.
1-2.2 Kontribusi sumber pencemar terhadap pencemaran udara. Cacah penduduk DKI Jakarta pada tahun I993 addah 10-32juta jiwa (Tabel 1 dan 2) dan rata-rata kepadatannya mencapai 15.606 jiwakn2, terpadat Jakarta Pusat (34.235 jiwa/km2) dan terjarang Jakarta Utara (9.917 jiwaflun2) (Kantor Statistik DKI Jakarta, 1991). Pertumbuhan penduduk rata-rata selama 1971- 1980 adalah 3,93Ydtahun, dan selama t 9821992 menurun menjadi 2,4lWtahun. Laju perhrmbuhan penduduk di DKI Jakarta ini tergolong tinggi dibandingkan dengan rata-rata laju prtumbuhan penduduk Jawa-Bali dan rata-rata nasional dalam waktu yang sama, yakni antara 1,65Ydtahun (1 980) dan 1,97%/tahun (1 990). Sektor industri m u M c t u r dinilai sebagai War pendorong kuat bagi penhgkatan arus
urbanisasi juga bagi pelajo (comntwtw) dari daerah sekitar kota Jakarta (BOTAEEK), di mana tahun 1993, menampung sampai rata-rata sebanyak 573.795 oranghati.
Di p h k lairk laju ptuznbuhan tahunan seldor-sektor komplernenter terhadap sektor industri, yakni sektor i~~
(mencakup sektor transportasi dan komunikasii sektor
listrik, g a s dan air rninum) tidak sepesat laju pertumbuhan tahunan sektor i n d u e bahkan
cenderung menurun dari tahun ke tahun (Lampiran 2-F dan G d i k 5). Salah satu permasalahan yang timbul addah tak terpenuhinya kebutuhan akan sarana transportasi urnum perkotaan @ublic urban hamporf) yang layak bagi sebrtgian warga Jakarta.
Semakin bertambahnya penduduk menyebabkan semakin banyaknya buangan samp& baik dari mrmhtangga. i n d u e maupun dari tempat-tempat umum lainnya (pertokoan, pasar,
dan rumah sakit). Pada tahun 1993, buangan sampah di DKI Jakarta rata-rata a m3/hari (setara den-
m 23.773
4.754,60 tonlhari). Dengan volume buangan sampah ini, maka setiap
keluarga di Kota Jakarta membuar~gsampah rata-rata sebanyak 2,57 kg/hari. Konsekuensi lebih lanjut adalah sernakin meningkatnya kebutuhan aken tempat tinggal. Tidak terpenuhinya
akan tempat tinggal yang layak telah terbdcti menimbuhn
tapak-tapak penndckum kumuh di tempat-tempat yang sehmsnya tidak layak bagi
b-
kiman, misalnya di bantaran sungai, sepanjang re1 kereta api, kawasan jalur hiiau (JH),dsb. Upaya pemerintah untuk menyedialcan permukiman murah, sederhana, d m cukup layak nampaknya belum sepenuhnya mampu menjawab permasaIahan pexmuldman bagi sebagian warga Kota Jakarta tersebut.
1.2.3 Perm dan Posisi RrK Dalam Gxanglca Urnum Tata-Ruang Wilayah RTH telah ditetapkan dan disepakati sebagai salah
satu komponen Tata-Ruang DKI
Jakarta. RRWK masing-masing d a y a h kecamatan (sebanyak 43 wilayah kecamatan) telah menetapkan tapak dan kawasan RTH tanpa bangunan. Berdasarkan kewenangan pengelolaannya, RTH di DKI dapat dikelornpokkan menjadi dua, yakni RTH di bawah pengelolaan dan kewenangan Dinas Pertamanan DKI Jakarta (untuk bahasan selanjutnya disebut 'WTH-Pertamanan" yang terdiri atas "Taman" / Taman Kota, ''W, dan 'JHK") dan RTH lain bang
terdiri atas Kawasan Hutan dan Lahan Bervegetasi Kayu Lainnya). RTH-Pertamanan akan menjadi pusat perhatian dalam penelitian ini, karena beberapa
alasan, yakni: (1) Tapak-tap&- yang dipemntukkan sebagai RTH-Pertamanan telah &tetapkan bagi setiap
wilayah kecamatan.
(2) Keperiadaan (eksistensi) RTH-Pertamanan harus mampu b e r t h (dipertahankan) terhadap ancaman kenzsakan akibat berbagai kegiatan pembangu~~an lainnya, Wlususnya
dalam mempertahankan kondisi "iklim mikro" yang nyaman. Status Iahan RTH-Pertamanan aMah "lahan milik pcrnerintah", yang wars e k o n o r ~ s dikenal sebagai "barang mG& urnurn" @ublic g d j . Fakta membuktikan, bahwa apresiasi masyarakat terhadap "barang miOr mum"ini Iazinmya lebih rendah daripada apresiasi terhadap '8arang kota tidak &9gi
pribadi" @riwte properfies). Apresiasi masyarakat teahadap sebuah tarnan apresiasi terhadap taman di halaman rumah. Hal-ha1 seperti inilah yang
diiawatirkan akan mengancam kepexiadaan RTH-Pertarnanan dan semua '8ar-g
milik
umum" lainnya. Walaupun tapak-tap& RTH-Pertamanan telah ditetapkan pruntukannya, sepanjang statusnya ma*
sebagai 'barang mil& mum" dan apresiasi masyarakat terhadap
'8arang miIik umum" mrrsih sangat rendah, maka sepanjang itu pula kepxiadaan RTHPeltarnanan tetap terancrun. Syukurlah bahwa pada beberapa tahun terakhi ini telah- timbul kepeddan rnasyarakat akan urgensi keperiadaan RI'H walau dapat dikatakan masih terbatas
kuaIitas clan kuantitasnya sejalan dengan kepedulian akan kuaIitas lingkungan kob.
1 -3 Tujuan Penelitian Penelitian tentang "Peran RTH dalam Pengendalian Kualitas Udara di DKI Jakarta" ini dirancang untuk dapat rnemenuhi tujuan sebagai berikut: ( 1 ) Mengenali dan mendiagnosis fenomena pencemaran udara di DKI Jakarta mehlui pene-
lusuran dan perunutan sumber-sumber emisi CU, penggunaan bahan-bahan yang menjadi biang utama emisi CU (khususnya BB); dan melakukan analisis dan perhitungan emisi CU dari setiap sumbernya menurut seri waktu (time-series) sepanjang data yang dipedukan tersedia, merupakan studi komprehensif kualitas udara kota (2) Mengkaji peran RTH ddam proses peredaman (intersepsi: penjerapan fisik, penjerapan
fisik yang dilanjutkan dengan penjerapan kimiawi, dan penyerapan) emisi CU; atau mengkaji peran RTH sebagai salah satu komponen pengendali kualitas udara di perkotaan. (3) M e n g e d i dan menggali proses transfomasi emisi CU dari sumber yang diteliti menjadi
besaran-besaran kualitas udara ambien yang terpantau (yakni, transformasi "emii ambien");
-+
dan mencari hubungan hngsional antars berbagai u~lsurimgkungan dalam
proses transformasi "emisi
+
ambien" tersebut, khususnya unsur-unsur iWim dan
keperiadaan vegetasi hijau (RTH). Kegiatan-kegiatan yang mengarah kepada penumpukan (konsentrasi) pencemaran tsb dapat digambarkan dalam persebaran spasial (Peta Isopleth), sehingga lokasi-lokasi tsb dapat dideteksi. sesuai perbedaan korifigurasi wilayah kota.
1.4 Manfaat Penelitian Hasil-hasil penefitian ini diharapkan dapat memberikan sumbangan bagi upaya pengelolaan kualitas udara di DKI Jakarta secara lebih terencana dan terarah, sekurang-kurangnya memberikan konsep dan landasan teknis-ilrniah, serta berbagai alternatif pengendalian halitas udara di DKI Jakarta. Beberapa manfaat nyata yang dapat diberikan dari hasil penelitian ini antara lain adalah: (I) Diagnosis terhadap sumber-sumber CU dan penggunaan/konsumsi bahan-bahan biang emisi CU (khususnya BB) diharapkan dapat mempertajam psngenalan terhadap sumber CU yang paling dominan, sehingga dapat diiakukan tindak rnitigasi secara tepat sasaran.
(1: IKemberikan i a n l a s a r l ieknis-iirniah bagi pengkajian fenomena kualitas udara di perkotaan,
sehingga berbagai data tentang lcualitas udara yang selama ini belurn t e d a a t k a n secara optirnal dapat lebih bermakna dala m penunusan dan penetapan kebijaksanaan penanganul
dan pengendalian kualites udara, khususnya di DKI Jakarta. (3) Memberikan landasan argumentatif mengenai urgensi kepe~iadaan RTH di dalarn
.:kosistem metropolitan sebagai salah satu komponen pengendali kualitas udara, sehingga keperiadaannya dapat lebih rnendapatkan apresiasi masyarakat secara wajar. Persaingan rhn
ekspansi penggunaan lahan di DKI Jakarta untuk keperluan pembangunan dinilai nilai tambah ekonomi Iebih tinggi," dengan demikian perdihan
"dapat mem-
pun dapat dicegah dengan alasan yang lebih rasional. RTH dapat
ay-p
''diperluast' melalui antara lain efisiensi ruang dan energi, f i e biomasa RTH mampi'bnengarnbiil" C02 lebih banyak, maka akan lebih efektif bila R'iX terdiri dari banyak lapis("mu1ti loye>s") Disadari sejak ewaf, bahwa penerapan had-hasil penelitian ini tidak &an
mampu
mernberiken sumbagan sepenuhnya bagi upaya penanganan penmsalahan sebagaimana yang telah disajikan pada Sub-Bab 1.2, karena pernla~~lahm pencemaran udara di IJKT Jakarta hanyalah sekedar sebagai dampak ikutan dari pennasalahan-pmma&.an kakan.
Adalah
benar,
bahwa
perrnasalahan-pennasalahan tersebut
yang t e l d ~dikemucenderung
lebih
memperbwuk keadaan clan keragaan kualitas ligkungan di DKI Jakarta, khususnya kualitas udara. Namam, penanganan semua permasalahan tersebut memerlukan kebijaksanaan yang lebih luas, yvlg dirurnuskan dan ditetapkan oleh hirarki pengamoilan keputusan y a g lebi tinggi daripada kebijaksanaan pengendalian kuihtas udara saja.
Kota (negara pulau) Singapore, meski tidak sernata-mata bisa di-'%?!ding"-kan demikian saja dengan DKI-Jakarta, namun usaha Pemerintah ditunjang d e n rnasyardcatnya wltuk xnenata kcmbali kotanya ini (khusus 25 *&un temkhk) patut disimak. Tahun 1990, dengan Iuas 626 hn2, berpnduduk 4 juta jiwa, telah memproyeksikan rencana pembangurtan, kh~lsusddam program pengurangan penduduk menjadi 3,22 juta jiwa, tahun 2000. Menpdari &an terbatasnya Imaka dengan teknik reklamasi sebagian pmtai (laut) akan ditingkatkar, luasnya sampai 730 b2 pada "talwm X", artinya meningkat sekitar 25% sejak 1967 (dari 587
km2)= dengan demikian akan dapa! menampung penduduk yang diperkirakan akan menjadi 4 juta jiwa kembali. Dengan mernbangun 13 "Kota-kota Baru" lengkap dengan segala fasilltasnya, diren-
canakan 13 Kota Baru akan selesai dibangun, sejalan dengan pernbangunan fisik lain, seperti Bandar-Udara, jalan bebas hambatan, MRT (~%~uTsRapid Tramportation) m p u n LRT (Light RaiIwuy Tramporfhm),
dan seterusnya.. terutarna ruang-ruang terbuka (hijau) untuk
''ventilasi kota", sekaligus ''rekreas?' yang ''khas Kota Tropis" (URA, 1991). Dengan memaksimalkan pembangunan permukiman ke atas di atas lahan ''bekasn
permukimsa kumuh, mska dari rata-rata 4,2 oran&uait-hunian (1990) dibaiapkan &pat menjadi 3,l omnglunit-hunian ( t a b X ) High Rise Apartments ini akan mencapai 70% dari seluruh perurnahan di Singapore, sedangkan permukhan lainnya termasuk rumah individual, @sun
rendah dan sedang) meniogkat dari 17% menjadi 30?? pada tahun X
Dengan &
"
-
1991).
R T O &pat pula dihgkatkan "mengitari" RUSUN-RUSUN tersebut pada
tiap komunitas iokd dari 200.000-300.000 orang, yang h g s i pokoknya adalah 'tentilasi
ko%aw(sekaligus sebagai peneduh) dan rekreasi. Dengan semboyan 'more people bener IiJestyIe *, tiap orang mendapat 'Iivingspace ' dari satu keluargd4 orang anggota s e w 20 m2 menjadi 35 mz.