PENDAFTARAN JAMINAN FIDUSIA : HAMBATANNYA DILIHAT DARI ASPEK SISTEM HUKUM
TESIS
Oleh EKO YUDHISTIRA 067011031/MKn
S
C
N
PA
A
S
K O L A
H
E
A S A R JA
SEKOLAH PASCASARJANA UNIVERSITAS SUMATERA UTARA MEDAN 2008
Eko Yudhistira : Pendaftaran Jaminan Fidusia : Hambatannya di lihat dari aspek sistem hukum, 2009. USU Repository©2008
PENDAFTARAN JAMINAN FIDUSIA : HAMBATANNYA DILIHAT DARI ASPEK SISTEM HUKUM
TESIS
Untuk Memperoleh Gelar Magister Kenotariatan dalam Program Studi Kenotariatan pada Sekolah Pascasarjana Universitas Sumatera Utara
Oleh EKO YUDHISTIRA 067011031/MKn
SEKOLAH PASCASARJANA UNIVERSITAS SUMATERA UTARA MEDAN 2008
Eko Yudhistira : Pendaftaran Jaminan Fidusia : Hambatannya di lihat dari aspek sistem hukum, 2009. USU Repository©2008
Judul Tesis
:
Nama Mahasiswa Nomor Pokok Program Studi
: : :
PENDAFTARAN JAMINAN FIDUSIA : HAMBATANNYA DILIHAT DARI ASPEK SISTEM HUKUM Eko Yudhistira 067011031 Kenotariatan
Menyetujui Komisi Pembimbing
(Prof. Dr. Tan Kamello, SH, MS) Ketua
(Prof.Dr.Muhammad Yamin, SH, MS, CN) Anggota
Ketua Program Studi,
(Prof.Dr.Muhammad Yamin, SH, MS, CN)
(Chairani Bustami, SH, SpN, MKn) Anggota
Direktur,
(Prof.Dr.Ir.T.Chairun Nisa B,MSc)
Tanggal lulus : 16 Desember 2008
Eko Yudhistira : Pendaftaran Jaminan Fidusia : Hambatannya di lihat dari aspek sistem hukum, 2009. USU Repository©2008
Telah diuji pada Tanggal 16 Desember 2008
PANITIA PENGUJI TESIS Ketua
:
Prof. Dr. Tan Kamello, SH, MS
Anggota
:
1. Prof. Dr. Muhammad Yamin, SH, MS, CN 2. Chairani Bustami, SH, SpN, MKn 3. Prof. Dr. Runtung Sitepu, SH, MHum 4. Dr. T. Keizerina Devi Azwar, SH, CN, Mhum
Eko Yudhistira : Pendaftaran Jaminan Fidusia : Hambatannya di lihat dari aspek sistem hukum, 2009. USU Repository©2008
Judul Tesis
:
Nama Mahasiswa Nomor Pokok Program Studi
: : :
PENDAFTARAN JAMINAN FIDUSIA : HAMBATANNYA DILIHAT DARI ASPEK SISTEM HUKUM Eko Yudhistira 067011031 Kenotariatan
Menyetujui Komisi Pembimbing
(Prof. Dr. Tan Kamello, SH, MS) Ketua
(Prof.Dr.Muhammad Yamin, SH, MS, CN) Anggota
(Chairani Bustami, SH, SpN, MKn) Anggota
Ketua Program Studi,
(Prof.Dr.Muhammad Yamin, SH, MS, CN)
Tanggal lulus : 16 Desember 2008
Eko Yudhistira : Pendaftaran Jaminan Fidusia : Hambatannya di lihat dari aspek sistem hukum, 2009. USU Repository©2008
ABSTRAK
Dalam UUJF dan Peraturan Pemerintah Nomor 86 Tahun 2000 terdapat tata cara pendaftaran jaminan fidusia dan biaya pembuatan akta jaminan fidusia. Pendaftaran fidusia tidak dapat dipisahkan dari jaminan fidusia karena pendaftaran fidusia mengakibatkan terjaminnya kepastian hukum bagi kreditur dan pihak lain yang berkepentingan. Sampai saat ini, masih banyak jaminan fidusia yang tidak didaftarkan karena banyak hal yang menjadi hambatan dalam proses pendaftaran jaminan fidusia. Untuk mengetahui hambatan pendaftaran jaminan fidusia dan mengetahui cara mengatasi hambatan tersebut maka penulis berminat melakukan penelitian dengan judul “Pendaftaran Jaminan Fidusia ; Hambatannya Dilihat Dari Aspek Sistem Hukum”. Penelitian ini dilakukan dengan metode penelitian Deskriptif Analitis yaitu penelitian yang menggambarkan, menelaah, menjelaskan serta menganalisa permasalahan dalam pendaftaran jaminan fidusia, yang dihubungkan dengan peraturan perundang-undangan. Metode pendekatan dlakukan dengan pendekatan yuridis normatif yaitu pendekatan terhadap permasalahan yang dilakukan dengan mengkaji berbagai aspek hukum dari segi peraturan yang berlaku mengenai hukum jaminan, jaminan fidusia dan pendaftaran jaminan fidusia, sehingga dapat mengimplementasikan dalam praktik dilapangan mengenai pendaftaran jaminan fidusia. Upaya-upaya mengatasi hambatan pendaftaran fidusia yang berasal dari kreditur, kantor pendaftaran fidusia dan pihak lainnya dapat dilakukan dengan cara merevisi UUJF, melakukan perubahan sturuktural dalam proses pendaftaran, melakukan penyuluhan hukum untuk membangun kesadaran pentingnya pendaftaran jaminan fidusia. Dengan demikian diharapkan seluruh pihak yang berkepentingan didalam jaminan fidusia tidak lagi mengalami hambatan dalan proses pendaftaran jaminan fidusia. Kata kunci : pendaftaran jaminan fidusia ; hambatan
Eko Yudhistira : Pendaftaran Jaminan Fidusia : Hambatanya di lihat dari aspek sistem hukum USU Repository©2008
ABSTRACT
In Fiduciary Guarantee Act and Government Regulation No. 86/2000, it is found the procedure of fiduciary guarantee registration and the cost of making fiduciary guarantee certificate. The registration of fiduciary can not be separated from fiduciary guarantee because it will give law protection to creditors and others parties having interest ini it. Up to now, there are many fiduciary guarantee which have not been registrated yet since there are many things becoming barriers in the process of fiduciary guarantee registration. In order to find out the barriers in fiduciary guarantee registration and to find out the way how overcome the barriers, the writers of this thesis wants to conduct a study on Fiduciary Guarantee Registration ; Its Barriers Seen From Law System Aspects. This study uses analytical descriptive method, that is to describe, to study, to explain and to analyze the problems in fiduciary guarantee registration related to the regulation. The approach method used in this study is normative juridical approach that is by studying various law aspects from the valid rules of the regulations on guarantee, fiduciary guarantee and fiduciary guarantee registration that caan be implemented in practise in the field about fiduciary guarantee registration. The efforts in overcoming the barriers of fiduciary guarantee coming from creditor, fiduciary registration office and other parties can be done by revising Fiduciary Guarantee Act, to do structural changes in registration process, to conduct law extention to build the awareness of the importance of fiduciary guarantee registration. By doing so, it is expected all parties which have interest in fiduciary guarantee will not face the barriers in the process of fiduciary guarantee registration anymore.
Key words : Fiduciary Guarantee Registration, Barriers.
Eko Yudhistira : Pendaftaran Jaminan Fidusia : Hambatanya di lihat dari aspek sistem hukum USU Repository©2008
KATA PENGANTAR
Segala puji dan syukur penulis panjatkan kepada Allah SWT, yang telah memberikan rahmat dan hidayahNya, sehingga penulis dapat menyelesaikan hasil penelitian Tesis ini dengan judul ”PENDAFTARAN JAMINAN FIDUSIA : HAMBATANNYA DILIHAT DARI ASPEK SISTEM HUKUM”. Penulisan tesis ini merupakan salah satu syarat yang harus dipenuhi dalam menyelesaikan Program Studi Magister Kenotariatan pada Sekolah Pascasarjana Universitas Sumatera Utara. Dalam penyusunan tesis ini telah banyak mendapat bantuan dari berbagai pihak. Terima kasih yang mendalam dan tulus saya ucapkan secara khusus kepada yang terhormat dan amat terpelajar Bapak Prof. Dr. Tan Kamello, SH, MS selaku Ketua Komisi Pembimbing serta Bapak Prof. Dr. Muhammad Yamin, SH, MS, CN dan Ibu Hj. Chairani Bustami, SH, SpN, MKn
masing-masing
selaku
anggota
Komisi
Pembimbing,
yang
telah
memberikan pengarahan, nasehat serta bimbingan kepada saya, dalam penulisan proposal penelitian tesis ini. Penulis juga menyampaikan ucapan terima kasih secara khusus kepada Prof. Dr. Runtung Sitepu, SH, MHum dan Dr. T. Keizerina Devi A, SH, CN, MHum selaku dosen yang selama ini telah membimbing dan membina penulis dan pada kesempatan ini dipercayakan menjadi dosen penguji sekaligus sebagai panitia penguji tesis.
Eko Yudhistira : Pendaftaran Jaminan Fidusia : Hambatanya di lihat dari aspek sistem hukum USU Repository©2008
Selanjutnya ucapan terima kasih yang tak terhingga penulis sampaikan kepada : 1. Bapak Prof.
Chairuddin P. Lubis, DTM & H, Sp.A (K), selaku Rektor
Universitas Sumatera Utara atas kesempatan dan fasilitas yang diberikan kepada kami untuk mengikuti dan menyelesaikan pendidikan Program Magister Kenotariatan pada Sekolah Pascasarjana Universitas Sumatera Utara. 2. Ibu Prof. Dr. Ir. T. Chairun Nisa B, MSc, selaku Direktur Sekolah Pascasarjana Universitas Sumatera Utara. 3. Bapak Prof. Dr. Muhammad Yamin, SH, MS, CN, dan Ibu Dr. T. Keizerina Devi Azwar, SH, CN, M.Hum selaku Ketua dan Sekretaris Program Studi Magister Kenotariatan Sekolah Pascasarjana Universitas Sumatera Utara. 4. Bapak-bapak dan Ibu-ibu Guru Besar dan Staf Pengajar diantaranya Bapak Prof. Dr M. Solly Lubis, SH, Prof. Dr.Budiman Ginting, SH, MHum, Notaris Syahril Sofyan, SH, MKn, Notaris Syafnil Gani, SH, MKn, Dr.Pendastaren Tarigan, SH, MS, dan lain lain serta para karyawan pada Program Studi Magister Kenotariatan Sekolah Pascasarjana Universitas Sumatera Utara diantaranya Ibu Fatimah, SH, Mbak Sari, Mbak Lisa, Mbak Afni, Mas Adi, Mas Rizal dan lain-lain yang telah banyak membantu dalam penulisan ini dari awal hingga selesai. 5. Secara khusus, penulis menghaturkan sembah dan sujud dan ucapan terima kasih yang tak terhingga, kepada yang tercinta Ayahanda Prof. Dr. H. Syafruddin Kalo, SH. MHum dan Ibunda Hj. Nurlela yang telah bersusah payah melahirkan, membesarkan dengan penuh pengorbanan, kesabaran, ketulusan dan kasih sayang, serta memberikan doa restu, sehingga penulis dapat melanjutkan dan menyelesaikan pendidikan di Program Studi Magister
Eko Yudhistira : Pendaftaran Jaminan Fidusia : Hambatanya di lihat dari aspek sistem hukum USU Repository©2008
Kenotariatan, Sekolah Pascasarjana Universitas Sumatera Utara dan Adikadikku Gita Amalia, SS dan M. Din’al Fajar juga turut mendukung saya atas penulisan Tesis ini. Saya berharap agar adik-adik juga dapat melanjutkan pendidikan sampai ke jenjang S-2. 6. Secara khusus penulis juga mengucapkan terimakasih yang sebesar-besarnya kepada Om Alexander Ketaren, SH yang telah banyak memberi dukungan baik moril maupun meteril. 7. Thanks to: Marianne Magda Ketaren, SH, MKn, Mirvan SH, Evasari Hutajulu, SH, MKn, Nyak Raja ”Gordon”, SH, MKn, Amelia, SH, MKn, Hasnah, SH. MKn, Winston, SH, MKn, Pachrullaili, SH, MKn, serta teman-teman tercinta yang tidak dapat saya sebutkan satu persatu di Sekolah Pascasarjana Universitas Sumatera Utara di Program Magister Kenotariatan yang selalu memberikan
semangat,
memberikan
dorongan,
bantuan
pikiran
serta
mengingatkan dikala lupa kepada penulis untuk menyelesaikan penulisan tesis ini dalam rangka untuk menyelesaikan studi. 8. Tidak lupa juga buat teman-teman spesial saya : Febby Andina, Budi Asiah Harahap, Anggie dan Ivan yang juga memberikan semangat serta dorongan bagi saya dalam menyelesaikan Tesis ini. Penulis berharap semoga semua bantuan dan kebaikan yang telah diberikan kepada penulis, mendapat rahmat dari Allah SWT, agar selalu dilimpahkan kebaikan, kesehatan, kesejahteraan dan rejeki yang melimpah kepada kita semua.
Eko Yudhistira : Pendaftaran Jaminan Fidusia : Hambatanya di lihat dari aspek sistem hukum USU Repository©2008
Akhirnya penulis berharap semoga tesis ini dapat memberikan manfaat kepada
semua
pihak,
terutama
kepada
penulis
dan
kalangan
mengembangkan ilmu hukum, khususnya dalam bidang ilmu Kenotariatan. Medan, 07 Desember 2008 Penulis,
Eko Yudhistira, SH, MKn
Eko Yudhistira : Pendaftaran Jaminan Fidusia : Hambatanya di lihat dari aspek sistem hukum USU Repository©2008
yang
RIWAYAT HIDUP
I.
IDENTITAS PRIBADI Nama
: Eko Yudhistira, S.H.
Tempat Tanggal Lahir
: Medan, 07 Desember 1982
II. ORANG TUA Nama Ayah
: Prof. Dr. H. Syafruddin Kalo, S.H. M.Hum
Nama Ibu
: Hj. Nurlela
III. PEKERJAAN Advocad
IV. PENDIDIKAN 1. SD
: SD Swasta Harapan 2 Medan
2. SMP
: SMP Swasta Harapan 1 Medan
3. SMA
: SMU Negeri I Medan
4. S – 1
: Fakultas Hukum Universitas Sumatera Utara Medan
5. Pendidikan Khusus Profesi Advocad Ikadin Medan Sumatera Utara 6. S-2
: SPs USU Program Magister Kenotariatan (M.Kn)
Eko Yudhistira : Pendaftaran Jaminan Fidusia : Hambatanya di lihat dari aspek sistem hukum USU Repository©2008
DAFTAR ISI
Halaman ABSTRAK ...........................................................................................
i
ABSTRACT ..........................................................................................
ii
KATA PENGANTAR ........................................................................
iii
RIWAYAT HIDUP........................................................................... ...
vii
DAFTAR ISI ......................................................................................
viii
DAFTAR TABEL .................................................................................
x
DAFTAR LAMPIRAN .........................................................................
xi
BAB I
:
PENDAHULUAN ..........................................................
1
A. Latar Belakang ............................................................
1
B. Perumusan Masalah ...................................................
12
C. Tujuan Penelitian .......................................................
12
D. Manfaat Penelitian .....................................................
13
E. Keaslian Penelitian ....................................................
13
F. Kerangka Teori dan Konsepsional ...............................
17
1. Kerangka Teori ......................................................
17
2. Konsepsional .........................................................
33
G. Metode Penelitian .......................................................
37
1. Sifat Penelitian ......................................................
37
2. Jenis Penelitian ......................................................
37
3. Bahan Penelitian ....................................................
38
4. Teknik dan Alat Pengumpulan Data .......................
39
5. Analisis Data .........................................................
40
Eko Yudhistira : Pendaftaran Jaminan Fidusia : Hambatanya di lihat dari aspek sistem hukum USU Repository©2008
BAB II
:
HAMBATAN-HAMBATAN YANG TERJADI DALAM PENDAFTARAN JAMINAN FIDUSIA ........................... 41 A. Momentum Yuridis Lahirnya Jaminan Fidusia ............... 41 B. Jaminan Fidusia Adalah Perjanjian Jaminan Secara Tertulis .......................................................................... 44 C. Asas-asas Hukum Jaminan Fidusia ................................ 47 D. Fungsi dan Peranan Kantor Pendaftaran Fidusia ............ 54 E. Tata Cara Pendaftaran Jaminan Fidusia ......................... 67 F. Hambatan-hambatan Dalam Pendaftaran Jaminan Fidusia ......................................................................... 70 1. Hambatan Substantif ................................................ 70 2. Hambatan Struktural ................................................ 75 3. Hambatan Budaya .................................................... 82
BAB III :
UPAYA MENGATASI HAMBATAN PENDAFTARAN FIDUSIA ........................................................................... 86 A. Upaya Mengatasi Hambatan Substantif ......................... 86 B. Upaya Mengatasi Hambatan Stuktural ........................... 91 C. Upaya Mengatasi Hambatan Kultural ............................ 94
BAB IV :
KESIMPULAN DAN SARAN .......................................... 99 A. Kesimpulan ................................................................... 99 B. Saran ............................................................................ 100
DAFTAR PUSTAKA ............................................................................. 101 LAMPIRAN
Eko Yudhistira : Pendaftaran Jaminan Fidusia : Hambatanya di lihat dari aspek sistem hukum USU Repository©2008
DAFTAR TABEL
Nomor 1.
Judul
Halaman
Daftar Biaya Pembuatan Akta Jaminan Fidusia .................
Eko Yudhistira : Pendaftaran Jaminan Fidusia : Hambatanya di lihat dari aspek sistem hukum USU Repository©2008
79
DAFTAR LAMPIRAN Nomor 1
Judul
Halaman
Surat Keterangan Penelitian Dari Kantor Pendaftaran Jaminan Fidusia, Departemen Hukum dan Hak Asasi Manusia Republik Indonesia Provinsi Sumatera Utara ..
105
2
Akta Jaminan Fidusia ...................................................
106
3
Surat Pengantar Pendaftaran Fidusia dari Notaris .........
118
4
Surat Kuasa Pendaftaran Fidusia dari Notaris ...............
119
5
Surat Kuasa Pendaftaran Fidusia dari Bank kepada Notaris .........................................................................
120
Blanko Pernyataan Pendaftaran Jaminan Fidusia ..........
121
6
xi Eko Yudhistira : Pendaftaran Jaminan Fidusia : Hambatanya di lihat dari aspek sistem hukum USU Repository©2008
BAB I PENDAHULUAN
A.
Latar Belakang Pembangunan
nasional
adalah
rangkaian
upaya
pembangunan
yang
berkesinambungan yang meliputi seluruh kehidupan masyarakat, bangsa dan negara sebagaimana disebut di dalam Pembukaan Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945, yaitu melindungi segenap bangsa dan seluruh tumpah darah Indonesia, memajukan kesejahteraan umum, mencerdaskan bangsa serta ikut melaksanakan ketertiban dunia yang berdasarkan kemerdekaan, perdamaian abadi dan keadilan sosial. Salah satunya ialah pembangunan ekonomi, sebagai bagian dari pembangunan nasional, merupakan salah satu upaya untuk mencapai masyarakat yang adil dan makmur berdasarkan Pancasila dan Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945. Dalam rangka memelihara dan meneruskan pembangunan yang berkesinambungan, para pelaku pembangunan baik pemerintah maupun masyarakat, baik perseorangan maupun badan hukum, memerlukan dana yang besar. Seiring dengan meningkatnya kegiatan pembangunan, meningkat pula kebutuhan terhadap pendanaan, yang sebagian besar dana yang diperlukan untuk memenuhi kebutuhan diperoleh melalui kegiatan pinjam-meminjam. 1
1
Penjelasan Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 42 Tahun 1999 tentang Jaminan
Fidusia.
1
Eko Yudhistira : Pendaftaran Jaminan Fidusia : Hambatannya di lihat dari aspek sistem hukum, 2009. USU Repository©2008
Perolehan pendanaan tersebut salah satunya adalah melalui jasa Perbankan, yaitu melalui kredit yang diberikan oleh pihak Bank atau melalui jasa lembaga pembiayaan lainnya. Sarana kredit dalam pembangunan adalah mutlak, karena kredit merupakan urat nadi dalam kehidupan para pengusaha. 2 Pemberian kredit selama ini menggunakan lembaga jaminan yang diatur dalam Kitab Undang-Undang Hukum Perdata. Jaminan secara garis besar ada 2 macam, yakni jaminan perorangan dan jaminan kebendaan. Pada saat ini jaminan yang sering digunakan di dalam praktek adalah Jaminan Fidusia, oleh karena Lembaga Jaminan Fidusia adalah jaminan atas benda bergerak yang banyak diminati oleh masyarakat bisnis. Lembaga Jaminan Fidusia itu sendiri sesungguhnya sudah sangat tua dan dikenal serta digunakan dalam masyarakat Romawi. Dalam hukum Romawi, lembaga jaminan ini dikenal dengan nama Fiducia Cum Creditore Contracta (janji kepercayaan yang dibuat dengan kreditur). Isi janji yang dibuat oleh debitur dengan krediturnya adalah bahwa debitur akan mengalihkan kepemilikan atas suatu benda sebagai jaminan untuk utangnya dengan kesepakatan bahwa debitur tetap akan menguasai secara fisik benda tersebut dan bahwa kreditur akan mengalihkan kembali kepemilikan tersebut kepada debitur bilamana utangnya sudah dibayar lunas. Dengan demikian berbeda dari Pand (Gadai) yang mengharuskan penyerahan secara fisik benda yang digadaikan, dalam hal Fiducia Cum Creditore pemberi fidusia tetap menguasai benda yang
2
Djuhaenah Hasan, ”Lembaga Jaminan Kebendaan Bagi Tanah dan Benda Lain Yang Melekat Pada Tanah Dalam Konsepsi Penerapan Asas Pemisahan Horizontal, (Suatu Konsep Dalam Menyongsong Lahirnya Lembaga Hak Tanggungan)”, (Bandung: Citra Aditya Bakti, 1996), hal. 6.
Eko Yudhistira : Pendaftaran Jaminan Fidusia : Hambatannya di lihat dari aspek sistem hukum, 2009. USU Repository©2008
menjadi objek fidusia. Dengan tetap menguasai benda tersebut, pemberi fidusia dapat menggunakan benda dimaksud dalam menjalankan usahanya. 3 Di samping Lembaga Jaminan Fidusia yang dimaksud, hukum Romawi juga mengenal suatu Lembaga Titipan yang dikenal dengan nama Fiducia cum amico contracta (Janji kepercayaan yang dibuat dengan teman). Lembaga Fidusia ini sering digunakan dalam hal seorang pemilik benda harus mengadakan perjalanan keluar kota dan sehubungan dengan itu menitipkan kepada temannya kepemilikan benda dimaksud dengan janji bahwa teman tersebut akan mengembalikan kepemilikan benda tersebut bilamana si pemilik benda sudah kembali dari perjalanannya. Pada dasarnya lembaga Fiducia cum amino sama dengan lembaga Trust, sebagaimana itu dikenal dalam sistem hukum Anglo-Amerika (Common Law). 4 Trust adalah hubungan kepercayaan (fiduciary) yang di dalamnya satu orang adalah sebagai pemegang hak atas harta kekayaan berdasarkan hukum (Legal Title) tunduk pada kewajiban berdasarkan equity untuk memelihara atau mempergunakan milik itu untuk kepentingan orang lain. 5 Jaminan Fidusia muncul di Negeri Belanda pada pertengahan hingga akhir abad ke-19 ketika terjadi krisis dalam bidang pertanian di negara-negara Eropa, karena untuk usaha pertanian memberikan gadai dan hipotik sekaligus dapat memberhentikan usahanya karena tidak dapat mengolah tanah pertaniannya dengan tidak adanya alat
3
Fred B.G Tumbuan, ”Mencermati Pokok-Pokok Undang-Undang Fidusia”, Jakarta: Media Notariat, Nomor VII, 2000, hal 18. 4 Ratnawati W. Prasodjo, dalam Arie Sukanti Hutagalung, ”Transaksi Berjamin (Secured Transaction) Hak Tanggungan dan Jaminan Fidusia”, (Jakarta: tanpa penerbit, 2006), hal. 720-721. 5 Tan Kamelo, ”Hukum Jaminan Fidusia Suatu Kebutuhan Yang Didambakan”, (Bandung: Alumni, 2006), hal. 40.
Eko Yudhistira : Pendaftaran Jaminan Fidusia : Hambatannya di lihat dari aspek sistem hukum, 2009. USU Repository©2008
pertanian. Dengan keadaan yang demikian memang sulit pemecahannya, kreditur menghendaki jaminan yang pasti sedang debitur selain menghendaki kredit juga ingin meneruskan usahanya. Mereka tidak dapat mengadakan gadai tanpa penguasaan untuk mengatasi keadaan ini, karena bentuk gadai yang demikian ini dilarang. Akhirnya praktek menggunakan konstruksi hukum yang ada yaitu jual beli dengan hak membeli kembali secara tidak benar. Akan tetapi karena bukan merupakan bentuk jaminan yang sebenarnya tentu mempunyai kekurangan antara debitur dan kreditur. Keadaan tersebut disebabkan tidak adanya bentuk jaminan yang memadai dan berakhir dengan keluarnya keputusan Hoge Raad 29 Januari1929 yang dikenal dengan Bier Brouwerij Arrest. 6 Di Indonesia, Jaminan Fidusia telah digunakan sejak zaman penjajahan Belanda sebagai suatu bentuk jaminan yang lahir berdasarkan Arrest hoggerechtshof 18 Agustus 1932 (BPM-Clynet Arrest). Lahirnya Arrest ini karena pengaruh dari konkordansi. Lahirnya Arrest ini dipengaruhi oleh kebutuhan-kebutuhan yang mendesak dari pengusaha-pengusaha kecil, pengecer, pedagang menengah dan pedagang grosir yang memerlukan fasilitas kredit untuk usahanya. 7 Seperti halnya di Belanda, keberadaan fidusia di Indonesia, diakui oleh yurisprudensi berdasarkan keputusan Hoogge-rechtshof (HGH) tanggal 18 Agustus 1932. Salah satu contoh kasusnya adalah bahwa Pedro Clignett meminjam uang dari Bataafsche Petroleum Maatschappij (BPM) dengan jaminan hak milik atas sebuah
6
Oey Hoey Tiong, ”Fidusia SebagaiJaminan Unsur-Unsur Perikatan”, (Jakarta: Ghalia Indonesia, 1985), hal. 39. 7 H. Salim HS, ”Perkembangan Hukum Jaminan Di Indonesia”, (Jakarta: Raja Grafindo Persada, 2007), hal. 60.
Eko Yudhistira : Pendaftaran Jaminan Fidusia : Hambatannya di lihat dari aspek sistem hukum, 2009. USU Repository©2008
mobil secara kepercayaan. Clignett tetap menguasai mobil itu atas dasar perjanjian pinjam pakai yang akan berakhir jika Clignett lalai membayar utangnya dan mobil tersebut akan diambil oleh BPM. Ketika Clignett benar-benar tidak melunasi utangnya pada waktu yang ditentukan, BPM menuntut penyerahan mobil dari Clignett, namun ditolaknya dengan alasan bahwa perjanjian yang dibuat itu tidak sah. Menurut Clignett jaminan yang ada adalah gadai, tetapi karena barang gadai dibiarkan tetap berada dalam kekuasaan debitor maka gadai tersebut tidak sah sesuai dengan Pasal 1152 ayat (2) Kitab Undang-Undang Hukum Perdata. Dalam putusannya HGH menolak alasan Clignett karena menurut HGH jaminan yang dibuat antara BPM dan Clignett bukanlah gadai, melainkan penyerahan hak milik secara kepercayaan atau fidusia yang telah diakui oleh Hoge Raad dalam Bierbrouwerij Arrest. Clignett diwajibkan untuk menyerahkan jaminan itu kepada BPM. Pada waktu itu, karena sudah terbiasa dengan hukum adat, penyerahan secara constitutum possessorium sulit dibayangkan apalagi dimengerti dan dipahami oleh orang Indonesia. Dalam prakteknya, dalam perjanjian Jaminan Fidusia diberi penjelasan bahwa barang itu diterima pihak penerima fidusia pada tempat barangbarang itu terletak dan pada saat itu juga kreditor menyerahkan barang-barang itu kepada pemberi fidusia yang atas kekuasaan penerima fidusia telah menerimanya dengan baik untuk dan atas nama penerima fidusia sebagai penyimpan. Walaupun demikian, sebenarnya konsep constitutum possessorium ini bukan hanya monopoli hukum barat saja. Kalau kita teliti dan cermati, hukum adat di Indonesia pun mengenal konstruksi yang demikian. Misalnya tentang gadai tanah
Eko Yudhistira : Pendaftaran Jaminan Fidusia : Hambatannya di lihat dari aspek sistem hukum, 2009. USU Repository©2008
menurut hukum adat. Penerima gadai biasanya bukan petani penggarap, dan untuk itu ia mengadakan perjanjian bagi hasil dengan petani penggarap (pemberi gadai). Dengan demikian, pemberi gadai tetap menguasai tanah yang digadaikan itu tetapi bukan sebagai pemilik melainkan sebagai penggarap. Untuk memenuhi kebutuhan masyarakat yang terus berkembang dan agar terciptanya suatu peraturan perundangan-undangan secara lengkap dan komprehensif yang tidak berdasarkan kepada yurisprudensi lagi, maka lahirlah Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 42 Tahun 1999 tentang Jaminan Fidusia (selanjutnya disingkat dengan UUJF). Jaminan Fidusia adalah hak jaminan atas benda bergerak baik yang berwujud maupun yang tidak berwujud dan benda tidak bergerak khususnya bangunan yang tidak dapat dibebani Hak Tanggungan sebagaimana dimaksud dalam Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 4 Tahun 1996 (BN.No.5847 hal 1B-3B) tentang Hak Tanggungan yang tetap berada dalam penguasaan pemberi fidusia, sebagai agunan bagi pelunasan utang tertentu, yang memberikan kedudukan yang diutamakan kepada penerima fidusia terhadap kreditur lainnya. 8 Dalam hal ini dapat diuraikan antara lain: a.
Dalam Jaminan Fidusia terjadi pengalihan hak kepemilikan, dimana pengalihan hak kepemilikan atas benda yang menjadi objek Jaminan Fidusia dilakukan dengan cara “Constitutum Possessorium (Verklaring van Houderscahp)”, dengan pengertian pengalihan hak kepemilikan atas suatu benda dengan melanjutkan penguasaan atas benda tersebut yang berakibat bahwa pemberi fidusia seterusnya akan menguasai benda dimaksud untuk kepentingan penerima fidusia.
8
Pasal 1angka 2 Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 42 Tahun 1999 tentang Jaminan Fidusia.
Eko Yudhistira : Pendaftaran Jaminan Fidusia : Hambatannya di lihat dari aspek sistem hukum, 2009. USU Repository©2008
b.
Pengalihan hak kepemilikan tersebut berbeda dan pengalihan hak milik sebagaimana dimaksud dalam Pasal 584 juncto Pasal 612 ayat (1) KUHPerdata. Dalam hal Jaminan Fidusia, pengalihan hak kepemilikan dimaksudkan sematamata sebagai jaminan/agunan bagi pelunasan hutang, bukan untuk seterusnya dimiliki oleh penerima fidusia. Sifat Jaminan Fidusia. Dalam pengertian yang diberikan Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 42 Tahun 1999 tentang Jaminan Fidusia telah ditegaskan bahwa Jaminan Fidusia adalah agunan atas kebendaan atau jaminan kebendaan (Zaakelijke Zekerheid, Security right in rem) yang memberikan kedudukan yang diutamakan kepada penerima fidusia, yaitu hak yang didahulukan terhadap kreditor lainnya. Hak ini tidak hapus karena adanya kepailitan dan atau likuidasi pemberi fidusia (Pasal 27 ayat (3) Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 42 Tahun 1999) Dalam Pasal 4 Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 42 Tahun 1999 dinyatakan bahwa Jaminan Fidusia merupakan perjanjian asesoir dari suatu perjanjian pokok yang menimbulkan kewajiban bagi para pihak untuk memenuhi suatu prestasi, maka perjanjian Jaminan Fidusia memiliki sifat: 1. Ketergantungan terhadap perjanjian pokok. 2. Keabsahannya semata-mata ditentukan oleh sah tidaknya perjanjian pokok. 3. Sebagai perjanjian bersyarat, yang hanya dapat dilaksanakan jika ketentuan yang diisyaratkan dalam perjanjian pokok telah atau tidak dipenuhi. 9 UUJF mengatur bahwa yang dapat dibebani dengan Jaminan Fidusia adalah
segala sesuatu yang dapat dimiliki dialihkan, dalam hal ini dapat berupa benda berwujud maupun tidak berwujud yang terdaftar maupun yang tidak terdaftar,yang bergerak maupun yang tidak bergerak dan yang tidak dapat dibebani oleh Hak Tanggungan. 10 Apabila kita memperhatikan pengertian benda yang dapat menjadi objek Jaminan Fidusia tersebut maka yang dimaksud benda adalah termasuk juga piutang (Receiables). Khusus mengenai hasil dari benda yang menjadi Jaminan Fidusia,
9 10
Arie Sukanti Hutagalung, Op.cit, hal. 784. Pasal 1angka 2 Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 42 Tahun 1999.
Eko Yudhistira : Pendaftaran Jaminan Fidusia : Hambatannya di lihat dari aspek sistem hukum, 2009. USU Repository©2008
undang-undang mengatur bahwa Jaminan Fidusia meliputi hasil tersebut dan juga klaim asuransi kecuali diperjanjikan lain.11 Uraian mengenai benda yang menjadi objek Jaminan Fidusia harus jelas dalam akta Jaminan fidusia baik identifikasi benda tersebut, maupun penjelasan surat bukti kepemilikannya dan bagi benda inventory yang selalu berubah-ubah dan atau tetap harus dijelaskan jenis bendanya, merk bendanya dan kualitasnya. 12 Perjanjian fidusia adalah bersifat asesoir, adanya perjanjian ini tergantung pada perjanjian pokok yang biasanya berupa perjanjian peminjaman uang pada Bank. Di dalam praktek Perbankan perjanjian fidusia ini sering diadakan sebagai tambahan jaminan pokok manakala jaminan pokok itu dianggap kurang bagi pemenuhan jaminan atas kredit yang dicairkan. Adakalanya fidusia juga diadakan secara tersendiri dalam arti tidak sebagai tambahan jaminan pokok, yaitu sebagaimana sering dipakai oleh para pegawai kecil, pedagang kecil, pengecer, dan lain-lain sebagai jaminan kredit mereka yang dimintakan pada Bank. 13 Konsekwensi dari perjanjian Asesoir ini adalah bahwa jika perjanjian pokok tidak sah, atau karena sebab apapun hilang berlakunya atau dinyatakan tidak berlaku, maka secara hukum perjanjian fidusia sebagai perjanjian asesoir juga ikut menjadi batal. 14
11
Ratnawati W. Prasodjo, Op.cit, hal. 722. Ibid, hal. 722. 13 Sri Soedewi Masjchoen Sofwan, ”Beberapa Masalah pelaksanaan lembaga Jaminan Khususnya Fidusia di dalam Praktek dan Pelaksanaanya di Indonesia”, (Yogyakarta: Fakultas Hukum Universitas Gadjah Mada,1997), hal. 21. 14 Munir Fuady, ”Jaminan Fidusia Cetakan Kedua Revisi”, (Bandung: Citra Aditya Bakti, 2003), hal. 19. 12
Eko Yudhistira : Pendaftaran Jaminan Fidusia : Hambatannya di lihat dari aspek sistem hukum, 2009. USU Repository©2008
Konstruksi yuridis dari fidusia ini adalah penyerahan hak milik secara kepercayaan atas benda milik debitur yang menjadi objek Jaminan Fidusia kepada kreditur, dengan penguasaan atas benda tersebut tetap ada pada debitur dengan ketentuan bahwa apabila debitur telah melunasi hutangnya tepat pada waktu yang telah diperjanjikan maka kreditur wajib mengembalikan hak milik atas benda tersebut kepada debitur. Dalam Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 42 Tahun 1999 tentang Jaminan Fidusia, diatur mengenai tata cara pendaftaran jaminan fidusia. Pendaftaran ini adalah merupakan untuk pertama sekali dalam sejarah hukum di Indonesia karena sebelum adanya UUJF. Fidusia tidak sampai mengatur tentang prosedural dan proses pendaftaran, sehingga tidak ada kewajiban pendaftaran tersebut bagi jaminan fidusia. Ketidakadaan kewajiban pendaftaran tersebut sangat dirasakan dalam praktek sebagai kekurangan dan kelemahan bagi pranata Hukum Fidusia. Sebab di samping menimbulkan ketidakpastian hukum, absennya kewajiban pendaftaran Jaminan Fidusia tersebut menyebabkan Jaminan Fidusia tidak memenuhi unsur publisitas, sehingga susah dikontrol. Hal ini dapat menimbulkan hal-hal yang tidak sehat dalam praktek, seperti adanya fidusia dua kali tanpa sepengetahuan krediturnya, adanya pengalihan barang fidusia tanpa sepengetahuan kreditur, dan lain-lain. 15 Pendaftaran Jaminan Fidusia memberikan jaminan kepastian hukum kepada pihak yang berkepentingan dan pendaftaran Jaminan Fidusia memberikan hak yang
15
Ibid, hal. 29.
Eko Yudhistira : Pendaftaran Jaminan Fidusia : Hambatannya di lihat dari aspek sistem hukum, 2009. USU Repository©2008
didahulukan (Preferen) kepada penerima fidusia terhadap kreditur lain. Di samping itu pendaftaran Jaminan Fidusia merupakan salah satu wujud dari asas publisitas. Dengan pendaftaran, diharapkan agar pihak debitur terutama yang nakal, tidak lagi dapat memfidusiakan sekali lagi atau bahkan menjual ataupun mengalihkan objek Jaminan Fidusia kepihak ketiga tanpa sepengetahuan kreditur. Pendaftaran fidusia wajib didaftarkan di kantor pendaftaran fidusia, untuk pertama kali pendaftaran fidusia didirikan di Jakarta, kemudian secara bertahap, sesuai keperluan, didirikan di ibukota propinsi di seluruh wilayah Indonesia, dan dapat juga didirikan di setiap Daerah Tingkat II yang harus dapat disesuaikan dengan UndangUndang Republik Indonesia Nomor 22 Tahun 1999 tentang Pemerintahan Daerah. 16 Sesuai dengan Keputusan Presiden Republik Indonesia Nomor 139 Tahun 2000 jo. Keputusan Menteri Hukum dan Hak Asasi Manusia Republik Indonesia Nomor M.03.PR.07.10 Tahun 2001 jo. Keputusan Menteri Hukum dan Hak Asasi Manusia Republik Indonesia Nomor M.02.PR.07.10 Tahun 2002. Sejak tanggal 1 April 2001 Kantor Pendaftaran Fidusia Direktorat Jenderal Administrasi Hukum Umum sudah tidak lagi melakukan Pendaftaran Sertifikat Jaminan Fidusia dan pendaftaran dilaksanakan di Kantor Pendaftaran Fidusia pada Kantor Wilayah Departemen Hukum dan Hak Asasi Manusia Republik Indonesia di tempat kedudukan pemberi fidusia. Pada saat ini pendaftaran fidusia didaftarkan oleh penerima Jaminan Fidusia ke kantor pendaftaran fidusia di Kantor Wilayah Departemen Hukum dan Hak Asasi Manusia Republik Indonesia yang letaknya di ibukota propinsi. Permohonan diajukan
16
Lihat, Pasal 12 UUJF dan Penjelasannya.
Eko Yudhistira : Pendaftaran Jaminan Fidusia : Hambatannya di lihat dari aspek sistem hukum, 2009. USU Repository©2008
kepada Menteri Hukum dan Hak Asasi Manusia Republik Indonesia melalui Kantor Pendaftaran Fidusia di tempat kedudukan pemberi fidusia secara tertulis dalam bahasa Indonesia oleh penerima fidusia, kuasa atau wakilnya, dengan melampirkan pernyataan Pendaftaran Jaminan Fidusia dan mengisi formulir yang bentuk dan isinya ditetapkan dengan Lampiran I Keputusan Menteri Hukum dan Hak Asasi Manusia Republik Indonesia Nomor M-01.UM.01.06 Tahun 2000, yang isinya: 1.
Identitas pihak pemberi dan penerima yang meliputi: Nama lengkap; Tempat tinggal/tempat kedudukan; Pekerjaan.
2.
Tanggal dan nomor akta Jaminan Fidusia, nama dan tempat kedudukan Notaris yang membuat akta jaminan fidusia
3.
Perjanjian pokok yaitu mengenai macam perjanjian dan utang yang dijamin dengan fidusia.
4.
Uraian mengenai benda yang menjadi obyek Jaminan Fidusia (Lihat penjelasan Pasal 6 Undang-Undang Nomor 42 Tahun 1999).
5.
Nilai penjamin
6.
Nilai benda yang menjadi obyek Jaminan Fidusia Setelah keluarnya UUJF dan Peraturan Pemerintah Nomor 86 Tahun 2000
tentang Tata Cara Pendaftaran Jaminan Fidusia dan Biaya Pembuatan Akta Jaminan Fidusia, maka pendaftaran fidusia adalah merupakan suatu hal yang yang tidak dapat dipisahkan dari Jaminan Fidusia itu sendiri. Dengan pendaftaran, maka akan
Eko Yudhistira : Pendaftaran Jaminan Fidusia : Hambatannya di lihat dari aspek sistem hukum, 2009. USU Repository©2008
memberikan suatu kepastian hukum bagi kreditur dan pihak lain yang berkepentingan. Akan tetapi di dalam kenyataannya dalam praktik, masih saja banyak kita jumpai Jaminan Fidusia itu tidak didaftarkan, disebabkan oleh berbagai macam alasan-alasan dan masih banyaknya permasalahan mengenai Pendaftaran Jaminan Fidusia itu sendiri. Permasalahan itu antara lain mengenai hambatan-hambatan yang dijumpai di dalam pendafaran jaminan fidusia dan bagaimana upaya untuk mengatasi hambatan di dalam pendaftaran jaminan fidusia. Maka berdasarkan latar belakang itu penulis tertarik untuk mengadakan penelitian lebih lanjut mengenai ”PENDAFTARAN JAMINAN FIDUSIA : HAMBATANNYA DILIHAT DARI ASPEK SITEM HUKUM.”
B.
Perumusan Masalah Perumusan
masalah
merupakan
suatu
persoalan
yang
harus
dicari
penyelesaiannya, maka permasalahan yang akan dibahas dalam tinjauan yuridis pendaftaran fidusia dan permasalahannya adalah: 1.
Hambatan-hambatan apa sajakah yang terjadi dalam Pendaftaran Jaminan Fidusia?
2.
Bagaimanakah upaya untuk mengatasi hambatan-hambatan yang terjadi dalam Pendaftaran Jaminan Fidusia?
C.
Tujuan Penelitian Tujuan penulisan tesis ini adalah untuk mendapatkan jawaban dari rumusan
masalah yang diajukan. Adapun yang menjadi tujuan yang ingin dicapai dari penulisan ini adalah :
Eko Yudhistira : Pendaftaran Jaminan Fidusia : Hambatannya di lihat dari aspek sistem hukum, 2009. USU Repository©2008
1.
Untuk mengetahui hambatan-hambatan yang ditemui dalam Pendaftaran Jaminan Fidusia.
2.
Untuk mengetahui upaya-upaya untuk mengatasi hambatan-hambatan yang terjadi dalam Pendaftaran Jaminan Fidusia.
D.
Manfaaat Penelitian Penelitan ini diharapkan dapat memberikan sumbang saran, manfaat, dan
kontribusi di bidang ilmu hukum baik teoritis maupun praktis sebagai berikut: 1.
Secara teoritis. Hasil penelitian ini dapat memberikan sumbangsih pemikiran bagi perkembangan hukum khususnya mengenai Lembaga Jaminan di Indonesia, terutama Lembaga Jaminan Fidusia khususnya mengenai Pendaftaran Jaminan Fidusia.
2.
Secara Praktis. Hasil penelitian ini diharapkan dapat memberikan masukan bagi para praktisi, maupun bagi pihak yang terkait mengenai Pendaftaran Jaminan Fidusia.
E.
Keaslian Penelitian Berdasarkan penelusuran kepustakaan yang ada di lingkungan Universitas
Sumatera Utara, khususnya di lingkungan Pasca Sarjana Universitas Sumatera Utara menunjukkan bahwa penelitian dengan judul Pendaftaran Jaminan Fidusia ; Hambatannya Dilihat Dari Aspek Sistem Hukum belum ada yang membahasnya, sehingga tesis ini dapat dipertanggung jawabkan secara ilmiah dan keasliannya.
Eko Yudhistira : Pendaftaran Jaminan Fidusia : Hambatannya di lihat dari aspek sistem hukum, 2009. USU Repository©2008
Namun ada beberapa penelitian yang berkaitan dengan jaminan fidusia yang pernah dilakukan oleh alumni mahasiswa Pasca Sarjana Universitas Sumatera Utara yakni: 1.
Nama
:
Amelia Kosasih
NIM
:
017011072
Program Studi
:
Magister Kenotariatan
Judul tesis
:
Perlindungan Hak Kreditur Dengan Jaminan Fidusia, Berdasarkan UU No.42/1999 tentang Jaminan Fidusia
Permasalahan yang dikemukakan: a. Bagaimana akibat hukumnya apabila akte Jaminan Fidusia tidak didaftarkan ke kantor pendaftaran fidusia sebagai kewajiban kreditur? b. Kendala-kendala apa saja yang dijumpai dalam pelaksanaan eksekusi Jaminan Fidusia? c. Bagaimana perlindungan hak kreditur dengan Jaminan Fidusia berdasarkan UUJF? 2.
Nama
:
Emi Rahmiwita Nst
Nim
:
027005007
Program studi
:
Magister ilmu hukum
Judul tesis
:
Eksekusi Barang Jaminan Fidusia Yang Lahir Dari Perjanjian Kredit Bank (Studi Pada Bank Pemerintah di Kota Medan)
Eko Yudhistira : Pendaftaran Jaminan Fidusia : Hambatannya di lihat dari aspek sistem hukum, 2009. USU Repository©2008
Permasalahan yang dikemukakan: a. Bagaimana upaya-upaya yang dilakukan oleh Bank dalam mengatasi kredit macet jaminan hutang fidusia sebelum dilakukan eksekusi? b. Bagaimanakah eksekusi terhadap barang jaminan barang yang diikat dengan jaminan fidusia? c. Bagaimanakah perlindungan hukum terhadap pembeli barang hasil lelang eksekusi? 3.
Nama
:
Isnaini
Nim
:
037005017
Program studi
:
Magister ilmu hukum
Judul tesis
:
Tinjauan Terhadap Lembaga Jaminan Fidusia Dalam Pengembangan Usaha Kecil Menengah.
Permasalahan yang dikemukakan: a. Bagaimana proses pemberian kredit melalui jaminan fidusia dalam pengembangan usaha kecil? b. Bagaimana manfaat lembaga jaminan fidusia bagi pengusaha kecil dalam mendapatkan kredit bagi kemajuan usahanya? c. Bagaimana cara penyelesaian hukum atas objek jaminan fidusia yang tidak merugikan debitur fidusia? 4.
Nama
:
Juraini Sulaiman
Nim
:
047005035
Program studi
:
Magister ilmu hukum
Eko Yudhistira : Pendaftaran Jaminan Fidusia : Hambatannya di lihat dari aspek sistem hukum, 2009. USU Repository©2008
Judul tesis
:
Analisis Yuridis Fungsi dan Peran Kantor Pendaftaran Fidusia Ditinjau Dari UU No.42/1999 tentang Jaminan Fidusia (Suatu Penelitian di Kantor Wilayah Departemen Hukum dan HAM Sumatera Utara)
Permasalahan yang dikemukakan: a. Bagaimana fungsi dan peranan kantor pendaftaran fidusia ditinjau dari UU No.42 tahun 1999 tentang Jaminan Fidusia? b. Bagaimana prosedur yang ditempuh pihak kantor pendaftaran fidusia dalam memberikan kepastian hukum kepada para pihak? Penelitian ini apabila dipertentangkan dengan penelitan yang terdahulu, maka baik, judul dan permasalahan maupun substansi pembahasannya sangat berbeda. Ada beberapa penelitian yang sepintas permasalahannya hampir sama, seperti yang diteliti oleh sdri Amelia Kosasih dan Juraini Sulaiman. Akan tetapi kalau kita lihat kembali secara cermat permasalahannya sangatlah berbeda. Sdri Amelia Kosasih membahas mengenai perlindungan kreditur pemegang Jaminan Fidusia dan hambatan yang dijumpai dalam pelaksanaan eksekusi Jaminan Fidusia. Sdri Juraini Sulaiman memfokuskan penelitian tentang fungsi dan peranan daripada Kantor Pendaftaran Fidusia. Sedangkan pada penelitian ini lebih difokuskan kepada permasalahan pendaftaran fidusia.Oleh karena itu, penelitian ini memiliki pembahasan yang asli dan dapat dipertanggungjawabkan kebenarannya secara akademis.
Eko Yudhistira : Pendaftaran Jaminan Fidusia : Hambatannya di lihat dari aspek sistem hukum, 2009. USU Repository©2008
F.
Kerangka Teori dan Konsepsional 1.
Kerangka Teori Kerangka teori merupakan landasan dari teori atau dukungan teori dalam
membangun atau memperkuat kebenaran dari permasalahan yang dianalisis. Kerangka teori dimaksud adalah kerangka pemikiran atau butir-butir pendapat, teori, tesis, sebagai pegangan baik disetujui atau tidak disetujui. 17 Teori berguna untuk menerangkan atau menjelaskan mengapa gejala spesifik atau proses tertentu terjadi dan satu teori harus diuji dengan menghadapkannya pada fakta-fakta yang dapat menunjukkan ketidakbenarannya. Menurut Soerjono Soekanto, bahwa “kontinuitas perkembangan ilmu hukum, selain bergantung pada metodologi, aktivitas penelitian dan imajinasi sosial sangat ditentukan oleh teori. 18 Snelbecker mendefenisikan teori sebagai perangkat proposisi yang terintegrasi secara sintaksis (yaitu yang mengikuti aturan tertentu yang dapat dihubungkan secara logis satu dengan lainnya dengan tata dasar yang dapat diamati) dan berfungsi sebagai wahana untuk meramalkan dan menjelaskan fenomena yang diamati. 19 Fungsi teori dalam penelitian ini adalah untuk memberikan arahan atau petunjuk dan meramalkan serta menjelaskan gejala yang diamati, dan dikarenakan penelitian ini merupakan penelitian yuridis normatif, maka kerangka teori diarahkan secara khas ilmu hukum. Maksudnya penelitian ini berusaha untuk memahami
17
M. Solly Lubis, ”Filsafat Ilmu dan Penelitian”, (Bandung: Mandar Maju, 1994), hal. 80. Soerjono Soekanto, ”Pengantar Penelitian Hukun”, (Jakarta: UI Press, 1986), hal. 6. 19 Snelbecker dalam Lexy J Moleong, ”Metodologi Penelitian Kualitatif”, (Bandung: Remaja Rosdakarya, 1993), hal. 34-35. 18
Eko Yudhistira : Pendaftaran Jaminan Fidusia : Hambatannya di lihat dari aspek sistem hukum, 2009. USU Repository©2008
mengenai Jaminan Fidusia dan Pendaftaran Jaminan Fidusia, dan mengenai permasalahan dari pendafataran itu sendiri. Teori dalam penulisan tesis ini menggunakan teori sistem yang di dalamnya terdapat asas-asas hukum yang terpadu yang membentuk tertib hukum terhadap hukum jaminan. Asas-asas hukum itu terdapat dalam hukum benda dan hukum perjanjian. Salah satu asas hukum dalam hukum jaminan kebendaan adalah asas publisitas yang artinya bahwa semua hak yang dijadikan sebagai jaminan harus didaftarkan, yang maksudnya agar pihak ketiga dapat mengetahui bahwa benda yang dijadikan jaminan tersebut sedang dilakukan pembebanan jaminan. Sedangkan dalam hukum jaminan adalah asas konsensualisme, asas kebebasan berkontrak, kepastian hukum dan asas kekuatan mengikat. Asas hukum ini menjadi fundamen dan akar hukum jaminan. Mengenai Pendaftaran Jaminan Fidusia dalam penulisan tesis ini juga menggunakan kerangka teori sebagai pisau analitis yakni asas publisitas dan kepastian hukum. Radburch menyatakan tentang kepastian hukum guna mewujudkan Legal order sebagai berikut: “The existence of a legal orders is more important than it’s justice and expediency, which constitute the second great task of the law, while the first, equally approved by all, is legal certainly, that is order or peace”. 20 (eksistensi suatu legal order adalah lebih penting dari pada keadilan dan kelayakan itu sendiri, yang menetapkan tugas besar kedua dari hukum, sementara yang pertama sama-sama diakui oleh seluruhnya adalah kepastian hukum, yakni ketertiban dan ketentraman). 20
Lihat Radbruch, “Legal Philosophy” dalam Wilk Kurt, ”The legal Philosophies of lask”, (Radbruch and Dabin, USA: Harvard University Press, 1950), dikutip dalam Endang Purwaningsih, ”Perkembangan Hukum Intellectua Property Rights Kajian Hukum Terhadap Hak Atas Kekayaan Intelektual dan Kajian Komperatif Hukum Paten”, (Jakarta: Ghalia Indonesia, 2005), hal. 206.
Eko Yudhistira : Pendaftaran Jaminan Fidusia : Hambatannya di lihat dari aspek sistem hukum, 2009. USU Repository©2008
Selanjutnya Radbruch menyatakan bahwa: “Legal certainty not only requires the validity of legal rules laid down by power, it also makes demand on their contents, it demands that the law be capable of being administered with certainy, that it be practicable”. 21 (kepastian hukum tidak hanya mensyaratkan keabsahan peraturan hukum yang dibuat melalui kekuasaan, melainkan juga menuntut pada seluruh isinya, dapat diadministrasikan dengan pasti sehingga dapat dilaksanakan) Menurut Award, sistem diartikan sebagai hubungan yang berlangsung
di
antara satuan-satuan atau komponen secara teratur (an organized,functioning relationship among units or components) 22 selanjutnya menurut Mariam Darus suatu sistem adalah kumpulan asas-asas yang terpadu, yang merupakan landasan, di atas mana dibangun tertib hukum. 23 Sebagaimana perjanjian hutang lainnya, seperti perjanjian gadai, hipotik, hak tanggungan, maka perjanjian fidusia juga merupakan suatu perjanjian assesoir (perjanjian buntutan). Maksudnya adalah perjanjian assesoir itu tidak mungkin berdiri sendiri, tetapi mengikuti/membuntuti perjanjian lainnya yang merupakan perjanjian pokok. Dalam hal ini, yang merupakan perjanjian pokok adalah perjanjian hutang piutang. 24 Menurut Pasal 1313 KUHPerdata “suatu perjanjian adalah suatu perbuatan dengan mana satu orang atau lebih mengikatkan dirinya terhadap orang lain atau lebih”.
21
Ibid, hal. 206. Award,Elis M, dalam Ok. Saidin, ”Aspek Hukum Haki”, (Jakarta: Raja Grafindo Perkasa, 2004), hal. 19. 23 Mariam Darus Badrulzaman, ”Mencari Sistem Hukum Benda Nasional”, (Bandung: Alumni, 1983), hal. 15. 24 Munir Fuady, Op.cit, hal. 19. 22
Eko Yudhistira : Pendaftaran Jaminan Fidusia : Hambatannya di lihat dari aspek sistem hukum, 2009. USU Repository©2008
Menurut Subekti, perjanjian adalah suatu peristiwa di mana seseorang berjanji kepada seseorang lain atau di mana dua orang itu saling berjanji untuk melaksanakan suatu hal. 25 Dilihat dari pendekatan sistem, menurut Mariam Darus Badrulzaman kerangka dasar hukum perjanjian adalah merupakan sub-sistem dari hukum perdata dan menjadi ampuh dan bulat didukung oleh sejumlah asas. 26 Asas-asas yang terdapat dalam hukum perjanjian adalah sebagai berikut: 1.
Asas kebebasan mengadakan perjanjian, (Pasal 1320 dan 1338 KUHPerdata). Asas kebebasan berkontrak ini dibatasi oleh Pasal 1337 KUHPerdata yang menyatakan bahwa ”suatu sebab adalah terlarang, apabila dilarang oleh undangundang, atau apabila berlawanan dengan kesusilaan atau ketertiban umum.
2.
Asas konsensualisme, (Pasal 1320 KUHPerdata). Asas ini berkaitan dengan adanya keinginan atau kemauan para pihak untuk saling mengikatkan diri dalam perjanjian yang dibuat.
3.
Asas kebiasaan (Pasal 1339 jo Pasal 1347 KUHPerdata). Suatu perjanjian tidak hanya mengikat untuk hal-hal yang diatur secara tegas dalam perjanjian tersebut, akan tetapi juga hal-hal yang dalam keadaan dan kebiasaan diikuti.
4.
Asas kepercayaan (Pasal 1338 jo Pasal 1334 KUHPerdata). Tanpa adanya kepercayaan, maka perjanjian itu tidak mungkin akan diadakan oleh para pihak. Dengan kepercayaan ini kedua pihak mengikatkan dirinya kepada perjanjian yang mempunyai kekuatan mengikat sebagai undang-undang.
25 26
R. Subekti, ”Hukum Perjanjian”, (Jakarta: Intermasa, 1976), hal. 1. Mariam Darus Badrulzaman, ”Aneka Hukum Bisnis”, (Bandung: Alumni, 1994), hal. 2.
Eko Yudhistira : Pendaftaran Jaminan Fidusia : Hambatannya di lihat dari aspek sistem hukum, 2009. USU Repository©2008
5.
Asas kekuatan mengikat (Pasal 1338 jo Pasal 1339 KUHPerdata). Terikatnya para pihak dengan apa yang diperjanjikan dan juga terhadap beberapa unsur lain sepanjang dikehendaki oleh kepatutan dan kebiasaan akan mengikat para pihak.
6.
Asas persamaan hak (Pasal 1341 KUHPerdata). Asas ini menempatkan para pihak kepada persamaan derajat, tidak ada perbedaan walaupun ada perbedaan kulit, bangsa, kepercayaan, kekuasaan, jabatan dan lain-lain.
7.
Asas keseimbangan (Pasal 1338 jo Pasal 1244 KUHPerdata). Kreditur mempunyai kekuatan untuk menuntut pelunasan prestasi melalui kekayaan debitur namun kreditur memikul beban untuk melaksanakan perjanjian itu dengan itikad baik, sehingga kedudukan kreditur dan debitur seimbang.
8.
Asas
kepentingan
umum,
asas
ini
menghendaki
kedua
pihak
untuk
memperhatikan kepentingan umum yang berhubungan dengan perjanjian yang dibuat. Jadi unsur kepentingan umum harus benar-benar diutamakan oleh kedua pihak. 9.
Asas moral, asas ini terlihat dalam perikatan wajar, seperti didalam “Zaakwaarneming”, yaitu seseorang yang melakukan sesuatu perbuatan suka rela (moral), yang bersangkutan mempunyai kewajiban (hukum) untuk meneruskan dan menyelesaikan perbuatannya. Asas ini terdapat dalam Pasal 1339 KUHPerdata. Faktor-faktor yang memberi motivasi pada yang bersangkutan untuk melakukan perbuatan hukum adalah berdasarkan pada kesusilaan (moral) dan sebagai panggilan dari hati nuraninya.
Eko Yudhistira : Pendaftaran Jaminan Fidusia : Hambatannya di lihat dari aspek sistem hukum, 2009. USU Repository©2008
10.
Asas kepatutan (Pasal 1339 KUHPerdata). Asas kepatutan ini berkaitan dengan ketentuan mengenai isi perjanjian. Asas kepatutan harus dipertahankan karena melalui asas ini ukuran tentang hubungan ditentukan juga oleh rasa keadilan dalam masyrakat. 27 Jaminan Fidusia adalah sub sistem hukum jaminan kebendaaan. Jaminan
kebendaan tidak dapat terlepas dari hukum benda karena kaitannya sangat erat, terutama dalam jaminan kebendaan. Di dalam literatur jaminan selalu dikaitkan dengan hak kebendaan, karena di dalam KUHPerdata jaminan merupakan hak kebendaaan dan merupakan bagian dari hukum benda yang diatur dalam BUKU II KUHPerdata. Apabila melihat sistematika KUHPerdata, maka akan terlihat seolaholah jaminan hanya merupakan jaminan kebendaan saja, karena pengaturan jaminan kebendaan tersebut terdapat dalam Buku II tentang benda, sedangkan perjanjian jaminan perorangan (Persoonlijke zekerheidsrechten,personal guaranty) seperti perjanjian penanggungan (Bortoght) di dalam KUHPerdata merupakan suatu jenis perjanjian yang diatur dalam Buku III tentang perikatan. 28 Dalam keanekaragaman bidang hukum yang mengatur mengenai hukum benda terdapat beberapa asas umum yang melandasinya. Asas umum dalam KUHPerdata antara lain: 29
27 28 29
Ibid, hal. 42-44. Djuhendah Hasan, Op.cit, hal. 230. Ibid, hal. 102.
Eko Yudhistira : Pendaftaran Jaminan Fidusia : Hambatannya di lihat dari aspek sistem hukum, 2009. USU Repository©2008
1.
Asas tertutup, dengan ini dimaksudkan bahwa tidak dapat dibuat hak kebendaan baru selain yang telah disebut secara limitatif dalam undang-undang. Asas ini dimaksudkan agar ada kepastian hukum dalam hak kebendaan.
2.
Asas absolute, bahwa hak kebendaan dapat dipertahankan terhadap siapapun, setiap orang harus menghormati hak tersebut.
3.
Asas dapat diserahkan, bahwa pemilikan benda mengandung wewenang untuk menyerahkan bendanya.
4.
Asas mengikuti (Droit de suite), bahwa hak kebendaan akan mengikuti bendanya di tangan siapapun berada.
5.
Asas publisitas, bahwa pendaftaran benda merupakan kepemilikan
6.
Asas individual, bahwa objek hak kebendaan hanya terhadap benda yang dapat ditentukan.
7.
Asas totalitas, bahwa hak milik hanya dapat diletakkan terhadap benda secara totalitas atau secara keseluruhan dan tidak dapat pada bagian-bagian benda.
8.
Asas pelekatan (asesi), yaitu asas yang melekatkan benda pelengkap pada benda pokoknya.
9.
Asas besit merupakan title sempurna, asas ini berlaku bagi benda bergerak dan terdapat dalam Pasal 1977 KUHPerdata. Asas ini hanya berlaku bagi benda bergerak tidak atas nama ataupun tidak terdaftar. Sri Soedewi Masjchoen Sofwan, menyebutkan asas-asas umum itu sebagai
berikut: 30
30
Sri Soedewi Masjchoen Sofwan, ”Hukum Benda”, (Yogyakarta: Liberty, 1981), hal. 36-40.
Eko Yudhistira : Pendaftaran Jaminan Fidusia : Hambatannya di lihat dari aspek sistem hukum, 2009. USU Repository©2008
1.
Asas pemaksa, berarti berlakunya ketentuan hukum benda merupakan hukum pemaksa (Dwingend recht) jadi tidak dapat disampingi.
2.
Asas dapat dipindahkan, kecuali hak pakai dan hak mendiami hak benda dapat dipindahkan.
3.
Asas individual, objek hak kebendaan selalu benda tertentu, artinya orang hanya dapat menjadi milik dari barang berwujud yang merupakan kesatuan.
4.
Asas totalitas, hak kebendaan selalu terletak pada keseluruhan objek.
5.
Asas tidak dapat dipisahkan (Onsplitbaarheid), yang berhak tidak dapat memindahtangankan sebagian wewenangnya termasuk hak kebendaan yang ada padanya.
6.
Asas prioritas, semua hak kebendaan memberi wewenang yang sejenis dengan wewenang-wewenang dari egeindom meskipun luasnya berbeda.
7.
Asas percampuran, hak kebendaan yang terbatas hanya mungkin terhadap benda milik orang lain, tidak dapat seseorang untuk kepentingannya memperoleh hak gadai atas barang miliknya sendiri.
8.
Perlakuan atas benda bergerak dan benda tidak bergerak adalah berlainan. Aturan mengenai pemindahan, pembebanan, bezit dan verjaring.
9.
Asas publisitas, mengenai benda tidak bergerak pembebanan dan penyerahannya harus dengan pendaftaran di dalam register umum.
10.
Sifat perjanjian zakelijk, yaitu perjanjian untuk mengadakan benda hak kebendaan. Pengertian hukum jaminan sendiri tidak dapat ditemukan dalam peraturan yang
ada namun untuk menemukan rumusan hukum jaminan harus menelaahnya dari arti dan fungsi jaminan itu sendiri. Oleh karena tidak dapat menemukan rumusan tentang
Eko Yudhistira : Pendaftaran Jaminan Fidusia : Hambatannya di lihat dari aspek sistem hukum, 2009. USU Repository©2008
arti hukum jaminan di dalam literatur, maka hukum jaminan kiranya dirumuskan sebagai berikut: “Perangkat hukum yang mengatur tentang jaminan dari pihak debitur atau dari pihak ketiga bagi kepastian pelunasan piutang kreditur atau pelaksanaan suatu prestasi”. 31 Dalam rumusan ini tercakup pengertian jaminan kebendaan dan jaminan perorangan (jaminan pihak ketiga). Satrio juga memberikan rumusan tentang hukum jaminan yaitu: “Peraturan hukum yang mengatur tentang jaminan-jaminan piutang seorang kreditur terhadap seorang debitur.” 32 Jadi hukum jaminan mengatur tentang jaminan piutang seseorang. Mariam Darus juga mengemukakan pengertian jaminan adalah: “Suatu tanggungan yang dibebankan oleh seorang debitur dan atau pihak ketiga kepada kreditur untuk menjamin kewajibannya dalam suatu perikatan.” 33 Lembaga jaminan ini diberikan untuk kepentingan kreditur guna menjamin dananya melalui suatu perikatan khusus yang bersifat assesoir dari perjanjian pokok (perjanjian kredit atau pembiayaan) oleh debitur dan kreditur. Hukum jaminan dewasa ini masih bersifat dualistis, yaitu di samping masih berlaku ketentuan jaminan yang mengacu kepada KUHPerdata yang berlaku sebagai hukum positif, juga berlaku ketentuan hukum jaminan adat yang biasanya dijumpai di pedesaan. Politik Perbankan Indonesia mengacu pada ketentuan KUHPerdata dan tidak 31 32
Djuhaendah Hasan, Op.cit, hal. 231. J Satrio, ”Hukum Jaminan, Hak-Hak Jaminan Kebendaan”, (Bandung: Citra Aditya Bakti,
1996), hal. 3. 33
Mariam Darus Badrulzaman, “Beberapa Permasalahan Hukum Hak Jaminan”, Hukum Bisnis, volume 11. 2000.
Eko Yudhistira : Pendaftaran Jaminan Fidusia : Hambatannya di lihat dari aspek sistem hukum, 2009. USU Repository©2008
pada hukum adat, karena ketentuan hukum adat kurang memadai dan tidak tegas. 34 Dengan demikian dikenalnya lembaga perbankan dan pembiayaan, maka masyrakat adat semakin mengenal pula hukum jaminan yang mengacu kepada KUHPerdata. Jaminan adalah sarana perlindungan bagi keamanan kreditur, yaitu kepastian akan pelunasan hutang debitur atau pelaksanaan suatu prestasi oleh debitur atau oleh penjamin debitur. 35 Jelas bahwa jaminan berfungsi untuk memberikan perlindungan bagi kreditur yang meminjamkan uangnya, perlindungan yang dimaksud adalah adanya kepastian hukum dan rasa aman bagi kreditur bahwa uang yang dipinjamkannya akan dilunasi oleh debitur, apabila ternyata tidak dilunasi oleh debitur, maka kreditur dapat menjual barang jaminan tersebut sebagai upaya pelunasan hutang. Undang-undang sebenarnya telah memberikan fungsi jaminan sebagai sarana perlindungan bagi kreditur. Perlindungan terdapat dalam Pasal 1131 dan 1132 KUHPerdata sebagai berikut: Pasal 1131: “Segala kebendaan si berhutang baik yang bergerak maupun yang tidak bergerak,baik yang sudah ada maupun yang baru akan ada dikemudian hari, menjadi tanggungan untuk segala perikatan perseorangan.” Pasal 1132: “Kebendaan tersebut menjadi jaminan bersama-sama bagi semua orang yang mengutangkan padanya, pendapatan penjualan benda-benda itu dibagi menurut
34 35
Djuhaendah Hasan, Op.cit, hal. 231. J Satrio, Op.cit, hal. 3.
Eko Yudhistira : Pendaftaran Jaminan Fidusia : Hambatannya di lihat dari aspek sistem hukum, 2009. USU Repository©2008
keseimbangan, yaitu menurut besar kecil piutang masing-masing, kecuali apabila diantara para berpiutang itu ada alasan-alasan yang sah untuk didahulukan.” Ketentuan Pasal 1131 dan 1132 KUHPerdata merupakan jaminan secara umum, dikatakan demikian oleh karena di sini undang-undang memberikan perlindungan yang sama bagi semua kreditur dalam hak dan kedudukan yang sama. Di sini berlaku asas paritas creditorum, di mana pelunasan hutang kepada kreditur dilakukan secara proporsional sesuai dengan besar atau kecilnya piutang. Dikatakan jaminan secara umum juga oleh karena tidak ada perikatan secara khusus yang dibuat antara kreditur dan debitur untuk mengikat suatu benda sebagai jaminan. Tanggungan atas segala perikatan seseorang disebut jaminan secara umum sedangkan tanggungan atas perikatan tertentu dari seseorang disebut sebagai jaminan secara khusus. 36 Dalam Pasal 1 butir 1 UUJF telah disebutkan bahwa yang dimaksud dengan fidusia adalah “pengalihan hak kepemilikan suatu benda atas dasar kepercayaan dengan ketentuan bahwa benda yang kepemilikannya dialihkan tersebut tetap dalam penguasaan pemilik benda”. Sedangkan pengertian jaminan fidusia menurut UUJF Pasal 1 butir 2 adalah hak jaminan atas benda bergerak baik yang berwujud maupun yang tidak berwujud dan benda tidak bergerak, khususnya bangunan yang tidak dapat dibebani Hak Tanggungan sebagaimana dimaksud dalam Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 4 Tahun 1996 tentang Hak Tanggungan yang tetap berada dalam penguasaan
36
Oey Hoey Tiong, Op.cit, hal. 14.
Eko Yudhistira : Pendaftaran Jaminan Fidusia : Hambatannya di lihat dari aspek sistem hukum, 2009. USU Repository©2008
Pemberi fidusia, sebagai agunan bagi pelunasan utang tertentu, yang memberikan kedudukan yang diutamakan kepada penerima fidusia terhadap kreditor lainnya. Pada prinsipnya, sistem hukum jaminan terdiri dari jaminan kebendaan (Zakelijkezekerheids) dan jaminan perorangan (Persoonlijkezekerheids). Jaminan kebendaan termasuk jaminan fidusia mempunyai ciri-ciri kebendaan dalam arti memberikan hak mendahului di atas benda-benda tertentu dan mempunyai sifat melekat serta mengikuti benda-benda yang bersangkutan. Karakter kebendaan pada Jaminan Fidusia dapat dilihat dalam Pasal 1 ayat (2), Pasal 20, Pasal 27 UUJF. Dengan karakter kebendaan yang dimiliki Jaminan Fidusia, penerima fidusia merupakan kreditur yang preferen dan memiliki sifat zaaksgevolg. Dengan demikian, dapat dipastikan bahwa Jaminan Fidusia memiliki identitas sebagai lembaga jaminan yang kuat dan akan digemari oleh para pemakainya. 37 Jaminan Fidusia juga menganut asas droit de suite, yaitu jaminan fidusia tetap mengikuti benda yang menjadi objek Jaminan Fidusia dalam tangan siapapun benda tersebut berada, kecuali pengalihan atas benda persediaan yang menjadi objek Jaminan Fidusia. Menurut teori fidusia, pemberi fidusia menyerahkan secara kepercayaan hak miliknya sebagai jaminan hutang kepada penerima fidusia. Penyerahan hak milik atas benda Jaminan Fidusia tidaklah sempurna sebagaimana pengalihan hak milik dalam perjanjian jual beli. Yang ditonjolkan dalam penyerahan yuridis sudah terjadi. Sebagai hak kebendaan, Jaminan Fidusia mempunyai hak didahulukan terhadap kreditur lain (Droit de Preference) untuk mengambil pelunasan piutangnya
37
Tan Kamello, Op.cit, hal. 21-22.
Eko Yudhistira : Pendaftaran Jaminan Fidusia : Hambatannya di lihat dari aspek sistem hukum, 2009. USU Repository©2008
atas hasil eksekusi benda jaminan. Hak tersebut tidak hapus walaupun terjadi kepailitan pada debitur. Pemegang fidusia merupakan kreditur separatis sebagaimana yang dicantumkan dalam Pasal 56 Undang-Undang Kepailitan. Pengakuan hak separatis akan memberikan perlindungan hukum bagi kreditur pemegang fidusia. 38 Ruang lingkup Jaminan Fidusia adalah jaminan terhadap benda apapun yang dapat dimiliki dan dialihkan kepemilikannya secara hukum baik bergerak maupun tidak bergerak, berwujud maupun tidak berwujud, terdaftar maupun tidak terdaftar yang tidak termasuk dalam lingkup jaminan Hak Tanggungan atau Hipotik. 39 Beberapa prinsip utama dalam Jaminan Fidusia yakni: a. b. c. d.
Pemegang fidusia berfungsi sebagai jaminan bukan sebagai pemilik sebenarnya; Pemegang fidusia berhak untuk mengeksekusi barang jaminan jika ada wanpestasi dari debitor; Objek jaminan fidusia wajib dikembalikan kepada pemberi fidusia jika hutang sudah dilunasi; Jika hasil eksekusi barang fidusia melebihi jumlah hutang, maka sisanya harus dikembalikan kepada pemberi fidusia. 40 Pemberi fidusia dilakukan dengan Constitutum Possessorium yang artinya
penyerahan kepemilikan benda tanpa menyerahkan fisik benda sama sekali. Dengan demikian, dari apa yang telah disampaikan di atas, maka Jaminan Fidusia merupakan perjanjian ikutan dari perjanjian pokok yakni perjanjian piutang dan hal ini juga sebagaimana yang disebutkan di dalam Pasal 4 UUJF yaitu ”Jaminan Fidusia merupakan perjanjian ikutan dari suatu perjanjian pokok yang menimbulkan kewajiban bagi para pihak untuk memenuhi suatu prestasi”. Perjanjian yang dapat
38
Ibid, hal. 29. Bernadette Waluyo, ”Jaminan Fidusia UU No.42/1999”, Pro Justitia, Th XVIII No.3, Juli 2000, hal. 87. 40 Munir Fuady, Op.cit, hal. 151. 39
Eko Yudhistira : Pendaftaran Jaminan Fidusia : Hambatannya di lihat dari aspek sistem hukum, 2009. USU Repository©2008
menimbulkan hutang-piutang dapat berupa perjanjian pinjam-meminjam maupun perjanjian lainnya. Berkaitan dengan asas dari Jaminan Fidusia tersebut, bahwa objek Jaminan Fidusia mudah dan pasti pelaksanaan eksekusinya jika debitor cidera janji. Obyek yang terdapat di dalam jaminan fidusia meliputi: a. b. c. d. e.
Benda dapat dimiliki dan dapat dialihkan; Benda berwujud dan tidak berwujud; Benda bergerak dan tidak bergerak (yang tidak dapat diikat dengan Hak Tanggungan, Hipotik); Benda yang sudah ada maupun benda yang akan ada; Benda persediaan (inventory, stok barang dagangan). 41 Berdasarkan
Pasal
1131 KUHPerdata, maka semua benda milik debitur,
bergerak atau tidak bergerak, baik yang sudah ada maupun yang baru akan ada di kemudian hari, menjadi tanggungan untuk segala perikatan perseorangan. Sebenarnya ketentuan ini sudah merupakan suatu jaminan terhadap pembayaran hutang-hutang debitur, tanpa diperjanjikan dan tanpa menunjuk benda khusus dari si debitor. Akan tetapi, pihak kreditor umumnya tidak puas dengan jaminan umum berdasarkan Pasal 1131 KUHPerdata tersebut, dengan alasan sebagai berikut: 1.
Benda tidak khusus. Dalam hal ini di dalam Pasal 1131 KUHPerdata tidak menunjuk terhadap suatu barang khusus tertentu, tetapi menunjuk terhadap semua barang milik debitor
2.
Benda tidak diblokir. Jika dibuat jaminan hutang khusus, maka dapat ditentukan bahwa benda tersebut tidak dapat dialihkan kecuali dengan izin pihak kreditor.
41
Ibid, hal. 23.
Eko Yudhistira : Pendaftaran Jaminan Fidusia : Hambatannya di lihat dari aspek sistem hukum, 2009. USU Repository©2008
3.
Jaminan tidak mengikuti benda. Apabila benda obyek jaminan hutang dialihkan kepada pihak lain oleh debitor, maka hak kreditor tetap melekat pada benda tersebut, terlepas di tangan siapa pun benda tersebut berada.
4.
Tidak ada kedudukan preferens dari kreditor. Berbeda dengan jaminan umum yang didasarkan atas Pasal 1131 KUHPerdata, maka terhadap pemegang jaminan hutang yang khusus (yang bersifat kebendaan), oleh hukum diberikan hak preferens. Artinya, kreditornya diberikan kedudukan yang lebih tinggi (didahulukan) pembayaran hutangnya yang diambil dari hasil penjualan benda jaminan hutang. 42 Untuk memberikan kepastian hukum Pasal 11 UUJF mewajibkan benda yang
dibebani dengan Jaminan Fidusia didaftarkan di Kantor Pendaftaran Fidusia yang terletak di Indonesia. Pendaftaran itu memiliki arti yuridis sebagai suatu rangkaian yang tidak terpisah dari proses terjadinya perjanjian jaminan fidusia. Selain itu, Pendaftaran Jaminan Fidusia merupakan perwujudan dari asas publisitas dan kepastian hukum. 43 Melalui sistem pendaftaran ini diatur ciri-ciri yang sempurna dari Jaminan Fidusia, sehingga memperoleh sifat sebagai hak kebendaan (right in rem) yang menyandang asas droit de suite, yang berdasarkan ketentuan pada Pasal 20 UUJF.
42 43
Munir Fuady, “Pengantar Hukum Bisnis”, (Bandung: Citra Aditya Bakti, 2005), hal. 138. Tan Kamello, Op.cit, hal. 213.
Eko Yudhistira : Pendaftaran Jaminan Fidusia : Hambatannya di lihat dari aspek sistem hukum, 2009. USU Repository©2008
Hak kebendaan dari Jaminan Fidusia baru lahir sejak dilakukan pendaftaran pada Kantor Pendaftaran Fidusia dan sebagai buktinya adalah diterbitkannya Sertifikat Jaminan Fidusia. Pendaftaran Jaminan Fidusia yang bisa didaftarkan adalah Jaminan Fidusia yang mana pembebanan benda yang dijadikan Jaminan Fidusia dibuat dengan akta notaril. Pendaftaran Jaminan Fidusia yang mana Jaminan Fidusianya tidak dibuat dengan akta notaril akan mengakibatkan Jaminan Fidusia itu tidak dapat didaftarkan. Secara teoritis fungsi akta adalah untuk kesempurnaan perbuatan hukum (formalitas causa) dan sebagai alat bukti. (probationis causa). 44 Dengan demikian, Akta Jaminan Fidusia yang dibuat di bawah tangan akan mengakibatkan Jaminan Fidusia itu tidak bisa didaftarkan karena Akta Jaminan Fidusia di bawah tangan tidak mempunyai kekuatan pembuktian lahir karena tanda tangan pada akta dibawah tangan masih dapat dipungkiri. Akta di bawah tangan juga tidak mempunyai kekuatan hukum dan kepastian hukum. Konsekwensi yuridis dari tidak didaftarkannya Jaminan Fidusia adalah perjanjian jaminan fidusia bersifat perorangan (Persoonlijke karakter). 45 Jaminan Fidusia bersifat perorangan maksudnya adalah jaminan itu tidak memiliki hak kebendaan, tidak memiliki hak mendahului atas benda-benda tertentu. Jaminan itu hanya menimbulkan hubungan langsung pada perorangan tertentu, hanya dapat dipertahankan terhadap debitur tertentu, terhadap kekayaan debitur seumumnya.46
44
Sudikno Mertukusumo, “Hukun Acara Perdat”, (Yogjakarta: Liberty ,1982), hal. 121-122. Tan Kamello, Op.cit, hal. 30. 46 Sri Soedewi Masjchoen Sofwan, ”Hukum Jaminan Di Indonesia Pokok-Pokok Hukum Jaminan dan Jaminan Perorangan”, (Jakarta: BPHN Departemen Kehakiman R.I, 1980), hal. 47. 45
Eko Yudhistira : Pendaftaran Jaminan Fidusia : Hambatannya di lihat dari aspek sistem hukum, 2009. USU Repository©2008
Pendaftaran dilakukan setelah Akta Jaminan Fidusia telah ditandatangani oleh para pihak pada Kantor Pendaftaran Fidusia di tempat kedudukan pihak pemberi fidusia. Terhadap objek Jaminan Fidusia yang berada di luar wilayah Indonesia pendaftaran tetap dilakukan di mana kedudukan pemberi fidusia. 2.
Konsepsional
Konsepsi adalah salah satu bagian yang terpenting dari teori, peranan konsepsi dalam penelitian ini untuk menghubungkan teori dan observasi, antara abstraksi dan kenyataan. Konsep diartikan sebagai kata yang menyatukan abstraksi yang digeneralisasikan dari hal-hal khusus yang disebut defenisi operasional. 47 Maka dalam penelitian ini disusun berberapa defenisi operasional dari konsepkonsep yang akan digunakan agar tidak terjadi perbedaan pengertian yakni: Jaminan adalah suatu hak atas suatu benda debitur yang hak kepemilikannya dipegang oleh kreditur sebagai sarana perlindungan bagi keamanan kreditur,untuk kepastian akan pelunasan hutang debitur atau pelaksanaan suatu prestasi oleh debitur atau oleh penjamin debitur. Fidusia adalah pengalihan hak kepemilikan atas suatu benda atas dasar kepercayaan yang mana hak kepemilikan dipegang oleh kreditur, sedangkan bendanya masih dikuasai oleh debitur. Jaminan Fidusia adalah hak jaminan kebendaan atas benda bergerak baik yang berwujud maupun yang tidak berwujud dan benda tidak bergerak khususnya bangunan yang tidak dapat dibebani Hak Tanggungan .
Eko Yudhistira : Pendaftaran Jaminan Fidusia : Hambatannya di lihat dari aspek sistem hukum, 2009. USU Repository©2008
Benda Jaminan Fidusia adalah segala sesuatu yang dapat dimiliki dan dialihkan, baik yang berwujud maupun yang tidak berwujud, yang terdaftar maupun yang tidak terdaftar, yang bergerak maupun yang tidak bergerak yang tidak dapat dibebani Hak Tanggungan atau Hipotik. Benda terdaftar adalah benda yang didaftarkan kepada instansi tertentu yang memiliki tanda bukti kepemilikan bisa berupa sertifikat ataupun tanda bukti lain yang mempunyai kekuatan pembuktian yang sempurna. Benda bergerak adalah benda yang karena sifatnya dapat dipindahkan atau karena ditentukan undang-undang Benda tidak bergerak adalah benda yang karena sifatnya tidak dapat dipindahkan atau karena peruntukannya atau karena ditentukan undang-undang. Benda bukan tanah adalah benda selain tanah baik yang sifatnya bergerak maupun tidak bergerak, berwujud maupun tidak berwujud, baik terdaftar maupun tidak terdaftar. Hutang adalah kewajiban debitur yang harus dibayar kepada kreditur dalam bentuk mata uang rupiah atau mata uang lainnya sebagai pelunasan kredit akibat perjanjian kredit dengan Jaminan Fidusia. Piutang adalah hak yang dimiliki oleh kreditur untuk menerima pembayaran atas pelunasan hutang debitur.
47
Samadi Suryabrata, ”Metodelogi Penelitian”, (Jakarta: Raja Grafindo Persada,1998),
hal. 3.
Eko Yudhistira : Pendaftaran Jaminan Fidusia : Hambatannya di lihat dari aspek sistem hukum, 2009. USU Repository©2008
Pemberi Jaminan Fidusia adalah orang atau badan usaha baik yang berbadan hukum atau tidak yang memiliki benda yang akan dijadikan sebagai benda jaminan dalam Perjanjian Jaminan Fidusia. Penerima Jaminan Fidusia adalah perorangan, Bank atau Lembaga Pembiayaan lainnya yang mempunyai piutang untuk sebagai pelunasan hutang pemberi fidusia kepada penerima fidusia yang mana pembayarannya dijamin dengan benda Jaminan Fidusia dan harta kekayaan lainnya dari pemberi Jaminan Fidusia. Debitur adalah orang pribadi atau badan usaha yang memiliki hutang kepada Bank atau Lembaga Pembiayaan lainnya karena perjanjian atau undang-undang. Kreditur adalah orang pribadi, pihak bank atau lembaga pembiayaan lainnya yang mempunyai piutang karena perjanjian atau undang-undang. Setiap orang adalah orang-perseorangan atau koorporasi. Akta Jaminan Fidusia adalah akta Notaris yang berisikan pemberian Jaminan Fidusia kepada kreditur tertentu sebagai jaminan untuk pelunasan piutangnya. Jaminan kebendaan merupakan hak mutlak atas suatu benda tertentu yang dijadikan objek jaminan untuk suatu ketika dapat diuangkan bagi pelunasan atau pembayan hutang apabila debitur melakukan cidera janji. Kreditur preferen adalah kreditur yang mempunyai hak yang didahulukan terhadap kreditur lainnya untuk mendapatkan pelunasan piutangnya atas hasil eksekusi benda yang dijadikan objek Jaminan Fidusia. Kreditur separatis adalah kreditur yang tidak mempunyai hak untuk didahulukan terhadap piutangnya.
Eko Yudhistira : Pendaftaran Jaminan Fidusia : Hambatannya di lihat dari aspek sistem hukum, 2009. USU Repository©2008
Asas publisitas adalah asas bahwa semua hak, baik Hak Tanggungan, Hak Fidusia, dan Hipotik harus didaftarkan, hal ini bertujuan agar pihak ketiga dapat mengetahui bahwa benda yang yang dijaminkan sedang dilakukan pembebanan jaminan. Asas droit de suite, yaitu Jaminan Fidusia tetap mengikuti benda yang menjadi objek Jaminan Fidusia dalam tangan siapapun benda tersebut berada, kecuali pengalihan atas benda persediaan yang menjadi objek Jaminan Fidusia. Pendaftaran Jaminan Fidusia adalah Pendaftaran Jaminan Fidusia yang dilakukan dikantor pendaftaran fidusia di tempat kedudukan pemberi fidusia. Kantor Pendaftaran Fidusia merupakan bagian dalam lingkungan Departemen Kehakiman dan bukan merupakan institusi yang mandiri atau pelaksana teknis. Kantor Pendaftaran Fidusia untuk pertama kali didirikan di Jakarta dan secara bertahap, sesuai keperluan, didirikan di ibukota propinsi di seluruh wilayah Republik Indonesia. Pendirian Kantor Pendaftaran Fidusia di Daerah Tingkat II, dapat disesuaikan dengan Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 22 Tahun 1999 tentang Pemerintahan Daerah Sertifikat
Jaminan
Fidusia
adalah
Sertifikat
Jaminan
Fidusia
yang
mencantumkan irah-irah ”Demi keadilan berdasarkan Ketuhanan Yang Maha Esa” mempunyai kekuatan eksekutorial yang kekuatannya sama dengan keputusan hakim.
Eko Yudhistira : Pendaftaran Jaminan Fidusia : Hambatannya di lihat dari aspek sistem hukum, 2009. USU Repository©2008
G.
Metode Penelitian 1.
Sifat Penelitian
Penelitian ini bersifat deskriptif analitis,48 maksudnya adalah penelitian ini merupakan
penelitian
yang
menggambarkan,
menelaah,
menjelaskan
serta
menganalisa permasalahan dalam Pendaftaran Jaminan Fidusia, yang dihubungkan dengan peraturan perundang-undangan yang kemudian dilakukan analisis. Penelitian ini merupakan suatu kegiatan ilmiah yang didasarkan pada metode, sistematika dan pemikiran tertentu yang bertujuan untuk mempelajari suatu hukum tertentu dengan jalan menganalisanya. 49 Analisis terhadap aspek hukum baik dari segi ketentuan peraturan-peraturan yang berlaku mengenai Hukum Perjanjian, Hukum Jaminan Kebendaan, Hukum Jaminan Fidusia dan Pendaftaran Fidusia, serta meneliti dan menelaah penerapan dan pelaksanaan peraturan-peraturan tersebut dalam hubungannya dengan fidusia dan pendaftaran fidusia. 2.
Jenis Penelitian
Jenis penelitian ini menggunakan metode pendekatan yuridis normatif, 50 yaitu pendekatan terhadap permasalahan, dilakukan dengan mengkaji berbagai aspek hukum dari segi peraturan-peraturan yang berlaku mengenai Hukum Jaminan, Jaminan Fidusia dan Pendaftaran Jaminan Fidusia, sehingga dapat mengimplementasikan dalam praktik di lapangan mengenai pendataran fidusia.
48
Bandingkan dengan Bambang Waluyo, yang menyatakan bahwa penelitian deskriptif adalah penelitian yang bertujuan untuk menuliskan tentang sesuatu hal didaerah tertentu dan pada saat tertentu. Bambang Waluyo, ”Penelitian Hukum Dalam Praktek”, (Jakarta: Sinar Grafika,1996), hal. 8. 49 Soerjono Soekanto, Loc.cit, hal. 43. 50 Bambang Sunggono, ”Metode Penelitian Hukum”, (Jakarta: Raja Grafindo,1997), hal. 37.
Eko Yudhistira : Pendaftaran Jaminan Fidusia : Hambatannya di lihat dari aspek sistem hukum, 2009. USU Repository©2008
Mengambil istilah Ronald Dworkin, penelitian semacam ini juga disebut dengan penelitian doctrinal (doctrine research) yaitu penelitian yang menganalisis hukum, baik yang tertulis maupun tidak tertulis di dalam buku maupun hukum yang diputuskan oleh hakim melalui proses pengadilan. 51
3.
Bahan Penelitian Penelitian ini menggunakan bahan yang diperoleh dari hasil penelitian
kepustakaan. Dari penelitian kepustakaan dikumpulkan data sekunder yang meliputi bahan hukum primer, bahan hukum sekunder dan bahan hukum tertier. 52 Dalam penelitian normatif, data yang diperlukan adalah data sekunder. Data sekunder tersebut mempunyai ruang lingkup yang sangat luas, sehingga meliputi suratsurat pribadi, buku-buku harian, sampai pada dokumen-dokumen resmi yang dikeluarkan oleh pemerintah. 53 Data sekunder dalam penelitian ini terdiri dari: 1.
Bahan hukum primer adalah bahan-bahan hukum yang mengikat yakni norma (dasar), peraturan dasar dan peraturan perundang-undangan yang berhubungan dengan perjanjian, jaminan kebendaan, jaminan fidusia, dan tata cara pendaftaran fidusia.
51
Bismar Nasution, “Metode Penelitian Hukum Normatif dan Perbandingan Hukum”, makalah disampaikan pada dialog interaktif tentang penelitian hukum dan hasil penulisan hukum pada majalah akreditasi, Medan, Fakultas Hukum Universitas Sumatera Utara, 18 Februari2003, hal.1. 52 Soerjono Soekanto dan Sri Mamudji, ”Penelitian Hukum Normatif Suatu Tinjauan Singkat”, (Jakarta: Rajawali Press,1995), hal. 39. 53 Abdul Kadir Muhammad, “Hukum dan Penelitian Hukum”, (Bandung: Citra Aditya Bakti, 2004), hal. 122.
Eko Yudhistira : Pendaftaran Jaminan Fidusia : Hambatannya di lihat dari aspek sistem hukum, 2009. USU Repository©2008
2.
Bahan hukum sekunder, yaitu bahan yang memberikan penjelasan tentang bahan hukum primer antara lain: tulisan atau pendapat para ahli hukum yang berkaitan dengan perjanjian, hukum jaminan, dan fidusia.
3.
Bahan hukum tertier adalah bahan hukum yang memberikan penjelasan tentang bahan hukum primer dan sekunder.
4.
Teknik dan Alat Pengumpulan Data Untuk mendapatkan hasil yang objektif dan dapat dibuktikan kebenarannya
serta dapat dipertanggungjawabkan hasilnya, maka data dalam penelitian ini diperoleh dengan alat pengumpulan data yang dilakukan dengan menggunakan cara yaitu: a.
Studi kepustakaan (Library research). Yaitu penelitian yang dilakukan dengan cara pengumpulan data dengan melakukan penelaahan kepada bahan pustaka atau data sekunder yang meliputi bahan hukum primer, bahan hukum sekunder dan bahan hukum tersier.
b.
Wawancara. Pedoman wawancara dengan nara sumber yang hanya berperan sebagai informan. Wawancara dilakukan dengan berpedoman pada pertanyaan yang telah disusun terlebih dahulu sehingga diperoleh data yang diperlukan sebagai pendukung penelitian hukum normatif dalam penulisan tesis ini.
Eko Yudhistira : Pendaftaran Jaminan Fidusia : Hambatannya di lihat dari aspek sistem hukum, 2009. USU Repository©2008
5.
Analisis Data Analisis data menurut Payton adalah ”sebuah proses mengatur urutan data,
mengorganisasikannya ke dalam suatu pola, kategori dan kesatuan uraian dasar”. 54 Data sekunder yang telah diperoleh kemudian disistemasikan, diolah dan diteliti dan dianalisis dengan metode deskriptif melalui pendekatan kualitatif. Menurut Lexy J Moleong, analsis data kualitatif adalah upaya yang dilakukan dengan jalan bekerja dengan data, mengorganisasikan data, memilah-milahnya menjadi satuan yang dapat dikelola, mensintesiskannya, mencari dan menemukan pola, menemukan apa yang dapat diceritakan pada orang lain. 55 Sehingga dapat menggambarkan secara menyeluruh dan sistematis tentang hasil dari penelitian ini. Dengan demikian kegiatan analisis ini diharapkan dapat menghasilkan kesimpulan sesuai dengan permasalahan dan tujuan penelitian.
54 55
Patton, dalam Lexy J. Moleong, Op.cit, hal. 103. Ibid, hal. 248.
Eko Yudhistira : Pendaftaran Jaminan Fidusia : Hambatannya di lihat dari aspek sistem hukum, 2009. USU Repository©2008
BAB II HAMBATAN-HAMBATAN YANG TERJADI DALAM PENDAFTARAN JAMINAN FIDUSIA
A.
Momentum Yuridis Lahirnya Jaminan Fidusia Jaminan Fidusia adalah hak jaminan atas benda bergerak baik yang berwujud
maupun tidak berwujud dan benda tidak bergerak khususnya bangunan yang tidak dapat dibebani Hak Tanggungan sebagaimana yang dimaksud dalam Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 4 Tahun 1996 (BN.No.5847 hal 1B-3B) tentang Hak Tanggungan yang tetap berada dalam penguasaan pemberi fidusia, sebagai agunan bagi pelunasan uang tertentu, yang memberikan kedudukan yang diutamakan kepada penerima fidusia terhadap kreditur lainnya. 56 Jaminan Fidusia adalah merupakan Lembaga Jaminan yang bersifat hak kebendaan. Hal ini dapat kita lihat dari pengertian jaminan fidusia yang menyebutkan bahwa Jaminan Fidusia itu memberikan kedudukan yang diutamakan kepada penerima fidusia. Jaminan dapat dibedakan yakni jaminan kebendaan dan jaminan perseorangan. Hak kebendaan memberikan kekuasaan yang langsung terhadap bendanya. Sedangkan hak perorangan menimbulkan hubungan langsung antara perorangan yang satu dengan yang lain. Tujuan dari jaminan yang bersifat kebendaan bermaksud memberikan hak verhaal (hak untuk meminta pemenuhan piutangnya) kepada kreditur, terhadap hasil
56
Pasal 1 angka 2 Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 42 Tahun 1999 tentang Jaminan Fidusia.
41
Eko Yudhistira : Pendaftaran Jaminan Fidusia : Hambatannya di lihat dari aspek sistem hukum, 2009. USU Repository©2008
penjualan benda-benda tertentu dari debitur untuk pemenuhan piutangnya. Jaminan yang bersifat perorangan memberikan hak verhaal kepada kreditur, terhadap benda keseluruhan dari debitur untuk memperoleh pemenuhan dari piutangnya. Ciri khas dari jaminan kebendaan ialah dapat dipertahankan (dimintakan pemenuhan) terhadap siapapun juga, yaitu terhadap mereka yang memperoleh hak baik berdasarkan atas hak yang umum maupun yang khusus, juga terhadap para kreditur dan pihak lawannya. Hak tersebut selalu mengikuti bendanya (droit de suite; zaaksgevolg), dalam arti bahwa yang mengikuti bendanya itu tidak hanya haknya tetapi juga kewenangan untuk menjual bendanya dan hak eksekusi. 57 Sifat jaminan kebendaan dapat dibedakan menjadi 2 macam, yaitu perjanjian pokok dan perjanjian asesoir. Perjanjian pokok merupakan perjanjian untuk mendapatkan fasilitas kredit dari lembaga perbankan atau lembaga keuangan non bank. Contoh perjanjian pokok adalah perjanjian kredit bank. Perjanjian asesoir adalah perjanjian yang bersifat tambahan dan dikaitkan dengan perjanjian pokok. Fidusia merupakan contoh dari perjanjian yang bersifat asesoir. Fidusia adalah sifat jaminan yang mengikuti perjanjian pokok. Dalam Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 42 Tahun 1999 tentang Jaminan Fidusia, diatur mengenai Pendaftaran Jaminan Fidusia. Pendaftaran ini adalah merupakan untuk pertama sekali dalam sejarah hukum di Indonesia, karena sebelum adanya Undang-Undang Jaminan Fidusia, fidusia tidak sampai mengatur tentang prosedural dan proses pendaftaran, sehingga tidak ada kewajiban pendaftaran.
57
Sri Soedewi Masjchoen Sofwan, Op.cit, hal. 39.
Eko Yudhistira : Pendaftaran Jaminan Fidusia : Hambatannya di lihat dari aspek sistem hukum, 2009. USU Repository©2008
Pendaftaran fidusia di dalam Undang-Undang Jaminan Fidusia memiliki arti yuridis sebagai suatu rangkaian yang tidak terpisahkan dari proses terjadinya Perjanjian Jaminan Fidusia. Selain itu Pendaftaran Jaminan Fidusia berfungsi untuk memberikan jaminan kepastian hukum kepada pihak yang berkepentingan dan pendaftaran memberikan hak yang didahulukan (preferen) kepada penerima fidusia terhadap kreditur lain. Di samping itu pendaftaran fidusia merupakan salah satu wujud dari asas publisitas. Pasal 11 ayat (1) UUJF menyebutkan ”bahwa benda yang dibebani jaminan fidusia wajib didaftarkan”. Pasal 11 ayat (2) UUJF menyebutkan ”dalam hal benda yang dibebani dengan Jaminan Fidusia berada di luar wilayah Negara Republik Indonesia, kewajiban sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) tetap berlaku”. Pasal ini menyatakan dengan tegas bahwa Jaminan Fidusia itu wajib didaftarkan. Pasal 14 UUJF menyebutkan: 1.
Kantor Pendaftaran Fidusia menerbitkan dan menyerahkan kepada penerima fidusia Sertifikat Jaminan Fidusia pada tanggal yang sama dengan tanggal penerimaan permohonan pendaftaran.
2.
Sertifikat jaminan fidusia yang merupakan salinan buku daftar fidusia memuat catatan tentang hal-hal sebagaimana dimaksud dalam Pasal 13 ayat (2).
3.
Jaminan fidusia lahir pada tanggal yang sama dengan tanggal dicatatnya jaminan fidusia dalam buku daftar fidusia. Berdasarkan bunyi Pasal 14 ayat (1), (2) dan (3) Undang-Undang Jaminan
Fidusia adalah merupakan momentum yuridis lahirnya Jaminan Fidusia. Dengan
Eko Yudhistira : Pendaftaran Jaminan Fidusia : Hambatannya di lihat dari aspek sistem hukum, 2009. USU Repository©2008
lahirnya Jaminan Fidusia, maka secara yuridis apa yang berlaku dan apa yang diatur didalam Undang-Undang Jaminan Fidusia mengikat para pihak sebagai hukum yakni bagi pemberi fidusia, penerima fidusia, bagi pihak ketiga dan Kantor Pendaftaran Fidusia mengenai apa hak-hak dan kewajiban dari pihak penerima fidusia, pemberi fidusia, pihak ketiga dan Kantor Pendaftaran Fidusia serta apa akibat-akibat yang timbul apabila tidak mematuhi Undang-Undang Jaminan Fidusia.
B.
Jaminan Fidusia Adalah Perjanjian Jaminan Secara Tertulis Bentuk perjanjian jaminan mengenai berbagai macam lembaga jaminan dalam
praktek perbankan di Indonesia senantiasa disyaratkan dalam bentuk tertulis, sebagaimana tampak dalam formulir/model-model tertentu dari Bank atau dituangkan dalam bentuk akte Notaris. 58 Dalam UUJF dinyatakan dengan tegas pada Pasal 5 ayat (1), yaitu ”pembebanan benda dengan jaminan fidusia dibuat dengan akta Notaris dalam Bahasa Indonesia dan merupakan Akta Jaminan Fidusia”. Sebelum UUJF ada, pembebanan Jaminan Fidusia diperbolehkan dengan akta di bawah tangan, namun setelah berlakunya UUJF maka akta di bawah tangan tidak diperbolehkan lagi dalam hal pembebanan Jaminan Fidusia. Akta di bawah tangan tersebut tidak bisa dipakai untuk mendaftarkan Jaminan Fidusia ke Kantor Pendaftaran Fidusia. Oleh karena Pendaftaran Jaminan Fidusia hanya boleh dilakukan oleh penerima fidusia atau kuasanya dengan melampirkan pernyataan pendaftaran Jaminan
58
Ibid, hal. 40.
Eko Yudhistira : Pendaftaran Jaminan Fidusia : Hambatannya di lihat dari aspek sistem hukum, 2009. USU Repository©2008
Fidusia yang mana pernyataan pendaftaran itu dilakukan dengan Akta Jaminan Fidusia yang dibuat oleh Notaris. Alasan undang-undang menetapkan akte bentuk notaris adalah: a.
Akte Notaris adalah akte otentik sehingga memiliki kekuatan pembuktian yang sempurna.
b.
Objek Jaminan Fidusia pada umumnya adalah benda bergerak.
c.
Undang-undang melarang adanya fidusia ulang. 59 Secara teoritis, fungsi akta adalah untuk kesempurnaan perbuatan hukum
(Formalitas Causa) dan sebagai alat bukti (Probationis causa). 60 Namun, dari segi kekuatan pembuktian akta, akta Notaris memiliki kekuatan pembuktian lahir sesuai dengan asas acta publica probant seseipsa, sedangkan akta di bawah tangan tidak mempunyai kekuatan pembuktian lahir karena tanda tangan pada akta di bawah tangan masih dapat dipungkiri. Dengan demikian, akta Notaris mempunyai kekuatan hukum dan kepastian hukum yang lebih besar dari pada akta di bawah tangan. 61 Menurut Stein, manfaatnya perjanjian fidusia dilakukan secara tertulis dalam hal-hal sebagai berikut: 1.
Si pemegang Jaminan Fidusia demi kepentingannya akan menuntut cara yang paling gampang untuk dapat membuktikan adanya penyerahan tersebut terhadap si debitur. Hal demikian penting untuk menjaga kemungkinan si debitur meninggal sebelum si kreditur dapat melaksanakan haknya. Tanpa adanya akta
59 60 61
Ratnawati W Prasodjo, Op.cit, hal. 723. Sudikno Mertukusumo, Op.cit, hal. 130. Tan Kamello, Op.cit, hal. 130.
Eko Yudhistira : Pendaftaran Jaminan Fidusia : Hambatannya di lihat dari aspek sistem hukum, 2009. USU Repository©2008
akan sulit baginya untuk membuktikan hak-haknya terhadap ahli waris dari debitur. 2.
Dengan adanya akta akan dapat dicantumkan janji-janji khusus antara debitur dan kreditur yang mengatur hubungan hukum mereka. Perjanjian secara lisan tidak akan dapat menentukan secara teliti jika menghadapi keadaan yang sulit yang kemungkinan timbul.
3.
Perjanjian yang tertulis dari fidusia sangat bermanfaat bagi si kreditur, jika ia akan mempertahankan haknya terhadap pihak ketiga. 62 Adapun isi dari Akta Jaminan Fidusia itu sekurangnya-kurangnya memuat
identitas para pihak pemberi dan penerima fidusia, data perjanjian pokok yang dijadikan Jaminan Fidusia, uraian mengenai benda yang menjadi objek Jaminan Fidusia, nilai penjaminan dan nilai benda yang menjadi objek Jaminan Fidusia. 63 Pada Akta Perjanjian Fidusia dilampirkan daftar perincian barang-barang yang dipakai sebagai Jaminan Fidusia. Di mana dinyatakan bahwa lampiran yang memuat barang-barang itu merupakan kesatuan yang tidak dapat dipisahkan dari akta tersebut. 64 Penyebutan secara rinci benda-benda yang dijadikan jaminan dalam jaminan fidusia berkaitan dengan asas spesialitas yang pada umumnya dianut dalam suatu pendaftaran yang mana maksud dari asas spesialitas itu adalah agar barang-barang yang dijadikan jaminan jelas dan terang mengenai rinciannya, tahun pembuatannya,
62 63
Mr. P.A Stein, dalam Sri Soedewi Masjchoen Sofwan, Op.cit, hal. 40. Pasl 6 Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 42 Tahun 1999 tentang Jaminan
Fidusia. 64
Sri Soedewi Masjchoen Sofwan, Op.cit, hal. 41.
Eko Yudhistira : Pendaftaran Jaminan Fidusia : Hambatannya di lihat dari aspek sistem hukum, 2009. USU Repository©2008
merknya, typenya, nomor mesinnya, nomor rangkanya, nomor polisi dan lain-lainnya. Kesemuanya itu untuk memberikan kepastian hukum kepada penerima fidusia dan pihak lain yang berkepentingan.
C.
Asas-asas Hukum Jaminan Fidusia Secara etimologi kata, bahwa asas ini dapat diterangkan sebagai berikut:
1.
Dasar, alas, pondamen; misalnya batu yang baik untuk rumah.
2.
Suatu kebenaran yang menjadi pokok dasar atau tumpuan berfikir (berpendapat dan sebagainya; misalnya bertentangan dengan asas-asas hukum pidana; pada asasnya saya setuju dengan usul saudara.
3.
Cita-cita yang menjadi dasar (perkumpulan, negara dan sebagainya; misalnya membicarakan asas dan tujuannya. 65 Selanjutnya kata asas ini di dalam Bahasa Inggris disebut ”principle” erat
hubungannya dengan istilah ”principium” (latin). Principium menurut asal katanya adalah permulaan, awal, mula, sumber, asal, pangkal, pokok, dasar. 66
1. 2. 3. 4. 5.
Kata principle mempunyai arti: Sumber atau asal sesuatu; Penyebab yang jauh dari sesuatu; Kewenangan atau kecakapan asli; Aturan atau dasar bagi tindakan seseorang; Suatu pernyataan (hukum, aturan dan kebenaran) yang dipergunakan sebagai dasar untuk menjelaskan suatu peristiwa. 67
65
WJS Poerwardaminta, ”Kamus Umum Bahasa Indonesia”, (Jakarta: Balai Pustaka, 1983),
hal. 60. 66
K.Prent, dalam Syamsul Arifin, ”Falsafah Hukum”, (Medan: Kelompok Studi Hukum dan Masyarakat Fakultas Hukum, 1992), hal. 104. 67 Syamsul Arifin, Ibid, hal. 140.
Eko Yudhistira : Pendaftaran Jaminan Fidusia : Hambatannya di lihat dari aspek sistem hukum, 2009. USU Repository©2008
Salah satu unsur dari sistem hukum jaminan adalah asas hukum. Dalam UUJF, pembentuk undang-undang tidak mencantumkan secara tegas asas-asas hukum Jaminan Fidusia yang menjadi fundamen dari pembentukan norma hukumnya. Oleh karena itu asas hukum jaminan dapat ditemukan dengan mencarinya dalam pasal-pasal yang ada di dalam UUJF. Pertama, adalah asas bahwa kreditur penerima fidusia berkedudukan sebagai kreditur yang diutamakan dari kreditur lainnya. Asas ini dapat ditemukan dalam Pasal 1 ayat (2) UUJF. Kedudukan yang diutamakan tersebut adalah hak untuk mengambil pelunasan piutangnya atas hasil eksekusi benda yang menjadi objek Jaminan Fidusia. 68 . Kedudukan yang diutamakan di dalam Jaminan Fidusia berbeda dengan kedudukan yang diutamakan dalam Lembaga Jaminan kebendaan lainnya yakni dapat kita lihat dalam Lembaga Jaminan Hak Tanggungan. 69 UUJF tidak menyebutkan apakah hak didahulukan tersebut juga lebih rendah dari piutang negara. Jawaban ini terletak kepada pendekatan sistem hukum jaminan kebendaan, artinya apabila Jaminan Fidusia merupakan sub sistem hukum jaminan kebendaan, secara analogi piutang negara memiliki kedudukan yang lebih tinggi dari kreditur pemegang Jaminan Fidusia. 70
68
Pasal 27 ayat (2) Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 42 Tahun 1999 tentang Jaminan Fidusia. 69 Dalam penjelasan umum angka 4 Undang-undang Hak Tanggungan meyebutkan bahwa jika debitur cidera janji, kreditur hak tanggungan berhak menjual melalui pelelangan umum tanah yang dijadikan jaminan menurut ketentuan peraturan perundang-undangan yang bersangkutan, dengan hak mendahulu dari pada kreditur-kreditur lain. Kedudukan diutamakan tersebut sudah barang tentu tidak mengurangi preferensi piutang-piutang negara menurut ketentuan-ketentuan hukum yang berlaku. 70 Tan Kamello, Op.cit, hal, 160-169.
Eko Yudhistira : Pendaftaran Jaminan Fidusia : Hambatannya di lihat dari aspek sistem hukum, 2009. USU Repository©2008
Kedua, adalah asas bahwa Hukum Jaminan Fidusia tetap mengikuti benda yang menjadi objek Jaminan Fidusia dalam tangan siapapun benda itu berada. Dalam ilmu hukum asas ini disebut ”droit de suite atau zaaksgevolg”. Adanya pengakuan asas ini di dalam UUJF menunjukkan bahwa Jaminan Fidusia merupakan hak kebendaan (zaakelijk recht) bukan merupakan hak perseorangan (persoonlijkrecht). Hak kebendaan menurut Sri Soedewi Masjchoen Sofwan adalah ”hak mutlak atas suatu benda di mana hak itu memberikan kekuasaan langsung atas suatu benda dan dapat dipertahankan terhadap siapapun juga. 71 Jaminan kebendaan memberikan kedudukan yang istimewa kepada para kreditur, karena para kreditur memiliki hak preferen, yaitu hak untuk didahulukan (preference rights) dari pada kreditur lain dalam pengambilan pelunasan piutang dari benda yang menjadi objek jaminan. Dalam kepailitan debitur, kreditur mempunyai kedudukan sebagai kreditur separatis. Sebagai kreditur separatis, ia dapat bertindak seolah-olah tidak ada kepailitan pada debitur, karena kreditur dapat melaksanakan haknya untuk melakukan parate eksekusi. Sedangkan dalam hal jaminan perorangan berbeda dengan jaminan hak kebendaan. Jaminan yang bersifat perorangan ialah jaminan yang menimbulkan hubungan langsung pada perorangan tertentu, hanya dapat dipertahankan terhadap debitur tertentu, terhadap harta kekayaan debitur seumumnya.72 Jaminan perorangan
71 72
Sri Soedewi Masjchoen Sofwan, Op.cit, hal. 24. Ibid, hal. 48.
Eko Yudhistira : Pendaftaran Jaminan Fidusia : Hambatannya di lihat dari aspek sistem hukum, 2009. USU Repository©2008
ini tidak memberi hak preferensi kepada kreditur, sehingga apabila debitur pailit maka kreditur akan bersaing dengan kreditur lain dalam pemenuhan kewajiban debitur. Hak perorangan tidak mempunyai karakter droit de suite. Jika terjadi tumbukan antara hak kebendaan dengan hak perorangan, maka pada asasnya hak kebendaan lebih kuat dari hak perorangan. Dalam karakter droit de suite terdapat prinsip hak yang tua didahulukan dari hak yang muda, maka hak kebendaan dimenangkan dari hak perorangan, tak peduli apakah hak kebendaan itu terjadinya lebih dulu atau lebih belakangan dari hak perorangan. 73 Pengakuan asas bahwa hak jaminan fidusia mengikuti bendanya dalam tangan siapapun benda itu berada memberikan kepastian hukum bagi kreditur pemegang Jaminan Fidusia untuk memperoleh pelunasan hutang dari hasil penjualan objek Jaminan Fidusia apabila debitur pemberi Jaminan Fidusia wanprestasi. Kepastian hukum atas hak tersebut bukan saja benda Jaminan Fidusia masih berada pada debitur pemberi Jaminan Fidusia bahkan ketika benda Jaminan Fidusia itu telah berada pada pihak ketiga. Pemberlakuan asas droit de suite tidak berlaku terhadap semua objek Jaminan Fidusia, tetapi terdapat pengecualiannya yakni tidak berlaku bagi objek Jaminan Fidusia berupa benda persediaan. Ketiga, adalah asas bahwa jaminan fidusia adalah perjanjian asesoir. Maksudnya adalah jaminan fidusia tiak mungkin berdiri sendiri, tetapi mengikuti perjanjian lainnya yang merupakan perjanjian pokok. Dalam hal ini, yang merupakan
73
Ibid.
Eko Yudhistira : Pendaftaran Jaminan Fidusia : Hambatannya di lihat dari aspek sistem hukum, 2009. USU Repository©2008
perjanjian pokok adalah perjanjian hutang piutang atau sering dikenal dengan perjanjian kredit. Konsekwensi dari perjanjian Asesoir ini adalah bahwa jika perjanjian pokok tidak sah, atau karena sebab apapun hilang berlakunya atau dinyatakan tidak berlaku, maka secara hukum perjanjian fidusia sebagai perjanjian asesoir juga ikut batal. 74 Asas asesoir membawa konsekwensi terhadap pengalihan hak atas piutang yang dijamin dengan fidusia mengakibatkan beralihnya demi hukum segala hak dan kewajiban penerima fidusia kepada kreditur baru. Beralihnya hak tersebut didaftarkan oleh kreditur baru kepada kantor pendaftaran fidusia. 75 Keempat, adalah asas bahwa Jaminan Fidusia dapat diletakkan atas hutang yang baru akan ada (kontinjen). UUJF mengatakan bahwa pembebanan Jaminan Fidusia dapat berupa hutang yang telah ada maupun hutang yang akan timbul di kemudian hari yang telah diperjanjikan dalam jumlah tertentu. 76 Hutang yang akan timbul di kemudian hari (kontinjen), misalnya hutang yang timbul dari pembayaran yang dilakukan oleh kreditur untuk kepentingan debitur dalam rangka pelaksanaan bank garansi.77 Kelima, adalah asas yang mengatakan bahwa Jaminan Fidusia dapat dibebankan terhadap benda yang akan ada.
74 75
Munir Fuady, Op..cit, hal. 19. Pasal 19 Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 42 Tahun 1999 tentang Jaminan
Fidusia. 76
Pasal 7 Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 42 Tahun 1999 tentang Jaminan
Fidusia. 77
Penjelasan Pasal 7 huruf b Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 42 Tahun 1999 tentang Jaminan Fidusia.
Eko Yudhistira : Pendaftaran Jaminan Fidusia : Hambatannya di lihat dari aspek sistem hukum, 2009. USU Repository©2008
Ketentuan ini secara tegas membolehkan Jaminan Fidusia mencakup benda yang diperoleh di kemudian hari. Hal ini menunjukkan undang-undang ini menjamin fleksibilitas yang berkenaan dengan hal ikhwal benda yang dapat dibebani jaminan fidusia bagi pelunasan hutang. 78 Keenam,
asas
bahwa
Jaminan
Fidusia
dapat
dibebankan
terhadap
bangunan/rumah yang terdapat diatas tanah hak milik orang lain. Dalam ilmu hukum asas ini dikenal dengan asas pemisahan horizontal. Artinya benda-benda yang merupakan kesatuan dengan tanah menurut hukum bukan merupakan bagian dari tanah yang bersangkutaan. Oleh karena itu, setiap perbuatan hukum mengenai hak-hak atas tanah, tidak dengan sendirinya meliputi benda-benda tersebut. 79 Pemilik suatu tanah tidak selamanya berarti dia pemilik bangunan di atas tanah tersebut. Misalnya mengenai rumah susun. Ketujuh, asas jaminan fidusia berisikan uraian secara detail terhadap subjek dan objek Jaminan Fidusia. Detail subjek Jaminan Fidusia berisi identitas pemberi dan penerima fidusia. Detail objek Jaminan Fidusia berisi uraian mengenai benda yang menjadi objek Jaminan Fidusia, nilai penjaminan dan nilai benda yang menjadi objek Jaminan Fidusia. 80 Uraian secara detail terhadap subjek jaminan dan objek Jaminan Fidusia di dalam ilmu hukum dikenal dengan asas spesialitas.
78
Penjelasan Pasal 9 Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 42 Tahun 1999 tentang Jaminan Fidusia. 79 Penjelasan Umum angka 6 Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 4 Tahun 1996 tentang Hak Tanggungan. 80 Pasal 6 Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 42 Tahun 1999 tentang Jaminan Fidusia.
Eko Yudhistira : Pendaftaran Jaminan Fidusia : Hambatannya di lihat dari aspek sistem hukum, 2009. USU Repository©2008
Kedelapan, asas bahwa pemberi Jaminan Fidusia harus orang yang memiliki kewenangan hukum atas objek Jaminan Fidusia. Kewenangan hukum tersebut harus ada pada saat Jaminan Fidusia didaftarkan ke Kantor Pendaftaran Fidusia. Asas ini sekaligus menegaskan bahwa pemberi Jaminan Fidusia bukanlah orang yang wenang berbuat. Dalam UUJF asas ini belum dicantumkan secara tegas. Hal ini berbeda dengan jaminan Hak Tanggungan yang secara tegas dicantumkan dalam Pasal 8 UUHT. 81 Kesembilan, asas bahwa Jaminan Fidusia wajib didaftarkan ke Kantor Pendaftaran Fidusia. 82 Dalam ilmu hukum disebut dengan asas publisitas. 83 Dengan adanya asas publisitas ini maka melahirkan adanya kepastian hukum dari Jaminan Fidusia. Kesepuluh, asas bahwa benda yang dijadikan objek Jaminan Fidusia tidak dapat dimiliki oleh kreditur penerima fidusia sekalipun ada janji untuk memiliki benda tersebut apabila debitur cidera janji, maka batal demi hukum. 84 Kesebelas, asas bahwa Jaminan Fidusia memberikan hak prioritas kepada kreditur penerima fidusia yang terlebih dahulu mendaftarkan ke Kantor Pendaftaran Fidusia daripada kreditur yang mendaftarkan kemudian. 85
81 82
Tan Kamello, Op.cit, hal. 169. Pasal 11 Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 42 Tahun 1999 tentang Jaminan
Fidusia. 83
Asas Publisitas adalah asas bahwa semua hak, baik hak tanggungan, hak fidusia harus didaftarkan, hal ini bertujuan agar pihak ketiga dapat mengetahui bahwa benda yang dijaminkan sedang dilakukan pembebanan jaminan. 84
Pasal 33 Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 42 Tahun 1999 tentang Jaminan
85
Pasal 28 Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 42 Tahun 1999 tentang Jaminan
Fidusia. Fidusia.
Eko Yudhistira : Pendaftaran Jaminan Fidusia : Hambatannya di lihat dari aspek sistem hukum, 2009. USU Repository©2008
Keduabelas, asas bahwa pemberi Jaminan Fidusia yang tetap menguasai benda jaminan harus mempunyai itikad baik (te goeder trouw, in good faith). Asas itikad baik di sini memiliki arti subjektif sebagai kejujuran bukan arti objektif sebagai kepatutan seperti dalam hukum perjanjian. Dengan asas ini diharapkan bahwa pemberi Jaminan Fidusia wajib memelihara benda jaminan, tidak mengalihkan, menyewakan dan menggadaikannya kepada pihak lain. 86 Ketigabelas, adalah asas bahwa Jaminan Fidusia mudah untuk dieksekusi. 87 Kemudahan eksekusi ini dapat dilihat dengan adanya mencantumkan irah-irah ”Demi Keadilan Yang Berdasarkan Ketuhanan Yang Maha Esa” pada Setifikat Jaminan Fidusia. Dengan titel eksekutorial ini menimbulkan konsekwensi yuridis bahwa Jaminan Fidusia mempunyai kekuatan yang sama dengan putusan pengadilan yang telah memperoleh kekuatan hukum tetap. Dalam hal penjualan benda Jaminan Fidusia, selain melalui titel eksekutorial, dapat juga dilakukan dengan cara melelang secara umum dan di bawah tangan. 88
D.
Fungsi dan Peranan Kantor Pendaftaran Fidusia Dasar hukum pembentukan Kantor Pendaftaran Fidusia dapat dilihat dalam
Pasal 12 ayat (2) dan (3) UUJF. 89 Kemudian pasal ini ditegaskan kembali dalam Pasal 39 UUJF yang menyebutkan ”Kantor Pendaftaran Fidusia sebagaimana dimaksud 86 87
Tan Kamello,Op.cit, hal. 170. Pasal 15 Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 42 Tahun 1999 tentang Jaminan
Fidusia. 88
Pasal 29 Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 42 Tahun 1999 tentang Jaminan
Fidusia. 89
Pasal 12 ayat (2) Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 42 Tahun 1999 tentang Jaminan Fidusia, menyebutkan “untuk pertama kali, Kantor Pendaftaran Fidusia didirikan di Jakarta dengan wilayah kerja mencakup seluruh wilayah Negara Republik Indonesia. Ayat (3) menyebutkan ”Kantor Pendaftaran Fidusia sebagaimana dimaksud dalam ayat (2) berada dalam lingkup tugas Departemen Kehakiman.
Eko Yudhistira : Pendaftaran Jaminan Fidusia : Hambatannya di lihat dari aspek sistem hukum, 2009. USU Repository©2008
dalam Pasal 12 ayat (2) dibentuk dalam jangka waktu paling lambat 1 (satu) tahun setelah undang-undang ini diundangkan. Kantor Pendaftaran Fidusia untuk pertama kali ditetapkan di Jakarta. 90 Yang kemudian berdasarkan Keputusan Presiden Republik Indonesia Nomor 139 Tahun 2000 dibentuklah Kantor Pendaftaran Jaminan Fidusia di setiap wilayah ibukota provinsi di wilayah Negara Republik Indonesia. Wilayah kerja Kantor Pendaftaran Jaminan Fidusia ini meliputi wilayah kerja kantor wilayah Departemen Kehakiman dan Hak Asasi Manusia yang bersangkutan. 91 Kemudian lebih lanjut diatur di dalam Keputusan Presiden Republik Indonesia Nomor 64 Tahun 2004 yang menyebutkan bahwa salah satu fungsi Kantor Wilayah Departemen
Hukum
dan
Hak
Asasi
Manusia
Republik
Indonesia
adalah
menyelenggarakan pelayanan hukum. Pemerintah kemudian dalam hal ini Menteri Hukum dan Hak Asasi Manusia Republik Indonesia mengatur tentang fungsi dari bidang pelayanan hukum di Kantor Wilayah Departemen Hukum dan Hak Asasi Manusia tertuang di dalam Peraturan Menteri Hukum dan Hak Asasi Manusia Republik Indonesia No.M-01.PR.07.10 Tahun 2005 dalam Pasal 45 ayat (1) yang isinya ada menyebutkan bahwa ”Sub bidang pelayanan hukum umum mempunyai tugas melakukan pelayanan pendaftaran fidusia. Dengan dibentuknya Kantor Pendaftaran Jaminan Fidusia di wilayah ibukota provinsi maka wilayah kerja kantor Pendaftaran Fidusia di Direktorat Jenderal Administrasi Hukum Umum untuk masing-masing propinsi dialihkan menjadi wilayah
90
Lihat, Pasal 12 dan penjelasannya Undang-Undang Republik Indonesia Nomor.42 Tahun 1999 tentang Jaminan Fidusia. 91 Pasal 3 Keputusan Presiden Republik Indonesia Nomor 139 Tahun 2000 tentang Pembentukan Kantor Pendaftaran Jaminan Fidusia di Setiap Ibukota Propinsi di Wilayah Negara Republik Indonesia.
Eko Yudhistira : Pendaftaran Jaminan Fidusia : Hambatannya di lihat dari aspek sistem hukum, 2009. USU Repository©2008
kerja Kantor Wilayah Departemen Kehakiman dan Hak asasi Manusia di propinsi yang bersangkutan. 92 Menurut Kamus Besar Indonesia, ”fungsi” dapat diartikan sebagai ”jabatan atau pekerjaan yang dilakukan”. 93 Sedangkan menurut Imu Negara, ”fungsi” dapat diartikan sebagai ”pelaksana dari suatu tujuan yang hendak dicapai”. 94 Jika dihubungkan dari pengertian fungsi di atas, maka fungsi Kantor Pendaftaran Jaminan Fidusia adalah menyelenggarakan pelayanan hukum terhadap Pendaftaran Jaminan Fidusia untuk terciptanya tertib hukum di dalam masyarakat, sebagaimana maksud yang hendak dicapai di dalam Undang-Undang Jaminan Fidusia. Jika kita lihat dari fungsi tersebut, maka Kantor Pendaftaran Jaminan Fidusia hanya bersifat administratif saja. Menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia ”peranan” dapat diartikan sebagai ”bagian dari tugas utama yang harus dilaksanakan.”. 95 Berdasarkan pengertian peranan tersebut, maka peranan Kantor Pendaftaran Fidusia (KPF) adalah: a.
Peranan pasif Peranan KPF yang bersifat pasif ini ada kaitannya dengan fungsi KPF yang bersifat administratif, maksudnya adalah bahwa KPF hanya menunggu siapa saja yang mau mendaftarkan jaminan fidusianya kepada KPF, dan karenanya tidak aktif mencari siapa yang mau mendaftarkan Jaminan Fidusia ke KPF, walaupun di dalam Pasal 11 UUJF, Jaminan Fidusia wajib didaftarkan.
92
Pasal 4 Keputusan Presiden Republik Indonesia Nomor 139 Tahun 2000 tentang Pembentukan Kantor Pendaftaran Jaminan Fidusia di Setiap Ibukota Propinsi di Wilayah Negara Republik Indonesia. 93 ”Kamus Besar Bahasa Indonesia”, Cetakan ke-4, (Jakarta: Balai Pustaka, 1990), hal. 245. 94 Samidjo, “Ilmu Negara”, (Bandung: Armico, 2002), hal. 216. 95 “Kamus Besar Bahasa Indonesia”, Op.cit, hal. 245.
Eko Yudhistira : Pendaftaran Jaminan Fidusia : Hambatannya di lihat dari aspek sistem hukum, 2009. USU Repository©2008
b.
Peranan KPF yang bersifat aktif ini ada kaitannya dengan fungsi KPF yang bersifat substantif, maksudnya adalah bahwa ketika ada yang mendaftarkan Jaminan Fidusianya ke KPF, maka KPF berhak melakukan pengecekan setiap permohonan Pendaftaran Jaminan Fidusia yang masuk ke KPF. Dalam hal misalnya permohonan pendaftaran tidak mencantumkan apa yang disebutkan dalam Pasal 13 ayat 2 (dua) UUJF seperti data perjanjian pokok yang dijaminkan, uraian fisik benda yang menjadi objek Jaminan Fidusia, nilai penjaminan dan nilai benda yang menjadi objek Jaminan Fidusia, maka pihak KPF akan mengembalikan kepada pemohon untuk diperbaiki kembali dan kemudian kalau sudah benar akan diproses sampai keluar Sertifikat Jaminan Fidusianya. 96 Kantor Pendaftaran Fidusia di Kantor Wilayah Departemen Kehakiman dan
Hak Asasi Manusia Republik Indonesia wajib melaporkan secara berkala, kepada Direktur Jenderal Administrasi Hukum Umum, Departemen Hukum dan Hak Asasi Manusia Republik Indonesia jumlah Sertifikat Jaminan Fidusia dan pencoretan Jaminan Fidusia yang dikeluarkan tiap bulan, paling lambat tanggal 5 (lima) bulan berikutnya. Berdasarkan surat edaran Direktur Jenderal Administrasi Hukum Umum Departemen Hukum dan Hak Asasi Manusia Republik Indonesia Nomor: C.HT.01.1022, menyebutkan bahwa :
96
Jurani Sulaiman, “Analisis Yuridis Fungsi dan Peran Kantor Pendaftaran Fidusia Ditinjau Dari UU No.42 Tahun 1999 Tentang Jaminan Fidusia (Suatu Penelitian Di Kantor Wilayah Departemen Hukum Dan HAM Sumatera Utara)”, Tesis, (Medan: Magister Ilmu Hukum,Universitas Sumatera Utara, 2006), hal. 48.
Eko Yudhistira : Pendaftaran Jaminan Fidusia : Hambatannya di lihat dari aspek sistem hukum, 2009. USU Repository©2008
1.
Kantor Pendaftaran Fidusia pada Kantor Wilayah Departemen Hukum dan Hak Asasi Manusia di seluruh Indonesia dalam melakukan pendaftaran wajib memperhatikan hal-hal sebagai berikut: a.
Persyaratan Pendaftaran Jaminan Fidusia, yang merupakan kelengkapan data terdiri atas: 1)
Permohonan Pendaftaran Jaminan Fidusia kepada Menteri secara tertulis dalam bahasa Indonesia, yang ditandatangani oleh penerima fidusia, kuasa, atau wakilnya;
2)
Pernyataan Pendaftaran Jaminan Fidusia yang ditandatangani oleh penerima fidusia, kuasa atau wakilnya;
3)
Salinan Akta Jaminan Fidusia, dibuat dalam bahasa Indonesia. Dalam hal Akta Jaminan Fidusia dibuat dalam bahasa asing harus diterjemahkan ke dalam bahasa Indonesia;
4)
Surat kuasa apabila dikuasakan, bermaterai cukup, termasuk terjemahan surat kuasa dalam bahasa Indonesia apabila berbahasa asing; dan
5) b.
Bukti biaya Pendaftaran Fidusia.
Kantor Pendaftaran Fidusia tidak boleh melakukan penilaian terhadap kebenaran yang dicantumkan dalam pernyataan Pendaftaran Fidusia.
c.
Kantor Pendaftaran Fidusia hanya melakukan pengecekan data yang tercantum dalam pernyataan Jaminan Fidusia apakah sudah sesuai dengan data yang tercantum dalam Akta Jaminan Fidusia, meliputi:
Eko Yudhistira : Pendaftaran Jaminan Fidusia : Hambatannya di lihat dari aspek sistem hukum, 2009. USU Repository©2008
1)
Identitas pihak pemberi dan penerima fidusia, khusus untuk kolom penerima fidusia tidak boleh diisi pihak lain seperti kuasa atau wakilnya;
2)
Tanggal, nomor Akta Jaminan Fidusia, nama dan tempat kedudukan Notaris yang membuat Akta Jaminan Fidusia;
3)
Data perjanjian pokok yang dijamin fidusia;
4)
Uraian mengenai benda yang menjadi objek Jaminan Fidusia;
5)
Nilai penjaminan; dan
6)
Nilai benda yang menjadi objek Jaminan Fidusia; serta
7)
Tidak dipersyaratkan harus melampirkan bukti hak atas benda yang menjadi objek Jaminan Fidusia, seperti: invoice, faktur, kwitansi pembelian BPKB, dan sebagainya. Dalam hal bukti hak tidak dapat diganti dengan surat pernyataan dari pemberi fidusia yang menyatakan bahwa benar benda yang menjadi objek Jaminan Fidusia adalah miliknya dan surat pernyataan tersebut dilampirkan, apabila penerima fidusia (kreditur) telah sepakat dan dituangkan dalam Akta Jaminan Fidusia.
d.
Kantor Pendaftaran Fidusia mengecek apakah pernyataaan Pendaftaran Jaminan Fidusia atau pernyataan perubahan Jaminan Fidusia sudah ditandatangani oleh penerima fidusia, kuasa, atau wakilnya.
2.
Khusus tentang pengecekan data atas benda yang menjadi objek Jaminan Fidusia, Kantor Pendaftaran Fidusia harus dapat membedakan antara hak
Eko Yudhistira : Pendaftaran Jaminan Fidusia : Hambatannya di lihat dari aspek sistem hukum, 2009. USU Repository©2008
kebendaan dan hak perorangan. Oleh karena objek Jaminan Fidusia bersifat kebendaan/agunan atas kebendaan atau jaminan kebendaan. Sehingga termin proyek, sewa, kontrak, atau pinjam pakai, serta hak perorangan lainnya bukan merupakan pengertian benda yang menjadi objek Jaminan Fidusia. 3.
Kantor Pendaftaran Fidusia pada Kantor Wilayah Departemen Hukum dan Hak Asasi Manusia di seluruh Indonesia dalam melakukan perubahan Sertifikat Jaminan Fidusia wajib memperhatikan hal-hal sebagai berikut: a.
Persyaratan perubahan hal-hal yang tercantum dalam sertifikat jaminan fidusia,yang merupakan kelengkapan data, terdiri atas : 1)
Permohonan perubahan Sertifikat Jaminan Fidusia kepada Menteri secara tertulis dalam bahasa Indonesia, yang ditandatangani oleh penerima fidusia, kuasa atau wakilnya;
2)
Asli Sertifikat Jaminan Fidusia yang akan diubah;
3)
Pernyataan perubahan Jaminan Fidusia yang ditandatangani oleh penerima fidusia, kuasa, atau wakilnya;
4)
Salinan perubahan Jaminan Fidusia yang dibuat dengan akta Notaris atau akta di bawah tangan, dalam bahasa Indonesia. Dalam hal salinan perubahan tersebut dibuat dalam bahasa asing, harus diterjemahkan dalam bahasa Indonesia;
5)
Surat kuasa, apabila dikuasakan, bermaterai cukup, termasuk terjemahan surat kuasa dalam bahasa Indonesia apabila berbahasa asing; dan
6)
Bukti biaya permohonan perubahan.
Eko Yudhistira : Pendaftaran Jaminan Fidusia : Hambatannya di lihat dari aspek sistem hukum, 2009. USU Repository©2008
b.
Perubahan atas Sertifikat Jaminan Fidusia dapat diajukan oleh pemohon (penerima fidusia, kuasa, atau wakilnya) yang berbeda dengan permohonan pada saat Pendaftaran Fidusia;
c.
Dalam hal perubahan mengenai hal-hal yang tercantum dalam Sertifikat Jaminan Fidusia dilakukan dengan akta Notaris, maka akta perubahan tersebut dapat dibuat di hadapan Notaris yang berbeda dengan Notaris sebelumnya yang membuat Akta Jaminan Fidusia;
d.
Kantor Pendaftaran Fidusia tidak boleh melakukan penilaian terhadap halhal yang dicantumkan dalam pernyataan perubahan Sertifikat Jaminan Fidusia;
e.
Kantor Pendaftaran Fidusia hanya melakukan pengecekan data yang tercantum dalam pernyataan perubahan Sertifikat Jaminan Fidusia apakah sudah sesuai dengan data yang tercantum dalam Akta Perubahan Jaminan Fidusia, meliputi data mengenai hal-hal yang diubah dan data mengenai perubahannya, yaitu: 1)
Identitas pihak pemberi dan penerima fidusia, khusus untuk kolom penerima fidusia tidak boleh diisi pihak lain seperti kuasa atau wakilnya;
2)
Tanggal, nomor Akta Perubahan Jaminan Fidusia, nama dan tempat kedudukan Notaris yang membuat Akta Jaminan Fidusia;
3)
Data perjanjian pokok yang dijamin fidusia;
4)
Uraian mengenai benda yang menjadi objek Jaminan Fidusia;
Eko Yudhistira : Pendaftaran Jaminan Fidusia : Hambatannya di lihat dari aspek sistem hukum, 2009. USU Repository©2008
4.
5)
Nilai penjaminan; atau
6)
Nilai benda yang menjadi objek jaminan fidusia.
Bahwa Kantor Pendaftaran Jaminan Fidusia di setiap ibukota propinsi wilayah Republik Indonesia pada Kantor Wilayah Departemen Hukum dan Hak Asasi Manusia dalam melakukan penghapusan atau pencoretan Sertifikat Jaminan Fidusia wajib memperhatikan kelengkapan data, terdiri dari atas: a.
Permohonan penghapusan atau pencoretan Sertifikat Jaminan Fidusia kepada Menteri secara tertulis dalam bahasa Indonesia, yang ditandatangani oleh penerima fidusia, kuasa atau wakilnya;
b.
Asli Sertifikat Jaminan Fidusia yang akan dimintakan permohonan penghapusan atau pencoretan;
c.
Pernyataan hapusnya utang yang dijamin dengan fidusia atau pelepasan hak atas Jaminan Fidusia atau musnahnya benda yang menjadi objek Jaminan Fidusia oleh penerima fidusia, termasuk terjemahan pernyataaan tersebut ke dalam bahasa Indonesia apabila berbahasa asing;
d.
Surat kuasa, apabila dikuasakan, bermaterai cukup, termasuk terjemahan surat kuasa dalam bahasa Indonesia apabila berbahasa asing; dan
e.
Permohonan penghapusan atau pencoretan Sertifikat Jaminan Fidusia tidak dikenakan biaya.
5.
Bahwa Kantor Pendaftaran Fidusia pada kantor Wilayah Departemen Hukum dan Hak Asasi Manusia di seluruh Indonesia dalam memperoses sertifikat pengganti wajib memperhatikan kelengkapan data, terdiri atas:
Eko Yudhistira : Pendaftaran Jaminan Fidusia : Hambatannya di lihat dari aspek sistem hukum, 2009. USU Repository©2008
a.
Permohonan sertifikat pengganti kepada menteri secara tertulis dalam bahasa Indonesia yang ditandatangani oleh penerima fidusia, kuasa, atau wakilnya;
b.
Sertifikat Jaminan Fidusia yang rusak;
c.
Surat keterangan kehilangan Sertifikat Jaminan Fidusia dari Kepolisian Repubik Indonesia (Minimal Kepolisian Sektor/Polsek);
d.
Surat kuasa, apabila dikuasakan, bermaterai cukup, termasuk terjemahan surat kuasa dalam bahasa Indonesia apabila berbahasa asing;
e.
Bukti biaya permohonan penggantian Sertifikat Jaminan Fidusia yang rusak atau hilang.
6.
Bahwa dalam rangka tertib administrasi dan memenuhi asas publisitas serta untuk menghindari terjadinya fidusia ulang, Kantor Pendaftaran Fidusia pada Kantor Wilayah Departemen Hukum dan Hak Asasi Manusia di seluruh Indonesia wajib: a.
Membuat data base tentang registrasi Pendaftaran Jaminan Fidusia sebagaimana dimaksudkan dalam Surat Direktur Jenderal Administrasi Hukum Umum Nomor: C.UM.02.02-31 tanggal 8 Juli 2002, untuk bahan laporan ke Direktorat Jenderal Administrasi Hukum Umum;
b.
Membuat laporan secara berkala kepada Direktur Jenderal Administrasi Hukum Umum Departemen Hukum Dan Hak Asasi Manusia Republik Indonesia dalam bentuk buku laporan dan disket atau CD-Room, dilengkapi dengan lampiran pernyataan pendaftaran jaminan fidusia,
Eko Yudhistira : Pendaftaran Jaminan Fidusia : Hambatannya di lihat dari aspek sistem hukum, 2009. USU Repository©2008
pernyataan perubahan sertifikat jaminan fidusia, surat keterangan penghapusan atau pencoretan sertifikat jaminan fidusia dan atau surat keterangan sertifikat pengganti. c.
Dalam laporan tersebut diuraikan mengenai: 1)
Jumlah pernyataan Pendaftaran Jaminan Fidusia;
2)
Jumlah pernyataan perubahan Sertifikat Jaminan Fidusia;
3)
Jumlah surat keterangan penghapusan atau pencoretan Sertifikat Jaminan Fidusia;
4) 7.
Jumlah sertifikat pengganti.
Hal-hal lain yang perlu diperhatikan oleh Kantor Pendaftaran Fidusia, dalam hal mengecek benda objek Jaminan Fidusia, sebagai berikut: a.
Bangunan yang didirikan di atas tanah hak milik orang lain yang tidak dapat dibebani dengan Hak Tanggungan berdasarkan Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 4 Tahun 1996 tentang Hak Tanggungan dapat dibebani dengan Jaminan Fidusia dengan syarat: 1)
Ada bukti kepemilikan bangunan yang terpisah dengan kepemilikan tanah;
2) b.
Ada izin dari pemilik tanah.
Bangunan yang didirikan di atas tanah dengan sertifikat hak pengelolaan dapat dibebani dengan Jaminan Fidusia dengan syarat: 1)
Ada Akta Jual Beli bangunan;
2)
Ada izin dari pihak yang memegang hak pengelolaan;
Eko Yudhistira : Pendaftaran Jaminan Fidusia : Hambatannya di lihat dari aspek sistem hukum, 2009. USU Repository©2008
3)
Ada pernyataan dari Bank yang bersangkutan (penerima fidusia) bahwa jika status tanah tersebut ditingkatkan dari hak pengelolaan menjadi Hak Milik atau Hak Guna Usaha atau Hak Guna Bangunan, maka penerima fidusia harus mengajukan permohonan penghapusan Sertifikat Jaminan Fidusia.
8.
Penerima fidusia, kuasa, atau wakilnya dapat mengajukan permohonan mutasi arsip/buku daftar fidusia antar Kantor Pendaftaran Fidusia apabila pemberi fidusia pindah alamat atau tempat kedudukan yang berbeda dengan wilayah kerja Kantor Pendaftaran Fidusia tempat dikeluarkannya Sertifikat Jaminan Fidusia dengan syarat: a.
Permohonan diajukan kepada Menteri secara tertulis dalam bahasa Indonesia yang ditandatangani oleh penerima fidusia, kuasa, atau wakilnya, melalui Kantor Pendaftaran Fidusia yang menerbitkan Sertifikat Jaminan Fidusia;
b.
Asli Sertifikat Jaminan Fidusia yang bersangkutan;
c.
Salinan perubahan Akta Jaminan Fidusia;
d.
Surat kuasa, apabila dikuasakan, bermaterai cukup, termasuk terjemahan dalam surat kuasa dalam bahasa Indonesia apabila berbahasa asing;
e. 9.
Permohonan mutasi antar kantor pendaftaran fidusia tidak dikenakan biaya.
Kantor Pendaftaran Fidusia menerbitkan surat keterangan tentang pencabutan arsip/buku daftar fidusia untuk disampaikan kepada Kantor Pendaftaran Fidusia di tempat kedudukan atau domisili yang baru dari pemberi fidusia.
Eko Yudhistira : Pendaftaran Jaminan Fidusia : Hambatannya di lihat dari aspek sistem hukum, 2009. USU Repository©2008
10. Kantor Pendaftaran Fidusia, berdasarkan permohonan penerima fidusia memberikan keterangan pada buku daftar fidusia bahwa Sertifikat Jaminan Fidusia yang bersangkutan telah dimutasikan berdasarkan Surat Keterangan disebutkan tanggal dan nomornya. 11. Penerima fidusia menyampaikan berkas yang dicabut dan mengajukan permohonan perubahan kepada Menteri melalui Kantor Pendaftaran Fidusia di tempat kedudukan atau domisili yang baru dari pemberi fidusia secara tertulis dalam bahasa Indonesia yang ditandatangani oleh penerima fidusia, atau wakilnya, dengan melampirkan: a.
Asli Sertifikat Jaminan Fidusia yang akan diubah;
b.
Pernyataan perubahan Jaminan Fidusia, yang ditandatangani oleh penerima fidusia, kuasa atau wakilnya;
c.
Salinan perubahan Jaminan Fidusia yang dibuat dengan akta Notaris atau akta di bawah tangan, dalam bahasa Indonesia. Dalam hal salinan perubahan tersebut dibuat dalam bahasa asing, harus diterjemahkan ke dalam bahasa Indonesia;
d.
Surat kuasa, apabila dikuasakan, bermaterai cukup, termasuk terjemahan surat kuasa dalam bahasa Indonesia apabila berbahasa asing;
e.
Bukti biaya permohonan perubahan hal-hal yang tercantum dalam Sertifikat Jaminan Fidusia. 97
97
Surat Edaran Direktur Jenderal Administrasi Hukum Umum Departemen Hukum dan Hak Asasi Manusia Republik Indonesia Nomor: C.HT.01.10-22
Eko Yudhistira : Pendaftaran Jaminan Fidusia : Hambatannya di lihat dari aspek sistem hukum, 2009. USU Repository©2008
E.
Tata Cara Pendaftaran Jaminan Fidusia Prosedur dan tata cara Pendaftaran Fidusia dapat kita lihat dalam Pasal 2
Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 86 Tahun 2000 tentang Tata Cara Pendaftaran Jaminan Fidusia dan Biaya Pendaftaran Fidusia, yakni: 1.
Permohonan Pendaftaran Jaminan Fidusia diajukan ke Menteri Hukum dan Hak Asasi Manusia.
2.
Permohonan pendaftaran sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) diajukan secara tertulis dalam bahasa Indonesia melalui kantor oleh penerima fidusia, kuasa, atau wakilnya dengan melampirkan pernyataan Pendaftaran Jaminan Fidusia.
3.
Permohonan Pendaftaran Jaminan Fidusia sebagaimana dimaksud dalam ayat (2) dikenakan biaya yang besarnya ditetapkan dengan Peraturan Pemerintah tersendiri mengenai Penerimaan Negara Bukan Pajak.
4.
Permohonan Pendaftaran Jaminan Fidusia sebagaimana dimaksud dalam ayat (2) dilengkapi dengan: a.
Salinan akta Notaris tentang pembebanan Jaminan Fidusia;
b.
Surat kuasa atau surat pendelegasian wewenang untuk melakukan Pendaftaran Jaminan fidusia;
c.
Bukti pembayaran biaya Pendaftaran Jaminan Fidusia sebagaimana dimaksud dalam ayat (3).
5.
Pernyataan Pendaftaran Jaminan Fidusia dilakukan dengan mengisi formulir sebagaimana dimaksud dalam ayat (2) dilakukan dengan mengisi formulir yang bentuk dan isinya ditetapkan dengan Keputusan Menteri.
Eko Yudhistira : Pendaftaran Jaminan Fidusia : Hambatannya di lihat dari aspek sistem hukum, 2009. USU Repository©2008
Pernyataan Pendaftaran Jaminan Fidusia dan mengisi formulir yang bentuk dan isinya ditetapkan dengan Lampiran I Keputusan Menteri Hukum dan Hak Asasi Manusia Republik Indonesia Nomor M-01.UM.01.06 Tahun 2000, yang isinya: 1.
Identitas pihak pemberi dan penerima yang meliputi: Nama lengkap; Tempat tinggal/tempat kedudukan; Pekerjaan.
2.
Tanggal dan nomor Akta Jaminan Fidusia, nama dan tempat kedudukan Notaris yang membuat akta jaminan fidusia
3.
Data perjanjian pokok yaitu mengenai macam perjanjian dan utang yang dijamin dengan fidusia.
4.
Uraian mengenai benda yang menjadi obyek Jaminan Fidusia (Lihat penjelasan Pasal 6 Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 42 Tahun 1999).
5.
Penjamin.
6.
Nilai benda yang menjadi obyek Jaminan Fidusia. Dengan didaftarkannya dan dicatatkannya jaminan fidusia dalam buku daftar
fidusia pada tanggal yang sama dengan tanggal penerimaan permohonan pendaftaran, maka pada saat itu pulalah lahirnya Jaminan Fidusia tersebut maka dengan sendirinya hak kebendaan akan melekat. Adapun ciri-ciri hak kebendaan dan hak perorangan menurut Sri Soedewi Masjchoem Sofyan, adalah: 1.
Hak kebendaan merupakan hak mutlak, yaitu dapat dipertahankan terhadap siapapun juga.
Eko Yudhistira : Pendaftaran Jaminan Fidusia : Hambatannya di lihat dari aspek sistem hukum, 2009. USU Repository©2008
2.
Hak kebendaan itu mempunyai Zaaksgevolg atau Droit de suite (hak yang mengikuti) artinya hak itu terus mengikuti bendanya di manapun juga (dalam tangan siapapun juga) barang itu berada. Hak itu terus saja mengikuti orang yang mempunyainya. Sedangkan pada perseorangan tidak demikian halnya, hak perseorangan hanya dapat melakukan (mempertahankan) hak tersebut terhadap seseorang, dengan adanya pemindahan hak atas benda tersebut maka lenyaplah, berhentilah hak perorangan tersebut.
3.
Sistem yang terdapat pada hak kebendaan adalah mana yang lebih dulu terjadinya, itu tingkatannya lebih tinggi dari pada yang terjadi kemudian. Pada hak perorangan mana yang lebih dulu terjadi kemudian itu sama saja tingkatannya, dalam hak perorangan tidak ada yang lebih rendah atau lebih tinggi.
4.
Hak kebendaan mempunyai Droit de preference (hak terlebih dahulu) vruchtgebruiknya dapat dilakukan terhadap siapapun, tidak dipengaruhi Faillissement. Tidak demikian dengan hak perorangan, dalam hal jatuh pailit maka orang yang mempunyai hak perseorangan itu membagikan aktiva yang masih ada secara porsi masing-masing, seimbang dengan besarnya hak perseorangannya.
5.
Hak kebendaan gugatannya itu disebut gugatan kebendaan, dan gugatan-gugatan tersebut dapat dilaksanakan terhadap siapapun yang menggangu haknya. Pada hak perorangan ini, orang hanya dapat mengajukan gugatan terhadap pihak lawannya (wederpartij).
Eko Yudhistira : Pendaftaran Jaminan Fidusia : Hambatannya di lihat dari aspek sistem hukum, 2009. USU Repository©2008
6.
Kemungkinan untuk memindahkan hak kebendaan itu dapat secara sepenuhnya dilakukan. Pada hak perorangan kemungkinan untuk memindahkan hak perorangan itu terbatas. 98
F.
Hambatan-hambatan Dalam Pendaftaran Jaminan Fidusia 1.
Hambatan Substantif Unsur sistem hukum salah satunya adalah substansinya. Yang dimaksud
dengan substansi adalah aturan, norma, dan pola perilaku nyata manusia yang berada dalam sistem itu. 99 Hambatan substantif dalam Pendaftaran Jaminan Fidusia dapat kita lihat di dalam peraturan perundang-undangan yang mengatur mengenai Jaminan Fidusia dan Tata Cara Pendaftaran Jaminan Fidusia. Hambatan substantif itu terjadi karena peraturan perundangan-undangan mengenai Jaminan Fidusia dan Tata Cara Pendaftaran Jaminan Fidusia masih terdapat banyak kekurangan dan kelemahankelemahannya, yang mana kekurangan dan kelemahan-kelemahan itu dapat menghambat untuk melakukan Pendaftaran Jaminan Fidusia. Pasal 11 ayat (1) UUJF, mengatakan ”benda yang dibebani dengan Jaminan Fidusia wajib didaftarkan”. Dalam pasal ini hanya menyebutkan bahwa benda yang dijaminkan fidusia wajib didaftarkan. Pasal ini menimbulkan kerancuan. Judul dari
98
Sri Soedewi Masjchoen Sofwan, Op.cit, hal. 24. Lawrence M Friedman, “American Law An Introduction Second Edition, (Hukum Amerika Sebuah Pengantar)”, Penerjemah Wishnu Bakti, (Jakarta: Tatanusa,2001), hal. 7. 99
Eko Yudhistira : Pendaftaran Jaminan Fidusia : Hambatannya di lihat dari aspek sistem hukum, 2009. USU Repository©2008
bagian kedua Bab III Undang-Undang Jaminan Fidusia adalah Pendaftaran Jaminan Fidusia. Dengan demikian, yang didaftarkan tentunya Jaminan Fidusia yang dibebankan atas suatu benda. Namun bunyi Pasal 11 di atas menunjukkan bahwa yang didaftarkan adalah bendanya, yaitu benda yang dibebani Jaminan Fidusia. Demikian juga bunyi penjelasan dari Pasal 11 UUJF, 100 menunjukan bahwa yang didaftarkan adalah benda yang dibebani dengan Jaminan Fidusia. Namun bunyi Pasal 12 ayat (1) dan Pasal 13 ayat (1),101 menyebutkan bahwa yang didaftarkan adalah ”Jaminan Fidusia” bukan ”benda” yang dibebani dengan Jaminan Fidusia. Hal tersebut di atas akan menimbulkan kerancuan dan akan menimbulkan pertanyaan. Apabila yang didaftarkan adalah bendanya, bagaimana mungkin mendaftarkan benda yang berupa stock (untuk keperluan persediaan atau untuk diperdagangkan) apabila benda tersebut berubah-ubah dari waktu-kewaktu, baik mengenai banyaknya atau volumenya maupun jenis dan merknya. Hendaknya Pasal 11 ayat (1) UUJF menyebutkan yang wajib didaftarkan itu adalah Jaminan Fidusianya bukan bendanya. Pendaftaran Jaminan Fidusia itu akan mengakibatkan terdaftarnya juga benda yang dibebani dengan Jaminan Fidusia. Di samping itu juga Pasal 11 ayat (1) UUJF, menyebutkan benda yang dibebani oleh Jaminan Fidusia wajib didaftarkan. Wajib didaftarkan dengan maksud agar terpenuhinya asas publisitas di dalam Pendaftaran Jaminan Fidusia. Pasal ini tidak dengan tegas menyebutkan kapan Jaminan Fidusia itu harus didaftarkan. Apakah setelah Akta Jaminan Fidusia selesai dibuat, kemudian penerima fidusia atau kuasanya 100
Lihat lebih lanjut penjelasan Pasal 11 Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 42 Tahun 1999 tentang Jaminan Fidusia. 101 Lihat lebih lanjut Pasal 12 ayat (1) dan Pasal 13 ayat (1) Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 42 Tahun 1999 tentang Jaminan Fidusia.
Eko Yudhistira : Pendaftaran Jaminan Fidusia : Hambatannya di lihat dari aspek sistem hukum, 2009. USU Repository©2008
harus pada saat itu juga mendaftarkan Jaminan Fidusia atau bisakah Jaminan Fidusia itu didaftarkan penerima fidusia atau kuasanya ketika diduga Jaminan Fidusia itu akan menimbulkan masalah. Berbeda dengan halnya pendaftaran benda jaminan di dalam Hak Tanggungan. Hak Tanggungan menyebutkan dengan jelas di dalam Pasal 13 yakni: 1.
Pemberian Hak Tanggungan wajib didaftarkan pada Kantor Pertanahan.
2.
Selambat-lambatnya 7 (tujuh) hari kerja setelah penandatanganan Akte Pemberian Hak Tanggungan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 10 ayat 2 (dua) UUHT, Pejabat Pembuat Akta Tanah (selanjutnya disebut dengan PPAT) wajib mengirimkan akte pemberian Hak Tanggungan yang bersangkutan dan warkah lain yang diperlukan kepada Kantor Pertanahan.
3.
Pendaftaran Hak Tanggungan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilakukan oleh Kantor Pertanahan dengan membuat buku tanah Hak Tanggungan dan mencatatnya dalam buku tanah hak atas tanah yang menjadi objek Hak Tanggungan serta menyalin catatan tersebut.
4.
Tanggal buku tanah Hak Tanggungan sebagaimana yang dimaksud pada ayat (3) adalah tanggal hari ketujuh setelah penerimaan secara lengkap surat-surat yang diperlukan bagi pendaftarannya dan jika hari kerja ketujuh pada hari libur, buku tanah yang bersangkutan diberi tanggal hari kerja berikutnya.
5.
Hak Tanggungan lahir pada hari tanggal buku tanah Hak Tanggungan sebagaimana dimaksud pada ayat (4). 102
102
Pasal 13 Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 4 Tahun 1996 tentang Hak
Tanggungan.
Eko Yudhistira : Pendaftaran Jaminan Fidusia : Hambatannya di lihat dari aspek sistem hukum, 2009. USU Repository©2008
Pihak Kantor Pendaftaran Jaminan Fidusia dalam prakteknya pernah menolak Pendaftaran Fidusia, karena diduga Jaminan Fidusia yang akan didaftarkan itu akan menimbulkan masalah dan antara jangka waktu antara Akte Jaminan Fidusia dengan waktu pendaftaran sudah terlalu lama. Pendaftaran itu baru dilakukan ketika waktu perjanjian Jaminan Fidusia akan segera berakhir. 103 Karena tidak diatur dengan jelas dan tegas kapan harusnya Jaminan Fidusia itu didaftarkan, bagaimana mungkin dapat terpenuhinya asas dalam pendaftaran yakni asas publisitas. Hendaknya mengenai kapan harus didaftarkannya Jaminan Fidusia itu harus diatur dengan jelas dan tegas, agar pemberi fidusia dan penerima fidusia yang hendak menggunakan Lembaga Jaminan Fidusia mengerti dan taat kepada asas, sehingga tujuan asas publisitas dapat tercapai. Faktor lain yang dapat menghambat Pendaftaran Jaminan Fidusia yakni dapat dijumpai dalam penjelasan Pasal 12 UUJF, yang menyebutkan bahwa Kantor Pendaftaran Fidusia untuk pertama kali didirikan di Jakarta dan secara bertahap sesuai keperluan di Ibukota provinsi di seluruh wilayah Negara Republik Indonesia. Dalam hal Kantor Pendaftaran Fidusia belum didirikan di tiap Daerah Tingkat II, maka wilayah kerja Kantor Pendaftaran Fidusia di Ibukota provinsi meliputi seluruh Daerah Tingkat II yang berada di lingkungan wilayahnya. Pendirian Kantor Pendaftaran Fidusia di Daerah Tingkat II, dapat disesuaikan dengan Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 22 Tahun 1999 tentang Pemerintahan Daerah.
103
Hasil wawancara dengan Kabid Yan Kum Departemen Hukum dan Hak Asasi Manusia, Juraini Sulaiman, dilakukan pada tanggal 28 Agusutus 2008.
Eko Yudhistira : Pendaftaran Jaminan Fidusia : Hambatannya di lihat dari aspek sistem hukum, 2009. USU Repository©2008
Namun kenyataannya sampai saat sekarang ini Kantor Pendaftaran Fidusia masih berada di wilayah Ibukota provinsi yakni di Kantor Wilayah Departemen Hukum dan HAM Provinsi. Tentunya ini dapat menghambat proses Pendaftaran Jaminan Fidusia, bagi bagi penerima fidusia atau kuasanya yang berada di Daerah Tingkat II tentulah mereka sangat keberatan. Mengingat dari daerah penerima fidusia atau kuasanya keKantor Pendaftaran Jaminan Fidusia di Ibukota Provinsi sangat jauh, memakan waktu dan biaya untuk sampai ke sana. Misalnya bagi penerima fidusia atau kuasanya di Kotamadya Padang Sidempuan tentu mereka akan mendaftarkan Jaminan Fidusia tersebut ke Kantor Jaminan Fidusia yang terletak di ibukota provinsi yakni di Kotamadya Medan oleh karena belum adanya Kantor Pendaftaran Fidusia di Daerah Tingkat II sampai saat sekarang ini. Perjalanan dari Kotamadya Padang Sidempuan ke Kotamadya Medan memiliki jarak tempuh yang jauh dan memakan waktu serta akan mengeluarkan biayabiaya tambahan yang akan dikeluarkan oleh penerima fidusia atau kuasanya. Hal ini dirasakan kurang efisien bagi penerima fidusia atau kuasanya yang berada di Daerah Tingkat II. Bukan tidak mungkin bagi penerima fidusia atau kuasanya yang di Daerah Tingkat II malas dan enggan untuk mendaftarkan Jaminan Fidusia itu ke Kantor Pendaftaran Jaminan Fidusia di provinsi. Ini mengakibatkan penerima fidusia atau kuasanya tidak memiliki kepastian hukum, sehingga asas kepastian hukum akan sulit untuk tercapai. Bukan saja asas kepastian hukum yang tidak tercapai, asas hak kebendaan yakni hak untuk didahului (hak preferen) pun tidak akan dimiliki.
Eko Yudhistira : Pendaftaran Jaminan Fidusia : Hambatannya di lihat dari aspek sistem hukum, 2009. USU Repository©2008
2.
Hambatan Struktural Sistem hukum mempunyai struktur. Jelasnya, struktur adalah semacam sayatan
sistem hukum-semacam foto diam yang menghentikan gerak. 104 Struktur itu adalah lembaga-lembaga yang berkaitan terhadap Pendaftaran Jaminan Fidusia. Struktur dari Pendaftaran Jaminan Fidusia ini adalah terdiri dari Kantor Pendaftaran Fidusia, Bank atau Lembaga Pembiayaan dan Notaris. Bagaimana Kantor Pendaftaran Fidusia melakukan Pendaftaran Fidusia, apakah Bank atau Lembaga Pembiayaan lainnya sudah semuanya mendaftarkan Jaminan Fidusia dan bagaimana kaitannya Notaris dalam Pendaftaran Fidusia. Kantor Pendaftaran Fidusia adalah tempat di mana seseorang penerima fidusia atau kuasanya melakukan Pendaftaran Fidusia. Yang menjadi permasalahan yakni sampai pada saat sekarang ini Kantor Pendaftaran Fidusia masih tetap berada di Kantor Wilayah Provinsi Departemen Hukum dan Hak Asasi Manusia. Tentunya ini merupakan hambatan struktural yang dapat mengakibatkan lamanya proses pendaftaran fidusia bagi penerima fidusia atau kuasanya yang di Daerah Tingkat II. Dengan demikian akan sulitlah tercapai makna dari pendaftaran itu sendiri yakni untuk memenuhi asas publisitas. Pasal 14 UUJF ayat (1), menyebutkan bawa Kantor Pendaftaran Fidusia menerbitkan dan menyerahkan kepada penerima fidusia Sertifikat Jaminan Fidusia pada tanggal yang sama dengan tanggal penerimaan permohonan pendaftaran. Maksud pasal ini menegaskan bahwa proses Pendaftaran Fidusia sampai diterbitkannya
104
Lawrence M Friedman, Op.cit, hal. 7.
Eko Yudhistira : Pendaftaran Jaminan Fidusia : Hambatannya di lihat dari aspek sistem hukum, 2009. USU Repository©2008
Sertifikat Jaminan Fidusia dilakukan satu hari masa kerja. Apabila permohonan pendaftaran yang masuk ke Kantor Pendaftaran Fidusia sedikit maka sertifikat dapat diambil pada hari itu juga. 105 Kalau permohonan Pendaftaran Jaminan Fidusia yang masuk 80-100 per hari ke Kantor Pendaftaran Jaminan Fidusia, maka proses pendaftaran itu tidak dapat dilakukan dalam satu hari masa kerja, di samping itu juga belum adanya fasilitas yang mendukung sehingga pendaftaran itu tidak dapat dilakukan dalam satu hari masa kerja. 106 Kantor fidusia sebagai suatu struktur dari suatu sistem dalam kenyataannya tidak dapat melaksanakan apa yang telah dengan tegas dinyatakan dalam UUJF. Tentu hal ini merupakan hambatan di dalam Pendaftaran Fidusia. Notaris merupakan salah satu struktur dari Pendaftaran Jaminan Fidusia oleh karena Notaris adalah sebagai pejabat atau bisa dikatakan sebagai lembaga yang ikut berperan dalam pendaftaran fidusia. Kaitan Notaris dalam Pendaftaran Jaminan Fidusia adalah dalam Pasal 5 ayat (1) UUJF dengan tegas mengatakan bahwa pembebanan benda dengan jaminan fidusia dibuat dengan Akta Notaris dalam bahasa Indonesia dan merupakan Akta Jaminan Fidusia. Kemudian dapat kita lihat juga di dalam Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 86 Tahun 2000 Pasal 2 ayat (4) huruf a, yang meyebutkan permohonan Pendaftaran Fidusia harus dilengkapi dengan salinan Akta Notaris tentang pembebanan Jaminan Fidusia.
105
Hasil wawancara dengan Kabid Yan Kum Departemen Hukum dan Hak Asasi Manusia, Juraini Sulaiman, dilakukan pada tanggal 28 Agusutus 2008. 106 Hasil wawancara dengan Kabid Yan Kum Departemen Hukum dan Hak Asasi Manusia, Juraini Sulaiman, dilakukan pada tanggal 28 Agusutus 2008.
Eko Yudhistira : Pendaftaran Jaminan Fidusia : Hambatannya di lihat dari aspek sistem hukum, 2009. USU Repository©2008
Maksud pembuat undang-undang adalah Akta Jaminan Fidusia tersebut haruslah akta yang dibuat oleh Notaris, tidak boleh dengan akta di bawah tangan. Salah satu alasan pembentuk undang-undang menetapkan Akta Notaris adalah bahwa Akta Notaris merupakan akta otentik sehingga memiliki kekuatan pembuktian yang sempurna. 107 Penegasan bentuk Perjanjian Jaminan Fidusia dengan Akta Notaris oleh pembentuk UUJF harus ditafsirkan sebagai norma hukum yang memaksa (imperatif bukan bersifat fakultatif), artinya apabila Perjanjian Jaminan Fidusia dilakukan selain dalam bentuk Akta Notaris, secara yuridis Perjanjian Jaminan Fidusia tidak pernah ada.108 Dalam praktek pihak penerima fidusia baik itu bank ataupun perseorangan, mendaftarkan Jaminan Fidusia dilakukan dengan cara memberikan kuasa kepada Notaris untuk melakukan Pendaftaran Jaminan Fidusia. Notaris biasanya memberikan kuasa kepada pegawai kantornya untuk mendaftarkan Jaminan Fidusia tersebut. Perihal kuasa di atas dapat kita lihat dalam Surat Direktur Jenderal Administrasi Hukum Umum Nomor: AHU.AH.05.01-01 tertanggal 29 Januari 2008 kepada Kepala Kantor Wilayah Departemen Hukum dan Hak Asasi Manusia di seluruh Indonesia yang meyebutkan bahwa menindaklanjuti Surat Inspektur Jenderal Departemen Hukum dan Hak Asasi Manusia Nomor B.P.W.10.05-58 tanggal 12 Desember 2007, perihal petunjuk penanganan dan penertiban hasil pemeriksaan bidang hukum pada Direktorat Jenderal Administrasi Hukum Umum Departemen Hukum dan
107
Ratnawati W Prasodjo, “Pokok-Pokok Undang-Undang Nomor 42 Tahun 1999 Tentang Jaminan Fidusia”, Majalah Hukum Trisakti, Nomor 33 Tahun XXIV Oktober 1999, hal. 16. 108 Tan Kamello, Op.cit, hal. 195.
Eko Yudhistira : Pendaftaran Jaminan Fidusia : Hambatannya di lihat dari aspek sistem hukum, 2009. USU Repository©2008
Hak Asasi Manusia, dengan ini kami beritahukan hal-hal yang berkaitan dengan surat kuasa khusus dalam permohonan Pendaftaran Jaminan Fidusia sebagai berikut: 1.
Pasal 1795 Kitab Undang-Undang Hukum Perdata menyebutkan ”pemberian kuasa dapat dilakukan secara khusus, yaitu hanya mengenai satu kepentingan tertentu atau lebih, atau secara umum, yaitu meliputi segala kepentingan pemberi kuasa.”
2.
Surat Edaran Direktur Jenderal Administrasi Hukum Umum Departemen Hukum dan Hak Asasi Manusia Nomor C.HT.01.10-22 tentang Standarisasi Prosedur Pendaftaran Jaminan Fidusia, menyebutkan bahwa persyaratan Pendaftaran Jaminan Fidusia antara lain ”Surat Kuasa, apabila dikuasakan, bermaterai cukup, termasuk terjemahan surat kuasa dalam bahasa Indonesia apabila berbahasa asing.”
3.
Berdasarkan uraian tersebut di atas, maka surat kuasa khusus dalam Pendaftaran Jaminan Fidusia harus ditandatangani baik oleh pemberi maupun penerima kuasa, dan bermaterai cukup. Dalam satu surat kuasa khusus untuk Pendaftaran Jaminan Fidusia, pemberi kuasa dapat memberikan kuasa kepada penerima kuasa untuk melakukan pendaftaran 1 (satu) atau beberapa Akta Jaminan Fidusia dengan menyebutkan nomor akta tersebut secara jelas dan rinci. Hambatan Notaris dalam melakukan Pendaftaran Jaminan Fidusia yakni bagi
Notaris yang berada di Daerah Tingkat II yang mana letak kantornya berada sangat jauh dari Kantor Pendaftaran Fidusia yang letaknya di ibukota provinsi di Kantor Wilayah Departemen Hukum dan Hak Asasi Manusia. Misalnya bagi Notaris yang
Eko Yudhistira : Pendaftaran Jaminan Fidusia : Hambatannya di lihat dari aspek sistem hukum, 2009. USU Repository©2008
wilayah kerjanya berada di Kota Padang Sidempuan, tentu akan menyulitkan mereka untuk mendaftarkan Jaminan Fidusia itu oleh karena tempat Pendaftaran Fidusia itu sendiri sangat jauh dan akan memakan waktu serta akan mengeluarkan biaya tambahan. Besarnya biaya pembuatan Akta Jaminan Fidusia sudah ditentukan di dalam Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4005 yakni sebagai berikut: Tabel 1 : Daftar Biaya Pembuatan Akta Jaminan Fidusia No.
Nilai Penjaminan
Besar Biaya Paling Banyak
1.
< Rp.50.000.000,-
Rp.50.000,-
2.
< Rp.50.000.000,- s.d Rp.100.000.000,-
Rp. 100.000,-
3.
< Rp.100.000.000,- s.d Rp.250.000.000,-
Rp. 200.000
4.
< Rp.250.000.000,- s.d Rp.500.000.000,-
Rp. 500.000
5.
< Rp.500.000.000,- s.d Rp.1.000.000.000,-
Rp.1.000.000
6.
< Rp.1.000.000.000,- s.d Rp.2.500.000.000,-
Rp.2.000.000
7.
< Rp.2.500.000.000,- s.d Rp.5.000.000.000,-
Rp.3.000.000
8.
< Rp.5.000.000.000,- s.d Rp.10.000.000.000,-
Rp.5.000.000
9.
< Rp.10.000.000.000,-
Rp.7.500.000
Namun kenyataannya di dalam praktik Notaris dalam menentukan harga Akta Jaminan Fidusia tidak berdasarkan ketentuan di atas. Antara Notaris yang satu dengan Notaris yang lain pasti berbeda dalam menentukan harga pembuatan Akta Jaminan Fidusia. Terkadang antara Notaris saling perang tarif. 109
109
Hasil wawancara dengan Notaris/PPAT Medan, Nurleli, S.H, berkantor di Jalan Arief Rahman Hakim Nomor 98C Medan, dilakukan pada tanggal 25 Agustus 2008.
Eko Yudhistira : Pendaftaran Jaminan Fidusia : Hambatannya di lihat dari aspek sistem hukum, 2009. USU Repository©2008
Jika Notaris dalam menentukan berapa besarnya biaya pembuatan akta tidak melihat ketentuan undang-undang, maka hal ini dapat merugikan kepentingan pemberi fidusia dan penerima fidusia. Kalau Akta Notaris tersebut lebih murah dari ketentuan yang telah ditetapkan oleh pemerintah, maka yang diuntungkan adalah pemberi fidusia dan penerima fidusia. Penerima fidusia dan pemberi fidusia tidak mengeluarkan biaya yang besar dalam pembuatan Akta Jaminan Fidusia. Jika Akta Notaris tersebut lebih mahal dari ketentuan yang telah ditentukan, maka yang akan dirugikan adalah pemberi fidusia dan penerima fidusia. Pemberi fidusia akan mengeluarkan biaya yang besar untuk pembuatan Akta Jaminan Fidusia. Bank dalam hal ini disebut sebagai kreditur atau disebut pemberi fidusia wajib mendaftarkan Jaminan Fidusia ke Kantor Pendaftaran Fidusia. Pendaftaran tersebut akan memberikan hak preference kepada penerima fidusia, hal ini bertujuan agar adanya kepastian hukum bagi penerima fidusia. Berapapun nilai Jaminan Fidusia itu, bank wajib mendaftarkan Jaminan Fidusia ke Kantor Pendaftaran Fidusia. Tetapi dalam kenyataannya di praktik, ada bank yang akan mendaftarkan Jaminan Fidusia, jika nilai Jaminan Fidusianya bernilai tertentu. Bank Niaga Cabang Utama Medan, baru akan mendaftarkan Jaminan Fidusia apabila nilai Jaminan Fidusia itu bernilai Rp.350.000.000,- (tiga ratus lima puluh juta rupiah) ke atas. Jaminan Fidusia di bawah tiga ratus lima puluh juta rupiah tidak mereka daftarkan ke Kantor Pendaftaran Jaminan Fidusia. Mereka akan mendaftarkan jaminan yang di bawah tiga ratus lima puluh juta ke bawah apabila jaminan itu diduga macet dan akan menimbulkan masalah. 110 110
Hasil wawancara dengan Eva Sari Hutajulu, Pegawai Kantor Bank Niaga Cabang Utama Medan Bagian Legal, Jalan Bukit Barisan Nomor 5 Medan, dilakukan pada tanggal 25 Agustus 2008.
Eko Yudhistira : Pendaftaran Jaminan Fidusia : Hambatannya di lihat dari aspek sistem hukum, 2009. USU Repository©2008
Jaminan fidusia di bawah tiga ratus lima puluh juta, Bank Niaga tidak membuat Jaminan Fidusia itu dengan Akta Notaris. Mereka hanya membuat Akta Jaminan Fidusia di bawah tangan. Dengan catatan mereka membuat SKPJF (Surat Kuasa Pembebanan Jaminan Fidusia). Dengan adaya SKPJF ini mereka akan segera membuat Akta Jaminan Fidusia dan mendaftarkannya apabila dianggap kredit itu macet atau diduga akan menimbulkan masalah. 111 Alasan Bank Niaga tidak mendaftarkan Jaminan Fidusia yang nilainya di bawah tiga ratus lima puluh juta rupiah ke Kantor Pendaftaran Fidusia dan tidak membuat Akta Jaminan Fidusia itu dengan Akta Notariil adalah karena alasan biaya. 112 Bank beranggapan akan memberatkan nasabah karena nasabah mereka akan mengeluarkan biaya tambahan untuk biaya Akta Notariil dan biaya pendaftaran fidusia. 113 Hal ini menunjukkan bahwa Bank sebagai penerima fidusia tidak menjalankan apa yang dengan tegas dinyatakan di dalam UUJF. UUJF dengan tegas mengatakan bahwa Akta Jaminan Fidusia itu harus dibuat dengan Akta Notariil dan Jaminan Fidusia itu wajib didaftarkan. Tidak didaftarkannya Jaminan Fidusia tersebut maka bank tidak akan memiliki hak kebendaan, hak untuk mendahului terhadap pelunasan piutang tertentu. Saat ini, banyak Lembaga Pembiayaan (Finance) dan Bank (Bank Umum maupun Perkreditan) menyelenggarakan pembiayaan bagi konsumen (consumer finance), sewa guna usaha (leasing), anjak piutang (factoring). Mereka umumnya
111 112 113
Ibid. Ibid. Ibid.
Eko Yudhistira : Pendaftaran Jaminan Fidusia : Hambatannya di lihat dari aspek sistem hukum, 2009. USU Repository©2008
menggunakan tata cara perjanjian yang mengikutkan adanya Jaminan Fidusia bagi objek benda Jaminan Fidusia. Fakta di lapangan menunjukkan, Lembaga Pembiayaan dalam melakukan perjanjian pembiayaan mencamtumkan kata-kata dijaminkan secara fidusia. Tetapi ironisnya tidak dibuat dalam Akta Notaris dan tidak didaftarkan di Kantor Pendaftaran Fidusia untuk mendapat sertifikat. Akta semacam itu dapat disebut Akta Jaminan Fidusia di bawah tangan. 114
3.
Hambatan Budaya Yang dimaksud dengan budaya hukum adalah sikap manusia terhadap hukum
dan sistem hukum-kepercayaan, nilai, pemikiran, serta harapannya. 115 Dengan kata lain budaya hukum adalah suasana pikiran sosial dan kekuatan sosial yang menentukan bagaimana hukum digunakan, dihindari, atau disalahgunakan. Tanpa budaya hukum sistem hukum itu sendiri tak akan berdaya, seperti ikan mati yang tekapar di keranjang, bukan seperti ikan hidup yang berenang di lautnya. 116 Budaya hukum mempunyai peranan yang besar bagi teciptanya kepastian hukum. Budaya hukum yang rendah akan mengakibatkan tidak dapat tercapainya makna dari kepastian hukum itu sendiri. Budaya erat kaitannya dengan perilakuperilaku yang ada di dalam kehidupan bermasyarakat. Perilaku yang dilakukan oleh seseorang atau sebagian anggota masyarakat yang dilakukan berulang-ulang dan
114
Grace P Nugroho, dikutip dari Http://www.audit-me weblog (the ledger).htm, diakses pada tanggal 31 Juli 2008. 115 116
Lawrence M Friedman, Op.cit, hal. 8. Ibid, hal. 8.
Eko Yudhistira : Pendaftaran Jaminan Fidusia : Hambatannya di lihat dari aspek sistem hukum, 2009. USU Repository©2008
secara terus-menerus, yang akhirnya akan menjadikan perilaku itu sebagai suatu budaya bagi seseorang ataupun bagi sebagian anggota masyarakat. Dalam UUJF menyebutkan bahwa Jaminan Fidusia itu wajib didaftarkan, tapi tidak dengan tegas menyebutkan kapan fidusia itu wajib didaftarkan, apakah sesudah Akta Jaminan Fidusia itu selesai dibuat kemudian langsung didaftarkan atau kapan waktunya. Apakah Pendaftaran Fidusia bisa didaftarkan jika Jaminan Fidusia itu diduga akan mengakibatkan permasalahan. UUJF tidak ada memberikan sanksi apabila Jaminan Fidusia itu tidak didaftarkan. UUJF hanya mengatakan Jaminan Fidusia didaftarkan, maka akan memenuhi asas publisitas, sekaligus merupakan jaminan kepastian terhadap kreditur mengenai
benda
yang
telah
dibebani
Jaminan
Fidusia.
Pendaftaran
akan
mengakibatkan timbulnya hak kebendaan bagi penerima fidusia. Oleh karena tidak adanya kejelasan kapan fidusia itu harus didaftarkan dan tidak adanya sanksi yang tegas bagi pihak-pihak yang tidak mendaftarkan Jaminan Fidusia itu akan mengakibatkan seseorang tidak patuh untuk mematuhi UndangUndang Jaminan Fidusia. Perilaku tidak patuh terhadap undang-undang apabila dilakukan berulang-ulang kali dan secara terus-menerus akan mengakibatkan perilaku tersebut menjadi suatu budaya. Apabila sudah menjadi suatu budaya, maka akan sulit untuk merubah budaya tersebut. Apabila ada sanksi yang tegas bagi pihak-pihak yang tidak mendaftarkan Jaminan Fidusia, maka akan dengan sendirinya akan membentuk perilaku hukum yang
Eko Yudhistira : Pendaftaran Jaminan Fidusia : Hambatannya di lihat dari aspek sistem hukum, 2009. USU Repository©2008
patuh terhadap undang-undang, yang mana perilaku itu nantinya akan menjadi suatu budaya hukum bagi pihak-pihak yang akan menggunakan Lembaga Jaminan kebendaan Jaminan Fidusia. Jika saya berperilaku khusus atau mengubah perilaku saya secara khusus, karena diperintahkan hukum atau karena tindakan pemerintah, atau amanat atau perintah dari pemerintah atau dari sistem hukum atau dari pejabat di dalamnya, inilah perilaku hukum. Jika saya berkendaraan di sepanjang jalan dan melihat rambu batas kecepatan (atau melihat polisi) dan memperlambat kenderaan ini adalah perilaku hukum. 117 Sistem hukum jelas akan runtuh jika setiap orang tidak mematuhi undangundang seperti undang-undang yang menentang perilaku jahat, atau jika banyak orang yang tidak patuh, maka hukum akan benar-benar kehilangan tujuannya. 118 Faktor lain yakni bagi sebagian besar mereka yang berada di kota-kota besar yang mana tingkat pendidikannya yang sudah tinggi, mungkin mereka akan mengerti maksud dari pendaftaran fidusia itu. Tetapi bagi sebagian orang yang hidup di kota kecil ataupun di desa yang tingkat pendidikannya yang masih rendah, mungkin mereka sama sekali belum pernah mendengar apa itu Jaminan Fidusia, apalagi mengenai Pendaftaran Jaminan Fidusia. Faktor tingkat pendidikan yang rendah dan faktor kesadaran hukum masyarakat yang rendah akan mengakibatkan tidak tercapainya tujuan dari Pendaftaran Jaminan Fidusia.
117 118
Ibid, hal. 280. Ibid, hal. 282.
Eko Yudhistira : Pendaftaran Jaminan Fidusia : Hambatannya di lihat dari aspek sistem hukum, 2009. USU Repository©2008
Permasalahan yang muncul dalam proses Pendaftaran Jaminan Fidusia ini adalah masih kurang kondusifnya budaya hukum yang diciptakan oleh petugas Kantor Pendaftaran Fidusia. Hal ini menunjukkan bahwa kesadaran hukum relatif masih rendah untuk menegakkan sistem UUJF. 119 Meski besarnya biaya Pendaftaran Jaminan Fidusia telah ditetapkan oleh undang-undang namun kenyataannya di dalam praktik meskipun tidak secara terangterangan petugas Kantor Pendaftaran Fidusia meminta tambahan untuk biaya Pendaftaran Fidusia, namun itu telah menjadi suatu kebiasaan bagi Notaris selaku kuasa penerima fidusia untuk menambah biaya tambahan ke petugas Kantor Pendaftaran Fidusia. 120 Kalau tidak menambah biaya tambahan, maka proses penerbitan Sertifikat Pendaftaran Fidusia akan memakan waktu yang lama. 121 Hal ini sungguh dilema bagi Notaris. Di satu sisi Notaris ikut menciptakan budaya yang tidak sehat dalam proses pendaftaran, di sisi yang lain Notaris menginginkan proses pendaftaran hingga terbitnya Sertifikat Jaminan Fidusia tidak memakan waktu yang lama. Kebiasaan-kebiasaan yang buruk ini terus berlangsung dan dilakukan berulangulang oleh Notaris dan petugas Kantor Pendaftaran Fidusia, sehingga kebiasaan ini menjadikan suatu budaya yang buruk di dalam proses Pendaftaran Jaminan Fidusia.
119
Tan Kamello, Op.cit, hal. 216-217. Hasil wawancara dengan Notaris/PPAT Medan, Nurleli, S.H, berkantor di Jalan Arief Rahman Hakim Nomor 98C Medan, dilakukan pada tanggal 25 Agustus 2008. 121 Ibid. 120
Eko Yudhistira : Pendaftaran Jaminan Fidusia : Hambatannya di lihat dari aspek sistem hukum, 2009. USU Repository©2008
BAB III UPAYA MENGATASI HAMBATAN PENDAFTARAN FIDUSIA
A.
Upaya Mengatasi Hambatan Substantif Hal yang substantif dalam Pendaftaran Jaminan Fidusia adalah aturan, norma,
dan pola perilaku nyata manusia yang berada dalam sistem itu. Norma dan aturan dalam Pendaftaran Jaminan Fidusia dapat kita lihat di dalam Undang-Undang Jaminan Fidusia dan Peraturan Pemerintah mengenai Tata Cara Pendaftaran Jaminan Fidusia dan Besar Biaya Akta Jaminan Fidusia. Hal yang substantif itu tidak terlepas dari peranan struktur yang membuat Undang-Undang Jaminan Fidusia tersebut. UUJF itu adalah produk undang-undang yang dibuat oleh badan yang berwenang untuk itu. Badan yang berwenang itu dapat kita lihat dalam Pasal 5 ayat (1) UUD’1945, yaitu ”Presiden memegang kekuasaan membentuk undang-undang dengan persetujuan Dewan Perwakilan Rakyat”. Di samping Presiden sebagai pemegang kekuasaan pemerintahan, Badan Legislatif yakni Dewan Perwakilan Rakyat dapat juga mengusulkan untuk membuat suatu undangundang yang kemudian undang-undang itu disahkan oleh Presiden. Suatu perundang-undangan menghasikan peraturan yang memiliki ciri-ciri sebagai berikut: 1.
Bersifat umum dan komprehensif, yang dengan demikian merupakan kebalikan dari sifat-sifat yang khusus dan terbatas.
86
Eko Yudhistira : Pendaftaran Jaminan Fidusia : Hambatannya di lihat dari aspek sistem hukum, 2009. USU Repository©2008
2.
Bersifat universal. Ia diciptakan untuk menghadapi peristiwa-peristiwa yang akan datang yang belum jelas bentuk konkritnya. Oleh karena itu dapat dirumuskan untuk mengatasi peristiwa-peristiwa tertentu saja.
3.
Ia memiliki kekuatan untuk mengkoreksi atau memperbaiki dirinya sendiri. Adalah lazim bagi suatu peraturan untuk mencantumkan klausul yang memuat kemungkinan dilakukan peninjauan kembali. 122
Dibandingkan dengan aturan kebiasaan, maka perundang-undangan memperlihatkan karakteristik suatu norma bagi kehidupan sosial yang lebih matang, khususnya dalam hal kejelasan dan kepastiannya. Hal ini tidak terlepas dari kaitannya dengan pertumbuhan negara itu sendiri. Aturan kebiasaan bisa dikatakan mengurusi hubungan antara orang dengan orang, sedang perundang-undangan antara orang dengan negara. Bentuk perundang-undangan itu tidak akan muncul sebelum timbul pengertian negara sebagai pengemban kekuasaan yang bersifat sentral dan tertinggi.123 Beberapa kelebihan dari perundang-undangan dibandingkan dengan normanorma lain adalah: 124 1.
Tingkat prediktabilitasnya sangat besar. Hal ini berhubungan dengan sifat prospektif dari perundang-undangan, yaitu yang pengaturannya ditujukan ke masa depan. Oleh karena itu pula, ia harus dapat memenuhi syarat agar orangorang mengetahui apa atau tingkah laku apa yang diharapkan dari mereka pada waktu yang akan datang dan bukan yang sudah lewat. Dengan demikian, peraturan perundang-undangan senantiasa dituntut untuk memberitahu secara pasti terlebih dahulu hal-hal yang diharapkan untuk dilakukan atau tidak dilakukan oleh anggota masyarakat. Asas-asas hukum, seperti ”asas tidak berlaku
122
Satjipto Rahardjo, ”Ilmu Hukum”, (Bandung: Alumni, 1986), hal. 114. Allen dalam Satjipto Rahardjo, ”Ilmu Hukum”, (Bandung: Alumni, 1986), hal. 114 124 Algra & K. Van Duyvendijk, ”Rechtsaanvaang (Enkele hoofdstukken over recht en rechtswetenschaap voor het onderwijs in de inleiding tot de rechtswetwnschaap)”, (Alphen aan de rijn: Tjeenk Willink, 1981), hal. 29. 123
Eko Yudhistira : Pendaftaran Jaminan Fidusia : Hambatannya di lihat dari aspek sistem hukum, 2009. USU Repository©2008
surut” memberikan jaminan bahwa kelebihan yang demikian itu dapat dilaksanakan secara seksama. 2.
Kecuali kepastian yang lebih mengarah kepada bentuk formal di atas, perundangundangan juga memberikan kepastian mengenai nilai yang dipertaruhkan. Sekali suatu peraturan dibuat, maka menjadi pasti pulalah nilai yang hendak dilindungi oleh peraturan tersebut. Oleh karena itu orang tidak perlu lagi memperdebatkan apakah nilai itu bisa diterima atau tidak. Di samping kelebihan-kelebihan tersebut di atas, beberapa kelemahan yang
terkandung dalam perundang-undangan adalah: 1.
Kekakuannya. Kelemahan ini sebetulnya segera tampil sehubungan dengan kehendak perundang-undangan untuk menampilkan kepastian. Apabila kepastian ini hendak dipenuhi, maka ia harus membayarnya dengan membuat rumusanrumusan yang jelas, terperinci dan tegar dengan resiko menjadi norma-norma yang kaku.
2.
Keinginan perundang-undangan untuk membuat rumusan-rumusan yang bersifat umum mengandung resiko, bahwa ia mengabaikan dan dengan demikian memperkosa perbedaan-perbedaan atau ciri-ciri khusus yang tidak dapat disamaratakan begitu saja. Terutama sekali dalam suasana kehidupan modern yang cukup kompleks dan spesialitas ini, kita tidak mudah untuk membuat perampatan-perampatan/ penyamarataan. (generalizations). Seperti yang telah dikemukakan pada bab sebelumnya bahwa aturan ataupun
norma yang ada dalam UUJF masih banyak terdapat kekurangan-kekurangan dan
Eko Yudhistira : Pendaftaran Jaminan Fidusia : Hambatannya di lihat dari aspek sistem hukum, 2009. USU Repository©2008
ketidakjelasan dalam hal mengatur Pendaftaran Jaminan Fidusia. Kekurangankekurangan itu akan menjadikan suatu hambatan bagi pihak-pihak yang ingin memakai Lembaga Jaminan Fidusia, khususnya bagi penerima fidusia sehingga kepastian hukum dari Pendaftaran Jaminan Fidusia sulit untuk tercapai. Sesuai dengan hukum proses sosial, yaitu bahwa problem (baru) senantiasa akan timbul, maka bagaimanapun sempurnanya pembuat hukum mengatasi kekurangan-kekurangan tersebut, ia tidak dapat menolak timbulnya problem baru di kemudian hari. Apabila yang demikian itu timbul, maka yang sudah sempurnapun akan menjadi kurang. 125 Di dalam kehidupan yang mulai banyak mengalami perubahan-perubahan transformatif yang amat cepat, terkesan kuat bahwa hukum (positif) tak berfungsi efektif untuk menata kehidupan. Dikesankan bahwa hukum bahkan selalu tertinggal di belakang segala perubahan dan perkembangan. 126 Ketertinggalan hukum itu karena adanya perubahan dan perkembangan dalam masyarakat mengakibatkan hukum itu tidak dapat mengakomodir kepentingan masyarakat. Perubahan dan perkembangan manusia diakibatkan oleh karena manusia itu adalah gejala sosial. Yang senantiasa selalu berkembang dan berubah-ubah setiap saat. Idealnya hukum diartikan sebagai suatu kontrol sosial dan berhubungan dengan pembentukan dan pemeliharaan aturan-aturan sosial. Analisa ini berpijak pada
125
Satjipto Rahardjo, Op.cit, hal. 123, Soetandyo Wignjosoebroto, ”Hukum Paradigma, Metode dan Dinamika Masalah”, (Jakarta: Elsam dan Huma, 2002), hal. 189. 126
Eko Yudhistira : Pendaftaran Jaminan Fidusia : Hambatannya di lihat dari aspek sistem hukum, 2009. USU Repository©2008
kemampuan hukum untuk mengontrol perilaku-perilaku manusia dan menciptakan suatu kesesuaian di dalam perilaku-perilaku tersebut. 127 Hukum haruslah tetap sejalan dengan kebutuhan-kebutuhan sosial dan apa yang diidealkan di dalam tatanan sosial yang kontemporer. Maka hukum pun secara luwes harus bisa mengikuti perubahan-perubahan yang terjadi dalam masyarakat. 128 Tak ayal para penciptanya harus juga paham betul mengenai liku-liku perubahan itu, dan mempelajarinya dari pengalaman serta renungannya yang mendalam atau pendek kata dari kehidupan yang dialaminya itu sendiri. 129 Perbedaan-perbedaan penting dalam banyak lapangan hukum seperti hukum dalam teori dengan hukum dalam senyatanya, merupakan kelemahan-kelemahan dari hukum, sehingga tidak dapat memecahkan atau paling tidak memperbaiki keadaan yang terdapat dalam kehidupan sosial. Maka untuk mengatasi hambatan substantif dalam Pendaftaran Jaminan Fidusia, pembuat undang-undang harus segera merevisi UUJF. Dalam hal untuk melakukan revisi UUJF pembuat undang-undang tidak hanya memperhatikan hukum yang ada di dalam buku peraturan perundang-undangan (law in the book) tapi juga harus memperhatikan hukum yang hidup di dalam masyarakat. (living law). Hukum memang bersifat normatif, tetapi walaupun begitu ia merupakan bagian dari realita sosial, bisa kita mengerti karena aturan-aturan hukum tidak hanya sekedar
127
David N Schiff, ”Hukum Sebagai Suatu Fenomena Sosial”, dalam Adam Podgorecki, Christoper J. Whelan, ”Pendekatan Sosiologis Terhadap Hukum”, (Jakarta: Bina Aksara, 1987), hal. 254. 128 Soetandyo Wignjosoebroto, Op.cit, hal. 43-44. 129 Ibid, hal. 44.
Eko Yudhistira : Pendaftaran Jaminan Fidusia : Hambatannya di lihat dari aspek sistem hukum, 2009. USU Repository©2008
menerangkan perilaku secara sederhana, tetapi juga memberikan arti dan arah bagi individu-individu dalam menjalankan perilakunya itu. 130 Orientasi terhadap aturan-aturan hukum, tergantung kepada bagaimana masyarakat menginterprestasikan tindakan mereka dalam hubungannya dengan aturanaturan hukum, serta kepada tujuan-tujuan dari aturan-aturan itu sendiri. Dengan demikian orientasi terhadap aturan-aturan hukum ini merupakan sifat alamiah dari hukum sebagai suatu fenomena sosial, dan dibentuk oleh anggota-anggota masyrakat. 131
B.
Upaya Mengatasi Hambatan Stuktural Adapun yang menjadi struktur di dalam Pendaftaran Jaminan Fidusia adalah
Kantor Pendaftaran Fidusia, Notaris, dan Bank ataupun Lembaga Pembiyaan lainnya. Ketiadaannya Kantor Pendafataran Jaminan Fidusia di Daerah Tingkat II, masih adanya Notaris yang mengenakan biaya Akta Pendaftaran Jaminan Fidusia yang tidak sesuai dengan ketentuan perundang-undangan dan masih adanya bank yang yang tidak mendaftarkan Jaminan Fidusia ke Kantor Pendaftaran Jaminan Fidusia, kesemuanya adalah merupakan hambatan-hambatan yang dijumpai di dalam proses Pendaftaran Jaminan Fidusia. Yang terutama membuat struktur itu bertahan lama adalah perilaku sosial dan sikap sosial, adat, budaya, tradisi, dan norma informal. 132 Struktur mirip drama
130
David N Schiff, ”Hukum Sebagai Suatu Fenomena Sosial”, dalam Adam Podgorecki, Christoper J. Whelan, Op.cit, hal. 268. 131 Ibid, hal. 268. 132 Lawrence M. Friedman, Op.cit, hal. 14.
Eko Yudhistira : Pendaftaran Jaminan Fidusia : Hambatannya di lihat dari aspek sistem hukum, 2009. USU Repository©2008
misalnya, Hamlet yang teksnya terus ada dari generasi ke generasi, tetapi dengan aktornya yang berbeda-beda memainkan bagian dan versi baru, penataan baru, kostum baru tampak sekali-kali waktu. 133 Tentunya kita harus ingat bahwa peranan sosial tidak persis seperti peran Hamlet dalam drama Shakespeare, peranan sosial lebih condong berubah. 134 Kesinambungan dan perubahan, ini kesatuan tetap dalam kehidupan sosial. Sistem hukum memainkan peranan penting dalam meningkatkan kesinambungan maupun perubahan itu. 135 Sistem hukum membantu menjembatani generasi, namun juga membantu mengarahkan perubahan sosial dengan harapan agar menjadi saluran yang lancar dan konstruktif. 136 Sistem hukum adalah bagian dari sistem kontrol sosial. Sistem hukum memerintahkan orang apa yang harus dan jangan dilakukan, dan sistem hukum itu menjunjung perintah-perintahnya dengan paksa. Sistem hukum juga adalah agen pemecahan konflik dan sengketa dan sistem hukum itu fungsi rekayasa sosial, ini mengarah pada penggunaan hukum untuk mengadakan perubahan sosial yang berencana dari atas yaitu dari pemerintah. Untuk mengatasi hambatan struktur yang terjadi dalam Pendaftaran Fidusia, maka diperlukan suatu perubahan terhadap struktur-struktur yang ada. Perubahan itu akan mengakibatkan struktur itu bekerja dengan baik, sehingga akan membawa perubahan yang signifikan di dalam Pendaftaran Jaminan Fidusia.
133 134 135 136
Ibid, hal. 15. Ibid, hal. 15. Ibid, hal. 15. Ibid, hal. 15.
Eko Yudhistira : Pendaftaran Jaminan Fidusia : Hambatannya di lihat dari aspek sistem hukum, 2009. USU Repository©2008
UUJF menyebutkan bahwa untuk pertama kalinya kantor Pendaftaran Fidusia didirikan di ibukota provinsi, yang kemudian berdasarkan Keputusan Presiden Republik Indonesia Nomor 139 Tahun 2000 didirikan di setiap wilayah ibukota provinsi di Kantor Wilayah Provinsi Departemen Kehakiman. UUJF juga menyebutkan bahwa untuk pendirian Kantor Pendaftaran Fidusia di Daerah Tingkat II dapat disesuaikan dengan Undang-Undang Otonomi Daerah. Namun kenyataanya sampai saat sekarang ini Kantor Pendaftaran Jaminan Fidusia di Daerah Tingkat II masih belum ada. Maka untuk mengatasi hambatan struktur ini diperlukan adanya perubahan agar Kantor Pendaftaran Fidusia di Daerah Tingkat II segera berdiri. Untuk melakukan perubahan ini diharapkan fungsi dan peran serta pemerintah sebagai pemegang kekuasaan tertinggi dalam pemerintahan. Perubahan ini diakibatkan adanya perubahan sosial yakni adanya perubahan yang diinginkan masyarakat agar kantor pendaftaran itu segera didirikan juga di Daerah Tingkat II. Pendirian Kantor Pendaftaran Jaminan Fidusia ini akan menguntungkan penerima fidusia yang berada di Daerah Tingkat II. Penerima fidusia tidak akan bersusah payah datang ke ibukota provinsi untuk mendaftarkan Jaminan Fidusianya. Pembukaan Kantor Pendaftaran Fidusia di wilayah tingkat II adalah merupakan wujud dari efisiensi dalam pendaftaran. Begitupula bagi Notaris yang menentukan biaya Akta Jaminan Fidusia yang tidak sesuai dengan peraturan perundang-undangan, juga harus melakukan perubahan. Notaris harus berpedoman dalam menentukan besarnya biaya Akta Jaminan Fidusia sesuai dengan ketentuan yang berlaku yakni Peraturan Pemerintah Republik Indonesia
Eko Yudhistira : Pendaftaran Jaminan Fidusia : Hambatannya di lihat dari aspek sistem hukum, 2009. USU Repository©2008
Nomor 86 Tahun 2000 tentang Tata Cara Pendaftaran Jaminan Fidusia dan Biaya Pembuatan Akta Jaminan fidusia. Berpedoman kepada peraturan perundang-undangan adalah merupakan peraturan yang memaksa Notaris agar menjalankan apa yang sudah ditetapkan oleh pemerintah sebagai suatu perintah yang memaksa sehingga fungsi dari sistem hukum dapat tercapai. Bagi Bank maupun Lembaga Pembiayaan lainnya diperlukan adanya suatu kesadaran hukum mengenai pentingnya makna dari pendaftaran dan akibat hukum yang ditimbulkannya. Di samping kesadaran hukum, juga diperlukan budaya hukum bagi Bank ataupun Lembaga Pembiayaan lainnya untuk menjalankan apa yang sudah diatur oleh peraturan perundang-undangan yakni kewajiban untuk mendaftarkan Jaminan Fidusia. Perubahan yang dilakukan oleh pemerintah dalam hal mendirikan Kantor Pendaftaran Jaminan Fidusia di wilyah tingkat II saja tidak cukup, apabila tidak ada kesinambungan perubahan yang dilakukan Bank ataupun Lembaga Pembiayaan lainnya dan Notaris. Kesinambungan ini merupakan suatu kesatuan tetap dalam kehidupan sosial.
C.
Upaya Mengatasi Hambatan Kultural Perubahan sosial, budaya (sikap) dan struktur hukum saling terikat melalui
banyak cara, sehingga kita benar-benar tidak bisa memisah-misahkannya. Tiga unsur utama hukum yakni struktur, substansi dan budaya tidak akan berarti tanpa satu sama lain.
Eko Yudhistira : Pendaftaran Jaminan Fidusia : Hambatannya di lihat dari aspek sistem hukum, 2009. USU Repository©2008
Norma-norma dan aturan yang ada di dalam UUJF adalah hal yang bersifat substansif. Norma-norma dan aturan ini selanjutnya akan mempengaruhi budaya hukum. Norma yang tidak jelas akan mengakibatkan budaya hukum juga menjadi tidak baik. Di samping itu budaya hukum tidak statis. Budaya hukum berubah-ubah mengikuti masyarakat. Budaya itu timbul oleh karena adanya perilaku yang dilakukan oleh seseorang yang dilakukan secara berulang-ulang yang akhirnya menjadikan perilaku itu menjadi sebuah budaya. Perilaku itu ada yang baik dan ada yang tidak baik. Perilaku yang baik akan mengakibatkan budaya itu baik, perilaku yang buruk akan mengakibatkan budaya itu akan buruk. Budaya hukum juga erat kaitannya dengan moralitas. Moral itu terdapat di dalam hati nurani kita. Bagaimanapun juga, hati nurani kita adalah motor penggerak. Sebagian besar diri kita ingin melakukan apa yang benar, hal ini berarti kita mau mematuhi hukum. Sebaliknya adakalanya seseorang merasa sangat yakin bahwa hukum itu salah atau amoral, hati nurani dapat menjurus ketidakpatuhan Di dalam pembahasan bab sebelumnya bahwa adanya budaya hukum yang tidak baik di dalam proses Pendaftaran Jaminan Fidusia, sehingga budaya yang tidak baik itu menjadikan hambatan di dalam Pendaftaran Jaminan Fidusia. Maka untuk mengatasi hambatan kultural tersebut adalah dengan cara penyuluhan hukum. Penyuluhan hukum pada hakikatnya adalah suatu proses learning dan dislearning .Pada tahapan learning orang harus belajar memahami norma-norma
Eko Yudhistira : Pendaftaran Jaminan Fidusia : Hambatannya di lihat dari aspek sistem hukum, 2009. USU Repository©2008
baru dan sekaligus membangun kesadaran hukum yang baru. 137 . Sedangkan pada tahapan dislearning, orang harus berusaha melupakan norma-norma lama hasil ajaran yang lalu sekaligus ”memadamkan” api kesadarannya (kesadaran hukum) yang lama. 138 Upaya yang kedua adalah membangun kesadaran hukum juga merupakan upaya untuk mengatasi hambatan kultural. Ketaatan kepada perintah hukum, dan dengan demikian juga tegaknya hukum yang dipositifkan oleh kekuasaan negara telah banyak diketahui dan diakui bahwa tidak selamanya dapat dipastikan hanya berdasarkan kekuatan sanksi-sanksi saja. Tanpa bangkitnya kesediaan untuk secara suka dan rela mengikuti apa yang diperintahkan atau dilarang oleh hukum tidaklah akan ada sanksi sekeras apapun bisa mengontrol sepenuhnya perilaku subjek. Kesadaran hukum adalah kondisi mental seorang subjek, tatkala harus menghadapi suatu imperatif normatif untuk menentukan pilihan perilakunya, yang lengkapnya berdimensi dua. Dimensi yang pertama adalah dimensi kognitifnya, yaitu pengetahuannya tentang hukum yang mengatur perilaku tertentu yang tengah ia lakukan (entah melarang, entah memerintahkan dilakukannya). 139 Sementara yang disebut dimensi kedua adalah dimensi aktifnya, yaitu ”keinsyafannya bahwa hukum yang diketahuinya itu memang sebenar-benarnya harus diturut. 140 . Kalau hukum itu hanya sekedar diketahui saja (dalam arti baru menyentuh
137 138 139 140
Soetandyo Wignjosoebroto, Op.cit, hal. 368. Ibid, hal. 369. Ibid, hal. 373. Ibid, hal. 373.
Eko Yudhistira : Pendaftaran Jaminan Fidusia : Hambatannya di lihat dari aspek sistem hukum, 2009. USU Repository©2008
permukaan kognisi manusia saja), kemungkinan akan terjadi bahwa orang dengan berbagai usaha, dalih dan muslihat masih berkehendak saja untuk melanggar atau menyimpangi hukum. Kalau hal demikian masih juga terjadi, maka hukum pun harus selalu banyak menggerakkan mekanisme sanksi. Karena sanksi bekerja sebagai kekuatan lahir yang mengontrol perilaku manusia.Kesadaran hukum adalah seluruh kompleks kesediaan warga masyarakat untuk berperilaku sesuai dengan keharusan yang ditetapkan oleh hukum. Sistem hukum jelas akan runtuh jika setiap orang tidak mematuhi undangundang seperti undang-undang yang menentang perilaku jahat, atau jika banyak orang yang tidak patuh, maka hukum akan benar-benar kehilangan tujuannya. 141 Upaya ketiga adalah membangun komunikasi hukum. Komunikasi hukum adalah untuk menanamkan kesadaran hukum. Komunikasi hukum ini dapat dilakukan dengan cara penyebarluasan berita mengenai isu Jaminan Fidusia dan pendaftarannya yang mana isu itu diusahakan untuk membangun ketaatan subjek untuk menaati hukum itu dan hukum itu dapat ditegakkan sebagaimana semestinya. Pengundangan Jaminan Fidusia dan tata cara pendaftarannya dirasakan belum cukup. Oleh karena tidak semua orang mengetahui apa maksud dari undang-undang tersebut. Ketidaktahuan pemberi fidusia dan penerima fidusia diakibatkan karena adanya perbedaan tingkat pendidikan, pengetahuan hukum yang rendah dan kesadaran hukum yang rendah. Dengan menyadari problema ini, dewasa ini harus pula
141
Lawrence M Friedman, Op.cit, hal. 282.
Eko Yudhistira : Pendaftaran Jaminan Fidusia : Hambatannya di lihat dari aspek sistem hukum, 2009. USU Repository©2008
dikembangkan penyebarluasan informasi mengenai isi normatif hukum Jaminan Fidusia dan pendaftarannya serta informasi hukum lain yang masih berkaitan dengan fidusia, bahkan juga mengenai ide-ide pembenarannya melalui jalur-jalur formal dan informal. Upaya yang keempat adalah pembenahan tata perilaku aparat-aparat yang berkaitan dengan prosedur Pendaftaran Jaminan Fidusia, yakni bagi aparatur Kantor Pendaftaran Jaminan Fidusia, Notaris dan pihak Bank ataupun Lembaga Pembiayaan lainnya. Aparat-aparat yang terkait dalam prosedur Pendaftaran Jaminan Fidusia hendaknya membenahi perilakunya, dengan cara menimbulkan rasa ketaatan kepada hukum. Ketaatan itu timbul bukan hanya karena adanya sanksi hukum yang tegas tetapi karena aparat-aparat tersebut mampu merubah perilakunya dan dapat membangun image yang baik di dalam masyarakat. Merubah perilaku itu hendaknya adalah merupakan kesadaran yang datangnya dari dalam hati nurani aparat tersebut, yang mana hal ini berkaitan dengan moralitas dari aparat tersebut. Aparat diharapkan mampu menumbuhkan image bahwa aparat itu adalah aparat yang cekatan, efektif, responsif, jujur, dan selalu menegakkan hukum yang berlaku. Sehingga budaya yang ditampilkan oleh aparat tersebut dapat mencerminkan moralitas yang baik yang ada pada diri aparat tersebut.
Eko Yudhistira : Pendaftaran Jaminan Fidusia : Hambatannya di lihat dari aspek sistem hukum, 2009. USU Repository©2008
BAB IV KESIMPULAN DAN SARAN
A.
Kesimpulan
1.
UUJF adalah merupakan Sistem hukum dalam Lembaga Jaminan. Sistem hukum memiliki unsur-unsur yakni substansi, struktur dan budaya. Ketentuan-ketentuan dan aturan-aturan mengenai Pendaftaran Jaminan Fidusia yang diatur di dalam UUJF masih banyak terdapat kekurangan-kekurangan, yang mana kekurangan itu akan mengakibatkan timbulnya hambatan dalam pendaftaran.
2.
Hambatan dalam pendaftaran fidusia antara lain adanya perbedaan penafsiran mengenai apa yang akan didaftarkan, apakah objek jaminannya yang didaftarkan atau Jaminan Fidusianya. Masih banyak penerima fidusia yang belum mendaftarkan jaminan fidusia dan masih ada akta jaminan fidusia yang tidak dibuat didalam akta notaril. Belum adanya ketentuan yang jelas mengatur kapan batas waktu pendaftaran jaminan fidusia, dan sanksi yang tegas jika tidak mendaftarkan jaminan fidusia. Dalam melakukan proses pendaftaran, Kantor Fidusia masih belum bisa melakukan proses pendaftaran dengan satu hari masa kerja seperti yang telah ditentukan undang-undang Adanya Notaris yang mengenakan biaya Akta Jaminan Fidusia yang tidak mengikuti ketentuan yang sudah ditetapkan oleh undang-undang serta adanya budaya hukum yang kurang kondusif yang diciptakan oleh petugas Kantor Pendaftaran Fidusia yakni dengan cara meminta biaya tambahan biaya pendaftaran jaminan fidusia yang secara
99
Eko Yudhistira : Pendaftaran Jaminan Fidusia : Hambatannya di lihat dari aspek sistem hukum, 2009. USU Repository©2008
tidak terang-terangan , juga dalam kenyataanya Notaris ikut menciptakan budaya yang tidak sehat ini dengan cara memberikan sesuatu kepada petugas pendaftaran agar proses pendaftaran jaminan fidusia dapat selesai lebih cepat.
B. 1.
Saran Upaya mengatasi hambatan dalam pendaftaran yakni pembuat undang-undang harus segera merevisi UUJF dengan mengatur secara tegas batas waktu pendaftaran jaminan fidusia dan saksi yang tegas jika tidak mendaftarkan jaminan fidusia.. Pemerintah harus melakukan perubahan-perubahan struktur-struktur yang terkait di dalam pendaftaran yakni dengan cara meningkatkan sarana dan fasilitas kantor pelayanan fidusia sehingga memudahkan petugas pendaftaran untuk melakukan pendaftaran fidusia dan pembukaan kantor cabang pendaftaran fidusia disetiap kotamadya/kabupaten
atau membuat kemudahan dalam Pendaftaran
Jaminan Fidusia dengan sistem on-line, agar memudahkan penerima fidusia untuk mendaftarkan Jaminan Fidusia. 2.
Melakukan upaya penyuluhan hukum, membangun kesadaran hukum, melakukan komunikasi hukum dengan cara memberikan informasi ataupun berita-berita mengenai pentingnya Pendaftaran Fidusia dan akibat hukumnya dan membangun serta merubah tata perilaku aparat yang terkait di dalam Pendaftaran Jaminan Fidusia agar menjadi lebih baik.
Eko Yudhistira : Pendaftaran Jaminan Fidusia : Hambatannya di lihat dari aspek sistem hukum, 2009. USU Repository©2008
DAFTAR PUSTAKA
A.
Buku-buku
Abdul Kadir Muhammad, Hukum dan Penelitian Hukum, Bandung: Citra Aditya Bakti, 2004. Adam Podgorecki, Christoper J. Whelan, Pendekatan Sosiologis Terhadap Hukum, Jakarta: Bina Aksara, 1987. Algra & K. Van Duyvendijk, Rechtsaanvaang (Enkele hoofdstukken over recht en rechtswetenschaap voor het onderwijs in de inleiding tot de rechtswetwnschaap), Alphen aan de rijn: Tjeenk Willink, 1981. Arie Sukanti Hutagalung, Transaksi Berjamin (Secured Transaction) Hak Tanggungan dan Jaminan Fidusia, Jakarta: tanpa penerbit, 2006. Bambang Sunggono, Metode Penelitian Hukum, Jakarta: Raja Grafindo,1997. Bambang Waluyo, Penelitian Hukum Dalam Praktek, Jakarta: Sinar Grafika,1996. Djuhaenah Hasan, Lembaga Jaminan Kebendaan Bagi Tanah dan Benda Lain Yang Melekat Pada Tanah Dalam Konsepsi Penerapan Asas Pemisahan Horizontal, (Suatu Konsep Dalam Menyongsong Lahirnya Lembaga Hak Tanggungan), Bandung: Citra Aditya Bakti, 1996. Endang Purwaningsih, Perkembangan Hukum Intellectual Property Rights Kajian Hukum Terhadap Hak Atas Kekayaan Intelektual dan Kajian Komperatif Hukum Paten, Jakarta: Ghalia Indonesia, 2005. H. Salim HS, Perkembangan Hukum Jaminan Di Indonesia, Jakarta: Raja Grafindo Persada, 2007. J Satrio, Hukum Jaminan, Hak-Hak Jaminan Kebendaan, Bandung: Citra Aditya Bakti, 1996. Jurani Sulaiman, Analisis Yuridis Fungsi dan Peran Kantor Pendaftaran Fidusia Ditinjau Dari UU No.42 Tahun 1999 Tentang Jaminan Fidusia (Suatu Penelitian Di Kantor Wilayah Departemen Hukum Dan HAM Sumatera Utara), Tesis, Medan: Magister Ilmu Hukum,Universitas Sumatera Utara, 2006.
101
Eko Yudhistira : Pendaftaran Jaminan Fidusia : Hambatannya di lihat dari aspek sistem hukum, 2009. USU Repository©2008
Kamus Besar Bahasa Indonesia, Cetakan ke-4, Jakarta: Balai Pustaka, 1990. Lawrence M Friedman, American Law An Introduction Second Edition, (Hukum Amerika Sebuah Pengantar), Penerjemah Wishnu Bakti, Jakarta: Tatanusa,2001. Lexy J Moleong, Metodologi Penelitian Kualitatif, Bandung: Remaja Rosdakarya, 1993. M. Solly Lubis, Filsafat Ilmu dan Penelitian, Bandung: Mandar Maju, 1994. Mariam Darus Badrulzaman, Mencari Sistem Hukum Benda Nasional, Bandung: Alumni, 1983. , Aneka Hukum Bisnis, Bandung: Alumni, 1994. Mariam Darus Badrulzaman, dkk, Kompilasi Hukum Perikatan, Bandung: Citra Aditya Bakti, 2001. Munir Fuady, Jaminan Fidusia Cetakan Kedua Revisi, Bandung: Citra Aditya Bakti, 2003. Munir Fuady, Pengantar Hukum Bisnis, Bandung: Citra Aditya Bakti, 2005. Oey Hoey Tiong, Fidusia Sebagai Jaminan Unsur-Unsur Perikatan, Jakarta: Ghalia Indonesia, 1985. Ok. Saidin, Aspek Hukum Haki, Jakarta: Raja Grafindo Perkasa, 2004. R. Subekti, Hukum Perjanjian, Jakarta: Intermasa, 1976. Samadi Suryabrata, Metodelogi Penelitian, Jakarta: Raja Grafindo Persada,1998. Samidjo, Ilmu Negara, Bandung: Armico, 2002. Satjipto Rahardjo, Ilmu Hukum, Bandung: Alumni, 1986. Soerjono Soekanto, Pengantar Penelitian Hukum, Jakarta: UI Press, 1986. Soerjono Soekanto dan Sri Mamudji, Penelitian Hukum Normatif Suatu Tinjauan Singkat, Jakarta: Rajawali Press,1995. Soetandyo Wignjosoebroto, Hukum Paradigma, Metode dan Dinamika Masalah, Jakarta: Elsam dan Huma, 2002.
Eko Yudhistira : Pendaftaran Jaminan Fidusia : Hambatannya di lihat dari aspek sistem hukum, 2009. USU Repository©2008
Sri Soedewi Masjchoen Sofwan, Hukum Jaminan Di Indonesia Pokok-Pokok Hukum Jaminan dan Jaminan Perorangan, Jakarta: BPHN Departemen Kehakiman R.I, 1980. , Hukum Benda, Yogyakarta: Liberty, 1981. , Beberapa Masalah pelaksanaan lembaga Jaminan Khususnya Fidusia di dalam Praktek dan Pelaksanaanya di Indonesia, Yogyakarta: Fakultas Hukum Universitas Gadjah Mada,1997. Sudikno Mertukusumo, Hukum Acara Perdata, Yogjakarta: Liberty ,1982. Syamsul Arifin, Falsafah Hukum, Medan: Kelompok Studi Hukum dan Masyarakat Fakultas Hukum, 1992. Tan Kamelo, Hukum Jaminan Fidusia Suatu Kebutuhan Yang Didambakan, Bandung: Alumni, 2006. WJS Poerwardaminta, Kamus Umum Bahasa Indonesia, Jakarta: Balai Pustaka, 1983.
B.
Makalah-makalah, Majalah dan Website
Bernadette Waluyo, Jaminan Fidusia UU No.42/1999”, Pro Justitia, Th XVIII No.3, Juli 2000. Bismar Nasution, Metode Penelitian Hukum Normatif dan Perbandingan Hukum, makalah disampaikan pada dialog interaktif tentang penelitian hukum dan hasil penulisan hukum pada majalah akreditasi, Medan, Fakultas Hukum Universitas Sumatera Utara, 18 Februari2003. Fred B.G Tumbuan, Mencermati Pokok-Pokok Undang-Undang Fidusia, Jakarta: Media Notariat, Nomor VII, 2000. Grace P Nugroho, dikutip dari Http://www.audit-me weblog (the ledger).htm, diakses pada tanggal 31 Juli 2008. Mariam Darus Badrulzaman, Beberapa Permasalahan Hukum Hak Jaminan, Hukum Bisnis, volume 11. 2000. Ratnawati W Prasodjo, Pokok-Pokok Undang-Undang Nomor 42 Tahun 1999 Tentang Jaminan Fidusia, Majalah Hukum Trisakti, Nomor 33 Tahun XXIV Oktober 1999.
Eko Yudhistira : Pendaftaran Jaminan Fidusia : Hambatannya di lihat dari aspek sistem hukum, 2009. USU Repository©2008
104
C.
Peraturan Perundang-undangan
Republik Indonesia, Undang-Undang Dasar Tahun 1945. Republik Indonesia, Kitab Undang-undang Hukum Perdata. Republik Indonesia, Undang-Undang Nomor 4 Tahun 1996 tentang Hak Tanggungan. Republik Indonesia, Undang-Undang Nomor 42 Tahun 1999 tentang Jaminan Fidusia. Republik Indonesia, Peraturan Pemerintah No 86 Tahun 2000 tentang Tata Cara Pendaftaran Jaminan Fidusia dan Biaya Pembuatan Akta Jaminan Fidusia. Republik Indonesia, Keputusan Presiden Nomor 139 Tahun 2000. Republik Indonesia, Keputusan Menteri Hukum dan Hak Asasi Manusia Nomor M-01. UM.01.06 Tahun 2000 Republik Indonesia, Keputusan Menteri Hukum dan Hak Asasi Manusia Nomor M.03.PR.07.10 Tahun 2001 Republik Indonesia, Keputusan Menteri Hukum dan Hak Asasi Manusia Nomor M.02.PR.07.10 Tahun 2002
Eko Yudhistira : Pendaftaran Jaminan Fidusia : Hambatannya di lihat dari aspek sistem hukum, 2009. USU Repository©2008