perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
PERLINDUNGAN HUKUM BAGI PARA PIHAK ATAS PENDAFTARAN JAMINAN FIDUSIA MENURUT UNDANG-UNDANG NOMOR 42 TAHUN 1999 TENTANG JAMINAN FIDUSIA
Penulisan Hukum (Skripsi)
Disusun dan diajukan untuk Melengkapi Persyaratan Guna Meraih Derajat Sarjana dalam Ilmu Hukum Pada Fakultas Hukum Universitas Sebelas Maret Surakarta
Oleh: NIDIA ULFA NIM. E0006185
FAKULTAS HUKUM UNIVERSITAS SEBELAS MARET SURAKARTA 2010
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
PERSETUJUAN PEMBIMBING
Penulisan Hukum (Skripsi)
PERLINDUNGAN HUKUM BAGI PARA PIHAK ATAS PENDAFTARAN JAMINAN FIDUSIA MENURUT UNDANG-UNDANG NOMOR 42 TAHUN 1999 TENTANG JAMINAN FIDUSIA
Disusun oleh: NIDIA ULFA NIM : E0006185
Disetujui dan Dipertahankan
Dosen Pembimbing
Co. Pembimbing
Ambar Budi S, S.H,M.Hum NIP. 195711121983032001
Diana Tantri C, S.H,M.Hum NIP. 197212172005012001
commit to user
ii
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
PERSETUJUAN PEMBIMBING
Penulisan Hukum (Skripsi)
PERLINDUNGAN HUKUM BAGI PARA PIHAK ATAS PENDAFTARAN JAMINAN FIDUSIA MENURUT UNDANG-UNDANG NOMOR 42 TAHUN 1999 TENTANG JAMINAN FIDUSIA
Disusun oleh: NIDIA ULFA NIM : E0006185
Disetujui dan Dipertahankan
Dosen Pembimbing
Co. Pembimbing
Ambar Budi S, S.H,M.Hum NIP. 195711121983032001
Diana Tantri C, S.H,M.Hum NIP. 197212172005012001
commit to user
iii
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
PENGESAHAN PENGUJI Penulisan Hukum (Skripsi) PERLINDUNGAN HUKUM BAGI PARA PIHAK ATAS PENDAFTARAN JAMINAN FIDUSIA MENURUT UNDANG-UNDANG NOMOR 42 TAHUN 1999 TENTANG JAMINAN FIDUSIA
Disusun oleh: NIDIA ULFA NIM : E0006185
Telah diterima dan disahkan oleh Tim Penguji Penulisan Hukum (Skripsi) Fakultas Hukum Unversitas Sebelas Maret Surakarta Pada: Hari
: Rabu
Tanggal
: 21 Juli 2010
TIM PENGUJI 1.
:
2.
: Diana Tantri C, S.H,M.Hum Sekretaris
3.
: Ambar Budi S, S.H,M.Hum Anggota
MENGETAHUI Dekan,
Mohammad Jamin, S.H,M.Hum NIP. 196109301986011001 commit to user
iv
Djuwityastuti, S.H Ketua
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
MOTTO
“Niscaya Allah akan meninggikan orang-orang yang beriman diantara kamu dan orang-orang yang diberi ilmu pengetahuan beberapa derajat”. (QS.
Al
Mujadillah:
11)
“ Seseorang yang miskin harta tapi kaya ilmu dan mau bekerja keras akan lebih berhasil daripada orang yang kaya harta tetapi miskin ilmu”. (ulfa)
“Kamu tidak akan pernah tahu sebelum mencoba,maka cobalah apapun itu walaupun hanya mendapati kegagalan…sesungguhnya kegagalan itu adalah keberhasilan yang tertunda”. (ulfa)
commit to user
v
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
PERSEMBAHAN
Sebuah karya yang sederhana ini penulis persembahkan kepada :
Allah SWY, Sang Penguasa Alam Semesta & Penguasa Tujuh Lapis Langit
Ayah & Ibuku tercinta, Atas semua cinta, kasih saying ,do’a, harapan, dan kepercayaan yang engkau berikan untukku
Kakak-kakakku tercinta Mba Rani,Mba Erny,Mba Rini,Mba Eva, Mas Dian Atas segala bimbingan serta arahan yang telah kalian berikan untukku
Tercinta dan terkasih sepanjang masa Mega,Puput,Lupi,Yasmine,Irma,Ratna,Martha,Tandi Betapa rapuhnya hidupku tanpa kalian
Ade-ade kostku tersayang…shinta,agiel,mitha,rea,indri,memel,nisa,arum,noor,mpit…
Civitas Akademika Fakultas Hukum UNS commit to user
vi
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
KATA PENGANTAR
Puji syukur kehadirat Allah SWT atas limpahan rahmat serta hidayahNya, sehingga penulis dapat menyelesaikan penelitian dan penyusunan skripsi dengan judul Perlindungan Hukum Bagi Para Pihak Atas Pendaftaran Jaminan Fidusia Menurut Undang-Undang Nomor 42 Tahun 1999 Tentang Jaminan Fidusia guna melengkapi persyaratan dalam menyelesaikan pendidikan tingkat sarjana di Fakultas Hukum Universitas Sebelas Maret Surakarta dengan baik dan tepat pada waktunya.
Penulis menyadari bahwa tanpa bantuan dari berbagai pihak, penelitian dan penyusunan skripsi ini tidak akan terselesaikan dengan baik. Pada kesempatan kali ini penulis ingin mengucapkan terimakasih kepada : 1. Prof.Dr.Much.Syamsulhadi,dr.Sp.KJ. selaku Rektor Universitas Sebelas Maret Surakarta. 2. Bapak Mohammad Jamin, S.H, M.Hum selaku Dekan Fakultas Hukum Universitas Sebelas Maret Surakarta. 3. Bapak Syafrudin Yudo W, S.H, M.H selaku Pembimbing Akademik. 4. Ibu Ambar Budi S, S.H, M.Hum selaku ketua bagian Hukum Perdata sekaligus selaku Pembimbing Utama dalam penulisan hukum ini. 5. Ibu Diana Tantri C, S.H, M.Hum selaku Co Pembimbing dalam penulisan hukum ini. 6. Para Bapak serta Ibu Dosen Fakultas Hukum Universitas Sebelas Maret Surakarta yang telah membimbing serta memberikan banyak ilmunya kepada penulis selama penulis menuntut ilmu di Fakultas Hukum Universitas Sebelas Maret Surakarta. 7. Bapak Ibu karyawan serta staff Tata Usaha, Bagian Akademik, Bagian Kemahasiswaan, Bagian Transit, Bagian Keamanan Fakultas Hukum commit to user Universitas Sebelas Maret Surakarta.
vii
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
8. Ayah Ibuku tercinta atas bimbingan serta do’anya. 9. Kakak-kakaku tercinta Mba Rani, Mba Rini, Mba Erny, Mba Eva dan Mas Dian yang telah memberikan semangat dan dorongannya kepada penulis.
Semoga penulisan hukum ini dapat bermanfaat bagi perkembangan ilmu pengetahuan pada umumnya dan ilmu hukum pada khususnya, sehingga tidak menjadi suatu karya yang sia-sia.
Surakarta,
(Penulis)
commit to user
viii
2010
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
DAFTAR ISI
Halaman Judul……………………………………………………………… i Halaman Persetujuan……………………………………………………….. ii Halaman Pengesahan……………………………………………………….. iii Halaman Motto……………………………………………………………..... iv Halaman Persembahan……………………………………………………….v Kata Pengantar……………………………………………………………… vi Daftar Isi……………………………………………………………………… viii Daftar Lampiran…………………………………………………………….. x Abstrak………………………………………………………………………... xi
BAB I
PENDAHULUAN A. Latar Belakan Masalah………………………………………….. 1 B. Perumusan Masalah………………………………………………5 C. Tujuan Penelitian…………………………………………………6 D. Manfaat Penelitian………………………………………………. 7 E. Metode Penelitian……………………………………………….. 8 F. Sistematika Penulisan Hukum……………………………………12
BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Kerangka Teori………………………………………………… 14 1. Tinjauan Umum Tentang Perjanjian dan Perjanjian Kredit…. 14 a. Pengertian Perjanjian……………………………………… 14 1. Syarat Sahnya Perjanjian………………………………. .15 2. Asas-asas Umum Perjanjian……………………………..17 3. Unsur-unsur Perjanjian…………………………………. 18 4. Subyek dan Obyek Perjanjian………………………….. 20 commit to user 5. Bentuk-bentuk Perjanjian………………………………. 21
ix
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
b. Pengertian Kredit…………………………………………
23
c. Pengertian Perjanjian Kredit………………………………. 28 2. Tinjauan Umum Tentang Perlindungan Hukum ……………… 30 3. Tinjauan Umum Tentang Jaminan Kebendaan………………… 36 4. Tinjauan Umum Tentang Fidusia………………………………. 39 B. Kerangka Berfikir……………………………………………….. 48
BAB III HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN A. Deskripsi Kantor Pendaftaran Fidusia…………………………… 51 B. Hasil Penelitian dan Pembahasan………………………………... 56 1. Bentuk Pendaftaran Fidusia…………………………………… 56 2. Perlindungan Hukum Terhadap Kreditur Penerima Fidusia…...78
BAB IV PENUTUP A. Simpulan …………………………………………………………101 B. Saran…………………………………………………………….. 104
DAFTAR PUSTAKA LAMPIRAN
commit to user
x
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
DAFTAR LAMPIRAN
1) Undang-Undang Nomor 42 Tahun 1999 tentang Jaminan Fidusia. 2)
Peraturan Pemerintah Nomor 86 Tahun 2000 tentang Tata Cara Pendaftaran Jaminan Fidusia dan Biaya Pembuatan Akta Jaminan Fidusia.
commit to user
xi
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
ABSTRAK Nidia Ulfa, 2010. PERLINDUNGAN HUKUM BAGI PARA PIHAK ATAS PENDAFTARAN JAMINAN FIDUSIA MENURUT UNDANG-UNDANG NOMOR 42 TAHUN 1999 TENTANG JAMINAN FIDUSIA. Fakultas Hukum Universitas Sebelas Maret Surakarta. Penelitian ini bertujuan untuk mengkaji proses pendaftaran fidusia dan bentuk perlindungan hukum bagi para pihak khususnya kreditur penerima fidusia atas pendaftaran Jaminan Fidusia menurut Undang-Undang Nomor 42 Tahun1999 tentang Jaminan Fidusia. Penelitian ini termasuk jenis penelitian hukum normatif yang bersifat deskriptif. Data penelitian ini meliputi data sekunder. Data sekunder merupakan data utama penelitian ini. Data dikumpulkan dengan teknik studi pustaka yang dilakukan dengan membaca, mempelajari serta mengkaji buku-buku, literaturliteratur serta referensi lainnya juga peraturan perundang-undangan yang relevan dengan permasalahan yang dikaji. Hasil penelitian menunjukkan bahwa setiap benda yang menjadi objek Jaminan Fidusia harus didaftarkan. Pendaftaran dilakukan di Kantor Pendaftaran Fidusia melalui suatu permohonan yang ditujukan kepada Kantor Pendaftaran Jaminan Fidusia, kemudian Kantor Pendaftaran menerbitkan sertifikat Jaminan Fidusia yang merupakan salinan dari Buku Daftar Fidusia. Pendaftaran Jaminan Fidusia dimaksudkan agar pihak yang berkepentingan mendapatkan perlindungan hukum khususnya kreditur penerima fidusia karena terkadang debitur wanprestasi sehingga tidak memenuhi kewajibannya kepada kreditur. Perlindungan hukum yang dimaksudkan disini meliputi kedudukan kreditur penerima fidusia sebagai kreditur preferen sehingga mendapatkan hak mendahulu untuk dapat mengeksekusi benda yang menjadi Jaminan Fidusia, adanya larangan fidusia ulang terhadap debitur, prinsip droit de suite sebagai salah satu sifat hak kebendaan serta pemenuhan asas publisitas dan spesialitas yang dipenuhi dengan pendaftaran Jaminan Fidusia yang bertujuan untuk memberikan kedudukan yang kuat kepada yang berkepentingan. Implikasi teoritis dari penelitian ini adalah memperkaya literatur dalam pengkajian terhadap pendaftaran Jaminan Fidusia dan kaitannya dengan perlindungan hukum yang diberikan akibat pendaftaran fidusia. Implikasi praktisnya adalah menjadikan kreditur sebagai pihak yang sangat rentan dan lemah untuk lebih berhati-hati dalam memberikan kredit serta mendapatkan kesadaran tetap mendaftarkan Jaminan Fidusia walaupun nilainya kecil agar mendapatkan perlindungan apabila debitur wanprestasi. Kata kunci : Perlindungan Hukum, Jaminan Fidusia
commit to user
xii
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
ABSTRACT
Nidia Ulfa, 2010. LAW PROTECTION FOR EACH PARTY UPON REGISTRATION FIDUSIA ASSURANCE ACCORDING TO LAW NUMBER 42 YEAR 1999 ABOUT FIDUSIA ASSURANCE. Law Faculty Sebelas Maret University Surakarta. This research aims to study Fidusia registration process and type of law protection for each party especially creditor receiver Fidusia upon registration Fidusia assurance according to law number 42 year 1999 about Fidusia assurance. This research is included descriptive normative law research type. The research data covers secondary data. Secondary data constitute as primary data for this research. Data is collected by literary study technique done by reading, learning and studying books, literary also other references, besides that also regulation law which is relevant with the problems studied. The result of research shows that everything becoming object of Fidusia assurance has to be registered. Registration is done in Fidusia registration office through a certain proposal which is tended to Fidusia registration office, then the registration office publish Fidusia assurance certificate which is a copy of Fidusia registration book. Fidusia assurance registration purpose is for party which has interest for getting law protection especially creditor receiver Fidusia because sometimes debtor wanprestasi does not fulfill their obligation to creditor. Law protection meant here cover position of creditor receiver Fidusia as creditor preference so they get right to precede for executing things which becomes Fidusia assurance, there is prohibition Fidusia repeatedly to debtor, droit de suite principle as one characteristic right of things also fulfill publicity basis and specialty which is fulfilled by registration Fidusia assurance purposes to give strong position to the party having interest. Theoretical implication from this research is enriching literary on studying to registration Fidusia assurance and the relevancy with the law protection given as result of Fidusia registration. Theoretical implication from this research is becoming creditor as susceptible and weak party to be carefully in giving credit also getting consciousness to subscribe still Fidusia assurance although the amount is little in order to get protection if debtor wanprestasi.
Key words: law protection, Fidusia assurance
commit to user
xiii
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
commit to user
xiv
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Pembangunan ekonomi, sebagai bagian dari pembangunan nasional merupakan salah satu upaya untuk mencapai masyarakat adil dan makmur berdasarkan Pancasila dan Undang-Undang Dasar 1945. Dalam rangka memelihara dan meneruskan pembangunan yang berkesinambungan, para pelaku pembangunan baik pemerintah maupun masyarakat, baik perseorangan maupun badan
hukum
memerlukan
dana
besar.
Seiring
dengan
meningkatnya
pembangunan, meningkat pula kebutuhan terhadap pendanaan, yang sebagian besar dana yang diperlukan untuk memenuhi kebutuhan tersebut diperoleh melalui pinjam meminjam (Purwahid Patrik dan Kashadi, 2001: 32). Kegiatan pinjam meminjam ataupun kredit dalam praktek kehidupan sehari-hari bukanlah merupakan hal yang asing lagi. Pinjam meminjam ataupun kredit dapat diberikan oleh siapa saja yang memiliki kemampuan untuk itu melalui perjanjian utang piutang antara pemberi utang dengan (kreditur) di satu pihak dan penerima pinjaman (debitur) di lain pihak. Setelah perjanjian tersebut disepakati, maka lahirlah kewajiban pada diri kreditur yaitu untuk menyerahkan uang yang diperjanjikan kepada debitur, dengan hak untuk menerima kembali uang itu dari debitur pada waktunya, disertai dengan bunga yang disepakati oleh para pihak pada saat perjanjian pemberian kredit disetujui oleh para pihak. Pinjam meminjam yang dilakukan oleh kreditur dan debitur tersebut, lembaga pembiayaan salah satunya yaitu Bank memiliki peranan yang cukup penting dalam rangka pemberian kredit yang dilakukan oleh kreditur sebagai pemberi kredit dan debitur sebagai penerima kredit dengan memberikan pinjaman uang antara lain melalui kredit perbankan berupa perjanjian utang piutang. Pasal 3 dan 4 Undang-Undang Nomor 10 Tahun 1998 tentang Perbankan menyebutkan bahwa fungsi utama perbankan Indonesia yaitu penghimpun dan penyalur dana commit to user
1
perpustakaan.uns.ac.id
2 digilib.uns.ac.id
dari masyarakat yang bertujuan menunjang pelaksanaan pembangunan nasional kearah peningkatan kesejahteraan rakyat Perjanjian yang dilakukan antara kreditur dan debitur tidak menghadapi masalah dalam arti kedua pihak melaksanakan hak dan kewajibannya sesuai dengan yang diperjanjikan, maka persoalan tidak akan muncul. Biasanya persoalan baru timbul apabila debitur lalai mengembalikan uang pinjaman pada saat yang telah ditentukan. Oleh karena itu maka Bank dalam memberikan kredit harus berpegang teguh terhadap prinsip yang dikenal dengan istilah 5C’s (Character, Capacity, Capital, Collateral dan Condition of economy). Sehubungan dengan prinsip 5C’s tersebut, salah satu prinsip yang sangat dipersyaratkan oleh Bank adalah Collateral atau jaminan yang harus diberikan debitur guna menjamin pelunasan utangnya demi keamanan dan kepastian hukum. Pasal 1131 Kitab Undang-Undang Hukum Perdata menentukan bahwa “semua kebendaan yang menjadi milik seseorang, baik yang sudah ada maupun yang akan timbul dikemudian hari, akan menjadi jaminan bagi perikatannya”. Walau ditegaskan secara demikian, pada prakteknya seorang debitur pada umumnya tidak hanya terikat pada hanya satu macam kewajiban saja. Hal tersebut berarti jaminan secara umum, hanya akan menyebabkan seorang kreditur memperoleh sebagian dari uang yang telah dipinjamkan kepada debitur jika jaminan umum tersebut tidaklah mencukupi seluruh utang debitur yang telah ada dan telah jatuh tempo. Jaminan secara umum akan berlaku secara prorata bagi semua kreditur. Kondisi yang demikian menyebabkan Bank sebagai pihak kreditur merasa tidak aman untuk memastikan pengembalian uangnya. Dalam rangka penyelamatan kredit Bank tersebut maka Bank sebagai kreditur tentunya akan meminta debitur untuk mengadakan perjanjian tambahan guna menjamin dilunasinya kewajiban debitur pada waktu yang telah ditentukan dan disepakati sebelumnya diantara kreditur dan debitur. Dengan demikian biasanya Bank sebagai pihak kreditur meminta jaminan khusus yang bersifat kebendaan sebagai sarana untuk menyelamatkan kredit. Hal ini berarti kreditur dalam suatu perjanjian utang piutang memerlukan lebih dari hanya sekedar janji untuk melaksanakan atau to user memenuhi kewajibannya. Untukcommit itu Ilmu Hukum dan peraturan perundang-
perpustakaan.uns.ac.id
3 digilib.uns.ac.id
undangan telah menciptakan, melahirkan, mengundangkan serta memberlakukan jaminan dalam bentuk kebendaan. Disebut dengan jaminan kebendaan karena secara umum jaminan tersebut diberikan dalam bentuk penunjukan atau pengalihan atas kebendaan tertentu, yang jika debitur gagal melaksanakan kewajibannya dalam jangka waktu yang ditentukan, memberikan hak kepada kreditur untuk menjual lelang kebendaan yang dijaminkan tersebut, serta untuk memperoleh pelunasan terlebih dahulu dari hasil penjualan tersebut dari krediturkreditur lainnya (droit de preference), Ilmu Hukum maupun peraturan perundangundangan yang berlaku tidak membatasi pihak yang dapat memberikan jaminan kebendaan tersebut ( Gunawan Widjaja, 2000: 1-2). Kebendaan yang dijadikan jaminan untuk pelunasan hutang tidak dibatasi macam maupun bentuknya, kebendaan tersebut haruslah mempunyai nilai secara ekonomis, serta memiliki sifat mudah dialihkan atau mudah diperdagangkan, sehingga kebendaan tersebut tidak akan menjadikan suatu beban bagi kreditur untuk menjual lelang pada waktunya, yaitu pada saat dimana debitur secara tegas telah melalaikan kewajibannya, sesuai dengan ketentuan dan syarat-syarat yang berlaku dalam perjanjian pokok yang melahirkan utang piutang tersebut. Salah satu lembaga jaminan yang dapat digunakan adalah lembaga Jaminan Fidusia, dimana pranata Jaminan Fidusia ini muncul atas dasar adanya kebutuhan masyarakat akan kredit dengan jaminan barang bergerak tanpa (secara fisik) melepaskan barang yang dijadikan jaminan. Gadai yang dikenal dalam Burgerlijk Wetboek atau konstruksi Hukum Romawi, Code Penal mewajibkan diserahkannya kebendaan atau barang bergerak yang dijadikan jaminan kepada kreditur. Oleh karena debitur masih memerlukan benda yang menjadi jaminan, seperti misalnya perusahaan angkutan yang tidak mungkin melepas kendaraan yang dimilikinya, sehingga timbullah pranata Jaminan Fidusia. Jaminan Fidusia dimaksudkan agar apabila debitur pailit ataupun tidak dapat melunasi utangnya terhadap kreditur maka kreditur mempunyai jaminan berupa jaminan kebendaan tersebut sebagai jaminan untuk pelunasan piutangnya. Dengan demikian apabila debitur tidak melaksanakan kewajibannya maka commit to user kreditur dapat mengeksekusi benda jaminan tersebut tanpa melalui pengadilan
4 digilib.uns.ac.id
perpustakaan.uns.ac.id
untuk pelunasan piutangnya. Untuk dapat mengeksekusi benda jaminan, kreditur harus
berkedudukan
sebagai
penerima
Jaminan
Fidusia.
Untuk
dapat
berkedudukan sebagai penerima fidusia tersebut maka fidusia yang dijadikan sebagai jaminan kebendaan harus didaftarkan. Untuk memberikan perlindungan hukum bagi para pihak dalam Jaminan Fidusia maka jaminan fidusia ini perlu untuk didaftarkan seperti yang dinyatakan dalam Pasal 11 sampai Pasal 18 Undang-undang Nomor 42 Tahun 1999 tentang Jaminan Fidusia dan Peraturan Pemerintah Nomer 86 Tahun 2000 tentang Tata Cara Pendaftaran Jaminan Fidusia dan Biaya Pembuatan Akta Jaminan Fidusia., dimana pendaftaran ini dimaksudkan untuk memberikan perlindungan hukum terhadap para pihak atas Jaminan Fidusia karena banyak Jaminan Fidusia yang tidak didaftarkan sehingga kreditur kesulitan untuk mengeksekusi benda jaminannya apabila debitur melalaikan kewajibannya. Sebelum lahirnya Undang-Undang No 42 Tahun 1999 tentang Jaminan Fidusia, selain melalui yurisprudensi, pranata Jaminan Fidusia telah juga disebut dalam berbagai macam ketentuan peraturan perundang-undangan, antara lain yang disebutkan dalam Pasal 15 Undang-Undang Nomor 4 Tahun 1992 tentang Perumahan dan Pemukiman, yang menentukan bahwa rumah-rumah yang dibangun di atas tanah yang dimiliki oleh pihak lain dapat dibebani dengan Jaminan Fidusia. Selain itu, Undang-Undang Nomor 16 Tahun 1985 tentang Rumah Susun yang mengatur mengenai hak milik atas satuan rumah susun, juga menyatakan dengan tegas bahwa bidang-bidang tanah dengan hak pakai atas tanah negara dapat dijadikan jaminan utang dengan dibebani fidusia. Dengan lahirnya Undang-Undang Nomor 42 Tahun 1999 tentang Jaminan Fidusia pada tanggal 30 September 1999 dimaksudkan untuk menampung kebutuhan masyarakat mengenai peraturan Jaminan Fidusia sebagai salah satu sarana untuk membantu kegiatan usaha dan memberikan kepastian hukum kepada para pihak yang berkepentingan. Selain itu juga sebagai payung hukum bagi para pihak atas Jaminan Fidusia. Berdasarkan permasalahan di atas, maka penulis merasa perlu untuk committersebut to user benar-benar telah memberikan mengkaji apakah dengan pendaftaran
5 digilib.uns.ac.id
perpustakaan.uns.ac.id
perlindungan hukum terhadap para pihak yaitu kreditur penerima fidusia dan debitur pemberi fidusia. Perlindungan hukum yang dimaksudkan disini adalah perlindungan hukum dalam bidang Hukum Perdata. Oleh karena itulah maka penulis mengambil judul: “ PERLINDUNGAN HUKUM BAGI PARA PIHAK ATAS PENDAFTARAN JAMINAN FIDUSIA MENURUT UNDANGUNDANG NOMOR 42 TAHUN 1999 TENTANG JAMINAN FIDUSIA“. B. Perumusan Masalah Berdasarkan uraian dan latar belakang masalah di atas maka penulis tertarik untuk membahas masalah tersebut lebih lanjut dengan menitik beratkan pada rumusan masalah : 1. Bagaimanakah bentuk pendaftaran Jaminan Fidusia menurut Undang-Undang Nomor 42 Tahun 1999 tentang Jaminan Fidusia? 2. Bagaimanakah bentuk perlindungan hukum bagi kreditur penerima fidusia dan debitur pemberi fidusia atas pendaftaran Jaminan Fidusia menurut UndangUndang Nomor 42 Tahun 1999 tentang Jaminan Fidusia?
C. Tujuan Penelitian Dalam suatu penelitian, pastilah ada tujuan yang hendak dicapai. Tujuan penelitian diperlukan karena terkait dengan perumusan masalah dan judul dari penelitian itu sendiri. Penulis mempunyai tujuan atau hal-hal yang ingin dicapai baik berupa tujuan secara obyektif maupun tujuan secara subyektif. Adapun tujuan dari penelitian ini adalah: 1. Tujuan Obyektif a. Untuk mengetahui bentuk pendaftaran Jaminan Fidusia menurut UndangUndang Nomor 42 Tahun 1999 tentang Jaminan Fidusia. b. Untuk mengetahui bentuk perlindungan hukum bagi para pihak yaitu kreditur penerima fidusia dan debitur pemberi fidusia atas pendaftaran Jaminan Fidusia menurut Undang-Undang Nomor 42 Tahun 1999 tentang Jaminan Fidusia. 2. Tujuan Subyektif
commit to user
6 digilib.uns.ac.id
perpustakaan.uns.ac.id
a. Untuk memperoleh suatu hasil penelitian sebagai bahan untuk menyusun skripsi sebagai persyaratan dalam mencapai gelar kesarjanaan di bidang Ilmu Hukum di Universitas Sebelas Maret Surakarta. b. Untuk menambah, memperluas, dan mengembangkan pengetahuan serta pemahaman aspek hukum dalam teori dan praktek di lapangan hukum yang sangat berarti bagi penulis. c. Untuk lebih meningkatkan serta mendalami berbagai teori yang telah penulis dapatkan di Fakultas Hukum, khususnya di bidang Hukum Perdata. D. Manfaat Penelitian Suatu penelitian akan mempunyai nilai apabila hasil penelitian tersebut dapat memberikan manfaat dan kegunaan bagi semua pihak. Adapun manfaat yang dapat diperoleh dari penelitian ini antara lain: 1. Manfaat Teoritis a. Untuk memperoleh masukan yang dapat digunakan almamater dalam mengembangkan bahan-bahan perkuliahan yang telah ada. b. Bermanfaat bagi perkembangan ilmu pengetahuan secara umum dan Ilmu Hukum pada khususnya terutama Hukum Perdata. c. Untuk memberikan gambaran yang lebih jelas dalam kaitannya dengan bentuk pendaftaran Jaminan Fidusia dan perlindungan hukum terhadap para pihak khususnya kreditur dengan adanya pendaftaran Jaminan Fidusia. 2. Manfaat Praktis a. Dapat memberikan sumbangan jawaban masalah yang sedang diteliti oleh penulis. b. Untuk lebih mengembangkan daya pikir dan analisa yang akan membentuk pola pikir dinamis, sekaligus mengukur sejauh mana kemampuan penulis dalam menerapkan ilmu yang diperoleh.
commit to user
7 digilib.uns.ac.id
perpustakaan.uns.ac.id
c. Hasil penelitian ini diharapkan dapat membantu memberi masukan serta tambahan pengetahuan bagi para pihak yang terkait dengan masalah yang diteliti. E. Metode Penelitian Penelitian adalah sebuah kegiatan ilmiah yang bermaksud melakukan konstruksi dan analisa yang dilakukan secara metodologis, sistematis, dan konsisten (Soerjono Soekanto, 2007: 3). Istilah metodologi berasal dari kata metode yang berarti “ jalan ke” namun menurut kebiasaan metode dirumuskan dengan kemungkinan sebagai berikut : 1. Suatu tipe pemikiran yang digunakan dalam penelitian dan penilaian; 2. Suatu teknik yang umum bagi ilmu pengetahuan; 3.Cara tertentu untuk melaksanakan suatu prosedur (Soerjono Soekanto, 2007: 5). Dalam penelitian ini penulis menggunakan metode meliputi : 1. Jenis Penelitian Jenis penelitian yang digunakan dalam penyusunan penelitian ini adalah penelitian hukum
normatif atau penelitian hukum
kepustakaan, yaitu penelitian hukum yang dilakukan dengan cara meneliti bahan pustaka atau data sekunder yang terdiri dari bahan hukum primer, bahan hukum sekunder dan bahan hukum tertier. Bahanbahan hukum tersebut disusun secara sistematis, dikaji kemudian ditarik suatu kesimpulan dalam hubungannya dengan masalah yang diteliti (Soerjono Soekanto, 2007: 10). a. b. c. d. e.
Penelitian hukum normatif atau kepustakaan ini meliputi: Penelitian terhadap asas-asas hukum; Penelitian terhadap sistematik hukum; Penelitian terhadap taraf sinkronisasi vertical dan horizontal; Perbandingan hukum; Sejarah hukum (Soerjono Soekanto, 2007: 252). Dalam penelitian yang dilakukan ini, penulis menitikberatkan
pada penelitian terhadap sistematik hukum. commit to user
8 digilib.uns.ac.id
perpustakaan.uns.ac.id
2. Sifat Penelitian Menurut bidangnya penelitian ini termasuk penelitian yang bersifat deskriptif. Penelitian deskriptif menurut Soerjono Soekanto adalah: Suatu penelitian yang dimaksud untuk memberikan data yang seteliti mungkin tentang manusia, keadaan , gejala-gejala lainnya. Maksudnya adalah terutama mempertegas hipotesahipotesa, agar dapat membantu memperkuat teori-teori lama, atau di dalam kerangka penyusun teori baru (Soerjono Soekanto, 2007: 10). 3. Pendekatan Penelitian Pendekatan penelitian yang digunakan oleh penulis adalah pendekatan penelitian terhadap sistematik hukum. Pendekatan terhadap sistematik hukum adalah pendekatan yang dilakukan pada perundangundangan tertentu ataupun hukum tercatat. Tujuan pokoknya adalah untuk
mengadakan
identifikasi
terhadap
pengertian-pengertian
pokok/dasar hukum, yakni masyarakat hukum, subyek hukum, hak dan kewajiban, peristiwa hukum, hubungan hukum, obyek hukum ( Soerjono Soekanto dan Sri Mamudji, 1983: 15). 4. Lokasi Penelitian Penelitian yang dilakukan penulis adalah jenis penelitian normatif atau doktrinal sehingga penulis tidak memerlukan data secara langsung di lapangan, oleh karena itu penulis hanya melakukan studi kepustakaan yang dilakukan di: a. Perpustakaan Fakultas Hukum Universitas Sebelas Maret Surakarta; b. Perpustakaan Pusat Universitas Sebelas Maret Surakarta; c. Tempat-tempat lain yang mendukung data yang diperlukan. 5. Jenis Data dan Sumber Data Dalam suatu penelitian, pada umumnya jenis data dibedakan menjadi dua jenis yaitucommit jenis data yang diperoleh langsung di lapangan to user
9 digilib.uns.ac.id
perpustakaan.uns.ac.id
atau yang disebut dengan data primer dan data yang diperoleh dari studi kepustakaan atau yang disebut dengan data sekunder. Dalam penelitian ini, karena penelitian yang digunakan oleh penulis adalah penelitian normatif maka jenis data yang digunakan adalah jenis data sekunder yang diperoleh dari bahan-bahan kepustakaan seperti buku-buku, dokumen, arsip, literatur dan laporan-laporan yang ada hubungannya dengan permasalahan yang diteliti. Sumber data sekunder yang digunakan dalam penelitian normatif ini meliputi: a.
Bahan Hukum Primer Yaitu bahan hukum yang terdiri dari peraturan Perundangundangan yaitu Undang-undang Dasar 1945, baik sebelum perubahan maupun setelah perubahan, Kitab Undang-Undang Hukum Perdata, Undang-Undang Nomor 42 Tahun 1999 tentang Jaminan Fidusia, Peraturan Pemerintah Nomor 86 Tahun 2000 tentang Tata Cara Pendaftaran Jaminan Fidusia dan Biaya Pembuatan Akta Jaminan Fidusia,Undang-Undang Nomor 10 Tahun 1998 tentang Perbankan, serta peraturan lainnya yang ada relevansinya dengan permasalahan yang dikaji.
b.
Bahan Hukum Sekunder Yaitu bahan hukum yang digunakan untuk menjelaskan dari bahan hukum primer yang diperoleh melalui hasil penelitian hukum, hasil karangan ilmiah dari kalangan hukum, dan artikelartikel baik dari media cetak maupun media massa yang berkaitan dengan pokok bahasan yaitu tentang perlindungan terhadap para pihak atas pendaftaran Jaminan Fidusia.
c.
Bahan Hukum Tersier Yaitu bahan yang memberikan petunjuk maupun penjelasan commit to user dan bahan hukum sekunder, terhadap bahan hukum primer
10 digilib.uns.ac.id
perpustakaan.uns.ac.id
misalnya bahan dari media internet, kamus, ensiklopedia, indeks kumulatif, dan sebagainya ( Gregory Churchill dalam Soerjono Soekanto, 2007: 52). 6. Teknik Pengumpulan Data Untuk memperkuat nilai validitas data, maka dalam setiap penelitian harus memiliki data-data yang lengkap. Kelengkapan data adalah syarat yang mutlak yang harus dimiliki dalam penelitian. Teknik pengumpulan data diperlukan agar data yang diperoleh merupakan data yang akurat dan dapat dipertanggungjawabkan. Dalam penelitian ini, karena penelitiannya bersifat normatif maka teknik pengumpulan data yang dipergunakan adalah dengan studi kepustakaan. Studi kepustakaan merupakan teknik pengumpulan data yang dilakukan dengan membaca, mempelajari dan mengkaji bukubuku, literatur-literatur, artikel, karya ilmiah, makalah serta peraturan perundang-undangan yang relevan dengan permasalahan yang ada. 7. Teknik Analisis Data Analisis data adalah tahap yang sangat penting dan menentukan dalam setiap penelitian. Di tahap ini penulis harus melakukan pemilahan data-data yang telah diperoleh. Penganalisisan data pada hakekatnya merupakan kegiatan untuk mengadakan sistematisasi bahan-bahan hukum tertulis untuk memudahkan pekerjaan analisis dan konstruksi (Soerjono Soekanto, 2007: 251-252). Karena penulis melakukan penelitian normatif terhadap sistematik hukum, maka analisis data yang dipergunakan oleh penulis adalah analisis data dengan cara melakukan analisa terhadap pasal-pasal yang isinya merupakan kaedah hukum, dalam hal ini adalah analisis terhadap pasal-pasal yang terdapat dalam UU Nomor 42 Tahun 1999 commit to user
11 digilib.uns.ac.id
perpustakaan.uns.ac.id
tentang Jaminan Fidusia. Setelah dilakukan analisa, maka dilakukan konstruksi data yang dilakukan dengan cara memasukkan pasal-pasal tertentu ke dalam kategori-kategori atas dasar pengertian-pengertian dasar dari sistem hukum tersebut (Soerjono Soekanto, 2007: 255). F. Sistematika Penulisan Hukum Dalam penelitian ini, untuk memberikan gambaran yang menyeluruh mengenai bahasan dalam penulisan hukum ini, penulis membagi penulisan hukum ini menjadi empat bab dan tiap-tiap bab dibagi dalam sub-sub bab yang disesuaikan dengan luas pembahasannya. Sistematika penulisan itu sendiri sebagai berikut: BAB I
: PENDAHULUAN Dalam bab ini akan diuraikan mengenai Latar Belakang Masalah, Perumusan Masalah, Tujuan Penelitian, Manfaat Penelitian, Metode Penelitian, dan Sistematika Penulisan Hukum.
BAB II
: TINJAUAN PUSTAKA Dalam bab ini akan dijelaskan mengenai hasil kepustakaan yang meliputi dua hal yaitu Kerangka Teori dan Kerangka Pemikiran. Kerangka
Teori
akan
diuraikan
tentang
hal-hal
yang
berhubungan dengan pokok masalah dalam penelitian ini meliputi tinjauan umum tentang Perjanjian dan Perjanjian Kredit pada umumnya, tinjauan mengenai perlindungan hukum, tinjauan mengenai Jaminan Kebendaan, tinjauan umum tentang Fidusia serta tinjauan umum tentang Pendaftaran Jaminan Fidusia. BAB III
: HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN Dalam bab ini akan dipaparkan mengenai hasil penelitian yang telah diperoleh dan dilanjutkan dengan pembahasan yang dilakukan terhadap hasil penelitian tentang bentuk pendaftaran Jaminan Fidusia commit pada Kantor Pendaftaran Fidusia serta kaitannya to user
12 digilib.uns.ac.id
perpustakaan.uns.ac.id
dengan bentuk perlindungan hukum bagi para pihak yaitu kreditur penerima fidusia dan debitur pemberi fidusia. BAB IV
: PENUTUP Dalam bab ini penulis akan menuliskan simpulan dari hasil penelitian ini dan memberikan saran yang berangkat dari hasil yang diperoleh dari penelitian yang dilakukan.
DAFTAR PUSTAKA LAMPIRAN
commit to user
13 digilib.uns.ac.id
perpustakaan.uns.ac.id
BAB II TINJAUAN PUSTAKA
A. Kerangka Teori 1. Tinjauan Umum Tentang Perjanjian dan Perjanjian Kredit A. Pengertian Perjanjian Mengenai Perjanjian diatur dalam Buku III Burgerlijk Wetboek (Kitab Undang-Undang Hukum Perdata) sebagai bagian dari Burgerlijk Wetboek yang terdiri dari IV Buku. Menurut Pasal 1313 Kitab UndangUndang Hukum Perdata yang dimaksud dengan Perjanjian atau Overeenkomst adalah : “suatu perbuatan dengan mana satu orang atau lebih mengikatkan dirinya terhadap satu orang atau lebih lainnya “. Perjanjian atau Overeenkomst juga dapat diartikan sebagai suatu hubungan hukum harta kekayaan/ harta benda antara dua orang atau lebih, yang memberi kekuatan hak pada satu pihak untuk memperoleh prestasi dan sekaligus mewajibkan kepada pihak lain untuk menunaikan prestasi (M. Yahya Harahap,1986:6 ). Mengenai pengertian Perjanjian yang terdapat dalam Pasal 1131 Kitab Undang-Undang Hukum Perdata masih banyak kelemahankelemahannya antara lain: a. Hanya menyangkut sepihak saja Hal ini diketahui dari
perumusan “satu orang atau lebih
mengikatkan dirinya terhadap satu orang atau lebih lainnya”. Kata kerja mengikatkan sifatnya hanya datang dari satu pihak saja, tidak dari kedua belah pihak. Seharusnya perumusan itu “saling mengikatkan diri”, jadi ada konsensus para pihak. b. Kata perbuatan mencakup juga tanpa consensus Dalam
pengertian perbuatan termasuk juga tindakan commit to user penyelenggaraan kepentingan (zaakwaarneming), tindakan melawan
14 digilib.uns.ac.id
perpustakaan.uns.ac.id
hukum (onrechtmatige daad) yang tidak mengandung unsur suatu consensus. Seharusnya dipakai istilah persetujuan. c. Pengertian Perjanjian terlalu luas Pengertian perjanjian mencakup juga perjanjian kawin yang diatur dalam bidang Hukum Keluarga. Padahal yang dimaksud adalah hubungan antara debitur dan kreditur mengenai harta kekayaan. Perjanjian yang diatur dalam Buku III Kitab UndangUndang Hukum Perdata sebenarnya hanya meliputi perjanjian yang bersifat kebendaan, bukan bersifat kepribadian (personal). d. Tanpa menyebut tujuan Dalam rumusan pasal tersebut tidak disebutkan tujuan mengadakan perjanjian, sehingga pihak-pihak mengikatkan diri itu tidak jelas untuk apa. (Abdulkadir Muhammad, 2000: 224-225). Dari rumusan perjanjian di atas maka dapat disimpulkan bahwa unsur-unsur perjanjian antara lain: 1.
Ada pihak-pihak, sedikitnya dua orang;
2.
Ada persetujuan antara pihak-pihak itu;
3.
Ada tujuan yang akan dicapai;
4.
Ada prestasi yang akan dilaksanakan;
5.
Ada bentuk tertentu, lisan atau tulisan;
6.
Ada syarat-syarat tertentu sebagai isi perjanjian(Abdulkadir Muhammad, 2000: 225).
1) Syarat Sahnya Perjanjian Perjanjian yang sah adalah perjanjian yang memenuhi syaratsyarat yang ditentukan oleh undang-undang yaitu dalam Pasal 1320 Kitab Undang-Undang Hukum Perdata. Pasal 1320 KUH Perdata mengatakan bahwa: commit to user
15 digilib.uns.ac.id
perpustakaan.uns.ac.id
Untuk sahnya suatu perjanjian diperlukan empat syarat: 1. Sepakat mereka yang mengikatkan diri; 2. Kecakapan untuk membuat suatu perikatan; 3. Suatu hal tertentu; 4. Suatu sebab yang halal. Ke empat unsur tersebut selanjutnya dalam doktrin Ilmu Hukum yang berkembang, digolongkan ke dalam: 1. Dua unsur pokok yang menyangkut subyek (pihak) yang mengadakan perjanjian (unsur subyektif), dan 2. Dua unsur pokok lainnya yang berhubungan langsung dengan obyek perjanjian (unsur obyektif) (Kartini Muljadi dan Gunawan Widjaja, 2003: 93). Unsur subyektif mencakup adanya unsur kesepakatan secara bebas dari para pihak yang berjanji, dan kecakapan dari pihak-pihak yang melaksanakan perjanjian. Sedangkan unsur obyektif meliputi keberadaan dari pokok persoalan yang merupakan obyek yang diperjanjikan, dan causa dari obyek yang berupa prestasi yang disepakati untuk dilaksanakan tersebut haruslah sesuai yang tidak dilarang atau diperkenankan menurut hukum. Tidak terpenuhinya salah satu unsur dari ke empat unsur tersebut menyebabkan cacat dalam perjanjian, dan perjanjian tersebut diancam dengan kebatalan, baik dalam bentuk dapat dibatalkan (jika terdapat pelanggaran terhadap unsur subyektif), maupun batal demi hukum (dalam hal tidak terpenuhinya unsur obyektif) (Kartini Muljadi dan Gunawan Widjaja, 2003: 94). Perjanjian yang tidak memenuhi syarat-syarat tersebut di atas tidak akan diakui oleh hukum, walaupun diakui oleh para pihak yang membuatnya. Selagi pihak-pihak mengakui dan mematuhi perjanjian to user tidak memenuhi syarat-syarat, yang mereka buat,commit kendatipun
16 digilib.uns.ac.id
perpustakaan.uns.ac.id
perjanjian itu berlaku antara mereka. Apabila sampai suatu ketika ada pihak yang tidak mengakuinya, sehingga menimbulkan sengketa, maka Hakim akan membatalkan atau menyatakan perjanjian itu batal (Abdulkadir Muhammad, 2000: 228). 2) Asas-asas Umum Perjanjian Dalam Hukum Perjanjian dapat dijumpai beberapa asas penting yang perlu diketahui. Asas-asas tersebut antara lain: a)
Asas Personalia Asas ini diatur dalam Pasal 1315 Kitab Undang-Undang Hukum Perdata, yang berbunyi “pada umumnya tak seorang pun dapat mengikatkan diri atas nama sendiri atau meminta ditetapkannya suatu janji selain untuk dirinya sendiri”. Dari rumusan tersebut dapat kita ketahui bahwa pada dasarnya suatu perjanjian yang dibuat oleh seseorang dalam kapasitasnya sebagai individu, subyek hukum pribadi, hanya akan berlaku dan mengikat untuk dirinya sendiri.
b) Asas Konsensualitas Asas konsensualitas mempunyai arti bahwa pada dasarnya suatu perjanjian yang dibuat secara lisan antara dua atau lebih orang telah mengikat, dan karenanya telah melahirkan kewajiban bagi salah satu atau lebih pihak dalam perjanjian tersebut, segera setelah
orang-orang
tersebut
mencapai
kesepakatan
atau
concensus, meskipun kesepakatan tersebut telah dicapai secara lisan semata-mata. Ini berarti pada prinsipnya perjanjian yang mengikat dan berlaku sebagai perikatan bagi para pihak yang berjanji tidak memerlukan formalitas. Walau demikian, untuk menjaga kepentingan pihak debitur (atau yang berkewajiban commit to user bentuk-bentuk formalitas, atau memenuhi prestasi) diadakanlah
17 digilib.uns.ac.id
perpustakaan.uns.ac.id
dipersyaratkan adanya suatu tindakan nyata tertentu. Asas konsensualitas menemukan dasarnya dalam Pasal 1320 angka 1 (satu) Kitab Undang-Undang Hukum Perdata . c) Asas Kebebasan Berkontrak Asas
kebebasan
berkontrak
keberadaannya dalam Pasal 1320
menemukan
dasar
angka 4 (empat) Kitab
Undang-Undang Hukum Perdata. Dengan asas kebebasan berkontrak ini, para pihak yang membuat dan mengadakan perjanjian
diperbolehkan
untuk
menyusun
dan
membuat
kesepakatan atau perjanjian yang melahirkan kewajiban apa saja, selama dan sepanjang prestasi yang wajib dilakukan tersebut bukanlah sesuatu yang terlarang. (Kartini Muljadi dan Gunawan Widjaja, 2003: 14-47). d) Asas Itikad Baik Asas itikad baik terkandung dalam Pasal 1338 KUH Perdata, yang menyatakan bahwa perjanjian-perjanjian harus dilaksanakan dengan itikad baik. Asas ini berkenaan dengan pelaksanaan perjanjian dan berlaku baik bagi kreditur maupun debitur. e) Asas Pacta Sunt Servanda Asas ini berhubungan dengan akibat perjanjian dan tersimpul dalam kalimat “berlaku sebagai undang-undang bagi yang membuatnya” pada akhir Pasal 133 ayat (1) KUH Perdata. Jadi, perjanjian yang dibuat secara sah oleh para pihak mengikat para pembuatnya sebagai undang-undang.
commit to user
18 digilib.uns.ac.id
perpustakaan.uns.ac.id
3) Unsur-unsur Perjanjian Dalam perkembangan doktrin Ilmu Hukum dikenal adanya tiga unsur dalam perjanjian yaitu: a) Unsur esensialia; b) Unsur naturalia; c) Unsur aksidentalia. Pada hakikatnya ketiga macam unsur dalam perjanjian tersebut merupakan perwujudan dari asas kebebasan berkontrak yang diatur dalam Pasal 1320 KUH Perdata (Kartini Muljadi dan Gunawan Widjaja, 2003:84). a) Unsur Esensialia Unsur Esensalia dalam perjanjian mewakili ketentuanketentuan berupa prestasi-prestasi yang wajib dilakukan oleh salah satu atau lebih pihak, yang mencerminkan sifat dari perjanjian tersebut, yang membedakannya secara prinsip dari jenis perjanjian lainnya. Unsur esensalia ini pada umumnya dipergunakan untuk memberikan rumusan, definisi atau pengertian dari suatu perjanjian. Misalnya perjanjian jual beli dibedakan dari perjanjian tukar menukar. b) Unsur Naturalia Unsur Naturalia adalah unsur yang pasti ada dalam suatu perjanjian tertentu, setelah unsur esensialnya diketahui secara pasti. Misalnya dalam perjanjian yang mengandung unsur esensalia jual beli, pasti akan terdapat unsur naturalia berupa kewajiban dari penjual untuk menanggung kebendaan yang dijual dari cacat-cacat tersembunyi.
commit to user
19 digilib.uns.ac.id
perpustakaan.uns.ac.id
c) Unsur Aksidentalia Unsur aksidentalia adalah unsur pelengkap dalam suatu perjanjian, yang merupakan ketentuan-ketentuan yang dapat diatur secara menyimpang oleh para pihak, sesuai dengan kehendak para pihak, yang merupakan persyaratan khusus yang ditentukan secara bersama-sama oleh para pihak (Kartini Muljadi dan Gunawan Widjaja, 2003: 84:95). 4) Subyek dan Obyek Perjanjian Perjanjian timbul dikarenakan adanya hubungan hukum kekayaan antara dua orang atau lebih. Pendukung hukum perjanjian sekurang-kurangnya harus ada dua orang tertentu. Masing-masing orang itu menduduki tempat yang berbeda. Satu orang menjadi pihak kreditur dan satunya lagi sebagai pihak debitur. Debitur dapat diartikan sebagai pihak yang memiliki kewajiban membayar sejumlah uang yang timbulnya kewajiban itu dapat terjadi karena sebab apa pun juga, baik yang timbul karena perjanjian utangpiutang maupun perjanjian lainnya maupun yang timbul karena undang-undang, sedangkan kreditur dapat diartikan sebagai pihak yang mempunyai piutang atau pihak yang memberikan pinjaman kepada pihak lain. Kreditur dan debitur itulah yang menjadi subyek perjanjian dimana kreditur mempunyai hak atas suatu prestasi dan debitur wajib memenuhi pelaksanaan prestasi (M. Yahya Harahap, 1986: 15). Sedangkan obyek dari perjanjian adalah prestasi, dimana kreditur berhak atas suatu prestasi dan debitur wajib memenuhi pelaksanaan prestasi. Prestasi adalah sesuatu yang wajib dipenuhi oleh debitur dalam setiap perjanjian. Dalam Hukum Perdata kewajiban memenuhi prestasi selalu disertai jaminan kekayaan commit to user debitur. Dalam Pasal 1131 dan 1132 KUH Perdata dinyatakan bahwa
20 digilib.uns.ac.id
perpustakaan.uns.ac.id
“semua harta kekayaan debitur baik bergerak maupun tidak bergerak, baik yang sudah ada maupun yang akan ada, menjadi jaminan pemenuhan hutangnya terhadap kreditur. Tetapi jaminan umum ini dapat dibatasi dengan jaminan khusus berupa benda tertentu yang ditetapkan
dalam
perjanjian
antara
pihak-pihak
(Abdulkadir
Muhammad, 2000: 202). Menurut ketentuan Pasal 1234 KUH Perdata, ada tiga macam wujud prestasi yaitu: a. Memberikan sesuatu; b. Berbuat sesuatu; c. Tidak berbuat sesuatu. Dalam Pasal 1235 ayat (1) KUH Perdata, pengertian memberikan sesuatu adalah menyerahkan kekuasaan nyata atas suatu benda dari debitur kepada kreditur, misalnya dalam jual beli, sewa menyewa, hibah, perjanjian gadai, hutang-piutang. Dalam perjanjian dimana obyeknya berbuat sesuatu, debitur wajib melakukan perbuatan tertentu yang telah ditetapkan dalam perikatan, misalnya melakukan perbuatan membongkar tembok, mengosongkan rumah, membangun gedung. Sedangkan wujud prestasi untuk tidak berbuat sesuatu, debitur tidak melakukan perbuatan yang telah ditetapkan dalam perikatan, misalnya tidak melakukan persaingan yang telah diperjanjikan,
tidak
membuat
tembok
tinggi
menghalangi
pemandangan tetangganya. Apabila debitur berbuat berlawanan dengan perikatan ini, ia bertanggung jawab karena melanggar perjanjian (Abdulkadir Muhammad, 2000: 202). 5) Bentuk-bentuk Perjanjian Mengenai bentuk-bentuk perjanjian, ada 3 macam bentuk perjanjian secara umum antara lain: commit to user
21 digilib.uns.ac.id
perpustakaan.uns.ac.id
a) Perjanjian Timbal Balik dan Sepihak Perjanjian
ini
didasarkan
atas
kewajiban
berprestasi.
Perjanjian timbal balik adalah perjanjian yang mewajibkan kedua belah pihak berprestasi secara timbal balik, misalnya jual beli, sewa menyewa, tukar menukar. Sedangkan perjanjian sepihak adalah perjanjian yang mewajibkan pihak yang satu berprestasi dan memberi hak kepada pihak lain untuk menerima prestasi, misalnya perjanjian hibah, hadiah. b) Perjanjian Bernama dan Tak Bernama Perjanjian bernama adalah perjanjian yang sudah mempunyai nama sendiri, yang dikelompokkan sebagai perjanjian-perjanjian khusus dan jumlahnya terbatas, misalnya jual beli, sewa menyewa, tukar menukar pertanggungan, pengangkutan,dan lain sebagainya yang diatur dalam title V s/d XVIII KUH Perdata dan diatur dalam Kitab Undang-Undang Hukum Dagang. Perjanjian tak bernama adalah perjanjian yang tidak mempunyai nama tertentu dan jumlahnya tidak terbatas. c) Perjanjian Obligator dan Kebendaan Perjanjian obligator adalah perjanjian yang menimbulkan hak dan kewajiban, misalnya dalam jual beli, sejak terjadi consensus mengenai benda dan harga, penjual wajib menyerahkan benda dan pembeli wajib membayar harga, penjual berhak atas pembayaran harga, pembeli berhak atas benda yang dibeli. Perjanjian kebendaan adalah perjanjian yang memindahkan hak milik dalam jual beli, hibah, tukar-menukar. Sedangkan dalam perjanjian lainnya hanya memindahkan penguasaan atas benda (bezit), misalnya dalam sewa menyewa, pinjam pakai, gadai. commit to user
22 digilib.uns.ac.id
perpustakaan.uns.ac.id
d) Perjanjian Konsensual dan real Perjanjian konsensual adalah perjanjian yang terjadinya itu baru dalam taraf menimbulkan hak dan kewajiban saja bagi pihak-pihak. Tujuan perjanjian baru tercapai apabila ada tindakan realisasi hak dan kewajiban tersebut. Perjanjian real adalah perjanjian yang terjadinya itu sekaligus realisasi tujuan perjanjian, yaitu pemindahan hak (Abdulkadir Muhammad, 2000: 227-228). B. Pengertian Kredit Secara etimologi, istilah kredit berasal dari Bahasa latin, yaitu "credere", yang berarti kepercayaan. Dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia, pengertian kredit adalah pinjaman sampai batas jumlah tertentu yang diizinkan oleh Bank atau badan lain. Menurut beberapa pendapat para ahli Ilmu Hukum, seperti: J. A. Lavy, merumuskan arti kredit adalah menyerahkan secara sukarela sejumlah uang untuk dipergunakan secara bebas oleh penerima kredit. Sedangkan menurut Muchdarsyah Sinungan, pengertian kredit adalah suatu prestasi yang diberikan oleh satu pihak kepada pihak lainnya, dimana prestasi akan dikembalikan lagi pada masa tertentu yang akan diserahi dengan suatu kontraprestasi yang berupa bunga (http://pumkienz. multiply.com /reviews/item/1 21 April, pukul 12.53). Menurut Pasal 1 angka 11 Undang-Undang Nomor 10 Tahun 1998 tentang Perubahan atas Undang-Undang Nomor 7 Tahun 1992 tentang Perbankan: Kredit adalah penyediaan uang atau tagihan yang dapat dipersamakan dengan itu, berdasarkan persetujuan atau kesepakatan pinjam meminjam antara Bank dengan pihak lain commit to user
23 digilib.uns.ac.id
perpustakaan.uns.ac.id
yang mewajibkan pihak peminjam untuk melunasi utangnya setelah jangka waktu tertentu dengan pemberian bunga.
Sedangkan menurut OP Simorangkir: Kredit adalah pemberian prestasi (misalnya uang, barang) dengan balas prestasi (kontraprestasi) yang akan terjadi pada waktu yang akan datang. Kehidupan ekonomi modern adalah prestasi uang yang dengan demikian transaksi kredit menyangkut uang sebagai alat kredit. Kredit berfungsi kooperatif antara si pemberi kredit dan si penerima kredit atau antara kreditur dan debitur. Mereka menarik keuntungan dan saling menanggung resiko. Singkatnya, kredit dalam arti luas didasarkan atas komponen kepercayaan, resiko dan pertukaran ekonomi di masa-masa mendatang (OP. Simorangkir, 1986 : 91). 1) Unsur-Unsur Kredit Dari definisi diatas, dapat ditarik kesimpulan, bahwa unsurunsur kredit adalah: a) Kepercayaan. Merupakan suatu keyakinan bagi si pemberi kredit bahwa kredit yang diberikan (baik uang, barang atau jasa) benarbenar diterima kembali di masa yang akan datang sesuai jangka waktu kredit. Kepercayaan diberikan Bank sebagai dasar utama yang melandasi mengapa suatu kredit berani dikucurkan. b) Kesepakatan Adanya kesepakatan antara pemberi kredit dengan penerima kredit yang dituangkan dalam suatu perjanjian dimana masing-masing pihak menandatangani hak dan kewajiban masing-masing. c) Jangka waktu commit to user
24 digilib.uns.ac.id
perpustakaan.uns.ac.id
Setiap kredit yang diberikan mempunyai jangka waktu tertentu. Jangka waktu itu mencakup masa pengembalian kredit yang telah disepakati d) Resiko Adanya jangka waktu antara pemberian kredit dan pelunasannya, memungkinkan adanya risiko dalm perjanjian kredit tersebut. Untuk itu, untuk mencegah terjadinya risiko tersebut (berupa wanprestasi), maka diadakan pengikatan jaminan/agunan yang dibebankan kepada pihak nasabah debitur. e) Balas jasa Balas jasa merupakan sa;ah satu unsure yang penting dari adanya kredit. Bagi Bank, balas jasa merupakan keuntungan atau pendapatan atas pemberian suatu kredit (Kasmir, 2004: 103). 2) Tujuan dan Fungsi Kredit: Kredit mempunyai tujuan antara lain: a) Untuk
mencari
keuntungan
bagi
bank/kreditur,
berupa
pemberian bunga, imbalan, biaya administrasi, provisi, dan biaya-biaya lainnya yang dibebankan kepada nasabah debitur. b) Untuk meningkatkan usaha nasabah debitur. Bahwa dengan adanya pemberian kredit berupa pemberian kredit investasi atau kredit modal kerja bagi debitur, diharapkan dapat meningkatkan usahanya. c) Untuk membantu Pemerintah. Bahwa, dengan banyaknya kredit yang disalurkan oleh bank-bank, hal ini berarti dapat meningkatkan disektor
pembangunan
disegala
sektor,
khususnya
ekonomi (http://pumkienz.multiply.com/reviews/ commit to user item/1 21 April, pukul 12.53).
25 digilib.uns.ac.id
perpustakaan.uns.ac.id
Sedangkan Fungsi kredit secara umum adalah: 1. Untuk meningkatkan daya guna uang. 2. Untuk meningkatkan peredaran uang dan lalu lintas uang. 3. Untuk meningkatkan daya guna barang. 4. Untuk meningkatkan peredaran barang. 5. Sebagai alat stabilitas ekonomi. 6. Kredit dapat mengaktifkan atau meningkatkan aktifitas-aktifitas atas kegunaan potensi-potensi ekonomi yang ada. 7. Kredit sebagai jembatan untuk meningkatkan pemerataan pendapatan nasional. 8. Kredit sebagai alat hubungan ekonomi internasional
(http:
//pumkienz .multiply.com/reviews/item/1 21 April, pukul 12.53). 3) Prinsip-prinsip Pemberian Kredit Prinsip-prinsip pembrian kredit, didasarkan pada Pasal 8 Undang-Undang Nomor 10 tahun 1998 tentang Perbankan yang mengatakan :
(1). Dalam memberikan kredit atau pembiayaan berdasarkan Prinsip Syari'ah, bank umum wajib memiliki keyakinan terhadap analisis yang mendalam atas itikad dan kemampuan atau kesanggupan nasabah debitur, untuk melunasi utangnya, sesuai dengan yang diperjanjikan. (2). Bank umum wajib memiliki dan menerapkan pedoman perkreditan atau pembiayaan berdasarkan Prinsip Syari'ah, sesuai dengan ketentuann yang ditetapkan oleh Bank Indonesia. Secara umum, Bank wajib memberikan kredit dengan menggunakan prinsip pemberian kredit didasarkan pada 5C atau "the 5C's analisys of credit", yaitu (Kasmir, 2004: 117) : 1. Character (watak). commit to user
26 digilib.uns.ac.id
perpustakaan.uns.ac.id
2. Capacity (kemapuan). 3. Capital (modal). 4. Condition of economic (kondisi ekonomi). 5. Collateral (jaminan/agunan). 4) Jenis-jenis Kredit Jenis-jenis kredit dapat dilihat dari berbagai segi, yaitu: 1. Dari segi Tujuan Penggunaannya a. Kredit Konsumtif, yaitu kredit yang diberikan oleh Bank
pemerintah
atau
Bank
swasta
kepada
perseorangan untuk membiayai keperluan konsumsi sehari-hari. b. Kredit Produktif, yaitu kredit investasi maupun kredit eksploitasi. Kredit imvestasi adalah ditujukan
kredit yang
untuk pembiayaan modal tetap, yaitu
peralatan produksi, gedung, dan mesin-mesin, atau untuk membiayai rehabilitasi dan ekspansi. Kredit eksploitasi adalah
kredit yang ditujukan untuk
pembiayaan kebutuhan dunia usaha akan modal kerja yang berupa persediaan bahan baku, persediaan produk akhir, barang dalam proses produksi serta piutang, dengan jangka waktu yang pendek. c. Perpaduan antara kredit konsumtif dan kredit produktif (semi konsumtif dan semi produktif) (Muhammad Djumhana, 2003: 377-378). 2. Dari segi Jangka Waktu a. Kredit Jangka Pendek (short term loan), yaitu kredit yang
berjangka
waktu
maksimum
satu
tahun.
Bentuknya dapat berupa kredit rekening Koran, kredit penjualan, kredit pembeli, kredit wesel. commit to user
27 digilib.uns.ac.id
perpustakaan.uns.ac.id
b. Kredit Jangka Menengah (medium term loan), yaitu kredit berjangka waktu antara satu tahun sampai tiga tahun. c. Kredit Jangka Penjang, yaitu kredit berjangka waktu lebih dari tiga tahun. Kredit jangka panjang ini umumnya adalah kredit investasi yang bertujuan untuk menambah modal perusahaan dalam rangka rehabilitasi, ekspansi (perluasan), dan pendirian proyek baru (Muhammad Djumhana, 2003: 276-377). 3. Dari segi Jaminan a. Kredit tanpa jaminan, atau kredit blanko (unsecured loan). b. Kredit dengan Jaminan (secured loan), dimana untuk kredit yang diberikan pihak kreditur mendapat jaminan bahwa debitur dapat melunasi hutangnya. Di dalam memberikan kredit, Bank menanggung resiko sehingga dalam pelaksanaannya Bank harus memperhatikan asasasas perkreditan yang sehat. Untuk mengurangi resiko tersebut
diperlukan
jaminan.
Adapun
bentuk
jaminannya dapat berupa jaminan kebendaan maupun jaminan perseorangan (Budi Untung, 2004: 4-8).
C. Pengertian Perjanjian Kredit Perjanjian Kredit sama halnya dengan perjanjian secara umum yang diatur dalam Buku III KUH Perdata. Namun, tidak ada satupun peraturan perundang-undangan yang khusus mengatur tentang Perjanjian
Kredit,
bahkan
dalam
Undang-Undang
Perbankan
sekalipun. Istilah perjanjian Kredit terdapat dalam Surat Keputusan Direksi Bank Nagari (PT. BPD Sumbar) Nomor SK/208/Dir/07-2000 tentang Perjanjian Kredit dan Ketentuan commit to user Umum Pemberian Kredit oleh
28 digilib.uns.ac.id
perpustakaan.uns.ac.id
Bank Pembangunan Daerah Sumatera Barat (http://pumkienz.multiply. com/reviews/item/1) 21 April, pukul 12.53).
1) Bentuk Perjanjian Kredit Menurut Subekti, Perjanjian Kredit pada hakikatnya sama dengan Perjanjian Pinjam Meminjam yang diatur dalam pasal 1754 sampai 1769 KUH Perdata. Dalam prakteknya, Perjanjian Kredit memiliki 2 (dua) bentuk, yaitu: a) Dalam Bentuk Akta Bawah Tangan (Pasal 1874 BW), merupakan akta perjanjian yang baru memiliki kekuatan hukum pembuktian apabila diakui oleh pihak-pihak yang menanda-tangani dalam akta perjanjian tersebut. agar akta ini tidak mudah dibantah, maka diperlukan pelegalisasian oleh Notaris, agar memiliki kekuatan hukum pembuktian yang kuat seperti akta otentik. b) Dalam bentuk Akta Autentik, merupakan akta perjanjian yang memiliki kekuatan hukum pembuktian yang sempurna, karena ditanda tangani langsung oleh pejabat pembuat akta, yaitu Notaris, dan akta ini dianggap sah dan benar tanpa perlu membuktikan keabsahannya dari tanda tangan pihak lain (http://pumkienz. multiply.com/reviews/item/1 21 April, pukul 12.53). 2) Fungsi Perjanjian Kredit Perjanjian kredit pada umumnya mempunyai fungsi: a) Perjanjian kredit berfungsi sebagai perjanjian pokok, artinya perjanjian kredit merupakan sesuatu yang menentukan batal commit to user
29 digilib.uns.ac.id
perpustakaan.uns.ac.id
atau tidaknya perjanjian lain yang mengikutinya, misalnya perjanjian jaminan. b) Perjanjian kredit berfungsi sebagai alat bukti mengenai batasan-batasan hak dan kewajiban antara kreditur maupun debitur. c) Perjanjian kredit sebagai alat untuk melakukan monitoring kredit (Budi Untung, 2004 : 43). 3) Sifat-sifat Umum Perjanjian Kredit a) Merupakan perjanjian pendahuluan. Sebelum uang/objek dari perjanjian diserahkan, terlebih dahulu harus ada persesuaian kehendak antara pemberi dan penerima kredit yang disepakati dalam suatu perjanjian kredit. Jadi perjanjian kredit merupakan perjanjian pendahuluan sebelum diberikannya objek/uang. b) Merupakan perjanjian bernama. Hal ini sebagaimana yang diatur dalam peraturan perundang-undangan. kalau dia diatur dalam perundangundangan disebut dengan perjanjian bernama,maka sebaliknya. c) Merupakan perjanjian standar. Dalam hal ini bentuk dan isi dari perjanjian tersebut telah ditetapkan terlebih dahulu, sehingga pihak lawan dalam perjanjian hanya diminta untuk menyetujui apa-apa saja yang tercantum dalam perjanjian kredit tersebut (http://pumkienz. multiply.com/reviews/item/1 21 April, pukul 12.53).
2. Tinjauan Umum tentang Perlindungan Hukum Setiap manusia mempunyai sifat, watak, kehendak, serta keperluan sendiri-sendiri. Seringkali keperluan itu searah dan sepadan satu sama lain, sehingga dengan kerjasama tujuan manusia untuk memenuhi keperluan itu commit to usertetapi, acap kali pula kepentingan akan lebih mudah dan lekas tercapai. Akan
30 digilib.uns.ac.id
perpustakaan.uns.ac.id
itu berlainan bahkan ada juga yang bertentangan, sehingga dapat menimbulkan pertikaian yang mengganggu keserasian hidup bersama. Dalam hal ini orang atau golongan yang kuat menindas orang atau golongan yang lemah. Apabila ketidakseimbangan hubungan masyarakat yang menjadi perselisihan itu dibiarkan maka mungkin akan timbul perpecahan dalam masyarakat. Oleh karena itu dalam masyarakat yang teratur, manusia/anggota masyarakat itu harus memperhatikan kaedah-kaedah, norma-norma ataupun peraturan-peraturan hidup tertentu yang ada dan hidup dalam masyarakat dimana ia hidup (C.S.T Kansil,1989: 33-34). Sadar ataupun tidak sadar, manusia dipengaruhi oleh peraturanperaturan hidup bersama yang mengekang hawa nafsu dan mengatur hubungan antar manusia. Peraturan hidup itu memberi ancer-ancer perbuatan mana yang boleh dijalankan dan perbuatan mana yang harus dihindari. Peraturan hidup itu memberi petunjuk kepada manusia bagaimana ia harus bertingkah laku dan bertindak di dalam masyarakat. Peraturan-peraturan hidup itu disebut peraturan hidup bermasyarakat atau kaedah hukum. Hukum secara umum dapat diartikan sebagai keseluruhan kumpulan peraturan-peraturan atau kaedah-kaedah dalam suatu kehidupan bersama, keseluruhan tentang tingkah laku yang berlaku dalam suatu kehidupan bersama, yang dapat dipaksakan pelaksanaannya dengan suatu sanksi. Hukum itu bukanlah merupakan suatu tujuan, tetapi sarana untuk mencapai tujuan yang sifatnya non-yuridis dan berkembang karena rangsangan dari luar hukum (Sudikno Mertokusumo, 2005: 40). Menurut Van Apeldoorn dalam bukunya yang berjudul “Inleiding tot de studie van het Nederlandse Recht”, adalah tidak mungkin memberikan suatu definisi tentang apakah yang disebut hukum itu. Definisi hukum menurut Van Apeldoorn sangat sulit untuk dibuat, karena tidak mungkin untuk mengadakannya yang sesuai dengan kenyataan (Van Apeldoorn dalam C,S,T Kansil, 1989: 34).
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
31 digilib.uns.ac.id
Walaupun sulit diadakan suatu batasan yang jelas dan lengkap mengenai batasan apa itu hukum ada beberapa pendapat para ahli yang merumuskan mengenai pengertian hukum:
(a). S.M Amin Mendefinisikan hukum sebagai “ kumpulan-kumpulan peraturanperaturan yang terdiri dari norma dan sanksi-sanksi dan tujuan hukum adalah mengadakan ketatatertiban dalam pergaulan manusia, sehingga keamanan dan ketertiban terpelihara” . (b) J.C.T Simorangkir dan Woerjono Sastropranoto Hukum itu ialah peraturan-peraturan yang bersifat memaksa, yang menentukan tingkah laku manusia dalam lingkungan masyarakat yang dibuat oleh Badan-badan resmi yang berwajib, pelanggaran mana terhadap peraturan-peraturan tadi berakibatkan diambilnya tindakan, yaitu dengan hukuman tertentu (J.C.T Simorangkir dan Woerjono Sastropranoto dalam C,S,T Kansil, 1989: 38 ). (c) M.H Tirtaatmidjaja Hukum ialah semua aturan (norma) yang harus diturut dalam tingkah laku tindakan-tindakan dalam pergaulan hidup dengan ancaman mesti mengganti kerugian, jika melanggar aturan-aturan itu akan membahayakan diri sendiri atau harta, umpamanya orang akan kehilangan kemerdekaannya, didenda dan sebagainya (M.H Tirtaatmidjaja dalam C,S,T Kansil, 1989: 38). Hukum adalah kekuasaan yang mengatur dan memaksa. Dengan tiada berkesudahan ia mengatur hubungan-hubungan yang ditimbulkan oleh pergaulan masyarakat manusia. Dan hal-hal tersebut dilakukannya dengan menentukan batas kekuasaan-kekuasaan dan kewajiban-kewajiban tiap-tiap orang terhadap mereka dengan siapa ia berhubungan. Hukum misalnya mengatur hubungan antara orang yang meminjamkan uang dengan orang yang menerimanya dan itu dilakukannya antara lain dengan membentuk peraturanperaturan siapa yang meminjamkan uang kepada orang lain, berhak meminta commit to user kembali uangnya sejumlah yang sama, dan pihak yang lain wajib
32 digilib.uns.ac.id
perpustakaan.uns.ac.id
memenuhinya. Hubungan yang diatur oleh hukum demikian itu dinamakan hubungan hukum (L.J Van Apeldoorn, 2004: 41). Hubungan hukum
terdiri dari ikatan-ikatan antara individu dan
masyarakt dan antara individu itu sendiri. Ikatan-ikatan itu tercermin dalam hak dan kewajiban. Dalam mengatur hubungan-hubungan hukum itu caranya beraneka ragam, kadang-kadang hanya dirumuskan kewajiban-kewajiban. Dalam usahanya mengatur, hukum menyesuaikan kepentingan perorangan dengan kepentingan masyarakat dengan sebaik-baiknya, berusaha mencari keseimbangan antara memberi kebebasan kepada individu dan melindungi masyarakat terhadap kebebasan individu. Mengingat bahwa masyarakat itu terdiri dari individu-individu yang menyebabkan terjadinya interaksi, maka akan selalu terjadi konflik atau ketegangan antara kepentingan masyarakat. Hukum berusaha menampung ketegangan atau konflik itu dengan sebaikbaiknya (Sudikno Mertokusumo, 2005:40-41). Dalam fungsinya sebagai perlindungan kepentingan manusia, hukum mempunyai tujuan. Tujuan hukum adalah mengatur pergaulan hidup secara damai. Hukum mengkhendaki perdamaian (L.J Van Apeldoorn, 2004: 10). Adapun tujuan pokok hukum adalah menciptakan tatanan masyarakat yang tertib, menciptakan ketertiban dan keseimbangan.. Dengan tercapainya ketertiban di dalam masyarakat diharapkan kepentingan manusia akan terlindungi. Dalam mencapai tujuannya itu hukum bertugas membagi hak dan kewajiban antar perorangan di dalam masyarakat, membagi wewenang dan mengatur cara memecahkan masalah hukum serta memelihara kepastian hukum. (Sudikno Mertokusumo, 2005: 77). Menurut Van Apeldoorn, bahwa tujuan hukum semata-mata untuk mengatur pergaulan hidup manusia secara damai. Hukum menghendaki perdamaian. Perdamaian diantara manusia dipertahankan oleh hukum dengan melindungi kepentingan-kepentingan hukum manusia tertentu, kehormatan, kemerdekaan, jiwa, harta benda terhadap pihak yang merugikannya. Menurut commit to user
33 digilib.uns.ac.id
perpustakaan.uns.ac.id
Bentham tujuan hukum semata-mata mewujudkan apa yang berfaedah bagi orang. Sedangkan Van Kan menyebutkan bahwa tujuan hukum adalah menjaga kepentingan tiap-tiap manusia supaya kepentingan-kepentingan itu tidak dapat diganggu. Jelas disini, bahwa hukum mempunyai tugas untuk menjamin adanya kepastian hukum dalam masyarakat. Selain itu dapat pula disebutkan bahwa hukum menjaga dan mencegah agar setiap orang tidak menjadi hakim atas dirinya sendiri (eigenrichting is verboden), tidak mengadili dan menjatuhi hukuman terhadap setiap pelanggaran hokum terhadap dirinya. Namun tiap perkara. Harus diselesaikan melalui proses pengadilan, dengan perantaraan hakim berdasarkan ketentuan hukum yang berlaku. Lain halnya dengan Subekti yang mengatakan bahwa tujuan hukum adalah mendatangkan kemakmuran dan kebahagiaan pada rakyatnya (C.S.T Kansil, 1989: 41-45). Mengenai tujuan hukum tersebut ada beberapa teori tentang tujuan ukum yaitu : 1. Teori Etis Menurut teori etis, hukum semata-mata bertujuan keadilan. Isi hukum ditentukan oleh keyakinan kita yang etis tentang yang adil dan yang tidak. Dengan perkataan lain hukum menurut teori ini bertujuan merealisir atau mewujudkan keadilan. Penganut teori ini adalah GENY. 2. Teori Utilistis Menurut teori ini hukum ingin menjamin kebahagiaan yang terbesar bagi manusia dalam jumlah yang sebanyakbanyaknya (the greatest good of the greatest number). Pada hakekatnya menurut teori ini tujuan hukum adalah manfaat dalam menghasilkan kesenangan atau kebahagiaan yang terbesar bagi jumlah orang terbanyak. Penganut teori ini adalah JEREMY BENTHAM. commit to user 3. Teori Campuran
34 digilib.uns.ac.id
perpustakaan.uns.ac.id
Menurut Mochtar Kusumaatmadja tujuan pokok dan utama dari hukum yaitu ketertiban. Kebutuhan akan ketertiban ini syarat pokok bagi adanya suatu masyarakat manusia yang teratur. Menurut Purnadi dan Soerjono Soekanto tujuan hukum ialah kedamaian hidup antar pribadi yang meliput ketertiban ekstern antar pribadi dan ketenangan intern pribadi. Sedangkan Subekti berpendapat bahwa hukum itu mengabdi kepada tujuan negara, yaitu mendatangkan kemakmuran dan kebahagiaan bagi rakyatnya (Sudikno Mertokusumo,2005: 77-81). Mengenai pengertian perlindungan hukum, tidak ada pengertian perlindungan hukum secara rinci. Namun dapat dikatakan bahwa perlindungan hukum merupakan bentuk pelayanan kepada seseorang dalam usaha pemulihan secara emosional atau dapat juga dikatakan bahwa perlindungan hukum adalah suatu hal atau perbuatan untuk melindungi subjek hukum berdasarkan pada peraturan perundang-undangan yang berlaku disertai dengan sanksi-sanksi apabila ada yang melakukan wanprestasi. Secara umum perlindungan hukum diberikan kepada subjek hukum ketika subjek hukum yang bersangkutan bersinggungan dengan
peristiwa hukum. Bentuk
perlindungan hukum dapat bermacam-macam, tergantung dari pihak yang berkepentingan. Sebagai contoh dalam hukum perdata ada lembaga yang namanya gijzeling, lembaga ini berfungsi untuk menahan seseorang untuk tidak keluar dari negara tempat ia tinggal karena dikhawatirkan akan melarikan diri dari kasus yang dihadapinya dan berpotensi merugikan pihak yang mengajukan gugatan (http://id.answers.yahoo.com/question/index?qid= 20070919215448AACmSCf 21 April 2010, pukul 20.00 WIB). Menurut Philipus M.Hardjon perlindungan hukum bagi rakyat dibagi menjadi dua yaitu perlindungan hukum yang preventive dan represive. Perlindungan hukum yang preventive adalah adalah kepada rakyat diberikan commit to useratau pendapatnya sebelum suatu kesempatan untuk mengajukan keberatan
35 digilib.uns.ac.id
perpustakaan.uns.ac.id
keputusan pemerintah mendapat bentuk yang definitif, yang bertujuan untuk mencegah terjadinya sengketa. Sedangkan perlindungan hukum yang represive adalah penanganan hukum bagi rakyat oleh peradilan umum di Indonesia, yang bertujuan untuk menyelesaikan sengketa (Philipus M.Hadjon, 1985: 2-3). Menurut Rochmat Soemitro dalam Philipus M.Hadjon, di Indonesia badan yang menangani perlindungan hukum dikelompokkan dalam 3 (tiga) badan yaitu: a. Pengadilan dalam Lingkungan Peradilan Umum; b. Instansi pemerintah yang merupakan lembaga banding administrasi; c. Badan-badan khusus (Rochmat Soemitro dalam Philipus M.Hadjon,1985: 13). 3. Tinjauan Umum tentang Jaminan Kebendaan Suatu jaminan erat hubungannya dengan masalah hutang dan disediakan untuk kepentingan pelunasan hutang. Barang yang dijaminkan tidak lantas menjadi milik kreditur, melainkan digunakan untuk melunasi hutang (apabila hutang tidak dibayar) dengan cara dilelang. Kelebihan dari nilai lelang di atas nilai hutang dikembalikan kepada debitur. Perjanjian jaminan selalu didahului perjanjian lain yang menjadi pokoknya, dalam hal ini adalah perjanjian kredit. Maka untuk dapat membuat perjanjian jaminan, di dalam perjanjian pokoknya harus diatur dengan jelas mengenai adanya jaminan, sehingga adanya perjanjian jaminan adalah pelaksanaan dari perjanjian pokoknya. Sebelum suatu kredit dilunasi seluruhnya, debitur tidak diperbolehkan menjual, melepaskan, atau menjaminkan kembali barangbarang yang dijadikan jaminan. Meskipun tidak disebutkan dengan tegas dalam KUH Perdata, jaminan dapat dibagi menjadi jaminan umum dan jaminan khusus. Dalam Pasal 1131 disebutkan bawah segala kebendaan si berhutang, baik yang bergerak maupun yang tidak bergerak, baik yang sudah ada maupun yang baru akan ada di kemudian hari, menjadi tanggungan untuk commit to user segala perikatannya perseorangan. Jaminan seperti ini disebut jaminan umum
36 digilib.uns.ac.id
perpustakaan.uns.ac.id
dan penetapannya tidak perlu melalui perjanjian karena sudah ditentukan oleh undang-undang. Jaminan khusus diperjanjikan oleh debitur kepada kreditur atas barangbarang tertentu dimaksudkan sebagai jaminan. Jaminan khusus dapat berupa barang atau orang. Namun, pada akhirnya yang dimaksud dengan orang adalah harta bendanya juga. a. Pengertian Jaminan Kebendaan Jaminan dapat digolongkan menurut hukum yang berlaku di Indonesia dan yang berlaku di luar negeri. Dalam Pasal 8 ayat (1) UU No 10 Tahun 1998 tentang Perbankan disebutkan bahwa: Dalam memberikan kredit atau pembiayaan berdasarkan Prinsip Syariah, Bank Umum wajib mempunyai keyakinan berdasarkan analisis yang mendalam atau itikad baik dan kemampuan serta kesanggupan Nasabah Debitur untuk melunasi utangnya atau mengembalikan pembiayaan dimaksud sesuai dengan yang diperjanjikan. Berdasarkan pengertian di atas dapat disimpulkan bahwa Bank dalam memberikan kredit harus mempunyai keyakinan bahwa debitur nantinya dapat melunasi piutangnya. Oleh karena itu biasanya dalam memberikan pinjaman, Bank menginginkan suatu jaminan akan pelunasan piutangnya itu. Pada umumnya jaminan dibedakan atas 2 yaitu jaminan kebendaan dan jaminan perorangan. Sri
Soedewi
Masjchoen
Sofwan
dalam
Salim
H.S
mengemukakan pengertian jaminan materiil atau jaminan kebendaan adalah jaminan yang berupa hak mutlak atas suatu benda yang mempunyai ciri-ciri mempunyai hubungan langsung atas benda tertentu, dapat dipertahankan terhadap siapapun, selalu mengikuti bendanya dan dapat dialihkan. Jaminan kebendaan mempunyai ciri-ciri kebendaan dalam arti memberikan hak mendahului di atas bendacommit to user benda tertentu dan mempunyai sifat melekat dan mengikuti benda
37 digilib.uns.ac.id
perpustakaan.uns.ac.id
yang bersangkutan. Dari uraian di atas, maka dapat dikemukakan unsur-unsur yang tercantum pada jaminan materiil yaitu: 1. Hak mutlak atas suatu benda; 2. Cirinya mempunyai hubungan langsung atas benda tertentu; 3. Dapat dipertahankan terhadap siapapun; 4. Selalu mengikuti bendanya (droit de suite); 5. Dapat dialihkan kepada pihak lainnya (Salim H.S, 2004: 24). Selain
jaminan
kebendaan
juga
dikenal
hak
jaminan
kebendaan, dimana hak jaminan kebendaan ini mempunyai arti hak-hak kreditur untuk didahulukan dalam pengambilan pelunasan daripada kreditur-kreditur lain, atas hasil penjualan suatu benda tertentu atau sekelompok benda tertentu, yang secara khusus diperikatkan. Hak jaminan kebendaan ini memberikan kepada seseorang kreditur kedudukan yang lebih baik dikarenakan: a.
Kreditur
didahulukan
dan
dimudahkan
dalam
mengambil
pelunasan atas tagihannya atas hasil penjualan benda tertentu atau sekelompok benda tertentu milik debitur dan/atau; b.
Ada benda tertentu milik debitur yang dipegang oleh kreditur atau terikat kepada hak kreditur, yang berharga bagi debitur dan dapat memberikan suatu tekanan psikologis terhadap debitur untuk memenuhi kewajibannya dengan baik terhadap kreditur. Di sini adanya semacam tekanan psikologis kepada debitur untuk melunasi hutang-hutangnya adalah karena benda yang dipakai sebagai jaminan umumnya merupakan barang yang berharga baginya. Sifat manusia untuk berusaha mempertahankan apa yang berharga dan dianggap atau telah diakui telah menjadi miliknya, menjadi dasar hukum jaminan (J. Satrio, 2007 : 12).
commit to user b. Macam Jaminan Kebendaan
38 digilib.uns.ac.id
perpustakaan.uns.ac.id
Jaminan kebendaan dapat digolongkan menjadi 5 macam yaitu: 1. Gadai (pand), yang diatur dalam Bab 20 Buku II KUH Perdata; 2. Hipotek, yang diatur dalam Bab 21 Buku II KUH Perdata; 3. Credietverband, yang diatur dalam Stb. 1908 Nomor 542 sebagaimana telah diubah dengan Stb. 1937 Nomor 190; 4. Hak Tanggungan, sebagaimana yang diatur dalam UU Nomor 4 Tahun 1996. 5. Jaminan Fidusia, sebagaimana diatur di dalam UU Nomor 42 Tahun 1999 tentang Jaminan Fidusia. (Salim H.S, 2004 : 24-25). 4. Tinjauan Umum tentang Jaminan Fidusia a. Asas-Asas Hukum Jaminan Ada beberapa asas hukum jaminan yang penting untuk diketahui antara lain: 1. Asas Publicitet Yaitu asas bahwa semua hak, baik hak tanggungan, hak fidusia, dan hipotek harus didaftarkan. Pendaftaran ini dimaksudkan supaya pihak ketiga dapat mengetahui bahwa benda jaminan tersebut
sedang
dilakukan
pembebanan
benda
jaminan.
Pendaftaran hak tanggungan di Kantor Badan Pertanahan Nasional
Kabupaten/kota,
pendaftaran
fidusia
di
Kantor
Pendaftaran Fidusia pada Kantor Departemen Hukum dan Hak Asasi Manusia, sedangkan pendaftaran hipotek kapal laut dilakukan di depan pejabat pendaftar dan pencatat balik nama, yaitu syahbandar. 2. Asas Specialitet Yaitu bahwa hak tanggungan, hak fidusia, dan hipotek hanya dapat dibebankan atas percil atau atas barang-barang yang sudah terdaftar atas nama orangtotertentu. commit user
39 digilib.uns.ac.id
perpustakaan.uns.ac.id
3. Asas Tidak dapat dibagi-bagi Yaitu asas dapat dibaginya hutang tidak dapat mengakibatkan dapat dibaginya hak tanggungan, hak fidusia, hipotek dan hak gadai walaupun telah dilakukan pembayaran sebagian. 4. Asas Inbezittstelling Yaitu barang jaminan (gadai ) harus berada pada penerima gadai. 5. Asas Horizontal Yaitu bangunan dan tanah bukan merupakan satu kesatuan. Hal ini dapat dilihat dalam penggunaan hak pakai, baik tanah Negara maupun tanah hak milik. Bangunannya milik dari yang bersangkutan atau pemberi tanggungan tetapi tanahnya milik orang lain, berdasarkan hak pakai (Salim H.S, 200410). Sedangkan Menurut Mariam Darus Badrulzaman dalam Salim H.S mengemukakan asas-asas hukum jaminan yang meliputi asas filosofis, asas konstitusional, asas politis dan asas operasional. 1. Asas Filosfis, yaitu asas dimana semua peraturan perundangundangan yang berlaku di Indonesia harus didasarkan pada falsafah yang dianut oleh bangsa Indonesia, yaitu Pancasila. 2. Asas Konstitusional, yaitu asas dimana semua peraturan perundang-undangan dibuat dan disahkan oleh pembentuk undang-undang harus didasarkan pada hukum dasar (konstitusi). Hukum dasar yang berlaku di Indonesia yaitu Undang-Undang Dasar 1945.
commit to user
40 digilib.uns.ac.id
perpustakaan.uns.ac.id
3. Asas Politis, yaitu asas dimana segala kebijakan dan teknik di dalam penyusunan peraturan perundang-undangan didasarkan pada Tap MPR. 4. Asas Operasional (konkrit) yang bersifat umum merupakan asas yang dapat digunakan dalam pelaksanaan pembebanan jaminan (Mariam Darus Badrulzaman dalam Salim H.S, 2004: 10-11). b. Pengertian Fidusia Istilah Fidusia berasal dari bahasa Belanda, yaitu Fiducie, sedangkan dalam bahasa Inggris disebut Fiduciary transfer of Ownership, yang artinya kepercayaan. Di dalam literature fidusia lazim disebut dengan istilah Fiduciary Eigendom Overdract (FEO) ( Salim HS, 2004 : 55). Menurut A Hamzah dan Senjun Manulang dalam Salim HS, Fidusia diartikan sebagai: Suatu cara pengoperan hak milik dari pemiliknya (debitur) berdasarkan adanya perjanjian pokok (perjanjian utangpiutang) kepada kreditur, akan tetapi yang diserahkan hanya haknya saja secara yuridise-levering dan hanya dimiliki oleh kreditur secara kepercayaan saja (sebagai jaminan utang debitur), sedangkan barangnya tetap dikuasai oleh Debitur, tetapi bukan lagi sebagai eignaar maupun bezitter melainkan hanya sebagai detentor atau houder dan atas nama kreditureignaar (A. Hamzah dan Senjun Manulang dalam Salim HS, 2004 : 56 ). Definisi ini didasarkan pada konstruksi hukum adat, karena istilah yang digunakan adalah pengoperan. Pengoperan diartikan sebagai suatu proses atau cara pengalihan hak milik kepada orang lain. Unsurunsur yang tercantum dalam definisi yang dikemukakan oleh A. Hamzah dan Senjun Manulang adalah: 1. Adanya pengoperan; commit to user 2. dari pemiliknya kepada kreditur;
41 digilib.uns.ac.id
perpustakaan.uns.ac.id
3. adanya perjanjian pokok; 4. penyerahan berdasarkan kepercayaan; 5. bertindak sebagai detentor atau houder. Sedangkan menurut Pasal 1 ayat (1) UU Jaminan Fidusia, yang dimaksud dengan Fidusia adalah: “ pengalihan hak kepemilikan suatu benda atas dasar kepercayaan dengan ketentuan bahwa benda yang hak kepemilikannya dialihkan tersebut tetap dalam penguasaan pemilik benda”. Beberapa ciri yang tampak dalam pengertian Jaminan Fidusia tersebut antara lain: 1. Pengalihan hak kepemilikan suatu benda; 2. Atas dasar kepercayaan; 3. Benda itu tetap dalam penguasaan pemilik benda. Pengalihan Hak Milik disini adalah bahwa hak milik atas benda yang diberikan jaminan, dialihkan oleh pemiliknya kepada kreditur penerima jaminan, sehingga selanjutnya hak milik atas benda jaminan ada pada kreditur penerima jaminan. Atas dasar kepercayaan artinya adalah pemberi jaminan percaya, penyerahan hak miliknya tidak dimaksudkan untuk benar-benar menjadikan kreditur pemilik atas benda yang diserahkan kepadanya dan bahwa nantinya kalau kewajiban pokok untuk mana diberikan jaminan fidusia dilunasi, maka benda jaminan akan kembali menjadi milik pemberi jaminan. Sedangkan yang disebut dengan tetap dalam penguasaan pemilik benda mempunyai arti bahwa penyerahan itu
dilaksanakan
secara constitutum prossesorium,
yang
artinya,
penyerahan hak milik dilakukan dengan janji, bahwa bendanya sendiri secara fisik tetap dikuasai pemberi jaminan (J. Satrio, 2007:181-185). c. Pengertian Jaminan Fidusia commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
42 digilib.uns.ac.id
Disamping istilah fidusia, juga dikenal istilah Jaminan Fidusia. Pranata Jaminan Fidusia sudah dikenal dan dan diberlakukan dalam Hukum Romawi. Ada dua bentuk Jaminan Fidusia yaitu fidusia cum creditore dan fidusia cum amico. Keduanya timbul dari perjanjian yang disebut pactum fiduciae yang kemudian diikuti dengan penyerahan hak atau in iure cession (Gunawan Widjaja dan Ahmad Yani, 2000: 119). Pasal 1 ayat (2) UU Jaminan Fidusia mengatakan bahwa yang disebut dengan Jaminan Fidusia adalah: Hak jaminan atas benda bergerak, baik berwujud maupun yang tidak berwujud dan benda tidak bergerak khususnya bangunan yang tidak dapat dibebani hak tanggungan sebagaimana dimaksud dalam Undang-undang Nomor 4 Tahun 1996 tentang Hak Tanggungan yang tetap berada dalam penguasaan pemberi fidusia, sebagai agunan bagi pelunasan hutang tertentu, yang memberikan kedudukan diutamakan kepada penerima fidusia terhadap kreditur lainnya. Dari pengertian Jaminan Fidusia menurut Pasal 1 ayat (2) UU Jaminan Fidusia di atas dapat diambil unsur-unsurnya yaitu: 1. Hak jaminan; 2. Benda bergerak; 3. Benda tidak bergerak, khususnya bangunan; 4. Tidak dapat dibebani dengan hak tanggungan; 5. Sebagai agunan; 6. Untuk pelunasan utang; 7. Kedudukan yang diutamakan. Hak jaminan yang dimaksud adalah hak-hak yang memberikan kepada kreditur suatu kedudukan yang lebih baik dari para kreditur yang lain. Hak jaminan yang dimaksudkan disini adalah hak preferen yang dalam Pasal 1 ayat (2) UU Jaminan Fidusia disebut dengan hak yang diutamakan atau menurut commit Pasal 27toUU userJaminan Fidusia disebut hak yang
43 digilib.uns.ac.id
perpustakaan.uns.ac.id
didahulukan. Yang dimaksud dengan kreditur yang lain adalah kreditur yang telah memperjanjikan hak jaminan, baik hak jaminan kebendaan maupun hak jaminan pribadi. Sedangkan yang dimaksud dengan benda bergerak adalah yang sesuai dengan praktek yang selama ini ada. Benda tidak bergerak khususnya bangunan sudah tentu berdiri di atas sebidang tanah. Kalau benda itu disebut benda tidak bergerak (Pasal 1 ayat (2) UU Jaminan Fidusia), maka sudah bisa diduga bahwa bangunan tersebut bersatu dengan tanahnya, atau dengan perkataan lain merupakan bangunan permanen. Yang tidak dapat dibebani hak tanggungan disini maksudnya adalah bangunan-bangunan yang tidak berdiri di atas tanah hak milik hak guna usaha dan hak pakai atas tanah Negara,menurut Undang-undang Pokok Agraria. Sedangkan yang dimaksud dengan kedudukan yang diutamakan adalah didahulukan dalam mengambil pelunasan atas hasil eksekusi dari benda jaminan fidusia atau dengan perkataan lain, tagihan kreditur penerima fidusia adalah tagihan preferen . Hal tersebut bisa kita simpulkan dari ketentuan Pasal 27 Undang-Undang Fidusia, yang mengatakan bahwa penerima Fidusia mempunyai hak yang didahulukan terhadap kreditur lain. Sudah tentu kita berangkat dari pikiran bahwa yang diutamakan dengan yang yang didahulukan adalah sama. Sejalan dengan itu, maka kata-kata kreditur yang lain dapat ditafsirkan sebagai para kreditur konkuren (J. Satrio, 2000: 186-191) d. Obyek Jaminan Fidusia Sebelum berlakunya Undang-undang Nomor 42 Tahun 1999 tentang Jaminan Fidusia, maka yang menjadi obyek Jaminan Fidusia adalah benda bergerak yang terdiri dari benda dalam persediaan (inventory), benda dagangan, piutang, peralatan mesin, dan kendaraan bermotor.
commit to user
44 digilib.uns.ac.id
perpustakaan.uns.ac.id
Setelah berlakunya Undang-undang Nomor 42 tahun 1999 tentang Jaminan fidusia, mengenai objek Jaminan Fidusia dapat disimpulkan dari Pasal 1 ayat (2) Undang-undang Fidusia serta Pasal 1 ayat (4) dan Pasal 3 Undang-undang Fidusia yang mendapatkan penjabarannya dalam Pasal 9 Undang-undang Fidusia yang mengatakan bahwa: “ Jaminan Fidusia dapat diberikan terhadap 1 (satu) atau lebih satuan atau jenis benda, termasuk piutang, baik yang telah ada pada saat jaminan diberikan maupun yang diperoleh kemudian”. Dari ketentuan tersebut kita tahu, bahwa objek Jaminan Fidusia bisa 1 (satu) benda tertentu atau lebih. Benda jaminan itu bisa merupakan benda yang tertentu atau disebutkan berdasarkan jenis. Pada dasarnya objek Jaminan Fidusia dibedakan menjadi dua yaitu: 1. Benda bergerak, baik yang berujud maupun tidak berujud; dan 2. Benda tidak bergerak, khususnya bangunan yang tidak dibebani hak tanggungan. Yang dimaksud dengan bangunan yang tidak dibebani hak tanggungan di sini dalam kaitannya dengan bangunan rumah susun, sebagaimana diatur dalam Undang-undang Nomor 16 tahun 1985 tentang Rumah Susun. e. Pendaftaran Jaminan Fidusia Pendaftaran Jaminan Fidusia diatur dalam Pasal 11 sampai dengan Pasal 18 Undang-undang Nomor 42 tahun 1999 tentang Jaminan Fidusia dan Peraturan Pemerintah Nomor 86 tentang Tata Cara Pendaftaran Jaminan Fidusia dan Biaya Pembuatan Akta Jaminan Fidusia. commit to user
45 digilib.uns.ac.id
perpustakaan.uns.ac.id
Dalam Pasal 11 Undang-undang Nomor 42 tahun 1999 tentang Jaminan Fidusia ditentukan bahwa benda, baik yang berada di wilayah Negara Republik Indonesia maupun diluar wilayah Republik Indonesia yang dibebani jaminan fidusia wajib didaftarkan. Pendaftaran dilakukan di Kantor Pendaftaran Fidusia. Untuk pertama kalinya Kantor Pendaftaran Jaminan Fidusia didirikan di Jakarta dengan wilayah kerja mencakup seluruh RI. Tapi kini Kantor Pendaftaran Fidusia telah didirikan di tiap ibukota provinsi dan berada dalam lingkup tugas Departemen Hukum dan Hak Asasi Manusia. Pendaftaran Jaminan Fidusia tersebut mempunyai tujuan antara lain: 1) Untuk memberikan kepastian hukum kepada para pihak yang berkepentingan; 2) Memberikan hak yang didahulukan (preferen) kepada penerima fidusia terhadap kreditur yang lain. Ini disebabkan jaminan fidusia memberikan hak kepada penerima fidusia untuk tetap menguasai bendanya yang menjadi objek jaminan fidusia berdasarkan kepercayaan (Penjelasan Peraturan Pemerintah Nomor 86 Tahun 2000 tentang Tata Cara Pendaftaran Jaminan Fidusia dan Biaya Pembuatan Akta Jaminan Fidusia). f. Pihak-pihak dalam Jaminan Fidusia 1) Pemberi Fidusia Pengertian mengenai pemberi fidusia terdapat dalam Pasal 1 ayat (5) Undang-undang Nomor 42 Tahun 1999 tentang Jaminan Fidusia yang mengatakan bahwa: “Pemberi fidusia adalah orang perorangan atau korporasi pemilik benda yang menjadi obyek Jaminan Fidusia”. Pemberi fidusia dalam hal ini adalah debitur. 2) Penerima Fidusia
commit to user
46 digilib.uns.ac.id
perpustakaan.uns.ac.id
Pengertian pemberi fidusia terdapat dalam Pasal 1 ayat (5), sedangkan mengenai penerima fidusia terdapat dalam Pasal 1 ayat (6) Undang-undang Nomor 42 Tahun 1999 tentang Jaminan Fidusia yang mana menyebutkan bahwa : “Penerima fidusia adalah orang perorangan atau korporasi yang mempunyai piutang yang pembayarannya dijamin dengan Jaminan Fidusia”. Penerima fidusia dalam hal ini adalah kreditur.
commit to user
47 digilib.uns.ac.id
perpustakaan.uns.ac.id
B. Kerangka Pemikiran Debitur
Kreditur Perjanjian Kredit Jaminan
Khusus
Umum
Kebendaan Bergerak
Gadai
Perorangan
Tidak Bergerak
Hipotek
Fidusia
UU No 42 Tahun 1999 tentang Jaminan Fidusia
Pendaftaran Jaminan Fidusia Perlindungan Hukum Para Pihak
Pemberi Fidusia
commit to user
Penerima Fidusia
48 digilib.uns.ac.id
perpustakaan.uns.ac.id
Keterangan: Pembangunan ekonomi merupakan salah satu tujuan Nasional untuk menciptakan masyarakat yang adil dan makmur. Untuk dapat melaksanakan pembangunan sebagai salah satu dari tujuan nasional, diperlukan dana atau modal. Dana atau modal tersebut bisa diperlukan dalam jumlah yang kecil maupun dalam jumlah yang besar. Pelaku ekonomi baik pemerintah maupun perorangan merupakan faktor penunjang kegiatan perekonomian. Untuk dana yang dibutuhkan dalam jumlah yang besar tersebut dapat diperoleh melalui kredit atau pinjam meminjam dengan Bank. Dalam hal ini Bank sebagai pihak kreditur dan peminjam dana sebagai pihak debitur. Untuk menerapkan prinsip kehati-hatian dalam memberikan pinjaman sesuai dengan Undang-Undang Perbankan maka Bank dalam memberikan kredit memerlukan jaminan selain jaminan umum seperti yang tercantum dalam Pasal 1131 KUH Perdata, yang mana jaminan tersebut bersifat khusus. Jaminan khusus tersebut disebut dengan jaminan kebendaan yaitu jaminan yang berupa hak mutlak atas suatu benda yang mempunyai ciri-ciri mempunyai hubungan langsung atas benda tertentu, dapaat dipertahankan terhadap siapapun, selalu mengikuti bendanya dan dapat dialihkan. Salah satu bentuk jamnan kebendaan ini adalah jaminan fidusia yang mana pengaturan mengenai Jaminan Fidusia ini diatur dalam Undang-Undang Nomor 42 Tahun 1999 tentang Jaminan Fidusia. Dengan adanya jaminan kebendaan ini menjadikan Bank sebagai Kreditur Preferen yaitu kreditur yang mempunyai hak didahulukan pelunasan hutangnya. Dengan demikian maka apabila Debitur melalaikan kewajibannya untuk melunasi hutangnya, Kreditur dapat mengeksekusi benda yang dijadikan sebagai jaminan untuk pelunasan piutangnya. Untuk dapat mengeksekusi benda jaminan tersebut kreditur harus berkedudukan
sebagai
penerima
fidusia
yang
didapat
dengan
cara
mendaftarkan jaminan tersebut di Kantor Pendaftaran Fidusia. Dengan demikian kreditur terdaftar sebagai penerima jaminan fidusia dan berhak untuk mengeksekusi
jaminan
tersebut
apabila
debitur
lalai
melaksanakan
kewajibannya. Untuk memberikan perlindungan hukum bagi para pihak dalam jaminan fidusia maka jaminancommit fidusia to iniuser perlu untuk didaftarkan seperti yang
49 digilib.uns.ac.id
perpustakaan.uns.ac.id
dinyatakan dalam pasal 11 sampai pasal 18 Undang-Undang Nomor 42 Tahun 1999 tentang Jaminan Fidusia dan Peraturan Pemerintah Nomor 86 Tahun 2000 tentang Tata Cara Pendaftaran Jaminan Fidusia dan Biaya Pembuatan Akta Jaminan Fidusia., dimana pendaftaran ini dimaksudkan untuk memberikan perlindungan hukum terhadap para pihak atas Jaminan Fidusia tersebut. Berdasarkan hal tersebut penelitian ini berusaha menjawab rumusan masalah apakah dengan adanya pendaftaran Jaminan Fidusia tersebut sudah cukup memberikan perlindungan hukum terhadap para pihak yaitu pemberi serta penerima Jaminan Fidusia. Dengan lahirnya Undang-Undang Nomor 42 Tahun 1999 tentang Jaminan Fidusia pada tanggal 30 September 1999 dimaksudkan untuk menampung kebutuhan masyarakat mengenai peraturan Jaminan Fidusia sebagai salah satu sarana untuk membantu kegiatan usaha dan memberikan kepastian hukum kepada para pihak yang berkepentingan. Selain itu juga sebagai payung hukum bagi para pihak atas Jaminan Fidusia.
commit to user
50 digilib.uns.ac.id
perpustakaan.uns.ac.id
BAB III HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN
A. Deskripsi Kantor Pendaftaran Fidusia Pasal 11 Undang-Undang Nomor 42 Tahun 1999 tentang Jaminan Fidusia mewajibkan benda yang dibebani dengan Jaminan Fidusia didaftarkan pada Kantor Pendaftaran Fidusia (KPF) yang terletak di Indonesia. Menurut Pasal 1 ayat (2) Peraturan Pemerintah Nomor 86 Tahun 2000 tentang Tata Cara Pendaftaran Jaminan Fidusia dan Biaya Pembuatan Akta Jaminan Fidusia yang dimaksud dengan Kantor Pendaftaran Fidusia (KPF) yang selanjutnya disebut dengan kantor adalah kantor yang menerima permohonan pendaftaran Jaminan Fidusia, menerbitkan, dan menyerahkan Sertifikat Jaminan Fidusia. Untuk pertama kalinya, Kantor Pendaftaran Fidusia (KPF) didirikan di Jakarta dengan wilayah kerja mencakup seluruh wilayah Republik Indonesia berdasarkan Keputusan Presiden Nomor 139 Tahun 2000 dan berada dibawah Departemen Hukum dan Hak Asasi Manusia dan bukan institusi yang mandiri atau unit pelaksana teknis ( Gunawan Widjaja dan AhmadYani, 2000:147 ). Menurut Keputusan Presiden Republik Indonesia Nomor 64 Tahun 2004 menyebutkan bahwa salah satu fungsi Kantor Departemen Hukum dan Hak Asasi Manusia Republik Indonesia adalah menyelenggarakan pelayanan hukum. Pemerintah kemudian dalam hal ini Menteri Hukum dan Hak Asasi Manusia Republik Indonesia mengatur tentang fungsi dari bidang pelayanan hukum di Kantor Departemen Hukum dan Hak Asasi Manusia Republik Indonesia No.M01.PR.07.10 Tahun 2005 dalam Pasal 45 ayat (1) yang mengatakan bahwa “ Sub bidang pelayanan hukum umum mempunyai tugas melakukan pelayanan pendaftaran fidusia. Menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia, “fungsi” dapat diartikan sebagai jabatan atau pekerjaan yang dilakukan (Kamus Besar Bahasa Indonesia, 1990 : 245). Sedangkan menurutcommit Ilmu Negara, to user “fungsi” dapat diartikan sebagai
51 digilib.uns.ac.id
perpustakaan.uns.ac.id
pelaksana dari tujuan yang hendak dicapai. Jika dihubungkan dengan pengertian fungsi di atas maka fungsi Kantor Pendaftaran Jaminan Fidusia adalah menyelenggarakan pelayanan hukum terhadap Pendaftaran Jaminan Fidusia untuk terciptanya tertib hukum di dalam masyarakat, sebagaimana maksud yang hendak dicapai di dalam Undang-Undang Jaminan Fidusia. Menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia, “peranan” dapat diartikan sebagai bagian dari tugas utama yang harus dilaksanakan (Kamus Besar Bahasa Indonesia, 1990: 245).
Berdasarkan pengertian peranan tersebut, Kantor
Pendaftaran Fidusia mempunyai peranan sebagai berikut : 1. Peranan Pasif Peranan Kantor Pendaftaran Fidusia yang bersifat pasif ini ada kaitannya dengan fungsi Kantor Pendaftaran Fidusia yang bersifat administratif, maksudnya adalah bahwa Kantor Pendaftaran Fidusia hanya menunggu siapa saja yang mau mendaftarkan Jaminan Fidusia ke Kantor Pendaftaran Fidusia, dan karenanya tidak aktif mencari tahu siapa yang mau mendaftarkan Jaminan Fidusia ke Kantor Pendaftaran Fidusia, walaupun di dalam Pasal 11 Undang-Undang Jaminan Fidusia wajib didaftarkan. 2. Peranan Aktif Peranan Kantor Pendaftaran Fidusia yang bersifat aktif ini ada kaitannya dengan fungsi Kantor Pendaftaran Fidusia bersifat substantif, maksudnya adalah bahwa ketika ada yang mendaftarkan Jaminan Fidusianya ke Kantor Pendaftaran Fidusia, maka Kantor Pendaftaran Fidusia berhak melakukan pengecekan setiap permohonan Pendaftaran Jaminan Fidusia yang masuk ke Kantor Pendaftaran Fidusia. Dalam hal misalnya permohonan pendaftaran tidak mencantumkan apa yang disebutkan dalam Pasal 13 ayat (2) Undang-Undang Jaminan Fidusia seperti data perjanjian pokok yang dijaminkan, uraian fisik benda yang menjadi objek Jaminan Fidusia, maka pihak Kantor Pendaftaran Fidusia akan mengembalikan kepada pemohon untuk diperbaiki kembali dan kemudian kalau sudah commit to user
52 digilib.uns.ac.id
perpustakaan.uns.ac.id
benar akan diproses sampai keluar Sertifikat Jaminan Fidusianya (Jurani Sulaiman, 2006: 48). Secara bertahap dan sesuai dengan kebutuhan, Kantor Pendaftaran Fidusia (KPF) dibentuk di setiap ibukota provinsi di seluruh wilayah Republik Indonesia dan berada di Wilayah Kantor Departemen Hukum dan Hak Asasi Manusia (Pasal 1 dan 2 Keputusan Presiden Nomor 139 Tahun 2000 tentang Pembentukkan Kantor Pendaftaran Fidusia di Setiap Ibukota Provinsi di Wilayah Negara Republik Indonesia). Kantor Pendaftaran Fidusia (KPF) dibentuk pada tanggal 30 September 2000, berada di Direktorat Jendral Hukum Umum Departemen Hukum dan Hak Asasi Manusia Republik Indonesia dan mulai efektif operasionalnya terhitung sejak tanggal 30 Oktober 2000. Wilayah kerja Kantor Pendaftaran Fidusia (KPF) meliputi wilayah kerja Kantor Departemen Hukum dan Hak Asasi Manusia yang bersangkutan (Pasal 3 Keputusan Presiden Nomor 139 Tahun 2000 Tentang Pembentukkan Kantor Pendaftaran Fidusia di Setiap Ibukota Provinsi di Wilayah Negara Republik Indonesia). Apabila di suatu provinsi belum terdapat Kantor Wilayah Departemen Hukum dan Hak Asasi Manusia , maka permohonan pendaftaran Jaminan Fidusia disampaikan kepada Kantor Pendaftaran Fidusia (KPF) Kantor Departemen Hukum dan Hak Asasi Manusia Republik Indonesia sebelum pemekaran wilayah provinsi yang bersangkutan (Pasal 3 ayat (2) Keputusan Menteri Hukum dan Hak Asasi Manusia Republik Indonesia Nomor M.03.UM.07.10 Tahun 2001 tentang Pembukaan Kantor Pendaftaran Fidusia Di Seluruh Kantor Wilayah Departemen Hukum dan Hak Asasi Manusia Republik Indonesia). Dibentuknya Kantor Pendaftaran Fidusia (KPF) di setiap ibukota Provinsi, maka wilayah kerja Kantor Prndaftaran Fidusia (KPF) di Direktorat Jendral Administrasi Hukum Umum untuk masing-masing provinsi dialihkan menjadi wilayah kerja Kantor Wilayah Departemen Hukum dan Hak Asasi Manusia di propinsi yang bersangkutan (Pasal 4 Keputusan Presiden Nomor 139 commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
53 digilib.uns.ac.id
Tahun 2000 Tentang Pembentukkan Kantor Pendaftaran Fidusia di Setiap Ibukota Provinsi di Wilayah Negara Republik Indonesia). Dibukanya Kantor Pendaftaran Fidusia (KPF) di Kantor Wilayah Departemen Hukum dan Hak Asasi Manusia Republik Indonesia,di Seluruh wilayah Republik Indonesia maka Kantor Pendaftara Fidusia (KPF) Direktorat Jendral Administrasi Hukum Umum Departemen Hukum dan Hak Asasi Manusia Republik Indonesia tidak boleh lagi menerima Jaminan Fidusia ( Pasal 4 ayat (1) Keputusan Menteri Hukum dan Hak Asasi Manusia Republik Indonesia Nomor M.03.UM.07.10 Taahun 2001 tentang Pembukaan Kantor Pendaftaran Fidusia Di Seluruh Kantor Wilayah Departemen Hukum dan Hak Asasi Manusia Republik Indonesia). Penyerahan berkas Buku Daftar Fidusia (BDF) dan Registrasi yang berada di Kantor Pendaftaran Fidusia (KPF) di Direktorat Jendral Administrasi Hukum Umum Departemen Hukum dan Hak Asasi Manusia Republik Indonesia, dalam waktu 1 (satu) tahun dan paling lambat tanggal 1 April 2002 harus sudah diserahkan kepada Kantor Pendaftaran Fidusia (KPF) di Kantor Wilayah Departemen Hukum dan Hak Asasi Manusia Republik Indonesia, sesuai tempat kedudukan Pemberi Fidusia ( Pasal 4 ayat (2) Keputusan Menteri Hukum dan Hak Asasi Manusia Republik Indonesia Nomor M.03.UM.07.10 Tahun 2001 tentang Pembukaan Kantor Pendaftaran Fidusia Di Seluruh Kantor Wilayah Departemen Hukum dan Hak Asasi Manusia Republik Indonesia ). Dalam hal perlu diadakan perubahan pada Sertifikat Jaminan Fidusia, maka Penerima Fidusia, kuasa atau wakilnya mengajukan permohonan pendaftaran perubahan pada Kantor Pendaftaran Fidusia di Direktorat Jendral Administrasi Hukum Umum Departemen Hukum dan Hak Asasi Manusia Republik Indonesia paling lambat tanggal 21 Maret 2002 dan setelah tanggal 21 Maret 2002 untuk permohonan pendaftaran perubahan, harus diajukan melalui Kantor Pendaftaran Fidusia (KPF) di Kantor Wilayah Departemen Hukum dan Hak Asasi Manusia Republik commit Indonesia, sesuai tempat kedudukan Pemberi to user
perpustakaan.uns.ac.id
54 digilib.uns.ac.id
Fidusia (Pasal 4 ayat (3) Keputusan Menteri Hukum dan Hak Asasi Manusia Republik Indonesia Nomor M.03.UM.07.10 Tahun 2001 tentang Pembukaan Kantor Pendaftaran Fidusia Di Seluruh Kantor Wilayah Departemen Hukum dan Hak Asasi Manusia Republik Indonesia). Kantor Pendaftaran Fidusia (KPF) di Direktorat Jendral Administrasi Hukum Umum Departemen Hukum dan Hak Asasi Manusia Republik Indonesia, dapat menerima pencoretan Jaminan Fidusia paling lambat tanggal 21 Maret 2002 dan setelah tanggal 21 Maret 2002, diajukan kepada Kantor Pendaftaran Fidusia di Kantor Wilayah Departemen Hukum dan Hak Asasi Manusia Republik Indonesia, sesuai kedudukan tempat pemberi fidusia ( Pasal 4 ayat (4) Keputusan Menteri Hukum dan Hak Asasi Manusia Republik Indonesia Nomor M.03.UM.07.10 Tahun 2001 tentang Pembukaan Kantor Pendaftaran Fidusia Di Seluruh Kantor Wilayah Departemen Hukum dan Hak Asasi Manusia Republik Indonesia). Pengajuan permohonan pendaftaran perubahan dan pencoretan Jaminan Fidusia hanya berlaku atas Sertifikat Jaminan Fidusia yang dikeluarkan oleh Kantor Pendaftaran Fidusia (KPF) di Direktorat Jendral Administrasi Hukum Umum Departemen Hukum dan Hak Asasi Manusia Republik Indonesia, selama Buku Daftar Fidusia dan Registrasi belum diserahkan kepada Kantor Pendaftaran Fidusia (KPF) di Kantor Wilayah Departemen Hukum dan Hak Asasi Manusia Republik Indonesia. Mengenai biaya-biaya yang diperlukan untuk pembentukan Kantor Pendaftaran Fidusia (KPF) di Kantor Wilayah Departemen Hukum dan Hak Asasi Manusia Republik Indonesia dibebankan kepada anggaran belanja wilayah Departemen Hukum dan Hak Asasi Manusia Republik Indonesia, dan mengenai operasional pendaftaran Jaminan Fidusia dibebankan kepada anggaran belanja rutin wilayah Departemen Hukum dan Hak Asasi Manusia Republik Indonesia (Pasal 6 ayat (1) dan (2) Keputusan Menteri Hukum dan Hak Asasi Manusia Republik Indonesia Nomor M.03.UM.07.10 commit to userTahun 2001 tentang Pembukaan
55 digilib.uns.ac.id
perpustakaan.uns.ac.id
Kantor Pendaftaran Fidusia Di Seluruh Kantor Wilayah Departemen Hukum dan Hak Asasi Manusia Republik Indonesia ). Kantor Pendaftaran Fidusia (KPF) di Kantor Wilayah Departemen Hukum dan Hak Asasi Manusia Republik Indonesia, wajib melaporkan secara berkala, kepada Direktur Jenderal Adminstrasi Hukum Umum Departemen Kehakiman dan Hak Asasi Manusia Republik Indonesia, jumlah Sertifikat Jaminan Fidusia dan Pencoretan Jaminan Fidusia yang dikeluarkan setiap bulan, paling lambat tanggal 5 (lima) bulan berikutnya ( Pasal 7 Keputusan Menteri Hukum dan Hak Asasi Manusia Republik Indonesia Nomor M.03.UM.07.10 Tahun 2001 tentang Pembukaan Kantor Pendaftaran Fidusia Di Seluruh Kantor Wilayah Departemen Hukum dan Hak Asasi Manusia Republik Indonesia ).
B. Hasil Penelitian dan Pembahasan B.1
Bentuk Pendaftaran Jaminan Fidusia Bentuk pendaftaran Jaminan Fidusia diatur dalam Pasal 11 sampai dengan Pasal 18 Undang-Undang Nomor 42 Tahun 1999 tentang Jaminan Fidusia dan Peraturan Pemerintah Nomor 86 Tahun 2000 tentang Tata Cara Pendaftaran Jaminan Fidusia dan Biaya Pembuatan Akta Jaminan Fidusia. Peraturan pemerintah ini terdiri atas 4 bab dan 14 Pasal. Hal-hal yang diatur dalam peraturan pemerintah ini meliputi pendaftaran fidusia, tata cara perbaikan sertifikat, perubahan sertifikat, pencoretan pendaftaran, dan penggantian sertifikat. Dalam Pasal 11 Undang-Undang Nomor 42 Tahun 1999 tentang Jaminan Fidusia ditentukan bahwa , baik yang berada di dalam wilayah Negara Republik Indonesia maupun berada di luar wilayah Republik Indonesia yang dibebani Jaminan Fidusia wajib didaftarkan. Pendaftaran dilakukan pada Kantor Pendaftaran Fidusia (KPF). Untuk pertama kalinya Kantor Pendaftaran Fidusia (KPF) didirikan di Jakarta dengan wilayah to user kerja mencakup seluruhcommit wilayah RI dengan berdasarkan Keputuan
56 digilib.uns.ac.id
perpustakaan.uns.ac.id
Presiden Nomor 139 Tahun 2000. Akan tetapi, kini Kantor Pendaftaran Fidusia (KPF) telah dibentuk pada setiap ibu kota provinsi di Indonesia. Kantor Pendaftaran Fidusia (KPF) berada dalam lingkup tugas Departemen Hukum dan Hak Asasi Manusia Republik Indonesia. Akta Jaminan Fidusia didaftarkan di Kantor Pendaftaran Fidusia (KPF) tempat pemberi fidusia bertempat tinggal atau berkedudukan. Sedangkan Kantor Pendaftaran Fidusia (KPF) untuk di luar wilayah Indonesia belum diatur. Tujuan pengaturan yang mewajibkannya adanya pendaftaran akta Jaminan Fidusia adalah sebagai berikut: 1. Untuk memberikan kepastian hukum kepada para pihak yang berkepentingan sehingga memberikan perlindungan hukum bagi yang berkepentingan. Hal ini seperti yang dikatakan oleh Mathew Braham yaitu : One of the most important aspect of fiducia security under the new law is the registration of the respective guarantee. It is the provision of the new law that any and all goods imposed by a fidusia security should be registered. Under the new law, the fiducia security shall come into force and applicable on the date of registration. As such, all the advantages of the current fiducia security under the new law can be applied only if the respective fiducia security registered on the registration office. With regard to the execution of the fiducia security, the registration has a substantial role to protect all rights of the fiduciary recipients granted under the new law (Matthew Braham, 2006 : 223). (Salah satu aspek yang paling penting bagi adanya perlindungan fidusia pada undang-undang baru adalah dengan dilakukannya pendaftaran. Ini adalah ketentuan hukum baru bahwa setiap dan semua benda yang dibebani Fidusia harus terdaftar. Berdasarkan undang-undang baru, perlindungan bagi fidusia mulai berlaku pada saat dilakukan pendaftaran.Dengan demikian, perlindungan bagi adanya fidusia lahir setelah fidusia itu terdaftar pada kantor pendaftaran. Sehubungan dengan perlindungan akan fidusia, pendaftaran memiliki peran penting untuk melindungi semua hak penerima fidusia seperti yang ditetapkan commit dalam toundang-undang yang baru (Matthew user Braham, 2006: 223).
57 digilib.uns.ac.id
perpustakaan.uns.ac.id
2. Memberikan hak yang didahulukan (preferen) kepada penerima fidusia terhadap kreditur yang lain. Ini disebabkan Jaminan Fidusia memberikan hak kepada penerima fidusia untuk tetap menguasai bendanya yang menjadi objek Jaminan Fidusia berdasarkan kepercayaan (Penjelasan Peraturan Pemerintah Nomor 86 Tahun 2000 tentang Tata Cara Pendaftaran Akta Jaminan Fidusia dan Biaya Pembuatan Jaminan Fidusia); dan 3. Memenuhi asas publisitas. Mengenai bentuk pendaftaran Jaminan Fidusia ada beberapa tahapan yang harus dipenuhi sampai pada akhirnya Kantor Pendaftaran Fidusia menerbitkan Sertifikat Jaminan Fidusia yang merupakan saat dilahirkannya Jaminan Fidusia Prosedur pendaftaran akta Jaminan Fidusia, sebagaimana diatur dalam Pasal 11 sampai dengan Pasal 18 Undang-Undang Nomor 42 Tahun 1999 tentang Jaminan Fidusia dan Peraturan Pemerintah Nomor 86 Tahun 2000 tentang Tata Cara Pendaftaran Akta Jaminan Fidusia dan Biaya Pembuatan Akta Jaminan Fidusia, pendaftaran dilakukan melalui suatu permohonan yang ditujukan kepada Kantor Pendaftaran Jaminan Fidusia (KPF) dengan cara-cara sebagai berikut: a)
Permohonan pendaftaran fidusia dilakukan oleh penerima fidusia, kuasa, atau wakilnya pada Kantor Pendaftaran Fidusia, di tempat pemberi fidusia bertempat tinggal. Pasal 12 ayat (1) mengatakan bahwa : “Pendaftaran Jaminan Fidusia sebagaimana dimaksud dalam Pasal 11 ayat (1) dilakukan pada Kantor Pendaftara Fidusia”. Serta Pasal 13 ayat (1) yang mengatakan bahwa : “Permohonan pendaftaran Jaminan Fidusia dilakukan oleh penerima fidusia, kuasa atau wakilnya dengan melampirkan pernyataan pendaftaran Jaminan commit to user Fidusia”.
58 digilib.uns.ac.id
perpustakaan.uns.ac.id
Apabila permohonan pendaftaran fidusia dilakukan oleh kuasanya maka harus memperhatikan ketentuan yang telah ditetapkan dalam Undang-Undang. Perihal kuasa dapat dilihat dalam Surat Direktur Jenderal Administrasi Hukum Umum Nomor: AHU.AH.05.01-01 tertanggal 29 Januari 2008 kepada Kantor Wilayah Departemen Hukum dan Hak Asasi Manusia diseluruh Indonesia yang berisi : 1. Pasal 1795 Kitab Undang-Undang Hukum Perdata , menyebutkan “ Pemberian kuasa dapat dilakukan secara khusus, yaitu hanya mengenai satu kepentingan tertentu atau lebih, atau secara umum, yaitu meliputi segala kepentingan pemberi kuasa”. 2. Surat Edaran Direktur Jenderal Administrasi Hukum Umum Departemen Hukum dan Hak Asasi Manusia Nomor C.HT.01.10-22 tentang Standarisasi Prosedur Pendaftaran Jaminan
Fidusia
antara
lain:
“Surat
kuasa,
apabila
dikuasakan, bermaterai cukup, termasuk terjemahan surat kuasa dalam Bahasa Indonesia apabila berbahasa asing”. 3. Berdasarkan uraian tersebut di atas, maka surat kuasa khusus dalam pendaftaran Jaminan Fidusia harus ditandatangani baik oleh pemberi maupun penerima kuasa, dan bermaterai cukup. Dalam satu surat kuasa khusus untuk pendaftaran Jaminan Fidusia, pemberi kuasa dapat memberikan kuasa kepada penerima kuasa untuk melakukan pendaftaran 1 (satu) atau beberapa Akta Jaminan Fidusia dengan menyebutkan nomor akta tersebut secara jelas dan rinci (http://www.kumham-jogja.info/permohonan-fidusia 5 Mei 2010 pukul 17.00). Permohonan itu diajukan secara tertulis dalam Bahasa Indonesia dan diajukan commit tokepada user menteri (Pasal 2 ayat 1 dan 2
59 digilib.uns.ac.id
perpustakaan.uns.ac.id
Peraturan Pemerintah Nomor 86 Tahun 2000 tentang Tata Cara Pendaftaran Jaminan Fidusia dan Biaya Pembuatan Akta Jaminan
Fidusia).
Permohonan
Pendaftaran
itu
dengan
melampirkan persyaratan pendaftaran fidusia. Persyaratan itu memuat (Pasal 13 ayat (2) Undang-Undang Nomor 42 Tahun 1999 tentang Jaminan Fidusia): a. Identitas pihak pemberi dan penerima fidusia; Identitas yang tercantumkan dalam permohonan pendaftaran Jaminan Fidusia tersebut meliputi nama lengkap, agama, tempat tinggal, atau tempat kedudukan dan tanggal lahir, jenis kelamin, status perkawinan dan pekerjaan pemberi serta penerima fidusia. b. Tempat, nomor akta jaminan fidusia, nama, dan tempat kedudukan notaris yang membuat akta Jaminan Fidusia; Nomor akta Jaminan Fidusia, nama, serta kedudukan notaris pembuat sertifikat pembebanan Jaminan Fidusia harus dijelaskan secara rinci. c. Data perjanjian pokok berupa perjanjian kredit atau perjanjian pengakuan utang yang dijamin fidusia; d. Uraian mengenai objek benda jaminan yang menjadi objek Jaminan Fidusia; Benda yang menjadi obyek Jaminan Fidusia cukup diuraikan dengan mengidentifikasi benda tersebut, dan untuk obyek Jaminan Fidusia yang berbentuk benda persediaan (inventory) yang dalam hal ini biasanya berupa barang yang dijual, stok bahan baku, barang jadi, atau portofolio perusahaan efek dalam uraiannya dijelaskan mengenai jenis, merek, serta kualitas dari benda yang menjadi obyek Jaminan Fidusia tersebut. e. Nilai penjaminan; commit to user
60 digilib.uns.ac.id
perpustakaan.uns.ac.id
Nilai penjaminan menunjukkan berapa besar beban yang diletakkan atas benda jaminan.. Penyebutan nilai penjaminan diperlukan untuk menentukan sampai seberapa besar kreditur penerima fidusia maksimal preferen dalam mengambil pelunasan atas hasil penjualan benda Jaminan Fidusia. Nilai penjaminan adalah nilai/jumlah maksimal kreditur preferen atas hasil eksekusi benda jaminan. Hak Preferen kreditur tidak bisa lebih dari nilai penjaminan. Kalau hutang dalam perjanjian pokok suatu ketika atas dasar cicilan menjadi berkurang, maka jumlah maksimal hak preferen dari kreditur juga berkurang menjadi sama dengan sisa tagihan. Misalnya: Kreditur punya tagihan terhadap B (Debitur) sebesar Rp. 10.000.000,00 (sepuluh juta rupiah) dan dijamin dengan jaminan fidusia atas mesin X,Y dan Z. Dan nilai
penjaminan
yang
dipasang
adalah
Rp.
12.000.000,00 (dua belas juta rupiah). Biasanya, tidak harus, kreditur memasang nilai penjaminan lebih dari tagihan pokoknya, karena ia mengantisipasi kemungkinan adanya tunggakan bunga dan denda, yang bisa menjadikan tagihan membengkak. Apabila kredit tersebut macet, dan besarnya sisa tagihan pada saat itu adalah Rp.8.000.000,00 (delapan juta rupiah), maka kreditur berhak untuk mengambil lebih dahulu dari hasil eksekusi atas mesin X,Ydan Z sampai sebesar Rp.8.000.000,00 (Delapan juta rupiah) saja walaupun jaminan yang dipasang adalah Rp. 12.000.000,00 (dua belas juta rupiah). commit Atas sisa to tagihan user sebesar Rp. 3.000.000,00 (tiga
61 digilib.uns.ac.id
perpustakaan.uns.ac.id
juta rupiah), kreditur berkedudukan sebagai kreditur konkuren, sehingga ia harus berbagi pond’s-pond’s dengan para kreditur konkuren yang lain (Pasal 1132 Kitab UndangUndang Hukum Perdata). Berbeda lagi apabila nilai jaminan yang dipasang lebih kecil daripada nilai tagihan kreditur maka dalah hal ini kreditur preferen hanya dapat menagih hak preferennya sebesar nilai jaminan dari benda yang dijadikan obyek jamian tersebut dan untuk sisa tagihannya kreditur hanya berkedudukan sebagai kreditur konkuren yang harus berbagi pond’s-pond’s dengan kreditur konkuren yang lainnya. Menurut penulis, Bank sebagai pihak debitur pastinya akan memasang nilai penjaminan yang lebih tinggi daripada nilai tagihannya. Hal tersebut mempunyai tujuan agar debitur yang dalam hal ini Bank akan benar-benar mendapatkan perlindungan hukum atas piutangnya sehingga tidak perlu berbagi pond’s-pond’s dengan kreditur konkuren
lainnya
untuk mendapatkan pelunasan atas sisa tagihannya yang belum terbayarkan. Apabila kreditur memasang nilai penjaminan yang lebih tinggi dari nilai tagihannya maka kreditur akan mendapatkan hak preferennya yang sudah pasti ada dibawah nilai penjaminan yang memungkinkan kreditur memperoleh pelunasan piutangnya secara penuh. f. Nilai benda yang menjadi objek benda Jaminan Fidusia Permohonan itu dilengkapi dengan surat-surat sebagai berikut: a. Salinan akta Jaminan Fidusia bermaterai yang dibuat notaris tentang pembebanan jaminan fidusia; Secara garis besar akta harus dibuat: commit to user
62 digilib.uns.ac.id
perpustakaan.uns.ac.id
1). Dalam Bahasa Indonesia; 2). Dibuat secara tertulis; 3). Dibuat dengan akta notariel. Sertifikat pembebanan Jaminan Fidusia harus dibuat dengan akta notariel, yaitu suatu akta yang dibuat dihadapan notaries serta mempunya bentuk atau format yang telah ditentukan oleh undang-undang. Menurut penulis, sertifikat pembebanan Jaminan Fidusia harus dibuat dengan akta notariel karena akta notariel ini mempunyai kekuatan pembuktin sempurna (volledig bewijs), berbeda dengan akta dibawah tangan yang dapat dipungkiri tanda tangannya oleh para pihak. Dalam hal pembuktian apabila telah menggunakan alat bukti akta notariel tidak diperlukan alat bukti lain dan hakim terikat karenanya kecuali akta notariel tersebut dapat dibuktikan sebaliknya. Notaris merupakan pejabat umum satu-satunya yang diberi
kewenangan
membuat
akta
autentik
seperti
tercantum dalam Pasal 1 ayat (1) dan ayat (7) jo Pasal 15 ayat (1) jo Pasal 16 ayat (1) c dari Undang-Undang Nomor 30 Tahun 2004 tentang Jabatan Notaris; “Notaris adalah pejabat umum yang berwenang untuk membuat akta autentik dan kewenangan lainnya sebagaimana dimaksud dalam undang-undang ini”. Dalam Pasal 1 ayat (7): “Akta notaris adalah akta autentik yang dibuat oleh atau dihadapan notaris menurut bentuk dan tata cara yang ditetapkan oleh undang-undang ini”, dan Pasal 15 ayat (1) yang berbunyi: Notaris berwenang membuat akta autentik mengenai semua perbuatan, perjanjian dan ketetapan yang diharuskan oleh peraturan dan commit to user perundang-undangan dan/atau yang dikehendaki
63 digilib.uns.ac.id
perpustakaan.uns.ac.id
oleh yang berkepentingan untuk dinyatakan dalam akta autentik, menjamin kepastian tanggal pembuatan akta, menyimpan akta, memberikan groose, salinan dan kutipan akta, semua itu sepanjang pembuatan akta-akta itu tidak juga ditugaskan atau dikecualikan kepada pejabat lain atau orang lain yang ditetapkan undang-undang. Serta Pasal 16 ayat (1) c yang berbunyi : “ Dalam menjalankan
jabatannya
notaris
berkewajiban
mengeluarkan grosse akta, salinan akta, atau kutipan akta berdasarkan minuta akta ”. Menurut Pasal 1868 KUH Perdata, suatu akta autentik adalah suatu akta yang didalam bentuk yang ditentukan oleh undang-undang, dibuat oleh atau dihadapan pegawai-pegawai umum yang berkuasa untuk itu ditempat di mana akta dibuatnya. Menurut undang-undang suatu akta resmi mempunyai kekuatan pembuktian yang sempurna (Volledig bewijs) serta tidak diperlukan alat bukti yang lainnya kecuali dapat dibuktikan sebaliknya dan hakim terikat karenanya. Arti dan makna pembuktian sempurna volledig bewijs untuk sebuah akta notariel adalah : 1. Mempunyai kekuatan pembuktian lahiriah uitwendige bewijskracht; 2. Mempunyai kekuatan pembuktian formal formale bewijskracht; 3. Mempunyai kekuatan pembuktian material materiale bewijskeacht; 4. Demikian pula semua alat bukti sebagaimana dimaksud dalam Pasal 1866 KUH Perdata sudah terpenuhi seluruhnya yaitu: commit to user a. Akta notariel itu alat bukti tulisan dan autentik;
64 digilib.uns.ac.id
perpustakaan.uns.ac.id
b. Alat
bukti
berupa
saksi-saksi
di
dalam
pembuatan akta notariel, sudah pasti dan memang
mutlak
menurut
hukum
harus
demikian. Bahkan notaris sendiri secara hakiki berfungsi sebagai saksi; c. Alat bukti persangkaan, di dalam pembuatan akta
notariel
tidak
hanya
itu,
bahkan
berdasarkan suatu keyakinan; d. Alat bukti berupa pengakuan, jelas dan tegas dengan penandatanganan akta notariel itu sendiri, pihak-pihak telah mengakuinya secara sadar hal itu; e. Seorang notaris diwajibkan untuk terlebih dahulu
mengangkat
sumpah
di
hadapan
penguasa yang ditentukan oleh undang-undang sebelum ia menjalankan tugasnya (A.A Andi Prajitno, 2009: 212). Isi akta pemberian fidusia terdiri dari: Judul: Kepala akta menyebutkan hari, tanggal dan jam akta dibuat dan ditandatangani. Bagian Komparisi: -
Pemberi fidusia dapat berupa orang atau badan hukum.
-
Dalam hal orang, maka diperlukan Kartu Tanda Penduduk (KTP) suami isteri dan Kartu Keluarga serta persetujuan dari suami/isteri pemberi fidusia (diuraikan secara lengkap nama, umur, agama, pekerjaan, dan tempat tinggal serta identitas).
-
Dalam hal badan hukum, maka diperlukan Anggaran Dasar (AD) lengkap dengan perubahan-perubahannya termasuk commit to user
65 digilib.uns.ac.id
perpustakaan.uns.ac.id
pengangkatan Direksi/ Komisaris/ RUPS (sesuai AD) dan identitas direksi. Obyek Fidusia: -
Untuk obyek fidusia harus diuraikan secara jelas dan rinci, termasuk kelengkapan dokumen bukti kepemilikan dari barang yang bersangkutan.
-
Untuk
dokumen
bukti
kepemilikan
ini
merupakan
keharusan, sedangkan nilai jaminan tergantung Bank yang bersangkutan. Isi: Istilah dalam akta -
Dalam hal pemberi fidusia dan debitur adalah sama, maka akan terdapat dua istilah, pada bagian premis yang membicarakan mengenai fasilitas yang diberikan, pemilik barang/peminjam akan disebut debitur, selanjutnya pada waktu membicarakan pemberian Jaminan Fidusia pemilik barang akan disebut sebagai pemberi fidusia, sedang Bank sebagai penerima fidusia, dan istilah ini akan dipakai hingga akhir akta.
-
Persyaratan-persyaratan yang diatur dalam akta pemberian fidusia atas benda bergerak secara umum: 1. Mengenai saat terjadinya pembebanan obyek Jaminan Fidusia. 2. Mengenai kewajiban dari pemberi fidusia untuk memelihara dan merawat obyek Jaminan Fidusia. 3. Mengenai hak penerima fidusia untuk mengadakan pemeriksaan obyek jaminan fidusia. 4. Mengenai kewajiban pemberi fidusia utuk menjaga nilai obyek Jaminan Fidusia tidak berkurang. 5. Mengenai larangan untuk fidusia ulang. commit to useruntuk asuransi. 6. Mengenai kewajiban
66 digilib.uns.ac.id
perpustakaan.uns.ac.id
7. Mengenai
kelalaian
melaksanakan
pemberi
fidusia
ketentuan-ketentuan
dalam perjanjian
pemberian fidusiatermasuk hak penerima fidusia untuk mengambil, menguasai, dan menjual obyek Jaminan Fidusia. 8. Mengenai kewajiban pemberi fidusia utuk menyerahkan obyek Jaminan Fidusia kepada penerima fidusia dalam hal cidera janji. 9. Mengenai pemberian kuasa kepada penerima fidusia, termasuk hak penerima fidusia untuk mengadakan perubahan perjanjian dan pemilihan domisili dalam hal benda bergerak ini juga dibagi dalam 2 bagian yaitu barang persediaan dan bukan barang persediaaan. Untuk barang persediaaan pemberi fiduisa berhak untuk mempergunakan dan menjual atau menyerahkan barang tersebut kapada pihak lain dengan kewajiaban untuk mengganti barang tersebut dengan barang lainnya disertai kewajiban secara berkala mengenai keadaan barang persediaan. 10. Untuk piutang adanya kewajiban untuk membuat berkala setiap bulan mengenai perubahan-perubahan yang terjadi atas piutang disertai hak penerima fidusia untuk memberitahukan kepada pihak ketiga yang bersangkutan. Mengenai adanya pemberian fidusia dan hak untuk melakukan penagihan sendiri. Dalam hal ini sebaiknya dalam perjanjian diharuskan untuk membuka rekening penampungan guna menampung hasil tagihan agar kemudahan Bank dalam mengontrol hasil tagihan yang
difidusiakan
(http:hardjima.wordpress.com
/2008/04/15/sekilas-tentang-fidusia-dan-jaminanfidusia/ commit to user15.05). 9 Januari 2010 pukul
67 digilib.uns.ac.id
perpustakaan.uns.ac.id
b. Surat kuasa atau surat pendelegasian wewenang untuk melakukan pendaftaran Jaminan Fidusia; dan c. Bukti pembayaran biaya pendaftaran Jaminan Fidusia (Pasal 2 ayat (4) Peraturan Pemerintah Nomor 86 Tahun 2000 tentang Tata Cara Pendaftaran Jaminan Fidusia dan Biaya Pembuatan Akta Jaminan Fidusia). b) Kantor pendaftaran fidusia mencatat Jaminan Fidusia dalam Buku Daftar Fidusia pada tanggal yang sama dengan tanggal penerimaan permohonan pendaftaran. Pasal 13 ayat (3) mengatakan bahwa : “Kantor Pendaftaran Fidusia mencatat Jaminan Fidusia dalam Buku Daftar Fidusia pada tanggal yang sama dengan tanggal penerimaan permohonan pendaftaran”. Ketentuan ini dimaksudkan agar Kantor Pendaftaran Fidusia tidak melakukan penilaian terhadap kebenaran yang dicantumkan dalam pernyataan Pendaftaran Jaminan Fidusia akan tetapi hanya melakukan pengecekan data yang dimuat dalam pernyataan pendaftaran fidusia. Hal ini berlainan dengan Fiduciaire Eigendom Overdracht (FEO) dan cessie jaminan yang lahir pada waktu perjanjiannya dibuat antar debitur dan kreditur. Dengan didaftarkannya dan dicatatkannya Jaminan Fidusia dalam Buku Daftar Fidusia pada tanggal yang sama dengan tanggal penerimaan permohonan pendaftaran, maka pada saat itu pulalah lahirnya Jaminan Fidusia dan dengan sendirinya hak kebendaan akan melekat. Adapun ciri-ciri hak kebendaan menurut Sri Soedewi Masjhoen Sofyan adalah : 1.
Hak
kebendaan
merupakan
hak
mutlak,
yaitu
dapat
dipertahankan terhadap siapapun juga. 2. Hak kebendaan itu mempunyai Zaaksgevold atau Droit de Suite commit artinya to user hak itu terus mengikuti bendanya (Hak yang mengikuti)
68 digilib.uns.ac.id
perpustakaan.uns.ac.id
dimanapun juga (dalam tangan siapapun juga) benda itu berada.
Hak
itu
terus
saja
mengikuti
orang
yang
mempunyainya. 3. Sistem yang terdapat pada hak kebendaan adalah mana yang lebih dulu terjadinya, itu tingkatannya lebih tinggi daripada yang terjadi kemudian. 4. Hak kebendaan mempunyai Droit de Preference (hak terlebih dahulu) vruchtgebruiknya dapat dilakukan terhadap siapapun, tidak dipengaruhi Failllishment. 5. Hak kebendaan itu gugatannya disebut gugatan kebendaan, dan gugatan-gugatan tersebut dapat dilakukan terhadap siapapun yang mengganggu haknya. 6. Kemungkinan untuk memindahkan hak kebendaan itu dapat secara sepenuhnya dilakukan (Sri Soedewi Masjchoen Sofyan, 1980:46).
c) Membayar biaya pendaftaran fidusia. Biaya pendaftaran fidusia diatur di dalam Pasal 11 Peraturan Pemerintah Nomor 86 Tahun 2000 tentang Tata Cara Pendaftaran Jaminan Fidusia dan Biaya Pembuatan Akta Jaminan Fidusia.
Biaya
pembuatan
Pendaftaran
Jaminan
Fidusia
disesuaikan dengan besarnya nilai penjaminannya. Apabila nilai penjaminannya kurang dari Rp. 50.000.000, maka besarnya biaya pendaftarannya paling banyak Rp. 50.000,- . Berikut ini dicantumkan besarnya biaya pembuatan akta dan biaya pendaftaran Jaminan Fidusia.
commit to user
69 digilib.uns.ac.id
perpustakaan.uns.ac.id
Tabel 1 Biaya Pembuatan Akta
No
Nilai Penjaminan
1.
< Rp. 50.000.000,00
Besar Biaya Paling banyak Rp. 50.000,-
2.
> Rp. 50.000.000,00 s.d Rp. 100.000.000,00
Rp. 100.000,00
3.
> Rp. 100.000.000,00 s.d Rp. 250.000.000,00
Rp. 200.000,00
4.
> Rp. 250.000.000,00 s.d Rp. 500.000.000,00
Rp. 500.000,00
5.
> Rp.500.000.000,00 s.d Rp. 1.000.000.000,00
Rp. 1.000.000,00
6.
> Rp. 1.000.000.000,00 s.d Rp. 2.500.000.000,00
Rp. 2.000.000,00
7.
> Rp. 2.500.000.000,00 s.d Rp. 5.000.000.000,00
Rp. 3.000.000,00
8.
> Rp. 5.000.000.000,00 s.d Rp. 10.000.000.000,00
Rp. 5.000.000,00
9.
> Rp. 10.000.000.000,00 ke atas
Rp. 7.500.000,00
Sumber: Lampiran Peraturan Pemerintah Nomor 86 Tahun 2000, tanggal 30 September 2000
commit to user
70 digilib.uns.ac.id
perpustakaan.uns.ac.id
Tabel 2 Biaya Pendaftaran Akta Jaminan Fidusia
JENIS PENERIMAAN NEGARA BUKAN PAJAK
SATUA
TARIF
N 5. FIDUSIA a. Pendaftaran Jaminan Fidusia: 1) Untuk nilai penjaminan sampai dengan Rp.
Per akta
Rp. 25.000,00
50.000.000,- (lima puluh juta rupiah). 2) Untuk nilai penjaminan di atas Rp. Per akta 50.000.000,-
(lima
puluh
juta
Rp. 50.000,00
rupiah)
sampai dengan Rp. 100.000.000,-(seratus juta rupiah).
Per akta
Rp. 100.000,00
3) Untuk nilai penjaminan di atas Rp. 100.000.000,- (seratus juta rupiah) sampai dengan Rp. 250.000.000,- (dua ratus lima Per akta
Rp. 200.000,00
puluh juta rupiah). 4) Untuk nilai penjaminan di atas Rp. 250.000.000,- (dua ratus lima puluh juta
Per akta
Rp. 400.000,00
Per akta
Rp. 800.000,00
Per akta
Rp.1.600.000,00
Per akta
Rp. 3.200.000,00
rupiah) sampai dengan Rp. 500.000.000,(lima ratus juta rupiah). 5) Untuk nilai penjaminan di atas Rp. 500.000.000,- (lima ratus juta rupiah) sampai dengan Rp. 1.000.000.000 (satu milyar rupiah). 6) Untuk nilai penjaminan di atas Rp. 1000.000.000,- (satu milyar rupiah) sampai dengan
Rp.
milyar rupiah).
100.000.000.000,-
(seratus
commit to user
71 digilib.uns.ac.id
perpustakaan.uns.ac.id
7) Untuk nilai penjaminan di atas Rp. 100.000.000.000,- (seratus milyar rupiah)
Per akta
Rp. 6.400.000,00
sampai dengan Rp. 500.000.000.000,- (lima / ratus milyar rupiah).
permoho
8) Untuk nilai penjaminan di atas Rp. nan 500.000.000.000,- (lima ratus milyar rupiah) / sampai dengan Rp. 1.000.000.000.000,- permoho (satu trilyun rupiah).
nan
9) Untuk nilai penjaminan di atas Rp. 1.000.000.000.000,- (satu trilyun rupiah). b. Permohonan perubahan hal-hal yang tercantum dalam Sertifikat Jaminan Fidusia.
c. Penghapusan atau pencoretan Sertifikat Jaminan Fidusia
Sumber: Lampiran Peraturan Pemerintah Nomor 38 Tahun 2009 tentang Jenis Tarif atas Jenis Penerimaan Negara Bukan Pajak yang Berlaku pada Departemen Hukum dan Hak Asasi Manusia.
commit to user
72 digilib.uns.ac.id
perpustakaan.uns.ac.id
Walaupun biaya pembuatan akta Jaminan Fidusia telah ditentukan sendiri dalam peraturan pemerintah, namun para notaris terkadang telah menentukan sendiri tarif yang dikenakan kepada nasabah. Tarif yang ditentukan oleh notaris sebesar 2% dari nilai jaminan. Oleh karena itu, diharapkan ke depan para notaris dapat memungut biaya dari nasabah sesuai dengan apa yang digariskan dalam peraturan pemerintah. d) Kantor pendaftaran fidusia menerbitkan dan menyerahkan kepada penerima fidusia sertifikat Jaminan Fidusia pada tanggal
yang
sama
dengan
penerimaan
permohonan
pendaftaran. Sertifikat Jaminan Fidusia merupakan salinan dari buku daftar fidusia (Pasal 14 ayat (2) Undang-Undang Jaminan Fidusia). Sebagai jaminan daripada pendaftaran Jaminan Fidusia, maka oleh kantor pendaftaran Jaminan Fidusia dikeluarkan sertifikat Jaminan Fidusia pada tanggal yang sama dengan tanggal penerimaan permohonan pendaftaran, yang tentunya dimaksudkan sebagai bukti pendaftaran Jaminan Fidusia. Sertifikat Jaminan Fidusia merupakan salinan Buku Daftar Fidusia dan karenanya memuat catatan tentang apa yang dicatat di dalamnya sesuai dengan Pasal 13 sub 2 (Pasal 14 ayat (1), (2) Undang-Undang Jaminan Fidusia). 1) Dikeluarkan dalam bentuk groose akte Sertifikat Jaminan Fidusia sebagaimana yang diatur dalam
Pasal 15 sub 1 Undang-Undang Fidusia mempunyai
ciri istimewa, karena sertifikat tersebut mengandung irah-irah “DEMI
KEADILAN
BERDASARKAN
KETUHANAN
YANG MAHA ESA”, yang berarti mempunyai kekuatan eksekutorial, sama seperti suatu putusan pengadilan yang telah commithukum to useryang tetap. mempunyai kekuatan
73 digilib.uns.ac.id
perpustakaan.uns.ac.id
Menurut
pandapat
penulis,
pencantuman
irah-irah
sebagai yang dimungkinkan oleh Undang-Undang membawa konsekuensi, bahwa pemegang akta groose berkedudukan seperti orang yang sudah memegang keputusan Pengadilan yang telah mempunyai kekuatan yang tetap. Akta groose tidak sama dengan suatu putusan pengadilan, tapi mempunyai kekuatan sebagai suatu putusan pengadilan yang telah berkekuatan tetap. 2) Mengandung Parate Eksekusi Di dalam Pasal 15 sub 3 Undang- Undang Fidusia disebutkan, bahwa apabila debitur cedera janji, maka penerima fidusia mempunya hak untuk menjual atas kekuasaan sendiri. Menjual atas kekuasaan sendiri diartikan mempunyai parate eksekusi yaitu eksekusi yang selalu siap di tangan, karena pelaksanaan eksekusi melalui parate eksekusi adalah di luar campur tangan Pengadilan, tanpa harus mengikuti prosedur hukum acara. Kreditur melalui parate eksekusi seakan-akan melaksanakan penjualan atas harta miliknya sendiri, hanya meminta kepada juru lelang agar melaksanakan lelang. Jadi dapat dikatakan bahwa parate eksekusi adalah eksekusi yang tidak membutuhkan title eksekutorial, dan karenanya tidak memerlukan perantara pengadilan, tidak memerlukan kerja sama juru sita dan tidak memerlukan penyitaan. Dalam peristiwa seperti ini dikatakan, bahwa kreditur pemegang jaminan fidusia melaksanakan penjualan atas kekuasaannya sendiri (eigenmahtig verkoop) (Van Nierop dalam J. Satrio, 2005: 261). Kewenangan melaksanakan parate eksekusi merupakan kewenangan bersyarat commit tosesuai user dengan bunyi Pasal 15 sub 3
74 digilib.uns.ac.id
perpustakaan.uns.ac.id
Undang-Undang Fidusia yang berbunyi “Apabila debitur cidera janji, Penerima Fidusia mempunyai hak untuk menjual benda yang menjadi obyek Jaminan Fidusia atas kekuasaannya sendiri”. Menurut penulis apabila dilihat dari bunyi Pasal 15 sub 3 Undang-Undang Fidusia untuk dapat melaksanakan parate eksekusi maka harus ada syarat yaitu debitur wanprestasi. Wanprestasi inilah yang menjadi syarat bagi kreditur untuk dapat mengeksekusi objek Jaminan Fidusia. Kewenangan bersyarat seperti itu adalah pas sekali dengan kebutuhan kreditur, sebab selama semua kewajiban dipenuhi oleh debitur dengan baik dan sebagaimana mestinya, kreditur tidak memerlukan eksekusi. Kreditur baru membutuhkan kewenangan eksekusi kalau debitur wanprestasi. Kebutuhan itu dipenuhi oleh Pasal 15 sub 3 Undang- Undang Fidusia. Hal-hal yang tercantum dalam sertifikat Jaminan Fidusia adalah sebagai berikut: 1)
Dalam judul sertifikat jaminan fidusia dicantumkan katakata
“DEMI
KEADILAN
BERDASARKAN
KETUHANAN YANG MAHA ESA” (Pasal 15 ayat (1) Undang-Undang Jaminan Fidusia). Sertifikat
jaminan
ini
mempunyai
kekuatan
eksekutorial yang sama dengan putusan pengadilan yang telah mempunyai kekuatan hukum yang tetap seperti yang dijelaskan dalam Pasal 15 ayat (2). Apabila debitur cidera janji, penerima fidusia mempunyai hak untuk menjual benda yang menjadi obyek Jaminan Fidusia atas persetujuan pemberi fidusia atau bantuan pengadilan negeri (Pasal 15 ayat (3)). 2)
Di dalam sertifikat Jaminan Fidusia dicantumkan hal sebagai berikut (Pasal 14 ayat (2): commit to user
75 digilib.uns.ac.id
perpustakaan.uns.ac.id
a) Identitas pihak pemberi pemberi dan penerima fidusia; b) Tempat, nomor akta Jaminan Fidusia, nama, dan tempat kedudukan notaris yang membuat akta Jaminan Fidusia; c) Data perjanjian pokok yang dijamin fidusia; d) Uraian mengenai objek benda jaminan yang menjadi obyek Jaminan Fidusia; e) Nilai penjaminan; f) Nilai benda yang menjadi objek benda Jaminan Fidusia.
e) Jaminan Fidusia lahir pada tanggal yang sama dengan tanggal dicatatnya Jaminan Fidusia dalam Buku Daftar Fidusia (BDF). Dalam teknis pelaksanaan tanggal permohonan pendaftar dan tanggal penerbitan sertifikat sulit dilaksanakan pada hari yang sama. Hal tersebut dikarenakan proses yang cukup memakan waktu dalam pendaftaran Jaminan Fidusia sehingga pada kenyataanya penerbitan sertifikatnya tidaklah sama dengan tanggal pada saat permohonan pendaftaran diajukan oleh penerima fidusia. Kelima hal tersebut merupakan alur proses pendaftaran fidusia sampai diterbitkannya Sertifikat Jaminan Fidusia. Apabila terjadi kekeliruan penulisan dalam sertifikat Jaminan Fidusia yang telah diterima oleh pemohon, maka dalam jangka waktu 60 hari setelah menerima sertifikat tersebut pemohon memberitahukan secara tertulis kepada kantor pendaftaran fidusia untuk diterbitkan sertifikat perbaikan. Sertifikat perbaikan memuat tanggal yang sama dengan tanggal sertifikat semula dan penerbitan sertifikat tidak dikenakan biaya seperti yang dinyatakan dalam Pasal 5 ayat (1), (2) dan (3) Peraturan Pemerintah Nomor 86 Tahun 2000 tentang Tata Cara Pendaftaran Jaminan Fidusia dan Biaya Pembuatan Akta Jaminan Fidusia) yang mengatakan bahwa: commit to user
76 digilib.uns.ac.id
perpustakaan.uns.ac.id
(1) Dalam hal terdapat kekeliruan penulisan dalam Sertifikat Jaminan Fidusia yang telah diterima oleh pemohon, dalam jangka waktu paling lambat 60 (enam puluh) hari setelah menerima sertifikat tersebut, pemohon memberitahukan kepada kantor untuk diterbitkan sertifikat perbaikan. (2) Sertifikat perbaikan sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) memuat tanggal yang sama dengan tanggal sertifikat semula. (3) Penerbitan sertifikat perbaikan sebagaimana dimaksud dalam ayat (2) tidak dikenakan biaya. Disamping itu, sertifikat Jaminan Fidusia tidak menutup kemungkinan terjadi perubahan terhadap substansi. Bahwa yang dimaksud dengan perubahan substansi antara lain perubahan objek Jaminan Fidusia berikut dokumen terkait, perubahan penerima Jaminan Fidusia, perubahan perjanjian pokok yang dijamin fidusia, dan perubahan nilai jaminan. Apabila terjadi hal yang demikian, maka prosedur yang ditempuh untuk mengadakan perubahan substansi, disajikan berikut: 1. Penerima fidusia wajib mengajukan pemohonan pendaftaran atas perubahan tersebut kepada Kantor Pendaftaran Fidusia (KPF). 2. Kantor Pendaftaran Fidusia (KPF) pada tanggal yang sama dengan penerimaan
permohonan
perubahan
melakukan
pencatatan
perubahan tersebut dalam Buku Daftar Fidusia (BDF) dan menerbitkan pernyataan perubahan yang merupakan bagian tak terpisahkan dari sertifikat Jaminan Fidusia (Pasal 16 UndangUndang Nomor 42 Tahun 1999 tentang Jaminan Fdusia jo. Pasal 14 ayat (2) jo. Pasal 13 ayat (2) huruf d). Untuk mengubah hal yang tercantum dalam sertifikat Jaminan Fidusia dapat dilakukan dengan perubahan akta Jaminan Fidusia di bawah tangan serta didaftarkan di Kantor Pendaftaran Fidusia. Setelah penulis kaji dari pasal-pasal mengenai prosedur pendaftaran Jaminan Fidusia, ada sedikit kekurangannya dimana proses pendaftaran Jaminan Fidusia yang diatur dalam Undangcommit to user Undang Fidusia hanya benda berada dalam lingkup wilayah Republik
perpustakaan.uns.ac.id
77 digilib.uns.ac.id
Indonesia. Mengenai benda yang menjadi objek Jaminan Fidusia yang berada di luar negeri belum ada pengaturannya mengenai dimana objek tersebut harus didaftarkan. Hal tersebut menurut penulis menimbulkan kekosongan hukum mengenai pendaftaran Jaminan Fidusia dengan objek yang berada di luar negeri, dan sekiranya akan menimbulkan kerancuan dan kesulitan bagi kreditur yang hendak mendaftarkan objek Jaminan Fidusia namun bendanya berada di luar negeri.
B.2 Perlindungan Hukum terhadap Kreditur Penerima Fidusia dan Debitur Pemberi Fidusia Pada dasarnya pendaftaran Jaminan Fidusia dimaksudkan untuk memberikan perlindungan hukum demi adanya kepastian hukum apabila debitur nantinya wanprestasi karena tidak semua perjanjian dapat dilaksanakan sebagaimana mestinya karena terkadang debitur tidak dapat melaksanakan kewajibannya dikarenakan hal-hal atau sebab-sebab tertentu. Wanprestasi berasal dari istilah aslinya dari Bahasa Belanda “wanprestatie”, artinya tidak memenuhi kewajiban yang telah ditetapkan dalam perikatan, baik perikatan yang timbul karena perjanjian maupun perikatan yang timbul karena undang-undang. Tidak dipenuhinya kewajiban itu ada dua kemungkinan alasannya yaitu : (a). Karena kesalahan debitur, baik karena kesengajaan ataupun kelalaian. (b). Karena keadaan memaksa (force majeur), jadi diluar kemampuan debitur, debitur tidak bersalah (Abdulkadir Muhammad, 1992: 20). Wanprestasi yang terjadi karena kesalahan debitur baik karena kesengajaan maupun kelalaian menurut penulis maka debitur dalam hal ini sengaja tidak memenuhi commitprestasi to user ataupun benar-benar lalai serta
78 digilib.uns.ac.id
perpustakaan.uns.ac.id
tidak mengindahkan kewajibannya, sedangkan dalam keadaan memaksa debitur sendiri tidak menghendaki adanya keadaan tersebut, debitur dalam hal ini tidak dapat dipaksa memenuhi prestasi. Wanprestasi tidak dengan sendirinya ada, melainkan harus dinyatakan terlebih dahulu bahwa debitur itu lalai. Pernyataan lalai itu disebut ingebreke stelling atau sommatie. Jelasnya yang dimaksud dengan ingebreke stelling atau sommatie ialah pemberitahuan atau pernyataan dari kreditur kepada debitur yang berisi ketentuan bahwa kreditur menghendaki pemenuhan prestasi seketika atau dalam jangka waktu seperti yang ditentukan dalam pemberitahuan itu. Ingebreke stelling berfungsi sebagai upaya hukum untuk menentukan sejak kapan mulai terjadinya wanprestasi. Ingebreke stelling itu baru diperlukan dalam hal seorang kreditur akan menuntut penggantian kerugian atau dalam hal kreditur minta pemutusan perikatan (Outbinding). Sebaliknya, ingebreke stelling tidak diperlukan dalam : a Keadaan debitur sama sekali tidak dapat memenuhi prestasi. a. Hal kreditur meminta pemenuhan perikatan (Nakoming), namun dalam praktek di sini tetap juga diperlukan adanya ingebreke stelling/sommatie. b. Keadaan debitur mengakui kesalahan. c. Keadaan
ditentukan
oleh
undang-undang
(Hartono
Hadisoeprapto, 1984: 43-44). Menurut pendapat penulis, untuk menentukan apakah seorang debitur itu bersalah melakukan wanprestasi, perlu ditentukan dalam keadaan bagaimana seorang debitur itu dikatakan sengaja atau lalai tidak memenuhi prestasi. Ada tiga keadaan yaitu : 1. Debitur tidak memenuhi prestasi sama sekali, artinya debitur tidak memenuhi kewajiban yang telah disanggupinya untuk dipenuhi dalam suatu perjanjian, atau tidak memenuhi kewajiban yang commit to user
79 digilib.uns.ac.id
perpustakaan.uns.ac.id
ditetapkan undang-undang dalam perikatan yang timbul karena undang-undang. 2.
Debitur memenuhi prestasi, tetapi tidak baik atau keliru. Disini debitur melaksanakan atau memenuhi apa yang diperjanjikan atau apa yang ditentukan oleh undang-undang, tetapi tidak sebagaimana mestinya menurut kualitas yang ditentukan dalam perjanjian atau menurut kualitas yang ditetapkan undang-undang.
3. Debitur memenuhi prestasi, tetapi tidak tepat pada waktunya. Disini debitur memenuhi prestasi tetapi terlambat. Waktu yang ditetapkan dalam perjanjian tidak dipenuhi. 4. Subekti menambahkan lagi keadaan tersebut di atas dengan “melakukan
sesuatu
yang
menurut
perjanjian
tidak
boleh
dilakukannya” (Subekti dalam Abdulkadir Muhammad, 1992: 2021). Penulis
berpendapat
dengan
adanya
wanprestasi
yang
dilakukan debitur maka akibat hukum bagi debitur yang telah melakukan wanprestasi adalah hukuman atau sanksi sebagai berikut : 1. Debitur diharuskan membayar ganti kerugian yang telah diderita oleh kreditur, seperti yang dijelaskan dalam Pasal 1243 KUH Perdata: Penggantian biaya, rugi, dan bunga karena tidak dipenuhinya suatu perikatan barulah mulai diwajibkan apabila debitur, setelah dinyatakan lalai memenuhi perikatannya, tetap melalaikannya, atau jika sesuatu yang harus diberikan atau dibuatnya hanya dapat diberikan atau dibuat dalam tenggang waktu yang telah dilampaukannya. 2. Dalam perjanjian timbal balik (bilateral), wanprestasi dari satu pihak memberikan hak kepada pihak lainnya untuk membatalkan atau memutuskan perjanjian lewat hakim (Pasal 1266 KUH Perdata). 3. Resiko beralih kepada debitur sejak saat terjadinya wanprestasi (Pasal 1237 ayat (2) KUH Perdata). Ketentuan ini hanya berlaku bagi commit tosesuatu. user perikatan untuk memberikan
80 digilib.uns.ac.id
perpustakaan.uns.ac.id
4. Membayar biaya perkara apabila diperkarakan di muka hakim (Pasal 181 ayat 1 HIR). Debitur yang terbukti melakukan wanprestasi tentu dikalahkan dalam perkara. Ketentuan ini berlaku untuk semua perikatan. 5. Memenuhi perjanjian jika masih dapat dilakukan, atau pembatalan perjanjian disertai dengan pembayaran ganti kerugian (Pasal 1267 KUH Perdata). Alasan kedua dari wanprestasi yaitu keadaan memaksa (Overmacht/Force Majeur). Overmacht atau Force Majeur adalah yaitu suatu keadaan yang dapat menyebabkan seorang debitur tidak dapat memenuhi prestasi kepada kreditur, dimana keadaan tersebut adalah keadaan yang tidak dapat diketahui oleh debitur pada waktu membuat perjanjian atau dengan perkataan lain bahwa keadaan itu terjadinya di luar kekuasaan debitur (Hartono Hadisoeprapto, 1984: 46). Overmacht/ Force Majeur dalam Hukum Anglo Saxon (Inggris) dilukiskan dengan istilah “Frustration” yang berarti halangan, yaitu suatu keadaan atau peristiwa yang terjadi diluar tanggung jawab pihak-pihak,
yang membuat perikatan (perjanjian) itu tidak dapat
dilaksanakan sama sekali (Marsh and Soulsby dalam Abdulkadir Muhammad, 1992: 27). Yang dimaksudkan dengan perjanjiannya tidak dapat dilaksanakan sama sekali bukan berarti perjanjiannya menjadi batal atau dianggap tidak pernah ada. Perikatannya tetap ada hanya saja pemenuhan prestasinya yang tidak dapat dilakukan oleh debitur. Menurut penulis, debitur yang tidak dapat melaksanakan kewajibannya
dikarenakan
keadaan
memaksa
(Overmacht/Force
Majeur) tidak dapat dipersalahkan, karena keadaan ini timbulnya di luar kemauan dan kemampuan pihak debitur. Debitur sendiri sebenarnya tidak mengkhendaki adanya halangan tersebut, namun karena hal-hal diluar kemauan dan kemampuan debiturlah maka debitur tidak dapat commit to user
81 digilib.uns.ac.id
perpustakaan.uns.ac.id
memenuhi kewajibannya seperti yang telah diperjanjikan dalam perjanjian. Wanprestasi karena keadaan memaksa bisa terjadi karena benda yang menjadi objek perikatan itu binasa atau lenyap, bisa juga terjadi karena perbuatan debitur untuk berprestasi terhalang. Melihat pengertian dari keadaan memaksa (Overmacht/ Force Majeur) maka dapat disimpulkan unsur-unsur keadaan memaksa yaitu : (a) Tidak dipenuhi prestasi karena suatu peristiwa yang membinasakan atau memusnahkan benda yang menjadi objek perikatan, ini selalu bersifat tetap. (b) Tidak dapat dipenuhi prestasi karena suatu peristiwa yang menghalangi perbuatan debitur untuk berprestasi, ini bisa bersifat tetap atau sementara. (c) Peristiwa itu tidak dapat diketahui atau diduga akan terjadi pada waktu membuat perikatan baik oleh debitur maupun oleh kreditur, jadi bukan karena kesalahan pihak-pihak khususnya debiur (Abdulkadir Muhammad, 1992: 28). Dengan demikian, penulis berpendapat bahwa dengan adanya Overmacht maka akibat yang timbul adalah kreditur tidak dapat meminta pemenuhan prestasi, debitur tidak dapat dinyatakan lalai dan oleh karenanya debitur tidak dapat dituntut untuk mengganti kerugian, resiko tidak beralih kepada debitur karena terjadinya overmacht itu sendiri diluar keinginan dan kemampuan dari debitur. Sehubungan dengan terjadinya Overmacht itu perikatannya sendiri sebenarnya masih ada, tetapi berlakunya perikatan itu saja yang terhenti. Dalam hal terjadi wanprestasi yang dilakukan oleh debitur dalam pemberian kredit dengan Jaminan Fidusia maka Jaminan Fidusia tersebut perlu didaftarkan agar penerima fidusia dalam hal ini kreditur mendapatkan perlindungan hukum. Mengenai perlindungan hukum atas pendaftran Jaminan Fidusia commit to user
82 digilib.uns.ac.id
perpustakaan.uns.ac.id
menurut Undang-Undang Jaminan Fidusia ada beberapa bentuk antara lain : 1) Bentuk Perlindungan terhadap Kreditur Penerima Fidusia a) Hak Mendahulu (Droit de Prefrence) Jaminan secara hukum berfungsi untuk menutupi hutang, karena jaminan merupakan sarana perlindungan hukum bagi para kreditur yaitu kepastian akan pelunasan hutang debitur atau pelaksanaan suatu prestasi oleh debitur atau penjamin debitur. Kitab Undang-Undang Hukum Perdata telah memberi sarana perlindungan bagi para kreditur melalui ketentuan Pasal 1131 dan Pasal 1132 KUH Perdata. Pasal 1131 KUH Perdata mengatakan bahwa segala kebendaan milik debitur baik bergerak maupun tidak bergerak, yang sudah ada maupun yang akan timbul kemudian hari, menjadi tanggungan untuk segala perikatan perseorangan. Menurut penulis, hal tersebut berarti para kreditur mempunyai hak penuntutan pemenuhan hutang terhadap seluruh harta kekayaan debitur baik yang berwujud, benda bergerak maupun benda tidak bergerak, baik benda-benda yang telah ada maupun yang akan ada. Sedangkan Pasal 1132 KUH Perdata menyebutkan bahwa kebendaan tersebut menjadi
jaminan
menguntungkan
bersama-sama
padanya,
bagi
pendapatan
semua penjualan
orang
yang
benda-benda
tersebut dibagikan menurut keseimbangan yaitu menurut besar kecilnya piutang masing-masing, kecuali apabila diantara yang berpiutang itu ada alasan yang sah untuk didahulukan (Paritas Creditorium). Hak pemenuhan dari para kreditur yang demikian itu adalah sama dan sederajat satu dengan yang lainnya, tidak ada yang diutamakan. Mereka mempunyai hak bersama-sama terhadap seluruh harta kekayaan debitur. Mereka disebut dengan kreditur konkuren. commit to user
83 digilib.uns.ac.id
perpustakaan.uns.ac.id
Asas persamaan hak dari para kreditur itu tidak mengenal kedudukan yang diutamakan atau preferensi (voorrang), tidak ada yang lebih didahulukan dengan lainnya. Juga tidak mengenal hak yang lebih tua dan hak yang lebih muda (asas prioritet). Namun dalam hal ini hal-hal tertentu asas persamaan hak menurut keseimbangan piutang dari kreditur bersama ini dapat terganggu, yaitu dengan adanya para kreditur di antara kreditur bersama ini mempunyai preferensi, dimana pemenuhan piutangnya harus didahulukan dari yang lain, mempunyai kedudukan yang lebih tinggi. Hanya pada jaminan kebendaan saja kreditur mempunyai hak mendahului sehingga kreditur berkedudukan sebagai kreditur preferen dimana pemenuhan piutangnya didahulukan (vorrang) daripada piutang-piutang yang lainnya. Kreditur seperti ini mempunyai hak preferensi yaitu suatu hak dari kreditur pemegang jaminan
tertentu
untuk
terlebih
dahulu
diberikan
haknya
(dibandingkan kreditur yang lainnya) atas pelunasan hutang debitur yang diambil dari hasil penjualan barang jaminan hutang tersebut. Pasal 1132 KUH Perdata membagi lembaga jaminan atas 2 sifat berdasarkan transaksi pemberian jaminan yang diberikan oleh debitur kepada kreditur yaitu: a. Jaminan yang bersifat konkuren, yaitu jaminan yang diberikan oleh debitur kepada kreditur dimana sifat jaminan tersebut tidak mempunyai hak saling mendahului dalam pelunasan hutang antara kreditur yang satu dengan kreditur yang lainnya; b. Jaminan yang bersifat preferen, yaitu jaminan yang diberikan oleh debitur kepada kreditur, dimana kreditur tersebut diberikan hak untuk didahulukan dalam pelunasan hutang terhadap kreditur yang lainnya. Penulis mengkaji bahwa ketentuan Pasal 1132 KUH Perdata usertimbul dari undang-undang yang merupakan jaminan commit umum to yang
84 digilib.uns.ac.id
perpustakaan.uns.ac.id
berlaku secara umum bagi semua kreditur. Di sini para kreditur mempunyai kedudukan yang sama (kreditur konkuren), kecuali apabila kreditur mempunyai hak preferen sebagimana diatur dalam Pasal 1133 KUH Perdata, yaitu gadai dan hipotik dan dalam perkembangan hukum di Indonesia hak istimewa itu juga berlaku bagi hak tanggungan dan fidusia. Hak jaminan adalah suatu hak yang menyebabkan seseorang yang berpiutang (kreditur) memperoleh kedudukan yang lebih baik daripada kreditur lainnya. Namun hak jaminan tidak memberikan jaminan bahwa tagihannya pasti dilunasi, tetapi hanya memberikan kepada kreditur kedudukan yang lebih baik dalam penagihan, lebih baik dari kreditur konkuren yang tidak memegang hak jaminan khusus atau dengan kata lain relatif lebih terjamin dalam pemenuhan tagihannya. Kreditur yang mempunyai Jaminan Fidusia artinya kreditur tersebut mempunyai hak jaminan. Hak jaminan adalah hak-hak yang memberikan kepada kreditur suatu kedudukan yang lebih baik dari para kreditur yang lain. Adapun yang dimaksud dengan kreditur yang lain adalah para kreditur lain yang tidak telah memperjanjikan hak jaminan, baik hak jaminan kebendaan maupun hak jaminan pribadi (J. Satrio, 2007: 186). Hak jaminan yang dimaksudkan disini adalah hak jaminan kebendaan. Jaminan kebendaan merupakan hak mutlak atas suatu benda tertentu yang dijadikan jaminan untuk suatu ketika, apabila debitur ingkar janji dapat dituangkan bagi pelunasan suatu hutang. Jaminan kebendaan memberikan kedudukan yang istimewa kepada para kreditur, karena para kreditur memiliki hak preferen (preference rights) dari para kreditur lain dalam pengambilan pelunasan piutang commit to user
85 digilib.uns.ac.id
perpustakaan.uns.ac.id
benda yang menjadi objek jaminan. Dengan demikian para kreditur atas Jaminan Fidusia berkedudukan sebagai kreditur preferen. Dikatakan hak jaminan kebendan, karena dalam fidusia, kreditur memperjanjikan suatu jaminan khusus atau suatu benda tertentu atas mana ia didahulukan di dalam mengambil pelunasan atas hasil eksekusi benda tersebut. Orang biasa menyebut hak yang demikian sebagai “ hak prefren “ sedang dalam Undang-Undang Jaminan Fidusia digunakan istilah hak yang diutamakan dan hak yang didahulukan seperti yang dikatakan dalam Pasal 27 UndangUndang Jaminan Fidusia : (1) Penerima Fidusia memiliki hak yang didahulukan terhadap kreditur lainnya. (2) Hak yang didahulukan sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) adalah hak Penerima Fidusia untuk mengambil pelunasan piutangnya atas hasil eksekusi Benda yang menjadi objek jaminan Fidusia. (3) Hak yang didahulukan dari Penerima Fidusia tidak hapus karena adanya kepailitan dan atau likuidasi Pemberi Fidusia ( J. Satrio, 2007: 186-187 ). Hak mendahulu tersebut dapat diartikan sebagai hak yang dimiliki oleh penerima fidusia untuk mengambil pelunasan piutangnya atas hasil eksekusi benda yang yang dijadikan objek Jaminan Fidusia. Jadi, yang didahulukan adalah haknya untuk mengambil pelunasan lebih dahulu dari hasil eksekusi objek fidusia. Penerima fidusia mengambil uang hasil penjualan benda jaminan terlebih dahulu daripada kreditur lainnya yang kedudukan/ tingkatannya ada di bawahnya, seperti para kreditur konkuren ataupun sesama kreditur preferen yang karena lahir kemudian kedudukannya ada dibawahnya. Sesama kreditur preferen yang karena lahir kemudian kedudukannya berada dibawahnya commit to user tersebut lahir karena adanya
86 digilib.uns.ac.id
perpustakaan.uns.ac.id
benda yang sama menjadi objek Jaminan Fidusia lebih dari 1 (satu) perjanjian Jaminan Fidusia yang mana hal tersebut diatur dalam Pasal 28 Undang-Undang Jaminan Fidusia yang mengatakan bahwa “ Apabila atas benda yang sama menjadi objek Jaminan Fidusia lebih dari 1 (satu) perjanjian Jaminan Fidusia, maka hak yang didahulukan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 27 diberikan kepada pihak yang lebih dahulu mendaftarkannya pada Kantor Pendaftaran Fidusia”. Jadi dalam hal ini sesama kreditur preferen pemegang Jaminan Fidusia memperoleh hak mendahulu atau hak preferen apabila lebih dahulu mendaftarkannya pada Kantor Pendaftaran Fidusia (KPF). b) Larangan Fidusia Ulang Mengenai larangan fidusia ulang diatur dalam Pasal 17 Undang-Undang Nomor 42 Tahun 1999 tentang Jaminan Fidusia yang mengatakan bahwa “ Pemberi fidusia dilarang melakukan fidusia ulang terhadap benda yang menjadi objek jaminan fidusia yang sudah terdaftar ”. Penjelasan Pasal 17, “Fidusia ulang oleh pemberi fidusia, baik debitur maupun penjamin pihak ketiga, tidak dimungkinkan atas benda yang menjadi objek jaminan fidusia karena hak kepemilikan atas benda tersebut telah beralih kepada penerima fidusia. Artinya bahwa debitur tidak mungkin dapat melaksanakan fidusia ulang karena pada dasarnya kepemilikan benda sudah menjadi milik kreditur penerima fidusia, dan debitur sudah tidak lagi berkedudukan sebagai pemilik benda. Sedangkan mengenai Pasal 28 menyatakan bahwa, “Apabila atas benda yang sama menjadi objek jaminan fidusia lebih dari satu perjanjian jaminan fidusia, maka hak yang didahulukan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 27, diberikan kepada pihak yang lebih dahulu mendaftarkannya pada Kantor Pendaftaran Fidusia.”Dari Pasal 28 di atas, secara logika bahwa yang menjadi jaminan fidusia dapat commitobjek to user
87 digilib.uns.ac.id
perpustakaan.uns.ac.id
didaftarkan untuk kedua kalinya. Padahal hal ini bertentangan dengan Pasal 17 yang melarang atas benda yang sama yang menjadi objek jaminan fidusia lebih dari satu perjanjian. Dalam praktek, banyak terjadi fidusia ulang terhadap benda yang menjadi jaminan fidusia. Pasal 17 menjadi bias, karena dalam prakteknya fidusia ulang dapat dilakukan terhadap benda yang menjadi Jaminan Fidusia tergantung kepada nilai kredit dan jaminan yang ditanggung oleh jaminan fidusia. Misalkan nilai benda yang menjadi Jaminan Fidusia Rp 100.000.000 (seratus juta rupiah), namun debitor mengajukan kredit dengan jaminan fidusia Rp 25.000.000 (dua puluh lima juta rupiah). Sisa nilai benda ini pada umumnya dapat di fidusiakan ulang untuk memenuhi nilai tersebut. Namun demikian sesuai ketentuan Pasal 28, maka kreditur yang diutamakan apabila perjanjian fidusia lebih dari satu adalah perjanjian fidusia yang jaminannya didaftar terlebih dahulu di Kantor Pendaftaran Fidusia.
c) Eksekusi Jaminan Fidusia Subekti mengartikan eksekusi dengan istilah pelaksanaan putusan ( Subekti, 1982 : 130). Begitu pula dengan Retnowulan Sutantio yang juga mengartikan eksekusi dengan pelaksanaan putusan ( Retnowulan Sutantio dan Iskandar Oripkartawinato, 1980 : 111). Sedangkan M.Yahya Harahap mengartikan eksekusi sebagai pelaksanaan putusan secara paksa dengan bantuan kekuatan umum apabila pihak yang kalah (tereksekusi atau pihak tergugat) tidak mau menjalankan secara sukarela ( M.Yahya Harahap, 2005: 5). Mengenai pengertian eksekusi yang dijelaskan oleh para ahli menurut penulis yang paling tepat adalah yang dikemukakan oleh M.Yahya Harahap yang mengartikan eksekusi sebagai pelaksanaan putusan secara paksa dimana dalam hal ini eksekusi commityang to user sebagai tindakan hukum dilakukan oleh pengadilan kepada
88 digilib.uns.ac.id
perpustakaan.uns.ac.id
pihak yang kalah dalam suatu perkara yang juga merupakan aturan dan tata cara lanjutan dari proses pemeriksaan perkara, yang melaksanakan secara paksa putusan pengadilan apabila pihak yang kalah tidak mau menjalankannya dengan suka rela.Pada dasarnya menurut penulis, putusan yang dapat dijalankan adalah putusan yang bersifat kondemnatur, yaitu putusan yang dalam diktumnya mengandung suatu penghukuman. Dalam melaksanakan eksekusi maka harus berpegang teguh pada asas-asas eksekusi. Adapun asas-asas eksekusi adalah: 1.
Menjalankan putusan yang telah berkekuatan hukum tetap Tidak semua putusan pengadilan mempunyai kekuatan eksekutorial. Artinya, tidak terhadap semua putusan dengan sendirinya melekat kekuatan pelaksanaan. Berarti, tidak semua
putusan
pengadilan
dapat
dieksekusi.
Pada
prinsipnya putusan yang telah memperoleh kekuatan hukum tetap yang dapat dijalankan. 2. Putusan tidak dijalankan secara suka rela Pada
prinsipnya,
eksekusi
sebagai
tindakan
paksa
menjalankan putusan pengadilan yang telah berkekuatan hukum tetap, baru merupakan pilihan hukum apabila pihak yang kalah tidak mau menjalankan atau memenuhi putusan secara sukarela. Putusan dalam suatu perkara baru berfungsi apabila pihak yang kalah tidak bersedia menaati dan menjalankan putusan secara sukarela. 3. Putusan yang dapat dieksekusi bersifat kondemnatur Prinsip lain yang harus dipenuhi adalah putusan tersebut memuat amar kondemnatur. Hanya putusan yang bersifat kondemnatur yang dapat dieksekusi, yaitu putusan yang commit to user
89 digilib.uns.ac.id
perpustakaan.uns.ac.id
amar atau diktumnya mengandung unsur penghukuman (Subekti, 1977: 128). Mengenai eksekusi dalam Hukum Acara Perdata dikenal beberapa macam yaitu: 1. Eksekusi putusan yang menghukum pihak yang kalah untuk membayar sejumlah uang. 2. Eksekusi putusan yang menghukum pihak yang kalah untuk melakukan suatu perbuatan. 3. Eksekusi riil (Sudikno Mertokusumo, 1981: 212). Eksekusi benda sebagai objek Jaminan Fidusia dilakukan apabila debitur wanprestasi. Dalam perbankan, debitur dikatakan wanprestasi apabila: 1. Debitur pemberi Jaminan Fidusia dikatakan wanprestasi apabila tidak membayar jumlah hutang kepada Bank berdasarkan perjanjian kredit sesuai waktu yang ditentukan. 2. Debitur pemberi Jaminan Fidusia dikatakan wanprestasi apabila lalai dalam memenuhi kewajibannya untuk membayar hutang kepada Bank dan cukup dibuktikan dengan
lewatnya
waktu
yang ditentukan
dalam
perjanjian kredit tanpa perlu adanya surat teguran dari juru sita atau surat sejenis lainnya 3. Masalah wanprestasi tidak ada diatur sama sekali dalam perjanjian Jaminan Fidusia tetapi cukup diatur dalam perjanjian pokoknya (Tan Kamello, 2006: 198). Dasar alasan eksekusi objek Jaminan Fidusia diatur dalam Pasal 29 ayat (1) Undang-Undang Nomor 42 Tahun 1999 tentang Jaminan Fidusia. Menurut pasal ini lahirnya hak eksekusi adalah: commit to user
90 digilib.uns.ac.id
perpustakaan.uns.ac.id
1. Didasarkan pada cidera janji a. Pemberi Fidusia berada dalam keadaan cidera janji; b. Ketentuan umum cidera janji diatur dalam Pasal 1234 KUH Perdata. 1. Lalai memenuhi perjanjian; 2. Tidak memenuhi prestasi dalam jangka waktu yang ditentukan. 2. Tetapi secara khusus dan rinci dapat diatur dalam kontrak oleh para pihak mengenai hal-hal yang berkenaan dengan cidera janji. Dalam sertifikat Jaminan Fidusia tercantum irah-irah “ DEMI KEADILAN BERDASARKAN KETUHANAN YANG MAHA ESA ”. Hal tersebut berarti bahwa sertifikat Jaminan Fidusia mengandung title eksekutorial dan mempunyai kekuatan yang sama dengan suatu putusan pengadilan yang telah memperoleh kekuatan hukum yang tetap untuk dilaksanakan, seperti yang dijelaskan dalam Pasal 15 Undang-Undang Nomor 42 Tahun 1999 tentang Jaminan Fidusia (J. Satrio, 2005: 255). Pasal 15 Ayat (2) menyatakan bahwa, “ Sertifikat Jaminan Fidusia sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) mempunyai kekuatan eksekutorial yang setara dengan putusan pengadilan yang telah memperoleh kekuatan hukum tetap. Menurut Albert Palealu “ Such heading bestow the fiducia security certificate an executable power as a court decision with permanent legal power ” (Untuk memberikan perlindungan terhadap Jaminan Fidusia maka dikeluarkan sertifikat yang mempunyai kekuatan eksekutorial seperti hukum yang telah berkekuatan tetap) (Albert Palealu, 2000: 23).Pasal 15 Ayat (3) menyatakan bahwa, “Apabila debitur cidera janji, penerima fidusia mempunyai hak menjual benda yang menjadi objek Jaminan Fidusia atas kekuasaannya sendiri. commit to user
91 digilib.uns.ac.id
perpustakaan.uns.ac.id
Pasal 29 Ayat (1) menyatakan bahwa : Apabila debitur atau pemberi fidusia cidera janji, eksekusi terhadap benda yang menjadi objek jaminan fidusia dapat dilakukan dengan cara: a. pelaksanaan title eksekutorial sebagaimana dimaksud dalam Pasal 15 Ayat (2) oleh penerima fidusia; b. penjualan benda yang menjadi objek jaminan fidusia atas kekuasaan penerima fidusia sendiri melalui pelelangan umum serta mengambil pelunasan piutangnya dari hasil penjualan. c. penjualan di bawah tangan yang dilakukan berdasarkan kesepakatan pemberi dan penerima fidusia jika dengan cara demikian dapat diperoleh harga tertinggi yang menguntungkan para pihak. Sedangkan menurut Munir Fuady, eksekusi Jaminan Fidusia dalam Undang-Undang Jaminan Fidusia menganut model: 1. Secara fiat eksekusi (dengan memakai title eksekutorial) yaitu dengan melalui suatu penetapan pengadilan. 2. Secara Parate eksekusi, yaitu dengan menjual (tanpa perlu penetapan pengadilan) di depan pelelangan umum. 3. Dijual dibawah tangan oleh kreditur sendiri. 4. Sungguhpun tidak disebutkan dalam Undang-Undang Jaminan Fidusia, tetapi tentunya pihak kreditur dapat menempuh proses eksekusi biasa lewat gugatan biasa di pengadilan (Munir Fuady, 2003: 58). Menurut penulis, apabila melihat perumusan Pasal 29 Undang-Undang Jaminan Fidusia maka sudah jelas bahwa eksekusi Jaminan Fidusia dapat dilakukan dengan cara-cara : 1. Eksekusi dengan Titel Eksekutorial commit to user
92 digilib.uns.ac.id
perpustakaan.uns.ac.id
Menurut Kitab Undang-Undang Hukum Acara Perdata (HIR), srtiap akta yang mempunyai title eksekutorial dapat dilakukan fiat eksekusi. Pasal 224 HIR menyatakan
bahwa
Groose dari akta hipotik dan surat hutang yang dibuat di hadapan notaris di Indonesia dan yang kepalanya berbunyi “DEMI KEADILAN BERDASARKAN KETUHANAN YANG MAHA ESA” berkekuatan sama dengan kekuatan suatu keputusan hakim. Jika tidak dengan jalan damai, maka surat yang demikian dieksekusi dengan perintah dan dibawah pimpinan Ketua Pengadilan Negeri, yang dalam daerah hukumnya tempat diam atau tempat tinggal debitur itu atau tempat kedudukan yang dipilihnya, yaitu menurut cara yang dinyatakan dalam pasal-pasal sebelumnya dari Pasal 224 ini, tetapi dengan pengertian bahwa paksaan badan itu hanya dapat dilakukan, jika sudah diizinkan dengan keputusan hakim. Jika putusan hakim itu harus dilaksanakan seluruhnya atau sebagian di luar daerah hukum Pengadilan Negeri yang memerintahkan pelaksanaan putusan itu, maka haruslah dituruti ketentuan dalam Pasal 195 ayat (2) dan seterusnya. Pasal 15 Undang-Undang Nomor 42 Tahun 1999 tentang Jaminan Fidusia menyatakan bahwa dalam sertifikat Jaminan Fidusia
dicantumkan
kata-kata
“
DEMI
KEADILAN
BERDASARKAN KETUHANAN YANG MAHA ESA ”. Sertifikat Jaminan Fidusia tersebut mempunyai kekuatan eksekutorial yang sama dengan putusan pengadilan yang telah memperoleh kekuatan hukum tetap. Irah-irah tersebutlah yang memberikan title eksekutorial, yang menurut penulis yakni title yang mensejajarkan kekuatan akta tersebut dengan putusan pengadilan atau tulisan yang mengandung pelaksanaan putusan pengadilan yangcommit memberikan to userdasar untuk penyitan dan lelang
93 digilib.uns.ac.id
perpustakaan.uns.ac.id
sita (excutorial verkoop) tanpa perantaraan hakim. Dengan demikian, akta tersebut tinggal dieksekusi. Karena itu, yang dimaksud dengan fiat eksekusi ialah eksekusi atas sebuah akta seperti mengeksekusi suatu putusan pengadilan yang telah berkekuatan pasti yakni dengan cara meminta fiat dari ketua pengadilan yaitu memohon penetapan dari ketua pengadilan untuk melakukan eksekusi. Ketua pengadilan tersebut akan memimpin eksekusi sebagaimana dimaksudkan dalam Herzien Inlandsch Reglement (HIR). 2. Eksekusi Jaminan Fidusia Lewat Pelelangan Umum Eksekusi Jaminan Fidusia dapat juga dilakukan dengan jalan mengeksekusinya oleh penerima fidusia lewat lembaga pelelangan umum (Kantor Lelang), dimana hasil pelelangan tersebut diambil untuk melunasi pembayaran piutang-piutangnya. Parate Eksekusi lewat pelelangan umum ini dapat dilakukan tanpa melibatkan pengadilan sama sekali. 3. Eksekusi Jaminan Fidusia Lewat Penjualan Di Bawah Tangan Menurut Pasal 29 ayat (3) Undang-Undang Jaminan Fidusia, obyek Jaminan Fidusia dapat dieksekusi dengan melalui penjualan di bawah tangan. Untuk dapat dieksekusi secara dibawah tangan maka harus memenuhi syarat-syarat : 1. Dilakukan berdasarkan kesepakatan antara pemberi dengan penerima fidusia. 2. Jika dengan cara penjualan di bawah tangan tersebut dicapai harga tertinggi yang menguntungkan para pihak. commit to user
94 digilib.uns.ac.id
perpustakaan.uns.ac.id
3. Diberitahukan secara tertulis oleh pemberi fidusia dan/atau penerima fidusia kepada pihak-pihak yang berkepentingan. 4. Diumumkan dalam sedikitnya dua surat kabar yang beredar di daerah yang bersangkutan 5. Pelaksanaan penjualan dilakukan setelah lewat waktu 1 (satu) bulan sejak diberitahukan secara tertulis. Mengenai penjualan dengan menggunakan pelelangan di bawah tangan menurut penulis ada sedikit kekurangan yaitu tidak selalu memberikan hasil yang optimal, karena orang yang membeli lelang biasanya berangkat dari pikiran bisa mendapat barang dengan harga yang relatif lebih murah daripada melalui penjualan
biasa
karena
biasanya
barang
yang
dilelang
mempunyai jangkauan harga yang lebih rendah dibandingkan dengan penjualan biasa. Apabila dikaji lebih dalam penulis berpendapat bahwa Undang-Undang No. 42 Tahun 1999 Tentang Jaminan Fidusia (UUJF) mengikuti cara eksekusi barang jaminan yang digunakan oleh UU Hak Tanggungan yaitu memberikan alternatif eksekusi barang jaminan fidusia melalui penjualan secara lelang dan penjualan di bawah tangan. Eksekusi jaminan fidusia menurur UUJF sebenarnya hanya mengenal dua cara eksekusi meskipun perumusannya seakan-akan menganut tiga cara. Kedua cara tersebut yaitu: 1. Melaksanakan titel eksekusi dengan menjual objek jaminan fidusia melalui lelang atas kekuasaan penerima fidusia sendiri dengan menggunakan Parate Eksekusi. Arti parate eksekusi menurut kamus hukum, ialah pelaksanaan yang langsung tanpa melewati proses (pengadilan atau hakim). Arti parate eksekusi yang diberikan doktrin adalah commit tountuk user menjual atas kekuassaan sendiri kewenangan
95 digilib.uns.ac.id
perpustakaan.uns.ac.id
apa yang menjadi haknya, dalam arti tanpa perantaraan hakim, yang ditujukan atas sesuatu barang jaminan, tanpa harus minta fiat dari ketua pengadilan. 2. Menjual objek jaminan fidusia secara di bawah tangan atas dasar kesepakatan pemberi dan penerima jaminan fidusia. Seperti halnya dalam UUHT, maka UUJF ini penjualan di bawah tangan objek fidusia juga mengandung beberapa persyaratan yang relatif berat untuk dilaksanakan (Bachtiar Sibarani, 2000: 21). Untuk melakukan eksekusi terhadap objek Jaminan Fidusia, maka pemberi fidusia wajib menyerahkan benda yang menjadi objek Jaminan Fidusia. Apabila benda yang menjadi objek Jaminan Fidusia terdiri atas benda perdagangan atau efek yang dapat dijual di pasar atau di bursa, penjualannya dapat dilakukan di tempattempat tersebut sesuai dengan peraturan perundang-undangan yang berlaku. Ada dua kemungkinan dari hasil pelelangan atau penjualan barang Jaminan Fidusia, yaitu : 1. Hasil eksekusi melebihi nilai penjaminan, penerima fidusia wajib mengembalikan kelebihan tersebut kepada pemberi fidusia. 2. Hasil eksekusi tidak mencukupi untuk pelunasan utang, debitur atau pemberi fidusia tetap bertanggung jawab atas utang yang belum dibayar. Ada dua janji yang dilarang dalam pelaksanaan eksekusi objek Jaminan Fidusia, yaitu : 1. Janji
melaksanakan
eksekusi
terhadap
benda
yang
menjadiobjek Jaminan Fidusia dengan cara bertentangan dengan Pasal 29 Undang-Undang Nomor 42 Tahun 1999 tentang Jaminan Fidusia. 2. Janji yang memberikan kewenangan kepada penerima fidusia untuk memiliki benda yang menjadi objek Jaminan Fidusia to user apabila debiturcommit cidera janji.
96 digilib.uns.ac.id
perpustakaan.uns.ac.id
d) Pemenuhan Asas Publisitas dan Spesialitas Sistem pencatatan dan publikasi atau spesialitas dan publisitas pertama kali dikenal dalam Hukum Gereja yang kemudian dikembangkan lebih lanjut dalam Hukum Romawi. Hal tersebut dilakukan dengan memilah-milah hubungan kemasyarakatan dalam Hukum Pribadi/Perorangan, Hukum Kebendaan, dan Hukum Perjanjian. Hukum Romawi membedakan sistem pencatatan pada masing-masing jenis hukum tersebut (Gunawan Widjaja dan Ahmad Yani, 2000: 63). Dalam Hukum Kebendaan, pencatatan merupakan hak para pihak dan hanya dilakukan jika hal tersebut dikehendaki/ dianggap perlu oleh para pihak agar hubungan hukum mereka diketahui oleh semua pihak, guna melindungi hak-hak mereka. Asas Publisitas dan Spesialitas yang diatur dalam Hukum Romawi merupakan salah satu asas yang terdapat dalam Hukum Jaminan yang merupakan bagian dari Hukum Kebendaan. Asas ini bertujuan untuk memberikan jaminan kepastian hukum kepada pihak-pihak yang berkepentingan. Asas Publisitas mempunyai arti bahwa semua hak, baik hak tanggungan, hak fidusia, dan hipotek harus didaftarkan. Pendaftaran dimaksudkan supaya pihak ketiga dapat mengetahui bahwa benda jaminan tersebut sedang dilakukan pembebanan jaminan. Asas Spesialitas mengandung arti bahwa hak tanggungan, hak fidusia dan hipotek hanya dapat dibebankan atas persil atau atas barang-barang yang sudah terdaftar atas nama orang tertentu (Salim H.S, 2004: 9). Apabila penulis kaji dari pasal-pasal yang terdapat dalam Undang-Undang Fidusia maka asas publisitas dan asas spesialitas commit to userdengan dilakukannya pendaftaran dalam Jaminan Fidusia dipenuhi
97 digilib.uns.ac.id
perpustakaan.uns.ac.id
Jaminan Fidusia pada Kantor Pendaftaran Fidusia. Hal tersebut dapat disimpulkan dari Pasal 11 ayat (1) menyatakan bahwa “Benda yang dibebani dengan Jaminan Fidusia wajib didaftarkan”. Pasal 12 ayat (1) yang menyatakan bahwa “Pendaftaran Jaminan Fidusia sebagaimana dimaksud dalam Pasal 11 ayat (1) dilakukan di Kantor Pendaftaran Fidusia”. Setelah permohonan pendaftaran dilakukan dan memenuhi persyaratan kemudian Kantor Pendaftaran Fidusia (KPF) menerbitkan dan menyerahkan kepada penerima fidusia Sertifikat Jaminan Fidusia pada tanggal yang sama dengan tanggal penerimaan permohonan (Pasal 14 ayat (1) UUJF). Sertifikat Jaminan Fidusia ini merupakan salinan dari Buku Daftar Fidusia. Dengan dilakukannya pendaftaran Jaminan Fidusia dan dicatat dalam Buku Daftar Fidusia maka terpenuhilah asas publisitas dan spesialitas. Hal tersebut agar para pihak mendapatkan perlindungan hukum seperti yang dikatakan oleh Matthew Braham yang mengatakan bahwa : The main reason for the Fiducia Security registration is to comply with the Publication Principle under the Indonesian Law, in order for the fiducia security to become a security right in-rem and not merely as an agreement between the fiduciary provider and fiduciary recipients. The publication principle determines thet in order to impose goods as a security such goods must be registered in a public registered assigned for it (Matthew Braham, 2006 : 225). (Alasan utama dilakukannya pendaftaran adalah untuk memenuhi asas publikasi dalam hukum di Indonesia, agar jaminan fidusia mendapatkan perlindungan sebagai hak kebendaan in rem serta tidak hanya sebagai perjanjian antara pemberi fidusia dan penerima fidusia.Asas Publikasi bertujuan untuk memberikan perlindungan terhadap benda yang dijaminkan dengan cara didaftarkan di tempat yang ditujukan untuk pendaftaran tersebut (Matthew Braham, 2006: 225). Asas Publisitas dan Spesialitas menurut penulis pada dasarnya commit to user dilakukan untuk melindungi kepentingan dan hak dari orang
98 digilib.uns.ac.id
perpustakaan.uns.ac.id
perorangan
yang
melakukan
perbuatan
hukum
terhadap
kemungkinan pelanggaran hak mereka oleh pihak ketiga, dan bukan dilakukan guna melindungi kepentingan pihak ketiga. e) Droit de Suite Jaminan Fidusia adalah hak jaminan yang merupakan hak kebendaan atau real right, artinya hak jaminan itu akan selalu melekat di atas benda tersebut atau selalu mengikuti benda tersebut kepada siapapun juga benda beralih kepemilikannya atau droit de suite. Pasal 20 Undang-Undang Nomor 42 Tahun 1999 tentang Jaminan Fidusia mengatakan bahwa “Jaminan Fidusia tetap mengikuti benda yang menjadi objek Jaminan Fidusia dalam tangan siapapun benda tersebut berada, kecuali pengalihan benda persediaan yang menjadi objek Jaminan Fidusia”. Penulis berpendapat sesuai dengan Pasal 20 UUJF tersebut sifat dari hak kreditur penerima fidusia yang dikatakan “mengikuti benda jaminan” ke dalam tangan siapapun benda itu berpindah merupakan salah satu ciri pokok hak kebendaan dan dapat dikatakan bahwa hak Jaminan Fidusia mempunyai sifat sebagai hak kebendaan. Orang lazim menyebut ciri yang diberikan oleh Pasal 20 Undang-Undang Jaminan Fidusia sebagia Droit de Suite. Pemberian sifat hak kebendaan menurut penulis dimaksudkan untuk memberikan kedudukan yang kuat kepada pemegang haknya (pemilik atau kreditur), sebab pada dasarnya hak-hak yang lahir dari suatu perikatan merupakan hak relative/pribadi, yang hanya bisa ditujukan kepada debitur tertentu saja, yaitu yang menjadi pihak dalam perikatan yang bersangkutan. Apabila demikian hak dari krditur, maka hak kreditur atas suatu jaminan berdasarkan suatu commit sekali to user dibuat tidak berdaya, dengan perjanjian akan mudah
99 digilib.uns.ac.id
perpustakaan.uns.ac.id
mengalihkan hak milik atas benda jaminan kepada orang lain. Agar hak-hak kreditur tidak dengan mudah bisa dibuat menjadi mubazir maka oleh undang-undang terhadap hak-hak tertentu memberikan sifat hak kebendaan seperti hak kreditur pemegang gadai, pemegang hipotek dan hak tanggungan sehingga hak tersebut bisa ditujukan kepada siapa saja, dalam tangan siapa ditemukan benda yang bersangkutan. Sesuai dengan bunyi Pasal 20 Undang-Undang Nomor 42 Tahun 1999 tentang Jaminan Fidusia bahwa Jaminan Fidusia tetap mengikuti benda yang menjadi objek Jaminan Fidusia dalam tangan siapapun benda tersebut berada kecuali pengalihan atas benda persediaan yang menjadi objek Jaminan Fidusia. Hal tersebut berarti bahwa sifat hak kebendaan yang disebutkan diatas tidak berlaku bagi benda Jaminan Fidusia yang berupa benda persediaan, barang persediaan yang dimaksudkan disini adalah stok barang dagangan. 2) Bentuk Pelindungan terhadap Debitur Pemberi Fidusia Selain perlindungan hukum terhadap kreditur penerima fidusia, pembuat Undang-Undang juga bermaksud memberikan perlindungan hukum terhadap debitur pemberi fidusia. Hal tersebut dilakukan agar para pihak yaitu pemberi serta penerima fidusia sama-sama memperoleh perlindungan serta kepastian hukum sehingga para pihak tersebut tidak ada yang dirugikan dengan adanya perjanjian kredit yang dijamin dengan fidusia. Mengenai perlindungan hukum yang diberikan terhadap debitur tidaklah sebanyak perlindungan hukum terhadap kreditur penerima fidusia, hal tersebut dikarenakan kreditur penerima fidusia kedudukannya lebih rentan dalam hal debitur nantinya wanprestasi. Pasal 4 Undang-Undang Nomor 42 Tahun 1999 tentang Jaminan Fidusia mengatakan bahwa “ Jaminan Fidusia merupakan perjanjian commit to user ikutan dari suatu perjanjian pokok yang menimbulkan kewajiban bagi
perpustakaan.uns.ac.id
100 digilib.uns.ac.id
para pihak untuk memenuhi suatu prestasi”. Ketentuan Pasal 4 UndangUndang Jaminan Fidusia ini menegaskan sifat ikutan / accessoir dari perjanjian fidusia. Secara tidak langsung juga memberikan perlindungan akan hak-hak pemberi fidusia atas benda jaminan, karena dengan itu berarti bahwa dengan hapusnya perjanjian pokok salah satunya melalui pelunasan, maka perjanjian fidusia otomatis menjadi hapus karena perjanjian fidusia merupakan perjanjian ikutan yang timbulnya serta hapusnya berdasarkan perjanjian pokoknya yaitu perjanjian kredit. Hal tersebut berarti bahwa hak milik atas benda Jaminan Fidusia dengan sendirinya kembali kepada debitur pemberi fidusia Pembebanan fidusia melalui akta Notariel juga merupakan salah satu wujud perhatian pembentuk undang-undang terhadap kepentingan debitur pemberi fidusia. Melalui cara pembacaan akta pemberian fidusia sebelum penandatanganan merupakan salah satu cara menghindarkan pemberian Jaminan Fidusia secara gegabah. Pasal 29 sub 1c mengatakan bahwa “ penjualan dibawah tangan yang dilakukan berdasarkan kesepakatan pemberi dan penerima fidusia jika dengan cara demikian dapat diperoleh harga tertinggi yang menguntungkan para pihak”. Dari bunyi pasal tersebut dapat disimpulkan bahwa dengan adanya pejualan dibawah tangan yang dilakukan atas dasar kesepakatan antara pemberi serta penerima fidusia akan memperbesar peluang untuk mendapatkan harga yang baik bagi benda jaminan yang tentunya akan sangat menguntungkan pemberi fidusia. Dengan didapatkannya harga yang baik dan apabila harga tersebut melebihi nilai piutang kreditur, maka debitur tidak perlu bersusah payah untuk melunasi utangnya terhadap kreditur karena dengan penjualan benda yang menjadi objek jaminan yang melebihi nilai utangnya, kreditur penerima fidusia secara otomatis mendapatkan pelunasan piutangnya dan debitur sendiri tidak perlu khawatir karena utangnya telah terbayar lunas. commit to user
101 digilib.uns.ac.id
perpustakaan.uns.ac.id
Pasal 34 ayat (1) juga bermaksud memberikan perlindungan kepada debitur dimana dalam hal eksekusi melebihi nilai penjaminan, penerima fidusia wajib mengembalikan kelebihan tersebut kepada pemberi fidusia. Apabila nilai benda yang dijadikan objek jaminan melebihi nilai jaminannya pada saat dieksekusi, sisanya harus dikembalikan kepada debitur pemberi fidusia karena kreditur hanya berhak untuk mengambil pelunasan piutangnya sebesar nilai piutangnya, dan tidak boleh melebihi dari nilai piutangnya walaupun piutang yang dijamin dengan Jaminan Fidusia tersebut pada saat dieksekusi nilai jualnya lebih tinggi daripada nilai piutangnya.
commit to user
102 digilib.uns.ac.id
perpustakaan.uns.ac.id
BAB IV PENUTUP
A. Simpulan Mencermati runtutan benang merah dari latar belakang, perumusan masalah, tinjauan pustaka, metodologi yang digunakan, hingga pembahasan, maka pada bab ini dapat penulis simpulkan sebagai berikut : 1. Bentuk Pendaftaran Jaminan Fidusia dilakukan melalui suatu permohonan yang ditujukan kepada Kantor Pendaftaran Jaminan Fidusia (KPF) dengan cara-cara : a. Permohonan pendaftaran fidusia dilakukan oleh penerima fidusia, kuasa, atau wakilnya pada kantor pendaftaran fidusia, di tempat pemberi fidusia bertempat tinggal (Pasal 13 ayat (1) UndangUndang Jaminan Fidusia). b. Kantor pendaftaran fidusia mencatat Jaminan Fidusia dalam Buku Daftar Fidusia pada tanggal yang sama dengan tanggal penerimaan permohonan
pendaftaran.
Dengan
didaftarkannya
dan
dicatatkannya Jaminan Fidusia dalam Buku Daftar Fidusia pada tanggal yang sama dengan tanggal penerimaan permohonan pendaftaran, maka pada saat itu pulalah lahirnya Jaminan Fidusia dan dengan sendirinya hak kebendaan akan melekat (Pasal 13 ayat (3) Undang-Undang Jaminan Fidusia). c. Membayar biaya pendaftaran fidusia, disesuaikan dengan besarnya nilai penjaminannya (Pasal 11 Peraturan Pemerintah Nomor 86 Tahun 2000 tentang Tata Cara Pendaftaran Jaminan Fidusia dan Biaya Pembuatan Akta Jaminan Fidusia). d. Kantor pendaftaran fidusia menerbitkan dan menyerahkan kepada penerima fidusia sertifikat Jaminan Fidusia pada tanggal yang sama dengan penerimaan permohonan pendaftaran. Sertifikat jaminan memuat irah-irah “DEMI KEADILAN BERDASARKAN commitMAHA to user ESA”. Hal ini mengakibatkan KETUHANAN YANG
103 digilib.uns.ac.id
perpustakaan.uns.ac.id
sertifikat Jaminan Fidusia mempunyai kekuatan ekesekutorial yang sama dengan putusan pengadilan yang telah mempunyai kekuatan hukum yang tetap. Apabila debitur cidera janji, penerima fidusia mempunyai hak untuk menjual
benda yang menjadi obyek
Jaminan Fidusia atas persetujuan pemberi fidusia atau bantuan pengadilan negeri (Pasal 14 ayat (1), (2) Undang-Undang Jaminan Fidusia). e. Jaminan Fidusia lahir pada tanggal yang sama dengan tanggal dicatatnya Jaminan Fidusia dalam Buku Daftar Fidusia (BDF) (Pasal 14 ayat (3) Undang-Undang Jaminan Fidusia). 2. Perlindungan Hukum Bagi Kreditur Penerima Fidusia dan debitur pemberi fidusia 1. Bentuk perlindungan hukum kreditur penerima fidusia a) Hak Mendahulu (Droit de Prefrence) Hak jaminan adalah hak-hak yang memberikan kepada kreditur suatu kedudukan yang lebih baik dari para kreditur yang lain Hak jaminan yang dimaksudkan disini adalah hak jaminan kebendaan. Jaminan kebendaan merupakan hak mutlak atas suatu benda tertentu yang dijadikan jaminan untuk suatu ketika, apabila debitur ingkar janji dapat dituangkan bagi pelunasan suatu hutang. Jaminan kebendaan memberikan kedudukan yang istimewa kepada para kreditur, karena para kreditur memiliki hak preferen (preference rights) dari para kreditur lain dalam pengambilan pelunasan piutang benda yang menjadi objek jaminan. Dengan demikian para kreditur atas Jaminan Fidusia berkedudukan sebagai kreditur preferen. b) Larangan Fidusia Ulang Menurut Pasal 17 Undang-Pemberi fidusia dilarang melakukan fidusia ulang terhadap benda yang menjadi objek jaminan fidusia yang sudah terdaftar karena pada dasarnya kepemilikan benda commit to user
104 digilib.uns.ac.id
perpustakaan.uns.ac.id
sudah menjadi milik kreditur penerima fidusia, dan debitur sudah tidak lagi berkedudukan sebagai pemilik benda. c) Eksekusi Jaminan Fidusia Menurut Pasal 29 Ayat (1) Apabila debitur atau pemberi fidusia cidera janji, eksekusi terhadap benda yang menjadi objek jaminan fidusia dapat dilakukan dengan cara: d. Pelaksanaan title eksekutorial sebagaimana dimaksud dalam Pasal 15 Ayat (2) oleh penerima fidusia; e. Penjualan benda yang menjadi objek jaminan fidusia atas kekuasaan penerima fidusia sendiri melalui pelelangan umum serta mengambil pelunasan piutangnya dari hasil penjualan. f. Penjualan di bawah tangan yang dilakukan berdasarkan kesepakatan pemberi dan penerima fidusia jika dengan cara demikian dapat diperoleh harga tertinggi yang menguntungkan para pihak. d) Pemenuhan Asas Spesialitas dan Publisitas Asas publisitas dan asas spesialitas dalam Jaminan Fidusia dipenuhi dengan dilakukannya pendaftaran Jaminan Fidusia pada Kantor Pendaftaran Fidusia Asas ini bertujuan untuk memberikan jaminan
kepastian
hukum
kepada
pihak-pihak
yang
berkepentingan. e) Sifat Droit de Suite Jaminan Fidusia adalah hak jaminan yang merupakan hak kebendaan atau real right, artinya hak jaminan itu akan selalu melekat di atas benda tersebut atau selalu mengikuti benda tersebut kepada siapapun juga benda beralih kepemilikannya atau droit de suite. 2. Bentuk perlindungan hukum debitur pemberi fidusia Bentuk perlindungan hukum bagi debitur dapat ditemukan dalam Pasal 4 Undang-Undang Jaminan Fidusia dimana perjanjian commit to user yang mengakibatkan perjanjian fidusia merupakan perjanjian ikutan
105 digilib.uns.ac.id
perpustakaan.uns.ac.id
fidusia hapus apabila perjanjian pokoknya hapus,juga Pasal 29 ayat 1c tentang kesepakatan dalam penjualan dibawah tangan serta Pasal 34 yang mengharuskan penerima fidusia untuk mengembalikan kelebihan penjualan benda objek jaminan kepada pemberi fidusia. B. Saran Mengamati hasil penelitian yang diperoleh, maka penulis hendak menyampaikan saran guna peningkatan dan perbaikan lebih lanjut mengenai halhal yang telah penulis teliti antara lain sebagai berikut : 1. Setiap benda yang dibebani dengan Jaminan Fidusia hendaknya diwajibkan untuk didaftarkan pada Kantor Pendaftaran Fidusia dan pelanggaran mengenai hal ini sebaiknya diberikan sanksi yang tegas, karena selama ini Undang-Undang Jaminan Fidusia hanya mengatur mengenai kewajiban pendaftaran tanpa adanya sanksi dengan tidak didaftarkannya jaminan fidusia tersebut sehingga banyak Jaminan Fidusia tidak didaftarkan sehingga mengakibatkan kreditur penerima fidusia tidak memperoleh perlindungan hukum akan hal tersebut. 2. Dibuatnya ketentuan mengenai kewajiban pendaftaran yang objek Jaminan Fidusianya berada di luar negeri, karena selama ini Undang-Undang Jaminan Fidusia tidak mengatur mengenai hal tersebut sehingga akan terjadi kekosongan hukum mengenai hal tersebut. 3. Kreditur penerima fidusia diharapkan memiliki kesadaran untuk tetap mendaftarkan Jaminan Fidusia walaupun jumlah jaminannya kecil agar kreditur penerima fidusia tetap memperoleh perlindungan hukum dengan adanya pendaftaran Jaminan Fidusia tersebut pada Kantor Pendaftarn Fidusia (KPF).
commit to user