TESIS
AKIBAT HUKUM PENDAFTARAN JAMINAN FIDUSIA DALAM SISTEM ONLINE
IDA AYU MADE WIDYARI
PROGRAM PASCASARJANA UNIVERSITAS UDAYANA DENPASAR 2015
TESIS
AKIBAT HUKUM PENDAFTARAN JAMINAN FIDUSIA DALAM SISTEM ONLINE
IDA AYU MADE WIDYARI NIM 1292462005
PROGRAM MAGISTER PROGRAM STUDI KENOTARIATAN PROGRAM PASCASARJANA UNIVERSITAS UDAYANA DENPASAR 2015
i
AKIBAT HUKUM PENDAFTARAN JAMINAN FIDUSIA DALAM SISTEM ONLINE
Tesis untuk Memperoleh Gelar Magister pada Program Magister, Program Studi Kenotariatan, Program Pascasarjana Universitas Udayana
IDA AYU MADE WIDYARI NIM 1292462005
PROGRAM MAGISTER PROGRAM STUDI KENOTARIATAN PROGRAM PASCASARJANA UNIVERSITAS UDAYANA DENPASAR 2015
ii
Lembar Pengesahan TESIS INI TELAH DISETUJUI PADA TANGGAL : 17 APRIL 2015
KOMISI PEMBIMBING
PEMBIMBING I
PEMBIMBING II
Prof. Dr. I Nyoman Sirtha, SH., MS NIP. 19440929 197302 1 001
Dr. I Made Sarjana, SH., MH NIP. 19611231 198601 1 001
MENGETAHUI :
Ketua Program Magister Kenotariatan Program Pascasarjana Universitas Udayana
Dr. Desak Putu Dewi Kasih, SH., M.Hum NIP. 19640402 198911 2 001
Direktur Program Pascasarjana Universitas Udayana
Prof. Dr. dr. A.A. Raka Sudewi, Sp. S(K) NIP. 19590215 198510 2 001
iii
Tesis Ini Telah Diuji pada Tanggal 15 April 2015
Panitia Penguji Tesis Berdasarkan Surat Keputusan Rektor Universitas Udayana Nomor :185/IV/M.Kn/UN14.4/DT/2015 Tanggal :10 April 2015
Ketua : Prof. Dr. I Nyoman Sirtha, SH., MS Anggota : 1. Dr. I Made Sarjana, SH., MH 2. Prof. Dr. I Made Arya Utama, SH., M.Hum 3. Dr. Wayan Wiryawan, SH., MH 4. Dr. Desak Putu Dewi Kasih, SH., M.Hum
iv
PERNYATAAN BEBAS PLAGIAT
Saya yang bertandatangan di bawah ini : Nama
: IDA AYU MADE WIDYARI
NIM
: 1292462005
Program Studi
: Kenotariatan
Judul Tesis
: Akibat Hukum Pendaftaran Jaminan Fidusia Dalam Sistem Online
Dengan ini menyatakan dengan sebenarnya bahwa karya ilmiah tesis ini bebas dari plagiat. Apabila dikemudian hari karya ilmiah tesis ini terbukti plagiat, maka saya bersedia menerima sanksi sesuai Peraturan Menteri Pendidikan Nasional Republik Indonesia Nomor 17 Tahun 2010 dan Peraturan Perundang-undangan yang berlaku.
Denpasar, 16 Februari 2015 Yang Membuat Pernyataan
(Ida Ayu Made Widyari)
v
UCAPAN TERIMA KASIH
Puji syukur penulis panjatkan kehadapan Tuhan Yang Maha Esa karena berkat rahmat dan karunia-Nya, penulis dapat menyelesaikan tesis ini. Adapun judul tesis ini adalah “AKIBAT HUKUM PENDAFTARAN JAMINAN FIDUSIA DALAM SISTEM ONLINE”. Dalam penulisan tesis ini, penulis menyadari masih terdapat banyak kekurangan, untuk itu besar harapan penulis semoga tesis ini memenuhi kriteria sebagai salah satu syarat untuk meraih gelar Magister Kenotariatan pada Program Studi Kenotariatan Program Pascasarjana Universitas Udayana. Penulisan tesis ini tidak akan terwujud tanpa bantuan serta dukungan dari para pembimbing dan berbagai pihak. Untuk itu melalui tulisan ini, penulis ingin mengucapkan terima kasih yang sebesar-besarnya kepada Prof. Dr. I Nyoman Sirtha, SH.,MS pembimbing pertama dan Dr. I Made Sarjana, SH.,MH pembimbing kedua penulis yang telah sabar memberikan dukungan, bimbingan dan juga saran kepada penulis dalam proses penyelesaian tesis ini. Penulis mengucapkan terima kasih kepada Prof. Dr. dr. Ketut Suastika, Sp.PD-KEMD, Rektor Universitas Udayana atas kesempatan yang diberikan untuk mengikuti dan menyelesaikan studi pada Program Pascasarjana Universitas Udayana, kepada Direktur Program Pascasarjana Universitas Udayana Prof. Dr. A.A. Raka Sudewi, Sp.S(K) atas kesempatan yang diberikan kepada penulis untuk menjadi mahasiswa Program Magister pada Program Pascasarjana Universitas Udayana, kepada Dekan Fakultas Hukum Universitas Udayana Prof. Dr. I Gusti Ngurah Wairocana, SH.,MH atas izin yang diberikan kepada penulis untuk
vi
mengikuti Program Magister. Penulis juga mengucapkan terima kasih yang sebesar-besarnya kepada Ketua Program Studi Magister Kenotariatan Universitas Udayana Dr. Desak Putu Dewi Kasih, SH.,M.Hum atas kesempatan dan dukungan yang telah diberikan kepada penulis untuk mengikuti dan menyelesaikan pendidikan pada Program Studi Magister Kenotariatan Universitas Udayana. Terima kasih juga penulis tujukan kepada Bapak/Ibu Dosen Pengajar pada Program Studi Magister Kenotariatan Universitas Udayana
yang telah
memberikan tambahan ilmu kepada penulis, kepada Bapak/Ibu staff administrasi Program Studi Magister Kenotariatan Universitas Udayana yang turut membantu saya dalam proses administrasi tesis ini. Terima kasih penulis ucapkan kepada keluarga tercinta, Bapak Ida Bagus Ketut Bayuna, Ibu Made Puspawati, Ida Ayu Putu Wedayani dan Ida Bagus Ketut Agastya atas segala doa, dukungan dan dorongan semangat dalam penulisan tesis ini, serta kepada yang terkasih Ida Bagus Eka Wisadha Yoga atas doa, dukungan dan semangat selama ini. Terima kasih kepada teman-teman tercinta Sisilia Prabandari, Oka Cahyaning Mustika Sari, Adi Sumiarta, Pelo Periyawan, Prapta Jaya, Yoga Bharata, Etha Prianjaya, Ajung, Desak Diah, Wahyu Resta, Wily Pramana, Gung Mita serta teman-teman seperjuangan Angkatan V Mandiri Magister Kenotariatan Universitas Udayana yang telah membantu memberikan semangat dan dorongan dalam penulisan tesis ini. Serta semua pihak yang namanya tidak dapat penulis sebutkan satu persatu yang telah mendukung dalam proses pembuatan tesis ini.
vii
Akhirnya segala doa, cita serta harapan semoga Tuhan Yang Maha Esa memberikan batasan yang lebih dari apa yang telah mereka persembahkan kepada pribadi penulis selama ini. Semoga tesis ini tidak hanya dapat memberikan sumbangan pikiran bagi ilmu pengetahuan pada umumnya dan ilmu kenotariatan pada khususnya, tetapi juga bermanfaat bagi yang membutuhkannya.
Denpasar, 16 Februari 2015
Penulis
viii
ABSTRAK
AKIBAT HUKUM PENDAFTARAN JAMINAN FIDUSIA DALAM SISTEM ONLINE Lembaga jaminan fidusia diatur melalui peraturan perundang-undangan yaitu Undang-Undang Nomor 42 Tahun 1999. Pada undang-undang ini mengatur tentang kewajiban pendaftaran jaminan fidusia, agar memberikan kepastian hukum kepada para pihak yang berkepentingan. Pada tahun 2013, pemerintah mengeluarkan peraturan dengan Sistem Administrasi Pendaftaran Jaminan Fidusia secara Elektronik, dalam rangka meningkatkan pelayanan kepada masyarakat yang memerlukan jasa hukum di bidang jaminan fidusia. UU Jaminan Fidusia adalah hukum positif yang berlaku bagi jaminan fidusia, namun terdapat beberapa hal yang tidak diatur dengan tegas dalam undang-undang tersebut dan peraturan pelaksanaannya yaitu pengaturan tata cara pendaftaran jaminan fidusia terhadap permohonan pendaftaran jaminan fidusia yang lewat waktu dari 60 hari setelah Peraturan Menteri Nomor 10 Tahun 2013 ditetapkan dan akibat hukum jaminan fidusia yang tidak didafarkan dalam sistem online. Jenis penelitian yang digunakan untuk penulisan tesis ini adalah menggunakan penelitian hukum normatif, yang menjelaskan adanya kekaburan norma dalam Pasal 8 Peraturan Menteri Nomor 10 Tahun 2013 tentang tata cara pendaftaran jaminan fidusia secara elektronik. Penelitian ini menggunakan sumber bahan hukum yang terdiri dari bahan hukum primer, sekunder dan tertier. Hasil penelitian menunjukan bahwa pendaftaran jaminan fidusia yang lewat waktu dari 60 hari menjadi gugur, karena persyaratan essesinya tidak terpenuhi yaitu pembayaran PNBP, sehingga harus mendaftar kembali dengan menggunakan sistem pendaftaran jaminan fidusia online. Akibat hukum dari perjanjian jaminan fidusia yang tidak didaftarkan dalam system online adalah tidak mempunyai status yang didahulukan terhadap kreditur lainnya.
Kata Kunci : Jaminan Fidusia, Jaminan Yang Tidak Didaftarkan, Akibat Hukum Pendaftaran, Sistem Online.
ix
ABSTRACT LEGAL CONSEQUENCE OFTHE ONLINESYSTEM OF FIDUCIARY SECURITY REGISTRATION Fiduciary security institutions are regulated through legislation, Act No.42of 1999. This law governs the obligation of the registration of fiduciary security in order to provide legal certainty to the interested parties and this fiduciary security registration gives the rights of preference to the fiduciary recipient of other creditors. In 2013, the government issued a regulation to Administration System of Fiduciary Security Registration electronically in order to improve services to people who need legal services in the field of fiduciary security. Laws of Fiduciary Security are positive law applicable to the fiduciary security, but there are somethings that are not clearly regulated in the law, that is, setting procedures for the registrati on of the application for registration fiduciary passing time 60 days after the Regulation of the Minister of Justice and Human Rights of the Republic of Indonesia Number 10 Year 2013 set and the legal consequences that are not registered. This study used normative legal research, which explains the existence ofthe haziness of norms in the Law of FiduciarySecurity, i.e. the registration done with the online system and the legal consequences of fiduciary security which are not registered. This study used a source of legal materials consisting of primary, secondary and tertiary legal materials. The results showed that the registration fiduciary passing time from 60 days to fall, because the requirements are not met essesinya ie PNBP payments. so have to register again using the online registration system fiduciary. Due to the law of fiduciary agreements that are not listed in the online system is not having that status prior to other creditors.
Keywords: Fiduciary Security, Non-registered Security, Legal Consequence of Registration,Online System.
x
RINGKASAN Tesis ini menganalisis mengenai akibat hukum pendaftaran jaminan fidusia dengan system online. Bab I menguraikan tentang latar belakang masalah yang disebabkan karena adanya kekaburan norma dalam Undang-Undang No 42 tahun 1999 tentang Jaminan Fidusia. UU Jaminan Fidusia mengatur tentang kewajiban pendaftaran jaminan fidusia agar memberikan kepastian hukum kepada para pihak yang berkepentingan dan pendaftaran jaminan fidusia ini memberikan hak yang didahulukan (preference) kepada penerima fidusia terhadap kreditor lain, namun terdapat beberapa hal yang tidak diatur dengan tegas dalam UU dan peraturan pelaksananya tersebut yaitu pengaturan tata cara pendaftaran jaminan fidusia terhadap permohonan pendaftaran jaminan fidusia yang lewat waktu dari 60 hari setelah Peraturan Menteri Nomor 10 Tahun 2013 ditetapkan dan akibat hukum jaminan fidusia yang tidak didafarkan. Berdasarkan latar belakang masalah tersebut maka pada sub ini diuraikan mengenai rumusan masalah, tujuan penelitian, manfaat penelitian, landasan teoritis, metode penelitian yang akan digunakan. Bab II menguraikan tinjauan umum tentang akta jaminan fidusia. Tinjauan umum tentang akta jaminan fidusia dijabarkan lagi menjadi 2 (dua) sub bab, yaitu tinjauan umum tentang pengaturan jaminan fidusia dan tinjauan umum pengaturan akta jaminan fidusia. Sub bab pertama menguraikan tentang pengertian jaminan, pengertian jaminan fidusia, ruang lingkup, subjek dan objek jaminan fidusia dan pengaturan jaminan fidusia. Pada sub bab kedua menguraikan tentang pengertian akta dan pengaturan akta jaminan fidusia. Bab III menguraikan pembahasan terhadap rumusan permasalahan pertama yang diuraikan dalam empat (5) sub bab, sub bab pertama menguraikan tentang perkembangan pengaturan pendaftaran akta jaminan fidusia dalam sistem manual dan online, sub bab kedua menguraikan tentang hubungan hukum antara kreditur dengan notaris pada pendaftaran jaminan fidusia online, sub bab ketiga menguraikan tentang prosedur pendaftaran akta jaminan fidusia dalam sistem manual dan online, sub bab keempat menguraikan tentang kedudukan dan status pendaftaran akta jaminan fidusia dan sub bab kelima menguraikan tentang pendaftaran akta jaminan fidusia yang lewat waktu dari saat berlakunya Peraturan Menteri Nomor 10 Tahun 2013. Bab IV menguraikan pembahasan terhadap rumusan permasalahan kedua yang diuraikan dalam empat (3) sub bab, sub bab pertama menguraikan tentang praktik pendaftaran jaminan fidusia dalam system online, sub bab kedua menguraikan tentang kebutuhan pengaturan pendaftaran akta jaminan fidusia dan sub bab ketiga menguraikan tentang akibat hukum jaminan fidusia yang tidak didaftarkan. Bab V sebagai bab penutup yang menguraikan mengenai simpulan dan saran. Adapun simpulan dalam penelitian ini adalah jaminan fidusia yang lewat waktu dari 60 (enam puluh) hari setelah Peraturan Menteri Nomor 10 Tahun 2013 ditetapkan menjadi gugur. Jaminan fidusia tersebut harus melakukan pendaftaran kembali dengan menggunakan sistem pendaftaran jaminan fidusia yang baru yaitu dengan sistem pendaftaran jaminan fidusia online. Gugurnya pendaftaran jaminan
xi
fidusia tersebut dikarenakan persyaratan yang paling essensi dari tata cara pendaftaran jaminan fidusia tidak terpenuhi, yaitu tidak melakukan pembayaran PNBP, sehingga pemohon harus mendaftarkan kembali dengan sistem pendaftaran jaminan fidusia online. Akibat hukum pendaftaran jaminan fidusia yang tidak terdaftar dalam sistem online adalah tidak mempunyai status sebagai kreditur yang didahulukan (preference) terhadap kreditur lainnya sehingga terjadi perubahan status dari kreditur prefecence menjadi kreditur konkuren. Saran yang diberikan terhadap kedua permasalahan yang dikaji dalam penelitian ini adalah kepada Kementerian Hukum dan Hak Asasi Manusia yang telah membuat peraturan tentang fidusia online maka dapat menambahkan peraturan tentang pengecualian pendaftaran jaminan fidusia secara system online pada tempat-tempat yang tidak dapat mengakses internet, sehingga mereka tetap dapat melakukan pendaftaran jaminan fidusia dengan sistem konvensional atau manual untuk memberikan kepastian hukum dan perlindungan hukum dan kepada penerima fidusia agar segera melakukan pendaftaran jaminan fidusia, untuk mewujudkan kepastian hukum dan perlindungan hukum serta memenuhi asas publisitas. Kemudian kepada notaris agar dapat memberikan informasi tentang pentingnya pendaftaran jaminan fidusia bagi penerima fidusia karena pendaftaran dengan fidusia online saat ini sudah lebih mudah, cepat, murah dan nyaman.
xii
DAFTAR ISI
SAMPUL DEPAN ………………………………………………………. ........ i SAMPUL DALAM ……………………………………………………… ........ i PRASYARAT GELAR ………………………………………………….......... ii LEMBAR PERSETUJUAN ………………………………….………….......... iii PERNYATAAN BEBAS PLAGIAT ……………………………………. ........ iv UCAPAN TERIMA KASIH …………………………………………….. ........ v ABSTRAK ………………………………………………………………. ........ viii ABSTRACT ……………………………………………………………..... ...... ix RINGKASAN ………………………………………………………….… ....... x DAFTAR ISI ……………………………………………………………... ....... xii BAB I PENDAHULUAN ………………………………………..………. ....... 1 1.1 Latar Belakang ………………………………………………... .................. 1 1.2 Rumusan Masalah …………………………………………..… .................. 16 1.3 Tujuan Penelitian ……………………………………….…….. .................. 16 a. Tujuan Umum …………………………………….………. .................... 16 b. Tujuan Khusus ……………………………………..……… ................... 17 1.4 Manfaat Penelitian ……………………………………..……… ................. 17 a. Manfaat Teoritis ………………………………..…………. .................... 17 b. Manfaat Praktis …………………………………..……….. .................... 18
xiii
1.5 Landasan Teoritis…………………………………...…………. .................. 18 1.6 Metode Penelitian ………………………………….…………........ ........... 28 1.6.1 Jenis Penelitian ………………………………….....…… .................. 29 1.6.2 Jenis Pendekatan ………………………………..………. .................. 31 1.6.3 Sumber Bahan Hukum ……………………….………… ................... 32 1.6.4 Teknik Pengumpulan Bahan Hukum …………..………. ................... 34 1.6.5 Teknik Analisis Bahan Hukum……….……..……….….................... 34 BAB II. TINJAUAN UMUM TENTANG AKTA JAMINAN FIDUSIA ..…... 37 2.1 Pengaturan Jaminan Fidusia …………………………..………............. 37 2.1.1 Pengertian Jaminan ……………………………..……… ............. 37 2.1.2 Pengertian Jaminan Fidusia ………………………….… ............. 44 2.1.3 Ruang Lingkup, Subjek dan Objek Jaminan Fidusia…................. 49 2.1.4 Pengaturan Jaminan Fidusia ……………………….…… ............ 54 2.2 Pengaturan Akta Jaminan Fidusia ……………………..………. ........... 61 2.2.1 Pengertian Akta ………………………………….……... ............. 61 2.2.2 Pengaturan Akta Jaminan Fidusia ……………..……….. ............. 72 BAB III. PENDAFTARAN JAMINAN FIDUSIA TERHADAP PERMOHONAN PENDAFTARAN JAMINAN FIDUSIA YANG LEWAT WAKTU ………………………………………… . 76 3.1 Perkembangan Pengaturan Pendaftaran Akta Jaminan Fidusia Dalam Sistem Manual dan Online…………………..………... ............ 76 3.2 Hubungan Hukum Antara Kreditur Dengan Notaris Pada Pendaftaran Jaminan Fidusia Online …………....…………..……… .... 82
xiv
3.3 Prosedur Pendaftaran Akta Jaminan Fidusia Dalam Sistem Manual dan Online ……………………..…………………………… 86 3.4 Kedudukan dan Status Pendaftaran Akta Jaminan Fidusia ………….. 102 3.5 Pendaftaran Akta Jaminan Fidusia Yang Lewat Waktu Dari Saat Berlakunya Peraturan Menteri Nomor 10 Tahun 2013 ……....… 106 BAB IV. AKIBAT HUKUM PENDAFTARAN JAMINAN FIDUSIA YANG TIDAK TERDAFTAR DALAM SISTEM ONLINE ………………………………………………………..… ... 121 4.1 Praktik Pendaftaran Jaminan Fidusia Dalam Sistem Online ………...... 121 4.2 Kebutuhan Pengaturan Pendaftaran Akta Jaminan Fidusia …..……... .. 125 4.3 Akibat Hukum Akta Jaminan Fidusia yang Tidak Didaftarkan ............. 128 BAB V. PENUTUP ........................................................................................ 138 5.1 Kesimpulan…………………………………………………...……....... 138 5.2 Saran …………………………………………………………………. .. 139 Daftar Pustaka …………………………………………………..……………. . 140 Lampiran
xv
BAB I PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang Hukum jaminan tergolong bidang hukum, yang popular disebut the economic law (hukum ekonomi), wiertschafrecht atau droit economique yang mempunyai fungsi menunjang kemajuan ekonomi dan kemajuan pembangunan pada umumnya, sehingga bidang hukum demikian pengaturannya dalam undangundang perlu diprioritaskan. 1 Pada Undang-Undang Nomor 14 Tahun 1967 tentang Pokok-pokok Perbankan, tidak dikenal istilah agunan, yang ada adalah istilah jaminan. Sementara itu dalam UU no 7 tahun 1992 tentang Perbankan sebagaimana telah dirubah dengan UU No. 10 Tahun 1998 (selanjutnya disebut UU Perbankan), memberikan pengertian yang tidak sama dengan istilah jaminan menurut Undang-Undang Nomor 14 Tahun 1967.2 Arti jaminan menurut Undang-Undang Nomor 14 Tahun 1967 diberi istilah agunan atau tanggungan sedangkan jaminan menurut UU Perbankan diberikan arti yang lain yaitu keyakinan atas itikad dan kemampuan serta kesanggupan nasabah debitur untuk melunasi utangnya atau mengembalikan pembiayaan dimaksud sesuai dengan diperjanjikan.3 Adapun istilah agunan menurut ketentuan Pasal 1 angka 23 UU Perbankan diartikan sebagai berikut: 1
Sri Soedewi Masjchoen Sofwan, 1980, Hukum Jaminan Di Indonesia (Pokok-Pokok Hukum Jaminan dan Jaminan Perseorangan), Liberty, Yogyakarta, hal. 1 2 Rachmadi Usman, 2009, Hukum Jaminan Keperdatan, Sinar Grafika, Jakarta, (selanjutnya disingkat Rachmadi Usman I), hal. 66. 3 Ibid 1
2 “Agunan adalah jaminan tambahan yang diserahkan nasabah debitur kepada bank dalam rangka pemberian fasilitas kredit atau pembiayaan berdasarkan prinsip syariah”. Hal ini menunjukkan bahwa, istilah agunan merupakan terjemahan dari istilah collateral yang merupakan bagian dari istilah jaminan pemberian kredit atau pembiayaan. Pengertian jaminan lebih luas dari pengertian agunan, dimana pengertian agunan berkaitan dengan barang, sementara jaminan tidak hanya berkaitan dengan barang, tetapi juga berkaitan dengan character, capacity, capital dan condition of economy dari nasabah debitur yang bersangkutan. 4 Jaminan menurut hukum perdata dapat dibedakan menjadi dua yaitu jaminan perorangan dan jaminan kebendaan. 1. Jaminan perorangan (personal guaranty), yaitu jaminan seseorang pihak ketiga yang bertindak untuk menjamin dipenuhinya kewajiban-kewajiban si debitur. Jaminan ini dapat dilakukan tanpa sepengetahuan si debitur. Menurt Subekti jaminan perorangan adalah selalu suatu perjanjian antara seorang berpiutang (kreditur) dengan seorang ketiga, yang menjamin dipenuhinya kewajiban si berhutang (debitur). Ia bahkan dapat diadakan diluar (tanpa) pengetahuan si berhutang tersebut.5 2. Jaminan kebendaan (persoonlijke en zekelijke zekerheid), yaitu jaminan yang dilakukan oleh kreditur dengan debiturnya, ataupun antara kreditur
4
Rachmadi Usman, 2001, Aspek-Aspek Hukum Perbankan Di Indonesia, PT. Gramedia Pustaka Utama, Jakarta, (selanjutnya disingkat Rachmadi Usman II), hal. 282. 5 Johannes Ibrahim, 2004, Cross Default & Cross Collateral Sebagai Upaya Penyelesaian Kredit Bermasalah, Refika Aditama, Bandung, hal.79.
3 dengan seseorang pihak ketiga yang menjamin dipenuhinya kewajibankewajiban si debitur.6 Dalam praktek jaminan kebendaan diadakan suatu pemisahan bagian dari kekayaan seseorang (pemberi jaminan) yaitu melepaskan sebagaian kekuasaan atas sebagaian kekayaan tersebut dan semuanya itu diperuntukkan guna memenuhi kewajiban debitur bila diperlukan. Kekayaan tersebut dapat berupa kekayaan debitur itu sendiri, ataupun kekayaan pihak ketiga. Menurut Soebekti, maka pemberiaan jaminan kebendaan kepada kreditur, memberikan suatu keistimewaan baginya terhadap kreditur lainnya. 7 Ada beberapa jaminan kebendaan yang dikenal oleh hukum, pertama adalah jaminan dalam bentuk gadai, yang diatur dalam Pasal 1150 sampai dengan 1160 KUHPerdata. Pasal 1150 KUHPerdata mendefinikan gadai sebagai suatu hak yang diperoleh kreditor atas suatu kebendaan bergerak, yang diserahkan kepadanya oleh seorang debitur atau oleh orang lain atas nama debitur dan yang memberikan kekuasaan kepada kreditor untuk mengambil pelunasan dari barang tersebut secara didahulukan dari para kreditor lainnya. Sesuai dengan pengertian yang diberikan oleh KUHPerdata, gadai merupakan jaminan dalam bentuk benda bergerak, yang pelaksanaannya dilakukan dengan cara penyerahan kebendaan bergerak yang digadaikan tersebut kedalam kekuasaan kreditor. Dalam gadai ada kewajiban dari seorang debitur untuk menyerahkan barang bergerak yang dimilikinya sebagai jaminan pelunasan utang serta memberikan hak kepada si
6
Muhamad Djumhana, 1996, Hukum Perbankan Di Indonesia, PT. Citra Aditya Bakti, Bandung, hal. 248. 7 Ibid.
4 berpiutang (kreditor) untuk melakukan penjualan atau pelelangan atas barang tersebut apabila debitur tidak mampu menebus kembali barang yang dimaksud dalam jangka waktu yang telah ditentukan. Dengan pernyataan lain kewajiban debitur untuk menyerahkan harta bergerak miliknya sebagai agunan kepada kantor pegadaian, disertai dengan pemberian hak kepada kantor pegadaian untuk melakukan penjualan (lelang) dalam kondisi ditentukan. 8 Kedua adalah hipotek, yang diatur dalam Pasal 1162 sampai Pasal 1178 KUHPerdata. Pasal 1162 KUHPerdata mendefinikan hipotek sebagai suatu hak kebendaan atas benda-benda tidak bergerak untuk mengambil penggantian daripadanya bagi pelunasan suatu perikatan. Dalam Pasal 1162 disebutkan bendabenda yang dapat dibebani hipotek adalah barang tidak bergerak yang dibuat dengan akta hipotek. Sejalan dengan berlakunya UU No. 4 Tahun 1996 tentang Hak Tanggungan, maka pemberlakuan hipotek atas barang tidak bergerak tidak berlaku lagi untuk kebendaan hak-hak atas tanah berikut benda-benda yang secara hukum dianggap melekat atas bidang tanah yang diberikan hak-hak atas tanah tersebut. Pasal 1163 ayat (1) KUHPerdata menetapkan bahwa hipotek tidak dapat dibagai-bagi. Asas ini disebut tidak terbagi-bagi atau ondeelbaarheid dari hipotek, artinya jika benda yang dibebani hipotek lebih dari satu maka hipotek tadi tetap membebani masing-masing benda tersebut dalam keseluruhannya. Ketiga adalah hak tanggungan sebagaimana yang diatur dalam UU Nomor 4 Tahun 1996 yang mengenai penjaminan terhadap hak-hak atas tanah tertentu
8
Abdul R. Saliman, Hermansyah dan Ahmad Jalis, 2006, Hukum Bisnis Untuk Perusahaan (Teori & Contoh Kasus), Kencana Prenada Media Group, Jakarta, hal. 38.
5 berikut kebendaan yang dianggap melekat dan diperuntukkan untuk dipergunakan secara bersama-sama dengan bidang tanah yang diatasnya terdapat hak-hak atas tanah yang dijaminkan dengan hak tanggungan. Hak tanggungan adalah hak jaminan yang dibebankan atas hak tanah yang dimaksudkan sebagai pelunasan utang tertentu, yang diberikan kedudukan yang diutamakan kepada kreditor tertentu (kreditor pemegang hak tanggungan) dibandingkan dengan kreditor lainnya. Jadi hak tanggungan adalah hak yang dibebankan pada hak atas tanah beserta benda-benda lain yang merupakan satu kesatuan dengan tanah. Bendabenda lain yang dimaksud adalah bangunan, tanaman dan hasil karya yang melekat secara tetap pada bangunan. Keempat adalah jaminan fidusia, yang diatur dalam Undang-Undang Nomor 42 Tahun 1999 tentang Jaminan Fidusia (selanjutnya disebut UU Jaminan Fidusia). Sebelum dikeluarkan UU Jaminan Fidusia eksistensi jaminan fidusia sebagai pranata jaminan yang diakui berdasarkan yurisprudensi. UU Jaminan Fidusia ini adalah untuk menampung kebutuhan masyarakat mengenai pengaturan jaminan fidusia sebagai salah satu sarana untuk membantu kegiatan uasaha dan untuk memberikan kepastian hukum kepada para pihak yang berkepentingan, oleh pemerintah disusun suatu peraturan mengenai fidusia dalam suatu undang-undang. Jaminan fidusia telah digunakan di Indonesia sejak zaman penjajahan Belanda sebagai suatu bentuk jaminan yang lahir dari yurisprudensi, yang semula berasal dari zaman Romawi. Jaminan Fidusia, selain merupakan bentuk jaminan juga merupakan lembaga titipan. Dalam hukum Romawi lembaga ini dikenal dengan nama fiducia cum creditore contracta yang berarti janji kepercayaan yang
6 dibuat oleh kreditor. Isi janji yang dibuat oleh kreditor dengan debitur adalah bahwa debitur akan mengalihkan kepemilikan atas suatu benda sebagai jaminan utang dengan kesepakatan bahwa debitur tetap menguasai secara fisik benda tersebut dan kreditur akan mengalihkan kembali kepemilikan tersebut kepada debitur bilamana utangnya sudah dibayar lunas. Dengan demikian berbeda dari pignus (gadai) yang mengharuskan penyerahan secara fisik benda yang digadaikan. Dalam hal fiducia cum creditore pemberi fidusia tetap menguasai benda yang menjadi objek fidusia, dengan tetap menguasai benda tersebut, pemberi fidusia dapat menggunakan benda dimaksudkan dalam menjalankan usahanya. 9 Keduanya timbul dari perjanjian yang disebut pacium fiduciae yang kemudian diikuti dengan penyerahan hak atau in iure cession.10 Krisis dalam bidang hukum jaminan pada pertengahan sampai dengan akhir abad 19, mengakibatkan pertentangan berbagai kepentingan, yang ditandai dengan permasalahan yang dihadapi oleh perusahaan-perusahaan pertanian yang melanda negara Belanda bahkan seluruh negara di Eropa. Krisis tersebut melahirkan lembaga jaminan fidusia yang keberadaannya didasarkan pada yurisprudensi. Untuk mengatasi masalah itu lahirlah peraturan tentang ikatan panen atau Oogstverband (Staatsblad 1886 Nomor 57). Peraturan ini mengatur mengenai peminjaman uang, yang diberikan dengan jaminan panen yang akan diperoleh dari suatu perkebunan. Dengan adanya peraturan ini maka dimungkinkan untuk mengadakan jaminan atas barang-barang bergerak, atau
9
Rachmadi Usman I, Op.Cit, hal.150 Henny Tanuwidjaja, 2012, Pranata Hukum Jaminan Utang & Sejarah Lembaga Hukum Notariat, Refika Aditama, Bandung, hal. 51. 10
7 setidak-tidaknya kemudian menjadi barang bergerak, sedangkan barang-barang itu tetap berada dalam kekuasaan debitor.11 Di Belanda untuk pertama kali lembaga fidusia diakui melalui Bierbrouwerry Arrest tanggal 29 Januari 1929, yang kemudian diikuti dengan arrest lainnya, diantaranya Hakkers van Tilburg Arrest tanggal 21 Juni 1929, Boerenleenbank-Los Arrest tanggal 3 Januari 1941, Sio Arrest tanggal 22 Mei 1953 dan van Gend en Loos Arrest tanggaal 7 Maret 1975.12 Lembaga fidusia lahir di Indonesia berdasarkan Arrest Hoggerechtsof 18 Agustus 1932. Lahirnya Arrest Hoggerechtsof karena pengaruh dari asas konkordansi yang dipengaruhi oleh kebutuhan-kebutuhan yang mendesak dari pengusaha-pengusaha kecil, pengecer, pedagang menegah, pedagang grosir yang memerlukan fasilitas kredit untuk usahanya. Terutama setelah perang Dunia I dimana kebutuhan akan kredit bagi pengusaha kecil sangat tinggi untuk keperluan menjalankan, menghidupkan usahanya. Perkembangan perundang-undangan fidusia sangat lambat, karena undang-undang yang mengatur tentang jaminan fidusia baru diundangkan pada tanggal 30 September tahun 1999, berkenaan dengan bergulirnya era reformasi. Lembaga jaminan fidusia diatur melalui peraturan perundang-undangan yaitu Undang-Undang No. 42 Tahun 1999, dengan berlakunya UU Jaminan Fidusia, pengikatan jaminan hutang yang dilakukan melalui jaminan fidusia wajib mematuhi ketentuan undang-undangnya. Undang-undang ini dibentuk karena terdapat beberapa pertimbangan yaitu pertama bahwa kebutuhan yang sangat besar dan terus meningkat bagi dunia usaha atas tersedianya dana, dimana perlu 11 12
Ibid, hal. 154. Ibid, hal. 156.
8 diimbangi dengan adanya ketentuan hukum yang jelas dan lengkap yang mengatur lembaga jaminan, kedua jaminan fidusia sebagai salah satu bentuk lembaga jaminan sampai saat ini masih didasarkan pada yurisprudensi dan belum diatur dalam peraturan perundang-undangan secara lengkap dan komprehensif dan ketiga untuk memenuhi kebutuhan hukum yang dapat lebih memacu pembangunan nasional dan untuk menjamin kepastian hukum serta mampu memberikan perlindungan hukum bagi pihak yang berkepentingan, maka perlu dibentuk ketentuan yang lengkap mengenai jaminan fidusia dan jaminan tersebut perlu didaftarkan pada kantor pendaftaran fidusia.
Berdasarkan ketiga
pertimbangan tersebut maka dipandang perlu untuk membentuk UU Jaminan Fidusia. Berlakunya UU Jaminan Fidusia, maka objek jaminan fidusia diberikan pengertian yang luas. Berdasarkan undang-undang ini, objek jaminan fidusia dibagi dua (2) macam, yaitu:13 1. Benda bergerak, baik yang berwujud maupun tidak berwujud; dan 2. Benda tidak bergerak, khususnya bangunan yang tidak dibebani hak tanggungan. Subjek dari jaminan fidusia adalah pemberi dan penerima fidusia. Pemberi fidusia adalah orang perorangan atau korporasi pemilik benda yang menjadi objek jaminan fidusia sedangkan penerima fidusia adalah orang perorangan atau korporasi yang mempunyai piutang yang pembayarannya dijamin dengan jaminan
13
H. Salim. HS, 2014, Perkembangan Hukum Jaminan Di Indonesia, PT. RajaGrafindo Persada, Jakarta, hal. 64.
9 fidusia. Pengertian tentang jaminan fidusia terdapat di Pasal 1 angka (2) UndangUndang Fidusia yang menyebutkan bahwa: Jaminan fidusia adalah hak jaminan atas benda yang bergerak baik yang berwujud maupun yang tidak berwujud dan benda tidak bergerak khususnya bangunan yang tidak dapat dibebani hak tanggungan sebagaimana dimaksud dalam Undang-Undang Nomor 4 Tahun 1996 tentang Hak Tanggungan yang tetap berada dalam penguasaan pemberi fidusia, sebagai agunan bagi pelunasan utang tertentu, yang memberikan kedudukan diutamakan kepada pemberi fidusia terhadap kreditor lainnya. Suatu perubahan yang cukup mendasar dari perkembangan jaminan fidusia adalah mengenai pendaftaran. Sebelum terbitnya UU Jaminan Fidusia, masalah pendaftaran jaminan fidusia bukanlah menjadi suatu kewajiban, tetapi setelah keluarnya UU Jaminan Fidusia masalah pendaftran jaminan fidusia semakin krusial. Pendaftaran tersebut memiliki arti yuridis sebagai suatu rangkaian yang tidak terpisah dari proses terjadinya perjanjian jaminan fidusia. Selain itu, pendaftaran jaminan fidusia merupakan perwujudan dari asas publisitas dan kepastian hukum. 14 UU Jaminan Fidusia mengatur tentang kewajiban pendaftaran jaminan fidusia
agar
memberikan
kepastian
hukum
kepada
para
pihak
yang
berkepentingan dan pendaftaran jaminan fidusia ini memberikan hak yang didahulukan (preference) kepada penerima fidusia terhadap kreditor lain. Pendaftaran jaminan fidusia diatur pada Pasal 11 UU Jaminan Fidusia yaitu: (1) Benda yang dibebani dengan jaminan fidusia wajib didaftarkan.
14
H. Tan Kamelo, 2006, Hukum Jaminan Fidusia Suatu Kebutuhan Yang Didambakan, Pt. Alumni, Bandung, hal. 213.
10 (2) Dalam hal benda yang dibebani dengan Jaminan Fidusia berada di luar wilayah negara Republik Indonesia, kewajiban sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) tetap berlaku. Sesuai dengan UU Jaminan Fidusia, proses pendaftaran Jaminan Fidusia dimulai dengan pembuatan Akta Jaminan Fidusia oleh notaris, yang kemudian dilakukan pendaftaran di kantor pendaftaran fidusia. Sesuai dengan ketentuan dalam Pasal 13 ayat (1) UU Jaminan Fidusia, pendaftaran jaminan fidusia dilakukan dengan mengajukan surat permohonan kepada kantor pendaftaran fidusia dengan melampirkan surat pernyataan pendaftaran jaminan fidusia. Permohonan pendaftaran jaminan fidusia tersebut diajukan oleh penerima fidusia sendiri, kuasa atau wakilnya. Pasal 13 ayat (1) menentukan pula, bahwa permohonan pendaftaran jaminan fidusia tidak harus dilakukan oleh penerima fidusia, melainkan dapat dilakukan kuasa atau wakil dari penerima fidusia. Akta jaminan fidusia merupakan akta autentik, sebenarnya cukup dikatakan, bahwa pernyataan pendaftaran harus dilengkapi dengan salinan akta autentik penjaminan fidusia. Hal ini berkaitan dengan masalah pendaftaran ikatan jaminan fidusia bukan benda jaminan fidusia sehingga semua klausul yang termuat dalam perjanjian penjaminan fidusia turut terdaftar, agar mempunyai daya mengikat pihak ketiga.15 Akta pembebanan fidusia ini telah dibakukan oleh pemerintah, dengan tujuan untuk melindungi nasabah yang ekonominya lemah. a. Pasal 5 1. Pembebanan benda jaminan dengan Jaminan Fidusia dibuat dengan akta notaris dalam bahasa Indonesia dan merupakan Akta Jaminan Fidusia. 15
Rachmadi Usman I, Op.Cit, hal. 211.
11 2. Terhadap pembuatan Akta Jaminan Fidusia sebagaimana dimaksud dalam ayat (1), dikenakan biaya yang besarnya diatur lebih lanjut dengan peraturan pemerintah. b. Pasal 6 Akta Jaminan Fidusia sebagaimana dimaksud dalam Pasal 5 sekurang kurangnya memuat: 1. Identitas pihak pemberi dan penerima fidusia; 2. Data perjanjian pokok yang dijamin fidusia; 3. Uraian mengenai benda yang menjadi objek jaminan fidusia; 4. Nilai penjaminan, dan 5. Nilai benda yang menjadi objek jaminan fidusia. Akta notaris adalah akta autentik dan mempunyai kekuatan pembuktian yang paling sempurna, karenanya pembebanan benda jaminan fidusia dituangkan dalam akta notaris yang merupakan akta jaminan fidusia. Pasal 1870 KUHPerdata menyatakan bahwa, suatu akta autentik memberikan suatu bukti yang sempurna tentang apa yang dimuat di dalamnya di antara para pihak beserta para ahli warisnya ataupun orang-orang yang mendapatkan hak dari mereka selaku penggantinya. Atas dasar itulah UU Jaminan Fidusia mengharuskan atau mewajibkan pembebanan benda yang dijamin dengan jaminan fidusia dilakukan dengan akta notaris.16 Pendaftaran jaminan fidusia secara manual melalui kantor jaminan fidusia dirasakan proses pengurusan dan pengeluaran sertifikat jaminan fidusianya membutuhkan waktu yang lama dan biaya yang dikeluarkan juga cukup mahal, dengan adanya sistem administrasi pendaftaran jaminan fidusia secara online system menciptakan kemudahan dalam pendaftaran jaminan fidusia. Pendaftaran jaminan fidusia secara sistem online semakin jelas setelah dikeluarkannya Peraturan Menteri Hukum dan Hak Asasi Manusia Republik Indonesia Nomor 9
16
Ibid, hal. 189.
12 Tahun 2013 Tentang Pemberlakuan Pendaftaran Jaminan Fidusia Secara Elektronik
dan Peraturan Menteri Hukum dan Hak asasi Manusia Republik
Indonesia Nomor 10 Tahun 2013 Tentang Tata Cara Pendaftaran Jaminan Fidusia Secara Elektronik dalam rangka meningkatkan pelayanan kepada masyarakat yang memerlukan jasa hukum di bidang jaminan fidusia. Tujuan diberlakukannya pendaftran jaminan fidusia secara elektronik yaitu untuk meningkatkan pelayanan jasa hukum pendaftran jaminan fidusia dengan mudah, cepat, murah dan nyaman maka permohonan pendaftaran jaminan fidusia dilakukan secara elektronik. Pengertian pendaftaran jaminan fidusia secara elektronik terdapat pada Peraturan Menteri Hukum dan Hak Asasi Manusia Republik Indonesia Nomor 9 Tahun 2013 Tentang Pemberlakuan Pendaftaran Jaminan Fidusia Secara Elektronik bahwa pendaftaran jaminan fidusia secara elektronik adalah pendaftaran jaminan fidusia yang dilakukan oleh pemohon dengan mengisi aplikasi secara elektronik, pemohon adalah pemerima fidusia, kuasa atau wakilnya. Pendaftaran jaminan fidusia secara elektronik dapat dilakukan melalui kios pelayanan jaminan secara elektronik di seluruh pendaftaran fidusia. Walaupun pendaftaran jaminan fidusia sangat penting dan saat ini dengan berlakunya system online membuat pendaftaran jaminan fidusia semakin mudah dan cepat, namun dalam perkreditan di lingkungan bank masih ada perjanjian jaminan fidusia yang tidak didaftarkan. Demikian pula, terjadi pada perjanjian jaminan fidusia di lingkungan lembaga pembiayaan bisnis. Hal ini karena masih ada ketidakpastian mengenai pendaftaran jaminan fidusia. Sehingga masih banyak pihak kreditur penerima fidusia yang tidak mendaftarkan akta jaminannya. Faktor
13 penyebabnya antara lain jangka waktu kreditnya hanya berlangsung selama tidak lebih dari satu tahun, nilai pinjaman kecil, biaya pembuatan akta jaminan fidusia yang mahal dan debiturnya sudah dikenal dengan baik oleh bank yang bersangkutan.17 UU Jaminan Fidusia adalah hukum positif yang berlaku bagi jaminan fidusia, namun terdapat beberapa hal yang tidak diatur dengan jelas dalam undang-undang tersebut yaitu tentang pengaturan tata cara pendaftaran jaminan fidusia terhadap permohonan pendaftaran jaminan fidusia yang lewat waktu dari 60 (enam puluh) hari setelah Peraturan Menteri Nomor 10 Tahun 2013 ditetapkan dan akibat hukum jaminan fidusia yang tidak terdaftar dalam system online. Setelah didaftarkannya akta jaminan fidusia maka dikeluarkanlah sertifikat jaminan fidusia. Sertifikat jaminan fidusia lahir pada tanggal yang sama dengan tanggal dicatatnya jaminan fidusia dalam Buku daftar Fidusia. Dalam sertifikat jaminan fidusia sebagaimana dimaksud dalam Pasal 14 ayat (1) dicantumkan katakata “DEMI KEADILAN BERDASARKAN KETUHANAN YANG MAHA ESA”, yang bermaksud untuk memberikan kekuatan eksekusitorial, yang sama dengan putusan pengadilan yang telah memperoleh kekuatan hukum tetap. Dengan adanya kekuatan eksekutorial ini, sertifikat jaminan fidusia tersebut langsung dapat dilaksanakan tanpa melalui pengadilan dan bersifat final serta mengikat para pihak untuk melaksanakan putusan tersebut. Akibat hukum dari perjanjian jaminan fidusia yang tidak didaftarkan adalah tidak melahirkan perjanjian kebendaan bagi jaminan fidusia tersebut,
17
H. Tan Kamelo, Op. Cit, hal. 213.
14 sehingga karakter kebendaan seperti droit de suite dan hak preferensinya tidak melekat pada kreditur pemberi jaminan fidusia. Disinilah mengapa diperlukannya pengaturan yang tegas terhadap pendaftaran jaminan fidusia yang dilakukan lewat dari 60 hari setelah Peraturan Menteri Nomor 10 Tahun 2013 ditetapkandan akibat hukum jaminan fidusia yang tidak terdaftar dalam system online. Akibat yang ditimbulkan adalah terjadinya ketidakpastian hukum (rechtsonzekerheid). Hal inilah yang menyebabkan kebingungan dalam masyarakat mengenai aturan apa yang harus dipakai atau diterapkan. Dalam masyarakat menjadi tidak ada kepastian aturan yang diterapkan untuk mengatur hal-hal atau keadaan yang terjadi. Setelah ditelusuri judul-judul tesis yang ada di Indonesia melalui penelusuran dengan media internet ditemukan beberapa judul tesis yang menyangkut jaminan fidusia. Adapun judul-judulnya adalah sebagai berikut: a. Tesis yang berjudul “Tanggung Jawab Debitur Terhadap musnahnya Benda Jaminan Fidusia Dalam Perjanjian Kredit Bank”oleh Ni Made Trisna Dewi, Universitas Udayana, Tahun 2011. Penulisan ini dilakukan berdasarkan jenis penulisan Hukum Normatif, dengan rumusan masalah sebagai berikut: 1. Bagaimana pengaturan tanggung jawab debitur terhadap benda jaminan fidusia yang musnah dalam suatu perjanjian kredit bank menurut Undang-Undang Nomor 42 Tahun 1999 tentang Jaminan Fidusia? 2. Bagaimana perlindungan hukum bagi para pihak dalam perjanjian kredit bank terhadap masalah musnahnya benda jaminan fidusia?
15 b. Tesis Tesis yang berjudul “Kekuatan Mengikat Perjanjian Kredit Dengan Akta Fidusia Yang Tidak Didaftarkan (Studi Kasus Pada Koperasi Di Wilayah Kota Denpasar)”, oleh Putu Helena Evie Oktyavina Sridana, Universitas Udayana, Tahun 2013. Penulisan ini dilakukan berdasarkan jenis penulisan Yuridis Empiris, dengan rumusan masalah sebagai berikut: 1. Mengapa perjanjian kredit dengan jaminan fidusia tidak didaftarkan oleh koperasi? 2. Bagaimanakah kekuatan mengikat dari jaminan fidusia yang tidak didaftarkan dalam perjanjian kredit koperasi? 3. Bagaimanakah eksekusi terhadap benda jaminan fidusia yang tidak didaftarkan dalam perjanjian kredit koperasi? c. Tesis yang berjudul “Akibat Hukum Pendaftaran Jaminan Fidusia Setelah Debitur Wanprestasi” oleh Desak Putu Thiarina Mahaswari Agastia, Universitas Udayana, Tahun 2014. Penulisan ini dilakukan berdasarkan jenis penulisan Hukum Normatif, dengan rumusan masalah sebagai berikut: 1. Bagaimanakah pengaturan pendaftaran Jaminan Fidusia dalam sistem Hukum Indonesia? 2. Bagaimanakah akibat hukum terhadap Jaminan Fidusia yang didaftarkan setelah debitur wanprestasi? Penelitian tersebut di atas berbeda penulisannya dengan penelitian ini dimana dalam penelitian ini menekankan padaakibat hukum pendaftaran jaminan fidusia dalam sistem online mengenai pengaturan tata cara pendaftaran jaminan fidusia terhadap permohonan pendaftaran jaminan fidusia yang lewat waktu dari
16 60 (enam puluh) hari setelah Peraturan Menteri Nomor 10 Tahun 2013 ditetapkan dan akibat pendaftaran jaminan fidusia yang tidak didaftarkan dalam system online, sehingga tesis ini adalah asli, ada unsur kebaruan dan dapat dipertanggung jawabkan secara ilmiah. Berdasarkan uraian diatas maka penulis tertarik untuk meneliti, membahas serta mengangkatnya menjadi sebuah karya tulis/tesis yang berjudul “Akibat Hukum Pendaftaran Jaminan Fidusia Dalam Sistem Online”.
1.2 Rumusan Masalah Berdasarkan uraian latar belakang diatas, maka dapat dirumuskan pokokpokok permasalahan sebagai berikut: 1. Bagaimanakah pengaturan tata cara pendaftaran jaminan fidusia terhadap permohonan pendaftaran jaminan fidusia yang lewat waktu dari 60 (enam puluh) hari setelah Peraturan Menteri Nomor 10 Tahun 2013 ditetapkan? 2. Bagaimanakah akibat hukum jaminan fidusia yang tidak terdaftar dalam sistem online?
1.3 Tujuan Penelitian a.
Tujuan Umum Tujuan umum dalam penelitian ini adalah untuk pengembangan ilmu
hukum terkait dengan paradigma science as a process (ilmu sebagai proses), dengan paradigma ini ilmu tidak akan pernah mandeg (final) dalam panggilannya
17 atas kebenaran di bidang obyeknya masing-masing.18 Dalam penelitian ini bertujuan untuk melakukan penelitian lebih mendalam tentang akibat hukum pendaftaran jaminan fidusia dalam sistem online.
b.
Tujuan Khusus Selain untuk mencapai tujuan umum yang telah tersebut diatas, juga
terdapat tujuan khusus. Adapun tujuan khusus yang ingin dicapai sesuai dengan permasalahan yang dibahas dalam penelitian ini, yaitu: 1. Untuk mengetahui dan menjelaskanpengaturan tata cara pendaftaran jaminan fidusia terhadap permohonan pendaftaran jaminan fidusia yang lewat waktu dari 60 (enam puluh) hari setelah Peraturan Menteri Nomor 10 Tahun 2013 ditetapkan. 2. Untuk mengetahui dan menjelaskan akibat hukum jaminan fidusia yang tidak terdaftar dalam sistem online.
1.4 Manfaat Penelitian Manfaat yang dapat diharapkan dan dicapai dari hasil penelitian terhadap pokok permasalahan adalah: a.
Manfaat Teoritis Penelitian ini secara teoritis diharapkan dapat memberi manfaat positif
bagi perkembangan ilmu hukum. Manfaat positif yang diharapkan dikhususkan
18
Program Studi Magister Kenotariatan Universita Udayana, 2013, Buku Pedoman Pendidikan, hal. 57.
18 pada bidang hukum jaminan fidusia terkait dengan akibat hukum pendaftaran jaminan fidusia dalam sistem online. b.
Manfaat Praktis Secara praktis penelitian ini diharapkan dapat memberikan manfaat dan
kontribusi antara lain bagi pemerintah, akademisi, notaris dan masyarakat umum. Manfaat yang dapat diberikan yaitu terkait dengan akibat hukum pendaftaran jaminan fidusia dalam sistem online.
1.5 Landasan Teoritis Landasan teoritis adalah upaya untuk mengidentifikasi teori hukum umum/teori khusus, konsep-konsep hukum, asas-asas hukum, aturan hukum, norma-norma dan lain-lain yang akan dipakai sebagai landasan untuk membahas permasalahan penelitian.19 Teori juga sangat diperlukan dalam penulisan karya ilmiah dalam tatanan hukum positif konkrit. Teori berasal dari kata teoritik, dapat didefenisikan adalah alur logika atau penalaran, yang merupakan seperangkat konsep, definisi, dan proposisi yang disusun secara sistematis. Secara umum, teori mempunyai tiga fungsi, yaitu untuk menjelaskan (explanation), meramalkan (prediction) dan pengedalian (control) suatu gejala. Menurut Mukti Fajar dan Yulianto Achmad, teori adalah suatu penjelasan yang berupaya untuk menyederhanakan pemahaman mengenai suatu fenomena atau teori juga merupakan simpulan dari rangkaian berbagai fenomena
19
Ibid, hal. 58.
19 menjadi sebuah penjelasan yang sifatnya umum.20 Pendapat lain oleh Jan Gijssels dan Mark Van Koecke “Eendegelijk inzicht in deze rechtsteoretissche kwesties wordt blijkens het voorwoord beschouwd alseen noodzakelijke basis voor elke wetenschappelijke studie van een konkreet positief rechtsstelsel”21 (dalam teori hukum diperlukan suatu pandangan yang merupakan pendahuluan dan dianggap mutlak perlu ada sebagai dasar dari studi ilmu pengetahuan terhadap aturan hukum positif). Robert K. Yin, menyatakan bahwa Theory means the design of research steps according to some relationship to the literature, policy issues or other substance source22 (teori berarti desain langkah-langkah penelitian menurut beberapa hubungan dengan literatur, isu-isu kebijakan atau sumber bahan lainnya). Landasan teoritis yang dimaksudkan yang berhubungan dengan akibat hukum pendaftaran akta jaminan fidusia dalam sistem online yaitu teori kepastian hukum, teori perlindungan hukum dan asas publisitas. a. Teori Kepastian Hukum Adanya kepastian hukum merupakan harapan bagi pencari keadilan terhadap tindakan sewenang-wenang dari aparat penegak hukum yang terkadang selalu arogansi dalam menjalankan tugasnya sebagai penegak hukum. Karena dengan adanya kepastian hukum masyarakat akan tahu kejelasan akan hak dan
20
Mukti Fajar dan Yulianto Achmad, 2010, Dualisme Penelitian Hukum Normatif & Empiris, Pustaka Pelajar, Yogyakarta, hal. 134. 21 Jan Gijssels en Mark Van Koecke, 1982, What Is Rechtsteorie?, Antwepen, Nederland, hal. 57. 22 Robert K. Yin, 1993, Applications of Case Study Research, Sage Publications International Educational and Profesional Publisher Newbury Park, New Delhi, hal. 4.
20 kewajiban menurut hukum. Tanpa ada kepastian hukum maka orang akan tidak tahu apa yang harus diperbuat, tidak mengetahui perbuatanya benar atau salah, dilarang atau tidak dilarang oleh hukum. Kepastian hukum ini dapat diwujudkan melalui penormaan yang baik dan jelas dalam suatu undang-undang dan akan jelas pulah penerapanya, dengan kata lain kepastian hukum itu berarti tepat hukumnya, subjeknya dan objeknya serta ancaman hukumanya. Akan tetapi kepastian hukum mungkin sebaiknya tidak dianggap sebagai elemen yang mutlak ada setiap saat, tapi sarana yang digunakan sesuai dengan situasi dan kondisi dengan memperhatikan asas manfaat dan efisiensi. Dalam suatu undang-undang, kepastian hukum meliputi dua hal yakni pertama kepastian perumusan norma dan prinsip hukum yang tidak bertentangan satu dengan lainnya baik dari pasal-pasal undang-undang itu secara keseluruhan maupun kaitannya dengan pasal-pasal lainnya yang berada di luar undang-undang tersebut. Kedua kepastian dalam melaksanakan norma-norma dan prinsip hukum undang-undang tersebut. Jika perumusan norma dan prinsip hukum itu sudah memiliki kepastian hukum tetapi hanya berlaku secara yuridis saja dalam arti hanya demi undang-undang semata-mata, berarti kepastian hukum itu tidak pernah menyentuh kepada masyarakatnya. 23 Teori Kepastian Hukum dikembangkan oleh Rene Descrates, seorang filsuf dari Prancis. Descartes berpendapat suatu kepastian hukum dapat diperoleh dari metode sanksi yang diberlakukan kepada subjek hukum baik perorangan maupun badan hukum yang lebih menekankan pada proses orientasi proses
23
H. Tan Kamelo, Op.Cit, hal. 117.
21 pelaksanaan bukan pada hasil pelaksanaan. Kepastian memberikan kejelasan dalam melakukan perbuatan hukum saat pelaksanaankontrak dalam bentuk prestasi bahkan saat kontrak tersebut wanprestasi. 24 Salah satu syarat yang harus dipenuhi dalam penegakan hukum yaitu kepastian hukum. Asas kepastian hukum mengandung arti, sikap atau keputusan pejabat
administrasi
negara
yang
manapun
tidak
boleh
menimbulkan
ketidakadilan hukum.25 Dalam menegakkan hukum ada tiga unsur yang harus diperhatikan, yaitu kepastian hukum, kemanfaatan dan keadilan. Ketiga unsur tersebut harus mendapat perhatian secara proporsional seimbang. Tetapi dalam praktek tidak selalu mudah mengusahakan secara proporsional seimbang antara ketiga unsur tersebut. Tanpa kepastian hukum orang tidak tahu apa yang harus diperbuatnya dan akhirnya timbul keresahan. Tetapi terlalu menitikberatkan pada kepastian hukum, terlalu ketat mentaati peraturan hukum akibatnya kaku dan akan menimbulkan rasa tidak adil. Kepastian hukum secara normatif adalah suatu peraturan dibuat dan diundangkan secara pasti digunakan untuk mengatur secara jelas dan logis suatu hal. Jelas tidak menimbulkan keragu-raguan dan logis dalam artian bahwa ia menjadi suatu sistem norma dengan norma lain sehingga tidak berbenturan atau menimbulkan konflik norma, kekosongan norma ataupun adanya kekaburan
24
Mariotedja, 2013, “Teori Kepastian Dalam Perspektif Hukum”, Marotedja.blogspot.com (diakses pada tanggal 25 Agustus 2014). 25 Prajudi Atmosudirdjo, 1983, Hukum Administrasi Negara, Ghalia Indonesia, Jakarta, hal. 88.
22 norma. Menurut Gustaf Radbruch hukum memiliki tujuan yang berorientasi pada tiga hal yaitu kepastian hukum, keadilan dan daya guna. 26 Kepastian kata dasarnya adalah pasti, yang memiliki arti suatu hal yang sudah tentu, sudah tetap dan tidak boleh tidak. Gustaf Radbruch seperti yang dikutip oleh Theo Huijber mengenai kepastian hukum mengemukakan bahwa:27 pengertian hukum dapat dibedakan menjadi tiga aspek yang ketiga-tiganya diperlukan untuk sampai pada pengertian hukum yang memadai. Aspek pertama adalah keadilan dalam arti yang sempit. Keadilan ini berarti kesamaan hak untuk semua orang di depan pengadilan. Aspek yang kedua adalah tujuan keadilan atau finalitas dan aspek yang ketiga adalah kepastian hukum atau legalitas. Menurut Peter Mahmud Marzuki berkaitan dengan pengertian kepastian hukum dikemukakan sebagai berikut: Pertama adanya aturan yang bersifat umum membuat individu mengetahui perbuatan apa yang boleh atau tidak boleh dilakukan dan kedua, berupa keamanan hukum bagi individu dari kesewenangan pemerintah karena dengan adanya aturan yang bersifat umum itu individu dapat mengetahui apa saja yang boleh dibebankan atau dilakukan oleh negara terhadap individu. Kepastian hukum bukan hanya berupa pasal-pasal dalam undang-undang, melainkan juga adanya konsistensi dalam putusan hakim antara putusan yang satu dengan putusan hakim yang lain untuk kasus serupa yang telah diputus.28 Pendapat lainnya mengenai kepastian hukum diberikan oleh M. Yahya Harahap, yang menyatakan bahwa kepastian hukum dibutuhkan di dalam masyarakat demi terciptanya ketertiban dan keadilan. Ketidakpastian hukum akan menimbulkan
26
O. Notohamidjojo, 2011, Soal-Soal Pokok Filsafat Hukum, Griya Media,
hal. 33. 27
Theo Huijbers, 2007, Filsafat Hukum Dalam Lintas Sejarah, Kanisius, Yogyakarta, hal. 163. 28 Peter Mahmud Marzuki, 2008, Pengantar Ilmu Hukum, Kencana, Jakarta, (selanjutnya disingkat Peter Mahmud Marzuki I), hal. 158.
23 kekacauan dalam kehidupan masyarakat dan setiap anggota masyarakat akan bertindak main hakim sendiri.29 Agar hukum dapat berlaku dengan sempurna dan menjamin kepastian hukum, maka diperlukan tiga nilai dasar tersebut. Kepastian hukum dengan demikian berkaitan dengan kepastian aturan hukum, bukan kepastian tindakan terhadap atau tindakan yang sesuai dengan aturan hukum. Asas kepastian hukum adalah asas dalam negara hukum yang menggunakan landasan peraturan perundang-undangan,
kepatutan
dan
keadilan
dalam
setiap
kebijakan
penyelenggaraan negara yang dilaksanakan oleh pemerintah. Dari semua teori mengenai kepastian hukum diatas, teori menurut Gustaf Radbruch lebih mendekati untuk dipergunakan sebagai penyelesaian persoalan mengenai pengaturan tata cara pendaftaran jaminan fidusia terhadap permohonan pendaftaran jaminan fidusia yang lewat waktu dari 60 (enam puluh) hari setelah Peraturan Menteri Nomor 10 Tahun 2013 ditetapkan dan akibat hukum jaminan fidusia yang tidak terdaftar dalam sistem online. Dengan kata lain, adanya unsur keadilan, tujuan keadilan dan kepastian hukum dalam pendaftaran akta jaminan fidusia akan dapat memberikan jaminan perlindungan bagi setiap orang, mengingat kepastian hukum itu sendiri adalah alat atau syarat untuk memberikan perlindungan bagi yang berhak. Dalam pelaksanaan pendaftaran jaminan fidusia dengan sistem online tentunya kepastian hukum harus dapat dijamin baik itu bagi pemberi fidusia,
29
M. Yahya Harahap, 2006, Pembahasan Permasalahan dan Penerapan KUHAP, Sinar Grafika, Jakarta, (selanjutnya disingkat M. Yahya Harahap I), hal. 76.
24 penerima fidusia maupun bagi pihak ketiga. Memberikan kepastian hukum sebagai tujuan dari dilakukannya pendaftaran jaminan fidusia menjadi hal terpenting dalam pendaftaran Jaminan Fidusia secara elektronik terutama menyangkut benda yang menjadi objek Jaminan. b. Teori Perlindungan Hukum Hakekatnya setiap orang berhak mendapatkan perlindungan dari hukum. Hampir seluruh hubungan hukum harus mendapat perlindungan dari hukum. Perlindungan hukum harus melihat tahapan yakni perlindungan hukum lahir dari suatu ketentuan hukum dan segala peraturan hukum yang diberikan oleh masyarakat yang pada dasarnya merupakan kesepakatan masyarakat tersebut untuk mengatur hubungan prilaku antara anggota-anggota masyarakat dan antara perseoranan dengan pemerintah yang dianggap mewakili kepentingan masyarakat. Menurut Satijipto Raharjo, perlindungan hukum adalah memberikan pengayoman terhadap hak asasi manusia (HAM) yang dirugikan orang lain dan perlindungan itu di berikan kepada masyarakat agar dapat menikmati semua hakhak yang diberikan oleh hukum.30 Philipus M. Hadjon mengemukakan perlindungan hukum dalam kepustakaan hukum berbahasa Belanda dikenal dengan sebutan rechbescherming van de burgers.31 Dari pendapat tersebut, bahwa perlindungan hukum berasal dari bahasa Belanda yakni rechbescherming dengan mengandung pengertian bahwa dalam kata perlindungan terdapat suatu usaha untuk memberikan hak-hak pihak yang dilindungi sesuai dengan kewajiban yang
30
Ibid, hal. 54. Phillipus M. Hadjon, 1987, Perlindungan Hukum Bagi Rakyat Indonesia, PT. Bina Ilmu, Surabaya, hal. 1. 31
25 dilakukan. Phillipus M. Hadjon, bahwa perlindungan hukum bagi rakyat sebagai tindakan pemerintah yang bersifat preventif dan represif. 1. Perlindungan hukum yang preventif bertujuan untuk mencegah terjadinya sengketa, yang mengarahkan tindakan pemerintah bersikap hati-hati dalam pengambilan keputusan berdasarkan diskresi. 2. Perlindungan hukum represif, yakni bentuk perlindungan hukum dimana lebih ditujukan dalam penyelesian sengketa, berupa sanksi seperti denda, penjara, dan hukuman tambahan. Perlindungan yang represif bertujuan untuk menyelesaikan terjadinya sengketa, termasuk penangananya di lembaga peradilan.32 Pendaftaran jaminan fidusia merupakan perlindungan hukum preventif, dengan mendaftarkan jaminan fidusia ke kantor pendaftaran fidusia maka penerima fidusia akan memperoleh sertifikat jaminan fidusia yang dapat memberikan kekuatan eksekutorial, yang sama dengan putusan pengadilan yang telah memperoleh kekuatan hukum tetap. Sertifikat jaminan fidusia tersebut dapat digunakan untuk melakukan eksekusi terhadap jaminan fidusia, jika sewaktuwaktu pemberi fidusia cedera janji. Upaya untuk mendapatkan perlindungan hukum tentunya yang diinginkan oleh manusia adalah ketertiban dan keteraturan antara nilai dasar dari hukum yakni adanya kepastian hukum, kegunaan hukum serta keadilan hukum, meskipun pada umumnya dalam praktek ketiga nilai dasar tersebut belum tercipta dengan baik, namun haruslah diusahakan untuk ketiga nilai dasar tersebut bersamaan.
32
Phillipus M. Hadjon, Op.Cit, hal. 2.
26 Fungsi primer hukum, yakni melindungi rakyat dari bahaya dan tindakan yang dapat merugikan dan menderitakan hidupnya dari orang lain, masyarakat maupun penguasa. Di samping itu berfungsi pula untuk memberikan keadilan serta menjadi sarana untuk mewujudkan kesejahteraan bagi
seluruh rakyat.
Perlindungan, keadilan, dan kesejahteraan tersebut ditujukan pada subyek hukum yaitu pendukung hak dan kewajiban, tidak terkecuali kaum wanita. Teori perlindungan hukum yang digunakan adalah teori menurut Phillipus M. Hadjon, yang lebih mendekati untuk dipergunakan sebagai penyelesaian persoalan mengenai pengaturan tata cara pendaftaran jaminan fidusia terhadap permohonan pendaftaran jaminan fidusia yang lewat waktu dari 60 (enam puluh) hari setelah Peraturan Menteri Nomor 10 Tahun 2013 ditetapkan. Perlindungan hukum ini ditujukan agar mampu melindungi pihak penerima fidusia dari keadaan wanprestasi debitur (pemberi fidusia). Dengan mendaftarkan benda jaminan fidusia maka pihak penerima fidusia mempunyai alat bukti berupa sertifikat jaminan fidusia yang dapat digunakan untuk melakukan eksekusi pada benda jaminan fidusia.
c. Asas Publisitas Pencatatan dan publikasi pada hukum kebendaan pelaksanaannya diserahkan sepenuhnya pada kehendak para pihak yang melangsungkan perbuatan hukumnya. Publikasi ini karena memang ditujukan untuk melindungi kepentingan pihak ketiga adalah terbuka untuk umum. Tidak dilakukannya pencatatan dan publikasi, berakibat tidak berlakunya perbuatan hukum yang dikehendaki oleh
27 para pihak terhadap pihak ketiga, berarti bahwa apabila pencatatan dan publikasi tersebut diabaikan, para pihak tidak dapat mendalilkan hubungan hukum yang ada di antara para pihak terhadap pihak ketiga. Kewajiban pencatatan dan publikasi atas suatu perjanjian penjaminan yang merupakan perjanjian assesoir dari suatu perjanjian pokok yang bersifat perorangan, timbullah/terbitlah suatu hak kebendaan yang bersifat droit de suite dan droit de preference. Pemegang hak atas jaminan kebendaan yang dijaminkan secara kebendaan tersebut yaitu hak yang melekat atas kebendaan yang dijaminkan kemanapun kebendaan tersebut dialihkan.33 Sesuai ketentuan Pasal 28 UU Jaminan Fidusia, sifat mendahului droit de preference ini berlaku sejak tanggal pendaftarannya pada kantor pendaftaran fidusia. Jadi dalam hal ini berlaku adagium first registered first scured. Hak yang didahulukan adalah hak penerima fidusia untuk mengambil pelunasan piutangnya atas hasil eksekusi benda yang menjadi objek jaminan fidusia. Hak untuk mengambil pelunasan ini mendahului kreditor-kreditor lainnya. 34 UU Jaminan Fidusia mengatur tentang kewajiban pendaftaran jaminan fidusia
agar
memberikan
kepastian
hukum
kepada
para
pihak
yang
berkepentingan dan pendaftaran jaminan fidusia ini memberikan hak yang didahulukan (preference) kepada penerima fidusia terhadap kreditor lain. Jaminan fidusia memberikan hak kepada pihak penerima fidusia untuk tetap menguasai benda yang menjadi objek jaminan fidusia berdasarkan kepercayaan, diharapkan
33
Herlien Budiono, 2008, Kumpulan Tulisan Hukum Perdata di Bidang Kenotariatan, Pt. Citra Aditya Bakti, Bandung, hal. 230. 34 Henny Tanuwidjaja, Op.Cit, hal. 59.
28 sistem pendaftaran yang diatur dalam UU Jaminan Fidusia tersebut dapat memberikan jaminan kepada pihak penerima fidusia dan pihak yang mempunyai kepentingan terhadap benda tersebut. Pasal 11 UU Jaminan Fidusia menjelaskan bahwa, pendaftaran benda yang dibebani dengan jaminan fidusia dilaksanakan di tempat kedudukan pemberi fidusia dan pendaftarannya mencakup benda, baik yang berada di dalam maupun di luar wilayah negara Republik Indonesia untuk memenuhi asas publisitas, sekaligus merupakan jaminan kepastian terhadap kreditor lainnya mengenai benda yang telah dibebani jaminan fidusia. Berdasarkan uraian tersebut maka untuk menjawab permasalahan tentang pengaturan tata cara pendaftaran jaminan fidusia terhadap permohonan pendaftaran jaminan fidusia yang lewat waktu dari 60 (enam puluh) hari setelah Peraturan Menteri Nomor 10 Tahun 2013 ditetapkandan akibat hukum jaminan fidusia yang tidak terdaftar dalam sistem online. Pendaftaran dengan asas publisitas ini dimaksudkan agar mempunyai pengaruh/efek terhadap pihak ketiga, agar pihak ketiga terikat dengan pendaftaran tersebut. Artinya pihak ketiga tidak dapat lagi mengemukakan alasan itikad baik, untuk mengelak dari kelelaiannya untuk mengontrol daftar yang bersangkutan sebelum melakukan transaksi yang menyangkut benda terdaftar.
1.6 Metode Penelitian Metode penelitian adalah tata cara atau langkah-langkah yang digunakan untuk menganasilis atau menjawab suatu permasahan yang di teliti. Menurut Soerjono Soekanto, metode adalah proses, prinsip-prinsip dan tata cara
29 memecahkan sutu masalah, sedangkan penelitian adalah pemeriksaan secara hatihati, tekun dan tuntas terhadap suatu gejala untuk menambah pengetahuan manusia, maka metode penelitian dapat diartikan sebagai proses, prinsip-prinsip dan tata cara untuk memecahkan masalah yang dihadapi dalam melakukan penelitian.35 1.6.1 Jenis Penelitian Jenis penelitian yang digunakan untuk penulisan tesis ini adalah menggunakan penelitian hukum normatif. Penelitian hukum normatif yaitu penelitian yang mendekati masalah dan norma hukum yang berlaku. Norma hukum yang berlaku berupa norma hukum positif tertulis seperti undang-undang dasar, undang-undang dan peraturan pemerintah. Penelitian hukum normatif merupakan sebuah upaya untuk mencari dan menemukan asas-asas hukum, aturan-aturan hukum positif yang dapat diterapkan untuk menjawab atau menyelesaikan permasalahan atau isu hukum tertentu. Penelitian hukum ini termasuk dalam penelitian teoritik (theoretical research). Theoritical research sebagaimana dinyatakan oleh Terry Hutchinson yaitu; Research which fosters a more complete understanding of the conceptual bases of legal principles and of the combined effects of a range of rules and procedures that touch on a particular area ofactivity36 (Penelitian yang meningkatkan pemahaman yang lebih lengkap dari basis konseptual prinsipprinsip hukum dan efek gabungan dari berbagai aturan dan prosedur yang menyentuh pada area tertentu dari kegiatan).
35
Soerjono Soekanto, 1986, Pengantar Penelitian Hukum, UII Press, Jakarta, hal. 6. 36 Terry Hutchinson, 2002, Researching and Writing in Law, Lawbook Co, Sydney, Australia, hal. 9.
30 Peter Mahmud Marzuki berpendapat, penelitian hukum adalah suatuproses untuk menemukan aturan hukum, prinsip-prinsip hukum, maupun doktrin-doktrin hukum guna menjawab isu hukum yang dihadapi. Hal ini sesuai dengan karakter preskriptif ilmu hukum.37 Oleh karena itu penelitian hukum normatif diartikan sebagai suatu proses untuk menemukan aturan hukum, prinsip hukum maupun doktrin-doktrin hukum guna menjawab isu hukum yang dihadapi. Penelitian hukum dilakukan untuk menghasilkan argumentasi, teori atau konsep baru untuk menyelesaikan masalah yang dihadapi, sehingga hasil yang diperoleh tersebut, sudah mengandung nilai.38 Menurut Abdulkadir Muhammad, penelitian hukum normatif adalah penelitian yang mengkaji hukum tertulis dari berbagai aspek, yaitu aspek teori, sejarah, filosofi, perbandingan, struktur dan komposisi, lingkup dan materi, konsistensi, penjelasan umum dan pasal demi pasal, formalitas dan kekuatan mengikat suatu undang-undang, serta bahasa hukum yang digunakan, tetapi tidak mengkaji aspek terapan atau pelaksanaan.39 Penelitian hukum normatif disebut juga dengan penelitian hukum doktrinal yakni yang berfokus pada peraturan yang tertulis (law in book),40 yang beranjak dari adanya kekaburan norma dalam peraturan menteri tentang tata cara pendaftaran jaminan fidusia dengan system
37
Peter Mahmud Marzuki, 2005, Penelitian Hukum, Prenada Media, Jakarta, (selanjutnya disebut Peter Mahmud Marzuki II), hal. 35. 38 Ibid, hal. 35. 39 Abdulkadir Muhammad,1992, Hukum Perikatan, Citra Aditya, Bandung, (selanjutnya disebut Abdulkadir Muhammad I), hal. 102. 40 Amiruddin dan H. Zainal, 2008, Pengantar Metode Penelitian Hukum, PT. RajaGrafindo Persada, Jakarta, hal. 18.
31 online dan akibat hukum jaminan fidusia yang tidak terdaftarkan dalam sistem online.
1.6.2 Jenis Pendekatan Jenis pendekatan yang digunakan dalam penelitian ini adalah pendekatan pendekatan konsep (conceptual approach) dan pendekatan perundang-undangan (statute approach). Pada umumnya dalam penelitian hukum terdapat beberapa pendekatan yang lain selain pendekatan konsep (conceptual approach) dan
pendekatan perundang-undangan (statute approach), yakni pendekatan kasus (The Case Approach), pendekatan sejarah (Historical Approach) dan pendekatan komparatif (Comparative Approach).41 Pendekatan perundang-undangan (statute approach), yakni dengan menggunakan peraturan perundang-undangan sebagai bahan hukum primer. Pendekatan perundang-undangan (statute approach) dilakukan dengan menelaah semua undang-undang dan regulasi yang bersangkut paut dengan isu hukum yang sedang ditangani. Dalam metode pendekatan perundang-undangan perlu memahami hierarki dan asas-asas dalam peraturan perundang-undangan. Pendekatan konseptual beranjak dari pandangan-pandangan dan doktrin-doktrin yang berkembang di dalamilmu hukum. Dengan mempelajari pandanganpandangan dan doktrin-doktrin di dalam ilmu hukum, maka akan ditemukan ideide yang melahirkan pengertian-pengertian hukum, konsep-konsep hukum dan asas-asas hukum yang relevan dengan isu yang dihadapi. Pemahaman akan
41
Peter Mahmud Marzuki II, Op.Cit, hal. 93.
32 pandangan-pandangan dan doktrin-doktrin tersebut merupakan sandaran dalam membangun suatu argumentasi hukum dalam memecahkan isu yang dihadapi.42
1.6.3 Sumber Bahan Hukum Bahan hukum yang digunakan dalam penelitian ini bersumber dari kepustakaan, yang terdiri dari: 1. Bahan Hukum Primer. Bahan hukum primer yaitu bahan hukum yang mempunyai kekuatan mengikat secara umum (perundang-undangan) atau mempunyai kekuatan mengikat bagi pihak-pihak berkepentingan (kontrak, konvensi, dokumen hukum dan putusan hakim).43 Bahan hukum primer dalam penilitian ini yakni: a) Kitab Undang-Undang hukum Perdata b) Undang-UndangRepublik Indonesia Nomor 42 tahun 1999 tentang Jaminan Fidusia. c) Undang-Undang Nomor 30 Tahun 2004 tentang Jabatan Notaris. d) Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 2 Tahun 2014 tentang Perubahan Atas Undang-Undang Nomor 30 Tahun 2004 tentang Jabatan Notaris. e) Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 86 Tahun 2000 tentang Tata Cara Pendaftaran Jaminan Fidusia Dan Biaya Pembuatan Akta Jaminan Fidusia.
42
Ibid. Abdulkadir Muhammad, 2004, Hukum dan Penelitian Hukum, Citra Aditya Bakti, Bandung, (selanjutnya disebut Abdulkadir Muhammand II), hal. 81. 43
33 f) Peraturan Menteri Hukum dan Hak Asasi Manusia Republik Indonesia Nomor 8 Tahun 2013 tentang Pendelegasian Penandatanganan Sertifikat Jaminan Fidusia Secara Elektronik. g) Peraturan Menteri Hukum dan Hak Asasi Manusia Republik Indonesia Nomor 9 Tahun 2013 tentang Pemberlakuan Pendaftaran Jaminan Fidusia Secara Elektronik. h) Peraturan Menteri Hukum dan Hak Asasi Manusia Republik Indonesia Nomor 10 Tahun 2013 tentang Tata Cara Pendaftaran Jaminan Fidusia Secara Elektronik. 2. Bahan Hukum Sekunder Bahan hukum sekunder adalah bahan hukum yang memberi penjelasan terhadap bahan hukum primer (buku ilmu hukum, jurnal hukum, laporan hukum dan media cetak atau elektronik). 44 Bahan hukum sekunder dalam penelitian ini yaitu buku-buku hasil karya para sarjana yang menguraikan tentang pengaturan tata cara pendaftaran jaminan fidusia terhadap permohonan pendaftaran jaminan fidusia yang lewat waktu dari 60 (enam puluh) hari setelah Peraturan Menteri Nomor 10 Tahun 2013 ditetapkan dan akibat hukum jaminan fidusia yang tidak terdaftar dalam sistem online. 3. Bahan hukum Tertier.
44
Abdulkadir Muhammad I, Op.Cit, hal. 102.
34 Bahan hukum tersier adalah bahan hukum yang memberikan petunjuk atau penjelasan terhadap bahan hukum primer dan sekunder, seperti kamus hukum, internet dengan menyebut nama situsnya. 45
1.6.4 Teknik Pengumpulan Bahan Hukum Teknik pengumpulan bahan hukum yang digunakan yaitu dengan membaca dan mencatat literatur-literatur yang terkait dengan permasalahan yang akan diteliti dengan sistem kartu. Sistem kartu yaitu bahan hukum yang telah dikumpulkan dicatat dan dibuat dalam bentuk kartu-kartu. Dalam kartu tersebut dicatat mengenai sumber bahan hukum yang didapat baik nama penulis, tahun terbit, judul bahan hukum, penerbit, halaman dan informasi lain yang diperlukan. Kartu-kartu tersebut kemudian akan disusun berdasarkan pokok bahasan untuk memudahkan analisis. Menurut Soejono Soekanto sistem kartu yaitu dengan menyusun dan mengklasifikasikan kartu-kartu tersebut kartu ikhtiar, kartu kutipan dan kartu ulasan kemudian dicocokan juga dengan perencanaan sistematika tesis yang dibuat. Selanjutnya diberi tulisan tentang sumber kutipan yang diperoleh secara lengkap.46
45
Soerjono Soekanto dan Sri Mamudji, 2007, Penelitian Hukum Normatif Suatu Tinjauan Singkat, Raja Grafindo Persada, Jakarta, hal. l3. 46 Soejono Soekanto, Op.Cit,hal. 36.
35 1.6.5 Teknik Analisis Bahan Hukum Teknik analisis bahan hukum dalam penelitian ini adalah setelah semua bahan hukum terkumpul baik dari bahan hukum primer dan sekunder kemudian diklasifikasikan secara kualitatif sesuai dengan permasalahan. Bahan hukum tersebut dianalisa dengan teori-teori yang relevan kemudian disimpulkan untuk menjawab permasalahan dan akhirnya bahan hukum disajikan dalam deskritif analitis. Menurut Zainuddin Ali metode penelitian yang menggunakan bahan hukum primer, bahan hukum sekunder, maupun bahan hukum tertier, maka penelitian tersebut menggunakan teknik deskriptif analitis yang menganalisis peraturan perundang-undangan yang berkaitan dengan teori-teori hukum yang menjadi obyek penelitian dan bahan hukum ini bersifat: a. Deskripsi Tahapan pendeskripsian atau
penggambaran
dengan menguraikan
proposisi-proposisi hukum sesuai dengan pokok permasalahan yang dikaji yakni dengan adaya akibat hukum pendaftaran jaminan fidusia dalam sistem online. b. Sitematisasi Dalam proses sistematisasi ini terbentuk atau dirumuskan sejumlah aturanumum dan pengertian-pengertian hukum atau konsep hukum (legalconsept) yang digunakan untuk memudahkan pengolahan bahan hukum dalam proses sistematisasi bahan hukum tersebut.
36 c. Evaluasi Tahapan evaluasi atau analisis dengan memberi penilaian berupa tepat atau tidak tepat, setuju atau tidak setuju, benar atau salah syah atau tidak syah oleh peneliti terhadap suatu pandangan, proposisi, pernyataan rumusan norma, keputusan baik yang tertera dalam bahan hukum primer maupun dalam bahan hukum sekunder. d. Argumentasi. Teknik argumentasi, teknik argumentasi tidak bisa dilepaskan dari teknik evaluasi karena penilaian harus didasarkan pada alasan-alasan yang bersifat penalaran hukum.47
47
hal. 105.
Zainuddin Ali, 2010, Metode Penelitian Hukum, Sinar Grafika, Jakarta,
BAB II TINJAUAN UMUM TENTANG AKTA JAMINAN FIDUSIA
2.1 Pengaturan Jaminan Fidusia 2.1.1 Pengertian Jaminan Istilah jaminan merupakan terjemahan dari istilah zekerheid atau cautie,
yaitu
kemampuan debitur untuk memenuhi atau
melunasi
perutangannya kepada kreditor, yang dilakukan dengan cara menahan benda tertentu yang bernilai ekonomis sebagai tanggungan atas pinjaman atau utang yang diterima debitur kepada kreditornya. Mariam Darus Badrulzaman merumuskan jaminan sebagai suatu tanggungan yang diberikan oleh seorang debitur dan/atau pihak ketiga kepada kreditur untuk menjamin kewajibannya dalam suatu perikatan.95 Thomas Suyanto, ahli Perbankan menyatakan bahwa jaminan adalah penyerahan kekayaan atau pernyataan kesanggupan seseorang untuk menanggung pembayaran kembali suatu hutang.96 Dalam
seminar
badan
pembinaan
hukum
nasional
yang
diselenggarakan di Yogyakarta dari tanggal 20 sampai dengan 30 Juli 1977 disimpulkan pengertian jaminan. Jaminan adalah menjamin dipenuhinya kewajiban yang dapat dinilai dengan uang yang timbul dari suatu perikatan hukum, oleh karena itu hukum jaminan erat sekali dengan hukum benda. Kontruksi jaminan dalam definisi ini ada kesamaan dengan yang
95 96
Rachmadi Usman I, Op.Cit, hal. 66. Thomas Suyatno, 1989, Dasar-Dasar Perkreditan, PT Gramedia, Jakarta,
hal.70. 37
38 dikemukakan oleh Mariam Darus Badrulzaman, Hartono Hadisoeprapto dan M. Bahsan. Hartono Hadisoeprapto berpendapat bahwa jaminan adalah sesuatu yang diberikan kepada kreditur untuk menimbulkan keyakinan bahwa debitur akan memenuhi kewajiban yang dapat dinilai dengan uang yang timbul dari sutu perikatan. M. Bahsan berpendapat bahwa jaminan adalah segala sesuatu yang diterima kreditur dan diserahkan debitur untuk menjamin suatu utang piutang dalam masyarakat. 97 Menurut ketentuan Pasal 2 ayat (1) Surat Keputusan Direksi Bank Indonesia No. 23/69/KEP/DIR tanggal 28 Februari 1991 tentang jaminan pemberian kredit, bahwa jaminan adalah suatu keyakinan bank atas kesanggupan
debitur
untuk
melunasi
kredit
sesuai
dengan
yang
diperjanjikan.98 Berdasakan pada pengertian jaminan diatas, maka dapat dikemukakan bahwa fungsi utama dari jaminan adalah untuk menyakinkan bank atau kreditor bahwa debitor mempunyai kemampuan untuk melunasi kredit yang diberikan kepadanya sesuai dengan perjanjian kredit yang telah disepakati bersama.99 Jaminan difokuskan pada pemenuhan kewajiban kepada kreditur (bank), timbulnya jaminan karena adanya perikatan antara kreditur dengan debitur dan jaminan itu suatu tanggungan yang dapat dinilai dengan uang yaitu berupa kebendaan tertentu yang diserahkan debitur kepada kreditor
97 98
Salim. HS, Op.cit, hal. 22. Sentosa Sembiring, 2008, Hukum Perbankan, Mandar Maju, Bandung,
hal.70. 99
Hermansyah, 2005, Hukum Perbankan Nasional Indonesia, Kencana, Jakarta, hal. 73.
39 sebagai akibat dari suatu hubungan perjanjian utang piutang. Kebendaan tertentu diserahkan debitur kepada kreditur dimaksudkan sebagai tanggungan atas pinjaman atau fasilitas kredit yang diberikan kreditur kepada debitur sampai debitur melunasi pinjamnanya tersebut. Apabila debitur wanprestasi kebendaan tertentu tersebut akan dinilai dengan uang selanjutnya akan dipergunakan untuk pelunasan seluruh atau sebagian dari pinjaman atau utang debitur kepada krediturnya. Istilah jaminan telah lazim digunakan dalam bidang ilmu hukum dan telah digunakan dalam beberapa peraturan perundang-undangan tentang lembaga jaminan daripada istilah agunan. Oleh karena itu, istilah yang digunakan bukan hukum agunan, lembaga agunan, agunan kebendaan, agunan perseorangan atau hak agunan melainkan hukum jaminan, lembaga jaminan, jaminan kebendaan jaminan perseorangan dan hak jaminan. Hak jaminan melingkupi hak jaminan yang bersifat umum dan hak jaminan yang bersifat khusus. Hukum jaminan merupakan terjemahan dari istilah security of law, zekerheidsstelling atau zekerheidsrechten. Dalam keputusan seminar hukum jaminan yang diseleengarakan oleh Badan Pembinaan Hukum Nasional Departemen Kehakiman bekerja sama dengan Fakultas Hukum Universitas Gadjah Mada tanggal 9 sampai dengan 11 Oktober 1978 di Yogyakarta menyimpulkan bahwa istilah hukum jaminan itu meliputi pengertian baik jaminan kebendaan maupun perorangan. Berdasarkan kesimpulan tersebut, pengertian hukum jaminan yang diberikan didasarkan kepada pembagian jenis lembaga hak jaminan artinya tidak memberikan
40 perumusan pengertian hukum jaminan, melainkan jaminan kebendaan dan jaminan perorangan. 100 J. Satrio, hukum jaminan itu diartikan peraturan hukum yang mengatur tentang jaminan-jaminan piutang seorang kreditor terhadap seorang debitur.101 Definisi ini difokuskan pada pengaturan hak-hak kreditur sematamata, tetapi tidak memperhatikan hak-hak debitur. Padahal subjek kajian hukum jaminan tidak hanya menyangkut kreditur semata-mata, tetapi juga erat kaitannya dengan debitur, sedangkan yang menjadi objek kajiannya adalah benda jaminan. Sri Soedewi Masjhoen Sofwan, mengemukakan bahwa hukum jaminan adalah mengatur kontruksi yuridis yang memungkinkan pemberian fasilitas kredit, dengan menjaminkan benda-benda yang dibelinya sebagai jaminan. 102 Peraturan demikian harus cukup meyakinkan dan memberikan kepastian hukum bagi lembaga-lembaga kredit, baik dari dalam negeri maupun luar negeri. Adanya lembaga jaminan dan lembaga demikian kiranya harus dibarengi dengan adanya lembaga kredit dengan jumlah besar dengan jangka waktu yang lama dan bunga relatif rendah. Pengertian hukum jaminan menurut Sri Soedewi Masjhoen Sofwan merupakan konsep yuridis yang berkaitan dengan penyusunan peraturan perundang-undangan yang berkaitan dengan jaminan. M. Bahsan, hukum jaminan merupakan himpunan ketentuan yang mengatur atau berkaitan dengan penjaminan dalam rangka utang 100
Rachmadi Usman I, Op.Cit, hal. 1. Ibid. 102 M. Bahsan, 2008, Hukum Jaminan dan Jaminan Kredit Perbankan Indonesia, PT. RajaGrafindo Persada, Jakarta, hal. 3. 101
41 piutang (pinjaman uang) yang terdapat dalam berbagai peraturan perundangundangan yang berlaku saat ini.103 Pendapat terakhir dari pengertian hukum jaminan adalah menurut Salim HS, bahwa hukum jaminan adalah keseluruhan dari kaidah-kaidah hukum yang mengatur hubungan hukum antara pemberi dan penerima jaminan dalam kaitannya dengan pembebanan jaminan untuk mendapatkan fasilitas kredit.104 Berdasarkan pengertian di atas unsur-unsur yang terkandung di dalam perumusan hukum jaminan, yakni sebagai berikut: 1. Adanya kaidah hukum Kaidah hukum dalam bidang jaminan, dapat dibedakan menjadi dua macam yaitu kaidah hukum jaminan tertulis dan kaidah hukum jaminan tidak tertulis. Kaidah hukum jaminan tertulis adalah kaidah-kaidah hukum yang terdapat dalam peraturan perundang-undangan, traktat dan yurisprudensi, sedangkan kaidah hukum jaminan tidak tertulis adalah kaidah-kaidah hukum jaminan yang tumbuh, hidup dan berkembang dalam masyarakat, hal ini terlihat pada gadai tanah dalam masyarakat yang dilakukan secara lisan. 2. Adanya pemberi dan penerima jaminan Pemberi
jaminan
adalah
orang-orang
atau
badan
hukum
yang
menyerahkan barang jaminan kepada penerima jaminan, yang bertindak sebagai pemberi pemberi jaminan ini adalah orang atau badan hukum yang membutuhkan fasilitas kredit. Orang ini lazim disebut dengan debitur. 103 104
Ibid. Salim. HS, Op.Cit, hal. 6.
42 Penerima jaminan adalah orang atau badan hukum yang menerima barang jaminan dari pemberi jaminan, yang bertindak sebagai penerima jaminan ini adalah orang atau badan hukum. Badan hukum adalah lembaga yang memberikan fasilitas kredit, dapat berupa lembaga perbankan dan atau lembaga keuangan nonbank. 3. Adanya jaminan Pada dasarnya, jaminan yang diserahkan kepada kreditur adalah jaminan materiil dan imateriil. Jamianan materiil merupakan jaminan yang berupa hak-hak kebendaan seperti jaminan atas benda bergerak dan benda tidak bergerak. Jaminan imateriil merupakan jaminan nonkebendaan. 4. Adanya fasilitas kredit Pembebanan jaminan yang dilakukan oleh pemberi jaminan bertujuan untuk mendapatkan fasilitas kredit dari bank atau lembaga keuangan nonbank. Pemberian kredit merupakan pemberian uang berdasarkan kepercayaan, dalam arti bank atau lembaga keuangan nonbank percaya bahwa debitur sanggup untuk mengembalikan pokok pinjaman dan bunganya, begitu pula debitur percaya bahwa bank atau lembaga keuangan nonbank dapat memberikan kredit kepadanya. 105 Berdasarkan hasil analisis terhadap berbagai peraturan perundangundangan yang mengatur tentang jaminan maupun kajian terhadap berbagai literatur tentang jaminan, maka ditemukan lima asas penting dalam hukum jaminan, yaitu:
105
Ibid, hal. 7.
43 1. Asas publicitet yaitu asas bahwa semua hak, baik hak tanggungan, hak fidusia dan hipotek harus didaftarkan. Pendaftaran ini dimaksudkan supaya pihak ketiga dapat mengetahui bahwa benda jaminan tersebut sedang dilakukan pembebanan jaminan. Pendaftaran hak tanggungan di kantor Badan Pertanahan Nasional Kabupaten/Kota, pendaftaran fidusia dilakukan di kantor pendaftaran fidusia pada kantor Departemen Kehakiman dan Hak Asasi Manusia sedangkan pendaftaran hipotek kapal laut dilakukan di depan pejabat pendaftar dan pencatat balik nama yaitu syahbandar. 2. Asas specialitet, yaitu bahwa hak tanggungan, hak fidusia dan hipotek hanya dapat dibebankan atas percil atau atas barang-barang yang sudah terdaftar atas nama orang tertentu. 3. Asas tidak dapat dibagi-bagi, yaitu asas dapat dibaginya hutang tidak dapat mengakibatkan dapat dibaginya hak tanggungan, hak fidusia, hipotek dan hak gadai walaupun telah dilakukan pembayaran sebagaian. 4. Asas inbezittstelling yaitu barang jaminan (gadai) harus berada pada penerima gadai. 5. Asas horizontal yaitu bangunan dan tanah bukan merupakan satu kesatuan, hal ini dapat dilihat dalam penggunaan hak pakai, baik tanah negara maupun tanah hak milik. Bangunannya milik dari yang bersangkutan atau pemberi tanggungan, tetapi tanahnya milik orang lain, berdasarkan hak pakai.106
106
Ibid, hal. 9.
44 Hukum jaminan di Indonesia ditinjau dari sudut perkembangan perekonomian baik nasional maupun internasional mempunyai peran yang besar terkait dengan kegiatan pinjam meminjam uang. Berbagai lembaga keuangan sangat berperan dalam membantu pemenuhan kebutuhan dana bagi kegiatan perekonomian dengan memberi pinjaman uang baik dalam bentuk kredit maupun gadai, yang dimanfaatkan oleh masyarakat yang memerlukan dana. 2.1.2 Pengertian Jaminan Fidusia Fidusia berasal dari kata fiduciair atau fides yang artinya kepercayaan yakni penyerahan hak milik atas benda secara kepercayaan sebagai jaminan bagi pelunasan piutang kreditor. Penyerahan hak milik atas benda ini dimaksudkan hanya sebagai jaminan bagi pelunasan utang tertentu, dimana memberikan kedudukan yang diutamakan kepada penerima fidusia (kreditor) terhadap kreditor lainnya. Dalam berbagai literatur fidusia lazim disebut dengan fiduciaire eigendom overdract (FEO) yaitu penyerahan hak milik berdasarkan atas kepercayaan.107 Istilah fidusia yang berasal dari bahasa Belanda yaitu fiducie, sedangkan dalam bahasa inggris disebut fiduciary transfer of ownership yang artinya kepercayaan. Fiduciary mempunyai arti yaitu a fiduciary means a trustee or other person subject to fiduciary duties under the settlement (fidusia berarti kepercayaan atau seseorang yang diberikan kewajiban untuk
107
Ibid, hal. 55.
45 menyelesaikan fidusia).108 Dalam sistem Anglo Saxon, dikenal istilah fiduciary yang artinya sebagai berikut: The term is derived from the roman law, and means (as a noun) a person holding the character analogous to that of a trustee, in respect to the trust and confidence involved in it and the scrupulous good faith and candor which it requires. A person having duty, created by his undertaking, to act primarily for another’s benefit in matter connected which such undertaking.As an adjective it means of the nature of a trust; having the characteristics of a trust; analogous to a trust; relating to or founded upon a trust or confiden109 (istilah ini berasal dari hukum Romawi, dan sarana (sebagai kata benda) seseorang memegang karakter analog dengan wali, sehubungan dengan kepercayaan dan keyakinan yang terlibat di dalamnya dan itikad baik teliti dan keterusterangan yang membutuhkan. Seseorang yang memiliki tugas, yang diciptakan oleh usaha, untuk bertindak terutama untuk orang lain. Seperti kata sifat itu berarti sifat kepercayaan; memiliki karakteristik kepercayaan; analog dengan kepercayaan; berkaitan dengan atau didasarkan atas kepercayaan atau percaya diri). Pasal 1 angka 1 UU Jaminan Fidusia menyatakan bahwa fidusia adalah pengalihan hak kepemilikan suatu benda atas dasar kepercayaan dengan ketentuan bahwa benda yang hak kepemilikannya yang diadakan tersebut tetap dalam penguasaan pemilik benda itu. Pengalihan hak kepemilikan dalam pengertian tersebut adalah pemindahan hak kepemilikan dari pemberi fidusia kepada penerima fidusia atas dasar kepercayaan dengan syarat bahwa benda yang menjadi objeknya tetap berada di tangan pemberi fidusia. A Hamzah dan Senjum Manulang memberikan pengertian fidusia, bahwa fidusia adalah: 108
James Kessles dan Fiona Hunter, Drafting Trust and Will Trust In Canada, 2007, Lexis Nexis, Canada, hal. 73. 109 Henry Campbell Black, 1991, Black’s Law Dictionary, Definitions of the Terms and Phrases of American and English Jurisprudence Ancient and Modern, St Paul, Minn: West Publishing Co, hal. 431.
46 Suatu cara pengoperan hak milik dari pemiliknya (debitur) berdasarkan adanya perjanjian pokok (perjanjian utang piutang) kepada kreditur, akan tetapi yang diserahkan hanya haknya saja secara yuridise-levering dan hanya dimiliki oleh kreditur secara kepercayaan saja (sebagai jaminanutang debitur) sedangkan barangnya tetap dikuasai oleh debitur, tetapi bukan lagi sebagai eigenaar maupun bezitter, melainkan hanya sebagai detentor atau houder dan atas nama kreditur-eigenaar.110 Definisi fidusia menurut Oey Hoey Tiong bahwa, Fidusia atau lengkapnya Fiduciaire Eigendoms Overdracht sering disebut sebagai Jaminan Hak Milik Secara Kepercayaan, merupakan suatu bentuk jaminan atas benda-benda bergerak di samping gadai yang dikembangkan oleh yurisprudensi.111 Dari pengertian fidusia diatas maka dapat diketahui unsur-unsur fidusia itu, yaitu: 1. Pengalihan hak kepemilikan suatu benda. 2. Dilakukan atas dasar kepercayaan. 3. Kebendaannya tetap dalam penguasaan pemilik benda. Istilah jaminan fidusia terdapat dalam Pasal 1 angka 2 UU Jaminan Fidusia, bahwa jaminan fidusia adalah: Hak jaminan atas benda bergerak, baik yang berwujud maupun yang tidak berwujud dan benda tidak bergerak khususnya bagunan yang tidak dapat dibebani hak tanggungan sebagaimana dimaksud dalam UndangUndang Nomor 4 Tahun 1966 tentang Hak Tanggungan yang tetap berada dalam penguasaan pemberi fidusia, sebagai agunan bagi pelunasan hutang tertentu, yang memberikan kedudukan diutamakan kepada penerima fidusia terhadap kreditur lainnya. Berdasarkan perumusan ketentuan dalam Pasal 1 angka 2 UU Jaminan Fidusia, unsur-unsur dari jaminan fidusia yaitu:
110
A. Hamzah dan Senjun Manullang, 1987, Lembaga Fidusia Dan Penerapannya Di Indonesia, Indhill Co, Jakarta, hal. 37. 111 Oey Hoey Tiong, 1985, Fidusia Sebagai Jaminan Unsur-Unsur Perikatan, Cet. II, Ghalia Indonesia, Jakarta, hal. 21.
47 1. Sebagai lembaga hak jaminan kebendaan dan hak yang diutamakan. 2. Adanya objek yaitu benda bergerak baik yang berwujud maupun tidak berwujud dan benda tidak bergerak, khususnya bangunan yang tidak dibebani hak tanggungan. Hal ini berkaitan dengan pembebanan jaminan rumah susun. 3. Benda yang menjadi objek jaminan tetap berada dalam penguasaan pemberi fidusia. 4. Untuk pelunasan suatu utang tertentu. 5. Memberikan kedudukan yang diutamakan kepada penerima fidusia terhadap kreditor lainnya. Pengertian jaminan fidusia yang diatur dalam UU Jaminan Fidusia membedakan pengertian fidusia dari jaminan fidusia, dimana fidusia merupakan suatu proses pengalihan hak kepemilikan dan jaminan fidusia adalah jaminan yang diberikan dalam bentuk fidusia. Ini berarti bahwa jaminan fidusia yang dimaksud adalah termasuk fiducia cum creditore contracta. Lembaga jaminan fidusia dalam bentuk fiduciaire eigendoms overdracht atau FEO berarti pengalihan hak milik secara kepercayaan. Pranata jaminan FEO ini timbul berkenaan dengan ketentuan dalam Pasal 1152 ayat (2) KUHPerdata yang mengatur tentang gadai. Sesuai dengan pasal ini kekuasaan atas benda yang digadaikan tidak boleh berada pada pemberi gadai. Larangan tersebut mengakibatkan bahwa pemberi gadai tidak dapat mempergunakan benda yang digadaikan untuk keperluan usahanya. 112
112
Henny Tanuwidjaja, Op.Cit, hal. 58.
48 Pengertian jaminan fidusia pada Pasal 1 angka 2 UU Jaminan Fidusia, secara tegas menyatakan bahwa jamian fidusia adalah jaminan kebendaan yang memberikan kedudukan yang diutamakan kepada penerima fidusia, yaitu hak yang didahulukan terhadap kreditor lainnya. Dengan demikian jaminan fidusia merupakan perjanjian assesoir dari suatu perjanjian pokok yang menimbulkan kewajiban bagi para pihak untuk memenuhi suatu prestasi yang berupa memberikan sesuatu, berbuat sesuatu atau tidak berbuat sesuatu yang dapat dinilai dengan uang. Sebagai suatu perjanjian assesoir, perjanjian jaminan fidusia memiliki sifat sebagai berikut: 1. Sifat ketergantungan terhadap perjanjian pokok. 2. Keabsahannya semata-mata ditentukan oleh sah tidaknya perjanjian pokok. 3. Sebagai perjanjian bersyarat, maka hanya dapat dilaksanakan jika ketentuan yang disyaratkan dalam perjanjian pokok telah atau tidak dipenuhi.113
Perjanjian pemberian jaminan fidusia samaseperti perjanjian penjaminan lain,yang merupakan perjanjian yang bersifat accesoir, sebagaimana ditegaskan pada Pasal 4 Undang-Undang Nomor 42 Tahun 1999, berbunyi: Jaminan Fidusia merupakan perjanjian ikutan dari suatu perjanjian pokok yang menimbulkan kewajiban bagi para pihak untukmemenuhisuatu prestasi. Perjanjian accesoir mempunyai ciri-ciri
113
Ibid, hal. 59.
49
yaitu tidak bisa berdiri sendiri, ada/lahirnya, berpindahnya dan berakhirnya bergantung dari perjanjian pokoknya. Mengenai fidusia sebagai perjanjian assessoir, dijelaskan Munir Fuady lebih lanjut sebagai berikut: Sebagaimana perjanjian jaminan hutang lainnya, seperti perjanjian gadai, hipotek atau hak tanggungan, maka perjanjian fidusia juga merupakan suatu perjanjian yang assessoir (perjanjian buntutan). Maksudnya adalah perjanjian assecoir itu tidak mungkin berdiri sendiri, tetapi mengikuti/membuntuti perjanjian lainnya yang merupakan perjanjian pokok. Dalam hal ini yang merupakan perjanjian pokok adalah hutang piutang. Karena itu konsekuensi dari perjanjian assesoir ini adalah jika perjanjikan pokok tidak sah, atau karena sebab apapun hilang berlakunya atau dinyatakan tidak berlaku, maka secara hukum perjanjian fidusia sebagai perjanjian assessoir juga ikut menjadi batal.114
2.1.3 Ruang Lingkup, Subjek dan Objek Jaminan Fidusia Ruang lingkup kajian hukum jaminan meliputi jaminan umum dan jaminan khusus. Jaminan khusus dibagi menjadi dua macam yaitu jaminan kebendaan dan perorangan. Jaminan kebendaan dibagi menjadi jaminan benda bergerak dan tidak bergerak, yang termasuk dalam jaminan benda bergerak meliputi gadai dan fidusia sedangkan jaminan benda tidak bergerak meliputi hak tanggungan, fidusia, khususnya rumah susun, hipotek kapal laut dan pesawat udara, sedangkan jaminan perorangan meliputi borg, tanggungmenanggung (tanggung renteng) dan garansi bank. 115 Ruang lingkup berlakunya undang-undang jaminan fidusia menurut Pasal 2 UU Jaminan Fidusia yang menyatakan bahwa undang-undang ini
114
Munir Fuady, 2003, Jaminan Fidusia, PT. Aditya Bakti, Bandung,
hal.19. 115
Salim. HS, Op.Cit, hal. 8.
50 berlaku terhadap setiap perjanjian fidusia yang bertujuan untuk membebani jaminan fidusia, sedangkan yang dapat menjadi subyek atau para pihak dari jaminan fidusia adalah orang perorangan atau korporasi. 116 Pembebanan benda dengan jaminan fidusia didasarkan pada kesepakatan antara pemberi fidusia dan penerima fidusia, artinya harus terdapat kesepakatan di antara kedua belah pihak untuk terjadinya pemfidusiaan, dengan sendirinya pula pemberian jaminan fidusia tidak dapat dibatalkan secara sepihak oleh salah satu pihak pemberi fidusia atau penerima fidusia. Namun demikian pemberi fidusia dan penerima fidusia tidak dapat sekehendak hati menjanjikan pemberian jaminan fidusia tersebut, artinya perjanjian yang bertujuan untuk membebani suatu benda dengan jaminan fidusia harus mengikuti ketentuan dalam pasal-pasal UU Jaminan Fidusia. Prosedur yang biasa dilakukan dalam pembebanan jaminan fidusia melalui fidusia, dilakukan dengan bentuk perjanjian penyerahan jaminan dan pemberian kuasa yang didasarkan atas perjanjian kredit yang telah dibuatnya. Secara jelasnya proses terjadinya fidusia menempuh beberapa fase, yaitu: 1. Fase pertama berupa perjanjian obligatoir Diantara pihak pemberi dan penerima fidusia dibedakan perjanjian, dimana ditentukan bahwa debitur meminjam sejumlah uang dengan janji akan menyerahkan hak miliknya secara fidusia sebagai jaminan kepada pemberi kredit. Perjanjian ini bersifat konsensual, obligatoir. 116
Djaja S. Meliala, 2007, Perkembangan Hukum Perdata Tentang Benda dan Hukum Perikatan, CV. Nuansa Aulia, Bandung, hal. 67.
51 2. Fase kedua merupakan perjanjian kebendaan. Diantara kedua pihak dilakukan penyerahan secara constitutum possessorium. 3. Fase ketiga berupa perjanjian pinjam pakai (bruiklening). Diantara kedua pihak diadakan perjanjian, bahwa pemilik fidusia meminjampakaikan hak miliknya yang telah berada di dalam kekuasaan pemberi fidusia, kepada penerima fidusia. 117 Sebelum UU Jaminan Fidusia, pada umumnya benda yang menjadi objek jaminan fidusia itu benda bergerak yang terdiri atas benda dalam persediaan, benda dagangan, piutang, peralatan mesin dan kendaraan bermotor. Dengan kata lain objek jaminan fidusia terbatas pada kebendaan bergerak, guna memenuhi kebutuhan masyarakat yang terus berkembang, menurut UU Jaminan Fidusia objek jaminan fidusia diberikan pengertian yang lebih luas antara lain: 1. benda bergerak yang berwujud 2. benda tidak bergerak yang tidak dapat dibebani hak tanggungan 3. benda bergerak yang tidak berwujud118 Pasal 1 angka 4 UU Jaminan Fidusia diberikan batasan yang menjadi objek jaminan fidusia antara lain: a. benda tersebut harus dapat dialihkan dan dimiliki secara hukum b. benda berwujud dan benda tidak berwujud c. benda tidak bergerak yang tidak dijaminkan dengan Hak Tanggungan (HT) d. benda yang sudah ada dan benda yang akan ada 117 118
Muhamad Djumhana, Op.Cit, hal. 32. Rachmadi Usman I, Op.Cit, hal. 176.
52 e. hasil benda yang menjadi objek fidusia f. klaim asuransi dari objek fidusia g. benda persediaan (Inventory Stock Perdagangan) Dalam ketentuan Pasal 3 UU Jaminan Fidusia menegaskan mengenai Undang-Undang ini tidak berlaku terhadap: a. Hak tanggungan yang berkaitan dengan tanah dan bangunan, sepanjang peraturan perundang-undangan yang berlaku menentukan jaminan atas benda-benda tersebut wajib didaftar. b. Hipotek atas kapal yang terdaftar dengan isi kotor berukuran 20M atau lebih c. Hipotek atas pesawat terbang dan d. Gadai. Dalam penjelasan Pasal 3 huruf a dalam UU Jaminan Fidusia menyatakan bahwa berdasarkan ketentuan ini maka bangunan diatas tanah milik orang lain yang tidak dapat dibebani dengan hak tanggungan berdasarkan UndangUndang Nomor 4 Tahun 1996 tentang Hak Tanggungan dapat dijadikan objek jaminan fidusia. Dari
uraian
tersebutmaka
dapat
diketahui
bahwa
sejarah
perkembangan fidusia, pada awalnya yaitu zaman Romawi, objek fidusia adalah meliputibarang bergerak maupun barang tidak bergerak, hal ini dapat dimaklumi karena pada waktu itu tidak dikenal hak-hak jaminan yang lain. Pemisahan mulai diadakan ketika kemudian orang-orang Romawi mengenal gadai dan hipotek, ketentuan ini juga diikuti oleh negara Belanda dalam Burgerlijke Wetboek-nya. Pada saat fidusia muncul kembali di negara Belanda maka pemisahan antara barang bergerak yang berlaku untuk gadai dan barang tidak bergerak untuk hipotek juga diberlakukan. Objek fidusia disamakan dengan gadai yaitu barang bergerak karena pada waktu itu
53 dianggap sebagai jalan keluar untuk menghindari larangan yang terdapat dalam gadai. Hal ini terus menjadi yurisprudensi tetap baik di Belanda dan Indonesia. 119 Perkembangan selanjutnya adalah dengan lahirnya Undang-Undang Pokok Agraria yang tidak membedakan atas barang bergerak dan barang tidak bergerak melainkan pembedaan atas tanah dan bukan tanah. Bangunan-bangunan yang terletak diatas tanah tidak dapat dijamin akan terlepas dari tanahnya, jadi orang yang memiliki bangunan di atas tanah dengan hak sewa misalnya tidak dapat membenaninya dengan hak tanggungan tersebut, oleh karenanya jalan satu-satunya adalah dengan fidusia. Lahirnya UU Jaminan Fidusia yaitu dengan mengacu pada Pasal 1 angka 2 dan 4 serta Pasal 3, dapat dikatakan bahwa yang menjadi objek jaminan fidusia adalah benda apapun yang dapat dimiliki dan dialihkan hak kepemilikannya. Benda itu dapat berupa berwujud maupun tidak berwujud, terdaftar maupun tidak terdaftar, bergerak maupun tidak bergerak, dengan syarat bahwa benda tersebut tidak dapat dibebani dengan hak tanggungan sebagaimana dimaksud dalam Undang-Undang No. 4 Tahun 1996 tentang hak tanggungan atau hipotek sebagaimana dimaksud dalam Pasal 314 KUHD jo Pasal 1162 dan seterusnya KUHPerdata.120 Subjek jaminan fidusia adalah mereka yang mengikat diri dalam perjanjian jaminan fidusia yang terdiri atas pihak pemberi fidusia dan penerima fidusia. Menurut ketentuan dalam Pasal 1 angka 5 UU Jaminan 119 120
Hemmy Tanuwidjaja, Op.Cit, hal. 63. Ibid, hal. 64.
54 Fidusia yang menjadi pemberi fidusia, bisa orang perorangan atau korporasi pemilik benda yang menjadi objek jaminan fidusia. Pengertian tersebut berarti pemberi fidusia tidak harus debiturnya sendiri, bisa pihak lain dalam hal ini bertindak sebagai penjamin pihak ketiga, yaitu mereka yang merupakan pemilik objek jaminan fidusia yang menyerahkan benda miliknya untuk dijadikan sebagai jaminan fidusia. Hal yang terpenting adalah pemberi fidusia harus memiliki hak kepemilikan atas benda yang akan menjadi objek jaminan fidusia pada saat pemberian fidusia tersebut dilakukan.121 Pasal 1 angka 6 UU Jaminan Fidusia, bahwa penerima fidusia bisa orang perorangan atau
korporasi
yang mempunyai piutang
yang
pembayarannya dijamin dengan jaminan fidusia. Dalam UU Jaminan Fidusia tidak terdapat pengaturan khusus berkaitan dengan syarat penerima fidusia, berarti perorangan atau korporasi yang bertindak sebagai penerima fidusia ini bisa warga negara Indonesia atau pihak asing, baik yang berkedudukan di dalam maupun di luar negeri sepanjang dipergunakan untuk kepentingan pembangunan di wilayah negara Indonesia. 122 2.1.4 Pengaturan Jaminan Fidusia Dalam Burgelijk Wetboek
(BW) Belanda, pranata jaminan yang
diatur adalah gadai untuk barang bergerak dan hipotek untuk barang tidak bergerak. Pada mulanya kedua pranata jaminan dirasakan cukup memenuhi kebutuhan masyarakat pada saat itu dalam bidang prekreditan. Tetapi karena 121 122
Ibid, hal. 185. Rachmadi Usman I, Op.Cit, hal. 186.
55 terjadi krisis pertanian yang melanda negara Eropa pada pertengahan sampai akhir abad ke- 19, terjadi penghambatan pada perusahaan-perusahaan pertanian untuk memperoleh kredit. Pada waktu itu tanah sebagai jaminan kredit menjadi agak kurang popular dan kreditor menghendaki jaminan gadai sebagai jaminan tambahan di samping jaminan tanah tadi. Kondisi seperti
ini menyulitkan perusahaan-perusahaan pertanian. Dengan menyerahkan alat-alat pertaniannya sebagai jaminan gadai dalam pengambilan kredit sama saja dengan bunuh diri, apalah artinya kredit yang diperoleh kalau alat-alat pertanian yang dibutuhkan untuk mengolah tanah sudah berada dalam penguasaan kreditor. Terjadilah perbedaan kepentingan antara kreditor dan debitor yang cukup menyulitkan kedua pihak. Untuk melakukan gadai tanpa penguasaan terbentur pada ketentuan Pasal 1152 ayat (2) BW yang melarangnya. Untuk mengatasi hal tersebut dicarilah terobosan-terobosan dengan mengingat konstruksi hukum yang ada, yaitu jual beli dengan hak membeli kembali dengan sedikit penyimpangan. Bentuk ini digunakan untuk menutupi suatu perjanjian peminjaman dengan jaminan, untuk sementara hal ini dapat mengatasi kesulitan-kesulitan yang dihadapi pada waktu itu. Tetapi hal itu bukan bentuk jaminan yang sebenarnya, tentu akan timbul keragu-raguan dalam prakteknya.123 Keadaan seperti itu berlangsung terus sampai dikeluarkannya keputusan oleh Hoge Road (HR) Belanda tanggal 29 Januari 1929 yang
123
Gunawan Widjaja dan Ahmad Yani, 2007, Jaminan Fidusia, PT. RajaGrafindo Persada, Jakarta, hal. 122.
56 terkenal dengan nama Bierbrouwerij Arrest. Kasusnya adalah sebagai berikut: NV Heineken Bierbrouwerij Maatschappij meminjamkan uang sejumlah f 6000 dari P. Bos pemilik warung kopi “Sneek”, dengan jaminan berupa hipotek keempat atas tanah dan bangunan yang digunakan Bos sebagai tempat usahanya. Untuk lebih menjamin pelunasan hutangnya, Bos menjual inventaris warungnya kepada Bierbrouwerij dengan hak membeli kembali dengan syarat bahwa inventaris itu untuk sementara dikuasai oleh Bos sebagai peminjam pakai. Pinjam pakai itu yang akan berakhit jika Bos tidak membayar utang pada waktunya atau bilamana Bos jatuh pailit. Ternyata Bos benar-benar jatuh pailit dan hartanya diurus oleh kurator kepailitan (Mr. AW de Haan), termasuk inventaris tadi. Bierbrouwerij kemudian menuntut kepada kurator kepailitan untuk menyerahkan inventaris tadi dengan sitaan revindikasi. Kurator menolak dengan alasan bahwa perjanjian jual beli dengan hak membeli kembali tersebut adalah tidak sah, karena hanya berpura-pura saja. Dalam gugatan rekonversi kurator kepailitan menuntut pembatalan perjanjian jual beli dengan membeli kembali tersebut. Dalam sidang pengadilan tingkat pertama, pengadilan Rechbank dalam putusannya
menolak
gugatan
Bierbrouwerij
dan
dalam
rekonversi
mengabulkan gugatan rekonversi dengan membatalkan perjanjian jual beli dengan hak membeli kembali tersebut. Alasannya adalah para pihak hanya berpura-pura mengadakan perjanjian jual beli dengan hak membeli kembali tersebut, yang sesungguhnya terjadi adalah perjanjian pemberian jaminan dalam bentuk gadai. Akan tetapi gadai tersebut adalah tidak sah karena
57 barangnya tetap
berada dalam kekuasaan pemberi gadai sehingga
bertentangan dengan larangan Pasal 1152 ayat (2) KUHPerdata Pasal 1198 ayat (2). Atas putusan ini Bierbrouwerij menyatakan banding yang
keputusannya adalah menyatakan jual beli dengan hak membeli kembali tersebut adalah sah. Dengan demikian Kurator Kepailitan diperintahkan untuk menyerahkan inventaris warung kopi Bos kepada Bierbrouwerij. Atas keputusan ini Kurator Kepailitian menyatakan kasasi dan dalam putusannya Hoge Raad menyatakan bahwa yang dimaksud oleh para pihak adalah perjanjian penyerahan hak milik sebagai jaminan dan merupakan title yang sah. Kurator Kepailitan diperintahkan untuk menyerahkan inventaris Bos kepada Bierbrouwerij. Hal ini telah melahirkan pranata jaminan dengan jaminan penyerahan hak milik secara kepercayaan yang dikenal dengan Fidusia.124 Sebagai salah satu jajahan negara Belanda, Indonesia pada abad ke-19 juga merasakan imbasnya, untuk mengatasi masalah itu lahirlah peraturan
tentang ikatan panen atau Oogstverband (Staatsblad 1886 Nomor 57). Peraturan ini mengatur mengenai peminjaman uang, yang diberikan dengan jaminan panenan yang akan diperoleh dari suatu perkebunan. Dengan adanya peraturan ini maka dimungkinkan untuk mengadakan jaminan atas barang-barang bergerak atau setidak-tidaknya kemudian
124
Ibid, hal. 123.
58
menjadi barang bergerak, sedangkan barang-barang itu tetap berada dalam kekuasaan debiturnya.125 Ada tiga hal yang cukup penting harus diketahui dari pengertian Oogstverband. Pertama oogstverband sebagai lembaga jaminan memiliki karakter kebendaan (zakelijke karakter), kedua objek oogstbverband adalah hasil-hasil pertanian yang belum dipetik atau sudah dipetik beserta perusahaan serta peralatan yang dipakai untuk mengolah hasil pertanian; ketiga hakikat oogstverband.126 Lembaga fidusia di Indonesia untuk pertama kalinya mendapatkan pengakuan dalam keputusan Arrest Hoggerechtshof tanggal 18 Agustus 1932, dalam perkara antara Bataafsche Petroeum Maatschappij melawan Clignet, dalam mana dikatakan bahwa title XX Buku II Kitab UndangUndang Hukum Perdata memang mengatur tentang gadai, akan tetapi tidak menghalang-halangi para pihak untuk mengadakan perjanjian yang lain daripada perjanjian gadai, bilamana perjanjian gadai tidak cocok untuk mengatur hubungan hukum antara mereka. Perjanjian fidusia dianggap bersifat memberikan jaminan dan tidak dimaksudkan sebagai jaminan gadai.127 Kasusnya adalah sebagai berikut: Pedro Clignett meminjam uang dari Bataatsche Petroeum Maatschappij (BPM) dengan jaminan hak milik atas sebuah mobil secara 125
Ibid, hal. 126. H. Tan Kamelo, Op.Cit. hal. 49. 127 J. Satrio, 2007, Hukum Jaminan Hak Jaminan Kebendaan, Pt. Citra Aditya Bakti, Bandung, hal. 178. 126
59
kepercayaan. Clignett tetap menguasai mobil itu atas dasar perjanjian pinjam pakai yang akan berakhir jika Clignett lalai membayar utangnya dan mobil tersebut akan diambil oleh BPM. Ketika Clignett benar-benar tidak melunasi utangnya pada waktu yang ditentukan, BPM memnuntut penyerahan mobil dari Clignett namun ditolaknya dengan alasan bahwa perjanjian yang dibuat itu tidak sah. Menurut Cligneet jaminan yang ada adalah gadai, tetapi karena barang gadai dibiarkan tetap berada dalam kekuasaan debitor maka gadai tersebut tidak sah sesuai dengan Pasal 1152 ayat (2) KUHPerdata. Dalam putusannya HGH menolak alasan Clignett karena menurut HGH jaminan yang dibuat antara BPM dan Clignett bukan gadai, melainkan penyerahan hak milik secara kepercayaan atau fidusia yang telah diakui oleh Hoge Raad dalam Bierbrouwerij Arrest. Clignett diwajibkan untuk menyerahkan jaminan itu kepada BPM.128 Perkembangan yurisprudensi dan peraturan perundang-undangan yang menjadi dasar hukum berlakunya fidusia yaitu Arrest Hoge Raad tertanggal 25 Januari 1929 tentang Bierbrouwerij Arrest selanjutnya Arrest Hoggerechtshof tanggal 18 Agustus 1932 tentang BPM-Clynet Arrest dan barulah muncul Undang-Undang Nomor 42 Tahun 1999 tentang Jaminan Fidusia. Dari yurisprudensi-yurisprudensi tersebut dapat diketahui yang melatarbelakangi dan menjadi penyebab timbulnya lembaga fidusia ini, yaitu: 1. Mengatasi masalah yuridis ketentuan gadai yang mensyaratkan adanya penguasaan kebendaan gadai oleh kreditor pemegang gadai. 128
Gunawan Widjaja dan Ahmad Yani, Op.Cit, hal. 126.
60 2. Memenuhi kebutuhan masyarakat akan lembaga hak jaminan baru. 3. Menampung kebendaan bergerak yang tidak dapat dibebani dengan hak gadai atau kebendaan tidak bergerak yang tidak dapat dibebani dengan hak tanggungan atau hipotek. 4. Menciptakan
bentuk
lembaga
hak
jaminan
yang
proses
pembebanannya lebih sederhana, mudah dan cepat. 5. Memungkinkan pembebanan benda-benda dalam persediaan, benda dagangan, piutang, peralatan mesin dan kendaraan motor 6. Sudah dikenal masyarakat secara meluas.129 Dikeluarkannya UU Jaminan Fidusia merupakan pengakuan resmi dari pembuat undang-undang akan lembaga jaminan fidusia, yang selama itu baru memperoleh pengakuannya melalui yurisprudensi. UU Jaminan Fidusia bertujuan untuk memberikan suatu pengaturan yang lengkap dan memberikan perlindungan hukum yang lebih baik bagi para pihak yang berkepentingan. Dalam penjelasan UU Jaminan Fidusia pada bagian umum dikatakan, bahwa UU Jaminan Fidusia selain menampung kebutuhan praktek yang selama ini ada, juga memberikan kepastian hukum kepada pihak-pihak yang berkepentingan.130 Sejalan dengan prinsip memberikan kepastian hukum, maka UU Jaminan Fidusia mengambil prinsip pendaftaran jaminan fidusia. Pendaftaran tersebut diharapkan memberikan kepastian hukum kepada pemberi dan
129
Racmadi Usman, 2011, Hukum Kebendaan, Sinar Grafika, Jakarta, (selanjutnya disebut Rachmadi Usman III), hal. 281. 130 Ibid, hal. 179.
61 penerima fidusia maupun kepada pihak ketiga. Pemberian sifat hak kebendaan kepada hak kreditor penerima fidusia dapat dikeluarkan grosse sertifikat jaminan fidusia, diberikannya hak parate eksekusi dan diberikan status sebagai kreditur separatis menunjukkan maksud untuk memberikan kedudukan yang kuat kepada kreditur. Beberapa asas yang dianut dalam UU Jaminan Fidusia adalah: 1. Asas kepastian hukum. 2. Asas pendaftaran. 3. Asas perlindungan yang seimbang. 4. Asas menampung kebutuhan praktek. 5. Asas tertulis otentik. 6. Asas pemberian kedudukan yang kuat kepada kreditur.131
2.2 Pengaturan Akta Jaminan Fidusia 2.2.1 Pengertian Akta Hukum pembuktian mengenal adanya alat bukti yang berupa surat sebagai alat bukti tertulis. Surat adalah segala sesuatu yang memuat tandatanda bacaan yang dimaksudkan untuk menyampaikan buah pikiran seseorang dan dipergunakan sebagai pembuktian. Surat sebagai alat bukti tertulis dibagi menjadi dua yaitu surat yang merupakan akta dan surat-surat
131
Ibid.
62 yang bukan akta, sedangkan akta dibagi lebih lanjut menjadi akta otentik dan akta di bawah tangan.132 Pada umumnya akta itu adalah suatu surat yang ditanda tangani, memuat keterangan tentang kejadian-kejadian atau hal-hal yang merupakan dasar dari suatu perjanjian. Dengan kata lain akta itu adalah suatu tulisan dengan mana dinyatakan sesuatu perbuatan hukum, Pasal 1867 KUHPerdata menyatakan Pembuktian dengan tulisan dilakukan dengan tulisan-tulisan otentik maupun dengan tulisan-tulisan di bawah tangan.133 Sudikno Martokusumo mengatakan bahwa, akta adalah surat yang diberi tanda tangan yang memuat peristiwa-peristiwa yang menjadi dasar dari suatu hak, atau perikatan yang dibuat sejak semula dengan sengaja untuk pembuktian134 sedangkan Tan Thong Kie berpendapat bahwa perbedaan antara tulisan dan akta terletak pada tanda tangan yang tertera di bawah akta.135
S.
J
Fockema
Andrea,
dalam
bukunya
Recht
gellerd
Handwoorddenbock, kata akta itu berasal dari bahasa latin yaitu acta yang artinya geschrift atau surat,136 dan R. Subekti dan Tjitrosudibio, bahwa kata
132
Abdul Ghofur Anshori, 2009, Lembaga Kenotariatan Indonesia Persfektif Hukum & Etika, UII Press, Yogyakarta, hal. 17. 133 R.Subekti, 1986, Pokok-pokok Hukum Perdata, Cetakan XXIV, PT. Intermasa, Jakarta, hal. 475. 134 Sudikno Mertokusumo, 2009, Hukum Acara Perdata Indonesia, Liberty, Yogyakarta, (selanjutnya disingkat Sudikno Mertokusumo I), hal. 151. 135 Tan Thong Kie, 1994, Studi Notariat Serba-Serbi Praktek Notaris, Ichtiar Baru Van Hoeve, Jakarta, hal. 233. 136 Walter Siregar, 1951, Bij J. B. Wolter Uitgeversmaat Schappij, N. V. Gronogen, Jakarta, hal. 9.
63
“acta” merupakan bentuk jamak dari kata “actum” yang berasal dari bahasa latin yang berarti perbuatan-perbuatan.137 Menurut bentuknya suatu akta dapat dibagi menjadi akta otentik dan akta di bawah tangan. Secara teoritis yang dimaksud dengan akta otentik adalah surat atau akta yang sejak semula dengan segaja secara resmi dibuat untuk pembuktian. Sejak semula dengan segaja berarti bahwa sejak awal dibuatnya surat itu tujuannya adalah untuk pembuktian dikemudian hari jika terjadi sengketa, dikatakan secara resmi karena tidak dibuat secara dibawah tangan, secara dogmatis menurut hukum posisitif yang dimaksud dengan akta otentik terdapat dalam Pasal 1868 KUHPerdata.138 Pasal 1868, akta otentik merupakan salah satu akta bukti tulisan di dalam bentuk yang ditentukan oleh undang-undang, dibuat oleh atau di hadapan pejabat/pegawai umum yang berkuasa untuk itu di tempat di mana akta dibuatnya. Pegawai umum yang dimaksud di sini ialah pegawai-pegawai yang dinyatakan dengan undang-undang mempunyai wewenang untuk membuat akta otentik, misalnya notaris, panitera juru sita, pegawai catatan sipil, hakim, pejabat pembuat akta tanah dan sebagainya. Berdasarkan Pasal 1868 KUHPerdata maka dapat diketahui unsurunsur dari akta otentik, yaitu: 1. Bahwa akta tersebut dibuat dan diresmikan (verleden) dalam bentuk menurut hukum.
137
R. Subekti, dan R. Tjitrosoedibio, 1980, Kamus Hukum, Pradnya Paramita, Jakarta, hal. 9. 138 Sudikno Mertokusumo I, Op.Cit, hal. 155.
64 2. Bahwa akta tersebut dibuat oleh atau di hadapan pejabat umum. 3. Bahwa akta tersebut dibuat oleh atau di hadapan pejabat yang berwenang untuk membuatnya di tempat akta tersebut dibuat, jadi akta itu harus ditempat wewenang pejabat yang membuatnya. 139 R. Soeroso, menyatakan bahwa akta di bawah tangan atau onderhands acte adalah akta yang dibuat tidak oleh atau tanpa perantaraan seseorang pejabat umum, melainkan dibuat dan ditandatangani sendiri oleh para pihak yang mengadakan perjanjian misalnya perjanjian jual beli atau perjanjian sewa menyewa.140 Sudikno Mertokusumo, akta di bawah tangan adalah akta yang segaja dibuat untuk pembuktian oleh para pihak tanpa bantuan dari seorang pejabat, jadi semata-mata dibuat antara para pihak yang berkepentingan. Akta di bawah tangan ini tidak diatur di dalam HIR, tetapi diatur dalam S. 1867 No. 29 untuk Jawa dan Madura, sedangkan di luar Jawa dan Madura diatur dalam Pasal 286 sampai dengan 305 Rbg. Termasuk dalam pengertian surat-surat dibawah tangan adalah akta di bawah tangan, surat-surat daftar, catatan mengenai rumah tangga dan surat-surat lainnya yang dibuat tanpa bantuan seorang pejabat.141 Berdasarkan ketentuan tersebut di atas, maka terdapat dua macam akta yaitu akta yang sifatnya otentik dan ada yang sifatnya di bawah tangan. Akta yang dibuat dengan tidak memenuhi Pasal 1868 Kitab Undang-undang Hukum Perdata bukanlah akta otentik atau disebut juga akta dibawah tangan, 139 140
Abdul Ghofur Anshori, Op.Cit, hal. 18. R. Soeroso, 2010, Perjanjian Di Bawah Tangan, Sinar Grafika, Jakarta,
hal.8. 141
Sudikno Mertokusumo I, Op.Cit, hal. 160.
65 perbedaan terbesar antara akta otentik dan akta yang dibuat dibawah tangan ialah: 1. Akta autentik (Pasal 1868 KUHPerdata): a. Akta autentik dibuat dalam bentuk sesuai dengan yang ditentukan oleh undang-undang. b. Harus dibuat oleh atau dihadapan pejabat umum yang berwenang. c. Mempunyai kekuatan pembuktian yang sempurna, terutama mengenai waktu, tanggal pembuatan dan dasar hukumnya. d. Kalau
kebenarannya
disangkal,
maka
si
penyangkal
harus
membuktikan ketidakbenarannya. 2. Adapun akta di bawah tangan: a. Tidak terikat bentuk formal, melainkan bebas. b. Dapat dibuat bebas oleh setiap subjek hukum yang berkepentingan. c. Apabila diakui oleh penanda tangan atau tidak disangkal akta tersebut mempunyai kekuatan pembuktian yang sempurna sama halnya seperti akta autentik. d. Tetapi bila kebenarnanya disangkal, maka pihak yang mengajukan sebagai bukti yang harus membuktikan kebenarannya (melalui bukti atau saksi-saksi). 142 Pengertian akta notaris dalam Undang-Undang Nomor 2 Tahun 2014 tentang Perubahan Atas Undang-Undang Nomor 30 Tahun 2004 tentang Jabatan Notaris (selanjutnya disebut UU Jabatan Notaris) terdapat pada Pasal
142
R. Soeroso, Op.Cit, hal. 9.
66 1 angka 7 bahwa akta notaris yang selanjutnya disebut akta adalah akta autentik yang dibuat oleh atau di hadapan notaris menurut bentuk dan tata cara yang ditetapkan dalam Undang-Undang ini. Pada kamus hukum akta notariil berarti akta yang dibuat di hadapan dan di muka pejabat yang berwenang untuk itu.143 Mengamati bunyi ketentuan Pasal 15 ayat (1) UU Jabatan Notaris dan dihubungkan dengan Pasal 1867 dan 1868 KUHPerdata tersebut dapatlah diambil kesimpulan bahwa: 1. Akta otentik merupakan alat bukti tertulis. 2. Memuat tentang semua perbutan, perjanjian dan penetapan yang diharuskan oleh suatu peraturan umum atau atas permintaan dari para klien notaris. 3. Dibuat oleh atau di hadapan pejabat umum yang berkuasa untuk itu di tempat dimana akta dibuatnya.144 Akta otentik yang dibuat oleh notaris terbagi menjadi 2 bentuk yaitu pertamaakta yang dibuat oleh (door) notaris atau yang dinamakan akta relaas atau akta pejabat (ambtelijke akten). Akta pejabat/akta relaas merupakan akta yang dibuat oleh pejabat yang diberi wewenang untuk itu, dimana pejabat menerangkan apa yang dilihat serta apa yang dilakukannya, jadi inisiatif tidak berasal dari orang/para pihak yang namanya diterangkan didalam akta tersebut. Ciri khas dalam akta ini adalah tidak adanya komparisi dan notaris
143 144
_______, 2008, Kamus Hukum, Citra Umbara, Bandung. Herlien Budiono, Op.Cit, hal. 267.
67 bertanggung jawab penuh atas pembuatan akta.145 Dalam pembuatan akta pejabat/akta relaas tidak menjadi masalah apakah orang-orang yang hadir tersebut menolak untuk menandatangani akta itu, misalnya dalam pembuatan Akta Berita Acara Rapat Para Pemegang Saham dalam Perseroan Terbatas. Apabila orang-orang yang hadir dalam rapat telah meninggalkan rapat sebelum akta itu ditandatangani, maka notaris cukup menerangkan di dalam akta bahwa para pemegang saham atau peserta rapat yang hadir telah meninggalkan rapat sebelum menandatangani akta tersebut dan akta tersebut tetap merupakan suatu akta otentik. Kedua, akta yang dibuat di hadapan (ten overstaan) notaris atau yang dinamakan akta partij (partij akten). Partij akta adalah akta yang dibuat dihadapan para pejabat yang diberi wewenang untuk itu dan akta itu dibuat atas permintaan dari pihak-pihak yang berkepentingan. Ciri khas pada akta ini adalah adanya komparisi yang menjelaskan kewenangan para pihak yang menghadap notaris untuk membuat akta.146 Pasal 38 ayat (1) UU Jabatan Notaris menyatakan bahwa setiap akta notaris terdiri atas awal akta atau kepala akta dan akhir atau penutup akta. Kepala akta dan akhir akta mengandung unsur-unsur dari akta otentik. Pasal 38 ayat (2) UU Jabatan Notaris menyebutkan bahwa kepala akta memuat: 1. Judul akta; 2. Nomor akta;
145
Sjaifurrachman dan Habib Adjie, 2011, Aspek Pertanggungjawaban Notaris Dalam Pembuatan Akta, Mandar Maju, Bandung, hal. 109. 146 Ibid
68 3. Jam, hari, tanggal, bulan dan tahun; serta 4. Nama lengkap dan tempat kedudukan notaris. Disamping pembagian dari suatu akta dalam bagian yang disebut di atas, menurut Lumban Tobing dikenal pula kerangka akta, yang pada umumnya terdiri atas judul akta, komparisi, premise, isi akta itu sendiri dan penutup akta.147 Akta dapat mempunyai fungsi formil (formalitas causa) yang berarti bahwa untuk lengkapnya atau sempurnya suatu perbuatan hukum, haruslah dibuat suatu akta. Disamping fungsinya yang formil akta mempunyai fungsi sebagai alat bukti (probationis causa), yang mana akta itu dibuat sejak semula dengan segaja untuk pembuktian dikemudian hari.Kekuatan pembuktian dari akta, akta otentik dan akta di bawah tangan sebagai alat bukti umumnya dapat dibedakan menjadi tiga macam kekuatan pembuktian yakni kekuatan pembuktian lahir, kekuatan pembuktian formil dan kekuatan pembuktian materiil. 1. Kekuatan pembuktian akta. a. Kekuatan pembuktian lahir Kekuatan pembuktian lahir adalah kekuatan pembuktian yang didasarkan atas keadaan lahir, apa yang tampak pada lahirnya yaitu bahwa surat yang tampaknya seperti akta dianggap seperti akta sepanjang tidak terbukti sebaliknya.
147
G.H.S Lumban Tobing, 1999, Peraturan Jabatan Notaris, Erlangga, Jakarta, hal. 215.
69 b. Kekuatan pembuktian formil Kekuatan pembuktian formil ini didasarkan atas benar tidaknya ada pertanyaan yang bertanda tangan di bawah akta itu. Kekuatan pembuktian formil ini member kepastian tentang peristiwa bahwa pejabat dan para pihak menyatakan dan melakukan apa yang dimuat dalam akta. c. Kekuatan pembuktian materiil Kekuatan pembuktian materiil ini member kepastian tentang materi suatu akta, member kepastian tentang peristiwa bahwa pejabat atau para pihak menyatakan dan melakukan seperti yang dimuat dalam akta.148 2. Kekuatan pembuktian akta otentik. a. Kekuatan pembuktian lahiriah akta otentik (uitwendige bewijskracht) Uitwendige bewijskracht merupakan kekuatan pembuktian dalam artian kemampuan dari akta itu sendiri untuk membuktikan dirinya sebagai akta otentik. Kemampuan ini berdasarkan Pasal 1875 KUHPerdata tidak dapat diberikan kepada akta yang dibuat dibawah tangan. Akta otentik membuktikan sendiri keabsahannya (acta publica probant sese ipsa). Apabila suatu akta nampak sebagai akta otentik, artinya menadakan dirinya dari luar, dari kata-katanya sebagai yang berasal dari seseorang pejabat umum, maka akta itu
148
Sudikno Mertokusumo I, Op.Cit, hal. 162.
70 terhadap setiap orang dianggap sebagai akta otentik sampai dapat dibuktikan bahwa akta tersebut bukanlah suatu akta otentik. b. Kekuatan pembuktian formal akta otentik (formale bewijskracht) Formale bewijskracht ialah kepastian bahwa sesuatu kejadian dan fakta tersebut dalam akta betul-betul dilakukan oleh notaris atau diterangkan oleh pihak-pihak yang menghadap, artinya bahwa penjabat yang bersangkutan telah menyatakan dalam tulisan sebagaimana yang tercantum dalam akta itu dan selain dari itu kebenaran dari apa yang diuraikan oleh pejabat dalam akta itu sebagai yang dilakukan dan disaksikannya di dalam jabatannya itu. c. Kekuatan pembuktian material akta otentik (materiele bewijkracht) Materiele bewijkracht ialah kepastian hukum bahwa apa yang tersebut dalam akta itu merupakan pembuktian yang sah terhadap pihak-pihak yang membuat akta atau mereka yang mendapat hak dan berlaku
untuk
umum,
kecuali
ada
pembuktian
sebaliknya
(tegenbewijs). Artinya tidak hanya kenyatan yang dibuktikan oleh suatu akta otentik, namun isi dari akta itu dianggap dibuktikan sebagai yang benar terhadap setiap orang, yang menyuruh adakan/buatkan akta itu sebagai tanda bukti terhadap dirinya (prevue preconstituee). Akta otentik dapat dibagi menjadi akta yang dibuat oleh pejabat (acta ambtelijk, procesverbaal acta, verbaalakte) dan akta yang dibuat oleh para pihak (partij acta). Acta ambtelijk merupakan akta yang dibuat oleh pejabat yang diberi wewenang untuk itu, pejabat tersebut
71 menerangkan apa yang dilihat serta apa yang dilakukannya. Partij acta dibuat oleh pejabat atas permintaan pihak-pihak yang berkepentingan.149 3. Kekuatan pembuktian akta di bawah tangan. a. Kekuatan pembuktian lahir akta di bawah tangan. Terhadap akta di bawah tangan, jika tanda tangan diakui oleh yang bersangkutan, maka akta di bawah tangan itu mempunyai kekuatan dan menjadi bukti sempurna yang berlaku terhadap para pihak yang bersangkutan dan isi pernyataan di dalam akta di bawah tangan itu tidak dapat disangkal. Oleh karena tanda tangan pada akta di bawah tangan kemungkinannya masih dapat diungkiri, maka akta di bawah tangan itu tidak mempunyai kekuatan pembuktian lahir. Terhadap pihak ketiga suatu akta di bawah tangan mempunyai kekuatan pembuktian yang bebas. b. Kekuatan pembuktian formil akta di bawah tangan. Kalau tanda tangan akta di bawah tangan telah diakui, maka itu berarti bahwa keterangan atau pernyataan di atas tanda tangan itu adalah keterangan atau pernyataan daripada si penanda tangan. Kekuatan pembuktian formil dari akta di bawah tangan ini sama dengan kekuatan pembuktian formil dari akta otentik, jadi disini telah pasti siapapun bahwa si penda tangan menyatakan seperti yang terdapat di atas tanda tangannya.
149
Abdul Ghofur Anshori, Op.Cit. hal. 19.
72
c. Kekuatan pembuktian materiil akta di bawah tangan. Menurut Pasal 1875 BW maka akta di bawah tangan yang diakui oleh orang terhadap siapa akta itu digunakan atau yang dapat dianggap diakui menurut undang-undang, bagi yang menanda tangani, ahli warisnya serta orang-orang yang mendapat hak dari mereka, merupakan bukti sempurna seperti akta otentik. Jadi isi keterangan di dalam akta di bawah tangan itu berlaku sebagai benar terhadap siapa yang membuatnya dan demi keuntungan orang untuk siapa pernyataan itu dibuat. Suatu akta di bawah tangan hanyalah memberikan pembuktian sempurna demi keuntungan orang kepada siapa di penanda tangan hendak member bukti. Terhadap setiap orang lainnya kekuatan pembuktiannya adalah bebas.150 2.2.2
Pengaturan Akta Jaminan Fidusia Sesuai dengan UU Jaminan Fidusia, pembebanan suatu benda atas
jaminan fidusia dibuat dengan akta notaris dalam bahasa Indonesia. Pembebanan benda dengan Jaminan Fidusia diatur Pasal 5 yaitu: (1) Pembebanan benda dengan jaminan fidusia dibuat dengan akta notaris dalam bahasa Indonesia dan merupakan akta Jaminan Fidusia; (2) Terhadap pembuatan Akta jaminan fidusia dikenakan biaya yang besarnya diatur lebih lanjut dengan Peraturan Pemerintah. Pasal 5 ayat (1) UU Jaminan Fidusia dapat ditafsirkan, bahwa terhitung sejak berlakunya UU Jaminan Fidusia untuk pelaksanaan hak-hak
150
Sudikno Mertokusumo I, Op.Cit, hal. 165.
73 dari pemberi dan penerima fidusia sebagai yang disebutkan dalam UU Jaminan Fidusia harus dipenuhi syarat, bahwa jaminan fidusia itu harus dituangkan dalam bentuk akta notariil dan disyaratkan (harus) akta jaminan fidusia yang dibuat oleh notaris, ditulis dalam bahasa Indonesia, tidak dapat ditulis dalam bahasa selain bahasa Indonesia. Akta notaris ini merupakan syarat materiil berlakunya ketentuan-ketentuan UU Jaminan Fidusia atas perjanjian penjaminan fidusia yang ditutup para pihak, disamping itu juga sebagai alat bukti.151 Akta notaris merupakan akta autentik dan mempunyai kekuatan pembuktian yang paling sempurna, karenanya pembebanan benda dengan jaminan fidusia dituangkan dalam akta notaris yang merupakan akta jaminan fidusia (AJF). Pasal 1870 KUHPerdata dinyatakan, bahwa suatu akta autentik memberikan suatu bukti yang sempurna tentang apa yang dimuat di dalamnya di antara para pihak beserta para ahli warisnya ataupun orangorang yang mendapatkan hak dari mereka selaku penggantinya, atas dasar itulah, UU Jaminan Fidusia mengharuskan atau mewajibkan pembenanan benda yang dijamin dengan jaminan fidusia dilakukan dengan akta notaris. Pasal 5 ayat (2) UU Jaminan fidusia menetapkan bahwa, terhadap pembuatan akta jaminan fidusia sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) dikenakan biaya yang besarnya akan diatur lebih lanjut dengan peraturan pemerintah. Ketentuan biaya akta notaris dalam rangka pembuatan akta jaminan fidusia diatur lebih lanjut dalam Peraturan Pemerintah Nomor 86
151
Rachmadi Usman I, Op.Cit, hal. 189.
74 Tahun 2000 tentang Tata Cara Pendaftaran Jaminan Fidusia dan Biaya Pembuatan Akta Jaminan Fidusia, yang besarnya biaya pembuatan akta jaminan fidusia ditentukan berdasarkan katagori, yang disesuaikan dengan nilai penjaminannya.152 Pasal 6 UU Jaminan Fidusia ditentukan isi minimum akta jaminan fidusia dalam rangka memenuhi asas spesialitas, yaitu akta jaminan fidusia sebagaimana dimaksud dalam Pasal 5 sekurang-kurangnya memuat: a. b. c. d. e.
Identitas pihak pemberi dan penerima fidusia; Data perjanjian pokok yang dijamin fidusia; Uraian mengenai benda yang menjadi objek jaminan fidusia; Nilai penjaminan; Nilai benda yang menjadi objek jaminan fidusia.
Sebelumnya dalam penjelasan atas Pasal 5 ayat (1) UU Jaminan Fidusia disebutkan pula, dalam akta jaminan fidusia selain dicantumkan hari dan tanggal, juga dicantumkan mengenai waktu (jam) pembuatan akta tersebut. Akta jaminan fidusia merupakan akta notariil (akta notaris) tentu dengan sendirinya bentuk, substansi dan prosedurnya pembuatan akta jaminan fidusia harus mengikuti bentuk dan syarat-syarat serta prosedur pembuatan akta noatriil sebagaimana diatur di dalam ketentuan pasal-pasal dari UU Jabatan Notaris, oleh karena itu pencantuman ketentuan dalam Pasal 6 UU Jaminan Fidusia tidak diperlukan, karena dengan sendirinya akan tunduk kepada ketentuan-ketentuan Peraturan Jabatan Notaris. Namun deminikian ketentuan dalam Pasal 6 UU Jaminan Fidusia setidaknya
152
Ibid, hal. 192.
75 bermaksud mengingatkan atas hal-hal yang pokok yang harus atau wajib dicantumkan dalam akta jaminan fidusia. Dari ketentuan Pasal 6 dan dihunungkan dengan penjelasan atas Pasal 5 ayat (1) UU Jaminan Fidusia, hal-hal pokok atau minimum yang wajib dicantumkan dalam akta jaminan fidusia, yaitu: a. Identitas pemberi dan penerima fidusia. b. Uraian data perjanjian pokok. c. Uraian data benda jaminan. d. Nilai penjaminan. e. Nilai benda objek jaminan. f. Nomor, jam, hari, tanggal, bulan dan tahun.153 Disyaratkan penyebutan data-data tersebut di dalam akta jaminan fidusia berkaitan dengan prinsip spesialitas yang dianut oleh UU Jaminan Fidusia dan yang mendukung prinsip kepastian hukum yang menjadi salah satu tujuan UU Jaminan Fidusia.
153
Ibid, hal. 193.
BAB III PENDAFTARAN JAMINAN FIDUSIA TERHADAP PERMOHONAN PENDAFTARAN JAMINAN FIDUSIA YANG LEWAT WAKTU
3.1 Perkembangan Pengaturan Pendaftaran Jaminan Fidusia Dalam Sistem Manual dan Online. Jaminan fidusia telah digunakan di Indonesia sejak zaman penjajahan Belanda sebagi suatu bentuk jaminan yang lahir dari yurisprudensi, yang berasal dari zaman romawi. Bentuk jaminan ini digunakan secara luas dalam transaksi pinjam-meminjam karena proses pembebanannya dianggap sederhana, mudah dan cepat baik oleh pemberi fidusia maupun oleh pihak penerima fidusia, tetapi tidak menjamin kepastian hukum. Pada saat itu jaminan fidusia tidak (perlu) didaftarkan pada suatu lembaga pendaftaran jaminan fidusia. Di satu pihak jaminan fidusia memberikan kemudahaan bagi para pihak yang menggunakannya terutama pihak yang menerima fidusia. Pemberi fidusia mungkin saja menjaminkan lagi benda yang telah dibebani dengan fidusia kepada pihak lain tanpa sepengetahuan penerima fidusia. Hal ini dimungkinkan karena belum ada pengaturan mengenai jaminan fidusia.213 Ketidakadaan kewajiban pendaftaran tersebut sangat dirasakan dalam praktik sebagai kekurangan dan kelemahan bagi pranata hukum jaminan fidusia, disamping menimbulkan ketidakpastian hukum, tidak terpenuhinya kewajiban pendaftaran jaminan fidusia tersebut menyebabkan jaminan fidusia tidak
213
Rachmadi Usman I, Op.Cit, hal. 199. 76
77 memenuhi unsur publisistas. Hal ini dapat menimbulkan hal-hal yang tidak sehat dalam praktiknya. Atas pertimbangan tersebut, maka di dalam UU Jaminan Fidusia mengatur tentang (kewajiban) pendaftaran jaminan fiduisia yaitu pada Pasal 11 UU Jaminan Fidusia: (1) Benda yang dibebani dengan jaminan fidusia wajib didaftarkan. (2) Dalam hal benda yang dibebani dengan Jaminan Fidusia berada di luar wilayah negara Republik Indonesia, kewajiban sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) tetap berlaku. Pendaftaran jaminan fidusia dimaksudkan untuk memberikan kepastian hukum bagi para pihak, baik bagi pemberi fidusia dan bagi penerima fidusia sehingga dapat memberikan perlindungan hukum terhadap kreditor (penerima fidusia) dan pihak ketiga yang lainnya. Dengan adanya pendaftaran jaminan fidusia akan lebih menjamin hak preference dari kreditor terhadap kreditor lain atas hasil penjualan benda objek jaminan fidusia yang bersangkutan, selain itu pendaftaran jaminan fidusia menentukan pula kelahiran hakpreference kreditor (penerima fidusia). Hal tersebut dikarenakan jaminan fidusia memberikan hak kepada pemberi fidusia untuk tetap menguasai benda yang menjadi objek jaminan fidusia berdasarkan kepercayaan, diharapkan sistem pendaftaran jaminan fidusia ini dapat memberikan jaminan kepada pihak penerima fidusia dari pihak yang mempunyai kepentingan terhadap benda yang menjadi objek jaminan fidusia tersebut. Dengan demikian dapat dikatakan bahwa, maksud dan tujuan sistem pendaftaran jaminan fidusia adalah untuk:
78 1. Memberikan kepastian hukum kepada para pihak yang berkepentingan, terutama terhadap kreditur lain mengenai benda yang telah dibebani dengan jaminan fidusia. 2. Melahirkan ikatan jaminan fidusia bagi kreditur (penerima fidusia) 3. Memberikan hak yang didahulukan (preference) kepada kreditur (penerima fidusia) terhadap kreditur lain, berhubung pemberi fidusia tetap menguasai benda yang menjadi objek jaminan fidusia berdasarkan kepercayaan 4. Memenuhi asas publisitas.214 Pendaftaran jaminan fidusia secara manual melalui kantor jaminan fidusia dirasakan proses pengurusan dan pengeluaran sertifikat jaminan fidusianya membutuhkan waktu yang lama dan biaya yang dikeluarkan juga cukup mahal. Saat ini dengan perkembangan teknologi informasi mempengaruhi berbagai aspek kehidupan baik itu pendidikan, ekonomi, politik, serta hukum.Jaminan Fidusia juga merasakan perubahan tersebut, di mana sekarang ini tata cara pendaftaran jaminan fidusia sudah beralih dari yang secara manual atau konvensional menjadi secara elektronik atau system online. Terbukti dengan dikeluarkannya Peraturan Menteri Hukum dan Hak Asasi Manusia Republik Indonesia Nomor 9 Tahun 2013 Tentang Pemberlakuan Pendaftaran Jaminan Fidusia Secara Elektronik dan Peraturan Menteri Hukum, Peraturan Menteri Hukum dan Hak Asasi Manusia Republik Indonesia Nomor 8 Tahun 2013 Tentang Pendelegasian Penandatangan Sertifikat Jaminan Fidusia
214
Ibid, hal. 200.
79 Secara Elektronik dan Hak asasi Manusia Republik Indonesia Nomor 10 Tahun 2013 Tentang Tata Cara Pendaftaran Jaminan Fidusia Secara Elektronik dalam rangka meningkatkan pelayanan kepada masyarakat yang memerlukan jasa hukum di bidang jaminan fidusia. Tentunya hal inimerupakan salah satu jawaban pemerintah terhadap globalisasi era perkembangan teknologi informasi.Harapan bahwa dengan diluncurkannya program pendaftaran jaminan fidusia secara online pelayanan jasa hukum di bidang fidusia dapat berjalan dengan cepat, akurat, bebas dari pungutan liar dan mampu mendorong pertumbuhan ekonomi di Indonesia demi tercapainya kesejahteraan masyarakat. Kecepatan dan ketepatan dari masyarakat maupun pemerintah sangat dibutuhkan untuk dapat mengimbangi cepatnya perkembangan kemajuan teknologi di masa kini maupun di masa mendatang.Teknologi informasi dianggap dapat membawa suatu keuntungan serta perubahan bagi negara. Setidaknya beberapa hal berikut dapat membuktikan betapa pentingnya peran teknologi informasi bagi suatu negara. Pertama,teknologi informasi mampu memberikan kemudahan bagi masyarakat untuk mengakses informasi yang dapat menambah wawasan dalam waktu yang singkat. Kedua,memudahkan transaksi bisnis karena memberikan kemudahan bagi para pelaku bisnis dalam bertransaksi,di mana dunia semakin menjadi tanpa batas (borderless). Ketiga, pada saat sekarang ini teknologi informasi sudah menjadi alat untuk menjadi tempat penyimpanan dokumen-dokumen penting, seperti yang diatur dalam Undang-Undang No. 43 Tahun 2009 tentang Kearsipan. Dapat dikatakan bahwa teknologi informasi telah sukses mengawali perubahan tatanan kehidupan masyarakat baik di bidang
80 ekonomi maupun sosial, yang notabene pada awalnya bertransaksi dan bersosialisasi dilakukan dengan menggunakan cara konvensional menjadi transaksi dan sosialisasi secara elektronik. Globalisasi dalam dunia ekonomi khususnya dalam dunia perdagangan adalah salah satu aspek kehidupan yang mendapatkan imbas dari kehadiran media komunikasi yang cepat dan handal sehingga aktivitas bisnis di berbagai negara cenderung meningkat. Berkenaan dengan adanya peningkatan aktivitas bisnis di berbagai negara sebagai dampak dari penggunaan informasi dan komunikasi maka sudah barang tentu hal ini akan berimbas juga pada munculnya percepatan baik itu dalam sistem pelayanan jasa dan dalam sektor pembangunan ekonomi di negara yang bersangkutan, seperti di Indonesia.215 Tujuan diberlakukannya pendaftaran jaminan fidusia secara elektronik yaitu untuk meningkatkan pelayanan jasa hukum pendaftran jaminan fidusia dengan mudah, cepat, murah dan nyaman maka permohonan pendaftaran jaminan fidusia dilakukan secara elektronik. Sejak berlakunya sistem administrasi pendaftaran jaminan fidusia secara elektronik (online system), Kantor Pendaftaran Fidusia diseluruh Indonesia dalam menjalankan tugas dan fungsinya tidak lagi menerima permohonan pendaftaran jaminan fidusia secara manual dan turut menginformasikan kepada pemohon untuk melakukan permohonan pendaftaran jaminan fidusia secara elektronik. Dalam peraturan-peraturan yang mengatur tentang pendaftaran jaminan fidusia baik dari UU Jaminan Fidusia, Peraturan Pemerintah dan Peraturan 215
R.A. Emma Nurita, 2012, Cyber Notary: Pemahaman Awal dalam Konsep Pemikiran, Refika Aditama, Bandung, hal. 13.
81 Menteri tentang pendaftaran jaminan fidusia, masih terdapat ketidakpastian dalam sistem pendaftaran yang dilakukan lewat dari 60 (enam puluh) hari setelah peraturan menteri tersebut ditetapkan. Pengaturan pendaftaran jaminan fidusia mengenai tata cara pendaftaran jaminan fidusia jika dirumuskan melalui Pasal 13 ayat (4) bahwa “ketentuan lebih lanjut mengenai tata cara pendaftaran jaminan fidusia dan biaya pendaftaran diatur dengan Peraturan Pemerintah. Peraturan Pemerintah yang mengatur tentang tata cara pendafatran jaminan fidusia yaitu pada Pasal 2 PP Nomor 86 Tahun 2000 bahwa, “permohonan pendaftaran jaminan fidusia diajukan kepada Menteri” dan Pasal 6 yang menyatakan bahwa “ketentuan mengenai pelaksanaan tata cara pendaftaran jaminan fidusia diatur lebih lanjut dengan Keputusan Menteri. Keputusan Menteri yang digunakan setelah dikeluarkannya peraturan tentang pendaftaran jaminan fidusia secara online yaitu Peraturan Menteri Hukum dan Hak Asasi Manusia Republik Indonesia Nomor 9 Tahun 2013 Tentang Pemberlakuan Pendaftaran Jaminan Fidusia Secara Elektronik, Peraturan Menteri Hukum dan Hak Asasi Manusia Republik Indonesia Nomor 8 Tahun 2013 tentang Pendelegasian Penandatanganan Sertifikat Jaminan Fidusia Secara Elektronik dan Peraturan Menteri Hukum dan Hak asasi Manusia Republik Indonesia Nomor 10 Tahun 2013 Tentang Tata Cara Pendaftaran Jaminan Fidusia Secara Elektronik. Peraturan pendaftaran jaminan fidusia online ditegaskan lagi pada Pasal 9 Peraturan Menteri Hukum dan Hak asasi Manusia Republik Indonesia Nomor 10 Tahun 2013 Tentang Tata Cara Pendaftaran Jaminan Fidusia Secara Elektronik menyatakan bahwa “pada saat Peraturan Menteri ini mulai berlaku, Keputusan
82 Menteri Kehakiman dan Hak Asasi Manusia Nomor M.01.UM.01.06 Tahun 2000 tentang Bentuk Formulir dan Tata Cara Pendaftaran Jaminan Fidusia, dicabut dan dinyatakan tidak berlaku”, dengan tidak berlakunya keputusan ini maka pelayanan pendaftaran jaminan fidusia secara manual dengan mengisi suatu formulir di kantor pendaftaran fidusia tidak dapat dilakukan lagi, sehingga pendaftaran jaminan fidusia beralih dengan menggunakan sistem pendaftaran jaminan fidusia secara online.
3.2 Hubungan Hukum Antara Kreditur Dengan Notaris Pada Pendaftaran Jaminan Fidusia Online Pendaftaran jaminan fidusia diatur pada Pasal 11 UU Jaminan Fidusia, yang menyebutkan bahwa: (1) Benda yang dibebani dengan jaminan fidusia wajib didaftarkan. (2) Dalam hal benda yang dibebani dengan Jaminan Fidusia berada di luar wilayah negara Republik Indonesia, kewajiban sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) tetap berlaku. Permohonan pendaftaran jaminan fidusia berdasarkan Pasal 13 ayat (1) UU Jaminan fidusia yaitu permohonan pendaftaran jaminan fidusia dilakukan oleh penerima fidusia, kuasa atau wakilnya dengan melampirkan pernyataan pendaftaran jaminan fidusia, sehingga berdasarkan pasal tersebut bahwa yang dapat mendaftarkan jaminan fidusia adalah kreditur sebagai penerima fidusia dan dapat pula kreditur memberikan kuasa atau di wakilkan dengan melampirkan surat
83 pernyataan jaminan fidusia. Surat pernyataan jaminan fidusia memuat hal-hal yang diatur pada ayat (2) Pasal 13 UU Jaminan Fidusia yaitu: a. identitas pihak Pemberi dan Penerima Fidusia; b. tanggal, nomor akta jaminan Fidusia, nama, tempat kedudukan notaris yang membuat akta Jaminan Fidusia; c. data perjanjian pokok yang dijamin fidusia; d. uraian mengenai benda yang menjadi obyek Jaminan Fidusia; e. nilai penjaminan; dan f. nilai benda yang menjadi obyek Jaminan Fidusia. Pengertian dari kuasa dan wakil yang disebutkan terdapat pada penjelasan Pasal 8 UU Jaminan Fidusia bahwa yang dimaksud dengan kuasa adalah kuasa adalah mereka yang menerima pelimpahan wewenang berdasarkan surat kuasa dari penerima fidusia untuk melakukan pendaftaran jaminan fidusia. Sedangkan wakil adalah mereka yang berdasarkan ketentuan peraturan perundang-undangan berwenang untuk melakukan pendaftaran jaminan fidusia. Kuasa menurut hukum disebut juga wettelijke vertegenwoordig atau legal mandatory (legal representative). Maksudnya, undang-undang sendiri telah menetapkan seseorang atau suatu badan hukum untuk dengan sendirinya menurut hukum bertindak mewakili orang atau badan tersebut tanpa memerlukan surat kuasa. Jadi undang-undang sendiri yang menetapkan bahwa yang bersangkutan menjadi kuasa atau wakil yang berhak bertindak untuk dan atas nama orang atau badan itu.216 Pemberian kuasa sebagaimana yang dirumuskan dalam Pasal 1792 KUHPerdata adalah suatu persetujuan dengan mana seorang memberikan kekuasaan (wewenang) kepada orang lain, yang menerimanya, untuk atas 216
M. Yahya Harahap, 2012, Hukum Acara Perdata, Sinar Grafika, Jakarta, (selanjutnya disingkat M. Yahya Harahap II), hal. 8.
84 namanya menyelenggarakan suatuurusan. Ketentuan Pasal 1795 KUHPerdata dapat dibedakan adanya dua jenis pemberian kuasa, yaitu: 1.
Kuasa Khusus Sebagaimana rumusan Pasal 1795 KUHPerdata tersebut menyatakan, kuasa khusus hanya mengenai satu atau lebih kepentingan tertentu. Dalam pemberiankuasa khusus harus disebutkan secara tegas tindakan atau perbuatan apa yangboleh dan dapat dilakukan oleh pemberi kuasa.
2.
Kuasa Umum Dalam Pasal 1796 ayat (1) KUHPerdata menyebutkan: “Pemberian kuasa yang dirumuskan dalam kata-kata umum, hanyameliputi perbuatan-perbuatan pengurusan”. Pemberian kuasa yang dirumuskan dalam kata-kata umum dimaksudkan untuk memberikan kewenangan pada seseorang (yang diberi kuasa) untuk dan bagi kepentingan pemberi kuasa melakukan perbuatan-perbuatan dan tindakan-tindakan yang mengenai urusan, yang meliputi segala macam kepentingan dari pemberi kuasa, tidak termasuk perbuatan-perbuatan atau tindakan-tindakan yang mengenai pemilikan dan hal-hal lain yang bersifat sangat pribadi, seperti pembuatan surat wasiat. Pendaftaran jaminan fidusia dilakukan pada kantor pendaftaran jaminan
fidusia sebagaimana yang telah diatur pada Pasal 12 yaitu: 1.
Pendaftaran Jaminan fidusia sebagaimana dimaksud dalam Pasal 11 ayat (1) dilakukan pada Kantor Pendaftaran Fidusia. 2. Untuk pertama kali, Kantor Pendaftaran Fidusia didirikan di Jakarta dengan wilayah kerja mencakup seluruh wilayah negara Republik Indonesia.
85 3.
Kantor Pendaftaran Fidusia sebagaimana dimaksud dalam ayat (2) berada dalam lingkup tugas Departemen Kehakiman. 4. Ketentuan mengenai pembentukan Kantor Pendaftaran Fidusia untuk daerah lain dan penetapan wilayah kerjanya diatur dengan Keputusan Presiden. Berdasarkan Pasal 12 maka permohonan pendaftaran jaminan fidusia dilakukan pada kantor pendaftaran jaminan fidusia di seluruh wilayah negara Republik Indonesia. Berlakunya
Peraturan
Menteri
Nomor
9
Tahun
2013
tentang
Pemberlakukan Pendaftaran Jaminan Fidusia Secara elektronik, terdapat perbedaan tempat pendaftaran jaminan fidusia yang telah diatur terlebih dahulu pada Pasal 12 UU Jaminan Fidusia. Pada Peraturan Menteri ini menyatakan pada Pasal 3 bahwa “pendaftaran jaminan fidusia secara elektronik sebagaimana dimaksud dalam Pasal 2 dapat dilakukan melalui kios pelayanan pendaftaran jaminan fidusia secara elektronik diseluruh kantor pendaftaran fidusia”. Kantor pendaftaran fidusia pada Pasal 1 angka 5 Peraturan Menteri Nomor 10 Tahun 2013 menyatakan bahwa “kantor pendaftaran fidusia adalah kantor yang menerima permohonan pendaftaran jaminan fidusia secara elektronik”. UU Jaminan fidusia tempat pendaftaran dilakukan pada kantor pendaftaran jaminan fidusia sedangkan dengan adanya peraturan menteri ini pendaftaran jaminan fidusia dilakukan pada kios pelayanan pendaftaran jaminan fidusia yang menerima permohonan pendaftaran jaminan fidusia secara elektronik. Kios pelayanan pendaftaran jaminan fidusia yang dimaksud tidak terdapat penjelasannya pada peraturan menteri tersebut.
86 Jika dilihat pada prakteknya pendaftaran jaminan fidusia secara elektronik atau online dilakukan melalui perantara notaris dan pada kantor notaris. Dilakukan oleh notaris dan di kantor notaris karena berhubungan dengan sistem pendaftaran yang memerlukan bagi pendaftar untuk mempunyai user name dan password ketika mengakses sistem pendaftaran jamian fidusia online. User name dan password tersebut diberikan hanya kepada notaris oleh Direktorat Jenderal Administrasi Hukum Umum agar dapat melayani kebutuhan masayarakat terhadap pendaftaran jaminan fidusia secara sistem online. Notaris pada saat melakukan pendaftaran jaminan fidusia hanya menggunakan surat pernyataan pendaftaran jaminan fidusia. Surat pernyataan pendaftaran jaminan fidusia tersebut, digunakan sebagai dasar untuk dapat mendaftarkan jaminan fidusia secara online.
3.3 Prosedur Pendaftaran Akta Jaminan Fidusia Dalam Sistem Manual dan Online. a.
Tempat pendaftaran jaminan fidusia Pendaftaran benda yang dibebani dengan jaminan fidusia dilaksanakan di
tempat kedudukan pemberi fidusia dan pendaftarannya mencakup benda, baik yang berada di dalam maupun di luar wilayah negara Republik Indonesia untuk memnuhi asas publisitas, sekaligus merupakan jaminan kepastian terhadap kreditor lainnya mengenai benda yang telah dibebani jaminan fidusia. Prosedur dalam pendaftaran jaminan fidusia, diatur dalam Pasal 11 sampai dengan Pasal 18 UU Jaminan Fidusia dan Peraturan Pemerintah Nomor 86 Tahun 2000 Tentang
87 Tata cara Pendaftaran Jaminan Fidusia dan Biaya Pembuatan Akta Jaminan Fidusia. Pendaftaran dilakukan melalui suatu permohonan yang ditujukan kepada Kantor Pendaftaran Jaminan Fidusia yang untuk pertama kalinya diadakan di Jakarta, yang wilayah kerjanya meliputi seluruh Indonesia, yang nantinya akan didirikan di setiap ibukota provinsi.217 Dalam hal kantor pendaftaran jaminan fidusia belum didirikan di tiap daerah kabupaten/kota maka wilayah kerja kantor pendaftran fidusia di ibukota propinsi meliputi seluruh daerah kabupaten/kota yang berada di lingkungan wilayahnya.
Pendirian
kantor
pendaftaran
jaminan
fidusia
di
daerah
kabupaten/kota, dapat disesuaikan dengan Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2014 tentang Pemerintahan Daerah. Keberadaan kantor pendaftaran fidusia ini berada dalam lingkup tugas Departemen Kehakiman dan bukan instansi yang mandiri atau unit pelaksana teknis.218 Saat ini dengan adanya sistem online dalam pendaftaran jaminan fidusia maka sesuai dengan Peraturan Mentri Hukum dan Hak Asasi Manusia Nomor 9 Tahun 2013, Pasal 3 menyatakan bahwa “Pendaftaran jaminan fidusia secara elektronik sebagaimana dimaksud dalam Pasal 2 dapat dilakukan melalui kios pelayanan pendaftaran jaminan fidusia secara eletronik diseluruh kantor pendaftaran fidusia”. Kios pelayanan pendaftaran jaminan fidusia yang dimaksud tidak terdapat penjelasannya pada peraturan menteri tersebut. Selanjutnya pengertian kantor pendaftaran fidusia terdapat pada Pasal 1 angka 5 Peraturan Menteri Nomor 10 Tahun 2013 menyatakan bahwa “kantor pendaftaran fidusia 217 218
J. Satrio, Op.Cit, hal.197. Gunawan Widjaja dan Ahmad Yani, Op.Cit, hal. 146.
88 adalah kantor yang menerima permohonan pendaftaran jaminan fidusia secara elektronik”. Pada pengertian ini pun tidak jelas kantor mana yang menerima permohonan pendaftaran jaminan fidusia secara elektronik. Pada prakteknya pendaftaran jaminan fidusia secara elektronik atau online dilakukan pada kantor notaris, karena hanya notaris yang dapat mengakses website www.sisminbakum.go.id. untuk melakukan pendaftaran akta jaminan fidusia. Notaris sendiri yang akan melakukan pendaftaran jaminan fidusia secara online dengan menginput data sesuai dengan akta pembebanan yang dibuatnya, karena mengingat username dan password untuk masuk ke dalam menu layanan Pendaftaran Jaminan fidusia secara online yang hanya dimiliki oleh notaris. Username dan password yang diberikan oleh Direktorat Jenderal Administrasi Hukum Umum dalam mengakses menu fidusia online hanyalah dimiliki oleh para notaris. Sehingga diharapkan kehati-hatian dari para notaris agar supaya username dan password yang dimiliki tidak diketahui dan digunakan oleh orang-orang yang tidak berkepentingan. Kepemilikan notaris akan username dan password dalam mengakses menu fidusia online yang diselenggarakan oleh Kementrian Hukum dan Hak Asasi Manusia khususnya Direktorat Jenderal Administrasi Hukum Umum secara jelas menyatakan bahwa notaris menjadi pejabat umum yang berwenang dalam melakukan pendaftaran Jaminan Fidusia. b. Permohonan dan pernyataan pendaftaran jaminan fidusia Proses pendaftaran jaminan fidusia dimulai dengan pembuatan akta jaminan fidusia oleh notaris, yang kemudian dilakukan pendaftaran di kantor pendaftaran fidusia, sesuai dengan Pasal 13 ayat (1) UU Jaminan Fidusia,
89 pendaftran jaminan fidusia dilakukan dengan mengajukan surat permohonan kepada kantor Pendaftaran fidusia dengan melampirkan surat pernyataan pendaftaran jaminan fidusia. Pasal ini menentukan pula bahwa permohonan pendaftaran jaminan fidusia tidak harus dilakukan oleh penerima fidusia, melainkan dapat dilakukan kuasa atau wakil dari penerima fidusia. Tata cara pendaftaran jaminan fidusia berdasarkan pada Pasal 2 Peraturan Pemerintah Nomor 86 tahun 2000 tentang Tata Cara Pendaftaran Jaminan Fidusia dan Biaya Pembuatan Akta Jaminan Fidusia (selanjutnya disebut PP No 86 Tahun 2000) adalah: (1) Permohonan pendaftaran Jaminan Fidusia diajukan kepada Menteri. (2) Permohonan pendaftaran sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) diajukan secara tertulis dalam bahasa Indonesia melalui Kantor oleh Penerima Fidusia, kuasa, atau wakilnya dengan melampirkan pernyataan pendaftaran Jaminan Fidusia. (3) Permohonan pendaftaran Jaminan Fidusia sebagaimana dimaksud dalam ayat (2) dikenakan biaya yang besarnya ditetapkan dengan Peraturan Pemerintah tersendiri mengenai Penerimaan Negara Bukan Pajak. (4) Permohonan pendaftaran Jaminan Fidusia sebagaimana dimaksud dalam ayat (2) dilengkapi dengan : a. salinan akta notaris tentang pembebanan Jaminan Fidusia; b. surat kuasa atau surat pendelegasian wewenang untuk melakukan pendaftaran Jaminan Fidusia; c. bukti pembayaran biaya pendaftaran Jaminan Fidusia sebagaimana dimaksud dalam ayat (3). (5) Pernyataan pendaftaran Jaminan Fidusia sebagaimana dimaksud dalam ayat (2) dilakukan dengan mengisi formulir yang bentuk dan isinya ditetapkan dengan Keputusan Menteri. Permohonan pendaftaran jaminan fidusia dilakukan oleh penerima fidusia, kuasa atau wakilnya sesuai dengan Pasal 13 ayat (2) UU Jaminan Fidusia melampirkan pernyataan pendaftaran jaminan fidusia yang memuat: a. Identitas pihak pemberi fidusia dan penrima fidusia b. Tanggal, nomor akta jaminan fidusia, nama dan tempat kedudukan notaris yang membuat akta jaminan fidusia
90 c. d. e. f.
Data perjanjian pokok yang dijamin fidusia Uraian mengenai benda yang menjadi objek jaminan fidusia Nilai penjaminan, dan Nilai benda yang menjadi objek jaminan fidusia. Ketentuan mengenai pelaksanaan tata cara pendaftaran jaminan fidusia
diatur pada Pasal 6 PP No 86 Tahun 2000 bahwa “ketentuan mengenai pelaksanaan tata cara pendaftaran jaminan fidusia diatur lebih lanjut dengan keputusan menteri”. Selanjutnya untuk melaksanakan secara teknis ketentuan dalam pasal-pasal PP No 86 Tahun 2000, maka ditetapkanlah Keputusan Menteri Kehakiman dan Hak Asasi ManusiaNomor M.01.UM.01.06 Tahun 2000 tentang Bentuk Formulir dan Tata Cara Pendaftaran Jaminan Fidusia. Pejabat pendaftaran jaminan fidusia pada kantor pendaftaran fidusia yang menerima permohonan pendaftaran jaminan fidusia, kemudian memeriksa kelengkapan persyaratan permohonan pendaftaran jaminan fidusia yang telah ditetapkan. Kelengkapan persyaratan meliputi kelengkapan dokumen yang ditetapkan dan ketepatan dalam mengisi formulir sesuai dengan data yang diperlukan. Dalam hal ini pejabat pendaftaran jaminan fidusia tidak melakukan penilaian terhadap kebenaran yang dicantumkan dalam penyataan pendaftaran jaminan fidusia, tetapi hanya melakukan pengecekan data yang tercantum dalm formulir
pernyataan
pendaftaran
jaminan
fidusia.
Apabila
permohonan
pendaftaran jaminan fidusia yang diajukan tersebut tidak memenuhi kelengkapan persyaratan, pejabat pendaftaran jaminan fidusia harus segera dan langsung mengembalikan berkas permohonan pendaftaran jaminan fidusia kepada pemohon untuk dilengkapi, namun sebaliknya bila kelengkapan persyaratan permohonan pendaftaran jaminan fidusia telah dipenuhi dan dinyatakan lengkap, permohonan
91 pendaftaran jaminan fidusia segera dan langsung diproses dengan cara menbubuhkan nomor, tanggal, dan jam penerimaan pendaftaran jaminan fidusia pada formulir pernyataan pedaftaran jaminan fidusia. 219 Untuk melancarkan proses pendaftaran jaminan fidusia secara sistem online maka dibuat pengaturan tentang tata cara pendaftaran jaminan fidusia secara elektronik yaitu pada Pasal 2, Peraturan Menteri Hukum dan Hak Asasi Manusia Nomor 10 Tahun 2013 tentang Tata Cara Pendaftaran Jaminan Fidusia Secara Elektronik menyatakan bahwa: (1) Permohonan Pendaftaran Jaminan Fidusia Secara Elektronik diajukan kepada Menteri. (2) Pendaftaran Jaminan Fidusia sebagaimana dimaksud pada ayat (1) meliputi: a. pendaftaran permohonan Jaminan Fidusia; b. pendaftaran perubahan Jaminan Fidusia; dan c. penghapusan Jaminan Fidusia. Pasal 3 mengatur tentang tata cara pendaftaran permohonan jaminan fidusia secara elektronik, yaitu: (1) Pendaftaran permohonan Jaminan Fidusia secara elektronik dilakukan dengan mengisi formulir aplikasi. (2) Pengisian formulir aplikasi sebagaimana dimaksud pada ayat (1) meliputi: a. identitas Pemohon; b. identitas pemberi fidusia; c. identitas penerima fidusia; d. akta Jaminan Fidusia; e. perjanjian pokok; f. nilai penjaminan; dan g. nilai benda yang menjadi obyek Jaminan Fidusia. (3) Pemohon mencetak bukti pendaftaran setelah selesai melakukan pengisian formulir aplikasi. (4) Bukti pendaftaran sebagaimana dimaksud pada ayat (3) memuat: a. nomor pendaftaran; b. tanggal pengisian aplikasi; 219
Ibid.
92 c. d. e. f.
nama Pemohon; nama Kantor Pendaftaran Fidusia; jenis permohonan; dan biaya pendaftaran permohonan Jaminan Fidusia sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan. (5) Berdasarkan bukti pendaftaran sebagaimana dimaksud pada ayat (4), pemohon melakukan pembayaran biaya pendaftaran permohonan Jaminan Fidusia melalui Bank Persepsi. (6) Setelah melakukan pembayaran sebagaimana dimaksud pada ayat (5), Pemohon mencetak sertifikat Jaminan Fidusia yang telah ditandatangani secara elektronik oleh Pejabat Pendaftaran Jaminan Fidusia. Sistem pendaftaran jaminan fidusia manual diperlukan adanya penyerahan dokumen fisik berupa pernyataan pendaftaran jaminan fidusia yang blangkonya disediakan oleh kantor pendaftaran fidusia, surat permohonan pendaftaran jaminan fidusia, salinan Akta Jaminan Fidusia, surat kuasa untuk melakukan pendaftaran, bukti pembayaran PNBP dan fotokopi bukti kepemilikan objek kepada kantor pendaftaran fidusia sebagai persyaratan pendaftaran. Kemudian pada sistem administrasi pendaftaran jaminan fidusia secara elektronik tidak ada penyerahan dokumen fisik ke kantor pendaftaran fidusia di Kementerian Hukum dan Hak Asasi Manusia, tetapi dokumen fisik tersebut diserahkan ke kantor pendaftaran jaminan fidusia secara elektronik. Pendaftaran jaminan fidusia yang dilakukan dengan sistem online tidak memerlukan pengiriman ataupun mengirim softcopy dari data fisik yang berupa akta jaminan fidusia, perjanjian kredit dari bank, fotocopy KTP dan kartu keluarga dari debitur, semua dokumen tersebut diserahkan kepada pemohon untuk keperluan menginput data pendaftaran secara online. Selanjutnya semua dokumen tersebut disimpan oleh pemohon. Surat pernyataan bahwa tidak adanya pengirim
93 softcopy data fisik secara online oleh pemohon yaitu notaris terlampir pada tesis ini. Karena tidak adanya penyerahan data fisik secara online yang bertujuan untuk menjamin kepastian akta jaminan fidusia dan data-data yang telah di input dalam sistem online, maka pada sistem pendaftaran jaminan fidusia online tersebut terdapat keterangan peringatan, yang isinya sebagai berikut: saya menyatakan dengan sesungguhnya bahwa: 1. Seluruh data yang tertuang dalam permohonan pendaftaran jaminan fidusia ini adalah benar. 2. Kementerian Hukum dan Hak Asasi Manusia Republik Indonesia tidak bertanggung jawab atas segala akibat hukum yang timbul atas pengisian permohonan pendaftaran jaminan fidusia.Seluruh data yang di input merupakan tanggung jawab pemohon. Sehingga dengan adanya peringatan yang terdapat dalam pendaftaran jaminan fidusia online tersebut mengakibatkan atas semua yang sudah dicantumkan pada pendaftaran online tersebut menjadi tanggungjawab pemohon pendaftar fidusia. c.
Buku Daftar Fidusia Kantor pendaftaran fidusia untuk melaksanakan pencatatan jaminan
fidusia, menyediakan buku daftar fidusia. Kewajiban menyediakan buku daftar fidusia bagi kantor pendaftaran fidusia ini dinyatakan secara tegas dalam Pasal 13 ayat (3) UU Jaminan Fidusia, yang bunyinya “Kantor pendaftaran fidusia mencatat jaminan fidusia dalam buku daftar fidusia pada tanggal yang sama dengan tanggal penerimaan permohonan pendaftaran”. Berdasarkan pada Pasal 13
94 ayat (3) UU Jaminan fidusia dapat diketahui bahwa jaminan fidusia (harus) dicatat di Kantor Pendaftaran Fidusia dalam suatu register khusus yang diadakan untuk itu, yang dinamakan dengan buku daftar fidusia. Pencatatannya dilakukan pada tanggal yang sama dengan tanggal penerimaan permohonan pendaftaran jaminan fidusia tersebut. Pada sistem manual pencatatan fidusia dilakukan oleh pejabat yang berwenang untuk itu, dimana perlu adanya penyerahan dokumen terlebih dahulu. Hal tersebut berbeda dalam system online, pada system online pencatatan jaminanfidusiatetap dilakukan, namun tidak dicatatkan secara manual melalui buku daftar fidusia tetapi dengan system online. Setelah menginput seluruh data, maka secara otomatis jaminan fidusia telah dicatatkan dengan system online. Setelah dicatatkan melalui system online, barulah dapat dicetak sertifikat jaminan fidusia. d. Saat lahirnya jaminan fidusia Jaminan fidusia sebagaimana yang dimaksud dalam ketentuan Pasal 14 ayat (3) UU Jaminan Fidusia, lahir pada tanggal yang sama dengan tanggal dicatatnya jaminan fidusia dalam buku daftar fidusia. Tanggal pencatatan jaminan fidusia dalam buku daftar fidusia ini dianggap sebagai alat saat lahirnya jaminan fidusia, dengan demikian pendaftaran jaminan fidusia dalam buku daftar fidusia merupakan perbuatan konstitutif yang melahirkan jaminan fidusia. Penegasan lebih lanjut terdapat dalam ketentuan Pasal 28 UU Jaminan Fidusia yang menyatakan apabila atas benda yang sama menjadi objek jaminan fidusia lebih dari 1 (satu) perjanjian jaminan fidusia, maka kreditor yang lebih dahulu
95 mendaftarkannya adalah penerima fidusia. Hal ini penting diperhatikan oleh kreditor, karena hanya penerima fidusia, kuasa atau wakilnya yang boleh melakukan pendaftaran jaminan fidusia. 220 Lahirnya jaminan fidusia melalui system online adalah sama dengan sistem manual yaitu pada saat dicatatkannya jaminan fidusia. Jaminan Fidusia, lahir pada tanggal yang sama dengan tanggal dicatatnya jaminan fidusia dalam system online. e.
Biaya pendaftaran jaminan fidusia Biaya pendaftaran fidusia diatur dalam PP No 86 Tahun 2000, pada Pasal
13 ayat (4) UU Jaminan Fidusia dan Pasal 2 ayat (3) PP No 86 Tahun 2000, dapat diketahui bahwa besarnya biaya pendaftaran jaminan fidusia pada kantor pendaftaran fidusia diatur dengan Peraturan Pemerintah tersendiri mengenai Penerimaan Negara Bukan Pajak. Dalam Peraturan Pemerintah Nomor 87 Tahun 2000 tentang Perubahan Atas Peraturan Pemerintah Nomor 26 Tahun 1999 tentang Tarif Atas Jenis Penerimaan Negara Bukan Pajak yang berlaku pada Departemen Kehakiman telah diatur tiga jenis penerimaan negara bukan pajak yang bertalian dengan pelayanan jasa hukum dalam pendaftaran jaminan fidusia yaitu mengenai biaya pendaftaran jaminan fidusia, biaya permohonan perubahan hal-hal yang tercantum dalam sertifikat jaminan fidusia dan biaya permohonan penggantian sertifikat jaminan fidusia yang rusak atau hilang.221
220 221
Gunawan Widjaja dan Ahmad Yani, Op.Cit, hal. 148. Rachmadi Usman I, Op.Cit, hal. 213.
96 Pada tahun 2014 telah dikeluarkan Peraturan Pemerintah Nomor 45 Tahun 2014 tentang Jenis dan Tarif Atas Jenis Penerimaan Negara Bukan Pajak Yang Berlaku Pada Kementerian Hukum dan Hak Asasi Manusia (selanjutnya disebut PP 45 Tahun 2014) yang mengantikan Peraturan Pemerintah Nomor 38 tahun 2009 tentang Jenis dan Tarif Atas jenis Penerimaan Negara Bukan Pajak Yang Berlaku Pada Kementerian Hukum dan Hak Asasi Manusia. Berdasarkan PP 45 Tahun 2014 Tarif Jenis Penerimaan Negara Bukan Pajak yang bertalian dengan biaya permohonan pendaftaran jaminan fidusia dan perubahan serta penggantian sertifikat jaminan fidusia dapat dilihat dari table berikut: No
Jenis PNBP
1
Pendaftaran jaminan fidusia a. Untuk nilai penjaminan sampai dengan Rp. 50.000.000 b. Untuk nilai penjaminan di atas Rp. 50.000.000 c. Untuk nilai penjaminan di atas Rp. 100.000.000 sampai dengan Rp. 250.000.000 d. Untuk nilai penjaminan di atas Rp. 250.000.000 sampai dengan Rp. 500.000.000 e. Untuk nilai penjaminan di atas Rp. 500.000.000 sampai dengan Rp. 1.000.000.000 f. Untuk nilai penjaminan di atas Rp. 1.000.000.000 sampai dengan Rp. 100.000.000.000 g. Untuk nilai penjaminan di atas Rp. 100.000.000.000 sampai dengan Rp. 500.000.000.000
Satuan
Tarif (Rp)
Per Akta Per Akta Per Akta
Rp. 50.000 Rp. 100.000
Per Akta Per Akta
Rp. 200.000
Per Akta Per Akta
Rp. 400.000
h. Untuk nilai penjaminan di atas Rp. 500.000.000.000 sampai Per Akta dengan Rp. 1.000.000.000.000 Per Akta i. Untuk nilai penjaminan di atas
Rp. 800.000
Rp. 1.600.000
Rp. 3.200.000
Rp. 6.400.000
97 Rp. 1.000.000.000.000 2
3
f.
Permohonan perubahan hal yang Per Permohonan tercantum dalam sertifikat jaminan fidusia Penghapusan atau pencoretan Per Permohonan sertifikat jaminan fidusia
Rp. 12.800.000 Rp. 200.000
Rp. 100.000
Sertifikat jaminan fidusia Sebagai tanda bukti adanya jaminan fidusia, sesuai dengan ketentuan
dalam Pasal 14 ayat (1) UU Jaminan Fidusia, kantor pendaftaran fidusia menerbitkan sertifikat jaminan fidusia untuk selanjutnya menyerahkan kepada penerima fidusia sertifikat jaminan fidusia tersebut pada tanggal yang sama dengan tanggal penerimaan permohonan pendaftaran jaminan fidusia. Ketentuan Pasal 6 ayat (3) Keputusan Menteri Kehakiman dan Hak Asasi Manusia Nomor M.01.UM.01.06 Tahun 2001 bahwa, nomor, tanggal dan jam penerimaan pendaftaran jaminan fidusia harus sama dengan nomor, tanggal dan jam yang tercantum dalam sertifikat jaminan fidusia yang diterbitkan untuk permohonan tersebut.222 Sertifikat jaminan fidusia merupakan salinan dari buku daftar fidusia. Halhal yang tercantum dalam sertifikat jaminan fidusia adalah: a. Dalam judul sertifikat jaminan fidusia dicantumkan kata-kata “DEMI KEADILAN BERDASARKAN KETUHANAN YANG MAHA ESA”. Sertifikat jaminan ini mempunyai kekuatan eksekutorial yang sama dengan putusan pengadilan yang telah memperoleh kekuatan hukum yang tetap. Apabila debitur cedera janji, penerima fidusia mempunyai hak 222
Ibid, hal. 214.
98 untuk menjual benda yang menjadi objek jaminan fidusia atas kekuasaannya sendiri; b. Di dalam sertifikat jaminan fidusia dicantumkan hal-hal berikut: 1) Identitas pihak pemberi dan penerima fidusia 2) Tempat, nomor akta jaminan fidusia, nama dan tempat kedudukan notaris yang membuat akta jaminan fidusia 3) Data perjanjian pokok yang dijamin fidusia 4) Uraian mengenai objek benda jaminan yang menjadi objek jaminan fidusia 5) Nilai penjaminan 6) Nilai benda yang menjadi objek benda jaminan fidusia.223 Apabila terjadi kekeliruan penulisan dalam sertifikat jaminan fidusia yang telah diterima oleh pemohon dalam jangka waktu 60 hari setelah menerima sertifikat tersebut, pemohon memberitahukan kepada kantor pendaftaran fidusia untuk diterbitkan sertifikat perbaikan. Sertifikat perbaikan memuat tanggal yang sama dengan tanggal sertifikat semula dan penerbitan sertifikat tidak dikenai biaya (Pasal 5 ayat (1), (2) dan ayat (3) PP 86 Tahun 2000).224 Sertifikat jaminan fidusia juga tidak menutup kemungkinan terjadi perubahan terhadap substansi, yang dimaksud dengan perubahan substansi antara lain perubahan penerima jaminan fidusia, perubahan perjanjian pokok yang dijamin fidusia dan perubahan nilai jaminan. Apabila terjadi hal tersebut prosedur yang ditempuh untuk mengadakan perubahan substansi sebagai berikut: 223 224
H. Salim. HS, Op.Cit, hal. 83. Ibid, hal. 86.
99 1. Penerima fidusia wajib mengajukan permohonan pendaftaran atas perubahan tersebut kepada kantor pendaftaran fidusia. 2. Kantor pendaftaran fidusia pada tanggal yang sama dengan tanggal penerimaan permohonan perubahan, melakukan pencatatan perubahan tersebut dalam buku daftar fidusia dan menerbitkan pernyataan perubahan yang merupakan bagian tak terpisah dari sertifikat jaminan fidusia.225 Setelah berlakunya pendaftaran jaminan fidusia secara online terjadi perbedaan terhadap pihak yang menerbitkan sertifikat jaminan fidusia. Pada sistem manual sertifikat jaminan fidusia dikeluarkan oleh instansi yang sah dan berwenang, dalam hal ini kantor pendaftaran fidusia sedangkan dengan berlakunya sistem online pada Peraturan Menteri Nomor 10 Tahun 2013 tentang Tata Cara Pendaftaran Jaminan Fidusia Secara Elektronik Pasal 3 ayat (6) bahwa yang mencetak sertifikat jaminan fdiusia adalah pemohon.Pasal 3 ayat (6) menyatakan bahwa, “setelah melakukan pembayaran sebagaimana dimaksud pada ayat (5) pemohon mencetak sertifikat jaminan fidusia yang telah ditandatangani secara elektronik oleh pejabat pendaftaran jaminan fidusia”. Dalam prakteknya pihak yang mencetak sertifikat jaminan fidusia adalah notaris di kantor notaris. Tanda tangan dalam Sertifikat Jaminan Fidusia secara elektronik hal ini berbeda pada sistem pendaftaran jaminan fidusia manual, dimana tanda tangan yang diberikan adalah tanda tangan basah. Pada Peraturan Pemerintah
225
Nomor
Ibid.
8
Tahun
2013
diatur
mengenai
Pendelegasian
100 Penandatanganan Sertifikat Jaminan Fidusia Secara Elektronik yaitu pada Pasal 2 dan Pasal 3 bahwa: Pasal 2 1) Penandatanganan sertifikat jaminan fidusia secara elektronik dilakukan oleh Pejabat Pendaftaran Jaminan Fidusia atas nama Menteri Hukum dan Hak Asasi Manusia. 2) Sertifikat jaminan fidusia ditandatangani pada tanggal yang sama dengan tanggal penerimaan permohonan Pendaftaran Jaminan Fidusia Secara Elektronik. Pasal 3 1) Dalam hal Pejabat Pendaftaran Jaminan Fidusia berhalangan, kewenangan penandatanganan sertifikat jaminan fidusia secara elektronik dapat didelegasikan kepada Kepala Divisi Pelayanan Hukum dan Hak Asasi Manusia. 2) Dalam hal Kepala Divisi Pelayanan Hukum dan Hak Asasi Manusia berhalangan, Pejabat Pendaftaran Jaminan Fidusia dapat mendelegasikan kewenangan penandatanganan sertifikat jaminan fidusia secara elektronik kepada Kepala Divisi Administrasi. Tanda tangan elektronik pada dasarnya adalah teknik dan mekanisme yang digunakan untuk memberikan kesamaan fungsi dan karakteristik tanda tangan tertulis (basah) yang dapat diterapkan dalam lingkungan elektronik (fungsional equivalence approach). Tanda tangan elektronik merupakan data dalam bentuk elektronik yang dilekatkan, terasosiasi atau terkait dengan informasi elektronik yang berguna untuk mengidentifikasi penanda tangan dan menunjukkan persetujuan penanda tangan atas informasi elektronik yang dimaksud. Dengan kata lain, tanda tangan elektronik berfungsi sebagai alat verifikasi atau autentikasi.226 Terkait dengan kedudukan tanda tangan elektronik, Penjelasan Pasal 11 ayat (1) Undang-Undang Informasi dan Transaksi Elektronik (selanjutnya disebut UU ITE) menyebutkan bahwa tanda tangan elektronik
226
Josua Sitompul, 2012, Cyberspace Cybercrimes Cyberlaw Tinjauan Aspek Hukum Pidana, PT. Tatanusa, Jakarta, hal. 93.
101 memiliki kedudukan yang sama dengan tanda tangan manual pada umumnya yang memiliki kekuatan hukum dan akibat hukum sejauh memenuhi persyaratan minimum yang ditentukan dalam Pasal 11 dan Pasal 12 UU ITE. Pasal 11 1) Tanda Tangan Elektronik memiliki kekuatan hukum dan akibat hukum yang sah selama memenuhipersyaratan sebagai berikut: a. data pembuatan Tanda Tangan Elektronik terkait hanya kepada Penanda Tangan; b. data pembuatan Tanda Tangan Elektronik pada saat proses penandatanganan elektronik hanya berada dalam kuasa Penanda Tangan; c. segala perubahan terhadap Tanda Tangan Elektronik yang terjadi setelah waktu penandatanganan dapat diketahui; d. segala perubahan terhadap Informasi Elektronik yang terkait dengan Tanda Tangan Elektronik tersebut setelah waktu penandatanganan dapat diketahui; e. terdapat cara tertentu yang dipakai untuk mengidentifikasi siapa Penandatangannya; dan f. terdapat cara tertentu untuk menunjukkan bahwa Penanda Tangan telah memberikan persetujuan terhadap Informasi Elektronik yang terkait. 2) Ketentuan lebih lanjut tentang Tanda Tangan Elektronik sebagaimana dimaksud pada ayat (1) diatur dengan Peraturan Pemerintah. Pasal 12 1) Setiap orang yang terlibat dalam Tanda Tangan Elektronik berkewajiban memberikan pengamanan atas Tanda Tangan Elektronik yang digunakannya. 2) Pengamanan Tanda Tangan Elektronik sebagaimana dimaksud pada ayat (1) sekurang-kurangnya meliputi: a. sistem tidak dapat diakses oleh orang lain yang tidak berhak; b. Penanda Tangan harus menerapkan prinsip kehati-hatian untuk menghindari penggunaan secara tidak sah terhadap data terkait pembuatan Tanda Tangan Elektronik; c. Penanda Tangan harus tanpa menunda-nunda, menggunakan cara yang dianjurkan oleh penyelenggara Tanda Tangan Elektronik ataupun cara lain yang layak dan sepatutnya harus segera memberitahukan kepada seseorang yang oleh Penanda Tangan dianggap memercayaiTanda Tangan Elektronik atau kepada pihak pendukung layanan Tanda Tangan Elektronijika: 1. Penanda Tangan mengetahui bahwa data pembuatan Tanda Tangan Elektronik telah dibobol; atau
102 2.
keadaan yang diketahui oleh Penanda Tangan dapat menimbulkan risiko yang berarti, kemungkinan akibat bobolnya data pembuatan Tanda Tangan Elektronik; dan d. dalam hal Sertifikat Elektronik digunakan untuk mendukung Tanda Tangan Elektronik, Penanda Tangan harus memastikan kebenaran dan keutuhan semua informasi yang terkait dengan Sertifikat Elektronik tersebut. 3) Setiap Orang yang melakukan pelanggaran ketentuan sebagaimana dimaksud pada ayat (1), bertanggung jawab atas segala kerugian dan konsekuensi hukum yang timbul.
3.4 Kedudukan dan Status Pendaftaran Akta Jaminan Fidusia Pasal 1 angka 1 UU Jaminan Fidusia menyatakan bahwa fidusia adalah pengalihan hak kepemilikan suatu benda atas dasar kepercayaan dengan ketentuan bahwa benda yang hak kepemilikannya yang diadakan tersebut tetap dalam penguasaan pemilik benda. Dari pengertian fidusia diatas maka dapat diketahui unsur-unsur fidusia itu, yaitu: 4. Pengalihan hak kepemilikan suatu benda. 5. Atas dasar kepercayaan. 6. Benda tersebut tetap dalam penguasaan pemilik benda.227 Jadi, hak milik atas benda yang diberikan sebagai jaminan dialihkan oleh pemiliknya kepada kreditur penerima jaminan, sehingga selanjutnya hak milik atas benda jaminan ada pada kreditur penerima-jaminan sedangkan, benda jaminan secara fisik masih berada dibawah penguasaan Debitur/Pemberi Fidusia. Penyerahan hak milik yang terdapat dalam pengertian fidusia sebenarnya bukan dimaksudkan untuk benar-benar menjadikan kreditor pemilik atas benda jaminan, tetapi hanya mau memberikan hak jaminan saja kepada kreditor, hal ini
227
J. Satrio, Op.Cit, hal. 181
103 adalah sesuai dengan maksud penyerahan benda jaminan pada lembaga fidusia yang maksdunya tidak lain adalah memberikan jaminan atas suatu tagihan. Kata kepercayaan yang terdapat dalam pengertian fidusia mempunyai arti bahwa pemberi jaminan percaya bahwa penyerahan hak miliknya tidak dimaksudkan untuk benar-benar menjadikan kreditor pemilik atas benda yang diserahkan kepadanya dan bahwa nantinya kalau kewajiban perikatan pokok untuk mana diberikan jaminan fidusia dilunasi maka benda jaminan akan kembali menjadi milik pemberi jaminan. Kata-kata tetap dalam penguasaan pemilik benda sesuai dengan penafsiran dokrin yang selama ini berlaku maksudanya adalah bahwa penyerahan itu dilaksanakan secara constitutum possessorium yang artinya penyerahan hak milik dilakukan dengan janji bahwa bendanya sendiri secra fisik tetap dikuasai oleh pemberi jaminan, jadi kata-kata dalam penguasaan diartikan tetap dipegang oleh pemberi jaminan. Dalam hal ini yang diserahkan adalah hak yuridisnya atas benda tersebut sedangkan hak pemanfaatanya tetap ada pada pemberi jaminan. 228 Jaminan yang memiliki hak mendahului artinya kreditor sebagai penerima fidusia memiliki hak yang didahulukan (preference) terhadap kreditor lainnya untuk menjual atau mengeksekusi benda jaminan dan hak didahulukan untuk mendapatkan pelunasan hutang dari hasil eksekusi benda jaminan fidusia tersebut dalam hal debitur wanprestasi sebagaimana diatur dalam Pasal 27 dan Pasal 28 UU Jaminan Fidusia. Pasal 27 UU Jaminan Fidusia menyatakan bahwa: (1) Penerima fidusia memiliki hak yang didahulukan terhadap kreditor lainnya. 228
Ibid, hal. 182.
104 (2) Hak yang didahulukan sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) adalah hak penerima fidusia untuk mengambil pelunasan piutangnya atas hasil eksekusi benda yang menjadi objek jaminan fidusia. (3) Hak yang didahulukan dari penerima fidusia tidak hapus karena adanya kepailitan dan atau likuidasi pemberi fidusia. Pasal 28 UU Jaminan Fidusia menyatakan bahwa “apabila atas benda yang sama menjadi objek jaminan fidusia lebih dari satu (1) perjanjian jaminan fidusia, maka hak yang didahulukan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 27, diberikan kepada pihak yang lebih dahulu mendaftarkannya pada kantor pendaftaran fidusia”. Ketentuan Pasal 1133 KUHPerdata menyebutkan terdapat tiga hak kebendaan yang memberikan kedudukan yang didahulukan kepada pemegangnya yaitu privelege, gadai dan hipotek, di luar KUHPerdata terdapat dua hak kebendaan lainnya yaitu hak tanggungan dan jaminan fidusia, yang juga memberikan kedudukan yang didahulukan kepada pemegangnya. Ketiga-tiganya disebut hak yang didahulukan (hak-hak mendahului) atau hak preference di antara orang-orang yang berpiutang, inilah yang dinamakan dengan hak untuk didahulukan dalam arti luas. Sementara itu hak yang didahulukan dalam arti sempit adalah hak tagihan yang oleh undang-undang digolongkan dalam hak istimewa (privelege). Tagihannya disebut tagihan yang didahulukan atau tagihan preference (bevoorrechte schulden), sedangkan kreditornya disebut kreditor yang didahulukan (bevoorrechte schuldeiser), kreditor preference.229 Privilege diatur secara tersendiri yaitu sebelum aturan mengenai gadai dan hipotek. Pengaturan privilege dapat dijumpai dalam buku kedua title kesembilan belas di bawah title piutang-piutang yang diistimewakan yakni mulai Pasal 1131
229
Rachmadi Usman I, Op.Cit. hal. 519.
105 sampai dengan Pasal 1149 KUHPerdata. Bab tersebut tersendiri atas tiga bagian yang mengatur mengenai hal-hal sebagai berikut: 1. Piutang-piutang yang diistimewakan pada umumnya. 2. Hak-hak istimewa yang mengenai benda-benda tertentu. 3. Hak-hak istimewa atas semua benda bergerak dan tidak bergerak pada umumnya.230 Secara yuridis pengertian privilege dirumuskan dalam Pasal 1134 ayat (1) KUHPerdata yaitu hak istimewa adalah suatu hak yang oleh undang-undang diberikan kepada seorang berpiutang, sehingga tingkatanya lebih tinggi daripada orang berpiutang lainnya, semata-mata berdasarkan sifatnya piutang. Dari pasal diatas jelaslah, bahwa hak privilege atau hak istimewa itu suatu hak yang diberikan undang-undang artinya undang-undang (secara limitatif) telah menetapkan atau menyebutkan piutang-piutang tertentu, yang didasarkan kepada sifatnya dari piutang-piutang tertentu tersebut sebagai piutang yang diistimewakan atau didahulukan, sehingga memberikan kedudukan yang lebih didahulukan kepada pemegangnya dalam mengambil pelunasan piutang dibandingkan dengan kreditor lainnya.231 Undang-undang membedakan 2 (dua) kelompok hak-hak istimewa yaitu piutang yang di istimewakan atas barang-barang tertentu, barang-barang yang disebutkan/ditentukan secara khusus dan piutang yang diistimewakan atas semua benda milik debitur, benda debitur pada umumnya dan karenanya disebut dengan istilah privelege khusus dan privilege umum. Pasal 1138 KUHPerdata secara 230 231
Ibid. hal. 520. Ibid.
106 umum menetapkan tingkatan antara kedua kelompok hak istimewa tersebut, dalam hal pelaksanaannya kedua macam hak tersebut bertabrakan satu sama lainnya.232 Privilege khusus tidak dibayarkan secara berurutan, sebab piutangnya dikaitkan dengan kebendaan tertentu saja, bukan dengan kebendaan pada umumnya. Pelunasan piutang diambil dari hasil penjualan kebendaan tertentu yang bersangkutan. Sementara privilege umum diatur di dalam ketentuan Pasal 1149 KUHPerdata yang menetapkan, bahwa pelunasan piutang-piutang yang didahulukan tersebut dilakukan secara berurutan sesuai dengan urutannya.233
3.5 Pendaftaran Akta Jaminan Fidusia Yang Lewat Waktu Dari Saat Berlakunya Peraturan Menteri Nomor 10 tahun 2013. Pendaftaran jaminan fidusia menjadi pertimbangan di dalam konsideran UU Jaminan Fidusia. Jaminan fidusia perlu didaftarkan pada kantor pendaftaran fidusiauntuk menjamin kepastian hukum dan serta mampu memberikan perlindungan hukum bagi para pihak yang berkepentingan khususnya kreditor. Kewajiban pembebanan benda jaminan fidusia berikut dengan pendaftarannya sangat diperlukan mengingat adanya kemungkinan kelalaian dari para pihak terhadap pembebanan benda jaminan termasuk pendaftarannya.Pendaftaran jaminan fidusia diatur pada Pasal 11 UU JaminanFidusia, yang menyebutkan bahwa:
232 233
J. Satrio, Op.Cit, hal. 38. Rachmadi Usman I, Op.Cit. hal. 523.
107 (1) Benda yang dibebani dengan jaminan fidusia wajib didaftarkan. (2) Dalam hal benda yang dibebani dengan Jaminan Fidusia berada di luar wilayah negara Republik Indonesia, kewajiban sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) tetap berlaku. Proses pendaftaran jaminan fidusia diawali terlebih dahulu dengan membebankan benda jaminan fidusia tersebut yang dituangkan didalam akta notariil oleh notaris dan disebut dengan akta jaminan fidusia, selanjutnya pembebanan benda jaminan fidusia dilanjutkan dengan pendaftaran. Pendaftaran jaminan fidusia sangatlah penting karena berpengaruh terhadap kepastian hukum. Tujuan pendaftaran jaminan fidusia adalah untuk melindungi pihak kreditor sebagai penerima fidusia dari debitur yang melakukan wanprestasi. Pembebanan yang dilanjutkan dengan pendaftaran jaminan fidusia tersebut untuk memenuhi asas-asas jaminan fidusia dan untuk menghindarkan kerugian bagi pihak kreditor, sehingga dengan adanya pengaturan tentang jaminan fidusia yang tidak didaftarkan akan menghindari kerugian para pihak. Permasalahan yang muncul mengingat ada kemungkinan kesegajaan dari kreditor untuk tidak mendaftarkan jaminan fidusia pada saat setelah benda jaminan fidusia telah dibebani dengan jaminan fidusia. Hal ini dikatakan sangat mendasar karena penerima fidusia sangat lemah posisinya, apabila benda yang telah dibebani jaminan fidusia tidak dilakukan pendaftaran. Selain memberikan perlindungan terhadap kreditor dan pihak ketiga. Namun dalam prakteknya, bisa saja setelah benda yang dibebani jaminan fidusia oleh notaris dalam bentuk notariil yang disebut akta jaminan fidusia tidak langsung didaftarkan oleh notaris
108 atau bahkan hanya dibuatkan salinan dan diberikan kepada pihak penerima fidusia tanpa ada pendaftaran. Secara garis besar dapat ditemukan norma-norma umum dalam UU Jaminan Fidusia yang membentuk seperangkan bangunan norma yang ditujukan untuk memberikan kepastian dan perlindungan hukum bagi para pihak yang berkepentingan, dapat dijelaskan sebagai berikut: 1. Norma fasilitatif Dikatakan norma fasilitatif karena norma itu membuka pintu selebarlebarnya terhadap setiap perjanjian yang bertujuan membebani benda jaminan dalam bentuk apapun dengan jaminan fidusia. Pengaturan ini memberikan kebebasan seluas-luasnya guna memfasilitasi para pihak yang terkait membuat perjanjian dengan tujuan untuk membebani benda jaminan dengan jaminan fidusia. Norma fasilitatif dapat ditemukan dalam Pasal 2 UU Jaminan Fidusia yang menegaskan bahwa undnag-undang ini berlaku terhadap setiap perjanjian yang bertujuan untuk membebani benda dengan jaminan fidusia. 2. Norma regulatif Norma regulatif merupakan norma yang bersifat mengatur. Norma-norma ini dapat dilihat pada semua atau sebagian besar pasal-pasal dalam UU Jaminan Fidusia. Mulai dari Pasal 1 sampai dengan Pasal 41, pada dasarnya adalah normanorma yang bersifat mengatur. Dalam UU Jaminan Fidusia merupakan regulasi yang diamatkan dalam norma yang harus dipatuhi karena kepastian hukum diperoleh dari dipatuhinya norma-norma yang telah ditetapkan dalam bentuk undang-undang.
109 3. Norma-norma larangan Norma-norma larangan dapat ditemukan dalam Pasal 35 dan Pasal 36 UU Jaminan Fidusia. Pada Pasal 35 menegaskan larangan-larangan sebagai berikut: setiap orang dengan segaja memalsukan, mengubah, menghilangkan, atau dengan cara apapun memberikan keterangan secara menyesatkan, yang jika hal tersebut diketahui oleh salah satu pihak tidak melahirkan jaminan fidusia, dipidana dengan pidana penjara paling singkat 1 (satu) tahun penjara dan paling lama 5 (lima) tahun dan denda paling sedikit Rp. 10.000.000,00 (sepuluh juta rupiah) dan paling banyak Rp. 100.000.000,00 (seratus juta rupiah).234 Dalam kamus besar bahasa Indonesia yang dikeluarkan oleh Departemen Pendidikan dan Kebudayaan, norma diartikan sebagai: 1. Peraturan atau ketentuan yang mengikat warga kelompok dalam masyarakat dipakai sebagai panduan, ukuran, dan kendali tingkah laku yang sesuai dan diterima. 2. Peraturan, ukuran atau kaedah yang dipakai sebagai tolak ukur untuk menilai dan membandingkan sesuatu.235 Hans kelsen menguraikan bahwa makna hukum yang khas dari tindakan adalah bersumber dari norma yang isinya mengacu pada tindakan itu sehingga ia ditafsirkan sesuai dengan norma tersebut. Oleh karena itu, pertimbangan bahwa
234
I Gusti Ngurah Bagus Eka Putra, 2012, Pendaftaran Jaminan Fidusia Dalam Memberikan Perlindungan Hukum Bagi Kreditor (Tesis), Denpasar, Universitas Udayana, hal. 111. 235 Anton M Muliono, dkk, 1989, Kamus Besar Bahasa Indonesia, Departemen Pendidikan dan Kebudayaan, Balai Pustaka, Jakarta, hal. 617.
110 suatu tindakan dari pelaku manusia dilakukan dalam suatu dan tempat, yakni yang legal dan illegal merupakan sebuah penafsiran dari norma khusus.236 Dalam tataran dogmatik hukum kondisi norma yang konflik (geschijld van normen), norma yang kabur atau tidak jelas (vegue van normen) atau norma kosong (leemten van normen) diprediksi dapat menimbulkan pertentangan secara vertikal dan horisontal terhadap peraturan perundang-undangan serta keraguraguan dan ketidakpastian dalam penerapan peraturan perundang-undangan, sehingga diperlukan peraturan hukum baru dalam merespon dinamika perkembangan masyarakat. Berdasarkan tataran teori hukum, kondisi seperti itu dapat berakibat hingga pada peninjauan kembali asas-asas (meta norma) hukum yang mungkin tidak sesuai lagi atau penciptaan atau pengadopsian asas hukum asing ke dalam hukum nasional. 237 Norma hukum merupakan konkretisasi asas hukum, apabila tata cara penormaan pembuatan undang-undang tidak didasarkan pada asas hukum, maka akan mempunyai dampak yang serius. Hal tersebut tidak menciptakan kepastian hukum tetapi menimbulkan permasalahan-permasalahan yang akan menggangu dan menjadi beban para pelaku usaha baik perbankan ataupun lembaga pembiayaan. Salah satu permasalahan yang terlihat yaitu tentang pengaturan pendaftaran jaminan fidusia dalam sistem online, yang dalam peraturannya tidak ada kewajiban untuk dilakukanpendaftaran jaminan fidusia secara online,sehingga
236
Hans Kelsen, 2011, Teori Hukum Murni, Dasar-Dasar Ilmu Hukum Normatif, Nusa Media, Bandung, hal. 4. 237 Program Studi Magister Kenotariatan Universitas Udayana, Op.Cit, hal. 52.
111 dapat saja jika dilakukan pendaftaran jaminan fidusia secara manual, hal ini karena terjadi kekaburan norma tentang pendaftaran jaminan fidusia online. Penemuan hukum bukanlah merupakan ilmu baru, tetapi telah lama dikenal dan dipraktikkan selama ini oleh hakim, pembentuk undang-undang dan para sarjana hukum yang tugasnya memecahkan masalah-masalah hukum. Dalam literatur Belanda telah banyak orang yang menulis mengenai penemuan hukum (rechtsvinding). Penemuan hukum pada dasarnya merupakan kegiatan dalam praktik hukum (hakim, pembentuk undang-undang dan sebagainya), akan tetapi penemuan hukum tidak dapat dipisahkan dari ilmu (teori) hukum. Walaupun secara historis teoritis praktik hukum itu lahirnya lebih dulu daripada ilmu hukum, tetapi dalam perkembangannya praktik hukum memerlukan landasan teoritis dari ilmu hukum. Sebaliknya ilmu hukum memerlukan materialnya dari praktik hukum. Jadi dalam praktiknya, praktik hukum dan ilmu hukum itu saling memerlukan satu sama lain.238 Pasal 1 angka 1 Undang-Undang Nomor 48 Tahun 2009 Tentang Kekuasaan Kehakiman (selanjutnya disebut UU Kekuasaan Kehakiman) ditentukan bahwa kekuasaan kehakiman adalah kekuasaan negara yang merdeka untuk menyelenggarakan peradilan guna menegakkan hukum dan keadilan berdasarkan pancasila demi terselengaranya negara hukum Republik Indonesia. Kebebasan kekuasaan kehakiman atau kebebasan peradilan atau kebebasan hakim merupakan asas universal yang terdapat di mana-mana, baik di negara Eropa
238
Sudikno Mertokusumo, 2014, Penemuan Hukum Sebuah Pengantar, Cahaya Atma Pustaka, Yogyakarta, (selanjutnya disingkat Sudikno Mertokusumo II), hal. 1.
112 Timur, maupun di Amerika, Jepang, Indonesia dan sebagainya.Asas kebebasan peradilan merupakan dambaan setiap bangsa. Kebebasan peradilan atau hakim adalah bebas untuk mengadili dan bebas dari campur tangan dari pihak ekstra yudisiil. Kebebasan hakim ini member wewenang kepada hakim untuk melakukan penemuan hukum secara leluasa.239 Selanjutnya Pasal 4 ayat (1) UU Kekuasaan Kehakimanditentukan bahwa hakim harus mengadili menurut hukum dengan tidak membedakan orang. Ini berarti bahwa hakim pada dasarnya harus tetap ada di dalam sistem hukum, tidak boleh keluar dari hukum sehingga harus menemukan hukumnya. Pasal 10 ayat (1) UU Kekuasan Kehakiman menentukan bahwa pengadilan tidak boleh menolak untuk memeriksa dan mengadili suatu perkara yang diajukan dengan dalih bahwa hukum tidak atau kurang jelas, melainkan wajib untuk memeriksa dan mengadilinya. Selain didasarkan pada ketentuan-ketentuan tersebut di atas, menenukan dasar hukumnya dengan jelas dan tegas pada Pasal 5 ayat (1) UU Kekuasaan Kehakiman yang berbunyi hakim sebagai penegak hukum dan keadilan wajib menggali, mengikuti dan memahami nilai-nilai hukum yang hidup dalam masyarakat. Kata menggali diasumsikan bahwa hukumnya itu ada, tetapitersembunyi. Jadi hukumnya itu ada tetapi masih harus digali, dicari dan diketemukan. Scholten mengatakan bahwa di dalam perilaku manusia itu sendirilah terdapat hukumnya, sedangkan setiap saat manusia dalam masyarakat
239
Ibid, hal. 60.
113 berprilaku, berbuat atau berkarya, karena itu hukumnya sudah ada, tinggal menggali, mencari atau menemukannya.240 Untuk dapat menemukan hukum, hakim dalam memeriksa dan memutus suatu perkara menggunakan metode penemuan hukum. Metode penemuan hukum yang dianut dewasa ini, seperti yang dikemukakan antara lain oleh J.J.H. Bruggink meliputi metode interpretasi (interpretation methoden) dan konstruksi hukum ini terdiri atas nalar analogi yang gandengannya (spiegelbeeld) a contrario, dan ditambah bentuk ketiga oleh Paul Scholten penghalusan hukum (rechtsverfijning) yang dalam bahasa Indonesia oleh Soedikno Mertokusumo disebut penyempitan hukum.241 Mengenai sumber-sumber dalam melakukan penemuan hukum terhadap pendaftaran jaminan fidusia yang dilakukan dengan sistem online bersumber pada UU Jaminan Fidusia yang didalam pelaksanaannya dilengkapi dengan: 1. Peraturan Pemerintah Nomor 86 Tahun 2000, tentang Tata Cara Pendaftaran Jaminan Fidusia dan Biaya Pembuatan Akta Jaminan Fidusia (Lembaran Negara Tahun 2000 Nomor 170, Tambahan Negara Nomor 4005). 2. Peraturan Pemerintah Nomor 45 Tahun 2014 tentang Jenis dan Tarif Atas Jenis Penerimaan Negara Bukan Pajak (Lembaran Negara Tahun 2008 Nomor 176, Tambahan Negara Nomor 4924).
240
Ibid. Philipus M. Hadjon& Tatiek Sri Djatmiati, 2009, Argumentasi Hukum, Cetakan Keempat, Gadjah Mada University Press, Yogyakarta, hal. 26. 241
114 3. Keputusan Presiden Nomor 139 Tahun 2000 tentang Pembentukan Kantor Pendaftaran Fidusia di Setiap Ibu Kota Provinsi di Wilayah Negara Republik Indonesia. 4. Peraturan
Menteri
Keuangan
Nomor
130/PMK.010/2012
tentang
Pendaftaran Jaminan Fidusia Bagi Perusahaan Pembiayaan Yang Melakukan Pembiayaan Konsumen Untuk Kendaraan Bermotor Dengan Pembebanan Jaminan Fidusia. 5. Peraturan Menteri Hukum dan Hak Asasi Manusia Republik Indonesia Nomor 8 Tahun 2013 tentang Pendelegasian Penandatanganan Sertifikat Jaminan Fidusia Secara Elektronik. 6. Peraturan Menteri Hukum dan Hak Asasi Manusia Republik Indonesia Nomor 9 Tahun 2013 tentang Pemberlakuan Pendaftaran Jaminan Fidusia Secara Elektronik. 7. Peraturan Menteri Hukum dan Hak Asasi Manusia Republik Indonesia Nomor10 Tahun 2013 tentang Tata Cara Pendaftaran Jaminan Fidusia Secara Elektronik. Sebelum berlakunya sistem pendaftaran secara sistem online, pendaftaran jaminan fidusia dilakukan dengan cara konvensional atau manual. Selanjutnya, pada tahun 2013 berlakunya sistem pendaftran jaminan fidusia online, maka pendaftaran jaminan fidusia dapat dilakukan dengan sistem online. Pada pasal 8 Peraturan Menteri Nomor 10 Tahun 2013 menyatakan bahwa “terhadap permohonan pendaftaran jaminan fidusia yang diajukan sebelum berlakunya Peraturan Menteri ini, harus diselesaikan secara manual dalam jangka
115 waktu paling lambat 60 (enam puluh) hari terhitung sejak Peraturan Menteri ini ditetapkan”. Dalam pasal tersebut terhadap benda jaminan yang lewat dari 60 (enam puluh) hari tidak terdapat peraturannya, sehingga terhadap pendaftaran jaminan fidusia yang belum selesai didaftarkan dan lewat waktu dari 60 hari maka dapat dikatakan pertama dapat dilanjutkan dengan sistem pendaftaran jaminan fidusia secara manual atau kedua harus beralih menggunakan sistem pendaftaran jaminan fidusia online. Dalam metode konstruksi hukum ada 4 (empat) metode yang digunakan oleh hakim pada saat melakukan penemuan hukum, yaitu: 1. Argumentum Per Analogiam (analogi) merupakan metode penemuan hukum dimana hakim mencari esensi yang lebih umum dari sebuah peristiwa hukum atau perbuatan hukum yang baik yang telah diatur oleh undang-undang maupun yang belum ada peraturan nya; 2. Argumentum a Contrario, yaitu dimana hakim melakukan penemuan hukum dengan pertimbangan bahwa apabila undang-undang menetapkan hal-hal tertentu untuk peristiwa tertentu, berarti peraturan itu terbatas pada peristiwa tertentu itu dan bagi peristiwa di luarnya berlaku kebalikannya; 3. Penyempitan/Pengkonkretan hukum (rechtsverfijning) bertujuan untuk mengkonkretkan/menyempitkan suatu aturan hukum yang terlalu abstrak, pasif, serta sangat umum agar dapat diterapkan terhadap suatu peristiwa tertentu;
116 4. Fiksi hukum merupakan metode penemuan hukum yang mengemukakan fakta-fakta baru, sehingga tampil suatu personifikasi yang baru di hadapan kita.242 Berdasarkan keempat metode kontruksi hukum tersebut, maka kontruksi hukum yang digunakan adalah kontruksi hukum argumentum per analogiam (analogi).243 Analogi suatu bentuk penalaran yang dapat dikatakan dengan memperluas berlakunya suatu pasal dari aturan hukum atau terhadap peristiwa hukum yang eksplisit (jelas-jelas) tidak disebut dalam aturan hukum dimaksud. Penalaran analogi digunakan kalau hakim harus menjatuhkan putusan dalam suatu konflik yang tidak tersedia peraturan-peraturannya. Dalam hal ini hakim bersikap seperti pembentuk undang-undang yang mengetahui adanya kekosongan hukum, akan melengkapinya dengan peraturan-peraturan yang serupa seperti yang dibuatnya untuk peristiwa-peristiwa yang telah ada peraturannya. Maka hakim akan mencari pemecahan untuk peristiwa yang tidak diatur, dengan penerapan peraturan untuk peristiwa-peristiwa yang telah diatur yang sesuai secara analog. 244 Dengan menggunakan analisa analogi, yang mana analogi merupakan metode penemuan hukum yang hakim mencari esensi yang lebih umum dari sebuah peristiwa hukum atau perbuatan hukum baik yang telah diatur oleh undangundang maupun yang belum ada peraturannya.245 Dengan demikian analogi
242
Ibid, hal. 74. I Dewa Gede Atmadja, 2009, Pengantar Penalaran Hukum dan Argumentasi Hukum, Bali Aga, Bali, hal. 48. 244 Sudikno Mertokusumo II, Op.Cit, hal. 87. 245 Ahmad Rifai, 2010, Penemuan Hukum Oleh Hakim Dalam Perspektif Hukum Progresif, Sinar Grafika, Jakarta, hal. 75. 243
117 merupakan peristiwa yang serupa, sejenis atau mirip yang diatur dalam undangundang diberlakukan sama. Peraturan yang serupa, sejenis atau mirip dapat ditemukan pada Peraturan Menteri Hukum dan Hak Asasi Manusia Nomor M.HH-01.AH.01.01 Tahun 2011 tentang Tata Cara Pengajuan Permohonan Pengesahan Badan Hukum dan Persetujuan Perubahan Anggaran Dasar Serta Penyampaian Pemberitahuan Perubahan Anggaran Dasar dan Perubahan Data Perseroan, yaitu pada Pasal 5. Bunyi dari ketentuan Pasal 5 Peraturan Menteri Hukum dan Hak Asasi Manusia Nomor M.HH-01.AH.01.01 Tahun 2011 tentang Tata Cara Pengajuan Permohonan Pengesahan Badan Hukum dan Persetujuan Perubahan Anggaran Dasar Serta Penyampaian Pemberitahuan Perubahan Anggaran Dasar dan Perubahan data Perseroan yaitu: (1) Jika biaya persetujuan pemakaian nama Perseroan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 4 ayat (2) telah dipenuhi, Pemohon mengisi Format Pendirian dalam waktu paling lama 60 (enam puluh) hari terhitung sejak tanggal pemakaian nama Perseroan disetujui. (2) Apabila dalam jangka waktu 60 (enam puluh) hari sebagaimana dimaksud pada ayat (1), Pemohon tidak mengisi Format Pendirian, persetujuan untuk pemakaian nama Perseroan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 4 ayat (2) menjadi gugur. Untuk lebih menjamin kepastian dan kemiripan antara peraturan-peraturan tersebut maka dapat dilihat juga dari tata cara pendaftarannaya. Tata cara pengajuan permohonan pengesahan badan hukum yaitu: 1. Permohonan pengesahan badan hukum Perseroan diajukan oleh Pemohon kepada Menteri atau Pejabat yang Ditunjuk. 2. Permohonan diajukan melalui SABH.
118 3. Permohonan diajukan dengan cara mengisi Format Pendirian dilengkapi keterangan mengenai dokumen pendukung. 4. Pengisian Format Pendirian harus didahului dengan permohonan pengajuan pemakaian nama Perseroan. 5. Permohonan pengajuan pemakaian nama Perseroan diajukan oleh Pemohon dengan mengisi Format Pengajuan Nama. 6. Jika permohonan pengajuan pemakaian nama Perseroan disetujui Menteri atau Pejabat yang Ditunjuk, Pemohon wajib membayar biaya persetujuan pemakaian nama Perseroan sesuai dengan ketentuan peraturan perundangundangan. 7. Jika biaya persetujuan pemakaian nama Perseroan, Pemohon mengisi Format Pendirian. 8. Menteri atau Pejabat yang Ditunjuk menerbitkan keputusan tentang pengesahan badan
hukum Perseroan yang
ditandatangani secara
elektronik. Kemudian dapat dilihat juga mengenai tahapan tata cara pendaftaran jaminan fidusia yaitu: 1. Permohonan perdaftaran jaminan fidusia disampaikan kepada Menteri melalui kantor pendaftaran fidusia. 2. Kelengkapan persyaratan meliputi kelengkapan dokumen yang ditetapkan dan ketetapan dalam mengisi formulir sesuai dengan data yang diperlukan. 3. Setelah persyaratan dokumen lengkap maka pemohon dapat melakukan pembayaran PNBP
119 4. Setelah melalukan pembayaran PNBP maka pejabat harus membubuhkan nomor, tanggal dan jam penerimaan pendaftaran jaminan fidusia pada formulir pernyataan pendaftaran jaminan fidusia dan kemudian di catat dalam buku daftar fidusia. 5. Nomor tanggal dan jam yang tercantum pada sertifikat jaminan fidusia yang diterbitkan adalah sama dengan nomor tanggal dan jam pada saat penerimaan permohonan perndaftaran jaminan fidusia. Persamaan antara pendaftaran jaminan fidusia dan pengesahan pendirian perseroan terbatas tersebut adalah 1. Sama-sama permohonan pendaftaran dan pengesahan diajukan kepada Menteri. 2. Sama-sama mengisi formulir untuk kelengkapan dokumen 3. Sama-sama membayar sejumlah biaya Dengan melihat persamaan-persamaan antara tata cara pengesahan badan hukum perseroan dan tata cara pendaftaran jaminan fidusia maka dapat dianalogikan bahwa peraturan menteri tentang pengesahan badan hukum perseroan tersebut dengan peraturan menteri pendaftaran jaminan fidusia adalah suatu peristiwa yang mirip atau sejenis, yang sama-sama mengatur tentang lewat waktu. Dari tata cara pendaftaran tersebut dapat dilihat bahwa pendaftaran jaminan fidusia dapat diproses jika pemohon telah membayar PNBP, sehingga syarat yang paling essesi agar dapat melakukan pendaftaran jaminan fidusia yaitu setelah pemohon membayar PNBP. Setelah pemohon membayar PNBP maka barulah pendaftaran jaminan fidusia dapat di proses.
Terhadap pendaftaran
120 jaminan fidusia yang lewat waktu dari 60 (enam puluh) hari setelah peraturan menteri Nomor 10 tahun 2013 ditetapkan, maka pendaftaran jaminan fidusia hanya dapat dilangsungkan bagi pemohon yang telah membayar PNBP. Kepada pemohon pendaftaran jaminan fidusia yang belum membayar PNBP, dokumen pendaftaran jaminan fidusia tersebut dikembalikan dan harus mendaftar kembali dengan sistem pendaftaran jaminan fidusia online.
BAB IV AKIBAT HUKUM PENDAFTARAN JAMINAN FIDUSIA YANG TIDAK TERDAFTAR DALAM SISTEM ONLINE
4.1
Praktik Pendaftaran Jaminan Fidusia Dalam Sistem Online Pada tahun 2013 Kementerian Hukum dan HAM meluncurkan Sistem
Administrasi Pendaftaran Jaminan Fidusia secara Elektronik. Hal tersebut dibuktikan dengan dikeluarkannya Peraturan Menteri Hukum dan Hak Asasi Manusia Republik Indonesia Nomor 9 Tahun 2013 Tentang Pemberlakuan Pendaftaran Jaminan Fidusia Secara Elektronik dan Peraturan Menteri Hukum dan Hak asasi Manusia Republik Indonesia Nomor 10 Tahun 2013 Tentang Tata Cara Pendaftaran Jaminan Fidusia Secara Elektronik dalam rangka meningkatkan pelayanan kepada masyarakat yang memerlukan jasa hukum di bidang jaminan fidusia. Tujuan diberlakukannya pendaftaran jaminan fidusia secara elektronik yaitu untuk meningkatkan pelayanan jasa hukum pendaftaran jaminan fidusia dengan mudah, cepat, murah dan nyaman maka permohonan pendaftaran jaminan fidusia dilakukan secara elektronik. Kementerian Hukum dan Hak Asasi Manusia kemudian menerbitkan buku panduan fidusia online demi kelancaran proses pendaftaran secara online system. Buku panduan tersebut memuat tentang tahapan-tahapan dalam melakukan pendaftaran akta jaminan fidusia online. Tahapan-tahapannya adalah menu log in, proses pendaftaran, proses pencetakan sertifikat, proses perubahan sertifikat, proses penghapusan sertifikat, proses pencarian objek dan pencarian data.
121
122 Pada menu log in, dalam menu ini terdapat username dan password. Username diisi dengan username notaris yang telah diberikan sedangkan password diisi dengan password yang telah diberikan. Baik username dan password diisi sesuai yang diberikan oleh Ditjen AHU, kemudian di klik tombol submit untuk melanjutkan proses ke memu pemohon. Pada menu pemohon terdapat empat pilihan menu utama, yaitu sebagai berikut: 1. Menu pendaftaran digunakan untuk melakukan pengisian formulir pendaftaran jaminan fidusia. 2. Menu perubahan digunakan untuk melakukan perubahan terhadap sertifikat jaminan fidusia. 3. Menu penghapusan digunakan untuk melakukan penghapusan terhadap sertifikat jaminan fidusia. 4. Daftar transaksi digunakan melihat daftar transaksi yang telah dilakukan. Proses pendaftaran akta jaminan fidusia secara online, terdapat tujuh tahapan, yaitu: 1. Mengklik menu pendaftaran dan mengisikan informasi secara bertahap sebagai berikut: Tahap pertama pemohon mengisikan identitas pihak pemberi dan pemerima fidusia, baik pemberi maupun penerima fidusia dapat berupa perusahaan atau perorangan. Biodata pemberi fidusia terdiri dari nama pemberi, NPWP/NIK, alamat, nama debitur dan tempat pemberi fidusia. Biodata penerima fidusia terdiri dari penerima fidusia, nama penerima, NPWP/No.SK dan alamat. Kemudian tahap kedua setelah data tersebut lengkap pemohon mengisikan akta
123 notaris jaminan fidusia berupa nomor akta jaminan fidusia, tanggal, nama dan tempat kedudukan notaris yang membuat akta jaminan fidusia. Tahap ketiga pemohon mengisikan data perjanjian pokok yang dijamin fidusia. Pada data perjanjian pokok terdapat tiga keterangan fasilitas yang tersedia, yaitu: 1. Pilihan untuk nilai hutang, apabila hanya menggunakan satu mata uang. 2. Pilihan untuk nilai hutang, apabila menggunakan lebih dari satu mata uang. 3. Pilihan untuk mengganti mata uang dari negara lain. Tahap keempat pemohon mengisikan uraian mengenai benda yang menjadi objek jaminan fidusia. Katagori objek terdiri dari objek berserial nomor (kendaraan roda dua, kendaraan roda empat, mesin dan lainnya) dan objek yang tidak berserial nomor (hewan ternak, asset perusahaan dan lainnya). Kemudian akan keluar pilihan jenis objek yang dikehendaki, jika data objek lebih dari satu maka dapat ditambahkan. Tahap kelima adalah pemohon mencantumkan nilai jaminan. Dalam halaman ini terdapat kolom kategori nilai dan penjamin.Tahap terkhir adalah nilai benda jaminan yang menjadi objek jaminan fidusia sudah tertuang dalam akta notaris jaminan fidusia. 2. Pemohon melanjutkan akses dengan menyetujui ketentuan peringatan yang terdapat pada formulir isian dengan cara menandai pernyataan. Ketentuan peringatan ini isinya sebagai berikut: saya menyatakan dengan sesungguhnya bahwa: a. Seluruh data yang tertuang dalam permohonan pendaftaran jaminan fidusia ini adalah benar.
124 b. Kementerian Hukum dan Hak Asasi Manusia Republik Indonesia tidak bertanggung jawab atas segala akibat hukum yang timbul atas pengisian permohonan pendaftaran jaminan fidusia. c. Seluruh data yang di input merupakan tanggung jawab pemohon. Sehingga dengan adanya peringatan yang terdapat dalam pendaftaran jaminan fidusia online tersebut mengakibatkan atas semua yang sudah dicantumkan pada pendaftaran online tersebut menjadi tanggungjawab pemohon pendaftar fidusia. 3. Pemohon mengklik proses untuk menyimpan ke dalam basis data dan melakukan proses berikutnya atau menekan tombol ulangi untuk kembali ke proses sebelumnya. 4. Setelah melakukan submit maka akan muncul konfirmasi bahwa data berhasil diproses, lalu klik ok. 5. Pemohon mencetak bukti permohonan pendaftaran untuk melakukan pembayaran ke bank persepsi. Apabila tidak melakukan pembayaran selama tiga hari maka data permohonan pendaftaran akan dibataalkan atau dihapus dari database. 6. Pemohon melakukan pembayaran pendaftaran jaminan fidusia di bank persepsi dan memperoleh bukti register pendaftaran jamian fidusia dari bank persepsi. 7. Untuk melihat daftar pendaftaran jaminan fidusia yang telah dimasukkan dapat menekan menu daftar transaksi. Dalam menu data transaksi terdapat tiga tahapan yaitu:
125 a. Klik tanda untuk mencetak bukti pendaftaran fidusia b. Klik pernyataan untuk mencetak pernyataan pendaftaran fidusia. c. Klik sertifikat untuk mencetak sertifikat jaminan fidusia. Tombol sertifikat akan muncul jika pemohon sudah melakukan pembayaran pendaftaran jaminan fidusia. Proses pencetakan sertifikat, pada proses ini pertama pemohon mengakses kembali situs fidusia online, kedua pemohon notaris memasukkan username dan password sesuai dengan yang telah diberikan oleh Ditjen AHU, lalu klik submit dan terakhir masuk ke menu pemohon, daftar transaksi akan muncul daftar transaksi yang telah dilakukan. Kemudian klik sertifikat untuk melihat tampilan cetak sertifikat, lalu klik cetak untuk mencetak sertifikat.
4.2
Kebutuhan Pengaturan Pendaftaran Akta Jaminan Fidusia Lembaga jaminan fidusia ini berkembang karena terdapat berbagai alasan
di masyarakat. Masyarakat membutuhkan suatu lembaga jaminan yang lain daripada gadai dan hipotek hanya untuk benda-benda tetap yang disamping memungkinkan peminjam uang untuk tetap menggunakan benda jaminannya, juga memberikan perlindungan yang kuat kepada kreditur dalam upaya mendapatkan pelunasan piutang dari debitur. Sehingga sebab-sebab fidusia berkembang di dalam praktik yaitu: 1. Kebutuhan praktek akan jaminan yang kuat karena gadai kadang-kadang kalah terhadap privilege. 2. Resiko atas barang gadai.
126 3. Jaminan yang diberikan kepada pembeli yang beritikad baik seperti dalam Pasal 1977 ayat (2) jo 582 KUHPerdata tidak melindungi pemegang gadai.279 Jaminan fidusia digunakan di Indonesia sejak zaman penjajahan Belanda sebagai suatu bentuk jaminan yang lahir dari yurisprudensi. Bentuk jaminan ini digunakan secara luas dalam transaksi pinjam meminjam karena proses pembebanannya dianggap sederhana, mudah dan cepat tetapi tidak menjamin kepastian hukum.280 Pada lembaga jaminan fidusia, pemberi fidusia tetap menguasai benda yang dijaminkan, untuk melakukan kegiatan usaha yang dibiayai dari pinjaman dengan menggunakan jaminan fidusia. Pada awalnya benda yang menjadi objek jaminan fidusia terbatas pada kekayaan benda bergerak yang berwujud dalam bentuk peralatan, dalam perkembangannya benda yang menjadi objek jaminan fidusia diberikan lebih luas meliputi kekayaan benda bergerak yang tidak berwujud dan benda tidak bergerak. Dalam UU Jaminan Fidusia diatur mengenai pendaftaran jaminan fidusia guna memberikan kepastian hukum kepada para pihak yang berkepentingan dan pendaftaran jaminan fidusia memberikan hak yang didahulukan (preference) kepada penerima fidusia terhadap kreditor lain. Diharapkan sistem pendaftaran yang diatur dalam undang-undang ini dapat memberikan jaminan kepada penerima fidusia dan pihak yang mempunyai kepentingan terhadap benda tersebut.
279 280
J. Satrio, Op.Cit, hal. 171. Racmadi Usman II, Op.Cit, hal. 290.
127 Berdasarkan pada buku panduan fidusia online, dalam sistem pendaftaran secara manual terdapat beberapa permasalahan yaitu sebagai berikut: 1. Ketentuan one day service tidak terpenuhi. 2. Belum ada keseragaman dalam pelayanan (SOP) sebagai panduan pelayanan permohonan jaminan fidusia. 3. Tingkat pemahaman sumber daya manusia di kanwil/kantor pendaftaran fidusia (KPF) masih tidak seragam. 4. Lonjakan permohonan pendaftaran jaminan fidusia yang signifikan melampaui kemampuan SDM dan sarana prasarana di setiap KPF. 5. Kepastian hukum tidak terpenuhi karena KPF belum memberikan kepastian penerbitan sertifikat jaminan fidusia karena tumpukan permohonan mencapai 1000 s/d 2000 permohonan setiap hari. 6. Belum ada pusat data yang terintegrasi antara kanwil dengan Ditjen AHU selaku Pembina teknis. 7. Terjadi penumpukan
arsip
pendaftaran
fidusia
di
kanwil
yang
membutuhkan ruangan luas. 8. Adanya pungutan liar. 9. Biaya tinggi karena notaris ke KPF yang ada di ibukota provinsi. Berkaitan dengan hal tersebut dan untuk memberikan pelayanan yang optimal dalam pendaftaran jaminan fidusia maka Direktorat Jenderal Administrasi Hukum Umum memberlakukan pendaftaran jaminan fidusia secara elektronik yang merubah sistem pendaftaran manual ke pelayanan pendaftaran yang berbasis elektronik (online). Fidusia online merupakan terobosan dari Direktorat Jenderal
128 Administrasi Hukum Umum dalam memberikan pelayanan kepada masyarakat demi Indonesia yang lebih baik. Kelebihan yang dapat dirasakan dengan adanya sistem pendaftaran jaminan fidusia secara online, sebagai berikut: 1. Pemohon tidak perlu datang ke kantor pendaftaran fidusia (KPF). 2. Pemohon tidak perlu mengambil dan mengisi formulir. 3. Pemohon tidak perlu membawa berkas dokumen terkait pendaftranan fidusia. 4. Pemohon dapat mengajukan permohonan pendaftaran jaminan fidusia dari mana saja dengan hanya membuka website pendaftaran jaminan fidusia. 5. Memberikan kepastian hukum kepada masyarakat. 6. Menghemat pengeluaran anggaran negara tidak memerlukan biaya pencetakan sertifikat. 7. Memberikan pelayanan yang aman, cepat, nyaman, bersih dan bebas pungutan liar. Tujuan pendaftaran jaminan fidusia online yaitu dengan adanya fidusia online diharapkan pelayanan jasa hukum di bidang fidusia dapat berjalan dengan cepat, akurat bebas dari pungutan liar dan mampu mendorong pertumbuhan ekonomi di Indonesia demi tercapainya kesejahteraan masyarakat.
4.3
Akibat Hukum Akta Jaminan Fidusia Yang Tidak Didafarkan Pada dasarnya, sesuai ketentuan Pasal 14 ayat (3) UU Jaminan Fidusia,
jaminan fidusia baru lahir pada tanggal yang sama dengan tanggal dicatatnya
129 jaminan Fidusia dalam Buku Daftar Fidusia dan kreditur akan memperoleh sertifikat jaminan fidusia berirah-irah “Demi Keadilan Berdasarkan Ketuhanan Yang Maha Esa”,
dengan mendapat
sertifikat
jaminan fidusia
maka
kreditur/penerima fidusia serta merta mempunyai hak eksekusi langsung (parate executie), seperti terjadi dalam pinjam meminjam dalam perbankan. Kekuatan hukum sertifikat tersebut sama dengan putusan pengadilan yang sudah mempunyai kekuatan hukum yang tetap. Pembebanan jaminan fidusia, berdasarkan Pasal 5 ayat (1) UU Jaminan Fidusia mengamanatkan pembebanan benda dengan jaminan fidusia dibuat dengan akta notaris dalam bahasa Indonesia dan merupakan akta Jaminan Fidusia. Saat ini, banyak lembaga pembiayaan (finance) dan bank (bank umum maupun perkreditan) menyelenggarakan pembiayaan bagi konsumen (consumer finance), sewa guna usaha (leasing), anjak piutang (factoring), mereka umumnya menggunakan tata cara perjanjian yang mengikutkan adanya jaminan fidusia bagi objek benda jaminan fidusia, namun saat ini banyak yang tidak dibuat dalam bentuk akta notaris dan tidak didaftarkan di Kantor Pendaftaran Fidusia untuk mendapat sertifikat. Akta semacam itu dapat disebut akta jaminan fidusia di bawah tangan.281 Akta bawah tangan adalah akta yang dibuat antara para pihak dimana pembuatanya tidak dibuat dihadapan pejabat pembuat akta yang sah yang ditetapkan oleh Undang-undang (Notaris/PPAT).
281
http://www.hukumonline.com/klinik/detail/cl4588/akibathukumjaminanfidusia-yang-belum-didaftarkan (diakses pada hari rabu tanggal 19 November 2014)
130 Namun, sesuai dengan amanat UU Jaminan Fidusia, untuk mendapatkan perlindungan hukum sebagaimana diatur dalam UU Jaminan Fidusia, pembebanan benda dengan akta jaminan fidusia harus dibuat dengan akta otentik dan dicatatkan dalam buku daftar fidusia, jika ketentuan tersebut tidak dipenuhi, hakhak kreditur tidak mendapat perlindungan sebagaimana disebutkan dalam UUJaminan Fidusia. Jaminan fidusia yang tidak didaftarkan atau dibuatkan sertifikat jaminan fidusia mempunyai akibat hukum yang kompleks dan berisiko sehingga perjanjian jaminan fidusia yang tidak didaftarkan di Kantor Pendaftaran Fidusia tidak mempunyai kekuatan eksekutorial. Berlakunya sistem pendaftaran jaminan fidusia secara elektronik mengakibatkan pendaftaran jaminan fidusia dilakukan secara elektronik sesuai dengan Peraturan Menteri Nomor 9 Tahun 2013 tentang Pemberlakuan Pendaftaran Jaminan Fidusia Secara Elektronik. Terhadap benda jaminan fidusia yang telah didaftarkan pada sistem pendaftaran jaminan fidusia manual tetap sah berlaku selama tidak lewat waktu dari 60 (enam puluh) hari setelah peraturan menteri tersebut ditetapkan. Akibat hukum terhadap jaminan fidusia yang tidak terdaftar dalam sistem online mempunyai akibat hukum yang sama dengan jaminan fidusia yang tidak didaftarkan dengan sistem manual. Dalam konsideran UU Jaminan Fidusia menyatakan tujuan dibentuknya pengaturan mengenai jaminan fidusia adalah memberikan perlindungan yang lebih baik bagi yang berkepentingan, untuk mewujudkan hal tersebut benda yang telah dibebani jaminan fidusia harus didaftarkan pada kantor pendaftaran fidusia. Pendaftaran jaminan fidusia telah diatur di dalam Pasal 11 sampai dengan Pasal
131 18 UU Jaminan Fidusia dan Peraturan Pemerintah Nomor 86 tahun 2000 tentang tata cara pendaftaran jaminan fidusia dan biaya pembuatan akta jainan fidusia. Di dalam pasal tersebut menjelaskan mengenai benda yang dibebani jaminan fidusia wajib didaftarkan, tempat pendaftaran jaminan fidusia, cara pendaftaran hingga lahirnya sertifikat jaminan fidusia. Pendaftaran jaminan fidusia merupakan perwujudan dari asas publisitas dan kepastian hukum. Maksud dan tujuan dari adanya sistem pendaftaran jaminan fidusia antara lain sebagai berikut: 1. Memberikan kepastian hukum kepada para pihak yang berkepentingan, terutama terhadap kreditor lain mengenai benda yang telah dibebani dengan jaminan fidusia. 2. Melahirkan ikatan jaminan fidusia bagi kreditor (penerima fidusia). 3. Memberikan hak yang didahulukan (preference) kepada kreditor (penerima fidusia) terhadap kreditor lain, berhubung pemberi fidusia tetap menguasai benda yang menjadi objek jaminan fidusia berdasarkan kepercayaan. 4. Memenuhi asas publisitas.282 UU Jaminan Fidusia mensyaratkan bahwa benda yang dibebani jaminan fidusia wajib didaftarkan, manfaat yang didapat dengan adanya pendaftaran antara lain:
282
Rachmadi Usman I, Op.Cit, hal. 200.
132 1. Mempunyai hak mendahului (preference) Kedudukan preference berkaitan dengan hasil eksekusi, hal ini nampak jelas bila dihubungkan dengan Pasal 1132 BW yang pada asasnya para kreditor berbagi atas hasil eksekusi harta benda milik debitor, dengan adanya pembebanan jaminan fidusia maka kreditor menjadi preference atas hasil penjualan benda tertentu milik debitor, dan ia berhak mengambil lebih dahulu uang hasil eksekusi benda jaminan fidusia. Jaminan yang memiliki hak mendahului artinya kreditor sebagai penerima fidusia memiliki hak yang didahulukan (preference) terhadap kreditor lainnya untuk menjual atau mengeksekusi benda jaminan dan hak didahulukan untuk mendapatkan pelunasan hutang dari hasil eksekusi benda jaminan fidusia tersebut dalam hal debitur wanprestasi sebagaimana diatur dalam Pasal 27 dan Pasal 28 UU Jaminan Fidusia. Pasal 27 UU Jaminan Fidusia menyatakan bahwa: (4) Penerima fidusia memiliki hak yang didahulukan terhadap kreditor lainnya. (5) Hak yang didahulukan sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) adalah hak penerima fidusia untuk mengambil pelunasan piutangnya atas hasil eksekusi benda yang menjadi objek jaminan fidusia. (6) Hak yang didahulukan dari penerima fidusia tidak hapus karena adanya kepailitan dan atau likuidasi pemberi fidusia. Dari ketentuan Pasal 27 UU Jaminan Fidusia di atas, dapat diketahui bahwa penerima fidusia memiliki hak yang didahulukan atau diutamakan terhadap kreditor lainnya, yaitu hak penerima fidusia untuk mengambil pelunasan piutangnya atas hasil eksekusi (penjualan) dari benda yang menjadi objek jaminan fidusia. Hak untuk mengambil pelunasan piutang ini mendahului dari kreditur lainnya yang tidak dijamin dengan fidusia, walaupun penerima fidusia termasuk
133 orang yang pailit atau dilikuidasi. Hak utama fidusia tidak hapus karena adanya kepailitan dan/atau likuidasi dari pemberi fidusia, berhubung benda yang menjadi objek jaminan fidusia tidak termasuk dalam budel kepailitan pemberi fidusia. Ketentuan ini berhubungan dengan ketentuan bahwa jaminan fidusia merupakan hak agunan atas kebendaan bagi pelunasan hutang. 283 Pasal 28 UU Jaminan Fidusia menyatakan bahwa “apabila atas benda yang sama menjadi objek jaminan fidusia lebih dari satu (1) perjanjian jaminan fidusia, maka hak yang didahulukan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 27, diberikan kepada pihak yang lebih dahulu mendaftarkannya pada kantor pendaftaran fidusia”. Sehingga berdasarkan Pasal 28 tersebut terhadap benda yang sama dibebani pada lebih dari satu jaminan fidusia, hak yang didahulukan tersebut diberikan kepada pihak yang lebih dahulu mendaftarkan jaminan fidusianya. Ini berarti penerima fidusia (kreditor) peringkat pertama mempunyai hak lebih dahulu mengambil pelunasan daripada penerima fidusia peringkat kedua. Peringkat hak yang didahulukan dari penerima fidusia didasarkan pada tanggal pendaftarannya. Penjelasan atas Pasal 27 ayat (1) UU Jaminan Fidusia antara lain menyatakan, bahwa hak yang didahulukan dihitung sejak tanggal pendaftaran benda yang menjadi objek jaminan fidusia. 284 2. Mempunyai kekuatan eksekutorial Salah satu ciri jaminan fidusia yang kuat itu mudah dan pasti dalam pelaksanaan eksekusinya, jika debitur (pemberi fidusia) cedera janji atau
283 284
Ibid, hal. 172. Ibid, hal 174.
134 wanprestasi. Wanprestasi artinya tidak memenuhi kewajiban yang telah disepakati dalam suatu perikatan. 285 Seseorang dapat dikatakan melakukan wanprestasi jika Tidak memenuhi janjinya atau tidak memenuhi sebagaimana mestinya dan kesemuanya itu dapat dipersalahkan kepadanya, maka dikatakan bahwa debitur wanprestasi. Wujud wanprestasi bisa: 1. Debitur sama sekali tidak berprestasi 2. Debitur keliru berprestasi 3. Debitur terlambat berprestasi286 Ketentuan dalam Pasal 29 ayat (1) UU Jaminan Fidusia telah mengatur pelaksanaan eksekusi atas benda yang menjadi objek jaminan fidusia, yang menyatakan sebagai berikut: Apabila debitur atau pemberi fidusia cedera janji, eksekusi terhadap benda yang menjadi objek jaminan fidusia dapat dilakukan dengan cara: a. Pelaksanaan title eksekutorial sebagaimana dimaksud dalam Pasal 15 ayat (2) oleh penerima fidusia. b. Penjualan benda yang menjadi objek jaminan fidusia atas kekuasaan penerima fidusia sendiri melalui pelelangan umum serta mengambil pelunasaan piutangnya dari hasil penjualan. c. Penjualan di bawah tangan yang dilakukan berdasarkan kesepakatan pemberi dan penerima fidusia jika dengan cara demikian dapat diperoleh harga tertinggi yang menguntungkan para pihak. Dengan demikian UU Jaminan Fidusia telah mengatur cara atau menciptakan bebrapa model eksekusi atas benda yang menjadi objek jaminan fidusia. Berdasarkan ketentuan dalam Pasal 29 ayat (1) UU Jaminan Fidusia, dapat diketahui bahwa apabila debitur atau pemberi fidusia cedera janji eksekusi 285
Abdulkadir Muhammad, 2010, Hukum Perikatan Indonesia, Citra Aditya Bakti, Bandung, (selanjutnya disingkat Abdulkadir Muhammad III), hal. 241. 286 J. Satrio, 1999, Hukum Perikatan (Perikatan Pada Umumnya), Alumni, Bandung, (selanjutnya disingkat J. Satrio I), hal. 22.
135 terhadap benda yang menjadi objek jaminan fidusia dapat dilakukan dengan cara sebagai berikut: a. Eksekusi berdasarkan grosse sertifikat jaminan fidusia atau title eksekutorial (secara fiat eksekusi) yang terdapat dalam sertifikat jaminan fidusia, yang dilakukan oleh penerima fidusia, berarti eksekusi langsung dapat dilaksanakan tanpa melalui pengadilan dan bersifat final serta mengikat para pihak untuk melaksanakan putusan tersebut. b. Eksekusi berdasarkan pelaksanaan parate eksekusi melalui pelelangan umum oleh penerima fidusia. c. Eksekusi secara penjualan di bawah tangan oleh kreditor pemberi fidusia sendiri. Pelaksanaan penjualan di bawah tangan dilakukan setelah lewat waktu 1 (satu) bulan sejak diberitahukan secara tertulis oleh para pihak kepada pihak-pihak yang berkepentingan dan diumumkan sedikitnya dalam 2 (dua) surat kabar di daerah yang bersangkutan.287 Eksekusi terhadap objek jaminan fidusia dapat dilakukan berdasarkan grosse sertifikat jaminan fidusia sesuai dengan ketentuan Pasal 29 ayat (1) sub a UU Jaminan Fidusia atau dengan title eksekutorial sertifikat jaminan fidusia yang diberikan Pasal 15 ayat (2) UU Jaminan Fidusiatersebut. Sertifikat jaminan fidusia mempunyai kekuatan eksekutorial sama seperti putusan pengadilan yang telah memperoleh kekuatan hukum tetap, maka pelaksanaan eksekusi objek jaminan fidusia berdasarkan grosse sertifikat jaminan fidusia atau dengan title eksekutorial sertifikat jaminan fidusia mengikuti pelaksanaan suatu putusan pengadilan. Atas
287
Henny Tanuwidjaja, Op.Cit, hal. 71.
136 dasar ini, penerima fidusia dengan sendirinya dapat mengeksekusi benda yang dijadikan sebagai objek jaminan fidusia jika debitur atau pemberi fidusia cedera janji, tanpa harus menunggu adanya surat perintah (putusan) dari pengadilan.288 Pelaksanaan eksekusi objek jaminan fidusia berdasarkan grosse atau title eksekutorial sertifikat jaminan fidusia, sesuai dengan ketentuan dalam Pasal 196 HIR/207RBg, diawali dengan pengajuan permohonan pelaksanaan eksekusi oleh kreditor (penerima Fidusia) kepada ketua pengadilan negeri yang bersangkutan untuk menjalankan eksekusi objek jaminan fidusia, selanjutnya ketua pengadilan negeri akan memanggil debitur (pemberi fidusia) dan memerintahkan segera mungkin dalam tempo 8 (delapan) hari debitur supaya memenuhi kewajibannya, maka sesuai dengan ketentuan dalam Pasal 197/HIR/209 RBg, ketua pengadilan negeri yang bersangkutan akan memerintahkan kepada juru sita dengan surat perintah untuk menyita sejumlah benda yang menjadi objek jaminan fidusia. Menurut ketentuan dalam Pasal 200HIR/215 RBg, pelaksanaan eksekusi objek jaminan fidusia, dilakukan penjualan secara umum (pelelangan) dengan bantuan kantor lelang atau dengan cara yang dianggap menguntungkan oleh ketua pengadilan negeri yang bersangkutan. 289 Pengeksekusian benda yang menjadi objek jaminan fidusia dengan cara diatas, ternyata bersifat mengikat dan tidak dapat dikesampingkan oleh para pihak pemberi dan penerima fidusia, dikarenakan diancam dengan kebatalan secara hukum. Oleh karena itu pemberi fidusia dan penerima fidusia tidak dapat menempuh atau memperjanjikan cara lain untuk mengeksekusi benda yang 288 289
Ibid, hal. 232. Rachmadi Usman I, Op.Cit, hal. 234.
137 menjadi objek jaminan, selain daripada cara-cara sebagaimana telah disebutkan dalam ketentuan Pasal 29 dan Pasal 31 UU Jaminan Fidusia. Ketentuan Pasal 32 UU Jaminan Fidusia yaitu “setiap janji untuk melaksanakan eksekusi terhadap benda yang menjadi objek jaminan fidusia dengan cara yang bertentangan dengan ketentuan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 29 dan Pasal 31, batal demi hukum”. Artinya dapat ditafsirkan, antara pemberi fidusia dan penerima fidusia dapat saja memeprjanjiakan cara pengeksekusian benda yang menjadi objek jaminan fidusia secara tersendiri, namun sepanjang cara pengeksekusian benda yang menjadi objek jaminan fidusia sebagaimana telah diatur dalam ketentuan Pasal 29 dan Pasal 31 UU Jaminan Fidusia.290 Fungsi pendaftaran jaminan fidusia bagi masyarakat khususnya untuk memberikan kepastian dan perlindungan hukum dalam hal pelunasan hutang bagi kepentingan kreditur, sedangkan penerima fidusia yang mendaftarakan jaminan fidusia di kantor pendaftraan fidusia mendapatkan hak yang sudah diberikan undang-undnag yakni memiliki kekuatan eksekutorial yang legal apabila terjadi wanprestasi. Oleh sebab itu kreditur harus cermat dan sunggung-sungguh dalam memanfaatkan lembaga pendaftaran yang telah disediakan dan diatur di dalam UU Jaminan Fidusia. Adanya kewajiban untuk pendaftaran diatur pada Pasal 11 ayat (1) UU Jaminan Fidusia, tetapi di masyarakat banyak jaminan fidusia yang tidak didaftarkan.
290
Ibid, hal. 242.
BAB V PENUTUP
5.1
Kesimpulan Berdasarkan pembahasan dari bab-bab sebelumnya dalam tesis ini
penelitian terkait terkait pokok permasalahan pertama dan kedua maka dapat disimpulkan ,yaitu: 1
Jaminan fidusia yang lewat waktu dari 60 (enam puluh) hari setelah Peraturan Menteri Nomor 10 Tahun 2013 ditetapkan menjadi gugur. Gugurnya pendaftaran jaminan fidusia tersebut dikarenakan persyaratan yang paling essensi dari tata cara pendaftaran jaminan fidusia tidak terpenuhi, yaitu tidak melakukan pembayaran PNBP, sehingga pemohon harus mendaftarkan kembali dengan sistem pendaftaran jaminan fidusia online.
2
Akibat hukum pendaftaran jaminan fidusia yang tidak terdaftar dalam sistem online adalah tidak mempunyai status sebagai kreditur yang didahulukan (preference) terhadap kreditur lainnya sehingga terjadi perubahan status dari kreditur prefecence menjadi kreditur konkuren. Akibat lain dari jamian fidusia yang tidak terdaftar dalam system online yaitu: a. Tidak memberikan kepastian hukum dan perlindungan hukum bagi para pihak yang berkepentingan. b. Tidak memenuhi asas publisitas.
138
139 c. Pihak penerima jaminan fidusia tidak mempunyai sertifikat jaminan fidusia yang mana dapat digunakan untuk mengeksekusi benda jaminan fidusia. 5.2
Saran Terkait dengan pokok permasalahan dalam penelitian ini yang telah
diuraikan pada bab-bab sebelumnya, maka dapat dikemukakan saran-saran sebagai berikut: 1. Kepada Kementerian Hukum dan Hak Asasi Manusia yang telah membuat peraturan tentang fidusia online maka dapat menambahkan peraturan tentang pengecualian pendaftaran jaminan fidusia secara system online pada tempat-tempat yang tidak dapat mengakses internet, sehingga mereka tetap dapat melakukan pendaftaran jaminan fidusia dengan system konvensional atau manual untuk memberikan kepastian hukum dan perlindungan hukum. 2. Kepada penerima fidusia agar segera melakukan pendaftaran jaminan fidusia, untuk mewujudkan kepastian hukum dan perlindungan hukum serta memenuhi asas publisitas. Kemudian kepada notaris agar dapat memberikan informasi tentang pentingnya pendaftaran jaminan fidusia bagi penerima fidusia karena pendaftaran dengan fidusia online saat ini sudah lebih mudah, cepat, murah dan nyaman.
DAFTAR PUSTAKA
BUKU-BUKU Ali, Zainuddin, 2010, Metode Penelitian Hukum, Cet. lI, Sinar Grafika, Jakarta. Amiruddin dan H. Zainal, 2008, Pengantar Metode Penelitian Hukum, PT. RajaGrafindo Persada, Jakarta. Atmaja, I Dewa Gede, 2009, Pengantar Penalaran Hukum dan Argumentasi Hukum, Bali Aga, Bali. Atmosudirdjo, Prajudi, 1983, Hukum Administrasi Negara, Ghalia Indonesia, Jakarta. Bahsan, M, 2008, Hukum Jaminan dan Jaminan Kredit Perbankan Indonesia, PT. RajaGrafindo Persada, Jakarta. Budiono, Herlien, 2008, Kumpulan Tulisan Hukum Perdata di Bidang Kenotariatan, Pt.Citra Aditya Bakti, Bandung. Djumhana, Muhamad, 1996, Hukum Perbankan Di Indonesia, PT. Citra Aditya Bakti, Bandung. Emma, R. A. Nurita, 2012, Cyber Notary: Pemahaman Awal Dalam Konsep Pemikiran, Refika Aditama, Bandung. Fajar, Mukti dan Yulianto Achmad, 2010, Dualisme Penelitian Hukum Normatif & Empiris, Pustaka Pelajar, Yogyakarta. Fuady, Munir, 2003, Jaminan Fidusia, PT. Aditya Bakti, Bandung. Ghofur, Abdul Anshori, 2009, Lembaga Kenotariatan Indonesia Persfektif Hukum & Etika, UII Press, Yogyakarta. Hadjon, Phillipus M, 1987, Perlindungan Hukum Bagi Rakyat Indonesia, PT. Bina Ilmu, Surabaya. Hadjon, Philipus M & Tatiek Sri Djatmiati, 2009, Argumentasi Hukum, Cetakan Keempat, Gadjah Mada University Press, Yogyakarta. Hamzah, A dan Senjun Manullang, 1987, Lembaga Fidusia Dan Penerapannya Di Indonesia, Indhill Co, Jakarta. Hermansyah, 2005, Hukum Perbankan Nasional Indonesia, Kencana, Jakarta.
140
141 Hoey, Oey Tiong, 1985, Fidusia Sebagai Jaminan Unsur-Unsur Perikatan, Cet. II, Ghalia Indonesia, Jakarta. Hutchinson, Terry, 2002, Researching and Writing in Law, Lawbook Co, Sydney, Australia. Ibrahim, Johannes, 2004, Cross Default & Cross Collateral Sebagai Upaya Penyelesaian Kredit Bermasalah, Refika Aditama, Bandung. Sitompul, Josua, 2012, Cyberspace Cybercrimes Cyberlaw Tinjauan Aspek Hukum Pidana, PT. Tatanusa, Jakarta. Jan Gijssels en Mark Van Koecke, 1982, What Is Rechtsteorie?,Antwepen, Nederland. Kelsen, Hans, 2011, Teori Hukum Murni, Dasar-Dasar Ilmu Hukum Normatif, Nusa Media, Bandung. Kessles, James dan Fiona Hunter, Drafting Trust and Will Trust In Canada, 2007, Lexis Nexis, Canada. Lumban, G.H.S Tobing, 1999, Peraturan Jabatan Notaris, Erlangga, Jakarta. Mahmud, Peter Marzuki, 2005, Penelitian Hukum, Prenada Media, Jakarta. _______, 2008, Pengantar Ilmu Hukum, Kencana, Jakarta. Meliala, Djaja S, 2007, Perkembangan Hukum Perdata Tentang Benda dan Hukum Perikatan, CV. Nuansa Aulia, Bandung. Mertokusumo, Sudikno, 2009, Hukum Acara Perdata Indonesia, Liberty, Yogyakarta. _______, 2014, Penemuan Hukum Sebuah Pengantar, Cahaya Atma Pustaka, Yogyakarta. Muhammad, Abdulkadir,1992, Hukum Perikatan, Citra Aditya Bakti, Bandung. _______, 2004, Hukum dan Penelitian Hukum, Citra Aditya Bakti, Bandung _______, 2010, Hukum Perikatan Indonesia, Citra Aditya Bakti, Bandung. Notohamidjojo, O, 2011, Soal-Soal Pokok Filsafat Hukum, Griya Media. Program Studi Magister Kenotariatan Universita Udayana, 2013, Buku Pedoman Pendidikan.
142 Rifai, Ahmad, 2010, Penemuan Hukum Oleh Hakim Dalam Perspektif Hukum Progresif, Sinar Grafika, Jakarta. Salim, H. HS, 2014, Perkembangan Hukum Jaminan Di Indonesia, PT. RajaGrafindo Persada, Jakarta. Saliman, Abdul R. Hermansyah dan Ahmad Jalis, 2006, Hukum Bisnis Untuk Perusahaan (Teori & Contoh Kasus), KencanaPrenada Media Group, Jakarta. Satrio, J, 1999, Hukum Perikatan (Perikatan Pada Umumnya), Alumni, Bandung. _______, 2007, Hukum Jaminan Hak Jaminan Kebendaan, Pt. Citra Aditya Bakti, Bandung. Sembiring, Sentosa, 2008, Hukum Perbankan, Mandar Maju, Bandung. Siregar, Walter, 1951, Bij J. B. Wolter Uitgeversmaat Schappij, N. V. Gronogen, Jakarta. Sjaifurrachman dan Habib Adjie, 2011, Aspek Pertanggungjawaban Notaris Dalam Pembuatan Akta, Mandar Maju, Bandung. Soekanto, Soerjono, 1986, Pengantar Penelitian Hukum, UII Press, Jakarta. Soekanto, Soerjono dan Sri Mamudji, 2007, Penelitian Hukum Normatif Suatu Tinjauan Singkat, RajaGrafindo Persada, Jakarta. Soeroso, R, 2010, Perjanjian Di Bawah Tangan, Sinar Grafika, Jakarta. Sofwan, Sri Soedewi Masjchoen Sofwan, 1980, Hukum Jaminan Di Indonesia (Pokok-Pokok Hukum Jaminan dan Jaminan Perseorangan), Liberty, Yogyakarta. Subekti, R, 1986, Pokok-pokok Hukum Perdata, Cetakan XXIV, PT. Intermasa, Jakarta. Suyatno, Thomas, 1989, Dasar-Dasar Perkreditan, PT Gramedia, Jakarta. Tan, H. Kamelo, 2006, Hukum Jaminan Fidusia Suatu Kebutuhan Yang Didambakan, Pt. Alumni, Bandung. Tanuwidjaja, Henny, 2012, Pranata Hukum Jaminan Utang & Sejarah Lembaga Hukum Notariat, Refika Aditama, Bandung.
143 Thong, Tan Kie, 1994, Studi Notariat Serba-Serbi Praktek Notaris, Ichtiar Baru Van Hoeve, Jakarta. Usman, Rachmadi, 2001, Aspek-Aspek Hukum Perbankan Di Indonesia, PT. Gramedia Pustaka Utama, Jakarta. _______, 2009, Hukum Jaminan Keperdatan, Sinar Grafika, Jakarta. _______, 2011, Hukum Kebendaan, Sinar Grafika, Jakarta. Widjaja, Gunawan dan Ahmad Yani, 2007, Jaminan Fidusia, PT. RajaGrafindo Persada, Jakarta. Yahya, M. Harahap, 2006, Pembahasan Permasalahan dan Penerapan KUHAP, Sinar Grafika, Jakarta. _______, 2012, Hukum Acara Perdata, Sinar Grafika, Jakarta. Yin, Robert K, 1993, Applications of Case Study Research, Sage Publications International Educational and Profesional Publisher, Newbury Park, New Delhi.
KAMUS Campbell, Henry Black, 1991, Black’s Law Dictionary, Definitions of the Terms and Phrases of American and English Jurisprudence Ancient and Modern, St Paul, Minn: West Publishing Co. Muliono, Anton M, et al, 1989, Kamus Besar Bahasa Indonesia, Departemen Pendidikan dan Kebudayaan, Balai Pustaka, Jakarta. Subekti, R, dan R. Tjitrosoedibio, 1980,Kamus Hukum, Pradnya Paramita, Jakarta. _______, 2008, Kamus Hukum, Citra Umbara, Bandung.
TESIS I Gusti Ngurah Bagus Eka Putra, 2012, Pendaftaran Jaminan Fidusia Dalam Memberikan Perlindungan Hukum Bagi Kreditor (Tesis), Denpasar, Universitas Udayana.
144 INTERNET Mariotedja, 2013, “Teori Kepastian Dalam Perspektif Hukum”, Marotedja.blogspot.com (diakses pada tanggal 25 Agustus 2014). http://www.hukumonline.com/klinik/detail/cl4588/akibathukumjaminan-fidusiayang-belum-didaftarkan (diakses pada hari rabu tanggal 19 November 2014)
PERATURAN PERUNDANG-UNDANGAN Burgerlijk Wetboek .Stb, 1847 No.23 (terjemahan R. Soebekti danTjitrosudibio, 2003, KitabUndang-Undang Hukum Perdata, PT. Pradnya Paramita, Jakarta). Undang-Undang Nomor 10 Tahun 1998 Tentang Perubahan Atas Undang-Undang Nomor 7 Tahun 1992 tentang Perbankan (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1998 Nomor 182 dan Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 3790). Undang-Undang Nomor 42 Tahun 1999 Tentang Jaminan Fidusia (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1999 Nomor 168 dan Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 3632). Undang-Undang Nomor 30 tahun 2004 tentang Jabatan Notaris (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2004 Nomor 117 dan Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4432). Undang-Undang Nomor 2 Tahun 2014 tentang Perubahan atas Undang-Undang Nomor 30 tahun 2004 tentang Jabatan Notaris (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2014 Nomor 3 dan Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 5491). Peraturan Pemerintah Nomor 86 Tahun 2000, tentang Tata Cara Pendaftaran Jaminan Fidusia dan Biaya Pembuatan Akta Jaminan Fidusia (Lembaran Negara Tahun 2000 Nomor 170, Tambahan Negara Nomor 4005). Peraturan Pemerintah Nomor 45 Tahun 2014 tentang Jenis dan Tarif Atas Jenis Penerimaan Negara Bukan Pajak (Lembaran Negara Tahun 2008 Nomor 176, Tambahan Negara Nomor 4924). Keputusan Presiden Nomor 139 Tahun 2000 tentang Pembentukan Kantor Pendaftaran Fidusia di Setiap Ibu Kota Provinsi di Wilayah Negara Republik Indonesia.
145 Peraturan Menteri Keuangan Nomor 130/PMK.010/2012 tentang Pendaftaran Jaminan Fidusia Bagi Perusahaan Pembiayaan Yang Melakukan Pembiayaan Konsumen Untuk Kendaraan Bermotor Dengan Pembebanan Jaminan Fidusia. Peraturan Menteri Hukum dan Hak Asasi Manusia Republik Indonesia Nomor 8 Tahun 2013 tentang Pendelegasian Penandatangan Sertifikat Jaminan Fidusia Secara Elektronik. Peraturan Menteri Hukum dan Hak Asasi Manusia Republik Indonesia Nomor 9 Tahun 2013 tentang Pemberlakuan Pendaftaran Jaminan Fidusia Secara Elektronik. Peraturan Menteri Hukum dan Hak Asasi Manusia Republik Indonesia Nomor10 Tahun 2013 tentang Tata Cara Pendaftaran Jaminan Fidusia Secara Elektronik.