1
“PENCEMARAN LINTAS BATAS AKIBAT KEBAKARAN HUTAN: SUATU PERSPEKTIF DARI EKOLOGI DAN HUKUM LINGKUNGAN INTERNASIONAL”
SKRIPSI Di Susun Dan Diajukan Untuk Melengkapi Persyaratan Guna Memperoleh Gelar Sarjana Hukum Universitas Sumatera Utara
OLEH:
SRI AZORA KUMALA SARI 04 0200 031 DEPARTEMEN HUKUM INTERNASIONAL
FAKULTAS HUKUM UNIVERSITAS SUMATERA UTARA MEDAN 2008
Sri Azora Kumala Sari : Pencemaran Lintas Batas Akibat Kebakaran Hutan: Suatu Perspektif Dari Ekologi Dan Hukum Lingkungan Internasional, 2008. USU Repository © 2009
2
“PENCEMARAN LINTAS BATAS AKIBAT KEBAKARAN HUTAN: SUATU PERSPEKTIF DARI EKOLOGI DAN HUKUM LINGKUNGAN INTERNASIONAL” OLEH:
SRI AZORA KUMALA SARI 04 0200 031
DIKETAHUI DAN DISAHKAN OLEH : KETUA DEPARTEMEN HUKUM INTERNASIONAL
(SUTIARNOTO SH,M.HUM) NIP. 131 616 321
DOSEN PEMBIMBING I,
(PROF.DR.SUHAIDI SH,MH)
DOSEN PEMBIMBING II,
(DR.JELLY LEVIZA SH,M.HUM)
NIP. 131 762 432
NIP. 132 300 077
FAKULTAS HUKUM UNIVERSITAS SUMATERA UTARA MEDAN 2008 Sri Azora Kumala Sari : Pencemaran Lintas Batas Akibat Kebakaran Hutan: Suatu Perspektif Dari Ekologi Dan Hukum Lingkungan Internasional, 2008. USU Repository © 2009
3
KATA PENGANTAR
Bismillaahirrahmaanirrahiim Alhamdulillahirobbil’alamin. Puji dan Syukur ke Hadirat Allah SWT yang telah melimpahkan begitu banyak rahmat dan karunia-Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan skripsi ini. Salawat teriring salam atas Junjungan Nabi Besar Muhammad SAW yang kehidupannya menjadi suri tauladan bagi umat manusia hingga akhir zaman. Adapun skripsi yang penulis susun ini berjudul “ Pencemaran Lintas Batas Akibat Kebakaran Hutan : Suatu Perspektif dari Ekologi dan Hukum Lingkungan Internasional”. Penulisan skripsi ini merupakan salah satu persyaratan bagi penulis untuk meraih gelar Sarjana Hukum pada Fakultas Hukum Universitas Sumatera Utara. Penulis menyadari bahwa skiripsi ini masih jauh dari kesempurnaan baik ditinjau dari rangkaian kalimat, nilai ilmiah serta pengungkapan pendapat Penulis. Kesemuanya tersebut tidak terlepas dari keterbatasan kemampuan dan ilmu pengetahuan Penulis. Karena itu Penulis sangat mengharapkan sekali kritik dan saran yang bersifat konstruktif guna perbaikan dan kesempurnaan skripsi ini. Dalam penulisan skripsi ini, Penulis banyak memperoleh bantuan dari berbagai pihak, baik moril maupun materil. Oleh karena itu, dalam kesempatan ini perkenankanlah Penulis menyampaikan ucapan terima kasih kepada : 1. Bapak Prof. Dr. Runtung Sitepu, SH., selaku Dekan Fakultas Hukum Universitas Sumatera Utara.
Sri Azora Kumala Sari : Pencemaran Lintas Batas Akibat Kebakaran Hutan: Suatu Perspektif Dari Ekologi Dan Hukum Lingkungan Internasional, 2008. USU Repository © 2009
4
2. Pembantu Dekan I, Bapak Prof. Dr. Suhaidi, SH.,M.H., Pembantu Dekan II, Bapak Syafruddin Hasibuan.,M.Hum., serta Pembantu Dekan III, Bapak Mohammad Hoesni, SH. Terima kasih atas bantuannya selama Penulis menjadi mahasiswi di Fakultas Hukum ini. 3. Bapak Sutiarnoto SH,M.Hum, selaku Ketua Bagian Hukum Internasional Fakultas Hukum Universitas Sumatera Utara. 4. Bapak Prof. Dr. Suhaidi, SH.,M.H, selaku Dosen Pembimbing I Penulis, yang telah memberikan perhatian, bimbingan dan saran kepada Penulis dalam menyelesaikan skripsi ini. 5. Bapak Dr. Jelly Leviza SH, M.Hum, selaku Dosen Pembimbing II Penulis, yang telah meluangkan waktu, tenaga dan telah sabar memberikan bimbingan, saran dan motivasi serta nasehat kepada Penulis dalam menyelesaikan skripsi ini. 6. Seluruh Staff Pengajar di Fakultas Hukum Universitas Sumatera Utara yang telah memberikan ilmu pengetahuan kepada Penulis selama Penulis duduk di bangku perkuliahan. 7. Seluruh pegawai Fakultas Hukum Universitas Sumatera Utara yang telah memberikan bantuan dan pelayanan yang besar sekali artinya bagi penulis. 8. Secara khusus Penulis persembahkan untuk Ayahanda tercinta Asnil Anas dan Ibunda tercinta Juita, yang telah dengan penuh kesabaran dan susah payah membesarkan, mendidik dan mendoakan Penulis sampai saat ini. 9. Buat Kakanda yang tercinta Asvia Welly dan Ayeci Asnil SE, makasih ya kak atas perhatian dan motivasinya selama ini.
Sri Azora Kumala Sari : Pencemaran Lintas Batas Akibat Kebakaran Hutan: Suatu Perspektif Dari Ekologi Dan Hukum Lingkungan Internasional, 2008. USU Repository © 2009
5
10. Buat Adinda tersayang, Ririt Foriantati, makasih ya Chink atas do’anya, (cepat tamat ya jangan maen-maen kuliahnya biar jadi dokter gigi pribadi ambo, hehehe). 11. Ucapan terima kasih teristimewa Penulis sampaikan untuk yang terkasih, Andri Utama Siregar SH, yang telah dengan penuh kesetiaan menemani Penulis dan memberikan kasih sayang yang luar biasa, dukungan penuh, perhatian dan motivasi. 12. Teman-teman senasib dan seperjuangan Horclux : Mey, Tias, Mira, Denggan, Yusnizar, Tia, dan Citra. Makasih ya atas saran dan kebersamaannya selama ini. Kelen adalah sahabat-sahabat terbaik ku, eh kapan kita kumpul berlapan lagi bez seeh klen pada sibuk semua. Buat sahabat ku Sabtia SH, makasih ya wak atas pinjaman bukunya dan jalan-jalannya jadi ga terlalu stress kali negerjain skripsinya hehehe dan teman-teman lain yang tidak bisa disebutkan satu persatu. Penulis sangat berterima kasih dan kiranya Allah SWT akan membalas kebaikan kita semua. Amin. Akhirnya, penulis berharap skripsi ini dapat bermanfaat bagi semua pihak dan juga bagi perkembangan hukum dan perhatian terhadap lingkungan di tanah air.
Medan,
February 2008
Hormat Penulis,
(Sri Azora Kumala Sari)
Sri Azora Kumala Sari : Pencemaran Lintas Batas Akibat Kebakaran Hutan: Suatu Perspektif Dari Ekologi Dan Hukum Lingkungan Internasional, 2008. USU Repository © 2009
6
DAFTAR SKEMA
Skema I : Pencemaran Lintas Batas ........................................................ 20 Skema II : Dampak dari Kebakaran Hutan .............................................. 33 Skema III : Bentuk-bentuk Penyelesaian Sengketa Internasional .............. 61
Sri Azora Kumala Sari : Pencemaran Lintas Batas Akibat Kebakaran Hutan: Suatu Perspektif Dari Ekologi Dan Hukum Lingkungan Internasional, 2008. USU Repository © 2009
7
DAFTAR ISI
Lembar Pengesahan Kata Pengantar......................................................................................... i Daftar Skema ........................................................................................... iv Daftar Isi.................................................................................................. v BAB I
PENDAHULUAN A. Latar Belakang ....................................................................... 1 B. Perumusan Masalah ................................................................ 6 C. Tujuan dan Manfaat Penulisan ................................................ 6 D. Keaslian Penelitian ................................................................. 7 E. Metode Penelitian ................................................................... 7 D. Sistematika Penulisan ............................................................. 9
BAB II
TINJAUAN UMUM LINGKUNGAN HIDUP
TERHADAP
PERLINDUNGAN
A. Pengertian Ekologi ................................................................. 11 B. Pencemaran Lingkungan yang Bersifat Lintas Batas ............... 15 C. Kajian Ekologi Atas dampak Kebakaran Hutan yang Bersifat Lintas Batas ............................................................... 21
BAB III
PENGATURAN TENTANG PENCEMARAN LINTAS BATAS DALAM HUKUM LINGKUNGAN INTERNASIONAL
A. Perangkat-perangkat Hukum Lingkungan Internasional yang Mengatur Tentang Pencemaran Lintas Batas Akibat Kebakaran Hutan ................................................................... 34
Sri Azora Kumala Sari : Pencemaran Lintas Batas Akibat Kebakaran Hutan: Suatu Perspektif Dari Ekologi Dan Hukum Lingkungan Internasional, 2008. USU Repository © 2009
8
B. Peranan Organisasi Internasional dalam Mengatasi Pencemaran Lintas Batas Akibat Kebakaran Hutan................. 41 C. Sikap Negara-negara Korban Pencemaran Lintas Batas........... 47
BAB IV ALTERNATIF PENYELESAIAN SENGKETA PENCEMARAN LINTAS BATAS AKIBAT KEBAKARAN HUTAN A. Bentuk-bentuk Penyelesaian Sengketa dalam Hukum Lingkungan Internasional ....................................................... 53 B. Hubungan Penyelesaian Sengketa Hukum Lingkungan Internasional dengan Hukum Lingkungan Nasional ................ 62 C. Penyelesaian Sengketa Internasional terkait dengan Pencemaran Lintas batas akibat kebakaran Hutan ................... 71
BAB V
PENUTUP
A. Kesimpulan ............................................................................ 75 B. Saran ...................................................................................... 76
Daftar Pustaka
78
Sri Azora Kumala Sari : Pencemaran Lintas Batas Akibat Kebakaran Hutan: Suatu Perspektif Dari Ekologi Dan Hukum Lingkungan Internasional, 2008. USU Repository © 2009
9
BAB I PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Hutan merupakan sumber daya alam yang tidak ternilai karena di dalamnya terkandung keanekaragaman hayati sebagai sumber plasma nutfah, sumber hasil hutan kayu dan non-kayu, pengatur tata air, pencegah banjir dan erosi serta kesuburan tanah, perlindungan alam hayati untuk kepentingan ilmu pengetahuan, kebudayaan, rekreasi, pariwisata dan sebagainya. Pemanfaatan hutan dan perlindungannya telah diatur dalam, UU No. 5 tahun 1990 tentang “Konservasi Sumber Daya Alam dan Ekosistemnya”, UU No 23 tahun 1997 tentang “Ketentuan-ketentuan Pokok dan Pengelolaan Lingkungan Hidup”, UU No. 41 tahun 1999 tentang “Ketentuan-ketentuan Pokok Kehutanan” dan beberapa keputusan Menteri Kehutanan serta beberapa keputusan Dirjen PHPA dan Dirjen Pengusahaan Hutan. Namun gangguan terhadap sumberdaya hutan terus berlangsung bahkan intensitasnya makin meningkat. 1 Kebakaran hutan merupakan salah satu bentuk gangguan yang makin sering terjadi. Dampak negatif yang ditimbulkan oleh kebakaran hutan cukup besar mencakup kerusakan ekologis, menurunnya keanekaragaman hayati, merosotnya nilai ekonomi hutan dan produktivitas tanah, perubahan iklim mikro maupun global, dan asapnya
mengganggu
kesehatan
masyarakat
serta
mengganggu transportasi baik darat, sungai, danau, laut dan udara. Gangguan
1
“ Kebakaran hutan”, http://tumoutou.net/702_07134/71034_9.htm
Sri Azora Kumala Sari : Pencemaran Lintas Batas Akibat Kebakaran Hutan: Suatu Perspektif Dari Ekologi Dan Hukum Lingkungan Internasional, 2008. USU Repository © 2009
10
asap karena kebakaran hutan Indonesia akhir-akhir ini telah melintasi batas negara. Kebakaran hutan bukan lagi menjadi suatu kejadian yang asing bagi negara kita. Hampir setiap musim kemarau di Indonesia pada beberapa dekade terakhir ini sering mengalami kebakaran. Tentunya hal ini menimbulkan dampak yang merugikan bukan hanya bagi warga setempat melainkan warga negara lain atau tetangganya. Ironisnya dalam bencana kebakaran hutan yang terjadi di beberapa wilayah di sumatera yaitu Jambi, Riau, dan Sumatera Barat banyak pihak yang terkesan melepaskan tanggung jawab atas kejadian tersebut. Tercatat rekor kebakaran hutan di dunia selalu dipecahkan di Indonesia, kebakaran hutan yang cukup besar pernah terjadi di Kalimantan Timur pada 1982/1983, yang menghanguskan 3,5 juta hektar hutan yang merupakan rekor terbesar kebakaran hutan dunia setelah kebakaran hutan di Brazil yang mencapai 2 juta hektar pada tahun 1963. Rekor kemudian dipecahkan kembali oleh kebakaran di beberapa wilayah Indonesia pada 1997/1998 yang melalap 11,7 juta hektar hutan. Data dari Direktoral Perlindungan Hutan dan Konservasi Alam menunjukan bahwa kebakaran hutan yang terjadi tiap tahun sejak 1998 hingga 2002 tercatat sekitar antara 3000 hektar dan 515 ribu hektar. 2 Kebakaran lahan dan hutan yang hampir terjadi setiap tahun di Indonesia, khususnya di Kepulauan Riau, sebagian wilayah Sumatera dan Kalimantan, tidak saja
menimbulkan dampak
terhadap
kondisi
sosio-ekonomi
masyarakat
sekitarnya, namun juga sering kali menyebabkan pencemaran asap lintas batas
2
“Stop Ulangi Kesalahan dan Selesaikan Permasalahan Kebakaran Hutan”, Riau terkini, 2 Juli 2004. Sri Azora Kumala Sari : Pencemaran Lintas Batas Akibat Kebakaran Hutan: Suatu Perspektif Dari Ekologi Dan Hukum Lingkungan Internasional, 2008. USU Repository © 2009
11
(transboundary haze pollution) ke wilayah negara tetangga, khususnya Malaysia dan Singapura. Asap dari kebakaran hutan dan lahan itu ternyata telah menurunkan kualitas udara dan jarak pandang di region Sumatera dan Kalimantan, termasuk Singapura, Malaysia, Brunei, serta sebagian Thailand. Pembakaran hutan ini salah satunya diakibatkan dengan adanya praktik konversi lahan, di mana penyiapan atau pembersihan atau pembukaan lahan oleh perusahaan (perkebunan/HTI/HPH) dengan cara membakar. Cara ini dilakukan karena dinilai sebagai paling murah. Kemudian, juga disebabkan penerapan teknik babat bakar oleh petani tradisional ketika membuka atau membersihkan lahan peladangan. Penyebab kebakaran hutan yang berakibat pada pencemaran asap dan meningkatnya emisi karbon disebabkan oleh kebakaran yang dilakukan secara sengaja dan rambatan api di kawasan/lahan gambut dengan total luas hutan dan lahan yang terbakar dalam kurun waktu 6 tahun terakhir mencapai 27,612 juta hektar. Data menunjukkan bahwa tindakan kesengajaan secara khusus di wilayah Sumatera dan Kalimantan dipicu oleh: pembakaran lahan untuk perkebunan sawit dan HTI oleh perusahaan dan proyek lahan sejuta hektar yang berbuntut ekspor asap ke wilayah negara lain, antara lain Malaysia dan Singapura. 3 Dampak yang ditimbulkan dari kabut asap ini sangat besar dan meliputi berbagai aspek kehidupan. Mulai dari sosial, ekonomi, pendidikan dan kesehatan. Untuk itu perlu dilakukan penanganan yang lebih optimal agar bencana ini tidak terulang dikemudian hari. 3
“Kasus Kebakaran Hutan, Kebutuhan akan Kebijakan yang Mengatur Tanggung Jawab Perusahaan”, http://www.walhi.or.id/kampanye/bencana/bakarhutan. Sri Azora Kumala Sari : Pencemaran Lintas Batas Akibat Kebakaran Hutan: Suatu Perspektif Dari Ekologi Dan Hukum Lingkungan Internasional, 2008. USU Repository © 2009
12
Kebakaran hutan yang mengakibatkan pencemaran udara disinyalir juga memberikan tiga ancaman strategis, kompleks dan melintasi batas-batas teritorial negara berupa penipisan (lapisan) ozon, berkurangnya oksidasi atmosfer, serta pemanasan global. Ketiganya mempunyai daya untuk mengubah dan mengganggu peran keseimbangan atsmosfer yang penting dalam sistem ekologi global. 4 Pencemaran asap ini (haze pollution) yang disebabkan oleh kebakaran hutan saat sekarang ini sudah sampai pada tingkat pencemaran yang bersifat lintas batas telah menjadi bagian utama dalam masalah lingkungan yang mampu mengganggu peradapan ekosistem kehidupan.. Pencemaran lintas batas ini dengan segala konsekuensinya pada prakteknya telah mulai disikapi secara serius oleh semua komunitas dunia dalam setiap tingkatan baik itu bersifat lokal, nasional, regional maupun global. 5 Kebakaran hutan di Indonesia yang telah terjadi beberapa tahun terakhir, memaksa negara-negara serantau untuk duduk bersama membahas masalah ini. Hal ini disebabkan, asap yang ditimbulkan juga menyebar ke kawasan Asia Tenggara. Paling parah adalah sepuluh tahun lalu sekitar tahun 1997-1998, dan tahun 2006 lalu. Indonesia pun dianggap tidak mampu untuk berbuat apa-apa. Memang untuk menjawab tantangan kebakaran hutan dan lahan yang berdampak pada pencemaran asap lintas batas, yang juga mengakibatkan perubahan iklim global serta keanekaragaman hayati, diperlukan usaha nyata dan bersama. Usaha tersebut tidak dapat dilakukan oleh Indonesia sendiri, namun juga bersama
4
Suparto Wijoyo, Hukum Lingkungan: Mengenal Instrumen Hukum Pengendalian Pencemaran Udara Di Indonesia, Surabaya, Airlangga University Press, 2004, hlm.3 5 Ibid, hlm.1 Sri Azora Kumala Sari : Pencemaran Lintas Batas Akibat Kebakaran Hutan: Suatu Perspektif Dari Ekologi Dan Hukum Lingkungan Internasional, 2008. USU Repository © 2009
13
negara-negara
tetangga,
masyarakat
internasional,
serta
lembaga
donor
internasional dan regional. 6 Kecemasan terhadap pencemaran lintas batas akibat kebakaran hutan ini telah menjadi perhatian regional, terbukti dengan dijadikannya masalah pencemaran asap lintas batas sebagai topik bahasan dalam kerja sama ASEAN (Association of South East Asian Nations) yaitu sejak tahun 1990 negara-negara ASEAN telah melakukan berbagai bentuk kerja sama untuk menanggulangi masalah kabut asap. Mulai dari pembentukan ASEAN Haze Technical Taks Force; Sub-Regional Fire Fighting Arrangements; ASEAN Regional Haze Action Plan (ARHAP); hingga Persetujuan ASEAN mengenai Pencemaran Asap Lintas Batas atau ASEAN Transboundary Haze Pollution (AATHP) yang telah ditandatangani oleh negara-negara ASEAN pada bulan Juni 2002, dan telah berlaku sejak tanggal 25 November 2003. AATHP juga merupakan persetujuan regional pertama yang secara khusus diharapkan dapat menanggulangi masalah pencemaran kabut asap di kawasan. Salah satu konsekuensi dari berlakunya AATHP adalah akan segera dibentuk ASEAN Coordinating Centre (ACC) for Transboundary Haze Pollution Control yang akan menjalankan fungsi koordinasi mulai dari tahap pencegahan, pemantauan, dan penanggulangan serta mitigasi kebakaran lahan dan hutan yang menimbulkan pencemaran kabut asap.
6
Rencana Indonesia Menangani Kebakaran Hutan Dan Lahan., http://www.rsi.sg/ indonesian/wacanaindonesia/view/20070223211000/1/.html Sri Azora Kumala Sari : Pencemaran Lintas Batas Akibat Kebakaran Hutan: Suatu Perspektif Dari Ekologi Dan Hukum Lingkungan Internasional, 2008. USU Repository © 2009
14
B. Perumusan Masalah Ada beberapa masalah yang timbul sebagai batasan dalam penelitian ini, yaitu : 1. Bagaimana prinsip-prinsip perlindungan hutan dalam perspektif ekologi dan hukum lingkungan internasional ? 2. Dalam konteks global, upaya-upaya apa saja yang telah dilakukan oleh organisasi internasional dalam menanggulangi setiap kegiatan eksploitasi sumber daya alam yang menimbulkan dampak lingkungan yang bersifat lintas batas ? 3. Bagaimanakah tata cara penyelesaian sengketa internasional terkait dengan pencemaran lintas batas akibat kebakaran hutan ?
C. Tujuan dan Manfaat Penulisan Adapun tujuan yang ingin dicapai dalam penelitian ini adalah sebagai berikut : 1. Untuk mengetahui dan prinsip dalam perlindungan lingkungan hidup dan dampak dari pencemaran lintas batas akibat kebakaran hutan. 2. Untuk mengetahui upaya-upaya apa saja yang telah dilakukan oleh organisasi internasional dalam menanggulangi setiap kegiatan eksploitasi sumber daya alam yang menimbulkan dampak lingkungan yang bersifat lintas batas khususnya dalam hal terjadinya kebakaran hutan. 3. Untuk mengetahui alternatif penyelesaian sengketa pencemaran lintas batas akibat kebakaran hutan.
Sri Azora Kumala Sari : Pencemaran Lintas Batas Akibat Kebakaran Hutan: Suatu Perspektif Dari Ekologi Dan Hukum Lingkungan Internasional, 2008. USU Repository © 2009
15
Adapun manfaat yang ingin dicapai adalah sebagai berikut : 1. Manfaat Teoritis, yaitu melihat keterkaitan norma hukum lingkungan internasional dan hukum lingkungan nasional serta penerapannya di Indonesia. 2. Manfaat Praktis, yaitu sebagai bahan masukan bagi pemerintah dan pihak terkait tentang perlunya upaya perlindungan hutan dari kebakaran hutan yang menyebabkan pencemaran lintas batas.
D. Keaslian Penelitian Berdasarkan
hasil
pemeriksaan
Internasional maka penelitian
arsip
pada
Departemen
Hukum
ini telah memperoleh persetujuan untuk
dilaksanakan karena belum ada penelitian yang sama sebelumnya.
E. Metode Penelitian Penelitian
ini
mempergunakan
metode
yuridis
normatif,
dengan
pendekatan yang bersifat kualitatif. Metode penelitian yuridis normatif adalah metode penelitian yang mengacu pada norma-norma hukum yang terdapat dalam peraturan perundang-undangan, dan putusan-putusan pengadilan. Metode penelitian yuridis normatif ini dikenal juga sebagai penelitian doktrinal (doctrinal research) yang menganalisis norma-norma hukum yang bersumber pada law as it is written in the books, maupun law as it is decided by the judge through judicial process. 7
7
Lihat Jelly Leviza, Tanggung Jawab Hukum Bank Dunia dan IMF Atas Dampak Negatif Kondisionalitas Pinjamannya di Negara-negara Berkembang, Disertasi Pascasarjana Universitas Sumatera Utara, 2006, hlm. 11 Sri Azora Kumala Sari : Pencemaran Lintas Batas Akibat Kebakaran Hutan: Suatu Perspektif Dari Ekologi Dan Hukum Lingkungan Internasional, 2008. USU Repository © 2009
16
Dalam penelitian ini metode yuridis normatif yang dipergunakan terutama adalah yang merujuk pada sumber yang telah disebutkan, yakni penelitian yang mengacu pada norma-norma hukum yang terdapat dalam berbagai perangkat hukum tertulis yang antara lain berupa: konvensi internasional, kovenan-kovenan internasional dan juga peraturan perundang-undangan nasional (Indonesia). Oleh karena itu penelitian ini juga mempergunakan pendekatan transnasional, artinya pendekatannya tidak hanya dari segi hukum internasional namun juga dari segi hukum nasional. Penelitian ini juga menggunakan pendekatan secara deskriptif analisis untuk menggambarkan secara menyeluruh berbagai fakta yang berkenaan terjadinya
peristiwa
kebakaran
hutan
di
Indonesia.
Pengumpulan
dan
penggambaran fakta-fakta ini dianggap penting sebab ini merupakan bagian dari pengumpulan data dan informasi secara keseluruhan dalam suatu penelitian. Selanjutnya dengan fakta-fakta tersebut peneliti mencoba menghubungkannya dengan penerapan prinsip tanggung jawab negara dalam hubungannya dengan terjadinya pencemaran udara yang bersifat lintas batas akibat kebakaran hutan di Indonesia Jika ditelaah lebih lanjut, maka dilihat dari ruang lingkup pembahasannya bentuk yang sesuai dengan penelitian ini adalah penelitian hukum positif. Penelitian hukum positif, sesuai dengan ciri dari penelitian hukum normatif, adalah penelitian yang memfokuskan diri pada norma hukumnya semata atau mengenai penerapan norma itu didalam masyarakat. Pengumpulan data informasi dilakukan melalui studi pustaka. Bahanbahan kepustakaan di bidang hukum dapat dibedakan berdasarkan sumber data
Sri Azora Kumala Sari : Pencemaran Lintas Batas Akibat Kebakaran Hutan: Suatu Perspektif Dari Ekologi Dan Hukum Lingkungan Internasional, 2008. USU Repository © 2009
17
dan informasi dari mana sumber data atau informasi itu diperoleh. Bahan-bahan hukum primer diperoleh dari instansi atau badan yang berwenang untuk mengeluarkanya, sumber data ini dapat berupa jurnal, laporan, makalah-makalah dan bentuk-bentuk tulisan lainnya.
F. Sistematika Penulisan Sebagai gambaran umum memudahkan pemahaman dari materi penelitian ini, maka penelitian ini dibagi ke dalam lima bab yang berhubungan erat satu sama lainnya, dengan perincian sebagai berikut : BAB I:
Pendahuluan; Pada Bab ini akan diuraikan beberapa hal-hal pokok yang menjadi dasar pemikiran dalam penelitian ini, terdiri dari : Latar Belakang, Perumusan Masalah, Tujuan dan Manfaat Penulisan,
Keaslian
Penelitian,
Metode
Penelitian
dan
Sistematika Penulisan. BAB II:
Tinjauan Umum Terhadap Perlindungan Lingkungan Hidup; Merupakan tinjauan umum terhadap pengertian ekologi, pencemaran lingkungan yang bersifat lintas batas, serta kajian ekologi atas dampak kebakaran hutan yang bersifat lintas batas lintas batas.
BAB III:
Pengaturan Tentang Pencemaran Lintas Batas Dalam Hukum Lingkungan Internasional; Merupakan suatu tinjauan umum terhadap perangkat hukum lingkungan Internasional yang mengatur tentang pencemaran
Sri Azora Kumala Sari : Pencemaran Lintas Batas Akibat Kebakaran Hutan: Suatu Perspektif Dari Ekologi Dan Hukum Lingkungan Internasional, 2008. USU Repository © 2009
18
lintas batas akibat kebakaran hutan dan peran organisasi Internasional dalam mengatasi pencemaran lintas batas akibat kebakaran hutan serta sikap negara-negara korban pencemaran lintas batas. BAB IV:
Alternatif Penyelesaian Sengketa Pencemaran Lintas Batas Akibat Kebakaran Hutan; Merupakan Pembahasan dari inti permasalahan, yaitu Bentukbentuk penyelesaian sengketa dalam hukum lingkungan internasional,
penyelesaian
sengketa
menurut
hukum
lingkungan internasional dan hukum lingkungan nasional, penyelesaian sengketa internasional terkait dengan pencemaran lintas batas akibat kebakaran hutan. BAB V:
Penutup; Berisi kesimpulan dari keseluruhan uraian materi pembahasan dan disertai dengan beberapa saran yang memungkinkan akan bermanfaat untuk lingkungan hidup.
Sri Azora Kumala Sari : Pencemaran Lintas Batas Akibat Kebakaran Hutan: Suatu Perspektif Dari Ekologi Dan Hukum Lingkungan Internasional, 2008. USU Repository © 2009
19
BAB II TINJAUAN UMUM TERHADAP PERLINDUNGAN LINGKUNGAN HIDUP
A. Pengertian Ekologi Segala sesuatu di dunia ini erat hubungannya satu dengan yang lain, antara manusia dengan manusia, antara manusia dengan hewan, antara manusia dengan tumbuhan-tumbuhan dan bahkan antara manusia dengan benda-benda mati sekalipun. Begitu pula antara hewan dengan hewan, antara hewan dengan tumbuh-tumbuhan, antara hewan dengan manusia dan antara hewan dengan benda-benda mati di sekelilingnya. Akhirnya tidak terlepas pula halnya dengan tumbuh-tumbuhan saling mempengaruhi. Pengaruh antara satu komponen dengan lain komponen ini bermacam-macam bentuk dan sifatnya. Begitu pula reaksi sesuatu golongan atas pengaruh dari yang lainnya juga berbeda-beda. 8 Inti permasalahan lingkungan hidup adalah hubungan makhluk hidup, khususnya manusia dengan lingkungan hidupnya. Ilmu yang membahas tentang hubungan timbal balik makhluk hidup dengan lingkungan hidupnya tersebut dinamakan ekologi. Oleh karena itu permasalahan lingkungan hidup pada hakekatnya adalah permasalahan ekologi. Kata ekologi pertama kali diperkenalkan oleh Ernest Haeckel, ahli biologi Jerman pada tahun 1869. Arti kata oikos yang berarti rumah atau tempat tinggal, dan logos bersifat telaah atau studi. Jadi ekologi adalah ilmu tentang rumah atau
8
Koesnadi Hardjasoemantri, Hukum Tata Lingkungan, Edisi Kedelapan Cetakan kedelapan belas, Yogyakarta, Gadjah Mada University Press, 2005, hlm.1 Sri Azora Kumala Sari : Pencemaran Lintas Batas Akibat Kebakaran Hutan: Suatu Perspektif Dari Ekologi Dan Hukum Lingkungan Internasional, 2008. USU Repository © 2009
20
tempat tinggal makhluk. Ekologi didefinisikan sebagai “ilmu yang mempelajari hubungan timbal balik antara makhluk hidup dengan lingkungannya”. 9 Menurut ekolog De Bel mengemukakan, bahwa ekologi adalah suatu ”study of the total impact of man and other animals on the balance of nature”, dan menurut Otto Soemarwoto defenisi ekologi adalah “ilmu tentang hubungan timbal balik antara makhluk hidup dengan lingkungannya”. Ekologi merupakan salah satu ilmu dasar bagi ilmu lingkungan, ilmu yang mempelajari hubungan-hubungan serta jalin menjalinnya segenap unsur-unsur hidup. 10 Ekologi atau ilmu yang mempelajari tata hubungan jasad-jasad hidup (termasuk manusia) dengan alam lingkungan sekitarnya mengungkapkan, bahwa dalam ekosistem (co-system) semua subsistem (sistem kelengkapan) itu serba terhubungan satu sama lain dalam posisi dan kondisi saling mempengaruhi. Studi-studi ekologi meliputi berbagai bidang, seperti: 1. Studi ekologi sosial, sebagai suatu ilmu terhadap relasi sosial yang berada di tempat tertentu dan dalam waktu tertentu dan yang terjadinya oleh tenagatenaga lingkungan yang bersifat selektif dan distributif; 2. Studi ekologi manusia sebagai suatu studi tentang interaksi antara aktivitas manusia dan kondisi alam; 3. Studi ekologi kebudayaan sebagai studi tentang hubungan timbal-balik antara variabel habitat yang paling relevan dengan inti kebudayaan; 4. Studi ekologi fisis sebagai suatu studi tentang lingkungan hidup dan sumber daya alamnya;
9
Syamsul Arifin, Perkembangan Hukum Lingkungan di Indonesia, Medan, Universitas Sumatera Utara Press, 1993, hlm.52 10 Ibid, hlm.53 Sri Azora Kumala Sari : Pencemaran Lintas Batas Akibat Kebakaran Hutan: Suatu Perspektif Dari Ekologi Dan Hukum Lingkungan Internasional, 2008. USU Repository © 2009
21
5. Studi ekologi biologis sebagai suatu studi tentang hubungan timbal balik antara makhluk hidup, terutama hewan dan tumbuh-tumbuhan dan lingkungannya. Hal yang paling penting dari ekologi ini ialah konsep ekosistem. Ekosistem ialah suatu sistem ekologi yang terbentuk oleh hubungan timbal balik antara makhluk hidup dengan lingkungannya. Dalam sistem ini, semua komponen bekerja secara teratur sebagai suatu kesatuan. Ekosistem terbentuk oleh komponen hidup (biotik) dan tak hidup (abiotik) di suatu tempat yang berinteraksi membentuk suatu kesatuan yang teratur. Keteraturan terjadi disebabkan adanya arus materi dan energi yang terkendalikan oleh arus informasi antara komponen dalam ekosistem itu. Keteraturan ekosistem menunjukkan adanya keseimbangan tertentu dari ekosistem. 11 Keseimbangan sistem merupakan syarat bagi stabilitas fungsi setiap komponen sistem. Setiap komponen sistem hanya dapat berfungsi dengan baik, jika keseimbangan itu tidak terjadi secara drastis. Perubahan keseimbangan yang bersifat mendadak, drastis dan tidak menentu akan mengacaukan fungsi setiap komponen sistem. Hal ini juga berlaku bagi ekosistem. Makhluk hidup terutama manusia hanya dapat hidup atau menjalankan fungsi dengan sebaik-baiknya jika keseimbangan itu terjaga. Ada dua bentuk ekosistem yang penting. Yang pertama adalah ekosistem alamiah (natural ecosystem) dan yang kedua adalah ekosistem buatan (artificial ecosystem) hasil kerja manusia terhadap ekosistemnya. Di dalam ekosistem alamiah akan terdapat heterogenitas yang tinggi dari organisme hidup disana 11
Daud Silalahi, Hukum Lingkungan Dalam Sistem Penegakan Hukum Lingkungan Indonesia, Bandung, Penerbit Alumni, 1992, Hlm.3 Sri Azora Kumala Sari : Pencemaran Lintas Batas Akibat Kebakaran Hutan: Suatu Perspektif Dari Ekologi Dan Hukum Lingkungan Internasional, 2008. USU Repository © 2009
22
sehingga mampu mempertahankan proses kehidupan di dalamnya dengan sendirinya.
Sedang
ekosistem
buatan
akan
mempunyai
ciri
kurang
heterogenitasannya sehingga bersifat labil dan untuk membuat ekosistem tersebut tetap stabil, perlu diberikan bantuan energi dari luar yang juga harus diusahakan oleh manusianya, agar terbentuk suatu usaha maintenance atau perawatan terhadap ekosistem yang dibuat itu. Berdasarkan konsep tersebut, maka perlindungan ekosistem tidak sama artinya
dengan
perbuatan
menghentikan
pertumbuhan
atau
membuat
keseimbangan menjadi statis, melainkan adalah bagaimana menciptakan suatu keseimbangan yang dinamis (dynamic equilibrium), yaitu suatu keseimbangan menjadi statis melainkan adalah bagaimana menciptakan suatu keseimbangan yang memungkinkan manusia terus melanjutkan pembangunannya. Kadangkadang perubahan itu besar, kadang-kadang kecil. Perubahan itu dapat terjadi secara alamiah, maupun sebagai akibat perbuatan manusia. 12 Dalam proses ekosistem global, perubahan ini yang disebabkan oleh proses alamiah seperti; letusan gunung, kebakaran hutan, dan lain-lain. Masalah lingkungan yang kini dihadapi manusia adalah masalah yang timbul dari akibat kegiatan manusia dalam memanfaatkan lingkungan hidupnya. Manusia pada mulanya (yang masih primitif seperti pada zaman batu) hidup dalam lingkungan yang alamiah, tidak banyak yang merombak alam atau lingkungan sekitarnya sehingga terjadilah lingkungan buatan atau tidak alamiah. Makin banyak manusia merombak lingkungan atau sistem ekologis, makin timbul
12
Otto Soemarwoto, Ekologi, Lingkungan Hidup dan Pembangunan, Penerbit Djambatan, Bandung, 1991, hlm. 20 Sri Azora Kumala Sari : Pencemaran Lintas Batas Akibat Kebakaran Hutan: Suatu Perspektif Dari Ekologi Dan Hukum Lingkungan Internasional, 2008. USU Repository © 2009
23
masalah lingkungan yaitu, menurunnya mutu lingkungan jika tidak melakukan usaha pencegahan dan pemeliharaan lingkungan sedini mungkin. 13 Usaha penanggulangan masalah lingkungan memang telah ditingkatkan. Banyak penemuan baru untuk memanfaatkan lingkungan sehingga lingkungan tetap terjaga. Dengan demikian, perlindungan terhadap kekekalan lingkungan hidup manusia secara global menjadi tujuan utama konferensi internasional mengenai lingkungan hidup di Stockholm dalam tahun 1972 dan konferensikonferensi sesudahnya.
B. Pencemaran Lingkungan yang Bersifat Lintas Batas Dalam ekosistem global tidak akan mengenal adanya batas-batas yurisdiksi atau kewilayahan. Bumi sebagai suatu wadah berdiamnya umat manusia yang dipisahkan oleh batas-batas negara pada kenyataannya adalah merupakan bola raksasa yang disatukan oleh atsmosfer di udara, biosfer di daratan dan hidrosfer di lautan. Dengan kondisi fisik bumi yang demikian telah menyebabkan suatu peristiwa lingkungan yang terjadi pada satu negara akan berdampak ke negara lain, bahkan juga pencemaran dapat terjadi melintasi batasbatas benua. Terjadinya pencemaran yang melintasi batas-batas negara ini tidak saja membawa pengaruh terhadap kondisi lingkungan, akan tetapi lebih dari sekedar itu telah memberikan implikasi yang luas terhadap-persoalan hukum. Sebelum menguraikan tentang batasan pencemaran lintas batas, terlebih dahulu akan diberikan pengertian dan batasan secara umum tentang pencemaran
13
Andi Hamzah, Penegakan Hukum Lingkungan, Jakarta, Sinar Grafika, 2005, hlm. 6
Sri Azora Kumala Sari : Pencemaran Lintas Batas Akibat Kebakaran Hutan: Suatu Perspektif Dari Ekologi Dan Hukum Lingkungan Internasional, 2008. USU Repository © 2009
24
lingkungan. Menurut Springer, ketika membicarakan masalah pencemaran, maka sedikitnya terdapat empat faktor kunci yang harus dibicarakan yang satu sama lain tidak dapat dipisahkan. Keempat faktor kunci dimaksud adalah : 1. Source (sumber pencemaran) 14 2. Agent (zat pencemar) 3. Medium (media perantara pencemaran) 4. Effects (dampak pencemaran) Berdasarkan komponen yang disebut diatas, komponen terakhir adalah timbulnya “effects” atau dampak terhadap berbagai sistem kehidupan. Dapat dikatakan bahwa adanya “effects” ini merupakan inti atau sentral dari permasalahan lingkungan hidup terutama dalam tingkat internasional. Dengan timbulnya suatu dampak, maka baru diketahui bahwa suatu media atau objek hayati maupun hayati lainnya telah mengalami pencemaran. Dampak ini pulalah yang dapat dijadikan ukuran atas timbulnya berbagai kerusakan dan kerugian yang dialami baik oleh manusia maupun terhadap harta kekayaan yang dimilikinya. 15 Semua komponen yang merupakan kunci pokok terjadinya pencemaran yang diawali adanya berbagai kegiatan atau aktifitas menusia, kemudian terdapatnya “agent” yang terdiri dari berbagai bentuk zat dan senyawa, selanjutnya melalui “media” maka pada akhirnya terjadilah dampak atau
14
Komponen “sources” sebagai mata rantai terjadinya pencemeran terhadap lingkungan sangat terkait dengan ruang lingkup kegiatan manusia yang dapat meningkatkan baik secara langsung maupun tidak langsung terhadap lingkungan (detrimental of environment). 15 Lihat Arif, Pencemaran Transnasional Akibat Kebakaran Hutan Di Indonesia Dalam Hubungannya Dengan Penerapan Prinsip Tanggung Jawab Negara (Studi Pada Kebakaran Hutan di Sumatera dan Kalimantan. Tesis Pascasarjana Universitas Padjadjaran Bandung, 2000, hlm.35 Sri Azora Kumala Sari : Pencemaran Lintas Batas Akibat Kebakaran Hutan: Suatu Perspektif Dari Ekologi Dan Hukum Lingkungan Internasional, 2008. USU Repository © 2009
25
“effects”, dengan terakumulasinya keempat komponen ini maka terjadilah pencemaran tersebut. Secara harfiah, istilah “pencemaran” dapat diartikan sebagai pengotoran, pengkajian, pencabulan, pemburukan. Barang/sesuatu yang terkena oleh pencemaran jadi cemar (kotor, buruk), karena barang/sesuatu ini menjadi cemar maka mutunya menjadi turun dan otomatis nilainya pun menjadi merosot. Apabila proses ini berlangsung terus menerus akhirnya barang/sesuatu itu menjadi rusak dan/atau hancur. Pencemaran
juga
dapat
diartikan
sebagai
bentuk
environmental
impairment, adanya gangguan, perubahan atau perusakan bahkan adanya benda asing didalamnya yang menyebabkan unsur lingkungan tidak dapat berfungsi sebagimana mestinya (reasonable function).16 Menurut Gunarwan Suratmo, pencemaran udara diartikan sebagai adanya satu atau lebih pencemar yang masuk ke dalam udara atsmosfer yang terbuka, yang dapat berbentuk sebagai debu, uap, gas, kabut, bau, asap, atau embun yang dicirikan bentuk jumlahnya, sifatnya dan lamanya. 17 Menurut
Rekomendasi
OECD
tentang
Principles
Concerning
Transfrontier Pollution tahun 1974 merumuskan arti pencemaran adalah sebagai berikut : “the introduction by man, directly or indirectly, of substances or energy into the environment resulting in deleterious effects of living resources and ecosystems, and impair or interfere with amenities and other legitimate uses of the environment”. 16
Daud silalahi, Op.Cit, hlm.125 F. Gunarwan Suratmo. Analisis Mengenai Dampak Lingkungan, Gajah Mada University Press, Yogyakarta, 1995, hlm. 101 17
Sri Azora Kumala Sari : Pencemaran Lintas Batas Akibat Kebakaran Hutan: Suatu Perspektif Dari Ekologi Dan Hukum Lingkungan Internasional, 2008. USU Repository © 2009
26
Sedangkan menurut Pasal 1 ayat (12) Undang-Undang Nomor 23 tahun 1997 tentang ”Pengelolaan Lingkungan Hidup” disebutkan : “Pencemaran lingkungan hidup adalah masuknya atau dimasukkannya makhluk hidup, zat, energi, dan/atau komponen lain ke dalam lingkungan hidup oleh kegiatan manusia sehingga kualitasnya turun sampai ke tingkat tertentu yang menyebabkan lingkungan hidup tidak dapat berfungsi sesuai peruntukkannya.” Pencemaran ini juga disebabkan zat pencemar berada pada tempat yang salah, waktunya tidak tepat dan jumlahnya salah. Udara, air dan makanan dapat mengandung benda asing sehingga pencemaran dalam arti ini dapat pula dianggap sebagai upaya mengadakan value jugement tentang kualitas atau kuantitas dari benda asing tersebut. Dalam pada itu, value judgement benda asing ini pun masih dipengaruhi oleh faktor-faktor lainnya seperti pertimbangan ekonomi, sosial budaya dan persepsi. Bila dilihat dari berbagai sudut maka pencemaran dapat diketegorikan dalam beberapa bagian : 1. Dilihat dari sudut pencemaran (pollutan) yang dapat berupa zat biologi, zat kimia, panas yang berlebihan, suara yang melebihi ukuran pendengaran normal, subtansi dan situasi yang merusak pemandangan atau yang dapat digolongkan ke dalamnya. 2. Dilihat dari sudut lokasi dimana pencemaran terjadi, misalnya lokal, nasional, regional, maupun global. 3. Dilihat dari sudut hubungan suatu zat pencemaran dengan salah satu unsur lingkungan misalnya tanah, air, atau udara.
Sri Azora Kumala Sari : Pencemaran Lintas Batas Akibat Kebakaran Hutan: Suatu Perspektif Dari Ekologi Dan Hukum Lingkungan Internasional, 2008. USU Repository © 2009
27
4. Dilihat dari sudut akibatnya secara langsung
dan tidak langsung,
misalnya melalui lingkaran seluruh biosphere atau melalui lingkungan sesuatu unsur itu. Menurut rekomendasi dari ASEAN Agreement on Transboundary Haze Pollution yang dimaksud dengan pencemaran udara adalah : “ Haze pollution means smoke resulting from land and/or forest fire which causes deleterious effects of such a nature as to endanger human health, harm living resources and ecosystems and material property and impair or interfere with amenities and other legitimate uses of the environment”. Jadi dapat disimpulkan pencemaran adalah apabila suatu materi atau energi telah masuk ke dalam lingkungan dengan membawa akibat berbahaya bagi kesehatan manusia, mengganggu ketenangan hidupnya, merusak sumber daya baik secara langsung maupun tak langsung. Dalam hal membicarakan masalah pencemaran lintas batas, khususnya dalam pencemaran udara dapat diartikan sebagai suatu gambaran yang menerangkan bahwa suatu pencemaran yang terjadi dalam suatu wilayah negara akan tetapi dampak yang ditimbulkannya oleh karena faktor media atsmosfer atau biosfer melintas sampai ke wilayah negara lain. Atas dasar pengertian diatas, pencemaran lintas batas atau lazim pula disebutkan sebagai transfrontier pollution 18 adalah : “Pollution of which the physical is wholly or in part situated within the territory of one State and which has deleterious effects in the territory of another State”.
18
Daud Silalahi, Hukum Lingkungan…,Op.Cit. , hlm. 156
Sri Azora Kumala Sari : Pencemaran Lintas Batas Akibat Kebakaran Hutan: Suatu Perspektif Dari Ekologi Dan Hukum Lingkungan Internasional, 2008. USU Repository © 2009
28
Sedangkan menurut ASEAN Agreement on Transboundary Haze Pollution yang dimaksud dengan pencemaran udara lintas batas adalah : ”Transboundary haze pollution whose physical origin is situated wholly or in part within the area under the national jurisdiction of one Member State and which is transported into the area under the jurisdiction of another Member State”. Dengan demikian disimpulkan bahwa yang dimaksud pencemaran lintas batas tersebut adalah pencemaran udara yang berasal baik seluruhnya atau sebagian dari suatu negara yang menimbulkan dampak dalam suatu wilayah yang berada di bawah jurisdiksi negara lain. Pengertian pencemaran lintas batas yang telah diuraikan diatas dapat juga disimpulkan bahwa dalam pencemaran ini terdapat dua wilayah yang pada satu sisi sebagai locus actus (tempat berlangsungnya peristiwa) didalam defenisi disebut sebagai situated within the territory dan pada sisi yang lain terdapat wilayah sebagai locus demmy (tempat timbulnya kerusakan/kerugian) dalam defenisi disebut sebagai which has deleterious effects in the territory of another state. 19 Skema I: Pencemaran Lintas Batas LOCUS ACTUS (Tempat berlangsungnya peristiwa) PENCEMARAN
PENCEMARAN LINTAS BATAS LOCUS DEMMY (Tempat timbulnya kerusakan)
Sumber : Arif, Pencemaran Transnasional Akibat Kebakaran Hutan di Indonesia Dalam Hubungannya dengan Penerapan Prinsip Tanggung Jawab Negara (Studi Pada Kebakaran Hutan di Sumatera dan Kalimantan), Tesis Pascasarjana Universitas Padjadjaran, Bandung, 2000.
19
Arif , Pencemaran Transnasional…, Op.Cit., hlm. 43
Sri Azora Kumala Sari : Pencemaran Lintas Batas Akibat Kebakaran Hutan: Suatu Perspektif Dari Ekologi Dan Hukum Lingkungan Internasional, 2008. USU Repository © 2009
29
C. Dampak dari Pencemaran Lintas Batas Akibat Kebakaran Hutan Kebakaran hutan akhir-akhir ini menjadi perhatian internasional sebagai isu lingkungan dan ekonomi khususnya setelah terjadi kebakaran besar di berbagai belahan dunia tahun 1997/1998 yang menghanguskan lahan seluas 25 juta hektar. Kebakaran tahun 1997/1998 mengakibatkan degradasi hutan dan deforestasi menelan biaya ekonomi sekitar US $ 1,6-2,7 milyar dan biaya akibat pencemaran kabut sekitar US $ 674-799 juta. Kerugian yang diderita akibat kebakaran hutan tersebut kemungkinan jauh lebih besar lagi karena perkiraan dampak ekonomi bagi kegiatan bisnis di Indonesia tidak tersedia. Valuasi biaya yang terkait dengan emisi karbon kemungkinan mencapai US $ 2,8 milyar. 20 Kebakaran hutan yang cukup besar tersebut menimbulkan dampak yang sangat luas disamping kerugian material kayu, non kayu dan hewan. Dampak negatif yang sampai menjadi isu global adalah asap dari hasil pembakaran yang telah melintasi batas negara. Sisa pembakaran selain menimbulkan kabut juga mencemari udara dan meningkatkan gas rumah kaca. Dampak dari kebakaran hutan dapat dirumuskan sebagai berikut : 1.Dampak Terhadap Sosial, Budaya dan Ekonomi a. Hilangnya sejumlah mata pencaharian masyarakat di dan sekitar hutan. Sejumlah masyarakat yang selama ini menggantungkan hidupnya dari hasil hutan tidak mampu melakukan aktivitasnya. Asap yang ditimbulkan dari kebakaran tersebut sedikit banyak mengganggu aktivitasnya yang secara otomatis juga ikut mempengaruhi penghasilannya. Setelah kebakaran usai pun dipastikan
20
”Kebakaran Hutan”, dalam http://tumoutou.net/702_07134/71034_9.htm
Sri Azora Kumala Sari : Pencemaran Lintas Batas Akibat Kebakaran Hutan: Suatu Perspektif Dari Ekologi Dan Hukum Lingkungan Internasional, 2008. USU Repository © 2009
30
bahwa masyarakat kehilangan sejumlah areal dimana ia biasa mengambil hasil hutan tersebut seperti rotan, karet dsb. b. Terganggunya aktivitas sehari-hari Adanya gangguan asap secara otomatis juga mengganggu aktivitas yang dilakukan manusia sehari-hari. Misalnya pada pagi hari sebagian orang tidak dapat melaksanakan aktivitasnya karena sulitnya sinar matahari menembus udara yang penuh dengan asap. Demikian pula terhadap banyak aktivitas yang menuntut manusia untuk berada di luar ruangan. Adanya gangguan asap akan mengurangi intensitas dirinya untuk berada di luar ruangan. Ketebalan asap juga memaksa orang menggunakan masker yang sedikit banyak mengganggu aktivitasnya seharihari. c. Peningkatan jumlah hama Sejumlah spesies dikatakan sebagai hama bila keberadaan dan aktivitasnya mengganggu proses produksi manusia. Bila tidak “mencampuri” urusan produksi manusia maka ia akan tetap menjadi spesies sebagaimana spesies yang lain. Spesies yang potensial untuk menjadi hama tersebut selama ini berada di hutan dan melakukan interaksi dengan lingkungannya membentuk rantai kehidupan. Kebakaran yang terjadi justru memaksanya terlempar dari rantai ekosistem tersebut, dan dalam beberapa kasus spesies tersebut masuk dalam komunitas manusia dan berubah fungsi menjadi hama dengan merusak proses produksi manusia yang ia tumpangi atau dilaluinya. 21
21
“Kasus Kebakaran Hutan, Kebutuhan Akan Kebijakan yang Mengatur Tanggung Jawab Perusahaan”, http://www.walhi.or.id/kampanye/bencana/bakarhutan/kebkr_hut_riau_mak_230403 Sri Azora Kumala Sari : Pencemaran Lintas Batas Akibat Kebakaran Hutan: Suatu Perspektif Dari Ekologi Dan Hukum Lingkungan Internasional, 2008. USU Repository © 2009
31
d. Terganggunya kesehatan Di tinjau dari sudut kesehatan, asap biomassa yang keluar akibat kebakaran hutan mengandung berbagai komponen yang berbahaya. Komponen ini terdiri dari gas maupun partikel-partikel. Komponen gas yang besar peranannya mengganggu kesehatan adalah Karbon monoksida dan Aldehid. Selain itu, tercatat akibat merugikan dari ozon, Nitrogen oksida, Karbon dioksida, dan Hidrokarbon. Dalam kebakaran hutan, berbagai jenis zat dapat terbang jauh, dan dalam transportasi ini dikonversikan menjadi gas lain seperti ozon, atau berubah menjadi partikel seperti Spesies nitrat dan Oksigen organik. Merujuk pada penelitian Brauer dalam Health Impacts of Biomass Air Pollution, komponen polutan utama biomassa adalah jenis bahan gas Inorganik (contoh Karbon monoksida (CO), Ozon, Nitrogen dioksida (NO2)), Hidrokarbon (contoh, Benzen dan Toluen), Aldehid (contoh Akrolein dan Formaldehid), Partikel (contoh partikel “inhalable” (PM 10), partikel respirabel, partikel halus (PM
2,5)),
dan
Polisiklik
Aromatik
Hidrokarbon
atau
PAH
(contoh
Benzo(a)pyrene). Kesemuanya itu bersumber dari pembakaran tidak lengkap bahan organik, oksidasi dalam temperatur tinggi dari nitrogen udara, produk sekunder nitrogen oksida dan hidrokarbon, kondensasi pembakaran gas, pergerakan vegetasi dan fregmentasi asap. Partikulat dalam asap kebakaran hutan punya peranan penting dalam mempengaruhi derajat kesehatan manusia. Partikulat berukuran kecillah yang sebenarnya paling berpotensi besar mengancam kesehatan, yaitu PM 10, PM 2,5, PM 1,0 atau Total Suspended Particulate (TSP). Mengingat kebakaran hutan
Sri Azora Kumala Sari : Pencemaran Lintas Batas Akibat Kebakaran Hutan: Suatu Perspektif Dari Ekologi Dan Hukum Lingkungan Internasional, 2008. USU Repository © 2009
32
ini berlangsung lama, maka dapat diperkirakan, betapa banyak komponen polutan utama biomassa yang dihirup oleh manusia. Secara umum, asap akibat kebakaran hutan telah meningkatkan kasus Infeksi Saluran Pernapasan Atas (ISPA) di daerah yang tingkat pencemaran udaranya tinggi. Sebagai gambaran di Kalimantan dan Sumatera nilai ISPU ratarata melebihi 300 padahal batas normalnya di bawah 100 sehingga dampak kesehatanya begitu terasa, terutama mereka yang rentan seperti anak-anak, para manula dan mereka yang aktif diluar ruangan. 22 Data dari Pusat Penanggulangan Masalah Kesehatan Departemen Kesehatan membuktikannya. Akibat adanya kabut asap, jumlah kasus ISPA di Pontianak meningkat dari 1.286 kasus pada akhir Agustus 2006 menjadi 1.928 kasus pada awal September 2006. Data yang sama juga menyebutkan bahwa di Kalimantan Timur jumlah kasus mingguan ISPA antara 1.500 kasus hingga 2.000 kasus, lebih tinggi dari kisaran normal yang banyaknya antara 1.000 kasus hingga 1.500 kasus. Beberapa Dinas Kesehatan di Sumatra dan Kalimantan juga melaporkan bahwa masyarakat di wilayahnya mulai mengalami gangguan penyakit ISPA, pneumonia, dan sakit mata. e. Produktivitas menurun Di wilayah Kalimantan Barat, asap tebal sudah mulai mengancam sektor pertanian. Tebalnya kabut asap dikhawatirkan yang berlangsung secara terusmenerus dapat mengganggu produktivitas tanaman padi dan jagung. Dua jenis tanaman ini paling rentan. Kalau cuaca sampai tertutup asap sehingga tanaman 22
“Bencana Kabut Asap”, dalam http://nanangsyah.blogspot.com/2007/09/bencana-kabutasap.html Sri Azora Kumala Sari : Pencemaran Lintas Batas Akibat Kebakaran Hutan: Suatu Perspektif Dari Ekologi Dan Hukum Lingkungan Internasional, 2008. USU Repository © 2009
33
tidak mendapat sinar matahari dalam jangka waktu lama, produksinya dapat menurun. Pada saat tanaman akan berfotosintesis tentu memerlukan sinar mathari yang cukup. Karena kabut yang tebak menyebabkan sinar matahari terhambat untuk menyinari bumi sehingga produksi terhambat. 23
2. Dampak Terhadap Ekologis dan Kerusakan Lingkungan a. Hilangnya sejumlah spesies Kebakaran bukan hanya meluluh lantakkan berjenis-jenis pohon namun juga menghancurkan berbagai jenis habitat satwa lainnya. Umumnya satwa yang ikut musnah ini akibat terperangkap oleh asap dan sulitnya jalan keluar karena api telah mengepung dari segala penjuru. Belum ada penelitian yang mendalam seberapa banyak spesies yang ikut terbakar dalam kebakaran hutan di Indonesia. b. Ancaman erosi Dampak lainnya adalah kerusakan hutan setelah terjadi kebakaran dan hilangnya margasatwa. Hutan yang terbakar berat akan sulit dipulihkan, karena struktur
tanahnya
mengalami
kerusakan.
Hilangnya
tumbuh-tumbuhan
menyebabkan lahan terbuka, sehingga mudah tererosi, dan tidak dapat lagi menahan banjir. Karena itu setelah hutan terbakar, sering muncul bencana banjir pada musim hujan di berbagai daerah yang hutannya terbakar. Kerugian akibat banjir tersebut juga sulit diperhitungkan. Kebakaran yang terjadi di lereng-lereng pegunungan ataupun di dataran tinggi akan memusnahkan sejumlah tanaman yang juga berfungsi menahan laju tanah pada lapisan atas untuk tidak terjadi erosi. Pada saat hujan turun dan ketika
23
Walhi….,Log.Cit.,.
Sri Azora Kumala Sari : Pencemaran Lintas Batas Akibat Kebakaran Hutan: Suatu Perspektif Dari Ekologi Dan Hukum Lingkungan Internasional, 2008. USU Repository © 2009
34
run off terjadi, ketiadaan akar tanah akibat terbakar sebagai pengikat akan menyebabkan tanah ikut terbawa oleh hujan ke bawah yang pada akhirnya potensial sekali menimbulkan bukan hanya erosi tetapi juga longsor. c. Perubahan fungsi pemanfaatan dan peruntukan lahan Hutan sebelum terbakar secara otomatis memiliki banyak fungsi. Sebagai catchment area, penyaring karbondioksida maupun sebagai mata rantai dari suatu ekosistem yang lebih besar yang menjaga keseimbangan planet bumi. Ketika hutan tersebut terbakar fungsi catchment area tersebut juga hilang dan karbondioksida tidak lagi disaring namun melayang-layang di udara. Dalam suatu ekosistem besar, panas matahari tidak dapat terserap dengan baik karena hilangnya fungsi serapan dari hutan yang telah terbakar tersebut. Hutan itu sendiri mengalami perubahan peruntukkan menjadi lahan-lahan perkebunan dan kalaupun tidak maka ia akan menjadi padang ilalang yang akan membutuhkan waktu lama untuk kembali pada fungsinya semula. d. Penurunan kualitas air Kebakaran hutan
memang tidak secara signifikan menyebabkan
perubahan kualitas air. Kualitas air yang berubah ini lebih diakibatkan faktor erosi yang muncul di bagian hulu. Ketika air hujan tidak lagi memiliki penghalang dalam menahan lajunya maka ia akan membawa seluruh butir tanah yang ada di atasnya untuk masuk kedalam sungai-sungai yang ada. Akibatnya adalah sungai menjadi sedikit keruh. Hal ini akan terus berulang apabila ada hujan di atas gunung ataupun di hulu sungai sana.
Sri Azora Kumala Sari : Pencemaran Lintas Batas Akibat Kebakaran Hutan: Suatu Perspektif Dari Ekologi Dan Hukum Lingkungan Internasional, 2008. USU Repository © 2009
35
e. Terganggunya ekosistem terumbu karang Terganggunya ekosistem terumbu karang lebih disebabkan faktor asap. Tebalnya asap menyebabkan matahari sulit untuk menembus dalamnya lautan. Pada akhirnya hal ini akan membuat terumbu karang dan beberapa spesies lainnya menjadi sedikit terhalang untuk melakukan fotosintesa. f. Menurunnya devisa negara Turunnya produktivitas secara otomatis mempengaruhi perekonomian mikro yang pada akhirnya turut mempengaruhi pendapatan negara. g. Sedimentasi di aliran sungai Tebalnya lumpur yang terbawa erosi akan mengalami pengendapan di bagian hilir sungai. Ancaman yang muncul adalah meluapnya sungai bersangkutan akibat erosi yang terus menerus. h. Pemanasan global Peristiwa kebakaran hutan yang terjadi akhir-akhir ini dipandang sebagai sebuah malapetaka yang tidak hanya bersifat nasional saja akan tetapi sudah bersifat regional bahkan global karena asap yang berasal dari kebakaran hutan menyebabkan terjadinya perubahan komposisi Gas Rumah Kaca di atsmosfer, yaitu meningkatnya konsentrasi Gas Rumah Kaca secara global yang berakibat pada peningkatan suhu rata-rata permukaan bumi, yang kemudian dikenal dengan pemanasan global. Pemanasan global ini pada akhirnya membawa dampak terjadinya perubahan iklim yang mempengaruhi kehidupan di bumi. Pemanasan global sangat erat kaitannya dengan iklim yang menjadi panas secara perlahan tapi pasti dalam jangka waktu yang cukup panjang yang akan merubah dunia umat manusia menjadi suatu daerah yang terlalu panas untuk
Sri Azora Kumala Sari : Pencemaran Lintas Batas Akibat Kebakaran Hutan: Suatu Perspektif Dari Ekologi Dan Hukum Lingkungan Internasional, 2008. USU Repository © 2009
36
didiami atau untuk suatu kehidupan. Dalam kaitan tersebut, terkaitlah peran serta dari suatu fenomena alam yang disebut dengan efek rumah kaca. Secara alamiah sinar matahari yang masuk ke bumi, sebagian akan diapantulkan kembali oleh permukaan bumi ke angkasa. Sebagian sinar matahari yang dipantulkan itu akan diserap oleh gas-gas di atsmosfer yang menyelimuti bumi, sehingga sinar tersebut terperangkap dalam bumi. Peristiwa ini dikenal dengan Efek Rumah Kaca
24
dan gas-gas yang berfungsi menyerap energi panas
matahari itu disebut dengan Gas Rumah Kaca. Peristiwa alam ini menyebabkan bumi menjadi hangat dan layak ditempati manusia, karena jika tidak ada efek rumah kaca maka suhu permukaan bumi akan 33 derajat Celcius lebih dingin 25. Gas rumah kaca yang berfungsi sebagai perangkap energi panas matahari tersebut sebenarnya muncul secara alami di lingkungan, tetapi juga dapat timbul akibat aktivitas manusia. Gas rumah kaca yang paling banyak adalah uap air yang mencapai atsmosfer akibat penguapan air dari laut, danau dan sungai. Karbondioksida adalah gas terbanyak kedua yang timbul dari berbagai proses alami seperti letusan vulkanik, pernapasan hewan dan manusia (yang menghirup oksigen dan menghembuskan karbondioksida), dan pembakaran material organik (seperti tumbuhan). Pembakaran dapat berkurang karena terserap lautan dan diserap tanaman untuk digunakan dalam proses fotosintesis. Fotosintesis memecah karbondioksida dan melepaskan oksigen ke atsmosfer serta mengambil atom karbonnya. Selain 24
Istilah efek rumah kaca, diambil dari cara tanam yang digunakan para petani di daerah iklim sedang (Negara yang memiliki empat musim). Para petani biasa menanam sayuran atau bunga di dalam rumah kaca untuk menjaga suhu ruangan tetap hangat. Kenapa menggunakan kaca/bahan yang bening? Karena sifat materinya yang dapat tertembus sinar matahari. Dari sinar yang masuk tersebut, akan dipantulkan kembali oleh benda/permukaan dalam rumah kaca, ketika dipantulkan sinar itu berubah menjadi energi panas tersebut terperangkap dalam rumah kaca. Demikian pula halnya salah satu fungsi atsmosfer bumi seperti rumah kaca tersebut. 25 “Pemanasan Global” http://www.cdm.or.id/id?q=kyoto Sri Azora Kumala Sari : Pencemaran Lintas Batas Akibat Kebakaran Hutan: Suatu Perspektif Dari Ekologi Dan Hukum Lingkungan Internasional, 2008. USU Repository © 2009
37
uap air dan karbondioksida, gas rumah kaca lainnya yaitu CH4 (metana), N2O (nitrogen dioksida), PFCS (perfluorokarbon), HFCS (hidrofluorokarbon), dan SF6 (sulfurheksaflourida). Sedangkan gas rumah kaca akibat aktivitas manusia antara lain kegiatan manusia yang berhubungan dengan pembakaran bahan bakar fosil (minyak, gas, batubara) seperti pada pembangkit tenaga listrik, transportasi, kegiatan perindustrian, Air Conditioner, komputer, memasak. Selain itu gas rumah kaca juga dihasilkan dari pembakaran dan penggundulan hutan serta aktivitas pertanian dan peternakan. Ironisnya, perubahan komposisi gas rumah kaca diatsmofer lebih banyak disebabkan oleh aktivitas manusia salah satu contohnya pembakaran hutan secara luas sehingga meningkatnya konsentrasi gas rumah kaca secara global yang berakibat pada peningkatan suhu rata-rata permukaan bumi atau pemanasan global. Perubahan iklim yang terjadi akibat dari pemanasan global akan membawa dampak pada lingkungan dan kehidupan di bumi. Para ilmuwan menggunakan model komputer dari temperatur, pola presipitasi dan sirkulasi atsmosfer untuk mempelajari pemanasan global. Berdasarkan model tesebut, para ilmuwan telah membuat beberapa perkiraan mengenai dampak pemanasan global terhadap cuaca, tinggi permukaan air laut, pantai, pertanian, kehidupan hewan dan tumbuhan serta kesehatan manusia. Para ilmuan memperkirakan bahwa selama pemanasan global, daerah bagian utara dari belahan Bumi Utara. Akibatnya, gunung-gunung es akan mencair dan daratan akan mengecil. Akan lebih sedikit es yang terapung di
Sri Azora Kumala Sari : Pencemaran Lintas Batas Akibat Kebakaran Hutan: Suatu Perspektif Dari Ekologi Dan Hukum Lingkungan Internasional, 2008. USU Repository © 2009
38
perairan Utara tersebut. Daerah-daerah yang sebelumya mengalami salju ringan, mungkin tidak akan mengalaminya lagi. Pada pegunungan di daerah sub tropis, bagian yang di tutupi salju akan semakin sedikit serta akan lebih cepat mencair. Musim tanam akan lebih panjang di beberapa area. Ketika atsmosfer menghangat, lapisan permukaan lautan juga akan menghangat, sehingga volumenya akan membesar dan menaikkan tinggi permukaan laut. Pemanasan juga akan mencairkan banyak es di kutub, terutama sekitar Greenland, yang lebih memperbanyak volume air laut. Tinggi muka laut di seluruh dunia telah meningkat 10-25 cm (4-10 inchi) selama abad ke-20, dan para ilmuan IPCC memprediksi peningkatan lebih lanjut 9-88 cm (4-35 inchi) Lapisan ozon merupakan tameng yang melindungi bumi dari radiasi sinar ultraviolet yang merusak. Penipisan lapisan ozon dapat meningkatkan berbagai penyakit infeksi seperti menurunnya kekebalan tubuh, kanker kulit, katarak mata dan juga kerusakan pada lingkungan hidup. Kerusakan itu, mulai dari putusnya rantai makanan pada ekosistem akuatik di laut. Menipisnya lapisan ozon di ketahui pada pertengahan 1980-an. Penipisan lapisan ozon disebabkan oleh penggunaan bahan-bahan kimia sebagai perusak lapisan ozon dan gas karbondioksida yang dapat berasal dari hasil proses pembakaran seperti kenderaan, pabrik dan kebakaran hutan. 26 Orang mungkin beranggapan bahwa bumi yang hangat akan menghasilkan lebih banyak makanan dari sebelumnya, tetapi hal ini sebenarnya tidak sama di beberapa tempat. Bagian Sealatan Kanada, sebagai contoh, mungkin akan mendapat keuntungan dari lebih tingginya curah hujan dan lebih lamanya masa 26
Josua P.Sibarani, “Selamatkan Lapisan Ozon Mulai dari Diri Sendiri”, Kompas, 27 Sepetember 2002, hlm.9. Sri Azora Kumala Sari : Pencemaran Lintas Batas Akibat Kebakaran Hutan: Suatu Perspektif Dari Ekologi Dan Hukum Lingkungan Internasional, 2008. USU Repository © 2009
39
tanam. Di lain pihak, lahan pertanian tropis semi kering di beberapa bagian afrika mungkin tidak dapat tumbuh. Hewan dan tumbuhan menjadi makhluk hidup yang sulit menghindar dari efek pemanasan ini karena sebagian besar lahan telah dikuasai manusia. Dalam pemanasan global hewan cenderung untuk berimigrasi kearah kutub atau keatas pegunungan. Tumbuhan akan mengubah arah pertumbuhannya, mencari daerah baru karena habitat lamanya menjadi terlalu hangat. Dunia yang hangat ini, para ilmuan memprediksi bahwa lebih banyak orang yang terkena penyakit atau meninggal karena stress panas. Wabah penyakit yang biasa ditemukan di daerah tropis, seperti penyakit yang diakibatkan nyamuk dan hewan pembawa penyakit lainnya, akan semakin meluas karena mereka dapat berpindah ke daerah yang sebelunya terlalu dingin bagi mereka. Penyakitpenyakit tropis lainnya juga dapat menyebar seperti malaria, demam, dengue, demam kuning dan encephalitis. Dengan demikian, kebakaran hutan yang secara luas menyebabkan pemanasan global dan meningkatnya suhu bumi merupakan ancaman yang sangat serius bagi keselamatan lingkungan hidup dan kehidupan manusia. Salah satu dampak dari pemanasan global ini adalah penipisan lapisan ozon. Dimana lapisan ozon ini memiliki fungsi yang sangat penting dalam melindungi bumi dari radiasi sinar ultra violet yang dipancarkan oleh matahari. Rusaknya lapisan ozon ini mengakibatkan kerusakan-kerusakan bagi kehidupan tumbuh-tumbuhan dan peternakan disamping dapat mengganggu kesehatan manusia serta dampak negatif lainnya yang sangat mengancam segala kehidupan di muka bumi ini.
Sri Azora Kumala Sari : Pencemaran Lintas Batas Akibat Kebakaran Hutan: Suatu Perspektif Dari Ekologi Dan Hukum Lingkungan Internasional, 2008. USU Repository © 2009
40
3. Dampak terhadap Perhubungan dan Pariwisata Selain itu asap tebal juga mengganggu transportasi khususnya tranportasi udara disamping transportasi darat, sungai, danau, dan laut. Pada saat kebakaran hutan yang cukup besar banyak kasus penerbangan terpaksa ditunda atau dibatalkan. Sering sekali terdengar sebuah pesawat tidak bisa turun di satu tempat karena tebalnya asap yang melingkungi tempat tersebut. Sudah tentu hal ini akan mengganggu bisnis pariwisata karena keengganan orang untuk berada di temapt yang dipenuhi asap. Sementara pada transportasi darat, sungai, danau dan laut terjadi beberapa kasus tabrakan atau kecelakaan yang menyebabkan hilangnya nyawa dan harta benda. Kerugian karena terganggunya kesehatan masyarakat, penundaan atau pembatalan penerbangan, dan kecelakaan transportasi di darat, dan di air memang tidak bisa diperhitungkan secara tepat, tetapi dapat dipastikan cukup besar membebani masyarakat dan pelaku bisnis. Dampak kebakaran hutan Indonesia berupa asap tersebut telah melintasi batas negara terutama Singapura, Brunai Darussalam, Malaysia dan Thailand. Analisis dampak kebakaran hutan masih dalam tahap pengembangan awal, pengetahuan tentang ekosistem yang rumit belum berkembang dengan baik dan informasi berupa ambang kritis perubahan ekologis berkaitan dengan kebakaran sangat terbatas, sehingga dampak kebakaran hutan sulit diperhitungkan secara tepat. Meskipun demikian, berdasarkan perhitungan kasar yang telah diuraikan diatas dapat disimpulkan bahwa kebakaran hutan menimbulkan dampak yang cukup besar bagi masyarakat sekitarnya, bahkan dampak tersebut sampai ke negara tetangga.
Sri Azora Kumala Sari : Pencemaran Lintas Batas Akibat Kebakaran Hutan: Suatu Perspektif Dari Ekologi Dan Hukum Lingkungan Internasional, 2008. USU Repository © 2009
41
Skema II: Dampak dari Kebakaran Hutan Hilangnya mata pencaharian
DAMPAK TERHADAP SOSIAL, BUDAYA DAN EKONOMI
Terganggu aktivitas seharihari Peningkatan jumlah hama
Terganggunya kesehatan
Produktivitas menurun
DAMPAK DARI KEBAKARAN HUTAN
Hilangnya sejumlah spesies
Ancaman erosi
Perubahan fungsi pemanfaatan dan peruntukan lahan
DAMPAK TERHADAP EKOLOGIS DAN KERU SAKAN LINGKUNGAN
Penurunan kualitas air
Terganggunya ekosistem terumbu karang Menurunnya devisa negara
Sedimentasi di aliran sungai
Pemanasan global
DAMPAK TERHADAP PERHUBUNGAN DAN PARIWISATA
Sumber : Bencana Kabut Asap, dalam http://nanangsyah.blogspot.com/2007 /09/ bencana-kabut-asap.html Sri Azora Kumala Sari : Pencemaran Lintas Batas Akibat Kebakaran Hutan: Suatu Perspektif Dari Ekologi Dan Hukum Lingkungan Internasional, 2008. USU Repository © 2009
42
BAB III PENGATURAN TENTANG PENCEMARAN LINTAS BATAS DALAM HUKUM LINGKUNGAN INTERNASIONAL
A. Perangkat-perangkat Hukum Lingkungan Internasional yang Mengatur Tentang Pencemaran Lintas Batas Akibat Kebakaran Hutan Masalah-masalah lingkungan mengandung dimensi internasional dan juga bersifat timbal balik, yaitu dalam arti, bahwa dalam suatu peristiwa sebuah negara menjadi penderita pencemaran lingkungan, tetapi dalam peristiwa lain, kegiatankegitan didalam negara itu merupakan sumber pencemar lingkungan lintas batas. 27 Oleh sebab itu, perlindungan lingkungan dipandang sebagai sebuah kepentingan bersama yang dapat diwujudkan jika terdapat kerjasama antar negara dalam lingkup global maupun regional. Pentingnya kerjasama antar negara dalam perlindungan lingkungan juga tercermin dalam Prinsip 27 Deklarasi Rio, yaitu : “States and people shall cooperate in good faith and in aspirit of partnership in the fulfillment of principles embodied in this Declaration and in the further development of international law in the field of sustainable development”. Sebelum membahas tentang perangkat-perangkat hukum lingkungan internasional yang mengatur pencemaran lintas batas, terlebih dahulu dijelaskan apa yang di maksud dengan perangkat-perangkat, perangkat-perangkat yang dimaksud dari sudut pandang hukum yang lebih ditujukan kepada wujud-wujud 27
“Aspek-aspek Hukum Internasional Kebakaran Hutan” Jurnal Hukum Lingkungan Tahun V No. 1 Agustus 1999, hlm. 84 Sri Azora Kumala Sari : Pencemaran Lintas Batas Akibat Kebakaran Hutan: Suatu Perspektif Dari Ekologi Dan Hukum Lingkungan Internasional, 2008. USU Repository © 2009
43
hukum seperti terdapat di dalam kategori perangkat-perangkat tersebut adalah konvensi, deklarasi, protokol, dan masih banyak lagi yang dapat dikelompokkan sebagai perangkat-perangkat hukum lingkungan internasional. Perangkat-perangkat
hukum
internasional
yang
mengatur
tentang
pencemaran lintas batas menggunakan pendekatan global, yaitu suatu pendekatan yang mengutamakan kepentingan bersama. 28 Penerapan pendekatan global dalam pengaturan kegiatan internasional dapat dilakukan dengan membentuk suatu kesepakatan-kesepakatan global dan menerapkan kesepakatan tersebut melalui kebijakan nasional masing-masing negara berdasarkan prinsip keseimbangan hak dan kewajiban. Dalam hal permasalahan lingkungan sebenarnya tidak mengenal batas wilayah tetapi didalam hal pengelolaan dari lingkungan suatu wilayah negara merupakan tanggung jawab dari negara tersebut. Pengatur hukum lingkungan secara konsepsional yang dikaitkan dengan prinsip ekologi di tingkat internasional dapat dikatakan terbentuk pada saat Konperensi Stockholm 1972. Timbulnya
kesadaran
masyarakat
internasional
akan
perlunya
perlindungan dan pelestarian lingkungan hidup, maka pada Konperensi Stockholm ini menghasilkan Deklarasi Stokcholm 1972 (Declaration of the United Nation Conferences on the Human Environmental). Deklarasi Stokcholm ini berisi Preamble, 26 Prinsip, dan 109 Rekomendasi untuk mengimplementasikan prinsipprinsipnya. Deklarasi ini mengatur lingkungan hidup secara umum, prinsipprinsipnya
mengatur
tentang
perlindungan
lingkungan
alami
(natural
environment), penggunaan sumber kekayaan alam yang tidak habis terpakai, 28
Ida Bagus Wyasa Putra, Hukum Lingkungan Internasional Perspektif Bisnis Internasional, Bandung, Refika Aditama, 2002, hal 71 Sri Azora Kumala Sari : Pencemaran Lintas Batas Akibat Kebakaran Hutan: Suatu Perspektif Dari Ekologi Dan Hukum Lingkungan Internasional, 2008. USU Repository © 2009
44
perlindungan flora dan fauna, pembatasan pembuangan zat-zat beracun, masalah pencemaran lingkungan laut, dan lain sebagainya. Deklarasi Stockholm 1972 mengakui hak dasar manusia sebagai hak setiap orang untuk dapat hidup dalam suatu lingkungan yang baik dan sehat. Dengan demikian setiap negara berkewajiban untuk memelihara lingkungan hidup manusia sedemikian rupa sehingga dapat dinikmati oleh generasi yang akan datang sesuai dengan prinsip 1 Deklarasi Stokcholm. Kewajiban yang dimaksud antara lain kewajiban suatu negara untuk mengambil tindakan guna mencegah terjadinya pencemaran apalagi pencemaran tersebut sampai merugikan negara lain, misalnya mencegah terjadinya pencemaran udara yang disebabkan oleh kebakaran hutan. Prinsip 2 sampai dengan prinsip 5 Deklarasi Stockholm umumnya meletakkan dasar penggunaan dan perlindungan kekayaan alam berdasarkan ekosistem alami, sehingga daya dukung bumi terpelihara, kekayaan alam terkelola, pemborosan dicegah dan pemanfaatannya dapat diperoleh oleh seluruh umat manusia. Dalam hal mengantisipasi pelbagai kepentingan dalam penggunaan lingkungan, baik itu lingkungn laut, udara maupun darat, maka negara-negara harus
mengadakan
kerjasama
yang
terpadu
dan
terkoordinasi
dalam
merencanakan setiap kegiatannya. Kaitannya dengan kebakaran hutan yang berdampak luas bahkan telah bersifat lintas batas maka selain negara tersebut bertanggung jawab akan tetapi negara-negara lain juga turut membantu menanggulangi permasalahan kebakaran hutan dikarenakan isu masalah ini bersifat global dengan sendirinya untuk menaggulangi masalah ini harus ditangani secara global juga atau dibutuhkan
Sri Azora Kumala Sari : Pencemaran Lintas Batas Akibat Kebakaran Hutan: Suatu Perspektif Dari Ekologi Dan Hukum Lingkungan Internasional, 2008. USU Repository © 2009
45
kerjasama dari negara lain serta pengembangan hukum internasional tentang pertanggung jawaban perlu dikembangkan bersama. Terjadinya kebakaran hutan sama halnya telah merusak lingkungan hutan atau ekosistem dari hutan itu sendiri padahal dari Deklarasi Stokcholm sudah jelas menyatakan bahwa setiap negara harus menjaga lingkungannya agar tidak terjadinya kerusakan apalagi sampai merugikan negara lain. Apabila dampak kerusakan tersebut merugikan negara lain atau yang telah bersifat lintas batas maka harus diselesaikan secara damai. Untuk menanggulangi permasalahan lingkungan global, dalam hukum lingkungan internasional memiliki beberapa prinsip yang dapat dijadikan dasar hukum untuk menyelesaikan permasalahan tersebut, antara lain : 1. Prinsip kedaulatan negara (State Sovereignty). 2. Prinsip warisan bersama umat manusia (Common Heritage of Humankind). 3. Prinsip kepedulian bersama umat manusia (Principle of Common Concern of Humankind). 4. Prinsip kewajiban untuk tidak menyebabkan bahaya lingkungan (Obligation Not to Cause Environmental Harm). 5. Prinsip tanggung jawab negara (State Responsibility). 6. Prinsip kesamaan antar generasi (Principle of Intergenerational Equity). 7. Prinsip tanggung jawab bersama namun berbeda (common But Differentiated Responsibilities) 8. Prinsip kehati-hatian (The Precautionary Principle).
Sri Azora Kumala Sari : Pencemaran Lintas Batas Akibat Kebakaran Hutan: Suatu Perspektif Dari Ekologi Dan Hukum Lingkungan Internasional, 2008. USU Repository © 2009
46
9. Prinsip pencegahan (The Principle of Prevention). 10. Prinsip kewajiban untuk menilai dampak lingkungan (Duty to Access Environmental Impacts). 11. Prinsip tambahan (The Principle of Subsidiarity). 12. Prinsip bertetangga yang baik dan kewajiban untuk kerjasama (Good Neighborliness and the Duty to Cooperate). 13. Prinsip kewajiban untuk menyediakan pemberitahuan terlebih dahulu dan untuk untuk berkonsultasi dengan iktikad baik (Duties to Provide Prior Notification and to Consult in Good Faith). 14. Prinsip kewajiban untuk tidak membeda-bedakan bahaya-bahaya lingkungan (Duty Not to Discriminate Regarding Environmental Harms). 15. Prinsip hak yang sama atas akses keadilan (Equal Right of Access to Justice). 16. Prinsip pencemar dan penggunaan yang membayar (The Polluter and User Pays Principle). Sebagai sebuah perbandingan dapat dilihat dari upaya negara-negara dikawasan Eropa Barat dan Timur, serta Amerika Utara untuk mengatasi masalah pencemaran udara lintas batas dan hujan asam (acid rain) 29, yaitu dengan menyepakati dan mengikatkan diri pada The Geneva Convention on the Long-
29
Acid rain atau hujan asam merupakan raksi antara gas SO dengan uap air yang terdapat di udara akan membentuk asam sulfite dan asam sulfat turun ke bumi bersama-sama dengan jatuhnya hujan. Hujan asam sangat merugikan karena dapat merusak tanaman maupun kesuburan tanah. Pada beberapa negra industri, hujan asam sudah menjadi peersoalan yang sangat serius karena sifatnya yang merusak. Hutan yang gundul akibat jatuhnya hujan asam akan mengakibatkan lingkungan menjadi semakin parah. Dapat dilihat dalam Wisnu Arya Wardhana, Dampak Pencemaran Lingkungan, Andi Offset, Yogyakarta, 2001, hlm. 49 Sri Azora Kumala Sari : Pencemaran Lintas Batas Akibat Kebakaran Hutan: Suatu Perspektif Dari Ekologi Dan Hukum Lingkungan Internasional, 2008. USU Repository © 2009
47
Range Transboundary Air Pollution, 1979 yang selanjutnya disebut dengan Konvensi Geneva 1979. Dalam Article 2 Convention on Long-Range Transboundary Air Pollution (1979), disebutkan dengan tegas: ” The Contracting Parties, taking due account of the facts and problems involved, are determined to protect man and his environment against air pollution and shall endeavour to limit and, as far as possible, gradually reduce and prevent air pollution including long-range transboundary pollution” Berarti dalam konvensi Geneva 1979 tersebut mewajibkan negara-negara peserta Konvensi untuk berusaha menekan serendah mungkin, secara bertahap mengurangi dan mencegah pencemaran udara, termasuk pencemaran udara lintas batas. Konvensi Geneva 1979 juga mendorong negara-negara peserta Konvensi untuk mengadakan kerjasama di bidang penelitian dan pengembangan, antara lain di bidang-bidang teknologi pengurangan emisi, instrument atau teknik-teknik pemantauan dan pengukuran tingkat emisi dan konsentrasi ambien zat-zat pencemar udara, sebagai program pendidikan dan pelatihan yang relevan dengan pengendalian udara. Jika negara-negara di kawasan Eropa Barat dan Amerika Utara dihadapkan pada masalah pencemaran udara lintas batas yang bersumber dari kegiatan industri yang telah mendorong mereka untuk menyepakati Konvensi Geneva 1979, maka negara-negara ASEAN dihadapkan pada masalah pencemaran udara lintas batas yang bersumber dari kebakaran hutan.
Sri Azora Kumala Sari : Pencemaran Lintas Batas Akibat Kebakaran Hutan: Suatu Perspektif Dari Ekologi Dan Hukum Lingkungan Internasional, 2008. USU Repository © 2009
48
Pada tahun 1985, kebakaran hutan sudah mendapat perhatian dari ASEAN yang terbukti dihasilkannya ASEAN Agreement on the Conservation of Nature and Natural Resources, 1985, 30 (seterusnya disebut dengan singkatan ASEAN ACNN). Walaupun ASEAN ACNN merupakan kerangka hukum kerjasama ASEAN dalam bidang konservasi alam dan sumber daya alam pada umumnya, kesepakatan tersebut juga memuat kewajiban-kewajiban negara ASEAN untuk mencegah kebakaran hutan, sebagaimana tercermin dalam Artikel 6 ayat (1) dan (2). Pada tanggal 17-18 Januari 1992 Pertemuan Menteri Lingkungan Hidup ASEAN menghasilkan Resolusi Singapore 1992 yang menegaskan bahwa negaranegara ASEAN harus memperkuat kerjasama , terutama dalam masalah-masalah pencemaran lintas batas, bencana alam, kebakaran hutan dan menghadapi kampanye anti kayu tropis. Resolusi Singapore 1992 juga secara tegas membahas pelaksanaan program khusus, yaitu antara lain, berkaitan dengan masalah asap yang berasal dari kebakaran hutan. Kemudian Menteri-menteri Lingkungan Hidup ASEAN
31
mengadakan
pertemuan lagi pada tanggal 26 April 1994 yang menghasilkan Resolusi Bandar Seri Begawan tentang Lingkungan Hidup dan Pembangunan. Resolusi ini, antara lain memuat Rencana Aksi Strategis ASEAN di Bidang Lingkungan Hidup. Rencana Aksi Strategis Asean merupakan upaya menindaklanjuti Rekomendasi Agenda 21 yang mengharuskan adanya aksi prioritas yang berkaitan dengan perlindungan udara dan perlindungan serta pengelolaan laut. 30
Walhi., “Kasus Kebakaran Hutan, Kebutuhan Akan Kebijakan yang Mengatur Tanggung Jawab Perusahaan”, http://www.walhi.or.id/kampanye/bencana/bakarhutan/ kebkr_hut_riau_mak_ 230403 31 Pada waktu Asean Cooperation Plan on Transboundary Pollution disepakati pada Juni 1995 di kuala lumpur, Vietnam, Myanmar dan Laos belum menjadi anggota ASEAN. Sri Azora Kumala Sari : Pencemaran Lintas Batas Akibat Kebakaran Hutan: Suatu Perspektif Dari Ekologi Dan Hukum Lingkungan Internasional, 2008. USU Repository © 2009
49
Mengingat waktu terjadinya pencemaran udara lintas batas semakin lama dan dampak yang ditimbulkan semakin buruk, Menteri-menteri Lingkungan Hidup ASEAN menyepakati formula Asean Cooperation Plan on Transboundary Pollution, 1995 32 ( seterusnya disingkat dengan ASEAN CPTP). ASEAN CPTP memuat tiga bidang program, yaitu : 1. Pencemaran udara lintas batas; 2. Pergerakan bahan berbahaya dan beracun lintas batas; 3. Pencemaran lintas batas bersumber dari kapal.
B. Peranan Organisasi Internasional dalam Mengatasi Pencemaran Lintas Batas Akibat Kebakaran Hutan Negara-negara mulai menyadari bahwa makin banyaknya bidang-bidang kehidupan yang memerlukan kerjasama dan pengaturan secara bersama pula, sehingga hubungan bilateral maupun multilateral saja tidak lagi mencukupi. Dengan demikian makin dirasakan perlunya melembagakan kerjasama itu dengan membentuk organisasi internasional. Secara umum, istilah organisasi internasional mempunyai pengertian ganda, yakni dapat digunakan dalam arti luas dan dalam arti sempit. 33 Organisasi internasional digunakan untuk menunjuk setiap organisasi yang melintasi batasbatas negara, baik yang bersifat publik maupun privat. Sedangkan organisasi internasional dalam arti sempit, hanya menunjuk setiap organisasi internasional yang bersifat publik.
32
Lihat Asean Cooperation Plan on Transboundary Pollution, ASEAN Secretariat, November 1995. 33 Hasnil Basri Siregar, 1998, Perkembangan Hukum Organisasi Internasional, Kelompok Studi Hukum dan Masyarakat Fakultas Hukum USU, Medan, hlm. 4 Sri Azora Kumala Sari : Pencemaran Lintas Batas Akibat Kebakaran Hutan: Suatu Perspektif Dari Ekologi Dan Hukum Lingkungan Internasional, 2008. USU Repository © 2009
50
Dalam hal peranan organisasi internasional dalam mengatasi pencemaran lintas batas, penulis membatasi organisasi-organisasi internasional yang mana hanya membahas ASEAN saja dikarenakan ASEAN merupakan organisasi internasional yang bersifat regional dan beberapa negara-negara anggota dari ASEAN merasa dirugikan dari kebakaran hutan yang terjadi di Indonesia. Masalah perlindungan lingkungan hidup dalam lingkup ASEAN adalah merupakan bidang kerjasama yang mendapatkan tempat yang sangat penting, yang tidak kalah pentingnya dengan kerjasama dalam bidang-bidang kerjasama yang lain seperti bidang ekonomi. 34 Masalah lingkungan kini merupakan isu yang sudah menjadi keprihatinan dalam hubungan internasional. Isu lingkungan telah bergeser dari isu pinggiran menjadi lebih ke pusat perhatian dunia dan menimbulkan kesadaran bahwa persoalan ini merupakan faktor yang memiliki dampak luas di berbagai segi kehidupan. Dewasa ini orang tidak ragu lagi menjadikan lingkungan sebagai salah satu problem utama hubungan internasional dikawasan tersebut. Karena persoalan lingkungan mulai menjadi sumber konflik antar negara anggota di kawasan ASEAN. 35 Kebakaran hutan merupakan masalah lingkungan yang telah mendapat perhatian ASEAN sejak tahun 1981 diselenggarakan pertemuan pertama menterimenteri lingkungan ASEAN di Manila yang melahirkan deklarasi pertama lingkungan hidup ASEAN. Dalam Manila Declaration on the ASEAN 34
Lihat Arif, Pencemaran Transnasional Akibat Kebakaran Hutan Di Indonesia Dalam Hubungannya Dengan Penerapan Prinsip Tanggung Jawab Negara (Studi Pada Kebakaran Hutan di Sumatera dan Kalimantan. Tesis Pascasarjana Universitas Padjadjaran Bandung, 2000, hlm. 58 35 Bambang Cipto, 2006, Hubungan Internasional di Asia Tenggara. Pustaka Pelajar : Yogyakarta, hlm.243 Sri Azora Kumala Sari : Pencemaran Lintas Batas Akibat Kebakaran Hutan: Suatu Perspektif Dari Ekologi Dan Hukum Lingkungan Internasional, 2008. USU Repository © 2009
51
Environment tahun 1981 yang merupakan deklarasi pertama dalam bidang lingkungan hidup ASEAN ini, disebutkan dasar dari pentingnya arti lingkungan hidup dalam kerangka ASEAN, yang antara lain disebutkan : To ensure the protection of the ASEAN environment and the sustainability of its natural resources so that it can continued development with the aim of eradicating poverty and attaining the highest possible quality of life for the people of the ASEAN countries. Sejak dijadikannya masalah lingkungan hidup menjadi agenda penting dalam kerangka kerjasama regional ASEAN telah dihasilkan beberapa deklarasi penting dalam berbagai tingkatan pertemuan. Diantara deklarasi yang dihasilkan pada tahun 1985, yaitu melalui ASEAN ACNN yang tercermin dalam pasal 6 ayat (1) dan (2). Kemudian keteguhan sikap dan keinginan yang kuat dari negaranegara ASEAN untuk berpartisipasi didalam Resolusi Singapore tahun 1992, Resolusi Bandar Seri Begawan tahun 1994 dan ASEAN CPTP tahun 1995. Dalam Bandar Sri Begawan ini juga ditetapkan bahwa pada tahun 1995 adalah merupakan Tahun Lingkungan ASEAN (ASEAN Environment Year). Resolusi ini juga menyepakati suatu Harmonisasi Standar Kualitas Lingkungan (Harmonised Environmental Quality Standard) bagi ambang batas kualitas udara dan sungai dengan pencapaian hasil yang dikehendaki pada tahun 2010. Sasaran yang ingin dicapai melalui ASEAN CPTP di bidang pencemaran udara lintas batas adalah sebagai berikut: 1. Menganalisis asal dan sebab-sebab, sifat dan cakupan peristiwaperistiwa asap di tingkat lokal dan regional ;
Sri Azora Kumala Sari : Pencemaran Lintas Batas Akibat Kebakaran Hutan: Suatu Perspektif Dari Ekologi Dan Hukum Lingkungan Internasional, 2008. USU Repository © 2009
52
2. Mencegah dan mengendalikan sumber asap pada tingkat nesional dan regional dengan menerapkan teknologi yang berwawasan lingkungan dan dengan penguatan kemampuan analisis, minimalisasi dan pengendalian asap di tingkat nasional dan regional ; dan 3. Mengembangkan dan melaksanakan rencana tanggap darurat di tingkat nasional dan regional. Untuk mencapai ketiga sasaran tersebut,ASEAN menyepakati dua strategi, yaitu strategi jangka pendek dan strategi jangka panjang. 36 Strategi jangka pendek adalah mencegah terjadinya kebakaran hutan yang disebabkan oleh kegiatan manusia, terutama dibidang kegiatan pengolahan usaha perkayuan, pertanian dan transmigrasi. Untuk itu langkah-langkah yang perlu diambil adalah : 1. Deteksi tepat waktu, pencegahan kebakaran hutan melalui system peringatan dini, penyebaran petugas-petugas dan penyiapan masyarakat lokal ; 2. Pelanggaran
pembakaran
biomassa
yang
pada
umumnya
dilaksanakan melalui proyek-proyek pembangunan selama musim panas, terutama di wilayah-wilayah yang dipengaruhi oleh musim panas ; 3. Selama
terjadinya
kabut
asap,
meminimalisasi
terjadinya
pencemaran yang bersal dari sumber-sumber lokal, mengaktifkan jaringan komunikasi untuk berbagai informasi dan mengaktifkan kegiatan-kegiatan bersama yang diperlukan ; dan 4. Mendorong investasi di bidang alternative penggunaan biomassa.
36
Jurnal hukum lingkungan, Log.Cit.,
Sri Azora Kumala Sari : Pencemaran Lintas Batas Akibat Kebakaran Hutan: Suatu Perspektif Dari Ekologi Dan Hukum Lingkungan Internasional, 2008. USU Repository © 2009
53
Strategi jangka panjang adalah mendorong sektor-sektor ekonomi untuk tidak melakukan praktek-praktek pembakaran dalam kegiatan land clearing, tetapi menerapkan metode-metode pengolahan lahan secara berwawasan lingkungan. Selanjutnya, didalam wilayah-wilayah yang mudah terbakar, misalnya wilayah dengan kandungan batubara dan lahan gambut, kegiatan investasi harus dilaksanakan dengan cara-cara yang tepat. Negara-negara anggota ASEAN sepakat untuk melaksanakan kegiatankegiatan sebagai berikut : 1. Menetapkan “focal point” ditiap-tiap negara mempunyai fungsi-fungsi sebagai berikut : a. Melakukan inventarisasi sumber-sumber daya yang ada ; b. Menetapkan mekanisme penyebaran informasi regional ; c. Mengidentifikasi jenis informasi untuk disebarluaskan ; 2. Memperluas peran the ASEAN specialized Meteorological Center (ASMC) untuk mengembangkan model pergerakan udara agar dapat memprediksi alur dan penyebaran asap ; 3. Menetapkan prosedur pelaporan dan penyiagaan kebakaran hutan oleh aparat di bidang kehutanan dan yang tekait ; 4. Mengembangkan baku mutu udara bersama dan mengharmonisasikan teknik-teknik sampling ; 5. Mengembangkan sebuah system peringkat bahaya kebakaran regional ; 6. Berbagi pengetahuan dan teknologi pencegahan dan minimalisasi kebakaran hutan dan sumber-sumber emisi lainnya ;
Sri Azora Kumala Sari : Pencemaran Lintas Batas Akibat Kebakaran Hutan: Suatu Perspektif Dari Ekologi Dan Hukum Lingkungan Internasional, 2008. USU Repository © 2009
54
7. Menetapkan sebuah mekanisme kerjasama penanggulangan kebakaran hutan dan sumber emisi lainnya dan titik sumber ; 8. Memperluas peran “the ASEAN Institute of Forest Management” (AIFM) untuk memperkuat kapasitas negara anggota melalui pelatihan pengelolaan kebakaran hutan ; 9. Meningkatrkan kemampuan nasional dan regional dalam mengatasi kebakaran hutan dan sumber-sumber emisi lainnya. Selain itu, ASEAN telah sepakat mendayagunakan lembaga-lembaga dilingkungan ASEAN guna mengatasi pencemaran udara lintas batas, yaitu : 1. The ASEAN Specialized Meterological Centre (ASMC); 2. ASEAN Institute of forest Management (AIFM) ; 3. ASEAN Working Group on Forestry, ASEAN-EC Joint Consultative Committee (JCC) Subcommittee on Forest, dan Brunai-IndonesiaMalaysia- Phillippines (BIMP), East ASEAN Growth Areas (EAGA) Subcommitte on forest. Jika dilihat dari inisiatif-inisiatif yang dilakukan oleh ASEAN, konsep penghindaran atau pencegahan pencemaran sedikit banyak telah diserap oleh ASEAN. Hal ini tampak dari Asean Cooperation Plan on Transboundary Pollution
yang tercermin dari langkah-langkah komponennya baik itu yang
bersifat strategis maupun yang bersifat aktifitas. Dalam kenyataannya perhatian besar yang diberikan oleh negara-negara anggota ASRAN terutama dalam kelompok sub-regional Indonesia-MalaysiaSingapura dan Brunai Darussalam, sulit dijalankan pada taraf operasional di lapangan. Disamping faktor jarak antara pusat pengendalian dengan lokasi
Sri Azora Kumala Sari : Pencemaran Lintas Batas Akibat Kebakaran Hutan: Suatu Perspektif Dari Ekologi Dan Hukum Lingkungan Internasional, 2008. USU Repository © 2009
55
kebakaran yang terbilang jauh, juga masih ditambah lagi dengan masalah-masalah lintas batas dan berbagai prosedur lintas jurisdiksi yang terkadang membutuhkan waktu dalam pengambilan keputusan.
C. Sikap Negara-negara Korban Pencemaran Lintas Batas Malaysia dan Singapura yang secara geografis berbatasan langsung dengan Indonesia, sehingga dalam masalah ini Malaysia dan Singapura menerima secara langsung dan merasa dirugikan oleh bencana kabut asap yang berdampak terhadap terganggunya kegiatan ekonomi serta kehidupan masyarakatnya. Oleh karena itu fenomena kabut asap dapat dikategorikan sebagai bentuk ancaman yang bersifat subjektif, lain halnya jika negara-negara di kawasan Asia Tenggara tidak merasa terganggu oleh bencana kabut asap itu sendiri. Dalam skala nasional kebakaran hutan di Indonesia sebagaimana telah diuraikan pada bagian terdahulu telah begitu memberikan tekanan yang berat bagi masyarakat yang wilayahnya dapat dijangkau oleh terpaan asap kabut kebakaran hutan. Meskipun dunia internasional dan khususnya negara-negara di kawasan Asia Tenggara telah memberikan bantuan dalam berbagai bentuk, namun upaya pemadaman kebakaran huatan di Indonesia berjalan sangat lambat. Akibatnya akumulasi asap semakin hari semakin pekat dan benar-benar merusak berbagai tatanan kehidupan masyarakat, terutama masyarakat Malaysia, Singapura dan Brunai Darussalam. Keadaan inilah yang membuat masyarakat atau bahkan pemerintah negara-negara tersebut merasa cukup kesal melihat kenyataan yang ada.
Sri Azora Kumala Sari : Pencemaran Lintas Batas Akibat Kebakaran Hutan: Suatu Perspektif Dari Ekologi Dan Hukum Lingkungan Internasional, 2008. USU Repository © 2009
56
Kabut asap tahunan yang dihasilkan oleh pembakaran lahan di Indonesia mengakibatkan polusi yang melewati batas-batas negara. Bagi Indonesia, kejadian ini lebih disebabkan oleh faktor alam, ekonomi dan budaya masyarakat serta mendatangkan kerugian bagi ekosistem di sekitar kawasan pembakaran lahan tersebut. Tetapi bagi Malaysia dan Singapura, hal ini dianggap sebagai sesuatu yang serius, dimana masyarakat Malaysia dan Singapura merasa dirugikan karena mereka menerima dampak atas aktivitas pembakaran lahan yang dilakukan di Indonesia. Negara-negara yang terkena dampak dari asap kebakaran hutan mengajukan protes dengan alasan sebagai berikut : 1. Ancaman terhadap kebutuhan dasar manusia Kebutuhan dasar masyarakat Malaysia sebagai manusia terganggu oleh udara yang mereka hirup tercemari oleh kabut asap dan bahkan mengakibatkan kematian bagi masyarakat Malaysia. Dalam beberapa kasus Indeks Polusi Udara (air pollution index/API) Kamis, 11 Agustus 2005 mencapai 529 di Port Klang, pusat perkapalan penting di Malaysia, dan 531 di Kuala Selangor. Tingkat API berada di atas 300 dapat dikategorikan berbahaya sementara 500 dapat memicu keadaan darurat. Jumat, 12 Agustus 2005 kabut asap agak bersih di pantai barat, tetapi di Kuala Lumpur API meningkat dari 321 menjadi 365. 37 Departemen Lingkungan Malaysia mengatakan bahwa kualitas udara akibat kabut asap yang terjadi pada tahun 2006 lebih buruk untuk kesehatan manusia dibandingkan akibat kabut asap pada tahun 1997. Kualitas udara yang buruk ini tersebar di 32 wilayah Malaysia.
37
”Dampak Kebakaran Hutan”, http://www.pikiran-rakyat.com/cetak/2005/0805/13/0102.htm
Sri Azora Kumala Sari : Pencemaran Lintas Batas Akibat Kebakaran Hutan: Suatu Perspektif Dari Ekologi Dan Hukum Lingkungan Internasional, 2008. USU Repository © 2009
57
Oleh karena itu, pemerintah Malaysia menyatakan keadaan darurat di daerah sekitar Kuala Lumpur, setelah kabut asap tebal menyelimuti kawasan itu. Malaysia mengumumkan langkah-langkah darurat termasuk menutup sekolahsekolah dan meminta warga untuk mengenakan masker. 38 Menurut United Nations Developments Programme (UNDP), kabut asap pada tahun 1997 mengakibatkan individu-individu di Asia Tenggara mengalami kerugian 1,4 milyar dolar AS, khususnya biaya terhadap kesehatan jangka pendek. Lebih dari 40.000 orang dirawat karena penyakit pernafasan. Dampak kesehatan jangka panjang terhadap anak-anak dan orang dewasa sedang dihitung. ADB memperkirakan 757 juta ton CO2 dihasilkan oleh pembakaran hutan antara 19971998. jumlah biaya atas kandungan karbon di atmosfer (berdasarkan 7 US$ per metric ton) dikalkulasikan sebanyak 1.446 milyar US$. 39 Dapat dibayangkan bagaimana kehidupan sehari-hari masyarakat Malaysia yang terancam oleh kabut asap. Aktivitas individu dan masyarakat Malaysia tidak dapat berjalan sebagaimana mestinya. Sehingga kabut asap mengganggu individu dan masyarakat yang ada di Malaysia. Dampak yang ditimbulkan oleh terganggunya aktivitas sehari-hari mengakibatkan terganggunya dan bahkan hancurnya struktur-struktur sosial masyarakat Malaysia. 2. Ancaman terhadap ekonomi Menurut penelitian yang dilakukan oleh beberapa peneliti, terlihat bagaimana besarnya dampak dari kabut asap yang mengancam aktivitas ekonomi individu, masyarakat dan perusahaan-perusahaan di Malaysia dan Singapura. Terbatasnya jarak pandang, mengakibatkan aktivitas perekonomian di kawasan 38
“Indonesia Kirim Asap Lagi”, dalamhttp:// www.BBC.com/ indonesian/Ungkapan Pendapat Indonesia/ kirim asap lagi.htm 39 “Asap Dimana-mana”, dalam http://www.adb.org/Documents/Books/AEO/2001/aeo2010.asp Sri Azora Kumala Sari : Pencemaran Lintas Batas Akibat Kebakaran Hutan: Suatu Perspektif Dari Ekologi Dan Hukum Lingkungan Internasional, 2008. USU Repository © 2009
58
pelabuhan dan banda udara di Malaysia , Indonesia dan Singapura terganggu dan pada situasi tertentu tidak dapat beroperasi sebagaimana mestinya. Berdasarkan ASEAN Secretariat's Environment and Disaster Management Centre, kerugian ekonomi akibat kebakaran hutan yang terjadi pada tahun 19971998 diperkirakan 9 milyar dolar AS. 40 Kabut asap juga mengakibatkan banyaknya para investor asing takut untuk berinvestasi di Indonesia, Malaysia dan Singapura. Karena dengan adanya kabut asap mengakibatkan banyaknya biaya dan resiko yang harus mereka tanggung. Bagi Indonesia kebakaran hutan telah mengakibatkan kerugian ekonomi dari degradasi dan deforestasi hutan di Indonesia berkisar antara 1,62-2,7 miliar dollar AS. 41 Dan jumlah ini bisa lebih tinggi jika dihitung hilangnya flasma nutfah dan keragaman hayati yang dimiliki hutan 3. Ancaman terhadap hubungan Indonesia dengan Malaysia dan Singapura Secara tidak langsung, kabut asap yang terjadi mempengaruhi hubungan antara Indonesia, Malaysia dan Singapura. Hubungan yang terjadi akibat kabut asap bisa saja menghasilkan sebuah bentuk kerjasama dan bahkan terjadinya perselisihan di antara negara-negara yang menderita akibat kabut asap. Kabut asap yang melanda Malaysia dan kawasan Asia Tenggara lainnya telah mengakibatkan meningkatnya konstelasi politik di kawasan tersebut. Di Malaysia Partai oposisi terbesar di Malaysia, Parti Tindakan Demokratis, (DAP) berdemonstrasi di luar kedutaan Indonesia di Kuala Lumpur. Partai itu mengatakan kabut asap ini
40
“Dampak Bakar Hutan”, http://app.mfa.gov.sg/2006/press/view_press.asp?post_id=1887 ”Kebakaran Hutan dan Pengaruhnya”, dalam http://www.haze-onlineor.id/news.php/ID= 0030702100607 . htm 41
Sri Azora Kumala Sari : Pencemaran Lintas Batas Akibat Kebakaran Hutan: Suatu Perspektif Dari Ekologi Dan Hukum Lingkungan Internasional, 2008. USU Repository © 2009
59
merupakan ancaman bagi ekonomi dan kesehatan jutaan warga Malaysia. Mereka mendesak ASEAN supaya mengambil tindakan atas masalah itu. Tindakan yang dilakukan oleh Partai oposisi Malaysia diatas secara tidak langsung mengartikulasikan bagaimana pendapat dan persepsi dari sebagian masyarakat Malaysia terhadap kabut asap yang terjadi. Pemerintah Malaysia mendesak Indonesia untuk segera mengatasi kebakaran hutan agar kabut asap agar Malaysia tidak menerima dampak dari kabut asap. Untuk menyelesaikan masalah ini pemerintah Malaysia mengatakan bahwa pihaknya tidak akan mengambil pendekatan konfrontatif terhadap pemerintah Indonesia karena ada kebutuhan yang lebih luas untuk memelihara hubungan mereka. Sedangkan Singapura lebih memilih membawa masalah kabut asap di tingkat dunia. Singapura mengangkat isu kabut asap Indonesia dalam Sidang Umum PBB pada tanggal 20 Oktober 2006. Hal ini mendapat protes dari pemerintah Indonesia, sehingga mengakibatkan adanya hubungan yang kurang harmonis antara Indonesia-Singapura. Akibat dari tindakan Singapura tersebut, hubungan bilateral IndonesiaSingapura kurang harmonis. Sehingga bagi pemerintah Indonesia dengan dibawanya kasus asap ke meja dewan PBB berarti telah mendatangkan preseden buruk bagi pemerintah Indonesia di mata dunia Internasional. Dalam nasional Indonesia sendiri berita-berita dari berbagai media baik nasional maupun internasional yang memuat berbagai kecaman oleh negaranegara yang mersa dirugikan terhadap Indonesia mendapat tanggapan yang serius terutama oleh pejabat yang berkaitan dengan bidang tugasnya. Tidak saja hanya sebatas itu, di Indonesia juga beredar berita-berita yang menyatakan bahwa pihak
Sri Azora Kumala Sari : Pencemaran Lintas Batas Akibat Kebakaran Hutan: Suatu Perspektif Dari Ekologi Dan Hukum Lingkungan Internasional, 2008. USU Repository © 2009
60
Malaysia dan Singapura akan menuntut Indonesia secara hukum atas semua kerugian yang mereka derita sebagai akibat dari asap yang terjadi dari kebakaran hutan di Sumatera dan Kalimantan. 42 Protes yang diajukan oleh negara Malaysia dan Singapura sangat beralasan karena akibat pencemaran lintas batas akibat kebakaran hutan sangat merugikan negara-negara yang menjadi korban kabut asap tersebut baik itu dari segi materi maupun dari non-materi.
42
Arif, Pencemaran Transnasional….,Op.Cit. hlm.13
Sri Azora Kumala Sari : Pencemaran Lintas Batas Akibat Kebakaran Hutan: Suatu Perspektif Dari Ekologi Dan Hukum Lingkungan Internasional, 2008. USU Repository © 2009
61
BAB IV ALTERNATIF PENYELESAIAN SENGKETA PENCEMARAN LINTAS BATAS AKIBAT KEBAKARAN HUTAN
A. Bentuk-bentuk Penyelesaian Sengketa dalam Hukum Lingkungan Internasional Sudah merupakan ketentuan hukum positif bahwa penggunaan kekerasan dalam hubungan antar negara sudah dilarang dan oleh karena itu sengketasengketa internasional harus diselesaikan secara damai. Keharusan untuk menyelesaikan sengketa secara damai ini pada mulanya dicantumkan dalam Pasal 1 Konvensi mengenai Penyelesaian Sengketa-sengketa Secara Damai yang ditandatangani di Den Haag pada tanggal 18 Oktober 1907, yang kemudian dikukuhkan oleh pasal 2 ayat 3 Piagam PBB. 43 Menurut hukum lingkungan internasional yang dimaksud dengan sengketa lingkungan internasional adalah sengketa antara dua negara, atau antara suatu negara (atau pemerintahnya) dan suatu ‘entitas bukan negara’ seperti perusahaan privat komersial, atau suatu organisasi internasional dalam hal-hal yang menyangkut persoalan lingkungan yang bersifat lintas batas. Berbagai aturan hukum internasional dapat dikemukakan prinsip-prinsip mengenai penyelesaian sengketa internasional:
44
1. Prinsip iktikad baik; 2. Prinsip larangan penggunaan kekerasan dalam penyelesaian sengketa;
43
Boer Mauna, Hukum Internasional Perngertian, Peranan dan Fungsi dalam Era Dinamika Global, Bandung, Alumni, 2001, hlm.186 44 Huala Adolf, Hukum Penyelesaian Sengketa Internasional, Jakarta, Sinar Grafika, 2004, hlm.15-18 Sri Azora Kumala Sari : Pencemaran Lintas Batas Akibat Kebakaran Hutan: Suatu Perspektif Dari Ekologi Dan Hukum Lingkungan Internasional, 2008. USU Repository © 2009
62
3. Prinsip kebebasan memilih cara-cara penyelesaian sengketa; 4. Prinsip kebebasan memilih hukum yang akan diterapkan terhadap pokok sengketa; 5. Prinsip kesepakatan para pihak yang bersengketa; 6. Prinsip exhaustion of local remedies; 7. Prinsip-prinsip hukum internasional tentang kedaulatan kemerdekaan dan intergritas wilayah negara-negara. Hukum internasional tidak berisi keharusan agar suatu negara memilih prosedur penyelesaian tertentu. Hal ini juga ditegaskan oleh pasal 33 Piagam PBB yang meminta kepada negara-negara untuk menyelesaikan secara damai sengketasengketa mereka sambil menyebutkan bermacam-macam prosedur yang dapat dipilih oleh negara-negara yang bersengketa. Penyelesaian sengketa internasional bisa dilakukan dilakukan dengan cara litigasi atau dengan cara non litigasi. Bentuk-bentuk penyelesaian sengketa secara non litigasi yaitu : 45 1. Negosiasi (Negotiation) Negosiasi merupakan penyelesaian sengketa yang tradisional adalah perundingan secara langsung. Negosiasi adalah penyelesaian sengketa melalui perundingan langsung antara pihak yang bersengketa guna mencari bentuk-bentuk penyelesaian yang dapat diterima pihak-pihak yang bersengketa Perundinganperundingan langsung ini biasanya dilakukan oleh menteri-menteri luar negeri, duta-duta besar atau wakil-wakil yang ditugaskan khusus untuk berunding dalam kerangka diplomasi ad hoc.
45
Boer Mauna, Op.Cit., hlm. 221
Sri Azora Kumala Sari : Pencemaran Lintas Batas Akibat Kebakaran Hutan: Suatu Perspektif Dari Ekologi Dan Hukum Lingkungan Internasional, 2008. USU Repository © 2009
63
Perundingan-perundingan dapat berlangsung dalam kerangka bilateral ataupun multilateral. Tujuan perundingan tidak harus selalu dan secara khusus menyelesaikan suatu sengketa yang terjadi. Suatu perundingan yang berhasil dapat menghasilkan suatu pengaturan baru akan dapat mencegah atau meredakan situasi sengketa yang potensial. Sebagai contoh kasus yang menggunakan bentuk penyelesaian secara negosiasi adalah adalah kasus Cosmos-954. 46 Kasus Cosmos-954 merupakan kasus jatuhnya satelit bertenaga nuklir, Cosmos-954 milik Uni Soviet, di Kanada. Cosmos-954 merupakan salah satu satelit bertenaga nuklir milik Uni Soviet, yang diluncurkan pada tanggal 18 September 1957. Satelit ini dilengkapi reaktor nuklir seberat 55 Kg dan menggunakan bahan uranium 235 dengan komposisi 90% Uranium 235. Beberapa minggu setelah peluncurannya, satelit yang direncanakan di tempatkan pada ketinggian 270 Km di atas permukaan bumi itu dinyatakan tidak berfungsi sebagaimana mestinya. Persoalan lain yang juga sangat rumit adalah masalah penanganan radiasi. Pemerintah Kanada, dengan bantuan tenaga ahli dari Uni Soviet dan Amerika Serikat, membutuhkan waktu tidak kurang dari delapan bulan, dengan faktor kesulitan yang sangat tinggi. Musim dingin yang telah berlangsung, dengan suhu udara -40 sampai -100 derajat Celcius, mengakibatkan pembekuan danau dan sebagian besar lahan tertutupi salju, sehingga menimbulkan hambatan besar dalam membersihkan lahan dari radiasi.
46
Ida Bagus Wyasa Putra, Hukum Lingkungan Internasional Perspektif Bisnis Internasional, Bandung, Refika Aditama, 2002, hlm.50 Sri Azora Kumala Sari : Pencemaran Lintas Batas Akibat Kebakaran Hutan: Suatu Perspektif Dari Ekologi Dan Hukum Lingkungan Internasional, 2008. USU Repository © 2009
64
Kanada dan Uni Soviet telah memilih cara negosiasi, sebagaimana ditentukan dalam Pasal IX Liability Convention 1972, sebagai cara penyelesaian sengketa. Prinsip yang digunakan dari kasus ini adalah Liability principle. 2. Jasa-jasa baik (Good Offices) Jasa-jasa baik berarti suatu intervensi suatu negara ketiga yang merasa dirinya wajar untuk membantu penyelesaian sengketa yang terjadi antara dua negara. Dalam hal ini, negara ketiga menawarkan jasa-jasa baiknya. Prosedur jasa-jasa baik ini dapat diminta oleh salah satu dari kedua negara yang bersengketa atau oleh kedua-duanya. Intervensi dalam bentuk jasa-jasa baik ini adalah campur tangan yang sangat sederhana dari negara ketiga karena negara tersebut membatasi diri dan hanya mempergunakan pengaruh moral atau politiknya agar negara-negara yang bersengketa mengadakan hubungan satu sama lain atau mengadakan hubungan kembali bila hubungan tersebut telah terputus. Secara prinsip, negara yang menawarkan jasa-jasa baiknya tidak ikut secara langsung dalam perundingan-perundingan, tetapi hanya menyiapkan dan mengambil langkah-langkah yang perlu agar negara-negara yang bersengketa bertemu satu sama lain dan merundingkan sengketanya. Bila pihak-pihak yang bersengketa telah setuju untuk saling bertemu, berakhir pulalah misi negara yang menawarkan jasa-jasa baiknya tersebut. 3. Mediasi (Mediation) Mediasi adalah upaya penyelesaian sengketa melalui perundingan dengan bantuan pihak ketiga netral guna mencari bentuk-bentuk penyelesaian yang dapat disepakati oleh para pihak. Mediasi merupakan campur tangan yang lebih nyata. Peran mediator dalam mediasi adalah memberi bantuan substansif maupun
Sri Azora Kumala Sari : Pencemaran Lintas Batas Akibat Kebakaran Hutan: Suatu Perspektif Dari Ekologi Dan Hukum Lingkungan Internasional, 2008. USU Repository © 2009
65
prosedural kepada para pihak yang bersengketa. Seperti halnya dengan prosedur jasa-jasa baik, mediasi dapat ditawarkan atau diminta oleh negara-negara yang bersengketa. Dalam hal mediasi,
negara-negara ketiga
bukan hanya sekedar
mengusahakan agar negara-negara yang bersengketa saling bertemu, tetapi juga mengusulkan dasar-dasar perundingan dan ikut serta secara aktif dalam perundingan-perundingan.
Selain
itu,
negara
mediator
mempergunakan
pengaruhnya agar negara-negara yang bersengketa memberikan konsesi timbal balik demi tercapainya suatu penyelesaian. Kasus Trail Smelter juga menggunakan mediasi dalam menyelesaikan kasus ini. 4. Angket (Fact Finding) Angket juga merupakan cara penyelesaian sengketa antar negara yang non yuridiksional dengan tujuan untuk mengumpulkan fakta-fakta yang merupakan penyebab dari suatu sengketa, keadaan diwaktu terjadinya sengketa dan jenis dari sengketa yang terjadi. Seperti prosedur jasa-jasa baik dan mediasi, angket juga bersifat
fakultatif
baik
mengenai
penggunaan
maupun
mengenai
sifat
keputusannya. Sistem angket ini juga bertujuan untuk memberikan dasar yang kuat bagi jalannya suatu perundingan. Agar perundingan mempunyai dasar yang kuat tentu diperlukan data-data yang objektf sebagai penyebab terjadinya suatu sengketa. Data-data ini bisa saja diperoleh langsung dari negara-negara yang bersengketa tetapi versinya tentu saling berbeda. Oleh karena itu pengumpulan dan analisa fakta-fakta yang menjadi penyebab sengketa lebih tepat diberikan kepada suatu komisi internasional yang akan berusaha mencapai suatu versi tunggal dari
Sri Azora Kumala Sari : Pencemaran Lintas Batas Akibat Kebakaran Hutan: Suatu Perspektif Dari Ekologi Dan Hukum Lingkungan Internasional, 2008. USU Repository © 2009
66
sengketa yang terjadi. Selanjutnya laporan dari komisi angket tidak mempunyai kekuatan yang mengikat dan pihak-pihak yang bersengketa mempunyai kebebasan penuh atas kelanjutan laporan tersebut. Komisi angket hanya membatasi diri pada pembuatan fakta-fakta dan sama sekali tidak membuat konklusi walaupun dari fakta-fakta yang diperoleh dapat ditarik suatu kesimpulan. 5. Konsiliasi (Konsiliation) Konsiliasi adalah suatu cara penyelesaian secara damai sengketa internasional oleh suatu organ yang telah dibentuk sebelumnya atau dibentuk kemudian atas kesepakatan pihak-pihak yang bersengketa setelah lahirnya masalah yang dipersengketakan. Dalam hal ini organ tersebut mengajukan usulusul penyelesaian kepada pihak-pihak yang bersengketa. Komisi konsiliasi bukan saja bertugas mempelajari fakta-fakta akan tetapi juga harus mempelajari sengketa dari semua segi agar dapat merumuskan suatu penyelesaian. 6. Arbitrase Arbitrase adalah adalah cara penyelesaian secara damai sengketa internasional yang dirumuskan dalam suatu keputusan oleh arbitrators yang dipilih oleh pihak-pihak yang bersengketa. Pihak-pihak tersebut sebelumnya menerima sifat mengikat keputusan yang akan diambil. Arbitrase dapat dikatakan bentuk penyelesaian sengketa semi peradilan karena keptusan dari arbitrase bersifat mengikat. Sebagai contoh kasus yang menggunakan bentuk penyelesaian secara negosiasi, mediasi dan arbitrase adalah kasus Trail Smelter (Trail Smelter Case) pada tahun 1938 yaitu antara Amerika Serikat dengan Kanada yang bermula dari kasus pencemaran udara yang diakibatkan oleh sebuah perusahaan pupuk milik
Sri Azora Kumala Sari : Pencemaran Lintas Batas Akibat Kebakaran Hutan: Suatu Perspektif Dari Ekologi Dan Hukum Lingkungan Internasional, 2008. USU Repository © 2009
67
warga negara Kanada yang dioperasikan di dalam wilayah Kanada, dekat sungai Columbia. Perusahaan pupuk tersebut menghasilkan emisi yang mengandung sulfur dioksida, menyebarkan bau logam dan seng yang sangat menyegat. Emisi tersebut, karena terbawa angin, bergerak kearah wilayah Amerika Serikat melalui lembah sungai Columbia dan menimbulkan berbagai akibat merugikan terhadap tanah, air dan udara, kesehatan serta berbagai kepentingan penduduk Washington lainnya. Amerika Serikat kemudian melakukan klaim terhadap Kanada dan meminta Kanada bertanggung jawab terhadap kerugian yang diderita Amerika Serikat. Setelah melakukan negosiasi, kedua negara sepakat untuk menyelesaikan kasus itu melalui International Joint Commision, suatu badan administratif yang dibentuk berdasarkan Boundary Waters Treaty 1907. Penyelesaian kasus tersebut menghasilkan bahwa Kanada membayar ganti rugi sebesar 78.000 dolar Amerika Serikat dan mewajibkan Kanada untuk mencegah kerugian yang mungkin timbul pada masa-masa selanjutnya (to prevent the future damage), menurunkan emisi sampai tingkat tidak melampui ambang batas (acceptable level). Dari kasus tersebut menunjukkan bahwa penyelesaian kasus lingkungan internasional, menggunakan prinsip-prinsip hukum umum sebagai dasar untuk memutuskan sengketa. Prinsip-prinsip tersebut adalah abuse of rights, state responsibility, liability principle dan principle of prevention. Selain kasus Trail Smelter yang menggunakan bentuk penyelesaian secara arbitrase adalah Kasus Lake Lanoux (Lake Lanoux Case) pada tahun 1957 antara Prancis dan Spanyol. Arbitrase yang dibbentuk untuk menyelesaikan sengketa itu menggunakan asas good faith (itikad baik). Dalam prespektif good faith, setiap
Sri Azora Kumala Sari : Pencemaran Lintas Batas Akibat Kebakaran Hutan: Suatu Perspektif Dari Ekologi Dan Hukum Lingkungan Internasional, 2008. USU Repository © 2009
68
negara hendaknya hanya melakukan kegiatan-kegiatan yang bermanfaat dan baik bagi dirinya. Apa yang bermanfaat dan baik bagi dirinya, hendaknya juga dirasakan sama oleh negara lain, dan apa yang dirasakan merugikan oleh negara lain hendaknya juga dirasa merugikan oleh pelaku kegiatan. 47 Dengan demikian , suatu negara hendaknya tidak mengerjakan kegiatan yang hanya menguntungkan dirinya dan merugikan negara lain. Atau, setiap negara hendaknya hanya mengerjakan kegiatan-kegiatan yang tidak merugikan semua pihak. Kasus Gut Dam juga menggunakan arbitrase dalam menyelesaikan kasus ini. Kasus Gut Dam (Gut Dam Case) 1969 merupakan kasus meluapnya air Dam Gut, milik Kanada, yang terletak pada bagian dari di sepanjang sungai St. Lawrence. Luapan tersebut mengakibatkan genangan air dan erosi yang merugikan warga negara Amerika Serikat yang tinggal di sekitar sungai St. Lawrence. Kasus tersebut diselesaikan melalui arbiter dan Kanada bersedia membayar ganti rugi yang diklaim oleh Amerika Serikat. Bentuk penyelesaian secara litigasi adalah melalui pengadilan. Apabila sengketa itu bersifat lintas batas maka diselesaikan melalui Mahkamah Internasional. Mahkamah Internasional merupakan suatu cara penyelesaian sengketa antar negara yang didasarkan atas ketentuan-ketentuan hukum dan karena itu prosedur penyelesaian ini juga menghasilkan keputusan-keputusan hukum. Karena keputusan-keputusan tersebut merupakan keputusan hukum maka ia akan mengikat negara-negara yang bersengketa. Mahkamah Internasional bersifat permanen, karena komposisi, organisasi, wewenang dan tata kerjanya
47
Ibid., hlm. 48
Sri Azora Kumala Sari : Pencemaran Lintas Batas Akibat Kebakaran Hutan: Suatu Perspektif Dari Ekologi Dan Hukum Lingkungan Internasional, 2008. USU Repository © 2009
69
sudah dibuat sebelumnya dan bebas dari kehendak negara-negara yang bersengketa. Contoh kasus yang menyelesaikan sengketanya melalui Mahkamah Internasional adalah kasus Corfu Channel. Kasus Terusan Korfu (Corfu Channel Case) 1949 antara Inggris dengan Albania sesungguhnya bukan merupakan kasus lingkungan hidup, namun prinsip-prinsip hukum internasional yang digunakan oleh Mahkamah Internasional dalam memutus kasus tersebut dipandang sebagai prinsip yang sangat relevan dengan penyelesaian kasus-kasus lingkungan internasional. Skema III: Bentuk-bentuk penyelesaian sengketa internasional Negosiasi
Jasa-jasa baik
Mediasi
BENTUK-BENTUK PENYELESAIAN SENGKETA INTERNASIONAL
Angket
Konsiliasi
Arbitrase
Pengadilan Internasional
Sumber : Huala Adolf, Hukum Penyelesaian Sengketa Internasional, Jakarta, Sinar Grafika, 2004 Kasus-kasus diatas cenderung merupakan kasus-kasus pencemaran yang bersifat lintas batas negara (transboundary pollution). Disamping itu terdapat juga beberapa kasus yang memiliki sifat yang sangat berbeda, yaitu bersifat di luar Sri Azora Kumala Sari : Pencemaran Lintas Batas Akibat Kebakaran Hutan: Suatu Perspektif Dari Ekologi Dan Hukum Lingkungan Internasional, 2008. USU Repository © 2009
70
batas-batas semua negara (beyond jurisdiction) dengan variasi, pertama, pencemaran yang bersumber pada kegiatan yang dilakukan di luar wilayah negara tertentu dan kedua, dilakukan diluar wilayah negara dengan dampak langsung terhadap wilayah tersebut.
B. Hubungan Penyelesaian Sengketa Hukum Lingkungan Internasional dengan Hukum Lingkungan Nasional Indonesia pun seperti negara-negara lain baru bangkit memperhatikan limgkungan, setelah Konferensi Stockholm 1972. Bahkan Undang-Undang tentang ketentuan Pokok Pengelolaan Lingkungan Hidup sebagai peraturan payung untuk lingkungan baru tercipta setelah lewat sepuluh tahun, yaitu tahun 1982. Undang-undang itu ialah Undang-undang Nomor 4 Tahun 1982. sekarang telah diubah dengan Undang-Undang Nomor 23 Tahun 1997 Tentang Pengelolaan Lingkungan Hidup. 48 Pengaturan dan prinsip-prinsip yang terkandung didalam Undang-Undang 23 Tahun 1997 tentang Pengelolaan Lingkungan Hidup selain berdasarkan oleh falsafah negara tetapi juga dipengaruhi oleh perkembangan lingkungan global serta aspirasi internasional. Karena pengelolaan lingkungan hidup nasional juga di pengaruhi lingkungan global maka dalam pengelolaan lingkungan hidup pun tidak jauh berbeda dengan prinsip-prinsip dalam hukum lingkungan internasional bahkan dalam penyelesaian sengketa lingkungan pun tidak jauh berbeda dari penyelesaian sengketa lingkungan internasional.
48
Andi Hamzah, Penegakan Hukum Lingkungan, Penerbit Sinar Grafika, Jakarta, 2005. hlm.30 Sri Azora Kumala Sari : Pencemaran Lintas Batas Akibat Kebakaran Hutan: Suatu Perspektif Dari Ekologi Dan Hukum Lingkungan Internasional, 2008. USU Repository © 2009
71
Menurut pasal 30 ayat (1) Undang-Undang Pengelolaan Lingkungan Hidup yang selanjutnya disebut dengan UUPLH menyatakan bahwa sengketa lingkungan hidup dapat ditempuh melalui pengadilan atau diluar pengadilan berdasarkan pilihan secara sukarela para pihak yang bersengketa. Penyelesaian sengketa menurut pasal 30 ayat (1) ini sesuai dengan pasal 33 Piagam PBB apakah itu melalui litigasi atau melalui non litigasi. Upaya-upaya penyelesaian sengketa lingkungan hidup nasional : 1. Penyelesaian sengketa lingkungan hidup di luar pengadilan Sebagaimana diatur dalam pasal 31, 32 dan 33 UUPLH. Dalam hal ini dapat dipergunakan jasa baik pihak ketiga, baik yang tidak memiliki kewenangan mengambil keputusan maupun yang berwenang mengambil keputusan, atau dibentuk lembaga penyedia jasa pelayanan penyelesaian sengketa lingkungan hidup yang bersifat bebas dan tidak berpihak oleh pemerintah dan/atau masyarakat. Timbulnya pemikiran untuk menyelesaikan sengketa lingkungan hidup diluar pengadilan dilatar belakangi oleh sangat lambannya penanganan perkara oleh pengadilan yang dapat memakan waktu yang cukup lama. Kemudian dengan berkembangnya ADR (Alternative Disputes Resolution) yang telah banyak dipergunakan di negara-negara maju untuk menyelesaikan sengketa lingkungan dengan cepat. Dalam kepustakaan lingkungan ADR mendiskripsikan berbagai bentuk mekanisme penyelesaian sengketa lingkungan hidup, yaitu meliputi proses negosiasi, konsiliasi, mediasi, angket maupun melaui arbitrase Pasal 31 UUPLH menyatakan bahwa penyelesaian sengketa lingkungan hidup di luar pengadilan diselenggarakan untuk mencapai kesepakatan mengenai
Sri Azora Kumala Sari : Pencemaran Lintas Batas Akibat Kebakaran Hutan: Suatu Perspektif Dari Ekologi Dan Hukum Lingkungan Internasional, 2008. USU Repository © 2009
72
bentuk dan besarnya ganti rugi dan/atau tindakan tertentu guna menjamin tidak akan terjadinya atau terulangnya dampak negatif terhadap lingkungan hidup. Apabila telah dipilih upaya penyelesaian sengketa lingkungan di luar pengadilan, gugatan melalui pengadilan hanya dapat ditempuh jika upaya tersebut dinyatakan tidak berhasil oleh salah satu pihak. Penjelasan dari pasal 32 UUPLH untuk memperlancar jalannya perundingan di luar pengadilan, para pihak yang berkepentingan dapat meminta jasa pihak ketiga netral yang dapat berbentuk: 49 a. Pihak ketiga netral yang tidak memiliki kewenangan mengambil keputusan. Pihak ketiga netral ini berfungsi sebagai pihak yang memfasilitasi para para pihak yang berkepentingan sehingga dapat dicapai kesepakatan. Pihak ketiga netral ini harus disetujui oleh para pihak yang bersengketa, tidak memiliki hubungan keluarga dan/atau hubungan kerja dengan salah satu pihak yang bersengketa, memiliki keterampilan untuk melakukan perundingan atau penengahan, tidak memiliki kepentingan terhadap proses perundingan maupun hasilnya. b. Pihak ketiga netral yang memiliki kewenangan mengambil keputusan berfungsi sebagai arbiter dan semua putusan arbitrase ini bersifat tetap dan mengikat para pihak yang bersengketa. Dalam Pasal 33 UUPLH ditentukan : “Pemerintah dan/atau masyarakat dapat membentuk lembaga penyedia jasa pelayanan penyelesaian sengketa lingkungan hidup yang bersifat bebas dan tidak berpihak “.
49
Penjelasan dari Undang-Undang Pengelolaan Lingkungan Hidup
Sri Azora Kumala Sari : Pencemaran Lintas Batas Akibat Kebakaran Hutan: Suatu Perspektif Dari Ekologi Dan Hukum Lingkungan Internasional, 2008. USU Repository © 2009
73
Ketentuan mengenai penyedia jasa pelayanan sengketa lingkungan hidup diatur lebih lanjut dengan Peraturan Pemerintah. Lembaga penyedia jasa pelayanan penyelesaian sengketa lingkungan hidup ini dimaksudkan sebagai suatu lembaga
yang
mampu
memperlancar
pelaksanaan
mekanisme
pilihan
penyelesaian sengketa dengan mendasarkan pada prinsip ketidakberpihakan dan profesionalisme. Lembaga penyedia jasa yang dibentuk pemerintah dimaksudkan sebagai pelayanan publik. Dengan demikian, UUPLH telah membuka kesempatan didirikannya lembaga baru tempat bernaung profesi di bidang penyelesaian sengketa lingkungan yang berupa Lembaga Pelayanan Penyelesaian Sengketa Lingkungan (LPPSL). Lembaga tersebut dibentuk oleh pemerintah dan atau masyarakat. Di Jepang, lembaga serupa yang di bentuk pemerintah dikenal dengan nama the Environmental Dispute Coordination Commission untuk tingkat nasional dan the Environmental Dispute Council pada tingkat daerah. 50
2. Penyelesaian sengketa lingkungan hidup melalui pengadilan Penyelesaian sengketa lingkungan hidup melalui pengadilan merupakan jalan terakhir setelah upaya-upaya menyelesaikan sengketa di luar pengadilan menemui jalan buntu atau tidak ditemukannya kesepakatan dalam menyelesaikan sengketa lingkungan tersebut. Ada beberapa hal yang terdapat dalam upaya penyelesaian sengketa melalui jalur pengadilan menurut UUPLH. Dalam bidang keperdataan akan terkait
50
Kosnadi Hardjasoemantri, Hukum Tata Lingkungan, Gadjah Mada University Press, Yogyakarta , 2002 , Hal. 403 Sri Azora Kumala Sari : Pencemaran Lintas Batas Akibat Kebakaran Hutan: Suatu Perspektif Dari Ekologi Dan Hukum Lingkungan Internasional, 2008. USU Repository © 2009
74
dengan masalah ganti kerugian dan tanggung jawab perdata. Sedangkan dalam bidang pidana akan terkait dengan pidana penjara dan denda. 51 Pasal 34 UUPLH menentukan : (1) Setiap perbuatan melanggar hukum berupa pencemaran dan/atau perusakan lingkungan hidup yang menimbulkan kerugian pada orang lain atau lingkungan hidup, mewajibkan penanggung jawab usaha dan atau kegiatan untuk membayar ganti rugi dan atau melakukan tindakan tertentu. (2) Selain pembebanan untuk melakukan tindakan tertentu sebagaimana dimaksud pada ayat (1), hakim dapat menetapkan pembayaran uang paksa atas setiap hari keterlambatan penyelesaian tindakan tertentu tersebut.
Dari pasal ini merupakan realisasi asas yang ada dalam hukum lingkungan hidup yang disebut asas pencemar membayar. Selain diharuskan membayar ganti rugi, pencemar dan/atau perusak lingkungan hidup dapat pula dibebani oleh hakim untuk melakukan tindakan hukum tertentu, misalnya perintah untuk : 1). Memasang atau memperbaiki unit pengolahan limbah sehingga limbah sesuai dengan baku mutu lingkungan hidup yang ditentukan; 2). Memulihkan fungsi lingkungan hidup; 3). Menghilangkan atau memusnahkan penyebab timbulnya pencemaran dan/atau perusakan lingkungan hidup. Penjelasan ayat (2) dari pasal 34 UUPLH tentang pembebenan pembayaran uang paksa atas setiap hari keterlambatan pelaksanaan perintah pengadilan untuk melaksanakan tindakan tertentu adalah demi pelestarian fungsi lingkungan hidup. Dengan adanya ketentuan ini, maka penanggung jawab usaha dan/atau kegiatan berusaha agar secepat mungkin menyelesaikan tindakan tertentu itu untuk menghindari diri dari pembayaran uang paksa tersebut.
51
Suhaidi, Perlindungan TerhadapLlingkungan Laut dari Pencemaran yang Bersumber dari Kapal: Konsekwensi Penerapan Hak Pelayaran Internasional Melalui Peraiaran Indonesia. Jakarta, Pustaka Bangsa Press, 2004, hlm. 262 Sri Azora Kumala Sari : Pencemaran Lintas Batas Akibat Kebakaran Hutan: Suatu Perspektif Dari Ekologi Dan Hukum Lingkungan Internasional, 2008. USU Repository © 2009
75
Pasal 35 UUPLH menyatakan : (1)
(2)
(3)
Penanggung jawab usaha dan/atau kegiatan yang usaha dan kegiatannya menimbulkan dampak besar dan penting terhadap lingkungan hidup, yang menggunakan bahan berbahaya dan beracun, dan/atau menghasilkan limbah bahan berbahaya dan beracun, bertanggung jawab secara mutlak atas kerugian yang ditimbulkan, dengan kewajiban membayar ganti rugi secara langsung dan seketika pada saat terjadinya pencemaran dan/atau perusakan lingkungan hidup. Penanggung jawab usaha dan/atau kegiatan dapat dibebaskan dari kewajiban membayar ganti rugi sebagaimana dimaksud dari ayat (1) jika yang bersangkutan dapat membuktikan bahwa pencemaran dan/atau perusakan lingkungan hidup disebabkan salah satu alasan di bawah ini : a. adanya bencana alam atau peperangan; atau b. adannya keadaan terpaksa di luar kemampuan manusia; atau c. adanya tindakan pihak ketiga yang menyebabkan terjadinya pencemaran dan/atau perusakan lingkungan hidup. Dalam hal terjadi yang disebabkan oleh pihak ketiga sebagaimana dimaksud pada ayat (2) huruf c, pihak ketiga bertanggung jawab membayar ganti rugi
Penjelasan Pasal 35 ayat (1) menyatakan bahwa pengertian bertanggung jawab secara mutlak atau strict liability, yakni unsur kesalahan tidak perlu dibuktikan oleh pihak penggugat sebagai dasar pembayaran ganti kerugian. Ketentuan ayat ini merupakan specialis dalam gugatan tentang perbuatan melanggar hukum pada umumnya. Besarnya nilai ganti rugi yang dapat dibebankan terhadap pencemar atau perusak lingkungan hidup menurut Pasal ini dapat ditetapkan sampai batas tertentu. Pasal 37 UUPLH memberikan pengaturan tentang gugatan perwakilan. Dengan adanya ketentuan tentang gugatan perwakilan ini, maka yang dapat mewakili masyarakat dalam jumlah besar ( class members) adalah kelompok kecil (class representatives ) di dalam kelompok besar itu, bukan pihak luar. Gugatan perwakilan ini dimana suatu kelompok kecil masyarakat untuk bertindak mewakili masyarakat
dalam jumlah besar
yang dirugikan atas dasar kesamaan
Sri Azora Kumala Sari : Pencemaran Lintas Batas Akibat Kebakaran Hutan: Suatu Perspektif Dari Ekologi Dan Hukum Lingkungan Internasional, 2008. USU Repository © 2009
76
permasalahan, fakta hukum dan tuntutan yang ditimbulkan karena pencemaran dan/atau perusakan lingkungan hidup. Tujuan dengan adanya gugatan perwakilan ini adalah
52
1. Proses berpekara yang bersifat ekonomis (judicial economy) Dengan gugatan perwakilan berarti mencegah pengulangan (repetition) gugatan-gugatan serupa secara individual. Tidaklah ekonomis bagi pengadilan apabila harus melayani gugatan-gugatan sejenis secara individual ( satu persatu). Manfaat ekonomis ini juga ada pada diri tergugat, sebab dengan gugatan perwakilan hanya satu kali mengeluarkan biaya untuk melayani gugatan masyarakat korban. 2. Akses pada keadilan (access to justice ).. Apabila gugatan diajukan secara
individual,
maka
hal tersebut
mengakibatkan beban bagi calon penggugat, seringkali beban semacam itu menjadi hambatan bagi seseorang untuk memperjuangkan haknya di pengadilan. Terlebih lagi apabila biaya gugatan yang kelak akan dikeluarkan tidak sebanding dengan tuntutan yang akan diajukan. Melaui prosedur gugatan perwakilan, kendala yang bersifat ekonomis ini dapat teratasi dengan cara para korban menggabungkan diri bersama dengan class members lainnya dalam satu gugatan. 3. Perubahan sikap pelaku pelanggaran (behavior modification). Dengan diterapkannya prosedur gugatan perwakilan berarti memberikan akses yang lebih luas pada pencari keadilan ntuk mengajukan gugatan dengan cara cost efficiency. Akses gugatan perwakilan ini dengan demikian berpeluang
52
Ibid, hlm. 428
Sri Azora Kumala Sari : Pencemaran Lintas Batas Akibat Kebakaran Hutan: Suatu Perspektif Dari Ekologi Dan Hukum Lingkungan Internasional, 2008. USU Repository © 2009
77
mendorong perubahan sikap dari mereka yang berpotensi merugikan kepentingan masyarakat luas. Gugatan yang diajukan oleh organisasi lingkungan hidup tidak dapat berupa tuntutan membayar ganti rugi, melainkan hanya terbatas gugatan lain yang sesuai dengan penjelasan pasal 38, yaitu : 1. Memohon kepada pengadilan agar seseorang diperintahkan untuk melakukan tindakan hukum tertentu yang berkaitan dengan tujuan pelestarian fungsi lingkungan hidup; 2. Menyatakan seseorang telah melakukan perbuatan melanggar hukum karena mencemarkan atau merusak lingkungan hidup; 3. Memerintahkan seseorang yang melakukan usaha dan/atau kegiatan untuk membuat memperbaiki unit pengolah limbah. Tidak semua organisasi lingkungan hidup dapat mengatasnamakan lingkungan hidup, melainkan harus memenuhi persyaratan berupa organisasi tersebut harus berbentuk badan hukum atau yayasan, dalam anggaran dasar organisasi lingkungan hidup yang bersangkutan menyebutkan dengan tegas bahwa tujuan didirikannya organisasi tersebut adalah untuk kepentingan pelestarian fungsi lingkungan hidup dan telah melaksanakan kegiatan sesuai dengan anggaran dasar. Dengan adanya persyaratan tersebut keberadaan organisasi lingkungan hidup diakui memiliki ius standi untuk mengajukan gugatan atas nama lingkungan hidup ke pengadilan, baik peradilan umum ataupun peradilan tata usaha negara, tergantung kompetensi peradilan yang bersangkutan dalam memeriksa dan mengadili perkara yang dimaksud.
Sri Azora Kumala Sari : Pencemaran Lintas Batas Akibat Kebakaran Hutan: Suatu Perspektif Dari Ekologi Dan Hukum Lingkungan Internasional, 2008. USU Repository © 2009
78
Dari perumusan tersebut, tersurat kehendak awal UUPLH bahwa setiap organisasi lingkungan berhak mengatasnamakan lingkungan, sebab organisasi lingkungan otomatis bergerak di bidang lingkungan hidup. Ini berbeda dengan LSM yang tidak seluruhnya bertujuan melestarikan fungsi lingkungan kecuali LSM lingkungan. Contoh kasus lingkungan hidup yang diselesaikan melalui pengadilan adalah kasus pencemaran sungai belumai. Dari kasus ini masyarakat menuntut pabrik-pabrik
yang
membuang
limbahnya
kesungai
belumai
sehingga
menyebabkan sungai belumai yang tadinya bersih mendadak menjadi kotor, berbau, keruh dan warnanya berubah menjadi antara coklat, hitam kekuningkuningan, berminyak dan berlendir, dapat menimbulkan penyakit kulit (gatalgatal), dan ikan-ikan biasanya terdapat disungai banyak yang mati. Hal ini sangat mengganggu kehidupan masyarakat terutama masyarakat yang sangat bergantung terhadap sungai tersebut. Kasus tersebut diajukan ke pangadilan oleh masyarakat agar dapat dapat pabrik-pabrik yang membuang limbahnya kesungai belumai untuk tidak membuang lagi limbahnya kesungai dan mengganti kerugian masyarakat. Akan tetapi putusan dari pengadilan bahwa pabrik-pabrik tersebut tidak bersalah karena perusahaan tersebut telah memiliki UPL, alat bukti yang diajukan penelitiannya tidak dilakukan secara seksama, teliti, dan tidak dilakukan oleh yang berwenang dan air sungai belumai belum tercemar, masih dapat dipergunakan sesuai peruntukkannya.
Sri Azora Kumala Sari : Pencemaran Lintas Batas Akibat Kebakaran Hutan: Suatu Perspektif Dari Ekologi Dan Hukum Lingkungan Internasional, 2008. USU Repository © 2009
79
C. Penyelesaian Sengketa Internasional terkait dengan Pencemaran Lintas batas akibat kebakaran Hutan Pencemaran lintas batas akibat kebakaran hutan yang terjadi di Indonesia untuk saat ini memang belum menimbulkan sengketa antara negara-negara ASEAN, terutama antara negara yang di dalam wilayahnya terjadi kebakaran hutan dengan negara yang menderita akibat dampak dari kebakaran hutan dan belum ada dasar hukum internasional yang kuat dan khusus mengatur tentang pencemaran lintas batas akibat kebakaran hutan. Walaupun demikian Indonesia tetap bertanggung jawab terhadap kebakaran hutan yang terjadi di dalam wilayah yurisdiksinya. Karena tanggung jawab negara dalam hukum internasional adalah untuk mencegah terjadinya sengketa antar negara, disamping juga bertujuan memberikan perlindungan hukum. Selain itu, prinsip tanggung jawab negara merupakan salah satu prinsip yang penting dalam hukum internasional. Banyaknya kasus yang dapat di jadikan acuan dalam menerapkan prinsip tanggung jawab negara dapat dilihat dari di kawasan lain seperti Eropa dan Amerika, berbagai persoalan lingkungan yang memiliki karakteristik lintas batas negara, terutama yang berhubungan dengan pemanfaatan sumber-sumber kehidupan seperti sungai, danau dan lain sebagainya selalu di wujudkan dalam suatu perjanjian yang didalamnya terdapat ketentuan hukum yang mengikat. Dengan demikian apabila salah satu tidak memenuhi apa yang tertuang dalam kesepakatan, maka pihak lainnya dapat meminta pertanggung jawab hukum atas negara yang tegas. Apabila dibandingkan dengan ASEAN, ASEAN juga mengeluarkan kesepakatan yang menyinggung persoalan tanggung jawab negara dalam
Sri Azora Kumala Sari : Pencemaran Lintas Batas Akibat Kebakaran Hutan: Suatu Perspektif Dari Ekologi Dan Hukum Lingkungan Internasional, 2008. USU Repository © 2009
80
hubungannya dengan pencemaran lintas batas sebagai akibat dari aktivitas negara diwilayahnya yang berdampak terhadap negara lain yaitu terdapat dalam ASEAN Agreement on the Conservation of Nature and Natural Resources, Kuala Lumpur, 1985. Sebagaimana halnya dengan berbagai konvensi internasional yang meletakkan dasar bagi diterapkannya prinsip tanggung jawab negara dalam upaya perlindungan lingkungan hidup senantiasa muncul pada saat membicarakan eksploitasi sumber daya alam dalam wilayah nasional suatu negara tetapi berdampak terhadap negara lain, maka dalam ASEAN Agreement on the Conservation of Nature and Natural Resources juga melatakkan dasar-dasar prinsip tanggung jawab negara itu pada saat mengatur masalah dampak lingkungan yang bersifat lintas batas. Bila dihubungkan dengan peristiwa kebakaran hutan yang terjadi di Indonesia, maka bentuk-bentuk perwujudan prinsip tanggung jawab negara dalam ASEAN Agreement on the Conservation of Nature and Natural Resources dapat dikatakan belum dijalankan sebagaimana mestinya karena di lihat dari aspek penegakan hukum dengan segala sanksinya, aspek kelembagaan yang tidak permanen dan professional, tidak tersedianya peralatan dan teknologi pemadam kebakaran hutan dan lahan yang memadai. Jika sengketa lingkungan terjadi juga di antara negara-negara yang berkaitan dengan dengan kebakaran hutan yang trjadi di suatu negara yang berasal dari negara lain maka negara korban berhak meminta agar hal-hal yang menyebabkan terjadinya pencemaran udara karena kebakaran hutan segera dihentikan dan atau ditanggulangi dalam waktu yang wajar sesuai dengan kondisi
Sri Azora Kumala Sari : Pencemaran Lintas Batas Akibat Kebakaran Hutan: Suatu Perspektif Dari Ekologi Dan Hukum Lingkungan Internasional, 2008. USU Repository © 2009
81
yang terdapat di negara yang menyebabkan pencemaran. Dan negara-negara korban dapat juga menuntut kembali jika upaya-upaya yang dilakukan oleh negara yang menyebabkan pencemaran sesuai dengan ketentuan hukum yang berlaku. Dalam ASEAN pun terdapat pengaturan penyelesaian sengketa yang termuat dalam the Treaty of Amity and Cooperation in Southeast Asia (TAC) yang ditandatangani di Bali, 24 Februari 1976. Bab IV TAC ( Pasal 13-17) memuat pengaturan mengenai pnyelesaian sengketa secara damai. Berdasarkan Bab IV TAC, terdapat 3 (tiga) mekanisme atau prosedur penyelesaian sengketa yang dikenal negara-negara anggota ASEAN, meliputi: 53 1. Penghindaran timbulnya sengketa dan penyelesaian melalui negosiasi secara langsung. Pasal 13 TAC mensyaratkan negara-negara anggota untuk sebisa mungkin dengan iktikad baik mencegah timbulnya sengketa diantara mereka. Namun apabila sengketa tetap lahir dan tidak mungkin di cegah maka para pihak wajib menahan diri untuk tidak menggunakan (ancaman) kekerasan. Pasal ini selanjutnya mewajibkan para pihak untuk menyelesaikan melalui negosiasi secara baik-baik (friendly negotiations) diantara mereka. 2. Penyelesaian sengketa melalui the High Council Manakala negosiasi secara langsung oleh para pihak gagal, penyelesaian sengketa masih dimungkinkan dilakukan oleh the High Council (pasala 14 TAC). The Council terdiri dari setiap negara anggota ASEAN. Apabila sengketa timbul maka the Council akan memberi rekomendasi mengenai cara-cara penyelesaian sengketanya. The High Council juga diberi wewenang untuk memberikan jasa
53
Huala Adolf, Op.Cit, hlm1.29-131
Sri Azora Kumala Sari : Pencemaran Lintas Batas Akibat Kebakaran Hutan: Suatu Perspektif Dari Ekologi Dan Hukum Lingkungan Internasional, 2008. USU Repository © 2009
82
baik, mediasi, penyelidikan atau konsiliasi, apabila para pihak menyetujuinya (Pasal 15 dan 16 TAC). 3. Cara-cara penyelesaian sengketa berdasarkan pasal 33 ayat (1) piagam PBB. Meskipun terdapat mekanisme di atas, TAC tidak meghalangi para pihak untuk menempuh cara atau metode penyelesaian sengketa lainnya yang para pihak sepakati sebagaimana tercantum dalam Pasal 33 ayat (1) Piagam PBB (Pasal 17 TAC). Dalam praktek, para pihak yang bersengketa lebih cenderung untuk menyelesaikan sengketanya melalui negosiasi langsung. Apabila cara negosiasi ini gagal maka para pihak cenderung untuk menyelesaikannya secara hukum.
Sri Azora Kumala Sari : Pencemaran Lintas Batas Akibat Kebakaran Hutan: Suatu Perspektif Dari Ekologi Dan Hukum Lingkungan Internasional, 2008. USU Repository © 2009
83
BAB V PENUTUP A. KESIMPULAN Beberapa permasalahan yang telah dibahas dalam penelitian diatas maka dapat diambil kesimpulan sebagai berikut : 1.
Setiap kegiatan yang dilakukan oleh manusia mempunyai dampak pada lingkungannya. Sebaliknya, lingkungannya sendiri akan mempengaruhi kegiatan manusia itu sendiri. Dalam hal ini, bukan berarti manusia harus menghentikan setiap perubahan yang ada akan tetapi bagaimana manusia menciptakan suatu keseimbangan yang dinamis dan memungkinkan manusia terus melanjutkan pembagunan tanpa merusak lingkungan. Telah banyak penemuan untuk memnfaatkan lingkungan sehingga lingkngan tetap terjaga. Dengan demikian, perlindungan terhadap kekekalan lingkungan hidup manusia secara global menjadi tujuan utama Konferensi Internasional mengenai lingkungan hidup di Stockholm dalam tahun 1972 dan Konferensi-konferensi lingkungan sesudahnya.
2.
Perlindungan lingkungan dipandang sebagai sebuah kepentingan bersama yang dapat diwujudkan jika terdapat kerjasama antar negara dalam lingkup global maupun regional. Guna untuk mengatur masalah-masalah yang berkaitan dengan kegiatan eksploitasi sumber daya alam yang menimbulkan dampak lingkungan yang bersifat lintas batas, di tingkat global sudah ditetapkan dalam Konferensi Stockholm 1972. Sedangkan di tingkat regional,
ASEAN
juga
menghasilkan ASEAN
Agreement
on
the
Conservation of Nature and Natural Resources, 1985. Rencana Aksi
Sri Azora Kumala Sari : Pencemaran Lintas Batas Akibat Kebakaran Hutan: Suatu Perspektif Dari Ekologi Dan Hukum Lingkungan Internasional, 2008. USU Repository © 2009
84
Strategis Asean merupakan upaya menindaklanjuti Rekomendasi Agenda 21 yang mengharuskan adanya aksi prioritas yang berkaitan dengan perlindungan udara dan perlindungan serta pengelolaan laut. 3.
Dalam hukum internasional sudah ada ketentuan bahwa setiap negara mempunyai tanggung jawab terhadap kegiatan yang dilakukan dalam yurisdiksi suatu negara yang mempunyai dampak lingkungan terhadap negara lain. Negara-negara yang berada dalam sistem ekologi yang berdampingan harus bekerjasama menciptakan suatu upaya penyelesaian sengketa lingkungan internasional apabila terjadi pencemaran yang bersifat lintas batas. Hal ini sesuai dengan artikel 33 Piagam Perserikatan BangsaBangsa mengenai pnyelesaian secara damai sengketa internasional.
B. SARAN Setelah membahas permasalahan tersebut, dapat diambil sebuah masukan dari saya untuk mengemukakan beberapa saran yang terkait dengan permasalahan yang diangkat dalam penelitian ini. 1.
Menyadari penting peranan dan fungsi ekologi hutan di Indonesia umumnya, maka di perlukan rehabilitasi dan pengelolaan dan pemanfaatan hutan yang efektif, efisien dan berkelanjutan dan dilandasi oleh peraturan perundangundangan.
2.
Banyak peraturan di Indonesia yang menyangkut pengelolaan dan pemakaian secara berkesinambungan, sayangnya Undang-Undang dari peraturan itu kebanyakan tidak dilaksanakan. Oleh karenanya perlu upaya penegakan hukum, meningkatkan kemampuan aparat dan kelembagaan
Sri Azora Kumala Sari : Pencemaran Lintas Batas Akibat Kebakaran Hutan: Suatu Perspektif Dari Ekologi Dan Hukum Lingkungan Internasional, 2008. USU Repository © 2009
85
pemerintahan
daerah,
swasta
dan
masyarakat
setempat
untuk
mengembangkan sistem pengelolaan dan rehabilitasi hutan agar tidak terjadi lagi kebakaran hutan.
Sri Azora Kumala Sari : Pencemaran Lintas Batas Akibat Kebakaran Hutan: Suatu Perspektif Dari Ekologi Dan Hukum Lingkungan Internasional, 2008. USU Repository © 2009
86
DAFTAR PUSTAKA
BUKU-BUKU Adolf, Huala, Hukum Penyelesaian Sengketa Internasional, Jakarta, Sinar Grafika, 2004. Arif, Pencemaran Transnasional Akibat Kebakaran Hutan di Indonesia Dalama Hubungannya dengan Penerapan Prinsip Tanggung Jawab Negara (Studi Pada Kebakaran Hutan di Sumatera dan Kalimantan), Tesis Pascasarjana Universitas Padjadjaran, Bandung, 2000. Arifin, Syamsul, Perkembangan Hukum Lingkungam di Indonesia, Universitas Sumatera Utara Press, Medan, 1993. Cipto, Bambang, Hubungan Internasional di Asia Tenggara. Pustaka Pelajar : Yogyakarta, 2006. Danusaputro, Munadjat, Hukum Lingkungan, Buku I: Umum, Binacipta, Bandung, 1985. Hamzah, Andi, Penegakan Hukum Lingkungan, Penerbit Sinar Grafika, Jakarta, 2005 Hardjasoemantri, Koesnadi, Hukum Tata Lingkungan, Gadjah Mada University Press, Yogyakarta , 2002. Leviza, Jelly, Tanggung Jawab Hukum Bank Dunia dan IMF Atas Dampak Negatif Kondisionalitas Pinjamannya di Negara-negara Berkembang, Disertasi Pascasarjana Universitas Sumatera Utara, 2006. Mauna, Boer, Hukum Internasional, Pengertian Peranan dan Fungsi Dalam Era Dinamika Global, Penerbit Alumni, Bandung, 2001.
Sri Azora Kumala Sari : Pencemaran Lintas Batas Akibat Kebakaran Hutan: Suatu Perspektif Dari Ekologi Dan Hukum Lingkungan Internasional, 2008. USU Repository © 2009
87
Mukono, H.J, Pencemaran Udara dan Pengaruhnya Terhadap Gangguan Saluran Pernapasan, Airlangga University Press, Surabaya, 1997. Putra, Ida Bagus Wyasa, Hukum Lingkungan Internasional, Perspektif Bisnis Internasional, Refika Aditama, Bandung, 2002. Silalahi, Daud, Hukum Lingkungan Dalam Sistem Penegakan Hukum Lingkungan Indonesia, Penerbit Alumni, Bandung, 1992. Siregar, Arifin, dkk, Hukum Lingkungan Internasional, Kumpulan Materi Penataran. Universitas Sumatera Utara Press, Medan, 1997. Siregar, Hasnil Basri, Perkembangan Hukum Organisasi Internasional, Penerbit Kelompok Studi Hukum dan Masyarakat Fakultas Hukum USU, Medan, 1998. Soemarwoto, Otto, Indonesia Dalam Kancah Isu Lingkungan Global, Penerbit Gramedia Pustaka Utama, Jakarta, 1992. _______________, Ekologi, Lingkungan Hidup dan Pembangunan, Rineka Cipta, Jakarta, 1995 Soejono, Hukum Lingkungan dan Peranannya dalam Pembangunan, Rineka Cipta, Jakarta, 1995. Suhaidi, Perlindungan Terhadap Lingkungan Laut dari Pencemaran yang Bersumber dari Kapal: Konsekwensi Penerapan Hak Pelayaran Internasional Melalui Perairan Indonesia, Jakarta, Pustaka Bangsa Press, 2004. Suratmo, F. Gunarwan. Analisis Mengenai Dampak Lingkungan, Gajah Mada University Press, Yogyakarta, 1995.
Sri Azora Kumala Sari : Pencemaran Lintas Batas Akibat Kebakaran Hutan: Suatu Perspektif Dari Ekologi Dan Hukum Lingkungan Internasional, 2008. USU Repository © 2009
88
Sunu, Pramudya, Melindungi Lingkungan Dengan Menerapkan ISO 14001. PT. Gramedia, Jakarta, 2001. Thohir, Kaslan A, Butir-Butir Tata Lingkungan, Rineka Cipta, Jakarta, 1991. Wardhana, Wisnu Arya, Dampak Pencemaran Lingkungan, Andi Offset, Yogyakarta, 2001. Wijoyo,
Suparto,
Hukum
Lingkungan:
Mengenal
Instrumen
Hukum
Pengendalian Pencemaran Udara Di Indonesia, Surabaya, Airlangga University Press, 2004,
PERATURAN PERUNDANG-UNDANGAN : Undang-Undang Nomor 23 Tahun 1997 Tentang Ketentuan-ketentuan Pokok Pengelolaan Lingkungan Hidup. Undang-Undang Nomor 41 Tahun 1999 Tentang Ketentuan-ketentuan Pokok Kehutanan.
ARTIKEL/WEBSITE : http://app.mfa.gov.sg/2006/press/view_press.asp?post_id=1887 http://www.haze-onlineor.id/news.php/ID= 0030702100607 . htm http://www.adb.org/Documents/Books/AEO/2001/aeo2010.asp http://www.pikiran-rakyat.com/cetak/2005/0805/13/0102.htm http:// www.BBC.com/ indonesian/Ungkapan Pendapat Indonesia/ kirim asap lagi.htm http://www.cdm.or.id/id?q=kyoto http://nanangsyah.blogspot.com/2007/09/bencana-kabut-asap.html
Sri Azora Kumala Sari : Pencemaran Lintas Batas Akibat Kebakaran Hutan: Suatu Perspektif Dari Ekologi Dan Hukum Lingkungan Internasional, 2008. USU Repository © 2009
89
http://www.walhi.or.id/kampanye/bencana/bakarhutan/kebkr_hut_riau_mak_2304 03 http://www.rsi.sg/ indonesian/wacanaindonesia/view/20070223211000/1/.html http://tumoutou.net/702_07134/71034_9.htm
Sri Azora Kumala Sari : Pencemaran Lintas Batas Akibat Kebakaran Hutan: Suatu Perspektif Dari Ekologi Dan Hukum Lingkungan Internasional, 2008. USU Repository © 2009