Prosiding Seminar Serantau Pengurusan Persekitaran 2016
11 PENAMBANGAN EMAS TIDAK BERIZIN DAN DAMPAK KEPADA LAHAN PERTANIAN DI PROVINSI RIAU PAZLI Studi Pembangunan Wilayah, Universitas Riau (UNRI), Pekanbaru, Riau, INDONESIA ABSTRAK Pertambangan emas tidak berizin pemerintah sedang marak di Kabupaten Kuantan Singingi, Provinsi Riau. Wilayah penambangan emas tak berizin ini terdapat di banyak tempat dan tidak beraturan, ada yang di tepi sungai, badan sungai, danau dan paling banyak terjadi pada lahan perkebunan kelapa sawit dan perkebunan karet produktif di daerah aliran sungai. Penambangan emas tidak berizin memberikan perubahan pada bentangan alam baik itu kontur tanah daratan, mahupun alur aliran dan daerah aliran sungai, mendegradasi persediaan tanah-tanah untuk pertanian, mempengaruhi ekonomi wilayah. Penelitian ini penting untuk (1) mengetahui bagaimana hubungan penambangan emas tidak berizin pemerintah dengan ketersediaan lahan, harga lahan pertanian serta kerusakan lingkungan. Apakah kebijakan yang ada mampu memberikan solusi, lalu bagaimana model pengelolaan kegiatan penambangan yang menguntungkan negara melalui hubungan Pemerintah-Rakyat untuk Pembangunan Pertanian berkelanjutan). Penelitian dilakukan di Provinsi Riau, Kabupaten Kuantan Singingi, kecamatan Singingi Hilir tepatnya di desa Paku dan Koto Baru. Penelitian ini merupakan gabungan survei dan studi kasus serta analisa data sekunder. Untuk menguji hipotesa digunakan Uji Chi kuadrat (chi square test) untuk melihat hubungan antar variabel dan untuk melihat variabel yang paling berpengaruh digunakan uji regresi logistik ganda (binary logistic) dengan bantuan program SPSS 17.0 for windows. Hasil penelitian hubungan kegiatan penambangan emas tidak berizin pemerintah dengan ketersediaan lahan pertanian ditemukan p value 0,015. Nilai p value 0,015 < 0,05, dengan demikian disimpulkan ada hubungan signifikan antara aktifitas penambangan emas tidak berizin dengan ketersediaan lahan untuk pertanian berkelanjutan. Semakin marak kegiatan penambangan ini semakin sempit ketersediaan lahan untuk pertanian. Hubungan penambangan emas tidak berizin dengan perubahan aspek kerusakan lingkungan seperti perubahan aliran dan tatanan sumberdaya air, dan cadangan atau daerah resapan air ditemukan nilai p value 0,014. Nilai p value 0,014 < 0,05, artinya ada hubungan signifikan antara aktifitas penambangan tidak berizin dengan kerusakan lingkungan (perubahan aliran dan tatanan sumberdaya air). Sementara itu hubungannya dengan kenaikan lahan untuk pertanian ditemukan nilai p value 0,020, artinya hubungannya signifikan, sebab 0,02 < 0,05, dalam hal ini usaha penambangan emas tidak berizin ini dilakukan dengan mengolah lahan-lahan yang diperkirakan mengandung potensi cadangan biji emas, sehingga permintaan harga lahan lebih tinggi dari penawaran lahan, maka nilai jual tanah pertanian menjadi melambung untuk menambang biji emas. Pemerintah belum memberikan solusi yang yang menguntungkan kepada semua pihak pengelolaan pertambangan emas ini. Tidak satupun peraturan daerah yang dikeluarkan untuk melakukan penataan terhadap kegiatan penambangan liar ini. Rekomendasi Pemerintah Kabupaten Kuantan Singingi harus menetapkan kawasan pertambangan. Pertambangan Emas tanpa konsesi di kawasan pertambangan dalam wilayah kecamatan masing-masing hanya boleh dilakukan oleh penduduk setempat. Bagi penambang yang menambang tanpa menggunakan mesin harus seijin kepala kecamatan setempat dan harus membayar .0,5% dari hasil yg diperoleh per 6 bulan. Bagi penambang yang menambang dengan menggunakan mesin harus memperoleh ijin menyewa dari Kecamatan dan dikenai ongkos sewa sebanyak 70% NJOP per meter per tahun. Penambang juga diwajibkan membuat batas wilayahnya dengan biaya sendiri. Bagi yang melakukan penambangan tanpa ijin dikenai hukuman kurungan 1 tahun dan denda paling tinggi Rp.500 Juta.
Pazli / 77
PENGENALAN Provinsi Riau terletak di wilayah tengah pulau Sumatera, sebelum bernama provinsi Riau merupakan region Sumatera Tengah. Provinsi Riau juga berbatasan dengan pantai timur pulau Sumatera yang berhadapan langsung dengan dunia internasional seperti negara Malaysia, Singapura, Brunai dan Thailand. Provinsi Riau memiliki memiliki kondisi agraria seperti hutan dataran tinggi, lautan serta hutan daerah rawa gambut secara alamiah. Aspek agraria tersebut memberikan propinsi Riau kekayaan alam yang sudah dikenal sejak zaman penjajahan belanda sampai dengan zaman kemerdekaan ini. Potensi itu antara lain minyak bumi, batu bara sampai dengan biji emas yang merupakan logam mulia. Kekayaan alam berupa bahan tambang tersebut tersebar di beberapa wilayah provinsi Riau seperti minyak bumi terdapat di wilayah kabupaten Bengkalis dan kabupaten Siak. Batu bara terdapat di kabupaten Indragiri Hulu, sedangkan potensi biji Emas yang luar biasa terdapat di wilayah kabupaten Kuantan Singingi yang dikenal dengan sebutan Emas Logas. Konstitusi negara Undang-Undang Dasar Negara tahun 1945 menjamin, bahwa kekayaan bumi yang ada tersebut harus memberikan manfaat kepada bangsa dan negara, sebagaimana diamanatkan konstitusi dalam Pasal 33 ayat (3) menyebutkan “Bumi dan air dan kekayaan alam yang terkandung didalamnya dikuasai oleh negara dan dipergunakan untuk sebesar besarnya kemakmuran rakyat (Undang-Undang Tahun 1945). Dari pasal 33 ayat 3 undang-undang Dasar Negara tersebut, terdapat dua aspek struktural yang memiliki hubungan kemanfaatan yang horizontal yaitu negara dan rakyat. Pertama dikuasai oleh negara merupakan dasar bagi konsep Hak Penguasaan Negara (HPN), artinya menegaskan bahwa pengambilan kekayaan alam yang terkandung dalam bumi, air dan ruang angkasa di atur dengan undang-undang; kedua anugerah Tuhan Yang Maha Esa tersebut wajib dilestarikan dan dikembangkan kemampuannya agar tetap dapat menjadi sumber penunjang hidup bagi manusia, mahluk hidup lainnya terutama yang berada di daerah yang bersangkutan demi kelangsungan dan peningkatan kualitas hidup masyarakat dan kesejahteraannya pada masa kini dan pada mas datang. Bertitik tolak dari konsep penguasaan negara dan untuk kesejahteraan rakyat dijeaskan lebih lanjut didalam Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1960 tentang Peraturan Dasar PokokPokok Agraria atau lebih dikenal dengan Undang-Undang Pokok Agraria, bahwa pemerintah dalam hal menguasai bumi, air dan ruang angkasa serta kekayaan alam yang terkandung didalamnya mengatur mengenai persediaan, peruntukan dan penggunaannya lahan; untuk keperluan negara; untuk keperluan pusat-pusat kehidupan masyarakat, sosial kebudayaan dan lain-lain kesejahteraan; untuk memperkembangkan industri, transmigrasi dan pertambangan (Undang-Undang Tahun 1960). Landasan pengambilan kekayaan alam di dalam perut bumi di Indonesia adalah UndangUndang Nomor 11 Tahun 1967 tentang Pokok Pertambangan. Semua aspek yang mengenai bahan-bahan galian seperti unsur-unsur kimia, mineral, biji-biji (emas) dan segala macam batuan termasuk batu-batuan mulia merupakan endapan alam pengambilannya diatur oleh undang-undang pokok pertambangan (Undang-Undang Nomor 11 Tahun 1967). Pada masa pemerintahan rezim Orde baru yang merupakan orde pelaksanaan pembangunan Indonesia dibawah kekuasaan mantan Presiden Soeharto yang berakhir sampai dibentuknya Orde Reformasi, eksploitasi dan eksplorasi sumberdaya alam dan pertambangan berpegang kepada paradigma pembangunan yang menilai bahwa sumberdaya alam hanya sebagai source of income daripada sebagai source of capital. Eksploitasi sumberdaya alam hanya diarahkan untuk mencapai tingkat pertumbuhan ekonomi semata dengan logika-logika ekonomi kelompok. Kondisi ini masih relatif berhasil mencapai pertumbuhan ekonomi yang memadai untuk pembangunan, logika kelestarian lingkungan hidup sebagai wujud keberlanjutan pembangunan. Namun pengelolaan sumber daya alam, yang diharapkan dapat dirasakan manfaatnya untuk seluruh lapisan masyarakat Indonesia, kenyataanya tidak sesuai dengan harapan rakyat yang terdapat pada pasal 33 ayat 3 UUD 1945 untuk memberikan pemerataan terhadap hasil-hasil pembangunan tersebut kepada rakyat. Kemakmuran sebagai akibat undang-undang pertambangan ini hanya dinikmati oleh segelintir elit, tetapi memiskinkan banyak rakyat. Prosiding Seminar Serantau Pengurusan Persekitaran 2016
78 Pazli
Kesenjangan pemerataan pembangunan sangat tinggi antara pemilik modal dengan rakyat jelata. Inilah kondisi yang memunculkan gerakan reformasi ketatanegaraan di Indonesia pada bulan Mei tahun 1998. Orde Reformasi telah melahirkan Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2004 tentang Pemerintah Daerah, dan Peraturan Pemerintah No. 25/2000 tentang Kewenangan Pemerintah dan Kewenangan Provinsi sebagai daerah Otonom, memberikan keleluasaan kepada masyarakat untuk memiliki akses kepada sumberdaya dan lingkunganya. Dengan demikian munculnya kegiatan Penambangan Emas tidak berizin yaitu kegiatan eksplorasi sumber daya mineral (emas) dari perut bumi yang diusahakan oleh kelompok masyarakat tanpa adanya izin resmi dari pemerintah untuk melakukan usaha penambanganya. Kemunculanya sukar terelakan, sebab merupakan salah bentuk akses masyarakat kepada sumberdaya alam dan lingkunganya yang selama masa pemerintahan otoriter Soeharto hanya memberikan manfaat yang besar kepada segelintir orang saja. Sedangkan usaha pertambangan yang dilakukan dengan menggali perut bumi akan berhubungan dengan aspek manusia, teknologi dan alam atau lingkungan harus mendapat izin dari pemerintah, sebagaimana disebutkan “Setiap usaha pertambangan bahan galian yang termasuk dalam golongan bahan galian strategis dan golongan bahan galian vital, baru dapat dilaksanakan apabila terlebih dahulu telah mendapatkan Kuasa Pertambangan” (Peraturan Pemerintah RI Nomor. 74 Tahun 2001 Tentang Perubahan Kedua Atas PP No. 32 tahun 1967). Survei Kementerian Energi Sumberdaya Dan Mineral pada tahun 2000, menyebutkan bahwa kegiatan penambangan emas tidak berizin pemerintah ini telah memasuki hampir seluruh golongan bahan galian seperti emas, batubara, intan, dan golongan lainnya. Dari hasil survey tersebut, kegiatan pertambangan tidak berizin sudah meliputi 52 kabupaten, dan 16 Provinsi dari 500 kabupaten dan kota serta 34 province (Survei Kementerian Energi Sumberdaya Dan Mineral 2000). Angka ini, menunjukkan peningkatan yang sangat berarti dibandingkan dengan tahun 1995 yang cuma meliputi 7 Provinsi. Produksinya sudah mencapai 30 ton emas per tahun.Terus membaiknya harga komoditas Emas dunia sekitar empat tahun belakangan ini mendorong produksi Pertambangan Rakyat dimana-mana, baik yang berizin maupun yang tidak berizin. Penambangan emas tidak berizin secara umum dilakukan kelompok masyarakat dengan keterbatasan ilmu pengetahuan dan teknologi, mengelola sendiri sumber-sumber mineral emas yang ada untuk meningkatkan taraf hidup dan ekonomi kelompoknya saja. Sedangkan pengelolaan dan pemanfaatan sumberdaya alam pertambangan dibutuhkan pendekatan manajemen ruang yang ditangani secara holistik integrated dengan memperhatikan empat aspek pokok yaitu, aspek pertumbuhan (growth), aspek pemerataan (equity), aspek lingkungan (environment), dan aspek konservasi (conservation). Pendekatan yang demikian memerlukan kesadaran bahwa setiap kegiatan pertambangan akan menghasilkan dampak yang bermanfaat sekaligus dampak merugikan bagi umat manusia dan umumnya dan masyarakat lokal khususnya jika tidak dikelola secara profesional dan penuh tanggung jawab (Mahendra 2004). Penambangan emas tidak berizin telah tidak menempatkan lahan sebagai faktor produksi penting, sedangkan permukaan bumi atau lahan yang mengandung potensi emas jumlahnya terbatas, bahkan wilayah permukaanya tumpang tindih dengan peruntukan pembangunan yang lain termasuk pertanian. Akibatnya terjadi kompetisi terhadap sumberdaya lahan yang ada pada sektor yang berbeda maupun sesama stake holder dalam satu sektor yang sama. Sejak adanya penambangan emas tidak berizin di daerah penelitian ini, terjadi perubahan pada bentangan alam baik itu kontur tanah daratan, maupun alur aliran dan daerah aliran sungai, telah muncul penciri fisik erosi yang mendegradasi persediaan tanah-tanah untuk pertanian. Instrumen kebijakan dari pemerintah di daerah untuk menekan jumlah masyarakat yang melakukan penambangan liar tidak memadai. Instrumen kebijakan yang ada sekalipun belum mampu mengintegrasikan kepentingan masyarakat dengan kepentingan negara pada permasalahan ini. Akibatnya Penambangan emas tidak berizin terus berlansung secara liar bahkan meningkat kuantitasnya. Oleh karena itu penelitian ini penting dilakukan untuk Prosiding Seminar Serantau Pengurusan Persekitaran 2016
Pazli / 79
mengungkap dan memberikan solusi yang menguntungkan kepada Negara atau Pemerintah serta Rakyat yang harus saling memberikan kontribusi manfaat sesuai dengan fungsi-fungsinya terhadap berbagai aspek pembangunan wilayah. Yang ingin dijawab dari penelitian ini adalah sejauhmana pertambangan emas tidak berizin ini berkontribusi kepada aspek Peningkatan Ekonomi Daerah di wilayah penambangan provinsi Riau? Bagaimana terjadinya kenaikan harga tanah-tanah pertanian yang digunakan atau disekitar usaha pertambangan tanpa izin tersebut? Apakah kebijakan pada tingkat pemerintah daerah yang sudah ada sebelumnya mampu mengakomodasi permasalahan tersebut di atas? Jika tidak, seperti apakah konstruksi model kebijakan yang dapat memberikan kontribusi nyata kepada pembangunan wilayah ;Peningkatan ekonomi daerah, peningkatan kesejahteraan rakyat secara keseluruhan, dan menjaga ketersediaan serta kesinambungan lahan Pertanian? Berdasarkan uraian di atas penulis berasumsi bahwa; Tidak terdapat kontribusi positip antara kegiatan penambangan emas tidak berizin dengan aspek pembangunan wilayah (Peningkatan Ekonomi Daerah, peningkatan kesejahteraan rakyat keseluruhan). Penambangan Emas Tidak Berizin telah menyebabkan kenaikan harga lahan-lahan yang semula untuk pertanian, Sangat disayangkan belum ada kebijakan pada level pemerintah daerah yang dapat mengakomodasi kepentingan pihak-pihak dalam kompleksnya permasalahan PETI sehingga perlu dilakukan desain model baru. Penelitian ini bertujuan untuk (1) mengetahui bagaimana hubungan penambangan emas tidak berizin dari pemerintah dengan ketersediaan lahan, harga lahan pertanian serta kerusakan lingkungan. (2) menganalisis kebijakan yang ada, apakah mampu memberikan solusi; (3) lalu bagaimana model pengelolaan kegiatan penambangan yang menguntungkan negara melalui hubungan Pemerintah-Rakyat untuk Pembangunan Pertanian berkelanjutan. Penelitian ini diharapkan dapat bermanfaat berkontribusi kepada pengetahuan dan pemahaman tentang pengelolaan pembangunan pada pertambangan yang didalamnya melakukan interakasi sesama subjek pertambangan rakyat; Bagaimana memecahkan persoalan pembangunan dewasa ini yang berbasiskan pertambangan. Pengelolaan antar subjek pertambangan; kepemilikan lahan oleh rakyat, penguasaan Bumi, air dan kekayaan alam di dalamnya oleh negara, kemudian secara bersama-sama dalam dalam sebuah sistem pembangunan untuk menciptakan kesejahteraan, keadilan dan kemakmuran. KAEDAH KAJIAN Jenis Penelitian;Penelitian ini merupakan gabungan survei dan studi kasus serta analisa data sekunder. Penelitian survei adalah penelitian yang mengambil sampel dari satu populasi dan menggunakan kuesioner sebagai alat pengumpulan data yang pokok. Dilakukan untuk menemukan fakta dan menganalisis realitas penambangan emas tidak berizin di Kabupaten Kuantan Singingi dan dampaknya terhadap kenaikan harga jual lahan (tanah) dan kerusakan tata lingkungan penambangan. Studi analisa data sekunder, menggunakan metode deskriptif dan normatif untuk tujuan kedua yaitu menganalisis kebijakan penambangan emas tidak berizin untuk mengetahui bagaimana konsep atau model instrumen kebijakan yang pernah dilakukan. Telaah data sekunder juga yang berkaitan dengan variable lain yang akan diungkap. Hal ini akan sangat berguna sebagai perbandingan dan pendukung hasil penelitian. Selanjutnya menyusun model pengelolaan kegiatan penambangan sehingga berkontribusi bagi ekonomi rakyat dan pemerintah serta pelestarian lingkungan. Penelitian tahap pertama dilakukan pada bulan Februari-sampai dengan Juli 2016 penelitian ini dilaksanakan di Kabupaten Kuantan Singingi-provinsi Riau, dipilih karena kegiatan penambangan emas tanpa izin itu yang paling banyak dilakukan oleh masyarakat di Kabupaten Kuantan Singingi, sebenarnya kegiatan penambangan sudah ada sejak lama bahkan sejak jaman kolonial dengan bentuknya yang masih sederhana dan pengusahaan yang masih bersifat kekeluargaan tanpa eksplorasi berlebihan dan kondisi itu berbanding terbalik dengan realitas yang saat ini terjadi. Objek Penelitian; Objek penelitian adalah masyarakat yang melakukan pengusahaan pertambangan emas tidak berizin, Prosiding Seminar Serantau Pengurusan Persekitaran 2016
80 Pazli
baik yang dikelola sendiri maupun yang bekerja untuk orang lain sebagai pemilik modal. Populasi dan Sampel; Pengambilan sampel dilakukan dengan insidentil sampling.Populasi dalam penelitian ini adalah seluruh kelompok masyarakat yang melakukan kegiatan penambangan emas tidak berizin. Sample dalam penelitian ini ditetapkan menurut kebutuhan di lapangan dan agar timbul keseragaman sampel maka ditetapkan sampel seramai 35 orang yang melakukan kegiatan penambangan emas tanpa izin baik pemilik modal maupun pekerja dan 10 orang dari kelompok masyarakat umum yang tidak melakukan usaha penambangan serta 5 orang dari pemerintah. Jadi jumlah accidental sampelnya berjumlah 50 orang. Pengujian Hipotesa; Untuk hipotesa 1 digunakan Uji Kuadreat Chi (chi square test) tentang pengaruh atau ketergantungan. Pengujian hipotesa 2 dan 3 menggunakan bantuan perisian SPSS 11.0. Untuk menguji koefisien korelasi ini digunakan taraf signifikansi 5%. Jika nilai korelasi hitung > korelasi, maka pertanyaan tersebut memiliki validitas. Signifikansi pengaruh variable bebas secara parsial diuji dengan menggunakan Uji-T, sedangkan signifikansi pengaruh variable bebas secara serempak digunakan Uji-F. Pada tahap II, penelitian bertujuan untuk menganalisa kebijakan pemerintah Kabupaten Kuantan Singingi terkait kegiatan penambangan emas tanpa izin dengan menggunakan dimensi pokok dari perspektif pembangunan ekonomi sistem yang mengintegrasikan antara kepentingan pihak yang terbelakang (rakyat) dan pemerintah sebagai suatu sistem yang saling mengisi dan melengkapi satu sama lain. Data yang dikumpulkan adalah data primer dan sekunder. Data sekunder di dapat dari publikasi lembaga pemerintah Kabupaten Kuantan Singingi (Dinas Pertambangan dan Energi), BPS Kabupaten Kuantan Singingi, laporan penelitian dan publikasi lembaga pemerintah di Kabupaten Kuantan Singingi. Data primer didapat melalui wawancara mendalam dengan informan utama, yaitu dengan masyarakat, Pemerintah Kabupaten Kuantan Singingi (dalam hal ini satuan kerja bidang pertambangan dan energi) dan kelompok penambang itu sendiri serta akademisi yang ahli terhadap persoalan pertambangan. Penelitian Tahap III. khusus untuk menjawab tujuan ketiga yaitu menemukan konsep/model pengelolaan pertambangan rakyat rakyat yang seimbang antara Pemerintah dan Rakyat melalui tahap: a) menemukan element dan dimensi hak dan fungsi pemerintah pada kebijakan pertambangan; b) menemukan elemen dan dimensi hak dan fungsi rakyat dalam sistem pertambangan rakyat. HASIL KAJIAN DAN PERBINCANGAN Secara khusus dalam dimensi ekonomi penambangan emas tidak berizin, tidak berkontribusi positip kepada pembangunan ekonomi wilayah di wilayah penelitian ini, tetapi hanya berdampak kepada masyarakat perorangan baik yang melakukan penambangan maupun yang bukan melakukan penambangan, tetapi sebagai penyedia sarana dan prasana penambangan, seperti penyedi eskapator, penyedia bahan bakar dan itupun secara pasar tertutup, sehingga penambangan tidak berizin berpengaruh positif kepada peningkatan pendapatan ekonomi rumah tangga penambang serta pedagang penyedia sarana penambangan. Penambangan emas tidak berizin mengeruk potensi kekayaan daerah dan tidak nyata kontribusinya kepada pemerintah daerah secara langsung sebab tidak memiliki admitrasi investasi pertambangan sehingga mereka tidak tercatat dan liar. Pemerintah daerah maupun aparat yang berwenang tidak mampu menghentikan kegiatan masyarakat penambang emas tidak berizin ini. Usaha penambangan berdampak kepada permintaan terhadap lahan/tanah untuk penambangan. Jumlah tanah yang memenuhi kriteria untuk penambangan sangat terbatas. Sementara tingkat permintaan yang tinggi di sisi lain menyebabkan harga tanah meningkat begitu cepat dan tidak rasional. Tanah-tanah yang ada di perdesaan kabupaten Kuantan Singingi umumnya tanah dan lahan untuk pertanian. Akibatnya semakin meluasnya penambangan emas tidak berizin semakin berkurang lahan untuk pertanian. Penambangan emas tidak berizin juga telah berdampak luas kepada ketersediaan sumberdaya alam dan lingkungan hidup secara sistemik.Tanah atau lahan bekas penambangan tidak dapat dikembalikan lagi kesuburanya dalam waktu singkat. Penggunaan air raksa pada proses memisahkan emas hasil tambang dengan senyawa lain akan berdampak berantai kepada flora Prosiding Seminar Serantau Pengurusan Persekitaran 2016
Pazli / 81
dan fauna yang ada. Penambangan emas tidak berizin ini telah merubah tatanan alami sumberdaya air berupa sungai dan danau ataupun rawa yang ada di wilayah penambangan. Dari fenomena penambangan emas diatas dapat disimpulkan: PETI yang berlansung dan dioperasionalkan masyarakat telah melenceng dari ketentuan Pasal 33 UUD 1945, UUPA, dan UU lingkungan Hidup. Penambangan emas tidak berizin telah merugikan negara dalam bentuk pencurian kekayaan negara sebab tanpa izin pemerintah dan tidak memberikan kontribusi nyata bagi kemakmuran rakyat. Distribusi responden berdasarkan variabel-variabel penelitian yang akan diuji sebagaimana dapat dilihat pada Jadual berikut ini. No 1 2 3 4
Jadual 1. Distribusi Frekuensi responden berdasarkan variabel independen dan dependen Variabel Kategori Frekuensi Persen (%) (50) X ( Aktifitas pada penambangan) Aktif di penambangan 35 70 Tidak Aktif di 15 30 penambangan Y1 (Kenaikan Harga Lahan) Naik 43 86 Tidak Naik 7 14 Y2 (Ketersediaan Lahan Pertanian) Berkurang 23 46 Tidak berkurang 27 54 Y3 ( Kerusakan Lingkungan) Rusak 30 60 Tidak 20 40
Berdasarkan jadual di atas dapat dilihat bahwa mayoritas (70%) responden aktif di kegiatan penambang emas dan 30% responden yang tidak aktif dalam penambangan. Data di atas juga menunjukkan bahawa mayoritas (86%) responden menyatakan harga lahan naik sehubungan dengan adanya aktifitas penambangan tidak berizin dan (14%) responden yang menyatakan harga lahan tidak naik. Dalam jadual di atas turut menunjukkan terdapat data tentang mayoritas (54%) responden menyatakan lahan tidak berkurang dengan aktifitas penambangan dan (46%) responden yang menyatakan lahan berkurang dengan aktifitas penambangan . Kemudian data dalam jadualmenunjukkan bahwa mayoritas (60%) responden menyatakan aktifitas merusak lingkungan dan (40%) responden yang menyatakan bahwa penambangann tidak merusak lingkungan. Selanjutnya hasil uji bivariat antara variabel independen dan variabel dependen penelitian dengan menggunakan uji chi-square diuraikan sebagai berikut : Hubungan Aktifitas di Penambangn Emas (X) dengan Kenaikan harga Lahan (Y1) Analisis hubungan antara Aktifitas di penambang (X) dengan kenaikan harga lahan (Y1) menggunakan uji chi square dengan membangun Hipotesis : H0 : Tidak ada hubungan antara Aktifitas di penambang n kenaikan harga lahan. Ha : Ada hubungan antara Aktifitas di Penambangan emas tidak berizin dengan kenaikan harga lahan Pengambilan kesimpulan ditentukan dengan melihat nilai p value yang dijelaskan sebagai berikut : 1. Jika p value > 0,05 maka H0 diterima 2. Jika p value < 0,05 maka H0 ditolak Hasil analisis hubungan hubungan antara Aktifitas di penambangan tidak berizin dengan kenaikan harga lahan (Y1) dapat dilihat pada jadual berikut ini:
Prosiding Seminar Serantau Pengurusan Persekitaran 2016
82 Pazli Jadual 2. JadualSilang Aktifitas dalam PETI * kenaikan harga lahan Harga Lahan Total Naik Tidak Naik N % N % N % Aktif di PETI 33 94 2 6 35 100 Tidak Aktif di PETI 10 67 5 33 15 100 Jumlah 43 86 7 14 50 100 Variabel Keaktifan di PETI
P value
0,020
Jadual di atas menunjukkan bahawa mayoritas (94%) masyarakat yang melakukan aktifitas penambangan tidak berizin menyatakan harga lahan naik. Jadual di atas, juga menunjukkan bahwa mayoritas (67%) masyarakat yang tidak aktif di penambangan menyatakan harga lahan tidak naik. Disebabkan dengan adanya nilai harapan yang kecil dari 5, maka yang digunakakan adalah nilai Fisher's Exact Test , ditemukan nilai p value 0,020, artinya hubungannya signifikan, sebab 0,02 < 0,05. oleh karena itu disimpulkan H0 ditolak dan Ha diterima, artinya ada hubungan signifikan antara antara aktifitas di penambangan dengan kenaikan harga lahan. Hubungan Aktifitas PETI dengan Ketersediaan lahan Pertanian Analisis hubungan antara aktifitas penambangan emas (X) dengan ketersediaan lahan pertanian menggunakan uji chi square dengan membangun hipotesis : H0 : Tidak ada hubungan antara Aktifitas Penambangan (X) dengan Ketersediaan lahan pertanian Ha : Ada hubungan antara Aktifitas PETI (X) dengan ketersediaan lahan pertanian. Pengambilan kesimpulan ditentukan dengan melihat nilai p value yang dijelaskan sebagai berikut: 1. Jika p value > 0,05 maka H0 diterima 2. Jika p value < 0,05 maka H0 ditolak Hasil analisis hubungan antara Aktifitas PETI (X) dengan ketersediaan lahan pertanian dapat dilihat pada jadual berikut ini: Jadual 3. Jadual silang Aktifitas dalam PETI * ketersediaan lahan pertanian Variabel Ketersediaan Lahan Pertanian Total Aktifitas dalam PETI Berkurang Tidak Berkurang N % N % N % Aktif di PETI 12 34 23 66 35 100 Tidak aktif di PETI 11 73 4 27 15 100 Jumlah 23 46 27 54 50 100
P value 0,015
Jadual di atas menunjukkan bahawa mayoritas (66%) responden yang aktif sebagai karyawan peti menyatakan lahan pertanian tidak berkurang dengan aktifitas yang mereka lakukan. Jadual di atas juga menunjukkan bahawa mayoritas (73%) responden yang tidak aktif dan menyatakan lahan pertanian berkurang disebabkan aktifitas penambangan emas tidak berizin. Disebabkan, dengan adanya nilai harapan yang kecil dari 5, maka yang digunakan adalah nilai Fisher's Exact Test, ditemukan nilai p value 0,015. Nilai p value 0,015 < 0,05, dengan demikian disimpulkan bahwa H0 ditolak dan Ha diterima, artinya ada hubungan signifikan antara aktifitas Penambangan dengan ketersediaan lahan. Hubungan aktifitas Penambangan Emas Tidak berizin dengan kerusakan Lingkungan Analisis hubungan antara Aktifitas penambangan emas tidak berizin (X) dengan Kerusakan Lingkungan menggunakan uji chi square dengan membangun hipotesis: H0 : Tidak ada hubungan antara aktifitas penambangan emas tidak berizin dengan kerusakan Lingkungan Ha : Ada hubungan antara aktifitas penambangan emas tidak berizin dengan kerusakan lingkungan Pengambilan kesimpulan ditentukan dengan melihat nilai p value yang dijelaskan sebagai berikut: Prosiding Seminar Serantau Pengurusan Persekitaran 2016
Pazli / 83
1. Jika p value > 0,05 maka H0 diterima 2. Jika p value < 0,05 maka H0 ditolak Hasil analisis hubungan aktifitas penambangan emas tidak berizin dengan kerusakan Lingkungan dapat dilihat pada jadual berikut ini: Jadual 4. Jadual Silang Aktifitas Dalam penambangan emas tidak berizin kerusakan lingkungan Variabel Kerusakan Lingkungan Total P value Aktifitas Dalam PETI Rusak Tidak Rusak N % N % N % Aktif dalam Penambangan 17 49 18 51 35 100 0,014 Tidak Aktif dalam 13 87 2 13 15 100 penambangan Jumlah 30 60 20 40 50 100
Jadual di atas menunjukkan bahwa mayoritas (51%) responden yang aktif dalam PETI menyatakan penambangan emas tidak ada izin tidak merusak lingkungan. Jadual di atas juga menunjukkan bahwa mayoritas responden tidak aktif dalam kegiatan penambangan menyatakan penambangan merusak lingkungan. Disebabkan dengan adanya nilai harapan yang kecil dari 5, maka yang digunakan adalah nilai Fisher's Exact Test, ditemukan nilai p value 0,014. Nilai p value 0,014 < 0,05, dengan demikian disimpulkan bahwa H0 ditolak dan Ha diterima, artinya ada hubungan signifikan antara aktifitas penambangan dengan kerusakan lingkungan. Solusi Kebijakan Kebijakan dapat diartikan sebagai kebijakan pemerintah, dimana merupakan rangkaian aksi yang dipilih pemerintah, mencakupi tujuan-tujuan yang ingin dicapai dan metode-metode untuk mencapai tujuan, dan dalam penelitian ini kebijakan yang dimaksud adalah kebijakan pengelolaan kegiatan penambangan emas tidak berizin dikabupaten Kuantan Singingi Provinsi Riau. Sebagaimana “aspek perlindungan lingkungan ini dipertegas dengan perlunya Amdal, reklamasi serta pengelolaan pasca tambang termasuk dana jaminannya, kemudian bukan hanya pemegang Ijin Usaha Pertambangan yang berkewajiban melaksanakan pengembangan wilayah dan masyarakat , pemerintah daerah pun wajib menyusun program pengembangan wilayah dan masyarakat sekitar tambang”. Kemudian pemeritah daerah juga belum menerapkan dengan seksama Peraturan Pemerintah Nomor 51 Tahun 1993 tentang Analisis Mengenai Dampak lingkungan Pasal 2 ayat (1) menyebutkan; “Usaha atau kegiatan yang diperkirakan mempunyai dampak penting terhadap lingkungan hidup meliputi: 1) Pengubahan bentuk lahan dan bentang alam; 2) Eksploitasi sumberdaya alam baik yang terbaharui maupun yang tak terbaharui; 3) Proses dan kegiatan yang secara potensial dapat menimbulkan pemborosan, kerusakan dan kemerosotan sumberdaya alam dalam pemanfaatannya; 4) Proses dan kegiatan yang hasilnya dapat mempengaruhi lingkungan sosial dan budaya; 5) Proses dan kegiatan yang hasilnya dapat mempengaruhi pelestarian kawasan; 6) Konservasi sumberdaya alam dan atau perlindungan cagar budaya; 7) Instroduksi jenis tumbuh-tumbuhan, jenis hewan dan jasad renik; 8) Pembuatan dan penggunaan bahan hayati dan nonhayati; 9) Penerapan teknologi yang diperkirakan mempunyai potensi besar untuk; 10) Mempengaruhi lingkungan; 11) Kegiatan yang mempunyai resiko tinggi dan mempengaruhi pertahanan negara”. Ternyata pemerintah kabupaten Kuantan Singingi belum memberikan solusi yang kongkrit dan jelas dengan mengimplementasikan kebijakan yang ada kepada penambang tidak berizin dari pemerintah dalam pengelolaan pertambangan, sebab mereka para penambang adalah tidak rasmi. Model Yang Diajukan Selanjutnya bagaimana model pengelolaan kegiatan penambangan yang menguntungkan negara melalui hubungan Pemerintah-Rakyat untuk Pembangunan Pertanian berkelanjutan yaitu Prosiding Seminar Serantau Pengurusan Persekitaran 2016
84 Pazli
berpedoman kepada Peraturan Tambang Intan Pemerintah kolonial Belanda: Ordonantie tanggal 25 Nopember 1923 Staatblats 1923 No. 565 yang mencabut Ordonantie tanggal 7 Juni 1900 Staatblats 1900 No. 174. Tentang Pertambangan Intan. 1. Pemerintah Kabupaten Kuantan Singingi harus menetapkan kawasan Pertambangan, dengan Model Pengelolaan Pertambangan Emas di wilayah kabupaten. Kontruksi Memuat: Pertambangan Emas tanpa konsesi di kawasan pertambangan dalam wilayah kecamatan masing-masing hanya boleh dilakukan oleh penduduk setempat. 2. Bagi penambang yang menambang tanpa menggunakan mesin harus seijin kepala kecamatan setempat dan harus membayar .0,5% dari hasil yg diperoleh per 6 bulan. 3. Bagi penambang yang menambang dengan menggunakan mesin harus memperoleh ijin menyewa dari Kecamatan dan dikenai ongkos sewa sebanyak 70% NJOP per meter per tahun. Penambang juga diwajibkan membuat batas wilayahnya dengan biaya sendiri. 4. Bagi yang melakukan penambangan tanpa ijin dikenai hukuman kurungan 1 tahun dan denda paling tinggi Rp.500 Juta. PENUTUP Hasil penelitian terhadap realitas penambangan emas tidak berizin di kabupaten Kuantan Singingi dan dampaknya terhadap kenaikan harga jual lahan (tanah) dan kerusakan lingkungan penambangan. Hubungan kegiatan penambangan emas tidak berizin dengan ketersediaan lahan pertanian ditemukan p value 0,015. Nilai p value 0,015 < 0,05, dengan demikian disimpulkan ada hubungan signifikan antara aktifitas penambangan emas dengan ketersediaan lahan pertanian, semakin marak kegiatan penambangan emas semakin sempit persediaan lahan untuk pertanian. Hubungan penambangan tanpa izin dengan perubahan aspek lingkungan seperti perubahan aliran ditemukan nilai p value 0,014. Nilai p value 0,014 < 0,05, artinya ada hubungan signifikan antara aktifitas penambangan emas tidak berizin dengan kerusakan lingkungan. Sementara itu hubungan penambangan emas tidak berizin dengan kenaikan lahan untuk pertanian ditemukan nilai p value 0,020, artinya hubungannya signifikan, sebab 0,02 < 0,05. Sedangkan model pengelolaan kegiatan penambangan yang mengintegrasikan berbagai kelompok di dalamnya, penulis memberikan solusinya adalah merekontruksi model Perjanjian Pertambangan Batubara antara Masyarakat Adat Silungkang Pengusaha Belanda dibanyak tempat banyak bertumbuhan pertambangan rakyat. Tetapi belum banyak pengaturan terhadap penambang rakyat tersebut. Perijinan pertambangan rakyat diberikan oleh penguasa setempat dengan cakupan bahan galian seperti timah, emas dan intan. Khusus mengenai tambang intan, pemerintah kolonial Belanda mengeluarkan Ordonantie tanggal 25 Nopember 1923 Staatblats 1923 No. 565 yang mencabut Ordonantie tanggal 7 Juni 1900 Staatblats 1900 No. 174. Kontruksi memuat: Pertambangan emas tanpa konsesi di kawasan pertambangan dalam wilayah kecamatan masing-masing hanya boleh dilakukan oleh penduduk setempat. Bagi penambang yang menambang tanpa menggunakan mesin harus seijin kepala kecamatan setempat dan harus membayar 0,5% dari hasil yg diperoleh per 6 bulan. Bagi penambang yang menambang dengan menggunakan mesin harus memperoleh ijin menyewa dari Kecamatan dan dikenai ongkos sewa sebanyak 70% NJOP per meter per tahun. Penambang juga diwajibkan membuat batas wilayahnya dengan biaya sendiri. Bagi yang melakukan penambangan tanpa ijin dikenai hukuman kurungan 1 tahun dan denda paling tinggi Rp.500 Juta. PENGHARGAAN Terima kasih yang tidak terhingga kepada semua pihak yang telah membantu penelitian ini, terutama dalam pengumpulan data antara lain Dinas Energi dan Sumberdaya Mineral Kabupaten Kuantan Singingi, Semua pihak yang memberikan kontribusi untuk sempurnahnya penelitian ini.
Prosiding Seminar Serantau Pengurusan Persekitaran 2016
Pazli / 85
RUJUKAN Undang-Undang Tahun 1945 Tentang Konstitusi Negara Republik Indonesia. Pasal 33 ayat 3. Undang-Undang Tahun 1960 Tentang Peraturan Dasar. Pokok-Pokok Agraria. Pasal 2. Undang-Undang Nomor 11 Tahun 1967 Tentang Pokok Pertambangan Peraturan Pemerintah RI Nomor. 74 Tahun 2001 Tentang Perubahan Kedua Atas PP. No. 32 Tahun 1967 Tentang Pelaksanaan Undang-Undang Nomor 11 tahun 1967 Survei Kementerian Energi Sumberdaya Dan Mineral pada tahun 2000. Mahendra.Y.I. 2004. Impor Energi, Beban Ekonomi Asia pada Abad Mendatang: Indonesia Bukanlah Pengecualian. Harian Umum Kompas. Jakarta.
Prosiding Seminar Serantau Pengurusan Persekitaran 2016