VALUASI EKONOMI DAMPAK KONVERSI LAHAN PERTANIAN DI PINGGIRAN KOTA YOGYAKARTA ECONOMIC IMPACT VALUATION OF AGRICULTURAL LAND CONVERSION ON THE FRINGES CITY YOGYAKARTA Senthot Sudirman 1 Abstrak. Penelitian ini bertujuan untuk menghitung kerugian ekonomi secara kuantitatif atas hilangnya lahan-lahan pertanian dan usahatani di pinggiran Kota Yogyakarta sebagai akibat dari terjadinya konversi menjadi bangunan. Antara titik tahun 1996 dan 2006. Analisis secara digital Citra Satelit Landsat TM tahun 1996 dan 2006 digunakan sebagai cara untuk mengumpulkan data penggunaan lahan. Teknik analisis overlay peta secara digital menggunakan software Argis versi 9.30 digunakan untuk menganalisis luas dan lokasi konversi lahan pertanian menjadi bangunan yang terjadi. Pendapatan usahatani, Nilai Willingness to Pay (WTP), dan Willingness to Accept masing-masing digunakan untuk mempresentasikan Nilai Guna Langsung (NGL), Nilai Guna Tidak Langsung (NGTL) dan Nilai Non Guna (NNG) dari keberadaan lahan perrtanian dan usahatani. Hasil penelitian menunjukkan bahwa (a) antara titik waktu tahun 1996 dan 2006 di pinggiran Kota Yogyakarta telah terjadi konversi lahan pertanian menjadi bangunan seluas7.514,77 ha, seluas 3.651,26 ha terjadi di bagian wilayah Sleman dan sisasnya seluas 3.863,50 ha terjadi di bagian wilayah Bantul, (b) Nilai Guna Langsung yang hilang sebagai akibat konversi lahan pertanian sebesar 25,495 milyar rupiah terdiri dari Sleman sebesar 28,69 milyar rupiah dan dari Bantul sebesar 54,189 milyar rupiah, yang berasal dari sawah dan tegalan sebesar 32,282 milyar rupiah dan dari pekarangan sebesar 21,808 milyar rupaih, (c) Nilai Guna Tidak Langsung yang hilang akibat konversi lahan pertanian sebesar 1,561milyar rupiah dengan rincian dari Sleman sebesar 1,049 milyar rupiah dan dari Bantul sebesar 0,511 milyar rupiah dimana kehilangan NGTL di ZDRR paling besar disusul di ZLRR dan kemudian di ZJRR, (d) Nilai Non Guna yang hilang akibat konversi sebesar 22,298 milyar rupiah dengan rincian dari Sleman sebesar 10,803 milyar rupiah dan dari Bantul sebesar 11,495 milyar rupiah dimana NNG di ZLRR paling tinggi disusul di ZDRR dan kemudian di ZJRR, (e) Nilai Ekonomi Total (NET) yang hilang akibat konversi sebesar 78,05 milyar rupiah dengan rincian dari Sleman sebesar 37,35 milyar rupiah dan dari Bantul sebesar 40,70 milyar rupiah dimana NET di ZJRR paling tinggi disusul di ZLRR dan kemudian di ZDRR, (f) Kehilangan nilai-nilai ekonomi tersebut akan semakin besar bersama peningkatan luas lahan pertanian yang dikonversi menjadi bangunan sebagai fungsi ruang san waktu.
Kata kunci : Konversi, valuasi ekonomi, pinggiran kota, dampak. Abstract This study aims to quantitatively calculate the economic loss for the loss of agricultural land and farm on the outskirts of the city of Yogyakarta as a result of the conversion of a building. Between the years 1996 and 2006. Digital analysis of Landsat TM satellite images of 1996 and 2006 are used as a way to collect data on land use. Techniques to digitally map overlay analysis using software Argis 9:30 version is used to analyze the extent and location of conversion of agricultural land into building going. Farm income, value Willingness to Pay (WTP) and Willingness to Accept each used to present value To Jump (NGL), Guna Indirect Value (NGTL) and Non Value Guna (NNG) of existence perrtanian and farm land. The results showed that (a) the point in time in 1996 and 2006 on the outskirts of the city of Yogyakarta was the conversion of agricultural land into building seluas7.514, 77 ha, an area of 3651.26 ha occurred in the area of Sleman and sisasnya covering 3863.50 ha occurred in the area of Bantul, (b) Direct order value lost as a result of the conversion of agricultural land consists 103
AGRIKA, Volume 6, Nomor 1, Mei 2012 of 25.495 billion dollars from 28.69 billion dollars of Sleman and of Bantul amounted to 54.189 billion dollars, which comes from the field and moor at 32.282 billion dollars and from the yard of 21.808 billion rupaih, (c) Indirect order value is lost due to conversion of agricultural land for 1.561 billion dollars with details of Sleman amounted to 1.049 billion dollars, and of Bantul amounted to 0.511 billion dollars which NGTL lost in the big ZDRR followed in ZLRR and later in ZJRR, (d) Non Value lost due to the conversion order of 22.298 billion dollars with details of Sleman at 10.803 billion dollars, and of Bantul at 11.495 billion dollars which NNG in ZLRR highest followed in ZDRR and then in ZJRR, (e) Total Economic Value (NET) is lost due to conversion rate of 78.05 crores with details of Sleman amounted to 37.35 billion dollars, and of Bantul amounted to 40.70 billion dollars which the highest NET ZJRR followed in ZLRR and then in ZDRR, ( f) Loss of economic value will increase with the increase of agricultural land being converted to building san space as a function of time.
Keywords: Conversion, economic valuation, suburban, impact.
cost saving untuk energy transportasi
PENDAHULUAN Pada tataran dunia, pertanian kota
dan
pinggiran
pangan dari desa ke kota (Garnett,
kota
1996),
dan
(i)
memunculkan
memilikimultifungsi bagi masyarakat
tumbuhnya pasar-pasar petani lokal di
baik
pinggiran kota, (UNDP, 1997).
dari
aspek
sosial-ekonomi
maupun aspek lingkungan. Dalam aspek
sosialekonomi
Dari
keberadaan
keberadaan
aspek
lingkungan,
pertanian
kota
dan
pertanian kota dan pinggiran kota
pinggiran kota memiliki fungsi sebagai
memiliki fungsi sebagai (a) penyedia
: (a) pencipta keseimbangan ekosistem
pangan lokal (Nugent, 1999), (b)
kota dan meningkatkan keragaman
sumber lapangan pekerjaan (Rees,
hayati
1997), (c) meningkatkan akses pangan
perkotaan
oleh penduduk berpendapatan rendah
berkontribusi terhadap proses daur
(Nugent, 1977), (d) untuk mengatasi
ulang (recycling) dan penggunaan
kondisi darurat saat terjadi kesulitan
kembali (re-using) limbah cair organik,
pangan (Maxwell et al., 1999; Sawio,
mengatur
1998), (epenyangga pangan bagi kota
karbondioksida,
(Petts, 2001), (f) mengurangi angka
iklim mikro (Zeeuw et al., 1999), dan
kemiskinan di kota (Freemand, 1991;
(c) menghasilkan “amenities” atau
Gogwana, 2001, Remenyi, 2000), (g)
kenyamanan di kota dan pinggiran kota
melengkapi suplai pangan dari desa ke
yang tidak bisa diukur dengan harga
kota
pasar (Heimlich dan Anderson, 2001).
(Moustier’s
(1993)
dalam
Mougeot, 1999), (h) meningkatkan 104
(bio-diversity) (Rees,
di
1977),
keseimbangan serta
wilayah (b)
oksigen-
memperbaiki
Sentot Sudirman, Valuasi Ekonomi Dampak Konversi Lahan … Informasi
di
menggambarkan
atas
kehilangan 24 juta hektar lahan hijau
bahwa keberadaan
tersebut
identik
pertanian kota dan pinggiran kota
pasokan
makanan
berperan
penduduk.
sangat
penting
bagi
dengan
hilangnya
untuk
84
Kecenderungan
juta ini
masyarakat kota dan sekitarnya, namun
tampaknya akan berlanjut terus pada
demikian konversi lahan pertanian
masa-masa yang akan datang. Dalam skala nasional, Irawan
yang terus terjadi dapat mengancam terputus dan hilangnya multi fungsi
dan
lahan pertanian di bagian wilayah
kehilangan produksi pertanian selama
tersebut. Kekhawatiran ini relevan
kurun waktu Pelita III – VI sebagai
dengan informasi bahwa pada kurun
akibat konversi lahan pertanian adalah
waktu antara tahun 1995 hingga 2020
sebesar 10.813,851 ton (21,22%) di
akan terjadi penambahan penduduk
Jawa Barat, 15.906.955 ton (31,22%)
dunia kurang lebih 73 juta orang per
di Jawa Tengah, 1.727.946 ton (3,39%)
tahun, sehingga diperkirakan pada
di DIY, 22.508.047 ton (44,17%) di
tahun 2020 nanti jumlah penduduk
Jawa Timur, dan 50.956.922 ton
dunia akan mencapai 7,5 milyar, dan
(100%) di Jawa. Kondisi ini jelas
pada tahun 2015 kurang lebih 52%
bertolak belakang dengan kebutuhan
penduduk dunia diperkirakan berada di
konsumsi beras di Indonesia yang
perkotaan (Atwood, 1995; Pinstrup-
menunjukkan
Andersen et al., 1999). Secara terpisah
signifikan dari 110 kg/kapita/tahun
Miller
pada
(1988)
dalam
(2002),melaporkan
Suryantoro
bahwa
Friyanto
tahun
(2002)
peningkatan
1967
kg/kapita/tahun
43%
melaporkan
pada
cukup
menjadi
135
tahun
1999
penduduk dunia tinggal di wilayah
(Sibuea, 2001), serta tingginya impor
perkotaan. Sebagai akibatnya, pada
beras oleh Indonesia yang mencapai
tahun 2000 diperkirakan bahwa dari 24
hampir 28 persen dari pasar dunia
juta hektar lahan hijau (pertanian,
(Nuhung, 2000).
kehutanan,
perkebunan,
Mengingat
dan
lahan
pertanian
sebagainya)
telah
berubah
memiliki multifungsi baik dari aspek
peruntukannya
menjadi
wilayah
produksi maupun aspek sosal, ekonomi
perkotaan (Summond, 1989 dalam
dan lingkungan, maka melalui kegiatan
Suryantoro, peneliti
ini
Lebih
lanjut
valuasi ekonomi peneliti tergelitik
menerangkan
bahwa
untuk meneliti berapa besar nilai
2002).
105
AGRIKA, Volume 6, Nomor 1, Mei 2012 ekonomi yang hilang sebagai dampak
pengendalian,
dari
melakukan konversi lahan pertanian.
hilangnya
pertanian
ini
multifungsi sebagai
lahan
akibat
serta
perbuatan
dari
konversi yang terus terjadi. Sebagai
METODE PENELITIAN
lokasi penelitian ini dipilih bagian
Metode dasar. Dalam penelitian ini secara
wilayah pinggiran kota, khususnya yang
analitis dideskripsikan luas dan lokasi
menunjukkan
lahan pertanian yang telah dikonversi
intensitas konversi lahan pertanian
menjadi bangunan dan nilai ekonomi
yang tidak terkendali sebagai akibat
kerugiannya
terjadinya urban sprawl. Keberadaan
Yogyakarta antara titik waktu tahun
ring road (jalan lingkar) Yogyakarta
1996 dan 2006. Metode dasar yang
yang
digunakan dalam penelitian ini adalah
pinggiran secara
Kota
kasat
secara
Yogyakarta, mata
fungsional
membuka
lahan-lahan
pinggiran
kota
digunakan
penulis
pertimbangan
Kota
pertaniandi
Yogyakarta
dan
pinggiran
metode deskriptif analitis.
aksesibilitas secara spasial kantongkantong
di
sebagai sumber
juga
Lokasi penelitian.
dasar
Penelitian ini dilaksanakan di
variasi
pinggiran Kota Yogyakarta mencakup 6 wilayah Kecamatan yang secara fisik
dalam penentuan lokasi penelitian ini.
langsung
Hasil penelitian ini diharapkan
berbatasan
dengan
dan
dapat menghasilkan suatu pendekatan
mengitari wilayah administrasi Kota
valuasi ekonomi dampak konversi
Yogyakarta. Enam wilayah kecamaatn
lahan pertanian di suatu wilayah serta
ini
menghasilkan
informasi
Gamping (di Kabupaten Sleman) dan
kehilangan
Kasihan, Sewon, dan Banguntapan (di
suatu
kuatitatif
besarnya
multifungsi
lahan
usahatani dimaksud.
pertanian
meliputi
Kabupaten
dan
Depok,
Bantul).
Mlati,
dan
Berdasarkan
posisinya terhadap Ring Road, wilayah
Informasi ini
diharapkan dapat digunakan sebagai
desa-desa
di
dalam
bahan masukan bagi para pemangku
kecaamatan
kepentingan agar dapat berlaku lebih
menjadi desa-desa atau bagian desa
bijaksana dalam kaitannya dengan
yang berada di dalam Ring Road
penyusunan kebijakan pengaturan dan
disimbulkan ZDRR, di luar tetapi
tersebut
keenam dipilahkan
menempel Ring Road disimbulkan 106
Sentot Sudirman, Valuasi Ekonomi Dampak Konversi Lahan … tidak
sejumlah imbalan agar mereka tidak
menempel Ring Road disimbulkan
merubah lahan pertaniannya menjadi
ZJRR.
bangunan.
ZLRR,
dan
di
luar
Berdasarkan
tetapi
pemilihan
ini
Data
sekunder
dihasilkan 47 bagian wilayah yang
dikumpulkan
disebut
masing-
komoditi tanaman yang ditanam petani
masing sub-cluster inilah dilakukan
tersebut baik pada level produen dan
pengumpulan
konsumen dan harga bayangan serta
sub-cluster.
data
Dari
sesuai
tujuan
adalah
yang
harga-harga
komponennya. Data jenis, luas, dan
penelitian.
lokasi penggunaanlahan tahun 1996 Jenis, teknik pengumpulan, dan
dan
2006,
sumber data.
(konversinya)
serta
perubahan masing-masing
dikumpulkan berdasarkan hasil analisis
Jenis data meliputi data primer primer
dari Citra Satelit Landsat TM dan
meliputi jenis penggunaan lahan, luas,
analisis overlay peta menggunakan
dan lokasinya tahun 1996 dan 2006
software Argis 9.3. Dataproduktivitas
serta
tanaman
dan
data
sekunder.
perubahannya;
Data
produktivitas
dan
pendapatan
tanaman dominan yang ditanam petani
dikumpulkan
di sawah dan tegalan meliputi padi,
dengan petani, dan data sekunder
jagung, dan kacang tanah dan di
dikumpulkan melalui dokumentasi dari
pekarangan
BPS,
meliputi
buah
kelapa,
melalui
petani
Dinas
wawancara
Pertanian,
Dinas
melinjo, nangka; pendapatan petani
Perindustrian dan Perdagangan, dan
(sebagai Nilai Guna Langsung), serta
para tengkulak.
nilai Willingness to Pay (WTP sebagai Nilai Guna Tidak Langsung) dan
Teknik analisis data.
Willingness to Accept (WTA Nilai Non Guna).
NGL
diukur
Teknikan alisis data dalam
berdasarkan
penelitian ini adalah sebagai berikut :
pendapatan petani dari berusahatani
1. Luas
konversi
lahan
pertanian
yang hilang akibat konversi, NGTL
menjadi
diukur berdasarkan Willingness to Pay
dengan
masyarakat non petani yang tinggal di
penggunaan lahan lokasi studi
sekitar lahan pertanian, dan NNG
tahun 1996 dari hasil analisis Citra
diukur berdasarkan Willingness to
Satelit Landsat TM tahun 1996 dan
Accept (WTA) petani untuk menerima
peta penggunaan lahan lokasi studi 107
bangunan teknik
dilakukan
overlay
peta
AGRIKA, Volume 6, Nomor 1, Mei 2012 tahun 2006 hasil analsis Citra
pertanian
satelit Landsat TM tahun 2006.
Yogyakarta. NGL usahatani ini
Teknik overlay peta ini dilakukan
dihitung dengan rumus :
secara
(2)
digital
menggunakan
pinggiran
Kota
(2)
Software Argis versi 9.30. Dari kegiatan ini dihasilkan luas dan
Dalam rumus tersebut NGL = nilai
lokasi lahan pertanian (sawah,
guna langsung (Rp), Ai = luas
tegal,
lahan pertanian dikonversi per sub-
dan
pekarangan)
dikonversi
menjadi
yang
cluster
bangunan
(ha),
Ii
petani
=
rata-rata
di
masing-
antara titik waktu tahun 1996 dan
pendapatan
2006.
masing subcluster (Rp/ha), dan I = nomor sub-cluster di lokasi studi (
2. Valuasi ekonomi dampak konversi lahan pertanian menjadi bangunan
1 s.d 47).
menghasilkan Nilai Ekonomi Total
I = R - (VC + FC)
(3)
(NET)
R = Qi. Pq
(4)
kehilangan
multifungsi
lahan pertanian dan usahatani.
Dalam rumus tersebut I = Rata-rata
Nilai NET ini meupakan hasil
pendapatan petani dari usahatani di
penjumlahan dari Nilai Guna (NG)
setiap sub-cluster (Rp/ha/tahun), R
dan Nilai Non Guna (NNG) dari
= Rata-rata penerimaan petani dari
lahan pertanian dan usahatani yang
usahatani di setiap
hilang akibat konversi. Nilai Guna
(Rp/ha/tahun),
meliputi Nilai Guna Langsung
produksi
(NGL) dan Nilai Guna Tidak
setiap
Langsung (NGTL). NET dihitung
Pq = Harga bayangan produksi
dengan rumus dalam persamaan
komoditi tanaman di setiap sub-
berikut :
luster (Rp/unit), VC = Rata-rata
NET = NGL + NGTL + NNG (1)
biaya variabel usahatani di setiap
Qi
komoditi
sub-cluster =
Jumlah tanamandi
sub-cluster(unit/ha/tahun),
(NGL)
sub-cluster (Rp/ha/tahun). Biaya
usahatani. Nilai guna langsung
variabel input produksi dihitung
usahatani
berdasarkan
3. Nilai
guna
di
langsung
lahan
pertanian
harga
bayangan
diperoleh dari penjumlahan rata-
masing-masing input produksi, FC
rata pendapatan usahatani dari 47
= Biaya tetap usahatani di setiap
sub-cluster/sub-zona
sub-cluster (Rp/ha/tahun). Biaya
di
lahan 108
Sentot Sudirman, Valuasi Ekonomi Dampak Konversi Lahan … tetap
input
produksi
berdasarkan
sub-cluster (Rp); i = Jumlah sub-
dihitung
harga
cluster
bayangan
Nilai guna tidak langsung (NGTL) usahatani. langsung
Nilai
tidak
merupakannilai
di
lahan
usahatani
diperoleh
penjumlahan
rata-rata
Willingness
to
Pay
Kota
5. Nilai Non Guna (NNG). NNG
guna
usahatani
pertanian
pinggiran
Yogyakrta, yaitu 47 sub-cluster.
masing-masing input produksi. 4.
di
di
keberadaan lahan
pertanian
dari
diperoleh dari penjumlahan rata-
nilai
rata nilai Willingness to Accept
(WTP)
(WTA)
rumahtangga
petani
rumahtangga nonpetani pinggiran
pinggiran Kota Yogyakarta untuk
Kota
tetap bersedia
Yogyakrta
atas
jasa
mempertahankan
lingkungan yang selama ini telah
lahan
pertaniannya
dinikmatinya dari usahatani lahan
berusahatani di wilayah tersebut.
pertanian di wilayah tersebut. Nilai
Nilai WTA ini dikumpulkan dari
WTP ini dikumpulkan dari 47 sub-
47 sub-cluster di wilayah pinggiran
cluster di wilayah pinggiran Kota
Kota
Yogyakrta dan dihitung dengan
dengan rumus (6) :
Yogyakrta
dan
dan
dihitung
rumus :
(6) (5) Dalam rumus tersebut, NGTL =
Dalam rumus tersebut, NGTL = Kehilangan
nilai
guna
Kehilangan
tidak
tahun 2006, yang hilang sebagai
tahun 2006, yang hilang sebagai
akibat perubahan lahan pertanian
akibat perubahan lahan pertanian
secara
menjadi
setiap sub-cluster/sub-zona akibat
pinggiran Kota Yogyakarta pada
konversi antara titik waktu tahun
tahun 2006 (KK), WTPi= Rata-rata
1996
nilai riil WTP dari masyarakat pinggiran
menjadi
luas kehilangan lahan pertanian di
rumahtangga nonpetani di wilayah
di
permanen
banagunan (Rp); Ai = Rata-rata
banagunan (Rp); Popnf = Jumlah
nonpetani
tidak
pinggiran Kota Yogyakarta pada
pinggiran Kota Yogyakarta pada
permanen
guna
langsung dari keberadaan usahatani
langsung dari keberadaan usahatani
secara
nilai
dan
2006
di
wilayah
pinggiran Kota Yogyakarta (ha);
Kota
WTAi= Ratarata nilai riil WTA dari
Yogyakrta tahun 2006 di setiap 109
AGRIKA, Volume 6, Nomor 1, Mei 2012 masyarakat petani di pinggiran
seluas 7514,77hektar yang terdistribusi
Kota Yogyakarta tahun 2006 di
seluas 3.863,97 ha di Kabupaten
setiap sub-cluster (Rp/ha lahan
Bantul dan seluas 3.615,06 ha di
pertanian); i = nomor urut sub-
Kabupaten Sleman (Tabel 1). Angka
cluster
tersebut menunjukkan
di
pinggiran
Kota
pertanian
bahwa luas
Yogyakarta ( nomor 1- 47 sub-
lahan
yang
berubah
cluster).
permanen menjadi bangunan antara tahun 1996 dan 2006 di pinggiran Kota Yogyakarta
HASIL DAN PEMBAHASAN
signifikan
Dalam bagian ini disajikan
tidak
berbeda
antara
secara
yang berada di
hasil penelitian dan pembahasannya
wilayah Kabupaten Bantul dan wilayah
mengenai (a) konversi lahan pertanian
Kabupaten Sleman.
yang
Luas perubahan lahan pertanian
terjadi antara titik waktu tahun 1996
menjadi bangunan antar zona (ZDRR,
dan 2006, (b) valuasi ekonomi dampak
ZLRR,
konversi terhadap kehilangan (i) Nilai
perbedaan signifikan. Secara lebih
Guna Langsung (NGL), (ii) Nilai Guna
spesifik,
Tidak langsung (NGTL), (iii) Nilai
menjadi bangunan di ZLRR dan ZJRR
Keberadaan sebagai Nilai Non Guna
lebih menonjol di Kabupaten Bantul
(NNG), dan (iv) Nilai Ekonomi Total
daripada di Kabupaten Sleman, namun
(NET) multifungsi lahan pertanian di
berlaku sebaliknya untuk di ZDRR.
pinggiran
Hal ini tampak relevan dengan kondisi
pinggiran
Kota
Kota
Yogyakarta
Yogyakarta.
Nilai
dan
ZJRR)
konversi
menunjukkan
lahan
ekonomi total (NET) multifungsi lahan
kekotaan,
pertanian
Kota
pusat-pusat kegiatan ekonomi dan
Yogyakarta adalah penjumlahan dari
pertumbuhan, serta strategisitas dari
NGL, NGTL, dan NNG.
ZDRR di wilayah Sleman yang lebih
Konversi lahan pertanian menjadi bangunan di pinggiran Kota Yogyakarta
menonjol daripada di zona yang sama
di
pinggiran
aksesibilitas,
pertanian
keberadaan
di wilayah Bantul. Sebaliknya, kondisi kekotaan,
Lahan pertanian (TS, TB, dan
aksesibilitas,
keberadaan
pusat-pusat kegiatan ekonomi dan
TT) di pinggiran Kota Yogyakarta
pertumbuhan, serta strategisitas di
yang telah berubah permanen menjadi
wilayah-wilayah
bangunan dari tahun 1996-2006 adalah
yang
terletak
di
ZLRR dan ZJRR di Kabupaten Bantul 110
Sentot Sudirman, Valuasi Ekonomi Dampak Konversi Lahan … lebih menonjol daripada di zona yang
Kecamatan Mlati dan Gamping (Tabel
lama di Sleman. Hal ini ditunjukkan
1).
secara
kasat
mata
oleh
Fenomena
karakter
tersebut
juga
keberadaan
menunjukkan relevansinya dengan (a)
pusat-pusat kegiatan ekonomi dan
peningkatan intensitas pembangunan
pertumbuhan,
strategisitas
yang
ZJRR
selatan,
kekotaan,
wilayah
asesibilitas,
serta
ZLRR
dan
di
terjadi dan
di
bagian
barat
daya
wilayah
Kecamatan Banguntapan, Sewon, dan
pinggiran
Kasihan yang lebih menonjol daripada
termasuk wilayah Kabupaten Bantul
yang
sehingga
di
Kecamatan
Mlati
dan
Kota
tenggara,
Yogyakarta
memerlukan
lahan
yang
dan
dipenuhi dari lahan pertanian, (b) stok
Gamping. Kondisi tersebut di atas juga
lahan pertanian pada tahun 1996 yang
menyebabkan luas perubahan lahan
masih lebih banyak di pinggiran Kota
pertanian
yang
Yogyakarta bagian Bantul daripada di
Kecamatan
Sleman, (c) rata-rata harga lahan yang
terjadi
menjadi
di
wilayah
bangunan di
relatif
Banguntapan, Sewon, dan Kasihan
lebih
murah
di
Bantul
yang lebih menonjol daripada yang di
perubahan penggunaan lahan yang jauh lebih mudah di Bantul daripada di Sleman, dan (e) fasilitas dan utilitas umum
yang
teresdia
di
wilayah
daripada di Sleman, dan (d) perijinan
pinggiran Kota Yogyakarta bagian
pengeringan
Bantul ini juga telah memadai.
lahan
sawah
dan 111
AGRIKA, Volume 6, Nomor 1, Mei 2012 yang baik
Kelima hal tersebut dapat
dan
terletak
di
jalan
perlintasan Yogya-Pantai Parangtritis dan Yogya-Ibu Kota Bantul- Pantai
mendorong masyarakat untuk lebih memilih
membeli
lahan
Samas; dan (d) walaupun jauh dari
dan
membangun rumah tinggal dan rumah
Kota Yogyakarta ZJRR di Bantul
usahanya
justru berdekatan dengan Ibu Kota
di
pinggiran
Kota
Yogyakarta, yakni di bagian wilayah
Bantul
sehingga
disamping
Bantul daripada di Sleman. Sebagai
aksesibilitasnya yang baik di lokasi
akibatnya, perubahan lahan pertanian
tersebut terdapat tempat-tempat pusat-
menjadi bangunan di lokasi tersebut
pusat pertumbuhan seperti Taman
lebih tinggi daripada yang terjadi di
Gabusan dan Desa Wisata Grabah
Sleman.
Kasongan. Di lokasi Sleman, luas lahan
Di lokasi Bantul, perubahan lahan pertanian permanen menjadi
pertanian
bangunan dapat diurutkan berdasarkan
bangunan dapat diurutkan bahwa di
luasnya yaitu di ZLRR > di ZJRR > di
ZLRR > di ZDRR > di ZJRR. Data ini
ZDRR. Data ini relevan dengan kedaan
relevan dengan keadaan di wilayah ini
di wilayah ini yaitu (a) stok lahan
yaitu (a) stok lahan pertanian di ZDRR
pertanian di ZDRR sangat terbatas di
sangat terbatas di wilayah ini sehingga
wilayah ini, lahan menjadi barang
harganya
langka
menyebabkan
sehingga
harganya
sangat
yang
berubah
sangat
menjadi
mahal
yang
masyarakat
lebih
mahal yang menyebabkan masyarakat
memilih membeli lahan di ZLRR
lebih memilih membeli lahan di ZLRR
bahkan di ZJRR daripada di ZDRR, (b)
bahkan di ZJRR daripada di ZDRR, (b)
kondisi kekotaan di wilayah ZLRR
kondisi kekotaan di wilayah ZLRR
sudah agak mirip dengan kondisi
sudah mirip dengan dengan kondisi
kekotaan di ZDRR tetapi harga lahan
kekotaan di ZDRR tetapi harga lahan
masih
masih
walaupun
kekotaan di ZJRR di Sleman ini jauh
karakteristik kekotaan di ZJRR di
lebih rendah daripada di ZLRR terlebih
Bantul ini lebih rendah daripada di
lagi terhadap ZDRR dan desa-desa
ZLRR terlebih lagi terhadap ZDRR
yang terletak di ZJRR di Sleman ini
namun desa-desa yang terlrtak di ZJRR
umumnya memiliki aksesibilitas yang
di Bantul ini memiliki aksesibilitas
kurang baik seperti di Desa Sumberadi,
murah,
(c)
112
murah,
(c)
karakteristik
Sentot Sudirman, Valuasi Ekonomi Dampak Konversi Lahan … Tlogoadi, dan Tirtoadi yang sangat
antara tahun 1996 dan 2006 ada hal-hal
berbeda dengan desa-desa di ZJRR di
menarik
Kabupaten Bantul baik ditinjau dari
berikut :
aspek aksesibilitasnya maupun aspek
(a) Konversi lahan pertanian menjadi
keberadaan
yang
ditemukan
sebagai
bangunan yang terjadi antar zona di
pusat-pusat
masing-
pertumbuhannya.
masing
menujukkan
Dalam bandingannya dengan di
kabupaten
perbedaan
yang
signifikan.
Bantul, maka luas lahan pertanian yang berubah permanen menjadi bangunan
(b) Luas konversi tertinggi terjadi di
di ZDRR masih lebih tinggi di Sleman,
ZLRR baik di Kabupaten Bantul
hal ini tampak disebabkan oleh (a) stok
maupun di Kabupaten Sleman yang
lahan pertanian di ZDRR di Sleman
berarti
lebih tinggi daripada di zona yang
perembetan
sama di Bantul, (b) karakteristik
(urban sprawl) yang sudah jauh
kekotaan di ZDRR di Sleman lebih
meninggalkankota
dominan daripada di Bantul, dan (c)
pedesaan
pembangunan perumahan di ZDRR di
mengindikasikan bahwa ancaman
Sleman jauh lebih banyak di Sleman
terhadap keberlanjutan usahatani
daripada di Bantul. Berdasarkan tipe
telah mendekati pedesaan.
bahwa
telah
terjadi
perkembangan
ke dan
kota
arah juga
perumahannya, di ZDRR Sleman jauh
(c) Luas konversi di ZDRR lebih
lebih elit dan lebih besar daripada yang
tinggi di Kab. Sleman daripada di
di
Kab. Bantul yang mengindikasikan
ZDRR
Bantul,
menggambarkan
yang
bahwa
hal
ini
bahwa
konsumen
stok
lahan
pertanian,
perumahan di ZDRR Sleman lebih
karakteristik
dodominasi oleh kalangan masyarakat
aksesiblitas
menengah
konversi lahan pertanian menjadi
ke
atas
sehingga
kekotaan,
dan
mempengaruhi
bangunan.
menggambarkan bahwa harga lahan
(d) Konversi lahan pertanian menjadi
yang tinggi di ZDRR Sleman tidak
bangunan di ZJRR di Kab. Bantul
menjadi masalah. mengenai
hampir dua kali lebih luas daripada
luas dan distribusi konversi lahan
yang terjadi di zona yanag sama di
pertanian
Kab.
Dari
pembahasan
menjadi
bangunan
yang
Sleman.
Hal
ini
mengindikasikan bahwa kondisi
terjadi di pinggiran Kota Yogyakarta 113
AGRIKA, Volume 6, Nomor 1, Mei 2012 aksesibilitas sangat menentukan
kehilangan dari pekarangan disebabkan
konversi lahan pertanian menjadi
oleh produktivitas lahan sawah dan
bangunan dan urban sprawl yang
tegalan yang signifikan lebih tinggi
terjadi di Kab. Bantul lebih kuat
daripada
daripada di Kab. Sleman, serta
pekarangan.
produkstivitas
lahan
Hal menarik lain dari data di
ancaman terhadap keberlanjutan jauh
atas adalah bahwa kehilangan nilai
meniggalkan kota karena adanya
NGL dari sawah dan tegalan di ZDRR
pusat-pusat pertumbuhan di lokus
dan ZLRR lebih besar terjadi di
ZJRR tersebut.
Kabupaten
usahatani
telah
meloncat
Sleman
Kabupaten Valuasi ekonomi dampak konversi lahan pertanian pinggiran Kota Yogyakarta
bagian
bahwa
keberadaan
lahan
usahatani
di
Kabupaten
pada
kehilangan
nilai
pertanian
dan
pinggiran
bagian
makna bahwa pada tahun 2006 terjadi kehilangan nilai guna langsung dari keberadaan
setara
pinggiran Kota Yogyakarta sebesar 54,189 milyar
rupiah. Nilai kehilangan dari lahan yang
usahatani
pendapatan petani di lahan pertanian
lahan
pekarangan sebesar 21,808 milyar
tegalan
kota
54,189 milyar rupiah di atas memiliki
sawah dan pekarangan sebesar 32,282
dan
menjauhi
di
Dalam penelitian ini, angka
rupiah, angka ini berasal dari lahan
sawah
wilayah
Sebaliknya,
(Tabel 2).
tahun 2006 sebesar 54,189 milyar
dari
Bantul.
Bantul daripada di Kabupaten Sleman.
Kota
1996 dan 2006 yang dihitung pada
dan
Kota
dikonversi lebih besar di Kabupaten
yang terjadi antara titik waktu tahun
rupiah
mendekati
Yogyakarta lahan pekarangan yang
Yogyakarta sebagai akibat konversi
milyar
wilayah
dikonversi lebih besar daripada di
persamaan 1, 2, dan 3. Dari Tabel 2 diketahui
ini
Sleman, lahan sawah dan tegalan yang
hilang di masing-masing sub-zona rumus
Hal
Bantul.
Yogyakarta yang terletak di Kabupaten
Besarnya NGL petani yang
dengan
di
mengindikasikan bahwa di bagian-
1. Nilai guna langsung (NGL).
dihitung
daripada
rupiah, dan nilai
kehilangan ini bersifat akumulatif pada
secara
tahun-tahun berikutnya, dan nilai itu
signifikan lebih besar daripada nilai
akan terus meningkat seiring dengan 114
Sentot Sudirman, Valuasi Ekonomi Dampak Konversi Lahan … bertambahnya luas lahan pertanian
wilayah tersebut.
yang dikonversi menjadi bangunan di
2. Nilai
guna
tidak
dihasilkan oleh usahatani di lahan
langsung
pertanian pinggiran Kota Yogyakarta
(NGTL) Nilai Guna Tidak Langsung
tersebut. Urutan besarnya harapan ini
diukur berdasarkan nilai rata-rata dan
tampak
agregat Willingness to Pay (WTP) dari
ancaman terhadap keberlanjutan lahan
masyarakat nonpetani di pinggiran
pertanian
Kota Yogyakarta menggunakan rumus
berkorelasi
persamaan 4.
konversi lahan pertanian dimana di
Di pinggiran Kota Yogyakarta nilai
rata-rata
WTP
berkaitan
di
dengan
tingkat
wilayahnya
positif
dengan
yang laju
ZDRR > di ZLRR > di ZJRR.
masyarakat
Rata-rata
nilai
WTP
di
nonpetani atas jasa lingkungan yang
Kecamatan Depok dan Banguntapan
dihasilkan dari usahatani di wilayah
yang lebih menonjol daripada di
tersebut berbeda secara signifikan
kecamatan lain, juga menggambarkan
dengan urutan di ZDRR > di ZLRR >
pengaruh intensitas laju konversi lahan
di
ini
pertanian ini terhadap peningkatan
harapan
kekhawatiran masyarakat nonpetani
ZJRR
(Tabel
menggambarkan
3).
besarnya
Hal
masyarakat nonpetani di ZDRR > di
atas
ZLRR > di ZJRR untuk tetap dapat
wilayahnya.
menikmati
jasa
lingkungan
yang 115
keberlanjutan
usahatani
di
AGRIKA, Volume 6, Nomor 1, Mei 2012
Data tersebut menggambarkan Di
wilayah
ZJRR
yang
bahwa
memiliki aksesibilitas dan keberadaan
relevan
yang lebih tinggi daripada ZJRR
yang
lain,
Mlati.
Secara
yang
tinggi
tidak
pertanian
pinggiran
yang
di
zona
tersebut
ternyata
relevan dengan rata-rata laju konversi
juga
lahan pertanian di masing-masing zona yang terletak di Kabupaten Sleman
Total agregat WTP masyarakat di
daripada
Fenomena
mempengaruhi terhadap nilai WTP.
nonpetani
kekhawatiran
Kabupaten Bantul.
bahwa faktor yang mempengaruhi lahan
dengan
Kota zona Kabupaten Sleman lebih
langsung hal ini juga menggambarkan
konversi
di
masyarakat non petani di pinggiran
ditunjukkan oleh wilayah ZJRR di Kecamatan
WTP
WTP dari Kabupaten Bantul, yang
juga menggambarkan rata-rata nilai
wilayah
nilai
Kabupaten Sleman hampir 2 kali nilai
pusat-pusat pertumbuhannya lebih baik
WTP
besarnya
yang
Kota
rata-rata lebih tinggi daripada di setiap
Yogyakarta sebesar 1.561,35 milyar
zona yang ada di Kabupaten Bantul.
rupiah yang berasal dari zona di
Fenomena
Baupaten Bantul sebesar 511,79 juta
tersebut
juga
relevan
dengan besarnya rata-rata WTP di
rupiah dan dari zona di Kabupaten
setiap zona di Kabupaten Sleman yang
Sleman sebesar 1.049,56 juta rupiah
lebih tingi daripada di setiap zona di
(Tabel 4).
Kabupaten Bantul. 116
Sentot Sudirman, Valuasi Ekonomi Dampak Konversi Lahan … zona (ha). Nilai rata-rata dan agregat
3. Nilai Non Guna (NNG) Nilai sebagai
Keberadaan
Nilai
Non
WTA ini dihitung dengan rumus
usahatani
Guna
seperti pada persamaan 5.
dari
keberadaan lahan pertanain pinggiran
Nilai rata-rata WTA antara
Kota Yogyakarta diukur berdasarkan
ZDRR dan ZLRR berbeda nyata
besarnya uang yang dapat diterima
dengan yang di ZJRR, namun tidak
oleh petani agar petani tetap bersedia
berbeda nyata antara yang di ZDRR
melanjutkan usahataninya di lahan
dan ZLRR baik di Kabupaten Bantul
pertanian di wilayah tersebut (Juta/ha).
maupun di Kabupaten Sleman (Tabel
Nilai ini diukur berdasarkan besaran
5). Nilai rata-rata WTA menurun ke
Agregat Willingness to Accept (WTA)
arah zona yang menjauhi kota. Nilai
dari petani pinggiran Kota Yogyakarta.
rata-rata WTA pada masing-masing
Nilai agregat WTA merupakan hasil
zona
perkalian
Kabupaten
antara
ratarata
WTA
tidak
berbeda Bantul
nyata
dan
antara
Kabupaten
rumahtangga petani sampel di setiap
Sleman
sub-cluster/sub-zona (Juta/ha) dengan
menunjukkan bahwa ratarata WTA di
jumlah luas lahan pertanian yang
Kab. Bantul lebih tinggi daripada di
dikonversi di setiap sub-cluster/sub-
Kabupaten Sleman.
kecuali
di
ZJRR
yang
Kota Yogyakarta nilai rata-rata WTA petani sebagai jaminan untuk tetap berusahatani di wilayah tersebut dapat diurutkan bahwa di ZDRR > di ZLRR > di ZJRR. Hal ini menggambarkan besarnya
kekhawatiran
petani
di
ZDRR > di ZLRR > di ZJRR untuk Dari Tabel 5 diketahui bahwa
tetap dapat membiayai usahataninya
di setiap wilayah kecamatan pinggiran
jika ancaman kegagalan panen terjadi. 117
AGRIKA, Volume 6, Nomor 1, Mei 2012 Urutan
besarnya
kekhawatiran
pusat-pusat pertumbuhannya lebih baik
ini
juga menggambarkan rata-rata nilai
tampak berkaitan
WTA yang lebih tinggi daripada wilayah dengan
tingkat
ancaman
ZJRR
yang
lain,
yang
ditunjukkan oleh wilayah ZJRR di
terhadap
keberhasilan usahatani mereka sebagai
Kecamatan
akibat
kualitas
langsung hal ini juga menggambarkan
lingkungan karena peningkatan areal
bahwa faktor yang mempengaruhi
terbangun
konversi
dari
penurunan
oleh
konversi
lahan
lahan
Data
ZLRR > di ZJRR. . nilai
WTA
Secara
tidak
pertanian
juga
mempengaruhi terhadap nilai WTA.
pertanian dengan urutan di ZDRR > di
Rata-rata
Mlati.
bahwa
di
ini
besarnya
menggambarkan nilai
WTA
di
dan
Kabupaten Sleman lebihrendah tidak
Banguntapan yang lebih menonjol
nyata daripada nilai WTA petani dari
daripada di kecamatan lain, juga
Kabupaten Bantul. Data ini tampak
menggambarkan pengaruh intensitas
relevan dengan nilai WTA yang sangat
laju konversi lahan pertanian ini
rendah di wilayah ZJRR di Kabupaten
terhadap
Sleman daripada di zona yang sama di
Kecamatan
Depok,
peningkatan
masyarakat
petani
Sewon,
kekhawatiran atas
K abupaten
ancaman
Bantul. Hal
kegagalan usahatani di wilayahnya,
relevan
sebagai akibat konversi lahan pertanian
pertanian di ZJRR di Kabupaten
menjadi
Sleman yang rendah (Tabel 1) karena
bangunan
yang
lebih
ZJRR
dan
ZLRR
konversi
lahan
posisi wilayah ZJRR yang kurang
menonjol di wilayah tersebut. Di wilayah
dengan
tersebut
yang
memiliki aksesibikitas dan keberadaan
118
Sentot Sudirman, Valuasi Ekonomi Dampak Konversi Lahan …
strategis, sehingga petani di wilayah
Total agregat WTA petani di
ini kurang merasa khawatir terhadap
pinggiran Kota Yogyakarta sebesar
kemungkinan kegagalan usahataninya
22,298 milyar rupiah yang berasal dari
sebagai akibat terjadinya degradasi
zona di Baupaten Bantul sebesar
lingkungan oleh laju konversi lahan
11,495 milyar rupiah dan dari zona di
pertanian
Kabupaten Sleman sebesar 10,803
menjadi
bangunan
yang
rendah di wilayah ini.
milyar rupiah (Tabel 6).
Besarnya agregat WTA antar
relevan dengan luas konversi lahan
zona menunjukkan perbedaan secara
pertanian dan karakteristik wilayah
nyata
yang menunjukkan kemiripan di ZLRR
baik
di
Kabupaten
Bantul
maupun di Kabupaten Sleman. Nilai
tersebut antar kabupaten.
agregat antar Kabupaten dalam zona
4. Nilai Ekonomi Total (NET) Besarnya
menunjukkan perbedaan secara nyata
kehilangan
nilai
ekonomi total usahatani di lahan
kecuali di ZLRR. Hal ini tampak 119
AGRIKA, Volume 6, Nomor 1, Mei 2012 pertanian pinggiran Kota Yogyakarta
daripada di zona yang lain. Nilai NET
sebagai akibat konversi lahan pertanian
antar kabupaten tidak menunjukkan
yang terjadi antara titik waktu tahun
perbedaan signifikan walaupaun NET
1996 dan 2006 adalah seperti disajikan
di Kabupaten Bantul lebih tinggi
pada Tabel 7.
daripada di Kabupaten Sleman (Tabel 7).
Dari Tabel 7diketahui bahwa NET
antar
zona
Dari Tabel 7 tersebut dapat
menunjukkan
perbedaan
signifikan
Kabupaten
Bantul
baik
di
diketahui hasil estimasi kehilangan
maupun
di
nilai ekonomi total (NET) usahatani di
Kabupaten Sleman. NET di ZLRR
lahan
paling tinggi daripada di zona yang
Yogyakarta
lain, yang hal ini relevan dengan luas
terjadinya konversi lahan pertanian
kehilangan
lahan
pertanian
pertanian
pinggiran
sebagai
akibat
kota dari
oleh
konversi yang memang paling luas
tersebut antara titik waktu tahun 1996
dari
NNG
keberadaan
usahatani
dan 2006 yang dihitung pada tahun
(Agregat-WTA petani) sebesar 22,298
2006. Nilai NET itu sebesar 78,05
milayar rupiah (Tabel 6). Dalam hal ini
milyar rupiah, yang terdiri dari NGL
NET dari NGL > dari NNG > NGTL.
pendapatan petani sebesar 54,189
Mengingat luas lahan pertanian
milyar rupiah (Tabel 2), dari NGTL
yang mengalami konversi menjadi
(Agregat-WTP
bangunan
nonpetani
sebesar
di
pinggiran
Kota
Yogyakarta dari titik waktu tahun 1996
1,561 milayar rupiah (Tabel 4), dan 120
Sentot Sudirman, Valuasi Ekonomi Dampak Konversi Lahan … dan 2006 adalah 7.514,77 ha (Tabel
lain seperti kecukupan sinar matahari,
5.5),
yang
sehingga
jika
faktor
lain
variabel-variabel
ini
sangat
dianggap tetap (citeris paribus), maka
dipengaruhi dengan besar konversi
kehilangan
untuk
lahan pertanian yang terjadi. Efisiensi
setiap tambahan luas satu hektar lahan
pemanfaatan input produksi usahatani
pertanian yang terkonversi per tahun
sangat terkait dengan rata-rata luas
adalah sebesar Rp. 10.386.212,75,-.
lahan garapan, oleh karena itu variabel
Mengingat konversi lahan pertanian
ini menjadi masalah serius sebagai
menjadi
fungsi waktu karena dikendalikan oleh
NET
usahatani
bangunan
terus
berjalan
sebagai fungsi waktu dam ruang,
faktor pewarisan lahan.
maka NET usahatani yang hilang akan terus bertambah. Kehilangan
KESIMPULAN DAN SARAN
NET
usahatani
Kesimpulan. 1. Antara titik waktu tahun 1996 dan
tersebut merupakan fungsi dari luas lahan
pertanian
produktivitas
yang
lahan
2006 di pinggiran Kota Yogyakarta
dikonversi,
telah
pertaniannya,
terjadi
konversi
efisiensi pemanfaatan input produksi.
pertanian
Luas lahan yang dikonversi berkaitan
seluas7.514,77 ha, seluas 3.651,26
dengan
ha
faktor-faktor
yang
menjadi
lahan
terjadi
di
bagian sisasnya
wilayah
mempengaruhinya, sehingga lokasi
Sleman
keberadaan lahan pertanian terhadap
3.863,50 ha terjadi di bagian
pusat-pusat pertumbuhan dan kota,
wilayah Bantul,
keberadaan jalan, jumlah penduduk,
dan
bangunan
seluas
2. Nilai Guna Langsung yang hilang
luas kepemilikan lahan pertanian dan
sebagai
intensitas
akibat
konversi
lahan
pembangunan
fisik
pertanian sebesar 25,495 milyar
variabel-variabel
yang
rupiah terdiri dari Sleman sebesar
akan
28,69 milyar rupiah dan dari
yang
Bantul
lahan
rupiah, yang berasal dari sawah
lahan
dan tegalan sebesar 32,282 milyar
pertanian berkaitan dengan kesuburan
rupiah dan dari pekarangan sebesar
tanah, ketersediaan kauntitas dan
21,808 milyar rupaih,
merupakan secara
tidak
menentukan hilang pertanian.
langsung
besarnya
akibat
NET
konversi
Produktivitas
kualitas air irigasi, faktor lingkungan 121
sebesar
54,189
milyar
AGRIKA, Volume 6, Nomor 1, Mei 2012 3. Nilai Guna Tidak Langsung yang
Saran :
lahan
1. Hasil penelitian bahwa konversi
pertanian sebesar 1,561 milyar
lahan pertanian menjadi bangunan
rupiah dengan rincian dari Sleman
yang
sebesar 1,049 milyar rupiah dan
Yogyakarta
selama
dari Bantul sebesar 0,511 milyar
tergolong
cukup
rupiah dimana kehilangan NGTL
7.514,77 ha atau rata-rata seluas
di ZDRR paling besar disusul di
683,16
ZLRR dan kemudian di ZJRR,
kehilangan Nilai Ekonomi Total
4. Nilai Non Guna yang hilang
(NET) sebesar 78, 05milyar rupiah
akibat konversi sebesar 22,298
per tahun. Angka ini akan terus
milyar rupiah dengan rincian dari
bertambah
Sleman sebesar 10,803 milyar
bertambahnya luas lahan pertanian
rupiah dan dari Bantul sebesar
yang terkonversi. Oleh karena itu,
11,495
diharapkan hasil studi semacam ini
hilang
akibat
milyar
konversi
rupiah
dimana
terjadi
ha
NNG di ZLRR paling tinggi
perlu
disusul di ZDRR dan kemudian di
pemangku
ZJRR,
saling
5. Nilai Ekonomi Total (NET) yang
milyar
rupiah
per
Kota
11
tahun
besaryaitu
tahun
dengan
sebagaI
digunakan
fungsi
oleh
para
kepentingan
menjaga
untuk
keberlanjutan
keberadaan lahan pertanian dari
hilang akibat konversi sebesar 78,05
dipinggiran
kaca pandang masing-masing.
dengan
2. Penelitian-penelitian
serupa,
rincian dari Sleman sebesar 37,35
khususnya
milyar rupiah dan dari Bantul
konversi
sebesar
ketahanan pangan rumah tangga
40,70
milyar
rupiah
keterkaitan lahan
dimana NET di ZJRR paling
petani
tinggi
dikembangkan
disusul
di
ZLRR
dan
antara
pertanian
dianjurkan
untuk
agar
dan
terus
diperoleh
kemudian di ZDRR, kehilangan
masukan-masukan
nilai-nilai ekonomi tersebut akan
pemangku kebijakan pengaturan
semakin
bersama
dan pengendalian konversi lahan
peningkatan luas lahan pertanian
pertanian dan para pelaku konversi
yang
lahan
besar
dikonversimen
jadi
pertanian
bangunan sebagai fungsi ruang
keberlanjutan
dan waktu.
diupayakan. 122
bagi
usahatani
para
sehingga dapat
Sentot Sudirman, Valuasi Ekonomi Dampak Konversi Lahan … Economic Research Service, Washington, D.C.
DAFTAR RUJUKAN
Irawan, B. dan S. Friyatno. 2002. Dampak Konversi Lahan Sawah Di Jawa Terhadap Produksi Beras dan Kebijakan Pengendaliannya. Pusat Penelitian dan Pengembangan Sosial Ekonomi Pertanian. Badan Penelitian dan Pengembangan Pertanian. Bogor. Soca (Socio-Economic Of Agriculturre And Agribusiness) Vol. 2 No.
Atwood,J.B.1995.A 2020 Vision for Food, Agricuture, and The Environment.Key note Address of speech Math at an International Conference, Joinly Hosted by International Food Policy Research Institut and National Geographic Society. Washington, D.C.Http://www.ifpri.org. Freemand,D.B.1991. A city of Farmer informal Agricuture in The Open Space of Nairobi.Montreal : Mc.Gill University Press.
Maxwell, D. Levin C and Csete J. 1999. Does urban agriculture help prevent Malnutritions? Evidence from Kampola. IFPRI Discussion paper No. 45, Washington DC.
Garnett, T.1996. farming in the city: The Potential Of Urban Agriculture. The Ecologist 26:299-307.
Mougeot, Luc J.A 1994. urban food production: Evolution, official support and significance (with special reference to Africa). CFP REPORT SERIES REPORT 8, international development research centre. Ottawa, Canada. http:// www.idrc.ca. Diakses pada tanggal : 12 Juli 2010, Pukul 12.47 WIB.
Gogwana, M.2001. The Role Of Urban Agriculture In Food Security: A Case Of Low Income Dwellers In Dangamvura. 2 nd WARFSA/WaterNet Symposium: integrated water resources management: Theory, practice, cases; Cape Town, 30-31 october 2001. school of government, university of the western cape, private bag X17, Bellville, 7535.
Nugent, R. A. 1997. The Significance of Urban Agriculture. Dept. of Economics, pacific utheran University, Tacoma, WA 98447. City Farmer, Canada’s Office of Urban Agriculture. http: // www.cityfarmer.org. Diakses pada tanggal : 26 Nopember 2010, Pukul 01.28 WIB. _____________. 1999. Urban Agriculture and the Household Economy. Article
Heimlich, Ralph E. 1989. Land Use Transition in the Urbanizing Areas: Research and Information Needs. The Farm Foundation and the US Department of Agriculture,
123
AGRIKA, Volume 6, Nomor 1, Mei 2012 presented at “ Growing Cities Growing Food: Urban Agriculture on the policyAgebda”, October 1999, Havana, uba. FAO.
Remenyi, J. 2000. Poverty Reduction and Urban Renewal Through Urban Agriculture and Microfinance: A Case Study Of Dhaka, Bangladesh School of Australian and International Studies, Deakin University, Geelong, Vic.3217, Australia.
Nuhung, I. A. 2000. Kebijaksanaan Peningkatan Ketahanan Pangan. Seminar Regional Program Pengembangan Ketahanan Pangan 2000. KMSEP Universitas Gadjah Mada, Jogjakarta. 14 Oktober 2000.
Sawio, C. J. 1998. Strategic Urban Development Plan For Dar es Salam City, Tanzania in Collaboration with SDP Urban Agriculture Working Group. Cities Feeding People (CFP) Report Series No.20 International Development Research Centre. Ottawa, Canada. http:// www.idrc.ca. Diakses pada tanggal : 16 September 2010, Pukul 11.12 WIB.
Peets J. 2001. Economics Costs and Benefits of Urban Agriculture in East London. City Farmer, Canada’s Office of Urban Agriculture. http://www.cityfarmer.org. Diakses pada tanggal : 20 Mei 2010, Pukul 09.52 WIB Pinstrup-Anderson, P, R.P. Lorch, and M. W. Rosegrant. 1999. World Food Prospets : Critical Issues for Te Early Twenty-first Century. Food Policy Report. International Food Policy Research Institute, Washington, D. C. http://www.ifpri.org. Diakses pada tanggal : 14 Nopember 2011, Pukul 19.54 WIB. Rees,
Sibuea, P. 2001. Gerakan Nasional Diversifikasi Pangan. SKH Kompas. 16 Oktober, 2001. Suryantoro, A.2002. Perubahan Penggunaan Lahan Kota Yogyakarta Tahun 1959-1996 dengan Menggunakan Foto Udara : Kajian Utama Perubahan Luas, Jenis, Frekuensi dan kecepatan perubahan Penggunaan Lahan serta Faktor Pengaruhnya. PhD Thesis. Unpublished. UGM Yogyakarta.
W.E. 1997. Why Urban Agriculture? Notes for the IDRC Development Forum on Cities Feedng People : A Growth Industry. Vancouver, BC. 20 May 1997. City Farmer, Canada’s Office of Urban Agriculture. http:// www.cityfarmer.org.Diakses pada tanggal : 22 Desember 2010, Pukul 09.17 WIB.
UNDP. 1997. Urban Argicuture for Food Security, Jobs and Waste Recovery. Rund Table of Top Local Government Offical. Second International Colloqium of Mayors on Govermance for Sustainable 124
Sentot Sudirman, Valuasi Ekonomi Dampak Konversi Lahan … growth and Equity. New York City, 28- 30 July 1997. Zeeuw, H., S. Guendel, and H. Waibel.1999. The Integration of Agriculture of Urban Policy.Thematic Paper 7. Growing Cities, Growing Food - Urban Agriculture on the policy Agenda. Havana, Cuba, October 1999.
125