PENAMBAHAN BENTONIT DAN FREKUENSI PENYIRAMAN UNTUK PENINGKATAN KUALITAS VISUAL DAN FUNGSIONAL RUMPUT BERMUDA (Cynodon dactylon var evergreen)
AMALIA PERMATASARI
DEPARTEMEN ARSITEKTUR LANSKAP FAKULTAS PERTANIAN INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR 2015
PERNYATAAN MENGENAI SKRIPSI DAN SUMBER INFORMASI SERTA PELIMPAHAN HAK CIPTA Dengan ini saya menyatakan bahwa skripsi yang berjudul Penambahan Bentnit dan Frekuensi Penyiraman untuk Peningkatan Kualitas Visual dan Fungsional Rumput Bermuda (Cyndon dactylon var. Evergreen) adalah benar karya saya dengan arahan dari komisi pembimbing dan belum diajukan dalam bentuk apapun kepada perguruan tinggi manapun. Sumber informasi yang berasal atau dikutip dari karya yang diterbitkan maupun tidak diterbitkan dari penulis lain telah disebutkan dalam teks dan dicantumkan dalam Daftar Pustaka di bagian akhir skripsi ini. Dengan ini saya melimpahkan hak cipta dari karya tulis saya kepada Institut Pertanian Bogor.
Bogor, Agustus 2015
Amalia Permatasari A44110008
ABSTRAK AMALIA PERMATASARI. Penambahan Bentonit dan Frekuensi Penyiraman untuk Peningkatan Kualitas Visual dan Fungsional Rumput Bermuda (Cynodon dactylon var evergreen). Dibimbing oleh NIZAR NASRULLAH. Lapangan golf umumnya didominasi pasir sebagai media tanam. Akibatnya, permeabilitas media tinggi sehingga penyiraman menjadi tidak efisien. Penelitian ini dilakukan untuk mempelajari pengaruh penambahan bentonit dan frekuensi penyiraman terhadap kualiatas visual dan fungsional rumput bermuda (Cynodon dactylon var evergreen). Percobaan menggunakan Rancangan Acak Lengkap Faktorial dengan dua faktor perlakuan. Faktor pertama adalah penambahan bentonit yang terdiri dari 3 taraf, yaitu 100% pasir; 87,5% pasir + 12,5% bentonit 25 mesh, dan 75% pasir + 25% bentonit 25 mesh. Faktor kedua adalah frekuensi penyiraman yang terdiri dari 3 taraf yaitu setiap hari, setiap dua hari sekali, dan setiap tiga hari sekali, dengan setiap penyiraman diberikan 400 ml/pot. Percobaan ini menggunakan tiga ulangan, sehingga terdapat 27 satuan percobaan. Perlakuan campuran media tanam dengan frekuensi penyiraman memberikan hasil yang berbeda nyata terhadap seluruh peubah pengamatan. Kombinasi perlakuan campuran media pasir 75% + bentonit 25% dengan frekuensi penyiraman setiap dua hari sekali menghasilkan kualitas visual terbaik pada peubah penutupan tajuk, kepadatan pucuk, dan warna daun. Kombinasi perlakuan campuran media pasir 87,5% + bentonit 12,5% dengan frekuensi penyiraman setiap dua hari sekali menghasilkan kualitas visual dan fungsional terbaik pada peubah tinggi rumput, bobot kering pangkasan, bobot kering tajuk, serta pada efisiensi penggunaan air penyiraman (EPAI). Kombinasi perlakuan campuran pasir 75% + bentonit 25% dengan frekuensi penyiraman setiap tiga hari sekali menghasilkan kualitas fungsional terbaik pada peubah bobot kering akar dan panjang akar. Kata kunci: bentonit, penyiraman, kualitas fungsional, kualitas visual, rumput bermuda
ABSTRACT AMALIA PERMATASARI. Addition of Bentonite and Frequency of Irrigation to Improving Visual and Functional Quality of Bermuda Grass(Cynodon dactylonvar evergreen). Supervised by NIZAR NASRULLAH Golf courses are generally dominated by sand as growing media. As a result, high-permeability media so that watering becomes inefficient. This research was conducted to study the effect of the addition of bentonite and frequency of irrigation to improving visual and functional quality of bermuda grass (Cynodon dactylon var evergreen). Experiments using factorial completely randomized design with two treatment factors. The first factor is the addition of bentonite which consists of three levels ie 100% sand, 87.5% + 12.5% sand bentonite 25 mesh, and 75% sand + 25% bentonite 25 mesh. The second factor is the frequency of irrigation which consists of three levels ie every day, every two
days, every three dayswith a volume of 400 ml / basin. This experiment uses three replications, so that there are 27 units experiment. Treatment of growing media mix with the irrigation frequency give significantly different results against all variables observation. Combination treatment media mix bentonite sand 75% + 25% with irrigation frequency of once every two days produce the best visual quality at the variable crown cover, shoot density and color of the leaves. Combination treatment media mix sand bentonite 87.5% + 12.5% with irrigation frequency of once every two days produce the best visual quality and functional at high variable grass, clipping dry weight, shoot dry weight, as well as on the efficiency of irrigation water use (EPAI). Combination treatment of a mixture of sand 75% + 25% bentonite with irrigation frequency of once every three days produce the best functional quality at the variable root dry weight and root length. Keywords: bentonite, irrigation, functional quality, visual quality, bermuda grass
PENAMBAHAN BENTONIT DAN FREKUENSI PENYIRAMAN UNTUK PENINGKATAN KUALITAS VISUAL DAN FUNGSIONAL RUMPUT BERMUDA (Cynodon dactylon var evergreen)
AMALIA PERMATASARI
Skripsi sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Pertanian pada Departemen Arsitektur Lanskap
DEPARTEMEN ARSITEKTUR LANSKAP FAKULTAS PERTANIAN INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR 2015
PRAKATA Puji dan syukur penulis panjatkan kepada Allah SWT atas segala karunia dan nikmat-Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan penyusunan skripsi yang berjudul “Penambahan Bentnit dan Frekuensi Penyiraman untuk Peningkatan Kualitas Visual dan Fungsional Rumput Bermuda (Cyndon dactylon var evergreen)”. Penelitian ini dilaksanakan sejak bulan April 2015 sampai Juli 2015. Terima kasih penulis ucapan kepada Dr. Ir. Nizar Nasrullah, M. Agr. selaku pembimbing akademik serta pembimbing skripsi, atas bimbingan, dukungan, pelajaran serta motivasi yang telah diberikan. Kepada Rezky Khrisrachmansyah, M.T. selaku dosen pembahas seminar pada tanggal 20 Agustus 2015 serta kepada dosen penguji sidang Dr. Ir. Suwardi, M.Agr dan Pingkan Nuryanti, S.T, M.Eng. pada tanggal 24 Agustus 2015. Terima kasih juga pada Beasiswa Bidikmisi, H. Sadeli, dan Pak Eko atas bantuan yang diberikan di dalam penelitian ini. Di samping itu, tak lupa ucapan terima kasih yang tak terhingga kepada Basuki Rakhmat (bapak), Sri Rejeki (ibu), Astiti Retno Putri (kakak), Adinda Sekar Imani (adik), Agung Ardani (adik), M. Zacky (kakak ipar) dan Ferry Ardianto Nugroho (kekasih) yang telah banyak memberikan dukungan moral maupun materil untuk sampai di titik ini. Selain itu, penulis ucapkan terima kasih kepada teman-teman sebimbingan yaitu Remiya Samantha, Rahadian Agung, Bagus Prasetyo, dan Sri Rengganis. Serta teman-teman yang selalu mendukung dan memberikan bantuan selama penelitian yaitu Wawardah Ismah, Lucky Gilang Maulidan, Lily Ayu Andriani, Aditya Pratama, Prajana Paramitha, Corneola Cocita, Shara Zen, dan teman-teman ARL48.
Bogor, Agustus 2015
Amalia Permatasari
DAFTAR ISI PENDAHULUAN ..................................................................................................... 1 Latar Belakang .................................................................................................... 2 Tujuan ................................................................................................................. 2 Manfaat ............................................................................................................... 2 Hipotesis ............................................................................................................. 2 Kerangka Pikir .................................................................................................... 2 TINJAUAN PUSTAKA ............................................................................................ 3 Rumput Bermuda ................................................................................................ 3 Kualitas Visual dan Fungsional Hamparan Rumput ........................................... 4 Syarat Tumbuh .................................................................................................... 6 Pemupukan .......................................................................................................... 6 Bentonit ............................................................................................................... 7 Penyiraman ......................................................................................................... 8 Transpirasi dan Evapotranspirasi ........................................................................ 8 METODE ................................................................................................................... 9 Lokasi dan Waktu ............................................................................................... 9 Bahan dan Alat .................................................................................................... 9 Metode Penelitian ............................................................................................... 9 PELAKSANAAN PENELITIAN .............................................................................. 10 Persiapan Tempat dan Bahan .............................................................................. 10 Penanaman .......................................................................................................... 11 Pemeliharaan ....................................................................................................... 12 Pengamatan dan Pengambilan Data .................................................................... 12 HASIL DAN PEMBAHASAN .................................................................................. 16 Bobot Isi .............................................................................................................. 17 Porositas .............................................................................................................. 19 Permeabilitas ....................................................................................................... 20 Persentase Penutupan Tajuk ............................................................................... 22 Tinggi Rumput .................................................................................................... 25 Kepadatan Pucuk ................................................................................................ 27 Warna .................................................................................................................. 28 Bobot Kering Pangkasan ..................................................................................... 30 Bobot Kering Tajuk ............................................................................................ 31 Bobot Kering Akar .............................................................................................. 32 Panjang Akar ....................................................................................................... 34 Korelasi Antar Peubah ........................................................................................ 35 SIMPULAN DAN SARAN ....................................................................................... 37 Simpulan ............................................................................................................. 37 Saran ................................................................................................................... 37 DAFTAR PUSTAKA ................................................................................................ 37 LAMPIRAN ............................................................................................................... 40
DAFTAR TABEL 1 Skor warna daun berdasarkan Munsell Colour Chart ........................................ 15 2 Interaksi kombinasi perlakuan terhadap bobot isi ............................................. 18 3 Interaksi kombinasi perlakuan terhadap porositas ............................................. 19 4 Interaksi kombinasi perlakuan terhadap porositas ............................................. 21 5 Kriteria kelas laju permeabilitas dan perkolasi tanah (USSCS)a ....................... 22 6 Interaksi antara kombinasi perlakuan terhadap persentase penutupan tajuk ..... 24 7 Pengaruh perlakuan media tanam dan frekuensi penyiraman terhadap tinggi rumput ..................................................................................................... 25 8 Interaksi kombinasi perlakuan terhadap tinggi rumput ..................................... 26 9 Interaksi kombinasi perlakuan terhadap kepadatan pucuk ................................ 27 10 Kriteria kelas kepadatan pucuk menurut Beard (1982) .................................... 28 11 Interaksi kombinasi perlakuan terhadap warna daun ...................................... 29 12 Interaksi kombinasi perlakuan terhadap bobot kering pangkasan ................... 31 13 Interaksi kombinasi perlakuan terhadap bobot kering tajuk ........................... 32 14 Interaksi kombinasi perlakuan terhadap bobot kering akar ............................ 32 15 Rasio bobot kering tajukdengan bobot kering akar .......................................... 33 16 Interaksi kombinasi perlakuan terhadap panjang akar .................................... 34 17 Interaksi kombinasi perlakuan terhadap panjang akar .................................... 35 18 Korelasi antar peubah ....................................................................................... 36
DAFTAR GAMBAR 1 Kerangka Pikir Penelitian ..................................................................................... 3 2 Kondisi fisik bentonit ........................................................................................ 10 3 Pengisian dalam pot ............................................................................................ 11 4 Penanaman rumput dalam pot ........................................................................... 11 5 Pengambilan sampel media tanam .................................................................... 13 6 Kuadran 10 cm x 10 cm...................................................................................... 15 7 Plasmolisis pada rumput perlakuan penyiraman tiga hari sekali ........................ 16 8 Hama dan gulma yang terdapat dalam penelitian .............................................. 17 9 Grafik bobot isi pada kombinasi perlakuan ........................................................ 18 10 Grafik porositas pada kombinasi perlakuan ..................................................... 20 11 Grafik permeabilitas pada kombinasi perlakuan .............................................. 21 12 Persentase penutupan tajuk pada campuran media tanam ................................ 23 13 Persentase penutupan tajuk pada frekuensi penyiraman .................................. 23 14 Warna daun pada kombinasi perlakuan ............................................................ 30
DAFTAR LAMPIRAN 1 Denah Penelitian ................................................................................................ 40 2 Gambar Lokasi Penelitian .................................................................................. 40 3 Hasil Sidik Ragam Peubah Bobot Isi ................................................................. 41 4 Hasil Sidik Ragam Peubah Porositas ................................................................. 41 5 Hasil Sidik Ragam Peubah Permeabilitas .......................................................... 41 6 Hasil Sidik Ragam Peubah Persentase Penutupan Tajuk ................................... 41 7 Hasil Sidik Ragam Peubah Tinggi Rumput ....................................................... 42 8 Hasil Sidik Ragam Peubah Kepadatan Pucuk .................................................... 43 9 Hasil Sidik Ragam Peubah Warna Daun ........................................................... 44 10 Hasil Sidik Ragam Peubah Bobot Kering Pangkasan ...................................... 45 11 Hasil Sidik Ragam Peubah Bobot Kering Tajuk ............................................. 46 12 Hasil Sidik Ragam Peubah Bobot Kering Akar ............................................... 46 13 Hasil Sidik Ragam Peubah Panjang Akar ........................................................ 46 14 Hasil Sidik Ragam Peubah Efisiensi Penggunaan Air Penyiraman ................. 47
1
PENDAHULUAN Latar Belakang Golf merupakan salah satu bentuk permainan olahraga yang bersifat rekreatif. Hal tersebut karena pemain dapat menikmati pemandangan alam di sekitar padang golf saat melakukan permainan. Vegetasi yang mendominasi di area permainan golf adalah hamparan rumput. Permainan golf akan menarik dan menyenangkan jika didukung dengan kualitas hamparan rumput yang indah. Menurut Turgeon (1991), kualitas hamparan rumput dibagi menjadi dua, yaitu kualitas visual dan kualitas fungsional. Kualitas visual terdiri dari kepadatan, teksture, keseragaman warna, keberadaan partikel di permukaan, serta kemurnian jenis rumput.Sedangkan kualitas fungsional hamparan rumput terdiri dari ketinggian pangkas, berat kering pucuk, berat kering akar, panjang akar, serta elastisitas rumput. Salah satu faktor penting dalam pertumbuhan rumput adalah ketersediaan air dan nutrisi yang harus selalu kontinyu dalam jumlah yang cukup.Hal ini disebabkan karena media lapangan golf didominasi oleh pasir sehingga mempunyai kapasitas retensi air dan nutrisi yang kecil. Salah satu hal yang dapat dilakukan untuk menjaga ketersediaan air dan nutri adalah dengan memodifikasi media tumbuh dan berkembangnya akar. Modifikasi dilakukan dengan mencampurkan media lain pada media utama (Krisantini et al 1993). Bentonit adalah batuan dengan butiran yang sangat halus dan banyak mengandung mineral clay silikat.Mineral clay silikat pada bentonit didominasi oleh montmorillonit, yaitu mineral clay yang dibentuk dari komponen dasar tetrahedron silikon-oksigen dan oktahedron alumunium (Foth 1994). Kandungan mineral clay yang tinggi dalam bentonit diharapkan dapat mengurangi tingkat permeabilitas media sehingga kandungan air dan nutrisi yang dibutuhkan rumput akan tercukupi. Pengaturan penyiraman adalah salah satu pengelolaan rumput yang penting dilakukan.Untuk menjaga kualitas tanaman yang dikelola dalam areal wilayah yang luas seperti lapangan golf, penyiraman dapat menjadi faktor yang dapat meningkatkan biaya produksi. Ketika pengelola menginginkan kualitas turfgrass yang tinggi, terkadang dilakukan penyiraman dengan frekuensi tinggi. Namun hal tersebut menjadi masalah karena dapat meningkatkan biaya produksi. Frekuensi penyiraman yang tinggi tidak dibenarkan dalam mengelola tanaman. Selain akan timbul serangan penyakit, akan banyak air yang terbuang dalam bentuk perkolasi, evaporasi, dan run off. Untuk mengurangi volume penyiraman dapat dilakukan dengan pengurangan permeabilitas media pasir dengan memodifikasi mediapasir. Christians (2004) menyatakan turf biasanya membutuhkan 1 hingga 1.5 inchi air per minggu untuk kondisi perawatan normal. Menurut Emmons (2000) tingkat kebutuhan air yang dibutuhkan dari turfgrass bergantung pada keadaan atmosfer. Kelembaban relatif, sinar matahari, dan angin dapat meningkatkan tingkat transpirasi.Sebanyak 90% air diambil dari akar dapat hilang melalui stomata. Tanaman membutuhkan 2280-2660 liter air untuk memproduksi 1 pound setara dengan 453,5924 gram berat kering. Selain itu, jumlah air yang dibutuhkan
2
bergantung pada spesies dan atau kultivar, kedalaman akar, iklim, tingkat perawatan, intensitas digunakannya lahan turfgrass tersebut, jenis tanah, dan kualitas rumput yang diinginkan. Pengaturan penyiraman yang kurang tepat dapat mempengaruhi kualitas visual dan fungsional dari turfgrass.Selain itu, dengan menentukan frekuensi penyiraman yang tepat dapat menurunkan biaya pengelolaan tanpa menurunkan pertumbuhan dan kualitas dari turfgrass. Tujuan Tujuan penelitian ini adalah: 1. Untuk mengetahui pengaruh pemberian bentonit dan frekuensi penyiraman terhadap kualitas visual dan fungsional rumput bermuda (Cynodon dactylon var evergreen). 2. Untuk mengetahui kombinasi terbaik dari pemberian bentonit dan frekuensi penyiraman terhadap kualitas visual dan fungsional rumput bermuda (Cynodon dactylon var evergreen). Manfaat Penelitian ini diharapkan dapat menambah pengetahuan tentang pemberian bentonit dan frekuensi penyiraman pada rumput bermuda sehingga dapat dibuat rekomendasi terbaik untuk mendapatkan kualitas visual dan fungsional rumput bermuda (Cynodon dactylon var evergreen) yang sesuai standar permainan golf. Hipotesis Hipotesis yang diajukan dalam penelitian ini adalah: 1. Penambahan bentonit berpengaruh nyata terhadap kualitas rumput bermuda 2. Frekuensi penyiraman berpengaruh nyata terhadap kualitas rumput bermuda 3. Interaksi campuran media tanam dengan frekuensi penyiraman berpengaruh nyata terhadap kualitas rumput bermuda 4. Diperoleh kombinasi antara campuran media tanam dengan frekuensi penyiraman yang menghasilkan kualitas visual dan fungsional rumput bermuda
Kerangka Pikir Rumput sangat berpengaruh di dalam permainan golf. Jenis rumput yang banyak digunakan dalam lapangan golf adalah rumput bermuda. Dalam penelitian ini, rumput bermuda yang digunakan yaitu Cynodon dactylon var evergreen. Perlakuan yang dilakukan dalam penelitian ini yaitu frekuensi penyiraman dan campuran media tanam dengan penambahan bentonit. Perlakuan tersebut diharapkan dapat mempengaruhi kualitas visual dan fungsional dari rumput bermuda. Data hasil penelitian kemudian dianalisis dan dibandingkan dengan standar kualitas lapangan golf. Kesimpulan yang didapatkan kemudian dijadikan rekomendasi frekuensi penyiraman dan penambahan bentonit untuk perbaikan
3
kualitas visual dan fungsional rumput bermuda. Keranga pikir dalam penelitian ini dapat dilihat pada Gambar 1.
Gambar 1 Kerangka Pikir Penelitian
TINJAUAN PUSTAKA Rumput Bermuda Rumput bermuda merupakan tanaman perennial yang tergolong ke dalam divisi Spermatophyta, kelas Monocotyledoneae, keluarga Graminae, dan genus Cynodon (Dayton 1943). Menurut Turgeon (2005) rumput bermuda merupakan rumput iklim panas yang tidak toleran pada suhu yang sangat dingin dan umumnya digunakan untuk lapangan rumput (turf), lapangan olahraga, dan tepi jalan raya. Rumput ini dapat beradaptasi baik di seluruh kawasan beriklim lembab dan kawasan kering beririgasi. Morfologi rumput bermuda menurut Beard (1982) dan Turgeon (2005) yaitu lidah daun dikelilingi oleh rambut-rambut dengan
4
panjang 2-5 mm, tidak mempunyai kelopak daun, pinggiran daun sempit dan berbulu, kedua permukaan daun licin dengan ujung meruncing, pembungaan dengan 4 atau spike cabang. Menurut Smiley et al (1992), panjang daun berkisar antara 1-15 cm, sedangkan menurut Beard (1982) lebar daun berkisar 1,2-3 mm. Sifat pertumbuhan (growth habit) adalah tipe pertumbuhan tunas suatu jenis rumput. Terdapat tiga tipe sifat pertumbuhan, yaitu bunch type yang tumbuh dan menyebar melalui biji, namum ada juga yang melalui tiller (Christians 2004); rhizomatous yang menyebar melalui tunas yang tumbuh dalam tanah atau disebut juga rhizoma; serta stoloniferous yang tumbuh dan menyebar melalui tunas yang tumbuh di atas tanah atau stolon (Turgeon 2005). Rumput bermuda hibrida sering dipakai untuk mewujudkan lawn yang berkualitas tinggi, lapangan olahraga, serta dipakai pada tee, fairway, dan green sebuah padang golf. Rumput bermuda menyebar dengan stolon yang agresif dan rhizoma. Stolon yang agresif tersebut dapat tumbuh 1.5 hingga 1.8 meter per tahun. Rumput bermuda memiliki daya pemulihan yang tinggi karena kemampuan menyebarnya yang cepat. Berbeda dengan rumput bermuda umum, rumput bermuda hibrida memproduksi thatch cukup banyak. Thatch adalah lapisan dari bagian rumput yang terdekomposisi tidak sempurna atau belum terdekomposisi yang berkumpul di atas permukaan tanah.Thatch yang terkumpul adalah bagian dari batang, stolon, rhizoma, dan akar rumput (Emmons 2000). Kualitas Visual dan Fungsional Hamparan Rumput Menurut Emmons (2000), terdapat empat karakteristik yang umum digunakan untuk menilai kualitas hamparan rumput, yaitu warna, tekstur, kepadatan, dan keseragaman. Namun Turgeon (2005) menambahkan kualitas rumput terdiri dari dua kategori, yaitu kualitas visual dan fungsional.Kualitas visual berkenaan dengan hal-hal yang dapat dilihat, seperti kepadatan, tekstur, warna, sifat pertumbuhan, dan kehalusan.Kualitas fungsional berkaitan dengan kemampuan rumput dimanfaatkan dalam permainan atau olahraga, seperti kekakuan, elastisitas, kepegasan, gelindingan bola, hasil pangkasan, ketegaran, perakaran, dan daya pemulihan. Kepadatan (density) adalah ukuran dari jumlah pucuk/tunas per luas lahan. Kepadatan bergantung dari jenis rumput, lingkungan dan faktor budidaya seperti suplai pupuk dan air yang memadai, tinggi pangkasan yang rendah, terhindar dari hama penyakit serta tipe varietas. Rumput bermuda merupakan salah satu jenis rumput yang memiliki kepadatan tertinggi selain beberapa jenis bentgrass (Turgeon 2005). Keseragaman (uniformity) adalah perkiraan keseragaman penampilan hamparan rumput yang terdiri dari keseragaman dari sisi kesamaan jumlah pucuk dan dari sisi kesamaan permukaan rumput.Keseragaman sulit diukur karena ditentukan banyak faktor seperti tekstur, kepadatan, komposisi spesies dalam satu hamparan, warna, tinggi pangkasan, serta kemampuan rumput dipakai bermain (Turgeon 2005). Sifat pertumbuhan (growth habit) adalah tipe pertumbuhan tunas suatu jenis rumput. Terdapat tiga tipe sifat pertumbuhan, yaitu bunch type yang tumbuh dan menyebar melalui biji, namum ada juga yang melalui tiller (Christians 2004); rhizomatous yang menyebar melalui tunas yang tumbuh dalam tanah atau disebut
5
juga rhizoma; serta stoloniferous yang tumbuh dan menyebar melalui tunas yang tumbuh di atas tanah atau stolon (Turgeon 2005). Warna adalah sejumlah ukuran cahaya yang direfleksikan oleh rumput. Pada umumnya semakin hijau warna rumput maka akan semakin terlihat menarik. Warna yang buruk dapat disebabkan oleh kekurangan nitrogen, kekeringan atau stress temperatur, serangan penyakit dan serangga, dan berbagai serangan lain. Tidak semua rumput berwarna hijau gelap, ada beberapa spesies dan varietas yang berwarna hijau terang sehingga kekurangan warna hijau pada rumput tidak selalu berarti rumput tersebut tidak sehat (Emmons 2000). Kelembutan (smoothness) ialah kemampuan permukaan yang mengakibatkan kualitas visual dan kemampuan turfgrass untuk dapat digunakan.Kelembutan dapat diketahui dengan mengamati lebar daun. Kualitas fungsional dari turfgrass ditentukan tidak hanya dengan karakter visual saja, tetapi dengan karakteristik lain seperti ketegaran (rigidity), elastisitas, gaya pegas (resiliency), jarak gelindingan bola (ball roll), hasil (yield), verdure, perakaran, dan kemampuan recovery (Turgeon 2005). Ketegaran ialah daya tahan dari daun turfgrass terhadap tekanan dan berhubungan dengan ketahanan dari penggunaan turf.Hal ini dipengaruhi oleh komposisi kimia dari jaringan tanaman, air, suhu, ukuran tanaman, dan kerapatan.Ketegaran yang baik adalah rumput cepat tegak kembali (Turgeon 2005). Elastisitas ialah kecenderungan dari daun turfgrass untuk kembali seperti semula setelah gaya tekan yang diberikan diangkat. Elastisitas turfgrass menurun secara dramatik ketika tanaman membeku.Hal itu diakibatkan oleh tekanan turgor dari tanaman menurun (Turgeon 2005). Gaya pegas ialah kapasitas dari turfgrass untuk meredam kejutan/tekanan tanpa mengubah dari karakteristik permukaan. Gaya pegas dipengaruhi oleh daun dan pucuk lateral (Turgeon 2005). Ball rollialah jarak rata-rata bola menggelinding yang dilepaskan pada permukaan turfgrass. Peralatan mekanik diperlukan agar bola dapat menggelinding dengan kecepatan yang konsisten untuk mendapatkan pengukuran yang dapat dipercaya (Turgeon 2005). Kualitas rumput yang bergantung pada ukuran lebar helai daunnya adalah tekstur.Tekstur yang halus didapat bila helai daun sempit, sedangkan tekstur yang kasar apabila ukuran helai daun lebar.Umumnya tekstur yang halus lebih menarik dibanding tekstur yang kasar.Kepadatan pucuk yang tinggi dan pemangkasan yang pendek dapat meningkatkan kehalusan tekstur rumput (Emmons 2000). Hasil (yield) adalah jumlah daun rumput yang dikumpulkan dari hasil pemangkasan.Hasil (yield) menunjukkan respons pertumbuhan rumput yang dipengaruhi oleh pemupukan, penyiraman, faktor budidaya lainnya serta faktor lingkungan. Ketegaran (verdure) merupakan jumlah tunas dan seluruh bagian rumput (selain akar) yang berada di atas tanah setelah pemangkasan. Ketegaran pada beberapa jenis rumput umumnya berbanding lurus dengan kepegasan, kekakuan, dan kepadatan pucuk. Perakaran ialah jumlah akar yang tumbuh jelas pada saat musim tumbuh.Banyaknya akar putih memperpanjang kedalaman beberapa inchi yang mengindikasikan perakaran yang disukai. Perakaran dapat diperkirakan dengan cara visual, yaitu mencabut rumput menggunakan alat pemeriksa tanah (soil probe) atau pisau, tanah dibuka agar dapat terlihat perakaran tanaman. Perakaran
6
yang baik memiliki akar yang panjang dan menyebar pada media tanam.Perakaran yang berada di daerah dekat dengan permukaan kurang baik untuk pertumbuhan (Turgeon 2005). Syarat Tumbuh Rumput bermuda merupakan salah satu rumput musim panas yang biasa digunakan untuk stadion olahraga dan lapangan golf di berbagai tempat dannegara karena mudah beradaptasi dan pulih dari kerusakan dengan cepat (Johns 2004). Wiecko (2006) menyatakan bahwa rumput bermuda biasanya dapat tumbuh dengan baik pada daerah yang memiliki iklim panas dan terkena cahaya matahari. Rumput ini memerlukan cahaya matahari yang penuh dan sangat cocok pada area terbuka. Pada iklim tropis, rumput bermuda tumbuh dengan cepat dan berkelanjutan. Menurut Emmons (2000), rumput bermuda biasanya berhenti tumbuh pada suhu di bawah 60˚F (16˚C) dan pada suhu 45˚F – 50˚F (7˚ - 10˚C) daun menjadi berwarna coklat. Rumput bermuda yang tumbuh pada tanah yang subur akan sangat baik pertumbuhan dan perkembangannya, namun rumput ini dapat bertahan pula pada kondisi tanah yang buruk (Emmons 2000). Hal tersebut didukung dengan pernyataan Turgeon (2002) bahwa rumput yang stress terhadap kondisi iklim dan kondisi tanah yang buruk dapat menyebabkan matinya akar rumput. Pemupukan Ketersediaan unsur hara dalam tanah harus dipertahankan dalam jumlah yang cukup dengan perbandingan yang tepat untuk pertumbuhan tanaman secara normal.Keadaan tersebut dapat dicapai dengan memberikan suplai hara untuk melengkapi unsur hara yang tersedia. Jumlah yang diberikan harus disesuaikan dengan yang diperlukan oleh tanaman dan yang tersedia di dalam tanah. Kekurangan unsur hara akan memberikan akibat yang sangat nyata terhadp pertumbuhan dan perpanjangan akar yang sejalan dengan pertumbuhan bagian tanaman di atas tanah (Leikabessy dan Sutandi 1998). Secara umum kekurangan unsur hara dalam tanah disebabkan beberapa faktor antara lain terangkut saat panen, pencucian, penguapan dan terikat pada koloid tanah lain (Soepardi 1983). Penelitian Nasrullah dan Tungggalini (2000) menunjukkan bahwa pupuk Polymer Coated Urea 42% (pupuk slow release) dengan dosis 13.5 g N/m2/aplikasi atau setara dengan 32.1 g/m2/aplikasi menghasilkan tinggi rumput, jumlah pucuk, kepegasan, warna, bobot basah dan bobot kering rumput terbaik. Semakin tinggi dosis yang diberikan untuk jenis pupuk slow release semakin tinggi kualitas pupuk yang diperoleh. Bobot kering akar dan kandungan nitrogen total yang terbaik dihasilkan dari perlakuan urea (pupuk quick release) dengan dosis 13.5 g N/m2/aplikasi atau setara dengan 30 g/m2/aplikasi. Hasil terbaik untuk bobot kering rhizoma dihasilkan dari perlakuan pupuk slow release (PCU) dengan dosis 4.5 g N/m2/aplikasi atau setara dengan 10.7 g/m2/aplikasi. Perlakuan pemupukan dengan slow release (PCU) memberikan respons awal yang lebih lambat dibandingkan pemupukan quick release (urea).Hal ini
7
karena pupuk PCU lambat tersedia bagi rumput, sedangkan pupuk urea cepat tersedia bagi rumput sebagai nutrisi tanaman. Perlakuan yang dianjurkan untuk penggunaan di lapangan golf dari penelitian Nasrullah dan Tunggalini (2000) adalah perlakuan pupuk slow release (PCU) dengan dosis 13.5 g N/m2/aplikasi atau setara dengan 32.1 g/m2/aplikasi. Bentonit Bentonit adalah batuan dengan butiran yang sangat halus, terbentuk dari proses dekomposisi abu vulkanik (Taylor 1960). O’Driscoll (1988) mendefinisikan bentonit sebagai clay yang mengandung mineral-mineral esensial dari kelompok mineral clay montmorillonit dengan sifat-sifat yang ditentukan oleh mineral yang jumlahnya paling banyak. Menurut Cummins (1960) mineral yang banyak ditemukan dalam bentonit adalah montmorillonit dengan rumus kimia (Na,Ca)0,33(Al,Mg)2Si4O10(OH).nH2O, bentuk-bentuk mineral lainnya yang mungkin dapat ditemukan dalam bentonit dalam jumlah kecil antara lain kristobalit, biotit, chalcedony, kalsit, analsit, pirit, dolomit, dan plagioclase. Bentonit memiliki warna yang bermacam-macam, misalnya keabu-abuan, kuning, hijau, biru, hitam, putih kemerah-merahan, dan hijau kekuning-kuningan (Grim 1968).Keragaman warna bentonit dipengaruhi oleh jenis dan banyaknya mineral.Menurut Priatna (1982) dalam Harsa (2002), bentonit berwarna dasar putih dengan sedikit kecoklatan atau kemerahan atau kehijauan tergantung dari jenis dan jumlah fragmen mineral-mineralnya, selain itu bentonit bersifat sangat lunak, ringan, mudah pecah, mudah menyerap air dan dapat melakukan pertukaran ion. Berdasarkan sifat mengembangnya, bentonit dibedakan menjadi dua yaitu bentonit yang mudah mengembang dan yang tidak dapat mengembang.Bentonit yang mudah mengembang adalah bentonit natrium (Na-bentonit).Bentonit natrium digunakan dalam pengeboran minyak dan gas bumi, dalam industri minyak sawit, industri farmasi, dan lain-lain.Bentonit yang tidak dapat mengembang adalah bentonit kalsium (Ca-bentonit) dan bentonit magnesium (Mg-bentonit) yang digunakan dalam industri besi baja, industri kimia sebagai katalisator, zat pemutih, zat penyerap, pengisi, dan sebagainya. Bentonit, terutama Na-bentonit mempunyai sifat yang mudah mengembang apabila mengabsorbsi air.Bentonit jenis ini dapat mengembang sampai 15 kali lebih besar dari volume asalnya (Sumardi 1982 dalam Harsa 2002). Ikatan oksigen antar unit kristal monmorillonit yang lemah mengakibatkan kontaknya dengan air menimbulkan terjadinya tegangan antar lapisan karena desakan air yang mengisi ruang antar lapisan kristal montmorillonit. Hal ini menjadikan volume bentonit tinggi bila dibasahi (Tan 1992). Menurut Rukiyah dan Supriyatna (1991) dalam Harsa (2002), di dalam tanah, bentonit akan menahan laju permeabilitas air sehingga air tercukupi bagi pertumbuhan tanaman. Nilai pH bentonit natrium dalam air adalah 8,5-9,8 sedangkan bentonit kalsium adalah 4,7. Bentonit memiliki kemampuan menyerap dan mempertukarkan kationkation seperti K+, Na+, Ca+, Mg+, NH4+, dan lain-lain. Kemampuan tersebut muncul karena adanya muatan negatif pada permukaan spesifik mineral.Soedjoko dan Adrianto (1987) dalam Harsa (2002) menemukan bahwa bentonit Indonesia memiliki kapasitas tukar kation sebesar 50-100 meq/100 gr bentonit.
8
Penyiraman Menurut Christians (2004), penyiraman merupakan proses pemberian air tambahan ketika jumlah air hujan tidak mencukupi keperluan tanaman. Kegiatan pengairan dengan frekuensi yang tepat merupakan bagian yang penting dalam manajemen turfgrass.Jika penyiraman terlalu sering dilakukan, selain meningkatkan biaya pengelolaan, hal tersebut juga dapat mengakibatkan perakaran yang dangkal pada tanaman.Penyiraman yang baik adalah pemberian air yang sesuai dengan kebutuhan tanaman. Penyiraman sangat penting untuk mendukung pertumbuhan turfgrass. Air dibutuhkan tanaman untuk proses fotosintesis, sebagai pelarut atau katalis dalam proses metabolisme yang terjadi dalam sel hidup. Selain itu, air berfungsi sebagai media transport atau pelarut oleh nutrisi tanaman, bahan organik, dan saluran masuk untuk gas dan bergerak masuk ke jaringan turfgrass. Air juga berfungsi sebagai penstabil suhu tanaman untuk menghindari kerusakan yang diakibatkan oleh perubahan suhu (Beard 1982). Emmons (2000) menyatakan bahwa penyiraman paling baik dilakukan dalam volume tinggi sekali atau dua kali selama seminggu.Jumlah air yang dibutuhkan tanaman dapat disimpan oleh tanah di zona perakaran. Pemberian air setiap hari biasanya tidak disarankan jika permukaan tanah selalu berembun, perakaran akan terus berada di dekat permukaan tanah. Beberapa inchi di bawah permukaan tanah disarankan agar tetap kering sehingga memaksa akar tanaman untuk tumbuh lebih dalam untuk mencari air.Akar rumput yang dekat permukaan tanah lebih lemah dan lebih rentan terhadap stres dan kerusakan.Pemberian air yang terlalu sering dapat menimbulkan penyakit dan gulma.Ketika permukaan tanah terus basah, benih gulma dapat berkecambah dengan cepat. Menurut Beard (1982), tingkat kebutuhan air pada turf rata-rata sekitar 0,1 sampai 0,3 inchi per hari. Sedangkan menurut Shearman dalam Christian (2004), turf biasanya membutuhkan 1 hingga 1,5 inchi air per minggu untuk kondisi perawatan normal. Transpirasi dan Evapotranspirasi Beard (1982) menyatakan bahwa sebagian besar kehilangan air ketika transpirasi terjadi melalui daun, meskipun ada beberapa yang terjadi lewat bagian tanaman yang berhubungan langsung dengan atmosfer. Ada dua tipe transpirasi yaitu cuticular transpiration dan stomatal transpiration.Cuticular transpiration ialah proses kehilangan air pada tanaman melalui lapisan kutikula. Pada cuticular transpiration sebagian besar air hilang oleh evaporasi dari sel epidermal daun ketika stomata tertutup.Stomatal transpiration ialah proses kehilangan air pada tanaman melalui lubang stomata. Pada stomatal transpiration, stomata ialah struktur penting yang memfasilitasi pertukaran gas karbon dioksida dan oksigen menjadi vital untuk proses fotosintesis. Christians (2004) menyatakan bahwa evapotranspirasi merupakan salah satu faktor yang menentukan kebutuhan tanaman terhadap air.Istilah ini berasal dari dua kata. Evaporasi berarti proses kehilangan air dari permukaan tanah. Transpirasi ialah proses kehilangan air dari tanaman. Pada turf, permukaan tanah
9
biasanya ditutupi oleh tajuk tanaman dan banyak air hilang disebabkan oleh transpirasi. Christians (2004) menyatakan kelembaban juga faktor penting yang menentukan ET.Kehilangan air dari transpirasi terjadi karena gradient yang ada antara kelembaban sel di dalam tanaman dan tingkat kelembaban di lingkungan sekitar.Suhu juga memainkan peran penting pada kehilangan air akibat evaporasi. Peningkatan suhu mengakibatkan evaporasi tinggi.Efek dari suhu pada transpirasi sedikit lebih kompleks.Suhu tinggi dapat memicu penutupan stomata yang dapat membantu menghemat air.Tetapi suhu tinggi membutuhkan jumlah air lebih banyak untuk penyiraman.
METODE Lokasi dan Waktu Penelitian ini dilakuan di rumah kaca yang berlokasi di Kebun Percobaan Cikabayan, Kampus IPB Dramaga, Bogor. Kegiatan penelitian dilakukan pada bulan April sampai dengan Juli 2015. Bahan dan Alat Bahan yang digunakan dalam penelitian ini adalah rumput Cynodon dactylon varevergreen, pupuk NPK Mutiara, kerikil, pasir, air, dan bentonit. Alat yang digunakan adalah rumah kaca, pot, ayakan, palu, kuadran 10 cm x 10 cm, , ring sample, plug cutter, penggaris, gunting, timbangan, oven, dan Munsell Colour Chart for Plant Tissue serta software pengolah gambar Adobe Photoshop CS 4, pengolah data Microsoft Excel dan statistik SPSS 17. Alat laboratorium yang digunakan sudah disiapkan di Laboratorium Fisika Tanah, IPB, antara lain tabung silindris (untuk penetapan bulk density), tabung kuningan, gelas ukur, gelas piala, bak perendam, alat penetapan permeabilitas, jam, dan penggaris (untuk penetapan permeabilitas). Metode Penelitian Rancangan yang digunakan dalam penelitian ini adalah Rancangan Acak Lengkap Faktorial dengan dua faktor perlakuan. Faktor pertama adalah penambahan bentonit yang terdiri dari 3 taraf yaitu B0 (100% pasir), B1 (87,5% pasir + 12,5% bentonit 25mess), dan B2 (75% pasir + 25% bentonit 25mess). Faktor kedua adalah frekuensi penyiraman yang terdiri dari 3 taraf yaitu A1 (tiap satu hari sekali), A2 (tiap dua hari sekali), A3 (tiap tiga hari sekali) dengan volume 400 ml/pot.Percobaan ini menggunakan tiga ulangan, sehingga terdapat 27 satuan percobaan. Model linier rancangan percobaan yang digunakan adalah sebagai berikut: Yijk= μ + αi+ βj+ (αβ)ij+ εijk Keterangan : Yijk = Hasil pengamatan untuk faktor A perlakuan ke-i, faktor B level ke-j,pada ulangan ke-k
10
μ αi βj (αβ)ij Εijk
= Rataan umum = Pengaruh bentonit pada level ke-i = Pengaruh frekuensi penyiraman pada level ke-j = Pengaruh interaksi perlakuan bentonit dan frekuensi penyiraman = Galat percobaan untuk faktor A level ke-i, faktor B level ke-j pada ulangan ke-k Data hasil penelitian dianalisis dengan uji F. Apabila hasil analisis menunjukkan pengaruh nyata maka dilakukan uji lanjut dengan Duncan’sMultiple Range Test (DMRT) pada taraf 5%. Uji korelasi dilakukan dengan menggunakan Dimention Factor.
PELAKSANAAN PENELITIAN Persiapan Tempat dan Bahan Pelaksanaan penelitian dimulai dengan mempersiapkan tempat rumah kaca pada tanggal 6 Januari, kemudian melakukan pra penelitian hingga Maret 2015. Bahan yang perlu dipersiapkan secara khusus adalah bentonit. Bentonit didapatkan dari produsen bentonit alam di wilayah Kebon Panas, Jasinga, Bogor, Jawa Barat. Ukuran awal bentonit masih sebesar batu pada umumnya, yaitu 10 cm-15 cm. Bentonit dipecah manual menggunakan palu hingga berukuran 1 mm atau seukuran sama dengan pasir. Bentonit kemudian diayak untuk hingga berukuran 25 mesh. Bentonit yang tidak lolos ayakan dipecah kembali dengan palu sampai didapat ukuran yang sesuai. Kondisi fisik bentonit sebelum dan sesudah dipecahkan dapat dilihat pada Gambar 2.
a Gambar 2 Kondisi fisik bentonit (a) sebelum dipecahkan dan (b) setelah diayak Bahan lain yang perlu dipersiapkan adalah pasir, kerikil, air, dan rumput bermuda (Cynodon dactylon var evergreen). Pasir hitam didapatkan dari Cimangkok dan volume yang dibutuhkan disesuaikan dengan perbandingan campurannya dengan bentonit.Kerikil didapatkan dari Toko Material di Cibanteng, Bogor. Kebutuhan air sudah disediakan dari kran air di dalam rumah kaca. Rumput bermuda didapatkan dari Rancamaya Golf dengan jenis varietasnya adalah evergreen.
b
11
Alat yang digunakan sebagai wadah adalah pot yang didapatkan di pasar Leuwiliang. Pot berwarna hitam dengan diameter 39 cm dan tinggi 20 cm. Bagian bawah pot diberi lubang yang berfungsi sebagai drainase. Lubang berdiameter 1 cm yang diberi jarak 10 cm antar lubang.Lubang dibuat melingkari bagian bawah pot dengan menggunakan besi yang dipanaskan.Pot yang telah siap kemudian diisi dengan kerikil setinggi 5 cm, kemudian diisi dengan pasir dan bentonit sesuai dengan perbandingan penelitian (Gambar 3). Pot dan media di dalamnya yang telah siap kemudian diberi label sebagai penanda.
b
a
Gambar 3 Pengisian dalam pot(a) kerikil dan (b) campuran media tanam Penanaman Sebelum memulai penanaman, rumput yang berupa stolon dibersihkan terlebih dahulu dari tanah dan partikel lain yang didapatkan dari lahansebelumnya. Rumput dicuci dan diletakkan secara rapat sampai permukaan pot terisi penuh. Rumput kemudian diambil, dicuci kembali, dan ditimbang. Berat rumput yang didapat adalah 300 gram yang kemudian dijadikan patokan berat rumput untuk seluruh pot. Rumput yang sudah ditimbang kemudian ditanam secara rapat di dalam pot yang sudah terisi media. Setelah itu, rumput disiram dengan volume air 400 ml/pot.Penanaman dapat dilihat pada Gambar 4.
Gambar 4 Penanaman rumput dalam pot
12
Pemeliharaan Pemeliharaan yang dilakukan dalam penelitian ini adalah penyiraman, pemangkasan, pemupukan, serta pengendalian hama dan gulma. Penyiraman dilakukan sesuai perlakuan pada penelitian, yaitu tiap satu hari sekali, dua hari sekali, dan tiga hari sekali. Volume air yang diberikan yaitu 400ml/pot. Pada minggu pertama hingga minggu kedua, belum dilakukan perlakuan frekuensi penyiraman, sehingga penyiraman dilakukan setiap hari dengan volume yang sama, yaitu 400ml/pot/hari. Hal ini karena perbanyakan rumput dalam penelitian ini dengan menggunakan stolon. Pemangkasan dilakukan setiap minggu sekali pada 3 MST. Pemangkasan dilakukan hingga rumput setinggi 1 cm dengan menggunakan gunting. Pemupukan dilakukan dengan dosis 10 gram N/m2 setara dengan 7,65 gram NPK/pot dengan pupuk NPK Mutiara (16-16-16). Berdasarkan penelitian Wulandari (2015), dosis pupuk NPK 10 gram N/m2/minggu serta penambahan bentonit pada media tanam pasir dengan komposisi perbandingan 87.5% pasir : 12.5% bentonit, umumnya memberikan kualitas rumput yang terbaik. Pemupukan dilakukan dengan dosis 7,65 gram NPK/pot/minggu pada 3 MST dengan cara pupuk ditabur kemudian disiram dengan air (400ml). Pada 5 MST hingga 11 MST, pemupukan dilakukan setiap dua minggu sekali dengan dosis 3,82 gram NPK/pot dengan cara pupuk dilarutkan dalam air kemudian disiramkan dalam pot. Gulma yang sering ditemukan yaitu rumput teki, lumut, dan gulma berdaun lebar sedangkan hama yang ditemukan yaitu ulat grayak. Pengendalian hama dan gulma dilakukan dengan cara manual. Gulma dicabut hingga akar sedangkan hama diambil kemudian dibuang. Pengamatan dan Pengambilan Data Pengamatan dilakukan dengan mengamati tiga peubah sifat fisik media tanam dan sembilan peubah kualitas rumput sebagai berikut: Analisis Sifat Fisik Media Tanam Sifat fisik media tanam yang diuji pada penelitian ini meliputi bobot isi, permeabilitas dan porositas.Pengujian sifat fisik media tanam dilakukan di Laboratorium Fisika Tanah, Departemen Ilmu Tanah dan Sumber Daya Lahan, IPB. Tahapan kerja dalam pengambilan sampel tanah untuk ketiga variabel adalah sebagai berikut: a) Tabung ring sample diletakkan tegak pada petakan rumput; b) Tabung ditekan sampai hampir seluruhnya (3/4 bagian) masuk ke dalam media tanam; c) Ring sample kedua diletakkan dan ditekan di atas ring sample pertama hingga seluruh tabung ring sample pertama terbenam di media tanam; d) Petakan sekitar tabung ring sample diiris menggunakan pisau besar hingga sedalamdan sampai mendekati tabung; e) Tabung diangkat dan lapisan atas (rumput) diiris kembali menggunakanpisau hingga yang didapat dalam tabung adalah murni media tanam; dan
13
f) Ring sample ditutup kembali dan dibungkus dengan plastikbening. Pengambilan sampel tanah dapat dilihat pada Gambar 5.
a
b
c
d
Gambar 5 Pengambilan sampel media tanam (a) ring sample diletakkan dan ditekan (b) media tanam diiris hingga rata (c) media tanam dalam ring sample (d) ring sample ditutup kembali
Peubah yang diamati antara lain: 1. Bobot Isi (Bulk density) Bobot isi ditetapkan dengan metode sebagai berikut : a) Sampel media tiap perlakuan dengan menggunakan tabung ring sample; b) Contoh tanah ditimbang bersama dengan tabungnya (X g); c) Tabung kosong ditimbang terpisah (Y g); d) Kadar air tanah ditetapkan (Z %); e) Bobot isi dihitung dengan rumus :
2. Porositas Porositas dihitung dengan rumus sebagai berikut:
14
3. Permeabilitas a) Sampel media diambil dengan menggunakan ring sample. b) Sampel tanah dan ring sample direndam dalam air pada bak perendam sampai setinggi 3 cm dari dasar bak selama 24 jam. c) Sampel dan tabungnya dipindahkan ke alat penetapan permeabilitas, lalu air dari kran dialirkan ke alat tersebut. d) Banyaknya air yang keluar dihitung setelah melalui massa media selamasatu jam. Pengukuran volume air dilakukan 5 kali dalam waktu 4 hari. Hari ke-1 : pengukuran I, yaitu 6-7 jam setelah peletakan sampel media. Pengukuran II dilakukan satu jam setelah pengukuran I. Hari ke-2 :pengukuran III dilakukan pada jam yang sama pada saat peletakan sampel hari ke-1. Hari ke-3 : pengukuran IV (24 jam setelah pengukuran III). Hari ke-4 : pengukuran V (24 jam setelah pengukuran IV). e)Rata-rata jumlah volume air dihitung dari 5 pengukuran tersebut. Nilaipermeabilitas dapat dihitung dengan menggunakan rumus Hukum D’arcy:
Keterangan: K : Permeabilitas (cm/jam) Q : Banyaknya air yang mengalir setiap pengukuran (ml) T : Waktu pengukuran (jam) h : Water Head (tinggi permukaan air dari permukaan contoh tanah) L : Ketebalan sampel media (cm) A : Luas permukaan contoh tanah (cm2)
Kualitas Visual 1. Persentase penutupan tajuk dihitung tiap pekan selama rumput belum menutup secara merata yaitu dari 3 MST hingga 10 MST. Pengamatan menggunakan foto dari kamera digital dari tiap pot. Penutupan dihitung dengan rumus persentase penutupan tajuk (Tinche 2006 dengan penyesuaian).
2. Tinggi rumput diambil dari tiga titik dari tiap pot dan diambil rata-ratnya. Tinggi rata-rata rumput untuk mengukur kecepatan tumbuh vertikal rumput. Tinggi diukur setiap pekan mulai 7 MST hingga 12 MST, dari pangkal batang terbawah sampai ujung daun tertinggi pucuk pada kondisi rumput yang stabil. 3. Kepadatan pucuk untuk mengukur kerapatan pucuk dalam persegi empat berukuran 10 cm x 10 cm (Gambar 6). Sampel diambil dari rata-rata tiga titik acak dalam satu petak dan dihitung pucuk yang minimal memiliki tiga daun.Kepadatan pucuk dihitung setiap pekan mulai 7 MST hingga 12 MST.
15
4.
Warna rumput ditentukan dengan Munsell Colour Chart for Plant yang dapat dilihat dalam Tabel 1. Data diambil setiap pekan sejak 7 MST hingga 12 MST. Tabel 1 Skor warna daun berdasarkan Munsell Colour Chart Skor
Warna
1 2 3 4 5 6
Notasi Munsell (2.5 GY P 9/6) (2.5 GY B.1 8/9) (2.5 GY L.3 7.5/6) (2.5 GY L.4 6/6.5) (2.5 GY DI.3 5/6.5) (2.5 GY DI.4 4/6)
Kualitas Fungsional 1.
Bobot kering pangkasan (yield) diambil dari bobot rata-rata tiga sampel tiap pot dalam kuadran 10 cm x 10 cm (Gambar 6). Rumput dipangkas dengan gunting hingga rumput setinggi 1 cm. Hasil pangkasan rumput kemudian dikeringkan dalam oven pada suhu 80° C selama 2x24 jam. Selanjutnya, rumput yang telah dioven ditimbang dengan neraca digital. Pengamatan dilakukan setiap pekan pada 7 MST hingga 12 MST.
Gambar 6 Kuadran 10 cm x 10 cm 2.
3.
4.
Bobot kering tajuk atau verduredihitung dari bobot kering seluruh bagian rumput selain akar pada akhir penelitian. Verdure diambil dari tiga sampel acak tiap baskom dengan plug cutter. Setelah dipisahkan dari akar, verdure dicuci dan dikeringkan pada suhu 80° C selama 2x24 jam kemudian ditimbang dengan neraca digital. Panjang akar diambil dari tiga sampel acak tiap pot dengan plug cutter. Panjang akar diukur dari pangkal akar teratas sampai akar terbawah pada akhir penelitian. Bobot kering akar diambil setelah dilakukan pengamatan terhadap panjang akar di akhir penelitian. Akar dicuci dan dikeringkan dalam oven pada suhu 80° C selama 2x24 jam kemudian ditimbang dengan neraca digital.
16
HASIL DAN PEMBAHASAN Kondisi Umum Penelitian berlangsung pada bulan April hingga Juli 2015. Suhu rata-rata harian pada pagi hari di dalam rumah kaca 30,7˚C dengan kelembaban 71,6%, pada siang hari 31,2˚C dengan kelembaban 65,6%, dan pada sore hari 30,2˚C dengan kelembaban 68,5%. Pada awal penanaman hingga 2 MST, penyiraman dilakukan setiap hari dengan volume 400ml/pot.Hal ini dilakukan agar rumput tidak mengalami kekeringan yang dapat mengganggu pertumbuhan. Pada 3 MST dilakukan pemupukan dengan dosis 10 gram N/m2 atau setara dengan 7,46 gram NPK/pot dengan cara pupuk ditabur kemudian disiram dengan air. Namun, untuk seterusnya dilakukan pemupukan dua minggu sekali, yaitu pada 5 MST hingga 11 MST, dengan dosis 5 gram N/m2 atau setara dengan 3,73 gram NPK/pot dengan cara pupuk dilarutkan dalam air kemudian disiram. Berdasarkan penelitian Wulandari (2015), dosis pupuk 10 gram N/m2/minggu tidak berbeda nyata dengan dosis 5 gram N/m2/minggu pada peubah penutupan tajuk dan kepadatan pucuk. Perubahan dosis, frekusensi, dan cara aplikasi pemupukan karena rumput mengalami plasmolisis yang tidak merata pada 4 MST. Plasmolisis merupakan suatu fenomena pada sel berdinding dimana sitoplasma mengkerut dan membran plasma tertarik menjauhi dinding sel ketika sel melepaskan air ke lingkungan hipertonik (Campbell 2003).Plasmolisis terjadi akibat dosis pupuk yang terlalu tinggi serta kurangnya air untuk melarutkan butiran pupuk.Hal tersebut menjadikan unsur hara yang berlebih atau larutan pupuk yang terlalu pekat dapat bersifat toxic bagitanaman.Plasmolisis terjadi hanya pada perlakuan penyiraman tiga hari sekali (Gambar 7).
Gambar 7 Plasmolisis pada rumput perlakuan penyiraman tiga hari sekali Sel yang mengalami plasmolisis dapat kembali ke keadaan semula.Begitu pula pada penelitian ini, rumput kembali ke keadaan semula pada 5 MST.Proses pengembalian dari kondisi terplasmolisis ke kondidi semula ini dikenal dengan istilah deplasmolisis. Konsentrasi larutan medium dibuat lebih hipotonis, sehingga yang terjadi adalah cairan yang memenuhi ruang antara dinding sel dengan
17
membran sel bergerak ke luar, sedangkan air yang berada diluar bergerak masuk kedalam dan dapat menembus membran sel karena membran sel mengizinkan molekul-molekul air untuk masuk ke dalam. Masuknya molekulmolekul air tersebut mengakibatkan ruang sitoplasma terisi kembali dengan cairan sehingga membran sel kembali terdesak ke arah luar sebagai akibat timbulnya tekanan turgor akibat gaya kohesi dan adhesi air yang masuk. Akhir dari peristiwa ini adalah sel kembali ke keadaan semula (Ferdinand dan Moekti 2002). Hama yang ditemukan pada penelitian ini yaitu ulat grayak (Spodoptera exigua).Jumlah ulat grayak yang ditemukan pada penelitian ini hanya 1 ekor, yaitu pada pot B1A1.Gulma yang terdapat pada penelitian ini yaitu rumput teki (Cyperus rotundus), gulma berdaun lebar, dan lumut yang terbawa dari lapangan golf. Kemunculan hama dan gulma tidak terlalu mempengaruhi pertumbuhan rumput penelitian. Pengendalian hama dan gulma dialakukan dengan cara manual tanpa menggunakan herbisida atau insektisida.
a
b
Gambar 8 Hama dan gulma yang terdapat dalam penelitian (a) ulat grayak (Spodoptera exigua) dan (b) gulma berdaun lebar Sifat Fisik Media Tanam Sifat Fisik Media Tanam Bobot Isi Bobot isi atau bulk density (BD) merupakan bobot per satuan volume tanah yang dikeringkan dengan oven yang dinyatakan dalam g/cm3 (Foth 1988). Interaksi nyata terjadi antara kombinasi campuran media tanam dengan frekuensi penyiraman terhadap bobot isi (Tabel 2). Pada penelitian ini, bobot isi terbesar diperoleh kombinasi perlakuan B2A1 dengan hasil 1,45 gram/cm3, sedangkan bobot terkecil diperoleh B0A3 dengan hasil 1,22 gram/cm3. Jika dibandingkan antara media tanam, campuran media pasir 100% menghasilkan bobot yang lebih kecil. Semakin banyak campuran media bentonit, maka semakin besar bobot isinya. Penelitian Wuryanti dan Nasrullah (2013) juga menghasilkan bobot isi lebih tinggi dibanding media tanam pasir 100% saat menggunakan campuran media tanam pasir 75% + bentonit 25% . Tanah pasir yang diberi campuran bentonit yang sudah dimodifikasi keadaan kationnya (cation bentonite benefication) pada penelitian Croker et al (2004) cenderung memiliki bobot isi yang lebih tinggi dibanding media 100% tanah pasir (sandy soil).
18
Tabel 2 Interaksi kombinasi perlakuan campuran media tanam dengan frekuensi penyiraman terhadap bobot isi (gram/cm3) Perlakuan B0 B1 B2
A1 1.42de 1.4de 1.45e
A2 1.33bc 1.37cd 1.39cde
A3 1.22a 1.29b 1.3b
Keterangan: Angka yang diikuti oleh huruf yang sama pada kolom dan baris yang sama menunjukkan hasil yang tidak berbeda nyata menurut uji DMRT pada taraf 5%. B0: media pasir 100% B1: campuran media pasir 87,5% + bentonit 12,5% 25 mesh B2: campuran media pasir 75% + bentonit 25% 25 mesh A1: frekuensi penyiraman setiap hari A2: frekuensi penyiraman setiap dua hari sekali A3: frekuensi penyiraman setiap tiga hari sekali
Secara umum, kombinasi perlakuan media tanam dengan frekuensi penyiraman setiap hari menghasilkan bobot isi terbesar, sedangkan frekuensi penyiraman setiap tiga hari sekali menghasilan bobot isi terkecil, dan frekuensi penyiraman setiap dua hari sekali menghasilkan bobot isi sedang. Hal ini menunjukkan bahwa, semakin besar kadar air dalam tanah, maka tanah akan semakin padat, sehingga bobot isi akan meningkat, begitu pula sebaliknya. Menurut Hanafiah (2005), makin padat suatu tanah makin tinggi kerapatan massa atau bobot isinya sehingga makin sulit meneruskan air atau ditembus oleh akar tanaman. Grafik kombinasi perlakuan campuran media tanam dengan frekuensi penyiraman terhadap bobot isi dapat dilihat pada Gambar 9.
Bobot ISI (gram/cm3)
1.5 1.45 1.4 1.35
A1
1.3
A2
1.25
A3
1.2 1.15 1.1 B0
B1
B2
Kombinasi Perlakuan Gambar 9 Grafik bobot isi pada kombinasi perlakuan
19
Keterangan: B0: media pasir 100% B1: campuran media pasir 87,5% + bentonit 12,5% 25 mesh B2: campuran media pasir 75% + bentonit 25% 25 mesh A1: frekuensi penyiraman setiap hari A2: frekuensi penyiraman setiap dua hari sekali A3: frekuensi penyiraman setiap tiga hari sekali
Berdasarkan standar United States Golf Association (USGA), menurut Beard (1982), bobot isi yang baik untuk zona akar adalah 1,4 gram/cm3 dengan nilai bobot isi terendah yang masih diterima adalah 1,2 gram/cm3 dan tertinggi 1.6 gram/cm3. Pada penelitian ini, dihasilkan bobot isi yang sudah sesuai dengan standar, yaitu berkisar 1,22 – 1,45 gram/cm3. Porositas Porositas adalah proporsi ruang pori total (ruang kosong) yang terdapat dalam satuan volume tanah yang dapat ditempati oleh air dan udara sehingga dapat sebagai indikator kondisi aerasi dan drainase tanah (Hanafiah 2005). Interaksi nyata terjadi antara kombinasi perlakuan campuran media tanam dengan frekuensi penyiraman terhadap porositas (Tabel 3). Tabel 3 Interaksi kombinasi perlakuan campuran media tanam dengan frekuensi penyiraman terhadap porositas (%) Perlakuan B0 B1 B2
A1 46.7b 46.5a 47.3c
A2 49.7f 49.0e 48.7d
A3 53.9i 52.1g 52.4h
Keterangan: Angka yang diikuti oleh huruf yang sama pada kolom dan baris yang sama menunjukkan hasil yang tidak berbeda nyata menurut uji DMRT pada taraf 5%. B0: media pasir 100% B1: campuran media pasir 87,5% + bentonit 12,5% 25 mesh B2: campuran media pasir 75% + bentonit 25% 25 mesh A1: frekuensi penyiraman setiap hari A2: frekuensi penyiraman setiap dua hari sekali A3: frekuensi penyiraman setiap tiga hari sekali
Pada penelitian ini, tingkat porositas tertinggi dihasilkan oleh kombinasi perlakuan B0A3 (media pasir 100% dengan frekuensi penyiraman setiap tiga hari sekali), dengan hasil porositas 53,9%. Porositas terendah dihasilan kombinasi perlakuan B1A1 (campuran pasir 87,55% + bentonit 12,5% 25 mesh dengan frekuensi penyiraman setiap hari), dengan hasil 46,5%.Secara umum, kombinasi perlakuan media tanam dengan frekuensi penyiraman setiap hari menghasilkan porositas terendah, sedangkan frekuensi penyiraman setiap tiga hari sekali menghasilan porositas tertinggi, dan frekuensi penyiraman setiap dua hari sekali
20
menghasilkan porositas sedang.Grafik kombinasi perlakuan campuran media dengan frekuensi penyiraman terhadap porositas dapat dilihat pada Gambar 10. 56
Porositas (%)
54 52 A1
50
A2
48
A3
46 44 42 B0
B1
B2
Kombinasi Perlakuan Gambar 10 Grafik porositas pada kombinasi perlakuan Keterangan: B0: media pasir 100% B1: campuran media pasir 87,5% + bentonit 12,5% 25 mesh B2: campuran media pasir 75% + bentonit 25% 25 mesh A1: frekuensi penyiraman setiap hari A2: frekuensi penyiraman setiap dua hari sekali A3: frekuensi penyiraman setiap tiga hari sekali
Porositas tanah erat hubungannya dengan bobot isi serta permeabilitas. Apabila total ruang pori tinggi maka memiliki tekstur tanah yang halus yang dapat menyimpan air dan udara dalam tanah sehingga menyebabkan kerapatan massa (bobot isi) yang rendah. Apabila di dalam suatu tanah memilki tingkat kadar air yang tinggi dalam menyerap air maka kepadatan tanah juga akan rendah karena pori-pori di dalam tanah besar sehingga tanah yang memilki pori yang besar akan lebih mudah memasukkan air di dalam agregat tanah (Hanafiah 2005). Berdasarkan standar United States Golf Association (USGA), zona akar yang baik harus memiliki porositas (gabungan mikropori dan makropori) antara 40 sampai 55 persen. Distribusi ideal dari komposisi tersebut hedaknya terdiri dari 25% pori kapiler dan 25% ruang pori nonkapiler. Hal ini agar zona akar selalu bisa dilewati air yang perkolasi setiap saat (Beard 1982). Pada penelitian ini menghasilkan porositas sebesar 46,5% - 53,9%, sehingga sudah sesuai dengan standar USGA. Permeabilitas Permeabilitas adalah tingkat kesarangan tanah untuk dilalui aliran massa air. Permeabilitas ini sangat berkaitan dengan porositas dan kecepatan aliran air untuk melewati massa tanah atau perkolasi (Hanafiah 2005). Interaksi nyata terjadi
21
antara kombinasi perlakuan campuran media tanam dengan frekuensi penyiraman terhadap porositas (Tabel 4). Tabel 4 Interaksi kombinasi perlakuan campuran media tanam dengan frekuensi penyiraman terhadap porositas (gram/cm3) Perlakuan B0 B1 B2
A1 9.12ab 9.17b 9.05a
A2 10.72e 10.12c 10.33d
A3 12.18g 12.07g 11.85f
Keterangan: Angka yang diikuti oleh huruf yang sama pada kolom dan baris yang sama menunjukkan hasil yang tidak berbeda nyata menurut uji DMRT pada taraf 5%. B0: media pasir 100% B1: campuran media pasir 87,5% + bentonit 12,5% 25 mesh B2: campuran media pasir 75% + bentonit 25% 25 mesh A1: frekuensi penyiraman setiap hari A2: frekuensi penyiraman setiap dua hari sekali A3: frekuensi penyiraman setiap tiga hari sekali
Pada penelitian ini, hasil permeabilitas tercepat dihasilkan kombinasi perlakuan frekuensi penyiraman setiap tiga hari sekali dengan media pasir 100% dan campuran media pasir 87,5% + bentonit 12,5% 25 mesh (B0A3 dan B1A3), yaitu 12,18 gram/cm3dan 12,07gram/cm3. Hasil permeabilitas terlambat dihasilkan B2A1 (campuran media pasir 75% + bentonit 25% 25 mesh dengan frekuensi penyiraman setiap hari), yaitu 9,05gram/cm3. Grafik kombinasi campuran media dengan frekuensi penyiraman terhadap permeabilitas dapat dilihat pada Gambar 11.
Permeabilitas (cm/jam)
14 12 10 A1
8
A2
6
A3
4 2 0 B0
B1
B2
Kombinasi Perlakuan Gambar 11 Grafik permeabilitas pada kombinasi perlakuan
22
Keterangan: B0: media pasir 100% B1: campuran media pasir 87,5% + bentonit 12,5% 25 mesh B2: campuran media pasir 75% + bentonit 25% 25 mesh A1: frekuensi penyiraman setiap hari A2: frekuensi penyiraman setiap dua hari sekali A3: frekuensi penyiraman setiap tiga hari sekali
Secara umum, kombinasi perlakuan media tanam dengan frekuensi penyiraman setiap hari menghasilkan permeabilitas terlambat, sedangkan frekuensi penyiraman setiap tiga hari sekali menghasilan permeabilitas tercepat, dan frekuensi penyiraman setiap dua hari sekali menghasilkan permeabilitas sedang. Permebailitas berbanding lurus dengan porositas. Air akan lebih cepat memasuki ruang pori tanah yang tinggi, sehingga permeabilitas akan lebih cepat. Jika dibandingkan antara media tanam, media pasir 100% menghasilkan permeabilitas tercepat. Permeabilitas tanah menunjukkan kemampuan tanah dalam meloloskan air.Menurut Hanafiah (2005), pasir memiliki kemampuan permeabilitas yang cepat.Menurut Rukiyah dan Supriyatna (1991) dalam Harsa (2002), di dalam tanah, bentonit akan menahan laju permeabilitas air sehingga air tercukupi bagi pertumbuhan tanaman. Berdasarkan kriteria kelas laju permeabilitas mengacu pada United States Soil Conservation Service (USSCS), penelitian ini menghasilkan permeabilitas dengan rentang nilai sebesar 9,05% - 12,18%, yang tergolong kelas sedang dengan kategori agak cepat (Tabel 5). Tabel 5 Kriteria kelas laju permeabilitas dan perkolasi tanah (USSCS)a Kelas Lambat Sedang Cepat a
1. 2. 3. 4. 5. 6. 7.
Sangat Lambat Lambat Agak Lambat Sedang Agak cepat Cepat Sangat cepat
Permeabilitas (cm/jam) <0.125 0.125 - 0.5 0.5 - 1.6 1.6 - 5 5 - 16 16- 25 >25
Sumber : Hanafiah (2005)
Kualitas Visual Persentase Penutupan Tajuk Persentase penutupan tajuk dihitung setelah dilakukan perlakuan frekuensi penyiraman, yaitu pada 3 MST.Rata-rata persentase penutupan tajuk pada 2 MST adalah sebesar 47%. Perlakuan campuran media tanam memberikan pengaruh yang berbeda nyata terhadap persentase penutupan tajuk. Pada 10 MST, semua taraf perlakuan campuran media tanam hampir menutup 100% pada penutupan tajuk rumput. Persentase penutupan tajuk tertinggi diperoleh taraf campuran pasir
23
Persentase Penutupan (%)
75% + bentonit 25% 25 mesh (B2), dengan hasil penutupan 97,62%. Perlakuan campuran media tanam terhadap persentase penutupan tajuk dapat dilihat pada Gambar 12. 120 100 80
B0
60
B1
40
B2
20 0 2
3
4
5
6
7
8
9
10
MST Gambar 12 Grafik persentase penutupan tajuk pada campuran media tanam Keterangan: B0: media pasir 100% B1: campuran media pasir 87,5% + bentonit 12,5% 25 mesh B2: campuran media pasir 75% + bentonit 25% 25 mesh
Persentase Penutupan (%)
Perlakuan frekuensi penyiraman memberikan pengaruh yang berbeda nyata terhadap persentase penutupan tajuk. Semua taraf perlakuan frekuensi penyiraman mengalami peningkatan penutupan tajuk hingga 10 MST (Gambar 13). Pada 10 MST, hasil persentase penutupan tajuk tertinggi dimiliki oleh taraf penyiraman setiap hari (A1) dengan hasil 100% dan hasil terendah dimiliki oleh taraf penyiraman tiga hari sekali (A3) dengan hasil 91,91%. Perlakuan frekuensi penyiraman terhadap persentase penutupan tajuk dapat dilihat pada Gambar 10. Kecepatan penutupan tajuk ialah fungsi dari pertumbuhan memanjang pucuk lateral dan pembentukan stolon serta rhizome baru. Dilihat dari segi kecepatan penutupan tajuk, pertumbuhan tumbuh pesat apabila sering mendapatkan air. Hal yang sama ditunjukkan pada penelitian Rizki (2010), persentase penutupan tajuk tertinggi dimiliki oleh frekuensi penyiramansetiap hari. 120 100 80 A1
60
A2
40
A3
20 0 2
3
4
5
6 7 MST
8
9
10
Gambar 13 Persentase penutupan tajuk pada frekuensi penyiraman
24
Keterangan: A1: frekuensi penyiraman setiap hari A2: frekuensi penyiraman setiap dua hari sekali A3: frekuensi penyiraman setiap tiga hari sekali
Pada penelitian ini, terjadi interaksi nyata antara perlakuan campuran media tanam dengan frekuensi penyiraman pada peubah persentase penutupan tajuk saat 3 MST hingga 10 MST (Tabel 6). Berdasarkan pengamatan, persentase penutupan tajuk terendah pada 3 MST diperoleh kombinasi campuran media tanam pasir 75% + bentonit 25% 25 mesh dengan frekuensi penyiraman tiga hari sekali (B2A3), sedangkan hasil tertinggi diperoleh kombinasi campuran media tanam pasir 75% + bentonit 25% 25 mesh dengan frekuensi penyiraman setiap dua hari sekali (B2A2). Pada 4 MST, persentase penutupan tajuk tertinggi diperoleh kombinasi media pasir 100% dengan frekuensi penyiraman setiap hari (B0A1). Kombinasi perlakuan campuran media tanam pasir 75% + bentonit 25% 25 mesh dengan frekuensi penyiraman setiap tiga hari sekali (B2A3), menunjukkan hasil yang terbaik pada 9 MST hingga 10 MST, jika dibandingkan dengan perlakuan frekuensi penyiraman lainnya. Hal ini membuktikan bahwa bentonit mampu menyimpan air, sehingga kecepatan penutupan tajuk rumput dapat terjadi meskipun dalam kondisi kekurangan air. Tabel 6 Interaksi antara kombinasi perlakuan campuran media tanam dengan frekuensi penyiraman terhadap persentase penutupan tajuk (%) Perlakuan Media Penyiram an A1 B0 A2 A3 A1 B1 A2 A3 A1 B2 A2 A3
3
4
5
58.87bc 57.80ab 60.93d 59.10c 62.77e 59.10c 64.83f 63.53e 58.17a
76.13h 67.77d 66.17c 72.16e 72.17e 64.97b 75.00g 73.77f 62.43a
78.94f 75.84e 68.41b 81.75g 82.75h 70.15c 85.68i 72.71d 67.14a
Minggu ke6 7 80.88e 78.62d 70.88a 84.85g 83.84f 75.80c 86.75h 78.41d 72.66b
82.98e 80.90d 73.87a 87.36g 86.07f 78.17c 88.53h 82.47e 76.03b
8
9
10
87.17e 86.02d 77.07a 91.20g 89.07f 81.00c 93.90h 87.47e 79.03b
94.43e 92.30d 81.13a 96.90f 93.50de 84.83b 98.53g 94.53e 86.13c
100d 97.63c 89.53a 100d 99.33d 92.80b 100d 99.47d 93.40b
Keterangan: Angka yang diikuti oleh huruf yang sama pada kolom yang sama menunjukkan hasil yang tidak berbeda nyata menurut uji DMRT pada taraf 5%. B0: media pasir 100% B1: campuran media pasir 87,5% + bentonit 12,5% 25 mesh B2: campuran media pasir 75% + bentonit 25% 25 mesh A1: frekuensi penyiraman setiap hari A2: frekuensi penyiraman setiap dua hari sekali A3: frekuensi penyiraman setiap tiga hari sekali
Pada 7 MST hingga 10 MST, kombinasi perlakuan media pasir 100% dengan frekuensi penyiraman setiap hari (B0A1) dan kombinasi perlakuan campuran media pasir 75% + bentonit 25% 25 mesh dengan frekuensi penyiraman
25
setiap dua hari sekali, memberikan interaksi yang tidak berbeda nyata. Hal ini menunjukkan bahwa penyiraman air lebih efisien dilakukan tiap dua hari sekali, dengan campuran media tanam pasir 75% + bentonit 25% 25 mesh. Pada 10 MST, persentase penutupan tajuk terendah dimiliki oleh kombinasi perlakuan media pasir 100% dengan frekuensi penyiraman setiap tiga hari sekali (B0A3). Persentase penutupan tajuk tertinggi dimiliki oleh B0A1, B1A1, dan B2A1. Hal ini menunjukkan bahwa frekuensi penyiraman yang dilakukan setiap hari dapat mempercepat persentase penutupan tajuk rumput. Persentase penutupan tajuk terbaik diperoleh kombinasi perlakuan B2A1, yaitu campuran media pasir 75% + bentonit 25% 25 mesh dengan frekuensi penyiraman setiap hari. Hal tersebut terbukti pada 3 MST hingga 10 MST, kombinasi perlakuan B2A1 mendapatkan persentase penutupan tajuk yang paling tinggi. Tinggi Rumput Perlakuan campuran media tanam memberikan pengaruh yang berbeda nyata terhadap tinggi rumput pada pengamatan pada 7 MST, 10 MST, 11 MST, dan 12 MST (Tabel 7).Pada 7 MST hingga 12 MST, terjadi penurunan yang signifikan terhadap peubah tinggi rumput. Namun, pada 8 MST terjadi peningkatan tinggi rumput pada perlakuan campuran media tanam pasir 87,5% + bentonit 12,5% 25 mesh (B1). Pada 7 MST, hasil tertinggi diperoleh B0 dengan media pasir 100%, sedangkan hasil terendah diperoleh B2 dengan campuran media pasir 75% + bentonit 25% 25 mesh. Perlakuan campuran media pasir 87,5% + bentonit 12,5% 25 mesh mendapatkan hasil tertinggi pada 9 MST hingga 12 MST. Sedangkan hasil terendah untuk tinggi rumput pada akhir pengamatan diperoleh perlakuan media pasir 100% (B0).Hal ini menunjukkan, perlakuan media pasir 100% kurang dapat menambah tinggi rumput, dibandingkan perlakuan campuran pasir dengan bentonit.Hal tersebut diduga, kemampuan bentonit dalam menyimpan air dan nutrisi dapat meningkatkan tinggi rumput. Tabel 7 Pengaruh perlakuan media tanam dan frekuensi penyiraman terhadap tinggi rumput (cm) Perlakuan
Minggu ke9 10
7
8
11
12
Media Tanam B0
4.14a
3.83a
3.06a
2.88a
2.73a
2.27a
B1
3.92a
3.91a
3.50b
3.27b
3.00a
2.66b
B2
3.80a
3.99a
3.39b
3.14b
2.91b
2.59b
Frekuensi Penyiraman A1
4.24b
4.10a
3.81b
3.61c
3.33b
2.92b
A2
4.12b
3.86a
3.64b
3.36b
3.24b
2.84b
A3
3.50a
3.78a
2.50a
2.32a
2.07a
1.74a
26
Keterangan: Angka yang diikuti oleh huruf yang sama pada kolom dan perlakuan yang sama menunjukkan hasil yang tidak berbeda nyata menurut uji DMRT pada taraf 5%. B0: media pasir 100% B1: campuran media pasir 87,5% + bentonit 12,5% 25 mesh B2: campuran media pasir 75% + bentonit 25% 25 mesh A1: frekuensi penyiraman setiap hari A2: frekuensi penyiraman setiap dua hari sekali A3: frekuensi penyiraman setiap tiga hari sekali
Perlakuan frekuensi penyiraman memberikan pengaruh yang berbeda nyata terhadap tinggi rumput pada pengamatan hingga 12 MST, kecuali pada 8 MST (Tabel 5). Pada 7 MST, hasil terbaik pada peubah tinggi diperoleh A1 dengan perlakuan frekuensi penyiraman setiap hari, sedangkan hasil terendah diperoleh A3 dengan perlakuan frekuensi penyiraman setiap tiga hari sekali. Pada 7 MST hingga 12 MST, perlakuan frekuensi penyiraman setiap hari (A1) mendapatkan hasil terbaik pada peubah tinggi rumput. Pada 11 MST hingga 12 MST, perlakuan A1 dan A2 menunjukkan hasil yang sama. Hal tersebut menunjukkan bahwa penyiraman setiap hari menjadi tidak efisien karena menghasilkan tinggi rumput yang sama. Interaksi nyata terjadi antara kombinasi perlakuan campuran media tanam dengan frekuensi penyiraman pada 7 MST hingga 12 MST (Tabel 8). Pada 7 MST, hasil terendah diperoleh kombinasi perlakuan B2A3, yaitu campuran media tanam pasir 75% + bentonit 25% 25 mesh dengan frekuensi penyiraman setiap tiga hari sekali, sedangkan hasil tertinggi diperoleh B0A1, yaitu media pasir 100% dengan frekuensi penyiraman setiap hari. Pada 8 MST hingga 12 MST, hasil tinggi rumput terbaik diperoleh kombinasi perlakuan campuran media tanam pasir 87,5% + bentonit 12,5% 25 mesh dengan frekuensi penyiraman setiap dua hari sekali (B1A2). Pada 12 MST, hasil terendah diperoleh kombinasi perlakuan B0A3. Hal ini menunjukkan bahwa tinggi rumput tidak maksimal jika dilakukan dalam kondisi air yang kurang dengan media tanam pasir. Tabel 8 Interaksi kombinasi perlakuan media tanam dan frekuensi penyiraman terhadap tinggi rumput (cm) Perlakuan Media Penyiraman A1 B0 A2 A3 A1 B1 A2 A3 A1 B2 A2 A3
Minggu ke7 8 9 10 11 12 4.50c 3.83abc 3.67bc 3.50cd 3.27cd 2.77d 4.27bc 3.50a 3.25b 3.07c 3.00c 2.60cd 3.67ab 4.17bc 2.25a 2.07a 1.93a 1.43a 4.17bc 4.23bc 3.75bc 3.57d 3.23cd 2.93d 3.90bc 4.40c 4.08c 3.67d 3.53d 3.10d 3.67ab 3.33a 2.67a 2.57b 2.23b 1.73ab 4.07bc 4.23bc 4.00c 3.77d 3.50d 3.07d 4.17bc 3.67ab 3.58bc 3.33cd 3.20cd 2.83d 3.17a 3.83abc 2.58a 2.33ab 2.03ab 2.07bc
27
Keterangan: Angka yang diikuti oleh huruf yang sama pada kolom yang sama menunjukkan hasil yang tidak berbeda nyata menurut uji DMRT pada taraf 5%. B0: media pasir 100% B1: campuran media pasir 87,5% + bentonit 12,5% 25 mesh B2: campuran media pasir 75% + bentonit 25% 25 mesh A1: frekuensi penyiraman setiap hari A2: frekuensi penyiraman setiap dua hari sekali A3: frekuensi penyiraman setiap tiga hari sekali
Kepadatan Pucuk Interaksi nyata terjadi antara kombinasi perlakuan campuran media tanam dengan frekuensi penyiraman pada 7 MST hingga 12 MST (Tabel 9). Semua kombinasi perlakuan mengalami peningkatan kepadatan pucuk hingga 12 MST. Pada 7 MST, kepadatan pucuk terendah diperoleh kombinasi perlakuan B0A3, yaitu media pasir 100% dengan frekuensi penyiraman setiap tiga hari sekali, sedangkan hasil tertinggi diperoleh B2A1, yaitu campuran media pasir 75% + bentonit 25% 25 mesh. Pada 7 MST hingga 12 MST, kombinasi perlakuan B0A3 menghasilkan kepadatan pucuk terendah.Hal ini diduga karena kebutuhan air yang kurang dan media pasir 100% kurang bisa menyimpan air jika dibandingkan dengan media bentonit. Kepadatan pucuk terbaik diperoleh kombinasi perlakuan B2A1, yaitu campuran media tanam pasir 75% + bentonit 25% 25 mesh pada 7 MST hingga 12 MST. Tabel 9 Interaksi kombinasi perlakuan media tanam dan frekuensi penyiraman terhadap kepadatan pucuk (pucuk/100cm2) Perlakuan Media Penyiraman A1 B0 A2 A3 A1 B1 A2 A3 A1 B2 A2 A3
7 74.00cd 71.67bc 65.00a 78.00de 77.67d 70.03bc 82.33e 74.33d 67.67ab
8 80.00b 79.67b 70.67a 85.33c 84.67c 77.67b 91.33d 77.67b 73.33a
Minggu ke9 10 11 12 87.67c 92.33c 114.00cd 121.67c 85.00bc 94.33c 110.67c 120.33c 79.33a 81.00a 85.00a 91.33a 92.67d 100.67d 120.00e 125.33cd 87.67c 101.67d 117.00de 124.67cd 82.67ab 85.00ab 88.00ab 94.67a 98.00e 112.67e 120.67e 129.33d 86.33bc 104.67d 122.00e 128.33d 79.33a 86.33b 90.33b 103.67b
Keterangan: Angka yang diikuti oleh huruf yang sama pada kolom yang sama menunjukkan hasil yang tidak berbeda nyata menurut uji DMRT pada taraf 5%. B0: media pasir 100% B1: campuran media pasir 87,5% + bentonit 12,5% 25 mesh B2: campuran media pasir 75% + bentonit 25% 25 mesh A1: frekuensi penyiraman setiap hari A2: frekuensi penyiraman setiap dua hari sekali A3: frekuensi penyiraman setiap tiga hari sekali
28
Pada 11 MST hingga 12 MST, kombinasi perlakuan terbaik diperoleh B2A1 dan B2A2 sehingga menghasilkan kepadatan pucuk yang tidak berbeda nyata.Hal tersebut menunjukkan bahwa penyiraman setiap dua hari sekali lebih efisien untuk menghasilkan kepadatan pucuk yang tinggi.Kepadatan pucuk juga menunjukkan korelasi yang nyata dengan tinggi rumput (Tabel 18).Kepadatan pucuk yang tinggi menyebabkan menyebabkan tidak adanya lagi ruang untuk rumput bergerak menyebar, sehingga pola pertumbuhan rumput meninggi ke atas. Hal yang sama juga terjadi pada penelitian Wulandari (2015). Berdasarkan kriteria kelas kepadatan pucuk menurut Beard (1982) (Tabel 10), pada 10 MST, kombinasi perlakuan campuran media pasir 87,5% + bentonit 12,5% 25 mesh dan taraf pasir 75% + bentonit 25% 25 mesh dengan perlakuan frekuensi penyiraman setiap hari dan setiap dua hari sekali, termasuk kelas kepadatan sedang. Sedangkan hingga 12 MST, kombinasi perlakuan media pasir 100% dengan frekuensi penyiraman tiga hari sekali (B0A3) dan perlakuan campuran media pasir 87,5% + bentonit 25% mesh dengan frekuensi penyiraman tiga hari sekali (B1A3), termasuk kelas kepadatan rendah. Namun, pada 12 MST, perlakuan frekuensi penyiraman tiga hari sekali termasuk kelas kepadatan sedang, dengan kombinasi perlakuan taraf pasir 75% + bentonit 25% 25 mesh. Hal tersebut menunjukkan bahwa, dalam kondisi kekurangan air, kepadatan pucuk dapat meningkat dengan campuran media bentonit. Tabel 10 Kriteria kelas kepadatan pucuk menurut Beard (1982) Kelas Kepadatan Pucuk Rendah Sedang Tinggi
Jumlah Pucuk per 100cm2 <100 100 - 200 >200
Warna Pada 7 MST hingga 12 MST, interaksi nyata terjadi pada warna rumput antara kombinasi perlakuan campuran media tanam dengan frekuensi penyiraman (Tabel 11).Emmons (2000) menyatakan bahwa sebagian besar orang lebih menyukai warna hijau gelap daripada warna hijau terang (hijau kekuningan), tetapi orang Eropa lebih menyukai warna lebih hijau muda.Umumnya, warna hijau tua lebih disukai oleh pemain golf.Nasrullah dan Tunggalini (2000) menyatakan bahwa kualitas warna bisa ditingkatkan dengan memberikan dosis pemupukan pupuk 13,5 g N/m2/aplikasi. Pada 7 MST, skor warna terendah diperoleh kombinasi perlakuan media pasir 100% dengan frekuensi penyiraman setiap hari (B0A1), sedangkan skor warna tertinggi diperoleh kombinasi perlakuan campuran media pasir 75% + bentonit 25% 25 mesh dengan frekuensi penyiraman setiap dua hari sekali (B2A2). Secara umum, kombinasi perlakuan campuran media tanam dengan frekuensi penyiraman dua hari sekali dan tiga hari sekali mengalami peningkatan warna setiap minggu.
29
Tabel 11 Interaksi kombinasi perlakuan media tanam dan frekuensi penyiraman terhadap warna daun (Munsell Color Chart) Perlakuan Media Penyiraman A1 B0 A2 A3 A1 B1 A2 A3 A1 B2 A2 A3
Minggu ke7 8 9 10 11 12 3.33a 3.33a 3.67a 4.00a 4.00a 3.33a 4.00bc 4.00ab 4.33ab 4.67ab 4.33ab 5.00cd 4.00bc 4.00ab 4.00ab 4.00a 4.00a 5.00cd 3.67ab 3.33a 3.67a 4.33ab 4.00a 4.00ab 4.00bc 4.67b 4.67b 5.00b 5.00bc 5.33cde 4.00bc 4.33b 4.33ab 4.33ab 4.33ab 5.33cde 4.33b 4.00ab 4.00ab 4.33ab 4.67abc 4.67bc 4.67c 4.67b 4.67b 5.00b 5.33c 6.00e 4.00bc 4.33b 4.33ab 4.67ab 4.67abc 5.67de
Keterangan: Angka yang diikuti oleh huruf yang sama pada kolom yang sama menunjukkan hasil yang tidak berbeda nyata menurut uji DMRT pada taraf 5%. B0: media pasir 100% B1: campuran media pasir 87,5% + bentonit 12,5% 25 mesh B2: campuran media pasir 75% + bentonit 25% 25 mesh A1: frekuensi penyiraman setiap hari A2: frekuensi penyiraman setiap dua hari sekali A3: frekuensi penyiraman setiap tiga hari sekali
Pada 10 MST, kombinasi perlakuan B1A2 (campuran media pasir 87,5% + bentonit 12,5% 25 mesh) menghasilkan skor warna yang sama tinggi dengan kombinasi B2A2. Pada 7 MST hingga 12 MST, skor warna tertinggi diperoleh kombinasi perlakuan campuran media pasir 75% + bentonit 25% 25 mesh dengan frekuensi penyiraman dua hari sekali (B2A2), sedangkan skor terendah diperoleh kombinasi perlakuan pasir 100% dengan frekuensi penyiraman setiap hari (B0A1). Hal ini menunjukkan bahwa campuran media pasir dengan bentonit dapat meningkatkan kualitas warna rumput. Semakin tinggi campuran bentonit, maka semakin tinggi kualitas warna rumput. Warna daun juga menunjukkan korelasi yang nyata dengan bobot kering akar, panjang akar, bobot isi, porositas, dan permeabilitas (Tabel 18). Sifat fisik media tanam berpengaruh terhadap panjang akar.Semakin padat media tanam, akar semakin sulit menembus media tanam lebih dalam. Semakin poros dan semakin cepat permeabilitas media tanam, air semakin cepat masuk ke dalam ruang pori, akarpun akan semakin mudah menembus media tanam. Hal ini diduga, semakin pendek akar, maka kemampuan akar semakin rendah dalam meyerap kebutuhan nutrisi pada media tanam yang lebih dalam. Bentonit merupakan batuan dengan kandungan mineral didominasi oleh montmorillonit sehingga memiliki KTK yang tinggi. Kemampuan jerap yang dimiliki bentonit sebagai koloid tanah menjadikan kation tersebut lebih mudah tersedia sebagai nutrisi bagi tanaman (Hanafiah 2005).
30
B0A1
B1A1
B2A1
B0A2
B1A2
B2A2
B0A3
B1A3
B2A3
Gambar 14 Warna daun pada kombinasi perlakuan
Bobot Kering Pangkasan Pada 7 MST hingga 12 MST, terjadi interaksi nyata antara kombinasi perlakuan campuran media tanam dengan frekuensi penyiraman terhadap bobot kering pangkasan (Tabel 12). Pada 7 MST, bobot kering pangkasan terendah diperoleh B2A3 (campuran media pasir 75% + bentonit 25% 25 mesh dengan frekuensi penyiraman tiga hari sekali), sedangkan bobot tertinggi diperoleh B2A1 (campuran media pasir 75% + bentonit 25% 25 mesh dengan frekuensi penyiraman setiap hari). Kombinasi terbaik perlakuan campuran media tanam dengan frekuensi penyiraman terjadi pada 9 MST, yaitu kombinasi B1A2 (campuran media pasir 75% + bentonit 25% 25 mesh dengan frekuensi penyiraman dua hari sekali).
31
Tabel 12 Interaksi kombinasi perlakuan media tanam dan frekuensi penyiraman terhadap bobot kering pangkasan (gram) Perlakuan Minggu keMedia Penyiraman 7 8 9 10 11 12 A1 0.57cd 0.58c 0.75bc 0.65b 0.54cd 0.44bc B0 A2 0.55cd 0.60cd 0.74bc 0.64b 0.49c 0.46cd A3 0.40a 0.42a 0.63a 0.57a 0.41b 0.35a A1 0.61de 0.62cd 0.82cd 0.73c 0.58de 0.52de B1 A2 0.64e 0.69e 0.94e 0.83d 0.59de 0.62f A3 0.46b 0.50b 0.65a 0.61ab 0.35a 0.38a A1 0.72f 0.76f 0.88de 0.80d 0.62e 0.54e B2 A2 0.52c 0.65de 0.90de 0.77cd 0.43b 0.51de A3 0.38a 0.45ab 0.70ab 0.65b 0.43b 0.40ab Keterangan: Angka yang diikuti oleh huruf yang sama pada kolom yang sama menunjukkan hasil yang tidak berbeda nyata menurut uji DMRT pada taraf 5%. B0: media pasir 100% B1: campuran media pasir 87,5% + bentonit 12,5% 25 mesh B2: campuran media pasir 75% + bentonit 25% 25 mesh A1: frekuensi penyiraman setiap hari A2: frekuensi penyiraman setiap dua hari sekali A3: frekuensi penyiraman setiap tiga hari sekali
Pada akhir penelitian, bobot terendah diperoleh B0A3 (media pasir 100% dengan frekuensi penyiraman tiga hari sekali), sedangkan bobot tertinggi diperoleh B1A2 (campuran media pasir 87,5% + bentonit 12,5% 25 mesh dengan frekuensi penyiraman dua hari sekali). Kombinasi perlakuan campuran media bentonit dengan frekuensi penyiraman sangat mempengaruhi bobot kering pangkasan.Hasil bobot tersebut menunjukkan, bahwa penyiraman tidak perlu dilakukan setiap hari, karena penyiraman setiap dua hari sekali lebih efisien dan efektif dalam menghasilkan bobot kering pangkasan terbaik. Secara umum, kombinasi perlakuan meningkat pada 9 MST, kemudian menurun hingga 12 MST.Hal ini diduga terjadi kompetisi intra spesies seiring dengan meningkatnya jumlah pucuk.Selain itu, tinggi rumput diduga berpengaruh terhadap bobot kering pangkasan.Barton et.al.(2009) menyatakan bahwa pengukuran bobot pangkasan dapat digunakan untuk menilai pertumbuhan turfgrass. Bobot Kering Tajuk Interaksi nyata terjadi antara kombinasi perlakuan campuran media tanam dengan frekuensi penyiraman terhadap bobot kering tajuk (Tabel 13). Hasil bobot terendah diperoleh kombinasi perlakuan media pasir 100% dengan frekuensi penyiraman setiap tiga hari sekali (B0A3). Sedangkan hasil tertinggi diperoleh
32
kombinasi perlakuan campuran media pasir 87,5% + bentonit 12,5% 25 mesh dengan frekuensi penyiraman setiap dua hari sekali (B1A2). Secara umum, kombinasi perlakuan frekuensi penyiraman dengan media pasir 100% menghasilkan bobot kering tajuk terendah. Hal ini menunjukkan bahwa campuran bentonit lebih baik dalam menghasilkan bobot kering tajuk.Selain itu, kombinasi perlakuan campuran media tanam dengan frekuensi penyiraman setiap tiga hari sekali, menghasilkan hasil bobot terendah.Kepadatan pucuk dan tinggi rumput diduga mempengaruhi bobot kering tajuk.Hal tersebut menunjukkan bahwa kekurangan air dapat menghambat metabolisme, sehingga nutrisi kurang bisa terserap dan terangkut pada tajuk rumput. Tabel 13 Interaksi kombinasi perlakuan media tanam dan frekuensi penyiraman terhadap bobot kering tajuk (gram) Perlakuan B0 B1 B2
A1 1.06c 1.09cd 1.11cd
A2 1.08c 1.15d 1.07c
A3 0.88a 0.96b 1.00b
Keterangan: Angka yang diikuti oleh huruf yang sama pada kolom dan baris yang sama menunjukkan hasil yang tidak berbeda nyata menurut uji DMRT pada taraf 5%. B0: media pasir 100% B1: campuran media pasir 87,5% + bentonit 12,5% 25 mesh B2: campuran media pasir 75% + bentonit 25% 25 mesh A1: frekuensi penyiraman setiap hari A2: frekuensi penyiraman setiap dua hari sekali A3: frekuensi penyiraman setiap tiga hari sekali
Bobot Kering Akar Pada akhir penelitian, terjadi interaksi nyata antara kombinasi perlakuan campuran media tanam dengan frekuensi penyiraman terhadap bobot kering akar (Tabel 14). Kombinasi perlakuan campuran media tanam dengan frekuensi penyiraman setiap hari menghasilkan bobot kering akar terendah. Namun, hasil yang sama juga diperoleh kombinasi frekuensi penyiraman setiap dua hari sekali dengan media pasir 100% dan campuran media pasir 87,5% + bentonit 12,5% 25 mesh (B0A2 dan B1A2). Tabel 14 Interaksi kombinasi perlakuan media tanam dan frekuensi penyiraman terhadap bobot kering akar (gram) Perlakuan B0 B1 B2
A1 0.03a 0.05a 0.06a
A2 0.07a 0.06a 0.14b
A3 0.25c 0.34d 0.43e
33
Keterangan: Angka yang diikuti oleh huruf yang sama pada kolom dan baris yang sama menunjukkan hasil yang tidak berbeda nyata menurut uji DMRT pada taraf 5%. B0: media pasir 100% B1: campuran media pasir 87,5% + bentonit 12,5% 25 mesh B2: campuran media pasir 75% + bentonit 25% 25 mesh A1: frekuensi penyiraman setiap hari A2: frekuensi penyiraman setiap dua hari sekali A3: frekuensi penyiraman setiap tiga hari sekali
Hasil bobot kering akar tertinggi diperoleh kombinasi perlakuan B2A3 (campuran media pasir 75% + bentonit 25% 25 mesh). Secara umum, kombinasi perlakuan campuran media tanam dengan frekuensi penyiraman setiap tiga hari sekali menghasilkan bobot kering akar tertinggi. Hal ini menunjukkan bahwa dalam kondisi kekurangan air, akar rumput semakin panjang untuk mencari kebutuhan air di dalam media tanam. Rasio bobot kering tajuk dengan akar menunjukkan proporsi pesebaran nutrisi yang ditranslokasikan. Rasio bobot akan semakin besar jika bobot kering akar semakin kecil, begitu pula sebaliknya. Pada penelitian ini, nutrisi lebih banyak ditranslokasikan ke tajuk dibandingkan ke akar (Tabel 15). Rasio bobot tertinggi dihasilkan kombinasi perlakuan B0A1 (pasir 100% dengan frekuensi penyiraman setiap hari), sedangkan rasio bobot terendah dihasilkan B2A3 (campuran media pasir 75% + bentonit 25% 25 mesh). Secara umum, kombinasi perlakuan media tanam dengan frekuensi penyiraman setiap hari menghasilkan rasio bobot tertinggi. Sedangkan kombinasi perlakuan media tanam dengan frekuensi penyiraman setiap tiga hari sekali menghasilkan rasio bobot terendah. Nio dan Torey (2013) mengungkapkan bahwa beberapa karakter morfologi akar yang menunjukkan resistensi tanaman terhadap kekurangan air adalah pemanjangan akar ke lapisan media yang lebih dalam, pertambahan luas dan kedalaman sistem perakaran, perluasan distribusi akar secara horizontal dan vertikal, lebih besarnya berat kering akar pada genotipe tanaman yang seharusnya tahan kekeringan, pertambahan volume akar, daya tembus akar yang tinggi, lebih rendahnya rasio akar dengan tajuk serta rasio panjang akar dengan tinggi tanaman. Tabel 15 Rasio bobot kering tajukdengan bobot kering akar Perlakuan Penyira Media man A1 B0 A2 A3 A1 B1 A2 A3 A1 B2 A2 A3
Bobot Kering Tajuk
Akar
Rasio Bobot Kering Tajuk : Akar
1.06 1.08 0.88 1.09 1.15 0.96 1.11 1.07 1
0.03 0.07 0.25 0.05 0.06 0.34 0.06 0.14 0.43
35.33 15.4 3.52 21.8 19.17 2.82 18.5 7.64 2.32
34
Panjang Akar Interaksi nyata terjadi antara kombinasi perlakuan media tanam dengan frekuensi penyiraman terhadap panjang akar (Tabel 16). Akar terpendek dihasilkan oleh kombinasi perlakuan B0A1 (media pasir 100% dengan frekuensi penyiraman setiap hari). Secara umum, kombinasi perlakuan frekuensi penyiraman dengan campuran media pasir 75% + bentonit 25% 25 mesh menghasilkan akar yang lebih panjang dibandingkan dengan pasir 100% dan campuran pasir 87,5% + bentonit 12,5% 25 mesh. Hal ini menunjukkan bahwa campuran bentonit yang lebih banyak dapat meningkatkan panjang akar. Tabel 16 Interaksi kombinasi perlakuan media tanam dengan frekuensi penyiraman terhadap panjang akar (cm) Perlakuan B0 B1 B2
A1 5.90a 7.27ab 8.20b
A2 8.57b 8.67bc 10.17c
A3 12.60d 14.13d 17.80e
Keterangan: Angka yang diikuti oleh huruf yang sama pada kolom yang sama menunjukkan hasil yang tidak berbeda nyata menurut uji DMRT pada taraf 5%. B0: media pasir 100% B1: campuran media pasir 87,5% + bentonit 12,5% 25 mesh B2: campuran media pasir 75% + bentonit 25% 25 mesh A1: frekuensi penyiraman setiap hari A2: frekuensi penyiraman setiap dua hari sekali A3: frekuensi penyiraman setiap tiga hari sekali
Akar terpanjang dihasilkan oleh kombinasi perlakuan B2A3 (campuran media pasir 75% + bentonit 25% 25 mesh). Emmons (2000) menambahkan bahwa tidak dianjurkan untuk melakukan pemberian air yang terlalu sering, karena hal tersebut dapat mengakibatkan rumput membentuk akar hanya di dekat permukaan tanah. Jika tanah dibuat sedikit kering, hal itu memaksa rumput untuk menumbuhkan akar lebih dalam lagi.Akar yang lebih dalam lebih kuat dalam mencengkram media tanam, sehingga rumput tidak mudah tercabut ketika dilakukan pemukulan bola golf. Efisiensi Penggunaan Air Penyiraman (EPAI) Interaksi nyata terjadi pada efisiensi penggunaan air penyiraman (Tabel 17). Pengamatan efisiensi pemakaian air penyiraman berdasarkan bobot kering tanaman dapat dilihat pada kolom EPAI. EPAI berdasarkan bobot kering tanaman disebut juga sebagai nisbah Bobot Kering (BK) Total / volume penyiraman. Nisbah BK Total/ Vol Irig menunjukkan banyaknya air penyiraman yang digunakan untuk menghasilkan bobot kering tanaman tersebut. Nisbah yang baik ialah nisbah yang semakin besar. Nisbah yang besar menunjukkan penggunaan air yang lebih efisien dalam pembentukan bobot kering tanaman.
35
Tabel 17 Interaksi kombinasi perlakuan media tanam dengan frekuensi penyiraman terhadap panjang akar (cm) Perlakuan Media
B0
B1
B2
Penyiraman A1 A2 A3 A1 A2 A3 A1 A2 A3
Bobot Kering Total (gram/sampel) 1.99 2.03 1.35 2.13 2.29 1.38 2.28 2.17 1.42
Volume Penyiraman Total (ml/sampel) 552.72 276.36 184.24 552.72 276.36 184.24 552.72 276.36 184.24
EPAI (gram/ml) 0.0036a 0.0073d 0.0073d 0.0038b 0.0083g 0.0075e 0.0041c 0.0078f 0.0077f
Keterangan: Angka yang diikuti oleh huruf yang sama pada kolom yang sama menunjukkan hasil yang tidak berbeda nyata menurut uji DMRT pada taraf 5%. B0: media pasir 100% B1: campuran media pasir 87,5% + bentonit 12,5% 25 mesh B2: campuran media pasir 75% + bentonit 25% 25 mesh A1: frekuensi penyiraman setiap hari A2: frekuensi penyiraman setiap dua hari sekali A3: frekuensi penyiraman setiap tiga hari sekali
Nilai efisiensi penggunaan air paling rendah diperoleh kombinasi perlakuan B0A1 (media pasir 100% dengan frekuensi penyiraman setiap hari), sedangkan nilai tertinggi diperoleh kombinasi perlakuan B1A2 (campuran media pasir 87,5% + bentonit 12,5% 25 mesh dengan frekuensi penyiraman setiap dua hari sekali). Secara umum, kombinasi perlakuan media tanam dengan frekuensi penyiraman setiap dua hari sekali dapat memproduksi nisbah bobot kering tertinggi setiap 1 ml air. Hal ini menunjukkan bahwa penggunaan air untuk penyiraman selama dua hari sekali lebih efisien dan efektif dibandingkan setiap hari maupun setiap tiga hari sekali. Korelasi Antar Peubah Pada penelitian ini, hasil uji korelasi dapat dilihat pada Tabel 18. Porositas dan permeabilitas menunjukkan korelasi yang sangat nyata dengan bobot isi, dengan nilai korelasi -0.960 dan -0.957. Nilai negatif menunjukkan porositas dan permeabilitas berbanding terbalik dengan bobot isi. Semakin tinggi tingkat porositas dan permeabilitas suatu media tanam, maka bobot isinya semakin ringan, begitu pula sebaliknya. Hasil penelitian Wulandari (2015) juga menghasilkan korelasi negatif yang sangat nyata antara porositas dengan bobot isi.
36
Nilai korelasi positif yang sangat nyata ditunjukkan oleh permeabilitas dengan porositas, yaitu sebesar 0.979. Hal ini menunjukkan bahwa permeabilitas dan porositas berbanding lurus. Semakin tinggi porositas, maka permeabilitas juga semakin tinggi. Tinggi rumput dan kepadatan pucuk menunjukkan korelasi yang sangat nyata antar peubah itu sendiri, juga terhadap bobot isi, porositas, permeabilitas, bobot kering pangkasan, dan bobot kering tajuk. Bobot kering pangkasan menunjukkan korelasi yang sangat nyata dengan bobot kering tajuk, yaitu sebesar 0.923. Hal ini menunjukkan, semakin berat bobot kering pangkasan, maka bobot kering tajuk juga semakin berat, begitu pula sebaliknya. Bobot kering akar menunjukkan korelasi yang sangat nyata dengan panjang akar, yaitu sebesar 0.984. Semakin panjang akar rumput, maka bobot kering akarnya juga semakin berat. Hasil penelitian Rizki (2010) juga menunjukkan korelasi positif yang sangat nyata antara panjang akar dengan bobot kering akar.
Panjang Akar
Akar
Bobot Isi
1.000
-.960
-0.957
0.924
0.922
-0.434
0.736
Porositas
-0.960
1.000
0.979
-0.906 -0.905
0.576
-0.699 -0.821
0.834
0.842
Permeabilitas
-0.957
0.979
1.000
-0.899 -0.893
0.617
-0.711 -0.798
0.862
0.861
-0.906 -0.899
1.000
0.981
-0.266
0.907
0.972
-0.793 -0.730
0.922
-0.905 -0.893
0.981
1.000
-0.240
0.850
0.927
-0.808 -0.746
-0.434
0.576
-0.266 -0.240
1.000
-0.019 -0.163
0.563
0.736
-0.699 -0.711
0.907
0.850
-0.019
1.000
0.923
-0.686 -0.589
0.842
-0.821 -0.798
0.972
0.927
-0.163
0.923
1.000
-0.715 -0.638
-0.752
0.834
0.862
-0.793 -0.808
0.563
-0.686 -0.715
1.000
0.984
-0.742
0.842
0.861
-0.730 -0.746
0.665
-0.589 -0.638
0.984
1.000
Tinggi Rumput 0.924 Kepadatan Pucuk Warna Daun Bobot Kering Pangkasan Bobot Kering Tajuk Bobot Kering Akar Panjang Akar
0.617
0.842
Bobot Kering
Tajuk
Bobot Kering
Pangkasan
Bobot Kering
Warna Daun
Pucuk
Kepadatan
Rumput
Tinggi
Permeabilitas
Porositas
Bobot Isi
Tabel 18 Korelasi antar peubah
-0.752 -0.742
Keterangan : memiliki korelasi yang kuat (nilai Korelasi Pearson mendekati 1)
0.665
37
SIMPULAN DAN SARAN Simpulan Berdasarkan hasil penelitian, perlakuan campuran media tanam dengan frekuensi penyiraman memberikan hasil yang berbeda nyata terhadap seluruh peubah pengamatan. Secara umum, perlakuan campuran media pasir dengan bentonit menghasilkan kualitas visual dan fungsional rumput yang lebih baik dibandingkan media tanpa bentonit. Perlakuan frekuensi penyiraman setiap dua hari sekali, menghasilkan kualitas rumput yang nyata lebih baik dibandingkan frekuensi penyiraman yang setiap hari maupun frekuensi penyiraman setiap tiga hari sekali. Kombinasi perlakuan campuran media pasir 75% + bentonit 25% dengan frekuensi penyiraman setiap dua hari sekali menghasilkan kualitas visual yang secara nyata terbaik pada peubah penutupan tajuk, kepadatan pucuk, dan warna daun. Kombinasi perlakuan campuran media pasir 87,5% + bentonit 12,5% dengan frekuensi penyiraman setiap dua hari sekali menghasilkan kualitas visual dan fungsional yang secara nyata terbaik pada peubah tinggi rumput, bobot kering pangkasan, bobot kering tajuk, serta pada efisiensi penggunaan air penyiraman (EPAI). Kombinasi perlakuan campuran pasir 75% + bentonit 25% dengan frekuensi penyiraman setiap tiga hari sekali menghasilkan kualitas fungsional terbaik pada peubah bobot kering akar dan panjang akar. Secara umum, frekuensi penyiraman setiap dua hari sekali yang diaplikasikan pada campuran media pasir 87,5% + bentonit 12,5% menghasilkan kualitas visual dan fungsional rumput terbaik. Saran Rekomendasi hasil penelitian ini baik diaplikasikan pada lapangan golf, sehingga lebih efisien dalam penggunaan air penyiraman. Penyiraman sebaiknya tidak terlalu sering dilakukan, selain menghasilkan kualitas warna rumput yang kurang bagus, juga tidak dapat memaksa akar tumbuh lebih dalam. Sebaiknya dilakukan penelitian lanjutan untuk menguji frekuensi penyiraman dan campuran media tanam, seperti pada jenis rumput yang berbeda, proporsi campuran media, atau volume penyiraman.
DAFTAR PUSTAKA Ansori KGS A. 1999. Pengaruh kombinasi zeolit, serbuk gergaji dan pasir sebagai media tumbuh terhadap kualitas fungsional rumput bermuda (Cynodon dactylon cv Tifdwarf) [skripsi]. Bogor (ID) : Institut Pertanian Bogor. Barton, L., G. Y. Wan, R. P. Buck, dan T. D. Colmer. 2009. Nitrogen increases evapotranspiration and growth of a warm-season turfgrass. Agron. J. 101: 17-24. Beard JB. 1982. Turfgrass Management for Golf Courses. Minneapolis: (US). Burgress Publ. Co. Campbell NA.2003. Biologi Jilid II Edisi Lima. Jakarta (ID): Erlangga.
38
Christians N. 2004. Fundamental of Turfgrass Management. New Jersey (US): John Wiley & Sons Inc. Cummins AB. 1960. Industrial Minerals and Rocks. New York: Inst. Mining, Metall, and Engineers. Dayton WA. 1948. The family tree of graminae. Washington: U.S. Government Printing Office. Emmons R. 2000. Turfgrass Science and Management 3rd ed. New York (US) : Delmar Thompson Learning Inc. Ferdinand FP dan Moekti A. 2002. Praktis Belajar Biologi. Jakarta (ID): Grafindo Media Pratama. Foth HD. 1994. Dasar-dasar Ilmu Tanah.Purbayanti ED, Lukitawati DR, Trimulatsih R, penerjemah; Hudoyo SAB (Editor). Yogyakarta (ID): Gadjah Mada University Press. Terjemahan dari: Fundamentals of Soil Science. Ed 7. Grim RE. 1968. Clay Mineralogy. New York: McGraw-Hill. Hanafiah KA. 2005. Dasar-dasar Ilmu Tanah. Jakarta (ID) : PT RajaGrafindo Persada. Harsa M. 2002. Pengaruh campuran pasir, bentonit, dan sekam padi terhadap kualitas fungsional dan visual rumput bermuda (Cynodon dactylon cv. Tifdwarf). Fakultas Pertanian. [Skripsi]. Bogor: IPB Press. Johns R. 2004. Turfgrass Instalation: Management and Maintenance. USA: McGraw-Hill, Inc. Krisantini SA, Aziz, Yudiwanti. 1993. Mempelajari Beberapa Jenis Pupuk dan Media untuk Budidaya Hidroponik Sederhana pada Tanaman Hortikultura. Bogor: Fakultas Pertanian IPB. Leiwakabessy FM, A Sutandi. 1998. Pupuk dan Pemupukan. Departemen Ilmu Tanah. Fakultas Pertanian. Bogor (ID): Institut Pertanian Bogor. Martana H. 2002. Pengaruh campuran pasir, bentonit, dan sekam padi terhadap kualitas fungsional dan visual rumput bermuda (Cynodon dactylon cv. Tifdwarf) [skripsi]. Bogor (ID) : Institut Pertanian Bogor. Muirhead D, Rando GL. 1994. Golf Course Development and Real Estate. Washington DC: The Urban Land Institute. Nasrullah N dan Tunggalini NKW. 2000. Pengaruh pemupukan urea dan nitrogen slow release terhadap pertumbuhan dan kualitas rumput lapangan golf. Bul. Agron. (28) (2) 62-65. Nio SA dan Torey P. 2013.Karakter morfologi akar sebagai indikator kekurangan air pada tanaman. Jurnal Bioslogos. 3(1): 31-39. O’Driscoll M. 1988.Bentonite Overcapacity in Need of Market.Industrial Minerals. Priatna. 1982. Prospek Pemakaian Diatome, Bentonit, dan Karbon Aktif sebagai Penjernih Minyak Sawit. Laporan Teknik Pengembangan No. 47. Bandung (ID): Departemen Pertambangan dan Energi, Dirjen Pertambangan Umum, Pusat Pengembangan Teknologi Mineral. Rizki AEP. 2010. Pengaruh frekuensi penyiraman terhadap pertumbuhan dan kualitas visual rumput bermuda lokal (Cynodon dactylon L) [skripsi]. Bogor (ID). Institut Pertanian Bogor.
39
Roodney J. 2004. Turfgrass Installation : Management and Maintenance. New York : McGraw-Hill. Rukiyah, Supriyatna. 1991. Aplikasi Berbagai Zeolit dan Bentonit sebagai Adsorben Simulasi Air Limbah Tekstil serta Uji Toksisitas terhadap Larva A. Salina leach. Laporan Penelitian. FMIPA. Bandung: Universitas Padjajaran. Soedjoko TS, Adrianto.1987. Penelitian Pemanfaatan Bentonit Indonesia. Buletin PPTM. Soepardi G. 1983. Dasar-dasar Ilmu Tanah. Jurusan Ilmu Tanah. Fakultas Pertanian. Bogor (ID): Institut Pertanian Bogor. Sumardi.1982. Penggunaan Bentonit untuk Penurunan Tahanan Pertanahan. Laporan Penelitian. Bandung (ID): Lembaga Kimia Nasional-LIPI. Tan KH. 1982. Principles of Soil Chemistry. New York: Marcel Dexter. Taylor DW. 1960. Fundamentals of Soil Mechanics. New York: John Wiley and Sons, Inc. Turgeon AJ. 2005. Turfgrass Management 7th ed. New Jersey: Prentice – Hall Press. Wiecko G. 2006. Fundamentals of Tropical Turf Management. UK: Biddles Ltd. Wulandari M. 2015. Kualitas visual dan fungsional rumput golf Cynodon dactylon var Tifway yang diberi pupuk NPK pada campuran media pasir dan bentonit [skripsi]. Bogor (ID): Institut Pertanian Bogor.
40
Lampiran 1 Denah Penelitian
B2A 3
B2A 2
B2A 1
B1A 2
B2A 3
B2A 2
B2A 1
B0A 3
B1A 1
B2A 1
B1A 1
B1A 2
B0A 3
B1A 3
B0A 1
B1A 3
B0A 1
B2A 2
B0A 2
B1A 3
B2A 3
B0A 2
B0A 1
B1A 1
B0A 2
B2A 2
B0A 3
U
Lampiran 2 Gambar Keseluruhan Perlakuan Penelitian
41
Lampiran 3 Hasil Sidik Ragam Peubah Bobot Isi Umur
12 MST
Sumber JK DB Keragaman Media .010 Air .070 Media*Air .004 Galat .010 Total 33.170
KT
F hitung
Sig.b
2
.005
4.641
.041
2
.035
32.035
.000
4
.001
.876
.515
9
.001
18
Lampiran 4 Hasil Sidik Ragam Peubah Porositas Umur
12 MST
Sumber JK DB Keragaman Media 2.515 Air 107.719 Media*Air 3.019 Galat .047 Total 44401.140
KT
F hitung
Sig.b
2
1.258
241.615
.000
2
53.859
10346.530
.000
4
.755
144.978
.000
9
.005
18
Lampiran 5 Hasil Sidik Ragam Peubah Permeabilitas Umur
12 MST
Sumber JK DB Keragaman Media .253 Air 25.826 Media*Air .253 Galat .029 Total 2014.643
KT
F hitung
Sig.b
2
.127
38.598
.000
2
12.913
3939.519
.000
4
.063
19.276
.000
9
.003
18
Lampiran 6 Hasil Sidik Ragam Peubah Persentase Penutupan Tajuk Umur
3 MST
Umur
Sumber Keragaman Media Air Media*Air Galat Total Sumber Keragaman
JK
DB
KT
F hitung
Sig.b
40.709
2
20.354
133.715
.000
19.220
2
9.610
63.131
.000
97.831
4
24.458
160.672
.000
2.740
18
.152
99205.170
27
JK
DB
KT
F hitung
Sig.b
42
Media Air 4 MST Media*Air Galat Total Media Air 5 MST Media*Air Galat Total Media Air 6 MST Media*Air Galat Total Media Air 7 MST Media*Air Galat Total Media Air 8 MST Media*Air Galat Total Media Air 9 MST Media*Air Galat Total Media Air 10 MST Media*Air Galat Total
1.827
2
.914
4.847
.021
460.527
2
230.264
1221.438
.000
102.935
4
25.734
136.505
.000
3.393
18
.189
133106.790
27
73.205
2
36.603
192.461
.000
845.652
2
422.826
2223.276
.000
167.643
4
41.911
220.372
.000
3.423
18
.190
156762.368
27
.963
2
.481
5.474
.014
9.088
2
4.544
51.658
.000
.565
4
.141
1.605
.216
1.583
18
.088
308.875
27
99.630
2
49.815
195.026
.000
498.322
2
249.161
975.473
.000
21.637
4
5.409
21.177
.000
4.598
18
.255
181374.385
27
75.000
2
37.500
138.440
.000
659.638
2
329.819
1217.611
.000
31.037
4
7.759
28.646
.000
4.876
18
.271
199390.714
27
66.149
2
33.074
69.387
.000
771.442
2
385.721
809.205
.000
7.289
4
1.822
3.823
.020
8.580
18
.477
226245.890
27
19.232
2
9.616
21.672
.000
343.361
2
171.680
386.926
.000
13.019
4
3.255
7.336
.001
7.987
18
.444
253941.830
27
43
Lampiran 7 Hasil Sidik Ragam Peubah Tinggi Rumput Sumber Keragaman Media Air 7 MST Media*Air Galat Total Media Air 8 MST Media*Air Galat Total Media Air 9 MST Media*Air Galat Total Media Air 10 MST Media*Air Galat Total Media Air 11 MST Media*Air Galat Total Media Air 12 MST Media*Air Galat Total Umur
JK
KT
DB
F hitung
Sig.b
.549
2
.274
2.454
.114
2.869
2
1.434
12.825
.000
.436
4
.109
.974
.446
2.013
18
.112
428.320
27
.109
2
.054
.531
.597
.509
2
.254
2.480
.112
2.642
4
.661
6.439
.002
1.847
18
.103
418.120
27
99.547
2
49.774
448.666
.000
565.487
2
282.743
2548.684
.000
48.119
4
12.030
108.437
.000
1.997
18
.111
170025.746
27
.712
2
.356
6.720
.007
8.383
2
4.191
79.140
.000
.321
4
.080
1.517
.239
.953
18
.053
269.220
27
.332
2
.166
5.531
.013
8.999
2
4.499
149.975
.000
.370
4
.093
3.086
.042
.540
18
.030
234.420
27
.712
2
.356
6.720
.007
8.383
2
4.191
79.140
.000
.321
4
.080
1.517
.239
.953
18
.053
269.220
27
44
Lampiran 8 Hasil Sidik Ragam Peubah Kepadatan Pucuk Sumber Keragaman Media Air 7 MST Media*Air Galat Total Media Air 8 MST Media*Air Galat Total Media Air 9 MST Media*Air Galat Total Media Air 10 MST Media*Air Galat Total Media Air 11 MST Media*Air Galat Total Media Air 12 MST Media*Air Galat Total Umur
JK
KT
DB
F hitung
Sig.b
141.556
2
70.778
13.271
.000
507.556
2
253.778
47.583
.000
59.556
4
14.889
2.792
.058
96.000
18
5.333
146445.000
27
157.630
2
78.815
17.443
.000
617.852
2
308.926
68.369
.000
188.148
4
47.037
10.410
.000
81.333
18
4.519
174005.000
27
85.852
2
42.926
8.714
.002
684.963
2
342.481
69.526
.000
107.259
4
26.815
5.444
.005
88.667
18
4.926
203074.000
27
649.852
2
324.926
42.795
.000
1735.185
2
867.593
114.268
.000
192.815
4
48.204
6.349
.002
136.667
18
7.593
248484.000
27
281.185
2
140.593
21.089
.000
5273.407
2
2636.704
395.506
.000
36.148
4
9.037
1.356
.288
120.000
18
6.667
317837.000
27
396.741
2
198.370
28.339
.000
4840.074
2
2420.037
345.720
.000
31.926
4
7.981
1.140
.369
126.000
18
7.000
365466.000
27
45
Lampiran 9 Hasil Sidik Ragam Peubah Warna Daun Sumber Keragaman Media Air 7 MST Media*Air Galat Total Media Air 8 MST Media*Air Galat Total Media Air 9 MST Media*Air Galat Total Media Air 10 MST Media*Air Galat Total Media Air 11 MST Media*Air Galat Total Media Air 12 MST Media*Air Galat Total Umur
JK
KT
DB
F hitung
Sig.b
1.556
2
.778
5.250
.016
.889
2
.444
3.000
.075
.889
4
.222
1.500
.244
2.667
18
.148
438.000
27
1.407
2
.704
3.167
.066
3.852
2
1.926
8.667
.002
.593
4
.148
.667
.623
4.000
18
.222
458.000
27
.519
2
.259
1.000
.387
2.741
2
1.370
5.286
.016
.148
4
.037
.143
.964
4.667
18
.259
481.000
27
.963
2
.481
2.600
.102
2.296
2
1.148
6.200
.009
.148
4
.037
.200
.935
3.333
18
.185
549.000
27
2.741
2
1.370
7.400
.005
2.296
2
1.148
6.200
.009
.370
4
.093
.500
.736
3.333
18
.185
551.000
27
4.519
2
2.259
12.200
.000
11.630
2
5.815
31.400
.000
.370
4
.093
.500
.736
3.333
18
.185
675.000
27
46
Lampiran 10 Hasil Sidik Ragam Peubah Bobot Kering Pangkasan Sumber Keragaman Media Air 7 MST Media*Air Galat Total Media Air 8 MST Media*Air Galat Total Media Air 9 MST Media*Air Galat Total Media Air 10 MST Media*Air Galat Total Media Air 11 MST Media*Air Galat Total Media Air 12 MST Media*Air Galat Total Umur
JK
KT
DB
F hitung
Sig.b
.017
2
.009
10.004
.001
.238
2
.119
136.411
.000
.050
4
.013
14.352
.000
.016
18
.001
8.130
27
.038
2
.019
32.673
.000
.224
2
.112
194.250
.000
.040
4
.010
17.327
.000
.010
18
.001
9.570
27
.076
2
.038
20.922
.000
.204
2
.102
56.333
.000
.026
4
.006
3.576
.026
.033
18
.002
16.828
27
.076
2
.038
24.804
.000
.101
2
.050
32.877
.000
.024
4
.006
3.899
.019
.028
18
.002
13.208
27
.004
2
.002
1.427
.266
.152
2
.076
57.728
.000
.055
4
.014
10.334
.000
.024
18
.001
6.815
27
.037
2
.019
15.766
.000
.121
2
.061
51.037
.000
.020
4
.005
4.126
.015
.021
18
.001
6.136
27
47
Lampiran 11 Hasil Sidik Ragam Peubah Bobot Kering Tajuk Umur
12 MST
Sumber JK DB Keragaman Media .020 Air .130 Media*Air .018 Galat .011 Total 29.611
KT
F hitung
Sig.b
2
.010
17.308
.000
2
.065
110.119
.000
4
.004
7.629
.001
18
.001
27
Lampiran 12 Hasil Sidik Ragam Peubah Bobot Kering Akar Umur
12 MST
Sumber JK Keragaman Media Air Media*Air Galat Total
DB
KT
F hitung
Sig.b
.195
2
.097
87.063
.000
2.358
2
1.179
1053.947
.000
.214
4
.053
47.745
.000
.020
18
.001
4.847
27
Lampiran 13 Hasil Sidik Ragam Peubah Panjang Akar Umur
12 MST
Sumber JK DB Keragaman Media 43.007 Air 288.882 Media*Air 12.678 Galat 12.393 Total 3258.590
KT
F hitung
Sig.b
2
21.503
31.231
.000
2
144.441
209.785
.000
4
3.169
4.603
.010
18
.689
27
Lampiran 14 Hasil Sidik Ragam Peubah Efisiensi Penggunaan Air Penyiraman Umur
12 MST
b
Sumber JK DB Keragaman Media 1.747E-6 Air 8.702E-5 Media*Air 8.593E-7 Galat 1.400E-7 Total .001
KT
F hitung
Sig.b
2
8.737E-7
112.333
.000
2
4.351E-5
5594.333
.000
4
2.148E-7
27.619
.000
18
7.778E-9
27
Sig. : Signifikansi. Bila Sig. < 0.05 maka tolak H0 (pengaruh berbeda nyata)
48
49
RIWAYAT HIDUP Penulis di lahirkan di Kediri, Jawa Timur pada tanggal 21 Desember 1992 dari pasangan Bapak Basuki Rakhmat dan Ibu Sri Rejeki, yang merupakan putri kedua dari tiga bersaudara. Penulis menempuh pendidikan sekolah dasar di SD Negeri 1 Sukorejo Kediri, pada tahun 1999-2005. Pendidikan dilanjutkan di SMP Negeri 8 Jember pada tahun 2005-2008 kemudian melanjutkan pendidikan di SMA Negeri 1 Jember pada tahun 2008-2011. Penulis diterima sebagai mahasiswa di Institut Pertanian Bogor pada tahun 2011 melalui jalur SNMPTN Undangan dan diterima di Departemen Arsitektur Lanskap, Fakultas Pertanian. Penulis aktif dalam kegiatan organisasi, pada tahun 2012-2013 penulis menjadi Bendahara dan pada tahun 2013-2014 menjadi Sekretaris Divisi Fund Raising HIMASKAP. Penulis juga aktif dalam mengikuti lomba membaca puisi pada ajang Action yang diadakan Faperta. Pada tahun 2013, penulis menjadi juara 1 dan pada tahun 2014 menjadi juara 2 pada lomba membaca puisi Action. Pada bulan Juli-Agustus 2014 penulis melakukan Kuliah Kerja Profesi (KKP) di Kabupaten Tegal.