PENGARUH FREKUENSI IRIGASI TERHADAP PERTUMBUHAN DAN KUALITAS VISUAL RUMPUT BERMUDA LOKAL (Cynodon dactylon L)
OLEH ARIE EKA PRASETIA RIZKI A24052120
DEPARTEMEN AGRONOMI DAN HORTIKULTURA FAKULTAS PERTANIAN INSTITUT PERTANIAN BOGOR 2010
PENGARUH FREKUENSI IRIGASI TERHADAP PERTUMBUHAN DAN KUALITAS VISUAL RUMPUT BERMUDA LOKAL (Cynodon dactylon L)
Skripsi sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Pertanian pada Fakultas Pertanian Institut Pertanian Bogor
OLEH ARIE EKA PRASETIA RIZKI A24052120
DEPARTEMEN AGRONOMI DAN HORTIKULTURA FAKULTAS PERTANIAN INSTITUT PERTANIAN BOGOR 2010
RINGKASAN ARIE EKA PRASETIA RIZKI. Pengaruh Frekuensi Irigasi terhadap Pertumbuhan dan Kualitas Visual Rumput Bermuda Lokal (Cynodon dactylon L.). (Dibimbing oleh DWI GUNTORO). Penelitian ini dilaksanakan untuk mempelajari pengaruh frekuensi irigasi terhadap beberapa aksesi rumput Bermuda lokal (Cynodon dactylon L.) yang dilaksanakan di Rumah Kaca University Farm IPB, Unit Lapangan Cikabayan, Darmaga, Bogor. Penelitian ini dilaksanakan dari bulan Mei 2009 sampai Oktober 2009. Penelitian ini menggunakan Rancangan Kelompok Lengkap Teracak dengan dua faktor. Faktor pertama ialah frekuensi irigasi yang terdiri atas 5 taraf yaitu frekuensi irigasi tiap 1 hari, 2 hari, 3 hari, 4 hari, dan 5 hari. Faktor kedua ialah aksesi rumput Bermuda lokal yang terdiri atas 3 aksesi yaitu aksesi Cianjur 3, Cianjur 4, dan Tifdwarf. Penelitian ini dilakukan dengan tiga ulangan, sehingga terdapat 45 satuan percobaan. Peubah yang diamati adalah persentase penutupan, panjang akar, bobot kering tajuk, bobot kering akar, rasio bobot kering tajuk dan akar, kerapatan, skor warna, bobot pangkasan, panjang daun, dan lebar daun. Hasil penelitian menunjukan bahwa frekuensi irigasi berpengaruh terhadap persentase penutupan tajuk, panjang akar, skor warna, kepadatan dan bobot hasil pangkasan. Aksesi serta interaksi antara frekuensi irigasi dan aksesi berpengaruh nyata meningkatkan persentase penutupan tajuk. Berdasarkan peubah yang diamati frekuensi irigasi yang menghasilkan pertumbuhan dan kualitas terbaik adalah tiap 3 hari. Rumput bermuda lokal Cianjur 3 dan Cianjur 4 memiliki kualitas dan pertumbuhan yang tidak berbeda dengan rumput introduksi Tifdwarf.
Judul :PENGARUH
FREKUENSI
.PERTUMBUHAN
DAN
IRIGASI
KUALITAS
VISUAL
.BERMUDA LOKAL (Cynodon dactylon L) Nama :Arie Eka Prasetia Rizki NRP
:A24052120
Menyetujui, Dosen Pembimbing
Dwi Guntoro, SP. MSi. NIP : 19700829 199703 1 001
Mengetahui, Ketua Departemen Agronomi dan Hortikultura Fakultas Pertanian, IPB
Dr. Ir. Agus Purwito, M.Sc.Agr NIP : 19611101 198703 1 003
Tanggal lulus :……………….
TERHADAP RUMPUT
RIWAYAT HIDUP
Penulis dilahirkan di Sukabumi, 3 Februari 1987. Penulis merupakan anak pertama dari tiga bersaudara pasangan Bapak Ade Suparman dan Ibu Ikah Atikah. Penulis lulus dari SD Negeri Cinyasag IV pada tahun 1999. Setelah lulus dari SD, penulis melanjutkan sekolah di SLTPN 3 Panawangan dan lulus pada tahun 2002. Pada tahun 2005 penulis lulus dari SMA N 2 Ciamis, kemudian pada tahun yang sama penulis diterima di Institut Pertanian Bogor melalui jalur USMI. Penulis aktif dalam kegiatan berorganisasi, pada tahun 2006-2007 penulis menjadi Ketua Seksi Olahraga dan Seni di Paguyuban Mahasiswa Galuh Ciamis. Pada periode selanjutnya penulis menjalankan amanah sebagai Ketua Umum Himpunan Mahasiswa Agronomi tahun kepengurusan 2007-2008. Selain aktif berorganisasi, penulis juga aktif dalam kegiatan kurikuler sebagai asisten praktikum. Pada semester ganjil Tahun Ajaran 2008/2009 penulis menjadi asisten praktikum mata kuliah Ekologi Pertanian, semester genap Tahun Ajaran 2008/2009 menjadi asisten praktikum mata kuliah Teknik Budidaya Tanaman dan Ilmu Tanaman Perkebunan, dan pada semester ganjil Tahun Ajaran 2009/2010 penulis menjadi asisten praktikum mata kuliah Dasar-dasar Agronomi dan Pengendalian Gulma.
KATA PENGANTAR Puji dan syukur dipanjatkan kehadirat Allah SWT atas segala karuniaNya sehingga penelitian ini dapat diselesaikan. Penelitian ini berjudul “Pengaruh Frekuensi Irigasi terhadap Pertumbuhan dan Kualitas Visual Rumput Bermuda Lokal (Cynodon dactylon L)”. Penelitian ini dilaksanakan untuk memenuhi syarat untuk memperoleh gelar Sarjana di Departemen Agronomi dan Hortikultura, Fakultas Pertanian, Institut Pertanian Bogor. Dalam kesempatan ini penulis ingin menyampaikan terimakasih kepada: 1. Dwi Guntoro, S.P., M.Si selaku pembimbing skripsi atas bimbingannya kepada penulis. 2. Dr. Ir. Munif Ghulamahdi selaku pembimbing akademik atas bantuannya kepada penulis selama perkuliahan. 3. Dr. Ir.Winarso Drajat Widodo,MSc dan Dr. Ir. Eko Sulistiyono,MSi sebagai Penguji atas masukannya. 4. Kedua orang tua atas semua kasih sayang dan dukungan yang diberikan. 5. Kedua adik, Didit dan Neng Dinda atas perhatian dan dukungannya. 6. Teman-teman ”Kampreters”, rekan-rekan AGH 42 dan semua teman penulis yang tidak bisa disebutkan satu per satu. 7. Diah Ayu, Dwi Ari, dan Verdha atas bantuannya selama penelitian. Semoga ini bermanfaat.
Bogor, Januari 2010
Penulis
DAFTAR ISI Halaman PENDAHULUAN ....................................................................................... 1 Latar Belakang ......................................................................................... 1 Tujuan ....................................................................................................... 3 Hipotesis ................................................................................................... 3 TINJAUAN PUSTAKA .............................................................................. 4 Turfgrass ................................................................................................... 4 Kualitas Turfgrass .................................................................................... 4 Irigasi ........................................................................................................ 7 Transpirasi dan Evapotranspirasi ........................................................... 10 BAHAN DAN METODE .......................................................................... 12 Waktu dan Tempat ................................................................................. 12 Bahan dan Alat ....................................................................................... 12 Metode Penelitian ................................................................................... 12 Pelaksanaan ............................................................................................ 13 HASIL DAN PEMBAHASAN .................................................................. 16 Hasil........................................................................................................ 16 Kondisi Umum.................................................................................... 16 Persentase Penutupan Tajuk ............................................................... 17 Panjang Akar ...................................................................................... 19 Kepadatan Pucuk ................................................................................ 20 Panjang Daun ...................................................................................... 21 Lebar Daun ......................................................................................... 22 Skor Warna ......................................................................................... 23 Bobot Kering Tajuk ............................................................................ 25 Bobot Kering Akar ............................................................................. 25 Rasio Bobot Kering Tajuk dan Akar .................................................. 26 Bobot Hasil Pangkasan ....................................................................... 26 Efisiensi Penggunaan Air ................................................................... 27 Pembahasan ............................................................................................ 28 Pertumbuhan Turfgrass ....................................................................... 28 Kualitas Visual.................................................................................... 30 KESIMPULAN DAN SARAN .................................................................. 33 Kesimpulan ............................................................................................. 33 Saran ....................................................................................................... 33 DAFTAR PUSTAKA ................................................................................ 34 LAMPIRAN ............................................................................................... 36
DAFTAR TABEL Nomor
Halaman
1.
Kategori Tekstur Berdasarkan Lebar Daun........................................ 5
2.
Kategori Kerapatan Berdasarkan Jumlah Pucuk ................................ 5
3.
Skor Warna Daun Menggunakan Munsell Color Chart ................... 15
4.
Interaksi Aksesi dan Frekuensi Irigasi terhadap Persentase Penutupan Tajuk ............................................................................... 19
5.
Pengaruh Perlakuan terhadap Panjang Akar .................................... 20
6.
Pengaruh Perlakuan terhadap Kepadatan Pucuk .............................. 21
7.
Pengaruh Perlakuan terhadap Panjang Daun ................................... 22
8.
Pengaruh Perlakuan terhadap Lebar Daun ....................................... 23
9.
Pengaruh Perlakuan terhadap Skor Warna ....................................... 25
10. Pengaruh Perlakuan terhadap Bobot Kering Tajuk, Bobot Kering Akar, dan Rasio Bobot Kering Tajuk dan Akar ................... 26 11. Pengaruh Perlakuan terhadap Bobot Pangkasan .............................. 27 12. Pengaruh Perlakuan terhadap Efisiensi Penggunaan Air ................. 27
DAFTAR GAMBAR Nomor
Halaman
1.
Dokumentasi Penanaman Rumput Bermuda ................................... 13
2.
Serangan Antonina graminis pada Rumput Bermuda ...................... 17
3.
Grafik Pengaruh Aksesi terhadap Persentase Penutupan Tajuk ...... 17
4.
Grafik Pengaruh Frekuensi Irigasi terhadap Persentase Penutupan Tajuk............................................................................... 18
5.
Pengaruh Aksesi dan Frekuensi Irigasi terhadap Panjang Akar ...... 20
6.
Pengaruh Aksesi dan Frekuensi Irigasi terhadap Skor Warna ......... 24
DAFTAR LAMPIRAN Nomor
Halaman
1.
Kriteria untuk Penggunaan Air Irigasi berdasarkan Konduktivitas ............................................................................ 37
2.
Klasifikasi Umum Air Berbahaya yang Mengandung Sodium Berdasarkan Nilai Sodium Adsoption Ratio (SAR) .... 37
3.
Klasifikasi Klor pada Air Irigasi ............................................... 37
4.
Analisis Ragam Persentase Penutupan Tajuk ........................... 38
5.
Analisis Ragam Panjang Akar .................................................. 40
6.
Analisis Ragam Kepadatan Pucuk ............................................ 41
7.
Analisis Ragam Panjang Daun dan Lebar Daun ....................... 42
8.
Analisis Ragam Skor Warna Daun ........................................... 43
9.
Analisis Ragam Bobot Kering Tajuk, Bobot Kering Akar, dan Rasio Bobot Kering Tajuk dan Akar .................................. 44
10. Analisis Ragam Bobot Hasil Pangkasan ................................... 45 11. Denah Penelitian ....................................................................... 45 12. Uji Korelasi Antar Peubah ........................................................ 46
PENDAHULUAN Latar Belakang Turfgrass ialah tanaman ornamental berupa rumput yang banyak digunakan di lapangan olah raga atau tempat rekreasi, bahkan dapat digunakan sebagai pencegah erosi. Selain itu, turfgrass menjadi semakin digemari karena banyak pekarangan rumah yang membutuhkan tanaman tersebut sebagai penutup tanah (ground cover) disamping untuk menambah estetika. Pengelolaan turfgrass yang intensif menyebabkan banyak orang tertarik untuk mempelajari dan mengusahakannya. Perkembangan industri turfgrass dimulai di Amerika Serikat setelah perang dunia kedua berakhir. Dengan populasi penduduk yang tinggi, hampir tiap pekarangan rumah memiliki halaman yang ditanami turfgrass atau rumput. Setelah itu mulai berkembang digunakan sebagai sarana rekreasi seperti taman kota atau taman rekreasi lainnya. Dengan maraknya penggunaan turfgrass, banyak sarana olah raga mulai menggunakan turfgrass untuk meningkatkan kualitas lapangan yang digunakan seperti golf, sepak bola, base ball, dan banyak lagi kegiatan olah raga lainnya (Emmons, 2000). Tidak hanya di Amerika, di Indonesia pun turfgrass marak digunakan. Sebanyak 180 lapangan golf tersebar di seluruh Indonesia (Hariwono, 2008), dengan luas rata-rata 70 ha (Zufrizal, 2008). Tidak hanya lapangan golf, banyak sarana lain di Indonesia menggunakan turfgrass sebagai pendukung sarana olah raga dan rekreasi. Seiring dengan meningkatnya permintaan terhadap sarana tersebut, kualitas turfgrass harus ditingkatkan agar tercapai kepuasan konsumen yang menggunakannya. Berbagai teknik budidaya dilakukan agar kualitas turfgrass tetap
tinggi.
Seperti
pemilihan
spesies
yang
digunakan,
pemupukan,
pemangkasan, pengaturan irigasi, dan berbagai tindakan budidaya lainnya. Berbagai tindakan budidaya dilakukan untuk menjaga kualitas tanaman, tetapi biaya produksi dapat ditekan contohnya penggunaan cendawan Mikoriza dan bakteri Azospririlum untuk menurunkan dosis pemupukan yang tinggi pada turfgrass seperti penelitian yang telah dilakukan oleh Guntoro (2003). Banyak
2
penelitian lain yang dikembangkan agar dapat menurunkan biaya produksi dan pengelolaan, namun tetap memperhatikan pertumbuhan dan kualitas turfgras yang dikelola. Pengaturan irigasi ialah salah satu teknik budidaya yang penting untuk dipelajari dalam manajemen turfgrass. Untuk menjaga kualitas tanaman yang dikelola secara intensif dalam areal wilayah yang luas, irigasi dapat menjadi faktor yang meningkatkan biaya produksi. Terdapat berbagai masalah ketika volume kebutuhan air tinggi dan kualitas air yang bagus, tidak tercemar logam berat atau zat toksik lainnya karena dapat menurunkan kualitas tanaman yang dikelola. Masalah lain dapat timbul ketika disekitar areal pertanaman tidak terdapat sumber air yang dapat dipakai, tentu akan menambah faktor yang menaikkan biaya pengelolaan, harus membeli air dari produsen air agar didapat kualitas air yang bisa digunakan untuk tanaman. Biaya transportasi meningkat ketika sumber air atau lokasi pengambilan air jauh dari lokasi penanaman rumput. Menurut Emmons (2000) tingkat kebutuhan air yang dibutuhkan dari turfgrass bergantung pada keadaan atmosfer. Kelembaban relatif, sinar matahari, dan angin dapat meningkatkan tingkat transpirasi. Dalam kondisi yang panas, kering, dan berangin, 1 acre atau setara dengan 4 046.9 m2 turfgrass dapat menghabiskan 38 000 liter air. Sebanyak 90% air diambil dari akar dapat hilang melalui stomata. Tanaman membutuhkan 2 280 - 2 660 liter air untuk memproduksi 1 pound setara dengan 453.5924 gram berat kering. Selain itu jumlah air yang dibutuhkan bergantung pada spesies dan atau kultivar, kedalaman akar, iklim, tingkat perawatan (biaya perawatan), intensitas digunakan nya lahan turfgrass tersebut, tenis tanah, dan kualitas rumput yang diinginkan. Seperti yang telah dilaporkan oleh Yasmita (2007), untuk satu lapangan golf di Jababeka Golf Country Club saja kebutuhan rata-rata penyiraman air per bulan dapat menghabiskan 30 000 m3 – 109 000 m3. Hal tersebut menunjukkan tingginya penggunaan air dalam pemeliharaan turfgrass di lapangan golf. Ketika pengelola menginginkan kualitas turfgrass yang tinggi, terkadang dilakukan penyiraman dengan frekuensi tinggi. Namun hal tersebut menjadi masalah karena dapat meningkatkan biaya produksi. Jika irigasi dilakukan dengan
3
menggunakan program komputer, biaya akan meningkat seiring dengan penggunaan listrik dan volume air yang digunakan. Frekuensi irigasi yang tinggi tidak dibenarkan dalam mengelola tanaman. Selain akan timbul serangan penyakit, akan banyak air yang terbuang dalam bentuk perkolasi, evaporasi, dan run off. Dari berbagai alasan di atas diketahui bahwa pengaturan frekuensi irigasi ialah salah satu faktor penting dalam pengelolaan turfgrass. Dengan menentukan frekuensi irigasi yang tepat, manajer turfgrass/superintendent dapat menurunkan biaya pengelolaan tanpa menurunkan pertumbuhan dan kualitas dari turfgrass yang akan digunakan/dikelola.
Tujuan Penelitian ini bertujuan untuk mempelajari pengaruh frekuensi irigasi terhadap pertumbuhan dan kualitas pada tiga jenis rumput bermuda.
Hipotesis 1. Terdapat frekuensi irigasi yang paling efisien untuk menghasilkan pertumbuhan dan kualitas yang baik pada turfgrass. 2. Setiap aksesi memiliki respon yang berbeda terhadap frekuensi irigasi.
TINJAUAN PUSTAKA Turfgrass Menurut Emmons (2000) tufgrass ialah tanaman penutup tanah dalam fase vegetatif yang dapat menahan pengunaan yang keras dan menyediakan permukaan yang ideal untuk lapangan olah raga dan berbagai fasilitas rekreasi. Turfgrass memberikan tujuan fungsional dengan mencegal erosi tanah, selain itu pula memiliki tujuan estetik. Turgeon (2004) menyatakan turfgrass ialah tanaman yang bentuknya menutupi permukaan lahan, dilakukan pemangkasan (mowing) yang teratur dan permukaannya dapat digunakan sebagai area rekreasi atau olahraga bahkan sebagai penstabil tanah (pencegah erosi). Istilah turf dan turfgrass memiliki arti yang berbeda, turfgrass diartikan sebagai suatu komunitas dari tanaman rumput, sedangkan turf diartikan sebagai level yang lebih tinggi dari organisasi ekologikal dengan memasukan bagian dari media dimana turfgrass itu tumbuh.
Kualitas Turfgrass Emmons (2000) mengukur kualitas turfgrass dari empat karakter diantaranya ialah warna, tekstur, kerapatan, dan keseragaman. Warna ialah jumlah cahaya yang dipantulkan oleh turfgrass. Banyak orang menyukai warna hijau tua daripada hijau-kuning. Tetapi orang-orang eropa lebih menyukai warna hijau yang cerah. Kekurangan warna dapat disebabkan oleh defisiensi nitrogen, kekeringan, stres suhu, serangan hama dan penyakit, atau segala jenis kerusakan lainnya. Beberapa spesies dan varietas secara normal memiliki warna hijau terang. Kekurangan warna hijau tidak dapat diartikan bahwa turfgrass tidak sehat. Tekstur ialah ukuran dari lebar daun. Rumput yang memiliki tekstur yang baik ialah rumput yang memiliki daun yang menyempit. Rumput tersebut tampil lebih atraktif atau menarik dari rumput bertekstur kasar dengan daun yang lebar. Pemangkasan yang pendek dan menaikkan kerapatan menghasilkan daun yang lebih sempit (Emmons, 2000). Beard (1973) mengkategorikan tekstur ke dalam lima kategori (Tabel 1).
5
Tabel 1. Kategori Tekstur Berdasarkan Lebar Daun Kategori Tekstur Sangat halus Halus Sedang Kasar Sangat kasar
Lebar Daun (mm) <1 1-2 2-3 3-4 >4
Sumber: Beard, 1973.
Kerapatan diartikan sebagai jumlah pucuk per satuan luas. Kerapatan juga merupakan ukuran dari kemampuan rumput untuk menyesuaikan diri di berbagai kondisi. Beard (1973) menggolongkan kerapatan berdasarkan jumlah pucuk per cm2 (Tabel 2). Di lapangan sepak bola, kerapatan rumput akan berkurang jika pemakaiannya tidak baik atau tidak wajar. Kerapatan yang tinggi tidak dapat dikatakan bahwa spesies tersebut tidak tahan terhadap penyakit atau stress yang lain. Praktik perawatan yang tidak sesuai merupakan penyebab umum kerapatan yang rendah (Emmons, 2000).
Tabel 2. Kategori Kerapatan Berdasarkan Jumlah Pucuk Kategori Kerapatan
Jumlah Pucuk per cm2
Tinggi Sedang Rendah
>200 100-200 <100
Sumber: Beard, 1973.
Indikator terakhir untuk menentukan kualitas turfgrass yang diterangkan Emmons (2000) ialah keseragaman. Keseragaman ialah warna, tekstur, dan kerapatan. Penampilan yang menarik memiliki keseragaman dan penampilan yang konsisten. Turgeon menambahkan faktor yang mempengaruhi kualitas turfgrass yaitu kebiasaan tumbuh (growth habit) dan kelembutan (smothness) (Turgeon, 2004). Kebiasaan tumbuh (growth habit) menjelaskan tipe dari pertumbuhan pucuk dalam setiap turfgrass. Ada tiga tipe dasar, yaitu tipe bunch, rhizomatous, dan stoloniferous (Turgeon, 2004).
6
Kelembutan
(smoothness)
ialah
kemampuan
permukaan
yang
mengakibatkan kualitas visual dan kemampuan turfgrass untuk dapat digunakan. Kelembutan dapat diketahui dengan mengamati lebar daun. Kualitas fungsional dari turfgrass ditentukan tidak hanya dengan karakter visual saja, tetapi dengan karakteristik lain seperti ketegaran (rigidity), elastisitas, gaya pegas (resiliency), jarak gelindingan bola (ball roll), hasil (yield), verdure, perakaran, dan kemampuan recovery (Turgeon, 2004). Ketegaran ialah daya tahan dari daun turfgrass terhadap tekanan dan berhubungan dengan ketahanan dari penggunaan turf. Hal ini dipengaruhi oleh komposisi kimia dari jaringan tanaman, air, suhu, ukuran tanaman, dan kerapatan. Ketegaran yang baik adalah rumput cepat tegak kembali (Turgeon, 2004). Elastisitas ialah kecenderungan dari daun turfgrass untuk kembali seperti semula setelah gaya tekan yang diberikan diangkat. Elastisitas turfgrass menurun secara dramatik ketika tanaman membeku. Hal itu diakibatkan oleh tekanan turgor dari tanaman menurun (Turgeon, 2004). Gaya pegas ialah kapasitas dari turfgrass untuk meredam kejutan/tekanan tanpa mengubah dari karakteristik permukaan. Gaya pegas dipengaruhi oleh daun dan pucuk lateral (Turgeon, 2004). Ball roll ialah jarak rata-rata bola menggelinding yang dilepaskan pada permukaan
turfgrass.
Peralatan
mekanik
diperlukan
agar
bola
dapat
menggelinding dengan kecepatan yang konsisten untuk mendapatkan pengukuran yang dapat dipercaya (Turgeon, 2004). Hasil (yield) ialah jumlah dari potongan yang diakibatkan oleh pemangkasan. Hal ini merupakan indikasi dari pertumbuhan turfgrass yang dipengaruhi oleh pemupukan, irigasi, dan teknik budidaya lainnya sebaik faktor lingkungan normal. Penggunaan berlebihan dari pupuk khususnya nitrogen dapat mengakibatkan hasil (yield) tinggi yang berlebihan dengan disertai perakaran dangkal, menurunkan toleransi terhadap stress, dan meningkatkan timbulnya penyakit, dan kerasnya daun turfgrass (severity) (Turgeon, 2004). Perakaran ialah jumlah akar yang tumbuh jelas pada saat musim tumbuh. Banyaknya akar putih memperpanjang kedalaman beberapa inchi yang mengindikasikan perakaran yang disukai. Perakaran dapat diperkirakan dengan
7
cara visual, yaitu mencabut rumput menggunakan alat pemeriksa tanah (soil probe) atau pisau, tanah dibuka agar dapat terlihat perakaran tanaman. Perakaran yang baik memiliki akar yang panjang dan menyebar pada media tanam. Perakaran yang berada di daerah dekat dengan permukaan kurang baik untuk pertumbuhan (Turgeon, 2004). Kemampuan recovery ialah kemampuan turfgrass untuk memulihkan diri dari kerusakan yang disebabkan oleh penyakit, serangga, dan penggunaan lapangan. Kemampuan recovery bervariasi dalam beberapa genotipe dan sangat kuat dipengaruhi oleh teknik budidaya dan kondisi lingkungan. Umumnya, kondisi yang cocok untuk pertumbuhan dari turfgrass juga cocok bagi kemampuan pulih kembali dari kerusakan (Turgeon, 2004).
Irigasi Irigasi didefinisikan oleh Christians (2004) sebagai proses pemberian air tambahan ketika jumlah air hujan tidak mencukupi keperluan tanaman. Keperluan untuk irigasi bervariasi pada daerah iklim. Pekarangan rumah, parkiran, halaman sekolah, kuburan, dan golf course yang rendah pemeliharaan sering dirawat tanpa tambahan air dari yang diterima dari air hujan. Bahkan di daerah humid, kadang irigasi selalu dibutuhkan untuk menjaga kualitas tinggi turfgrass. Sistem irigasi otomatis biasa digunakan di golf courses, lapangan atletik, sepak bola, dan daerah lain yang dikelola secara intensif. Kegiatan pengairan dengan frekuensi yang tepat juga merupakan bagian yang penting dalam manajemen turfgrass. Hal ini bukan jawaban yang sederhana, dan frekuensi akan bervariasi dengan kondisi lokal dimana turfgrass dikelola. Jika dilakukan terlalu sering, selain meningkatkan biaya pengelolaan, hal tersebut juga dapat mengakibatkan perakaran yang dangkal pada tanaman. Irigasi yang baik ialah pemberian air yang sesuai dengan kebutuhan tanaman (Christians, 2004). Mekanisme yang mengakibatkan kedalaman rumput dalam responnya terhadap embun di tanah/ketersediaan air di tanah ialah hormon tanaman yang disebut asam absisat (ABA). Kondisi tanah yang kering menghasilkan ABA dalam akar yang kemudian ditranslokasikan ke daun. ABA menyebabkan stomata
8
menutup dan pucuk lambat bertumbuh. Lambatnya pertumbuhan pucuk menghasilkan banyak karbohidrat ditranslokasikan ke akar, menghasilkan akar lebih dalam, dan sistem perakaran yang ekstensif (Christians, 2004). Kegiatan penyiraman hingga air mencapai kedalaman tanah yang dalam dan tidak teratur juga tidak cocok untuk semua kondisi. Kegiatan penyiraman akan memboroskan air yang seharusnya diberikan ke sistem perakaran. Tanah liat memiliki tingkat infiltrasi rendah sehingga tidak memungkinkan untuk mengairi tanah hingga dalam (Christians, 2004). Terkadang
beberapa
penyakit
didukung
oleh
kedalaman
dan
ketidakteraturan aplikasi pengairan (Vargas, 1981 dalam Christians, 2004). Hal itu dapat mengakibatkan akar turfgrass sering mendangkal. Kondisi permukaan turfgrass yang kering akan berkontribusi pada serangan penyakit. Pada situasi ini cocok untuk melakukan jadwal pengairan yang lebih sering. Waktu pemberian air merupakan salah satu bagian yang penting dari manajemen turfgrass. Waktu aplikasi yang tepat harus dikembangkan terus sejalan dengan pengalaman. Hal ini membutuhkan pengamatan ke tanaman dan evaluasi kondisi tanah yang cermat. Bermacam-macam alat mekanik dan elektronik telah dikembangkan agar dapat membantu manajer turfgrass untuk menentukan kapan turf harus diirigasi. Beberapa tipe alat penyelidik tanah elektronik yang dimasukkan ke dalam tanah menghasilkan perkiraan ketersediaan air (Christians, 2004). Kondisi berlebihan air di kanopi dapat menyebabkan perkembangan penyakit. Pengairan di malam hari akan menjaga kanopi basah pada waktu yang lama dan akan dihindari jika memungkinkan. Kegiatan pengairan yang dilakukan sepanjang hari akan mengakibatkan permukaan kering dengan cepat, tetapi dapat meningkatkan biaya pengairan karena kehilangan dari evapotranspirasi. Kehilangan air akibat evapotranspirasi akan lebih rendah, dan kanopi akan kering lebih cepat pada pagi hari (Christians, 2004). Penggunaan air sering menjadi faktor utama yang menentukan kapan irigasi harus diaplikasikan. Pada padang golf, pengairan malam biasa diperlukan untuk mencegah gangguan ketika bermain. Para agronomis menentukan waktu penyiraman terbaik pada saat pagi hari (Christians, 2004).
9
Beard (1973) menyatakan bahwa irigasi sangat penting untuk mendukung pertumbuhan turfgrass. Air dibutuhkan tanaman untuk proses fotosintesis, sebagai pelarut atau katalis dalam proses metabolisme yang terjadi dalam sel hidup. Selain itu air berfungsi sebagai media transport atau pelarut oleh nutrisi tanaman, bahan organik, dan saluran masuk untuk gas dan bergerak masuk ke jaringan turfgrass. Air juga berfungsi sebagai penstabil suhu tanaman untuk menghindari kerusakan yang diakibatkan oleh perubahan suhu. Emmons (2000) menyatakan bahwa irigasi dalam volume yang tinggi sekali atau dua kali selama seminggu merupakan paling baik. Jumlah air yang dibutuhkan tanaman dapat disimpan oleh tanah di zona perakaran. Pemberian air setiap hari biasanya tidak disarankan jika permukaan tanah selalu berembun, perakaran akan terus berada di dekat permukaan tanah. Beberapa inchi di bawah permukaan tanah disarankan agar tetap kering sehingga memaksa akar tanaman untuk tumbuh lebih dalam untuk mencari air. Akar rumput yang dekat permukaan tanah lebih lemah, lebih rentan terhadap stress dan kerusakan. Pemberian air yang terlalu sering dapat menimbulkan penyakit dan gulma. Ketika permukaan tanah terus basah, benih gulma berkecambah dengan cepat. Tetapi, irigasi yang sering dapat dilakukan di tempat yang membutuhkan perawatan yang intensif seperti di putting greens. Bauder, et.al. (2009) menyatakan kualitas air sangat diperhatikan untuk menjaga kualitas turfgrass yang superior. Kualitas air yang buruk dapat mengakibatkan kerusakan yang serius pada jaringan tanaman dan berakibat meningkatnya biaya perawatan tanaman. Oleh karena itu dibutuhkan banyak informasi tentang kualitas air. Para peneliti menggunakan beberapa kategori seperti salinity hazard – total garam terlarut (Lampiran 1), sodium hazard – proporsi relative ion sodium (Na+) terhadap kalsium (Ca2+) dan magnesium (Mg2+) (Lampiran 2), pH, alkalinity – karbonat dan bikarbonat, spesifik ion seperti klor (Cl) (Lampiran 3), sulfate (SO42-), boron (B), dan nitrat-nitrogen (NO3N).
10
Transpirasi dan Evapotranspirasi Beard (1973) menyatakan bahwa sebagian besar kehilangan air ketika transpirasi terjadi melalui daun, meskipun ada beberapa yang terjadi lewat bagian tanaman yang berhubungan langsung dengan atmosfer. Ada dua tipe transpirasi yaitu cuticular transpiration dan stomatal transpiration. Cuticular transpiration ialah proses kehilangan air pada tanaman melalui lapisan kutikula. Pada cuticular transpiration sebagian besar air hilang oleh evaporasi dari sel epidermal daun ketika stomata tertutup. Stomatal transpiration ialah proses kehilangan air pada tanaman melalui lubang stomata. Pada stomatal transpiration, stomata ialah struktur penting yang memfasilitasi pertukaran gas karbon dioksida dan oksigen menjadi vital untuk proses fotosintesis. Keuntungan dari transpirasi ialah mendinginkan tanaman dari efek yang dihasilkan oleh proses evaporasi. Transpirational cooling atau proses pendinginan pada transpirasi dapat diartikan apakah tanaman hidup atau mati ketika suhu udara mendekati tingkat mematikan. Tingkat transpirasi yang tinggi berkorelasi negatif dengan terjadinya penyakit pada turfgrass seperti brown patch (Beard, 1973). Christians (2004) menyatakan bahwa evapotranspirasi merupakan salah satu faktor yang menentukan kebutuhan tanaman terhadap air. Istilah ini berasal dari dua kata. Evaporasi berarti proses kehilangan air dari permukaan tanah. Transpirasi ialah proses kehilangan air dari tanaman. Pada turf, permukaan tanah biasanya ditutupi oleh tajuk tanaman dan banyak air hilang disebabkan oleh transpirasi. Ada beberapa hal yang mempengaruhi evapotranspirasi. Salah satunya ialah spesies rumput. Rumput musim panas memiliki tingkat ET lebih rendah dibandingkan dengan rumput musim dingin (Casnoff dalam Christians, 2004). Rumput musim dingin membutuhkan air sekitar tiga kali lebih banyak untuk memproduksi bobot kering dari fotosintesis dibandingkan rumput musim panas (Hull dalam Christians, 2004). Christians (2004) menyatakan kelembaban juga faktor penting yang menentukan ET. Kehilangan air dari transpirasi terjadi karena gradient yang ada antara kelembaban sel di dalam tanaman dan tingkat kelembaban di lingkungan sekitar. Suhu juga memainkan peran penting pada kehilangan air akibat evaporasi.
11
Peningkatan suhu mengakibatkan evaporasi tinggi. Efek dari suhu pada transpirasi sedikit lebih kompleks. Suhu tinggi dapat memicu penutupan stomata yang dapat membantu menghemat air. Tetapi suhu tinggi membutuhkan jumlah air lebih banyak untuk irigasi. Angin ialah faktor penting dalam hal kehilangan air. angin mengganggu boundary layer dan meningkatkan jumlah kehilangan air. Faktor terakhir yang mempengaruhi ET ialah resistensi tajuk. Faktor seperti kepadatan pucuk, orientasi daun, luas daun, dan tingkat pertumbuhan dapat mempengaruhi resistensi terhadap kehilangan air dari tajuk. Beard (1973) menyatakan evaporasi dari panikel yang terbuka tidak dapat digunakan sendiri untuk memperkirakan kehilangan air dari area turf. Angka yang dihasilkan harus disesuaikan menggunakan koefisien tanaman (Kc). Koefisien ini biasanya kurang dari 1.0. ETturf = (Kc) (pan evaporation). Kc bervariasi tergantung spesies rumput dan lokasi. Perkiraan untuk pertumbuhan spesies rumput di suatu wilayah bisa diperoleh dari meteorologis atau dari layanan penyuluhan. Tingkat kebutuhan air pada turf rata-rata sekitar 0.1 sampai 0.3 inchi per hari (Beard, 1973), tetapi Shearman dalam Christians (2004) menyatakan turf biasanya membutuhkan 1 hingga 1.5 inchi air per minggu untuk kondisi perawatan normal. Kebutuhan air ini dapat dipenuhi dari air hujan, irigasi, atau kombinasi dari keduanya. Kondisi lokal dapat mempengaruhi kebutuhan dimana lebih atau kurang jumlah air yang dibutuhkan oleh tanaman. Turf menggunakan hanya 1% jumlah air ini untuk pertumbuhan dan perkembangannya.
BAHAN DAN METODE Waktu dan Tempat Penelitian ini dilaksanakan pada bulan Mei 2009 sampai dengan pertengahan Oktober 2009 di rumah kaca yang terletak di Kebun Percobaan Cikabayan, Kampus IPB Darmaga, Bogor.
Bahan dan Alat Bahan yang digunakan pada penelitian ini ialah bahan tanaman aksesi Cianjur 3, Cianjur 4, dan Tifdwarf sebagai kontol. Selain itu juga pupuk majemuk Urea, KCL dan SP-18. Untuk alat, penelitian ini membutuhkan rumah kaca, pot, saringan tanah, gembor, cangkul, kuadran 10 cm x 10 cm, munsell colour chart, timbangan, dan penggaris.
Metode Penelitian Rancangan yang digunakan dalam penelitian ini ialah Rancangan Kelompok Lengkap Teracak dengan dua faktor perlakuan. Faktor pertama ialah frekuensi irigasi yang terdiri atas lima taraf yaitu tiap satu hari (F1), tiap dua hari (F2), tiap tiga hari (F3), tiap empat hari (F4), dan tiap lima hari (F5). Faktor kedua yaitu aksesi rumput bermuda yang terdiri atas tiga aksesi yaitu Cianjur 3 (C3), Cianjur 4 (C4), dan Tifdwarf (T). Percobaan ini menggunakan tiga ulangan, sehingga terdapat 45 satuan percobaan. Model linier rancangan percobaan yang digunakan adalah sebagai berikut: Yijk
= μ + τi + βj + ∂k+ εijk
Yijk
= respon pengamatan faktor 1 perlakuan ke-i, faktor 2 perlakuan ke-j, ulangan ke-k
μ
= nilai tengah umum
τi
= pengaruh faktor 1 perlakuan ke-i
βj
= pengaruh faktor 2 perlakuan ke-j
∂k
= ulangan ke-k
εijk
= pengaruh galat percobaan
13
τ1 = frekuensi satu hari sekali aksesi
β1 = Cianjur 3
τ2 = frekuensi dua hari sekali aksesi
β2 = Cianjur 4
τ3 = frekuensi tiga hari sekali
β3 = Tifdwarf
τ4 = frekuensi empat hari sekali τ5 = frekuensi lima hari sekali Selanjutnya pengolahan data dilakukan dengan uji F. Uji beda nilai tengah menggunakan DMRT.
Pelaksanaan Pelaksanaan penelitian ini dimulai dengan mempersiapkan media tanam yang digunakan untuk menanam Sod atau turfgrass yang berupa lempengan. Media tanam yang digunakan ialah tanah (top soil). Pasir digunakan sebagai campuran media tanam untuk meningkatkan aerasi dan perkolasi dengan tujuan air bisa berada di bagian tanah yang lebih dalam agar perakaran turfgrass dalam (Johns, 2004). Penanaman dilakukan dengan cara menanam (transplant) sod atau lempengan turfgrass yang berukuran 10cm x 10 cm di atas media tanam. Lempengan tersebut diletakkan tepat di tengah pot (Gambar 1).
Gambar 1. Dokumentasi Penanaman Rumput Bermuda
Pemupukan dilakukan dengan dosis 0.5 kg N + 1.5 kg P2O5 + 0.5 g K2O per bulan per 100 m2. Pupuk dengan dosis 0.35 gram N/pot + 1.06 gram P2O5 + 0.35 gram K2O/pot dicampurkan ke dalam 500 ml air kemudian disiramkan ke dalam pot.
14
Penyiraman dilakukan sesuai dengan perlakuan yang diberikan kepada tiap tanaman. Frekuensi irigasi yang digunakan ialah tiap satu hari, dua hari, tiga hari, empat hari, dan lima hari. Jumlah air yang diberikan kepada tiap tanaman ialah 0.5 liter per pot. Kegiatan ini dilakukan dengan menggunakan gembor atau alat siram lainnya. Pemeliharaan dilakukan setiap hari seperti pengendalian gulma, dan pemberian pasir di atas tanaman rumput (topdressing), pengendalian hama dan pemangkasan. Hama yang menyerang tanaman pada penelitian ini adalah serangga Antonina graminis pada 8 MST sampai 12 MST. Hama ini dikendalikan dengan insektisida berbahan aktif Dimehipo 400 g/l dengan konsentrasi 0.2%.
Pengamatan Peubah yang diamati antara lain: 1. Persentase penutupan Luas permukaan yang telah tertutupi oleh tajuk dibandingkan dengan luas total media tanam. Luas permukaan dihitung menggunakan metode grid. 2. Panjang akar Panjang akar diukur dari pangkal akar sampai ujung akar yang paling panjang. Peubah ini diamati pada akhir penelitian. 3. Bobot kering tajuk Bobot kering tajuk diukur dari pangkal akar sampai pucuk tanaman paling tinggi. Tajuk dioven selama 48 jam dengan suhu 60°c. Tajuk yang sudah memiliki bobot kering yang stabil ditimbang menggunakan neraca digital. Peubah ini diamati pada akhir penelitian. 4. Bobot kering akar Bobot kering akar yang diukur dari batas akar dengan tajuk sampai akar yang paling panjang. Akar dioven selama 48 jam dengan suhu 60°c. Akar yang sudah memiliki bobot kering yang stabil ditimbang menggunakan neraca digital. Peubah ini diamati pada akhir penelitian. 5. Rasio bobot kering tajuk dan akar Rasio tajuk dan akar dihitung dengan membandingkan bobot kering tajuk dengan bobot kering akar (BK tajuk/BK akar).
15
6. Kepadatan pucuk Kepadatan pucuk dihitung setelah tanaman menutupi seluruh permukaan media tanam dengan menggunakan kuadran 10 cm x 10 cm. Kepadatan pucuk ialah jumlah pucuk yang terdapat di dalam kuadran. Pucuk yang dihitung ialah pucuk yang memiliki minimal tiga lembar daun. 7. Skor warna Skor warna merupakan salah satu indikator yang menentukan kualitas turfgrass yang baik. Peubah ini diukur dengan menggunakan Munsell Colour Chart. Warna daun diberi skor warna menggunakan Munsell Color Chart (berdasarkan tingkat kecerahan warna daun) ditunjukan pada Tabel 3. Tabel 3. Skor Warna Daun Menggunakan Munsell Color Chart No 1 2 3 4 5 6
Kode Munsell Color Chart 2.5 GY P 9/6 2.5 GY B.1 8/9 2.5 GY L.3 7.5/6 2.5 GY L.4 6/6.5 2.5 GY DI.3 5/6.5 2.5 GY DI.4 4/6
Skor Warna 1 2 3 4 5 6
Warna
8. Bobot pangkasan Bobot pangkasan diambil dari tajuk yang dipangkas pada tiap minggunya. 9. Panjang daun Panjang daun diamati tiap minggunya secara acak. Panjang daun diamati dari pangkal daun sampai ujung daun. Panjang daun yang diamati ialah panjang daun ketiga dari atas. 10. Lebar daun Sama seperti panjang daun, lebar daun diamati tiap minggunya secara acak dengan menggunakan jangka sorong digital. Lebar daun dihitung tepat ditengah tengah daun. Lebar daun yang diamati ialah lebar daun ketiga dari atas.
HASIL DAN PEMBAHASAN
Hasil Kondisi Umum Penelitian dilaksanakan pada bulan Mei 2009 sampai Oktober 2009. Suhu rata-rata harian pada siang hari di rumah kaca selama penelitian 41.67˚C, dengan kelembaban udara rata-rata pada siang hari 66.58%. Suhu yang tinggi menyebabkan media tanaman cepat kering. Kelembaban yang cukup tinggi menyebabkan kondisi yang cocok untuk pertumbuhan organisme pengganggu tanaman. Pada 8 MST sampai 12 MST, terdapat serangan hama Antonina graminis dari ordo Hemiptera, famili Pseudococcidae. Hama tersebut menyerang pertanaman di bagian crown (Gambar 2). Hama Antonina graminis banyak menyerang pertanaman dengan frekuensi penyiraman yang tinggi, namun serangan tersebut tidak mempengaruhi kondisi pertumbuhan rumput. Pada 8 MST sampai 12 MST, persentase penutupan tajuk terus meningkat (Gambar 3). Hal itu menunjukan bahwa serangan Antonina graminis tidak mengganggu kondisi pertanaman rumput. Pengendaliannya menggunakan insektisida berbahan aktif Dimehipo 400 g/l dengan konsentrasi 0.2% sehingga serangan Antonina graminis tidak mengganggu pelaksanaan penelitian. Pertumbuhan rumput bermuda selama penelitian secara umum cukup baik. Gulma yang terdapat pada penelitian ini adalah Imperata cylindrica, Amaranthus sp, Cyperus sp, dan Portulca olerace. Karena gulma ini muncul secara spot, dan tidak terlalu banyak, maka pengendalian gulma cukup dengan mencabut gulma menggunakan tangan. Dalam penelitian ini, rumput ditanam menggunakan pot, sehingga gulma yang tumbuh tidak banyak.
17
Gambar 2. Serangan Antonina graminis pada Rumput Bermuda Persentase Penutupan Tajuk Aksesi berpengaruh terhadap persentase penutupan tajuk (Lampiran 4). Tajuk rumput bermuda lokal aksesi Cianjur 3 menutup 91.5% pada 16 MST. Rumput Tifdwarf 96.2% dan Cianjur 4 tajuknya menutup 95.5%. Gambar 3 menunjukan semua aksesi rumput bermuda menutup 100% permukaan pada 20 MST. Pada satu sampai lima MST rumput Cianjur 3, Cianjur 4 dan Tifdwarf memiliki kecepatan penutupan tajuk yang rendah. Kecepatan penutupan tajuk meningkat terjadi pada lima sampai 15 MST.
Persentase Penutupan Tajuk
120 100 80 C3
60 40
C4
20
T C5
0 0
5
10
15
20
25
Minggu Setelah Tanam
Gambar 3. Grafik Pengaruh Aksesi terhadap Persentase Penutupan Tajuk
18
Frekuensi irigasi memberikan pengaruh terhadap persentase penutupan tajuk. Gambar 4 menunjukkan bahwa perlakuan frekuensi tiap 1 hari tajuknya menutup 100% pada 11 MST, dan persentase penutupan tajuk paling rendah ditunjukkan oleh perlakuan frekuensi tiap 5 hari yang menutup pada 20 MST. Frekuensi irigasi tiap 2 hari menutup pada 15 MST. Frekuensi irigasi tiap 3 hari menutup pada 18 MST. Frekuensi irigasi tiap 4 hari menutup pada 19 MST.
Persentase Penutupan Tajuk
120 100
F1
80 F2 60 F3 40 F4 20 F5
0 0
5
10
15
20
25
Minggu Setelah Tanam
Gambar 4. Grafik Pengaruh Frekuensi Irigasi terhadap Persentase .Penutupan Tajuk Terdapat interaksi antara aksesi dan frekuensi irigasi pada 6 MST sampai ke 10 MST. Interaksi antara aksesi dengan frekuensi irigasi dapat dilihat pada Tabel 4. Kombinasi perlakuan aksesi rumput Cianjur 3 dengan frekuensi irigasi tiap 1 hari dan rumput Tifdwarf dengan frekuensi irigasi tiap 1 hari mencapai penutupan tajuk 100% pada 9 MST. Penutupan tajuk tersebut menutup 100% lebih cepat dibandingkan dengan perlakuan lainnya. Kombinasi perlakuan aksesi rumput Cianjur 4 dengan frekuensi irigasi tiap 5 hari, rumput Tifdwarf dengan frekuensi irigasi tiap 4 dan 5 hari mencapai penutupan tajuk 100% pada 20 MST, kombinasi perlakuan menghasilkan penutupan tajuk yang paling lambat dibandingkan dengan perlakuan yang lainnya. Pada 9 MST, respon positif ditunjukan oleh tiap aksesi terhadap frekuensi irigasi yang semakin sering.
19
Tabel 4. Interaksi Aksesi dan Frekuensi Irigasi terhadap Persentase Penutupan Tajuk Perlakuan Aksesi Frekuensi Cianjur 3 Tiap 1 hari Tiap 2 hari Tiap 3 hari Tiap 4 hari Tiap 5 hari Cianjur 4 Tiap 1 hari Tiap 2 hari Tiap 3 hari Tiap 4 hari Tiap 5 hari Tifdwarf Tiap 1 hari Tiap 2 hari Tiap 3 hari Tiap 4 hari Tiap 5 hari
6 MST 73.0a 63.5a 33.8bc 25.8bc 22.9c 24.6bc 26.3bc 33.8bc 24.8bc 24.6bc 64.9a 36.7b 34.7bc 30.1bc 28.0bc
7 MST
8 MST
88.2a 94.9a 75.0b 88.2a 39.8de 56.0c 27.1ef 35.1def 24.4f 30.9f 32.2def 47.7cd 32.5def 42.0def 36.0def 45.2cde 27.4ef 32.6ef 26.5f 31.8f 78.8ab 92.0a 61.1c 68.8b 42.3d 46.1cd 39.4de 43.5cdef 32.2def 37.7def
9 MST
10 MST
98.7a 91.1a 60.3cd 48.9ef 39.3g 65.0c 61.9cd 55.1de 48.0efg 41.1fg 97.9a 76.8b 65.6c 58.3cd 46.5efg
100.0a 94.5ab 69.0de 54.4f 41.8g 85.6bc 84.4c 62.8ef 58.9f 54.3f 100.0a 86.5bc 72.5d 70.1de 55.4f
Keterangan: Angka yang diikuti huruf yang sama pada kolom yang sama tidak berbeda nyata pada uji lanjut DMRT taraf 5%
Panjang Akar Aksesi tidak berpengaruh terhadap panjang akar. Frekuensi irigasi berpengaruh terhadap panjang akar (Lampiran 5). Perlakuan frekuensi irigasi tiap 1 hari memiliki panjang akar paling pendek (44.5 cm). Perlakuan frekuensi irigasi tiap 3 hari memiliki panjang akar paling panjang (57.2 cm). Panjang akar rumput tifdwarf ialah 49.4 cm, sedangkan rumput Cianjur 4 memiliki panjang akar paling panjang yaitu 55.2 cm (Tabel 5). Pada Gambar 5 dapat dilihat perbedaan panjang akar dari tiap perlakuan. Tidak terdapat interaksi antara aksesi dan frekuensi irigasi terhadap panjang akar. Turgeon (2004) menyatakan bahwa pertumbuhan akar yang bagus mendukung pertumbuhan tajuk. Rumput yang bagus memiliki jumlah akar yang banyak agar dapat mendukung pertumbuhan tajuk.
20
Tabel 5. Pengaruh Perlakuan terhadap Panjang Akar Perlakuan Frekuensi Tiap 1 hari Tiap 2 hari Tiap 3 hari Tiap 4 hari Tiap 5 hari Aksesi Cianjur 3 Cianjur 4 Tifdwarf
Panjang Akar (cm) 44.5b 54.4a 57.2a 54.9a 53.0a 53.8a 55.2a 49.4a
Keterangan: Angka yang diikuti huruf yang sama pada kolom yang sama pada tiap faktor tidak berbeda nyata pada uji lanjut DMRT taraf 5%
Gambar 5. Pengaruh Aksesi dan .Frekuensi Irigasi terhadap Panjang Akar
Kepadatan Pucuk Kerapatan/Density pada turgrass ditunjukkan dengan jumlah pucuk per satuan luas. Frekuensi irigasi berpengaruh sangat nyata terhadap kepadatan pucuk pada 21 MST. Tidak terdapat pengaruh interaksi antara aksesi dan frekuensi irigasi terhadap kepadatan pucuk (Lampiran 6).
21
Pada 21 MST, perlakuan frekuensi irigasi tiap 1 hari memiliki jumlah pucuk terbanyak, yaitu sebanyak 147.8 pucuk/100cm2. Secara statistik kepadatan frekuensi irigasi tiap 1 hari (147.8 pucuk/100cm2) sama dengan frekuensi irigasi tiap 2 hari (141.9 pucuk/100cm2). Perlakukan frekuensi irigasi tiap 4 (74.9 pucuk/100cm2) dan 5 hari (73.4 pucuk/100 cm2) memiliki jumlah pucuk terendah (Tabel 6). Aksesi tidak berpengaruh terhadap kepadatan pucuk. Pada 21 MST, rumput Cianjur 3 memiliki 103 pucuk/100 cm2, rumput Cianjur 4 memiliki 118.4 pucuk/100 cm2, sedangkan rumput Tifdwarf memiliki 112.6 pucuk/100 cm2. Beard (1973) mengkategorikan kepadatan berdasarkan jumlah pucuk (Tabel 2). Rumput Cianjur 3, Cianjur 4, dan Tifdwarf dapat dimasukkan ke dalam kategori kepadatan sedang. Tabel 6. Pengaruh Perlakuan terhadap Kepadatan Pucuk Perlakuan Frekuensi Tiap 1 hari Tiap 2 hari Tiap 3 hari Tiap 4 hari Tiap 5 hari Aksesi Cianjur 3 Cianjur 4 Tifdwarf
21MST
Kepadatan Pucuk 22MST 23MST Pucuk/100cm2
24MST
147.8a 141.9ab 118.6b 74.9c 73.4c
193.3a 179.2a 124.7b 113.5b 112.1b
153.0a 151.8a 143.9a 124.7ab 108.3b
155.0a 142.0a 131.3a 124.8a 117.5a
103.0a 118.4a 112.6a
137.0a 146.3a 150.6a
126.2a 137.6a 145.2a
131.8a 137.8a 132.7a
Keterangan: Angka yang diikuti huruf yang sama pada kolom yang sama pada tiap faktor tidak berbeda nyata pada uji lanjut DMRT taraf 5%
Panjang Daun Aksesi dan interaksi antara aksesi dan frekuensi irigasi tidak berpengaruh terhadap panjang daun (Lampiran 7). Frekuensi irigasi berpengaruh terhadap peubah panjang daun pada 24 MST. Perlakuan frekuensi tiap 5 hari sama dengan perlakuan frekuensi tiap 3 hari memiliki nilai rataan panjang daun paling tinggi dari pada perlakuan yang lain yaitu 1.7 cm. Nilai terendah didapat pada perlakuan Frekuensi tiap 1 hari yaitu 1.5 cm (Tabel 7). Untuk golf green, pengguna lapangan
22
golf lebih menyukai panjang daun yang pendek daripada daun yang panjang (Emmons, 2000). Tabel 7. Pengaruh Perlakuan terhadap Panjang Daun Perlakuan Frekuensi Tiap 1 hari Tiap 2 hari Tiap 3 hari Tiap 4 hari Tiap 5 hari Aksesi Cianjur 3 Cianjur 4 Tifdwarf
21MST
Panjang Daun (cm) 22MST 23MST
24MST
2.4ab 2.2b 2.1b 2.4ab 2.7a
1.7a 1.7a 1.7a 1.9a 1.9a
1.5c 1.7ab 1.6bc 1.8ab 1.9a
1.5b 1.6ab 1.7a 1.7a 1.7a
8.2a 7.5a 6.9a
4.1a 4.4a 4.5a
3.5a 3.4a 3.4a
2.3a 2.1a 2.0a
Keterangan: Angka yang diikuti huruf yang sama pada kolom yang sama pada tiap faktor tidak berbeda nyata pada uji lanjut DMRT taraf 5%
Lebar Daun Berdasarkan Tabel 8, frekuensi irigasi berpengaruh terhadap peubah lebar daun. Pada 23 MST perlakuan frekuensi tiap 5 hari memiliki lebar daun dengan nilai tertinggi yaitu 1.9 mm. Nilai terendah terdapat pada perlakuan frekuensi tiap 1 hari yaitu 1.5 mm. Aksesi tidak berpengaruh terhadap lebar daun. Rumput Cianjur 3 memiliki lebar daun yang sama dengan Cianjur 4, yaitu 2.4 mm, sedangkan rumput Tifdwarf memiliki lebar daun 23 mm. Tidak ada interaksi antara aksesi dan frekuensi irigasi terhadap peubah lebar daun (Lampiran 7). Pada 23 MST, lebar daun hasil penelitian ini dapat digolongkan kedalam kategori tekstur halus. Beard (1973) menggolongkan tekstur rumput berdasarkan lebar daun (Tabel 1). Pengguna lapangan golf menginginkan tekstur rumput yang halus di green dan tee box. Sulit untuk membedakan lebar daun pada tiap kombinasi perlakuan secara kasat mata. Hal itu diakibatkan oleh perbedaan lebar daun berkisar 0.1 mm – 0.9 mm.
23
Tabel 8. Pengaruh Perlakuan terhadap Lebar Daun Perlakuan Frekuensi Tiap 1 hari Tiap 2 hari Tiap 3 hari Tiap 4 hari Tiap 5 hari Aksesi Cianjur 3 Cianjur 4 Tifdwarf
21MST
Lebar Daun (mm) 22MST 23MST
24MST
2.4ab 2.2b 2.1b 2.4ab 2.7a
1.7a 1.7a 1.7a 1.9a 1.9a
1.5c 1.7ab 1.6bc 1.8ab 1.9a
1.5b 1.6ab 1.7a 1.7a 1.7a
2.4a 2.4a 2.3a
1.8a 1.8a 1.8a
1. 7a 1.7a 1.7a
1.8a 1.7a 1.6a
Keterangan: Angka yang diikuti huruf yang sama pada kolom yang sama pada tiap faktor tidak berbeda nyata pada uji lanjut DMRT taraf 5%
Skor Warna Pada peubah warna, frekuensi tiap dua hari memberikan warna hijau yang lebih gelap dibandingkan dengan perlakuan lainnya. Aksesi serta interaksi antara aksesi dan frekuensi irigasi tidak berpengaruh pada peubah skor warna. Frekuensi irigasi berpengaruh pada peubah skor warna pada 24 MST (Lampiran 8). Pada 24 MST, perlakuan frekuensi tiap 2 hari memberikan skor warna paling tinggi dengan skor 4.4, sedangkan skor warna paling rendah dihasilkan perlakuan frekuensi irigasi tiap 5 hari dengan skor 2.9 (Tabel 9). Secara statistik, perlakuan frekuensi irigasi tiap 1 hari tidak berbeda dengan perlakuan frekuensi irigasi tiap 5 hari. Dengan skor warna yang lebih rendah dari perlakuan lainnya, hal itu berarti terlalu banyak dan kekurangan air akan menghasilkan kualitas warna yang kurang bagus. Rumput Cianjur
menghasilkan skor warna 3.5.
Rumput Cianjur 4 menghasilkan skor warna 3.7. Rumput Tifdwarf menghasilkan skor warna 3.5. Pada Gambar 6, warna yang dihasilkan oleh tiap aksesi terlihat tidak berbeda satu dengan yang lainnya. Untuk perlakuan frekuensi irigasi tiap 2 hari menghasilkan warna hijau paling gelap.
24
Gambar 6. Pengaruh Aksesi dan Frekuensi Irigasi terhadap Skor Warna
25
Tabel 9. Pengaruh Perlakuan terhadap Skor Warna Perlakuan Frekuensi Tiap 1 hari Tiap 2 hari Tiap 3 hari Tiap 4 hari Tiap 5 hari Aksesi Cianjur 3 Cianjur 4 Tifdwarf
21 MST
Skor Warna 22MST 23MST
24MST
4.7a 4.7a 4.2ab 4.0ab 3.6b
4.2a 4.8a 4.6a 4.1a 3.1b
3.4b 4.4a 3.6b 3.6b 3.3b
3.0c 4.4a 3.7b 3.9ab 2.9c
3.9a 4.3a 4.5a
3.8a 4.4a 4.3a
3.7a 3.7a 3.6a
3.5a 3.7a 3.5a
Keterangan: Angka yang diikuti huruf yang sama pada kolom yang sama pada tiap faktor tidak berbeda nyata pada uji lanjut DMRT taraf 5%
Bobot Kering Tajuk Aksesi, frekuensi irigasi serta interaksi antara aksesi dan frekuensi irigasi tidak berpengaruh terhadap bobot kering tajuk (Lampiran 9). Perlakuan frekuensi irigasi tiap 1 hari menghasilkan bobot kering tajuk seberat 18.7 gram/pot. Perlakuan frekuensi irigasi tiap 2 hari menghasilkan bobot kering tajuk seberat 17 gram/pot. Perlakuan frekuensi irigasi tiap 3 hari menghasilkan 16.5 gram/pot. Perlakuan frekuensi irigasi tiap 4 hari menghasilkan 15.1 gram/pot. Perlakuan frekuensi irigasi tiap 5 hari menghasilkan bobot kering tajuk sebanyak 14.4 gram/pot. Rumput Cianjur 3 menghasilkan bobot kering sebanyak 15.4 gram/pot, rumput Cianjur 4 menghasilkan 16.4 gram/pot, sedangkan rumput Tifdwarf menghasilkan 17.2 gram/pot (Tabel 10).
Bobot Kering Akar Aksesi, frekuensi, serta interaksi antara aksesi dan frekuensi irigasi tidak berpengaruh pada bobot kering akar (Lampiran 9). Rumput Cianjur 3 menghasilkan bobot kering akar seberat 7.1 gram/pot, rumput Cianjur 4 menghasilkan 7.8 gram/pot, sedangkan rumput Tifdwarf menghasilkan 8.5 gram/pot. Perlakuan frekuensi irigasi tiap 3 dan 5 hari menghasilkan bobot kering akar paling banyak, yaitu 8.6 gram/pot. Perlakuan frekuensi irigasi tiap 1 hari menghasilkan bobot kering akar paling sedikit, yaitu 5.8 gram/pot (Tabel 10).
26
Tabel 10. Pengaruh Perlakuan terhadap Bobot Kering Tajuk, Bobot Kering Akar, dan Rasio Bobot Kering Tajuk dan Akar Perlakuan
Bobot kering Tajuk (gram/pot) Akar (gram/pot)
Frekuensi Tiap 1 hari Tiap 2 hari Tiap 3 hari Tiap 4 hari Tiap 5 hari Aksesi Cianjur 3 Cianjur 4 Tifdwarf
Rasio Bobot Kering Tajuk dan Akar
18.7a 17.0a 16.5a 15.1a 14.4a
5.8a 8.3a 8.6a 7.8a 8.6a
3.40a 2.50b 2.20b 1.98b 1.78b
15.4a 16.4a 17.2a
7.1a 7.8a 8.5a
2.43a 2.19a 2.47a
Keterangan: Angka yang diikuti huruf yang sama pada kolom yang sama pada tiap faktor tidak berbeda nyata pada uji lanjut DMRT taraf 5%
Rasio Bobot Kering Tajuk dan Akar Aksesi tidak berpengaruh terhadap rasio bobot kering tajuk dan akar. Frekuensi irigasi memberikan pengaruh sangat nyata pada taraf 1%. Tidak terjadi interaksi antara aksesi dan frekuensi irigasi pada peubah ini. Perlakuan frekuensi tiap 1 hari memiliki nilai rataan tertinggi yaitu 3.40. Sedangkan nilai terendah pada perlakuan frekuensi tiap 5 hari yaitu 1.78 (Tabel 10). Rumput Cianjur 3 memiliki rasio bobot kering tajuk dan akar paling rendah yaitu 7.1, sedangkan rumput Tifdwarf memiliki rasio bobot kering tajuk dan akar paling tinggi yaitu 8.5 (Tabel 10). Hal itu berarti produksi bobot kering tajuk lebih banyak daripada produksi bobot kering akar. Berdasarkan data rasio bobot kering tajuk dan akar pada Tabel 10 menunjukan bahwa hasil fotosintesis lebih banyak digunakan untuk pertumbuhan tajuk tanaman.
Bobot Hasil Pangkasan Aksesi tidak berpengaruh terhadap bobot pangkasan. Tidak terjadi interaksi antara aksesi dengan frekuensi irigasi terhadap peubah bobot pangkasan (Lampiran 10). Frekuensi irigasi berpengaruh terhadap bobot hasil pangkasan pada 23 MST. Tiap minggu, terjadi penurunan bobot pangkasan. Pada 23 MST perlakuan Frekuensi tiap 2 hari memiliki nilai bobot pangkasan tertinggi yaitu 44.1 gram. Sedangkan nilai terendah terdapat pada perlakuan Frekuensi tiap 1 hari 27 gram (Tabel 11).
27
Tabel 11. Pengaruh Perlakuan terhadap Bobot Pangkasan Perlakuan Frekuensi Tiap 1 hari Tiap 2 hari Tiap 3 hari Tiap 4 hari Tiap 5 hari Aksesi Cianjur 3 Cianjur 4 Tifdwarf
Bobot Hasil Pangkasan (gram/pot) 21MST 22MST 23MST 24MST 62.2b 63.3b 81.7ab 78.1ab 90.6a
40.0a 48.7a 40.9a 46.4a 40.3a
27.0c 41.1a 36.6abc 38.8ab 27.4bc
15.8b 21.8ab 22.9a 24.0a 21.4ab
37.3a 33.5a 33.0a
23.6a 23.5a 23.1a
23.1a 23.9a 22.6a
16.5a 17.0a 16.1a
Keterangan: Angka yang diikuti huruf yang sama pada kolom yang sama pada tiap faktor tidak berbeda nyata pada uji lanjut DMRT taraf 5%
Efisiensi Penggunaan Air Aksesi tidak memberikan pengaruh terhadap efisiensi penggunaan air. Rumput Cianjur 3 dan Cianjur 4 memproduksi 0.0095 gram bobot kering setiap 1 ml air. Rumput Tifdwarf memproduksi 0.0089 gram bobot kering setiap 1 ml air. Perlakuan frekuensi irigasi berpengaruh nyata terhadap efisiensi penggunaan air. Frekuensi 5 hari memproduksi 0.0024 gram bobot kering/ml air, sedangkan frekuensi 1 hari memproduksi bobot kering paling banyak yaitu 0.0164 gram bobot kering/ml air. Interaksi antara aksesi dan frekuensi irigasi tidak berpengaruh terhadap efisiensi penggunaan air. Tabel 12. Pengaruh Perlakuan terhadap Efisiensi Penggunaan Air Perlakuan Frekuensi Tiap 1 hari Tiap 2 hari Tiap 3 hari Tiap 4 hari Tiap 5 hari Aksesi Cianjur 3 Cianjur 4 Tifdwarf
Bobot Pangkasan (gram/pot)
Bobot Total (gram/pot)
14.5 17.5 18.2 18.7 18.0
24.5 25.7 25.0 22.9 22.6
ml 14 000 7 000 4 500 3 500 2 500
22.5 24.2 25.7
18.0 17.5 16.7
6 300 6 300 6 300
Jumlah Air (ml)
Gram Bobot Kering/ml air 0.0164 0.0119 0.0096 0.0061 0.0024
a b c d e
0.0095 a 0.0095 a 0.0089 a
Keterangan: Angka yang diikuti huruf yang sama pada kolom yang sama pada tiap faktor tidak berbeda nyata pada uji lanjut DMRT taraf 5%
28
Pembahasan Pertumbuhan Turfgrass Kecepatan penutupan tajuk ialah fungsi dari pertumbuhan memanjang pucuk lateral dan pembentukan stolon serta rhizome baru. Dilihat dari segi kecepatan penutupan tajuk, pertumbuhan tumbuh pesat apabila sering mendapatkan air. Dilihat dari Gambar 4, perlakuan frekuensi irigasi tiap satu hari memiliki garis yang paling miring, hal itu berarti perlakuan frekuensi irigasi tiap satu hari memiliki percepatan yang paling tinggi dibandingkan dengan perlakuan yang lain. Pada penelitian ini, rumput bermuda hibrid Tifdwarf memiliki persentase penutupan tajuk yang tinggi, sama dengan rumput bermuda lokal aksesi Cianjur 4. Penutupan tajuk dan warna merupakan hal yang sangat penting bagi turf manager/superintendent (Qian et. al., 2000). Hal itu juga dilaporkan oleh Zakaria (2006) bahwa aksesi Cianjur 4 memiliki kecepatan penutupan yang paling cepat diantara aksesi rumput bermuda lokal yang lain. Diduga karena faktor genetik dan kemampuan adaptasi tiap aksesi rumput bermuda lokal yang berbeda beda. Panjang akar pada perlakuan frekuensi tiap 1 hari lebih pendek dibandingkan dengan perlakuan lainnya. Hal tersebut terjadi karena pada perlakuan frekuensi tiap 1 hari, banyak air tersedia untuk tanaman pada media tanam, sehingga akar tanaman mendangkal. Beard (1973) menuliskan bahwa pemberian air yang terlalu sering dapat mengakibatkan kerusakan terhadap vigor dan kualitas turfgrass seperti tidak diberi air dengan cukup. Pemberian air yang optimal akan menjaga ketersediaan air dalam tanah lebih dari 50%. Emmons (2000) menambahkan bahwa tidak dianjurkan untuk melakukan pemberian air yang terlalu sering, karena hal tersebut dapat mengakibatkan rumput membentuk akar hanya di dekat permukaan tanah. Jika tanah dibuat sedikit kering, hal itu memaksa rumput untuk menumbuhkan akar lebih dalam lagi. Pada perlakuan frekuensi tiap 3 hari, diduga rumput mengalami adaptasi morfologis terhadap lingkungan yang kekurangan air dengan memanjangkan akarnya. Pada hasil penelitian menunjukan terjadi penurunan bobot pangkasan ditiap minggunya. Diduga terjadi kompetisi intra species sesama turfgrass seiring dengan meningkatnya jumlah pucuk. Pada frekuensi irigasi 1 hari, panjang
29
akarnya lebih pendek dibandingkan dengan perlakuan lainnya. Diduga, hal tersebut terjadi karena pada frekuensi irigasi 1 hari, banyak air tersedia untuk tanaman pada media tanam, sehingga akar tanaman mendangkal. Beard (1973) menuliskan bahwa pemberian air yang terlalu sering dapat mengakibatkan kerusakan terhadap vigor dan kualitas turfgrass seperti tidak diberi air dengan cukup. Pemberian air yang optimal akan menjaga ketersediaan air dalam tanah lebih dari 50%. Huang dan Gao (1999) menyatakan bahwa kekeringan ialah salah satu faktor pembatas pertumbuhan turfgrass. Emmons (2000) menambahkan bahwa tidak dianjurkan untuk melakukan pemberian air yang terlalu sering, karena hal tersebut dapat mengakibatkan rumput membentuk akar hanya di dekat permukaan tanah. Jika tanah dibuat sedikit kering, hal itu memaksa rumput untuk menumbuhkan akar lebih dalam lagi. Pada frekuensi irigasi 3 hari, diduga rumput mengalami adaptasi morfologis terhadap lingkungan yang kekurangan air dengan memanjangkan akarnya. Schaan et.al. (2003) menyatakan untuk penanaman dengan areal yang luas dapat menggunakan irigasi siklik. Untuk panjang akar didapat persamaan Y=-2,05157X2+14,0594X+33,189. Dari turunan persamaan kita bisa mendapatkan frekuensi irigasi yang optimal untuk panjang akar-dalam hal panjang akar, frekuensi tiap 3 hari ialah frekuensi yang optimal. Untuk perlakuan frekuensi tiap 4 hari dan frekuensi tiap 5 hari diduga rumput tidak bisa melakukan adaptasi morfologis karena kekurangan air untuk proses pembelahan dan pembentukan sel. Namun untuk perlakuan frekuensi tiap 4 hari dan frekuensi tiap 5 hari, rumput tidak mampu lagi untuk menumbuhkan akar lebih dalam lagi. Hal ini disebabkan karena air menjadi faktor pembatas pertumbuhan. Turgeon (2004) menyatakan berdasarkan hukum minimum Leibig, jika tanaman kekurangan salah satu elemen dan elemen lainnya cukup, pertumbuhan akan terhambat oleh elemen tersebut. Cattani dan Struik (2001) menyatakan bahwa bobot pangkasan bukan merupakan suatu peubah yang diharapkan untuk sebagian besar
turf
managers/superintendent dikarenakan tidak menunjukan komponen kualitas, yield/hasil tidak selalu diharapkan dalam penelitian turfgrass. Kopp dan Guillard (2002) menyatakan pada umumnya bobot pangkasan diambil/dibuang dari pekarangan rumah dan areal turfgrass yang dikelola. Turgeon (2004) menyatakan
30
bobot pangkasan ialah indikator dari pertumbuhan turfgrass yang dipengaruhi oleh teknik budidaya dan faktor lingkungan. Namun pengukuran hasil pangkasan tidak memberikan hasil yang komprehensif untuk menilai kualitas turf. Pada hasil penelitian menunjukan terjadi penurunan bobot pangkasan di tiap minggunya. Hal ini diduga terjadi kompetisi intra spesies sesama turfgrass seiring dengan meningkatnya jumlah pucuk. Barton et.al. (2009) menyatakan bahwa pengukuran bobot pangkasan dapat digunakan untuk menilai pertumbuhan turfgrass. Yield pada turfgrass dapat diketahui dengan mengukur bobot kering tajuk dan bobot kering akar. Industri turf lebih mengutamakan kualitas turfgrass daripada yield yang dihasilkan oleh turf itu sendiri. Alshammarya et.al. (2004) menyatakan bahwa yield yang diproduksi oleh turfgrass dapat apabila air yang digunakan untuk irigasi memiliki tingkat salinitas tinggi. Christians (2004) menyatakan bahwa rumput bermuda lokal memiliki kemampuan toleran terhadap kekeringan dan memiliki kebutuhan air minimal yang lebih rendah dibandingkan rumput bermuda hibrid. Secara statistik, pada hasil penelitian ini rumput bermuda lokal membutuhkan jumlah air yang sama dengan rumput bermuda hibrida (Tifdwarf). Pada penelitian sebelumnya (Kurniasari, 2005), rumput Cianjur 3 yang mendapatkan penyiraman tiap hari mempunyai nilai efisiensi penggunaan air 0.0027 gram bobot kering/ml air, sedangkan pada penelitian ini rumput Cianjur 3 memiliki nilai 0.0095 gram bobot kering/ml air. Rumput Cianjur 4 memiliki nilai efisiensi penggunaan air 0.0022 gram bobot kering/ml air, sedangkan pada penelitian ini rumput Cianjur 4 memiliki nilai 0.0095 gram bobot kering/ml air. Rumput Tifdwarf memiliki nilai efisiensi penggunaan air 0.0016 gram bobot kering/ml air, sedangkan pada penelitian ini 0.0089 gram bobot kering/ml air. Namun Christians (2004) menyatakan bahwa rumput Bermuda local memiliki kebutuhan penggunaan air yang lebih rendah dan lebih toleran kekeringan dibandingkan dengan varietas hibrida.
Kualitas Visual Kepadatan atau kerapatan merupakan salah satu indikator penentu kualitas visual. Semakin banyak jumlah rumput dalam satu luasan, maka tekstur visualnya
31
semakin halus. Beard (1973) membagi tekstur berdasarkan lebar daun ke dalam 5 kategori, yaitu sangat halus, halus, sedang, kasar dan sangat kasar (Tabel 1). Berdasarkan hasil penelitian, pada 24 MST rumput aksesi Cianjur 3, Cianjur 4 dan Tifdwarf memiliki tekstur yang halus. Pada 22 MST, semakin jarang rumput mendapatkan air, maka jumlah pucuknya pun lebih sedikit jika dibandingkan dengan rumput yang sering mendapatkan air. Terdapat korelasi antara kepadatan dengan tekstur. Korelasi antara kepadatan dengan tekstur didapat nilai korelasi -0.969 (Lampiran 12). Dalam hal ini tingkat kedekatan antara kepadatan dengan tekstur sangat dekat, karena mendekati satu, hanya saja korelasi ini memiliki nilai negatif. Jadi apabila ada salah satu peubah meningkat nilainya, peubah lainnya nilainya menurun. Semakin banyak jumlah pucuk/makin tinggi kepadatan, maka lebar daun semakin sempit. Turgeon (2004) menyatakan bahwa kepadatan dan tekstur sering berhubungan, meningkatnya kepadatan, tekstur semakin halus. Chen et.al. (2009) menyatakan bahwa jumlah pucuk pada turfgrass dapat menurun ketika air yang digunakan memiliki tingkat salinitas tinggi. Setelah 21 MST, berdasarkan lebar daun, hasil penelitian menunjukkan bahwa tekstur rumput Cianjur 3, Cianjur 4 dan Tifdwarf, aksesi dan frekuensi irigasi menghasilkan tekstur halus. Emmons (2000) menyatakan bahwa semakin sempit lebar daun, maka tekstur rumput tersebut semakin halus secara visual dan memberikan penampilan yang menarik. Kemudian Turgeon (2004) menambahkan bahwa lebar daun mengindikasikan suatu rumput memiliki tekstur yang halus atau kasar. Nilai pada peubah panjang daun dan lebar daun mengalami penurunan, hal itu disebabkan oleh pemangkasan yang dilakukan terhadap rumput bermuda. Berdasarkan hasil analisis ragam (Lampiran 8), warna daun rumput bermuda dipengaruhi oleh frekuensi irigasi. Pengukuran warna dilakukan dengan cara skoring warna menggunakan Munsell Color Chart for Plant Tissue. Emmons (2000) menyatakan bahwa sebagian besar orang lebih menyukai warna hijau gelap daripada warna hijau terang (hijau kekuningan), tetapi orang Eropa lebih menyukai warna lebih hijau muda. Nasrullah dan Tunggalini (2000) menyatakan bahwa kualitas warna bisa ditingkatkan dengan memberikan dosis pemupukan pupuk 13,5 g N/m2/aplikasi. Warna dan pertumbuhan turfgrass dapat ditingkatkan
32
dengan pemberian Fe (Xu dan Marcino, 2001). Pathan et. al. (2004) menyatakan bahwa irigasi tiap 4 hari dapat menurunkan kualitas warna dan pertumbuhan turf.
KESIMPULAN DAN SARAN Kesimpulan Frekuensi irigasi berpengaruh nyata terhadap persentase penutupan tajuk, panjang akar, skor warna, kepadatan dan bobot hasil pangkasan. Aksesi dan interaksi aksesi dengan frekuensi irigasi berpengaruh pada persentase penutupan tajuk. Berdasarkan peubah yang diamati frekuensi irigasi yang cocok pada kondisi rumah kaca ialah tiap 3 hari. Pemberian air yang terlalu sering berdampak kurang baik pada pertumbuhan akar dan tajuk, namun pemberian air terlalu jarang berdampak menurunnya kualitas turfgrass. Rumput aksesi Cianjur 3, Cianjur 4, dan rumput Tifdwarf memiliki respon yang berbeda terhadap perlakuan frekuensi irigasi. Pada peubah persentase penutupan tajuk, bobot kering tajuk, bobot kering akar, dan rasio bobot kering tajuk dan akar, rumput introduksi Tifdwarf memiliki nilai yang lebih tinggi dibandingkan dengan rumput bermuda lokal. Tetapi pada peubah lainnya, rumput bermuda lokal memiliki nilai yang lebih tinggi dibandingkan dengan rumput introduksi (Tifdwarf).
Saran Hasil penelitian ini dapat digunakan sebagai dasar untuk menghitung frekuensi irigasi, yaitu frekuensi irigasi tiap 3 hari. Untuk penelitian lanjutan disarankan untuk mempelajari kualitas fungsional pada rumput bermuda (turfgrass). Rumput bermuda lokal aksesi Cianjur 3 dan Cianjur 4 dapat digunakan pada penelitian selanjutnya untuk mengembangkan turfgrass asli Indonesia.
DAFTAR PUSTAKA Alshammarya, S.F. , Y.L. Qian, dan S.J. Wallner. 2004. Growth response of four turfgrass species to salinity. Agricultural Water Management. 66: 97-111. Barton, L., G. Y. Wan, R. P. Buck, dan T. D. Colmer. 2009. Nitrogen increases evapotranspiration and growth of a warm-season turfgrass. Agron. J. 101: 17-24. Bauder, T.A., R.M. Waskom dan J. G. Davis. 2009. Irrigation Water Quality Criteria. http://www.ext.colostate.edu/. [1 Januari 2010]. Beard, J.D. 1973. Turf Grass: Scince and Culture. Prentice-hall, Inc. Englewood Cliff, N. USA. 658p Cattani, D.J., dan P. C. Struik. 2001. Tillering, internode development, and dry matter partitioning in creeping Bentgrass. Crop.Sci. 41: 111-118. Chen, J.B., Y. Jun., Y.L. Qian, J. Yanqin, Z. Tingting, G. Hailin, G. Aigui, dan L. Jianxiu. 2009. Growth responses and ion regulation of four warm season turfgrasses to long-term salinity stress. Sci. Hort. 122: 620-625. Christians, N. 2004. Fundamentals of Turfgrass Management. John Wiley & Sons, Inc. New Jersey, USA. 359p Emmons, R.D.. 2000. Turfgrass Science and Management. 3rd ed. Delmar. Columbia, USA. 528p. Guntoro, D. 2003. Pemanfaatan cendawan mikoriza Arbuskular dan bakteri Azospirilum untuk meningkatkan efisiensi pemupukan pada turfgrass. Tesis. Program Pasca Sarjana. Institut Pertanian Bogor. Bogor. 66 hal. Harinowo, C. 2008. Pacific Place adalah sebuah mal baru di kawasan Sudirman. http://www.wartaekonomi.com. [26 November 2008]. Huang, B. dan H. Gao. 1999. Physiological response of diverse tall fescue cultivars to drought stress. Hort.Sci. 34(5): 897-901. Johns, R. 2004. Turfgrass Instalation : Management and Maintenance. McGraw-Hill Companies, Inc. USA. 583p. Kopp, K. L. dan K. Guillard. 2002. Clipping management and nitrogen fertilization of turfgrass: growth, nitrogen utilization, and quality. Crop.Sci. 42: 1225–1231.
35
Kurniasari, D. 2005. Karakerisasi Fisiologi Rumput Bermuda (Cynodon dactylon L.) Lokal dalam Rangka Pengembangan Turfgrass Asli Indonesia. Skripsi. Departemen Agronomi dan Hortikultura, Faperta IPB. Bogor. 47 hal. Nasrullah, N. dan N. K. W. Tunggalini. 2000. Pengaruh pemupukan urea dan nitrogen slow release terhadap pertumbuhan dan kualitas rumput lapangan golf. Bul.Agron. 28(2): 62-65. Pathan, S.M., L. A. G. Aylmore, dan T. D. Colmer. 2004. Turf culture under declining volume and frequency of irrigation on a sandy soil amended with fly ash. Plant and Soil. 266: 355-369. Qian, Y.L., dan M. C. Engelke. 1999. Performance of five turfgrasses under linear gradient irrigation. Hort.Sci. 34(5): 893-896. Qian, Y.L., M.C. Engelke, dan M.J.U. Foster. 2000. Salinity effect on zoysiagrass cultivars and experimental lines. Crop.Sci. 40: 488-492. Schaan, C.M., D. A. Devitt, R. L. Morris, dan L. Clark. 2003. Cyclic irrigation of turfgrass using a shallow saline aquifer. Agron. J. 95: 660–667. Turgeon, A.J. 2004. Turfgrass Management. 7th ed. Pearson Education, Inc. New Jersey, USA. 415p. Xu, X. dan C. F. Marcino. 2001. Annual bluegrass and creeping bentgrass response to various level of iron. Hort.Sci. 36(2): 371-373. Yasmita, N. 2007. Pemeliharaan Lanskap Lapangan Jababeka Golf and Country Club, Cikarang, Bekasi. Skripsi. Departemen Arsitektur Lanskap. Fakultas Pertanian. Institut Pertanian Bogor. 142 hal. Zakaria, R. A. 2006. Karakterisasi Rumput Bermuda (Cynodon dactylon) Lokal Berdasarkan Kualitas Visual dan Fungsional utuk pengembangan Turfgrass Asli Indonesia. Skripsi. Departemen Agronomi dan Hortikultura, Faperta IPB. Bogor. 37 hal. Zufrizal. 2008. Ditjen pajak belum respon surat APLGI soal lahan golf. http://web.bisnis.com. [26 November 2008].
LAMPIRAN
37
Lampiran 1. Kriteria untuk Penggunaan Air Irigasi berdasarkan Konduktivitas Kelas air Konduktivitas listrik (dS/m)* Kelas 1, sangat bagus ≤0.25 Kelas 2, bagus 0.25 – 0.75 Kelas 3, masih ditolelir 0.76 – 2.00 Kelas 4, kualitas diragukan 2.01 – 3.00 Kelas 5, tidak cocok ≥3.00 Keterangan : *dS/m pada 25ºC = mmhos/cm Sumber: Bauder et.al. (2009)
Lampiran 2. Klasifikasi Umum Air Berbahaya yang Mengandung Sodium Berdasarkan Nilai Sodium Adsoption Ratio (SAR) Nilai SAR Tingkat Bahaya Sodium dalam Air 1-9 Rendah 10-17 Sedang 18-25 Tinggi ≥26 Sangat Tinggi Sumber: Bauder et.al. (2009)
Lampiran 3. Klasifikasi Klor pada Air Irigasi Chloride (ppm) Efek terhadap Tanaman ≤70 Umumnya aman untuk semua tanaman 70 – 140 Tanaman sensitive menunjukan kerusakan 141 – 350 Tanaman toleran (tingkat sedang) menunjukan kerusakan ≥350 Dapat menyebabkan kerusakan parah Sumber: Bauder et.al. (2009)
38
Lampiran 4. Analisis Ragam Persentase Penutupan Tajuk MST 2
Sumber DB Ulangan 2 Aksesi 2 Frekuensi 4 A*F 8 Galat 28 Umum 44 3 Ulangan 2 Aksesi 2 Frekuensi 4 A*F 8 Galat 28 Umum 44 4 Ulangan 2 Aksesi 2 Frekuensi 4 A*F 8 Galat 28 Umum 44 5 Ulangan 2 Aksesi 2 Frekuensi 4 A*F 8 Galat 28 Umum 44 6 Ulangan 2 Aksesi 2 Frekuensi 4 A*F 8 Galat 28 Umum 44 7 Ulangan 2 Aksesi 2 Frekuensi 4 A*F 8 Galat 28 Umum 44 8 Ulangan 2 Aksesi 2 Frekuensi 4 A*F 8 Galat 28 Umum 44 9 Ulangan 2 Aksesi 2 Frekuensi 4 A*F 8 Galat 28 Umum 44 Keterangan : ** * MST tn
Jumlah Kuadrat Kuadrat tengah 0.673 0.337 0.101 0.050 0.280 0.070 0.920 0.115 7.284 0.260 9.254 1.768 0.884 29.180 14.590 17.232 4.308 31.392 3.924 237.954 8.498 317.527 0.274 0.137 142.994 71.497 244.774 61.194 129.073 16.134 370.401 13.229 887.517 160.085 80.042 382.281 191.140 1 646.072 411.518 915.425 114.428 1 741.962 62.213 4 845.824 124.527 62.262 2 293.574 1 146.787 5 125.321 1 281.330 4 051.610 506.451 1 331.881 47.567 12 926.911 152.218 76.109 3 964.745 1 982.372 9 884.697 2 471.174 4 709.128 588.641 1 241.681 44.346 19 952.469 290.364 145.182 3 873.123 1 936.562 13 163.348 3 290.837 4 027.213 503.402 1 286.966 45.963 22 641.013 288.801 144.400 2 002.455 1 001.227 11 981.068 2 995.267 1 941.155 242.644 747.803 26.707 16 961.280 : berpengaruh nyata pada taraf 1% : berpengaruh nyata pada taraf 5% : Minggu Setelah Tanam : tidak nyata
F Hitung 1.29 0.19 0.27 0.44
Pr>F 0.2900 0.8252tn 0.8957tn 0.8862tn
0.10 1.72 0.51 0.46
0.9016 0.1980tn 0.7310tn 0.8723tn
0.01 5.40 4.63 1.22
0.9897 0.0104tn 0.0054tn 0.3240tn
1.29 3.07 6.61 1.84
0.2920 0.0622tn 0.0007** 0.1114tn
1.31 24.11 26.94 10.65
0.2861 0.0001** 0.0001** 0.0001**
1.72 44.70 55.73 13.27
0.1981 0.0001** 0.0001** 0.0001**
3.16 42.13 71.60 10.95
0.0579 0.0001** 0.0001** 0.0001**
5.41 37.49 112.15 9.09
0.0103* 0.0001** 0.0001** 0.0001**
39
Lampiran 4. (Lanjutan) MST 10
Sumber DB Ulangan 2 Aksesi 2 Frekuensi 4 A*F 8 Galat 28 Umum 44 11 Ulangan 2 Aksesi 2 Frekuensi 4 A*F 8 Galat 28 Umum 44 12 Ulangan 2 Aksesi 2 Frekuensi 4 A*F 8 Galat 28 Umum 44 13 Ulangan 2 Aksesi 2 Frekuensi 4 A*F 8 Galat 28 Umum 44 14 Ulangan 2 Aksesi 2 Frekuensi 4 A*F 8 Galat 28 Umum 44 15 Ulangan 2 Aksesi 2 Frekuensi 4 A*F 8 Galat 28 Umum 44 16 Ulangan 2 Aksesi 2 Frekuensi 4 A*F 8 Galat 28 Umum 44 17 Ulangan 2 Aksesi 2 Frekuensi 4 A*F 8 Galat 28 Umum 44 Keterangan : ** * MST tn
Jumlah Kuadrat Kuadrat tengah 351.329 175.664 453.917 226.958 12 633.574 3 158.393 1 005.691 125.711 734.199 26.221 15 178.707 171.275 85.638 223.160 111.580 9 790.515 2 447.629 788.918 98.615 1 158.583 41.378 12 132.451 136.901 68.451 416.848 208.424 7 292.220 1 823.055 540.419 67.552 1 068.932 38.176 9 455.320 139.144 69.572 433.078 216.539 5 127.422 1 281.856 432.978 54.122 1 084.856 38.745 7 217.478 167.144 83.572 368.478 184.239 4 074.256 1 018.564 448.244 56.031 994.022 35.501 6 052.144 135.644 67.822 319.511 159.756 2 767.644 691.911 354.489 44.311 937.689 33.489 4 514.978 94.621 47.311 189.794 94.897 1 723.544 430.886 252.222 31.528 661.961 23.642 2 922.142 115.733 57.868 36.400 18.200 524.356 131.089 58.044 7.256 356.267 12.724 1 090.800 : berpengaruh nyata pada taraf 1% : berpengaruh nyata pada taraf 5% : Minggu Setelah Tanam : tidak nyata
F Hitung 6.70 8.66 120.45 4.79
Pr>F 0.0042** 0.0012** 0.0001** 0.0009**
2.07 2.70 59.15 2.38
0.1451 0.0849tn 0.0001** 0.0625
1.79 5.46 47.75 1.77
0.1850 0.0100* 0.0001** 0.1260tn
1.80 5.59 33.08 1.40
0.1846 0.0091** 0.0001** 0.2409tn
2.35 5.19 28.69 1.58
0.1135 0.0121* 0.0001** 0.1763tn
2.03 4.77 20.66 1.32
0.1508 0.0165* 0.0001** 0.2729tn
2.00 4.01 18.23 1.33
0.1541 0.0293* 0.0001** 0.2682tn
4.55 1.43 10.30 0.57
0.0195* 0.2562tn 0.0001** 0.7931tn
40
Lampiran 4. (Lanjutan) MST 18
Sumber DB Jumlah Kuadrat Kuadrat tengah Ulangan 2 15.811 7.906 Aksesi 2 7.811 3.906 Frekuensi 4 70.756 17.689 A*F 8 14.244 1.781 Galat 28 81.356 2.906 Umum 44 189.978 19 Ulangan 2 1.600 0.800 Aksesi 2 0.400 0.200 Frekuensi 4 4.800 1.200 A*F 8 9.600 1.200 Galat 28 16.400 0.586 Umum 44 32.800 Keterangan : ** : berpengaruh nyata pada taraf 1% MST : Minggu Setelah Tanam tn : tidak nyata
F Hitung 2.72 1.34 6.09 0.61
Pr>F 0.0832 0.2771tn 0.0012** 0.7595tn
1.37 0.34 2.05 2.05
0.2716 0.7136tn 0.1146tn 0.0768tn
Lampiran 5. Analisis Ragam Panjang Akar MST
Sumber DB Jumlah Kuadrat Kuadrat tengah Panjang akar Ulangan 2 373.733 186.867 Aksesi 2 276.233 138.117 Frekuensi 4 858.367 214.592 A*F 8 972.767 121.596 Galat 28 1866.100 66.646 Umum 44 4347.200 Keterangan : * : berpengaruh nyata pada taraf 5% MST : Minggu Setelah Tanam tn : tidak nyata
F Hitung
2.80 2.07 3.22 1.82
Pr>F
0.0776 0.1448tn 0.0271* 0.1143tn
41
Lampiran 6. Analisis Ragam Kepadatan Pucuk MST 21
Sumber DB Ulangan 2 Aksesi 2 Frekuensi 4 A*F 8 Galat 28 Umum 44 22 Ulangan 2 Aksesi 2 Frekuensi 4 A*F 8 Galat 28 Umum 44 23 Ulangan 2 Aksesi 2 Frekuensi 4 A*F 8 Galat 28 Umum 44 24 Ulangan 2 Aksesi 2 Frekuensi 4 A*F 8 Galat 28 Umum 44 Keterangan : ** * MST tn
Jumlah Kuadrat Kuadrat tengah 214.779 107.390 1799.627 899.813 45738.239 11434.560 5478.173 684.772 21453.543 766.198 74684.361 1292.994 646.497 1451.313 725.657 53911.536 13477.884 4705.670 588.209 12718.904 454.247 74080.418 7019.431 3509.715 2742.196 1371.098 13494.281 3373.570 4355.510 544.439 22703.071 810.824 50314.489 1628.106 814.053 315.691 157.846 7844.523 1961.131 6638.172 829.772 40345.433 1440.908 56771.925 : berpengaruh nyata pada taraf 1% : berpengaruh nyata pada taraf 5% : Minggu Setelah Tanam : tidak nyata
F Hitung 0.14 1.17 14.92 0.89
Pr>F 0.8698 0.3238tn 0.0001** 0.5346tn
1.42 1.60 29.67 1.29
0.2578 0.2203tn 0.0001** 0.2861tn
4.33 1.69 4.16 0.67
0.0230* 0.2026tn 0.0091** 0.7120tn
0.56 0.11 1.36 0.58
0.5747 0.8966tn 0.2726tn 0.7887tn
42
Lampiran 7 . Analisis Ragam Panjang Daun dan Lebar Daun MST
Sumber DB Jumlah Kuadrat Kuadrat tengah F Hitung Pr>F Panjang daun 21 Ulangan 2 7.876 3.938 31.94 0.0001** Aksesi 2 0.053 0.027 0.21 0.8079tn Frekuensi 4 1.844 0.461 3.74 0.0147* A*F 8 1.106 0.138 1.12 0.3798tn Galat 28 3.453 0.123 Umum 44 14.332 22 Ulangan 2 0.040 0.020 0.24 0.7901 Aksesi 2 0.012 0.006 0.07 0.9296tn Frekuensi 4 0.408 0.102 1.22 0.3248tn A*F 8 0.695 0.087 1.04 0.4309tn Galat 28 2.340 0.084 Umum 44 3.494 23 Ulangan 2 0.068 0.034 0.86 0.4322 Aksesi 2 0.027 0.013 0.34 0.7151tn Frekuensi 4 0.961 0.240 6.08 0.0012** A*F 8 0.3950 0.049 1.25 0.3078tn Galat 28 1.106 0.040 Umum 44 2.557 24 Ulangan 2 0.038 0.019 0.67 0.5210 Aksesi 2 0.046 0.023 0.81 0.4542tn Frekuensi 4 0.398 0.100 3.48 0.0198* A*F 8 0.313 0.039 1.37 0.2531tn Galat 28 0.800 0.029 Umum 44 1.595 Lebar daun 21 Ulangan 2 7.876 3.938 31.94 0.0001** Aksesi 2 0.053 0.027 0.21 0.8079tn Frekuensi 4 1.844 0.461 3.74 0.0147* A*F 8 1.106 0.138 1.12 0.3798tn Galat 28 3.453 0.123 Umum 44 14.332 22 Ulangan 2 0.040 0.020 0.24 0.7901 Aksesi 2 0.012 0.006 0.07 0.9296tn Frekuensi 4 0.406 0.102 1.22 0.3248tn A*F 8 0.695 0.087 1.04 0.4309tn Galat 28 2.340 0.084 Umum 44 3.494 23 Ulangan 2 0.068 0.034 0.86 0.4322 Aksesi 2 0.027 0.013 0.34 0.7151tn Frekuensi 4 0.961 0.240 6.08 0.0012** A*F 8 0.395 0.049 1.25 0.3078tn Galat 28 1.106 0.039 Umum 44 2.557 24 Ulangan 2 0.038 0.019 0.67 0.5210 Aksesi 2 0.046 0.023 0.81 0.4542tn Frekuensi 4 0.398 0.100 3.48 0.0198* A*F 8 0.313 0.039 1.37 0.2531tn Galat 28 0.800 0.029 Umum 44 1.595 Keterangan : ** : berpengaruh nyata pada taraf 1% MST : Minggu Setelah Tanam * : berpengaruh nyata pada taraf 5% tn : tidak nyata
43
Lampiran 8. Analisis Ragam Skor Warna Daun MST 21
Sumber DB Jumlah Kuadrat Kuadrat tengah Ulangan 2 5.911 2.956 Aksesi 2 2.978 1.489 Frekuensi 4 8.000 2.000 A*F 8 4.133 0.517 Galat 28 22.756 0.813 Umum 44 43.778 22 Ulangan 2 2.978 1.489 Aksesi 2 2.978 1.489 Frekuensi 4 14.800 3.700 A*F 8 2.800 0.350 Galat 28 26.356 0.941 Umum 44 49.911 23 Ulangan 2 1.600 0.800 Aksesi 2 0.133 0.067 Frekuensi 4 7.111 1.778 A*F 8 3.422 0.428 Galat 28 9.733 0.348 Umum 44 22.000 24 Ulangan 2 0.044 0.022 Aksesi 2 0.578 0.289 Frekuensi 4 14.978 3.744 A*F 8 2.756 0.344 Galat 28 10.622 0.379 Umum 44 28.978 Keterangan : ** : berpengaruh nyata pada taraf 1% * : berpengaruh nyata pada taraf 5% MST : Minggu Setelah Tanam tn : tidak nyata
F Hitung 3.64 1.83 2.46 0.64
Pr>F 0.0394* 0.1788tn 0.0684tn 0.7410tn
1.58 1.58 3.93 0.37
0.2234 0.2234tn 0.0118* 0.9267tn
2.30 0.19 5.11 1.23
0.1188 0.8266tn 0.0032** 0.3182tn
0.06 0.76 9.87 0.91
0.9432 0.4764tn 0.0001** 0.5239tn
44
Lampiran 9. Analisis Ragam Bobot Kering Tajuk, Bobot Kering Akar, dan Rasio ..Bobot Kering Tajuk dan Akar MST
Sumber DB Jumlah Kuadrat Kuadrat tengah F Hitung Pr>F Bobot kering tajuk Ulangan 2 2141.561 1070.781 1.07 0.3554 Aksesi 2 1900.841 950.421 0.95 0.3977tn Frekuensi 4 3275.706 818.926 0.82 0.5227tn A*F 8 8268.101 1033.513 1.04 0.4332tn Galat 28 27921.179 997.185 Umum 44 43507.388 Bobot kering akar Ulangan 2 100.037 50.0187 8.61 0.0012** Aksesi 2 14.421 7.211 1.24 0.3045tn Frekuensi 4 47.508 11.877 2.04 0.1153tn A*F 8 21.825 2.728 0.47 0.8671tn Galat 28 162.696 5.811 Umum 44 346.488 Rasio bobot kering tajuk dan akar Ulangan 2 7.338 3.669 4.83 0.0157* Aksesi 2 0.658 0.329 0.43 0.6528tn Frekuensi 4 14.599 3.650 4.81 0.0044** A*F 8 1.324 0.166 0.22 0.9848 Galat 28 21.256 0.759 Umum 44 45.175 Keterangan : ** : berpengaruh nyata pada taraf 1% MST : Minggu Setelah Tanam * : berpengaruh nyata pada taraf 5% tn : tidak nyata
45
Lampiran 10. Analisis Ragam Bobot Hasil Pangkasan MST 21
Sumber DB Jumlah Kuadrat Kuadrat tengah F Hitung Pr>F Ulangan 2 34.776 17.388 4.97 0.0142* Aksesi 2 12.166 6.083 1.74 0.1943tn Frekuensi 4 53.579 13.395 3.83 0.0133* A*F 8 20.134 2.518 0.72 0.6732tn Galat 28 98.010 3.500 Umum 44 218.666 22 Ulangan 2 6.268 3.134 3.04 0.0638 Aksesi 2 1.252 0.626 0.61 0.5518tn Frekuensi 4 5.777 1.444 1.40 0.2592tn A*F 8 3.992 0.499 0.48 0.8569tn Galat 28 28.859 1.030 Umum 44 46.148 23 Ulangan 2 6.555 3.277 2.63 0.0901 Aksesi 2 0.030 0.015 0.01 0.9881tn Frekuensi 4 15.457 3.864 3.10 0.0314* A*F 8 2.279 0.285 0.23 0.9824tn Galat 28 34.945 1.248 Umum 44 59.266 24 Ulangan 2 2.295 1.148 3.15 0.0581 Aksesi 2 0.619 0.310 0.85 0.4377tn Frekuensi 4 3.644 0.911 2.50 0.0648tn A*F 8 4.323 0.540 1.49 0.2070tn Galat 28 10.185 0.364 Umum 44 21.066 Keterangan : * : berpengaruh nyata pada taraf 5% tn : tidak nyata MST : Minggu Setelah Tanam
Lampiran 11. Denah Penelitian C4F1
TF4
C4F4
C4F3 TF3
C3F4
C3F3 C3F1
TF3
C3F2 C4F2 TF4
C3F1 C4F1 C4F5
C4F4 C3F4
TF1
C3F3
TF2
C4F2 C3F5
TF2
C3F2
TF1
C3F5 C4F4 TF1
TF4
TF5
C4F3 C3F4
C4F5 TF5
C3F5 C4F3 TF5
C4F5
Ulangan 1
C3F1 C4F1
TF3
C3F3
Ulangan 2
TF2
C3F2 C4F2
Ulangan 3
UTARA
Lampiran 12. Uji Korelasi Antar Peubah PA K 1 0.827 PA 0.827 1 K -0.993 -0.888 PD 0.884 -0,969* LD -0.442 -0.869 W 0.959 0,948 BKT 0,915 -0,808 BKA -0.556 RBKTA -0.927 0.906 -0,789 BHP Keterangan .* : Nyata pada taraf 5% PA : Panjang Akar K : Kepadatan PD : Panjang Daun LD : Lebar Daun
PD -0.993 -0.888 1 -0,162 0.545 -0.986 -0.909 0.876 -0.950
LD
W
0.884 -0,969* -0,162 1 0.030 0.715 0.985 -0.995 0,769
-0.442 -0.869 0.545 0.030 1 -0.678 -0.145 0.073 0,595
BKT 0.959 0,948 -0.986 0.715 -0.678 1 -0,749 -0.783 -0,762
BKA 0,915 -0,808 -0.909 0.985 -0.145 -0,749 1 -0.997 0.733
RBKTA -0.927 -0.556 0.876 -0.995 0.073 -0.783 -0.997 1 -0.682
W : Warna BKT : Bobot Kering Tajuk BKA : Bobot Kering Akar RBKTA : Rasio Bobot Kering Tajuk dan Akar BHP : Bobot Hasil Pangkasan
BHP 0.906 -0,789 -0.950 0,769 0,595 -0,762 0.733 -0.682 1