UJI FUNGSIONAL DAN KINERJA PROTOTIPE MESIN PEMANGKAS RUMPUT POTRUM BBE-02 SERTA PENGARUHNYA TERHADAP KUALITAS VISUAL RUMPUT BERMUDA (Cynodon dactylon) TIFFWAY 146
SKRIPSI
Oleh : SOFI MARYANI F14050905
2009 DEPARTEMEN TEKNIK PERTANIAN FAKULTAS TEKNOLOGI PERTANIAN INSTITUT PERTANIAN BOGOR
UJI FUNGSIONAL DAN KINERJA PROTOTIPE MESIN PEMANGKAS RUMPUT POTRUM BBE-02 SERTA PENGARUHNYA TERHADAP KUALITAS VISUAL RUMPUT BERMUDA (Cynodon dactylon) TIFFWAY 146
SKRIPSI Sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar SARJANA TEKNOLOGI PERTANIAN Pada Departemen Teknik Pertanian Fakultas Teknologi Pertanian Institut Pertanian Bogor
Oleh : SOFI MARYANI F14050905
2009 DEPARTEMEN TEKNIK PERTANIAN FAKULTAS TEKNOLOGI PERTANIAN INSTITUT PERTANIAN BOGOR
INSTITUT PERTANIAN BOGOR FAKULTAS TEKNOLOGI PERTANIAN UJI FUNGSIONAL DAN KINERJA PROTOTIPE MESIN PEMANGKAS RUMPUT POTRUM BBE-02 SERTA PENGARUHNYA TERHADAP KUALITAS VISUAL RUMPUT BERMUDA (Cynodon dactylon) TIFFWAY 146
SKRIPSI Sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar SARJANA TEKNOLOGI PERTANIAN Pada Departemen Teknik Pertanian Fakultas Teknologi Pertanian Institut Pertanian Bogor
Oleh : SOFI MARYANI F14050905 Dilahirkan pada tanggal 2 Oktober 1987 di Cianjur Tangggal lulus :
September 2009
Menyetujui, Bogor, September 2009
Dr. Ir. I Nengah Suastawa, MSAE. Dosen Pembimbing
Mengetahui,
Dr. Ir. Desrial, M.Eng. Ketua Departemen
Sofi Maryani. F14050905. Uji Fungsional dan Kinerja Prototipe Mesin Pemangkas Rumput Potrum BBE-02 serta Pengaruhnya Terhadap Kualitas Visual Rumput Bermuda (Cynodon dactylon) Tiffway 146. Dibimbing oleh: I Nengah Suastawa RINGKASAN Rumput sangat bermanfaat bagi manusia. Beberapa manfaat rumput antara lain adalah mencegah erosi, memperindah lansekap, menghasilkan oksigen, dan menurunkan suhu lingkungan. Pemangkasan adalah salah satu perawatan yang paling penting dalam budidaya rumput. Tujuannya adalah agar diperoleh lapangan rumput yang rapat dan seragam. Mesin pemangkas adalah salah satu faktor pemangkasan yang akan mempengaruhi kualitas rumput. Secara umum, mesin pemangkas rumput dibagi menjadi tiga tipe, yaitu tipe reel, rotary, dan flail (Turgeon, 1991). Mesin pemangkas rumput tipe reel dan rotary adalah mesin yang umum digunakan pada pemeliharaan rumput di lapangan olah raga dan taman. Potrum SRT-01 (Rixon, 2003), SRT-02 (Kuncoro dan Sujiono, 2003), SRT-03 (Setyawijayanto, 2005), BBE-01 (Renatho, 2009), dan BBE-02 adalah mesin-mesin pemangkas rumput tipe rotary yang telah dikembangkan Departemen Teknik Pertanian, Fakultas Teknologi Pertanian, Institut Pertanian Bogor. Potrum BBE-02 adalah mesin pemangkas rumput tipe rotari bertenaga motor bensin. Engine yang digunakan berasal dari brush cutter. Mesin ini merupakan hasil modifikasi dari Potrum BBE-01. Modifikasi tersebut dilakukan oleh sebuah tim yang terdiri dari tiga orang mahasiswa Departemen Teknik Pertanian, Fakultas Teknologi Pertanian, Institut Pertanian Bogor. Penulis adalah bagian dari tim tersebut yang melaporkan proses dan hasil pengujian. Sedangkan anggota tim lainnya melaporkan proses perancangan, hasil perancangan, dan proses produksi. Beberapa bagian dari Potrum BBE-01 yang dimodifikasi adalah dudukan engine, pengatur ketinggian pangkas, unit pemangkas, dek, dan kantung penampung clippings. Tujuan modifikasi pada dudukan engine adalah agar semua jenis engine brush cutter dapat digunakan, mudah dipasang dan dilepas, dan menghasilkan getaran yang lebih rendah. Pengatur ketinggian pangkas pada Potrum BBE-02 dirancang agar pengaturan tinggi pangkas mudah dilakukan. Menghasilkan clippings yang lebih kecil dan lebar kerja yang lebih besar adalah tujuan modifikasi pada unit pemangkas. Modifikasi pada dek dipengaruhi oleh modifikasi pada pengatur ketinggian pangkas dan unit pemangkas. Kantung penampung clippings dimodifikasi agar mudah dipasang, dilepas, dan diganti dengan clippings guard yang berfungsi melindungi operator dari hembusan clippings. Pengujian terhadap fungsi dan kinerja produk adalah satu tahap dalam perancangan produk yang perlu dilakukan setelah produk tersebut dikembangkan. Pengujian fungsi dan kinerja Potrum BBE-02 dilakukan untuk mengetahui hasil dari pengembangan Potrum BBE-02. Fungsi Potrum BBE-02 yang diuji adalah kemampuan memangkas dan clippings. Kinerja Potrum BBE-02 diukur dari kapasitas lapangan dan efisiensi lapangan. Selain fungsi dan kinerja, getaran dan kebisingan adalah aspek ergonomika yang diukur untuk mengetahui batas waktu pengoperasian Potrum BBE-02. Pengamatan terhadap densitas dan warna rumput
dilakukan untuk mengetahui pengaruh pemangkasan dengan Potrum BBE-2 terhadap kualitas visual rumput. Hasil pengujian menunjukkan bahwa Potrum BBE-02 dapat memangkas rumput Bermuda Tiffway 146 dan Gajahan dengan baik. Setelah dipangkas rumput menjadi lebih seragam dan rata. Rata-rata panjang clippings yang dihasilkan Potrum BBE-02 adalah 0.9 cm atau setengah bagian dari clippings Potrum SRT-03 yang mencapai 2.0 cm. Kinerja Potrum BBE-02 lebih baik dari Potrum BBE-01 (Putra, 2009), SRT03 (Wirawan, 2008), dan mesin yang berada di pasaran (Wirawan, 2008). Hal tersebut ditunjukkan oleh nilai efisiensi pemangkasan yang lebih tinggi dibandingkan dengan Potrum BBE-01, SRT-03, dan mesin yang ada di pasaran. Kemudahan dalam pengoperasian baik pada lintasan lurus dan saat belok adalah faktor yang berpengaruh terhadap nilai efisiensi Potrum BBE-02. Kemudahan tersebut mengurangi total waktu yang hilang dalam pemangkasan sehingga efisiensinya menjadi tinggi. Kapasitas lapangan efektif, kapasitas lapangan teoritis, dan efisiensi pemangkasan Potrum BBE-02 di lapangan rumput Bermuda adalah 491.70 m2/jam, 634.15 m2/jam, dan 78%. Di lapangan rumput Gajahan, kapasitas lapangan efektif, kapasitas lapangan teoritis, dan efisiensi pemangksan Potrum BBE-02 adalah 375.77 m2/jam, 533.99 m2/jam, dan 70%. Kualitas visual rumput mendapat pengaruh positif akibat pemangkasan dengan Potrum BBE-02. Densitas rumput di lapangan rumput Bermuda yang dipangkas secara teratur meningkat dari 34 batang/25 cm2 menjadi 74 batang/25 cm2 dalam waktu tiga minggu. Warna lapangan rumput menjadi lebih terang setelah dipangkas dan akan kembali pada warna semula atau menjadi lebih gelap setelah tiga hari. Selain itu, dilakukan empat perlakuan yang berbeda terhadap lapangan rumput Bermuda untuk mengetahui pengaruh ukuran clippings yang ditinggalkan di lahan sebagai sumber nutrisi bagi rumput. Empat perlakuan tersebut adalah kombinasi dari dua jenis mesin pemangkas rumput yaitu Potrum BBE-01 dan Potrum SRT-03 yang menghasilkan clippings dengan ukuran berbeda serta clippings yang ditinggalkan di lahan dan ditampung ke dalam kantung penampung. Dari hasil pengamatan, pengaruh tersebut tidak terlihat nyata karena faktor alam yang tidak dapat dikendalikan seperti cuaca dan kondisi lahan. Getaran yang terukur pada stang kemudi adalah 0.16 m/ss, jauh lebih kecil dari getaran pada Potrum BBE-01 yang mencapai 3.01 m/ss. Hal tersebut terjadi karena pada dudukan engine Potrum BBE-02 terdapat peredam getaran yang berfungsi mengurangi getaran. Dengan demikian, berdasarkan getaran yang ditimbulkan, waktu pengoperasian Potrum BBE-02 yang diijinkan adalah 10 jam, jauh lebih lama dari Potrum BBE-01 yang hanya 0.25 jam. Intensitas kebisingan yang diterima operator saat mengoperasikan Potrum BBE-02 adalah yang paling tinggi diantara Potrum lainnya dan mesin pemangkasa yang ada di pasaran yaitu 98.8 dB. Oleh sebab itu, berdasarkan standar OSHA lama yang diijinkan untuk mengoperasikan alat ini hanya 2.36 jam. Untuk mengurangi intensitas kebisingan yang diterima operator, operator disarankan untuk menggunakan tutup telinga.
iv
BIODATA PENULIS
Penulis dilahirkan oleh Hj. Marsiah di Cianjur pada tanggal 2 Oktober 1987 sebagai anak pertama dari empat bersaudara. Pada tahun 1993, penulis masuk sekolah dasar di SDN 1 Cipanas, setelah menyelesaikan sekolah di TK As Saidiyah. Selama tiga tahun, dari 1999 sampai dengan 2002 penulis tercatat sebagai siswa MTs Al Musaddadiyah, Garut. Sebelum menjadi mahasiswa Departemen Teknik Pertanian, Institut Pertanian Bogor, penulis adalah siswa SMAN 3 Bogor lulusan tahun 2005. Sebagai penerima beasiswa SPP++, pada tahun 2007, penulis menjadi pendamping UKM. Selama dua tahun berturut-turut, yaitu tahun 2008 dan 2009, penulis menjadi asisten praktikum mata kuliah Gambar Teknik di semester genap. Selama satu tahun, yaitu pada tahun 2009, penulis aktif sebagai pengurus Agricultural Engineering Design Club. Pada tahun 2008, penulis melaksanakan praktek lapangan di PT. GREAT GIANT PINEAPPLE, Lampung selama dua bulan. Setelah itu penulis membuat laporan praktek lapangan dengan judul ”Mekanisasi pada Budidaya Tanaman Nanas di PT. GREAT GIANT PINEAPPLE, Lampung”. Setelah melakukan penelitian selama satu bulan, penulis menulis skripsi dengan judul ”Uji Fungsional dan Kinerja Prototipe Mesin Pemangkas Rumput POTRUM BBE-02 serta Pengaruhnya Terhadap Kualitas Visual Rumput Bermuda (Cynodon dactylon)”
KATA PENGANTAR
Puji dan syukur penulis panjat kepada Allah SWT atas segala karunia-Nya. Shalawat serta salam semoga tetap tercurah kepada Nabi Muhammad SAW. Salah satu karuni-Nya adalah skripsi dengan judul ”Uji Fungsional dan Kinerja Prototipe Mesin Pemangkas Rumput Potrum BBE-02 serta Pengaruhnya Terhadap Kualitas Visual Rumput Bermuda (Cynodon dactylon)” yang dapat diselesaikan penulis sebagai syarat menyelesaikan pendidikan di Departemen Tenik Pertanian, Institut Pertanian Bogor. Berbagai macam bantuan dari banyak pihak telah membantu penulis dalam melaksanakan penelitian serta penyusunan skripsi. Ucapan terima kasih penulis sampaikan kepada: 1. Dr. Ir. I Nengah Suastawa, MSAE. sebagai pembimbing akademik yang telah membimbing dalam penelitian dan penyusunan skripsi. 2. Mama serta adik-adik (Seha, Resa, dan Rika) atas semua dukungan, perhatian, kasih sayang dan doa yang telah diberikan, 3. Toto Romansyah, Amd. atas semua dukungan, perhatian, kasih sayang dan doa yang telah diberikan, 4. Reza Pahlevi dan Hadi Sucipto, teman seperjuangan Potrum BBE-02, 5. TEP 42 atas semua bantuan, dukungan, serta doa yang telah diberikan, 6. Keluarga besar Departemen Teknik Pertanian, Institut Pertanian Bogor, dan 7. Kim dan keluarga Putri Arum atas doa dan dukungan yang telah diberikan, Terakhir, penulis mengucapkan terima kasih, semoga tulisan ini bermanfaat.
Bogor, September 2009
Sofi Maryani
DAFTAR ISI halaman KATA PENGANTAR ........................................................................................ vi DAFTAR ISI ...................................................................................................... vi DAFTAR GAMBAR ........................................................................................ viii DAFTAR TABEL ............................................................................................... x DAFTAR LAMPIRAN ....................................................................................... xi I.
PENDAHULUAN ........................................................................................ 1 1.1. Latar Belakang ..................................................................................... 1 1.2. Tujuan ................................................................................................. 3
II. TINJAUAN PUSTAKA ................................................................................ 4 2.1. Jenis dan Karakteristik Rumput Lansekap ............................................ 4 2.2. Rumput Bermuda ................................................................................. 5 2.3. Rumput Gajahan .................................................................................. 6 2.4. Pemangkasan ....................................................................................... 6 2.5. Mesin Pemangkas Rumput ................................................................... 8 2.6. Mesin Pemangkas Rumput Potrum SRT-03 ......................................... 9 2.7. Mesin Pangkas Rumput BBE-01 .......................................................... 9 2.8. Mesin Pangkas Rumput BBE-02 ........................................................ 11 2.9. Perancangan ....................................................................................... 12 2.10. Kinerja Mesin Pemangkas Rumput .................................................... 13 2.11. Kualitas rumput ................................................................................. 14 2.12. Getaran .............................................................................................. 15 2.13. Kebisingan ......................................................................................... 17 III. METODOLOGI PENELITIAN .................................................................. 19 3.1. Waktu dan Tempat Penelitian ............................................................ 19
3.2. Alat dan Bahan .................................................................................. 19 3.3. Rancangan penelitian ......................................................................... 21 3.4. Prosedur Penelitian ............................................................................ 21 3.4.1. Persiapan mesin pemangkas rumput........................................ 21 3.4.2. Persiapan tempat pengujian .................................................... 22 3.4.3. Uji fungsional Potrum BBE-02 ............................................... 24 3.4.4. Pengukuran kinerja Potrum BBE-02 ....................................... 26 3.4.5. Pengukuran kualitas visual lapangan rumput Bermuda............ 27 3.4.6. Pengukuran getaran ................................................................ 29 3.4.7. Pengukuran suhu permukaan rumput ...................................... 30 3.4.8. Pengukuran kebisingan ........................................................... 30 3.4.9. Laporan .................................................................................. 32 IV. HASIL DAN PEMBAHASAN ................................................................... 33 4.1. Fungsi Mesin Pemangkas Rumput Potrum BBE-02............................ 33 4.2. Kinerja Mesin Pemangkas Rumput Potrum BBE-02........................... 37 4.3. Kualitas Visual Lapangan Rumput ..................................................... 40 4.4. Suhu Permukaan Rumput ................................................................... 43 4.5. Getaran .............................................................................................. 44 4.6. Kebisingan ......................................................................................... 46 V. KESIMPULAN DAN SARAN ................................................................... 50 6.1. Kesimpulan ........................................................................................ 50 6.2. Saran.................................................................................................. 50 DAFTAR PUSTAKA ........................................................................................ 51
vii
DAFTAR GAMBAR halaman Gambar 1. Enam jenis rumput lansekap ............................................................... 4 Gambar 2. Mesin pemangkas rumput yang ada di pasaran .................................... 8 Gambar 3. Proses pengembangan Potrum BBE-01 ............................................. 10 Gambar 4. Mesin pemangkas rumput Potrum BBE-02 dengan kantung penampung (A) dan dengan clippings guard (B) .............................. 11 Gambar 5. Diagram proses perancangan ............................................................ 12 Gambar 6. Daily exposure graph (Lache, 2007) ................................................. 16 Gambar 7. Diagram alir tahapan penelitian ........................................................ 21 Gambar 8. Potrum BBE-02 ................................................................................ 22 Gambar 9. Potrum SRT-03................................................................................. 22 Gambar 10. Pengolahan tanah pada penyiapan lapangan rumput Bermuda ......... 23 Gambar 11. Pertumbuhan rumput Bermuda ....................................................... 24 Gambar 12. Ilustrasi pengukuran tinggi rumput sebelum dan setelah pemangkasan25 Gambar 13. Pola kontinyu .................................................................................. 26 Gambar 14. Rancangan lahan penelitian............................................................. 27 Gambar 15. Alat (A) dan metode (B) pengukuran densitas ................................. 28 Gambar 16. Color pocket ................................................................................... 28 Gambar 17. Metode pengukuran percepatan getaran dengan vibrationmeter....... 29 Gambar 18. Pengukuran suhu permukaan rumput .............................................. 30 Gambar 19. Metode pengukuran intensitas kebisingan pada engine (A) dan vibrationmeter (B) ........................................................................... 31 Gambar 20. Metode pengukuran intensitas kebisingan pada telinga (A) dan pada jarak 2 m (B) ................................................................................... 31 Gambar 21. Metode pengukuran intensitas kebisingan pada jarak 2 m, 4 m, 6 m, 8 m, dan 10 m ..................................................................................... 32
Gambar 22. Hasil pemangkasan rumput Bermuda dengan gunting (A), Bermuda dengan Potrum BBE-02 (B), Gajahan dengan gunting (C), dan Gajahan dengan Potrum BBE-02 (D). .............................................. 34 Gambar 23. Perbedaan pisau pada potrum BBE-01 (A) dan Potrum BBE-02 (B) 35 Gambar 24. Perbedaan clippings hasil Potrum BBE-02 (A) dan Potrum SRT-03 (B) ................................................................................................... 35 Gambar 25. Ilustrasi pemangkasan dengan Potrum BBE-02 ............................... 36 Gambar 26. Grafik perbandingan efisiensi kapasitas lapangan beberapa mesin pemangkas rumput di lapangan rumput Bermuda ............................. 39 Gambar 27. Grafik peningkatan densitas rumput Bermuda ................................. 40 Gambar 28. Perubahan warna lapangan rumput Bermuda akibat pemangkasan dengan Potrum BBE-02 ................................................................... 41 Gambar 29. Grafik densitas rumput di lahan A, B, C, dan D .............................. 42 Gambar 30. Kondisi lahan di pagi hari ............................................................... 43 Gambar 31. Perbedaan dudukan engine Potrum BBE-01 dan Potrum BBE-02 ... 45 Gambar 32. Rata-rata intensitas kebisingan pada jarak tertentu .......................... 46 Gambar 33. Grafik intensitas kebisingan Potrum BBE-02 .................................. 48 Gambar 34. Grafik perbandingan intensitas kebisingan (dB) pada engine dan telinga operator hasil pengukuran dan perhitungan ........................... 48
ix
DAFTAR TABEL halaman Tabel 1. Rancangan penelitian ........................................................................... 20 Tabel 2. Sistem pengatur ketinggian pada Potrum BBE-02................................. 25 Tabel 3. Tinggi rumput Bermuda dan Gajahan sebelum dan setelah dipangkas dengan Potrum BBE-02 ................................................................... 33 Tabel 4. Perbandingan KLT, KLE, dan efisiensi lapangan Potrum BBE-02, Potrum BBE-01 (Putra, 2009), Potrum SRT-03 (Wirawan, 2008), dan mesin pemangkas yang ada di pasaran (Wirawan, 2008) pada lapangan rumput Bermuda dengan pola pemangkasan kontinyu ....... 38 Tabel 5. Diameter lintasan ujung terluar mata pisau pada mesin pemangkas rumput Potrum BBE-02, BBE-01, SRT-03, dan mesin yang ada di pasaran ............................................................................................ 38 Tabel 6. Suhu permukaan rumput dan jalan aspal ............................................... 43 Tabel 7. Suhu permukaan rumput Gajahan sebelum dan setelah dipangkas dengan Potrum BBE-02 ............................................................................... 44 Tabel 8. Nilai A(8) Potrum BBE-02 dan Potrum BBE-01................................... 45 Tabel 9. Lama mendengar yang diijinkan pada pengoperasian Potrum BBE-02 berdasarkan standar OSHA (Occuptional Safety and Health Administration) ................................................................................ 47
DAFTAR LAMPIRAN halaman Lampiran 1. Data panjang clipping yang dihasilkan Potrum BBE-02 dan Potrum SRT-03 ............................................................................................ 55 Lampiran 3. Data dan perhitungan kapasitas lapangan Potrum BBE-02 di lapangan rumput Gajahan ................................................................ 57 Lampiran 4. Data densitas rumput Bermuda Tiffway 146 (batang/25 m2)............ 58 Lampiran 5. Data percepatan getaran (m/s2) serta perhitungan ahv (m/s2) dan A(8)59 Lampiran 6. Gambar grafik exposure time.......................................................... 60 Lampiran 7. Data intensitas kebisingan (dB) pada engine dan telinga operator ... 61 Lampiran 8. Data intensitas kebisingan lingkungan (dB) pada Potrum BBE-02 .. 62 Lampiran 9. Perhitungan intensitas kebisingan (dB) pada lingkungan ................ 63 Lampiran 10. Perhitungan lama mendengar yang diijinkan berdasarkan standar OSHA.............................................................................................. 65
I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Lapangan rumput
sangat
berharga.
Berbagai
sifat
rumput
dapat
dimanfaatkan oleh manusia. Sebagai pencegah erosi, akar rumput mempunyai kemampuan mengikat tanah yang kuat sehingga tanah tidak terbawa oleh aliran air. Selain itu, rapatnya topgrowth rumput dapat melindungi tanah.
Sebuah
penelitian menunjukkan bahwa rapatnya sistem akar dan topgrowth rumput dapat mencegah pestisida turun ke dalam tanah dan mencemari air tanah (Emmons, 2000). Warna hijau rumput yang menarik dan bentuk yang seragam dapat memperindah lansekap. Banyak jenis rumput yang dapat dipilih menjadikan rumput dapat ditanam pada berbagai macam kondisi tanah. Manfaat lain dari lapangan rumput adalah sebagai produsen oksigen dan pendingin lingkungan. Menurut Emmons (2000), lapangan rumput berukuran 15 m x 15 m dapat menghasilkan oksigen untuk memenuhi kebutuhan sebuah keluarga yang terdiri dari empat orang. Melalui proses tranpirasi, rumput dapat menyejukkan lingkungan sekitarnya. Pada siang hari, di saat radiasi surya mencapai 4.1 mV dimana suhu permukaan jalan 47.4 ⁰C, suhu di permukaan rumput jauh lebih rendah, yaitu 37.85 ⁰C. Menurut
Turgeon
(1991),
pemangkasan
rumput
adalah
kegiatan
pemeliharaan dalam budidaya rumput yang paling dasar dan berpengaruh terhadap kegiatan
budidaya
lainnya.
Tujuan
dari
pemangkasan
rumput
adalah
menghasilkan lapangan rumput yang rapat dan seragam. Faktor-faktor yang mempengaruhi
keadaan
tersebut
adalah
tinggi
pemangkasan,
frekuensi
pemangkasan, mesin pemangkas, dan pola pemangkasan. Terdapat berbagai jenis mesin pemangkas rumput tipe rotari yang telah dikembangkan, diproduksi dan dipasarkan. Potrum SRT-01, SRT-02, dan SRT-03 adalah mesin-mesin pemangkas rumput tipe rotari yang telah dikembangkan oleh Departemen Teknik Pertanian, Fakultas Teknologi Pertanian, Institut Pertanian Bogor. Semua mesin tersebut menggunakan motor listrik untuk memutar pisau. Hal tersebut menjadi salah satu kekurangan dari mesin-mesin tersebut karena hanya dapat dioperasikan di lahan yang dekat dengan sumber listrik.
Pengembangan mesin pemangkas rumput selanjutnya adalah merancang mesin pemangkas rumput yang dapat beroperasi di lahan yang jauh dari sumber listrik. Solusinya adalah Potrum BBE-01. Mesin ini adalah mesin pemangkas rumput tipe rotari yang menggabungkan kelebihan brush cutter atau mesin pemangkas rumput tipe dorong dengan Potrum SRT-03. Brush cutter memiliki engine berbahan bakar bensin yang ringan dan kompak. Sedangkan Potrum SRT03 adalah mesin pemangkas rumput dengan sistem pengatur ketinggian dan kantung penampung sehingga dapat memangkas dengan rata dan seragam. Pengujian yang dilakukan oleh Putra (2009) menunjukkan bahwa Potrum BBE-02 dapat memangkas rumput Bermuda dan Gajahan dengan baik. Selain itu, kinerja dari mesin ini juga lebih baik dari mesin pemangkas lain yang telah dikembangkan oleh Departemen Teknik Pertanian, Fakultas Teknologi Pertanian, Institut Pertanian Bogor. Hal tersebut ditunjukkan oleh nilai efisiensi lapangannya yang mencapai 73%. Secara fungsional dan kinerja, Potrum BBE-01 telah sesuai dengan yang diharapkan. Akan tetapi, terdapat beberapa kekurangan yang dimiliki Potrum BBE-01 yang perlu diperbaiki. Beberapa kekurangan tersebut antara lain antara lain adalah jenis engine brush cutter yang dapat digunakan Potrum BBE-01 sebagai sumber tenaga terbatas, waktu yang dibutuhkan untuk memasang dan melepaskan engine relatif lama, getaran pada stang kemudi cukup besar sehingga membatasi penggunaan mesin ini, dan penyaluran putaran dari motor ke pisau belum sempurna. Modifikasi adalah proses yang dilakukan terhadap Potrum BBE-01 agar kekurangan-kekurangan dari mesin tersebut dapat diperbaiki. Selain perbaikan, modifikasi juga dilakukan untuk menambah fungsi dari Potrum BBE-01, yaitu menghasilkan clippings yang relatif kecil sehingga tidak menimbulkan masalah saat clipping ditinggalkan di lahan (Bio-clip). Bagian-bagian mesin yang dimodifikasi adalah dudukan engine, unit pemangkas, sistem pengatur ketinggian, dek, dan kantung penampung. Modifikasi tersebut telah menghasilkan mesin pemangkas rumput model baru yang diberi nama Potrum BBE-02. Modifikasi Potrum BBE-01 menjadi Potrum BBE-02 merupakan hasil kerjasama tim yang terdiri tiga orang mahasiswa Departemen Teknik Pertanian.
2
Laporan hasil modifikasi tersebut dijadikan sebagai syarat untuk mendapat gelar sarjana Tekonologi Pertanian dan dibagi menjadi tiga bagian, yaitu perancangan, pembuatan dan pengujian. Proses perancangan dan hasil rancangan disusun menjadi skripsi oleh Reza Pahlevi dengan judul “Modifikasi Prototipe Mesin Pemangkas Rumput Potrum Model BBE-01 Menjadi BBE-02 (Back Pack Brush Cutter Engine-02)”. Sedangkan proses pembuatan atau produksi dilaporkan oleh Hadi Sucipto dalam bentuk skripsi dengan judul “Perancangan Proses Produksi Pemangkas Rumput Tipe Dorong (Potrum BBE-02) Skala Bengkel Sederhana”. Proses dan hasil pengujian sebagai bagian terakhir dari modifikasi Potrum BBE01 menjadi BBE-02 dilaporkan oleh penulis dalam skripsi ini. Menurut Ulman (1992), pengujian terhadap sebuah rancangan baru atau modifikasi suatu produk perlu dilakukan. Tujuannya adalah untuk mengatur pengembangan fungsi produk tersebut dan mengembangkan informasi yang cukup agar dapat dibandingkan dengan target yang ingin dicapai. Walaupun tujuan utama pengujian adalah untuk memastikan bahwa produk yang telah dirancang sesuai dengan target, hal lain yang juga penting adalah mengetahui perubahan yang terjadi dalam fungsi produk.
1.2. Tujuan Tujuan dari penelitian ini adalah untuk menguji fungsi dan kinerja mesin pangkas rumput Potrum BBE-02 dibandingkan dengan Potrum BBE-01, Potrum SRT-03, dan mesin pemangkas rumput tipe rotari yang dijual di pasaran. Selain itu, penelitian ini bertujuan untuk menguji tingkat getaran dan kebisingan yang diakibatkan oleh penggunaan mesin ini. Menguji pengaruh pemangkasan dengan Potrum BBE-02 terhadap kualitas visual lapangan rumput Bermuda (Cynodon dactylon) Tiffway 146 juga menjadi tujuan lain dari penelitian ini.
3
II. TINJAUAN PUSTAKA
2.1. Jenis dan Karakteristik Rumput Lansekap Rumput termasuk ke dalam famili Gramineae. Rumput tumbuh di hampir semua kondisi tanah karena daya adaptasinya yang tinggi. Selain sebagai tanaman pengganggu atau gulma, rumput juga dapat berfungsi untuk menambah keindahan,
mengendalikan erosi,
dan mengurangi suhu yang tinggi. Pada
beberapa cabang olah raga seperti sepak bola dan golf, rumput dapat memberikan kenyamanan dan keamanan dalam berolah raga.
Cynodon dactylon
Zoysia matrella
Axonopus compressus
Agrotis palistrus Huds
Eleusine indica
Pennisetum purpureum
Gambar 1. Enam jenis rumput lansekap
Terdapat enam jenis rumput lansekap yang biasa dibudidayakan. Empat jenis diantaranya banyak digunakan untuk lapangan olahraga. Keempat jenis rumput itu adalah rumput Bermuda (Cynodon dactylon), Manila (Zoysia matrella), Gajahan (Axonopus compressus) dan Agrotis (Agrotis palistrus Huds). Kedua rumput lainnya yaitu rumput Belulang (Eleusine indica) dan rumput Gajah
(Pennisetum purpureum) adalah rumput yang biasa digunakan sebagai penguat teras dan pencegah erosi. Rumput lansekap adalah rumput yang ditanam sebagai tanaman hias. Rumput lansekap ditanam hampir di semua perencanaan tanam. Hal tersebut bertujuan untuk meningkatkan nilai estetika. Untuk mendapatkan taman yang indah, pemeliharaan terhadap rumput perlu dilakukan. Menurut Munandar (1990) dalam Wirawan (2008), pemeliharaan rumput dilakukan untuk memperoleh rumput yang rapat, seragam, dan kualitas visual serta fungsional yang baik. Kegiatan utama dalam pemeliharan rumput adalah pemangkasan, pemupukan, dan pengairan.
2.2. Rumput Bermuda Rumput Bermuda atau Cynodon dactylon seperti telihat pada Gambar 1. adalah salah satu rumput lansekap. Terdapat dua jenis rumput yang digunakan di lapangan rumput, yaitu rumput Bermuda biasa dan rumput Bermuda hibrida. Secara umum, rumput Bermuda hibrida menghasilkan kualitas rumput yang tinggi dan membutuhkan tingkat perawatan yang tinggi. Berbagai jenis tanah dapat menjadi media tanam yang baik untuk rumput ini. Akan tetapi, rumput ini akan tumbuh dengan baik pada kondisi tanah yang subur. Selain itu, cahaya matahari yang cukup dan drainase yang baik merupakan kondisi yang baik untuk jenis rumput ini. Pemangkasan yang teratur perlu dilakukan karena rumput ini memiliki laju pertumbuhan yang cepat. Tinggi pangkas yang direkomendasikan untuk jenis hidrida adalah 1.3 – 2.5 cm. Bermuda dapat bertahan pada musim kemarau yang panjang, tapi membutuhkan kelembaban yang tinggi. Pada musim kemarau, irigasi dibutuhkan untuk menjaga kelembaban agar kualitas rumput tetap terjaga. Rumput Bermuda biasa lebih tahan terhadap musim kemarau yang panjang daripada yang hidrida. Berbagai macam jenis kultivar rumput dikembangkan untuk memperoleh kualitas rumput yang terbaik. Kultivar-kultivar yang memilki tekstur yang baik, warna hijau tua, rapat (densitasnya tinggi), dan kuat tersebut membutuhkan perawatan yang tinggi. Sebagian besar dari varietas ini diperbanyak secara
5
vegetatif karena varietas ini tidak menghasilkan viable seeds. Tiffway 146 adalah salah satu jenis kultivar yang dikembangkan untuk memperoleh kualitas rumput yang baik.
2.3. Rumput Gajahan Rumput gajahan atau Axonopus compressus disebut sebagai tropical carpetgrass. Rumput ini cocok untuk daerah yang memiliki tingkat perawatan yang rendah dan basah. Rumput ini biasa ditanam di sepanjang sisi jalan dan di daerah yang miring untuk mengatasi erosi. Tidak ada kultivar baru pada jenis ini. Seperti terlihat pada Gambar1., rumput ini memilki tekstur yang kasar karena daunnya yang lebar.
2.4. Pemangkasan Pemangkasan merupakan salah satu kegiatan utama dalam budidaya rumput yang dibutuhkan untuk mempertahankan kualitas rumput selain pemupukan dan pengairan (Turgeon, 1991). Pemangkasan adalah kegiatan budidaya paling dasar yang mempengaruhi kegiatan budidaya lainnya. Rumput dipangkas secara teratur untuk tujuan estetika dan fungsional. Pemangkasan secara teratur akan menghasilkan permukaan rumput yang seragam dan tekstur daun yang halus. Selain itu, pemangkasan juga akan meningkatkan densitas rumput. Peningkatan densitas akan menurunkan populasi gulma. Menurut Turgeon (1991), terdapat beberapa variabel dalam pemangkasan yang mempengaruhi kualitas lapangan rumput. Variabel tersebut adalah tinggi pangkas, frekuensi pemangkasan, dan pola pemangkasan. Selain itu, kualitas lapangan rumput dan kebutuhan budidaya dipengaruhi oleh pengangkatan dan pengembalian clippings pada saat pemangkasan. Tinggi pangkas adalah tinggi rumput setelah dipangkas. Pemilihan tinggi pangkas yang tepat dipengaruhi oleh beberapa faktor, diantaranya spesies rumput yang dipangkas. Tinggi pangkas yang direkomendasikan untuk setiap jenis rumput berbeda-beda. Tinggi pangkas yang direkomendasikan untuk rumput Bermuda hibrida adalah 0.5 - 5.1 cm, sedangkan untuk rumput Gajahan adalah 2.5 – 5.0 cm.
6
Apabila rumput dipangkas terlalu rendah, crown akan rusak dan terlalu banyak togrowth yang hilang. Kemampuan tanaman untuk berfotosintesis menjadi terbatas apabila jumlah daun yang hilang banyak. Hasilnya adalah penurunan dalam sistem perakaran, penurunan sebagian cadangan makanan, dan rumput menjadi mudah rusak. Pemangkasan rumput terlalu tinggi juga memilki efek yang buruk. Daun yang lebih panjang berpotensi meningkatkan kehilangan air karena luas area permukaan daun yang lebih luas. Akibatnya, lingkungan dibawah daun akan menjadi lembab dan menimbulkan penyakit. Frekuensi pemangkasan ditentukan berdasarkan laju pertumbuhan rumput. Laju pertumbuhan dipengaruhi oleh kondisi lingkungan, tingkat perawatan, dan spesies serta kultivar yang mendukung rumput tersebut. Frekuensi pemangkasan biasanya ditentukan dengan hukum satu-per-tiga. Rumput sebaiknya dipangkas sesering mungkin sehingga tinggi rumput yang terpangkas dalam satu kali pemangkasan tidak lebih dari satu-per-tiga dari tinggi rumput. Pola pemangkasan akan mempengaruhi kualitas rumput. Perbedaan warna pada lapangan rumput sehingga membentuk sebuah pola dapat diperoleh melalui pemangkasan dengan tinggi pangkas yang bervariasi sesuai dengan pola warna yang diinginkan. Pola lapangan sepak bola terang dan gelap dapat diperoleh dengan cara mengkas lapangan rumput dengan tinggi pangkas yang berbeda. Daun atau batang rumput yang terpotong dari hasil pemangkasan rumput disebut clippings. Clippings dapat ditampung di kantung penampung yang terdapat
pada
mesin
pemangkas.
Apabila
ukurannya
kecil,
sebaiknya
ditingggalkan di lapangan atau tidak ditampung ke dalam kantung penampung. Clippings merupakan sumber nutrisi bagi tanaman. Pada keadaan kering, kandungan nitrogennya mencapai 3% sampai dengan 5%. Penelitian menunjukkan bahwa rumput dapat memenuhi 25% sampai dengan 40% kebutuhan nitrogennya dengan memanfaatkan sumber nutrisi dari clippings. Clippings yang dihasilkan dengan frekuensi pemangkasan hukum satu-pertiga berukuran kecil. Hal tersebut akan menguntungkan karena clippings akan jatuh dekat permukaan tanah dan tidak menyebabkan masalah estetika. Oleh
7
karena itu, proses dekomposisi akan cepat dan kontribusinya terhadap pembentukan thatch akan minimal. 2.5. Mesin Pemangkas Rumput Berbagai macam alat dapat digunakan untuk memangkas tanaman. Terdapat tiga prinsip dalam memangkas rumput, yaitu reel, rotary, dan flail. Mesin pemangkas yang paling banyak digunakan adalah mesin pemangkas dengan prinsip reel dan rotary.
Gambar 2. Mesin pemangkas rumput yang ada di pasaran
Mesin pemangkas yang memangkas rumput dengan prinsip reel disebut reel mower atau mesin pemangkas rumput tipe reel. Mesin ini memangkas rumput dengan cara menggunting sehingga diperoleh pemangkasan yang rapi. Pemangkas tipe ini cocok digunakan di lahan bergelombang yang membutuhkan hasil kerapihan dan keseragaman yang tinggi. Mesin pemangkas rumput tipe rotari atau rotary mower memangkas rumput berdasarkan impak pisau terhadap rumput (free cutting) dengan kecepatan putar yang tinggi. Pisau berputar horizontal sejajar dengan permukaaan tanah. Potrum SRT-03 (Setyawijayanto, 2005) dan Potrum BBE-01 (Renatho, 2009) adalah mesin-mesin pemangkas rumput tipe rotari yang
8
telah dikembangkan oleh Departemen Teknik Pertanian, Fakultas Teknologi Pertanian, Institut Pertanian Bogor.
2.6. Mesin Pemangkas Rumput Potrum SRT-03 Potrum SRT-03 yang telah dikembangkan oleh Setyawijayanto (2005) merupakan hasil modifikasi Potrum SRT-02 yang dikembangkan oleh Kuncoro dan Sujiono (2003). Kelebihan mesin ini dibandingkan dengan mesin sebelumnya adalah bobot yang ringan, mobilitas yang lebih baik, daya tampung clippings yang lebih banyak, dan efisiensi lapangan yang lebih tinggi. Kekurangan dari mesin ini adalah hanya dapat dioperasikan di lokasi yang dekat dengan sumber listrik. Selain itu, ketika dioperasikan di lapangan, roda depan perlu diangkat agar mesin dapat dibelokkan.
2.7. Mesin Pangkas Rumput BBE-01 Potrum BBE-01 adalah salah satu mesin pemangkas rumput tipe rotari yang telah dikembangkan oleh Renatho dan Putra (2009). Mesin ini merupakan hasil penggabungan dari kelebihan mesin pemangkas rumput tipe dorong Potrum SRT03 dan tipe gendong (brush cutter). Tujuan dari perancangan mesin ini adalah menghasilkan mesin pemangkas rumput dengan sumber tenaga berasal dari engine brush cutter yang dapat dipasang dan dilepas dengan mudah. Selain itu, mesin ini juga dirancang agar mudah dibawa sehingga harus ringan dan kompak. Keunggulan lain dari mesin pemangkas rumput ini adalah memiliki pengatur ketinggian, kantung penampung, dan menghasilkan pangkasan yang rata di lahan yang datar. Kelebihan dari mesin pemangkas rumput tipe dorong Potrum SRT-03 adalah memangkas dengan rapi, memiliki kantung penampung, dan pengatur ketinggian. Sedangkan kelebihan dari brush cutter adalah memiliki engine yang relatif kecil dan ringkas, berbahan bakar bensin, dan dapat digunakan pada berbagai kondisi lahan. Selain memiliki kelebihan, kedua mesin tersebut juga memiliki kekurangan. Sebagai mesin pemangkas rumput bertenaga motor listrik, Potrum SRT-03 hanya dapat dioperasikan di lahan yang dekat dengan sumber listrik. Kekurangan lain dari Potrum SRT-03 adalah hanya dapat dioperasikan di
9
lahan yang datar dan sulit dioperasikan pada saat berbelok. Brush cutter tidak mempunyai
pengatur
ketinggian
sehingga
menghasilkan
scalping
saat
dioperasikan di lapangan rumput yang datar. Selain itu, kekurangan dari brush cutter adalah tidak memiliki kantung penampung, sulit dioperasikan dengan tinggi pangkas yang rendah, dan mengakibatkan kelelahan pada operator jika dioperasikan dalam jangka waktu yang lama.
Brush cutter
Potrum SRT-03
Potrum BBE-01 Gambar 3. Proses pengembangan Potrum BBE-01
Sumber tenaganya berasal dari engine brush cutter yang dapat dipasang dan dilepas. Dengan demikian alat ini dapat dioperasikan di lapangan rumput yang jauh dari sumber listrik. Selain itu, mesin ini dirancang agar ringan dan mudah dibawa, ketinggian pemangkasan rumput dapat diatur, hasil pemangkasan rata di
10
lahan rumput yang datar, dan memiliki penampung clippings. Potrum BBE-01 dapat dilihat pada Gambar 3.
2.8. Mesin Pangkas Rumput BBE-02 Potrum BBE-02 merupakan hasil modifikasi dari mesin pangkas rumput BBE-01 yang dilakukan oleh mahasiswa Departemen Teknik Pertanian. Selain memperbaiki kekurangan yang terdapat pada Potrum BBE-01, modifikasi juga dilakukan pada beberapa bagian agar kinerja dari mesin ini menjadi lebih baik. Bagian-bagian yang dimodifikasi adalah dudukan engine, roda, pengatur ketinggian, dan pisau.
A B Gambar 4. Mesin pemangkas rumput Potrum BBE-02 dengan kantung penampung (A) dan dengan clippings guard (B)
Modifikasi pada dudukan engine dilakukan agar berbagai macam jenis dan tipe engine brush cutter dapat digunakan, dipasang dan dilepas dalam waktu yang relatif singkat dan mudah, serta menghasilkan getaran yang lebih kecil. Roda pada Potrum BBE-01 mempermudah operator saat belok, tapi sulit diatur pada saat dioperasikan lurus. Pengaturan tinggi pangkas Potrum BBE-01 membutuhkan
11
waktu yang lebih lama dari pada Potrum SRT-03. Modifikasi pada pisau dilakukan agar diperoleh clippings yang lebih kecil.
Selain dilengkapi dengan kantung penampung clippings, mesin ini juga dilengkapi dengan clippings guard seperti terlihat pada Gambar 4. Clipping guard digunakan apabila clippings ditinggalkan di lapangan atau tidak ditampung ke dalam kantung penampung agar dapat dimanfaatkan kembali oleh rumput sebagai sumber nutrisi. Bagian ini berfungsi agar operator terlindung dari clippings yang terlempar karena putaran pisau.
2.9. Perancangan Gambar 5. menunjukkan tahap-tahap dalam proses perancangan. Proses perancangan terdiri dari beberapa tahap antara lain: identifikasi masalah, pengembanga ide awal, penyempurnaan ide, pengembangan konsep ide, pembuatan prototipe, uji prototipe, pembuatan prototipe yang baik, dan proses produksi. Proses iteratif terjadi dalam proses perancangan yang memungkinkan perbaikan rancangan berdasarkan hasil pekerjaan sebelumnya.
Identifikasi Masalah Pengembangan Ide Awal Penyempurnaan Ide Pengembangan Konsep Ide Pembuatan Prototipe
Tidak
Tidak
Uji Prototipe
Dihentikan
Ya Pembuatan Prototipe yang Baik Proses Produksi
Gambar 5. Diagram proses perancangan 12
Pada proses perancangan atau modifikasi, pengujian adalah salah satu tahap yang perlu dilakukan. Tujuannya adalah untuk mengatur pengembangan secara fungsional dan mengembangkan informasi yang cukup agar dapat dibandingkan dengan target yang ingin dicapai. Walaupun tujuan utama pengujian adalah untuk memastikan bahwa hasil rancangan telah sesuai dengan target, hal lain yang juga penting adalah mengetahui perubahan yang terjadi (Ulman, 1992). Pada tahap tersebut, pengujian dilakukan terhadap prototipe dan hasil pengujian dapat menentukan langkah selanjutnya dalam proses perancangan. Proses iteratif dilakukan apabila hasil pengujian tidak sesuai dengan target yang telah ditentukan dan perbaikan rancangan mungkin untuk dilakukan. Sedangkan proses perancangan akan dihentikan apabila hasil pengujian menunjukkan bahwa target yang telah ditentukan tidak tercapai dan tidak mungkin dilakukan perbaikan. Pembuatan prototipe yang baik dilakukan apabila hasil pengujian menunjukkan bahwa target telah tercapai dan tidak perlu dilakukan perbaikan.
2.10. Kinerja Mesin Pemangkas Rumput Kinerja mesin ditentukan oleh nilai kapasitas lapangan efektif (KLE) dan kapasitas lapangan teoritis (KLT). Dari perbandingan kedua nilai tersebut akan diperoleh nilai efisiensi dari kapasitas lapangan mesin tersebut. Nilai KLE dan KLT dapat diperoleh melalui persamaan (1) dan (2). A
KLE= Wk ....................................................................................................... (1) KLE adalah kapasitas lapangan efektif dengan satuan m/s2. A adalah luas lahan yang olah atau dalam hal ini adalah luas lapangan rumput yang terpangkas dalam satuan m2. Sedangkan Wk adalah waktu yang dibutuhkan untuk memangkas lapangan rumput seluas A m2.
KLT=l×v ...................................................................................................... (2)
13
Kapasitas lapangan teoritis atau KLT memiliki satuan m/s2. l adalah lebar pemangkasan dengan satuan m. Kecepatan maju atau v memiliki satua m/s. KLE
Efisiensi lapangan= KLT ×100% ..................................................................... (3) Efisiensi lapangan adalah perbandingan antara kapasitas lapangan efektif (KLE) dengan kapasitas lapangan teoritis (KLT). Nilai efisiensi dinyatakan dalam persen. Persamaan-persamaan di atas disesuaikan dengan persamaan yang digunakan untuk menghitung kinerja mesin-mesin pengolahan tanah yang ditulis oleh Daywin (1999).
2.11. Kualitas rumput Menurut Emmons (2000), Warna, tekstur, densitas, dan keseragaman adalah empat karakteristik yang umum digunakan untuk mengukur kualitas rumput. Keempat karakteristik tersebut berbeda-beda untuk setiap spesies dan varietas. Iklim berpengaruh terhadap empat karakteristtik kualitas rumput tersebut. Rumput menjadi kurang menarik dan kurang sehat pada saat musim kering. Pemupukan dan pemangkasan adalah faktor utama yang mempengaruhi kualitas rumput. Warna adalah ukuran dari cahaya yang dipantulkan oleh rumput. Kebanyakan orang lebih banyak memilih warna hijau tua atau dark green daripada warna hijau kekuningan atau yellow-green. Hal tersebut disebabkan karena warna yang lebih hijau pada rumput lebih menarik. Warna yang kurang menarik dapat disebabkan oleh kandungan nitrogen kurang, kemarau panjang, penyakit, serangga, dan lain-lain. Akan tetapi, beberapa spesies dan varietas memang memilki warna hijau yang muda. Perbedaan warna hijau tidak selalu menunjukkan rumput tersebut tidak sehat. Tekstur adalah ukuran utama dari lebar daun. Tekstur rumput yang memiliki lebar daun yang sempit lebih menarik daripada tekstur rumput yang berdaun lebar. Perbedaaan tekstur setiap spesies dan varietas sangat bervariasi. Frekuensi pemangkasan yang tinggi dan densitas yang meningkat akan menghasilkan daun dengan tekstur yang halus.
14
Karakteristik kualitas rumput yang mungkin paling penting adalah densitas. Densitas adalah jumlah batang pada suatu area. Rumput yang rapat dengan densitas yang tinggi seperti karpet lebih disukai daripada rumput yang memiliki densitas yang rendah. Densitas juga digunakan untuk mengukur kemampuan rumput beradaptasi pada berbagai macam kondisi lahan. Densitas yang tinggi tidak akan tercapai apabila rumput yang ditanam termasuk spesies yang tidak tahan terhadap penyakit atau stress lainnya. Perawatan yang tidak benar dapat menyebabkan densitas yang rendah. Keseragaman adalah kombinasi dari tiga karakteristik kualitas sebelumnya. Rumput yang menarik adalah rumput yang seragam dan bentuk yang tetap. Warna, tekstur, dan densitas sama pada semua area lapangan rumput. Semua rumput terlihat sama. Gulma, bare spots, penyakit, atau perbedaan tekstur dan warna dapat merusak keseragaman. 2.12. Getaran Getaran dapat dibedakan menjadi dua, yaitu getaran sinusoidal dan getaran random. Getaran sinusoidal adalah getaran beraturan yang bergerak terhadap satu sumbu dengan amplitudo dan frekuensi tertentu. Getaran random yang biasa terjadi di alam adalah getaran tidak beraturan dan tidak dapat diperkirakan gerakannya (Mc Cormick, 1987) ahv = a2hvx +a2hvy +a2hvz ...................................................................................... (4) A(8)=ahv dimana:
T To
................................................................................................. (5) ahv
= magnitude vibration (m/s2)
ahvx
= percepatan getaran rata-rata pada sumbu x (m/s2)
ahvy
= percepatan getaran rata-rata pada sumbu y (m/s2)
ahvz
= percepatan getaran rata-rata pada sumbu z (m/s2)
T
= batas waktu berdasarkan nilai ahv
To
= waktu kerja per hari (8 jam)
sumber: Lache (2007)
15
Gambar 6. Daily exposure graph (Lache, 2007)
Dalam jangka waktu yang singkat, getaran hanya akan memberikan sedikit efek psikologis. Perubahan kimia pada darah dan kelenjar endokrin tidak akan terjadi dalam jangka waktu tersebut. Getaran akan menimbulkan masalah spinal disorder, hemoroid, hernia, kesulitan dalam membuang air kemih dalam jangka waktu yang panjang. Menurut standar ISO 5349-1: 2001, nilai frekuensi diperoleh dari tiga arah sumbu yaitu: ahvx, ahvy, ahvz. Persamaan (4) dapat digunakan untuk memperoleh nilai resultannya. 16
Batas waktu pemakaian mesin pangkas rumput perlu diketahui untuk menghindari adanya gangguan kesehatan yang diakibatkan oleh getaran. Hal tersebut dapat diketahui dengan cara memplotkan nilai rata-rata dari ahv dan nilai A(8) pada daily exposure graph seperti terlihat pada Gambar 6. Persamaan (5) adalah persamaan yang dapat digunakan untuk mengetahui nilai A(8).
2.13. Kebisingan Menurut Wilson (1989) dalam Mahmudah (2005), kebisingan adalah bunyi yang tidak dikehendaki sehingga dapat mengganggu dan menbahayakan bagi kesehatan. Bunyi tersebut dapat berupa bunyi yang tidak beraturan dan bunyi yang dikeluarkan oleh kegiatan transportasi dan industri. Kebisingan dapat mengganggu dan mempengaruhi kerja. Pada taraf yang membahayakan, kebisingan dapat mengakibatkan ketulian.
Waktu (jam)=
8 2
(L-90) ⁄5
.................................................................................... (7)
Sumber: OSHA (1983) dalam Salvendy (2005)
Terdapat beberapa standar yang dapat digunakan untuk menentukan lama mendengar yang diizinkan, diantaranya adalah Occuptional Safety and Health Administration standard (standar OSHA). Persamaan (7) dapat digunakan untuk menentukan lama mendengar yang diizinkan, dimana L adalah intensitas kebisingan (dB).
SL1 -SL2 =20 log r2 ⁄r1 .................................................................................... (8) Dimana:
SL1
= intensitas sumber suara pada jarak r1 (dB)
SL2
= intensitas sumber suara pada jarak r2 (dB)
r1
= jarak ke sumber bising yang pertama (cm)
r2
= jarak ke sumber bising yang pertama (cm)
Sumber: Mc Cormick (1987)
17
Kebisingan berpengaruh terhadap lingkungan di sekitarnya. Semakin jauh jarak dengan sumber kebisingan, maka semakin rendah intensitas kebisingan. Persamaan (8) menunjukkan bahwa jarak mempengaruhi intensitas kebisingan. Soemanegara (1975) dalam Mahmudah (2005), membagi pengaruh kebisingan pada jasmani pekerja menjadi dua golongan, yaitu: 1. tidak berpengaruh terhadap indera pendengaran tapi memberikan pengaruh berupa keluhan samar-samar dan tidak jelas berwujud penyakit, dan 2. berpengaruh terhadap indera pendengaran, baik bersifat sementara maupun permanen. Kebisingan yang berpengaruh terhadap indera pendengaran terdiri dari acoustic trauma dan occupational deafness. Acoustic trauma adalah rusaknya sebagian atau seluruh alat-alat pendengaran akibat kejadian tiba-tiba, seperti letupan senjata api dan ledakan bom. Occupational deafness adalah hilangnya sebagian atau seluruh pendengaran sesorang yang bersifat permanen disebabkan oleh kebisingan yang terus-menerus atau kontinyu. Upaya pengendalian kebisingan dapat dilakukan dengan tiga cara, yaitu pengendalian keteknikan, pengendalian sumber kebisingan, dan pelindung diri. Pengendalian keteknikan dilakukan dengan cara melakukan modifikasi terhadap alat-alat, proses, dan lingkungan yang menimbulkan kebisingan. Pengendalian sumber kebisingan dapat dilakukan dengan penambahan penggunaan spesifikasi kebisingan pada peralatan yang baru. Pelindung diri berupa sumbat telinga dan tutup telinga dapat digunakan untuk mengurangi intensitas kebisingan sekitar 2025 dB (Mahmudah, 2005).
18
III. METODOLOGI PENELITIAN
3.1. Waktu dan Tempat Penelitian Penelitian dilakukan pada bulan Maret sampai dengan Juli 2009. Tempat dilakukan penelitian adalah di Laboratorium Lapangan Teknik Petanian, Fakultas Teknologi Pertanian, dan di depan taman Fakultas Peternakan, IPB, Bogor. Penelitian dimulai dengan melakukan perancangan dan pembuatan mesin pemangkas rumput Potrum BBE-02 dari bulan Maret sampai Juni 2009. Setelah itu, dilakukan pengujian Potrum BBE-02 selama satu bulan pada bulan Juli 2009.
3.2. Alat dan Bahan Peralatan yang akan digunakan dalam pengujian adalah sebagai berikut. 1.
Mesin pangkas rumput Potrum BBE-02
2.
Mesin pemangkas rumput Potrum SRT-03
3.
Stop watch digunakan untuk mengukur waktu total uji kinerja.
4.
Oven digunakan untuk mengeringkan rumput hasil pemangkasan.
5.
Timbangan digital digunakan untuk menimbang rumput hasil pemangkasan sebelum dan sesudah pengeringan.
6.
Timbangan biasa digunakan untuk menimbang yield hasil pemangkasan.
7.
Vibrationmeter digunakan untuk mengukur getaran yang dihasilkan oleh mesin pangkas rumput.
8.
Sound level meter digunakan untuk mengukur kebisingan yang diakibatkan oleh mesin pangkas rumput.
9.
Termometer Infra Merah digunakan unntuk mengukur suhu permukaan rumput.
10. Patok digunakan sebagai tanda dalam membuat petakan tanah. 11. Tali rafia digunakan untuk pembatas lahan. 12. Pita ukur digunakan untuk mengukur luas lahan, lebar dan panjang pemangkasan. 13. Mistar digunakan untuk mengukur ketinggian rumput. 14. Papan triplek dengan ukuran lubang 5 x 5 cm2 digunakan untuk mengukur densitas rumput.
15. Marketing and Menchardising Color Pocket digunakan untuk mengukur kualitas warna lapangan rumput secara visual. 16. Peralatan menulis dan kertas digunakan untuk mencatat data penting. 17. Kamera digital yang digunakan untuk merekam gambar dan video yang diperlukan selama pengujian. Beberapa gambar peralatan tersebut dapat dilihat pada Lampiran 11.
Tabel 1. Rancangan penelitian No. 1
Perlakuan Fungsi Potrum BBE-02
Variabel a. Perubahan tinggi rumput b. Ukuran clippings
2
Kinerja Potrum BBE-02 dengan pola kontinyu pada lapangan rumput: a. Bermuda, dan b. Gajahan.
c. Kapasitas Lapangan Teoritis (KLT) d. Kapasitas Lapangan Efektif (KLE) e. Efisiensi kapasitas lapangan
3
Clipping, Potrum BBE-02 dan Potrum SRT-03 a. Clippings ditampung dan dipangkas dengan Potrum BBE-02 b. Clippings ditinggalkan di lapangan
a. Perubahan densitas rumput b. Perubahan warna lapangan rumput c. Perubahan yield
dan dipangkas dengan Potrum BBE02 c. Clippings ditampung dan dipangkas dengan Potrum SRT-03 d. Clippings ditinggalkan di lapangan dan dipangkas dengan Potrum SRT03 4
Ergonomika
a. Tingkat kebisingan b. Getaran
20
3.3. Rancangan penelitian Perlakuan dan variabel yang akan diamati pada penelitian ini dapat di lihat pada Tabel 1.
3.4. Prosedur Penelitian Penelitian akan dilakukan seperti pada diagram di Gambar 7.
Mulai
Persiapan mesin yang akan diuji
Persiapan tempat pengujian
Pengujian fungsional, kinerja, getaran, dan kebisingan, serta pengukuran kualitas visual rumput
Pengolahan data
Pembuatan Laporan
Selesai
Gambar 7. Diagram alir tahapan penelitian
3.4.1. Persiapan mesin pemangkas rumput Mesin pemangkas rumput yang akan digunakan pada penelitian ini adalah Potrum BBE-02 dan Potrum SRT-03. Sebelum dilakukan pengujian persiapan mesin dilakukan agar mesin dapat bekerja dengan baik. Persiapan
21
yang dilakukan adalah pengencangan baut-baut, pengecekan engine, dan pengaturan ketinggian pangkas (Gambar 8. dan 9. ).
engine
Pengatur ketinggian pangkas
Gambar 8. Potrum BBE-02
Pengatur ketinggian pangkas
Motor listrik
Gambar 9. Potrum SRT-03
3.4.2. Persiapan tempat pengujian Pengujian dilakukan di lapangan rumput Bermuda dan Gajahan. Lapangan rumput Bermuda berada di Laboratorium Lapangan Tenik 22
Pertanian, Fakultas Teknologi Pertanian, Institut Pertanian Bogor. Persiapan lapangan rumput Bermuda dimulai pada bulan Mei 2009 dengan pengolahan tanah, penanaman, sampai perawatan (Gambar 10. dan 11.) .
Kondisi awal
Pembajakan
Pengaruan
Perataan
Gambar 10. Pengolahan tanah pada penyiapan lapangan rumput Bermuda
Setelah Potrum BBE-02 siap diuji yaitu pada minggu ke-9 setelah penanaman dilakukan pengujian. Luas lahan yang digunakan adalah 225 m2 dengan ukuran 15 m x 15 m. Lapangan tersebut dibagi menjadi enam petak dengan ukuran 7.5 m x 5 m. Hal tersebut dipersiapkan untuk melakukan pengamatan terhadap kualitas visual lapangan rumput Bermuda akibat pemangkasan dengan Potrum BBE-02. Lapangan rumput Gajahan yang berada di taman Fakultas Peternakan, Institut Pertanian Bogor digunakan untuk mengukur kinerja Potrum BBE02. Tujuannya adalah untuk mengetahui kinerja Potrum BBE-02 di 23
lapangan rumput Gajahan. Luas petak yang digunakan adalah 35 m2 dengan ukuran 7 m x 5 m. Patok dipasang di setiap ujung petak yang digunakan untuk membatasi luasan yang akan digunakan.
Minggu I
Minggu II
Minggu II
Minggu IV
Minggu V
Minggu VI
Minggu VII
Minggu VIII
Minggu IX
Minggu X
Minggu XI
Minggu XII
Gambar 11. Pertumbuhan rumput Bermuda
3.4.3. Uji fungsional Potrum BBE-02 Pengukuran fungsi Potrum BBE-02 dilakukan terhadap keseragaman tinggi rumput yang telah dipangkas dan ukuran clippings yang dihasilkan. Pengukuran keseragaman tinggi rumput setelah dipangkas dilakukan untuk melakukan uji fungsional dari pisau dan sistem pengatur ketinggian yang
24
dapat memangkas rumput pada ketinggian tertentu. Ukuran clippings adalah parameter yang dapat digunakan untuk menguji hasil modifikasi yang telah dilakukan terhadap unit pemangkas.
v
h0
h1 h s
Gambar 12. Ilustrasi pengukuran tinggi rumput sebelum dan setelah pemangkasan
Tabel 2. Sistem pengatur ketinggian pada Potrum BBE-02 Sel ke1 2 3 4 5 6 7
Tinggi Pangkas (hs) (cm) 12.00 10.55 9.10 7.65 6.20 4.75 3.30
Tinggi rumput diukur sebelum (h0) dan setelah (h1) pemangkasan dengan Potrum BBE-02 pada ketinggian pangkas tertentu (hs). tabel 2. menunjukkan tinggi pangkas pada sistem pengatur tinggi pangkas Potrum BBE-02. Pengukuran dilakukan pada sepuluh titik berbeda untuk setiap 25
lapangan. Sehingga diperoleh sepuluh tinggi rumput sebelum pemangkasan dan sepuluh tinggi rumput setelah pemangkasan pada masing-masing jenis rumput. Tujuannya adalah untuk mengetahui tinggi pangkas yang efektif dan keseragaman tinggi rumput hasil pemangkasan dengan Potrum BBE-02. Ilustrasi pada Gambar 12. menunjukkan metode pengukuran tinggi rumput. Pengukuran clippings dilakukan di lapangan rumput Bermuda dengan cara mengukur panjang clippings yang dihasilkan oleh Potrum BBE-02 dan Potrum SRT-03. Dari clippings yang dihasilkan oleh Potrum BBE-02 dan Potrum SRT-03, masing-masing diambil tiga puluh clippings untuk diukur panjangnya dengan penggaris.
3.4.4. Pengukuran kinerja Potrum BBE-02 Pengukuran kinerja mesin pemangkas rumput hanya dilakukan terhadap Potrum BBE-02 di lapangan rumput Bermuda dan Gajahan.
Gambar 13. Pola kontinyu
Data kinerja Potrum BBE-02 akan dibandingkan dengan data sekunder mesin pemangkas rumput lainnya yang telah ada. Lebar pemangkasan (l), waktu lurus (v), waktu belok, luas areal yang dipangkas (A), dan waktu kerja pemangkasan (Wk) adalah variabel-variabel yang diukur untuk
26
mengetahui kinerja mesin. Pola yang digunakan pada pengukuran ini adalah pola kontinyu. Pola kontinyu seperti terlihat pada Gambar 13. adalah pola pemangkasan terbaik karena efisiensinya yang tinggi dan kualitas setelah pemangkasan yang baik (Putra, 2009).
3.4.5. Pengukuran kualitas visual lapangan rumput Bermuda Pengukuran kualitas lapangan rumput dilakukan dengan mengamati perubahan densitas dan warna lapangan rumput akibat pemangkasan. Pemangkasan dilakukan setiap hari senin dimana tinggi rumput telah mencapai 3 cm dan dipangkas menjadi 2 cm. Pengamatan dilakukan selama tiga minggu.
A
B
C
D
Gambar 14. Rancangan lahan penelitian Dari luas lahan 225 m2, 150 m2 digunakan untuk mengetahui pengaruh pengembalian clippings ke lahan terhadap ketersediaan nitrogen yang terlihat dari perubahan densitas. Lahan tersebut dibagi menjadi empat 27
lahan yang berukuran 7.5 m x 5 m. Seperti terlihat pada Gambar 14. setiap lahan mendapat perlakukan yang berbeda. Lahan pertama atau A adalah memangkas rumput Bermuda dengan Potrum BBE-02 dan clippings ditampung ke dalam kantung penampung. Lahan B dilakukan dengan cara memangkas rumput Bermuda menggunakan Potrum BBE-02 dan clippings ditinggalkan di lapangan. Potrum SRT-03 digunakan untuk memangkas lapangan rumput pada lahan C dan D. Clippings ditinggalkan di lapangan rumput pada perlakuan D dan ditampung untuk perlakuan C.
A
B
Gambar 15. Alat (A) dan metode (B) pengukuran densitas
Gambar 16. Color pocket
28
Pengamatan densitas dilakukan sebelum pemangkasan dan tiga hari setelah pemangkasan. Densitas rumput diukur dengan frame berukuran 5 cm x 5 cm (Gambar 15.), sehingga dapat diketahui jumlah batang rumput untuk setian luasan 25 cm2. Perubahan
warna
lapangan
rumput
diamati
dengan
cara
membandingkan warna lapangan rumput secara keseluruhan dengan color pocket (Gambar 16.). Pengamatan dilakukan setiap hari selama tiga minggu secara subjektif. 3.4.6. Pengukuran getaran Getaran dari Potrum BBE-02 diukur pada saat engine dalam keadaan menyala tapi tidak beroperasi. Pengukuran getaran hanya dilakukan pada satu kecepatan putar pisau, yaitu pada kecepatan putar pisau rata-rata 3671 rpm. Hal tersebut dilakukan karena kecepatan putar pisau rata-rata pada pemangkas rumput tipe rotari adalah 2300 sampai 3700 rpm (Suharyatun, 2002). Selain itu, peningkatan kecepatan putar pisau akan meningkatkan percepatan getaran (Putra, 2009).
Gambar 17. Metode pengukuran percepatan getaran dengan vibrationmeter
Pengukuran dilakukan pada tiga arah sumbu, yaitu sumbu x, y, dan z (Gambar 17.). setiap pengukuran dilakukan sebanyak sepuluh kali ulangan. Selanjutnya data diolah dengan persamaan (4) untuk mengetahui percepatan getaran. Setelah mendapatkan nilai percepatan getaran, melalui persamaan
29
(5), diperoleh nilai A(8). Batas waktu penggunaan Potrum BBE-02 dapat diketahui dengan menggunakan grafik daily exposure (Gambar 6.) berdasarkan nilai percepatan getaran dan A(8) yang telah diperoleh. Hasil pengukuran akan dibandingkan dengan hasil pengukuran yang telah dilakukan oleh Putra (2009) terhadap Potrum BBE-01.
3.4.7. Pengukuran suhu permukaan rumput Pengukuran suhu permukaan rumput dilakukan dengan thermometer inframerah. Pengukuran dilakukan di sepuluh titik yang berbeda pada pemukaan rumput sebelum rumput dipangkas dan setelah rumput dipangkas. Metode pengukurannya seperti terlihat pada Gambar 18. Tujuannya adalah untuk mengetahui hubungan pemangkasan terhadap suhu permukaan rumput.
Gambar 18. Pengukuran suhu permukaan rumput
3.4.8. Pengukuran kebisingan Pengukuran kebisingan dilakukan dengan soundlevelmeter (Gambar 19.) saat Potrum BBE-02 tidak beroperasi tapi engine dalam keadaan menyala dan tidak menyala. Pada saat mesin dinyalakan, pengukuran kebisingan akan dilakukan pada kecepatan putar pisau rata-rata pada saat pemangkasan. Pengukuran pada saat engine tidak dinyalakan adalah untuk memperoleh
30
nilai kebisingan latar (Llatar). Pengukuran dilakukan pada engine (Gambar 19.) dan telinga operator (Gambar 20.). Pengukuran kebisingan pada engine dilakukan 10 cm dari engine.
A B Gambar 19. Metode pengukuran intensitas kebisingan pada engine (A) dan vibrationmeter (B)
A
B
Gambar 20. Metode pengukuran intensitas kebisingan pada telinga (A) dan pada jarak 2 m (B)
31
Selain mempengaruhi operator, kebisingan juga akan berpengaruh terhadap lingkungan. Oleh karena itu, pengukuran kebisingan juga dilakukan pada jarak 2 m, 4 m, 6 m, 8 m, dan 10 m dari engine (Gambar 21). Pengukuran dilakukan sebanyak lima kali ulangan. Selanjutnya data diolah dan dibandingkan dengan standar yang berlaku untuk mengetahui lama mendengar yang diijinkan. Selain itu, hasil pengukuran juga akan dibandingkan dengan intensitas kebisingan dari mesin pemangkas rumput Potrum BBE01, Potrum SRT-03, dan mesin yang ada di pasaran yang pengukurannya telah dilakukan oleh Putra (2009). Depan
Jarak
Kiri
Kanan
Belakang Gambar 21. Metode pengukuran intensitas kebisingan pada jarak 2 m, 4 m, 6 m, 8 m, dan 10 m
3.4.9. Laporan Pembuatan laporan dilakukan setelah pengujian dilakukan. Laporan terdiri dari alat dan bahan, metodologi, dan hasil dari pengujian. Selain itu, laporan menunjukkan hasil yang telah dicapai dengan tujuan yang telah ditentukan.
32
IV. HASIL DAN PEMBAHASAN
4.1. Fungsi Mesin Pemangkas Rumput Potrum BBE-02 Mesin pemangkas rumput Potrum BBE-02 dirancang untuk memangkas rumput sehingga diperoleh tinggi rumput yang seragam. Pengujian Potrum BBE02 dengan mengamati tinggi rumput sebelum dan setelah pemangkasan. Tinggi rumput setelah pemangkasan dibandingkan dengan tinggi pangkas yang diatur pada mesin pemangkas. Hal ini dilakukan untuk menguji Potrum BBE-02 sebagai mesin pemangkas yang dapat memangkas rumput dengan seragam pada tinggi pangkas tertentu.
Tabel 3. Tinggi rumput Bermuda dan Gajahan sebelum dan setelah dipangkas dengan Potrum BBE-02 No 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 Rata-rata STDEV
Rumput Bermuda Sebelum Setelah 10.0 5.0 10.0 5.5 9.0 4.8 8.0 5.4 9.0 5.8 13.0 5.1 8.0 4.7 7.5 5.2 7.0 5.5 8.0 5.3 9.0 5.2 1.7 0.3
Rumput Gajahan Sebelum Setelah 6.0 3.0 4.0 3.5 5.0 3.0 5.5 3.7 9.0 3.0 7.0 3.0 5.0 3.5 6.5 3.2 7.0 3.5 6.0 3.0 6.1 3.2 1.3 0.2
Pengujian diawali dengan memangkas rumput Bermuda dengan tinggi pangkas (hs) 4.75 cm atau menggunakan sel ke-6 pada pengatur ketinggian pangkas. Rata-rata tinggi rumput sebelum pemangkasan adalah (h1) 9.0 cm. Setelah dipangkas, rata-rata tinggi rumput berkurang 3.7 cm menjadi (h2) 5.2 cm. Nilai standar deviasi setelah pemangkasan lebih rendah dibandingkan dengan nilai standar deviasi setelah pemangkasan, hal tersebut menunjukkan bahwa tinggi rumput lebih seragam setelah dipangkas dengan Potrum BBE-02. Tabel 3.
menunjukkan tinggi rumput Bermuda sebelum dan setelah pemangkasan beserta standar deviasi dari tinggi rumput Bermuda sebelum dan setelah pemangkasan. Tinggi pangkas sebesar 4.75 cm merupakan jarak pisau terendah dengan permukaan aspal. Di atas permukaan rumput, mesin dengan berat total 40.6 kg ini sedikit terbenam ke dalam tanah sehingga tinggi pangkas yang sebenarnya adalah 4.55 cm. Tapi, tinggi pangkas yang efektif adalah 5.2 cm, yaitu rata-rata tinggi rumput setelah dipangkas.
A
B
C
D
Gambar 22. Hasil pemangkasan rumput Bermuda dengan gunting (A), Bermuda dengan Potrum BBE-02 (B), Gajahan dengan gunting (C), dan Gajahan dengan Potrum BBE-02 (D).
Pengujian fungsi sistem pengatur ketinggian juga dilakukan pada rumput Gajahan. Dengan pengaturan tinggi pangkas ke-7 atau 3.3 cm, rata-rata tinggi rumput Gajahan berubah menjadi 3.2 cm. Sama halnya dengan pemangkasan pada rumput Bermuda, sebagian roda Potrum BBE-02 terbenam ke dalam tanah sedalam 0.2 cm. Akibatnya, tinggi pangkas yang sebenarnya adalah 3.1 cm. Hasil pemangkasan rumput Potrum BBE-02 memang tidak serapi hasil pemangkasan dengan gunting yang mewakili mesin pemangkas rumput tipe reel. Seperti terlihat pada Gambar 22., hal tersebut berlaku baik untuk rumput Bermuda maupun rumput Gajahan. Hal tersebut terjadi karena Potrum BBE-02 adalah
34
mesin pemangkas rumput tipe rotari dan mesin pemangkas rumput tipe reel memang menghasilkan hasil pangakasan yang rapi. Pisau (Gambar 23.) adalah salah satu bagian mesin pemangkas rumput yang dimodifikasi dalam modifikasi Potrum BBE-01 menjadi Potrum BBE-02. Modifikasi dilakukan dengan tujuan memperoleh clippings yang lebih kecil seperti terlihat pada Gambar 24. Hal tersebut dilakukan dengan cara menambah sepasang mata pisau dengan ketinggian yang berbeda dengan sepasang mata pisau lainnya. Sehingga rumput akan terpangkas dua kali secara bertahap seperti ilustrasi yang terlihat pada Gambar 25. dimana pisau bergerak maju dan berputar searah dengan arah panah.
A
B
Gambar 23. Perbedaan pisau pada potrum BBE-01 (A) dan Potrum BBE-02 (B)
A
B
Gambar 24. Perbedaan clippings hasil Potrum BBE-02 (A) dan Potrum SRT-03 (B)
Parameter yang digunakan untuk mengukur keberhasilan dari modifikasi pisau tersebut adalah ukuran clippings yang dihasilkan. Rata-rata panjang 35
clippings yang dihasilkan oleh Potrum BBE-02 adalah 0.9 cm dan modusnya adalah 0.5 cm. Clippings tersebut dihasilkan dari lapangan rumput yang dipangkas dengan tinggi pangkas 3.3 cm atau sel ke-7 dari sistem pengatur ketinggian. Ukuran tersebut lebih kecil dari rata-rata panjang clippings yang dihasilkan oleh Potrum SRT-03, yaitu 2.0 cm. Clippings yang dihasilkan oleh Potrum SRT-03 dijadikan pebanding karena Potrum BBE-01 tidak dapat dioperasikan. Selain itu, bentuk pisau dari Potrum SRT-03 sama dengan Potrum BBE-01. Data hasil pengamatan ukuran clippings dapat dilihat pada Lampiran 1.
Pisau
Tampak Atas
Tampak Samping Keterangan: Rumput yang belum dipangkas Rumput yang terpangkas satu kali Rumput yang terpangkas dua kali
Gambar 25. Ilustrasi pemangkasan dengan Potrum BBE-02
36
4.2. Kinerja Mesin Pemangkas Rumput Potrum BBE-02 Kinerja dari Potrum BBE-02 dapat dilihat dari nilai efisiensi lapangnya. Berdasarkan persamaan (3), efisiensi merupakan perbandingan antara kapasitas lapang efektif dan kapasitas lapangan teoritis. Oleh karena itu, dilakukan penghitungan nilai kapasitas lapangan efektif dan kapasitas lapangan teoritis dari Potrum BBE-02. Penghitungan kapasitas lapangan efektif diawali dengan mengumpulkan data yang dibutuhkan. Data tersebut adalah luas lahan yang dipangkas dan waktu total
yang dibutuhkan untuk memangkas lahan tersebut. Luas lahan rumput
Bermuda yang digunakan pada saat pengujian adalah 37.5 m2 dan waktu yang dibutuhkan untuk memangkas rumput pada lahan tersebut adalah 4.58 menit. Dengan demikian, kapasitas lapangan efektif Potrum BBE-02 di lapangan rumput Bermuda adalah 492 m2/jam. Data yang dibutuhkan untuk menghitung nilai kapasitas lapangan teoritis adalah lebar pemangkasan dan kecepatan maju dari Potrum BBE-02. Lebar pemangkasan tidak sama dengan diameter ujung terluar mata pisau karena saaat pemangkasan dilakukan overlapping untuk menghindari scalping. Lebar pemangkasan diperoleh dengan cara mengukur lebar pemangkasan tiap lintasan. Pada pengujian di lapangan rumput Bermuda, lebar pemangkasannya adalah 0.32 m atau selisih 0.09 m dari diameter ujung terluar mata pisau paling rendah. Kecepatan maju dari Potrum BBE-02 diperoleh dengan cara mengukur waktu yang dibutuhkan untuk memangkas pada lintasan yang lurus. Panjang lintasan lurus yang digunakan untuk pengujian adalah 7.5 m, waktu rata-rata yang dibutuhkan untuk melintasinya agar rumput terpangkas adalah 14.7 detik, dan kecepatannya adalah 0.54 m/detik2. Jadi, kapasitas lapangan teoritis Potrum BBE02 adalah 634 m2/jam dan efisiensinya adalah 78%. Pengujian juga dilakukan di lapangan rumput yang ditanami rumput Gajahan. Efisiensi dari Potrum BBE-02 pada lapangan rumput Gajahan adalah 70%. Nilai tersebut diperoleh dari perbandingan kapasitas lapangan efektif sebesar 376 m2/jam dan kapasitas lapangan teoritis sebesar 534 m2/jam. Bahan bakar yang digunakan pada pengujian di lapangan rumput Gajahan sebanyak 150 ml atau 0.15 l. Sedangkan waktu total yang dibutuhkan untuk
37
memangkas lahan seluas 35 m2 tersebut adalah 5.59 menit atau 0.09 jam. Dengan demikian konsumsi bahan bakarnya adalah 1.61 l/jam. Efisiensi pemangkasan rumput pada lapangan rumput Bermuda lebih tinggi daripada Gajahan. Hal tersebut terjadi karena kecepatan maju dari Potrum BBE02 di lapangan rumput Bermuda lebih cepat dari Gajahan.
Tabel 4. Perbandingan KLT, KLE, dan efisiensi lapangan Potrum BBE-02, Potrum BBE-01 (Putra, 2009), Potrum SRT-03 (Wirawan, 2008), dan mesin pemangkas yang ada di pasaran (Wirawan, 2008) pada lapangan rumput Bermuda dengan pola pemangkasan kontinyu Jenis mesin pemangkas
KLT
KLE
Efisiensi
rumput
(m2/jam)
(m2/jam)
(%)
Potrum BBE-02
638
492
78
Potrum BBE-01
335
245
73
Potrum SRT-03
318
126
39
354
180
52
Mesin pemangkas rumput yang ada di pasaran
Tabel 5. Diameter lintasan ujung terluar mata pisau pada mesin pemangkas rumput Potrum BBE-02, BBE-01, SRT-03, dan mesin yang ada di pasaran Jenis mesin pemangkas rumput
Diameter lintasan ujung terluar mata pisau (cm)
Potrum BBE-02
38
Potrum BBE-01
33
Potrum SRT-03
40
Mesin pemangkas rumput yang ada di pasaran
45
Kedua pengujian tersebut dilakukan pada pukul 10.00 WIB pada hari yang berbeda. Hal tersebut dilakukan agar rumput yang terpangkas dalam keadaan
38
kering. Kadar air dari rumput Bermuda dan Gajahan yang dipangkas adalah 74% dan 70%. Pada Tabel 4. terlihat bahwa Potrum BBE-02 memiliki kapasitas lapangan teoritis, efektif dan efisiensi yang berbeda dengan mesin pemangkas Potum BBE01, SRT-03, dan mesin yang ada di pasaran. Perbedaan tersebut terjadi karena perbedaan spesifikasi dari masing-masing mesin pemangkas tersebut. Diameter lintasan ujung terluar mata pisau yang menggambarkan lebar pemangkasan dan kecepatan maju rata-rata mesin pemangkas adalah dua spesifikasi mesin pemangkas yang berpengaruh terhadap kapasaitas lapangan mesin tersebut. Tabel 5. menunjukkan diameter lintasan ujung terluar mata pisau mesin pemangkas rumput Potrum BBE-02, BBE-01, SRT-03, dan mesin yang ada di pasaran.
90 80
Efisiensi (%)
70 60 50 40 30 20 10 0 BBE-02
BBE-01
Mesin pemangkas rumput di pasaran
SRT-03
Jenis Mesin Pemangkas
Gambar 26. Grafik perbandingan efisiensi kapasitas lapangan beberapa mesin pemangkas rumput di lapangan rumput Bermuda
Perbandingan antara nilai kapasitas lapangan efektif dan teoritis atau efisiensi dari Potrum BBE-02 adalah yang paling tinggi dibandingkan dengan empat mesin pemangkas rumput lainnya yaitu 78% (Gambar 26.). Hal tersebut terjadi karena total waktu yang hilang pada pengoperasian Potrum BBE-02 lebih kecil dari mesin pemangkas rumput lainnya. Waktu hilang saat pemangkasan
39
terjadi pada saat mesin pemangkas rumput beroperasi tapi tidak memangkas rumput. Dengan demikian, dapat disimpulkan bahwa Potrum BBE-02 memiliki kinerja yang lebih baik dari pada mesin pemangkas rumput Potrum BBE-01, SRT03, dan yang ada di pasaran. Potrum BBE-01, mesin pemangkas rumput yang ada di pasaran, dan Potrum SRT-03 memilki efisiensi 73%, 52%, dan 39%.
4.3. Kualitas Visual Lapangan Rumput Pemangkasan adalah salah satu kegiatan utama dalam budidaya rumput. Kegiatan tersebut akan mempengaruhi kualitas lapangan rumput, yaitu kualitas visual dan kualitas fungsional. Pada penelitian ini dilakukan pengamatan terhadap perubahan kualitas visual lapangan rumput Bermuda akibat pemangkasan dengan Potrum BBE-02 dan perlakuan bio-clippings atau meninggalkan clippings di lapangan. Perubahan tersebut juga akan dibandingkan dengan pemangkasan dengan Potrum SRT-03. Karakteristik kualitas visual yang diamati adalah densitas dan warna.
Densitas Rumput (batang/25cm2)
80 70 60 50 40 30 20 10 0 1
2
3
4
5
6
7
8
9
10 11 12 13 14 15 16 17 18
Hari ke-
Gambar 27. Grafik peningkatan densitas rumput Bermuda
Pemangkasan akan meningkatkan densitas rumput (Turgeon, 1991). Setelah melakukan pengamatan selaman tiga minggu terhadap densitas rumput Bermuda,
40
diperoleh data perubahan densitas (Lampiran 4.). Seperti terlihat pada Gambar 27. rata-rata densitas rumput selama pengamatan yaitu hari ke-1, ke-4, ke-7, ke-10, ke-14, dan ke-18 setelah rumput berumur 8 minggu adalah 34 batang/25 cm2, 37 batang/25 cm2, 57 batang/25 cm2, 66 batang/25 cm2, 73 batang/25 cm2 dan 74 batang/25 cm2. Peningkatan densitas juga mempengaruhi yield, secara bertahap terjadi peningkatan yield dari minggu pertama, minggu kedua, sampai minggu ketiga pengamatan. Pada minggu pertama, yield yang dihasilkan adalah 0.056 kg/m2, 0.073 kg/m2 pada minggu kedua, dan 0.080 kg/m2 pada minggu ketiga. Lapangan rumput tersebut dipangkas secara teratur dengan Potrum BBE-02, dipupuk, dan diairi secara teratur. Dengan demikian, penggunaan Potrum BBE-02 secara teratur pada lapangan rumput Bermuda dapat meningkatkan kualitas visual lapangan rumput.
Gambar 28. Perubahan warna lapangan rumput Bermuda akibat pemangkasan dengan Potrum BBE-02
Selain densitas rumput, warna juga menjadi salah satu karakteristik kualitas visual lapangan rumput yang diamati. Dari hasil pengamatan, lapangan rumput akan mengalami perubahan warna setelah dipangkas dengan Potrum BBE-02. Perubahan warna tersebut dapat dilihat pada Gambar 28. Warna lapangan rumput akan kembali seperti semula tiga hari setelah pemangkasan. Kode warna pada color pocket yang sesuai dengan warna lapangan rumput Bermuda setinggi 4 cm sebelum dipangkas adalah 7.5 GY L.2. Kode tersebut sesuai dengan kode RGB 51 85 3. Setelah dipangkas dengan tinggi pangkas 3 cm, warna lapangan rumput menjadi lebih terang dengan kode RGB 49 144 5 atau setara dengan 10 YP. Setelah itu, warna lapangan rumput menjadi lebih gelap menuju ke warna sebelum pemangkasan. Satu hari setelah pemangkasan, kode RGB yang menunjukkan warna lapangan rumput adalah 55 96 3 atau 7.5 YP
41
untuk kode pada color pocket. Kode warna yang setara dengan kondisi lapangan rumput dua hari setelah pemangkasan adalah 2.5 GY L.2 sama dengan RGB 51 85 3. Densitas Rumput (batang/25cm2)
120 100 80 60 40 20 0 1
2
3
4
5
6
7
8
9
10 11 12 13 14 15 16 17 18
Hari keA
B
C
D
Gambar 29. Grafik densitas rumput di lahan A, B, C, dan D
Pada grafik di Gambar 29. terjadi perubahan densitas rumput pada semua kondisi lahan yang telah dirancang untuk mengetahui pengaruh ukuran clippings terhadap ketersedian nitrogen. Nitrogen adalah nutrisi paling banyak dibutuhkan rumput. Densitas adalah salah satu parameter yang dapat digunakan untuk mengetahui respon rumput terhadap nitrogen selain warna dan yield (Turgeon, 1999). Gambar 29. menunjukkan bahwa lahan D yang dipangkas Potrum SRT-03 dengan perlakuan menampung clippings mempunyai densitas rumput yang paling tinggi. Hal tersebut tidak sesuai dengan literatur yang menjelaskan bahwa pengembalian clippings ke lahan akan mengembalikan kadar nitrogen ke dalam tanah (Kopp, 1999). Kandugan nitrogen dalam tanah dapat dilihat dari densitas rumput (Emmons, 2000). Penyimpangan tersebut terjadi karena kondisi lahan yang tidak mendapat cahaya matahari secara seragam di semua lahan. Agar dapat tumbuh dengan baik, rumput Bermuda membutuhkan cahaya matahari yang cukup. Seperti terlihat pada Gambar 30., sebagian lahan, yaitu lahan A, B, dan C
42
tidak mendapat cahaya matahari di pagi hari karena dinaungi oleh pohon. Dengan demikian lahan A, B, dan C mendapat cahaya matahari lebih sedikit daripada lahan D sehingga pertumbuhannya lebih baik.
Gambar 30. Kondisi lahan di pagi hari
4.4. Suhu Permukaan Rumput Menurut Emmons (2000), rumput dapat menurunkan suhu lingkungan. Untuk membuktikan pernyataan tersebut, dilakukan pengamatan terhadap suhu permukaan rumput dan suhu permukaan jalan aspal pada waktu yang sama. Setelah dilakukan pengamatan, seperti terlihat pada Tabel 6. Permukaan rumput memiliki suhu rata-rata yang lebih rendah daripada suhu rata-rata permukaan jalan aspal.
Tabel 6. Suhu permukaan rumput dan jalan aspal Waktu
Rumput
Jalan Aspal
10.00
33.93
36.65
11.00
35.65
43.80
12.00
38.28
51.48
13.00
37.85
47.40
Rata-rata
36.43
44.83
43
Pengukuran suhu permukaan rumput sebelum dan setelah pemangkasan dilakukan untuk mengetahui pengaruh pemangkasan terhadap suhu permukaan rumput. Tabel 7. menunjukkan suhu permukaan rumput Gajahan sebelum dan setelah pemangkasan. Dari tabel tersebut terlihat bahwa suhu permukaan mengalami penurunan sebesar 0.2 ⁰C setelah dipangkas dengan Potrum BBE-02. Penurunan tersebut relatif kecil, sehingga dapat diabaikan dan dianggap tidak dipengaruhi oleh pemangkasan.
Tabel 7. Suhu permukaan rumput Gajahan sebelum dan setelah dipangkas dengan Potrum BBE-02 Ulangan 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 Rata-rata
Sebelum 29.3 31.1 29.8 34.3 30.9 33.1 30.7 29.8 31.5 32.6 31.3
Setelah 33.2 30.4 29.3 30.8 32.3 31.6 33 31.6 28.4 30.8 31.1
4.5. Getaran Salah satu kekurangan Potrum BBE-01 adalah getaran yang diakibatkan oleh gerakan piston pada engine merambat pada kemudi sehingga operator tidak nyaman menggunakan Potrum BBE-01 dalam waktu yang cukup lama. Pada rancangan Potrum BBE-02, getaran tersebut berusaha dikurangi dengan cara menambah pegas pada dudukan engine seperti terlihat pada Gambar 31. Tujuannya adalah getaran yang dihasilkan oleh engine dapat diredam sehingga operator nyaman menggunakan mesin ini dalam waktu yang relatif lebih lama. Pengujian terhadap getaran dilakukan untuk mengetahui percepatan getaran yang dihasilkan dan membandingkannya dengan Potrum BBE-01. Pengujian dilakukan pada putaran pisau yang digunakan untuk memangkas, yaitu 3617 rpm atau throttle berapa pada posisi ½ dari posisi awal. Posisi tersebut dipilih karena
44
kecepatan putar pisau tersebut berada pada rata-rata kecepatan putar pisau pemangkas tipe rotari yang berada di pasaran.
Gambar 31. Perbedaan dudukan engine Potrum BBE-01 dan Potrum BBE-02
Tabel 8. Nilai A(8) Potrum BBE-02 dan Potrum BBE-01 Jenis mesin
Putaran pisau
pemangkas
(rpm)
BBE-02
3671
BBE-01
3828
Jenis rumput
ahv
T
T0
A(8)
(m/s2)
(jam/35m2)
(jam)
(m/s2)
Tiffway 146
0.16
0.06
8
0.01
Gajahan
0.16
0.07
8
0.02
Tiffway 146
3.01
0.14
8
0.39
Gajahan
3.01
0.16
8
0.42
Berdasarkan perhitungan data getaran yang diperoleh dari hasil pengukuran, percepatan getaran pada kemudi Potrum BBE-02 adalah 0.16 m/s2. Seperti terlihat pada Tabel 8., percepatan getaran Potrum BBE-02 lebih rendah dibandingkan dengan Potrum BBE-01. Melalui daily exposure graph, diketahui bahwa batas waktu yang diijinkan untuk menggunakan Potrum BBE-02 adalah 10 jam baik untuk pemangkasan lapangan rumput Bermuda maupun Gajahan. Nilai tersebut diperoleh setelah nilai ahv dan A(8) diplotkan pada daily exposure graph. Sedangkan nilai ahv dan A(8)
45
diperoleh melalui perhitungan dengan menggunakan persamaan (5) dan (6). Perhitungan tersebut dapat dilihat pada Lampiran 5. Penentuan batas waktu dengan daily exposure graph dapat dilihat pada Lampiran 6.
4.6. Kebisingan Kebisingan adalah salah satu aspek ergonomika yang diukur pada penelitian ini. Tingkat kebisingan yang diterima operator akan mempengaruhi jam kerja maksimal penggunaan Potrum BBE-02. Intensitas kebisingan sebesar 109.48 dB yang berasal dari engine mengalami penurunan pada jarak 0.9 m dari engine menjadi 98.8 dB (Gambar 32.). Telinga operator dengan tinggi badan 152 cm berada pada jarak tersebut. Intensitas kebisingan latar adalah 53.5 dB. Selisih intensitas kebisingan latar dengan intensitas kebisingan yang ditimbulkan oleh sumber, yang diterima oleh operator dan yang diterima oleh lingkungan cukup besar yaitu lebih besar dari 10 dB. Dengan demikian intensitas kebisingan dapat diabaikan.
120
Intensitas Kebisingan (dB)
100 80 60 40 20 0 0
2
4
6
8
10
Jarak (m)
Gambar 32. Rata-rata intensitas kebisingan pada jarak tertentu
Batas pengoperasian Potrum BBE-02 berdasarkan lama mendengar yang diijinkan menurut standar OSHA (Occuptional Safety and Health Administration)
46
adalah 2.36 jam seperti terlihat pada Tabel 9. Seperti terlihat pada Gambar 30. jarak adalah salah satu faktor yang berpengaruh terhadap perubahan intensitas kebisingan. Hal tersebut sesuai dengan persamaan (8). Oleh karena itu, tinggi operator juga berpengaruh terhadap batas waktu pengoperasian Potrum BBE-02, karena jarak engine dengan telinga berpengaruh terhadap intensitas kebisingan yang diterima operator sehingga mempengaruhi batas waktu pengoperasian Potrum BBE-02. Dengan demikian, operator dengan tinggi badan lebih dari 152 cm akan mendapat intensitas kebisingan yang lebih rendah sehingga memiliki batas waktu pengoperasian Potrum BBE-02 yang lebih lama.
Tabel 9. Lama mendengar yang diijinkan pada pengoperasian Potrum BBE-02 berdasarkan
standar
OSHA
(Occuptional
Safety
and
Health
Administration) Jarak (m) 0.9 2.0 4.0 6.0 8.0 10.0
Intensitas kebisingan rata-rata yang diterima (dB) 98.80 95.74 90.57 87.75 85.90 83.90
Lama mendengarkan yang diijinkan (jam) 2.36 3.61 7.40 10.93 14.12 18.64
Kebisingan juga berpengaruh terhadap lingkungan sekitar. Oleh karena itu, pengukuran dilakukan pada jarak 2 m, 4 m, 6 m, 8 m, dan 10 m di depan, belakang, kanan dan kiri engine. Gambar 33. adalah grafik intensitas kebisingan pada radius 2 m, 4 m, 6 m, 8 m, dan 10 m. Pada grafik tersebut terlihat bahwa intensitas kebisingan di depan dan kanan engine lebih tinggi dibandingkan dengan intensitas kebisingan di kiri dan belakang engine. Faktor yang mempengaruhinya adalah posisi dan arah muffler. Muffler berada di sebelah kanan dan mengarah ke belakang engine, tapi karena terhalang oleh plat besi dudukan engine intensitas kebisingan di depan lebih besar daripada di belakang. Pada Gambar 34. terlihat bahwa Potrum BBE-02 memiliki intensitas kebisingan paling tinggi dibandingkan dengan mesin pemangkas lainnya. Faktor yang mempengaruhinya adalah spesifikasi engine yang digunakan sebagai sumber 47
tenaga pada masing-masing pemangkas rumput. Selain itu, tingginya intensitas kebisingan dari Potrum BBE-02 juga diakibatkan oleh jumlah mata pisau yang terdapat pada unit pemangkas.
115 Intensitas Kebisingan (dB)
110 105 100 95 90 85 80 75 70 0
2
4
6
8
10
Jarak (m) Depan
Kanan
Belakang
Kiri
Gambar 33. Grafik intensitas kebisingan Potrum BBE-02
Intensitas Kebisingan (dB)
120 100 80 60 40 20 0 BBE-02
SRT-03
Mesin pemangkas rumput di pasaran
BBE-01
Jenis Mesin Pemangkas Engine
Telinga (Pengukuran)
Telinga (Perhitungan)
Gambar 34. Grafik perbandingan intensitas kebisingan (dB) pada engine dan telinga operator hasil pengukuran dan perhitungan
48
Pengujian yang dilakukan oleh Setyawijayanto (2005) menunjukkan bahwa jumlah pisau berpengaruh terhadap intensitas kebisingan yang ditimbulkan oleh mesin pemangkas. Intensitas kebisingan rata-rata pada engine untuk Potrum BBE02, Potrum SRT-03, mesin pemangkas rumput yang ada di pasaran, dan Potrum BBE-01 adalah 109.48 dB, 104.76 dB, 96.38 dB, dan 94.22 dB. Terdapat perbedaan intensitas kebisingan pada telinga operator hasil pengukuran dan hasil perhitungan (Gambar 34.). Intensitas kebisingan yang terukur dengan soundlevelmeter lebih tinggi dibandingkan dengan intensitas kebisingan hasil perhitungan dengan persamaan. Hal tersebut terjadi karena nilai intensitas kebisingan terukur banyak dipengaruhi faktor ekstenal yang tidak dapat dihilangkan. Faktor eksternal yang mempengaruhinya antara lain jarak dari sumber kebisingan ke telinga operator, temperatur, kelembaban, dan arah angin. Perhitungan intensitas kebisingan dapat dilihat pada Lampiran 9.
49
V. KESIMPULAN DAN SARAN 6.1. Kesimpulan a. Potrum BBE-02 dapat memangkas rumput dengan rata dan seragam sesuai dengan pengatur tinggi pangkas. b. Rata-rata panjang clippings Potrum BBE-02 adalah 0.9 cm atau setengah dari rata-rata panjang clippings Potrum SRT-03 yang mencapai 2.0 cm. c. Kinerja Potrum BBE-02 lebih baik daripada Potrum BBE-01, mesin pemangkas rumput yang ada di pasaran, dan Potrum SRT-03 dilihat dari efisiensi kapasitas lapang dan hasil pangkasannya. d. Pemangkasan terhadap rumput Bermuda menggunakan Potrum BBE-02 berpengaruh positif terhadap kualitas visual lapangan rumput yang terlihat dari laju perubahan rata-rata densitas rumput yang positif dari 33.6 batang/25 m2 menjadi 74.4 m/s2. e. Perubahan warna lapangan rumput Bermuda terjadi akibat pemangkasan dengan Potrum BBE-02 dan kembali pada wana semula tiga hari setelah pemangkasan. f. Percepatan getaran pada kemudi Potrum BBE-02 adalah 0.16 m/s2 atau selisih 2.85 m/s2 dengan Potrum BBE-01 yang memiliki percepatan getaran 3.01 m/s2. g. Intensitas kebisingan yang diterima operator yang menggunakan Potrum BBE02 adalah 98.8 dB atau paling tinggi diantara Potrum SRT-03, mesin pemangkas rumput yang ada di pasaran, dan Potrum BBE-01 yang hanya 90.44 dB, 85.34 dB, dan 92.08 dB.
6.2. Saran a. Melakukan pengujian Potrum BBE-02 pada jenis rumput lansekap yang lain. b. Perlu adanya penelitian mengenai efektifitas clippings yang dihasilkan Potrum BBE-02 terhadap kualitas rumput.
DAFTAR PUSTAKA Daywin, F. J, R. G. Sitompul dan I.Hidayat. 1999. Mesin-Mesin Budidaya Pertanian Di Lahan Kering. IPB. Bogor.
Emmons Robert D. 2000. Turfgrass Sience and management. Delmar. USA
Kopp L. Kelly, Guillard Karl. 2004. Decomposition Rates and Nitrogen Release of Turf Grass Clippings. www.cropsience.org.au. [12 Juli 2009]
Kumurur A. V. 1998. Rumput Lanskap Untuk Lapangan Olahraga, Taman dan Area Parkir. Penebar Swadaya, Jakarta.
Kuncoro M. A. 2003. Modifikasi dan Uji Kinerja Mesin Pemotong Rumput Tipe Rotari dari Model SRT-01 Menjadi SRT-02: Modifikasi Dek. Skripsi. Departemen Teknik Pertanian. Fakultas Teknologi Pertanian. IPB. Bogor.
Lache Simona. 2007. Complex study on hand-arm system exposed to vibrations. WSEAS Transactions on Applied and Theoretical Mechanics No. 2:215-227.
Mahmudah Maulidiyanti A. 2005. Analisa Getaran Mekanis, Kebisingan, dan Beban Kerja pada Operasi Mesin Pangkas Rumput. Skripsi. Departemen Teknik Pertanian. Fakultas Teknologi Pertanian. IPB. Bogor.
Mc Cormick E. J. and Mark S. Sanders.1987. Human factor Engineering. Mc Graw-Hill Book Co. New York, NY, USA.
Putra Ramadhan D. 2009. Uji Kinerja Mesin Pangkas Rumput Rotari Tipe Dorong Bertenaga Putar Engine Brush Cutter Tipe Gendong. Skripsi. Departemen Teknik Pertanian. Fakultas Teknologi Pertanian. IPB. Bogor.
Renatho Ilham. 2008. Desain Mesin Pangkas Rumput Rotari Tipe Dorong Bertenaga Putar Motor Brush Cutter Tipe Gendong. Skripsi. Departemen Teknik Pertanian. Fakultas Teknologi Pertanian. IPB. Bogor.
Salvendy Gavriel. 2006. Handbook of Human Factors and Ergonomics. John Wiley & Son Inc. New Jersey.
Setiawan P. A. dan Suastawa. 2008. Buku Kerja Praktikum Rancangan Alat dan Mesin Pertanian. Departemen Teknik Pertanian. Fakultas Teknologi Pertanian. IPB. Bogor.
Setyawijayanto Emral. 2005. Modifikasi Dan Uji Kinerja Mesin Pemotong Rumput (Potrum) Tipe Rotari Dari Model SRT-02 Menjadi SRT-03. Skripsi. Departemen Teknik Pertanian. Fakultas Teknologi Pertanian. IPB. Bogor.
Suharyatun Siti. 2002. Mekanisme Pemotongan Rumput dengan Menggunakan Pisau Pemotong Rumput Tipe rotari. Thesis. Program Pasca Sarjana-IPB., Bogor.
Sujiono. 2003. Modifikasi dan Uji Kinerja Mesin Pemotong Rumput Dari SRT-01 menjadi SRT-02: Sistem Pengatur Ketinggian Pemotongan. Skripsi. Departemen Teknik Pertanian. Fakultas Teknologi Pertanian. IPB. Bogor.
Turgeon AJ. 1991. Turf Grass Management. Ed ke-3. Prentice-Hall Inc. New Jersey.
Wirawan Surya. 2009. Pengaruh Ketinggian Pemangkasan dengan Mesin Potrum SRT-03 Terhadap torsi Pemangkasan dan Kualitas Lapangan Rumput Bermuda (Cynodon Dactylon) Tiffway 146. Thesis. Program Pasca SarjanaIPB., Bogor.
52
Ullman DG. 1992. The Mechanical Design Process. McGraw-Hill. New York.
53
LAMPIRAN
Lampiran 1. Data panjang clipping yang dihasilkan Potrum BBE-02 dan Potrum SRT-03 Ulangan 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 13 14 15 16 17 18 19 20 21 22 23 24 25 26 27 28 29 30 Rata-rata STDEV
BBE-02 2.0 0.9 0.5 1.7 0.4 1.5 1.0 0.3 1.5 1.8 0.6 0.5 0.9 0.7 1.0 1.8 0.5 1.0 0.8 0.7 1.0 0.9 0.5 1.0 0.5 1.2 0.5 0.3 0.5 1.0 0.9 0.47
SRT-03 2.5 2.1 1.7 1.5 2.3 1.6 2.0 1.8 2.4 1.9 2.3 1.5 2.1 2.0 2.5 1.8 1.6 2.2 2.5 1.7 1.5 2.3 2.0 2.4 1.8 1.9 2.5 2.1 2.3 1.8 2.0 0.32
55
Lampiran 2. Data dan perhitungan kapasitas lapangan Potrum BBE-02 di lapangan rumput Bermuda Tiffway 146 Luas lapangan rumput
: 7.5 x 5 m2
Jenis rumput
: Rumput Bermuda Tiffway 146
Kecepatan maju rata-rata (v) : 0.54 m/detik Lebar hasil pemangkasan (l) : 0.32 m
No 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 13 14 15 Rata-rata
KLT=l×v KLT=0.32×0.54 KLT=0.18 m⁄s KLT=634.15 m⁄jam
Waktu Tempuh per Lintasan (detik) 17.15 10.28 11.12 14.20 14.00 15.36 12.51 12.47 16.09 15.19 15.40 15.60 15.70 11.70 14.70 14.10
Waktu Belok (detik) 8.11 5.24 4.63 3.74 5.50 4.57 2.52 4.02 1.83 4.60 4.00 5.13 4.90 4.30 4.51
A Wt 37.5 KLE= 274
Kecepatan Maju per Lintasan (m/detik) 0.44 0.73 0.67 0.53 0.54 0.49 0.60 0.60 0.47 0.49 0.49 0.48 0.48 0.64 0.51 0.54
KLE ×100% KLT 634.15 Eff= 491.70
KLE=
Eff=
KLT=0.14 m⁄s
Eff=78%
KLT=491.7 m⁄jam
56
Lampiran 3. Data dan perhitungan kapasitas lapangan Potrum BBE-02 di lapangan rumput Gajahan Luas lapangan rumput (A)
: 7 x 5 m2
Jenis rumput
: Rumput Gajahan
Pola lintasan pemangkasan
: kontinyu
Kecepatan maju rata-rata (v) : 0.43 m/detik Lebar hasil pemangkasan (l) : 0.32 m
No 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 13 14 15 Rata-rata Jumlah KLT=l×v KLT=0.32×0.43 KLT=0.14 m⁄s KLT=497.26 m⁄jam
Waktu Tempuh per Lintasan (detik) 20.29 20.48 15.93 17.81 20.97 17.94 17.22 18.64 15.28 18.96 16.20 17.70 15.10 19.40 13.00 17.66 264.92
Waktu Belok (detik) 6.51 6.71 4.33 4.06 3.51 2.82 3.40 7.61 4.74 5.70 5.10 4.80 4.90 6.20 5.03 70.39
A Wt 37.5 KLE= 335.31
Kecepatan Maju per Lintasan (m/detik) 0.34 0.34 0.44 0.39 0.33 0.39 0.41 0.38 0.46 0.37 0.43 0.40 0.46 0.36 0.54 0.40
KLE ×100% KLT 0.10 Eff= 0.14
KLE=
Eff=
KLT=0.10 m⁄s
Eff=76%
KLT=375.77 m⁄jam
57
Lampiran 4. Data densitas rumput Bermuda Tiffway 146 (batang/25 m2)
Lahan A
No
1 2 3 4 5 Rata-rata Standar Dev. B 1 2 3 4 5 Rata-rata Standar Dev. C 1 2 3 4 5 Rata-rata Standar Dev. D 1 2 3 4 5 Rata-rata Standar Dev.
Minggu I Senin Kamis 62 65 30 32 26 27 25 30 25 30 34 37 16.0 15.9 20 31 25 33 25 36 24 25 30 39 25 33 3.6 5.3 21 41 26 42 20 41 25 38 28 30 24 38 3.4 4.9 40 36 38 40 26 56 39 40 35 38 36 42 5.7 8.0
Minggu II Senin Kamis 60 70 65 75 52 65 53 60 56 60 57 66 5.4 6.5 53 58 40 59 42 56 55 56 47 50 47 56 6.6 3.5 67 65 72 80 66 78 65 70 73 67 69 72 3.6 6.7 65 70 60 66 65 70 65 68 65 75 64 70 2.2 3.3
Minggu III Senin Kamis 60 85 80 85 85 65 82 75 60 62 73 74 12.4 10.8 60 70 75 60 78 55 73 75 75 60 72 64 7.0 8.2 95 95 100 80 85 65 100 65 112 100 98 81 9.8 16.4 85 85 95 98 100 85 65 60 100 80 89 82 14.7 13.8
58
Lampiran 5. Data percepatan getaran (m/s2) serta perhitungan ahv (m/s2) dan A(8) Ulangan 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 Rata-rata
X 0.229 0.177 0.089 0.11 0.133 0.156 0.169 0.231 0.158 0.133 0.159
Sumbu Y 0.025 0.026 0.027 0.025 0.026 0.026 0.026 0.027 0.024 0.024 0.026
Z 0.039 0.037 0.039 0.033 0.037 0.034 0.034 0.03 0.029 0.028 0.034
ahv = a2hvx +a2hvy +a2hvz ahv = 0.159 +0.026 +0.034 ahv =0.16 m⁄s Diketahui, T untuk pemangkasan di rumput Bernuda adalah 0.06 jam/35 m2 A(8)=ahv
T To
0.06 8 A(8)=0.01 m⁄s A(8)=0.16
Diketahui, T untuk pemangkasan di rumput Bernuda adalah 0.06 jam/35 m2 A(8)=ahv
T To
0.07 8 A(8)=0.02 m⁄s A(8)=0.16
59
Lampiran 6. Gambar grafik exposure time
60
Lampiran 7. Data intensitas kebisingan (dB) pada engine dan telinga operator Ulangan 1 2 3 4 5 Rata-rata
Engine 109.4 109.4 109.6 109.5 109.5 109.48
Telinga 98.9 98.6 98.8 98.6 99.1 98.8
61
Lampiran 8. Data intensitas kebisingan lingkungan (dB) pada Potrum BBE-02 Jarak Sumber Suara dengan Pendengar (m)
2
Rata-rata
4
Rata-rata
6
Rata-rata
8
Rata-rata
10
Rata-rata
Posisi
Depan
Belakang
Kanan
Kiri
98.1 98.1 98.2 98.2 98.1 98.1 92.6 92.7 92.8 92.6 92.8 92.7 89.4 89.4 89.8 89.5 89.8 89.6 86.2 86.5 86.4 86.2 86.3 86.3 83.9 84.1 84.0 84.2 83.9 84.0
92.3 91.9 91.5 91.9 92.0 91.9 87.2 86.1 87.9 86.0 85.9 86.6 83.9 85.3 85.4 84.2 83.7 84.5 83.4 81.6 82.7 82.8 83.5 82.8 81.4 81.2 82.0 79.3 80.0 80.8
98.3 98.0 98.4 98.5 98.8 98.4 93.6 94.0 92.6 92.3 92.5 93.0 89.4 90.1 89.7 89.9 89.2 89.7 86.5 86.4 86.3 86.3 86.3 86.4 84.5 84.6 84.8 85.1 84.8 84.8
94.5 94.6 94.1 94.7 94.5 94.5 89.9 89.8 90.0 89.8 90.2 89.9 87.3 86.9 87.3 87.2 87.6 87.3 87.9 88.1 88.3 88.1 88.2 88.1 83.0 82.9 83.4 82.2 82.4 82.8
Rata-rata Hasil Hasil Perhitungan Pengukuran
95.74
83.46
90.57
77.44
87.75
73.92
85.90
71.42
83.90
69.48
62
Lampiran 9. Perhitungan intensitas kebisingan (dB) pada lingkungan Diketahui:
SL1
= 109.48 dB
r1
= 0.1 m
r2
=2m
maka, SL2 =SL1 -20 log r2 ⁄r1 SL2 =109.48-20 log 2⁄0.1 SL2 =83.46 dB Diketahui:
SL1
= 109.48 dB
r1
= 0.1 m
r2
=4m
maka, SL2 =SL1 -20 log r2 ⁄r1 SL2 =109.48-20 log 4⁄0.1 SL2 =77.44 dB Diketahui:
SL1
= 109.48 dB
r1
= 0.1 m
r2
=6m
maka, SL2 =SL1 -20 log r2 ⁄r1 SL2 =109.48-20 log 6⁄0.1 SL2 =73.92 dB
63
Lampiran 9. Perhitungan intensitas kebisingan (dB) pada lingkungan (lanjutan) Diketahui:
SL1
= 109.48 dB
r1
= 0.1 m
r2
=8m
maka, SL2 =SL1 -20 log r2 ⁄r1 SL2 =109.48-20 log 8⁄0.1 SL2 =71.42 dB Diketahui:
SL1
= 109.48 dB
r1
= 0.1 m
r2
= 10 m
maka, SL2 =SL1 -20 log r2 ⁄r1 SL2 =109.48-20 log 10⁄0.1 SL2 =69.48 dB
64
Lampiran 10. Perhitungan lama mendengar yang diijinkan berdasarkan standar OSHA Diketahui: L= 98.8 dB Waktu = Waktu =
8 2
(L-90)⁄5
2
(98.8-90)⁄5
8
Waktu =2.36 jam
Diketahui: L= 95.74 dB Waktu = Waktu =
8 2(L-90)⁄5 8 2(95.74 -90)⁄5
Waktu =3.61 jam
Diketahui: L= 90.57 dB Waktu = Waktu =
8 2(L-90)⁄5 8 2(90.57 -90)⁄5
Waktu =7.40 jam Diketahui: L= 87.75 dB Waktu = Waktu =
8 2(L-90)⁄5 8 2(87.75-90)⁄5
Waktu =10.93 jam
65
Lampiran 10. Perhitungan lama mendengar yang diijinkan berdasarkan standar OSHA (lanjutan) Diketahui: L= 85.90 dB Waktu = Waktu =
8 2
(L-90)⁄5
2
(85.90 -90)⁄5
8
Waktu =14.12 jam
Diketahui: L= 83.90 dB Waktu = Waktu =
8 2(L-90)⁄5 8 2(83.90 -90)⁄5
Waktu =18.64 jam
66