Prosiding Seminar Nasional Pascasarjana (SNP) Unsyiah 2017, April 13, 2017, Banda Aceh, Indonesia
Peningkatan Kualitas Biopolimer (Poly Lactid Acid) dengan Penambahan Filler Bentonit 1Nurhanifa, 1,2Suryani, 1Adriana, 3Pocut
Nurul Alam,
1*Teuku
Rihayat
Jurusan Teknik Kimia, Politeknik Negeri Lhokseumawe, Lhokseumawe, Aceh Program Studi Kimia, Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam, Universitas Sumatera Utara, Medan 3 Jurusan Teknik Kimia, Fakultas Teknik, Universitas Syiah Kuala 1 2
*Corresponding Author:
[email protected]/
[email protected] Abstrak Penelitian ini bertujuan untuk menentukan jenis dan komposisi filler bentonit untuk membentuk suatu nanokomposit terbaik yang dilihat dari karakteristik uji kuat tarik-nya menggunakan alat Universal Testing Machine (UTM) serta pengamatan d-spacing layer pada filler bentonit dengan menggunakan alat X-Ray Difraction (XRD). Penelitian ini dilakukan dengan memvariasikan jenis filler bentonit berukuran nanometer dari dua daerah berbeda yaitu bentonit asal Aceh Utara dan bentonit asal Bener Meriah dengan perbandingan komposisi 1, 3 dan 5% berat total dengan polimer PLA. Pembentukan polimer PLA-bentonit nanokomposit menggunakan metode interkalasi pelelehan melalui alat extruder dan pencetakan dengan alat hot press. Penelitian ini telah menghasilkan material komposit polimer yang memiliki kualitas ketahanan tarik yang baik dibanding polimer tanpa pencampuran. Kata Kunci: PLA, filler, bentonit, nanokomposit Pendahuluan Saat ini penelitian tentang produk ramah lingkungan menjadi perhatian besar oleh banyak peneliti dan pelaku industri terutama di bidang polimer. Beberapa material polimer yang berasal dari bahan ramah lingkungan (biopolimer) sudah banyak dihasilkan misalnya PHA Poli Hidroksi Alkanoat (PHA), Poli Hidroksi Butirat (PHB), dan Poly Lactid Acid (PLA) (Averous, 2008). Salah satu biopolimer yang sedang marak diteliti adalah PLA (Poly Lactid Acid) dikarenakan kemampuan biodegradasinya yang tinggi sehingga tergolong sebagai polimer yang ramah lingkungan. Tidak seperti polimer sintetis pada umumnya yang berasal dari bahan petrolium, PLA berasal dari sumber yang terbaharui yaitu dari berbagai macam tumbuhan yang memiliki kandungan pati yang tinggi seperti ubi kayu, ubi jalar, pisang, jagung dan sebagainya (Susilo, 2013). PLA tergolong salah satu poliester alifatik yang dapat digunakan sebagai pembawa obat karena sifat biocompatible dan biodegradable yang dimilikinya. PLA dapat mengalami penguraian dengan unit monomer asam laktat sebagai intermediet alam di dalam metabolisme karbohidrat (Suryani., Rihayat, T., dkk 2016). PLA dapat dibentuk melalui proses esterifikasi asam laktat yang diperoleh dengan cara fermentasi oleh bakteri dengan menggunakan substrat pati atau gula sederhana. PLA dapat berbentuk amorf dan juga dapat berupa kristalin. Kelebihan lain dari PLA antara lain adalah tahan terhadap lemak, transparan, dan aman digunakan untuk bidang medis. Adapun PLA A177
Prosiding Seminar Nasional Pascasarjana (SNP) Unsyiah 2017, April 13, 2017, Banda Aceh, Indonesia
diaplikasikan biasanya untuk membuat popok bayi sekali pakai, botol, pembungkus makanan, peralatan makan, kantong plastik, komponen mobil, rak, dan sebagainya. Aplikasi terbaru dari PLA adalah dalam bidang lain seperti bidang medis antara lain digunakan sebagai kulit buatan, benang jahit operasi, alat pengukur distribusi obat dan juga untuk tissue engineering karena dapat diadsorb oleh tubuh. Namun biopolimer ini juga memiliki kelemahan salah satunya yaitu titik lelehnya yang rendah sehingga ketahanan panasnya tidak begitu baik. Oleh sebab itu untuk mengatasi kelemahan tersebut, PLA dapat ditingkatkan sifat-sifatnya dengan penambahan bahan pengisi (filler) berukuran nano membentuk nanokomposit. Ada banyak jenis material yang digunakan sebagai filler, namun bentonit memiliki catatan panjang sebagai bahan anorganik yang paling banyak ditambahkan sebagai pengisi ke dalam polimer sebagai matrik. Hal ini berpotensi sangat besar jika dibandingkan dengan material asal tanpa pencampuran. Tujuan dari penambahan filler adalah untuk memperbaiki dan meningkatkan sifat bahan polimer agar lebih stabil, lebih kuat secara mekanik dan kimia serta lebih tahan terhadap panas guna berfungsi optimal di berbagai sektor kehidupan manusia seperti rumah tangga, otomotif, pertanian, kesehatan dan kemasan. Berdasarkan beberapa referensi ternama, salah satu filler lain yang marak diteliti yang diyakinkan unggul adalah Bentonit. Bentonit menjadi bahan yang mendapat perhatian besar berdasarkan kemampuannya menyebar antar lapisan secara luas dan kemampuannya untuk mengembang. Oleh karena sifat tersebut maka bentonit dapat diolah menjadi suatu komposit dengan polimer. Bentonit adalah mineral murah dimana penggunaannya sebagai bahan pengisi ekonomis untuk memodifikasi penciptaan dan performa material. Secara mineralogi bentonit didefinisikan sebagai lempung yang terdiri dari 85% montmorillonite yang mempunyai rumus kimia (Al2O3.4SiO2xH2O). Ketertarikan untuk melakukan riset tentang polimer-bentonit nanokomposit dikalangan peneliti saat ini menunjukkan kecenderungan semakin meningkat (Pocut., Rihayat, T, 2007). Selain itu bahan pembuatannya pun mudah di dapatkan serta ekonomis. Tumbuhan yang kaya akan kandungan pati tersedia dalam jumlah besar di Indonesia sebagai bahan baku pembuatan PLA. Begitu pula dengan bentonit yang mudah didapat dan jumlahnya melimpah terutama di wilayah Aceh Utara dan Aceh Tengah. Oleh sebab itu, wilayah Aceh mempunyai potensi yang sangat besar untuk memproduksi PLA-Bentonit nanokomposit untuk menghasilkan polimer dengan kualitas yang lebih unggul. Bahan dan Metode PLA (Poly Lactid Acid) yang digunakan pada penelitian ini berasal dari Nature Works Co. (USA), bentonit yang digunakan berasal dari dua wilayah berbeda yaitu Bentonit dari wilayah Nisam, Aceh Utara dan Bentonit dari wilayah Kab. Bener Meriah, Takengon, Aceh Tengah. Bahan tambahan lain yang digunakan berupa aquades dan Natrium Heksametafosfat (NaPO3)6 dan Cetyl Trimetil Ammonium Bromide (CTAB). Purifikasi dan Pembukaan Interlayer Bentonit Dua wadah disiapkan untuk pemurnian dua jenis bentonit alam. Masing-masing bentonit sebanyak 10 gram ditimbang lalu ditumbuk menggunakan crusher. Dilakukan pengayakan pada ukuran 325 mesh. Bentonit hasil ayakan dimasukkan ke dalam 120 ml aquades dan ditambahkan (NaPO3)6 sebanyak 0,3 gram lalu didispersi dengan cara diaduk selama 6 jam menggunakan mixer magnetis dengan putaran sedang (skala 2). Hasil dispersi kemudian disenstrifugasi selama 2 menit dengan kecepatan 700 rpm dan dipisahkan dari cairan. Hasil sentifugasi lalu dicuci dengan aquades kembali untuk menghilangkan sisa (NaPO3)6 berlebih dan disaring menggunakan saringan kain halus. A178
Prosiding Seminar Nasional Pascasarjana (SNP) Unsyiah 2017, April 13, 2017, Banda Aceh, Indonesia
Bentonit yang telah terpurifikasi dimasukkan kembali ke dalam 1.250 ml aquades dan ditambahkan 6,2 g CTAB lalu didispersi dengan mixer magnetic selama 2 jam. Hasil dispersi disaring menggunakan saringan kain halus, dan dicuci dengan etanol secukupnya. Filtrat dikeringkan dalam oven dengan suhu 60 oC sampai kadar air ± 0%. (Gong, dkk, 2016 & Mansa, dkk, 2015). Pembentukan PLA – Bentonit Nanokomposit Disiapkan 3 wadah untuk sampel campuran PLA dan bentonit. Dicampurkan PLA dan Bentonit Aceh Utara (berat total=20 g) dengan perbandingan sebagai berikut: 19,8 g : 0,2 g (1% wt);19,4 g : 0,6 g (3% wt); 19,0 g : 1,0 g (5% wt). Campuran dilelehkan pada melt blending dengan suhu 140 oC, lalu akan mengeras dengan sendirinya membentuk PLABentonit nanokomposit. PLA-Bentonit nanokomposit selanjutnya dipotong-potong menjadi butiran dan dimasukkan ke dalam cetakan spesimen sesuai Standar ASTM 638 D Type IV, kemudian dipadatkan dengan hot press dengan suhu 190 oC. PLA-Bentonit nanokomposit yang telah dicetak kemudian dikeringkan di dalam oven vakum dengan suhu 60 oC selama 24 jam atau dapat dikeringkan pada udara ambient (Najafi, dkk, 2012). Hasil dan Pembahasan Hasil purifikasi dan pembukaan interlayer bentonit Pada proses awal perlakuan sebelum pencampuran, filler bentonit yang telah dihaluskan dengan ukuran 230 mesh dipurifikasi menggunakan Natrium Heksametafosfat (NaPO 3)6 yang berperan sebagai dispersan untuk membersihkan bentonit dari impuritis sehingga montmorilonite murni dapat dihasilkan. Ukuran partikel berpengaruh terhadap kontaknya dengan dispersan, semakin kecil ukuran partikel berntonit maka semakin efektif dispersan bekerja. Waktu pendispersian yang dilakukan selama 6 jam serta kuantitas dispersan sebanyak 1% dari berat bentonit yang diolah merupakan nilai terbaik bagi pemurnian bentonit berdasarkan penelitian yang dilakukan oleh Gong, Z., dkk tahun 2014. Gambar 1 menunjukkan proses purifikasi dan pembukaan interlayer bentonit.
Gambar 1. Proses Purifikasi dan Pembukaan Interlayer Bentonit Cethyl Trimethyl Ammonium Bromide (CTAB) digunakan sebagai surfaktan untuk memodifikasi bentonit membentuk organobentonit dengan merubah sifatnya dari hidrofilik menjadi lebih hidrofobik sehingga kompatibel dengan polimer PLA. Selain itu penggunaan surfaktan ini juga berperan membuka jarak lapisan pada bentonit dengan adanya kation (alkil-amonium) yang bertukar dengan ion di dalam montmorillonite. Tujuan dari pembukaan lapisan ini adalah untuk memaksimalkan interaksi nanokomposit yang akan dibentuk. Tabel berikut menampilkan hasil uji komponen untuk mengetahui jumlah mineral A179
Prosiding Seminar Nasional Pascasarjana (SNP) Unsyiah 2017, April 13, 2017, Banda Aceh, Indonesia
montmorillonite yang terkandung serta besar pembukaan lapisan (d-spacing) layer bentonit. Tabel 1. menujukkan hasil uji komponen serta d-spacing layer kedua jenis bentonit sebelum dan sesudah purifikasi. Tabel 1. Tabel Data Hasil Uji Komponen Dan D-Spacing Layer Bentonit dengan alat X-ray Difraction (XRD) Jenis Bentonit Bentonit Bentonit Bentonit Bentonit
Aceh Utara Murni Aceh Utara Purifikasi Bener Meriah Murni Bener Meriah Purifikasi
2θ (degree) 7,2 4,52 7,9 3,16
d-spacing layer 1,142 nm 1,511 nm 1,115 nm 1,470 nm
Mineral Montmorillonite Montmorillonite Montmorillonite Montmorillonite
Mineral (%) 83 96 40 43
Gambar 2. Hasil Grafik Analisa XRD Montmorillonite merupakan mineral yang paling banyak mendominasi komposisi bentonit dan berperan sebagai penguat di dalam matriks polimer. Polimer nanokomposit terbentuk jika polimer dapat terinterkalasi ke dalam galeri mineral clay sehingga sifat polimer yang terbentuk berbeda dengan sifat mikropartikelnya. (Sjahroel, 2017). Montmorillonite memiliki sifat anisotropis serta mudah mengembang (USU Institutional Repository, 2015). Montmorillonite terdiri lapisan-lapisan berukuran nanometer (0,96 nm) dengan jarak antar lapisan 1,2 nm hingga 1,5 nm, serta memiliki kemampuan untuk mengalami interkalasi (peningkatan jarak antarlapisan) dan eksfoliasi (pemecahan lapisan-lapisan hingga terdispersi merata dalam matriks polimer). Interkalasi dan eksfoliasi berkorelasi dengan peningkatan sifat mekanik suatu matriks material lain (Ramadhan dan Fathurrohman, 2012). Berdasarkan hasil pengujian, bentonit asal wilayah Aceh Utara sebelum purifikasi mengandung sebanyak 85% montmorillonite dan meningkat kadarnya menjadi 96% setelah purifikasi, sedangkan pada bentonit asal wilayah Bener Meriah hanya mengandung 40% montmorillonite pada awalnya dan hanya meningkat menjadi 43% setelah purifikasi. Hal ini A180
Prosiding Seminar Nasional Pascasarjana (SNP) Unsyiah 2017, April 13, 2017, Banda Aceh, Indonesia
mengindikasikan bahwa bentonit Aceh Utara berkualitas lebih baik karena kandungan montmorillonitenya lebih tinggi dibanding dengan bentonit Bener Meriah yang lebih banyak mengandung impurities. Perbedaan yang signifikan tersebut disebabkan oleh kondisi tempat bentonit tersebut berada sehingga komposisinya dapat berbeda-beda. Nilai d-spacing layer dari kedua jenis bentonit sebelum dan sesudah pembukaan menunjukkan nilai yang tidak jauh berbeda yaitu dari 1,142 nm ke 1,511 nm untuk bentonit Aceh Utara dan 1,115 nm ke 1,470 nm untuk bentonit Bener Meriah. Jika dihitung besar pembukaannya yaitu sekitar 0,355 nm sampai 0,369 nm. Dengan demikian dapat disimpulkan bahwa kedua jenis bentonit tersebut sama sama merupakan jenis swelling-bentonit sehingga baik digunakan sebagai filler bagi polimer.
Hasil pembentukan PLA – Bentonit Nanokomposit PLA yang berupa biji plastik bening dicampurkan dengan bentonit melalui proses pelelehan didalam ekstruder dengan suhu 140 oC dimana suhu ini merupakan suhu maksimum pelelehan PLA. Selanjutnya hasil lelehan dicetak membentuk batangan plastik. Warna yang dihasilkan dari setiap batang berbeda-beda sesuai variasi komposisi matriks dan filler-nya. Semakin banyak filler yang digunakan maka warna batangan plastik yang dihasilkan semakin keruh atau kekuningan. Gambar 3 menujukkan proses pembentukan nanokompostit.
+
Gambar 3. Proses Pembentukan Nanokompostit dan Karakterisasi Uji Tarik PLA-Bentonit nanokomposit yang telah dicetak sesuai spesimen standar ASTM D 638 di uji sifat mekaniknya berupa tingkat kekuatan tarik melalui gaya sesumbu yang diberikan oleh alat uji tarik sampai mencapai batas maksimum hingga terputus. Tabel 2 menujukkan hasil uji tarik terhadap nanokompsit. Tabel 2. Tabel Data Hasil Uji Tarik Nanokomposit PLA Murni PLA-Bentonit PLA-Bentonit PLA-Bentonit PLA-Bentonit PLA-Bentonit PLA-Bentonit
AU 1% AU 3% AU 5% BM 1% BM 3% BM 5%
Tensile strength (MPa) 240 340 439 649 255 291 366
A181
Stress at break (Mpa) 200 300 400 600 300 300 400
Prosiding Seminar Nasional Pascasarjana (SNP) Unsyiah 2017, April 13, 2017, Banda Aceh, Indonesia
Gambar 4. Grafik Hasil Uji Tarik
Berdasarkan hasil pengujian, dapat dilihat bahwa adanya penambahan bahan pengisi polimer menujukkan hasil peningkatan terhadap sifat-sifat komposit. Material baru yang dihasilkan memperlihatkan peningkatan kualitas sifat kekuatannya yang lebih baik jika dibanding polimer PLA murni tanpa pencampuran. Sampel PLA-Bentonit nanokomposit pada masing-masing variasi jenis dan jumlah filler bentonit yang digunakan menunjukkan perbedaan. Nilai kekuatan uji tarik berbanding lurus dengan jumlah filler yang digunakan. Semakin banyak jumlah bentonit yang yang dicampur ke dalam matriks PLA, maka semakin besar nilai uji tarik yang dihasilkan. Artinya, banyaknya kandungan bentonit menyebabkan polimer memiliki ketahanan peregangan yang semakin tinggi hingga puncaknya. Berdasarkan data pada Tabel 2, hasil uji tarik nanokomposit dengan filler bentonit asal wilayah Aceh Utara menunjukkan nilai tensile strenghth dan stress at break yang lebih tinggi dibanding pencampuran dengan filler bentonit asal wilayah Bener Meriah untuk setiap variasi 1,3, dan 5% bentonit. Nilai maksimum ada pada nanokomposit dengan penambahan 5% filler bentonit Aceh Utara yaitu sebesar 649 MPa dan yang paling minimum adalah nanokomposit dengan penambahan 1% filler bentonit Bener Meriah dengan nilai 255 MPa. Hal tersebut disebabkan karena bentonit asal Aceh Utara telah diteliti dengan pengujian XRD mengandung jumlah montmorillonite yang jauh lebih tinggi serta daya swelling yang cenderung lebih besar sehingga daya penguat terhadap polimer jauh lebih baik dibanding polimer murni atau dengan jenis bentonit asal Bener Meriah yang memiliki lebih sedikit kandungan montmorillonitenya dan daya swelling yang lebih rendah. Kesimpulan Hasil Penelitian menunjukkan bahwa PLA-Bentonit nanokomposit mampu menghasilkan nilai kekuatan tarik (tensile strength) yang lebih baik dibandingkan dengan PLA murni tanpa pencampuran dengan filler bentonit. Semakin besar jumlah bentonit yang dicampurkan ke dalam matriks PLA, maka semakin tinggi nilai kekuatan tariknya. Jenis bentonit yang paling baik digunakan sebagai filler pada penelitian ini adalah bentonit asal wilayah Aceh Utara dikarenakan kandungan montmorillonite yang lebih banyak serta daya swelling-nya yang lebih besar dibadning dengan bentonit asal wilayah Bener Meriah.
A182
Prosiding Seminar Nasional Pascasarjana (SNP) Unsyiah 2017, April 13, 2017, Banda Aceh, Indonesia
Ucapan Terima Kasih Peneliti mengucapkan terima kasih kepada Direktorat Kemahasiswaan dan Pembelajaran, Kementerian Riset, Teknologi dan Pendidikan Tinggi atas bantuan dana melalui Hibah Program Kreatifitas Mahasiswa (PKM) tahun 2017. Daftar Pustaka Averous, L. (2008). Synthesis, Properties and Applications, In Monomers, Polymers and Composites from Renewable Resources. Poly Lactid Acid, 21, hal 223-225. Gong, Z., Liao, L., Lv, G., Wang, X. (2012). A Simple Method For Physical Purification Of Bentonite. Applied Clay Science,119, hal. 294–300. Mansa, R., Huang, C-Te., Quintel, A., Rocha, F., Detellie, C. (2015). Preparation And Characterization Of Novel Clay/Pla Nanocomposites. Applied Clay Science, 115, hal. 8796. Najafi, N., Heuzey, M.C., Carreau, P.J. (2012). Polylactide (Pla)-Clay Nanocomposites Prepared By Melt Compounding In The Presence Of A Chain Extender. Composites Science and Technology, 72, hal. 608-615. Pocut., Rihayat, T. (2007). Sintesa dan Karakteristik Sifat Mekanik Karet Nanokomposit. Jurnal Rekayasa Kimia dan Lingkungan, Vol.6, No.1, hal 1-6. Suryani., Agusnar, H., Wirjosentono, B., Rihayat, T., Nugroho, A R. (2016). Sintesis dan Karakterisasi Poly Asam Laktat Bebasis Bahan Alam Menggunakan Katalis Tmah (II) Oktoat. Prosiding Seminar Nasional Kimia dan Pendidikan Kimia 2016, hal 16-20. Susilo, Praptowidodo. (2013). Plastik Biodegradable Poli Asam Laktat. Pastik Ramah Lingkungan, hal. 63– 69.
A183