ISBN 978-979-3793-70-2
PEMILIHAN VARIETAS PADI RENDAH EMISI CH4 UNTUK MENDUKUNG PENURUNAN EMISI GAS RUMAH KACA (GRK) DARI LAHAN SAWAH Rina Kartikawati1, Hesty Yulianingrum1, Anicetus Wihardjaka1, Prihasto Setyanto2 dan Miranti Ariani1 1
Balai Penelitian Lingkungan Pertanian, Jawa tengah Balai Pengkajian Teknologi Pertanian, Jawa tengah E-mail:
[email protected]
2
Abstrak Varietas padi berperan sangat penting dalam penurunan emisi Gas Rumah Kaca (GRK) terutama gas CH4 dari lahan sawah. Masing-masing varietas mempunyai kemampuan yang bervariasi dalam mengemisikan CH4 yang ditentukan oleh sifat dan karakteristik varietas tersebut. Penelitian yang bertujuan untuk mengetahui karakteristik varietas yang berkaitan dengan pelepasan gas CH4, telah dilakukan di KP Balingtan pada MH II 2015 dengan sistem gogo rancah (gora). Delapan varietas unggul (Ciherang, Mekongga, Inpari 18, IPB 3S, Inpari 13, Inpari 31, Inpari 32 dan Inpari 33) ditanam dalam mikro plot berukuran 1 m2 yang berada dalam petak percobaan seluas 5x6 m2. Percobaan dirancang secara acak kelompok dengan tiga ulangan. Pengambilan sampel dilakukan dengan menggunakan automatic close chamber yang dibangun secara permanen dan dapat dioperasikan selama pertumbuhan tanaman. Gas CH4 dianalisa menggunakan Gas Chromatography (GC) type 2014. Hasil penelitian menunjukkan bahwa varietas Mekongga menghasilkan emisi CH4 rendah dengan hasil relatif tinggi, sedangkan beberapa varietas lain seperti Inpari 31 dan Inpari 32 menghasilkan emisi CH4 dan hasil gabah yang tinggi. Untuk karakterisasi digunakan varietas yang mengeluarkan gas CH4 rendah (Mekongga dan Inpari 13) dan varietas dengan hasil gabah tinggi (Inpari 31 dan Inpari 32). Jumlah anakan merupakan sifat fisiologi tanaman yang sangat penting dalam perakitan varietas rendah emisi. Varietas-varietas padi dengan jumlah anakan efektif yang banyak cenderung menghasilkan emisi CH4 yang lebih rendah. Kata Kunci: Pemilihan Varietas Padi, Rendah Emisi CH4, Lahan Sawah. I.
emisi CH4 signifikan antar varietas padi yang digunakan dan menunjukkan korelasi positif dengan jumlah anakan dan biomassa atas, namun berkorelasi negatif terhadap indeks panen, biomassa akar dan malai. Menurut Zheng et al. [6], keragaman varietas padi dengan perbedaan fase pertumbuhan dan pengembangan pada varietas dapat menyebabkan perbedaan emisi GRK yang dilepaskan dari system tanah-atmosfer. Badan Litbang Pertanian, Kementerian Pertanian setiap tahunnya melepaskan varietasvarietas padi yang berdaya hasil tinggi tetai belum memberikan informasi emisi GRK. Pemilihan varietas dengan emisi CH4 yang rendah dan produksi padi tetap tinggi sangat perlu dilakukan untuk mendukung opsi penurunan emisi dari lahan pertanian. Penggunaan varietas padi rendah emisi CH4 diharapkan dapat digunakan dalam upaya mitigasi dan adaptasi dari sektor pertanian, khususnya dari lahan sawah. Penelitian
PENDAHULUAN
Tanaman padi mempunyai peran signifikan dalam pelepasan gas CH4 di lahan sawah. Kondisi tergenang menciptakan suasana anaerob yang dapat memicu pesatnya aktivitas bakteri metanogen untuk memproduksi gas CH4. Secara global, padi (Oryza sativa L.) menghasilkan emisi CH4 sebesar 493 – 723 Mt CO2e tahun-1 atau 11% dari global emisi CH4 pada tahun 2010 [1]. Emisi CH4 dari lahan sawah dipengaruhi oleh banyak faktor, diantara faktor cuaca, lingkungan dan pengelolaan sawah, varietas padi merupakan salah satu faktor yang sangat berpengaruh terhadap pelepasan emisi CH4 [2, 3]. Banyak penelitian menunjukkan bahwa karakteristik varietas menentukan besarnya emisi CH4 yang dihasilkan, di antaranya menyebutkan bahwa jumlah daun, jumlah anakan dan leaf area index [4]; berat kering akar [2], yang berkorelasi positif terhadap fluks CH4. Qin et al. [5] juga menyatakan bahwa
Seminar Nasional “Mitigasi Dan Strategi Adaptasi Dampak Perubahan Iklim Di Indonesia” 33
ISBN 978-979-3793-70-2
Ach adalah luas boks (m2); mW adalah berat molekul GRK (g); mV adalah volume molekul GRK (22,41 liter) dan T adalah uhu rata-rata selama pengambilan sampel (oC).
dilakukan dengan tujuan untuk mengetahui karakteristik varietas padi terkait pelepasan GRK di lahan sawah. II.
METODE PENELITIAN III.
Penelitian dilaksanakan di Kebun Percobaan (KP) Balai Penelitian Lingkungan Pertanian (Balingtan) pada bulan Desember 2015 sampai Maret 2016. Percobaan disusun secara acak kelompok dengan tiga ulangan. Delapan varietas padi (Ciherang, Mekongga, IPB 3S, Inpari 13, Inpari 18, Inpari 31, Inpari 32 dan Inpari 33) digunakan dalam percobaan ditanam dengan sistem gogo rancah (tanam benih langsung). Untuk karakterisasi varietas digunakan empat varietas, 2 varietas yang menghasilkan emisi rendah (Mekongga dan Inpari 13) dan 2 varietas yang menghasilkan emisi CH4 dan hasil padi yang tinggi (Inpari 31 dan Inpari 32). Masing-masing plot percobaan mendapatkan perlakuan yang sama dalam sistem budidaya meliputi perlakuan air, penggunaan pupuk organik dan anorganik, pencegahan dan pemberantasan hama tanaman dan pemanenan. Selama pertumbuhan tanaman, air dipertahankan dalam kondisi tergenang dengan ketinggian ± 3 cm. Dosis pupuk yang digunakan adalah 120 kg N/ha, 45 kg P2O5/ha, 60 kg K2O/ha dan 5 t kompos/ha. Upaya preventif terhadap hama dilakukan dengan cara penyemprotan biopestisida yang dihasilkan oleh KP Balingtan. Penyemprotan pestisida berbahan kimia hanya dilakukan pada saat terjadi serangan hama secara masif. Pengukuran fluks CH4 dilakukan dengan menggunakan automatically system of close chamber yang dioperasikan selama musim tanam. Sistem tersebut dilengkapi dengan 24 chamber (boks) penangkap gas rumah kaca berukuran 50 cm x 50 cm x 100 cm yang dikendalikan oleh master control. Gas CH4 dari masing-masing boks penangkap dianalisa menggunakan Gas Chromatography (GC) tipe 2014 yang dilengkapi dengan Flame Ionization Detector (FID) untuk mendeteksi gas CH4. Fluks CH4 dihitung dengan menggunakan persamaan:
HASIL DAN PEMBAHASAN
Rata-rata kumulatif fluks CH4 pada varietas padi yang digunakan dalam percobaan ditunjukkan pada Gambar 1. Varietas Mekongga dan Inpari 13 secara kumulatif menghasilkan rata-rata fluks CH4 rendah (< 250 mg/m2/musim) sedangkan varietas Inpari 31 dan Inpari 32 menghasilkan rata-rata fluks CH4 relatif tinggi (> 300 mg/m2/musim).
Gambar 1. Rata-rata kumulatif fluks CH4 pada berbagai varietas padi Berdasarkan rata-rata kumulatif fluks CH4 tersebut, varietas Mekongga, Inpari 13, Inpari 31 dan Inpari 32 dipilih untuk mempelajari karakter-karakter varietas berkaitan dengan kemampuannya untuk melepaskan gas CH4. Pola fluks CH4 musiman pada varietas rendah emisi CH4 ditunjukkan pada Gambar 2 sedangkan varietas yang menghasilkan emisi CH4 tinggi ditunjukkan pada Gambar 3. Keempat varietas menunjukkan pola yang sama dimana fluks CH4 mengalami peningkatan dari fase awal pertumbuhan hingga anakan aktif (23 – 45 hari setelah tumbuh). Pada varietas rendah emisi, fluks CH4 menurun setelah fase vegetatif berakhir atau memasuki fase generatif (46 – 83 hari setelah tumbuh). Namun pada varietas yang menghasilkan emisi CH4 tinggi, fluks CH4 berfluktuasi mengalami peningkatan pada fase generatif. Pada fase pematangan (84 -101 hari setelah tumbuh), keempat varietas menunjukkan pola penurunan fluks CH4 hingga menjelang panen.
E adalah emisi gas GRK (mg/m2/hari); dc/dt adalah perbedaan konsentrasi GRK per waktu (ppm/menit); Vch adalah Volume boks (m3);
Seminar Nasional “Mitigasi Dan Strategi Adaptasi Dampak Perubahan Iklim Di Indonesia” 34
ISBN 978-979-3793-70-2
Gambar 2. Pola fluks CH4 pada varietas rendah emisi CH4
Gambar 3. Pola fluks CH4 pada varietas yang menghasilkan emisi CH4 tinggi Parameter tanaman dan fluks CH4 pada berbagai fase pertumbuhan ditunjukkan pada Tabel 1 (a, b dan c). Jumlah anakan meningkat sampai fase anakan maksimum dan jumlahnya berkurang pada fase awal generatif dan
berkurang lagi hingga terbentuk anakan efektif. Biomassa atas dan bawah meningkat seiring dengan pertumbuhan tanaman dan menunjukkan tidak berbeda nyata pada semua varietas padi.
Tabel 1a. Parameter pertumbuhan tanaman dan fluks CH4 pada fase vegetatif akhir Varietas/ Tinggi Biomassa Jumlah anakan Biomassa Fluks CH4 Parameter tanaman atas per rumpun bawah (g) (mg/m2/hari) tanaman (cm) (g) Ciherang 70 b 16 abc 16 a 7 a 276 a Mekongga 69 b 16 abc 9 a 5 a 343 a Inpari 18 73 b 14 bc 12 a 4 a 295 a IPB 3s 84 a 12 c 13 a 4 a 367 a Inpari 13 68 b 15 abc 10 a 4 a 334 a Inpari 31 72 b 19 abc 11 a 4 a 306 a Inpari 32 65 b 18 ab 10 a 4 a 399 a Inpari 33 69 b 17 abc 17 a 7 a 301 a Nilai tengah diikuti huruf sama dalam lajur sama tidak berbeda nyata menurut uji Tukey taraf 5%
Seminar Nasional “Mitigasi Dan Strategi Adaptasi Dampak Perubahan Iklim Di Indonesia” 35
ISBN 978-979-3793-70-2
Tabel 1b. Parameter pertumbuhan tanaman dan fluks CH4 pada fase anakan maksimum Tinggi Varietas/ Jumlah Biomassa Biomassa Fluks CH4 tanaman Parameter tanaman anakan atas (g) bawah (g) (mg/m2/hari) (cm) Ciherang 82 b 19 a 47,6 a 12,5 a 200 a Mekongga 82 b 19 a 32,0 a 8,5 a 223 a Inpari 18 88 ab 14 bc 44,2 a 10,3 a 226 a IPB 3s 99 a 13 c 40,5 a 7,9 a 256 a Inpari 13 79 b 18 ab 41,2 a 9,5 a 184 a Inpari 31 82 b 21 a 50,8 a 11,0 a 306 a Inpari 32 78 b 21 a 39,7 a 8,8 a 285 a Inpari 33 81 b 21 a 35,4 a 9,8 a 186 a Nilai tengah diikuti huruf sama dalam lajur sama tidak berbeda nyata menurut uji Tukey taraf 5% Tabel 1c. Parameter pertumbuhan tanaman dan fluks CH4 pada fase awal generatif Tinggi Varietas/ Jumlah Biomassa Biomassa Fluks CH4 tanaman Parameter tanaman anakan atas (g) bawah (g) (mg/m2/hari) (cm) Ciherang 90 bc 15 ab 78,9 a 18,0 a 260 ab Mekongga 86 bc 14 ab 54,8 a 12,0 a 191 b Inpari 18 98 ab 13 bc 76,8 a 16,6 a 194 ab IPB 3s 112 a 11 c 68,4 a 11,3 a 352 ab Inpari 13 94 bc 13 bc 72,6 a 14,9 a 175 b Inpari 31 88 bc 15 ab 90,9 a 17,6 a 472 a Inpari 32 81 c 15 ab 69,4 a 14,0 a 314 ab Inpari 33 87 bc 16 a 53,9 a 12,9 a 207 ab Nilai tengah diikuti huruf sama dalam lajur sama tidak berbeda nyata menurut uji Tukey taraf 5% Tabel 2. Jumlah anakan yang tidak efektif dan fluks CH4 yang diproduksinya Jumlah anakan Berat biomassa C organik Berat biomassa Varietas yang tidak per rumpun biomassa atas efektif (g) efektif yang mati (g) atas (%) Ciherang 140 5 36,8 26,9 Mekongga 92 5 24,2 25,3 Inpari 18 137 2 19,5 29,0 IPB 3s 124 3 28,7 28,5 Inpari 13 116 5 32,1 24,9 Inpari 31 133 6 38,0 29,3 Inpari 32 128 7 42,5 29,0 Inpari 33 125 5 29,7 29,8 Fluks CH4 tidak berbeda nyata pada fase vegetatif akhir dan anakan maksimum, sebaliknya fluks beda nyata pada fase awal generatif. Penelitian sebelumnya [7] menyebutkan bahwa parameter tanaman (biomassa tanaman) tidak berbeda nyata pada berbagai varietas yang digunakan, namun emisi CH4 sangat berhubungan dengan keberadaan bakteri metanogen dan metanotrof dalam tanah. Dengan menggunakan korelasi sederhana, penelitian ini memperlihatkan adanya hubungan positif antara jumlah anakan dengan
Fluks CH4 per anakan yang mati (g) 36,6 22,6 52,3 50,4 29,5 34,3 32,5 32,8
fluks CH4 pada fase vegetatif akhir, anakan maksimum dan generatif awal dengan nilai korelasi (r) masing-masing 0.163, 0.189 dan 0.05. Korelasi positif juga ditunjukkan pada berat biomassa atas dengan fluks CH4 pada fase anakan maksimum dan fase awal generatif dengan nilai korelasi masing-masing 0.107 dan 0.356. Sedangkan pada fase anakan maksimum berkorelasi negative terhadap fluks CH4. Berat biomas akar berkorelasi negatif pada fase vegetatif akhir dan anakan maksimum,
Seminar Nasional “Mitigasi Dan Strategi Adaptasi Dampak Perubahan Iklim Di Indonesia” 36
ISBN 978-979-3793-70-2
sedangkan berkorelasi positif pada fase generatif awal (r = 0.189). Selain jumlah anakan dan biomassa hidup berkontribusi terhadap fluks CH4, jumlah anakan yang tidak efektif juga berpengaruh terhadap produksi CH4. Tabel 2 menunjukkan produksi CH4 berdasarkan jumlah anakan yang tidak efektif. Varietas rendah emisi CH4 (Mekongga dan Inpari 13) menghasilkan jumlah anakan efektif lebih banyak dibandingkan varietas padi dengan emisi CH4 tinggi (Inpari 31 dan Inpari 32) yang lebih banyak kehilangan rumpun anakan. Berat biomassa pada varietas rendah emisi juga lebih rendah daripada varietas yang menghasilkan emisi tinggi. Hal ini berpengaruh terhadap berat biomassa rumpun yang mati dan selanjutnya berpengaruh terhadap gas CH4 yang diproduksi. Menurut Khosa et al. [8], bahan organik meningkatkan pertumbuhan populasi bakteri metanogen dengan menyediakan sumber karbon yang selanjutnya secara signifikan meningkatkan emisi CH4. Gutierrez et al. [7] menyatakan bahwa perbedaan emisi CH4 kemungkinan disebabkan oleh sifat fisiologi dan anatomi dari varietas padi, bahan organik sebagai substrat bagi mikroorganisme dan pembuluh aerenkima sebagai pelaluan oksigen dan CH4. IV.
Savolainen S, Schlomer C, von Stechow T, Zwickel, Minx JC, editors. Cambridge: Cambridge University Press; 2108 pp.
KESIMPULAN
Jumlah anakan merupakan sifat fisiologi tanaman yang sangat penting dalam perakitan varietas rendah emisi. Varietas-varietas padi dengan jumlah anakan efektif yang banyak cenderung menghasilkan emisi CH4 yang lebih rendah. Varietas Mekongga berpotensi menghasilkan emisi CH4 rendah dan hasil tinggi dengan didukung oleh karakter jumlah anakan efektif yang lebih banyak, berat biomas atas dan bawah yang rendah. V.
DAFTAR PUSTAKA
[1]
IPCC. 2014. Climate change 2014: mitigation of climate change. Working Group III contribution to the Intergovernmental Panel on Climate Change 5th Assessment Report changes to the underlying scientific/technical assessment. In: Edenhofer O, PichsMadruga R, Sokona Y, Farahani E, Kadner S, Seyboth K, Adler A, Baum I, Brunner S, Eickemeier P, Kriemann J,
[2]
Baruah, K.K., B. Gogoi and P. Gogoi. 2010. Plant physiological and soil characteristics associated with methane and nitrous oxide emission from rice paddy. Physiol. Mol. Biol. Plants. Vol 16(1) - January 2010
[3]
Su J, Hu C, Yan X, Jin Y, Chen Z, Guan Q, Wang Y, Zhong D, Jansson C, Wang F, Schnurer A, Sun C. 2015. Expression of barley SUSIBA2 transcription factor yields high-starch low-methane rice. Nature. 523:602–606.
[4]
Gogoi, N., K.K Buruah and P.K. Gupta. 2008. Selection of rice genotypes for lower methane emission. Agron. Sustain. Dev. Vol 28: 181-186
[5]
Qin, Xiaobo, Yu’e Li, Hong Wang, Jianling Li, Yunfan Wan, Qingzhu Gao, Yulin Liao and Meirong Fan. 2015. Effect of rice cultivars on yield-scaled methane emissions in a double rice field in South China. Journal of Integrative Environmental Sciences. Vol.12, NO.SI: 47–66p
[6]
Zheng, H., H. Huang, L. Yao, J. Liu, H. He and J. Tang. 2014. Impacts of rice varieties and management on yieldscaled greenhouse gas emissions from rice fields in China: A meta-analysis. Biogeosciences, Vol 11: 3685–3693
[7]
Gutierrez, J., Sang Yoon Kim and Pil Joo Kim. 2013. Effect of rice cultivar on CH4 emissions and productivity in Korean paddy soil. Field Crops Research. 146:16-24p
[8]
Khosa, M.K., B.S. Sidhu and D.K. Benbe. 2010. Effect of organic materials and rice cultivars on methane emission from rice field. Journal of Environmental Biology. 31: 281-285
Seminar Nasional “Mitigasi Dan Strategi Adaptasi Dampak Perubahan Iklim Di Indonesia” 37