TELUK BINTUNI
PEMERINTAH KABUPATEN TELUK BINTUNI SEHAT I MENUJU BINTUNI BARU
2003
PERATURAN DAERAH KABUPATEN TELUK BINTUNI NOMOR 20 TAHUN 2006 TENTANG PEMBENTUKAN PERUSAHAAN DAERAH DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI TELUK BINTUNI, Menimbang
: a. bahwa pembangunan di bidang ekonomi merupakan amanat konstitusi UUD 1945 Pasal 33 ayat (3) bahwa kekayaan alam dikuasai oleh negara dan dimanfaatkan sebesar-besarnya untuk kesejahteraan dan kemakmuran rakyat sehingga diperlukan keterlibatan pemerintah guna menata, mengelola dan memanfaatkan sumber-sumber kekayaan alam dan segala isinya bagi kemajuan dan kepentingan pembangunan ekonomi; b. bahwa sehubungan dengan huruf a di atas, maka dalam rangka otonomi daerah dan otonomi khusus, Pemerintah Kabupaten Teluk Bintuni berupaya untuk memberdayakan potensi daerahnya, termasuk pendapatan daerah guna membiayai kebutuhan yang berkaitan dengan penyelenggaraan pemerintahan, pelaksanaan pembangunan dan pembinaan kehidupan kemasyarakatan; c. bahwa guna menunjang pelaksanaan pengurusan yang sebaik-baiknya terhadap potensi ekonomi daerah, maka dipandang perlu pembentukan wadah pengelolaan dalam bentuk Perusahaan Daerah yang bergerak diberbagai bidang usaha pemanfaatan potensi ekonomi daerah; d. bahwa untuk maksud tersebut di atas, perlu diatur dan ditetapkan dengan Peraturan Daerah tentang Pembentukan Perusahaan Daerah;
Mengingat
: 1. Undang-undang Nomor 5 Tahun 1962 tentang Perusahaan Daerah (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1962 Nomor 10, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 2387) jo. Undang-undang Nomor 6 Tahun 1969 (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1969 Nomor 37, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 2910); 2. Undang-undang Nomor 6 Tahun 1968 tentang Penanaman Modal Dalam Negeri (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1968 Nomor 33, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 2853) sebagaimana telah diubah dengan Undang-undang Nomor 12 Tahun 1970 (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1970 Nomor 47, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 2944); 3. Undang-undang Nomor 12 Tahun 1969 tentang Pembentukan Propinsi Otonom Irian Barat dan Kabupaten-kabupaten Otonom di Propinsi Irian Barat (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1969 Nomor 47, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 2907); 4. Undang-undang Nomor 21 Tahun 2001 tentang Otonomi Khusus Bagi Provinsi Papua (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1
5.
6.
7.
8.
9.
10.
11.
12.
13.
14.
15. 16. 17.
2001 Nomor 135, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4151); Undang-undang Nomor 26 Tahun 2002 tentang Pembentukan Kabupaten Sarmi, Kabupaten Keerom, Kabupaten Sorong Selatan, Kabupaten Raja Ampat, Kabupaten Pegunungan Bintang, Kabupaten Yahukimo, Kabupaten Tolikara, Kabupaten Waropen, Kabupaten Kaimana, Kabupaten Boven Digoel, Kabupaten Mappi, Kabupaten Asmat, Kabupaten Teluk Bintuni dan Kabupaten Teluk Wondama di Provinsi Papua (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2002 Nomor 129, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4245); Undang-undang Nomor 17 Tahun 2003 tentang Keuangan Negara (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2003 Nomor 47, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4286); Undang-undang Nomor 10 Tahun 2004 tentang Pembentukan Peraturan Perundang-undangan (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2004 Nomor 53, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4389); Undang-undang Nomor 32 Tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2004 Nomor 125, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4437) sebagaimana telah diubah dengan Undang-undang Nomor 8 Tahun 2005 tentang Penetapan Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-undang Nomor 3 Tahun 2005 tentang Perubahan Undang-undang Nomor 32 Tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah menjadi Undang-undang (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2005 Nomor 108, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4548); Undang-undang Nomor 33 Tahun 2004 tentang Perimbangan Keuangan Antara Pemerintah Pusat dan Pemerintahan Daerah (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2004 Nomor 126, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4438); Peraturan Pemerintah Nomor 5 Tahun 1973 tentang Perubahan Nama Propinsi Irian Barat menjadi Irian Jaya (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1973 Nomor 9, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 2997); Peraturan Pemerintah Nomor 25 Tahun 2000 tentang Kewenangan Pemerintah dan Kewenganan Propinsi sebagai Daerah Otonom (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2000 Nomor 54, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 3952); Peraturan Pemerintah Nomor 79 Tahun 2005 tentang Pedoman Pembinaan dan Pengawasan Penyelenggaraan Pemerintahan Daerah (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2005 Nomor 165, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4593); Peraturan Menteri Dalam Negeri Nomor 690-1572 Tahun 1981 tentang Ketentuan-ketentuan Pokok Badan Pengawas Direksi dan Kepegawaian Perusahaan Daerah; Peraturan Menteri Dalam Negeri Nomor 01 Tahun 1984 tentang Tata Cara Pembinaan dan Pengawasan Perusahaan Daerah di Lingkungan Pemerintah Daerah; Peraturan Menteri Dalam Negeri Nomor 15 Tahun 2006 tentang Prosedur Penyusunan Produk Hukum Daerah; Peraturan Menteri Dalam Negeri Nomor 16 Tahun 2006 tentang Bentuk-Bentuk Produk Hukum Daerah; Peraturan Menteri Dalam Negeri Nomor 17 Tahun 2006 tentang 2
Lembaran Daerah dan Berita Daerah; 18. Keputusan Menteri Dalam Negeri No. 536-666 Tahun 1981 tentang Petunjuk Pelaksanaan Pengangkatan, Pemberhentian Anggota Direksi dan Badan Pengawas Perusahaan Daerah; Dengan Persetujuan Bersama DEWAN PERWAKILAN RAKYAT DAERAH KABUPATEN TELUK BINTUNI DAN BUPATI TELUK BINTUNI MEMUTUSKAN :
Menetapkan
: PERATURAN DAERAH TENTANG PEMBENTUKAN PERUSAHAAN DAERAH KABUPATEN TELUK BINTUNI.
BAB I KETENTUAN UMUM Pasal 1 Dalam Peraturan Daerah ini, yang dimaksud dengan : 1. Daerah adalah Kabupaten Teluk Bintuni. 2. Bupati adalah Bupati Teluk Bintuni. 3. Pemerintah Daerah adalah Bupati dan perangkat daerah sebagai unsur penyelenggara pemerintahan daerah. 4. Dewan Perwakilan Rakyat Daerah Kabupaten Teluk Bintuni yang selanjutnya disingkat DPRD adalah Lembaga Perwakilan Rakyat Daerah sebagai unsur penyelenggara pemerintahan daerah. 5. Badan adalah suatu badan usaha yang meliputi perseroan terbatas, perseroan komanditer, perseroan lainnya, badan usaha milik negara atau daerah dengan nama dan bentuk apapun, persekutuan, perkumpulan, firma kongsi, kopersai, yayasan atau organisasi yang sejenis, lembaga dana pensiun, bentuk usaha tetap serta badan usaha lainnya. 6. Perubahan Perusahaan adalah meliputi perubahan nama perusahaan, bentuk perusahaan, alamat kantor perusahaan, nama pemilik/penanggung jawab, alamat pemilik/penanggung jawab, NPWP, modal dan kekayaan bersih, kelembagaan, bidang usaha, jenis barang dan jasa dagangan utama. 7. Ijin Usaha adalah ijin yang diberikan oleh Pemerintah Daerah kepada orang pribadi atau badan untuk melakukan usaha. 8. Wajib Retribusi adalah orang pribadi atau badan yang menurut ketentuan peraturan perundang-undangan retribusi, diwajibkan untuk melakukan pembayaran retribusi. 9. Bendahara Khusus Penerima adalah Bendahara Khusus Penerima pada Dinas Perekonomian dan Pendapatan Daerah Kabupaten Teluk Bintuni. 10. Pembantu Bendahara Khusus Penerima adalah personil pada Dinas Perekonomian dan Pendapatan Daerah yang ditugaskan untuk menerima, menyimpan dan menyetorkan hasil pungutan retribusi kepada Bendahara Khusus Penerima pada Dinas Perekonomian dan Pendapatan Daerah. 11. Pemeriksaan adalah serangkaian kegiatan untuk mencari, mengumpulkan dan mengolah data dan atau keterangan lainnya dalam rangka pengawasan kepatuhan pemenuhan kewajiban perpajakan daerah dan retribusi daerah berdasarkan peraturan perundang-undangan perpajakkan daerah dan retribusi daerah. 12. Penyidikan Tindak Pidana di bidang perpajakan daerah dan retribusi daerah adalah serangkaian tindakan yang dilakukan oleh Penyidik Pegawai Negeri Sipil, yang selanjutnya disebut penyidik, untuk mencari serta mengumpulkan bukti yang dengan 3
bukti itu membuat terang tindak pidana di bidang perpajakan daerah dan retribusi daerah yang terjadi serta menemukan tersangkanya.
BAB II KETENTUAN PENDIRIAN Pasal 2 Dengan Peraturan Daerah ini dibentuk dan didirikan Perusahaan Daerah yang bergerak di segala bidang usaha yang berkaitan dengan pemanfaatan potensi dan kekayaan daerah Kabupaten Teluk Bintuni. Pasal 3 Dengan tidak mengurangi ketentuan dalam Peraturan Daerah ini, terhadap Perusahaan Daerah berlaku segala ketentuan hukum di Indonesia.
BAB III NAMA, TEMPAT , KEDUDUKAN, SIFAT, TUJUAN DAN LAPANGAN USAHA Pasal 4 Nama Perusahaan Daerah dimaksud dalam Pasal 2 adalah Perseroan Terbatas (PT). Pasal 5 (1) Perusahaan Daerah merupakan Badan Hukum yang berkedudukan di Bintuni dan dapat mendirikan cabang-cabang usaha lainnya di beberapa tempat dalam Wilayah Republik Indonesia. (2) Pendirian cabang-cabang usaha sebagaimana dimaksud pada ayat (1), ditetapkan oleh Direksi setelah mendapat persetujuan dari Bupati dengan pertimbangan Badan Pengawas. Pasal 6 Perusahaan Daerah berbentuk Perseroan Terbatas yang bersifat profit oriented dalam melakukan usahanya. Pasal 7 (1) Tujuan didirikannya Perusahaan Daerah adalah dalam rangka mengelola infrastruktur, potensi dan kekayaan daerah sebagai salah satu usaha untuk meningkatkan sumber Pendapatan Asli Daerah dan sebagai sarana pembangunan perekonomian dalam rangka pembangunan daerah pada khususnya dan pembangunan nasional pada umumnya. (2) Untuk mencapai tujuan tersebut pada ayat (1), Perusahaan Daerah berpedoman pada dasar perekonomian yang sehat, efisien, efektif serta terciptanya kegairahan kerja dalam perusahaan. Pasal 8 (1) Perusahaan Daerah dalam memberikan pelayanan bagi masyarakat mempunyai lapangan usaha sebagai berikut: a. Pembangunan dan atau pengelolaan energi listrik bertenaga diesel, batu bara maupun tenaga air; b. Pembangunan dan pengelolaan industri saw mil bagi kebutuhan bahan bangunan rumah baik jadi maupun setengah jadi; c. Usaha ekspedisi dan jasa pariwisata; 4
d. Pengelolaan dan atau pemanfaatan hasil hutan, perkebunan dan pertanian; e. Penyaluran, penyimpanan dan pemasokan air baku, produksi dan pendistribusian air bersih; f. Pembangunan dan atau pengelolaan sarana dan prasarana olahraga; g. Pembangunan dan atau pengelolaan jalan, dermaga pelabuhan laut, sungai dan lapangan terbang; h. Pengadaan dan atau pengoperasian sarana pendukung pelayanan angkutan barang maupun penumpang, baik darat, laut dan udara; i. Pembangunan dan atau pengelolaan hasil agrobisnis, pertambangan dan energi, perikanan dan kelautan serta perbankan; j. Pengadaan dan atau pengoperasian sarana pelayanan masyarakat termasuk pasar, rumah potong hewan, rumah sakit, parkir, persampahan dan pengelolaan limbah; k. Pembangunan dan atau pengelolaan pusat industri, niaga dan jasa; l. Pembangunan atau pengelolaan perumahan. (2) Dalam melaksanakan usaha pelayanan sebagaimana dimaksud pada ayat (1), Direksi dapat melakukan kerja sama dengan Pihak Ketiga dengan berpedoman pada ketentuan perundang-undangan yang berlaku.
BAB IV MODAL Pasal 9 (1) Modal Dasar Perusahaan Daerah seluruhnya merupakan kekayaan daerah yang dipisahkan dan dalam bentuk saham Pemerintah Daerah dan masyarakat. (2) Modal Dasar Perusahaan Daerah tersebut pada ayat (1), dalam bentuk nilai tanah, bangunan, mesin dan peralatan. Pasal 10 (1) Perusahaan Daerah mempunyai cadangan umum yang dibentuk dan dikembangkan menurut peraturan perundangan yang berlaku di daerah ini. (2) Perusahaan Daerah tidak mempunyai cadangan diam atau cadangan rahasia. (3) Semua alat likuid disimpan pada Bank Papua Cabang Pembantu Bintuni atau Bank Pemerintah lainnya yang ditunjuk oleh Bupati.
BAB V PENGELOLAAN Pasal 11 (1) Perusahaan Daerah dipimpin oleh Direktur Utama yang dibantu oleh Direktur-direktur sesuai dengan kebutuhan dan bidang usaha yang dikelola. (2) Tanggung jawab adminstratif fungsional Perusahaan Daerah dilakukan oleh Direktur Utama kepada Bupati. Pasal 12 (1) Dalam melaksanakan tugasnya, Direktur dan Kepala Unit bertanggung jawab kepada Direktur Utama, sedangkan Kepala Bagian bertanggung jawab kepada Direktur. (2) Bupati menetapkan lebih lanjut susunan organisasi dan tata kerja Perusahaan Daerah dengan memperhatikan prinsip-prinsip organisasi yang berlaku. Pasal 13 (1) Direksi berwenang menetapkan Tata Tertib Perusahaan Daerah.
5
(2) Ketentuan tata tertib yang ditetapkan oleh Direksi berlaku setelah mendapat persetujuan dari Bupati. (3) Untuk maksud persetujuan tersebut pada ayat (1), Bupati meminta pertimbangan Dewan Perwakilan Rakyat Daerah. (4) Direksi dalam menjalankan Perusahaan Daerah berdasarkan kebijaksanaan umum yang ditetapkan oleh Bupati dan atau Badan Pengawas sesuai dengan ketentuan yang telah ditetapkan. Pasal 14 (1) Direksi memerlukan persetujuan atau pemberian kuasa dari Bupati untuk melakukan hal-hal : a. Mengadakan perjanjian dengan pihak ketiga atas nama Perusahaan Daerah yang berlaku untuk jangka waktu lebih dari 1 (satu) tahun; b. Mengadakan pinjaman dan mengeluarkan obligasi; c. Memperoleh , memindah-tangankan atau membebani benda tak bergerak; d. Mengadakan investasi baru; e. Penyertaan modal dalam perusahaan lain; f. Mewakili Perusahaan Daerah di dalam maupun di luar pengadilan; g. Melakukan tindakan lain yang dipandang perlu. (2) Persetujuan atau pemberian kuasa sebagaimana tersebut pada ayat (1), diberikan oleh Bupati setelah mendapatkan pertimbangan Badan Pengawas. (3) Dalam hal Direksi tidak memperoleh persetujuan atau pemberian kuasa sebagaimana dimaksud pada ayat (2), maka segala tindakan Direksi yang berkaitan dengan ketentuan pada ayat (1), dianggap tidak mewakili Perusahaan Daerah dan menjadi tanggung jawab pribadi Direksi yang bersangkutan. (4) Direksi dalam melaksanakan ketentuan tersebut pada ayat (1) huruf f, dapat menyerahkan kewenangan dimaksud kepada seorang Direksi lainnya atau kepada seorang dan atau beberapa orang pegawai Perusahaan Daerah yang khusus ditunjuk untuk itu atau pejabat lain di luar Perusahaan Daerah yang mendapat mandat dari Bupati. Pasal 15 (1) Direksi dalam melakukan pengadaan barang untuk kepentingan penyelenggaraan Perusahaan Daerah harus dilakukan sesuai dengan kemampuan dan ketentuan Anggaran Perusahaan dan wajib dilaporkan kepada Bupati melalui Badan Pengawas. (2) Setiap mutasi barang Perusahaan Daerah, baik statusnya lama maupun baru dapat dilakukan setelah ditetapkan dengan keputusan Bupati berdasarkan pertimbangan Badan Pengawas. (3) Keputusan Bupati tersebut pada ayat (2), berlaku setelah mendapat pengesahan Menteri Dalam Negeri sesuai dengan ketentuan yang berlaku. (4) Direksi mengusulkan kepada Bupati melalui Badan Pengawas mengenai harta kekayaan Perusahaan Daerah yang tidak digunakan atau tidak bermanfaat lagi (idle asset) untuk dilakukan penghapusan. Pasal 16 Tata cara pelaksanaan ketentuan dalam Pasal 14 ayat (4) Peraturan Daerah ini, ditetapkan sesuai dengan ketentuan perundangan yang berlaku. Pasal 17 Direksi dalam menjalankan tugasnya bertanggung jawab kepada Bupati melalui Badan Pengawas.
6
BAB VI KETENTUAN PENGANGKATAN DAN PEMBERHENTIAN DIREKSI, KEPALA BAGIAN, KEPALA UNIT DAN KEPALA SEKSI Pasal 18 (1) Untuk dapat diangkat menjadi anggota Direksi harus memenuhi syarat umum dan khusus serta syarat-syarat lain yang diperlukan untuk menunjang kemajuan Perusahaan Daerah. (2) Syarat-syarat dimaksud pada ayat (1) adalah : a. Syarat-syarat umum a) Warga Negara Indonesia; b) Bertaqwa kepada Tuhan Yang Maha Esa; c) Setia dan taat kepada Pancasila dan Undang – undang Dasar 1945; d) Setia dan taat kepada Negara dan Pemerintah Republik Indonesia; e) Tidak pernah terlibat baik langsung maupun tidak langsung dalam kegiatan yang mengkhianati Negara Kesatuan Republik Indonesia yang berdasarkan Pancasila dan UUD 1945, seperti G.30.S. PKI atau organisasi terlarang lainnya; f) Mempunyai rasa pengabdian terhadap nusa dan bangsa serta kepada pemerintah daerah; g) Tidak sedang dicabut hak pilihnya berdasarkan keputusan pengadilan yang mempunyai kekuatan hukum yang pasti; h) Sehat jasmani dan rohani serta berumur tidak lebih dari 60 (enam puluh) tahun. b. Syarat-syarat khusus 1) Mempunyai kepribadian dan sifat-sifat kepemimpinan; 2) Mempunyai pengetahuan, kecakapan dan pengalaman pekerjaan yang cukup di bidang pengelolaan Perusahaan Daerah; 3) Berwibawa dan jujur. (3) Sebelum anggota Direksi menjalankan tugasnya, terhadap yang bersangkutan terlebih dahulu oleh Bupati dilakukan pelantikan dan pengambilan sumpah/janji jabatan menurut peraturan perundang-undangan yang berlaku. (4) Anggota Direksi tidak dibenarkan menduduki jabatan rangkap, yaitu : a) Sebagai Anggota Direksi pada perusahaan lainnya, perusahaan swasta dan atau jabatan lain yang berhubungan dengan pengelolaan perusahaan; b) Sebagai pejabat struktural dan fungsional dalam suatu instansi atau lembaga pemerintah pusat dan daerah; c) Sebagai pejabat lain sesuai dengan ketentuan Peraturan Daerah dan ketentuan perundang-undangan yang berlaku. Pasal 19 Anggota Direksi dilarang mempunyai kepentingan pribadi langsung atau tidak langsung pada perusahaan, perkumpulan lain dalam lapangan usaha yang bertujuan mencari laba. Pasal 20 Direksi diangkat oleh Bupati atas usul Badan Pengawas untuk masa jabatan selama 4 (empat) tahun dan setelah selesai masa jabatannya, dapat diangkat kembali dengan memperhatikan ketentuan dimaksud dalam Pasal 18 Peraturan Daerah ini. Pasal 21 (1) Kepala Bagian dan Kepala Unit diangkat dan diberhentikan oleh Direksi dengan memperhatikan pertimbangan dari Direktur Utama. (2) Kepala Seksi diangkat dan diberhentikan oleh Direksi dengan memperhatikan ketentuan pokok kepegawaian Perusahaan Daerah.
7
Pasal 22 Antara sesama Direksi dan antara Anggota Direksi dengan Kepala Bagian serta Kepala Unit tidak diperkenankan ada hubungan keluarga sampai derajat ketiga, baik menurut garis lurus maupun garis samping termasuk menantu dan ipar kecuali jika rekruitmennya terbuka melalui uji kepatutan dan kelayakan. Pasal 23 (1) Anggota Direksi berhenti karena meninggal dunia atau masa jabatannya berakhir. (2) Anggota Direksi dapat diberhentikan oleh Bupati sebelum masa jabatannya berakhir karena: a. Atas permintaan sendiri; b. Melakukan tindakan yang merugikan Perusahaan Daerah; c. Melakukan tindakan atau sikap yang bertentangan dengan kepentingan Pemerintah Daerah maupun kepentingan Negara; d. Sesuatu yang mengakibatkan tidak dapat melaksanakan tugasnya secara wajar. (3) Direksi diberhentikan tidak dengan hormat apabila melakukan perbuatan sebagaimana dimaksud pada ayat (2) huruf b dan c. (4) Sebelum pemberhentian sebagaimana dimaksud pada ayat (2) huruf b dan c, yang bersangkutan diberi kesempatan untuk melakukan pembelaan dalam waktu 1 (satu) bulan setelah kepadanya diberitahukan maksud pemberhentian oleh Bupati. (5) Sebelum pemberhentian sebagaimana dimaksud pada ayat (2) huruf a dan d, yang bersangkutan diwajibkan menyampaikan laporan pertanggungjawaban kepada Bupati. Pasal 24 (1) Selama permasalahan dimaksud dalam Pasal 23 ayat (4) belum ada pembelaan dan atau belum ada keputusan, Bupati dapat memberhentikan untuk sementara waktu terhadap Anggota Direksi yang bersangkutan. (2) Apabila dalam waktu 2 (dua) bulan setelah pemberhentian sementara, belum ada keputusan yang mempunyai kekuatan hukum yang pasti tentang pemberhentian Anggota Direksi tersebut berdasarkan ketentuan dalam Pasal 23 ayat (2), maka pemberhentian tersebut menjadi batal dan Anggota Direksi yang bersangkutan dapat segera menjalankan jabatan, kecuali untuk keputusan pemberhentian dimaksud dalam Pasal 23 ayat (3), diperlukan keputusan pengadilan dan hal itu harus diberitahukan kepada yang bersangkutan.
BAB VII KEPEGAWAIAN Pasal 25 Peraturan pokok kepegawaian Perusahaan Daerah akan ditetapkan lebih lanjut oleh Bupati.
BAB VIII TANGGUNG JAWAB DAN TUNTUTAN GANTI RUGI PEGAWAI Pasal 26 (1) Semua Pegawai Perusahaan Daerah termasuk Direksi yang ternyata melakukan tindakan melawan hukum dan atau melalaikan tugas dan kewajiban sehingga merugikan Perusahaan Daerah secara langsung maupun tidak langsung diwajibkan mengganti kerugian tersebut. (2) Segala ketentuan tentang ganti rugi berlaku sepenuhnya terhadap pegawai maupun Direksi Perusahaan Daerah.
8
Pasal 27 (1) Semua pegawai Perusahaan Daerah yang diberi tugas menyimpan, membayar atau menyerahkan uang atau surat-surat berharga serta barang-barang persediaan yang dimiliki Perusahaan Daerah wajib memberikan pertanggungjawaban kepada Badan Pengawas melaui atasan langsung atau Direksi. (2) Tuntutan terhadap pegawai yang melalaikan tugas dan kewajiban yang dibebankan kepadanya sebagaimana dimaksud dalam Pasal 26 ayat (1), dilakukan menurut ketentuan yang berlaku bagi Perusahaan Daerah. (3) Semua surat bukti dan surat lain yang termasuk bagian dari tata buku dan administrasi Perusahaan Daerah disimpan di tempat Perusahaan Daerah atau di tempat lain yang ditunjuk oleh Bupati, kecuali dalam hal dimaksud dalam Pasal 26 ayat (1) untuk sementara disimpan atau dipindahkan kepada Badan Pengawas yang dianggap perlu untuk kepentingan suatu pemeriksaan. (4) Untuk keperluan pemeriksaan yang berhubungan dengan penetapan pajak, pemeriksaan akuntansi dan surat bukti atau surat-surat dimaksud pada ayat (3), untuk sementara dapat dipindahkan ke Instansi Akuntan Negara.
BAB IX PENGAWASAN Pasal 28 (1) Untuk melakukan pengawasan terhadap Perusahaan Daerah dibentuk Badan Pengawas yang bertanggung jawab kepada Bupati. (2) Badan Pengawas bertugas untuk melakukan pengawasan terhadap pengelolaan Perusahaan Daerah termasuk pelaksanaan Rencana Kerja dan Anggaran Perusahaan Daerah. Pasal 29 Badan pengawas melaksanakan tugas, wewenang dan tanggung-jawabnya sesuai dengan ketentuan yang berlaku terhadap Perusahaan Daerah serta melaksanakan keputusan dan petunjuk Bupati. Pasal 30 Badan Pengawas dalam melaksanakan tugasnya berkewajiban : a. Memberikan pendapat dan saran kepada Bupati mengenai rancangan rencana kerja dan Anggaran Perusahaan Daerah serta perubahan atau tambahan dan laporan lainnya dari Direksi; b. Mengawasi pelaksanaan rencana kerja dan Anggaran Perusahaan Daerah serta menyampaikan hasil penilaiannya kepada Bupati dengan tembusan kepada Direksi; c. Mengikuti perkembangan Perusahaan Daerah dan dalam hal Perusahaan Daerah menunjukkan gejala kemunduran segera melaporkan kepada Bupati dengan disertai saran atau langkah perbaikan yang harus ditempuh; d. Memberikan pendapat atau saran kepada Bupati dengan tembusan kepada Direksi mengenai setiap masalah yang dianggap penting bagi pengelolaan Perusahaan Daerah; e. Melakukan tugas-tugas pengawasan lain yang ditetapkan oleh Bupati; f. Memberikan laporan kepada Bupati secara berkala, triwulan dan tahunan tentang pelaksanaan tugasnya. Pasal 31 Dalam melaksanakan tugas sebagaimana dimaksud dalam Pasal 30, Badan Pengawas wajib memperhatikan : a. Pedoman dan petunjuk dari Bupati dengan senantiasa memperhatikan efesiensi Perusahaan Daerah; 9
b. Ketentuan dalam peraturan pendirian Perusahaan Daerah serta ketentuan perundang-undangan yang berlaku; c. Pemisahan tugas pengawasan dengan tugas pengurusan Perusahaan Daerah yang merupakan tugas dan tanggung-jawab Direksi. Pasal 32 Dalam melaksanakan tugas dan kewajiban, Badan Pengawas mempunyai wewenang sebagai berikut : a. Melihat dan meneliti buku-buku dan surat-surat serta dokumen-dokumen lainnya, memelihara keadaan kas (untuk keperluan verifikasi) dan memeriksa kekayaan Perusahaan Daerah; b. Meminta penjelasan dari Direksi mengenai segala persoalan yang menyangkut pengelolaan Perusahaan Daerah; c. Meminta kepada Direksi atau Pejabat lainnya dengan sepengetahuan Direksi untuk menghadiri rapat Badan Pengawas; d. Menghadiri rapat Direksi dan memberikan pandangan-pandangan terhadap hal-hal yang dibicarakan; e. Hal-hal yang dianggap perlu disesuaikan dengan ketentuan peraturan perundang-undangan yang berlaku. Pasal 33 (1) Badan Pengawas mengadakan rapat sekurang-kurangnya 3 (tiga) bulan sekali atau pada waktu yang diperlukan. (2) Dalam rapat sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dibicarakan hal-hal yang berhubungan dengan Perusahaan Daerah sesuai dengan tugas pokok, fungsi dan hak serta kewajiban Badan Pengawas. (3) Persetujuan rapat Badan Pengawas diambil atas dasar musyawarah untuk mufakat. (4) Untuk setiap rapat dibuat risalah. Pasal 34 Untuk kelancaran tugas Badan Pengawas di bidang ketatausahaan, Bupati dapat mengangkat seorang sekretaris yang diangkat dari lingkungan Badan Pengawas. Pasal 35 Badan Pengawas terdiri dari unsur Pejabat Pemerintah Daerah atau instansi lain yang kegiatannya berhubungan dengan Perusahaan Daerah serta tenaga ahli yang dianggap cakap dan mampu melaksanakan tugas Badan Pengawas.
BAB X PENGANGKATAN DAN PEMBERHENTIAN BADAN PENGAWAS Pasal 36 (1) Anggota Badan Pengawas diangkat dari tenaga yang mempunyai dedikasi dan dipandang cakap serta mempunyai kemampuan untuk menjalankan kebijakan Bupati mengenai pembinaan dan pengawasan Perusahaan Daerah. (2) Disamping syarat yang dimaksud pada ayat (1), Anggota Badan Pengawas tidak dibenarkan memiliki kepentingan yang bertentangan dengan atau mengganggu kepentingan Perusahaan Daerah. (3) Sebelum Anggota Badan Pengawas melaksanakan tugasnya, terhadap yang bersangkutan terlebih dahulu oleh Bupati dilakukan pelantikan dan pengambilan sumpah/janji jabatan menurut peraturan perundang-undangan yang berlaku.
10
Pasal 37 (1) Anggota Badan Pengawas berjumlah sekurang-kurangnya 2 (dua) orang, sebanyak-banyaknya 5 (lima ) orang yang terdiri dari Ketua dan Anggota. (2) Penetapan dan pengangkatan Anggota Badan Pengawas tersebut pada ayat (1) dilakukan oleh Bupati setelah terlebih dahulu mendapat persetujuan prinsip dari Gubernur. (3) Anggota Badan Pangawas diangkat oleh Bupati untuk masa jabatan selama 3 (tiga) tahun. (4) Anggota Badan Pengawas setelah masa jabatannya berakhir dapat diangkat kembali dengan memperhatikan ketentuan dimaksud dalam Pasal 36 Peraturan Daerah ini. Pasal 38 (1) Antara sesama Anggota Badan Pengawas dan antara Anggota Badan Pengawas dengan Direksi tidak ada hubungan keluarga sampai derajat ketiga baik menurut garis lurus atau garis ke samping termasuk menantu dan ipar. (2) Jika setelah pengangkatan Anggota Badan Pengawas, ternyata diketahui bahwa mereka ada mempunyai hubungan keluarga yang dilarang itu, maka untuk melanjutkan jabatannya diperlukan ijin tertulis dari Bupati. Pasal 39 Apabila Bupati berpendapat bahwa anggota atau salah seorang dari Anggota Badan Pengawas setelah menduduki jabatannya untuk beberapa waktu, ternyata tidak dapat menjalankan tugasnya dengan baik atau karena alasan lain, Bupati dapat memberhentikan Anggota Badan Pengawas tersebut. Pasal 40 Anggota Badan Pengawas tidak dibenarkan merangkap jabatan lain pada usaha swasta yang dapat menimbulkan pertentangan secara langsung maupun tidak langsung dengan kepentingan Perusahaan Daerah. Pasal 41 Semua pembiayaan dalam rangka pelaksanaan tugas Badan Pengawas, dibebankan pada Anggaran Perusahaan Daerah atas persetujuan dari Bupati.
BAB XI SATUAN PENGAWAS INTERN Pasal 42 (1) Untuk melaksanakan pengawasan intern dalam Perusahaan Daerah, bila perlu Direktur Utama membentuk Satuan Pengawas Intern. (2) Pengecualian terhadap ketentuan sebagaimana dimaksud pada ayat (1), dapat dilakukan atas persetujuan Bupati. (3) Dalam melaksanakan tugasnya, Satuan Pengawas Intern sebagaimana dimaksud pada ayat (1), dipimpin oleh seorang kepala yang bertanggung jawab langsung kepada Direktur Utama.
11
Pasal 43 Satuan Pengawas Intern membantu Direktur Utama dalam mengadakan penilaian atas sistem pengendalian pengelolaan dan pelaksanaan Perusahaan Daerah yang baik dan dapat dipertanggungjawabkan. Pasal 44 Dalam melaksanakan tugasnya, Satuan Pengawas Intern wajib menjaga kelancaran pelaksanaan tugas satuan organisasi lain dalam Perusahaan Daerah sesuai dengan tugas dan tanggung jawab masing-masing. Pasal 45 Pimpinan Satuan Pengawas Intern harus memenuhi persyaratan yang cukup memadai sebagai satuan yang obyektif dan berdedikasi tinggi. Pasal 46 Kepala Satuan Pengawas Intern diangkat dan diberhentikan oleh Direktur Utama setelah mendapat persetujuan dari Bupati dengan pertimbangan dari Badan Pengawas.
BAB XII TAHUN BUKU DAN ANGGARAN PERUSAHAAN DAERAH Pasal 47 Tahun Buku Perusahaan Daerah adalah Tahun Takwin. Pasal 48 (1) Direksi wajib membuat Anggaran Perusahaan Daerah untuk setiap Tahun Buku dan selambat-lambatnya 3 (tiga) bulan sebelum Tahun Buku yang bersangkutan mulai berlaku, sudah diajukan untuk dimintakan persetujuan pengesahan kepada Bupati melalui Badan Pengawas. (2) Bupati setelah menerima pengajuan sebagaimana dimaksud pada ayat (1), memberikan persetujuan pengesahan atau penolakannya selambat-lambatnya dalam waktu 2 (dua) minggu sebelum tahun anggaran atau tahun buku yang bersangkutan berjalan. (3) Anggaran Perusahaan Daerah dimaksud pada ayat (1), tidak berlaku atau tidak berlaku sepenuhnya, jika Bupati setelah mendapat pertimbangan dari Badan Pengawas mengemukakan keberatan atau menolak Anggaran Perusahaan Daerah tersebut. (4) Dalam hal terjadi keberatan atau penolakan sebagaimana dimaksud pada ayat (3), Direksi wajib menyempurnakan atau mengubah Anggaran Perusahaan Daerah dimaksud selambat-lambatnya dalam triwulan pertama tahun anggaran atau tahun buku yang bersangkutan. Pasal 49 (1) Direksi diberi wewenang merevisi Anggaran Perusahaan Daerah setelah 6 (enam ) bulan berjalan melalui Pertimbangan Badan Pengawas yang disahkan oleh Bupati. (2) Anggaran Tambahan atau Anggaran Perubahan yang diadakan oleh Direksi dalam Tahun Buku yang bersangkutan, berlaku setelah mendapat persetujuan pengesahan dari Bupati. (3) Apabila Anggaran Perusahaan Daerah yang telah diajukan oleh Direksi belum mendapat persetujuan pengesahan dari Bupati, sambil menunggu pengesahan dimaksud, dipergunakan Anggaran Perusahaan Daerah tahun yang lalu sebagai pelaksanaan untuk tahun berjalan. 12
BAB XIII LAPORAN PERHITUNGAN USAHA BERKALA KEGIATAN PERUSAHAAN DAERAH Pasal 50 Direksi wajib menyampaikan laporan perhitungan hasil usaha berkala dan kegiatan Perusahaan Daerah kepada Bupati melalui Badan Pengawas sekali dalam setiap triwulan. Pasal 51 (1) Direksi menyampaikan laporan perhitungan tahunan yang terdiri dari Neraca dan Perhitungan Rugi/Laba tiap Tahun Buku kepada Bupati yang tembusannya disampaikan kepada Badan Pengawas selambat-lambatnya tiga bulan setelah Tahun Buku. (2) Direksi harus menyebutkan cara penilaian dalam perhitungan tahunan dimaksud pada ayat (1), berdasarkan pemeriksaan Akuntan Negara / Akuntan Publik. (3) Perhitungan dimaksud pada ayat (1) dan ayat (2), setelah diperhitungkan oleh Badan Pengawas, disahkan oleh Bupati. (4) Perhitungan dimaksud pada ayat (1), dianggap telah disahkan apabila dalam waktu selambat-lambatnya 3 (tiga) bulan setelah diterima oleh Bupati tidak diajukan keberatan secara tertulis.
BAB XIV PENETAPAN DAN PENGGUNAAN LABA Pasal 52 (1) Dari laba bersih yang telah disahkan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 50 ayat (3) dan ayat (4) setelah terlebih dahulu dikurangi dengan penyusutan cadangan tujuan pengurangan laba yang wajar ditetapkan pengaturan sebagai berikut : a. Untuk dana pembangunan daerah sebesar 30% (tiga puluh persen); b. Untuk cadangan umum sebesar 15% (lima belas persen); c. Untuk jasa produksi, pegawai dan pengawas sebesar 10% (sepuluh persen); d. Untuk dana pensiun dan sokongan sebesar 10% (sepuluh persen); e. Untuk dana sosial dan pendidikan pegawai sebesar 15% (lima belas persen); f. Untuk Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah sebesar 20% (dua puluh persen). (2) Besarnya cadangan tujuan tersebut pada ayat (1) serta penggunaannya ditetapkan oleh Bupati. (3) Bagian laba yang pengaturannya ditetapkan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf a dan f, disetor ke Kas Daerah melalui Bendahara Perusahaan Daerah.
BAB XV PEMBUBARAN DAN PERUBAHAN STATUS PERUSAHAAN DAERAH Pasal 53 (1) Pembubaran, peleburan, penggabungan atau perubahan status Perusahaan Daerah ditetapkan dengan Peraturan Daerah. (2) Bupati menunjuk likuidator dengan persetujuan dari Dewan Perwakilan Rakyat Daerah jika Perusahaan Daerah dibubarkan. (3) Semua kekayaan Perusahaan Daerah setelah diadakan likuidasi dikuasi oleh Pemerintah Daerah. (4) Pertanggungjawaban likuidasi oleh likuidator yang menyangkut tanggung jawab pekerjaan yang telah diselesaikan oleh pemerintah, dilakukan oleh Bupati atas nama Pemerintah Daerah.
13
Pasal 54 Dalam hal likuidasi, Pemerintah Daerah wajib menanggung kerugian yang diderita oleh Pihak Ketiga jika kerugian disebabkan oleh perhitungan laba/rugi yang telah disahkan tidak menggambarkan Perusahaan Daerah yang sebenarnya. BAB XVI KETENTUAN PERALIHAN Pasal 55 Dalam tahap persiapan pelaksanaan, Perusahaan Daerah melaksanakan kegiatan operasional, maka Bupati dalam menetapkan kebijaksanaan umum terlebih dahulu meminta pertimbangan Dewan Perwakilan Rakyat Daerah. BAB XVII KETENTUAN PENUTUP Pasal 56 (1) Hal-hal yang belum cukup diatur dalam Peraturan Daerah ini, sepanjang mengenai pelaksanaannya akan diatur lebih lanjut oleh Bupati. (2) Dengan berlakunya Peraturan Daerah ini, maka ketentuan yang telah ada sepanjang mengatur hal yang sama, dinyatakan tidak berlaku. (3) Pelaksanaan Peraturan Daerah ini ditetapkan oleh Bupati. Pasal 57 Peraturan Daerah ini mulai berlaku pada tanggal diundangkan. Agar setiap orang dapat mengetahuinya, memerintahkan pengundangan Peraturan Daerah ini dengan penempatannya dalam Lembaran Daerah Kabupaten Teluk Bintuni. Ditetapkan di Bintuni pada tanggal 20 Desember 2006 BUPATI TELUK BINTUNI,
ALFONS MANIBUI Diundangkan di Bintuni pada tanggal 21 Desember 2006 SEKRETARIS DAERAH KABUPATEN TELUK BINTUNI,
A. E. NAURY, BA PEMBINA TK. I NIP. 640 010 287
LEMBARAN DAERAH KABUPATEN TELUK BINTUNI TAHUN 2006 NOMOR 42
14
PENJELASAN
PERATURAN DAERAH KABUPATEN TELUK BINTUNI NOMOR 20 TAHUN 2006 TENTANG PEMBENTUKAN PERUSAHAAN DAERAH I.
UMUM 1. Memajukan dan meningkatkan kesejahteraan seluruh masyarakat penduduk Kabupaten Teluk Bintuni merupakan tugas dan tanggung jawab Pemerintah Kabupaten Teluk Bintuni sebagai inplementasi dari amanat konstitusi yang secara rinci diatur dalam Pasal 33 UUD 1945. Dalam kaitan di atas, sangat diperlukan keterlibatan pemerintah guna menata, mengelola dan memanfaatkan sumbersumber kekayaan alam dan segala isinya sebagai upaya penguatan ekonomi daerah, baik melalui regulasi maupun kepemilikan daerah terhadap unit-unit usaha tertentu dengan maksud untuk memberikan manfaat bagi kesejahteraan masyarakat. 2. Dalam rangka otonomi daerah dan otonomi khusus, maka Pemerintah Kabupaten Teluk Bintuni berupaya untuk memberdayakan potensi daerahnya, termasuk pendapatan daerah guna menunjang dan membiayai kebutuhan yang berkaitan dengan penyelenggaraan pemerintahan, pelaksanaan pembangunan dan pembinaan kehidupan kemasyarakatan. 3. Agar pengurusan yang sebaik-baiknya terhadap potensi ekonomi daerah sehingga lebih berdayaguna dan berhasilguna sangat diperlukan wadah pengelolaan dalam bentuk Perusahaan Daerah. Perusahaan Daerah ini mempunyai peran sebagai pelopor atau perintis dalam kegiatan usaha pada hampir seluruh sektor perekonomian, seperti sektor pertanian, perikanan, perkebunan, kehutuanan, pertambangan, telekomunikasi, transportasi, listrik, konstruksi, industri dan perdagangan. 4. Selain sebagai pelopor atau perintis, Perusahaan Daerah juga mempunyai peran strategi sebagai pelaksana pelayanan publik, penyeimbang kekuatan swasta besar dan turut membantu pengembangan usaha kecil dan koperasi tanpa kehilangan identitasnya sebagai salah satu sumber penerimaan daerah yang signifikan dalam bentuk berbagai jenis pajak, dividen dan hasil privatisasi.
II.
PASAL DEMI PASAL Pasal 1 : Cukup jelas Pasal 2 Bidang usaha yang dimaksudkan pada hampir seluruh sektor perekonomian seperti sektor pertanian, perikanan, perkebunan, kehutanan, pertambangan, manufaktur, telekomunikasi, transportasi, listrik, industri, konstruksi, perdagangan, barang dan jasa. Pasal 3 s/d Pasal 5 : Cukup jelas Pasal 6 Meskipun sifat Perusahaan Daerah berorientasi pada mencari keuntungan, namun dalam hal-hal tertentu untuk melakukan pelayanan umum. Pasal 7 Dengan tujuan didirikan Perusahaan Daerah diharapkan setiap hasil usaha, baik barang mupun jasa dapat memenuhi kebutuhan masyarakat dengan tetap memperhatikan prinsip-prinsip pengelolaan perusahaan yang sehat. 15
Pasal 8 : Cukup jelas Pasal 9 Ayat (1) Yang dimaksud dengan kekayaan daerah yang dipisahkan adalah pemisahan kekayaan daerah dari Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah untuk dijadikan penyertaan modal kepada Perusahaan Daerah. Ayat (2) : Cukup jelas Pasal 10 s/d Pasal 57 : Cukup jelas
TAMBAHAN LEMBARAN DAERAH KABUPATEN TELUK BINTUNI NOMOR 22
16