PEMERINTAH KABUPATEN BUNGO PERATURAN DAERAH KABUPATEN BUNGO NOMOR
10
TAHUN 2009
TENTANG PAJAK HIBURAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI BUNGO, Menimbang
: a. bahwa dalam rangka pelaksanaan Otonomi Daerah yang luas, nyata dan bertanggung jawab di Kabupaten Bungo, perlu dilakukan penyesuaian dan pengaturan kembali pajak-pajak daerah sesuai dengan peraturan perundang-undangan yang berlaku; b. bahwa berdasarkan Pasal 2 ayat (2) huruf d Undang-Undang Nomor 34 Tahun 2000 tentang Perubahan Atas Undang-Undang Nomor 18 Tahun 1997 tentang Pajak Daerah dan Retribusi Daerah, Pajak Hiburan merupakan jenis Pajak Kabupaten/Kota; c. bahwa berdasarkan pertimbangan sebagaimana dimaksud pada huruf a dan b, perlu membentuk Peraturan Daerah tentang Pajak Hiburan;
Mengingat
: 1. Undang-Undang Nomor 12 Tahun 1956 tentang Pembentukan Daerah Otonom Kabupaten dalam Lingkungan Daerah Propinsi Sumatera Tengah (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1956 Nomor 25), sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang Nomor 7 Tahun 1965 tentang Pembentukan Daerah Tingkat II Sarolangun Bangko dan Daerah Tingkat II Tanjung Jabung (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1965 Nomor 50, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 2755); 2. Undang-Undang Nomor 18 Tahun 1997 tentang Pajak Daerah dan Retribusi Daerah (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1997 Nomor 41, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 3685) sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang Nomor 34 Tahun 2000 (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2000 Nomor 246, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4048) ; 3. Undang-Undang Nomor 19 Tahun 1997 tentang Penagihan Pajak dengan Surat Paksa (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1997 Nomor 42, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor…..2
-2Nomor 3686) sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang Nomor 19 Tahun 2000 (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2000 Nomor 129, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 3987); 4. Undang-Undang Nomor 54 Tahun 1999 tentang Pembentukan Kabupaten Sarolangun, Kabupaten Tebo, Kabupaten Muaro Jambi dan Kabupaten Tanjung Jabung Timur (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1999 Nomor 182, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 3903), sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang Nomor 14 Tahun 2000 tentang Perubahan Atas Undang-Undang Nomor 54 Tahun 1999 tentang Pembentukan Kabupaten Sarolangun, Kabupaten Tebo, Kabupaten Muaro Jambi dan Kabupaten Tanjung Jabung Timur (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2000 Nomor 81, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 3969); 5. Undang-Undang Nomor 10 Tahun 2004 tentang Pembentukan Peraturan Perundang-undangan (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2004 Nomor 53, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4389); 6. Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2004 Nomor 125, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4437), sebagaimana telah beberapa kali diubah terakhir dengan Undang-Undang Nomor 12 Tahun 2008 tentang Perubahan Kedua Atas Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2008 Nomor 59, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4844); 7. Undang-Undang Nomor 33 Tahun 2004 tentang Perimbangan Keuangan Antara Pemerintah Pusat dan Pemerintahan Daerah (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2004 Nomor 126, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4438); 8. Peraturan Pemerintah Nomor 38 Tahun 2007 tentang Pembagian Urusan Pemerintahan Antara Pemerintah, Pemerintah Daerah Provinsi, Dan Pemerintah Daerah Kabupaten/Kota (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2007 Nomor 82, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4737); 9. Peraturan Pemerintah Nomor 65 Tahun 2001 tentang Pajak Daerah (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2001 Nomor 118, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4138) ; Dengan Persetujuan Bersama DEWAN PERWAKILAN RAKYAT DAERAH KABUPATEN BUNGO Dan BUPATI BUNGO MEMUTUSKAN:……3
-3-
MEMUTUSKAN : Menetapkan : PERATURAN DAERAH TENTANG PAJAK HIBURAN. BAB I KETENTUAN UMUM Pasal 1 Dalam keputusan ini yang dimaksud dengan : 1. Daerah adalah Kabupaten Bungo; 2. Pemerintah Daerah adalah Bupati dan Perangat Daerah sebagai unsur penyelenggara Pemerintahan Daerah; 3. Bupati adalah Bupati Bungo; 4. Dinas Pendapatan, Pengelolaan Keuangan Daerah dan Aset adalah Dinas Pendapatan, Pengelolaan Keuangan Daerah dan Aset Kabupaten Bungo ; 5. Kas Daerah adalah Kas Daerah Kabupaten Bungo yang diserahi wewenang dan tanggung jawab sebagai Pemegang Kas Daerah Kabupaten Bungo; 6. Wajib Pajak, selanjutnya disebut Wajib Pajak Daerah adalah orang pribadi atau badan yang menurut ketentuan Peraturan Perundangundangan Perpajakan Daerah diwajibkan untuk melakukan pembayaran pajak yang terutang, termasuk pemungut atau pemotong pajak tertentu; 7. Badan adalah sekumpulan orang dan/atau modal yang merupakan kesatuan baik yang melakukan usaha maupun yang tidak melakukan usaha yang meliputi perseroan terbatas, perseroan komanditer, perseroan lainnya Badan usaha milik Negara atau Daerah dengan nama dan dalam bentuk apapun firma, kongsi, koperasi, dana pensiun, persekutuan, perkumpulan, yayasan, organisasi massa, organisasi sosial, politik atau organisasi yang sejenis, lembaga, bentuk usaha tetap dan bentuk badan lainnya ; 8. Pejabat adalah pegawai yang ertugas tertentu dibidang perpajakan daerah sesuai dengan peraturan perundang-undangan yang berlaku; 9. Tahun Pajak adalah jangka waktu yang lamanya 1 (satu) tahun takwin kecuali bila wajib pajak menggunakan tahun yang tidak sama dengan tahun takwin; 10. Pajak Hiburan yang selanjutnya disebut Pajak adalah pungutan daerah atas penyelenggaraan hiburan; 11. Hiburan adalah semua jenis pertunjukan, dan atau keramaian, dengannama dan bentuk apapun yang ditonton atau dinikmati oleh setiap orang dengan dipungut bayaran, tidak termasuk penggunaan fasilitas untuk berolah raga; 12. Penyelenggara hiburan adalah perorangan atau badan yang menyelenggarakan hiburan baik untuk dan atas namanya sendiri atau untuk dan atas nama pihak lain yang menjadi tanggungannya; 13. Tanda masuk adalah suatu tanda atau alat yang sah dengan nama dan dalam bentuk apapun yang dapat digunakan untuk menonton, menggunakan atau menikmati hiburan; 14. Kartu …..4
-414. Kartu Nomor Pokok Wajib Pajak Daerah yang selanjutnya disingkat Kartu NPWPD adalah kartu yang menyebutkan Nomor Pokok Wajib Pajak Daerah, nama dan alamat Wajib Pajak sebagai identitas wajib pajak; 15. Surat Pemberitahuan Pajak Daerah yang selanjutnya disingkat SPTPD adalah surat yang digunakan oleh wajib pajak untuk melaporkan perhitungan pembayaran pajak yang terutang menurut peraturan perundang-undangan perpajakan daerah ; 16. Surat Setoran Pajak Daerah yang selanjutnya disingkat SSPD adalah surat yang dipergunakan oleh wajib pajak untuk melakukan pembayaran atau penyetoran pajak yang terhutang ke Kas Daerah atau tempat lain yang ditetapkan oleh Bupati; 17. Surat Ketetapan Pajak Daerah yang selanjutnya disingkat SKPD adalah Surat Ketetapan yang menentukan besarnya jumlah pajak yang terutang ; 18. Surat Ketetapan Pajak Daerah Kurang Bayar yang selanjutnya disingkat SKPDKB adalah Surat Ketetapan yang menentukan besarnya jumlah Pajak terutang, jumlah Kredit pajak, jumlah kekurangan pembayaran pokok Pajak, besarnya sanksi administrasi dan jumlah yang masih harus dibayar ; 19. Surat Ketetapan Pajak Daerah Kurang Bayar Tambahan yang selanjutnya disingkat SKPDKBT adalah Surat Ketetapan yang menentukan tambahan atas jumlah Pajak yang ditetapkan ; 20. Surat Ketetapan Pajak Daerah Lebih Bayar yang lanjutnya disingkat SKPLB adalah Surat Ketetapan yang menentukan jumlah kelebihan pembayaran pajak karena jumlah kredit pajak lebih besar dari Pajak yang terutang atau tidak seharusnya terutang ; 21. Surat Ketetapan Pajak Daerah Nihil yang selanjutnya disingkat SKPDN adalah Surat Ketetapan yang menentukan jumlah pajak yang terutang sama besarnya dengan kredit pajak atau pajak tidak terutang dan tidak ada kredit pajak ; 22. Surat Tagihan Pajak Daerah yang selanjutnya disingkat dengan STPD adalah surat untuk melakukan tagihan pajak atau sanksi administrasi berupa bunga dan atau denda ; 23. Pembukuan adalah suatu proses pencatatan yang dilakukan secara teratur untuk mengumpulkan data atau informasi yang meliputi keadaan harta, kewajiban atau utang, modal, penghasilan dan biaya serta jumlah harga perolehan dan penyerahan barang atau jasa yang ditutup dengan menyusun laporan keuangan berupa neraca dan laporan perhitungan rugi laba; 24. Pemeriksaan adalah serangkaian kegiatan untuk mencari, mengumpulkan dan mengolah data dan atau keterangan lainnya dalam rangka pengawasan kepatuhan pemenuhan kewajiban perpajakan daerah. BAB II NAMA, OBJEK DAN SUBJEK PAJAK Pasal 2 (1) Dengan Nama Pajak penyelenggaraan hiburan.
Hiburan
dipungut
Pajak
atas
(2) Objek…..5
-5(2) Objek Pajak adalah semua penyelenggaraan hiburan. (3) Hiburan sebagaimana dimaksud pada ayat (2) antara lain: a. pertunjukan film; b. pertunjukan kesenian dan sejenisnya; c. pagelaran musik dan tari; d. diskotik; e. karaoke; f. klab malam; g. permainan billiard; h. permainan ketangkasan; i. panti pijat; j. mandi uap; k. pertandingan olahraga; Pasal 3 (1) Subjek Pajak adalah orang pribadi atau badan yang menonton dan atau menikmati hiburan. (2) Wajib Pajak adalah orang menyelenggarakan hiburan.
pribadi
atau
badan
yang
BAB III DASAR PENGENAAN DAN TARIP PAJAK Pasal 4 Dasar pengenaan pajak adalah jumlah pembayaran atau yang seharusnya dibayar untuk menonton dan atau menikmati hiburan. Pasal 5 Besarnya tarip pajak untuk setiap jenis hiburan adalah : a. untuk jenis pertunjukan dan keramaian umum yang menggunakan saran film di bioskop ditetapkan : 1. golongan A II Utama sebesar 30 % (tiga puluh persen); 2. golongan A II sebesar 28 % (dua pulu delapan persen); 3. golongan A I sebesar 26 % (dua puluh enam persen); 4. golongan B II sebesar 24 % (dua puluh empat persen); 5. glongan B I sebesar 20 % (dua pulu persen); 6. golongan C sebesar 17 % (tujuh belas persen); 7. golongan D sebesar 13 % (tiga belas persen); 8. jenis keliling sebesar 10 % (sepulu persen); b. untuk pertunjukan kesenian antara lain kesenian tradisional, pertunjukan sirkus, pameran seni, pameran busana, kontes kecantikan sebesar 10 % (sepuluh persen); c. untuk pertunjukan/pagelaran musik dan tari ditetapkan sebesar 10 % (sepuluh persen); d. untuk.....6
-6d. untuk diskotik, disko, bar, ditetapkan sebesar 35 % (tiga puluh lima persen); e. untuk karaoke ditetapkan sebesar 30 % (tiga puluh persen); f. untuk klab malam ditetapkan sebesar 35 % (tiga puluh lima persen); g. untuk permainan billiard ditetapkan sebesar 30 % (tiga puluh persen); h. untuk permainan ketangkasan dan sejenisnya ditetapkan sebesar 30 % (tiga puluh persen); i. untuk panti pijat ditetapkan sebesar 35 % (tiga puluh lima persen); j. untuk mandi uap dan sejenisnya ditetapkan sebesar 35 % (tiga puluh lima persen); k. untuk pertandingan olah raga ditetapkan sebesar 10 % (sepuluh persen); BAB IV WILAYAH PEMUNGUTAN DAN CARA PENGHITUNGAN PAJAK Pasal 6 (1) Pajak yang terutang dipungut di wilayah Daerah. (2) Besarnya pajak yang terutang dihitung dengan cara mengalikan tarip pajak sebagaimana dimaksud dalam Pasal 5 dengan dasar pengenaan pajak sebagaimana dimaksud Pasal 4. BAB V PENDAFTARAN DAN PENDATAAN WAJIB PAJAK Pasal 7 (1) Setiap Wajib Pajak wajib mendaftarkan usahanya kepada Pemerintah Kabupaten dalam hal ini Dinas Pendapatan, Pengelolaan Keuangan Daerah dan Aset dalam jangka waktu selambat-lambatnya 30 (tiga puluh) hari sebelum dimulainya kegiatan usahanya, kecuali ditentukan lain. (2) Apabila Wajib Pajak tidak melaporkan sendiri usahanya sebagaimana dimaksud pada ayat (1), Dinas Pendapatan, Pengelolaan Keuangan Daerah dan Aset akan mendaftar usaha Wajib Pajak secara jabatan. (3) Pendaftaran usaha sebagaimana dimaksud pada ayat (1), dilakukan sebagai berikut : a. pengusaha/penanggung jawab atau kuasanya mengambil, mengisi dan menandatangani formulir pendaftaran yang disediakan oleh Dinas Pengelolaan Keuangan Daerah; b. formulir…..7
-7b. formulir pendaftaran yang telah diisi dan ditandatangani disampaikan kepada Dinas Pendapatan, Pengelolaan Keuangan Daerah dan Aset dengan melampirkan : a) fotocopy KTP pengusaha/penanggung jawab/penerima kuasa; b) fotocopy Surat Keterangan domisili tempat usaha; c) fotocopy Surat Izin Usaha Perdagangan (SIUP); d) fotocopy Akte Pendirian Perusahaan; e) surat kuasa apabila pengusaha/penanggun jawab berhalangan dengan disertai fotocopy KTP dari pemberi kuasa. c. terhadap penerima berkas pendaftaran, Dinas Pendapatan, Pengelolaan Keuangan Daerah dan Aset memberikan tanda terima pendaftaran; d. berdasarkan keterangan Wajib Pajak dan data yang ada pada formulir pendaftaran, Kepala Dinas Pendapatan, Pengelolaan Keuangan Daerah dan Aset menerbitkan : a) surat Pengukuhan sebagai Wajib Pajak Daerah dan system pemungutan pajak daerah yang dikenakan; b) kartu NPWPD; e. penyerahan Surat Pengukuhan dan Kartu NPWPD kepada pengusaha/penanggung jawab atau kuasanya sesuai tanda terima pendaftaran. BAB VI MASA PAJAK, SAAT PAJAK TERUTANG DAN SURAT PEMBERITAHUAN PAJAK DAERAH Pasal 8 Masa Pajak adalah jangka waktu yang lamanya 1 (satu) bulan takwim. Pasal 9 Pajak terutang dalam masa pajak terjadi pada saat penyelenggaraan hiburan. Pasal 10 (1) Setiap Wajib Pajak wajib mengisi SPTPD atau surat lain yang sejenis. (2) SPTPD sebagaimana dimaksud pada ayat (1) harus diisi dengan jelas, benar dan lengkap serta ditandatangani oleh Wajib Pajak atau Kuasanya. (3) SPTPD sebagaimana dimaksud pada ayat (1) harus disampaikan kepada Bupati selambat-lambatnya 15 (lima belas) hari setelah berakhirnya masa Pajak. (4) Jika…..8
-8(4) Jika batas waktu penyampaian SPTPD sebagaimana dimaksud pada ayat (3) Pasal ini jatuh pada hari libur, maka penyampaian SPTPD dilaksanakan pada hari kerja berikutnya. (5) Penyampaian SPTPD melebihi tanggal 15 (lima belas) bulan berikutnya akan dikenakan sanksi administrasi berupa denda keterlambatan sebesar Rp.50.000,- (lima puluh ribu rupiah) per masa pajak dan akan ditagih melalui STPD. (6) Bentuk, isi dan tata cara pengisian SPTPD ditetapkan oleh Bupati. Pasal 11 (1) Untuk Wajib Pajak yang system pemungutannya ditetapkan dengan sistem SKP, tidak diwajibkan mengisi dan menyampaikan SPTPD. (2) Wajib Pajak sebagaimana ayat (1), Dinas Pendapatan, Pengelolaan Keuangan Daerah dan Aset menetapkan jumlah pajak terutang pada awal periode dengan Surat Ketetapan Pajak Daerah (SKPD) secara jabatan.
BAB VII TATA CARA PERHITUNGAN DAN PENETAPAN PAJAK Pasal 12 (1) Berdasarkan SPTPD sebagaimana dimaksud dalam Pasal 10 ayat (1), Bupati menetapkan Pajak terutang dengan menerbitkan SKPD. (2) Apabila SKPD sebagaimana dimaksud pada ayat (1), tidak atau kurang dibayar setelah lewat waktu paling lama 30 (tiga puluh) hari sejak SKPD diterima dikenakan sanksi Administrasi berupa bunga sebesar 2% (dua persen) sebulan dan ditagih dengan menerbitkan STPD. Pasal 13 (1) Wajib Pajak yang membayar sendiri, SPTPD sebagaimana dimaksud dalam Pasal 10 ayat (1) digunakan untuk menghitung, memperhitungkan dan menetapkan Pajak sendiri yang terutang. (2) Dalam jangka waktu 5 (lima) tahun sesudah saat terutangnya pajak, Bupati dapat menerbitkan ; a. SKPDKB b. SKPDKBT c. SKPDN (3) SKPDKB sebagaimana dimaksud pada ayat (2) huruf a diterbitkan: a. apabila.....9
-9a. apabila berdasarkan hasil pemeriksaan atau keterangan lain pajak yang terutang tidak atau kurang dibayar, dikenakan sanksi administrasi berupa bunga sebesar 2% (dua persen) sebulan dihitung dari pajak yang kurang atau terlambat dibayar untuk jangka waktu paling lama 24 (dua puluh empat) bulan sejak dihitung sejak saat terutangnya pajak ; b. apabila SPTPD tidak disampaikan dalam jangka waktu yang ditentukan dan telah ditegur secara tertulis, dikenakan sanksi administrasi berupa bunga sebesar 25% (dua puluh lima persen) sebulan dihitung dari pajak yang kurang atau terlambat dibayar untuk jangka waktu paling lama 24 (dua puluh empat) bulan dihitung sejak saat terutang pajak ; c. apabila kewajiban mengisi SPTPD tidak dipenuhi, pajak yang terutang dihitung sacara jabatan dan dikenakan sanksi administrasi berupa kenaikan 25 (dua puluh lima persen ) dari pokok pajak ditambah sanksi administrasi berupa bunga sebesar 2% (dua persen) sebulan dihitung dari pajak yang kurang atau terlambat dibayar untuk jangka waktu sejak saat terutangnya pajak. (4) SKPDKBT sebagaimana dimaksud pada ayat (2) huruf b diterbitkan apabila ditemukan data baru atau data yang semula belum terungkap yang menyebabkan penambahan jumlah pajak yang terutang, akan dikenakan sanksi administrasi berupa kenaikan sebesar 100% (seratus persen) dari jumlah kekurangan pajak tersebut. (5) SKPDN sebagaimana dimaksud pada ayat (2) huruf c diterbitkan apabila jumlah Pajak yang terutang sama besarnya dengan jumlah kredit pajak atau pajak tidak terutang dan tidak ada kredit pajak. (6) Apabila kewajiban membayar pajak terutang dalam SKPDKB dan SKPDKBT sebagaimana dimaksud pada ayat (2) huruf a dan b tidak atau tidak sepenuhnya dibayar dalam jangka waktu yang telah ditentukan, ditagih dengan menerbitkan STPD ditambah dengan sanksi administrasi berupa bunga 2 % (dua persen) sebulan. (7) Penambahan jumlah pajak yang terhutang sebagaimana dimaksud ayat (4) tidak dikenakan pada wajib pajak apabila melaporkan sendiri sebelum dilakukan tindakan pemeriksaan.
BAB VIII TATA CARA PEMBAYARAN Pasal 14 (1) Pembayaran pajak dilakukan di Kas Daerah atau tempat lain yang ditunjuk oleh Bupati sesuai waktu yang ditentukan dalam SPTPD, SKPD,SKPDKB, SKPDKBT dan SPTD. (2) Apabila…..10
-10(2) Apabila pembayaran pajak dilakukan ditempat lain yang ditunjuk, hasil penerimaan pajak harus disetor ke Kas Daerah selambatlambatnya 1 x 24 Jam atau dalam waktu yang ditentukan oleh Bupati. (3) Pembayaran pajak sebagaimana pada ayat (1) dan ayat (2) dilakukan dengan menggunakan SSPD. Pasal 15 (1) Pembayaran Pajak harus dilakukan sekaligus atau lunas. (2) Bupati dapat memberikan persetujuan kepada wajib pajak untuk mengangsur pajak terutang dalam kurun waktu tertentu, setelah memenuhi persyaratan yang ditentukan. (3) Angsuran pembayaran pajak sebagaimana dimaksud pada ayat (2), harus dilakukan secara teratur dan berturut-turut dengan dikenakan bunga 2% (dua persen) sebulan dari jumlah pajak yang belum atau kurang dibayar. (4) Bupati dapat memberikan persetujuan kepada wajib pajak untuk menunda pembayaran sampai batas waktu yang ditentukan setelah memenuhi persyaratan yang ditentukan dengan dikenakan bunga 2% (dua persen) sebulan dari jumlah yang belum atau kurang dibayar. (5) Persyaratan untuk dapat mengangsur dan menunda pembayaran serta tata cara pembayaran angsuran dan penundaan sebagaimana dimaksud pada ayat (2) dan ayat (4) ditetapkan oleh Bupati. Pasal 16 (1) Setiap Pembayaran pajak sebagaimana dimaksud dalam Pasal 15, diberikan tanda bukti pembayaran dan dicatat dalam buku penerimaan. (2) Bentuk, jenis, isi, ukuran tanda bukti pembayaran dan buku penerimaan pajak sebagaimana dimaksud pada ayat (1) ditentukan oleh Bupati. BAB IX TATA CARA PENAGIHAN PAJAK Pasal 17 (1) Surat Teguran atau surat Peringatan atau surat lain yang sejenis sebagai awal tindakan pelaksanaan penagihan pajak dikeluarkan 7 (tujuh) hari sejak saat jatuh tempo pembayaran. (2) Dalam….11
-11(2) Dalam jangka waktu 7 (tujuh) hari setelah tanggal Surat Teguran atau Surat Peringatan atau surat lain yang sejenis, wajib pajak harus melunasi pajak yang terutang. (3) Surat Teguran, Surat Peringatan atau surat lain yang sejenis sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dikeluarkan oleh pejabat yang ditunjuk. Pasal 18 (1) Apabila jumlah pajak yang masih harus dibayar tidak dilunasi dalam jangka waktu sebagaimana ditentukan dalam Surat Teguran atau Surat Peringatan atau surat lain yang sejenis, jumlah pajak yang harus dibayar ditagih dengan Surat Paksa. (2) Pejabat menerbitkan Surat Paksa segera setelah lewat 21 (dua puluh satu) hari sejak tanggal Surat Teguran atau Surat Peringatan atau surat lain yang sejenisnya. Pasal 19 Apabila pajak yang harus dibayar tidak dilunasi dalam jangka waktu 2 x 24 jam sesudah tanggal Pemberitahuan Surat paksa, Pejabat yang ditunjuk segera menerbitkan Surat Perintah Melaksanakan Penyitaan. Pasal 20 Setelah dilakukan penyitaan dan wajib Pajak belum juga melunasi utang pajaknya, setelah lewat waktu 10 (sepuluh) hari sejak tanggal pelaksanaan Surat Perintah melaksanakan Penyitaan, Pejabat mengajukan penetapan tanggal pelelangan kepada Kantor Pelayanan Piutang dan Lelang Negara. Pasal 21 Setelah Kantor Pelayanan Piutang dan Lelang Negara menetapkan hari, tanggal, jam dan tempat pelaksanaan lelang, Juru Sita memberitahukan dengan segera secara tertulis kepadaWajib Pajak. Pasal 22 Bentuk, Jenis, dan isi formulir yang dipergunakan untuk pelaksanaan penagihan pajak daerah ditetapkan oleh Bupati. BAB X PENGURANGAN, KERINGANAN DAN PEMBEBASAN PAJAK Pasal 23 (1) Bupati berdasarkan permohonan Wajib Pajak dapat memberikan pengurangan, keringanan dan Pembebasan Pajak. (2) Tata cara…..12
-12(2) Tata cara pemberian Pengurangan, keringanan dan pembebasan pajak sebagaimana dimaksud ayat (1) ditetapkan oleh Bupati. BAB XI TATA CARA PEMBETULAN, PEMBATALAN, PENGURANGAN KETETAPAN DAN PENGHAPUSAN ATAU PENGURANGAN SANKSI ADMINISTRASI Pasal 24 (1) Bupati karena jabatan atas permohonan Wajib Pajak dapat : a. membetulkan SKPD atau SKPDKB atau SKPDKBT atau STPD yang dalam penerbitannya terdapat kesalahan tulis, kesalahan hitung, dan atau kekeliruan dalam penerapan peraturan perundang-undangan perpajakan daerah ; b. membatalkan atau mengurangkan ketetapan pajak yang tidak benar ; c. mengurangkan atau menghapus sanksi administrasi berupa bunga, denda dan kenaikan pajak yang terutang dalam hal sanksi tersebut dikenakan karena kekhilafan wajib pajak atau bukan karena kesalahannya (2) Permohonan pembetulan, pembatalan, pengurangan ketetapan dan penghapusan atau pengurangan sanksi administrasi atas SKPD, SKPDKB, SKPDKBT dan STPD sebagaimana dimaksud pada ayat (1) harus disampaikan secara tertulis oleh Wajib Pajak kepada Bupati, atau pejabat yang ditunjuk selambat-lambatnya 30 (tiga puluh) hari sejak tanggal diterima SKPD, SKPDKB, SKPDKBT atau STPD dengan memberikan alasan yang jelas. (3) Bupati atau Pejabat yang ditunjuk paling lama 3 (tiga) bulan sejak surat permohonan sebagaimana dimaksud pada ayat (2) diterima, sudah harus memberikan keputusan. (4) Apabila setelah lewat waktu 3 (tiga) bulan sebagaimana dimaksud pada ayat (3) pasal ini Bupati atau Pejabat yang ditunjuk tidak memberikan keputusan, permohonan pembetulan, pembatalan, pengurangan ketetapan dan penghapusan atau pengurangan sanksi administrasi dianggap dikabulkan. BAB XII KEBERATAN DAN BANDING Pasal 25 (1) Wajib pajak dapat mengajukan keberatan hanya kepada Bupati atau Pajabat yang ditunjuk atas suatu : a. SKPD b. SKPDKB c. SKPDKBT d. SKPDLB e. SKPDN
(2) Permohonan…..13
-13(2) Permohonan keberatan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) harus disampaikan secara tertulis dalam Bahasa Indonesia paling lama 3 (tiga) bulan sejak tanggal SKPD,SKPDKB, SKPDKBT, SKBDLB, dan SKPDN diterima wajib pajak, kecuali apabila wajib Pajak dapat menunjukan bahwa jangka waktu itu tidak dapat dipenuhi karena keadaan diluar kekuasaannya. (3) Keberatan yang tidak memenuhi persyaratan sebagaimana dimaksud pada ayat (2) dianggap sebagai surat keberatan, sehingga tidak dipertimabngkan. (4) Bupati atau Pejabat yang ditunjuk dalam jangka waktu paling lama 12 (dua belas) bulan sejak tanggal surat permohonan keberatan sebagaimana dimaksud pada ayat (2) diterima, sudah memberikan keputusan. (5) Apabila setelah lewat 12 (dua belas) bulan sebagaimana dimaksud pada ayat (3) Bupati atau Pejabat yang ditunjuk tidak memberikan Keputusan, permohonan keberatan dianggap dikabulkan. (6) Pengajuan keberatan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) tidak menunda kewajiban membayar Pajak. Pasal 26 (1) Wajib pajak dapat mengajukan banding kepada Badan Penyelesaian Sengketa Pajak dalam jangka waktu 3 (tiga) bulan setelah diterimanya keputusan keberatan. (2) Pengajuan banding sebagaimana dimaksud pada ayat (1) tidak menunda kewajiban membayar pajak. Pasal 27 Apabila pengajuan keberatan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 25 atau banding sebagaimana dimaksud dalam pasal 26 dikabulkan sebagian atau seluruhnya, kelebihan pembayaran pajak dikembalikan dengan ditambah imbalan bunga sebesar 2% (dua Persen) sebulan untuk paling lama 24 (dua puluh empat) bulan. BAB XIII PENGEMBALIAN KELEBIHAN PEMBAYARAN PAJAK Pasal 28 (1) Wajib Pajak dapat mengajukan permohonan pengembalian kelebihan pembayaran pajak kepada Bupati atau Pejabat secara tertulis dengan menyebutkan sekurang-kurangnya : a. nama….14
-14a. b. c. d.
nama dan alamat wajib pajak ; masa pajak besarnya kelebihan pembayaran pajak ; alasan yang jelas.
(2) Bupati atau Pejabat dalam jangka waktu paling lama 12 (dua belas) bulan sejak diterimanya permohonan pengembalian kelebihan pembayaran pajak sebagaimana dimaksud pada ayat (1) harus memberikan keputusan. (3) Apabila jangka waktu sebagaimana dimaksud pada ayat (2) dilampaui Bupati atau Pajabat yang ditunjuk tidak memberikan keputusan, permohonan pengembalian kelebihan pembayaran pajak dianggap dikabulkan dan SKPDLB harus diterbitkan dalam waktu paling lama 1 (satu) bulan. (4) Apabila Wajib Pajak mempunyai utang pajak lainnya, kelebihan pembayaran pajak sebagaimana dimaksud pada ayat (2) langsung diperhitungkan untuk melunasi terlebih dahulu utang pajak dimaksud. (5) Pengembalian kelebihan pembayaran pajak dilakukan dalam waktu paling lama 2 (dua) bulan sejak diterbitkannya SKPDLB dengan menerbitkan Surat Perintah Membayar Kelebihan Pajak (SPMKP). (6) Apabila pengembalian kelebihan pembayaran pajak dilakukan setelah lewat 2 (dua) bulan sejak diterbitkannya SKPDLB, Bupati atau Pejabat memberikan imbalan bunga sebesar 2% (dua persen) sebulan atas keterlambatan pembayaran kelebihan pajak. Pasal 29 Apabila kelebihan pembayaran pajak diperhitungkan dengan utang pajak lainnya, sebagaimana dimaksud dalam Pasal 28 ayat (4), pembayaran dilakukan dengan cara pemindah bukuan dan bukti pemindah bukuan juga berlaku sebagai bukti pembayaran. BAB XIV KADALUWARSA Pasal 30 (1) Hak untuk melakukan penagihan pajak, kadaluwarsa setelah melampaui jangka waktu 5 (lima) tahun terhitung sejak saat terutangnya pajak, kecuali apabila Wajib Pajak melakukan tindak pidana di bidang perpajakan daerah. (2) Kadaluwarsa penagihan pajak sebagaimana dimaksud pada ayat (1) tertangguh apabila : a. diterbitkan…..15
-15a. diterbitkan Surat Teguran dan Surat Paksa atau ; b. ada pengakuan utang pajak dari Wajib Pajak baik langsung maupun tidak langsung. BAB XV PEMBUKUAN DAN PEMERIKSAAN Pasal 31 (1) Wajib Pajak yang menyelenggarakan pembukuan sesuai dengan prinsip pembukuan yang berlaku umum, sekurang-kurangnya menyelenggarakan pencatatan nilai peredaran usaha atau nilai penjualan atau nilai yang menjadi dasar pengenaan pajak. (2) Pembukuan sebagaimana yang dimaksud ayat (1) diselenggarakan dengan sebaik-baiknya dan harus mencerminkan keadaan atau kegiatan usaha sebenarnya. (3) Pembukuan atau pencatatan serta dokumen lain yang berhubungan dengan kegiatan uasaha atau pekerjaan dari Wajib Pajak harus disimpan sekurang-kurangnya 5 (lima) tahun. (4) Tata cara pembukuan, penggunaan bill/bon penjualan/tanda terima/invoice dan pelaporan usaha ditetapkan dengan Keputusan Bupati. Pasal 32 (1) Bupati berwenang menunjuk petugas untuk melakukan pemeriksaan dan menguji kebenaran pembukuan dan kepatuhan Wajib Pajak dalam rangka melaksanakan ketentuan Peraturan Daerah. (2) Untuk keperluan pemeriksaan, petugas pemeriksa dilengkapi dengan Tanda Pengenal Pemeriksa dan Surat Perintah Pemeriksaan. (3) Wajib Pajak yang diperiksa atau kuasanya wajib : a. memperlihatkan dan atau meminjamkan buku atau catatan dokumen yang terkait yang berhubungan dengan pajak terutang; b. memberikan kesempatan kepada petugas untuk memasuki ruangan atau ruangan yang dianggap perlu dan memberikan bantuan guna kelancaran pemeriksaan; c. memberikan kesempatan kepada petugas untuk melakukan pemeriksaan kas, bon/bill penjualan ataupun sitem pembukuan; d. memberikan keterangan yang diperlukan secara benar, lengkap dan jelas;
e. memenuhi.....16
-16e. memenuhi ketentuan lain yang ditetapkan oleh Kepala Dinas Pengelolaan Keuangan Daerah guna menunjang kelancaran pemeriksaan. (4) Dalam hal Wajib Pajak yang diperiksa tidak memenuhi kewajiban sebagaimana dimaksud pada ayat (3), maka pajak terutang ditetapkan secara jabatan. (5) Petugas pemeriksa wajib menjaga kerahasiaan data atau informasi Wajib Pajak. (6) Tata cara pemeriksaan dan pelaporan ditetapkan dengan Kputuasn Bupati. BAB XVI PENYIDIKAN Pasal 33 (1) Pejabat pegawai negeri sipil tertentu di lingkungan Pemerintah Daerah dapat diberi kewenangan untuk melaksanakan penyidikan terhadap pelanggaran ketentuan-ketentuan dalam Peraturan Derah ini. (2) Kewenangan sebagaimana dimaksud pada ayat (1), meliputi: a. menerima, mencari, mengumpulkan, dan meneliti keterangan atau laporan berkenaan dengan tindak pidana di bidang Perpajakan Daerah agar keterangan atau laporan tersebut menjadi lengkap dan jelas; b. meneliti, mencari dan mengumpulkan keterangan mengenai orang pribadi atau badan tentang kebenaran perbuatan yang dilakukan sehubungan dengan tindak pidana perpajakan Daerah ; c. meminta keterangan dan bahan bukti dari orang pribadi atau badan sehubungan dengan tindak pidana di bidang perpajakan Daerah; d. memeriksa buku-buku, catatan-catatan, dan dokumendokumen lain berkenaan dengan tindak pidana di bidang perpajakan Daerah; e. melakukan penggeledahan untuk mendapatkan bahan bukti pembukuan, pencatatan, dan dokumen-dokumen lain, serta melakukan penyitaan terhadap bahan bukti tersebut ; f. meminta bantuan tenaga ahli dalam rangka pelaksanaan tugas penyidikan tindak pidana di bidang perpajakan Daerah; g. menyuruh berhenti dan/atau melarang seseorang meninggalkan ruangan atau tempat pada saat pemeriksaan sedang berlangsung dan memeriksa identitas orang dan/atau dokumen yang dibawa sebagaimana dimaksud pada huruf e; h. memanggil….17
-17h. memanggil orang untuk didengar diperiksa sebagai tersangka atau saksi ;
keterangannya
dan
i. menghentikan penyidikan ; j.
melakukan tindakan lain yang perlu untuk kelancaran penyidikan tindak pidana dibidang perpajakan daerah menurut hukum yang dapat dipertanggungjawabkan. BAB XVII KETENTUAN PIDANA Pasal 34
(1) Wajib Pajak yang karena kealpaannya tidak menyampaikan SPTPD/surat lain yang sejenis atau mengisi dengan tidak benar atau tidak lengkap atau melampirkan keterangan yang tidak benar sehingga merugikan keuangan daerah dapat dipidana dengan pidana kurungan paling lama 1 (satu) tahun atau denda paling banyak 2 (dua) kali jumlah pajak yang terutang. (2) Wajib Pajak yang dengan sengaja tidak menyampaikan SPTPD/surat lain yang sejenis atau mengisi dengan tidak benar atau tidak lengkap atau melampirkan keterangan yang tidak benar sehingga merugikan keuangan daerah dapat dipidana dengan pidana kurungan paling lama 2 (dua) tahun atau denda paling banyak 4 (empat) kali jumlah pajak yang terutang. (3) Tindak pidana sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dan ayat (2) adalah pelanggaran. BAB XVIII KETENTUAN PENUTUP Pasal 35 Dengan berlakunya Peraturan Daerah ini maka Peraturan Daerah Kabupaten Daerah Tingkat II Bungo Tebo Nomor 2 Tahun 1998 tentang Pajak Hiburan (Lembaran Daerah Kabupaten Daerah Tingkat II Bungo Tebo Tahun 1998 Nomor 8) beserta peraturan pelaksanaannya dinyatakan dicabut dan tidak berlaku lagi. Pasal 36 Hal-hal yang belum diatur atau belum diatur dalam Peraturan Daerah ini sepnjang mengenai teknis pelaksanaannya diatur lebih lanjut dengan Peraturan Bupati.
Pasal 37…..18
-18Pasal 37 Peraturan Daerah ini mulai berlaku sejak tanggal diundangkan. Agar setiap orang dapat mengetahuinya, memerintahkan pengundangan Peraturan Daerah ini dengan penempatannya dalam Lembaran Daerah Kabupaten Bungo. Ditetapkan di Muara Bungo. pada tanggal BUPATI BUNGO,
H. ZULFIKAR ACHMAD Diundangkan di Muara Bungo pada tanggal 2009 SEKRETARIS DAERAH KABUPATEN BUNGO
USMAN HASAN LEMBARAN DAERAH KABUPATEN BUNGO TAHUN 2009 NOMOR
2009
PENJELASAN ATAS PERATURAN DAERAH KABUPATEN BUNGO NOMOR
TAHUN 2008
TENTANG PAJAK PENGAMBILAN DAN PENGOLAHAN BAHAN GALIAN GOLONGAN C I. U M U M Bahwa dengan telah diundangkannya Undang-Undang Nomor 18 Tahun 1997 tentang Pajak Daerah dan Retribusi Daerah sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang Nomor Tahun tentang , maka Pajak Pengambilan dan Pengolahan Bahan Galian Golongan C perlu mengalami perobahan sejalan dengan adanya pemekaran daerah. Sejalan dengan itu, dengan mempedomani Peraturan Pemerintah Nomor 65 Tahun tentang Pajak Daerah dan Keputusan Menteri Dalam Negeri Nomor 170 Tahun 1997 tentang Pedoman Tata Cara Pemungutan Pajak Daerah , maka untuk tertib dan lancarnya pengelolaan Pajak Pengambilan dan Pengolahan Bahan Galian Golongan C perlu diterbitkan Peraturan Daerah baru sesuai dengan perkembangan dan tuntutan pembangunan dewasa ini, karena pajak tersebut merupakan Pajak Daerah yang cukup potensial sebagai sumber pembiayaan untuk menunjang penyelenggaraan Pemerintahan dan Pembangunan Daerah. Sehubungan dengan itu untuk memberi landasan hokum yang kuat dan jelas, perlu ditetapkan dengan suatu Peraturan Daerah. II. PASAL DEMI PASAL Pasal 1 Cukup jelas Pasal 2 Ayat (1) Cukup jelas Ayat (2) Yang dimaksud dengan kegiatan eksploitasi bahan galian golongan C adalah pengambilan bahan galian golongan C dari sumber alam didalam dan atau permukaan bumi untuk dimanfaatkan. Ayat (3) Cukup jelas Pasal 4 Ayat (1) Cukup jelas.
Ayat (2) Yang dimaksud dengan Nilai Pasar adalah harga rata-rata yang berlaku di lokasi setempat di wilayah daerah yang bersangkutan. Apabila nilai pasar dari hasil produksi bahan galian golongan C sulit diperoleh, maka digunakan harga standar yang ditetapkan oleh instansi yang berwenang dalam bidang penambangan bahan galian golongan C. Pasal 5 s.d Pasal 10 Cukup jelas. Pasal 11 Ayat (1) Cukup jelas. Ayat (2) Ketentuan ayat ini memberi ewenangan kepada Bupati untuk dapat menerbitkan Surat Ketetapan Pajak Daerah Kurang Bayar, Surat Ketetapan Pajak Daerah Kurang Bayar Tamabahan atau Surat Ketetapan Pajak Daerah Nihil hanya terhadap kasus-kasus tertentu seperti tersebut dalam ayat ini, dengan perkataan lain hanya terhadap Wajib Pajak tertentu yang nyatanyata atau berdasarkan hasil pemeriksaan tidak memenuhi kewajiban formal atau kewajiban material. Contoh : 1. Seorang Wajib Pajak tidak menyampaikan Surat Pemberitahuan Pajak Daerah pada tahun pajak 2008. Setelah ditegur dalam jangka waktu tertentu juga belum menyampaikan Surat Pemberitahuna Pajak Daerah, maka dalam jangka waktu paling lama 5 (lima) tahun Bupati dapat menerbitkan Surat Ketetapan pajak daerah Kurang Bayar atas pajak yang terutang. 2.