PEMERINTAH KABUPATEN BUNGO PERATURAN DAERAH KABUPATEN BUNGO NOMOR 19
TAHUN 2008
TENTANG BANGUNAN DAN RETRIBUSI IZIN MENDIRIKAN BANGUNAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA, BUPATI BUNGO, Menimbang
:
a. bahwa untuk kepentingan penganturan bangunan umum, perdagangan dan jasa, pendidikan, kelembagaan, industri, perumahan dan bangunan khusus, perlu memberikan Izin Mendirikan Bangunan Izin Merombak/merubah Bangunan dan Izin Merobohkan Bangunan; b. bahwa Peraturan Daerah Kabupaten Bungo Nomor 36 Tahun 2000 tentang Bangunan dan Retribusi Izin Mendirikan Bangunan tidak sesuai lagi dengan perkembangan keadaan dewasa ini, maka dipandang perlu ditinjau kembali; c. bahwa untuk memenuhi maksud huruf a dan huruf b, perlu membentuk Peraturan Daerah tentang Bangunan dan Retribusi Izin Mendirikan Bangunan;
Mengingat
:
1. Pasal 18 ayat (6) Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945; 4. Undang-Undang Nomor 12 Tahun 1956 tentang Pembentukan Daerah Otonom Kabupaten Dalam Lingkungan Daerah Propinsi Sumatera Tengah (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1956 Nomor 25) sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang Nomor 7 Tahun 1965 tentang Pembentukan Daerah Tingkat II Sarolangun Bangko dan Daerah Tingkat II Tanjung Jabung (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1965 Nomor 60, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 2755); 4. Undang–Undang Nomor 18 Tahun 1997 tentang Pajak Daerah dan Retribusi Daerah (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1997 Nomor 41, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 3685) sebagaimana telah diubah dengan Undang-undang Nomor 34 Tahun 2000 (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2000 Nomor 246, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4048);
5. Undang.....2
-25. Undang-Undang Nomor 54 Tahun 1999 tentang Pembentukan Kabupaten Sarolangun, Kabupaten Tebo, Kabupaten Muaro Jambi dan Kabupaten Tanjung Jabung Timur (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1999 Nomor 182, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 3903) sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang Nomor 14 Tahun 2000 tentang Perubahan Atas Undang-Undang Nomor 54 Tahun 1999 tentang Pembentukan Kabupaten Sarolangun, Kabupaten Tebo, Kabupaten Muaro Jambi dan Kabupaten Tanjung Jabung Timur (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2000 Nomor 81, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 3969); 6. Undang-Undang Nomor 10 Tahun 2004 tentang Pembentukan Peraturan Perundang-undangan (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2004 Nomor 53, Tambahan Lembaran Negara Republik Nomor 4389); 7. Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2004 Nomor 125, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4437) sebagaimana telah beberapa kali diubah terakhir dengan UndangUndang Nomor 12 Tahun 2008 tentang Perubahan Kedua Atas Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2008 Nomor 59, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4844); 8. Undang-Undang Nomor 33 Tahun 2004 tentang Perimbangan Keuangan antara Pemerintah Pusat dan Pemerintahan Daerah (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2004 Nomor 126, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4438); 9. Peraturan Pemerintah Nomor 66 Tahun 2001 tentang Retribusi Daerah (Lembaran Negara Tahun 2001 Nomor 119, Tambahan Lembaran Negara Nomor 4139); 10. Peraturan Pemerintah Nomor 79 Tahun 2005 tentang Pedoman Pembinaan dan Pengawasan Penyelenggaraan Pemerintahan Daerah (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2005 Nomor 165, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4593); 11. Peraturan Pemerintah Nomor 38 Tahun 2007 tentang Pembagian Urusan Pemerintahan Antara Pemerintah, Pemerintahan Daerah Provinsi, Dan Pemerintahan Daerah Kabupaten/Kota (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2007 Nomor 82, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4737); Dengan Persetujuan Bersama DEWAN PERWAKILAN RAKYAT DAERAH KABUPATEN BUNGO dan BUPATI BUNGO
MEMUTUSKAN:......3
-3MEMUTUSKAN: Menetapkan
:
PERATURAN DAERAH TENTANG BANGUNAN RETRIBUSI IZIN MENDIRIKAN BANGUNAN
DAN
BAB I KETENTUAN UMUM Pasal 1 Dalam Peraturan Daerah ini yang dimaksud dengan : 1. Daerah adalah Kabupaten Bungo; 2. Pemerintah Daerah adalah Pemerintah Kabupaten Bungo; 3. Bupati adalah Bupati Bungo; 4. Dewan Perwakilan Rakyat Daerah yang selanjutnya disingkat DPRD adalah Dewan Perwakilan Rakyat Kabupaten Bungo; 5. Dinas Pendapatan adalah Dinas Pendapatan Kabupaten Bungo 6. Satuan Kerja Perangan Daerah Pengelola izin yang selanjutnya disingkat SKPD Pengelola Izin adalah Satuan Kerja Perangkat Daerah Kabupaten Bungo yang menyelenggarakan administrasi perizinan IMB sesuai dengan bidang tugas pokok dan fungsinya; 7. Kas daerah adalah Kas Daerah Kabupaten Bungo yang diserahi wewenang dan tanggungjawab sebagai Pemegang Kas Daerah kabupaten Bungo; 8. Bangunan adalah bangunan-bangunan yang berbentuk ruangan terbuka maupun tertutup seluruhnya atau sebagian beserta bangunan lain yang berhubungan dengan bangunan itu; 9. Bangunan Umum adalah Bangunan yang dipergunakan sebagai tempat berkumpulnya orang banyak; 10. Bangunan sementara adalah yang dipergunakan untuk waktu terbatas; 11. Persil adalah Perpetakan tanah yang terdapat dalam lingkungan Rencana Kota atau perluasan Kota atau jika sebagai masih belum ditetapkan rencana perpetakannya, yang menurut pertimbangan Pemerintah Daerah, dapat dipergunakan untuk mencirikan suatu bangunan; 12. Mendirikan Bangunan adalah pekerjaan bangunan seluruhnya atau sebagai, termasuk menggali, menimbun atau meratakan tanah yang berhubungan dengan yang mengadakan bangunan itu; 13. Mengubah Bangunan adalah pekerjaan mengganti atau menambah bagian bangunan yang ada, termasuk pekerjaan membongkar yang berhubungan dengan pekerjaan membongkar yang berhubungan dengan pekerjaan menganti bagian bangunan tersebut; 14. Merobohkan Bangunan adalah meniadakan sebagian bangunan atau seluruh bangunan ditinjau dari segi fungsi dan atau kontruksi; 15. Garis Sepadanng adalah Garis khayalan yang ditarik pada jarak tertentu sejajar dengan as jalan atau bibir sungai atau as pagar yang merupakan batas antara bagian persil yang boleh dan tidak boleh dibangun suatu bangunan; 16. Petugas adalah orang yang mendapat tugas secara resmi melayani kepentingan umum dibidang mendirikan bangunan;
-417. Pengawas adalah bagian orang yang mendapat tugas secara resmi mengawasi pelaksanaan mendirikan bangunan sesuai dengan isi Izin Mendirikan Bangunan; 18. Teras adalah bagian lantai bangunan bersifat tambahan yang tidak dibatasi oleh bidang-bidang sebagaimana ruang tertutup; 19. Bangunan Permanen adalah Bangunan yang konstruksi utamanya terdiri dari beton, batu, baja dan perlengkapan lainnya serta umur bangunan dinyatakan lebih dari 15 (lima belas) tahun; 20. Bangunan Semi Permanen adalah Bangunan yang sebagian konstruksi utamanya dinyatakan permanen dan umur bangunan dinyatakan kurang dari 15 (lima belas) tahun; 21. Bangunan Darurat adalah Bangunan yang dipakai untuk sementara waktu dan umur bangunan dinyatakan kurang dari 5 (lima) tahun; 22. Pembongkaran adalah kegiatan membongkar atau merobohkan seluruh atau sebagian bangunan, komponen, bahan bangunan, dan/atau prasarana dan sarananya; 23. Pemilik Bangunan adalah orang, badan hukum, kelompok orang, atau perkumpulan, yang menurut hukum sah sebagai pemilik bangunan gedung;
24. Pejabat adalah pegawai yang diberi tugas tertentu dibidang retribusi daerah sesuai dengan peraturan perundang-undangan; 25. Badan adalah suatu bentuk badan usaha yang meliputi perseroan terbatas, perseroan komanditer, perseroan lainnya, badan usaha milik negara atau daerah dengan nama dan bentuk apapun, persekutuan, perkumpulan, firma, kongsi, koperasi, yayasan atau organisasi yang sejenis, lembaga, dana pensiun, bentuk usaha tetap serta bentuk badan usaha lain; 26. Retribusi Perizinan Tertentu adalah retribusi atas kegiatan tertentu Pemerintah Daerah dalam rangka pemberian izin kepada orang peribadi atau badan yang dimaksudkan untuk pembinaan, pengaturan pengendalian dan pengawasan atas kegiatan pemanfaatan ruang, penggunaan sumber daya alam, barang, prasarana, sarana, atau fasilitas tertentu guna melindungi kepentingan umum dan menjaga kelestarian lingkungan; 27. Izin Mendirikan Bangunan yang selanjutnya disingkat IMB adalah izin yang diberikan oleh Pemerintah Daerah kepada orang pribadi atau badan untuk mendirikan suatu bangunan sesuai rencana tata ruang yang berlaku, sesuai dengan koefisien dasar bangunan (KDB), koefisien luas bangunan (KLB), koefisien ketinggian bangunan (KKB) yang ditetapkan dan sesuai dengan syarat-syarat keselamatan bagi yang menempati bangunan tersebut; 28. Retribusi Izin Mendirikan Bangunan yang selanjutnya disebut retribusi adalah pembayaran atas pemberian izin mendirikan bangunan oleh Pemerintah Daerah kepada orang peribadi atau badan, termasuk merubah bangunan; 29. Wajib Retribusi adalah orang peribadi atau badan yang menurut peraturan perundang-undangan retribusi untuk memanfaatkan Izin Mendirikan Bangunan; 30. Masa Retribusi adalah suatu jangka waktu tertentu yang merupakan batas waktu bagi wajib retribusi untuk memanfaatkan Izin Mendirikan Bangunan; 31. Koefisien…..5
-531. Koefisien Dasar Bangunan adalah bilangan pokok atas perbandingan antara luas lantai dasar bangunan dengan luas kavling/perkarangan; 32. Koefisien Lantai Bangunan adalah bilangan pokok atas perbandingan antara luas lantai dasar bangunan dengan luas kavling/perkarangan; 33. Koefisien Bangunan adalah tinggi bangunan diukur dari permukaan tanah sampai dengan titik teratas dari bangunan tersebut; 34. Surat Pendaftaran Objek Retribusi Daerah, yang selanjutnya disingkat SPdORD, adalah surat yang digunakan oleh Wajib Retribusi untuk melaporkan data obyek retribusi dan wajib retribusi sebagai dasar perhitungan dan pembayaran retribusi yang terutang menurut peraturan perundang-undangan retribusi daerah; 35. Surat Ketetapan Retribusi Daerah yang selanjutnya disingkat SKRD, adalah surat keputusan yang menentukan besarnya jumlah retribusi yang terutang;
36. Surat Ketetapan Retribusi Daerah Lebih Bayar Tambahan, yang selanjutnya disingkat SKRDLBT, adalah surat keputusan yang menentukan tambahan atas jumlah retribusi yang telah ditetapkan; 37. Surat Ketetapan Retribusi Daerah Lebih Bayar, yang selanjutnya disingkat SKRDLB, adalah surat keputusan yang menentukan jumlah kelebihan pembayaran retribusi karena jumlah kredit retribusi lebih besar daripada retribusi yang terutang atau tidak seharusnya terutang; 38. Surat Tagihan Retribusi Daerah, yang selanjutnya disingkat STRD, adalah surat untuk melakukan tagihan retribusi dan atau sanksi administrasi berupa bunga dan atau denda; 39. Surat Keputusan Keberatan adalah surat keputusan atas keberatan terhadap SKRD atau dokumen lain yang dipersamakan, serta SKRDLB yang diajukan oleh Wajib Retribusi; 40. Pemeriksaan adalah serangkaian kegiatan untuk mencari, mengumpulkan dan mengelola data dan atau keterangan lainnya dalam rangka pengawasan kepatuhan pemenuhan kewajiban retribusi daerah berdasarkan peraturan perundang-undangan retribusi daerah; 41. Penyidikan Tindakan Pidana Dibidang Retribusi Daerah adalah serangkaian tindakan yang dilakukan oleh Penyidik Pegawai Negeri Sipil yang selanjutnya disebut Penyidik, untuk mencari serta mengumpulkan bukti yang dengan bukti itu membuat terang tindak pidana dibidang retribusi Daerah yang terjadi serta menemukan tersangkanya; BAB II IZIN MENDIRIKAN BANGUNAN Pasal 2 (1) Setiap orang dan atau badan yang akan mendirikan, merubah atau merombak dan merobohkan bangunan dalam Daerah terlebih dahulu harus mendapat izin dari Bupati. (2) Persyaratan untuk mendapatkan izin sebagaimana yang dimaksud ayat (1) adalah : a. Bangunan Industri dan Pergudangan : - permohonan IMB di atas segel atau meterai Rp. 6.000,- yang diketahui oleh Camat, Lurah/Rio. - salinan/foto copi KTP yang masihn berlaku - salinan/ foto copi PBB tahun berjalan. - salinan.....6
-6-
salinan/ foto copi Surat Tanah yang sah. salinan/foto copi Gambar Bangunan dan RAB yang disahkan oleh Instansi teknis. sket/denah bangunan pas photo ukuran 3 x 4 cm sebanyak 2 (dua) lembar surat pernyataan berbatasan sempadan bangunan
b. Bangunan Perdagangan dan Jasa: - permohonan IMB daiatas Segel atau meterai Rp. 6.000,- yang diketahui oleh Camat, Lurah/Rio. - salinan/ foto copi KTP yang masih berlaku. - salinan/ foto copi PBB tahun berjalan - salinan/ foto copi surat tanah yang sah. - Salinan/ foto copi gambar bangunan dan RAB yang disahkan oleh instansi teknis. - sket denah bangunan - pas photo ukurajn 3 x 4 cm sebanyak 2 (dua) lembar. - surat pernyataan berbatasan sempadan bangunan. c. Bangunan Perkantoran/Kelembagaan, Pendidikan, Sosial dan Bangunan Umum yang dikontrakan : - permohonan IMB diatas segel atau meterai Rp. 6.000,- yang diketahui oleh Camat, Lurah/Rio. - salinan/ foto copi Surat Perintah Kerja (SPK). - salinan/ foto copi Surat Tanah/Surat Pernyataan dari Instansi. - gambar bangunan lengkap dan RAB yang disahkan oleh instansi teknis. - sket /denah bangunan. - foto copi KTP yang masih berlaku. - salinan surat keputusan pimpinan kegiatan. - pas photo ukuran 3 x 4 cm 2 (dua) lembar. - surat pernyataan berbatasan sempadan bangunan. d. Bangunan Rumah Ibadah - permohonan IMB di atas segel atau meterai Rp. 6.000,diketahui oleh Camat, Lurah/Rio. - salinan/ foto copi Surat Tanah. - gambar bangunan lengkap dan RAB yang disahkan oleh instansi teknis. - sket lokasi bagunan - surat pernyataan tidak berkeberatan dari ketua RT dan ketua RW lokasi Bangunan. - rekomendasi dari kepala kantor urusan agama setempat. - rekomendasi dari Kepala Kantor Departemen Agama Kabupaten Bungo. e. Bangunan Tower: - permohonan IMB daiatas Segel atau meterai Rp. 6.000,- yang diketahui oleh Camat, Lurah/Rio. - salinan/ foto copi KTP yang masih berlaku. - salinan/ foto copi PBB tahun berjalan - salinan/ foto copi surat tanah yang sah. - salinan/ foto copi gambar bangunan dan RAB yang disahkan oleh instansi teknis. - sket.....7
-7-
sket Lokasi. pas photo ukurajn 3 x 4 cm sebanyak 2 (dua) lembar. surat pernyataan berbatasan sempadan bangunan. salinan/foto copi surat persetujuan warga surat penunjukan pengurus. salinan/foto copi akta pendirian perusahaan. salinan/foto copi surat perjanjian sewa-menyewa tanah.
f. Bangunan Perumahan : - permohonan IMB di atas segel atau meterai Rp. 6.000,- yang diketahui oleh Camat, Lurah/Rio. - salinan/ foto copi KTP yang masih berlaku - salinan/ foto copi PBB tahun berjalan. - salinan/ foto copi surat tanah yang sah - salinan/ foto copi gambar bangunan dan RAB yang disahkan oleh Instansi Teknis. - sket/denah bangunan. - pas photo ukuran 3 x 4 cm sebanyak 2 (dua) lembar. - surat pernyataan berbatasan sempadan bangunan. - izin prinsip dari Bupati (bagi pengembang/depelover). - UKL/UPL (bagi pengembang/depelover). - salinan/foto copi akta pendirian perusahaan (bagi pengembang/depelover). g. Bangunan Pemutihan Rumah Tempat Tinggal, Perdagangan dan Jasa, Industri dan Pergudangan : - permohonan IMB di atas segel atau meterai Rp. 6.000,- yang diketahui oleh Camat, Lurah/Rio. - salinan/ foto copi KTP yang masih berlaku - salinan/ foto copi PBB tahun berjalan. - salinan/ foto copi Surat Tanah yang Sah - pas photo ukuran 3 x 4 cm sebanyak 2 (dua) lembar. - photo rumah/bangunan tampak depan, samping kiri dan samping sanan. h. Bangunan Tambahan : - Permohonan IMB diatas segel atau meterai Rp. 6.000,- yang diketahui oleh Camat, Lurah/Rio. - salinan/ foto copi KTP yang masih berlaku - salinan/ foto copi PBB tahun berjalan. - pas photo ukuran 3 x 4 cm sebanyak 2 (dua) lembar. - foto copi IMB yang telah diterbitkan. Pasal 3 Sebelum mengajukan permohonan IMB pemohon harus lebih dahulu minta petunjuk tentang rencana mendirikan bangunan dan tentang permohonan IMB kepada SKPD Pengelola Izin yang meliputi : a. jenis/peruntukan bangunan. b. luas lantai di atas/di bawah permukaan tanah bangunan. c. jumlah lantai/lapis di atas/di bawah permukaan tanah bangunan. d. garis sempadan yang ditetapkan. e. luas ruang terbuka. f. spesifikasi.....8
-8f. spesifikasi perwujudan bangunan (arsitektur, struktur, mekanikal, elektrikal dan lain-lain). g. persyaratan sesuai dengan tata ruang kota. h. disesuaikan dengan Rencana Induk Kota (Renko IKK) Kabupaten. i. hal-hal lain yang dianggap perlu. Pasal 4 (1) Gambar bangunan dibuat oleh perencana bangunan yang berpengalaman dibidang konstruksi bangunan dan disahkan oleh instansi teknis. (2) Ketentuan sebagaimana dimaksud ayat (1) tidak berlaku bagi bangunan perumahan. Pasal 5 (1) Bangunan diklarifikasikan menurut penggunaannya adalah sebagai berikut: a. bangunan fasilitas umum/rumah ibadah . b. bangunan perdagangan dan jasa c. bangunan pendidikan d. bangunan kelembagaan. e. banguna industri/pergudangan. f. bangunan khusus. g. bangunan perumahan h. banguna sosial. i. bangunan tower/menara. j. bangunan pagar (2) Bangunan diklasifikasikan menurut konstruksinya yakni : a. bangunan permanen b. bangunan semi permanen c. bangunan darurat Pasal 6 (1) Perencana bertanggung jawab terhadap pelaksanaan pekerjaan mendirikan bangunan yang direncanakan, diselenggarakan sesuai dengan rencana yang telah disahkan dalam IMB dan telah memenuhi persyaratan. (2) Perubahan dari rencana yang telah disahkan dalam IMB harus mendapatkan izin terlebih dahulu dari Bupati. Pasal 7 Semua Pekerjaan perencanaan, pelaksanaan dan pemeliharaan bangunan harus mengikuti tata cara teknik, ketentuan dan syarat-syarat teknis, ekologis dan administrasi bangunan yang sebelumnya telah mendapat persetujuan dari SKPD Pengelola Izin. BAB III PEMBERIAN IMB Pasal 8 Terhadap pembangunan perumahan yang melebihi 40 (empat puluh) unit harus dilengkapi rekomendasi/persetujuan dari Satuan Kerja Perangkat Daerah Teknis dalam Daerah. Pasal 9.....9
-9Pasal 9 (1) permohonan IMB dikabulkan permohonan telah dipenuhi.
apabila
semua
persyaratan
(2) Permohonan IMB dapat dikabulkan untuk seluruh bangunan yang direncanakan atau sebagian bangunan yang direncanakan, yang secara struktural merupakan bagian yang tidak terpisahkan. Pasal 10 (1) Permohonan IMB ditolak apabila pekerjaan mendirikan bangunan yang direncanakan dalam permohonan bertentangan dengan : a. peraturan perundang-undangan b. kepentingan umum c. ketertiban umum d. kelestarian, keserasian dan keseimbangan lingkungan e. hak pihak ketiga f. rencana induk kota (RIK), rencana bagian wilayah kota (RBWK), rencana detail kota, dan rencana teknik kota. (2) Penolakan permohonan IMB ditetapkan dengan Keputusan Bupati dengan menyebutkan alasan penolakannya. Pasal 11 (1) Keputusan permohonan IMB dapat ditunda berdasarkan alasan : a. pemerintah daerah masih memerlukan waktu tambahan untuk melakukan penilaian khusus konstruksi, arsitektur, intalasi atau kelengkapan bangunan serta pertimbangan nilai lingkungan yang direncanakan. b. pemerintah daerah masih memerlukan waktu untuk menyesuaikan dengan perencanaan kota. c. memberikan kesempatan tambahan kepada pemohon untuk melengkapi persyaratan permohonan IMB yang diajukan. (2) Penundaan keputusan permohonan IMB ditetapkan Keputusan Bupati dengan menyebutkan alasan penundaan.
dengan
Pasal 12 Penundaan keputusan permohonan IMB berdasarkan alasan sebagaimana dimaksud pada Pasal 11 hanya dapat dilakukan sekali dan untuk jangka waktu tidak lebih dari 2 (dua) bulan, terhitung dari hari pertama setelah lewatnya jangka waktu dua bulan setelah diterimanya permohonan IMB oleh SKPD Pengelola Izin. Pasal 13 (1) IMB berisikan keterangan tentang: a. nama penerima izin. b. alamat penerima izin di Daerah c. jenis bagunan yang yang diizinkan d. peruntukan bangunan yang diizinkan e. letak lokasi bangunan yang diizinkan f. jangka waktu pekerjaan mendirikan bangunan yang diizinkan (2) IMB.....10
-10(2) IMB disertai lampiran yang berisikan tentang: a. peta situasi. b. gambar rencana bangunan dengan skala 1: 50/1:100/1:200. c. perhitungan konstruksi dan instalasi yang ditetapkan bagi bangunan tersebut kecuali untuk rumah tempat tinggal. Pasal 14 (1) IMB bagi bangunan sementara dapat diberikan dengan mencatumkan syarat dalam IMB tersebut bahwa bangunan yang bersangkutan akan dibongkar kembali setelah lewat jangka waktu yang telah ditetapkan dalam IMB. (2) Jangka waktu sebagaimana dimaksud ayat (1) adalah 2 (dua) tahun. BAB IV PELAKSANAAN IMB Pasal 15 Pekerjaan mendirikan bangunan baru dapat dilaksanakan setelah SKPD Pengelola Izin menetapkan garis sempadan bangunan sesuai dengan rencana yang telah ditetapkan dalam IMB Pasal 16 (1) SKPD Pengelola Izin menetapkan garis sempadan selambatlambatnya 14 (empat belas) hari setelah diserahkan IMB kepada pemohonnya. (2) Apabila setelah 14 (empat belas) hari setelah diserahkannya IMB, SKPD Pengelola Izin tidak melaksanakan tugas sebagaimana dimaksud pada ayat (1), pemohon IMB dapat mengajukan permohonan kepada Bupati agar SKPD Pengelola Izin segera melaksanakan tugasnya. Pasal 17 Penerima IMB wajib memberitahukan kepada SKPD Pengelola Izin tentang: a. saat akan dimulainya pekerjaan mendirikan bangunan tersebut selambat-lambatnya 24 (dua puluh empat) jam sebelum pekerjaan itu selesai. b. tiap penyelesaian pekerjaan mendirikan bangunan, sepanjang hal itu dipersyaratkan dalam IMB, secepat-cepatnya 24 (dua puluh empat) jam sebelum pekerjaan itu selesai. Pasal 18 (1) Selambat-lambatnya 3 (tiga) hari setelah diterimanya pemberitahuan sebagaimana dimaksud Pasal 17 ayat (1) dan ayat (2), SKPD Pengelola Izin memeriksa apakah menurut kenyataan bagian pekerjaan yang ada telah dilaksanakan sesuai dengan rencana IMB. (2) Apabila setelah mengadakan pemeriksaan setempat, menyatakan bahwa sebagian pekerjaan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) telah dilaksanakan sesuai dengan IMB, SKPD Pengelola Izin memberi izin untuk memulai dikerjakan bangunan selanjutnya. (3) Apabila.......11
-11(3) Apabila setelah mengadakan pemeriksaan setempat, menyatakan bahwa bagian pekerjaan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) tidak dilaksanakan sesuai dengan ketentuan IMB, SKPD Pengelola Izin dapat memerintahkan pembongkaran terhadap bagian pekerjaan tersebut atau memerintahkan dihentikannya pekerjaan mendirikan bangunan yang bersangkutan. Pasal 19 Dalam hal jangka waktu pemeriksaan sebagaimana dimaksud Pasal 18 ayat (1), tidak dilaksanakan oleh SKPD Pengelola Izin, maka pemilik IMB dapat meneruskan bagian pekerjaan mendirikan bangunan selanjutnya. Pasal 20 (1) Selama pekerjaan mendirikan bangunan dilaksanakan, pemilik IMB diwajibkan membuat pagar pengaman yang mengelilingi tanah tempat bangunan didirikan serta pintu yang tepat. (2) Setiap pemegang IMB wajib memasang papan petunjuk yang membuat keterangan tentang. a. nomor IMB dan tanggalnya b. nama pemilik IMB c. waktu Pelaksanaan pekerjaan d. jenis bangunan e. peruntukan bangunan f. lokasi Persil g. pelaksanaan pekerjaan h. pengawas pekerjaan (3) Ketentuan sebagaimana dimaksud pada ayat (2) tidak berlaku terhadap bangunan rumah tempat tinggal yang dibangun oleh perorangan. (4) Pemasangan papan petunjuk diwajibkan kepada bangunan yang berbentuk : a. bangunan industri/pergudangan b. bangunan kantor/kelembagaan c. bangunan perdagangan dan jasa d. bangunan sarana umum (5) Bentuk dan ukuran papan petunjuk sebagaimana dimaksud ayat (1) adalah : a. berbentuk persegi empat. b. panjang 120 cm (seratus dua puluh sentimeter). c. lebar 90 cm (sembilan puluh sentimeter). d. tulisan warna hitam e. warna dasar putih. f. tinggi tanah
pemasangan
minimal
2
(dua)
meter
dari
permukaan
g. tempat pemasangan pada halaman depan lokasi bangunan. (6) Apabila terdapat sarana kota yang dapat mengganggu atau terkena rencana pembangunan, maka pelaksanaan pemindahan/ pengamanan tidak boleh dilakukan sendiri, harus dilakukan pihak yang berwenang atas biaya pemilik IMB. Pasal 21.........12
-12Pasal 21 (1) Pelaksanaan pembangunan dapat dilaksanakan oleh perseorangan atau badan hukum. (2) Apabila pelaksana pembangunan adalah badan hukum, wajib memiliki Surat Izin Pemborongan Pembangunan (SIPP) yang diterbitkan oleh Bupati. Pasal 22 (1) Selama pekerjaan mendirikan bangunan dilakukan, pemilik IMB mengusahakan agar salinan IMB beserta lampirannya yang diberikan kepadanya terdapat di tempat pekerjaan, agar SKPD Pengelola Izin pada setiap kesempatan dapat membuat catatan tentang: a. pemeriksaan umum yang dilakukan. b. dimulainya pekerjaan c. hasil penyelidikan-penyidikan d. peringatan-peringatan yang perlu diberikan kepada penerima IMB (2) Petugas SKPD Pengelola Izin berwenang setiap waktu meminta agar kepadanya diperlihatkan IMB beserta lampirannya. (3) Pengawasan terhadap pelaksanaan IMB dilakukan di bawah tanggung jawab Kepala SKPD Pengelola Izin yang dalam hal ini dilaksanakan oleh petugas yang miliki tanda bukti diri berupa : a. surat tugas b. kartu tanda pengenal Pasal 23 Pemilik IMB wajib membantu terselenggaranya pemeriksaan terhadap pelaksanaan pekerjaan mendirikan bangunan sebaik-baiknya oleh petugas SKPD Pengelola Izin dengan memberikan keterangan dan menunjukkan segala sesuatu yang diminta oleh petugas tersebut. Pasal 24 Petugas SKPD Pengelola Izin berwenang : a. memasuki dan memeriksa tempat pelaksanaan pekerjaan mendirikan bangunan setiap saat pada jam kerja. b. memeriksa apakah bahan bangunan yang dipergunakan sesuai dengan peraturan umum bangunan/Standar Nasional Indonesia (SNI) atau yang disaratkan. c. memerintahkan menyingkirkan bahan bangunan yang ditolak setelah pemeriksaan, demikian pula alat-alat yang dianggap berbahaya serta merugikan kesehatan keselamatan umum. d. melarang digunakan pekerja yang dianggapnya tidak ahli untuk pekerjaan tersebut. Pasal 25.......13
-13Pasal 25 Pemilik IMB wajib memberitahukan kepada SKPD Pengelola Izin apabila telah menyelesaikan seluruh pekerjaan mendirikan bangunan sebagaimana tersebut dalam IMB, selambat-lambatnya 1 (satu) minggu setelah pekerjaan mendirikan bangunan itu selesai. Pasal 26 Selambat-lambatnya dalam 14 (empat belas) hari setelah diterimanya pemberitahuan tentang selesainya seluruh pekerjaan mendirikan bangunan sebagaimana dimaksud Pasal 25, SKPD Pengelola Izin memeriksa apakah pekerjaan mendirikan bangunan itu menurut kenyataannya telah selesai sesuai dengan rencana yang telah ditetapkan dalam IMB. Pasal 27 (1) Bila pekerjaan mendirikan bangunan menurut kenyataannya telah selesai dilaksanakan seluruhnya sesuai dengan IMB, SKPD Pengelola Izin memberi surat keterangan tentang selesainya pekerjaan mendirikan bangunan kepada pemilik banugnan/ penerima IMB. (2) Pekerjaan mendirikan bangunan dinyatakan selesai seluruhnya bila halaman bangunan yang bersangkutan juga telah diselesaikan dan bersih, termasuk pembongkaran bagunan sementara dan pagar pengaman. Pasal 28 Apabila dalam jangka waktu 14 (empat belas) hari setelah pemberitahuan tentang selesainya seluruh pekerjaan mendirikan bangunan belum ada pemeriksaan dari SKPD Pengelola Izin, pemilik/penerima IMB dapat meminta Bupati untuk memerintahkan SKPD Pengelola Izin segera melaksanakan pemeriksaan Pasal 29 (1) Berdasarkan surat keterangan tentang selesainya pekerjaan mendirikan bangunan sebagaimana dimaksud pada Pasal 27 ayat (1), pemilik IMB mengajukan permohonan izin untuk mulai pemakaian bangunan yang bersangkutan, dengan menyertakan kelengkapan lampiran yang telah ditentukan oleh SKPD Pengelola Izin untuk mendapatkan izin penggunaan bangunan. (2) Bupati memberikan izin penggunaan bangunan dan peruntukan bangunan sesuai dengan yang ditetapkan dalam IMB. (3) Apabila izin penggunaan bangunan akan diubah penggunaannya harus mengajukan permohonan kepada Bupati melalui SKPD pengelola izin. (4) Permohonan balik nama izin penggunaan bangunan diajukan secara tertulis dengan mengisi lembar yang disediakan oleh SKPD pengelola izin. BAB V.....14
-14BAB V PERUBAHAN BANGUNAN Bagian Kesatu Mengubah Bangunan Pasal 30 Sebelum mengajukan permohonan izin mengubah bangunan, pemohon dapat meminta petunjuk lebih dahulu tentang rencana mengubah bangunan kepada SKPD Pengelola Izin, yang meliputi hal sebagaimana tersebut dalam Pasal 3. Pasal 31 Izin mengubah bangunan tidak diperlukan bagi : a. bangunan dengan tambahan tidak lebih dari 10 m2 (sepuluh meter persegi). b. bangunan dengan tambahan sementara. Pasal 32 Mengubah bangunan dilakukan berdasarkan : a. perintah mengubah bangunan. b. izin mnegubah bangunan Pasal 33 Dengan memperhatikan ketentuan yang berlaku, Bupati memerintahkan kepada pemilik bangunan untuk mengubah bangunan yang dinyatakan : a. rapuh ( bouwvaling); b. tidak sesuai dengan perencanaan kota; dan c. ketentuan lain Pasal 34 (1) Bupati menetapkan suatu bangunan, seluruhnya atau sebagian rapuh (bouwvaling) bila bangunan tersebut seluruhnya atau sebagian dalam keadaan rusak sehingga membahayakan umum, penghuninya atau pihak ketiga ataupun mengganggu keindahan lingkungan. (2) Bupati menetapkan suatu bangunan tidak sesuai dengan rencana kota berdasarkan pemeriksaan dan penilaian satuan tugas yang khusus dibentuk untuk keperluan tersebut. (3) Bupati menetapkan suatu bangunan adalah rapuh (bouwvaling) atau karena alasan umum atau fungsi atau estetika atau tradisi berdasarkan pemeriksaan dan penilaian satuan tugas yang khusus dibentuk untuk keperluan tersebut. Pasal 35........15
-15Pasal 35 Satuan tugas dibentuk oleh Bupati untuk melakukan pemeriksaan dan penilaian terhadap bangunan sebagaimana dimaksud pada Pasal 34 dengan memberitahukan pemilik terlebih dahulu melalui SKPD Pengelola Izin. Bagian Kedua Merobohkan Bangunan Pasal 36 Sebelum mengajukan izin merobohkan bangunan, pemohon harus terlebih dahulu meminta petunjuk tentang rencanan merobohkan bangunan kepada SKPD Pengelola Izin, meliputi : a. tujuan merobohkan bangunan b. persyaratan merobohkan bangunan c. cara merobohkan bangunan d. hal-hal yang dianggap perlu. Pasal 37 (1) Perencanaan merobohkan bangunan dilakukan oleh perencana bangunan. (2) Perencanaan merobohkan bangunan meliputi : a. sistem merobohkan bangunan b. pengelolaan merobohkan bangunan c. cara pelaksanaan merobohkan bangunan Pasal 38 Ukuran dan peraturan/standar teknik yang dipakai dalam merobohkan bangunan harus sesuai dengan keadaan lingkungan. Pasal 39 Secara keseluruhan bagi pemeriksaan umum dan keputusan pemberian izin merobohkan bangunan berlaku seperti halnya yang diatur dalam pasal-pasal mengenai IMB. Pasal 40 Pekerjaan merobohkan bangunan baru dapat dimulai sekurangkurangnya 1 (satu) minggu setelah SKPD Pengelola Izin menyampaikan salinan izin merobohkan bangunan kepada pemilik bangunan yang berbatasan dengan bangunan yang akan dirobohkan. Pasal 41 Pekerjaan merobohkan bangunan berdasarkan izin merobohkan bangunan baru dapat dilaksanakan menurut cara dan rencana yang disahkan dalam izin merobohkan bangunan. Pasal 42.......16
-16Pasal 42 Bupati menetapkan pekerjaan merobohkan bangunan tertentu harus dilaksanakan oleh pelaksana bangunan. Pasal 43 Bagi pelaksana izin merobohkan bangunan, pengawas dan pemeriksaannya diatur sebagaimana dimaksud dalam Pasal 23 dan Pasal 42. BAB VI PERSYARATAN UMUM Bagian Kesatu Gambar Situasi Pasal 44 Gambar situasi perletakan bangunan harus memuat penjelasan tentang: a. bentuk persil/pekarangan b. jalan dan nama jalan menuju ke persil dan sekaligus persil c. peruntukan bangunan di sekelilingnya d. letak bangunan di sekelilingnya e. garis sempadan f. arah mata angin g. skala gambar h. alamat persil/perkarangan Pasal 45 (1) Gambar situasi harus disetujui oleh SKPD teknis. (2) Gambar situasi yang telah disetujui oleh SKPD Teknis menjadi kelengkapan lampiran Izin. Bagian Kedua Garis Sempadan Pasal 46 (1) Garis sempadan bangunan terluar yang sejajar dengan as jalan atau pinggir sungai di sekeliling bangunan ditentukan berdasarkan kelas jalan, lebar bahu jalan dan kelas peruntukan persil pekarangan yang diatur dengan Keputusan Bupati. (2) Letak garis pondasi bangunan terluar pada bagian samping yang berbatasan dengan tetangga bilamana tidak ditentukan lain adalah 1,5 (satu koma lima) meter dari batas tanah. (3) Garis pondasi bangunan terluar sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dan ayat (2) dibedakan antara bangunan utama dan bangunan/ ruang tambahann. Pasal 47......17
-17Pasal 47 (1) Garis pondasi bangunan pagar terluar yang berbatasan dengan jalan diatur dengan Keputusan Bupati. (2) Pondasi terluar adalah : - pondasi bagian depan bangunan pagar - pondasi bagian depan bangunan rumah/gedung - pondasi bagian samping kanan dan kiri bangunan (3) Garis lingkungan pagar sudut persimpangan jalan harus tembus pandang disetiap simpang jalan. (4) Bentuk pagar terluar sejajar dengan jalan dan tembus pandang. (5) Tinggi pagar samping dan bagian belakang sama dengan 2,5 m (dua koma lima meter). (6) Tinggi pagar bagian depan sama dengan 1,5 m (satu koma lima meter). Pasal 48 (1) Garis sempadan dengan teras terluar yang sejajar dengan arah jalan di sekeliling bangunan bilamana tidak ditentukan lain adalah separuh lebar jalan dikurangi sebanyak-banyaknya 2 (dua) meter dan tidak melewati garis pondasi pagar terluar. (2) Teras tidak dibenarkan diberi dinding sebagaimana ruang tertutup. Pasal 49 (1) Garis konstruksi terluar loteng bangunan yang berderet sejajar dengan arah jalan di sekeliling bangunan, bilamana tidak ditentukan lain, adalah separuh dari ketentuan sempadan garis pondasi bangunan terluar bersangkutan dikurangi paling sedikit 1 (satu) meter.
(2) Garis konstruksi terluar loteng bangunan tidak dibenarkan melewati batas perkarangan yang bebatasan dengan tetangga. (3) Setiap persil/pekarangan harus dilengkapi pembuangan atau peresapan air hujan.
dengan
saluran
(4) Setiap persil/pekarangan memerlukan jembatan atau titian. Bagian Ketiga Tata Bangunan Pasal 50 (1) Persentase luas atap terhadap persil/pekarangan, ditentukan atas dasar kepentingan kesehatan lingkungan dan pencegahan bahaya kebakaran. (2) Ketentuan…….18
-18(2) Ketentuan persentase sebagaimana dimaksud ayat (1) bilamana tidak ditentukan lain, tidak dibenarkan lebih dari 80 % (delapan puluh persen). Pasal 51 (1) Persentase luas lantai terhadap luas persil/pekarangan, ditentukan atas dasar kepentingan pelestarian lingkungan/resapan air permukaan tanah. (2) Ketentuan persentase sebagaimana dimaksud pada ayat (1), bilamana tidak ditentukan lain tidak benarkan lebih dari 80% (delapan puluh persen). Pasal 52 (1) Setiap bangunan tidak diperbolehkan menghalangi pandangan lalu lintas umum. (2) Setiap bangunan langsung atau tidak langsung tidak diperbolehkan menganggu atau menimbulkan gangguan keamanan, keselamatan umum, ketertiban bangunan, perimbangan lingkungan/kelestarian lingkungan dan keselamatan lingkungan. (3) Setiap bangunan diusahakan mempertimbangkan pengembangan konsepsi bangunan tradisional.
segi-segi
Bagian keempat Perlengkapan Ruangan dan Bangunan Pasal 53 (1) Setiap bangunan harus memiliki petunjuk untuk mencegah bahaya kebakaran. (2) Setiap bangunan harus memiliki cara untuk menaggulangi bahaya kebakaran yang menimbulkan ancaman jiwa maupun harta dan untuk selanjutnya petunjuk dapat diperoleh pada SKPD Pengelola Izin.
Pasal 54 (1) Setiap bangunan harus mempunyai cara untuk mencegah timbulnya ancaman pencemaran lingkungan. (2) Setiap bangunan yang dapat mengancam pencemaran lingkungan harus memiliki cara untuk mengendalikan sumber pencemaran agar tidak merusak keseimbangan lingkungan. (3) Setiap bangunan harus diusahakan dapat menghindari hal-hal yang dapat mengakibatkan pencemaran bagi lingkungan sekitarnya. Pasal 55 Setiap bangunan harus dilengkapi dengan penerangan luar bangunan secukupnya. Pasal 56……19
-19Pasal 56 Setiap bangunan atau komplek bangunan umum dan rumah tempat tinggal harus dilengkapi dengan tiang bendera. Pasal 57 (1) Setiap bangunan dapat dilengkapi dengan alat pengaman bangunan terhadap usaha kekerasan atau pengerusakan seperti trali/pagar/pintu pagar/gardu jaga/menara jaga. (2) Setiap bangunan atau kemplek bangunan dapat dilengkapi dengan tempat jemuran dengan ketentuan aman dan terlindung dari pandangan umum. Pasal 58 (1) Setiap bangunan atau komplek bangunan dilengkapi dengan nomor bangunan dengan ukuran dan tempat menurut petunjuk SKPD Pengelola Izin. (2) Pemberian nomor unit bangunan pada suatu jalan harus mendapatkan persetujuan dari SKPD Pengelola Izin. Pasal 59 Setiap bangunan dapat diberi ornamen atau hiasan tambahan sepanjang tidak mengganggu ketertiban umum. BAB VII PERSYARATAN KHUSUS Bagian Kesatu Tempat Pertemuan Pasal 60 Yang termasuk golongan tempat pertemuan adalah : a. bangunan tempat pertemuan umum yang dipergunakan untuk peribadatan, kesenian, olah raga atau perjumpaan sejenisnya. b. bangunan tempat pertemuan umum yang dipergunakan untuk rekreasi umum. c. bangunan tempat pertemuan umum yang dipergunakan untuk perpindahan jasa transportasi/angkutan umum. Pasal 61 Setiap bangunan umum dengan rumah tempat tinggal harus mempunyai jarak sekurang-kurangnya 10 (sepuluh) meter atau ditentukan berdasarkan kelayakan oleh SKPD Pengelola Izin. Pasal 62.......20
-20Pasal 62 Setiap bangunan baru, secara fungsional hendaknya cenderung pada segi sosial budaya dan secara estetika hendaknya mencerminkan perwujudan budaya setempat. Bagian Kedua Bangunan Perniagaan Pasal 63 Yang termasuk golongan bangunan perniagaan adalah : a. bangunan tempat dilakukan pelayanan jasa. b. bangunan tempat dilakukan transaksi jual beli secara langsung. Pasal 64 (1) Garis sempadan pondasi bangunan terluar sejajar dengan arah jalan dapat berimpitan dengan garis batas terluar daerah milik jalan dan semua garis sempadan yang lain tidak dapat dibenarkan melebihinya. (2) Sempadan pondasi bangunan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) hanya diberlakukan secara khusus pada sempadan jalan dalam pusat perniagaan. Pasal 65 (1) Setiap bangunan dapat diletakkan berderet dan bersambung dengan ketentuan harus memasang alat pencegah menjalarnya kebakaran. (2) Setiap blok bangunan harus menyediakan tempat parkir kendaraan yang cukup. (3) Setiap blok bangunan yang didirikan pada jalan Sudirman dan pada jalan padat penduduk tiap 10 (sepuluh) pintu ruko diberikan jalan arah belakang toko dengan ukuran lebar 4 (empat) meter guna mempermudah pengamanan terhadap bahaya kebakaran. Pasal 66 Bangunan sebagaimana dimaksud Pasal 63, dapat dibangun dengan perbandingan luas lantai dasar dan luas persil adalah 80 % (delapan puluh persen) dengan ketentuan bangunan tidaka merubah status golongan lain. Pasal 67 Pemasangan ornamen atau hiasan, papan nama, papan iklan tidak dibenarkan menganggu ketertiban umum. Pasal 68.......21
-21Pasal 68 Setiap bangunan harus menyediakan tempat sampah umum tertutup dengan jumlah menurut kebutuhan dan ditempatkan pada lokasi yang mudah dicapai oleh umum. Bagian Ketiga Bangunan Pendidikan Pasal 69 Yang termasuk golongan bangunan pendidikan adalah : a. semua bangunan tempat dilakukan kegiatan pendidikan formal, non formal, agama dan keterampilan serta bangunan yang mendukung untuk itu. b. semua bangunan tempat penyimpanan barang yang berhubungan dengan pendidikan dalam jumlah besar atau terbatas (perpustakaan) Pasal 70 Bangunan sebagaimana dimaksud Pasal 69, dapat dibangun dengan perbandingan luas lantai dasar dan luas persil adalah tidak melebihi 70% (tujuh puluh persen). Bagian Keempat Bangunan Industri Pasal 71 Yang termasuk golongan bangunan industri adalah : a. semua banguan tempat dilakukan pengelolaan bahan mentah, bahan setengah jadi yang bersifat konsumtif dalam jumlah yang banyak atau terbatas serta bangunan yang mendukung untuk itu. b. semua bangunan tempat penyimpanan barang dalam jumlah banyak atau terbatas (gudang). Pasal 72 Setiap bangunan atau komplek bangunan harus mempunyai jarak bangunan dengan banguna lain disekitarnya menurut ketentuan yang berlaku. Pasal 73 Bangunan sebagaimana dimaksud Pasal 71 dapat dibangun dengan perbandingan luas lantai dasar dan luas persil adalah tidak melebihi 60% (enam puluh persen) dan menyediakan tempat parkir yang cukup. Pasal 74 Setiap bangunan atau komplek bangunan harus memiliki penampungan air yang sewaktu-waktu dapat digunakan untuk mencegah bahaya kebakaran dengan kepasitas tampung tertentu. Pasal 75........22
-22Pasal 75 Tidak dibenarkan membuang barang sisa atau bahan buangan yang mengakibatkan pencemaran lingkungan dan atau mengganggu keseimbangan lingkungan. Pasal 76 Setiap bangunan harus mempunyai fasilitas keamanan yang cukup guna mencegah terjadinya bahaya terhadap jiwa manusia dan harta benda. Pasal 77 Setiap bangunan yang dibangun di atas kawasan yang belum memiliki rencana detail, wajib merencanakan dan melaksanakan prasarana lingkungan sesuai petunjuk instansi yang berwenang untuk itu. Bagian Kelima Bangunan Kelembagaan Pasal 78 Yang termasuk golongan bangunan kelembagaan adalah : a. semua bangunan tempat dilakukan kegiatan yang berhubungan dengan urusan perkantoran. b. semua bangunan yang ada hubungannya dengan bidang kesehatan atau perawatan sosial. c. semua bangunan yang ada hubungannya dengan telekomunikasi. Pasal 79 Setiap bangunan harus mempunyai jarak bangunan dengan bangunan sekitarnya sekurang-kurangnya 5 (lima) meter atau sama dengan tinggi bangunan atau berdasarkan ketentuan kelayakan. Pasal 80 Bagunan sebagaimana dimaksud Pasal 78, dapat dibangun dengan perbandingan luas lantai dasar dan luas persil adalah tidak melebihi 75% (tujuh puluh lima persen) atau didasarkan pada perhitungan kelayakan dan harus menyediakan tempat parkir yang cukup. Pasal 81 Setiap bangunan harus memberikan petunjuk secara jelas tentang: a. cara menyelelamatkan diri bahaya kebakaran b. cara mencegah bahaya kebakaran. Pasal 82 Setiap bangunan baru secara fungsional harus mencerminkan segi sosial budaya dan estetika. Pasal 83 Setiap bangunan harus menyediakan tempat sampah umum secara tertutup dengan jumlah menurut kebutuhan dan ditempatkan ditempat yangn mudah dicapai oleh umum. Bagian......23
-23Bagian Keenam Bangunan Rumah Tinggal Pasal 84 Yang termasuk golongan bangunan rumah tinggal adalah: a. semua bangunan tempat tinggal milik perorangan atau milik suatu badan sosial b. semua bangunan tempat tinggal yang disewakan pada pihak lain. Pasal 85 Setiap kelompok bangunan rumah tinggal harus mempunyai tempat parkir kendaraan yang memenuhi syarat. Pasal 86 Kecuali dengan izin Bupati setiap bangunan harus mempunyai jarak bangunan dengan bangunan sekitarnya sekurang-kurangnya 2 (dua) meter dari batas persil dan atau batas tanah. Pasal 87 Bangunan sebagaimana dimaksud Pasal 84, dapat dibangun dengan perbandingan luas lantai dasar dan luas persil adalah tidak melebihi 80% (delapan puluh persen) atau didasarkan pada pertimbangan kelayakan. Pasal 88 Setiap bangunan rumah tinggal harus memberikan petunjuk secara jelas tentang : a. cara menyelamatkan diri dari bahaya kebakaran. b. cara mencegah bahaya kebakaran. Pasal 89 (1) Bangunan-bangunan rumah tinggal yang pelaksanaannya dikelola oleh suatu badan dan berjumlah minimal 40 (empat puluh) unit, harus memperhitungkan pertimbangan lingkungan secara layak dan memenuhi syarat prasarana dan sarana yang diperlukan. (2) Pembangunan perumahan sebagaimana dimaksud ayat (1), harus memiliki izin dari pejabat berwenang. Pasal 90 (1) Setiap bangunan yang dibangun di atas kawasan yang belum memiliki rencana detail, wajib merencanakan dan melaksanakan prasarana lingkungan sesuai petunujk instansi berwenang. (2) Kewajiban perencanaan sepenuhnya ditanggung oleh pihak pemohon izin. (3) Kewajiban........24
-24(3) Kewajiban perencanaan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dan ayat (2) adalah : a. tidak bertentangan dengan Rencanaan Umum Tata Ruang Kota (RUTRK). b. perencanaan kawasan dimaksud telah diteliti dan disetujui oleh tim yang ditunjuk oleh Bupati. Pasal 91 Tidak dibenarkan membuang bahan sisa atau bahan bangunan yang mengakibatkan pencemaran lingkungan dan atau mengganggu keseimbangan lingkungan. Pasal 92 (1) Tidak dibenarkan merubah status/golongan bangunan tanpa izin dari Bupati. (2) Perubahan status/golongan bangunan hanya dibenarkan apabila menurut Master Plan dan Detail Plan memungkinkan, yang diatur dengan Peraturan Bupati. Pasal 93 Bangunan atau kelompok bangunan sebagaimana dimaksud Pasal 69, Pasal 71, Pasal 78 dan Pasal 84, harus mengelola sistem penghijauan lingkungan secara baik. Pasal 94 Bagunan atau komplek bangunan sebagaimana dimaksud Pasal 63, Pasal 69 dan Pasal 71 harus : a. memberikan petunjuk secara jelas tentang : - cara pemekaian racun api. - cara penyelamatan diri dari bahaya kebakaran. - cara mengetahui sumber kebakaran. - cara mencegah bahaya kebakaran. yang dikeluarkan oleh SKPD teknis. b. memiliki pintu bahaya dengan ketentuan lebar sedemikian rupa sehingga mampu mengosongkan ruang atau bangunan dalam keadaan penuh tidak lebih dari 5 (lima) menit. c. dapat dijangkau alat pemadam kebakaran sedekat mungkin Bagian Ketujuh Bangunan Khusus Pasal 95 Yang termasuk golongan bangunan khusus adalah : a. semua bangunan milik hankam yang diatur secara tersendiri. b. semua bangunan milik otoritas yang diatur secara tersendiri. c. semua bangunan milik pemerintah pusat yang bersifat rahasia dan diatur secara tersendiri. Pasal 96.......25
-25Pasal 96 Pemeriksaan umum terhadap pemberian izin mendirikan bangunan, izin merubah bangunan, izin merobohkan bangunan dan atau permohonan izin penggunaan bangunan dilakukan oleh petugas yang berwenang yang ditunjuk Bupati. Pasal 97 Penanggung jawab pemberian izin adalah Bupati. Pasal 98 Semua ketentuan dan persyaratannya, pada dasarnya sama dengan bunyi Pasal-pasal dalam Peraturan Daerah ini. Bagian Kedelapan Bangunan Satu Lantai Pasal 99 Yang termasuk bangunan satu lantai adalah : a. bangunan sementara. b. bangunan semi permanen c. bangunan permanen Pasal 100 (1) Bagunan sementara harus ditentukan umur bangunannya. (2) Bagunan sementara tidak diperkenakan dibangun di pinggir jalan protokol sebagaimana dimaksud dalam Peraturan Daerah Nomor 4 Tahun 2003 tentang Penetapan Nama Jalan dan Jalan Protokol, kecuali dengan izin Bupati dan umur bangunan dinyatakan tidak lebih dari 2 (dua) tahun. (3) Bagunan sementara yang dipergunakan sebagai barak kerja tidak diperbolehkan untuk tempat rumah tangga. (4) Bagunan sementara yang tidak layak harus dibongkar dan pembongkarannya dilakukan paling lambat 1 (satu) bulan sejak surat Bupati mengenai perintah pembongkaran diterima oleh yang bersangkutan. Pasal 101 (1) Bangunan semi permanen tidak diperkenankan dibangun di jalan kelas satu dan kelas dua sebagaimana dimaksud dalam Peraturan Daerah Nomor 4 Tahun 2003 tentang Penetapan Nama Jalan dan Jalan Protokol. (2) Bangunan semi permanen harus ditentukan umur bangunannya. (3) Bangunan........26
-26(3) Bangunan semi permanen dapat diubah menjadi permanen setelah diperiksa oleh SKPD Pengelola Izin dan dinyatakan memenuhi syarat. Bagian Kesembilan Bangunan Bertingkat Pasal 102 Yang termasuk bangunan bertingkat adalah : a. bangunan permanen tidak lebih dari 4 (empat) lantai. b. bangunan semi permanen yang tidak lebih dari 2 (dua) lantai. Pasal 103 (1) Bangunan semi permanen tidak diperkenankan dibangun di jalan protokol sebagaimana dimaksud dalam Peraturan Daerah Nomor 4 Tahun 2003 tentang Penetapan Nama Jalan dan Jalan Protokol. (2) Bagunan semi permanen harus ditentukan umur bangunannya (3) Bangunan semi permanen kelompok ini tidak dapat diubah menjadi permanen. Pasal 104 Setiap bangunan dalam bentuk apapun dapat dinyatakan roboh karena alasan : a. konstruksi; atau b. arsitektur; atau c. planologi. Bagian Kesepuluh Bangunan Tinggi Pasal 105 (1) Yang termasuk kelompok bangunan tinggi adalah bangunan dengan jumlah lantai lebih dari 5 (lima) lantai dan atau tingginya lebih dari 15 (lima belas) meter. (2) Bangunan cerobong, menera air, antene dan yang sejenisnya diberikan bobot koefisiennya. Pasal 106 (1) Perencanaan, pelaksanaan, dan pengawasan bangunan dilakukan oleh tenaga ahli yang telah mempunyai bukti pengalaman dibidang tersebut. (2) Apabila kualifikasi tenaga ahli masih diragukan, Bupati dapat menolak diteruskannya proses pembangunannya. (3) Bupati dapat mendatangkan tenaga ahli untuk kepentingan tersebut dari kota atau wilayah lain yang mempunyai klasifikasi sebagaimana disyaratkan. Pasal 107.......27
-27Pasal 107 Pemakaian bahan beton hendaknya menggunakan bahan hasil produksi setempat atau apabila tidak mencukupi hendaknya menggunakan hasil produksi dalam negeri. BAB IX PERLENGKAPAN BANGUNAN Bagian Kesatu Jaringan Air Bersih Pasal 108 (1) Pengadaan sumber air minum diambil dari sumber yang dibenarkan secara resmi yang proses pelaksanaan instalasinya diminta standar ketentuan dari Perusahaan Daerah Air Minum Kabupaten Bungo. (2) Sumber air yang bukan dari sumber resmi tidak boleh merusak dan menganggu lingkungan. (3) Untuk bengunan-bangunan dimana pelayanan air minum tidak boleh terputus, maka disyaratkan memiliki sumber air/air minum cadangan untuk keadaan darurat (penanggulangan kebakaran), yang jumlahnya cukup untuk memenuhi kepastian pelayanan, sesuai dengan ketentuan yang berlaku. Pasal 109 (1) Dalam setiap pekarangan harus disediakan saluran pembuangan air hujan. (2) Saluran sebagimana dimaksud ayat (1), harus cukup besar dan miring untuk dapat mengalirkan saluran air hujan yang baik. (3) Air hujan yang jatuh di atas atap harus dapat segera disalurkan ke saluran atas permukaan tanah dengan pipa-pipa. (4) Pemasangan dan peletakan pipa dilakukan sedemikian rupa sehingga tidak merugikan kekuatan dan kekokohan bangunan. Pasal 110 (1) Semua air hujan dari dan dalam pembuangannya di tanah harus melalui pipa-pipa terbuka dan/atau tertutup baik dari besi, plastik, beton, pasangan ataupun keramik dan pada sambungansambungannya dipergunakan adukan semen yang semestinya. (2) Pada dasarnya air hujan harus dibuang atau dialirkan kesaluran umum kota. (3) Apabila......28
-28(3) Apabila ketentuan sebagaimana dimaksud ayat (2), tidak dapat dilaksanakan, karena tidak tersedia saluran umum kota ataupun sebab-sebab lain yang dapat diterima oleh yang berwenang, maka pembuangan air hujan harus dilakukan melalui peresapan ataupun cara-cara lain yang ditentukan dalam persyaratan teknis oleh SKPD Pengelola Izin. Bagian Kedua Jaringan Air Limbah Pasal 111 (1) Semua air limbah baik yang berasal dari kotoran manusia (kakus) ataupun air limbah dapur, kamar mandi dan tempat cuci, pembuangannya harus melalui pipa-pipa tertutup sesuai dengan ketentuan teknik baik dari beton pasangan ataupun keramik, pada sambungan-sambungan dipergunakan adukan semen semestinya, yang dialirkan pada tempat penempungan khusus (septik tank). (2) Pada dasarnya pembuangan air limbah baik yang berasal dari kotoran manusia ataupun air limbah dari dapur dan kamar mandi dan tempat cuci harus melalui proses pengolahan dan/atau peresapan (seperti memakai septik tank dan lain-lain) sehingga kesehatan umum penduduk yang berdiam di sekitarnya tidak terganggu. (3) Letak sumur-sumur peresapan berjarak lebih kurang 10 (sepuluh) meter dari sumber air minum/air bersih terdekat dan atau tidak berada di bagian atas kemiringan tanah terhadap letak sumur air minum/air bersih. Bagian Ketiga Pembuangan Sampah Pasal 112 (1) Setiap bangunan baru dan/atau perluasan suatu bangunan yang diperuntukkan sebagai tempat kediaman diharuskan melengkapi dengan tempat/kotak/lubang pembuangan sampah yang ditempatkan dan dibuat sedemikian rupa sehingga kesehatan umum masyarakat sekitarnya terjamin. (2) Pada lingkungan di daerah perkotaan yang terjangkau oleh SKPD Pengelola Izin, maka kotak-kotak sampah yang tertutup sedemikian rupa sehingga petugas-petugas SKPD Pengelola Izin dapat dengan mudah melakukan tugasnya. (3) Pada lingkungan di daerah perdusunan yang belum terjangkau SKPD Pengelola Izin maka sampah harus dimasukkan ke lubang, ditimbun dan atau dibakar dengan cara-cara yang aman dan baik. Bagian........29
-29Bagian Keempat Instalasi Listrik dan Telepon Pasal 113 Instalasi listrik harus diamankan dari bahaya-bahaya/gangguan luar yang mungkin merusak instalasi listrik tersebut. Pasal 114 (1) Proses pelaksanaan pemasangan instalasi listrik harus melalui standar dan ketentuan-ketentuan PLN. (2) Dalam hal ada perubahan pada ukuran dan kapasitas bahan, jika lebih besar dari spesifikasi, maka pembesarannya tidak boleh merugikan lingkungan. (3) Sebelum instalasi listrik dioperasikan harus dilakukan pengetesan terhadap instalasi terlebih dahulu sesuai dengan ketentuan teknik yang berlaku. Pasal 115 Proses pelaksanaan pemasangan instalasi telepon harus mengikuti standar dan ketentuan-ketentuan perusahaan umum telekomunikasi. BAB X PEMBONGKARAN, PENCABUTAN IZIN DAN PENGHENTIAN PEMBANGUNAN Pasal 116 (1) Setiap bangunan yang didirikan atau diubah tidak berdasarkan IMB atau izin mengubah bangunan dapat diperintahkan kepada pemiliknya untuk dibongkar. (2) Apabila selambat-lambatnya 30 (tiga puluh) hari setelah perintah pembongkaran sebagaimana dimaksud ayat (1) disampaikan, pemilik bangunan tidak mematuhi perintah tersebut, Bupati atas biaya dan resiko pemilik bangunan dapat membongkar bangunan tersebut seluruhnya atau sebagian. Pasal 117 IMB dan izin mengubah bangunan dicabut bila : a. persyaratan yang menjadi dasar diberikannya izin, pemilik IMB atau izin mengubah bangunan terbukti tidak benar. b. 6 (enam) bulan setelah diberikannya Izin, pemilik IMB atau izin mengubah bangunan, belum memulai pelaksanaan pekerjaan mendirikan/mengubah banguan, tanpa memberikan penjelasan. c. setelah......30
-30c. setelah pekerjaan mendirikan/mengubah bangunan dimulai diberhentikan berturut-turut selama 6 (enam) bulan atau lebih tanpa penyelesaian dan penjelasan. d. pelaksanaan pekerjaan mendirikan/mengubah bangunan menyimpang dari rencana yang disahkan dalam IMB/izin mengubah bangunan. e. pekerjaan belum selesai dalam jangka waktu yang ditetapkan dalam IMB/izin mengubah bangunan. Pasal 118 (1) Pencabutan IMB/izin mengubah bangunan ditetapkan oleh Bupati secara tertulis dan disampaikan kepada pemilik IMB/izin mengubah bangunan dengan disertai alasan-alasan pecabutan. (2) Pemilik IMB/izin mengubah bangunan diberikan kesempatan untuk mengemukakan keberatannya dan mohon peninjauan kembali pencabutan IMB/izin mengubah bangunan kepada Bupati dalam jangka waktu 14 (empat belas) hari terhitung sejak hari ditetapkan dan disampaikan pencabutan IMB/izin mengubah bangunan. Pasal 119 (1) Dalam hal pemilik IMB/izin mengubah bangunan atau izin merobohkan bangunan menolak atau melalaikan mengerjakan perintah SKPD Pengelola Izin untuk mentaati ketentuan dalam Peraturan Daerah ini, SKPD Pengelola Izin dapat melakukan sendiri pekerjaan yang diperintahkan atau atas biaya dan resiko pemilik IMB/izin mengubah banguan atau izin merobohkan bangunan. (2) SKPD Pengelola Izin baru dapat melaksanakan pekerjaan sebagaimana dimaksud ayat (1), setelah memberi peringatan tertulis terlebih dahulu kepada pemilik IMB/izin mengubah bangunan atau izin merobohkan bangunan sekurang-kurangnya 2 x 24 (dua kali dua puluh empat) jam sebelumnya Pasal 120 (1) SKPD Pengelola Izin berwenang memerintahkan penghentian segera pekerjaan mendirikan, mengubah atau merobohkan bangunan yang bertentangan dengan Peraturan Daerah ini, yang bertentangan dengan IMB yang bersangkutan atau petunjuk/perintah yang diberikan, bila perlu dengan bantuan Kepolisian Negara. (2) Perintah penghentian segera sebagaimana dimaksud ayat (1), bersifat sementara. (3) Selambat-lambatnya.......31
-31(3) Selambat-lambatnya 14 (empat belas) hari setelah saat diberikannya perintah penghentian segera sebagaimana dimaksud ayat (1), Bupati menetapkan pencabutan perintah penghentian segera tersebut. (4) Dalam hal setelah lewatnya jangka waktu 14 (empat belas) hari sebagaimana dimaksud ayat (3), Bupati tidak menetapkan perintah penghentian segera tersebut maka perintah penghentian segera dianggap dicabut. BAB XI RETRIBUSI IZIN MENDIRIKAN BANGUNAN Bagian Kesatu Nama, Objek dan Subjek Retribusi Pasal 121 Dengan nama Izin Mendirikan Bangunan dipungut retribusi sebagai pembayaran atas pemberian Izin Mendirikan Bangunan Pasal 122 (1) Objek Retribusi adalah Pemberian Izin Mendirikan Bangunan. (2) Tidak termasuk objek retribusi adalah pemberian Izin Mendirikan Bangunan kepada Pemerintah Kabupaten dan Pemerintah Pusat Pasal 123 Subjek Retribusi adalah orang pribadi atau Badan dan atau bangunan Pemerintah yang memperoleh Izin Mendirikan Bangunan Pasal 124 Retribusi Izin Mendirikan Bangunan digolongkan sebagai Retribusi Perizinan tertentu. Bagian Kedua Cara Mengukur Tingkat penggunaan Jasa Pasal 125 (1) Tingkat penggunaan jasa izin mendirikan bangunan diukur dengan rumus yang didasarkan atas faktor luas bangunan, jumlah tingkat bangunan, tinggi bangunan, panjang pagar bangunan, dan rencana penggunaan bangunan. (2) Faktor-faktor sebagaimana dimaksud ayat(1), diberikan bobot (koefisien). (3) Besarnya.....32
-32(3) Besarnya koefisien sebagaimana dimaksud ayat (2), ditetapkan sebagai berikut : a. Koefisien Luas Bangunan : NO 1. 2. 3. 4. 5. 6. 7.
LUAS BANGUNAN Bangunan dengan luas s/d 100 M² Bangunan dengan luas s/d 250 M² Bangunan dengan laus s/d 500 M² Bangunan dengan luas s/d 1000 M² Bangunan dengan luas s/d 2000 M² Bangunan dengan luas s/d 3000 M² Bangunan dengan luas > 3000 M²
KOEFISIEN 1,00 1,50 2,50 3,50 4,00 4,50 5,00
b. Koefisien Tingkat Bangunan : NO 1. 2. 3. 4. 5. 6.
LUAS BANGUNAN KOEFISIEN Bangunan 1 Lantai 1,00 Bangunan 2 Lantai 1,50 Bangunan 3 lantai 2,50 Bangunan 4 Lantai 3,00 Bangunan 5 lantai 4,00 Bangunan lebih 5 lantai; untuk setiap penambahan 1 lantai, koefisiennya ditambah 1
c. Koefisien Guna Bangunan : NO 1. 2. 3. 4. 5. 6. 7. 8. 9. 10. 11.
LUAS BANGUNAN Bangunan Sosial Bangunan Perumahan Bangunan Fasilitas Umum Bangunan Pendidikan Bangunan Kelembagaan/Kantor Bangunan Perdagangan dan Jasa Bangunan Industri/ Perdagangan Bangunan Khusus Bangunan Campuran Bangunan Lain-lain Bangunan Tower/Menara
KOEFISIEN 0,00 1,00 1,00 1,00 1,50 2,00 2,00 2,50 2,75 3,00 3,50
d. Koefisien Tinggi Bangunan Tower/Menara: NO
LUAS BANGUNAN
KOEFISIEN
1. 2. 3. 4. 5. 6.
Bangunan Tower/Menara dengan tinggi s/d 10 M² Bangunan Tower/Menara dengan tinggi s/d 20 M² Bangunan Tower/Menara dengan tinggi s/d 30 M² Bangunan Tower/Menara dengan tinggi s/d 50 M² Bangunan Tower/Menara dengan tinggi s/d 70 M² Bangunan Tower/Menara dengan tinggi > 100 M²
2,50 3,00 3,50 4,50 5,00 5,50
e. Koefisien Panjang Pagar Bangunan NO LUAS BANGUNAN 1. Panjang Pagar Bangunan s/d 10 M² 2. Panjang Pagar Bangunan s/d 70 M² 3. Panjang Pagar Bangunan s/d 100 M²
KOEFISIEN 0,25 0,50 0,75 Bagian.......33
-33Bagian Ketiga Prinsip dan Sasaran Dalam Penetapan Struktur Dan Besarnya Tarif Pasal 126 (1) Prinsip dan sasaran dalam penetapan struktur dan besarnya tarif retribusi didasarkan pada tujuan untuk menutupi sebagian atau sama dengan biaya penyelenggaraan pemberian izin lainnya. (2) Biaya sebagaimana dimaksud ayat (1), meliputi biaya pengecekan dan pengukuran, pemetaan, biaya transportasi dalam rangka pengawasan dan pengendalian, serta biaya pengadaan tanda pengawasan Bagian Keempat Struktur dan Besarnya Retribusi Pasal 127 (1) Tarif ditetapkan seragam untuk setiap bangunan. (2) Besarnya tarif retribusi ditetapkan sebesar Rp. 150.000,-/izin. Pasal 128 Cara penghitungan retribusi adalah besarnya retribusi yang terhutang dihitung dengan cara mengalikan tarif retribusi sebagaimana dimaksud Pasal 127 ayat (2) dengan tingkat penggunaan jasa sebagaimana dimaksud Pasal 125 ayat (3). Pasal 129 Wilayah Pemungutan Retribusi adalah dalam Kabupaten Bungo Pasal 130 Masa Retribusi dan Saat Retribusi terhutang adalah jangka waktu yang lamanya 12 (dua belas) bulan atau ditetapkan lain dengan Keputusan Bupati. Pasal 131 Saat terutangnya retribusi adalah saat diterbitkannya SKPD atau dokumen lain yang dipersamakan. BAB XII SURAT PENDAFTARAN, PENETAPAN RETRIBUSI DAN TATA CARA PEMUNGUTAN Pasal 132 (1) Wajib Retribusi wajib mengisi Surat Pendaftaran Objek Retribusi Daerah (SPdORD). (2) SPdORD.......34
-34(2) SPdORD sebagaimana dimaksud ayat (1), harus diisi dengan jelas, benar dan lengkap serta ditandatangani oleh Wajib Retribusi atau kuasanya. (3) Bentuk, isi dan tata cara pengisian serta penyampaian SPdORD sebagaimana dimaksud ayat (1), ditetapkan dengan Keputusan Bupati. Pasal 133 (1) Berdasarkan SPdORD sebagaimana dimaksud Pasal 134 ayat (3), ditetapkan retribusi terutang dengan menerbitkan Surat Ketetapan Retribusi Daerah (SKRD) atau dokumen lain yang dipersamakan. (2) Apabila berdasarkan hasil pemeriksaan dan ditemukan data baru dan atau data yang semula belum terungkap yang menyebabkan penambahan jumlah retribusi yang terutang, maka dikeluarkan Surat Keputusan Retribusi Daerah Kurang Bayar Tambahan (SKRDKBT). (3) Bentuk, isi dan tata cara penerbitan SKPD atau dokumen lain yang dipersamakan sebagaimana dimaksud ayat (1) Pasal ini dan SKRDKBT sebagaimana dimaksud ayat (2), ditetapkan dengan Keputusan Bupati. Pasal 134 (1) Pemungutan Retribusi tidak dapat diborongkan. (2) Retribusi dipungut dengan menggunakan SKRD atau dokumen lain yang dipersmakan. BAB XIII SANKSI ADMINISTRASI, TATA CARA PEMBAYARAN DAN TATA CARA PENAGIHAN Pasal 135 Dalam hal wajib retribusi tidak membayar tepat waktunya atau kurang membayar, dikenakan sanksi administrasi berupa bunga sebesar 2 % (dua persen) setiap bulan dan retribusi yang terhutang atau kurang dibayar ditagih dengan menggunakan Surat Tagihan Retribusi Daerah (STRD) Pasal 136 (1) Pembayaran Retribusi yang terhutang harus dilunasi sekaligus. (2) Retribusi yang terhutang dilunasi selambat-lambatnya 15 (lima belas) hari sejak diterbitkannya SKPD atau dokumen lain yang dipersamakan. (3) Tata......35
-35(3) Tata cara pembayaran, penyetoran, tempat pembayaran retribusi adalah : a. Wajib Retribusi dapat menyetor langsung kepada Bendahara Penerima yang telah ditunjuk oleh Bupati pada SKPD Pengelola Izin; atau b. Wajib Retribusi dapat menyetor langsung ke Kas Daerah dengan mengirimkan lampiran tanda bukti setor kepada SKPD Pengelola Izin; atau c. Wajib Retribusi dapat menyetor dengan menerima tanda bukti setor sementara dari Petugas SKPD Pengelola Izin yang telah ditugaskan oleh Kepada SKPD Pengelola Izin untuk wewenang dimaksud. Pasal 137 (1) Pengeluaran surat teguran/peringatan/surat lain yang sejenis sebagai awal tindakan pelaksanaan penagihan retribusi dikeluarkan segera setelah 7 (tujuh) hari sejak jatuh tempo pembayaran; (2) Dalam jangka waktu 7 (tujuh) hari setelah tanggal surat teguran/peringatan/surat lain yang sejenis, wajib retribusi harus melunasi retribusinya yang terutang; (3) Surat teguran sebagaimana dimaksud ayat (1), dikeluarkan oleh Kepada SKPD Pengelola Izin. BAB XIV KEBERATAN DAN PENGEMBALIAN KELEBIHAN PEMBAYARAN Pasal 138 (1) Wajib Retribusi dapat mengajukan keberatan hanya kepada Bupati atau pejabat yang ditunjuk atas SKPD atau dokumen lain yang disamakan. (2) Keberatan diajukan secara tertulis dalam Bahasa Indonesia dengan disertai alasan-alasan yang jelas. (3) Dalam hal Wajib Retribusi mengajukan keberatan atas ketetapan retribusi, Wajib Retribusi harus dapat membuktikan ketidakbenaran ketetapan retribusi tersebut. (4) Keberatan harus diajukan dalam jangkan waktu paling lama 2 (dua) bulan sejak tanggal SKRD atau dokumen lain yang disamakan diterbitkan, kecuali apabila Wajib Retribusi tertentu dapat menunjukkan bahwa jangka waktu itu tidak dapat dipenuhi karena keadaan di luar kekuasannya. (5) Keberatan........36
-36(5) Keberatan yang tidak memenuhi persyaratan sebagaimana dimaksud ayat (2) dan ayat (3), tidak dianggap sebagai surat keberatan sehingga tidak dipertimbangkan. (6) Pengajuan keberatan tidak menunda kewajiban membayar retribusi dan pelaksanaan penagihan retrebusi. Pasal 139 (1) Bupati dalam jangka waktu paling lama 6 (enam) bulan sejak tanggal surat keberatan diterima harus memberikan keputusan atas keberatan yang diajukan. (2) Keputusan Bupayi atas keberatan dapat berupa penerimaan seluruhnya atau sebagian, atau menambah besarnya retribusi yang terhutang. (3) Apabila jangka waktu sebagaimana dimaksud ayat (1), telah lewat dan Bupati tidak memberikan suatu keputusan, keberatan yang diajukan tersebut dianggap dikabulkan. Pasal 140 (1) Atas kelebihan pembayaran retribusi, Wajib Retribusi dapat mengajukan permohonan pengembalian kepada Bupati. (2) Bupati dalam jangka waktu paling lama 6 (enam) bulan sejak diterima permohonan kelebihan pembayaran retribusi sebagaimana dimaksud ayat (1), harus memberikan Keputusan. (3) Apabila jangka waktu sebagaimana dimaksud ayat (2), telah dilampui dan Bupati tidak memberikan suatu keputusan, permohonan pengembalian kelebihan retribusi dianggap dikabulkan dan SKRDLB harus diterbitkan, dalam jangka waktu 1 (satu) bulan. (4) Apabila Wajib Retribusi mempunyai utang retribusi lainnya kelebihan pembayaran retribusi sebagaimana dimaksud ayat (1), langsung diperhitungkan untuk melunasi terlebih dahulu utang tersebut. (5) Pengembalian kelebihan pembayaran retribusi sebagaimana dimaksud ayat (1), dilakukan dalam jangka waktu paling lama 2 (dua) bulan sejak diterbitkan SKRDLB. (6) Apabila pengemblian kelebihan pembayaran retribusi dilakukan setelah lewat jangka waktu 2 (dua) bulan, Buapti memberikan imbalan bunga sebesar 2 % (dua persen) setiap bulan atas keterlambatan pembayaran kelebihan retribusi. Pasal 141.......37
-37Pasal 141 (1) Permohonan pengembalian pembayaran retribusi diajukan secara tertulis kepada Bupati dengan sekurang-kurangnya menyebutkan: a. nama dan alamat wajib retribusi b. masa retribusi; c. besarnya kelebihan pembayaran; d. alasan yang singkat dan jelas (2) Permohonan pengembalian kelebihan pembayaran retribusi disampaikan secara langsung atau melalui pos tercatat. (3) Bukti penerimaan oleh pejabat atau bukti pengiriman pos tercatat merupakan bukti saat permohonan diterima oleh Bupati. Pasal 142 (1) Pengembalian kelebihan retribusi dilakukan dengan menerbitkan surat perintah membayar kelebihan retribusi; (2) Apabila kelebihan pembayaran retribusi diperhitungkan dengan utang retribusi lainnya, sebagaimana dimaksud Pasal 140 ayat (4), pembayaran dilakukan dengan cara pemindahan pembukuan dan bukti pemindahan pembukuan juga sebagai bukti pembayaran. BAB XV PENGURANGAN, KERINGANAN, PEMBEBASAN DAN KEDALUARSA PENAGIHAN RETRIBUSI Pasal 143 (1) Bupati dapat memberikan pengurangan, keringanan dan pembebasan retribusi. (2) Pemberian
pengurangan atau keringanan retribusi sebagaimana dimaksud ayat (1), dengan memperhatikan kemampuan Wajib Retribusi, antara lain untuk pengangsuran.
(3) Pembebasan retribusi sebagaimana dimaksud pada ayat (1),
antara lain diberikan kepada masyarakat yang ditimpa bencana alam, kebakaran atau kerusuhan. (4) Tata cara pengurangan, keringanan dan pembebasan retribusi
ditetapkan oleh Bupati. Pasal 144 (1) hak untuk melakukan penagihan retribusi, kedaluarsa setelah melampaui jangka waktu 3 (tiga) tahun terhitung sejak saat terhitungnya retribusi, kecuali apabila Wajib Retribusi melakukan tindak pidana dibidang retribusi. (2) Kadaluarsa....38
-38(2) Kadaluarsa penagihan retribusi sebagaimana dimaksud ayat
(1), tertangguh apabila : a. diterbitkan surat teguran,atau b. ada pengakuan hutang retribusi dari Wajib Retribusi baik langsung maupun tidak langsung. BAB XVI KETENTUAN PIDANA Pasal 145 (1) Wajib Retribusi yang tidak melaksanakan kewajibannya sehingga merugikan keuangan Daerah diancam pidana kurungan paling lama 6 (enam) bulan dan atau denda sebanyak-banyaknya Rp. 5.000.000,- (lima juta rupiah). (2) Barang siapa mendirikan, menambah atau merobohkan bangunan tanpa izin atau izinnya telah dicabut, dapat dipidana dengan pidana kurungan selama-lamanya 6 (enam) bulan dan atau denda sebanyak-banyaknya Rp. 5.000.000,0- (lima juta rupiah). (3) Tindak pidana yang dimaksud pada ayat (1) adalah pelanggaran. BAB XVI PENYIDIKAN Pasal 146 (1) Penyidikan atas tindak pidana sebagaimana dimaksud pada Peraturan Daerah ini dapat juga dilakukan Penyidikan Pegawai Negeri Sipil di lingkungan Pemerintah Daerah yang pengangkatannya sesuai dengan perundang-undangan yang berlaku. (2) Dalam melaksanakan tugasnya, Penyidik Pegawai Negeri Sipil sebagaimana dimaksud pada ayat (1) berwenang: a. menerima, mencari, mengumpulkan, dan meneliti keterangan atau laporan berkenaan dengan tindak pidana dibidang retribusi daerah agar keterangan atau laporan tersebut menjadi lengkap dan jelas; b. meneliti, mencari, dan mengumpulkan keterangan mengenai orang pribadi atau badan tentang kebenaran perbuatan yang dilakukan sehubungan dengan tindak pidana dibidang retribusi daerah; c. meminta keterangan dan bahan bukti dari orang pribadi atau badan sehubungan dengan tindak pidana dibidang retribusi daerah; d. memeriksa buku-buku, catatan-catatan, dan dokumendokumen lain berkenaan dengan tindak pidana dibidang retribusi daerah; e. melakukan penggeledahan untuk mendapatkan bahan bukti pembukuan, pencatatan, dokumen-dokumen lain serta melakukan penyitaan terhadap bahan bukti tersebut; f. meminta…….39
-39f. meminta bantuan tenaga ahli dalam rangka pelaksanaan tugas penyidikan tindak pidana dibidang retribusi daerah; g. menyuruh berhenti dan atau melarang sesorang meninggalkan ruangan atau tempat pada saat pemeriksaan sedang berlangsung dan memeriksa identitas orang dan atau dokumen yang dibawa sebagaimana dimaksud pada huruf e; h. memanggil orang untuk didenganr keterangannya dan diperiksa sebagai tersangka atau saksi; i. menghentikan penyidikan; j. melakukan tindakan lain yang perlu untuk kelencaran penyidikan tindak pidana dibidang retribusi daerah menurut hukum yang dapat dipertanggungjawabkan.
BAB XVII KETENTUAN PERALIHAN Pasal 147 Keputusan Bupati tentang penolakan dan pencabutan izin mendirikan, mengubah, dan merobohkan bangunan dapat dimintakan peninjauan kembali kepada Bupati dalam jangka waktu selambat-lambatnya 14 (empat belas) hari setelah diterimanya penolakan pencabutan yang bersangkutan. Pasal 148 Perintah penghentian segera pekerjaan mendirikan bangunan, merubah, dan merobohkan bangunan serta perintah-perintah dari SKPD Pengelola Izin dapat dimohonkan banding kepada Bupati dalam waktu 14 (empat belas) hari setelah diterimanya surat perintah tersebut.
BAB XVIII KETENTUAN PENUTUP Pasal 149 Dengan berlakunya Peraturan Daerah ini maka Peraturan Daerah Nomor 36 Tahun 2000 tentang Bangunan dan Retribusi Izin Mendirikan Bangunan (Lembaran Daerah Kabupaten Bungo Tahun 2000 Nomor 39), serta ketentuan lain yang bertentangan dengan Peraturan Daerah ini dicabut dan dinyatakan tidak berlaku. Pasal 150 Hal-hal yang belum diatur dalam Peraturan Daerah ini, sepanjang mengenai teknis pelaksnaannya ditetapkan dengan Keputusan Bupati.
Pasal 151……40
-40Pasal 151 Peraturan Daerah ini mulai berlaku pada tanggal diundangkan. Agar setiap orang mengetahuinya, memerintahkan pengundangan Peraturan Daerah ini dengan penempatannya pada Lembaran Daerah Kabupaten Bungo. Ditetapkan di Muara Bungo pada tanggal 22 Juli 2008 BUPATI BUNGO, ttd H. ZULFIKAR ACHMAD Diundangkan di Muara Bungo pada tanggal 22 Juli 2008 SEKRETARIS DAERAH KABUPATEN BUNGO ttd USMAN HASAN LEMBARAN DAERAH KABUPATEN BUNGO TAHUN 2008 NOMOR 19