sumber:www.oseanografi.lipi.go.id
Oseana, Volume IX, Nomor 4 : 124 - 131, 1984
ISSN 0216 - 1877
PEMBIAKAN DAN PERKEMBANGAN AMPHIPODA oleh Indra Aswandy 1) ABSTRACT BREEDING AND DEVELOPMENT OF THE AMPHIPODS. Amphipod is a diocious animal During mating time the male rides on the back of the female. The riding sometime can last for more than 10 days and its position differs with species. After several days of riding then the female molts, the male separates her for a while. Molting lasts for about one minute, 3 – 4 minutes is the longest, and usually occurred at night. After the female completes to molt she begins to deposit the eggs, the male again rides on her back and then quickly turns its position to the ventral side of the female. In this condition the penis which is situated on the 7th thoracic segment, contacts the genital aperture of the female which is situated on the 5th thoracic segment. After completing the copulation, the male separates from the female. The number of eggs produces per brood is variable, depending on some factors i.e. species, age, weight, and size. In nature the eggs hatch out 1 - 3 weeks after they have been deposited. Larvae are generally resembling the adult except in some families. kan turunan. Kehidupan dimulai dari telur yang dihasilkan betina, yang pada waktu pertama kali dikeluarkan belum dibuahi. Pembuahan pada Amphipoda terjadi di luar (external-fertilization). Perkawinan pada Amphipoda merupakan perkawinan yang unik. Agar betina mengeluarkan telur maka perlu dirangsang terlebih dahulu yaitu dengan jalan ditunggangi oleh binatang jantan, sampai betina tadi berganti kulit dan meletakkan telur. Selama betina berganti kulit jantan meninggalkanhya untuk beberapa saat. Telur-telur yang diletakkan oleh betina tadi baru dibuahi setelah jantan menunggangi betina kembali. Penelitian mengenai Amphipoda telah banyak dilakukan orang di beberapa negara antara lain : Jepang, Belanda, Amerika Serikat dan Australia. Di Indonesia penelitian mengenai Amphipoda belum banyak dilaku-
PENDAHULUAN Menurut McLAUGHLIN (1980) Amphipoda adalah salah satu dari tujuh ordo yang termasuk dalam Induk-ordo (Super-ordo) Peracarida. Ordo lainnya adalah : Mysidacea, Thermosbaenacea, Spelaeogriphacea, Cumacea, Tanaidacea dan Isopoda. Jumlah Amphipoda yang sekarang dikenal hampir mendekati 5.000 jenis, terbagi dalam empat anak-ordo (Sub-ordo). Amhipoda sendiri berasal dari kata amphis = pada kedua sisi, pous = kaki, jadi berarti binatang yang mempunyai kaki pada kedua sisi tubuhnya. Binatang ini digolongkan ke dalam krustasea tingkat rendah. Dalam mempertahankan kelangsungan hidupnya, Amphipoda seperti juga binatang lainnya di dunia, berusaha untuk menghasil-
1) Laboratorium Zoologi Laut, Pusat Penelitian Biologi Laut, Lembaga Oseanologi Nasional — LIPI, Jakarta.
124 Oseana, Volume IX No. 4, 1984
sumber:www.oseanografi.lipi.go.id
kan. Dalam tulisan ini penulis ingin mencoba untuk menguraikan sedikit mengenai pembiakan dan perkembangan Amphipoda.
sebut Gnathopod II dimana pada yang jantan ukurannya jauh lebih besar. Gnathopod terdiri dari tujuh segmen termasuk daktil yang melipat pada segmen ke enam (propodus). Gnathopod pada yang jantan di samping berfungsi sebagai alat pemegang makanan juga berfungsi untuk memegang tubuh lawan jenisnya pada waktu kopulasi dan pembuahan (Gambar 2). Pasangan lainnya berfungsi untuk merayap atau berjalan disebut pereiopod. Pada perut terdapat enam pasang umbai, tiga pasang umbai untuk berenang yang disebut pleopod dan tiga pasang lagi untuk melompat disebut uropod. Pada betina terdapat lima pasang insang dan dilengkapi dengan empat pasang plat-plat keraman (brood plates, brood lamellae atau oostegit). Alat kelamin jantan terletak pada sisi ventral dari pereonit ketujuh, berbentuk sepasang penis berukuran sangat kecil yang kadang-kadang mempunyai duri (Gambar 3 A). Alat ini tertutup oleh insang yang menempel pada koksa segmen ketujuh, dari itu agak sukar untuk melihatnya. Pada genera dari Gammaridea gnathopod II pada binatang yang muda (Juvenile) dan betina sering mirip bentuknya.
MORFOLOGI
Amphipoda seperti halnya Tanaidacea dan Isopoda tidak mempunyai karapas yang menutupi dada (thoraks). Secara sepintas lalu bentuk tubuh Amphipoda dari sub-ordo Gammaridea mirip bentuk tubuh udang (Macrura). Amphipoda umumnya berbentuk gepeng (laterally compressed) (Gambar 1.), mempunyai mata majemuk yang tidak bertangkai (sessile) dan biasanya tidak terlalu besar. Tubuh terbagi atas tiga bagian yaitu : kepala, dada dan perut. Dada (thoraks) terdiri dari tujuh segmen yang disebut pereonit dan bagian dada yang selalu disokong oleh delapan pasang umbai-umbai (appendages). Pasangan pertama adalah maksiliped, pasangan kedua dan ketiga selalu bermodifikasi sebagai alat pemegang (prehensile organ) yang disebut gnathopod. Pasangan kedua disebut Gnathopod I yang jarang mengalami dimorfisme kelamin (sexual dimorphism), sedangkan pasangan ketiga di-
Gambar 1. Bentuk tubuh Amphipoda (dari BARNARD 1971).
125
Oseana, Volume IX No. 4, 1984
sumber:www.oseanografi.lipi.go.id
Pada permukaan tengah bagian dalam dari koksa 2 - 5 pada betina dewasa terdapat lempeng keraman. Pada betina yang masih muda lempeng keraman ini bentuknya sederhana yaitu hanya berupa tonjolan atau tunas. Dengan berlangsungnya pertumbuhan tubuh oostegit yang pada mulanya seperti tunas berubah menjadi memanjang dan membesar serta mempunyai bulubulu kasar. Sebagai pemegang, bulu-bulu kasar pada oostegit membentuk diri seperti sebuah ayunan, yang berguna untuk menahan atau mengurung telur (Gambar 3 Ba).
PROSES PERKAWINAN DAN PEMBUAHAN Amphipoda adalah binatang yang diocious. Pada waktu proses perkawinan terjadi binatang yang jantan menunggangi punggung yang betina. Menurut IRIE (1967)
lamanya penunggangan kadang-kadang dapat berlangsung lebih dari sepuluh hari dan posisi penunggangan berbeda-beda tergantung pada jenisnya. Setelah beberapa hari ditunggangi betina ganti kulit, yang jantan segera memisahkan diri dari betina untuk sementara, proses ganti kulit pada betina memerlukan waktu kira-kira satu menit dan paling lama 3 - 4 menit, biasanya terjadi pada waktu malam hari. Setelah betina ganti kulit sempurna dan meletakkan telur-telur, yang jantan kembali menunggangi punggung betina dan segera memutar posisi pada sisi ventral betina (Gambar 2B). Disini terjadi kontak penis yang terdapat pada sisi ventral segmen ketujuh, pada saat mana jantan mengeluarkan spermatophore kelubang genital betina yang terletak pada segmen thoraks kelima. Pada proses ini gnathopod II memegang peranan penting, berfungsi untuk merangkul tubuh lawan jenisnya guna membantu terjadinya kontak alat genital jantan dan betina tersebut.
Gambar 2. A. Posisi penunggangan terhadap betina. B. Posisi pada saat kopulasi. C. D dan E. Cara pegangan jantan terhadap betina, Echinogammarus anandalei (dari IRIE 1967).
126
Oseana, Volume IX No. 4, 1984
sumber:www.oseanografi.lipi.go.id
Gambar 3. A). B). Ba). C). D). E).
Posisi alat kelamin jantan (P = penis) Posisi alat kelamin betina (T = lubang genital). Oostegit (plat keraman). Penampang melintang tubuh betina. Beberapa bentuk spermatozoa Gammarus pungens. Beberapa bentuk telur dari Gammarus pulex (dari IRIE 1967).
127
Oseana, Volume IX No. 4, 1984
sumber:www.oseanografi.lipi.go.id
Pada saat sebelum proses ganti kulit terjadi, lubang genital biasanya kecil dan keras karena mengandung "chitin," yang menyebabkan telur-telur tidak dapat diletakkan dan menunggu sampai terjadinya perganti-an kulit pada yang betina, baru telur dapat diletakkan. Setelah ganti kulit lubang membuka dan menjadi lunak dan lemas. Bagaimana proses lewatnya spermathophore dari kelamin jantan ke kelamin betina secara pasti belum diketahui, tetapi yang jelas proses ini dibantu oleh gnathopod dan pereiopod. Setelah kopulasi selesai, jantan segera memisahkan diri dari yang betina. TELUR Jumlah telur yang dihasilkan seekor betina Amphipoda sangat beragam, tergantung pada beberapa faktor antara lain jenis, umur, berat, dan ukuran (Gambar 4 dan 5). Dengan bertambahnya umur, ukuran dan berat jumlah telur yang dihasilkan sesudah instar bertambah banyak. Menurut BARNARD (1969) beberapa jenis Amphipoda menghasilkan telur dengan kuning telur (yolk) yang besar, pada betina muda hanya dapat membawa satu dari telur-telur yang berkuning telur tersebut, sedangkan pada betina dewasa mungkin dapat membawa tiga atau empat. Menurut NAGATA (dalam TAMURA & KOSEKI 1974) jumlah telur yang dihasilkan betina pada keraman Orchestia platensis japonica umumnya berkisar antara 5 - 9 butir dan paling banyak 22 butir. Dari hasil penelitiannya ia mengemukakan bahwa jumlah telur pada keraman sangat beragam, dan salah satunya ditentukan oleh umur. Betina Orchestia platensis japonica pada instar ke sepuluh menghasilkan telur ratarata 2,6 butir; pada instar ke duabelas telur yang dihasilkan rata-rata 3,7 butir; pada instar ke tigabelas menghasilkan telur rata-rata 5,2 butir; sedangkan pada instar ke empat belas menghasilkan telur rata-rata 5,3 butir. Pada penelitiannya yang lain betina Orchestia platensis japonica pada instar ke
128
Oseana, Volume IX No. 4, 1984
tigabelas dan instar keempatbelas sudah tidak menghasilkan dan membawa telur lagi. Menurut MORINO (1978) jumlah telur yang dihasilkan betina Orchestia platensis Kroyer pada keraman beragam berkisar antara 1 47 butir, posisi telur pada induk terlihat pada Gambar 6. Beberapa Amphipoda yang berkukuran besar dapat menghasilkan dan membawa lebih dari 200 butir telur sekali peneluran, Di alam telur menetas 1 — 3 minggu setelah diletakkan dan setelah penetasan, Amphipoda muda yang muncul bentuknya sudah menyerupai bentuk dewasa. Dengan beberapa pengecualian pada suku Thaumatopsidae, Lanceolidae, Oxycephalidae, dan Vibillidae di mana bentuk Amphipoda yang baru menetas sangat berbeda dengan bentuk dewasanya. Khusus pada suku Thaumatopsidae, Amphipoda muda tersebut dinamakan "physosoma". Amphipoda tidak mengalami tingkat larva seperti kebanyakan jenis-jenis krustasea lainnya. PERKEMBANGAN Menurut IRIE (1967) dan BARNARD (1976) telur menetas menjadi binatang muda berukuran kecil, yang akan berganti kulit beberapa kali. Ganti kulit pertama dan berikutnya berlangsung sekitar 6—10 hari. Untuk mencapai kedewasaan diperlukan waktu satu sampai tiga bulan. Pergantian kulit pertama berlangsung dengan cepat, Amphipoda muda setelah pergantian kulit pertama mungkin masih tinggal dalam kantung keraman untuk beberapa hari. Karena proses pertumbuhan terus berlangsung, hal ini akan mempengaruhi kecepatan pergantian kulit, dengan demikian binatang dewasa mungkin akan berganti kulit setiap 2030 hari. Pada beberapa jenis tertentu pergantian kulit hanya terjadi dalam setiap enam bulan. Berdasarkan kecepatan pergantian kulitnya, kematangan kelamin (sexual maturity) pada beberapa Amphipoda dapat diramalkan yaitu kira-kira pada pergantian kulit yang keenam (permulaan instar ke tu-
sumber:www.oseanografi.lipi.go.id
Berat Tubuh Induk ( mg) Gambar 4. Korelasi berat tubuh dengan jumlah telur dalam keraman (dari DUNCAN 1969).
Panjang Tubuh (1=1.1mm ) Gambar 5. Korelasi panjang tubuh dengan jumlah telur pada keraman (dari MORINO 1978).
129
Oseana, Volume IX No. 4, 1984
sumber:www.oseanografi.lipi.go.id
Gambar 6. Posisi telur pada induk. tl = telur os = oostegit
juh). Pada saat ini binatang subur (fertil) sifat kelamin sekundernya belum berkembang. Gnathopod jantan lebih lambat perkembangannya dari pada lempeng keraman betina. Pada saat lempeng keraman betina mulai berkembang, gnathopod jantan belum mengalami perubahan. Selama hidupnya Amphipoda sekurangkurangnya menjalani 12 kali instar. Betina mulai meletakkan telur di kantung keraman pada akhir instar ke lima atau ke enam. Betina dewasa mungkin akhirnya akan kehilangan lempeng keramannya, dan tidak lagi dapat meletakkan telur-telur. Tidak semua telur yang dihasilkan akan menetas.
Tingkat kematian larva berkisar antara 25%— 50%. Menurut BARNARD (1976) angka kematian tertinggi terjadi pada waktu pergantian kulit. Beberapa jenis Amphipoda dari perairan dingin diketahui dapat hidup selalam satu tahun atau lebih. Lama kehidupan Amphipoda di daerah perairan tropik tidak diketahui secara pasti, diperkirakan kurang dari satu tahun. Menurut BARNARD (1969, 1976) lama kehidupan Amphipoda diperkirakan lebih dari enam bulan, tetapi beberapa jenis yang hidup di daerah kutub ditaksir dapat hidup selama lima atau enam tahun.
130
Oseana, Volume IX No. 4, 1984
sumber:www.oseanografi.lipi.go.id
DAFTAR PUSTAKA BARNARD, J.L. 1969. The families and genera of marine gammaridean Amphipoda. U.S. Nat. Mus. Bull. 271 : 1-535, figs 1173. BARNARD, J.L. 1976. Amphipoda (Crustacea) from the Indo-Pasific Tropics : A Review. Micronesica 12 (1) : 169-181. DUNCAN, K.W. 1969. The ecology of two species of terrestrial Amphipoda (Crustacea : Family Talitridae) living in waste grassland. Pedobiologia Bd. 9 : 323 341. IRIE, H. 1967. Breeding and life cycle of Amphipoda. Bull. Planktol. Japan 14 : 25-32.
McLAUGHLIN, P. 1980. Comparative morphology of recent Crustacea. W.H. Free, man and Company. San Francisco, 177 pp. MORINO, H. 1978. Studies ont the Talitridae (Amphipoda, Crustacea) in Japan. III. Life history and Breeding Activity of Orchestia platensis Krøyer Publ. Seto. Mar. Biol. Lab. 24 (4/6) : 245 267. TAMURA, H. and K. KOSEKI 1974. Population study on a terrestrial, Orchestia platensis japonica (Tattersall), in a temperate forest. Japanese Journal of Ecology. 24 (2): 123- 139.
131
Oseana, Volume IX No. 4, 1984