Jurnal Ilmu Pertanian dan Perikanan Desember 2014 Vol. 3 No.2 Hal : 143-151 ISSN 2302-6308
Available online at: http://umbidharma.org/jipp E-ISSN 2407-4632
PEMANFAATAN RUANG BAGI KEGIATAN PERTANIAN DAN PERIKANAN DI KAWASAN SITU CIPONDOH (Spatial Utilization for Agricultural and Fishery Activities in Situ Cipondoh) Juwarin Pancawati1*, Saifullah2 1Jurusan
Agroekoteknologi, Fakultas Pertanian, Universitas Sultan Ageng Tirtayasa Jl. Raya Jakarta Km 4, Kampus Untirta Serang Banten Telp (0254) 280706, ext 129. Fax (0254) 280706 *Korespondensi:
[email protected] 2Jurusan Perikanan, Fakultas Pertanian, Universitas Sultan Ageng Tirtayasa Jl. Raya Jakarta Km 4, Kampus Untirta Serang Banten Diterima: 28 Oktober 2014 / Disetujui: 29 November 2014
ABSTRACT Situ Cipondoh is the largest ‘situ’ (small lake) in Tangerang. In order to formulate a strategy to develop the areas, basic information was needed. The aims of this study was to give some informations about the spatial utilizations of Situ Cipondoh, especially in agriculture and fishery activities. Spatial image analysis and field observation carried out to obtain more information about the utilization. Based on the measurement results, Situ Cipondoh occupied an area of 126 ha, that composed of 44.178 ha water bodies and 53.365 ha wetlands. The water body has shrunk at 81.998 ha as compared by initially wide (126.1757 Ha). Various fisheries activities in the Situ Cipondoh are fishery cages (1.782 ha), fisheries ponds (9.745 ha), fishing. Agricultural activities in Situ Cipondoh’s area occupying 49.447 hectares, consisting of rice fields, gardens and moor. Keywords: agriculture, fishery, small lake, spatial utilization ABSTRAK Situ Cipondoh merupakan situ terluas di Kota Tangerang yang telah ditetapkan sebagai kawasan lindung. Dalam upaya menyusun strategi pengembangan kawasan situ yang berkelanjutan, dibutuhkan berbagai informasi dasar. Penelitian ini bertujuan memberikan gambaran tentang pemanfaatan ruang di kawasan Situ Cipondoh, terutama terkait kegiatan pertanian dan perikanan. Analisis citra spasial dan observasi lapang dilakukan guna memperoleh informasi tentang pemanfaatan kawasan. Situ Cipondoh memiliki luas 101,695 Ha, dengan badan air seluas 44,178 Ha. Perairan situ menyusut sebesar 81,998 Ha dibandingkan dengan luas semula (126,1757 Ha). Berbagai kegiatan perikanan yang dijumpai di Situ Cipondoh antara lain perikanan karamba (1,782 Ha), perikanan kolam (9,745 Ha), perikanan jala tangkap dan rekreasi memancing. Kegiatan pertanian di kawasan Situ Cipondoh menempati lahan seluas 49,447 Ha, terdiri dari sawah, kebun dan tegalan. Kata kunci: pemanfaatan ruang, perikanan, pertanian, situ
144
PANCAWATI DAN SAIFULLAH PENDAHULUAN
Situ adalah perairan tergenang, berukuran lebih kecil dibandingkan danau, terbentuk secara alami maupun buatan dimana air yang ditampung pada umunya berasal dari air hujan (run off), sungai, atau saluran pembuangan dan mata air. Situ merupakan salah satu bentuk kawasan terlindung (Perpres No 54 tahun 2008). Secara ekologis situ berfungsi sebagai tempat penampungan massa air pada saat curah hujan tinggi, sehingga situ dapat berperan sebagai pengendali banjir. Selain itu, situ menjadi area resapan air yang dapat mengisi cadangan air tanah (Naryanto et al. 2009). Secara ekonomi, situ umumnya dimanfaatkan untuk usaha perikanan baik berupa karamba jaring apung maupun kolam. Lahan di sekitar situ umumnya meru-pakan lahan-lahan subur yang dapat dimanfaatkan penduduk untuk kegiatan bercocok tanam. Situ Cipondoh merupakan danau terbesar di Kota Tangerang, memiliki luas 126,1757 Ha dengan rata-rata kedalaman 3,0 meter (DLH 2008). Situ Cipondoh memiliki arti penting bagi masyarakat Kota Tangerang. Selain sebagai tempat penampung air, masyarakat memanfaatkan Situ Cipondoh untuk berbagai kegiatan seperti perikanan karamba, pemancingan, wisata dan irigasi pertanian. Hingga tahun 2009, luas lahan terbuka hijau di kawasan konservasi Situ Cipondoh masih cukup tinggi, yaitu sekitar 302 Ha (Pancawati 2010). Sebagian besar berupa sawah, tegalan dan kebun. Namun demikian, letaknya yang ada di tengah perkotaan membuat Situ Cipondoh sangat rentan terhadap kerusakan. Sebagaimana dikemukakan oleh Hanim et al. (2003), penyebab utama kerusakan situ adalah kerusakan lingkungan di sekitar situ akibat berbagai aktivitas manusia. Tekanan penduduk dan alih fungsi lahan di sekitar situ semakin memperparah kondisi lingkungan yang ada.
JIPP Usaha pencegahan kerusakan harus dilakukan secara terpadu dengan mempertimbangkan berbagai aspek dan kepentingan. Upaya pemerintah dalam melindungi Situ Cipondoh adalah menetapkan kawasan ini sebagai kawasan lindung dengan mempertahankan fungsinya sebagai kawasan tampungan dan resapan air. Namun upaya ini tidaklah cukup. Guna melestarikan Situ Cipondoh diperlukan sebuah konsep pengembangan kawasan berkelanjutan yang mempertimbangkan berbagai aspek kepentingan. Sebagai langkah awal dalam upaya menyusun strategi pengembangan kawasan yang berkelanjutan, diperlukan informasi dasar tentang potensi yang ada di Situ Cipondoh. Artikel ini secara khusus membahas informasi dasar tentang pemanfaatan ruang di kawasan Situ Cipondoh, terutama terkait kegiatan pertanian dan perikanan. METODE PENELITIAN Identifikasi pemanfaatan kawasan Situ Cipondoh diawali dengan melakukan analisis penutupan lahan dan perairan. Bahan yang digunakan adalah citra google Mei 2014 dan diolah menggunakan ArcGIS 10,1. Analisis morfologi situ juga dilakukan untuk mengetahui luas dan sebaran gulma perairan. Pengamatan dan pengambilan data lapang untuk pengukuran morfologi situ menggunakan Global Positioning System dengan alat GPS Garmin 76CSx. Observasi lapang dilakukan untuk memperoleh informasi tentang pemanfaatan lahan dan perairan secara lebih medalam. Wawancara dilakukan terhadap pengguna barang dan jasa yang dihasilkan Situ Cipondoh serta masyarakat yang bertempat tinggal di wilayah sekitarnya. Identifikasi pemanfaatan situ mencakup pendataan jenis kegiatan, lokasi kegiatan dan luas lahan yang dimanfaatkan untuk kegiatan pertanian dan perikanan.
Vol. 3, 2014 HASIL DAN PEMBAHASAN Luas Perairan dan Penutupan Gulma Pengukuran Situ Cipondoh meliputi pengukuran luas perairan dan lahan basah yang termasuk dalam kawasan situ. Pengukuran dilakukan dengan berpedoman pada batas fisik perairan/lahan basah serta beberapa titik bench mark yang ditemui di lapang. Berdasarkan hasil pengukuran, luas Situ Cipondoh adalah 101,695 Ha, dengan badan air seluas 44,178 Ha. Luasan ini lebih kecil bila dibandingkan dengan luas yang diklaim oleh pemerintah.
Pemanfaatan Ruang Situ Cipondoh
145
menjadi 48,29 Ha atau bertambah sekitar 14 Ha (DLH Kota Tangerang, 2008). Penyusutan luas perairan selama 31 tahun (tahun 1982-2014) adalah 70,202 Ha, dengan laju penyusutan sekitar 2,0 % per tahun atau menyusut 2,265 Ha per tahun seperti disajikan pada Gambar 2. Sedangkan dibandingkan dengan luas sertifikat, dengan asumsi luas perairan sesuai dengan tahun dikeluarkan sertifikat (1996), maka selama 17 tahun Situ Cipondoh meng-alami penyusutan sebesar 81,998 Ha atau 3,8% per tahun. Laju penyusutan 2,5% per tahun adalah batas klasifikasi penyusutan tinggi, sedangkan dibawahnya masuk dalam klasifikasi sedang (KLH 2009). (Ha) 140,0
126,2 125,0
120,0
114,4
100,0
85,3 48,3
44,2
2014
60,0
2008
80,0 34,5
40,0 20,0
Sebagaimana terpampang pada papan pengumuman, Situ Cipondoh memiliki luas 126,1757 Ha, berstatus Tanah Negara dengan Sertifikat No.1 Cipondoh. Pada papan pengumuman lain, Dinas Sumberdaya Air dan Pemukiman Provinsi Banten menyebutkan luas Situ Cipondoh adalah 125 Ha. Hasil penelusuran data sekuder menunjukkan luas Situ Cipondoh cenderung mengalami penyusutan. Ramdhani (2007) diacu dalam DLH (2008) melakukan interpretasi terhadap Peta Bakosurtanal tahun 1982, 1997 dan 2007. Hasilnya menunjukkan luas per-airan menyusut berturut-turut menjadi 114,38 Ha, 85,3 Ha dan 34,49 Ha. Pada tahun 2008 dilakukan pengerukan oleh pengelola situ, namun hanya berhasil memperluas wilayah perairan
2007
1997
1982
PSDA
0,0 Sertifikat
Gambar 1 Citra Google Mei 2014 Situ Cipondoh
Gambar 2 Perubahan luas Situ Cipondoh
perairan
Luas Situ Cipondoh yang tertutup oleh hamparan enceng gondok diperkirakan mencapai 9,189 Ha. Selain enceng gondok (Eichhornia crassipes), gulma air yang dijumpai adalah talas (Colocasia sp), ilalang air (Glyceria maxima), paku air (Salvinia molesta) dan teratai (Nymphaea sp). Gulma ini mendominasi tutupan lahan basah di bagian selatan Situ Cipondoh. Luasan seluruh penutupan gulma Situ Cipondoh diperkirakan mencapai 46,697 Ha atau 45,9%. Berdasarkan penutupan gulma tingkat kerusakan Situ Cipondoh masuk dalam kategori sedang (KLH 2009). Hadirnya gulma air yang menutupi hampir separuh situ erat kaitannya
146
PANCAWATI DAN SAIFULLAH
dengan status trofik perairan (Priadie 2011). Pertumbuhan gulma menjadi ancaman bagi kelestarian Situ Cipondoh sebagai kawasan penampung dan pengendali banjir. Upaya pengendalian gulma dapat dilakukan dengan tiga cara, yaitu secara mekanikal, kimia dan biologi (Lancar and Krake 2002). Pengendalian secara mekanikal dan biologi merupakan alternatif yang perlu diutamakan (Priadie 2011). Pengendalian secara mekanikal yaitu dengan cara pengangkatan gulma untuk dimusnahkan, diikuti dengan pengerukan sedimen guna mengurangi kandungan unsur hara di dasar perairan. Cara biologi yaitu dilakukan dengan mengintrodusikan ikan pemakan tumbuhan seperti ikan Koan (Ctenopharyngodon idella). Pengendalian gulma dengan ikan Koan terbukti efektif pada beberapa perairan (Pipalova 2006; dan Krismono et al. 2010). Pemanfaatan Ruang di Kawasan Situ Cipondoh Identifikasi pemanfaatan situ dilakukan terhadap kawasan Situ Cipondoh dengan cakupan luas 212,796 Ha, meliputi area perairan dan sempadan dengan radius 100 meter dari batas situ (Tabel 1). Tabel 1 Penutupan lahan sempadan dan perairan Situ Cipondoh Luas (Ha) 42,716 1,782 6,052 1,396 2,297
20,1 0,8 2,8 0,7 1,1
Pertanian Lahan Kering 34,838 Pertanian Lahan Basah 14,609 Kebn Campuran 10,776 Peternakan 1,4 Rawa & enceng 50,812 Penggunaan lain 46,118 Total 212,796
16,4 6,9 5,0 0,7 23,9 21,7 100,0
Pemanfaatan Perairan Karamba Kolam Kosong Kolam Budidaya Kolam Pemancingan
Sumber: Data Primer
%
JIPP Berdasarkan observasi lapang, beberapa kegiatan pemanfaatan Situ Cipondoh oleh masyarakat antara lain kegiatan perikanan, rekreasi/wisata, pertanian dan peternakan. 1) Perikanan karamba Perikanan karamba umumnya dilakukan di tepian Situ Cipondoh. Terdapat tiga klaster karamba yaitu P&K (Cipondoh), Kunciran Jaya dan Cipete. Jenis ikan yang dibudidayakan dalam karamba adalah nila. Jenis ikan lain pernah dicoba untuk dibudidayakan, antara lain gurame, patin dan ikan mas, namun hasilnya tidak menggembirakan. Tingkat kematian ikan tinggi dan perkembangannya tidak cukup baik, dalam hal ini bobot ikan ideal tidak tercapai pada saat panen. Karamba yang dimiliki oleh masyarakat di Situ Cipondoh memiliki ukuran beragam, karamba terkecil berukuran 4x5 m, sedangkan terbesar berukuran 10x20 m. Karamba berukuran kecil biasanya digunakan untuk memelihara ikan berukuran kecil (benih), dan jika sudah berukuran lebih besar, ikan akan dipindahkan ke kolam yang lebih luas. Karamba dibangun dengan sistem jaring tancap menggunakan bambu sebagai kerangkanya. Berdasarkan analsis citra, luas karamba di Situ Cipondoh adalah 1,782 Ha. Namun berdasarkan observasi lapang hanya sekitar 60 unit karamba yang masih aktif dengan luas sekitar 3.517 m2. Karamba-karamba ini dikelola oleh 17 orang pemilik. Sebagian karamba dijumpai dalam kondisi rusak dan terlantar karena telah ditinggalkan pemiliknya. Kegiatan budidaya ikan dalam karamba ini pernah mencapai kejayaannya pada tahun 2008-2009, namun masalah kerawanan, konflik, dan hasil yang semakin menurun meng-akibatkan kegiatan ini secara perlahan mulai ditinggalkan. Kegiatan budidaya perikanan karamba pada perairan tergenang, seperti Situ Cipondoh, perlu diwaspadai
Vol. 3, 2014 karena dapat mencemari badan air. Pakan yang diberikan secara berlebihan akan tersisa dan menumpuk di dasar perairan. Proses dekomposisi limbah organik akan menyebabkan turunnya konsentrasi oksigen terlarut dan menghasilkan gas-gas lain yang dapat membahayakan kehidupan organisme, termasuk ikan yang dibudidayan. Selain itu dalam p roses penguraian akan dihasilkan nutrien, terutama unsur hara N dan P, yang dapat memicu terjadinya eutrofikasi dan pertumbuhan fitoplankton secara berlebihan (Garno 2002; Suwardi et al. 2013). 2) Perikanan kolam Di tepian situ, terutama bagian selatan, banyak terdapat kolam ikan. Berdasarkan peruntukannya terdapat dua jenis kolam yaitu kolam pemancingan dan kolam budidaya. Ikan yang dipelihara dalam kolam pancing adalah ikan mas dan nila. Ikan di kolam pemancingan umumnya tidak dibudidayakan dari ukuran benih, namun ditebar seminggu sekali dengan ikanikan ukuran besar yang siap dipanen. Ikan nila umumnya diperoleh dari pembudidaya karamba, sedangkan ikan mas diperoleh dari pemasok dari luar kawasan Situ Cipondoh. Terdapat sekitar 14 klaster kolam pemancingan dengan luas 2,297 Ha. Kolam ini tersebar di Kelurahan Cipete, Cipondoh, Kenanga dan Kunciran Jaya. Terdapat 3 klaster kolam budidaya yang teridentifikasi, dan secara administratif seluruhnya berada di Kelurahan Kunciran Jaya. Kolam ini menempati area seluas 1,396 Ha. Adapun jenis ikan yang dibudidayakan di kolam ini adalah nila dan lele. Berdasarkan analisi citra luas keseluruhan kolam di Kawasan Situ Cipondoh adalah 9,745 Ha. Namun dari observasi lapang hanya 3,693 Ha yang aktif, sedangkan sisanya (6,052 Ha) merupakan kolam terlantar. Beberapa alasan yang melatarbelakangi tidak
Pemanfaatan Ruang Situ Cipondoh
147
dimanfaatkannya kolam-kolam tersebut antara lain karena sering tersapu banjir dan kekurangan modal. 3) Perikanan Tangkap Terdapat beberapa metode penangkapan ikan yang dilakukan, yaitu menggunakan jaring bagan, jaring tancap, dan jaring tebar. Jaring bagan umumnya terletak di sekitar karamba. Jaring dibentangkan menggunakan kerangka bambu, dipasang dengan cara ditenggelamkan selama satu malam. Guna menarik ikan masuk ke dalam jaring, ditebar umpan di sekitar jaring. Metode jaring tancap hampir sama dengan metode jaring bagan. Namun jaring tidak dibentangkan secara horizontal, jaring dibentangkan vertikal dengan bantuan beberapa pasak bambu. Setelah dibentangkan selama satu hari, jaring dengan rata-rata panjang 20 m, ditarik secara melingkar. Beberapa warga lokal menyebut metode ini sebagai metode pukat. Kegiatan jaring tancap cukup meresahkan, selain mengganggu lalu lintas perahu, metode ini mengakibatkan dasar danau teraduk, dan ikan besar maupun kecil mati. Penangkapan ikan dengan menggunakan jaring dilakukan oleh 11 orang nelayan. Sebagian nelayan tersebut menjadikan kegiatan ini sebagai mata pencaharian utama. Selain jaring, alat yang digunakan berupa rakit yang terbuat dari bambu dan styrofoam dilengkapi dengan galah bambu untuk mendorong rakit. Kegiatan penangkapan umumnya dilakukan dua kali sehari, yaitu pukul 10.00-13.00 WIB dan 22.00-01.00 WIB. Setiap nelayan ratarata memperoleh 3-10 kg ikan sekali menjaring. Kegiatan menjala ikan di Situ Cipondoh menjadi atraksi yang cukup menarik bagi para pengunjung Situ Cipondoh. 4) Rekreasi memancing Kegiatan memancing yang dilakukan masyarakat di perairan Situ
148
PANCAWATI DAN SAIFULLAH
Cipondoh umumnya bertujuan untuk menyalurkan hobi. Hampir setiap hari Situ Cipondoh ramai dikunjungi oleh puluhan pemancing yang umumnya datang dari berbagai wilayah di sekitar Kota Tangerang. Jumlah ikan yang melimpah merupakan daya tarik bagi pemancing Situ Cipondoh. Melimpahnya jumlah ikan di perairan Situ Cipondoh diduga berasal dari kegiatan pelepasan benih ikan yang telah dilakukan beberapa kali oleh pemerintah Kota Tangerang, serta jebolnya karamba atau kolam ikan yang kerap terjadi akibat meluapnya Situ Cipondoh saat musim hujan. Lokasi pemancingan tersebar di sepanjang tepian perairan yang berada di Kelurahan Kunciran, Cipondoh dan Poris Plawad. Kegiatan rekreasi memancing mendorong munculnya berbagai aktivitas ekonomi lain seperti penjualan perlengkapan memancing, warung kopi, warung makan dan tempat penitipan sepeda motor. Pemerintah perlu memfasilitasi kegiatan memancing yang dilakukan masyarakat, antara lain dengan membangun pembatas yang dapat berfungsi sebagai pijakan memancing sekaligus sebagai penanda batas fisik situ. 5) Pertanian Kegiatan pertanian di kawasan Situ Cipondoh secara umum dapat dikelompokkan menjadi dua, yaitu pertanian lahan kering dan pertanian lahan basah. Berdasarkan survei lapang, terdapat beberapa lokasi lahan basah yang telah diolah menjadi lahan pertanian. Penduduk setempat memanfaatkan lahan basah dan mengolahnya menjadi lahan pertanian karena menganggap lahan tersebut terlantar. Komoditi yang ditanam di lahan basah antara lain padi dan kangkung. Palawija ditanam di wilayah ini dengan sistem surjan. Menurut masyarakat setempat saat musim kemarau beberapa lahan basah akan mengering dan dapat dimanfaatkan untuk bertani palawija. Lokasi pemanfaatan lahan basah untuk
JIPP pertanian antara lain di Cipete, Kunciran Jaya dan Nerogtog. Luas pertanian lahan basah di kawasan Situ Cipondoh adalah 14,609 Ha. Kegiatan pertanian lahan kering di kawasan Situ Cipondoh dijumpai di dalam bentuk tegalan dan kebun. Jenis palawija yang ditanam di tegalan antara lain kangkung, bayam, cesim, cabai, mentimun, ubi kayu dan ubi jalar. Lahan dengan komoditas tersebut banyak dijumpai Kelurahan Cipondoh, Cipete, Kenanga dan Kunciran Jaya. Selain tegalan, di sekitar Situ Cipondoh terdapat kebun-kebun buah dan tanaman hias. Kebun buah, terutama jambu biji (Psidium guajava) banyak diusahakan di Kelurahan Kunciran Jaya. Sedangkan budidaya tanaman hias banyak terdapat di Kunciran Jaya dan Nerogtog. Tamanan hias yang dibudidayakan antara lain Philodendron, cemara, palem kipas dan palem kenari. Luas pertanian lahan kering di kawasan Situ Cipondoh diperkirakan mencapai 34,838 Ha. 6) Peternakan Pemanfaatan kawasan Situ Cipondoh bagi kegiatan peternakan teridentifikasi di Kelurahan Kunciran Jaya, yaitu peternakan bebek dan peternakan ayam. Luas lahan yang digunakan sebagai area peternakan adalah 1,4 Ha. Peternakan bebek menempati area di tepian situ bagian selatan, tepatnya di Kampung Pinggir Situ Kelurahan Kunciran Jaya. Lokasi peternakan bebek berada cukup jauh dari pemukiman penduduk. Terdapat 10 orang peternak yang masing-masing memiliki kandang dengan ukuran yang beragam. Peternak memanfaatkan lahan basah di sekitar kandang sebagai lahan penggembalaan, namun sesekali kawanan bebek digembalakan dengan cara dilepas ke perairan secara bergantian. Bebek yang diternakan di lokasi merupakan jenis petelur berjumlah sekitar 6.600 ekor dengan kandang seluas 8.170 m². Kegiatan ini telah berlangsung dua
Vol. 3, 2014 tahun, merupakan relokasi dari lokasi awal di Gondrong Petir. Peternakan ayam di kawasan Situ Cipondoh dilakukan dengan sistem mina-ayam. Luas peternakan ayam sekitar 3.970 m2 berlokasi di bagian timur Kelurahan Kunciran Jaya. 7) Pemanfaatan lain Selain lahan pertanian dan perikanan, di dalam kawasan Situ Cipondoh terdapat pemukiman dan pabrik seluas 32,141 Ha. Kawasan terbangun pada sempadan situ seharusnya tidak diperkenankan karena akan mengganggu fungsi situ sebagai kawasan resapan air. Saluran-saluran pembuangan rumah tangga dan pabrik hampir seluruhnya bermuara di Situ Cipondoh. Bahkan beberapa pabrik diduga telah membuang limbah cairnya ke saluran ini. Pabrik yang berada di kawasan ini antara lain pabrik lem, daur ulang karung plastik, dan kertas karton. Pada salah satu saluran masuk (Nerogtog) terlihat limbah cair berwarna hitam dan berbau kurang sedap. Pembuangan limbah rumah tangga dan industri menjadi salah satu ancaman yang perlu diwaspadai bagi kelestarian Situ Cipondoh. Bila meninjau kembali Rencana Detail Tata Ruang Kecamatan Pinang 2005-2015, secara eksplisit telah disebutkan bahwa salah satu upaya pemerintah untuk melindungi fungsi situ dari kegiatan manusia adalah dengan melarang pembuangan limbah rumah tangga dan industri serta pengurugan daerah tepian situ yang akan mempercepat penyempitan wilayah situ. Nampaknya masih diperlukan perhatian, upaya dan tindakan yang lebih nyata dari pengambil kebijakan guna mempertahankan Situ Cipondoh sebagai kawasan konservasi yang berkelanjutan sebagaimana telah ditetapan dalam Rencana Tata Ruang Wilayah Kota Tangerang 2008-2028.
Pemanfaatan Ruang Situ Cipondoh
149
KESIMPULAN Pada tahun 2014, luas Situ Cipondoh adalah 101,695 Ha terdiri dari 44,178 Ha badan air dan 53,365 Ha lahan basah. Luas situ mengalami penyusutan sebesar 81,998 Ha dibandingkan luas semula (126,1757 Ha). Situ Cipondoh memiliki potensi pertanian dan perikanan yang dapat dikembangkan dalam mendukung perekonomian masyarakat. Kegiatan pemanfaatan kawasan situ antara lain perikanan karamba (1,782 Ha), kolam ikan (9,745 Ha), rekreasi memancing, perikanan jaring tangkap, pertanian (49,447 Ha) dan peternakan (1,4 Ha). DAFTAR PUSTAKA [DLH] Dinas Lingkungan Hidup. 2008. Konservasi Sumberdaya Air dan Pengendalian Kerusakan SumberSumber Air. Dinas Lingkungan Hidup Kota Tangerang. Tangerang. Garno YS. 2002. Beban Pencemaran Limbah Perikanan Budidaya dan Yutrofikasi Di Perairan Waduk Pada Das Citarum. Jurnal Teknologi Llingkungan 3(2): 112-12. [KLH] Kementerian Lingkungan Hidup. 2009. Pedoman pengelolaan Ekosistem Danau. Kementerian Lingkungan Hidup Republik Indonesia. Krismono MF, Raharjo E, Harris, dan ES Kartamihardja. 2010. Pengaruh Perambanan Enceng Gondok (Eichhoria crassipes) oleh Ikan Koan (Ctenopharyngodon idella) Terhadap Kesuburan dan Kelimpahan Fitoplankton di Danau Limboto. Bawal. 3(2): 103-113. Lancar L and Krake K (Reviewers). 2002. Aquatic Weeds and Their Management. International Commission on Irigation and Drainage, USA. 71 pp. Naryanto et al. 2009. Indonesia Diantara Berkah dan Musibah. Kementrian Negara Riset dan Teknologi. Jakarta. 175 hlm.
150
PANCAWATI DAN SAIFULLAH
Priadie B. 2011. Upaya Revitalisasi Situ Di Perkotaan: Suatu Tinjauan Pengelolaan Kualitas Situ Cangkring Kota Tangerang. Jurnal Sumberdaya Air. 7(1): 15-30.
JIPP Suwardi et al. 2013. Model Eutrofikasi Sebagai Pengaruh Kegiatan Di Daerah Atas dan Perairan Waduk Panglima Besar Soedirman Banjarnegara, Jawa Tengah. Jurnal Agronomika. 13(1): 1-16.
Lampiran 1. Peta penutupan perairan Situ Cipondoh
Vol. 3, 2014
Pemanfaatan Ruang Situ Cipondoh
151
Lampiran 2. Peta pemanfaatan kawasan Situ Cipondoh pada radius sempadan 100m