Volume 6 Nomor 1 Tahun 2014
ISSN No.1693-5799
PEDAGOGIA
Jurnal Ilmiah Pendidikan Pelindung: Ketua Yayasan Pakuan Siliwangi Pengarah: Rektor Universitas Pakuan Pimpinan Umum: Drs. Deddy Sofyan, M.Pd Penyunting Ahli: Prof. Dr. H. Yus Rusyana Dra. Lestari Sukartiningsih, M.Pd. Dra. Eri Sarimanah, M.Pd. Dra. Aam Nurjaman, M.Pd. Dr. Entis Sutisna, M.Pd Dr. Surti Kurniasih, M.Pd Drs. Dadang Kurnia, M.Pd Suhendra, S.Pd., M.Pd. Dra. Atti Herawati, M.Pd Mursidah Rahmah, S.Pd., M.Pd. Dra. Susi Sutjihati, M.Si. Elly Sukmanasa, M.Pd. Pemimpin Redaksi: Rais Hidayat, M.Pd. Sekretaris Redaksi: Istiqlaliah N.H., M.Pd. Redaktur Pelaksana: Sandi Budiana, M.Pd. Siti Chodijah, M.Pd. Asih Wahyuni, M.Pd. Iyan Irdiyansyah, M.Pd. Rita Istiana, S.Si., M.Pd. Aip M. Irfan, M.Si. Lina Novita, S.Sn, M.Si Ani Yanti Ginanjar, M.Pd. Suci Siti Latifah, M.Pd. Dendy Saeful Zen, M.Pd. Irfan Fauzi, M.Pd Tata Usaha/Sirkulasi: Yuyun Elizabeth, M.Pd Alamat Redaksi: Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan Universitas Pakuan Jalan Pakuan Kotak Pos 452 Tlp. 0251 8375608 Fax 0251 8375608 Terbit Pertama Tahun 2004 Frekwensi Terbit 4 bulanan STRUKTUR ORGANISASI JURNAL PEDAGOGIA BERDASARKAN SURAT KEPUTUSAN DEKAN FAKULTAS KEGURUAN DAN ILMU PENDIDIKAN UNIVERSITAS PAKUAN NOMOR: 4951/SK/D/FKIP/VII/2012
Volume 6 Nomor 1 Tahun 2014
ISSN No.1693-5799
Pengantar Redaksi Budaya Akademik Pendidikan tinggi bagi sebuah bangsa sangat penting. Pendidikan tinggi sering disebut center of excellence dari sebuah bangsa. Clark Kerr (1966) berpendapat bahwa ‘the university has become a prime instrument of national purpose’. Melalui pendidikan tingginya, sebuah bangsa berupaya mengejar berbagai ketertinggalan dengan memproduksi sumber daya manusia (SDM) yang relevan dengan pembangunan dan perkembangan zaman. Seperti dikatakan oleh Harbison dan Myer bahwa sebuah bangsa akan menjadi makmur dan maju bila mampu mengembangkan SDM. Rhenald Kasali pada launching Pusat Pengembangan Sumber Daya Manusia Universitas Negeri Jakarta, 4 Juli 2013 menjelaskan bahwa pendidikan tinggi hendaknya mampu memproduksi lulusan yang berperan sebagai solution maker (mampu memecahkan masalah), new way of science (menemukan teoriteori dan ilmu baru), dan new way of work and organizing (menemukan cara kerja dan pengorganisasian yang baru). Namun pendidikan tinggi kita belum seperti yang diharapkan. Selama ini pendidikan tinggi di Indonesia lebih banyak berkonsentrasi dalam menyiapkan para lulusanya untuk memasuki karir profesional, sedangkan fungsi pendidikan tinggi sebagai penghasil ilmu pengetahuan agar bangsa Indonesia terbebas dari impor ilmu dan teknologi masih belum berfungsi (Soedijarto, 2000). Salah satu sumber kemajuan pendidikan tinggi yaitu kemajuan dan ketahanan budaya akademiknya. Budaya akademik adalah sikap hidup yang selalu mencari kebenaran ilmiah melalui kegiatan akademik dalam masyarakat akademik yang mengembangkan kebebasan berpikir, keterbukaan, pikiran kritis-analitis; rasional dan obyektif oleh warga masyarakat akademik (Kistanto, 2000). Budaya akademik merupakan manifestasi dari nilai-nilai bersama, semangat, norma perilaku dari warga kampus. Budaya semacam ini dapat diwujudkan dalam peraturan dan kebijakan, tata tertib, etika akademik, semangat, dan pengembangan budaya akademik yang sudah ada. Budaya akademik menurut Shen (2012) meliputi meliputi 4 aspek, yaitu : pandangan akademik (academic outlook), spirit akademik (academic spirit) dan etika akademik (academic ethics) serta lingkungan akademik (academic environment). Budaya akademik berperan penting di sebuah perguruan tinggi. Direktur Direktorat Kelembagaan dan Kerjasama Direktorat Jenderal Pendidikan Tinggi, Hermawan Kresno Dipojono menjelaskan bahwa seiring dengan penyebaran ilmu pengetahuan dan informasi yang sangat pesat di era digital ini, perguruan tinggi dituntut tidak hanya fokus dalam proses pemindahan ilmu pengetahuan (knowledge transfer), namun juga berperan aktif dalam membangun budaya akademi yang baik. Pertanyaan yang muncul adalah sudah sejauh manakah budaya akademik kita sekarang? Mampukan budaya akademik di perguruan tinggi tempat kita bekerja menghadapi gempuran globalisasi? Selamat membaca dan berpikir ! Redaksi Pedagogia
Volume 6 Nomor 1 Tahun 2014
ISSN No.1693-5799
PEDAGOGIA
Jurnal Ilmiah Pendidikan DAFTAR ISI Nomor ISSN......................................................................................................................................... i Susunan Redaksi................................................................................................................................... i Pengantar Redaksi................................................................................................................................ ii Daftar Isi............................................................................................................................................. iii 1.. THE CORRELATION BETWEEN STUDENTS’ INTEREST IN WATCHING ENGLISH MUSIC PROGRAM ON TELEVISION AND THEIR LISTENING SKILL Intan Meita, Deddy Sofyan, Entis Sutisna...................................................................................79 2.. MENINGKATKAN HASIL BELAJAR PELAJARAN BAHASA INDONESIA DENGAN MENERAPKAN MODEL PEMBELAJARAN COOPERATIVE INTEGRATED READING AND COMPOSITION Anandita Saftari Gusti Rahayu, Akhmad Yazidi, Sumardi..........................................................87 3.. ANALISIS NILAI MORAL PADA KUMPULAN CERPEN 3 SEBELAS WARTAWAN SERTA IMPLIKASINYA TERHADAP PEMBELAJARAN SASTRA DI SMA Fuja Aditiya Suryadiningrat, Eri Sarimanah, Aam Nurjaman.....................................................92 4.. HUBUNGAN ANTARA PENGETAHUAN PENCEMARAN DAN ETIKA LINGKUNGAN DENGAN PERILAKU MAHASISWA DALAM MENCEGAH PEMANASAN GLOBAL Rita Istiana, Eka Suhardi, Surjono H.Sutjahjo..........................................................................100 5.. ANALISIS MAKNA KOLOKATIF DALAM NOVEL MALULA KARYA MOCH. SUBHAN ZEIN SERTA IMPLIKASINYA DALAM PEMBELAJARAN BAHASA DAN SASTRA INDONESIADI SMA . Azis Zayyinus Sultoni, Sandi Budiana, Tri Mahajani...............................................................108 6.. IMPROVING MENTALLY RETARDED STUDENTS’ VOCABULARY MASTERY THROUGH VISUAL, AUDITORY, KINESTHETIC AND TACTILE (VAKT) METHOD Nila Dini, Mursidah Rahmah, Atti Herawati............................................................................. 119
7.. PENINGKATAN HASIL BELAJAR BIOLOGI PADA MATERI KINGDOM ANIMALIA MELALUI PENERAPAN MODEL TEAMS GAMES TOURNAMENT DAN EXAMPLE NON EXAMPLE Aprillia Hadi Lestari, Rita Retnowati, Surti Kurniasih ............................................................124 8.. PENGARUH MODEL STUDENT TEAMS ACHIVEMENT DIVISION (STAD) DENGAN TEAM GAMES TOURNAMENT (TGT) TERHADAP HASIL BELAJAR IPA SISWA SMP PGRI PALASARI CIJERUK KABUPATEN BOGOR Nadia Fitri Novianti , Nandang Hidayat, Susi Sutjihati.............................................................131
THE CORRELATION BETWEEN STUDENTS’ INTEREST IN WATCHING ENGLISH MUSIC PROGRAM ON TELEVISION AND THEIR LISTENING SKILL
79
THE CORRELATION BETWEEN STUDENTS’ INTEREST IN WATCHING ENGLISH MUSIC PROGRAM ON TELEVISION AND THEIR LISTENING SKILL Intan Meita, Deddy Sofyan, Entis Sutisna ABSTRACT The research is conducted to find out whether there is a correlation between students’ interest in watching English music program on television and their listening skill. In collecting the data, the writer gives a questionnaire to obtain the students’ interest in watching English music program on television, and then she gives a TOEIC listening test to measure their listening skill. The research population is the fourth semester students of English Education Study Program, Faculty of Teachers Training and Educational Sciences, Pakuan University. 30 students are taken as the sample. She uses correlation method and Ex Post Facto Design. After gaining the data, she calculates them using Pearson Product Moment correlation coefficient. The result of the research shows that the correlation between students’ interest in watching English music program on television and their listening skill is low (0.272). Based on the table of critical value of Pearson Product Moment, the value of rxy is lower than the value of r table with df 28 at significant level 0.05 is 0.374 and at 0.01 is 0.478. It shows that the alternative hypothesis (Ha) is rejected. It means that there is no correlation between students’ interest in watching English music program on television and their listening skill. Keywords: students’ interest, watching English music program on television, listening skill INTRODUCTION The ability to learn and understand a foreign language such as English is not easy. In fact, many students are facing the difficulties to learn English. It is because they rarely hear people surrounding them speak English. To learn a language, students have to listen first and listening is the first language skill that students have to acquire. Students can learn a language through music. Today students not only can listen music on the radio but also can watch it on television. Television offers various kinds of music program (such as MTV or VH1) every day. Students follow and listen to the music on television to know the latest information about music around the world. Watching English music program on television is easy and cheap and they can do it at their homes. Television and video can be suitable teaching aids to make students enjoy to learn English. The students can also see the speaker’s gesture and expression and sometimes it can help the students understand what people say to them. Listening English as foreign language is difficult for the students if they do not see the speaker directly. The Students can get misinterpreted and hard to catch the meaning. Through watching music program, listening will be more interesting and students can both listen and see directly. Pedagogia, Volume 6 Nomor 1 Tahun 2014
Learning process will be going on well if it is supported by interest. And the students who are interested in something they will do it seriously. Through watching English music program, they not only get the entertainment but also it can help their listening practice. THEORETICAL FOUNDATION A. Students’ Interest Almost every person has interest in his life because interest can make him do something which they like. According to Elliot et al. (2003:349), “Interest is an enduring characteristic expressed by a relationship between a person and a particular activity or object.” It is something personal, which relate to someone’s desire in order that it motivates him or her in doing his or her significant activity. Additionally, Hurlocks mentions (1987:420), “Interest is source of motivations which drive people to do what they want to do when they are free to choose.” It means motivation is the source of interest. So, the main point of interest is motivation because motivation is a source of interest. So that, to arise interest, the first thing that someone has to do is to develop his or her motivation. The students’ interest in doing or learning something will automatically motivate and affect
80
THE CORRELATION BETWEEN STUDENTS’ INTEREST IN WATCHING ENGLISH MUSIC PROGRAM ON TELEVISION AND THEIR LISTENING SKILL
them to do or learn better. Students cannot be expected to do or learn something well if they do not have the interest. But they may have a good result if they have their own interest. Pintrich and Schunk (2002:289) state, “The common generalization is that people will learn or do well if they are interested, and they will not learn or perform if they are uninterested.” Students will do kinds of activities that they like; on the contrary, they will not do what they don’t like. So, every student has different interest. Students will get more knowledge and improve their skill when they do something that they are interested in. It is the result of the process of understanding and remembering an activity that they like. It means the students will pay more attention and enjoy the learning of subject they like more than if they have no interest in it first. If they have interest, they will enjoy and learn it happily. B. Watching Music on TV Most students especially teenagers like listening to music. Today, besides listen to music on the radio, students can watch it on television or in the internet. And now they even can watch it from their mobile phone. Stempleski and Tomalin (1990:3) say, “Children and adults feel their interest quicken when language is experienced in a lively way through television and video”. It means that television is a useful media for students to learn language faster and it can make the students enjoy learning language. According to Dorr (1991), “Television may affect children’s ideas, information, feeling, beliefs, attitudes, and behaviours. Some television programs are created primarily to inform, educate or persuade children”. It means that television have a role for influential children’s mind and can add their information about knowledge. There are various music programs which are served on television. The oldest and well known music program is MTV (Music Television) channel. The basic purpose of the channel was to play music video. A music video is a short film or video that accompanies a complete piece of music most commonly a song. The music video was popularized by the MTV channel. This channel has been broadcasted around the world. Some TV channels in Indonesia have their own music program such as Oclip in Ochannel.
C. Listening Skills In daily life, people spend more time in listening than any other communication activities. They spend most of their time listening to the conversations, electronic media, classroom lectures and many kinds of communications. Listening is the ability to identify and to understand what are being said. The skill involves understanding a speaker’s pronunciation and grasping his meaning. Because listening skill is important, listeners must comprehend the meaning of the words. By learning listening they get some information from material given. Listeners listen to something depend on their aims because they will have different purpose and skill of listening. Harmer (2001:201) describes the skills of listening as follows: a. Identifying the topic Listeners are able to pick up the topic of a spoken text very quickly by their own schemata. b. Predicting and guessing Listeners sometimes guess in order to try and understand what is being talked about. They also make assumptions or guess the content from their half hearing. c. Listening for general understanding Listeners are able to understand the gist (the general idea) of the discourse. d. Listening for specific information Listeners are able to mention the specific information of what the speakers talked about. e. Listening for detailed information Sometimes listeners listen seriously in order to understand everything they are listening in details. This is usually related to instructions or directions, or to the descriptions of specific procedures. f. Interpreting text Listeners are able to see beyond the literal meaning of word in passage. Listeners should determine their aims of listening. Therefore, they can achieve target skill that they need to reach. Listening is not easy moreover when we learn a foreign language. We need to practice listening carefully to accept and perceive what is strange to us. D. The Difficulties of Listening Some learners confessed that listening is hard to do because it needs concentration to get the message that we listen. These are some Pedagogia, Volume 6 Nomor 1 Tahun 2014
THE CORRELATION BETWEEN STUDENTS’ INTEREST IN WATCHING ENGLISH MUSIC PROGRAM ON TELEVISION AND THEIR LISTENING SKILL
characteristics why listening process is difficult (Dunkel, 1991; Richards, 1983; Ur, 1984 in Brown, 2001:254): a. Clustering It relates to memory limitations and predisposition for “chunking” or clustering of language phrases, clauses and constituents. It means that speech is defined into smaller groups. b. Redundancy It relates to recognize the kinds of repetitions, rephrase, elaborations and insertions, for example “you know” and “I mean”. c. Reduce form Reduction in language can be found in phonological, morphological, syntactic or pragmatic. d. Performance variable The spoken language has hesitations, false starts, pauses and corrections. e. Colloquial language It relates to comprehend the idioms, slang, reduced form and shared cultural knowledge. f. Rate of delivery Listeners will need to be able to comprehend language delivered at varying rates of sped and at times, delivered with few pauses because the number and the length of pauses used by a speaker is more crucial to comprehension than sheer speed. g. Interaction Interaction includes negotiation, clarification, attending signals, turn-taking, and topic nomination. h. Stress, rhythm and intonation It relates to prosodic elements of spoken language, which is almost much more difficult than understanding the smaller phonological bits. Students still have to try to listen efficiently and effectively, because everything that they do depends on absorbing information that is given when they are listening. Media have an important function as aids to learning because they attract students’ attention and help encourage the students to focus on the subject in hand. Nowadays, there are so many media that can be used to improve students’ listening skill. One of them is music on television. According to Ur (1996:66), “Films and television or video programs can also provide some enjoyable listening if they are based on good stories or interesting Pedagogia, Volume 6 Nomor 1 Tahun 2014
81
topics. There is plenty of visual reinforcement to the spoken text, and television and films are associated in the students’ mind with pleasurable recreation”. Noticing the theories above, watching music on television is a medium for giving students some entertaining and useful listening practice. Watching music on television is one of enjoyable activities and can influence students’ listening skill is assumed by the writer.
RESEARCH METHODOLOGY
A. Research Method and Design In the research, the correlation method was used to investigate the correlation between students’ interest in watching English music program on television and their listening skill. The variables of the research are the students’ interest in watching English music program on television as the independent variable (X) and students’ listening skill (Y) as the dependent variable. The research design is: Tx → Ty Tx = Test on students’ interest in watching English music program on television Ty = Test on students’ listening skill In addition, the research was done in the following steps. Firstly, to find out the students’ interest in watching English music program on television, a questionnaire was given to the students. Secondly, the students were given a TOEIC listening test to measure their listening skill. Thirdly, the data were analyzed to find out the correlation coefficient value between students’ interest in watching English music program on television and their listening skill. B. Population and Sample The population of the research was the fourth semester students of English Education Study Program, the Faculty of Teachers Training and Educational Sciences, Pakuan University. The total population is 150 students from five classes. The proportional random sampling is used to take 20% of students by using lottery system. There are five students taken from each class and the total number of the sample is 30. C. Research Instrument and Measurement To measure the students’ interest in watching English music program on television and their
82
THE CORRELATION BETWEEN STUDENTS’ INTEREST IN WATCHING ENGLISH MUSIC PROGRAM ON TELEVISION AND THEIR LISTENING SKILL
listening skill, the questionnaire and TOEIC listening test were given to them. The questionnaire is used to measure the students’ interest in watching English music program on television. Likert scale is used as guidance in making the questionnaire. The questionnaire consists of positive and negative statements. The score of positive statement is 5, 4, 3, 2, 1 and for the negative statements is 1, 2, 3, 4, 5.
To measure the students’ listening skill, TOEIC listening test was given to them. The test was taken from OXFORD practice tests for the TOEIC test. There are one hundred questions in the test and all the questions are multiple choice. The score was ranged from 5 to 495. The test is divided into four parts. They are: Part I : Photographs (20 questions) Part II : Question-Response (30 questions) Part III : Short Conversation (30 questions) Part IV : Short Talks (20 questions)
D. Data Analysis To find out the correlation between the students’ interest in watching English music program on television and their listening skill, the data were collected and analyzed. There were some steps to analyzing the data. They are: 1. Scoring the questionnaire on the students’ interest in watching English music program on television. 2. Scoring the students’ listening skill test. 3. Calculating the mean. Calculating the mean to find out the balance point or average of X and Y variable. The formula is: ∑ ∑ X = = 4. Calculating the standard deviation. The formula is: ∑ Sx = √
*(
∑
) +
∑ Sy = √
*(
∑
) +
Notes: Sx : Standard deviation of variable X Sy : Standard deviation of variable Y Ʃ X : The sum of variable X Ʃ Y : The sum of variable Y N : The numbers of respondents 5. Calculating the correlation coefficient The Pearson Product Moment Formula was used to measure the degree of the relationship between the students’ interest in watching
English music program on television and their listening skill. The formula is: rxy =
√[ (∑
(∑
) (∑ )(∑ )
) (∑ ) ] [ (∑
) (∑ ) ]
Notes: Rxy: Correlation coefficient X : Score of students’ interest of watching English music program on TV Y : Score of listening test N : Number of respondent
RESEARCH FINDING
A. The Students’ Interest in Watching English Music Program on Television The data of students’ interest in watching English music program on television are gained from questionnaire which contains 20 statements. The calculation of the data is shown below:
Table 1The Scores of Questionnaire Respondents Interest Scores 1 77 2 77 3 81 4 79 5 76 6 78 7 79 8 65 9 73 10 76 11 73 12 78 13 76 14 86 15 70 16 82 17 89 18 69 19 74 20 82 21 92 22 77 23 71 24 79
.
Pedagogia, Volume 6 Nomor 1 Tahun 2014
THE CORRELATION BETWEEN STUDENTS’ INTEREST IN WATCHING ENGLISH MUSIC PROGRAM ON TELEVISION AND THEIR LISTENING SKILL
25 26 27 28 29 30
92 75 78 78 71 77 2330
∑
From the table above, it shows that the highest score is 92 and the lowest score is 65. Here are the calculation of mean and standard deviation of variable x: a. Calculation of the mean Ʃ X = X X
= = 77.7
b. Calculation of standard deviation
SDx =
√
∑
(
–[
=√ =√
=√
∑
)
–
(
] )
– –
=√
=√ = 6.21
B. Students’ listening skill (Variable y) To measure the students’ listening skill, TOEIC listening test was given to the students. The highest score that the students got is 440 and the highest score for TOEIC listening is 495. To make the score equal to the questionnaire, the writer divides the score by 4.95. The calculation of the data is shown below:
Pedagogia, Volume 6 Nomor 1 Tahun 2014
Table 2 Students’ Listening Skill Scores Respondents Listening Skill Score 1 69.7 2 59.6 3 74.7 4 84.8 5 70.7 6 77.8 7 52.5 8 63.6 9 85.8 10 74.7 11 76.8 12 59.6 13 85.8 14 70.7 15 69.7 16 81.8 17 65.6 18 70.7 19 49.5 20 88.9 21 86.9 22 76.8 23 58.6 24 85.8 25 70.7 26 70.7 27 86.9 28 80.8 29 60.6 30 76.8 ∑ 2187.6
83
84
THE CORRELATION BETWEEN STUDENTS’ INTEREST IN WATCHING ENGLISH MUSIC PROGRAM ON TELEVISION AND THEIR LISTENING SKILL
After calculating the result, the writer found that the highest score of TOEIC listening is 88.9 and the lowest score is 49.5. Here are the calculation of mean and standard deviation of variable y: a. Calculation of the mean Ʃ =
10 76 11 73 12 78 13 76 14 86 15 70 16 82 17 89 18 69 19 74 20 82 21 92 22 77 23 71 24 79 25 92 26 75 27 78 28 78 29 71 30 77 ∑ 2330
= = 72.92
b. Calculation of standard deviation ∑
SDy = √
– *(
∑
) + –
=√
(
)
–
=√
–
=√
=√
C. The Correlation Coefficient Value The writer calculated the data of the students’ interest in watching English music program on television and their listening skill in order to get the correlation coefficient value between the two variables. The data are described in the following table. Table 3 The calculation of the Students’ Interest in Watching English Music Program on Television and Their Listening Skill X 77 77 81 79 76 78 79 65 73
Y 69.7 59.6 74.7 84.8 70.7 77.8 52.5 63.6 85.8
56677.2 5606.4 4648.8 6520.8 6080.2 4879 6707.6 5838.4 4878.3 3663 7289.8 7994.8 5913.6 4160.6 6778.2 6504.4 5302.5 6778.2 6302.4 4302.6 5913.6 170432.9
Notes: N : Respondents X : Scores of questionnaire Y : Scores of listening skill
=√ = 10.77
NO 1 2 3 4 5 6 7 8 9
74.7 5776 5580.09 76.8 5329 5898.24 59.6 6084 3552.16 85.8 5776 7361.64 70.7 7396 4998.49 69.7 4900 4858.09 81.8 6724 6691.24 65.6 7921 4303.36 70.7 4761 4998.49 49.5 5476 2450.25 88.9 6724 7903.21 86.9 8464 7551.61 76.8 5929 5898.24 58.6 5041 3433.96 85.8 6241 7361.64 70.7 8464 4998.49 70.7 5625 4998.49 86.9 6084 7551.61 80.8 6084 6528.64 60.6 5041 3672.36 76.8 5929 5898.24 2188 182084 162884.1
X² 5929 5929 6561 6241 5776 6084 6241 4225 5329
Y² 4858.09 3552.16 5580.09 7191.04 4998.49 6052.84 2756.25 4044.96 7361.64
XY 5366.9 4589.2 6050.7 6699.2 5373.2 6068.4 4147.5 4134 6263.4
To measure the correlation of both variables, Pearson Product Moment formula is used. The result is as follow rxy = = √[
=
= =
√[
√[ (∑ (
√(
√
)(
(
(∑
) (∑ )(∑ )
) (∑ ) ] [ (∑
) (
) (
) ][
][
)
(
)(
) (∑ ) ] )
) (
) ]
]
= = 0.272 The result of calculation shows that the correlation coefficient value of the two variables is 0.272.
Pedagogia, Volume 6 Nomor 1 Tahun 2014
THE CORRELATION BETWEEN STUDENTS’ INTEREST IN WATCHING ENGLISH MUSIC PROGRAM ON TELEVISION AND THEIR LISTENING SKILL
D. Hypothesis Testing The writer calculated degree freedom to find the number of students participated in the research. The formula is: df = N – 2 = 30 – 2 = 28 Based on the critical value of Pearson Product Moment, the correlation value from the table with N = 28 and significant level of 0.05 is 0.374, while the correlation coefficient value from the calculation is 0.272. It shows that alternative hypothesis (Ha) is rejected, because the value or rcalculated (0.272) is lower than the value of r table (0.374). E. Discussion Based on the calculation, the correlation coefficient is 0.272. The interpretation used to know the result of correlation coefficient level is based on Arikunto (2002:245). Table 4 The Correlation Coefficient Level Range 0.000 - 0.200 0.200 - 0.400 0.400 - 0.600 0.600 - 0.800 0.800 - 1.00
Level of Correlation Very Low Low Medium High Very High
Based on the table, the value of 0.272 is considered as low correlation. It means that there is no correlation between students’ interest in watching English music program on television and their listening skill. It shows that the interest in watching English music program on television is not the factor that influences the students’ listening skill.
CONCLUSION AND SUGGESTION
A. Conclusion Based on the research findings, the value of correlation coefficient (0.272) is lower than the value of rtable with df 28 at significant level 0.05 is 0.374 and at 0.01 is 0.478. Therefore, the alternative hypothesis (Ha) is rejected. It means that there is no correlation between students’ interest in Pedagogia, Volume 6 Nomor 1 Tahun 2014
85
watching English music program on television and their listening skill. It shows that the interest in watching music program on television is not the factor that influences the students’ listening skill. B. Suggestion Even though the research result turns out to be negative, which there is no correlation between students’ interest in watching English music program on television and their listening skill, the activity would still be a good way for learning listening. Watching English music program may not be a strong factor that can influence students’ listening skill but it still can help students to familiarize themselves to any kinds of accent used in learning listening. Music in this case might not be the most suitable because of the nature of the music to usually follow certain rhythm. Therefore the writer advises the students to use other way of learning listening such us through movies or news.
REFERENCES Arikunto, Suharsimi. 2002. Prosedur Penelitian: Suatu Pendekatan Praktek. Jakarta. PT. Rineka Cipta. Brown, H. Douglas. 2001. Teaching by Principles: An Interactive Approach to Language Pedagogy. New York: Longman. Dorr, Aimee. 1991. Television and Children (A Special Medium for a Special Audience). London: Sage Publication Inc. Elliot, et al. 2003. Educational Psychology: Effective Teaching, Effective Learning. New York: Mc Grow Hill, Inc. Harmer, Jeremy. 2001. The Practice of English Language Teaching. Third Edition. Cambridge: Longman. Hurlock, Elizabeth. 1987. Child Development. Singapore: McGraw-Hill Book Company. Paul R, Pintrich and Dale H, Schunk. 2002. Motivation in Education. London: Prentice Hall. Inc. Tomalin, Barry Susan Stempleksi. 1990. Video in Action: recipes for using Video in Language Teaching. London: Prentice Hall International Ltd. Ur, Penny. 1996. Teaching Listening Comprehension. Cambridge: Cambridge University Press.
86
THE CORRELATION BETWEEN STUDENTS’ INTEREST IN WATCHING ENGLISH MUSIC PROGRAM ON TELEVISION AND THEIR LISTENING SKILL
---. 2000. OXFORD practice tests for the TOEIC test. Oxford: Oxford University Press. WRITER’S BIBLIOGRAPHY
1.
2. 3.
Intan Meita Aspriani was born on May 22nd, 1986 in Bogor. English Education Study Program Pakuan University. Deddy Sofyan, lecture of English Education Study Program Pakuan University. Entis Sutisna, lecture of English Education Study Program Pakuan University.
Pedagogia, Volume 6 Nomor 1 Tahun 2014
MENINGKATKAN HASIL BELAJAR PELAJARAN BAHASA INDONESIA
87
MENINGKATKAN HASIL BELAJAR PELAJARAN BAHASA INDONESIA DENGAN MENERAPKAN MODEL PEMBELAJARAN COOPERATIVE INTEGRATED READING AND COMPOSITION Anandita Saftari Gusti Rahayu, Akhmad Yazidi, Sumardi ABSTRAK Tujuan dalam penelitian ini adalah untuk meningkatkan hasil belajar mata pelajaran Bahasa Indonesia pada siswa kelas V melalui penerapan model pembelajaran Cooperative Integrated Reading and Composition. Dilaksanakan secara kolaboratif antara peneliti, kolaborator, dan subjek yang diteliti. Subjek penelitian ini adalah siswa kelas V Sekolah Dasar yang terdiri dari 20 siswa, dengan komposisi perempuan 8 siswa dan laki-laki 12 siswa. Pelaksanaan penelitian ini dilakukan pada semester ganjil tahun ajaran 2013-2014. Proses penelitian tindakan kelas ini dilakukan dua siklus, setiap siklus terdiri dari empat tindakan utama yaitu perencanaan, pelaksanaan tindakan, observasi, dan refleksi. Akhir dari setiap siklus dilaksanakan tes menggunakan instrumen soal. Kemudian dilakukan penelitian siklus I dan hasil yang diperoleh menunjukkan bahwa nilai rata-rata hasil belajar memperoleh nilai 61 dengan persentase 60%, siklus kedua memperoleh nilai rata-rata 73 dengan persentase 80%. Begitu pula dengan hasil observasi siswa menunjukkan adanya peningkatan pada tanggung jawab, kerjasama dan kedisiplinan saat pembelajaran dengan memperoleh nilai pada siklus pertama 72,95 dan siklus kedua memperoleh nilai 81,75. Penelitian ini berkesimpulan bahwa penerapan model pembelajaran Cooperative Integrated Reading And Composition dapat meningkatkan hasil belajar siswa mata pelajaran Bahasa Indonesia pada siswa kelas V Sekolah Dasar Negeri Cikiray Kidul Kecamatan Cisaat Kabupaten Sukabumi. Selain itu, model pembelajaran ini dapat meningkatkan kerjasama, kemandirian dan keberanian siswa dalam proses pembelajaran. Kata Kunci : Hasil Belajar, Bahasa Indonesia, model pembelajaran Cooperative Integrated Reading and Composition Pendahuluan Pembelajaran Bahasa Indonesia bertujuan untuk memudahkan siswa dalam berkomunikasi baik lisan maupun tulisan. Bahasa Indonesia dianggap pembelajaran yang mudah, namun pada kenyataanya hasil yang dicapai oleh siswa kelas V hanya sekitar 35% yang sudah mencapai KKM. Ini menunjukkan bahwa rendahnya hasil belajar dipengaruhi beberapa faktor diantaranya yaitu siswa kurang memahami pembelajaran, guru menggunakan model atau metode yang konvensional, guru memberikan soal yang sukar, dan guru kurang menguasai dan mengkondisikan kelas. Salah satu alternatif pemecahan masalah di atas, peneliti tertarik untuk melaksanakan pembelajaran Bahasa Indonesia dengan model pembelajaran cooperative integrated reading and composition untuk meningkatkan hasil belajar siswa pada pelajaran Bahasa Indonesia yang selama ini didaptkan nilai yang sangat rendah. Model ini sangat cocok diterapkan pada siswa terutama pada materi cerita rakyat. Model didukung agar Pedagogia, Volume 6 Nomor 1 Tahun 2014
siswa lebih berpastisipasi di kelas, aktif, dan dapat mengembangkan keterampilannya dalam berbahasa baik lisan maupun tulisan serta kondisi yang nyaman dan menyenangkan. Berdasarkan latar belakang di atas, maka rumusan penelitian di atas adalah: bagaimana peningkatan hasil belajar siswa pada pelajaran Bahasa Indonesia dengan menerapkan model pembelajaran cooperative integrateg reading and composition di Sekolah Dasar Negeri Cikiray Kidul Kecamatan Cisaat Kabupaten Sukabumi Tahun Ajaran 2013/2014?. Hasil belajar merupakan suatu kegiatan pembelajaran dimana guru dan siswa saling berinteraksi untuk memperbaiki dan merubah perilaku dalam suatu proses pembelajaran. Menurut Nasution, Noehi dan Adi (2004: 14) ‘hasil belajar adalah alat ukur yang mampu menentukan kemampuan seseorang setelah mengikuti pembelajaran’. Hal yang sama juga disampaikan oleh Sudjana (2004: 22) bahwa
88
MENINGKATKAN HASIL BELAJAR PELAJARAN BAHASA INDONESIA
‘hasil belajar adalah akibat proses belajar dengan menggunakan alat pengukuran yaitu berupa tes yang disusun secara terencana secara tertulis lisan maupun perbuatan’. Sedangkan hasil belajar menurut Dimyati dan Mudjiono (2006: 250) ‘ hasil belajar merupakan hal yang dapat dipandang dari dua sisi. Dari sisi peserta didik, hasil belajar merupakan tingkat perkembangan mental yang lebih baik bila dibandingkan pada saat pra-belajar. Dari sisi guru, hasil belajar merupakan saat terselesaikannya bahan pelajaran’. Hasil yang telah didapatkan oleh siswa tergantung bagaimana guru memberikan suatu materi pembelajaran dapat menyampaikannya dengan baik, maka akan baik pula hasi yang didapatkan jika tidak maka sebaliknya hasilnya pun belum dikatakan memuaskan. Pembelajaran Bahasa Indonesia sangatlah penting untuk dipelajari terutama pada tingkatan sekolah dasar, siswa mempelajari Bahasa Indonesia dengan tujuan agar siswa dapat mengembangkan cara berkomunikasi dengan baik, lisan maupun tulisan. Dengan siswa belajar bahasa, mereka akan mudah pula mempelajari bahasa dan sastra Indonesia melalui keterampilan menyimak, berbicara, membaca dan menulis. Menurut Akhadiah, Sabarti.dkk, (1991: 10) mengatakan bahwa ‘secara keseluruhan mata pelajaran Bahasa Indonesia di SD berfungsi untuk mengembangkan kemampuan bernalar, berkomunikasi, dan mengungkapkan pikiran dan perasaan, serta persatuan dan kesatuan bangsa. Pengajaran bahasa Indonesia bertujuan untuk mengembangkan kemampuan menggunakan bahasa Indonesia dalam segala fungsinya, yaitu sebagai sarana komunikasi, sarana, berpikir/bernalar, sarana persatuan, dan sarana kebudayaan’. Kemahiran siswa dalam berkomunikasi, dinilai kurang efektif, namun untuk mengembangkan kemampuan siswa dalam berkomunikasi ini dapat melalui pembelajaran Bahasa Indonesia. Siswa dapat mengungkapkan perasaannya, idenya, pendapatnya melalui bahasa lisannya maupun tulisannya. Dijelaskan pula dalam buku Depdikbud (1995) menjelaskan bahwa ‘belajar bahasa pada hakikatnya adalah belajar komunikasi. Oleh karena itu, pembelajaran bahasa diarahkan untuk meningkatkan kemampuan siswa dalam berkomunikasi, baik lisan maupun tulis. Hal ini relevan dengan kurikulum 2004
bahwa kompetensi siswa diarahkan ke dalam empat subaspek, yaitu membaca, berbicara, menyimak, dan mendengarkan. CIRC singkatan dari Cooperative Integrated Reading and Compotition, termasuk salah satu model pembelajaran cooperative learning yang pada mulanya merupakan pengajaran kooperatif terpadu membaca dan menulis (Steven dan Slavin dalam Nur, 2000:8) yaitu “sebuah program komprehensif atau luas dan lengkap untuk pengajaran membaca dan menulis untuk kelas-kelas tinggi sekolah dasar”. Pembelajaran CIRC dikembangkan oleh Stevans, Madden, Slavin dan Farnish (2009:200). ‘Pembelajaran kooperatif tipe CIRC dari segi bahasa dapat diartikan “sebagai suatu model pembelajaran kooperatif yang mengintegrasikan suatu bacaan secara menyeluruh kemudian mengkomposisikannya menjadi bagian-bagian yang penting’. Berdasarkan karakteristik tersebut model CIRC ini dapat meningkatkan kemampuan siswa dalam berpikir, membaca, menulis, seni berbahasa serta berinteraksi sosial dengan teman sebayanya. Serta tidak dapat digunakan pada mata pelajaran yang lainnya Metode Penelitian Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui peningkatan hasil belajar siswa dalam pembelajaran Bahasa Indonesia kelas V, materi cerita rakyat, di SDN Cikiray Kidul Kecamatan Cisaat Kabupaten Sukabumi melalui model pembelajaran cooperative integrated reading and composition. Pelaksanaan penelitian tindakan kelas ini di laksanakan di Sekolah Dasar Negeri Cikiray Kidul Sukabumi yang berlokasi di Jln. Raya Cikiray Desa Sukamanah Kecamatan Cisaat Kabupaten Sukabumi. Pelaksanaan penelitian dilaksanakan pada tanggal 22 Agustus dan 29 Agustus 2013 yang dilakukan pada semester ganjil tahun ajaran 2013/2014. Subjek penelitian adalah siswa-siswi di Sekolah Dasar Negeri Cikiray Kidul yang berjumlah 10 orang terdiri dari 8 siswa perempuan dan 12 siswa laki-laki. Teknik pengumpulan data pada penelitian ini melalui observasi, tes, dan dokumentasi, instrument pengumpulan data menggunakan instrument penilaian pelaksanaan pembelajaran di kelas (penilaian kinerja guru), lembar observasi aktivitas siswa, dan penilaian/ tes. Pedagogia, Volume 6 Nomor 1 Tahun 2014
MENINGKATKAN HASIL BELAJAR PELAJARAN BAHASA INDONESIA
Analisis data yang diterapkan dalam penelitian tindakan kelas adalah statistik deskriptif sederhana, dengan langkah-langkah statistik sebagai berikut: Mentabulasi data hasil observasi dan penilaian (tes), dan memperoleh nilai rata-rata (mean) atau dengan rumus :
Pada pertemuan siklus I hasil perolehan evaluasi siswa memperoleh ketuntasan belajar 60%. Untuk lebih jelasnya dapat dilihat pada tabel di bawah ini. Tabel 4.12 Ketuntasan Hasil Belajar Siswa Siklus I No 1 2
X= atau Rata-rata persentase X=
×100%
Keterangan: X = nilai rata-rata atau rata-rata presentase Xi = nilai x ke 1 sampai ke n n = jumlah siswa Dengan adanya perbaikan kualitas pembelajaran Bahasa Indonesia di kelas V SDN Cikiray Kidul dengan menggunakan model pembelajaran, cooperative integrateg reading and composition maka indikator keberhasilan penelitian adalah 75% dari jumlah 20 siswa mencapai hasil belajar mencapai KKM sebesar 60. Hasil Penelitian Sebelum penelitian ini dilaksanakan, penulis terlebih dahulu melaksankaan pra siklus yaitu dengan memberikan tes awal kepada siswa. Dari hasil tes awal tersebut diperoleh nilai rata-rata sebesar 54,75. Untuk lebih jelasnya dapat dilihat pada tabel berikut. Tabel 4.4 Persentase Ketuntasan Tes Awal Siswa No
Ketuntasan
1 Tuntas 2 Belum Tuntas Jumlah
Jumlah Siswa 7 13 20
Presentase 35% 65% 100%
Berdasarkan tabel 4.4 dapat diketahui dari jumlah 20 siswa, 7 diantaranya sudah memenuhi kriteria ketuntasan minimal (KKM) sebesar 35%. Sedangkan siswa yang memperoleh nilai di bawah KKM sebanyak 65%. Secara keseluruhan siswa belum tuntas dalam pembelajaran matematika karena nilai hasil rata-rata belajar mata pelajaran Bahasa Indonesia pada tes awal sangat rendah dari indikator keberhasilan penelitian yang ditentukan. Pedagogia, Volume 6 Nomor 1 Tahun 2014
89
Ketuntasan Tuntas Belum Tuntas Jumlah
Jumlah Siswa 12 8 20
Presentase 60% 40% 100%
Berdasarkan tabel 4.12 dapat diketahui dari jumlah 20 siswa 12 siswa diantaranya sudah memenuhi kriteria ketuntasan minimal (KKM) sebesar 60%. Sedangkan siswa yang memperoleh nilai di bawah KKM ada 8 siswa atau sebanyak 40%. Hal-hal yang menyebabkan pada siklus I sudah mencapai nilai KKM sebesar 60 dikarenakan penulis sudah menggunakan model pembelajaran cooperative integrated reading and composition karena model pembelajaran ini sangat mengutamakan keaktifan, mengembangkan kemampuan menulisnya dan interaksi sosial antar siswa, sehingga siswa dapat mengerjakan soal dengan kemandiriannya. Perolehan nilai rata-rata hasil belajar pada pembelajaran siklus II ini memperoleh nilai rata-rata sebesar 73. Perolehan nilai siswa dapat dilihat pada table di bawah ini. Tabel 4.20 Ketuntasan Hasil Belajar Siklus II No 1 2
Ketuntasan Tuntas Belum Tuntas Jumlah
Jumlah Presentase Siswa 16 80% 4 20% 20 100%
Berdasarkan tabel 4.20 dapat diketahui dari jumlah 20 siswa, 16 siswa diantaranya sudah memenuhi kriteria ketuntasan minimal (KKM) sebesar 80%. Sedangkan siswa yang memperoleh nilai di bawah KKM ada 4 siswa atau sebanyak 20%. Hal ini dikarenakan siswa sudah lebih memahami pembelajaran yang telah diberikan dan sudah dipelajari sebelumnya. Adapun penyebab siswa yang belum mencapai nilai KKM pada siklus II yaitu siswa belum mampu menjawab soal yang telah diberikan oleh guru dan juga konsenterasi dalam belajar serta keaktifan siswa di dalam kelas.
90
MENINGKATKAN HASIL BELAJAR PELAJARAN BAHASA INDONESIA
Pembahasan Berhasil atau tidaknya suatu pembelajaran tidak akan terlepas dari peran seorang guru yang sangat besar, baik dalam penyampaian materi maupun pemberian tes dalam pembelajaran. Sebagaimana yang disampaikan oleh Sudjiono (2005: 66) “tes adalah alat atau prosedur yang digunakan dalam rangka pengukuran dan penilaian”, dikatakan pula oleh Nugriyantoro (2001) ‘tes adalah alat pengukur yang mempunyai standar yang objektif sehingga dapat digunakan secara meluas serta digunakan untuk mengukur dan membadingkan’. Penilaian berbasis kelas merupakan proses pengumpulan dan penggunaan informasi tentang hasil belajar siswa dengan mengidentifikasi pencapaian kompetensi dan hasil belajar yang jelas standarnya dan disertai peta kemajuan belajar secara terpadu dengan proses belajar mengajar. Dan ini terlihat pada hasil penelitian, walapun hasil yang didapat pada siklus I belum mencapai KKM 60 secara keseluruhan. Sebelum diadakan perbaikan siswa yang tuntas hanya 7 siswa atau 35% dengan nilai rata-rata 54,75, namun setelah diadakannya perbaikan pada siklus I siswa yang mencapai ketuntasan sebanyak 12 siswa atau 60% dengan nilai rata-rata 61. Ketuntasan dalam pemahaman menyimak siswa pun masih jauh dari pencapaian sebelum perbaikan 40% dengan nilai rata-rata 57,4 namun setelah diadakan perbaikan pada siklus I meningkat menjadi 60% dengan nilai rata-rata 61,5. Pada aktivitas guru juga mengalami peningkatan 75% masih dalam kategori yang perlu ditingkatkan dan aktivitas siswa 65% perlu dilakukan perbaikan ke arah yang lebih baik dalam mencapai ketuntasan indikator penelitian sebesar 75%. Pada siklus II mengalami begitu banyak peningkatan dalam pelaksanaan pembelajaran atau kinerja guru pada siklus I dengan rata-rata nilai 74,54 dan di siklus II mengalami peningkatan dengan rata-rata 89,19 dikategorikan sangat berkualitas. Dilajutkan dengan pengamatan aktivitas siswa pada siklus I dengan nilai rata-rata 71,33 dan di siklus II meningkat dengan nilai rata-rata 84 dikategorikan sangat baik. Ketuntasan dalam pemahaman menyimak siswa pada siklus I dengan nilai rata-rata 61,5 dan pada di siklus II meningkat menjadi 70,1. Dan yang terakhir hasil belajar dari pelajaran Bahasa Indonesia pada siklus I ketuntasan belajar sebesar 60% dan mengalami peningkatan sebesar 80%
dikategorikan sangat baik. Pembelajaran di siklus II diakhiri dengan pembelajaran tuntas. Peneliti merasa telah berhasil mencapai nilai ketuntasan pembelajaran. Berdasarkan hasil penelitian yang telah dilaksanakan, berikut ini adalah perbandingan antara hasil penelitian siklus I dan siklus II. Aspek yang Diteliti
Penilaian pelaksanaan pembelajaran
Hasil Siklus I Nilai Kategori Ratarata 75,45 B
Observasi aktivitas siswa 71,33 Pemahaman 61,5 Menyimak Siswa Tes hasil 61 belajar
Hasil Siklus II Nilai RataKategori rata 89,19
A
B
84
A
B
70,1
B
B
73
B
Dari tabel di atas, hasil penelitian menunjukan bahwa terjadi peningkatan pada setiap aspek yang telah diteliti. Pada siklus I pelaksanaan pembelajaran dengan nilai 75,45 dikategorikan berkualitas dan pelaksanaan pembelajaran meningkat di siklus II dengan nilai 89,91 dikategorikan sangat berkualitas. Dalam pelaksanaan pembelajaran peran guru sangat penting pada proses pembelajaran dan telah dilaksanakan dengan sangat baik. Pada aktivitas siswa di siklus I dengan nilai 71,33 dikategorikan baik dan aktivitas siswa di siklus II meningkat dengan nilai 84 dikategorikan sangat baik, adapun aspek yang dinilai pada aktivitas siswa yaitu kerjasama, kemandirian dan keberanian. Selajutnya penilaian dalam pemahaman menyimak siswa, pada siklus I pemahaman menyimak siswa dengan nilai 61,5 dikategorikan baik dan mengalami peningkatan pada siklus II dengan nilai 70,1 dikategorikan baik. Dalam pemahaman siswa dalam menyimak ada aspek yang dinilai diantaranya pemahaman isi teks, pemahaman detail isi teks, ketepatan organisasi teks, ketepatan diksi, kalimat ketepatan struktur, ejaan dan tata tulis dan kebermaknaan penuturan. Diakhiri dengan tes hasil belajar, pada siklus I mencapai nilai ratarata 61 dengan kategori baik dan setelah dilakukan perbaikan pada siklus II meningkat mencapai nilai rata-rata 73 dengan kategori baik.
Pedagogia, Volume 6 Nomor 1 Tahun 2014
MENINGKATKAN HASIL BELAJAR PELAJARAN BAHASA INDONESIA
Simpulan Setelah peneliti melakukan penelitian pembelajaran di siklus I dan siklus II terlihat dari aspek kinerja guru, aktivitas siswa, pemahaman menyimak siswa dan hasil belajar siswa mengalami peningkatan. Peneliti menyimpulkan faktor-faktor terjadinya peningkatan dari siklus I ke siklus II adalah model pembelajaran cooperative integrated reading and composition tepat dilaksanakan di kelas V pada mata pelajaran Bahasa Indonesia khususnya pada materi Cerita Rakyat dan didukung dengan media yang digunakan dalam proses pembelajaran. Setelah guru memilih model pembelajaran dengan tepat maka akan mempengaruhi kegiatan pembelajaran menjadi lebih baik contohnya kondisi kelas akan lebih tertib, aktivitas siswa meningkat, pemahaman menyimak siswa dan hasil belajar siswa meningkat. Dan mendapat respon yang positif baik siswa maupun guru. Daftar Pustaka Dadan, Prana. 2008. Apresiasi Sastra Indonesia. Bandung: UPI PRESS Dimyati, Mudjiono. 2009. Belajar dan Pembelajaran. Jakarta: Rineka Cipta Guntur Henry, Tarigan. 2008. Menyimak Sebagai Suatu Keterampilan Berbahasa. Bandung: Angkasa Muda Hairuddin, dkk. 2008. Pembelajaran Bahasa Indonesia. Jakarta: Direktorat Jenderal Pendidikan Tinggi Departemen Pendidikan Nasional Lie, Anita. 2002. Cooperative Learning. Jakarta: Gramedia Widiasarana Indonesia Purwanto. 2008. Evaluasi Hasil Belajar. Yogyakarta: Pustaka Pelajar Rahayu, Sri. 2009. Bahasa Indonesia Untuk SD/MI kelas 5. Jakarta: Pusat Perbukuan, Departemen Pendidikan Nasional Resmini, dkk. 2006. Pembinaan dan Pengembangan Pembelajaran Sastra Indonesia. Bandung: UPI PRESS
Pedagogia, Volume 6 Nomor 1 Tahun 2014
91
BIODATA PENULIS 1 Anandita Saftari Gusti Rahayu, Lahir di Sukabumi 31 Agustus 1991, Lulusan Program Studi Pendidikan Guru Sekolah Dasar Universitas Pakuan 2 Akhmad Yazidi, Staf Pengajar Program Studi Pendidikan Guru Sekolah Dasar Universitas Pakuan 3 Sumardi Staf Pengajar Program Studi Pendidikan Guru Sekolah Dasar Universitas Pakuan
92
ANALISIS NILAI MORAL PADA KUMPULAN CERPEN 3 SEBELAS WARTAWAN
ANALISIS NILAI MORAL PADA KUMPULAN CERPEN 3 SEBELAS WARTAWAN SERTA IMPLIKASINYA TERHADAP PEMBELAJARAN SASTRA DI SMA Fuja Aditiya Suryadiningrat, Eri Sarimanah, Aam Nurjaman ABSTRAK Tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui dan mendeskripsikan nilai moral yang terdapat dalam antologi cerpen Kumpulan Cerpen 3 Sebelas Wartawan serta implikasinya terhadap pembelajaran sastra di SMA. Metode yang digunakan dalam penelitian ini adalah deskriptif kualitatif. Data yang dianalisis dideskripsikan sedemikian rupa sehingga diperoleh gambaran mengenai nilai moral yang meliputi nilai berbuat baik, nilai keadilan dan nilai hormat terhadap diri sendiri dalam antologi cerpen Kumpulan Cerpen 3 Sebelas Wartawan. Teknik pengumpulan data penelitian dilakukan dengan membaca antologi cerpen, menyeleksi cerpen yang dianalisis, mengidentifikasi nilai-nilai moral, memasukan data-data temuan ke dalam tabel hasil identifikasi, mengklasifikasikan data-data temuan yang menunjukkan nilai berbuat baik, nilai keadilan dan nilai hormat terhadap diri sendiri. Setelah itu, menganalisis nilai-nilai moral tersebut. Berdasarkan hasil analisis nilai moral antologi cerpen Kumpulan Cerpen 3 Sebelas Wartawan terdapat 112 data-dat kutipan yang meliputi: nilai berbuat baik terdapat 44 kutipan , nilai keadilan terdapat 19 kutipan, nilai hormat terhadap diri sendiri terdapat 49 kutipan. Jadi, nilai hormat terhadap diri sendiri lebih dominan dibandingkan nilai berbuat baik dan nilai keadilan. Antologi cerpen Kumpulan Cerpen 3 Sebelas Wartawan adalah sebuah antologi cerpen yang layak menjadi bahan pembelajaran dalam menemukan nilai moral yang meliputi nilai berbuat baik, nilai keadilan dan nilai hormat terhadap diri sendiri pada bidang keterampilan berbicara di kelas X Semester I dengan standar kompetensi Membahas cerita pendek melalui kegiatan diskusi dan kompetensi dasarnya adalah Menemukan nilai-nilai cerita pendek melalui kegiatan diskusi. Pada bidang keterampilan menyimak di kelas XI Semester II dengan standar kompetensi Memahami pembacaan cerpen dan kompetensi dasarnya adalah Menemukan nilai-nilai dalam cerpen yang dibacakan. Dalam antologi cerpen Kumpulan Cerpen 3 Sebelas Wartawan ini, sering muncul tingkah laku yang kurang baik terhadap orang lain yang bersifat kasar dan kurang santun. Jika dihubungkan dengan ciri perkembangan psikologi pada siswa SMA menurut Sarlito Wirawan Sarwono yang harus mengetahui bagaimana seharusnya bertingkah laku. Maka, para siswa SMA dapat memilih dan menentukan mana yang harus ditiru dan yang tidak. Selain itu, siswa diarahkan agar lebih mengenal kehidupan dan berprilaku baik dengan moralitas ideal yang terjadi sehingga dapat mengambil pesan yang disampaikan dari antologi cerpen ini. Kata Kunci : Analisis, Nilai Moral, Kumpulan Cerpen 3 Sebelas Wartawan
PENDAHULUAN Humanisme merupakan pandangan hidup yang memaknai manusia dan kemanusiaan sebagai dasar dan tujuan dari segala pemikiran ilmu pengetahuan, moral, budaya, dan agama. Ketika manusia menjunjung tinggi nilai-nilai humanisme, maka interaksi untuk memenuhi kebutuhan hidup manusia itu sendiri akan berjalan dengan baik. Kaum humanisme menjunjung tinggi nilai kebebasan, persamaan derajat, dan martabat manusia dalam berinteraksi dengan sesama. Dengan kata lain humanisme membuat manusia lebih manusiawi.
Nilai-nilai humanisme tercermin dari sikap moral berbuat baik, keadilan, hormat terhadap diri sendiri, dan bertanggung jawab. Apabila sikap moral yang didasarkan pada nilai-nilai humanisme diterapkan dalam interaksi manusia dengan sesamanya, maka akan tercipta suasana yang harmonis dan selaras bagi seluruh unsur terkait dalam sebuah masyarakat. Sebaliknya, apabila nilai-nilai humanisme tidak mendasari sikap moral dalam interaksi dengan sesama maka akan terjadi persoalan-persoalan humanisme di masyarakat seperti diskriminasi personal atau kelompok, pertikaian personal atau Pedagogia, Volume 6 Nomor 1 Tahun 2014
ANALISIS NILAI MORAL PADA KUMPULAN CERPEN 3 SEBELAS WARTAWAN
kelompok, sikap tak acuh, kesenjangan sosial bahkan sampai menghilangkan nyawa seseorang. Sastra merupakan suatu bentuk dan hasil pemikiran seni kreatif yang objeknya manusia dan kehidupannya, dengan menggunakan bahasa sebagai alat pemyampaiannya. Sastra dapat menjelaskan kondisi manusia dengan melukiskan kehidupan dan pikiran ke dalam bentuk dan struktur bahasa yang memiliki nilai seni. Sebagai media pengungkapan segi-segi kehidupan manusia, sastra merupakan salah satu bentuk kebudayaan. Namun sastra tidak hanya mengandung unsur seni dan budaya saja, tetapi juga dapat meningkatkan pengetahuan, penalaran, dan kreativitas dalam kehidupan. Oleh karena itu, pembelajaran apresiasi sastra merupakan media yang tepat dalam menanamkan nilai-nilai moral kepada siswa, agar siswa dapat mengembangkan kepribadiannya menjadi manusia yang bermoral. Menikmati karya sastra sangat memberikan manfaat bagi pembacanya, karena bacaan tersebut sarat dengan pengetahuan, moral, dan nilai estetik, sehingga dapat meningkatkan kemampuan berbahasa dalam mengarang dari imajinasinya sehingga menunjang pembentukan watak pembacanya. Cerpen merupakan cerita pendek yang mengisahkan bagian tertentu dari sebuah kehidupan tokoh. Pendeknya sebuah cerpen bukan karena jumlah katanya yang hanya sedikit jika dibandingkan dengan novel, tetapi karena aspek masalah yang terbatas yang diangkat oleh pengarang. Dengan pembatasan masalah, maka masalah yang diangkat pengarang akan tergambar dengan jelas. Permasalahan yang diangkat oleh pengarang mempunyai tujuan tertentu karena cerpen berisi gambaran perilaku yang nyata dari zaman saat cerpen dibuat. Pada kurun waktu 2009-2010 banyak kumpulan cerpen yang terbit dan beredar di masyarakat. Ada beberapa cerpen yang dibaca hanya sebagai hiburan. Ada pula cerpen yang mengangkat permasalahan yang kompleks seperti cinta, kritik sosial, agama, filsafat, psikologi, dan moral, sehingga membutuhkan konsentrasi dan kepekaan yang tinggi dari pembaca untuk memaknainya. Salah satu kumpulan cerpen yang mengangkat permasalahan yang komplekstentangnilai-nilai moral dan menggambarkan perilaku pada zaman sekarang adalah Kumpulan Cerpen 3 Sebelas Wartawan. Salah satu pembelajaran sastra yang diajarkan di sekolah yakni mengapresiasi cerpen.Pembelajaran tentang Pedagogia, Volume 6 Nomor 1 Tahun 2014
93
sastrakhususnyacerpen menjadi kegiatan belajarmengajar yang dapat meningkatkan daya apresiatif dan elemen-elemen pengembangan psikologis siswa yang nantinya menjadi dasar tolok-ukur tentang nilai moral yang ideal. Implikasi yang diharapkan dari mengalisis Cerpen 3 Sebelas Wartawan yakni agar siswa mampu meningkatkan pemahaman secara teoretis terkait nilai-nilai moral yang ideal di SMA sesuai dengan kurikulum yang telah ditetapkan. Dari segi penerapannya, siswa diharapkan mampu mempertajam perasaan, penalaran, kepekaan terhadap masyarakat, kebudayaan, lingkungan hidup,menghargai dan membanggakan sastra Indonesia sebagai budaya intelektual. Berdasarkan latar belakang tersebut, maka penulis merasa sangat tertarik untuk merumuskan judul “Analisis Nilai Moral pada Kumpulan Cerpen 3 Sebelas Wartawan Serta Implikasinya Terhadap Pembelajaran Sastra di SMA”. Hasil penelitian ini diharapkan menjadi salah satu masukan terhadap upaya meningkatkan proses belajar mengajar sastra khususnya cerpen di SMA yang menitikberatkan terhadap nilai-nilai moral yang ideal. Berdasarkan latar belakang masalah yang telah dijelaskan di atas peneliti memfokuskan masalah sebagai berikut: 1. Bagaimana nilai moral dalam Kumpulan Cerpen 3 Sebelas Wartawan? 2. Bagaimana implikasi Kumpulan Cerpen 3 Sebelas Wartawan terhadap bahan pembelajaran bahasa dan sastra Indonesia di SMA? Cerpen-cerpen yang akan dianalisis berjumlah sebelas Cerpen, yaitu: Hari Pertama Pandu, Artis Sinetron, Mudik Lebaran, Jangan Panggil Aku Haji, Lelaki Pencari Bibir, Patah Diakhir Derita, Suatu Siang, Kembali, Warung Oden, Harakiri Lena, Ayahku Koruptor. Tujuan penelitian ini yaitu untuk mendeskripsikan nilai-nilai moral dalam Kumpulan Cerpen 3 Sebelas Wartawan serta implikasi nilainilai tersebut terhadap pembelajaran apresiasi sastra di SMA. LANDASAN TEORI Menurut Sidi Gizalba (1973: 483) moral merupakan ide-ide yang umum diterima oleh masyarakat tentang tindakan manusia, mana yang baik dan mana yang wajar, dengan ukuran tindakan yang umum diterima oleh kesatuan sosial masyarakat tertentu. Aturan-aturan tentang tindakan manusia
94
ANALISIS NILAI MORAL PADA KUMPULAN CERPEN 3 SEBELAS WARTAWAN
yang menjadi pedoman dan dipegang teguh oleh suatu masyarakat disebut dengan prinsip nilai moral. Menurut Robert C. Solomon (1987: 36) Prinsip nilai moral pada dasarnya memberikan petunjuk dan penilaian terhadap perbuatan dan tindakan yang boleh dilakukan dan perbuatan yang tidak boleh dilakukan di dalam suatu masyarakat. Prinsipprinsip nilai moral dianggap sangat penting karena prinsip-prinsip nilai moral perlu demi kebahagiaan suatu masyarakat. Menurut Franz M. Suseno (1989: 130-133) tolok ukur yang digunakan untuk menilai tindakan moral manusia didasarkan pada prisip-prinsip nilai moral. Menurut Suseno ada tiga prinsip nilai moral yang meliputi: nilai sikap baik, nilai keadilan, nilai hormat terhadap diri sendiri. METODE PENELITIAN Metode yang digunakan dalam penelitian ini adalah metode deskriptif kualitatif. Metode ini digunakan untuk memecahkan masalah dan menjawab permasalahan yang sedang dihadapi pada penelitian ini. Menurut Moleong (2000: 6) dalam bukunya yang berjudul Metodologi Penelitian
Kualitatif menyatakan bahwa metode deskriptif kualitatif merupakan data yang dikumpulkan berupa kata-kata, gambar, dan bukan angka-angka. Laporan penelitian akan berisi kutipan-kutipan data untuk memberi gambaran penyajian laporan. Arikunto (2010: 3) metode deskriptif kualitatif adalah penelitian yang dimaksudkan untuk menyelidiki keadaan, kondisi atau hal-hal lain yang sudah disebutkan, yang hasilnya dipaparkan dalam bentuk laporan penelitian. Berdasarkan pendapat di atas, dapat disimpulkan bahwa metode penelitian deskriptif kualitatif adalah metode penelitian yang dilakukan dengan cara mengumpulkan data berupa kata-kata kemudian mengklasifikasi data dan menganalisis data. a. Data Data dalam penelitian yaitu berupa kutipan kalimat yang mengandung nilai moral dari Kumpulan Cerpen 3 Sebelas Wartawan. b. Sumber Data Sumber data yang digunakan dalam penelitian ini berasal dari Kumpulan Cerpen 3 Sebelas Wartawan.
HASIL PENELITIAN TABEL PENGATEGORIAN TEMUAN ANTOLOGI CERPEN KUMPULAN CERPEN 3 SEBELAS WARTAWAN BERDASARKAN NILAI MORAL Judul Cerpen
No
Hlm
Bang Jali Gerah di Pagi yang Cerah
1 2 3 4
4 4 4 5
5 6 7
5 5 6
8
7
9
7
Kutipan
a
“Saya kan sudah minta maaf, Be. Saya sudah bilang menyesal.” “Babe harus sehat terus, panjang umur. Murah rezeki.” √ “Ya mungkin karena Tuhan belum kasih saya keluasan rezeki, Be.” “Tuhan itu adil, Sani. Yang belajar giat waktu kecil, yang giat menanam waktu kecilnya, dia memetik hasilnya sesudah besar. Bukan seperti elu. Yang kecilnya males, gede-nya susah. Itu jamak. Itu namanya Tuhan adil. Maha adil.” “Minum, Sani. Tenggorokan lu kering tuh,” katanya. √ “Terima kasih, Nyak,” katanya. Mat Sani mengangkat pantatnya. Menyalami tangan ayahnya. Masuk menemui ibunya dan mencium tangannya. √ Bang Jali mengambil 350 ribu dan menyerahkannya kepada Mpok Minah. “Ini lu kasih langsung ke si Salmah. Jangan kasih si Sani.” Sepeninggal istrinya, Bang Jali menyandarkan kepalanya di kursi. Dua butir air mata menyembul dari sudut matanya.
Moral b c √ √ √
√
Pedagogia, Volume 6 Nomor 1 Tahun 2014
ANALISIS NILAI MORAL PADA KUMPULAN CERPEN 3 SEBELAS WARTAWAN Jamban Gayus
Mudik Lebaran
10
30
11
30
12 13
31 32
14
32
15
33
16
33
17
33
18
33
19
33
20
34
21
43
22
43
23
43
24 25
43 44
26
44
27
44
28
44
29
45
30 31
45 46
32
47
33 34 35 36
48 48 48 48
“Jangan berebut, masih banyak,” kata seorang ibu di antara ibu-ibu yang menyiapkan minuman dan hidangan kecil. Di mana pun Pak Gayus berada, suasana selalu ramai, canda terus mengalir dan tawa kerap pecah. Seorang ibu mengutipi pecahan gelas. Ia Gayus yang sederhana, bukan Gayus yang tukang ngemplang uang pajak itu, yang harga rumahnya miliaran rupiah. “Pantatku capek bila jongkok terus. Kakiku ikut-ikutan kesemutan,” kata istrinya, yang bila buang air memang selalu berlama-lama. Orang-orang selalu mencari segala dan berbagai kemudahan, kesantaian, keenakan dalam memanjakan fisiknya. Dalam keseharian gerak orang selalu merasakan simbol-simbol kehidupan yang mudah dan gampang, yang berat dan yang enteng itu, pikir Pak Gayus. Pak Gayus pasti bukan mau membandingkan tentang gerakan shalat dan toilet, itu pamali, tetapi ia berpikir tentang falsafah gerak hidup serta hikmah yang diberikan Sang Pencipta selagi fisik masih sehat. Pak Gayus yang sudah terlanjur menjanjikan mewujudkan cita-cita istrinya, ditagih pasangan hidupnya itu hampir setiap hari. “Baiklah, nanti kita bangun tempat berak duduk itu,” kata Pak Gayus bersungut sementara istrinya menarik nafas panjang dan lega. “Mereka bertiga berebut mencoba menggunakan jamban duduk yang baru itu,” kata Pak Gayus, terus mengusap kendaraannya dengan tidak memandang wajak Kirno. Sementara itu, oleh-oleh buat ibu di kampung sudah dibungkus rapi dalam rupa kado dengan hiasan pita sehingga berkesan istimewa. Tapi kalaupun perjalanan mudik lebaran ke arah timur Jakarta ini masih dihadang macet parah, aku sudah siap mental. paling tidak, pengalaman bermacet-macet parah, aku sudah siap mental. paling tidak, pengalaman bermacet-macet saat mudik lebaran di tahun-tahun yang lalu telah membuat mentalku tahan banting. Jadi, hadangan kemacetan lalu lintas di perjalanan tak bakal membuatku senewen. Dengan mudik lebaran, aku bisa bersilaturahmi dengan keluarga di kampung. Terutama dengan ibu yang sudah sepuh. Lebih dari itu, mudik lebaran juga menjadi istimewa karena membuatku merasa bisa berbakti kepada ibu: menunjukan perhatian sekaligus memohon ampun dan doa. Batinku terasa mendadak menjadi lapang. Jiwa dan pikiranku jadi kembali jernih dan segar. Aku malu kepada Nung. Saudara sepupuku itulah yang selama ini berbaik hati menggantikan kami mendampingi ibu. Namun alasan yang lebih mungkin, menurutku, ibu enggan hidup bersama kami karena dia sungkan merepotkan anak-cucunya sendiri. Tapi, jujur saja, aku sendiri menikmati keasyikan memancing ini. Joyo tampaknya selalu khawatir kalau-kalau aku jatuh sakit atau mengalami kesulitan dalam menempuh sisa hidupku. Dia juga rutin mengirim uang untuk segala keperluanku. Dengan suara bergetar, Joyo memohon pengampunanku. Dia menyatakan penyesalan karena tak bisa mengurus aku, ibunya, sebagaimana seharusnya dilakukan anak yang berbakti. “Ibu tak usah bersedih. Nanti siang kita berziarah ke makam bapak.” “Jo, terima kasih. Kamu sangat perhatian kepada ibu...” “Jo, tiap lebaran kamu selalu sempatkan pulang. Aku senang, Senaaaaang sekali. Tapi...” “Terus-terang, Jo. Aku tak pernah bisa ikhlas menerima kenyataan bahwa kamu berganti keyakinan. Aku kecewa sekali. Aku byja tak merestui pernikahanmu. Tapi aku sungguh tak ikhlas bahwa pernikahan membuatmu berganti keyakinan.”
Pedagogia, Volume 6 Nomor 1 Tahun 2014
95 √
√ √ √ √ √ √ √ √ √ √ √ √ √ √ √ √ √ √ √ √ √ √ √ √ √ √
96
ANALISIS NILAI MORAL PADA KUMPULAN CERPEN 3 SEBELAS WARTAWAN
Jangan Panggil Aku Haji
Lelaki Pencari Bibir
37
69
38
69
39
70
40 41 42
70 70 70
43
70
44
70
45
71
46
71
47
71
48 49 50
71 72 72
51
72
52
74
53
101
54
102
55 56
102 102
57
102
58 59 60
102 103 103
61
105
“Inilah saya. Apa sih yang tak dapat diraih. Apa yang tak dapat dilakukan?,” saya bergumam, puas. Tetangga, teman, kerabat, akan menyapa saya Pak Haji, Bang Haji, Mas Haji, Dek Haji, atau Nak Haji. Ibu-ibu makin penasaran, berebut mengambil hati, agar bersedia menjadi menantu mereka. Begitu pula beberapa janda. “Uh..,” saya kembali bergumam. Tetangga, teman-teman, saudara, sanak saudara, semua menyampaikan ucapan senada, semoga saya jadi haji mabrur. “Apa saya mampu menjalani ibadah haji dengan sempurna?” “Isilah waktumu dengan berzikir.” ”Ini, di sini lengkap, tuntunan zikir dan lafalnya. Tapi baca ini dulu supaya yakin,” katanya menyodorkan buku kecil. “Iya Pak,. Saya masih awam. Saya sangat berterima kasih Bapak bersedia membimbing,” saya terus terang. “Tak masalah. Selagi anak mau, Bapak bantu. Jika tak mampu, kita tanya pembimbing, atau kepada yang lebih tahu.” “Kita harus mengikuti sunnah Rasulullah. Harus berhati-hati, bisa tergelincir pada bid’ah, beribadah tanpa ada contoh sebelumnya. Bid’ah itu suatu yang dibuat-buat dalam beragama, tanpa ada dalil, tidak pernah diajarkan dan dicontohkan Rasulullah.” “Yang hilang biarkan hilang. Selama berhaji tak perlu banyak uang, tak perlu jas dan gonta ganti pakaian. Soal makan tak usah khawatir.” Sejak saat itu saya selalu mengekor Pak Alim dan istrinya. Saya tak sungkan mengangkat koper atau tas milik Pak dan Bu Alim. Berusaha tak mengeluh, malah terkadang malu karena Pak Alim dan istri yang berusia di atas 60 tahun ternyata lebih siap, gesit, dan kuat dalam menjalani ritual haji. “Terima kasih ya Allah, dipertemukan dengan orang baik.” Saya menangis terisak-isak, memohon ampun berjanji tak akan berbuat dosa lagi. Padahal sudah berbagai ujian saya alami, tak hanya kehilangan koper. Uang, tetapi juga sempat tiba-tiba saja tersungkur saat menggunakan eskalator menuju Masjidil Haram, hingga bibir dan mulut berdarah. “Jangan panggil aku haji. Panggil saja nama saya, atau dik, mas, bang, terserah. Ntapi jangan panggil saya Pak Haji, Dik Haji, Mas Haji. Tolong.” Bimbang apakah memilih gadis berkerudung yang tinggal di Bogor, anak dari saudara tetangga, atau memilih Sofi, keponakan Pak Alim. Kalau terlambat, dia masih harus menunggu satu jam lagi, dan tentu ini sangat membosankan. Belum lagi, dia bisa kena damprat di kantor. Seandainya waktu yang tersedia luang, pasti mereka tidak perlu bergegas dan lupa memperhatikan sekitar. “Ya sudahlah. Mungkin memang saya yang salah,” ujar Chairil. Dia merasa percuma ngomel, karena tokh tidak ada hal prinsip yang perlu dipermasalahkan. Dia tidak kena srempet, Si Ibu juga tidak jatuh, yang akibatnya bisa fatal bagi dia dan anaknya karena banyaknya kendaraan yang lalu lalang. Itu artinya Chairil cukup menunggu setengah jam. Lumayan lebih singkat, meski risikonya nanti, bajunya akan dipenuhi keringat dan sisa bau penumpang karena di gerbong panasnya minta ampun. Membeli air putih botol di kios di balik pagar stasiun, Chairil menikmati kesunyian. “Ya, kerja saya bebas jamnya. Yang penting kualitias pekerjaan saya yang dinilai.” “Wah, enak ya... saya kira itu yang paling tepat. Soal proses bekerja, lamanya waktu bekerja, menurut saya memang tidak perlu terlalu penting. Yang penting hasilnya,” “Jangan lupa minum obat, biar besok bisa ngantor dalam keadaan sehat.”
√ √
√ √ √ √ √ √ √ √ √
√ √ √ √ √ √ √ √ √ √ √ √ √ √
Pedagogia, Volume 6 Nomor 1 Tahun 2014
ANALISIS NILAI MORAL PADA KUMPULAN CERPEN 3 SEBELAS WARTAWAN Patah Diakhir Derita
Pistol Dalam Tas
Tembok Putih
62
117
63
117
64
117
65 66
117 118
67
119
68 69
120 122
70
123
71
131
72
131
73
131
74
131
75 76
132 132
77 78 79
132 133 133
80
133
81
143
82 83
143 143
84 85
144 145
86 87
145 145
Ayah berusaha bicara setenang mungkin mencoba menunjukan pribadi kokoh dihadapan anak-anaknya. “Tidak akan saya bekali kalian dengan uang dan berlian. Carilah orang tua mu di rantau. Selalu berbuat kebajikan. Kalau berhasil, jangan lupa membantu saudaramu kelak,” “Sudahlah nak, tabahkan hatimu. Pandanglah ayahmu ini. Hapus air matamu, tunjukan kalu kau seorang laki-laki. Seorang lelaki pantang menangis menghadapi situasi sepahit apa pun”. “Yah…, aku laki-laki yang tidak boleh cengeng”. Perpaduan sikap keras dan lembut sangat baik agar mampu memahami kehidupan sesungguhnya di Jakarta. Tampaknya ia tidak rela adiknya mengalami nasib yang sama ketika memasuki usia dewasa kelak. “Oke. Tapi kamu harus janji tidak akan pernah bolos sekolah,” ujar Tony. Manusia hanya boleh berharap, tetapi segalanya harus kembali pada kehendak Tuhan. Tidak satu pun di muka bumi ia dapat terjadi kalau bukan atas penyelenggaraan illahi. Kelahiran, jodoh, kaya, miskin dan kematian sudah diatur oleh Tuhan. Mampukah saya memanggulnya sendiri? Apa yang dapat saya katakan dan harapan kecuali berserah kepada kehendak Ilahi. Tampaknya serbuk debu memecah penglihatan, dan Mbok Yem tambah bersemangat mengayun sapunya. Itu suara Tuan Badil, ayah Bayu yang tak pernah bisa bicara pelan. Mendengar suara tadi, Mbok Yem tetap tenang dan tidak tergopoh_gopoh mendatangi tuannya. Agak aneh selera orang yang satu ini, yakni kopi yang diseduh bercampur jahe bakar yang sudah dipipihkan serta dicampur cengkeh. Pendeknya, usai menyeruput kopi jahe tadi, pasti mulut tuan Badil asyik mengembuskan asap rook kretek, yang lagi-lagi batangnya dibaluri ampas kopi. “Sebentar tuan, saya buatkan dulu,” Mbok Yem langsung berjingkit pelan neuju dapur. Otak dan syaraf di kepalanya mengirimkan memori bahwa isi tas bukan benda berbahaya, apalagi bom. Seketika, Bayu menghapuskan tudingan bahwa Anggara adalah teroris. Dan ia percaya sang rekan adalah pribadi yang bisa dipercaya. Berebekal wajah cantik, tak sulit buat ibunda Anggara memagut hati pria. Sebaliknya, Anggara memilih tinggal bersama sang paman, seorang tukang jahit berpenghasilan tak menentu namun memiliki semangat hidup dengan mencari uang secara halal. Diam-diam, ia memberikan uang pemberian sang ibu kepada pembantu.” Ini buat kamu. Saya mau pergi”. Aku tiba-tiba merasa tak kuat lagi berenang. Badanku terasa lemas. Pandanganku berkunag-kunang. Pusing. Aku rebahkan diri di atas pasir pantai. Indra dan Rolland cepat-cepat mengantarku ke dokter terdekat. “Sebetulnya lagi kurang enak badan, ya? Seharusnya jangan berenang dulu di laut, apalagi berenang di laut memerlukan lebih banyak tenaga,” katanya, “Sekarang kau istirahat dulu,” katanya sambil menyelimutiku “Tidak. Tidak ada apa-apa. Tak ada yang perlu kau khawatirkan padaku. Aku seorang dokter. Kami punya tugas mulia. Terikat sumpah, kode etik dan undang-undang yang berlaku.” “Kini kau datang sebagai pasien. Tentu akan kurawat sebagaimana mestinya.” “Terima kasih, Oom.
Pedagogia, Volume 6 Nomor 1 Tahun 2014
97 √
√ √ √ √ √ √ √ √ √ √ √ √ √ √ √ √ √ √ √ √ √ √ √ √ √
98
ANALISIS NILAI MORAL PADA KUMPULAN CERPEN 3 SEBELAS WARTAWAN
Warung Oden
Kang Suto
Cinta Berat Sama Mama Kacian Deh Papa
88
160
89
160
90 91 92
160 160 161
93 94 95 96 97
161 161 161 162 163
98
164
99 100
167 184
101
184
102 103
184 185
104
185
105
185
106
186
107
187
108
188
109 110
199 199
111 199 112 201
Kurapatkan jaket untuk mencegah hawa dingin menyusup sementara kedua tangan masuk ke dalam saku sambil berjalan pulang. Kepulan uap dari kuahnya yang mendidih menebarkan aroma kuahnya yang menggiring kakiku berbelok arah menuju warung itu. Ia melayani dan mempersilahkanku duduk. “Silahkan makan,” katanya singkat. Kuah sup yang kental oleh rasa rumput laut dan kaldu ikan berbumbu sake menghangatkan bagian dalam tubuhku. Ia berterima kasih dan menawariku sake. Berada di dekatnya, hidup teras lebih mudah dan berwarna. “ Mas Aswin harus lebih membumi, jangan kaku seperti robot ciptaanmu itu,” Kitamura merasa ikut bertanggung jawab atas keselamatan pelanggannya. Warung oden itu menjadi tempatku menghabiskan malam-malam yang sepi dan menggelisahkan. “Terima kasih, saya punya rokok Indonesia. Itu terlau ringan buat saya. Apakah mau mencoba rokok saya ini?,” “Maaf jika saya membuat Anda harus terlibat memikirkannya.” Desa di kaki gunung itu memang subur. Petani hidup makmur. Hampir setiap rumah petani punya televise, kulkas dan VCD player. Ini adalah buah dari kepemimpinan Kepala Desa Subarjo yang tiga hari lalu meninggal dunia, setelah 15 tahun memimpin desa tersebut. Berkat Subarjo yang akrab dipanggil Kang Barjo, desa itu menjadi maju dan makmur. “Jangan sampai desa kita nanti dipimpin maling, ya, Kang,” kata Marto, pegawai KUA, di hadapan pemuda-pemuda desa. Secara tradisional, tiap calon cukup meminta tanda tangan atau mendapat dukungan 100 warga, kemudian menjadi calon sah. “Ya, mas, ada empat calon yang sudah diverifikasi oleh Balai Desa. Kita pilih yang terbaik aja dari mereka itu,” kata Koko, pegawai Pendopo desa. “Saya akan membangun desa kalau terpilih. Jadi pilihlah saya. Desa ini pasti makmur di tangan saya,” kata Sutowidodo calon yang paling berpengalaman disbanding calon lainnya. “Bapak-bapak, ibu-ibu, para pemuda, kini kita akan menghitung suara. Mari kita saksikan siapa yang akan menjadi pemimpin kita,” kata Sanwani “Selamat datang, pak, sudah lama kami menunggu pemimpin baru di sini,” kata Sanwani, Sekretaris Desa. Aku malu jika hal tersebut ketahuan orang lain. Aku hanya ingin Dini mengetahui bahwa aku meyukainya. Bahwa aku suka senyumnya, dengan tawanya, dengan lirikannya, mungkin juga dengan marahnya. Aku ingin Dini tahu bahwa aku siap melakukan apapun untuk membahagiakannya. bahwa rezeki dan jodoh Tuhan yang mengatur ternyata bukan isapan jempol semata.
√ √ √ √ √ √ √ √ √ √ √ √ √ √ √ √ √ √ √ √ √ √ √ √ √
Pedagogia, Volume 6 Nomor 1 Tahun 2014
ANALISIS NILAI MORAL PADA KUMPULAN CERPEN 3 SEBELAS WARTAWAN
Hasil analisis penelitian berdasarkan nilai moral dalam antologi cerpen Kumpulan Cerpem 3 Sebelas Wartawan terdapat 112 temuan data yang terbagi menjadi tiga bagian yakni nilai berbuat baik sebanyak 44 temuan data, nilai keadilan sebanyak 19 temuan data dan nilai hormat terhadap diri sendiri sebanyak 49 temuan data. SIMPULAN Berdasarkan hasil analisis yang telah peneliti lakukan mengenai nilai-nilai moral dalam dalam antologi cerpen Kumpulan Cerpen 3 Sebelas Wartawan, maka dapat ditarik simpulan berikut. Pada antologi cerpen Kumpulan Cerpen 3 Sebelas Wartawan terdapat nilai-nilai moral yang menjadi bahan penelitian. Nilai-nilai moral tersebut meliputi kategori nilai berbuat baik, nilai keadilan dan nilai hormat terhadap diri sendiri. Setelah dilakukan pengategorian dan penganalisisan, maka dapat disimpulkan bahwa terdapat 112 kutipan yang termasuk ke dalam nilai moral, yang terdiri dari 44 kutipan nilai berbuat baik, 19 kutipan nilai keadilan, 49 kutipan nilai hormat terhadap diri sendiri. Nilai moral pada antologi cerpen Kumpulan Cerpen 3 Sebelas Wartawan ini adalah penggambaran kongkret tentang nilai moral, baik secara teoritis maupun praktis yang memperlihatkan tentang kondisi sosial politik pada kurun waktu tersebut, serta memperlihatkan keterampilan, persepsi, dan pengalaman masingmasing penulis yang juga seorang wartawan. Dialog-dialog yang terdapat pada antologi cerpen Kumpulan Cerpen 3 Sebelas Wartawan berfungsi bagi para siswa dalam menemukan nilai-nilai moral yang ideal sebagai acuan bahkan cerminan perbuatan baik secara teoritis maupun praktisnya. Para siswa SMA pun diarahkan agar lebih mengenal bagaimana kehidupan dan berprilaku baik dengan moralitas ideal yang terjadi sehingga mereka dapat mengambil pesan yang disampaikan dari antologi cerpen Kumpulan Cerpen 3 Sebelas Wartawan ini. Antologi cerpen Kumpulan Cerpen 3 Sebelas Wartawan adalah sebuah antologi cerpen yang layak menjadi sebuah acuan pembelajaran, khususnya dalam pembelajaran Bahasa dan Sastra Indonesia pada bidang keterampilan berbicara di kelas X Semester I dengan standar kompetensi membahas cerita pendek melalui kegiatan diskusi dan kompetensi dasarnya adalah menemukan nilai-nilai cerita pendek melalui kegiatan diskusi. Pada bidang Pedagogia, Volume 6 Nomor 1 Tahun 2014
99
keterampilan menyimak di kelas XI Semester II dengan standar kompetensi memahami pembacaan cerpen dan kompetensi dasarnya adalah menemukan nilai-nilai dalam cerpen yang dibacakan. antologi cerpen Kumpulan Cerpen 3 Sebelas Wartawan ini ini dibacakan di depan para siswa SMA sehingga dapat melatih penalaran siswa terhadap kontekstual nilai moral yang ideal. Hal ini dapat merangsang kepekaan pendengaran sekaligus menstimulus siswa agar mau berbicara agar menemukan nilai moral yang terdapat dalam antologi cerpen Kumpulan Cerpen 3 Sebelas Wartawan ini. DAFTAR PUSTAKA Arikunto, Suharsismi. 2010. Prosedur Penelitian Suatu pendekatan Praktik. Jakarta: Rineka Cipta. Moleong, Lexy J. 2000. Metodologi Penelitian Kualitatif. Bandung: PT Remaja Rosdakarya. Sarwono, Sarlito Wirawan. 2008. Psikologi Remaja. Jakarta: PT Raja Grafindo Persada. Sumardjo, Jakob & Saini KM. 1994. Apresiasi Kesusasteraan. Jakarta: Gramedia Pustaka Utama. Suseno, Franz Magnis. 1989. Etika Dasar. Yogyakarta: Kanisius. BIODATA PENULIS 1. Fuja Aditiya Suryadiningrat. Kelahiran Sukabumi, 29 Oktober 1989. Lulusan Universitas Pakuan Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan Program Studi Bahasa dan Sastra Indonesia. 2. Eri Sarimanah, Dosen Universitas Pakuan Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan Program Studi Bahasa dan Sastra Indonesia. 3. Aam Nurjaman, Dosen Universitas Pakuan Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan Program Studi Bahasa dan Sastra Indonesia.
100
HUBUNGAN ANTARA PENGETAHUAN PENCEMARAN DAN ETIKA LINGKUNGAN
HUBUNGAN ANTARA PENGETAHUAN PENCEMARAN DAN ETIKA LINGKUNGAN DENGAN PERILAKU MAHASISWA DALAM MENCEGAH PEMANASAN GLOBAL Rita Istiana, Eka Suhardi, Surjono H.Sutjahjo Abstrak Penelitian ini bertujuan untuk mengkaji dan menganalisis hubungan antara pengetahuan pencemaran dan etika lingkungan dengan perilaku mahasiswa dalam mencegah bahaya pemanasan global. Penelitian dilakukan pada mahasiswa semester gasal tahun ajaran 2010/2011 dengan jumlah sampel 211 mahasiswa yang diambil secara random. Metode pengambilan data yang digunakan yaitu survei dalam bentuk kuesioner. Kalibrasi instrument untuk variabel perilaku mahasiswa dalam mencegah pemanasan global dan etika lingkungan meliputi uji validitas dengan menggunakan rumus produk momen pearson dan uji reliabilitas menggunakan rumus alfa cronbach, sedangkan untuk variabel pengetahuan pencemaran menggunakan uji validitas korelasi poin biserial dan reliabilitas mengunakan kuder richardson (KR-20). Teknik analisis data menggunakan uji statistik korelasi dan regresi linier sederhana serta korelasi dan regresi linier ganda serta uji parsial, pengujian hipotesis dilakukan pada taraf signifikan 0,01. Hasil penelitian menunjukkan adanya: 1) Hubungan positif dan signifikan antara pengetahuan pencemaran dan perilaku mahasiswa dalam mencegah pemanasan global dengan koefisien korelasi (ry1) sebesar 0,301, dan koefisien determinasi (r2y1) sebesar 0,091 dengan persamaan regresinya Ŷ = 113,238 + 0,678 X1. 2) Hubungan positif dan signifikan antara etika lingkungan dengan perilaku mahasiswa dalam mencegah pemanasan global dengan koefisien korelasi (ry2) sebesar 0,179 dan koefisien determinasi (r2y2) sebesar 0,032 dengan persamaan regresinya Ŷ = 102,599 + 0,154 X2, 3) Hubungan positif dan signifikan antara pengetahuan pencemaran dan etika lingkungan secara bersama sama dengan perilaku mahasiswa dalam mencegah pemanasan global dengan koefisien korelasi (ry1.2.) sebesar 0,306 dan koefisien determinasi (r2y1.2.) sebesar 0,094 dengan persamaan regresinya Ŷ = 106,026 + 0,619X1 + 0,053 X2. Kesimpulan dari hasil penelitian ini adalah bahwa perilaku mahasiswa dalam mencegah pemanasan global dapat ditingkatkan melalui peningkatan pengetahuan pencemaran dan etika lingkungan.
PENDAHULUAN Lingkungan merupakan habitat atau tempat tinggal makhluk hidup, dan salah satunya yaitu manusia. Antara keduanya saling terkait karena terjadi interaksi ataupun hubungan timbal balik satu sama lain. Hal tersebut senada dengan yang dikemukakan oleh Soemarwoto bahwa manusia, seperti halnya semua makhluk hidup berinteraksi dengan lingkungan hidup. Manusia mempengaruhi lingkungan hidup, dan sebaliknya manusiapun dipengaruhi oleh lingkungan hidup. Sedangkan pengertian lingkungan hidup menurut UU RI No. 32 tahun 2009 bahwa lingkungan hidup merupakan kesatuan ruang dengan semua benda, daya, keadaan, dan makhluk hidup, termasuk manusia dan perilakunya yang mempengaruhi alam itu sendiri, kelangsungan perikehidupan dan kesejahteraan manusia serta makhluk hidup lain.
Kondisi tersebut menyebabkan manusia tidak dapat dipisahkan dari lingkungannya. Segala kebutuhan hidup dipenuhi dengan memanfaatkan sumber daya alam yang terdapat dalam lingkungan, baik berupa benda hidup maupun tak hidup. Perkembangan budaya dan teknologi, mengakibatkan manusia dapat berbuat secara leluasa terhadap lingkungan hidupnya sesuai dengan keinginan dan kebutuhannya. Kenyataan ini telah membawa kecenderungan terganggunya keseimbangan dan kelestarian unsur-unsur dalam lingkungan, berupa ketidakseimbangan antar komponen maupun terjadinya pencemaran lingkungan. Tidak dapat dipungkiri bahwa berbagai kasus lingkungan hidup yang terjadi saat ini, baik pada lingkup global maupun lingkup nasional sebagian besar bersumber dari perilaku manusia. Kasus-kasus pencemaran dan kerusakan lingkungan seperti pemanasan global
Pedagogia, Volume 6 Nomor 1 Tahun 2014
HUBUNGAN ANTARA PENGETAHUAN PENCEMARAN DAN ETIKA LINGKUNGAN
(Global Warming) telah menjadi isu internasional sejak dua dekade terakhir. Sebagai akibat dari pemanasan global, memberikan dampak sangat besar baik terhadap iklim dunia, maupun kenaikan permukaan air laut. Ditinjau dari penyebab kerusakan lingkungan tersebut maka sebagai langkah antisipasi ke depan dalam upaya pencegahan bahaya pemanasan global, maka kata kuncinya adalah perlu dilakukan pembinaan yang konseptual dan terus menerus. Pembinaan ini dapat dilakukan melalui pendidikan formal (SD sampai Perguruan Tinggi) maupun nonformal misalnya melalui keluarga, kegiatankegiatan dalam masyarakat dan media komunikasi (cetak, elektronik). Kenyataan rendahnya perilaku pelajar dan mahasiswa terhadap lingkungan tentu mengundang keprihatinan yang dalam, sebab melalui pendidikan di sekolah atau perguruan tinggi semestinya tindakan-tindakan dan sikap positif terhadap lingkungan hidup telah ditanamkan Selain itu agar aktivitas manusia tidak menyebabkan penurunan daya dukung lingkungan, maka manusia harus memiliki etika lingkungan yang baik, seperti Biosentrisme dan Ekosentrisme. Sudah sepatutnyalah manusia bersikap ramah lingkungan atau bersikap arif dan bijaksana dalam interaksinya dengan lingkungan, serta menciptakan kehidupan yang produktif dan sehat dalam hubungan harmonis dengan alam. Dalam kaitannya dengan perilaku mahasiswa dalam upaya pencegahan pemanasan global, sebenarnya saat ini telah dilaksanakan pendidikan lingkungan hidup sebagai mata kuliah umum yang harus diikuti oleh semua fakultas, baik yang berlatar belakang ilmu sains maupun social yaitu mata kuliah Ilmu Alamiah Dasar. Tetapi pada kenyataannya perilaku mahasiswa masih kurang yang peduli terhadap bahaya kerusakan lingkungan, salah satunya dibuktikan dengan banyaknya sampah yang masih berserakan. Berkenaan dengan hal tersebut, penelitian ini mengkaji mengenai perilaku mencegah bahaya pemanasan global. Secara lebih spesifik yaitu mengenai hubungan antara pengetahuan pencemaran dan etika lingkungan dengan perilaku mahasiswa dalam mencegah bahaya pemanasan global. Ilmu perilaku menurut Soekidjo Notoarmojo adalah suatu kegiatan atau aktivitas organisme (makhluk hidup) yang bersangkutan. Perilaku Pedagogia, Volume 6 Nomor 1 Tahun 2014
101
manusia adalah semua kegiatan atau aktivitas manusia, baik yang dapat diamati langsung, maupun yang tidak dapat diamati pihak luar. Sedangkan menurut Winardi pada dasarnya perilaku berorientasi pada tujuan (goal-oriented). Perilaku pada umumnya dimotivasi oleh keinginan untuk mencapai tujuan tertentu. Adapun tujuan spesifiknya tidak senantiasa diketahui secara sadar oleh individu. Alasan tindakan-tindakan seseorang tidak selalu jelas bagi pemikiran secara sadar. Dorongandorongan (drives) yang memotivasi pola-pola perilaku individual khusus (kepribadian) hingga tingkat tertentu berlangsung dibawah sadar karena tidak mudah diuji dan dievaluasi. Pemanasan global diartikan sebagai akibat dari peningkatan gas rumah kaca diatmosfer yang dihasilkan dari radiasi dan aktivitas manusia. Gas yang menyebabkan terjadinya ERK disebut “gas rumah kaca“ (GRK); yang antara lain meliputi uap air (H2O); Carbon dioksida (CO2); metan (CH4); NO2; Ozon dan CFC (gas buatan manusia). Berdasarkan hasil penelitian yang dilakukan oleh Jovialine dan Mariana, ada beberapa hal yang dapat dilakukan manusia dalam mencegah pemanasan global, diantaranya: tidak membakar sampah, menggiatkan pelestarian hutan dan reboesasi, menghemat dalam penggunaan energi, memeriksa kendaraan secara rutin agar dapat bekerja secara efisien dan tidak menghasilkan gas-gas yang berbahaya, melakukan daur ulang sampah, membeli barang yang ramah lingkungan dan hemat energi, melakukan penyuluhan atau sosialisasi akibat pemanasan global, menggunakan kertas secara hemat. Notoatmojo mendefinisikan pengetahuan sebagai hasil dari tahu, dan ini terjadi setelah yang melakukan penginderaan terhadap suatu objek tertentu. Pengetahuan yang tercakup dalam domain kognitif mempunyai enam tingkatan, yaitu: tahu (know), memahami (comprehension), aplikasi (application), analisis (analysis), sintesis (synthesis), evaluasi (evaluation). Anderson dan David Krathwohl juga mengemukakan kerangka empat jenis pengetahuan pada dimensi pengetahuan yang meliputi: 1) Pengetahuan Faktual, 2) Pengetahuan Konseptual, 3) Pengetahuan Prosedural, 4) Pengetahuan Metakognitif. Pencemaran menurut Odum adalah perubahan yang tidak diinginkan pada udara, daratan dan air secara fisik, kimiawi ataupun biologi yang mungkin
102
HUBUNGAN ANTARA PENGETAHUAN PENCEMARAN DAN ETIKA LINGKUNGAN
atau akan merupakan bahaya bagi kehidupan manusia atau jenis-jenis penting, proses industri, lingkungan hidup dan nilai-nilai kebudayaan atau yang mungkin akan menyia-nyiakan dan merusak sumber daya bahan mentah. Pengetahuan tentang pencemaran dapat disintesiskan sebagai ingatan, pemahaman, dan kemampuan mengaplikasikan, menganalisis, mengevaluasi dan mencipta atas hal-hal yang pernah dipelajari melalui pengalaman dan penginderaan tentang pencemaran air, tanah, udara, dan suara, dan pengetahuan pencemaran dikategorikan menjadi empat jenis, yaitu: pengetahuan faktual tentang pencemaran air, tanah, udara, dan suara, pengetahuan konseptual tentang pencemaran air, tanah, udara, dan suara, pengetahuan procedural tentang pencemaran air, tanah, udara, dan suara, dan pengetahuan metakognitif tentang pencemaran air, tanah, udara, dan suara. Etika lingkungan menurut Keraf didefinisikan sebagai sebuah disiplin filsafat yang berbicara mengenai hubungan moral antara manusia dengan lingkungan atau alam semesta, dan bagaimana perilaku manusia yang seharusnya terhadap lingkungan hidup. Etika lingkungan adalah tata cara bertindak manusia dalam memperlakukan alam atau lingkungan sekitar, yaitu antara manusia dengan manusia yang mempunyai dampak pada alam dan antara manusia dengan makhluk hidup lain atau dengan alam secara keseluruhan. Berdasarkan latar belakang dan landasan teori diatas dapat dikemukakan bahwa penelitian ini bertujuan untuk mengetahuai hubungan antara pengetahuan pencemaran dengan perilaku mahasiswa dalam mencegah pemanasan global, mengetahuai hubungan antara etika lingkungan dengan perilaku mahasiswa dalam mencegah pemanasan global, mengetahuai hubungan antara pengetahuan pencemaran dan etika lingkungan secara bersama-sama dengan perilaku mahasiswa dalam mencegah pemanasan global. METODE PENELITIAN Metode yang digunakan dalam penelitian ini adalah metode survei dengan pendekatan korelasional. Data primer didapatkan dengan menggunakan kuesioner yang disusun berdasarkan indikator-indikator yang terdapat dalam variabel penelitian.
Data primer yang dibutuhkan adalah data mengenai perilaku mahasiswa dalam mencegah pemanasan global, pengetahuan pencemaran dan etika lingkungan. Kuesioner dirancang dan ditujukan pada mahasiswa di Universitas Pakuan Bogor sekaligus sebagai unit analisis dalam penelitian ini secara random sampling, Sampel yang dapat diambil dalam penelitian ini adalah 211 mahasiswa semester gasal tahun ajaran 2010/2011. Untuk memperoleh data tentang perilaku mahasiswa dalam mencegah pemanasan global, pengetahuan pencemaran dan etika lingkungan maka disusun instrumen penelitian melalui beberapa tahap yaitu:1) Mengkaji semua teori yang berkaitan dengan variabel-variabel penelitian, 2) Menyusun indikator dari setiap variabel penelitian, 3) Menyusun kisi-kisi, 4) Menyusun butir-butir pernyataan dan menetapkan skala pengukuran, 5) Uji coba instrumen, 6) Analisis butir soal dengan menguji validitas dan reliabilitas. Proses kalibrasi dilakukan dengan menganalisa data hasil uji coba instrumen yang dilakukan terhadap responden lain di luar sampel yang berjumlah 30 orang pada tempat penelitian yang sama, pengujian validitas untuk perilaku mahasiswa dalam mencegah pemanasan global dan etika lingkungan digunakan statistik koefisien korelasi Pearson’s product moment sedangkan untuk menguji validitas pengetahuan pencemaran menggunakan point biserial correlation (rpbis ) yaitu melihat korelasi antara skor butir instrumen dengan skor total semua butir instrumen yang diujicobakan, apabila r hit.< r tab maka nilai butir dinyatakan gugur ( tidak sah) sebaliknya bila r hit > r tab butir pertanyaan valid (sah). Taraf signifikan α = 0,05. dan uji reliabilitas / keterandalan butir instrumen perilaku mahasiswa dalam mencegah pemanasan global dan etika lingkungan diuji dengan menggunakan rumus Alpha Cronbach. Sedangkan uji reliabilitas pengetahuan pencemaran dalam penelitian ini menggunakan rumus Kuder Richardson (K-R 20). Pengolahan dan analisis data hasil penelitian menggunakan statistik deskriptik dengan tujuan untuk memperoleh gambaran karakteristik penyebaran skor setiap variabel yang diteliti dengan menghitung mean, median, modus, simpangan baku dan distribusi frekuensi. Kemudian Statistik inferensial digunakan untuk menguji hipotesis dengan menggunakan teknis analisis regresi dan korelasi sederhana, dan teknik analisis regresi dan Pedagogia, Volume 6 Nomor 1 Tahun 2014
HUBUNGAN ANTARA PENGETAHUAN PENCEMARAN DAN ETIKA LINGKUNGAN
korelasi ganda. Sebelum pengujian hipotesis terlebih dahulu dilakukan pengujian persyaratan analisis yang terdiri dari uji normalitas, uji homogenitas, uji liniearitas dan keberartian regresi masing-masing variabel penelitian. Uji normalitas galat taksiran ini dimaksudkan untuk menentukan normal tidaknya distribusi data penelitian. Uji normalitas yang digunakan adalah uji Liliefors, yang dinyatakan normal / H1 diterima dan Ho ditolak apabila harga Lhitung < L tabel, diuji dengan taraf signifikansi 0,05. Uji homogenitas dimaksudkan untuk menguji kesamaan varians populasi yang berdistribusi normal. Uji homogenitas yang digunakan adalah Uji Levene. Varians dinyatakan homogen bila Nilai statistik Levene >0,05, diuji dengan taraf signifikansi 0,05. Uji liniearitas data dan keberartian regresi, Uji ini dimaksudkan untuk melihat apakah regresi yang diperoleh ada artinya jika digunakan untuk membuat kesimpulan antara beberapa variabel yang sedang dianalisis. Uji linearitas menggunakan SPSS 20 dengan taraf signifikansi 0,01. Untuk pengujian hipotesis ditempuh dengan langkah-langkah sebagai berikut : Uji korelasi sederhana yaitu teknik korelasi sederhana hal ini dimaksudkan untuk melihat hubungan antara variabel-variabel bebas dengan variabel terikat. korelasi sederhana ini untuk menguji hipotesis pertama dan hipotesis kedua, dan Uji korelasi ganda, dimaksudkan untuk menguji hipotesis ketiga, yang bertujuan untuk melihat apakah terdapat korelasi yang berarti apabila kedua variabel bebas secara bersama-sama dikorelasikan dengan variabel terikat. Perhitungan Koefisien determinasi, perhitungan terhadap koefisien determinasi (r2 ) dimaksudkan untuk menganalisa seberapa besar ( dinyatakan dalam prosentase) kontribusi variabel bebas terhadap variabel terikat. Dan Analisa Korelasi Parsial yang merupakan analisa yang digunakan untuk mengukur tingkat keeratan hubungan antara dua variabel jika variabel lainnya dibuat konstan dalam suatu analisis yang melibatkan lebih dari dua variabel. Seperti korelasi antara X1 dengan Y, jika X2 dikendalikan/ dikontrol dan korelasi antara X2 dengan Y jikan X1 dikendalikan / dikontrol.
Pedagogia, Volume 6 Nomor 1 Tahun 2014
103
HASIL DAN PEMBAHASAN 1. Hubungan antara Pengetahuan tentang Pencemaran dengan Perilaku Mahasiswa dalam Mencegah Pemanasan Global Dari hasil pengujian persyaratan analisis data, menunjukan bahwa pengetahuan pencemaran dan perilaku mahasiswa dalam mencegah pemanasan global berdistribusi normal dan populasi data homogen. Adapun persamaan regresinya Ŷ = 113,238 + 0,678 X1, artinya setiap penambahan / kenaikan 1 skor pengetahuan pencemaran, maka perilaku mahasiswa dalam mencegah pemanasan global akan bertambah sebesar 0,577. Gambaran persamaan regresi linier variabel tersebut dapat dilihat pada gambar dibawah ini :
Gambar 1. Grafik Regresi Linier Sederhana Hubungan antara Pengetahuan Pencemaran dengan Perilaku Mahasiswa dalam Mencegah Pemanasan Global. Kekuatan hubungan antara pengetahuan pencemaran dengan perilaku mahasiswa dalam mencegah pemanasan global ditunjukkan dengan koefisien korelasi ry1 sebesar 0,301** pada α = 0,01, tanda bintang dua atau (**) menunjukkan hubungan tinggi diantara kedua variabel yang berarti hipotesis yang menyatakan bahwa terdapat hubungan positif antara pengetahuan pencemaran (X1) dengan perilaku mahasiswa dalam mencegah pemanasan global (Y) dapat diterima, artinya makin tinggi pengetahuan pencemaran maka akan diikuti makin tinggi pula perilaku mahasiswa dalam mencegah pemanasan global. Koefisien determinan (r2y1) sebesar 0,091 yang berarti faktor pengetahuan pencemaran berperan atau memberikan kontribusi sebesar 9,1% terhadap perilaku mahasiswa dalam mencegah pemanasan global sedangkan 90,9 % dipengaruhi oleh faktor lain.
104
HUBUNGAN ANTARA PENGETAHUAN PENCEMARAN DAN ETIKA LINGKUNGAN
Pengetahuan merupakan hasil observasi mahasiswa terhadap objek belajar. Observasi dilakukan menggunakan berbagai macam indera sehingga diperoleh konsep atau teori tentang objek belajar tersebut. Perilaku mahasiswa dalam mencegah pemanasan global merupakan keterlibatan mahasiswa dalam berbagai kegiatan dalam upaya pencegahan pemanasan global. Perilaku ini direelisasikan dalam bentuk perbuatan-perbuatan atau respon yang berhubungan dengan upaya pencegahan pemanasan global seperti menjaga kebersihan lingkungan, ikut dalam kegiatan cinta lingkungan, pelestarian hutan, hemat energi, mendaur ulang sampah, dan membeli serta menggunakan barang yang ramah lingkungan. Perilaku mahasiswa tersebut ditentukan oleh sejauh mana pengetahuan mahasiswa tentang pemanasan global. Pengetahuan mahasiswa tentang pencemaran memiliki hubungan positif dengan perilaku mahasiswa dalam mencegah pemanasan global. Hal ini terjadi karena mahasiswa mendapatkan pengetahuan tentang kerusakan lingkungan salah satunya adalah pemanasan global dan pencemaran lingkungan yang dipelajari dalam mata kuliah umum Ilmu Alamiah Dasar. Faktor pengetahuan merupakan faktor yang sangat mendukung mahasiswa untuk berperilaku. Hal ini sesuai dengan teori yang dikemukakan oleh Soekidjo Notonegoro bahwa salah satu faktor yang mempengaruhi perilaku seseorang adalah tingkat pengetahuannya. Perilaku mahasiswa dalam mencegah pemanasan global akan berhubungan erat dengan pengetahuan mahasiswa tentang pencemaran. Semakin banyak pengetahuan tentang pencemaran akan mendorong mahasiswa dalam mengurangi bentuk kerusakan lingkungan. Isu pemanasan global merupakan isu yang sangat penting sehingga memerlukan penanganan yang sangat serius dan bersifat menyeluruh. Melalui berbagai hal dapat diusahakan agar pemanasan global dapat dicegah dan dikurangi. Salah satunya penjelasan yang komprehensif melalui mata kuliah di tingkat lembaga pendidikan tinggi. Diharapkan dengan meningkatnya pengetahuan tentang pencemaran lingkungan di perguruan tinggi, juga meningkatkan perilaku mahasiswa dalam upaya pencegahan pemanasan global. Pengetahuan mahasiswa tentang pencemaran memiliki hubungan positif dengan perilaku
mahasiswa dalam mencegah pemanasan global. Hal ini terjadi karena mahasiswa mendapatkan pengetahuan tentang kerusakan lingkungan salah satunya adalah pemanasan global dan pencemaran lingkungan yang dipelajari dalam mata kuliah umum Ilmu Alamiah Dasar. Faktor pengetahuan merupakan salah satu faktor yang mendukung mahasiswa untuk berperilaku. Hal ini sesuai dengan teori yang dikemukakan oleh Soekidjo Notonegoro bahwa salah satu faktor yang mempengaruhi perilaku seseorang adalah tingkat pengetahuannya. Perilaku mahasiswa dalam mencegah pemanasan global akan berhubungan erat dengan pengetahuan mahasiswa tentang pencemaran. Semakin banyak pengetahuan tentang pencemaran akan mendorong mahasiswa dalam mengurangi bentuk kerusakan lingkungan. Menurut Soekidjo Notonegoro ada beberapa faktor yang mempengaruhi perilaku seseorang diantaranya pengalaman, fasilitas, keyakinan, dan sosiobudaya. Salah satunya kurangnya fasilitas tempat sampah di Universitas Pakuan menyebabkan mahasiswa tidak membuang sampah pada tempatnya, kondisi latar belakang sosialbudaya mahasiswa yang berbeda juga menyebabkan perilaku yang tidak sama walaupun mempunyai tingkat pengetahuan yang setara. Selain itu ada faktor persepsi, keinginan, kehendak, sikap, motivasi, dan niat yang juga dapat mempengaruhi bentuk perilaku seseorang. Walaupun mempunyai tingkat pengetahuan yang tinggi tetapi tidak diimbangi oleh keinginan yang kuat atau niat dari hati, akan berpengaruh rendah dalam perubahan perilaku mahasiswa untuk mencegah pemanasan global. Pengetahuan pencemaran yang didapat mahasiswa melalui mata kuliah Ilmu Alamiah Dasar sangat kurang, karena pokok materi yang membahas tentang kerusakan lingkungan hanya dipelajari dalam satu kali pertemuan, sehingga tingkat kontribusi pengetahuan pencemaran mahasiswa Universitas Pakuan cukup rendah yaitu 9,1%. Hasil penelitian ini akan berbeda jika dilakukan di Perguruan Tinggi yang lain karena setiap satuan pendidikan memiliki perbedaan kurikulum, perbedaan kondisi lingkungan dan perbedaan kebijakan-kebijakan. Isu pemanasan global merupakan isu yang sangat penting sehingga memerlukan penanganan yang sangat serius dan bersifat menyeluruh. Melalui berbagai hal dapat diusahakan agar pemanasan Pedagogia, Volume 6 Nomor 1 Tahun 2014
HUBUNGAN ANTARA PENGETAHUAN PENCEMARAN DAN ETIKA LINGKUNGAN
105
global dapat dicegah dan dikurangi. Salah satunya penjelasan yang komprehensif melalui kurikulum dalam penyusunan mata kuliah yang berhubungan dengan lingkungan di tingkat lembaga pendidikan tinggi. Diharapkan dengan meningkatnya pengetahuan tentang pencemaran lingkungan di perguruan tinggi, juga meningkatkan perilaku mahasiswa dalam upaya pencegahan pemanasan global. 2. Hubungan antara Etika lingkungan dengan Perilaku Mahasiswa dalam Mencegah Pemanasan Global. Berdasarkan tabulasi data perilaku mahasiswa dalam mencegah pemanasan global dan etika lingkungan dari hasil penelitian mendapatkan data bahwa rata-rata perilaku mahasiswa dalam mencegah pemanasan global dan etika lingkungan yang dijadikan sampel dapat dikategorikan baik. Kekuatan hubungan antara etika lingkungan dengan perilaku mahasiswa dalam mencegah pemanasan global ditunjukkan dengan koefisien korelasi sebesar 0,179** dan koefisien determinasi sebesar 0,0320. Hal itu berarti bahwa perilaku mahasiswa dalam mencegah pemanasan global dipengaruhi oleh etika lingkungan sebesar 3,2%. Perilaku mencegah pemanasan global sangat komplek dan beragam, etika lingkungan hanya mempengaruhi sebanyak 3,2% saja, sisanya dipengaruhi oleh faktor lain seperti pengetahuan, persepsi, sikap, keinginan, kehendak, motivasi, dan niat seseorang. Dari hasil pengujian persyaratan analisis data, menunjukkan bahwa perilaku mahasiswa dalam mencegah pemanasan global dan etika lingkungan berdistribusi normal dan populasi data homogen. Adapun persamaan regrasinya Ŷ = 102,599 + 0,154 X2. Hubungan antara kedua variabel ini adalah signifikan dan linier, artinya setiap penambahan atau kenaikan 1 skor etika lingkungan, maka perilaku dalam mencegah pemanasan global akan bertambah sebesar 0,154 dengan konstanta sebesar 102,599. Hal ini memberikan arti bahwa semakin tinggi etika lingkungan akan diikuti dengan peningkatan perilaku mahasiswa dalam mencegah pemanasan global. Sebaliknya semakin rendah etika lingkungan akan semakin rendah pula perilaku mahasiswa dalam mencegah pemanasan global. Gambaran persamaan regresi linier variabel tersebut dapat dilihat pada gambar dibawah ini : Pedagogia, Volume 6 Nomor 1 Tahun 2014
Gambar 2. Grafik Regresi Linier Sederhana Hubungan antara Etika lingkungan dengan Perilaku Mahasiswa dalam Mencegah Pemanasan Global. Etika mahasiswa tentang lingkungan juga merupakan salah satu faktor yang berhubungan dengan perilaku mahasiswa dalam mencegah pemanasan global. Etika lingkungan menurut Keraf adalah berbagai prinsip moral lingkungan, jadi etika lingkungan merupakan petunjuk atau arah perilaku manusia dalam mengusahakan terwujudnya moral lingkungan. Melalui etika lingkungan tidak saja mengimbangi hak dan kewajiban terhadap lingkungan, tetapi etika lingkungan juga membatasi tingkah laku dan upaya mengembalikan berbagai kegiatan agar tetap berada dalam batas kepentingan lingkungan hidup. Etika mahasiswa tentang lingkungan juga merupakan salah satu faktor yang berhubungan dengan perilaku mahasiswa dalam mencegah pemanasan global. Etika lingkungan memberikan pengaruh yang lebih rendah dengan perilaku mahasiswa dalam mencegah pemanasan global jika dibandingkan dengan pengetahuan pencemaran. Perbedaan perilaku individu dipengaruhi oleh perbedaan kemampuan, perbedaan kebutuhan, perbedaan lingkungan yang mempengaruhinya. Perbedaan kemampuan atau tingkat pengetahuan tiap indivudu disebabkan oleh proses penyerapan informasi yang berbeda dari setiap individu tersebut yang kemudian mempangaruhi perilaku seseorang dalam bertindak. Manusia berbeda perilakunya karena adanya perbedaan kebutuhan. Hal ini merupakan bagian dari teori motivasi yang ditemukan oleh para ilmuwan psikologi seperti, Maslow, Mcleland, McGregor yaitu kebutuhan manusia menjadi motif secara intrinsik individu tersebut dalam berperilaku. Faktor lingkungan sangat berpengaruh pada manusia, suatu keputusan yang dibuat oleh individu
106
HUBUNGAN ANTARA PENGETAHUAN PENCEMARAN DAN ETIKA LINGKUNGAN
dapat dipengaruhi dengan apa yang terjadi diluar dari dirinya dengan kata lain motivasi eksternal sangat berperan. Lingkungan membentuk manusia menjadi lebih baik atau menjadi jahat, ramah, atau sombong. Lingkungan di Universitas Pakuan Bogor kurang kondusif untuk dapat melatih mahasiswa dalam berperilaku mencegah kerusakan lingkungan, misalnya tidak ada larangan merokok di kampus, tidak adanya Unit Kegiatan Mahasiswa yang menaungi tentang kegiatan - kegiatan lingkungan, juga sempitnya lahan hijau. Selain itu juga tidak nyamannya angkutan umum di Bogor dan tingkat kemacetan yang tinggi menyebabkan mahasiswa enggan memilih angkutan umum untuk pergi ke kampus dan lebih memilih menggunakan kendaraan pribadi, hal itu menyebabkan semakin banyaknya gas CO dan CO2 yang dihasilkan oleh kendaraan bermotor yang dapat menyebabkan pemanasan global. Etika lingkungan menurut Keraf adalah berbagai prinsip moral lingkungan, jadi etika lingkungan merupakan petunjuk atau arah perilaku manusia dalam mengusahakan terwujudnya moral lingkungan. Melalui etika lingkungan tidak saja mengimbangi hak dan kewajiban terhadap lingkungan, tetapi etika lingkungan juga membatasi tingkah laku dan upaya mengembalikan berbagai kegiatan agar tetap berada dalam batas kepentingan lingkungan hidup. Tetapi dengan memiliki etika saja tidak cukup, harus diimbangi dengan kehendak, keinginan, motivasi dan niat yang kuat untuk mewujudkan perilaku dalam mencegah pemanasan global. Selain itu juga kondisi lingkungan sekitar yang mendukung akan mempengaruhi seseorang untuk berperilaku baik. Etika lingkungan membahas bagaimana moral manusia terhadap lingkungannya. Mahasiswa yang memiliki moral yang baik terhadap lingkungannya maka dengan sendirinya akan termotivasi atau terdorong untuk berperilaku dalam pencegahan pemanasan global. Perilaku mencegah pemanasan global merupakan salah satu bentuk moral yang baik terhadap lingkungan. Berbagai kegiatan dalam pencegahan pemanasan global seperti menjaga kebersihan, hemat energi, penghijauan, kegiatan cinta lingkungan, daur ulang sampah, menggunakan bahan yang ramah lingkungan merupakan wujud moral yang baik terhadap lingkungan.
3. Hubungan antara Pengetahuan Pencemaran dan Etika Lingkungan secara\\ersama-sama dengan Perilaku Mahasiswa dalam Mencegah Pemanasan Global Hubungan antara variabel pengetahuan pencemaran dan etika lingkungan secara bersamasama dengan perilaku mahasiswa dalam mencagah pemanasan global memiliki koefisien korelasi ry1.2 =0,306** dan koefisien determinasi r 2 y1.2 = 0,094** sehingga dapat diartikan bahwa 9,4% perilaku mahasiswa dalam mencegah pemanasan global dapat dihasilkan melalui variabel pengetahuan pencemaran dan etika lingkungan secara bersama-sama. Koefisien determinasi variabel etika lingkungan sebesar 3,2% relatif lebih rendah jika dibandingkan dengan koefisien determinasi variabel pengetahuan pencemaran yaitu sebesar 9,1%. Perbedaan perolehan nilai koefisien determinasi antara kedua variabel secara sendiri-sendiri tersebut menberikan makna bahwa berdasarkan penilaian responden, faktor pengetahuan tentang pencemaran memberikan sumbangan yang lebih positif dan signifikan bagi peningkatan perilaku mahasiswa dalam mencegah pemanasan global. Namun koefisien determinasi pengetahuan pencemaran dan etika lingkungan secara bersama-sama sebesar 9,4% nilai ini lebih tinggi jika dibandingkan dengan koefisien determinasi pengetahuan pencemaran dan etika lingkungan secara sendiri-sendiri. Hal ini menunjukkan makna bahwa menurut penilaian responden, kedua faktor pengetahuan pencemaran dan etika lingkungan secara bersama-sama ternyata memberikan sumbangan yang signifikan bagi peningkatan perilaku mahasiswa dalam mencegah pemanasan global. Pengetahuan pencemaran dan etika lingkungan yang berkorelasi secara bersama-sama merupakan faktor yang saling menunjang untuk mencapai perilaku mahasiswa dalam mencegah pemanasan global yang maksimal. Berdasarkan hasil penelitian dan pembahasan diatas, maka dapat disimpulakan bahwa terdapat hubungan positif antara pengetahuan pencemaran dengan perilaku mahasiswa dalam mencegah pemanasan global, etika lingkungan dengan perilaku mahasiswa dalam mencegah pemanasan global, serta pengetahuan pencemaran dan etika lingkungan secara bersamasama dengan perilaku mahasiswa dalam mencegah pemanasan global. Pedagogia, Volume 6 Nomor 1 Tahun 2014
HUBUNGAN ANTARA PENGETAHUAN PENCEMARAN DAN ETIKA LINGKUNGAN
Pada dasarnya banyak sekali faktor pendukung yang berhubungan dengan perilaku mahasiswa dalam mencegah pemanasan global. Selain komponen kognitif atau tingkat pengetahuan juga ada komponen afektif dan komponen konaktif yang berpengaruh terhadap perilaku individu. Komponen afektif merupakan aspek emosional dari faktor sosiopsikologis. Aspek volisional atau konaktif, yang berhubungan dengan kebiasaan dan kemauan bertindak. Tingkat pengetahuan yang tinggi dan etika lingkungan yang baik hanya dapat berpengaruh rendah terhadap perilaku mahasiswa dalam mencegah pemanasan global jika tidak diimbangi oleh niat, keinginan, dan kehendak yang kuat dalam menjaga kelestarian lingkungan. Perilaku merupakan tindak lanjut dari pengetahuan dan etika atau tata cara bertindak yang dimiliki oleh seseorang, sehingga hubungan antara satu dengan yang lainnya cukup kuat. Pengetahuan akan pencemaran dan etika lingkungan yang dimiliki oleh mahasiswa dalam dirinya akan mendorong mereka untuk berperilaku dalam pencegahan pemanasan global. SIMPULAN Berdasarkan hasil penelitian dan pembahasan di atas, maka dapat disimpulkan bahwa terdapat hubungan yang positif antara pengetahuan pencemaran dengan perilaku mahasiswa dalam mencegah pemanasan global, etika lingkungan dengan perilaku mahasiswa dalam mencegah pemanasan global, serta pengetahuan pencemaran dan etika lingkungan secara bersama-sama dengan perilaku mahasiswa dalam mencegah pemanasan global. DAFTAR PUSTAKA Anderson W.Lorin dan Krathwohl R.David, Kerangka Landasan Pembelajaran, Pengajaran, dan Asesmen, Agung Prihantoro. Yogjakarta: Pustaka Pelajar,2010. A Sonny Keraf . Etika Lingkungan. Jakarta:Kompas,2010. ArifSolahudin,http://duniaguru.com/index. php?option=com_content&task=view&id=75& Itemid=26 Himpunan Peraturan Perundang-undangan, UU RI No. 32 tahun 2009 tentang Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan Hidup. Bandung: Pedagogia, Volume 6 Nomor 1 Tahun 2014
107
Fokusmedia, 2009. Jovialine Rungkat dan Mariana Rengkuan, Peranan Warga Bumi Dalam Pemanasan Global,Jurnal Formas Vol 1, No. 4 Juni 2008:311-318 J Winardi , Motivasi dan Pemotivasi dalam Masyarakat. Jakarta:Rajawali Pers,2008. Odum, P. Eugene , Fundamentals Of Ecology Third Edition. Philadelphia dan London:W.B Saunders Company,1971. Otto Soemarwoto , Analisis Mengenai Dampak Lingkungan. Yogyakarta: Gadjah Mada University Press, 2007. Soekidjo Notoatmojo, Pendidikan dan Perilaku Kesehatan,Jakarta:Rineka Cipta,2003. Teguh Wahyono, Analisis Statistik Mudah dengan SPSS 20.Jakarta : PT Elex Media Komputindo,2012 Wallington, J. Timothy , et al, Environmental and Ecological Chemistry-Greenhouse Gases and Global Warming.UNNESCO Encyclopedia of Life Support System:EOLLS Publisher:Oxford UK.2004 BIODATA PENULIS 1. Rita Istiana, Lahir di Klaten tanggal 13 Januari 1985, Lulusan S1 dari Program Studi Biologi, FMIPA, Universitas Negeri Semarang tahun 2007 dan S2 dari Program Studi Pendidikan Kependudukan dan Lingkungan Hidup, Pasca Sarjana Universitas Pakuan tahun 2013. Sekarang menjadi dosen FKIP Universitas Pakuan Program Studi Pendidikan Biologi. 2. Eka Suhardi, Dosen Program Pasca Sarjana, PKLH, Universitas Pakuan. 3. Surjono H.Sutjahjo. Dosen Program Pasca Sarjana Ilmu Lingkungan, Institut Pertanian Bogor.
108
ANALISIS MAKNA KOLOKATIF DALAM NOVEL MALULA KARYA MOCH. SUBHAN ZEIN
ANALISIS MAKNA KOLOKATIF DALAM NOVEL MALULA KARYA MOCH. SUBHAN ZEIN SERTA IMPLIKASINYA DALAM PEMBELAJARAN BAHASA DAN SASTRA INDONESIADI SMA Azis Zayyinus Sultoni, Sandi Budiana, Tri Mahajani ABSTRAK Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui penelitian makna kolokatif yang disajikan dalam novel Malula karya Moch. Subhan Zein serta implikasinya dalam pembelajaran bahasa dan sastra Indonesia di SMA. Hasil penelitian memiliki relevansi yang positif sebagai implikasi dalam kegiatan pembelajaran Bahasa dan Sastra Indonesia di SMA. Metode penelitian yang digunakan yaitu metode kualitatif deskriptif dan metode triangulasi untuk menguji keabsahan data. Hasil triangulasi menyimpulkan bahwa seluruh temuan data penelitian yang penulis dapatkan sudah memenuhi kriteria sebagai bentuk perubahan kolokasi. Data dianalisis dan dideskripsikan dengan mengacu pada teori-teori mengenai makna kolokatif dari para ahli bahasa. Hasil penelitian membuktikan bahwa dalam novel Malula karya Moch. Subhan Zein terdapat kata atau frasa yang mengalami perubahan kolokasi berdasarkan makna.Perubahan kolokasi itu untuk mengasosiasikan makna yang secara kebetulan berdekatan atau dianggap mewakilkan makna yang dituju oleh pengarang. Hal ini bertujuan untuk mencapai efek hiperbolis, metaforis dan nilai estetika. Penelitian ini juga berimplikasi terhadap kegiatan pembelajaran di SMA dan dinilai sudah sejalan dengan kompetensi dasar yang terdapat dalam Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan. Dengan demikian, dapat disimpulkan bahwa penelitian ini layak untuk dijadikan bahan ajar yang baik, khususnya untuk pembelajaran makna kolokatif dalam studi Bahasa dan Sastra Indonesia di SMA. Kata kunci: Kolokatif, implikasi, kualitatif, triangulasi.
PENDAHULUAN A. Latar Belakang Manusia hidup untuk memenuhi kebutuhannya.Kebutuhan manusia tersebut didasari adanya hasrat atau keinginan yang terlahir secara alamiah sebagai sifat hakiki hidup manusia itu sendiri. Namun, tidak semua kebutuhan manusia dapat dipenuhi sendiri, ada beberapa hal yang dalam pemenuhan itu membutuhkan tenaga orang lain. Oleh karena itu, manusia melakukan interaksi sebagai wujud komunikasi antara manusia satu dan yang lainnya. Manusia dikatakan sebagai makhluk sosial. Kegiatan manusia berinteraksi dengan manusia lainnya memungkinkan adanya sebuah jalinan komunikasi secara verbal. Komunikasi verbal terjadi sebagai akibat meningkatnya kebutuhan manusia. Komunikasi verbal inilah yang kemudian manusia wujudkan dalam bentuk bahasa. Selain sebagai sarana berinteraksi sesama manusia, bahasa juga berfungsi sebagai wahana ekspresi dan
wadah menyampaikan informasi.Dengan berbahasa, manusia dapat menyalurkan informasi dari atau ke dalam dirinya dengan menjadikan dirinya sebagai objek bahasa. Namun, belakangan ini informasi telah mengalami berbagai macam cara pengemasan, baik secara tertulis, maupun bentuk lisan. Perkembangan bahasa saat ini tidak sebatas untuk menyampaikan informasi dari komikator ke komunikan.Namun, bahasa digunakanuntuk menyampaikan nilai-nilai kehidupan dalam bentuk karya sastra seperti puisi, drama, cerpen, dan novel. Dalam sebuah karya sastra, seorang pengarang dapat menyampaikan pesan melalui amanat baik yang tersirat dalam karya sastra yang dikarangnya. Dewasa ini, bentuk karya sastra sudah kian berkembang.Banyak jenis karya sastra baru yang lahir sebagai bentuk apresiasi para pengarang dalam mengekspresikan idenya.Salah satu bentuk karya sastra yang populer pada saat ini yaitu karya sastra bentuk novel.Novel adalah cerita rekaan yang di dalamnya terdapat tokoh dan perwatakan, peristiwa dan latarnya, serta amanat yang hendak disampaikan Pedagogia, Volume 6 Nomor 1 Tahun 2014
ANALISIS MAKNA KOLOKATIF DALAM NOVEL MALULA KARYA MOCH. SUBHAN ZEIN
oleh pengarang kepada pembaca.Dengan kekuatan penggunaan kata, penulis novel mampu membuat pembaca ikut menikmati pengalaman-pengalaman yang disuguhkan dalam cerita.Kekuatan itu didasari oleh adanya penggunaan makna sebagai inti dari kuatnya sebuah cerita. Kekuatan makna sebagai inti penyampaian cerita menjadi peranan penting dalam sebuah novel.Dalam hal ini, makna bisa dikatakan sebagai senjata utama pengarang untuk menyampaikan pesan yang hendak disampaikan kepada pembaca.Beberapa makna yang biasa digunakan pengarang novel diantaranya; makna konseptual, makna konotatif, makna stilistika, makna afektif, makna reflektif, makna kolokatif dan makna tematik (Chaer, 1995:59). Dengan catatan makna konotatif, stilistika, afektif, reflektif, dan kolokatif masuk dalam kelompok yang lebih besar yaitu makna asosiatif. Novel Malula, sebuah karya fantastis dari seorang pengarang muda berbakat Moch. Subhan Zein.Dalam novel ini, Zein menggabungkan nilai-nilai religi dalam kehidupan modern tanpa mengurangi dasar ajaran agama itu sendiri.Dari tangannya, Malula dibingkis menjadi cerita yang unik, sarat konflik yang mampu membuat pembaca terhenyak.Kekuatan makna yang dihadirkan menjadi ciri positif karyanya.Salah satu jenis makna yang dihadirkan dalam karya ini adalah jenis makna kolokatif. Makna kolokatif berkenaan dengan makna kata dalam kaitannya dengan makna kata lain yang mempunyai tempat yang sama dalam sebuah frase (ko=sama, bersama; lokasi=tempat). Dari novel tersebut penulis ingin menganalisis makna kolokatif dengan judul Analisis Makna Kolokatif dalam Novel Malula Karya Moch. Subhan zein serta Implikasinya dalam Pembelajaran Bahasa dan Sastra Indonesia di SMA.Dalam novel ini banyak terdapat kata-kata yang maknanya sudah berubah kolokasinya. B. Fokus Masalah Berdasarkan latar belakang di atas, fokus masalah yang dapat penulis jabarkan yaitu sebagai berikut: 1. Bagaimanakahmakna kolokatif yang disajikan dalam novel Malula karya Mochamad Subhan Zein? 2. Bagaimanakah implikasinya dalam pembelajaran Bahasa dan Sastra Indonesia di SMA? Penelitian ini dibatasi pada analisis kata yang Pedagogia, Volume 6 Nomor 1 Tahun 2014
109
sudah berubah kolokasinya dalam Novel Malula Karya Moch. Subhan Zein serta Implikasinya dalam Pembelajaran Bahasa dan Sastra Indonesia di SMA. C. Kajian Teori Makna kolokatif merupakan salah satu bagian dari makna asosiatif. Makna kolokatif merujuk pada pasangan sebuah kata yang hanya cocok dengan kata lain yang dinilai sepadan. Sepadan dalam hal ini diartikan sebagai kesamaan lingkungan atau konteks pemakaian. Chaer (1995: 73) mengungkapkan bahwa makna kolokatif berkenaan dengan makna kata dalam kaitannya dengan makna lain yang mempunyai tempat yang sama dalam sebuah frasa. Semaentara itu, Leech dalam Pateda (2010: 110) menyatakan bahwa makna kolokatif (Belanda: collocatieve betekenis) biasanya berhubungan dengan penggunaan beberapa kata di dalam lingkungan yang sama. Kedua pendapat tersebut menegaskan bahwa kolokatif erat kaitannya dengan tempat atau lingkungan sebuah kata yang hanya cocok jika dipadankan dengan kata tertentu. Misalnya, kata pria identik dengan kata tampan atau kata wanita identik dengan kata cantik. Tidak mungkin kita mengatakan pria itu cantik atau wanita itu tampan, sebab keduanya tidak memiliki kecocokan, meskipun makna kata cantik dan tampan merujuk pada pengertian yang sama, yakni samasama ‘indah dilihat’. Berdasarkan penjelasan di atas maka dapat disimpulkan bahwa dengan kolokasi makna kata akan lebih jelas dan lebih menarik. Urutan kata dan menempatkan kata pada lingkungannya, serta menempatkan kata pada pasangan yang cocok akan memungkinkan orang memahami makna kata lebih jelas lagi. Dalam kaitannya dengan novel yang umumnya dibubuhkan kata-kata menarik dan memiliki nilai estetika, terkadang untuk mencapai efek keindahannya, disisipkan makna kolokatif untuk tujuan keindahannya. Hal itu berimbas pada dislokasi makna atau pengaburan makna bagi si pembaca.Berikut adalah contoh makna kolokatif dalam kalimat: (1) Mantan Presiden Irak, Saddam Hussein ditemukan tewas, terkapar di kamarnya setelah dibrondong tembakan. (2) Pria itu tampak gemulai.
110
ANALISIS MAKNA KOLOKATIF DALAM NOVEL MALULA KARYA MOCH. SUBHAN ZEIN
Dalam konteks kalimat (1) terdapat perubahan kolokasi dalam statusnya. Seorang mantan presiden umumnya identik dengan kewibawaannya dan kebijaksanaannya, sehingga kata tewas dinilai kurang sepadan jika dikolokasikan dalam satu tataran dengan status Sadam Husein yang seorang mantan presiden. Kata tewas memiliki arti yang sama dengan kata gugur, meninggal, wafat, atau pulang ke Rahmatullah, namun lebih lazim digunakan atau ditujukan untuk orang yang mengalami bencana, semisal kecelakaan maut. Dalam konteks kalimat (2) terdapat perubahan kolokasi dari segi gender. Kata gemulai identik atau lebih berkolokasi dengan feminisme, atau lebih ditujukan untuk wanita, atau hal-hal yang berhubungan dengan sifat kewanitaan. Dengan demikian, kalimat tersebut sudah mengalami perubahan kolokasi. METODE PENELITIAN 1. Tujuan Penelitian • Mendeskripsikan makna kolokatif yang terdapat dalam novel Malula karya Mochamad Subhan Zein. • Mengetahui implikasi makna kolokatif dalam novel Malula karya Mochamad Subhan Zein dalam pembelajaran Bahasa dan Sastra Indonesia di SMA. 2. Metode dan Teknik Penelitian Metode yang penulis gunakan adalah metode kualitatif deskriptif. Metode kualitatif deskriptif merupakan metode yang digunakan untuk mendeskriptifkan objek. Dengan pertimbangan dan penerapan teori yang dikemukakan, penulis mengembangkan penelitian agar mempunyai relevansi yang baik untuk kegiatan pembelajaran. Teknik yang digunakan dalam penelitian ini adalah teknik dokumentasi. Teknik dokumentasi yaitu mencari data mengenai hal-hal atau variabel yang berupa catatan, transkrip, buku, surat kabar, majalah, prasasti, notulen rapat, lengger, agenda, dan sebagainya (Arikunto, 2006: 231). Dengan teknik ini penulis mengamati novel Malula karya Mochamad Subhan Zein untuk mencari katakata yang mengalami perubahan kolokasi untuk kemudian dianalisis berdasarkan teori mengenai makna kolokatif.
3. Teknik Pengumpulan Data 1. Dokumentasi Data Langka-langkah dokumentasi data: 1) Mencari novel Malula. 2) Membaca novel Malula. 3) Menandai kata dalam kalimat yang mengalami perubahan kolokasi. 4) Mencatat setiap bentuk kata yang mengalami perubahan kolokasi ke dalam tabel temuan data. 2. Instrumen Penelitian Instrumen penelitian yang penulis gunakan adalah tabel data agar peneitian lebih sistematis. Menurut Arikunto (2006: 160) instrumen penelitian adalah alat bantu atau fasilitas yang digunakan oleh peneliti dalam mengumpulkan data agar pekerjaannya lebih mudah dan hasilnya lebih baik. 3. Uji Validitas Penelitian Untuk penguji validitas hasil penelitian penulis menggunakan teknik triangulasi. Teknik triangulasi adalah teknik pemeriksaan keabsahan data yang memanfaatkan sesuatu yang lain diluar data itu untuk keperluan pengecekan atau sebagai pembanding terhadap data itu (Moleong, 2000: 178). Uji validitas data dilakukan dengan cara membandingkan temuan hasil penelitian yang peneliti dapatkan dengan pendapat dari pengamat lainnya yang kompeten sebagai triangulator. Pengecekan keabsahan data penelitian dilakukan dengan cara membandingkan temuan hasil penelitian dari peneliti dengan pendapat dari pengamat lain yang dipilih sebagai triangulator. Perbandingan tersebut kemudian disimpulkan untuk hasil akhir dari penelitian.
Pedagogia, Volume 6 Nomor 1 Tahun 2014
ANALISIS MAKNA KOLOKATIF DALAM NOVEL MALULA KARYA MOCH. SUBHAN ZEIN
111
HASIL PENELITIAN Tabel DESKIPSI DATA PENELITIAN Data
Kutipan Kalimat yang Mengalami Perubahan Kolokasi
Halaman
Karena rambutnya agak berombak, gelombang rambut Jen seringkali terlihat laksanatidak dijaga oleh bandananya. Dari depan sini bisa kulihat bagaimana teman sekelas yang belum banyak kukenal bergerombol meninggalkan ruangan bagaikan kerumunan kelelawar yang terbang meninggalkan sarangnya. Secara bersamaan, kami pun saling melemparkan senyuman.
15
27
5.
Di sebelahku duduk Jen dengan sekumpulan artikel karangan Michael Long, Alene Moyer, dan David Singleton. Di Garema Place, tepatnya di tengah-tengah jantung Canberra itulah aku dan Jen melangkahkan kaki.
6.
Jen kemudian menghidangkan minuman.
45
7.
47
8.
Seakan memberi sinyal bahwa dari semua yang diajukan, inilah mungkin pertanyaan yang paling berat dan susah dijawab. Kami lalu mengakhiri perbincangan sore itu dengan melepas kepergian Bapak Williams di gerbang pintu.
9.
Bibirnya menyunggingkan senyum ketika mengatakan hal itu.
49
10.
Tak kurang acara itu menyedot animo masyarakat Canberra yang merasa dahaga akan nilai-nilai spiritualitas seperti kami. Pasukan Salib Kristen Eropa kemudian membanjiri jalan-jalan dan mencoba sebanyak mungkin cara untuk merebut kembali Jerusalem dari tangan orang-orang Islam. Dengan nada yang tidak kalah tegas aku kemudian menambahkan dengan menyempitkan pembicaraanku pada Islam. Dengan semangat macam itulah euforisme keberagamaanmeledak dan menemukan puncaknya laksana api yang berkobar dalam dada. “Itulah sebabnya betapa banyak perbedaan karena agama justru menjadi bibit konflik dan sengketa. Senyum lebar terulasdi bibirku. Pandangan mataku kini berurai cahaya kekaguman pada gadis ini. Cintalah yang telah memilih seorang gadis yang jauh dari versi ‘ideal’ yang pernah kubayangkan untuk menemani mimpi-mimpiku di kala malam. Entah nonton film di bioskop, menghadiri konser musik, berburu novel-novelmurah, samapai belanja bareng, semuanya kulakukan dengan senang hati. Sayangnya, kadang batasan itu menjadi sangat kabur, karena satu pihak mungkin berpikir mereka berpacaran sementara pihak lain beranggapan mereka hanya bersahabat dekat. Hidungbangirnyaterlihat mengkilat terkena sorot lampu restoran Sanur yang temaram. Tatapanmata kamiberadu. Sedangkan sepupuku mbak Nina mirip dengan adiknya yang sudah beranak dua, mbak Rahma. Kupandangi wajah Jen yang terpampang di figura foto di atas meja belajarku. Kurasakan bau parfumnya terasa semakin wangi membakar nafsu yang mulai bergejolak dalam diriku. Aku masih menyandarkankedua tanganku di atas meja belajar. Keindahan itu tidak boleh dinodai dengan hal apa pun. Dalam sekali kupandangi wajahnya yangterlihatteduh. Namun bukannya kelihatan santun, malah cukuran itu sengaja dibuat supaya kesan angkernya lebih melekat. Taksi yang kami tumpangi kemudian meluncur menuju Melbourne Central. Kurasakan persendianku juga sekarang semuanyabersekongkol menuntut istirahat total. Nat kini menapaki karir sebagai manager operasional di STA Travel. Contoh yang paling anyar adalah gedung Queen Victoria Building (QVB). Sama seperti tadi pagi, kembali kami dihadang oleh kemacetan. Canberra adalah kota dengan suhu paling kontras di Australia.
51
1. 2. 3. 4.
11. 12. 13. 14. 15. 16. 17. 18. 19. 20. 21. 22. 23. 24. 25. 26. 27. 28. 29. 30. 31. 32. 33. 34.
Pedagogia, Volume 6 Nomor 1 Tahun 2014
16 17
31
48
53 54 54 59 60 60 62 65 66 71 71 72 75 76 77 81 81 88 99 101 109 105 106 115
112
ANALISIS MAKNA KOLOKATIF DALAM NOVEL MALULA KARYA MOCH. SUBHAN ZEIN
35. 36. 37. 38. 39. 40. 41. 42. 43. 44. 45. 46. 47.
Kalau panas, maka panasnya sangatparah. Segera kulaksanakan shalat zhuhur dan kusambungdengan shalat ashar tiga puluh menit kemudian. Dia menawariku sebuah senyuman yang membuatku melupakan sejenak kepenatan yang kualami. Kubuka pintu itu dengan sangat tidak antusias. Dalam dua bulan terakhir, tercatat sudah tiga kali dia mengalami mimpi sejenis. Mulai dari olahraga, seni, bahasa, budaya, politik, dan agama semuadilahapnya. Bayangan Tala saat ini menggelayuti benakku. Senyuman itu menusuk ke relung jiwaku. Memekikkan takbir dengan bangga ketika hendak membinasakan manusia adalah kesesatan. Pertanyaannya barusan memang sangat kokoh menghujamke lubuk hatiku. Telingaku tekun mendengarkan. Bangsa Yahudi kemudian terombang-ambing menjadi budak di negeri orang lain. Kulihat wajah Jen mulai bersimbah air mata.
115 115 116 119 125 163 167 177 180 181 212 212 219
48.
Ada sebuah emosi terdalam yang seakan-akan meledak dari dirinya persis ketika aku baru saja mengatakan hal itu. “Paling banter mereka hanya memakai celana pendek dengan kaos lengan pendek”. Sepotong celana panjang bahan berwarna hitam lengkap dengan batik lengan panjang dengan motif garuda membungkus tubuhnya. Semenjak menjadi kepala sekolah, prestasinya bahkanlebih melejitlagi. Aku mulai tersulut emosi. Aku mulai linglung Di kepalaku bergentayangan seribu tanda tanya apakah Jen bersungguh-sungguh dengan ucapannya dan sejuta pertanyaan-pertanyaan lainnya.
220
49. 50. 51. 52. 53. 54.
Temuan Penelitian (1) Karena rambutnya agak berombak, gelombang rambut Jen seringkali terlihat laksana tidak dijaga oleh bandananya. Dalam data (1) terdapat perubahan kolokasi pada bentuk rambutnya agak berombak.Kata rambutnya dan frasa agak berombak secara makna tidak memilki kolokasi yang tepat. Kata rambutnya bermakna salah satu bagian anggota tubuh pada manusia, sedangkan kata berombak bermakna arus atau gelombang seharusnya berkolokasi dengan air. Dalam kutipan tersebut kalimat rambutnya agak berombak, ombak dikolokasikan dengan rambut, sebaiknya kolokasi yang tepat yaitu rambutnya agak ikal. Jadi kalimat di atas sebaiknyakarena rambutnya agak ikal, gelombang rambut Jen seringkali terlihat laksana tidak dijaga oleh bandananya. (2) Dari depan sini bisa kulihat bagaimana teman sekelas yang belum banyak kukenal bergerombol meninggalkan ruangan bagaikan kerumunan kelelawar yang terbang meninggalkan sarangnya. Dalam data (2) terdapat perubahan kolokasi pada kata bergerombolsecara makna tidak memiliki kolokasi yang tepat. Kata bergerombolbermakna berkumpul membentuk kelompok atau kawanan
232 235 241 245 266 269
pengacau yang seharusnya berkolokasi dengan halhal negatif dalam keseharian semisal kumpulan pemberontak. Jadi, jika teman-teman dikolokasikan dengan bergerombol kurang tepat. Kata yang paling tepat terhadap konteks kalimat ini yakni kata berkumpul, sehingga kalimat tersebut menjadi Dari depan sini bisa kulihat bagaimana teman sekelas yang belum banyak kukenal berkumpul meninggalkan ruangan bagaikan kerumunan kelelawar yang terbang meninggalkan sarangnya. (3) Secara bersamaan, kami pun saling melemparkan senyuman. Dalam data (3) terdapat perubahan kolokasi pada bentuk saling melemparkan senyuman.Frasa saling melemparkan yang dikolokasikan dengan kata senyuman bila dilihat berdasarkan makna tidak memiliki kolokasi yang tepat.Kata melemparkan bermakna tindakan seharusnya berkolokasi dengan kebendaan.Dengan demikian frasa tersebut tidak memiliki kolokasi yang tepat, kata yang lebih tepat secara kolokasi dengan kalimat tersebut yakni membalas.Jadi kalimat di atas sebaiknya Secara bersamaan, kami pun saling membalas senyuman. (4) Di sebelahku duduk Jen dengan sekumpulan artikel karangan Michael Long, Alene Moyer, dan David Singleton. Pedagogia, Volume 6 Nomor 1 Tahun 2014
ANALISIS MAKNA KOLOKATIF DALAM NOVEL MALULA KARYA MOCH. SUBHAN ZEIN
Dalam data (4) terdapat perubahan kolokasi pada frasa sekumpulan artikel secara makna yang dalam penyandingannya tidak memiliki kolokasi yang tepat.Kata sekumpulan bermakna berkumpul seharusnya berkolokasi dengan ‘perkumpulan orang’ atau ‘binatang’ yang sedang dalam keadaan berkumpul.Kata yang tepat dan berkolokasi dengan kata artikel yakni kata setumpuk.Jadi kalimat di atas sebaiknya Di sebelahku duduk Jen dengan setumpuk artikel karangan Michael Long, Alene Moyer, dan David Singleton. (5) Di Garema Place, tepatnya di tengahtengah jantung Canberra itulah aku dan Jen melangkahkan kaki. Dalam data (5) terdapat perubahan kolokasi pada frasa jantung Canberrasecara makna tidak memiliki kolokasi yang tepat. Kata jantung bermakna sebutan salah satu organ tubuh seharusnya berkolokasi dengan makhluk hidup, sedangkan Canberra bermakna sebutan nama kota. Pada kalimat di atas, jantung dikolokasikan dengan Canberra, sebaiknya kolokasi yang tepat yaitu pusat kota Canberra. Jadi kalimat di atas sebaiknya Di Garema Place, tepatnya di tengah-tengah pusat kota Canberra itulah aku dan Jen melangkahkan kaki. (6) Jen kemudian menghidangkan minuman. Dalam data (6) terdapat perubahan kolokasi pada frasa menghidangkan minuman secara makna tidak memiliki kolokasi yang tepat. Kata menghidangkan bermakna menyuguhkan sebaiknya berkolokasi dengan makanan. Pada kalimat di atas menghidangkan dikolokasikan dengan minuman, sebaiknya kolokasi yang tepat yaitu menyediakan minuman. Jadi kalimat di atas seharusnya Jen kemudianmenyediakan minuman. (7) Seakan memberi sinyal bahwa dari semua yang diajukan, inilah mungkin pertanyaan yang paling berat dan susah dijawab. Dalam data (7) terdapat perubahan kolokasi pada frasa memberi sinyal secara makna tidak memiliki kolokasi yang tepat. Kata sinyal memiliki makna ‘sensor penerima’ yang umumnya istilah ini digunakan dalam dunia telekomunikasi. Kata yang paling tepat untuk dikolokasikan dengan kata memberi pada kalimat tersebut yakni kata tanda, sehingga frasa tersebut menjadi memberi tanda. Jadi kalimat di atas sebaiknya Seakan memberi tanda bahwa dari semua yang diajukan, inilah mungkin Pedagogia, Volume 6 Nomor 1 Tahun 2014
113
pertanyaan yang paling berat dan susah dijawab. (8) Kami lalu mengakhiri perbincangan sore itu dengan melepas kepergian Bapak Williams di gerbang pintu. Dalam data (8) terdapat perubahan kolokasi pada frasa melepas kepergian yang secara makna tidak memiliki kolokasi yang tepat. Kata melepas kepergian lazimnya digunakan untuk menyebut seseorang yang telah meninggal dunia. Frasa yang lebih tepat dan sesuai kolokasinya dengan kalimat ini yakni frasa perpisahan bersama, sehingga kalimat itu menjadi Kami lalu mengakhiri perbincangan sore itu dengan perpisahan bersama Bapak Williams di gerbang pintu. (9) Bibirnya menyunggingkan senyum ketika mengatakan hal itu. Dalam data (9) terdapat perubahan kolokasi pada frasa menyunggingkan senyum secara makna tidak memiliki kolokasi yang tepat. Kata sungging yang menjadi bentuk dasar kata menyunggingbermakna ‘lukis’ dengan media cat. Kata menyungging tidak memiliki kolokasi yang tepat, kata yang tepat untuk disandingkan dengan kalimat tersebut yaitu kata tersenyum, sehingga kalimat di atas sebaiknya Bibirnya tersenyum ketika mengatakan hal itu. (10) Tak kurang acara itu menyedot animo masyarakat Canberra yang merasa dahaga akan nilai-nilai spiritualitas seperti kami. Dalam data (10) terdapat perubahan kolokasi pada frasa menyedot animo yang secara makna tidak memiliki kolokasi yang tepat. Kata menyedot bermakna mengisap berkolokasi dengan sifat kebendaan yang jelas tidak tepat dengan konteksnya dalam kalimat ini. Kata yang lebih memiliki kolokasi dengan animo yaitu kata menarik, sehingga frasa terebut menjadi menarik animo. Jadi kalimat di atas sebaiknya Tak kurang acara itu menarik animo masyarakat Canberra yang merasa dahaga akan nilai-nilai spiritualitas seperti kami. (11) Pasukan Salib Kristen Eropa kemudian membanjiri jalan-jalan dan mencoba sebanyak mungkin cara untuk merebut kembali Jerusalem dari tangan orang-orang Islam. Dalam data (11) terdapat perubahan kolokasi pada frasa membanjiri jalan-jalan yang secara makna tidak memiliki kolokasi yang tepat.Kata membanjiri lebih memiliki kolokasi dengan hal
114
ANALISIS MAKNA KOLOKATIF DALAM NOVEL MALULA KARYA MOCH. SUBHAN ZEIN
kebendaan yang sifatnya cair.Kata membanjiri melambangkan sekumpulan atau sekelompok orang yang memadati jalan-jalan.Kata yang memiliki kolokasi yang sesuai dengan konteksnya adalah kata memadati, sehingga frasa itu menjadi memadati jalan-jalan. Jadi kalimat di atas sebaiknya Pasukan Salib Kristen Eropa kemudian memadati jalan-jalan dan mencoba sebanyak mungkin cara untuk merebut kembali Jerusalem dari tangan orang-orang Islam. (12) Dengan nada yang tidak kalah tegas aku kemudianmenambahkandengan menyempitkan pembicaraanku pada Islam. Dalam data (12) terdapat perubahan kolokasi pada frasa menyempitkan pembicaraankuyang secara makna tidak sesuai dengan kolokasinya. Kata menyempitkan bermakna mengurangi celah yang memungkinkan sebuah benda masuk ke dalam ruang tertentu. Kata menyempitkan tidak sesuai dengan kolokasi karena terdapat kata yang lebih tepat yakni memfokuskan. Dengan demikian, kata tersebut tidak tepat kolokasinya. Jadi kalimat di atas sebaiknya Dengan nada yang tidak kalah tegas aku kemudian menambahkan dengan memfokuskan pembicaraanku pada Islam. (13) Dengan semangat macam itulaheuforisme keberagamaan meledak dan menemukan puncaknya laksana api yang berkobar dalam dada. Dalam data (13) terdapat perubahan kolokasi pada kata meledak yang dikolokasikan dengan frasa euforisme keberagamaan. Kata meledak bermakna ‘suara’ atau ‘bunyi’ yang keras akibat pecahan
sesuatu yang umumnya berkolokasi dengan benda, sedangkan kata euforisme bermakna ‘perasaan gembira yang berlebihan’. Sebaiknya kolokasi yang tepat yaitu kata berkembang, sehingga kalimat itu menjadi Dengan semangat macam itulah euforisme keberagamaan berkembang dan menemukan puncaknya laksana api yang berkobar dalam dada. (14) Itulah sebabnya betapa banyak perbedaan karena agama justru menjadi bibit konflik dan sengketa. Dalam data (14) terdapat perubahan kolokasi pada frasa bibit konflik yang merupakan paduan dua kata yang kolokasinya tidak tepat. Kata bibit yang merupakan istilah pertanian dikolokasikan dengan kata konflik yang secara makna memiliki asosiasi. kolokasi yang tepat seharusnya pemicu konflik yang sesuai dengan kolokasinya dalam kalimat. Jadi kalimat di atas sebaiknya Itulah sebabnya betapa banyak perbedaan karena agama justru menjadi pemicu konflik dan sengketa. (15) Senyum lebar terulas di bibirku. Dalam data (15) terdapat perubahan kolokasi pada bentuk terulas di bibirku yang secara makna tidak berkolokasi. Kata terulas berarti ‘tidak sengaja diulas’ yang lazimnya berkaitan dengan kegiatan seni lukis, sedangkan frasa di bibirku bermakna ‘bibir milikku’. Kata terulas yang bermakna ‘tidak sengaja diulas’ seharusnya berkolokasi dengan kegiatan melukis. Kata yang lebih berkolokasi dengan konteks tersebut yakni kata tergurat, sehingga kalimat di atas sebaiknyaSenyum lebar tergurat di bibirku.
PEMBAHASAN Tabel TEMUAN PENELITIAN Data
Kutipan Kalimat
1.
Karena rambutnya agak berombak, gelombang rambut Jen seringkali terlihat laksanatidak dijaga oleh bandananya. Dari depan sini bisa kulihat bagaimana teman sekelas yang belum banyak kukenal bergerombol meninggalkan ruangan bagaikan kerumunan kelelawar yang terbang meninggalkan sarangnya. Secara bersamaan, kami pun saling melemparkan senyuman.
2.
3. 4. 5.
Bentuk yang Mengalami Perubahan Kolokasi rambutnya agak berombak
rambutnya agak ikal
teman sekelas (...) bergerom- Berkumpul bol
melemparkan senyuman Di sebelahku duduk Jen dengan sekumpulan artikel karangan sekumpulan artikel Michael Long, Alene Moyer, dan David Singleton. Di Garema Place, tepatnya di tengah-tengah jantung Canberra itulah aku dan Jen melangkahkan kaki.
Makna
jantung Canberra
membalas senyuman setumpuk artikel pusat kota Canberra
Pedagogia, Volume 6 Nomor 1 Tahun 2014
ANALISIS MAKNA KOLOKATIF DALAM NOVEL MALULA KARYA MOCH. SUBHAN ZEIN menghidangkan minuman
6.
Jen kemudian menghidangkan minuman.
7.
Seakan memberi sinyal bahwa dari semua yang diajukan, ini- memberi sinyal lah mungkin pertanyaan yang paling berat dan susah dijawab. Kami lalu mengakhiri perbincangan sore itu dengan melepas melepas kepergian kepergian Bapak Williams di gerbang pintu. Bibirnya menyunggingkan senyum ketika mengatakan hal itu. menyunggingkan senyum
8. 9. 10. 11. 12. 13. 14. 15. 16. 17. 18. 19. 20.
Tak kurang acara itu menyedot animo masyarakat Canberra yang merasa dahaga akan nilai-nilai spiritualitas seperti kami. Pasukan Salib Kristen Eropa kemudian membanjiri jalanjalan dan mencoba sebanyak mungkin cara untuk merebut kembali Jerusalem dari tangan orang-orang Islam. Dengan nada yang tidak kalah tegas aku kemudian menambahkan dengan menyempitkan pembicaraanku pada Islam.
membanjiri jalan-jalan
memadati jalan-jalan
pemicu konflik
terulas di bibirku berurai cahaya kekaguman
tergurat di bibirku penuh kekaguman
versi ‘ideal’
kata ideal
berburu novel-novel murah
mencari novel-novel murah
batasan (...) sangat kabur
sangat kontras
hidung bangirnya terlihat mengkilat mata kami beradu
hidung bangirnya terlihat merona mata kami berhadapan memiliki putra dua
22.
Sedangkan sepupuku mbak Nina mirip dengan adiknya yang beranak dua sudah beranak dua, mbak Rahma. Kupandangi wajah Jen yang terpampang di figura foto di atas terpampang di figura meja belajarku. Kurasakan bau parfumnya terasa semakin wangi membakar membakar nafsu nafsu yang mulai bergejolak dalam diriku.
25. 26. 27. 28. 29. 30.
31. 32.
memfokuskan pembicaraanku euforisme keberagamaan berkembang
bibit konflik
Tatapanmata kamiberadu.
24.
perpisahan bersama Tersenyum menarik animo
21.
23.
menyediakan minum memberi tanda
menyedot animo
menyempitkan pembicaraanku Dengan semangat macam itulah euforisme keberagamaaneuforisme keberagamaan meledak dan menemukan puncaknya laksana api yang berko- meledak bar dalam dada. “Itulah sebabnya betapa banyak perbedaan karena agama justru menjadi bibit konflik dan sengketa. Senyum lebar terulasdi bibirku. Pandangan mataku kini berurai cahaya kekaguman pada gadis ini. Cintalah yang telah memilih seorang gadis yang jauh dari versi ‘ideal’ yang pernah kubayangkan untuk menemani mimpi-mimpiku di kala malam. Entah nonton film di bioskop, menghadiri konser musik, berburu novel-novelmurah, samapai belanja bareng, semuanya kulakukan dengan senang hati. Sayangnya, kadang batasan itu menjadi sangat kabur, karena satu pihak mungkin berpikir mereka berpacaran sementara pihak lain beranggapan mereka hanya bersahabat dekat. Hidungbangirnyaterlihat mengkilat terkena sorot lampu restoran Sanur yang temaram.
115
terpajang di figura
membangkitkan nafsu Aku masih menyandarkankedua tanganku di atas meja menempatkan kedua menyandarkan kedua tanbelajar. tanganku ganku Keindahan itu tidak boleh dinodai dengan hal apa pun. Dirusak keindahan (...) dinodai Dalam sekali kupandangi wajahnya yangterlihatteduh. wajahnya yang terlihat teduh wajahnya yang terlihat sayu Namun bukannya kelihatan santun, malah cukuran itu sengaja kesan angkernya lebih mekesan sangarnya dibuat supaya kesan angkernya lebih melekat. lebih melekat lekat Taksi yang kami tumpangi kemudian meluncur menuju Mel- meluncur menuju Melbourne berangkat menuju bourne Central. Melbourne Central Central Kurasakan persendianku juga sekarang semuanyabersekong- semuanya bersekongkol semuanya lemas kol menuntut istirahat total. menuntut istirahat menuntut istirahat total total Nat kini menapaki karir sebagai manager operasional di STA menapaki karir menjalani karir Travel. Contoh yang paling anyar adalah gedung Queen Victoria Building (QVB).
Pedagogia, Volume 6 Nomor 1 Tahun 2014
paling anyar
paling baru
116
ANALISIS MAKNA KOLOKATIF DALAM NOVEL MALULA KARYA MOCH. SUBHAN ZEIN dihadang oleh kemacetan
33.
Sama seperti tadi pagi, kembali kami dihadang oleh kemacetan.
34. 35.
Canberra adalah kota dengan suhu palingkontras di Australia. suhu paling kontras Kalau panas, maka panasnya sangatparah. panasnya sangat parah
36.
Segera kulaksanakan shalat zhuhur dan kusambungdengan shalat ashar tiga puluh menit kemudian.
37.
Dia menawariku sebuah senyuman yang membuatku melupakan sejenak kepenatan yang kualami.
38. 39.
Kubuka pintu itu dengan sangat tidak antusias. Dalam dua bulan terakhir, tercatat sudah tiga kali dia mengalami mimpi sejenis. Mulai dari olahraga, seni, bahasa, budaya, politik, dan agama semua dilahapnya semuadilahapnya. Bayangan Tala saat ini menggelayuti benakku. menggelayuti benakku Senyuman itu menusuk ke relung jiwaku. senyuman itu menusuk
40. 41. 42.
kusambung dengan shalat ashar menawariku sebuah senyuman tidak antusias mimpi sejenis
43.
Memekikkan takbir dengan bangga ketika hendak membinasakan manusia adalah kesesatan.
memekikkan takbir
44.
Pertanyaannya barusan memang sangat kokoh menghujamke lubuk hatiku.
menghujam ke lubuk hatiku
45.
Telingaku tekun mendengarkan.
tekun mendengarkan
46.
Bangsa Yahudi kemudian terombang-ambing menjadi budak di negeri orang lain.
47.
Kulihat wajah Jen mulai bersimbah air mata.
48.
Ada sebuah emosi terdalam yang seakan-akan meledak dari dirinya persis ketika aku baru saja mengatakan hal itu.
terombang-ambing menjadi budak bersimbah air mata meledak dari dirinya
49.
“Paling banter mereka hanya memakai celana pendek dengan kaos lengan pendek”. Sepotong celana panjang bahan berwarna hitam lengkap dengan batik lengan panjang dengan motif garuda membungkus tubuhnya. Semenjak menjadi kepala sekolah, prestasinya bahkanlebih melejitlagi.
50. 51. 52. 53. 54.
Aku mulai tersulut emosi. Aku mulai linglung Di kepalaku bergentayangan seribu tanda tanya apakah Jen bersungguh-sungguh dengan ucapannya dan sejuta pertanyaan-pertanyaan lainnya.
Berdasarkan tabel di atas dapat dilihat bahwa terdapat kata atau frasa yang mengalami perubahan kolokasi dilihat dari segi makna dalam konteks kalimatnya. Jadi sangat jelas bahwa meskipun beberapa kata maknanya sama atau mirip, namun penggunaannya disesuaikan dengan objek karena setiap kata memiliki kolokasi di dalam penggunaannya. Karena urutan kata apabila ditempatkan pada lingkungannya, serta menempatkan kata pada pasangan yang cocok akan memungkinkan orang memahami makna kata lebih jelas lagi.
paling banter
dikendalai oleh kemacetan suhu paling beda panasnya sangat menyengat kulanjutkan dengan shalat ashar menyunggingkan sebuah senyuman tidak bersemangat mimpi yang sama Semua dipelajarinya hadir di benakku senyuman itu menyentuh mengumandangkan takbir menyudut ke lubuk hatiku khusyuk mendengarkan terisolasi menjadi budak bercucuran air mata menyeruak dari dirinya paling mewah
sepotong celana panjang
sepasang celana panjang
prestasinya bahkan lebih melejit lagi tersulut emosi mulai linglung bergentayangan seribu tanda tanya
prestasinya bahkan lebih meningkat lagi terpaut emosi mulai bingung terpikirkan seribu tanda tanya
Dalam kaitannya dengan novel yang umumnya dibutuhkan kata-kata menarik dan memiliki nilai estetika untuk mencapai efek keindahannya, seringkali urutan kata berubah kolokasinya. Hal itu berimbas pada dislokasi makna atau pengaburan makna bagi si pembaca. Jadi secara keseluruhan, makna kolokatif dalam novel Malula digunakan untuk mengasosiasikan makna yang secara kebetulan berdekatan atau dianggap mewakilkan makna yang dituju oleh pengarang karena makna kolokatif merupakan salah satu bagian dari makna asosiatif. Makna kolokatif Pedagogia, Volume 6 Nomor 1 Tahun 2014
ANALISIS MAKNA KOLOKATIF DALAM NOVEL MALULA KARYA MOCH. SUBHAN ZEIN
juga merujuk pada pasangan sebuah kata yang hanya cocok dengan kata lain yang dinilai sepadan, sepadan dalam hal ini diartikan sebagai kesamaan lingkungan atau konteks pemakaian. Chaer (1995: 73) mengungkapkan bahwa makna kolokatif berkenaan dengan makna kata dalam kaitannya dengan makna lain yang mempunyai tempat yang sama dalam sebuah frasa. Semaentara itu, Leech dalam Pateda (2010: 110) menyatakan bahwa makna kolokatif (Belanda: collocatieve betekenis) biasanya berhubungan dengan penggunaan beberapa kata di dalam lingkungan yang sama. Kedua pendapat tersebut menegaskan bahwa kolokatif erat kaitannya dengan tempat atau lingkungan sebuah kata yang hanya cocok jika dipadankan dengan kata tertentu. Hal ini bertujuan untuk mencapai efek hiperbolis, metaforis dan nilai estetika. Selain itu, perubahan kolokasi dalam novel Malula juga digunakan untuk keindahan bahasa pengarang dalam upaya menyampaikan maksud kepada pembaca. Analisis Pembanding (Triangulasi) Dalam rangka mencapai kesepakatan analisa, penulis melakukan analisis pembanding kepada tiga orang triangulator untuk membandingkan hasil analisis penulis. Tida orang tersebut yakni Siti Chodijah, M.Pd. (SC), Roy Efendi, S.Pd. (RE), dan Ahmad Rifa’i, S.Pd. (AR). Berdasarkan hasil analisis dari ketiga triangulator, mereka berpendapat bahwa: 1. SC tidak setuju dengan ungkapan nomor (2), (5), (17), (28), (30), (32), (40) dan (47). SC berpendapat bahwa kalimat (2) dan (17) tidak memiliki pasangan kata yang dikolokasikan. Dalam hal ini, SC tidak menemukan unsur yang dikolokasikan seperti pada temuan data yang lain. Selain itu, kalimat (5), (28), (30), dan (40) tidak jelas alasan yang melatarinya mengapa SC tidak setuju terhadap temuan data tersebut. Dalam formulir teiangulasi yang diterima peneliti, hanya tertera pernyataan ketidaksetujuannya tanpa disertai alasan yang jelas. 2. RE tidak setuju dengan temuan data nomor (22), (23), (25), (36), (38), (50), (52), dan (53). RE berpendapat bahwa masih terdapat bentuk kolokasi yang tidak tepat dalam satu contoh temuan data, sehingga perlu adanya peninjauan ulang terhadap data yang sudah dikumpulkan. RE, menegaskan dengan contoh temuan Pedagogia, Volume 6 Nomor 1 Tahun 2014
117
data nomor (50) yang memiliki dua bentuk kolokasi yang tidak tepat, yakni frasa sepotong celana panjang dan membungkus tubuhnya. Berdasarkan pendapatnya, perlu adanya pemisahan data agar analisis lebih fokus. 3. AR tidak setuju dengan temuan data nomor (6), (8), (20), dan (31). AR berpendapat bahwa keempat temuan tersebut sudah sesuai dengan kolokasinya. Menurut AR, frasa menghidangkan minuman dalam kalimat (6) sudah sesuai dengan penempatan yang seharusnya. Selanjutnya dalam kalimat (8), terdapat frasa melepas kepergian yang dinilainya juga sudah sesuai kolokasinya. Hal tersebut juga berlaku terhadap temuan data nomor (20) dan (31) yang dianggapnya masih memiliki kolokasi yang tepat. SIMPULAN Dalam novel Malula karya Moch. Subhan Zein terdapat kata atau frasa yang berdasarkan makna mengalami perubahan kolokasi. Perubahan kolokasi itu untuk mengasosiasikan makna yang secara kebetulan berdekatan atau dianggap mewakilkan makna yang dituju oleh pengarang. Hal ini bertujuan untuk mencapai efek hiperbolis, metaforis dan nilai estetika. Selain itu, perubahan kolokasi dalam novel Malula juga digunakan untuk keindahan bahasa pengarang dalam upaya menyampaikan maksud kepada pembaca. Makna kolokatif dalam novel Malula karya Moch. Subhan Zein ini dapat digunakan sebagai bahan belajar yang relevan dalam pembelajaran makna kolokatif di sekolah, terutama di SMA. Dalam hal ini, siswa diberikan pemahaman secara praktis mengenai materi pembelajaran dengan melihat referensi penelitian secara langsung. Dengan demikian, penelitian ini dapat diimplikasikan dalam pembelajaran Bahasa dan Sastra Indonesia di SMA khususnya untuk pembelajaran perubahan makna kata. DAFTAR PUSTAKA Arikunto, Suharsimi. 2006. Prosedur Penelitian Suatu Pendekatan Taktik Edisi Revisi VI. Jakarta: PT Rineka Cipta Chaer, Abdul. 1995. Pengantar Semantik Bahasa Indonesia. Jakarta: PT Rineka Cipta. Moleong, Lexy J. 2000. Metode Penelitian Kualitatif. Bandung: PT Remaja Rosdakarya.
118
ANALISIS MAKNA KOLOKATIF DALAM NOVEL MALULA KARYA MOCH. SUBHAN ZEIN
Pateda, Mansoer. 2010. Semantik Leksikal. Jakarta: PT Rineka Cipta. BIODATA PENULIS 1. Azis Zayyinus Sultonni, lahir di Sukabumi tanggal 31 Juli 1987. lulusan Lulusan Program Studi Pendidikan Guru Sekolah Dasar Universitas Pakuan. 2. Sandi Budiana, Dosen Universitas Pakuan Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan Program Studi Bahasa dan Sastra Indonesia. 3. Tri Mahajani, Dosen Universitas Pakuan Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan Program Studi Bahasa dan Sastra Indonesia.
Pedagogia, Volume 6 Nomor 1 Tahun 2014
IMPROVING MENTALLY RETARDED STUDENTS’ VOCABULARY MASTERY
119
IMPROVING MENTALLY RETARDED STUDENTS’ VOCABULARY MASTERY THROUGH VISUAL, AUDITORY, KINESTHETIC AND TACTILE (VAKT) METHOD Nila Dini, Mursidah Rahmah, Atti Herawati ABSTRACT In conducting this research visual, auditory, kinesthetic and tactile (VAKT) method is chosen to improve the mentally retarded students’ vocabulary mastery. The participants of this research are the eighth grade students of SMPLB-C Sejahtera Bogor consisting of 4 students. The data were collected from January 23rd until February 6th, 2013. The method of this research is classroom action research (CAR) which consists of two cycle processes and each cycle consists of three treatments. In the pre-test all of students (100%) belong to poor criteria. After the treatments, the result of the first cycle shows that is two out of four students (50%) get 75 and belong to good criteria. Two others (50%) students get 55 and 35. They still belong to poor criteria. In the second cycle the result shows that one student (25%) gets 100 and belongs to excellent criteria, two students (50%) get 80 and 85. They belong to very good criteria. One student (25%) gets 75 and belongs to good criteria. The result indicates that visual, auditory, kinesthetic and tactile (VAKT) method can improve mentally retarded students’ vocabulary mastery. Key words: Visual, Auditory, Kinesthetic and Tactile (VAKT) method, Vocabulary Mastery, The Result of study
INTRODUCTION In Indonesia, English is learnt by students in all education levels starting from pre-elementary school to university level. English becomes an important subject that must be mastered by the students because it can help them face globalization era. Moreover, English as international language is spoken by almost all people in the world as a tool for communication. There are some factors that must be mastered by the students in English learning such as language skills and language components. One of the most important language components that must be mastered by the students in learning English is vocabulary. Nothing can be conveyed clearly without it. Therefore, it is very important for English teachers to enrich students’ vocabulary. All of students have different ways, abilities and limitations in learning. Considering the differences, there are students who have genius, normal intelligence and abnormal intelligence. Abnormal students or usually called exceptional students are the students who have learning disability and require special education to reach their potency. Moreover, they are students who are different from the average Pedagogia, Volume 6 Nomor 1 Tahun 2014
or normal students in mental characteristic, sensory abilities, communication abilities, social behavior, or physical characteristics (Kirk and Gallager, 1986:5). One of the exceptional children who differs from the average or normal children in mental characteristic is mental retardation. Teaching English, especially teaching vocabulary for mentally retarded students are not the same as teaching vocabulary for normal students. In fact, most of teachers who teach vocabulary to mentally retarded students use the same method as for normal students that is they show some pictures and mention their names, while the students follow what the teacher says. Eventually, the students can pronounce the words, but without reinforcement it is difficult for them to remember and write the words correctly. When the normal students have some obstacles in learning English, they will tend to be easier to solve their problem than mentally retarded students because normal students can learn English by themselves or share with others. The mentally retarded students find it easy to forget vocabulary and need more efforts to understand or at least remember the words because of their limitedness. Therefore, the teacher should apply different
120
IMPROVING MENTALLY RETARDED STUDENTS’ VOCABULARY MASTERY
ways and methods in conveying and transferring the language, especially to enrich mentally retarded students’ vocabulary. One of the methods that can be used by the teacher is Visual, Auditory, Kinesthetic and Tactile (VAKT) method. It is a multisensory approach which combines sight, speech, sound, movement and feel in students’ learning activities. Moreover, through this research the writer intends to improve mentally retarded students’ vocabulary mastery through Visual, Auditory, Kinesthetic and Tactile (VAKT) method. The research question of this research is: How does Visual, Auditory, Kinesthetic and Tactile (VAKT) method improve mentally retarded students’ vocabulary mastery? Vocabulary is one of the most important language components that should be mastered by people to convey their ideas, feelings and communicate with others. According to Linse and Nunan (2001:121) stated, “Vocabulary is the collection of words that an individual knows.” It means that language consists of words which have meaning and form. Vocabulary can be seen as a priority area in language teaching and learning. As mentioned by Rivers (in Nunan 1991: 117), ‘The acquisition of an adequate vocabulary is essential for successful second language use because, without an extensive vocabulary, we will be unable to use the structures and functions we may have learned for comprehensible communication.’ It means that no matter how well the learners master grammar, no matter how successful they produce the sound of the target language, without vocabulary to express their ideas, feeling or a wide range of meaning, communication in a target language does not happen in any meaningful way. In learning vocabulary the mentally retarded students need more efforts than normal students to help them remember the words. According to Carter and Nunan (2001:42) mentioned, “A definition of learning a word depends crucially on what we mean by a word, but it also depends crucially on how a word is remembered, over what period of time, and in what circumstances it can be recalled and whether learning a word also means that it is always retained”. It means that in learning vocabulary the students need not only to learn a lot of words, but also to remember them. Moreover, teaching vocabulary to the mentally retarded students is not the same as teaching vocabulary to normal students. The teacher should
apply a suitable method in teaching vocabulary to the mentally retarded students. As mentioned by Nation (in Linse and Nunan 2006:122), ‘Teacher should facilitate vocabulary learning by teaching learners useful words and by teaching strategies to help learners figure out meanings on their own.’ Brown (2000:7) also stated, “Teaching is guiding and facilitating learning, enabling the learner to learn, setting the conditions for learning.” It means that the teacher is a facilitator for learning. She should use useful words and different strategies in teaching vocabularies, in order to make the students interested in learning vocabularies. Therefore, Visual, Auditory, Kinesthetic and Tactile (VAKT) method is a multi-sensory approach which combines sight, speech, sound, movement and feel in the students’ learning activities. This method can help the mentally retarded students at least remember, pronounce and write the words correctly. As mentioned by, Mc Carthy and Oliver (in Sedlack and Sedlack 1985:196) stated, ‘The VAKT method has been effective with retarded students.’ According to American Association on Mental Retardation (AAMR) or now the American Association on Intellectual and Developmental Disabilities (AAIDD) defines about the definition of mental retardation as, “Mental retardation refers to substantial limitations in present functioning. It is characterized by significantly subaverage intellectual functioning, existing concurrently with related limitations in two or more of the following applicable adaptive skill areas: communication, selfcare, home living, social skills, community use, selfdirection, health and safety, functional academics, leisure, and work. Mental retardation manifests before age 18”. It means that the children will be classified as mental retardation, if they have below average in both intellectual functioning and adaptive behavior during the developmental period (from birth to age 18). Intellectual functioning is the ability of a person’s brain to learn, think, memorize, solve problem, and make sense of the world. While, adaptive behavior is a person’s skill to live independently. Mental retardation varies in severity; there are mild retardation, moderate retardation, severe retardation and profound retardation (Hallahan and Kaufffman, 1978:68). Mild retardation is the children who have range 55-70 IQ and categorized Pedagogia, Volume 6 Nomor 1 Tahun 2014
IMPROVING MENTALLY RETARDED STUDENTS’ VOCABULARY MASTERY
as educable mental retarded. They are able to acquire functional academic skills up to about the sixth-grade level through special education and adults can usually maintain themselves at least semiindependently in a community. The children are often unidentified until they reach school age. RESEARCH METHODOLOGY This method is carried out to overcome students’ vocabulary difficulties during the teaching and learning process with direct method of Visual, Auditory, Kinesthetic and Tactile (VAKT). The research is conducted at SLB Sejahtera located on Jl. Gunung Batu - Loji Bogor. The participants of this research are the eighth grade students of SMPLB-C (tunagrahita ringan) consisting of 4 students. They are chosen as the participants because they have problems in remembering, pronouncing and writing the words correctly. They can write the words correctly, but in the same time they cannot remember how to pronounce it. On the other hand, they can pronounce the words correctly, but in the same time they forget how to write it. The data is taken from the treatment that is planned in two cycles. Each cycle consists of three meetings. The process of action research is composed of four stages procedure: planning, acting, observing, and reflecting (Lewin in Arikunto 2010:131). These four stages are then developed by Kemmis and Mc Taggart. They combine two stages (acting and observing stage) because both of them happened in the same time. The cycle of classroom action research can be shown in the following figure:
121
RESEARCH FINDINGS 1. The result of pre-test In the first meeting, the writer gave a pre-test to the students to know their vocabulary mastery before the treatments. It was done On January 24th, 2013. The result of pre-test score shows that all students belong to poor criteria (100%). Below is the result of the pre-test: Table 1 The result of Pre-Test No 1. 2. 3. 4.
Score 35 30 55 40
Pre-Test
Criteria Poor Poor Poor Poor
The students’ vocabulary score shown on table 4.1 can be described on percentage of vocabulary improvement. The result is as follows:
Poor 100%
Figure 2 The Result of Pre-Test
Planning
Acting / Observing
Cycle 1
Reflecting
Acting / Observing Cycle 2 Reflecting
Figure 1
The cycle of classroom Action Research Pedagogia, Volume 6 Nomor 1 Tahun 2014
2. The result of the first cycle post-test After giving the pre-test, the writer conducted the first cycle consisting of three treatments. It was done on January 25th, 28th, and 29th 2013. According to the first cycle post-test result, two out of four students (50%) belong to good criteria. Two others (50%) still belong to poor criteria. The students’ vocabulary score in the first cycle post-test are shown on table 4.2.
122
IMPROVING MENTALLY RETARDED STUDENTS’ VOCABULARY MASTERY
Table 2 The result of First Cycle Post-Test Pre-Test
No
Score 55 35 75 75
1. 2. 3. 4.
Criteria Poor Poor Good Good
The students’ vocabulary score shown on table 4.3 can be described on percentage of vocabulary improvement. The result is as follows:
25% 25%
Excellent Very good
The students’ vocabulary score shown on table 4.2 can be described on percentage of vocabulary improvement. The result is as follows:
50%
Good
Figure 4 The Result of Second Cycle Post-Test Good 50%
Poor
50%
Figure 3 The Result of the First Cycle Post-Test 3. The result of second cycle post-test After having got the result from the first cycle post-test, the writer decided to continue to the second cycle. She conducted the second cycle consisting of three treatments on February 1st, 4th, and 5th 2013. The result from the second cycle post-test shows that there is good improvement compared the first cycle post-test result. In the second cycle post-test, there is one student (25%) who belongs to excellent criteria, two students (50%) belong to very good criteria, and one student (25%) who belongs to good criteria. The scores are shown on table 4.3. Table 3 The result of Second Cycle Post-Test No 1. 2. 3. 4.
Score 80 75 85 100
Pre-Test
Criteria Very good Good Very Good Excellent
DISCUSSION The result of pre-test in this research shows that all of students’ score under 70 as their minimum standard score. Then, the result of post-test in the first cycle shows that two out of four students (50%) belong to good criteria. Two others (50%) still belong to poor criteria. Some of the students got low score because they lack of vocabularies, less practice, and the most important thing was some of them still could not open themselves to receive someone new and new method that they had not known and done before. Moreover, the media used in the first cycle was not interesting enough and the materials given also were difficult for them. So, they could not answer the questions in the first cycle posttest correctly. In the second cycle, the students still learned vocabulary by using Visual, Auditory, Kinesthetic and Tactile (VAKT) method but the writer changed the media. The vocabularies were constructed from green peas were stuck on duplex. All of students could improve their vocabulary. It is shown from the second cycle post-test result. The student who belongs to excellent criteria improves from none to one student (25%), the students who belong to very good criteria still two students (50%), the student who belongs to good criteria improves from none to one students (25%), and there is none student who belongs to fair and poor criteria (0%). It means that students’ vocabulary has improved significantly. From the whole test in each cycle, the writer assumes that there is an Pedagogia, Volume 6 Nomor 1 Tahun 2014
IMPROVING MENTALLY RETARDED STUDENTS’ VOCABULARY MASTERY
improvement on students’ vocabulary after they are given treatments by using VAKT method. It is proved by the improvement of students’ score from the first cycle post test and the second cycle posttest which has passed 70 as the standard score of the school. Therefore, the cycle process is stopped. CONCLUSION According to research findings and discussion, so it can be concluded that Visual, Auditory, Kinesthetic and Tactile (VAKT) method improves mentally retarded students’ vocabulary mastery. BIBLIOGRAPHY American Association on Mental Retardation. 2002. Definition, Classification and System of support, 10thEdition. Washingthon D.C: AAMR Arikunto, Suharsimi. 2002. Prosedur Penelitian, Suatu Pendekatan Praktek. Edisi Revisi V. Jakarta: Rineka Cipta. Brown, H. Douglas. 2000. Principles of Language Learning and Teaching. White Plains: Pearson Education. Carter, Ronald., & David Nunan. 2001. The Cambridge Guide to Teaching English to Speakers of Other Languages. Cambridge: Cambridge University Press. Hallahan, Daniel P., James M. Kauffman. 1978. Exceptional Children. London: Prentice-Hall International. Kirk, Samuel A., & James J. Gallagher. 1986. Educating Exceptional Children. Boston: Houghton Mifflin. Linse, T. Caroline., & David Nunan. 2006. Practical English Language Teaching Young Learners. New York: McGraw Hill. Nunan, David. 1991. Language Teaching Methodology. Singapore: Prentice Hall Sedlack, A. Robert., & Denise M. Sedlack. 1985. Teaching the Educable Mentally Retarded. Albany: State University of New York Press
Pedagogia, Volume 6 Nomor 1 Tahun 2014
123
WRITER’S BIBLIOGRAPHY 1. Nila Dini was born on June 26th 1988. English Education Study Program Pakuan University. 2. Mursidah Rahmah, lecture of English Education Study Program Pakuan University. 3. Atti Herawati, lecture of English Education Study Program Pakuan University
124
PENINGKATAN HASIL BELAJAR BIOLOGI
PENINGKATAN HASIL BELAJAR BIOLOGI PADA MATERI KINGDOM ANIMALIA MELALUI PENERAPAN MODEL TEAMS GAMES TOURNAMENT DAN EXAMPLE NON EXAMPLE Aprillia Hadi Lestari, Rita Retnowati, Surti Kurniasih ABSTRAK Tujuan penelitian adalah untuk meningkatkan hasil belajar Biologi siswa khususnya materi Kingdom Animalia. Penelitian dilakukan di kelas X MA Nur Tauhid Kota Bogor, dengan jumlah siswa terdiri atas 24 orang yaitu 8 orang siswa laki-laki dan 16 orang siswa perempuan. Proses penelitian tindakan dilakukan dalam dua siklus. Setiap siklus terdiri atas empat tahapan yaitu perencanaan, pelaksanaan, observasi, dan refleksi. Akhir setiap siklus dilaksanakan tes dengan instrumen yang telah di uji validitas dan reliabilitasnya. Berdasarkan hasil refleksi pada tahun sebelumnya didapatkan nilai hasil belajar Biologi siswa yang mencapai Kriteria Ketuntasan Minimal (KKM) hanya sebesar 50%. Melalui penerapan model pembelajaran Teams Games Tournament dan Example Non Example, diperoleh nilai rata-rata hasil belajar Biologi siswa pada siklus 1 sebesar 65 dengan presentase pencapaian KKM 62,5%. Siklus 2 diperoleh nilai rata-rata hasil belajar Biologi siswa sebesar 71 dengan presentase pencapaian KKM 83,34%. Berdasarkan hasil yang dicapai, dapat ditarik kesimpulan bahwa penerapan pembelajaran kooperatif tipe Teams Games Tournament dan Example Non Example dapat meningkatkan hasil belajar Biologi siswa kelas X di MA Nur Tauhid Kota Bogor, pada materi Kingdom Animalia. Kata kunci: Pembelajaran kooperatif, Teams Games Tournament (TGT), Example Non Example, hasil belajar. PENDAHULUAN Setiap guru sudah pasti menginginkan proses pembelajaran yang dilaksanakannya menyenangkan dan berpusat pada siswa. Siswa dapat antusias mengacungkan tangan untuk menjawab pertanyaan atau memberikan pendapat. Bersorak merayakan keberhasilan mereka. Bertukar informasi dan saling memberikan semangat. Tentunya tujuan akhir dari semua proses itu adalah penguasaan konsep dan hasil belajar yang memuaskan. Pemilihan metode mengajar yang baik agar memperoleh hasil yang optimal merupakan hal yang sangat penting. Hal ini dapat memotivasi siswa untuk mengembangkan pengetahuannya tanpa merasa bahwa materi pelajaran yang mereka terima sangat menyulitkan. Berdasarkan hasil observasi diketahui permasalahan pada siswa kelas X di MA Nur Tauhid yaitu sikap siswa yang kurang semangat, kurang aktif, kelas belum sepenuhnya berpusat pada siswa dan terkadang terdapat siswa yang melakukan aktivitasnya sendiri yaitu bermain-main atau melakukan kegiatan lain selain mengikuti pembelajaran. Kegiatan pembelajaran lebih banyak didominasi dengan metode konvensional
dan pemberian tugas kepada siswa. Siswa lebih banyak diam menyimak penjelasan guru, mencatat hal-hal yang dianggap penting dan mengerjakan tugas yang diberikan oleh guru, sehingga siswa tidak aktif dalam mengeluarkan pendapat, bertanya, bekerjasama, dan berfikir. Permasalahan ditunjukkan dengan rendahnya pencapaian Kriteria Ketuntasan Minimal (KKM) yang telah ditetapkan sebesar 67. Hanya 50%, yaitu sebanyak 12 orang yang telah mencapai KKM dari 24 siswa. Hal ini disebabkan antara lain, pada saat proses pembelajaran berlangsung perhatian siswa tidak terpusat pada kegiatan pembelajaran. Guru Biologi di sekolah tersebut masih menggunakan metode ceramah, terkadang diskusi, siswa jarang dilatih untuk menganalisis gambar, melakukan turnamen akademik di kelas, dan guru jarang menggunakan media pembelajaran. Akibatnya siswa menjadi pasif serta motivasi belajar siswa menjadi menurun. Seorang guru Biologi diharapkan menguasai materi yang memadai dan dapat melaksanakan penyajian materi yang sesuai untuk mencapai suatu tujuan pengajaran. Berdasarkan fenomena tersebut, maka penggunaan model dan teknik pembelajaran di dalam kelas perlu adanya inovasi. Mengingat Pedagogia, Volume 6 Nomor 1 Tahun 2014
PENINGKATAN HASIL BELAJAR BIOLOGI
pembelajaran Biologi dengan cara mencari tahu dan memahami alam secara sistematis, sehingga Biologi bukan hanya penguasaan kumpulan pengetahuan yang berupa fakta-fakta, konsepkonsep saja, tetapi juga suatu proses penemuan yang menekankan pada pemberian pengalaman secara langsung. Guru diharapkan mampu mendorong siswa menganalisis secara mendalam tentang suatu konsep yang mendorong siswa menggunakan kemampuan memperlihatkan suatu konsep sehingga dapat menimbulkan respon aktif terhadap siswa dalam berpartisipasi untuk bekerjasama mengembangkan ide-ide dalam pemecahan masalah dalam kehidupan sehari-hari. Model pembelajaran yang akan diterapkan untuk meningkatkan hasil pembelajaran Biologi di MA Nur Tauhid adalah dengan menggunakan model pembelajaran kooperatif tipe Teams Games Tournament (TGT) yang lebih meningkatkan pencurahan waktu untuk tugas, mengedepankan penerimaan terhadap perbedaan individu, dengan waktu yang sedikit dapat menguasai materi secara mendalam, proses belajar mengajar berlangsung dengan keaktifan dari siswa, mendidik siswa untuk berlatih bersosialisasi dengan orang lain, motivasi belajar lebih tinggi, hasil belajar lebih baik, meningkatkan kebaikan budi, kepekaan dan toleransi (Suarjana, 2000). Model pembelajaran kooperatif tipe Example Non Example melatih untuk lebih kritis dalam menganalisis gambar, memberi kesempatan untuk mengemukakan pendapat, serta mengetahui aplikasi dari materi berupa contoh gambar (Iru dan Arihi, 2012). Berdasarkan uraian tersebut maka perlu dilakukan Penelitian Tindakan Kelas (PTK) sebagai upaya untuk meningkatkan hasil belajar Biologi menggunakan model TGT dan Example Non Example di kelas X di MA Nur Tauhid pada materi Kingdom Animalia. Peneliti mengajukan permasalahan yang dirumuskan sebagai berikut: 1). Apakah penggunaan model TGT dan Examples Non Examples dapat meningkatkan hasil belajar Biologi? 2). Bagaimana efektifitas penggunaan model TGT dan Examples Non Examples agar dapat meningkatkan hasil belajar Biologi? Penelitian tindakan kelas ini bertujuan untuk mengetahui efektivitas penggunaan model pembelajaran TGT dan Example Non Example dalam meningkatkan hasil belajar Biologi. Pedagogia, Volume 6 Nomor 1 Tahun 2014
125
Gredler (1994) dalam Warsita (2008), konsep belajar sebagai suatu upaya atau proses perubahan perilaku seseorang sebagai akibat interaksi peserta didik dengan berbagai sumber belajar yang ada di sekitarnya. Tanda seseorang telah belajar adalah perubahan tingkah laku dalam dirinya. Perubahan tingkah laku tersebut meliputi perubahan pengetahuan (kognitif), keterampilan (psikomotor), dan nilai sikap (afektif). Belajar adalah proses orang memperoleh berbagai kecakapan, keterampilan dan sikap. Menurut Hamalik (2001) bahwa hasil belajar tampak sebagai terjadinya perubahan tingkah laku pada diri siswa, yang dapat diamati dan diukur dalam bentuk perubahan pengetahuan, sikap dan keterampilan. Perubahan tersebut dapat diartikan terjadinya peningkatan dan pengembangan yang lebih baik dibandingkan dengan sebelumnya. Misalnya dari tidak tahu menjadi tahu, sikap kurang sopan menjadi sopan. Arifin (2011) mengemukakan bahwa hasil belajar merupakan hasil dari suatu tindak belajar dan tindak mengajar. Dari pengertian tersebut menunjukan bahwa keberhasilan peserta didik dapat dilihat apabila peserta didik telah mengikuti suatu proses pembelajaran baik dalam bidang kognitif, afektif, dan psikomotor. Oleh karena itu, seorang guru dalam melakukan sebuah tes untuk mengetahui hasil belajar setelah peserta didik melakukan proses belajar dengan kriteria tertentu. Pembelajaran kooperatif adalah sistem pengajaran yang memberikan kesempatan pada anak didik untuk bekerja sama dengan siswa dalam memberikan tugas-tugas yang terstruktur. Pembelajaran kooperatif merupakan strategi belajar dengan sejumlah siswa sebagai anggota kelompok kecil yang tingkat kemampuannya berbeda. Dalam menyelesaikan tugas kelompoknya, setiap anggota kelompok harus saling bekerja sama dan saling membantu untuk memahami materi pelajaran (Lie, 2003). Menurut Iru dan Arihi (2012) Teams Games Tournament adalah suatu tipe pembelajaran kooperatif yang menempatkan siswa dalam kelompok-kelompok belajar yang beranggotakan 5-6 orang siswa yang memiliki kemampuan, jenis kelamin, dan suku atau ras yang berbeda. Guru menyajikan materi dan siswa bekerja dalam kelompok masing-masing. Akhirnya untuk
126
PENINGKATAN HASIL BELAJAR BIOLOGI
memastikan bahwa semua anggota kelompok telah menguasai pelajaran, maka seluruh siswa akan diberikan permainan akademik. Permainan ini akan dibagi dalam meja-meja turnamen, dimana setiap meja terdiri dari 5-6 orang yang merupakan wakil dari kelompoknya masing-masing. Menurut Iru dan Arihi (2012) tipe Example Non Example adalah model pembelajaran kooperatif yang menggunakan gambar sebagai media atau alat peraga untuk mempermudah guru dalam menjelaskan materi pembelajaran. Media gambar merupakan salah satu alat peraga yang digunakan dalam proses pembelajaran agar siswa lebih termotivasi dalam belajar dan dapat mengembangkan pola pikirnya dari gambar yang disajikan oleh guru. Gambargambar tersebut disesuaikan dengan materi dan tujuan pembelajaran yang akan dicapai. Model pembelajaran Example Non Example tidak jauh berbeda dengan model pembelajaran kooperatif yang lain, yang membentuk kelompok dan mengutamakan kerja sama antar anggota kelompok. Melalui model pembelajaran Example Non Example siswa diharapkan dapat mengerti materi pelajaran dengan menganalisis contoh-contoh gambar yang ditampilkan oleh guru. Hasil dari analisa tersebut dapat diuraikan atau didemonstrasikan di depan kelas. METODE PENELITIAN Penelitian tindakan kelas dilaksanakan di MA Nur Tauhid Kota Bogor. Kelas yang digunakan untuk penelitian ini adalah kelas X yang berjumlah 24 siswa dengan karakteristik yang berbeda. Baik dari segi kemampuan, prestasi, serta ekonominya. Penelitian dilaksanakan di semester II pada bulan April sampai Juni 2013. Penelitian ini melibatkan peneliti, observer (pengamat), guru bertindak sebagai pelaksana strategi dan siswa sebagai subjek serta objek yang diteliti. Penelitian ini dilakukan dalam 2 siklus. Jumlah pertemuan untuk masing-masing siklus sebanyak 2 kali pertemuan. Rencana tindakan pada masing-masing siklus dalam penelitian tindakan kelas dibagi menjadi 4 tahapan yaitu 1. Perencanaan, 2. Pelaksanaan, 3. Observasi, 4. Refleksi. Tahap perencanaan, peneliti membuat dan mempersiapkan RPP untuk dipelajari oleh guru agar mendapatkan kesiapan terlebih dahulu dalam memahami langkah pembelajaran yang akan
dilaksanakan di kelas pada saat dilakukannya tindakan. Persiapan selanjutnya yang dilakukan adalah menyiapkan lembar diskusi siswa (LDS), evaluasi, membuat lembar observasi guru dan siswa, membuat format wawancara guru serta kuesioner siswa yang diberikan pada setiap akhir siklus. Tahap pelaksanaan, kegiatan yang dilaksanakan pada tahap ini adalah pelaksanaan pembelajaran yang dilakukan disesuaikan dengan RPP yang telah dibuat dengan mengunakan model yang akan digunakan yaitu TGT dan Example Non Example. Observasi juga dilakukan terhadap seberapa jauh tindakan yang dilakukan membantu mencapai tujuan seperti yang direncanakan. Tahap observasi ini dilaksanakan oleh 2 orang observer terhadap pelaksanaan tindakan dan hasil tindakan dengan menggunakan lembar observasi. Hasil yang diperoleh dari observasi serta hasil belajar siswa dievaluasi oleh tim observer. Tahap observasi ini meliputi: 1). Mengamati kegiatan pembelajaran oleh guru dan aktivitas siswa dengan lembar pengamatan untuk guru dan siswa, 2). Pengamatan guru dan siswa serta hasil belajar Biologi kelompok dan individu, 3). Hasil ini kemudian dianalisis dan dijadikan landasan untuk melakukan refleksi. Pengamatan pada penelitian tindakan kelas dilakukan oleh tim observer. Data pengamatan diperoleh dengan beberapa cara yaitu 1). Mengobservasi guru dan siswa dalam melaksanakan kegiatan pembelajaran, 2). Wawancara dilakukan untuk mengetahui tanggapan guru dan siswa sebelum dan sesudah selesai melaksanakan kegiatan belajar mengajar. Hal ini dilakukan untuk melengkapi data yang belum diperoleh dari observasi, 3). Pemberian tes dilakukan setiap akhir siklus yang dilakukan oleh setiap individu. Tujuannya untuk melihat ada atau tidaknya peningkatan hasil belajar siswa antara sebelum dan sesudah pembelajaran dengan menggunakan model pembelajaran kooperatif tipe TGT dan Example Non Example, 4). Pengamatan lapangan untuk mencatat kejadian-kejadian penting yang berhubungan dengan bahan penelitian, terutama pada waktu proses pembelajaran berlangsung baik berbentuk catatan atau foto. Dokumen seperti foto dimaksudkan untuk memperlihatkan suasana latar selama penerapan pembelajaran kooperatif tipe TGT dan Example Non Example. Analisis data untuk setiap kegiatan dilakukan dengan teknik triangulasi. Triangulasi adalah teknik Pedagogia, Volume 6 Nomor 1 Tahun 2014
PENINGKATAN HASIL BELAJAR BIOLOGI
HASIL PENELITIAN Siklus 1 Proses pembelajaran siklus 1, dari hasil pengamatan terlihat rata-rata hasil belajar siswa meningkat. Aktivitas siswa dalam mengikuti pembelajaran pada siklus 1 sudah berjalan dengan baik akan tetapi masih terdapat beberapa siswa yang melakukan kegiatan lain di luar kegiatan pembelajaran. Pengamatan terhadap aktivitas guru dalam menerapkan model pembelajaran Teams Games Tournament (TGT) dan Example Non Example kurang memuaskan. Berdasarkan hasil pengamatan terhadap penerapan model Teams Games Tournament (TGT) dan Example Non Example pada siklus 1 menunjukan bahwa kegiatan pembelajaran belum mencapai hasil yang diharapkan. Baik dari perencanaan, pelaksanaan, maupun hasil evaluasi belajar siswa yang diperoleh. Hal ini dilihat dari hasil observasi aktivitas guru dalam menerapkan model Teams Games Tournament (TGT) dan Example Non Example dan siswa yang tergolong rendah sehingga perlu dilakukan siklus 2. Hasil tindakan siklus 1 dapat dilihat pada gambar 1 dan 3. Berdasarkan gambar 1 terlihat peningkatan nilai rata-rata hasil belajar siswa sebelum tindakan 60 dengan presentase 50% setelah dilakukan tindakan menjadi 65 dengan presentase 62,5%.
Pedagogia, Volume 6 Nomor 1 Tahun 2014
Hasil Evaluasi Siklus 1
70 60
65
60
62.5
50
50 40 30 20 10 0
Sebelum tindakan
Siklus 1
Gambar 1 Presentase Pencapaian KKM Hasil Evaluasi Siklus 1. Nilai rata-rata Presentase
70% Presentase Aktivitas Siswa
pemeriksaan keabsahan data yang memanfaatkan sesuatu diluar data untuk keperluan pengecekan atau sebagai pembanding data. Triangulasi meliputi empat hal, yaitu: (1) triangulasi metode, (2) triangulasi antar-peneliti (jika penelitian dilakukan dengan kelompok), (3) triangulasi sumber data, dan (4) triangulasi teori. Indikator keberhasilan tindakan ini meliputi keoptimalan pencapaian strategi pembelajaran. Ditandai dengan adanya perencanaan atau penyusunan dan penerapan skenario pembelajaran yang memenuhi unsur keterlibatan siswa atau aktivitas siswa selama proses pembelajaran, bekerja sama dengan kelompok, aktivitas guru dan setting pembelajaran yang variatif. Peningkatan hasil belajar siswa dalam pembelajaran Biologi ditandai dengan ketercapaian KKM yang ditetapkan dalam pelajaran Biologi yaitu 67, dengan kriteria keberhasilan 75% dari jumlah siswa yang mencapai KKM.
127
60% 50%
59.3%
54.7% 45.3%
40%
40.7%
30% 20% 10% 0%
Pertemuan 1
Pertemuan 2
Gambar 2 Aktivitas Belajar Siswa Siklus 1. On task Off task
Gambar 2 menunjukkan peningkatan aktivitas siswa dalam mengikuti proses pembelajaran. Hal ini dapat terlihat terjadi peningkatan on task siswa sebesar 4,6%. Off task menurun sebesar 4,6% pada siklus 1. Aktivitas guru dalam menerapkan model pembelajaran TGT dan Example Non Example pada siklus 1 kurang memuaskan. Siklus 2 Siklus 2 dilakukan setelah menganalisis hasil tindakan siklus 1. Hasil analisis siklus 1 kemudian dilakukan refleksi oleh peneliti secara kolaborator bersama observer pelaksana model untuk melakukan perbaikan-perbaikan kelemahan pada siklus 1 untuk
128
PENINGKATAN HASIL BELAJAR BIOLOGI
merencakana tindakan yang akan dilakukan pada siklus 2. Hasil tindakan siklus 2 menunjukkan nilai rata-rata hasil belajar, aktivitas siswa, dan kegiatan guru dalam proses pembelajaran semakin meningkat. Hal ini dapat terlihat dari gambar 3 dan 4.
Presentase Pencapaian KKM
90
83.34
80 70 60 50
65 60
71 62.5
50
40 30 20 10 0
Sebelum tindakan
Siklus 1
Siklus 2
Gambar 3 Hasil Evaluasi Siklus 2. Nilai rata-rata Presentase
Presentasi Aktivitas Siswa
Berdasarkan gambar 3 dapat terlihat terjadi peningkatan rata-rata hasil belajar siswa pada setiap siklus. Pada siklus 2 rata-rata hasil belajar siswa yaitu 71 dengan presentase 83,34% (20 orang siswa). Siswa yang memperoleh nilai di bawah KKM sebanyak 16,66% (4 orang siswa). Pencapaian ini sudah memenuhi kriteria keberhasilan yang ditetapkan sebesar 75% dari jumlah siswa. 90% 80% 70% 60% 50% 40% 30% 20% 10% 0%
68.55% 54,7% 45,3%
76.41%
59,3% 40,7%
Gambar 4 Aktivitas Siswa. On task Off task
31.45%
23.59%
Berdasarkan gambar 4 terlihat peningkatan aktivitas siswa dalam proses pembelajaran yang berdampak pada pencapaian kriteria keberhasilan siswa. PEMBAHASAN Pembelajaran siklus 1 dilakukan pada bulan April-Mei 2013. Pada gambar 1 dapat dilihat bahwa rata-rata nilai kelas sebelum dilakukannya penelitian tindakan sebesar 60 dengan presentase pencapaian KKM sebanyak 50%. Rata-rata nilai kelas pada siklus 1 mengalami peningkatan, yaitu menjadi 65 dengan presentase pencapaian KKM sebanyak 62,5% (15 orang siswa). Siswa yang memperoleh nilai dibawah KKM sebanyak 37,5% (9 orang siswa). Nilai ratarata kelas pada siklus 2 adalah 71 dengan presentase siswa yang mencapai KKM sebanyak 83,34% (20 orang siswa) dan yang memperoleh nilai dibawah KKM sebanyak 16,66% (4 orang siswa). Pencapaian ini sudah memenuhi kriteria keberhasilan yang ditetapkan sebesar 75% dari jumlah siswa. Penggunaan model pembelajaran TGT dan Example Non Example dapat mempermudah siswa dalam memahami materi pembelajaran. Hal ini terbukti dengan pencapaian nilai KKM yang meningkat pada siklus 2. Hal ini sesuai dengan yang dikemukakan Rusman (2012), model pembelajaran kooperatif dikembangkan untuk mencapai hasil belajar kompetesi akademik. Model pembelajaran kooperatif juga efektif untuk mengembangkan kompetensi sosial siswa. Beberapa ahli berpendapat bahwa model ini unggul dalam membantu siswa memahami konsep-konsep yang sulit. Para pengembang model ini telah menunjukan bahwa model struktur penghargaan kooperatif telah dapat meningkatkan penilaian siswa pada belajar akademik dan perubahan norma yang berhubungan dengan hasil belajar. Hasil belajar pun dipengaruhi oleh beberapa faktor seperti yang diungkapan oleh Ruhimat (2011), hasil belajar siswa dipengaruhi oleh faktor internal yaitu faktor-faktor yang ada dalam diri siswa dan faktor eksternal yaitu faktor-faktor yang berada diluar diri siswa. Faktor internal meliputi: 1). Faktor biologis atau jasmani, 2). Faktor psikologis baik yang bersifat bawaan maupun keturunan, yang meliputi: faktor intelektual terdiri atas: faktor potensial, yaitu intelegensi dan bakat. Faktor aktual Pedagogia, Volume 6 Nomor 1 Tahun 2014
PENINGKATAN HASIL BELAJAR BIOLOGI
yaitu kecakapan nyata dan prestasi. Faktor non intelektual yaitu komponen-komponen kepribadian tertentu seperti sikap, minat, kebisaan, motivasi, kebutuhan, konsep diri, emosional yang sebagainya. 3). Faktor kematangan baik fisik maupun psikis. Faktor eksternal meliputi: 1). Faktor sosial yang terdiri atas: faktor lingkungan keluarga, lingkungan sekolah, lingkungan masyarakat, kelompok. 2). Faktor budaya seperti: adat istiadat, ilmu pengetahuan dan teknologi, kesenian dan sebagainya. 3). Faktor lingkungan fisik, seperti fasilitas rumah, fasilitas belajar, iklim dan sebagainya. 4). Faktor spiritual atau lingkungan keagamaan. Aktivitas siswa pada siklus 1 pertemuan 1 menunjukkan on task siswa 54,70% dan off task mencapai 45,30%. Pertemuan 2 aktivitas on task siswa mencapai 59,30% dan off task 40,70%. Siklus 2 pertemuan 1 aktivitas on task siswa 68,55% dan off task 31,45%. Pertemuan 2 aktivitas on task siswa kembali meningkat yaitu mencapai 76,41%. Off task menurun menjadi 23,59%. Aktivitas siswa sudah mengalami peningkatan jika dibandingkan dengan siklus 1. Hal ini menunjukan adanya respon siswa yang baik dalam proses pembelajaran dengan menggunakan model pembelajaran TGT dan Example Non Example dan menimbulkan peran aktif siswa dalam kegiatan diskusi kelompok dan turnamen akademik sehingga hasil belajar siswa menjadi meningkat. Berdasarkan hal tersebut, dapat diketahui bahwa terjadi peningkatan aktivitas siswa dengan menggunakan model pembelajaran kooperatif TGT dan Example Non Example. Sesuai dengan yang dikemukakan Lie (2003), pembelajaran kooperatif adalah sistem pengajaran yang memberikan kesempatan pada anak didik untuk bekerja sama dengan siswa dalam memberikan tugas-tugas yang terstruktur. Pembelajaran kooperatif merupakan strategi belajar dengan sejumlah siswa sebagai anggota kelompok kecil yang tingkat kemampuannya berbeda. Dalam menyelesaikan tugas kelompoknya, setiap anggota kelompok harus saling bekerja sama dan saling membantu untuk memahami materi pelajaran. Berdasarkan hasil pengamatan aktivitas siswa melalui penerapan model Teams Games Tournament (TGT) mengalami peningkatan pada setiap siklusnya. Hal ini sesuai dengan yang dikemukakan Irawati (2011) bahwa penerapan model pembelajaran TGT Pedagogia, Volume 6 Nomor 1 Tahun 2014
129
dapat meningkatkan aktivitas dan hasil belajar siswa. Penerapan model Example Non Example menurut Yensy (2012) dapat meningkatkan aktivitas dan hasil belajar siswa. KESIMPULAN Berdasarkan hasil penelitian dan pembahasan dapat disimpulkan bahwa penerapan model Teams Games Tournament (TGT) dan Example Non Example dapat meningkatkan hasil belajar Biologi siswa kelas X di MA Nur Tauhid Kota Bogor pada materi Kingdom Animalia. Penerapan model pembelajaran Teams Games Tournament (TGT) dan Example Non Example melatih siswa untuk bersosialisasi dengan teman satu kelasnya dengan cara belajar melalui diskusi kelompok untuk menganalisis gambar. Adanya turnamen akademik dapat membangkitkan semangat belajar siswa. Siswa dilatih untuk berani mengemukakan pendapatnya dalam diskusi serta berani membacakan hasil diskusi kelompoknya di depan kelas. DAFTAR PUSTAKA Arifin, Zaenal. 2011. Evaluasi Pembelajaran Cetakan Ketiga. PT. Remaja Rosdakarya, Bandung. Yensy, Nurul Astuty. 2012. Penerapan Model Pembelajaran Kooperatif Tipe Examples Non Examples Dengan menggunakan Alat Peraga Untuk Meningkatkan Hasil Belajar Siswa Di kelas VIII SMP N 1 Argamakmur. Jurnal Exacta, Vol. X No. 1 Juni 2012. Diakses pada tanggal 5 September 2013, pukul 14.09 WIB. Hamalik, Oemar. 2001. Perencanaan Pengajaran Berdasarkan Pendekatan Sistem. Bumi Aksara, Bandung. Irawati, Sri. 2011. Upaya Peningkatan Kualitas Perkuliahan Dasar-Dasar Pendidikan MIPA Melalui Penerapan Pendekatan Kontruktivisme Dengan Pembelajaran Kooperatif Tipe Teams Games Tournament. Jurnal Exacta, Vol. IX No. 1 Juni 2011. Diakses pada tanggal 9 September 2013, pukul 15.11 WIB. Iru, La. Arihi, La Ode Safiun. 2012. Analisis Penerapan Pendekatan, Metode, Strategi, Dan Model-Model Pembelajaran. Multi Presindo, Yogyakarta.
130
PENINGKATAN HASIL BELAJAR BIOLOGI
Anita. 2003. ”Cooperative Learning: Mempraktikan Cooperative Learning di Ruangruang Kelas”. PT. Gramedia, Jakarta. Ruhimat, Toto. 2011. Kurikulum & Pembelajaran / Tim Pengembangan MKDP Kurikulum dan Pembelajaran. Rajawali Pers, Jakarta. Rusman. 2012. Model-Model Pembelajaran: Mengembangkan Profesionalisme Guru Edisi Kedua. PT. Raja Grafindo Persada, Jakarta. Suarjana. 2000. Penilaian Hasil Belajar. Jakarta. Warsita, Bambang. 2008. Teknologi Pembelajaran Landasan dan Aplikasinya. Rineka Cipta, Jakarta. Lie,
BIODATA PENULIS 1. Aprillia Hadi Lestari, dilahirkan di Bogor, Jawa Barat, 25 April 1991. Lulusan Program S1 Jurusan Pendidikan Biologi Universitas Pakuan Bogor Tahun 2013. 2. Rita Retnowati, Dosen Universitas Pakuan Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan. 3. Surti Kurniasih, Dosen Universitas Pakuan Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan Program Studi Pendidikan Biologi
Pedagogia, Volume 6 Nomor 1 Tahun 2014
PENGARUH MODEL STUDENT TEAMS ACHIVEMENT DIVISION
131
PENGARUH MODEL STUDENT TEAMS ACHIVEMENT DIVISION (STAD) DENGAN TEAM GAMES TOURNAMENT (TGT) TERHADAP HASIL BELAJAR IPA SISWA SMP PGRI PALASARI CIJERUK KABUPATEN BOGOR Nadia Fitri Novianti , Nandang Hidayat, Susi Sutjihati ABSTRAK Tujuan penelitian ini, yaitu melihat pengaruh hasil belajar dengan menggunakan model Student Teams Achivement Division (STAD) dan Team Games Tournament (TGT). Penelitian ini dilakukan di SMP PGRI Palasari yang beralamatkan di Kp. Babakan palasari, Desa. Cijeruk , Kec. Cijeruk, Kab. Bogor, pada semester dua bulan Maret tahun ajaran 2012-2013. Sampel yang digunakan penelitian ini diambil dari dua kelas dengan jumlah siswa selurunya sebanyak 56 orang. Penelitian ini termasuk kedalam penelitian eksperimen, dimana model STAD dan TGT termasuk variabel perlakuan sedangkan hasil belajar IPA sebagai variabel terikat. Instrument yang digunakan untuk mengukur hasil belajar IPA ini yaitu berupa tes objektif yang terdiri dari 50 butir soal yang telah dihitung tingkat validitas dan reliabilitasnya terlebih dahulu. Sedangkan teknik analisis data yang digunakan berupa perhitungan deskriptif, pengujian normalitas, pengujian homogenitas dan pengujian hipotesis dengan menggunakan teknik uji t. Hasil pengujian dengan uji t pada taraf signifikasi α = 0,05 diperoleh hasil yaitu t0 2,18 ˃ tt 1,67, sehingga hipotesis H0 ditolak dan Ha diterima yang berarti terdapat perbedaan hasil belajar IPA antara kelompok siswa yang mendapatkan pembelajaran dengan model STAD dengan model TGT. Kesimpulan yang dapat diambil dari hasil analisis data di atas, yaitu terdapat pengaruh prestasi belajar yang sangat signifikan antara kelompok belajar siswa yang menggunakan teknik STAD dan TGT. Kata Kunci : Pembelajaran kooperatif, Student Teams Achivement Division (STAD) dan Team Games Tournament (TGT), hasil belajar PENDAHULUAN Pendidikan merupakan hal yang sangat penting untuk kemajuan bangsa. Kemajuan suatu bangsa ditentukan dari sumberdaya manusia yang berkualitas. Sekolah merupakan salah satu tempat untuk menghasilkan sumberdaya manusia, yaitu peserta didik yang berkualitas. Peserta didik yang berkualitas itu adalah peserta didik yang mampu menyeimbangkan antara kemampuan intelektual, sikap, keterampilan, serta mampu berpikir kritis. Pembelajaran di sekolah pada saat ini tidak terlalu mementingkan proses, melainkan lebih mementingkan produk, padahal proses pembelajaran merupakan faktor penting yang mendukung terciptanya hasil dan pencapaian daya serap siswa dalam mempelajari materi. Proses pembelajaran memiliki keterkaitan dengan suasana belajar dan kualitas pembelajaran di dalam kelas. Pembelajaran lebih berpusat pada guru. Guru lebih sering memberikan latihan berupa soal-soal, tanpa memahami konsep materi secara mendalam Pedagogia, Volume 6 Nomor 1 Tahun 2014
Berdasarkan hasil observasi di SMP PGRI Palasari terdapat beberapa masalah. Antara lain, guru sudah banyak mengenal model-model pembelajaran tetapi tidak pernah menerapkan pada proses belajar mengajar. Hampir semua guru menggunakan metode ceramah pada proses pembelajarannya sehingga pembelajaran bersifat monoton atau tidak bervariasi. Hal ini membuat proses pembelajaran terasa membosankan bagi siswa. Salah satu penyebab yang lain adalah dalam proses pembelajaran siswa dituntut untuk mendengarkan dan hanya menghafal saja, tidak mendorong kreativitas siswa sehingga dapat menurunkan semangat belajar siswa dan pada akhirnya hasil belajar siswa kurang memuaskan. Kriteria Ketuntasan Minimum (KKM) yang diberikan oleh guru hanya 65. Di SMP PGRI Palasari khususnya pada kelas VII, kualitas siswa masih di bawah rata-rata. Hanya 32% siswa yang mencapai KKM, sisanya 68% belum mencapai KKM. Proses pembelajaran di sekolah tersebut khususnya pada kelas VII lebih menekankan pada
132
PENGARUH MODEL STUDENT TEAMS ACHIVEMENT DIVISION
proses yang bersifat individual, dimana siswa yang pintar makin pintar dan siswa yang kurang makin terbelakang. Dibutuhkan Proses pembelajaran yang menyenangkan dan mampu memperkuat kerjasama siswa yaitu adanya interaksi antara siswa dengan siswa, interaksi antara guru dengan siswa, sehingga siswa akan menjadi tertarik. Model pembelajaran kooperatif adalah model yang mendorong siswa untuk bekerjasama dalam memecahkan masalah atau pengerjaan tugas. Kegiatan belajar merupakan kegiatan paling pokok dalam keseluruhan proses pendidikan disekolah. Ini berarti bahwa berhasil tidaknya pencapaian tujuan pendidikan banyak bergantung kepada bagaimana proses belajar yang dialami olehh siswa sebagai anak didik. Belajar pada hakekatnya adalah proses interaksi terhadap semua situasi yang ada disekitar individu. Menurut pengertian secara psikologis, belajar ialah suatu proses perubahan tingkah laku sebagai hasil intraksi dengan lingkungannya dalam memenuhi kebutuhan hidupnya, Slameto (2010). Perubahan-perubahan tersebut akan nyata dalam seluruh aspek tingkah laku sebagai hasil pengalamannya sendiri dalam interaksi dengan lingkungannya Menurut Bloom dalam Syah (2008) ada tiga ranah (domain hasil belajar) yaitu kognitif, afektif, dan psikomotorik. Setiap ranah diklasifikasikan lagi dalam beberapa tingkat atau tahap kemampuan yang harus dicapai yaitu : pengetahuan; pemahaman; pengertian; aplikasi; analisa; sintesa dan evaluasi. Ada pendapat yang mengemukakan bahwa IPA adalah pengetahuan yang sistematis dan dirumuskan, yang berhubungan dengan gejala-gejala kebendaan dan didasarkan atas pengamatan dan deduksi, menurut Fowler dalam Laksmi Prihantoro, 1986: 1.3 (dalam Trianto (2010). Berdasarkan beberapa pengertian di atas dapat disimpulkan bahwa hasil belajar IPA merupakan suatu produk ilmiah yang dihasilkan berdasarkan proses ilmiah dan sikap ilmia yang menuju perubahan kearah yang lebih maju terhadap kemampuan siswa yang meliputi ranah kognitif, afektif, dan psikomotor, yang diperoleh melalui serangkaian proses. Menurut undang-undang No 20 tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional, menyebutkan bahwa pembelajarn adalah proses interaksi peserta didik dan pendidikan serta sumber belajar pada sumber lingkungan. Penjelasan ini sejalan dengan
pendapat Iru dan Arihi (2012:2) yang menyatakan bahwa pembelajaran merupakan suatu proses terjadinya interaksi belajar mengajar dalam suatu kondisi tertentu yang melibatkan unsur. Pembelajaran kooperatif memiliki dampak yang positif untuk siswa yang hasil belajarnya rendah sehingga mampu memberikan peningkatan hasil belajar yang signifikan. Hal ini juga diungkapkan oleh Koes dalam Isjoni (2009) belajar kooperatif merupakan hubungan antara motivasi, hubungan interpersonal, strategi pencapaian khusus, suatu ketegangan dalam individu, memotivasi gerakan ke arah pencapaian hasil yang diinginkan. Menurut Masitoh (2009) pembelajaran Kooperatif dapat didefinisikan sebagai sistem kerja/belajar kelompok yang terstruktur, yang termasuk di dalam struktur ini adalah lima unsur pokok (Johnson & Johnson:1993), yaitu saling ketergantungan positif, tanggung jawab individual, interaksi personal, keahlian bekerja sama, dan proses kelompok. Menurut Trianto (2009) mengemukakan bahwa STAD ini merupakan salah satu tipe model pembelajaran kooperatif sederhana dengan menggunakan kelompok-kelompok kecil dengan jumlah anggota tiap kelompok 4-5 orang siswa secara heterogen. Diawali dengan penyampaian tujuan pembelajaran, penyampaian materi, kegiatan kelompok, kuis dan penghargaan kelompok. perbedaan model STAD dengan model konvensional terletak pada adanya pemberian penghargaan pada kelompok. Menurut Slavin (2009) TGT hampir sama dengan model tife STAD tetapi mengganti kuis dengan turnamen, sehingga menambahkan dimensi kegembiraan yang diperoleh dari penggunaan permainan. Siswa memainkan game akademik dengan anggota tim lain untuk menyumbangkan poin bagi skor timnya. Sebagian guru memilih model TGT karena faktor menyenangkannya dalam kegiatannya. Menurut Trianto (2011) model pembelajaran kooperatif tipe TGT yaitu siswa memainkan permainan dengan anggota-anggota tim lain untuk memperoleh tambahan poin untuk skor tim mereka. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui pengaruh hasil belajar IPA siswa kelas dengan penggunaan model pembelajaran kooperatif STAD dengan TGT. METODE PENELITIAN Pedagogia, Volume 6 Nomor 1 Tahun 2014
PENGARUH MODEL STUDENT TEAMS ACHIVEMENT DIVISION
Penelitian ini dilakukan di SMP PGRI Palasari yang beralamatkan di kp. Babakan palasari, Desa. Cijeruk , Kec. Cijeruk, Kab. Bogor. Penelitian dilakukan pada semester dua tahun ajaran 2012/2013. Penelitian dilakukan sekitar bulan Januari sampai dengan bulan November 2013 di kelas VII. Metode penelitian yang digunakan dalam penelitian ini adalah Quasi Eksperiment Design. Variable dalam penelitian ini terdiri dari dua variable. Variabel perlakuan yaitu pengaruh pembelajaran kooperatif Student Teams Achievement Divisions (STAD) dengan Team Games Tournament (TGT) serta satu variable terikat yaitu hasil belajar IPA. Desain penelitian yang digunakan adalah Non Equivalent Group Pretes And Posttest Eksperimental Designt, yang dibentuk dalam tabel: Tabel 1 Desain Penelitian Sampel E1 E2
Pretest O1 O3
Treatment X1 X2
Postest O2 O4
Keterangan : E1 : kelas eksperimen 1 E2 : kelas eksperimen 2 X1 : kelas eksperimen yang diberi perlakuan model pembelajaran STAD X2 : kelas ekperimen yang diberi perlakuan model pembelajaran TGT O1 dan O3: pretest O2 dan O4: posttest Perhitungan yang digunakan dalam penelitian menurut ketut suma (2010) adalah : N-Gain = Keterangan : S posttest: Nilai tes setelah pembelajaran S Pretest: Nilai tes sebelum pembelajaran S maks : Nilai maks S : Skor Populasi yang digunakan dalam penelitian ini adalah seluruh siswa kelas VII SMP PGRI Palasari. Banyaknya kelas pada sekolah yang dipilih sebagai tempat penelitian berjumlah 3. Dengan teknik pengambilan sample menurut purposif sampling dari 3 kelas tersebut dipilih dua kelas, satu kelas Pedagogia, Volume 6 Nomor 1 Tahun 2014
133
untuk eksperimen yaitu dengan menggunakan model STAD dan satu kelas untuk pembanding dengan menggunakan model TGT. Teknik pengumpulan data Hasil Belajar IPA (Y1), 1) Definisi Konseptual, 2) Definisi Operasional, 3) Kisi-kisi Instrumen, 4) Kalibrasi Instrumen. Kalibrasi Instrumen yang digunakan adalah: 1) Uji Validitas Masing-masing butir soal diuji validitasnya untuk mengetahui apakah butir soal yang dibuat diterima atau ditolak. Teknik yang digunakan untuk mengetahui validitas adalah teknik point-biseral dengan kriteria rpbi > rtabel butir soal dinyataka Valid, sedangkan jika rpbi < rtabel invalid. Berdasarkan hasil uji coba validitas butir soal, 30 butir soal dari 50 soal dinyatakan valid. 2) Uji Reliabilitas Setelah dilakukan uji validitas, maka butir soal yang dinyatakan valid akan diuji reliabilitasnya dengan menggunakan pendekatan Single Test Trial formula Kuder-Richardson-20 (KR-20). Setelah dilakukan perhitungan terhadap butir soal yang telah valid, maka diperoleh hasil 1,03 (r11>0,70), hal ini menunjukan bahwa butir soal tersebut memiliki reliabilitas yang tinggi, sehingga butir soal dapat digunakan dalam penelitian. Teknik analisis data terdiri dari uji prasyarat dan uji hipotesis. Uji prasyarat diantaranya adalah 1) statistik deskriptif dilakukan untuk rata-rata, nilai tengah, nilai yang sering muncul, skor maksimum, skor minimum, rentang skor, banyak kelas, panjang kelas, 2) uji normalitas dilakukan untuk mengetahui apakah populasi yang diteliti berdistribusi normal atau tidak berdasarkan data yang diperoleh. Uji normalitas yang digunakan yaitu uji Chi-Kuadrat, 3) uji homogenitas dilakukan untuk membuktikan apakah sampel yang diambil berasal dari populasi yang homogen atau tidak. Dalam uji homogenitas menggunakan uji Bartlett, 4) uji hipotesis dilakukan dengan menggunakan teknik statistik t. HASIL PENELITIAN A. Deskripsi Data Hasil Penelitian Deskripsi data hasil penelitian dikelompokkan menjadi dua bagian, yaitu kelompok STAD dan TGT. Jumlah sumber data sebanyak 56 responden tyang terdiri dari dua kelas yang merupakan kelompok kelas peneliti
134
PENGARUH MODEL STUDENT TEAMS ACHIVEMENT DIVISION
1. Data Hasil Belajar IPA Kelompok STAD Setelah dilakukan perhitungan statistik deskriptif berdasarkan data N-Gain dengan menggunakan model STAD, diperoleh skor ratarata 48,53; modus 52,37; median 48,63. Distribusi frekuensi dari data tersebut dapat dilihat pada tabel dan grafik histogram dapat dilihat pada gambar berikut : Tabel 2 Distribusi skor N-gain kelompok STAD Interval 18 –28 29 – 39 40 – 50 51 – 61 62 – 72 73 – 83 Jumlah
Frekuensi Mutlak (Fi) 5 4 6 7 2 4 28
Batas Kelas 17,5-28,5 28,5-39,5 39,5-50,5 50,5-61,5 61,5-72,5 72,5-83,5
Titik Tengah (xi) 23 34 45 56 67 78
Tabel 3 Distribusi skor N-gain kelompok TGT Interval 19 –25 26 – 32 33 – 39 40 – 47 48 – 54 55 – 61 Jumlah
Frekuensi Mutlak (Fi) 2 8 5 6 4 3 28
Batas Kelas 18,5-25,5 25,5-32,5 32,5-39,5 39,5-47,5 47,5-54,5 54,5-61,5
Titik Tengah (xi) 22 29 36 40 51 72
Fi.xi 44 232 180 240 204 216 1116
Fi.xi 115 136 270 392 134 312 1359
Gambar 2 Rata-rata Hasil Belajar Kelompok TGT Tabel 3 dan gambar 2 menunjukan bahwa ratarata nilai N-gain kelompok TGT cenderung rendah.
Gambar 1 Rata-rata Hasil Belajar Kelompok STAD Tabel 2dan gambar 1 menunjukan bahwa ratarata nilai N-gain kelompok STAD cenderung lebih tinggi. 2. Data Hasil Belajar IPA Kelompok TGT Setelah dilakukan perhitungan statistik deskriptif berdasarkan data N-Gain dengan menggunakan model TGT, diperoleh skor ratarata 39,86; modus 30,19; median 38,1. Distribusi frekuensi dari data tersebut dapat dilihat pada tabel dan grafik histogram dapat dilihat pada gambar berikut
B. Pengujian Prasyarat Analisis 1. Uji Normalitas Berdasarkan hasil perhitungan uji normalitas N-gain hasil belajar IPA siswa untuk kedua kelompok dapat disimpulkan bahwa χ²hitung < χ²tabel, maka data dari kedua kelompok berasal dari distribusi normal. Tabel 4 Hasil Uji Hipotesis No. 1. 2.
Distribusi Kelompok Perlakuan Hasil Belajar IPA kelompok STAD Hasil belajar IPA kelompok TGT
χ²hitung
χ²tabel
6,73
7,82
5,49
7,82
Kesimpulan Distribusi Normal Distribusi Normal
Pedagogia, Volume 6 Nomor 1 Tahun 2014
PENGARUH MODEL STUDENT TEAMS ACHIVEMENT DIVISION
2. Uji Homogenitas Dari hasil perhitungan uji homogenitas terhadap instrument hasil belajar IPA diperoleh nilai χ²hitung = 1,66 dan χ²tabel = 3,84 pada taraf signifikan α = 0,05 dengan demikian dapat disimpulkan χ²hitung < χ²tabel, sehingga dapat dikatakan bahwa distribusi varians berasal dari populasi yang Homogen. C. Pengujian Hipotesis Penelitian Pada taraf signifikan α = 0,05 dan diperoleh nilai thitung = 2,18 dan harga ttabel = 1,67 dan sehingga didapatkan thitung > ttabel dengan demikian hipotesis nol (Ho) ditolak dengan hipotesis alternative (Ha) diterima. Dengan hasil tersebut dapat disimpulkan bahwa secara keseluruhan hasil belajar IPA siswa kelompok kelas eksperimen (STAD) terdapat perbedaan dengan hasil belajar IPA siswa kelompok kelas pembanding (TGT). Hasil uji hipotesis didapat dari Pengujian hipotesis pertama (Ho) dilakukan dengan perhitungan N-Gain skor hasil belajar IPA antara kelompok kelas eksperimen dan kelompok kelas pembanding dengan melihat perbandingan antara skor pretest dan skor posttest seperti pada tabel berikut: Tabel 7 Rekapitulasi Nilai Hasil Belajar IPA Kelompok Kelas
N
Pretest
Posttest
STAD TGT
28 28
49 52,21
74,25 69,75
N-Gain 48,53 39,86
Berdasarkan tabel distribusi frekuensi di atas, maka grafik histogram perbandingan antara nilai N-gain kelompok STAD dan TGT adalah :
Gambar 3 Nilai N-gain Kelompok STAD dan Kelompok TGT PEMBAHASAN Berdasarkan hasil penelitian yang telah dilakukan ternyata terdapat pengaruh hasil belajar IPA pada materi Ekosistem dengan menggunakan Pedagogia, Volume 6 Nomor 1 Tahun 2014
135
model pembelajaran kooperatif Student Teams Achievement Divisions (STAD) dan Team Games Tournament (TGT). Hal ini dilihat dari rata-rata pretest dan rata-rata posttest Tabel 5 Rata-rata Pretest dan Posttest Kelompok Kelas STAD TGT
N 28 28
Pretest 49 52,21
Posttest 74,25 69,75
Berdasarkan nilai pretest dan posttest, maka didapatkan nilai rata-rata N-gain pada kelompok STAD 48,53 dan kelompok TGT 39,86. Hal ini menunjukan bahwa penggunaan model STAD menunjukan hasil yang lebih baik. Model STAD yang digunakan pada kelas VII1 dengan N-gain 48,53 tahap pembelajaran yang dilaksanakan yaitu guru membentuk kelompok belajar secara heterogen, setelah itu guru menjelaskan sedikit materi ekosistem. Pada saat guru selesai menjelaskankan siswa diberi Lembar Diskusi Siswa (LDS) yang harus dikerjakan dengan kelompoknya, hasil diskusi itu lalu dipresentasikan oleh salah satu perwakilan setiap kelompok dan guru memberi nilai pada kelompok yang sudah presentasi. Setelah semua kelompok mendapat giliran, guru mengadakan kuis yang telah disiapkan dan pada saat ini siswa yang dapat menjawab kuis akan mendapat nilai tambahan. Guru memberikan penghargaan atau reward pada kelompok terbaik. Sedangkan pada model TGT yang digunakan pada kelas VII-2 dengan N-gain 39,86 tahap pembelajaran yang dilaksanakan, yaitu guru membentuk kelompok belajar secara heterogen, setelah itu guru menjelaskan sedikit materi ekosistem. Pada saat guru selesai menjelaskankan siswa diberi Lembar Diskusi Siswa (LDS) yang harus dikerjakan dengan kelompoknya. Setelah siswa berdiskusi, diadakannya games turnamen dan setiap kelompok mempunyai perwakilan untuk mengikuti games turnamen tersebut. Menurut Slavin (2009) STAD yang terdiri dari tim beranggotakan 4-5 siswa yang mewakili seluruh bagian dari kelas dalam hal kinerja akademik, jenis kelamin, ras dan etnisitas. Fungsi dari utam tim ini untuk memastikan bahwa semua anggota tim benar-benar belajar. Dapat disimpulkan bahwa model pembelajaran kooperatif tipe STAD ini lebih menekankan kepada motivasi siswa untuk saling mendukung satu sama lain dalam memahami materi yang ada.
136
PENGARUH MODEL STUDENT TEAMS ACHIVEMENT DIVISION
Trianto (2011) pembelajaran tipe STAD ini merupakan salah satu pembelajaran model kooperatif dengan menggunakan kelompok-kelompok kecil dengan jumlah anggota setiap kelompok 4-5 orang siswa secara heterogen. Pembelajaran ini diawali dengan penyampaian tujuan pembelajaran, penyampaian materi, kegiatan kelompok, kuis dan penghargaan kelompok. Seperti halnya pembelajaran yang lainnya, pembelajaran kooperatif tipe STAD ini membutuhkan beberapa persiapan sebelum pembelajaran berlangsung. Persiapan-persiapan tersebut antara lain : perangkat pembelajaran, membentuk kelompok kooperatif, menentukan skor awal, pengaturan tempat duduk, kerja kelompok.
BIODATA PENULIS 1. Nadia Fitri Novianti, lahir di Sukabumi, 11 November 1991. Lulusan Program S1 Jurusan Pendidikan Biologi Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan Universitas Pakuan Tahun 2013. 2. Nandang Hidayat Dosen Universitas Pakuan Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan Program Studi Pendidikan Biologi 3. Susi Sutjihati Dosen Universitas Pakuan Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan Program Studi Pendidikan Biologi
KESIMPULAN Berdasarkan hasil penelitian yang didukung oleh data yang diperoleh di lapangan, hasil pengujian hipotesis dan pembahasan hasil penelitian, maka dapat ditarik kesimpulan bahwa terdapat pengaruh hasil belajar IPA siswa dengan menggunakan model pembelajaran kooperatif Student Teams Achievement Divisions (STAD) dengan Team Games Tournament (TGT) DAFTAR PUSTAKA Iru, La dan Arihi, La Ode Safiun. 2012. Analisis Penerapan Pendekatan, Metode, Strategi dan Model-model Pembelajaran. Yogyakarta; Multi Presindo. Isjoni, S. 2009. ”Landasan teori belajar kognitifVygotsky”. Bandung ; PT. Bumi Aksara. Masitoh dan Dewi,Laksmi. 2009. Strategi Pembelajaran. Jakarta ;Departemen Agama RI. Slameto, 2010.”Belajar dan factor-faktor yang mempengaruhinya”. Jakarta; PT. Rineka Cipta Slavin,Robert. 2009. Cooperative Learning. Bandung ; Nusa Indah. Syah, Muhibbin . 2008. Psikologi Pendidikan dengan Pendekatan Baru. Bandung : PT. Remaja Rosdakarya. Trianto. 2009. Mendesain Model Pembelajaran Inovatif Progresif. Jakarta ; PT. Kencana prenada Media Group Trianto. 2010. Model Pembelajaran Terpadu. Jakarta ; PT. Bumi aksara. Trianto. 2011. Mendesain Model Pembelajaran Inovatif Progresif. Jakarta ; Kencana.
Pedagogia, Volume 6 Nomor 1 Tahun 2014