Volume 6 Nomor 2 Tahun 2014
ISSN No.1693-5799
PEDAGOGIA Jurnal Ilmiah Pendidikan Pelindung: Ketua Yayasan Pakuan Siliwangi Pengarah: Rektor Universitas Pakuan Pimpinan Umum: Drs. Deddy Sofyan, M.Pd Penyunting Ahli: Prof. Dr. H. Yus Rusyana Dra. Lestari Sukartiningsih, M.Pd Dr. Eri Sarimanah, M.Pd Dra. Aam Nurjaman, M.Pd Dr. Entis Sutisna, M.Pd Dr. Surti Kurniasih, M.Pd Drs. Dadang Kurnia, M.Pd Suhendra, S.Pd., M.Pd Dra. Atti Herawati, M.Pd Mursidah Rahmah, S.Pd., M.Pd Dra. Susi Sutjihati, M.Si Elly Sukmanasa, M.Pd Pemimpin Redaksi: Rais Hidayat, M.Pd Sekretaris Redaksi: Istiqlaliah N.H., M.Pd Redaktur Pelaksana: Sandi Budiana, M.Pd Siti Chodijah, M.Pd Asih Wahyuni, M.Pd Iyan Irdiyansyah, M.Pd Rita Istiana, S.Si., M.Pd Aip M. Irfan, M.Si Lina Novita, S.Sn, M.Si Ani Yanti Ginanjar, M.Pd Suci Siti Latifah, M.Pd Dendy Saeful Zen, M.Pd Irfan Fauzi, M.Pd Tata Usaha/Sirkulasi: Yuyun Elizabeth, M.Pd Alamat Redaksi: Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan Universitas Pakuan Jalan Pakuan Kotak Pos 452 Tlp. 0251 8375608 Fax 0251 8375608 Terbit Pertama Tahun 2004 Frekwensi Terbit 4 bulanan STRUKTUR ORGANISASI JURNAL PEDAGOGIA BERDASARKAN SURAT KEPUTUSAN DEKAN FAKULTAS KEGURUAN DAN ILMU PENDIDIKAN UNIVERSITAS PAKUAN NOMOR: 4951/SK/D/FKIP/VII/2012
Volume 6 Nomor 2 Tahun 2014
ISSN No.1693-5799
PENGANTAR REDAKSI Harapan besar bangsa Indonesia pada universitas agar mampu menjadi aktor dalam penciptaan daya saing dan keunggulan kompetitif sangat tergantung pada mutu dosen. Salah satu indikator dosen bermutu yaitu dia berperilaku etis, yakni apa yang dilakukan dan dikatakannya (behavior is what people do and say) senantiasa konsisten dan berlandaskan nilai-nilai moral seperti memiliki integritas dan melakukan pelayanan prima pada mahasiswa. Wirawan (2013) memaparkan bahwa perilaku etis adalah perilaku yang mengacu pada normanorma etika antara lain: (1) dapat dipercaya, (2) menghargai dan menghormati orang lain, (3) bertanggung jawab, (4) adil, (5) kewargaan organisasi, (6) menggunakan kekuasaanya secara bijak, dan (7) jujur. Perilaku etis dalam organisasi sangat dibutuhkan karena perilaku etis sangat menguntungkan. Adapun perilaku tidak etis dalam organisasi akan menyebabkan organisasi tersebut rusak atau bangkrut seperti yang dialami Enron dan WorldCom. Nelson dan Quick (2000) mengutip The Wall Street Journal merinci beberapa contoh perilaku tidak etis dalam organisasi antara lain: stealing (mencuri yaitu mengambil sesuatu yang bukan miliknya), lying (berbohong atau mengatakan sesuatu padahal dia tahu bahwa itu tidak benar), fraud and deceit (menggelapkan dan menipu), hiding versus divulging information (menutup informasi), cheating (meniru atau mengambil keuntungan yang tidak fair), personal decadence (bekerja dibawah standar seperti ceroboh), interpersonal abuse (perilaku yang melanggar hak orang lain seperti rasisme, sexisme, dan pelanggaran emosional), organizational abuse (praktek organisasi yang melanggar anggotanya seperti pembayaran upah yang tidak adil dan penyalahgunaan kekuasaan), dan rule violations (melanggar aturan organisasi). Ehrich (2012) mencatat beberapa perilaku tidak etis yang sering terjadi di perguruan tinggi antara lain plagiat yang dilakukan oleh dosen maupun mahasiswa, berbagai bentuk perilaku mencontek, pelecehan seksual ROHKGRVHQGDQPDKDVLVZDGLGDODPPDSXQOXDUNHODVSHQ\DODKJXQDDQNHNXDVDDQJUDWL¿NDVLVHNVXDOXQWXN mendapatkan nilai dan penyuapan atau penerimaan hadiah lainya untuk mendapatkan nilai. Hasil studi pendahuluan mengenai perilaku etis (Rais; 2014) dosen dengan metode survei pada 45 dosen di Bogor menunjukan bahwa secara umum dosen-dosen belum secara kuat mengikat diri mereka pada nilai-nilai moral yang seharusnya mereka anut dan perjuangkan antara lain: mempertahankan integritas (66,6 persen), mengatakan tidak untuk yang tidak pantas (73,4 persen), dan berani menentang ketidakadilan (73,3 persen). Memperhatikan berbagai perilaku tidak etis dan hasil studi pendahuluan mengenai perilaku etis di atas, maka dibutuhkan upaya-upaya untuk meningkatkan perilaku etis dosen. Perilaku etis dosen merupakan bagian dari mutu dosen yang harus dimiliki dan dijaga oleh para dosen. Jika perilaku etis dosen rendah, maka mutu lulusan rendah. Perilaku etis dosen yang rendah tidak akan menghasilkan lulusan yang berdaya saing dan memiliki keunggulan kompetitif seperti harapkan kita. Oleh karena itu, perilaku etis dosen harus diperbaiki dan ditingkatkan. Redaksi Pedagogia
Volume 6 Nomor 2 Tahun 2014
ISSN No.1693-5799
PEDAGOGIA Jurnal Ilmiah Pendidikan DAFTAR ISI Nomor ISSN........................................................................................................................................................ i Susunan Redaksi ................................................................................................................................................. i Pengantar Redaksi ..............................................................................................................................................ii Daftar Isi ...........................................................................................................................................................iii 1.
MENINGKATKAN HASIL BELAJAR BIOLOGI DENGAN MENGGUNAKAN MODEL PEMBELAJARAN KOOPERATIF TIPE THINK PAIR SHARE (TPS) DENGAN MEDIA VISUAL INTERAKTIF $OLND3UDVDVWLD5DPDGKDQL7HWL5RVWLNDZDWL7ULDVLDQLQJUXP$¿NDQL ................................................. 137
2.
AN ANALYSIS STUDY OF ENGLISH NEEDED BY THE STUDENTS OF CHEMIST DEPARTMENT Khairunnisa Mudrika, Yayu Heryatun, Atti Herawati ............................................................................ 143
3.
ANALISIS NILAI-NILAI BUDAYA KEARIFAN LOKAL PADA NOVEL PERJALANAN PENGANTEN KARYA AJIP ROSIDI SERTA IMPLIKASINYA TERHADAP PEMBELAJARAN SASTRA DI SMA Amad, Eri Sarimanah, Tri Mahajani ...................................................................................................... 147
4.
AN ANALYSIS STUDY OF ERROR MADE BY STUDENTS IN PRONOUNCING HOMOPHONES Meita Yanjani, Deddy Sofyan, Mursidah Rahma ................................................................................... 156
5.
PERBEDAAN HASIL BELAJAR ILMU PENGETAHUAN ALAM DENGAN MENERAPKAN MODEL PEMBELAJARAN KOOPERATIF NUMBERED HEADS TOGETHER DAN MODEL PEMBELAJARAN KOOPERATIF JIGSAW Helga Fitriyani, Dadang Kurnia, Saur M Tampubolon .......................................................................... 162
6.
PENERAPAN MODEL PEMBELAJARAN GROUP INVESTIGATION DALAM MENINGKATKAN KEMAMPUAN MENULIS BERITA SISWA KELAS VIII SMP NEGERI 1 CIOMAS KABUPATEN BOGOR Ryndy Setiawati Oktaviani, Suhendra, Rina Rosdiana .......................................................................... 170
7.
PENGARUH MODEL PEMBELAJARAN TEAM ASSITED INDIVIDUALIZATION RECIPROCAL DAN STUDENT FACILITATOR AND EXPLAINING RECIPROCAL TERHADAP HASIL BELAJAR BIOLOGI Lely Yustina Wati , Nandang Hidayat..................................................................................................... 186
8.
BUDAYA AKADEMIK DI UNIVERSITAS PAKUAN Sutjipto, Rais Hidayat, Yuyun Elizabeth ........................................................................................193
MENINGKATKAN HASIL BELAJAR BIOLOGI
137
MENINGKATKAN HASIL BELAJAR BIOLOGI DENGAN MENGGUNAKAN MODEL PEMBELAJARAN KOOPERATIF TIPE THINK PAIR SHARE (TPS) DENGAN MEDIA VISUAL INTERAKTIF Oleh: Alika Prasastia Ramadhani1, Teti Rostikawati27ULDVLDQLQJUXP$¿NDQL3 ABSTRACT This is a Classroom Action Research. The subjects of the research were 38 students of X-2 SMA Mandiri Balaraja. The research aims at improving students’ learning outcomes on Biology subject by using the model of Think Pair Share with an interactive visual media. The research was started from April to May 2013 discussing the topic of “Ecosystem”. The research was conducted in two cycles. There were four steps in each cycle. There DUHSODQQLQJGRLQJREVHUYLQJDQGUHÀHFWLQJ$WWKHHQGRIHDFKF\FOHWKHWHDFKHUDGPLQLVWHUHGDWHVWZKLFK KDGEHHQWHVWHGIRULWVYDOLGLW\UHOLDELOLW\OHYHORIGLIIHUHQFHDQGOHYHORIGLI¿FXOW\7KHUHVHDUFKUHVXOWVKRZV that the implementation of TPS model with an interactive visual media is able to improve students’ learning outcomes on Biology subject. It can be seen from the average score of the students before the experiment which ZDVZLWKWKHSHUFHQWDJHRIZKLFKUHDFKHGWKHPLQLPXPPDVWHU\FULWHULRQ,QWKH¿UVWF\FOHWKH score increased into 71.90 with the percentage of 68.42% and in the second cycle it became 79.21 with the percentage of 86.84%. Based on the result achieved, then it can be concluded that the use of TPS model with interactive visual media is able to improve the students’ learning outcomes on the topic of Ecosystem in X-2 of SMA Mandiri Balaraja Kabupaten Tangerang. Key words: cooperative learning, think pair share, interactive visual media, and learning outcomes. ABSTRAK Penelitian ini merupakan penelitian tindakan kelas, dengan subjek penelitian 38 siswa kelas X-2 SMA Mandiri Balaraja. Penelitian ini bertujuan untuk meningkatkan hasil belajar biologi siswa dengan mengunakan model pembelajaran Think Pair Share (TPS) dengan Media Visual Interaktif. Waktu penelitian di mulai bulan April sampai dengan Mei tahun 2013 dengan materi ”Ekosistem”. Proses penelitian dilakukan dalam dua siklus. 6HWLDSVLNOXVWHUGDSDWHPSDWWDKDSDQDQWDUDODLQSHUHQFDQDDQSHODNVDQDDQSHQJDPDWDQGDQUHÀHNVL$NKLU siklus dilaksanakan tes dengan instrumen yang telah diuji validitas, reliabilitas, daya kesukaran, dan daya pembeda. Hasil penelitian menunjukkan bahwa penerapan model TPS dengan Media Visual Interaktif dapat meningkatkan hasil belajar biologi. Terlihat dari rata-rata hasil belajar siswa sebelum dilaksanakan penelitian yaitu 67 dengan persentase 47,36% yang mencapai Kriteria Ketuntasan Minimum. Pada siklus 1 menjadi 71,90 dengan persentase 68,42% dan pada siklus 2 menjadi 79,21 dengan persentase 86,84%. Berdasarkan hasil yang dicapai maka dapat disimpulkan bahwa penggunaan model pembelajaran TPS dengan Media Visual Interaktif dapat meningkatkan hasil belajar Biologi siswa pada materi Ekosistem di kelas X-2 di SMA Mandiri Balaraja Kabupaten Tangerang. Kata kunci: Pembelajaran kooperatif, Think Pair Share, Media Visual Interaktif, Hasil belajar
PENDAHULUAN Hasil belajar siswa di sekolah sering diindikasi dengan permasalahan belajar. Hal tersebut dimungkinkan karena faktor belajar siswa yang kurang efektif, akibatnya dapat terlihat pada rendahnya hasil belajar para siswa.Berdasarkan hasil wawancara yang dilakukan terhadap guru Pedagogia, Volume 6 Nomor 2 Tahun 2014
bidang studi Biologi di SMA MANDIRI Balaraja hasilnya kurang memuaskan.Rata-rata ulangan hanya mencapai 67 pada tahun ajaran 2011/2012. dari jumlah siswa 38 orang yang mencapai KKM yaitu 18 orang (47,36%) dan 20 orang (52,63%) belum mencapai KKM.
138
MENINGKATKAN HASIL BELAJAR BIOLOGI
Kurangnya pencapaian nilai rata-rata yang dicapai oleh siswa pada umumnya disebabkan karena dalam proses pembelajaran siswa lebih banyak mendengarkan penyampaian materi yang disampaikan oleh guru, siswa berada dalam tingkat keaktifan dan partisipasi yang rendah seperti keberanian dalam bertanya dan menjawab, model pembelajaran yang digunakan masih bersifat konvensional (ceramah dan tanya jawab) dan kurang variatif, serta penggunaan media pembelajaran kurang maksimal sehingga menimbulkan rasa jenuh dan bosan yang secara langsung dapat menurunkan semangat belajar siswa karena tidak terciptanya suasana belajar yang menyenangkan dan tidak melibatkan siswa aktif secara langsung pada proses pembelajaran. Upaya yang dilakukan oleh guru untuk mengatasi permasalahan tersebut adalah menciptakan proses pembelajaran yang kondusif agar dapat mendorong siswa lebih aktif bekerja sama dalam pembelajaran yang dapat meningkatkan hasil belajar siswa yaitu dengan menerapkan model pembelajaran kooperatif. Model pembelajaran ini memberi kesempatan kepada siswa untuk membangun pengetahuan dengan kelompok yang heterogen. Model tersebut juga dapat memberi kesempatan kepada siswa untuk bekerja sama mendiskusikan permasalahan, sehingga akan memotivasi dan tumbuh rasa ingin tahu pada diri siswa. Model pembelajaran kooperatif yang perlu diterapkan adalah model tipe Think Pair Share (TPS) dengan Media Visual Interaktif. Model pembelajaran kooperatif ini membantu siswa mempelajari isi materi pelajaran yang sedang dibahas. Adanya pembagian anggota kelompok secara heterogen menghindari kemungkinan siswa mendapat nilai rendah, karena pada saat memahami materi dengan berpikir secara individu, kemudian berbicara atau bertukar pendapat dengan teman kelompoknya lalu mempresentasikannya didepan kelas siswa dibantu dengan teman kelompoknya. Interaksi yang terjadi tidak hanya antara siswa di dalam kelompoknya tetapi juga dengan guru yang pembelajarannya menggunakan media visual interaktif, siswa belajar untuk mengemukakan pendapat kepada siswa lain, menghargai pendapat serta siswa dapat meningkatkan suasana saling tolong menolong, kerja sama, keakraban antar siswa tanpa adanya perbedaan dan hubungan persahabatan.
Berdasarkan uraian tersebut maka diadakan penelitian tindakan kelas (PTK) mengenai penerapan model pembelajaran TPS dengan media Visual Interaktif untuk meningkatkan hasil belajar Biologi. Rumusan masalah yang diajukan adalah sebagai berikut: 1)Apakah penggunaan model pembelajaran kooperatif tipe TPS dengan Media Visual Interaktif dapat meningkatkan hasil belajar siswa?2) Bagaimana penggunaan model pembelajaran kooperatif tipe TPS dengan Media Visual Interaktif dapat meningkatkan hasil belajar siswa?. Penelitian tindakan kelas ini bertujuan untuk Mengetahui penggunaan model pembelajaran TPS dengan media Visual Interaktif dalam meningkatkan hasil belajar biologi hingga memperoleh nilai ratarata kelas di atas KKM yang ditentukan, yaitu 70 serta ketuntasan 75% siswa yang mencapai KKM. Menurut Arsyad (2011) belajar adalah suatu perubahan tingkah laku yang terjadi pada diri setiap orang yang disebabkan oleh terjadinya perubahan pada tingkat pengetahuan, keterampilan atau sikap karena adanya interaksi antara seseorang dengan lingkungannya. Hasil belajar pada hakikatnya dapat diartikan sebagai kemampuan yang diperoleh anak setelah melalui kegiatan belajar. Hasil belajar mempunyai peranan penting dalam proses pembelajaran, karena proses penilaian hasil belajar dapat memberikan informasi kepada guru tentang kemajuan peserta didik dalam upaya mencapai tujuan pembelajaran. Hasil belajar menurut Hakim (2009) yaitu meliputi pengetahuan dan pemahaman tentang konsep, kemampuan menerapkan konsep, kemampuan menjabarkan dan menarik kesimpulan serta menilai pemanfaatan suatu konsep, menyenangi dan memberi respons yang positif terhadap sesuatu yang dipelajari, dan diperoleh kecakapan melakukan suatu kegiatan tertentu. Metode pembelajaran kooperatif ini menghasilkan suatu kondisi dimana siswa saling bekerja sama dan saling membantu dalam mencapai tujuan pembelajaran tertentu. Pengertian pembelajaran kooperatif (Cooperative learning) seperti yang dinyatakan oleh Hardini dan Puspitasari (2012) merupakan salah satu model pembelajaran kelompok yang memiliki aturan-aturan tertentu. Prinsip dasar pembelajaran ini adalah siswa membentuk kelompok kecil dan saling mengajar sesamanya untuk mencapai tujuan bersama.
Pedagogia, Volume 6 Nomor 2 Tahun 2014
MENINGKATKAN HASIL BELAJAR BIOLOGI
Model pembelajaran cooperatif learning tipe Think-Pair-Share yang dikembangkan oleh Frank Lyman (1997) dalam Lie, Anita (2002) mengkombinasikan teknik tersebut menjadi teknik berpikir berpasangan berempat sebagai struktur pembelajaran kooperatif. Teknik ini memberikan kesempatan lebih banyak untuk mengekspresikan dirinya. Teknik ini digunakan dalam semua mata pelajaran dan tingkatan usia anak didik. Menurut Arsyad (2002) media Visual Interaktif adalah suatu sistem penyampaian pengajaran yang menyajikan materi berupa gambar dan teks dengan pengendalian komputer kepada penonton (siswa) yang tidak hanya melihat gambar dan teks, tetapi juga memberikan respon yang aktif, dan respon itu yang menentukan kecepatan dan sekuensi penyajian. Penelitian tindakan kelas ini diharapkan dapat meningkatkan semangat belajar biologi siswa dan mengembangkan kemampuan yang dimiliki sehingga secara langsung berdampak pada peningkatan hasil belajar biologi siswa. Selain itu penelitian tindakan kelas ini diharapkan dapat membantu guru, khususnya guru biologi agar dapat meningkatkan kteativitas guru dalam melaksanakan proses pembelajaran. METODE PENELITIAN Penelitian tindakan kelas ini dilaksanakan di kelas X-2 SMA Mandiri Balaraja Kabupaten Tangerang tahun ajaran 2012-2013 dengan jumlah siswa 38 orang dengan karakteristik yang berbedabeda. Penelitian ini dilaksanakan pada bulan April sampai Juni 2013. PTK ini dilaksanakan secara kolaboratif antara guru mata pelajaran sebagai pelaksana model, observer, dan peneliti. Proses penelitian dilaksanakan dalam 2 siklus. Rencana tindakan pada masingmasing siklus dalam penelitian ini dibagi menjadi 4 tahapan yaitu (1) perencanaan, (2) pelaksanaan, (3) REVHUYDVLGDQHYDOXVLVHUWD DQDOLVLVGDQUHÀHNVL Pada tahap perencanaan, peneliti membuat dan mempersiapkan rencana pelaksanaan pembelajaran dengan menggunakan model pembelajaran TPS dengan Media Visual Interaktif untuk dipelajari terlebih dahulu oleh pelaksana tindakan yaitu guru mata pelajaran, menyiapkan media pembelajaran, lembar kerjasiswa, evaluasi, membuat lembar observasi siswa dan aktivitas guru, dan membuat wawancara guru serta kuisioner siswa yang nantinya
Pedagogia, Volume 6 Nomor 2 Tahun 2014
139
akan diberikan setiap akhir siklus. Proses pembelajaran yang telah direncanakan dilaksanakan pada kelas X-2 SMA Mandiri Balaraja sesuai jadwal penelitian dan sesuai jadwal pelajaran biologi kelas X-2 dengan waktu 2x45 menit dan setiap siklus terdapat 3 kali pertemuan. Deskripsi tindakan yang dilakukan sesuai dengan langkah kerja dalam model pembelajaran TPS dengan media Visual Interaktif. Pengamatan pada penelitian tindakan kelas ini dilakukan oleh observer,langkah yang dilakukan antara lain: 1) observasi kegiatan pembelajaran dikelas yaitu aktivitas guru dan siswa, 2) wawancara dengan guru, 3) evaluasi yang diberikan setelah satu siklus, 4) pengamatan lapangan untuk mencatat kejadian-kejadian penting yang berhubungan dengan bahan penelitian, terutama pada waktu proses pembelajaran berlangsung baik berbentuk catatan atau foto. Setelah didapat hasil pengamatan baik dari aktivitas guru maupun aktivitas siswa serta hasil belajar biologi, kemudian hasil tersebut akan di evaluasi dan dijadikan landasan untuk melakukan tahap berikutnya yaitu refleksi.Hasil data yang dilaksanakan dalam tahap ini akan dipergunakan sebagai acuan untuk pelaksanaan siklus berikutnya. Indikator keberhasilan penelitian tindakan kelas ini diperoleh dari data kuantitatif dan kualitatif. Data kuantitatif diperoleh dari hasil pembelajaran setelah dilakukan evaluasi. Keberhasilan pada hasil pembelajaran ditandai dengan jumlah siswa yang memiliki nilai sama atau lebih dari nilai KKM 70 mencapai kriteria keberhasilan sebesar 75% dari jumlah siswa. Kategori keberhasilan dapat dilihat dari penilaian sikap (aktivitas siswa), di mana di lihat dari kegiatan yang dilakukan pada saat proses pembelajarna yaitu On Task (kegiatan yang dilakukan sesuai dengan kegiatan pembelajaran) dan Off Task (kegiatan yang dilakukan di luar kegiatan pembelajaran). HASIL PENELITIAN Siklus 1 Berdasarkan hasil pengamatan proses pembelajaran pada siklus 1 rata-rata hasil belajar siswa semakin meningkat, antusias belajar sisiwa dalam mengikuti pembelajaran pada siklus 1 sudah berjalan baik walaupun ada sebagian siswa yang belum antusias pada proses pembelajaran, aktivitas
140
MENINGKATKAN HASIL BELAJAR BIOLOGI
guru dalam melaksanakan model pembelajaran sudah cukup memuaskan. Hasil siklus 1 pada penelitian ini menunjukkan peningkatan rata-rata belajar siswa dibandingkan sebelum dilakukan penelitian, akan tetapi hasil rata-rata pada siklus 1 belum memenuhi kriteria keberhasilan yang diharapkan sehingga perlu dilakukan tindakan selanjutnya. Hasil tindakan siklus 1 dapat dilihat pada gambar 1,2 dan 3.
Gambar 3 menunjukkan peningkatan antusias siswa dalam mengikuti proses pembelajaran. Hal ini dapat terlihat dari peningkatan On task 9% sedangkan Off task menurun 9%. Siklus 2 Siklus 2 dilakukan setelah menganalisis siklus NHPXGLDQGLODNXNDQUHÀHNVLROHKSHQHOLWLVHFDUD kolabolator bersama observer dan pelaksana model untuk melakukan perbaikan-perbaikan kelemahan pada siklus 1 untuk merencanakan tindakan yang akan dilakukan pada siklus 2. Pada siklus 2 ratarata hasil belajar, antusias siswa, dan kegiatan guru dalam proses pembelajaran semakin meningkat. Hal ini dapat terlihat dari gambar 4,5 dan 6.
Gambar 1 Hasil belajar siswa pada siklus 1
Gambar 4 Hasil belajar siswa siklus 2 Gambar 2 Hasil belajar siswa pada siklus 1 Berdasarkan gambar 1 dan 2 dapat terlihat peningkatan rata-rata hasil belajar siswa, sebelum dilakukan penelitian yaitu 67 dengan persentase 47,36% siswa mencapai KKM, setelah dilakukan penelitian siklus 1 yaitu menjadi 71 dengan persentase 68% siswa mencapai KKM. Gambar 5 Hasil belajar siswa siklus 2 Berdasarkan gambar 4 dan 5 dapat terlihat peningkatan rata-rata hasil belajar siswa pada tiap siklus. Pada siklus 2 rata-rata hasil belajar siswa yaitu 79 dengan kriteria keberhasilan siswa mencapai KKM yaitu sebesar 86,84% yaitu 33 dari 38 orang jumlah siswa. Gambar 3 Antusias belajar siswa siklus 1 Pedagogia, Volume 6 Nomor 2 Tahun 2014
MENINGKATKAN HASIL BELAJAR BIOLOGI
Gambar 6 Hasil pengamatan aktivitas siswa Berdasarkan gambar 6 dapat terlihat peningakatan aktivitas siswa pada setiap pertemuan dalam proses pembelajaran yang berdampak pada pencapaian kriteria keberhasilan siswa. PEMBAHASAN Penelitian tindakan ini menggunakan penggabungan model pembelajaran TPS dan media Visual Interaktif, hasil belajar siswa sebelum dilakukan penelitian (pra siklus) adalah sebesar 67 dengan persentase 47,36%. Pada siklus pertama, nilai rata-rata siswa adalah 71 dengan persentase 68,42%. Nilai rata-rata siswa ini sudah mencapai KKM yaitu sebesar 70 namun kriteria keberhasilannya belum tercapai dan dengan jumlah perolehan kriteria keberhasilan tersebut maka harus dilakukan siklus NHGXD GHQJDQ DGDQ\D UHÀHNVL GDQ XSD\D±XSD\D perbaikan dari kekurangan pada siklus pertama.Baik dari langkah guru mengajar, media maupun aktivitas siswa selama proses pembelajaran. Pada siklus kedua hasil belajar siswa telah mencapai nilai rata-rata 79 dengan persentase 86,84%, Nilai rata-rata siswa ini telah melewati nilai KKM yang telah ditentukan. Siswa yang mendapat nilai lebih dari 70 mengalami kenaikan, yaitu dicapai oleh 33 dari 38 orang siswa. Selain perolehan peningkatan hasil belajar, aktivitas siswa siklus I dan II selama pembelajaran diperoleh hasil nilai On Task yang mengalami peningkatan dibandingkan dengan nilai Off Task selama kegiatan pembelajaran. Pada siklus I tindakan I, On Task mencapai persentase 66,67% dan Off Task 33,33%, pada tindakan II aktivitas On Task siswa dengan persentase 75,73% dan Off Task 24,26%. Pada siklus II tindakan I mengalami peningkatan aktivitas On Task yang mencapai persentase 82,45% dan Off Task 20,17%, kemudian meningkat lagi Pedagogia, Volume 6 Nomor 2 Tahun 2014
141
pada tindakan II dengan aktivitas On Task siswa mencapai persentase 86,25% dan Off Task 13,74%. Hal ini menunjukkan bahwa aktivitas siswa menjadi lebih baik, sehingga tercipta kelas yang kondusif dan memungkinkan proses pembelajaran berjalan dengan baik. Aktivitas On Task dan Off Task siswa didukung oleh aktivitas secara individu dan kelompok setiap tindakan yang memperoleh peningkatan lebih baik dan sudah mencapai persentase yang diharapkan. Keberhasilan ini tidak lepas dari peran guru yang sudah bisa lebih memotivasi, membimbing, serta mengarahkan siswa, sehingga siswa mampu mengemukakan ide, pendapat, serta gagasannya dalam pembelajaran. Dengan demikian pada siklus II ini telah menunjukkan adanya perubahan hasil belajar siswa. Seperti yang dikatakan Hakim (2009) Hasil Belajar yaitu meliputi pengetahuan dan pemahaman tentang konsep, kemampuan menerapkan konsep, kemampuan menjabarkan dan menarik kesimpulan serta menilai pemanfaatan suatu konsep, menyenangi dan memberi respons yang positif terhadap sesuatu yang dipelajari, dan diperoleh kecakapan melakukan suatu kegiatan tertentu. Model pembelajaran cooperatif learning tipe Think-Pair-Share yang dikembangkan oleh Frank Lyman (1997) dalam Lie, Anita (2002) mengkombinasikan teknik tersebut menjadi teknik berpikir berpasangan berempat sebagai struktur pembelajaran kooperatif. Teknik ini memberikan kesempatan lebih banyak untuk mengekspresikan dirinya. Teknik ini digunakan dalam semua mata pelajaran dan tingkatan usia anak didik. Sedangkan menurut Zain (2010) media visual adalah media yang hanya mengandalkan indra penglihatan. Media visual ini ada yang menampilkan gambar diam VHSHUWL¿OPstrip¿OPUDQJNDL slides ¿OPELQJNDL foto, gambar atau lukisan, dan cetakan. Ada pula media visual yang menampilkan gambar atau simbol \DQJEHUJHUDNVHSHUWL¿OPELVXGDQ¿OPNDUWXQ Keunggulan model pembelajaran Think Pair Share disertai dengan menggunakan media Visual Interaktif merupakan model pembelajaran yang dapat mengembangkan kemampuan siswa untuk memiliki kemampuan mempresentasikan ide/gagasan kepada rekan/ teman sebaya dalam pembelajaran di kelas dan melatih siswa menjadi lebih mandiri dan memberikan kemudahan untuk dapat berkomunikasi dengan teman lainnya dalam proses belajar mengajar yang dilakukan dengan cara sharing pendapat antar
142
MENINGKATKAN HASIL BELAJAR BIOLOGI
siswa, dengan bantuan media Visual Interaktif lebih memudahkan siswa untuk mengingat yang menurut siswa sukar menjadi lebih mudah diingat dalam proses belajar, sehingga tercipta suasana belajar yang efesien dan komunikatif baik antar sesama siswa ataupun antar siswa dan guru. Model dan media ini apabila digabungkan maka akan menumbuhkan peran aktif siswa dalam mengemukakan pendapat, ide atau gagasangagasan dalam kelompok yang akan menambah atau mandapatkan pengetahuan-pengetahuan baru yang akan berdampak pada nilai hasil belajar siswa. Hal ini sesuai dengan pendapat yang dikemukakan oleh Wina dalam Hardini dan Puspitasari (2012). Pembelajaran kooperatif adalah pembelajaran yang secara sadar menciptakan interaksi yang silih asah sehingga sumber belajar bagi siswa bukan hanya guru dan buku ajar, tetapi juga sesama siswa. KESIMPULAN Berdasarkan hasil penelitian dapat disimpulkan bahwa model pembelajaran kooperatif Think Pair Share (TPS) dengan media Visual Interaktif dapat meningkatkan hasil belajar Biologi Ekosistem di SMA MANDIRI Balaraja. Rata-rata nilai hasil belajar siswa sebelum dilakukan PTK sebesar 67, setelah dilakukan PTK yaitu pada siklus I nilai ratarata 71,90, dan pada siklus II rata-rata nilai 79,21. Dengan penentuan nilai KKM 70, pada siklus II terdapat 33 orang (86,84%) sudah mencapai KKM. Penerapan model pembelajaran kooperatif tipe “Think Pair Share” dan media “Visual Interaktif” mampu meningkatkan hasil belajar karena model pembelajaran yang dilakukan dengan cara sharing pendapat antar siswa sebagai umpan balik materi yang diajarkan guru dan dapat mengembangkan kemampuan siswa untuk memiliki kemampuan kerjasama atau diskusi dan mempresentasikan ide kepada teman. Dengan bantuan media dapat
mengembangkan kemampuan siswa untuk memudahkan siswa dalam memahami, mengingat, dan menghafal materi pelajaran. Guru dengan aktif memotivasi dan membimbing setiap kelompok pada saat berdiskusi untuk memecahkan suatu masalah dalam bentuk lembar diskusi siswa (LDS) sehingga terbentuk keterampilan kooperatif, kemudian hasil diskusi dipresentasikan, dengan aktif kelompok lain memberikan pertanyaan. Setiap wakil kelompok yang presentasi diberikan penilaian dan yang terbaik mendapatkan reward. DAFTAR PUSTAKA Arsyad, Azhar. 2002. Media Pembelajaran. Jakarta: 375DMDJUD¿QGR3HUVDGD Arsyad, Azhar. 2011. Media Pembelajaran. Jakarta: 375DMDJUD¿QGR3HUVDGD Hakiim, Lukmanul. 2009. Perencanaan Pembelajaran. Bandung: CV Wacana Prima. Hardini, Isriani dan Puspitasari Dewi. 2012. Strategi Pembelajaran Terpadu. Familia; Yogyakarta. Lie, Anita. 2002. ”Cooperative Learning : Mempraktikan Cooperative Learning di Ruangruang Kelas”. Jakarta : PT. Gramedia. Zain, Aswan. 2010. Strategi Belajar Mengajar. Jakarta: PT. Rineka Cipta. BIODATA PENULIS 1. Alika Prasastia Ramadhani, dilahirkan di Subang, 30 Juni 1991. Lulusan Program S1 Jurusan Pendidikan Biologi Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan Universitas Pakuan Bogor Tahun 2013. 2. Teti Rostikawati, Dosen Program Studi Pendidikan Biologi FKIP Pakuan. 3. 7ULDVLDQLQJUXP$¿NDQL , Dosen Program Studi Pendidikan Biologi FKIP Pakuan
Pedagogia, Volume 6 Nomor 2 Tahun 2014
AN ANALYSIS STUDY OF ENGLISH NEEDED BY THE STUDENTS
143
AN ANALYSIS STUDY OF ENGLISH NEEDED BY THE STUDENTS OF CHEMIST DEPARTMENT Oleh: Khairunnisa Mudrika , Yayu Heryatun2, Atti Herawati3 1
ABSTRAK Penelitian yang berjudul “An analysis Study of English Needed by the Students of Chemist Department” ini bertujuan untuk meneliti materi dan metode pengajaran yang dibutuhkan oleh mahasiswa jurusan kimia. Penulis menerapkan metode deskripsi dan melakukan penelitian kepada mahasiswa semester lima Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam sebagai tempat penelitian. Penulis menggunakan purposive sampling dan memilih mahasiswa semester lima karena mereka akan menjalani praktek kerja. Data dari hasil dari wawancara dan observasi menunjukkan bahwa speaking dan writing adalah materi yang dibutuhkan oleh mahasiswa. Mereka harus membaca buku sumber yang ditulis dengan bahasa Inggris, menulis laporan dalam bahasa Inggris, memiliki banyak kosakata tentang kimia dan berbicara bahasa Inggris dengan lancar. Oleh karena itu, mereka membutuhkan bahasa Inggris untuk mendukung pelajaran mereka dan pekerjaan mereka di masa yang akan datang. Kata Kunci: Bahasa Inggris, analisa kebutuhan, ilmu kimia ABSTRACT The research entitled “An Analysis Study of English Needed by the Students of Chemist Department” is aimed to investigate English materials needed by the students of chemist department. The research focuses on the English material needed by the students. Descriptive method is applied in this research. The research LVFRQGXFWHGWRWKH¿IWKVHPHVWHUVWXGHQWVRI)DFXOW\RI0DWKHPDWLFVDQG6FLHQFHV7KHZULWHUXVHGSXUSRVLYH VDPSOLQJDQGWRRNWKH¿IWKVHPHVWHUVWXGHQWVEHFDXVHWKH\ZLOOIDFHWKHMREWUDLQLQJ)URPWKHUHVXOWRILQWHUYLHZ and observation, it is found that material of speaking and writing are needed by the students. They have to read resource books written in English, write the report in English, have a lot of vocabularies about chemistry and VSHDN(QJOLVKÀXHQWO\7KXVWKH\QHHG(QJOLVKWRVXSSRUWWKHLUVWXG\DQGWKHLUZRUNLQWKHIXWXUH Key words: English, need analysis, chemistry Introduction Many people need English for communication. English is used in many sectors, such as nursing, law, airlines business, chemist, and so on. Every student has different need in learning English. English learned by students of chemist will be different from students of business airlines. Students of chemist learn English to know the terminology or names of laboratory equipment, the process of laboratory activities, writing the result, knowing the Chemical terminology, the kinds of size, shape and color, Mathematical expressions and Chemical formulation. Therefore, English learned by chemist students should be appropriate with their need. According to Hutchinson and Waters (1987: 8), the guiding principle of ESP is “Tell me what you need English for and I will tell you the English that you
Pedagogia, Volume 6 Nomor 2 Tahun 2014
need”. It shows that everyone has different need in learning English. For example, chemist students need English to prepare the job training. They learn English because most of their textbooks are written in English. They perhaps meet foreigners in some places. Therefore, English learned by students of chemist must be suitable to the analyst world. They DUH SUHSDUHG WR IDFH WKH WUDLQLQJ MRE LQ WKH ¿IWK semester. They will work in industrial company, meet many people and have to interact, especially with the foreigners. The questions of this study are: “What are the English material needed by chemist students to support their study?” and “What is teaching method needed by the students of chemist in learning English to support their study?”. The aim of this research is to analyze the need of English that the students of chemist need in order to support their study.
144
BY THE STUDENTS AN ANALYSIS STUDY OF ENGLISH NEEDED
Research Methodology Descriptive method is used in conducting the research. The writer collects the data from interview, observation and documentation. She interviews the Head of Chemist Study Program, English lecturer DQGWKH¿IWKVHPHVWHUVWXGHQWVRIFKHPLVW6KHDOVR observes the teaching process in the classroom. She collects textbooks and syllabus as documents of the research. This research is conducted at Faculty of Mathematics and Science, Pakuan University, Bogor. There are 10 students involved as the UHVSRQGHQWV 6KH FKRRVHV WKH VWXGHQWV RI WKH ¿IWK semester because they will face the job training. The writer uses qualitative research to identify and describe the students’ learning needs for English subject. This research focuses on the English material and teaching method that the students of chemist department need in order to support their study. Descriptive method is used to describe systematically a situation or area of interest factually and accurately. Therefore, this research means to investigate the English needed by the students of chemist department deeply. In conducting a qualitative study, the writer collects the data through three different techniques as follows: 1. Observation Dudley-Evans and St John (1988:135) say that examples of observations for needs analysis include sitting in on subject lectures or practical lesson. Therefore, the writer observes the class and plays a role as non-participant observer and uses structured observation to know the class situation or the learning process when the students of Chemist department study English. Besides, she prepares the observation format which contains the aspects such as the way the lecturer opens and closes the lesson, the use of English as classroom instruction during the lesson, English material and teaching method used by the lecturer, the relevance between English material and the students need, and the way the lecturer explains the material. All those aspects are observed, and video-taped. She did the observation four times to get the information needed. 2. Interview Interview is chosen to gain information from all respondents. The writer uses guided interview
to get more information about the English material and teaching method needed by students of chemist department. She interviews the Head of Chemistry Department, the English lecturer, and the students of chemist department who are recommended by the lecturer. She prepares ten questions for the Head of Chemist Department, 20 questions for English lecturer, and 18 questions for the students of chemist department. She not only asks the prepared questions, but also develops the questions based on the respondents’ answer. All interviews are recorded and transcribed to make her easy to analyze them. 3. Document The writer takes document, such as syllabus and English textbooks used by the English lecturer. 6KHDQDO\]HVWKHGRFXPHQWVWR¿QGRXWWKHUHOHYDQFH between the material in the textbooks and the theory of English material for chemistry. Research Finding 1. The Result of the Observation The observation was done four times, in October 4th, 7th, 18th and 21st 2013 at semester 1. The writer did this observation to observe the English material and teaching method used by the lecturer. She observed the English material and teaching method based on the aspects of the observation prepared before. There are two classes at semester 1; they are regular class and extension class (a class for employees). English subject is taught once a week, in semester one and semester two. Based on the data from observation, the writer found out that the lecturer gave materials more about reading and writing. In each meeting, he gave hand out to the students. The lecturer applied the teacher’s centered method in teaching English in the classroom. 2.
The Result of Interview with the Head of Chemistry Department There were ten questions given to the Head of Chemistry Department. The result of interview was recorded and transcribed. Based on the respondent’s answer, the writer took notes that English is important in chemistry scope, because the students of chemist department need English to understand the materials written in English. It will be useful for WKHLUDFDGHPLFDQGMRE¿HOG Pedagogia, Volume 6 Nomor 2 Tahun 2014
AN ANALYSIS STUDY OF ENGLISH NEEDED BY THE STUDENTS
3. The Result of Interview with English Lecturer The writer interviewed the English lecturer before she did the observation. She prepared 20 questions in interviewing the respondent. There DUH ¿YH FDWHJRULHV WR GHVFULEH WKH GDWD 7KH\ DUH lecturer’s background, students’ characteristic, English material, English teaching method and lecturer’s expectation. From the lecturer’s answer, the writer learns that the students of chemist department need more reading skill. It is because most of their textbooks are written in English. The students also need to know and understand job procedures and names of laboratory equipment. Therefore, vocabulary enrichment is also needed. Based on the lecturer’s explanation, the writer ¿QGV WKDW VSHDNLQJ LV WKH PRVW LPSRUWDQW VNLOO WKDW must be mastered well by the students. In addition, vocabulary enrichment is also needed by the students because they must know the laboratory equipment well. 4. The Result of Interview with the Students of Chemist Department The writer divides the data into four categories to describe the result of the interview. They are student’s motivation in learning English, English material, English teaching method and student’s expectation. The writer chooses the students in the ¿IWKVHPHVWHUWREHWKHLQWHUYLHZHHV Speaking, listening, reading and writing are English language skills that must be learned well by the students. From the data of the interview, the writer learns that the respondents need more speaking DQGZULWLQJVNLOOWRVXSSRUWWKHLUMRE¿HOG:LWKRXW ignoring the other skill, the respondents said that all of the English language skills are important to be integrated each other. However, the most language skills that they want to be mastered are speaking and writing. Based on the data of the interview about the student’s expectation in learning English, the writer learns that most of the students need to improve their speaking ability. Besides, they also need to increase their reading comprehension and vocabulary enrichment. The students expect the English material which is emphasized on speaking.
Pedagogia, Volume 6 Nomor 2 Tahun 2014
145
5. Data from Documentation %DVHG RQ WKH V\OODEXV WKH ZULWHU ¿QGV WKDW reading and writing activities are emphasized by the lecturer. For vocabulary enrichment, he teaches the students through reading texts. The students do not have the English text book because their lecturer only gives them a handout of the materials. There are many activities related to speaking, reading and writing. For example, asking and answering questions in English, answering questions based on the text, writing journal, and so on. The students need English related to their job as an analyst. It means that they need more in reading and communication skills, because they have to read resources book and write journal and report. Besides, they need speaking and listening practice to increase their English ability. Discussion Based on data analysis, there is no relevance among the student’s need in learning English, the English material and teaching method. After DQDO\]LQJWKHGDWDWKHZULWHU¿QGVWKDWVSHDNLQJDQG writing skill become the most language skills needed by the students. However, in learning process, the lecturer emphasizes more on reading and translation. The data show that the English teaching method needed by students of chemist department emphasizes on discussion. The writer realizes that the lecturer has different perception about discussion method. According to Applegate (1969:78), a class discussion implies open and active participation. However, in most instances it becomes a limited dialogue between the teacher and a few pupils, with the remaining ones sitting mute and inactive. It contrasts with the situation in the classroom, the lecturer always gives hand out to the students then he translates it into Indonesian. Conclusion The results of the data analysis show that the English material needed by the students of chemist department emphasizes more on speaking and writing skill, which contrasts with the material written in the syllabus. For the English teaching method, is emphasized on discussion. BIBLIOGRAPHY Damien G, Meredith and Maxwell Gillet. 1980. The Discussion Method in Classroom Teaching.
146
BY THE STUDENTS AN ANALYSIS STUDY OF ENGLISH NEEDED
Available [on-line] at http://www.tandfonline. com. Dudley-Evan, Tony et al. 1988. Development in (QJOLVK IRU 6SHFL¿F 3XUSRVHV Cambridge: Cambridge University Press. Gillet, Andy and Liz Wray. 2006. EAP and Success. Available [on-line] at http://www.uefap.com/ articles/aeeapp.pdf Herawati, Atti. 2011. Research on ELT (A Handbook for EESP Students). English Education Study Program. Faculty of Teachers Training and Educational Sciences. Pakuan University: Unpublished. Hutchisnon, Tom and Alan Waters. 1987. English IRU 6SHFL¿F 3XUSRVHV $ /HDUQLQJ &HQWHUHG Approach. Cambridge: Cambridge University Press. Sisler, Hary H et al. 1967. College Chemistry. New York: The Macmillan Company. Wiley, John and Susan Arena. 2004. )RXQGDWLRQRI College Chemistry. USA: John Wiley and Sons Inc.
Autobiography 1. Khairunnisa Mudrik was born in Bogor, 17 February 1989. She went to SD Al-Ghazaly, Bogor and graduated in 2001. She continued her study to MTs Al-Ghazaly and graduated in 2004. Her Senior High School was in SMA AlGhazaly and she graduated in 2007. Her study was continued in 2008 by registering to English Education Study Program, Faculty of Teachers Training and Educational Sciences, Pakuan University in Bogor. She graduated in 2013 as a Bachelor of Education. 2. Yayu Heryatun is lecturer in English Education Study Program, Faculty of Teachers Training and Educational Sciences, Pakuan University 3. Atti Herawati is lecturer in English Education Study Program, Faculty of Teachers Training and Educational Sciences, Pakuan University
Pedagogia, Volume 6 Nomor 2 Tahun 2014
ANALISIS NILAI-NILAI BUDAYA KEARIFAN LOKAL
147
ANALISIS NILAI-NILAI BUDAYA KEARIFAN LOKAL PADA NOVEL PERJALANAN PENGANTEN KARYA AJIP ROSIDI SERTA IMPLIKASINYA TERHADAP PEMBELAJARAN SASTRA DI SMA Oleh: Amad , Eri Sarimanah2, Tri Mahajani3 1
ABSTRAK Judul yang penulis sajikan dalam penelitian ini adalah Analisis Nilai-nilai Budaya Kearifan Lokal dalam Novel Perjalanan Penganten Karya Ajip Rosidi serta Implikasinya Terhadap Pembelajaran Sastra di SMA. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui nilai-nilai budaya kearifan lokal pada novel Perjalanan Penganten karya Ajip Rosidi yang berhubungan dengan deskripsi unsur moral, seni, adat istiadat, bahasa, status pekerjaan, dan sosial serta untuk mengetahui apakah novel Perjalanan Penganten tersebut layak terhadap pembelajaran sastra di SMA. Metode yang digunakan dalam penelitian ini adalah deskriptif analisis dengan pendekatan objektif. Data-data yang dapat diuraikan dengan maksud menemukan unsur-unsur yang mengacu pada masalah penelitian kemudian data tersebut dianalisis dan diberi pemahaman serta penjelasan secukupnya yang bertumpu pada karya sastra itu sendiri. Penelitian ini merupakan penelitian pustaka, yaitu penelitian yang seluruh bahan dan objek kajiannya adalah buku. Bahannya adalah informasi pustaka penunjang yang relevan dengan masalah yang dikaji. Sedangkan objek kajiannya adalah novel Perjalanan Penganten karya Ajip Rosidi. Dalam penelitian penulis melakukan analisis analisis pada beberapa hal yang dinilai dapat memenuhi syarat dalam masalah penelitian yang dibahas dan mencapai suatu simpulan yang logis, yaitu menganalisis novel Perjalanan Penganten karya Ajip Rosidi berdasarkan unsur moral, seni, adat istiadat, bahasa, status pekerjaan, dan sosial. Berdasarkan penelititan yang telah dilakukan dapat disimpulkan bahwa novel Perjalanan Penganten menandung nilai-nilai budaya kearifan lokal yang meliputi unsur moral, seni, adat istiadat, bahasa, status pekerjaan, dan sosial. Isi novel tersebut menawarkan tema-tema yang menarik tentang kehidupan masyarakat Sunda dengan kenyataan sehari-hari seperti moral budi pekerti, moral agama, moral susila, dan moral sosial. Seni seperti seni tari dan seni sastra. Adat istiadat seperti pernikahan, kematian, takhayul, dan upacara keselamatan. Bahasa seperti bahasa kasar dan bahasa halus. Status pekerjaan seperti petani. Sosial seperti lapisan sosial dan kekerabatan. Pemunculan nilai-nilai budaya kearifan lokal dalam novel ini adalah untuk menyelami kehidupan masyarakat Sunda dengan kenyataan, sehingga pemunculan hal tersebut diharapkan dapat mewakili cerminan masyarakat Sunda pada zaman sekarang. Kata Kunci: Analisis, Budaya Kearifan Lokal, Novel Perjanan Penganten. ABSTRACT 7KHUHVHDUFKLVDLPHGDW¿QGLQJRXWWKHYDOXHVRIORFDOZLVGRPVLQWKHQRYHOHQWLWOHG³3HUMDODQDQ3HQJDQWHQ´ written by Ajip Rosidi. The novel describes the relations among morality, arts, cultures, languages, occupations, DQGVRFLDOUHODWLRQV7KHUHVHDUFKLVDOVRDLPHGDW¿QGLQJRXWZKHWKHURUQRWWKHQRYHOLVDSSURSULDWHWREH taught in the literary class in senior high school level. The method employed in the research was descriptive analysis with objective approach. The data are described to answer the research questions and then analyzed based on the literary work. The result of the research shows that the novel contains the values of local wisdoms covering morality, arts, cultures, languages, occupations, and social relations. It describes interesting cultures of Sundanese society’s everyday habits, such as morality, religion, attitudes, belief, death, superstition, and cultural ceremonies. The language use covers the high level (appropriate) language and everyday language of Sundanese. The occupation explored in the story is as a farmer. Social matters described are social layers and relations. The discussion on cultural values is aimed at going deeply to the real Sundanese society so that it is expected that it can represents the real life of nowadays’ Sundanese people. Key words: analysis, local wisdom, the novel of “Perjalanan Penganten” Pedagogia, Volume 6 Nomor 2 Tahun 2014
148
ANALISIS NILAI-NILAI BUDAYA KEARIFAN LOKAL
PENDAHULUAN Manusia adalah makhluk sosial, sebagai individu tidak mampu hidup sendiri dan berkembang sempurna apabila tidak hidup bersama dengan individu manusia lain. Sejak lahir manusia sudah harus hidup bersama, setidaknya dengan ibu dan ayah yang memelihara dan melindungi. Keharusan itu karena manusia mempunyai kebutuhan yang hanya dapat dipenuhi apabila berhubungan dengan bantuan dari manusia yang lain. Dengan kata lain, manusia harus hidup bermasyarakat. Di sisi lain, manusia sebagai makhluk budaya adalah kodrat artinya sejak lahir sudah menjadi makhluk yang paling sempurna karena dibekali oleh sang pencipta dengan akal, perasaan dan kehendak yang membedakan dengan makhluk lain. Dalam hubungan tersebut manusia mempertimbangkan mana yang benar dan salah, mana yang baik dan buruk. kearifan lokal merupakan Masalah perwujudan dari daya tahan dan daya tumbuh yang dimanifestasikan melalui pandangan hidup, pengetahuan, dan berbagai strategi kehidupan yang berupa aktivitas yang dilakukan oleh masyarakat lokal untuk menjawab berbagai masalah dalam pemenuhan kebutuhan hidupnya, sekaligus memelihara kebudayaannya.Dalam pengertian inilah kearifan lokal sebagai jawaban untuk bertahan dan menumbuhkan secara berkelanjutan kebudayaan yang didukungnya. Setiap masyarakat termasuk masyarakat tradisional, dalam konteks kearifan lokal seperti itu, pada dasarnya terdapat suatu proses untuk menjadi pintar dan berpengetahuan. Hal itu berkaitan dengan adanya keinginan agar dapat mempertahankan dan melangsungkan kehidupan, sehingga warga masyarakat secara spontan memikirkan cara-cara untuk melakukan, membuat, dan menciptakan sesuatu yang diperlukan dalam mengolah sumber daya alam demi menjamin keberlangsungan dan ketersedianya sumber daya alam tanpa mengganggu keseimbangan alam. Dalam proses tersebut suatu penemuan yang sangat berharga dapat terjadi tanpa disengaja. Artinya, setiap warga masyarakat dapat menghimpun semua informasi itu dan melestarikannya, serta mewariskannya turun temurun sebagai upaya melangsungkan kehidupannya.Sejalan dengan perubahan budaya yang menerpa kehidupan masyarakat, masyarakat juga secara perlahan mengembangkan pengetahuan yang telah
diwariskan, dan kemudian menciptakan metode untuk membangun pengetahuan. Penciptaan pengetahuan itu pada dasarnya merupakan cara-cara atau teknologi asli (indigenous ways) guna mendayagunakan sumber daya alam bagi kelangsungan kehidupan masyarakatnya. Oleh karena itu, masyarakat mengembangkan suatu VLVWHPSHQJHWDKXDQGDQWHNQRORJL\DQJDVOL±VXDWX kearifan lokal (indigenous or local knowledge), yang mencakup berbagai macam cara untuk mengatasi kehidupan,seperti unsur moral, seni, adat istiadat, status pekerjaan, bahasa, dan sosial yang ditampilkan dalam novel tersebut. Kearifan lokal yang sedemikian itu, umumnya berbentuk tradisi lisan, dan lebih banyak berkembang di daerah perdesaan. Pengetahuan itu dikembangkan karena adanya kebutuhan untuk menghayati, mempertahankan, dan melangsungkan hidup sesuai dengan situasi, kondisi, kemampuan dan nilai-nilai yang dihayati di dalam masyarakatnya. Karena itu, pengetahuan lokal menjadi bagian dari cara hidup mereka yang arif, agar dapat memecahkan segala permasalahan hidup yang mereka hadapi, sehingga mereka dapat melangsungkan kehidupannya, bahkan, dapat berkembang secara berkelanjutan. Kadangkalanya, pengetahuan lokal seperti ini biasa disebut sebagai suatu bentuk kearifan masyarakat yang dianggap tidak relevan dan tidak memiliki kekuatan untuk memenuhi tuntutan kebutuhan produktivitas dalam dunia modern.Dalam situasi semacam inilah pengetahuan lokal kerap ditinggalkan pendukungnya, hanya karena dinilai tidak rasional dan moderen.Padahal pengetahuan lokal yang dianggap tidak rasional dan bersifat tradisional serta kerapkali dianggap unik itu masih dapat dijumpai dan berkembang di dalam kehidupan masyarakat, terutama di perdesaan untuk menjawab perubahan lingkungan alam saat ini.Bahkan, pada sebagian masyarakat perdesaan kearifan lokal serupa ini merupakan bagian yang tidak terpisahkan dari politik ketahanan pangan mereka. Dalam konteks itulah, kearifan lokal menjadi bagian yang tidak terpisahkan dari kehidupan masyarakat, seperti digambarkan dan diuraikan dalam novel Perjalanan penganten karya Ajip Rosidi. Isi yang terkandung dalam tulisan-tulisan yang terangkum dalam novel ini secara umum memperlihatkan gambaran-gambaran mengenai kearifan lokal yang mencakup semua aspek
Pedagogia, Volume 6 Nomor 2 Tahun 2014
ANALISIS NILAI-NILAI BUDAYA KEARIFAN LOKAL
kehidupan masyarakat, termasuk pengelolaan lingkungan hidup. Dalam kumpulan tulisan ini pun dikemukakan juga tentang praktek pengetahuan lokal yang dikembangkan masyarakat itu bersifat dinamis, dan dapat beradaptasi dengan sistem pengetahuan dan teknologi dari luar yang selalu berubah, sehingga pengetahuan yang dari luar itu dapat sepadan dengan kondisi lokal mereka.Itu artinya, kearifan lokal bagi kehidupan mereka dapat menjadi solusi dalam keberlangsungan kehidupannya. Karya sastra mempunyai sebuah pesan bila menantang struktur pemikiran, yaitu pandangan dunia yang tidak kita sadari, tetapi menjiwai kehidupan sehari-hari di dalam masyarakat, unsurunsur ini hanya kita dapati dalam karya-karya pengarang yang unggul dan peka terhadap realitas sosial budayanya.Sastrawan ini menjadikan kehidupan sosial transparan, menampakan rahasiarahasia suatu kebudayaan yang bersama-sama didukung para anggotanya beserta dasar-dasar etos yang merupakan ciri khas dalam kehidupan seharihari (Soelaeman, 1992:99). Melalui karya sastra, orang dapat mengetahui budaya setempat suatu bangsa atau daerah. Dengan banyak membaca karya sastra baik roman maupun novel yang bertemakan adat istiadat dan kebudayaan, maka kebudayaan daerah dapat dikenal oleh pembaca. Karya sastra sebagai simbol verbal mempunyai peranan diantaranya sebagai cara pemahaman, cara perhubungan, dan cara penciptaan (Kuntowijoyo, 1999:127). Objek karya sastra adalah realitas, apabila realitas itu berupa peristiwa sejarah maka karya sastra dapat mencoba menerjemahkan peristiwa itu dalam bahasa imaginer dengan maksud untuk memahami peristiwa sejarah menurut kadar kemampuan pengarang. Dalam era globalisasi, informasi budaya telah diterima oleh masyarakat sangat beragam, hal ini dapat menyebabkan terjadinya pergeseran nilai budaya lokal.Jika dahulu sesuatu merupakan budaya setempat, dengan masuknya nilai budaya asing, maka budaya setempat berangsur-angsur mengalami perubahan.Nilai budaya kurang dikenalkan kepada siswa dan menjadi asing karena kurangnya informasi yang berupa buku-buku tentang kubudayaan setempat, yang mengakibatkan siswa menyenangi kebudayaan asing juga menyebabkan siswa tidak mengetahui budaya lokal yang sebenarnya.
Pedagogia, Volume 6 Nomor 2 Tahun 2014
149
Banyaknya kebudayaan lokal yang berasal dari adat istiadat dan bersumber dari nenek moyang yang telah memberikan pengalaman, wawasan, dan pengetahuan kepada kita.Kebudayaan tentang kearifan lokal tersebut hendaknya dijadikan acuan dalam mengarungi kehidupan salah satu contoh secara umum adalah upacara perkawinan, kematian, dan kesenian tradisional. Masing-masing daerah mempunyai tata cara sendiri dalam melaksanakan adat istiadat yang sesuai dengan kebudayaan daerahnya. Penulis memilih novel Perjalanan penganten karya Ajip Rosidi sebagai objek penelitian, karena di dalamnya memuat tema mengenai nilai sosial dan budaya kearifan lokal masyarakat Sunda. Novel Perjalanan penganten merupakan novel yang diterbitkan pertama kali pada tahun 1986, namun persoalan-persoalan yang diangkat cukup menarik dan merupakan budaya kearifan lokal masyarakat Sunda. Bertolak dari latar belakang ini, penulis akan melakukan penelitian terhadap novel Perjalanan penganten karya Ajip Rosidi untuk memusatkan analisis pada aspek budaya kearifan lokal masyarakat Sunda yang meliputi unsur-unsur moral, seni, adat istiadat, status pekerjaan, bahasa, dan sosial sebagai upaya pemilihan bahan pembelajaran apresiasi bahasa dan sastra Indonesia di Sekolah Menengah Atas. Selain hal yang berbau adat kebudayaan Sunda seperti tersebut di atas, novel ini juga menceritakan tentang kepatuhan seorang anak kepada orang tua serta merosotnya nilai moral seseorang lantaran cara memohon pada Tuhan dan aplikasi ajaran agama yang tidak tepat. yang tidak kalah penting untuk menjadi catatan kita adalah kehidupan sebagian besar masyarakat marginal yang terletak antara tanah Sunda dan Jawa., Ajip Rosidi secara halus namun tidak ragu-ragu menggambarkan situasi kehidupan masyarakat di daerahnya. Masyarakat yang berbahasa setengah Sunda setengah Jawa (Jawareh) dengan kebiasaan hidup yang berpedoman kepada agama secara tidak sepenuhnya dipahami. Mereka tidak terbiasa menjalani hidup beragama yang sesungguhnya, sehingga tidak puasa dan tidak solat asalkan disunat serta kebiasaan kawin-cerai bukanlah suatu hal yang harus dipermasalahkan. Sebenarnya dari sini dapat kita lihat kecerdasan spiritual Ajip Rosidi.
150
ANALISIS NILAI-NILAI BUDAYA KEARIFAN LOKAL
Menurut Sudjiman (1991:71), sastra adalah karya lisan atau tertulis yang memiliki berbagai ciri keunggulan seperti keorisinilan, keartistikan, keidahan dalam isi dan ungkapan. Sastra merupakan tulisan yang sangat indah dan mempunyai keaslian dalam diri seseorang pengarang dalam mengungkapkan perasaannya. Karya sastra merupakan karya seni yang diciptakan oleh manusia sebagai hasil dari kreativitas. Hal tersebut sesuai dengan pendapat Rene Wellek dan Austin Warren (1995:2), yang menyatakan bahwa sastra merupakan suatu kreatif sebuah karya seni.Karya sastra sebagai karya seni memungkinkan tumbuhnya wawasan pengetahuan pembaca tentang kehidupan manusia yang merupakan bagian kebudayaan dari suatu bangsa. DESKRIPSI TEORI Novel merupakan salah satu jenis prosa. Berikut ini pengertian novel menurut para ahli sastra. 6HEXWDQQRYHOGDODPEDKDVD,QJJULV±GDQLQLODK \DQJNHPXGLDQPDVXNNHGDODPEDKDVD,QGRQHVLD± berasal dari bahasa Italia novella(yang dalam bahasa -HUPDQ QRYHOOH 6HFDUD KDU¿DK novella berarti sebuah barang baru dan kemudian diartikan sebagai cerita pendek atau bentuk prosa (Abrams dalam Nurgiantoro, 2000:9).Kutipan tersebut menjelaskan bahwa mulanya novel diartikan sebagai cerita pendek.Pada perkembangan selanjutnya, novel tidak lagi merupakan cerita yang pendek.Saat ini jumlah halaman novel ada yang sampai ratusan halaman. Jika dibatasi, ukuran cerita novel lebih panjang dari cerpen, dan lebih pendek dari roman.Tetapi akhirakhir ini sering dipersamakan pengertian novel dengan roman, seperti yang dikemukakan berikut ini. Istilah novel sama dengan istilah roman. Kata novel berasal dari bahasa Italia yang kemudian berkembang di Inggris dan Amerika Serikat. Sedangkan istilah roman berasal dari genre romance dari abad pertengahan yang merupakan cerita panjang tentang kepahlawanan dan percintaan. Istilah roman berkembang di Jerman, Belanda, dan bagian-bagian Eropa daratan yang lain (Sumardjo, 1986:29). Dari kutipan tersebut dapat dilihat adanya sedikit perbedaan antara roman dan novel. Perbedaan terletak pada bentuk novel yang sedikit lebih pendek dari pada roman, tetapi hampir sama ukuran luasnya unsur cerita.
Selain dilihat dari segi etimologis, pengertian secara lebih luas dapat dilihat dari segi isinya. Menurut Clara Reeve (dalam Wellek, 1995 :282), novel adalah gambaran dari kehidupan dan perilaku yang nyata, dari zaman pada saat novel itu ditulis. Dalam hal ini novel dikaitkan dengan dunia nyata. Keadaan masyarakat pada suatu zaman digambarkan melalui proses imajinasi pengarang. Novel bersifat realistis, tidak semata-mata khayalan tetapi didasarkan pada kenyataan hidup suatu masyarakat. Selanjutnya Esten (2000:12) mengungkapkan hal yang sama tentang novel dan kehidupan. Menurut Esten novel merupakan pengungkapan dari fragmenfragmen kehidupan manusia (dalam jangka yang OHELKSDQMDQJ GLPDQDWHUGDSDWNRQÀLNNRQÀLN\DQJ akhirnya dapat menyebabkan terjadinya perubahanperubahan hidup para pelaku cerita. Berdasarkan pendapat para ahli sastra, dapat disimpulkan novel adalah salah satu jenis karya sastra yang ukuran ceritanya lebih panjang dari cerpen dan menceritakan kehidupan manusia. Unsur Intrinsik dan Ekstrinsik Novel Sebuah novel dibangun oleh unsur intrinsik yaitu unsur yang membangun ciptaan sastra dari dalam yang berhubungan dengan struktur, dan unsur ekstrinsik yaitu unsur yang mempengaruhi cipta sastra dari luar atau latar belakang dari penciptaan karya sastra. Unsur Intrinsik a. Tema b. Tokoh dan Penokohan c. Alur d. Latar e. Sudut Pandang f. Gaya Bahasa Unsur Ekstrinsik Selain unsur-unsur intrinsik, karya sastra juga dipengaruhi oleh unsur-unsur ekstrinsik.Unsur ekstrinsik ialah unsur yang mempengaruhi cipta sastra misalnya faktor-faktor politik, ekonomi, sosiologi, sejarah, ilmu jiwa atau pendidikan (Esten, 2000:20). Pendapat yang sama juga diungkapkan oleh Nurgiyantoro (2000:23) bahwa unsur ekstrinsik adalah unsur-unsur yang berada diluar karya sastra, tetapi secara tidak langsung mempengaruhi bangun atau sistem organisme karya sastra. Unsur-unsur Pedagogia, Volume 6 Nomor 2 Tahun 2014
ANALISIS NILAI-NILAI BUDAYA KEARIFAN LOKAL
ini tidak ikut menjadi bagian di dalamnya.Namun, unsur ini cukup berpengaruh terhadap keseluruhan cerita yang dihasilkan. Welleck (1995:79-81) meyebutkan bahwa XQVXUHNVWULQVLNGDSDWWHUGLULGDULELRJUD¿SHQJDUDQJ psikologi pengarang, dan faktor-faktor kehidupan seperti ekonomi, sosial, politik di lingkungan tempat pengarang tinggal. Lebih lanjut lagi, Fananie (2001:77) mengungkapkan bahwa faktor ekstrinsik merupakan milik subjektif pengarang yang bisa berubah kondisi sosial, motivasi, tendensi yang mendorong dan mempengaruhi kepengarangan seseorang. Dalam pengertian ini, faktor ekstrinsik berhubungan dengan penulis karya sastra yang meliputi: (1) tradisi dan nilai-nilai; (2) struktur kehidupan sosial; (3) keyakinan dan pandangan hidup; (4) suasana politik; (5) lingkungan hidup; (6) agama, dan sebagainya. Peranan unsur ekstrinsik dalam penciptaan karya sastra diintegrasikan oleh pengarang menjadi VDWXFHULWD\DQJPHQXPEXKNDQNRQÀLNNRQÀLN\DQJ menarik dan aktual. Budaya Kearifan Lokal Sunda Menurut Ajip Rosidi (dalam Ekadjati, 2005:7) budaya Sunda dalam hidupnya menghayati serta menggunakan norma-norma dan nilai-nilai budaya kearifan lokal Sunda.Dalam hal ini tempat tinggal, kehidupan sosial budaya, dan sikap orang dianggap penting. Bisa saja seseorang atau sekelompok orang tuanya atau leluhurnya orang Sunda, menjadi bukan orang sunda karena ia atau mereka tidak mengenal, menghayati, dan mempergunakan norma-norma dan nilai-nilai budaya kearifan lokal budaya Sunda dalam hidupnya. Sunda dipertalikan pula secara erat dengan pengertian kebudayaan.Bahwa ada yang dinamakan kebudayaan Sunda, yaitu kebudayaan yang hidup, tumbuh, dan berkembang dikalangan orang Sunda yang pada umumnya berdomisili di tanah Sunda. Kebudayaan Sunda dalam tata kehidupan budaya kearifan lokal bangsa Indonesia digolongkan ke dalam kebudayaan daerah (Undang-undang Dasar 1945, terutama penjelasan 32 dan 36) dan ada yang menamai kebudayaan suku bangsa, untuk membedakan dengan kebudayaan nasional. Disamping memiliki persamaan-persamaan dengan budaya kearifan lokal daerah lain di Indonesia, budaya kearifan lokal Sunda memiliki cirri-ciri
Pedagogia, Volume 6 Nomor 2 Tahun 2014
151
tersendiri yang membedakan dari kebudayaankebudayaan lain. Budaya kearifan lokal masyarakat Sunda pada awalnya (zaman paleolitikum) bergantung kepada alam, seperti kehidupan manusia di dunia pada umumnya. Mereka memenuhi kebutuhan akan makanan, minuman, tempat berteduh yang telah disediakan oleh alam, tanpa pengolahan apa-apa. Mereka hidup sebagai pengumpul makanan dengan berburu binatang, memetik daun, bunga, dan buah serta mencungkil umbi-umbian (Ekadjati, 2005:33). Seiring dengan teknologi, api berguna untuk menghangatkan badan, memanaskan makanan, membuat barang gerabah, dan menjaga keamanan dari gangguan binatang. Kepercayaan terhadap kekuatan alam mulai muncul.Begitu juga bahasa sebagai alat komunikasi mulai dipakai dalam bentuk gerakan tubuh dan kata-kata yang sederhana (Ali dalam Ekadjati, 2005:34). Budaya kearifan lokal masyarakat Sunda memiliki nama-nama jenis binatang (fauna) seperti: harimau, kura-kura, lutung, kera, buaya, kancil, kuda, kerbau, banteng, anjing, kucing, babi, burung beo, tikus, kupu-kupu, ulat, burung betet, burung tekukur, burung kutilang, ular sanca (Wallace dalam Ekadjati, 2005:25). Selain untuk dimakan daging dan telurnya, di Jawa barat binatang digunakan pula untuk alat angkutan barang dan manusia (sapi, kerbau, dan kuda) mengelola sawah, alat hiburan (burung, kera, kucing, kuda), alat berburu dan keamanan (anjing), dan lain-lain. Sebagaimana di daerahdaerah lain di wilayah kepulauan nusantara (Indonesia), perkembangan masyarakat Jawa Barat yang berintikan budaya kearifan lokal masyarakat Sunda bertitik tolak dari corak masyarakat desa, kemudian pada lingkungan masyarakat-masyarakat tertentu, terutama di lingkungan pusat pemerintahan dan pusat perdagangan, berkembang menuju corak kehidupan masyarakat kota. Berdasarkan pemilikan tanah yang berkaitan dengan pelaksanaan tanam paksa, dapat dibedakan kelompok budaya kearifan lokal masyarakat desa di daerah pasundan. Menurut Alisjahbana (dalam Ekadjati, 2005:185), ketiga budaya kearifan lokal masyarakat adalah sebagai berikut. 1) Pribumi, jalma bumi atau cacah menurut istilah pemerintah, yaitu keturunan keluargakeluarga pendiri desa. Mereka memiliki tanah
152
ANALISIS NILAI-NILAI BUDAYA KEARIFAN LOKAL
pertanian sejak lama juga mempunyai rumah dan pekarangan. Mereka tergolong penduduk inti desa. 2) Bayubud, batur, atau manumpang menurut istilah pemerintah, yaitu biasanya mereka yang mempunyai rumah dan pekarangan. 3) Bujang atau nyusup, yaitu mereka yang memiliki rumah, tetapi terletak di pekarangan (tanah) milik orang lain. Budaya kearifan lokal masyarakat sunda itu bukan suatu aspek kebudayaan yang hanya dikenal di lingkungan yang kecil saja akan tetapi dikenal secara luas dalam masyarakat. Dalam pertunjukkan reog, permainan yang selalu dapat menyesuaikan dirinya dengan setiap zamannya, tampaklah betapa bahasa dan sastra sunda itu merupakan bagian yang esensi dari kehidupan sehari-hari di dalam masyarakat (Koendjadiningrat, 2002:310). Masyarakat bahasa Sunda termasuk bahasa bilingual (multilingual) yang terkait oleh politik kebahasaan Indonesia, sedangkan fungsi lain dijalankan oleh bahasa daerah, yakni fungsi sebagai bahasa keluarga dan lebih berperan di daerah-daerah sebagai bahasa kebudayaan, terutama dalam upacara adat (Depdikbud, 1997:1). Di samping bahasa Sunda sebagai identitas kesundaan, ciri kepribadian orang Sunda yang lain adalah, bahwa orang Sunda sangat mencintai dan menghayati keseniannya. Dari bahasa dan keseniannya, dan dari sikapnya sehari-hari dapat kita gambarkan tipe ideal orang Sunda sebagai manusia yang optimis, suka dan mudah gembira, memiliki watak yang terbuka tentu gambaran ini masih bersifat umum. Mengenal sastra Sunda yang meliputi genre. ,VWLODK NODVL¿NDVL VHMDUDK KDVLO NDU\D GDQ KDVLO studi diantara genre sastra Sunda yang digarap, babad, carita pantun, puisi guguritan, puisi mantra, puisi pupujian (Rusyana, 1997:3). Di dalam masyarakat Sunda, juru pantun melalui cerita-cerita pantun membawakan kesusastraan kepada para pendengarnya, demikian juga kepada dalang wayang golek menyampaikan penggalanpenggalan epos mahabrata dan Ramayana buat para penggemarnya (Rosidi, 1995:37). Di dalam mempelajari manusia dan kebudayaan Sunda itu amat pentinglah melihat kepada latar belakang perubahan sosial yang sedang berlaku itu, agar kita mendapatkan pengetahuan yang lebih
realistis lagi, dalam hal itu selalu ada unsur-unsur kebudayaan yang amat lambat mengalami perubahan seperti pranata-pranata kekerabatan, pranatapranata kepercayaan, pranata-pranata adat seperti perkawinan, akan tetapi kehidupan keagamaan orang Sunda sangat kuat. Budaya kearifan lokal masyarakat Sunda yang beranggapan bahwa orang harus mentaati ajaranajaran yang telah ada sejak zaman dahulu yakni ajaran kesentosaan hidup baik di dunia maupun di akhirat, yang dipesankan ibu, bapak, kakek, buyut yang tahu akan ajaran maha pandita orang Sunda kebanyakan patuh menjalankan kewajiban beragama seperti sholat lima waktu, puasa, dan beribadah haji. Walaupun taat kepada kewajiban beragama masih mempercayai adanya kepercayaan takhayul dan menjadi suatu sistem kepercayaan yang telah dianggap oleh orang-orang dengan emosi yang sama (Mustapa, 1996:137). Budaya kearifan masyarakat Sunda Baduy mereka yang hidup dengan mempertahankan kebudayaan Sunda lama, juga sikap hidup yang kukuh mempertahankan adat dari leluhur, dan sikap keras menolak pengaruh kebudayaan luar (Djatisunda dalam Ekadjati, 2005:53). Banyak upacara dan ketentuan-ketentuan lain dalam kanekes yang bertalian dengan daur hidup mereka yang disebut pikukuh atau pitikrama, sunatan bagi masyarakat kanekes bersifat sakral juga dipandang sebagai upacara inisiasi dengan gelang sebagai simbolnya.Dewasa ini dalam masyarakat kanekes atau baduy dikenal pula istilah nyelamkeun (mengislamkan) bagi sunatan itu. Kiranya kosa kata tersebut masuk ke dalam masyarakat kanekes sebagai pengaruh masyarakat islam sekitarnya. Mustapa (1996:85) menguraikan aspek budaya kearifan lokal masyarakat Sunda yang terdiri dari berbagai macam unsur moral, adat istiadat, seni, status pekerjaan, bahasa, sosial, dan sebagainya. PEMBELAJARAN APRESIASI SASTRA DI SMA Salah satu tujuan penciptaan karya sastra adalah untuk dinikmati pembaca.Untuk menikmati kedalaman batin, diperlukan langkah pemahaman yang tepat yang dapat dilakukan apabila pembaca ikut melibatkan rasa emosional, intelektual, dan pengalaman jiwa.Itulah yang disebut apresiasi. Sebagai cipta seni, sastra menampilkan kesatuan
Pedagogia, Volume 6 Nomor 2 Tahun 2014
ANALISIS NILAI-NILAI BUDAYA KEARIFAN LOKAL
ekspresi yang dapat membangkitkan tanggapan pembaca.Disadari atau tidak, melalui apresiasi sastra pembaca diajak untuk meniti kebenaran-kebenaran hidup. Pembelajaran apresiasi sastra di sekolah merupakan suatu proses interaksi antara guru dengan siswa tentang sastra. Dalam proses interaksi itu memungkinkan terjadinya pengenalan, pemahaman, penghayatan, penikmatan dan hingga akhirnya siswa mampu menerapkan nilai-nilai kehidupan yang terkandung di dalamnya dengan kehidupan nyata. Sejalan dengan pendapat Efendi (1973:18) bahwa apresiasi sastra adalah kegiatan menggauli citra sastra dengan sungguh-sungguh hingga tumbuh pengertian, penghargaan, kepekaan pikiran kritis, dan kepekaan perasaan yang baik terhadap cipta sastra. Menurut Endaswara (2005: 78-79), pengajaran sastra akan menuntut subjek didik memiliki rasa peka terhadap karya sastra dan tertarik untuk membacanya. Melalui pembacaan sastra secara apresiatif, siswa akan menerima, memahami, menghayati, dan merespon karya sastra. Hal penting dalam apresiasi sastra adalah memberikan pengalaman pada siswa untuk memperoleh sesuatu yang berharga. Endaswara juga menambahkan bahwa pembelajaran apresiasi sastra meliputi empat tingkatan, yaitu: 1) Menggemari: siswa tertarik dan ingin membaca karya sastra; 2) Menikmati: dalam diri siswa muncul dorongan batin bahwa karya sastra memiliki manfaat; 3) Mereaksi: siswa mampu memberi kesan terhadap karya sastra; 4) Produksi: siswa berkeinginan mencipta karya sastra. Dari empat tingkatan itu tampak bahwa inti kegiatan pengajaran apresiasi sastra sebenarnya adalah pemahaman terhadap karya sastra. Siswa akan merasakan keindahan dan menyerap nilai-nilai yang relevan dengan kehidupan. METODE PENELITIAN Metode penelitian yang digunakan adalah metode deskriptif kualitatif. Metode ini tertuju pada masalah aktual, dalam memaparkan aspek budaya kearifan lokal masyarakat Sunda dilihat dari deskripsi unsur moral, seni, adat istiadat, status pekerjaan, bahasa, dan sosial yang terdapat dalam
Pedagogia, Volume 6 Nomor 2 Tahun 2014
153
novel Perjalanan penganten karya Ajip Rosidi. Penelitian atau dalam bahasa Inggris disebut dengan research.Jika dilihat dari susunan katanya, terdiri atas dua suku kata, yatitu re yang berarti melakukan kembali atau pengulangan dan research yang berarti melihat, mengamati atau mencari, sehingga research dapat diartikan sebagai rangkaian kegiatan yang dilakukan untuk mendapatkan pemahaman baru yang lebih kompleks, lebih mendetail, dan lebih komprehensif dari suatu hal yang diteliti. Penelitian kualitaif merupakan penelitian yang digunakan untuk menyelidiki, menemukan, menggambarkan, dan menjelaskan kualitas atau keistimewaan dari pengaruh sosial yang tidak dapat dijelaskan, diukur atau digambarkan melalui pendekatan kuantitaif (Saryono, 2010: 1). DATA SUMBER DATA 1). Data Penelitian Data penelitian ini berupa kutipan-kutipan novel Perjalanan penganten karya Ajip Rosidi yang mengandung nilai-nilai kearifan lokal. 2). Sumber Penelitian Sesuai dengan judul penelitian, sumber data penelitian ini adalah novel Perjalanan penganten karya Ajip Rosidi.Sumber data utama yaitu, novel Perjalanan penganten karya Ajip Rosidi dan sumber data penunjang yaitu, bukubuku yang berkaitan dengan sosial, dan budaya kearifan lokal masyarakat Sunda dan sastra. Berikut ini identitas novel lebih lengkap: Judul : Perjalanan penganten Penulis : Ajip Rosidi Tempat Terbit: Jakarta Penerbit : PT. Pembangunan, Jakarta Tebal buku : 117 halaman Bahasa : Indonesia Pengumpulan Data Persiapan yang penulis lakukan untuk memperoleh data dalam penelitian ini adalah menentukan langkahlangkah sebagai dasar pengambilan data yang sesuai dengan tujuan penelitian. Dalam persiapan pengumpulan data, langkah pertama yang penulis lakukan adalah mempersiapkan dan membuat instrumen sebagai alat pengumpulan data. Alat pengumpulan data yang digunakan adalah tabel daftar cek dan analisis data.
154
ANALISIS NILAI-NILAI BUDAYA KEARIFAN LOKAL
pula yang berbahasa Sunda. Keluarga Ajip termasuk yang berbahasa Sunda. Perjalanan penganten sesungguhnya menunjukan struktur yang jelas. Pada pendahuluan diceritakan hari perkawinan si aku pencerita yang dilangsungkan di Jakarta. Perjalanan penganten pulang perginya Antara Jakarta dan Jatiwangi melambangkan problematika batin pencerita. Seluruh cerita ini berfokus pada penghayatan peristiwa-peristiwa oleh si aku pencerita.
PAPARAN DATA DAN TEMUAN PENELITIAN Jatiwangi, kota kecil tempat Ajip Rosidi dilahirkan, terletak di daerah perbatasan Jawa dan Sunda dan tumbuh dalam lingkungan keluarga yang cukup kompleks. Dalam Perjalanan penganten situasi keluarga pencerita yang kaya tiri itu, dengan segala macam kesukarannya dalam kehidupan sosial, juga terus menerus terbayang. Keadaan jatiwangi juga kompleks dari segi bahasa. Ada kampung dalam kota kecil itu yang berbahasa Jawa (Cirebon), ada
Pembahasan Temuan Daftar Cek Tabel Daftar Cek Hasil Penelitian Unsur Moral
Seni
Adat Istiadat
Bahasa Status Pekerjaan Sosial
Jenis Budi Pekerti Agama Susila Sosial Tari Sastra Pernikahan Kematian Takhayul Upacara selamatan Kasar Halus Petani Lapisan Sosial Kekerabatan
SIMPULAN Berdasarkan landasan teori, permasalahan, dan analisis data, penulis dapat merumuskan simpulan sebagai Budaya kearifan lokal novel Perjalanan penganten mampu menyajikan dan mengangkat halhal yang berhubungan dengan unsur moral, seni, adat istiadat, bahasa, status pekerjaan, dan sosial dalam masyarakat Sunda. Budaya kearifan lokal novel Perjalanan penganten dianalisis berdasarkan tingkat keutamaannya menggambarkan unsur moral, seni, adat istiadat, bahasa, status pekerjaan, dan sosial dalam masyarakat Sunda. Novel Perjalanan penganten mengandung nilai-nilai budaya kearifan lokal.
Cek ¥ ¥ ¥ ¥ ¥ ¥ ¥ ¥ ¥ ¥ ¥ ¥ ¥ ¥ ¥
Halaman 20, 34 19, 121 45, 49, 65 29, 60 122 18, 35, 41, 111 17, 21 159 32, 35, 50, 67, 108, 119, 120, 142 18, 33, 35, 135, 164 91 29, 90 42,53 18, 58 15, 21, 63, 122, 123
Jumlah 2 2 3 2 1 4 2 1 8 5 1 2 2 2 5
DAFTAR PUSTAKA Depdiknas. 2003. Standar Kompetensi Mata Pelajaran Bahasa Indonesia SMA dan MA. Jakarta: Pusat Kurikulum Balitbang Depdiknas. Depdiknas. 2002. Kurikulum Berbasis Kompetensi. Jakarta: Pusat Kurikulum Balitbang Depdiknas. Efendi, S. 1973. Bimbingan Apresiasi Puisi. ND Flores: Nusa Indah. Ekadjati, Edi S. 2005. Kebudayaan Sunda Zaman Padjajaran. Jakarta: PT Dunia Pustaka Jaya. Endaswara, Suwardi. 2003. Metodologi Penelitian Sastra. Yogyakarta: Pustaka Jaya. Endaswara, Suwardi. 2005. Metode dan Teori Pengajaran Sastra. Yogyakarta: Buana Pustaka. Esten, Mursal. 2000. Kesusastraan Pengantar Teori dan Sejarah. Bandung: Angkasa Press. Pedagogia, Volume 6 Nomor 2 Tahun 2014
ANALISIS NILAI-NILAI BUDAYA KEARIFAN LOKAL
Kuntowijoyo. 1999. Budaya dan Masyarakat. Yogyakarta: PT Tiara Wacana Yogya. Rosidi, Ajip. 1986. Perjalanan penganten. Jakarta: PT Gramedia. Rosidi, Ajip. 1995. Sastra dan Budaya Kedaerahan dalam Keindonesiaan. Jakarta: Pustaka Jaya. Sudjiman, Panuti. 1991. Memahami Cerita Rekaan. Jakarta: Pustaka Jaya. Sumardjo, Yakob dan Saini K. M. 1986.Apresiasi Kesusastraan. Jakarta: Gramedia Pustaka Utama. Waluyo, Herman J. 1987. Teori dan Apresiasi Puisi. Surakarta: Erlangga. Wellek, Rene dan Austin Waren. 1995. Teori Kesusastraan. Jakarta: PT Gramedia Pustaka Utama. Widyosiswoyo, Supartono. 1987. Ilmu Budaya Dasar. Jakarta: Pandega Widya Caraka.
Pedagogia, Volume 6 Nomor 2 Tahun 2014
155
RIWAYAT HIDUP PENULIS 1. Amad, lahir di Karawang, 8 Juni 1989. Putra pertama dari dua bersaudara pasangan yang sempurna bapak Inan dan Ibu Anih. Bertempat di Dusun Gempol Jaya, RT 04/02 Kec. Tirta Jaya, Kab. Karawang Jawa Barat. Riwayat Pendidikan Penulis: SDN Gempol Karya I, SMP Negeri 1 Tirta Jaya, SMK Negeri 1 Karawang. Tahun 2009 penulis terdaftar sebagai mahasiswa jurusan Pendidikan Bahasa dan Sastra Indonesia Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan Universitas Pakuan Bogor. 2. Eri Sarimanah, Dosen Program Studi Pendidikan Bahasa dan Sastra Indonesia FKIP Universitas Pakuan. 3. Tri Mahajani, Dosen Program Studi Pendidikan Bahasa dan Sastra Indonesia FKIP Universitas Pakuan.
156
AN ANALYSIS STUDY OF ERROR MADE BY STUDENTS
AN ANALYSIS STUDY OF ERROR MADE BY STUDENTS IN PRONOUNCING HOMOPHONES Oleh: Meita Yanjani1, Deddy Sofyan2, Mursidah Rahma3 ABSTRAK Salah satu elemen penting dalam berbahasa Inggris adalah Pronunciation. Pronunciation sabagai sebuah penghubung dari arti kata. Ini berarti, jika salah melafalkan, ini akan menimbulkan kesalah pahaman antara penerima dan pembicara. Namun murid masih membuat kesalahan tersebut khususnya dalamPronunciation Homophones padahal ini sudah dipelajari. Tujuan dari penelitian ini adalah untuk menemukan macam-macam kesalahan yang murid buat dan penyebabnya dalam Pronunciation Homophones. Murid semester ke tiga di Program Pendidikan Bahasa Inggris, Fakulta Keguruan dan Ilmu Pendidikan, Universitas Pakuan adalah sample dari penelitian ini. Metode deskripsi diterapkab dalam penelitian ini. Beberapa instrument seperti dokumentasi, kuestioner, dan wawancara digunakan untuk mengumpulkan data. Dari hasil lembar kerja siswa, empat pencapai yang terendah dipilih untuk di wawancara. Hasilnya menunjukan bahwa 60% siswa membuat kesalahan dalam Pronunciation Homophones dengan akhiran t/or/d/, 58% akhiran /s/, /z/,/ᢛl/, and /ᢛn/, 50% DNKLUDQ ԥ U X DQG ԥU ,QL EHUDUWL OHELK GDUL VHWHQJDK VLVZD PHPEXDW NHVDODKDQ SDGD Pronunciation Homophones. Berdasarkan hasilnya, dapat disimpulkan bahwa kebanyakan dari mereka memiliki kesulitan untuk melafalkan kata-kata dalam bahasa inggris karena kata dalam tulisan bahasa Inggris berbeda dari bunyinya. Ini dibuktikan ketikan mereka bingung untuk melafalkan dalam ejahan yang berbeda. Mereka juga jarang membuka kamus ketika mereka mendapat kesulitan untuk melafalkan homophones. Disamping itu, mereka juga jarang menggunakan bahasa Inggis dalam percakapan sehari hari. Jadi, mereka sering menggunakan persaan mereka untuk melafalkan kata-kata tersebut. Kata Kunci : Pronunciation Error, Homophones. ABSTRACT One of the important elements in English is pronunciation. Pronunciation as a connector related to the meaning of word. It means, if there is mispronunciation in conversation, it will break communication between receivers and messenger. However the students still make mispronunciation especially homophones word even they OHDUQWLW7KHDLPVRIWKHUHVHDUFKDUHWR¿QGRXWNLQGRIHUURUVVWXGHQWVPDNHDQGWKHFDXVHVLQSURQRXQFLQJ KRPRSKRQHV7KHWKLUGVHPHVWHUVWXGHQWVLQ(QJOLVK(GXFDWLRQ6WXG\3URJUDP)DFXOW\RI7HDFKHUV7UDLQLQJ and Educational Sciences, Pakuan University are the sample in this research. Descriptive method is applied in the research. Some instruments as documentation, questionnaire, and interview were used to collect the GDWD)URPWKHUHVXOWRIWKHVWXGHQWV¶ZRUNVKHHWIRXUORZDFKLHYHUVDUHFKRVHQWREHLQWHUYLHZHG7KHUHVXOW RI UHVHDUFK VKRZV WKDW VWXGHQWV PDNH HUURU LQ SURQRXQFLQJ KRPRSKRQHV ZLWK ¿QDO WRUG ZLWK ¿QDOV]ᢛODQGᢛQZLWK¿QDOΩUXDQGΩU,WPHDQVPRUHKDOIRIVWXGHQWVPDGHHUURULQ SURQRXQFLQJ KRPRSKRQHV %DVHG RQ WKH UHVXOW LW FDQ EH FRQFOXGHG WKDW PRVW RI WKHP KDYH GLI¿FXOWLHV WR pronounce English word because the written words in English is different from the sounds. It is proved when WKH\FRQIXVHGZKHQSURQRXQFHLQGLIIHUHQWVSHOOLQJ7KH\DOVRUDUHO\RSHQGLFWLRQDU\ZKHQWKH\JHWGLI¿FXOWLHV to pronounce homophones. Besides that, they rarely used English words in daily conversation. So, they often used feeling when they pronounce the words. Keywords : Pronunciation Error, Homophones. INTRODUCTION The important thing to study English is the mastering of the basic skills. They are listening, writing, reading and speaking. Not only that but
there are also important elements, one of them is pronunciation. Pronunciation is important part of speaking skill as communication. If students speak English, students should pronounce the word clearly. Pedagogia, Volume 6 Nomor 2 Tahun 2014
AN ANALYSIS STUDY OF ERROR MADE BY STUDENTSA
In studying English, the correct pronunciation will make them easy to give the meaning of their speech. So, it cannot break communication between messenger and receiver. In this case, there are students who often make error when they pronounce English words, especially homophone words. Homophones are words which should alike, but have a different spelling and meaning, for example Alms - Arms, Eye-I, No Know. The students who mispronounce the word, they will be misunderstood when they are speaking English. Good pronunciation does not only mean to say one word or even one sound correctly. A good example of the independence of speech and writing in the representation of language comes from looking at homophones. It is one of the reasons why students are not sure what they want to say. The sounds of words change when they come into contact with each other, this is something that students need to know. There are many words in English that are unfamiliar to Indonesian people. Most of them become a problem and it occurs in spelling English. Two words that should be pronounced same become different, because they think that different spelling means different pronunciation. In fact, not all of different words in English have different pronunciation. For example, bail and bale, it should be pronounced /beᢛI/ but students pronounce baiI / beiI/ and bale /beI/ while both of these wods have same pronunciation. In other example bean and been /bi:n/. Students usually pronounce, bean /bæn/ and been /bi:n/. Absolutely, these are mispronunciation because it should be pronounced in the same pronunciation. If the students more practice then do not be lazy to open dictionary, probably it can make them be better. Through this research, error made by students in pronouncing homophones will be analyzed. RESEARCH METHODOLOGY Descriptive method is applied for the research. It can describe the accurate situation based on the fact. Herawati (2009:24) stated that descriptive method is used to describe systematically a situation or area of interest factually and accurately. Thus, it is used to describe the causes of error made by students in pronouncing homophones.
Pedagogia, Volume 6 Nomor 2 Tahun 2014
157
Qualitative research is used to identify error made by students in pronouncing homophone. It used because the data obtained from the research that cannot be tested by using statistical tools. Based on research’s focus, the main data collection is gained by documentation, questionnaire, and interview. Documentation is analyzed to know the error made by students in pronouncing homophones. Questionnaire is given to know the causes and to get the information from the respondents related to the result of documentation before. The last, interview is done to dig more explanation from respondent to the result and questionnaire. After that, the result of the test, the answer of questionnaire and the answer of interview are analyzed for making data validation. In this research, documentation, questionnaire, and interview is used to collect the data. a. Documentation 7KH ¿UVW VWHS LQ FROOHFWLQJ WKH GDWD VWXGHQWV¶ work is used as documentation, this form of recording pronunciation homophones. Then, WKHLU SURQXQFLDWLRQV DUH DQDO\]HG WR ¿QG WKH errors made by students. b. Questionnaire The questionnaire is given to the respondents after documentation. It is done for getting the data of describing the cause’s error of students. c. Interview The last step instrument is interview. By doing interview, further data will be got from the respondents about result of the two previous instruments. The data is analyzed by using describing method after it was collected. It was obtained from documentation, questionnaire and interview. a. Data analysis of the documentation The students are asked to pronounce the list of homophones words and it was recorded as documentation. Then, their pronunciations are DQDO\]HGWR¿QGWKHHUURUVPDGHE\VWXGHQWV b. Data analysis by questionnaire To analyze every answer of the questionnaire, the following steps will be done, they are: 1) Counting every answer of questionnaire to determine the frequency 2) Countingthe percentile by using %. Note: f = the frequency of the respondents’ answers.
158
AN ANALYSIS STUDY OF ERROR MADE BY STUDENTS
[ WKH QXPEHU RI UHVSRQGHQWV ZKR ¿OOHG WKH questionnaire. 3) Interpreting the data of questionnaire by using the criteria on the table below: Percentage Meaning 0%-24% A few respondents 25%-49% Almost a half of the respondents 51%-74% More than a half of the respondents 75%-99% Almost all of the respondents 100% All respondents c. Data analysis of the interview The result of interview is analyzed by making transcription of the interview. This research is conducted in English Education Study Program, Faculty of Teacher Training and Educational Sciences, Pakuan University. It is located on JalanPakuan, Ciheuleut-Bogor. The participants of this research are the third semester in C class of English Education Study Program, Faculty of Teacher Training and Education Sciences, Pakuan University. They are chosen because they have lowest score in Textual Pronunciation class. The research was conducted on 25th and ended on 1st November 2013. Triangulation is used as a technique to check the validity of data. It is used to compare the interviewed,there are documentation and questionnaire. The research of documentation and questionnaire is done to complete the interview. RESEARCH FINDING The data were collected to calculate error in pronouncing homophones. The category of errors in students’ test is shown below: D (UURULQSURQXQFLDWLRQKRPRSKRQHVZLWK¿QDOW or/d/ b. Based on the data analysisin pronunciation KRPRSKRQHV ZLWK ¿QDO WRUGWKH WRWDO HUURUV of all the word in pronunciation homophones ZLWK¿QDOWRUGDUHHUURUVRU,WPHDQV more than half of respondents make an error in pronouncing homophone words especially in word great and grate /ᢕᢛ/, towed and toad / Wԥᖲd/and alsowait and weight /ᢛ/. However, all of the respondents did not make an error in pronouncing word waist and waste /ᢛt/. F (UURU LQ SURQXQFLDWLRQ KRPRSKRQHV ZLWK ¿QDO /s/, /z/,/ᢛ/, and /ᢛ/.
From the data analysis in pronunciation KRPRSKRQHV ZLWK ¿QDO V ]ᢛ/, and /ᢛ/, the total errors of all the word in pronunciation KRPRSKRQHVZLWK¿QDOV]ᢛ/, and /ᢛ/ are 70 or 58%. It means more than half of respondents make an error in pronouncing homophone words. There are ome words thatmore than a half of respondents made an error to pronounce it. There are paws and pause /ᢍǣ/, male and mail /ᢛ / then bale and bail /ᢛ /. G (UURU LQ SURQXQFLDWLRQKRPRSKRQHV ZLWK ¿QDO ԥUXDQGԥURUHQGLQGHU! From the data analysis of error in SURQXQFLDWLRQ KRPRSKRQHV ZLWK ¿QDO ԥ U X DQG ԥU RU HQGLQG HU!WKH WRWDO LV HUURUV RU 50%, it means half of respondents make an error in pronouncing homophone words especially in ÀRZHU and ÀRXU/ ᖲᠩ/ and also ¿Uand fur /ᢑǣ/. However, almost all of the respondents did not make an error in pronouncing word ¿VVXUe and ¿VKHU /Ǯᢛᖮᠩ /. Based on the data description above, the error LQSURQRXQFLQJKRPRSKRQHVZLWK¿QDOWRUGDUH errors or 60%. It means more than half of respondents make an error in pronouncing homophone words. )RUWKHHUURULQSURQRXQFLQJKRPRSKRQHVZLWK¿QDO /s/, /z/,/ᢛ/, and /ᢛ/ are 70 or 58%. It means more than half of respondents make an error in pronouncing homophone words. For the error in pronouncing KRPRSKRQHVZLWK¿QDOԥUXDQGԥURUHQGLQJ HU!DUHHUURUVRU,WPHDQVKDOIUHVSRQGHQWV made error in pronouncing homophones. It indicates WKDWWKHUHVSRQGHQWVKDYHGLI¿FXOWLHVLQSURQRXQFLQJ homophones. After describing the students’ error in KRPRSKRQHVWKHZULWHUDVNVWKHUHVSRQGHQWVWR¿OO in the questionnaire. Some causes are found from the respondents. ,QWKLVFDVHUHVSRQGHQWV KDYHGLI¿FXOW\LQ pronunciation because they are rarely used in daily conversation. It causes they make an error when they pronounce the words. It also made 15 respondents JRW GLI¿FXOW\ WR PDGH GLIIHUHQFH EHWZHHQ homophones words or not. In this case their habit in daily activities is the causes of error. The last step in analyzing the data for this research is interviewing four lowest achievers who have highest number of error in pronouncing homophones. The worst information from this interview is when one of respondents said that homophone is Pedagogia, Volume 6 Nomor 2 Tahun 2014
AN ANALYSIS STUDY OF ERROR MADE BY STUDENTSA
Categories Students’ error
No 1
,QP\RSLQLRQ(QJOLVKLVGLI¿FXOW
2
,WLVGLI¿FXOWWRSURQRXQFH(QJOLVKZRUGEHFDXVHWKHZULWten words in English is different from the sounds I only know some of Homophone words
3 4 5
I need to open my dictionary when I pronounce English word well ,WLVGLI¿FXOWIRUPHZKHQ,SURQRXQFHKRPRSKRQHV
6
I often make mistake when pronouncing homophones
Students Ability 7
I know the homophones
8
I am able pronounce the English words well and clearly
9
I know the English words include the homophones words
10
,WLVGLI¿FXOWIRUPHWRPDNHDGLIIHUHQFHEHWZHHQWKH homophone words and not I know many English vocabularies and i am able to pronounce them well I am able to correct my friend pronunciation while He/ She makes mistake I know the sound of English
11 12 13 14
17
I am able to pronounce the English words correctly without looking up the dictionary I am able to know the homophone words in a sentence while my friend speaks 7KHGLI¿FXOWLHVLQSURQXQFLWLRQEHFDXVH,UDUHO\XVHG(QJlish word in daily conversation 5HPHPEHULQJKRPRSKRQHVLVGLI¿FXOWIRUPH
18
I only know some words that include homophone words
15 Causes of Error 16
Note AA AF %
Table 4.4 The result of questionnaire Statements
: : Answering Alternative : Answering Frequency : Percentage
Pedagogia, Volume 6 Nomor 2 Tahun 2014
159
AA
AF
%
Yes No Yes No Yes No Yes No Yes No Yes No Yes No Yes No Yes No Yes No Yes No Yes No Yes No Yes No Yes No Yes No Yes No Yes No
12 12 20 4 17 7 19 5 19 5 21 3 12 12 8 16 3 21 15 9 12 12 18 6 22 2 2 22 14 10 20 4 12 12 17 7
50 50 83 16 70 29 79 20 79 20 87 12 50 50 33 16 12 87 62 37 50 50 75 25 91 8 8 91 58 41 83 16 50 50 70 29
160
AN ANALYSIS STUDY OF ERROR MADE BY STUDENTS
an articulation of sound. Two of four students also FRQIHVVHG WKDW WKLV ZDV WKH ¿UVW WLPH WKH\ NQRZ about homophones. It means that their ability in homophone is poor and they need to improve it because homophone is one of important thing in pronunciation. Then, almost the respondents have some similar answers about their problem solving. They had tried to solve their errors with checking dictionary and sometimes record their words. Not only that they also solve it with practicing with their friend in daily conversation. RESEARCH DISCUSSION The result of documentation shows thathalf VWXGHQWV KDYH GLI¿FXOW\ ZKHQ SURQRXQFH homophones.It shows that almost respondents made an error based on the spelling of word. Whenever they read words with different spelling, probably they will make error in pronouncing. One example of error made in word ÀRZHUand ÀRXU. They could pronounce word ÀRZHU correctly but more thanvhalf of respondents could not pronounce word ÀRXU correctly. While both of these words have same pronunciation that it means homophones. Some causes are found from the respondents by questioner. In this case, 20 respondents (83%) have GLI¿FXOW\ LQ SURQXQFLDWLRQ EHFDXVH WKH\ DUH UDUHO\ used in daily conversation. It causes they make an error when they pronounce the words. It also made 15 UHVSRQGHQWV JRWGLI¿FXOW\WRPDGHGLIIHUHQFH between homophones words or not. In this case their habit in daily activities is the causes of error. Based on the interview, it is concluded that homophonesare still unfamiliar in their knowledge. That is one of reason why they often make an error when they pronounce it. Besides that, different spelling isalso a reason they make an error, it is because they always need to check dictionary whether it is same in sound or not. From the data above, the writer found that the causes and also kind of error than students made in pronouncing homophones. CONCLUSION After conducting the research “An Analysis Study of Error Made by Students in Pronouncing Homophones”, it is concluded that the error made by students in pronouncing homophones with ¿QDOWRUGWKDWLVHUURUVRU)RUWKHHUURU
LQ SURQRXQFLQJ KRPRSKRQHV ZLWK ¿QDO V ] ᢛ/, and /ᢛ/that is 70 errors or 58%. For the error LQSURQRXQFLQJKRPRSKRQHVZLWK¿QDOԥUX DQGԥURUHQGLQJHU!WKDWLVHUURUVRU,Q addition, the causes of students’ error in pronouncing homophones are most of them did not apply English in daily conversation, they also cannot pronounce word well because different spelling in written. Then WKH\UDUHO\RSHQGLFWLRQDU\ZKHQWKH\GLI¿FXOWLHVWR pronounce words. So, they often used feeling when they pronounce the words. BIBLIOGRAPHY Ashby, Michael and John Maidment. 2005. Introduction PhoneticScience. New York: Cambridge University Press.28 Agustus 2013. http://books.google.co.id/books?id=JxjTLu9 slDUC&printsec=frontcover&dq=introd uction+phonetic+science&hl=en&sa=X &ei=Q5nbUq21LouzrAfzsYCICQ&red ir_esc=y#v=onepage&q=introduction%20 phonetic%20science&f=false Brazil, David. 1994. Pronunciation for Advance Learners of English. New York: Cambridge University. Bridges, Robert. 2006. On English Homophones. London: The Echo Library. Brown, H Douglas. 2000. Language Learning DQG 7HDFKLQJ )RXUWK (GLWLRQ New York: San Francisco University: Addition Wesley Longman, Inc. A person Education Company. Brown,H Douglas. 2004. Language Assessment Principle and Classroom Practice. New York: San Francisco University. Brown,Adam. 1991. Teaching English Pronunciation: a book of readings. London:Routledge. Carney, Edward. 1999. A Survey of English Spelling. New York: Cambridge University Press.30 Agustus 2013. http://books.google.co.id/books?id=XXPgV nLh5AoC&printsec=frontcover&dq=a+sur vey+of+english+spelling&hl=en&sa=X&ei =7aHbUvCCGMXprAfWh4GYCA&redir_ esc=y#v=onepage&q=a%20survey%20of%20 english%20spelling&f=false Carter, Ronald and David Nunan. 2001. The Cambridge Guide to Teaching English to Speaker of other Language.United Kingdom at the University Press: Cambridge.
Pedagogia, Volume 6 Nomor 2 Tahun 2014
AN ANALYSIS STUDY OF ERROR MADE BY STUDENTSA
Dratzke, Burkhard. 1998. Modern British and AmericanEnglish pronunciation: a basic text book. Paderborn: UTB. Kelly, Gerald. 2000. How to Teach Pronunciation. London: Bluestone press. Lighbown, Pasty M. and Nina Spada. 1999. How Languages are Learned. Second Edition. Oxford University Press. AUTOBIOGRAPHY 1. MeitaYanjani, lahir di Bogor 20 Mei 1991, agama Islam anak Pertama dari pasangan
Pedagogia, Volume 6 Nomor 2 Tahun 2014
161
Bapak Sarjana dan Ibu Yayang S.Tinggal.. Pendidikan formal: Sekolah Dasar Negeri VI tahun 1997-2003, Sekolah Menengah Pertama Negeri 3Cibinong tahun 2003-2006, Sekolah Menengah Kejuruan Negeri 1 Bogor tahun 20062009, kemudian tahun 2009-2013 melanjutkan pendidikan S1 Pendidikan Bahasa Inggris di Universitas Pakuan Bogor. 2. Deddy Sofyan, Dosen Program Studi Pendidikan Bahasa Inggris FKIP Pakuan. 3. Mursidah Rahma Dosen Program Studi Pendidikan BahasaInggrisFKIPPakuan
162
PERBEDAAN HASIL BELAJAR ILMU PENGETAHUAN ALAM
PERBEDAAN HASIL BELAJAR ILMU PENGETAHUAN ALAM DENGAN MENERAPKAN MODEL PEMBELAJARAN KOOPERATIF NUMBERED HEADS TOGETHER DAN MODEL PEMBELAJARAN KOOPERATIF JIGSAW Oleh: Helga Fitriyani1, Dadang Kurnia2, Saur M Tampubolon3 ABSTRAK Perbedaan Hasil Belajar Ilmu Pengetahuan Alam dengan Menerapkan Model Pembelajaran Kooperatif Numbered Heads Together dan Model Pembelajaran Kooperatif Jigsaw. Skripsi Pendidikan Guru Sekolah Dasar. Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan.Universitas Pakuan, Bogor. 2013. Tujuan utama dalam penelitian ini adalah untuk mengetahui perbedaan hasil belajar IPA dengan menggunakan model pembelajaran kooperatif Numbered Heads Together dan model pembelajaran kooperatif Jigsaw. Subyek penelitian adalah siswa kelas V Sekolah Dasar Negeri Kaumpandak 04 yang terdiri dari 96 siswa. Sebelum melakukan penelitian, dilakukan ujicoba instrumen pada 37 orang siswa yang pernah menerima materi pembelajaran sesuai dengan yang akan diujikan. Setelah dilakukan ujicoba tersebut, data dihitung menggunakan Software anates, dari 40 soal diperoleh 25 soal yang valid dan memiliki reliabilitas yang tinggi. Soal tersebut digunakan untuk penelitian dikelas eksperimen dan kelas kontrol. Setelah dilakukan penelitian dengan melakukan pretes dan post tes pada jumlah sampel yang sama sebanyak 32 orang pada kelas eksperimen 1, kelas eksperimen 2 dan kelas kontrol, setelah mendapatkan hasil dilakukan analisis uji normalitas, uji homogenitas dan uji t. Pada uji normalitas hasil belajar kelas eksperimen 1 menunjukan harga Xhitung = 0.89, dan pada kelas eksperimen 2 harga Xhitung= 3,2, sedangkan pada kelas kontrol menunjukkan harga Xhitung= 2,42. adapun harga Xtabel pada taraf VLJQL¿NDVLĮ GHQJDQQ DGDODK.DUHQDNHWLJDKDUJD;hitung hasil pengujian normalitas kurang dari Xtabel, kesimpulannya adalah data ketiga kelas berdistribusi normal. Uji homogenitas menunjukan harga Xhitung sebesar 2,31 sedangkan harga XtabelSDGDWDUDIVLJQL¿NDVLĮ GDQGN DGDODK.DUHQD;hitung kurang dari Xtabel VHKLQJJDNHWLJDNHODVWHUVHEXWKRPRJHQ8MLKLSRWHVLVGLODNXNDQSDGDNHODVHNVSHULPHQ 1 dan kelas eksperimen 2 dengan menggunakan uji-t dan diperoleh harga thitung sebesar 2,88 sedangkan harga ttabelSDGDWDUDIVLJQL¿NDVLGDQGN DGDODK.DUHQDWhitung lebih besar dari ttabel! PDND+0 ditolak dan H1GLWHULPD\DQJEHUDUWLWHUGDSDWSHUEHGDDQKDVLOEHODMDULOPXSHQJHWDKXDQDODP\DQJVLJQL¿NDVL antara siswa yang menggunakan model pembelajaran kooperatif Numbered Heads Together dan Jigsaw. Kata Kunci : Hasil Belajar IPA, Numbered Heads Together dan Jigsaw
ABSTRACT 7KH UHVHDUFK LV DLPHG DW ¿QGLQJ RXW WKH GLIIHUHQFH RI VWXGHQWV¶ OHDUQLQJ RXWFRPHV RQ VFLHQFH VXEMHFW ZDV resulted in the teaching-learning process using the techniques of Number Head Together and Jigsaw. The subjects of the research were students of an elementary school, which was SDN Kaumpandak 04 consisted of 96 students. Before doing the research, the instrument of test items was administered to 37 students who had OHDUQHGWKHPDWHULDOEHLQJWHVWHG$IWHUWKHWHVWWKHUHVXOWZDVWHVWHGXVLQJ$QDWHVWWR¿QGRXWLWVYDOLGLW\)URP WKHWHVWWKHUHZHUHLWHPVYDOLGRXWRIDQGWKHUHOLDELOLW\ZDVVRKLJK7KHWHVWLWHPVZHUHWKHQXVHGLQ the experimental and control classes. After conducting the pre test, there were three classes used with the same number of students in each class. After carrying out the research, the students were given post test and from WKHSRVWWHVWWKHUHVXOWVZHUHWHVWHGDJDLQWR¿QGRXWWKHQRUPDOLW\KRPRJHQHLW\DQGWWHVW)URPWKHQRUPDOLW\ test, the learning outcome of experimental class 1 shows Xcalculated= 0.89, and from the class experiment 2, the Xcalculated is 3,2 while the control class shows Xcalculated = 2,42 with the Xtable RIVLJQL¿FDQWOHYHORIĮ ZLWK n = 32 is 7.81. Since the three values of Xcalculated are less than the Xtable, than the conclusion is the data of the three classes is normally distributed. The homogeneity test shows that the Xcalculated is 2,31 while Xtable in the Pedagogia, Volume 6 Nomor 2 Tahun 2014
PERBEDAAN HASIL BELAJAR ILMU PENGETAHUAN ALAM
163
VLJQL¿FDQWOHYHORIĮ DQGGNRILV6LQFH;calculated is less than the Xtable 6RWKHWKUHH classes are homogenous. Hypothesis test was done to experimental class 1 and 2 by using t-test and the value of tcalculated is then gotten which was 2.88 while the value of ttableZLWKWKHVLJQL¿FDQWOHYHORIDQGGNRILV 2.00. Since tcalculated is higher than ttable (2.88>2.00) then Ho is rejected and H1 is accepted. It means that there is a difference of learning outcomes on science subject among classes using Number Head Together and Jigsaw. Keywords: the learning outcomes of science subject, Number Heads Together, and Jigsaw. PENDAHULUAN Pendidikan adalah usaha sadar dan terencana untuk mewujudkan suasana belajar dan proses pembelajaran agar peserta didik secara aktif mengembangkan potensi dirinya untuk memiliki kekuatan spiritual keagamaan, pengendalian diri, kepribadian, kecerdasan, akhlak mulia, serta keterampilan yang diperlukan dirinya, masyarakat, bangsa dan negara. Rendahnya kualitas pendidikan di Indonesia merupakan masalah yang harus dihadapi oleh bangsa Indonesia. Pendidikan yang berkualitas sangat diperlukan untuk mendukung terciptanya manusia yang cerdas serta mampu bersaing di era globalisasi. Dalam kegiatan belajar mengajar, sangat diperlukan suatu interaksi antara guru dan siswa maupun siswa dengan siswa. Kebutuhan seorang siswa akan bimbingan yang lebih sangat diharapkan, serta bantuan dan perhatian yang dapat menimbulkan kemandirian siswa dalam belajar, bukan ketergantungan terhadap guru, tetapi untuk merangsang semangat siswa dalam belajar serta meningkatkan prestasi belajar dengan baik. Rendahnya hasil belajar siswa terhadap mata pelajaran IPA disebabkan oleh beberapa faktor, seperti keaktifan, pengetahuan dan metode yang digunakan. Pembelajaran yang aktif dan menyenangkan akan berdampak positif bagi siswa karena akan membawa siswa pada pengalaman belajar yang mengesankan. Pengalaman akan semakin berkesan jika dalam pembelajaran siswa dapat mengalami dan melakukan sendiri, sehingga proses pembelajaran yang diperoleh merupakan hasil pemahaman siswa sendiri. Dalam hal ini guru bukan sebagai sumber utama, tapi sebagai fasilitator. Belajar merupakan proses kegiatan yang tidak dapat dipisahkan dari pembelajaran. Proses tersebut harus dilandaskan pada suatu sistem yang baik dengan memilih metode yang sesuai agar dapat menentukan keberhasilan siswa. Cara pandang yang Pedagogia, Volume 6 Nomor 2 Tahun 2014
salah mengenai konsep-konsep dalam mata pelajaran IPA, cara guru menyampaikan pembelajaran yang membosankan, metode dalam proses pembelajaran yang kurang bervariatif, serta proses pembelajaran tidak kooperatif, hal ini mengakibatkan siswa menganggap pelajaran IPA tersebut membosankan, kemudian efek yang ditimbulkan setelah itu adalah mereka menganggap sulit, merasa malas, dan pada akhirnya bisa menimbulkan ketidak tertarikan terhadap mata pelajaran tersebut. Dalam pembelajaran, guru harus memahami hakikat materi pelajaran yang diajarkannya dan memahami berbagai model pembelajaran yang dapat merangsang kemampuan siswa untuk belajar. Metode dan model pembelajaran yang kurang menarik juga dapat mempengaruhi siswa dalam menerima pembelajaran sehingga nilai yang diperoleh tidak maksimal. Masalah seperti ini banyak dirasakan pada saat kegiatan proses pembelajaran berlangsung, oleh NDUHQDLWXGLSHUOXNDQVXDWXNUHDWL¿WDVGDULSHQGLGLN salah satunya dengan menerapkan suatu model pembelajaran yang dapat membantu peserta didik dalam memahami materi ajar dan aplikasinya dalam kehidupan sehari-hari. Ilmu Pengetahuan Alam (IPA) merupakan suatu ilmu pengetahuan, hal ini dibuktikan dalam mempelajari IPA siswa harus mempelajari gejala alam melalui proses dan sikap ilmiah tertentu. Proses dan sikap ilmiah akan diperoleh oleh siswa berupa fakta atau teori dan penemuan-penemuan yang disebut produk IPA. Secara garis besar IPA GDSDWGLGH¿QLVLNDQ\DQJWHUGLULDWDVWLJDNRPSRQHQ yaitu sikap ilmiah, proses ilmiah dan produk ilmiah. Pembelajaran kooperatif adalah suatu variasi pembelajaran dimana siswa belajar, bekerja dan berinteraksi dalam kelompok-kelompok kecil. Didalam kelompok-kelompok tersebut siswa saling bekerja sama, membantu, berdiskusi dan berargumentasi dalam memahami suatu pokok bahasan serta kerjasama dalam mengerjakan tugas
164
PERBEDAAN HASIL BELAJAR ILMU PENGETAHUAN ALAM
kelompok, baik dalam tutorial sebaya, latihan maupun koreksi teman sebaya. Model pembelajaran yang dapat digunakan dalam pembelajaran IPA yang dapat memberikan kesempatan kepada peserta didik untuk belajar bertanggung jawab baik secara individu maupun adanya komunikasi antar kelompok adalah pembelajaran kooperatif Numbered Heads Together dan Jigsaw. Kedua model ini dipilih karena memiliki beberapa kesamaan, diantaranya membagi siswa kedalam beberapa kelompok heterogen, masingmasing ketua kelompok dituntut untuk menguasai materi serta melatih siswa untuk bertanggung jawab terhadap kelompoknya masing-masing. Selain itu, kedua model pembelajaran ini menekankan kepada tanggung jawab perorangan, kerja sama kelompok, keaktifan siswa dalam kelompok serta komunikasi antar kelompok. Adanya tanggung jawab setiap siswa dan kerja sama adalah hal yang paling penting ketika pembelajaran berlangsung. Hal yang membedakan kedua model pembelajaran tersebut adalah pada model Numbered Heads Together, setelah pembagian kelompok siswa mendapat pertanyaan dari guru, sedangkan pada model pembelajaran Jigsaw, menekankan pada kerjasama siswa dalam kelompok untuk lebih memahami materi pelajaran yang guru berikan dalam kelompok ahli untuk kemudian menjelaskannya kembali dalam kelompok asal dan mempresentasikannya di depan kelas. Model pembelajaran ini dipilih karena dapat memberikan kesempatan kepada peserta didik untuk berbagi dengan yang lain untuk mewujudkan sosialisasi secara berkesinambungan dan yang terpenting adalah terjadinya proses belajar dimana peserta didik mengajar serta diajar oleh sesama peserta didik, serta merangsang dan melatih agar pembelajaran lebih aktif. Berdasarkan penjelasan tersebut, maka penulis tertarik untuk melakukan penelitian dengan mencoba membandingkan Model Pembelajaran Kooperatif Numbered Heads Together dan Model Pembelajaran Kooperatif Jigsaw dalam penyampaian materi sistem pencernaan manusia pada Mata Pelajaran Ilmu Pengetahuan Alam di SDN Kaumpandak 04 Kecamatan Cibinong Kabupaten Bogor Tahun Ajaran 2013/2014. Berdasarkan latar belakang masalah di atas, GDSDW GLLGHQWL¿NDVL IDNWRUIDNWRU SHQ\HEDE WHUMDGL masalah rendahnya hasil belajar ilmu pengetahuan
alam pada siswa kelas V semester 1 tahun pelajaran 2013/2014, antara lain: 1. Apakah terdapat pengaruh hasil belajar siswa pada penerapan Model Pembelajaran Kooperatif Numbered Heads Together dalam pembelajaran IPA? 2. Apakah terdapat pengaruh hasil belajar siswa pada penerapan Model Pembelajaran Kooperatif Jigsaw dalam pembelajaran IPA? 3. Apakah terdapat perbedaan hasil belajar matematika melalui model pembelajaran kooperatif Numbered Heads Together dan model pembelajaran kooperatif Jigsaw? Berdasarkan permasalahan diatas dapat dirumuskan masalah penelitian: “Apakah terdapat perbedaan hasil belajar Ilmu Pengetahuan Alam dengan Model Pembelajaran Kooperatif Numbered Heads Together dan Model Pembelajaran Kooperatif Jigsaw ? Hasil belajar merupakan istilah yang digunakan untuk menunjukkan tingkat keberhasilan yang dicapai oleh seseorang setelah melakukan usaha tertentu. Dalam hal ini hasil belajar yang dicapai siswa dalam bidang studi tertentu setelah mengikuti proses belajar. +DO LQL GLGH¿QLVLNDQ ROHK Nana Sudjana (1989:22) bahwa hasil belajar adalah kemampuankemampuan yang dimiliki siswa setelah ia menerima pengalaman belajarnya dengan alat ukur berupa evaluasi yang dinyatakan dalam bentuk huruf. Hasil belajar dijelaskan pula oleh Daradjat (2011:197) bahwa hasil belajar selalu dinyatakan dalam bentuk perubahan tingkah laku. bagaimana bentuk tingkah laku yang diharapkan berubah itu dinyatakan dalam perumusan tujuan instruksional. Hasil belajar atau bentuk perubahan tingkah laku yang diharapkan itu, meliputi tiga aspek, yaitu : aspek kognitif, aspek afektif, dan aspek psikomotor. Anitah (2009:2.19) mengemukakan bahwa hasil belajar merupakan kulminasi dari suatu proses yang telah dilakukan dalam belajar. Hasil belajar harus menunjukkan suatu perubahan tingkah laku atau perolehan perilaku yang baru dari siswa yang menetap, fungsional, positif, dan disadari. Pendapat lain dikemukakan oleh Suprijono (2009:5) bahwa hasil belajar adalah pola-pola perbuatan, nilai-nilai, pengertian-pengertian, sikapsikap, apresiasi dan keterampilan. Selain itu dalam bukunya Dimyati dan Mudjiono
Pedagogia, Volume 6 Nomor 2 Tahun 2014
PERBEDAAN HASIL BELAJAR ILMU PENGETAHUAN ALAM
(2006:3) menyatakan bahwa hasil belajar merupakan hasil dari suatu interaksi tindak belajar dan tindak mengajar. Dari sisi guru, tindak mengajar diakhiri dengan proses evaluasi hasil belajar. Dari sisi siswa, hasil belajar merupakan berakhirnya penggalaman dan puncak proses belajar. Berdasarkan teori-teori dapat disimpulkan yang dimaksud dengan hasil belajar adalah suatu kemampuan yang diperoleh seorang siswa setelah ia mendapatkan pelajaran dari proses belajar yang pada hakekatnya terdapat proses interaksi terhadap lingkungan sekitarnya. Agar hasil belajar siswa dapat meningkat, guru dapat menggunakan model-model pembelajaran kooperatif dalam proses pembelajaran, seperti model pembelajaran kooperatif Numbered Heads Together dan model pembelajaran kooperatif Jigsaw. Pembelajaran kooperatif menurut Sanjaya (2009:24) merupakan model pembelajaran dengan menggunakan sistem pengelompokkan/tim kecil, yaitu antara tiga sampai enam orang yang mempunyai latar belakang keberagaman akademik, jenis kelamin, ras atau suku yang berbeda (heterogen). Sistem penilaian dilakukan terhadap kelompok. Setiap kelompok akan memperoleh penghargaan (reward), jika kelompoknya menunjukkan prestasi yang dipersyaratkan. Trianto (2010:82) menjelaskan bahwa Numbered Heads Together atau penomoran berpikir bersama adalah merupakan jenis pembelajaran kooperatif yang dirancang untuk mempengaruhi pola interaksi siswa dan sebagai alternatif terhadap struktur kelas tradisional. Selain Trianto, Suprijono (2009:92) menjelaskan bahwa pembelajaran Numbered Heads Together adalah pembelajaran yang diawali dnegan Numbering, serta mempertimbangkan jumlah konsep yang dipelajari. Adapun menurut Heriawan (2012:113) mengungkapkan Numbered Heads Together adalah suatu model belajar dengan cara setiap siswa diberi nomor kemudian dibuat suatu kelompok dan selanjutnya secara acak guru memanggil nomor dari siswa. Sedangkan menurut Majid (2013:192) mengungkapakan Numbered Heads Together adalah suatu model yang dikembangkan oleh Spencer Kagen (1993) untuk melibatkan lebih banyak siswa dalam menelaah materi yang tercakup dalam suatu
Pedagogia, Volume 6 Nomor 2 Tahun 2014
165
pelajaran, dan mengecek pemahaman mereka terhadap isi pelajaran tersebut. Berdasarkan uraian tersebut, dapat disintesiskan bahwa model pembelajaran kooperatif Numbered Heads Together adalah Model pembelajaran kooperatif Numbered Heads Together adalah suatu model belajar dengan cara setiap siswa diberi nomor kemudian dibuat suatu kelompok dan selanjutnya secara acak guru memanggil nomor dari siswa. Selanjutnya, Menurut Hamzah (2011:110) Jigsaw adalah salah satu pendekatan dalam pembelajaran kooperatif di mana dalam penerapannya siswa dibentuk dalam kelompokkelompok, tiap kelompok terdiri atas tim ahli sesuai dengan pertanyaan yang disiapkan oleh guru maksimal lima pertanyaan sesuai dengan jumlah tim ahli. Lain halnya, Lie (2008:69) mengemukakan bahwa Jigsaw yang dikembangkan oleh Aronson et al. guru memperhatikan skemata atau latar belakang pengalaman siswa dan membantu siswa mengaktifkan skemata agar bahan pelajaran menjadi lebih bermakna. Selain itu, siswa bekerja dengan sesama siswa dalam suasana gotong royong dan mempunyai banyak kesempatan untuk mengolah informasi dan meningkatkan keterampilan berkomunikasi. Adapun menurut Aronson et al. dalam Isjoni (2009:79) bahwa Jigsaw adalah strategi belajar kooperatif dimana setiap siswa menjadi seorang anggota dalam bidang tertentu. Kemudian membagi pengetahuannya kepada anggota lain dari kelompoknya agar setiap orang pada akhirnya dapat mempelajari konsep-konsep.Trianto (2009: 68) menyatakan pembelajaran kooperatif tipe Jigsaw ini merupakan salah satu tipe dari model kooperatif dengan menggunakan kelompok-kelompok kecil dengan jumkah anggota tiap kelompok 4-5 orang siswa secara heterogen. Rusman (2012:217) menjelaskan pembelajaran kooperatif model jigsaw mengambil pola cara bekerja sebuah gergaji (zigzag), yaitu siswa melakukan suatu kegiatan belajar dengan cara bekerja sama dengan siswa lain untuk mencapai tujuan bersama. beberapa langkah yang harus dilaksanakan dalam penerapan pembelajaran kooperatif model Jigsaw menurut Priyanto dalam Wena (2011:194) yaitu Pembentukan Kelompok Asal, Diskusi kelompok Asal (Induk), Diskusi Kelas, Pemberian
166
PERBEDAAN HASIL BELAJAR ILMU PENGETAHUAN ALAM
Kuis, dan Pemberian Penghargaan Kelompok. Berdasarkan berbagai pemaparan di atas, dapat disimpulkan bahwa model pembelajaran kooperatif Jigsaw adalah model pembelajaran yang membuat siswa aktif dan bekerja sama, dalam menguasai materi pelajaran serta menjadikan siswa sebagai pengajar bagi teman dalam kelompoknya untuk mencapai tujuan bersama. METODE PENELITIAN Adapun tujuan dilakukannya penelitian ini adalah untuk mengetahui: perbedaan hasil belajar ilmu pengetahuan alam dengan menggunakan model pembelajaran kooperatif Numbered Heads Together dan pembelajaran kooperatif Jigsaw di SDN Kaumpandak 04 Tahun ajaran 2013/2014. Penelitian dilaksanakan di Sekolah Dasar Negeri Kaumpandak 04 tahun ajaran 2013/2014 Kecamatan Cibinong Kabupaten Bogor. Penelitian dilakukan pada siswa kelas V (lima) semester I (satu) tahun pelajaran 2013/2014. Waktu kegiatan penelitian di lapangan dilaksanakan pada tanggal 26 September s.d 2 Oktober 2013. Penelitian ini menggunakan metode eksperimen kuasi dengan desain penelitian sebagai berikut: Sampel Pretest Treatment Postest E1 O1 X1 O2 E2 O3 X2 O4 E3 O5 X3 O6
Hasil μ1 μ2 μ3
Dalam desain ini siswa diberi pretest dan post test yang sama. Ketiga kelas diberi perlakuan yang berbeda, kelas V-A dengan perlakuan model pembelajaran kooperatif Numbered Heads Together, kelas V-B dengan perlakuan model pembelajaran kooperatif Jigsaw dan kelas IV-C dengan perlakuan model pembelajaran konvensional. Teknik pengumpulan data mengenai hasil belajar berupa tes objektif yang sebelumnya diuji cobakan untuk menguji validitas dan reliabilitas butir soal. Hasil belajar diukur dengan skor melalui tes awal (pretest) dan tes akhir (post test) pada mata pelajaran Ilmu Pengetahuan Alam. Data yang dianalisis adalah skor tes yang merupakan hasil belajar yaitu dengan menghitung skor N-Gain, Menghitung skor rata-rata dan standar deviasi, melakukan uji prasyarat dengan uji normalitas dan homogenitas dan Melakukan uji hipotesis dengan uji-t.
HASIL PENELITIAN Perbedaan Hasil Belajar Ilmu Pengetahuan Alam Kelompok kelas yang menggunakan Model Pembelajaran Kooperatif Numbered Heads Together dengan Pembelajaran Konvensional dapat dilihat pada tabel dan gambar di bawah ini.
Perbedaan Hasil Belajar Ilmu Pengetahuan Alam Kelompok kelas yang menggunakan Model Pembelajaran Kooperatif Jigsaw dengan Pembelajaran Konvensional dapat dilihat pada gambar di bawah ini.
Dari histogram di atas dapat disimpulkan bahwa adanya perbedaan antara kelompok kelas yang menggunakan model pembelajaran dan kelompok kelas yang tidak menggunakan model pembelajaran. Perbedaan hasil belajar IPA dengan menerapkan model pembelajaran kooperatif NHT dan Jigsaw GDSDWGLOLKDWSDGDWDEHOGDQJUD¿NKLVWRJUDPEHULNXW Pedagogia, Volume 6 Nomor 2 Tahun 2014
PERBEDAAN HASIL BELAJAR ILMU PENGETAHUAN ALAM
Kelompok Kelas
N
NHT Jigsaw
32 32
Skor Rata-rata Pretest Posttest 37 78 38 74
N-Gain 66 60
Analisis data penelitian dilakukan pengujian normalitas bertujuan untuk mengetahui apakah distribusi data berasal dari populasi normal atau tidak. Uji normalitas dilakukan pada tiga kelompok yaitu kelompok kelas NHT, kelompok kelas Jigsaw, dan kelompok kelas konvensional. Hasil perhitungan uji normalitas ketiga kelas dapat dilihat dari tabel berikut. No 1.
2.
3.
Distribusi kelompok perlakuan Hasil belajar IPA Model Pembelajaran Koperatif Numbered Heads Together Hasil belajar IPA Model Pembelajaran Koperatif Jigsaw Hasil belajar IPA Model Pembelajaran Konvensional
Kesimpulan
hitung
tabel
0,89
7,81
Distribusi normal
3,2
7,81
Distribusi normal
2,42
7,81
Distribusi normal
Uji prasyarat berikutnya adalah uji homogenitas. Pengujian homogenitas dilakukan dengan uji Chi kuadrat. Perhitungan homogenitas hasil belajar IPA diperoleh data seperti pada tabel berikut ini. Kelompok kelas
db
1/db
Si2
Log Si2
db. Log S2
NHT Jigsaw Konvensional jumlah
31 31 31 93
0,032 0,032 0,032
76,60 52,80 68,18
1,884 1,722 1,833
58,411 53,382 56,823 168,616
Pedagogia, Volume 6 Nomor 2 Tahun 2014
167
Berdasarkan hasil perhitungan uji homogenitas terhadap hasil belajar ilmu pengetahuan alam diperoleh hitung sebesar 2,31 dan tabel sebesar 5,99 GHQJDQ WDUDI VLJQL¿NDQ GHQJDQ GHPNLDQ GDSDW disimpulkan bahwa hitung tabel , maka ketiga kelompok data tersebut berasal dari populasi yang sama atau homogen. Setelah uji prasyarat dilakukan, selanjutnya yaitu pengujian hipotesis. Pengujian hipotesis ini dilakukan untuk mengetahui apakah hipotesis nol (H0) yang diajukan diterima atau ditolak. Dalam melakukan uji hipotesis nol (H0) dilakukan dengan menggunakan uji t. Berdasarkan data di atas dapat diketahui nilai N-Gain pada kelompok Numbered Heads Together sebesar 66 dan 60 untuk kelompok kelas Jigsaw. Selanjutnya dilakukan perhitungan uji t dengan WDUDI VLJQL¿NDVL GDQ GLSHUROHK QLODL Whitung sebesar 2,88 sedangkan dalam tabel harga t(0,05) = 2,00, maka thitung !Wtabel, sehingga dapat disimpulkan bahwa hipotesis alternatif diterima, dan Hipotesis nol ditolak atau terdapat perbedaan hasil belajar ilmu pengetahuan alam dengan menggunakan model pembelajaran kooperatif Numbered Heads Together dan pembelajaran kooperatif Jigsaw. PEMBAHASAN Penelitian ini dilakukan di sekolah yang setiap kelasnya memiliki kemampuan yang sama KRPRJHQ DUWLQ\D WLGDN DGD SHQJNODVL¿NDVLDQ khusus terhadap siswa tertentu. Hal ini dimaksudkan agar semua anak mampu mengikuti pembelajaran dengan baik. Pada saat pembelajaran pertama semua siswa diberikan pretest, kemudian masingmasing kelas eksperimen diberikan model tertentu, yaitu model pembelajaran kooperatif Numbered Heads Together untuk kelas VA dan VB diberikan penerapan model pembelajaran kooperatif Jigsaw. Model pembelajaran kooperatif Numbered Heads Together adalah suatu model belajar dengan cara setiap siswa diberi nomor kemudian dibuat suatu kelompok dan selanjutnya secara acak guru memanggil nomor dari siswa. Adapun langkah-langkah yang harus dilaksanakan dalam menerapkan model Numbered Heads Together, Pertama Siswa dibagi dalam kelompok, setiap siswa dalam setiap kelompok mendapat nomor, kemudian guru memberikan tugas dan masing-masing kelompok mengerjakannya. Setelah itu kelompok
168
PERBEDAAN HASIL BELAJAR ILMU PENGETAHUAN ALAM
mendiskusikan jawaban yang benar dan memastikan tiap anggota kelompok dapat mengerjakannya. Guru memanggil salah satu nomor siswa dengan nomor yang dipanggil melaporkan hasil kerjasama mereka. Model pembelajaran kooperatif Jigsaw adalah model pembelajaran yang membuat siswa aktif dan bekerja sama, dalam menguasai materi pelajaran serta menjadikan siswa sebagai pengajar bagi teman dalam kelompoknya untuk mencapai tujuan bersama. Adapun beberapa langkah yang harus dilaksanakan dalam penerapan pembelajaran kooperatif model Jigsaw dimulai dari pembentukan kelompok asal, pembelajaran pada kelompok asal, pembentukan kelompok ahli, diskusi kelompok ahli, diskusi kelompok asal (induk), diskusi kelas, pemberian kuis, dan pemberian penghargaan kelompok. Teknik pembelajaran Jigsaw dalam teknik ini guru memperlihatkan skemata atau latar belakang pemahaman siswa dan membantu siswa mengaktifkannya. Selain itu, siswa bekerja dengan sesama siswa dalam suasana gotong royong dan mempunyai banyak kesempatan untuk mengolah informasi dan meningkatkan keterampilan berkomunikasi (Anita,2008). Hasil penelitian Hayat (2012) menunjukkan bahwa ada peningkatan pada keaktifan, kerjasama dan motivasi sebesar 90 dengan persentase 92,30% pada siklus II sedangkan pada siklus I sebesar 70 dengan persentase 69,23% pada penerapan model pembelajaran kooperatif tipe Numbered Heads Together dalam mata pelajaran Ilmu Pengetahuan Alam. Hal ini sependapat dengan peneliti bahwa pada model pembelajaran kooperatif Numbered Heads Together terdapat keterlibatan siswa secara aktif, karena masing-masing siswa memiliki tanggung jawab untuk mampu menjawab pertanyaan. Selain itu, kegiatan pembelajaran yang menyenangkan dengan adanya pembagian nomor kepala kepada masing-masing siswa sehingga terlihat adanya kerja sama yang baik dalam sebuah kelompok. Adanya interaksi antar siswa dengan siswa, maupun siswa dengan guru mampu memberikan semangat dan motivasi bagi siswa. Hal ini terlihat ketika diskusi dilakukan sampai dengan pemberian pertanyaan pada nomor yang ditunjuk. Masing-masing kelompok sangat berantusias untuk membantu anggotanya agar mampu menjawab pertanyaan. Berbeda dengan pembelajaran kooperatif Jigsaw, kondisi pembelajaran saat pertemuan
pertama belum mampu dilaksanakan dengan baik. Hal ini dikarenakan, model pembelajaran yang terasa masih asing bagi siswa sekolah dasar. Selain itu, dalam model pembelajaran kooperatif Jigsaw siswa dituntut untuk bertanggung jawab menguasai setiap materi untuk di presentasikan kepada temannya. Tak Jarang, masing-masing siswa memiliki kesulitan terutama dalam memahami teks yang diberikan, serta terbenturnya dengan alokasi waktu dalam jam pelajaran, sehingga dalam menerapkan model pembelajaran kooperatif Jigsaw diperlukan waktu yang cukup banyak dan kemampuan memahami dan menghapal materi. Hasil penelitian menunjukkan bahwa terdapat perbedaan hasil belajar ilmu pengetahuan alam dengan menggunakan model pembelajaran kooperatif Numbered Heads Together dan model pembelajaran kooperatif Jigsaw. Hal ini dapat diketahui dari hasil tes belajar yang diberikan sebelum dan sesudah eksperimen. Pada eksperimen pertama yaitu dengan menerapkan model pembelajaran kooperatif Numbered Heads Together diperoleh nilai rata-rata pretest sebesar 37 dan nilai rata-rata posttest sebesar 78, sedangkan pada kelas eksperimen kedua, yaitu dengan model pembelajaran kooperatif Jigsaw diperoleh nilai rata-rata pretest sebesar 38 dan nilai rata-rata posttest sebesar 74, serta diperoleh N-Gain kelas eksperimen pertama sebesar 66 dan kelas eksperimen kedua sebesar 60. Dari perolehan data tersebut dapat disimpulkan bahwa model pembelajaran kooperatif Numbered Heads Together memberikan dampak yang lebih baik dan efektif diterapkan dalam pembelajaran ilmu pengetahuan alam, khususnya materi tentang sistem pencernaan dibandingkan dengan model pembelajaran kooperatif Jigsaw . KESIMPULAN Hasil perhitungan menunjukan bahwa thitung sebesar 2,88 sedangkan harga ttabel pada taraf VLJQL¿NDVLĮ DGDODK2OHKNDUHQDKDUJD thitung lebih besar dari pada ttabel ! PDND artinya hipotesis nol (H0) ditolak dan hipotesis kerja (H1) diterima. Berdasarkan hasil penelitian dapat disimpulkan: 1. Hasil belajar ilmu pengetahuan alam yang menggunakan model pembelajaran kooperatif Numbered Heads Together lebih tinggi dari hasil belajar ilmu pengetahuan alam yang menggunakan model pembelajaran kooperatif Jigsaw maupun Pedagogia, Volume 6 Nomor 2 Tahun 2014
PERBEDAAN HASIL BELAJAR ILMU PENGETAHUAN ALAM
model pembelajaran konvensional pada materi sistem pencernaan. 2. Terlihat dari ditolak H0 dan diterimanya H1 yang EHUDUWLWHUGDSDWSHUEHGDDQ\DQJVLJQL¿NDQDQWDUD hasil belajar yang menggunakan model pembelajaran kooperatif Numbered Heads Together dengan hasil belajar yang menggunakan model pembelajaran kooperatif Jigsaw . Keberhasilan siswa dalam mempelajari materi tidak terlepas dari kemampuan guru dalam merencanakan dan menyampaikan materi pelajaran serta memilih model dan media pembelajaran yang dapat menumbuhkan minat dan motivasi belajar siswa sehingga meningkatkan hasil belajar siswa khususnya mata pelajaran ilmu pengetahuan alam. DAFTAR PUSTAKA Anitah, Sri. 2008. Strategi Pembelajaran di SD. Jakarta: Universitas Terbuka. Daradjat, Zakiah. 2011. Metodik Khusus Pengajaran Agama Islam. Jakarta: Bumi Aksara. Dimyati dan Mudjiono. 2006. Belajar dan Pembelajaran. Jakarta: PT. Rineka Cipta. Hayat H ,Dina. 2012. Penerapan Model Pembelajaran Kooperatif Tipe Numbered Heads Together untuk Meningkatkan Hasil Belajar Mata Pelajaran Ilmu Pengetahuan Alam. Skripsi PGSD pada Universitas Pakuan Bogor: tidak diterbitkan. Heriawan, Adang. 2012. Metodologi Pembelajaran. Serang: Lembaga Pembinaan dan Pengembangan Profesi Guru. Isjoni, 2011. &RRSHUDWLI /HDUQLQJ (IHNWL¿WDV Pembelajaran kelompok. Bandung: Alfabeta. Lie, Anita. 2008. Cooperative Learning. Jakarta: Grasindo..
Pedagogia, Volume 6 Nomor 2 Tahun 2014
169
Majid, Abdul. 2013. Strategi Pembelajaran. Bandung: PT. Remaja Rosda Karya Rusman. 2012. Model-model Pembelajaran Mengembangkan Profesionalisme Guru. %DQGXQJ5DMD*UD¿QGR3HUVDGD Sanjaya, Wina. 2009. Pembelajaran Berorientasi Standar Proses Pendidikan. Jakarta: Prenada Media Group. Sudjana, Nana. 2009. Penilaian Hasil Proses Belajar Mengajar. Jakarta: Remaja Rosdakarya. Suprijono, Agus. 2010. Cooperative Learning-Teori dan Aplikasi PAIKEM. Yogyakarta: Pustaka Belajar. Trianto. 2010. Mendesain Model Pembelajaran Inovatif-Progresif. Jakarta: Prenada Media Group. Wena, Made. 2011. Strategi Pembelajaran Inovatif Kontemporer. Jakarta: Bumi Aksara. BIODATA PENULIS 1. Helga Fitriyani, Lahir di Bogor, 20 April 1991, anak kedua pasangan dari Bapak Kusnadi, dan Ibu Mintarsih Puspitasari. Pendidikan formal yang ditempuh di Sekolah Dasar Negeri Cangkrang Bogor tahun 1997-2003, Sekolah Lanjutan Tingkat Pertama Negeri 14 Bogor tahun 2003-2006, Sekolah Menengah Atas Negeri 9 tahun, 2006-2009, kemudian melanjutkan pendidikan S1 Pendidikan Guru Sekolah Dasar di Universitas Pakuan Bogor. 2. Dadang Kurnia, Dosen Program Studi Pendidikan Gurus Sekolah Dasar (PGSD), FKIP Universitas Pakuan. 3. Saur M Tampubolon, Dosen Program Studi Pendidikan Gurus Sekolah Dasar (PGSD), FKIP Universitas Pakuan.
170
PENERAPAN MODEL PEMBELAJARAN GROUP INVESTIGATION
PENERAPAN MODEL PEMBELAJARAN GROUP INVESTIGATION DALAM MENINGKATKAN KEMAMPUAN MENULIS BERITA SISWA KELAS VIII SMP NEGERI 1 CIOMAS KABUPATEN BOGOR Oleh: Ryndy Setiawati Oktaviani1, Suhendra2, Rina Rosdiana3 ABSTRAK Metode yang digunakan dalam penelitian ini adalah eksperimen dengan menggunakan teknik tes dan teknik angket. Teknik tes digunakan untuk mengetahui kemampuan siswa dalam menulis berita, sedangkan teknik angket digunakan untuk mengetahui kendala yang dihadapi siswa pada saat pembelajaran menulis berita dengan menggunakan model Group Investigation. Populasi dalam penelitian ini yaitu siswa kelas VIII SMP Negeri 1 Ciomas yang terdiri atas sembilan kelas berjumlah 324 siswa. Sampel dalam penelitian ini berjumlah 72 siswa yaitu kelas 8-3 yang berjumlah 36 siswa sebagai kelas eksperimen, dan kelas 8-9 berjumlah 36 siswa sebagai kelas kontrol. Teknik pengambilan sampel yang digunakan adalah cluster random sampling. Berdasarkan hasil analisis data, hipotesis yang pertama dapat terbukti kebenarannya bahwa penerapan model Group Investigation dalam meningkatkan kemampuan menulis berita. Halini dapat dilihat dari nilai rata-rata siswa prates hanya 5,04. Sedangkan pada hasil postes nilai rata-rata 7,5 hal itu menunjukkan bahwa model Group Investigationdalam meningkatkan kemampuan menulis berita. Berdasarkan hasil perhitungan perbandingan PHDQGHQJDQPHQJJXQDNDQUXPXVWWHVGLSHUROHKKDUJDWR OHELKEHVDUGDULWWEDLNWDUDIVLJQL¿NDQW PDXSXQGLWDUDIVLJQL¿NDQVLW+LSRWHVLVNHGXDMXJDWHUEXNWLNHEHQDUDQQ\DEDKZDVLVZDPHQJDODPL kendala atau hambatan yang bervariasi dalam pembelajaran menulis berita dengan menggunakan model Group Investigation. Hal ini terbukti dari hasil analisis angket yang menyatakan bahwa siswa mengalami kendala pada saat menulis berita. Kendala lain yang dihadapi siswa kelas VIII SMP Negeri 1 Ciomas Kabupaten Bogor dalam menulis berita yaitu saat menulis berita berdasarkan unsur-unsur, menganalisis berita, serta memahami meteri. Penerapan model Group Investigationmeningkatkan kemampuan menulis berita siswa kelas VIII SMP Negeri 1 Ciomas. Hal ini ditunjukkan dengan meningkatnya nilai rata-rata menulis berita yang dicapai oleh siswa di kelas eksperimen setelah diterapkan model Group Investigation. Kata kunci : model Group Investigation, menulis berita, SMP. ABSTRACT The method employed in this study was experiment by using the techniques of test and questionnaire. The test ZDVDGPLQLVWHUHGWR¿QGRXWWKHVWXGHQWV¶DELOLW\WRZULWHQHZVDQGWKHTXHVWLRQQDLUHZDVXVHGIRU¿QGLQJRXW the students’ obstacles faced by students in the class of news writing using the model of Group Investigation. The population was the students of SMP Negeri Ciomas 1 Grade VIII consisting of nine classes. The number of the students was 324. The sample was 72 students. The experimental class took 36 students from the ‘Eight’ class, while the control class also took 36 students from the ‘Nine’ class. The technique employed to choose WKHVDPSOLQJZDVFOXVWHUUDQGRPVDPSOLQJ%DVHGRQGDWDDQDO\VLVUHVXOWWKH¿UVWK\SRWKHVLVLVYDOLG,WVWDWHV that the implementation of Group Investigation can improve students’ ability in writing news. It can be seen IURPWKHVWXGHQWV¶DYHUDJHVFRUHRQSUHWHVWZKLFKZDVRQO\ZKLOHLQWKHSRVWWHVWLWUHDFKHG%DVHG RQWKHFDOFXODWLRQUHVXOWRIFRPSDULQJPHDQXVLQJWIRUPXODDQG¿QDOO\Wo was resulted. The value of t0 LV which is higher than ttERWKLQWKHOHYHORIVLJQL¿FDQFHRIDQG7KHVHFRQGK\SRWKHVLVZDVDOVRWUXH meaning that the students found obstacles in the subject of news writing with the model of Group Investigation. ,W LV SURYHQ IURP WKH UHVXOW RI TXHVWLRQQDLUH VWDWLQJ WKDW VWXGHQWV IRXQG GLI¿FXOW\ LQ ZULWLQJ QHZV$QRWKHU obstacle faced by the students is when they were asked to write news based on substances, analyze news, and understand the material. The implementation of Group Investigation is able to improve students’ ability in writing news. It is proven by the increase of students’ average score on news writing in the experimental class. Keywords: Group Investigation model, news writing, junior high school. Pedagogia, Volume 6 Nomor 2 Tahun 2014
PENERAPAN MODEL PEMBELAJARAN GROUP INVESTIGATION
PENDAHULUAN Bahasa merupakan alat penghubung antaranggota masyarakat. Melalui bahasa manusia dapat berkomunikasi satu sama lain, baik secara lisan maupun tulisan. Keterampilan berbahasa mempunyai peranan penting dalam kehidupan. Keterampilan berbahasa memiliki empat aspek, yaitu : keterampilan menyimak, keterampilan berbicara, keterampilan, membaca, dan keterampilan menulis. Sebagai salah satu keterampilan berbahasa menulis merupakan keterampilan yang mensyaratkan penguasaan bahasa yang baik. Dalam belajar bahasa, menulis merupakan kemahiran tingkat lanjut. Menulis adalah salah satu jenis keterampilan berbahasa yang dimiliki dan digunakan oleh manusia sebagai alat komunikasi tidak langsung (Syamsudin,1994:1). Menulis adalah melahirkan pikiran tematik atau perasaan seperti mengarang, membuat surat dalam tulisan.Menulis berarti mengungkapkan ide, pikiran, gagasan, pengetahuan dan wawasan ke dalam tulisan yang sistematis dan bisa dipahami oleh orang lain. Berdasarkan Standar Isi Badan Standar Nasional Pendidikan (BSNP) tahun 2006, keterampilan menulis telah diajarkan mulai jenjang SD/MI hingga SMA/MA.Siswa SD/MI hingga SMA/MA diharapkan memiliki keterampilan menulis dalam berbagai bentuk. Kegiatan menulis merupakan kegiatan yang tidak bisa terpisahkan dalam seluruh proses belajar siswa di sekolah. Selama menuntut ilmu di sekolah, siswa sering diajarkan dan diberi tugas untuk menulis.Oleh karena itu, mereka diharapkan akan mempunyai wawasan yang lebih luas dan mendalam setelah melakukan kegiatan menulis. Dalam keterampilan menulis banyak jenis keterampilan yang dapat diajarkan kepada siswa di sekolah salah satunya adalah keterampilan menulis teks berita. Kegiatan menulis dalam kegiatan belajar mengajar masih memiliki beberapa kelemahan. Lemahnya pengajaran menulis disebabkan oleh kurangnya kreativitas model dan metode pengajaran yang dapat merangsang siswa untuk menulis, dan terlalu sedikitnya porsi pemberian latihan menulis (Kosasih,2004:26). Dalam pengajaran bahasa Indonesia seharusnya guru banyak memberikan kesempatan kepada siswa untuk berlatih menulis, karena keterampilan menulis pada dasarnya merupakan kebiasaan yang harus ditanamkan (Taba,
Pedagogia, Volume 6 Nomor 2 Tahun 2014
171
dalam Taringan,1994:70). Ada beberapa model dan metode yang bisa digunakan guru untuk melatih siswa agar terampil menulis, salah satunya yaitu dengan menggunakan model Group Investigasion. Teks berita adalah naskah berita yang berisi fakta mengenai kejadian peristiwa yang hangat, menarik, atau penting bagi sebagian besar masyarakat yang bisa disampaikan melalui media berkala seperti surat kabar, radio, televisi, atau media internet. Tema dalam berita adalah peristiwa yang terjadi di lingkungan masyarakat dan siswa sudah bisa merespon lingkungannya, membayangkan dalam pikirannya kemudian dituangkan dalam bentuk tulisan. Strategi belajar model Group Investigation dikembangkan oleh Shlomo Sharan dan Yael Sharan di Universitas Tel Aviv, Israel (Rusman, 2012:220). Model Group Investigation adalah media untuk mendorong dan membimbing keterlibatan siswa dalam belajar. Siswa secara aktif berbagi dalam mempengaruhi kejadian-kejadian alami kelas, dengan berkomunikasi dan bekerjasama dalam merencanakan serta melaksanakan topik investigation yang mereka plih. Hasil akhir kerja kelompok ini mencerminkan kontribusi setiap anggota dan hasilnya lebih kaya dibandingkan hasil pekerjaan individual yang dilakukan siswa-siswa tersebut (Suprijono, 2009:93). Model Group Investigation ini dapat melatih kreativitas siwa, baik secara perorangan maupun kelompok dalam menulis berita serta melatih kemampuan siswa dalam bertanggung jawab dalam menyelesaikan suatu masalah. Model ini mengajak siswa untuk aktif dan kreatif menulis berita yang terjadi di sekitarnya. Dengan demikian, kreativitas siswa dalam menulis akan bertambah. Dari hasil wawancara penulis dengan beberapa siswa SMP di sekitar tempat tinggal penulis menyatakan bahwa kurangnya minat mereka dalam menulis dikarenakan kurangnya porsi menulis pada saat pembelajaran serta kurangnya model pembelajaran yang menarik yang digunakan guru untuk merangsang kreativitas serta minat siswa dalam menulis. Dari hasil pengamatan penulis tersebut yang mendasari penulis ingin melakukan penelitian ini, maka penulis akan melakukan penelitian dengan judul “Penerapan Model Pembelajaran Group Investigation Dalam Meningkatkan Kemampuan Menulis Berita Siswa Kelas VIII SMP Negeri 1 Ciomas Kabupaten Bogor”.
172
PENERAPAN MODEL PEMBELAJARAN GROUP INVESTIGATION
Dalam pengajaran bahasa Indonesia seharusnya guru banyak memberikan kesempatan kepada siswa untuk berlatih menulis, karena keterampilan menulis pada dasarnya merupakan kebiasaan yang harus ditanamkan (Taba, dalam Taringan,1994:70). Ada beberapa model dan metode yang bisa digunakan guru untuk melatih siswa agar terampil menulis, salah satunya yaitu dengan menggunakan model Group Investigation. Upaya menerapkan rencana pembelajaran yang telah disusun dalam kegiatan belajar mengajar agar tujuan yang telah disusun dapat tercapai secara optimal, maka diperlukan suatu model yang digunakan untuk merealisasikan strategi yang telah ditetapkan. Dalam pembelajaran banyak model pembelajaran yang bisa menunjang kegiatan belajar mengajar agar lebih menarik dan membantu siswa lebih aktif dalam pembelajaran di sekolah. Menurut Aredens (dalam Suprijono 2009:54) Model pembelajaran adalah konsep lebih luas meliputi sebuah jenis kerja kelompok termasuk bentuk-bentuk yang lebih dipimpin oleh guru. Model pembelajaran merupakan landasan praktik pembelajaran hasil penurunan teori psikologi pendidikan dan teori belajar yang dirancang berdasarkan analisis terhadap implementasi kurikulum dan implementasinya pada tingkat operasional dikelas (Agus Suprijono 2011:45-46) Model pembelajaran adalah kerangka konseptual yang melukiskan prosedur yang sistematis dalam mengorganisasikan pengalaman belajar untuk mencapai tujuan belajar tertentu, dalam fungsi sebagai pedoman bagi para perancang pembelajaran dan para pengajar dalam merencanakan dan melaksanakan aktivitas pembelajaran menurut Winataputra (dalam Sugiyanto,2010:3). Model pembelajaran adalah pola yang digunakan sebagai pedoman dalam merencanakan pembelajaran di kelas maupun tutorial (Suprijono 2009 :46). Model pembelajaran berfungsi pula sebagai pedoman dan perannan guru dalam merencanakan aktivitas belajar mengajar. Dengan demikian, tujuan pembelajaran dapat tercapai. Selain itu, sebagai salah satu cara untuk meningkatkan kualitas pendidikan di Indonesia. Pada dasarnya model pembelajran merupakan pendekatan yang digunakan oleh guru yang memberikan rangsangan kepada peserta didik
untuk mendapatkan informasi, ide, keterampilan guna mencapai satu tujuan. Model pembelajran mempunyai peranan penting sebagai cara untuk merencanakan aktivitas belajar mengajar. Modelmodel yang digunakan oleh guru dalam memberikan materi pembelajaran senantiasa memberikan rangsangan tersebut terkait dengan keadaan peserta didik untuk aktif dan memberikan tindak balas jika rangsangan tersebut terkait dengan keadaan peserta didik, sehingga siswa ikut berperan aktif dalam proses pembelajaran. Menurut Lie (2005:28) yang mendasari model pembelajaran kooperatif adalah falsafah homo homini socius. Berlawanan dengan teori Darwin falsafah ini menekankan bahwa manusia adalah mahkluk sosial. Kerja sama merupakan kebutuhan yang sangat penting bagi kelangsungan hidup. Selanjutnya Lie (2005:18) mengutip pendapat Jhonson dan Jhonson mengenai pembelajaran kooperatif sebagai sistem kerja sama atau belajar kelompok yang terstruktur, yaitu saling ketergantungan positif, bertanggung jawab individual, interaksi personal, keahlian kerja sama dan proses kelompok. Pembelajaran kooperatif adalah konsep yang lebih luas meliputi semua jenis kerja kelompok termasuk bentuk-bentuk yang lebih dipimpin oleh guru atau diarahkan oleh guru (Suprijono, 2009 : 54). Pembelajaran kooperatif adalah strategi pembelajaran yang melibatkan partisipasi siswa dalam satu kelompok kecil untuk saling berinteraksi (Nurulhayati, 2002 : 25 dalam Rusman, 2012 : 203). Dengan demikian, dapat disimpulkan bahwa model pembelajaran kooperatif adalah suatu rangkaian belajar yang dilakukan oleh siswa dan dipimpin oleh guru. Guru bertugas mengarahkan siswa dalam bekerja kelompok dan guru memberikan tugas dan pertanyaan-pertanyaan yang dilakukan oleh guru kepada siswa untuk menjawab setiap pertanyaan yang diberikan oleh guru sehingga siswa ikut aktif dalam proses pembelajaran di kelas. Menurut Roger (dalam Suprijono, 2009:58) ada lima unsur dalam pembelajaran kooperatif yang membantu dalam proses pembelajaran, yaitu: 1. Positive interdependence (saling ketergantungan positif). 2. Prsonal Responsibility (tanggung jawab perseorangan)
Pedagogia, Volume 6 Nomor 2 Tahun 2014
PENERAPAN MODEL PEMBELAJARAN GROUP INVESTIGATION
3. )DFH WR )DFH 3URPRWLI ,QWHUDFWLRQ (interaksi promotif) 4. Interpersonal Skill (komunikasi antar anggota) 5. Group Processing (pemrosesan kelompok) Menurut Suprijono (2009: 25) keunggulan pembelajaran kooperatif sebagai suatu strategi pembelajaran diantaranya adalah: 1. Melalui model ini siswa tidak menggantungkan pada guru, akan tetapi dapa menambah kepercayaan kemampuan berpikir sendiri, menentukan informasi dari berbagai sumber, dan belajar dari siswalain. 2. Model pembelajaran Cooperative Learning dapat mngembangkan kemampuan mengungkapkan idea tau gagasan dengan kata-kata secara verbal dan membandingkan dengan ide-ide orang lain. 3. Dapat membantu anak untuk respek pada orang lain dan menyadari akan segala keterbatasannya serta menerima segala perbedaan. 4. Model ini merupakan suatu strategi yang cukup ampuh utuk meningkatkan prestasi akademik sekaligs kemampuan sosial, termasuk mengembangkan rasa harga diri, hubungan interpersonal yang positif dengan yang lain, mengembangkan keterampilan mengatur waktu, dan sikap positif tesrhadap sekolah. Dengan demikian dapat disimpulkan bahwa keunggulan dalam pembelajaran kooperatif dapat membantu peserta didik dalam proses pembelajaran untuk meningkatkan hasil belajar siswa. Model Group Investigation adalah media untuk mendorong dan membimbing keterlibatan siswa dalam belajar. Siswa secara aktif berbagi dalam mempengaruhi kejadian-kejadian alami kelas, dengan berkomunikasi dan bekerjasama dalam merencanakan serta melaksanakan topik investigation yang mereka plih. Hasil akhir kerja kelompok ini mencerminkan kontribusi setiap anggota dan hasilnya lebih kaya dibandingkan hasil pekerjaan individual yang dilakukan siswa-siswa tersebut (Suprijono, 2009:93). Model Group Investigation ini dapat melatih kreativitas siwa, baik secara perorangan maupun kelompok dalam menulis berita serta melatih kemampuan siswa dalam bertanggung jawab dalam menyelesaikan suatu masalah. Model ini mengajak siswa untuk aktif dan kreatif menulis berita yang terjadi di sekitarnya.Dengan demikian, kreativitas siswa dalam menulis akan bertambah.
Pedagogia, Volume 6 Nomor 2 Tahun 2014
173
Dari hasil wawancara penulis dengan beberapa siswa SMP di sekitar tempat tinggal penulis menyatakan bahwa kurangnya minat mereka dalam menulis dikarenakan kurangnya porsi menulis pada saat pembelajaran serta kurangnya model pembelajaran yang menarik yang digunakan guru untuk merangsang kreativitas serta minat siswa dalam menulis. Dari hasil pengamatan penulis tersebut yang mendasari penulis ingin melakukan penelitian ini, maka penulis akan melakukan penelitian dengan judul “Penerapan Model Pembelajaran Group Investigation Dalam Meningkatkan Kemampuan Menulis Berita Siswa Kelas VIII SMP Negeri 1 Ciomas Kabupaten Bogor”. Berdasarkan permasalahan di atas, dapat di rumuskan masalah penelitian : apakah penerapan model group Investigation dapat meningkatkan kemampuan menulis berita siswa kelas VIII SMP Negeri 1 Ciomas Kabupaten Bogor dan adakah kendala yang dialami siswa dalam penerapan model Group Investigation dalam meningkatkan kemampuan menulis berita siswa kelas VIII SMP Negeri 1 Ciomas Kabupaten Bogor. Kemudian tujuan yang ingin dicapai pada SHQHOLWLDQ LQL DGDODK 8QWXN PHQJHWDKXL HIHNWL¿WDV penerapan model Group Investigation dalam meningkatkan kemampuan menulis berita siswa kelas VIII SMP Negeri 1 Ciomas Kabupaten Bogor Ingin mengetahui hambatan dalam penerapan model Group Investigation dalam meningkatkan kemampuan menulis berita siswa kelas VIII SMP Negeri 1Ciomas Kabupaten Bogor dan Ingin mengetahui hambatan dalam penerapan model Group Investigation dalam meningkatkan kemampuan menulis berita siswa kelas VIII SMP Negeri 1 Ciomas Kabupaten Bogor. Strategi dalam pembelajaran merupakan suatu perangkat dan prosedur pembelajaran yang digunakan secara bersama-sama untuk menimbulkan hasil belajar pada siswa. Untuk mengimplementasikan rencana pembelajaran strategi atau model yang berbeda dapat diterapkan dalam pembelajaran di sekolah. Banyak model pembelajaran yang dapat dipilih guru unruk digunakan dalam pembelajaran, salah satunya adalah model Group Investigation yaitu model yang membuat siswa lebih aktif pada saat pembelajaran berlangsung. Model Group Investigation adalah model untuk mendorong dan membimbing keterlibatan
174
PENERAPAN MODEL PEMBELAJARAN GROUP INVESTIGATION
siswa dalam belajar. Siswa secara aktif berbagi dalam mempengaruhi kejadian-kejadian alami kelas, dengan berkomunikasi dan bekerja sama dalam merencanakan serta melaksanakan topik investigation yang mereka pilih. Hasil akhir kerja kelompok ini mencerminkan kontribusi setiap anggota dan hasilnya lebih kaya dibandingkan hasil pekerjaan individual yang dilakukan oleh siswasiswa tersebut (Suprijono, 2009:93). Pendapat lain dikemukakan oleh Suprijono (2009:93) Group Investigation merupakan model pembelajaran yangmelibatkan siswa untuk aktif dalam pembelajaran sehingga siswa dapat bekerja sama dalam merencanakan serta menyelesaikan masalah atau topik yang dipelajarinya. 'DULEHEHUDSDGH¿QLVLGLDWDVGDSDWGLVLPSXONDQ bahwa model pembelajaran Group Investigation adalah model pembelajaran kooperatif yang melibatkan siswa dalam kegiatan pembelajaran, sehingga siswa mampu berpikir kreatif serta aktif dalam pembelajaran.Model Group Investigation ini dapat melatih siswa untuk bekerja sama antarteman kelompoknya, sehingga siswa akan saling membantu dalam memecahkan masalah yang sedang terjadi. Setelah itu, siswa mempresentasikan hasil kerja kelompoknya kepada kelompok lain. Group Investigation merupakan model pembelajaran kooperatif yang paling sulit diterapkan. Siswa terlibat dalam perencanaan baik topik yang dipelajari dan bagaimana jalannya penyelidikan mereka. Pendekatan ini memerlukan norma dan struktur kelas lebih rumit dari pada pendekatan yang lebih berpusat pada guru, pendekatan ini juga mengajarkan siswa keterampilan berkomunikasi dan proses kelompok yang baik (Trianto, 2011:78-79). Menurut pandangan Suprijono (2009:93) Group Investigation merupakan model pembelajaran yang melibatkan siswa untuk aktif dan dapat bekerja sama dalam merencanakan serta menyelesaikan masalah atau topik yang dipelajari dalam pembelajaran, Trianto (20011:79) pun berpendapat sama bahwa Group Investigation adalah model pembelajaran yang melibatkan siswa untuk aktif dalam merencanakan topik pembelajaran serta mengajarkan siswa berkomunikasi yang baik antar kelompok dan bekerjasama dalam menyelesaikan masalah yang mereka hadapi. Menurut Sudrajat (dalam Trianto, 2011:79) bahwa Group Investigation merupakan model
pembelajaran kooperatif yang melibatkan kelompok kecil dimana siswa bekerja menggunakan inquiri kooperatif, perencanaan proyek, diskusi kelompok, dan kemudian mempresentasikan penemuan mereka kepada kelompok lain. Pendapat di atas menegaskan bahwa Group Investigation adalah satu model pembelajaran yang melibatkan kelompok kecil yang dibentuk oleh siswa untuk bekerja sama dalam menyelesaikan masalah yang mereka hadapi serta mempresentasikan hasil kerja kelompok mereka kepada kelompok lainnya. 'DULEHEHUDSDGH¿QLVLGLDWDVGDSDWGLVLPSXONDQ bahwa model pembelajaran Group Investigation adalah model pembelajaran kooperatif yang melibatkan siswa dalam kegiatan pembelajaran, sehingga siswa mampu berpikir kreatif serta aktif dalam pembelajaran. Model Group Investigation ini dapat melatih siswa untuk bekerja sama antarteman kelompoknya, sehingga siswa akan saling membantu dalam memecahkan masalah yang sedang terjadi. Setelah itu, siswa mempresentasikan hasil kerja kelompoknya kepada kelompok lain. Langkah-Langkah Model Gruop Investigation Agar kerja kelompok lebih berhasil, maka harus melalui langkah-langkah sebagai berikut (Roestiyah, 2001:19-20) : a. Menjelaskan tugas pada siswa b. Menjelaskan tujuan kerja kelompok c. Membagi kelas menjadi beberapa kelompok d. Setiap kelompok menunjuk seorang pencatat yang akan membuat laporan hasil kerja kelompok e. Guru berkeliling selama kerja kelompok itu berlangsung bila perlu memberi saran atau pertanyaan f. Guru membantu menyimpulkan kemajuan siswa dan memerima hasil kerja kelompok. Kelebihan dan kelemahan model Group Investigation adalah a. Kelebihan Model Group Investigation 1. Memberikan kepada siswa untuk menggunakan keterampilan bertanya dan membahas suatu masalah. 2. Memberikan kepada siswa untuk lebih intensif mengadakan penyelidikan mengenai suatu masalah. 3. Mengembangkan bakat kepemimpinan dan mengajarkan keterampilan berdiskusi.
Pedagogia, Volume 6 Nomor 2 Tahun 2014
PENERAPAN MODEL PEMBELAJARAN GROUP INVESTIGATION
4. Memungkinkan guru untuk lebih memperhatikan siswa sebagai individual serta kebutuhannya belajar. 5. Para siswa lebih aktif dalam belajar dan lebih aktif dalam berdiskusi. 6. Memberikan kesempatan kepada siswa untuk mengembangkan rasa menghargai dan menghormati temannya, terutama dalam hal menghargai teman. b. Kelemahan Model Group Investigation 1. Investigasi kelompok sering-sering hanya melibatkan siswa yang mampu, sebab mereka cakap memimpin dan mengarahkan mereka yang kurang. 2. Model ini kadang-kadang menuntut pengaturan tempat duduk yang berbeda-beda dan gaya mengajar yang berbeda pula. 3. Keberhasilan model Group Investigation ini tergantung kepada kemampuan siswa memimpin kelompok atau bekerja sendiri. 4. Setiap kelompok menunjuk seorang pencatat yang akan membuat laporan tentang kemajuan dan hasil kerja kelompok tersebut. 5. Guru berkeliling selama kerja kelompok itu berlangsung, bila perlu memberi saran atau pertanyaan. 6. Guru membantu menyimpulkan kemajuan dan menerima hasil kerja kelompok. Menurut Suparno (2008:3) mengatakan menulis merupakan penyampaian pesan (komunikasi) dengan menggunakan bahasa tulis sebagai alat atau medianya.Menulis adalah salah satu jenis keterampilan berbahasa yang dimiliki dan digunakan oleh manusia sebagai alat komunikasi tidak langsung (Syamsudin, 1994:1). Menulis adalah menurunkan atau melukiskan ODPEDQJODPEDQJ JUD¿N \DQJ PHQJJDPEDUNDQ suatu bahasa yang dipahami oleh seseorang, sehingga RUDQJODLQGDSDWPHPEDFDODPEDQJODPEDQJJUD¿N tersebut sehingga mereka memahami bahasa dan JDPEDUDQ JUD¿N LWX 0HQXOLV PHUXSDNDQ VXDWX representasi bagian dari kesatuan-kesatuan ekspresi bahasa. (Tarigan, 2008:22). Berdasarkan pendapat ahli di atas, penulis dapat menyimpulkan bahwa menulis adalah keterampilan berbahasa yang digunakan sebagai sarana komunikasi dalam wujud lambang, dengan menggunakan bahasa tulis sebagai medianya. Tujuan menulis adalah memberitahukan, mengajak, menghibur atau menyarankan serta Pedagogia, Volume 6 Nomor 2 Tahun 2014
175
mengutarakan perasaan atau emosi seseorang kepada orang lain. Tujuan menulis adalah memberikan arahan, menjelaskan sesuatu, menceritakan kejadian, dan menyakinkan, namun keduanya sama saja karena dari kedua tujuan tersebut sama-sama memberitahukan, menyakinkan atau mempengaruhi orang lain untuk mempercanyai apa yang diceritakan atau di tulis penulis untuk orang lain. Berikut ini tujuan menulis menurut Hendry Guntur Tarigan (2008:24) a. memberitahukan atau mengajari. b. mengajak atau mendesak. c. menghibur atau menyarankan. d. mengutarakan atau mengekspresikan perasaan atau emosi berapi-api. Senada dengan pendapat yang dikemukakan di atas Semi (1990: 19-20) juga memperhitungkan melalui: a. Memberikan arahan, yakni memberikan pertanyaan pada orang lain dengan mengajarkan sesuatu. b. Menjelaskan sesuatu, yakni memberikan uraian dalam penjelasan tentang sesuatu hal yang diketahui orang lain. c. Menceritakan kejadian, yakni memberikan informasi tentang sesuatu yang berlangsung disuatu waktu. d. Meringkaskan, yaitu membuat ringkasan suatu tulisan agar lebih singkat. e. Meyakinkan, yaitu berusaha meyakinkan orang lain agar selalu dengannya. Tulisan yang baik adalah tulisan yang dapat berkomunikasi secara efektif dengan pembaca kepada siapa tulisan itu ditujukan. Tulisan yang baik juga memiliki ciri-ciri sebagaiman yang dirumuskan oleh Enre (1988:8) yakni : 1. Tulisan yang baik selalu bermakna Tulisan yang baik harus menyatakan sesuatu yang mempunyai makna bagi seseorang dan memberikan buktu terhadap apa yang dikatakan itu. Sebuah tulisan haruslah memberi kejelasan makna agar para pembaca paham maksud dari tulisannya itu. 2. Tulisan yang baik selalu jelas Sebuah tulisan dapat dikatakan jelas jika pembaca bisa menangkap dan memahami benar isi dari sebuah tulisan. Tulisan yang jelas tidak harus tulisan yang panjang tetapi sederhana pun bisa. 3. Tulisan yang baik selalu padu dan utuh Sebuah tulisan dikatakan padu dan utuh jika pembaca dapat mengikutinya dengan mudah
176
PENERAPAN MODEL PEMBELAJARAN GROUP INVESTIGATION
karena ia diorganisasikan dengan jelas menurut suatu perencanaan dan karena bagian-bagiannya dihubungkan satu dengan yang lain, baik dengan perantaraan pola yang mendasarinya atau dengan kata atau frasa penghubung. 4. Tulisan yang baik selalu ekonomis Penuli yang baik tidak akan membiarkan pembacanya kehilangan waktu dengan siasia, sehingga ia akan membuang kata yang berlebihan dari tulisannya. Agar tulisannya memikat perhatian pembaca, seorang penulis harus berusaha terus untuk menjaga karangannya menjadi padat dan lurus ke depan. 5. Tulisan yang baik selalu mengikuti kaidah gramatika Tulisan yang memenuhi kaidah gramatika biasa juga disebut tulisan yang menggunakan bahasa yang baku, yaitu bahasa yang biasa digunakan dalam situasi formal, khususnya dalam bentuk tulisan. Misalnya bahsa dalam majalah, surat kabar, dll. Ciri-ciri tulisan yang baik menurut Sabarti, dkk, (dalam Kartimi 200: 3), yaitu: 1. bermakna 2. bahasa jelas/lugas 3. merupakan kesatuan yang bulat 4. singkat namun padat 5. memenuhi kaidah bahasa 6. bersifat komunikatif Selain itu, ada juga yang dikemukakan oleh Tarigan (1994 : 6), di antaranya : 1. Tulisan yang baik mencerminkan kemampuan sang penulis mempergunakan nada yang serasi. 2. Tulisan yang baik mencerminkan kemampuan sang penulis menyusun bahan-bahan yang tersedia menjadi suatu keseluruhan yang utuh. 3. Tulisan yang baik mencerminkan kemampuan sang penulis untuk menulis dengan jelas dan tidak samar-samar. 4. Tulisan yang baik mencerminkan kemampuan sang penulis untuk menulis secara meyakinkan. 5. Tulisan yang baik mencerminkan kemampuan sang penulis untuk mengkritik naskah tulisannya yang pertama serta memperbaikinya. 6. Tulisan yang baik mencerminkan kebanggaan sang penulis dalam naskah atau manuskrip. Berita merupakan informasi yang bersifat fakta yang disampaikan kepada masyarakat melalui media informasi berupa televisi, radio, atau surat kabar.
Informasi merupakan kebutuhan pokok masyarakat, seiring dengan semakin canggihnya teknologi komunikasi, sehingga lazim dikatakan, peradaban pada masa ini merupakan peradaban informasi. Semua orang pasti pernah mendengar kata berita, tetapi apabila diminta menjelaskan apa itu berita, tentulah agak susah. Ras Siregar (1982) secara sederhanya menjelaskan bahwa berita adalah kejadian yang diulang dengan menggunakan katakata (Abdul Chaer, 2010:11). Berita merupakan informasi yang bersifat fakta yang disampaikan kepada masyarakat melalui media informasi berupa televisi, radio, atau surat kabar. Informasi merupakan kebutuhan pokok masyarakat, seiring dengan semakin canggihnya teknologi komunikasi, sehingga lazim dikatakan, peradaban pada masa ini merupakan peradaban informasi. Berita merupakan kejadian atau peristiwa yang hangat yang dituangkan kedalam tulisan, hal ini sejalan dengan apa yang dikemukakan oleh Abdul Chaer yang menerangkan berita adalah kejadian yang diulang dengan menggunakan kata-kata ke dalam tulisan yang disampaikan kepada masyarakat melalui media informasi berupa koran, televisi, radio, dll. Menurut Henshall & Ingram (dalam Skripsi Rahmawati, 2007: 36) berita adalah susunan kejadian setiap hari, sehingga masyarakat menerimanya dalam bentuk yang tersusun dan dikemas rapi menjadi cerita, pada hari yang sama di radio atau televisi dan keesokan hari di berbagai surat kabar. Departemen Pendidikan RI dan Kebudayaan (1989:108 dan 331 dalam Suhandang, 2004:103) membakukan istilah “berita” dengan pengertian sebagai laporan mengenai kejadian atau peristiwa \DQJ KDQJDW %HEHUDSD DKOL PHQGH¿QLVLNDQ EHULWD sangatlah berbeda tetapi maksud dan tujuannya sama, yaitu sama-sama kejadian atau peristiwa yang menarik dan hangat bagi pembaca dengan menggunakan kata-kata. Pendapat di atas menegaskan bahwa berita adalah laporan tercepat tentang kejadian atau peristiwa yang terjadi sehari-hari dan menarik perhatian masyarakan dan dituangkan melalui media informasi berupa televisi, radio,surat kabar , dll. Dean M. Lyle Spencer, Williard C. Bleyer, William S. Maulsby, dan Eric C. Hepwood, seperti di kutip Djafar H. Assegaf 1983:5 dalam (Romli, 2001:2) mengatakan bahwa berita adalah laporan tentang suatu kejadian yang dapat menarik perhatian
Pedagogia, Volume 6 Nomor 2 Tahun 2014
PENERAPAN MODEL PEMBELAJARAN GROUP INVESTIGATION
khalayak pembaca. Mitccheal V. Charnley dalam (Romli, 2001:2) mengatakan berita adalah laporan tercepat dari suatu peristiwa atau kejadian yang aktual, penting, dan menarik bagi sebagian besar pembaca, serta menyangkut kepentingan mereka. Dari kedua pengertian di atas terdapat perbedaan konsep yang sangat jelas yakni antara konsep yang dipaparkan oleh Dean M. Lyle Spencer, Williard C. Bleyer, William S. Maulsby, Eric C. Hepwood, seperti dikutif Djafar H. Assegaf 1983:5 dalam (Romli, 2001:2) yang menyatakan bahwa berita adalah laporan tentang suatu kejadian yang dapat menarik perhatian khalayak pembaca, sementara Mitchael V. Charnley dalam (Romli, 2001:2) mengemukakan pengertian berita secara lebih jelas dan terperinci bahwa berita adalah laporan tercepat dari suatu peristiwa atau kejadian yang aktual, penting, dan menarik bagi sebagian besar pembaca, serta menyangkut kepentingan mereka. 'DULEHEHUDSDGH¿QLVLGLDWDVGDSDWGLVLPSXONDQ bahwa berita adalah sebuah informasi tercepat yang penting dan menarik sebagai laporan mengenai kejadian atau peristiwa yang aktual pada saat itu serta biasanya dilaporkan secara langsung dari tempat kejadian. Dalam berita ada beberapa jenis berita yang perlu diperhatikan, diantaranya : 1. Berita Langsung (Straight News) Berita langsung adalah berita yang disusun untuk menyampaikan kejadian-kejadian atau peristiwaperistiwa yang secepatnya harus diketahui oleh pembaca atau anggota masyarakat (Abdul Chaer, 2010:16). Unsur penting pada berita langsung adalah adanya keaktualan. Artinya, berita itu masih hangat karena baru terjadi. Peristiwa atau kejadian yang sudah lama terjadi lagi bernilai untuk ditulis sebagai berita langsung. Contoh: Terjadi wabah demam berdarah di Kota Padang yang telah menimbulkan korban jiwa.Berdasarkan pantauan, sebagian besar pasien berasal dari Kecamatan Kuranji, Kuto Tangah, dan Bungas Buluspulutabu.Pasien-pasien tersebut dirawat di RSUP Mohamad Jamil.Wabah demam berdarah juga menyerang Kota Denpasar dan sekitarnya. Wabah ini telah menimbulkan korban jiwa satu orang.Rata-rata pasien adalah orang dewasa. Kejadian tersebut telah menimbulkan banyak korban baik korban meninggal maupun yang
Pedagogia, Volume 6 Nomor 2 Tahun 2014
177
dirawat di rumah sakit daerah wabah. (sumber: Berbahasa dan Bersastra Indonesia, Asep Yudha, 2008) 2. Berita Ringan (Soft News) Yang utama atau ditonjolkan bukan unsur penting dari berita itu, melainkan unsur yang menarik dan menyentuhpara pembaca. Maka bisa dikatakan berita ringan dapat tahan lama karena tidak terikat pada keaktualan. Namun, berita ini dapat memberikan atau menimbulkan rasa haru, rasa gembira, rasa sedih, dan sebagainya (Abdul Chaer, 2010:17). Contoh: Menyinggahi tempat berkumpul tradisional Jogyakarta kiranya menjadi keharusan, menyinggahinya dapat dimulai dari warung Poci Pak Min. Warung yang terletak di dekat SMK Kesenian Jogyakarta, sebelah barat daya Kraton ini berkonsep seperti angkringan. Sesuai nama warungnya, tempat itu menyediakan menu utama teh poci, teh seduh di dalam poci dan dihidangkan dalam gelas tanah liat berisi gula batu, biasanya teh ini sangat kental dan kuat aromanya. Poci Pak Min juga menawarkan hidangan misalnya, nasi oseng dengan lauk gorengan tempe dan tahu, sate, dan sebagainya. Harganya pun murah hanya dengan mengeluarkan Rp. 10.000,- anda dapat menikmati nikmatnya teh poci sekaligus menyantap hidangan yang dijajakan di tempat itu. (sumber: Berbahasa dan Bersastra Indonesia, Asep Yudha, 2008 3. Berita Kisah ()HDWXUH) %HULWD NLVDK DWDX ¿WXU )HDWXUH DGDODK WXOLVDQ yang dapat menyentuh perasaan atau menambah pengetahuan. Berita kisah ini tidak terikat akan aktualitas, karena nilai utamanya adalah pada unsur manusiawinya. Jadi, berita kisah ini dapat ditulis dari peristiwa-peristiwa dari masa lalu atau yang sudah lama terjadi (Abdul Chaer, 2010:17). Contoh: Dari selembar kertas berwarna dapat menciptakan ratusan bentuk origami.Berangkat dari rasa suka dengan dunia anak-anak dan menjadi guru musik selama 16 tahun menjadi pencetus Cecillia Tanudjaja membuka kursus origami.Selain itu, juga alasan karena di Jakarta alternatif tempat bermain anak relatif terbatas.Bentuk paling sederhana dari origami adalah membuat rumah, piano, angsa, ikan, topi, dan bangku.Jauh sebelum
178
PENERAPAN MODEL PEMBELAJARAN GROUP INVESTIGATION
itu anak diperkenalkan membuat bentuk lipatan dasar layang-layang, segitiga, dan lipatan persegi empat. Selain berupa kertas, Cecil juga dapat membuat permainan bentuk dari batang korek api dapat dibuat 1.000 macam mainan. Hal ini dilakukan karena pada dasarnya tiap anak berbedabeda.Ada anak tidak suka bentuk binantang, jadi jangnan dikasih bentuk binantang, tapi carikan bentuk origami lainnya.Teknik membuat origami tidak berbeda halnya dengan belajar matematika metode kumon.Dari teknik dasar hingga ke bentuk-bentuk lanjutannya. Anak yang belajar origami sebetulnya tidak hanya mengenal seni melipat, tetapi ia juga mendapatkan pengetahuan pembelajaran matematika seperti persegi panjang, lingkaran, dan bentuk llainnya. Manfaat besar dari belajar origami ini dapa merangsang kreativitas anak dalam berbagai hal.Misanya, seorang seniman origami di Jepang begitu melihat objekm dia dapat terinspirasi untuk membuatnya dalam bentuk origami. (sumber: Berbahasa dan Bersastra Indonesia, Asep Yudha, 2008). Unsur-unsur yang terdapat dalam berita adalah : 1. Unsur What (apa) Berkenaan dengan fakta-fakta yang berkaitan dengan hal-hal yang dilakukan oleh pelaku atau pun korban dari kejadian itu. Hal yang dilakukan dapat berupa penyebab kejadian, tetapi dapat juga berupa akibat kejadian. 2. Unsur Who (siapa) Berkenaan dengan kata-kata yang berkaitan dengan orang atau pelaku yang terlibat dalam kejadian itu. Orang yang diberitakan KDUXV ELVD GLLGHQWL¿NDVL QDPDQ\D XPXUQ\D pekerjaannya, dan berbagai keterangan mengenai orang itu. Semakin banyak fakta atau keterangan yang terkumpul mengenai orang tersebut semakin lengkaplah berita yang disampaikan. 3. Unsur Why (mengapa) Berkenaan dengan fakta-fakta mengenai latar belakang dari suatu tindakan atau pun suatu kejadian yang telah diketahui unsur what-nya. 4. Unsur Where (di mana) Berkenaan dengan tempat peristiwa terjadi. Di sini nama tempat harus dapat GLLGHQWL¿NDVL GHQJDQ MHODV &LULFLUL WHPSDW kejadian merupakan hal yang penting untuk diberitakan.
5. Unsur When (kapan) Berkenaan dengan waktu kejadian dalam berita. Waktu mungkin ada yang sudah terjadi, ataupun yang akan terjadi. 6. Unsur How (bagaimana) Berkenaan dengan proses kejadian yang diberitakan. Misalnya, bagaimana terjadinya suatu peristiwa, bagaimana pelaku melakukan perbuatannya atau bagaimana korban mengalami nasibnya. Contoh: Angota Dewan Jurnalistik ICMI Jabar (BATIC) melakukan kunjungan jurnalistik ke Penerbit Rosda di Jl. Ibu Inggit Ganarsih Bandung, Sabtu (25/5). Kunjungan dimaksudkan untuk mengemahami proses kerja di sebuah penerbit. Para peserta dengan antusias mengikuti penjelasan yang diberikan pihak Rosda.(sumber: Jurnalistik Praktis, Asep Romli, 2006) Dari contoh di atas dapat dilihat unsur 5W+1H terdapat dalam berita tersebut, unsur what terletak pada kalimat (melakukan kunjungan jurnalistik), unsur where pada kalimat (ke Penerbit Rosda di Jl. Ibu Inggit Ganarsih Bandung), unsur when terletak pada kalimat (sabtu (24/5)), sedangkan unsur who terletak pada kalimat (Anggota Balai Jurnalistik ICMI Jabar (BATIC)), unsur why dapat dilihat pada kalimat (kunjungan dimaksudkan untuk mengemahami proses kerja di sebuah penerbitan, dan unsur how terletak pada kalimat (para peserta dengan antusias mengikuti penjelasan yang diberikan pihak Rosda. Menurut Asep Syamsul M. Romli (2006 :5) ada empat unsur yang harus dipenuhi oleh sebuah berita, sekaligus menjadi “karakteristik utama” sebuah berita dapat dipublikasikan di media massa (layak muat). Keempat unsur ini pula yang dikenal dengan nilai-nilai berita (new values) atau nilai-nilai jurnalistik : a. Cepat, yakni aktual atau ketepatan waktu 'DODP XQVXU LQL WHUNDQGXQJ PDNQD KDU¿DK berita (news), yakni sesuatu yang baru (new). “Tulisan jurnalistik,” menurut Al Hester adalah tulisan yang memberi pembaca pemahaman atau informasi yang tidak ia ketahui sebelumnya.
Pedagogia, Volume 6 Nomor 2 Tahun 2014
PENERAPAN MODEL PEMBELAJARAN GROUP INVESTIGATION
b. Nyata (faktual), yakni informasi tentang sebuah IDNWDEXNDQ¿NVL Fakta dalam dunia jurnalistik terdiri dari kejadian nyata (red evant), pendapat (opinion), dan pernyataan (statement) sumber berita. Dalam unsur ini terkandung pela pengertian sebuah berita harus merupakan informasi tentang sesuatu sesuai dengan keadaan sebenarnya atau laporan mengenai fakta sebagaimana adanya. c. Penting, artinya menyangkut kepentingan orang banyak Misalnya peristiwa yang akan berpengaruh pada kehidupan masyarakat secara luas, atau dinilai perlu untuk diketahui dan diinformasikan kepada orang banyak, seperti kebijakan baru pemerintah, kenaikan harga dan sebagainya. d. Menarik, artinya mengundang orang banyak untuk membaca berita yang kita tulis. Berita yang biasanya menarik perhatian pembaca, disamping yang aktual dan faktual serta menyangkut kepentingan orang banyak, juga berita yang bersifat menghibur, mengandung keganjilan atau keanehan, atau berita human interest (menyentuh emosi, menggugah perasaan). Fungsi dan tujuan Pemelajaran Bahasa dan Sastra Indonesia dalam KBK Kurikulum Berbasis Kompetensi mata pelajaran Bahasa dan Sastra Indonesia adalah suatu program untuk mengembangkan pengetahuan, keterampilan berbahasa, dan sikap positif terhadap bahasa dan sastra Indonesia (Nurhadi, 2004 :191). Kurikulum ini menitikberatkan pada kegiatan siswa, yaitu siswa sebagai produsen bukan lagi sebagai konsumen, siswa mengontruksikan sendiri pemahamannya, juga siswa dituntut untuk aktif, kritis, dan kreatif. Kurikulum yang mengutamakan pendidikan (education) bukan pengajaran (intruction), serta siswa bekerja dan berkarya, guru mengarahkan bukan guru acting siswa menonton. Standar kompetensi mata pelajaran Bahasa dan Sastra Indonesia pada hakikatnya berorientasi pada pemelajaran bahasa. Oleh karena itu, pemelajaran bahasa diarahkan untuk meningkatkan kemampuan siswa dalam berkomunikasi baik secara lisan maupun secara tertulis. Standar kompetensi mata pelajaran mempunya fungsi dan tujuan dalam pemelajaran bahasa dan sastra Indonesia dalam kurikulum, fungsi dari mata
Pedagogia, Volume 6 Nomor 2 Tahun 2014
179
pelajaran Bahasa dan Sastra Indonesia, yaitu : 1. Sarana pembinaan kesatuan dan persatuan bangsa; 2. Sarana peningkatan pengetahuan dan keterampilan dalam rangka pengembangan budaya; 3. Sarana peningkatan pengetahuan dan keterampilan untuk meraih dan mengembangkan ilmu pengetahuan, teknologi, dan seni; 4. Sarana penyebarluasan pemakaian bahasa Indonesia yang baik untuk berbagai keperluan menyangkut berbagai masalah; 5. Sarana pengembangan penalaran; 6. Sarana pemahaman beragam budaya Indonesia melalui khazanah kesusastraan Indonesia (Depdiknas, 2003 :6) Tujuan pemelajaran Bahasa dan Sastra Indonesia (Nurhadi, 2004 : 196) sebagai berikut : 1. Siswa menghargai dan membanggakan bahasa Indonesia sebagai bahsa persatuan (nasional) dan bahasa negara; 2. Siswa memahami bahasa dan sastra Indonesia dari bentuk, makna, dn fungsi, serta menggunakannya dengan tepat dan kreatif untuk bermacam-macam tujuan, keperluan, dan keadaan; 3. Siswa memiliki kemampuan menggunakan bahasa dan sastra Indonesia untuk meningkatkan kemampuan intelektual, kematangan emosi, dan kematangan sosial; 4. Siswa memiliki disiplin dalam berpikir dan berbahasa (berbicara dan menulis); 5. Siswa mampu menikmati dan memanfaatkan karya sastra untung mengembangkan kepribadian, memperluas wawasan kehidupan, serta meningkatkan pengetahuan dan kemampuan berbahsa; 6. Siswa menghargai dan membanggakan sastra Indonesia sebagai khazanah budaya dan intelektual manusia Indonesia; Dalam KBK pengajaran bahasa Indonesia dikembalikan pada kedudukan yang sebenarnay, yaitu melatih siswa membaca, menulis, berbicara, mendengarkan, dan mengapresiasikan sastra yang sesungguhnya. Tugas guru adalah melatih siswa membaca sebanyak-banyaknya, menulis sebanyakbanyaknya, dan berdiskusi sebanyak-banyaknya (Nurhadi, 2004 :191).
180
PENERAPAN MODEL PEMBELAJARAN GROUP INVESTIGATION
Kegiatan belajar mengajar di dalam kelas dalam pemelajaran bahasa Indonesia harus lebih menitikberatkan pada keaktifan siswa dalam mengikuti pemelajaran. Hal tersebut penting dalam pemelajaran, siswa tidak hanya duduk diam mendengarkan guru, tetapi siswalah yang seharusnya menggali bakat dan potensinya dalam pemelajaran. Kompetensi dasar mencakup aspek kemampuan berbahasa dan bersastra. Kemampuan bersastra diintegrasikan kedalam kegiatan mendengarkan, berbicara, membaca, menulis, dan bersastra (Depdiknas, 2003 : 13). Kriteria penilaian yang digunakan untuk mengetahui tingkat kemampuan siswa yaitu sebagai berikut ; Yang pertama yaitu kesesuaian judul da nisi jika isi dan judul sesuai maka akan mendapat skor 4, jika judul dan isi kurang relevan maka akan mendapat skor 2, jika isi dan judul tidak relevan di beri skor 1 dan jika tidak mengerjakan maka tidak mendapat skor atau 0. Penilaian kedua yaitu pilihan kata atau dikti, jika pilihan kata tepat dan variatif maka mendapatkan skor 4, jika pilihan kata tepat tapi kurang variatif maka diberikan skor 2, sedangkan jika beberapa kata yang tidak variatif maka mendapatkan skor 1, jika tidak mengerjakan maka tidak mendapatkan skor atau 0. Penilaian ketiga yaitu unsur-unsur yang terdapat dalam berita, yaitu jika terdapat unsur what maka mendapat skor 2, unsur when diberi skor 2, jika terdapat unsur where diberi skor 2, jika terdapat unsur why diberi skor 2, jika terdapat unsur who maka diberi nilai 2, dan jika terdapat unsur how maka diberi skor 2. Dari keseluruhan total skor maksimal yaitu 20. METODOLOGI PENELITIAN Penelitian akan dilaksanakan di SMP Negeri 1 Ciomas Kabupaten Bogor. Waktu penelitian dibuat atas persetujuan Kepala Sekolah dan Guru SMP Negeri 1 Ciomas Kabupaten Bogor. Subjek penelitian ini adalah siswa kelas VIII SMP SMP Negeri 1 Ciomas Kabupaten Bogor. Berdasarkan judul penelitian, yaitu Penerapan Model Pembelajaran Group Investigation dalam Meningkatkan Kemampuan Menulis Berita Siswa Kelas VIII SMP Negeri 1 Ciomas Kabupaten Bogor., maka peneliti menggunakan metode eksperimen. Alasan menggunakan metode eksperiman karena penelian ini melibatkan kegiatan percobaan untuk
melihat hasil yang diketahui dari variabel-variabel yang diselidiki, sehingga dapat diketahui besar efektivitas penggunaan model Group Investigation dalam pembelajaran keterampilan menulis. Metode penelitian dapat diartikan sebagai cara ilmiah untuk mendapatkan data yang valid dengan tujuan dapat ditemukan, dikembangkan, dan dibuktikan, suatu pengetahuan tertentu sehingga pada gilirannya dapat digunakan untuk memahami, memecahkan, dan mengantisipasi masalah dalam bidang pendidikan. Metode eksperimen digunakan untuk mencari hubungan sebab akibat (hubungan kausal) antar dua faktor yang sengaja ditimbulkan (Arikunto, 2006:3). Karena penelitian ini melibatkan percobaan untuk melihat hasil yang diketahui dari variabel-variabel yang diselidiki, sehingga dapat GLNHWDKXL VHEHUDSD EHVDU HIHNWL¿WDV SHQHUDSDQ model Group Investigation dalam pembelajaran keterampilan menulis berita. Dalam penelitian ini metode yang digunakan yaitu metode eksperimen. Metode eksperimen digunakan untuk mencari hubungan sebab akibat (hubungan kausal) antar dua faktorang yang sengaja ditimbulkan (Arikunto, 2006:3).Waktu yang digunakan dalam penelitian ini dari tanggal 18 oktober hingga tanggal 26 oktober.Populasi dalam penelitian ini yaitu siswa kelas VIII SMP Negeri 1 Ciomas yang terdiri atas sembilan kelas berjumlah 324 siswa. Sampel dalam penelitian ini berjumlah 72 siswa yaitu kelas 8-3 yang berjumlah 36 siswa sebagai kelas eksperimen, dan kelas 8-9 berjumlah 36 siswa sebagai kelas kontrol. Teknik pengambilan sampel yang digunakan adalah cluster random sampling. Dalam penelitian ini menggunakan teknik tes dan teknik angket. Teknik tes digunakan untuk mengetahui kemampuan siswa dalam menulis berita, sedangkan teknik angket digunakan untuk mengetahui kendala yang dihadapi siswa pada saat pembelajaran menulis berita dengan menggunakan model Group Investigation.Angket adalah pertanyaan tertulis yang digunakan untuk memperoleh informasi dari beberapa responden dalam arti laporan tentang pribadinya, atau halhal yang diketahui (Arikunto, 1998 : 140). Angket diberikan kepada siswa sebanyak satu kali kepada kelas eksperimen. Angket yang diberikan kepada kelas eksperimen berjenis angket tertutup, artinya angket yang sudah disediakan jawabannya sehingga responden tinggal memilih (Arikunto, 1998 : 141).
Pedagogia, Volume 6 Nomor 2 Tahun 2014
PENERAPAN MODEL PEMBELAJARAN GROUP INVESTIGATION
Angket digunakan oleh peneliti berguna untuk mengetahui dan mencari informasi pendapat siswa kelas VIII SMP NEGERI 1 Ciomas Kabupaten Bogor mengenai kendala-kendala yang berkaitan dengan penerapan model pembelajaran Kooperatif dengan teknik Group Investigation . Dalam penelitian pembelajaran kemampuan menulis berita dengan menggunakan model pembelajaran Group Investigation hanya diberikan kepada kelas eksperimen. Angket yang disebarkan bersifat tertutup artinya alternatif jawaban sudah disediakan, pilihan jawaban hanya ada A, B, C atau tidak ada pilihan lain. Model pembelajaran Group Investigation adalah model pembelajaran yang digunakan oleh guru yang dilakukan dengan cara memberi siswa pengarahan, lalu membagi siswa ke dalam beberapa kelompok, setiap kelompok diberi bacaan atau teks berita dan lembar kerja yang berbeda, dan setiap kelompok harus menemukan hal-hal yang terdapat dalam bacaan dan menjawab pertanyaan yang terdapat dalam lembar kerja, lalu masing-masing kelompok memaparkan hasil diskusinya kepada kelompok lain. Kemampuan menulis berita adalah kemampuan siswa kelas VIII SMP NEGERI 1 Ciomas Kabupaten Bogor dalam menulis kejadian atau peristiwa hangat berdasarkan unsur-unsur yang terdapat dalam berita. Penelitian eksperimen ini sebagai salah satu cara mendapatkan hasil dari perlakuan yang diberikan oleh peneliti pada kelas eksperimen, sedangkan pada kelas kontrol hanya sebagai pembanding dalam menentukan hasil kemampuan siswa dalam menulis berita. Kelompok eksperimen merupakan kelompok
yang diberi perlakuan, dengan menggunakan model Group Investigation sedangkan kelompok kelas kontrol merupakan kelompok yang menggunakan model Cooferative Integrate Reading and Composition (CIRC). Kedua kelompok diukur untuk memastikan apakah penggunaan model Group Investigation pada kelas eksperimen dapat memberikan perubahan yang lebih besar dari pada kelas kontrol. HASIL PENELITIAN Peneliti menyajikan hasil penelitian Penerapan Model Group Investigation dalam Meningkatkan Kemampuan Menulis Berita Siswa Kelas VIII SMP Negeri 1 Ciomas Bogor. Uraian pada bab ini meliputi hasil penelitian (data tes, baik prates maupun postes pada kelas kontrol dan kelas eksperimen, data angket, pembahasan hasil data dan pembuktian hipotesis). Temuan penelitian dimulai dari rekapitulasi prates kelas eksperimen dan postes kelas eksperimen, kemudian dilanjutkan pada prates kelas kontrol dan postes kelas kontrol hingga mencapai ketuntasan hasil belajar. Hasil tes yang dilakukan di kelas eksperimen. Pada tes pertama (prates) memahami puisi diperoleh hasil bahwa siswa mempunyai kemampuan pada taraf kurang mampu dalam menulis berita, dengan nilai rata-rata 5,04. Tes kedua (postes) menulis berita diperoleh hasil nilai rata-rata 7,5 angka tersebut berada pada taraf mampu. Berdasarkan hasil perhitungan perbandingan mean dengan menggunakan t-test, diperoleh harga to adalah 3,50. Dengan demikian hal ini menunjukkan bahwa harga WRVLJQL¿NDQNDUHQDQLODLWR\DLWX!
Tabel 1 REKAPITULASI DATA POSTES MENULIS BERITA KELAS EKSPERIMEN Interval Nilai 85-100 75-84 60-74 40-59 0-39
Interval persentase Penguasaan
Frekuensi
Persentase
85%-100% 75%-84% 60%-74% 40%-59% 0%-39%
9 27 -
25% 75% -
Pedagogia, Volume 6 Nomor 2 Tahun 2014
181
Interpretasi
Sangat mampu Mampu Cukup mampu Kurang mampu Tidak mampu
182
PENERAPAN MODEL PEMBELAJARAN GROUP INVESTIGATION
0-39 dengan interpretasi tidak mampu. Berdasarkan data di atas, dapat disimpulkan bahwa kemampuan prates siswa dikelas eksperimen dalam menulis berita dengan presentase tertinggi yaitu 75% pada interval penguasaan nilai 40-59 dengan interpretasi kurang mampu.sedangkan persentase terendah yaitu 25% pada interval penguasaan nilai 60-74 dengan interpretasi cukup mampu.
Berdasarkan tabel di atas, data prates kelas eksperimen dapat terlihat bahwa tidak ada siswa yang mendapatkan nilai 75-84 dengan interpretasi mampu dan tidak ada yang mendapatkan nilai 85-100 dengan interpretasi mampu sekali. Selanjutnya terdapat 9 siswa atau 25% mendapatkan nilai 60-74 dengan interpretasi cukup mampu, 27 siswa atau 75% mendapatkan nilai 40-59 dengan interpretasi kurang mampu dan tidak ada siswa yang mendapatkan nilai
Tabel 2 REKAPITULASI DATA POSTES MENULIS BERITA KELAS EKSPERIMEN Interval nilai 85-100 75-84 60-74 40-59 0-39
Interval persentase penguasaan 85%-100% 75%-84% 60%-74% 40%-59% 0%-39%
Frekuensi
Persentase
Interpretasi
1 27 4 2 -
2,7% 75% 11,1% 5,5% -
Sangat mampu Mampu Cukup mampu Kurang mampu Tidak mampu
Berdasarkan tabel di atas, data postes kelas eksperimen dapat terlihat bahwa 1 siswwa atau 2,7% mendapatkan nilai 85-100 dengan interpretasi sangat mampu, 27 siswa atau 75% mendapatkan nilai 75-84 dengan interpretasi mampu, 4 siswa atau 11,1% mendapatkan nilai 40-59 dengan interpretasi kurang mampu, dan tidak ada yang mendapatkan nilai 0-39 dengan interpretasi tidak mampu.
Berdasarkan data di atas dapat disimpulkan bahwa kemampuan postes siswa di kelas eksperimen dalam menulis berita dengan presentase tertinggi yaitu 75% pada interval penguasaan nilai 75-84 dengan interpretasi mampu, namun presentasi tertinggi dengan interpretasi sangat mampu yakni 2,7% sedangkan, presentase terendah yaitu 5,5% pada interval penguasaan nilai 40-59 dengan interpretasi kurang mampu.
Tabel 3 REKAPITULASI DATA PRATES MENULIS BERITA KELAS KONTROL Interval Nilai 85-100 75-84 60-74 40-59 0-39
Interval Presentase Penguasaan 85%-100% 75%-84% 60%-74% 40%-59% 0%-39%
Berdasarkan tabel di atas, data prates kelas kontrol dapat terlihat tidak ada yang mendapatkan nilai 75- 84 atau dalam interpretasi mampu, dan tidak ada yang mendapatkan nilai 85-100 dalam interpretasi sangat mampu. Lalu terdapat 2 siswa atau 5,6% mendapatkan nilai 60-74 dengan interpretasi cukup mampu, 34 siswa atau 94,4% mendapatkan nilai 40-59 dengan interpretasi kurang mampu, dan tidak ada siswa yang mendapatkan nilai 0-39 dengan interpretasi tidak mampu.
Frekuensi 2 34 -
Presentase 5,6% 94,4% -
Interpretasi Sangat mampu Mampu Cukup mampu Kurang mampu Tidak mampu
Berdasarkan data di atas, dapat disimpulkan bahwa kemampuan prates siswa dikelas kontrol dalam menulis berita dengan presentase tertinggi yaitu 94,4% pada interval penguasaan kurang mampu, sedangkan presentase terendah yaitu 5,6% pada interval penguasaan cukup mampu.
Pedagogia, Volume 6 Nomor 2 Tahun 2014
PENERAPAN MODEL PEMBELAJARAN GROUP INVESTIGATION
183
Tabel 4 REKAPITULASI DATA POSTES MENULIS BERITA KELAS KONTROL Interval Nilai 85-100
Interval Persentase Penguasaan 85%-100%
Frekuensi -
Persentase
Interpretasi Sangat mampu
75-84 60-74 40-59 0-39
75%-84% 60%-74% 40%-59% 0%-39%
3 16 6 11
8,33% 44,4% 16,6% 30,5%
mampu Cukup mampu Kurang mampu Tidak mampu
Berdasarkan tabel di atas, data postes kelas kontrol tidak ada yang mendapatkan nilai 85-100 dengan interpretasi sangat mampu, lalu terdapat 3 siswa atau 8,33% mendapatkan nilai 75-84 dengan interpretasi mampu, 16 siswa atau 44,4% mendapatkan nilai 60-74 dengan interpretasi cukup mampu, 11 siswa atau 30,5% mendapatkan nilai 0-39 dengan interpretasi tidak mampu. Berdasarkan data di atas, dapat disimpulkan bahwa kemampuan postes siswa dikelas kontrol dalam menulis berita
dengan presentase tertinggi yaitu 44,45 pada interval penguasaan nilai 60-74 dengan interpretasi cukup mampu. Sedangkan presentase terendah 8,33% pada interval 75-84 dengan interpretasi mampu. PEMBAHASAN Hasil penelitian dibahas pada perbandingan nilai prates dan postes kelas eksperimen dan kelas control(5W+1H), untuk memperjelas maka disajikan sesuai dengan tabel di bawah ini.
Tabel 5 PERBANDINGAN NILAI PRATES DAN POSTES KELAS EKSPERIMEN DAN KELAS KONTROL Keterangan Nilai maksimal Nilai minimal Nilai rata-rata
Prates Eksperimen 60 40 5,04 Kurang
Postes Kontrol 60 40 4,6 Kurang
Berdasarkan tabel di atas maka dapat dijelaskan sebagai berikut. Hasil tes yang dilakukan di awal (prates) menulis berita yang diperoleh pada kelas kontrol bahwa siswa kurang mampu dalam menulis berita tanpa menggunakan model pembelajran Group Investigation dengan nilai rata-rata 4,6 sedangkan pada hasil tes akhir (postes) menulis berita pada kelas kontrol bahwa siswa mengalami peningkatan namun masih dalam interpretasi kurang mampu dalam menulis berita tanpa menggunakan model Group Investigation dengan nilai rata-rata 5,1. Hasil tes awal (prates) menulis berita yang diperoleh pada kelas eksperimen bahwa siswa kurang mampu dalam menulis berita tanpa menggunakan model Group Investigation dengan nilai rata-rata 5,04, sedangkan pada hasil tes akhir Pedagogia, Volume 6 Nomor 2 Tahun 2014
Eksperimen 85 55 7,5 Mampu
Kontrol 75 40 5,1 Kurang
(postes) menulis berita pada kelas eksperimen bahwa siswa mengalami peningkatan menjadi mampu dalam menulis berita menggunakan model Group Investigation dengan nilai rata-rata 7,5. Berdasarkan data hasil siswa bahwa terdapat peningkatan nilai siswa sebelum dan sesudah menggunakan model pembelajaran Group Investigation dari interpretasi kurang mampu menjadi mampu. Berdasarkan hasil perhitungan perbandingan mean dengan menggunakan rumus t-tes, diperoleh harga to adalah 3,50, t0,95 = 1,67 dan harga t0,99 = 2,39 dengan demikian to lebih besar dari pada tt ! -DGL KDVLO DQDOLVLV PHQXQMXNDQ dengan menggunakan model pembelajaran Group Investigation merupakan salah satu cara menulis berita berdasarkan unsur-unsur yang terdapat pada
184
PENERAPAN MODEL PEMBELAJARAN GROUP INVESTIGATION
berita. Dengan demikian terlihat bahwa model Group Investigation dapat meningkatkan kemampuan menulis berita. Penggunaan model Group Investigation yang menjadi model penelitian ini pada siswa kelas VIII SMP Negeri 1 Ciomas tidak mempunyai kendala dalam menulis berita terbukti dari hasil angket siswa yang menjelaskan dari 36 siswa sebanyak 12 siswa (33,3%) menjawab ia mengalami kendala ketika menulis berita menggunakan model Group Investigation dan 24 siswa (66,7%) menjawab ia mengalami kendala menulis berita menggunakan model group Investigation. Dari data di atas dapat disimpulkan bahwa hampir separuhnya siswa menjawab ia mengalami kendala dalam menulis berita dengan menggunakan model Group Investigation dan sebagian besar menjawab tidak mengalami kendala dalam menulis berita dengan menggunakan model Group Investigation. KESIMPULAN Penggunaan model Group Investigation dapat meningkatkan kemampuan menulis berit pada siswa kelas VIII SMP Negeri 1 Ciomas dan siswa kelas VIII SMP Negeri 1 Ciomas sebagian besar tidak mengalami kendala dalam menulis berita dengan menggunakan model pembelajaran Group Investigation, namun ada beberapa siswa yang masih mengalami kendala pada saat menulis berita berdasarkan unsur-unsur yang terdapat dalam sebuah berita (5W+1H).Hal ini dapat dilihat dari adanya peningkatan nilai menulis berita di kelas eksperimen.Hasil prates yang dilakukan di kelas eksperimen diperoleh data bahwa siswa mempunyai tingkat kemampuan p 50%, dengan nilai rata-rata 5,04. Hasi postes yang diperoleh di kelas eksperimen setelah menggunakan model pembelajaran group investigation berada pada taraf mampu atau berada pada tingkat kemampuan 75,4%, dengan nilai rata-rata 7,5, dengan kata lain berarti mengalami peningkatan 25% atau 25,4. Bukti ini dikuatkan GHQJDQ DGDQ\D SHUEHGDDQ \DQJ VLJQL¿NDQ DQWDUD skor hasil tes kelas eksperimen dan kelas kontrol. Berdasarkan hasil perhitungan perbandingan mean menggunakan rumus t-tes, diperoleh harga t0= 3,50 OHELKEHVDUGDULKDUJDWWEDLNGLWDUDIVLJQL¿NDQW PDXSXQWDUDIVLJQL¿NDQW
DAFTAR PUSTAKA Arikunto, Suharsimi. 2010. Prosedur Penelitian: Jakarta : PT. Rineka Cipta. Arikunto, Suharsimi. 2002. Prosedur Penelitian Suatu Pendekatan Praktek. Jakarta: PT. Rineka Cipta. Chaer, Abdul. 2010 : Bahasa Jurnalistik. Jakarta : PT. Rineka Cipta. Lie, Anita. 2010. Coopetative Learning. Jakarta: Grasindo. Lie, Anita. 2005. Coopertaive Learning : Mempraktikkan Cooperative Learning di Ruang-ruang Kelas. Jakarta :Gramedia. Pranoto, Naning. 2004. Creative writing. Jakarta: Primadia Pustaka. Romli, Asep Syamsul. 2001. Jurnalistik Praktis. Bandung : PT. Remaja Rosdakarya. Rusman. 2012. Model-Model Pembelajaran. Jakarta 375DMD*UD¿QGR3HUVDGD Sabarti, Akhadiah. 1986. Menulis. Jakarta: Universitas Terbuka. Suhandang, Kustadi. 2004. Pengantar Jurnalistik. Bandung : Nuansa. Suprijono, Agus. 2009. Cooperative Learning. Yogyakarta : Pustaka Pelajar. Tarigan, Herdry Guntur. 2008. Menulis. Bandung : Angkasa. Trianto. 2009. Mendesain Model Pembelajaran Inovatif-Progresif. Jakarta : Putra. Nurgiyantoro, Burhan. 2001. Penilaian dalam Pengajaran Bahasa dan Sastra. Yogyakarta: BPFE Yogyakarta. Yudha, Asep Wirajaya. 2008. Berbahasa dan %HUVDVWUD ,QGRQHVLD XQWXN 603076 .HODV VIII. Jakarta: Pusat Pembukuan Departemen Pendidikan Nasion BIODATA PENULIS 1. Ryndy Etiawati Oktaviani, dilahirkan di Bogor, pada tanggal 17 Oktober 1990. Penulis merupakan anak ke dua dari dua bersaudara dari keluarga Bapak Dedi Rachmat dan Ibu Titin Suhertini. Ryndy Setiawati Oktaviani memulai pendidikan formal pertama tahun 1997 masuk ke Sekolah Dasar Negeri Bogor Baru dan lulus tahun 2003, melanjutkan ke Sekolah Menegah Pertama Negeri 11 Bogor dan lulus tahun 2006, lalu melanjutkan Sekolah Menegah Kejuruan Negeri 1 Bogor lulus tahun 2009. Pada tahun
Pedagogia, Volume 6 Nomor 2 Tahun 2014
PENERAPAN MODEL PEMBELAJARAN GROUP INVESTIGATION
2009 melanjutkan Pendidikan ke Universitas Pakuan Bogor, Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan, mengambil jurusan Program Studi Bahasa dan Sastra Indonesia.
Pedagogia, Volume 6 Nomor 2 Tahun 2014
185
2. Suhendra, Dosen Program Studi Pendidikan Bahasa Indonesia, FKIP Universitas Pakuan. 3. Rina Rosdiana, Dosen Program Studi Pendidikan Bahasa Indonesia, FKIP Universitas Pakuan.
186
PENGARUH MODEL PEMBELAJARAN
PENGARUH MODEL PEMBELAJARAN TEAM ASSITED INDIVIDUALIZATION RECIPROCAL DAN STUDENT FACILITATOR AND EXPLAINING RECIPROCAL TERHADAP HASIL BELAJAR BIOLOGI Oleh: Lely Yustina Wati 1, Nandang Hidayat 2 ABSTRAK 5HQGDKQ\D VHPDQJDW EHUVDLQJ NUHDWL¿WDV EHUSLNLU NULWLV PLQDW PHPEDFD GDQ SHPDKDPDQ PDWHUL PHQMDGL alasan penelitian ini, yaitu membandingkan hasil belajar dengan menggunakan model Team Assited Individualization Reciprocal (TAIR) dan6WXGHQW)DFLOLWDWRU$QG([SODLQLQJ5HFLSURFDO (SFAER). Penelitian ini dilakukan di SMA Negeri 7 Bogor, pada bulan April semester dua tahun ajaran 2012-2013. Sampel yang digunakan dalam penelitian ini diambil dari dua kelas dengan jumlah siswa seluruhnya sebanyak 64 orang. Penelitian ini termasuk kedalam penelitian eksperimen, dimana model TAIR dan SFAER termasuk kedalam variabel perlakuan sedangkan hasil belajar biologi sebagai variabel terikat. Instrument yang digunakan untuk mengukur hasil belajar biologi ini yaitu berupa tes objektif yang terdiri dari 30 butir soal yang telah dihitung tingkat validitas dan reliabilitasnya terlebih dahulu. Sedangkan teknik analisis data yang digunakan berupa perhitungan deskriptif, pengujian normalitas, pengujian homogenitas dan pengujian hipotesis dengan PHQJJXQDNDQWHNQLNXMLW+DVLOSHQJXMLDQGHQJDQXMLWSDGDWDUDIVLJQL¿NDVLĮ GLSHUROHKKDVLO\DLWXW0 Wt 1,67, sehingga hipotesis H0 ditolak dan Ha diterima yang berarti terdapat perbedaan terhadap hasil belajar biologi. Siswa kelompok TAIR memberikan hasil belajar lebih tinggi dibandingkan dengan kelompok 6)$(5GHQJDQVDQJDWVLJQL¿NDQDQWDUDNHORPSRNEHODMDUVLVZD\DLWXUDWDUDWD1*DLQ7$,5GDQ1*DLQ SFAER 30,2. Kata Kunci : Pembelajaran kooperatif, model Team Assited Individualization Reciprocal (TAIR) dan Student )DFLOLWDWRU$QG([SODLQLQJ5HFLSURFDO6)$(5 , hasil belajar ABSTRACT Low competitive spirit, creativity, critical thinking, reading habit, and material comprehension are the main reasons of the research, which is to compare the learning outcomes of the students taught by the models of Team $VVLVWHG,QGLYLGXDOL]DWLRQ5HFLSURFDO7$,5 DQG6WXGHQW)DFLOLWDWRUDQG([SODLQLQJ5HFLSURFDO6)$(5 7KH research was conducted at SMAN 7 Bogor, in April, in the second semester in the year of 2012-2013. The sample used on the research was taken from two classes with the total number of 64 students. The research is DQH[SHULPHQWZKHUHWKHPRGHOVRI7$,5DQG6)$(5DUHLQFOXGHGDVWKHWUHDWPHQWVZKLOHWKHOHDUQLQJRXWFRPH of biology subject was the dependent variable. The instrument used for measuring the learning outcome was an objective test consisting of 30 test items that had been tested for its validity and reliability. The data analysis technique used is descriptive measurement, normality, homogeneity, and hypothesis testing using the technique of t test. The result shows that the toLVWtZLWKWKHVLJQL¿FDQWOHYHORIĮ LWPHDQVWKDWWKH+o is rejected and the HaLVDSSURYHGDQGLWVKRZVWKDWWKHUHLVLQÀXHQFHRQWKHOHDUQLQJRXWFRPHV7KHVWXGHQWVRI 7$,5JURXSVFRUHGKLJKHUWKDQWKRVHRI6)$(5VLJQL¿FDQWO\,WFDQEHVHHQIURPWKHDYHUDJHVFRUHRI1*DLQ 7$,5ZKLFKLVDQG1*DLQ6)$(5ZKLFKLV .H\ZRUGV&RRSHUDWLYH/HDUQLQJ7HDP$VVLVWHG,QGLYLGXDOL]DWLRQ5HFLSURFDO7$,5 6WXGHQW)DFLOLWDWRUDQG ([SODLQLQJ5HFLSURFDO6)$(5 OHDUQLQJRXWFRPHV PENDAHULUAN Pendidikan formal adalah jalur pendidikan yang terstuktur dan berjenjang yang terdiri atas pendidikan dasar, pendidikan menengah, dan pendidikan tinggi (UU No 20 tahun 2003,
Sudjana;2005:2). Kemampuan dan pengalaman tenaga pendidik dalam mendidik siswa selama EHUWDKXQ ±WDKXQ VHUWD SHQJHWDKXDQ PHQJHQDL metode atau model pembelajaran membuat proses pembelajaran yang terjadi didalam kelas menjadi Pedagogia, Volume 6 Nomor 2 Tahun 2014
PENGARUH MODEL PEMBELAJARAN
menyenangkan. Dalam kegiatan pembelajaran tidak selalu setiap model pembelajaran menjadi menyenangkan dan mendukung karena didapati kegagalan-kegalan yang disebabkan kurang dan lemah suatu sistem komunikasi. Komunikasi yang berlangsung adalah komunikasi satu arah, guru berperan sebagai pemberi aksi atau berperan lebih aktif dan siswa berperan penerima aksi atau berperan lebih pasif menyebabkan kurang menghidupkan kegiatan siswa dalam proses pembelajaran. Berdasarkan hasil observasi di SMA Negeri 7 Bogor diketahui permasalahan pada siswa kelas XI, bahwa siswa menganggap mata pelajaran biologi merupakan mata pelajaran yang banyak hapalan dan susah dimengerti menjadi faktor menurunnya minat baca siswa terhadap materi. Guru mata pelajaran ELRORJLVXGDKPHQJHWDKXLEHUPDFDP±PDFDPPRGHO pembelajaran tetapi dalam proses pembelajaran guru lebih sering memilih metode ceramah atau monoton tidak bervariasi diselingi sesi tanya jawab. Metode ceramah yang digunakan lebih menekankan pada komunikasi antara siswa dengan guru dan tidak terjadi diskusi sesama siswa sehingga bagi siswa proses pembelajaran terasa membosankan. Faktor ± IDNWRU ODLQ DGDODK NXUDQJQ\D VHPDQJDW EHUVDLQJ antara sesama siswa di dalam kelas dan materi yang harus dipahami, dikuasai terlalu banyak dengan bahasa latin yang masih sulit dimengerti sehingga tidak mendorong kreativitas siswa yang berakibat kurangnya semangat belajar siswa serta hasil belajar kurang memuaskan dan berdampak pada KKM. Kriteria Ketuntasan Minimum (KKM) yang ditentukan oleh guru adalah 75. Di SMA Negeri 7 khususnya pada kelas XI IPA mata pelajaran biologi, nilai hasil belajar masih di bawah rata-rata. Terdapat 41% siswa yang mencapai KKM dan 59% belum mencapai KKM. Kemampuan belajar siswa di SMA Negeri 7 bersifat heterogen. Proses pembelajaran di sekolah tersebut khususnya pada kelas XI IPA lebih menekankan pada proses yang bersifat individual, dimana siswa yang berpemahaman lebih makin paham dan siswa yang kurang makin terbelakang. Dibutuhkan Proses pembelajaran yang menyenangkan, mampu memperkuat kerjasama siswa dan saling bersaing yaitu adanya interaksi antara siswa dengan siswa, interaksi antara guru dengan siswa, sehingga siswa akan menjadi tertarik. Model pembelajaran kooperatif adalah model yang mendorong siswa untuk bekerjasama dalam memecahkan masalah atau pengerjaan tugas. Pedagogia, Volume 6 Nomor 2 Tahun 2014
187
Pengertian secara psikologis, belajar merupakan suatu proses perubahan yaitu perubahan tingkah laku sebagai hasil interaksi dengan lingkungan dalam memenuhi kebutuhan hidup individu tersebut. Perubahan - perubahan tersebut akan nyata dalam seluruh aspek tingkah laku sebagai hasil pengalamannya sendiri dalam interaksi dengan lingkungannya. Sagala (2006:11) belajar merupakan komponen ilmu pendidikan yang berkenaan dengan tujuan dan bahan acuan interaksi, baik yang bersifat eksplisit maupun implisit. Dilihat dari pendapat sagala, belajar tidak lain merupakan pendukung terciptanya ilmu pendidikan yang mempunyai tujuan serta menjadi sumber interaksi yang tercantum secara prosedural atau bersifat sebagai pengalaman. Bloom dalam Syah (2008:84) ada tiga ranah (domain hasil belajar) yaitu kognitif, afektif, dan SVLNRPRWRULN 6HWLDS UDQDK GLNODVL¿NDVLNDQ ODJL dalam beberapa tingkat atau tahap kemampuan yang harus dicapai yaitu : pengetahuan; pemahaman; pengertian; aplikasi; analisa; sintesa dan evaluasi. Goldsby (1976:1) berpendapat bahwa biologi merupakan ilmu yang mempelajari tentang kehidupan. Berdasarkan beberapa pengertian di atas dapat disimpulkan bahwa hasil belajar biologi adalah sejumlah pengetahuan faktual, konseptual, prosedural dan metakognitif yang dikuasai siswa setelah mengalami proses belajar tentang kehidupan dan perwujudannya serta interkasi makhluk hidup dengan lingkungannya. Pembelajaran kooperatif merupakan suatu dasar dari suatu metode aktif, melalui kerjasama yang dapat mempertinggi keterlibatan subjek didik. Pembelajaran kooperatif itu bernaung dalam teori konstruktivis. Pembelajaran ini muncul dari konsep bahwa siswa akan lebih mudah menemukan dan memahami konsep yang sulit jika mereka saling berdiskusi dengan temannya. Siswa dapat membantu satu sama lain dalam memecahkan masalah yang ada Trianto (2011:56). Parsons dalam Slavin (2008:188) Model Team Assited Individualization (TAI) memberikan kesempatan kepada para siswa untuk berkembang pada taraf pengajaran yang sesuai dengan individual atau kelompok-kelompok kecil. Model Student )DFLOLWDWRU $QG ([SODLQLQJ (SFAE) adalah model pembelajaran inovatif dan memfokuskan pada siswa yang belajar untuk mempresentasikan ide atau pendapat pada siswa lainnya Santoso (2011). Doolitle dkk (2006:155) berpendapat pembelajaran
188
PENGARUH MODEL PEMBELAJARAN
resiprokal, saat digunakan dengan tepat merupakan strategi yang terarah dan ini efektif bila digunakan untuk kriteria strategi seperti tuntunan atau bimbingan. Model pembelajaran TAI Reciprocal adalah gabungan dari model pembelajaran TAI dan Reciprocal. Model ini menuntut peran aktif siswa sebelum dan selama proses pembelajaran sehingga memotivasi siswa untuk menonjolkan kemampuan pribadi dan kelompoknya dalam memecahkan suatu permasalahan demi meraih keberhasilan secara aktif,mandiri inovatif dan efektif. Model pembelajaran SFAE Reciprocal merupakan perpaduan antara model pembelajaran SFAE dan Reciprocal. Model ini menuntut peran aktif, kreatif dan kemandirian siswa sebelum dan selama proses pembelajaran yang menggunakan tutor sebaya sebagai sarana dalam mengungkapkan dan mengembangkan serta membangun pengetahuan siswa lainnya. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui pengaruh hasil belajar biologi siswa kelas XI IPA - 5 dan XI IPA - 4 dengan penggunaan model pembelajaran kooperatif Team Assited Individualization Reciprocal (TAIR) dengan Student )DFLOLWDWRUDQG([SODLQLQJ5HFLSURFDO(SFAER). METODE PENELITIAN Penelitian ini dilakukan di SMA Negeri 7 yang beralamatkan di Jalan Palupuh Bantarjati. Penelitian dilakukan pada semester dua tahun ajaran 2012/2013. Penelitian dilakukan sekitar bulan Januari sampai dengan bulan Maret 2014 di kelas XI IPA. Metode penelitian yang digunakan dalam penelitian ini adalah Quasi Eksperiment Design. Variable dalam penelitian ini terdiri dari dua variable. Variabel perlakuan yaitu pengaruh pembelajaran kooperatif Team Assited Individualization Reciprocal (TAIR) dan 6WXGHQW )DFLOLWDWRU$QG ([SODLQLQJ 5HFLSURFDO (SFAER) serta satu variable terikat yaitu hasil belajar Biologi. Desain penelitian yang digunakan adalah Non Equivalent Group Pretes And Posttest Eksperimental Designt, yang dibentuk dalam tabel:
Keterangan : E1 : kelas eksperimen 1 : kelas eksperimen 2 E2 : kelas eksperimen yang diberi perlakuan X1 model pembelajaran TAIR X2 : kelas ekperimen yang diberi perlakuan model pembelajaran SFAER O1 dan O3: pretest O2 dan O4: posttest
Perhitungan yang digunakan dalam penelitian menurut ketut suma (2010) adalah : N-Gain = Keterangan : S posttest: Nilai tes setelah pembelajaran S Pretest : Nilai tes sebelum pembelajaran S maks : Nilai maks S : Skor Populasi yang digunakan dalam penelitian ini adalah seluruh siswa kelas XI IPA SMA Negeri 7. Kelas XI sebanyak 2 kelas untuk pengujian homogenitas. Kelas XI IPA 4 berjumlah 32 siswa, Kelas XI IPA 5 berjumlah 32 siswa. Penarikan sample dilakukan dengan purposif sampling (Sudjana;2005:168) dari 6 kelas XI IPA di SMA Negeri 7 dipilih secara acak dua kelas, satu kelas untuk eksperimen 1 dan satu kelas untuk eksperimen 2. Teknik pengumpulan data Hasil Belajar Biologi (Y1 'H¿QLVL.RQVHSWXDO 'H¿QLVL2SHUDVLRQDO 3) Kisi-kisi Instrumen, 4) Kalibrasi Instrumen. Kalibrasi Instrumen yang digunakan adalah : Keterangan Uji Validitas
Uji Reliabilitas
Tabel 1 Desain Penelitian Sampel
Pretest
Treatment
Postest
E1
O1
X1
O2
E2
O3
X2
O4
Rumus Teknik Point-Biseral
Valid rpbi !Utabel
65 butir soal 32 butir soal r11! Pendekatan Single Test Tirial 0,875 )RUPXOD.XGHU Richardson-20 (KR20)
9DOLG rpbi Utabel 33 butir soal r11 -
Teknik analisis data terdiri dari uji prasyarat dan uji hipotesis. Uji prasyarat diantaranya adalah 1) statistik deskriptif dilakukan untuk rata-rata, nilai
Pedagogia, Volume 6 Nomor 2 Tahun 2014
PENGARUH MODEL PEMBELAJARAN
tengah, nilai yang sering muncul, skor maksimum, skor minimum, rentang skor, banyak kelas, panjang kelas, 2) uji normalitas dilakukan untuk mengetahui apakah populasi yang diteliti berdistribusi normal atau tidak berdasarkan data yang diperoleh. Uji normalitas yang digunakan yaitu uji Chi-Kuadrat, 3) uji homogenitas dilakukan untuk membuktikan apakah sampel yang diambil berasal dari populasi yang homogen atau tidak. Dalam uji homogenitas menggunakan uji Bartlett, 4) uji hipotesis dilakukan dengan menggunakan teknik statistik t.
189
Tabel 2 dan gambar 1 menunjukan bahwa rata-rata nilai N-gain kelompok TAIR cenderung lebih tinggi. Data Hasil Belajar Biologi Kelompok SFAER Setelah dilakukan perhitungan statistik deskriptif berdasarkan data N-Gain dengan menggunakan model SFAER, diperoleh skor ratarata 12,9; modus 17,86; median 35,5. Distribusi frekuensi dari data tersebut dapat dilihat pada tabel berikut: Tabel 3 Distribusi skor N-gain kelompok SFAER
HASIL PENELITIAN Deskripsi Data Hasil Penelitian Deskripsi data hasil penelitian dikelompokkan menjadi dua bagian, yaitu kelompok TAIR dan SFAER. Jumlah sumber data sebanyak 64 responden tyang terdiri dari dua kelas yang merupakan kelompok kelas peneliti Data Hasil Belajar Biologi Kelompok TAIR Setelah dilakukan perhitungan statistik deskriptif berdasarkan data N-Gain dengan menggunakan model TAIR, diperoleh skor rata-rata 20,5; modus 23,5; median 42,25. Distribusi frekuensi dari data tersebut dapat dilihat pada tabel berikut : Tabel 2 Distribusi skor N-gain kelompok TAIR Interval
Frekuensi Mutlak
Batas Kelas
(Fi)
Titik Tengah
Fi.xi
(xi)
10- 22
7
9,5-22,5
16
112
23-35
12
22,5-35,5
28
336
36-48
4
35,5-48,5
41
164
49-61
5
48,5-61,5
53
265
62-74
2
61,5-74,5
67
134
75-87
2
74,5-88,5
80
160
JUMLAH
32
9,5
1171
22,5
35,5
48,5
61,5
74,5
Interval
Frekuensi Mutlak
Batas Kelas
Titik Tengah
(Fi)
Fi.xi
(xi)
11-19
9
10,5-19,5
15
135
20-28
7
19,5-28,5
24
168
29-37
5
28,5-37,5
33
165
38-46
8
37,5-46,5
42
336
47-55
2
46,5-55,5
51
102
56-64
1
55,5-64,5
60
JUMLAH
32
60 966
Tabel 3 dan gambar 2 menunjukan bahwa rata-rata nilai N-gain kelompok SFAER cenderung rendah. Pengujian Prasyarat Analisis 1. Uji Normalitas Berdasarkan hasil perhitungan uji normalitas N-gain hasil belajar Biologi siswa untuk kedua NHORPSRN GDSDW GLVLPSXONDQ EDKZD Ȥðhitung Ȥðtabel, maka data dari kedua kelompok berasal dari distribusi normal. Tabel 4 Hasil Uji Hipotesis Ȥð Ȥð
No.
Distribusi Kelompok Perlakuan
1.
Hasil Belajar Biologi kelompok kelas eksperimen (TAIR)
6,28
7,82
Distribusi Normal
2.
Hasil belajar Biologi kelompok kelas pembanding (SFAER)
5,73
7,82
Distribusi Normal
hitung
Kesimpulan
tabel
88,5 10,5
19,5
28,5
37,5
46,5
55,5
64,5
Gambar 1 Rata-rata hasil belajar kelompok TAIR Gambar 2 Rata-rata hasil belajar kelompok SFAER
Pedagogia, Volume 6 Nomor 2 Tahun 2014
PENGARUH MODEL PEMBELAJARAN
190
2. Uji Homogenitas Dari hasil perhitungan uji homogenitas terhadap instrument hasil belajar IPA diperoleh nilai Ȥðhitung GDQȤðtabel SDGDWDUDIVLJQL¿NDQ Į GHQJDQGHPLNLDQGDSDWGLVLPSXONDQȤðhitung Ȥðtabel, sehingga dapat dikatakan bahwa distribusi varians berasal dari populasi yang Homogen. C. Pengujian Hipotesis Penelitian 3DGD WDUDI VLJQL¿NDQ Į GDQ GLSHUROHK nilai thitung = 1,43 dan harga ttabel = 1,67 dan sehingga didapatkan thitung ! Wtabel dengan demikian hipotesis nol (Ho) ditolak dengan hipotesis alternative (Ha) diterima. Dengan hasil tersebut dapat disimpulkan bahwa secara keseluruhan hasil belajar Biologi siswa kelompok kelas eksperimen (TAIR) terdapat perbedaan dengan hasil belajar Biologi siswa kelompok kelas pembanding (SFAEr). Hasil uji hipotesis didapat dari Pengujian hipotesis pertama (Ho) dilakukan dengan perhitungan N-Gain skor hasil belajar Biologi antara kelompok kelas eksperimen dan kelompok kelas pembanding dengan melihat perbandingan antara skor pretest dan skor posttest seperti pada tabel berikut: Tabel 7 Rekapitulasi Nilai Hasil Belajar Biologi Kelompok Kelas
N
Pretest
Posttest
N-Gain
TAIR
32
48,75
70,93
36,5
SFAER
32
66,5
78,1
30,2
Berdasarkan tabel distribusi frekuensi di atas, PDND JUD¿N KLVWRJUDP SHUEDQGLQJDQ DQWDUD QLODL N-gain kelompok TAIR dan SFAER adalah : 40
36.5
30.2
TAIR
SFAER
30 20 10 0
Gambar 3 Nilai N-Gain kelompok TAIR dan kelompok SFAER
D. PEMBAHASAN Berdasarkan hasil analisis data terhadap hasil yang telah dilakukan ternyata terdapat perbedaan hasil belajar biologi pada materi sistem reproduksi dengan menggunakan model pembelajaran kooperatif Team Assited Individualization Reciprocal (TAIR) dan 6WXGHQW)DFLOLWDWRUDQG([SODLQLQJ5HFLSURFDO (SFAER). Penelitian ini dilakukan 6 kali pertemuan, 2 pertemuan untuk pretest dan posttest, 4 pertemuan untuk tatap muka (TM) yang terdiri dari 4 Rencana Pelaksanaan Pembelajaran (RPP) untuk model TAIR dengan sampel kelas XI IPA - 5 dan 4 Rencana Pelaksanaan Pembelajaran (RPP) dan untuk model SFAER dengan sampel kelas XI IPA- 4. Model pembelajaran TAI merupakan model pembelajaran yang berfokus pada pengembangan NHDNWLIDQ GDQ NUHDWL¿WDV VHUWD GD\D EHUSLNLU NULWLV pada tiap individu dalam kegiatan kelompok. Hal ini sesuai dengan pendapat yang dikemukakan oleh Parsons dalam Slavin (2008:188) dan terbukti dengan meningkatnya hasil belajar biologi khususnya pada materi ikatan kimia kelas X berdasarkan penelitian Primadhani (2013) dan Rohendi.dkk (2010) pada mata pelajaran Teknologi Informasi dan Komunikasi. Model pembelajaran SFAER merupakan suatu penggabungan antara dua model pembelajaran yang dirancang untuk mengkondisikan kelas yang lebih santai tapi serius karena menuntut peran aktif, kreatif dan kemandirian siswa sebelum dan selama proses pembelajaran yang menggunakan tutor sebaya sebagai sarana dalam mengungkapkan dan mengembangkan serta membangun pengetahuan siswa lainnya. Hal ini sesuai dengan pendapat yang dikemukakan oleh Rogers dalam Djiwandono (2002:187). Penambahan model pembelajaran Resiprokal SDGD PDVLQJ ± PDVLQJ PRGHO SHPEHODMDUDQ memberikan manfaat yang baik yaitu sebagai tuntunan atau panduan yang membantu siswa untuk mengaktifkan ingatan pengetahuan sebelumnnya mengenai materi pokok dan dihubungkan dengan pembelajaran saat ini dan membangkitkan daya berpikir kritis siswa. Hasil analisis data penelitian yang telah dilakukan memperoleh skor rata-rata hasil belajar biologi diantara kedua kelompok kelas sampel peneliti. Kelompok kelas eksperimen (XI IPA 5) yang menggunakan model TAIR menunjukan hasil yang lebih baik dibandingkan dengan kelompok
Pedagogia, Volume 6 Nomor 2 Tahun 2014
PENGARUH MODEL PEMBELAJARAN
kelas pembanding (XI IPA 4) yang menggunakan model SFAER. Dalam menganalisis data penelitian digunakan rumus N-Gain. Hal tersebut dapat dilihat dari skor rata - rata N-Gain hasil belajar biologi dari nilai yang diperoleh dengan menggunakan TAIR pada kelas XI IPA - 5 sebesar 36,5 dan skor rata- rata N-Gain hasil belajar biologi dengan menggunakan 6)$(5SDGDNHODV;,,3$±VHEHVDU Dari hasil perhitungan hasil belajar biologi pada kelompok TAIR didapatkan presentase ketuntasan nilai siswa sebesar 44% yaitu dari 32 siswa, 14 siswa dapat mencapai Kriteria Ketuntasan Minimun (KKM) sebesar 75,00. Pada kelompok kelas SFAER yang menunjukkan presentase ketuntasan nilai yang cukup baik yaitu sebesar 78% yaitu dari 32 siswa, 25 siswa dapat mencapai KKM. +DOLQLGLNDUHQDNDQNHODV;,,3$±\DQJ menggunakan model pembelajaran TAIR yang memiliki keunggulan yaitu : 1. Membuat siswa yang cerdas lebih menonjol dalam pembelajaran membantu siswa yang kurang dalam kerja kelompok dan tidak melupakan tanggung jawab individu untuk mendapat nilai yang baik. 2. Membiasakan siswa untuk saling bekerja sama dan menghargai siswa lainnya. 3. Memotivasi siswa untuk membaca dan mengetahui materi terlebih dahulu sebelum diajarkan. 4. Memotivasi siswa untuk saling menginformasikan apa yang mereka ketahui mengenai materi dan saling mengkoreksi apabila terjadi kesalahan pemahaman. Kendala yang dialami dengan menggunakan model pembelajaran TAIR ketika penelitian adalah kurangnya waktu bagi guru dalam memberi penguatan materi. Waktu diskusi yang panjang menciptakan kondisi siswa untuk berdiskusi hal selain materi pelajaran. Kurangnya waktu dalam melaksanakan pretes sehingga siswa tidak teliti dan serius dalam mengerjakan soal. Pada model pembelajaran SFAER juga dialami kendala yaitu kurang termotivasinya siswa untuk bersaing serta waktu diskusi yang panjang menyebabkan siswa yang tidak diberi tanggung jawab sebagai tutor kurang termotivasi untuk mengerjakan tugasnya.
Pedagogia, Volume 6 Nomor 2 Tahun 2014
191
D. KESIMPULAN Berdasarkan hasil penelitian dan pembahasan terdapat perbedaan terhadap hasil belajar biologi menggunakan model pembelajaran TAIR dengan model pembelajaran SFAER. Model pembelajaran TAIR dalam proses belajar biologi (khususnya materi sistem reproduksi), Memiliki pengaruh yang berbeda dengan penggunaan model pembelajaran SFAER. DAFTAR PUSTAKA Djiwandono,Sri Esti Wuryani . 2002 . Pendidikan . Grasindo . Jakarta Doolitle, Peter E. David Hicks.Cheri F.Triplett. Psikologi Carl A.Young. william Dee Nichols. 2006 . Reciprocal Teaching for Reading Comprehension in Higher (GXFDWLRQ$6WUDWHJ\IRU)RVWHULQJWKH'HHSHU Understanding of Texts . Carolina . International Journal of Teaching and Learning in Higher Education [diakses tanggal 3 Februari 2013 pukul 13.00WIB] Goldsby,Richard A. 1976 . Basic Biology . New York . Harper and Row Publisher . Inc . Rohendi, Dedi.Heri Sutarno dan Devy R. Waryuman.2010.Penerapan Metode Pembelajaran TAI Untuk Meningkatkan Hasil Belajar Siswa Pada Mata Pelajaran Teknologi Informasi dan Komunikasi.Jurnal Pendidikan Teknologi Informasi dan Komunikasi. [ diakses tanggal 14 Maret 2014 pukul 10.20WIB] Sagala, Syaiful . 2006 . Konsep dan Makna Pembelajaran . Bandung . CV . Alfabeta Santoso, Ras Eko Budi.2011.Pengertian Model pembelajaran Student Facilitator and Explaining. http://ras-eko.blogspot. Terdapat pada com/2011/05/Pengertian_model_pembelajaran_ student.html. [diakses pada tanggal 07 Maret 2014] Slavin, Robert E. 2008. Cooperative Learning “Teori, Riset dan Praktik”. Bandung : Nusa Media. Sudjana. 2005.Metoda Statistika:edisi 6.PT. Tarsito Bandung 6XPD .HWXW (IHNWL¿WDV 3HPEHODMDUDQ Berbasis Inquiri dalam Peningkatan Penguasaan Konten dan Penalaran Ilmiah Calon Guru Fisika . Jilid 43 Nomor 6. 47-55
192
PENGARUH MODEL PEMBELAJARAN
Syah, Muhibbin . 2008 . Psikologi Pendidikan ; Dengan Pendekatan Baru . Bandung . PT.Remaja Rosdakarya Trianto. 2011. Mendesain Model Pembelajaran Inovatif Progresif. Jakarta ; Kencana.
BIODATA PENULIS 1. Lely Yustina Wati, dilahirkan di Timika, 5 April 1992. Lulusan Program S1 Jurusan Pendidikan Biologi Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan Universitas Pakuan Tahun 2014. 2. NandangHidayat, Dosen Program Studi Pendidikan Biologi, FKIP Universitas Pakuan.
Pedagogia, Volume 6 Nomor 2 Tahun 2014
BUDAYA AKADEMIK DI UNIVERSITAS PAKUAN
193
BUDAYA AKADEMIK DI UNIVERSITAS PAKUAN Oleh: Sutjipto1, Rais Hidayat2, Yuyun Elizabeth3 ABSTRAK Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui budaya akademik yang terjadi di Universitas Pakuan Bogor. Budaya akademik merupakan pendukung penting dalam penciptaan iklim akademik guna menghasilkan lulusan yang berkualitas tinggi, yaitu lulusan yang memiliki daya saing dan keunggulan kompetitif. Universitas Pakuan merupakan bagian dari Pendidikan Tinggi Swasta (PTS) yang berperan startegis dalam peningkatan kualitas sumber daya manusia. Penelitian ini menggunakan pendekatan survei yang dilakukan terhadap para dosen melalui kuesioner yang berisi pernyataan-pernyataan budaya akademik. Hasil penelitian ini menemukan bahwa budaya akademik di Universitas Pakuan sudah berjalan, namun masih memiliki kekurangan-kekurangan dalam beberapa aspek budaya akademik antara lain lingkungan akademik, spirit akademik dan etika akademik. Kata kunci: budaya akademik, lingkungan akademik, spirit akademik, etika akademik. ABSTRACT 7KH UHVHDUFK LV DLPHG DW ¿QGLQJ RXW WKH DFDGHPLF FXOWXUHV RI 3DNXDQ 8QLYHUVLW\ $FDGHPLF FXOWXUH LV DQ important support in creating academic atmosphere for producing high quality graduates, who are highly competitive. Pakuan University is a part of private universities having a strategic role in improving the quality of human resources. The research employed survey approach administered to the lecturers through questionnaires containing statements related to academic cultures. The research resulted in a conclusion that the academic cultures are already there. However, some shortcomings on several aspects such as academic environment, academic spirit, and academic ethics are still found.
Key words: academic culture, academic environment, academic spirit, academic ethic. PENDAHULUAN Pendidikan tinggi merupakan center of excellence pada sebuah bangsa. Menurut Clark Kerr (1966) pendidikan tinggi atau universitas adalah instrumen utama bagi sebuah bangsa dalam mencapai tujuanya (the university has become a prime instrument of national purpose). Melalui pendidikan tingginya, sebuah bangsa berupaya mengejar berbagai ketertinggalan dengan memproduksi sumber daya manusia (SDM) yang relevan dengan pembangunan dan perkembangan zaman. Harbison dan Myer (1965) menjelaskan bahwa sebuah bangsa akan menjadi makmur dan maju bila mampu mengembangkan SDM. Harbison dan Myer menyatakan: the wealth of the country is based upon its power to develop and efectively utilizes the innate capacities of the people. The economic development of nations, therefore, is ultimate the result of human effort. It takes human agents to discover and exploit national resources, to mobilize, to develop technology, to produce goods and to carry on trade. Pedagogia, Volume 6 Nomor 2 Tahun 2014
Seperti bangsa-bangsa lainnya di dunia, bangsa Indonesia memiliki harapan yang tinggi pada perguruan tinggi. Harapan pada perguruan tingggi tercermin dari laporan Delor (1996) sebagai berikut: Nowhere is the universities’ responsibility for the development of society as a whole more acute than in developing countries. Where research done in istitutions of higher learning plays a pivotal role in providing the basis for development programs, policy formulation and training of midle-and higherlevel human resources. Barbara Ischinger (2009) mengungkapkan bahwa pendidikan tinggi diharapkan berperan untuk merespon kompetisi global, kolaborasi global, mobilitas global dan pertemuan lintas budaya (crosscultural encounter), maupun dalam mengarahkan globalisasi itu sendiri. Rhenald Kasali, dalam launching Pusat Pengembangan Sumber Daya Manusia Universitas Negeri Jakarta, 4 Juli 2013 menyatakan bahwa para lulusan perguruan tinggi harus menjadi solution maker (mampu memecahkan masalah), new way of science (menemukan teori-teori dan ilmu baru), dan new way of work and organizing
194
BUDAYA AKADEMIK DI UNIVERSITAS PAKUAN
(menemukan cara kerja dan penggorganisasian yang baru). Menurut Soedijarto (2000) selama ini perguruan tinggi di Indonesia lebih banyak berkonsentrasi dalam menyiapkan para lulusanya untuk memasuki karir profesional, sedangkan fungsi perguruan tinggi sebagai penghasil ilmu pengetahuan agar bangsa Indonesia terbebas dari impor ilmu dan teknologi masih belum berfungsi. Lebih jauh Hendra Gunawan (Kompas, 25 Januari 2014) menjelaskan bahwa pendidikan tinggi di Indonesia harus meninjau ulang tri dharma perguruan tingginya yaitu harus menempatkan penelitian sebagai yang pertama karena tanpa penelitian sebenarnya dosen tidak mungkin bisa melakukan pendidikan dan pengabdian pada masyarakat. Salah satu sumber kemajuan pendidikan tinggi swasta yaitu kemajuan dalam budaya akademiknya. Budaya akademik merujuk kepada budaya yang terjadi di lingkungan perguruan tinggi yang berbeda satu dengan lainnya. Budaya akademik akan mendorong lahirnya iklim akademik dan iklim akademik akan menunjang lahirnya para lulusan yang berkualitas. Dengan demikian, budaya akademik menjadi penting pada sebuah pendidikan tinggi. Budaya akademik di pendidikan tinggi Indonesia yang terekpos dalam media massa masih memprihatinkan, seperti: Plagiarisme di Perguruan Tinggi Sudah Sangat Mengkhawatirkan (Kompas, Senin, 13 Februari 2013), 20 PTN Diduga Lakukan Pelanggaran Akademik (Pikiran Rakyat Jumat, 2 Maret 2012), 100 Dosen Nakal Diberi Sanksi (Kompas, Kamis, 3 Oktober 2013), Dosen UIN Pukul Mahasiswa (www.sindonews.com diakses 2 Desember 2013), Dosen Mogok Kuliah, Mahasiswa Demo Rektor (nttsuluh.wordpress.com, diaskses 2 desember 2013), Lecehkan Mahasiswi Dosen Universitas Swasta Dipecat (metrotvnews. com, diakses tagl 23 Januari 2013), dan Korupsi Laboratorium, Dosen Jadi Tersangka Korupsi (Kompas, Rabu, 9 Januari 2013). Berdasarkan paparan mengenai peran pendidikan tinggi dan keadaan budaya akademik di perguruan tinggi, maka peneliti tertarik untuk meneliti budaya akademik di universitas swasta, yang merupakan bagian dari pendidikan tinggi. Mengapa universitas swasta? Karena menurut (O¿QGUL VHEDQ\DN SHUVHQ PDKDVLVZD ,QGRQHVLD belajar di PTS (Kompas.com, 23 Maret 2013, diakses
8 Maret 2014). Namun apa yang terjadi, menurut Koordinator Kopertis Wilayah IV yang meliputi Jawa Barat dan Banten, Abdul Hakim Halim mengatakan bahwa dari 476 PTS di Jawa Barat yang sehat hanya 20-30 persen. Ini berarti mayoritas atau 70 persen tidak sehat (Republika.co.id, Senin, 17 Maret 2014, diakses 1 April 2014). Oleh karena itu, penelitian ini bermaksud memperdalam asumsi yang selama ini ada pada masyarakat bahwa budaya akademik perlu ditingkatkan, khsusuanya di PTS. Xi Shen (2012: 61) menjelaskan bahwa academic culture on campus is actually the external manifest of the common values, spirits, behavior norms of people on campus who are pursuing and developing their study and research. This kind of culture can be embodied in the rules and regulations, behavior patterns and the material facilities.Academic culture of universities mainly consists of academic outlooks, academic spirits, academic ethics and academic environments. Budaya akademik menurut Charles Darwin University (2012) meliputi beberapa hal antara lain: $FDGHPLF IUHHGRP )UHHGRP WR HDFK or communicate ideas or facts as part of your education without fear of repression, job loss or imprisonment. (2) Critical thinking: The capacity to question, challenge and evaluate information. (3) Making comments and asking questions in class and on Learnline discussion boards. (4) Disagreeing ZLWK WKH OHFWXUHU¶V RU DXWKRU¶V RSLQLRQ 0DNLQJ appointments to talk to your lecturer or tutor about study related matters, (6) Using referencing in academic writing (acknowledging and giving credit to another author’s work). (7) Independent learning (the ability to research, discover knowledge, develop QHZ VNLOOV DQG IXO¿O \RXU VWXG\ FRPPLWPHQWV Life-long learning is encouraged. (9) Learning and applying new knowledge. (10) Learning is considered to be empowering to the individual as well as the community. (11) Transmission of new knowledge by publishing research results. Budaya akademik dari waktu ke waktu mengalami perkembangan. Menurut Kistanto, et. al. (2000) terdapat beberapa ciri perkembangan budaya akademik yang ideal berdasarkan penelitian terhadap 10 perguruan tinggi antara lain: (1) penghargaan terhadap pendapat orang lain secara obyektif; (2) pemikiran rasional dan kritis-analitis dengan tanggungjawab moral; (3) kebiasaan membaca; (4) penambahan ilmu dan wawasan; (5) kebiasaan Pedagogia, Volume 6 Nomor 2 Tahun 2014
BUDAYA AKADEMIK DI UNIVERSITAS PAKUAN
meneliti dan mengabdi kepada masyarakat; (6) penulisan artikel, makalah, buku; (7) diskusi ilmiah; (8) proses belajar-mengajar, dan (9) manajemen perguruan tinggi yang baik. Menurut Carnigie Mellon (2012), budaya akademik dapat dilihat dari Classroom Culture, Class Discussions, Reading and Library Research, Writing, Academic Integrity, Seeking Help dan Grading. Peter Levin (2003) menjelaskan beberapa aspek dari budaya akademik yaitu Ethos, Criteria IRU DGPLVVLRQ WR WKH DFDGHPLF ZRUNIRUFH )DFWRUV governing the status of individual academics, Academic peer groups, Institutional structures and social relationships within them, Modes of communication within academic peer Groups, Modes of communication between academics and the ‘host society’. Menurut King’s College London, University of London (2003) menjelaskan bahwa Academic culture refers to the beliefs/attitudes, values and attitudes/beliefs that exist in higher education institutions, particularly universities. Such a culture exists alongside the culture of the rest of the country. Academic culture includes among other things the rules and regulations for appropriate behaviour on the part of the teacher and student, and the philosophy that underlies teaching and learning at this level. It is also about the beliefs held by those working within such an institution, such as a belief in original research and critical thinking. Berdasarkan keterangan di atas dapat dijelaskan bahwa budaya akademik adalah peraturan, norma, pola perilaku dan fasilitas yang dijadikan warga kampus sebagai pedoman dalam dalam kegiatan akademik yang meliputi cara pandang terhadap akademik (academic outlooks), spirit akademik (academic spirits), etika akademik (academic ethics) dan lingkungan akademik (academic environments). METODOLOGI PENELITIAN Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui budaya akademik di perguruan tinggi swasta (PTS). Penelitian ini dilaksanakan di Universitas Pakuan Bogor. Waktu penelitian dilaksankan Maret 2014 s.d April 2014. Metodologi yang digunakan dalam penelitian ini dengan survei melalui kuesioner kepada para dosen. Populasi target dalam penelitian ini adalah dosen Universitas Pakuan berjumlah 338 dosen. Sedangkan yang akan dijadikan sampel dalam Pedagogia, Volume 6 Nomor 2 Tahun 2014
195
penelitian ini adalah 55 dosen. Teknik pengambilan sampel menggunakan teknik sampel acak sederhana (simple random sampling). Data yang terkumpul kemudian diolah dengan SPSS IBM versi 19 untuk menghitung statistik deskriptif dari setiap aspek dan indikator penelitian. Agar memudahkan interpretasi data, penelitian ini membuat skala dari nilai ratarata. Jika nilai rata-rata antara mendapat 0 sampai 1,6 dinilai rendah (low), 1,7 sampai 3,3 dinilai cukup (satisfaction), 3,4 sampai 5 dinilai baik (good). HASIL PENELITIAN Penelitian ini menunjukan bagaimana budaya akademik terjadi di PTS, khususnya Universitas Pakuan. Penelitian ini menguraikan budaya akademik ke dalam 4 aspek yaitu pandangan akademik, spirit akademik, etika akademik, dan lingkungan akademik. Pandangan akademik secara keseluruhan dinilai baik karena mencapai nilai rata-rata sebesar 3,68. Pandangan akademik dalam penelitian ini yaitu pandangan dasar civitas akademika terhadap kegiatan akademik (academic outlook refers to people’s basic viewpoints about academic activities) yang terjadi di Universitas Pakuan. Pandangan akademik dapat diuraikan kedalam beberapa aspek, kemudian didapat nilai rata-rata dari setiap aspek tersebut sebagai berikut: ontologi akademik 3,63, sikap akademik 4,4, tujuan akademik 3,53, pengembangan akademik 3,43 dan evaluasi akademik 3,4. Berdasarkan data di atas, aspek pengembangan dan evaluasi akademik mendapat nilai rata-rata lebih kecil dibandingkan aspek lainya. Ini berarti aspek pengembangan akademik dan evaluasi akademik perlu mendapat perhatian dari Universitas Pakuan. Beberapa indikator dalam pandangan akademik yang perlu mendapatkan perhatian Universitas Pakuan karena mendapat angka rata-rata yang rendah antara lain: standar kompetensi lulusan perlu diuji oleh tim ahli, perlu peningkatan penggunaan ITC dalam pembelajaran (Information Technology and Communication), perlu peningkatan pemberian reward pada dosen atau karyawan yang berprestasi, perlu penyediaan ruangan untuk dosen dalam memberikan bimbingan kepada mahasiswa, hasil evaluasi dosen oleh mahasiswa perlu disampaikan kepada dosen yang bersangkutan, dan lembaga perlu lebih aktif mengundang pakar atau ahli untuk memberikan masukan dalam optimalisasi tridarma
196
BUDAYA AKADEMIK DI UNIVERSITAS PAKUAN
perguruan tinggi. Spirit akademik di Universitas Pakuan secara keseluruhan dinilai sedang karena mencapai nilai 3,35. Spirit akademik yang dimaksudkan di sini yakni kekuatan pemikiran dan spiritual yang sudah berkembang dan mendarahdaging dari masa yang panjang dalam praktik dan aktivitas akademik (the academic spirits are the thoughts and spiritual power developed and condensed from the long-term academic practice and activities) di Universitas Pakuan. Spirit akademik dapat diuraikan kedalam beberapa aspek yang kemudian mendapat nilai ratarata sebagai berikut: kemampuan menyelami masalah (down-to-eart) 3,4, kemampuan mengekplorasi 3,3, kemampuan berinovasi 3,43, kemampuan menjalin kerjasama 3,3, sikap toleransi 3,2, sikap terbuka 3,26 dan kemampuan menyatukan ilmu pengetahuan dengan kemanusiaan 3,56. Berdasarkan data di atas, aspek memilki sikap toleransi dan keterbukaan mendapatkan nilai rata-rata paling rendah dibandingkan dengan aspek lainya. Ini berarti Universitas Pakuan perlu memberikan perhatian khusus untuk menumbuhkan sikap toleransi dan keterbukaan di kalangan civitas akademika. Etika akademik di Universitas Pakuan secara keseluruhan mendapat nailai sedang karena mencapai nilai rata-rata sebesar 3,27. Etika akademik yang dimaksudkan dalam penelitian ini yaitu keseluruhan norma dan peraturan yang harus dipenuhi oleh seluruh civitas akademika dalam kegiatan akademik (the academic ethics refers to all the norms and regulations that should be abided by all the people in the academic study and academic activities) di Universitas Pakuan. Etika akademik dapat diuraikan kedalam beberapa aspek kemudian aspek tersebut mendapat nilai rata-rata sebagai berikut: etika akademik individual 3,5, etika akademiki terhadap masyarakat 3,36, dan etika akademik terhadap lingkungan alam 2,96. Berdasarkan data di atas, etika akademik terhadap lingkungan alam paling rendah dalam mendapatkan nilai rata-rata dibandingkan dengan aspek lainya. Ini berarti Universitas Pakuan perlu memberikan perhatian khusus pada lingkungan alam. Lingkungan akademik di Universitas Pakuan
secara keseluruhan mendapat nilai sedang karena nilai rata-rata yang didapat sebesar 3,18. Lingkungan akademik yang dimaksudkan dalam penelitian ini yaitu lingkungan akademik berupa perangkat lunak (hardware environments) antara lain kondisi material pendukung penelitian akademik seperti alat standar dan khusus, laboratorium, buku-buku referensi, penyediaan data dan informasi, sarana komunikasi, ruang bimbingan, dana penelitian, dan biaya hidup dasar untuk penelitian, dan adapun perangkat lunak (software environments) yaitu lingkungan manusia yang berupa aura akademik dan atmosper akademik. Lingkungan akademik dapat diuraikan kedalam beberapa aspek, kemudian setiap aspek lingkungan akademik mendapat nilai rata-rata sebagai berikut: infrastruktur 3,85, penyiapan perlengkapan standar 3,45, penyiapan perlengkapan khusus 3,15, penyediaan laboratorium penelitian 3,05, penyediaan buku-buku referensi 2,95, penyediaan fasilitas komunikasi interpersonal 3,15, penyediaan kebutuhan hidup dosen 3,1, penyediaan sarana bimbingan 2,95, pendanaan akademik 3,4, aura DNDGHPLNGDQDWPRV¿UDNDGHPLN Berdasarkan data di atas, aspek lingkungan akademik yang memiliki nilai rata-rata yang rendah dibandingkan dengan aspek lainya yaitu penyediaan buku-buku referensi, penyediaan sarana bimbingan XQWXNPDKDVLVZDGDQDWPRV¿UDNDGHPLN PEMBAHASAN Budaya akademik berperan penting dalam perguruan tinggi. Hal ini sejelan dengan pendapat Direktur Direktorat Kelembagaan dan Kerjasama Direktorat Jenderal Pendidikan Tinggi, Hermawan Kresno Dipojono bahwa seiring dengan penyebaran ilmu pengetahuan dan informasi yang sangat pesat di era digital ini, perguruan tinggi dituntut tidak hanya fokus dalam proses pemindahan ilmu pengetahuan (knowledge transfer), namun juga berperan aktif dalam membangun budaya akademi yang baik. Budaya akademik di perguruan tinggi swasta (PTS), setidaknya yang terpantau di Universitas Pakuan sudah berjalan. Dari 4 aspek budaya akademik yang diteliti, 3 aspek dapat dikatagorikan mendapat nilai cukup atau sedang dan hanya satu aspek yaitu pandangan akademik yang mendapat nilai baik (good). Secara faktual jumlah mahasiswa yang belajar PTS sebanyak 70 persen. Jika 70 persen
Pedagogia, Volume 6 Nomor 2 Tahun 2014
BUDAYA AKADEMIK DI UNIVERSITAS PAKUAN
mahasiswa Ini tidak mendapat budaya akademik yang baik, maka mereka akan susah diharapkan menjadi sumber daya manusia yang berdaya saing dan memiliki keunggulan kompetitif. Berdasarkan temuan penelitian ini dapat dijelaskan bahwa PTS, khusnya Universitas Pakuan perlu melakukan upaya lebih keras dalam membangun budaya akademik. Karena secara teoritik budaya akademik dapat berpengaruh pada iklim akademik dan iklim akademik berpengaruh mutu lulusan PTS. Adapun perbaikan budaya akademik yang perlu dilakukan di PTS, khususnya di Universitas Pakuan meliputi perbaikan aspek lingkungan akademik, etika akademik dan spirit akademik. Ketiga aspek tersebut perlu mendapat perhatian manajemen PTS, khususnya pihak manajemen Universitas Pakuan. Aspek lingkungan akademik yang perlu ditingkatkan karena masih dinilai kurang di Universitas Pakuan yaitu fasilitas penelitian kurang mampu memotivasi dosen untuk meneliti, buku-buku referensi yang masih kurang memadai, fasilitas teknologi di kampus belum memuaskan untuk secara maksimal memajukan komunikasi akademik, kebutuhan dasar dosen masih terabaikan, perlu peningkatan tata kelolola (good corporate governance), perlu pemberian kesempatan pada dosen secara adil untuk belajar ke luar negeri, perlu peningkatan mutu perpustakaan agar menunjang penelitian, dan perlu peningkatan gairah dosen untuk membuat artikel untuk dimuat di jurnal internasional. Kelemahan lingkungan akademik di atas jika dibiarkan akan mengakibatkan terciptanya kondisi yang kurang kondusif untuk melakukan kerja yang maksimal bagi para dosen, sekaligus akan membuat mahasiswa tidak mampu belajar secara maksimal. Oleh karena itu, PTS khususnya Universitas Pakuan perlu memperhatikan lemahnya lingkungan budaya akademik ini. Pentingnya perbaikan budaya akademik tersebut sejalan dengan pendapat Soedijarto (2000: 129) bahwa selama ini perguruan tinggi di Indonesia lebih banyak berkonsentrasi dalam menyiapkan para lulusanya untuk memasuki karir profesional, sedangkan fungsi perguruan tinggi sebagai penghasil ilmu pengetahuan agar bangsa Indonesia terbebas dari impor ilmu dan teknologi masih belum berfungsi. Memperbaiki perguruan tinggi tidak bisa dilepaskan dari perbaikan lingkungan akademik.
Pedagogia, Volume 6 Nomor 2 Tahun 2014
197
Perbaikan berikutnya meliputi aspek spirit akademik. Spirit akademik merupakan kekuatan pemikiran dan spiritual yang mendorong untuk maju dan unggul. Spirit akademik yang ternyata lemah di Universitas Pakuan adalah sikap toleransi dan keterbukaan. Lemahnya toleransi dan keterbukaan perlu mendapatkan perhatian serius manajemen Universitas Pakuan karena toleransi dan keterbukaan merupakan bagian dari kebebasan akademik dan sudah berurat-berakar mengiringi tradisi intelektual masyarakat akademik. Bahkan dalam kepustakaan internasional kebebasan akademik dipandang sebagai inti dari budaya akademik dan berkaitan dengan kebebasan berpendapat. Selain toleransi dan keterbukaan, beberapa indikator spirit akademik yang memiliki kelemahan di Universitas Pakuan antara lain: sistem pendanaan penelitian, sistem reward bagi peneliti, keadilan dalam pemberian reward dari lembaga dan upaya koordinasi antar lembaga dalam memecahkan masalah akademik. Memperhatikan temuan tersebut, maka Universitas Pakuan perlu memperbaiki sisisisi spirit akademik yang masih lemah seperti sudah dijelaskan. Temuan penelitian ini menunjukan bahwa etika akademik di Universitas Pakuan perlu diperbaiki. Perbaikan etika akademik sangat penting karena etika sebagai pedoman seseorang melakukan perbuatan dinaman benar atau salah. Etika akademik merupakan keseluruhan norma dan peraturan yang harus dipenuhi oleh seluruh civitas akademika dalam kegiatan akademik. Indikator etika akademik yang terlihat lemah di Universitas Pakuan antara lain: pengelolaan jurnal ilmiah yang belum dikelola oleh tim ahli yang kredibel, intensitas lembaga untuk meminta para ahli penelitian dalam memberikan masukan ke Universitas Pakuan, kondisi kebersihan kampus, dan dorongan dari lembaga untuk berpartisipasi dalam konservasi lingkungan. Berdasarkan paparan di atas dapat dijelaskan bahwa PTS, khususnya Universitas Pakuan perlu memperbaiki lingkungan akademik, I akademik dan etika akademik. Tanpa memperbaiki ketiga aspek tersebut, maka budaya akademik di Universitas Pakuan tidak akan mampu menunjang pembentukan iklim akademik yang mampu menghasilkan lulusan bermutu.
198
BUDAYA AKADEMIK DI UNIVERSITAS PAKUAN
KESIMPULAN Budaya akademik di Universitas Pakuan sudah berjalan, namun budaya akademik tersebut memerlukan perbaikan terus menerus karena menurut penelitian ini budaya akademik yang diperoleh Universitas Pakuan masih banyak yang mendapat kategori cukup dan sedang. Aspek budaya akademik yang harus diperbaiki antara lain lingkungan akademik, spirit akademik dan etika akademik. Menghadapi persaingan antar PTS dan persaingan dengan universitas dari negara lain, perbaikan budaya akademik merupakan keniscayaan. Jika PTS, khususnya Universitas Pakuan kurang melakukan perbaikan budaya akademik, maka lulusannya tidak akan mampu memiliki daya saing dan keunggulan kompetitif yang merupakan persyaratan utama untuk memenangkan kehidupan di era globalisasi. DAFTAR PUSTAKA Barbara Ischinger, Higher Education To 2030-Volume 2: Globalisation, OECD 2009. Brick, J. (2006). Academic culture: A student’s guide to studying at university. Sydney: Macquarie University. Clark Ker. The Uses of the University (New York: Harper and Row, 1966). F. Harbison and Ch. A. Myers. Manpower and Education: Country Studies in Economic Development (New York: Mc Graw-Hill Book, 1965). J. Delors, et.al. Learning: The Treasure Within. The Report to Unesco of International Commision on (GXFDWLRQIRUWKH7ZHQW\)LUVW&HQWXU\, (Paris: Unesco, 1996). Kompas. 100 Dosen Nakal Diberi Sanksi. Kamis, 3 Oktober 2013. Kompas. Korupsi Laboratorium, Dosen Jadi Tersangka Korupsi. Rabu, 9 Januari 2013. Kompas. Meninjau Ulang Tri Dharma PT, Hendra Gunawan, Sabtu, 25 Januari 2014. Kompas. Pendidikan Tinggi: Plagiarisme di Perguruan Tinggi Sudah Sangat Mengkhawatirkan. Senin, 13 Februari 2013. Kistanto, Nurdien H. 1997. Menuju Paradigma Penelitian Sosial yang Partisipatif, PRISMA, Jakarta: LP3ES, No. 1 Th. XXVI, Januari. /LVD:LGDZDWL
Komitmen Dosen dalam Kegiatan Tridarma Perguruan Tinggi. Mimbar, Vol. 26 No. 1 (Januari-Juni 2010), hh.93-94. Metronews. Lecehkan-Mahasiswi-Dosenhttp://www. Universitas-Swasta-Dipecat. metrotvnews.com diakses tagl 23 Januari 2013. NTT Suluh. Unwira Kupang: Dosen Mogok Kuliah, Mahasiswa Demo Rektor. nttsuluh.wordpress. FRPXQZLUDNXSDQJGRVHQPRJRNNXOLDK mahasis. Diaskses 2 desember 2013. Pikiran Rakyat. 20 PTN Diduga Lakukan Pelanggaran Akademik. Jumat, 2 Maret 2012. Sindonews. Dosen UIN Pukul Mahasiswa. www. sindonews.com/read/2013/.../ dosen-uinjakarta-pukul-mahasiswa. Diakses 2 Desember 2013. Soedijarto,The Role of University in Community Development dalam Pendidikan Nasional sebagai Wahana Mencerdaskan Kehidupan %DQJVD GDQ 0HPEDQJXQ 3HUDGDEDQ 1HJDUD± Bangsa (Jakarta: Cinaps, 2000). Suwignya Agus. Kosongnya Kampus Kita, Kompas, 30 Oktober 2013. http://www.dikti.go.id/id/2014/03/11/membangunbudaya-akademik-melalui-tata-kelolaperguruan-tinggi-yang-baik/ Nukui, C. $FDGHPLF&XOWXUH8QLYHUVLW\)RXQGDWLRQ Study Course Book: Module 2 (Transferable Academic Skills Kit (TASK)). Reading: Garnet Publishing, 1999. Silburn, J. University Culture. Perth. WA: Murdoch University, Teaching and Learning Centre, 2008. Toma, J. D., Dubrow, G., and Hartley, M. The Uses of Institutional Culture: Strengthening ,GHQWL¿FDWLRQ DQG %XLOGLQJ %UDQG (TXLW\ LQ Higher Education, 2005. Xi Shen, Academic Culture and Campus Culture of Universities, Higher Education Studies, Journal Online. http:/dx.org/10.5539/hes.2012, v2n2. PENULIS 1. Sutjipto, Dosen Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan Universitas Negeri Jakarta. 2. Rais Hidayat, Dosen Program Studi Pendidikan Guru Sekolah Dasar FKIP Universitas Pakuan. 3. Yuyun Elizabeth, Dosen Program Studi Pendidikan Guru Sekolah Dasar FKIP Universitas Pakuan.
Pedagogia, Volume 6 Nomor 2 Tahun 2014
PEDOMAN PENULISAN Kami membuka kesempatan bagi Anda untuk mempublikasikan karya ilmiah Anda melalui Pedagogia. Berikut ini adalah pedoman penulisan karya ilmiah yang merupakan syarat dipublikasikannya karya tulis ilmiah Anda. 1. PEDAGOGIA menerima artikel dan jurnal baik dalam Bahasa Indonesia maupun Bahasa Inggris mengenai topik-topik yang berkaitan dengan kependidikan, Bahasa Inggris, Bahasa dan Sastra Indonesia, dan Biologi yang belum pernah dipublikasikan di manapun sebelumnya. 2. Agar dapat dipublikasikan, maka naskah harus ditulis dalam MS Word dengan format .doc, menggunakan ukuran huruf 12 jenis Times New Roman, spasi tunggal dan berkolom 2 kecuali untuk abstrak dan tabel atau gambar yang tidak memungkinkan untuk diperkecil. Ukuran kertas A4 dengan jumlah halaman 10-15. 3. Artikel akan dikaji oleh para redaktur pelaksana yang kemudian diedit oleh tim pegedit tanpa mengubah makna. 4. Artikel yang bukan hasil penelitian harus memuat:(a) Judul; (b) Nama lengkap para penulis tanpa gelar; (c) abstrak (maks.100 kata); (d) Kata Kunci; (e) Pendahuluan; (f) Isi; dan (g) referensi. 5. Artikel hasil penelitian harus memuat: (a) Judul; (b) Nama Lengkap para penulis tanpa gelar; (c) Abstrak (maks. 200 kata); (d) Kata kunci; (e) Pendahuluan yang mencakup kajian pustaka dan tujuan penelitian; (f) Metode; (g) Penemuan; (h) Pembahasan; (i) Simpulan dan Saran; (j) Referensi; dan (k) Appendiks, jika ada. 6. Referensi harus ditulis secara alfabetis dan kronologis sesuai dengan APA style. 7. Naskah dan juga riwayat singkat penulis dikirimkan melalui e mail kepada
[email protected] atau
[email protected]. Bogor, 2014 Redaksi Pedagogia