PEGEMBAGA PROSES PEMBUATA BIODIESEL JARAK PAGAR (Jatropha curcas L.) MELALUI TRASESTERIFIKASI I SITU, KATALIS HETEROGE DA DETOKSIFIKASI
OVIZAR AZIR
SEKOLAH PASCASARJAA ISTITUT PERTAIA BOGOR BOGOR 2011
PERYATAA MEGEAI DISERTASI DA SUMBER IFORMASI
Dengan ini saya menyatakan bahwa disertasi “Pengembangan Proses Pembuatan Biodiesel Jarak Pagar (Jatropha curcas L.) melalui Transesterifikasi In Situ, Katalis Heterogen dan Detoksifikasi” adalah karya saya dengan arahan komisi pembimbing dan belum diajukan dalam bentuk apa pun kepada perguruan tinggi mana pun. Sumber informasi yang berasal atau dikutip dari karya yang diterbitkan maupun tidak diterbitkan dari penulis lain telah disebutkan dalam teks dan dicantumkan dalam Daftar Pustaka di bagian akhir tulisan ini.
Bogor, Januari 2011
Novizar Nazir NIM F361050031
ABSTRACT NOVIZAR NAZIR. Process Development of Biodiesel Production from Jatropha curcas L. via In Situ Transesterification, Heterogeneous Catalysis and Detoxification. Under direction of DJUMALI MANGUNWIDJAJA, DWI SETYANINGSIH, SRI YULIANI and MOHD. AMBAR YARMO Jatropha curcas is one source of vegetable oils to be developed as a prospective raw material of biodiesel production. Beside oil, its seed cakes, byproduct of oil extraction, contains high protein which is potential for feed source, if the toxic compounds can be removed. Based on free fatty acid (FFA) content of the oil, jatropha can be distinguished into two types: jatropha that has oil with low FFA content (1.03 ± 0,10%) and one that has high content of FFA (± 6.99 %). Oil with low FFA content can be directly processed into biodiesel through one step transesterification reaction using alkaline catalyst. Oil with high FFA, however, needs pretreatment or esterification prior to transesterification. Considering this difference, a biodiesel manufacturing process from raw material was developed. Raw material of low FFA is processed by in-situ transesterification and transesterification using heterogeneous catalysts while one of high FFA was by transesterification using heterogeneous catalysts. The purpose of this process development is to produce biodiesel from jatropha seed oil and obtain edible protein-rich seed cakes for livestock feed. Toxic-removal processes for seedcake of low FFA jatropha was done directly by in-situ transesterification, while for seedcakes of high FFA was done through detoxification process using heat and chemical treatments. It was expected from this process development, high cost production could be lowered so that biodiesel can compete economically with diesel oil. This study consists of several stages. The first stage was conducting a laboratory research aiming to obtain data for optimum conditions for transesterification process of biodiesel and for production of non-toxic seed cakes that can be used as livestock feed. The second stage was doing process design by performing a simulation using Hysys Plant etVer 3.2 (ASPE Tech, Cambridge MA) based on data obtained from laboratory study. This is aimed to examine techno-economic feasibility of the developed process compared to conventional process. The third stage was conducting a Life Cycle Assessment (LCA) analysis using SIMAPRO Version 7.1 based on data obtained from the simulation process. Keywords: Jatropha curcas L., calcium oxide, bentonite, process design, biodiesel, detoxification, techno-economic, life cycle assassment, insitu transesterification, hysys, simapro
RIGKASA NOVIZAR NAZIR. Pengembangan Proses Pembuatan Biodiesel Jarak Pagar (Jatropha curcas L.) melalui Transesterifikasi In Situ, Katalis Heterogen dan Detoksifikasi. Dibimbing oleh DJUMALI MANGUNWIDJAJA, DWI SETYANINGSIH, SRI YULIANI, dan MOHD. AMBAR YARMO Semenjak dikeluarkannya kebijakan pemerintah mengenai energi terbarukan berdasarkan Peraturan Pemerintah omor 5 tahun 2006 dan Instruksi Presiden omor 1 tahun 2006, program nasional pengembangan tanaman jarak pagar sebagai sumber minyak nabati untuk pembuatan biodiesel digerakkan secara besar-besaran. Namun demikian, program pengembangan tanaman jarak pagar tidak berjalan sesuai dengan yang diharapkan karena petani dan investor merasa bahwa investasi pada komoditas ini tidak layak secara ekonomis. Salah satu masalah yang dihadapi oleh petani adalah rendahnya nilai jual biji jarak pagar yang mereka hasilkan. Masalah rendahnya nilai jual ini dapat diatasi apabila biji jarak dilihat tidak saja sebagai penghasil minyak, namun juga dilihar potensinya sebagai sumber pakan kaya protein. Dengan perubahan cara pandang itu, maka harga biji jarak pagar per kilogram diharapkan dapat dinaikkan sehingga komoditas ini menjadi menarik untuk diusahakan sebagai sumber minyak nabati untuk dikonversi menjadi biodiesel melalui proses transestrifikasi. Jumlah asam lemak bebas (ALB) maksimum yang dapat diterima dalam sistem yang menggunakan katalis basa dalam reaksi transesterifikasi adalah dibawah 2,5 %. Dengan demikian, berdasarkan kandungan ALB minyaknya, maka jarak pagar dapat dibedakan menjadi dua jenis, yaitu: jarak pagar yang memiliki minyak dengan kandungan ALB rendah (1,03 ± 0,10%) dan yang memiliki kandungan ALB tinggi (6,99%). Minyak dengan kandungan ALB rendah dapat diproses menjadi biodiesel secara langsung melalui reaksi transesterifikasi satu tahap menggunakan katalis basa. Sedangkan minyak dengan ALB tinggi perlu perlakuan pendahuluan, atau esterifikasi, sebelum transesterifikasi. Berdasarkan kandungan ALB ini dilakukan penelitian mengenai pengembangan proses pembuatan biodiesel untuk mendapatkan biodiesel berkualitas baik, biaya produksi murah, mudah mengendalikan prosesnya, ramah lingkungan dan mendapatkan nilai tambah dari bungkilnya Bungkil biji jarak atau hasil samping ekstraksi minyak mengandung protein kasar yang sebanding kedele sehingga memiliki potensi untuk dimanfaatkan sebagai pakan apabila kandungan zat antigizi dan senyawa racun tersebut dapat dihilangkan. Salah satu cara untuk menghilangkan racun pada bungkil jarak adalah dengan mengambil zat racun tersebut dengan metanol dan zat antigizi dengan perlakuan panas. Pada minyak jarak yang memiliki ALB rendah, proses pengambilan racun dapat dilakukan sekaligus dengan melakukan transesterifikasi secara in-situ. Dari proses ini diperoleh sekaligus dua produk, yaitu biodiesel dan bungkil jarak kaya protein yang bisa dimanfaatkan untuk pakan ternak. Sementara untuk minyak dengan ALB yang tinggi, proses pengambilan racun dilakukan melalui proses detoksifikasi menggunakan perlakuan panas (diatoklaf selama 30 menit pada suhu 121oC dan zat kimia (NaOH dan metanol). Penelitian dalam disertasi ini bersifat komprehensif yang bermula dari upaya mengurangi biaya masukan dengan menggunakan katalis yang lebih murah,
memperbaiki proses menggunakan katalis heterogen dan pemurnian biodiesel menggunakan adsorben bentonit, meningkatkan nilai tambah produk samping melalui detoksifikasi bungkil jarak dan mempelajari dampak lingkungan dari proses produksi biodiesel. Diharapkan dengan adanya pengembangan proses ini, maka biaya produksi dapat diturunkan sehingga secara ekonomis biodiesel yang dihasilkan bisa bersaing dengan minyak diesel. Penelitian dilakukan dalam beberapa tahap. Tahapan pertama adalah penelitian laboratorium untuk mendapatkan data optimum mengenai kondisi proses transesterifikasi untuk mendapatkan biodiesel dan bungkil jarak tidak beracun yang dapat digunakan sebagai pakan ternak. Tahapan kedua adalah perancangan proses dengan melakukan simulasi menggunakan HYSYS Ver 3.2 berdasarkan data yang diperoleh dari penelitian laboratorium untuk menguji kelayakan tekno-ekonomi proses yang dikembangkan, melibatkan semua unit operasi dalam perancangan proses yang lengkap dan penilaian kinerja dari sudut pandang pabrik secara keseluruhan. Tahapan ketiga adalah melakukan analisis siklus hidup (LCA) menggunakan data yang diperoleh dari simulasi proses. LCA merupakan kajian lingkungan yang mengevaluasi dampak dari suatu produk (atau jasa) selama periode hidupnya, mulai dari ekstraksi bahan baku, proses produksi, pengemasan dan proses pemasaran, penggunaan, pengunaan ulang, perawatan sampai kepada akhir daur hidupnya. Kajian LCA menggunakan perangkat lunak SIMAPRO Version 7.1 dilakukan pada proses pembuatan biodiesel menggunakan katalis heterogen kalsium oksida dan dibandingkan dengan proses pembuatan biodiesel konvensional yang menggunakan katalis homogen NaOH. Dari hasil penelitian ini dapat disimpulkan hal-hal berikut. Pertama, kalsium oksida yang diperoleh dari pembakaran batu kapur merupakan katalis yang potensial untuk transesterifikasi minyak jarak pagar dalam pembuatan biodiesel jarak pagar. Pada transesterifikasi minyak jarak dengan kandungan asam lemak bebas tinggi diperoleh titik optimum untuk menghasilkan rendemen biodiesel sebesar 94% dicapai pada kondisi proses: waktu reaksi selama 81,73 menit, nisbah molar metanol: minyak (10,41:1), dan jumlah katalis sebesar 0,91%. Reaksi berlangsung pada suhu 65oC. Sementara minyak jarak yang memiliki kandungan asam lemak rendah, rendemen biodiesel sebesar 95% diperoleh pada kondisi proses: waktu reaksi selama 2 jam, menggunakan katalis CaO sebesar 2,5%, nisbah molar metanol: minyak (12:1) dan suhu reaksi 65oC. Kedua, bentonit yang diaktivasi dengan asam sulfat merupakan adsorben potensial untuk pemurnian biodiesel. Pemurnian menggunakan bentonit dapat menggantikan metode pemurnian konvensional menggunakan air panas dalam proses pencucian sehingga limbah cair yang dihasilkan dapat dihilangkan. Ketiga, hasil optimasi pada transesterifikasi secara in-situ mendapatkan kondisi optimum transesterifikasi in-situ yang menghasilkan 96% biodiesel adalah pada: konsentrasi NaOH dalam metanol sebesar 0,08 mol/L; nisbah metanol:minyak (171,1 mol/mol); lama reaksi (3,02 jam); dan suhu reaksi sebesar 45,66oC. Keempat, bungkil jarak tidak beracun dapat diperoleh dengan jalan detoksifikasi menggunakan NaOH-metanol-air atau juga dapat dihasilkan dari transesterifikasi secara in-situ pada jarak pagar dengan kandungan ALB yang rendah. Kelima, rancangan proses dengan menggunakan katalis heterogen CaO merupakan proses yang paling layak secara ekonomis dibandingkan dengan
proses konvensional menggunakan katalis homogen NaOH berdasarkan kriteria prakiraan return on investment (ROI) dan payback period (PBP). Semua data memperlihatkan bahwa penggunaan katalis heterogen CaO lebih baik secara ekonomis dibandingkan dengan penggunakan katalis konvensional NaOH. Prakiraan biaya produksi per liter biodiesel untuk pabrik skala kecil kapasitas 200L/batch masing-masing adalah Rp 1.725, 50 (proses heterogen) dan Rp. 1.998,47 (proses konvensional) untuk proses minyak dengan kandungan asam lemak tinggi serta Rp 1.699,76 (proses heterogen) dan Rp. 1.707, 17 (proses konvensional) untuk proses minyak dengan kandungan asam lemak rendah. Untuk mendapatkan nilai tambah yang lebih tinggi, maka integrasi proses transesterifikasi heterogen dan detoksifikasi menggunakan 2% NaOH yang diikuti dengan pencucian dengan methanol dan air, merupakan proses yang berpotensi untuk dikembangkan. Rancangan proses yang terintegrasi dengan detoksifikasi memberikan nilai ROI yang lebih baik dan nilai PBP yang lebih singkat daripada yang proses yang tidak terintegrasi dengan detoksifikasi. Keenam, secara umum proses produksi biodiesel menggunakan katalis heterogen CaO memiliki dampak buruk terhadap lingkungan yang lebih sedikit dibandingkan dengan proses konvensional menggunakan katalis homogen. Berdasarkan analisis LCA, proses yang menggunakan katalis heterogen CaO meningkatkan kualitas lingkungan sebesar 4,83% pada pengolahan minyak jarak pagar ALB tinggi dan 6,50% pada pengolahan minyak jarak pagar ALB rendah. Pada proses produksi biodiesel yang terintegrasi dengan detoksifikasi, penggunaan katalis heterogen meningkatkan kualitas lingkungan sebesar 3,13% dan 3,86% masing-masing untuk minyak ALB tingggi dan ALB rendah. Dari sebelas kategori dampak lingkungan: perubahan iklim, karsinogenisitas, pernafasan organik dan anorganik, penipisan lapisan ozon, ekotoksisitas, peningkatan keasaman/eutrofikasi, mineral, radiasi, penggunaan lahan dan bahan bakar fosil, penggunaan katalis heterogen CaO pada proses produksi biodiesel memiliki dampak lingkungan yang lebih baik pada sembilan kategori dampak, kecuali untuk penggunaan bahan bakar fosil dan mineral. Dari penelitian ini dapat disarankan untuk hal-hal sebagai berikut: (1) Melakukan kajian pembuatan biodiesel skala kecil menggunakan katalis CaO dan melakukan analisis tekno-ekonominya; (2) melakukan kajian mengenai dampak penerapan bungkil jarak hasil detoksifikasi pada pakan ternak dalam jangka waktu yang lebih lama; (3) melakukan penelitian pemuliaan tanaman dan agronomis untuk menghasilkan jarak pagar yang tidak beracun dan mengandung asam lemak bebas yang rendah (4) penelitian mengenai pemanfaatan hasil samping gliserol menjadi produk yang bernilai tambah tinggi dalam proses yang terintegrasi dengan transesterifikasi merupakan langkah penting membuat produksi biodiesel menjadi lebih menarik secara ekonomis; (5) Perlu kajian yang mendalam mengenai kemungkinan penerapan pabrik modular skala kecil yang dapat bergerak untuk pengolahan biodiesel yang terintegrasi dengan proses ekstraksi, detoksifikasi, dan proses eterifikasi gliserol hasil samping transesterifikasi. Kata kunci:
Jatropha curcas L., kalsium oksida, bentonit, perancangan proses, biodiesel, detoksifikasi, tekno ekonomi, life cycle assassment, transesterifikasi in-situ, hysys, simapro
© Hak cipta milik IPB. tahun 2011 Hak cipta dilindungi Undang-Undang Dilarang mengutip sebagian atau seluruh karya tulis ini tanpa mencantumkan atau menyebutkan sumbernya. Pengutipan hanya untuk kepentingan pendidikan, penelitian, penulisan karya ilmiah, penyusunan laporan, penulisan kritik, atau tinjauan suatu masalah, dan pengutipan tersebut tidak merugikan kepentingan IPB. Dilarang mengumumkan dan memperbanyak sebagian atau seluruhnya dalam bentuk apa pun, baik cetak, fotokopi, microfilm, dan sebagainya tanpa izin tertulis dari IPB
PEGEMBAGA PROSES PEMBUATA BIODIESEL JARAK PAGAR (Jatropha curcas L.) MELALUI TRASESTERIFIKASI I SITU, KATALIS HETEROGE DA DETOKSIFIKASI
OVIZAR AZIR
Disertasi sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Doktor pada Program Studi Teknologi Industri Pertanian
SEKOLAH PASCASARJAA ISTITUT PERTAIA BOGOR BOGOR 2011
Penguji pada Ujian Tertutup: 1 Prof. Dr. Endang Gumbira Sa’id, MADev. 2. Prof. Dr. Ir. Armansyah Tambunan Penguji pada Ujian Terbuka: 1. Dr.Ir. Soni Solistia Wirawan, M.Eng 2. Dr.Ir. Desrial,MEng
Judul Disertasi
:
Pengembangan Proses Pembuatan Biodiesel Jarak Pagar (Jatropha curcas L.) melalui Transesterifikasi In Situ, Katalis Heterogen dan Detoksifikasi
Nama
:
Novizar Nazir
NIM
:
F361050031
Disetujui Komisi Pembimbing
Prof.Dr.Ir. Djumali Mangunwidjaja, DEA Ketua
Dr.Ir. Sri Yuliani, MT Anggota
Dr.Ir. Dwi Setyaningsih,MSi Anggota
Prof. Dr. Mohd. Ambar Yarmo Anggota
Diketahui
Ketua Program Studi Teknologi Industri Pertanian
Dr.Ir. Machfud, MS
Tanggal Ujian: 5 November 2010
Dekan Sekolah Pascasarjana
Prof. Dr. Ir. Khairil A. Notodiputro, M.S
Tanggal Lulus:_______________
PRAKATA Puji dan syukur penulis panjatkan kepada Allah Subhanahuwataala atas segala karuniaNya sehingga karya ilmiah ini bisa diselesaikan. Tema yang dipilih dalam penelitian yang dilaksanakan sejak bulan Maret 2008 sampai dengan bulan November 2009 ini adalah pengembangan proses, dengan judul “Pengembangan Proses Pembuatan Biodiesel Jarak Pagar (Jatropha curcas L) melalui Transesterifikasi In Situ, Katalis Heterogen dan Detoksifikasi”. Penulis mengucapkan terimakasih kepada Prof. Dr. Ir. H. Djumali Mangunwidjaja, DEA sebagai ketua komisi pembimbing; Dr. Ir. Dwi Setyaningsih,M.Si;
Dr.Ir. Sri Yuliani,MT dan Prof. Dr. Mohd. Ambar Yarmo
sebagai anggota komisi pembimbing, atas arahan, saran dan masukan terhadap penelitian ini. Atas masukan dan saran dari penguji pada ujian tertutup Prof. Dr. Endang Gumbira Sa’id,
Prof. Dr. Armansyah Halomoan Tambunan, MSc dan
penguji pada ujian terbuka Dr. Soni Solistia Wirawan M.Eng dan Dr. Ir. Desrial, M.Eng,
penulis juga menyampaikan terimakasih.
kepada Prof. Dr. Jumat Salimon dan
Selanjutnya,
terimakasih
Dr. Nazaruddin Ramli, dari Pusat
Pengkajian Sains Kimia dan Teknologi Makanan, Fakulti Sains dan Teknologi, Universiti Kebangsaan Malaysia (UKM), yang telah memberikan bantuan fasilitas untuk melaksanakan penelitian di laboratorium mereka. Ungkapan terimakasih juga disampaikan kepada Prof. Dr. Pomthong Malakul, Dr. Manit Nithitanakul dan Ms. Ann Chanthima, MSc dari Petroleum and Petrochemical College (PPC) of Chulalongkorn University, Thailand dan Prof. Dr. Pornpote Piumsomboon, Director of Graduate Studies, Chulalongkorn University, atas bantuan fasilitas untuk melakukan sebagian penelitian penulis di tempat mereka dan memberikan masukan yang berarti berkenaan dengan konsep Life Cycle Assessment (LCA). Ucapan terimakasih juga ditujukan kepada Mr. Seksan Pakpong, MSc dari ational Metal and Material Technology (MTEC), Thailand, untuk bantuannya dalam analisis data berkenaan dengan LCA, Ir. Hariana, MM dari BRDST-BPPT dan Dr. Susila Arita dari Unsri Palembang , atas bantuannya dalam memberikan informasi mengenai pilot plant biodiesel. angkatan 2005: Luluk Sulistyobudi,
Untuk teman-teman seperjuangan
I Gusti Bagus Udayana, Cut Meurah
Rosnelly, Heny Purwaningsih, Herfiani Rizkia, Fahmi Riadi dan Yuli Wibowo serta teman-teman yang lainnya
diucapkan terimakasih atas bantuan dan
dukungan moril yang diberikan. Penulis juga mengucapkan terimakasih kepada Direktorat Jenderal Perguruan Tinggi Depdiknas RI, atas bantuan berupa beasiswa pendidikan BPPS dan beberapa hibah penelitian yang mendukung penelitian ini. Ucapan terimakasih penulis sampaikan pula kepada Universitas Andalas Padang, atas bantuan penelitian yang diberikan, dan Institut Pertanian Bogor (IPB) atas Hibah Penelitian Doktor yang penulis terima serta Fakulti Sains dan Teknologi Universiti Kebangsaan Malaysia (UKM) untuk beberapa grant penelitian yang mendukung penelitian ini. Tidak lupa ungkapan terimakasih juga disampaikan kepada istri tercinta Dra. Rina Marnita, MA, ananda Annisyia Zarina Putri dan Aisyah Shakira Putri, ayah dan ibu, kedua mertua dan adik-adik serta seluruh keluarga, atas segala doa dan kasih sayangnya. Untuk bantuan yang diberikan kepada penulis dari banyak pihak dan perorangan yang tidak bisa disebutkan satu persatu, diucapkan terimakasih.
Semoga karya ilmiah ini bermanfaat bagi pengembangan jarak
pagar di Indonesia pada umumnya dan pengembangan industri hilir jarak pagar pada khususnya.
Bogor,
Januari 2011
ovizar azir
RIWAYAT HIDUP Penulis dilahirkan di Kuala Tungkal pada tanggal 25 November 1964 sebagai anak sulung dari pasangan Abu Nazir dan Nuriah. Pendidikan sarjana ditempuh di Program Studi Teknologi Hasil Pertanian, Fakultas Pertanian Universitas Andalas, dan lulus pada tahun 1988. Pada tahun 1991, penulis melanjutkan pendidikan pada Program Studi Ilmu Pengetahuan Kehutanan (IPK), Program Pascasarjana IPB dan selesai pada tahun 1994. Kesempatan untuk melanjutkan studi ke program doktor pada Program Studi Teknologi Industri Pertanian dari perguruan tinggi yang sama diperoleh pada tahun 2005 dengan mendapat beasiswa pendidikan pascasarjana BPPS dari Direktorat Jenderal Pendidikan Tinggi, Departemen Pendidikan Nasional Republik Indonesia. Selama mengikuti program S3, penulis telah menyampaikan karya ilmiah pada beberapa seminar yang diikutinya dan mempublikasikan tulisan pada jurnal International. Karya ilmiah dengan judul “Purification of FAME of Jatropha curcas by Acid-activated Bentonite Adsorption” telah dipresentasikan pada Joint Seminar UNRI-UKM, 19-21 August 2008 di Pekanbaru, Indonesia. Makalah ilmiah berjudul “Detoxification of Jatropha curcas. L seed oil by Acid-activated Bentonite” telah dipresentasikan pada SMILE08,
Hyatt Regency Resort,
Kuantan-Malaysia, 18-19 November 2008. Makalah ilmiah berjudul “Product Development
of
Agricultural
Product:
research
collaboration
potential”
dipresentasikan pada Joint Seminar between Prince Songkla University-Universiti Sains Malaysia, 15-17 Januari 2009 di Pattani Campus, Thailand. Karya ilmiah lainnya berjudul “Preparation of solid acid catalysts from bentonite and their catalytic activities for the esterification of Jatropha curcas seed oil” telah dipresentasikan pada ISSTEC2009, The First International Seminar on Science and Technology di Yogyakarta, pada tanggal 24-25 Januari 2009. Pada Seminar anotech Malaysia2009, 27-29 Oktober 2009 di Kuala Lumpur Convention Centre, Kuala Lumpur penulis bersama dengan grupnya mempresentasikan makalah berjudul “Transesterification of Palm Oil Using Nano-CaO as a Solid Base Catalyst”. Sementara itu dua makalah berjudul “Preliminary study on nonnutritional compound of Jatropha (Jatropha curcas) Seeds and seeds oil” dan
“LCA studies of jatropha (Jatropha curcas) biodiesel process” dipresentasikan pada ISFAS2010, International Seminar on Food and Agricultural Sciences, 17 Februari 2010 di Bukittinggi.
Pada tanggal 22-24
November 2010 penulis
menyampaikan makalah berjudul “Life Cycle Assessment Studies of Jatropha (Jatropha curcas) Biodiesel Production Processed by In-situ Transesterification Method”
pada Global Congress on Manaufacturing and Management
(GCMM2010) di Bangkok, Thailand.
Pada 7th Biomass Asia Workshop, 29
ovember – 1 Desember 2010, di Jakarta penulis menyampaikan makalah yang berjudul “Life Cycle Assessment of Biodiesel Production from Palm Oil and Jatropha Oil in Indonesia”. Karya ilmiah yang berjudul “Extraction Transesterification and Process Control in Biodiesel Production from Jatropha curcas”, telah diterbitkan pada European Journal of Lipid Science Technology, 2009, 111, 1185–1200 (Willey Interscience). Sementara itu artikel ilmiah berjudul “Biodiesel production from Jatropha curcas seed oil via calcium oxide catalyzed transesterification and its purification using acid activated bentonite” telah dipilih sebagai salah satu penerima hibah jurnal internasional dari Dikti pada tahun 2009. Disamping menghadiri seminar dan menerbitkan publikasi ilmiah, penulis juga telah mengikuti pelatihan yang mendukung penelitian yang dilakukannya, diantaranya adalah 1) Workshop on Basic Regulation and Principle of Animal Care and Management, 16 September 2008; 2) Introduction Workshop on Laboratory Animal Care and Management (IWLACM), 22 Oktober 2009, di Universiti Kebangsaan Malaysia; 3) Workshop on Life Cycle Assessment Analysis for Bioenergy di Petroleum dan Petrochemical College, Bangkok 23-26 November 2009; 3) Workshop on Statistic and Journal Writing 8-10 Januari 2010 di Port-Dickson, Malaysia; 4) Short-course on HYSYS Application for Biodiesel Process, 22-23 January 2010 di Fakulti Kejuruteraan, Universiti Kebangsaan Malaysia; 5) Pelatihan penulisan artikel ilmiah di Jurusan Teknologi Industri Pertanian, Institut Pertanian Bogor, 5 Juli 2010; serta 6) Lokakarya “Pengembangan dan Perekayasaan Teknologi Biodiesel” yang diselenggarakan oleh BPPT, 21 Oktober 2010 di Jakarta.
Seluruh karya ilmiah dan kegiatan
pelatihan ilmiah tersebut merupakan bagian dari program S3 penulis.
DAFTAR ISI Halaman DAFTAR TABEL…...................................................................................
xix
DAFTAR GAMBAR…..............................................................................
xxiii
DAFTAR LAMPIRAN…...........................................................................
xxvii
DAFTAR SINGKATAN ………………………………………………..
xxviii
1 PENDAHULUAN.................................................................................
1
1.1 Latar Belakang............................................................................... 1.2 Perumusan Masalah....................................................................... 1.3 Tujuan Penelitian. …....................................................................... 1.4 Manfaat Penelitian......................................................................... 1.5 Ruang Lingkup Penelitian.............................................................. 1.6 Kebaruan.........................................................................................
1 3 6 6 7 7
2 TINJAUAN PUSTAKA........................................................................... 2.1 Aspek Biologi dan Fisiko-Kimia Jarak Pagar................................... 2.1.1 Taksonomi dan Deskripsi Botani Jarak Pagar ......................... 2.1.2 Komposisi Kimia dari Berbagai Bagian Tanaman Jarak Pagar 2.1.3 Komposisi Asam Lemak dan Sifat Fisiko-Kimia dari Minyak Jarak Pagar................................................................................ 2.1.4 Biji Jarak Pagar dan Toksisitasnya......................................... 2.2 Tanaman Jarak Pagar sebagai Penghasil Energi…………………... 2.3 Teknik Produksi dan Kualitas Bahan Bakar Biodiesel…................ 2.3.1 Dasar Kimia Pembuatan Biodiesel........................................... 2.3.2 Proses Produksi Biodiesel........................................................ 2.3.3 Proses Transesterifikasi Biodiesel Menggunakan Katalis Kalsium Oksida (CaO) .......................................................... 2.3.4 Proses Transesterifikasi Biodiesel secara In-situ.................... 2.3.5 Kualitas Biodiesel dan Faktor-faktor yang Mempengaruhinya 2.3.6 Sifat Biodiesel pada Suhu Dingin (Cold Flow Properties) .... 2.4 Konversi Minyak Jarak Menjadi Biodiesel....................................... 2.5 Potensi Bungkil Jarak Sebagai Sumber Protein untuk Pakan …... 2.6 Perancangan Proses dan Kajian Tekno-ekonomi Pembuatan Biodiesel…………………………………………………..….…… 2.7 Analisis Penilaian Daur Hidup (Life Cycle Assessment/LCA) dan Aplikasinya dalam Pengembangan Proses………………………. 2.8 Pengembangan Proses Pembuatan Biodiesel dari Jarak Pagar…
8 8 8 9
12 13 15 16 17 20 23 24 24 25 34 41 44 48 51
3 PENGEMBANGAN PROSES PEMBUATAN BIODIESEL JARAK PAGAR MELALUI TRANSESTERIFIKASI I-SITU, KATALIS HETEROGEN KALSIUM OKSIDA, DETOKSIFIKASI DAN UJI TOKSISITAS BUNGKIL JARAK HASIL DETOKSIFIKASI……… 3.1 Pendahuluan................................................................................... 3.2 Bahan dan Metode......................................................................... 3.3 Hasil dan Pembahasan.................................................................... 3.4 Simpulan dan Saran........................................................................
3 PERANCANGAN PROSES, ANALISIS KELAYAKAN EKONOMI DAN LCA PEMBUATAN BIODIESEL JARAK PAGAR YANG MENGGUNAKAN KATALIS HETEROGEN KALSIUM OKSIDA... 4.1 Pendahuluan.................................................................................... 4.2 Metode Penelitian............................................................................ 4.3 Hasil dan Pembahasan.................................................................... 4.4 Simpulan dan Saran........................................................................
53 53 56 75 108 111
111 115 122 148
5 PEMBAHASAN UMUM 5.1 Proses Produksi Biodiesel………................................................. 5.2 Proses Detoksifikasi untuk Mendapatkan Bungkil Jarak Pagar Kaya Protein Tidak Beracun yang Berpotensi untuk dimanfaatkan sebagai Substitusi Pakan……………………..…………………… 5.3 Analisis Kelayakan Ekonomi Rancangan Proses………………... 5.4 Analisis Dampak Lingkungan....................................................... 5.5 Tantangan dan Peluang.....................................................................
151 151
154 156 158 159
6 SIMPULAN DAN SARAN ………………………………………...…. 6.1 Simpulan…...................................................................................... 6.2 Saran................................................................................................
166 166 168
DAFTAR PUSTAKA….........................…...............................................
169
LAMPIRAN…...........................................................................................
187
DAFTAR TABEL Halaman 1
2
Komposisi kimia kernel tanaman jarak pagar dari berbagai varitas (Makkar et al. 1998, Martı´nez-Herrera et al. 2006)......................................................................................
10
Komposisi kimia (% bahan kering) bungkil biji jarak pagar dari berbagai varitas (Makkar et al. 1998 and Martı´nezHerrera et al. 2006).)..................................................................
11
Komposisi asam amino (g/16 g nitrogen) dari bungkil jarak (Makkar and Becker 2009)……… ………………….………..
11
4
Komposisi bahan kimia bagian tanaman jarak pagar………
12
5
Kandungan asam lemak minyak jarak pagar………………….
13
6
Sifat fisik minyak jarak pagar dibandingkan dengan minyak dari tanaman lainnya dan diesel (Jain and Sharma 2010) …..
14
7
Sifat fisiko-kimia biodiesel jarak pagar (Sarin et al. 2007)…..
15
8
Nilai energi dari berbagai produk tanaman jarak pagar (Openshaw 2000).....................................................................
16
Perbedaan dasar antara minyak solar dengan biodiesel (Mittelbach and Remschmidt 2004)…………………………..
20
3
9
10
Perbandingan berbagai teknologi untuk menghasilkan biodiesel (Sharma et al 2008) ..................................................
11
Syarat mutu biodiesel ester alkil dan metoda uji yang digunakan pada SI 04-7182-2006............................................
26
Densitas biodiesel berdasarkan panjang rantai dan ikatan tangkapnya (Mittelbach and Remschmidt 2004)………….....
27
Perbandingan angka setana beberapa alkil ester dari berbagai asam lemak (Mittelbach and Remschmidt 2004)......................
30
Profil asam lemak beberapa minyak dan sifat fisik biodiesel yang dihasilkannya (Soriano et al 2006)..................................
32
Pengaruh struktur kimia terhadap titik cair dan titik didih asam lemak dan metil esternya (Graboski, 1997; cit. Prakash, 1998; Knothe 2005)
33
12
13
14
15
21
16
17
18
19
20
Nilai CP, PP dan CFPP solar dibandingkan dengan biodiesel (Mittelbach and Remschmidt 2004)...........................................
35
Pengaruh alkohol yang lebih panjang atau alkohol sekunder terhadap sifat aliran dari alkyl ester (biodiesel)(Foglia et al. 1997)………………………………………………………….
35
Distribusi asam lemak minyak jarak pagar, rapeseed dan kedelai (% berat).......................................................................
36
Sifat solar, minyak dan metil ester dari minyak jarak pagar (Mittelbach and Remschmidt 2004) …………………..............
36
21
Produksi biodiesel dari J. curcas L. dari berbagai kondisi proses......................................................................................... . Kandungan forbol ester daging biji jarak pagar…………….
38
43
22
Kajian tekno-ekonomi berbagai proses produksi biodiesel ….
46
23
Parameter metode kromatografi gas (GC) …………………...
60
24
Peubah bebas dan taraf yang digunakan untuk CCD esterifikasi menggunakan katalis bentonit yang diaktifasi……
65
25
Peubah bebas dan taraf yang digunakan dalam CCD menggunakan katalis CaO…………………………………….
26
Duapuluh kombinasi perlakuan produksi biodiesel melalui transesterifikasi menggunakan katalis CaO…………………
70
27
Rancangan ortogonal untuk transesterifikasi secara in-situ...
71
28
Peubah bebas dan taraf yang digunakan untuk CCD untuk transesterifikasi in-situ……………………………………….
72
29
Persentase komposisi diet yang digunakan dalam percobaan…
75
30
Sifat fisik minyak jarak pagar dari dua sumber yang berbeda...
76
31
Sifat kimia minyak jarak pagar Malaysia dan Indonesia……
77
32
Komposisi asam lemak minyak jarak pagar…………………..
79
33
Kandungan gizi dan forbol ester bungkil jarak pagar setelah esktraksi secara mekanis………………………………………
80
Efisisensi dekalsinasi dari berbagai metode pemurnian……...
87
34
68
35
36
37
38
39
40
41
42
43
44
45
46
47
48
49
Sifat bahan bakar biodiesel jarak pagar setelah transesterifikasi menggunakan katalis CaO…………………...
87
Perbandingan antara studi transesterifikasi menggunakan katalis CaO sebelumnya dengan penelitian ini………………..
90
Hasil uji ortogonal transesterifikasi minyak J.curcas L. secara in-situ…………………………………………………………………
95
Sifat bahan bakar biodiesel jarak pagar setelah transesterifikasi secara in-situ……………………………………..
99
Komposisi kimia bungkil jarak pagar setelah transesterifikasi secara in-situ dibandingkan dengan daging buah segar dan bungkil sebelum di detoksifikasi……………………………..
100
Kandungan gizi dan forbol ester bungkil jarak pagar setelah transesterifikasi in-situ dan setelah detoksifikasi……………..
101
Laju pertumbuhan dan konsumsi forbol ester oleh tikus di dalam diet percobaan………………………………………….
104
Kematian tikus setelah diberikan diet kontrol dan diet dengan subsitusi bungkil jarak pagar………………………………….
105
Nisbah Efisiensi Protein (PER) dan Indeks Transformasi (TI)…………………………………………………………….
107
Resume kondisi proses pembuatan biodiesel dari jarak pagar ALB tinggi…………………………………………………….
122
Resume kondisi proses pembuatan biodiesel dari jarak pagar ALB tinggi……………………………………………………
122
Spesifikasi peralatan untuk pembuatan biodiesel jarak pagar pagar yang mengandung ALB tinggi………………………….
127
Spesifikasi peralatan untuk pembuatan biodiesel jarak pagar pagar yang mengandung ALB rendah………………………..
128
Jadwal produksi biodiesel 200 L/ batch (Proses 2 tahap: Esterifikasi- katalis homogen, transesterifikasi-katalis homogen), overlap: 2 jam……………………………………..
130
Jadwal produksi biodiesel 200 L/ batch (Proses 2 tahap: Esterifikasi, katalis homogen, transesterifikasi, katalis heterogen): overlap: 2 jam……………………………………
131
50
51
52
53
54
55
56
57
Jadwal produksi biodiesel 200 L/ batch (Proses 1 tahap: transesterifikasi menggunakan katalis homogen), lamanya overlap: 2 jam…………………………………………………
131
Jadwal produksi biodiesel 200 L/ batch (Proses 1 tahap: transesterifikasi menggunakan katalis heterogen), Lamanya overlap: 2,5 jam……………………………………………….
132
Rangkuman perhitungan biaya operasional produksi biodiesel tanpa proses detoksifikasi……………………………………..
135
Rangkuman perhitungan biaya operasional produksi biodiesel yang terintegrasi dengan proses detoksifikasi……………….
136
Rangkuman Perhitungan perkiraan ROI dan PBP produksi biodiesel tanpa proses detoksifikasi…………………………...
137
Rangkuman Perhitungan perkiraan ROI dan PBP produksi biodiesel tanpa proses detoksifikasi…………………………...
137
Bahan dan energi yang digunakan untuk produksi biodiesel dari jarak pagar pagar yang mengandung ALB tinggi………..
139
Bahan dan energi yang digunakan untuk produksi biodiesel dari jarak pagar pagar yang mengandung ALB rendah……….
140
DAFTAR GAMBAR Halaman 1
Struktur molekul dari asam lemak…...…………………………...
17
2
Struktur molekul gliserol…………....…………………….………
18
3
Struktur molekul trigliserida…………………………………...…
18
4
Molekul Biodiesel. Pada bagian atas adalah metil ester, di bawah adalah etil ester…………………………………………………….
19
5
Molekul setana (atas) dan etil ester (bawah)
19
6
Reaksi transesterifikasi trigliserida dengan metanol menghasilkan metal ester dan gliserol……………………………………………..
20
Reaksi transesterifikasi ALB dengan katalis katali menghasilkan sabun dan air (reaksi penyabunan)…………………………………
22
Reaksi hidrolisis trigliserida dengan air menghasilkan asam lemak bebas dan digliserida……………………………………………….
22
Reaksi esterifikasi ALB dengan metanol menghasilkan metal ester dan air………………………………………………………………
23
Viskositas kinematika asam lemak rantai pendek pada berbagai keadaan suhu……………………………………………..…….…..
28
Hubungan angka setana metal ester dari berbagai minyak nabati dengan minyak solar (nilai diambil dari Mittelbach and Remschmidt 2004)………………………………………………………..
29
Pengaruh panjang rantai dan ketidakjenuhan terhadap titik tuang, titik kabut, titik nyala, dan viskositas biodiesel (Soriano et al. 2006………………………………………………………………...
34
Hubungan antar fasa dalam LCA dan aplikasinya berdasarkan ISO 14040………………………………………………………………
49
Metodologi umum dari kerangka Life Cycle Product/Process Design (Azapagic 1999)……………………………………………
50
15
Batasan sistem proses produksi biodiesel………………………..
51
16
Hubungan nilai aktual dan nilai perkiraan konversi bilangan asam berdasarkan model regresi yang dikembangkan…………………..
82
7
8
9
10
11
12
13
14
17
Hubungan nilai aktual dan nilai perkiraan konversi biodiesel berdasarkan model regresi yang dikembang………………………
84
Plot respon permukaan pengaruh nisbah molar metanol:minyak dan jumlah katalis terhadap konversi minyak jarak pagar menjadi biodiesel……………………………………………………………
85
Gambar dua dimensi pengaruh nisbah molar metanol:minyak dan jumlah katalis terhadap konversi minyak jarak pagar menjadi biodiesel…………………………………………………………….
86
Rute reaksi transesterifikasi trigliserida dengan metanol menggunakan katalis CaO (Kouzu et al. 2008)…………………
89
Pengaruh lama reaksi terhadap konversi biodiesel pada berbagai berat katalis. Transesterifikasi berlangsung pada suhu 65oC dengan nisbah metanol: minyak jarak pagar (12:1)……………….
93
Pengaruh berat katalis terhadap konversi biodiesel pada berbagai lama reaksi. Transesterifikasi berlangsung pada suhu 65oC dengan nisbah metanol: minyak jarak pagar (12:1)………………
93
Pengaruh suhu reaksi dan jumlah katalis dalam metanol (mol/mol) terhadap konversi biodiesel: (a) plot respon permukaan dan (b) gambar dua dimensi………………………………………………..
96
Pengaruh suhu reaksi dan nisbah metanol minyak terhadap konversi biodiesel: (a) plot respon permukaan dan (b) gambar dua dimensi…………………………………………………………….
97
Pengaruh nisbah metanol:minyak dan jumlah katalis terhadap konversi biodiesel: (a) plot respon permukaan dan (b) gambar dua dimensi…………………………………………………………….
98
Gambar kromatogram analisis forbol ester menggunakan HPLC (a) standar forbol ester; (b) setelah transesterifikasi secara in-situ ……………………………………………………….
102
Gambar kromatogram analisis forbol ester menggunakan HPLC (a) standar forbol ester; (b) setelah detoksifikasi………...
103
28
Sistem produksi biodiesel jarak pagar……………………………..
114
29
Diagram alir proses esterifikasi dengan katalis homogen………….
124
30
Diagram alir proses transesterifikasi dengan katalis homogen……
125
31
Diagram alir proses transesterifikasi dengan katalis heterogen…..
126
18
19
20
21
22
23
24
25
26
27
32
33
34
35
36
37
38 Tata letak
39
40
41
Perbandingan biaya produksi biodiesel per liter berdasarkan ALB minyaknya dan jenis katalis yang digunakan………………………
134
Perbandingan dampak lingkungan proses produksi biodiesel yang terintegrasi dengan detoksifikasi pada tiga dampak lingkungan utama: kesehatan manusia, ekosistem dan sumberdaya……………
141
Perbandingan dampak lingkungan proses produkdi biodiesel yang terintegrasi dengan detoksifikasi pada 11 kategori lingkungan….
143
Perbandingan dampak lingkungan total berbagai proses produksi biodiesel dari jarak pagar pada berdasarkan tiga dampak lingkungan utama: kesehatan manusia, ekosistem dan sumberdaya…………………………………………………………
144
Pengaruh masing-masing masukan terhadap sebelas dampak lingkungan utama…………………………………………………..
146
Pengaruh masing-masing masukan terhadap tiga dampak lingkungan utama………………………………………………….
147
Rancangan tata letak pabrik biodiesel modular bergerak untuk mengolah minyak jarak pagar [a] kandungan ALB tinggi dan [b] kandungan ALB rendah……………………………………………
161
Rancangan tata letak pabrik modular bergerak untuk unit ekstraksi minyak dan detoksifikasi bungkil jarak pagar ………….
162
Rancangan skema integrasi proses ekstraksi, detoksifikasi, esterifikasi dan transesterifikasi …………………………………...
163
Rancangan skema integrasi proses ekstraksi, detoksifikasi, esterifikasi dan transesterifikasi, . dan eterifikasi gliserol………....
165
DAFTAR LAMPIRA Halaman 1.
Kerangka logis penelitian pengembangan proses pembuatan biodiesel jarak pagar…………………………………………...
189
2
Nama bahan kimia utama yang digunakan dalam penelitian….
190
3
Nama alat dan Software utama yang yang digunakan dalam penelitian………………………………………………………
191
Usaha pengolahan batu kapur di Halaban Sumatera Barat tempat pengambilan sampel untuk bahan baku katalis CaO….
193
5
Alat kempa minyak jarak pagar……………………………….
194
6
Pola XRD bentonit yang diaktivasi asam (S: smectite, I: illite, FWHM: full width at half maximum peak height)……………
195
7
Parameter fisik bentonit yang diaktivasi dengan asam…………
196
8
Spektrum FTIR contoh bentonit yang diaktifasi asam: (a) setelah adsorpsi pyridin pada suhu ruang selama 30 detik,……
197
9
Luas permukaan BET dan kekuatan basa dari katalis CaO…….
198
10
Gambar kandang tikus percobaan dan tikus yang mati karena keracunan bungkil jarak yang belum di detoksifikasi…………………………………………………….
199
Surat persetujuan melaksanakan percobaan menggunakan binantang dari Komite Etik Binatang UKM……………………
200
Profil Asam Lemak minyak jarak pagar Bangi (Malaysia) dan Lampung (Indonesia)…….……………………………………
201
13
Profil standard forbol ester ………………………………….
202
14
Susunan CCD dan respon bilangan asam terhadap peubah proses esterifikasi menggunakan katalis Bentonit-HCl………...
203
4
11
12
15
16 17
18
ANOVA pengaruh esterifikasi terhadap konversi bilangan asam setelah eliminiasi peubah yang tidak signifikan………
204
Susunan CCD dan respon konversi terhadap peubah proses transesterifikasi menggunakan katalis heterogen CaO…………
205
ANOVA untuk persamaan model dan koefisien regresi regresi setelah eliminiasi peubah yang tidak signifikan………
206
Susunan CCD dan respons konversi akibat peubah proses transesterifikasi secara in-situ……………………………………….
207
19
20
21 22
23
24
25
ANOVA untuk model persamaan regresi pengaruh transesterifikasi in-situ dan koefisiennya setelah eliminasi faktor yang tidak berpengaruh…………………………...
208
Batasan sistem proses produksi biodiesel yang berasal dari jarak agar yang mengandung ALB tinggi………………………
209
Batasan sistem proses produksi biodiesel yang berasal dari jarak agar yang mengandung ALB rendah…………………….
210
Data lengkap mengenai tiga dampak utama pada berbagai proses produksi biodiesel hasil analisis menggunakan Simapro Version 7.1………………………………………………..
211
Data lengkap mengenai tiga dampak utama pada berbagai proses produksi biodiesel yang terintegrasi dengan proses detoksifikasi hasiil analisis menggunakan Simapro Version 7.1…………………………………………………………………….
212
Data lengkap mengenai dampak lingkungan berbagai proses produksi biodiesel dari jarak pada 11 kategori lingkungan dilampirkan hasiil analisis menggunakan Simapro Version 7.1
213
Data lengkap mengenai dampak lingkungan berbagai proses produksi biodiesel dari jarak pagar yang terintegrasi dengan detoksifikasi pada 11 kategori lingkungan dilampirkan hasiil analisis menggunakan Simapro Version 7.1. …………. .
214
DAFTAR SIGKATA ALB – asam lemak bebas ANOVA – analysis of variance AOCS – American oil chemist society ASTM – American standard testing method BBM – bahan bakar minyak BET – Brunauer-Emmett-Teller CCD - central composite design COM – cost of manufacturing DMC – direct manufacturing cost ESDM – energi sumber daya mineral FAME – fatty acid methyl ester FMC – fixed manufacturing cost FTIR – fourier transform infrared GAME – Gas assisted mechanical expression GC –Gas chromatoghraphy GE – general expense GTBE – glycerol tert-buthyl ether HPLC – High Performance Liquid Chromatography IRR – interest rate of return ISO – international standardization organization JCME – jatropha curcas methyl ester LCA – life cycle assessment LCI – life cycle inventory LCIA – life cycle impact assessment LCPD – life cycle product/process design LD – lethal dosage MeOH – metanol NPV – net present value PBP – pay back period PER – protein effeciency ratio POT – pay out time RAL – Rancangan acak lengkap ROI – return on investement RSM – response surface methodology SDP – shut down point SV – saponification value TI – transformation index TPC – total production cost XRD –x-ray diffraction
1 PEDAHULUA 1.1 Latar Belakang
Manusia membutuhkan bahan bakar sebagai sumber energi, baik untuk transportasi, industri maupun kebutuhan rumah tangga. Kebutuhan akan bahan bakar tersebut terus meningkat seiring dengan meningkatnya jumlah penduduk dan industri. Dipihak lain, peningkatan terhadap kebutuhan bahan bakar tersebut tidak diimbangi dengan peningkatan jumlah produksi bahan bakar yang selama ini berasal dari fosil yang cadangannya terus menurun. Dengan asumsi cadangan minyak bumi sebesar 9,1 miliar barel dan tingkat produksi sebesar 387 juta barel per tahun, diperkirakan cadangan bahan bakar fosil akan habis dalam 23 tahun ke depan (Menteri ESDM, 2006). Sementara itu, konsumsi minyak solar secara nasional mencapai 23 juta kiloliter pada tahun 2003, dengan kenaikan rata-rata sebesar 7% per tahun, sehingga diperkirakan pada tahun 2010 konsumsi akan naik menjadi 34 juta kiloliter. Sekitar 40% dari diesel yang dikonsumsi tersebut didatangkan dari berbagai negara. Besarnya jumlah impor BBM ini menyebabkan Indonesia sejak awal 2004 telah menjadi net-importir bahan bakar minyak diesel (Nasikin 2004). Mengingat kemampuan produksi minyak nasional yang terus berkurang, dari 580 juta barel pada tahun 1999 menjadi 360 juta barel per tahun pada tahun 2003, diiringi dengan meningkatnya konsumsi minyak nasional, maka pemanfaatan energi alternatif dari sumber yang terbarukan merupakan kebutuhan yang mendesak. Salah satu potensi sumber daya terbarukan adalah pemanfaatan minyak nabati sebagai energi pengganti minyak diesel. Pemakaian minyak nabati secara langsung dapat menghasilkan luaran tenaga dan performa mesin yang baik pada uji jangka pendek. Namun demikian, dalam uji jangka panjang pemakaian minyak nabati secara langsung menimbulkan masalah pada mesin (Knothe et al. 2005); minyak yang berasal dari tanaman umumnya menunjukkan viskositas 10 sampai 20 kali lebih tinggi daripada viskositas diesel (Knothe et al. 2005; Mittelbach and Remschmidts 2004; Demirbas 2009; Jain and Sharma 2010). Hal ini mengakibatkan atomisasi bahan
2 bakar yang rendah dan menghasilkan pembakaran yang tidak sempurna. Tingginya titik nyala (flash point) dari minyak nabati dan kecenderungan terbentuknya polimerisasi termal dan oksidatif menyebabkan terbentuknya deposit pada nozel injektor dan melekat pada cincin piston (Mittelbach and Remschmidts 2004). Akibatnya, pengoperasian jangka panjang minyak nabati secara langsung atau pencampuran dengan solar diduga dapat merusak mesin. Masalah penggunaan minyak nabati secara langsung ini dapat dipecahkan baik dengan mengadaptasi mesin terhadap bahan bakar atau mengadaptasi sifat bahan bakar terhadap mesin. Adaptasi bahan bakar terhadap mesin dilakukan antara lain melalui reaksi transesterifikasi minyak yang berasal dari bahan baku terbarukan, seperti minyak nabati atau lemak hewan, dengan metanol sehingga dihasilkan metil ester asam lemak atau dikenal dengan biodiesel yang memiliki viskositas yang rendah karena adanya pemisahan dengan gliserol (Mittelbach and Remschmidts 2004). Biodiesel merupakan bahan bakar dengan pembakaran yang bersih, dapat diurai secara biologis, tidak beracun dan memiliki emisi rendah. Kondisi seperti ini memberikan keuntungan terhadap lingkungan; penggunaan biodiesel memiliki potensi mengurangi tingkat polusi dan kemungkinan karsinogen (Al-Widyan and Al-Shyoukh 2002; Ramadhas et al. 200; Bajpay and Tyagi 2006; Cvengros et al. 2006; Demirbas 2002; Zhang et al. 2003a; Vasudevan et al. 2008). Tanaman dimana biodiesel itu berasal banyak menyerap karbon dari atmosfir selama fotosintesisnya sehingga secara esensial mengurangi karbondioksida dari atmosfir. Dengan kata lain, biodiesel tidak memberikan sumbangan negatif terhadap pemanasan global (Lotero et al. 2004; Ramadhas et al. 2005; Kazancef et al. 2006). Disamping hal tersebut di atas, secara praktis biodiesel tidak mengandung sulfur dan memiliki sifat pelumasan yang baik. Salah satu sumber minyak nabati yang prospektif untuk dikembangkan sebagai bahan baku biodiesel adalah minyak jarak pagar (Jatropha curcas L). Minyak yang dihasilkan dari jarak pagar ini sangat potensial sebagai bahan bakar alternatif karena ia bukan berasal dari tanaman pangan seperti jagung, sawit, kedele, sehingga tidak ada persaingan dengan konsumsi untuk pangan. Disamping itu, dari hasil ekstraksi minyak jarak pagar diperoleh bungkil yang kaya protein
3 dan potensial untuk dijadikan pakan ternak seandainya komponen racun yang ada di dalamnya dapat dihilangkan. Biaya produksi biodiesel yang tinggi merupakan salah satu pertimbangan utama untuk komersialisasi skala besar. Metode-metode untuk mengurangi biaya produksi biodiesel mesti dieksplorasi dalam penelitian produksi biodiesel dari minyak J. curcas L. agar ia dapat bersaing dengan minyak diesel. Berdasarkan hal tersebut maka perlu dilakukan penelitian mengenai pengembangan proses produksi biodiesel jarak pagar untuk mendapatkan proses yang lebih baik, murah, bersahabat dengan lingkungan sekaligus menghasilkan nilai tambah dari bungkil jarak pagar kaya protein dan tidak beracun untuk dijadikan pakan, disamping gliserol dengan kualitas yang lebih baik sebagai hasil samping. Pengembangan proses pembuatan biodiesel akan terkait sangat erat dengan produksi jangka panjang dan dengan beban lingkungan dari produk yang dihasilkan. Satu alat yang dapat dikembangkan untuk menjawab pertanyaan mengenai isu lingkungan ini adalah life cycle assessment (LCA). LCA merupakan kajian lingkungan yang mengevaluasi dampak dari suatu produk (atau jasa) selama periode hidupnya- dari produksi bahan baku, panen, pascapanen, sampai kepada proses produksi, pengemasan dan proses pemasaran, penggunaan, penggunaan ulang, perawatan - sampai kepada akhir hidupnya yang bermanfaat (Kiwjaroun et al. 2009). Kajian LCA dilakukan pada penelitian ini dilakukan pada proses pembuatan biodiesel yang dikembangkan dibandingkan dengan proses pembuatan yang konvensional.
1.2 Perumusan Masalah Pemerintah mendorong pertumbuhan energi alternatif di Indonesia dengan mengeluarkan Peraturan Pemerintah omor 5 tahun 2006 tentang kebijakan energi nasional dan Instruksi Presiden omor 1 tahun 2006 tentang penyediaan dan pemanfaatan bahan bakar nabati (biofuel) sebagai sumber energi terbarukan disamping panas bumi, biomassa, biogas, angin, aliran sungai, dan lain-lainnya. Semenjak dikeluarkannya kebijakan pemerintah mengenai energi terbarukan tersebut, program nasional pengembangan tanaman jarak pagar sebagai sumber minyak nabati untuk pembuatan biodiesel dikembangkan secara besar-besaran.
4 Namun demikian, program pengembangan tanaman jarak pagar tidak berjalan sesuai
dengan
yang
diharapkan
karena
petani
tidak
tertarik
untuk
mengusahakannya dan investor merasa bahwa investasi pada komoditas ini tidak layak secara ekonomis. Ketidakberhasilan ini disebabkan beberapa masalah, baik masalah teknis maupun ekonomis. Salah satu masalah yang dihadapi oleh petani adalah rendahnya nilai jual biji jarak pagar yang mereka hasilkan. Masalah rendahnya nilai jual ini dapat diatasi apabila biji jarak dilihat tidak saja sebagai penghasil minyak, tapi juga sebagai sumber pakan apabila kandungan racun bungkilnya dihilangkan. Dengan demikian, harga biji jarak pagar per kilogram dapat dinaikkan sehingga komoditas ini menjadi menarik untuk diusahakan. Untuk mendukung hal ini diperlukan pengembangan proses produksi biodiesel yang terintegrasi dengan proses detoksifikasi yang menghasilkan bungkil kaya protein yang tidak beracun yang berpotensi sebagai sumber pakan. Diharapkan dari proses ini diperoleh sekaligus dua produk, yaitu biodiesel dan bungkil jarak kaya protein yang dapat dimanfaatkan untuk pakan ternak. Bungkil biji jarak sebagai hasil samping ekstraksi minyak mengandung protein kasar yang sebanding dengan kedele (Makkar et al. 1998; Martı´nezHerrera et al. 2006). Namun demikian, penggunaan bungkil jarak sebagai pakan ternak tidak memungkinkan karena ia mengandung zat antigizi dan senyawa beracun yang dinamakan ‘phorbol esters’ (Makkar et al. 1998; Haas et al. 2002). Bungkil jarak dapat dimanfaatkan sebagai pakan apabila kandungan zat antigizi dan senyawa racun tersebut dapat dihilangkan dengan menggunakan metanol dan zat antigizi dengan perlakuan panas (Makkar and Becker 1997; Goel et al. 2007). Pada minyak jarak yang memiliki kandungan asam lemak bebas (ALB) rendah, proses pengambilan racun dapat dilakukan sekaligus dengan melakukan transesterifikasi secara in-situ. Sementara untuk minyak dengan ALB yang tinggi, proses pengambilan racun dilakukan melalui proses detoksifikasi. Reaksi esterifikasi/transesterifikasi minyak dalam pembuatan biodiesel jarak pagar katalis homogen menghasilkan gliserol bermutu rendah dan mengandung banyak kontaminan. Salah satu upaya yang dapat dilakukan adalah melakukan transesterifikasi menggunakan katalis heterogen kalsium oksida (CaO)
5 yang berasal dari pembakaran baru kapur (CaCO3). sebagai pengganti katalis homogen. Proses transesterifikasi menggunakan katalis heterogen yang murah ini sekaligus dapat menurunkan biaya produksi disamping proses ini lebih ramah lingkungan.
Sementara itu untuk mempelajari dampak lingkungan proses
pembuatan biodiesel digunakan analisis LCA (Life Cycle Assessment). Metode ini dipilih karena metode ini relatif baru,
analisis dampak
lingkungan pada LCA bersifat konprehensif dan sedang dikembangkan secara luas di dunia saat ini. LCA merupakan kerangka metodologis untuk memperkirakan dan menilai dampak lingkungan dikaitkan dengan siklus hidup suatu produk, seperti perubahan iklim, penipisan lapisan ozon, penciptaan troposfir ozon, eutrofikasi, asidifikasi, keracunan pada manusia dan ekosistem, penipisan sumberdaya, penggunaan air, penggunaan lahan, kebisingan dan lain-lainnya (Rebitzer et al. 2004). Meskipun telah digunakan pada beberapa sektor industri selama sekitar 20 tahun terakhir, LCA baru mendapatkan perhatian yang lebih luas dan pengembangan metodologi sejak awal tahun 1990-an ketika relevansinya sebagai sebuah bantuan manajemen lingkungan di perusahaan dan pengambilan keputusan publik menjadi lebih jelas (Azapagic 1999). Secara spesifik permasalahan yang akan diteliti adalah sebagai berikut: 1. Mencari kondisi proses esterifikasi dan transesterifikasi biodiesel yang optimal menggunakan katalis heterogen. 2. Mencari metode alternatif untuk
pemurnian biodiesel sebagai pengganti
metode konvensional yang menggunakan air panas di dalam pencucian biodiesel yang menyebabkan tingginya limbah cair yang dihasilkan. 3. Mencari kondisi proses ekstraksi dan transesterifikasi biodiesel secara in-situ yang optimal yang dapat menghasilkan bungkil biji jarak pagar kaya protein yang tidak beracun dan dapat digunakan sebagai pakan ternak. 4. Mencari metode detoksifikasi untuk menghasilkan bungkil jarak pagar kaya protein yang tidak beracun sehingga dapat dimanfaatkan sebagai bahan baku pakan.
6 5. Membandingkan kelayakan ekonomi dan
biaya perkiraan produksi
biodiesel/L dari proses konvensional dengan proses produksi menggunakan katalis heterogen CaO yang dikembangkan pada penelitian ini. 6. Melakukan analisis dampak lingkungan berdasarkan kajian LCA dari proses konvensional dibandingkan dengan dampak lingkungan yang ditimbulkan oleh proses pembuatan biodiesel yang dikembangkan dalam penelitian ini.
1.3 Tujuan Penelitian Penelitian dalam disertasi ini bersifat konprehensif yang bermula dari upaya mengurangi biaya masukan dengan menggunakan katalis yang lebih murah, memperbaiki proses menggunakan katalis heterogen dan pemurnian biodiesel menggunakan adsorben bentonit, meningkatkan nilai tambah produk samping melalui detoksifikasi bungkil jarak dan mempelajari dampak lingkungan dari proses produksi biodiesel. Tujuan penelitian ini secara umum adalah pengembangan proses untuk meningkatkan nilai tambah dari pengolahan biji jarak pagar. Secara khusus, tujuannya adalah untuk : 1)
Mendapatkan metode dan kondisi proses pembuatan biodiesel yang optimum untuk memberikan hasil dan kualitas yang terbaik dari dua jenis jarak pagar yang berbeda berdasarkan kandungan ALB minyaknya (ALB rendah dan ALB tinggi).
2)
Mendapatkan metode pemurnian biodiesel pengganti metode konvensional yang menggunakan air panas di dalam pencucian biodiesel.
3)
Mendapatkan
kondisi proses ekstraksi dan transesterifikasi biodiesel
secara in-situ yang optimal yang dapat menghasilkan bungkil biji jarak pagar kaya protein yang tidak beracun dan dapat digunakan sebagai pakan ternak. 4)
Mendapatkan metode detoksifikasi untuk
menghasilkan bungkil jarak
pagar kaya protein yang tidak beracun sehingga dapat dimanfaatkan sebagai bahan baku pakan melalui detoksifikasi. 5)
Mendapatkan rancangan proses pembuatan biodiesel untuk mengolah dua jenis jarak pagar yang berbeda berdasarkan kandungan ALB minyaknya dan melakukan kajian tekno-ekonomisnya.
7 6)
Mendapatkan data dampak lingkungan berdasarkan kajian LCA dari proses konvensional dibandingkan dengan dampak lingkungan yang ditimbulkan oleh proses pembuatan biodiesel yang dikembangkan dalam penelitian ini.
1.4 Manfaat Penelitian Hasil penelitian ini diharapkan dapat berguna dalam pengembangan proses pembuatan biodiesel dari jarak pagar, peningkatan nilai tambah pengolahan jarak pagar melalui pemanfaatan bungkil jarak pagar hasil ekstraksi minyak dan menekan biaya produksi biodiesel.
1.5 Ruang Lingkup Penelitian Ruang lingkup penelitian ini adalah sebagai berikut: 1) Analisis sifat fisikokimia minyak jarak pagar, kandungan gizi dan kandungan racun bungkil dari dua jenis minyak jarak yang berbeda berdasarkan kandungan asam lemak bebas minyaknya. 2) Pembuatan biodiesel jarak pagar menggunakan katalis homogen NaOH, heterogen CaO, dan transesterifikasi secara in-situ. 3) Pemurnian biodiesel menggunakan adsorben bentonit yang diaktivasi dengan asam sulfat dan asam klorida dan menguji kualitas biodiesel yang dihasilkan. 4) Detoksifikasi terhadap bungkil jarak hasil ekstraksi minyak jarak dan uji toksisitas bungkil hasil detoksifikasi dan bungkil jarak pagar hasil trasesterifikasi secara in-situ pada tikus percobaan. 5) Perancangan proses pembuatan biodiesel, analisis kelayakan tekno-ekonomi dan kajian mengenai dampak lingkungan menggunakan metode LCA.
Kerangka logis penelitian ini ditampilkan pada Lampiran 1.
1.6 Kebaruan Kebaruan dari penelitian ini adalah perancangan proses produksi biodiesel jarak pagar menggunakan kalsium oksida (CaO) dari hasil pembakaran batu kapur sebagai katalis, mengaplikasikan bentonit yang diaktivasi dengan asam sulfat
8 sebagai adsorben di dalam pemurnian biodiesel, dan
mengintegrasikan proses
pembuatan biodiesel ini dengan proses ekstraksi minyak dan detoksifikasi bungkil.
2 TIJAUA PUSTAKA Pada bab ini akan ditinjau secara ringkas mengenai referensi ilmiah/pustaka yang menimbulkan gagasan dan mendasari penelitian ini. Aspek biologi dan fisiko-kimia jarak pagar dijelaskan paling awal. Hal ini dilakukan
untuk
memberikan gambaran secara lengkap mengenai tanaman jarak pagar dan sifatsifat yang dimiliki oleh minyaknya untuk dijadikan biodiesel pada penelitian ini. Teknik produksi dan kualitas biodiesel dijelaskan berikutnya, dimana dasar kimia pembuatan biodiesel, kualitas biodiesel dan faktor-faktor yang mempengaruhi diterangkan secara lengkap. Status dan kondisi terkini (state of the art) penelitian yang telah dilakukan mengenai konversi minyak jarak pagar menjadi biodiesel dijelaskan secara lebih mendalam pada sub-bab selanjutnya. Aspek teknoekonomi dan analisis Life Cycle Assessment (LCA) merupakan bagian terakhir yang dijelaskan sebelum ditutup dengan sub-bab pengembangan proses pembuatan biodiesel jarak pagar.
2.1 Aspek Biologi dan Fisiko-Kimia Jarak Pagar 2.1.1 Taksonomi dan Deskripsi Botani Jarak Pagar Genus Jatropha termasuk ke dalam suku Joannesieae dan keluarga Euphorbiaceae yang terdiri dari sekitar 170 spesies yang telah dikenal. Linnaeus (1753) adalah orang yang pertama memberikan nama Jatropha L kepada jarak dalam "Species Plantarum" dan ini masih berlaku sampai sekarang. Nama genus Jatropha berasal dari kata Yunani jatr'os (dokter) dan troph'e (makanan), yang menunjukkan penggunaannya sebagai obat. Jarak pagar (Jatropha curcas L) merupakan tanaman semak atau pohon yang tahan terhadap kekeringan dan dapat tumbuh pada area dengan curah hujan rendah sampai tinggi (200-1500 mm per tahun).
Tanaman ini berasal dari
Amerika Tengah dan saat ini banyak dibudidayakan di Amerika Selatan dan Tengah, Asia Tenggara, India dan Afrika.
Jarak pagar berpotensi untuk
memperbaiki lingkungan dan meningkatkan kualitas hidup penduduk pedesaan di negara tropis karena pemanfaatannya yang sangat beragam. Tanaman ini dapat
10
digunakan untuk mencegah atau mengontrol erosi, reklamasi lahan, meningkatkan kesuburan tanah dan tanaman pagar. Dilihat dari potensinya, terutama sebagai tanaman penghasil minyak, data biji jarak dunia yang berasal dari perkebunan masih belum berarti.
Namun
demikian, dipercayai bahwa sekitar 20-30 juta ha lahan sudah ditanami jarak di seluruh dunia (Makkar and Becker 2009). Di Indonesia, promosi penanaman jarak pagar dimulai pada tahun 2005 dipicu oleh kenaikan harga bahan bakar minyak dunia yang sangat tinggi dan dikuranginya subsidi BBM oleh pemerintah.
2.1.2 Komposisi Kimia dari Berbagai Bagian Tanaman Jarak Pagar Biji jarak memiliki berat rata-rata 0,75 gram dan daging buah mengandung protein 27-32% dan minyak 58-60%. Bungkil biji jarak dari sisa ekstraksi minyak (fully defatted) memiliki kandungan protein 55-58% (Tabel 1 dan 2) dengan komposisi asam amino esensial yang tinggi (Tabel 3) (Makkar et al. 1998; Martı´nez-Herrera 2006; Makkar and Becker 2009). Komposisi asam amino esensial yang ada pada jarak (kecuali lisin) memperlihatkan pola yang identik dengan asam amino yang ada pada kedele (Vasconcelos et al. 1997).
Tabel 1
Komposisi kimia daging biji tanaman jarak dari berbagai varitas (Makkar et al. 1998; Martı´nez-Herrera et al. 2006)
Item
Varitas Cape Verde Bahan Kering 96,6 Analisis, % bahan kering Protein kasar 22,2 Lipida 57,8 Abu 3,6
Nicaragua 96,9
Ife-Nigeria 95,7
25,6 56,8 3,6
27,7 53,9 5,0
Mexico, tidak beracun 94,2 27,2 58,5 4,3
Bahan kimia yang dapat diisolasi dari berbagai bagian tanaman yang ditampilkan pada Tabel 4. Bahan kimia ini dapat digunakan dalam aplikasi industri.
Tergantung pada varietas bibitnya, daging buah mengandung 40-60%
minyak (Liberalino et al. 1988; Gandhi et al. 1995; Sharma et al. 1997; Makkar et al. 1997; Openshaw 2000), yang dapat digunakan untuk berbagai tujuan
11 seperti sebagai pelumas, untuk membuat sabun dan yang paling penting adalah sebagai bahan utama biodiesel. Tabel 2
Komposisi kimia (% bahan kering) bungkil biji jarak pagar dari berbagai varitas (Makkar et al. 1998; Martı´nez-Herrera et al. 2006)
Komponen
Varitas Cape Verde
Nicaragua
Ife-Nigeria
Protein kasar
56,4 (57,3)
61,2 (61,9)
55,7 (56,1)
Tidakberacun, Mexico 63,8 (64,4)
Lipida Abu Energi kotor (MJ kg-1)
1,5 9,6 18,2
1,2 10,4 18,3
0,8 9,6 17,8
1,0 9,8 18,0
*angka dalam kurung menyatakan kandungan bebas lipida.
a)
Yautepec Morelos statea 70,9
Bungkil kedele
0,6 12,1 18,2
1,8 6,4 19,4
45,7 (46,5)
(Martı´nez-Herrera et al. 2006).
Tabel 3 Komposisi asam amino (g/16 g nitrogen) dari bungkil jarak pagar (Makkar and Becker 2009) Asam amino Varitas Beracun Esensial Metionin 1,91 Sistin 2,24 Valin 5,19 Isoleusin 4,53 Leusin 6,94 Fenilalanin 4,34 Tirosin 2,99 Histidin 3,30 Lisin 4,28 Arginin 11.80 Treonin 3,96 Triptofan 1,31 on-esensial Sirin 4,80 Asam glutamate 14,68 Asam aspartat 9,49 Prolin 4,96 Glisin 4,92 Alanin 5,21
Varitas Tidak Beracun
Bungkil kedele
1,76 1,58 5,30 4,85 7,50 4,89 3,78 3,08 3,40 12,90 3,59 Tidak terdeteksi
1,22 1,70 4,59 4,62 7,72 4,84 3,39 2,50 6,08 7,13 3,76 1,24
4,82 15,91 9,92 3,80 4,61 4,94
5,67 16,90 11,30 4,86 4,01 4,23
12
Tabel 4
Komposisi bahan kimia bagian tanaman jarak pagar
Bagian
Komposisi Kimia
Rujukan
β-Amirin, β-sitosterol dan taraxerol
Mitra et al. (1970)
Forbol ester
(Makkar and Becker,
Tanaman Kulit batang
2009) Daun
Triterpen stigmasterol siklik, stigmast-5-
Mitra et al. (1970);
en-3β, 7 β-diol, stigmast-5-en-3β, 7 α-
Khafagy et al. (1977);
diol,campesterol, β-sitosterol, 7-keto- β-
Hufford dan Oguntimein
sitosterol, dan β-D-glikosida dari β-
(1987)
sitosterol, Flavonoid apigenin, vitexin, isovitexin, triterpen alkohol dan dua jenis flavonoid glikosida
Khafagy et al. (1977)
Forbol ester
(Makkar and Becker, 2009)
Lateks
Kurkasiklin A, Oktapeptida siklik
Van den Berg et al.
enzim protease kurkain
(1995)
Kurkasiklin A
Auvin et al (1997) Nath dan Dutta (1991)
Biji
Kurkin, lektin
Stirpe et al. (1976)
Forbol ester
Adolf et al. (1974), Makkar et al. (1997)
Daging buah
Esterase, Lipase
Staumann et al. (1999)
Fitat, saponin dan inhibitor tripsin
Aregheore et al. (1997),
dan bungkil
Makkar and Becker (1997), Wink et al. (1997)
Akar
β-sitosterol dan β-D-glicoside dari β-
Naengchomnong et al.
sitosterol, marmesin, propacin,
(1986, 1994)
kurkulatiran A dan B, kurkuson A-D, diterpenoid jatrophol, jatropholon A dan B, kumarin tomentin, kumarino-lignan jatrophine juga taraxerol Forbol ester
Makkar and Becker 2009
13 2.1.3 Komposisi Asam Lemak dan Sifat Fisiko-Kimia dari Minyak Jarak Pagar Tabel 5 menunjukkan komposisi asam lemak dari minyak jarak pagar. Ia terdiri dari 23,6% berupa asam lemak jenuh terutama dari palmitat, stearat, dan asam miristat dan 76,4% berupa asam lemak tak jenuh yang terdiri dari terutama oleat,
linoleat dan asam palmitoleat. Metil ester dari asam lemak jenuh
meningkatkan titik awan dan bilangan setana, dan meningkatkan stabilitas. Sementara itu, metil ester dari asam lemak tak jenuh mengurangi titik kabut, bilangan setana dan stabilitas (Gubitz et al. 1999). Tabel 5 Kandungan asam lemak minyak jarak pagar Berat (%)
Nama Umum
ama IUPAC
Formula
Struktura
Kaprat
Asam Dekanoat
C10H20O2
C10:0
Laurat
Asam Dodekanoat
C12H24O2
C12:0
Miristat
Asam Tetradekanoat
C14H28O2
C14:0
0,1 0,1
0 – 0,1
1,4
Palmitat
Asam Heksadekanoat
C16H32O2
C16:0
15,1 13,6
14,1-15,3 14,2
15,6
Stearat
Asam Oktadekanoat
C18H36O2
C18:0
7,1 7,4
3,7-9,8
6,9
9,7
Arachidat
Asam Eikosanoat
C20H40O2
C20:0
0,2 0,3
0-0,3
-
0,4
Behenat
Asam Dokosanoat
C22H44O2
C22:0
0,2 -
0-0,3
-
-
Miristoleat
Cis-9, Asam Tetradekanoat
C14H20O2
C14:1
Palmitoleat
Cis-9, Asam Heksadekanoat
C16H30O2
C16:1
0,9 0,8
0-1,3
1,4
Oleat
Cis-9, Asam Oktadekanoat
C18H34O2
C18:1
44,7 34,3
34,3-45,8 43,1
Linoleat
Cis-9, Cis-12, Asam Oktadekanoat
C18H32O2
C18:2
31,4 43,2
29,0-44,2 34,4
linolenat
Cis-6, Cis-9, Cis-12, Asam Oktadekanoat
C18H30O2
C18:3
0,2 -
0-0,3
-
Jenuh
22,8 21,7
22,6
23,7
27,1
23,6
Tidak Jenuh
77,2 78,3
77,4
76,3
78,9
76,4
1b
2c
3
4
5
Rataan
0,1 0,1
40,8 32,1
Sumber: 1 dan 2. Foidl et al. (1995); 3. Gubitz et al. (1999), 4. Haas and Mittelbach (2000). 5. a Azam et al. (2005). Karbon dalam rantai:ikatan rangkap. bvaritas Caboverde. cvaritas Nicaragua
14
Jenis dan persentase asam lemak dalam minyak jarak pagar bervariasi tergantung pada varietas tanaman dan kondisi pertumbuhan tanaman. Sifat fisik minyak jarak dibandingkan dengan minyak dari tanaman lainnya dan diesel dapat dilihat pada Tabel 6. Sementara sifat fisiko-kimia biodiesel dari jarak pagar ditampilkan pada Tabel 7. Tabel
6
Sifat fisik minyak jarak pagar dibandingkan dengan minyak dari tanaman lainnya dan diesel (Jain and Sharma 2010)
Asal Minyak
Bilangan Setana
Nilai Titik Panas kabut (MJ/kg) (oC)
Titik tuang (oC)
Viskositas kinematik (cSt pada 38 oC)
Titik Nyala
Bobot jenis pada 15 o C
Jarak
40-45
39-40
-
-
55 pada 30 o C
240
0,912
Jagung
37,6
39,5
-1,1
-40
34,9
277
0,9095
Biji kapuk
41,8
39,5
1,7
-15,0
33,5
234
0,9148
Rapeseed
37,6
39,7
-3,9
-31,7
37,0
246
0,9115
Biji bunga matahari
37,1
39,6
7,2
-15,0
33,9
274
0,9161
Wijen
40,2
39,3
-3,9
9,4
35,5
260
0,9133
Kedele
37,9
39,6
-3,9
-12,2
32,6
254
0,9138
Sawit
42,0
39,5
31,0
-
39,6
267
0,9180
Diesel
40-55
42
-15 sampai -5
-33 sampai 15
1,3-4,1
60-80
0,820,86
-
2.1.4 Biji Jarak Pagar dan Toksisitasnya Sifat beracun minyak dan bungkil jarak pagar telah dibuktikan dalam sejumlah studi (Adam 1974; Ahmed et al. 1979a and 1979b; Liberano et al. 1989).
Zat antigizi yang ditemukan dalam bungkil jarak pagar adalah forbol
ester (2,43 mg/g daging buah pada varitas beracun dan 0,11 mg/g daging buah pada varitas tidak beracun); lektin (102 mg/g daging buah pada varitas beracun dan 51 mg/g daging buah pada varitas tidak beracun); aktivitas penghambat tripsin (21,2 mg penghambatan/g bungkil pada varitas beracun dan 26,5 mg penghambatan/g bungkil pada varitas tidak beracun); fitat (9,7% dalam bungkil
15 jarak varitas beracun dan 8,9% dalam varitas tidak beracun ); Saponin (2,3% setara diosgenin dalam bungkil jarak varitas beracun dan 3,4% dalam varitas tidak beracun).
Tabel 7
Sifat fisiko-kimia biodiesel jarak pagar (Sarin et al. 2007)
Sifat (satuan)
Metode uji ASTM 6751
Batas ASTM 6751
metil ester Jarak pagar
D-93
min. 130
163
Viskositas pada 40 C (cSt)
D-445
1,9-6,0
4,40
Abu bersulfat (% massa)
D-874
max. 0,02
0,002
Titik Nyala (oC) o
Sulfur (% massa)
D-5453
max.0,05
0,004
Titik kabut (oC)
D-2500
N.A
4
Korosi tembaga
D-130
max.3
1
Bilangan setana
D-613
min.47
57,1
Air dan endapan (volume)
D-2709
max.0,05
0,05
Nilai netralisasi (mg.KOH/g)
D-664
max.0,80
0,48
Gliseerin bebas (% massa)
D-6584
max.0,02
0,01
Gliserin total (% massa)
D-6584
max.0,24
0,02
Fosfor (% mass)
D-4951
max.0,001
<0,001
Suhu distilasi
D-1160
90% pada 360oC
90%
Stabilitas oksidasi (jam)
Tidak tersedia
Tidak tersedia
3,23
Kurkin, protein beracun yang diisolasi dari biji, ditemukan untuk menghambat sintesis protein dalam studi in vitro. Tingginya konsentrasi forbol ester dalam biji jarak pagar telah diidentifikasi sebagai agen beracun utama jarak pagar yang bertanggung jawab atas toksisitas (Adolf et al. 1984; Makkar et al. 1997).
Forbol ester ini ditemukan pada tumbuhan yang termasuk ke dalam
keluarga Euphorbiaceae dan Thymelaeaceae (Ito et al. 1983). Beberapa kasus keracunan J. curcas L pada manusia setelah mengonsumsi biji secara kebetulan telah dilaporkan dengan gejala pusing, muntah dan diare dan dalam kondisi ekstrim bahkan telah dicatat menyebabkan kematian (Becker and Makkar 1998). Lektin diperkirakan juga menyebabkan toksisitas pada jarak pagar (CanoAsseleih et.al. 1989), namun demikian, Aderibigbe et al. (1997) and Aregheore et al. (1998) menunjukkan bahwa lectin bukanlah senyawa racun utama dalam bungkil jarak pagar.
16
Perlakuan radiasi berion dapat berfungsi sebagai metode tambahan yang memungkinkan untuk proses inaktivasi atau penghapusan faktor antigizi tertentu seperti forbol ester, fitat, saponin dan lektin (Siddhuraju et al. 2002). Forbol ester stabil terhadap panas dan dapat menahan suhu setinggi 160◦C selama 30 menit, sehingga tidak mungkin untuk
menghancurkannya melalui perlakuan panas.
Namun demikian, dimungkinkan untuk mengurangi konsentrasinya dengan perlakuan kimia walaupun hal ini mungkin terlalu mahal untuk memproduksi pakan dari jarak (Aregheore et al. 2003).
2.2 Tanaman Jarak Pagar sebagai Penghasil Energi Tipe bahan bakar yang dapat diperoleh secara langsung dari tanaman jarak pagar, adalah; kayu, seluruh buah dan bagian-bagian buah yang dapat dibakar secara terpisah atau dalam kombinasi. Tabel 8 menunjukkan nilai energi beberapa bagian tanaman jarak pagar. Dari Tabel 8 dapat dilihat bahwa minyak jarak pagar dianggap paling potensial sebagai sumber bahan bakar nabati. Tabel 8 Nilai energi dari berbagai produk tanaman jarak pagar (Openshaw 2000) Bahan bakar
Kadar abu (%)a
Kadar air (%)
Nilai energi (MJ/kg)
Kayuc
1
15
15,5
Buah utuh
6
8
21,2
30
24
46
Biji utuh
4
5
25,5
0
34
66
Kulit buah
13
15
11,1
100
0
0
Cangkang
5
10
17,2
0
100
0
Daging buah
3
3
29,8
0
0
100
Arang kayu
3
5
30,0
Arang kulit
15
5
26,3
Minyak
<0,1
0
40,7f
Bungkile
4
3
25,1g
e
a b d
Komposisi buah (%)
Kadar abu sebagai % berat kering (kadar air 0%). Semua abu dapat digunakan sebagai pupuk Kadar air dinyatakan berdasarkan berat basah (bb);
c
Nilai energi kayu segar (kadar air 50%), 8,2 MJ/kg e
Nilai energi buah segar (kadar air 43%), 12,8 MJ/kg; Minyak dan bungkil hanya berasal dari daging buah, f
bukan keseluruhan biji; Nilai energi per liter 37.4 MJ (BJ 0,92).; merupakan bungkil dan 30% merupakan minyak
g
Diasumsikan 70% dari daging buah
17 Solar adalah hidrokarbon yang memiliki 8-10 atom karbon per molekul, sementara minyak jarak memiliki 16-18 atom karbon per molekul. Oleh karena itu, minyak jarak pagar lebih kental dibanding solar dan memiliki kualitas bakar yang lebih rendah. Penggunaannya secara langsung pada mesin tidak disarankan. Minyak jarak ditransesterifikasi menggunakan alkohol dan hidroksida menjadi biodiesel yang memiliki sifat mirip dengan solar.
Reaksi ini mengurangi
viskositas dan meningkatkan bilangan setana (Openshaw 2000).
2.3 Teknik Produksi dan Kualitas Bahan Bakar Biodiesel
2.3.1 Dasar Kimia Pembuatan Biodiesel Biodiesel adalah bahan bakar yang dibuat dari minyak ataupun lemak (trigliserida). Lemak dikonversi menjadi biodiesel melalui reaksi kimia yang melibatkan alkohol. Asam lemak merupakan komponen utama lemak ataupun biodiesel. Dalam istilah kimia, asam lemak merupakan asam-asam karboksilat dalam bentuk seperti Gambar 1.
Asam lemak yang tidak terikat dengan molekul yang
lain dikenal dengan asam lemak bebas (Turner 2005).
Gambar 1
Contoh struktur molekul asam lemak (asam laurat)
Asam lemak yang terlihat pada Gambar 1 merupakan asam lemak ideal. Asam lemak sebenarnya memiliki variasi dalam jumlah atom karbonnya dan dalam jumlah ikatan rangkapnya.
Gliserol yang merupakan hasil samping
produksi biodiesel memiliki bentuk seperti pada Gambar 2.
18
CH2- OH CH - OH CH2- OH Gliserol Gambar 2 Struktur molekul gliserol
Trigliserida terbentuk dari satu molekul gliserol, dikombinasikan dengan tiga asam lemak pada masing-masing kelompok OH (Gambar 3).
Gambar 3
Contoh struktur molekul trigliserida (trilaurin). Bagian kiri adalah asam-lemak dan bagian kanan adalah gliserol
Secara kimia, biodiesel merupakan alkil ester dari asam lemak. Molekul biodiesel dapat dilihat pada Gambar 4.
Ester biodiesel ini mengandung rantai
asam lemak pada satu sisi, dan pada sisi yang lain adalah hidrokarbon atau yang disebut alkana. Oleh karena itu, biodiesel merupakan alkil ester asam lemak. Biasanya bentuk alkananya yang disebutkan dalam penamaan alkil ester, seperti dalam menamakan “metil ester” atau “etil ester”.
19
Gambar 4 Molekul Biodiesel. Pada bagian atas adalah metil ester, di bawah adalah etil ester Solar dan biodiesel keduanya merupakan campuran senyawa organik. Molekul solar yang ideal adalah setana. Dibandingkan dengan setana, alkil ester agak lebih panjang dan, lebih penting lagi, mengandung dua atom oksigen (Turner 2005). Kedua molekul ini dapat dilihat pada Gambar 5.
Gambar 5 Molekul setana (atas) dan etil ester (bawah).
Biodiesel dan solar memiliki komposisi kimia yang agak berbeda. Solar umumnya terdiri dari 30-35% hidrokarbon aromatis dan 65-70% paraffin dan sedikit olefin, umumnya terdiri dari alkil ester dengan rantai C10 sampai C16 (Chang et al. 1996). Sebaliknya, biodiesel yang berasal dari rapeseed, kedele atau bunga biji matahari memiliki alkil ester dengan rantai C16 sampai C18 dengan
20
satu sampai tiga ikatan rangkap setiap molekulnya.
Minyak solar tidak
mengandung oksigen, sementara oksigen biodiesel berkisar 11%.
Perbedaan
dasar antara minyak solar dengan biodiesel dapat dilihat pada Tabel 9.
Tabel 9
Perbedaan dasar antara minyak solar dengan biodiesel (Mittelbach and Remschmidt 2004)
Komposisi
BM rata-rata
Bahan bakar Solar
Minyak Rapseed
Biodiesel rapseed
C : H : O=
C : H : O=
C : H : O=
86,6: 13,4: 0
77,6 : 11,5 : 10,9
77,2 : 12,0 : 10,8
120-320
883
296
2.3.2 Proses Produksi Biodiesel Prinsip dasar pembuatan biodiesel adalah transesterifikasi trigliserida dan esterifikasi asam lemak bebas. Reaksi transesterifikasi trigliserida dengan metanol dapat dilihat pada Gambar 6.
Gambar 6 Reaksi transesterifikasi trigliserida dengan metanol menghasilkan metil ester dan gliserol dimana R1, R2, R3 adalah hidrokarbon rantai panjang, kadang-kadang disebut rantai asam lemak. Biasanya, ada lima jenis rantai utama dalam minyak nabati dan minyak hewani: palmitat, stearat, oleat, linoleat, dan linolenat.
Bila
trigliserida dikonversikan secara bertahap menjadi digliserida, monogliserida, dan akhirnya ke gliserol, 1 mol ester lemak dibebaskan pada setiap langkah (Ma dan Hanna 1999). Biasanya, metanol merupakan alkohol yang lebih disukai untuk memproduksi biodiesel karena biaya rendah.
21 Secara stoikiometri, reaksi transesterifikasi memerlukan 3 mol alkohol per 1 mol trigliserida untuk menghasilkan 3 mol alkil ester dan 1 mol gliserol. Reaksi ini merupakan reaksi yang dapat balik. Agar reaksi transesterifikasi bergeser ke kanan,
maka diperlukan
alkohol berlebih di dalam reaksi. Laju reaksi
memberikan level tertinggi jika kelebihan 100% metanol digunakan. Dalam proses industri, nisbah molar (alkohol:minyak) 6:1 biasanya digunakan untuk memperoleh hasil metil ester yang yang lebih dari 98% (Srivastava and Prasad 2000; Meher et al. 2006).) Biasanya, katalis digunakan untuk meningkatkan laju reaksi dan konversi (Meher et al. 2006). Tabel
10
menunjukkan
perbandingan
berbagai
teknologi
untuk
menghasilkan biodiesel. Metode yang umum digunakan untuk produksi biodiesel adalah transesterifikasi minyak nabati dengan metanol, dengan menggunakan katalis alkali, asam, enzim atau tanpa katalis (alkohol superkritis). Metode alkohol superkritis adalah metode transesterifikasi trigliserida dengan alkohol pada suhu dan tekanan diatas titik kritis alkoholnya tanpa menggunakan katalis (Saka and Kusdiana 2001; Kusdiana and Saka 2004; Song et al. 2008). Tabel 10 Perbandingan berbagai teknologi untuk menghasilkan biodiesel (Sharma et al. 2008) o
Variabel
Katalis Alkali
Katalis Lipase
Katalis Asam
Superkritis Alkohol
1
Suhu Reaksi (K)
60-70
30-40
55-80
339-385
2
ALB dalam bahan baku
Produk tersabunkan
Metil Ester
Ester
Ester
3
Air dalam bahan baku
Mengganggu reaksi
Tidak berpengaruh
Mengganggu Reaksi
-
4
Hasil metil ester
Normal
Lebih Tinggi
Normal
Bagus
5
Perolehan kembali gliserol
Sukar
Mudah
Sukar
-
6
Pemurnian metil ester
Pencucian Ulang
Tidak ada
Pencucian berulang
-
7
Biaya Katalis dalam produksi
Murah
Relatif mahal
Murah
Sedang
22
Variabel penting yang mempengaruhi hasil biodiesel dari transesterifikasi; mereka adalah: suhu reaksi, nisbah molar alkohol dan minyak, katalis, lama reaksi, kehadiran air, ALB, dan intensitas pengadukan (Ma et al. 1999; Srivastava and Prasad 2000; Caili and Kusefoglu 2008; Akgun and Iscan 2008).
Laju
reaksi sangat ditentukan oleh suhu reaksi. Reaksi ini biasanya dilakukan dekat titik didih alkohol pada tekanan atmosfer (Srivastava and Prasad 2000). Minyak nabati dan lemak dapat mengandung sejumlah kecil air dan ALB. Untuk transesterifikasi menggunakan katalis alkali, katalis alkali yang digunakan akan bereaksi dengan ALB untuk membentuk sabun dan air (Gambar 7). Reaksi ini tidak diinginkan karena sabun menurunkan hasil biodiesel dan menghambat pemisahan ester dari gliserol. Selain itu, ia berikatan dengan katalis, hal ini menyebabkan katalis akan diperlukan lebih banyak dalam reaksi dan dengan demikian proses akan melibatkan biaya yang lebih tinggi (Gerpen et al. 2004).
Gambar 7
Reaksi transesterifikasi ALB dengan katalis alkali menghasilkan sabun dan air (reaksi penyabunan)
Air, baik berasal dari minyak dan lemak atau dibentuk selama reaksi penyabunan akan memperlambat transesterifikasi reaksi melalui reaksi hidrolisis. Ia dapat menghidrolisis trigliserida menjadi digliserida dan membentuk ALB. Reaksi hidrolisis ini ditunjukkan pada Gambar 8 (Leung et al. 2010).
Gambar 8 Reaksi hidrolisis trigliserida dengan air menghasilkan asam lemak bebas dan digliserida
23 Namun demikian, ALB dapat bereaksi dengan alkohol membentuk ester (biodiesel) melalui reaksi esterifikasi menggunakan katalis asam. Reaksi ini sangat berguna untuk penanganan minyak atau lemak dengan ALB tinggi, seperti yang ditunjukkan pada Gambar 9 (Leung et al. 2010).
Gambar 9
Reaksi esterifikasi ALB dengan metanol menghasilkan metil ester dan air
Perbedaan transesterifikasi dengan esterifikasi adalah, pada reaksi yang pertama, tri-ester dikonversi menjadi ester secara individu, maka disebut dengan transesterifikasi. Pada reaksi yang kedua, ester baru diciptakan, sehingga disebut dengan esterifikasi (Turner 2005). . 2.3.3
Proses Transesterifikasi Biodiesel Menggunakan Katalis Kalsium Oksida (CaO) Produksi biodiesel atau lebih umum metil ester asam lemak dapat
dikategorikan menjadi metode
homogen, heterogen dan metode non-katalitik
tergantung pada jenis katalis yang digunakan dalam proses. Secara tradisional, metode homogen merupakan metode yang digunakan dalam banyak produksi biodiesel komersial. Namun, metode ini memiliki banyak kelemahan. Seperti dilaporkan dalam berbagai kepustakaan, metode transesterifikasi heterogen terbukti lebih unggul dibandingkan dengan metode transesterifikasi homogen terutama pada pemisahan dan pemurnian produk metil ester (Ma and Hanna 1999; Fukuda et al. 2001; Van Gerpen 2005; Demirbas 2007; Singh 2008). Dalam metode homogen, reaktan, katalis dan metil ester semua berada dalam fase cair, sehingga menghasilkan proses pemisahan cair-cair yang komplek. Pemulihan katalis homogen juga susah, sehingga mengakibatkan hilangnya bahan berguna. Katalis larut sepenuhnya dalam lapisan gliserin dan sebagian di lapisan metil ester. Akibatnya, biodiesel harus dibersihkan melalui proses pencucian air yang lambat dan tidak ramah lingkungan. Gliserin yang terkontaminasi dengan katalis
24
memiliki nilai lebih murah di pasar saat ini (Demirbas 2007). Di sisi lain, metode heterogen, yang menggunakan katalis padat, tidak memiliki keterbatasan seperti katalis homogen. Proses pemisahan padat-cair relatif lebih mudah dibandingkan dengan proses pemisahan cair-cair membuat pemulihan katalis padat jauh lebih mudah. Disamping itu, metode heterogen menghilangkan pembentukan sabun, sehingga menghilangkan kebutuhan air dan mencegah pembentukan emulsi dalam campuran yang dapat menyulitkan proses pemisahan dan pemurnian. Saat ini ada banyak katalis heterogen layak digunakan dalam proses transesterifikasi seperti oksida logam (Kim et al. 2004; Xie et al. 2006;
Liu et
al. 2007; Yang and Xie 2007; Granados et al. 2007; Kansedo et al. 2009); kompleks logam (Ferreira et al. 2007), logam aktif dimuat pada penyangga (Xie and Li 2006; Xie et al. 2006), zeolit (Suppes et al. 2004 ), resin (ShibasakiKitikawa et al. 2007; Lo´pez et al. 2007) membran (Guerreiro et al. 2006; Dube et al. 2007), lipase (Ranganathan et al. 2008) dan hidrotalsit (Chantrell et al. 2005). Beberapa katalis heterogen ini sudah dipatenkan dan digunakan dalam produksi komersial biodiesel (Bournay et al. 2005).
Katalis ini telah terbukti
memiliki aktivitas tinggi terhadap proses transesterifikasi. Di antara beragam katalis, CaO adalah salah satu katalis heterogen memiliki sifat yang baik seperti kebasaan lebih tinggi, kelarutan rendah, harga yang lebih murah, dan lebih mudah untuk menangani daripada KOH (Huaping et al 2006). Berbagai percobaan transesterifikasi menggunakan katalis CaO telah dilaporkan. Namun, sebagian besar dari katalis tersebut ditambahkan bahan kimia tertentu dan digunakan pada minyak selain minyak jarak, seperti pada minyak kedelai (Kouzu et al. 2007 dan 2008; Liu et al. 2008), minyak bunga matahari (Granados et al. 2007; Demirbas 2007; Yan et al. 2008 Veljkovic´et al. 2009; Kawashima et al. 2009; minyak rapeseed (Huaping et al. 2006; Yan et al. 2008) dan microalgae (Umdu et al. 2009). Hanya satu dari katalis ini digunakan pada jarak pagar (Huaping et al. 2006), dimana CaO komersial direndamkan pada larutan ammonium karbonat sebelum dikalsinasi. Karena metode cuci air tidak cocok untuk memurnikan biodiesel yang disintesis menggunakan katalis CaO, maka pemurnian biodiesel dilakukan dengan menggunakan asam sitrat (Huaping et al. 2006). Dalam penelitian ini, katalis yang digunakan adalah CaO yang
25 berasal dari pembakaran batu kapur (CaCO3) tanpa perendaman dengan bahan kimia
tertentu.
Sementara
itu,
pemurnian
biodiesel
dilakukan
dengan
menggunakan bentonit yang diaktivasi dengan asam sulfat.
2.3.4 Proses Transesterifikasi Biodiesel secara In-situ Beberapa penyebab tingginya biaya produksi biodiesel adalah biaya penyediaan bahan baku yang tinggi dan implementasi proses produksi yang secara operasional tidak efisien. Salah satu alternatif adalah melakukan integrasi antara ekstraksi minyak dan transesterifikasi (Hernandez 2005). Proses ini dinamakan dengan transesterifikasi in-situ (Harrington and Evans 1985). Transesterifikasi in situ (Harrington dan D 'Arcy-Evans 1985; Siler-Marinkovic dan Tomasevic 1998; Kildiran et al. 1996; Hass et al. 2004), merupakan sebuah metode produksi biodiesel yang memanfaatkan produk-produk asli pertanian mengandung minyak sebagai
sumber
trigliserida
untuk
langsung
di-transesterifikasi-kan.
Beberapa penelitian terbaru menunjukkan bahwa metode ini sangat menjanjikan untuk dikembangkan.
Hasil penelitian menunjukkan bahwa ukuran
partikel, suhu, konsentrasi pelarut, kadar air dan pengadukan berpengaruh terhadap hasil dan selektivitas (Hernadez et al. 2005; Georgogianni 2008) dan penggunaan metanol alkali sebagai pelarut dapat menurunkan kandungan toksik dari biji seperti pada biji kapuk sehingga bungkil biji kapuk tersebut dapat digunakan sebagai sumber pakan kaya protein (Qian et al. 2008).
2.3.5 Kualitas biodiesel dan faktor-faktor yang mempengaruhi Indonesia telah menyusun Standar Nasional Indonesia untuk kualitas biodiesel (SNI 04-7182-2006).
Standar ini disusun dengan memperhatikan
standar sejenis yang sudah berlaku di luar negeri seperti ASTM D6751 di Amerika Serikat dan EN 14214:2002 (E) untuk negara Uni Eropa. Syarat mutu biodiesel ester alkil dan metode uji yang digunakan dapat dilihat pada Tabel 11.
26
Tabel 11 Syarat mutu biodiesel ester alkil dan metoda uji yang digunakan pada S-I 04-7182-2006 No Parameter
Satuan
Nilai
Metoda Uji
kg/m3 Mm2/s (cSt)
850-890 2,3 – 6,0
ASTM D-1298 ASTM D-445
o
Min.51 Min.100
ASTM D-613 ASTM D-93 ASTM D-2500 ASTM D-130
8
Massa jenis pada 40oC Viskositas kinematik pada 40oC Angka setana Titik nyala (mangkok tertutup) Titik kabut Korosi lempeng tembaga (3 jam pada 50 oC) Residu karbon - dalam contoh asli - dalam 10% ampas distilasi Air dan sedimen
9 10 11
Suhu distilasi 90% Abu tersulfatkan Belerang
o
12
Fosfor
13
1 2 3 4 5 6
7
o
C C
Maks. No.3
ASTM D-4530
%-massa Maks.0,05 Maks.0,30 Maks 0,05
%-vol
Maks. 360 Maks.0,02 maks.100
Angka asam
C %-massa ppm-m (mg/kg) ppm-m (mg/kg) Mg KOH/g
14
Gliserol bebas
%-massa
Maks.0,02
15
Gliserol total
%-massa
Maks.0,24
16 17 18
Kadar ester alkil Angka iod Uji Halphen
%-massa %-massa
Maks. 10 Maks.0,8
Min. 96,5 Maks.115 negatif 100 (As-Aa-4,57Gttl)
ASTM D-2709 ASTM D-1796 ASTM D-1160 ASTM D-874 ASTM D-5453 ASTM D-1266 AOCS Ca 12-55 AOCS Cd 3-63 ASTM D-664 AOCS Ca 14-56 ASTM D-6584 AOCS Ca 14-56 ASTM D-6584 Dihitung* AOCS Cd 1-25 AOCS Cd 1-25
Catatan: Kadar ester (%-massa) = As *) dengan pengertian: As Adalah angka penyabunan yang ditentukan dengan metoda AOCS Cd 3-25, mg KOH/g biodiesel Aa Adalah angka asam yang ditentukan dengan metoda AOCS Cd 3-63 atau ASTM D-664, mg KOH/g biodiesel Gttl Adalah kadar gliserol total dalam biodiesel yang ditentukan dengan metoda AOCS Ca 1456, %massa
Kualitas biodiesel dipengaruhi oleh: kualitas minyak (feedstock), komposisi asam lemak dari minyak, proses produksi dan bahan lain yang digunakan dalam proses dan parameter pasca-produksi seperti kontaminan (Gerpen 2004). Kontaminan tersebut diantaranya adalah bahan tak tersabunkan, air, gliserin
27 bebas, gliserin terikat, alkohol, ALB, sabun, residu katalis, sulfur, aromatik dan abu (Gerpen 1996; Bajpai and Tyagi 2006). Viskositas kinematik menunjukkan “resistansi aliran cairan pada kondisi gravitasi”.
Viskositas kinematik sama dengan viskositas dinamik/densitas.
Parameter ini merupakan spesifikasi rancangan dasar untuk injektor bahan bakar yang digunakan pada mesin diesel (Gerpen et al. 2004). Viskositas adalah sifat yang paling penting dari biodiesel karena mempengaruhi pengoperasian peralatan injeksi bahan bakar, terutama pada suhu rendah saat kenaikan viskositas mempengaruhi fluiditas bahan bakar. Biodiesel memiliki viskositas yang mendekati bahan bakar diesel
(Arisoy 2008).
Bila viskositas tinggi, maka
injektor tidak akan bekerja dengan baik (Gerpen et al. 2004). Densitas adalah berat biodiesel per satuan volume. Ia merupakan sifat penting lainnya dari biodiesel. Alat injeksi bahan bakar bekerja pada basis ukuran volume, sehingga apabila densitas lebih besar akan menyebabkan massa yang diinjeksikan lebih besar pula (Arisoy 2008). Densitas biodiesel akan meningkat dengan meningkatnya jumlah ikatan rangkap dan berkurangnya panjang rantai (Mittelbach and Remschmidt 2004). Hal ini dapat dilihat pada Tabel 12.
Tabel 12 Densitas biodiesel berdasarkan panjang rantai dan ikatan rangkapnya (Mittelbach and Remschmidt 2004) Densitas (kg/m3)
FAME
Densitas (kg/m3)
C6:0
889
C 16:0
884
C8:0
881
C 18:0
852
C 10 : 0
876
C 18:1
874
C 12 : 0
873
C 18:2
894
C 14 : 0
867
C 18:3
904
FAME
28
Minyak nabati memiliki viskositas yang lebih tinggi dibandingkan dengan biodiesel. Viskositas yang tinggi ini akan mempengaruhi kecepatan alir bahan bakar melalui injektor sehingga dapat mempengaruhi atomisasi bahan bakar di dalam ruang bakar.
Selain itu, viskositas yang tinggi juga berpengaruh secara
langsung terhadap kemampuan bahan bakar bercampur dengan udara. Dengan demikian, viskositas yang tinggi tidak diharapkan pada bahan bakar mesin diesel. Hal inilah yang mendasari perlunya dilakukan proses kimia transesterifikasi, untuk menurunkan viskositas minyak tumbuhan sehingga mendekati viskositas solar (Knothe 2005). Menurut Krisnangkura et al. (2006) viskositas dipengaruhi oleh jumlah karbon dari asam lemak penyusun biodiesel dan suhu. Jumlah karbon yang lebih banyak dan suhu yang lebih rendah cenderung menyebabkan meningkatnya kekentalan (Gambar 10). Angka setana menunjukkan seberapa cepat bahan bakar mesin diesel yang diinjeksikan ke ruang bakar dapat terbakar secara spontan (setelah bercampur dengan udara).
Semakin cepat bahan bakar mesin diesel terbakar setelah
diinjeksikan ke dalam ruang bakar, semakin tinggi angka setana bahan bakar
Viskositas (cSt)
tersebut (Prakash 1998).
Gambar 10. Viskositas kinematika asam lemak rantai pendek pada berbagai perbedaan suhu (Krisnangkura et al. 2006)
29 Cara pengukuran angka setana yang umum digunakan, seperti standar ASTM D613 atau ISO 5165, adalah dengan menggunakan heksadekana (C16H34, yang memiliki nama setana) sebagai patokan tertinggi (angka setana = 100), dan 2,2,4,4,6,8,8 heptamethylnonane (HMN yang memiliki komposisi C16H34) sebagai patokan terendah (angka setana =15) (Knothe 2005; Arisoy 2008).
Menurut
Prakash (1998), dari skala tersebut dapat diketahui bahwa hidrokarbon jenuh dengan rantai lurus memiliki angka setana yang lebih tinggi dibanding hidrokarbon rantai bercabang atau senyawa aromatik pada berat molekul dan jumlah atom karbon yang sama.
Angka setana berkorelasi dengan tingkat
kemudahan penyalaan pada suhu rendah (cold start) dan rendahnya kebisingan pada kondisi diam.
Angka setana yang tinggi juga berhubungan dengan
rendahnya polutan NOx (Knothe 2005). Secara umum biodiesel memiliki angka setana yang lebih tinggi daripada solar (Gambar 11) (Prakash 1998). Panjangnya rantai hidrokarbon yang terdapat pada ester (alkil ester asam lemak, misalnya) menyebabkan tingginya angka setana biodiesel dibandingkan dengan diesel (Knothe 2005). Hal inilah yang merupakan keunggulan yang nyata biodiesel dibanding dengan solar berkenaan dengan penampilan mesin dan emisi dan membuat mesin yang diberi bahan bakar biodiesel lebih lancar dan kurang berisik.
Gambar 11 Perbandingan angka setana metil ester dari berbagai minyak nabati dengan minyak solar (nilai diambil dari Mittelbach and Remschmidt 2004)
30
Pada ester yang berasal dari lemak jenuh, angka setana dari alkil ester meningkat dengan meningkatnya panjang rantai asam lemaknya. Sebaliknya, angka setana akan menurun dengan meningkatnya jumlah ikatan rangkapnya. Untuk lebih jelasnya hal ini dapat dilihat pada Tabel 13. Titik nyala merupakan kemampuan terbakar (flammability) bahan bakar yang merupakan parameter untuk mengetahui dampak berbahaya selama perjalanan atau penyimpanannya (Mittelbach and Remschmidt 2004). Titik nyala dari metil ester murni > 200 oC, diklasifikasikan sebagai “tidak-mudah terbakar”. Walau bagaimanapun, selama produksi dan pemurnian biodiesel, tidak semua metanol dapat dihilangkan, sehingga membuat biodiesel menjadi mudah terbakar dan lebih berbahaya untuk menangani dan disimpan jika titk nyala ini di bawah 130 oC (Gerpen et al. 2004). Tabel 13
Perbandingan angka setana beberapa alkil ester dari berbagai asam lemak (Mittelbach and Remschmidt 2004) C10:0
C12:0
C14:0
C16:0
C18:0
C18:1
C18:2
C18:3
55,0
42,2
22,7
53,9
37,1
26,1
55,7
40,6
26,8
Metil ester asam lemak Angka setana
47,9
60,8
73,5
74,3
75,7
Etil ester asam lemak Angka setana
-
-
-
-
76,8
1-propil ester asam lemak Angka setana
-
-
-
-
69,9
2-propil ester asam lemak Angka setana
-
-
- 82,6
96,5
86,6
-
-
Air dan sedimen merupakan ukuran untuk kebersihan bahan bakar. Jumlah air yang tinggi harus dihindari karena air dapat bereaksi dengan ester membentuk asam lemak bebas, dan dapat mendorong pertumbuhan mikroba pada tangki penyimpanan yang dapat menyebabkan terbentuknya sedimen (Gerpen et al. 2004; Bajpai and Tyagi 2006). Sedimen dapat menyumbat saringan dan dapat
31 berkontribusi pada pembentukan deposit pada injektor dan kerusakan mesin lainnya.
Jumlah sedimen pada biodiesel dapat meningkat sepanjang waktu
sebagaimana bahan bakar ini mengalami degradasi selama penyimpanan yang lama (Gerpen et al. 2004). Gliserol bebas merupakan gliserol yang hadir sebagai molekul gliserol dalam bahan bakar. Gliserol bebas merupakan hasil dari pemisahan yang tidak sempurna dari ester dan gliserol hasil reaksi transesterifikasi. Keberadaan gliserol bebas dapat menjadi sumber deposit karbon pada mesin disebabkan pembakaran yang tidak sempurna (Gerpen at al. 2004). Gliserol total merupakan jumlah gliserol bebas dan gliserol terikat. Gliserol terikat merupakan bagian gliserol dari mono-, di-, dan trigliserida. Peningkatan jumlah gliserol total merupakan indikator reaksi esterifikasi yang tidak sempurna (Gerpen at al. 2004). Bilangan iod pada biodiesel menunjukkan tingkat ketidakjenuhan senyawa penyusun biodiesel.
Disatu sisi, keberadaan senyawa lemak tak jenuh
meningkatkan performansi biodiesel pada suhu rendah, karena senyawa ini memiliki titik leleh (melting point) yang lebih rendah sehingga berkorelasi dengan titik kabut (cloud point) dan titik tuang (pour point) yang juga rendah (Knothe 2005).
Namun di sisi lain, banyaknya lemak tak jenuh di dalam biodiesel
memudahkan senyawa tersebut bereaksi dengan oksigen di atmosfir dan terpolimerisasi (Azam et al. 2006). Bilangan iod yang tinggi cenderung membentuk polimer dan membentuk deposit pada injector nozel, cincin piston dan cincin piston jika ia dipanaskan. Namun demikian hasil uji mesin mengindikasikan bahwa reaksi terjadi secara signifikan hanya pada ester asam lemak yang mengandung 3 atau lebih ikatan rangkap. Itulah sebabnya lebih baik membatasi kandungan ketidakjenuhan yang tinggi dalam biodiesel dibandingkan total ketidakjenuhan seperti yang dinyatakan oleh bilangan iod (Mittelbach and Remschmidt 2004) Bilangan asam merupakan ukuran langsung dari asam lemak bebas pada biodiesel. Asam lemak bebas dapat menyebabkan korosi. Bilangan asam ini dapat meningkat menurut waktu disebabkan bahan bakar akan mengalami degradasi disebabkan kontak dengan udara dan air (Gerpen at al. 2004).
32
Stabilitas penyimpanan berhubungan dengan kemampuan bahan bakar untuk menahan perubahan kimia selama penyimpanan.
Perubahan ini biasanya
terdiri dari oksidasi disebabkan adanya kontak dengan oksigen dari udara. Komposisi asam lemak biodiesel merupakan faktor penting dalam menentukan stabilitas terhadap udara (Gerpen et al. 2004). Angka setana, panas pembakaran (heat of combustion), titik cair dan titik didih, viskositas akan meningkat dengan meningkatnya kejenuhan
panjang rantai dan
dan menurun dengan meningkatnya ketidakjenuhan asam lemak
(Graboski 1997; Prakash 1998; Knothe 2005). Tabel 14 menggambarkan profil asam lemak dari berbagai sumber minyak dan pengaruhnya terhadap sifat fisik biodiesel. Sementara Tabel 15 menunjukkan pengaruh struktur kimia terhadap titik cair dan titik didih asam lemak dan metil esternya.
Tabel 14 Profil asam lemak beberapa minyak dan sifat sisik biodiesel yang dihasilkannya (Soriano et al. 2006) Komposisi asam lemak (%) Jenis
16:0
18:0
18:1
18:2
Sifat Fisik Biodiesel 18:3
Minyak
Viskositas
Viskositas
dinamik,cp
Kinematik,cSt
Titik tuang o
,C
Titik
Jenuh
Titik o
kabut, C
nyala, C
(%)
o
SFO
6
3
17
74
0
3,75 ± 0,01
4,30 ± 0,01
-5,0 ± 0.0
1,0 ± 0.0
181 ± 1
9
SBO
12
3
23
55
6
3,58 ± 0,01
4,12 ± 0,01
-2,0 ± 0.0
1,0 ± 1.0
186 ± 2
15
PMO*
45
4
40
10
0
4,33 ± 0,00
5,15 ± 0,02
12,0 ± 0.00
18,0 ± 1.0
179 ± 3
50
RSO
3
1
64
22
8
3,85 ± 0,01
4,43± 0,02
-13 ± 1.0
-4,0 ± 1.0
178 ± 0
4
*) Mengandung sekitar 1% asam lemak 14:0. SFO - minyak biji bunga matahari; SBO - minyak kedele; PMO – minyak sawit; RSO – minyak rapseed
33 Tabel 15 Pengaruh struktur kimia terhadap titik cair dan titik didih asam lemak dan metil esternya (Graboski, 1997; cit. Prakash, 1998; Knothe 2005) Asam Rantai
Jumlah
Asam
Karbon
Struktur
Titik
Titik
Metil ester Titik
Titik
Cair
Didih
Cair
Didih
o
o
o
o
C
C
C
C
Kaprilat
8
CH3(CH2)6COOH
16,5
239
-40
193
Kaprat
10
CH3(CH2)8COOH
31,3
269
-18
224
Laurat
12
CH3(CH2)10COOH
43,6
304
5,2
262
Miristat
14
CH3(CH2)12COOH
58,0
232
19
295
Palmitat
16
CH3(CH2)14COOH
62,9
349
30
415
Palmitoleat
16
CH3(CH2)5CH=CH(CH2)7COOH
33
--
0
--
Stearat
18
CH3(CH2)16COOH
69,9
371
39,1
442
Oleat
18
CH3(CH2)7CH=CH(CH2)7COOH
16,3
--
19,9
--
Linoleat
18
CH3(CH2)4CH=CHCH2CH=CH(C
-5
--
-35
--
-11
--
--
--
H2)7COOH Linolenat
18
CH3CH2CH=CHCH2CH=CHCH2C H= CH(CH2)7COOH
Arakidat
20
CH3(CH2)18COOH
75,2
--
50
--
Eikosenoat
20
CH3(CH2)7CH=CH(CH2)9COOH
23
--
-15
--
Behenat
22
CH3(CH2)20COOH
80
--
54
--
Erukat
22
CH3(CH2)7CH=CH(CH2)11COOH
30
--
--
--
Pengaruh panjang rantai dan ketidakjenuhan pada beberapa sifat bahan bakar FAME murni ditunjukkan pada Gambar 12 (Soriano et al. 2006). Semakin panjang rantai asam lemaknya maka semakin tinggi titik tuang, titik kabut, viskositas dan titik nyala. Namun demikian sifat tersebut akan turun dengan adanya ikatan rangkap.
34
Temperatur (oC)
Titik Tuang
20 0 -20 C12
C14
C16
-40
Viskositas (40oC)
Titik Kabut
40
C18
C18:1 C18:2
Metil Ester
6
Dinamik (cP)
Kinematik (cSt)
4 2
C12
C14
C16
C18
C18:1
Titik Nyala (oC)
Metil Ester 200 150 100 50
C12
C14
C16
C18
C18:1
Metil Ester
Gambar 12 Pengaruh panjang rantai dan ketidakjenuhan terhadap titik tuang, titik kabut, titik nyala, dan viskositas biodiesel (Soriano et al. 2006)
2.3.6 Sifat Biodiesel pada Suhu Dingin (Cold temperature properties) Sifat bahan bakar terhadap perubahan suhu merupakan kriteria mutu yang penting pada daerah beriklim dingin. Untuk menguji sifat biodiesel pada suhu dingin (Cold temperature properties) beberapa parameter disarankan, diantaranya adalah: Titik kabut (cloud Point/CP), titik tuang (Pour point/PP), cold-filter plugging point (CFPP) dan low-temperature flow test (LTFT) serta cristalisation onset temperature (Tco)( Mittelbach and Remschmidt 2004). jelasnya hal ini dapat dilihat pada Tabel 16.
Untuk lebih
35 Seperti halnya bahan bakar solar yang merupakan fraksi minyak bumi, biodiesel juga akan menjadi berkabut (cloudy) pada saat udara dingin, minyak akan berubah menjadi kristal lilin yang akan menyumbat saluran filter bahan bakar. Titik kabut (Cloud Point) merupakan suhu dimana kristal tersebut terlihat (Mittelbach and Remschmidt 2004). Titik kabut merupakan faktor kritis dalam penampilan hampir semua mesin diesel pada cuaca dingin (Gerpen et al. 2004).
Tabel 16
Nilai
Nilai CP, PP dan CFPP solar dibandingkan dengan biodiesel (Mittelbach and Remschmidt 2004) Solar
Rape
Zaitun
Biji bunga
kedele
kelapa
sawit
tallow
matahari
seed
CP
-15
-2
-2
-1
0
12
13
14
PP
-33
-9
-6
-3
-2
-
-
12
CFPP
-18
-15
-9
-3
-2
8
1
13
Bila udara menjadi lebih dingin, maka kristal lilin tersebut akan menjadi gel dan memadat sehingga tidak dapat mengalir. Suhu terendah dimana biodiesel mulai tidak mengalir disebut dengan titik tuang (pour point) (Mittelbach and Remschmidt 2004). Alkohol yang lebih panjang
atau alkohol sekunder memperbaiki sifat
mengalir (flow properties) dari biodiesel yang dihasilkan (Foglia et al. 1997) dan (Lang et al. 2001). Untuk melihat pengaruh panjang rantai alkohol terhadap sifat mengalir (flow properties) dapat dilihat pada Tabel 17. Tabel 17 Pengaruh alkohol yang lebih panjang atau alkohol sekunder terhadap sifat mengalir (flow properties) dari alkyl ester (biodiesel)(Foglia et al. 1997) Alkil ester
CP (oC)
PP (oC)
CFPP
Metil ester
17
15
9
Etil ester
15
12
8
1-propil ester
12
9
7
1-butil ester
9
6
3
2-butil ester
9
0
4
36
2.4 Konversi Minyak Jarak Pagar Menjadi Biodiesel Biodiesel atau alkil ester dari minyak jarak pagar dapat dihasilkan dengan proses esterifikasi dan transesterifikasi trigliserida minyak. Transesterifikasi berfungsi untuk menggantikan gugus alkohol gliserol dengan alkohol sederhana seperti metanol atau etanol. KOH.
Katalis yang biasa digunakan adalah NaOH atau
Komposisi asam lemak minyak jarak dibandingkan dengan minyak
rapseed dan kedele
tercantum pada Tabel 18.
Sementara itu bagaimana
perbandingan sifat solar (diesel), minyak jarak dan biodiesel dari jarak pagar dapat dilihat pada Tabel 19. Tabel 18
No
a
Distribusi asam lemak minyak jarakpagar, rapeseed dan kedelai (% berat)
Asam lemak
Minyak jarakb
Minyak Rapeseed
Minyak kedelai
1
Asam miristat
0-0,1
1
0,1
2
Asam palmitat
14,1-15,3
3,5
11,4
3
Asam stearat
3,7-9,8
0,9
3,2
4
Asam arakidat
0-0,3
0,4-2,4
0,2
5
Asam behenat
0-0,2
0,6-2,5
0,3-2,4
6
Asam palmitoleat
0-1,3
0-0,1
0,1-1
7
Asam oleat
34,3-45,8
64,1
21,8
8
Asam linoleat
29-44,2
12-22
54,9
9
Asam linolenat
0-0,3
7-9
8,3
Diadopsi dari Guvitz, Mittelbach and Trabi (1999)
Tabel 19
Sifat solar, minyak dan metil ester dari minyak jarak pagar (Mittelbach and Remschmidt 2004) Sifat
Solar
Minyak jarak
Metil ester
Metanol
minyak jarak 1. Densitas (kg m-3)
840
918,6
880
790
2. Kalori (kJ kg )
42490
39774
38450
19674
3. Viskositas (cSt)
4.59
49,93
5,65
--
4. Bilangan setana
45-55
40-45
50
3-5
5. Titik nyala ( C)
50
240
170
--
6. Residu Karbon (%)
0,1
0,64
0,5
0,0
-1
o
37 Tabel 20 menunjukkan hasil penelitian mengenai produksi biodiesel jarak pagar pada berbagai kondisi.
Jenis dan jumlah variabel seperti alkohol, ALB,
rasio molar, katalis, reaksi suhu, waktu reaksi, kecepatan dan cara mengaduk mempengaruhi hasil dan
konversi biodiesel.
transesterifikasi minyak nabati dalam produksi
Ada beberapa variasi
proses
biodiesel jarak pagar yang
tersedia saat ini. Di antaranya adalah perlakuan menggunakan katalis homogen (Foidl et al. 1996; Sudrajat et al. 2005; Tiwari et al. 2007; Sarin et al. 2007; Chitra et al. 2008; Berchmans and Hirata 2008 ); katalis heterogen (Huaping et al. 2006; Vyas et al. 2009) atau katalis enzim (Su et al. 2007; Shah and Gupta (2007); (Rathore and Madras 2007; Shah and Gupta 2007; Devanesan et al. 2007; Tamalampudi et al. 2008; Su et al. 2009), alkohol superkritis tanpa katalis (Rathore and Madras 2007; Tang et al. 2007) dan katalisis menggunakan enzim lipase dan ekstraksi secara in situ (Su et al. 2007), hidrolisis dan esterifikasi tanpa katalis (Su et al. 2009 and Shuit et al. 2010).
38
Tabel 20 Produksi biodiesel dari jarak pada berbagai kondisi proses o
Minyak
Tahapan Transesterifikasi
1
ALB 0,291,27%
ALB 0,291,27%
Pengadukan
Alkohol/ Donor alkil
Molar Ratio (alkohol/ donor alkil :minyak)
Katalis
Suhu Reaksi (K)
Waktu
Dua tahap Katalis alkali
Metanol
30 mnt
ada
Metanol
KOH 1.5wt% (dua bagian) (satu bagian)
333
Katalis alkali
4,50: 1 mol (dua bagian) (satu bagian)
333
30 mnt
ada
Dua tahap Katalis alkali Katalis asam
Etanol Etanol
6,9:1,14 mol
KOH 1.5wt% H2SO4, 2wt%
348 353
90 mnt 6 jam
ada ada
Hasil (% bobot)
Referensi
92% Foidl et al. (1996) 88.4% Foidl et al. (1996)
2 3
4
5 6
ALB 3.09% ALB 44.15% Tidak dijelaskan Tidak dijelaskan
Tidak dijelaskan
Satu tahap
Metanol
20 w/w %
NaOH 1wt%
333
90 mnt
H2SO4 2% KOH 0.3%
333 333
90 mnt 90 mnt
Sudradjat et al. (2005a)
333 333 323
42 mnt 30 mnt 8 jam
Sudradjat et al. (2005b) Modi et al. ( 2006)
343
2,5 jam
Dua tahap: Katalis asam Katalis alkali Dua tahap Katalis asam Katalis alkali Satu tahap
Metanol Metanol
20% v/v 40% v/v
Metanol Metanol Propan-2-ol
20% v/v 10% v/v 4:1
Satu tahap
metanol
9:1
HCl 1% NaOH 0.5% 30% Candida antarctica lipase B diimmobilisasi pada macroporous acrylic CaO diaktivasi 1,5%
ada
150 rpm
98%
92,8%
93%
Chitra et al. (2005)
Huaping et al. (2006)
39
Tabel 20 Lanjutan.............................. 7
Tidak dijelaskan
Satu tahap
Etil asetat
Nisbah Etil asetat: minyak 11:1
10% of Novozym-435 (immobilisasi Candida antarctica lipase B)
323
12 jam
150 rpm
8
Biji, KA (4.62%)
Satu tahap: In situ reactive extraction
Metil asetat
Nisbah pelarut/biji 7.5:1
30% (w/w) of Novozym435 (lipase B from Candida antarctica, di immobilisasi pada macroporous acrylic
323
36 jam
180 rpm
Etil asetat
9
Tidak dijelaskan
Satu tahap
Metanol
3:1
NaOH/KOH (1 wt % )
10
2,71% ALB
Satu tahap Biocatalyst
Etanol
4:1
Pseudomonas cepacia lipase diimobilisai pada celite
11
ALB 14%
Dua tahap: Katalis asam Katalis Alkali
Metanol Metanol
0,28 v/v 0,16 v/v
Satu tahap Katalis alkali Dua tahap Katalis asam Katalis Alkali Satu tahap
Metanol
70% w/w
H2SO4, 1.43% v/v KOH (3,5+bilangan asam w/v) NaOH, 3,3wt%
Metanol Metanol
60% w/w 24% w/w 4:1
Satu tahap
Metanol
3:1
12
ALB 14,9% 14,9%
13
ALB 8,7%
14
air 1,5wt%
H2SO4 , 1wt % NaOH 1.4% w/w Immobilized P flourescence 6% w/v dari minyak Lipase 6 wt % dari minyak
91,3%
86,1%
Modi et al. (2007)
Su et al. ( 2007)
87,2% 2-4 jam
ada
323
8 jam
200 rpm
333 333
88 min 24 min
338
2 jam
323 323 313
1 jam 2 jam 48 jam
303
60 jam
400 rpm
150 osicillation/ min shaking 150 rpm
Sarin et al. (2007)
98%
Shah and Gupta (2007)
>99%
Tiwari et al. (2007) Berchmans and Hirata (2007)
55%
90% 72%
80%
Devanesan et al. (2007) Tamalampudi (2008)
40
15
RBDO
Satu tahap
16
ALB5.29% ALB4,3% ALB-7%
17
Satu Tahap
Metanol Etanol Metanol
9:1 9:1 12:1
Satu Tahap
Metanol
Dua tahap
Metanol
Dua Tahap
Metanol Air
Tidak dijelaskan 12wt% 20:1 to ALB 6:1 4:1 (v/v) 217:1
Dua tahap
dimetil karbonat n-Hexane
18 19
20
21
22
23
Tidak dijelaskan
Bubuk jarak
Bubuk jarak
Satu tahap insitu
Tidak dijelas kan
Dua tahap
20 g, bubuk daging biji
Satu Tahap
NaOCH3 0.8% NaOCH3 0.8% Katalis35%KNO3/Al2O3 (6%) KOH
318 318 343
30 mnt 45 mnt 6 jam
300 rpm 300 rpm 600 rpm
96,29% 96,29% 84%
296
2 jam
5000rpm
98%
H2SO4, 1% Metatitanic acid, 4% KOH, 1,3% Hidrolisis
343 373 337 543/ 27MPa 573/ 9MPa
2 jam 90 mnt 20 mnt 25 mnt
1500rpm
97% 98% 97%
Non-katalitik 10:1(w/w)+ 5:1 (w/w)
metanol
3:1
etanol dimetil karbonat/ dietil karbonat Air:asam asetat 99% (100 ml: 0,25 ml) Metanol
3:1
Metanol
Metanol:biji (7.5ml/g)
10 ml minyak
Novozym435, 10%(w/w) Novozym435, 10%(w/w)
Ilham and Saka (2010)
15 mnt 6 jam 2jam
180rpm 180 rpm
45,9%
Su et al. (2009)
10jam
180rpm
59,4%
180rpm 180 rpm.
77,6
Novozym435, 10%(w/w)
323
10jam
Hidrolisis
543/11 Mpa
1 jam
84,2 92%
Non-katalitik
563/11 1 MPa 333
15 menit
99%
24 jam
99,8%
H2SO4 (15 wt% dari biji) dan n-hexane (10 vol% of solvent)
Tapanes et al. (2008) Vyas et al. (2009) De Oliveira et al. (2009) Lu et al. (2009)
Su et al. (2009)
Chen (2010)
et
al.
Shuit et (2010)
al.
41
41 2.5 Potensi Bungkil Jarak Pagar sebagai Sumber Protein untuk Pakan Meskipun biji jarak pagar kaya dengan minyak dan protein, namun ia sangat beracun sehingga tidak cocok untuk konsumsi manusia atau hewan secara langsung (King et al. 2009). LD50 bagi konsumsi forbol ester untuk tikus jantan adalah 27,34 mg / kg massa tubuh; dan LD5 dan LD95 adalah 18,87 dan 39,62 mg / kg massa tubuh, masing-masingnya (Li et al. 2010). Pemanfaatan bungkil jarak pagar yang layak dan sukses tidak dapat dicapai tanpa senyawa anti gizi (Gaur 2009).
penghilangan semua
Mart'ınez-Herrera et al. (2006) mempelajari
kualitas gizi dan dampak berbagai perlakuan (teknik pemrosesan hidrotermal, ekstraksi pelarut, ekstraksi pelarut ditambah NaHCO3 dan perlakuan dengan radiasi ion) untuk menonaktifkan faktor antigizi daging buah jarak pagar yang lemaknya telah dihilangkan pada varitas yang beracun dan tidak beracun dari berbagai daerah di Meksiko.
Inhibitor tripsin dengan mudah dapat di-
nonaktifkan menggunakan uap panas dengan suhu 121oC selama 25 menit. Fitat dapat diturunkan sedikit dengan irradiasi pada 10 kGy. Kandungan saponin dapat dikurangi melalui ekstraksi dengan etanol dan irradiasi. Ekstraksi dengan etanol, diikuti dengan NaHCO3 0,07% menurunkan aktivitas lektin dan forbol ester sebesar 97,9% dalam biji. Sementara digestabilitas in vitro akan meningkat antara 78,6% dan 80,6%. Ia meningkat sekitar 86% melalui perlakuan panas. Bungkil jarak pagar yang diperoleh dari perlakuan 4,0% NaOH pada suhu o
121 C selama 30 menit diikuti baik dengan mencuci dua kali dengan 92% metanol atau empat kali dengan air suling, memperlihatkan hasil detoksifikasi yang bagus. Kandungan forbol ester bungkil jarak setelah detoksifikasi dengan perlakuan ini menjadi tidak dapat dideteksi. Namun demikian, pada bungkil yang hanya dicuci dengan air, bungkil ini masih memiliki bau NaOH yang kuat dan hal ini memberikan dampak penerimaan yang negatif di dalam asupan makanan. Pencucian dengan metanol terlihat menjanjikan untuk detoksifikasi bungkil jarak asalkan metanol yang digunakan dapat didaur ulang sehingga biaya detoksifikasi menjadi ekonomis (Aregheore et al. 2003). Hasil penelilitian Chivadi et al. (2004) menunjukkan bahwa detoksifikasi bungkil jarak dengan pelarut hexan dan etanol diikuti dengan perlakuan uap panas 121oC selama 30 menit belum dapat menghilangkan lektin dan tripsin secara
42
keseluruhan dan masih meninggalkan residu forbol ester (1,90 mg/g daging biji). Angka ini lebih tinggi daripada kandungan forbol ester pada jarak pagar yang tidak beracun (0,11 mg/g daging biji). Rakshit et al. (2008) menyelidiki pengaruh panas dan detoksifikasi bungkil secara kimia dan mengevaluasi perlakuan bungkil tersebut pada pertumbuhan dan histologinya pada tikus.
Hasil penelitiannya mengindikasikan bahwa perlakuan
2% NaOH atau 2% Ca(OH)2 diikuti dengan uap panas dari autoklaf pada suhu 131 o
C selama 30 menit dan pencucian dengan air (1:5 w/v) dapat menurunkan
kandungan forbol ester secara sangat berarti. Namun demikian pada uji diet terhadap tikus jantan menunjukkan masih terjadi penurunan berat badan dan kematian tikus dihari ke-9.
Hal ini disebabkan kandungan forbol ester masih
lebih besar daripada kandungan forbol ester pada varitas jarak pagar tidak beracun.
Untuk menghilangkan forbol ester tersebut, maka pada penelitian ini
pencucian bungkil jarak setelah perlakuan 2% NaOH adalah dengan menggunakan metanol dan air.
Menurut Goel et al. (2007), perlakuan panas
yang diikuti dengan ekstraksi kimia dapat menghilangkan forbol ester dan menurunkan antigizi dan zat racun secara berarti.
Bungkil jarak yang
diperlakukan dengan cara ini dapat menjadi tidak berbahaya bagi tikus (Makkar and Becker 1997) dan ikan (Goel et al. 2007). Kandungan forbol ester daging biji jarak dirangkum pada Tabel 21. Disamping adanya kandungan toksik dan faktor antigizi, bungkil jarak juga mengandung jumlah kulit biji yang banyak (apabila kulit biji tidak dibuang sebelum dilakukan pengepresan minyak), maka ia tidak cocok digunakan pada diet binatang.
Makkar et al. (2008) melakukan penelitian untuk mendapatkan
konsentrat protein dari bungkil tersebut. Hasil konsentrat protein yang paling tinggi diperoleh apabila bungkil tersebut dilarutkan lebih dahulu dengan NaOH sehingga pH-nya menjadi 11 selama 1 jam dan suhu 60oC, setelah itu protein diendapkan dengan menurunkan pH-nya menjadi 4 menggunakan HCl. Konsentrat protein yang dihasilkan dari perlakuan ini masih mengandung forbol ester 0,86 – 1,48 mg/g, inhibitor tripsin diperkirakan sepuluh kali lipat di dalam konsentrat protein dibandingkan dengan yang ada dalam bungkil.
43 Tabel 21 Kandungan forbol ester daging biji jarak pagar (J. curcas L.)
No
Substansi yang dianalisis
1
Kernel varitas Cape Verde
2
Kernel varitas Nicaragua
2,17
Makkar and Becker (1997)
3
Kernel varitas Mexico (tidak beracun)
0,11
Makkar and Becker (1997)
4
Bungkil yang diperoleh setelah ekstraksi dengan heksan dan dipanaskan
1,78
Aregheore et al. (2003)
5
Bungkil yang diperoleh setelah perlakuan Tidak dengan 4.0% NaOH (b/b) dipanaskan pada terdeteksi 121oC selama 30 menit diikuti dengan dua kali pencucian dengan methanol
Aregheore et al. (2003)
6
Bungkil yang diperoleh setelah perlakuan Tidak dengan 4.0% NaOH (b/b) dipanaskan pada terdeteksia 121oC s elama 30 menit diikuti dengan dua kali pencucian dengan air distilata
Aregheore et al. (2003)
7
Kernel Varitas dari India
6,05
Gaur (2009)
8
Bungkil yang diperoleh setelah diekstraksi dengan heksan
4,3
Gaur (2009)
9
Bungkil yang diperoleh setelah diekstraksi dengan campuran heksan:methanol (9:1)
2,1
Gaur (2009)
10
Bungkil yang diperoleh setelah diekstraksi dengan heksan-metanol Imetanol II
0,15
Gaur (2009)
11
Bungkil yang diperoleh setelah diekstraksi dengan heksan-isopropil alkohol I-isopropil alkohol II
1,5
Gaur (2009)
12
Bungkil yang diperoleh setelah diekstraksi dengan heksan selama 1 harimetanol selama 3 hari
0,06
Gaur (2009)
a
Kandungan Rujukan Forbol ester (mg/g kernel) 2,70 Makkar and Becker (1997)
walaupun forbol estertidak terdeteksi, namun karena kuatnya aroma -aOH, maka diet pada tikus menggunakan bungkil ini secara organoleptik tidak dapat diterima
44
Sementara itu lektin dan fitat juga ada pada level yang tinggi.
Hasil ini
mengindikasikan bahwa konsentrat protein mesti didetoksifikasi dengan menghilangkan forbol ester dan menonaktifkan inhibitor lektin dan tripsin melalui perlakuan panas (Makkar et al. 2008).
2.6 Perancangan Proses dan Kajian Tekno-ekonomi Pembuatan Biodiesel Perancangan
proses
dimulai
dengan
adanya
masalah
yang
mengekspresikan situasi saat ini dan adanya peluang untuk memenuhi kebutuhan manusia.
Peluang itu diwujudkan dengan melakukan serangkaian percobaan
laboratorium.
Sebelum sampai kepada perancangan proses yang lebih detail
maka data laboratorium perlu melewati tahap verifikasi lebih lanjut, yang dapat dilakukan melalui percobaan pada kondisi dan kapasitas yang kita inginkan untuk mendapatkan basis data yang lebih detail,
pengujian skala pilot atau
mempersiapkan model simulasi (Seider et al. 1999). Pada penelitian ini, tahapan yang dipilih adalah melalui simulasi.
Simulasi proses industri yang melibatkan
banyak satuan operasi seperti layaknya sebuah pabrik, dilakukan sebelum kajian tekno-ekonomi dan analisis dampak lingkungan.
Simulasi proses banyak
dilakukan dengan bantuan perangkat lunak HYSYS (Zhang et al. 2003a). Walaupun terdapat perbedaan antara keputusan simulasi proses dengan pengendalian proses yang sebenarnya, perangkat lunak simulasi proses seperti HYSYS 3.2 dapat
memberikan informasi
pengendalian proses yang bisa
dipercaya karena mempunyai paket termodinamik serta kaedah perhitungan yang komprehensif.
Karena proses produksi biodiesel dilakukan secara batch, maka
hasil perhitungan simulasi perancangan proses oleh HYSYS disesuaikan dengan kondisi operasi sistem batch menggunakan spreadsheet Microsoft Excel. Langkah pertama dalam mengembangkan simulasi proses batch ini adalah perancangan dasar (basic design) yaitu dengan membangun bagan alir proses, menghitung kesetimbangan massa, mengembangkan bagan waktu setiap proses, menghitung kesetimbangan energi digunakan.
dan
membuat daftar peralatan yang
Langkah berikutnya adalah memperkirakan biaya produksi yang
meliputi biaya peralatan, biaya pabrik secara keseluruhan, biaya peubah, dan biaya lainnya yang berguna untuk kajian tekno-ekonomi (Sakai et al. 2009).
45 Studi yang berkenaan dengan tekno-ekonomi proses produksi biodiesel telah banyak dipublikasikan. Diantara peubah sistem produksi yang dikaji, harga bahan baku minyak merupakan faktor utama yang menjadi kendala
dalam
komersialisasi biodiesel. Disamping itu kapasitas pabrik, teknologi proses, dan harga gliserol merupakan peubah paling nyata yang mempengaruhi kelangsungan hidup ekonomi produksi biodiesel (Nelson et al. 1994, Zhang et al. 2003b; Van Kasteren and Nisworo 2007; You et al. 2008; West et al. 2008; Marchetti and Errazu 2008; Sakai et al. 2009; Lim et al. 2009).
Pada Tabel 22 dirangkum
beberapa hasil penelitian berkenaan dengan kajian tekno-ekonomi proses produksi biodiesel.
46
Tabel 22
Kajian tekno-ekonomi berbagai proses produksi biodiesel
No
Kapasitas pabrik (ton/tahun)
1
8.000
Teknologi Proses
Katalis
Minyak
Biaya produksi ($/ton)
Sinambung
Homogen-basa
8.000
Sinambung
Homogen - basa
8.000
Sinambung
Homogen- asam
8.000
Sinambung
Homogen -asam dan menggunakan Heksana
virgin vegetable oil Minyak goreng bekas Minyak goreng bekas Minyak goreng bekas
2
8.000 125.000
Sinambung Sinambung
Tidak ada Tidak ada
Minyak goreng bekas
442 152
3
8.000 30.000 100.000
Sinambung Sinambung Sinambung
Homogen-basa Homogen-basa Homogen-basa
Kedele Kedele Kedele
4
8.000
Sinambung
Homogen-basa
8.000
Sinambung
Homogen-Asam
8.000
Sinambung
8.000
Sinambung
Biaya Pabrik ($ juta)
Hasil Kajian
Referensi
Kapasitas pabrik dan harga bahan baku minyak dan biodiesel merupakan faktor yang paling berpengaruh yang mempengaruhi keberlanjutan secara ekonomi
Zhang et al. (2003b)
2,0 10,40
Semakin besar kapasitas pabrik, maka biaya produksi biodiesel akan semakin rendah
625 582 547
1,35 4,04 11,67
520
1,59
476
1,99
Heterogen-Asam
Minyak goreng bekas Minyak goreng bekas Minyak bekas
388
0,63
Kapasitas yang paling layak secara ekonomi adalah 100.000 ton/tahun. Kapasitas pabrik, harga bahan baku minyak dan biodiesel, hasil gliserol dan biodiesel merupakan peubah yang paling signifikan Proses katalis Heterogen-Asam merupakan proses yang paling sederhana, mempunyai biaya produksi paling rendah dan mempunyai nilai kembali modal yang paling tinggi
Van Kasteren and Nisworo (2007) You et al. (2008)
Tidak adaa
Minyak bekas
459
2,15
West et al. (2008)
47 5
6
36.036
Sinambung
Homogen-basa
36.036
Sinambung
Homogen-asam
36.036
Sinambung
Heterogen-asam
36.036
Sinambung
Tidak adaa
7.260
Curah KOH-Wb Curah KOH-Dc Curah CaOWb Curah CaO-Dc
Homogen-basa
7.260 7.260 7.260
Homogen-basa Heterogen-basa Heterogen-basa
Minyak goreng bekas Minyak goreng bekas Minyak goreng bekas Minyak goreng bekas Minyak goreng bekas Minyak goreng bekas Minyak goreng bekas Minyak goreng bekas Rapeseed
429
7,42
439
7,33
425
5,15
918
8,44
598
6,48
641
7,99
584
6,76
622
8,30
Penggunaan katalis heterogen merupakan alternative teknologi masa depan untuk produksi biodiesel tidak hanya karena jumlah efluen yang lebih rendah dan bersahabat dengan lingkungan, tapi juga menghasilkan gliserol dengan tingkat kemurnian yang tinggi sehingga harganya lebih kompetitif.
Marchetti and Errazu (2008)
Dalam rentang produksi 1.452 ton/th – 14.520 ton/th, proses Curah CaO-W proses yang paling murah biaya produksinya
Sakai et al. (2009)
Biaya modal total proses superkritis Lim et al. Sinambung , Tidak adaa 2,16 1.5-1.6 kali lebih tinggi dari metode (2009) 300 °C, konvensional menggunakan katalis tekanan 350 homogen-alkali. bar, 30 menit a 8.000 Sinambung, Tidak ada Rapeseed 2,01 350°C, tekanan 430 bar, 4 menit Sinambung, Tidak adaa Rapeseed 2,10 8.000 310°C, tekanan 350 bar, 25 menit Keterangan: ametode alkohol superkritis; bmetode metode pemurnian biodiesel dengan pencucian; cmetode pemurnian biodiesel dengan distilasi
7
8.000
48
2.7
Analisis Penilaian Daur Hidup (LCA) Pengembangan Proses Setiap
produk
mempunyai
“daur
dan Aplikasinya dalam
hidup
(life)”,
mulai
dari
perancangan/pengembangan produk, diikuti oleh ekstraksi sumberdaya, proses produksi,
penggunaan/konsumsi,
dan
akhirnya
aktivitas
akhir
hayatnya
(pengumpulan, penyortiran, pemanfaatan kembali, daur ulang, pembuangan limbah).
Kesemua aktivitas atau proses ini
akan menghasilkan dampak
lingkungan dikarenakan konsumsi sumberdaya, emisi dari bahan-bahan yang digunakan ke lingkungan alam, dan perubahan lingkungan lainnya. Pembangunan yang berkelanjutan yang baik memerlukan metode dan alat yang membantu menghitung dan membandingkan dampak lingkungan dari barang dan jasa itu ke masyarakat (Rebitzer et al. 2004). Alat pengelolaan lingkungan yang memungkinkan menghitung beban lingkungan dan dampak potensialnya di dalam seluruh daur hidup produk, proses atau kegiatannya adalah Life Cycle Assessment (LCA) (Azapagic 1999). LCA merupakan kerangka metodologis untuk memperkirakan dan menilai dampak lingkungan dikaitkan dengan daur hidup suatu produk, seperti perubahan iklim, penipisan lapisan ozon, penciptaan troposfir ozon, eutrofikasi, asidifikasi, keracunan pada manusia dan ekosistem, penipisan sumberdaya, penggunaan air, penggunaan lahan, kebisingan dan lain-lainnya (Rebitzer et al. 2004). Meskipun telah digunakan pada beberapa sektor industri selama sekitar 20 tahun, LCA telah mendapatkan perhatian yang lebih luas dan pengembangan metodologi hanya sejak awal tahun 1990-an ketika relevansinya sebagai sebuah bantuan manajemen lingkungan di perusahaan dan pengambilan keputusan publik menjadi lebih jelas (Azapagic 1999). Analis LCA pada proses produksi biodiesel sudah dipublikasikan. Diantara variabel sistem LCA yang dikaji, teknologi proses, kapasitas pabrik, jenis bahan bahan baku minyak, besarnya masukan alkohol, energi dan lokasi pabrik merupakan variabel penting yang mempengaruhi hasil dari analisis LCA. (Bernesson et al. 2004; Kiwjaroun et al. 2009; Ndong et al. 2009; Xunmin et al. 2009; Papong et al. 2009; Gnansounou et al. 2009 ).
49 2.7.1 Metodologi Analisis LCA Ada empat tahap dalam studi LCA: definisi tujuan dan ruang lingkup, analisis inventori daur hidup (Life Cycle Inventory Analysis/LCI),
Penilaian
dampak daur hidup (Life Cycle Impact Assessment/LCIA), dan penafsiran (interpretation) (Finnveden 2009). Keempat tahap ini berinteraksi dengan semua fasa lain dalam prosedur LCA, seperti yang diilustrasikan pada Gambar 13. Definisi Tujuan dan Ruang Lingkup.
Komponen pertama dalam LCA ini
melibatkan definisi yang jelas mengenai tujuan proyek yang terdiri dari pernyataan mengenai alasan-alasan untuk melaksanakan studi, aplikasi yang dimaksud, dan audiens yang dituju (ISO 2006a). merupakan
Definisi ruang lingkup
tempat di mana batas-batas sistem studi dijelaskan dan unit
fungsional didefinisikan. Unit fungsional adalah ukuran kuantitatif dari fungsi yang diberikan oleh barang (atau jasa).
Kerangka Kerja Life Cycle Assessment (LCA Aplikasi Langsung: Tujuan dan Ruang Lingkup Pengembangan Produk dan Perbaikan Analisis Inventori (LCI)
Penafsiran
Perencanaan Strategis Pembuatan Kebijakan Publik Pemasaran
Pengukuran Dampak (LCIA)
Aplikasi lainnya
Gambar 13 Hubungan antar fase dalam LCA dan aplikasinya (Berdasarkan ISO 14040) Analisis Inventori Daur Hidup (LCI). Bagian ini terdiri dari penghitungan berbagai masukan/luaran seperti
aliran energi, bahan atau kontaminan
keseluruhan sistem (Ndong et al. 2009). Masukan sistem terdiri dari aliran yang berkaitan dengan lingkungan dari bahan dan energi yang digunakan selama daur hidup unit fungsionalnya. Keluaran dari sistem merupakan limbah dan emisi yang
50
dihasilkan dari penggunaan dari sumberdaya ini.
LCI merupakan tahapan yang
paling rumit dan memakan banyak waktu. Koleksi data dalam LCI melibatkan interview, survey, dan bentuk lain komunikasi pribadi dan pencarian data proses yang ada dalam basis data LCI (Point 2008). Penilaian Dampak Daur Hidup (LCIA). LCIA bertujuan untuk memahami dan mengevaluasi besar dan pentingnya dampak lingkungan yang potensial dari sistem yang diteliti (ISO 2006a). Penafsiran. Dalam Interpretasi, hasil dari tahapan sebelumnya dievaluasi dalam kaitannya dengan tujuan dan ruang lingkup untuk mencapai kesimpulan dan rekomendasi (ISO, 2006a). 2.7.2 LCA untuk Perancangan Proses Satu aplikasi LCA yang baru muncul adalah dalam perancangan proses dan produk. Hal ini telah menghasilkan pengembangan alat LCA baru yang disebut daur hidup perancangan produk dan proses, Life Cycle Product/Process Design (LCPD) (Gambar 14) (Azapagic 1999).
Gambar 14 Metodologi umum dari kerangka Life Cycle Product/Process Design (Azapagic 1999).
51 LCPD menawarkan potensi bagi inovasi teknologi dalam konsep dan struktur proses melalui seleksi alternatif bahan dan proses pada keseluruhan daur hidupnya. Pendekatan ini memberikan kerangka kerja potensial yang kuat untuk perancangan proses dimana secara simultan mengoptimalkan kriteria lingkungan, teknis, ekonomis dan kriteria lainnya.
Pendekatan ini memberikan alat
pengambilan keputusan yang kuat yang dapat membantu industri mengidentifikasi pilihan yang berkelanjutan untuk masa depan (Azapagic 1999). 2.8 Pengembangan Proses Pembuatan Biodiesel Jarak Pagar Penelitian
produksi biodiesel dari jarak pagar telah dilakukan secara
ekstensif sejak tahun 2000.
Fokus penelitian terutama dilakukan untuk
menemukan teknologi proses yang lebih efektif dan efisien untuk memproduksi bahan bakar biodiesel dari minyak jarak pagar. Tingginya harga dan terbatasnya bahan baku merupakan hambatan utama untuk komersialisasi yang berskala besar. Dengan demikian metode untuk mengurangi biaya produksi biodiesel jarak pagar harus dikembangkan (Nazir 2009b). Gambar 15 menunjukkan batasan sistem proses produksi biodiesel dari jarak pagar yang dapat digunakan sebagai pendekatan dalam pengembangan proses produksi biodiesel jarak pagar.
Gambar 15 Batasan sistem proses produksi biodiesel
52
Berdasarkan batasan sistem yang ada pada Gambar 15 kita dapat menghasilkan biodiesel dengan biaya produksi yang lebih rendah dan menghasilkan emisi dan limbah yang lebih sedikit yaitu dengan memperbaiki kualitas masukan biji jarak pagar, mengurangi jumlah dan biaya masukan, mengefiesienkan proses, meningkatkan luaran biodiesel dan meningkatkan nilai tambah produk samping serta mengurangi emisi/limbah.
3 PEGEMBAGA PROSES PEMBUATA BIODIESEL JARAK PAGAR MELALUI TRASESTERIFIKASI ISITU, KATALIS HETEROGE KALSIUM OKSIDA, DETOKSIFIKASI DA UJI TOKSISITAS BUGKIL JARAK HASIL DETOKSIFIKASI 3.1 Pendahuluan Menurut Leung et al. (2010), jumlah ALB maksimum yang dapat diterima dalam sistem yang menggunakan katalis basa adalah dibawah
2,5 %.
Berdasarkan batasan ini, maka ada dua jenis minyak nabati sebagai bahan baku biodiesel yaitu minyak dengan ALB rendah (<2,5%) dan minyak yang memiliki kandungan ALB yang tinggi (> 2,5%). Minyak dengan kandungan ALB yang rendah dapat diproses menjadi biodiesel secara langsung melalui reaksi transesterifikasi satu tahap menggunakan katalis basa. Sementara itu minyak dengan ALB yang tinggi perlu perlakuan pendahuluan atau reaksi esterifikasi. Pada minyak jarak pagar yang memiliki kandungan ALB tinggi, ada dua proses yang dikembangkan. Proses pertama adalah esterifikasi menggunakan katalis heterogen bentonit yang diaktivasi dengan 5,3M HCl (Bentonit-HCl) (Nazir et al. 2009a) dan transesterifikasi menggunakan katalis heterogen CaO. Proses kedua adalah esterifikasi menggunakan katalis homogen H2SO4 (Tiwari et al. 2007) dan transesterifikasi menggunakan katalis heterogen CaO. Sementara itu, proses esterifikasi menggunakan katalis homogen H2SO4 dan transesterifikasi menggunakan katalis homogen NaOH (Tiwari et al. 2007) digunakan sebagai proses pembanding. Oleh karena metode pencucian dengan air tidak cocok untuk memurnikan biodiesel yang disintesis menggunakan katalis CaO karena hanya mampu menghilangkan separuh ion kalsium pada pemurnian biodiesel (Huaping et al. 2006), maka pemurnian biodiesel dengan adsorben yang lebih baik menggunakan bentonit yang diaktifkan dengan asam juga diteliti. Untuk minyak jarak pagar yang mengandung ALB rendah dikembangkan dua proses. Proses pertama adalah transesterifikasi minyak jarak menggunakan katalis heterogen CaO. Metode transesterifikasi menggunakan katalis heterogen terbukti lebih unggul dibandingkan dengan metode transesterifikasi homogen
54 terutama pada pemisahan dan pemurnian produk metil ester (Ma and Hanna 1999; Fukuda et al. 2001; Van Gerpen 2005; Demirbas 2007; Singh 2008). Proses kedua adalah transesterifikasi biji jarak kupas secara in-situ menggunakan katalis homogen NaOH. Transesterifikasi in situ (Harrington dan D 'Arcy-Evans 1985; Siler-Marinkovic dan Tomasevic 1998; Kildiran et al. 1996; Hass et al.
2004), merupakan
sebuah
metode produksi biodiesel yang
memanfaatkan produk-produk asli pertanian mengandung minyak sebagai sumber trigliserida untuk langsung di-transesterifikasi-kan.
Diharapkan dari proses ini
diperoleh sekaligus dua produk, yaitu biodiesel dan bungkil jarak tidak beracun yang kaya protein yang dapat dimanfaatkan untuk pakan ternak. Sementara itu, proses transesterifikasi minyak jarak pagar menggunakan katalis homogen NaOH (Chitra et al. 2005) digunakan sebagai proses pembanding. Biji jarak mengandung minyak sekitar 300–350 g kg−1, yang dapat digunakan secara langsung sebagai bahan bakar atau sebagai substitusi minyak diesel.
Bijinya dilapisi oleh kulit biji yang keras yang mengandung daging biji
berwarna putih. Perbandingan kulit dengan daging biji berkisar antara 350 sampai 400 g kg−1 dan dari 600 sampai 650 g kg−1 berturut-turut. Bungkil yang tinggal sebagai hasil samping setelah ekstraksi minyak dengan kempa ulir (screw press) sekitar 500–600 g kg−1 mengandung kulit biji yang tak dapat dicerna (Makkar et al. 2008). Biji jarak pagar sangat beracun bagi sejumlah spesies binatang (Adam 1974; Ahmed and Adam 1979a, 1979b; Makkar et al. 1998; Li et al. 2010). Toksisitas biji jarak disebabkan oleh adanya forbol ester (Goel et al. 2007; Makkar et al. 2008). Zat anti gizi yang lain dalam jumlah besar dalam biji jarak adalah inhibitor tripsin, lektin dan fitat (Makkar et al. 1997). Disamping adanya kandungan racun dan antigizi, tingginya kandungan kulit biji di dalam bungkil yang diperoleh setelah ekstraksi minyak menghambat penggunaan bungkil sebagai sumber pakan untuk ternak (Makkar et al. 2008). Kandungan protein bungkil jarak kupas hasil ekstraksi secara mekanis dengan kempa hidrolik (41,07% dan 41,67% masing-masing untuk jarak pagar Malaysia dan Indonesia) sebanding dengan kandungan protein bungkil kedele (40-45%) (Widodo 2008). Kedua jenis jarak pagar ini memiliki kandungan
55 forbol ester yang lebih besar (6,55-6,87 mg/g) daripada bungkil jarak varitas Cape Verde
(2,70 mg/g), varitas icaragua (2,17mg/g) dan varitas tidak beracun
Mexico (0,11 mg/g) (Makkar dan Becker 1997) serta varitas India (6,05mg/g) (Gaur 2009). Agar bungkil jarak tersebut dapat dikonsumsi oleh ternak, maka perlu dilakukan detoksifikasi (Aregheore et al. 2003). Untuk maksud tersebut di atas perlu dilakukan penelitian mengenai detoksifikasi bungkil jarak dan uji toksisitas bungkil pada tikus percobaan. Ada dua proses detoksifikasi yang dikembangkan dalam penelitian ini. Metode pertama yaitu metode detoksifikasi bungkil setelah ekstraksi dengan perlakuan NaOH diikuti dengan pencucian dengan air. Perlakuan dengan NaOH berfungsi menurunkan forbol ester (Haas and Mittelbach 2000; Rakshit et al. 2008; Makkar et al. 2009). Metode kedua adalah metode detoksifikasi melalui transesterifikasi biji kupas secara in-situ. Metode ketiga adalah metode detoksifikasi biji kupas setelah ekstraksi dengan perlakuan NaOH, diautoklaf pada suhu 121oC selama 15 menit, diikuti dengan pencucian dengan metanol dan air. Perlakuan menggunakan panas berfungsi untuk menghilangkan zat anti gizi yang ada di dalam bungkil jarak pagar ( Aregheore et al. 2003). Tujuan dari penelitian ini adalah (1)
untuk melihat sifat fisika kimia
minyak, kandungan gizi dan kandungan racun forbol ester bungkil dari dua jenis jarak pagar yang berasal dari dua sumber yang berbeda. Hasil penelitian pada tahap ini menjadi acuan untuk penelitian tahap berikutnya. Tujuan ke (2) adalah untuk mendapatkan kondisi proses esterifikasi dan transesterifikasi minyak jarak pagar ALB tinggi yang optimal dalam proses produksi biodiesel menggunakan katalis heterogen; (3) untuk mendapatkan jenis adsorben yang efektif di dalam proses pemurnian biodiesel yang diproses menggunakan katalis heterogen CaO; (4) untuk mendapatkan kondisi proses transesterifikasi minyak jarak pagar ALB rendah yang terbaik dalam proses produksi biodiesel menggunakan menggunakan katalis heterogen, (5) untuk mendapatkan kondisi proses transesterifikasi in-situ yang optimal dalam proses produksi biodiesel yang sekaligus juga menghasilkan bungkil jarak pagar tidak beracun sebagai hasil samping dari transesterifikasi in situ;
(6)
untuk
mendapatkan
metode
detoksifikasi
yang
tepat
untuk
menghilangkan kandungan racun yang ada pada bungkil jarak; (7) untuk melihat
56 pengaruh bungkil jarak pagar hasil detoksifikasi terhadap pertambahan berat badan, mortalitas, nisbah efesiensi protein (protein efficiency ratio-PER) dan indeks transformasi pangan (food transformation index-TI) dari tikus percobaan.
3.2 Bahan dan Metode 3.2.1 Bahan Biji jarak pagar
yang mengandung ALB rendah berasal dari kebun
percobaan Fakulti Sains dan Teknologi Universiti Kebangsaan Malaysia.
Biji
jarak pagar yang mengandung ALB tinggi berasal dari perkebunan rakyat di Propinsi Lampung.
Biji yang rusak dibuang dan biji yang baik dibersihkan,
dikupas kulit bijinya dan dikeringkan pada suhu 100–105oC selama 30 menit. Anhidrat metanol (MeOH) 99,8%, sodium hidroksida (NaOH), asam sulfat (H2SO4), dan asam klorida (HCl) 37-38% murni dibeli dari ChemAR®. Bubuk bentonit kaya kalsium yang digunakan dalam percobaan diperoleh dari PT. Superintending Company,
Indonesia. Analisis bahan kimia dari bentonit (%
massa) adalah SiO2 (64,15); TiO2 (0,47); CrO3 ( 0,003); Al2O3 (10,70); Fe2O3 (0,10); MgO (0,70); CaO (0,03); Na2O (0,20); K2O (0,50) dan Loss on Ignition (LOI), 22,61.
Batu kapur (CaCO3) yang digunakan sebagai bahan baku untuk
membuat katalis CaO diperoleh dari Halaban, Sumatera Barat-Indonesia. Pakan tikus komersial berasal dari Australia (Barastoc, Ridley AgroProduct Pty, Ltd Australia). Tikus yang digunakan sebagai hewan percobaan adalah tikus putih jenis Sprague Dauley berasal dari Rumah Hewan Universiti Kebangsaan Malaysia. Secara lengkap bahan kimia yang digunakan dalam seluruh penelitian disertasi ini ada pada Lampiran 2 dan daftar alat yang digunakan ditampilkan pada Lampiran 3. Gambar lokasi pengambilan batu kapur yang digunakan dalam penelitian ini dapat dilihat pada Lampiran 4.
3.2.2 Ekstraksi Minyak Ekstraksi minyak dilakukan menggunaan alat kempa berkekuatan 10 ton. Gambar lengkap dari alat kempa ini dapat dilihat pada Lampiran 5. Minyak hasil ekstraksi disimpan pada suhu kamar dan disimpan dalam ruangan es -5oC sampai
57 ia diperlukan untuk analisis. Minyak yang berhasil diekstrak dari daging biji ditimbang beratnya. Rendemen minyak dinyatakan sebagai persentase minyak dalam daging biji jarak pagar. .
3.2.3 Penentuan Sifat Fisik Viskositas minyak diukur dengan Digital Viscometer Model DV-I
Viskositas.
Brookfield Engineering Laboratories, Inc., Middleboro, MA, USA
(spindle 3,
100 rpm) selama 1 menit. Indeks Bias. Indeks bias diukur menggunakan Refractometer Digital Versi RFM 730 yang terhubung dengan termometer digital Model DTM-1T, Japan, pada suhu 25,6 ºC. Densitas.
Densitas minyak diukur menggunakan timbangan analitik, dimana
1mL minyak ditimbang dan beratnya pada suhu kamar. Densitas merupakan berat/volume.
3.2.4 Penentuan Sifat Kimia Penetapan Keasaman. Nilai asam didefinisikan sebagai mg kalium hidroksida yang diperlukan untuk menetralisir asam lemak dalam 1 g contoh dan diukur menggunakan metode AOCS Te 1a-64. Nilai ini mencerminkan jumlah asam lemak bebas dalam biodiesel. Sebanyak 5 g contoh ditimbang secara akurat dan dimasukkan ke dalam botol erlenmeyer 500 mL. Kemudian, 70-100 mL isopropanol dituangkan ke dalam labu yang dipanaskan di atas hot plate. Larutan itu kemudian digoyang-goyang sampai teramati larutan menjadi homogen. Berikutnya, 0,5 mL indikator phenolphthalein ditambahkan ke dalam erlemeyer dan contoh larutan dititrasi dengan 0,02 N NaOH. Volume titrasi tercatat pada titik di mana warna pink pertama muncul dan berlangsung selama 30 detik. Asam lemak bebas dan bilangan asam dihitung dengan menggunakan persamaan di bawah ini:
58 % ALB sebagai oleat = 28,2 × N × V W dengan:
N adalah normalitas larutan NaOH V adalah volume larutan NaOH yang digunakan dalam mL W adalah berat contoh
Bilangan Asam = % ALB sebagai oleat × 1,99
Penentuan Bilangan Iod.
Sebanyak 0,3 g dari minyak ditempatkan dalam botol
500 mL, 15 mL karbon tetraklorida (CCl4) ditambahkan untuk melarutkan minyak, dan 25 mL larutan Wijs ditambahkan ke dalam botol dan tutupnya dimasukkan. Setelah mengguncang campuran dengan lembut, botol ditempatkan dalam gelap selama 1 jam. Setelah dibiarkan selama 1 jam, 20 mL kalium iodida (KI) 10% dan 150 mL air suling ditambahkan. Campuran itu dititrasi dengan larutan natrium thiosulfat (Na2S2O3 0,1N) sampai warna kuning karena iod hampir menghilang, 1 mL larutan indikator (pati, 1%) ditambahkan, dan titrasi dilanjutkan sampai warna biru menghilang. Tes blanko dilakukan dibawah kondisi yang sama. Bilangan iod dihitung menurut persamaan:
Bilangan iod = 12,69 × N × (V2-V1) W dengan: N adalah normalitas yang tepat dari larutan Na2S2O3 yang digunakan. V2 adalah volume (mL) larutan Na2S2O3 digunakan untuk uji blanko. V1 adalah volume (mL) larutan Na2S2O3 digunakan untuk penentuan contoh. W adalah berat dalam gram dari bagian pengujian contoh.
Penentuan Bilangan Penyabunan. Bilangan penyabunan dilakukan menurut method AOCS Cd 3-25 (Salimon et al. 2006). Sebanyak 2 g dari minyak biji jarak pagar itu ditempatkan dalam erlemeyer, dan 25 mL kalium hidroksida beretanol (KOH 0,5N) ditambahkan dengan beberapa batu didih. Kemudian tabung dihubungkan dengan kondensor refluks dan campuran dididihkan selama 1 jam. Setelah mendidih, campuran ini didinginkan dan 1mL indikator fenolftalein 1%
59 ditambahkan. Selanjutnya campuran itu dititrasi dengan asam klorida (HCl 0,5N) sampai warna merah muda indikator menghilang. Tes blanko dilakukan dibawah kondisi yang sama. Nilai bilangan penyabunan dihitung dengan persamaan:
Bilangan Penyabunan (SV) = 56,1 × N × (Vb-Vs) W dengan: Vb adalah volume (mL) dari larutan HCl yang digunakan untuk blanko. Vs adalah volume (mL) dari larutan HCl yang digunakan untuk penentuan contoh. N adalah normalitas HCl. W adalah berat (g) dari contoh. 56,1 adalah berat molekul KOH.
Bilangan penyabunan dinyatakan dalam mg / g
Penetapan Bahan Tidak Tersabunkan .
Kira-kira 10 g minyak dimasukkan ke
dalam labu berdasar bundar dan 30 mL etanol dan 5 mL larutan KOH berair ditambahkan dengan beberapa batu didih ke dalam labu tersebut. Labu tersebut dihubungkan dengan kondensor refluks, dan campuran dididihkan selama 1 jam. Setelah mendidih,
pemanasan dihentikan dan campuran reaksi dipindahkan
menggunakan corong pemisah. Labu itu dibilas dengan 10 mL etanol diikuti oleh 20 mL air suling hangat dan kemudian 20 mL air suling dingin, dan semua hasil cucian dipindahkan ke corong pemisah. Isi corong pemisah dibiarkan dingin pada suhu ruangan, setelah itu 50 mL heksana ditambahkan ke dalam corong pemisah. Setelah mengguncang campuran dengan kuat selama 1 menit, biarkan campuran beberapa menit untuk mendapatkan dua fase. Larutan fase sabun dipindahkan
seutuhnya ke dalam corong pemisah kedua. 50 mL heksana
ditambahkan ke dalam corong pemisah. Setelah mengguncang campuran selama 1 menit dengan keras, campuran dibiarkan beberapa menit untuk mendapatkan dua fase. Ekstraksi menggunakan 50 mL heksana diulang lima kali. Gabungan ekstrak di corong pemisah dicuci tiga kali dengan 25 mL 10% (v/v) etanol, setelah corong pemisah diguncang keras,
keluarkan lapisan etanol setelah mencuci.
Heksana diuapkan sampai kering menggunakan rotary evaporator hampa, selesaikan pengeringan dalam oven hampa pada suhu
75°C-80°C, dan
60 didinginkan dalam desikator dan timbang (Wr). Residu ini dilarutkan dalam 50 mL
etanol 95%, dan dititrasi dengan larutan NaOH 0,02N menggunakan
indikator fenolftalein sampai tercapai warna merah muda.
Kandungan asam
lemak bebas dihitung dengan persamaan berikut ini:
g asam lemak (Wal) = VaOH × 0,00056 Jumlah bahan tak tersabunkan dinyatakan sebagai : Bahan tak tersabunkan = 100 (Wr -Wal) W dengan: W adalah berat contoh, dalam gram. Wr adalah berat dari residu, dalam gram. Wal adalah berat asam lemak, dalam gram. Analisis Komposisi Asam Lemak Metode Kromatografi Gas. Metode kromatografi gas (GC) dilakukan untuk analisis komposisi asam lemak. Kromatografi dilengkapi dengan detektor ionisasi nyala dan kolom kapiler (30 m × 0,25 mm × 0,25 mm film). Parameter GC ditunjukkan pada Tabel 23.
Tabel 23
Parameter metode kromatografi gas
Parameter
Value
Gas Pembawa
Nitrogen
Suhu detektor
280°C (FID)
Suhu Injector
250°C
Kecepatan alir injektor
0,3 mL/min
Suhu awal
120°C (5 min)
Suhu akhir
180°C (10 min)
Persiapan fatty acid methy ester (FAME) ini dilakukan menurut Salimon et al. (2006), dimana 1 mL heksana dimasukkan ke dalam 0,1 mL minyak jarak
61 pagar, dan 1 mL larutan natrium metoksida (1,55g NaOH dalam 50 mL metanol) ditambahkan ke dalam larutan minyak. Larutan diaduk dengan putaran keras menggunakan Vortex stirrer selama 10 detik. Larutan dibiarkan selama 10 menit untuk memisahkan larutan FAME yang berwarna jernih dari lapisan berair yang berwarna keruh. Lapisan atas dikumpulkan dengan hati-hati. Komposisi asam lemak dari minyak jarak pagar
yang ditentukan
menggunakan FAME yang diinjeksikan ke kromatografi gas untuk analisis. Identifikasi puncak dilakukan oleh retensi dengan cara membandingkan mereka dengan standar asli yang dianalisis dalam kondisi yang sama.
3.2.5 Analisis Proksimat Zat Gizi Bungkil Jarak Pagar Kandungan zat gizi bungkil jarak pagar masing-masing dianalisis dengan metode AOAC 934.01; 988.05; 920.39, 942.05 dan 962.09 (AOAC, 2000), berturut-turut untuk kadar air,
protein (N x 6,25), lemak, karbohidrat (by
different), abu dan serat kasar. 3.2.6 Perkiraan Forbol Ester (Makkar et al. 2007; Gaur 2009) Sekitar 1 g (± 0,1 g) dari contoh ditimbang dan dipindahkan ke tabung sentrifus 15 mL, tambahkan 5 mL metanol (HPLC grade) ke dalam tabung. Isi tabung itu diaduk dengan ultrasonic selama 30 menit.
Setelah itu,
tabung
ditempatkan dalam sentrifus dan berputar dengan kecepatan 3500 rpm selama 20 menit. Supernatan hati-hati dipindahkan ke tabung gelas 15 mL. dilakukan tiga kali pada setiap contoh.
Langkah ini
Ekstrak metanol itu dikumpulkan
selanjutnya dipekatkan menggunakan rotary evaporator. Ekstrak pekat tersebut disaring melewati saringan 0,22 µm. Contoh selanjutnya dianalisis menggunakan HPLC Dionex Ultimate 3000, kolom C18 5µm, 4.6 x 250 mm i.d., pada suhu 35oC, kecepatan aliran 1 mL/min. Pelarut yang digunakan adalah: (A) Acetone (60%) dan (B) acetonitrile (40%). Kandungan forbol ester diekspresikan dengan menggunakan forbol ester 12-miristat 13-asetat sebagai standar.
62 3.2.7 Penyiapan Bentonit yang Diaktivasi Asam Teknik yang digunakan untuk aktivasi bentonit adalah teknik impregnasi. Bentonit diimpregnasi dalam
HCl 5,3 M atau H2SO4 40wt% dengan cara
merefluks campuran bentonit dan asam tersebut pada suhu 80oC selama 4 jam. Setelah itu campuran disaring menggunakan kertas Whatman 40. -1
penyaringan dicuci dengan air deionized sampai ion Cl terdeteksi. Setelah dilakukan
Residu hasil
atau SO4-1
pengeringan selama satu malam,
tidak bentonit
o
dikalsinasi pada suhu 500 C selama tiga jam. Ada lima jenis bentonit yang diaktivasi asam yang akan digunakan untuk esterifikasi minyak jarak pagar dengan metanol dan sebagai adsorben untuk pemurnian biodiesel adalah: (A) Bentonit tanpa aktivasi (bentonit); (B) Bentonit yang diaktivasi dengan HCl 5,3 M (Bentonit-HCl); (C)
Bentonit yang diaktivasi dengan
HCl 5,3 M dan
dikalsinasi pada suhu 500oC (Bentonit-HCl-Kal); (D) Bentonit yang diaktivasi dengan H2SO4 40wt% (Bentonit- H2SO4); (E) Bentonit yang diaktivasi dengan H2SO4 40wt% dan dikalsinasi pada suhu 500oC (Bentonit-H2SO4-Kal).
3.2.8 Karakterisasi Bentonit yang Diaktivasi Asam Analisis XRD. Difraksi X-ray (XRD) disiapkan dengan metode slide kaca dan direkam menggunakan Diffractometer Rikagu D-Max 2200 yang beroperasi pada 40 kV dan 30 mA,
menggunakan radiasi Cu Kα yang
gelombang 0,15418 nm, Reynolds, 1997).
memiliki panjang
pada kecepatan scanning 2o2θ min_1 (Moore &
Pola difraksi X-ray dari bentonit yang diaktivasi asam dapat
dilihat pada Lampiran 6. Luas permukaan.
Luas permukaan bentonit diukur dengan metode multipoint
Brunauer, Emmett dan Teller (BET) menggunakan instumen analisis permukaan quantachrome Instrument (Autosorb 1-C, Boynton Beach, Florida, USA). Analisis ini dilakukan dengan menggunakan adsorpsi nitrogen / desorpsi isoterm pada suhu nitrogen cair dan tekanan relatif (P/ Po) mulai 0,04-0,4 di mana hubungan linear dipertahankan. Hasil analisis BET dapat dilihat pada Lampiran 7.
63 Kajian Keasaman.
Sekitar 20 mg contoh ditekan dengan beban 2-5 ton selama
satu menit untuk mendapatkan cakram 13 mm.
Spektrum inframerah
dikumpulkan pada suhu kamar menggunakan spektrometer FTIR Simadzu 2000 dengan resolusi 2 cm-1. Tapak asam dikaji menggunakan piridina sebagai probe molecule. Kemudian piridina diserapkan selama 30 detik pada suhu kamar, dilanjutkan dilakukan desorpsi pada 150°C selama 1 jam. Spektra inframerah contoh direkam pada daerah hidroksil pada 4000–3000 cm−1 dan daerah vibrasi piridina pada 1700–1300 cm−1 (Lampiran 8). 3.2.9 Persiapan Katalis CaO Katalis (CaO dalam bentuk bubuk), disiapkan dengan cara membakar batu kapur (CaCO3) hasil pertambangan rakyat selama 1,5 jam pada suhu 900oC (Kouzu et al 2007). CaO disimpan di bawah kondisi hampa di dalam desikator yang mengandung silika gel dan pelet KOH untuk menghilangkan H2O dan CO2.
3.2.10 Karakterisasi Katalis CaO Luas permukaan CaO diukur dengan multipoint Brunauer, Emmett dan Teller (BET) metode dari Analisis Permukaan Quantachrome Instrument (Autosorb 1-C, Boynton Beach, Florida, USA). Ini dilakukan dengan menggunakan adsorpsi / desorpsi nitrogen pada suhu isoterm nitrogen cair dan tekanan relatif (P/ Po) mulai 0,04-0,4 di mana hubungan linear dipertahankan. Kekuatan dari katalis CaO (Ho) ditentukan dengan menggunakan indikator Hammett. Kira-kira 25 mg katalis diguncang dengan 5 mL dari larutan indikator Hammett diencerkan dengan metanol dan dibiarkan untuk menyeimbangkan selama 2 jam.
Setelah seimbang, warna katalis dicatat.
Indikator Hammett
(untuk kekuatan tapak asam) yang digunakan adalah: merah netral (pKa = 6,8), metil merah (pKa = 4,8), P-dimethylaminoazobenzene (PKa = 3,3) dan violet kristal (pKa = 0,8). Indikator Hammett asam (untuk tapak basa) yang digunakan adalah: fenolftalein (PKBH+ = 8,2), Nil biru (PKBH+ = 10,1), tropaeolin (PKBH+ = 11), 2,4-dinitroanilin (PKBH + = 15), 4-kloro-2-nitroanilin (PKBH+ = 18,2) dan 4 kloroanilin (PKBH
+
= 26,5). Nilai Ho contoh pada tapak asam ditentukan oleh
64 nilai Ho terkecil di antara indikator Hammett yang telah mengalami warna perubahan dan yang memiliki nilai Ho kurang dari 7,0. Dan nilai Ho contoh di tapak basa ditentukan oleh nilai Ho terbesar diantara indikator Hammett yang telah mengalami perubahan warna dan memiliki nilai Ho lebih dari 7,0.
Luas
permukaan BET dan kekuatan basa dari katalis CaO dapat dilihat pada Lampiran 9.
3.2.11 Optimisasi Proses Esterifikasi Menggunakan Katalis Bentonit-HCl Esterifikasi dilakukan dalam labu leher-tiga berukuran 250 mL.
Labu itu
dilengkapi dengan pengaduk magnetik dan kondensor refluks, dan dipanaskan pada magnetic hot plate. Dalam percobaan ini, labu berisi contoh minyak jarak pagar terlebih dahulu dipanaskan sampai suhu yang ditunjuk (65oC). Hal ini diikuti dengan penambahan campuran metanol
dan katalis asam bentonit
sebelum menyalakan pengaduk magnetiknya. Penambahan campuran metanol dan katalis ini menandai dimulainya reaksi esterifikasi.
Setelah esterifikasi,
minyak dan katalis dipisahkan setelah sebelumnya disentrifus selama 5 menit. Bagian atas yang jernih yang merupakan hasil esterifikasi selanjutnya didistilasi secara hampa pada suhu dibawah 50oC untuk pengambilan metanol. Lapisan minyak kemudian dicuci dengan air beberapa kali sampai pH air cucian mendekati 7,0. Minyak yang sudah diesterifikasi dikeringkan mengunakan magnesium sulfat anhidrat sebelum nilai asam dianalisis. Konversi ALB didefinisikan sebagai bagian dari ALB yang dihilangkan. Konversi ALB
(XALB) ditentukan
menggunakan persamaan di bawah ini:
dengan, ai adalah jumlah asam awal reaktan dan at adalah jumlah asam produk pada waktu 't' setelah esterifikasi.
Rancangan percobaan yang dipilih untuk studi ini adalah Central Composite Design (CCD) yang membantu dalam menyelidiki pengaruh linear,
65 kuadrat, dan lintas-efek dari variabel proses esterifikasi (independen) pada konversi ALB minyak jarak pagar (respon). CCD terdiri dari 34 run percobaan dengan 6 ulangan pada titik pusat (centre point). Tiga variabel proses esterifikasi dipelajari adalah dosis katalis, waktu reaksi, nisbah metanol:minyak.
Tabel 24
disampaikan rentang dan taraf dari tiga peubah bebas yang diteliti. Setiap respon dari proses transesterifikasi akan digunakan untuk mengembangkan sebuah model matematis yang berkorelasi dengan konversi ALB minyak jarak pagar menurut persamaan polinomial berikut:
dengan y adalah perkiraan konversi ALB minyak jarak pagar, xi dan xj mewakili peubah-peubah, ßj adalah efek linier, ßij adalah efek interaksi, ßjj adalah efek kuadratik. Perangkat lunak Expert Design versi 6.0.6 (STAT-Ease Inc, Minneapolis, USA) digunakan untuk analisis regresi dari data percobaan sesuai dengan persamaan polinomial dan juga untuk evaluasi signifikansi statistik dari persamaan yang dikembangkan. Tabel 24
Peubah bebas dan taraf yang digunakan untuk CCD esterifikasi menggunakan katalis bentonit yang diaktivasi HCl
Peubah
Kode
Satuan
Taraf -α
-1
0
+1
+α
Dosis katalis
X1
wt%
1
2
3
4
5
Lama reaksi
X2
Jam
3
4
5
6
7
Nisbah
X3
mol mol-1
6:1
9:1
12:1
15:1
18:1
metanol:minyak
66 3.2.12
Proses Esterifikasi Menggunakan Katalis Homogen (Tiwari et al. 2007)
Asam Sulfat
Esterifikasi dilakukan dalam labu leher-tiga berukuran 250 mL. Labu itu dilengkapi dengan pengaduk magnetik dan kondensor refluks, dan dipanaskan pada magnetic hot plate. Dalam percobaan ini, labu berisi contoh minyak jarak pagar terlebih dahulu dipanaskan hingga suhu yang ditentukan.
Hal ini diikuti
dengan penambahan campuran metanol (nisbah metanol: minyak 0,28 v /v) dan asam sulfat (1,34% v/v) sebelum menyalakan pengaduk magnet.
Penambahan
campuran metanol dan katalis ini menandai dimulainya reaksi esterifikasi. Setelah reaksi berlangsung, katalis dan minyak dipisahkan menggunakan corong pemisah. Minyak hasil esterifikasi
selanjutnya didistilasi secara hampa pada
o
suhu dibawah 50 C untuk pengambilan metanol. Lapisan minyak kemudian dicuci dengan air beberapa kali sampai pH air cucian mendekati 7,0.
Minyak
yang sudah diesterifikasi dikeringkan mengunakan magnesium sulfat anhidrat sebelum nilai asam dianalisis. Konversi ALB didefinisikan sebagai bagian dari ALB yang dihilangkan. Konversi ALB (XALB) ditentukan menggunakan persamaan di bawah ini:
dengan, ai adalah jumlah asam awal reaktan dan at adalah jumlah asam produk pada waktu 't' setelah esterifikasi. 3.2.13
Transesterifikasi Minyak Jarak Pagar Menggunakan Katalis Homogen aOH (Tiwari et al. 2007)
Lapisan minyak
hasil
esterifikasi
dipindahkan ke labu
leher tiga
o
berukuran 250 mL. Minyak tersebut dipanaskan sampai suhu 60 C. Setelah itu, metanol
(0,16v/v) dan katalis ( 3,5 w/v + bilangan asam,
w/v NaOH)
ditambahkan ke dalam minyak yang sudah diesterifikasi. Campuran ini bereaksi selama 24 menit pada 60oC. Campuran dibiarkan untuk menetap pada corong pemisah untuk memisahkannya menjadi dua lapisan.
Lapisan bawah adalah
67 gliserol, sementara lapisan atas adalah metil ester (biodiesel mentah). metil ester
Lapisan
kemudian dicuci dengan air beberapa kali sampai pH air cuci
mendekati 7,0 dan dikeringkan mengunakan magnesium sulfat anhidrat sebelum dianalisis. 3.2.14
Optimasi Proses Produksi Biodiesel dari Minyak Jarak yang Mengandung ALB Tinggi Melalui Transesterifikasi Menggunakan Katalis CaO
Katalis CaO dan metanol ditambahkan ke dalam labu leher tiga 250 mL dan diaduk selama 20 menit. Kemudian, suhu dinaikkan sampai suhu reaksi yang diinginkan. Tambahkan 30 g minyak jarak pagar hasil esterifikasi yang telah dipanaskan lebih dulu ke dalam labu tersebut. Setelah reaksi, katalis padat dipisahkan dengan sentrifugasi menggunakan Compact Centrifuge Tabeltop 2420 (Kubota, Jepang). Cairan itu dimasukkan ke dalam corong pisah dan disimpan pada suhu lingkungan selama 4 jam. Setelah itu, dua fase cair muncul: lapisan atas adalah biodiesel dan gliserol pada lapisan bawah.
Biodiesel hasil sintesis
dimurnikan menggunakan asam sitrat (kontrol) (Huaping et al. 2006) dan bentonit yang diaktivasi asam (perlakuan) sebelum dilakukan analisis. Analisis biodiesel untuk setiap contoh dilakukan dengan melarutkan 1,0 g contoh biodiesel ke dalam 8 mL n-heksana dan 1 µL dari larutan ini disuntikkan ke Kromatografi Gas Shimadzu-GC17A dengan ukuran kolom (3,0 m × 0,25 mm).
Suhu oven dari GC diprogram 180°C (isotermal) selama 15 menit. Suhu
injektor dan detektor itu masing-masingnya adalah 280°C dan 250°C. Kemurnian contoh biodiesel dihitung berdasarkan perbandingan luas FAME atas standard (referensi) oleh persamaan berikut:
dimana kemurnian contoh biodiesel mengacu pada konversi dari minyak jarak pagar ke fatty acid methyl ester (biodiesel).
68 Rancangan percobaan yang dipilih untuk penelitian ini adalah Central Composite Design (CCD) yang membantu dalam penyelidikan pengaruh linear, kuadrat dan lintas-efek produk dari variabel proses transesterifikasi (independen) pada rendemen biodiesel jarak pagar (respon). CCD terdiri dari 20 run percobaan dengan 6 ulangan pada titik pusat (centre point). Tiga peubah proses transesterifikasi dipelajari adalah lama reaksi,
nisbah metanol : minyak dan
jumlah katalis.
Pada tabel 25 ditampilkan rentang dan taraf tiga peubah bebas
yang diteliti.
Setiap respon
dari proses transesterifikasi digunakan untuk
mengembangkan sebuah model matematis yang berkorelasi dengan rendemen biodiesel jarak pagar menurut persamaan polynomial berikut,
di mana y adalah hasil perkiraan biodiesel jarak pagar, xi dan xj mewakili peubahpeubah, ßj adalah efek linier, ßij adalah efek interaksi, ßjj adalah efek kuadratik. Perangkat lunak Expert Design versi 6.0.6 (STAT-Ease Inc, Minneapolis, USA) digunakan untuk analisis regresi dari data percobaan sesuai dengan persamaan polinomial dan juga untuk evaluasi signifikansi statistik dari persamaan yang dikembangkan. Tabel 25 Peubah bebas dan taraf yang digunakan untuk CCD pada transesterifikasi minyak jarak pagar ALB tinggi menggunakan katalis CaO Peubah
Kode
Satuan
Taraf -α
-1
0
+1
+α
Lama reaksi
X1
min
60
75
90
115
120
Nisbah metanol/minyak
X2
mol mol-1
5:1
7:1
9:1
11:1
13:1
Jumlah katalis
X3
wt%
0.50
0.75
1
1,25
1,50
69 3.2.15 Pemurnian Biodiesel Hasil Sintesis Pemurnian biodiesel dilakukan untuk menghilangkan ion kalsium yang mengalami leaching
ke dalam biodiesel (dekalsinasi).
Dua puluh mililiter
biodiesel hasil sintesis dan bentonit (2,5%) yang telah diaktivasi ditambahkan ke dalam erlemeyer 50 mL, dan campuran ini diaduk selama 15 menit. Setelah itu dilakukan sentrifugasi pada kecepatan 3000 rpm selama 10 menit. Pada bagian atas diperoleh cairan bening biodiesel yang sudah dimurnikan. Jumlah ion kalsium yang masih tinggal
dalam biodiesel dianalisis dengan menggunakan
metode spectrophotometric. Kurang dari 0,5 g contoh biodiesel di-digest dengan hidrogen peroksida dan asam nitrat menggunakan MLS-120 Mega microwave selama 18 menit. Contoh kemudian dianalisis dengan AAS (GBC 906 Elite). Kinerja bentonit dievaluasi dengan menentukan perubahan konsentrasi ion kalsium dalam biodiesel sebelum dan sesudah dekalsinasi.
isbah dekalsinasi = (1- ion kalsium tersisa / total ion kalsium) × 100% Rendemen biodiesel = (berat biodiesel murni/ berat biodiesel hasil sintesis) × 100%
Ada enam perlakuan pemurnian biodiesel yang dibandingkan: (A) adsorpsi dengan bentonit; (B) adsorpsi dengan bentonit yang diaktivasi dengan HCl; (C) adsorpsi dengan bentonit yang diaktivasi dengan HCl dan dikalsinasi padai 500oC (D) adsorpsi dengan bentonit yang diaktivasi dengan H2SO4; (E) adsorpsi dengan bentonit yang diaktivasi dengan H2SO4 dan dikalsinasi pada suhu 500 oC dan (F) asam sitrat sebagai pembanding.
3.2.16 Sifat Bahan Bakar Sifat bahan bakar yang diuji yaitu densitas, kinematik viskositas, bilangan asam biodiesel jarak pagar.
dan
70 3.2.17 Produksi Biodiesel dari Jarak Pagar yang Mengandung ALB Rendah Melalui Transesterifikasi Menggunakan Katalis CaO Kombinasi Perlakuan. Penelitian ini menggunakan dua ulangan dengan duapuluh kombinasi perlakuan seperti pada Tabel 26.
Tabel 26 Duapuluh kombinasi perlakuan produksi biodiesel melalui transesterifikasi menggunakan katalis CaO Berat Katalis
Lama Reaksi (jam) 0,5
1,0
1,5
2,0
2,5
1,0%
1
2
3
4
5
1,5%
6
7
8
9
10
2,0%
11
12
13
14
15
2,5%
16
17
18
19
20
3.2.18 Produksi Biodiesel melalui Transesterifikasi In- situ Daging biji jarak pagar yang sudah dihaluskan dengan blender (25 g) dicampur dengan metanol (100-200 mL) di mana natrium hidroksida sudah dilarutkan di dalam metanol dan campuran ini dipanaskan di bawah refluks selama perlakuan. Proses alkoholisis dilakukan pada labu bulat berleher tiga ukuran 500 mL yang sudah dihubungkan dengan kondensor refluks. Setelah reaksi berlangsung sesuai dengan waktu yang ditetapkan, campuran reaksi ini dicentrifuge pada kecepatan 3000 rpm selama 3 menit, kemudian disaring-hampa menggunakan corong Buchner. Lapisan bawah adalah fasa gliserol dan metanol dipisahkan di bawah kondisi hampa (10 ± 1 mmHg) pada 50oC. Lapisan metil ester kemudian dicuci dengan air beberapa kali sampai pH air cucian mendekati 7,0 dan dikeringkan mengunakan magnesium sulfat anhidrat sebelum dianalisis. Sementara itu bungkil selanjutnya dicuci dengan air.
71 Rancangan percobaan. parameter,
Tabel ortogonal ini dirancang untuk melihat pengaruh
yaitu konsentrasi NaOH dalam metanol (mol/l), nisbah mol metanol /
minyak, suhu reaksi dan lama reaksi (Tabel 27).
Tabel 27 Rancangan ortogonal untuk transesterifikasi secara in-situ Taraf
x1 ( Konsentrasi NaOH dalam metanol, mol/l)
x2 (metanol:minyak, mol/mol)
x3 (suhu reaksi, oC)
x4 (lama reaksi, jam)
1
0,04
130:1
40
3
2
0,06
150:1
50
5
3
0,08
170:1
60
7
Berdasarkan hasil uji orthogonal ini, akan diketahui faktor yang berpengaruh dalam proses transesterifikasi in-situ yang berguna untuk menentukan peubah dalam rancangan percobaan untuk studi optimisasi. Rancangan percobaan yang dipilih untuk studi optimisasi adalah central composite design (CCD) yang membantu dalam menyelidiki pengaruh linear, kuadratik, kubik dan lintas-efek dari empat peubah bebas proses transesterifikasi terhadap rendemen biodiesel (respon). CCD terdiri dari 21 run percobaan dengan 7 ulangan pada titik pusat (centre point). Empat peubah proses transesterifikasi dipelajari adalah suhu, waktu reaksi, nisbah minyak untuk jumlah metanol dan katalis. Tabel 28 menunjukkan peubah bebas dan taraf yang digunakan dalam CCD.
Setiap
respon
dari
proses
transesterifikasi
digunakan
untuk
mengembangkan sebuah model matematis yang berkorelasi dengan rendemen biodiesel jarak pagar menurut persamaan polinomial,
dengan y adalah hasil perkiraan biodiesel jarak pagar,
xi dan xj mewakili
variabel-variabel, ßj adalah efek linear, ßij adalah efek interaksi, ßjj adalah efek kuadratik.
72 Kecocokan Model dan Analisis Statistik. Perangkat lunak Expert Design versi 6.0.6 (STAT-Ease Inc, Minneapolis, USA) digunakan untuk analisis regresi dari data percobaan sesuai dengan persamaan polinomial dan juga untuk evaluasi signifikansi statistik dari persamaan yang dikembangkan.
Tabel 28
Peubah bebas dan taraf yang digunakan dalam CCD untuk transesterifikasi secara in-situ
Kode
Peubah
Satuan
Taraf -α
-1
0
+1
+α
Katalis dalam metanol
X1
mol mol-1
0.,06
0,07
0,08
0,09
0,10
Nisbah Metanol/minyak
X2
mol mol-1
150:1
160:1
170:1
180:1
190:1
Lama Reaksi
X3
jam
2
3
4
5
6
Suhu Reaksi
X4
o
40
45
50
55
60
C
3.2.19 Detoksifikasi Perlakuan atrium Hidroksida Diikuti oleh Pencucian dengan Air (Rakshit et al. 2008).
Bungkil jarak pagar diperlakukan dengan larutan 2% NaOH.
Alkali ini ditambahkan dalam perbandingan 1:1 (w/v) dicampur dengan baik sampai menjadi pasta kental, ditutupi dengan aluminium foil dan disimpan selama 30 menit pada suhu kamar. Bahan ini di-autoclave pada suhu 121oC selama 30 menit.
Contoh dimasukkan ke dalam air dengan nisbah 1:5 (b / v) dan diaduk
terus selama 1 jam dan disaring dengan kain tipis. Residu ditekan dan dikeringkan pada 90 ± 5 oC, bubuk yang melewati saringan 60-mesh selanjutnya dianalisis.
Perlakuan atrium Hidroksida Diikuti oleh Pencucian dengan Metanol dan Air.
Bungkil jarak pagar diperlakukan dengan larutan 2% NaOH. Alkali ini
ditambahkan dalam perbandingan 1:1 (w/v) dicampur dengan baik sampai menjadi pasta kental, ditutupi dengan aluminium foil dan disimpan selama 30
73 menit pada suhu kamar. Campuran ini di-autoclave pada 121oC selama 30 menit. Contoh dimasukkan ke dalam air dengan nisbah 1:5 (w/v) dan dan diaduk terus selama 1 jam dan disaring di kain kain tipis untuk menghilangkan kelebihan tannin, alkali dan bahan dapat larut. Residu di-press dan dikeringkan pada 90 ± 5 o
C. Residu kering dimasukkan ke dalam metanol dalam nisbah 1:5 (w/v) dan
terus diaduk selama 1 jam dan disaring di kain kain tipis untuk menghilangkan kelebihan forbol ester. Selanjutnya dicuci lagi dengan air dengan nisbah 1:5 (w/v). Residu ditekan dan dikeringkan pada 90 ± 5oC, bubuk yang melewati saringan 60-mesh dianalisis lebih lanjut.
3.2.20 Analisis Zat Gizi Bungkil Jarak Pagar Kandungan zat gizi bungkil jarak pagar masing-masing dianalisis dengan metode AOAC 934.01; 988.05; 920.39, 942.05 dan 962.09 (AOAC, 2000), berturut-turut untuk kadar air, protein (N x 6,25), lemak, abu dan serat kasar. 3.2.21 Diet dan Persiapannya Pakan komersial (Barastoc, Ridley AgroProduct Pty, Ltd Australia) merupakan diet kontrol. Sementara bungkil jarak pagar dijadikan sebagai substitusi pada diet sebesar 16%. Semua formula diet ditampilkan pada Tabel 29. 3.2.22 Rancangan Kandang untuk Hewan Percobaan Dua puluh tujuh ekor tikus jantan (umur 28 hari) yang diperoleh dari fasilitas rumah hewan Universiti Kebangsaan Malaysia digunakan dalam penelitian ini. Tikus-tikus jenis Sprague Dauley dengan berat tubuh awal 96,20 ± 2,84 g itu disimpan di kandang individu stainless steel (Lampiran 10) diberi makan diet normal selama 3 hari untuk aklimatisasi sebelum perlakuan.
Tikus
tersebut ditempatkan di sebuah ruangan yang suhunya dijaga pada suhu 25 ± 2 o
C dengan siklus terkena cahaya dan gelap, masing-masing 12 jam. Berat tubuh
awal dari tikus dicatat pada awal dan pada akhir percobaan. Asupan makanan dianggap sebagai jumlah total yang dikonsumsi setiap hari oleh setiap tikus, dan itu ditentukan dengan menimbang jumlah makanan yang diberikan dikurangi dengan makanan yang tumpah. Hari kematian tikus setelah asupan makanan
74 juga dicatat. Teknik biologis digunakan untuk menghitung Nisbah Efisiensi Protein (PER) dan indeks transformasi (TI) (Aregheore et al. 2003):
Percobaan Hewan dilakukan berdasarkan pedoman etika yang ditetapkan oleh komite untuk tujuan pengendalian dan pengawasan percobaan pada hewan oleh Universitas Kebangsaan Malaysia Nomor Persetujuan : FST/SCSFT/2009/SALIMON/20-OCTOBER/280-OCTOBER-2009-December2009, tanggal 22 Oktober 2009 (Lampiran 11).
75 Tabel 29 Persentase komposisi diet yang digunakan dalam percobaan Kode
Diet yang diberikan
Substitusi bungkil jarak (%)
Pakan komersial (%)
A
Diet pakan normal (kontrol)
0
100
B
Bungkil jarak ALB rendah, setelah transesterifikasi in-situ (ALB rendah-bungkil-insitu)
16
84
C
Bungkil jarak ALB rendah, setelah pengempaan mekanis (ALB rendah -bungkil-ME)
16
84
D
Bungkil jarak ALB rendah, setelah ekstraksi pelarut heksan (ALB rendah -bungkil-SE)
16
84
E
Bungkil jarak ALB tinggi, setelah pengempaan mekanis (ALB tinggi-bungkil -ME)
16
84
F
Bungkil jarak ALB tinggi, setelah ekstraksi pelarut heksan (ALB rendah -bungkil -SE)
16
84
G
Bungkil jarak ALB rendah-2% NaOH, diautoklaf 15menit, diikuti dengan pencucian dengan air (ALB rendah -bungkil -NaOH)
16
84
H
Bungkil jarak ALB tinggi -2% NaOH, diautoklaf 15menit, diikuti dengan pencucian dengan air (ALB tinggi -bungkil -NaOH)
16
84
I
Bungkil jarak ALB tinggi -2% NaOH, diautoklaf 15menit, diikuti dengan pencucian metanol dan air. (ALB tinggi-bungkil -NaOH-MeOH-air)
16
84
3.3
Hasil dan Pembahasan
3.3.1 Sifat Fisik Sifat fisik dari minyak jarak yang diekstraksi dari biji yang berbeda yaitu asal Bangi dan Lampung diberikan pada Tabel 30. Kandungan minyak yang diperoleh
dari benih-benih negara lain terletak pada kisaran 47,7%-48,37%.
Kandungan minyak jarak pagar Bangi lebih tinggi dibandingkan dengan Lampung.
Rendemen minyak yang diamati dalam kasus jarak pagar ditemukan
lebih tinggi daripada minyak nabati lainnya seperti biji rami (33,33%), kedelai (18,35%), minyak sawit (44,6%) dan biji bunga matahari (32-37,5%) (Gunstone
76 1994; Majer et al. 2009). Tingginya kandungan minyak dalam biji jarak pagar telah menarik perhatian para ilmuwan untuk mengeksplorasi minyak jarak sebagai salah satu bahan baku biodiesel dan juga sebagai bahan dalam industri oleokimia.
Tabel 30 Sifat fisik minyak jarak dari dua sumber yang berbeda Parameter
Bangi, Malaysia
Lampung, Indonesia
Pustaka Pembanding
Kandungan minyak (%)
48,37
47,70
47,25 (Akintayo 2004)
Densitas at 28C0
0,88
0,92
0,92 (Kumar and Sharma 2008)
Indeks refraksi
1,47
1,46
1,47 (Salimon and Abdullah 2008)
(27- 48±1
53±1
49,93 (Kumar and Sharma 2008)
Viskositas 28C0)
(cSt)
Kemampuan cairan apapun untuk dipompa dan mengalir dalam suatu mesin ditentukan oleh viskositasnya. Viskositas minyak jarak pagar dari Lampung (53 cSt) lebih tinggi dibandingkan dengan dari Bangi (48 cSt). Densitas minyak jarak pagar dari Indonesia (0,92) juga lebih tinggi dibandingkan dengan minyak jarak Malaysia (0,88). Perbedaan ini diduga disebabkan oleh tingginya asam lemak jenuh pada minyak jarak yang berasal dari Lampung disamping komponen pengotor lainnya. Menurut SI 04-182-2006 viskositas kinematik yang memenuhi syarat untuk dijadikan biodiesel adalah 2,3-6,0 cSt. Knothe et al. (2005) mengatakan salah satu metode yang efisien untuk mengurangi viskositas minyak nabati sehingga ia cocok sebagai biodiesel adalah transesterifikasi.
3.3.2 Sifat Kimia Sifat kimia dari minyak jarak pagar yang diekstraksi dari biji yang berbeda yaitu asal Bangi dan Lampung diberikan pada Tabel 31. Bilangan iod adalah ukuran tingkat ketidakjenuhan dalam lemak dan minyak. Tingginya nilai iod
77 merupakan indikasi adanya tingkat ketidakjenuhan yang tinggi dalam minyak (Knothe 2003, Salimon and Abdullah 2008). Bilangan iod minyak jarak pagar Malaysia (103,06) lebih besar daripada bilangan iod minyak jarak Indonesia (99,77). Nilai iod yang tinggi dari minyak jarak ini disebabkan oleh adanya jumlah asam lemak tak jenuh yang tinggi seperti asam oleat dan linoleat (Tabel 31). Minyak jarak pagar dari Bangi memiliki kandungan asam lemak tak jenuh yang tinggi (78,92%) diikuti oleh Lampung (77,94%). Bilangan iod dari kedua jenis minyak jarak dalam kisaran nilai kurang dari 120 (seperti yang ditentukan dalam EN14214) yang merupakan indikasi potensi minyak jarak untuk digunakan sebagai bahan baku biodiesel (Mittelbach and Remschmidt 2004).
Tabel 31 Sifat kimia minyak jarak pagar Malaysia dan Indonesia Parameter
Bangi, Malaysia
Lampung, Indonesia
Bilangan Iod
103,06
99,77
Asam Lemak Bebas (%)
1,68
6,99
Bilangan Penyabunan
197,8
183,2
Bilangan tidak tersabunkan
1,99
2,10
Asam lemak tidak jenuh (%)
78,92
77,94
Kandungan ALB memiliki korelasi dengan keberadaan asam lemak tak jenuh ganda (Emil et al. 2010). Pada Tabel 32 dapat dilihat bahwa minyak jarak pagar dari Lampung memiliki kandungan tinggi asam lemak tak jenuh ganda (33,1%) diikuti oleh Bangi (31,84%). Menurut Leung et al. (2010), jumlah ALB maksimum yang dapat diterima dalam sistem yang menggunakan katalis basa adalah dibawah 2,5 %. Minyak dengan kandungan ALB yang rendah dapat diproses menjadi biodiesel secara langsung melalui reaksi transesterifikasi satu tahap menggunakan katalis basa. Sementara itu minyak dengan ALB yang tinggi perlu perlakuan pendahuluan atau reaksi esterifikasi. Hal ini dilakukan untuk menghindari terbentuknya sabun akibat reaksi antara ALB dengan alkali. Sabun
78 akan menurunkan hasil biodiesel, menyulitkan pemisahan metil ester dengan gliserol (Gerpen et al. 2004). Bilangan penyabunan minyak jarak pagar untuk Bangi dan Lampung adalah 197,8 dan 183,2 masing-masingnya. menunjukkan bahwa,
Bilangan penyabunan yang tinggi
minyak jarak pagar memiliki trigliserida normal dan
berguna dalam produksi cairan sabun dan sampo (Gunstone 2004). Kandungan ALB minyak jarak yang berasal dari Lampung (6,99%) yang tinggi lebih itnggi daripada yang berasal dari Bangi (1,68%).
3.3.3 Komposisi Asam Lemak Tabel 32 menunjukkan komposisi asam lemak dari minyak jarak pagar. Profil asam lemak hasil analisis GC dapat dilihat pada gambar Lampiran 12. Asam lemak yang paling banyak adalah asam lemak tak jenuh mono (asam oleat) dan asam lemak tak jenuh ganda (asam linoleat). Minyak jarak pagar dari Lampung memiliki persentase asam linoleat (33,1%) lebih tinggi dibandingkan dengan minyak jarak dari Bangi (31,85%). Asam oleat ditemukan lebih tinggi pada kedua minyak biji jarak pagar yang diteliti dibandingkan dengan minyak nabati lainnya seperti minyak sawit (39,2%), bunga matahari (21,1%) dan minyak kedelai
(23,4%) (Edem 2002). Minyak nabati yang ideal untuk bahan baku
biodiesel harus mempunyai jumlah asam lemak tak jenuh mono yang lebih besar daripada asam lemak tak jenuh ganda. Jumlah asam lemak tak jenuh ganda tinggi cenderung memperlihatkan stabilitas oksidasi yang buruk dan mungkin tidak dapat digunakan pada
suhu rendah karena memiliki titik tuang yang tinggi
(Knothe 2002). Secara umum, minyak dari biji jarak Bangi telah menunjukkan jumlah tidak jenuh yang lebih tinggi (78,92%) dibandingkan dengan jarak pagar dari Lampung (77,94%) dan variasi jumlah asam lemak tak jenuh ganda (Lampung lebih besar) dan mono (Bangi lebih tinggi). Perbedaan ini diduga disebabkan oleh perbedaan agroklimat tempat tumbuhnya tanaman jarak pagar (Herrera et al. 2006).
79 Tabel 32 Komposisi asam lemak minyak jarak pagar Bangi, ( Malaysia)
Komposisi
Lampung, (Indonesia)
1-Asam palmitat (C16:0)
13,92
14,9
2-Asam palmitoleat (C16:1)
0,64
0,78
3-Asam stearat (C18:0)
7,16
7,16
4-Asam oleat (C18:1)
46,43
43,47
5-Asam linoleat (C18:2)
31,85
33,1
Asam lemak jenuh
21,08
22,06
Asam lemak tidak jenuh
78,92
77,94
3.3.4 Kandungan Gizi dan Forbol Ester Kandungan gizi yang meliputi protein, lemak, abu, serat kasar dan karbohidrat serta kandungan racun forbol ester bungkil jarak pagar dapat dilihat pada Tabel 33.
Bungkil jarak hasil ekstraksi secara mekanis (41,07% dan
41,67%) memiliki kandungan protein yang relatif sama dibandingkan dengan kandungan protein bungkil kedele (40-45%) (Widodo 2008). Namun demikian, kandungan protein bungkil kedele setelah semua lemaknya dihilangkan sebesar 62% (Herrera et al. 2006) lebih besar daripada kandungan protein bungkil jarak hasil ekstraksi mekanis (41%). Hal ini disebabkan karena masih banyaknya lemak yang tersisa pada bungkil jarak (29,01% untuk jarak Bangi dan 27,25% untuk jarak Lampung). Willems et al. (2008) menyarankan untuk malakukan ekstraksi minyak dengan metode GAME (Gas Assisted Mechanical Extraction) yang dapat menghasilkan minyak 30% lebih banyak dibandingkan dengan metode kempa konvensional. Pada proses GAME ini,
CO2 dilarutkan pada minyak yang
dikandung biji sebelum dilakukan pengepresan. Menurut Venter et al. (2006). Banyaknya CO2 yang larut di dalam minyak akan membantu menurunkan viskositas dari minyak. Dengan demikian rendemen minyak akan meningkat ketika dilakukan pengepresan. Metode GAME ini juga memberikan keuntungan
80 dibandingkan dengan metode konvensional dimana tekanan yang diperlukan ketika dilakukan pengepresan juga menjadi lebih rendah (Willems et al. 2008). Tabel 33 Kandungan gizi dan forbol ester bungkil jarak pagar setelah esktraksi secara mekanis Kandungan
Daging biji segar kupas
Bungkil daging biji setelah dikempa mekanis
Bangi, Malaysia
Bangi, Malaysia
(%) Lampung, Indonesia
Lampung, Indonesia
Protein
23,61
23,4
41,67
41,07
Lemak
59,80
58,8
29,01
27,25
Abu
4,42
5,1
7,77
8,94
Serat Kasar
2,31
2,3
4,06
4,06
Karbohidrat
5,74
6,01
10,07
10,41
Forbol ester (mg/g)
6,55
6,87
6,23
6,51
Kandungan komponen racun forbol ester bungkil jarak Lampung lebih besar dibandingkan bungkil jarak pagar dari Bangi.
Kedua jenis jarak pagar ini
memiliki kandungan forbol ester yang lebih tinggi dari pada bungkil jarak dari daging biji jarak pagar varitas Cape Verde (2,70 mg/g, varitas icaragua (2,17mg/g) dan varitas tidak beracun Mexico (0,11mg/g) (Makkar dan Becker 1997) serta varitas India (6,05mg/g) (Gaur 2009). Agar bungkil jarak tersebut dapat dikonsumsi oleh ternak, maka perlu dilakukan detoksifikasi (Aregheore et al. 2003).
Barangkali tingginya kandungan forbol ester dalam penelitian ini
disebabkan oleh karena perbedaan proses ekstraksi minyak, dimana bungkil yang berasal dari biji jarak yang diekstrak menggunakan pelarut, kandungan forbol esternya lebih rendah (Gaur 2009).
3.3.5 Produksi Biodiesel dari Minyak Jarak yang Mengandung ALB Tinggi Pada dasarnya pembuatan biodiesel adalah transesterifikasi trigliserida dan esterifikasi asam lemak bebas (Gerpen et al. 2004). Itulah sebabnya untuk minyak
81 yang mengandung ALB tinggi proses reaksinya berlangsung 2 tahap, yaitu esterifikasi yang merupakan reaksi antara ALB dengan metanol dengan katalis asam dan transesterifikasi yang merupakan reaksi antara trigliserida dengan metanol menggunakan katalis basa (Gerpen et al. 2004, Leung et al. 2010). Pada penelitian ini proses esterifikasi menggunakan Bentonit-HCl sebagai katalis heterogen.
Hasil penelitian Nazir et al. (2009a) menunjukkan bahwa
bentonit yang diaktivasi dengan HCl tanpa perlakuan kalsinasi berpotensi sebagai katalis untuk esterifikasi minyak jarak pagar. Katalis heterogen Bentonit-HCl ini dibandingkan dengan katalis homogen konvensional yang menggunakan H2SO4 sebagai katalis (Tiwari et al. 2007).
Katalis yang terbaik akan dipilih sebagai
katalis yang digunakan untuk proses esterifikasi sebelum selanjutnya dilakukan transesterifikasi. Proses transesterifikasi minyak jarak pagar dilakukan menggunakan katalis CaO sebagai perlakuan utama. Sebagai pembanding dilakukan transesterifikasi menggunakan katalis NaOH (Tiwari et al. 2007). 3.3.5.1 Optimisasi Proses Esterifikasi Menggunakan Katalis Bentonit-HCl Susunan CCD dan respon
bilangan asam terhadap variabel
proses
esterifikasi dapat dilihat pada Lampiran 14. Sementara itu ANOVA pengaruh esterifikasi menggunakan katalis heterogen Bentonit-HCl terhadap konversi bilangan asam setelah eliminiasi peubah yang tidak nyata dilampirkan Lampiran 15. Dari Lampiran 15 dapat diketahui bahwa dosis katalis (x1), lama reaksi (x2) dan nisbah metanol:minyak (x3) berpengaruh terhadap konversi bilangan asam pada proses esterifikasi minyak jarak pagar. Persamaan Model Regresi untuk esterifikasi menggunakan bentonit-HCl dan koefisien regresi setelah eliminasi faktor-faktor yang tidak nyata adalah: Konversi = -332,70 +48,58 x1 +68,25 x2 +17,45 x3 -7,02 x12 - 6,42x22 – 0,39 x32 R2 = 0,93 Persamaan regresi di atas menunjukkan pengaruh liniear dan kuadratik pada peubah reaksi esterifikasi. Titik optimal dari persamaan itu adalah pada dosis
82 katalis bentonit-HCl sebesar 3,84%, waktu reaksi selama 4,88 jam dan nisbah molar metanol:minyak (15:1), pada suhu reaksi 65oC.
Pada Gambar 16
ditunjukkan nilai percobaan dan nilai prediksi menggunakan model persamaan yang dikembangkan yang menunjukkan bahwa persamaan model regresi memberikan penjelasan yang akurat terhadap data percobaan.
Hal ini
mengindikasikan bahwa model berhasil menangkap hubungan antara tiga peubah
Konversi Bilangan Asam Perkiraan Berdasarkan Persamaan (%)
esterifikasi terhadap konversi bilangan asam. 72,17
55,06
37,56
20,25
3,75 3,75
20,25
37,56
55,06
72,17
Konversi Bilangan Asam Aktual Berdasarkan Percobaan (%)
Gambar 16
Hubungan nilai aktual dan nilai perkiraan konversi bilangan asam pada esterifikasi menggunakan katalis Bentonit-HCl berdasarkan model regresi yang dikembangkan
Hasil optimasi menunjukkan bahwa katalis heterogen Bentonit-HCl mencapai titik optimal sebagai katalis pada dosis sebesar 3,84%, waktu reaksi 4,88 jam dan nisbah molar metanol:minyak (15:1), pada suhu reaksi 65oC. Tiwari et al. (2007) menggunakan katalis H2SO4 dalam reaksi esterifikasi, mencapai titik optimal pada lama reaksi 88 menit, konsentrasi katalis sebesar 1,43% v/v dan nisbah metanol:minyak 0,28 v/v (ekuivalen dengan 7:1) pada suhu reaksi 60oC.
83 Dilihat dari jumlah metanol yang digunakan, lama reaksi dan jumlah katalis yang digunakan, maka katalis homogen lebih unggul dibandingkan dengan katalis heterogen. Berdasarkan keunggulan tersebut, maka untuk proses yang akan dikembangkan adalah menggunakan katalis homogen dalam reaksi esterifikasi.
3.3.5.2 Optimisasi Proses Transesterifikasi Menggunakan Katalis CaO Susunan CCD dan respon konversi biodiesel terhadap variabel
proses
transesterifikasi menggunakan katalis heterogen CaO dapat dilihat pada Lampiran 16. Sementara itu ANOVA pengaruh transesterifikasi menggunakan katalis CaO terhadap konversi biodiesel
setelah eliminiasi peubah yang tidak nyata
ditampilkan ada Lampiran 17. Persamaan model regresi untuk
transesterifikasi menggunakan katalis
heterogen CaO dan koefisien regresi setelah eliminasi faktor-faktor yang tidak nyata adalah: Konversi (%) = 15,87+27,45x2 -166,66x3 -2,33x22+21,71x2 x3, R2 = 0,96 Persamaan regresi di atas menunjukkan pengaruh liniear dan kuadratik pada peubah reaksi transesterifikasi yang dikaji. Titik optimal dari model persamaan regresi setelah dilakukan tiga kali verifikasi di laboratorium adalah: waktu reaksi selama 81,73 menit, nisbah molar metanol: minyak (10,41:1), dan jumlah katalis sebesar 0,91%. Reaksi berlangsung pada suhu 65oC. Dibandingkan dengan hasil yang diperoleh Tiwari et al. (2007) yang menggunakan katalis NaOH (lama reaksi 24 menit),
lama reaksi menggunakan katalis CaO lebih besar. Menurut Liu et al
(2008), kecepatan reaksi ditentukan oleh reaksi permukaan dan transfer massa. Katalis heterogen CaO yang memiliki permukaan yang lebih kecil dibandingkan dengan katalis homogen menyebabkan reaksinya lebih lambat karena umumnya reaksi transesterifikasi berlangsung pada permukaan (Liu et al. 2008). Walaupun demikian, kondisi ini dapat ditutupi dengan lebih baiknya kualitas gliserol pada reaksi yang menggunakan katalis heterogen dan lebih mudahnya
proses
pemurnian biodiesel (Kawashima et al. 2008; Liu et al. 2008; Sharma et al. 2008).
84 Pada Gambar 17 ditunjukkan nilai percobaan dan nilai prediksi menggunakan model persamaan yang dikembangkan yang menunjukkan bahwa persamaan model regresi memberikan penjelasan yang akurat terhadap data percobaan. Hal ini mengindikasikan bahwa model berhasil menangkap hubungan antara tiga peubah transesterifikasi terhadap konversi biodiesel.
Gambar 17
Hubungan nilai aktual dan nilai perkiraan konversi biodiesel menggunakan katalis CaO berdasarkan model regresi yang dikembangkan
3.3.5.3 Pengaruh Peubah Proses Transesterifikasi Dari Lampiran 17 dapat dilihat bahwa diantara tiga peubah transestrifikasi yang dipelajari,
nisbah molar metanol/minyak (x2) memiliki pengaruh paling
besar terhadap hasil konversi biodiesel jarak pagar (disebabkan oleh nilai F paling besar), diikuti oleh jumlah katalis (x3). Sebaliknya lama reaksi (x1) memberikan pengaruh yang tidak nyata. Lama reaksi yang lebih panjang tidak memberikan pengaruh yang nyata sampai taraf maksimum reaksi sudah tercapai. Hasil pada Lampiran 17 menunjukkan bahwa ada kemungkinan untuk meningkatkan hasil biodiesel dengan pemilihan peubah transesterifikasi yang
85 tepat menggunakan CaO sebagai katalis terutama nisbah volume metanol:minyak. Menurut Liu et al. (2008), nisbah volume metanol:minyak merupakan faktor penting yang mesti diperhatikan dalam keberhasilan reaksi transesterifikasi. Nisbah volume yang kecil menyebabkan reaksi tidak berlangsung sempurna. Sementara itu nisbah yang terlalu besar menyebabkan akan menghalangi akses molekul gliserida terhadap tapak aktif dari katalis.
Kemampuan CaO sebagai
katalis pada transesterifikasi minyak jarak pagar ini disebabkan sifat kebasaan dari katalis ini seperti yang ditunjukkan oleh data pada Lampiran 9. Terdapat interaksi yang nyata antara peubah x2 dan x3.
Gambar 18 dan 19
menunjukkan perubahan pada konversi biodiesel dengan bervariasinya nisbah metanol: minyak pada dosis katalis 0,75% dan 1,25%. Seperti yang ditunjukkan pada Gambar 18 dan 19, pada
nisbah metanol:minyak yang lebih kecil
memperlihatkan hasil yang lebih rendah. Dosis katalis 0,75% menunjukkan hasil yang lebih rendah dibandingkan dengan dosis katalis sebesar 1,25%.
Gambar 18
Gambar respon permukaan pengaruh nisbah metanol:minyak dan jumlah katalis terhadap konversi minyak jarak pagar menjadi biodiesel
86
Grafik Interaksi Interaction Graph
C : A m ou nt o f c at aly s t Jumlah Katalis
10 0.35 4
0.75%
Co nver sio n
Konversi Biodiesel
80 .920 4
C-
61 .487
1.25%
42 .053 5
C+
22 .62
7. 00
8.00
9. 00
10.00
11 .00
rat ioMetanol/minyak m et ha nol/o il B:B :Nisbah Figure 3
Gambar 19
Gambar dua dimensi pengaruh nisbah metanol:minyak dan jumlah katalis terhadap konversi minyak jarak pagar menjadi biodiesel
3.3.5.4 Pemurnian Biodiesel menggunakan Bentonit sebagai Adsorben Beberapa kation tetap berada di dalam produk, ketika katalis basa digunakan dalam pembuatan biodiesel. Larutan asam biasanya diadopsi untuk membuang kation-kation dan senyawa-senyawa polar dari biodiesel. Disebabkan pencucian menggunakan air tidak sesuai untuk pemurnian biodiesel, pada penelitian ini digunakan bentonit (2,5%) sebagai agen pengomplek untuk menghilangkan ion kalsium yang leaching ke dalam biodiesel.
Hasil pemurnian dengan beberapa
perlakuan bentonit pada Tabel 34 memperlihatkan bahwa pemurnian biodiesel menggunakan bentonit yang diaktivasi dengan H2SO4 memiliki kemampuan yang sama dengan asam sitrat yang biasa digunakan oleh Huaping et al. (2006). Hal ini diduga disebabkan oleh karena keasaman yang dimiliki adsorben ini lebih sesuai dalam menyerap ion kalsium yang ada di dalam biodiesel. Sementara itu sifat bahan bakar biodiesel dari minyak jarak pagar yang ditransesterifikasi menggunakan katalis CaO dan dimurnikan menggunakan bentonit yang diaktivasi asam dapat dilihat pada Tabel 35.
87
Tabel 34
Efisisiensi dekalsinasi dari berbagai metode pemurnian Rendemen (%)
(ppm)
Efisiensi Dekalsinasi (%)
Bentonit yang diaktivasi dengan H2SO4-
92,37 a
94,57 a
92,50a
Asam Sitrat
93,49 a
93,51 a
92,27a
Bentonit yang tidak diaktivasi
112,37 b
93,46 a
91,69 ab
Bentonit yang diaktivasi dengan HCl
213,88 c
88,46 b
85,30
c
Bentonit yang diaktivasi dengan HCl-dan dikalsinasi
290,58 e
85,49 c
80,38
e
Bentonit yang diaktivasi dengan H2SO4-dan dikalsinasi
272,57 d
83,67 d
81,20 d
Kontrol
1666,67 f
Metode pemurnian
Residu Ca2+
Angka yang diikuti dengan huruf yang dalam kolom yang sama tidak berbeda secara nyata menurut uji Duncan (p≤0.05). Rancangan percobaan yang digunakan adalah RAL (Rancangan Acak Lengkap)
Tabel 35 Sifat bahan bakar biodiesel jarak pagar setelah transesterifikasi menggunakan katalis CaO dan dimurnikan dengan bentonit Karakteristik
Satuan
Minyak setelah Biodiesel Jarak SNI 04-7182-2006 esterifikasi pagar
Densitas
kg/m-3
950
871
850-890
Viskositas
mm2s-1
25,3
4,80
2,3-6,0
Bilangan Asam
mg KOH/g
0,78
0,42
Max 0,80
88 Walaupun viskositas biodiesel yang dihasilkan ini sedikit lebih besar dari pada Chitra et al. (2005), namun
biodiesel jarak pagar ini telah memenuhi standar
terbaru untuk biodiesel menurut SNI 04-7182-2006 pada beberapa sifat seperti densitas, viskositas, dan bilangan asam.
Dari beberapa sifat dasar biodiesel ini
sudah diperoleh gambaran bahwa biodiesel yang dihasilkan sudah memenuhi standar untuk biodiesel. 3.3.5.5
Perbandingan antara Studi Sebelumnya dengan Penelitian ini
Kouzu et al. (2008) secara detail menjelaskan mekanisme transesterifikasi menggunakan katalis padat CaO (Gambar 20).
Abstraksi proton dari metanol
oleh tapak basa untuk membentuk anion metoksida adalah langkah pertama dari reaksi transesterifikasi. Anion metoksida menyerang karbon karbonil pada molekul trigliserida, yang mengarah ke pembentukan intermediet alkoksikarbonil. Kemudian, intermediet alkoksikarbonil membagi menjadi dua molekul: FAME (biodiesel) dan anion digliserida.
Menurut Kouzu et al.
(2008),
reaksi
nukleofilik ini dipercepat dengan jalan meningkatkan sifat basa dari katalis. Pada Tabel 36 ditampilkan rangkuman dari publikasi penelitian terdahulu berkenaan dengan penggunaan katalis CaO dalam transesterifikasi berbagai sumber minyak nabati dibandingkan dengan penelitian dalam laporan ini. Huaping et al. (2006) menggunakan CaO yang diaktivasi selama 1,5 jam pada suhu 900oC sebelum transesterifikasi menghasilkan rendemen biodiesel jarak pagar 93%.
Dibandingkan dengan Huaping et al. (2006),
dilakukan pada laporan ini lebih baik,
penelitian yang
dimana rendemen yang dihasilkan adalah
94,85% dengan waktu reaksi yang lebih singkat.
Tingginya rendemen itu
barangkali disebabkan oleh nisbah molar metanol:minyak yang lebih tinggi seperti yang ditunjukkan oleh beberapa literatur (Zabeti et al. 2009; Kouzu et al. 2008; Liu et al. 2008a; Albuquerque et al. 2008; Wen et al. 2010). Nisbah molar metanol:minyak yang rendah (Kawashima et al. 2009) dan jumlah katalis yang rendah (Alonso et al. 2009) menyebabkan rendemen yang dihasilkan juga lebih rendah. Puncak kalsium oksida tidak terdeteksi pada contoh yang terkena udara selama lebih dari 20 hari. Ini berarti bahwa tapak permukaan aktif CaO telah
89 dirusak oleh kehadiran CO2 dan ditutupi dengan kehadiran H2O (Zabeti et al. 2009). Untuk menghindari pengurangan aktivitas katalitik CaO, perlakuan panas pada suhu 700 °C diperlukan untuk mendesorb CO2 sebelum digunakan dalam reaksi (Zabeti et al. 2009). Hal inilah yang mendasari kenapa seluruh literatur yang dirujuk melakukan aktivasi CaO sebelum dilakukan transesterifikasi seperti pada penelitian ini.
Gambar 20
Jalur reaksi transesterifikasi trigliserida dengan metanol menggunakan katalis CaO (Kouzu et al. 2008)
90 Tabel 36 Perbandingan antara studi transesterifikasi menggunakan katalis CaO sebelumnya dengan penelitian ini Rujukan Huaping et al. (2006)
Katalis CaO
Demirbas (2007)
CaO
Zabeti et al. (2009)
CaO/Al2O3
Kouzu et al. (2008)
CaO
Liu et al. (2008a)
CaO
Albuquerque et al. (2008)
CaO
Perlakuan CaO direndam dengan larutan ammonium karbonat dan dikalsinasi pada suhu 900oC selama 1,5 jam CaO dicampur metanol dan diaduk dengan sangat kuat sebelum dilakukan transesterifikasi
Sumber Jarak pagar
Kondisi Reaksi Nisbah metanol:minyak (9:1), reaksi 2,5 jam, jumlah katalis 1,5%, 70oC
Rendemen 93%
Biji bunga matahari
96%
CaO disupport oleh Al2O3
Kelapa sawit
98.64%.
CaO diperoleh dari pembakaran batu kapur selama 1,5 jam pada suhu 900oC dialiri dengan Helium Katalis dipanaskan pada suhu 120oC selama 12 jam, dan kemudian dikalsinasi pada suhu 550 oC selama 5 jam.
Kedele
CaO disupportkan pada mesoporous silica SBA-15. Katalis diaktifkan selama 1jam, pada suhu 800oC sebelum transesterifikasi
Bunga matahari castor
Kedele
Kondisi metanol super kritis: Suhu reaksi 252oC, lama reaksi 6 menit, jumlah katalis 3 wt% CaO dan nisbah metanol:minyak (41:1) Jumlah katalis optimum adalah 5.97 wt.%, Nisbah metanol:minyak ( 12,14:1) , suhu reaksi 64.29 °C; reaksi 5 jam Nisbah metanol:minyak (12:1), reaksi 1 jam, jumlah katalis 14 mmol, 65oC Jumlah katalis 8,0wt%, Nisbah metanol:minyak ( 12:1), suhu reaksi 65 °C; lama reaksi 3 jam Jumlah katalis 1,0wt%, Nisbah dan metanol:minyak (12:1), suhu reaksi 60 °C; lama reaksi 5 jam
93%,
95%
95% (5 jam) 65.7% (1 jam)
91
Kawashima et al . (2009)
CaO
CaO dengan kemurnian 99% diaktivasi dengan metanol pada suhu 25oC selama 1,5 jam sebelum transesterifikasi
rapeseed
Nisbah metanol:minyak (6:1), reaksi 3 jam, jumlah katalis 0.67%, suhu 65oC
87%, tanpa aktivasi 92%, dengan aktivasi
Granados et al. CaO (2007)
Kemurnian katalis 99,9%, aktivasi dilakukan dengan melakukan outgassing selama 2 jam pada suhu 700oC (kecapatan pemanasan = 5 K min_1). CaO dengan kemurnian 99,9%. Lithium disupportkan pada CaO. Katalis diaktifkan pada suhu 500oC selama 2 jam.
Biji bunga matahari
Nisbah metanol:minyak (13:1), 90 menit, jumlah katalis 1,0%, suhu reaksi 60oC
94%
Biji bunga matahari
Jumlah katalis 0,2wt%, Nisbah metanol:minyak ( 14:1), suhu reaksi 60 °C; lama reaksi 2 jam Jumlah katalis 4%wt%, Nisbah metanol:minyak ( 12:1), suhu reaksi 65 °C; lama reaksi 2,5 jam
92%
Alonso et al. .(2009)
Li/CaO
Wen et al. (2010)
KF/CaO
KF disupportkan pada CaO, dioven pada suhu 105oC selama 4-6 jam diikuti dengan kalsinasi 2–4 jam pada suhu 750 oC.
Chinese tallow seed
Penelitian ini (2010)
CaO
CaCO3 dikalsinasi pada suhu 900oC selama 1,5 jam dan CaO yang dihasilkan disimpan di dalam desikator yang mengandung silika gel dan pelet KOH untuk menghilangkan H2O dan CO2
Jarak pagar
Jumlah katalis 0,91wt%, Nisbah metanol:minyak ( 10,41:1), suhu reaksi 65 °C; lama reaksi 2 jam 81,73 menit,
96%
94,85%
92 3.3.6
Produksi Biodiesel dari Minyak Jarak yang Mengandung ALB Rendah
3.3.6.1 Transesterifikasi Minyak Jarak yang Mengandung ALB Rendah dengan Katalis Heterogen CaO Pada Gambar 21 diperlihatkan hubungan antar lama reaksi transesterifikasi terhadap konversi minyak jarak pagar menjadi biodiesel pada beberapa dosis katalis CaO.
Aktivitas katalitik dari CaO semakin besar dengan semakin
tingginya dosis katalis.
Lama reaksi juga memperlihatkan kecenderungan
meningkatkan rendemen biodiesel. Semakin lama reaksi menghasilkan rendemen biodiesel yang semakin besar. Namun demikian pada dosis katalis 2,5% terlihat bahwa penambahan waktu reaksi setelah 2 jam reaksi tidak meningkatkan jumlah rendemen.
Diduga pada saat itu sudah tercapai kesetimbangan reaksi, sehingga
penambahan waktu tidak berpengaruh terhadap konversi minyak jarak pagar menjadi biodiesel.
Variabel penting yang mempengaruhi keberhasilan proses
transesterifikasi adalah: suhu reaksi, nisbah molar alkohol dan minyak, katalis, lama reaksi, kehadiran air, asam lemak bebas, dan intensitas pengadukan (Ma et al. 1999; Srivastava and Prasad 2000; Caili and Kusefoglu 2008; Akgun and Iscan 2008). Gambar 22 juga menunjukkan bahwa konversi minyak jarak pagar menjadi biodiesel sudah mencapai kesetimbangan setelah reaksi berlangsung selama 2 jam apabila dosis katalis yang digunakan adalah 2,5%. Walaupun Chitra et al. (2005) menghasilkan rendemen biodiesel jarak pagar mencapai 98% menggunakan katalis homogen NaOH, namun hasil yang diperoleh dalam penelitian ini lebih baik daripada Huaping et al. (2006) yang menghasilkan rendemen biodiesel jarak pagar sebesar 93%. Kalau dibandingkan dengan hasil yang diperoleh peneliti lain yang menggunakan CaO sebagai katalis pada minyak lainnya, maka aktivitas katalitik dari CaO pada penelitian ini cukup baik. Granados (2007) menghasilkan rendemen 94% pada transesterifikasi minyak biji bunga matahari, Kawashima et al. (2009) menghasilkan rendemen 92% pada transesterifikasi minyak rapeseed, Kouzu et al. (2008) dan Liu et al. (2008a) menghasilkan konversi masingmasingnya 93% dan 95% berturut-turut pada minyak kedele.
93
95 95
100 90
82
80
72
Konversi (%)
70 60
56
50
93 94 89 84 83 77 79 78 73 85
61 Berat Katalis (wt%) 1%
51
1.5%
40
34 34
30 20
2.0% 2.5%
19
10
0
0
0 0 0.5 1.0 1.5 2 2.5
Lama Reaksi (jam)
Gambar 21 Pengaruh lama reaksi terhadap konversi biodiesel pada berbagai berat katalis CaO. Transesterifikasi berlangsung pada suhu 65oC dengan nisbah metanol: minyak jarak pagar (12:1) 100 90
89 83
Konversi (%)
80 70
94 95 93 95
84 78
60 50
Lama Reaksi 2 jam
40 30
2,5 jam
20 10 2.5%
2.0%
1.5%
1%
0
Berat Katalis (wt%)
Gambar 22
Pengaruh berat katalis CaO terhadap konversi biodiesel pada berbagai lama reaksi. Transesterifikasi berlangsung pada suhu o 65 C dengan nisbah metanol: minyak jarak pagar (12:1)
94 Transesterifikasi memiliki kendala terutama pada pemisahan gliserol dan biodiesel dan memerlukan perlakuan terhadap limbah cair (Al-Zuhair 2007). Namun demikian kendala ini dapat
diatasi dengan menggunakan katalis
heterogen dalam transesterifikasi dan adsorben
dalam pemurnian biodiesel.
Proses yang dikembangkan dalam penelitian ini yang menggunakan katalis CaO dalam transesterifikasi dan bentonit asam sebagai adsorben dalam pemurnian biodiesel diharapkan dapat memperbaiki kendala pemisahan biodiesel dan gliserol seperti pada transesterifikasi menggunakan katalis homogen.
3.3.6.2 Transesterifikasi in-situ biji jarak dengan katalis aOH
Uji ortogonal.
Faktor-faktor yang berpengaruh dalam proses transesterifikasi
in-situ dapat dilihat pada Tabel 37.
Beberapa laporan penelitian menunjukkan
bahwa ukuran partikel, suhu, konsentrasi pelarut, kadar air dan pengadukan berpengaruh terhadap hasil dan selektivitas dari reaksi transesterifikasi secara insitu (Hernadez et al. 2005; Georgogianni 2008). Hasil uji ortogonal dalam penelitian ini memperlihatkan bahwa konsentrasi NaOH dalam metanol, mol/l (x1) merupakan faktor yang paling berpengaruh terhadap keberhasilan transesterifikasi secara in-situ, diikuti oleh nisbah metanol:minyak (x2), suhu reaksi (x3) dan lama reaksi (x4). Titik optimum yang ditunjukkan Tabel 37 adalah konsentrasi NaOH dalam metanol, 0,08 mol/l (x1);
nisbah molar metanol:minyak 170:1 (x2); suhu reaksi
60oC (x3) dan lama reaksi, 3 jam (x4). Titik optimum ini menjadi patokan di dalam penelitian berikutnya mengenai optimasi proses transesterifikasi secara insitu menggunakan RSM.
Pengaruh variabel proses transesterifikasi secara In-situ. Susunan CCD dan respon konversi biodiesel terhadap peubah proses transesterifikasi in-situ dapat dilihat pada Lampiran 18. Pada Lampiran 19 ditampilkan ANOVA pengaruh transesterifikasi in-situ terhadap konversi jarak pagar menjadi biodiesel setelah eliminasi peubah yang tidak nyata.
95 Tabel 37 Hasil uji ortogonal transesterifikasi minyak J.curcas L. secara in-situ No percobaa n
Nisbah molar metanol:minya k (x2)
Suhu reaksi (x3)
Lama reaksi, jam (x4)
Konversi (%)
1
Konsentrasi NaOH dalam metanol, mol/l (x1) 0,04
130
40
3
20,40
2
0,04
150
50
5
24,15
3
0,04
170
60
7
27,40
4
0,06
130
50
7
34,60
5
0,06
150
60
3
34,90
6
0,06
170
40
5
36,35
7
0,08
130
60
5
46,00
8
0,08
150
40
7
76,95
9
0,08
170
50
3
89,60
K1
87,12
92,25
103,59
107,23
K2
114,87
102,47
102,01
94,70
K3
102,88
110,15
105,77
102,93
k1
29,04
30,75
34,53
35,74
k2
38,29
34,16
34,00
31,57
k3
34,29
36,72
35,26
34,31
R
9,25
5,97
1,26
4,18
Rank
1
2
4
3
Optimu m
0,08
170
50
3
Dari Lampiran 19 dapat diketahui bahwa faktor transesterifikasi in-situ yang paling berpengaruh terhadap konversi biodiesel adalah interaksi antara (x1),
96 (x2), dan (x4), diikuti oleh pengaruh kuadratik (x1) dan interaksi antara (x1) dan (x4). Persamaan model regresi untuk transesterifikasi in-situ adalah: Konversi = - 63911,89 +376,86X2 +33,82 X3 +1256,83X4- 1,41E+005X12- 0,01X22+190,83 X1 X3 -15515,36X1X4 -0,24X2X3 -7,456 X2 X4 -0,20X3X4 +92,10 X1 X2 X4 R2 = 0,97 Persamaan regresi di atas menunjukkan adanya pengaruh linier dan kuadratik pada peubah reaksi transesterifikasi in-situ terhadap konversi biodiesel. optimal dari persamaan itu adalah: 0,08 mol/L
Titik
konsentrasi NaOH dalam metanol sebesar
nisbah molar metanol:minyak (171,1 mol/mol); lama reaksi (3,02
jam); dan suhu reaksi (45,66oC). Pada Gambar 23 dapat dilihat grafik interaksi antara suhu reaksi dan Pada suhu 45oC,
jumlah katalis dalam metanol terhadap konversi biodiesel.
penambahan jumlah katalis akan meningkatkan rendemen biodiesel. Namun pada suhu 55oC terlihat kecendrungan terjadi penurunan rendemen biodiesel dengan bertambahnya jumlah katalis.
Interaction Graph D : Reaction Temperature
100.323
D100.322 92.2596 79.2968
84.1974
D+
68.073
Yield
Yield
76.1352
58.2704
37.2439
55.00 0.09 52.50 0.08 50.00
0.08
D: Reaction Temperature 47.50
0.08 45.00
0.07
A: Catalyst in MeOH
16.2175
0.07
0.08
0.08
0.08
A: C ataly st in MeOH
Gambar 23 Pengaruh suhu reaksi dan jumlah katalis dalam metanol (mol/mol) terhadap konversi biodiesel: (a) plot respon permukaan dan (b) gambar dua dimensi
0.09
97
Kecenderungan yang sama juga diperlihatkan pada Gambar 24, dimana pada suhu 45oC peningkatan jumlah nisbah metanol akan meningkatkan konversi biodiesel, sementara pada suhu 55oC peningkatan nisbah metanol menurunkan konversi biodiesel. Kecenderungan yang sama juga terjadi pada penelitian Qian et al. (2008). Hasil optimasi menunjukkan bahwa nisbah metanol:minyak yang optimal adalah 171:1 dan suhu optimal adalah 45oC. Pada Gambar 24 dapat dilihat bahwa pada nisbah molar metanol:minyak (160:1),
penambahan katalis akan
meningkatkan konversi biodiesel. Namun sebaliknya, kalau nisbah itu meningkat menjadi 180:1, penambahan katalis malah menurunkan konversi biodiesel.
Grafik Interaksi Interaction Graph D : Reaction Temperature
Suhu Reaksi
125.343
123.444 98.0614
95.8657
Konversi Yield
Yield Konversi
45 C
D+
109.655
82.0768 68.2879
70.7801
55 C D-
43.4988
55.00 180.00 52.50 175.00 16.2175
50.00
170.00
D: Reaction Temperature 47.50
Suhu Reaksi
165.00 45.00
160.00
B: MeOH/oil ratio Nisbah Metanol/Minyak
160.00
165.00
170.00
175.00
Nisbah Metanol/Minyak B: MeOH /oil ratio
(a)
Gambar 24.
(b)
Pengaruh suhu reaksi dan nisbah metanol minyak terhadap konversi biodiesel: (a) plot respon permukaan dan (b) gambar dua dimensi
Metanol secara sendirian merupakan pelarut untuk ekstraksi minyak nabati yang buruk. Namun demikian, basa beralkohol dapat menghancurkan jaringan intraselular di dalam daging biji jarak pagar seperti yang terjadi pada transesterifikasi in-situ pada biji kapuk, yang memungkinkan pelarutan (solubilization) dan selanjutnya transesterifikasi. Tanpa penambahan NaOH ke dalam metanol, transesterifikasi in-situ hampir tidak dapat terjadi (Qian et al.
180.00
98 2008). Ketika peningkatan konsentrasi NaOH 0,07-0,9 mol / L, jumlah minyak jarak pagar yang dikonversi menjadi biodiesel juga meningkat (Gambar 25). Namun, saat nisbah molar metanol:minyak meningkat (180:1),
penambahan
katalis malah menurunkan konversi biodiesel.
Interaction Graph 139.643
B: MeOH/oil ratio B+
136.869 112.832 108.786
88.7948
40.7204
Yield
Yield
64.7576
77.93
47.0738
180.00
B-
0.09 175.00 0.08 170.00
B: MeOH/oil ratio
0.08 165.00
0.08 160.00
0.07
A: Catalyst in MeOH
16.2175
0.07
0.08
0.08
0.08
0.09
A: Cataly st in MeOH
Gambar 25.
Pengaruh nisbah metanol:minyak dan jumlah katalis terhadap konversi biodiesel: (a) plot respon permukaan dan (b) gambar dua dimensi
Sifat Bahan Bakar Hasil Transesterifikasi secara in-situ.
Sifat bahan bakar
biodiesel jarak pagar dirangkum pada Tabel 38. Terdapat perbedaan densitas dan viskositas antara biodiesel yang dihasilkan melalui transesterifikasi menggunakan katalis CaO dengan yang dihasilkan melalui transesterifikasi secara in-situ dengan katalis NaOH, dimana proses in-situ menghasilkan densitas dan viskositas yang lebih besar. Hasil yang diperoleh juga lebih besar dari pada Chitra et al (2005). Hal ini barangkali disebabkan karena adanya komponen polar yang larut dalam alalkohol. Walaupun demikian, biodiesel jarak pagar ini masih memenuhi standar biodiesel menurut ASTM D 6751-02, DIN EN14214 atau SNI 04-7182-2006
99
Tabel 38 Sifat bahan bakar biodiesel jarak pagar setelah transesterifikasi secara in-situ Karakteristik
Satuan
biodiesel jarak pagar
SNI 04-7182-2006
Densitas
kg/m-3
872
850-890
Viskositas
mm2s-1
4,81
2,3-6,0
Titik Nyala
o
Min 100
Titik Tuang
o
-
Kadar Air
%
0,04
Max 0,05
Kadar Abu
%
0,02
Max 0,02
Residu Karbon
%
Bilangan Asam
mg KOH/g
C C
Max 0,30 0,43
Max 0,80
Komposisi Kimia Bungkil Jarak Pagar Hasil Transesterifikasi secara In-situ. Komposisi kimia bungkil jarak pagar setelah transesterifikasi secara in-situ dibandingkan dengan daging biji segar dan bungkil sebelum didetoksifikasi dapat dilihat pada Tabel 39.
Dari Tabel 39 dapat dilihat bahwa bungkil jarak hasil
transesterifikasi secara in-situ (45,92%) memiliki kandungan protein relatif lebih tinggi dibandingkan dengan kandungan protein bungkil kedele (40-45%) (Widodo 2008).
Namun demikian, kandungan protein bungkil kedele setelah semua
lemaknya dihilangkan adalah sebesar 62% (Herrera et al. 2006) dan lebih besar daripada kandungan protein bungkil jarak hasil transesterifikasi secara in-situ (45,92%). Hal ini disebabkan karena masih banyaknya lemak yang tersisa pada bungkil jarak disebabkan transesterifikasi secara in-situ dalam penelitian ini. Transesterifikasi in-situ mengekstrak minyak sebesar 83% dari potensi minyak yang dikandung dalam daging biji jarak pagar.
Namun demikian kemampuan
ektraksi minyak ini lebih baik dibandingkan kalau ekstraksi dilakukan dengan alat kempa mekanis (mechanical press). kromatogram secara in-situ.
Pada Gambar
26 diperlihatkan
analisis forbol ester menggunakan HPLC setelah transesterifikasi
100 Tabel 39 Komposisi kimia bungkil jarak pagar setelah transesterifikasi secara insitu dibandingkan dengan daging biji segar dan bungkil sebelum di detoksifikasi
Kandungan
Daging biji segar
Bungkil daging biji setelah dikempa mekanis
Bungkil daging biji setelah diekstrak hexan
Bungkil daging biji setelah transesterifikasi insitu
Protein
23,61
41,67
61,74
45,92
Lemak
59,80
29,01
1,12
17,04
Abu
4,42
7,77
9,84
6,60
Serat Kasar
2,31
4,06
5,15
5,04
Karbohidrat
5,74
10,07
12,75
10,53
Forbol ester (mg/g)
6,55
6,23
4,50
Tidak terdeteksi
(%)
3.3.13 Kandungan Gizi dan Forbol Ester Setelah Transesterifikasi in-situ dan Detoksifikasi Kandungan gizi yang meliputi protein, lemak, abu, serat kasar dan karbohidrat serta kandungan racun forbol ester bungkil jarak setelah detoksifikasi dapat dilihat pada Tabel 40. Sementara itu profil HPLC analisis forbol ester bungkil jarak pagar setelah detoksifikasi dapat dilihat pada Tabel 40 dapat dilihat bahwa kandungan tranesterifikasi in-situ (41,07%)
protein
Gambar 27.
Dari
bungkil jarak hasil
dan kandungan protein bungkil hasil
detoksifikasi (41,98%) relatif sama dengan kandungan protein bungkil kedele (4045%) (Widodo 2008). Data pada Tabel 40 juga menunjukkan bahwa transesterifikasi in-situ dan detoksifikasi bungkil jarak dapat menurunkan kandungan forbol ester sampai jumlah yang tidak dapat terdeteksi. Metanol yang digunakan sebagai pelarut pada transesterifikasi in-situ, merupakan pelarut yang sangat baik pula untuk forbol ester (Haas and Mittelbach 2000, Rakshit et al. 2008).
Perlakuan detoksifikasi
101 menggunakan alkali (NaOH), metanol dan panas lebih baik dalam menurunkan kandungan forbol ester secara nyata (Haas and Mittelbach 2000; Aregheore et al. 2003, Rakshit et al. 2008; Qian et al. 2008; Makkar et al. 2009).
Tabel 40 Kandungan gizi dan forbol ester bungkil jarak pagar setelah transesterifikasi in-situ dan setelah detoksifikasi
Kandungan
Daging biji segar
Bungkil daging biji setelah detoksifikasi
Bangi Lampung (Malaysia) (Indonesia)
Bangi Lampung (Malaysia) (Indonesia) (transesterifikasi (detoksifikasi) in-situ)
Protein
23,61
23,4
45,92
41,98
Lemak
59,80
58,8
17,04
28,40
Abu
4,42
5,1
6,60
7,79
Serat Kasar
2,31
2,3
5,04
3,52
Karbohidrat
5,74
6,01
10,53
9,16
Forbol ester (mg/g)
6,55
6,87
Tidak
Tidak
terdeteksi
terdeteksi
(%)
3.3.14 Laju pertumbuhan, Mortalitas dan Konsumsi Forbol ester Laju pertumbuhan dan konsumsi forbol ester oleh tikus di dalam diet percobaan dapat dilihat pada Tabel 41.
Sementara itu
Tingkat Kematian tikus
setelah mengkonsumsi bungkil jarak pagar dapat dilihat pada Tabel 42. Tabel 41 mengindikasikan bahwa perlakuan dengan alkali (NaOH) lebih baik dalam menurunkan kandungan forbol ester (Haas and Mittelbach 2000; Rakshit et al. 2008; Makkar et al. 2009).
Walau demikian, perlakuan ini
secara sendiri belum mampu menurunkan forbol ester diinginkan. Aregheore et al.
sampai tingkat yang
(2003) melaporkan bahwa perlakuan kimia
102 disamping perlakuan dengan panas diperlukan untuk menghilangkan kandungan forbol ester secara nyata.
[a] sebelum transesterifikasi in-situ
Waktu Retensi (menit)
[b] setelah transesterifikasi in-situ Gambar 26
Gambar kromatogram analisis forbol ester menggunakan HPLC (a) setelah transesterifikasi in-situ; ; (b) setelah transesterifikasi secara in-situ
103
[a] sebelum detoksifikasi
[b] Forbol ester setelah detoksifikasi Gambar 27
Gambar kromatogram analisis forbol ester menggunakan HPLC (a) sebelum detoksifikasi; (b) setelah detoksifikasi
104 Tabel 41 Laju pertumbuhan dan konsumsi forbol ester oleh tikus di dalam diet percobaan Kode
Diet yang diberikan
Kandungan Forbol ester
Berat Berat akhir rata- Pertambahan awal ratarata (g) /Kehilangan rata (g) berat badan (g)
Konsumsi Forbolester rata-rata (mg/tikus)
(mg/g) 0
96,79
135,48
38,60a
0a
99,37
139,27
39,90a
0a
ALB rendah-bungkil -ME
Tidak terdeteksi 6,23
94,43
55,60
-38,83c
1,465c
D
ALB rendah-bungkil -SE
4,50
95,73
57,17
-38,56c
1,894d
E
ALB tinggi-bungkil -ME
6,34
96,94
67,79
-29,16e
2,161e
F
ALB tinggi-bungkil-SE
4,54
92,98
67,52
-25,46f
1,591c
G
ALB rendah-bungkil -NaOH
1,04
95,75
58,97
-36,78d
0,428b
H
ALB tinggi-bungkil -NaOH
1,06
96,35
61,62
-34,73d
0,390b
I
ALB tinggi-bungkil -NaOH-
Tidak terdeteksi
97,66
133,90
36,24b
0a
A
Kontrol
B
ALB rendah-bungkil-insitu
C
MeOH-air
Keterangan: ALB rendah-bungkil yang berasal dari jarak ALB rendah; ALB tinggi-bungkil: bungkil berasal dari jarak ALB tinggi. ME: setelah diekstrak menggunakan alat mekanis; SE: setelah diekstrak menggunakan pelarut hexan; NaOH: setelah dilakukan perlakuan dengan NaOH; Me-OH: Setelah dilakukan perlakuan menggunakan metanol. Angka yang diikuti dengan huruf yang dalam kolom yang sama tidak berbeda secara nyata menurut uji Duncan (p≤0.05). Rancangan percobaan yang digunakan adalah RAL (Rancangan Acak Lengkap)
105
Tabel 42 Kematian tikus setelah diberikan diet kontrol dan diet dengan subsitusi bungkil jarak pagar Kode Diet
Jumlah tikus
Asupan makanan ratarata (g/hari)
Kematian tikus tikus pada hari ke-1 sampai ke-8 1
2
3
4
5
6
7
8
A
Kontrol
3
13.70
-
-
-
-
-
-
-
-
B
ALB rendah-bungkil-insitu
3
13,56
-
-
-
-
-
-
-
-
C
ALB rendah-bungkil -ME
3
1,47
-
-
-
-
1
1
1
-
D
ALB rendah-bungkil -SE
3
2,63
-
-
-
-
-
-
1
2
E
ALB tinggi-bungkil -ME
3
2,13
-
-
-
-
-
1
2
-
F
ALB tinggi-bungkil-SE
3
2,19
-
-
-
-
1
-
2
-
G
ALB rendah-bungkil -NaOH
3
2,57
-
-
-
-
-
-
3
-
H
ALB tinggi-bungkil-NaOH
3
2,30
-
-
-
-
-
1
1
1
ALB tinggi-bungkil -NaOH3 10,83 MeOH-air Keterangan: ALB rendah-bungkil yang berasal dari jarak ALB rendah; ALB tinggi-bungkil: bungkil berasal dari jarak ALB tinggi. ME: setelah diekstrak menggunakan alat mekanis; SE: setelah diekstrak menggunakan pelarut hexan; NaOH: setelah dilakukan perlakuan dengan NaOH; Me-OH: Setelah dilakukan perlakuan menggunakan Metanol.
I
106 Laju pertumbuhan dan konsumsi forbol ester oleh tikus di dalam diet percobaan pada Tabel 41 memperlihatkan bahwa tidak selalu terdapat hubungan yang linier antara jumlah konsumsi forbol ester dengan pertumbuhan/ kehilangan berat badan. Hal ini disebabkan adanya pengaruh kandungan zat antigizi lain (Makkar et al. 1997, Aderibigbe et al. 1997) yang ada di dalam bungkil seperti saponin, fitat, lektin dan tripsin. Dari Tabel 42 dapat dilihat bahwa bungkil jarak hasil transesterifikasi secara in-situ dikonsumsi lebih banyak. Angka konsumsi bungkil ini relatif sama dengan yang dikonsumsi tikus yang mengkonsumsi pakan standar. Bungkil jarak pagar hasil detoksifikasi juga disukai oleh tikus, walaupun konsumsi rata-rata per hari lebih kecil.
Rendahnya konsumsi ini diduga disebabkan oleh masih kuatnya
aroma dan rasa sabun dari NaOH pada diet tersebut sehingga tikus mengkonsumsinya lebih sedikit (Aregheore et al. 2003; Rakshit et al. 2008). Temler et al.
(1983) melaporkan bahwa asupan
makanan dipengaruhi oleh
berbagai faktor, seperti (i) pola asam amino dari proteinnya, (ii) rasa, (iii) bau dan
(iv) tekstur dari makanan tersebut. Rendahnya asupan makanan pada
perlakuan G dan H walaupun kandungan forbol esternya
rendah barangkali
disebabkan oleh rasa, bau dan tekstur, namun bukan oleh pola asam amino dari bungkil J. curcas L. (Aregheore et al. 2003). Kecuali rendahnya lisin, bungkil J. curcas L. memiliki keseimbangan asam amino yang mirip dengan asam amino kedele (Becker, 1996; Makkar & Becker 1997). Level kematian tikus percobaan tidak selalu berhubungan dengan konsumsi phorbol ester rata-rata perhari yang dikonsumsi (Tabel 42). Walaupun C lebih sedikit daripada D atau F.
Namun kematian lebih awal ternyata diperlihatkan
oleh tikus yang mengkonsumsi C. Hasil ini mengindikasikan bahwa pertumbuhan dan mortalitas tikus tidak hanya disebabkan oleh toksisitas forbol ester, tapi juga disebabkan oleh zat antigizi yang dikandung oleh bungkil tersebut (Rakshit et al. 2008) seperti saponin, fitat, lektin dan tripsin. Namun demikian forbol ester tetap menjadi faktor yang paling berpengaruh terhadap asupan makanan dan pertumbuhan tikus.
107 3.3.15 isbah Efisiensi Protein (PER) dan Indeks Transformasi (TI) Nilai PER dan TI ditampilkan pada Tabel 43. PER adalah pertambahan berat badan tikus berdasarkan jumlah protein yang dikonsumsinya. Sementara TI adalah perbandingan asupan yang dikonsumsi setiap pertambahan berat badan. Tabel 43 menunjukkan bahwa semakin banyak kandungan racun dalam diet maka semakin sedikit pakan yang dikonsumsi. Dengan semakin sedikitnya pakan yang dikonsumsi, maka asupan protein pun menjadi semakin sedikit. Aregheore et al. (2003) menunjukkan bahwa kandungan forbol ester melebihi 1,44 mg/g dalam diet menghasilkan penurunan asupan makanan, kehilangan berat badan dan rendahnya nilai PER dan TI. Tabel 43
Kode
Nisbah Efisiensi Protein (PER) dan Indeks Transformasi (TI)
Diet
PER
TI
A
Kontrol
2,12
2,48
B
ALB rendah-bungkil-insitu
1,85
2,37
C
ALB rendah-bungkil -ME
-19,31
-0,22
D
ALB rendah-bungkil -SE
-9,95
-0,41
E
ALB tinggi-bungkil -ME
-11,62
-0,40
F
ALB tinggi-bungkil-SE
-10,13
-0,41
G
ALB rendah-bungkil -NaOH
-10,41
-0,42
H
ALB tinggi-bungkil -NaOH
-11,79
-0,36
I
ALB tinggi-bungkil -NaOH-
2,23
1,96
MeOH-air
108 3.4 Simpulan dan Saran 3.4.1 Simpulan 1. Berdasarkan hasil analisis fisiko-kimia minyak jarak, maka terdapat dua jenis minyak jarak berdasarkan kandungan asam lemak bebasnya apabila minyak tersebut akan dijadikan bahan baku untuk pembuatan biodiesel: minyak jarak dengan kandungan ALB tinggi (6,99%) dari jarak pagar Lampung dan minyak jarak pagar dengan kandungan ALB rendah (1,68%) yang berasal dari Bangi. 2. Bungkil jarak pagar hasil ekstraksi mekanis mengandung protein sebesar 41,07%- 41,67%.
Namun demikian bungkil jarak mengandung komponen
forbol ester yang bersifat racun. Kandungan racun bungkil jarak pagar dari Lampung (6,87 mg/g) lebih besar daripada bungkil jarak Bangi (6,55 mg/g). Bungkil jarak memiliki potensi sebagai bahan pakan apabila komponen racunnya dihilangkan melalui detoksifikasi. 3. Hasil optimasi menunjukkan bahwa katalis heterogen Bentonit-HCl mencapai titik optimal sebagai katalis pada dosis sebesar 3,84%, waktu reaksi 4,88 jam dan nisbah molar metanol:minyak (15:1), sebesar 65oC.
pada suhu reaksi esterifikasi
Dosis katalis, lama reaksi dan nisbah metanol minyak
berpengaruh nyata terhadap konversi bilangan asam pada reaksi esterifikasi. 4. CaO yang diperoleh dari pembakaran dari sumber batu kapur yang murah pada suhu 900oC selama 1,5 jam memberikan sifat katalitik yang baik untuk transesterifikasi biodiesel. Hasil optimasi pada minyak jarak pagar yang mengandung ALB tinggi menunjukkan bahwa katalis CaO mencapai titik optimal sebagai katalis pada dosis 0,91%, nisbah molar metanol:minyak (10,41:1), lama reaksi selama 81,73 menit, pada suhu transesterifikasi 65oC dengan rendemen biodiesel sebesar 94%. Nisbah metanol:minyak merupakan faktor yang paling berpengaruh terhadap laju esterifikasi dan transesterifikasi. Sementara itu, lama reaksi tidak memberikan pengaruh yang nyata.
109 5. Hasil transesterifikasi minyak jarak pagar yang memiliki kandungan ALB rendah menggunakan katalis CaO memperlihatkan bahwa konversi minyak jarak pagar menjadi biodiesel terbaik diperoleh pada suhu 65oC , nisbah molar metanol:minyak (12:1), katalis 2,5% dan lama reaksi 2 jam. Pada kondisi ini konversi biodiesel adalah 95%. 6. Bentonit yang diaktivasi dengan H2SO4 merupakan adsorben terbaik dalam pemurnian biodiesel dan menurunkan konsentrasi kalsium pada biodiesel yang dibuat dari transesterifikasi minyak jarak pagar menggunakan katalis CaO. Pemurnian menggunakan adsorben bentonit dapat menggantikan metode pemurnian konvensional menggunakan air panas dalam proses pencucian sehingga limbah cair yang dihasilkan dapat dihilangkan. 7. Dosis katalis, lama reaksi, suhu reaksi dan nisbah metanol minyak berpengaruh nyata terhadap konversi biodiesel pada reaksi transesterifikasi secara in-situ. Hasil penelitian menunjukkan bahwa jumlah minyak biji jarak pagar dilarutkan dalam metanol sekitar 83% dari total potensi minyak yang ada pada daging biji jarak pagar dan konversi minyak ini menjadi biodiesel dapat mencapai 96% dengan ketentuan sebagai berikut:
konsentrasi katalis
NaOH dalam metanol sebesar 0,08 mol/L; nisbah molar metanol:minyak (171,1:1), lama reaksi selama 3,02 jam dan suhu transesterifikasi 45,66oC 8. Detoksifikasi menggunakan 2% NaOH, diautoklaf selama 15 menit, pada suhu 121 oC, diikuti dengan pencucian dengan metanol dan air (ALB tinggibungkil-NaOH-MeOH-air) serta transesterifikasi secara in-situ (ALB rendahbungkil-insitu) dapat menghasilkan bungkil jarak tak-beracun yang kaya protein. Detoksifikasi memberikan respon yang positif terhadap pertambahan berat badan,
tak terdapatnya mortalitas, tingginya nilai nisbah efisiensi
protein (PER) dan indeks transformasi (TI) dari tikus percobaan.
3.4.2 Saran 1. Untuk pengembangan CaO sebagai katalis, disarankan memperhatikan faktorfaktor yang menurunkan kemampuan kataliknya, seperti kontak dengan udara dalam jangka cukup lama, kontak dengan air dan CO2. Aktivasi CaO pada
110 suhu 700oC sebelum digunakan disarankan untuk meningkatkan kemampuan katalitik katalis CaO. 2. Untuk menjadikan bungkil jarak hasil detoksifikasi sebagai sumber pakan, disarankan untuk melakukan uji toksisitas dalam jangka waktu yang lebih lama. 3. Supaya bungkil tersebut sebagai substitusi pakan dapat disukai oleh ternak maka
dalam penyiapan pakan perlu diperhatikan berbagai faktor, seperti
(i) pola asam amino dari proteinnya, (ii) rasa, (iii) bau dan (iv) tekstur dari makanan tersebut.
4 PERACAGA PROSES, AALISIS KELAYAKA EKOOMI DA LCA PEMBUATA BIODIESEL JARAK PAGAR MEGGUAKA KATALIS HETEROGE KALSIUM OKSIDA 4.1
Pendahuluan Sebelum sampai kepada perancangan proses yang lebih detail maka data
laboratorium perlu melewati tahap verifikasi lebih lanjut. Verifikasi dapat dilakukan melalui percobaan pada kondisi dan kapasitas yang kita inginkan untuk mendapatkan basis data yang lebih detail,
pengujian skala pilot atau
mempersiapkan model simulasi (Seider et al. 1999). Pada penelitian ini, tahapan yang dipilih adalah melalui simulasi.
Simulasi proses industri yang melibatkan
banyak satuan operasi seperti layaknya sebuah pabrik, dilakukan sebelum kajian tekno-ekonomi dan analisis dampak lingkungan.
Simulasi proses banyak
dilakukan dengan bantuan perangkat lunak HYSYS (Zhang et al. 2003a). Langkah pertama dalam mengembangkan simulasi proses batch ini adalah perancangan dasar (basic design) yaitu dengan membangun bagan alir proses, menghitung kesetimbangan massa, mengembangkan bagan waktu setiap proses, menghitung kesetimbangan energi digunakan.
dan
membuat daftar peralatan yang
Langkah berikutnya adalah memperkirakan biaya produksi yang
meliputi biaya peralatan, biaya pabrik secara keseluruhan, biaya peubah, dan biaya lainnya yang berguna untuk kajian tekno-ekonomi (Sakai et al. 2009) Studi yang berkenaan dengan tekno-ekonomi proses produksi biodiesel telah banyak dipublikasikan. Diantara peubah sistem produksi yang dikaji, harga bahan baku minyak merupakan faktor utama yang menjadi kendala
dalam
komersialisasi biodiesel. Disamping itu kapasitas pabrik, teknologi proses, dan harga gliserol merupakan peubah paling nyata yang mempengaruhi kelangsungan hidup ekonomi produksi biodiesel (Nelson et al. 1994, Zhang et al. 2003b; Van Kasteren and Nisworo 2007; You et al. 2008; West et al. 2008; Marchetti and Errazu 2008; Sakai et al. 2009; Lim et al. 2009). Biaya produksi biodiesel dari berbagai sumber seperti minyak kedele, lemak hewan, minyak kanola, minyak bunga matahari dan minyak rapseed secara
112
berturut-turut adalah 0, 3; 0,32–0,37; 0,4; 0,63, dan 0,69 USD L-1 (You et al. 2008).
Disamping itu, dari studi yang komprehensif oleh berbagai peneliti
menunjukkan bahwa semakin besar kapasitas produksi suatu pabrik maka biaya rata-rata untuk menghasilkan satu liter biodiesel juga akan semakin rendah (Zhang et al. 2003a, 2003b,
Haas et al. 2006, Puspasari 2007; Sakai et al 2009).
Sementara itu, Zhang et al. (2003b) menunjukkan nilai gliserol mengurangi biaya produksi total 6-6,5% dan ia memberikan dampak nyata terhadap nilai bersih dari biaya produksi (total manufacturing cost). Selain masalah tekno-ekonomi, isu lain yang menjadi kepedulian masyarakat saat ini adalah isu lingkungan. Isu lingkungan berkait sangat erat dengan peubah tekno-ekonomi, dikarenakan biaya dan efisiensi dari proses yang dipilih dalam produksi biodiesel terikat sangat erat dengan produksi jangka panjang dan mempengaruhi biaya investasi dan biaya operasional serta beban lingkungan dari produk (Kiwjaroun et al. 2009). Dengan kata lain, kepedulian terhadap masalah lingkungan dapat berhubungan dengan aspek ekonomi, dikarenakan mengurangi konsumsi bahan dan energi berhubungan secara langsung
dengan
keuntungan
finansial,
disamping
peningkatan
kualitas
lingkungan (da Silva and Amaral 2009). Ada sejumlah alat bantu yang telah dikembangkan untuk menghitung konsumsi dan dampak lingkungan dari suatu proses. Diantara alat bantu tersebut Penilaian Daur Hidup (Life Cycle Assessment/LCA) dapat dipertimbangkan sebagai metode yang paling komprehensif (Zhang 2008). LCA adalah sebuah metode analisis yang dirancang untuk mengevaluasi potensi dampak lingkungan dari suatu produk atau proses mulai dari ekstraksi bahan baku, proses produksi dan penggunaan, sampai
ke akhir dari masa hidupnya.
Organization for Standardization (ISO) 14044:2006 (ISO 2006),
International menyatakan
analisis LCA terdiri dari empat fasa: Definisi tujuan dan ruang lingkup, analisis inventori siklus hidup/Life Cycle Inventory (LCI),
penilaian dampak siklus
hidup/Life Cycle Impact Assessment (LCIA) dan terakhir adalah penafsiran hasil dan penilaian perbaikan.
LCA secara luas telah diterima untuk menyelidiki
dampak lingkungan potensial yang disebabkan oleh produk dan jasa (Majer et al 2009).
113
Kajian tekno-ekonomi biodiesel secara sinambung, baik itu menggunakan katalis homogen
alkali atau asam, katalis heterogen asam,
dan proses
menggunakan metanol superkritis telah banyak dilakukan terutama pada produksi skala besar.
Pada penelitian ini, penulis melakukan kajian tekno-ekonomi
produksi biodiesel menggunakan katalis heterogen dan secara batch dengan kapasitas 200 L/batch. Sistem batch dijadikan pilihan karena otomatisasi pada sistem sinambung berharga mahal (dapat mencapai 50% dari modal peralatan). Hal ini akan menjadikan investasi pabrik menjadi mahal sehingga pabrik yang dibangun dengan kapasitas produksi yang kecil akan menyebabkan dia tidak efisien.
Kapasitas produksi 200L/batch ditetapkan berdasarkan kesesuaian
ukuran peralatan sehingga pabrik dapat dibuat dalam bentuk modul. Dimana modul tersebut dapat dimasukkan ke dalam kontener komersial seperti yang dibuat oleh BDRST (2008). Berkaitan dengan LCA, ada tiga fasa dalam sistem produksi biodiesel jarak pagar (Gambar 28). Fasa 1 adalah perkebunan jarak pagar yang menghasilkan biji jarak pagar. Fasa ini memiliki masukan, proses, dan dampak lingkungan tersendiri.
Fasa 2 merupakan fasa pengolahan biji yang terdiri dari ekstrasi
minyak, detoksifikasi, esterifikasi dan transesterifikasi. dampak lingkungannya berbeda dengan Fasa 1.
Masukan, proses, dan
Fasa 3 adalah pemanfaatan
biodiesel hasil Fasa 2. Dengan asumsi bahwa proses penyiapan bahan baku pada Fasa 1 dan tahapan pemanfaatan biodiesel (Fasa 3) adalah sama pada setiap proses yang dikembangkan dengan dampak lingkungannya juga sama, fokus dari analisis LCA pada penelitian ini adalah pada Fasa 2.
114
Gambar 28 Sistem produksi biodiesel jarak pagar Tujuan penelitian ini adalah untuk:
(1) merancang proses produksi
biodiesel secara batch dan menilai performanya dari sudut pandang pabrik secara keseluruhan.; (2) melakukan analisis ekonomi berdasarkan nilai prakiraan biaya produksi, nilai return on investment (ROI) dan payback period (PBP) dari proses produksi biodiesel (3) melakukan kajian mengenai dampak lingkungan mengunakan metode LCA
proses produksi biodiesel menggunakan katalis
heterogen (CaO) dibandingkan dengan proses konvensional menggunakan katalis homogen NaOH. Batasan sistem untuk proses produksi biodiesel dari jarak pagar yang mengandung ALB tinggi dan ALB rendah dapat dilihat pada Lampiran 20 dan 21.
115
4.2 Metode Penelitian Tahapan yang dilalui dalam pemilihan ini adalah: pemilihan proses, simulasi proses, perancangan proses, menghitung biaya produksi Prakiraan dan analisis LCA.
4.2.1 Pemilihan Proses Pemilihan proses didasarkan pada data penelitian laboratorium sebelumnya seperti lamanya reaksi, banyaknya bahan baku yang digunakan, faktor suhu dan tekanan. Proses yang dipilih adalah proses yang paling sedikit menggunakan energi dan bahan baku. 4.2.2 Simulasi Proses Prosedur simulasi proses meliputi: penentuan komponen-komponen kimia yang digunakan, pemilihan model termodinamik yang sesuai, penentuan kapasitas pabrik,
pemilihan satuan-satuan pengendalian yang sesuai untuk digunakan
dalam proses serta
penentuan masukan (kecepatan aliran, suhu, tekanan dan
keadaan lainnya). Informasi bagi sebagian besar komponen seperti metanol, gliserol, sodium hidroksida dan air telah tersedia dalam component library HYSYS 3.2. Karena asam oleat merupakan komponen terbanyak yang terkandung dalam minyak jarak pagar, maka triolein (C57H104O6) telah dipilih untuk menggantikan minyak jarak pagar dalam simulasi HYSYS 3.2.
Metil oleat (C19H36O2) juga dipilih sebagai
produk biodiesel yang dihasilkan dan sifat-sifatnya telah tersedia dalam component library HYSYS 3.2.
Karena triolein tidak tersedia dalam daftar
component library HYSYS 3.2, komponen ini didefinisikan menggunakan Hypo Manager yang ada dalam HYSYS 3.2.
Dengan adanya komponen-komponen
yang sangat polar seperti metanol dan gliserol, maka model termodinamik yang dipilih untuk simulasi ini adalah non-random two liquid (NRTL). Diantara satuan operasi utama dalam proses produksi biodiesel modular ini ialah reaktor, satuan pemisahan dan pemurnian produk. Karena informasi terperinci tentang kinetika reaksi tidak tersedia, conversion reactor untuk memodelkan reaktor.
maka digunakanlah model Produk antara dalam reaksi
116
transesterifikasi yaitu di- dan monoasilgliserol, hanya terdapat pada tahapan awal reaksi disebabkan karena nisbah molar metanol : minyak yang tinggi. Oleh karena itu, dalam simulasi ini produk perantara ini tidak dipertimbangkan. Setelah informasi mengenai masukan dan model alat pengendali telah ditentukan, simulasi proses bisa dilakukan oleh HYSYS 3.2. energi
Keseimbangan massa dan
bagi setiap satuan proses serta keadaan pengendaliannya juga bisa
diselesaikan menggunakan simulasi HYSYS 3.2. 4.2.3 Perancangan Proses untuk Pembuatan Biodiesel Jarak Pagar Metode perancangan peralatan dilakukan berdasarkan tinjauan dari berbagai rujukan perancangan peralatan yang biasa digunakan seperti Sinnott (1983), Walas (1988) serta McCabe dan Smith ( 1956), juga dengan mempertimbangkan aturan-aturan perancangan peralatan (rules of thumb). Perancangan peralatan ini dimaksudkan untuk memperoleh dimensi setiap peralatan
yang digunakan pada pabrik biodiesel modular dalam kajian ini.
Perancangan peralatan dibatasi oleh kendala dimensi kontener karena pabrik ini akan dibangun di dalam sebuah kontener.
Sedangkan tangki penyimpanan
bahan masukan (feedstocks) dan produk disediakan oleh pelanggan dan tidak disusun di dalam kontener.
4.2.4 Prakiraan Biaya Produksi Biaya produksi biodiesel yang dihitung pada penelitian ini berdasarkan kapasitas produksi 200L/batch
Biaya bahan baku dihitung berdasarkan
kesetimbangan massa, sementara biaya utilitas yang meliputi biaya listrik dan steam dihitung berdasarkan kesetimbangan energi. Biaya tenaga kerja didasari pada prakiraan bahwa pabrik dengan kapasitas 200L/batch yang beroperasi selama 14 jam setiap hari memerlukan 6 orang operator yang dibagi ke dalam 2 shift (BDRST 2008).
117
4.2.4.1
Prakiraan Jumlah Modal Investasi
Menurut You et al 2008, CFC (Fixed Capital Cost) merepresentasikan biaya untuk membangun pabrik baru.
Umumnya, CFC terdiri dari 3 bagian.
Bagian pertama adalah total bare module capital cost (CBM), yang merupakan jumlah dari harga masing-masing alat di dalam proses. Bagian kedua terdiri dari biaya contingencies and fees (CCF), biasanya diperkirakan sebagai persentase tertentu dari CBM (biasanya 18% seperti yang digunakan dalam penelitian ini). Bagian ketiga berhubungan dengan biaya auxiliary facilities (CAF), meliputi itemitem seperti pembelian lahan, instalasi listrik, air, dan konstruksi semua jalan-jalan internal. CAF is biasanya sebesar 30% total basic module cost (CTBM) (You et al. 2008).
CFC = 0,18CBM
(1)
AFC = 0,3CTBM
(2)
CTBM = CBM+CCF
(3)
Oleh karena itu maka,
CFC
= CBM+ CCF + CAF = CTBM + CAF =
1,3CTBM
= 1, 3(CBM+CCF)= 1,3(CBM+0,18CBM)
Sedangkan modal kerja Prakiraan CWC biasanya diperkirakan sebesar 15% dari pada CFC (You et al. 2008).
Modal Permulaan Pabrik CSU = 8%CFC
4.2.4.2 Prakiraan Jumlah Biaya Produk Jumlah biaya produk terdiri daripada biaya produksi, COM dan pengeluaran umum, GE, menurut persamaan:
TPC = COM + GE Berdasarkan Persamaan di atas, biaya produksi terdiri daripada biaya produksi langsung, DMC dan biaya produksi tetap,
118
COM = DMC + FMC Biaya produksi langsung, DMC ditentukan menurut persamaan:
DMC = CRM + CWT + CUT +COL + CSP + CMR + COS + CLC + CR dimana: CRM
= biaya bahan baku
CWT
= biaya penanganan limbah
CUT
= biaya utilitas
COL
= biaya tenaga kerja
CSP
= biaya supervisi dan administrasi = 0,1COL
C MR
= biaya reparasi = 0,02 CFC
COS
= cost of operating supplies = 0,005CFC
CLC
= biaya laboratorium = 0,1COL
CR
= biaya royalti proses = 0,01 x Penjualan = 0,01 P
Biaya produksi tetap, FMC yang terdiri dari penyusutan, pajak lokal dan asuransi diperkirakan 11,4% CFC. Sementara itu beban pengeluaran umum, GE, terdiri dari distribusi dan pemasaran,
serta penelitian dan pengembangan,
masing-masing dianggarkan sebesar 2% dan 0,5% daripada penjualan (Puspasari 2007).
4.2.4.3 Kajian Prakiraan Keuntungan dan Kelayakan Ekonomi Pertimbangan ekonomis merupakan kunci penting untuk mendorong pengembangan teknologi proses produksi biodiesel.
Ada beberapa kriteria
ekonomi utama yang perlu dipertimbangkan, diantaranya adalah biaya investasi total (total investment cost/TCC), biaya produksi total (total manufacturing cost/TMC) dan harga impas bidiesel (BBP). Peneliti yang berbeda menggunakan kriteria yang berbeda pula (You et al. 2008). Seider et al. (1999) menyatakan bahwa prakiraan keuntungan, seperti juga TCC, memainkan peran penting di dalam keseluruhan perancangan proses dalam membantu tim perancang untuk memilih alternatif rancangan yang terbaik.
119
Diantara kriteria yang digunakan untuk
memperkirakan keuntungan dari
rancangan adalah ROI (return on investment) dan PBP (payback period).
ROI
adalah tingkat keuntungan yang dihasilkan dari jumlah investasi yang dikeluarkan. Sementara PBP adalah waktu pengembalian modal yang dihasilkan berdasarkan keuntungan yang dicapai.
Perhitungan ini diperlukan untuk
mengetahui dalam berapa tahun investasi yang telah dilakukan akan kembali.
Penghasilan tahunan (sebelum pajak atau setelah pajak)
ROI =
Modal investasi total
Modal terdepresiasi total/total depreciable capital
PBP =
Keuntungan + depresiasi total
4.2.5 Analisis Dampak Lingkungan menggunakan Metode LCA
4.2.5.1
Definisi tujuan dan ruang lingkup studi
Tujuan
dari
penelitian
ini
adalah
untuk
mengidentifikasi
dan
membandingkan beban lingkungan dari berbagai proses produksi biodiesel jarak pagar baik untuk biodiesel yang berasal dari minyak jarak dengan ALB yang tinggi, maupun untuk minyak jarak yang mengandung ALB rendah.
Ruang
lingkup penelitian meliputi penyiapan minyak, proses esterifikasi/transesterifikasi dan detoksifikasi. Satuan fungsional adalah 1 L biodiesel berdasarkan kapasitas produksi biodiesel tahunan 200L/batch.
4.2.5.2 Life Cycle Inventory (LCI) Analisis inventori siklus hidup (LCI) adalah proses penghitungan jumlah energi dan kebutuhan bahan mentah, emisi ke atmosfir, emisi yang ditularkan melalui air, produk.
limbah padat dan pelepasan lainnya untuk seluruh siklus hidup
Dalam fasa LCI ini semua data yang relevan dikumpulkan dan
120
diorganisir. Tanpa LCI, tidak ada dasar untuk mengevaluasi dampak lingkungan atau potensi perbaikan.
Tingkat akurasi dan detail dari data yang dikumpulkan
tercermin dalam seluruh proses LCA. LCI melibatkan kompilasi seluruh masukan dan luaran dari seluruh sistem yang diteliti,
berhubungan dengan satuan fungsional dan ruang lingkup dan
tujuan studi.
Masukan sistem terdiri dari semua aliran bahan dan energi yang
berhubungan dengan lingkungan, yang digunakan sepanjang siklus hidup satuan fungsional. Luaran sistem terdiri dari limbah dan emisi yang dihasilkan dari penggunaan sumberdaya (bahan dan energi) (Point 2008).
4.2.5.3 Life Cycle Impact Assessment (LCIA) Pada fasa LCIA, hasil LCI diekspresikan menurut kontribusinya terhadap kategori dampak yang nyata secara global seperti penipisan sumberdaya abiotik, asidifikasi, ekotoksisitas, perubahan iklim dan lain-lain (Point 2008, Kiwjaroun et al. 2009; Papong and Malakul 2010).
Dalam evaluasi dampak lingkungan,
dampak yang disebabkan oleh penggunaan sumber daya dan emisi limbah dari proses produksi diperlukan. LCA,
Informasi ini dapat diperoleh dari perangkat lunak
seperti Simapro, Gabi, Umberto, dan lain-lain.
Dalam disertasi ini,
Simapro versi 7.1 dan Eco-indicator 99 digunakan untuk mengevaluasi sebelas kategori dampak lingkungan yang menjadi perhatian: perubahan iklim, karsinogen, pernapasan organik dan
inorganik, penipisan lapisan ozon,
ekotoksisitas, peningkatan keasaman /eutrofikasi, mineral, radiasi,
penggunaan
lahan dan bahan bakar fosil. 4.2.6.4 Penilaian dan Penafsiran Penilaian dan penafsiran digunakan untuk mengevaluasi setiap proses yang berguna untuk membantu membuat keputusan. Fasa ini ni merupakan fasa terakhir dari LCA yang melibatkan perbaikan, penilaian dan presentasi hasil dalam rangka menarik kesimpulan yang lebih luas dan membuat rekomendasi mengenai sistem yang sedang dikaji.
Pilihan-pilihan perbaikan yang potensial
121
untuk mengurangi dampak lingkungan dari sistem juga diidentifikasi dan dievaluasi pada tahap ini (Point 2008).
4.3
Hasil dan Pembahasan
4.3.1 Pemilihan Proses Berdasarkan hasil optimasi pada penelitian sebelumnya, diperoleh kondisi proses pembuatan biodiesel jarak pagar
ALB tinggi
yang optimal seperti
dicantumkan pada Table 44 dan biodiesel jarak pagar ALB rendah Tabel 45. Berdasarkan data Tabel 44, maka
Proses-2 dipertimbangkan untuk
dikembangkan karena proses ini lebih baik daripada Proses-3 dilihat dari lama reaksi yang lebih singkat, jumlah metanol yang digunakan lebih sedikit dan suhu rata-rata lebih kecil.
Lama dan suhu reaksi akan berpengaruh terhadap
banyaknya energi yang dibutuhkan untuk menjalankan reaksi (Zhang et al. 2003a; West et al. 2009). Berdasarkan data Tabel 45, maka Proses-3 dipertimbangkan untuk dipilih sebagai proses yang akan dikembangkan karena ia lebih baik daripada Proses-2 dilihat reaksi yang berjalan lebih singkat. Semakin banyak jumlah metanol yang dibutuhkan dalam reaksi pada Proses 2 menyebabkan reaktor yang diperlukan juga lebih besar.
Semakin besar reaktor akan menyebabkan semakin banyak
energi yang dibutuhkan untuk menjalankan reaksi (Zhang et al. 2003a; West et al. 2009).
122
Tabel 44 Resume kondisi proses pembuatan biodiesel dari jarak pagar ALB tinggi
PARAMETER PROSES
PROSES-1 (Tiwari et al. 2007)
PROSES -2
PROSES -3
ESTERIFIKASI Suhu Tekanan
Homogen 60 oC 1 atm
Homogen 60 oC 1 atm
Heterogen 65 oC 1 atm
Lama Reaksi
85 menit
85 menit
5 jam
Konversi
98%
98%
95%
Metanol:minyak
8 mol
8 mol
15 mol
Bentonit-HCl
3,84%
Katalis H2SO4
2,7%
2,7%
TRAS-ESTERIFIKASI
Homogen
Heterogen
Suhu
60 C
65 C
65 oC
Minyak
1 mol
1 mol
1 mol
Tekanan
1 atm
1 atm
1 atm
Lama Reaksi
24 menit
88 menit
90 menit
Tabel 45
o
Heterogen
o
Resume kondisi proses pembuatan biodiesel dari jarak pagar ALB rendah
PARAMETER
PROSES-1
PROSES -2
PROSES -3
PROSES
(Chitra et al. 2005)
TRAS-ESTERIFIKASI
Homogen
In-situ
Heterogen
Metanol:minyak
20%
171:1
12:1
Katalis
NaOH (1%)
NaOH (0,08 mol/l metanol)
o
o
CaO ( 2,5%)
Suhu
60 C
45 C
65 oC
Tekanan
1 atm
1 atm
1 atm
Lama Reaksi
90 menit
3,02 jam
120 menit
123
4.3.2 Perancangan Proses Esterifikasi Menggunakan Katalis Homogen
Esterifikasi. 85 menit.
Esterifikasi dilakukan pada suhu 60oC dan tekanan 1 atm selama Metanol
(nisbah Metanol minyak 8:1) dan H2SO4 (2,7% dari
minyak) dicampurkan sebelum dipompakan ke reaktor konversi V-100. Minyak seberat 175 kg pada aliran aliran 103A mengandung FFA (6,99%) dipanaskan pada pemanas (E-101) sebelum memasuki V-100. Semua FFA berubah menjadi metil ester, aliran 201 dimasukkan ke kolom V-101 untuk dilakukan pencucian dengan gliserin untuk membuang asam sulfat dan air.
Diagram alir proses
esterifikasi menggunakan katalis homogen dapat dilihat pada Gambar 29.
Pencucian dengan Gliserin.
Air dan katalis H2SO4 dari V-100 mesti dibuang
secara sempurna sebelum dilakukan transesterifikasi dengan alkali. Tambahkan gliserin (4 kg) pada suhu 25oC dan tekana 1 atm. Semua air akan dibuang dari minyak setelah pencucian pada V-101. Aliran 302 dari V-101 dialirkan ke reaktor transesterifikasi.
Aliran 301 yang mengandung metanol yang tidak bereaksi,
gliserol, asam sulfat dan minyak yang tak bereaksi, air dan sedikit ester. Metanol dari aliran 301 direcycle pada tangki rekoveri metanol pada evaporator V-102. Aliran 301A yang keluar dari evaporator akan melewati pendingin E-301 sehingga uap metanol berubah menjadi cair.
Pengambilan metanol.
Pada V-102 dilakukan pengambilan metanol
menggunakan evaporator. Bagian yang tinggal di bagian bawah berupa gliserol, asam sulfat, sebagian kecil minyak dan air dialirkan ke tangki limbah cair.
124
Gambar 29
4.3.3
Diagram alir proses esterifikasi menggunakan katalis homogen
Perancangan Proses Transesterifikasi menggunakan Katalis Homogen
Transesterifikasi.
Transesterifikasi dilakukan pada suhu 60oC dan tekanan 1
atm. Metanol dan NaOH dicampurkan sebelum dipompakan ke reaktor konversi V-100. Minyak aliran 101 (175 kg) dipanaskan pada pemanas (E-105) sebelum memasuki V-100 (konversi menjadi metil ester = 98%). Setelah transesterifikasi pada V-100,
aliran 201 dipompakan ke tangki pengendapan V-201 untuk
memisahkan gliserol dengan metil ester. Lapisan bawah yang terbentuk berupa gliserol dipompakan ke dalam Evaporator 1 V-301 untuk dilakukan proses untuk recoveri metanol.
Lapisan sebelah atas (aliran 201A) dipompakan ke dalam
Evaporator 2 (V-302) untuk dilakukan proses untuk recoveri metanol (Gambar 30) Pengambilan Metanol.
Pada Evaporator 1 V-301 dilakukan pengambilan
terhadap metanol yang ada pada lapisan gliserol. Bagian bawah yang tinggal di berupa gliserol, NaOH, pemurnian gliserol V-402.
dan air (aliran 401B) dipompakan ke dalam tangki Pada Evaporator 2 V-303 dilakukan pengambilan
terhadap metanol yang ada pada lapisan
atas (aliran 301 A).
Setelah
pengambilan metanol maka biodiesel kasar (aliran 401A) dikirim ke tangki pencucian V-302 untuk selanjutnya dilakukan pencucian menggunakan air panas
125
yang berasal dari tangki air panas, untuk selanjutnya dilakukan pengeringan hampa pada V-501.
Gambar 30
Diagram alir proses transesterifikasi menggunakan katalis homogen
Pemurnian Gliserol. pemurnian gliserol
Gliserol dimurnikan menggunakan H3PO4.
Hasil
(aliran 501B) selanjutnya dimasukkan ke dalam tangki
penyimpanan gliserol. Pencucian Biodiesel.
Tujuan tahapan ini adalah untuk memisahkan FAME
dengan sisa gliserol, metanol dan katalis.
Pencucian air (V-302) dilakukan
menggunakan air (2,5kg). Aliran 501A merupakan crude biodiesel (biodiesel dan air) selanjutnya dilakukan pengeringan hampa. Pengeringan hampa.
Hasil pengeringan hampa dilakukan pada 501A
selanjutnya dimasukkan ke tangki penyimpanan setelah melewati penyaring terlebih dahulu.
4.3.4
Perancangan Proses Transesterifikasi menggunakan Katalis Heterogen CaO
Transesterifikasi.
Transesterifikasi dilakukan pada suhu 65oC dan tekanan 1
atm. Metanol dan CaO dicampurkan sebelum dipompakan ke reaktor konversi V-
126
100. Minyak aliran 101 (175 kg) dipanaskan pada pemanas (E-105) sebelum memasuki V-100.
Setelah transesterifikasi pada V-100, aliran 201 dipompakan
ke tangki pengendapan V-201 untuk memisahkan gliserol dengan metil ester. Lapisan bawah yang terbentuk berupa gliserol dipompakan ke dalam Evaporator 1 V-301 untuk dilakukan proses untuk pengambilan metanol. Lapisan sebelah atas (aliran 201A) dipompakan ke dalam Evaporator 2 (V-302) untuk dilakukan proses untuk recoveri metanol (Gambar 31) Pengambilan Metanol.
Pada Evaporator 1 V-301 dilakukan pengambilan
terhadap metanol yang ada pada lapisan gliserol. Bagian bawah yang tinggal di berupa gliserol, CaO, dan air (aliran 401B) dipompakan ke dalam tangki penyimpanan gliserol setelah sebelumnya melewati Penyaring untuk menahan sisa-sisa partikel CaO.
Pada Evaporator 2 V-303 dilakukan pengambilan
terhadap metanol yang ada pada lapisan atas (aliran 301 A). Setelah pengambilan metanol maka biodiesel kasar (aliran 401A) dikirim ke tangki pemurnian V-302 untuk selanjutnya dilakukan pemurnian menggunakan bentonit-H2SO4.
E-107 KONDENSER
KONDENSER E-106
EVAPORATOR 1 V-301
EVAPORATOR 2 V-301A
301 A
602B
Gambar 31
Diagram alir proses transesterifikasi menggunakan katalis heterogen
Pemurnian Biodiesel. Pemurnian dilakukan menggunakan tangki pemurnian V302 menggunakan bentonit yang diaktifasi asam sulfat sebagai adsorben.
127
Minyak hasil pemurnian dipompakan ke dalam tungku penyimpanan setelah sebelumnya melewati penyaring.
4.3.5 Spesifikasi Peralatan Proses Pembuatan Biodiesel Jarak Pagar Spesifikasi peralatan yang digunakan pada proses pembuatan biodiesel dengan kapasitas produksi 200L/batch ada pada Tabel 46 dan 47.
Proses yang
menggunakan katalis heterogen memiliki jumlah alat yang lebih sedikit dibandingkan dengan proses yang menggunakan katalis homogen. Proses yang menggunakan katalis heterogen tidak memerlukan pengering hampa untuk menurunkan kadar air biodiesel, karena pemurnian biodiesel tidak menggunakan air seperti proses yang menggunakan katalis homogen. Disamping itu proses 1 tahap juga memerlukan alat yang lebih sedikit daripada proses 2 tahap karena proses ini tidak memerlukan satuan esterifikasi.
Kondisi ini menguntungkan
karena investasi untuk pengadaan alat menjadi lebih kecil. Tabel 46
Spesifikasi peralatan utama untuk reaksi esterifikasi minyak jarak pagar menggunakan katalis homogen Esterifikasi menggunakan katalis homogen
Tipe Alat Reaktor Tangki Pencucian
Kode V-100 V-101
Pencampur Pompa
MIX 111 P-101 P-101 P-201 P-301
Pompa
P-401 P-501 P-502
Penukar panas E-101 Pendingin/konden ser E-202 Evaporator V-102
Deskripsi Reaksi esterification Pemisahan minyak dengan H2SO4 dan metanol Pencampuran H2SO4 - etanol Pompa H2SO4 - metanol Pompa minyak Pompa campuran minyak, katalis dan metanol Pompa minyak menuju reaktor transesterifikasi Gliserol Metil Ester Pompa hampa untuk pengeringan Pemanas minyak jarak pagar Daur ulang metanol Daur ulang metanol
Ukuran D x T (cm) 68,5 x 175 68,5 x 175 50,0 x 100
50 x 100
128 Tabel 47 Spesifikasi peralatan utama reaksi transesterifikasi minyak jarak pagar
Transesterifikasi menggunakan katalis homogen
Transesterifikasi menggunakan katalis heterogen
aOH
CaO
Tipe Alat
Kode
Deskripsi
Ukuran: D x T (cm)
Tipe Alat
Kode
Reaktor
V-100
Reaktor transesterifikasi
68,5 x 175
Reaktor
V-100
Tangki pengendapan Evaporator 1
V-201
Pemisahan Biodieselgliserol Penguapan metanol dari gliserol
68,5 x 175
Tangki pengendapan Evaporator 1
V-101
Evaporator 2
V-301A
V-301
45,0 x 100 68,5 x 175
Tangki pemurnian Tangki pencucian Tangki pengeringan Tangki air panas
V-402
V-302 V-501 V-303
Penguapan metanol dari biodiesel Memurnikan gliserol Pencucian biodiesel dengan air panas Pengeringan hampa biodiesel Sumber air panas untuk pencucian
45,0 x 100
V-301
Evaporator 2
V301A
Tangki pemurnian
V-302
Deskripsi
Ukuran: D xT (cm)
Reaktor transesterifikasi Pemisahan Biodiesel-gliserol Penguapan metanol dari gliserol
68,5 x 175 45,0 x 100 45,0 x 100
Penguapan metanol dari biodiesel Memurnikan Biodiesel
68,5 x 175 68,5 x 175
129
Pengaduk
MIX 111
NaOH-Metanol
Pompa
P-101 P-102 P-201 P-301 P-401 P-104 P-302 P-303
Minyak Metanol-NaOH Biodiesel-gliserol Biodiesel Gliserol Air panas Biodiesel murni Pompa hampa
Penukar Panas Kondenser Kondenser
E-105 E-106 E-107
Pemanasan minyak jarak pagar Kondenser gliserol Kondenser biodiesel
Penyaring 1
E-108
Penyaring biodiesel
45 x 100
Pengaduk Pompa
MIX 111
NaOH-Metanol
P-101 P-102 P-201 P-301 P-401 P-202
Minyak Metanol-NaOH Biodiesel-gliserol Biodiesel Gliserol Biodiesel
E-144
Pemanasan minyak jarak pagar Kondenser gliserol Kondenser Biodiesel Penyaring gliserolCaO-metanol Penyaring biodiesel
Penukar Panas Kondenser Kondenser
E-106 E-107
Penyaring 1 Penyaring 2
E-109 E-110
45 x 100
130 4.3.6 Managemen Operasional Pabrik Pabrik beroperasi menggunakan sistem batch dengan kapasitas produksi sebesar 200 L/. Untuk mengoperasikan pabrik selama 14 jam, diperlukan 2 shift kerja yang masing-masing bekerja selama 7 jam dimana setiap shift terdiri dari 3 operator.
Jadwal produksi biodiesel jarak pagar kapasitas 200L/batch ini dapat
dilihat pada Tabel 48-51. Proses dua tahap dan proses satu tahap menggunakan katalis homogen berproduksi masing-masingnya sebanyak 6 batch/hari dikarenakan waktu overlap nya adalah 2 jam. Sementara proses satu tahap menggunakan katalis heterogen berproduksi sebanyak 5 batch/ hari karena waktu overlapnya 2,5 jam. Dari Tabel 48-51 juga dapat dilihat bahwa proses satu tahap berlangsung lebih singkat dibandingkan dengan proses dua tahap dikarenakan ia tidak memerlukan proses esterifikasi disebabkan ALB nya yang rendah. Tabel 48
Jadwal produksi biodiesel 200 L/ batch (Proses 2 tahap: Esterifikasikatalis homogen, transesterifikasi-katalis homogen), overlap: 2 jam Waktu operasi 14 jam
Uraian Proses
Mixing katalis H2SO4metanol Reaksi esterifikasi Pencucian dengan gliserol Penguapan methanol Mixing MeOH-NaOH Reaksi transesterifikasi Pengendapan Evaporasi metanol 1 Evaporasi metanol 2 Pemurnian gliserol Pencucian biodiesel Pengeringan Batch 1 Batch 2 Batch 3 Batch 4 Batch 5 Batch 6
Menit
30 90
30 45 30 30 45 45 45 30 45 45
1
2
3 4 5 6 7 8 9 10
11
12
13
14
131 Tabel 49 Jadwal produksi biodiesel 200 L/ batch (Proses 2 tahap: Esterifikasi, katalis homogen, transesterifikasi, katalis heterogen): overlap: 2 jam Waktu Operasi 14 jam
Uraian Proses Mixing katalis H2SO4metanol Reaksi esterifikasi Pencucian dengan gliserol Penguapan metanol Mixing MeOH-CaO Reaksi transesterifikasi Pengendapan Evaporasi metanol 1 Evaporasi metanol 2 Pemurnian Biodiesel Batch 1 Batch 2 Batch 3 Batch 4 Batch 5 Batch 6
Menit
1
2
3
4
5
6
7
8
10
9
11
12
13
14
30 90 30 45 30 88 30 45 45 30
Tabel 50 Jadwal produksi biodiesel 200 L/ batch (Proses 1 tahap: transesterifikasi menggunakan katalis homogen), lamanya overlap: 2 jam Waktu operasi 14 jam
Uraian Proses Mixing MeOH-NaOH Reaksi transesterifikasi Pengendapan Evaporasi metanol 1 Evaporasi metanol 2 Pemurnian gliserol Pencucian biodiesel Pengeringan Batch 1 Batch 2 Batch 3 Batch 4 Batch 5 Batch 6
Menit
30 90 45 45 45 30 45 45
1
2
3
4
5
6
7
8
9
10
11
12
13
14
132 Tabel 51 Jadwal produksi biodiesel 200 L/ batch (Proses 1 tahap: transesterifikasi menggunakan katalis heterogen), lamanya overlap: 2,5 jam Waktu operasi 14 jam Uraian Proses Mixing MeOH-CaO
Menit 30
Reaksi transesterifikasi
120
Pengendapan
30
Evaporasi metanol 1
45
Evaporasi metanol 2
45
Pemurnian Biodiesel
30
1 2 3 4
5
6
7
8
9
10
11
12
13
14
Batch 1 Batch 2 Batch 3 Batch 4 Batch 5
4.3.7 Biaya Produksi Biodiesel Modal investasi dan biaya total produksi biodiesel dari minyak jarak pagar yang mengandung ALB tinggi dan ALB rendah ditampilkan pada Tabel 52 dan 53. Dari tabel ini dapat dilihat bahwa modal investasi dan total biaya produk pada proses transesterifikasi menggunakan katalis heterogen lebih kecil dibandingkan dengan metode konvensional.
Penelitian ini sejalan dengan
Marchetti et al. (2008) dan Sakai et al. (2009) yang menunjukkan bahwa sistem produksi biodiesel secara batch menggunakan katalis heterogen menurunkan biaya investasi dan biaya produksi. Keuntungan yang diperoleh dari gliserol pada penelitian ini adalah menurunkan biaya produksi biodiesel sebesar 11,47%; 12,49%; 12,00%; 12,54% berturut-turut untuk ALB tinggi-homogen, ALB tinggi-heterogen, ALB rendahhomogen dan ALB rendah-heterogen untuk proses yang tidak terintegrasi dengan detoksifikasi (Tabel 52). Hasil ini lebih besar daripada yang disampaikan oleh Zhang et al. (2003b) yang menunjukkan bahwa nilai gliserol akan mengurangi biaya produksi total 6-6,5%. Disamping kapasitas pabrik dan teknologi proses, harga gliserol merupakan peubah nyata yang mempengaruhi kelangsungan hidup
133 ekonomi produksi biodiesel (Nelson et al.
1994, Zhang et al. 2003b; Van
Kasteren and Nisworo 2007; You et al. 2008; West et al. 2008; Marchetti and Errazu 2008; Sakai et al. 2009; Lim et al. 2009). Walaupun demikian, gliserol yang diproduksi oleh pabrik biodiesel tidak dapat diserap oleh pasar tradisonalnya sehingga menyebabkan penurunan yang sangan tajam pada harga gliserol (Apostolakou et al. 2009).
Oleh karena itu,
masih ada peluang untuk mencari teknologi konversi gliserol menjadi produk lain yang bernilai ekonomi tinggi sehingga keuntungan yang diberikan oleh gliserol akan semakin tinggi pula untuk mengurangi biaya total produksi biodiesel. Salah satu peluang itu adalah melakuan modifikasi gliserol menjadi bahan aditif gliserol eter (Noureddini et al. 1998 dan Klepacova et al. 2006). Disamping itu, apabila proses ekstraksi minyak dan detoksifikasi terintegrasi dengan pengolahan biodiesel, maka keuntungan dari detoksifikasi berupa bungkil akan menurunkan biaya produksi biodiesel apabila dibandingkan dengan yang tidak dilakukan detoksifikasi. Apabila proses detoksifikasi bungkil terintegrasi dengan proses produksi biodiesel, maka keuntungan yang didapat dari penjualan bungkil akan mengurangi biaya total produksi biodiesel sebesar 27,55%; 28,34%; 28,40 dan 28,57% secara berturut-turut untuk ALB tinggihomogen, ALB tinggi-heterogen, ALB rendah-homogen dan ALB rendahheterogen (Tabel 53). Pada Gambar 32 ditampilkan perbandingan biaya produksi biodiesel per liter berdasarkan ALB minyaknya dan jenis proses yang digunakan. Dapat dilihat bahwa biaya produksi proses produksi yang menggunakan katalis heterogen lebih rendah dibandingkan dengan proses yang menggunakan katalis homogen. Proses pengolahan biodiesel yang terintegrasi dengan proses detoksifikasi menghasilkan biaya biodiesel per liter yang lebih rendah dibandingkan dengan proses yang tidak melakukan proses detoksifikasi. Hasil yang ditunjukkan pada Gambar 32 semakin memperjelas bahwa proses pembuatan biodiesel yang menggunakan katalis heterogen CaO, yang dikembangkan dalam penelitian ini, memperlihatkan hasil yang lebih baik dari sisi ekonomis.
Konsep untuk mengintegrasikan proses transesterifikasi dengan
detoksifikasi bungkil jarak
menunjukkan pula hasil yang lebih baik secara
134 ekonomis, karena detoksifikasi dapat menurunkan biaya produksi biodiesel per L sehingga harga biodiesel dari jarak pagar dapat bersaing dengan solar. Keuntungan lain dari sisi petani adalah, bungkil jarak yang dimiliki oleh petani dapat dinilai secara ekonomis. Dengan demikian harga biji jarak yang dimiliki oleh petani dapat dibeli dengan harga yang lebih tinggi, karena biji jarak dihargai bukan saja berdasarkan kandungan minyaknya, tetapi juga dihargai berdasarkan adanya bungkil yang berpotensi digunakan untuk pakan ternak.
Gambar 32
Perbandingan biaya untuk memproduksi 1 liter biodiesel berdasarkan ALB minyaknya dan jenis katalis yang digunakan.
4.3.8 Kelayakan Ekonomi Rancangan Proses Diantara kriteria yang digunakan untuk
memperkirakan keuntungan dari
rancangan adalah ROI (return on investment) dan PBP (payback period) (Seider et al. 1999).
Rangkuman dari perhitungan ROI dan PBP (Tabel 54 dan 55)
memperlihatkan bahwa bahwa ROI dari jarak pagar ALB tinggi lebih kecil dibandingkan dengan ALB rendah dan PBP yang lebih lama. Sementara itu rancangan proses yang terintegrasi dengan detoksifikasi memberikan nilai ROI yang lebih baik dan nilai PBP yang lebih singkat daripada yang proses yang tidak terintegrasi dengan detoksifikasi.
Dari semua data memperlihatkan bahwa
penggunaan katalis heterogen CaO lebih baik secara ekonomis dibandingkan dengan penggunakan katalis konvensional NaOH.
135 Tabel 52 Rangkuman perhitungan biaya operasional produksi biodiesel tanpa proses detoksifikasi Asam Lemak Bebas Rendah
TOTAL MODAL IVESTASI = CTC Direct Manufacturing Cost (DMC) Bahan baku, CRM Penanganan limbah, CWT Utilitas, CU Tenaga kerja, COL Supervisory labour, 0.1COL Maintenance & Repairs = 0,02CFC Operating Supplies = 0,005CFC Lab charges = 0,1COL Royalti dan Patent = 0.01P Sub-Total Fixed Manufacturing Cost (FMC) Depresiasi= 0.1CFC Pajak dan asuransi = 0.014CFC Sub-total General Expense ( GE) Distribusi dan penjualan = 0.02P Penelitian dan Pengembangan = 0.005P Sub-Total TOTAL PRODUCT COST Keuntungan dari gliserol Keuntungan dari bungkil Total manufacturing cost Biaya produksi per Liter Biodiesel
Asam Lemak Bebas Tinggi
Homogen 1,320,774,000
Heterogen 1,037,751,000
Homogen 1,433,983,200
Heterogen 1,320,774,000
1,807,710,701 174,167,535 299,455,200 216,000,000 21,600,000 21,476,000 5,369,000 21,600,000 29,075,127 2,596,453,562
1,518,610,177 163,922,386 194,205,000.00 216,000,000 21,600,000 16,874,000 4,218,500 21,600,000 24,229,272 2,181,259,335
1,907,709,780 176,728,822 299,455,200.00 216,000,000 21,600,000 23,316,800 5,829,200 21,600,000 29,075,127 2,701,314,928
1,906,940,470 166,483,673 233,046,000.00 216,000,000 21,600,000 21,476,000 5,369,000 21,600,000 29,260,411 2,621,775,554
107,380,000 15,033,200 122,413,200
84,370,000 11,811,800 96,181,800
116,584,000 16,321,760 132,905,760
107,380,000 15,033,200 122,413,200
58,150,253 14,537,563 72,687,817 2,791,554,579 333,512,660.25 2,458,041,918.50 1707,17
48,458,544 12,114,636 60,573,180 2,338,014,315 293,367,618 2,044,646,698 1699,90
58,150,253 14,537,563 72,687,817 2,906,908,505 333,512,660 2,573,395,844 1998,47
58,520,823 14,630,206 73,151,029 2,817,339,783 352,041,141 2,465,298,642 1725,50
136 Tabel 53 Rangkuman perhitungan biaya produksi biodiesel yang terintegrasi dengan proses detoksifikasi Asam Lemak Bebas Rendah
Asam Lemak Bebas Tinggi
HomogenDetoksifikasi 1,886,820,000
HeterogenDetoksifikasi 1,660,401,600
HomogenDetoksifikasi 2,075,502,000
HeterogenDetoksifikasi 1,719,997,500
2,483,271,890 174,167,535 299,455,200.00 216,000,000 21,600,000 30,680,000 7,670,000 21,600,000 39,219,501
2,039,258,070 163,922,386 194,205,000.00 216,000,000 21,600,000 26,998,400 6,749,600 21,600,000 32,837,321
2,574,137,170 176,728,822 299,455,200.00 216,000,000 21,600,000 33,748,000 8,437,000 21,600,000 39,219,501
2,574,661,481 166,483,673 233,046,000.00 216,000,000 21,600,000 29,913,000 7,478,250 21,600,000 39,404,786
3,293,664,126
2,723,170,777
3,390,925,693
3,310,187,189
Depresiasi= 0.1CFC Pajak dan asuransi = 0.014CFC Sub-total General Expense ( GE) Distribusi dan penjualan = 0.02P Penelitian dan Pengembangan = 0.005P
153,400,000 21,476,000 174,876,000
134,992,000 18,898,880 153,890,880
168,740,000 23,623,600 192,363,600
149,565,000 20,939,100 170,504,100
78,439,002 19,609,750
65,674,643 16,418,661
78,439,002 19,609,750
78,809,571 19,702,393
Sub-Total TOTAL PRODUCT COST Keuntungan dari gliserol Keuntungan dari bungkil
98,048,752 3,566,588,878 333,512,660 1,014,437,428
82,093,304 2,959,154,961 293,367,617.81 845,364,524
98,048,752 3,681,338,045 333,512,660 1,014,437,428
98,511,964 3,579,203,253 352,041,141 1,014,437,428
Total manufacturing cost Biaya produksi per Liter Biodiesel
2,218,638,790 1102,62
1,820,422,819.48 1016,43
2,333,387,956 1392,39
2,212,724,684 1087,69
TOTAL MODAL IVESTASI = CTC
Direct Manufacturing Cost (DMC) Bahan baku, CRM Penanganan limbah, CWT Utilitas, CU Tenaga kerja, COL Supervisory labour, 0.1COL Maintenance & Repairs = 0,02CFC Operating Supplies = 0,005CFC Lab charges = 0,1COL Royalti dan Patent = 0.01P Sub-Total Fixed Manufacturing Cost (FMC)
137
Tabel 54 Rangkuman perhitungan prakiraan ROI dan PBP produksi biodiesel tanpa proses detoksifikasi
TOTAL MODAL INVESTASI Modal Kerja Total Modal Terdepresiasi Depresiasi Keuntungan ROI PBP (tahun)
Asam Lemak Bebas Rendah Homogen Heterogen 1,320,774,000 1,037,751,000 161,070,000 126,555,000 1,159,704,000 911,196,000 92,776,320 72,895,680 115,958,081 100,353,302 0.09 0.10 5.6 5.3
Asam Lemak Bebas Tinggi Homogen Heterogen 1,433,983,200 1,320,774,000 174,879,000 161,070,000 1,259,104,200 1,159,704,000 100,728,336 92,776,320 60,415,600 108,701,458 0.04 0.08 7.8 5.8
Tabel 55 Rangkuman perhitungan prakiraan ROI dan PBP produksi biodiesel terintegrasi dengan proses detoksifikasi
TOTAL MODAL INVESTASI Modal Kerja Total Modal Terdepresiasi Depresiasi Keuntungan ROI PBP (tahun)
Asam Lemak Bebas Rendah HomogenHeterogenDetoksifikasi Detoksifikasi 1,886,820,000 1,660,401,600 230,100,500 202,488,000 1,656,719,500 1,457,913,600 132,537,560 116,633,088 355,361,210 324,577,180 0.19 0.20 3.4 3.3
Asam Lemak Bebas Tinggi HomogenHeterogenDetoksifikasi Detoksifikasi 2,075,502,000 1,719,997,500 253,400,000 234,347,500 1,822,102,000 1,485,650,000 145,768,160 118,852,000 340,612,064 361,275,366 0.16 0.21 3.7 3.1
137
138 4.3.9 Life Cycle Assessment (LCA) Masukan bahan dan energi yang digunakan untuk produksi biodiesel dari jarak pagar pagar dengan kapasitas 200L/setiap batch ada pada Tabel 54 dan 55. Berdasarkan masukan energi dan bahan baku yang digunakan maka dilakukanlah analisis dampak lingkungan menggunakan metode LCA.
4.3.9.1 Variasi Tiga Dampak Lingkungan Utama Berbagai Proses Produksi Minyak Jarak Pagar Jika kita fokus pada tiga dampak lingkungan utama, maka proses heterogen menurunkan dampak kerusakan 18,83% dan 24,08% lebih kecil dibandingkan proses konvensional terhadap kesehatan manusia dan kualitas ekosistem. Namun pada kerusakan sumberdaya,
proses yang menggunakan katalis heterogen
menurunkan dampak total sebesar 4,83%. Sementara untuk minyak jarak pagar ALB rendah, proses heterogen menurunkan dampak kerusakan sebesar 27,34% pada kesehatan manusia dan 36,85% terhadap dibandingkan
proses konvensional.
Walaupun
kualitas ekosistem jika terjadi
kenaikan
dampak
lingkungan sebesar 1,23% terhadap sumber daya, namun secara total proses heterogen menurunkan dampak kerusakan sebsar 6,50% (Gambar 33 A). Proses pembuatan biodiesel terintegrasi dengan detoksifikasi memberikan dampak kerusakan yang lebih buruk dibandingkan yang non-detoksifikasi. Hal ini disebabkan karena detoksifikasi mengkonsumsi zat beracun seperti NaOH dan metanol yang lebih tinggi dan menggunakan energi yang lebih besar (Kiwjaroun et al 2009).
Namun demikian,
dampak buruk yang ditimbulkan proses ini
terhadap kualitas lingkungan dan kesehatan manusia lebih kecil pada proses yang menggunakan katalis heterogen dibandingkan dengan proses konvensional yang terintegrasi dengan detoksifikasi (Gambar 33 B).
139
Tabel 56
Bahan dan energi yang untuk produksi biodiesel dari jarak pagar pagar yang mengandung ALB tinggi setiap batch
Inventori
Bahan (kg/jam) Daging buah Minyak jarak pagar H2SO4 NaOH CaO Metanol H2 O Gliserol H3PO4 Bentonit-H2SO4 Energi (listrik, kWh) Steam (kg) Utilitas (Air pendingin/kg/jam) Produk Biodiesel (L/jam) Gliserol (kg/jam) Bungkil Jarak Pagar
Transesterifikasi dengan katalis NaOH Konvensional
175 4,2 1,7
Transesterifikasi dengan katalis CaO
175 4,2
26,98 6,6 4,5 1,6 55,2 56,63 1241
1,75 30 4,5 1,6 4,375 50,4 54,92 1095,98
200 18
200 18
Transesterifikasi dengan katalis NaOH dan detoksifikasi
Transesterifikasi dengan katalis CaO dan detoksifikasi
305 175 4,2 4,3
94,48 176,6 4,5 1,6 62,9 64,63 2134,86
305 175 4,2 2,6 1,75 97,9 170 4,5 1,6 4,375 60,5 57,23 1686,67
200 18 128
200 18 128
140
Table 57 Bahan dan energi yang digunakan untuk produksi biodiesel dari jarak pagar pagar yang mengandung ALB rendah setiap batch Inventori
Bahan (kg/jam) Daging buah Minyak jarak pagar NaOH CaO Metanol H2 O Gliserol Bentonit-H2SO4 H3PO4 Energi (Lisrik, kWh) Steam (kg) Utilitas (Air Pendingin, kg/jam) Produk Biodiesel (kg/jam) Gliserol (kg/jam) Bungkil Jarak Pagar
Transesterifikasi dengan katalis NaOH Konvensional
Transesterifikasi dengan katalis CaO
175 1,7
175
21 7 1,6 30,20 50,42 841
3,5 23 4,375 25,4 48,72 695,96
200 18
200 18
Transesterifikasi dengan katalis NaOH dan detoksifikasi
Transesterifikasi dengan katalis CaO dan detoksifikasi
305 175 4,3 92,5 177 1,6 40,4 58,42 1734,848
305 175 2,6 3,5 96,8 170 4,375 40,0 51,02 1286,69
200 18 128
200 18 128
141 Tanpa Detoksifikasi [A] [B] Dengan Detoksifikasi Sumberdaya
Sumberdaya
Kesehatan Manusia
Kesehatan Manusia
Kualitas Ekosistem
Kualitas Ekosistem
ALB Tinggi-Heterogen ALB Tinggi-Homogen
ALB rendah-Heterogen ALB rendah-Homogen
Gambar 33 Perbandingan dampak lingkungan berbagai proses produksi biodiesel dari jarak pagar tiga dampak lingkungan utama: kesehatan manusia, ekosistem dan sumberdaya Pada minyak jarak pagar ALB tinggi, terjadi peningkatan terhadap kualitas lingkungan pada kesehatan manusia,
kualitas lingkungan dan
sumberdaya adalah 11,74%; 18,22% dan 1,01% secara berturut dibandingkan dengan proses konvensional.
Secara total, proses yang menggunakan katalis
heterogen menurunkan dampak buruk terhadap lingkungan sebesar 3,13%. Pada proses pembuatan biodiesel menggunakan minyak ALB rendah yang terintegrasi dengan detoksifikasi, dampak buruk terhadap kesehatan manusia dan
142 kualitas ekosistem menurun sebesar 12,93% dan 21,24%. Walaupun masih ada kenaikan dampak buruk 2,11% terhadap sumberdaya, namun secara total katalis heterogen memberikan kenaikan kualitas lingkungan sebesar 0,36%.
Data
lengkap mengenai tiga dampak utama pada berbagai proses produksi biodiesel hasil analisis menggunakan Simapro Version 7.1 dilampirkan pada Lampiran 22 dan 23. 4.3.9.2
Sebelas Kategori Dampak Lingkungan dari Produksi Minyak Jarak Pagar
Berbagai Proses
Gambar 34 menunjukkan perbandingan dampak lingkungan berbagai proses produksi biodiesel jarak pagar pada sebelas kategori lingkungan: perubahan iklim, karsinogen, pernapasan organik dan inorganik, penipisan lapisan ozon, ekotoksisitas, peningkatan keasaman /eutrofikasi, mineral, radiasi, penggunaan lahan dan bahan bakar fosil.
Bahan bakar fosil merupakan kategori yang paling
perlu diperhatikan, diikuti oleh respirasi anorganik dan perubahan iklim. Namun demikian dari sebelas kategori lingkungan, penggunaan katalis heterogen memiliki dampak lingkungan yang lebih baik pada sembilan kategori dampak, kecuali untuk penggunaan bahan bakar fosil dan mineral.
Kondisi yang seperti
ini terlihat pada proses menggunakan katalis heterogen terintegrasi dengan detoksifikasi ataupun tidak terintegrasi. Untuk jarak pagar ALB tinggi, dari sebelas dampak lingkungan utama proses heterogen meningkatkan kualitas lingkungan pada sembilan dampak.
Ia
hanya 0,70% lebih tinggi pada penggunaan bahan bakar fosil dan 4,84% pada penggunaan mineral.
Sementara untuk jarak pagar ALB rendah, penggunaan
katalis heterogen menyebabkan tingginya dampak terhadap penggunaan bahan bakar fosil sebesar 1,23 % dan penggunaan mineral sebesar 7,56% (Gambar 34 A). Kecenderungan yang sama juga diperlihatkan apabila proses pembuatan biodiesel terintegrasi dengan proses detoksifikasi. Pada minyak ALB tinggi, Walaupun ia menurunkan kualitas lingkungan
karena penggunaan mineral
sebesar 1,89% lebih banyak, penggunaan katalis heterogen meningkatkan kualitas pada 10 dampak utama lainnya.
Untuk minyak ALB rendah, terjadi penurunan
kualitas pada 4 dampak utama: lapisan ozon, mineral, pernafasan organik dan
143 penggunaan bahan bakar fosil.
Namun secara total, katalis heterogen
meningkatkan kualitas lingkungan sebesar 3,86% (Gambar 34B). Data lengkap mengenai dampak lingkungan berbagai proses produksi biodiesel dari jarak pada 11
kategori lingkungan dilampirkan pada Lampiran 24-25.
Tanpa Detoksifikasi [A] [B] Dengan Detoksifikasi Bahan bakar fosil
Pernafasan anorganik Perubahan iklim Ekotoksisitas Asidifikasi/Eutrofikasi Karsinogen Penggunaan Lahan Mineral Radiasi Pernafasan Organik Lapisan Ozon mPt
ALB Tinggi-Heterogen ALB Tinggi-Homogen
ALB rendah-Heterogen ALB rendah-Homogen
Gambar 34 Perbandingan dampak lingkungan berbagai proses produksi biodiesel dari jarak pada 11 kategori lingkungan
144 4.3.9.3 Total Dampak Lingkungan Berdasarkan Tiga Dampak Utama dari Berbagai Proses Produksi Minyak Jarak Pagar Gambar 35 memperlihatkan perbandingan dampak lingkungan total berbagai proses produksi biodiesel dari jarak pagar pada berdasarkan tiga dampak lingkungan utama: kesehatan manusia, ekosistem dan sumberdaya. Secara total proses produksi biodiesel jarak pagar ALB tinggi menggunakan katalis heterogen baik terintegrasi dengan detoksifikasi ataupun tidak terintegrasi, memberikan dampak yang lebih baik terhadap lingkungan. Pada minyak jarak ALB rendah kerusakan yang ditimbulkan oleh proses yang menggunakan katalis homogen sedikit lebih baik.
Gambar 35 Perbandingan dampak lingkungan total berbagai proses produksi biodiesel dari jarak pagar pada berdasarkan tiga dampak lingkungan utama: kesehatan manusia, ekosistem dan sumberdaya
145 Namun demikian, kalau dilihat faktor penyebab tingginya nilai kerusakan lingkungan
pada
proses
yang
menggunakan
katalis
disumbangkan oleh satu faktor penggunaan sumberdaya.
heterogen
hanya
Sementara dampak
terhadap kesehatan manusia dan kualitas lingkungan, penggunaan katalis heterogen masih lebih baik dibandingkan dengan proses konvensional. .
4.3.9.4
Pengaruh Masing-masing Masukan Energi dan Masukan Bahan Baku terhadap Dampak Lingkungan
Dari sebelas dampak utama yang dilihat pada analisis sebelumnya, katalis heterogen umumnya menurunkan kualitas lingkungan pada dua dampak utama yaitu karena menggunakan bahan bakar fosil dan mineral yang lebih besar dibandingkan dengan proses menggunakan katalis homogen. Sementara itu, dari tiga dampak utama yang dianalisis, penggunaan katalis heterogen menurunkan kualitas lingkungan karena menggunakan semberdaya yang lebih besar. Namun demikian, katalis heterogen memberikan peningkatan terhadap utama yaitu kualitas lingkungan dan kesehatan manusia.
dua dampak
Masukan apa yang
paling berpengaruh terhadap penurunan kualitas lingkungan dapat diamati pada Gambar 36. Penurunan kualitas lingkungan karena menggunakan bahan bakan fosil yang lebih besar disumbangkan oleh penggunaan metanol, listrik dan steam (Gambar 36). Untuk tiga dampak utama yang dianalisis, penggunaan sumberdaya yang tinggi juga disebabkan oleh penggunaan metanol, listrik dan steam. Sementara itu masukan utama yang paling berpengaruh terhadap kesehatan manusia adalah penggunaan asam sulfat, asam fosfat, metanol dan listrik (Gambar 37).
146
mPt
15 14.5 14 13.5 13 12.5 12 11.5 11 10.5 10 9.5 9 8.5 8 7.5 7 6.5 6 5.5 5 4.5 4 3.5 3 2.5 2 1.5 1 0.5 0 JCME High-Homogen
Methanol, at plant/GLO
Carcinogens Ecotoxicity
Sulphuric acid, liquid , at plant/RER U
NaOH (100%)
Respiratory organics Acidification/ Eutrophication
Tap water, at user/RER
Respiratory inorganics Land use
Phosphoric acid , industrial grade Climate change Minerals
Glycerine, from vegetable oil, at Radiation Fossil fuels
Electricity, oil, at power plant/UCTE
Steam, for chemical processes, at plant
Ozone layer
mPt
[a] Katalis homogen 15.5 15 14.5 14 13.5 13 12.5 12 11.5 11 10.5 10 9.5 9 8.5 8 7.5 7 6.5 6 5.5 5 4.5 4 3.5 3 2.5 2 1.5 1 0.5 0 JCME High -Heterogen Carcinogens Ecotoxicity
Methanol, at plant/GLO
Bentonite-H2SO4 Respiratory organics Acidification/ Eutrophication
Tap water, at user/RER Respiratory inorganics Land use
CaO
Sulphuric acid, liquid , at plant/RER U Climate change Minerals
Glycerine, from vegetable oil, at Radiation Fossil fuels
Electricity, oil, at power plant/UCTE
Steam, for chemical processes, at plant
Ozone layer
[b] Katalis heterogen Gambar 36 Pengaruh masing-masing masukan terhadap 11 dampak lingkungan.
147
m Pt
15 14.5 14 13.5 13 12.5 12 11.5 11 10.5 10 9.5 9 8.5 8 7.5 7 6.5 6 5.5 5 4.5 4 3.5 3 2.5 2 1.5 1 0.5 0 JCME High-Homogen
Methanol, at plant/GLO
Sulphuric acid, liquid , at plant/RER U
NaOH (100%)
Tap water, at user/RER Human Health
Phosphoric acid , industrial grade Ecosystem Quality
Glycerine, from vegetable oil, at
Electricity, oil, at power plant/UCTE
Steam, for chemical processes, at plant
Resources
m Pt
[a] Katalis homogen 15.5 15 14.5 14 13.5 13 12.5 12 11.5 11 10.5 10 9.5 9 8.5 8 7.5 7 6.5 6 5.5 5 4.5 4 3.5 3 2.5 2 1.5 1 0.5 0 JCME High -Heterogen
Methanol, at plant/GLO
Bentonite-H2SO4
Tap water, at user/RER
CaO Human Health
Sulphuric acid, liquid , at plant/RER U Ecosystem Quality
Glycerine, from vegetable oil, at
Electricity, oil, at power plant/UCTE
Steam, for chemical processes, at plant
Resources
[b] Katalis heterogen Gambar 37 Pengaruh masing-masing masukan terhadap 3 dampak lingkungan utama
148 4.4
4.4.1 1.
Simpulan dan Saran
Simpulan Berdasarkan pertimbangan lama reaksi, suhu reaksi dan jumlah metanol yang dikonsumsi,
maka metode transesterifikasi menggunakan katalis
heterogen CaO dipilih sebagai proses yang akan dikembangkan. Proses transesterifikasi in-situ tidak dipilih karena reaksi transesterifikasinya lebih lama dan menggunakan sangat banyak alkohol dalam reaksi dibandingkan dengan transesterifikasi menggunakan katalis heterogen CaO. 2.
Rancangan proses dengan menggunakan katalis heterogen CaO merupakan proses yang paling layak secara ekonomis dibandingkan dengan proses konvensional menggunakan katalis homogen NaOH berdasarkan kriteria prakiraan return of investment (ROI) dan payback period (PBP). Dari semua data memperlihatkan bahwa penggunaan katalis heterogen CaO lebih baik secara ekonomis dibandingkan dengan penggunakan katalis konvensional NaOH. Prakiraan biaya produksi per liter biodiesel untuk pabrik skala kecil kapasitas 200L/batch masing-masing adalah Rp 1.725, 50 (proses heterogen) dan Rp. 1.998,47 (proses konvensional) untuk proses minyak dengan kandungan asam lemak tinggi serta Rp 1.699,76 (proses heterogen) dan Rp. 1.707, 17 (proses konvensional) untuk proses minyak dengan kandungan asam lemak rendah. Untuk mendapatkan nilai tambah yang lebih tinggi, maka integrasi proses transesterifikasi heterogen dan detoksifikasi menggunakan 2% NaOH yang diikuti dengan pencucian dengan methanol dan air, merupakan proses yang berpotensi untuk dikembangkan. Rancangan proses yang terintegrasi dengan detoksifikasi memberikan nilai ROI yang lebih baik dan nilai PBP yang lebih singkat daripada yang proses yang tidak terintegrasi dengan detoksifikasi. Secara umum proses produksi biodiesel menggunakan katalis heterogen memiliki dampak buruk terhadap lingkungan yang lebih rendah dibandingkan dengan proses konvensional menggunakan katalis homogen.
3.
Keuntungan yang diperoleh dari gliserol dapat
menurunkan biaya
produksi biodiesel sekitar 10,55%-10,98%. Sedangkan keuntungan yang
149 didapat dari penjualan bungkil dapat mengurangi biaya total produksi biodiesel sebesar 25,18%- 26,24%. 4.
Secara umum proses produksi biodiesel menggunakan katalis heterogen memiliki
dampak
buruk
terhadap
lingkungan
yang
lebih
baik
dibandingkan dengan proses konvensional menggunakan katalis homogen. Proses yang menggunakan katalis heterogen
meningkatkan kualitas
lingkungan sebesar 4,83% pada pengolahan minyak jarak pagar ALB tinggi dan 6,50% pada pengolahan minyak jarak pagar ALB rendah. Pada proses produksi biodiesel yang terintegrasi dengan detoksifikasi, penggunaan katalis heterogen meningkatkan kualitas lingkungan sebesar 3,13% dan 3,86% masing-masing untuk minyak ALB tingggi dan ALB rendah. 5.
Penggunaan metanol, listrik dan steam merupakan masukan utama yang berpengaruh terhadap penurunan kualitas lingkungan karena menggunakan bahan bakan fosil dan penggunaan sumberdaya yang lebih yang tinggi. Sementara itu masukan utama yang paling berpengaruh terhadap kesehatan manusia adalah penggunaan asam sulfat, asam fosfat, metanol dan listrik.
4.4.2 Saran
1.
Berdasarkan
aspek finansial dan lingkungan disarankan menerapkan
produksi biodiesel menggunakan katalis heterogen CaO secara terintegrasi dengan unit detoksifikasi bungkil. 2.
Besarnya jumlah alkohol yang digunakan oleh proses yang menggunakan katalis heterogen dan detoksifikasi diduga merupakan faktor yang paling berpengaruh terhadap penurunan kualitas lingkungan.
Untuk menurunkan
dampak lingkungan ini, maka daur ulang yang lebih baik diperlukan agar kehilangan metanol dapat dikurangi. 3.
Disarankan untuk terus menggali peningkatan nilai tambah pengusahaan jarak
pagar disamping detoksifikasi.
Salah
satu
peluang
yang
150 memungkinkan adalah pemanfaatan hasil samping gliserol sebagai bahan aditif.
5
PEMBAHASA UMUM
Pengembangan proses pembuatan biodiesel akan terkait sangat erat dengan proses produksi jangka panjang yang akan juga berpengaruh terhadap beban lingkungan dari produk yang dihasilkan.
Dengan meningkatnya kepedulian
dengan masalah lingkungan, maka dampak lingkungan dari sebuah proses mesti dipelajari. Sejumlah alat bantu telah dikembangkan untuk menghitung konsumsi dan dampak lingkungan dari setiap proses yang dikembangkan.
Satu alat yang
dapat dikembangkan untuk menjawab pertanyaan mengenai isu lingkungan ini adalah penilaian daur hidup (life cycle assessment/LCA). LCA merupakan kajian lingkungan yang mengevaluasi dampak dari suatu produk (atau jasa) selama periode hidupnya- dari ekstraksi bahan baku sampai ke proses produksinya, pengemasan dan proses pemasaran, penggunaan, penggunaan ulang, perawatan sampai kepada akhir hidupnya yang bermanfaat (Kiwjaroun et al. 2009). Berdasarkan masalah di atas, maka ada beberapa pertanyaan yang hendak dijawab berkenaan dengan pengembangan jarak pagar secara umum dan pengembangan proses biodiesel secara khususnya: (a) apa upaya yang dapat dilakukan untuk menurunkan biaya produksi pembuatan biodiesel; (2) bagaimana mendapatkan nilai tambah dari bungkil jarak pagar yang masih mengandung racun; (3); bagaimana mengatasi masalah pengolahan jarak pagar yang dibatasi oleh tersebarnya ketersediaan bahan baku dalam jumlah yang tidak memadai (4) bagaimana mengukur keberhasilan dari pengembangan proses yang dilakukan, baik secara teknis, ekonomis maupun dari aspek lingkungan. 5.1
Pengembangan Proses Produksi Biodiesel Dari data sifat fisiko-kimia dua jenis minyak jarak pagar diperoleh bahwa
sifat paling signifikan yang berpengaruh terhadap proses konversi minyak jarak pagar menjadi biodiesel adalah kandungan ALB.
Perbedaan kandungan ALB
menyebabkan perbedaan didalam proses konversi minyak jarak pagar menjadi biodiesel.
Menurut Leung et al (2010), jumlah ALB maksimum yang bisa
diterima dalam sistem yang menggunakan katalis basa adalah dibawah 2,5 %. Minyak dengan kandungan ALB yang rendah bisa diproses menjadi biodiesel
152
secara langsung melalui reaksi transesterifikasi satu tahap menggunakan katalis basa.
Sementara itu minyak dengan ALB yang tinggi perlu perlakuan
pendahuluan atau reaksi esterifikasi (Gerpen et al. 2004). Esterifikasi bertujuan untuk menurunkan ALB dari minyak jarak pagar yang mempunyai ALB tinggi.
ALB dapat bereaksi dengan alkohol membentuk
metil ester (biodiesel) melalui reaksi esterifikasi menggunakan katalis (Leung et al. 2010).
asam
Sementara untuk minyak jarak pagar yang mengandung
ALB rendah, maka transesterifikasi dapat dilakukan tanpa harus melakukan esterifikasi.
Proses transesterifikasi minyak jarak dengan metanol akan
membentuk metil ester (biodiesel) dan gliserol menggunakan katalis basa, baik katalis
homogen
maupun
katalis
heterogen.
Metode
transesterifikasi
menggunakan katalis homogen merupakan metode yang digunakan dalam banyak produksi biodiesel komersial. banyak kelemahan.
Namun demikian, metode homogen ini memiliki
Metode transesterifikasi heterogen terbukti lebih unggul
dibandingkan dengan metode transesterifikasi homogen terutama pada pemisahan dan pemurnian produk metil ester dengan gliserol (Ma and Hanna 1999; Fukuda et al. 2001; Van Gerpen 2005; Demirbas 2007; Singh 2008). Dalam metode homogen, reaktan, katalis dan metil ester semua berada dalam fase cair, sehingga menghasilkan proses pemisahan cair-cair yang komplek. Pemulihan katalis homogen juga susah, sehingga mengakibatkan hilangnya bahan berguna. Katalis akan larut sepenuhnya dalam lapisan gliserol dan sebagian di lapisan metil ester.
Akibatnya, biodiesel harus dibersihkan melalui proses
pencucian air yang lambat, membosankan dan tidak ramah lingkungan. Gliserol yang terkontaminasi dengan katalis memiliki nilai lebih murah di pasar saat ini (Demirbas 2007). Di sisi lain, metode heterogen, yang menggunakan katalis heterogen,
tidak memiliki keterbatasan seperti
katalis homogen.
Proses
pemisahan padat-cair relatif lebih mudah dibandingkan dengan proses pemisahan cair-cair membuat pemulihan katalis padat jauh lebih mudah. Di sisi lain, metode heterogen
menghilangkan
pembentukan
sabun,
sehingga
menghilangkan
kebutuhan air dan mencegah lebih lanjut pembentukan emulsi dalam campuran yang dapat menyulitkan proses pemisahan dan pemurnian.
153
Nazir et al. (2009b) menyampaikan langkah-langkah yang dapat dibangun untuk pengembangan proses produksi biodiesel yang performanya bagus, biaya produksi yang efektif dan bersahabat dengan lingkungan yang menjadi acuan dasar dari penelitian ini. Tahapan-tahapan tersebut adalah sebagai berikut: (1) Membangun diagram alir proses yang menggambarkan operasi proses yang utama. (2) Mengembangkan strategi untuk meningkatkan kualitas dari input biji jarak yang mencakup perlakuan sebelum panen dan penanganan setelah panen. (3) Mengidentifikasi karakteristik dari output yang ingin dicapai di dalam proses tersebut. (4) Menentukan proses dasar yang akan diaplikasikan untuk setiap ciri output yang ingin dicapai. (5) Mengidentifikasi mendeteksi
metode-metode
masalah
produksi
deteksi dan
yang
mencegah
digunakan
untuk
sebab-sebab
yang
ditimbulkan (6) Mengevaluasi dan menganalisis kelayakan biaya dari setiap proses yang dikembangkan
sambil
selalu
berupaya
untuk
memenuhi
aspek
keselamatan, kesehatan dan lingkungan. (7) Selalu mereview berbagai tindakan yang mungkin untuk meningkatkan system produksi. Mengacu pada langkah-langkah tersebut di atas dikembangkanlah beberapa proses untuk mencari output yang baik dengan nilai tambah yang lebih tinggi
dengan
memperhatikan
aspek
ekonomi
dan
aspek
lingkungan.
Perancangan proses dilakukan untuk pabrik biodiesel skala kecil dengan kapasitas produksi 200L/batch. Sistem batch dijadikan pilihan karena otomatisasi pada sistem kontinu berharga mahal (dapat mencapai 50% dari modal peralatan). Hal ini akan menjadikan investasi pabrik menjadi mahal sehingga pabrik yang dibangun dengan kapasitas produksi yang kecil akan menyebabkan dia tidak efisien. Kapasitas produksi 200L/batch ditetapkan berdasarkan kesesuaian ukuran peralatan sehingga pabrik dapat dibuat dalam bentuk modul. Dimana modul tersebut dapat dimasukkan ke dalam kontener komersial seperti yang dibuat oleh BDRST (2008).
154
Hasil penelitian menunjukkan bahwa baik pada minyak jarak pagar ALB tinggi, maupun pada minyak jarak pagar ALB rendah, penggunaan katalis heterogen CaO dalam proses transesterifikasi memberikan parameter finansial yang lebih baik dibandingkan dengan proses yang menggunakan katalis homogen. Produksi biodiesel dari bahan baku yang memiliki ALB rendah lebih baik nilai parameter finansialnya dibandingkan dengan minyak ALB tinggi. Hal ini disebabkan oleh karena minyak jarak pagar ALB rendah tidak memerlukan unit esterifikasi sehingga reaksi berlangsung lebih cepat dibandingkan dengan minyak jarak pagar ALB tinggi. Hal ini menguntungkan karena peralatan yang digunakan menjadi lebih sedikit sehingga total biaya investasi juga lebih kecil (Tabel 46-47). Hasil penelitian ini sejalan dengan Marchetti et al (2008) dan Sakai et al. (2009) yang menunjukkan bahwa sistem produksi biodiesel secara batch menggunakan katalis heterogen menurunkan biaya investasi dan biaya produksi.
5. 2
Proses Detoksifikasi untuk Mendapatkan Bungkil Jarak Pagar Kaya Protein Tidak Beracun yang Berpotensi untuk Dimanfaatkan sebagai Substitusi Pakan Data penelitian menunjukkan bahwa bungkil jarak pagar hasil ekstraksi
minyak mengandung protein yang sebanding dengan kandungan protein bungkil kedele (Makkar et al. 1998; Haas et al. 2002; Widodo 2008). Hal tersebut membuat bungkil jarak berpotensi untuk dijadikan sumber protein untuk pakan ternak. Pola asam amino esensial yang dimiliki oleh bungkil jarak pagar (kecuali lisin) juga memiliki pola yang identik dengan asam amino yang ada pada kedele (Vasconcelos et al. 1997).
Walaupun demikian, penggunaan bungkil jarak
sebagai pakan ternak tidak memungkinkan karena ia mengandung zat antigizi dan senyawa beracun yang dinamakan ‘forbol ester’ (Makkar et al. 1998; Haas et al. 2002; King et al 2009). Bungkil jarak dapat dimanfaatkan sebagai pakan apabila kandungan zat antigizi dan senyawa toksik tersebut dapat dihilangkan. Salah satu cara untuk menghilangkan toksik pada bungkil jarak adalah dengan mengambil zat toksik tersebut dengan metanol dan zat antigizi dengan perlakuan panas (Makkar and Becker 1997; Goel et al. 2007).
Pada minyak
jarak yang memiliki ALB rendah, proses pengambilan toksik bisa dilakukan
155
sekaligus dengan melakukan transesterifikasi secara in-situ.
Dari proses ini
diperoleh sekaligus dua produk, yaitu biodiesel dan bungkil jarak kaya protein yang bisa dimanfaatkan untuk pakan ternak.
Sementara untuk minyak dengan
ALB yang tinggi, proses pengambilan toksik dilakukan melalui proses detoksifikasi. Detoksifikasi bungkil jarak pagar yang diperoleh dari perlakuan
4,0%
NaOH pada suhu 121 oC selama 30 menit diikuti baik dengan mencuci dua kali dengan 92% metanol atau empat kali dengan air suling, memperlihatkan hasil yang bagus. Kandungan forbol ester bungkil jarak setelah detoksifikasi dengan perlakuan ini menjadi tidak dapat dideteksi. Namun demikian, pada bungkil yang hanya dicuci dengan air, bungkil ini masih memiliki bau NaOH yang kuat dan hal ini memberikan dampak penerimaan yang negatif di dalam asupan makanan. Pencucian dengan metanol terlihat menjanjikan untuk men-detoksifikasi bungkil jarak.
Namun demikian metanol yang digunakan harus dapat didaur ulang
sehingga biaya detoksifikasi menjadi ekonomis (Aregheore et al. 2003). Hasil penelitian Chivadi et al. (2004) menunjukkan bahwa detoksifikasi bungkil jarak dengan pelarut heksan dan etanol diikuti dengan perlakuan uap panas 121oC selama 30 menit belum dapat menghilangkan lektin dan tripsin secara keseluruhan dan masih meninggalkan residu forbol ester (1,90 mg/g daging buah). Angka ini lebih tinggi daripada kandungan forbol ester pada jarak pagar yang tidak beracun (0,11 mg/g daging buah). pengaruh panas dan detoksifikasi
Rakshit et al. (2008) menyelidiki
bungkil secara kimia dan mengevaluasi
perlakuan bungkil tersebut pada pertumbuhan dan histologinya pada tikus. Hasil penelitiannya mengindikasikan bahwa perlakuan 2% NaOH atau 2% Ca(OH)2 diikuti dengan uap panas dari autoclave pada suhu 121 oC selama 30 menit dan pencucian dengan air (1:5 w/v) dapat menurunkan kandungan forbol ester secara sangat berarti. Namun demikian pada uji diet terhadap tikus jantan menunjukkan masih terjadi penurunan berat badan dan kematian tikus dihari ke-9.
Hal ini
disebabkan kandungan forbol ester masih lebih besar daripada kandungan forbol ester pada varitas jarak pagar tidak beracun.
Untuk menghilangkan forbol ester
tersebut, maka pada penelitian ini pencucian bungkil jarak setelah perlakuan 2% NaOH adalah dengan menggunakan metanol disamping pencucian dengan air.
156
Perlakuan ini dapat menurunkan kandungan forbol ester sampai nilai yang tak dapat dideteksi. Menurut Goel et al. (2007), perlakuan panas yang diikuti dengan ekstraksi kimia dapat menghilangkan forbol ester dan menurunkan antigizi dan zat racun secara berarti. Bungkil jarak yang diperlakukan dengan cara ini dapat menjadi tidak berbahaya bagi tikus (Makkar and Becker 1997) dan ikan (Goel et al. 2007). Hasil penelitian sebelumnya menunjukkan bahwa perlakuan dengan NaOH dapat menurunkan kandungan forbol ester secara signifikan (Haas and Mittelbach 2000; Rakshit et al. 2008; Makkar et al. 2009).
Walau demikian, perlakuan ini
secara sendiri belum mampu menurunkan forbol ester diinginkan.
Aregheore et al.
sampai tingkat yang
(2003) melaporkan bahwa perlakuan kimia
disamping perlakuan dengan panas diperlukan untuk menghilangkan kandungan forbol ester secara signifikan. Perlakuan detoksifikasi menggunakan 2% NaOH, diautoklaf selama 30 menit, pada suhu 121 oC, diikuti dengan pencucian dengan metanol dan air (High-meal-NaOH-MeOH-air)
serta transesterifikasi secara in-situ dapat
menghasilkan bungkil jarak non-toksik yang kaya protein.
Perlakuan ini
memberikan respon yang positif terhadap pertambahan berat badan,
tak
terdapatnya mortalitas, tingginya nilai protein efficiency ratio (PER) dan food transformation index (TI) dari tikus percobaan.
Hasil yang diperoleh dalam
penelitian ini memperkuat indikasi bahwa detoksifikasi harus dilakukan dengan kombinasi perlakuan panas dan kimia menggunakan NaOH dan metanol.
5.3
Analisis Kelayakan Ekonomi Rancangan Proses
Selain aspek teknis, kelayakan ekonomi juga dari sangat penting untuk mengakses proses kelangsungan hidup. Sejumlah besar peneliti telah bekerja dalam topik ini.
Nelson et al. (1994) melakukan studi ekonomi pabrik yang
bisa memproduksi 100.000 ton / tahun biodiesel menggunakan Noordman dan White
lemak sapi.
(1996) telah melakukan pekerjaan yang sama
menggunakan canola sebagai bahan baku dengan kapasitas pabrik 7.800 ton /
157
tahun.
Meskipun bahan baku dan
perkiraan
biaya peralatan memberikan
beberapa pengaruh pada harga produk, tidak ada penjelasan rinci tentang proses yang terlibat dalam hubungannya dengan ukuran peralatan. Kajian ekonomi yang melibatkan proses menghasilkan biodiesel 38,8 juta liter / tahun dievaluasi oleh Graboski McCormick (1998) dengan memasukkan gliserol sebagai sebuah keuntungan disamping biodiesel. Meskipun biaya yang jauh lebih rinci dari penelitian sebelumnya (Noordman dan White 1996) tidak menjelaskan deskripsi proses dan peralatan yang disediakan.
Bender (1999) melakukan penelitian lebih lanjut mengenai
alternatif yang berbeda untuk memperkirakan kelayakan ekonomi pabrik biodiesel dengan lebih baik dengan menyusun setiap biaya peralatan yang terlibat dan dengan keuntungan yang diberikan oleh gliserol yang dihasilkan. Zhang
et
al.
(2003a)
mengajukan
kajian
teknis
dan
ekonomi
pada proses katalis asam menggunakan limbah minyak goreng. Deskripsi proses serta analisis ekonomis lebih lengkap dan biaya tambahan dipertimbangkan dalam studi tersebut. Sebuah studi ekonomi yang sangat lengkap untuk produksi biodiesel menggunakan katalis alkali dievaluasi untuk seluruh pabrik yang lengkap menggunakan perangkat lunak komersial (Haas et al. 2006). Marchetti et al. (2008) secara lengkap juga sudah melakukan kajian tekno-ekonomi terhadap 3 jenis proses biodiesel.
Ia menemukan bahwa skenario pengolahan biodiesel
menggunakan katalis heterogen merupakan proses yang paling menguntungkan. Hasil penelitian pada disertasi ini juga menunjukkan hal yang sama, dimana penggunaan katalis heterogen pada transesterifikasi memberikan parameter finansial yang lebih baik dibandingkan dengan metode konvensional. Pada penelitian ini, penulis melakukan kajian tekno-ekonomi produksi biodiesel menggunakan katalis heterogen dan secara batch dengan kapasitas 200 L/batch. Sistem batch dijadikan pilihan karena otomatisasi pada sistem kontinu berharga mahal (dapat mencapai 50% dari modal peralatan).
Hal ini akan
menjadikan investasi pabrik menjadi mahal sehingga pabrik yang dibangun dengan kapasitas produksi yang kecil akan menyebabkan dia tidak efisien. Kapasitas produksi 200L/batch ditetapkan berdasarkan ukuran peralatan untuk
158
dijadikan membuat modul pabrik, sehingga modul pabrik tersebut dapat dimasukkan ke dalam kontener komersial. Ada dua keuntungan dengan membuat modul pabrik tersebut: (a) modul pabrik mudah dipindahkan atau dihantar ke lokasi pembangunan pabrik; atau (b) modul pabrik dapat dibangun langsung pada truk kontener sebagai pabrik modular bergerak. Hasil
penelitian
menunjukkan
bahwa
proses
pembuatan
biodiesel
menggunakan jarak pagar menggunakan katalis heterogen CaO secara teknoekonomi lebih baik daripada proses konvensional yang menggunakan katalis homogen NaOH. Proses produksi biodiesel yang terintegrasi dengan ekstraksi minyak dan detoksifikasi memberikan parameter teknis dan finansial yang lebih baik. Proses produksi menggunakan sistem batch pada pabrik modular skala kecil dapat dikatakan layak secara ekonomi berdasarkan asumsi-asumsi yang ditetapkan: (a) harga minyak jarak pagar, Rp. 4.500,00/kg; (b) pabrik dapat beroperasi selama 14 jam/hari; (c) bungkil jarak pagar hasil detoksifikasi dapat dijual dengan harga Rp. 4.000,00/kg; (d) harga biodiesel sebesar Rp. 6.500,00/L; (e) harga gliserol hasil samping biodiesel sebesar Rp. 9.000,00/kg.
Hasil yang
diperoleh dalam penelitian ini sejalan dengan Marchetti et al. (2008) yang secara lengkap sudah melakukan kajian tekno-ekonomi terhadap 3 jenis proses biodiesel dan Sakai et al. (2009) yang mendapatkan bahwa produksi biodiesel secara batch, menggunakan katalis heterogen lebih baik dibandingkan dengan proses homogen. 5.4 Analisis Dampak Lingkungan Penilaian siklus hidup LCA
adalah manajemen lingkungan
yang
memungkinkan menghitung beban lingkungan dan dampak potensialnya pada seluruh siklus hidup produk meliputi bahan baku, pemanfaatannya (Azapagic 1999; Angarita et al. 2009).
proses, konsumsi dan Berdasarkan analisis
LCA, secara umum proses produksi biodiesel menggunakan katalis heterogen CaO memiliki dampak buruk terhadap lingkungan yang lebih rendah dibandingkan dengan proses konvensional menggunakan katalis homogen. Penurunan kualitas lingkungan karena menggunakan bahan bakan fosil yang lebih besar disumbangkan oleh penggunaan metanol, listrik dan steam. Untuk tiga dampak utama yang dianalisis, penggunaan sumberdaya yang tinggi juga
159
disebabkan oleh penggunaan metanol, listrik dan steam. Sementara itu masukan utama yang paling berpengaruh terhadap kesehatan manusia adalah penggunaan asam sulfat, asam fosfat, metanol dan listrik.
5.5 Tantangan dan Peluang Masalah utama dalam pengembangan jarak pagar sebagai bahan baku untuk pembuatan biodiesel adalah rendahnya harga jual yang dapat dicapai dari setiap hasil panen biji jarak. Disamping itu, nilai tambah yang dapat dinikmati oleh petani dari hasil panen mereka karena bungkil jarak tidak dapat dimanfaatkan juga kecil.
Untuk itulah mengintegrasikan pengolahan biodiesel dengan
pengempaan minyak dan detoksifikasi diharapkan dapat meningkatkan harga jual biji jarak oleh petani dan meningkatkan nilai tambah bagi pengusaha yang mengusahakan perkebunan jarak pagar. Di sisi lain, produksi biodiesel biasanya dilakukan pada pabrik yang berada pada lokasi yang tetap yang memerlukan permodalan yang mahal untuk pembelian tanah,
biaya pembangunan gedung dan biaya perawatan.
Pabrik
dibangun berskala besar dengan reaktor dan unit-unit pemisahan yang besar sehingga memerlukan bahan baku yang besar pula. Ukuran pabrik dan ketersediaan bahan baku mungkin menjadi dua masalah terbesar bagi produsen biodiesel saat ini. Disatu pihak, pabrik yang besar tidak bekerja dengan baik karena tidak tersedianya bahan baku yang cukup, sementara itu pabrik yang kecil tidak dapat membuat bahan bakar yang banyak.
Tidak
peduli apapun bahan baku yang di pilih, namun kecenderunganya adalah harga bahan baku akan selalu naik. Menurut Bevil (2010) pabrik biodiesel berkapasitas besar di Amerika Serikat saat ini tidak dapat menghasilkan biodiesel karena tidak ada bahan baku cukup untuk mendukung mereka saat ini.
Pabrik modular yang lebih kecil
(kapasitas 1-5 juta gallon/tahun) dan dapat di pindahkan ke dekat sumber bahan baku mungkin adalah jawaban terhadap masalah di atas. Sebuah pabrik modular yang menggunakan teknik untuk optimasi proses dan integrasi energi dapat meningkatkan nilai ekonomi pabrik biodiesel dan mempercepat proses pengembangan atau ekspansi.
Rancangan modular juga
160
dapat menghasilkan penghematan biaya yang cukup besar karena berkurangnya jumlah komponen yang digunakan, dan kemudahan akses, operasi dan pemeliharaan.
Desain modular biasanya memiliki ruang yang sangat kecil,
sebagian besar dari peralatan proses dapat dibongkar pasang dan berlokasi strategis, menurunkan biaya modal dan meningkatkan efisiensi pabrik.
Seorang
perancang sistem modular berpengalaman dapat meminimalkan kebutuhan ruang, mengurangi perpipaan berjalan dan, dalam beberapa kasus, menghilangkan persyaratan memompa dengan memungkinkan untuk aliran gravitasi (Lavorerio et al. 2010). Berdasarkan hal tersebut di atas perlu dilakukan kajian mendalam mengenai kemungkinan membangun pabrik modular bergerak skala kecil untuk pengolahan jarak pagar. Pabrik modular dapat dibangun pada kontener 6 meter dan 12 m (Gambar 40) berdasarkan diagram alir proses dan ukuran peralatan yang digunakan. Dari segi mobilitas, kontener yang kecil lebih dibandingkan dengan kontener besar terutama untuk diaplikasikan pada jalan-jalan pedesaan pada lokasi penanaman jarak pagar. Rancangan tata letak pabrik biodiesel berdasarkan dan tata letak unit ekstraksi minyak dan detoksifikasi dapat dilihat pada Gambar 38 dan 39.
161
[a]
[b] Gambar 38 Rancangan tata letak pabrik biodiesel modular bergerak untuk mengolah minyak jarak pagar [a] kandungan ALB tinggi dan [b] kandungan ALB rendah rendah
162 Rancangan tata letak pabrik modular bergerak untuk unit ekstraksi minyak dan detoksifikasi
bungkil
jarak
pagar
perlu
dibuat
dengan
susunan
yang
memungkinkan proses detoksifikasi dapat dilakukan dengan mudah setelah ekstraksi minyak dilakukan (Gambar 39).
Gambar 39 Rancangan tata letak pabrik modular bergerak untuk unit ekstraksi minyak dan detoksifikasi bungkil jarak pagar
Secara teknis pembangunan pabrik modular bergerak untuk memproduksi biodiesel dapat dilaksanakan. Namun demikian secara praktis hal ini perlu dikaji secara mendalam karena banyak sekali hal yang perlu dipertimbangkan. Berikut ini disampaikan beberapa skenario dasar mengenai integrasi proses ekstraksi, detoksifikasi dan esterifikasi/transesterifikasi. Ada beberapa unit pabrik modular bergerak yang terlibat di dalam proses produksi: ekstraksi dan detoksifikasi;
Unit 2 yaitu unit
Unit 1 yaitu unit
esterifikasi/transesterifikasi;
Dengan adanya integrasi proses, maka ada beberapa skema penerapan: Skema 1.
Unit 1 bersifat mobil yang dapat masuk ke areal perkebunan
yang berada dipedesaan.
Unit ini melakukan proses ekstraksi minyak dan
sekaligus detoksifikasi. Minyak yang sudah diekstrak dikirim ke unit 2 yang berada ditempatkan pada
suatu tempat yang dekat dengan areal perkebunan
(Gambar 40a). Hal ini dilakukan apabila kalau akses jalan tidak memungkinkan pergerakan unit 2 masuk ke areal perkebunan. Skema 2. Unit 1, unit 2 (dipecah menjadi unit 2a untuk esterifikasi dan unit 2b untuk transesterifikasi) bersifat mobil, dimana ke seluruhan unit masuk ke
163 areal perkebunan jarak pagar.
Hal ini dimungkinkan kalau akses jalan
mendukung pergerakan pabrik modular (Gambar 40b). Skema 3. Unit 1 (dibagi menjadi unit 1a dan unit 1b) bersifat mobil yang dapat masuk ke areal perkebunan, sementara unit 2 ditempatkan pada tempat yang dekat dengan areal perkebunan.
suatu
Hal ini dilakukan apabila akses
jalan terlalu kecil untuk dapat dilewati kontener 6 m (Gambar 40c).
Unit 1a
Unit 1b
Desa 1 1
Desa 2
Unit 2a
Desa 1 3
Desa 4
Unit 2b
[a] Skema 1
Desa 1 1
Unit 1
Desa 2
Desa 1 3
Desa 4
Unit 2a
Unit 2b
[b] Skema 2
Unit 1a
Desa 1 1
Unit 1b
Desa 2
Unit 2a
Desa 1 3
Desa 4
Unit 2b
[c] Skema 3 Gambar 40
Rancangan skema integrasi proses ekstraksi, detoksifikasi, esterifikasi dan transesterifikasi
164 Peluang meningkatkan
lain nilai
untuk tambah
menurunkan pengusahaan
biaya jarak
produksi pagar
biodiesel adalah
dan
dengan
memanfaatkan gliserol untuk produk yang bernilai ekonomis lebih tinggi. Gliserol yang merupakan hasil samping produksi biodiesel harganya cenderung turun dengan semakin meningkatnya produksi biodiesel.
Hal ini merupakan
tantangan yang sekaligus peluang untuk meningkatkan nilai tambahnya. Salah satu produk yang dapat dibuat adalah dengan memodifikasi gliserol menjadi bahan aditif.
Gliserol dapat dimodifikasi terlebih dahulu menjadi senyawa
turunannya (gliserol eter) yang memiliki karakteristik yang kompatibel dengan mesin diesel dan biodiesel jika nantinya akan digunakan sebagai bahan aditif pada bahan bakar (Noureddini et al. 1997, Klepacova et al. 2006 dan Melero et al. 2008). Apabila proses eterifikasi gliserol ini dapat terintegrasi dengan ekstraksi, detoksifikasi dan transesterifikasi, maka produksi biodiesel akan menjadi lebih menarik dari sisi ekonomis. Pada dasarnya ada beberapa unit pabrik modular yang terlibat di dalam proses produksi: Unit 1 yaitu unit ekstraksi dan detoksifikasi; Unit 2 yaitu unit esterifikasi/transesterifikasi; Unit 3 yaitu unit eterifikasi. Dengan ada integrasi proses, maka ada beberapa skema penerapan: Skema 1.
Unit 1 bersifat mobil yang dapat masuk ke areal perkebunan
yang berada dipedesaan.
Unit ini melakukan proses ekstraksi minyak dan
sekaligus malakukan detoksifikasi. Minyak yang sudah diekstrak dikirim ke unit 2 dan unit 3. Sementara itu unit 2 dan unit 3 ditempatkan pada suatu tempat yang dekat dengan areal perkebunan (Gambar 41a). Skema 2. Unit 1, unit 2 (dipecah menjadi unit 2a untuk esterifikasi dan unit 2b untuk transesterifikasi) dan unit 3 bersifat mobil, dimana keseluruhan unit masuk ke areal perkebunan jarak pagar. Hal ini dimungkinkan kalau akses jalan mendukung pergerakan pabrik modular (Gambar 41b). Skema 3. Unit 1 (dibagi menjadi unit 1a dan unit 1b) bersifat mobil yang dapat masuk ke areal perkebunan, sementara unit 2 dan unit 3 ditempatkan pada suatu tempat yang dekat dengan areal perkebunan.
Hal ini dilakukan apabila
akses jalan terlalu kecil untuk dapat dilewati kontener 6 m (Gambar 41c).
165
Desa 1 1
Unit 1
Desa 2
Unit 2
Desa 1 3
Desa 4
Desa 1 3
Desa 4
Unit 3
[a] Skema 1
[b] Skema 2
Unit 1
Desa 1 1
Unit 2a
Desa 2
Unit 2b
Unit 3
[c] Skema 3 Gambar 41 Rancangan skema integrasi proses ekstraksi, detoksifikasi, esterifikasi dan transesterifikasi, dan eterifikasi gliserol
166
6 SIMPULA DA SARA
6.1 Simpulan
1. Pada transesterifikasi minyak jarak dengan kandungan asam lemak bebas tinggi diperoleh titik optimum untuk menghasilkan rendemen biodiesel sebesar 94% dicapai pada kondisi proses: waktu reaksi selama 81,73 menit, nisbah molar metanol: minyak (10,41:1), dan jumlah katalis sebesar 0,91%. Reaksi berlangsung pada suhu 65oC. Untuk minyak jarak yang memiliki kandungan asam lemak rendah, rendemen biodiesel sebesar 95% diperoleh pada kondisi proses: waktu reaksi selama 2 jam, menggunakan katalis CaO sebesar 2,5%, nisbah molar metanol: minyak (12:1) dan suhu reaksi 65oC. 2. Untuk biodiesel yang dibuat menggunakan katalis CaO, pemurnian biodiesel dengan 2,5% bentonit yang diaktivasi dengan asam sulfat merupakan adsorben potensial untuk menghasilkan biodiesel yang memenuhi standar. 3. Hasil optimasi pada transesterifikasi secara in-situ mendapatkan kondisi optimum transesterifikasi in-situ yang menghasilkan 96% biodiesel adalah pada: konsentrasi NaOH dalam metanol sebesar 0,08 mol/L; nisbah molar metanol:minyak (171,1 mol/mol); lama reaksi (3,02 jam);
dan suhu
reaksi sebesar 45,66oC. 4. Detoksifikasi menggunakan 2% NaOH, diautoklaf selama 15 menit, pada suhu 121 oC, diikuti dengan pencucian dengan metanol dan air (Indomeal-NaOH-MeOH-air)
serta transesterifikasi secara in-situ dapat
menghasilkan bungkil jarak non-toksik yang kaya protein. Detoksifikasi memberikan respon yang positif terhadap pertambahan berat badan, tak terdapatnya mortalitas, tingginya nilai nisbah efisiensi protein (protein efficiency ratio/PER) dan indeks transformasi (transformation index/TI) dari tikus percobaan.
167 5. Rancangan proses dengan menggunakan katalis heterogen CaO merupakan proses yang paling layak secara ekonomis dibandingkan dengan proses konvensional menggunakan katalis homogen NaOH berdasarkan kriteria prakiraan return of investment (ROI) dan payback period (PBP). Dari semua data memperlihatkan bahwa penggunaan katalis heterogen CaO lebih baik secara ekonomis dibandingkan dengan penggunakan katalis konvensional NaOH. Prakiraan biaya produksi per liter biodiesel untuk pabrik skala kecil kapasitas 200L/batch masing-masing adalah Rp 1.725, 50 (proses heterogen) dan Rp. 1.998,47 (proses konvensional) untuk proses minyak dengan kandungan asam lemak tinggi serta Rp 1.699,76 (proses heterogen) dan Rp. 1.707, 17 (proses konvensional) untuk proses minyak dengan kandungan asam lemak rendah. Untuk mendapatkan nilai tambah yang lebih tinggi, maka integrasi proses transesterifikasi heterogen dan detoksifikasi menggunakan 2% NaOH yang diikuti dengan pencucian dengan methanol dan air, merupakan proses yang berpotensi untuk dikembangkan. Rancangan proses yang terintegrasi dengan detoksifikasi memberikan nilai ROI yang lebih baik dan nilai PBP yang lebih singkat daripada yang proses yang tidak terintegrasi dengan detoksifikasi. Secara umum proses produksi biodiesel menggunakan katalis heterogen memiliki dampak buruk terhadap lingkungan yang lebih rendah dibandingkan dengan proses konvensional menggunakan katalis homogen. 6. Proses yang menggunakan katalis heterogen CaO meningkatkan kualitas lingkungan sebesar 4,83% pada pengolahan minyak jarak pagar ALB tinggi dan 6,50% pada pengolahan minyak jarak pagar ALB rendah. Pada proses produksi biodiesel yang terintegrasi dengan detoksifikasi, penggunaan katalis heterogen meningkatkan kualitas lingkungan sebesar 3,13% dan 3,61% masing-masing untuk minyak ALB tingggi dan ALB rendah.
168 6.2 Saran
1. Untuk pengembangan CaO sebagai katalis, disarankan memperhatikan faktor-faktor yang menurunkan kemampuan kataliknya, seperti kontak dengan udara dalam jangka cukup lama, kontak dengan air dan CO2. Aktivasi CaO pada suhu 700oC sebelum digunakan disarankan untuk meningkatkan kemampuan katalitik katalis CaO. 2. Disarankan untuk melakukan kajian mengenai dampak penerapan bungkil jarak hasil detoksifikasi pada pakan ternak dalam jangka waktu yang lebih lama. 3. Penelitian mengenai pemanfaatan gliserol sebagai hasil samping proses transesterifikasi menjadi produk yang bernilai tambah tinggi dalam proses yang terintegrasi dengan transesterifikasi merupakan langkah penting membuat produksi biodiesel menjadi lebih menarik secara ekonomis. 4. Perlu kajian yang mendalam mengenai kemungkinan penerapan pabrik skala kecil yang dapat bergerak untuk pengolahan biodiesel yang terintegrasi dengan proses ekstraksi, detoksifikasi, dan proses eterifikasi gliserol hasil samping transesterifikasi. 5. Penelitian pemuliaan tanaman dan agronomis untuk menghasilkan jarak pagar yang tidak beracun dan mengandung asam lemak bebas yang rendah merupakan penelitian penting yang dapat meningkatkan nilai tambah jarak pagar secara signifikan.
DAFTAR PUSTAKA Abdulrab W, J Salimon. 2008. Chemical and Physical analysis of tropical jatropha curcas seed oil. Prosiding Seminar Minyak dan lemak Kebangsaan 2008, Kuantan-Malaysia, halaman 108-117. Achtena WMJ, L Verchotb, YJ Frankenc, E Mathijsd, VP Singhe, R Aertsa, B Muysa. 2008. Review Jatropha bio-diesel production and use. Biomass Bioenergy 32: 1063–1084 Adam SEI, M Magzoub. 1975. Toxicol. 4: 347–354.
A toxicity of Jatropha curcas for goats.
Adam, SEI. 1974. Toxic effects of Jatropha curcas in mice. Toxicology 2: 67-76. Adebowale KO, CO Adedire. 2006. Chemical composition and insecticidal properties of the underutilized Jatropha curcas seed oil. African J Biotech. 5: 901-906. Aderibigbe AO, COLE Johnson, HPS Makkar, K Becker, N Foidl. 1997. Chemical composition and effect of heat on organic matter- and nitrogendegradability and some antinutritional components of Jatropha meal. Animal Feed Sci Technol 67: 223-243. Agarwal AK. 2007. Biofuels (alcohols and biodiesel) applications as fuels for internal combustion engines. Progress in Energy and Combustion Sci 33: 233–271. Ahmed OMM, SEI Adam. 1979 a. Toxicity of Jatropha curcas in sheep and goats. Research Vet. Sci. 27: 89-96. Ahmed OMM, SEI Adam. 1979b. Effects of Jatropha curcas on calves. Vet. Pathol. 16: 476-482. Akgun N, E Iscan. 2008. Effects of process variables for biodiesel production by transesterification. Eur J Lipid Sci Technol . 109: 486–492. Akintayo, E.T. 2004. Characteristic and composition of Parkia biglobbossa and Jatropha curcas oils and cakes. Bioresource Technol. 92: 307-310. Albuquerque MCG et al. 2008. CaO supported on mesoporous silicas as basic catalysts for transesterification reactions. Appl Catal A: Gen 334: 35–43 Alonso DM, R. Mariscal, ML Granados, P Maireles-Torre. 2009. Biodiesel preparation using Li/CaO catalysts: Activation process and homogeneous contribution. Catalysis Today 143: 167–171 Al-Zuhair S. 2007. Production of biodiesel: Biofuels, Bioprod. Bioref. 1:57–66.
possibilities and challenges.
Angarita EEY, EES Lora, RE Costa, EA Torres. 2009. The energy balance in the Palm Oil-Derived Methyl Ester (PME) life cycle for the cases in Brazil and Colombia. Renew Energy 34: 2905–2913.
170 Antolin G, FV Tinaut, Y Briceno, V Castano, C Perez, AI Ramirez. 2002. Optimization of biodiesel production by sunflower oil transesterification. Bioresour Technol. 83: 111–114. Apostolakou AA, IK Kookos, C Marazioti and KC. Angelopoulos. 2009. Techno-economic analysis of a biodiesel production process from vegetable oils. Fuel Process Technol 90 (7-8): 1023-1031. Aregheore EM, HPS Makkar, K Becker. 1998. Assessment of lectin activity in a toxic and a non-toxic variety of Jatropha curcas using latex agglutination and haemagglutination methods and inactivation of lectin by heat treatments. J Sci Food Agric. 77: 349-352. Aregheore EM, HPS Makkar, K Becker. 2003. Detoxification of a toxic variety of Jatropha curcas using heat and chemical treatments, and preliminary nutritional evaluation with rats. S Pac J *at Sci 21: 50-56. Arisoy K. 2008. Oxidative and Thermal Instability of Biodiesel. Sources, Part A 30:1516–1522.
Energy
Arzamendi G, I Campo, E Arguinarena, M Sanchez, M Montes, LM Gandia. 2007. Synthesis of biodiesel with heterogeneous NaOH/alumina catalyst: comparison with homogeneous NaOH. Chem Eng J 134: 123-130. Auvin C , C Baraguey, A Blond, F Lezenven, J-L Pousset, B Bodo. 1997. Curcacycline B, a cyclic nonapeptide from Jatropha curcas enhancing rotamase activity of cyclophilin Tetrahedron Letters 38 (16): 2845-2848. Azam MM., A Waris, NM Nahar. 2005. Prospect and potential of fatty acil methyl esters of some non-traditional seed oil for use as biodiesel in India. Biomass and Bioenergy 29: 293-302. Azapagic A. 1999. Life cycle assessment and its application to process selection, design and optimization. Chemical Eng J 73: 1-21. Bajpay D, VK Tyagi. 2006. Biodiesel: Source, Production, Composition, Properties and Its Benefit. J Oleo Sci 55: 487-502. Bala BK. 2005. Studies on biodiesels from transformation of vegetable oils for diesel engines. Energy Edu. Sci. Technol. 15: 1–45. Balat M, H Balat . Progress in biodiesel processing. 2010. doi:10.1016/j.apenergy.2010.01.012.
Appl Energy
Becker K, HPS Makkar. 2008. Jatropha curcas: A potential sources for tomorrow’s oil and biodiesel. Lipid Technol 20 (5): 104-107. Berchmans HJ, S Hirata. 2008. Biodiesel production from Jatropha curcas L. seed oil with a high content of free fatty acids. Bioresour Technol. 99: 1716–1721. Bernesson S, D Nilsson, PA Hansson. 2004. A limited LCA comparing largeand small-scale production of rape methyl ester (RME) under Swedish conditions. Biomass and Bioenergy 26: 545 – 559.
171 Bevill K. 2010. Modular Production: Co-locating Plant and Feedstock. http://www.biodieselmagazine.com/article.jsp?article_id=3408 Bonhte P, AP Dias, N Papageorgioku, K Kalyanasundaram, M Grtzel. 1996. Hydrophobic, Highly conductive Ambient Temperature Moltent Salt. Inorg. Chem. 35: 1168-1178. BRDST. 2008. Membangun Pabrik Biodiesel Skala Kecil. Swadaya.
Jakarta: Penebar
Burgess AA, DJ Brennan. 2001. Application of life cycle assessment to chemical process. Chem Eng Sci 56: 2589-2604. Caili G, S Kusefoglu. 2008. Increased yields in biodiesel production from used cooking oils by two step process: Comparison with one step process by using TGA. Fuel Process Technol. 89: 118–122. Canakci M. 2007. The potential of restaurant waste lipids as biodiesel feedstocks. Bioresource Technol. 98: 183–190. Canakci M, JV Gerpen. 2001. Biodiesel production from oils and fats with high free fatty acid content. Trans ASAE 44: 1429–1436. Cano-Asseleih LM, RA Plumbly, PJ Hylands. 1989. Purification and partial characterization of the hemagglutination from seeds of Jatropha curcas. J Food Biochem. 13: 1-20. Chang DYZ, JH Van Gerpen, I Lee, LA Johnson. EG. Hammond and SJ Marley. 1996. Fuel properties and emission of soybean oil esters as Diesel Fuel. J Am Oil Chem Soc 73: 1459-1555. Chantrell DG, IJ Gillie, K Wilson. 2005. Structure-ractivity correlation inMgAI hydrotalcite catalyst for biodiesel synthesis. Appl Catal: A Gen 287: 183190. Chatakanonda P, K Sriroth, L Vaysse, S Liangprayoon. 2005. Fatty acid composition and properties of Jatropha seed oil and its methyl ester (abstract). Proceedings of 43rd Kasetsart University Annual Conference, Thailand, 1-4 February, 2005. Chen CH, W-H Chen, C-M J. Chang, S-M Lai, C-H Tu. 2010. Biodiesel production from supercritical carbon dioxide extracted Jatropha oil using subcritical hydrolysis and supercritical methylation. J. Supercrit. Fluids (2010), doi:10.1016/j.supflu.2009.12.010 Chitra P, P Venkatachalam, A Sampathrajan. 2005. Optimimisation of experimental condition for biodiesel production from alkali-catalysed transesterification of Jatrupha curcas oil. Energy for Sustain Develop 9 (3) : 13-18. Chivandi E, JP Mtimuni, JS Read, SM Makuza. 2004. Effect of Processing on Phorbol Ester Concentration, Total Phenolics, Trypsin, Inhibitor Activity and Proximate Compositionof the Zimbabwean Jatropha curca Provenance: A Potential Livestock Feed. Pak J Bio Sci 7(6): 1001-1005.
172 Cvengros J, Z Cvengrosova. 2004. Used Frying Oils and fats and Their Utilization in the Production of Methyl Ester of Higher Fatty Acid Ester. Biomass and Bioenergy 26: 173-181. Da Silva PRS and FG Amaral. 2009. An integrated methodology for environmental impacts and costs evaluation in industrial processes. J Cleaner Production 17: 1339–1350. Darnoko D. and M Cheryan. 2006. Kinetics of palm Oil Transesterification in a Batch Reactor. J Amer Oil Chem Sci 77: 1263-1267. De Oliveira JS, P M. Leite, L B. de Souza, V M. Mello, E C. Silvab, J C. Rubim, S M.P. Meneghetti, P A.Z. Suarez. 2009. Characteristics and composition of Jatropha gossypiifolia . and Jatropha curcas L. oils and application for biodiesel production. Biomass and Bioenergy 33: 4 4 9 – 4 5 3. Demirbas A. 2009. Characterization of Biodiesel Fuels. Energy Sources, Part A, 31:889–896, Demirbas A. 2002. Biodiesel from vegetable oils via transesterification in supercritical methanol. Energy Conserv Manag 43: 2349–2356. Demirbas A. 2007a. Progress and recent trends in biofuels. Progress in Energy and Combustion Sci. 33:1–18. Demirbas A. 2007b. Biodiesel from sunflower oil in supercritical methanol with calcium oxide. Energy Conversion and Manag 48: 937-941. Devanesan MG, T Viruthagiri, N Sugumar. 2007. Transesterification of Jatropha oil using immobilized Pseudomonas fluorescens. Afr J Biotechnol 6: 2497–2501. Devappa RK, B Swamylingappa. 2008. Biochemical and nutritional evaluation of Jatropha protein isolate prepared by steam injection heating for reduction of toxic and antinutritional factors. J Sci Food Agric 88:911–919 Dorado MP, F Cruz, JM Palomar, FJ López. 2006. An approach tothe economics of two vegetable oil-based biofuels in Spain. Renew. Energy 31: 1231–1237. Dube MA, AY Tremblay, J Liu. 2007. Biodiesel production using a membrane reactor. Bioresource Technol 98: 639–47. Dunn RO, MW Shockley, MO Bagby. 1996. Improving the low-temperature properties of alternative diesel fuels: vegetable oil-derived methyl esters. J Amer Oil Chem Soc 73(12): 1719-28. Edem DO (2002) Biochemical, physiological, nutritional, hematological, and toxicological aspects: a review. Plant Foods Hum *utr 57:319–341 El-Badwi SMA, SEI Adam, HJ Hapke. 1995. Comparative toxicity of Ricinus comunis and Jatropha curcas in Brown Hissex chicks. Dtsch. Tierarztl. Wochenschr 102, 75-77.
173 Emil A, Z Yaakob, MN Satheesh Kumar, JM Jahim, J Salimon. 2010. Comparative Evaluation of Physicochemical Properties of Jatropha Seed Oil from Malaysia, Indonesia and Thailand. J Am Oil Chem Soc. DOI 10.1007/s11746-009-1537-6 Encinar, J.M., Gonzalez, J.F., Rodriguez-Reinares, A., 2005. Biodiesel from used frying oil. Variables affecting the yields and characteristics of the biodiesel. Ind. Eng. Chem. Res. 44, 5491–5499. Fangrui M, AH Milford. 1999. Biodiesel production: a review. Bioresour. Technol. 70 (1999) 1–15. Ferreira DAC, MR Meneghetti, SMP Meneghetti, SR Wolf. 2007. Methanolysis of soybean oil in the presence of tin (IV) complexes. Appl Catal A: Gen 317:58–61. Finkbeiner MA, Inaba, RBH Tan, K Christiensen and H-J Klüppel. 2006. The New International Standards for Life Cycle Assessment: ISO 14040 and ISO 14044. Int J LCA 11 (2): 80-85. Finnveden G, MZ Hauschild, T Ekvall, J Guinee, R Heijungs, S Hellweg, A Koehler, D Pennington, S Suh. 2009. Recent development of Life Cycle Assessment. J Envir Manag 91: 1-21. Foglia TA, LA Nelson, RO Dunn and WN Marmer. 1997. Low-Temperature Properties of alkyl Esters of Tallow and Grease. J Amer Oil Chem Sci 74(8): 951-955. Foidl N, G Foidl, M Sanchez, M Mittelbach, S Hackel. 1995. Jatropha curcas L as a source for the production of biofuel in Nicaragua. Bioresour Technol. 58: 77–82. Foidl N., P Eder. 1997. Agro-industrial exploitation of J. curcas. In: Gubitz, G.M., Mittelbach, M., Trabi, M. (Eds.), Biofuels and Industrial Products from Jatropha curcas. DBV Graz, pp. 88–91. Freedman B, EH Pryde. 1984. Variables Affecting the Yielda of Fatty Acid Methyl Ester from Transesterified Vegetable Oils. J Amer Oil Chem 61: 1638-1643. Fukuda H, A Kondo, H Noda. 2001. Biodiesel fuel production by transesterification of oils. J Biosci Bioengineering 92: 405–16. Gandhi VM, KM Cherian, MJ Mulky. 1995. Toxicological studies on ratanjyot oil. Food Chem. Toxicol. 33: 39-42. Garrett D.E. 1989. Chemical Engineering Economics. New York: Von Nostrand Reinhold. Gaur
S . 2009. Development and Evaluation of Effective Process for the Recovery of Oil and Detoxification of Meal from Jatropha curcas [Thesis]. Missouri: Missouri University of Sci Technol.
Geankoplis CJ. 2003. Transport Processes and Separation Process Principles. Edisi ke-4. New Jersey: Prentice Hall.
174 Georgogianni KG, MG Kontaminas, PJ Pomonis, D Avlonitis, V Gergis. 2008. Conventional and in-situ transesterification of Sunflower seed oil for production of biodiesel. Fuel Processing Technol 89 (5): 503-509. Gerpen JHV, EG Hammond, LA Johnson, SJ Marley, L Yu, I Li, A Monyem. 1996. Determining the influence of contaminants on Biodiesel Properties. Final report prepared for The Iowa Soybean promotion Board. Iowa state University. 28 p. Gnansounou E, A Dauriat, J Villegas, L Panichelli. 2010. Life cycle assessment of biofuels: Energy and greenhouse gas balances. Energy for Sustainable Develop xxx : xxx–xxx. doi:10.1016/j.esd.2010.03.001. Gnansounou E, Dauriat A, Panichelli L, Villegas JD. 2008. Estimating Energy and Greenhouse gas balances of biofuels: Concepts and methodologies. WORKING PAPER. ASEN - Laboratoire de systèmes énergétiques, Faculté Environnement naturel architectural et construit. Lausanne, Switzerland. Gnansounou E, Dauriat A, Panichelli L, Villegas JD. 2008. Energy and greenhouse gas balances: biased induced by LCA modeling choice. J Scientific Ind Research 67: 885-897. Gnansounou E, A. Dauriat, J. Villegas and L. Panichelli. 2009. Life cycle assessment of biofuels: Energy and greenhouse gas balances. Bioresource Technol 100 (21): 4919-4930 Goel, G. HPS Makkar, G Francis, and K Becker. 2007. Phorbol Esters: Structure, Biological Activity, and Toxicity in Animal. International J. Toxicology 26: 279-288. Graboski MS, RL McCormick. 1998. Combustion of fat andvegetable oil derived fuels in diesel engines, Prog. Energy Combust. Sci. 24: 125–164. Granados ML, MDZ Poves, DM Alonso, R Mariscal, FC Galisteo, R MorenoTost, J Santamaría, JLG Fierro. 2007. Biodiesel from sunflower oil by using activated calcium oxide. Appl Catal B: Envir 73:317–26. Gubitz GM, M Mittelbach, M Trabi. 1999. Exploitation of the tropical oil seed plant Jatropha curcas L. Bioresource Technol 67: 73-82. Guerreiro L, JE Castanheiro, IM Fonseca, RM Martin-Aranda, AM Ramos, J Vital. 2006. Transesterification of soybean oil over sulfonic acid functionalised polymeric membranes. Catal Today 118:166–71. Gunstone FD. 1994. The chemistry of oils and fats: sources, composition, properties and uses. Blackwell, London Haas MJ, AJ McAloon, WC Yee, TA Foglia. 2006. A process model to estimate biodiesel production costs. Biores. Tech. 97 (4): 671–678. Haas W, H Sterk, M Mittelbach. 2002. Novel 12-Deoxy-16-hydroxyphorbol Diesters Isolated from the Seed Oil of Jatropha curcas. J *at Pro 65: 1334-1440.
175 Haas W, M Mittelbach. 2000. Detoxification experiments with the seed oil from Jatropha curcas L.. Industrial Crops and Products 12: 111–118. Hancsok; F. Kovaca and M. Krar. 2004. Production of vegetable oil fatty acid methyl ester from used frying oil by combined acidic/alkali Transesterification. Petroleum & Coal 45 (3) : 36-44. Harrington, K.J., D’ Arcy-Evans, C., 1985. Transesterification in situ of sunflower seed oil. Ind. Eng. Chem. Prod. Res. Dev. 62: 314–318. Hass, M.J., Scott, K.M., Marmer, W.N., Foglia, T.A., 2004. In situ alkaline transesterification: an effective method for the production of fatty acid esters from vegetable oils. J Amer Oil Chem Soc 81: 83–89. Herrera JM, P Siddhuraju , G Francis b, G. Da´vila-Ortı´z a, K. Becker. 2006. Chemical composition, toxic/antimetabolic constituents, and effects of different treatments on their levels, in four provenances of Jatropha curcas L. from Mexico. Food Chem 96: 80–89. Huaping Z, WU Zongbin, C. Yuanxiong, Z. Ping, D. Shijie, L. Xiaohua,M. Zongqiang. 2006. Preparation of Biodiesel Catalyzed by Solid Super Base of Calcium Oxide and Its Refining Process. Chin J Catal 27(5): 391–396 Huber GW, S Iborra, A Corma. 2006. Synthesis of transportation fuels from biomass: chemistry, catalysts, and engineering. Chem. Rev. (Review) 106 (9): 4044–4098. Hysys. Plant version 3.2. User’s guide; 2005. Ilham Z, S Saka. 2010. Two-step supercritical dimethyl carbonate method for biodiesel production from Jatropha curcas oil. Bioresource Technol 101: 2735–2740. Imahara H, E Minami, S. Saka. 2006. Thermodynamic study on cloud point of biodiesel with its fatty acid composition. Fuel 85(12-13): 1666-1670. ISO (International Organization for Standardization). ISO 14041 environmental management – life cycle assessment – goal and scope definition and inventory analysis. 1998. ISO (International Organization for Standardization). ISO 14042 environmental management – life cycle assessment – life cycle impact assessment; 2000. ISO (International Organization for Standardization). ISO 14044 environmental management – life cycle assessment – principles and framework; 1997. Iso M., B Chenb, M Eguchi, T Kudo, S Shrestha. 2001. Production of biodiesel fuel from triglycerides and alcohol using immobilized lipase. J Molecular Catal B: Enzymatic 16: 53–58. ISO, 2006a. ISO 14040 International Standard. In: Environmental Management – Life Cycle Assessment – Principles and Framework. International Organisation for Standardization, Geneva, Switzerland. ISO, 2006b. ISO 14044 International Standard. In: Environmental Management – Life Cycle Assessment – Requirements and Guidelines. International Organisation for Standardisation, Geneva, Switzerland.
176 Jain S, WP Sharma. 2010. Prospects of biodiesel from Jatropha in India: A review. Renew Sustain Energy Rev 14: 763–771. Jian-Xun W, H. Qing-De, H. Feng-Hong, W. Jiang-Wei, H. Qin-Jie: Lipasecatalyzed production of biodiesel from high acid value waste oil using ultrasonic assistant. Chin J Biotechnol. 23: 1121–1128. Juan JC, J Zhang, MA Yarmo. 2007. Structure and Reactivity silica-supported zirconium sulfate for esterification of fatty acid under solvent-free condition. Appl Catals A: Gel 323: 209-215. Kandpal JB, Miramadan. 1995. Jatropha curcus : a renewable source of energy for meeting future energy needs. Renew Energy 6(2): 159-160. Kannan DC. 2009. Solid Catalyst Method for Biodiesel Production. [Dissertation]. Pennsylvania State University. Kansedo J, KT Lee, S Bhatia. 2009. Biodiesel production from palm oil via heterogeneous transesterification. Biomass Bioenergy 33: 271-276. Kapilakarn K, A Peugtong. 2007. A Comparison of Costs of Biodiesel Production from Transesterification. Int. Energy J 8: 1–6. Karinen, R.S and A.O.I. Krause. 2006. Appl Catal A: Gen 306: 128-133.
New biocomponents from glycerol.
Kawashima A, K Matsubara, K Honda. 2009. Acceleration of catalytic activity of calcium oxide for biodiesel production. Bioresource Technol 100: 696– 700. Kawashima A. K Matsubara, K Honda. 2008. Development of heterogeneous base catalyst for biodiesel production. Bioresource Technol 99: 3439-3443. Kazancev K, V Makareviciene, V Paulauskas, P Janulis. 2006. Cold flow properties of fuel mixtures containing biodiesel derived from animal fatty waste. Eur. J. Lipid Sci. Technol. 108: 753-758. Khafagy SM, YA Mohamed, SN Abdel SN,et al. 1977. .Phytochemical study of Jatropha curcas. Planta Medica 31:273-27. Khoury FM. 2005. Multistage Separation Process. Edisi ke-3. Washington : CRC Presss. Kildiran, G., Ozgul-Yucel, S., Turkay, S., 1996. In-situ alcoholysis of soybean oil. J Amer Oil Chem Soc 73: 225–228. Kim HJ, BS Kang, YM Park, DK Kim, JS Lee, KY Lee. 2004. Transesterification of vegetable oil to biodiesel using heterogeneous base catalyst. Catal Today 93–95: 315–20. King AJ. W He, JA Cuevas, M Freudenberger, D Ramiaramanana and IA Graham. Potential of Jatropha curcas as a source of renewable oil and animal feed. J Exper Botany 60 (10): 2897–2905. Kiss AA, AC Dimian and G Rothenberg. 2007. Biodiesel production by integrated reactive-separation design. Computer Aided Chemical Engineering 24: 1283-1288.
177 Kiwjaroun C, C Tubtimdee, P Piumsomboon. 2009. LCA studies comparing biodiesel synthesized by conventional and supercritical methanol methods. J Cleaner Production 17: 143–153. Klepacova, K; D. Mravec and M. Bajus. 2006. Etherification of Glycerol with tertButyl Alcohol Catalysed by Ion-Exchange Resins. Chem. Pap. 60(3): 224-230.
Knothe G, JV Gerpen, J Krahl. 2005. The Biodiesel Handbook. Ilinois: AOCS Press. Knothe G. 2005. Dependence of biodiesel fuel properties on the structure of fatty acid alkyl ester. Fuel processing Technol 89: 1059-1070. Knothe G. 2002. Structure indices in FA chemistry. How relevant is the iodine value? J Am Oil Chem Soc 9: 847–853. Knothe G. 2003 Analyzing biodiesel: standards and other methods. J Am Oil Chem Soc 83: 823–833. Kouzu M, S Yamanaka, T Kasano, M Tajika, J Hidaka. 2007. Calcium oxide as a solid base to catalyze transesterification of vegetable oil with methanol, for biodiesel production. Catalysts & Catalysis 49: 87-89. Kouzu M, JS Hidaka, Y Komichi, H Nakano and M Yamamoto. 2009. A process to transesterify vegetable oil with methanol in the presence of quick lime bit functioning as solid base catalyst. Fuel 88 (1): 1983-1990. Kouzu M, S Yamanaka, J Hidaka, M Tsunomori. 2009. Heterogeneous catalysis of calcium oxide used for transesterification of soybean oil with refluxing methanol. Appl Catal A: Gen 355: 94–99. Kouzu M, T Kasuno, M Tajika, Y Sugimoto, S Yamanaka and J Hidaka. 2008. Calcium oxide as a solid base catalyst for transesterification of soybean oil and its application to biodiesel production. Fuel 87: 2798-2806 Kouzu M, T Kasuno, M Tajika, Y Sugimoto, S Yamanaka, J Hidaka. 2008. CAtive phase of calcium oxide used as solid base catalyst for transesterification of soybean oil with refluxing methanol. App Catal A: Gen 334: 357-365. Krisnangkura K, R Simamaharnnop. 1992. Continuous Transesterification of Palm Oil in an Organic Solvent. J Am Oil Chem Soc 69: 166-169. Kulkarni MG, AK Dalai. 2006. Waste cooking oils an economical source for biodiesel: a review. Ind. Eng. Chem. Res. 45: 2901–2913. Kumar A, S Sharma. 2008. An evaluation of multipurpose oil seed crop for industrial uses (Jatropha curcas L).: a Review. Industrial Crops and Product 28 (1): 1-10 Kumar A, S. Sharma: An evaluation of multipurpose oil seed crop for industrial uses (Jatropha curcas L): A review. Ind Crops Prod. 28: 1–10. Kusdiana D, S Saka. 2001. Kinetics of transesterification in rapeseed oil to biodiesel fuel as treated in supercritical methanol. Fuel 80: 693-698.
178 Kusdiana D, S Saka. 2004 Effects of water on biodiesel fuel production by supercritical methanol treatment. Bioresour Technol 91: 289– 295. Lam MK, KT Lee, AR Mohahamed. 2009. Life cycle assessment for the production of biodiesel: a case study in Malaysia for palm oil versus jatropha oil. Biofuel Bioprod Bioref 3: 601-612. Lang X, AK Dalai, NN Bakhshi, MJ Reaney and P. B. Hertz. 2001. Preparation and characterization of bio-diesels from various bio-oils. Energy Fuels 15 (5): 1207–1212. Lavorerio S, C Bambara, V Fuschetti. 2010. A Modular Approach to Plant Design. http://www.biodieselmagazine.com/article.jsp?article_id=2011, 17 Juni 2010. Lee I, LA Johnson, EG Hammond. 1996. Reducing the cristallisation temperature of biodiesel by winterizing methyl soyate. J Amer Oil Chem Soc 73 (5): 631-636. Leung DYC, X Wu, MKH Leung. 2010. A review on biodiesel production using catalzed transesterification. Applied Energy 87: 1083–1095 Li CY, RK Devappa, JX Liu, JMin Lu, HPS Makkar and K Becker. 2010. Toxicity of Jatropha curcas phorbol esters in mice. Food and Chemical Toxicology 48 (2): 620-625 Liberalino AAA, EA Bambirra, T Moraes-Santos, CE Viera. 1988. Jatropha curcas L. seeds. Chemical analysis and toxicity. Arg Biol Technol. 31: 539-550. Lim Y, H-S Lee, YW Lee, C Han. 2009. Design and Economic Analysis of the Process for Biodiesel Fuel Production from Transesterificated Rapeseed Oil Using Supercritical Methanol. Ind. Eng. Chem. Res. 48: 5370–5378 Liu X, H He, Y Wang, S Zhu, X Piao. 2008a. Transesterification of soybean oil to biodiesel using CaO as a solid catalyst. Fuel 87: 216-221. Liu X, X Piao, Y Wang, S Zhu, H He. 2008b. Calcium methoxide as a solid base catalyst for the transesterification of soybean oil to biodiesel with methanol. Fuel 87: 1076–1082 Liu X, H He, Y Wang, S Zhu, X Piao. 2008c. Transesterification of soybean oil to biodiesel using CaO as a solid catalyst. Fuel 87: 216-221. Liu X, H He, Y Wang, S Zhu. 2007. Transesterification of soybean oil to biodiesel using SrO as a solid base catalyst. Catal. Communications 8: 1107–11. Lo´pez DE, JG Goodwin, DA Bruce. 2007. Transesterification of triacetin with methanol on Nafion acid resins. J Catal 245: 381–91. López DE, JG Goodwin Jr, DA Bruce, S Furuta. 2008. Esterification and transesterification using modified-zirconia catalysts. Appl Catal A: Gen 339 (1): 76-83.
179 Lotero E, Y Liu, DE Lopez, K. Suwannakarn, DA Bruce, JG Goodwin Jr. 2004. Synthesis of Biodiesel via Acid Catalysis. http://scienzechimiche.unipr.it/didattica/att/5dd4.5996.file.pdf (12 February 2007). Lu H, Y Liu, H Zhou, Y Yang, M Chen, B Liang. 2009. Production of biodiesel from Jatropha curcas L. oil.. Comp Chem Engin 33: 1091–1096. Luo L, E van der Voet, Gt Huppes. Helias A. U de Haes. 2009. Allocation issues in LCA methodology: a case study of corn stover-based fuel ethanol. Int J Life Cycle Assess 14: 529–539 Ma F, LD Clement, MA. Hanna. 1999. The effect of mixing on transesterification of beef tallow. Bioresource Technol 69: 289–293. Ma F, MA Hanna. 1999. Biodiesel production: a review. Bioresource Technol. 70: 1–15. Majer S, F Mueller-Langer, V Zeller, M Kaltschmitt. 2009. Implications of biodiesel production and utilization on global climate-A literature review. Eur J Lipid Sci Technol 111: 747-762. Makkar HPS, AO Aderibigbe and K Becker. 1998. Comparative evaluation of non-toxic and toxic varieties of Jatropha curcas for chemical composition, digestibility, protein degradability and toxic factors. Food Chem 62 (2): 207-215 Makkar H, J Maes, WD Greyt, K Becker. 2009. Removal and Degradation of Phorbol Esters during Pre-treatment and Transesterification of Jatropha curcas Oil. J Am Oil Chem Soc 86 (2): 173-181. Makkar HPS, K Becker. 1997. Study on nutritive potential and toxic constituents of different provenances of Jatropha curcas. J Agr Food Chem 45: 31523157. Makkar HPS, P Siddhuraju and K. Becker. 2007. Methods in Molecular Biology, vol. 393: Plant Secondary Metabolites. Totowa, NJ: Humana Press Inc.
Makkar HPS, Becker K, Sporer F and Wink M. 1997. Studies on nutritive potential and toxic constituents of different provenances of Jatropha curcas. J Agric Food Chem 45: 3152–3157. Makkar HPS, G Francis and K Becker. 2008. Protein concentrate from Jatropha curcas screw-pressed seed cake and toxic and antinutritional factors in protein concentrate. J Sci Food and Agric 88 (9): 1542-1548. Makkar, HPS and K Becker. 1997. Potential of J. curcas Seed Meal as a Protein Supplement to Life stock Feed, Constraints to its Utilization and Possible Strategies to Overcome Constraints. In Gubitz, G.M., M. Mittelbach, and M. Trabi. (eds.) Biofuel and Industrial Products from Jatropha curcas. Proceeding dari Simposium “Jatropha 97”, Nicaragua, February 23-27, pp190-205. Makkar, HPS and K Becker. 2009. Jatropha curcas, a promising crop for the generation of biodiesel and value-added coproducts. Eur J Lipid Sci. Technol. 111: 773-787.
180 Marchetti JM, VU Miguel, AF Errazu. 2008. Techno-economic study of different alternatives for biodiesel production. Fuel Process. Techn. 89: 740-748 Marchetti M, VU Miguel, AF Errazu. 2008. Esterification of free fatty acids using sulfuric acid as catalyst in the presence of triglycerides. Biomass and Bioenergy 32 (9): 892-895. Marchetti, JM; VU Miguel and AF Errazu. 2007. Possible Methods for Biodiesel Production. Renew Sustain Energy Rev 11: 1300-1311. Martinez-Herrera J, P Siddhuraju, G Francis, G Davila-Ortiz, K Becker. 2006. Chemical composition, toxic/antimetabolic constituents, and effects of different treatments on their levels, in four provenances of Jatropha curcas L. from Mexico. Food Chemistry 96: 80-89. McCabe WL & JC Smith. 1956. Unit Operations of Chemical Engineering. Edisi ke-1. New York: McGraw-Hill. Meher LC, VD Sagar, SN Naik. 2006. Technical aspects of biodiesel production by transesterification—a review. J Renew Sustain Energy Rev. 10: 248–268. Meher LC, VSS Dharmagadda, SN Naik. 2006. Optimization of alkali-catalyzed transesterification of Pongamia pinnata oil for production of biodiesel. Bioresource Technol 97 (12) : 1392-1397. Melero, J.A., G. Vicente, G. Morales, M. Paniagua, J.M. Moreno, R. Roldan, A. Ezquerro, C. Perez. 2007. Acid-catalyzed etherification of bio-glycerol and isobutylene over sulfonic mesostructure silicas. Applied Catalysis A: Gen. doi:10.1016/j.apcata.2008.04.041.
Mitra CR , SC Bhatnagar MK Sinha. 1970 Chemical examination of Jatropha curcas. Ind J Chem 8: 1047-1048. Mittelbach, M and C. Remschmidt. 2004. Biodiesel: The Comprehensive Handbook. Boersedruck Ges.m.b.H, Vienna. Austria. 331 p. Modi MK, JRC Reddy, BVSK Rao, RBN Prasad. 2006. Lipase-mediated transformation of vegetable oils into biodiesel using propan-2-ol as acyl acceptor. Biotechnol Letters 28: 637–640. Modi MK, JRC Reddy, BVSK. Rao, R.B.N. Prasad. 2007. Lipase-mediated conversion of vegetable oils into biodiesel using ethyl acetate as acyl acceptor. Bioresource Technol 98: 1260–1264. Murayama T, Y Fujiwara, T Noto. 2000. Evaluating waste vegetable oils as a diesel fuel. J. Automobile Eng. 214: 141–148. Murugesan A, C Umarani, R Subramanian, N Nedunchezhian. 2009. Bio-diesel as an alternative fuel for diesel engines—A review. Renew Sustain Energy Rev 13: 653–662 Naengchomnong W, Y Thebtaranonth, P Wiriyachitra, K T Okamoto and, J Clardy. 1986. Isolation and structure determination of two novel Lathyrenes from Jatropha curcas . Tetrahedron Letters 27 (47): 5675-5678.
181 Naengchomnong W, Y Thebtaranonth, P Wiriyachitra, KT Okamoto, J Clardy. 1986. Isolation and structure determination of four novel diterpenes of Jatropha curcas. Tetrahed. Lett. 27: 2439–2442 Naengchomnong W, B Tarnchompoo, Y Thebtaranonth. 1994. (+)-Jatropha, (+)marmesin, propacin and jatrophin from the roots of Jatropha curcas (Euphorbiaceae). J. Sci. Soc. Thail 20: 73–83. Nasikin M. 2004. Prospek Pengembangan Industri Biodiesel di Indonesia. Makalah Seminar Prospek Biodiesel di Indonesia, Serpong 12 Agustus 2004. Nazir N, D Mangunwidjaja, MA Yarmo, J Salimon and N Ramli. 2009 a. Preparation of solid acid catalysts from bentonite and their catalytic activities for the esterification of Jatropha curcas seed oil. Paper presented in ISSTEC 2009, The First International Seminar on Science and Technology. Yogyakarta, 24-25 January 2009.
Nazir N, N Ramli, D Mangunwidjaja, E Hambali, D Setyaningsih, S Yuliani, MA Yarmo and J Salimon. 2009b. Extraction, transesterification and process control in biodiesel production from Jatropha curcas: Review Article. Eur. J. Lipid Sci. Technol. 111: 1185–1200. Ndong, R., M. Montrejaud-Vignoles, O.S. Girons, B. Gabrielle, R. Pirot, M. Domergue and C. Sablayrolles. 2009. Life cycle assessment of biofuel from Jatropha curcas in West Africa: a field study. GCB Bioenergy 1: 197-210. Nelson RG, SA Howell, JA Weber. 1994. Potential feedstock supply and costs for biodiesel production, Bioenergy '94. Proceedings of the Sixth National Bioenergy Conference, Reno/Sparks, Nevada, 1994. Ngamcharussrivichai C, W Wiwatnimit and S Wangroi. 2007. Modified dolomites as caalysts for palm kernel oil transesterification. J Mol catal A: Chem 276: 24-33. Noordam M, R. Withers. 1996. Producing Biodiesel from Canola in the Inland Northwest: An Economic Feasibility Study, Idaho Agricultural Experiment Station Bulletin, vol. 785, University of Idaho, College of Agriculture, Idaho.. Noureddini, H. 1997. Process for producing Biodiesel Fuel with Reduced Viscosity and a Cloud Point Below thirty-two (32) Degrees Fahrenheit. Chemical engineering Papers: Biomaterial. University Nebraska. US Patent 6,174,501, January 16, 2001 Noyan H, M O¨nal, Y Sarıkaya. 2007. The effect of sulphuric acid activation on the crystallinity, surface area, porosity, surface acidity, and bleaching power of a bentonite. Food Chemistry 105:156–163 Onal M, Y Sarikaya. 2007. Preparation and characterization of acid-activated bentonite powders. Powder Technology 172: 14–18 Ooi TL, CM Teoh, SK Yeong, S Mamot and A Salmiah. 2005. Enhancement of Cold stability of Palm Methyl Esters. J Oil Palm Research 17: 6-10.
182 Openshaw, K. 2000. A review of Jatropha curcas: an oil plant of unfulfilled promise. Biomass and Bioenergy 19 (1): 1-15. Papong S, T Chom-In. S Noksa-nga, P Malakul. 2009. Life cycle energy efficiency and potentials of biodiesel production from palm oil in Thailand. Energy Policy 38 (1): 226-233 Park YM, DW Lee, DK Kim, JS Lee, KY Lee. 2008. The heterogeneous catalyst system for the continuous conversion offree fatty acids in used vegetable oils for the production of biodiesel. Catals Today 131: 238–243. Perry RH, DW Green, JO Maloney. Editors. 1984. Perry’s Chemical Engineers’ Handbook. Edisi ke-6. New York: McGraw-Hill Book Company. Peter MS, KD Timmerhaus. 1991. Plant Design and Economics for Chemical Engineers. New York: McGraw-Hill. Point EV. 2008. Life Cycle Environmental Impact of Wine Production and Consumption in Nova Scoti, Canada [Thesis]. Nova Scotia: Dalhousie University, Halifax, Nova Scotia. 112 p. Pramanik K., 2003. Properties and use of Jatropha curcas oil and diesel fuel blends in compression ignition engine. Renew Energy 28: 239–248. Prankl H and H Schindlbauer. 1998. Oxidation Stability of Fatty Acid Methyl Esters. Paper in 10th European Conference on Biomass for Energy and Industry 8-11 June 1998. Germany. Puspasari I. 2007. Reka Bentuk dan Analisis Kepekaan Loji Modular Biodiesel. [Tesis]. Bangi: Fakulti Kejuruteraan Universiti Kebangsaan Malaysia. Qian J, F Wang, S Liu and Z Yun. 2008. In-situ alkaline transesterifidcation of cottonseed oil for production of biodiesel and non-toxic cottonseed meal. Bioresource Technol 99: 9009-9012. Rakshit KD, J Darukeshwara, K Rathina Raj, K Narasimhamurthy, P Saibaba, S Bhagya. 2008. Toxicity studies of detoxified Jatropha meal (Jatropha curcas) in rats. Food and Chemical Toxicology 46: 3621–3625. Rakshit KD, S Bhagya. 2007. Effect of processing methods on the removal of toxic and antinutritional constituents of Jatropha meal: a potential protein source. J Food Sci Technol. 3: 88–95. Ramadhas AS, S Jayaraj, C Mureleedharan. 2005. Biodiesel production from high FFA rubber seed oil. Fuel 84: 335-340. Ranganathan SV, Narasimhan SL, Muthukumar K. 2008. An overview of enzymatic production of biodiesel. Bioresource Technol 99 (10):3975– 3981. Rathore, V and G Madras. 2007. Synthesis of biodiesel from edible and nonedible oils in supercritical alcohols and enzymatic synthesis in supercritical carbon dioxide. Fuel 86, 2650–2659 Rebitzer G. G Finnveden , MZ Hauschild, T Ekvall, J Guine´e , R Heijungs, S Hellweg, A Koehler, D Pennington, S Suh. 2009. Recent developments in Life Cycle Assessment: Review . J of Environmental Manag 91: 1–21
183 Saka S, D Kusdiana. 2001. Biodiesel fuel from rapeseed prepared in supercritical methanol. Fuel 80: 225–231. Sakai T, A Kawashima, T Koshikawa. 2009. Economic assessment of batch biodiesel production processes using homogeneous and heterogeneous alkali catalysts. Bioresource Technology 100 (13): 3268-3276. Salimon J, R Abdullah. 2008. Physicochemical Properties of Malaysian Jatropha curcas Seed Oil (Pencirian Fizikokimia Minyak Biji Jatropha curcas Malaysia). Sains Malaysiana 37(4): 379-382. Salis A, M Monduzzi and V Solinas. 2007. Use of Lipase for the production of biodiesel. . J. Polaina and A.P. MacCabe (eds.), Industrial Enzymes, 317– 339. Springer. Sarin R, M Sharma, S Sinharay, RK Malhotra. 2007. Jatropha palm biodiesel blends: An optimum mix for Asia. Fuel. 86: 1365–1371. Seider WD, JD Seader, DR Lewin. 2004. Product and Process Design Principles. Edisi ke-2. John Wiley and Sons Inc. Shah S, MN Gupta. 2007. Lipase catalyzed preparation of biodiesel from Jatropha oil in a solvent free system. Process Biochem. 42: 409–414. Sharma YC, B Singh, SN Upadhyay. 2008. Advancement in development and characterization of biodiesel: a Review. Fuel 87 (12): 2355-2373 Shibasaki-Kitikawa N, H Honda, H Kuribayashi, T Toda, T Fukumura, T Yonemoto. 2007. Biodiesel production using anionic ion-exchange resin as heterogeneous catalyst. Biores Technol 98:416–21. Shuit SH, KT Lee, AH Kamaruddin, S Yusup. 2010. Reactive extraction and insitu esterification of Jatropha curcas L. seeds for the production of biodiesel. Fuel 89: 527-530. Siddhuraju P, H.P.S Makkar, K Becker. 2002. The effect of ionising radiation on antinutritional factors and the nutritional value of plant materials with reference to human and animal food. Food Chem 78 (2): 187-205. Siddhuraju P., HPS Makkar, K Becker. 2002. The effect of ionising radiation on antinutritional factors and the nutritional value of plant materials with reference to human and animal food. Food Chemistry 78: 187–205. Siler-Marinkovic, S., Tomasevic, A., 1998. Transesterification of sunflower oil in situ. Fuel 77: 1389–1391. SimaPro 7.0. User’s guide. Pre’Consultants; 2006. Singh AK. 2008. Development of a heterogeneously catalyzed chemical process to produce biodiesel (dissertation). Missisipi: Mississippi State University. USA. Sinnott RK. 1983. An Introduction to Chemical Engineering Design. Ed. ke-1. Jilid ke-6. New York: Pergamon Press Inc. Sirrisombon P, P Kitchaiya, T Pholpho, W Mahuttanyavanitch. 2007. Physical and mechanical properties of Jatropha curcas L.fruits, nuts and kernels. Biosystem Engin 97: 201-207.
184 Song ES, JW Lim, HS Lee, YW Lee. 2008. Transesterification of RBD palm oil using supercritical methanol. J of Supercritical Fluids 44: 356–363. Soriano NU, VP Migo, K Sato and M Matsumura. 2005. Cristallization behavior of neat biodiesel and biodiesel treated with Ozonized vegetable oil. Eur. J Lipid Sci. Technology 107: 689-696. Srivastava A, R Prasad. 2000. Triglycerides-based diesel fuel. Energy Rev. 4: 111–133.
Renew Sust
Su EZ, WQ Xu, KL Gao, YZ Zheng and DZ Wei. 2007. Lipase-catalyzed in situ reactive extraction of oilseeds with short-chained alkyl acetates for fatty acid esters production. J Molecular Catalysis B: Enzymatic 48 (1-2, 3): 28-32. Sudradjat R, I Jaya dan D Setyawan. 2005a. Estrans Process Optimalzation in Biodiesel Manufacturing from Jatropha curcas L. oil. J Penel Hasil Hut 23 (4) : 239-257. Sudradjat R, A Hendra, W Iskandar dan D Setyawan. 2005b. Manufacture Technology of Biodiesel from Jarak Pagar Plant Seed Oil. J Penel Hasil Hut 23 (1) : 53-68. Suppes GJ, MA Dasari, EJ Doskocil, PJ Mankidy, MJ Goff. 2004. Transesterification of soybean oil with zeolite and metal catalysts. Appl Catal A: Gen 257: 213–23. Suwannakarn K. 2008. Biodiesel production from high free fatty acid contents feedstock. [Dissertation]. Clemson: Graduate School of Clemson University. Tamalampudi S, MRR Talukder, S Hama, T Numata, A Kondo, H Fukuda. 2008. Enzymatic production of biodiesel from Jatropha oil: A comparative study of immobilized-whole cell and commercial lipases as a biocatalyst. Biochem Eng J 39: 185–189 Tang Z , L. Wang, J. Yang. 2007. Transesterification of the crude Jatropha curcas L. oil catalyzed by micro-NaOH in supercritical and subcritical. Eur J Lipid Sci and Technol 109 (6): 585 – 590. Tao L, A Aden. 2009. The economics of current and future biofuels In Vitro Cell.Dev.Biol.—Plant 45:199–217. Tapanes NCO, DAG Aranda, JW de Mesquita Carneiro, OAC. Antunes. 2008. Transesterification of Jatropha curcas oil glycerides: Theoretical and experimental studies of biodiesel reaction. Fuel 87 (10-11): 2286-2295. Temler RS, A Ch. Dormond and PA Finot. 1983. Biological assessment of protein from different sources by protein efficiency ratio (PER) and by nitrogen retention. *utr. Report International 28: 267 -276. Tiwari AK, A Kumar, A Raheman. 2007. Biodiesel production from jatropha oil (Jatropha curcas) with high free fatty acids: an optimized process. Biomass and Bioenergy 31: 569-575.
185 Tripp MB. Evaluating the Life cycle of biodiesel in north America. [Thesis]. Toronto: Department of Civil Engineering. University of Toronto. Turner TL. 2005. Modelling and simulation of Reaction Kinetics for Biodiesel production. [Thesis]. Mechanical Engineering. North Caroline state University, Raleigh. Umdu ES, Tuncer M, Seker E. 2009. Transesterification of *annochloropsis oculata microalga’s lipid to biodiesel on Al2O3 supported CaO and MgO catalysts. Bioresource Technol 100: 2828-2831. Van Gerpen J. 2005. Biodiesel processing and production. Fuel Processing Technol 86: 1097–107. Van Kasteren JMN and AP Nisworo. 1986. A process model to estimate the cost of industrial scale biodiesel production from waste cooking oil by supercritical transesterification. Resources, Conservation and Recycling 50 (4): 442-458. Vasconcelo IM. et al. 1997. Composition, toxic and antinutritional factors of newly developed cultivars of Brazilian soybean (Glycine max). J. Sci. Food Agr. 75: 419-426. Vasudevan P and M. Briggs. 2008. Biodiesel production—current state of the art and challenges: a Review. J Ind Microbiol Biotechnol 35: 421-430. Vasudevan P, S Sharma, A Kumar. 2005. Liquid fuel from overview. J. Sci. Ind. Res. 64: 822–831.
biomass: an
Veljkovic´ VB, OS Stamenkovic´, ZB Todorovic´, ML Lazic´, DU Skala. 2009; Kinetics of sunflower oil methanolysis catalyzed by calcium oxide. Fuel 88: 1554-1562. Venter MJ, P Willems, NJM Kuipers, AB de Haan. 2006. Gas assisted mechanical expression of cocoa butter from cocoa nibs and edible oils from oilseeds. J Supercrit Fluids. 37: 350–358. Vyas A, N Subrahmanyam and PA Patel. 2009. Production of biodiesel through transesterification of Jatropha oil using KNO3/Al2O3 solid catalyst. Fuel 88 (4): 625-628. Walas SM. 1988. Chemical Process Equipment, Selection and Design. Boston: Reed Publishing Inc. Wang, P.S. 2003. The production of Iso-propyl Esters and their Effect on Diesel Engine. MSc Thesis. Iowa State University. Wang, Y., S. Ou, P. Liu, Z. Zhang. 2007. Preparation of biodiesel from waste cooking oil via two-step catalyzed process. Energy Conversion and Management 48: 184-188. Wen L, Y Wang, DL Lu, S Hu, H Han. 2010. Preparation of KF/CaO nanocatalyst and its application in biodiesel production from Chinese tallow seed oil. Fuel 89: 2267–2271. West AH, D Posarac and N Ellis. 2008. Assessment of four biodiesel production processes using HYSYS Plant. Bioresource Technol 99 (14): 6587-660
186 Widodo W. 2008. Ketahan Pakan Unggas ditengah Krisis Pangan. Naskah Pidato Pengukuhan Guru Besar Fakultas Peternakan-Perikanan Univ. Muhamadiyah Malang. Willems P, N J M Kuipers, AB de Haan. 2008. Gas assisted mechanical expression of oilseeds: Influence of process parameters on oil yield. J Supercrit Fluids. 7: 350–358. Xie W, H Li. 2006. Alumina-supported potassium iodide as a heterogeneous catalyst for biodiesel production from soybean oil. J Mol Catal A: Chem 255:1–9. Xie W, H Peng, L Chen. 2006. Transesterification of soybean oil catalyzed by potassium loaded on alumina as a solid-base catalyst. Appl Catal A: Gen 300:67–74. Yan S, H Lu, B Liang. 2008. Supported CaO Catalyst Used in Transesterification of Rapeseed Oil for the Purpose of Biodiesel Production. Energy & Fuel 22: 646-651. Yang Z, W Xie. 2007. Soybean oil transesterification over zinc oxide modified with alkali earth metals. Fuel Processing Technol 88:631–8. Yori JC, MA D’Amato, JM Grau, CL Pieck and CR Vera. 2006. Depression of the cloud point of Biodiesel by Reaction over Solid Acids. Energy & Fuel 20: 2721-2726. You, Y-D J-L Shie,, C-Yn Chang,S-H Huang, C-Y Pai, Y-H Yu, C H Chang. 2008. Economic Cost Analysis of Biodiesel Production: Case in Soybean Oil . Energy & Fuels 2008, 22, 182–189
Yurkanis, P.B. 1998. Organic Chemistry, 2nd edition. University of California, St.Barbara.Prentice Hall, Upper Saddle River, New Jersey. Zabeti M, WM, Daud MK Aroua . 2009. Activity of solid catalysts for biodiesel production: A review. Fuel Processing Technol 90:770–777 Zhang J, C Wu, W Li, Y Wang and Z Han. 2003. Study on performance mechanism of pour point depressant with differential scanning calorimeter and x-ray difraction methods. Fuel 82: 1419-1426. Zhang L. 2008. Ecologically-Based LCA-an Approach for Quantifying the Role of Natural Capital in Product Life Cycle. [Dissertation]. The Ohio State University. Zhang Y, MA Dubé, DD McLean, M Kates. 2003b Biodiesel production from waste cooking oil: 2. Economic assessment and sensitivity analysis. Bioresource Technol 90: 229–240. Zhang Y, MA Dubé, DD McLean, M Kates. 2003 a. Biodiesel production from waste cooking oil: 1. Process design and technological assessment. Bioresource Technol 89: 1–16.
187
LAMPIRAN
188
189 Lampiran 1 Kerangka logis penelitian pengembangan proses pembuatan biodiesel jarak pagar
Lampiran 2. Nama bahan kimia utama yang digunakan dalam penelitian Nama Bahan Kimia
Rumus Molekul
Produsen
1. Hexan
C6H14
SYSTERM
2. Chloroform 3. Etanol 4. Asam Forforat (85%) 5. Sodium hidroksida 6. Phenolphthalein 7. Isopropanol 8. Potassium hidroksida 9. Asam Klorida 10. Karbon tetra klorida 11. Potassium iodida 12. Pati 13. Sodium thio sulfat penta hidrat 14. Reagen Wijs 15. Metanol 16. Aseton 17. Asetonitril 18. Asam Sulfat 19. Dietil eter 20. Potassium permanganat 21. Asam Nitrat 22. Potassium dikromat 23. Magnesium oksida 24. Ammonium molibdat 25. Ammonium vanadate 26. Disodium hidrogen fosfat
CHCl3 C 2 H6 O H3PO4 NaOH C20H14O4 C 3 H8 O KOH HCl CCl4 KI C6H10O5 Na2S2O3.5H2O
SYSTERM SYSTERM BRIGHT & WILSON MERCK MERCK MERCK MERCK SYSTERM MERCK BDH MERCK RIEDEL-DE HAENAG
CH3OH C 3 H6 O CH3CN H2SO4 C4H10O KMNO4 HNO3 K2Cr2O7 MgO (NH4)6MO7O24.4H2O NH4VO3 Na2HPO4.12H2O
MERCK SYSTERM SYSTERM SYSTERM MERCK SYSTERM BDH SYSTERM R&M, ESSEX, U.K DAB-Germany BDH BDH M&B
KH2PO4
MERCK
C40H64O8
SIGMA- ALDRICH
Komposisi: SiO2, 64.15; TiO2, 0.47; CrO3, 0.003; Al2O3,10.70; Fe2O3, 0.10; MgO, 0.70; CaO, 0.03; , Na2O, 0.20; K2O, 0.50 and loss on ignition (LOI), 22.61.
PT. Superintending Indonesia
27. Mono potassium hidrogen fosfat 28. Phorbol ester (4α -phorbol12, 13-didecanoate) 29. Bentonit
191 Lampiran 3 Nama alat dan Software utama yang yang digunakan dalam penelitian ama Alat yang digunakan dalam penelitian: Alat press tenaga hydrolic jack, 10 ton Autoclave BET quantachrome Instrument (Autosorb 1-C, Boynton Beach, Florida, USA) Botol sample Buret 25 mL, 50 mL Compact Tabletop Centrifuge 2420 (Kubota Corporation, Japan) Condensor Refluks Corong corong pemisah Desikator Dietery Fiber Analyzer, Fiberstec System E 1023 Difractometer, Rikagu D-Max 2200 Powder Digester, Foss Tecator Digital Viscometer Model DV-I Brookfield Engineering Laboratories, Inc., Middleboro, MA, USA. (spindle 3, 100 rpm) Erlemeyer 250 mL, Erlemeyer 500 mL Evaporator vakum, Heidolph Laborota 4011 Digital Fat Analyzer, SoxtecTM System HT 1043 Extraction unit FTIR Simadzu 2000 Furnace HPLC, Dionex Ultimate 3000 Labu leher tiga, 250 ml Labu leher tiga, 500 ml Labu volumetrik Lovibond Automatic Tintometer Model F (The Lovibond Limited, UK). magnetic hot plate Mega microwave MLS-120
Lampiran 3
Lanjutan……………………
Oven listrik Penyaring Buchner pH-meter PHM 210 (MeterLab®-Radiometer Villeurbanne Cedex, France) Pipet 20 ml dan 25ml Protein analyzer Kjehltec 2100 Refractometer Digital Versi RFM 730 Rikagu D-Max 2200 Powder Diffractometer Shimadzu-GC17A Gas Chromatograph, Japan Spektrofotometer Absorpsi Atom (GBC 906 Elite) Termometer biasa Termometer digital, Model DTM-1T, Japan Timbangan analitik Viscometer Model DV-I Brookfield Engineering Laboratories, Inc., Middleboro, MA, USA. Vortex stirrer Perangkat lunak utama yang digunakan dalam penelitian:
Expert Design versi 6.0.6 (STAT-Ease Inc, Minneapolis, USA) Simapro Version 7.1 (Pre consultant, Belanda) HYSYS (HYprotech System) Plant =etVer 3.2 (ASPE= Tech, Cambridge MA) SPSS Versi 15, SPSS Inc. Chicago
193 Lampiran 4
Usaha pengolahan batu kapur di Halaban Sumatera Barat tempat pengambilan sampel untuk bahan baku katalis CaO
Lampiran 5 Alat kempa minyak jarak pagar
TEMPAT SAMPEL P-3
SALURA MIYAK KELUAR
P-4
DOGKRAK 10 TO
195 Lampiran 6
Pola XRD bentonit yang diaktivasi asam (S: smectite, I: illite, FWHM: full width at half maximum peak height).
2500
2000
1500
1000
HCl5.3. M non-calicinated 500
0 0 0
5
10
15
o2θ
20
25
30
35
Lampiran 7 Parameter fisik bentonit yang diaktivasi dengan asam
Parameter Fisik
Kode Bentonit yang diaktifasi asam A
Luas permukaan BET
B
C
D
E
50,6496 239,3534 210,1829
248,3601 252,2536
79,1939 374,8640 329,6299
389,3721 393,8833
46,6242 226,2408 199,0738
233,6701 232,8391
Luas pori mikro (m2/g)
4,0254
13,1128
11,0990
14,6900
19,4145
Volume pori mikro
0,0018
0,0052
0,0044
0,0060
0,0085
(m2/g) Luas permukaan 2
Langmuir m /g) Luas permukaan Eksternal (m2/g)
3
(m /g) Keterangan:
(A) Bentonit tanpa aktivasi (bentonit); (B) Bentonit yang diaktivasi dengan HCl 5,3 M (BentonitHCl); (C) Bentonit yang diaktivasi dengan HCl 5,3 M dan dikalsinasi pada suhu 500oC (Bentonit-HCl-Kal); (D) Bentonit yang diaktivasi dengan H2SO4 40wt% (Bentonit- H2SO4); (E) Bentonit yang diaktivasi dengan H2SO4 40wt% dan dikalsinasi pada suhu 500oC (BentonitH2SO4-Kal)
197 Lampiran 8 Spektrun FTIR contoh bentonit yang diaktifasi asam: (a) setelah adsorpsi pyridin pada suhu ruang selama 30 detik, (bsetelah adsorpsi dan desorpsi piridin pada suhu 150 oCselama 1 jam
[a]
[b]
Lampiran 9 Luas permukaan BET dan kekuatan basa dari katalis CaO Luas permukaan BETa (m2/g)
a
Kekuatan Basa (H_)
CaO
13
15.0 < H_ < 18.4
CaCO3
10
7.2 < H_ < 9.3
Dihitung berdasarkan metode BET dari data adsorpsi nitrogen
b Ditentukan
menggunan indikator Hammets
199 Lampiran 10
Gambar kandang tikus percobaan dan tikus yang mati karena keracunan bungkil jarak yang belum didetoksifikasi
Lampiran 11 Surat persetujuan melaksanakan percobaan menggunakan binatang dari Komite Etik Binatang, Unversiti Kebangsaan Malaysia
201
Stearat
Palmitoleat
[b]
Linoleat Linoleat
Stearat
Palmitat
Oleat
Palmitoleat
[a]
Palmitat
Oleat
Lampiran 12 Profil Asam Lemak minyak jarak pagar Malaysia dan Indonesia
Lampiran 13
Profil Standar phorbol ester
203 Lampiran 14.
No
1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 13 14 15 16 17 18 19 20 21 22 23 24 25 26 27 28 29 30 31 32 33 34
Run
2 31 32 21 7 34 11 6 15 13 16 33 30 9 17 1 12 26 27 28 14 20 29 22 3 23 24 4 18 19 5 25 8 10
Susunan CCD dan respon bilangan asam terhadap peubah proses esterifikasi menggunakan katalis Bentonit-HCl Dosis Katalis (%) (x1)
Lama Reaksi (jam) (x2)
Nisbah MeOH/ Minyak (x3)
Bilangan Asam sebelum
Bilangan Asam Setelah
Konversi (%)
2 2 4 4 2 2 4 4 2 2 4 4 2 2 4 4 1 1 5 5 3 3 3 3 3 3 3 3 3 3 3 3 3 3
4 4 4 4 6 6 6 6 4 4 4 4 6 6 6 6 5 5 5 5 3 3 7 7 5 5 5 5 5 5 5 5 5 5
9 9 9 9 9 9 9 9 15 15 15 15 15 15 15 15 12 12 12 12 12 12 12 12 6 6 18 18 12 12 12 12 12 12
11,2 11,2 11,2 11,2 11,2 11,2 11,2 11,2 11,2 11,2 11,2 11,2 11,2 11,2 11,2 11,2 11,2 11,2 11,2 11,2 11,2 11,2 11,2 11,2 11,2 11,2 11,2 11,2 11,2 11,2 11,2 11,2 11,2 11,2
8,9 8,7 6,02 8,16 79 7,98 4,87 4,92 5,9 5,6 4,03 4,16 5,2 5,4 3,21 3,12 10,78 10,66 3,98 4,02 7,23 7,12 6,99 7,02 8,32 8,33 3,21 3,34 3,99 4,01 4,32 4,17 4,19 4,37
20,5 22,3 46,3 27,1 29,5 28,8 56,5 56,1 47,3 50,0 64,0 62,9 53,6 51,8 71,3 72,1 3,8 4,8 64,5 64,1 35,4 36,4 37,6 37,3 25,7 25,6 71,3 70,2 64,4 64,2 61,4 62,8 62,6 61,0
Lampiran 15
ANOVA pengaruh esterifikasi menggunakan katalis Bentonit HCl terhadap konversi bilangan asam setelah eliminiasi peubah yang tidak signifikan
Sumber
JK
db
KT
F hitung
Prob F
> Keterangan
Model
11901,2
9
1322,35
48,25
< 0.0001
Signifikan
x1
4816,451
1
4816,451 175,73
< 0.0001
Signifikan
x2
227,21
1
227,21
8,29
0,0083
Signifikan
x3
4193,89
1
4193,89
153,01
< 0.0001
Signifikan
x1 2
1909,68
1
1909,68
69,67
< 0.0001
Signifikan
x2 2
1595,91
1
1595,91
58,23
< 0.0001
Signifikan
x3 2
485,20
1
485,20
17,70
0,0003
Signifikan
Sisa
657,81
24
27,41
205 Lampiran 16
No
Random
Susunan CCD dan respon konversi terhadap peubah transesterifikasi menggunakan katalis heterogen CaO Jenis Titik
Taraf dari setiap peubah Lama Reaksi (min)
(x1)
proses
Konversi (%)
Nisbah Metanol/ Minyak (mol mol-1) (x2)
Jumlah Katalis (wt%)
Percobaan
Perkiraan
(x3)
1
8
Fact
(-1 )75
(-1 )7:1
(-1 )0,75
86,12
82,24
2
16
Fact
(+1)115
(-1 )7:1
(-1 )0,75
80,92
76,60
3
4
Fact
(-1)75
(+1)13:1
(-1 )0,75
89,67
88,71
4
11
Fact
(+1)115
(+1)13:1
(-1 )0,75
80,76
82,82
5
9
Fact
(-1)75
(-1)7:1
(+1)1,25
36,21
40,91
6
18
Fact
(+1)115
(-1)7:1
(+1)1,25
36,68
44,40
7
13
Fact
(-1)75
(+1)11:1
(+1)1,25
79,71
90,79
8
19
Fact
(+1 )115
(+1)11:1
(+1 )1,25
83,40
94,04
9
20
Axial
(-α)60
(0)9:1
(0)1,00
87,33
85,24
10
17
Axial
(+α)120
(0)9:1
(0)1,00
87,51
82,84
11
14
Axial
(0)90
(-α)5:1
(0)1,00
22,62
23,89
12
7
Axial
(0)90
(+α)13:1
(0)1,00
88,03
80,00
13
1
Axial
(0)90
(0)9:1
(-α)0,50
83,17
90,00
14
6
Axial
(0)90
(0)9:1
(+α)1,50
73,67
59,98
15
3
Center
(0)90
(0)9:1
(0)1,00
90,16
89,24
16
10
Center
(0)90
(0)9:1
(0)1,00
92,01
89,24
17
2
Center
(0)90
(0)9:1
(0)1,00
89,20
89,24
18
12
Center
(0)90
(0)9:1
(0)1,00
90,21
89,24
19
15
Center
(0)90
(0)9:1
(0)1,00
89,75
89,24
20
5
Center
(0)90
(0)9:1
(0)1,00
90,89
89,24
Lampiran 17
ANOVA untuk persamaan model dan koefisien regresi pengaruh transesterifikasi menggunakan katalis CaO setelah eliminiasi peubah yang tidak signifikan
Sumber
JK
db
KT
F-hitung
Model
7320,51
9
813,39
11,67
x2
3148,05
1
3148,05
45,18
x3
907,06
1
907,06
13,02
x2 2
2186,26
1
2186,26
31,38
x2 x3
942,43
1
942,43
13,53
Sisa
696,79
10
69,68
207
Lampiran
18
No
Jenis
Run
Susunan CCD dan respons konversi akibat peubah transesterifikasi secara in-situ Taraf dari setiap peubah
proces
Konversi (%)
titik Katalis dalam metanol (mol L-1)
Nisbah
Lama
methanol/minyak
reaksi
(mol mol-1)
(jam)
Suhu reaksi
Percobaan
Prediksi
o
( C)
1
19
Fact
(+1)0,09
(+1)180
(+1)5
(-1)45
35,32
35,71
2
11
Fact
(+1)0,09
(+1)180
(-1)3
(-1)45
37,19
36,80
3
8
Fact
(+1)0,09
(-1)160
(+1)5
(+1)55
39,14
39,53
4
5
Fact
(-1)0,07
(+1)180
(-1)3
(+1)55
29,77
29,37
5
20
Fact
(+1)0,09
(-1)160
(-1)3
(+1)55
35,62
35,23
6
15
Fact
(-1)0,07
(-1)160
(+1)5
(-1)45
35,35
35,74
7
12
Fact
(-1)0,07
(+1)180
(+1)5
(+1)55
16,22
16,61
8
1
Fact
(-1)0,07
(-1)160
(-1)3
(-1)45
35,43
35,03
9
3
Axial
(-α)0,06
(0)170
(0)4
(0)50
55,46
55,46
10
17
Axial
(+α)0,10
(0)170
(0)4
(0)50
53,46
53,46
11
14
Axial
(0)0,08
(-α)150
(0)4
(0)50
82,02
82,02
12
21
Axial
(0)0,08
(+α)190
(0)4
(0)50
96,98
96,98
13
18
Axial
(0)0,08
(0)170
(-α)2
(0)50
96,72
92,19
14
4
Axial
(0)0,08
(0)170
(+α)6
(0)50
93,86
96,41
15
9
Center
(0)0,08
(0)170
(0)4
(-α)40
95,19
92,40
16
2
Center
(0)0,08
(0)170
(0)4
(+α)60
91,18
94,41
17
13
Center
(0)0,08
(0)170
(0)4
(0)50
94,87
94,41
18
16
Center
(0)0,08
(0)170
(0)4
(0)50
95,19
94,41
19
6
Center
(0)0,08
(0)170
(0)4
(0)50
95,19
94,41
20
7
Center
(0)0,08
(0)170
(0)4
(0)50
93,59
94,41
21
10
Center
(0)0,08
(0)170
(0)4
(0)50
93,86
94,41
Lampiran 19
ANOVA untuk model persamaan regresi pengaruh transesterifikasi in-situ dan koefisiennya setelah eliminasi faktor yang tidak berpengaruh.
Sumber
Jumlah kuadrat
Model
Derajad bebas
Jumlah Kuadrat Tengah
F-test
17825,79
13
1371,21
1022,68
x2
111,97
1
111,97
83,51
x3
19,57
1
19,57
14,59
x4
8,03
1
8,03
5,99
x1 2
2611,12
1
2611,12
1974,43
x2 2
39,38
1
39,38
29,37
x1 x2
13,21
1
13,21
9,85
x1 x3
29,13
1
29,13
21,73
x1 x4
202,80
1
202,80
151,25
x2 x3
44,47
1
44,47
33,17
x2 x4
64,43
1
64,43
48,06
x3 x4
8,18
1
8,18
6,10
x1x2x4
8978,37
1
8978,37
6696,26
Residu
9,39
7
209 Lampiran 20
Batasan sistem proses produksi biodiesel yang berasal dari jarak agar yang mengandung ALB tinggi
a Transesterifikasi dengan katalis homogen/heterogen diikuti dengan detoksifikasi
b Transesterifikasi dengan katalis homogen/heterogen tanpa detoksifikasi (konvensional)
Lampiran 21 Batasan sistem proses produksi biodiesel yang berasal dari jarak pagar yang mengandung ALB rendah a Transesterifikasi dengan katalis homogen/heterogen tanpa detoksifikasi (konvensional)
b Transesterifikasi dengan katalis homogen/heterogen diikuti dengan detoksifikasi
211
Lampiran 22
Data lengkap mengenai tiga dampak utama pada berbagai proses produksi biodiesel hasil analisis menggunakan Simapro Version 7.1
Damage category Total Ecosystem Quality Human Health Resources
Unit Pt Pt Pt Pt
JCME ALB tinggiHomogenDetoxifikasi 0.037385741 0.002041581 0.008131931 0.02721223
JCME ALB Perbaikan tinggiMutu HeterogenLingkungan Detoxifikasi 0.03557894 4.83 0.001550046 0.006624739 0.027404155
24.08 18.53 -0.71
JCME ALB rendahHomogendetoxifikasi 0.025338185 0.001308195 0.005114424 0.018915565
JCME ALB rendah Perbaikan Mutu HeterogenLingkungan detok 0.023691002 6.50 0.000826175 0.003715976 0.019148851
36.85 27.34 -1.23
Lampiran 23 Data lengkap mengenai tiga dampak utama pada berbagai proses produksi biodiesel yang terintegrasi dengan proses detoksifikasi hasiil analisis menggunakan Simapro Version 7.1
Damage category Total Ecosystem Quality Human Health Resources
Unit Pt Pt Pt Pt
JCME ALB tinggiHomogenDetoxifikasi 0.046197062 0.001513461 0.006694221 0.03798938
Perbaikan JCME ALB tinggiMutu Lingkungan HeterogenDetoxifikasi 0.044750366 3.13 0.001237659 0.005907988 0.037604719
18.22 11.74 1.01
JCME ALB rendahHomogendetoxifikasi 0.042018809 0.001097258 0.004959908 0.034487207
JCME ALB rendah Perbaikan Mutu HeterogenLingkungan detok 0.040396931 3.86 0.000864178 0.004318622 0.035214131
21.24 12.93 -2.11
Lampiran 24 Data lengkap mengenai dampak lingkungan berbagai proses produksi biodiesel dari jarak pada 11 kategori lingkungan dilampirkan hasiil analisis menggunakan Simapro Version 7.1
Impact category
Unit
Total Ozone layer Respiratory organics Radiation Minerals Land use Carcinogens Ecotoxicity Acidification/ Eutrophication Climate change Respiratory inorganics Fossil fuels
Pt Pt Pt Pt Pt Pt Pt Pt
JCME ALB tinggiHomogenDetoxifikasi 0.037385741 1.25835E-06 5.83668E-06 7.6962E-06 2.09118E-05 0.000267343 0.000602207 0.000879277
Pt Pt Pt Pt
0.000894961 0.001689205 0.005825727 0.027191318
JCME ALB Perbaikan tinggiMutu HeterogenLingkungan Detoxifikasi 0.03557894 4.83 1.21159E-06 3.72 4.89559E-06 16.12 6.8798E-06 10.61 2.1924E-05 -4.84 -2.6651E-05 109.97 0.000114081 81.06 0.00075697 13.91
0.000819727 0.001605486 0.004892186 0.027382231
8.41 4.96 16.02 -0.70
JCME ALB rendahHomogendetoxifikasi 0.025338185 8.20027E-07 3.32285E-06 7.10164E-06 1.56872E-05 0.000277081 0.000589338 0.00049261
0.000538504 0.001193441 0.0033204 0.018899878
JCME ALB Perbaikan rendah Mutu HeterogenLingkungan detok 0.023691002 6.50 7.97629E-07 2.73 3.23829E-06 2.54 3.8096E-06 46.36 1.68735E-05 -7.56 -3.3536E-05 112.10 6.72697E-05 88.59 0.000399829 18.83
0.000459882 0.001111579 0.002529282 0.019131977
14.60 6.86 23.83 -1.23
213
Lampiran 25 Data lengkap mengenai dampak lingkungan berbagai proses produksi biodiesel dari jarak pagar yang terintegrasi dengan detoksifikasi pada 11 kategori lingkungan dilampirkan hasiil analisis menggunakan Simapro Version 7.1
Kategori Dampak
Unit
Total Ozone layer Respiratory organics Radiation Minerals Land use Carcinogens Ecotoxicity Acidification/ Eutrophication Climate change Respiratory inorganics Fossil fuels
Pt Pt Pt Pt Pt Pt Pt Pt
JCME ALB tinggiHomogenDetoxifikasi 0.046197062 1.43702E-06 7.27253E-06 8.71072E-06 4.14534E-05 0.000155069 0.000379375 0.00063256
Pt Pt Pt Pt
0.000725831 0.001754656 0.00454277 0.037947927
Perbaikan JCME ALB Mutu tinggiHeterogenLingkungan Detoxifikasi 0.044750366 3.13 1.3847E-06 3.64 6.63449E-06 8.77 7.82383E-06 10.18 4.22374E-05 -1.89 -1.1303E-05 107.29 0.000101798 73.17 0.000588228 7.01 0.000660734 0.001742904 0.004047443 0.037562481
8.97 0.67 10.90 1.02
JCME ALB rendahHomogendetoxifikasi 0.040544373 1.20274E-06 5.21952E-06 1.15623E-05 4.05402E-05 0.000165462 0.000382587 0.000441639 0.000490157 0.001521997 0.00303734 0.034446667
JCME ALB Perbaikan rendah Mutu HeterogenLingkungan detok 0.040396931 0.36 1.20841E-06 -0.47 5.27244E-06 -1.01 9.51199E-06 17.73 4.20327E-05 -3.68 -1.12478E-05 106.80 8.79473E-05 77.01 0.000414189 6.22 0.000461237 0.001492243 0.002722439 0.035172099
5.90 1.95 10.37 -2.11