3 PEGEMBAGA PROSES PEMBUATA BIODIESEL JARAK PAGAR MELALUI TRASESTERIFIKASI ISITU, KATALIS HETEROGE KALSIUM OKSIDA, DETOKSIFIKASI DA UJI TOKSISITAS BUGKIL JARAK HASIL DETOKSIFIKASI 3.1 Pendahuluan Menurut Leung et al. (2010), jumlah ALB maksimum yang dapat diterima dalam sistem yang menggunakan katalis basa adalah dibawah
2,5 %.
Berdasarkan batasan ini, maka ada dua jenis minyak nabati sebagai bahan baku biodiesel yaitu minyak dengan ALB rendah (<2,5%) dan minyak yang memiliki kandungan ALB yang tinggi (> 2,5%). Minyak dengan kandungan ALB yang rendah dapat diproses menjadi biodiesel secara langsung melalui reaksi transesterifikasi satu tahap menggunakan katalis basa. Sementara itu minyak dengan ALB yang tinggi perlu perlakuan pendahuluan atau reaksi esterifikasi. Pada minyak jarak pagar yang memiliki kandungan ALB tinggi, ada dua proses yang dikembangkan. Proses pertama adalah esterifikasi menggunakan katalis heterogen bentonit yang diaktivasi dengan 5,3M HCl (Bentonit-HCl) (Nazir et al. 2009a) dan transesterifikasi menggunakan katalis heterogen CaO. Proses kedua adalah esterifikasi menggunakan katalis homogen H2SO4 (Tiwari et al. 2007) dan transesterifikasi menggunakan katalis heterogen CaO. Sementara itu, proses esterifikasi menggunakan katalis homogen H2SO4 dan transesterifikasi menggunakan katalis homogen NaOH (Tiwari et al. 2007) digunakan sebagai proses pembanding. Oleh karena metode pencucian dengan air tidak cocok untuk memurnikan biodiesel yang disintesis menggunakan katalis CaO karena hanya mampu menghilangkan separuh ion kalsium pada pemurnian biodiesel (Huaping et al. 2006), maka pemurnian biodiesel dengan adsorben yang lebih baik menggunakan bentonit yang diaktifkan dengan asam juga diteliti. Untuk minyak jarak pagar yang mengandung ALB rendah dikembangkan dua proses. Proses pertama adalah transesterifikasi minyak jarak menggunakan katalis heterogen CaO. Metode transesterifikasi menggunakan katalis heterogen terbukti lebih unggul dibandingkan dengan metode transesterifikasi homogen
54 terutama pada pemisahan dan pemurnian produk metil ester (Ma and Hanna 1999; Fukuda et al. 2001; Van Gerpen 2005; Demirbas 2007; Singh 2008). Proses kedua adalah transesterifikasi biji jarak kupas secara in-situ menggunakan katalis homogen NaOH. Transesterifikasi in situ (Harrington dan D 'Arcy-Evans 1985; Siler-Marinkovic dan Tomasevic 1998; Kildiran et al. 1996; Hass et al.
2004), merupakan
sebuah
metode produksi biodiesel yang
memanfaatkan produk-produk asli pertanian mengandung minyak sebagai sumber trigliserida untuk langsung di-transesterifikasi-kan.
Diharapkan dari proses ini
diperoleh sekaligus dua produk, yaitu biodiesel dan bungkil jarak tidak beracun yang kaya protein yang dapat dimanfaatkan untuk pakan ternak. Sementara itu, proses transesterifikasi minyak jarak pagar menggunakan katalis homogen NaOH (Chitra et al. 2005) digunakan sebagai proses pembanding. Biji jarak mengandung minyak sekitar 300–350 g kg−1, yang dapat digunakan secara langsung sebagai bahan bakar atau sebagai substitusi minyak diesel.
Bijinya dilapisi oleh kulit biji yang keras yang mengandung daging biji
berwarna putih. Perbandingan kulit dengan daging biji berkisar antara 350 sampai 400 g kg−1 dan dari 600 sampai 650 g kg−1 berturut-turut. Bungkil yang tinggal sebagai hasil samping setelah ekstraksi minyak dengan kempa ulir (screw press) sekitar 500–600 g kg−1 mengandung kulit biji yang tak dapat dicerna (Makkar et al. 2008). Biji jarak pagar sangat beracun bagi sejumlah spesies binatang (Adam 1974; Ahmed and Adam 1979a, 1979b; Makkar et al. 1998; Li et al. 2010). Toksisitas biji jarak disebabkan oleh adanya forbol ester (Goel et al. 2007; Makkar et al. 2008). Zat anti gizi yang lain dalam jumlah besar dalam biji jarak adalah inhibitor tripsin, lektin dan fitat (Makkar et al. 1997). Disamping adanya kandungan racun dan antigizi, tingginya kandungan kulit biji di dalam bungkil yang diperoleh setelah ekstraksi minyak menghambat penggunaan bungkil sebagai sumber pakan untuk ternak (Makkar et al. 2008). Kandungan protein bungkil jarak kupas hasil ekstraksi secara mekanis dengan kempa hidrolik (41,07% dan 41,67% masing-masing untuk jarak pagar Malaysia dan Indonesia) sebanding dengan kandungan protein bungkil kedele (40-45%) (Widodo 2008). Kedua jenis jarak pagar ini memiliki kandungan
55 forbol ester yang lebih besar (6,55-6,87 mg/g) daripada bungkil jarak varitas Cape Verde
(2,70 mg/g), varitas icaragua (2,17mg/g) dan varitas tidak beracun
Mexico (0,11 mg/g) (Makkar dan Becker 1997) serta varitas India (6,05mg/g) (Gaur 2009). Agar bungkil jarak tersebut dapat dikonsumsi oleh ternak, maka perlu dilakukan detoksifikasi (Aregheore et al. 2003). Untuk maksud tersebut di atas perlu dilakukan penelitian mengenai detoksifikasi bungkil jarak dan uji toksisitas bungkil pada tikus percobaan. Ada dua proses detoksifikasi yang dikembangkan dalam penelitian ini. Metode pertama yaitu metode detoksifikasi bungkil setelah ekstraksi dengan perlakuan NaOH diikuti dengan pencucian dengan air. Perlakuan dengan NaOH berfungsi menurunkan forbol ester (Haas and Mittelbach 2000; Rakshit et al. 2008; Makkar et al. 2009). Metode kedua adalah metode detoksifikasi melalui transesterifikasi biji kupas secara in-situ. Metode ketiga adalah metode detoksifikasi biji kupas setelah ekstraksi dengan perlakuan NaOH, diautoklaf pada suhu 121oC selama 15 menit, diikuti dengan pencucian dengan metanol dan air. Perlakuan menggunakan panas berfungsi untuk menghilangkan zat anti gizi yang ada di dalam bungkil jarak pagar ( Aregheore et al. 2003). Tujuan dari penelitian ini adalah (1)
untuk melihat sifat fisika kimia
minyak, kandungan gizi dan kandungan racun forbol ester bungkil dari dua jenis jarak pagar yang berasal dari dua sumber yang berbeda. Hasil penelitian pada tahap ini menjadi acuan untuk penelitian tahap berikutnya. Tujuan ke (2) adalah untuk mendapatkan kondisi proses esterifikasi dan transesterifikasi minyak jarak pagar ALB tinggi yang optimal dalam proses produksi biodiesel menggunakan katalis heterogen; (3) untuk mendapatkan jenis adsorben yang efektif di dalam proses pemurnian biodiesel yang diproses menggunakan katalis heterogen CaO; (4) untuk mendapatkan kondisi proses transesterifikasi minyak jarak pagar ALB rendah yang terbaik dalam proses produksi biodiesel menggunakan menggunakan katalis heterogen, (5) untuk mendapatkan kondisi proses transesterifikasi in-situ yang optimal dalam proses produksi biodiesel yang sekaligus juga menghasilkan bungkil jarak pagar tidak beracun sebagai hasil samping dari transesterifikasi in situ;
(6)
untuk
mendapatkan
metode
detoksifikasi
yang
tepat
untuk
menghilangkan kandungan racun yang ada pada bungkil jarak; (7) untuk melihat
56 pengaruh bungkil jarak pagar hasil detoksifikasi terhadap pertambahan berat badan, mortalitas, nisbah efesiensi protein (protein efficiency ratio-PER) dan indeks transformasi pangan (food transformation index-TI) dari tikus percobaan.
3.2 Bahan dan Metode 3.2.1 Bahan Biji jarak pagar
yang mengandung ALB rendah berasal dari kebun
percobaan Fakulti Sains dan Teknologi Universiti Kebangsaan Malaysia.
Biji
jarak pagar yang mengandung ALB tinggi berasal dari perkebunan rakyat di Propinsi Lampung.
Biji yang rusak dibuang dan biji yang baik dibersihkan,
dikupas kulit bijinya dan dikeringkan pada suhu 100–105oC selama 30 menit. Anhidrat metanol (MeOH) 99,8%, sodium hidroksida (NaOH), asam sulfat (H2SO4), dan asam klorida (HCl) 37-38% murni dibeli dari ChemAR®. Bubuk bentonit kaya kalsium yang digunakan dalam percobaan diperoleh dari PT. Superintending Company,
Indonesia. Analisis bahan kimia dari bentonit (%
massa) adalah SiO2 (64,15); TiO2 (0,47); CrO3 ( 0,003); Al2O3 (10,70); Fe2O3 (0,10); MgO (0,70); CaO (0,03); Na2O (0,20); K2O (0,50) dan Loss on Ignition (LOI), 22,61.
Batu kapur (CaCO3) yang digunakan sebagai bahan baku untuk
membuat katalis CaO diperoleh dari Halaban, Sumatera Barat-Indonesia. Pakan tikus komersial berasal dari Australia (Barastoc, Ridley AgroProduct Pty, Ltd Australia). Tikus yang digunakan sebagai hewan percobaan adalah tikus putih jenis Sprague Dauley berasal dari Rumah Hewan Universiti Kebangsaan Malaysia. Secara lengkap bahan kimia yang digunakan dalam seluruh penelitian disertasi ini ada pada Lampiran 2 dan daftar alat yang digunakan ditampilkan pada Lampiran 3. Gambar lokasi pengambilan batu kapur yang digunakan dalam penelitian ini dapat dilihat pada Lampiran 4.
3.2.2 Ekstraksi Minyak Ekstraksi minyak dilakukan menggunaan alat kempa berkekuatan 10 ton. Gambar lengkap dari alat kempa ini dapat dilihat pada Lampiran 5. Minyak hasil ekstraksi disimpan pada suhu kamar dan disimpan dalam ruangan es -5oC sampai
57 ia diperlukan untuk analisis. Minyak yang berhasil diekstrak dari daging biji ditimbang beratnya. Rendemen minyak dinyatakan sebagai persentase minyak dalam daging biji jarak pagar. .
3.2.3 Penentuan Sifat Fisik Viskositas minyak diukur dengan Digital Viscometer Model DV-I
Viskositas.
Brookfield Engineering Laboratories, Inc., Middleboro, MA, USA
(spindle 3,
100 rpm) selama 1 menit. Indeks Bias. Indeks bias diukur menggunakan Refractometer Digital Versi RFM 730 yang terhubung dengan termometer digital Model DTM-1T, Japan, pada suhu 25,6 ºC. Densitas.
Densitas minyak diukur menggunakan timbangan analitik, dimana
1mL minyak ditimbang dan beratnya pada suhu kamar. Densitas merupakan berat/volume.
3.2.4 Penentuan Sifat Kimia Penetapan Keasaman. Nilai asam didefinisikan sebagai mg kalium hidroksida yang diperlukan untuk menetralisir asam lemak dalam 1 g contoh dan diukur menggunakan metode AOCS Te 1a-64. Nilai ini mencerminkan jumlah asam lemak bebas dalam biodiesel. Sebanyak 5 g contoh ditimbang secara akurat dan dimasukkan ke dalam botol erlenmeyer 500 mL. Kemudian, 70-100 mL isopropanol dituangkan ke dalam labu yang dipanaskan di atas hot plate. Larutan itu kemudian digoyang-goyang sampai teramati larutan menjadi homogen. Berikutnya, 0,5 mL indikator phenolphthalein ditambahkan ke dalam erlemeyer dan contoh larutan dititrasi dengan 0,02 N NaOH. Volume titrasi tercatat pada titik di mana warna pink pertama muncul dan berlangsung selama 30 detik. Asam lemak bebas dan bilangan asam dihitung dengan menggunakan persamaan di bawah ini:
58 % ALB sebagai oleat = 28,2 × N × V W dengan:
N adalah normalitas larutan NaOH V adalah volume larutan NaOH yang digunakan dalam mL W adalah berat contoh
Bilangan Asam = % ALB sebagai oleat × 1,99
Penentuan Bilangan Iod.
Sebanyak 0,3 g dari minyak ditempatkan dalam botol
500 mL, 15 mL karbon tetraklorida (CCl4) ditambahkan untuk melarutkan minyak, dan 25 mL larutan Wijs ditambahkan ke dalam botol dan tutupnya dimasukkan. Setelah mengguncang campuran dengan lembut, botol ditempatkan dalam gelap selama 1 jam. Setelah dibiarkan selama 1 jam, 20 mL kalium iodida (KI) 10% dan 150 mL air suling ditambahkan. Campuran itu dititrasi dengan larutan natrium thiosulfat (Na2S2O3 0,1N) sampai warna kuning karena iod hampir menghilang, 1 mL larutan indikator (pati, 1%) ditambahkan, dan titrasi dilanjutkan sampai warna biru menghilang. Tes blanko dilakukan dibawah kondisi yang sama. Bilangan iod dihitung menurut persamaan:
Bilangan iod = 12,69 × N × (V2-V1) W dengan: N adalah normalitas yang tepat dari larutan Na2S2O3 yang digunakan. V2 adalah volume (mL) larutan Na2S2O3 digunakan untuk uji blanko. V1 adalah volume (mL) larutan Na2S2O3 digunakan untuk penentuan contoh. W adalah berat dalam gram dari bagian pengujian contoh.
Penentuan Bilangan Penyabunan. Bilangan penyabunan dilakukan menurut method AOCS Cd 3-25 (Salimon et al. 2006). Sebanyak 2 g dari minyak biji jarak pagar itu ditempatkan dalam erlemeyer, dan 25 mL kalium hidroksida beretanol (KOH 0,5N) ditambahkan dengan beberapa batu didih. Kemudian tabung dihubungkan dengan kondensor refluks dan campuran dididihkan selama 1 jam. Setelah mendidih, campuran ini didinginkan dan 1mL indikator fenolftalein 1%
59 ditambahkan. Selanjutnya campuran itu dititrasi dengan asam klorida (HCl 0,5N) sampai warna merah muda indikator menghilang. Tes blanko dilakukan dibawah kondisi yang sama. Nilai bilangan penyabunan dihitung dengan persamaan:
Bilangan Penyabunan (SV) = 56,1 × N × (Vb-Vs) W dengan: Vb adalah volume (mL) dari larutan HCl yang digunakan untuk blanko. Vs adalah volume (mL) dari larutan HCl yang digunakan untuk penentuan contoh. N adalah normalitas HCl. W adalah berat (g) dari contoh. 56,1 adalah berat molekul KOH.
Bilangan penyabunan dinyatakan dalam mg / g
Penetapan Bahan Tidak Tersabunkan .
Kira-kira 10 g minyak dimasukkan ke
dalam labu berdasar bundar dan 30 mL etanol dan 5 mL larutan KOH berair ditambahkan dengan beberapa batu didih ke dalam labu tersebut. Labu tersebut dihubungkan dengan kondensor refluks, dan campuran dididihkan selama 1 jam. Setelah mendidih,
pemanasan dihentikan dan campuran reaksi dipindahkan
menggunakan corong pemisah. Labu itu dibilas dengan 10 mL etanol diikuti oleh 20 mL air suling hangat dan kemudian 20 mL air suling dingin, dan semua hasil cucian dipindahkan ke corong pemisah. Isi corong pemisah dibiarkan dingin pada suhu ruangan, setelah itu 50 mL heksana ditambahkan ke dalam corong pemisah. Setelah mengguncang campuran dengan kuat selama 1 menit, biarkan campuran beberapa menit untuk mendapatkan dua fase. Larutan fase sabun dipindahkan
seutuhnya ke dalam corong pemisah kedua. 50 mL heksana
ditambahkan ke dalam corong pemisah. Setelah mengguncang campuran selama 1 menit dengan keras, campuran dibiarkan beberapa menit untuk mendapatkan dua fase. Ekstraksi menggunakan 50 mL heksana diulang lima kali. Gabungan ekstrak di corong pemisah dicuci tiga kali dengan 25 mL 10% (v/v) etanol, setelah corong pemisah diguncang keras,
keluarkan lapisan etanol setelah mencuci.
Heksana diuapkan sampai kering menggunakan rotary evaporator hampa, selesaikan pengeringan dalam oven hampa pada suhu
75°C-80°C, dan
60 didinginkan dalam desikator dan timbang (Wr). Residu ini dilarutkan dalam 50 mL
etanol 95%, dan dititrasi dengan larutan NaOH 0,02N menggunakan
indikator fenolftalein sampai tercapai warna merah muda.
Kandungan asam
lemak bebas dihitung dengan persamaan berikut ini:
g asam lemak (Wal) = VaOH × 0,00056 Jumlah bahan tak tersabunkan dinyatakan sebagai : Bahan tak tersabunkan = 100 (Wr -Wal) W dengan: W adalah berat contoh, dalam gram. Wr adalah berat dari residu, dalam gram. Wal adalah berat asam lemak, dalam gram. Analisis Komposisi Asam Lemak Metode Kromatografi Gas. Metode kromatografi gas (GC) dilakukan untuk analisis komposisi asam lemak. Kromatografi dilengkapi dengan detektor ionisasi nyala dan kolom kapiler (30 m × 0,25 mm × 0,25 mm film). Parameter GC ditunjukkan pada Tabel 23.
Tabel 23
Parameter metode kromatografi gas
Parameter
Value
Gas Pembawa
Nitrogen
Suhu detektor
280°C (FID)
Suhu Injector
250°C
Kecepatan alir injektor
0,3 mL/min
Suhu awal
120°C (5 min)
Suhu akhir
180°C (10 min)
Persiapan fatty acid methy ester (FAME) ini dilakukan menurut Salimon et al. (2006), dimana 1 mL heksana dimasukkan ke dalam 0,1 mL minyak jarak
61 pagar, dan 1 mL larutan natrium metoksida (1,55g NaOH dalam 50 mL metanol) ditambahkan ke dalam larutan minyak. Larutan diaduk dengan putaran keras menggunakan Vortex stirrer selama 10 detik. Larutan dibiarkan selama 10 menit untuk memisahkan larutan FAME yang berwarna jernih dari lapisan berair yang berwarna keruh. Lapisan atas dikumpulkan dengan hati-hati. Komposisi asam lemak dari minyak jarak pagar
yang ditentukan
menggunakan FAME yang diinjeksikan ke kromatografi gas untuk analisis. Identifikasi puncak dilakukan oleh retensi dengan cara membandingkan mereka dengan standar asli yang dianalisis dalam kondisi yang sama.
3.2.5 Analisis Proksimat Zat Gizi Bungkil Jarak Pagar Kandungan zat gizi bungkil jarak pagar masing-masing dianalisis dengan metode AOAC 934.01; 988.05; 920.39, 942.05 dan 962.09 (AOAC, 2000), berturut-turut untuk kadar air,
protein (N x 6,25), lemak, karbohidrat (by
different), abu dan serat kasar. 3.2.6 Perkiraan Forbol Ester (Makkar et al. 2007; Gaur 2009) Sekitar 1 g (± 0,1 g) dari contoh ditimbang dan dipindahkan ke tabung sentrifus 15 mL, tambahkan 5 mL metanol (HPLC grade) ke dalam tabung. Isi tabung itu diaduk dengan ultrasonic selama 30 menit.
Setelah itu,
tabung
ditempatkan dalam sentrifus dan berputar dengan kecepatan 3500 rpm selama 20 menit. Supernatan hati-hati dipindahkan ke tabung gelas 15 mL. dilakukan tiga kali pada setiap contoh.
Langkah ini
Ekstrak metanol itu dikumpulkan
selanjutnya dipekatkan menggunakan rotary evaporator. Ekstrak pekat tersebut disaring melewati saringan 0,22 µm. Contoh selanjutnya dianalisis menggunakan HPLC Dionex Ultimate 3000, kolom C18 5µm, 4.6 x 250 mm i.d., pada suhu 35oC, kecepatan aliran 1 mL/min. Pelarut yang digunakan adalah: (A) Acetone (60%) dan (B) acetonitrile (40%). Kandungan forbol ester diekspresikan dengan menggunakan forbol ester 12-miristat 13-asetat sebagai standar.
62 3.2.7 Penyiapan Bentonit yang Diaktivasi Asam Teknik yang digunakan untuk aktivasi bentonit adalah teknik impregnasi. Bentonit diimpregnasi dalam
HCl 5,3 M atau H2SO4 40wt% dengan cara
merefluks campuran bentonit dan asam tersebut pada suhu 80oC selama 4 jam. Setelah itu campuran disaring menggunakan kertas Whatman 40. -1
penyaringan dicuci dengan air deionized sampai ion Cl terdeteksi. Setelah dilakukan
Residu hasil
atau SO4-1
pengeringan selama satu malam,
tidak bentonit
o
dikalsinasi pada suhu 500 C selama tiga jam. Ada lima jenis bentonit yang diaktivasi asam yang akan digunakan untuk esterifikasi minyak jarak pagar dengan metanol dan sebagai adsorben untuk pemurnian biodiesel adalah: (A) Bentonit tanpa aktivasi (bentonit); (B) Bentonit yang diaktivasi dengan HCl 5,3 M (Bentonit-HCl); (C)
Bentonit yang diaktivasi dengan
HCl 5,3 M dan
dikalsinasi pada suhu 500oC (Bentonit-HCl-Kal); (D) Bentonit yang diaktivasi dengan H2SO4 40wt% (Bentonit- H2SO4); (E) Bentonit yang diaktivasi dengan H2SO4 40wt% dan dikalsinasi pada suhu 500oC (Bentonit-H2SO4-Kal).
3.2.8 Karakterisasi Bentonit yang Diaktivasi Asam Analisis XRD. Difraksi X-ray (XRD) disiapkan dengan metode slide kaca dan direkam menggunakan Diffractometer Rikagu D-Max 2200 yang beroperasi pada 40 kV dan 30 mA,
menggunakan radiasi Cu Kα yang
gelombang 0,15418 nm, Reynolds, 1997).
memiliki panjang
pada kecepatan scanning 2o2θ min_1 (Moore &
Pola difraksi X-ray dari bentonit yang diaktivasi asam dapat
dilihat pada Lampiran 6. Luas permukaan.
Luas permukaan bentonit diukur dengan metode multipoint
Brunauer, Emmett dan Teller (BET) menggunakan instumen analisis permukaan quantachrome Instrument (Autosorb 1-C, Boynton Beach, Florida, USA). Analisis ini dilakukan dengan menggunakan adsorpsi nitrogen / desorpsi isoterm pada suhu nitrogen cair dan tekanan relatif (P/ Po) mulai 0,04-0,4 di mana hubungan linear dipertahankan. Hasil analisis BET dapat dilihat pada Lampiran 7.
63 Kajian Keasaman.
Sekitar 20 mg contoh ditekan dengan beban 2-5 ton selama
satu menit untuk mendapatkan cakram 13 mm.
Spektrum inframerah
dikumpulkan pada suhu kamar menggunakan spektrometer FTIR Simadzu 2000 dengan resolusi 2 cm-1. Tapak asam dikaji menggunakan piridina sebagai probe molecule. Kemudian piridina diserapkan selama 30 detik pada suhu kamar, dilanjutkan dilakukan desorpsi pada 150°C selama 1 jam. Spektra inframerah contoh direkam pada daerah hidroksil pada 4000–3000 cm−1 dan daerah vibrasi piridina pada 1700–1300 cm−1 (Lampiran 8). 3.2.9 Persiapan Katalis CaO Katalis (CaO dalam bentuk bubuk), disiapkan dengan cara membakar batu kapur (CaCO3) hasil pertambangan rakyat selama 1,5 jam pada suhu 900oC (Kouzu et al 2007). CaO disimpan di bawah kondisi hampa di dalam desikator yang mengandung silika gel dan pelet KOH untuk menghilangkan H2O dan CO2.
3.2.10 Karakterisasi Katalis CaO Luas permukaan CaO diukur dengan multipoint Brunauer, Emmett dan Teller (BET) metode dari Analisis Permukaan Quantachrome Instrument (Autosorb 1-C, Boynton Beach, Florida, USA). Ini dilakukan dengan menggunakan adsorpsi / desorpsi nitrogen pada suhu isoterm nitrogen cair dan tekanan relatif (P/ Po) mulai 0,04-0,4 di mana hubungan linear dipertahankan. Kekuatan dari katalis CaO (Ho) ditentukan dengan menggunakan indikator Hammett. Kira-kira 25 mg katalis diguncang dengan 5 mL dari larutan indikator Hammett diencerkan dengan metanol dan dibiarkan untuk menyeimbangkan selama 2 jam.
Setelah seimbang, warna katalis dicatat.
Indikator Hammett
(untuk kekuatan tapak asam) yang digunakan adalah: merah netral (pKa = 6,8), metil merah (pKa = 4,8), P-dimethylaminoazobenzene (PKa = 3,3) dan violet kristal (pKa = 0,8). Indikator Hammett asam (untuk tapak basa) yang digunakan adalah: fenolftalein (PKBH+ = 8,2), Nil biru (PKBH+ = 10,1), tropaeolin (PKBH+ = 11), 2,4-dinitroanilin (PKBH + = 15), 4-kloro-2-nitroanilin (PKBH+ = 18,2) dan 4 kloroanilin (PKBH
+
= 26,5). Nilai Ho contoh pada tapak asam ditentukan oleh
64 nilai Ho terkecil di antara indikator Hammett yang telah mengalami warna perubahan dan yang memiliki nilai Ho kurang dari 7,0. Dan nilai Ho contoh di tapak basa ditentukan oleh nilai Ho terbesar diantara indikator Hammett yang telah mengalami perubahan warna dan memiliki nilai Ho lebih dari 7,0.
Luas
permukaan BET dan kekuatan basa dari katalis CaO dapat dilihat pada Lampiran 9.
3.2.11 Optimisasi Proses Esterifikasi Menggunakan Katalis Bentonit-HCl Esterifikasi dilakukan dalam labu leher-tiga berukuran 250 mL.
Labu itu
dilengkapi dengan pengaduk magnetik dan kondensor refluks, dan dipanaskan pada magnetic hot plate. Dalam percobaan ini, labu berisi contoh minyak jarak pagar terlebih dahulu dipanaskan sampai suhu yang ditunjuk (65oC). Hal ini diikuti dengan penambahan campuran metanol
dan katalis asam bentonit
sebelum menyalakan pengaduk magnetiknya. Penambahan campuran metanol dan katalis ini menandai dimulainya reaksi esterifikasi.
Setelah esterifikasi,
minyak dan katalis dipisahkan setelah sebelumnya disentrifus selama 5 menit. Bagian atas yang jernih yang merupakan hasil esterifikasi selanjutnya didistilasi secara hampa pada suhu dibawah 50oC untuk pengambilan metanol. Lapisan minyak kemudian dicuci dengan air beberapa kali sampai pH air cucian mendekati 7,0. Minyak yang sudah diesterifikasi dikeringkan mengunakan magnesium sulfat anhidrat sebelum nilai asam dianalisis. Konversi ALB didefinisikan sebagai bagian dari ALB yang dihilangkan. Konversi ALB
(XALB) ditentukan
menggunakan persamaan di bawah ini:
dengan, ai adalah jumlah asam awal reaktan dan at adalah jumlah asam produk pada waktu 't' setelah esterifikasi.
Rancangan percobaan yang dipilih untuk studi ini adalah Central Composite Design (CCD) yang membantu dalam menyelidiki pengaruh linear,
65 kuadrat, dan lintas-efek dari variabel proses esterifikasi (independen) pada konversi ALB minyak jarak pagar (respon). CCD terdiri dari 34 run percobaan dengan 6 ulangan pada titik pusat (centre point). Tiga variabel proses esterifikasi dipelajari adalah dosis katalis, waktu reaksi, nisbah metanol:minyak.
Tabel 24
disampaikan rentang dan taraf dari tiga peubah bebas yang diteliti. Setiap respon dari proses transesterifikasi akan digunakan untuk mengembangkan sebuah model matematis yang berkorelasi dengan konversi ALB minyak jarak pagar menurut persamaan polinomial berikut:
dengan y adalah perkiraan konversi ALB minyak jarak pagar, xi dan xj mewakili peubah-peubah, ßj adalah efek linier, ßij adalah efek interaksi, ßjj adalah efek kuadratik. Perangkat lunak Expert Design versi 6.0.6 (STAT-Ease Inc, Minneapolis, USA) digunakan untuk analisis regresi dari data percobaan sesuai dengan persamaan polinomial dan juga untuk evaluasi signifikansi statistik dari persamaan yang dikembangkan. Tabel 24
Peubah bebas dan taraf yang digunakan untuk CCD esterifikasi menggunakan katalis bentonit yang diaktivasi HCl
Peubah
Kode
Satuan
Taraf -α
-1
0
+1
+α
Dosis katalis
X1
wt%
1
2
3
4
5
Lama reaksi
X2
Jam
3
4
5
6
7
Nisbah
X3
mol mol-1
6:1
9:1
12:1
15:1
18:1
metanol:minyak
66 3.2.12
Proses Esterifikasi Menggunakan Katalis Homogen (Tiwari et al. 2007)
Asam Sulfat
Esterifikasi dilakukan dalam labu leher-tiga berukuran 250 mL. Labu itu dilengkapi dengan pengaduk magnetik dan kondensor refluks, dan dipanaskan pada magnetic hot plate. Dalam percobaan ini, labu berisi contoh minyak jarak pagar terlebih dahulu dipanaskan hingga suhu yang ditentukan.
Hal ini diikuti
dengan penambahan campuran metanol (nisbah metanol: minyak 0,28 v /v) dan asam sulfat (1,34% v/v) sebelum menyalakan pengaduk magnet.
Penambahan
campuran metanol dan katalis ini menandai dimulainya reaksi esterifikasi. Setelah reaksi berlangsung, katalis dan minyak dipisahkan menggunakan corong pemisah. Minyak hasil esterifikasi
selanjutnya didistilasi secara hampa pada
o
suhu dibawah 50 C untuk pengambilan metanol. Lapisan minyak kemudian dicuci dengan air beberapa kali sampai pH air cucian mendekati 7,0.
Minyak
yang sudah diesterifikasi dikeringkan mengunakan magnesium sulfat anhidrat sebelum nilai asam dianalisis. Konversi ALB didefinisikan sebagai bagian dari ALB yang dihilangkan. Konversi ALB (XALB) ditentukan menggunakan persamaan di bawah ini:
dengan, ai adalah jumlah asam awal reaktan dan at adalah jumlah asam produk pada waktu 't' setelah esterifikasi. 3.2.13
Transesterifikasi Minyak Jarak Pagar Menggunakan Katalis Homogen aOH (Tiwari et al. 2007)
Lapisan minyak
hasil
esterifikasi
dipindahkan ke labu
leher tiga
o
berukuran 250 mL. Minyak tersebut dipanaskan sampai suhu 60 C. Setelah itu, metanol
(0,16v/v) dan katalis ( 3,5 w/v + bilangan asam,
w/v NaOH)
ditambahkan ke dalam minyak yang sudah diesterifikasi. Campuran ini bereaksi selama 24 menit pada 60oC. Campuran dibiarkan untuk menetap pada corong pemisah untuk memisahkannya menjadi dua lapisan.
Lapisan bawah adalah
67 gliserol, sementara lapisan atas adalah metil ester (biodiesel mentah). metil ester
Lapisan
kemudian dicuci dengan air beberapa kali sampai pH air cuci
mendekati 7,0 dan dikeringkan mengunakan magnesium sulfat anhidrat sebelum dianalisis. 3.2.14
Optimasi Proses Produksi Biodiesel dari Minyak Jarak yang Mengandung ALB Tinggi Melalui Transesterifikasi Menggunakan Katalis CaO
Katalis CaO dan metanol ditambahkan ke dalam labu leher tiga 250 mL dan diaduk selama 20 menit. Kemudian, suhu dinaikkan sampai suhu reaksi yang diinginkan. Tambahkan 30 g minyak jarak pagar hasil esterifikasi yang telah dipanaskan lebih dulu ke dalam labu tersebut. Setelah reaksi, katalis padat dipisahkan dengan sentrifugasi menggunakan Compact Centrifuge Tabeltop 2420 (Kubota, Jepang). Cairan itu dimasukkan ke dalam corong pisah dan disimpan pada suhu lingkungan selama 4 jam. Setelah itu, dua fase cair muncul: lapisan atas adalah biodiesel dan gliserol pada lapisan bawah.
Biodiesel hasil sintesis
dimurnikan menggunakan asam sitrat (kontrol) (Huaping et al. 2006) dan bentonit yang diaktivasi asam (perlakuan) sebelum dilakukan analisis. Analisis biodiesel untuk setiap contoh dilakukan dengan melarutkan 1,0 g contoh biodiesel ke dalam 8 mL n-heksana dan 1 µL dari larutan ini disuntikkan ke Kromatografi Gas Shimadzu-GC17A dengan ukuran kolom (3,0 m × 0,25 mm).
Suhu oven dari GC diprogram 180°C (isotermal) selama 15 menit. Suhu
injektor dan detektor itu masing-masingnya adalah 280°C dan 250°C. Kemurnian contoh biodiesel dihitung berdasarkan perbandingan luas FAME atas standard (referensi) oleh persamaan berikut:
dimana kemurnian contoh biodiesel mengacu pada konversi dari minyak jarak pagar ke fatty acid methyl ester (biodiesel).
68 Rancangan percobaan yang dipilih untuk penelitian ini adalah Central Composite Design (CCD) yang membantu dalam penyelidikan pengaruh linear, kuadrat dan lintas-efek produk dari variabel proses transesterifikasi (independen) pada rendemen biodiesel jarak pagar (respon). CCD terdiri dari 20 run percobaan dengan 6 ulangan pada titik pusat (centre point). Tiga peubah proses transesterifikasi dipelajari adalah lama reaksi,
nisbah metanol : minyak dan
jumlah katalis.
Pada tabel 25 ditampilkan rentang dan taraf tiga peubah bebas
yang diteliti.
Setiap respon
dari proses transesterifikasi digunakan untuk
mengembangkan sebuah model matematis yang berkorelasi dengan rendemen biodiesel jarak pagar menurut persamaan polynomial berikut,
di mana y adalah hasil perkiraan biodiesel jarak pagar, xi dan xj mewakili peubahpeubah, ßj adalah efek linier, ßij adalah efek interaksi, ßjj adalah efek kuadratik. Perangkat lunak Expert Design versi 6.0.6 (STAT-Ease Inc, Minneapolis, USA) digunakan untuk analisis regresi dari data percobaan sesuai dengan persamaan polinomial dan juga untuk evaluasi signifikansi statistik dari persamaan yang dikembangkan. Tabel 25 Peubah bebas dan taraf yang digunakan untuk CCD pada transesterifikasi minyak jarak pagar ALB tinggi menggunakan katalis CaO Peubah
Kode
Satuan
Taraf -α
-1
0
+1
+α
Lama reaksi
X1
min
60
75
90
115
120
Nisbah metanol/minyak
X2
mol mol-1
5:1
7:1
9:1
11:1
13:1
Jumlah katalis
X3
wt%
0.50
0.75
1
1,25
1,50
69 3.2.15 Pemurnian Biodiesel Hasil Sintesis Pemurnian biodiesel dilakukan untuk menghilangkan ion kalsium yang mengalami leaching
ke dalam biodiesel (dekalsinasi).
Dua puluh mililiter
biodiesel hasil sintesis dan bentonit (2,5%) yang telah diaktivasi ditambahkan ke dalam erlemeyer 50 mL, dan campuran ini diaduk selama 15 menit. Setelah itu dilakukan sentrifugasi pada kecepatan 3000 rpm selama 10 menit. Pada bagian atas diperoleh cairan bening biodiesel yang sudah dimurnikan. Jumlah ion kalsium yang masih tinggal
dalam biodiesel dianalisis dengan menggunakan
metode spectrophotometric. Kurang dari 0,5 g contoh biodiesel di-digest dengan hidrogen peroksida dan asam nitrat menggunakan MLS-120 Mega microwave selama 18 menit. Contoh kemudian dianalisis dengan AAS (GBC 906 Elite). Kinerja bentonit dievaluasi dengan menentukan perubahan konsentrasi ion kalsium dalam biodiesel sebelum dan sesudah dekalsinasi.
isbah dekalsinasi = (1- ion kalsium tersisa / total ion kalsium) × 100% Rendemen biodiesel = (berat biodiesel murni/ berat biodiesel hasil sintesis) × 100%
Ada enam perlakuan pemurnian biodiesel yang dibandingkan: (A) adsorpsi dengan bentonit; (B) adsorpsi dengan bentonit yang diaktivasi dengan HCl; (C) adsorpsi dengan bentonit yang diaktivasi dengan HCl dan dikalsinasi padai 500oC (D) adsorpsi dengan bentonit yang diaktivasi dengan H2SO4; (E) adsorpsi dengan bentonit yang diaktivasi dengan H2SO4 dan dikalsinasi pada suhu 500 oC dan (F) asam sitrat sebagai pembanding.
3.2.16 Sifat Bahan Bakar Sifat bahan bakar yang diuji yaitu densitas, kinematik viskositas, bilangan asam biodiesel jarak pagar.
dan
70 3.2.17 Produksi Biodiesel dari Jarak Pagar yang Mengandung ALB Rendah Melalui Transesterifikasi Menggunakan Katalis CaO Kombinasi Perlakuan. Penelitian ini menggunakan dua ulangan dengan duapuluh kombinasi perlakuan seperti pada Tabel 26.
Tabel 26 Duapuluh kombinasi perlakuan produksi biodiesel melalui transesterifikasi menggunakan katalis CaO Berat Katalis
Lama Reaksi (jam) 0,5
1,0
1,5
2,0
2,5
1,0%
1
2
3
4
5
1,5%
6
7
8
9
10
2,0%
11
12
13
14
15
2,5%
16
17
18
19
20
3.2.18 Produksi Biodiesel melalui Transesterifikasi In- situ Daging biji jarak pagar yang sudah dihaluskan dengan blender (25 g) dicampur dengan metanol (100-200 mL) di mana natrium hidroksida sudah dilarutkan di dalam metanol dan campuran ini dipanaskan di bawah refluks selama perlakuan. Proses alkoholisis dilakukan pada labu bulat berleher tiga ukuran 500 mL yang sudah dihubungkan dengan kondensor refluks. Setelah reaksi berlangsung sesuai dengan waktu yang ditetapkan, campuran reaksi ini dicentrifuge pada kecepatan 3000 rpm selama 3 menit, kemudian disaring-hampa menggunakan corong Buchner. Lapisan bawah adalah fasa gliserol dan metanol dipisahkan di bawah kondisi hampa (10 ± 1 mmHg) pada 50oC. Lapisan metil ester kemudian dicuci dengan air beberapa kali sampai pH air cucian mendekati 7,0 dan dikeringkan mengunakan magnesium sulfat anhidrat sebelum dianalisis. Sementara itu bungkil selanjutnya dicuci dengan air.
71 Rancangan percobaan. parameter,
Tabel ortogonal ini dirancang untuk melihat pengaruh
yaitu konsentrasi NaOH dalam metanol (mol/l), nisbah mol metanol /
minyak, suhu reaksi dan lama reaksi (Tabel 27).
Tabel 27 Rancangan ortogonal untuk transesterifikasi secara in-situ Taraf
x1 ( Konsentrasi NaOH dalam metanol, mol/l)
x2 (metanol:minyak, mol/mol)
x3 (suhu reaksi, oC)
x4 (lama reaksi, jam)
1
0,04
130:1
40
3
2
0,06
150:1
50
5
3
0,08
170:1
60
7
Berdasarkan hasil uji orthogonal ini, akan diketahui faktor yang berpengaruh dalam proses transesterifikasi in-situ yang berguna untuk menentukan peubah dalam rancangan percobaan untuk studi optimisasi. Rancangan percobaan yang dipilih untuk studi optimisasi adalah central composite design (CCD) yang membantu dalam menyelidiki pengaruh linear, kuadratik, kubik dan lintas-efek dari empat peubah bebas proses transesterifikasi terhadap rendemen biodiesel (respon). CCD terdiri dari 21 run percobaan dengan 7 ulangan pada titik pusat (centre point). Empat peubah proses transesterifikasi dipelajari adalah suhu, waktu reaksi, nisbah minyak untuk jumlah metanol dan katalis. Tabel 28 menunjukkan peubah bebas dan taraf yang digunakan dalam CCD.
Setiap
respon
dari
proses
transesterifikasi
digunakan
untuk
mengembangkan sebuah model matematis yang berkorelasi dengan rendemen biodiesel jarak pagar menurut persamaan polinomial,
dengan y adalah hasil perkiraan biodiesel jarak pagar,
xi dan xj mewakili
variabel-variabel, ßj adalah efek linear, ßij adalah efek interaksi, ßjj adalah efek kuadratik.
72 Kecocokan Model dan Analisis Statistik. Perangkat lunak Expert Design versi 6.0.6 (STAT-Ease Inc, Minneapolis, USA) digunakan untuk analisis regresi dari data percobaan sesuai dengan persamaan polinomial dan juga untuk evaluasi signifikansi statistik dari persamaan yang dikembangkan.
Tabel 28
Peubah bebas dan taraf yang digunakan dalam CCD untuk transesterifikasi secara in-situ
Kode
Peubah
Satuan
Taraf -α
-1
0
+1
+α
Katalis dalam metanol
X1
mol mol-1
0.,06
0,07
0,08
0,09
0,10
Nisbah Metanol/minyak
X2
mol mol-1
150:1
160:1
170:1
180:1
190:1
Lama Reaksi
X3
jam
2
3
4
5
6
Suhu Reaksi
X4
o
40
45
50
55
60
C
3.2.19 Detoksifikasi Perlakuan atrium Hidroksida Diikuti oleh Pencucian dengan Air (Rakshit et al. 2008).
Bungkil jarak pagar diperlakukan dengan larutan 2% NaOH.
Alkali ini ditambahkan dalam perbandingan 1:1 (w/v) dicampur dengan baik sampai menjadi pasta kental, ditutupi dengan aluminium foil dan disimpan selama 30 menit pada suhu kamar. Bahan ini di-autoclave pada suhu 121oC selama 30 menit.
Contoh dimasukkan ke dalam air dengan nisbah 1:5 (b / v) dan diaduk
terus selama 1 jam dan disaring dengan kain tipis. Residu ditekan dan dikeringkan pada 90 ± 5 oC, bubuk yang melewati saringan 60-mesh selanjutnya dianalisis.
Perlakuan atrium Hidroksida Diikuti oleh Pencucian dengan Metanol dan Air.
Bungkil jarak pagar diperlakukan dengan larutan 2% NaOH. Alkali ini
ditambahkan dalam perbandingan 1:1 (w/v) dicampur dengan baik sampai menjadi pasta kental, ditutupi dengan aluminium foil dan disimpan selama 30
73 menit pada suhu kamar. Campuran ini di-autoclave pada 121oC selama 30 menit. Contoh dimasukkan ke dalam air dengan nisbah 1:5 (w/v) dan dan diaduk terus selama 1 jam dan disaring di kain kain tipis untuk menghilangkan kelebihan tannin, alkali dan bahan dapat larut. Residu di-press dan dikeringkan pada 90 ± 5 o
C. Residu kering dimasukkan ke dalam metanol dalam nisbah 1:5 (w/v) dan
terus diaduk selama 1 jam dan disaring di kain kain tipis untuk menghilangkan kelebihan forbol ester. Selanjutnya dicuci lagi dengan air dengan nisbah 1:5 (w/v). Residu ditekan dan dikeringkan pada 90 ± 5oC, bubuk yang melewati saringan 60-mesh dianalisis lebih lanjut.
3.2.20 Analisis Zat Gizi Bungkil Jarak Pagar Kandungan zat gizi bungkil jarak pagar masing-masing dianalisis dengan metode AOAC 934.01; 988.05; 920.39, 942.05 dan 962.09 (AOAC, 2000), berturut-turut untuk kadar air, protein (N x 6,25), lemak, abu dan serat kasar. 3.2.21 Diet dan Persiapannya Pakan komersial (Barastoc, Ridley AgroProduct Pty, Ltd Australia) merupakan diet kontrol. Sementara bungkil jarak pagar dijadikan sebagai substitusi pada diet sebesar 16%. Semua formula diet ditampilkan pada Tabel 29. 3.2.22 Rancangan Kandang untuk Hewan Percobaan Dua puluh tujuh ekor tikus jantan (umur 28 hari) yang diperoleh dari fasilitas rumah hewan Universiti Kebangsaan Malaysia digunakan dalam penelitian ini. Tikus-tikus jenis Sprague Dauley dengan berat tubuh awal 96,20 ± 2,84 g itu disimpan di kandang individu stainless steel (Lampiran 10) diberi makan diet normal selama 3 hari untuk aklimatisasi sebelum perlakuan.
Tikus
tersebut ditempatkan di sebuah ruangan yang suhunya dijaga pada suhu 25 ± 2 o
C dengan siklus terkena cahaya dan gelap, masing-masing 12 jam. Berat tubuh
awal dari tikus dicatat pada awal dan pada akhir percobaan. Asupan makanan dianggap sebagai jumlah total yang dikonsumsi setiap hari oleh setiap tikus, dan itu ditentukan dengan menimbang jumlah makanan yang diberikan dikurangi dengan makanan yang tumpah. Hari kematian tikus setelah asupan makanan
74 juga dicatat. Teknik biologis digunakan untuk menghitung Nisbah Efisiensi Protein (PER) dan indeks transformasi (TI) (Aregheore et al. 2003):
Percobaan Hewan dilakukan berdasarkan pedoman etika yang ditetapkan oleh komite untuk tujuan pengendalian dan pengawasan percobaan pada hewan oleh Universitas Kebangsaan Malaysia Nomor Persetujuan : FST/SCSFT/2009/SALIMON/20-OCTOBER/280-OCTOBER-2009-December2009, tanggal 22 Oktober 2009 (Lampiran 11).
75 Tabel 29 Persentase komposisi diet yang digunakan dalam percobaan Kode
Diet yang diberikan
Substitusi bungkil jarak (%)
Pakan komersial (%)
A
Diet pakan normal (kontrol)
0
100
B
Bungkil jarak ALB rendah, setelah transesterifikasi in-situ (ALB rendah-bungkil-insitu)
16
84
C
Bungkil jarak ALB rendah, setelah pengempaan mekanis (ALB rendah -bungkil-ME)
16
84
D
Bungkil jarak ALB rendah, setelah ekstraksi pelarut heksan (ALB rendah -bungkil-SE)
16
84
E
Bungkil jarak ALB tinggi, setelah pengempaan mekanis (ALB tinggi-bungkil -ME)
16
84
F
Bungkil jarak ALB tinggi, setelah ekstraksi pelarut heksan (ALB rendah -bungkil -SE)
16
84
G
Bungkil jarak ALB rendah-2% NaOH, diautoklaf 15menit, diikuti dengan pencucian dengan air (ALB rendah -bungkil -NaOH)
16
84
H
Bungkil jarak ALB tinggi -2% NaOH, diautoklaf 15menit, diikuti dengan pencucian dengan air (ALB tinggi -bungkil -NaOH)
16
84
I
Bungkil jarak ALB tinggi -2% NaOH, diautoklaf 15menit, diikuti dengan pencucian metanol dan air. (ALB tinggi-bungkil -NaOH-MeOH-air)
16
84
3.3
Hasil dan Pembahasan
3.3.1 Sifat Fisik Sifat fisik dari minyak jarak yang diekstraksi dari biji yang berbeda yaitu asal Bangi dan Lampung diberikan pada Tabel 30. Kandungan minyak yang diperoleh
dari benih-benih negara lain terletak pada kisaran 47,7%-48,37%.
Kandungan minyak jarak pagar Bangi lebih tinggi dibandingkan dengan Lampung.
Rendemen minyak yang diamati dalam kasus jarak pagar ditemukan
lebih tinggi daripada minyak nabati lainnya seperti biji rami (33,33%), kedelai (18,35%), minyak sawit (44,6%) dan biji bunga matahari (32-37,5%) (Gunstone
76 1994; Majer et al. 2009). Tingginya kandungan minyak dalam biji jarak pagar telah menarik perhatian para ilmuwan untuk mengeksplorasi minyak jarak sebagai salah satu bahan baku biodiesel dan juga sebagai bahan dalam industri oleokimia.
Tabel 30 Sifat fisik minyak jarak dari dua sumber yang berbeda Parameter
Bangi, Malaysia
Lampung, Indonesia
Pustaka Pembanding
Kandungan minyak (%)
48,37
47,70
47,25 (Akintayo 2004)
Densitas at 28C0
0,88
0,92
0,92 (Kumar and Sharma 2008)
Indeks refraksi
1,47
1,46
1,47 (Salimon and Abdullah 2008)
(27- 48±1
53±1
49,93 (Kumar and Sharma 2008)
Viskositas 28C0)
(cSt)
Kemampuan cairan apapun untuk dipompa dan mengalir dalam suatu mesin ditentukan oleh viskositasnya. Viskositas minyak jarak pagar dari Lampung (53 cSt) lebih tinggi dibandingkan dengan dari Bangi (48 cSt). Densitas minyak jarak pagar dari Indonesia (0,92) juga lebih tinggi dibandingkan dengan minyak jarak Malaysia (0,88). Perbedaan ini diduga disebabkan oleh tingginya asam lemak jenuh pada minyak jarak yang berasal dari Lampung disamping komponen pengotor lainnya. Menurut SI 04-182-2006 viskositas kinematik yang memenuhi syarat untuk dijadikan biodiesel adalah 2,3-6,0 cSt. Knothe et al. (2005) mengatakan salah satu metode yang efisien untuk mengurangi viskositas minyak nabati sehingga ia cocok sebagai biodiesel adalah transesterifikasi.
3.3.2 Sifat Kimia Sifat kimia dari minyak jarak pagar yang diekstraksi dari biji yang berbeda yaitu asal Bangi dan Lampung diberikan pada Tabel 31. Bilangan iod adalah ukuran tingkat ketidakjenuhan dalam lemak dan minyak. Tingginya nilai iod
77 merupakan indikasi adanya tingkat ketidakjenuhan yang tinggi dalam minyak (Knothe 2003, Salimon and Abdullah 2008). Bilangan iod minyak jarak pagar Malaysia (103,06) lebih besar daripada bilangan iod minyak jarak Indonesia (99,77). Nilai iod yang tinggi dari minyak jarak ini disebabkan oleh adanya jumlah asam lemak tak jenuh yang tinggi seperti asam oleat dan linoleat (Tabel 31). Minyak jarak pagar dari Bangi memiliki kandungan asam lemak tak jenuh yang tinggi (78,92%) diikuti oleh Lampung (77,94%). Bilangan iod dari kedua jenis minyak jarak dalam kisaran nilai kurang dari 120 (seperti yang ditentukan dalam EN14214) yang merupakan indikasi potensi minyak jarak untuk digunakan sebagai bahan baku biodiesel (Mittelbach and Remschmidt 2004).
Tabel 31 Sifat kimia minyak jarak pagar Malaysia dan Indonesia Parameter
Bangi, Malaysia
Lampung, Indonesia
Bilangan Iod
103,06
99,77
Asam Lemak Bebas (%)
1,68
6,99
Bilangan Penyabunan
197,8
183,2
Bilangan tidak tersabunkan
1,99
2,10
Asam lemak tidak jenuh (%)
78,92
77,94
Kandungan ALB memiliki korelasi dengan keberadaan asam lemak tak jenuh ganda (Emil et al. 2010). Pada Tabel 32 dapat dilihat bahwa minyak jarak pagar dari Lampung memiliki kandungan tinggi asam lemak tak jenuh ganda (33,1%) diikuti oleh Bangi (31,84%). Menurut Leung et al. (2010), jumlah ALB maksimum yang dapat diterima dalam sistem yang menggunakan katalis basa adalah dibawah 2,5 %. Minyak dengan kandungan ALB yang rendah dapat diproses menjadi biodiesel secara langsung melalui reaksi transesterifikasi satu tahap menggunakan katalis basa. Sementara itu minyak dengan ALB yang tinggi perlu perlakuan pendahuluan atau reaksi esterifikasi. Hal ini dilakukan untuk menghindari terbentuknya sabun akibat reaksi antara ALB dengan alkali. Sabun
78 akan menurunkan hasil biodiesel, menyulitkan pemisahan metil ester dengan gliserol (Gerpen et al. 2004). Bilangan penyabunan minyak jarak pagar untuk Bangi dan Lampung adalah 197,8 dan 183,2 masing-masingnya. menunjukkan bahwa,
Bilangan penyabunan yang tinggi
minyak jarak pagar memiliki trigliserida normal dan
berguna dalam produksi cairan sabun dan sampo (Gunstone 2004). Kandungan ALB minyak jarak yang berasal dari Lampung (6,99%) yang tinggi lebih itnggi daripada yang berasal dari Bangi (1,68%).
3.3.3 Komposisi Asam Lemak Tabel 32 menunjukkan komposisi asam lemak dari minyak jarak pagar. Profil asam lemak hasil analisis GC dapat dilihat pada gambar Lampiran 12. Asam lemak yang paling banyak adalah asam lemak tak jenuh mono (asam oleat) dan asam lemak tak jenuh ganda (asam linoleat). Minyak jarak pagar dari Lampung memiliki persentase asam linoleat (33,1%) lebih tinggi dibandingkan dengan minyak jarak dari Bangi (31,85%). Asam oleat ditemukan lebih tinggi pada kedua minyak biji jarak pagar yang diteliti dibandingkan dengan minyak nabati lainnya seperti minyak sawit (39,2%), bunga matahari (21,1%) dan minyak kedelai
(23,4%) (Edem 2002). Minyak nabati yang ideal untuk bahan baku
biodiesel harus mempunyai jumlah asam lemak tak jenuh mono yang lebih besar daripada asam lemak tak jenuh ganda. Jumlah asam lemak tak jenuh ganda tinggi cenderung memperlihatkan stabilitas oksidasi yang buruk dan mungkin tidak dapat digunakan pada
suhu rendah karena memiliki titik tuang yang tinggi
(Knothe 2002). Secara umum, minyak dari biji jarak Bangi telah menunjukkan jumlah tidak jenuh yang lebih tinggi (78,92%) dibandingkan dengan jarak pagar dari Lampung (77,94%) dan variasi jumlah asam lemak tak jenuh ganda (Lampung lebih besar) dan mono (Bangi lebih tinggi). Perbedaan ini diduga disebabkan oleh perbedaan agroklimat tempat tumbuhnya tanaman jarak pagar (Herrera et al. 2006).
79 Tabel 32 Komposisi asam lemak minyak jarak pagar Bangi, ( Malaysia)
Komposisi
Lampung, (Indonesia)
1-Asam palmitat (C16:0)
13,92
14,9
2-Asam palmitoleat (C16:1)
0,64
0,78
3-Asam stearat (C18:0)
7,16
7,16
4-Asam oleat (C18:1)
46,43
43,47
5-Asam linoleat (C18:2)
31,85
33,1
Asam lemak jenuh
21,08
22,06
Asam lemak tidak jenuh
78,92
77,94
3.3.4 Kandungan Gizi dan Forbol Ester Kandungan gizi yang meliputi protein, lemak, abu, serat kasar dan karbohidrat serta kandungan racun forbol ester bungkil jarak pagar dapat dilihat pada Tabel 33.
Bungkil jarak hasil ekstraksi secara mekanis (41,07% dan
41,67%) memiliki kandungan protein yang relatif sama dibandingkan dengan kandungan protein bungkil kedele (40-45%) (Widodo 2008). Namun demikian, kandungan protein bungkil kedele setelah semua lemaknya dihilangkan sebesar 62% (Herrera et al. 2006) lebih besar daripada kandungan protein bungkil jarak hasil ekstraksi mekanis (41%). Hal ini disebabkan karena masih banyaknya lemak yang tersisa pada bungkil jarak (29,01% untuk jarak Bangi dan 27,25% untuk jarak Lampung). Willems et al. (2008) menyarankan untuk malakukan ekstraksi minyak dengan metode GAME (Gas Assisted Mechanical Extraction) yang dapat menghasilkan minyak 30% lebih banyak dibandingkan dengan metode kempa konvensional. Pada proses GAME ini,
CO2 dilarutkan pada minyak yang
dikandung biji sebelum dilakukan pengepresan. Menurut Venter et al. (2006). Banyaknya CO2 yang larut di dalam minyak akan membantu menurunkan viskositas dari minyak. Dengan demikian rendemen minyak akan meningkat ketika dilakukan pengepresan. Metode GAME ini juga memberikan keuntungan
80 dibandingkan dengan metode konvensional dimana tekanan yang diperlukan ketika dilakukan pengepresan juga menjadi lebih rendah (Willems et al. 2008). Tabel 33 Kandungan gizi dan forbol ester bungkil jarak pagar setelah esktraksi secara mekanis Kandungan
Daging biji segar kupas
Bungkil daging biji setelah dikempa mekanis
Bangi, Malaysia
Bangi, Malaysia
(%) Lampung, Indonesia
Lampung, Indonesia
Protein
23,61
23,4
41,67
41,07
Lemak
59,80
58,8
29,01
27,25
Abu
4,42
5,1
7,77
8,94
Serat Kasar
2,31
2,3
4,06
4,06
Karbohidrat
5,74
6,01
10,07
10,41
Forbol ester (mg/g)
6,55
6,87
6,23
6,51
Kandungan komponen racun forbol ester bungkil jarak Lampung lebih besar dibandingkan bungkil jarak pagar dari Bangi.
Kedua jenis jarak pagar ini
memiliki kandungan forbol ester yang lebih tinggi dari pada bungkil jarak dari daging biji jarak pagar varitas Cape Verde (2,70 mg/g, varitas icaragua (2,17mg/g) dan varitas tidak beracun Mexico (0,11mg/g) (Makkar dan Becker 1997) serta varitas India (6,05mg/g) (Gaur 2009). Agar bungkil jarak tersebut dapat dikonsumsi oleh ternak, maka perlu dilakukan detoksifikasi (Aregheore et al. 2003).
Barangkali tingginya kandungan forbol ester dalam penelitian ini
disebabkan oleh karena perbedaan proses ekstraksi minyak, dimana bungkil yang berasal dari biji jarak yang diekstrak menggunakan pelarut, kandungan forbol esternya lebih rendah (Gaur 2009).
3.3.5 Produksi Biodiesel dari Minyak Jarak yang Mengandung ALB Tinggi Pada dasarnya pembuatan biodiesel adalah transesterifikasi trigliserida dan esterifikasi asam lemak bebas (Gerpen et al. 2004). Itulah sebabnya untuk minyak
81 yang mengandung ALB tinggi proses reaksinya berlangsung 2 tahap, yaitu esterifikasi yang merupakan reaksi antara ALB dengan metanol dengan katalis asam dan transesterifikasi yang merupakan reaksi antara trigliserida dengan metanol menggunakan katalis basa (Gerpen et al. 2004, Leung et al. 2010). Pada penelitian ini proses esterifikasi menggunakan Bentonit-HCl sebagai katalis heterogen.
Hasil penelitian Nazir et al. (2009a) menunjukkan bahwa
bentonit yang diaktivasi dengan HCl tanpa perlakuan kalsinasi berpotensi sebagai katalis untuk esterifikasi minyak jarak pagar. Katalis heterogen Bentonit-HCl ini dibandingkan dengan katalis homogen konvensional yang menggunakan H2SO4 sebagai katalis (Tiwari et al. 2007).
Katalis yang terbaik akan dipilih sebagai
katalis yang digunakan untuk proses esterifikasi sebelum selanjutnya dilakukan transesterifikasi. Proses transesterifikasi minyak jarak pagar dilakukan menggunakan katalis CaO sebagai perlakuan utama. Sebagai pembanding dilakukan transesterifikasi menggunakan katalis NaOH (Tiwari et al. 2007). 3.3.5.1 Optimisasi Proses Esterifikasi Menggunakan Katalis Bentonit-HCl Susunan CCD dan respon
bilangan asam terhadap variabel
proses
esterifikasi dapat dilihat pada Lampiran 14. Sementara itu ANOVA pengaruh esterifikasi menggunakan katalis heterogen Bentonit-HCl terhadap konversi bilangan asam setelah eliminiasi peubah yang tidak nyata dilampirkan Lampiran 15. Dari Lampiran 15 dapat diketahui bahwa dosis katalis (x1), lama reaksi (x2) dan nisbah metanol:minyak (x3) berpengaruh terhadap konversi bilangan asam pada proses esterifikasi minyak jarak pagar. Persamaan Model Regresi untuk esterifikasi menggunakan bentonit-HCl dan koefisien regresi setelah eliminasi faktor-faktor yang tidak nyata adalah: Konversi = -332,70 +48,58 x1 +68,25 x2 +17,45 x3 -7,02 x12 - 6,42x22 – 0,39 x32 R2 = 0,93 Persamaan regresi di atas menunjukkan pengaruh liniear dan kuadratik pada peubah reaksi esterifikasi. Titik optimal dari persamaan itu adalah pada dosis
82 katalis bentonit-HCl sebesar 3,84%, waktu reaksi selama 4,88 jam dan nisbah molar metanol:minyak (15:1), pada suhu reaksi 65oC.
Pada Gambar 16
ditunjukkan nilai percobaan dan nilai prediksi menggunakan model persamaan yang dikembangkan yang menunjukkan bahwa persamaan model regresi memberikan penjelasan yang akurat terhadap data percobaan.
Hal ini
mengindikasikan bahwa model berhasil menangkap hubungan antara tiga peubah
Konversi Bilangan Asam Perkiraan Berdasarkan Persamaan (%)
esterifikasi terhadap konversi bilangan asam. 72,17
55,06
37,56
20,25
3,75 3,75
20,25
37,56
55,06
72,17
Konversi Bilangan Asam Aktual Berdasarkan Percobaan (%)
Gambar 16
Hubungan nilai aktual dan nilai perkiraan konversi bilangan asam pada esterifikasi menggunakan katalis Bentonit-HCl berdasarkan model regresi yang dikembangkan
Hasil optimasi menunjukkan bahwa katalis heterogen Bentonit-HCl mencapai titik optimal sebagai katalis pada dosis sebesar 3,84%, waktu reaksi 4,88 jam dan nisbah molar metanol:minyak (15:1), pada suhu reaksi 65oC. Tiwari et al. (2007) menggunakan katalis H2SO4 dalam reaksi esterifikasi, mencapai titik optimal pada lama reaksi 88 menit, konsentrasi katalis sebesar 1,43% v/v dan nisbah metanol:minyak 0,28 v/v (ekuivalen dengan 7:1) pada suhu reaksi 60oC.
83 Dilihat dari jumlah metanol yang digunakan, lama reaksi dan jumlah katalis yang digunakan, maka katalis homogen lebih unggul dibandingkan dengan katalis heterogen. Berdasarkan keunggulan tersebut, maka untuk proses yang akan dikembangkan adalah menggunakan katalis homogen dalam reaksi esterifikasi.
3.3.5.2 Optimisasi Proses Transesterifikasi Menggunakan Katalis CaO Susunan CCD dan respon konversi biodiesel terhadap variabel
proses
transesterifikasi menggunakan katalis heterogen CaO dapat dilihat pada Lampiran 16. Sementara itu ANOVA pengaruh transesterifikasi menggunakan katalis CaO terhadap konversi biodiesel
setelah eliminiasi peubah yang tidak nyata
ditampilkan ada Lampiran 17. Persamaan model regresi untuk
transesterifikasi menggunakan katalis
heterogen CaO dan koefisien regresi setelah eliminasi faktor-faktor yang tidak nyata adalah: Konversi (%) = 15,87+27,45x2 -166,66x3 -2,33x22+21,71x2 x3, R2 = 0,96 Persamaan regresi di atas menunjukkan pengaruh liniear dan kuadratik pada peubah reaksi transesterifikasi yang dikaji. Titik optimal dari model persamaan regresi setelah dilakukan tiga kali verifikasi di laboratorium adalah: waktu reaksi selama 81,73 menit, nisbah molar metanol: minyak (10,41:1), dan jumlah katalis sebesar 0,91%. Reaksi berlangsung pada suhu 65oC. Dibandingkan dengan hasil yang diperoleh Tiwari et al. (2007) yang menggunakan katalis NaOH (lama reaksi 24 menit),
lama reaksi menggunakan katalis CaO lebih besar. Menurut Liu et al
(2008), kecepatan reaksi ditentukan oleh reaksi permukaan dan transfer massa. Katalis heterogen CaO yang memiliki permukaan yang lebih kecil dibandingkan dengan katalis homogen menyebabkan reaksinya lebih lambat karena umumnya reaksi transesterifikasi berlangsung pada permukaan (Liu et al. 2008). Walaupun demikian, kondisi ini dapat ditutupi dengan lebih baiknya kualitas gliserol pada reaksi yang menggunakan katalis heterogen dan lebih mudahnya
proses
pemurnian biodiesel (Kawashima et al. 2008; Liu et al. 2008; Sharma et al. 2008).
84 Pada Gambar 17 ditunjukkan nilai percobaan dan nilai prediksi menggunakan model persamaan yang dikembangkan yang menunjukkan bahwa persamaan model regresi memberikan penjelasan yang akurat terhadap data percobaan. Hal ini mengindikasikan bahwa model berhasil menangkap hubungan antara tiga peubah transesterifikasi terhadap konversi biodiesel.
Gambar 17
Hubungan nilai aktual dan nilai perkiraan konversi biodiesel menggunakan katalis CaO berdasarkan model regresi yang dikembangkan
3.3.5.3 Pengaruh Peubah Proses Transesterifikasi Dari Lampiran 17 dapat dilihat bahwa diantara tiga peubah transestrifikasi yang dipelajari,
nisbah molar metanol/minyak (x2) memiliki pengaruh paling
besar terhadap hasil konversi biodiesel jarak pagar (disebabkan oleh nilai F paling besar), diikuti oleh jumlah katalis (x3). Sebaliknya lama reaksi (x1) memberikan pengaruh yang tidak nyata. Lama reaksi yang lebih panjang tidak memberikan pengaruh yang nyata sampai taraf maksimum reaksi sudah tercapai. Hasil pada Lampiran 17 menunjukkan bahwa ada kemungkinan untuk meningkatkan hasil biodiesel dengan pemilihan peubah transesterifikasi yang
85 tepat menggunakan CaO sebagai katalis terutama nisbah volume metanol:minyak. Menurut Liu et al. (2008), nisbah volume metanol:minyak merupakan faktor penting yang mesti diperhatikan dalam keberhasilan reaksi transesterifikasi. Nisbah volume yang kecil menyebabkan reaksi tidak berlangsung sempurna. Sementara itu nisbah yang terlalu besar menyebabkan akan menghalangi akses molekul gliserida terhadap tapak aktif dari katalis.
Kemampuan CaO sebagai
katalis pada transesterifikasi minyak jarak pagar ini disebabkan sifat kebasaan dari katalis ini seperti yang ditunjukkan oleh data pada Lampiran 9. Terdapat interaksi yang nyata antara peubah x2 dan x3.
Gambar 18 dan 19
menunjukkan perubahan pada konversi biodiesel dengan bervariasinya nisbah metanol: minyak pada dosis katalis 0,75% dan 1,25%. Seperti yang ditunjukkan pada Gambar 18 dan 19, pada
nisbah metanol:minyak yang lebih kecil
memperlihatkan hasil yang lebih rendah. Dosis katalis 0,75% menunjukkan hasil yang lebih rendah dibandingkan dengan dosis katalis sebesar 1,25%.
Gambar 18
Gambar respon permukaan pengaruh nisbah metanol:minyak dan jumlah katalis terhadap konversi minyak jarak pagar menjadi biodiesel
86
Grafik Interaksi Interaction Graph
C : A m ou nt o f c at aly s t Jumlah Katalis
10 0.35 4
0.75%
Co nver sio n
Konversi Biodiesel
80 .920 4
C-
61 .487
1.25%
42 .053 5
C+
22 .62
7. 00
8.00
9. 00
10.00
11 .00
rat ioMetanol/minyak m et ha nol/o il B:B :Nisbah Figure 3
Gambar 19
Gambar dua dimensi pengaruh nisbah metanol:minyak dan jumlah katalis terhadap konversi minyak jarak pagar menjadi biodiesel
3.3.5.4 Pemurnian Biodiesel menggunakan Bentonit sebagai Adsorben Beberapa kation tetap berada di dalam produk, ketika katalis basa digunakan dalam pembuatan biodiesel. Larutan asam biasanya diadopsi untuk membuang kation-kation dan senyawa-senyawa polar dari biodiesel. Disebabkan pencucian menggunakan air tidak sesuai untuk pemurnian biodiesel, pada penelitian ini digunakan bentonit (2,5%) sebagai agen pengomplek untuk menghilangkan ion kalsium yang leaching ke dalam biodiesel.
Hasil pemurnian dengan beberapa
perlakuan bentonit pada Tabel 34 memperlihatkan bahwa pemurnian biodiesel menggunakan bentonit yang diaktivasi dengan H2SO4 memiliki kemampuan yang sama dengan asam sitrat yang biasa digunakan oleh Huaping et al. (2006). Hal ini diduga disebabkan oleh karena keasaman yang dimiliki adsorben ini lebih sesuai dalam menyerap ion kalsium yang ada di dalam biodiesel. Sementara itu sifat bahan bakar biodiesel dari minyak jarak pagar yang ditransesterifikasi menggunakan katalis CaO dan dimurnikan menggunakan bentonit yang diaktivasi asam dapat dilihat pada Tabel 35.
87
Tabel 34
Efisisiensi dekalsinasi dari berbagai metode pemurnian Rendemen (%)
(ppm)
Efisiensi Dekalsinasi (%)
Bentonit yang diaktivasi dengan H2SO4-
92,37 a
94,57 a
92,50a
Asam Sitrat
93,49 a
93,51 a
92,27a
Bentonit yang tidak diaktivasi
112,37 b
93,46 a
91,69 ab
Bentonit yang diaktivasi dengan HCl
213,88 c
88,46 b
85,30
c
Bentonit yang diaktivasi dengan HCl-dan dikalsinasi
290,58 e
85,49 c
80,38
e
Bentonit yang diaktivasi dengan H2SO4-dan dikalsinasi
272,57 d
83,67 d
81,20 d
Kontrol
1666,67 f
Metode pemurnian
Residu Ca2+
Angka yang diikuti dengan huruf yang dalam kolom yang sama tidak berbeda secara nyata menurut uji Duncan (p≤0.05). Rancangan percobaan yang digunakan adalah RAL (Rancangan Acak Lengkap)
Tabel 35 Sifat bahan bakar biodiesel jarak pagar setelah transesterifikasi menggunakan katalis CaO dan dimurnikan dengan bentonit Karakteristik
Satuan
Minyak setelah Biodiesel Jarak SNI 04-7182-2006 esterifikasi pagar
Densitas
kg/m-3
950
871
850-890
Viskositas
mm2s-1
25,3
4,80
2,3-6,0
Bilangan Asam
mg KOH/g
0,78
0,42
Max 0,80
88 Walaupun viskositas biodiesel yang dihasilkan ini sedikit lebih besar dari pada Chitra et al. (2005), namun
biodiesel jarak pagar ini telah memenuhi standar
terbaru untuk biodiesel menurut SNI 04-7182-2006 pada beberapa sifat seperti densitas, viskositas, dan bilangan asam.
Dari beberapa sifat dasar biodiesel ini
sudah diperoleh gambaran bahwa biodiesel yang dihasilkan sudah memenuhi standar untuk biodiesel. 3.3.5.5
Perbandingan antara Studi Sebelumnya dengan Penelitian ini
Kouzu et al. (2008) secara detail menjelaskan mekanisme transesterifikasi menggunakan katalis padat CaO (Gambar 20).
Abstraksi proton dari metanol
oleh tapak basa untuk membentuk anion metoksida adalah langkah pertama dari reaksi transesterifikasi. Anion metoksida menyerang karbon karbonil pada molekul trigliserida, yang mengarah ke pembentukan intermediet alkoksikarbonil. Kemudian, intermediet alkoksikarbonil membagi menjadi dua molekul: FAME (biodiesel) dan anion digliserida.
Menurut Kouzu et al.
(2008),
reaksi
nukleofilik ini dipercepat dengan jalan meningkatkan sifat basa dari katalis. Pada Tabel 36 ditampilkan rangkuman dari publikasi penelitian terdahulu berkenaan dengan penggunaan katalis CaO dalam transesterifikasi berbagai sumber minyak nabati dibandingkan dengan penelitian dalam laporan ini. Huaping et al. (2006) menggunakan CaO yang diaktivasi selama 1,5 jam pada suhu 900oC sebelum transesterifikasi menghasilkan rendemen biodiesel jarak pagar 93%.
Dibandingkan dengan Huaping et al. (2006),
dilakukan pada laporan ini lebih baik,
penelitian yang
dimana rendemen yang dihasilkan adalah
94,85% dengan waktu reaksi yang lebih singkat.
Tingginya rendemen itu
barangkali disebabkan oleh nisbah molar metanol:minyak yang lebih tinggi seperti yang ditunjukkan oleh beberapa literatur (Zabeti et al. 2009; Kouzu et al. 2008; Liu et al. 2008a; Albuquerque et al. 2008; Wen et al. 2010). Nisbah molar metanol:minyak yang rendah (Kawashima et al. 2009) dan jumlah katalis yang rendah (Alonso et al. 2009) menyebabkan rendemen yang dihasilkan juga lebih rendah. Puncak kalsium oksida tidak terdeteksi pada contoh yang terkena udara selama lebih dari 20 hari. Ini berarti bahwa tapak permukaan aktif CaO telah
89 dirusak oleh kehadiran CO2 dan ditutupi dengan kehadiran H2O (Zabeti et al. 2009). Untuk menghindari pengurangan aktivitas katalitik CaO, perlakuan panas pada suhu 700 °C diperlukan untuk mendesorb CO2 sebelum digunakan dalam reaksi (Zabeti et al. 2009). Hal inilah yang mendasari kenapa seluruh literatur yang dirujuk melakukan aktivasi CaO sebelum dilakukan transesterifikasi seperti pada penelitian ini.
Gambar 20
Jalur reaksi transesterifikasi trigliserida dengan metanol menggunakan katalis CaO (Kouzu et al. 2008)
90 Tabel 36 Perbandingan antara studi transesterifikasi menggunakan katalis CaO sebelumnya dengan penelitian ini Rujukan Huaping et al. (2006)
Katalis CaO
Demirbas (2007)
CaO
Zabeti et al. (2009)
CaO/Al2O3
Kouzu et al. (2008)
CaO
Liu et al. (2008a)
CaO
Albuquerque et al. (2008)
CaO
Perlakuan CaO direndam dengan larutan ammonium karbonat dan dikalsinasi pada suhu 900oC selama 1,5 jam CaO dicampur metanol dan diaduk dengan sangat kuat sebelum dilakukan transesterifikasi
Sumber Jarak pagar
Kondisi Reaksi Nisbah metanol:minyak (9:1), reaksi 2,5 jam, jumlah katalis 1,5%, 70oC
Rendemen 93%
Biji bunga matahari
96%
CaO disupport oleh Al2O3
Kelapa sawit
98.64%.
CaO diperoleh dari pembakaran batu kapur selama 1,5 jam pada suhu 900oC dialiri dengan Helium Katalis dipanaskan pada suhu 120oC selama 12 jam, dan kemudian dikalsinasi pada suhu 550 oC selama 5 jam.
Kedele
CaO disupportkan pada mesoporous silica SBA-15. Katalis diaktifkan selama 1jam, pada suhu 800oC sebelum transesterifikasi
Bunga matahari castor
Kedele
Kondisi metanol super kritis: Suhu reaksi 252oC, lama reaksi 6 menit, jumlah katalis 3 wt% CaO dan nisbah metanol:minyak (41:1) Jumlah katalis optimum adalah 5.97 wt.%, Nisbah metanol:minyak ( 12,14:1) , suhu reaksi 64.29 °C; reaksi 5 jam Nisbah metanol:minyak (12:1), reaksi 1 jam, jumlah katalis 14 mmol, 65oC Jumlah katalis 8,0wt%, Nisbah metanol:minyak ( 12:1), suhu reaksi 65 °C; lama reaksi 3 jam Jumlah katalis 1,0wt%, Nisbah dan metanol:minyak (12:1), suhu reaksi 60 °C; lama reaksi 5 jam
93%,
95%
95% (5 jam) 65.7% (1 jam)
91
Kawashima et al . (2009)
CaO
CaO dengan kemurnian 99% diaktivasi dengan metanol pada suhu 25oC selama 1,5 jam sebelum transesterifikasi
rapeseed
Nisbah metanol:minyak (6:1), reaksi 3 jam, jumlah katalis 0.67%, suhu 65oC
87%, tanpa aktivasi 92%, dengan aktivasi
Granados et al. CaO (2007)
Kemurnian katalis 99,9%, aktivasi dilakukan dengan melakukan outgassing selama 2 jam pada suhu 700oC (kecapatan pemanasan = 5 K min_1). CaO dengan kemurnian 99,9%. Lithium disupportkan pada CaO. Katalis diaktifkan pada suhu 500oC selama 2 jam.
Biji bunga matahari
Nisbah metanol:minyak (13:1), 90 menit, jumlah katalis 1,0%, suhu reaksi 60oC
94%
Biji bunga matahari
Jumlah katalis 0,2wt%, Nisbah metanol:minyak ( 14:1), suhu reaksi 60 °C; lama reaksi 2 jam Jumlah katalis 4%wt%, Nisbah metanol:minyak ( 12:1), suhu reaksi 65 °C; lama reaksi 2,5 jam
92%
Alonso et al. .(2009)
Li/CaO
Wen et al. (2010)
KF/CaO
KF disupportkan pada CaO, dioven pada suhu 105oC selama 4-6 jam diikuti dengan kalsinasi 2–4 jam pada suhu 750 oC.
Chinese tallow seed
Penelitian ini (2010)
CaO
CaCO3 dikalsinasi pada suhu 900oC selama 1,5 jam dan CaO yang dihasilkan disimpan di dalam desikator yang mengandung silika gel dan pelet KOH untuk menghilangkan H2O dan CO2
Jarak pagar
Jumlah katalis 0,91wt%, Nisbah metanol:minyak ( 10,41:1), suhu reaksi 65 °C; lama reaksi 2 jam 81,73 menit,
96%
94,85%
92 3.3.6
Produksi Biodiesel dari Minyak Jarak yang Mengandung ALB Rendah
3.3.6.1 Transesterifikasi Minyak Jarak yang Mengandung ALB Rendah dengan Katalis Heterogen CaO Pada Gambar 21 diperlihatkan hubungan antar lama reaksi transesterifikasi terhadap konversi minyak jarak pagar menjadi biodiesel pada beberapa dosis katalis CaO.
Aktivitas katalitik dari CaO semakin besar dengan semakin
tingginya dosis katalis.
Lama reaksi juga memperlihatkan kecenderungan
meningkatkan rendemen biodiesel. Semakin lama reaksi menghasilkan rendemen biodiesel yang semakin besar. Namun demikian pada dosis katalis 2,5% terlihat bahwa penambahan waktu reaksi setelah 2 jam reaksi tidak meningkatkan jumlah rendemen.
Diduga pada saat itu sudah tercapai kesetimbangan reaksi, sehingga
penambahan waktu tidak berpengaruh terhadap konversi minyak jarak pagar menjadi biodiesel.
Variabel penting yang mempengaruhi keberhasilan proses
transesterifikasi adalah: suhu reaksi, nisbah molar alkohol dan minyak, katalis, lama reaksi, kehadiran air, asam lemak bebas, dan intensitas pengadukan (Ma et al. 1999; Srivastava and Prasad 2000; Caili and Kusefoglu 2008; Akgun and Iscan 2008). Gambar 22 juga menunjukkan bahwa konversi minyak jarak pagar menjadi biodiesel sudah mencapai kesetimbangan setelah reaksi berlangsung selama 2 jam apabila dosis katalis yang digunakan adalah 2,5%. Walaupun Chitra et al. (2005) menghasilkan rendemen biodiesel jarak pagar mencapai 98% menggunakan katalis homogen NaOH, namun hasil yang diperoleh dalam penelitian ini lebih baik daripada Huaping et al. (2006) yang menghasilkan rendemen biodiesel jarak pagar sebesar 93%. Kalau dibandingkan dengan hasil yang diperoleh peneliti lain yang menggunakan CaO sebagai katalis pada minyak lainnya, maka aktivitas katalitik dari CaO pada penelitian ini cukup baik. Granados (2007) menghasilkan rendemen 94% pada transesterifikasi minyak biji bunga matahari, Kawashima et al. (2009) menghasilkan rendemen 92% pada transesterifikasi minyak rapeseed, Kouzu et al. (2008) dan Liu et al. (2008a) menghasilkan konversi masingmasingnya 93% dan 95% berturut-turut pada minyak kedele.
93
95 95
100 90
82
80
72
Konversi (%)
70 60
56
50
93 94 89 84 83 77 79 78 73 85
61 Berat Katalis (wt%) 1%
51
1.5%
40
34 34
30 20
2.0% 2.5%
19
10
0
0
0 0 0.5 1.0 1.5 2 2.5
Lama Reaksi (jam)
Gambar 21 Pengaruh lama reaksi terhadap konversi biodiesel pada berbagai berat katalis CaO. Transesterifikasi berlangsung pada suhu 65oC dengan nisbah metanol: minyak jarak pagar (12:1) 100 90
89 83
Konversi (%)
80 70
94 95 93 95
84 78
60 50
Lama Reaksi 2 jam
40 30
2,5 jam
20 10 2.5%
2.0%
1.5%
1%
0
Berat Katalis (wt%)
Gambar 22
Pengaruh berat katalis CaO terhadap konversi biodiesel pada berbagai lama reaksi. Transesterifikasi berlangsung pada suhu o 65 C dengan nisbah metanol: minyak jarak pagar (12:1)
94 Transesterifikasi memiliki kendala terutama pada pemisahan gliserol dan biodiesel dan memerlukan perlakuan terhadap limbah cair (Al-Zuhair 2007). Namun demikian kendala ini dapat
diatasi dengan menggunakan katalis
heterogen dalam transesterifikasi dan adsorben
dalam pemurnian biodiesel.
Proses yang dikembangkan dalam penelitian ini yang menggunakan katalis CaO dalam transesterifikasi dan bentonit asam sebagai adsorben dalam pemurnian biodiesel diharapkan dapat memperbaiki kendala pemisahan biodiesel dan gliserol seperti pada transesterifikasi menggunakan katalis homogen.
3.3.6.2 Transesterifikasi in-situ biji jarak dengan katalis aOH
Uji ortogonal.
Faktor-faktor yang berpengaruh dalam proses transesterifikasi
in-situ dapat dilihat pada Tabel 37.
Beberapa laporan penelitian menunjukkan
bahwa ukuran partikel, suhu, konsentrasi pelarut, kadar air dan pengadukan berpengaruh terhadap hasil dan selektivitas dari reaksi transesterifikasi secara insitu (Hernadez et al. 2005; Georgogianni 2008). Hasil uji ortogonal dalam penelitian ini memperlihatkan bahwa konsentrasi NaOH dalam metanol, mol/l (x1) merupakan faktor yang paling berpengaruh terhadap keberhasilan transesterifikasi secara in-situ, diikuti oleh nisbah metanol:minyak (x2), suhu reaksi (x3) dan lama reaksi (x4). Titik optimum yang ditunjukkan Tabel 37 adalah konsentrasi NaOH dalam metanol, 0,08 mol/l (x1);
nisbah molar metanol:minyak 170:1 (x2); suhu reaksi
60oC (x3) dan lama reaksi, 3 jam (x4). Titik optimum ini menjadi patokan di dalam penelitian berikutnya mengenai optimasi proses transesterifikasi secara insitu menggunakan RSM.
Pengaruh variabel proses transesterifikasi secara In-situ. Susunan CCD dan respon konversi biodiesel terhadap peubah proses transesterifikasi in-situ dapat dilihat pada Lampiran 18. Pada Lampiran 19 ditampilkan ANOVA pengaruh transesterifikasi in-situ terhadap konversi jarak pagar menjadi biodiesel setelah eliminasi peubah yang tidak nyata.
95 Tabel 37 Hasil uji ortogonal transesterifikasi minyak J.curcas L. secara in-situ No percobaa n
Nisbah molar metanol:minya k (x2)
Suhu reaksi (x3)
Lama reaksi, jam (x4)
Konversi (%)
1
Konsentrasi NaOH dalam metanol, mol/l (x1) 0,04
130
40
3
20,40
2
0,04
150
50
5
24,15
3
0,04
170
60
7
27,40
4
0,06
130
50
7
34,60
5
0,06
150
60
3
34,90
6
0,06
170
40
5
36,35
7
0,08
130
60
5
46,00
8
0,08
150
40
7
76,95
9
0,08
170
50
3
89,60
K1
87,12
92,25
103,59
107,23
K2
114,87
102,47
102,01
94,70
K3
102,88
110,15
105,77
102,93
k1
29,04
30,75
34,53
35,74
k2
38,29
34,16
34,00
31,57
k3
34,29
36,72
35,26
34,31
R
9,25
5,97
1,26
4,18
Rank
1
2
4
3
Optimu m
0,08
170
50
3
Dari Lampiran 19 dapat diketahui bahwa faktor transesterifikasi in-situ yang paling berpengaruh terhadap konversi biodiesel adalah interaksi antara (x1),
96 (x2), dan (x4), diikuti oleh pengaruh kuadratik (x1) dan interaksi antara (x1) dan (x4). Persamaan model regresi untuk transesterifikasi in-situ adalah: Konversi = - 63911,89 +376,86X2 +33,82 X3 +1256,83X4- 1,41E+005X12- 0,01X22+190,83 X1 X3 -15515,36X1X4 -0,24X2X3 -7,456 X2 X4 -0,20X3X4 +92,10 X1 X2 X4 R2 = 0,97 Persamaan regresi di atas menunjukkan adanya pengaruh linier dan kuadratik pada peubah reaksi transesterifikasi in-situ terhadap konversi biodiesel. optimal dari persamaan itu adalah: 0,08 mol/L
Titik
konsentrasi NaOH dalam metanol sebesar
nisbah molar metanol:minyak (171,1 mol/mol); lama reaksi (3,02
jam); dan suhu reaksi (45,66oC). Pada Gambar 23 dapat dilihat grafik interaksi antara suhu reaksi dan Pada suhu 45oC,
jumlah katalis dalam metanol terhadap konversi biodiesel.
penambahan jumlah katalis akan meningkatkan rendemen biodiesel. Namun pada suhu 55oC terlihat kecendrungan terjadi penurunan rendemen biodiesel dengan bertambahnya jumlah katalis.
Interaction Graph D : Reaction Temperature
100.323
D100.322 92.2596 79.2968
84.1974
D+
68.073
Yield
Yield
76.1352
58.2704
37.2439
55.00 0.09 52.50 0.08 50.00
0.08
D: Reaction Temperature 47.50
0.08 45.00
0.07
A: Catalyst in MeOH
16.2175
0.07
0.08
0.08
0.08
A: C ataly st in MeOH
Gambar 23 Pengaruh suhu reaksi dan jumlah katalis dalam metanol (mol/mol) terhadap konversi biodiesel: (a) plot respon permukaan dan (b) gambar dua dimensi
0.09
97
Kecenderungan yang sama juga diperlihatkan pada Gambar 24, dimana pada suhu 45oC peningkatan jumlah nisbah metanol akan meningkatkan konversi biodiesel, sementara pada suhu 55oC peningkatan nisbah metanol menurunkan konversi biodiesel. Kecenderungan yang sama juga terjadi pada penelitian Qian et al. (2008). Hasil optimasi menunjukkan bahwa nisbah metanol:minyak yang optimal adalah 171:1 dan suhu optimal adalah 45oC. Pada Gambar 24 dapat dilihat bahwa pada nisbah molar metanol:minyak (160:1),
penambahan katalis akan
meningkatkan konversi biodiesel. Namun sebaliknya, kalau nisbah itu meningkat menjadi 180:1, penambahan katalis malah menurunkan konversi biodiesel.
Grafik Interaksi Interaction Graph D : Reaction Temperature
Suhu Reaksi
125.343
123.444 98.0614
95.8657
Konversi Yield
Yield Konversi
45 C
D+
109.655
82.0768 68.2879
70.7801
55 C D-
43.4988
55.00 180.00 52.50 175.00 16.2175
50.00
170.00
D: Reaction Temperature 47.50
Suhu Reaksi
165.00 45.00
160.00
B: MeOH/oil ratio Nisbah Metanol/Minyak
160.00
165.00
170.00
175.00
Nisbah Metanol/Minyak B: MeOH /oil ratio
(a)
Gambar 24.
(b)
Pengaruh suhu reaksi dan nisbah metanol minyak terhadap konversi biodiesel: (a) plot respon permukaan dan (b) gambar dua dimensi
Metanol secara sendirian merupakan pelarut untuk ekstraksi minyak nabati yang buruk. Namun demikian, basa beralkohol dapat menghancurkan jaringan intraselular di dalam daging biji jarak pagar seperti yang terjadi pada transesterifikasi in-situ pada biji kapuk, yang memungkinkan pelarutan (solubilization) dan selanjutnya transesterifikasi. Tanpa penambahan NaOH ke dalam metanol, transesterifikasi in-situ hampir tidak dapat terjadi (Qian et al.
180.00
98 2008). Ketika peningkatan konsentrasi NaOH 0,07-0,9 mol / L, jumlah minyak jarak pagar yang dikonversi menjadi biodiesel juga meningkat (Gambar 25). Namun, saat nisbah molar metanol:minyak meningkat (180:1),
penambahan
katalis malah menurunkan konversi biodiesel.
Interaction Graph 139.643
B: MeOH/oil ratio B+
136.869 112.832 108.786
88.7948
40.7204
Yield
Yield
64.7576
77.93
47.0738
180.00
B-
0.09 175.00 0.08 170.00
B: MeOH/oil ratio
0.08 165.00
0.08 160.00
0.07
A: Catalyst in MeOH
16.2175
0.07
0.08
0.08
0.08
0.09
A: Cataly st in MeOH
Gambar 25.
Pengaruh nisbah metanol:minyak dan jumlah katalis terhadap konversi biodiesel: (a) plot respon permukaan dan (b) gambar dua dimensi
Sifat Bahan Bakar Hasil Transesterifikasi secara in-situ.
Sifat bahan bakar
biodiesel jarak pagar dirangkum pada Tabel 38. Terdapat perbedaan densitas dan viskositas antara biodiesel yang dihasilkan melalui transesterifikasi menggunakan katalis CaO dengan yang dihasilkan melalui transesterifikasi secara in-situ dengan katalis NaOH, dimana proses in-situ menghasilkan densitas dan viskositas yang lebih besar. Hasil yang diperoleh juga lebih besar dari pada Chitra et al (2005). Hal ini barangkali disebabkan karena adanya komponen polar yang larut dalam alalkohol. Walaupun demikian, biodiesel jarak pagar ini masih memenuhi standar biodiesel menurut ASTM D 6751-02, DIN EN14214 atau SNI 04-7182-2006
99
Tabel 38 Sifat bahan bakar biodiesel jarak pagar setelah transesterifikasi secara in-situ Karakteristik
Satuan
biodiesel jarak pagar
SNI 04-7182-2006
Densitas
kg/m-3
872
850-890
Viskositas
mm2s-1
4,81
2,3-6,0
Titik Nyala
o
Min 100
Titik Tuang
o
-
Kadar Air
%
0,04
Max 0,05
Kadar Abu
%
0,02
Max 0,02
Residu Karbon
%
Bilangan Asam
mg KOH/g
C C
Max 0,30 0,43
Max 0,80
Komposisi Kimia Bungkil Jarak Pagar Hasil Transesterifikasi secara In-situ. Komposisi kimia bungkil jarak pagar setelah transesterifikasi secara in-situ dibandingkan dengan daging biji segar dan bungkil sebelum didetoksifikasi dapat dilihat pada Tabel 39.
Dari Tabel 39 dapat dilihat bahwa bungkil jarak hasil
transesterifikasi secara in-situ (45,92%) memiliki kandungan protein relatif lebih tinggi dibandingkan dengan kandungan protein bungkil kedele (40-45%) (Widodo 2008).
Namun demikian, kandungan protein bungkil kedele setelah semua
lemaknya dihilangkan adalah sebesar 62% (Herrera et al. 2006) dan lebih besar daripada kandungan protein bungkil jarak hasil transesterifikasi secara in-situ (45,92%). Hal ini disebabkan karena masih banyaknya lemak yang tersisa pada bungkil jarak disebabkan transesterifikasi secara in-situ dalam penelitian ini. Transesterifikasi in-situ mengekstrak minyak sebesar 83% dari potensi minyak yang dikandung dalam daging biji jarak pagar.
Namun demikian kemampuan
ektraksi minyak ini lebih baik dibandingkan kalau ekstraksi dilakukan dengan alat kempa mekanis (mechanical press). kromatogram secara in-situ.
Pada Gambar
26 diperlihatkan
analisis forbol ester menggunakan HPLC setelah transesterifikasi
100 Tabel 39 Komposisi kimia bungkil jarak pagar setelah transesterifikasi secara insitu dibandingkan dengan daging biji segar dan bungkil sebelum di detoksifikasi
Kandungan
Daging biji segar
Bungkil daging biji setelah dikempa mekanis
Bungkil daging biji setelah diekstrak hexan
Bungkil daging biji setelah transesterifikasi insitu
Protein
23,61
41,67
61,74
45,92
Lemak
59,80
29,01
1,12
17,04
Abu
4,42
7,77
9,84
6,60
Serat Kasar
2,31
4,06
5,15
5,04
Karbohidrat
5,74
10,07
12,75
10,53
Forbol ester (mg/g)
6,55
6,23
4,50
Tidak terdeteksi
(%)
3.3.13 Kandungan Gizi dan Forbol Ester Setelah Transesterifikasi in-situ dan Detoksifikasi Kandungan gizi yang meliputi protein, lemak, abu, serat kasar dan karbohidrat serta kandungan racun forbol ester bungkil jarak setelah detoksifikasi dapat dilihat pada Tabel 40. Sementara itu profil HPLC analisis forbol ester bungkil jarak pagar setelah detoksifikasi dapat dilihat pada Tabel 40 dapat dilihat bahwa kandungan tranesterifikasi in-situ (41,07%)
protein
Gambar 27.
Dari
bungkil jarak hasil
dan kandungan protein bungkil hasil
detoksifikasi (41,98%) relatif sama dengan kandungan protein bungkil kedele (4045%) (Widodo 2008). Data pada Tabel 40 juga menunjukkan bahwa transesterifikasi in-situ dan detoksifikasi bungkil jarak dapat menurunkan kandungan forbol ester sampai jumlah yang tidak dapat terdeteksi. Metanol yang digunakan sebagai pelarut pada transesterifikasi in-situ, merupakan pelarut yang sangat baik pula untuk forbol ester (Haas and Mittelbach 2000, Rakshit et al. 2008).
Perlakuan detoksifikasi
101 menggunakan alkali (NaOH), metanol dan panas lebih baik dalam menurunkan kandungan forbol ester secara nyata (Haas and Mittelbach 2000; Aregheore et al. 2003, Rakshit et al. 2008; Qian et al. 2008; Makkar et al. 2009).
Tabel 40 Kandungan gizi dan forbol ester bungkil jarak pagar setelah transesterifikasi in-situ dan setelah detoksifikasi
Kandungan
Daging biji segar
Bungkil daging biji setelah detoksifikasi
Bangi Lampung (Malaysia) (Indonesia)
Bangi Lampung (Malaysia) (Indonesia) (transesterifikasi (detoksifikasi) in-situ)
Protein
23,61
23,4
45,92
41,98
Lemak
59,80
58,8
17,04
28,40
Abu
4,42
5,1
6,60
7,79
Serat Kasar
2,31
2,3
5,04
3,52
Karbohidrat
5,74
6,01
10,53
9,16
Forbol ester (mg/g)
6,55
6,87
Tidak
Tidak
terdeteksi
terdeteksi
(%)
3.3.14 Laju pertumbuhan, Mortalitas dan Konsumsi Forbol ester Laju pertumbuhan dan konsumsi forbol ester oleh tikus di dalam diet percobaan dapat dilihat pada Tabel 41.
Sementara itu
Tingkat Kematian tikus
setelah mengkonsumsi bungkil jarak pagar dapat dilihat pada Tabel 42. Tabel 41 mengindikasikan bahwa perlakuan dengan alkali (NaOH) lebih baik dalam menurunkan kandungan forbol ester (Haas and Mittelbach 2000; Rakshit et al. 2008; Makkar et al. 2009).
Walau demikian, perlakuan ini
secara sendiri belum mampu menurunkan forbol ester diinginkan. Aregheore et al.
sampai tingkat yang
(2003) melaporkan bahwa perlakuan kimia
102 disamping perlakuan dengan panas diperlukan untuk menghilangkan kandungan forbol ester secara nyata.
[a] sebelum transesterifikasi in-situ
Waktu Retensi (menit)
[b] setelah transesterifikasi in-situ Gambar 26
Gambar kromatogram analisis forbol ester menggunakan HPLC (a) setelah transesterifikasi in-situ; ; (b) setelah transesterifikasi secara in-situ
103
[a] sebelum detoksifikasi
[b] Forbol ester setelah detoksifikasi Gambar 27
Gambar kromatogram analisis forbol ester menggunakan HPLC (a) sebelum detoksifikasi; (b) setelah detoksifikasi
104 Tabel 41 Laju pertumbuhan dan konsumsi forbol ester oleh tikus di dalam diet percobaan Kode
Diet yang diberikan
Kandungan Forbol ester
Berat Berat akhir rata- Pertambahan awal ratarata (g) /Kehilangan rata (g) berat badan (g)
Konsumsi Forbolester rata-rata (mg/tikus)
(mg/g) 0
96,79
135,48
38,60a
0a
99,37
139,27
39,90a
0a
ALB rendah-bungkil -ME
Tidak terdeteksi 6,23
94,43
55,60
-38,83c
1,465c
D
ALB rendah-bungkil -SE
4,50
95,73
57,17
-38,56c
1,894d
E
ALB tinggi-bungkil -ME
6,34
96,94
67,79
-29,16e
2,161e
F
ALB tinggi-bungkil-SE
4,54
92,98
67,52
-25,46f
1,591c
G
ALB rendah-bungkil -NaOH
1,04
95,75
58,97
-36,78d
0,428b
H
ALB tinggi-bungkil -NaOH
1,06
96,35
61,62
-34,73d
0,390b
I
ALB tinggi-bungkil -NaOH-
Tidak terdeteksi
97,66
133,90
36,24b
0a
A
Kontrol
B
ALB rendah-bungkil-insitu
C
MeOH-air
Keterangan: ALB rendah-bungkil yang berasal dari jarak ALB rendah; ALB tinggi-bungkil: bungkil berasal dari jarak ALB tinggi. ME: setelah diekstrak menggunakan alat mekanis; SE: setelah diekstrak menggunakan pelarut hexan; NaOH: setelah dilakukan perlakuan dengan NaOH; Me-OH: Setelah dilakukan perlakuan menggunakan metanol. Angka yang diikuti dengan huruf yang dalam kolom yang sama tidak berbeda secara nyata menurut uji Duncan (p≤0.05). Rancangan percobaan yang digunakan adalah RAL (Rancangan Acak Lengkap)
105
Tabel 42 Kematian tikus setelah diberikan diet kontrol dan diet dengan subsitusi bungkil jarak pagar Kode Diet
Jumlah tikus
Asupan makanan ratarata (g/hari)
Kematian tikus tikus pada hari ke-1 sampai ke-8 1
2
3
4
5
6
7
8
A
Kontrol
3
13.70
-
-
-
-
-
-
-
-
B
ALB rendah-bungkil-insitu
3
13,56
-
-
-
-
-
-
-
-
C
ALB rendah-bungkil -ME
3
1,47
-
-
-
-
1
1
1
-
D
ALB rendah-bungkil -SE
3
2,63
-
-
-
-
-
-
1
2
E
ALB tinggi-bungkil -ME
3
2,13
-
-
-
-
-
1
2
-
F
ALB tinggi-bungkil-SE
3
2,19
-
-
-
-
1
-
2
-
G
ALB rendah-bungkil -NaOH
3
2,57
-
-
-
-
-
-
3
-
H
ALB tinggi-bungkil-NaOH
3
2,30
-
-
-
-
-
1
1
1
ALB tinggi-bungkil -NaOH3 10,83 MeOH-air Keterangan: ALB rendah-bungkil yang berasal dari jarak ALB rendah; ALB tinggi-bungkil: bungkil berasal dari jarak ALB tinggi. ME: setelah diekstrak menggunakan alat mekanis; SE: setelah diekstrak menggunakan pelarut hexan; NaOH: setelah dilakukan perlakuan dengan NaOH; Me-OH: Setelah dilakukan perlakuan menggunakan Metanol.
I
106 Laju pertumbuhan dan konsumsi forbol ester oleh tikus di dalam diet percobaan pada Tabel 41 memperlihatkan bahwa tidak selalu terdapat hubungan yang linier antara jumlah konsumsi forbol ester dengan pertumbuhan/ kehilangan berat badan. Hal ini disebabkan adanya pengaruh kandungan zat antigizi lain (Makkar et al. 1997, Aderibigbe et al. 1997) yang ada di dalam bungkil seperti saponin, fitat, lektin dan tripsin. Dari Tabel 42 dapat dilihat bahwa bungkil jarak hasil transesterifikasi secara in-situ dikonsumsi lebih banyak. Angka konsumsi bungkil ini relatif sama dengan yang dikonsumsi tikus yang mengkonsumsi pakan standar. Bungkil jarak pagar hasil detoksifikasi juga disukai oleh tikus, walaupun konsumsi rata-rata per hari lebih kecil.
Rendahnya konsumsi ini diduga disebabkan oleh masih kuatnya
aroma dan rasa sabun dari NaOH pada diet tersebut sehingga tikus mengkonsumsinya lebih sedikit (Aregheore et al. 2003; Rakshit et al. 2008). Temler et al.
(1983) melaporkan bahwa asupan
makanan dipengaruhi oleh
berbagai faktor, seperti (i) pola asam amino dari proteinnya, (ii) rasa, (iii) bau dan
(iv) tekstur dari makanan tersebut. Rendahnya asupan makanan pada
perlakuan G dan H walaupun kandungan forbol esternya
rendah barangkali
disebabkan oleh rasa, bau dan tekstur, namun bukan oleh pola asam amino dari bungkil J. curcas L. (Aregheore et al. 2003). Kecuali rendahnya lisin, bungkil J. curcas L. memiliki keseimbangan asam amino yang mirip dengan asam amino kedele (Becker, 1996; Makkar & Becker 1997). Level kematian tikus percobaan tidak selalu berhubungan dengan konsumsi phorbol ester rata-rata perhari yang dikonsumsi (Tabel 42). Walaupun C lebih sedikit daripada D atau F.
Namun kematian lebih awal ternyata diperlihatkan
oleh tikus yang mengkonsumsi C. Hasil ini mengindikasikan bahwa pertumbuhan dan mortalitas tikus tidak hanya disebabkan oleh toksisitas forbol ester, tapi juga disebabkan oleh zat antigizi yang dikandung oleh bungkil tersebut (Rakshit et al. 2008) seperti saponin, fitat, lektin dan tripsin. Namun demikian forbol ester tetap menjadi faktor yang paling berpengaruh terhadap asupan makanan dan pertumbuhan tikus.
107 3.3.15 isbah Efisiensi Protein (PER) dan Indeks Transformasi (TI) Nilai PER dan TI ditampilkan pada Tabel 43. PER adalah pertambahan berat badan tikus berdasarkan jumlah protein yang dikonsumsinya. Sementara TI adalah perbandingan asupan yang dikonsumsi setiap pertambahan berat badan. Tabel 43 menunjukkan bahwa semakin banyak kandungan racun dalam diet maka semakin sedikit pakan yang dikonsumsi. Dengan semakin sedikitnya pakan yang dikonsumsi, maka asupan protein pun menjadi semakin sedikit. Aregheore et al. (2003) menunjukkan bahwa kandungan forbol ester melebihi 1,44 mg/g dalam diet menghasilkan penurunan asupan makanan, kehilangan berat badan dan rendahnya nilai PER dan TI. Tabel 43
Kode
Nisbah Efisiensi Protein (PER) dan Indeks Transformasi (TI)
Diet
PER
TI
A
Kontrol
2,12
2,48
B
ALB rendah-bungkil-insitu
1,85
2,37
C
ALB rendah-bungkil -ME
-19,31
-0,22
D
ALB rendah-bungkil -SE
-9,95
-0,41
E
ALB tinggi-bungkil -ME
-11,62
-0,40
F
ALB tinggi-bungkil-SE
-10,13
-0,41
G
ALB rendah-bungkil -NaOH
-10,41
-0,42
H
ALB tinggi-bungkil -NaOH
-11,79
-0,36
I
ALB tinggi-bungkil -NaOH-
2,23
1,96
MeOH-air
108 3.4 Simpulan dan Saran 3.4.1 Simpulan 1. Berdasarkan hasil analisis fisiko-kimia minyak jarak, maka terdapat dua jenis minyak jarak berdasarkan kandungan asam lemak bebasnya apabila minyak tersebut akan dijadikan bahan baku untuk pembuatan biodiesel: minyak jarak dengan kandungan ALB tinggi (6,99%) dari jarak pagar Lampung dan minyak jarak pagar dengan kandungan ALB rendah (1,68%) yang berasal dari Bangi. 2. Bungkil jarak pagar hasil ekstraksi mekanis mengandung protein sebesar 41,07%- 41,67%.
Namun demikian bungkil jarak mengandung komponen
forbol ester yang bersifat racun. Kandungan racun bungkil jarak pagar dari Lampung (6,87 mg/g) lebih besar daripada bungkil jarak Bangi (6,55 mg/g). Bungkil jarak memiliki potensi sebagai bahan pakan apabila komponen racunnya dihilangkan melalui detoksifikasi. 3. Hasil optimasi menunjukkan bahwa katalis heterogen Bentonit-HCl mencapai titik optimal sebagai katalis pada dosis sebesar 3,84%, waktu reaksi 4,88 jam dan nisbah molar metanol:minyak (15:1), sebesar 65oC.
pada suhu reaksi esterifikasi
Dosis katalis, lama reaksi dan nisbah metanol minyak
berpengaruh nyata terhadap konversi bilangan asam pada reaksi esterifikasi. 4. CaO yang diperoleh dari pembakaran dari sumber batu kapur yang murah pada suhu 900oC selama 1,5 jam memberikan sifat katalitik yang baik untuk transesterifikasi biodiesel. Hasil optimasi pada minyak jarak pagar yang mengandung ALB tinggi menunjukkan bahwa katalis CaO mencapai titik optimal sebagai katalis pada dosis 0,91%, nisbah molar metanol:minyak (10,41:1), lama reaksi selama 81,73 menit, pada suhu transesterifikasi 65oC dengan rendemen biodiesel sebesar 94%. Nisbah metanol:minyak merupakan faktor yang paling berpengaruh terhadap laju esterifikasi dan transesterifikasi. Sementara itu, lama reaksi tidak memberikan pengaruh yang nyata.
109 5. Hasil transesterifikasi minyak jarak pagar yang memiliki kandungan ALB rendah menggunakan katalis CaO memperlihatkan bahwa konversi minyak jarak pagar menjadi biodiesel terbaik diperoleh pada suhu 65oC , nisbah molar metanol:minyak (12:1), katalis 2,5% dan lama reaksi 2 jam. Pada kondisi ini konversi biodiesel adalah 95%. 6. Bentonit yang diaktivasi dengan H2SO4 merupakan adsorben terbaik dalam pemurnian biodiesel dan menurunkan konsentrasi kalsium pada biodiesel yang dibuat dari transesterifikasi minyak jarak pagar menggunakan katalis CaO. Pemurnian menggunakan adsorben bentonit dapat menggantikan metode pemurnian konvensional menggunakan air panas dalam proses pencucian sehingga limbah cair yang dihasilkan dapat dihilangkan. 7. Dosis katalis, lama reaksi, suhu reaksi dan nisbah metanol minyak berpengaruh nyata terhadap konversi biodiesel pada reaksi transesterifikasi secara in-situ. Hasil penelitian menunjukkan bahwa jumlah minyak biji jarak pagar dilarutkan dalam metanol sekitar 83% dari total potensi minyak yang ada pada daging biji jarak pagar dan konversi minyak ini menjadi biodiesel dapat mencapai 96% dengan ketentuan sebagai berikut:
konsentrasi katalis
NaOH dalam metanol sebesar 0,08 mol/L; nisbah molar metanol:minyak (171,1:1), lama reaksi selama 3,02 jam dan suhu transesterifikasi 45,66oC 8. Detoksifikasi menggunakan 2% NaOH, diautoklaf selama 15 menit, pada suhu 121 oC, diikuti dengan pencucian dengan metanol dan air (ALB tinggibungkil-NaOH-MeOH-air) serta transesterifikasi secara in-situ (ALB rendahbungkil-insitu) dapat menghasilkan bungkil jarak tak-beracun yang kaya protein. Detoksifikasi memberikan respon yang positif terhadap pertambahan berat badan,
tak terdapatnya mortalitas, tingginya nilai nisbah efisiensi
protein (PER) dan indeks transformasi (TI) dari tikus percobaan.
3.4.2 Saran 1. Untuk pengembangan CaO sebagai katalis, disarankan memperhatikan faktorfaktor yang menurunkan kemampuan kataliknya, seperti kontak dengan udara dalam jangka cukup lama, kontak dengan air dan CO2. Aktivasi CaO pada
110 suhu 700oC sebelum digunakan disarankan untuk meningkatkan kemampuan katalitik katalis CaO. 2. Untuk menjadikan bungkil jarak hasil detoksifikasi sebagai sumber pakan, disarankan untuk melakukan uji toksisitas dalam jangka waktu yang lebih lama. 3. Supaya bungkil tersebut sebagai substitusi pakan dapat disukai oleh ternak maka
dalam penyiapan pakan perlu diperhatikan berbagai faktor, seperti
(i) pola asam amino dari proteinnya, (ii) rasa, (iii) bau dan (iv) tekstur dari makanan tersebut.