i
PERANCANGAN PROSES PEMBUATAN PELUMAS DASAR SINTETIS DARI MINYAK JARAK PAGAR (Jatropha curcas L.) MELALUI MODIFIKASI KIMIAWI
Ratri Ariatmi Nugrahani
SEKOLAH PASCA SARJANA INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR 2008
ii
PERNYATAAN MENGENAI DISERTASI DAN SUMBER INFORMASI Dengan ini saya menyatakan bahwa disertasi Perancangan Proses Pembuatan Pelumas Dasar Sintetis dari Minyak Jarak Pagar (Jatropha curcas L.) melalui Modifikasi Kimiawi adalah karya saya sendiri dan belum diajukan dalam bentuk apapun kepada perguruan tinggi mana pun. Sumber informasi yang berasal atau dikutip dari karya yang diterbitkan maupun tidak diterbitkan dari penulis lain telah disebutkan dalam teks dan dicantumkan dalam Daftar Pustaka di bagian akhir disertasi ini.
Bogor, Juni 2008
Ratri Ariatmi Nugrahani NIM F361040161
iii
ABSTRACT RATRI ARIATMI NUGRAHANI. Process Design for the Production of Synthetic Lubricant Base Fluid from Chemically Modified Jatropha curcas L. Oil. Under direction of DJUMALI MANGUNWIDJAJA, ANI SURYANI, MACHFUD, and R. SUDRADJAT.
At present, the demand of the mineral oil has increased, but the supply has decreased. This condition has pushed the production of synthetic lubricant from vegetable oil as base fluid. Although the price of vegetable oil – lubricant base fluid are more expensive than mineral oil but vegetable oil are renewable raw materials that possess certain excellent frictional properties e.g. good lubricity, low volatility, high viscosity index, solvency for lubricant additives, and easy miscibility with other fluids, etc. Some uses of vegetable oil in the lubricant application are as synthetic additive, transmission fluid, two-stroke engine oil, hydraulic fluid and grease. The consumption of vegetable oil for lubricant are 8 million kilograms per year. The large markets are engine oil, gear oil, hydraulic fluid and industrial fluid. Synthetic lubricant base fluid was prepared by chemical modification of Jatropha curcas oil. The result of the research were parameters for process design of modification Jatropha curcas oil as base fluid, so it could be used for selected equipment in the commercial scale, modeling, simulation, and financial analysis. The objective of this research gained design process, reaction kinetic parameters and thermodynamic parameters, product with characteristics that were desired, product with good oxidation stability, the good performance of synthetic lubricant for automotive machine, so proved that the process to be technically feasible and gained the optimum production capacity for minimum total cost and analyze the financial of production base fluid at optimum capacity, so proved that the process to be financially feasible. The result of physical-chemical properties analysis described that Jatropha curcas oil was compatible for lubricant base fluid, but it must be modified to increase their performances. Lubricant base fluid from Jatropha curcas oil would be applied for automotive. The selection of process route by heuristic rule was based on some consideration. In this research, the route of process was carried out by in situ epoxydation, hydroxylation of epoxidized curcas oil with alcohol (methyl alcohol) and heterogenous catalyst, acetylation of polyol used acetic acid anhydride and heterogenous catalyst. The result of canonical analysis used Response Surface Method showed that the optimum oxyrane number (maximum) was 5.1%, at temperature of 70° C, sulfuric acid catalyst concentration 1%(w/w), and mol ratio of reactants of 1:5.9. The rate constant and reaction rate model for epoxydation of curcas oil was found 7 ( −23.45 / RT ) 7 ( −23.45 / RT ) l / mol . sec ond i.e. k = 4.32.10 e and rE = 4.32.10 e (CB 0 − CE ) . Activation energy (E) for epoxydation was found i.e 23.44 kcal/mol. Thermodynamic parameters such as entalphy (ΔHR) for epoxydation was 23.44 kcal / mol.
iv The result of canonic analysis used Response Surface Method showed that the optimum oxyrane number (minimum) was 0.77%, at temperature of 60° C, bentonite (catalyst) concentration of 1.5% (w/w), dan mol ratio of reactants of 1:13. The rate constant and reaction rate model for hydroxylation of epoxidised curcas oil was found i.e k ' = 0.93 e ( −10.69 / RT ) l/mol second and rE = 0.93 e( −10.69 / RT )CE , respectively. Activation energy (E) for hydroxylation of epoxy was found i.e 10.69 kcal/gmol. Thermodynamic parameters such as entalphy (ΔHR) for hydroxylation was found i.e 10.01 kcal / mol The acetylation to polyol curcas oil used acetic acid anhydride was carried out with ratio of reactants of 10 : 1 (v/v), bentonite (catalyst) concentration of 2 % (w/w), and temperature of 90° C. Activation energy (E) for acetylation of polyol was found i.e 1.4122 kcal/mol. The rate constant and reaction rate model for esterification of polyol curcas oil was found i.e k ' = 0 .54 e (1412 .20 / RT ) l/mol second and rP = 0.54 e(1412.203 / RT )CP , respectively. Thermodynamic parameters such as entalphy (ΔHR) was found i.e 0.6909 kcal/gmol. The result of physical-chemical characterization to acetylated polyol showed that modified jatropha curcas oil, improved physical and chemical properties as lubricant base fluid, so subtituted mineral base fluid. Performance test to the oxydation stability of based fluid showed that the change of viscosity and acid number acetylated polyol was less than curcas oil, epoxy, and polyol. The result of modified jatropha curcas oil lubricant based fluid and commersial lubricant formula show that the change of metal content at ratio acetylated polyol : commersial lubricant = 1 : 4 and used time 100 hour was at least. The optimization of production capacity to minimum production cost was carried out by numerical method, and the result of optimimum production was 167.281 ton/year. The result of financial analysis for the production of lubricant based fluid at optimum capacity was NPV of Rp 1 518 271 684.81,-, IRR of 25.09%, PBP of 3.62 year, and Net B/C of 1.36. On the basis of financial calculation, sensitivity analysis was carried out. Prices of product and material were found to be the most significant factors affecting the financial viability. Process design for the production of synthetic lubricant base fluid through chemically modified Jatropha curcas L. Oil i.e. epoxydation, hydroxylation, and esterification and used the suitable equipment at optimum capacity proved to be technically feasible and had financial feasibility. Keywords: design process, lubricant base fluid, jatropha curcas oil, epoxy, polyol, and acetylation.
v
RINGKASAN RATRI ARIATMI NUGRAHANI. Perancangan Proses Pembuatan Pelumas Dasar
Sintetis dari Minyak Jarak Pagar (Jatropha Curcas L.) melalui Modifikasi Kimiawi. Dibimbing oleh DJUMALI MANGUNWIDJAJA, ANI SURYANI, MACHFUD, dan R. SUDRADJAT.
Saat ini kebutuhan minyak bumi meningkat, sedangkan persediaannya makin menipis. Keadaan ini memacu produksi pelumas sintetis dari minyak nabati sebagai bahan dasar alternatif dalam pembuatan pelumas. Meskipun harga pelumas dasar nabati ini lebih mahal daripada minyak mineral, namun minyak ini merupakan bahan terbarukan yang mempunyai sifat friksi yang unggul, sebagai contoh, pelumasan baik, volatilitas rendah, indek viskositas tinggi, kelarutan untuk aditif pelumas tinggi, dan mudah larut dalam fluida lain. Beberapa kegunaan minyak nabati di dalam aplikasi pelumas yaitu sebagai aditif minyak sintetis, fluida transmisi, minyak motor 2 tak, minyak hidraulik, dan gemuk. Konsumsi minyak nabati untuk pelumas adalah sebesar 8 juta kilogram per tahun. Pasar terbesar adalah pelumas mesin, pelumas roda otomotif, mesin hidraulik dan mesin industri. Pelumas dasar sintetis dibuat dengan memodifikasi minyak jarak pagar secara kimiawi. Hasil dari penelitian ini adalah parameter-parameter untuk perancangan proses modifikasi minyak jarak pagar sebagai pelumas dasar, sehingga dapat digunakan untuk memilih peralatan pada skala komersial, pemodelan dan simulasi, serta analisis finansial. Tujuan penelitian ini adalah untuk mendapatkan rancangan proses, parameter kinetika reaksi dan termodinamika pada proses modifikasi minyak jarak pagar sebagai pelumas dasar, produk dengan karakterisasi yang diinginkan dan evaluasi kinerja ketahanan terhadap oksidasi pelumas dasar & formula pelumas sintetis pada mesin otomotif, sehingga didapatkan kelayakan rancangan proses secara teknis, selanjutnya dilakukan optimasi kapasitas produksi untuk mendapatkan total biaya minimum, dan analisis kelayakan finansial produksi pelumas dasar pada skala optimum tersebut untuk mendapatkan kelayakan rancangan proses secara finansial. Hasil analisis sifat fisik dan kimia menyatakan bahwa minyak jarak pagar memenuhi persyaratan sebagai pelumas dasar, tetapi masih perlu modifikasi untuk memperbaiki kemampuannya. Pelumas dasar minyak jarak pagar ini akan diaplikasikan pada kendaraan bermotor. Pemilihan jalur proses dengan aturan heuristik didasarkan pada beberapa pertimbangan. Pada penelitian ini dilakukan sintesis dengan jalur proses pembuatan epoksi secara in situ, hidroksilasi terhadap epoksi menggunakan alkohol (metanol) dengan katalis padat, asetilasi terhadap poliol, menggunakan asam asetat anhidrat dengan katalis padat. Hasil analisis dengan menggunakan metoda respon permukaan menunjukkan nilai oksiran optimum (maksimum) adalah 5.1 % yang terjadi pada suhu reaksi 70° C, konsentrasi katalis asam sulfat pekat 1% w/w, dan nisbah mol pereaksi 1 : 5.9. Tetapan dan model laju reaksi epoksidasi adalah: k = 4 .32 .10 7 e ( −23 .45 / RT ) l/mol detik dan rE = 4.32.107 e( −23.45 / RT ) (CB 0 − CE ) . Energi aktivasi epoksidasi minyak jarak pagar (E)
vi adalah sebesar 23.45 kkal/mol. Parameter termodinamika seperti entalpi reaksi (ΔHR) adalah sebesar 23.44 kkal / gmol. Hasil analisis kanonik dengan metoda respon permukaaan menunjukkan nilai bilangan oksiran optimum (minimum) adalah 0.77% yang terjadi pada suhu reaksi 60°C, konsentrasi katalis bentonit 1.5% (w/w), dan nisbah mol pereaksi 1:13. Tetapan dan model laju reaksi hidroksilasi terhadap epoksi adalah k ' = 0.93 e ( − 10.69 / RT ) l/mol detik; rE = 0.93 e( −10.69 / RT )CE ; Energi aktivasi hidroksilasi adalah 10.69 kkal/gmol. Parameter termodinamika yaitu entalpi reaksi (ΔHR) adalah sebesar 10.01kkal / mol Proses asetilasi poliol minyak jarak pagar dengan menggunakan asam asetat anhidrat, dilakukan pada nisbah volume poliol : asam asetat anhidrat = 10 : 1, konsentrasi katalis bentonit 2 % (w/w), waktu reaksi total 40 menit dengan suhu 90° C. Hasil perhitungan energi aktivasi (E) adalah sebesar 1.41 kkal / gmol. Persamaan tetapan dan model laju reaksi asetilasi terhadap poliol minyak jarak pagar adalah k ' = 0 .54 e (1.41220 / RT ) l/mol detik, rP = 0.54 e(1.412.20 / RT )CP . Harga entalpi reaksi (ΔHR) adalah 0.69 kkal/gmol. Hasil karakterisasi sifat fisik dan kimia terhadap hasil asetilasi poliol, menunjukkan bahwa modifikasi minyak jarak pagar memperbaiki sifat fisik dan kimia sebagai pelumas dasar, sehingga dapat digunakan untuk mensubstitusi pelumas dasar mineral. Hasil pengujian kinerja pelumas dasar terhadap kestabilan oksidasi menunjukkan bahwa perubahan viskositas dan bilangan asam poliolester terendah dibandingkan dengan yang lainnya (minyak jarak pagar, epoksi, dan poliol). Hasil pengujian kinerja formulasi pelumas dasar dengan pelumas komersial, menunjukkan bahwa besarnya perubahan kandungan logam pada komposisi campuran poliol terasetilasi : pelumas komersial = 1 : 4 dengan waktu pemakaian 100 jam rendah. Optimasi kapasitas produksi untuk mendapatkan biaya produksi minimum dilakukan dengan metoda numeris, dan hasil optimasi menunjukkan kapasitas produksi optimum adalah sebesar 167.281 ton/tahun. Hasil analisis finansial NPV produksi pelumas dasar pada kapasitas optimum adalah Rp Rp 1 518 271 684.81,-, IRR 25.09%, PBP 3.62 tahun, dan Net B/C 1.36. Berdasarkan pada perhitungan finansial, dilakukan analisis sensitivitas sehingga dihasilkan bahwa harga bahan pembantu dan harga jual produk merupakan faktor yang sangat berpengaruh terhadap kelayakan finansial. Perancangan proses modifikasi minyak jarak pagar menjadi pelumas dasar sintetis melalui jalur proses epoksidasi, hidroksilasi, dan esterifikasi dengan menggunakan rangkaian alat yang sesuai pada kapasitas optimum, dinyatakan layak secara teknis dan finansial. Kata kunci : perancangan proses, pelumas dasar, minyak jarak pagar, epoksi, poliol, asetilasi.
vii
© Hak cipta milik IPB, tahun 2008 Hak cipta dilindungi 1.
2.
Dilarang mengutip sebagian atau seluruh karya tulis ini tanpa mencantumkan atau menyebutkan sumber a. Pengutipan hanya untuk kepentingan pendidikan, penelitian, penulisan karya ilmiah, penyusunan laporan, penulisan kritik, atau tinjauan suatu masalah b. Pengutipan tidak merugikan kepentingan yang wajar IPB Dilarang mengumumkan dan memperbanyak sebagian atau seluruh karya tulis dalam bentuk apapun tanpa izin IPB
viii
PERANCANGAN PROSES PEMBUATAN PELUMAS DASAR SINTETIS DARI MINYAK JARAK PAGAR (Jatropha curcas L.) MELALUI MODIFIKASI KIMIAWI
Ratri Ariatmi Nugrahani
Disertasi sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Doktor Pada Program Studi Teknologi Industri Pertanian
SEKOLAH PASCA SARJANA INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR 2008
ix Judul Disertasi
: Perancangan Proses Pembuatan Pelumas Dasar Sintetis dari
Minyak Jarak Pagar (Jatropha curcas L.) melalui Modifikasi Kimiawi Nama
: Ratri Ariatmi Nugrahani
NIM
: F361040161
Program Studi
: Teknologi Industri Pertanian
Disetujui, Komisi Pembimbing
Dr. Ir. Ani Suryani, DEA Anggota
Prof. Dr. Djumali Mangunwidjaja, DEA Ketua
Dr. Ir. Machfud, MS.
Prof. Riset. Dr. R. Sudradjat MSc
Anggota
Anggota
Diketahui,
Ketua Program Studi Teknologi Industri Pertanian
Dekan Sekolah Pascasarjana
Dr. Ir. Irawadi Jamaran
Dr. Ir. Khairil A. Notodiputro, MS
Tanggal Ujian : 16- Juli-2008
Tanggal Lulus :
x
PRAKATA Puji dan syukur penulis panjatkan kepada Allah SWT atas segala karunia-Nya sehingga Disertasi yang berjudul Perancangan Proses Pembuatan Pelumas Dasar Sintetis dari Minyak Jarak Pagar (Jatropha curcas L.) melalui Modifikasi Kimiawi ini berhasil
diselesaikan.
Selama menyelesaikan penelitian dan penulisan disertasi ini penulis
mendapatkan bantuan dari berbagai pihak, sehingga dalam kesempatan ini penulis mengucapkan terima kasih kepada Prof. Dr. Djumali Mangunwidjaja, DEA., selaku Ketua Komisi Pembimbing, Prof. Riset. Dr. R. Sudradjat, Dr. Ir. Ani Suryani, DEA. dan Dr. Ir. Machfud, MS. selaku anggota Komisi Pembimbing atas bimbingan, saran dan kritik. Pak Nandang dan Pak Katmono, laboran dan teknisi laboratorium Kimia Universitas Jayabaya, yang telah membantu penelitian di laboratorium. Rekan-rekan di TIP yang membantu penyelesaian penelitian ini. Ungkapan terima kasih juga disampaikan kepada suami, anakanakku tercinta, ibu, bapak, kakak dan adik atas semua bantuan material maupun spiritual, pengorbanan, doa, dan kasih sayangnya.
Semoga karya ilmiah ini bermanfaat bagi perkembangan industri hilir jarak pagar di Indonesia.
Bogor, Juli 2008
Ratri Ariatmi Nugrahani
xi
RIWAYAT HIDUP Penulis dilahirkan di Yogyakarta pada tanggal 30-April-1969, sebagai anak kedua dari tiga bersaudara pasangan Mayjen TNI (Purn). Ir. Suratman, MBA dan dr. Ridarasmi Suratman. Menikah dengan Drs. Prastyo Wasis Prabowo, Akt, MM., penulis dikaruniai dua orang putri yakni Nurin Amalia Pramudani (13) dan Nadira Riska Maulina (11). Penulis menempuh pendidikan dasar hingga sarjana di Yogyakarta. Setelah lulus dari SMAN I Yogyakarta pada tahun 1987, penulis melanjutkan pendidikan di Teknik Kimia UGM, Yogyakarta. Penulis lulus dari Teknik Kimia tahun 1992, 1993 penulis bekerja di
Jurusan Teknik Kimia, Fakultas Teknologi Industri, Universitas Jayabaya,
Jakarta. Pada tahun 1998 penulis melanjutkan sekolah S2 pada jurusan Teknik Kimia, Universitas Indonesia, Jakarta, dengan beasiswa BPPS. Selanjutnya pada tahun 2004 penulis memperoleh kesempatan untuk melanjutkan pendidikan dengan beasiswa BPPS (On going) pada Program Doktor Teknologi Industri Pertanian, Sekolah Pascasarjana, Institut Pertanian Bogor. Pada tahun 1994-2006 penulis diberi amanah untuk menjadi Kepala Laboratorium Kimia Fisika dan bulan November 2006 sampai dengan April 2007, penulis diberi kesempatan untuk menjadi Pembantu Dekan II, di Fakultas Teknologi Industri, Universitas Jayabaya, Jakarta.
xii
DAFTAR ISI Halaman DAFTAR TABEL ……………………………………………………………
xv
DAFTAR GAMBAR …………………………………………………………
xviii
DAFTAR LAMPIRAN .....................................................................................
xxii
PENDAHULUAN…………...............………………………………………..
1
Latar Belakang………………………………………………...............
1
Tujuan Penelitian……………………………………………...............
4
Ruang Lingkup……………………………………………..................
4
TINJAUAN PUSTAKA……………………………………............................
6
Tanaman Jarak Pagar……………………………………………..........
6
Minyak Jarak Pagar…....………………………………………….........
9
Pelumas ............………………………………………..........................
11
Beberapa penelitian proses pembuatan oleokimia sebagai pelumas dasar..............................................................................
15
Standar Pelumas......................................................................................
22
Dampak Minyak Pelumas Nabati terhadap lingkungan ………............
24
Epoksidasi..............................................................................................
25
Perancangan Proses........................................................................................29 Sintesis....................................................................................................
32
Analisis dan Pemodelan.........................................................................
33
Optimasi Proses…………………………………………….. ..............
40
Reaksi Katalitik......................................................................................
42
Analisis Kelayakan Finansial....………………………………………...
52
METODOLOGI PENELITIAN.........................................................................
53
Kerangka Pemikiran ...............................................................................
53
Tempat dan Waktu Penelitian..………………………………... ...... ....
56
Bahan dan Alat…………………………………………………............
56
Metoda Penelitian………………………………………………............
56
HASIL DAN PEMBAHASAN ..........................................................................
84
Sintesis Proses.........................................................................................
84
xiii Pemilihan Bahan Baku.…………………………….....................
84
Pemilihan Produk...........................................................................
95
Pemilihan Proses............................................................................. 96 Proses Modifikasi Minyak Jarak Pagar........................................................ 107 Proses Epoksidasi.............................................................................. 107 Penelitian Pendahuluan untuk menentukan kisaran kondisi operasi Epoksidasi............................................................... 107 Perpindahan massa katalis H2SO4 dalam pereaksi H2O2........109 Model kinetika reaksi epoksidasi........................................ 109 Perhitungan Waktu curah ideal pada proses epoksidasi minyak jarak pagar.............................................................. 113 Proses Hidroksilasi.......................................................................... 114 Pemilihan jenis dan jumlah katalis padat............................ 114 Penelitian Pendahuluan penentuan kisaran kondisi operasi hidroksilasi…........................................................... 117 Perpindahan massa metanol dalam katalis bentonit............. 119 Model kinetika reaksi hidroksilasi ...................................... 119 Perhitungan waktu curah ideal pada proses hidroksilasi pembukaan cincin oksiran dengan metanol.......................... 124 Proses Asetilasi.............................................................................
125
Penelitian Pendahuluan ....................................................
125
Model kinetika reaksi asetilasi..........................................
127
Perhitungan waktu curah ideal pada proses asetilasi terhadap poliol...................................................................
130
Karakteristik Minyak Jarak Pagar dan Modifikasinya sebagai Pelumas dasar................................................................................. 131 Pengaruh modifikasi minyak jarak pagar terhadap sifat fisik dan kimia...........................................................
131
Hasil pengujian gugus fungsi menggunakan FTIR dan pengujian struktur kimia menggunakan NMR................... 134
xiv
Pengujian Kinerja..........................................................................
138
Kestabilan Oksidasi ..........................................................
138
Analisis Penggunaan Pelumas Dasar................................
142
Pencampuran Pelumas Dasar dan Aditif............................... 143 Pengujian kinerja pada mesin otomotif.............................
143
Diagram blok Proses.....................................................................
145
Neraca Massa di setiap alat..........................................................
148
Neraca Massa Proses Epoksidasi.....................................
148
Neraca Massa Proses Hidroksilasi...................................
149
Neraca Massa Proses Asetilasi........................................
150
Neraca energi di setiap alat...........................................................
152
Neraca energi Proses Epoksidasi......................................
152
Neraca energi Proses Hidroksilasi....................................
153
Neraca energi Proses Asetilasi.......................................
154
Integrasi Proses .........................................................................
155
Optimasi Kapasitas Produksi Pelumas Dasar.............................................. 159 Analisis Kelayakan finansial hasil perancangan proses pada kapasitas optimum..........................................................................................................161 Hasil Analisis sensitifitas………………………………………… 165 Kelayakan jalur proses modifikasi minyak jarak pagar menjadi pelumas dasar...............................................................................................................165 KESIMPULAN DAN SARAN...............................................................
166
Kesimpulan...................................................................................
166
Saran......……...........……………………………………... ........
169
DAFTAR PUSTAKA.....………………………………………………
170
LAMPIRAN ....……………………………………………………......
176
xv
DAFTAR TABEL Halaman
1
Tabel 1 Komposisi kimia inti, kulit, dan daging biji jarak pagar.................. 9
2
Jenis Asam Lemak dan Sifat Fisik - Kimiawi Minyak Jarak Pagar………………………….….…………….................
10
3
Pelumas Poliolester Icematic SW 68 NU-CALGON……..………..........
21
4
Klasifikasi Viskositas SAE untuk pelumasan roda gigi otomotif.............
22
5
Klasifikasi pelumas berdasarkan standar API...........................................
23
6
Hasil uji biodegradabilitas pelumas dasar.................................................
24
7
Perbandingan identifikasi mineral oil (PAO), HVI, Minyak Nabati (Minyak Jarak Castor)...............................................................................
29
8
Jenis-jenis bahan katalis............................................................................
45
9
Keasaman katalis heterogen......................................................................
46
10
Rancangan percobaan proses produksi poliol dari epoksi minyak jarak pagar....................................................................................
11
62
Rancangan percobaan proses produksi poliol dari epoksi minyak jarak pagar, dengan respon bilangan oksiran dan bilangan hidroksil........
68
12
Data rendemen minyak jarak pagar...........................................................
84
13
Perbandingan sifat fisik beberapa minyak nabati dan mineral.................... 85
14
Kandungan asam lemak tidak jenuh yang ada dalam beberapa minyak nabati............................................................................................... 90
15
Sifat Fisik dan Kimia Minyak Jarak Pagar sebagai pelumas dasar.............. 94
16
Pereaksi yang digunakan dalam proses modifikasi minyak jarak pagar..... 98
17
Perpindahan Massa katalis H2SO4 dalam H2O2........................................... 109
18
Data Konversi (%) minyak jarak pagar menjadi epoksi.............................. 110
19
Hasil perhitungan nilai k (tetapan laju reaksi) epoksidasi........................... 111
20
Pengaruh penambahan katalis terhadap penurunan bilangan oksiran, Waktu reaksi 2 jam, suhu 50°C, nisbah mol pereaksi 1: 1 v/v, oksiran awal = 4.7%...................................................................................... 114
xvi 21
Data penurunan bilangan oksiran pada proses hidroksilasi. Bahan epoksi dari minyak jarak pagar: BA =11, Oksiran =5.043. nisbah mol epoksi : metanol =1 : 13............................................................................... 120
22
Data perubahan konsentrasi Oksiran pada suhu proses 50°C................................................................................................... 120
23
Data perubahan konsentrasi Oksiran pada suhu proses 60°C .................................................................................................. 121
24
Data perubahan konsentrasi Oksiran pada suhu proses 65°C................................................................................................... 122
25
Hasil perhitungan nilai k (tetapan laju reaksi) hidroksilasi dengan metanol menggunakan regresi linier................................................. 123
26
Data perubahan bilangan hidroksil pada asetilasi poliol................................127
27
Tetapan laju reaksi asetilasi dengan menggunakan asam asetat anhidrat......128
28
Sifat Fisik dan kimia Minyak Jarak, Epoksi, Poliol, dan Asetilasi Poliol..... 131
29
Sifat Fisik Pelumas Mesin (Minyak Baru) dengan standar SAE.................. 133
30
Indeks viskositas pada suhu 100°C...............................................................142
31
Pengujian kinerja berbagai % campuran pelumas dasar dan pelumas komersial pada mesin otomotif (motor 2 tak) selama 100 jam…………………….. 144
32
Hasil Perhitungan Neraca Massa pada saat Pengeringan (OV-1).................. 148
33
Hasil Perhitungan Neraca Massa pada saat Pengepresan (PR-01)................ 148
34
Hasil Perhitungan Neraca Massa pada saat Proses Epoksidasi..................... 148
35
Hasil Perhitungan Neraca Massa pada saat Netralisasi.................................149
36
Hasil Perhitungan Neraca Massa pada saat Dekantasi............................... 149
37
Hasil Perhitungan Neraca Massa pada saat Proses Hidroksilasi................... 149
38
Hasil Perhitungan Neraca Massa pada saat Dekantasi Poliol........................150
39
Hasil Perhitungan Neraca Massa pada saat Pemisahan Sisa Butanol...........150
40
Hasil Perhitungan Neraca Massa pada saat Proses Asetilasi........................ 150
41
Hasil Perhitungan Neraca Massa pada saat Pemisahan Katalis.....................151
42
Hasil Perhitungan Neraca Massa pada saat Netralisasi.................................151
43
Hasil Perhitungan Neraca Massa pada saat Dekantasi.................................151
xvii 44
Neraca Energi di Pemanas bahan sebelum Proses Epoksidasi (HE-01)....... 152
45
Neraca Energi di Pemanas bahan sebelum Proses Epoksidasi (HE-02)........152
46
Neraca Energi pada saat Proses Epoksidasi………………………............... 152
47
Neraca Energi pada saat Netraliser……………………………………....... 153
48
Neraca Energi di Pemanas sebelum Proses Hidroksilasi (HE-03)................ 153
49
Neraca Energi pada saat Proses Hidroksilasi....................………………… 153
50
Neraca Energi pada saat Pemisahan Alkohol…………………………….....154
51
Neraca Energi pada saat Pendinginan Produk Poliol…………….…………154
52
Neraca Energi di Pemanas sebelum Proses Asetilasi....…….....……………154
53
Neraca Energi pada saat Proses Asetilasi…..........………………………… 154
54
Neraca Energi pada saat Netralisasi…………………………………………155
55
Neraca Energi pada saat Pendinginan produk asetilasi poliol........................155
xviii
DAFTAR GAMBAR Halaman
1
Bagian-bagian tanaman Jatropha curcas …………………….................. 7
2
Pemanfaatan tanaman jarak pagar……………………............. ................. 8
3
Tanaman jarak pagar.................................................................................... 10
4
Biji jarak pagar............................................................................................. 10
5
Tiga komponen penyusun pelumas mesin……………………................... 12
6
Sintesis monoester dari trigliserida dengan rantai pendek ……................. 16
7
Skema umum di-ester.................................................................................. 16
8
Reaksi pembentukan Asam Perasetat………………………….................. 17
9
Reaksi Epoksidasi terhadap ikatan rangkap aromatik membentuk oksiran ……………………………………………................ 17
10
Reaksi Transesterifikasi metil ester minyak sawit dengan menggunakan TMP.................................................................................... 18
11
Skema reaksi pembukaan cincin diikuti dengan transesterifikasi epoksi minyak dengan Guerbet alkohol....................................................
20
12
Sintesis dihidroksilasi minyak kedelai dari ESBO dan HClO4................... 20
13
Reaksi dihidroksilasi minyak kedelai dengan asetat anhidrat, butirat anhidrat, dan heksanoat anhidrat....................................................
20
14
Klasifikasi pelumas berdasarkan standar API...........................................
23
15
Reaksi pembentukan gugus Oksiran .........................................................
26
16
Reaksi pembentukan perasida....................................................................
26
17
Reaksi pembukaan cincin oksiran........................................................ .....
27
18
Pembukaan cincin oksiran................................................................. ........ 28
19
Model proses perancangan .................................................... .................... 30
20
Tahap dalam perancangan proses kimia (Seider et al. 1999)..................... 31
xix 21
Perancangan proses melalui tahapan analisis sistem proses......................... 32
22
Sintesis Proses Kimia.................................................................................... 33
23
Skema aliran pemodelan matematik................................................... ....... 35
24
Prinsip kesetimbangan dalam suatu formulasi umum.................................. 35
25
Sistem reaktor curah............…………………………………………......... 38
26
Jalur reaksi katalitis...................................................................................... 43
27
Struktur silika alumina................................................................................. 47
28
Langkah-langkah pada reaksi katalitis padat............................................... 48
29
Kerangka Pemikiran perancangan proses modifikasi minyak jarak pagar sebagai pelumas dasar ............................................................. .......... 55
30
Tahapan penelitian ....................................................................................... 57
31
Tahapan penelitian perancangan proses....................................................... 58
32
Diagram Alir Kegiatan Penelitian Perancangan proses............................
33
Viskositas dan indeks viskositas pelumas dasar…………………….. ....... 87
34
Titik nyala dan Titik Tuang pelumas dasar................................................. 88
35
Densitas beberapa pelumas dasar......................................................... ....... 89
36
Bilangan asam beberapa pelumas dasar............................................... ....... 91
37
Hasil uji gugus fungsi menggunakan FTIR minyak jarak pagar................... 92
38
Hasil Uji GC Minyak Jarak Pagar................................................................. 93
39
Modifikasi Minyak Jarak Pagar dengan jalur Epoksidasi –
60
Pembukaan cincin oksiran (hidroksilasi) – Esterifikasi................................ 100 40
Modifikasi Minyak Jarak Pagar dengan jalur epoksidasi-pembukaan cincin oksiran (Alkohol Guerbet)-Transesterifikasi / Asetilasi.................... 102
41
Reaksi esterifikasi terhadap asam oleat............................................... ........ 103
42
Reaksi epoksidasi terhadap metil ester........................................................ 103
43
Reaksi hidrolisis terhadap epoksi metil ester ............................................. 103
44
Reaksi esterifikasi / asetilasi ........................................................................ 104
45
Reaksi transesterifikasi metil ester minyak nabati dengan
xx menggunakan TMP...................................................................................... 104 46
Respon Permukaan dan kontur bilangan oksiran epoksi sebagai fungsi dari nisbah mol pereaksi (x1) dan konsentrasi katalis (%)(x2)........................107
47
Respon permukaan dan kontur bilangan oksiran epoksi sebagai fungsi dari nisbah mol pereaksi (x1) dan dan suhu (x3) ..........................................108
48
Respon permukaan dan kontur bilangan oksiran epoksi sebagai fungsi dari konsentrasi katalis, % (x2) dan suhu (x3)............................................... 108
49
Hubungan –ln (1-XA) vs t ............................................................................. 111
50
Pengaruh katalis terhadap penurunan bilangan oksiran proses Hidroksilasi.................................................................................................. 115
51
Pengaruh bentonit pada penurunan bilangan oksiran proses Hidroksilasi................................................................................................... 116
52
Respon permukaan dan kontur bilangan oksiran poliol sebagai fungsi suhu (x1) dan konsentrasi katalis (x2) pada penurunan bilangan oksiran proses hidroksilasi.....................................................................................
53
117
Respon permukaan dan kontur bilangan oksiran poliol sebagai fungsi suhu (x1) dan nisbah mol pereaksi (x3) pada penurunan bilangan oksiran proses hidroksilasi...................................................................................
54
118
Respon permukaan dan kontur bilangan oksiran poliol sebagai fungsi konsentrasi katalis (x2) dan nisbah mol pereaksi (x3) pada penurunan bilangan oksiran proses hidroksilasi............................................................ 118
55
Perpindahan massa katalis bentonit.............................................................. 119
56
Perubahan konsentrasi Hidroksil dan Oksiran pada hidroksilasi 50°C....... 121
57
Perubahan konsentrasi Hidroksil dan Oksiran pada hidroksilasi 60°C....... 121
58
Perubahan konsentrasi Hidroksil dan Oksiran pada hidroksilasi 70°C...... 122
59
Perubahan Bilangan Hidroksil pada proses epoksidasi, hidroksilasi, dan asetilasi ............................................................................................
60
125
Penambahan Volume poliol pada asam asetat anhidrat terhadap bilangan asam............................................................................................
126
61
Penambahan poliol terhadap rendemen asetilasi poliol................................ 127
62
Perubahan bilangan hidroksil pada asetilasi poliol 90°C............................. 128
xxi 63
Perubahan bilangan hidroksil pada asetilasi poliol 80°C...........................
64
Hasil pengujian gugus fungsi pada minyak jarak pagar
128
menggunakan FTIR.................................................................................... 134 65
Hasil pengujian struktur kimia pada minyak jarak pagar menggunakan NMR..................................................................................... 134
66
Hasil pengujian gugus fungsi pada epoksi minyak jarak pagar menggunakan FTIR..................................................................................... 135
67
Hasil pengujian struktur kimia epoksi jarak pagar menggunakan NMR .....136
68
Hasil pengujian gugus fungsi pada poliol jarak pagar menggunakan FTIR136
69
Hasil pengujian struktur kimia poliol jarak pagar menggunakan NMR..... 137
70
Hasil pengujian gugus fungsi pada poliol jarak pagar menggunakan FTIR137
71
Hasil pengujian struktur kimia poliol jarak pagar menggunakan NMR ..... 138
72
Rangkaian alat pengujian stabilitas oksidasi.............................................. 139
73
Hasil pengujian kestabilan oksidasi terhadap viskositas pelumas dasar...... 139
74
Hasil pengujian kestabilan oksidasi terhadap bilangan asam pelumas dasar.141
75
Komponen Pelumas : pelumas dasar dan aditif........................................
76
Komponen Pelumas : pelumas dasar (petroleum & sintetis) dan
143
aditif..........................................................................................................
143
77
Diagram Blok Unit Proses Epoksidasi......................................................
145
78
Diagram Blok Unit Proses Hidroksilasi....................................................
146
79
Diagram Blok Unit Proses Asetilasi..........................................................
147
80
PEFD Modifikasi Minyak Jarak Pagar....................................................... 156
81
Hasil simulasi proses menggunakan program Hysis pada jalur proses epoksidasi-hidroksilasi-asetilasi.................................................................. 157
82
Hasil simulasi proses menggunakan program Hysis pada jalur proses esterifikasi-epoksidasi-hidroksilasi.............................................................. 158
83
Biaya Variabel Fungsi Kapasitas Produksi...............................................
160
84
Kurva Total Biaya Fungsi Kapasitas Produksi..........................................
160
xxii
DAFTAR LAMPIRAN Halaman
1
Prosedur analisa asam lemak, epoksi minyak, poliol, poliolester dan uji pelumas..................................................................
176
2
Kebutuhan Pelumas di tiap propinsi di Indonesia tahun 2003............
183
3
Indeks viskositas minimum beberapa pelumas dengan angka viskositas SAE.....................................................................................
184
4
Tingkat viskositas pelumas motor (SAE J 300 March 1982)..............
184
5
Klasifikasi pelumas industri menurut ISO (ASTM 2422)...................
185
6
Pemakaian serta Nilai pelumas menurut kode industri, 2003.............
186
7
Hasil percobaan proses epoksidasi minyak jarak pagar waktu
8
proses 1 jam, volum minyak jarak pagar 10 ml...................................
187
Penelitian Pendahuluan Epoksidasi.....................................................
187
8.1
Analisis Bilangan Oksiran Epoksi Minyak Jarak Pagar..........
187
Optimasi kondisi operasi epoksidasi ......................................
188
Proses Epoksidasi………………………….....……………………...
188
9.1
Perhitungan Transfer Massa katalis H2SO4 dalam H2O2.........
188
9.2
Hasil analisis statistika persamaan transfer massa katalis
8.2 9
Nilai Estimasi, Standar Deviasi dan Nilai t
H2SO4 dalam H2O2...................................................................
189
9.3
Perhitungan laju reaksi Epoksidasi..........................................
189
9.4
Perhitungan Konversi reaksi Epoksidasi.................................
190
9.4.1 Data bilangan oksiran pada percobaan kinetika
9.5
reaksi epoksidasi............................................................
191
9.4.2 Konversi reaksi pada 65°C, 70°C, dan 75°C.................
191
Perhitungan data kinetika dan termodinamika reaksi Epoksidasi.................................................................................
192
9.5.1 Hasil perhitungan ln (CB0/(CB0-CE))..............................
192
9.5.2 Hasil regresi linier............................................................
192
9.5.3 Nilai tetapan laju reaksi pada 65°C, 70°C, dan 75°C...
193
xxiii 10
Perhitungan Waktu curah ideal epoksidasi.......................................
195
11
Pemilihan Jenis katalis dan konsentrasi katalis pada reaksi hidroksilasi
195
11.1
Penurunan oksiran pada hidroksilasi dengan katalis padat dan cair...................................................................................
195
11.2. Hasil analisis statistika terhadap persamaan yang menghubungkan antara perubahan bilangan oksiran pada reaksi hidroksilasi epoksi jarak pagar dengan katalis padat (bentonit).
196
12
Hasil percobaan proses hidroksilasi epoksi jarak pagar waktu 2 jam.....
197
13
Penelitian Pendahuluan Hidroksilasi.......................................................
197
13.1
Bilangan Oksiran Epoksi Minyak Jarak Pagar...........................
197
Optimasi kondisi Operasi hidroksilasi........................................
198
Proses Hidroksilasi..…………………………………………………...
198
14.1
198
13.2 14
Nilai Estimasi, Standar Deviasi dan Nilai t Analisis
Perhitungan Perpindahan Massa Metanol dalam Bentonit......... +
+
14.2
Tabel [H ]1-[H ]2........................................................................
198
14.3
Perhitungan persamaan laju reaksi hidroksilasi..........................
199
14.4
Hidroksilasi dengan Metanol......................................................
200
14.4.1 Perhitungan konversi reaksi hidroksilasi........................
200
14.4.2 Perhitungan data kinetika dan termodinamika reaksi hidroksilasi...........................................................
201
14.4.3 Hasil regresi linier kurva ln (CE0/CE) vs t pada 50°C .....................................................................
202
14.4.4 Hasil regresi linier kurva ln (CE0/CE) vs t pada 60°C…..................................................................
202
14.4.5 Hasil regresi linier kurva ln (CE0/CE) vs t
15
pada 70°C .....................................................................
203
14.4.6 Nilai tetapan laju reaksi 50°C, 60°C, dan 70°C.............
203
14.4.7. Pengujian model t curah hidroksilasi..............................
204
Penelitian Pendahuluan Asetilasi Poliol..................................................
205
15.1 Perubahan Bilangan Hidroksil pada proses epoksidasi, hidroksilasi, dan asetilasi ...............................................................
205
xxiv 15.2 Perbandingan Volume Poliol dan Asam asetat anhidrat
16
pada asetilasi poliol.........................................................................
205
15.3 Rendemen dihitung setelah netralisasi.............................................
205
Proses Asetilasi……………………………………………………........
206
16.1
Perhitungan perubahan konsentrasi dan konversi poliol pada asetilasi poliol......................................................................
206
16.2
Perhitungan persamaan laju reaksi asetilasi.................................
206
16.3
Perhitungan data kinetika dan termodinamika reaksi asetilasi.....
207
16.4
Hasil regresi linier kurva ln (CP0/CP) vs t pada 80°C ..................
208
16.5
Hasil regresi linier kurva ln (CP0/CP) vs t pada 90°C ..................
208
16.6
Nilai tetapan laju reaksi 90°C, dan 80°C......................................
209
16.7
Pengujian model t curah asetilasi.................................................
210
17
Perhitungan pemurnian produk…………………………………………
210
18
Gambar Foto Rangkaian Alat Pengujian Stabilitas.................................
211
19
Hasil Pengujian Kestabilan Oksidasi.......................................................
211
19.1
Pengaruh Waktu Oksidasi terhadap Viskositas Pelumas Dasar (cP) pada 100°C...........................................................................
19.2
Pengaruh Waktu Oksidasi terhadap Bilangan Asam Pelumas Dasar pada 100 °C.......................................................................
19.3
214
Hasil Regresi data perubahan bilangan asam MJP pada Uji kestabilan oksidasi…………………………………………...
19.6
212
Analisis Keragaman pengaruh kestabilan oksidasi pada bilangan asam……………………………………………………
19.5
211
Analisis Keragaman pengaruh kestabilan oksidasi pada viskositas.............................................................................
19.4
211
216
Hasil Regresi data perubahan bilangan asam APJP pada Uji kestabilan oksidasi…………………………....………..
217
20
Neraca Massa....…………………………………………………………
217
21
Neraca Energi……………………………………………………………
220
22
Optimasi Kapasitas Produksi...................................................................
223
23
Analisis Kelayakan Finansial pada kapasitas optimum..………………..
224
xxv 23.1 Proyeksi Laba Rugi………………………………………………… 224 23.2 Arus Kas Penerimaan dan Pengeluaran (Cash Flow)……………… 225 23.3 Analisis Kelayakan Finansial………………………………………
226
23.4 Analisis Sensitifitas........................................................................... 227
1
PENDAHULUAN Latar Belakang
Fungsi utama pelumas (oli) adalah mencegah terjadinya friksi dan keausan (wear) antara dua bidang atau permukaan yang bersinggungan, memperpanjang usia pakai mesin, dan fungsi yang lainnya adalah membantu perpindahan panas, mencegah korosi. Formulasi pelumas yang banyak digunakan adalah terdiri dari 70-90% pelumas dasar yang dicampur dengan bahan aditif untuk memodifikasi dan memperbaiki sifat-sifat alamiahnya (yaitu stabilitas terhadap oksidasi, hidrolisis, suhu, viskositas, indeks viskositas, dan korosi). Pelumas dasar yang paling banyak digunakan adalah minyak mineral yaitu campuran dari beberapa jenis hidrokarbon minyak bumi, minyak nabati, dan minyak sintetis, baik yang berasal dari minyak bumi maupun minyak nabati (Askew 2004). Pada awalnya, pelumas yang banyak digunakan adalah minyak mineral. Sampai dengan pertengahan abad-19 hampir seluruh pelumas menggunakan minyak dan lemak hewani atau nabati. Selanjutnya digunakan minyak mineral yang dimurnikan sebagai pelumas dasar karena mempunyai ketahanan termal dan oksidasi yang lebih baik dibandingkan dengan minyak nabati atau hewani. Dengan perkembangan teknologi, minyak mineral yang dimurnikan tidak mampu melayani mesin-mesin dengan teknologi baru, maka perlu ditambahkan aditif untuk mendapatkan sifat yang diinginkan. Teknologi aditif ini berkembang sejak awal tahun 1950 (Gunstone 1998). Langkah selanjutnya adalah menggunakan pelumas dari bahan kimia yang mempunyai kemampuan lebih unggul dibandingkan dengan minyak mineral yang dimurnikan dalam semua sifat dasar. Maka muncul pelumas sintetis yang mempunyai sifat lebih unggul dibandingkan dengan minyak konvensional. Beberapa jenis pelumas dasar sintetis yang banyak digunakan adalah diester, fosfat ester, ester silikat, glikol polialkilena, silikon, khlor & fluor hidrokarbon, polialkilglikol, polialfaolefin, dan poliolester (POE). Harga pelumas dasar sintetis ini lebih mahal, tetapi dewasa ini lebih banyak digunakan karena umur pemakaian lebih lama, mengurangi konsumsi oli, mempunyai spesifikasi yang dibutuhkan pemakai, pengoperasian lebih aman dan sifat-sifatnya dapat diprediksi karena karakteristik
2 produknya seragam (Mulyana 2003). Pemakaian pelumas di Indonesia adalah untuk mesin-mesin industri, kendaraan bermotor, perkapalan, alat-alat berat, mesin pertanian, pertambangan dan berbagai pelumasan mesin yang lainnya. Jumlah pemakaian pelumas di Indonesia adalah sebesar 226.24 juta ton (BPS 2003). Sampai dengan saat ini penyediaan dan pelayanan pelumas, berdasarkan Keppres RI Nomor 21 Tahun 2001 pada Bab I Pasal 1 Ayat 2 , dinyatakan bahwa “Penyediaan dan Pelayanan Pelumas adalah kegiatan untuk menghasilkan pelumas dengan cara pabrikasi pelumas (blending), pengolahan pelumas bekas, impor pelumas dan pemasarannya” dan pada Bab III Pasal 6 Ayat 1 “ Dalam rangka memenuhi kebutuhan pelumas di dalam negeri, perusahaan dapat mengimpor pelumas berdasarkan ketentuan peraturan perundang-undangan”. Saat ini kebutuhan minyak bumi meningkat, sedangkan persediaannya makin menipis. Keadaan ini memacu produksi pelumas sintetis dari minyak nabati sebagai bahan dasar alternatif dalam pembuatan pelumas. Meskipun harga pelumas dasar hasil biosintetis ini lebih mahal daripada minyak mineral, namun minyak ini mempunyai sifat unggul dalam stabilitas termal, sifat alir, indek viskositas, dan stabilitas penguapan. Oleh karena itu pelumas dasar hasil biosintetis akan memberikan kinerja yang baik dibandingkan dengan minyak mineral dan bahan bakunya dapat terbarukan. Banyak minyak nabati yang digunakan dalam aplikasi pelumas, misalnya sebagai aditif minyak sintetis, fluida transmisi, minyak motor 2 tak, minyak hidraulik, dan gemuk. Konsumsi minyak nabati Amerika Serikat untuk pelumas adalah sebesar 8 juta kilogram per tahun. Konsumsi ini merupakan 9% dari total penggunaan minyak nabati untuk industri. Pasar ini mengkonsumsi 9.66 milyar liter minyak mineral dimurnikan per tahun untuk kebutuhan pelumas. Kira-kira 3.9 milyar liter digunakan untuk minyak motor 4 tak (Johnson 1990). Total kebutuhan pelumas di Jerman pada tahun 1998 kira-kira 1 juta ton per tahun, segmen pasar terbesar adalah minyak mesin dan minyak roda gigi otomotif, yaitu sebesar 450 000 ton per tahun, dan selanjutnya kebutuhan yang lain adalah untuk mesin hidraulik dan mesin industri (Willing 2001). Peningkatan penggunaan produk-produk ramah lingkungan seperti produk-produk pelumas terjadi karena kerasnya peraturan pemerintah dan meningkatnya ketertarikan masyarakat pada lingkungan yang bebas polusi (Adhvaryu 2002). Sebagian besar
3 pelumas yang berasal dari petroleum bersifat toksik terhadap lingkungan. Minyak nabati dengan kandungan oleat tinggi mempunyai potensi untuk mensubstitusi minyak pelumas dasar konvensional dari minyak mineral dan ester sintetis (Adhvaryu 2005). Minyak nabati sebagai pelumas mempunyai sifat yang lebih baik dibandingkan dengan pelumas dasar dari minyak mineral, karena minyak nabati bersifat bisa terdegradasi dan nontoksik, tetapi pada sisi yang lain minyak nabati mempunyai stabilitas oksidasi dan ketahanan korosi yang rendah (Adhvaryu 2005). Adanya ikatan rangkap C=C mengakibatkan minyak bersifat labil, maka perlu ditambahkan bahan aditif atau dilakukan pengolahan terhadap minyak nabati untuk meningkatkan stabilitas oksidasinya. Beberapa usaha yang dilakukan untuk meningkatkan stabilitas oksidasi adalah dengan melakukan modifikasi minyak kedelai menjadi epoksi minyak kedelai dan alkohol polihidrat (Hwang 2003), melakukan transesterifikasi terhadap trimetilolpropan dan metil ester kanola (Adhvaryu 2002). Alkohol polihidrat (poliol) dapat dibuat dengan membuka cincin epoksi minyak menggunakan katalis asam, seperti asam–asam mineral: asa Minyak nabati yang banyak digunakan sebagai pelumas dasar adalah minyak biji bunga matahari dengan kandungan asam oleat tinggi, tetapi stabilitas terhadap oksidasinya rendah karena adanya ikatan rangkap C=C. Jenis minyak nabati lain yang biasa digunakan adalah minyak jarak castor, minyak kelapa sawit, dan minyak kedelai. Beberapa kelebihan penggunaan pelumas dasar biosintetis adalah rendahnya emisi karena rentang titik didih tinggi dan kandungan toksinnya rendah (Askew 2004). Pada penelitian ini telah dilakukan perancangan proses modifikasi secara kimiawi terhadap minyak jarak pagar (Jatropha curcas. L), sebagai upaya meningkatkan stabilitasnya. Tanaman jarak terdiri dari dua jenis, yaitu jarak pagar (Jatropha curcas. L) dan tanaman jarak dalam atau jarak kepyar (Ricinus communis. L). Tanaman jarak termasuk ke dalam famili euphorbiaceae dengan ciri tumbuhan yaitu dapat tumbuh dengan cepat, kuat serta tahan terhadap musim panas (Guibitz 1999). Pemilihan tanaman jarak pagar sebagai sumber bahan baku pada penelitian ini adalah untuk meningkatkan nilai tambah biji jarak pagar, tingginya kandungan minyak pada biji dan merupakan non-drying oil atau semi-drying oil, sehingga sifat pelumasannya baik (Thomsen 1951). Disamping itu minyak jarak pagar bukan komoditi untuk keperluan pangan karena mengandung racun, sedangkan beberapa jenis minyak
4 yang lain bersaing penggunaannya untuk keperluan pangan, seperti minyak kedelai, minyak sawit, dan sebagainya. Penelitian ini dilakukan untuk mendapatkan perancangan proses modifikasi minyak jarak pagar (Jatropha curcas. L) sebagai pelumas dasar. Penelitian ini diharapkan dapat membantu pihak-pihak yang berkepentingan dalam pengembangan industri pelumas dasar, seperti pemerintah sebagai pembuat kebijakan, investor, pedagang, petani, maupun eksportir dan Indonesia pada umumnya sehingga dihasilkan nilai tambah komoditas jarak pagar yang menguntungkan semua pihak yang terlibat.
Tujuan Penelitian Penelitian ini bertujuan untuk mendapatkan perancangan proses modifikasi minyak jarak pagar sebagai pelumas dasar, yaitu mendapatkan jalur proses terbaik sehingga dapat menghasilkan produk dengan karakteristik sesuai dengan yang diinginkan, mendapatkan produk dengan kinerja ketahanan terhadap oksidasi dan mendapatkan produk dengan kinerja formula pelumas sintetis pada mesin otomotif yang baik, mendapatkan kondisi operasi proses terbaik, mendapatkan parameter kinetika reaksi dan termodinamika proses modifikasi dan mendapatkan kapasitas produksi optimum, sehingga dapat digunakan untuk mengetahui kelayakan proses baik secara teknis maupun finansial dan mendapatkan Process Engineering Flow Diagram (PEFD) modifikasi minyak jarak pagar.
Ruang Lingkup Untuk mendapatkan hasil yang jelas dan terarah, maka ruang lingkup pada penelitian ini adalah sebagai berikut:
1.
Sintesis Proses, meliputi : a. Pemilihan bahan baku, produk, dan jalur proses b. Proses modifikasi minyak parak pagar c. Melakukan identifikasi dan karakterisasi minyak jarak pagar dan hasil modifikasinya
5 d. Mengevaluasi kinerja pelumas dasar, meliputi evaluasi kinerja ketahanan terhadap oksidasi dan evaluasi kinerja formula pelumas sintetis pada mesin otomotif. e. Integrasi rancangan proses dalam bentuk blok diagram
2.
Analisis atau Pemodelan dan Simulasi, meliputi : mendapatkan pemodelan laju reaksi,
mendapatkan
parameter
kinetika
dan
parameter
termodinamika.
Melakukan penyusunan neraca massa dan neraca energi untuk mengetahui distribusi produk maupun kebutuhan energi pada semua aliran proses, sehingga bisa digunakan untuk simulasi produk pada skala yang berbeda.
3.
Optimasi, meliputi penyusunan model matematis dari fungsi obyektif yang akan dioptimasikan yaitu kapasitas produksi, melakukan optimasi kapasitas produksi untuk mendapatkan total biaya minimum.
4.
Penentuan kelayakan baik secara teknis maupun finansial dan pembuatan Process Engineering Flow Diagram (PEFD) pada proses modifikasi minyak jarak pagar. .
6
TINJAUAN PUSTAKA Tanaman Jarak Pagar
Tanaman jarak pagar atau Jatropha curcas L. atau physic nut, merupakan tanaman semak atau pohon dengan ketinggian 2-5 meter, batang penuh tonjolan bekas daun gugur, cabang pohon menyebar, ranting pendek, daun tunggal, getah putih keruh. Bunga tanaman jarak pagar berwarna hijau kekuningan, buah bulat kecil berwarna hijau berdiameter 3-4 cm dan biji berwarna hitam 2-4 buah dan termasuk famili euphorbia. Kelompok Jatropha mempunyai kira-kira 170 species. Nama Jatropha berasal dari jatrós (doctor), trophé (food), yang digunakan untuk keperluan medis. Curcas adalah nama lain dari physic nut. Tanaman jarak pagar dapat tumbuh baik pada daerah dengan ketinggian 500 m suhu 20-28º°C dengan curah hujan 300-1000 mm per tahun. Jarak tanam adalah 2 x 2 m, 2.5 x 2.5 m, atau 3 x 3 m untuk kerapatan tanaman 2 500, 1 600 atau 1 111 per hektar. Tanaman dipanen dengan hasil 2-3 ton biji per hektar (Henning 1990).
Karakteristik fisika dan kimia biji jarak pagar mengandung berbagai macam senyawa kimia seperti sukrosa, rafinosa, stakiosa, glukosa, fruktosa, galaktosa protein, minyak (50-60%), toxal burnin curcin yang berbahaya dan asam oleat dan linoleat dalam jumlah besar (Duke & Atchley 1983). Kandungan minyak dalam biji jarak pada umumnya, yaitu sekitar 40% - 45% (Hambali et al. 2006)
7
Gambar 1 Bagian-bagian tanaman Jatropha curcas L.: batang yang berbunga (1), bunga betina (2), bunga betina yang terbuka (3), bunga jantan (4), bunga jantan yang terbuka (5), buah (6), buah dengan arah longitudinal (7), dan biji (8) (de Padua 1999).
Di Indonesia tanaman jarak pagar banyak terdapat di daerah Purwodadi, Jawa Tengah dan telah dibudidayakan dengan baik di Nusa Tenggara Barat. Secara umum pemanfaatan tanaman jarak pagar (Jatropha curcas L) dapat dilihat pada gambar di bawah ini :
8
Jatropha curcas L.
DAUN
• Pengendalian Erosi • Tanaman Pagar • Kayu Bakar • Pelindung Tanaman
BUAH
LATEKS
• Pengembangan ulat sutera • Obat-obatan • Zat anti radang • Insektisida • Pakan Ternak (Varietas Non toksik)
TEMPURUNG BIJI
• Protease penyembuh luka (Kurkaina) • Obat-obatan BIJI
BUNGKIL BUAH • Pupuk
• Material bakaran • Biogas • Pakan ternak
Gambar 2 Pemanfaatan tanaman jarak pagar Diadaptasi dari Guibitz 1999.
KULIT BUAH
• Material Bakaran • Pupuk Hijau • Produksi Biogas
MINYAK BIJI • Produksi Sabun • Bahan bakar • Insektisida, Obat-obatan • Oleokimia : metil ester, epoksi, poliol, poliuretan
9 Minyak Jarak Pagar Minyak jarak pagar mengandung racun (ester forbol) yang membuat minyak ini tidak dapat digunakan sebagai minyak makan (Sudradjat et al 2004). Salah satu cara yang dapat dilakukan untuk memperoleh minyak jarak pagar adalah dengan ekstraksi biji jarak pagar (press). Untuk menghambat kerja enzim yang dapat menghidrolisis minyak sehingga membentuk asam lemak bebas, sebelum diekstraksi biji jarak pagar dikeringkan dengan cara dioven atau dikukus terlebih dahulu. Ekstraksi minyak jarak pagar dapat dilakukan dengan cara lain, seperti ekstraksi menggunakan pelarut organik, pelarut air masing-masing dengan yield 98% dan 38%, cara lain menggunakan enzim protease didapatkan yield sebesar 98% (Guibitz 1999). Komposisi kimia biji jarak pada bagian inti, kulit, dan daging dapat dilihat pada Tabel 1 di bawah ini : Tabel 1 Komposisi kimia inti, kulit, dan daging biji jarak pagar Inti
Kulit
Daging
Bahan kering (%)
94.2-96.9
89.8-90.4
100
Protein (%)
22.2-27.2
4.3-4.5
56.4-63.8
Lipid (%)
56.8-58.4
0.5-1.4
1.0-1.5
Abu (%)
3.6-4.3
2.8-6.1
9.6-10.4
Energy MJ/kg
30.5-31.1
19.3-19.5
18.0-18.3
Minyak jarak pagar hasil ekstraksi dianalisis sifat fisiko-kimianya, misal kekentalan, kandungan asam lemak bebas, kadar air, komposisi asam lemak, kadar air, bilangan penyabunan dan bilangan iod. Hasil analisis sifat fisiko-kimia minyak jarak pagar seperti ditunjukkan pada Tabel 2.
10 Tabel 2 Jenis asam lemak dan sifat fisik-kimiawi minyak jarak pagar Jenis Asam Lemak
Komposisi, %
Asam oleat
35-64
Asam linoleat
19-42
Asam palmitat
12-17
Asam stearat
5-10
Rendemen, %
40-50
Sifat Minyak
Nilai
Bilangan penyabunan (mg KOH/g)
183-191
Bilangan iod (mg I /g minyak)
96-99
Kerapatan (densitas) (g/ml)
0.919-0.924
Indeks bias pd 40°C
55-56
Sumber : Sudradjat 2004
Gambar 3 Tanaman jarak pagar
Gambar 4 Biji jarak pagar
11 Manfaat minyak jarak pagar Biji jarak pagar mengandung minyak dalam jumlah tinggi. Minyak jarak pagar dapat digunakan untuk menggantikan kerosene dan diesel dan sebagai pengganti kayu bakar. Minyak ini dapat juga digunakan sebagai pelumas, bahan baku sabun dan lilin. Jika dicampur dengan oksida besi dapat digunakan sebagai varnish. Minyak semi drying ini dapat menggantikan bahan bakar diesel (Augustus et al 2002).
Pelumas Pelumas atau Oli Pelumas atau oli merupakan cairan yang menentukan kemampuan kerja mesin dan kendaraan bermotor. Pelumas merupakan bahan yang mampu mengurangi gesekan antara dua komponen. Pelumas dibagi dalam dua bagian, yaitu pelumas cair dan pelumas pasta, yang disebut dengan gemuk atau grease. Oli atau pelumas cenderung dipergunakan pada bagian yang memerlukan fungsi lain selain pelumasan, sebagai pendingin bagianbagian yang dilumasi, atau sebagai pembawa kotoran bagian-bagian mesin. Adapun gemuk dipergunakan untuk bagian-bagian yang memerlukan pelumasan dengan kekentalan tinggi. Pelumas dalam pemakaiannya lebih membutuhkan perhatian, yaitu harus diganti secara berkala. Setiap mesin atau bagian kendaraan memerlukan pelumas dengan spesifikasi tertentu, disamping itu pelumas juga harus mengandung bahan-bahan tertentu yang dapat mendukung tugasnya (Nugroho 2005). Komposisi pelumas mesin umumnya terdiri dari 3 komponen dan 75%-nya merupakan pelumas dasar (Gambar 5).
12
Pelumas dasar, 75 %
Peningkat Indeks Viskositas (VI) 5 %
Bahan Tambahan 20%
Memberikan sifatsifat pelumasan
Memberikan sifat Multigrade
Meningkatkan kinerja dan sifat pelumas dasar
Ketiga komponen ini dicampur Gambar 5 Tiga komponen penyusun pelumas mesin (Gerard 2000). Pelumas Dasar Pelumas dasar adalah sejenis minyak atau campuran minyak yang dapat digunakan sebagai bahan dasar pelumas. Pada formulasi pelumas, 70-90 % campuran merupakan minyak pelumas dasar dan ditambah dengan bahan aditif untuk meningkatkan sifat-sifatnya. Pelumas dasar dapat dikelompokkan menjadi 3 (tiga) (Askew 2004) : Minyak Mineral. Merupakan satu jenis minyak yang banyak digunakan pada saat ini. Pelumas dasar ini merupakan hidrokarbon yang mengalami serangkaian proses pemurnian dan dapat digolongkan menjadi empat jenis, yaitu parafin, olefin, naftanik dan aromatik. Kandungan lain di dalam minyak mineral adalah sulfur, nitrogen dan logam. Keunggulan penggunaan minyak mineral sebagai pelumas dasar adalah:
(1) Harga
murah (2) Daerah suhu operasi lebar, meliputi seluruh pemakaian dalam industri, mesinmesin transportasi, alat-alat berat lain, (3) Penambahan bahan aditif dapat meningkatkan mutu dan kinerja, (4) Tidak merusak bantalan (5) Stabil selama penyimpanan (La Puppung 1986). Kebutuhan minyak mineral meningkat, sedangkan persediaan minyak bumi di dunia menipis karena bersifat tidak terbarukan. Minyak bumi bersifat tidak terdegradasi karena mengandung senyawa aromatik dan racun.
13 Minyak Nabati. Pelumas dasar yang berasal dari minyak nabati, misalnya minyak kedelai, minyak sawit, minyak kelapa, minyak biji bunga matahari dan minyak biji jarak. Jika minyak nabati dibandingkan dengan minyak mineral sebagai minyak pelumas dasar, terdapat beberapa keunggulan, yaitu tingginya kemampuan pelumasan, tingginya indeks viskositas, rendahnya kehilangan minyak karena penguapan, tingginya kemampuan terdegradasi dan rendahnya kandungan racun. Minyak nabati sebagai pelumas dasar mempunyai keterbatasan, yaitu rendahnya stabilitas termal, hidrolitik, dan oksidatif, karena mengandung asam lemak tidak jenuh. Kelemahan ini dapat diatasi dengan memodifikasi minyak tersebut dengan menambahkan bahan aditif (USB 1997). Usaha yang telah dilakukan untuk meningkatkan stabilitas oksidasi adalah melakukan modifikasi minyak kedelai menjadi epoksi dan alkohol polihidrat (Hwang 2003), melakukan transesterifikasi trimetilolpropan dan metil ester kanola (Adhvaryu 2002). Minyak Sintetis. Pelumas sintetis adalah pelumas yang dibuat dengan proses kimiawi dengan menggabungkan beberapa bahan aditif. Pada awalnya, pelumas yang digunakan pada kendaraan tempo dulu adalah berasal dari minyak bumi, pada perkembangannya tidak mampu melayani mesin-mesin dengan teknologi tinggi maka dilakukan penambahan bahan aditif. Selanjutnya, hasil penelitian menunjukkan bahwa pelumas konvensional dari minyak bumi yang telah ditambah dengan bahan aditif, tidak mampu mendukung kinerja mesin baru, maka dilakukan penggantian dengan bahan lain yang bukan berasal dari minyak bumi. Bahan ini merupakan bahan kimia yang memiliki kemampuan lebih unggul daripada minyak mineral dalam semua sifat dasar yang diperlukan, maka terbentuklah pelumas sintetis (Nugroho 2005). Pelumas sintetis dapat dikelompokkan dalam dua kelas, yaitu ester organik dan hidrokarbon yang diolah secara sintetis, baik yang berasal dari petrokimia maupun oleokimia. Beberapa pelumas dasar sintetis adalah polialfaolefin (PAO), ester sintetis, seperti monoester, diester, esterphtalat, poliolester (POE), dan ester kompleks dan polialkilenglikol (PAG), yaitu polimer petrokimia hasil reaksi antara etilen oksida dan propilen oksida (Askew 2004).
14 Ester merupakan salah satu jenis minyak sintetis yang sangat luas pemakaiannya, misalnya gemuk, minyak gigi persneling, minyak kompresor, dan sebagai minyak hidraulik yang tahan terbakar dan ramah lingkungan. Ester yang saat ini banyak digunakan sebagai pelumas digolongkan menjadi 3 (tiga) kelompok (Eastwood 2005) : 1 ester dari petrokimia. Keuntungan ester dari petrokimia adalah ketahanannya pada kondisi operasi suhu tinggi, kesesuaiannya untuk digunakan pada lingkungan dengan suhu rendah. Ester merupakan salah satu pilihan untuk pelumas viskositas rendah. 2 minyak atau lemak alami. Minyak nabati yang paling banyak digunakan sebagai pelumas mesin adalah minyak kanola dan minyak biji bunga matahari. Kelemahan minyak nabati adalah rendahnya ketahanan terhadap oksidasi, kurangnya sifat alir pada suhu rendah, keuntungan teknis adalah sifat pelumasannya yang sangat baik. 3
ester dari oleokimia. Ester sintetis yang diturunkan dari bahan baku oleokimia adalah yang paling baik dibandingkan dengan ketiga kelompok ester, biasanya merupakan suatu produk hasil reaksi dari alkohol petrokimia dengan satu atau lebih oleokimia yang diturunkan dari asam lemak.
Bahan Aditif Pelumas Aditif Pelumas adalah suatu substansi yang akan mempengaruhi karakteristik pelumas dasar minyak mineral atau minyak sintetis, yaitu: 1
Sebagai pendingin yang baik dan/atau pentransfer panas.
2
Mencegah keausan.
3
Mencegah oksidasi.
4
Mengendalikan endapan. Jumlah aditif bervariasi antara 10% (untuk minyak hidraulik) dan 40% (minyak
motor atau roda gigi). Beberapa bahan aditif dapat meningkatkan sifat fisik pelumas dasar (viskositas) dan juga sifat kimia.
15 Pengelompokkan bahan aditif industri adalah : 1
Inhibitor oksidasi atau antioksidan.
2
Aditif untuk memperbaiki indek viskositas.
3
Detergen dan dispersansi.
4
Aditif anti busa.
5
Inhibitor korosi.
6
Aditif tekanan ekstrim.
7
Pengemulsi.
Beberapa penelitian proses pembuatan oleokimia atau modifikasi kimiawi minyak pada pembuatan pelumas dasar sintetis Perkembangan ester sintetis sebagai pelumas dimulai pada tahun 1930 di Amerika Serikat dan Jerman. Diester dan poliolester dikembangkan di Jerman dan pertama kali digunakan sebagai pelumas turbin pesawat terbang. Keuntungannya adalah sifat pada suhu rendahnya baik dan tahan terhadap oksidasi termal. Sejak 1960, industri penerbangan telah menggunakan neopentil poliolester sebagai pelumas mesin jet. Sifat pentingnya adalah tercapainya sifat fleksibel (kimia & fisik) dengan adanya perubahan struktur kimia dari bahan awal, seperti panjang rantai cabang, jumlah atom karbon, dan tipe alkohol. Ester minyak motor sintetis yang pertama kali masuk di pasaran pada tahun 1977 adalah polialfaolefin (PAO). Ester sintetis yang digunakan sebagai minyak dasar mesin 2 tak yaitu neopentil poliol, pertama kali masuk pasar pada tahun 1982. Poliolester dari asam lemak diproduksi dari reaksi alkohol polihidrat (poliol) dan asam mono dan dikarboksilat. Contoh Poliol yang digunakan sebagai bahan baku poliolester adalah: Trimetilol propan (TMP), Neopentilglikol (NPG), Pentaeritritol (PE), ditrimetilolpropan (di-TMP), dan di-Pentaeritritol (di-PE), yang paling banyak digunakan adalah TMP. Poliol rantai panjang dan bercabang akan mempengaruhi sifat ester. Viskositas dan titik tuang akan meningkat dengan semakin panjangnya rantai karbon. Asam-asam yang digunakan dalam sintesis poliolester dapat berupa asam rantai pendek, panjang, jenuh, tidak jenuh, lurus, dan bercabang.
16
O CH2-O-C -R1 l O CH-O-C -R2 + 3 R4 –OH l O CH2-O-C -R3 Trigliserida
Katalis
Alkohol Rantai Pendek
CH2-OH I 3 R4-O-C-O-R13 + CH -OH I CH2-OH Ester
Gliserol
Gambar 6 Sintesis monoester dari trigliserida dengan alkohol rantai pendek. Katalis : NaOH, KOH 0,6 % (v/v) dari total pereaksi. Waktu : beberapa menit sampai dengan beberapa jam, tergantung pada jenis alkohol dan suhu. Minyak mesin hidraulik berbasis minyak nabati mempunyai titik nyala tinggi, indek viskositas tinggi dan karakteristik keausan baik (Carceller 1977). 2 ROH + HOOC-(CH2)n-COOH
⇔
RO-CO-(CH2)n-CO-OR + H2O
Asam dikarboksilat
HO-(CH2)n-OH + 2 RCOOH Diol
Diester ⇔
Asam Karboksilat
R-CO-O-(CH2)n-O-CO-R + H2O Diester
Gambar 7 Skema umum di-ester (Carceller 1977). Menurut Mulyana (2003), mengingat menipisnya sumber minyak bumi, perlu dipikirkan untuk membuat minyak pelumas dari bahan yang terbarukan, misalnya metil ester. Karena rantai C senyawa metil ester masih terlalu pendek perlu diperpanjang agar memenuhi viskositas yang disyaratkan dan lebih stabil dengan menghilangkan gugus karboksilat dan ikatan rangkapnya. Reaksi-reaksi yang terjadi pada produksi poliolester : 1
Metanolisis, yaitu reaksi pembentukan ester dengan mereaksikan asam dan alkohol menghasilkan ester (metil ester) dan air. Esterifikasi dilakukan dengan mereaksikan asam oleat dengan metanol menghasilkan ester oleat dan air. Reaksi dijalankan pada suhu 60-70º C dengan katalisator H2SO4.
17 2
Pembuatan Asam perasetat yang diperlukan untuk membawa oksigen aktif dari fase air ke fase minyak. Nisbah mol asam asetat : asam peroksida = 25:75 pada suhu kamar, mekanisme reaksi yang terjadi adalah (Yadaf & Satoskar 1997) CH3COOH
+
H2O2
Asam perasetat
Gambar 8 Reaksi pembentukan Asam perasetat 3 Epoksidasi adalah pembentukan tiga eter siklik (oksiran), karena reaksi antara perasida (peroksida) dan hidrogen peroksida dengan olefinik dan ikatan rangkap aromatik. Senyawa epoksi dikarakterisasi dengan kelompok oksiran yang dibentuk oleh oksidasi suatu olefin atau ikatan rangkap aromatik. RO2H C=C
O C - C
Gambar 9 Reaksi epoksidasi terhadap ikatan rangkap aromatik membentuk oksiran (Kirk & Othmer 1995). 4 Hidrolisis dilakukan untuk menghilangkan kandungan air pada poliolester, karena apabila kandungan air terlalu banyak akan mengakibatkan terjadinya emulsi. Menurut Schnur (2003), Poliolester dapat diproduksi dengan mereaksikan alkohol dan asam lemak, dengan katalis dibutilin diasetat, tin oksalat, atau asam fosfat, yang dimasukkan ke dalam labu berpengaduk dilengkapi dengan kondenser. Komposisi reaksi adalah asam lemak berlebih 15% terhadap alkohol, jumlah katalis 0.02% - 0.1% berat asam lemak dan alkohol. Campuran dipanaskan sampai dengan 220º C-230º C. Menurut Yunus et al. (2003), Poliolester berbahan baku sawit merupakan pelumas dasar yang bisa terdegradasi. Sintesis ester trimetilolpropan (TMP) minyak biji sawit dihasilkan dari transesterifikasi metil ester biji sawit dengan TMP menggunakan natrium metoksida sebagai katalis. Konversi triester TMP biji sawit yang dihasilkan adalah sebesar 98 %, pada tekanan 20 mbar, suhu 130° C. Sifat pelumas dasar tanpa aditif adalah viskositas pada 40° C dalam kisaran 39.7 – 49.7 cSt, titik tuang -1º C – 1° C. Sifat kimia
18 dan pelumasan dapat dibandingkan terhadap TMP ester minyak nabati komersial. Reaksi yang terjadi adalah : O CH2OH
CH2- O –C-R O
CH3CH2 C-CH2OH + 3RCOOCH3
CH3CH2C-CH2-O-C-R
+ 3CH3OH
O CH2OH TMP
CH2- O –C-R PKOME
Triester
Metanol
Gambar 10 Reaksi transesterifikasi metil ester minyak sawit dengan menggunakan TMP. R = kelompok alkil , C6 – C20 Dari
http://www.wipo.int/cgi diketahui bahwa invensi yang muncul saat ini
berhubungan dengan metoda untuk pembuatan oleokimia poliol sebagai pelumas dasar menggunakan katalis asam. Poliol dapat dibuat dengan membuka cincin epoksi minyak menggunakan katalis asam, asam sulfat, asam fosfat, asam hidroklorida, asam organik, seperti asam sulfonat. Katalis cair dapat digantikan dengan katalis asam padat seperti lempung (montmorilonnit). Keuntungan menggunakan katalis padat adalah dapat diambil kembali, didaur ulang dan digunakan kembali, dan sisa alkohol dapat digunakan kembali. Poliol dapat diproduksi dari petroleum, tetapi poliol yang dibuat dari minyak oleokimia lebih disukai karena berasal dari sumber terbarukan. Minyak oleokimia diproduksi dari minyak sawit, minyak jarak, minyak kacang, minyak kanola, minyak biji kapuk, minyak kedelai, dan minyak biji bunga matahari. Molekul minyak oleokimia harus ditransformasikan secara kimia untuk memasukkan gugus hidroksil. Sebagai contoh, minyak kedelai tidak mengandung gugus hidroksil, tetapi mengandung 4.6 ikatan
19 rangkap per molekul. Bagian tidak jenuh molekul minyak nabati dapat dikonversikan menjadi gugus hidroksil. Oleokimia poliol dapat dibuat dengan yield tinggi yaitu 85% 95% menggunakan proses sebagai berikut: bahan-bahan epoksi minyak nabati (epoksi minyak kedelai mengandung kira-kira 6,8% oksigen oksiran), alkohol (156.25 g metanol), dan katalis (12.5 g lempung Retrol F-20) dicampur di dalam 500 ml labu dengan pendingin balik dan pengaduk. Reaktor dipanaskan sampai dengan 65 °C, campuran diaduk sampai dengan reaksi sempurna selama 2 jam. Menurut Hwang & Erhan (2005), minyak nabati bersifat bisa terdegradasi dapat digunakan sebagai pelumas dasar ramah lingkungan. Sifat pelumasannya baik tetapi stabilitas oksidasinya rendah. Untuk memperbaiki sifat-sifat minyak nabati maka direaksikan antara epoksi minyak kedelai dengan alkohol Guerbet ( C-12, C-14, C-16, dan C-18) dengan katalis H2SO4. Pelumas dasar sintetis mempunyai ketahanan oksidasi yang sama dengan minyak mineral dan lebih kecil dibandingkan dengan Polialphaolefin (PAO) dan diisododekil. Reaksi yang terjadi disajikan pada Gambar 11. Menurut Adhvaryu et al. (2005), perkembangan dan penggunaan pelumas dasar bio dalam sektor industri dan otomotif meningkat dengan cepat karena sifat tidak beracun dan bisa terdegradasi, tidak seperti minyak mineral. Pelumas dasar sintetis dengan stabilitas yang baik dibuat dengan memodifikasi secara kimiawi terhadap epoksi minyak kedelai (ESBO). Reaksi modifikasi dilakukan dengan 2 tahapan proses, yaitu sintesis dihidroksilasi minyak kedelai dari ESBO dan HClO4, dilanjutkan reaksi dengan asetat anhidrat, butirat asetat, atau heksanoat asetat, dan produk yang dihasilkan adalah dihidroksilasi (Gambar 12 dan Gambar 13)
20
Gambar 11 Skema reaksi pembukaan cincin oksiran dan transesterifikasi epoksi minyak kedelai (Lathi & Mattiasson 2006).
Gambar 12 Sintesis dihidroksilasi minyak kedelai dari ESBO dan HClO4 (Adhvaryu et al. 2005),
Gambar 13 Reaksi dihidroksilasi minyak kedelai menghasilkan alkoksilasi triasilgliserol.
21 Hasil penelitian Lathi & Mattiasson (2006) menyatakan bahwa proses produksi pelumas dasar yang bisa terdegradasi dari epoksi minyak nabati dengan titik tuang terendah dilakukan dengan menggunakan resin kation sebagai katalis. Pada proses ini, terjadi 2 tahap reaksi yaitu alkoholisis dilanjutkan dengan esterifikasi terhadap gugus hidroksil hasil reaksi tahap satu. Reaksi pembukaan cincin epoksi minyak kedelai dengan menggunakan berbagai alkohol, seperti n-butanol, iso-amil alkohol dan 2 etilheksanol dilakukan dengan adanya katalis Amberlist 15. Identifikasi produk dilakukan dengan menggunakan IR dan NMR. Titik tuang produk berada pada kisaran -5 sampai -15° C. Tahapan proses yang akan digunakan dalam penelitian ini adalah membuat poliol dari epoksi minyak menggunakan metanol dan butanol dengan katalis padat (lempung alam, bentonit), dilanjutkan dengan tahapan asetilasi menggunakan asam asetat anhidrat dengan katalis bentonit untuk menghasilkan pelumas dasar dengan stabilitas oksidasi yang tinggi. Contoh Produk Poliolester Komersial Houghton International mengembangkan minyak mesin hidraulik Cosmolubric B-230 yang diturunkan dari minyak nabati dengan tambahan bahan aditif untuk mencegah korosi, passivasi logam, dan oksidasi. Sifat fisik pelumas adalah indeks viskositas 214, ASTM titik nyala 495º F, dan ASTM titik api 610º F, dan fluida ini melewati uji korosi ASTM D-665 A (Adams 2000). Tabel 3 Pelumas Poliolester Icematic SW68 Nu-Calgon Penampakan / Bau
Jernih, Larutan tidak berwarna, aroma petroleum
Titik Didih
>500 °F
Gravitasi spesifik
0.98
Kelarutan dalam air
Tidak larut
Sumber : Material Safety Data Sheet Polyolester Lubricants
22 Standar pelumas Menurut Gawrilow (2003), pelumas diklasifikasikan ke dalam 2 golongan : 1
Pelumas mesin: minyak mesin diesel , minyak diesel (otomotif, minyak stasioner, kereta api, kapal, kapal terbang), dan minyak mesin 2 tak.
2
Pelumas bukan mesin: fluida transmisi, meringankan putaran roda kemudi (power steering), peredam kejut (shock absorber), hidraulik, fluida kerja logam, dan gemuk. Berbagai kelompok klasifikasi kinerja pelumas yang dapat digunakan sebagai
standar adalah sebagai berikut. 1 Society of Automotive Engineers (SAE), yaitu klasifikasi pelumas mesin menurut tingkat kekentalannya pada 100°C dan beberapa suhu rendah, tergantung dari tingkat kekentalannya (SAE). Viskositas pada suhu tinggi berhubungan dengan tingkat konsumsi pelumas dan karakteristik keausan. Kekentalan suhu rendah digunakan untuk memprediksi kemudahan start dan kinerja pelumasan pada suhu rendah. Pelumas dengan indek viskositas tinggi kurang sensitif terhadap perubahan suhu. Contoh klasifikasi viskositas SAE pada roda gigi otomotif terdapat pada Tabel 4. Tabel 4 Klasifikasi Viskositas SAE pelumasan roda gigi otomotif Tingkat SAE
Suhu Maksimum untuk viskositas 150.000 Cp
Viskositas cSt , 100°C
°C
Min
Max
70 W
-55
4.1
-
75 W
-40
4.1
-
80 W
-26
7.0
-
85 W
-12
11.0
-
90
-
13.5
< 24.0
140
-
24.0
<41.0
250
-
41.0
-
Sumber : Pertamina (1999).
23 2 API (American Petroleum Institute). Klasifikasi kinerja pelumas untuk mesin bensin menggunakan simbol S (SA – SJ), klasifikasi kinerja dari mesin diesel dengan simbol C (CA- CG) (Nugroho 2005). Pengelompokan pelumas dasar API terdapat pada Tabel 5 dan Gambar 14 di bawah ini : Tabel 5 Klasifikasi pelumas berdasarkan standar API API Group
I II III IV
Kandungan Sulphur Wt, % > 0.03 < 0.03 < 0.03
Karateristik Pelumas Dasar Kejenuhan Molekul Wt, % < 90 > 90 > 90 Polialfa Olefin
Metode Indeks Kekentalan VI 80 – 119 80 – 119 120 +
Proses Pembuatan
Pemurnian Biasa Proses Hidro Proses Hidro lanjut Oligomerisasi
Gambar 14 Klasifikasi pelumas berdasarkan standar API (Lubricant technical service). 3 JASO (Japanese Automobile Standard Organization) 4 ILSAC (International Lubricant Standard and Approval Commite) (Newman 2003) Pengujian pelumas dasar. Beberapa pengujian terhadap pelumas dasar adalah : penampakan, densitas, warna, viskositas, indeks viskositas, titik nyala, titik tuang, dan kandungan abu. (Caines & Haycock 1996).
24 Dampak Minyak Pelumas Nabati Terhadap Lingkungan Menurut Eastwood (2005), terdapat beberapa kriteria untuk memilih minyak pelumas dasar di dalam penggunaannya sebagai minyak mesin hidraulik. Pemilihan biasanya didasarkan pada beberapa aspek, viskositas, kestabilan termal dan oksidasi, , biodegradabilitas, dan tahan api. Menurut Johnson (1990), beberapa permasalahan fisik dan lingkungan dapat diatasi dengan menggunakan minyak motor nabati. Minyak kanola mempunyai keunggulan sifat pada titik nyala, titik bakar, indeks viskositas, dan bisa terdegradasi. Permasalahan penggunaan minyak nabati adalah rendahnya stabilitas oksidasi. Poliolester bersifat terdegradasi 90%, sifat pelumasan baik, stabilitas baik pada suhu rendah dan tinggi. Indeks viskositas di atas 150, titik nyala 530º F - 550º F, titik bakar 600º F - 615º F, tahan api anhidrous, sehingga dapat digunakan di atas 3000 psi. (Adams 2000). Ester oleokimia merupakan formula terbaik dan digunakan sebagai minyak hidraulik. Formula oleokimia ini dapat terbarukan dan memiliki kinerja yang tinggi, sehingga menguntungkan bagi lingkungan, komunitas pertanian dan konsumen (Eastwood 2005). Tabel 6 Hasil uji biodegradabilitas pelumas dasar Produk
CEC L-33-A-93
Modifikasi Sturm
(21 hari)
(28 hari)
Minyak mineral
15% - 75%
5%-50%
Ester Sintetis
> 55%
>40%
Minyak nabati
> 90%
> 70%
Sumber : Gawrilow 2003
Biodegradabilitas minyak dan cara pengujian.
Menurut
Eisentraeger
et.al.
2002,
pelumas
sebaiknya
stabil
selama
penggunaannya pada kondisi yang berbeda. Perubahan sifat fisik dan kimia pelumas terjadi karena penggunaannya. Biodegradabilitas adalah aspek penting yang perlu
25 dipertimbangkan sebagai dampak terhadap lingkungan. Metoda standar untuk menguji biodegradabilitas adalah metoda OECD (OECD 1992) and metoda standar ISO (ISO/TR 15462 1997). Pelumas terdiri dari pelumas dasar dan aditif. Minyak mineral, minyak rapeseed, ester sintetis, dan senyawa organik lain digunakan sebagai pelumas dasar. Konsentrasi aditif biasanya di bawah 10% (w/w). Pengujian minyak hidraulik dari minyak kanola yang digunakan pada mesin pertanian dengan menggunakan CEC-test dan Zahn–Wellens-test, Headspace test dengan GC-TCD mengkarakterisasi biodegradabilitas pelumas dasar ester sintetis dan oleokimia. Sumber lain menyatakan bahwa pelumas perlu diuji biodegradabilitas dan toksisitasnya, diinginkan pelumas tidak bersifat toksik dan dapat terdegradasi. Pengujian toksisitas meliputi: uji toksisitas, uji fitotoksisitas dan uji toksisitas algal. Pada tiap-tiap kasus no-observed-effect-concentration (NOEC); nilai konsentrasi tertinggi tanpa memberikan pengaruh adalah sebesar 2000, 1000 dan 1000 mg/L. Pengujian biodegradabilitas menggunakan uji biochemical oxygen demand (BOD) dan chemical oxygen demand (COD). Jika rasio BOD5/COD 0.5 atau lebih berarti mudah terbiodegradasi. (Lathi & Mattiasson 2006).
Epoksidasi Epoksida Epoksida merupakan salah satu jenis dari eter (ROR). Eter memiliki ikatan yang mirip dengan air dan bersifat polar. Eter dapat bersifat rantai terbuka maupun siklik. Bila besar cincin (termasuk oksigen) lima anggota atau lebih, maka sifat eter itu mirip dengan eter rantai terbuka padanannya. Epoksida lebih reaktif daripada eter lain karena ukuran cincin lebih kecil (Fessenden 1999).
Reaksi Epoksidasi Epoksidasi adalah pembentukan eter siklik tiga anggota (oksiran), merupakan reaksi antara perasida dan hidrogen peroksida dengan olefin dan ikatan rangkap aromatik. Reaksi yang terjadi melalui 2 tahap, yaitu reaksi oksidasi asam menjadi asam peroksida alkena oleh asam peroksida (Kirk & Othmer 1982). Reaksi epoksidasi dapat dilakukan dengan pereaksi asam perasetat dan asam performat.
26 1
Asam Perasetat dibuat dari oksidasi asetaldehid oleh hidrogen peroksida
2
Asam Performat dibuat dari oksidasi formaldehid
Meskipun ada beberapa jalur untuk pembuatan perasida, tetapi yang penting adalah : 1
Asam perasetat preformed (Oksidasi udara terhadap asetaldehid)
2
Asam performat insitu
Proses Epoksidasi dapat dibagi dalam 2 jenis dasar yaitu pembentukan perasida in situ dan perasida preformed. Komposisi dan kinerja produk dipengaruhi oleh kosolven, substrat olefin dan katalis yang dipilih, metoda penambahan komponen dan pengolahan setelah epoksidasi. Reaksi yang terjadi pada asam perasetat preformed terlihat pada Gambar 15 dibawah ini. O
O H2CCOOH + RHC = CHR
⇔
O
RCH - CHR + CH3COH
Gambar 15 Reaksi pembentukan gugus Oksiran.
Proses insitu lebih aman dibandingkan dengan proses perasida preformed. Hidrogen peroksida dan asam organik bereaksi dengan adanya katalis asam membentuk perasida terlihat pada Gambar 16. O
O
RCOH + H2O2
⇔ RCOOH + H2O
Gambar 16 Reaksi pembentukan perasida.
Untuk
mencegah
reaksi
eksotermik
yang
tidak
terkontrol
dan
untuk
mengoptimalkan epoksidasi, larutan peroksida ditambahkan sedikit demi sedikit dengan pengadukan. Epoksidasi bersifat reversibel dan ada reaksi samping, maka sebaiknya dilakukan pada suhu dan waktu untuk mencapai tingkat oksidasi yang diinginkan.
27 Pembukaan Cincin Oksiran
Suatu cincin epoksida, seperti cincin siklopropana, tidak dapat memiliki sudut ikatan sp3 sebesar 109º, sudut antar inti hanya 60°, sesuai dengan persyaratan cincin tiga anggota. Orbital yang membentuk ikatan cincin tidak dapat mencapai tumpang-tindih maksimal; oleh karena itu cincin epoksida mengalami terikan. Polaritas ikatan – ikatan C-O, bersama dengan cincin ini, mengakibatkan reaktivitas tinggi. Pembukaan cincin tiga anggota menghasilkan produk yang lebih stabil dan berenergi yang lebih rendah. Reaksi khas epoksida adalah reaksi pembukaan cincin, yang dapat berlangsung pada suasana asam ataupun basa (Karina 2005). Berikut ini beberapa reaksi pembukaan cincin oksiran: CH3COOH
HO OOCCH2 RCHCHR
H2O O
H+
HO OH RCHCHR
RHC - CHR
O RCCH2R
CH3COOOH HO OOOCCH2 RCHCHR H2O2
HO OOH
RCHCHR Gambar 17 Reaksi pembukaan cincin oksiran (Kirk & Othmer 1982).
Pembukaan cincin oksiran secara katalitik, dengan adanya donor hidrogen atau air, seperti alkohol, diol, dan amina, akan memasukkan gugus hidroksil ke dalam ikatan asam lemak seperti pada Gambar 18 dibawah ini (Dahlke et al. 1995):
28 O
X Katalis, HX
RCH-CHR
RCH-CHR
OH
X : -OH ; -O-R; O-R-H; -O-Ar
Gambar 18 Pembukaan cincin oksiran.
Stabilitas terhadap Oksidasi
Oksidasi merupakan faktor utama yang membatasi umur pemakaian pelumas. Semua pelumas akan teroksidasi bila diserang oksigen dalam jumlah yang cukup banyak. Oksidasi yang terjadi tergantung pada faktor-faktor seperti suhu, katalis, oksigen, kontaminan, dan waktu. Oksidasi minyak adalah proses oksidasi terhadap minyak, terdiri atas tiga tahap yaitu tahap inisiasi, minyak akan bereaksi dengan oksigen membentuk radikal bebas, tahap propagasi, radikal bebas ini akan bereaksi dengan oksigen dan minyak pelumas membentuk hidroperoksida. Hidroperoksida terdekomposisi membentuk radikal bebas dan komponen alkohol, keton, dan asam karboksilat. Asam karboksilat menyerang logam membentuk logam karboksilat, mempercepat oksidasi. Bila pelumas teroksidasi, oksigen akan bereaksi dengan molekul minyak lumas dan membentuk tiga jenis produk seperti asam, lumpur oksidasi dan deposit (Karina 2005). Asam yang terjadi menimbulkan korosi dan pengkaratan. Sedangkan lumpur oksidasi merupakan bahan yang tidak larut dalam minyak merupakan hasil polimerisasi molekul pelumas yang teroksidasi, terlihat dari meningkatnya kekentalan minyak dan menurunnya viskositas indeks. Jika oksidasi yang terjadi sangat berat, maka minyak akan menjadi sangat kental pada suhu yang rendah. Bila lumpur tidak terdispersi dengan baik akan mengakibatkan penyumbatan. Oksidasi minyak nabati sama dengan proses oksidasi hidrokarbon secara radikal bebas. Minyak nabati mempunyai ketahanan oksidasi rendah disebabkan karena adanya ikatan rangkap. Permulaan oksidasi minyak nabati karena adanya asam lemak dari berbagai asam lemak radikal bebas, yaitu karbon dan reaksi oksidasi berjalan lambat membentuk peroksi. Radikal peroksi dikonversi menjadi hidroperoksida melalui
29 termolisis atau reaksi dengan metal untuk membentuk alkoksi, peroksi dan radikal bebas karbon (Karina 2005).
Tabel 7 Perbandingan identifikasi mineral oil (PAO), HVI, dan minyak nabati No Sifat-sifat
PAO
POE
HVI
Minyak Nabati (Minyak jarak castor)
0,98
± 0,8965
0,950-0,975
76,7
Min 20,57
± 19,9
2-100
11,3
Min 4,39
±252
Indeks viscositas
125-40
-
80-120
Min 90
5
Titik tuang, °C
-50
-
0-20
-10—18
6
Titik nyala, °C
Min 220
285
Min 204
-
7
Volatilitas Noack, %
11-12
40
16-22
-
8
Stabilitas termal
Sangat baik
-
Sangat baik
Kurang
9
Stabilitas Oksidasi
Sangat baik
-
Sangat baik
Kurang
10
Kelarutan aditif
Sangat baik
-
Sangat baik
Kurang
2
1
Densitas, g/cm
2
Viskositas, 40 C,cSt
3
Viskositas 100C, cSt
4
-
Sumber : La pupung 1986, Karina 2005, dan Mulyana 2003.
Perancangan Proses Pengertian Perancangan Perancangan merupakan produk pengubahan suatu gagasan menjadi suatu bentuk perubahan dari kondisi yang ada ke dalam bentuk yang diinginkan, pengalihan raga (feature), spesifik dari suatu produk, proses atau sistem nyata ke atas kertas atau ke dalam komputer. Perancangan merupakan proses kreatif dan berdisiplin untuk pemecahan masalah mencakup pendefinisian masalah dan penyelesaiannya. Prinsip dan metodologi ilmiah dan seni, informasi teknis dan imaginasi digunakan untuk menentukan suatu struktur, mesin, proses, atau sistem baru yang memenuhi fungsi yang diinginkan dengan nilai ekonomis dan efisiensi tinggi. Dua macam perancangan, yaitu perancangan sintesis dan perancangan analitis. Perancangan analitik berdasarkan model matematika untuk menghasilkan rancangan optimal. Perancangan sintesis melibatkan invensi, perancangan
30 awal, dan analitik. Perancangan awal merupakan penciptaan produk, proses, atau sistem baru (Johnston 2000). Model perancangan terlihat pada Gambar 19. Invensi Sumber gagasan • Kreativitas • Penelitian pemasaran • Masukan pengguna • Produk pesaing • Bahan / komponen baru • Penelitian dasar • Masalah untuk dipecahkan • Tantangan • Kemampuan
Sketsa, Model, Paten Pengembangan Percobaan
Rancangan Prototipe dan spesifikasi Pengembangan Manufaktur Rancangan produk , peralatan
Inovasi tambahan , rancangan perbaikan
Matang
Produksi Pemasaran
Ilmu / Sains
Pengembangan bertahap
Penurunan/ pergantian
Inovasi
Gambar 19 Model proses perancangan (Johnston 2000). Perancangan Proses Perancangan merupakan salah satu kegiatan utama seorang insinyur dan melibatkan kegiatan kreatif. Oleh karena itu perancangan proses adalah kegiatan kreatif menciptakan gagasan untuk menghasilkan bahan baru atau meningkatkan nilai tambah, hasil yang di dapat adalah rancangan proses. Gagasan baru ini diperlukan untuk 1
Menghasilkan produk baru
2
Mengubah limbah menjadi produk yang berharga
3
Menciptakan bahan / produk yang sama sekali baru (bioproses)
4
Menemukan cara baru untuk memproduksi produk yang telah ada (katalis baru, alternatif bioproses)
5
Menerapkan teknologi baru (rekayasa genetik, sistem pakar)
6
Menggali bahan konstruksi baru (operasi pada suhu dan tekanan tinggi, polimer khusus) (Douglas 1988).
31 Prinsip perancangan dapat dilihat pada Gambar 20 dan 21 di bawah ini : Situasi langsung -Kesempatan Menilai permasalahan sederhana untuk menentukan tipe proses
Survei literatur
Database Permulaan
Proses penciptaan
Percobaan
Sintesis proses permulaan: reaksi, separasi, T-P perubahan operasi, Integrasi tugas, seleksi peralatan
Apakah ada keuntungan kasar?
tdk tolak
ya
Pengembangan
Sintesis proses rinci - Metode Algoritma
Menciptakan flowsheet proses
Sintesis separasi Integrasi proses
Analisis hukum / aturan
Integrasi panas dan tenaga Simulasi model kinetika
Kreasi data base detail Pengetesan PilotPlant Modifikasi
Penilaian kontrol : Sintesis kualitatif struktrul kontol, Analisis kontrol flowshet, simulasi dinamik
Apakah proses masih menjanjikan? Penilaian start up
tdk
ya
Rancangan detail, Estimasi biaya modal, analisis keuntungan, optimisasi tdk
• Analisis keamanan dan reabilitas • Pengetesan Pilot Plant
Apakah proses fisibel? Konstruksi Laporan perancangan proses Startup
Final rancangan : gambar peralatan, diagram perpipan, diagram instrumentasi, lay out peralatan, skala model konstruksi,
Operasi
Gambar 20. Tahap dalam perancangan proses kimia (Seider et al. 1999)
32
Sintesis (perancangan sistem)
Tujuan, Spesifikasi kebutuhan
Analisis / Pemodelan dan Simulasi
Sistem yang ada
Optimasi dan Evaluasi (Multiobjective)
Apakah properti sistem tercapai
tidak
ya Akhir perancangan proses Gambar 21 Perancangan proses melalui tahapan analisis sistem proses (Hartmann dan Kaplick 1990) Sintesis Sintesis suatu sistem adalah pengubahan input yang ada menjadi output, merupakan perancangan elemen kompleks, interkoneksi dan model fungsi. Sintesis proses meliputi jalur proses (sistem reaktor), unit/makro proses, kolom distilasi, sub atau parsial proses (pada tray kolom distilasi, lapisan katalis), elemen volum/mikro proses (butir katalis, gelembung gas), proses elementer (reaksi kimia, konduksi / konveksi massa dan energi) (Hartmann & Kaplick 1990). Tahapan sintesis proses yang dikemukakan oleh Rudd & Watson (1973) meliputi 1
Pemilihan jalur reaksi atau proses
2
Alokasi bahan atau pereaksi
3
Pertimbangan teknik pemisahan atau proses hilir
4
Pemilihan operasi pemisahan
33 5
Pemaduan atau integrasi rancangan 1 sampai 4. Metoda yang dapat digunakan dalam sintesis proses adalah kuantitatif (algoritma
dan prosedural) dan kualitatif dengan menggunakan heuristik (dari pengalaman). Sintesis proses merupakan metoda transformasi kimia maupun fisik, seperti Gambar 22 :
Bahan baku dan energi
Jalur reaksi
SINTESIS PROSES
SASARAN
STRUKTUR OPTIMUM PROSES KIMIA
Unit Operasi, alat dan mesin
Keamanan & Kontrol Struktur Kapasitas Ptoduk Biaya Kualitas Produk Dampak Lingkungan
Gambar 22 Sintesis Proses Kimia (Hartmann & Kaplick 1990). Analisis dan Pemodelan Analisis sistem adalah dekomposisi formal suatu proses menjadi konstituenkonstituennya dan investigasi berdasarkan tingkat hirarki yang berbeda. Analisis proses merupakan investigasi berdasarkan sain, teknis, dan ekonomis dari suatu sistem proses kimia. Tahapan umum yang dapat digunakan adalah : 1
Penentuan interaksi antara komponen sistem tunggal dan subsistemnya, sehingga akan memberikan dekomposisi yang sesuai
2
Penentuan elemen-elemen dan proses-proses penting
3
Penentuan parameter-parameter yang mempunyai pengaruh yang berarti dan penting dalam proses dan hubungan fungsional dari parameter-parameter proses
4
Penyelesaian dan pengecekan hipotesis mengenai siklus proses yang belum diselesaikan (pemodelan)
34 5
Penentuan parameter-parameter (data fisik-kimia, data kinetik dll) yang diperlukan untuk deskripsi kuantitatif proses-proses.
Model-model Proses Dasar-dasar. Model matematik menyatakan proses transformasi substansi, seperti hubungan fungsional antara variabel bebas dan tak bebas. Bentuk umum model matematik adalah: y = f(b,x). Pengembangan model matematis didasarkan pada 2 hal, yaitu: (1) berdasarkan teori fisik, misalnya neraca massa, neraca energi, termodinamika, kinetika reaksi kimia, yang dapat dikembangkan untuk beberapa ukuran sistem sekalipun sistem belum dikonstruksi; (2) berdasarkan deskripsi empiris, model ini digunakan jika model fisik tidak dapat dikembangkan karena batasan waktu dan sumber. Data input dan output diperlukan untuk mengetahui koefisien yang tidak diketahui dalam model lain. Penggolongan model secara teoritis maupun empiris, dapat juga didasarkan kepada: (1) linier-nonlinier; (2) steady state – unsteady state; (3) peubah kontinyu – diskret. Penyusunan model dibagi menjadi 4 fase: (1) mendefinisikan dan memformulasikan permasalahan; (2) analisis awal dan rinci; (3) evaluasi; (4) aplikasi interpretasi (Edgar & Himmelblau 2001).
35
Spesifikasi Formulasi masalah
Struktur obyek abstrak yang dimodelkan (alat, area)
Pemodelan matematik dari elemen-elemen
Sintesis keseluruhan model
Penentuan parameter model
Pengecekan model Tidak terpenuhi
Terpenuhi Kontrol Tujuan model ? algoritma
Penerapan model
Gambar 23 Skema aliran pemodelan matematik (Hartman & Kaplick 1990) Pembentukan Model Analitik. Metoda analitis suatu proses adalah deskripsi matematis yang dihasilkan dari dekomposisi keseluruhan proses menjadi proses-proses dasar, diikuti dengan sintesis deskripsi abstrak, yang merupakan hukum konservasi. Model analitis berdasarkan pada suatu pengetahuan tentang proses. Prinsip neraca atau konservasi untuk massa total, komponen, massa, dan energi penting dalam pembentukan model. Suatu proses transformasi substansi merupakan fenomena transformasi dan transportasi, yang terjadi secara simultan mengikuti persamaan di bawah ini : Perubahan jumlah suatu neraca fungsi waktu pada suatu ruang (volume)
=
Aliran input parameter neraca
-
Aliran output parameter neraca
+
Aliran sumber parameter neraca
Gambar 24 Prinsip kesetimbangan dalam suatu formulasi umum. Umumnya
model
mengandung
fungsi
obyektif,
dalam
proses
kimia
direpresentasikan dengan besaran fisikokimia, misalnya pada model makroskopis yang
36 diterapkan pada teknologi proses, perpindahan komponen, kinetika dan termodinamika, dengan parameter analisis koefisien perpindahan antar fase, tetapan kinetika, koefisien gesekan. Konsep dasar penyusunan model matematis berdasarkan pada beberapa perangkat teknik kimia (Sediawan 1997): 1 neraca massa total masukan − keluaran = akumulasi
Dalam tiap satuan waktu:
lajumasukan − lajukeluaran = lajuakumulasi Jika massa terdiri dari banyak komponen dan ada perubahan suatu komponen menjadi komponen lain, maka neraca massa komponen berbentuk seperti persamaan berikut ini :
lajumasukan − lajukeluaran + lajupembentukan − lajukehilangan = lajuakumulasi Dalam keadaan steady state (tidak dipengaruhi waktu ), akumulasi = 0 2 laju proses 2.1 perpindahan massa. Perpindahan massa A dalam medium B (fluida) didekati dengan Hukum Fick, yaitu perpindahan massa antar fasa satu lapisan, misalnya antara padatan dengan cairan atau gas.
N A = kc (C As − C A ) jika luas permukaan sulit dievaluasi
N A (massa /( waktuxvolum)) = kc a (C As − C A )
Keterangan :
37 NA = Perpindahan massa A/ waktu.luas CAs = Konsentrasi jenuh A dilarutan CA = Konsentrasi A dilarutan kc = tetapan perpindahan massa Perpindahan fasa antar dua lapisan, misalnya terjadi pada batas fasa cair-gas, atau cair-cair. Asumsi: tidak ada akumulasi A pada lapisan, dengan mengikuti hukum Henry : (C A1 )i = H (C A 2 )i Keterangan : (CA1)i = konsentrasi pada lapisan film H
= tetapan Henry
Tetapan perpindahan massa A dari fasa 1 ke fasa 2 dapat didekati dengan :
N A = kc1 (C A1 − (C A1 )i ) = kc2 (C A2 − (C A 2 )i ) 2.2 kinetika kimia. Bentuk persamaan laju reaksi yang paling sederhana adalah reaksi homogen sederhana : A + bB
Hasil adalah rA = k. CAm. CBn
Pembentukan Model Eksperimental. Pembentukan model eksperimental merupakan suatu metoda penyelesaian lain untuk mendapatkan model matematis. Metoda penyelesaian ini didasarkan pada interpretasi data eksperimen yang diturunkan dari obyek yang ada. Prosedur pembentukan model eksperimental tergantung pada cara mendapatkan data, signifikansi dinamika obyek, dan jenis fungsi model. Fungsi model dapat berupa hubungan linear atau nonlinear dari parameter-parameter model. Sifat dan kriteria optimasi rancangan percobaan harus dipertimbangan, hal ini dilakukan untuk menunjukkan bahwa pemilihan rancangan percobaan yang sesuai sangat berpengaruh pada hasil perhitungan model percobaan. Beberapa jenis rancangan
38 percobaan : rancangan faktor lengkap, rancangan faktor parsial, dan rancangan percobaan komposit Pada tahapan ini akan dilakukan analisis dan pemodelan untuk laju reaksi untuk reaksi epoksidasi, hidroksilasi dan asetilasi, serta pemodelan reaktor pengadukan ideal. Pemodelan yang akan dilakukan pada penelitian ini adalah : 1 model makroskopis pengadukan ideal dengan mengabaikan neraca energi (Hartmann & Kaplick 1990). Neraca Massa A dalam reaktor curah :
input
Output
Gambar 25 Sistem reaktor curah.
lajumasukan − lajukeluaran − lajureaksi = lajuakumulasi
0 − 0 − V .rA =
dV .C A dt
C A = C A0 (1 − x A )
t = waktureaksi = ∫ dC A / rA Reaksi yang terjadi , misal : aA + bB ⇒ lC
-rA = dari data perubahan konsentrasi = k1 CAa CBb atau
aA + bB ⇔
-rA = dari data perubahan konsentrasi = k1 CAa CBb – k2 CCl
lC
39 Nilai k dan orde reaksi dicari dari data-data proses di laboratorium, yaitu data perubahan konsentrasi fungsi waktu pada beberapa suhu. 2 model persamaan laju reaksi, misal :
(− rA ) = −dC A / dt = k1C AaCBb
atau (− rA ) = −dC A / dt = k1C AaCBb − k2CC1
C A = C A0 (1 − X A )
(− d (C A0 (1 − X A )) = C
A0
dx = k1C AaCBb atau dt
(− d (C A0 (1 − X A )) = C
A0
dx = k1C AaCBb − k2Cc1 dt
dt
dt
Disamping mengetahui model persamaan laju reaksi, dilakukan juga analisis perpindahan massa antara pereaksi dan katalis padat untuk reaksi hidroksilasi dan esterifikasi. Perpindahan massa antar fasa satu film yaitu antara padatan dengan cairan N A = kc (C As − C A ) jika luas permukaan sulit dievaluasi N A (massa /( waktuxvolum)) = kc a (C As − C A ) (C A1 )i = H (C A 2 )i Keterangan : (CA1)i = konsentrasi pada lapisan film H
= tetapan Henry
Tetapan perpindahan massa A dari fasa 1 ke fasa 2 dapat didekati dengan : N A = kc1 (C A1 − (C A1 )i ) = kc2 (C A2 − (C A 2 )i )
40 Optimasi Proses Konsep Dasar
Optimasi adalah penggunaan suatu metoda untuk mendapatkan penyelesaian dengan biaya yang efektif dan efisien pada suatu permasalahan atau perancangan proses. Teknik ini merupakan perangkat kuantitatif dalam pembuatan suatu keputusan. Berbagai permasalahan dalam desain, konstruksi, operasi dan analisa pabrik dapat diselesaikan dengan optimasi. Optimasi meliputi optimasi sain, teknik, dan bisnis. Permasalahan teknik direpresentasikan dengan menggunakan beberapa persamaan atau dengan data eksperimen saja. Tujuan dari optimasi adalah untuk mendapatkan nilai peubah proses yang menghasilkan nilai terbaik dari kriteria kinerja yang ada. Optimasi dapat diterapkan pada berbagai proses dan pabrik kimia, misalnya: penentuan lahan terbaik untuk lokasi pabrik, jalur tangki untuk distribusi produk mentah dan dimurnikan, ukuran dan tata letak pipa, perancangan alat dan keseluruhan pabrik, penjadwalan, pemeliharaan dan penggantian alat, pengoperasian alat (reaktor, pipa, kolom, dan absorber). Tujuan melakukan optimasi adalah: jumlah produksi meningkat, biaya operasional rendah, biaya optimal dan energi minimum. Tahapan untuk menyelesaikan permasalahan optimasi adalah: (1) analisis proses dengan peubah proses dan karakteristik spesifik, (2) menentukan kriteria optimasi dan menentukan tujuan menggunakan peubah di atas sehingga menghasilkan model kinerja (model ekonomis), (3) menggunakan persamaan matematis, mengembangkan model proses atau alat yang sesuai berhubungan dengan peubah input-output proses dan koefisien terkait. Menggunakan batasan kesamaan dan ketidaksamaan dengan prinsip-prinsip neraca massa dan neraca energi, hubungan empiris, konsep implisit dan batasan luar. Melakukan identifikasi peubah bebas dan tak bebas, (4) jika formulasi masalah terlalu besar, pecahkan menjadi beberapa bagian dan sederhanakan tujuan dan model, (5) menggunakan teknik optimasi yang tepat untuk menyelesaikan model matematis masalah tersebut, (6) cek jawaban dan tentukan sensitivitas hasil terhadap perubahan koefisien dan asumsi yang digunakan.
41 Berbagai Teknik Optimasi
Penyelesaian umum problem optimasi pada model matematis menyangkut penyelesaian secara analitis atau grafis, baik yang digunakan untuk optimasi model satu peubah atau lebih dari satu peubah. Pada model satu peubah, penentuan kondisi optimum secara grafis didapatkan dari titik maksimum atau minimum kurva. Kemiringan kurva menunjukkan nilai nol pada titik optimum. Nilai optimum dapat juga ditentukan secara analitis dengan menurunkan persamaan respon CT terhadap peubah x sehingga nilai turunan pertama sama dengan nol, selanjutnya tentukan nilai x. Misalnya :
dCT c = a− 2 =0 dx x c x = ( )1 / 2 a
CT = peubah respon
x,y = peubah independen
Jika turunan kedua persamaan respon dievaluasi, maka titik minimum didapatkan jika turunan kedua bernilai lebih besar dari nol, titik maksimum jika turunan kedua bernilai lebih kecil dari nol. Pada model dua peubah, misalnya CT = f (x,y) dimana persamaan untuk CT adalah CT = ax + b /xy + cy + d, maka penyelesaian optimasi dapat dilakukan dengan cara : 1 grafis, yaitu hubungan antara CT,x, dan y ditunjukkan sebagai kurva tiga dimensi dengan nilai minimum/maksimum CT terjadi pada nilai optimum x dan y. Faktor yang akan dioptimasi diplot terhadap salah satu peubah bebas dan peubah lain (y) dipertahankan pada nilai yang tetap. 2 analitis, yaitu metode dimana nilai optimum x didapatkan pada titik dimana (∂CT/∂x)y=y memberikan nilai nol, begitu juga sebaliknya nilai optimum y didapatkan jika (∂CT/∂y)x=x memberikan nilai nol.
42 ⎛ ∂CT ⎞= a− b ⎜ ⎟ ∂ dx x2 y ⎝ ⎠
( )
⎛ ∂CT ⎞ =c− b ⎜ ⎟ ∂ dx xy 2 ⎝ ⎠
( )
Pada kondisi optimum kedua turunan parsial ini bernilai nol, maka :
( a)
x = cb
2
1 3
dan
( c)
y = ab
1 3
2
Beberapa metoda optimasi : Linier least square, Non linier least square dengan penyelesaian numeris menggunakan metode Newton, Quasi Newton, Secant, Golden Section, Hooke-Jeeves atau Simplex. Teknik matematik yang lain adalah dengan cara Lagrange, Steepest Ascent atau Descent, Response Surface. (Peters & Timmerhaus 1981; Edgar & Himmelblau 2001). Penyelesaian optimasi dapat dilakukan dengan paket program atau program yang dibuat sendiri menggunakan berbagai bahasa program misalnya Turbo basic, Visual basic, Delphi dan sebagainya Tahapan optimasi pada penelitian ini dilakukan terhadap sistem proses, yaitu untuk mendapatkan kapasitas optimum pada total biaya yang minimum Metoda optimasi yang digunakan adalah penyelesaian analitis atau numeris tergantung kompleksitas persamaan yang dihasilkan. Pada penelitian pendahuluan, untuk menentukan peubah yang berpengaruh pada reaksi dan menentukan kisaran kondisi operasi terbaik dilakukan dengan menggunakan RSM (Response Surface Method).
Reaksi Katalitik Konsep Dasar Reaksi Katalitik
Katalisator adalah suatu substansi yang dapat meningkatkan kecepatan, sehingga reaksi kimia dapat mencapai kesetimbangan, tanpa terlibat di dalam reaksi secara permanen. Karakteristik katalis: (1) berinteraksi dengan reaktan tetapi tidak berubah pada
43 akhir reaksi, (2) mempercepat kinetika reaksi dengan memberikan jalur molekul yang lebih rumit (Richardson 1989).
Gambar 26 Jalur reaksi katalitis (Satterfield 1991).
Kemampuan katalis untuk meningkatkan kecepatan reaksi terjadi dalam beberapa langkah, sehingga mengakibatkan penurunan energi aktivasi. Reaksi katalitis meliputi: (1) adsorbsi, (2) pembentukan dan pemutusan kompleks teraktivasi, (3) desorbsi.
Pengelompokkan Katalis
Pembagian katalis secara industri dan teori: (1) homogen, (2) heterogen, dan (3) enzim. Katalis Homogen. Katalis yang mempunyai fase yang sama dengan reaktan dan
dengan produk. Contoh reaksi dengan katalis homogen adalah hidrolisis ester dengan asam (cair-cair). Reaksi sangat spesifik dengan jumlah produk yang diinginkan tinggi. Kelemahan menggunakan katalis cair adalah hanya mudah untuk skala laboratorium, sulit dikomersialkan, operasi fase cair dibatasi kondisi suhu dan tekanan, sehingga membutuhkan peralatan yang kompleks dan diperlukan pemisahan antara produk dan katalis. Industri dengan katalis homogen terbatas antara lain pada industri bahan kimia, obat-obatan dan makanan, kecuali untuk produksi asam asetat, alkilasi olefin, dan hidroformilasi.
44 Katalis Heterogen. Reaktan dan katalis mempunyai fase yang berbeda,
umumnya katalis padat digunakan dengan reaktan gas dan cair atau keduanya. Mekanisme reaksi lebih kompleks yaitu : adsorpsi, reaksi permukaan, dan desorpsi. Keuntungan katalis heterogen adalah umum digunakan secara komersial, katalis padat mudah dipreparasi, konstruksi alat sederhana, kontrol bagus dan produk berkualitas tinggi. Katalis bisa dipisahkan dari produk dan bisa digunakan kembali. Katalis Enzim. Enzim adalah molekul protein ukuran koloidal, merupakan
katalis diantara homogen dan hetergen. Enzim merupakan pendorong untuk reaksi biokimia, karakterisasinya adalah efisiensi dan selektivitas. Sesuai digunakan untuk keperluan industri (Richardson 1989).
Pemilihan Katalis
Untuk suatu reaksi dapat dipakai lebih dari satu macam katalisator. Beberapa pertimbangan dalam pemilihan katalis: (1) umur panjang, sehingga dapat menghemat dana pembelian katalis baru, (2) harga katalisator murah, sehingga menghemat investasi (3) mudah atau tidaknya diregenerasi sehingga menghemat pembelian katalis baru, (4) tahan terhadap racun, sehingga umur akan panjang. Pemilihan katalis atau pengembangan katalis perlu pertimbangan untuk mendapatkan efektivitas dalam pemakaian. Jenis-jenis katalis heterogen adalah logam, oksida logam, dan asam (Richardson 1989). Poliol dapat dibuat dengan membuka cincin epoksi minyak menggunakan katalis asam, seperti asam–asam mineral: asam sulfat, asam fosfat, asam hidroklorida, asam organik, seperti asam sulfonat. Dalam pengembangannya katalis cair dapat digantikan dengan katalis asam padat seperti lempung, keuntungannya dapat diambil kembali, didaur ulang dan digunakan kembali, dan sisa alkohol dapat dipisahkan untuk digunakan kembali (http://www.wipo.int/cgi). Reaksi asetilasi terhadap poliol dengan menggunakan asam asetat anhidrat dapat dilakukan dengan menggunakan katalis resin kation (Lathi dan Mattiasson 2006). Berbagai jenis bahan katalis dapat dilihat pada Tabel 8 di bawah ini.
45 Tabel 8 Jenis-jenis bahan katalis Jenis
Kondisi
Contoh
Logam
Terdispersi
Rendah: Pt/Al2O3, Ru/SiO2 ; Tinggi: Ni/Al2O3
Berpori
Raney : Ni, Co, Fe-Al2O3-K2O
Bulk
Pt, Ag
Campuran Logam
Terdispersi
(Pt-Re, Ni-Cu, Pt-Au)/Al2O3
Oksida
Tunggal
Al2O3, Cr2O3, V2O5
Ganda
SiO2-Al2O3, TiO2-Al2O3
Komplek
CuCr2O4, Bi2MoO6
Sulfida
Terdispersi
MoS2/Al2O3,WS2/Al2O2
Asam
Ganda
SiO2-Al2O3
Kristal
Zeolit
Tanah liat alam
Montmorillonite
Asam Promotor
SbF5, HF
Terdispersi
CaO, MgO, K2O, Na2O
Basa
Sumber : Richardson 1989
Logam, Metal: Konduktor, katalis untuk reaksi hidrogenasi, karena logam
mengadsorpsi hidrogen dengan disosiasi dan ikatan yang tidak terlalu kuat. Termasuk di dalamnya group VIII (Fe,Co,Ni dan metal kelompok Platina, Cu). Pada reaksi terjadi : disosiasi hidrogen, hidrogen diatomik, dan adsorbsi kimia hidrogen Oksida, Sulfida: Semikonduktor, katalis untuk reaksi oksidasi, dengan menyerap
oksigen, logam diubah menjadi oksida, termasuk di dalamnya kelompok : Ru, Rh, Pd, Ir, Pt. Oksigen lebih mudah diserap oleh logam daripada oleh hidrogen, ikatan lebih kuat. Pada katalis dehidrogenasi, oksigen diikat kuat dan oksida direduksi menjadi logam dan hidrogen pada suhu reaksi. Oksida yang sesuai untuk reaksi oksidasi parsial tidak sesuai untuk dehidrogenasi. Asam: Macam-macam katalis asam adalah (1) Oksida tunggal: Al2O3 dan SiO2
(2) Lempung alam, (3) Campuran Oksida , SiO2-Al2O3, dan (4) Zeolit. Banyak digunakan pada perengkahan, perengkahan hidro, isomerisasi, reforming katalitik, polimerisasi, hidrasi.
46 Tabel 9 Keasaman katalis heterogen Katalis
pKa
SiO-Al2O3
< - 8.2
Lempung Montmorillonit
-5.6 sampai -8.2
Lempung Kaolinite
-5.6 sampai -8.2
γ- Al2O3
+3.3 sampai -5.6
SiO-MgO
+3.5 sampai -2.5
SiO2
-2.0
TiO2
+6.8 sampai +1.5
MgAl2O4
>7.0
CaO
>7.0
MgO
>7.0
Sumber : Richardson 1989
Macam-macam katalis asam padat Alumina (Al2O3). Originalitas dari bagian asam digambarkan dengan γ-Al2O3,
yang sering digunakan sebagai penyokong. Alumina dipreparasi sebagai oksida hidrous dan diaktifkan dengan kalsinasi pada suhu 300° C, peristiwa yang terjadi adalah: Dehidrasi oksida hidrous memberikan permukaan yang mengandung Lewis site berlaku sebagai aseptor elektron, H2O yang cukup akan menciptakan Bronsted site berlaku sebagai donor proton. Lempung (Clay) Alam. Lempung (Clay) alam seperti montmorillonit merupakan
senyawa kompleks dari tetrahedra SiO4 dan AlO4. Tanah liat alam juga mengandung sejumlah kecil MgO dan Fe2O3, yang diasamkan dengan asam sulfat, dapat juga dilakukan dengan menambahkan proton untuk meningkatkan nilai pKa dari -3.0 menjadi -8.2. Tanah liat ini merupakan katalis untuk perengkahan pertama yang digunakan dalam tumpukan katalis diam (fixed) dan bergerak (moving bed) (Richardson 1989). Pada invensi pembuatan oleokimia poliol sebagai pelumas dasar, direaksikan oleokimia epoksi minyak dengan alkohol menggunakan katalis asam lempung alam. Lempung yang digunakan dapat disaring untuk diambil kembali, didaur ulang dan
47 digunakan kembali. Tanah liat yang biasa digunakan dalam proses adalah tanah liat yang sudah diaktifasi dengan asam. Tanah liat yang banyak digunakan adalah sub-bentonit atau
bentonit
aktifasi,
yang
sebagian
besar
terdiri
dari
montmorillonit
(http://www.wipo.int/cgi)
Silika-Alumina. Oksida tunggal seperti Al2O3 dan SiO2 lebih sedikit
keasamaannya dibandingkan dengan kombinasi antara keduanya. Banyak material dengan keasaman tinggi, merupakan aluminosilikat, seperti terlihat pada struktur berikut ini : H
H H+
O
O Al3+
O
H+ O
O
Si4+
Gambar 27 Struktur Silika-Alumina. Si4+ menggantikan tetrahedral Al3+ dengan pusat lebih elektropositif sehingga melemahkan ikatan O-H dan meningkatkan keasaman. Ion silikon dan aluminium dicampur. Katalis silika alumina sesuai untuk perengkahan katalitik terfluidisasi.
Zeolit. Zeolit seperti tanah liat dan katalis sintetis SiO-Al2O3 merupakan
aluminosilikat, mempunyai tiga properti yang membuatnya menjadi unik. Pertama, merupakan kristal dengan struktur yang baik. Bidang kerja aluminasilikat mendekati pori-pori dimana akses untuk ke pori-pori terdapat dalam berbagai ukuran, melalui jaringan terbuka yang berkisar antara 0.3 sampai 1.0 nm dalam diameter. Ukuran dan bentuk pori menentukan molekul mana yang masuk ke pori. Zeolit mempunyai kemampuan selektivitas ukuran dan bentuk. Kedua, ion yang masuk pori-pori secara mudah ditukar dengan sejumlah besar ion lain. Ion ini menghasilkan elektrostatik yang besar atau gaya polar sepanjang dimensi pori yang kecil. Pertukaran distribusi elektron dalam group hidroksil bisa menghasilkan keasaman 104 kali lebih besar daripada SiO2Al2O3. Ketiga, ion yang masuk ke pori-pori melalui pertukaran ion telah memisahkan
48 aktivitas miliknya sehingga peluang katalis untuk berfungsi ganda, keasaman dan aktivitas lainnya bisa diwujudkan.
Mekanisme Reaksi Katalitis Heterogen
Proses
perpindahan mempengaruhi laju perpindahan massa dan panas total
diantara fluida dan padatan atau bagian dalam pori padatan. Mekanisme gerakan molekul ke dalam katalis, bereaksi dan menghasilkan produk, bergerak kembali ke aliran fluida: (1) perpindahan reaktan dari aliran utama ke permukaan katalis padat, (2) perpindahan reaktan dalam pori katalis, (3) adsorpsi reaktan pada komponen aktif katalis, (4) reaksi kimia permukaan diantara atom atau molekul yang teradsorpsi, (5) desorpsi produk, (6) perpindahan produk dalam pori katalis kembali ke permukaan partikel, (7) perpindahan produk dari permukaan partikel kembali ke aliran fluida utama.
Gambar 28 Langkah–langkah pada reaksi katalis padat (Froment 1990).
Kinetika Reaksi
Kinetika kimia adalah: ilmu yang mempelajari laju reaksi kimia secara kuantitatif serta faktor-faktor yang mempengaruhi laju reaksi kimia tersebut. Pada kinetika kimia selain mempelajari laju reaksi juga mempelajari: (1) mekanisme reaksi, yaitu perubahan struktur atom dalam molekul zat peraksi selama reaksi berlangsung untuk membentuk zat hasil reaksi (produk reaksi), (2) menentukan tetapan laju reaksi, (3) pengaruh peubahpeubah pada laju reaksi. Dalam kaitannya dengan perancangan proses, kinetika reaksi mempunyai beberapa fungsi utama, yaitu: (1) menentukan/membuktikan mekanisme reaksi kimia, (2)
49 mengumpulkan data percobaan untuk laju reaksi, (3) mengkorelasikan data percobaan secara matematis atau membuat suatu persamaan matematik untuk mewakili data percobaan, (4) merancang reaktor yang sesuai, (5) menetapkan kondisi operasi, cara pengontrolan dan alat-alat bantunya. Laju reaksi
Laju reaksi didefinisikan sebagai perubahan pereaksi ataupun produk dalam satu satuan reaksi. Selain itu laju reaksi didefinisikan juga sebagai laju berkurangnya konsentrasi suatu pereaksi atau laju bertambahnya suatu produk. Untuk suatu sistem reaksi seperti : a A + b B + ... → p P + q Q Data yang diperlukan pada perhitungan desain suatu reaktor adalah laju berlangsungnya reaksi ( ri ). Persamaan laju reaksi untuk komponen A adalah :
(− rA ) = dN A Vdt =
molAterbentuk = f (T , komposisi) (volumfluida)( waktu )
(-rA ) adalah persamaan laju reaksi yang menyatakan hubungan antara rA dan C, pada umumnya diperoleh berdasarkan hasil analisis data percobaan dan mekanisme reaksi. Model matematika persamaan laju reaksi yang diperoleh berdasarkan mekanisme reaksinya mendekati kebenaran, hal ini dilakukan untuk mengatasi kesulitan menurunkan model-model matematik sederhana yang didasarkan atas data-data percobaan pada suatu kondisi operasi tertentu. Model persamaan kinetika sederhana yang sering dipakai dan menyatakan hubungan antara laju reaksi dan besaran-besaran fisik T (suhu) dan C (konsentrasi) adalah :
(− rA ) = k (T )C AaCBb k CA , CB
= tetapan laju reaksi (fungsi dari suhu) = konsentrasi A dan B di dalam larutan
a
= orde reaksi terhadap A
b
= orde reaksi terhadap B
50 Tetapan Arheinus
Tetapan laju reaksi dinyatakan dengan Hukum Arrheinus (Levenspiel 1972) : k = k0e − E / RT k0 = faktor frekuensi tumbukan R = tetapan gas ideal T = suhu E = energi aktivasi reaksi Berdasarkan perhitungan desain reaktor yang sering digunakan maka persamaan laju reaksi dibedakan atas 2 tipe yaitu: (1) reaksi sederhana (single reaction), (2) reaksi kompleks (multiple reaction). Laju reaksi tidak dapat diukur secara langsung, tetapi melalui pengukuran jumlah salah satu komponen reaksi pada setiap saat dengan cara sebagai berikut: (1) mengukur konsentrasi, (2) mengukur sifat - sifat fisis (daya hantar listrik, indeks bias dan viskositas), (3) mengukur perubahan teknik pada sistem yang mempunyai volume tetap, (4) mengukur perubahan volume pada sistem yang mempunyai tekanan tetap. Pada umumnya untuk percobaan digunakan reaktor curah dengan kondisi operasi volume dan suhu tetap, hal ini memudahkan untuk diinterpretasikan. Persamaan laju reaksi bisa diperoleh dengan menggunakan 3 metode analisis data percobaan yaitu: (1) metode integral, (2) metode diferensial, dan (3) metode isolasi.
Penentuan Orde Reaksi
Tujuan analisis data kinetik adalah: untuk mendapatkan nilai orde reaksi dan tetapan laju reaksi (Levenspiel 1977). Berdasarkan perhitungan desain reaktor, maka persamaan laju reaksi dibedakan atas 2 tipe yaitu: (1) reaksi sederhana (single reaction): searah (irreversibel) dan bolak-balik (reversibel), (2) reaksi kompleks (multiple reaction). Pada reaksi searah (irreversibel), persamaan kecepatan reaksi tergantung pada orde reaksi .
51 1 reaksi orde 0 − rA = −
A → produk. Persamaan laju reaksi : dC A = k0 dt
Persamaan diintegralkan dengan batas antara CA0 (mula-mula) dengan cA (waktu t)
∫
CA
CA 0
t
− dC A = − ∫ k0 dt , sehingga didapat hasil integrasi adalah cA = cA0 – ko 0
2 reaksi orde 1, yaitu reaksi yang lajunya berbanding lurus terhadap konsentrasi reaktan A → produk. Persamaan laju reaksi : −
dC A = k1.C A , jika diintegralkan didapat : k1 = 1 ln C A 0 t CA dt
3 reaksi orde 2, reaksi orde 2 ada 2 tipe : (i) reaktan awal sama (ii) reaktan awal berbeda (i) 2 A
→ produk
− dC A
= k2 .C A2
dt
(ii) A + B → produk − dC A
dt
= k 2 .C A .CB
Tetapan Kesetimbangan
Kondisi kesetimbangan terjadi jika laju reaksi mendekati nol dan dinyatakan dengan hukum aksi massa : A + B
K =
k2 C C = C D k2 C AC B
C + D dCc
dt
= k1C ACB − k2CC CD
52 Entalpi Reaksi (ΔH) dan Entropi Reaksi (ΔS)
Entalpi reaksi pada kondisi standar dapat menunjukkan bahwa reaksi berlangsung eksotermis atau endotermis. Hal ini dapat dihitung dengan menggunakan: 1 entalpi pembentukan atau menggunakan konstanta kesetimbangan:
ln K = −ΔH ° /( RT ) + ΔS ° / R 2 persamaan teori keadaan transisi (Levenspiel 1972) ln A − E
RT
= ln (k BT / h ) − ΔH
RT
+ ΔS
R
ΔH = E (1 − Δn) RT ΔS
R
= ln( A /(k BT / h) − ( E − ΔH ) / RT
Keterangan : kB
: tetapan Boltzmann, 1.3 x 10-16 erg/K
h
: tetapan Planck, 6.63 x 10-27 erg.det
ΔH, ΔS, Δn
: entalpi, entropi, molekularitas
Analisis Kelayakan Finansial
Pada umumnya aspek yang paling diperhitungkan dalam menentukan kelayakan produksi adalah aspek finansial. Analisis finansial dapat digunakan untuk memperkirakan keuntungan dari produksi yang direncanakan. Berdasarkan hal tersebut maka pada penelitian ini akan dilakukan analisis kelayakan finansial skala ekonomis. Kajian analisis finansial industri poliol terasetilasi berbahan dasar minyak jarak pagar meliputi NPV (Net Present Value), IRR (Internal Rate of Return), Net B/C (Net Benefit Cost), (PBP) Payback Period dan melakukan analisis sensitifitas (Gray 1986).
53
METODOLOGI PENELITIAN Kerangka Pemikiran Saat ini kebutuhan akan minyak bumi meningkat, sedangkan persediaannya makin menipis. Salah satu produk yang menggunakan bahan baku minyak bumi adalah pelumas. Keadaan ini memacu produksi pelumas dasar dari minyak nabati sebagai bahan dasar alternatif dalam pembuatan pelumas. Meskipun harga pelumas dasar ini lebih mahal daripada minyak mineral, namun pelumas dasar ini mempunyai sifat unggul dalam sifat friksi atau sifat pelumasannya, rendahnya volatilitas pelumas, tingginya indek viskositas, tingginya kelarutan untuk bahan aditif dan kemudahannya untuk saling larut dengan fluida lain. Banyak minyak nabati yang digunakan di dalam aplikasi pelumas, misalnya sebagai aditif pelumas sintetis, minyak mesin transmisi, pelumas motor 2 tak, pelumas hidraulik, dan gemuk. Konsumsi minyak nabati Amerika Serikat untuk pelumas adalah sebesar 8 juta kilogram per tahun. Konsumsi ini merupakan 9% dari total penggunaan minyak nabati untuk industri (Johnson 1990). Pasar ini mengkonsumsi 9.66 milyar liter minyak mineral yang telah dimurnikan per tahun untuk kebutuhan pelumas. Kira-kira 3.9 milyar liter digunakan untuk pelumas motor 4 tak (Johnson 1990). Total kebutuhan pelumas di Jerman kira-kira 1 juta ton per tahun (1998), segmen pasar terbesar adalah pelumas mesin dan pelumas roda gigi otomotif yaitu sebesar 450 000 ton per tahun, dan selanjutnya kebutuhan yang lain adalah untuk mesin hidraulik dan mesin industri (Willing 2001). Penggunaan minyak nabati sebagai pelumas dasar mempunyai kelemahan karena adanya ikatan rangkap C=C, sehingga mengakibatkan rendahnya stabilitas termal dan oksidasi. Bahan baku minyak nabati yang akan digunakan sebagai pelumas dasar dipilih dari beberapa alternatif minyak nabati. Pada penelitian ini akan dilakukan perancangan proses, yang merupakan proses kreatif dan berdisiplin untuk pemecahan masalah mencakup pendefinisian masalah dan penyelesaiannya. Prinsip dan metodologi ilmiah dan seni, informasi teknis dan imaginasi, yang digunakan untuk menentukan suatu struktur, mesin, proses, atau sistem baru yang memenuhi fungsi yang diinginkan dengan nilai ekonomis dan efisiensi tinggi Perancangan proses yang dihasilkan adalah
54 perancangan proses modifikasi secara kimiawi terhadap minyak jarak pagar (Jatropha curcas. L) untuk meningkatkan stabilitasnya, yaitu dengan melakukan reaksi esterifikasi terhadap poliol (alkohol polihidrat) minyak jarak pagar dengan katalis padat (bentonit). Pemilihan tanaman jarak pagar sebagai sumber bahan baku pada penelitian ini adalah untuk meningkatkan nilai tambah biji jarak pagar, tingginya kandungan minyak pada biji dan merupakan non-drying oil atau semi-drying oil, sehingga sifat pelumasannya baik. Disamping itu minyak jarak pagar bukan komoditi pangan karena mengandung racun, sedangkan beberapa jenis minyak yang lain bersaing penggunaannya untuk keperluan pangan. Salah satu pemanfaatan minyak biji jarak pagar adalah sebagai bahan baku pembuatan biodisel. Selain memacu pemanfaatan minyak biji jarak pagar sebagai pengganti Bahan Bakar Minyak (BBM), minyak ini juga dimanfaatkan untuk menjadi pelumas dasar yang diharapkan dapat memberikan alternatif produk yang mempunyai nilai tambah tinggi. Pada perancangan proses modifikasi minyak jarak pagar sebagai pelumas dasar, dilakukan seluruh tahapan yang harus dilalui, antara lain pemilihan jalur proses dan peralatan untuk menetapkan jalur proses yang efisien. Tahapan sintesis proses berdasarkan jalur yang dipilih dilakukan untuk mendapatkan kondisi proses terbaik. Uji kinerja pelumas dasar dan formulasinya dilakukan untuk mengetahui karakteristik produk. Analisis kinetika dan pemodelan dilakukan untuk memberikan hasil rancangan berupa data-data proses produksi pelumas dasar dan dapat digunakan untuk pemilihan alat pada skala komersial dan simulasi. Optimasi sistem produksi pelumas dasar untuk mendapatkan kapasitas optimum sehingga diperoleh biaya produksi minimum. Perancangan proses ini dilakukan sampai dengan pembuatan diagram blok proses dan diintegrasikan dalam bentuk Process Engineering Flow Diagram (PEFD) dengan menggunakan jalur proses yang dinyatakan layak secara teknis maupun finansial. Manfaat perancangan proses yang dihasilkan diharapkan dapat digunakan oleh pihak-pihak yang terkait, seperti investor, peneliti, industri kecil terkait, petani, pemerintah, dan pihak-pihak lain dalam pendirian industri pelumas dasar dari minyak jarak pagar. Kerangka pikir perancangan proses modifikasi minyak jarak pagar sebagai pelumas dasar disajikan pada Gambar 29.
55
Kegiatan
Luaran
1. Pemilihan jalur proses dan alat pemroses 2. Proses Epoksidasi,Hidroksilasi, Asetilasi 3. Optimasi proses 4. Karakterisasi produk dan uji kinerja 5. Pemodelan kinetika reaksi 6. Pembuatan blok diagram, penyusunan NM dan NE, penentuan alat 7. Optimasi kapasitas produksi 8. Pembuatan PEFD. 9. Penentuan kelayakan proses secara teknis dan finansial
1. Produk 2. Jalur Proses / Blok Diagram 3. Kondisi Proses dan Operasi terbaik 4. Karakteristik, Identifikasi produk 5. Hasil Uji Kinerja 6. Parameter Kinetika dan Termodinamika 7. Alat dan komposisi tiap aliran 8. Kapasitas Produksi Optimum 9. Kelayakan proses secara teknis dan
Tujuan
PEFD Mendapatkan rancangan proses produksi pelumas dasar berbahan baku minyak jarak pagar
Gambar 29 Kerangka Pemikiran perancangan proses modifikasi minyak jarak pagar menjadi pelumas dasar.
56 Tempat dan Waktu Penelitian Penelitian dilaksanakan di Laboratorium Kimia dan Energi, Pusat Penelitian dan Pengembangan Hasil Hutan, Bogor dan di Laboratorium Kimia Universitas Jayabaya, Jakarta. Beberapa pengujian dilakukan di Balai Besar Industri Agro-Bogor, LAPANJakarta, dan Pro-Lab Jakarta. Waktu penelitian dilaksanakan pada bulan Maret 2006 sampai dengan September 2007.
Bahan dan Alat Bahan baku yang digunakan dalam penelitian awal adalah biji Jarak Pagar (Jatropha curcas.L) asal Kebumen, Nusa Tenggara Barat dan Lampung, diperoleh dari Pusat Penelitian dan Pengembangan Hasil Hutan Bogor. Sedangkan untuk keperluan pemrosesan digunakan biji Jarak Pagar (Jatropha curcas.L) asal Nusa Tenggara Barat. Bahan kimia yang dipergunakan terdiri dari asam asetat glasial 99%, hidrogen peroksida 50%, natrium hidrogen karbonat, natrium sulfat, asam sulfat encer 1%, larutan hidrogen bromida 47%, kristal violet, butanol, metanol, parafin, piridin, asam asetat anhidrat, katalis bentonit dan aquades. Alat-alat yang digunakan untuk memperoleh minyak jarak pagar terdiri dari oven dan kempa hidrolik. Pada proses epoksidasi diperlukan alat labu leher tiga, dilengkapi dengan pengaduk, termometer, pengaduk dengan pemanasan, batang magnet, gelas ukur, pipet volumetrik, erlenmeyer, dan gelas piala. Pada proses hidroksilasi dan esterifikasi dibutuhkan labu dengan pendingin balik. Alat uji stabilitas terhadap oksidasi.
Metode Penelitian Penelitian ini meliputi beberapa tahapan kegiatan dapat dilihat pada Gambar 30
57
Pemilihan Bahan baku & Jalur reaksi
Pemilihan satuan operasi dan alat SINTESIS Analisis Kelayakan teknis
ANALISIS PEMODELAN KINETIKA TERMODINAMIKA
SASARAN
OPTIMASI KAPASITAS PRODUKSI
Analisis Kelayakan finansial pada kapasitas optimum
Gambar 30 Tahapan penelitian.
Penelitian perancangan proses ini mengikuti teori teori Seider et al 1999 dan tahap analisis / pemodelan mengikuti teori Hartmann et al 1990. TAHAP I : Pemilihan bahan baku dan jalur proses Pada tahap awal penelitian perancangan proses ini dilakukan pemilihan beberapa alternatif jalur proses dan alat pemroses. Bahan baku dan produk ditetapkan berdasarkan beberapa pertimbangan. Pemilihan proses dan alat proses meliputi: pemilihan jalur reaksi atau proses; kebutuhan bahan atau pereaksi; pertimbangan teknik pemisahan atau proses hilir. Metoda pemilihan yang digunakan berdasarkan aturan heuristik (kaidah umum) terhadap jalur proses dan teknik pemisahan. Pemilihan jalur proses atau proses ini adalah dengan jalan membandingkan beberapa proses (bahan baku, hasil samping, kondisi operasi, katalitis-non katalitis, jika reaksi katalitis menggunakan katalis homogen atau heterogen). Secara garis besar tahapan penelitian perancangan proses seperti pada Gambar 31 berikut ini.
58 I. Sintesis Proses
II. Analisis / Pemodelan : Kinetika reaksi, laju reaksi, total biaya
III. Optimasi kapasitas produksi
Akhir Perancangan Proses
Gambar 31 Tahapan penelitian perancangan proses.
Secara rinci tahapan penelitian perancangan proses selanjutnya meliputi: perlakuan pendahuluan terhadap biji jarak pagar, proses pengambilan minyak jarak, proses epoksidasi minyak jarak, proses hidroksilasi, proses asetilasi, karakterisasi atau uji sifat fisikokimia minyak jarak pagar dan hasil modifikasinya, uji stabilitas oksidasi, uji kinerja formulasi pelumas pada motor 2 tak. Tahap berikutnya adalah pemodelan dan optimasi kapasitas produksi. Diagram alir penelitian dapat dilihat pada Gambar 32.
TAHAP 2 : Proses Epoksidasi, Hidroksilasi, dan Asetilasi Pada proses pembuatan produk dengan menggunakan bahan baku dan jalur proses yang telah dipilih, akan diperoleh kondisi operasi terbaik. Peubah proses yang digunakan adalah suhu, nisbah mol pereaksi, dan konsentrasi katalis (%).
Pengambilan minyak jarak pagar. Minyak jarak pagar diekstrak dari bijinya dengan cara terbaik yaitu untuk memperoleh kualitas minyak jarak yang jernih, kadar kotoran yang rendah, bilangan asam yang rendah dan kadar air yang rendah. Biji jarak
59 yang masih ada tempurungnya terlebih dahulu dioven selama 1 jam, kemudian dikupas untuk memisahkan tempurung dari bijinya, daging bijinya digiling sampai halus dan secepatnya dipres dingin menggunakan alat pres hidrolik manual (20 ton). Analisis yang dilakukan terhadap minyak jarak pagar yaitu : 1
komposisi asam lemak dengan menggunakan Gas-Chromatography (GC) dan menentukan gugus fungsi yang terdapat dalam senyawa menggunakan Fourier Transfer Infra Red (FTIR), dan penentuan struktur menggunakan NuclearMagnetic Resonance (NMR). Ikatan kimia dalam suatu senyawa akan mengabsorb energi infra merah pada frekuensi tertentu (panjang gelombang tertentu) dan menentukan struktur molekul organik.
2
analisis minyak jarak pagar tanpa aditif terdiri dari analisis sifat kimia (bilangan iod, bilangan penyabunan, kadar air, bilangan asam), analisis sifat fisik (titik nyala, titik tuang, densitas, viskositas pada 40° C dan 100° C, indeks viskositas dan indeks bias)
3
analisis ketahanan terhadap oksidasi dari minyak jarak pagar pada waktu oksidasi tertentu.
60
Biji Jarak Pagar
Pengambilan Minyak Jarak Dengan perlakuan awal dioven dan pengepresan hidraulik pada suhu ruang Analisis sifat fisiko kimia, GC, dan FTIR Minyak Jarak
Penentuan kondisi proses epoksidasi minyak jarak pagar meggunakan katalis H2SO4. Variasi peubah : suhu º C, nisbah pereaksi, konsentrasi katalis (%).
TAHAP
Proses
Karakterisasi Produk
Karakterisasi : bilangan oksiran. Analisa sifat fisiko kimia, GC, dan FTIR Penentuan kondisi proses hidroksilasi /pembentukan poliol (katalis Bentonit). Variasi peubah: Suhu ºC; nisbah mol pereaksi; konsentrasi katalis (%).
Karakterisasi : bilangan hidroksil, oksiran. Analisa sifat fisiko kimia, GC dan FTIR Proses asetilasi poliol dengan katalis bentonit Karakterisasi : bilangan hidroksil. Analisa sifat fisiko kimia, dan FTIR Uji stabilitas oksidasi minyak jarak, epoksi , poliol, asetilasi poliol
TAHAP Uji Kinerja Uji kinerja formula pelumas pada mesin otomotif (sifat fisikokimia, analisis logam)
TAHAP
Pemodelan
Pembuatan model laju reaksi dan kinetika reaksi proses epoksidasi, hidroksilasi, asetilasi
Optimasi kapasitas produksi untuk mendapatkan biaya minimum
TAHAP
Optimasi Analisis finansial produksi pelumas dasar (NPV, IRR, Net B/C, dan PBP) skala optimum
Penentuan kelayakan jalur proses modifikasi minyak jarak pagar secara teknis dan finansial
Gambar 32 Diagram alir kegiatan penelitian perancangan proses.
61 Proses epoksidasi minyak jarak. Proses epoksidasi minyak jarak pagar terdiri dari: 1 penelitian pendahuluan epoksidasi. Mula-mula minyak jarak pagar, asam asetat 99% dimasukkan ke dalam labu leher tiga. Hidrogen peroksida (H2O2) 50% dan katalis H2SO4 encer 1% dimasukkan secara bertetes-tetes ke dalam labu leher tiga. Campuran dipanaskan selama 2 jam sambil diaduk dengan menggunakan pengaduk magnetik. Pengadukan dilakukan agar minyak terdispersi secara sempurna. Produk epoksidasi selanjutnya dinetralisasi untuk menghilangkan sisa asam dan didinginkan dengan menggunakan larutan jenuh natrium hidrogen karbonat (NaHCO3). Beberapa mililiter (ml) air suling ditambahkan untuk mencuci sisa asam. Campuran dimasukkan ke dalam labu pemisah dan dikocok, untuk memisahkan sisa air. Lapisan air yang berada di bagian bawah corong pisah dikeluarkan. Pada penelitian ini dilakukan uji pengaruh suhu reaksi, rasio (nisbah) pereaksi, dan konsentrasi katalis (% (v/v)). Pada pembuatan epoksi minyak jarak pagar, suhu reaksi yang akan digunakan 53° C-87° C, nisbah mol pereaksi (hidrogen peroksida : asam asetat) = 1:5.4 – 1: 6.2, dan konsentrasi katalis 0.5%-1.84% (v/v). Analisis terhadap produk yang dihasilkan menggunakan bilangan oksiran. Tahapan kegiatan selanjutnya bertujuan menguji keandalan model hubungan antara respon dan peubah-peubah proses serta untuk mengoptimasi respon pada proses produksi epoksi dari minyak jarak pagar skala laboratorium. Hasil yang diharapkan adalah mendapatkan suhu, konsentrasi katalis (%) dan nisbah mol pereaksi terbaik. Disain eksperimen dan optimasi peubah proses yang berpengaruh dilakukan dengan menggunakan Response Surface Method (RSM) (Montgomery 1998). Rancangan percobaan produksi epoksi dari minyak jarak pagar dapat dilihat pada Tabel 10 di bawah ini
62 Tabel 10 Rancangan percobaan proses produksi epoksi dari minyak jarak pagar Run
X1 Suhu
1 2 3 4 5 6 7 8 9
-1 -1 -1 -1 +1 +1 +1 +1 0
X2 Konsentrasi katalis -1 -1 +1 +1 -1 -1 +1 +1 0
X3 Nisbah Pereaksi -1 +1 -1 +1 -1 +1 -1 +1 0
10
0
0
0
11
0
0
0
12
0
0
0
13
-1.682
0
0
14
+1.682
0
0
15
0
-1.682
0
16
0
+1.682
0
17
0
0
-1.682
18
0
0
+1.682
Respon (Bilangan Oksiran)
Analisis yang dilakukan terhadap epoksi minyak jarak pagar yaitu: 1
komposisi asam lemak dengan menggunakan Gas-Chromatography (GC) dan menentukan gugus fungsi yang terdapat dalam senyawa menggunakan Fourier Transfer Infra Red (FTIR), dan penentuan struktur menggunakan Nuclear Magnetic Resonance (NMR). Ikatan kimia dalam suatu senyawa akan mengabsorb energi infra merah pada frekuensi tertentu (panjang gelombang tertentu) dan menentukan struktur molekul organik.
2
analisis epoksi minyak jarak pagar tanpa aditif, terdiri dari analisis sifat kimia (bilangan iod, bilangan penyabunan, kadar air, bilangan asam) dan analisa sifat fisik (titik nyala, titik tuang, densitas, viskositas pada 40° C dan 100° C, indeks viskositas dan indeks bias)
3
analisis ketahanan terhadap oksidasi dari epoksi minyak jarak pagar
63 2
perpindahan massa katalis H2SO4 dalam H2O2. Pada tahapan ini dilakukan analisis pengaruh waktu pencampuran terhadap perpindahan massa katalis dan pereaksi, yang ditunjukkan dengan kurva pengaruh waktu terhadap perpindahan massa katalis. Hasil pengolahan data pada tahap ini dapat digunakan untuk keperluan perancangan reaktor. Pada suatu reaksi katalitis, sebelum reaksi kimia terlebih dahulu terjadi perpindahan massa katalis ke dalam pereaksi. Perpindahan massa katalis cair H2SO4 (A) dalam pereaksi H2O2 (B). Tetapan perpindahan massa heterogen (kl) pereaksi H2O2 dalam katalis H2SO4. Zat A berpindah dari fasa I ke fasa II dengan laju :
N
A
(
( waktu
gmol )( volumcampu
ran /
) = K
X
a ( x a − x a* )
Data yang dibutuhkan adalah perubahan konsentrasi tiap satuan waktu. Persamaan matematis yang digunakan adalah : dN H 2O 2 / dt = kG (CH 2O 2 − CH 2O 2 s ) Keterangan: N H2O2
= perpindahan massa H2O2 / satuan waktu. luas
kc
= tetapan perpindahan massa
C H2O2
= konsentrasi A dilarutan
C H2O2S
= konsentrasi jenuh A di larutan
Pembuatan Poliol. Pembuatan Poliol dari epoksi minyak jarak pagar terdiri dari beberapa tahapan, yaitu : 1
pemilihan jenis dan jumlah katalis padat. Pemilihan jenis dan konsentrasi katalis yang harus ditambahkan dalam proses dilakukan dengan melakukan pencobaan untuk mendapatkan pengaruh katalis (jenis dan jumlah) pada penurunan bilangan oksiran reaksi hidroksilasi epoksi jarak pagar dengan metanol. Analisis terhadap data yang diperoleh adalah analisis keragaman, yaitu untuk mengetahui pengaruh jenis dan jumlah katalis yang ditambahkan terhadap penurunan bilangan oksiran pada pembukaan cincin oksiran
64 2 penelitian pendahuluan hidroksilasi. Penelitian pendahuluan dilakukan untuk mengetahui pengaruh suhu dan rasio pereaksi terhadap reaksi pembukaan cincin oksiran (poliol) dan perkiraan kisaran kondisi operasi terbaik. Pada pembuatan poliol minyak jarak pagar, suhu reaksi yang akan digunakan 43° C - 77° C, rasio mol pereaksi (hidrogen peroksida : asam asetat) = 1:7.3 – 1:14.8, dan konsentrasi katalis bentonit 0.66% - 2.33% (v/v). Poliol disintesis di dalam labu leher tiga 500 ml yang dilengkapi dengan pendingin balik. Mula-mula 30 ml epoksi minyak jarak pagar dicampur dengan metanol pada berbagai variasi perbandingan terhadap epoksi. Campuran dipanaskan pada beberapa variasi suhu. Campuran diendapkan untuk memisahkan katalis dengan campuran poliol dan metanol. Metanol dipisahkan dengan penguapan. Analisis yang dilakukan terhadap produk poliol adalah bilangan hidroksil dan analisis yang dilakukan terhadap sisa epoksi adalah bilangan oksiran. Tahapan kegiatan ini bertujuan menguji keandalan model hubungan antara respon dan peubah-peubah proses dan untuk mengoptimasi respon (bilangan oksiran dan/atau bilangan hidroksil) pada proses produksi poliol dari epoksi minyak jarak pagar pada skala laboratorium, sehingga didapatkan suhu, konsentrasi katalis dan nisbah pereaksi terbaik. Disain eksperimen dan analisis hasil optimasi peubah proses yang berpengaruh dilakukan dengan menggunakan Response Surface Method (RSM) (Montgomery 1998).
Optimasi proses Optimasi proses untuk mendapatlan kondisi operasi terbaik dilakukan dengan Response Surface Method (RSM). Metoda optimasi dengan menggunakan rancangan percobaan faktorial membuat data menjadi dalam bentuk ortogonal dan akan mencegah permasalahan dalam memperkirakan koefisien model Metoda ini menggunakan peubah yang relatif penting dan berpengaruh pada proses, sehingga didapatkan model yang efisien. Metoda optimasi ini menggunakan perencanaan yang sistematis, peubah berubah secara simultan pada satu waktu sehingga dapat mengurangi jumlah percobaan. Sifat ortogonal dari rancangan faktorial mengakibatkan pengujian statistik menjadi lebih efektif dan dapat memberikan perkiraan sum of square tiap-tiap peubah sebaik kombinasi peubah. Perkiraan koefisien model persamaan mempunyai variasi yang lebih rendah
65 dibandingkan dengan perancangan percobaan nonortogonal. (Montgomery et al, 1998). RSM dalah suatu kumpulan dari teknik statistika dan matematika yang berguna untuk menganalisis permasalahan tentang beberapa peubah bebas yang mempengaruhi peubah tak bebas atau respon, serta bertujuan mengoptimumkan respon itu. Metodologi permukaan respon dapat dipergunakan peneliti untuk: (1) mencari fungsi pendekatan yang cocok untuk meramalkan respon yang akan datang, (2) menentukan nilai–nilai dari peubah bebas yang mengoptimumkan respon. Pada dasarnya analisis permukaan respon adalah serupa dengan analisis regresi yaitu menggunakan prosedur pendugaan parameter fungsi respon berdasarkan metoda kuadrat terkecil (least square method) dan diperluas dengan menerapkan teknik matematik untuk menentukan titik–titik optimum agar dapat ditemukan respon yang optimum (maksimum atau minimum). Biasanya bentuk hubungan antara respon dan peubah bebas tidak diketahui. Maka langkah pertama dari metodologi permukaan respon adalah mencari suatu pendekatan yang cocok untuk menggambarkan hubungan fungsional yang tepat di antara respon Y dan sekumpulan peubah bebas yang dispesifikasikan. Pada tahap awal dirumuskan model regresi polinomial dengan ordo yang rendah (satu), merupakan regresi linier : Y = β 0 + β1 X 1 + β 2 X 2 + ....... + β b X b + ε Jika terdapat lengkungan dalam kurva, maka dapat dirumuskan model polinomial dengan derajat yang lebih tinggi, misalnya seperti model polinomial ordo kedua. Pada dasarnya Steepest Ascent Method (metoda dakian tercuram) merupakan suatu prosedur untuk mencari daerah respon maksimum. Prosedur untuk mencari respon minimum disebut dengan Steepest Descent Method (metoda turunan tercuram), keduanya merupakan prosedur efisien untuk mencari titik-titik optimum (maksimum atau minimum). Langkah-langkah prosedural metoda dakian tercuram adalah sebagai berikut: (1) menetapkan fungsi respon ordo pertama dalam suatu daerah yang dibatasi oleh peubah-peubah bebas (x1, x2......, xk). Pada tahap awal ini digunakan rancangan faktorial sederhana berukuran 2k untuk menduga koefisien–koefisien persamaan dengan menggunakan metoda kuadrat terkecil, (2) menetapkan lintasan dakian tercuram. Jika terdapat dua peubah bebas (x1,x2, k=2), maka respon dari kontur-kontur Y merupakan
66 sederet garis-garis paralel, (3) percobaan dilanjutkan sepanjang lintasan dakian tercuram itu, sampai tidak diperoleh lagi peningkatan respon yang diamati. Untuk menentukan kondisi yang dapat memaksimumkan hasil, digunakan dua peubah yang akan mempengaruhi hasil. Kondisi optimum sudah diketahui pada penelitian sebelumnya, maka akan dicari daerah operasi optimum dengan menggunakan metoda dakian tercuram. Selanjutnya ditetapkan daerah percobaan awal pada taraf kedua faktor. Untuk mengumpulkan data digunakan percobaan faktorial 2x2 atau 22 yang diperluas dengan 5 titik pusat, dimana titik pusat adalah titik optimum yang sudah diketahui pada penelitian sebelumnya apabila dinyatakan dalam peubah kode menjadi (X1 =0 , X2=0). Pengulangan pengamatan pada titik pusat dimaksudkan untuk menduga galat percobaan serta memeriksa ketepatan model ordo pertama. Untuk memudahkan proses komputasi guna menduga parameter model polinomial ordo pertama, maka dapat mengubah peubah asli W dan T ke dalam peubah kode X1 dan X2 yang saling ortogonal, bentuk perubahannya adalah :
X 1 = (W − Wopt )/ Dw X 2 = (T − Topt )/ DT
Wopt = W kondisi optimum ; DW = interval taraf W Topt = T kondisi optimum ; DT = interval taraf T Maka peubah asli W dan T dapat diubah ke dalam bentuk peubah kode X1 dan X2. Model ordo pertama yang dirumuskan adalah : Y = β 0 + β1 X 1 + β 2 X 2 + ε Y = respon ; X1 = kode peubah W ; X2 = kode peubah T Peubah X1 dan X2 bersifat ortogonal, dimana X1 = 0 , X2 = 0 maka proses pendugaan parameter model menjadi lebih mudah :
67 b0 = Y = (∑ Y )/ n b1 = (∑ X 1Y )/
(∑ X )
b2 = (∑ X 2Y )/
2 1
(∑ X ) 2 2
Selanjutnya perlu memeriksa keandalan model ordo pertama berdasarkan data percobaan, model ini cukup diandalkan bagi penetapan lintasan dakian tercuram. Untuk mengetahui kondisi optimum digunakan Analisis Ragam dengan paket program statistik. Tahapan selanjutnya dapat disusun fungsi respon ordo kedua dengan menggunakan Rancangan Komposit Pusat (RKP = Central Composite Design) untuk mengumpulkan data percobaan. Pada dasarnya RKP adalah rancangan faktorial 2k atau faktorial sebagian, dimana terdapat dua taraf dari setiap peubah yang diberi kode -1 dan +1 , serta diperluas dengan suatu matriks menggunakan nilai α. α = 2 k/4
; untuk ulangan penuh
α = 2 (k-1)/4
; untuk setengah ulangan
Sehingga RKP dipergunakan untuk menduga model ordo kedua yang dirumuskan sebagai berikut: Y = β 0 + β1 X 1 + β 2 X 2 + β11 X 12 + β 22 X 22 + β12 X 1 X 2 + ε Pengujian koefisien regresi dilakukan dengan Analisis Varian, ketepatan model ditentukan berdasarkan uji simpangan model, sedangkan kriteria lainnya seperti besaran R2 yang tinggi, uji persamaan regresi yang bersifat nyata, serta kriteria lainnya hanyalah bersifat mendukung. Suatu model dikatakan tepat dan cocok dengan suatu permasalahan apabila uji simpangan bersifat tidak nyata secara statistik, serta suatu model dikatakan tidak tepat untuk menerangkan suatu fenomena sistem apabila uji simpangan bersifat nyata secara statistik. Apabila model ini merupakan model yang tepat untuk menerangkan kasus percobaan ini, maka dapat ditentukan titik-titik yang dapat memaksimumkan fungsi respon dengan menerapkan konsep optimasi (kalkulus), dengan syarat perlu:
∂ Y / ∂ X1
68 = 0 dan ∂ Y / ∂ X2 = 0. Penyelesaian persamaan ini, akan memberikan titik stasioner X1 dan X2. Pada proses hidroksilasi, optimasi bertujuan untuk menentukan suhu, rasio alkohol dan epoksi dan konsentrasi katalis yang sesuai, sehingga menghasilkan respon bilangan oksiran terendah atau bilangan hidroksil tertinggi. Langkah-langkah yang dilakukan adalah sebagai berikut: 1 menentukan taraf –taraf faktor percobaan seperti terlihat pada Tabel 11 2 melakukan pengumpulan data percobaan berdasarkan matrik pengamatan 3 melakukan pengujian ordo satu, jika hasil pengujian menunjukkan berbeda nyata secara statistik maka dilanjutkan pembuatan model permukaan respon ordo dua 4 melakukan analisis regresi dan komputasi. Menentukan pendugaan hasil berdasarkan data yang dimiliki dan perhitungan nilai R2 5 melakukan pengujian ketepatan model.
Tabel 11 Rancangan percobaan proses produksi poliol dari epoksi minyak jarak pagar dengan respon bilangan oksiran dan bilangan hidroksil Run 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 13 14 15
X1 Suhu
17
-1 -1 -1 -1 +1 +1 +1 +1 0 0 0 0 0 0 -1.682 +1.682 0
18 19 20
0 0 0
16
X2 Konsentrasi katalis -1 -1 +1 +1 -1 -1 +1 +1 0 0 0 0 0 0 0 0 -1.682 +1.682 0 0
X3 Nisbah pereaksi -1 +1 -1 +1 -1 +1 -1 +1 0 0 0 0 0 0 0 0 0
0 -1.682 +1.682
Respon (Bilangan Oksiran & Bilangan Hidroksil)
69 Analisis yang dilakukan terhadap poliol minyak jarak pagar yaitu : 1
komposisi asam lemak dengan menggunakan Gas-Chromatography (GC) dan menentukan gugus fungsi yang terdapat dalam senyawa menggunakan Fourier Transfer
Infra
Red
(FTIR),
dan
penentuan
struktur
menggunakan
NuclearMagnetic Resonance (NMR). Ikatan kimia dalam suatu senyawa akan mengabsorb energi infra merah pada frekuensi tertentu (panjang gelombang tertentu) dan menentukan struktur molekul organik. 2 analisis poliol minyak jarak pagar tanpa aditif, meliputi sifat kimia (bilangan iod, bilangan penyabunan, kadar air, bilangan asam), analisa sifat fisik (titik nyala, titik tuang, densitas, viskositas pada 40° C dan 100° C, indeks viskositas dan indek bias) 3 analisis ketahanan terhadap oksidasi dari poliol minyak jarak pagar pada waktu tertentu.
Perpindahan massa alkohol dalam katalis bentonit
Pada tahapan ini dilakukan analisis pengaruh waktu pencampuran terhadap perpindahan massa katalis dan pereaksi, yang ditunjukkan dengan kurva pengaruh waktu terhadap perpindahan massa. Hasil pengolahan data pada tahap ini digunakan untuk keperluan perancangan reaktor. Pada reaksi katalitis, sebelum terjadi reaki terlebih dahulu terjadi perpindahan massa katalis ke dalam pereaksi. Perpindahan massa metanol pada permukaan katalis bentonit. Data yang dibutuhkan adalah perubahan konsentrasi tiap satuan waktu. Persamaan matematis yang digunakan adalah : dN alkohol
dt
= kG (Calkohol − Calkohols )
Pembuatan Asetilasi Poliol. Asetilasi poliol disintesis di dalam labu leher tiga
500 ml pada suhu 90° C selama 30 menit. Pada tahapan ini akan dicari kinetika reaksi asetilasi. Mula-mula 60 ml poliol minyak jarak pagar, dicampur dengan asam asetat anhidrat 6 ml dan katalis bentonit 2% berat campuran reaksi. Campuran dipanaskan sampai dengan suhu 90° C dan sampel diambil untuk dianalisis bilangan hidroksil-nya setiap 5 menit. Campuran sampel dimasukkan ke dalam tabung reaksi untuk memisahkan endapan katalis dengan campuran asetilasi poliol yang dihasilkan dan sisa asam asetat
70 anhidrat. Asam tersisa dinetralisasi dengan natrium karbonat. Analisis yang dilakukan terhadap produk poliol terasetilasi adalah bilangan hidroksil dan bilangan asam. Analisis yang dilakukan terhadap asetilasi poliol minyak jarak pagar yaitu : 1
komposisi asam lemak dengan menggunakan Gas-Chromatography (GC) dan menentukan gugus fungsi yang terdapat dalam senyawa menggunakan Fourier Transfer Infra Red (FTIR), dan penentuan struktur menggunakan NuclearMagnetic Resonance (NMR). Ikatan kimia dalam suatu senyawa akan mengabsorb energi infra merah pada frekuensi tertentu (panjang gelombang tertentu) dan menentukan struktur molekul organik.
2
analisis asetilasi poliol minyak jarak pagar tanpa aditif. Analisis terdiri dari analisis sifat kimia (bilangan iod, bilangan penyabunan, kadar air, bilangan asam) dan analisa sifat fisik (titik nyala, titik tuang, densitas, viskositas pada 40°C dan 100°C, indeks viskositas dan indeks bias)
3
analisis ketahanan terhadap oksidasi dari asetilasi poliol minyak jarak pagar pada waktu tertentu
. TAHAP 3 : Analisis / Pemodelan
1 Analisis atau pemodelan terhadap kinetika reaksi epoksidasi, hidroksilasi, dan asetilasi dilakukan untuk mendapatkan parameter kinetika reaksi, konversi, rendemen, parameter termodinamika. Metoda yang dilakukan adalah dengan mengolah data secara analitis terhadap hasil proses di laboratorium menggunakan persamaan neraca massa di reaktor. Hasil pengolahan data digunakan untuk perancangan reaktor. 2 Analisis atau pemodelan makroskopis reaktor pengadukan ideal. Perhitungan waktu curah ideal pada proses epoksidasi, hidroksilasi, dan asetilasi.
Pemodelan laju reaksi dan penentuan parameter kinetika reaksi epoksidasi terhadap minyak jarak pagar. Proses pembuatan epoksi dengan kondisi terbaik
dilakukan untuk menentukan laju reaksi (–ra) pada tahapan epoksidasi minyak jarak pagar dengan katalis H2SO4, penentuan tetapan laju reaksi (k) dan parameter-parameter kinetika reaksi. Data percobaan yang dibutuhkan adalah perubahan bilangan oksiran sebelum dan sesudah proses epoksidasi dengan fungsi waktu proses. Contoh diambil setiap 30 menit
71 selama waktu proses tertentu dengan variasi suhu. Perhitungan laju reaksi dan tetapan laju reaksi dilakukan dengan menggunakan metoda analitis. Dari data percobaan dapat ditentukan: faktor frekuensi tumbukan (A), energi aktivasi (Ea), dan konversi (x). Data awal yang dibutuhkan adalah pH, bilangan asam, dan bilangan iod. 1 persamaan kinetika epoksidasi. Pada proses epoksidasi, yang mengontrol reaksi selama proses berlangsung adalah pembentukan asam perasetat (Rangarajan et al 1995). Mekanisme reaksi epoksidasi minyak terdiri dari beberapa tahapan : O
O
H2SO4
CH3- C- O-H + H2O2 Asam asetat (A)
H2O + CH3- C – O-O-H
Hidrogen peroksida (B)
Air (C)
1)
Asam perasetat (D)
O CH3 – O – C – C ~ C=C-..(R) O
O
CH2 – O – C - C ~C=C-..(R)
+
CH3- C – O-O-H
O CH3 - O – C - C ~C=C-..(R) Trigliserida (F) O
Asam Perasetat (D) O
CH3 – O – C – C ~ C - C-..(R) O
O
CH2 – O – C - C ~C - C-..(R) O
O +
CH3 – C- O-H
O
CH2 – O – C - C ~C - C-..(R) Epoksi minyak E
Asam Asetat A
2)
72 Persamaan kecepatan reaksi pembentukan asam perasetat dCD
dt
= k1C ACB − k2CDC F
3)
Persamaan kecepatan reaksi pembentukan epoksi minyak dCE dCD
dt
= k 2C D C F
dt
= k1C ACB − dCE
4)
dt
5)
Perubahan konsentrasi Asam perasetat terhadap waktu sangat kecil dibandingkan dengan perubahan konsentrasi trigliserida terepoksidasi, atau dCD/dt << CE/dt. Sehingga persamaan pembentukan epoksi minyak dCE
dt
= k1C A0CB
6)
CA0 = konsentrasi asam asetat mula-mula, gek L-1 Dari neraca massa diperoleh : CB = CB0 – CE
7)
CB0 = konsentrasi H2O2 mula-mula, gek L-1 dCE
dt
= k1C A0 (CB 0 − CE )
8)
Bila k1 CA0 = k’ dCE dCE
= k ' (CB 0 − CE )
9)
(CB 0 − CE ) = k ' dt
10)
dt
Persamaan 10) diintegrasikan, sehingga didapatkan persamaan : ln (C B 0 − C E )0 = k ' t CE
ln CB 0 − ln (CB 0 − CE ) = kt + C
73 ln⎛⎜ ⎝
CB 0
⎞
(CB 0 − CE )⎟⎠ = k ' t
11)
Y = a + bx
Persamaan ini merupakan persamaan linier dengan nilai k’ sebagai intersep garis tersebut. Dari hubungan nilai tetapan laju reaksi ln k’ dengan (1/T) diperoleh persamaan linier dengan nilai E/R sebagai kemiringan dan nilai ln A sebagai intersep. k ' = Ae
(
−E
RT
)
12)
ln k = ln A − E
RT
Keterangan : k : tetapan laju reaksi A: faktor frekuensi tumbukan E : energi aktivasi R : tetapan gas ideal, 1.987 kal/gmol K T : suhu
Harga entalpi reaksi (ΔHR) dan entropi (ΔS) dapat ditentukan dengan menggunakan persamaan teori keadaan transisi (Levenspiel 1972) sebagai berikut: ln A − E
RT
k T = ln ⎛⎜ B h ⎝
⎞ − ΔH + ΔS ⎟ RT R ⎠
ΔH = E − (1 − Δn )RT ΔS
⎛ ⎜ = ln ⎜ R ⎜⎜ ⎝
A
⎞ ⎟ ⎟ − (E − Δ H ) / RT ⎛ k BT ⎞ ⎟ ⎜ ⎟⎟ h ⎝ ⎠⎠
Keterangan : kB : tetapan Boltzmann, 1.3 x 10-16 erg/K h : tetapan Planck, 6.63 x 10-27 erg.detik ΔH: entalpi, panas reaksi ΔS : entropi Δn : molekularitas
74 2 perhitungan waktu curah ideal pada proses epoksidasi minyak jarak pagar. Neraca Massa dalam reaktor curah isotermal (endotermis/ eksotermis) digunakan untuk menentukan waktu curah ideal. Persamaan yang dihasilkan digunakan untuk menghitung waktu curah ideal dan selanjutnya dibandingkan dengan hasil percobaan di laboratorium.
Pemodelan Laju reaksi dan data Kinetika reaksi hidroksilasi terhadap epoksi minyak jarak pagar. Proses pembuatan poliol dengan kondisi optimum
dilakukan untuk menentukan laju reaksi pada tahapan hidroksilasi epoksi minyak jarak pagar dengan katalis padat, serta penentuan tetapan laju reaksi. Data percobaan yang dibutuhkan adalah perubahan bilangan hidroksil dan bilangan oksiran saat sebelum dan sesudah proses hidroksilasi dengan fungsi waktu proses. Contoh diambil setiap 30 menit selama waktu proses tertentu. Perhitungan laju reaksi dan tetapan laju reaksi dilakukan dengan menggunakan metoda analitis. Dalam percobaan ini dilakukan pengambilan data bilangan oksiran, pH, dan bilangan hidroksil pada proses pembukaan cincin oksiran, dengan variasi suhu. Data awal epoksi minyak yang dibutuhkan adalah pH, bilangan asam, bilangan iod, dan bilangan oksiran. Parameter kinetika meliputi nilai tetapan laju reaksi (k), faktor frekuensi tumbukan (A) dan energi aktivasi (EA) dapat ditentukan dengan mengolah data hasil percobaan di atas. Menentukan persamaan laju reaksi pembukaan cincin oksiran, yaitu menentukan orde reaksi maupun tipe reaksi (reversibel atau irreversibel).
1 persamaan kinetika hidroksilasi. Model yang didapatkan adalah model laju reaksi untuk asumsi reaksi orde 2 bolak-balik dan tidak bolak-balik. Penyelesaian persamaan laju reaksi menggunakan metoda integral. E+ M
P
Keterangan : CE
= konsentrasi epoksi minyak jarak pagar (bilangan oksiran)
CM
= konsentrasi metanol
CP
= konsentrasi poliol (bilangan hidroksil)
75 O
O
CH3 – O – C – C ~ C - C-..(R) O
O
CH2 – O – C - C ~C - C-..(R) O
+
CH3 –OH
O
CH2 – O – C - C ~C - C-..(R)
Epoksi minyak, E O
Metanol, M
OH OCH3
CH3 – O – C – C ~ C - C-..(R) O
OH OCH3
CH2 – O – C - C ~ C - C-..(R) O
OH OCH3
CH2 – O – C - C ~ C - C-..(R)
Poliol, P
(− rE ) = − dCE dt = k .CE .CM
, CM konstan sehingga persamaan menjadi :
(− rE ) = − dCE dt = k '.CE ..............................................................................................i) Stoikiometris : CE = CB 0 (1 − X E ) .........................................................................................................ii) CM = CM 0 − CM 0 X E .....................................................................................................iii)
Persamaan ii dan iii disubstitusi ke persamaan i dan diselesaikan secara analitis, sehingga didapatkan nilai k. Dengan cara yang sama dilakukan terhadap data pada suhu yang berbeda, sehingga didapatkan data k pada beberapa suhu, jika nilai k mendekati tetap pemisalan orde dan jenis reaksi sudah benar. Dari data k = f (T) bisa dihitung nilai A dan Ea Jika nilai k berbeda, maka pemisalan jenis reaksi belum benar.
76 2
perhitungan waktu curah ideal pada proses hidroksilasi terhadap epoksi minyak jarak pagar. Neraca Massa dalam reaktor curah isotermal (endotermis/ eksotermis) digunakan untuk menentukan waktu curah ideal. Persamaan yang dihasilkan digunakan untuk menghitung waktu curah ideal dan selanjutnya dibandingkan dengan hasil percobaan di laboratorium.
Pemodelan laju reaksi dan penentuan parameter kinetika reaksi asetilasi terhadap poliol minyak
jarak pagar. Persamaan reaksi asetilasi terhadap poliol
menggunakan asam asetat anhidrat adalah sebagai berikut: O
OH OCH3
CH3 – O – C – C ~ C - C-..(R) O
OH OCH3 Katalis Asam
CH2 – O – C - C ~C - C-..(R) O
OH OCH3 +
H+ (CH2CO)2O
CH2 – O – C - C ~C - C-..(R) Poliol
Asam asetat anhidrat
P
An O
OR’ OR
CH3 – O – C – C ~ C - C-..(R) O
OR’ OR
CH2 – O – C - C ~C - C-..(R) O
OR’ OR
+
CH3COOH
CH2 – O – C - C ~C - C-..(R) POE
AA
R = CH3 atau C2H5 ; R’ = COCH2
Tahapan penelitian proses pembuatan asetilasi poliol dilakukan untuk menentukan persamaan laju reaksi tahap esterifikasi poliol minyak jarak pagar dengan katalis padat dan penentuan tetapan laju reaksi. Data percobaan yang dibutuhkan adalah perubahan bilangan hidroksil saat sebelum dan sesudah proses hidroksilasi dengan fungsi waktu
77 proses. Contoh diambil setiap 5 menit selama waktu proses tertentu. Perhitungan kecepatan reaksi dan tetapan kecepatan reaksi dilakukan dengan menggunakan metoda analitis. Pada percobaan ini dilakukan pengambilan data bilangan hidroksil dengan variasi suhu. Data awal poliol minyak yang dibutuhkan adalah bilangan asam, bilangan oksiran dan bilangan hidroksil. 1 persamaan kinetika asetilasi. Persamaan reaksi asetilasi diasumsikan orde 2 dengan nisbah mol pereaksi tinggi, sehingga salah satu pereaksi bisa dianggap tetap.
(− r ) = − dC p
(r E ) =
p
dt
− dC
E
= kC pC An ; CAn tetap sehingga persamaan menjadi : dt
= k ' - rE = -dCE/ dt = k’. CE ...................................i)
Stoikiometris : CE = CE 0 (1 − X E ) ............................................................................................ii) CM = CM 0 − CM 0 X E ........................................................................................iii)
Persamaan ii dan iii disubstitusi ke persamaan i, persamaan yang dihasilkan diselesaikan secara analitis sehingga didapatkan nilai k. Dengan cara yang sama dilakukan terhadap data pada suhu yang berbeda, sehingga didapatkan data k pada beberapa suhu, jika nilai k mendekati tetap pemisalan orde dan jenis reaksi sudah benar. Dari data k = f (T) bisa dihitung nilai A dan E Jika nilai k sangat berbeda, maka pemisalan jenis reaksi tidak benar, maka dicoba pemisalan yang lain.
2 perhitungan waktu curah ideal pada proses asetilasi terhadap poliol minyak jarak pagar. Neraca Massa dalam reaktor curah isotermal (endotermis/ eksotermis) digunakan untuk menentukan waktu curah ideal. Persamaan yang dihasilkan digunakan untuk menghitung waktu curah ideal dan selanjutnya dibandingkan dengan hasil percobaan di laboratorium.
TAHAP 4 : Karakterisasi Produk
Pada minyak jarak pagar dan hasil modifikasinya: epoksi, poliol, dan asetilasi poliol dilakukan analisis sifat fisik, sifat kimia, penentuan gugus fungsi yang terdapat
78 dalam senyawa menggunakan FTIR, dan penentuan struktur menggunakan NMR. Pengujian ini dilakukan untuk mengetahui perubahan sifat fisik, kimia dan struktur molekulnya, sehingga bisa digunakan sebagai dasar analisis terhadap kemampuan hasil modifikasi minyak jarak pagar sebagai pelumas dasar.
TAHAP 5 : Pengujian kinerja formula pelumas
Kinerja pelumas dievaluasi dengan menggunakan 2 jenis pengujian, yaitu : Pengujian kinerja pelumas dasar - daya tahan terhadap oksidasi. Data yang
digunakan sebagai parameter respon pada pengujian kinerja pelumas dasar adalah kestabilan oksidasi. Pengaruh penambahan antioksidan dan modifikasi minyak terhadap kestabilan oksidasi dilakukan untuk mengetahui pengaruhnya terhadap parameter bilangan asam dan viskositas. Prosedur pelaksanaan penelitian kestabilan oksidasi pelumas dasar adalah sebagai berikut: sampel minyak, epoksi, poliol dan asetilasi poliol masing-masing dimasukkan ke dalam rangkaian alat oksidasi kemudian dipanaskan pada suhu 100° C selama 3 jam, setiap 30 menit diambil sampel untuk diuji bilangan asam dan viskositas. Pada data hasil pengujian kinerja pelumas dasar terhadap kestabilan oksidasi dengan parameter bilangan asam dan viskositas, selanjutnya dilakukan analisis keragaman untuk mengetahui pengaruh oksidasi terhadap kedua parameter di atas.
Pengujian kinerja formulasi pelumas. Sebelum melakukan pengujian kinerja
formulasi pelumas, dilakukan analisis terhadap karakteristik pelumas dasar yang dihasilkan untuk mengetahui aplikasinya. Tahap selanjutnya adalah pencampuran antara pelumas dasar yang dihasilkan dengan pelumas komersial dengan perbandingan tertentu. Pengujian kinerja dilakukan dengan pencampuran pelumas dasar dari minyak jarak pagar dengan pelumas komersial dengan perbandingan tertentu. Mengevaluasi kinerja formula pelumas sintetis pada mesin otomotif setelah digunakan selama 100 jam. Pengujian dilakukan terhadap campuran pelumas sebelum digunakan dan sesudah digunakan selama waktu tertentu. Beberapa pengujian sifat/kinerja minyak pelumas digunakan pada mesin sepeda motor adalah sebagai berikut: 1 bilangan basa dalam mg KOH / g, dengan cara ASTM D2896 2 viskositas 40° C -100° C
79 3 indeks viskositas 4 kandungan air 5 titik tuang 6 titik nyala 7 analisis kandungan logam
TAHAP 6: Integrasi Proses
Pengintegrasian seluruh tahapan proses dari perancangan proses modifikasi minyak jarak pagar menjadi pelumas dasar sehingga didapatkan produk yang sesuai dengan karakteristik yang diinginkan, dinyatakan dalam bentuk blok diagram dan PEFD (Process Engineering Flow Diagram) Data-data kinetika dari proses yang sudah dilakukan pada skala laboratorium digunakan untuk simulasi dengan menggunakan paket program Hysis. Jalur proses yang digunakan dibandingkan dengan hasil simulasi dari data percobaan pada penelitian yang sudah ada sebelumnya.
TAHAP 7: Penyusunan neraca massa di setiap tahapan proses
Penyusunan neraca massa di setiap alat pada tiap-tiap proses, baik pada reaktor maupun alat pemisah, dilakukan dengan menggunakan data aliran bahan hasil penelitian di laboratorium. Perhitungan selanjutnya dilakukan pada skala yang lebih besar. Hasil perhitungan ini digunakan untuk menentukan spesifikasi alat.
TAHAP 8 : Simulasi dan Optimasi Kapasitas Produksi untuk meminimumkan biaya produksi total per satuan produksi
Kapasitas produksi tergantung pada beberapa faktor, yaitu jumlah jam operasi per hari, per minggu, per bulan atau per tahun, beban alat, ketersediaan bahan. Pada tahapan ini akan dilakukan optimasi untuk menentukan kapasitas produksi ekonomis per tahun. Biaya produksi total per satuan waktu dibagi menjadi 2 (dua) kelompok, yaitu: biaya operasi (Variabel Cost) yang tergantung pada kapasitas produksi, misalnya tenaga kerja, bahan baku, utilitas, dan biaya organisasi (Fixed Cost) tidak tergantung pada kapasitas produksi.
80 Biaya Produksi total per satuan produksi (cT) merupakan total biaya dari biaya operasi dan biaya organisasi : cT = h + mP n +
Oc' P
CT = cT .P = ( h + mP n +
Oc ' ).P P
r = s − cT = s – h – mPn –Oc/P
R’ = rP=(s – h – mPn – Oc /P) P Keterangan : h + mPn
= biaya operasi per satuan produksi (Variabel Cost)
Oc
= biaya organisasi per satuan produksi (Fixed Cost)
cT
= biaya produksi total per satuan produksi
CT
= biaya produksi total per satuan waktu
P
= total satuan produksi per satuan waktu
m, n
= tetapan
r
= keuntungan
s
= harga penjualan per satuan produksi
Optimasi kapasitas produksi dilakukan untuk mendapatkan biaya per satuan produksi minimum. Penyelesaian optimasi dari hasil simulasi menggunakan persamaanpersamaan neraca massa, neraca energi, spesifikasi alat, data kinetika atau konversi dan lain sebagainya dengan program Hysis. Optimasi dapat diartikan sebagai suatu proses untuk mencari kondisi yang optimum, dalam arti yang paling menguntungkan. Optimasi bisa berupa maksimasi atau minimasi. Bila kita berhadapan dengan masalah keuntungan, keadaan optimum adalah keadaan yang memberikan keuntungan maksimum (maksimasi), sedangkan bila berhadapan dengan masalah pengeluaran/pengorbanan keadaan optimum adalah yang memberikan pengeluaran/pengorbanan minimum (minimal). Secara umum fungsi yang akan dimaksimumkan atau diminimumkan disebut fungsi obyektif, sedangkan hargaharga yang berpengaruh dan bisa dipilih disebut variabel (perubah). Secara analitis, nilai maksimum atau minimum dari suatu persamaan :
81 y = f (x) Dapat diperoleh pada harga x yang memenuhi y1 ( x ) = f 1 ( x ) = 0 Untuk fungsi yang sukar untuk diturunkan atau mempunyai turunan yang sukar dicari akarnya, proses optimasi dapat dilakukan secara numeris. Golden section merupakan salah satu cara optimasi numeris yang bisa dipakai untuk fungsi yang bersifat unimodal (Ruud and Watson, 1968). Kedua tipe optimasi, yaitu maksimasi dan minimasi dapat diselesaikan dengan cara ini. Misal dilakukan maksimasi terhadap persamaan
y = f (x) dalam interval
xa sampai xβ . Dipilih 2 titik untuk evaluasi, misalnya xp dan xq. Diharapkan dengan berdasar pada harga y pada 2 titik tersebut maka ada sebagaian interval yang dapat dieliminasi. Diharapkan pula bahwa pada evaluasi langkah selanjutnya, salah satu titik lama bisa dipakai lagi. Jadi hanya diperlukan 1 titik baru, misal titik P dan Q masingmasing berjarak l x interval awal dari titik B dan A. Dalam hal ini harga l akan dicari.
(x
Q
− xP )lama = (xP − x A )baru
Selanjutnya :
{1 − (1 − l )}(xB − x A )lama = (1 − l )(xB − xA )baru (2l − 1)(xB − x A )lama = (1 − l ).l.(xB − x A )lama 2l − 1 = 1 − (1)
2
(1)2 + l − 1 = 0 l=
5 −1 = ∞0,618 2
Kemungkinan-kemungkinan yang terjadi pada eliminasi dengan cara Golden Section adalah : Maksimasi : yP < yQ → x A = xP xP = xQ ; xβ = xβ xQ = dicari Yp > YQ → x A = x A
xβ = xQ ; xQ = xP
82 xP = dicari
Minimasi : YP < YQ → x A = x A xB = xQ ; xQ = xP xP = dicari
YP > YQ → x A = xP xP = xQ ; xB = xB xQ = dicari
TAHAP 9 : Analisis kelayakan finansial produksi pelumas dasar dari minyak jarak pagar melalui modifikasi kimiawi pada kapasitas optimum
Pengkajian dilakukan pada skala optimum dengan tujuan agar mengetahui bahwa jalur proses yang dipilih merupakan jalur yang dinyatakan layak secara finansial. Analisis kelayakan finansial dilakukan setelah ditentukan kapasitas optimum produksi asetilasi poliol terbaik (optimum). Biaya produksi dihitung berdasarkan konversi, biaya bahan baku, biaya bahan untuk proses, biaya air dan listrik yang dibutuhkan, biaya tenaga kerja, dan biaya tetap untuk proses tersebut. Kajian kelayakan jalur proses secara finansial untuk produksi asetilasi poliol dari minyak jarak pagar meliputi NPV (Net Present Value), IRR (Internal Rate of Return), Net B/C (Net Benefit Cost), (PBP) Payback Period dan analisis sensitifitas. 1
persamaan untuk menghitung NPV n
NPV = ∑ t =0
dengan :
Bt − Ct (1 + i )t
Bt
: benefit bruto pada tahun ke-t
Ct
: biaya bruto proyek pada tahun ke-t
i
: tingkat suku bunga
t
: lama investasi (t = 0, 1, 2, …, n)
2 persamaan untuk menghitung IRR i = i1 +
NPV1 (i2 − i1 ) NPV1 − NPV2
83 dengan :
NPV1 : nilai NPV yang positif NPV2 : nilai NPV yang negatif i
: IRR (%)
3 persamaan untuk menghitung Net B/C n
NetB / C =
Bt − Ct
∑ (1 + i ) t =0 n
t
Ct − Bt , untukBt − Ct 〈 0
∑ (1 + i )
t
t =0
dengan :Bt
3
, untukBt − Ct 〉 0
: benefit bruto pada tahun tertentu (t)
Ct
: biaya bruto pada tahun tertentu (t)
i
: tingkat bunga
n
: umur ekonomis proyek
persamaan untuk menghitung payback period
PBP =
I k
∑ (Rk − Ek ) i =0
dengan : Rk
: penerimaan pada tahun ke-k
Ek
: pengeluaran pada tahun ke-k
PBP : payback period I
: investasi
TAHAP 10 : Penentuan Kelayakan Proses Modifikasi Minyak Jarak Pagar
Luaran dari tahapan ini adalah penentuan kelayakan teknis dan finansial terhadap jalur proses yang ddigunakan untuk menghasilkan pelumas dasar dari minyak jarak pagar sesuai dengan spesifikasi produk yang diinginkan.
84
HASIL DAN PEMBAHASAN Penelitian tentang perancangan proses pembuatan pelumas dasar dari minyak jarak pagar ini, didasarkan pada besarnya kebutuhan pelumas di dalam negeri, dan menurut data BPS tahun 2003 sampai dengan saat ini pemenuhan kebutuhan masih dilakukan dengan cara mengimport pelumas dasar, seperti terlihat pada Lampiran 2. Sintesis Proses Tahapan sintesis proses meliputi pemilihan bahan baku, pemilihan produk, dan pemilihan jalur proses modifiksdi. Selanjutnya dilakukan proses modifikasi berdasarkan jalur proses yang sudah dipilih. Pemilihan Bahan Baku Bahan baku pelumas dasar ditetapkan berdasarkan beberapa pertimbangan, yaitu karakteristik bahan baku (sifat fisik, kimia, rendemen) dan pemanfaatan. Bahan baku yang berpotensi untuk digunakan adalah minyak jarak pagar. Penggunaan minyak jarak pagar saat ini masih terbatas.
Potensi Minyak Jarak Pagar sebagai bahan baku Pelumas. Minyak jarak pagar (Jatropha curcas oil) dipilih sebagai bahan pelumas dasar karena beberapa sifat fisik dan kimianya yang diperlukan pada pelumasan. Untuk mendapatkan minyak, sebelumnya biji jarak pagar dioven pada suhu 100° C selama 1 jam untuk mengurangi kadar air yang dapat mengakibatkan terhidrolisisnya minyak sehingga menaikkan bilangan asam. Minyak jarak pagar didapatkan dengan cara dipres tanpa panas. Pada tahap awal dilakukan penelitian pendahuluan untuk mengetahui rendemen biji jarak pagar dan data yang diperoleh dapat dilihat pada Tabel 12 di bawah ini. Tabel 12 Data rendemen minyak jarak No 1 2 3 4
Parameter Rendemen dengan tempurung (%) Rendemen tanpa tempurung (%) Bilangan Asam (mg KOH/ 100 g minyak) Kadar air (%)
20.3 41.66 3.97 1.2
85 Pada Tabel 12 rendemen minyak tanpa tempurung menunjukkan hasil yang menyerupai kandungan minyak dalam biji jarak pada umumnya, yaitu sekitar 40% - 45% (Hambali et al. 2006). Hal yang menyebabkan berbedanya jumlah rendemen adalah dari sisi budidaya yaitu tempat tumbuh, iklim, waktu panen, musim, faktor lainnya adalah genetik dan proses ekstraksi minyak (pengepresan). Bilangan asam minyak juga bisa menunjukkan hasil yang berbeda-beda. Pengepresan dengan pemanasan akan menghasilkan rendemen minyak tinggi, tetapi bilangan asam juga tinggi. Faktor lain yang menyebabkan tingginya bilangan asam adalah kandungan air. Tingginya kandungan air dapat memperbesar kemungkinan terjadinya proses hidrolisis minyak dan dapat membentuk asam lemak bebas, sehingga bilangan asam menjadi tinggi. Perlakuan awal terhadap biji sebelum dipres mempengaruhi kandungan air dalam bahan. Tabel 13 Perbandingan sifat fisik beberapa minyak nabati dan mineral Minyak
Viskositas
Viskositas
Indeks
Titik tuang
Titik nyala
40° C cSt
100° C cSt
viskositas
°C
°C
Minyak nabati Minyak jarak pagar
34.17
7.95
217
0
270
Minyak jarak
295.4
20.34
87
-10
307
Minyak kelapa
27.7
6.1
175
-
-
bunga 39.9
8.6
206
-12
252
Minyak kanola
36.2
8.2
211
-18
346
Minyak kedelai
28.9
7.6
246
-9
325
Minyak kelapa sawit
39.7
8.2
188
-
-
HVI-60
-
4.5-5.0
103
0
204
HVI-95
-
6.9-7.6
100
15
210
HVI-160S
-
11.1-12.2
100
15
230
HVI-160B
-
11.1-12.2
99
15
230
HVI-650
-
31.6-34.7
96
15
267
HVI-360
-
50-54
-
15
267
PAO
2-100
2-100
125-140
-50
-
POE
76.7
11.3
214
-
285
Minyak
biji
matahari
Minyak Mineral
Sumber Pendukung: La Puppung 1986 & Gawrilow 2003.
86
Sifat Fisik Minyak Jarak Pagar. Pada pengolahan minyak mineral dapat dihasilkan beberapa pelumas dasar dengan tingkat viskositas yang berbeda antara satu dengan lainnya. Pada Tabel 13 terlihat beberapa jenis pelumas dasar baik dari minyak nabati maupun dari minyak mineral dan dari satu jenis minyak mineral dapat diperoleh beberapa jenis pelumas dasar yang berbeda-beda tingkat viskositasnya. Sifat minyak jarak pagar diharapkan sama atau mendekati sifat-sifat pelumas dasar minyak mineral.
Indeks viskositas. Minyak nabati termasuk minyak jarak pagar mempunyai indeks viskositas yang sangat tinggi dibandingkan dengan minyak mineral. Indeks viskositas merupakan ukuran perubahan viskositas relatif terhadap perubahan suhu antara 40ºC dan 100°C. Nilai indeks viskositas pelumas terbagi menjadi 3 golongan, yaitu : (1) indeks viskositas rendah atau Low Viscosity Index (LVI) adalah pelumas yang memiliki indeks viskositas lebih rendah dari 40, (2) indeks viskositas sedang atau Medium Viscosity Index (MVI) adalah pelumas yang memiliki indeks viskositas antara 40 sampai dengan 80; (3) indeks viskositas tinggi atau High Viscosity Index (HVI) adalah pelumas yang memiliki indeks viskositas lebih besar dari pada 80 (La Puppung 1986). Hasil pengujian indeks viskositas minyak jarak pagar sebesar 217, menunjukkan bahwa minyak jarak pagar termasuk minyak yang mempunyai indeks viskositas tinggi (HVI). Jika dibandingkan dengan indeks viskositas minimum beberapa pelumas dengan angka viskositas SAE rangkap seperti yang terdapat pada Lampiran 3, maka VI minyak jarak pagar lebih tinggi dari pada pelumas dengan SAE rangkap tersebut. Zat cair biasanya akan mengalami perubahan viskositas bila terjadi perubahan suhu, bila suhu naik viskositas akan turun. Pelumas yang baik adalah pelumas yang mempunyai indeks viskositas tinggi, artinya semakin kecil perubahan viskositas karena perubahan suhu. Jika indeks viskositas minyak jarak pagar dibandingkan dengan minyak nabati lain, maka indeks viskositas minyak jarak pagar setara dengan minyak kanola dan dibawah minyak kedelai. Apabila indeks viskositas minyak jarak pagar dibandingkan dengan pelumas dasar sintetis, dari Tabel 13 tampak bahwa indeks viskositas minyak jarak pagar lebih tinggi dari PAO dan hampir sama dengan POE.
87 Viskositas. Jika dibandingkan dengan pelumas dasar ex-Arabian Light crude, maka berdasarkan Tabel 13, viskositas minyak jarak pagar pada 100º C sebesar 7.95 cSt terletak antara HVI-95 dan HVI 160S. Jika dibandingkan dengan tingkat viskositas pelumas motor seperti terdapat pada Lampiran 4, maka viskositas minyak jarak pagar setingkat SAE 20. Berdasarkan Lampiran 5 tentang Klasifikasi pelumas industri menurut ISO (ASTM 2422), maka tingkat viskositas minyak jarak pagar setara dengan ISO VG 32 (La Puppung 1986). Nilai viskositas minyak jarak pagar ini, termasuk pada spesifikasi viskositas minyak mineral yang saat ini digunakan sebagai formulasi pelumas otomotif maupun industri. Gambar 33 di bawah ini menunjukkan viskositas dan indeks viskositas beberapa jenis pelumas dasar.
300 252
250 Viskositas
250
217
200
168 145.54
150 150 100 100
76.7
50
90
80
11.3
20.57 4.39
POE
HVI
19.9
34.17 7.95
20.96 viskositas 40 C
0 PAO
CasO
CurO
ECO
Viskositas 100 C
Pelumas Dasar indeks viskositas
Gambar 33 Viskositas dan indeks viskositas pelumas dasar.
Flash Point (titik nyala). Flash Point atau titik nyala digunakan untuk mengetahui saat awal pelumas akan terbakar atau timbul nyala api saat berada dalam mesin. Hal ini akan mengakibatkan pemborosan pelumas dan akan membahayakan mesin. Pada Tabel 13 menunjukkan bahwa titik nyala minyak nabati lebih tinggi dibandingkan dengan mineral dan titik nyala minyak jarak pagar adalah sebesar 270º C, data ini menunjukkan bahwa
88 titik nyala minyak jarak pagar lebih besar dibandingkan dengan minyak mineral yang biasanya digunakan untuk formulasi pelumas (minimum 204º C) dan hampir sama dengan POE (pelumas dasar sintetis).
Pour Point (titik tuang). Pour Point atau titik tuang menunjukkan suhu terendah dimana pelumas masih dapat mengalir, khususnya pada saat mesin akan dihidupkan. Titik tuang minyak jarak pagar lebih rendah dibandingkan dengan pelumas dasar mineral. Titik tuang minyak jarak pagar lebih tinggi dibandingkan dengan minyak nabati lain. Sebagian besar minyak nabati mempunyai titik tuang di bawah 0° C sedangkan minyak jarak pagar 0º C. Dibandingkan dengan pelumas dasar sintetis (PAO), titik tuang minyak jarak pagar berada di atasnya (La Puppung 1986 & Gawrilow 2003). Gambar 34 di bawah ini menunjukkan perbedaan titik nyala dan titik tuang beberapa jenis pelumas dasar, yaitu pelumas dasar sintetis (PAO, POE, dan minyak mineral) terhadap minyak jarak pagar. 350 285
300 250
220
270 220
204
derajat C
200 150 100 50
20
8
POE
HVI
0
3
0 -50 -100
PAO -50
CurO
Pelumas dasar
ECO Flash Point Pour Point
Gambar 34 Titik nyala dan titik tuang pelumas dasar.
Densitas. Densitas dan/atau spesific gravity merupakan berat persatuan volum. Tabel konversi yang meliputi densitas, spesific gravity, dan API gravity diberikan oleh American Petroleum Institute dan ASTM. Hubungan antara API gravity dan spesific gravity adalah berbanding terbalik, nilai API gravity yang tinggi akan memberikan
89 spesific gravity yang rendah. Pada pelumas dasar petroleum dan hidrokarbon, spesific gravity digunakan untuk membedakan antara parafinik, naftenik, dan struktur aromatik. API gravity minyak binatang atau tumbuhan mempunyai nilai lebih rendah dan spesific gravity lebih tinggi dibandingkan dengan petroleum. Seperti terlihat pada Gambar 35 terlihat bahwa densitas minyak tumbuhan lebih tinggi dibandingkan dengan petroleum.
1
0.98
0.98
0.96
0.95
kg/m3
0.96 0.94
0.92
0.92
0.897
0.9 0.88 0.86 0.84 POE
HVI
Castor Oil
Curcas Oil
ECO
Pelumas Dasar
Densitas
Gambar 35 Densitas beberapa pelumas dasar.
Sifat Kimia Minyak Jarak Pagar . Minyak nabati merupakan minyak yang berasal dari tumbuhan. Kandungan utama minyak nabati adalah ester gliseril dari asam lemak yang disebut trigliserida. Trigliserida merupakan ester dari satu molekul gliserol dengan tiga molekul asam lemak. Jenis asam lemak dalam trigliserida sangat mempengaruhi sifatsifat trigliserida yang dibentuknya. Pada umumnya asam lemak yang terdapat di alam, memiliki jumlah atom C genap dan masing-masing asam lemak dibedakan antara satu dan lainnya berdasarkan jumlah atom karbon dalam rantai, jumlah dan letak ikatan rangkap antara atom karbon. Asam lemak yang membentuk trigliserida ada 2 macam yaitu asam lemak jenuh (saturated) yang tidak mengandung ikatan rangkap dan asam lemak
tidak
jenuh
(unsaturated)
yang
mengandung
ikatan
rangkap
satu
(monounsaturated) atau lebih dari satu ikatan rangkap (polyunsaturated) (Karina 2005). Derajat ketidakjenuhan rata-rata dari asam lemak atau campuran asam lemak dinyatakan
90 dengan bilangan iod. Asam lemak tidak jenuh kurang stabil bila dibandingkan dengan asam lemak jenuh . Beberapa keuntungan minyak nabati apabila digunakan sebagai pelumas dasar adalah: tidak bersifat toksik, terdegradasi, terbarukan, sifat lubrisitasnya baik, dan indeks viskositasnya tinggi. Beberapa kelemahan minyak nabati adalah ketidakstabilannya terhadap oksidasi, sifat pada suhu rendahnya jelek (Hwang & Erhan 2005). Oksidasi terjadi karena molekul-molekul pelumas bereaksi secara kimiawi dengan oksigen. Produk-produk oksidasi yang terbentuk akan mengentalkan pelumas. Pengaruh jelek terhadap pelumas yang mengalami oksidasi adalah naiknya viskositas dan menyebabkan bilangan asam naik, sehingga akan mengakibatkan karat dan keausan pada logam yang akhirnya akan menimbulkan endapan (deposit). Pada Tabel 14 terlihat kandungan asam lemak tidak jenuh beberapa minyak nabati dibandingkan dengan minyak jarak pagar.
Tabel 14 Kandungan asam lemak tidak jenuh yang ada dalam beberapa minyak nabati. No Minyak nabati 1
Minyak
jarak
Asam lemak tidak jenuh
pagar Asam Oleat, C18H34O2 (C18: 1) = 90-108.5
(jatropha curcas ) 2
47.97 %
Minyak jarak (castor oil) Asam Risinoleat, C18H34O3 (C18: 81-90 1)
3
Bilangan Iod
Minyak kelapa
= 89.5 %
Asam Laurat, C12H24O2 (C12: 0) = 8.5 48.0 %
4
Minyak kelapa sawit
Asam Oleat, C18H34O2 (C18: 1) = 83.8 38 %
6
Minyak kedelai
Asam linoleat & Asam linolenat 107-137 C18H32O2 (C18:2) & C18H30O2 (C18:3) = 75 %
Sumber Pendukung : La Puppung (1986) & Karina (2005)
Minyak nabati dengan bilangan iod antara 50-130 bisa digunakan sebagai fluida hidraulik. Fluida dengan bilangan iod di bawah 50 mempunyai titik tuang yang tinggi karena kekurangan ketidakjenuhan, dan minyak nabati dengan bilangan iod di atas 130 ,
91 cenderung tidak stabil karena mudah teroksidasi. Dari Tabel 13 dan Tabel 14 terlihat bahwa minyak jarak pagar dengan bilangan iod antara 97-108.5 titik tuang-nya rendah. Asam lemak dalam minyak nabati bersifat polar dan cenderung lebih efektif melekat pada permukaan logam dibandingkan dengan minyak mineral. Minyak jarak pagar dapat digunakan sebagai pelumas dasar, tetapi karena adanya ikatan rangkap (ketidakjenuhan) maka menjadi tidak stabil. Pada Gambar 36 di bawah ini terlihat perbandingan bilangan asam beberapa pelumas dasar (minyak nabati, minyak mineral, dan pelumas dasar sintetis). 4.5
3.97
mg KOH/100 g minyak
4 3.5
3
3 2.5 2
1.5 1.22
1.5 1 0.5
0
0 POE
HVI
Castor Oil Curcas Oil Pelumas Dasar
ECO Bilangan Asam
Gambar 36 Bilangan asam beberapa pelumas dasar.
Bilangan asam adalah ukuran dari jumlah asam lemak bebas, serta dihitung berdasarkan berat molekul dari asam lemak atau campuran asam lemak. Pada Gambar 36 terlihat bahwa bilangan asam minyak jarak pagar lebih besar dibandingkan dengan minyak jarak (castor), hal ini disebabkan terjadinya kenaikan bilangan asam karena proses hidrolisa atau oksidasi pada minyak terutama terhadap ikatan rangkapnya. Ikatan rangkap pada minyak nabati ditunjukkan dari bilangan iod-nya, terlihat pada Tabel 13 bilangan iod minyak jarak pagar lebih besar dari minyak jarak (castor). Semakin tinggi bilangan asam semakin besar kemungkinan terjadinya korosi. Pelumas dasar ester sintetis Polyolester (POE), yaitu ester (oleokimia) yang dibuat dari minyak nabati atau hewani dengan mono-, di-, atau poli-alkohol dari petroleum bersifat lebih stabil dibandingkan
92 dengan ester alam, hal ini terlihat dari nilai bilangan asam minyak jarak pagar yang lebih besar dibandingkan dengan POE. Pemeriksaan gugus fungsi menggunakan FTIR minyak jarak pagar memberikan spektrum yang dapat dilihat pada Gambar 37. Pada spektrum tersebut terlihat adanya pita serapan yang lebar di daerah bilangan gelombang υ = 2800 – 2980 cm-1, yang menunjukkan adanya vibrasi ulur C-H dari gugus –CH2 dan -CH3 serta 1 pita serapan kecil pada bilangan gelombang 3050 cm-1 untuk gugus tidak jenuh alkena –CH=CH-. Pita serapan pada panjang gelombang 1720 cm-1 menunjukkan adanya gugus karbonil
C=O
dari esternya (Sudjadi 1983). Dari Uji Gas Chromatography terhadap minyak jarak pagar, seperti terdapat pada Gambar 38. terlihat bahwa kandungan tertinggi dalam minyak jarak pagar adalah asam oleat (47.93%) dengan 1 ikatan rangkap. Spektra sidik jari Minyak Jarak Pagar
-CH2 -CH3
–CH=CH C=O
Gambar 37 Hasil uji gugus fungsi menggunakan FTIR minyak jarak pagar.
93 Hasil pengujian komposisi asam lemak menggunakan Gas-Chromatography dari Minyak Jarak Pagar dapat dilihat pada Gambar 38 di bawah ini.
Gambar 38 Hasil uji komposisi asam lemak menggunakan GC dari minyak jarak pagar.
Sifat minyak nabati yang dapat digunakan sebagai pelumas dasar mempunyai spesifikasi sebagai berikut (Gawrilow 2003 ):
Viskositas, cSt @ 40° C
: 35-30
Indeks viskositas , VI
: > 200
Bilangan iod, g/ 100g
: 94 - 126
Bilangan penyabunan mg KOH/g
: 186 -198
Densitas, kg/ m3
: 0.91 - 0.92
Titik tuang º C
: - 20
Titik nyala ° C
: 259
Dari Tabel 15 terlihat sifat fisik dan kimia minyak jarak pagar, memenuhi persyaratan sebagai pelumas dasar kecuali pada persyaratan bilangan penyabunan dan
94 titik tuang, hal ini disebabkan karena bilangan penyabunan menunjukkan jumlah minyak yang dapat tersabunkan, minyak dengan berat molekul tinggi akan mempunyai bilangan penyabunan yang lebih rendah dibandingkan dengan minyak dengan berat molekul yang lebih rendah. Titik tuang minyak jarak pagar di atas spesifikasi pelumas dasar, hal ini menunjukkan bahwa minyak jarak pagar tidak bisa digunakan di daerah dengan suhu dibawah 0° C. Tabel 15 Sifat fisik dan kimia minyak jarak pagar sebagai pelumas dasar Sifat
Nilai
Densitas (kg/m3) Titik nyala (º C) Titik tuang (º C) Viskositas 40º C (CSt) Viskositas 100º C (CSt) Viskositas indeks Indeks bias 25º C Bilangan penyabunan mg KOH/g Bilangan Iod ( g /100 g)
0.9157 270 0 34.17 7.95 217 1.4655 96.7 108.5
Berdasarkan pada sifat kimia dan fisik dan hasil pengujian gugus fungsi menggunakan FTIR dan pengujian komposisi asam lemak menggunakan GC, maka modifikasi terhadap minyak jarak pagar perlu dilakukan untuk memperbaiki sifat fisik dan kimia minyak jarak pagar. Beberapa contoh modifikasi yang dapat dilakukan adalah interesterifikasi dengan minyak nabati berpotensi yang lain, pencampuran dengan ester sintetis untuk meningkatkan sifat pada suhu rendah, transesterifikasi dengan beberapa poliol, atau modifikasi dengan mengurangi ketidakjenuhan, sehingga minyak menjadi lebih stabil. Dari uraian sifat fisik dan kimia di atas, maka dapat disimpulkan bahwa minyak jarak pagar mempunyai potensi sebagai pelumas dasar, tetapi ada beberapa modifikasi yang perlu dilakukan untuk meningkatkan kestabilannya.
95 Pemilihan Produk Berdasarkan KEPUTUSAN PRESIDEN RI, NOMOR 21 TAHUN 2001 TANGGAL 14 FEBRUARI 2001 TENTANG PENYEDIAAN DAN PELAYANAN PELUMAS BAB I Pasal 1, dinyatakan bahwa Penyediaan dan Pelayanan Pelumas adalah kegiatan untuk menghasilkan pelumas dengan cara Pabrikasi Pelumas (Blending), Pengolahan pelumas bekas, impor pelumas dan pemasarannya. Ketentuan tentang impor pelumas diatur dalam KEPUTUSAN BERSAMA MENTERI ENERGI DAN SUMBER DAYA MINERAL, MENTERI KEUANGAN DAN MENTERI PERINDUSTRIAN DAN PERDAGANGAN REPUBLIK INDONESIA, NO : 1905 K/34/MEM/2001, NO : 426/KMK.01/2001,
NO:
233/MPP/Kep/7/2001
tentang
KETENTUAN
IMPOR
PELUMAS, Pasal 1, dinyatakan bahwa : Bahan baku pelumas berupa pelumas dasar sebagaimana dimaksud dalam Pasal 6 ayat (2) Keputusan Presiden Nomor 21 Tahun 2001, hanya dapat diimpor oleh perusahaan yang telah mendapat persetujuan sebagai Importir Produsen (IP) dan semata-mata untuk kepentingan produksinya. Lampiran 6 menunjukkan kebutuhan pelumas Indonesia berdasarkan kelompok industri untuk data BPS tahun 2003. Kebutuhan pelumas untuk keperluan industri di Indonesia sangat besar, salah satu industri pengguna adalah industri kendaraan bermotor dan data pemakaian pelumas menunjukkan sebesar 2.8% dari total pemakaian pelumas pada berbagai industri. Secara umum pelumas dasar jenis minyak pelumas sintetis dapat dikelompokkan dalam dua kelas, yaitu ester organik dan hidrokarbon yang diolah secara sintetis, baik yang berasal dari petrokimia maupun oleokimia. Beberapa pelumas dasar sintetis adalah polialfaolefin (PAO), ester sintetis, dan polialkilenglikol (PAG). Beberapa kelompok ester sintetis adalah: monoester, diester, ester-phtalat, poliolester (POE), dan ester kompleks. PAG adalah polimer yang berasal dari petrokimia hasil reaksi etilen oksida dan propilen oksida (Askew 2004). Ester merupakan salah satu jenis minyak sintetis yang sangat luas pemakaiannya, misalnya gemuk, minyak roda gigi, minyak kompresor, dan sebagai minyak mesin hidraulik yang tahan terbakar dan ramah lingkungan. Ester yang saat ini banyak digunakan sebagai pelumas dapat digolongkan menjadi 3 (tiga) kelompok : ester dari petrokimia, minyak atau lemak alami, dan ester dari oleokimia. Jenis ester dari oleokimia merupakan ester yang paling baik dari ketiga kelompok ester, biasanya merupakan suatu produk hasil reaksi dari alkohol petrokimia dengan satu atau lebih
96 oleokimia yang diturunkan dari asam lemak. Formula oleokimia ini memberikan kombinasi yang baik antara sangat terbarukan dan kinerja teknis tinggi, sehingga dalam penggunaannya dapat menguntungkan bagi lingkungan, komunitas pertanian dan konsumen. Sifat terbarukan ester oleokimia ini sebesar 70% - 95% (Eastwood 2005). Banyak minyak nabati yang digunakan di dalam aplikasi pelumas, misalnya sebagai aditif minyak sintetis, minyak mesin transmisi, minyak motor 2 tak, minyak hidraulik, dan gemuk. Konsumsi minyak nabati Amerika Serikat untuk pelumas adalah sebesar 8 juta kilogram pertahun. Konsumsi ini merupakan 9% dari total penggunaan minyak nabati untuk industri (USDA-ERS dalam Johnson 1990). Pasar ini mengkonsumsi 9.66 milyar liter minyak mineral dimurnikan pertahun untuk kebutuhan pelumas. Kira-kira 3.9 milyar liter digunakan untuk minyak motor 4 tak (Johnson 1990). Total kebutuhan pelumas di Jerman kira-kira 1 juta ton per tahun (1998), segmen pasar terbesar adalah minyak mesin dan minyak roda gigi otomotif yaitu sebesar 450 000 ton per tahun, dan selanjutnya kebutuhan yang lain adalah untuk mesin hidraulik dan mesin industri. Pemakaian pelumas industri di Indonesia adalah 226 240 705 (ribu liter) pada tahun 2003, komsumsi untuk industri kendaraan bermotor sebesar 1.18% dari total kebutuhan dan industri alat angkutan selain kendaraan bermotor roda empat atau lebih sebesar 1.39% dari total kebutuhan (BPS). Berdasarkan beberapa pertimbangan di atas maka dibuat pelumas dasar yang mendekati sifat POE untuk aplikasi pada kendaraan bermotor. Adapun pertimbangan pemilihan produk ini adalah adanya data jumlah kebutuhan dalam negeri dan dunia, sifat ketahanan termal-oksidasi, terbarukan, dan sifat fisik-kimianya.
Pemilihan Proses Tahapan sintesis proses yang dikemukakan meliputi : pemilihan jalur reaksi atau proses, alokasi bahan atau pereaksi, pertimbangan teknik pemisahan atau proses hilir, pemilihan operasi pemisahan, pemaduan atau integrasi rancangan 1 sampai 4. Metoda yang dapat digunakan dalam sintesis proses ini adalah metoda kualitatif dengan menggunakan aturan heuristik (berdasarkan pada pengalaman dan kaidah umum). Sintesis proses ini meliputi metoda perubahan kimia maupun fisik.
97 Aturan Heuristik. Pemilihan proses dan alat proses dilakukan secara heuristik. Aturan heuristik adalah teori dan penyelesaian yang dapat dipercaya tetapi tidak sempurna, merupakan rule of thumb, bersifat spekulasi, sebagai pendekatan dalam mengambil keputusan. Aturan heuristik untuk mensintesis proses dikelompokkan menjadi 5 (lima), yaitu aturan heuristik untuk persiapan dan modifikasi, menentukan struktur sistem, memilih sistem dan parameternya, memodifikasi sistem dan evaluasi sistem (Hartmann & Kaplick 1990). Heuristik untuk sintesis proses (Seider & Seader 1999) meliputi pemilihan:
reaksi
kimia
untuk
mengeliminasi
perbedaan
jenis-jenis
molekul,
pencampuran dan daur ulang untuk mendistribusikan bahan kimia, pemisahan untuk mengeliminasi perbedaan komposisi, suhu, tekanan dan perubahan fase, integrasi proses untuk mengkombinasikan tugas – tugas satuan proses. Aturan heuristik untuk sintesis sistem proses adalah mengurangi kuantitas aliran proses agar buangan tidak banyak, kurangi bahan tambahan, mengurangi kuantitas bahan kimia, kurangi pencampuran, usahakan adanya integrasi proses, pilih kondisi operasi yang memungkinkan.
Heuristik untuk Sintesis Proses Modifikasi Minyak Jarak Pagar. Beberapa proses untuk meningkatkan stabilitas minyak nabati yang akan digunakan sebagai pelumas dasar 1 melakukan modifikasi minyak menjadi epoksi minyak dan menjadi alkohol polihidrat dengan katalis asam (Hwang 2003) 2 transesterifikasi trimetilolpropan dan metil ester (Adhvaryu 2002) 3 epoksidasi minyak nabati, reaksi pembukaan cincin, dan dilanjutkan dengan asetilasi produk pembukaan cincin oksiran (Hwang & Erhan 2005) 4 minyak nabati dengan bilangan hidroksil tinggi dan bilangan iod rendah didehidrasi partial untuk meningkatkan jumlah ikatan rangkap C sehingga bersifat sebagai minyak non pengering dan berfungsi sebagai minyak pelumas (Widianingsih 2003) 5 modifikasi minyak nabati dengan beberapa tahapan proses: reaksi transesterifikasi menghasilkan metil ester, epoksidasi , dan reaksi pembukaan cincin ((Karina 2005)
Heuristik: Bahan Baku, Reaksi Kimia, Pemisahan produk dan Katalis Ada beberapa alternatif untuk memodifikasi minyak jarak pagar menjadi produk yang lebih stabil sebagai pelumas dasar. Informasi yang dibutuhkan adalah: studi
98 pustaka, data sifat fisik dan kimia. Alur proses yang dipilih adalah alur yang membutuhkan biaya serendah mungkin, mudah dioperasikan, proses singkat, dan mencegah atau mengurangi penggunaan bahan bersifat racun atau berbahaya. Beberapa jalur reaksi yang penting adalah: 1
epoksidasi - pembukaan cincin oksiran (alkoholisis), menggunakan butanol, iso-amil alkohol, 2-etil heksanol-esterifikasi (asam asetat anhidrat), katalis: resin penukar ion (Lathi & Mattiasson 2006).
2
epoksidasi - pembukaan cincin oksiran (Guerbet alcohol)-transesterifikasi / asetilasi (asetat anhidrat, piridin), katalis: asam sulfat (Hwang & Erhan 2006).
3 esterifikasi / metanolisis –epoksidasi – hidrolisis, katalis: asam sulfat Mulyana, 2003). 4 esterifikasi - transesterifikasi (trimetilolpropan), katalis: sodium metoksida (Yunus & Razi 2003). Perbandingan pereaksi dan katalis untuk proses-proses di atas disajikan pada Tabel 16. Tabel 16 Pereaksi yang digunakan dalam proses modifikasi minyak jarak pagar Alur
Tahapan Proses
Bahan Kimia
Harga Rp
Berat
Formula Kimia
Molekul 1
Epoksidasi
Asam Asetat,
25 000
60
Peroksida,
12 000
34
H2SO4
87 000
98
Alkoholisis
Butanol
80 000
74.12
C2H5CH2CH2OH
Esterifikasi
AsetatAnhidrat
900 000
102.09
(CH2CO)2O
3 000
703.56
(Al4)(Si8)O20(OH)3
Katalis Bentonit 2
3
Epoksidasi
Asam Asetat,
25 000
60
Peroksida
12 000
34
H2SO4
87 000
98
Alkoholisis
Alkohol Guerbet
Transesterifikasi/aseti
Asetat anhidrat,
lasi
Piridin
C-12, C-14, C-18 900 000
102.09
(CH2CO)2O
1 600 000
79.10
CH<(CHCH)2>N
Katalis H2SO4
87 000
98.08
H2SO4
Esterifikasi
Metanol
5 000
32.04
CH3OH
Epoksidasi
Asam Asetat, Peroksida,
25 000,
60, 34
H2SO4
12 000,
98
87 000
99
Tabel 16 (lanjutan) Alur
4
Tahapan Proses
Bahan Kimia
Hidrolisis
Aquades
Harga Rp
5 000
Berat Molekul
Formula Kimia
18
H 2O
Katalis Asam Sulfat
87 000
98.08
H2SO4
Esterifikasi
Metanol
18 000
32.04
CH3OH
Transesterifikasi
Trimetilol Propan
US
134
0.15
/lb
Uraian masing-masing proses adalah sebagai berikut : 1
epoksidasi - pembukaan cincin oksiran (alkoholisis) katalis padat – esterifikasi katalis padat. Reaksi kimia setiap tahapan proses pada jalur proses ini dapat dilihat pada Gambar 39 di bawah ini.
100
Gambar 39 Modifikasi minyak jarak pagar dengan jalur: epoksidasi (1), pembukaan cincin oksiran (hidroksilasi) (2), esterifikasi (3) (Lathi & Mattiasson 2006).
Proses produksi pelumas dasar dari epoksi minyak nabati akan menghasilkan minyak yang bersifat terdegradasi dengan titik tuang terendah dilakukan dengan katalis padat. Pada proses ini, terjadi 2 tahap reaksi yaitu alkoholisis dilanjutkan dengan esterifikasi terhadap gugus hidroksil hasil reaksi tahap satu. Reaksi pembukaan cincin dilakukan dengan menggunakan beberapa alkohol, seperti metanol dan n-butanol. Penggunaan
101 katalis asam padat seperti bentonit menguntungkan karena dapat diambil kembali, didaur ulang, dan dapat digunakan kembali. Sisa alkohol dapat dipisahkan untuk digunakan kembali. Pada tahap esterifikasi digunakan asam asetat anhidrat dengan katalis bentonit agar kandungan air rendah, reaksi cepat karena asam asetat anhidrat sangat reaktif. Pemilihan katalis padat dilakukan untuk memudahkan proses pemisahan. Pengambilan kembali dan integrasi proses mengakibatkan buangan dapat dikurangi, bahan tambahan dan kuantitas bahan kimia dapat dikurangi. 2
epoksidasi - pembukaan cincin oksiran (Alkohol Guerbet) transesterifikasi / asetilasi (asetat anhidrat, piridin), katalis: asam sulfat. Modifikasi minyak nabati ini mengikuti modifikasi minyak kedelai dengan jalur epoksidasi-pembukaan cincin oksiran (Alkohol Guerbet) – transesterifikasi / asetilasi yang dilakukan oleh Hwang &Erhan (2006). Perubahan struktur kimia dapat dilihat pada Gambar 40.
102 (CH2)
CH3(CH2)4
O
O
O
O (CH2)
CH3(CH2)7
O
O
O (CH2)
CH3(CH2)4
O
O
O
O
Reaksi Pembukaan Cincin Oksiran ROH, kat H2SO4
(CH2)
CH3(CH2)4 RO
O
HO
O
OR
O (CH2)
CH3(CH2)7
RO
O
OH
O (CH2)
CH3(CH2)4 OH HO
R
O
OR
O
Reaksi Transesterifikasi
(CH2)
CH3(CH2)4 RO
O H HO
O
OR
O
+ (CH2)
CH3(CH2)7
RO
OH
OR
O
O
+
(CH2)7
CH3(CH2)4 RO
O H HO
OR
OR
O
OR
O
Gambar 40 Modifikasi minyak jarak pagar dengan jalur epoksidasi-pembukaan cincin oksiran (Hwang & Erhan 2006).
103 Jalur proses ini hampir sama dengan jalur proses 1, perbedaannya terdapat pada jenis alkohol dan katalis yang digunakan. Sedangkan pada tahapan transesterifikasi selain digunakan asetat anhidrat juga digunakan piridin. Pada pembukaan cincin oksiran digunakan Guerbet Alcohol terdiri dari C12-, C14-, C16-, dan C18-, harga lebih mahal dari alkohol dengan rantai C lebih pendek, waktu reaksi lebih panjang, suhu proses lebih tinggi dibandingkan reaksi dengan rantai C yang lebih pendek. Penggunaan katalis cair akan memberikan kemungkinan terjadinya korosi yang lebih besar dan pemisahannya lebih sulit dibandingkan dengan katalis padat.
3
metanolisis – epoksidasi – hidrolisis - esterifikasi, katalis : asam sulfat (Mulyana, 2003)
O ll R – C = C – C – OH + CH3OH Asam oleat
Metanol
O ll R – C = C – C – O – CH3 + H2O Metil ester
Gambar 41 Reaksi esterifikasi terhadap asam oleat. O ll R – C = C – C – O – CH3 + O2
O O ll R – C - C – C – O – CH3
Metil ester
Epoksi metil ester
Perasetat
Gambar 42 Reaksi epoksidasi terhadap metil ester O O ll R – C - C – C – O – CH3 + H2O
O O O l l ll R – C - C – C – O – CH3
Epoksi metil ester
Poliol metil ester
Gambar 43 Reaksi Hidrolisis terhadap epoksi metil ester
104
O O O l l ll R – C - C – C – O – CH3 Poliol metil ester
O ll R – C - C – C – O – CH3 l l O O l l O = C C=O l l C C l l R R
Gambar 44 Reaksi esterifikasi / asetilasi. Pada jalur ini harus disiapkan bahan baku minyak nabati yang sudah dalam bentuk asam lemak, yaitu asam oleat sehingga membutuhkan pengolahan dari trigliserida menjadi asam lemaknya, jalur proses lebih panjang. Katalis yang digunakan adalah cair H2SO4 pekat, korosifitas tinggi dan proses pemisahannya sulit. 4
esterifikasi - transesterifikasi (trimetilolpropan), katalis: sodium metoksida (Yunus & Razi 2003). O CH2OH
CH2- O –C-R O
CH3CH2 C-CH2OH + 3RCOOCH3
CH3CH2C-CH2-O-C-R
+ 3CH3OH
O CH2OH TMP
CH2- O –C-R ME
Triester
Metanol
Gambar 45 Reaksi transesterifikasi metil ester minyak nabati menggunakan TMP.
105 Penggunaan minyak nabati untuk dibuat menjadi metil ester menghasilkan biodegradabilitas tinggi dan terbarukan, tetapi penggunaan pereaksi TMP yang berasal dari petroleum menjadi tidak lebih baik dibandingkan dengan pereaksi yang lain. Kondisi operasi adalah pada 130º C dan tekanan 20 mbar (vakum), merupakan kondisi operasi yang lebih sulit dibandingkan dengan kondisi atmosferis.
Pertimbangan pemilihan proses :
1. Bahan baku Sebagai salah satu pertimbangan dalam pemilihan proses adalah jenis bahan baku, pada proses 1 digunakan pereaksi metanol sehingga suhu proses tidak perlu terlalu tinggi dan digunakan pereaksi anhidrat untuk tahap asetilasi, diharapkan kadar air pada produk menjadi rendah. Pada proses 2 disamping menggunakan asam asetat anhidrat masih digunakan piridin sehingga biaya menjadi lebih tinggi. Pada proses 4 penggunaan pereaksi TMP yang berasal dari petroleum tidak lebih baik dibandingkan dengan menggunakan minyak nabati.
2. Katalis Pada proses 1 digunakan katalis padat. Resin kation penukar ion seperti Dowex, Duolit, dan Lewatit digunakan sebagai katalis dalam pembukaan cincin oksiran pada epoksi minyak. Katalis organik ini mempunyai efisiensi yang lebih rendah dibandingkan dengan asam sulfat. Hal ini mungkin disebabkan karena gel berpori mikro, ion-ion terlarut mendifusi melalui partikel berinteraksi dengan bagian aktif yang berfungsi menukar ion sehingga mengakibatkan rendahnya difusi dan efisiensi akan turun. Penggunaan katalis homogen sangat umum dalam industri kimia dan pemurnian, teknologi ini sangat korosif, berbahaya, dan menimbulkan polusi. Penggunaan resin kation penukar ion karena variasi makroporousnya, sifat berubah-ubahnya katalis, dan kemampuannya dalam mempercepat beberapa reaksi, misalnya esterifikasi, eterifikasi, transalkilasi, hidrasi, dan alkilasi (Lathi & Mathison 2006). Dalam modifikasi minyak jarak pagar digunakan katalis padat yang sesuai untuk reaksi hidroksilasi dan asetilasi. Keuntungan penggunaan katalis padat adalah sifat
106 korosifitasnya rendah, kemampuan diambil kembali dan selektifitas tinggi. Poliol dapat dibuat dengan menggunakan katalis asam, seperti asam–asam mineral dan asam organik. Katalis cair dapat digantikan dengan katalis asam padat yang mempunyai kemampuan tukar ion, seperti lempung disamping beberapa katalis yang telah disebutkan di atas. Selanjutnya reaksi asetilasi poliol dengan menggunakan asam asetat anhidrat dapat dilakukan dengan menggunakan katalis resin kation. Katalis yang dipilih adalah bentonit karena mempunyai daya tukar kation yang besar dibandingkan tanah liat biasa dan mengandung sejumlah kecil pengotor mineral, bentonit ini potensial untuk digunakan sebagai katalis, disamping ketersediaannya di Indonesia cukup melimpah.
3. Waktu proses Proses 1 membutuhkan waktu proses singkat karena sifat anhidrat yang sangat reaktif, sedangkan untuk proses 3 harus disiapkan bahan baku minyak nabati yang sudah dalam bentuk asam lemak, yaitu asam oleat sehingga membutuhkan pengolahan dari trigliserida menjadi asam lemaknya, jalur proses lebih panjang, waktu proses menjadi lebih lama Berdasarkan pertimbangan-pertimbangan di atas, yaitu memilih jalur proses yang membutuhkan biaya serendah mungkin, mudah dioperasikan, proses singkat, dan mencegah atau mengurangi penggunaan bahan bersifat korosif, maka pada penelitian ini, dilakukan sintesis jalur proses 1, yaitu epoksidasi-hidroksilasi – asetilasi.
107 Proses Modifikasi Minyak Jarak Pagar
107 Proses Modifikasi Minyak Jarak Pagar
Proses Epoksidasi Penelitian Pendahuluan untuk menentukan kisaran kondisi operasi Epoksidasi. Pada penelitian pendahuluan dilakukan percobaan untuk menentukan kisaran kondisi operasi terbaik untuk produksi epoksi minyak jarak pagar, dengan menggunakan peubah respon adalah bilangan oksiran seperti terlihat pada Lampiran 7. Dengan menggunakan metoda regresi non linier didapatkan model hubungan antara bilangan oksiran (y) dengan peubah nisbah mol pereaksi (x1), konsentrasi katalis (x2), dan suhu (x3). Hasil analisis statistik menunjukkan bahwa nilai bilangan oksiran epoksi minyak jarak pagar dipengaruhi oleh konsentrasi katalis (% (w/w)) dan suhu proses (Lampiran 8). Hal ini diperkirakan bahwa semakin tinggi suhu (>60º C) dan konsentrasi katalis (>0.5%) akan semakin besar jumlah tumbukan antar molekul dan semakin banyak reaksi yang terjadi, sehingga akan membentuk epoksi, yang dinyatakan dengan bilangan oksiran. Grafik permukaan pengaruh ketiga peubah terhadap perolehan epoksi terlihat
pada Gambar 46, 47 dan 48.
2.0 1.8 1.6
Konsentrasi Katalis (%)
1.4 1.2 1.0 0.8 0.6 0.4 0.2 4 3 2 1
0.0 4.4
4.6
4.8
5.0
5.2
5.4
5.6
5.8
6.0
6.2
6.4
6.6
4 3 2 1
Nisbah Pereaksi (mol)
Gambar 46 Respon permukaan dan kontur bilangan oksiran epoksi sebagai fungsi dari nisbah mol pereaksi (x1) dan konsentrasi katalis (%) (x2).
108
90
85
80
0
Suhu ( C)
75
70
65
60
4.5 4 3.5 3 2.5 2
55
50 4.4
4.6
4.8
5.0
5.2
5.4
5.6
5.8
6.0
6.2
6.4
4.5 4 3.5 3 2.5 2
6.6
Nisbah Pereaksi (mol)
Gambar 47 Respon permukaan dan kontur bilangan oksiran epoksi sebagai fungsi dari nisbah mol pereaksi (x1) dan dan suhu (x3). 90
85
80
0
Suhu ( C)
75
70
65
60
5 4 3 2 1 0 -1
55
50 0.0
0.2
0.4
0.6
0.8
1.0
1.2
Konsentrasi Katalis (%)
1.4
1.6
1.8
2.0
5 4 3 2 1 0 -1
Gambar 48 Respon permukaan dan kontur bilangan oksiran epoksi sebagai fungsi dari konsentrasi katalis, % (x2) dan suhu (x3) Hasil analisis kanonik menunjukkan nilai bilangan oksiran optimum (maksimum) adalah 5.1% yang terjadi pada suhu reaksi 70° C, katalis asam sulfat pekat 1% w/w, dan nisbah mol pereaksi 1 : 5.9.
109 Perpindahan massa katalis H2SO4 dalam pereaksi H2O2. Tahapan penelitian ini bisa digunakan untuk menentukan waktu pencampuran. Data percobaan yang digunakan adalah perubahan pH karena pencampuran antara katalis H2SO4 dalam H2O2, seperti dapat dilihat pada Tabel 17 di bawah ini.
Tabel 17 Perpindahan massa katalis H2SO4 dalam H2O2 t (menit) 0 5 10 15 20 25 30 35
pH 0.1 0.5 0.7 0.8 1.5 1.7 1.8 1.9
(H) 1.26 3.16 5.01 6.31 31.62 50.12 63.10 79.43
(H)1-(H)0 0.00 1.90 3.75 5.05 30.36 48.86 61.84 78.17
Perhitungan [H+] dan dNA dapat dilihat pada Lampiran 9 (L9.1). Dari data percobaan diketahui dengan bertambahnya waktu, maka semakin besar pengurangan [H+] dari H2O2, karena terserap/teradsorb dalam H2SO4 pekat. Hasil analisis ragam pada Lampiran 9 (L9.2) mengenai pengaruh waktu pada pencampuran antara katalis H2SO4 dalam H2O2 adalah: uji F untuk waktu pencampuran Fhitung = 56.99 berarti H0 ditolak (peubah waktu pencampuran memberikan pengaruh yang berbeda nyata) dan p-value adalah 0.00028, artinya ada perbedaan cukup signifikan antar taraf pada faktor waktu pencampuran terhadap dNA dan koefisien determinasi (R2) 90.47 %. Model kinetika reaksi epoksidasi. Pada tahapan ini dilakukan penentuan persamaan laju reaksi epoksidasi (–ra) dan nilai–nilai tetapan laju reaksi (k), faktor frekuensi tumbukan (A), energi aktivasi (Ea), serta konversi reaksi (x). Data–data yang dibutuhkan adalah data perubahan bilangan oksiran, fungsi waktu dan suhu pada kondisi operasi terbaik. Data bilangan oksiran hasil epoksidasi dalam bentuk konversi disajikan pada Tabel 18, perhitungannya terdapat pada Lampiran 9 (L9.4.2).
110 Tabel 18 Data konversi (%) minyak jarak pagar menjadi epoksi Waktu, menit 65° C 0.278210 0.333626 0.444458 0.534933 0.537195 0.494219
15 20 30 45 60 90
Konversi 70° C 0.395828 0.455767 0.574516 0.609575 0.572254 0.566599
75° C 0.294043 0.372455 0.529278 0.505529 0.471600 0.358507
Pada data konversi pembentukan epoksi (Tabel 18) terlihat bahwa pembentukan epoksi sampai dengan waktu tertentu naik, selanjutnya turun. Hal ini disebabkan seiring dengan bertambahnya waktu reaksi, maka kesempatan molekul-molekul zat pereaksi untuk saling bertumbukan semakin luas, sehingga diperoleh konversi minyak nabati yang akan semakin besar. Selanjutnya mengalami penurunan bilangan oksiran, hal ini disebabkan karena epoksidasi merupakan reaksi bolak balik yang berpotensial untuk diikuti reaksi samping, sehingga epoksidasi sebaiknya dilakukan sesingkat mungkin (Kirk dan Othmer 1982).
Dari perhitungan pada Lampiran 9 (L9.3) diketahui bahwa persamaan laju reaksi epoksidasi adalah : ln ( C B 0 / (C B 0 − C E )
(− ln(1 − X E )) = k ' t
} = k 't
atau
…………………………………………..
i)
Dengan menggunakan perhitungan yang terdapat pada Lampiran 9 (L.9.4 dan L.9.5) didapatkan kurva hubungan -ln (1-XE) vs t seperti terdapat pada Gambar 49.
111
3
-ln(1/(1-XA))
2.5 2 1.5 1
75C 70C 65C
0.5 0 15
20
30
45
t, menit
Gambar 49 Hubungan –ln (1-XA) vs t Gambar 49 menunjukkan hubungan epoksidasi minyak jarak pagar secara in situ pada suhu yang berbeda-beda, dengan menggunakan data dari waktu reaksi 15 menit sampai dengan 45 menit. Dari persamaan (i) dan Gambar 49 terlihat kurva merupakan garis lurus. Tetapan laju reaksi diambil dari slope persamaan garis, nilainya adalah k’. Nilai tetapan laju reaksi epoksidasi dapat dilihat pada Tabel 19.
Tabel 19 Hasil perhitungan nilai k (tetapan laju reaksi) epoksidasi dengan menggunakan kurva lurus T,°C
k=ml/mol menit
k=l/mol detik
k.106 l/mol detik
65
0.00178
2.96667. 10-8
0.029666
70
0.00404
6.73333. 10
-8
0.067333
75
0.00484
8.06667. 10-8
0.080666
Nilai tetapan laju reaksi (k) mendekati nilai k hasil percobaan epoksidasi minyak kedelai, kelapa sawit, dan minyak mahua yaitu dengan perkalian 10
-6
(l/mol detik)
(Okieimen et al. 2002). Model kinetika reaksi epoksidasi berdasarkan perhitungan pada persamaan 8) Lampiran 9 (L9.3).
rCE =
dCE = k (CB 0 − CE ) dt
112 Perbandingan mol ikatan rangkap : H2O2 = 1 : 2.4 Keterangan : CE, CB0
: konsentrasi epoksi, konsentrasi H2O2
k
: tetapan laju reaksi
Persamaan laju reaksi ini merupakan persamaan linier dengan nilai tetapan laju reaksi didapatkan dari slope garis tersebut. Nilai k dapat didefinisikan sebagai tetapan Arrheinus, yaitu :
k = Ae − E / RT Jika diubah dalam bentuk ln, menjadi ln k = ln A − E / RT
Dari perhitungan dengan menggunakan data yang diperoleh di dapatkan nilai E dan nilai A sebagai berikut : E
= 23.449835
kkal / mol
A
= 2.5958 x 1012 ml/mol menit = 4.32 x 107 l/mol detik
Energi aktivasi adalah energi yang dibutuhkan atau dilepaskan untuk terjadinya reaksi pembentukan produk, adapun energi aktivasi epoksidasi minyak jarak pagar adalah sebesar 23.449835 kkal/mol. Hasil ini bisa dibandingkan dengan nilai energi aktivasi lain pada percobaan dengan minyak nabati yang berbeda, yaitu sebesar 15.1 and 18.3 kkal / mol (Goud et al. 2006). Nilai A merupakan faktor frekuensi tumbukan, yaitu frekuensi terjadinya tumbukan antar molekul, hal ini sangat dipengaruhi oleh kondisi operasi, jumlah molekul, dan jumlah katalis. Dari perhitungan di atas persamaan tetapan laju reaksi dan laju reaksi epoksidasi minyak jarak pagar adalah :
k = 4 .32 .10 7 e ( − 23 .45 / RT ) l / mol det ik rE = 4.32.107 e( −23.45 / RT ) (CB 0 − CE ) Harga Entalpi reaksi (ΔHR) dapat ditentukan dengan menggunakan persamaan (Levenspiel 1972). ΔH = E − (1 − Δn) RT
113 Hasil perhitungan adalah :
ΔH =
23.449835 kkal / mol
Perhitungan waktu curah ideal pada proses epoksidasi minyak jarak pagar.
Neraca Massa dalam reaktor curah isotermal (endotermis/ eksotermis) digunakan untuk menentukan waktu curah ideal Laju masukan –Laju keluaran – Laju reaksi = Laju akumulasi 0
-
0
-
V. rE
= d ( CE) dt
Volume (V) tetap, sehingga
Vr
dCE = (−rE )Vr dt
Waktu yang dibutuhkan untuk mencapai konsentrasi epoksi sebesar CE pada kondisi isotermal adalah : t=
dCE Ce 0 ( − r ) E
∫
CE
Perhitungan dapat dilihat pada persamaan 12) Lampiran 9 (L9.3) .
( k ')ln ( C
t= 1
B0
/ (C B 0 − C E )
}
Sebagai pengujian terhadap model persamaan t curah ideal reaktor epoksidasi, maka dihitung harga t pada kondisi isotermal 70° C. Contoh perhitungan pada waktu 45 menit, CB0 = 0.186 mol; CE = 0.03099 mol; k = 0.00404 ml/ mol menit. Dengan menggunakan persamaan 12), dibutuhkan waktu = 45.330 menit.
114 Proses Hidroksilasi Pemilihan jenis dan jumlah katalis padat. Percobaan pengaruh katalis pada
penurunan bilangan oksiran reaksi hidroksilasi epoksi jarak pagar dengan metanol, dilakukan untuk mengetahui jenis katalis padat dan % berat katalis yang akan digunakan di dalam proses. Pengaruh jenis katalis terhadap bilangan oksiran dapat dilihat pada Tabel 20. Tabel 20 Pengaruh penambahan katalis terhadap penurunan bilangan oksiran, waktu reaksi 2 jam, suhu 50° C, perbandingan pereaksi 1: 1 v/v, oksiran awal = 4.7%. Katalis H2SO4 1% H2SO4 1.5% H2SO4 2% Zeolit 1 % Zeolit 1.5 % Zeolit 2 % Bentonit 1 % Bentonit 1.5 % Bentonit 2 % Bentonit 3 %
Oksiran setelah 2 jam 2.85 2.25 2.36 3.82 2.8 2.105 1.25 0.8 1.38 2.85
Pada penelitian ini digunakan katalis heterogen (asam padat) antara lain adalah zeolit dan bentonit pada level 1%, 1.5%, 2%, dan sebagai kontrol adalah katalis asam sulfat (H2SO4) pada taraf 1%, 1.5%, 2%. Hasil sidik ragam pada Lampiran 11 (L11.1) mengenai pengaruh jenis katalis heterogen dan konsentrasi katalis heterogen pada proses epoksidasi minyak jarak adalah [1] uji F untuk jenis katalis Fhitung = 422.57 (Ftabel = 4.256) berarti H0 ditolak (peubah jenis katalis memberikan pengaruh yang berbeda nyata) dan p-value adalah 0.000, artinya ada perbedaan cukup signifikan antar level pada faktor jenis katalis terhadap bilangan oksiran. [2] F untuk konsentrasi katalis adalah 78.52 dan p-value adalah 0.000, artinya ada perbedaan cukup signifikan antar level pada faktor konsentrasi katalis terhadap bilangan oksiran. [3] F untuk interaksi pada jenis katalis dan konsentrasi katalis adalah 38.19 dan p-value adalah 0.000, artinya ada perbedaan cukup signifikan antar interaksi pada faktor jenis dan konsentrasi katalis, sedangkan koefisien determinasi (R2) sebesar 99.23%. Pengaruh jenis katalis heterogen pada proses
115 hidroksilasi epoksi minyak jarak pagar terhadap epoksi yang dihasilkan dapat dilihat pada Gambar 50. 4.5 4 Bilangan Oksiran
3.5 3 2.5 2 1.5 1 0.5 0 H2SO4
H2SO4
H2SO4
1%
1.5%
2%
Zeolit 1% Zeolit 1.5 Zeolit 2 % Bent onit Bent onit Bent onit %
1%
1.5 %
2%
Katalis dan % berat
Gambar 50 Pengaruh katalis terhadap penurunan bilangan oksiran proses hidroksilasi.
Beberapa katalis padat jenis asam bisa digunakan dalam proses pembukaan cincin oksiran, antara lain yaitu katalis, cair (H2SO4), katalis padat zeolit dan bentonit Lampiran 11 (L11.1). Pada perbandingan pereaksi, suhu, dan waktu proses yang sama
(Tabel 20 dan Gambar 50), penurunan bilangan oksiran karena terbukanya cincin oksiran pada reaksi hidroksilasi dengan katalis bentonit lebih rendah dibandingkan dengan katalis zeolit. Bentonit alam mempunyai rasio Si/Al = 2.2, lebih rendah dibandingkan dengan rasio Si/Al zeolit = 3.5 -5, disamping itu bentonit juga mengandung oksida besi yang cukup beragam (besi II dan besi III), seharusnya kemampuan tukar ion zeolit lebih besar tetapi dari penelitian pendahuluan pemilihan katalis, didapatkan data penurunan bilangan oksiran yang lebih rendah, hal ini kemungkinan karena kedua katalis ini tidak mengalami perlakuan pendahuluan (aktivasi) sebelum digunakan. Pada reaksi alkilasi sebaiknya digunakan katalis dengan minimum keasaman < -6.63, tanah liat atau bentonit memiliki keasaman sebesar -5.6 – (-8.2) sedangkan zeolit < (-8.2) (Satterfield 1991). Selanjutnya pada penelitian ini digunakan katalis bentonit. Pengaruh penambahan katalis bentonit pada penurunan bilangan oksiran proses hidroksilasi dapat dilihat pada gambar di bawah ini :
bilangan oksiran (% O)
116 3.5 3 2.5 2 1.5 1 0.5 0 1
1.5
2
3
prosentase bobot bentonit
Gambar 51 Pengaruh bentonit pada penurunan bilangan oksiran proses hidroksilasi
Pengaruh prosentase bobot penambahan katalis bentonit pada proses hidroksilasi mengikuti persamaan : y = -0.381428 + 1.087428 x Uji signifikansi model dihasilkan R2 sebesar 0.77, perhitungan dapat dilihat pada Lampiran 11 (L11.2). Penambahan katalis berfungsi mempercepat reaksi. Meskipun
jalur proses reaksi katalitis lebih kompleks dibandingkan dengan nonkatalitis tetapi energi aktivasi yang dicapai lebih rendah. Mekanisme reaksi katalitis heterogen terdiri dari 2 tahap yaitu perpindahan massa (reaksi adsorbsi pereaksi dan/atau reaksi desorbsi produk dari permukaan katalis) dan reaksi kimia. Jumlah katalis yang ditambahkan akan mempengaruhi reaksi adsorbsi maupun desorbsi. Reaksi adsorbsi dan desorbsi juga tergantung pada pori katalis. Pada penambahan katalis 1% (w/w) penurunan bilangan oksiran pada reaksi hidroksilasi lebih rendah dibandingkan dengan penambahan katalis 1.5% (w/w) dan pada penambahan katalis 2-3% (w/w) penurunan bilangan oksiran juga di bawah 1.5% (w/w) katalis. Penambahan katalis 1% (w/w) masih kurang untuk mengadsorbsi pereaksi sehingga dapat mempercepat reaksi. Sedangkan pada penambahan katalis sebesar 2-3% (w/w) reaksi adsorbsi sudah mengalami kejenuhan, sehingga tidak akan berpengaruh terhadap kecepatan reaksi, dan penambahan katalis dalam jumlah tersebut akan menurunkan kemampuan tumbukan antar molekul. Sehingga untuk proses hidroksilasi ini digunakan jumlah katalis sebesar 1.5% (w/w). Pada reaksi katalitis, peningkatan kecepatan reaksi terjadi karena turunnya energi aktivasi. Mekanisme reaksi katalitis lebih kompleks dibandingkan dengan reaksi nonkatalitis (Froment 1990). Pada
117 reaksi katalitis terbentuk senyawa kompleks pereaksi dengan katalis. Jumlah mol katalis yang dibutuhkan stoikiometris terhadap jumlah pereaksi.
Penelitian Pendahuluan penentuan kisaran kondisi operasi hidroksilasi. Pada
penelitian pendahuluan dilakukan percobaan untuk menentukan kisaran kondisi operasi terbaik untuk proses hidroksilasi epoksi minyak jarak pagar, dengan menggunakan respon bilangan oksiran seperti terlihat pada Lampiran 12. Dengan menggunakan metoda regresi non linier didapatkan model hubungan antara bilangan oksiran (y) dengan peubah-peubah suhu (x1), konsentrasi katalis (x2), dan nisbah mol pereaksi (x3). Hasil analisis statistik menunjukkan bahwa nilai bilangan oksiran epoksi minyak jarak pagar dipengaruhi oleh nisbah mol pereaksi dan suhu proses (Lampiran 13). Hal ini diperkirakan bahwa semakin tinggi suhu (60º C), nisbah mol pereaksi (1:13), dan konsentrasi katalis (1.5%) akan semakin besar jumlah tumbukan antar molekul dan semakin banyak reaksi yang terjadi, sehingga akan membentuk poliol, dinyatakan dengan penurunan bilangan oksiran. Grafik permukaan pengaruh peubah terhadap perolehan epoksi terlihat pada Gambar 52, 53, dan 54.
2.6 2.4 2.2
Konsentrasi Katalis (%)
2.0 1.8 1.6 1.4 1.2 1.0 0.8 0.6
10 8 6 4 2
0.4 40
45
50
55
60 Suhu (0C)
65
70
75
80
10 8 6 4 2
Gambar 52 Respon permukaan dan kontur bilangan oksiran poliol sebagai fungsi dari suhu (x1) dan konsentrasi katalis (x2) pada penurunan bilangan oksiran proses hidroksilasi.
118
14
13
Nisbah Pereaksi (mol)
12
11
10
9
8
8 6 4 2
7 40
45
50
55
60
65
70
75
8 6 4 2
80
Suhu (0C)
Gambar 53 Respon permukaan dan kontur bilangan oksiran poliol sebagai fungsi dari suhu (x1) dan nisbah mol pereaksi (x3) pada penurunan bilangan oksiran proses hidroksilasi.
14
13
Nisbah Pereaksi (mol)
12
11
10
9
8 8 7 6 5 4 3 2
7 0.4
0.6
0.8
1.0
1.2
1.4
1.6
1.8
Konsentrasi Katalis (%)
2.0
2.2
2.4
2.6
8 7 6 5 4 3 2
Gambar 54 Respon permukaan dan kontur bilangan oksiran poliol sebagai fungsi dari konsentrasi katalis (x2) dan nisbah mol pereaksi (x3) pada penurunan bilangan oksiran proses hidroksilasi.
Hasil analisis kanonik menunjukkan nilai bilangan oksiran optimum (minimum) adalah 0.77% yang terjadi pada suhu reaksi 60° C, katalis bentonit 1.5%(w/w), dan nisbah pereaksi 1 : 13 (mol). Pada tahapan proses berikutnya digunakan kondisi operasi di atas.
119 Perpindahan massa pereaksi metanol dalam katalis bentonit. Perpindahan
massa/pelarutan katalis bentonit dalam metanol untuk ukuran butir bentonit 80 mesh dengan volume metanol 12.5 ml dan bentonit 0.8 gram, disajikan pada Gambar 55,
dNA
sedangkan perhitungan [H+] dapat dilihat pada Lampiran 14 ( L14.1.) 0.000004 0.000003 0.000002 0.000001 0 -0.000001 -0.000002 -0.000003 -0.000004
10
15
25
30
t, m e nit
Gambar 55 Perpindahan massa katalis bentonit
Dari data percobaan diketahui dengan bertambahnya waktu semakin besar pengurangan [H+] dari metanol, karena terserap/teradsorb dalam bentonit. Data hasil penelitian pada tahap ini dapat digunakan untuk menentukan waktu pencampuran. Hasil analisis ragam pada Lampiran 14 (L14.1) mengenai pengaruh waktu pada pencampuran antara katalis bentonit dalam metanol adalah: uji F untuk waktu pencampuran Fhitung = 22.78 berarti H0 ditolak (peubah waktu pencampuran memberikan pengaruh yang berbeda nyata) dan p-value adalah 0.00578, artinya ada perbedaan signifikan antar taraf pada faktor waktu pencampuran terhadap dNA dan koefisien determinasi (R2) 91.9%. Model kinetika reaksi hidroksilasi. Pada tahapan ini dilakukan penentuan
persamaan laju reaksi hidroksilasi dan nilai–nilai tetapan laju reaksi (k), faktor frekuensi tumbukan (A), energi aktivasi (Ea), serta konversi reaksi (x). Data yang dibutuhkan adalah data penurunan bilangan oksiran dengan fungsi waktu dan suhu pada kondisi operasi terbaik.
120 Tabel 21 Data penurunan bilangan oksiran pada proses hidroksilasi. Bahan epoksi dari minyak jarak pagar:
BA =11, oksiran =5.043. Perbandingan mol epoksi :
metanol =1 : 13 Waktu 50° C (menit) Oksiran awal 4.7 Hidroksil awal 6.68 OH
Waktu (menit)
60° C Oksiran awal 5.043 Hidroksil awal 6.68 OH
Oksiran
Waktu (menit)
Oksiran
70° C Oksiran awal 5.043 Hidroksil awal 6.68 OH
Oksiran
30 88.855
4.2
30 104.7098 4.2
30
74.57
3.19
60 120.8
2.17
60 127.2269 4
60
135.251
2.0
90 88.855
1.99
90 165.770
0.8296
90
94.89
2.5
2.78
120
117.137
1.78
120 187
1.25
120
180 219.37
0.05
150 159.747
1.99
150
112.982
0.14
180 165
0.82
180
135.313
1.27
210 133.155
0.1056
210
137.24
0.9
22.162
Data bilangan oksiran dan bilangan hidroksil hasil hidroksilasi diubah menjadi data konversi, seperti pada Tabel 22 dan perhitungan terdapat pada Lampiran 14 (L14.4).
Tabel 22 Data perubahan konversi oksiran pada suhu proses 50° C T, menit 30 60 90 120 180
X(Oksiran)
0.1063 0.5382 0.5765 0.7340 0.9893
121
0.07
Hidroksil-Oksiran
0.06 0.05 0.04 0.03 0.02
Hidroksil
0.01
Oksiran
0 30
60
90
120
180
w aktu, menit
Gambar 56 Perubahan konsentrasi hidroksil dan oksiran pada proses hidroksilasi 50° C.
Tabel 23 Data perubahan konversi oksiran pada suhu proses 60° C X(Oksiran)
t, menit 30 60 90 120 150 180 210
0.1671 0.2068 0.8354 0.4487 0.6053 0.8373 0.9790
0.06 0.05 0.04 0.03 0.02 Hidroksil Oksiran
0.01 0 30
60
90
120
Waktu, menit
Gambar 57 Perubahan konsentrasi hidroksil dan oksiran pada proses hidroksilasi 60° C
122 Tabel 24 Data perubahan konversi oksiran pada suhu proses 70° C t, menit
X(OKS)
Hidroksil.10-4-Oksiran
30 60 90 120 180 210
0.36744002 0.60341067 0.50426334 0.64703549 0.74816577 0.8215348
0.05 0.04 0.03 0.02
Hidroksil Oksiran
0.01 0 30
60
90
120
180
210
Waktu,m enit
Gambar 58 Perubahan konsentrasi hidroksil dan oksiran pada hidroksilasi 70° C
Gambar 56, 57, dan 58 merupakan gambar perubahan konsentrasi yang terjadi pada reaksi hidroksilasi epoksi minyak jarak. Ketiga gambar tersebut menunjukkan adanya kenaikan bilangan hidroksil dan penurunan nilai oksiran. Reaksi hidroksilasi ini merupakan sistem reaksi heterogen cair-cair yang terdiri dari 3 (tiga) fase, yaitu alkohol, larutan organik (epoksi), dan katalis padat. Pada reaksi ini terjadi perpindahan massa dan reaksi kimia, perpindahan massa terjadi antara alkohol dan katalis padat, perpindahan massa ke dalam epoksi, dan selanjutnya terjadi reaksi kimia. Reaksi pembukaan cincin oksiran merupakan reaksi ireversibel. Pada Tabel 22, 23, dan 24 terjadi kenaikan konversi, karena dengan bertambahnya waktu reaksi maka semakin besar waktu kontak antara pereaksi dan katalis sehingga perpindahan massa dan reaksi kimia semakin besar.
123 Dari perhitungan yang terdapat pada Lampiran 14 (L.14.4), maka didapatkan data tetapan laju reaksi hidroksilasi dengan menggunakan metanol sebagai berikut :
Tabel 25 Hasil perhitungan nilai k (tetapan laju reaksi) hidroksilasi dengan metanol menggunakan regresi linier tetapan laju reaksi
T° C
l/mol detik.107
ml/mol menit
l/mol detik
0.012408
2.068085.10-7
2.0680085
0.006877
1.146204.10
-7
1.1462044
4.331166.10
-7
4.3311660
50 60 70
0.025986
Model kinetika reaksi hidroksilasi berdasarkan perhitungan pada Lampiran 14 (L14.4.4, L14.4.5, dan L14.4.6)
(− rE ) = − dCE dt
= k '.C E
Keterangan : CE
: konsentrasi epoksi
k’
: tetapan laju reaksi k’ = k[CH3OH] Persamaan laju reaksi ini merupakan persamaan linier dengan nilai tetapan laju
reaksi sebagai intersep persamaan garis tersebut. Nilai k dapat didefinisikan sebagai tetapan Arrheinus, yaitu :
k = Ae− E / RT Jika diubah dalam bentuk ln, menjadi ln k = ln A − E / RT
Dari perhitungan dengan menggunakan data yang diperoleh didapatkan nilai E dan nilai A sebagai berikut : E
= 10.690981
kkal/ mol
A
= 5.63304 x 104 ml / mol menit = 0.938841 l/ mol detik
Nilai energi aktivasi (E) diperoleh dari hasil perhitungan k’ pada beberapa suhu. Besarnya E pada reaksi pembukaan cincin oksiran dengan menggunakan alkohol
124 (metanol) dan katalis bentonit mendekati besarnya E pada hasil penelitian pembukaan cincin oksiran epoksi minyak kedelai dengan menggunakan H2O2, yaitu sebesar 20.17 kkal/mol, pada pembukaan cincin oksiran dengan asam asetat sebesar 16.52 kkal /mol (Campanella & Baltanas 2006). Persamaan tetapan laju reaksi dan laju reaksi hidroksilasi terhadap epoksi minyak jarak pagar adalah :
k ' = 0.93884197 5 e ( −10.6909813
/ RT )
l/ mol detik
rE = 0.938841975 e( −10.6909813 / RT )CE Harga entalpi reaksi (ΔHR) dapat ditentukan dengan menggunakan persamaan (Levenspiel 1972) ΔH = E –RT Hasil perhitungan adalah : ΔH = 10.0193753 kkal / mol
Perhitungan waktu curah ideal pada proses hidroksilasi pembukaan cincin oksiran
dengan
metanol.
Neraca
massa
dalam
reaktor
curah
isotermal
(endotermis/eksotermis) digunakan untuk menentukan waktu curah ideal Laju masukan – Laju keluaran –Laju reaksi = Laju akumulasi 0
-
0
-
V. rE
= d (V. CE) dt
Volume (V) konstan, sehingga
Vr
dCE = (− rE )Vr dt
Waktu yang dibutuhkan untuk mencapai konsentrasi epoksi sebesar CE pada kondisi isothermal adalah :
125 t=
dCE Ce 0 ( − r ) E
∫
CE
Perhitungan dapat dilihat pada Lampiran 14 (L14.4.7). t=
1 ⎛ CE 0 ⎞ ⎟ ⎜ ln k ⎜⎝ CE ⎟⎠
Sebagai pengujian terhadap model persamaan t curah ideal reaktor hidroksilasi dengan pereaksi metanol, maka dihitung harga t pada kondisi isotermal 70° C. Untuk mendapatkan perubahan konsentrasi oksiran dari CE0 = 0.0579945 mol, CE = 0.02875 mol, konversi 50.43% , harga k = 4.33117.10-7 l/mol menit, dibutuhkan waktu 92.27998.menit, percobaan di laboratorium dilakukan pada t = 90 menit. Perhitungan t selengkapnya dengan menggunakan model persamaan matematis dapat dilihat pada Lampiran (L14.4.7)
Proses Asetilasi Penelitian Pendahuluan. Pada penelitian pendahuluan ini dapat diketahui
terjadinya perubahan bilangan hidroksil pada epoksi, poliol, dan asetilasi poliol, seperti terlihat pada Gambar 59 di bawah ini.
250
bil hidroksil
200 150 100 50 0 Epoksi
Poliol
Asetilasi Poliol
jenis pelumas dasar
Gambar 59 Perubahan bilangan hidroksil pada proses epoksidasi, hidroksilasi, dan asetilasi
126 Dari Gambar 59 terlihat perubahan bilangan hidroksil dari epoksi, poliol, dan asetilasi poliol. Pada epoksi minyak jarak pagar sudah terlihat adanya gugus hidroksil, hal ini terjadi karena sebagian sudah mengalami pembukaan cincin oksiran yang disebabkan karena bereaksi dengan sisa pereaksi atau dengan sisa air yang ada dalam epoksi minyak jarak pagar menjadi polihidroksi. Pada poliol terlihat peningkatan hidroksil yang sangat besar karena sebagian besar epoksi mengalami pembukaan cincin oksiran menjadi hidroksil. Pada asetilasi poliol terjadi penurunan bilangan hidroksil karena gugus OH mengalami reaksi asetilasi menjadi gugus –OR. Data– data dapat dilihat pada Lampiran 15 (L15.1).
Pada penelitian pendahuluan dilakukan analisis bilangan asam untuk mengetahui kisaran nisbah volume pereaksi (poliol : asam asetat anhidrat) proses asetilasi, hal ini dapat dilihat pada Gambar 60 dan data penelitian terdapat pada Lampiran 15 (L15.2). 30
bilangan asam
25 20 15 10 5 0 1
2
5
10
penambahan poliol pada asam asetat anhidrat (v/v)
Gambar 60 Penambahan volume poliol pada asam asetat anhidrat terhadap bilangan asam
Dengan semakin kecilnya jumlah asam asetat anhidrat yang ditambahkan, maka semakin rendah bilangan asam. Karena dengan semakin besarnya asam asetat anhidrat memperbesar sisa asam asetat anhidrat yang kemungkinan tidak bereaksi dan tidak ternetralkan. Besarnya rendemen ester poliol setelah netralisasi dapat dilihat pada Gambar 61 di bawah ini dan data selengkapnya dapat dilihat pada Lampiran 15 (L15.3). Suhu proses diambil dari data penelitian sebelumnya yang sudah ada yaitu pada 90° C dengan waktu 15 menit (Lathi & Mattiasson 2006).
127
rendemen
80 60 40 20 0 1
2
5
10
nisbah volume penambahan poliol persatuan volume asetat anhidrat
Gambar 61 Penambahan poliol terhadap rendemen asetilasi poliol.
Model kinetika reaksi asetilasi. Penentuan laju reaksi, tetapan laju reaksi (k),
faktor frekuensi tumbukan (A), energi aktivasi (Ea), x (konversi), orde reaksi (n) menggunakan perbandingan volume poliol : asam asetat anhidrat = 10 : 1, katalis bentonit 2% (volume), waktu total 40 menit (90° C dan 80° C). Poliol yang digunakan mempunyai bilangan hidroksil = 152.068, sampel diambil @ 4 ml dimasukkan ke dalam tabung reaksi, dinetralkan dengan larutan Na2CO3 (30% (w/w)). Tabel 26 Data perubahan bilangan hidroksil pada asetilasi poliol Waktu
Bilangan hidroksil,
Bilangan hidroksil,
(menit)
90° C
80° C
(awal = 152.07)
(awal = 152.07)
5
99.97
48.476
10
67.75
21,567
20
90.701
3.867
30
63.678
9.787
40
4.508
14.972
Data bilangan hidroksil hasil asetilasi poliol pada Tabel 26 diubah menjadi data konsentrasi untuk mengetahui perubahan konversi tiap satuan waktu pada suhu proses 90° C dan 80° C, perhitungan terdapat pada Lampiran 16 (L16.1).
bilangan hidroksil
128
8 6 4 2 0 5
10
20
30
40
w aktu, m enit
Gambar 62 Perubahan bilangan hidroksil pada asetilasi poliol 90° C. 4
bilangan hidroksil
3.5 3 2.5 2 1.5 1 0.5 0 5
10
20
30
40
w aktu, m enit
Gambar 63 Perubahan bilangan hidroksil pada asetilasi poliol 80° C.
Gambar 62 dan 63 menunjukkan terjadinya penurunan bilangan hidroksil, hal ini disebabkan karena dengan bertambahnya waktu proses semakin besar pembukaan cincin oksiran. Dari perhitungan yang terdapat pada L16.2 dan L16.3 dengan menggunakan data penurunan bilangan hidroksil, maka didapatkan tetapan laju reaksi asetilasi dengan menggunakan asam asetat anhidrat seperti terdapat pada Tabel 27 di bawah ini :
Tabel 27 Tetapan laju reaksi asetilasi dengan menggunakan asam asetat anhidrat T 80 90
1/T
k ml/mol menit 0.002832861 0.071786623 0.002754821 0.07588075
k l/mol detik 1.1964. 10-6 1.2647. 10-6
129 Model kinetika reaksi asetilasi berdasarkan perhitungan pada Lampiran 16 (L16.4, L16.5, dan L16.6)
- rP = -dCP/ dt = k’. CP Keterangan : CP
: konsentrasi Poliol
k’
: tetapan laju reaksi
Persamaan laju reaksi ini merupakan persamaan linier dengan nilai tetapan laju reaksi sebagai intersep garis tersebut. Nilai k dapat didefinisikan sebagai tetapan Arrheinus, yaitu : k = Ae − E / RT Jika diubah dalam bentuk ln, menjadi
Dari perhitungan dengan menggunakan data yang diperoleh di dapatkan nilai E/R dan nilai A sebagai berikut : R
= 1.987
E A
= 1412.203524 = 0.53757773
kal/ mol K kal / mol = 1.412203 kkal / mol l/ mol detik
Sehingga persamaan tetapan laju reaksi dan laju reaksi asetilasi terhadap poliol minyak jarak pagar adalah :
k ' = 0 .53757773 e ( −1.412203 / RT ) l/ mol detik rP = 0.53757773 e(1.412203 / RT )CP Harga Entalpi reaksi (ΔHR) dapat ditentukan dengan menggunakan persamaan (Levenspiel 1972) ΔH = Ea – (1 – Δ n) RT Hasil perhitungan adalah : ΔH = 690.9225243 kal / mol
130 Perhitungan waktu curah ideal pada proses asetilasi terhadap poliol
Neraca massa dalam reaktor curah isotermal (endotermis/ eksotermis) digunakan untuk menentukan waktu curah ideal Laju masukan – Laju keluaran – Laju reaksi = Laju akumulasi 0
-
0
-
V. rP
= d (V. CP) dt
Volume (V) konstan, sehingga Vr
dCP = (− rP )Vr dt
Waktu yang dibutuhkan untuk menurunkan konsentrasi hidroksil menjadi sebesar CP pada kondisi isotermal adalah :
t=
dCP CP 0 ( − r ) P
∫
CP
Perhitungan dapat dilihat pada Lampiran 16 (L16.7) t=
1 ⎛ CP 0 ⎞ ⎟ ⎜ ln k ⎜⎝ CP ⎟⎠
Sebagai pengujian terhadap model persamaan t curah ideal reaktor asetilasi, maka diambil contoh perhitungan pada percobaan 90° C waktu 40 menit, CP0=11.4848631mol; CP= 0.290366206 mol; k = 0.07588075 ml/mol menit. Dengan menggunakan persamaan 27), dibutuhkan waktu = 41.7389 menit. Perhitungan t selengkapnya dengan menggunakan model persamaan matematis dapat dilihat pada Lampiran 16 (L16.7)
131 Karakteristik minyak jarak pagar dan modifikasinya sebagai pelumas dasar Pengaruh modifikasi minyak jarak pagar terhadap sifat fisik dan kimia.
Pada penelitian ini dilakukan modifikasi terhadap minyak jarak pagar untuk digunakan sebagai pelumas dasar. Modifikasi ini menghasilkan epoksi, poliol, dan asetilasi poliol, masing-masing tahapan memberikan perubahan sifat fisik maupun kimia. Pada tabel di bawah ini terlihat perubahan sifat fisik dan kimia karena perubahan struktur kimia minyak jarak pagar. Perubahan sifat fisik misalnya terjadi perubahan densitas, titik tuang, titik nyala, viskositas, indeks viskositas. Perubahan sifat kimia: bilangan asam, (TBN), bilangan penyabunan, bilangan iod, kadar air, bilangan oksiran, dan bilangan hidroksil.
Tabel 28 Sifat Fisik dan kimia Minyak Jarak Pagar, Epoksi, Poliol, dan Asetilasi Poliol Sifat
Minyak
Epoksi
Poliol
Warna
Kuning Coklat
Putih keruh
Putih kekuningan
Asetilasi Poliol Coklat
Densitas (g/ml3) Titik nyala (ºC) Titik tuang (ºC) Viskositas 25ºC Viskositas 40ºC (CSt)
0.9157 270 0 9.22 cp 34.17
0.92 220 3 145.54
0.95 206 3 59.718 cp 456.91
1.0038 292 -6 73.846 cp 519.12
Viskositas 100ºC (CSt)
7.95
20.96
32.55
42.53
Viskositas Indeks Bilangan asam mg KOH/g
217 3.97
168 1.50
104 12
130 0.6 0.41 1.467 152.23
TBN mg KOH/g Indeks bias 25 ºC Bilangan penyabunan mg KOH/g Kadar air % Bilangan Iod g/ 100 g
1.4655 96.7
1.465 167.82
1.465
0.07 108
1.8 2.9
1.77
Oksiran (% / 100 g) Bilangan Hidroksil
0 0
4.7 6,88.
0.0158 234
Komposisi Kimia Asam Kaprilat Asam Laurat Asam Miristat Asam Palmitat Asam Stearat Asam Oleat Asam Linoleat Asam Linolenat
0.061 0.112 16.867 0.132 47.929 34.419 0.081
3.29 0.77 1.425 1.755 0.319 0.16 0.11
0.28 0.64 0.73 71.0
0.32
6.22
1.1
132 Perubahan sifat kimia terjadi karena adanya beberapa tahapan proses. Pada proses epoksidasi
mengakibatkan
terjadinya
perubahan
bilangan
iod,
karena
adanya
pengurangan ikatan rangkap membentuk ikatan siklik oksigen oksiran. Berkurangnya jumlah ikatan rangkap minyak jarak pagar pada tahap epoksidasi adalah dari 108 (g/100g) menjadi 2.9 (g/100g), pada tahap hidroksilasi terhadap epoksi, bilangan iod berkurang menjadi 1.77 (g/100g). Pengurangan ikatan rangkap minyak meningkatkan stabilitas oksidasi dan termal minyak sebagai pelumas dasar (Wu et al. 2000). Perubahan sifat kimia minyak jarak pagar karena proses epoksidasi, hidroksilasi, dan asetilasi berpengaruh terhadap beberapa sifat fisik minyak, yaitu viskositas, indeks viskositas, dan titik tuang. Pengujian viskositas 40° C dan titik tuang menggunakan metoda standard ASTM D-445 dan ASTM D-97. Pada penelitian minyak kedelai dinyatakan bahwa titik tuang hasil asetilasi poliol terendah dibandingkan dengan prosesproses sebelumnya atau sebelum diproses (Hwang & Erhan 2005, Adhvaryu et al. 2005). Proses epoksidasi dilakukan untuk mengurangi ikatan rangkap, hidroksilasi dilakukan untuk mengubah gugus oksiran dari epoksi yang bersifat tidak stabil, dan asetilasi digunakan untuk mengubah gugus OH pada minyak menjadi OR. Kelemahan utama dari minyak nabati adalah ketidakstabilan termal-oksidasi dan rendahnya sifat alir pada suhu rendah. Minyak nabati mempunyai kecenderungan membentuk struktur kristal makro pada suhu rendah melalui penumpukan pada bagian tulang belakang triasilgliserol. Beberapa kristal makro membatasi kemudahan aliran sistem karena hilangnya energi kinetik tiap-tiap molekul (Adhvaryu et al. 2005). Titik tuang minyak jarak pagar adalah 0° C, sedangkan titik tuang epoksi minyak jarak pagar adalah 3° C. Stabilitas termal dan oksidasi epoksi minyak jarak pagar tercapai karena hilangnya atau berkurangnya jumlah ketidakjenuhan, tetapi sifat alir pada suhu rendahnya kurang baik dibandingkan minyak jarak pagar, dengan demikian membatasi penggunaannya pada suhu rendah. Penggabungan ikatan dengan panjang tertentu pada atom karbon hasil pembukaan cincin epoksi menurunkan titik tuang. Titik tuang poliol terasetilasi adalah -6° C. Modifikasi dapat meningkatkan stabilitas minyak sebagai pelumas dasar pada suhu rendah, misalnya tidak mengendap, meningkatkan kemampuan mengalir, dan mencegah pembekuan. Viskositas merupakan ciri pelumas yang paling penting. Nilai viskositas harus tinggi, untuk memberikan lapisan pelumasan yang cukup ketika terjadi friksi. Viskositas
133 larutan makromolekul sangat tergantung pada ukuran (berat molekul) dan bentuk (ikatan pada cabang) (Haus et al. 2003). Perubahan viskositas pada minyak jarak pagar, epoksi, poliol dan asetilasi poliol terjadi karena perubahan berat molekul karena perubahan struktur kimia selama proses dan jumlah mol pereaksi . Pelumas dasar hasil modifikasi minyak jarak ini akan digunakan sebagai pelumas mesin (engine oil), sehingga diperlukan standar sebagai pembanding. Society of Automotive Engineers (SAE), American Society for Testing Materials (ASTM), dan American Petroleum Institute (API) menetapkan batasan, teknik pengujian dan deskripsi kegunaan untuk pelumas mesin. Tabel 29 membandingkan sifat pelumas dasar.
Tabel 29 Sifat Fisik Pelumas Mesin (Minyak Baru) dengan standar SAE Parameter
SAE
Asetilasi Poliol
20W-50
Asetilasi Poliol + SAE 20W50
(1 : 8)
Densitas @15°C, ASTM D-1298
0.8920
1.0038
0.8863
Viskositas 40 °C, CSt,
185.91
519.12
246.87
Viskositas 100° C, CSt
20.19
42.53
19.80
Indeks viskositas,
126
130
92
Titik tuang °C,
-27
-6
-18
Titik nyala °C,
240
292
204
TBNmg KOH/gr
10.69
0.41
5.41
Handbook of Lubrication Vol 1 pg 15 dan SNI untuk pelumas mesin
Tabel 29 menunjukkan bahwa dari hasil karakterisasi terhadap poliol terasetilasi sebagai pelumas dasar, terlihat bahwa poliol terasetilasi dapat digunakan sebagai pelumas dasar untuk mensubstitusi pelumas dasar mineral atau sintetis. Pada penggunaan pelumas dasar ini dapat dicampur dengan aditif atau pelumas komersial dengan perbandingan volum tertentu, pada pengujian digunakan pelumas SAE 20W-50. Hasil pencampuran dengan pelumas (+aditif) menunjukkan indeks viskositas turun, titik tuang menjadi lebih rendah, TBN naik dibandingkan poliol terasetilasi. Data ini menunjukkan bahwa dengan mencampur beberapa % volum minyak nabati yang dimodifikasi pada mineral oil, maka bisa digunakan sebagai pelumas dengan spesifikasi yang diinginkan.
134 Hasil pengujian gugus fungsi menggunakan FTIR dan pengujian struktur kimia menggunakan NMR Minyak. Minyak jarak pagar mempunyai bilangan iod sebesar 97-108, hal ini menunjukkan bahwa minyak nabati ini termasuk jenis minyak setengah mengering, minyak ini sesuai jika digunakan sebagai pelumas. Besarnya bilangan iod menunjukkan besarnya ikatan C=C pada minyak jarak pagar, hal ini dapat menurunkan stabilitas termal dan stabilitas oksidasi minyak jarak pagar sebagai pelumas dasar. Hasil pengujian gugus fungsi menggunakan FTIR pada Gambar 64 terlihat adanya ikatan rangkap C=C, sesuai dengan standar bahwa ikatan C=C terdapat pada bilangan gelombang 1675-1660 (cm-1).
1675
Gambar 64 Hasil pengujian gugus fungsi pada minyak jarak pagar menggunakan FTIR Hasil pengujian struktur kimia menggunakan NMR pada minyak jarak pagar yang disajikan pada Gambar 65, menunjukkan bahwa adanya gugus C=C pada δ 1.2-1.3 ppm.
Gambar 65 Hasil pengujian struktur kimia pada minyak jarak pagar menggunakan NMR
135 Epoksi minyak jarak pagar. Penghilangan ketidakjenuhan minyak jarak pagar dengan mengubahnya menjadi epoksi, dari Tabel 28 data bilangan iod menunjukkan penurunan dari 108 menjadi 1.72, hasil ini dapat meningkatkan stabilitas termal dan oksidasi dari minyak. Ikatan rangkap mempercepat degradasi (Erhan & Adhvaryu 2005). Pada Tabel 28 densitas dan viskositas epoksi minyak jarak pagar lebih besar dibandingkan dengan minyaknya, hal ini disebabkan karena berat molekul, polaritas, dan gaya intermolekular. Epoksi minyak mempunyai berat molekul tinggi dan struktur yang lebih polar dibandingkan dengan minyaknya, akibatnya interaksi antar molekul menjadi lebih kuat (Wu & Zhang 2000). Perubahan molekul minyak jarak pagar terlihat pada Gambar 66. Hasil pengujian gugus fungsi pada epoksi minyak jarak pagar menggunakan FTIR adalah terjadi penurunan intensitas gelombang 1675-1666 cm-1. Tampak adanya epoksi 824-842 (cm-1) dan gugus –OH 3450-3400 (cm-1), gugus oksiran mengalami pembukaan cincin oksiran.
Gambar 66 Hasil pengujian gugus fungsi pada epoksi minyak jarak pagar menggunakan FTIR.
Hasil pengujian struktur kimia menggunakan NMR pada epoksi jarak pagar pada Gambar 67, menunjukkan bahwa gugus C=C mengalami pergeseran, sehingga terlihat gugus epoksi pada δ 3.0-3.2 ppm
136
Gambar 67 Hasil pengujian struktur kimia epoksi jarak pagar menggunakan NMR
Poliol. Hasil pengujian sifat fisika kimia poliol (metanol) pada Tabel 28 menunjukkan perubahan dibandingkan dengan data sifat–sifat epoksi karena terjadinya perubahan struktur molekul. Gugus oksiran pada epoksi mengalami pembukaan cincin karena reaksi hidroksilasi dengan alkohol, hal ini tampak pada Gambar 68 dimana gugus hidroksil (-OH) pada panjang gelombang 3450-3400 (cm-1) mengalami kenaikan intensitas, dan berkurangnya gugus oksiran dengan panjang gelombang 824-842 (cm-1). Sudah tampak gugus (-OR) pada hasil hidroksilasi dengan panjang 1600-1800 (cm-1).
824 3450
Gambar 68 Hasil pengujian gugus fungsi pada poliol jarak pagar menggunakan FTIR.
Hasil pengujian struktur kimia poliol jarak pagar menggunakan NMR yang disajikan pada Gambar 69, menunjukkan bahwa gugus epoksi mengalami pergeseran sehingga terlihat gugus dihidroksi pada δ 2.8-3.2.
137
Gambar 69 Hasil pengujian struktur kimia poliol jarak pagar menggunakan NMR
Asetilasi Poliol. Hasil pengujian sifat fisika kimia poliol terasetilasi pada Tabel 28 menunjukkan perubahan poliol teasetilasi dibandingkan dengan sifat–sifat poliol karena terjadinya perubahan struktur molekul. Gugus hidroksil pada poliol mengalami pengurangan karena reaksi asetilasi pada gugus –OH membentuk -OR, hal ini tampak pada Gambar 70, dimana intensitas gugus hidroksil (-OH) pada panjang gelombang 3450-3400 (cm-1) mengalami penurunan. Gugus –OR tampak pada 1600-1800 (cm-1).
Gambar 70 Hasil pengujian gugus fungsi pada poliol jarak pagar menggunakan FTIR.
Hasil pengujian struktur nimia pada asetilasi poliol jarak pagar menggunakan NMR yang disajikan pada Gambar 71, menunjukkan bahwa gugus –OR pada δ 0.8-1.0.
138
Gambar 71 Hasil pengujian struktur kimia poliol jarak pagar menggunakan NMR
Pengujian Kinerja Kestabilan Oksidasi. Oksidasi merupakan faktor utama yang membatasi umur pemakaian pelumas. Banyak faktor yang dapat mempercepat terjadinya oksidasi pelumas, diantaranya komposisi pelumas, suhu, katalis, dan lain-lain. Akibat terjadinya oksidasi pada pelumas dasar adalah terbentuknya asam dan lumpur oksidasi, yang akan berpengaruh terhadap fungsi pelumasan. Asam organik yang terbentuk dapat dideteksi dengan menganalisis bilangan asam total, dimana besarnya konsentrasi asam diukur berdasarkan volume basa yang dibutuhkan untuk menetralisir asam yang ada di dalam minyak tersebut. Pengujian stabilisasi oksidasi minyak jarak pagar dan hasil modifikasinya pada penelitian ini menggunakan prosedur pemanasan terhadap contoh pelumas dasar sampai dengan 100° C dengan aliran udara 0.5 l /menit. Contoh diambil pada periode waktu 0 menit, 30 menit, sampai dengan 120 menit. Analisis yang dilakukan adalah viskositas pada 40° C dan bilangan asam. Skema rangkaian alat dan foto alat dapat dilihat pada Gambar 72 dan Lampiran 18.
139
Keterangan : 1,2 Kran
5 Labu berisi contoh minyak, logam dilengkapi dengan termometer
3 Manometer
6 Statif
4 Kompresor
7 Labu untuk penampungan gas buangan Gambar 72 Rangkaian alat pengujian stabilitas oksidasi
Hasil pengujian kestabilan oksidasi berupa data perubahan viskositas dan bilangan asam pada kondisi suhu 100° C selama 90 menit dapat dilihat pada Gambar 73 dan 74. 350
Viskositas, cP
300 250 200 150 100 50 Visk M JP
0 0
30 t , m e nit
90
Visk M JP +A O Visk EJP Visk P JP Visk A P JP
Gambar 73 Hasil pengujian kestabilan oksidasi terhadap viskositas pelumas dasar.
Viskositas adalah sifat pelumas yang sangat penting, dapat mempengaruhi ketebalan film dan keausan dari permukaan logam. Viskositas juga dapat digunakan untuk mengidentifikasi golongan dari masing-masing pelumas dan untuk monitoring
140 perubahan yang terjadi pada pelumas selama pemakaian. Peningkatan viskositas minyak menunjukkan adanya kerusakan minyak, antara lain disebabkan oleh oksidasi, polimerisasi oksidasi dan polimerisasi hasil degradasi senyawa peroksida. Viskositas minyak yang semakin meningkat merupakan indikasi terjadinya polimerisasi sebagai tahap akhir dari oksidasi minyak. Kecenderungan peningkatan viskositas minyak disebabkan adanya degradasi trigliserida akibat oksidasi. Oksidasi tingkat lanjutan menyebabkan polimerisasi yang menghasilkan senyawa berbobot molekul tinggi. Senyawa-senyawa polimer tersebut selain meningkatkan bobot jenis juga meningkatkan viskositas minyak (Hendrawati 2001). Sedangkan penurunan viskositas biasanya menunjukkan adanya pengenceran oleh minyak yang lebih rendah viskositasnya (Karina 2005). Hasil analisis viskositas pada pengujian kestabilan oksidasi minyak jarak pagar dan modifikasinya dapat dilihat pada Tabel L19.1 pada Lampiran 19. Pada Gambar 73 terlihat perbandingan perubahan viskositas pada minyak jarak pagar dan minyak jarak pagar + antioksidan, menunjukkan bahwa dengan penambahan antioksidan maka kestabilan viskositas minyak menjadi lebih baik. Pengubahan struktur minyak menjadi epoksi, poliol, dan asetilasi poliol mengakibatkan kenaikan viskositas dibandingkan dengan minyak jarak pagar, hal ini disebabkan karena terjadinya perubahan bobot molekul pada minyak. Hasil pengujian analisis keragaman pada percobaan kestabilan oksidasi dengan pengamatan viskositas ini, bisa dilihat pada Lampiran 19 (L 19.3). Tabel ANOVA menunjukkan Pr> F bernilai <0.0001, artinya model repeated measurement tersebut berbeda nyata, sehingga perlu dikaji lebih lanjut. Hal ini didukung oleh besarnya R2 99.91%.
Untuk kelima perlakuan, ulangan perlakuan, waktu, dan
interaksi perlakuan*waktu berbeda nyata. Data viskositas MJP dan hasil modifikasi terakhir Poliol terasetilasi (APJP) diregresikan. Pada Lampiran 19 (L19.3) besarnya kemiringan untuk data MJP (-6.7607) lebih besar dibandingkan dengan kemiringan untuk regresi data APJP (-3.695), hal ini menunjukkan bahwa perubahan viskositas MJP lebih besar dibandingkan dengan APJP (kestabilan oksidasi APJP lebih besar dibandingkan dengan MJP). Hasil pengujian terhadap perubahan bilangan asam dapat dilihat pada Gambar 74.
141
Bilangan Asam
35 30 25 20 15 10
M inyak Jarak Pagar
5
M inyak Jarak Pagar + A nt i Oksidan
0
Epoksi Jarak Pagar
0
30
60
90
waktu, menit
Poliol Jarak Pagar A set ilasi Poliol JP
Gambar 74 Hasil pengujian kestabilan oksidasi terhadap bilangan asam pelumas dasar.
Data Pengaruh waktu oksidasi terhadap perubahan bilangan asam dapat dilihat pada Lampiran 19 (Tabel L19.2). Hasil analisis bilangan asam pada pengujian kestabilan oksidasi minyak jarak pagar dan modifikasinya dapat dilihat pada Lampiran 19 (L19.4). Dari Gambar 80 terlihat bahwa kenaikan bilangan asam minyak jarak pagar lebih tinggi dibandingkan dengan hasil modifikasinya, hal ini menunjukkan bahwa selama periode oksidasi terjadi degradasi minyak yang menyebabkan terbentuknya asam lemak rantai pendek hasil penguraian senyawa peroksida dan asam lemak bebas sebagai hasil reaksi hidrolisis karena adanya air. Perubahan bilangan asam Asetilasi Poliol minyak jarak pagar paling kecil dibandingkan dengan pelumas dasar lainnya, hal ini disebabkan karena dengan pengubahan menjadi asetilasi poliol struktur kimia molekulnya menjadi lebih stabil karena ikatan rangkap menjadi sangat kecil atau tidak ada sama sekali, kemungkinan terbentuknya asam lemak rantai pendek menjadi lebih kecil. Perubahan bilangan asam minyak jarak pagar + antioksidan kecil, hal ini menunjukkan bahwa antioksidan ini efektif dalam menghambat reaksi oksidasi. Hasil Pengujian analisis keragaman pada percobaan kestabilan oksidasi dengan pengamatan bilangan asam bisa dilihat pada Lampiran 19 (L19.4). Tabel ANOVA menunjukkan Pr > F bernilai < 0.0001, artinya model repeated measurement tersebut berbeda nyata, sehingga perlu dikaji lebih lanjut. Hal ini didukung oleh besarnya R2 99.99%. Untuk kelima perlakuan, waktu, dan interaksi perlakuan*waktu berbeda nyata. Data bilangan asam MJP dan hasil modifikasi terakhir Poliol terasetilasi (APJP) diregresikan. Pada
142 Lampiran 19 (L19.4) besarnya kemiringan untuk data MJP (1.016) lebih besar dibandingkan dengan kemiringan untuk data APJP (0.3331), hal ini menunjukkan bahwa perubahan bilangan asam MJP lebih besar dibandingkan dengan APJP (kestabilan oksidasi APJP lebih besar dibandingkan dengan MJP.
Analisis penggunaan pelumas dasar. Modifikasi minyak nabati secara kimiawi menghasilkan pelumas dasar sintetis. Pengaruh modifikasi minyak jarak pagar terhadap indeks viskositas dilihat pada Tabel 30. Tabel 30 Indeks viskositas pada suhu 100° C No 1 2 3 4 5
Pelumas dasar MJP EJP PJP dengan metanol PJP dengan butanol Asetilasi Poliol
Indeks Viskositas, cSt 217 168 44 104 130
Perubahan struktur kimia minyak jarak pagar dapat mempengaruhi besarnya indeks viskositas. Indeks viskositas adalah hasil pengukuran viskositas kinematik pada suhu 40° C dan 100° C, sehingga semakin tinggi indeks viskositas, maka viskositas semakin stabil. Indeks viskositas minyak jarak pagar dan hasil modifikasinya tinggi, sehingga memenuhi persyaratan spesifikasi pelumas dasar. Indeks Viskositas di atas 80 termasuk pada kelompok Indeks Viskositas Tinggi. Berdasarkan Standar Nasional Indonesia (SNI) untuk pelumas, beberapa alternatif penggunaan pelumas dasar ini termasuk: 1
SAE Viskositas rangkap atau Pelumas Multi Grade setara dengan SAE 5W-20.
2
Minyak roda gigi dan / atau fluida hidraulik, dengan melihat pada data Tabel 28 hasil uji viskositas 40° C pada asetilasi poliol yaitu dengan rata-rata sebesar 519.12 cSt, maka pelumas dasar ini dapat dicampur dengan aditif sehingga setara dengan SAE 40, SAE 90, SAE 80W-90. Atau untuk keperluan industri dapat digunakan setara dengan ISO VG 46. Aditif yang ditambahkan adalah aditif tekanan ekstrim (Zn, Ca). Kandungan air harus rendah (<1%). Pengujian yang dilakukan adalah Four Ball Test.
143 3
Minyak mesin, dari data viskositas 40° C pencampuran pelumas dasar ini dan SAE 40W-90, maka menghasilkan pelumas setara dengan SAE 15W-40. Aditif yang ditambahkan adalah anti aus, apabila TBN rendah perlu ditambahkan aditif. Kadar air harus rendah (<0.1%). Uji yang harus dilakukan adalah anti korosi.
Pencampuran pelumas dasar dan aditif. Untuk mendapatkan pelumas dengan kualitas tinggi dilakukan pencampuran antara pelumas dasar yang berasal dari minyak bumi (petroleum), pelumas dasar sintetis (asetilasi poliol minyak jarak pagar) dan aditif. Pelumas petroleum untuk keperluan ini menggunakan pelumas komersial. Pengujian terhadap pelumas komersial sebelum pencampuran dilakukan untuk mengetahui komposisi aditif, setelah dicampur, komposisi aditif diuji kembali untuk mengetahui penurunan kualitasnya, sehingga dapat diketahui kekurangan aditif yang harus ditambahkan. Prosedur pencampuran bahan aditif dapat dilihat pada Gambar 75 dan 76. Minyak Mentah
Aditif
Pelumas dasar Petroleum
Produk
Gambar 75 Komponen Pelumas : pelumas dasar (petroleum) dan aditif (Paramins 1993) Minyak Mentah Produk
Pelumas dasar sintetis (Modifikasi MJP)
Pelumas dasar Petroleum Aditif
Gambar 76 Komponen Pelumas : pelumas dasar (petroleum & sintetis) dan aditif (Pengembangan dari Paramins 1993).
Pengujian kinerja pada mesin otomotif Tahapan ini dilakukan untuk mengevaluasi kinerja formula pelumas sintetis pada mesin otomotif setelah digunakan selama 100 jam. Pengujian kinerja pelumas dilakukan dengan mencampurkan pelumas dasar dari minyak jarak pagar dengan pelumas komersial
144 dengan perbandingan tertentu. Pengujian dilakukan terhadap campuran pelumas sebelum digunakan dan sesudah digunakan selama waktu tertentu disajikan pada Tabel 31 :
Tabel 31 Pengujian kinerja berbagai % campuran pelumas dasar dan pelumas komersial pada mesin otomotif (motor 2 tak) selama 100 jam NO.
1.
2.
3.
PARAMETER
TBN : New Used Viskositas 40 New Used Viskositas 100 New Used
KOMERSIAL
Asetilasi Poliol
Asetilasi Poliol
BATAS
: KOMERSIAL
: KOMERSIAL
PENGGANTIAN
(1 : 8)
(1 : 4)
5.41 1.93
3.91 2.55
161.40 8.77
246.87 19.91
157.83 136.03
20.47
19.8
20.04
148.00
92
147
2
6.63 6.18
4.
Indeks Viskositas
5.
Kandungan Air
<0.1
6.
Pour Point
(-12°C)
(-18°C)
(-12°C)
7.
Flash Point
210°C
(204°C)
(210°C)
8.
Analisis Logam Al Cr Cu Fe Pb Si
New 1 <1 <1 1 3 6
Used 13 2 3 85 1 14
New 1.5 <1 <1 1 1,5 7
Used 5 2 12 54 3 17
0.6
New 2 <1 <1 ≤1 2 8
Used 3 ≤1 14 24 12 12
Min 2
Maks ± Nominal
20%
Maks 0,2
Maks 20 Maks 20 Maks 50 Maks 100 Maks 50 Maks 20
Pada Tabel 31 dapat dilihat besarnya perubahan kandungan logam antara pelumas baru dan bekas setelah 100 jam pemakaian. Pada komposisi campuran pelumas nabati : pelumas komersial = 1 : 4 perubahan kandungan logam sebelum dan sesudah pemakaian paling kecil dibandingkan dengan komposisi campuran nabati : pelumas komersial = 1 : 8 dan 100 % pelumas komersial, hal ini menunjukkan bahwa dengan penambahan pelumas nabati pada pelumas komersial dapat meningkatkan ketahanan pelumas.
145 Diagram blok Proses Diagram Blok proses untuk tiga tahap proses ini dapat dilihat pada Gambar 77, 78, dan 79.
146
Di FILE DIAGRAM BLOK Animasi Tiap Reaktor Pola Aliran ChemCad, Kinetika, Grafik Perubahan Konversi Sistem Dinamik, reaktor 3, tergantung pada reaktor 1 & 2
DIAGRAM BLOK UNIT EPOKSIDASI
H2O2 , As Asetat Kat H2SO4
Air Biji Jarak Tanpa Tempurung
Epoksi dan sisa asam
Biji Jarak Kering
Oven
Reaktor Epoksidasi
Press
Dekantasi
Sisa H2O2 , As Asetat Kat H2SO4
Penyerapan sisa air
Netralisasi
Na carbonat
Na Sulfat
Penyaringan
Air + hasil penetralan
Sisa Butanol, katalis bentonit 2 %, Poliol
Sisa Butanol, Poliol
DIAGRAM BLOK UNIT HIDROKSILASI Epoksi
Reaktor Hidroksilasi
Epoksi
Penyaringan
147
Butanol, katalis bentonit 2 %
Pemisahan sisa butanol
bentonit 2 %
Poliol
butanol Poliol, sisa anhidrat
DIAGRAM BLOK UNIT ESTERIFIKASI Poliol
Esterifikasi Asam asetat anh katalis bentonit 2%
Pencucian
Aquadest
Penyaringan bentonit 2 %
Dekantasi
Hasil penetralan dan pencucian
Netralisasi
Na carbonat
Ester
148 Neraca massa di setiap alat Dari data laboratorium selanjutnya dilakukan perhitungan neraca massa pada setiap alat, data ini digunakan dalam perhitungan spesifikasi alat untuk keperluan optimasi dan menentukan kelayakan perancangan proses ditinjau secara finansial. Tabel neraca massa untuk kapasitas bahan baku 1kg di setiap alat pada proses epoksidasi, hidroksilasi dan asetilasi dapat dilihat pada tabel-tabel di bawah ini. Contoh perhitungan dapat dilihat pada Lampiran 20 Neraca massa Proses Epoksidasi. Neraca massa di sekitar oven dapat dilihat pada Tabel 32 di bawah ini. Tabel 32 Hasil Perhitungan Neraca Massa pada saat Pengeringan (OV-1) Aliran
Nomer Aliran
Masuk (g)
Keluar (g)
Biji Jarak Basah
1
1000
H2O
2
300
Biji Jarak Kering
3
700
TOTAL
1000
1000
Neraca massa di sekitar alat pres dapat dilihat pada Tabel 33 di bawah ini. Tabel 33 Hasil Perhitungan Neraca Massa pada saat Pengepresan (PR-01) Aliran
Nomer Aliran Masuk (g)
Keluar (g)
Biji Jarak Kering 3 700 Minyak Jarak 4 291.62 Bungkil 5 408.38 TOTAL 700 700 Neraca massa di sekitar reaktor epoksidasi dapat dilihat pada Tabel 34 di bawah ini. Tabel 34 Hasil Perhitungan Neraca Massa pada saat Proses Epoksidasi Komponen MJP CH3COOH H2O2 H2SO4 EJP H2O Sub Total Total
5 291.620
Input (g) 6
7
8
57.324 191.653 0.094
291.620
0.558 57.882
133.278 0.051 324.931 0.145 674.578
Output (g) 9 116.648 57.324 128.366 0.094 204.754 167.392 674.578
149 Neraca massa di tangki netralisasi dapat dilihat pada Tabel 35 di bawah ini. Tabel 35 Hasil Perhitungan Neraca Massa pada saat Netralisasi Komponen Input (g) Output (g) 9 10 11 12 MJP 116.648 116.648 H2O 167.392 6.754 1.741 175.782 H2O2 128.366 128.366 CH3COOH 57.324 57.324 NaHCO3 15.760 Na2SO4 13.329 CO2 8.255 H2SO4 9.201 EJP 204.754 204.754 Sub Total 683.685 22.514 9.997 696.202 Total 706.199 706.199 Neraca massa di sekitar tangki dekantasi dapat dilihat pada Tabel 36 di bawah ini. Tabel 36 Hasil Perhitungan Neraca Massa pada saat Dekantasi Komponen MJP H2O H2O2 CH3COOH Na2SO4 EJP Sub Total Total
Input (g) Output (g) 12 13 14 116.648 93.318 23.330 175.782 175.782 128.366 128.366 57.324 57.324 13.329 13.329 204.754 163.804 40.951 696.202 257.122 439.080 696.202 696.202
Neraca massa Proses Hidroksilasi. Neraca massa dapat dilihat pada Tabel 37 Tabel 37 Hasil Perhitungan Neraca Massa pada saat Proses Hidroksilasi Komponen MJP EJP Alkohol H2O Katalis bentonit Poliol Sub Total Total
Input (g) 13 93.318 163.804
15
16
110.195 0.547 1.272 257.122 110.742 369.136
1.272
Output (g) 17 93.318 5.990 3.967 0.547 1.272 256.841 361.936 361.936
150 Neraca massa di tangki dekantasi dapat dilihat pada Tabel 38 di bawah ini. Tabel 38 Hasil Perhitungan Neraca Massa pada saat Dekantasi Poliol Komponen
Input (g) Output (g) 17 18 19 93.318 93.318 5.990 5.990 3.967 3.570 0.397 0.547 0.109 0.438 1.272 1.272 256.841 236.294 20.547 361.936 239.974 121.962 361.936 361.936
MJP EJP Alkohol H2O Katalis bentonit Poliol Sub Total Total
Neraca massa di pemisah sisa butanol dapat dilihat pada Tabel 39 di bawah ini. Tabel 39 Hasil Perhitungan Neraca Massa pada saat Pemisahan Sisa Butanol Komponen
Input (g) 18
Output (g) 20 21
Alkohol H2O Poliol
3.570 0.109 236.294
3.570 0.079
Sub Total Total
239.974 3.650 236.324 239.974 239.974
0.030 236.294
Neraca Massa Proses Asetilasi. Neraca massa di reaktor asetilasi dapat dilihat pada Tabel 40 di bawah ini. Tabel 40 Hasil Perhitungan Neraca Massa pada saat Proses Asetilasi Komponen Poliol Asam Asetat Anh. Kat Bentonit H2O Asetilasi poliol Sub Total Total
21 236.294
Input (g) 22
23
138.951 5.651
236.294
138.951 380.896
5.651
Output (g) 24 7.089 8.168 5.651 23.059 336.929 380.896 380.896
151 Neraca massa di pemisahan katalis dapat dilihat pada Tabel 41 di bawah ini. Tabel 41 Hasil Perhitungan Neraca Massa pada saat Pemisahan Katalis Komponen
Input (g) 24
Poliol As Asetat Anh Kat Bentonit H2O Asetilasi poliol Sub Total Total
7.089 8.168 5.651 23.059 336.929 380.896 380.896
Output (g) 25 26 1.063 6.025 1.225 6.943 5.651 23.059 336.929 30.998 349.898 380.896
Neraca massa di tangki netralisasi dapat dilihat pada Tabel 42 di bawah ini. Tabel 42 Hasil Perhitungan Neraca Massa pada saat Netralisasi Komponen Poliol Asam Asetat Anh Asetilasi poliol NaHCO3 H2O CH3COONa CH3COOH CO2 Sub Total Total
Input (g) 26 6.025 6.943 336.929
27
Output (g) 29 6.025
28
336.929 5.713 2.448
349.898 8.161 358.059
2.424 0.024 5.577 4.081 2.992 355.036 3.017 358.053
Neraca massa ditangki dekantasi dapat dilihat pada Tabel 43 di bawah ini. Tabel 43 Hasil Perhitungan Neraca Massa pada saat Dekantasi Komponen
Poliol Asetilasi poliol H2O CH3COONa CH3COOH Sub Total Total
Input (g) 29
Output (g) 30 31
6.025 6.025 336.929 336.929 2.423 2.423 5.576 5.576 4.080 4.080 336.929 18.106 355.035 355.035
152 Neraca energi di setiap Alat Tabel neraca energi untuk kapasitas bahan baku 1kg di setiap alat pada proses epoksidasi, hidroksilasi dan asetilasi dapat dilihat pada tabel-tabel di bawah ini dan perhitungan lengkap terdapat pada Lampiran 21. Neraca energi Proses Epoksidasi. Neraca energi di pemanas bahan dapat dilihat pada Tabel 44 di bawah ini. Tabel 44 Neraca Energi di Pemanas bahan sebelum Proses Epoksidasi (HE-01) Komponen Komponen Masuk HE-01 Q Komponen Keluar HE-01 Total
Panas Masuk, J Panas Keluar, J 5668.391 32173.340 37841.732 37841.732
37841.732
Neraca energi di pemanas bahan dapat dilihat pada Tabel 45 di bawah ini. Tabel 45 Neraca Energi di Pemanas bahan sebelum Proses Epoksidasi (HE-02) Komponen Komponen masuk HE-02 Q Komponen Keluar HE-02 Total
Panas Masuk (J) Panas Keluar (J) 4227.702 25413.072 29640.775 29640.775
29640.775
Neraca energi di reaktor epoksidasi dapat dilihat pada Tabel 46 di bawah ini. Tabel 46 Neraca Energi pada saat Proses Epoksidasi Komponen MJP CH3COOH H2O2 EJP H2O Panas Reaksi Panas yang diserap pendingin (Qc)
Panas Masuk (kal) -1104.984459 -1063.360467 -21934.71883 -4692.302348
-28795.36611
Panas Keluar (kal) 441.9937837 1063.360467 14691.43646 30958.87557 5866.557884 -3927.4 -77890.19027 -28795.36611
153 Neraca energi di tangki netralisasi dapat dilihat pada Tabel 47 di bawah ini. Tabel 47 Neraca Energi pada saat Netraliser Komponen MJP CH3COOH H2O2 EJP H2O H2SO4 NaHCO3 CO2 Na2SO4 Panas Reaksi Panas Yang dibutuhkan
Panas Masuk (kal) Panas Keluar (kal) -441.9937837 72.86372559 -350.2611 350.2611 -14691.43646 36857.11899 -30958.87557 152425.6648 -5866.557884 8091.313934 -1.19437562 -194455.4654 15.67579252 69.51140161 13518.59998 458166.7942 211401.0097
211401.0097
Neraca energi Proses Hidroksilasi. Neraca energi di sekitar alat pres dapat dilihat pada Tabel 48 di bawah ini. Tabel 48 Neraca Energi di Pemanas sebelum Proses Hidroksilasi (HE-03) Komponen Komponen Masuk HE-03 Q Komponen Keluar HE-03 Total
Panas Masuk, J 3755.865 44930.983 48686.849
Panas Keluar, J
48686.849 48686.849
Neraca energi di reaktor hidroksilasi dapat dilihat pada Tabel 49 di bawah ini. Tabel 49 Neraca Energi pada saat Proses Hidroksilasi Komponen MJP EJP Alkohol H2O Katalis Bentonit Poliol Panas Reaksi Panas yang diberikan pemanas (Qh)
Panas Masuk (kal) Panas Keluar (kal) -1460.36124 1460.36124 -24755.63421 905.3300468 -2649.641947 2649.641947 -19.17151896 19.17151896 -2.933868 2.933868 799323.7637 626300 -1459548.945 -28887.74278
-28887.74278
154 Neraca energi di pemisah alkohol dapat dilihat pada Tabel 50 di bawah ini. Tabel 50 Neraca Energi pada saat Pemisahan Alkohol Komponen Alkohol H2O Poliol Sub Total Total
Masuk (kal) Aliran 18 -122.641 -5.478 -1050539.804
Keluar (kal) Aliran 20 -122.641 -5.423
Aliran 21 0.208 1050539.804 1050539.596
-128.063 -1050667.922
-1050667.660
Neraca energi di pendinginan produk poliol dapat dilihat pada Tabel 51 di bawah ini. Tabel 51 Neraca Energi pada saat Pendinginan Produk Poliol Komponen
Panas Masuk, kal
Poliol H2O Panas yang dilepaskan TOTAL
1365701.745 0.071 1365701.82
Panas keluar, kal 129.962 0.038 1365571.816 1365701.820
Neraca energi Proses Asetilasi. Neraca energi di pemanas sebelum masuk reactor asetilasi dapat dilihat pada Tabel 52 di bawah ini. Tabel 52 Neraca Energi di Pemanas sebelum Proses Asetilasi Komponen Komponen Masuk HE-04 Q Komponen Keluar HE-04 Total
Panas Masuk, J 105053.980 1292487.209 1397541.189
Panas Keluar, J
1397541.189 1397541.189
Neraca energi di reaktor aetilasi dapat dilihat pada Tabel 53 di bawah ini. Tabel 53 Neraca Energi pada saat Proses Asetilasi Komponen Poliol As Asetat Anh Kat Bentonit H2O Asetilasi poliol Panas reaksi Panas pemanas (Qh)
Panas Masuk (kal) -735377.863 -2577.545 -13.033
98379.890 1821124.386 1181535.836
Panas Keluar (kal) 22061.336 151.524 135.867 808.183 1158378.888
1181535.798
155 Neraca energi di tangki netralisasi dapat dilihat pada Tabel 54 di bawah ini. Tabel 54 Neraca Energi pada saat Netralisasi Komponen Poliol As Asetat Anhidrat H2O NaHCO3 Asetilasi poliol CO2 Na(CH3CO) Panas Reaksi Panas Yang dibutuhkan
Panas Masuk (kal) Panas Keluar (kal) -18752.135 18752.135 -128.796 -171.615 257.423 -137.059 -1158378.888 1158378.888 35.546 107.690 -1044791.400 -1310308.777 -1177568.494 -1177568.494
Neraca energi di sekitar alat pres dapat dilihat pada Tabel 55 di bawah ini. Tabel 55 Neraca Energi pada saat Pendinginan produk asetilasi poliol Komponen Asetilasi poliol Air Panas dilepaskan TOTAL
Panas masuk, kal Panas keluar, kal 1158378.888 165482.698 0.848 0.121 992896.917 1158379.736 1158379.736
Integrasi Proses Integrasi proses pada modifikasi minyak jarak pagar sebagai pelumas dasar dengan proses yang terpilih yaitu epoksidasi, hidroksilasi, dan esterifikasi dengan kondisi operasi yang optimum dapat dilihat pada blok diagram yang disajikan pada Gambar 77, 78, 79, dan PEFD (Process Engineering Flow Diagram) pada Gambar 80 dapat menghasilkan produk sesuai dengan kriteria yang diinginkan. Simulasi proses berdasarkan parameter kinetika dan laju reaksi dari hasil pengolahan data-data laboratorium dilakukan dengan menggunakan program hysis. Hasil simulasi ini digunakan untuk mengetahui kelayakan proses secara teknis dan disajikan pada Gambar 81. Data hasil penelitian Mulyana et al 2003 digunakan sebagai perbandingan jalur proses dan disajikan pada Gambar 82. Berdasarkan hasil simulasi menggunakan program hysis, maka jalur proses yang dipilih dinyatakan layak secara teknis, hal ini ditunjukkan dengan spesifikasi produk yang sesuai dengan yang diinginkan dan kebutuhan energi selama proses lebih rendah dibandingkan dengan jalur proses lain.
156
Gambar 80 PEFD Modifikasi Minyak Jarak Pagar
157
Gambar 81 Hasil simulasi proses menggunakan program Hysis pada jalur proses epoksidasi-hidroksilasi-asetilasi
158
Gambar 82 Hasil simulasi proses menggunakan program Hysis pada jalur proses esterifikasi-epoksidasi-hidroksilasi
159 Optimasi Kapasitas Produksi Pelumas Dasar Kapasitas produksi tergantung pada beberapa faktor, yaitu jumlah jam operasi perhari, perminggu, perbulan atau pertahun;
beban alat;
ketersediaan bahan. Pada
tahapan ini akan dilakukan optimasi untuk menentukan kapasitas produksi ekonomis. Model Persamaan Biaya Produksi total (cT) per unit produksi didapatkan dari hasil perhitungan pada neraca massa, neraca energi, alat, dan analisis Finansial. Model untuk biaya variabel per unit produksi dihitung dari data hasil simulasi. Penyusunan model dengan metoda kuadrat terkecil regresi polinomial menghasilkan:
vc = 511 − 0.352 x + 0.00161x 2 − 0.000002 x 3 Besarnya R2=96.9% Model untuk biaya tetap per unit produksi adalah : fc = 833.011 Model untuk Biaya total per unit produksi adalah : cT = vc + fc
cT = 511 − 0.352 x + 0.00161x 2 − 0.000002 x3 + 833.011 / x Keterangan : x
= Kapasitas Produksi
cT
= Biaya produksi total per unit produksi
vc
= Biaya variabel per unit produksi
fc
=Biaya tetap per unit produksi
Optimasi kapasitas produksi dilakukan untuk mendapatkan biaya total per-satuan produksi minimum. Penyelesaian optimasi ini menggunakan beberapa hasil perhitungan/ persamaan neraca massa, neraca energi, spesifikasi alat, dan lain sebagainya. Metoda optimasi yang digunakan adalah analitis
160 Perhitungan lengkap optimasi kapasitas produksi dapat dilihat pada Lampiran 22. Hasil optimasi didapatkan kapasitas optimum adalah x =167.281 ton/tahun. x = kapasitas optimum untuk mendapatkan biaya minimum per satuan produksi Berikut ini grafik biaya variabel dan biaya total fungsi kapasitas produksi.
500.000 498.000
498.516
497.656
vc, juta rupiah
496.000
495.252
494.000 492.000
491.499 490.334
490.000 488.000
487.737 487.808
488.564
486.000 484.000 482.000 47.70
95.42
143.13
167.28
190.93
238.54
286.25
333.96
x, kapasitas , ton/th
Gambar 83 Biaya variabel fungsi kapasitas produksi. 520.000 515.000
515.119
tc, juta Rp
510.000 505.000 501.010
500.000
499.064
495.000
498.162 493.557 492.787
490.000
494.991 492.926
485.000 480.000 47.70
95.42
143.13
167.28
190.93
238.54
286.25
333.96
x, kapas itas , ton/th
Gambar 84 Kurva total biaya fungsi kapasitas produksi.
Dari Gambar 83 dan 84 terlihat bahwa pada satu kondisi tertentu, dengan naiknya kapasitas produksi maka biaya variabel dan biaya total produksi akan menunjukkan kecenderungan turun sampai dengan kapasitas tertentu (167.281 ton/tahun).
161 Analisis Kelayakan Finansial Hasil Perancangan Proses pada Kapasitas Optimum
Analisis finansial dilakukan untuk mengetahui tingkat profitabilitas pada produksi pelumas dasar dari minyak jarak pagar. Untuk itu disusun komponen biaya untuk keperluan analisis finansial produksi pelumas dasar minyak jarak pagar pada kapasitas optimum (167.281 ton/tahun). Penilaian kelayakan dilakukan dengan menggunakan kriteria kelayakan investasi, yakni (1) NPV (net present value), (2) IRR (internal rate of return), (3) Net B/C (Net Benefit-Cost), (4) PBP (Pay Back Period). Analisis finansial produksi pelumas dasar dari minyak jarak pagar didasarkan pada beberapa asumsi dasar sesuai dengan kondisi aktual pada saat analisis. Disamping itu analisis juga didasarkan pada standar norma yang telah baku digunakan pada industri, hasil perhitungan yang telah dilakukan pada aspek lain serta peraturan pemerintah yang berlaku. Asumsi dasar yang digunakan pada perhitungan analisis finansial ini adalah : 1.
Umur ekonomis pabrik ditetapkan selama 11 tahun, 1 tahun pertama merupakan masa persiapan dan konstruksi, sedangkan 10 tahun berikutnya adalah periode produksi. Operasi pada tahun ke-1 sampai dengan tahun ke-10 tetap.
2.
Harga-harga yang digunakan adalah harga pada bulan Juni 2007 dan diasumsikan konstan selama periode pengkajian.
3.
Dalam satu tahun ditetapkan sebanyak 240 hari kerja dan setiap hari digunakan satu batch
4.
Harga bahan baku dan produk tidak mengalami kenaikan
5.
Digunakan kurs mata uang dollar Amerika (US$) terhadap rupiah Rp9 000,-
6.
Besarnya biaya penyusutan dihitung dengan metoda garis lurus (straight line method).
7.
Pajak Penghasilan dihitung berdasarkan pada UU No. 10 tahun 1994 adalah 10% untuk pendapatan 10 juta pertama, 40% untuk pendapatan sampai dengan 40 juta pertama dan 30% untuk pendapatan lebih dari 40 juta pertama.
162 Biaya Investasi
Biaya investasi adalah biaya-biaya yang dikeluarkan untuk keperluan suatu investasi. Dalam analisis pendirian industri pelumas dasar dari minyak jarak pagar ini, biaya yang dikeluarkan meliputi hal-hal di bawah ini :
Modal Tetap. Modal tetap merupakan modal awal yang dikeluarkan untuk pembelian
barang-barang, yaitu berupa tanah, bangunan dan infrastrukturnya, peralatan, pemasangan alat, alat instrumentasi dan kontrol, sistem pemipaan, peralatan listrik, dan fasilitas lainnya. Total investasi meliputi Investasi Langsung yaitu biaya pembelian peralatan, pemasangan alat, alat instrumentasi dan kontrol, sistem pemipaan, peralatan listrik, pembelian tanah, bangunan dan fasilitas lain. Biaya investasi tidak langsung meliputi engineering dan supervisi, biaya konstruksi dan kontingensi. Besarnya Modal Tetap adalah sebesar Rp3 633 196 579.24,-
Modal Kerja. Modal kerja menunjukkan modal awal yang dibutuhkan untuk
menjalankan pabrik sesuai dengan rencana produksi, antara lain uang muka, biaya tenaga kerja, biaya bahan baku, biaya overhead. Besarnya Modal Kerja adalah sebesar Rp 544 979 486.89,-
Dana investasi untuk proyek ini tidak sepenuhnya berasal dari modal sendiri, tetapi memanfaatkan pinjaman bank. Angsuran pinjaman diasumsikan sama untuk setiap tahunnya dan dibayar selama 6 tahun. Besarnya pinjaman ke bank adalah Rp 3 342 540 852.90,- dan besarnya modal sendiri adalah Rp835 635 213.22 ,-
Biaya Produksi
Biaya produksi setiap tahun meliputi biaya produksi langsung, biaya produksi tidak langsung, biaya produksi tetap dan general expense. Biaya produksi langsung meliputi biaya bahan baku, tenaga kerja, supervisi, pemeliharaan, plant supplies, utilitas. Biaya produksi tidak langsung meliputi payroll overhead, biaya laboratorium, pengeluaran pabrik, dan biaya pengemasan. Biaya produksi tetap meliputi pajak bumi dan bangunan,
163 asuransi, dan depresiasi. General expense meliputi biaya administrasi, biaya penjualan, riset dan pengembangan, bunga dan cicilan bank. Depresiasi atau penyusutan adalah penurunan nilai dari suatu benda akibat dari pertambahan umur pemakaian. Hal yang mengakibatkan penyusutan antara lain adalah adanya bagian yang rusak atau aus karena lamanya pemakaian sehingga benda tersebut tidak berfungsi semaksimal tahun-tahun awal pemakaian. Penyusutan dihitung sebagai biaya tetap menggunakan garis lurus. Biaya overhead tetap meliputi biaya tenaga kerja tidak langsung, asuransi dan biaya pemeliharaan Biaya produksi tidak tetap adalah biaya yang jumlahnya berubah, tergantung pada volume penjualan. Biaya ini meliputi biaya pemakaian bahan baku, biaya tenaga kerja langsung, biaya angkut, dan biaya overhead. Biaya tidak tetap meliputi elemen-elemen biaya bahan baku dan tenaga kerja.
Harga penjualan produk
Harga jual asetilasi poliol diestimasi dari harga pelumas dasar ester sintetis dipasaran dan dalam kajian ini ditetapkan dengan harga Rp80 000,-/kg. Perhitungan penetapan harga pelumas dasar berdasarkan pada harga produk yang akan digunakan sebagai campuran dengan petroleum (misal parafinik dengan harga Rp10 000,-/kg). Penggunaan campuran pelumas dasar minyak jarak pagar dan pelumas komersial adalah 1: 4 (volume)
Proyeksi Laba-Rugi
Proyeksi laba-rugi berguna untuk menggambarkan jumlah keuangan pada perioda tertentu selama umur industri. Perhitungan laba rugi untuk industri pelumas dasar minyak jarak pagar kapasitas optimum diuraikan pada Lampiran 23 (L23.1). Laba bersih tetap karena kapasitas produksi tetap pada kapasitas optimum selama 10 th. Angsuran pinjaman yang harus dilunasi selama enam tahun turut menpengaruhi pendapatan bersih dari proyek ini. Setelah tahun ke-7 laba bersih menjadi stabil. Hal ini dipengaruhi oleh angsuran pinjaman yang telah selesai masa pembayarannya. Pajak penghasilan dikenakan mulai tahun pertama. Pengenaan pajak dilakukan apabila laba kotor (laba sebelum pajak) dalam perioda tahunan pada proyek telah
164 memperoleh keuntungan (bernilai positif). Pajak Penghasilan dihitung berdasarkan pada UU No. 10 tahun 1994 adalah 10% untuk pendapatan 10 juta pertama, 40% untuk pendapatan sampai dengan 40 juta pertama dan 30% untuk pendapatan lebih dari 40 juta pertama.
Arus Kas Penerimaan dan Pengeluaran (Cash Flow).
Arus kas adalah penerimaan dan pengeluaran kas tahunan yang menunjukkan transaksi uang tunai yang berlangsung selama periode kajian. Arus kas masuk meliputi laba bersih, nilai penyusutan dan nilai sisa modal tetap. Proyeksi arus kas dapat dilihat pada Lampiran 23 (L23.2.).
Kriteria Investasi
Berdasarkan arus kas proyek yang telah dibuat, maka kriteria penilaian investasi dapat ditentukan, yang meliputi penilaian Net Present Value (NPV), Internal Rate of Return (IRR), Net Benefit Cost (Net B/C), dan Payback Period (PBP).
Net Present Value (NPV). Merupakan selisih antara present value arus keuntungan
dengan present value arus biaya, merupakan nilai sejumlah uang saat ini, keuntungan atau net cash flow yang akan diterima pada masa yang akan datang. Apabila NPV ≥ 0, maka proyek dapat dijalankan, jika NPV ≤ 0, maka proyek ditolak, berarti proyek tersebut mengembalikan persis seperti modal. Besarnya NPV adalah Rp1 518 271 684.81 ,- (Lampiran 23 (L23.3.)).
Internal Rate of Return (IRR). Merupakan tingkat keuntungan senyatanya yang akan
diperoleh investor dari investasi proyek mereka. Merupakan discount rate social (i) yang membuat NPV proyek sama dengan nol. Jika IRR ≥ I, maka proyek layak untuk dijalankan. Besarnya IRR adalah 25.09% dan perhitungan dapat dilihat pada Lampiran 23 (L23.3.).
Net Benefit Cost (Net B/C). Merupakan angka perbandingan antara jumlah present value
yang positif (sebagai pembilang) dengan jumlah present value yang negatif (sebagai
165 penyebut). Besarnya Net B/C adalah 1.36, dan perhitungan dapat dilihat pada Lampiran 23 (L23.3).
Payback Period (PBP). Metoda Payback Period memberikan gambaran pada investor
seberapa cepat proyek ini mengembalikan investasi yang tertanam. Satuan yang digunakan adalah waktu. Semakin pendek PBP, proyek menjadi semakin menarik. Besarnya PBP adalah 3.62 tahun dan perhitungan dapat dilihat pada Lampiran 23 (L23.3.).
Hasil Analisis sensitifitas
Hasil analisis sensitifitas menunjukkan bahwa harga bahan pembantu dan harga jual produk merupakan parameter yang sangat berpengaruh terhadap hasil analisis kelayakan finansial pada rancangan proses yang dipilih. Hasil perhitungan dapat dlihat pada Lampiran 23 (L23.4.).
Berdasarkan hasil analisis kelayakan finansial dan analisis sensitivitas, maka jalur proses epoksidasi, hidroksilasi, dan asetilasi dinyatakan layak secara financial.
Kelayakan jalur proses modifikasi minyak jarak pagar menjadi pelumas dasar
Berdasarkan hasil karakterisasi, identifikasi, dan uji kinerja produk, serta simulasi proses, maka jalur proses modifikasi minyak jarak pagar melalui epoksidasi, hidroksilasi, dan esterifikasi dinyatakan layak secara teknis untuk menghasilkan produk yang bisa digunakan sebagai pelumas dasar dengan karakteristik sesuai dengan yang diinginkan. Berdasarkan kriteria kelayakan analisis finansial dan analisis sensitivitas, jalur proses yang dipilih dinyatakan layak secara finansial untuk diproduksi skala optimum.
166
KESIMPULAN DAN SARAN Kesimpulan 1. Pemilihan bahan baku pelumas dasar dilakukan berdasarkan pada karakteristik bahan baku (sifat fisik, kimia, rendemen) dan pemanfaatannya, maka minyak jarak pagar merupakan bahan baku paling potensial dibandingkan dengan beberapa jenis minyak yang lain. 2. Hasil analisis sifat fisik misalnya densitas, indek viskositas, titik nyala, titik tuang, sifat kimia bilangan asam, bilangan penyabunan, penentuan gugus fungsi dengan menggunakan FTIR, dan penentuan struktur kimia menggunakan GC, menyatakan bahwa minyak jarak pagar memenuhi persyaratan sebagai pelumas dasar, tetapi masih perlu modifikasi untuk memperbaiki kemampuannya sebagai pelumas dasar. 3. Berdasarkan beberapa pertimbangan untuk pemilihan produk, meliputi data jumlah kebutuhan dalam negeri, kebutuhan dunia, sifat biodegradabilitas, terbarukan dan kemiripan sifat fisik-kimia terhadap sifat Poliolester (POE), maka pelumas dasar yang dihasilkan di aplikasikan pada kendaraan bermotor. 4. Pemilihan jalur proses dengan aturan heuristik didasarkan pada pertimbanganpertimbangan : jenis bahan baku, jenis katalis, dan waktu proses, maka pada penelitian ini dilakukan sintesis dasar dengan jalur proses pembuatan epoksi dengan proses in situ, hidroksilasi epoksi menggunakan metanol dengan katalis padat, esterifikasi poliol menggunakan asam asetat anhidrat dengan katalis padat. 5. Pada proses modifikasi minyak jarak pagar tahap epoksidasi, hasil analisis statistik menunjukkan bahwa nilai bilangan oksiran epoksi minyak jarak pagar dipengaruhi oleh nisbah mol pereaksi, konsentrasi katalis dan suhu proses. Semakin tinggi suhu (>60ºC), nisbah mol pereaksi (>1: 5), dan konsentrasi katalis (>0.5%) akan semakin besar jumlah tumbukan antar molekul dan semakin banyak reaksi yang terjadi, sehingga membentuk epoksi, yang dinyatakan dengan bilangan oksiran. Hasil analisis kanonik dengan menggunakan metoda respon permukaan menunjukkan nilai bilangan oksiran optimum (maksimum) adalah 5.1% yang terjadi pada suhu reaksi 70°C, konsentrasi katalis asam sulfat pekat 1% w/w, dan nisbah mol pereaksi 1 : 5.9. Persamaan tetapan laju reaksi dan model laju reaksi epoksidasi minyak jarak pagar :
k = 4 .321 .10 7 e ( −23 .45 / RT ) l / mol det ik
167
rE = 4.321.107 e( −23.45 / RT ) (CB 0 − CE ) Energi aktivasi epoksidasi minyak jarak pagar (E) adalah 23.449 kkal / mol, entalpi reaksi (ΔHR) adalah 23.449 kkal / mol. 6. Pada proses hidroksilasi terhadap epoksi minyak jarak pagar, hasil analisis ragam mengenai pengaruh jenis katalis heterogen dan konsentrasi katalis heterogen pada proses epoksidasi minyak jarak menunjukkan bahwa ada perbedaan cukup signifikan antar interaksi pada faktor jenis katalis dan konsentrasi katalis, dan besarnya koefisien determinasi (R-kuadrat) sebesar 99,23%. Beberapa katalis jenis asam bisa digunakan dalam proses pembukaan cincin oksiran, antara lain yaitu katalis cair (H2SO4), katalis padat zeolit dan bentonit. Berdasarkan proses dengan perbandingan pereaksi, suhu, dan waktu proses yang sama, penurunan bilangan oksiran dengan bentonit alam paling rendah, sehingga pada penelitian ini digunakan katalis bentonit dan konsentrasi katalis bentonit yang digunakan sebesar 1.5% (w/w). Hasil analisis statistik menunjukkan bahwa nilai bilangan oksiran epoksi minyak jarak pagar dipengaruhi oleh nisbah mol pereaksi, konsentrasi katalis dan suhu. Semakin tinggi suhu (>60ºC), perbandingan mol pereaksi (>1: 13), dan konsentrasi katalis (>1.5%) akan semakin besar jumlah tumbukan antar molekul dan semakin banyak reaksi yang terjadi, sehingga akan membentuk poliol, dinyatakan dengan penurunan bilangan oksiran. Hasil analisis kanonik dengan metoda respon permukaaan menunjukkan nilai bilangan oksiran optimum (minimum) adalah 0.77% yang terjadi pada suhu reaksi 60°C, katalis bentonit 1.5% w/w, dan nisbah pereaksi 1 : 13 (mol). Persamaan tetapan laju reaksi dan model laju reaksi hidroksilasi adalah :
k ' = 0.939 e ( −10.6909813
/ RT )
l/ mol detik
rE = 0.939 e ( −10.6909813 / RT )CE Harga Energi aktivasi dan Entalpi reaksi (ΔHR) proses hidroksilasi terhadap epoksi minyak jarak pagar, adalah 10.691 kkal/mol dan 10.019 kkal / mol. 7. Proses asetilasi poliol minyak jarak pagar dengan menggunakan asam asetat anhidrat, dilakukan pada kondisi nisbah volum poliol : asam asetat anhidrat = 10 : 1, katalis bentonit 2% (volum), waktu proses 40 menit dan suhu 90°C. Hasil perhitungan energi
168 aktivasi (E) adalah sebesar 1.412 kkal / mol. Persamaan tetapan laju reaksi dan model laju reaksi asetilasi terhadap poliol minyak jarak pagar adalah :
k ' = 0 .537 e (1.41220 / RT ) l/ mol detik rP = 0.537 e (1.41220 / RT )CP Harga entalpi reaksi (ΔHR) adalah 0.691 kkal / gmol 8. Hasil karakterisasi sifat fisik dan kimia terhadap asetilasi poliol, menunjukkan bahwa modifikasi minyak jarak pagar akan memperbaiki sifat fisik dan kimia sebagai pelumas dasar, sehingga dapat digunakan untuk mensubstitusi penggunaan pelumas dasar mineral atau sintetis. Hasil identifikasi menggunakan FTIR dan NMR menunjukkan terjadinya perubahan struktur minyak yang diinginkan yaitu menjadi asetilasi poliol. 9. Hasil pengujian kinerja pelumas dasar terhadap perubahan viskositas dan bilangan asam asetilasi poliol adalah paling rendah dibandingkan dengan sampel yang lainnya (minyak jarak pagar, poliol, dengan penambahan aditif ataupun tidak). Hasil pengujian kinerja formulasi campuran pelumas dasar minyak jarak pagar dan pelumas komersial dengan waktu pemakaian 100 jam dan komposisi campuran pelumas dasar jarak pagar : pelumas dasar komersial = 1 : 4 (volume) menunjukkan bahwa besarnya perubahan kandungan logam adalah paling rendah. 10. Kapasitas produksi optimum dicapai pada skala 167.281 ton/tahun yang memberikan total biaya minimum. Hasil analisis kelayakan finansial pada produksi asetilasi poliol dengan jalur proses yang digunakan pada kapasitas optimum ini, memberikan hasil IRR 25.09%, PBP 3.62 tahun, Net B/C
1.36. Variabel yang sensitif terhadap
kelayakan finansial adalah harga bahan pembantu dan harga jual produk. 11. Perancangan proses modifikasi minyak jarak pagar menjadi pelumas dasar sintetis melalui jalur proses epoksidasi, hidroksilasi, dan esterifikasi dengan menggunakan rangkaian alat yang sesuai pada kapasitas optimum, dinyatakan layak secara teknis dan finansial. Perancangan proses modifikasi telah menghasilkan produk yang sesuai dengan spesifikasi yang diinginkan dan dapat meningkatkan nilai tambah minyak jarak pagar.
169 Saran
1. Perlu dilakukan studi mengenai formulasi penambahan bahan aditif untuk menentukan jenis dan jumlah bahan aditif yang ditambahkan disesuaikan dengan penggunaan pelumas sintetik ini. 2. Perlu dilakukan pengujian kinerja pelumas yang mencakup : (i)
Waktu pengujian yang lebih panjang
(ii)
Meningkatkan komposisi campuran pelumas dasar modifikasi jarak pagar dan pelumas dasar komersial
(iii)
Uji biodegradabilitas
170 DAFTAR PUSTAKA Adams R, Kromdyk JP, Noblit T. 2000. Canola Oil-based fluid is gentle on environment. Houghton International : Inc Valley. Adhvaryu A, Erhan SZ. 2002. Epoxidized soybean oil as a potential source of high-temperature lubricants. Journal Industrial Crops and Products 15:244254. Adhvaryu A, Liu Z, Erhan SZ. 2005. Synthesis of novel alkoxylated triacylglycerols and their lubricant base oil properties. Journal Industrial Crops and Products 21: 113-119. Anonim. 2000. Lubricant technical service. Askew MF. 2004. Bio-Lubricants-Market Data Sheet: IENICA-Inforrm Project. Augustus, GS, Jayabalan, M, Seiler, GJ. 2002. Evaluation And Bioinduction Of Energy Components Of Jatropha Curcas. Biomass And Bioenergy 23:161-164. Campanella A, Baltanas MA. 2006. Degradation of Oxirane ring of epoxidized vegetable oils in liquid-liquid heterogenous reaction systems. Chemical Engineering Journal. 118 : 141-152. Carceller R. 1977. Ester based on vegetable oils. Arges Environmenta l. Vaasa : Findland. Caines A, Haycock R. 1996. Automotive Lubricants Reference Book. Society of Automotive Engineer. Inc. 400 Commonwealth Drave Warrendale, PA, USA. Booser ER. 2000. Handbook of Lubrication Theory and Practise of Tribology . Vol I , II. CRC Press. Florida. Dahlke B, Helbart S, Paetow M, & Zech WH. 1995. Polyhydroxy Fatty Acids and Their Derivatives from Plant Oils. JAOCS. Vol 72. No3. de Padua LS, Bunyapraphatsara N, Lemmens RH. 1999. Plant Resources of South-East Asia. Prosea. Bogor : Indonesia. Douglas JM. 1988. Conseptual Design of Chemical Process. Mc Graw Hill. New York.
171 Duke J, Atchley AA. 1986. CRC Handbook of Proximate Analysis Tables of Higher Plant . CIC Press. Inc. Boca Company. Eastwood J, Swallow A, Colmery A. 2005. Selection Criteria of Ester Environmentaly Acceptable Hydraulic Fluids. UNIQEMA : NCFP I05-4.2. Edgar TF, Himmelblau DM, Lasdon LS. 2001. Optimization of Chemical Processes. Mc Graw-Hill International Edition. Eisentraeger A. Schmidt M. Murrenho H. Dott W. Hahn S. 2002. Biodegradability testing of synthetic ester lubricants––effects of additives and usage. Chemosphere. 48 . 89–96. Fessenden & Fessenden. 1999. Kimia Organik. Edisi 2. Jilid 1. Penerbit Erlangga. Jakarta. Fluitec International. 1998. What is Lubricant . Fogler HS. 1992. Elements of Chemical Reaction Engineering. Second edition. Prentice-Hall International Inc Englewood Cliffs USA. Froment GF, Bischoff KB. 1990. Chemical Reactor Analysis and Design. John Wiley and Sons. New York. Gawrilow I. 2003. PALM OIL USAGE IN LUBRICANTS. Presented at 3rd Global Oils and Fats Business Forum U S A “Interfacing with the Global Oils and Fats Business” Gerard D. 2000. Formulating tomorrow’s Lubricants. Environment and Mechanical Engineering Services: Renault. Gray C, Sabur LK, Simanjuntak P, Maspaitella PEL. 1986. Pengantar Evaluasi Proyek. Penerbit PT. Gramedia : Jakarta Guibitz 1999. Exploitation of the Tropical oil seed plant Jatropha Curcas L. Bioresources Technology.67 : , 73-82. Gunstone FD, Padley FB. 1998. Lipid Technologies and Applications. Marcel. Dekker. Inc. New York. Basel : Hong Kong. Hambali E dkk. 2006. Jarak Pagar Tanaman Penghasil Biodiesel. Penebar Swadaya. Jakarta. Hartmann K & Kaplick K. 1990. Analysis and Synthesis of Chemical Process Systems. Elsevier. Tokyo.
172 Haus F, Boissel O , Junter GA. 2003. Multiple regression modelling of mineral base oil biodegradability based on their physical properties and overall chemical composition. Chemosphere. 50. 939-948. Hendrawati TY. 2001. Studi Pengaruh Penggunaan Antioksidan Golongan Phenolik dan Aminik terhadap Ketahanan Oksidasi Minyak Sawit Pada Berbagai Tingkat Kemurnian. Tesis Program Pascasarjana-IPB. 2001. Henning R. 1990. Jatropha Curcas in Africa. 11. D-88-138. Weisenberg: Germany, Henry. 2003. Biodegradable polyneopentyl polyol based synthetic ester blends and lubricants thereof. US. Patent : 6.551.968. Hwang HS, Erhan SZ. 2003. Lubricant Base Stock from Modified Soybean Oil. Abstrak AOCS Press. Champaign II : 20-34. Hwang HS, Erhan SZ. 2005. Synthetic Lubricant basestock from Epoxidized Soybean oil and Guerbet Alcohol. Journal Industrial Crops and Products, 1-7. Johnson DL. 1990. High Performance 4 – Cycle Lubricants from Canola : US Petroleum Institute. Johnston ST, Gostelow JP, King WJ. 2000. Engineering and Society. Prentice Hall, New Jersey. Karina RM. 2005. Stabilisasi Oksidasi Castor Oil sebagai minyak lumas dasar. Tesis. Program Studi Teknik Kimia. Program Pasca Sarjana Bidang Ilmu Teknik. Universitas Indonesia. Keputusan Presiden RI Nomor 21 Tahun 2001 Tentang Penyediaan dan Pelayanan Pelumas. Kirk RE, Othmer DF. 1982. Encyclopedia of Chemical Technology. Vol 8-9. Third edition. John Wiley and Sons : New York. La Puppung P. Minyak Jarak Memiliki Potensi sebagai Bahan Dasar Minyak Pelumas. Lembaran Publikasi Lemigas 4 : 55-64. Lathi PS , Mattiasson B. 2006. Green approach for the preparation of biodegradable lubricant base stock from epoxidized vegetable oil.Applied Catalysis B: Environmental.69. 207–212.
173 Levenspiel O. 1972. Chemical Reaction Engineering. Wiley International Edition. Mangunwidjaja D., Sailah I. 2005. Pengantar Teknologi Pertanian. Penebar Swadaya. Jakarta. Marimin. 2004. Pengambilan Keputusan Kriteria Majemuk. Grasindo. Jakarta Material Safety Data Sheet Polyolester Lubricants Montgomery DC, Runger GC, Hubele NF. 1998. Engineering Statistic. Wiley. New York. Mulyana A, Tjahjono EW. 2003. Penelitian Teknologi Proses Pembuatan Polyolester sebagai bahan dasar minyak pelumas sintetis. Makalah Seminar Teknologi Untuk Negeri. Pusat Pengkajian dan Penerapan Teknologi Industri Proses: BPPT. Newman E. 2003. The True Measure of Lubricant Quality. Article appeared in Power Stroke Registry: Summer Edition. Nugroho A. 2005. Ensiklopedi Otomotif. Penerbit Gramedia Pustaka Utama : Jakarta. Okieimen FE, Bakare OI, Okeimen CO. 2002. Studies on the epoxidation of rubber seed oil. Industrial Crops and Products 15 : 139–144. Paramins. Additive Seminar. Modul Seminar Pertamina. 1999. Pelumas Produksi Pertamina. Direktorat Pembekalan dan Pemasaran Dalam Negeri, Dinas Penyuluhan dan Pengendalian Mutu. Peters MS, Timmerhaus KD. 1981. Plant Design and Economics for Chemical Engineers. Mc Graw Hill Book Company. Petrovic. 2003. Method of making natural oil-based polyols and polyurethanes therefrom. US. Patent : 6.686.435. Rangrajan B, Havey A, Grulke EA, Culnan PD. 1995. Kinetic Parameters of a Two-phase Model for in situ Epoxidation of Soybean Oil. JAOCS 72 : 10. Rehm HJ, Reed G. 1990. Biotechnology. Volume 2. VCH. Richardson JT.1989. Principles of Catalyst Development. Plenium Press New York London. Rudd DF, Watson CC. 1968. Strategy of Process Engineering. Wiley. New York.
174 Satterfield CN. 1991. Heterogeneous Catalysis in Industrial Practise. Mc Graw Hill. New York. Schnur. 2003. Polyol ester lubricants, especially those compatible with mineral oils, for refrigerating compressors operating at high temperatures. US. Patent : 6.551.524. Sediawan WB, Prasetya A.1997. Pemodelan Matematis dan Penyelesaian Numeris dalam Teknik Kimia. Penerbit Andi. Yogyakarta. Seider WD, Seader DR. 1999. Process Design Principles : Synthesis, Analysis, and Evaluation. John Wiley & Sons, Inc. Singapura. Smith JM. 1981. Chemical Engineering Kinetics. Mc Graw Hill. Tokyo. Stefanescu I, Calomir C, Dima S, Spanu C, Deleanu L, Geana C, and Galeeanu V.2004. The Oxidation Resistance of Sunflower oil used as Possible Lubricant in Industrial Tribosystems. The Annals of University “Dunarea De Jos” of Galati Fascicle VII Steve EH. 1997. Reactor Design Consideration, The Reactor Aspect Ratio in Scale-up. Day and Zimmermann International. Chemical Engineering. Sudjadi. 1985. Penentuan Struktur Senyawa Organik. Penerbit. Ghalia Indonesia. Jakarta. Sudradjat R, Jaya L, Setiawan D. 2004 Optimalisasi proses Estrans pada pembuatan Biodisel dari Minyak Jarak Pagar (Jatropha Curcas, L.). Pusat Litbang Teknologi Hasil Hutan. Thomsen TC. 1951. The Practise of Lubrication. Mc-Graw-Hill Book Company. Triyanto. 2002. Formulasi Rolling Oil dengan Bahan Dasar Minyak Jarak (Ricinus communis L). Disertasi. Program Pasca Sarjana. Institut Pertanian Bogor. [USB]. 1997. Market Opportunity Summary-Soy-based Lubricants. Widianingsih N. 2003. Kajian Pengaruh Konsentrasi Atapulgit, Suhu, dan Lama Reaksi Dehidrasi terhadap Indeks Viskositas Minyak Jarak Terhidrasi sebagai Bahan Dasar Minyak Pelumas. Institut Pertanian Bogor Willing A. 2001. Lubricants based on renewable resources- an environmentally compatible alternative to mineral oil products. Chemosphere 43: 89-98.
175 Wu X, Zhang X, Yang S. 2000. The Study of Epoxidized Rapeseed Oil Used as a Potential Biodegradable Lubricant. JAOCS 77(5); 561-563. Yadav GD, Satoskar
DV. 1997. Kinetic of Epoxidation of Alkyl Ester of
Undecyclenic Acid Comparison of traditional Routes vs Ishii-Venturello Chemistry. JAOCS. Yunus R, Razi FA. 2003. Preparation and Characterization of Methylolpropane Esters from Palm Kernel Oil Methyl Esters. Journal of Oil Palm Research 15 (2) : 42-49. Zhang Y, Dube MA, McLean DD, and Kates M. 2003. Biodiesel production from waste cooking oil : 1. Process design and technological assessment. Bioresource Technology 89 : 1-16. Zhang Y, Dube MA, McLean DD, and Kates M. 2003. Biodiesel production from waste cooking oil : 1. Economic assessment and sensitivity analysis. Bioresource Technology xx : xxx. http://www.wipo.int/cgi
176 Lampiran 1 Prosedur analisa asam lemak, epoksi minyak, poliol, poliol terasetilasi dan uji pelumas
1 Bilangan iod (AOAC 1995) Sampel yang telah disaring ditimbang sebanyak 0,5 gram di dalam erlenmeyer 250 ml, lalu dilarutkan dengan 10 ml Kloroform dan ditambahkan dengan 25 ml pereaksi hanus. Semua bahan diatas dicampur merata dan disimpan didalam ruangan gelap selama satu jam. Sebagian iodium akan dibebaskan dari larutan. Setelah penyimpanan, ke dalamnya ditambahkan 10 ml larutan KI 15%. Iod yang dibebaskan kemudian dititrasi dengan larutan Na2S2O3 0,1 N sampai warna biru larutan tidak terlalu pekat. Selanjutnya ditambahkan larutan kanji satu persen dan titrasi kembali sampai warna biru hilang. Blangko dibuat dengan cara yang sama tanpa menggunakan minyak
Bilangan Iod = dengan :
( B − S ) x N x 12,69 G
B = ml Na2S2O3 blanko S = ml Na2S2O3 contoh N = normalitas Na2S2O3 G = berat contoh 12,69 = berat atom Iod/10
2
Bilangan asam dan kadar asam lemak bebas ( AOAC 1995)
Minyak yang akan diuji ditimbang sebanyak 5 gram dalam erlenmeyer 250 ml dan ditambahkan 50 ml alkohol netral 95%, lalu dipanaskan selama 10 menit dalam penangas air sambil diaduk. Setelah ditambahkan 2 tetes indikator penolphtalein satu persen, larutan dititrasi dengan NaOH 0.1 N sampai berwarna merah jambu yang tidak hilang dalam beberpa detik dan dihitung jumlah miligram NaOH yang digunakan untuk menetralkan asam lemak bebas dalam satu gram minyak atau lemak. kadar asam lemak bebas (%) =
AxN xM 10 x G
177 Bilangan asam =
dengan :
A x N x 56.1 G
A= jumlah ml NaOH untuk titrasi N = normalitas larutan NaOH G = bobot contoh (gram) M = bobot molekul bahan
2
Kadar air
Minyak atau lemak yang akan diuji terlebih dahulu diaduk sampai rata dan tidak ada air yang mengendap. Contoh yang telah diaduk, ditimbang seberat 5 gr di dalam cawan kadar air, lalu dimasukkan ke dalam oven dan dikeringkan pada suhu 105°C selama 3 jam. Contoh diangkat dari oven dan didinginkan di dalam desikator selama satu jam sampai suhu kamar, kemudian ditimbang. Pekerjaan ini diulang sampai kehilangan bobot selama pemansan 30 menit tidak lebih dari 0,05%.
3
Bilangan penyabunan (AOAC 1995)
Bilangan Penyabunan dinyatakan sebagai jumlah miligram KOH yang dibutuhkan untuk menyabunkan 1 gram minyak atau lemak. Sebanyak 3-5 gram contoh minyak yang akan diuji ditimbang dalam erlenmeyer 200 ml, kemudian ditambahkan 50 ml larutan KOH beralkohol 0.5 N. Setelah itu erlenmeyer dihubungkan dengan pendingin tegak dan contoh tersabunkan dengan sempurna, yaitu jika diperoleh larutan yang bebas dari butirbutir lemak. Larutan kemudian didinginkan, selanjutnya dititrasi dengan larutan HCl 0.5 N dengan indikator penolptalein 1 prosen, sampai warna merah jambu hilang. Perhitungan Bilangan Penyabunan mengikuti rumus berikut : Bilangan Penyabunan =
( A − B )x 28.05 G
Dimana: A = jumlah ml HCl 0.5 untuk blanko B = jumlah ml HCl 0.5 N untuk titrasi contoh G = bobot contoh minyak (gram) 28.05 = setengah dari bobot molekul KOH
178 5
Analisis densitas (SNI- 06-4085-1996)
Piknometer
dibersihkan
kemudian
dikeringkan
dan
ditimbang.
Sampel
didinginkan lebih rendah dari suhu penetapan. Sampel dimasukkan ke dalam piknometer yang terendam air es, biarkan sampai suhu 25° C dan tetapkan sampai garis tera. Piknometer diangkat dari dalam rendaman air es dan didiamkan pada suhu kamar kemudian ditimbang. Pengerjaan tersebut diulangi dengan memakai air suling sebagai pengganti sampel.
(
)
Bobot jenis relatif 250 / 250 C =
6
Densitas sampel Densitas air
Analisa viskositas (ASTM D2983)
Pengukuran
Viskositas
dilakukan
dengan
menggunakan
Viskosimeter
Brookefield. Sampel sebanyak 50 ml dituang ke dalam suatu wadah dan diukur
viskositasnya dengan menggunakan spandle nomer 4 dengan kecepatan 6-rpm. Viskositasnya (cp) adalah 200 (faktor konversi) dikalikan dengan hasil pengukuran.
7
Analisis indeks bias
Indeks bias dari suatu zat ialah perbandingan dari sinus sudut sinar jatuh dan sinus sudut sinar pantul dari cahaya yang melaui suatu zat. Refraksi atau pembiasan ini disebabkan adanya interaksi antara gaya elektrostatik dan gaya elektromagnetik dari atom-atom dalam molekul cairan. Pengujian indeks bias dapat digunakan untuk menentukan kemurnian minyak dan dapat menentukan dengan cepat terjadinya hidrogenasi katalitis. Semakin panjang rantai karbon dan semakin banyak ikatan rangkap indeks bias semakin besar. Indeks bias juga dipengaruhi oleh faktor-faktor seperti kadar asam lemak bebas, proses oksidasi dan suhu. Alat yang digunakan pada pengujian ini adalah Refraktometer
8 Bilangan oksiran (AOAC Method)
Kandungan oksigen oksiran dalam epoksi minyak jarak pagar ditentukan dengan Metoda A.O.C.S. Jumlah oksigen oksiran dapat dihitung dengan persamaan :
179 % Oksigen Oksiran =
T N W 9
T x N x160 W
= Volum hidrogenb (cm3) = Konsentrasi larutan hidrogen bromida = Berat epoksi minyak jarak pagar, g Bilangan Hidroksil (AOAC Method).
Bilangan hidroksil adalah jumlah mg kalium hidroksida yang diperlukan untuk menetralisasi asam asetat yang digunakan untuk proses asetilasi dengan 1 gram sampel. Berat sampel tergantung pada nilai hidroksil yang diharapkan dan dimasukkan ke dalam labu erlenmeyer 250-ml Nilai hidroksil 0 - 20 20 -50 50 - 100 100 - 200
Berat sampel (g) 10 5 3 2
Pipet 5.0 ml piridin/asam asetat anhidrat TS ke dalam labu (untuk sampel yang mempunyai bilangan hidroksil 0-20, tambahkan 5 ml piridin/asam asetat anhidrat TS ke dalam labu). Aduk campuran di dalam labu. Pipet 5.0 ml piridin/asam asetat anhidrat TS ke dalam labu kosong untuk blangko (jika 10.0 ml reagen digunakan untuk asetilasi, gunakan 10.0-ml blangko). Letakkan labu pada penangas, dilengkapi dengan pendingin balik, dan dipanaskan selama 1 jam. Untuk menghidrolisa kelebihan asetat anhidrat, tambahkan air secukupnya (tidak lebih dari 10 ml) melalui kondenser ke labu. Jika lapisan terpisah dalam 2 lapisan tambahkan piridin secukupnya untuk menjaga homogenitas larutan. Panaskan dalam penangas selama 10 menit dengan pendingin balik. Tambahkan 25 ml n-butanol, kira-kira ½ nya melalui kondenser dan sisanya dicuci kemudian dikeluarkan di sisi labu. Tambahkan 1 ml penolptalein TS and titrasi untuk mendapatkan warna merah jambu dengan 0.5 N larutan KOH etanolat. Untuk mengkoreksi asam bebas, campur kira-kira 10 g sampel, dengan 10 ml piridin, tambahkan 1 ml penolptalein TS dan titrasi sampai dengan warna merah jambu dengan 0.5 N KOH etanolat.
180 Perhitungan bilangan hidroksil :
Bilangan Hidroksil = [(B + (WA/ C) - S) x N x 56.1] / W A= ml KOH yang diperlukan untuk penentuan asam bebas; B= ml KOH yang diperlukan sebagai blangko; C= berat sampel yang diperlukan untuk penentuan asam bebas; S= ml KOH yang diperlukan untuk titrasi sampel terasetilasi; W= berat sampel yang digunakan untuk asetilasi; N= normalitas larutan KOH etanolat. 10 Komponen asam lemak dengan menggunakan GC (Gas-Chromatography)
Dua gram sampel ditimbang dan dipindahkan ke dalam labu didih. Kemudian ditambahkan 6-8 ml NaOH dalam metanol, dipanaskan sampai tersabunkan lebih kurang 15 menit dengan pendingin balik. Selanjutnya ditambahkan 5 ml n-heptana atau nheksana, kemudian dikocok dan ditambahkan larutan NaCl jenuh. Larutan akan terpisah menjadi dua bagian. Bagian atas akan dipindahkan ke dalam tabung reaksi yang sebelumnya telah diberi 1 gr Na2SO4. Larutan tersebut (bagian atas) adalah larutan yang siap diinjeksikan ke kromatografi gas. Pada karakterisasi asam lemak, digunakan kondisi sebagai berikut : Suhu detektor
: 230° C
Suhu injektor
: 225° C
Suhu awal
: 70° C , waktu pada suhu awal = 2 menit
Suhu akhir
: 210°C , waktu pada suhu akhir = 20 menit
Laju
: 8 C/menit, attenuasi : 128
Kolom yang digunakan : Gelas Panjang kolom
: 2 meter, diameter kolom : 2 mm
Gas pembawa
: He
Fase diam
: Dietilen glikol suksinat
Cromosorb
: 0 HP = 80 – 100 mesh
Jenis detektor
: FID (Flame Ionization Detector)
181 11 Analisis gugus fungsi menggunakan FTIR (Fourier Transfer Infra Red) FTIR Spectroscopy yaitu analisa secara kualitatif dan kuantitatif terhadap struktur
kimia senyawa organik maupun anorganik. Karena ikatan kimia mengabsorb energi infra merah pada frekuensi tertentu (Panjang gelombang tertentu). Struktur dasar senyawa dapat ditentukan dari lokasi spektral penyerapan IR. Hubungan transmisi IR dari senyawa dengan frekuensi dibandingkan dengan spektra referensi. Epoksi, Poliol, Poliol terasetilasi, dan minyak jarak pagar dianalisa dalam FTIR Spectroscopy dari 4000-400 cm-1 dengan waktu scan 16 dan resolusi 8.
12 Uji kestabilan oksidasi (ASTM D943)
Minyak pelumas mungkin dipanaskan pada temperatur relatif tinggi di lingkungan udara, logam katalis aktif atau senyawa logam. Proses oksidasi menjadi kritis jika minyak beroperasi diatas 66° C. Laju oksidasi 2 kali untuk tiap kenaikan 10° C pada suhu minyak diatas 66° C. Resultan oksidasi minyak menghasilkan kenaikkan viskositas, asam, residu karbon, sludge dan aspal. Uji oksidasi dilakukan menggunakan alat mikrooksidasi dengan data viskositas, bilangan asam, dan massa deposit,
dihitung pada waktu yang
divariasikan.
13 Titik nyala dengan metoda COC (ASTM D 92)
Masukkan sampel pada wadah uji. Sesuaikan jumlah sampel agar terisi tepat pada garis yang telah ditentukan. Hilangkan udara dan busa yang terdapat pada sampel. Nyalakan api uji dan atur diameter api hingga 3.2 – 4.8 mm. Panaskan sampel uji dengan kecepatan peningkatan suhu sekitar 14-17° C per menit. Pada setiap kenaikan suhu sampel sebesar 2° C dilakukan pengujian, yaitu dengan mendekatkan api uji pada sampel. Titik nyala adalah suhu pada sampel ketika mulai menyala. Titik api adalah suhu pada sampel pada saat nyala sampel kontinyu. 14 Titik tuang (ASTM D-97)
Tuangkan sampel pada tabung uji sampai dengan batas yang ditentukan. Tutup tabung uji dengan penutup yang dilengkapi dengan termometer. Panaskan sampel dalam
182 tabung uji sampai 45° C. Kemudian masukkan sampel dalam tabung pendingin. Uji penuangan dilaksanakan pada setiap penurunan suhu 3° C.
15 Viscositas kinematik (ASTM 445)
Viskometer kinematik diukur dengan menggunakan viskometer kapiler gelas dan bak untuk mengatur suhu. Viskositas kinematik diukur dengan melakukan pengukuran waktu sejumlah volume cairan yang mengalir melalui kapiler viskometer, pada suhu tertentu. Viskositas kinematik adalah hasil perkalian dari waktu aliran yang diukur dengan faktor viskometer kapiler gelas. 16 Indeks viskositas (ASTM D-2270)
Indeks viskositas (VI) dapat dihitung berdasarkan hasil pengukuran viskositas kinematik pada suhu 40° C dan 100° C. VI =
L −U x100 L−H
H
= viskositas standar pada VI = 100 pada suhu 40° C (lihat Tabel ASTMD 2270)
L
= viskositas standar dengan VI = 0 pada suhu 40° C (lihat tabel ASTMD 2270)
U
= viskositas kinematik pada suhu 40° C
17 Analisis struktur kimia menggunakan NMR
NMR (Nuclear Magnetic Resonance) digunakan untuk memperoleh gambaran perbedaan sifat magnit dari berbagai inti yang ada dan menduga letak inti tersebut. Spektrum resonansi magnit proton biasanya diperoleh pada 60 atau 100 MHz yang sesuai dengan kekuatan medan magnit 14092 atau 23500 Gauss. Letak resonansi suatu proton pada spectrum diukur relative terhadap letak resonansi proton senyawa baku, perbedaan letak resonansi disebut pergeseran kimia proton (δ, ppm).
183 Lampiran 2 Kebutuhan Pelumas di tiap propinsi di Indonesia tahun 2003 Propinsi
NANGGROE ACEH DARUSSALAM SUMATERA UTARA SUMATERA BARAT
Pemakaian Pelumas (000 Liter)
Nilai – Value (000 Rp)
602282
12218671
2458929
28961188
495208
5753310
135951400
296249024
JAMBI
5779591
133688506
SUMATERA SELATAN
3575501
64051056
BENGKULU
3043818
75404171
LAMPUNG
1577762
24228428
138712
2965353
DKI JAKARTA
6242912
77964321
JAWA BARAT
19903041
381627081
JAWA TENGAH
14419454
245427461
RIAU
KEP BANGKA BELITUNG
DI YOGYAKARTA
881818
9438346
10312404
143393813
8545727
155649290
BALI
89427
849547
NUSA TENGGARA BARAT
32373
425908
JAWA TIMUR BANTEN
NUSA TENGGARA TIMUR
14778
172506
1192286
14535665
KALIMANTAN TENGAH
226665
3996085
KALIMANTAN SELATAN
1328607
22284291
KALIMANTAN TIMUR
5623466
119837772
SULAWESI UTARA
113578
2506845
SULAWESI TENGAH
102190
1329777
SULAWESI SELATAN
863931
10502689
1197532
12870910
58668
774161
MALUKU
599119
10680612
MALUKU UTARA
117154
2928873
IRIAN JAYA BARAT
493798
6970283
IRIAN JAYA TENGAH
133468
3336712
IRIAN JAYA TIMUR
125106
1786693
KALIMANTAN BARAT
SULAWESI TENGGARA GORONTALO
TOTAL
Sumber : BPS 2003
226240705
184 Lampiran 3 Indeks viskositas minimum beberapa pelumas dengan angka viskositas SAE
SAE Viskositas rangkap
Indeks viskositas minimum, VI minimum
5W – 20
127
5W – 30
180
5W – 50
230
10W - 30
145
10W - 40
169
10W – 50
190
20W – 40
113
20W - 50
133
Sumber : La Puppung 1986
Lampiran 4 Tingkat viskositas pelumas motor (SAE J 300 March 1982)
Viskositas SAE
Viskositas CCS
Suhu Boderline
Maksimum
Maximum ºC
Vk pada 100 ºC, cSt
ºC
Vd(Poise)
ºC
Min
0W
-30
32.5
-35
3.8
-
5W
-25
35
-30
3.8
-
10W
-20
35
-25
4.1
-
15W
-15
35
-20
5.6
-
20W
-10
45
-15
5.6
-
25W
-5
60
-10
9.3
-
20
5.6
< 9.3
30
9.3
< 12.5
40
12.5
< 16.3
50
16.3
<21.9
Sumber : La Puppung 1986
Max
185 Lampiran 5 Klasifikasi pelumas industri menurut ISO (ASTM 2422)
Identifikasi Grade
Vsikositas pada 40°
Batas Viskositas Kinematik at 40°C, cSt
Viskositas
C, cSt (mm2/s)
(mm2/s)
ISO VG 2
2.2
1.98
2.42
ISO VG 3
3.2
2.88
3.52
ISO VG 5
4.6
4.14
5.06
ISO VG 7
6.8
6.12
7.48
ISO VG 10
10
9.00
11.0
ISO VG 15
15
13.5
16.5
ISO VG 22
22
19.8
24.2
ISO VG 32
32
28.8
35.2
ISO VG 46
46
41.4
50.6
ISO VG 68
68
61.2
74.8
ISO VG 100
100
90.0
110
ISO VG 150
150
135
165
ISO VG 220
229
198
242
ISO VG 320
320
288
352
ISO VG 460
460
414
506
ISO VG 680
680
612
748
ISO VG 1000
1000
900
1100
ISO VG 1500
1500
1350
1650
Sumber : La Puppung 1986
186 Lampiran 6 Pemakaian serta Nilai pelumas menurut kode industri, 2003
Pemakaian - Kuantitas (000 Liter) Kode Industri
Pemakaian Pelumas
Nilai (000 Rp)
Konsumen
INDUSTRI MAKANAN DAN MINUMAN
15
25304410
528075425
16
497090
8123773
17
13708384
233258742
18
1804612
38330605
19
1555199
25462324
20
11048746
203243730
INDUSTRI KAYU,
21
135793624
251285667
22
372628
5220484
23
240991
5219638
INDUSTRI KERTAS INDUSTRI PENERBITAN, PERCETAKAN INDUSTRI BATU BARA, PENGILANGAN MINYAK , GAS
24
4809763
71930601
25
4202347
62308840
26
6687976
108637352
27
7257523
129255462
28
1514343
24565347
29
2217970
43261060
30
4628
115717
31
1378613
29083967
32
904823
15612531
33
25126
393426
34
2680919
38436664
35
3155848
39325031
36
1062239
11523103
37
12903
139859
226240705 216510743
1872809348 1682122687
TOTAL
INDUSTRI PENGOLAHAN TEMBAKAU INDUSTRI TEKSTIL INDUSTRI PAKAIAN JADI INDUSTRI KULIT - BARANG DARI KULIT
INDUSTRI KIMIA INDUSTRI KARET DAN BARANG DARI KARET INDUSTRI BARANG GALIAN BUKAN LOGAM INDUSTRI LOGAM DASAR INDUSTRI BARANG DARI LOGAM INDUSTRI MESIN DAN PERLENGKAPANNYA INDUSTRI MESIN DAN PERALATAN KANTOR INDUSTRI MESIN LISTRIK INDUSTRI RADIO, TELEVISI INDUSTRI PERALATAN KEDOKTERAN, ALAT-ALAT UKUR INDUSTRI KENDARAAN BERMOTOR INDUSTRI ALAT ANGKUTAN INDUSTRI FURNITUR DAN INDUSTRI PENGOLAHAN LAINNYA DAUR ULANG
187 Lampiran 7 Hasil percobaan proses epoksidasi minyak jarak pagar waktu proses 1 jam, volum minyak jarak pagar 10 ml
Run
1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 13 14 15
X1 X2 X3 OV
16
-1 -1 -1 -1 1 1 1 1 0 0 0 0 0 0 -2 1.7
-1 -1 1 1 -1 -1 1 1 0 0 0 0 0 0 0 0
-1 4.5 1 3.79 -1 4.54 1 1.56 -1 4.47 1 4 -1 4.7 1 2.9 0 5.15 0 4.9 0 4.899 0 4.88 0 4.88 0 4.78 0 4.23 0 4.26
17
0
0
3.72
18 19 20
0 0 0
-2 1.7
0
0
-2
0
1.7
1.4 4.5 4.1
Lampiran 8 Penelitian pendahuluan epoksidasi L8.1 nilai estimasi, standar deviasi dan nilai t bilangan oksiran epoksi jarak pagar
Regresi Linear Kuadratik Crossproduct Total Model Residual Lack of Fit Pure Error Total Error
DK 3 3 3 9 DF 5 5 10
JK
R-Kuadrat Nilai F
Pr>F
3.971132 6.564467 0.856100 11.391698
0.3232 0.5342 0.0697 0.9271
14.77 24.42 3.19 14.13
0.0005 <0.0001 0.0716 0.0001
JK 0.711872 0.184150 0.896022
KT 0.142374 0.036830 0.089602
Nilai F 3.87
Pr > F 0.0821
188
Parameter
DK 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1
Intersep X1 X2 X3 X1*x1 X2*x1 X2*x2 X3*x1 X3*x2 X3*x3
Estimasi 5.003917 0.075446 -0.291417 -0.447363 -0.199471 0.127500 -0.618329 0.090000 -0.287500 -0.303744
Standard error 0.122085 0.080996 0.080996 0.080996 0.078837 0.105831 0.078837 0.105831 0.105831 0.078837
Nilai t 40.99 0.93 -3.60 -5.52 -2.53 1.20 -7.84 0.85 -2.72 -3.85
Pr > F <.0001 0.3735 0.0049 0.0003 0.0299 0.2560 <.0001 0.4150 0.0217 0.0032
L8.2 optimasi kondisi operasi epoksidasi
Hasil penelitian pada rancangan titik faktorial dan titik pusat menunjukkan nilai estimasi bilangan oksiran berkisar 1.4%– 5.15%. Dari analisis statistika untuk respon perolehan nilai bilangan oksiran dengan model kuadratik diperoleh persamaan model: Y
=
5.003917+0.075446x1-0.291417x2-0.447363x3-0.199471x12+127500x1x20.618329x22+0.090000x1x3-0.287500x2x3-0.303744x32
Dari Tabel ANOVA, uji lack of fit (uji ketidaksesuaian data) pada model ordo kedua ini bersifat tidak beda nyata (Pr= 0.0821) dengan α=0.05. Berdasarkan kesesuaian ini, maka model ordo kedua dianggap sesuai untuk menduga perolehan bilangan oksiran.
Lampiran 9 Proses epoksidasi L9.1 perhitungan perpindahan massa katalis H2SO4 dalam H2O2
Perhitungan [H+] dari data pH Pada t = 5 menit, pH campuran H2SO4 dalam H2O2 adalah 0.5 pH = − log[ H + ] [ H + ]−1 = 10{ pH ] = 10[[ 0.5] = 3.16227 [H + ] =
1 1 = = 0.316227 + [ H ] 3.16227
Hubungan regresi linier data dNA/dt adalah sebagai berikut :
189 L9.2 hasil analisis statistika persamaan perpindahan massa H2SO4 dalam H2O2 SUMMARY OUTPUT Regression Statistics Multiple R
0.951186951
R Square Adjusted R Square
0.904756616
Standard Error
10.29613464
0.888882719
Observations
8
ANOVA df
SS
MS
Regression
1
6042.2213
6042.2213
Residual
6
636.0623317
106.0103886
Total
7
6678.283632 Standard Error
t Stat
F
Significance F
56.996502
0.00028023
P-value
Upper 95%
Lower 95.0%
3.0252179
29.499753
3.0252179
3.1763487
1.6213577
3.1763487
Intercept
Coefficients 13.23726734
6.646126335
-1.99172671
0.093492
Lower 95% 29.4997526
X Variable 1
2.398853159
0.317745613
7.549602754
0.0002802
1.62135765
L9.3 perhitungan laju reaksi epoksidasi k1 A + B C + D
1)
k2 D + F
E + A
Keterangan : CA : konsentrasi asam asetat, gek L-1 CB : konsentrasi hidrogen peroksida, gek L-1 CD : konsentrasi asam perasetat, gek L-1 CE : konsentrasi epoksi, gek L-1 CF : konsentrasi iod dalam trigliserida, , gek L-1 k1 : tetapan laju reaksi asam perasetat, L gek-1 menit-1 k2 : tetapan laju reaksi epoksidasi, L gek-1 menit-1 Persamaan laju reaksi pembentukan asam perasetat dCD = k1 CA CB – k2 CD CF dt Persamaan Laju reaksi pembentukan epoksi minyak dCE = k2 CD CF dt
2)
3)
4)
Upper 95.0%
190 Perubahan konsentrasi asam perasetat terhadap waktu sangat kecil dibandingkan dengan perubahan konsentrasi trigliserida terepoksidasi, atau dCD/dt << CE/dt. dCE = k1 CA0 CB
5)
CB = CB0 – CE
6)
= k1 CA0 (CB0 – CE )
7)
dt
dCE dt Bila k1 CA0 = k’ dCE = k’(CB0 – CE ) dt
8)
dCE = k’ dt (CB0 – CE )
9)
Persamaan 9) diintegrasikan didapatkan persamaan : CE
ln (CB0 – CE)
0
=- k’ t
ln (CB 0 / (CB 0 (1 − X ))) = k ' t
10)
ln (1 / (1 − X )) = k ' t
11)
t = (1 / k ')ln (CB 0 / (CB 0 − CE ))
12)
L9.4 perhitungan konversi reaksi epoksidasi
Perhitungan konversi reaksi adalah pembentukan mol epoksi yang setara dengan perubahan mol dari ikatan rangkap menjadi epoksi x=
(CE ) Ciod
191 L9.4.1 data bilangan oksiran pada percobaan kinetika reaksi epoksidasi Waktu 15 30 45 60 90
Bilangan Oksiran 65° C 70° C 2.46 3.5 3.93 5.08 4.73 5.39 4.75 5.06 5.01 5.01
75° C 2.6 4.68 4.47 4.17 3.17
Bilangan iod minyak jarak pagar: 108 g/100 g minyak; sampel minyak= 10 ml, densitas= 0.9157 g/ml; ikatan rangkap = 0.078488 mol, CB0 = 0.186 mol. Perhitungan mol epoksi :
Mol epoksi = (Volum x densitas) x (% Oksigen Oksiran ) / BM O Contoh : 65° C, 15 menit oksiran = 2.46, mol epoksi = (10 x 0.92) x (2.46/100) /16 = 0.014146 Perhitungan konversi menjadi oksiran :
Konversi relatif menjadi oksiran , x =
OOe
OOt
Keterangan : OOe : Oksigen oksiran eksperimen OOt : Oksigen oksiran teoritis ={(IV0/Ai)/[100+(IV0/2Ai)A0]} x A0 x 100 = 8.842 IV0 = 108; Ai = 126.9, A0 = 16 L9.4.2 konversi reaksi pada 65°C, 70°C, dan 75° C t 65°C 5 20 30 45 60 90 t 70° C 15 18 30 45 60 90
Oksiran eksperimen OOe 2.46 2.95 3.93 4.73 4.75 4.37 oksiran eksperimen OOe 3.5 4.03 5.08 5.39 5.06 5.01
mol epoksi 0.014145 0.02714 0.0225975 0.0271975 0.0273125 0.0251275 mol epoksi 0.020125 0.0231725 0.02921 0.0309925 0.029095 0.0288075
OOe/OOt =X 0.278210625 0.333626563 0.444458438 0.534933438 0.537195313 0.494219688 OOe/OOt =X 0.395828125 0.455767813 0.57451625 0.609575313 0.572254375 0.566599688
192 t 75° C 15 20 30 45 60 90
L9.5
oksiran eksperimen = OOe 2.6 3.29 4.68 4.47 4.17 3.17
mol epoksi 0.01495 0.01893 0.02691 0.02570 0.02397 0.01822
OOe/OOt =X 0.29404375 0.372455417 0.52927875 0.505529063 0.471600938 0.358507188
Perhitungan data kinetika dan termodinamika reaksi epoksidasi
Dari persamaan 10) dan L9.4.2, selanjutnya dibuat tabel L9.5.1 hasil perhitungan ln (CB0/(CB0-CE)) t, menit 65C
ln(CB0/(CB0-CE))
15 30 45 60
0.079095576 0.129530192 0.158085382 0.158809814
t, menit 70C 15 20 30
lnCB0/(CB0-CE) 0.114512181 0.170839343 0.182273171
t, menit 75C
lnCB0/(CB0-CE)
15
0.083790762
20
0.107373692
30
0.156276594
L9.5.2 Hasil analisis statistika regresi linier suhu 65°C Regression Analysis: ln(CB0/(CB0-CE))65C versus waktu, menit The regression equation is ln(CB0/(CB0-CE))65C = 0.0645 + 0.00178 Waktu, menit Predictor Constant Waktu, m
Coef 0.06446 0.0017847
S = 0.01760
SE Coef 0.02156 0.0005247
R-Sq = 85.3%
T 2.99 3.40
P 0.096 0.077
R-Sq(adj) = 77.9%
Analysis of Variance Source Regression Residual Error Total
DF 1 2 3
SS 0.0035831 0.0006195 0.0042027
MS 0.0035831 0.0003098
F 11.57
P 0.077
193 suhu 70°C Regression Analysis: ln CB0/(CB0-CE) 70C versus waktu, menit The regression equation is ln CB0/(CB0-CE) 70C = 0.0684 + 0.00404 waktu, menit Predictor Constant waktu, m
Coef 0.06844 0.004035
S = 0.02705
SE Coef 0.05647 0.002505
R-Sq = 72.2%
T 1.21 1.61
P 0.439 0.354
R-Sq(adj) = 44.4%
Analysis of Variance Source Regression Residual Error Total
DF 1 1 2
SS 0.0018999 0.0007318 0.0026317
MS 0.0018999 0.0007318
F 2.60
P 0.354
suhu 75°C Regression Analysis: ln(CB0/(CB0-CE)75C versus waktu,menit The regression equation is ln(CB0/(CB0-CE)75C = 0.0109 + 0.00484 waktu,menit Predictor Constant waktu,me
Coef 0.0109327 0.00484066
S = 0.0004642
SE Coef 0.0009691 0.00004298
R-Sq = 99.0%
T 11.28 112.62
P 0.056 0.006
R-Sq(adj) = 100.0%
Analysis of Variance Source Regression Residual Error Total
DF 1 1 2
SS 0.0027337 0.0000002 0.0027339
MS 0.0027337 0.0000002
F 12684.21
P 0.006
Harga k (tetapan laju reaksi epoksidasi) merupakan slope garis lurus. pada 65° C, 70° C, dan 75° C, besarnya k adalah 0.00178, 0.00404, dan 0.00484 dengan satuan ml/mol menit. Apabila diubah menjadi satuan l/mol detik didapatkan nilai sebagai berikut : L9.5.3 nilai -nilai tetapan laju reaksi pada 65°C, 70° C, dan 75° C t°C 65 70 75
k =ml / mol menit 0.00178 0.00404 0.00484
Nilai k yang akan digunakan selanjutnya adalah yang dihitung dari data linier Parameter lain yang ada pada konstanta Arrheinus adalah : k = Ae − E / RT
Jika diubah dalam bentuk ln, menjadi ln k = ln A − E / RT
194
T°C 65 70 75
1/T 0.00295858 0.002915452 0.002873563
k=ml / mol menit ln k -6.331141915 -5.511510587 -5.330840558
Dibuat hubungan antara ln k dengan 1/T SUMMARY OUTPUT Regression Statistics Multiple R 0.941108538 R Square 0.885685281 Adjusted R Square 0.771370562 Standard Error 0.254892896 Observations
3
ANOVA df Regression Residual Total
1 1 2 Coefficients
Intercept X Variable 1
slope (-E/RT) E
28.6874571 -11801.6283
-11801.6283 23449.83536
SS 0.50337627 0.064970388 0.568346659 Standard Error 12.3637858 4239.877348
t Stat 2.320280985 -2.783483412
F 7.747779902
P-value 0.259057624 0.219571532
23.44983536 kcal/mol
A = k/exp( E/RT A= 2.59581E+12 ml/mol menit =
ΔH = E − (1 − Δn)RT
ΔH =
MS 0.50337627 0.064970388
23.44983536 kcal/mol
43263427.32
l/mol
detik
Significance F 0.21957153
Lower 95%
Upper 95%
-128.40934 -65674.378
185.7842508 42071.12137
L
195 Lampiran 10 Perhitungan waktu curah ideal epoksidasi
Perhitungan waktu ideal menggunakan persamaan 12) Contoh perhitungan pada percobaan 70°C waktu 45 menit, CB0 = 0.186 mol; CE = 0.021125 mol; k = 0.00404 ml/ mol menit. Dengan menggunakan persamaan 12), dibutuhkan waktu = 45.330 menit. Perbandingan waktu percobaan dan model. k 65C = 60 C oksiran t
X = OOe/OOt
15
eksperimen = OOe 2.46
30 45
t persamaan
mol epoksi 0.014145
0.278210625 22.61205765
3.93
0.0225975
0.444458438 37.03044237
4.73
0.0271975
0.534933438 45.19387764
k70 C = t 70 C oksiran mol epoksi X = OOe/OOt t persamaan eksperimen = OOe 15 3.5 0.020125 0.395828125 28.47868878 30 5.08 0.02921 0.57451625 42.4870127 45 5.39 0.0309925 0.609575313 45.33055661 k 75 C= t 75 C oksiran mol epoksi X = OOe/OOt t persamaan eksperimen = OOe 15 2.6 0.01495 0.29404375 24.2341924 30 4.68 0.02691 0.52927875 45.19874197 45 4.47 0.0257025 0.505529063 43.01181792
Lampiran 11 Pemilihan jenis dan konsentrasi katalis pada reaksi hidroksilasi L11.1 Penurunan oksiran pada hidroksilasi dengan katalis padat dan cair
Katalis H2SO4 1% H2SO4 1.5% H2SO4 2% Zeolit 1 % Zeolit 1.5 % Zeolit 2 % Bentonit 1 % Bentonit 1.5 % Bentonit 2 %
Oksiran setelah 2 jam Ulangan 1 ulangan 2 2.79 2.91 2.1 2.4 2.35 2.37 3.79 3.85 2.75 2.85 2.21 2 1.15 1.35 0.75 0.85 1.37 1.39
196
Analisis Statistika General Linear Model: Bilangan Oksiran versus JENIS; PROSEN Faktor Tipe Levels JENIS Fixed 3 PROSEN Fixed 3
Values A; B; C 1,0; 1,5; 2,0
Analisis Keragaman untuk Bilangan Oksiran Sumber DK JENIS 2 PROSEN 2 JENIS*PROSEN 4 Error 9 Total 17 S = 0,109722 R-Sq = 99,23%
Seq SS Adj SS 10,1744 10,1744 1,8906 1,8906 1,8390 1,8390 0,1083 0,1083 14,0125 R-Sq(adj) = 98,54%
Adj MS 5,0872 0,9453 0,4598 0,0120
F 422,57 78,52 38,19
P 0,000 0,000 0,000
L11.2 Hasil analisis statistika terhadap persamaan yang menghubungkan antara perubahan bilangan oksiran pada reaksi hidroksilasi katalis (bentonit). Katalis
Oksiran setelah 2 jam ul 1 1.15 0.75 1.37 3.15
Bentonit 1 % Bentonit 1.5 % Bentonit 2 % Bentonit 3 %
SUMMARY OUTPUT Regression Statistics Multiple R 0.877718883 R Square 0.770390438 Adjusted R 0.655585657 Square Standard Error 0.620868056 ANOVA Df Regression Residual Total
SS
ul 2 1.35 0.85 1.39 3.25
MS
6.7104386
T Stat
P-value
Lower 95%
-0.4508076 2.5904514 Upper 95.0%
0.6962883 0.1222811
-4.021905366 -0.718753721
2.586720714 0.770954286 3.357675
2.5867207 0.3854771
Coefficients
Standard Error 0.846100539 0.419783423 Lower 95.0% 4.021905366 0.718753721
-0.38142857 1.087428571 Upper 95%
Intercept
3.259048223
X Variable 1
2.893610863
3.2590482 2.8936109
F
1.25 0.8 1.38 3.2
Significance F 0.122281117
1 2 3
Intercept X Variable 1
Rata-rata
197 Lampiran 12 Hasil percobaan proses hidroksilasi epoksi jarak pagar waktu 2 jam Run 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 13 14 15 16 17 18 19 20
X1 -1 -1 -1 -1 +1 +1 +1 +1 0 0 0 0 0 0 -1.682 +1.682 0 0 0 0
X2 -1 -1 +1 +1 -1 -1 +1 +1 0 0 0 0 0 0 0 0 -1.682 +1.682 0 0
X3 -1 +1 -1 +1 -1 +1 -1 +1 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 -1.682 +1.682
Oksiran 4.4 4.1 4.27 3.00 2.25 3.0 3.0 2.90 0.7 0.8 0.82 1.1 1.3 0.80 4.70 3.23 3.20 3.93 3.0 1.75
Lampiran 13 Penelitian Pendahuluan Hidroksilasi L13.1 Nilai estimasi, standar deviasi dan nilai t analisis bilangan oksiran Epoksi Minyak Jarak Pagar Regresi
DK
Linear Kuadratik Crossproduct Total Model
3 3 3 9
Residual Lack of Fit Pure Error Total Error
5 5 10
DK
JK
R-Kuadrat
Nilai F
Pr>F
4.382652 27.282514 1.471900 33.137066
0.1290 0.8023 0.0433 0.9751
17.23 107.25 5.79 43.42
0.0003 <.0001 0.0147 <.0001
JK 0.583909 0.264000 0.847909
KT 0.116782 0.052800 0.084791
Nilai F 2.21
Pr > F 0.2020
198 Parameter Intersep x1 x2 x3 x1*x1 x2*x1 X2*x2 x3*x1 x3*x2 x3*x3
DK
Estimasi
1 1 1 1 1 1 1 1 1 1
0.922589 -0.519286 0.047434 -0.221295 1.059321 0.235000 0.917934 0.277500 -0.227500 0.497309
Standard error 0.118762 0.078791 0.078791 0.078791 0.076691 0.102951 0.076691 0.102951 0.102951 0.076691
Nilai t 7.77 -6.59 0.60 -2.81 13.81 2.28 11.97 2.70 -2.21 6.48
Pr > F <.0001 <.0001 0.5606 0.0185 <.0001 0.0456 <.0001 0.0225 0.0516 <.0001
L13.2 Optimasi kondisi operasi hidroksilasi Hasil penelitian pada rancangan titik faktorial dan titik pusat menunjukkan nilai
estimasi bilangan oksiran dari poliol yang terbentuk berkisar 4.7%– 0.7%. Dari analisis statistika untuk respon perolehan nilai bilangan oksiran diperoleh persamaan model: Y=0.922589-0.519286x1+0.047434x2-0.221295x3+1.059321x12+0.235000x1x2+ 0.917934x22+0.277500x1x3-0.227500x2x3+0.497309x32 Dari Tabel ANOVA, uji lack of fit (uji ketidaksesuaian data) pada model ordo kedua ini bersifat tidak beda nyata (Pr = 0.2020) dengan α=0.05. Berdasarkan kesesuaian ini, maka model ordo kedua sesuai untuk menduga perolehan oksiran pada proses.
Lampiran 14 Proses hidroksilasi L14.1 Perhitungan perpindahan massa metanol dalam bentonit
Perhitungan [H+] dari data pH Pada t = 5 menit . pH campuran bentonit dan metanol adalah 6.5 pH = − log[ H + ] [ H + ]−1 = 10{ pH ] = 10[ 6.5] = 3162277.66 [H + ] =
1 1 = = 3.162 x10− 7 + [ H ] 3162277.66
L14.2 Tabel [H+]1-[H+]2
t (menit)
pH1
pH2
[H+]1
[H+]2
H1-H2
10
5.5
6.6
3.2. 106
3.0.107
2.9108.106
199 15 25 30
6.7 5.7 5.7
2.0.107 2.0.106 2.0.106
6.4 5.4 5.3
4.0.107 4.0.106 5.0.106
-1.986107 -1.986.106 -3.017.106
SUMMARY OUTPUT Regression Statistics Multiple R
0.958809437
R Square Adjusted R Square
0.919315537 0.878973306
Standard Error
9.03769E-07
Observations
4
ANOVA df
SS
MS
F
Significance F
22.78792
0.041190563
Lower 95% -4.04575E07 -5.18797E07
Regression
1
1.861E-11
1.8613E-11
Residual
2
1.634E-12
8.168E-13
Total
3
2.025E-11 Standard Error
t Stat
P-value
4.8845E-06
1.229E-06
3.97353198
0.0578903
-2.7286E-07
5.716E-08
-4.7736694
0.0411906
Coefficients Intercept X Variable 1
Upper 95% 1.01736E-05 -2.6923E-08
Lower 95.0% -4.046E07 -5.188E07
L14.3 Perhitungan persamaan laju reaksi hidroksilasi
Model yang didapatkan adalah model laju reaksi untuk asumsi reaksi orde 2 reversibel dan/atau irreversibel. Penyelesaian persamaan laju reaksi menggunakan metoda integral. Reaksi Irreversibel E + M ⇒ P Keterangan : CE
= konsentrasi Epoksi minyak jarak pagar (bilangan oksiran)
CM
= konsentrasi metanol
CP
= konsentrasi poliol (bilangan hidroksil)
- rE = -dCE/ dt = k CE. CM3 , Asumsi CM konstan, perbandingan epoksi : metanol (mol) besar sehingga persamaan : - rE = -dCE/ dt = k’. CE
13)
CE = CE0 (1-XE)
14)
CM = CM0 – CM0 XE
15)
Upper 95.0% 1.017E-05 -2.692E08
200 − dCE = k '.CE dt
16)
− dCE = k ' dt CE
17)
diintegralkan,
(− ln CE )CE = k 't 0t +C CE 0
18)
(− ln 0 − (− ln 0) ) = 0 + C
C=0
1 ((− ln CE ) − (− ln 0)) = t k'
19)
⎛ CE 0 ⎞ ⎜⎜ ln ⎟⎟ = k ' t ⎝ CE ⎠
20)
t = (1 / k ' )(ln CE 0 / CE )
21)
L14.4 Hidroksilasi dengan Metanol L14.4.1 Perhitungan konversi reaksi hidroksilasi
Perhitungan Konversi reaksi adalah pembentukan mol poliol yang setara dengan perubahan mol dari epoksi yang dinyatakan dalam bilangan oksiran x= t, menit 50°C 30 60 90 120 180
C(OH).10-4 0.026133824 0.035529412 0.026133824 0.055 0.064520588
t, menit 60°C 30 60 90 120 180
0.030797 0.037419676 0.030797 0.006518235 0.046984412 0.048529412 0.039163235
(CE 0 − CE ) CE 0
C(Oks awal) 0.05405 0.05405 0.05405 0.05405 0.05405
C(Oks akhir),CE 0.0483 0.024955 0.022885 0.014375 0.000575
C(Oks awal)
C(Oks akhir), CE
0.0579945 0.0579945 0.0579945 0.0579945 0.0579945 0.0579945 0.0579945
0.0483 0.046 0.0095404 0.03197 0.022885 0.00943 0.0012144
X(OKS) 0.106382979 0.538297872 0.576595745 0.734042553 0.989361702
X(OKS) 0.1671624 0.20682134 0.83549475 0.44874083 0.60539361 0.83739837 0.97906008
201 t, menit 70 °C
C(Oks awal)
C(Oks akhir),CE
0.0579945 0.0579945 0.0579945 0.0579945 0.0579945 0.0579945
0.036685 0.023 0.02875 0.02047 0.014605 0.01035
C(OH).10 0.021932353 0.039779706 0.027908824 0.034452059 0.03323 0.039797941
30 60 90 120 180 210
X(OKS)
-4
0.36744002 0.60341067 0.50426334 0.64703549 0.74816577 0.8215348
L14.4.2 Perhitungan data kinetika dan termodinamika reaksi hidroksilasi
Dari persamaan 20) dan Tabel L14.4.1 ⎛ CE 0 ⎞ ⎟⎟ = k ' t ⎜⎜ ln C E ⎠ ⎝
Keterangan : CE = konsentrasi epoksi CE0 = konsentrasi epoksi mula-mula k = tetapan laju reaksi t
= waktu reaksi ln(CE0/CE) 60° C
t, menit 50° C 30 60 90 120 180 210
0.112478 0.772835 0.859428 1.324419 4.543295
70° C
0.182916618 0.45798 0.231706782 0.924854 0.595550215 2.0172 0.929866504 1.041388 1.378984 1.723362
Selanjutnya dibuat plot kurva ln (CE0/ CE) vs t, pada kurva lurus
ln(CE0/CE)
2.5 2 50C
1.5
60C
1
70C
0.5 0 30
60
90
120
t, m e nit
Gambar Hubungan ln (CE0/ CE) dengan t
202 L.14.4.3 Hasil regresi linier kurva ln (CE0/CE) vs t pada 50°C Regression Statistics Multiple R 0.962606071 R Square 0.926610448 Adjusted R Square 0.889915672 Standard Error 0.165639293 Observations 4 ANOVA Df Regression Residual Total
1 2 3 Coefficients 0.163313825 0.012408052
Intercept X Variable 1
SS 0.692818839 0.054872751 0.74769159 Standard Error 0.202865875 0.002469205
MS 0.692818839 0.027436375
F 25.251836
Significance F 0.0373939
t Stat
P-value
Lower 95%
Upper 95%
Lower 95.0%
Upper 95.0%
0.805033499 5.025120454
0.5052925 0.0373939
-1.0361752 0.0017839
0.7095476 0.0230322
1.0361752 0.0017839
0.7095476 0.0230322
Lower 95.0%
Upper 95.0%
L14.4.4 Hasil regresi linier kurva ln (CE0/CE) vs t pada 60°C SUMMARY OUTPUT Regression Statistics Multiple R 0.915039081 R Square 0.837296521 Adjusted R Square 0.674593041 Standard Error 0.128619959 Observations 3 ANOVA df Regression Residual Total
1 1 2
SS 0.085133243 0.016543094 0.101676337 Standard Error
MS 0.085133243 0.016543094
F 5.1461501
Significance F 0.2643191
t Stat
P-value
Lower 95%
Upper 95%
Intercept
Coefficients 0.075909059
0.196470232
0.386364175
0.7652806
-2.5723001
2.4204819
X Variable 1
0.006877227
0.003031601
2.268512743
0.2643191
-0.0316429
0.0453974
Residual -11.27401586 12.78582295 -1.511807096
t percobaan 30 60 90
RESIDUAL OUTPUT Observasi 1 2 3
Prediksi Y=t 41.27401586 47.21417705 91.5118071
2.5723001 0.0316429
2.4204819 0.0453974
203 L14.4.5 Hasil regresi linier kurva ln (CE0/CE) vs t pada 70°C SUMMARY OUTPUT Regression Statistics Multiple R 0.974213385 R Square 0.94909172 Adjusted R Square 0.89818344 Standard Error 0.255347998 Observations 3 ANOVA df Regression Residual Total
1 1 2
SS 1.215583151 0.0652026 1.280785751 Standard Error
MS 1.215583151 0.0652026
F 18.64317
Significance F 0.1448872
t Stat
P-value
Lower 95%
Upper 95%
Intercept
Coefficients 0.425875044
0.390050509
1.091845886
0.472066
-5.3819367
4.5301866
X Variable 1
0.025986996
0.00601861
4.317773725
0.144887
-0.0504867
0.1024607
Lower 95.0% 5.3819367 0.0504867
RESIDUAL OUTPUT Observation 1 2 3
Predicted Y 35.33447682 52.38554318 92.27998
Residuals -5.334476817 7.614456821 -2.279980004
Koefisien ketiga persamaan linier tersebut merupakan harga k (tetapan laju reaksi hidroksilasi dengan pereaksi metanol) pada 50°C, 60°C, dan 70°C, yaitu 0.012408052, 0.006877227, dan 0.025986996 dengan satuan ml/mol menit . L14.4.6 Nilai tetapan laju reaksi pada 50°C, 60°C dan 70°C
k (ml/mol menit) T,C
k(l/mol detik)
50 60 70
2.06801. 10-7 1.1462. 10-7 4.331166. 10-7
0.012408052 0.006877227 0.025986996
Nilai k dapat dihitung dengan mendefinisikannya sebagai tetapan Arrheinus, yaitu
k = Ae− E / RT
Upper 95.0% 4.5301866 0.1024607
204 Jika diubah dalam bentuk ln, menjadi ln k = ln A − E / RT T
1/T
ln k
323
0.003096
-15.3915
338
0.002959
-14.6523
Dengan menggunakan data pada temperatur 333 K dan 338 K di atas , didapatkan nilai -E/R
= -5380.463664 ; R = 1.987 kal/gmol K
E
= 10.6909813
kkal/mol ;
A
= 0.938841975
l/mol detik
k ' = 0.93884197 5 e ( −10.6909813
/ RT )
l/mol detik
Harga Entalpi reaksi (ΔHR) dengan menggunakan persamaan (Levenspiel, 1972)) ΔH = E –RT = 10.0193753 kkal / gmol
L14.4.7. Pengujian model t curah hidroksilasi
Perhitungan waktu ideal menggunakan persamaan 21) Contoh perhitungan pada percobaan 70°C waktu 90 menit, CB0 = CE0=0.05799 mol ; CE = 0.0483 mol ; k =1.1462. 10-7 l / mol menit. Dengan menggunakan persamaan 21), dibutuhkan waktu = 92.27998 menit. Perbandingan waktu dari percobaan dan waktu dari model persamaan waktu curah dapat dilihat pada tabel di bawah ini. Observasi 50°C 1 2 3 4
Prediksi Y=t 26.099841 75.41411303 81.88068371 116.6053623
Residual 3.900158999 -15.41411303 8.119316295 3.394637741
t percobaan 30 60 90 120
R2 0.926610448
R2
Observasi 60°C 1 2 3
Prediksi Y=t 41.27401586 47.21417705 91.5118071
Residual -11.27401586 12.78582295 -1.511807096
t percobaan 30 0.83729 60 90
205
Observasi 70°C 1 2 3
Prediksi Y=t 35.33447682 52.38554318 92.27998
Residual -5.334476817 7.614456821 -2.279980004
R2 0.94909172
t percobaan 30 60 90
Lampiran 15 Penelitian pendahuluan Asetilasi poliol L15.1
Perubahan bilangan hidroksil pada proses epoksidasi, hidroksilasi, dan asetilasi No 1 2 3
Contoh Epoksi Poliol Asetilasi Poliol
Bilangan Hidroksil Ul1 Ul2 60.518 65.106 245.678 198.514 4.508 9.851
L15.2 Perbandingan volume poliol dan asam asetat anhidrat pada asetilasi poliol No
Perbandingan volum asam
Bilangan Asam Asetilasi Poliol
asetat anhidrat : poliol (v/v) 1
1:1
26
2
1:2
9.26
3
1:5
1.98
4
1 : 10
0.6
L15.3 Rendemen dihitung setelah netralisasi No
Volum bahan (P: AAN)
Rendemen (%)
1
(1 : 1)
16
2
(2 : 1)
46.875
3
(5 : 1)
64
4
(10 : 1)
69.44
206 Lampiran 16 Proses Asetilasi L16.1 Perhitungan perubahan konsentrasi dan konversi poliol pada asetilasi poliol
C(OH) awal = 11.484863 T= 90° C 5 10 20 30 40
C(OH) akhir 7.55008724 5.08204706 6.96957155 4.77659915 0.34316487
T = 80° C 5
C(OH) akhir 3.629997
X 0.683932
10
1.597227
0.860928
20
0.290366
0.974717
30
0.725965
0.936789
40
1.161563
0.898861
X 0.342605379 0.557500424 0.393151536 0.584096118 0.970120247
L16.2 Perhitungan persamaan laju reaksi asetilasi
P + As
PE + A
Keterangan : P
: konsentrasi poliol (bilangan hidroksil)
As
: konsentrasi asam asetat anhidrat
PE
: konsentrasi asetilasi poliol
A
: konsentrasi air
- rP = -dCP/ dt = k CP. CAs , Asumsi CAs konstan, karena perbandingan Poliol : Asam asetat anhidrat (mol) besar - rP= -dCP/ dt = k’. CP .....................................22) CP = CP0 (1-XP)..................................................23)
− dCP = k '.C p ....................................................24) dt Keterangan : CP0 = 11.4848631 mol
207
(− ln CP )CP = k 't 0t +C ..........................................25) CP 0 (− ln(11.484) − (− ln(11.484) ) = 0 + C ⎛ CP 0 ⎞ ⎜⎜ ln ⎟⎟ = k ' t ....................................................26) ⎝ CP ⎠ t'=
1 ⎛ CP 0 ⎞ ⎜ ln ⎟ ...................................................27) k ' ⎜⎝ CP ⎟⎠
L16.3. Perhitungan data kinetika dan termodinamika reaksi asetilasi
Dari persamaan 27) dan Tabel L16.1 Data hubungan antara waktu (t) dengan ln (CP0/CP)
ln (CP0/CP) 80° C
90° C
1.15179811 1.97276114 3.67764229 2.76128323 2.29126342
0.4194708 0.469399605 0.499476166 0.877301099 3.510574193
t
5 10 20 30 40
4 3.5 ln(Cp0/Cp)
3 2.5 2 1.5 1
80C
0.5
90C
0 5
10
20
30
40
t, menit
Gambar Hubungan ln (CP0/ CP) vs t.
208 L.16.4 Hasil regresi linier kurva ln (CP0/CP) vs t pada 90°C : SUMMARY OUTPUT Regression Statistics Multiple R R Square Adjusted R Square Standard Error
0.817396957 0.668137786 0.557517048 0.88414562
Observations
5
ANOVA df
MS
F
4.72146833 0.78171348
6.039896
Regression Residual
1 3
4.72146833 2.345140431
Total
4
7.066608762
Intercept X Variable 1
Significance F
SS
0.09106
Coefficients 0.438251376
Standard Error
t Stat
P-value
0.759441911
-0.5770703
0.604348
-2.85513
1.978632
0.07588075
0.030875704
2.45762005
0.09106
-0.02238
0.174141
Lower 95%
Upper 95%
Lower 95.0% 2.85513 0.02238
Upper 95.0% 1.978632 0.174141
L.16.5 Hasil regresi linier kurva ln (CP0/CP) vs t pada 80°C : SUMMARY OUTPUT Regression Statistics Multiple R 0.736517516 R Square 0.542458051 Adjusted R Square 0.313687077 Standard Error 0.895214108 Observations 4 ANOVA df Regression Residual Total
Intercept X Variable 1
1 2 3
SS 1.900286457 1.602816598 3.503103055
MS 1.90028646 0.8014083
F 2.371184
Significance F 0.263482
Lower 95%
Coefficients
Standard Error
t Stat
P-value
1.224338573 0.071786623
0.879910175 0.04661878
1.39143586 1.5398649
0.298657 0.263482
-2.56161 -0.1288
Upper 95%
Lower 95.0%
Upper 95.0%
5.010286 0.272371
2.56161 -0.1288
5.010286 0.272371
209 Koefisien ketiga persamaan linier tersebut merupakan harga k (tetapan laju reaksi asetilasi poliol ) pada 80° C dan 90° C, yaitu 0.071786623 dan 0.07588075 dengan satuan ml /mol menit. L16.6 Nilai tetapan laju reaksi 90°C, dan 80°C
T° C
k ml/mol menit
80
0.071786623
90
0.07588075
Nilai k dapat dihitung dengan mendefinisikan sebagai tetapan Arrheinus, yaitu
k = Ae− E / RT Jika diubah dalam bentuk ln, menjadi ln k = ln A − E / RT
T° C
1/T (1/K)
ln k
80
0.002832861
-2.6340571
90
0.002754821
-2.5785923
Dengan menggunakan data pada suhu 363 K dan 353 K di atas , didapatkan nilai -E/R
= -710.7214516
R
= 1.987
kal/ mol K
E
= 1412.203524
kal / mol = 1.41220 kkal/mol
A
= 0.53757773
m l/ mol menit
k ' = 0 .53757773 e (1412 .203 / RT ) l/mol detik Harga Entalpi reaksi (ΔHR) dapat ditentukan dengan menggunakan persamaan (Levenspiel, 1972)) ΔH = E – RT = 690.9225243 kal/ mol
210 L16.7 Pengujian model t curah asetilasi
Perhitungan waktu ideal menggunakan persamaan 27) Sebagai pengujian terhadap model persamaan t curah ideal reaktor asetilasi, maka diambil contoh perhitungan pada percobaan 90° C waktu 40 menit, CP0=11.4848631mol; CP= 0.290366206 mol; k = 0.07588075 ml/mol menit. Dengan menggunakan persamaan 27), dibutuhkan waktu = 41.7389 menit. Observasi 90C 1 2 3 4 5
Prediksi t 14.52143823 14.96106648 15.22589368 18.55268097 41.73892064
Observasi 80C
Prediksi t
Residual -9.521438232 -4.961066476 4.774106318 11.44731903 -1.738920641 Residual
1
6.886902208
2 3 4
13.09053718 25.97352948 19.04903113
t percobaan 5 10 20 30 40
t percobaan
1.886902208 3.090537179 -5.97352948 10.95096887
5 10 20 30
Lampiran 17 Perhitungan pemurnian produk No
1
Tahapan Pemisahan Produk
Pemurnian
Volum Produk
Proses Epoksidasi :
Netralisasi menggunakan
• Epoksi netralisasi = 90 ml
Bahan baku Minyak Jarak
Na2CO3 jenuh,
• Epoksi = 80 ml
Pagar ( 100 ml), 2
3
Proses Hidroksilasi epoksi
Setelah proses : 39 ml (20 : 19)
Rendemen poliol = 16 / 20
dengan metanol
ml
x 100 % = 80 %
Metanol hilang pada saat
Recovery metanol = 9.3 /
bereaksi = 6 – 1.905 = 4.095 ml
25 x 100 % = 37.2 %
Pemisahan-Penyaringan bentonit,
Butanol recovery = 25 ml
Proses Asetilasi Poliol
:
:
Asam
anhidrat 110 :
asetat (i) Pemisahan bentonit dan
11 (ml), Netralisasi dengan NaCO3 jenuh
Hasil asetilasi = 80 ml, BA = 0.6
bentonit = 2.42 gr , 90°C , = 40 gr (Na2CO3) /100 gr aquadest. Rendemen= 80 / 110 x 40 men
Volum 80 ml
100 % = 72.73 %
211 Lampiran 18 Gambar Foto Rangkaian Alat Pengujian Stabilitas
Lampiran 19 Hasil Pengujian Kestabilan Oksidasi L19.1 Pengaruh Waktu Oksidasi terhadap Viskositas Pelumas Dasar (cP) 100 °C Men ulg1
ulg2
Visk MJP rata2
ulg1
ulg2
Visk MJP+ AO
Visk EJP Ulg1
ulg2
Visk PJP ulg1
ulg2
Visk Aset ulg1
ulg2
Poliol
0
49.335
49.349
49.342
31.334
32.676
32.005
308.9
305.59
307.25
197.68
193
195.34
250.66
240.7
245.68
30
53.344
43.544
48.444
26.557
24.26
25.408
301.14
301.88
301.51
220.77
230.12
225.44
187.9
181.22
184.56
60
47.653
39.835
43.744
29.557
27.06
28.309
128.56
126.43
127.49
314.89
316.1
315.5
340.54
301.32
320.93
90
33.455
28.715
31.085
31.435
28.975
30.205
301.25
301.05
301.15
240.88
226.25
233.57
200.43
196.34
198.386
120
32.335
27.921
30.128
33.423
26.845
30.134
299.79
298.19
298.99
200.77
195.43
198.1
190.88
163.46
177.168
L19.2 Pengaruh Waktu Oksidasi terhadap Bilangan Asam Pelumas Dasar 100 °C MJP Ulg 1 Ulg2
0 30 60 90
25.56 25.67 25.85 28.75
25.58 25.91 25.95 29.09
MJP+AO Ratarata 25.57 25.79 25.82 28.92
ulg1 ulg2 3.75 3.88 4.44 4.65
3.65 3.92 4.36 4.71
Ratarata 3.7 3.9 4.4 4.68
EJP ulg1
Ulg2
12.8 12.572 12.92 12.84 13.87 13.47 14.22 14.156
PJP rataulg1 rata 12.686 6.54 12.88 7.66 13.67 9.87 14.188 11.99
ulg2 6.34 7.634 9.486 12.19
APJP rata- ulg1 ulg2 ratarata rata 6.44 7.98 8.176 8.078 7.647 8.66 8.41 8.535 9.678 8.78 8.76 8.77 12.09 9.23 8.99 9.11
212 L19.3 Analisis keragaman pengaruh kestabilan oksidasi pada viskositas HASIL ANALISIS FAKTORIAL DALAM WAKTU The GLM Procedure Dependent Variable: y Sum of Source DF Squares Mean Square F Value Pr > F Model 33 623837.6909 18904.1725 562.85 <.0001 Error 16 537.3889 33.5868 Corrected Total 49 624375.0798 R‐Square Coeff Var Root MSE y Mean 0.999139 3.640459 5.795413 159.1946 Source DF Type I SS Mean Square F Value Pr > F P 4 525647.2115 131411.8029 3912.60 <.0001 U(P) 5 874.6286 174.9257 5.21 0.0050 T 4 2649.1001 662.2750 19.72 <.0001 U(T) 4 130.1551 32.5388 0.97 0.4515 P*T 16 94536.5956 5908.5372 175.92 <.0001 Perlakuan, waktu, dan interaksi waktu*perlakuan beda nyata, serta ulangan dalam perlakuan juga beda nyata, ulangan perlakuan beda nyata sedangakan ulangan dalam waktu tidak beda nyata. Source DF Type III SS Mean Square F Value Pr > F P 4 525647.2115 131411.8029 3912.60 <.0001 U(P) 4 441.2247 110.3062 3.28 0.0381 T 4 2649.1001 662.2750 19.72 <.0001 U(T) 4 130.1551 32.5388 0.97 0.4515 P*T 16 94536.5956 5908.5372 175.92 <.0001 Tests of Hypotheses Using the Type III MS for U(P) as an Error Term Source DF Type III SS Mean Square F Value Pr > F P 4 525647.2115 131411.8029 1191.34 <.0001 Tests of Hypotheses Using the Type III MS for U(T) as an Error Term Source DF Type III SS Mean Square F Value Pr > F T 4 2649.100097 662.275024 20.35 0.006 HASIL ANALISIS FAKTORIAL DALAM WAKTU 27 The GLM Procedure Duncan's Multiple Range Test for y NOTE: This test controls the Type I comparisonwise error rate, not the experimentwise error rate. Alpha 0.05 Error Degrees of Freedom 4 Error Mean Square 110.3062
213 Number of Means 2 3 4 5 Critical Range 13.04 13.33 13.39 13.37 Means with the same letter are not significantly different. Duncan Grouping Mean N P A 267.278 10 30 B 233.589 10 40 B B 225.345 10 50 C 40.549 10 10 C C 29.212 10 20
Analisis Duncan menyatakan bahwa perlakuan 30 (EJP) beda nyata dengan yang lain, perlakuan 40 (PJP) dan 50 (APJP) tidak beda nyata tetapi beda nyata dengan yang lain. Untuk perlakuan 10 (MJP) dan 20 (MJP +AO) tidak beda nyata tetapi beda nyata dengan yang lain. SUMMARY OUTPUT Regression Statistics Multiple R
0.953507
R Square
0.909175
ANOVA Df
SS
MS
F
Significance F
20.02039
0.04649327
Regression
1
228.5353
228.5353
Residual
2
22.83026
11.41513
Total
3 Coefficients
251.3656 Standard Error
t Stat
P-value
Lower 95%
55.252
4.137958
13.35248
0.005562
-6.7607
1.510969
-4.47441
0.046493
37.4478051 13.2618728
Intercept X Variable 1
Intercept X Variable 1
Coefficients
Standard Error
t Stat
P-value
194.095
21.851279
8.8825464
-3.695
10.115177
0.3652927
Upper 95%
Lower 95.0%
Upper 95.0%
73.05619
37.44781
73.05619
-0.25953
-13.2619
-0.25953
Upper 95%
Lower 95.0%
Upper 95.0%
0.0713704
Lower 95% 83.55182644
471.74183
83.551826
471.74183
0.7770347
132.2205063
124.83051
132.22051
124.83051
Hasil regresinya dibandingkan antara R2, b0 (intersept), b1 semakin besar, kenaikan (perubahan) semakin tinggi
214 L19.4 Analisis keragaman pengaruh kestabilan oksidasi pada bilangan asam
Analisis dilakukan dengan Pengamatan Berulang (Repeated Measurement) dengan penarikan kesimpulan berdasarkan Tabel ANOVA . Hasil SAS uji pengaruh kestabilan oksidasi pada bilangan asam Class Level Information Class Levels Values A 5 10 20 30 40 50 c 4 1 2 3 4 R 2 1 2 Number of Observations Read 40 Number of Observations Used 40 Keterangan : A perlakuanC observasi Waktu R ulangan hasil analisis faktorial dlm waktu 14 The GLM Procedure Dependent Variable: y Sum of Source DF Squares Mean Square F Value Pr > F Model 27 2415.641581 89.468207 6095.80 <.0001 Error 12 0.176124 0.014677 Corrected Total 39 2415.817706 R‐Square Coeff Var Root MSE y Mean 0.999927 0.982425 0.121149 12.33160 Source DF Type I SS Mean Square F Value Pr > F A 4 2358.208983 589.552246 40168.4 <.0001 R(A) 5 0.169885 0.033977 2.31 0.1084 c 3 35.850077 11.950026 814.20 <.0001 R(c) 3 0.061355 0.020452 1.39 0.2924 A*c 12 21.351282 1.779274 121.23 <.0001 Source DF Type III SS Mean Square F Value Pr > F A 4 2358.208983 589.552246 40168.4 <.0001 R(A) 4 0.150701 0.037675 2.57 0.0923 c 3 35.850077 11.950026 814.20 <.0001 R(c) 3 0.061355 0.020452 1.39 0.2924 A*c 12 21.351282 1.779274 121.23 <.0001
Tabel ANOVA menunjukkan Pr > F bernilai < 0.0001, artinya model repeated
measurement tersebut beda nyata. Sehingga perlu dikaji lebih lanjut, didukung oleh RSquare 0.999927. Untuk kelima perlakuan, waktu, dan interaksi perlakuan*waktu beda nyata. Sedangkan ulangan terhadap perlakuan dan ulangan terhadap waktu tidak beda nyata Tests of Hypotheses Using the Type III MS for R(A) as an Error Term Source DF Type III SS Mean Square F Value Pr > F
215 A 4 2358.208983 589.552246 15648.3 <.0001 Tests of Hypotheses Using the Type III MS for R(c) as an Error Term Source DF Type III SS Mean Square F Value Pr > F c 3 35.85007680 11.95002560 584.31 0.0001 hasil analisis faktorial dlm waktu Duncan's Multiple Range Test for y NOTE: This test controls the Type I comparisonwise error rate, not the experimentwise error rate. Alpha 0.05 Error Degrees of Freedom 4 Error Mean Square 0.037675 Number of Means 2 3 4 5 Critical Range .2695 .2754 .2768 .2762 Means with the same letter are not significantly different. Duncan Grouping Mean N A A 26.54500 8 10 B 13.35600 8 30 C 8.96375 8 40 D 8.62325 8 50 E 4.17000 8 20 Menurut test duncan, kelima perlakuan signifikan berbeda. Level of Level of ‐‐‐‐‐‐‐‐‐‐‐‐‐‐y‐‐‐‐‐‐‐‐‐‐‐‐‐‐ A c N Mean Std Dev 10 1 2 25.5700000 0.01414214 10 2 2 25.7900000 0.16970563 10 3 2 25.9000000 0.07071068 10 4 2 28.9200000 0.24041631 20 1 2 3.7000000 0.07071068 20 2 2 3.9000000 0.02828427 20 3 2 4.4000000 0.05656854 20 4 2 4.6800000 0.04242641 30 1 2 12.6860000 0.16122035 30 2 2 12.8800000 0.05656854 30 3 2 13.6700000 0.28284271 30 4 2 14.1880000 0.04525483 40 1 2 6.4400000 0.14142136 40 2 2 7.6470000 0.01838478 40 3 2 9.6780000 0.27152900 40 4 2 12.0900000 0.14142136
216 50 1 2 8.0780000 0.13859293 50 2 2 8.5350000 0.17677670 50 3 2 8.7700000 0.01414214 50 4 2 9.1100000 0.16970563
Untuk membandingkan besranya perubahan bilangan asam dilakukan regresi terhadap Mean tiap-tiap perlakuan, selanjutnya dibandingkan besarnya slope untuk mengetahui nilai perubahan bilangan asam terkecil dan terbesar. Pada tahapan ini dibandingkan antara slope MJP dan APJP
L.19.5 Hasil regresi data perubahan bilangan asam MJP pada Uji kestabilan oksidasi SUMMARY OUTPUT
Regression Statistics Multiple R
0.825318289
R Square Adjusted R Square
0.681150278
Standard Error
1.099095082
Keeratan hub variabel t dg BA sedang
0.521725417
Observations
4
ANOVA df
SS
MS
Regression
1
5.16128
5.16128
Residual
2
2.41602
1.20801
Total
3
7.5773 Standard Error
t Stat
24.005
1.346111065
17.83285
1.016
0.491530264
2.067014
Coefficients Intercept X Variable 1
F 4.2725
Significance F 0.174681711
tidak beda nyata
Lower 95%
Upper 95%
0.0031
18.21315155
29.79685
18.21315
29.79685
0.1747
-1.09888403
3.130884
-1.09888
3.130884
P-value
Lower 95.0%
L.19.6 Hasil Regresi data perubahan bilangan asam APJP pada Uji kestabilan oksidasi SUMMARY OUTPUT Regression Statistics Multiple R
0.992189576
R Square Adjusted R Square
0.984440155 0.976660233
Keeratan hub variabel t dan BA sangat erat
Upper 95.0%
217 Standard Error
0.066214424
Observations
4
ANOVA df
SS
MS
F
Regression
1
0.55477805
0.554778
Residual
2
0.0087687
0.004384
Total
3
0.56354675
Coefficients
Standard Error
t Stat
Significance F
126.54
P-value
0.007810424
Lower 95%
Beda nyata
Upper 95%
Lower 95.0%
Upper 95.0%
Intercept
7.7905
0.081095777
96.06542
0.0001
7.441573035
8.139427
7.441573
8.139427
X Variable 1
0.3331
0.029611991
11.24882
0.0078
0.205689887
0.46051
0.20569
0.46051
Perbandingan r square, b0 (intersept), b1 semakin besar, maka kenaikan (perubahan) semakin tinggi Lampiran 20 Neraca Massa REAKTOR EPOKSIDASI 5 6
MJP
Reaktor Epoksidasi 70 C, 1 jam
9
CH3COOH, H2O
7
H2O2,H2O
8
H2SO4,H2O
CH3COOH, H2O2. H2O MJP, Epoksi
Asumsi : Proses Batch Minyak Jarak Pagar (5) Densitas MJP Berat MJP Bilangan Iod BM Minyak Mol minyak
318.47 0.9157 291.62 108 282 1.0341
Mol
Asam Asetat 98% : H2O2 50% = Asam Asetat 98% Densitas Asam Asetat Berat Asam Asetat (6) BM As Asetat Mol Asam Asetat
1 54.646 1.049 57.324 60 0.9554
5.9 Ml gr/ml Gr gr/grmol Mol
Mol H2O2 50% (7) BM H2O2 Berat H2O2 Densitas H2O2 Volum H2O2
5.6369 34 191.65 1.438 133.28
Mol gr/gmol Gr gr/ml Ml
Katalis H2SO4 (8)
1%
Ml gr/ml Gr gr/100 gr minyak
v/v
Mol
218 Volum Kat H2SO4 densitas H2SO4 BM H2SO4 Mol H2SO4 Reaksi CH3COOH + H2O2 A B
5.0639 1.834 98 0.0948
Ml gr/ml gr/mol Mol
k1 CH3COOOH + H2O C D O
O
H2C-O-C-R1CH = CHR2
H2C-O-C R1C
O
k2
O
3 CH3COOOH + HC-O-C R3 C CH3COOH
HC-O -C-HR3CH=CHR4 O
H2C-O-C R5 C
F
E
Asumsi : dCD/dt <<<< dCE/dt, sehingga Persamaan kecepatan reaksi pembentukan epoksi rE = dCE/dt = k'(CB0-CE)
Konversi minyak menjadi epoksi 60% 60%*mol Epoksi yang terbentuk minyak 0.6205 BM Epoksi / BM O 330 Berat Epoksi 204.75 Dari reaksi 2) MJP bereaksi mol mjpx konversi Dari reaksi 1) Asam perasetat terbentuk Asam asetat bereaksi
H2O terbentuk H2O2 bereaksi H2O masuk berasal dari =
1/1x asam perasetat terbentuk 1/1x h2o terbentuk
O CHR4
O
H2C-O-C-R5CH = CHR6 D
O CHR2
Mol gr/gmol Gr 0.620468
mol
1.861404 1.861404
mol mol
1.861404 1.861404
mol mol
dari h2o2 dari ch3cooh dari h2so4
air H2O2 + air CH3COOH + air H2SO4 133.8864355 gr 133.2776691 ml 133.2777 gr 0.557615751 ml 0.557616 gr 0.051150582 ml 0.051151 gr
H2O keluar
H2O masuk + H2O terbentuk
HO CHR6 H
+3
219 = = MJP keluar
167.391712 gr MJPmasuk-MJP bereaksi 0.41364539 mol
Asam Perasetat keluar = 0= Asam perasetat r1)
Asam Perasetat masuk + Asam perasetat terbentuk dari r1) - 3 asam perasetat bereaksi r2) 0+ as perasetat dr rx1-3 asam perasetat bereaksi rx2 1.861404255 mol
CH3COOH keluar
CH3COOH masuk-r1)+3r2) 0.95540024 mol
H2O2 keluar
H2O2 masuk -r1) 3.775457162 mol
Neraca Massa pada reaktor Epoksidasi
Komponen 5 291.620
MJP CH3COOH H2O2 H2SO4 EJP H2O Sub Total Total
Input (gram) 6
Output (gram) 7
8
57.324 191.653 0.094
291.620
0.558 57.882
133.278 324.931 674.578
0.051 0.145
9 116.648 57.324 128.366 0.094 204.754 167.392
Fraksi massa 0.172920075 0.084977649 0.19029027 0.000139065 0.303529918 0.248143023
674.578
DEKANTASI Prinsip : Pemisahan berdasarkan berat jenis, fase ringan akan terpisah dari fase berat Fase berat sebagai hasil bawah dan fase ringan sebagai hasil atas Fungsi : Memisahkan epoksi (fase minyak) dari campurannya (fase cair) Asumsi : Fase minyak (EJP) terikut pada fase cair 15%, MJP seluruhnya terikut pada fase minyak
13
EJP, MJP
12 DEKANTE CH3COOH, MJO, EJP H2O, H2O2, Na2SO4
Neraca Massa Total : Aliran 12 = Aliran 13 + Aliran 14
14
CH3COOH,EJP H2O2, Na2SO4, H2O
220
Komponen
Input (gram) 12
MJP H2O H2O2 CH3COOH Na2SO4 EJP Sub Total Total
Output (gram) 13 14
116.648 93.318 23.330 175.782 175.782 128.366 128.366 57.324 57.324 13.329 13.329 204.754 163.804 40.951 696.202 257.122 439.080 696.202 696.202
Lampiran 21 Perhitungan Neraca Energi REAKTOR EPOKSIDASI (R-01)
MJP, CH3COOH, H2O
R-01 H2O2, H2SO4, H2O
CH3COOH, H2O2. H2O MJP, Epoksi
Q Asumsi : 1. Reaksi beroperasi pada temperatur konstan 60 C (isotermal) 2. Tekanan operasi 1 atm 3. Panas Reaksi Total (QT) ditentukan dengan menggunakan Hukum Hess Data Kapasitas Panas diperoleh dari Perry's Chemical Handbook Komponen 30C H2O2 CH3COOH H2O Cp Minyak Nabati = (MJP)
Cp 30C Cp 60C Panas Masuk Reaktor Komponen
Cp 60C 1.484 0.53 4.1775
A D^(1/2.15) + B(t15)
0.462743847 0.452962257
Massa (gram)
3.27 0.53 4.1896
kal/gr C (KJ/kgr K) 0.998448 Minyak Non drying
1.00134
A = 0.45 B = 0.0007 D = 0.92 KJ/Kg C KJ/Kg C
Cp kal/gr C
0.110599 0.108261
DH pereaksi
kal/gr C kal/gr C
221
MJP CH3COOH H2O2 H2O H2SO4 Total Panas Keluar Reaktor Komponen
291.62 57.32 191.65 133.89 0.09 674.58 Massa (gram)
MJP CH3COOH H2O2 EJP H2O H2SO4 Total
0.11 0.53 3.27 1.00
-1104.98 -1063.36 -21934.72 -4692.30 -28795.37
Cp kal/gr C
116.65 57.32 128.37 204.75 167.39 0.09 674.58
DH pereaksi 0.11 0.53 3.27 4.32 1.00
441.99 1063.36 14691.44 30958.88 5866.56 53022.22
Berdasarkan Hukum Hess
30C 60C
60C DHr DHreaktan
60C DHproduk
Persamaan Neraca Energi DHr = DHreaktan + DHreaksi + DHproduk Untuk menghitung panas masing-masing komponen digunakan persamaan : 25 C
DHreaktan = m ò Cp dT 60 C
Dimana : m = massa zat Cp= Kapasitas Panas tiap bahan dT= beda temperatur DHreaktan = (mMJP CpMJP + mCH3COOH Cp CH3COOH+ mH2O2 CpH2O2 + mH2O CpH2O) dT = -28795.36611 kal 60C
DHproduk = = m ò Cp dT 25 C DHproduk = (mMJP CpMJP + mEJP CpEJP+ mCH3COOH Cp CH3COOH+ mH2O2 CpH2O2 + mH2O CpH2O) dT = 53022.22416 kal DH°reaksi = ((ånproduk.DHfproduk)-(ånreaktan.DHfreaktan)) Diketahui DHf CH3COOH -104.72 kkal/mol (Perry's, 1984)
222 DHf H2O2 -45.16 kkal/mol DHf H2O -68.3174 kkal/mol DHf MJP, EJP, Asam Perasetat) diperoleh dari perhitungan energi ikat DHf MJP -553.8 kkal/mol DHf EJP -546.63 kkal/mol DHf CH3COOOH -110.75 kkal/mol Reaksi (1) DHreaksi1 = ((-110.75+(-68.3174)-(-45.16-104.72)) = -179.0674-(-149.88) = -29.1874 kkal Reaksi (2) DHreaksi2 = ((-546.63+(-104.72*3))-(-553.8+(-110.75*3))) = -860.79-(-886.05) = 25.26 kkal DH°reaksi(T) = = -29.1874+25.26 = -3.9274 kkal Beban pendingin yang dibutuhkan : ΔHreaktan = Panas Total + ΔH°reaksi(T) + ΔHproduk -28795.36611 = Qc + Qc = -77890.19027 kkal Cp air= 4.2 kJ/kg C 1.0038252 kkal/gr C T air pendingin masuk = 30 C T air pendingin keluar = 45 C Kebutuhan air pendingin = Qc (m) Cp x ΔT m = 5172.892005 gr Neraca Panas Reaktor epoksidasi Panas Masuk Panas Keluar Komponen (kal) (kal) MJP -1104.98 441.99 CH3COOH -1063.36 1063.36 H2O2 -21934.72 14691.44 EJP 30958.88 H2O -4692.30 5866.56 Panas Reaksi -3927.40 Panas yang diserap -77890.19 pendingin (Qc) -28795.37 -28795.37
-3927.4 Eksotermis 4.183995381
Lampiran 22 Optimasi kapasitas produksi
Dari hasil simulasi analisis finansial didapatkan data sebagai berikut : x, ton/th
vc, juta Rp/ton
tc juta Rp
47.70
497.6557542
515.1193
95.42
490.3335783
499.0635
+
53022.22
223 143.13
487.7366383
493.5566
167.28
487.8075653
492.7873
190.93
488.5635809
492.9265
238.54
491.4985766
494.9907
286.25
495.2517773
498.1619
333.96
498.5155856
501.0099
Model untuk biaya variabel per ton produksi dihitung dengan metoda kuadrat terkecil regresi polinomial adalah : vc = 511 − 0.352 x + 0.00161x 2 − 0.000002 x 3 Model untuk biaya tetap per unit produksi adalah : fc = 833.011 Model untuk Biaya total per unit produksi adalah : cT = vc + fc
cT = 511 − 0.352 x + 0.00161x 2 − 0.000002 x 3 + 833.011 / x Keterangan : x
= Kapasitas Produksi
cT
= Biaya produksi total per unit produksi
vc
= Biaya variabel per unit produksi
fc
=Biaya tetap per unit produksi
Metoda optimasi yang digunakan adalah analitis Hasil optimasi : 167.2881 ton/tahun
; R2=96.9%
224
Lampiran 23 Analisis Kelayakan Finansial pada kapasitas optimum. 23.1. Proyeksi Laba Rugi…………………………………………………… 23.2. Arus Kas Penerimaan dan Pengeluaran (Cash Flow)………………… 23.3. Analisis Kelayakan Finansial dan Analisis Sensitifitas
Lampiran 24 Perbandingan Hasil Simulasi dengan menggunakan program Hysis untuk proses yang digunakan dibandingkan dengan proses esterifikasi-epoksidasi-metanolisis
Lampiran 23 Analisis kelayakan finansial skala optimum L23.1. Proyeksi Rugi-Laba dalam Juta Rupiah Proyeksi Rugi Laba - Juta Rupiah
Uraian
TAHUN KE 0
1
2
3
4
5
6
7
8
9
10
Penjualan produk, Rp
77,785.77
77,785.77
77,785.77
77,785.77
77,785.77
77,785.77
77,785.77
77,785.77
77,785.77
77,785.77
Total biaya produksi, Rp
76,287.50
76,266.61
76,245.72
76,224.83
76,203.94
76,183.05
76,162.16
76,162.16
76,162.16
76,162.16
1,498.27
1,519.16
1,540.05
1,560.94
1,581.83
1,602.72
1,623.61
1,623.61
1,623.61
1,623.61
449.48
455.75
462.01
468.28
474.55
480.82
487.08
487.08
487.08
487.08
1,048.79
1,063.41
1,078.03
1,092.66
1,107.28
1,121.90
1,136.53
1,136.53
1,136.53
1,136.53
Laba kotor Pajak (30%) lababersih/tahun
224
L23.2. Proyeksi Cash Flow Proyeksi Cash Flow TAHUN KE
Uraian 0
1
2
3
4
5
6
7
8
9
10
13,382.50
13,382.50
13,382.50
13,382.50
13,382.50
13,382.50
13,382.50
13,382.50
13,382.50
13,382.50
2,747.75
2,747.75
2,747.75
2,747.75
2,747.75
2,747.75
2,747.75
2,747.75
2,747.75
2,747.75
16,130.25
16,130.25
16,130.25
16,130.25
16,130.25
16,130.25
16,130.25
16,130.25
16,130.25
16,130.25
11,760.07
11,739.18
11,718.28
11,697.39
11,676.50
11,655.61
11,634.72
11,634.72
11,634.72
11,634.72
Angsuran Pinjaman
15,474.73
15,474.73
15,474.73
15,474.73
15,474.73
15,474.73
0.00
0.00
0.00
0.00
Pajak dan lain - lain
486.73
493.00
499.26
505.53
511.80
518.07
524.33
524.33
524.33
524.33
4,178.18
27,721.52
27,706.90
27,692.27
27,677.65
27,663.03
27,648.40
12,159.05
12,159.05
12,159.05
12,159.05
0.00
-11,591.27
-11,576.65
-11,562.03
-11,547.40
-11,532.78
-11,518.16
3,971.19
3,971.19
3,971.19
3,971.19
Arus Kas masuk Penjualan Produk Penyusutan Modal sendiri
3,342.54
Kredit Bank Kas Masuk
835.64 4,178.18
Arus Kas Keluar Biaya investasi
3,633.20
Biaya modal kerja Biaya Produksi
544.98
Kas keluar Selisih
225
L23.3 Analisis kelayakan finansial
ANALISIS KELAYAKAN FINANSIAL INDUSTRI PELUMAS DASAR MINYAK JARAK PAGAR INPUT DATA Kapasitas Bahan baku Harga Bahan Baku Biji Jarak Pagar Harga Bahan Pembantu CH3COOH 98% H2O2 H2SO4 Butanol Bentonit Harga Jual Produk Pelumas dasar nabati Hari operasi Nilai Tukar Rp./1USDollar Suku Bunga Bank Produksi biji jarak
OUTPUT DATA 2,069 Kg biji jarak pagar/hari 2,000 Rupiah/kg Rupiah/kg 25,000 Rupiah/kg 12,000 Rupiah/kg 87,000 Rupiah/kg 20,000 Rupiah/kg 3,000 Rupiah/kg 80,000 Rupiah/kg 240 Hari 9,000 15.00% 5,000 kg/ha/th
NPV IRR PBP NET B/C Biaya Investasi Biaya Modal Kerja HPP/kg Jumlah bahan baku biji jarak Kebutuhan luas kebun Produk pelumas dasar nabati
1,518.272 juta Rupiah 25.09% 3.62 Tahun 1.36 3,633,196,579.24 Rupiah 544,979,486.89 Rupiah 63,951.87 Rupiah 496,488 kg/tahun 99.30 Ha 697.005 kg/hari 167281.226 kg/tahun 167.281 ton/tahun
226
L23.4. Analisis Sensitivitas
PERUBAHAN optimum Kenaikan harga bahan baku Kenaikan harga bahan pembantu Penurunan harga jual produk
148.55% 9.00% 4.0%
NPV, juta Rp 1,518.27 -0.002 -0.008 -0.004
IRR 25.09% 15.00% 15.00% 15.00%
Kriteria Kelayakan PBP Net B/C 3.62 1.36 5.17 1 5.17 1 5.17 1
227
L24. Perbandingan hasil simulasi produksi dengan menggunakan program Hysis L24.1. Tahapan Proses Epoksidasi-Hidroksilasi-Asetilasi
228
229
L24.2. Tahapan Proses Esterifikasi – Epoksidasi- Hidrolisis (Mulyana & Tjahyono 2003)
230