PANDUAN PELAKSANAAN KURIKULUM PENDIDIKAN MISI DAN TUJUAN PENDIDIKAN VISI Menjadikan Program Studi Anestesiologi dan Reanimasi Fakultas Kedokteran Universitas Udayana sebagai lembaga pendidikan kedokteran yang mampu menghasilkan lulusan dokter spesialis anestesi yang unggul, mandiri, profesional, dan berbudaya serta mempunyai daya saing di tingkat nasional dan internasional pada tahun 2025. Uraian dari unggul, mandiri, profesional dan berbudaya adalah sebagai berikut. Unggul : SDM yang profesional memiliki kompetensi tinggi, daya saing dan bijaksana dalam mengembangkan ilmu pengetahuan yang dimilikinya untuk meningkatkan martabat bangsa dan negara serta kemanusiaan pada umumnya (cakra widya prawartana). Mandiri : SDM yang memiliki integritas kepribadian, kuat & tangguh & tahan uji dan kemampuan siap berdiri sendiri berinteraksi dengan lingkungan yang berkembang secara dinamis. Profesional : SDM yang mampu memberikan pelayanan sesuai dengan kompetensi dan standar prosedur operasional di bidang anestesiologi dan terapi intensif. Berbudaya : SDM yang mengembangkan budaya, etika, sopan santun, memiliki kepekaan dan ketajaman nurani serta mampu memanfaatkan nilai-nilai luhur budaya lokal yang bersifat universal untuk berinteraksi di masyarakat.
Program Studi Anestesiologi dan Reanimasi Fakultas Kedokteran Universitas Udayana 1
PANDUAN PELAKSANAAN KURIKULUM PENDIDIKAN MISI Misi yang akan diemban dalam mewujudkan visi mengenai tugas, kewajiban, tanggung jawab, dan rencana tindakan adalah : 1. Meningkatkan kuantitas dan kualitas sumber daya manusia sehingga memiliki kemampuan akademik dan profesional di bidang anestesiologi dan terapi intensif yang terstandarisasi dan mampu mengikuti perkembangan ilmu dan teknologi. 2. Menghasilkan sumber daya manusia yang memiliki kepribadian tangguh dan kemampuan untuk menerapkan, mengembangkan, serta menyebarluaskan ilmu pengetahuan dan teknologi di bidang anestesiologi dan terapi intensif sesuai dengan kebutuhan dan tuntutan masyarakat lokal, nasional dan internasional. 3. Meningkatkan jumlah penelitian dan publikasi ilmiah oleh tenaga pendidik dan peserta didik di bidang anestesiologi dan terapi intensif yang bertaraf nasional, regional dan internasional berdasarkan perkembangan ilmu dan teknologi terkini. 4. Menghasilkan sumber daya manusia yang memiliki kepekaan dan ketajaman nurani dalam menyelesaikan permasalahan akademik, profesi, maupun permasalahan di masyarakat berdasarkan nilai – nilai luhur budaya lokal yang bersifat universal. Tujuan Umum Program Studi Anestesiologi dan Reanimasi Fakultas Kedokteran Universitas Udayana bertujuan menjadi pusat pendidikan yang menghasilkan dokter spesialis anestesi yang profesional, berkompetensi dan berkualitas tinggi yang mampu menerapkan dan memutakhirkan ilmu pengetahuan, keterampilan di bidang anestesiologi dan terapi intensif serta mempunyai budi pekerti yang tinggi, bermartabat luhur dan mampu menetapkan diri sebagai panutan bagi masyarakat dan organisasi profesinya untuk menunjang program pemerataan dan peningkatan kualitas pelayanan kesehatan bagi seluruh rakyat Indonesia.
Program Studi Anestesiologi dan Reanimasi Fakultas Kedokteran Universitas Udayana 2
PANDUAN PELAKSANAAN KURIKULUM PENDIDIKAN Tujuan Khusus Berdasarkan visi, misi dan tujuan umum yang akan dicapai dalam menyelenggarakan pendidikan dokter spesialis Program Studi Anestesiologi dan Reanimasi adalah: 1. Menghasilkan dokter spesialis anestesiologi dan terapi intensif yang bermutu serta berkompentensi tinggi dengan peran dan ciri sebagai : Care Provider, Communicator, Decision Maker, Manager, Community Leader, ditambah Researcher. 2. Meningkatkan kualitas tenaga pendidik yang menjadi konsultan dan atau lulusan S3 serta meningkatkan sarana prasarana pendidikan tinggi yang memadai, berkualitas untuk mendukung penyelenggaraan tri dharma perguruan tinggi yang bermutu dan berdaya saing nasional dan internasional 3. Meningkatkan jumlah dan kualitas penelitian untuk menghasilkan karya inovatif dan teruji yang layak dipublikasi di bidang anestesiologi dan terapi intensif melalui pendekatan inter atau multidisipliner untuk mengembangkan pengetahuan dan teknologi yang diakui nasional dan internasional serta bermanfaat bagi masyarakat dan keilmuan. 4. Memiliki tata kelola administrasi pendidikan program studi yang baik sesuai prinsip Badan layanan Umum (BLU). 5. Menyiapkan dan membantu pemerataan dokter spesialis anestesi di Indonesia.
Program Studi Anestesiologi dan Reanimasi Fakultas Kedokteran Universitas Udayana 3
PANDUAN PELAKSANAAN KURIKULUM PENDIDIKAN STANDAR PENDIDIKAN PROFESI DOKTER SPESIALIS ANESTESIOLOGI DAN TERAPI INTENSIF FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS UDAYANA A. Standar Kurikulum Pendidikan 1. Model Kurikulum Pendekatan dalam penyusunan kurikulum pendidikan didasarkan atas kompetensi (competency-based), cara belajar aktif, dan pendekatan keterampilan proses, baik dalam problem – problem pelayanan, pendidikan, maupun penelitian, sehingga diharapkan agar para lulusan mampu untuk belajar mandiri dan belajar berkembang sepanjang hayat (life-long education). Model kurikulum berbasis kompetensi yang terintegrasi baik horizontal maupun vertikal. Integrasi horizontal adalah integrasi kelompok materi pendidikan dari satu tahap pendidikan. Integrasi vertikal adalah integrasi kelompok materi pendidikan dari materi akademik dan materi profesi. 2. Isi dan Garis Besar / outline Struktur Kurikulum Isi kurikulum harus berorientasi pada rumusan capaian pembelajaran dengan pendekatan menguasai teori dan aplikasi bidang anestesiologi dan terapi intensif yang bersifat kumulatif dan/atau integratif. Kurikulum dituangkan kedalam bahan kajian yang distrukturkan dalam bentuk mata kuliah dan modul pembelajaran. Kurikulum harus bersifat interaktif, integratif, saintifik, kontekstual, tematik, efektif, kolaboratif, dan berpusat pada mahasiswa. Isi kurikulum harus meliputi kedokteran perioperatif, anestesiologi, perawatan intensif, kedokteran gawat darurat, manajemen nyeri, dan metodologi penelitian. Kurikulum inti Progam Studi Anestesiologi dan Reanimasi Fakultas Kedokteran Universitas Udayana mengacu pada Peraturan Konsil Kedokteran Indonesia Nomor 37 tahun 2015 tentang Standar Pendidikan Dokter Spesialis Anestesiologi dan Terapi Intensif dan Peraturan Konsil Kedokteran Indonesia Nomor 38 tahun 2015 tentang Standar Kompetensi Dokter Spesialis Anestesiologi dan Terapi Intensif. Mengacu pada Peraturan Konsil Kedokteran Indonesia Nomor 37 tahun 2015, Kurikulum Pendidikan dokter spesialis Anestesi dilaksanakan dalam waktu 8 semester yang terdiri dari 88.8% kurikulum inti dari KKI dan Kolegium Anestesi dan Terapi Intensif ( KATI) serta 11.2% kurikulum institusional setempat. Kurikulum Program Studi Anestesiologi dan Reanimasi Fakultas Kedokteran Universitas Udayana terdiri dari 46 mata Program Studi Anestesiologi dan Reanimasi Fakultas Kedokteran Universitas Udayana 4
PANDUAN PELAKSANAAN KURIKULUM PENDIDIKAN ajaran untuk mencapai 3 kompetensi yang terbagi atas kompetensi umum, kompetensi dasar, dan kompetensi lanjut dengan beban studi total 135 SKS. 3. Struktur, Komposisi dan Durasi Kurikulum Struktur kurikulum meliputi tiga tahap, yaitu tahap I (pemahaman/adaptasi), tahap II (pendalaman) dan tahap III (pemantapan). Durasi kurikulum tahap I dilaksanakan 4 (empat) semester dengan beban studi 63 SKS, tahap II dilaksanakan 2 (dua) semester dengan beban studi 36 SKS, dan tahap III dilaksanakan 2 (dua) semester dengan beban studi 36 SKS. Total beban studi adalah 135 SKS yang harus diselesaikan dalam waktu 8 semester. Beban studi ( SKS ) terdiri atas beban studi akademik dan beban studi profesi. Berdasarkan Standar Nasional Pendidikan Tinggi ( SNPT ) yang diatur dalam Peraturan Menteri Riset, Teknologi, dan Pendidikan Tinggi Nomor 44 tahun 2015, dipakai acuan penetapan sks sebagai berikut : 1) 1 sks akademik = 1 sks kuliah / lecture / tutorial, yang terdiri dari : a) tatap muka 50 menit/minggu/semester = 20 jam/semester/6 bulan b) penugasan terstruktur 60 menit/minggu/semester = 24 jam/semester/6 bulan c) kegiatan mandiri 60 menit/minggu/semester = 24 jam/semester/6 bulan 2) 1 sks seminar atau sejenis yang terdiri dari : a) tatap muka 100 menit/minggu/semester = 40 jam/semester/6 bulan, meliputi kegiatan laporan pagi, laporan siang, laporan kasus, journal reading, tinjauan pustaka b) kegiatan mandiri (presentasi ilmiah regional / nasional / international) 70 menit/minggu/semester = 28 jam/semester/6 bulan 3) 1 sks profesi = 1 sks praktikum, praktik lapangan, penelitian, pengabdian kepada masyarakat sebanyak 170 menit/minggu/semester = 68 jam/semester/6 bulan Mata Ajaran dengan beban studi profesi dilakukan secara terintegrasi dengan melakukan stase / rotasi di subdivisi yang ada di Bagian Anestesi dan Terapi Intensif Fakultas Kedokteran Universitas Udayana – RS Sanglah Denpasar dan melakukan tugas jaga di luar jam kerja pagi. Program Studi Anestesiologi dan Reanimasi Fakultas Kedokteran Universitas Udayana 5
PANDUAN PELAKSANAAN KURIKULUM PENDIDIKAN Kurikulum harus dilaksanakan dengan pendekatan/strategi SPICES (Student-centred, Problem-based, Integrated, Community-based, Elective, Systematic/Structured). Kurikulum yang merupakan pedoman penyelenggaraan Program Studi Anestesiologi dan Reanimasi, memuat proses pembelajaran yang disusun pada setiap mata kuliah dan disajikan dalam rencana pembelajaran. Rencana pembelajaran yang dikembangkan oleh divisi bidang minat berbentuk modul. Mata kuliah inti yang dikembangkan pada setiap semester dan/atau tahap pendidikan wajib mengampu dari modul yang telah ditetapkan oleh KATI. Untuk melaksanakan kurikulum, dibuatlah silabus dan satuan acara perkuliahan ( SAP ) yang merupakan pelaksanaan nyata kurikulum dalam kegiatan pendidikan sehari-hari Tabel 1.Garis Besar Struktur Kurikulum Program Studi Anestesiologi dan Reanimasi
Semester & Tahapan Semester 1 Semester 2 Tahap 1 Semester 3 Semester 4 Semester 5 Tahap 2 Semester 6 Semester 7 Tahap 3 Semester 8 Jumlah Keseluruhan Persentase
Beban Studi (SKS) Akademik Profesi
Jumlah
28 sks
35 sks
63 sks
4 sks
32 sks
36 sks
9 sks
27 sks
36 sks
41 sks
94 sks
135 sks
30.37%
69.62%
100%
Program Studi Anestesiologi dan Reanimasi Fakultas Kedokteran Universitas Udayana 6
PANDUAN PELAKSANAAN KURIKULUM PENDIDIKAN ORGANISASI MATERI KURIKULUM PROGRAM STUDI ANESTESIOLOGI DAN REANIMASI _______________________________________________________________ Tahap 1.1. Semester I : Total 24 SKS SKS Akademik 18 SKS SKS Profesi 6 SKS Pendidikan Tahap 1.1 – Semester 1 Beban Studi N o
1 2 3
Mata Ajaran
Filsafat ilmu Metodologi Penelitian & Statistik Biologi Molekuler
4
Statistik
5
Evidence Based Medicine
Kode Mata Ajar
Nom or Mod ul
(sks) Akade mik
Prof esi
Kelompok Jenis Mata kuliah Kompet Wajib/ ensi Keterampila (U/P/K) n klinis
MKDU 01
-
2
-
P
MPK
MKDU 02
31
2
-
P
MKK
-
2
-
P
MPB
-
2
-
P
MKK
-
1
-
P
MKK
MKDU 03 MKDU 04 MKDU 05
Program Studi Anestesiologi dan Reanimasi Fakultas Kedokteran Universitas Udayana 7
Stase
Lama pembelaj aran ( minggu )
Tanpa stase
6 minggu
Ketua Tim Pengampu
TKP PPDS-I FK UNUD
PANDUAN PELAKSANAAN KURIKULUM PENDIDIKAN 6
7
8
9
OIP : Farmakologi Klinik OIP : Fisiologi dan Farmakologi pada anestesi dan terapi intensif OIP : Dasar anestesi dan gawat darurat OIP :Anestesi I
ATI 101
8
1
-
UUmum
MKK
dr I Wayan Aryabiantara, SpAnKic Prof.Dr.dr.Md Wiryana, SpAn KIC
ATI 102
8
2
-
UDasar
MKK
ATI 103
19
2
2
UDasar
MKK/ KKSD
2
UDasar
MKK / KKSD
ATI 104
1,7
2
OIP : Keterampilan 1 klinik ATI 1,5,1 UMKB / 2 2 0 anestesiologi 105 7 Dasar KKSD dan terapi intensif I UJIAN CBT OIP FISIOLOGI, FARMAKOLOGI ANESTESI, DASAR ANESTESI
Dr.dr. Tjok.G.A. Senapathi, SpAnKAR dr. I G N Mahaalit A, SpAnKAR dr. IGAG Utara Hartawan, SpAn MARS
TIM TPPM
YUDISIUM KENAIKAN TINGKAT 1.2 Ket : * Mata Ajar 1-7, Peserta PPDS berhak memakai PIN Kompetensi merah * Mata Ajar 8-21, Peserta PPDS berhak memakai PIN Kompetensi kuning
Program Studi Anestesiologi dan Reanimasi Fakultas Kedokteran Universitas Udayana 8
3 minggu
Rotasi orientasi 15 minggu : Skill Lab 2 minggu, digestive 2 minggu, onkologi 3 minggu, mata 2 minggu, urologi 2 minggu, obgyn 2 minggu, pediatri 2 minggu
REMEDI
15 MINGG U
PANDUAN PELAKSANAAN KURIKULUM PENDIDIKAN Tahap 1.2. Semester II :Total 8 SKS SKS Akademik 0 SKS SKS Profesi 8 SKS Pendidikan Tahap 1.2 – Semester 2 N o
Mata Ajaran
11 Anestesi II
Kode Mata Ajar
KKA 201
Nom or Modu l 5,13, 17,19 ,21,3 8
Beban Studi (sks) Akade Prof mik esi -
Keterampilan klinik dan KKA 2,15, 12 terapi 202 18,25 intensif II Tahap 1.3. Semester III : Total 18 SKS SKS Akademik 6 SKS SKS Profesi 12 SKS
4
4
Kelompok Jenis Mata kuliah Kompet Wajib/ ensi Keterampilan (U/P/K) klinis
Ketua Tim Pengampu
Stase
Lama pembelaj aran ( minggu )
rotasi : orthopedi junior 4 minggu, THT Junior 4 minggu, bedah darurat, minimal invasif 4 minggu, Obgyn junior 4 minggu, PACU 4 minggu, Pediatri Toddler ( junior) 4 minggu
24 MINGG U
UDasar
MKB / KKSD
dr. I Putu Kurniyanta, SpAn
UDasar
MPB / KKSD
dr IB .Gde Sujana, SpAn Msi
Pendidikan Tahap 1.3 – Semester 3
N o
Mata Ajaran
Kode Mata Ajar
Nom or Modu l
Beban Studi (sks) Akade mi
Pro fesi
Jenis Kompete nsi (U/P/K)
Kelompok Mata kuliah Wajib/ Keterampila n klinis
Program Studi Anestesiologi dan Reanimasi Fakultas Kedokteran Universitas Udayana 9
Stase Ketua Tim Pengampu
Lama pembelaj aran ( minggu )
PANDUAN PELAKSANAAN KURIKULUM PENDIDIKAN ATI 301
4
14
Emergency medicine I
ATI 302
6,11, 19,31
2
2
U-Dasar
MKB / KKSD
15
Emergency medicine II
KKA 303
12,21
-
4
U-Dasar
MKB / KKSD
16
Kegawatdar uratan anestesiologi dan terapi intensif I
ATI 304
19
2
2
U-Dasar
MPB / KKSD
dr Dewa Ayu Mas Sintia W, SpAn
17
PNB Basic
ATI 305
41
1
1
K
MKK / KKSD
dr. I Md. Gd. Widnyana, SpAn KAR
13
1
3
K
MKK / KKSD
dr. Gede Budiarta, SpAn KMN dr. Kadek Agus Heryana P, SpAn dr. IGP. Sukrana Sidemen, SpAn KAR
Manajemen Nyeri Akut
Tahap 1.4. Semester IV : Total SKS 13 SKS SKS Akademik 4 SKS SKS Profesi 9 SKS Pendidikan Tahap 1.4 – Semester 4 Kelompok Beban Studi Jenis Mata kuliah Kompet Nom Wajib/ Kode ensi N or (sks) Keterampilan Mata Ajaran Mata (U/P/K) o Modu klinis Ajar l Akade Prof mi esi Program Studi Anestesiologi dan Reanimasi Fakultas Kedokteran Universitas Udayana 10
Ketua Tim Pengampu
APS Junior 4 minggu
20 minggu : Resusitasi 4 minggu, Orthopedi senior & PNB Basic 4 minggu, Obgyn senior 4 minggu, Digestive junior 4 minggu, THT senior 4 minggu
Stase
20 minggu
Lama pembelaj aran ( minggu )
PANDUAN PELAKSANAAN KURIKULUM PENDIDIKAN Kegawatdarurat an anestesiologi 18 dan terapi intensif II
KKA 401
12,21
Managemen Nyeri Kronis, 19 kanker dan intervensi nyeri
ATI 402
4,7,4 0
1
3
K
20 Intensive care I
ATI 403
13,16 ,21
2
2
ULanjut
Seminar Anestesiologi 21 dan terapi Intensif I
ATI 404
31
-
1
4
-
UDasar
MPB / KKSD
dr. Cyntia Dewi Sinardja, SpAn MARS
Dr.dr. I Putu Pramana S, MKK / KKSD SpAn KMN KNA dr. I Wayan MKB / KKSD Suranadi, SpAn KIC
P
MKB
dr. Putu Agus Surya Panji, SpAn KIC
UJIAN CBT KENAIKAN TINGKAT MATA AJAR 11-20
TIM TPPM
UJIAN OSCE KENAIKAN TINGKAT MATA AJAR 6-20
TIM TPPM
Digestive senior 4 minggu, Onkologi Junior 4 minggu, Urologi Junior 4 minggu ,buat lapsus bedah emergensi, traumatologi ii APS Senior
12 minggu
4 minggu
ICU Junior
Laporan Kasus, Jurnal Reading 1, Poster Ilmiah 1
Minggu ke 22 SEMESTER 4 MINGGU KE 23 -24 SEMETER 4
8 minggu Harus Presentas i sebelum ujian kenaikan tingkat Remedi Remedi
YUDISIUM KENAIKAN TINGKAT 2 OLEH KPS Ket : * Setelah dilakukan Yudisium kenaikan tingkat 2, Peserta PPDS berhak memakai PIN Kompetensi hijau untuk menempuh mata ajaran 2234.
Program Studi Anestesiologi dan Reanimasi Fakultas Kedokteran Universitas Udayana 11
PANDUAN PELAKSANAAN KURIKULUM PENDIDIKAN Tahap 2. Semester 5 &6 : Total SKS 36 SKS SKS Akademik 4 SKS SKS Profesi 32 SKS Pendidikan tahap 2– Semester 5 & 6 Beban Studi Kelompok Nom Jenis Kode (SKS) Mata kuliah N or Kompet Mata Ajaran Mata Wajib/ o Modu Akade Prof ensi Ajar Keterampilan l mik esi (U/P/K) klinis
22
Anestesi III
23
Anestesi IV
KKA 501
KKA 502
22,23 ,24,2 5,26
-
32,33 ,34
-
27,28 ,29,3 0
-
-
24
Anestesi V
KKA 503
25
Intensive Care II
KKA 504
28,29 ,35,3 8
26
Pembelajaran Anestesiologi Klinik
ATI 601
8,9,1 7,22, 31
2
3
UDasar
MKB / KKSD
3
UDasar
MKK / KKSL
Ketua Tim Pengampu dr. Ponti Somaya Parami, SpAn MARS dr. Kadek Agus Heryana P, SpAn
3
ULanjut
MKK, MKB / KKSL
dr. IGAG Utara Hartawan, SpAN MARS
4
ULanjut
MKB / KKSL
dr. Putu Agus Surya Panji, SpAN KIC
MKB
Prof.Dr.dr. Made Wiryana, SpAn KIC
-
P
Program Studi Anestesiologi dan Reanimasi Fakultas Kedokteran Universitas Udayana 12
Stase
Lama Pembelaj aran ( Minggu )
Rotasi : Mata 4 minggu, ODC 2 minggu, Anestesi luar kamar operasi 2 minggu, Obgyn saat jaga IRD
8 minggu
Rotasi Pediatri Madya (Neonatus dan infant) 4 minggu, geriatri 2 minggu, Rotasi : penyakit khusus, bedah minimalis, urologi senior 4 minggu, onkologi senior & plastik 4 minggu ICU Madya
6 minggu 8 minggu 6 minggu
NICU
2 minggu
Kolaborasi
kolaboras i
PANDUAN PELAKSANAAN KURIKULUM PENDIDIKAN 27
28
29
Keterampilan Klinik Anestesiologi dan Terapi Intensif III Keterampilan Klinik Anestesiologi dan Terapi Intensif IV PNB Intermediate
Keterampilan Klinik 30 Anestesiologi dan Terapi Intensif V Seminar Anestesiologi 31 dan Terapi Intensif II Kegawatdarurata n Anestesiologi 32 dan Terapi Intensif III 33
Kegawatdarurata n Anestesiologi
KKA 602
8,9,1 7,18, 22,24 ,26,2 7, 35
KKA 603
18.19 ,23,2 7, 35,36
-
-
3
3
UDasar
UDasar
MPB / KKSL
dr. Pontisomaya Parami, SpAn MARS
MPB / KKSL
dr. I Ketut Wibawa Nada, SpAN KAKV
Bedah saraf Junior 4 minggu, 4 minggu Rotasi : CathLab, PS ASA tinggi operasi urologi mayor, geriatri, digestif, mata, orthopedi, obgyn, odc, operasi airway, uncommon ds, PNB Intermediate
8 minggu
6 minggu
ATI 604
31,41 ,43,
1
1
K
MKK,MKB / KKSL
Dr.dr. Tjok.G.A. Senapathi, SpAn KAR
KKA 605
28,29 ,32,3 3,34
-
3
ULanjut
MKB, MPB / KKSL
dr. I Putu Kurniyanta, SpAN
pediatri senior 4 minggu, 2 minggu rotasi : geriatri + uncommon ds
dr. IGAG Utara Hartawan, SpAN MARS
TINJAUAN PUSTAKA, POSTER ILMIAH 2
dr. IGN Mahaalit A, SpAn KAR
RS Jejaring supervisi SpAn
ATI 606
31
KKA 607
12,20 ,36
KKA 608
12,18
1
-
-
-
P
3
ULanjut
3
ULanjut
MKK, MKB
MBB / KKSL MPB, MBB / KKSL
Program Studi Anestesiologi dan Reanimasi Fakultas Kedokteran Universitas Udayana 13
dr. IGP. Sukrana
4 minggu
PANDUAN PELAKSANAAN KURIKULUM PENDIDIKAN dan Terapi Intensif IV 34
Emergensi Medicine III
Sidemen, SpAn KAR KKA 609
12,28
-
3
ULanjut
MKK, MKB / KKSL
UJIAN CBT KENAIKAN TINGKAT MATA AJAR 22-34 UJIAN OSCE KENAIKAN TINGKAT MATA AJAR 22-34
dr. I Wayan Aryabiantara, SpAn KIC TIM TPPM TIM TPPM
Minggu ke 22 SEMESTER 6 Minggu 23-24 SEMESTER 6
Remedi Remedi
YUDISIUM KENAIKAN TINGKAT 3 OLEH KPS
Ket : * Setelah dilakukan Yudisium kenaikan tingkat 3, Peserta PPDS berhak memakai PIN Kompetensi biru untuk menempuh mata ajaran 3546. Tahap 3. Semester 7 & 8 : Total SKS 36 SKS SKS Akademik 9 SKS SKS Profesi 27 SKS Pendidikan Tahap 3 – Semester 7 & 8 Kelompok Beban Studi Nom Jenis Kode Mata kuliah (sks) N or Kompet Mata Ajaran Mata Wajib/ o Modu Akade Prof ensi Ajar Keterampilan l mik esi (U/P/K) klinis 3 5
Anestesi VI Anestesi VII
KKA 701
35,3 6 38,39
-
3 3
ULanjut
MKB / KKSL MKB / KKSL
Program Studi Anestesiologi dan Reanimasi Fakultas Kedokteran Universitas Udayana 14
Ketua Tim Pengampu dr. I Putu Pramana S, SpAn KMN KNA
Stase
Lama Pembelaj aran ( minggu )
BEDAH SARAF Senior 4 minggu BTKV dan Chief IRD
2 minggu
PANDUAN PELAKSANAAN KURIKULUM PENDIDIKAN 3 6 3 7
3 8
3 9
4 0
4 1
KKA 702 Intensive care III Keterampilan klinik Anestesiologi dan terapi intensif VI Keterampilan klinik Anestesiologi dan terapi intensif VII Keterampilan Klinik Interventional Pain Management
ULanjut
KKA 703
13
-
4
ULanjut
MPB / KKSL
KKA 704
3,35, 36
-
3
ULanjut
MPB / KKSL
dr. I Md. Gd. Widnyana, SpAn KAR
KKA 705
31,37 ,38
3
ULanjut
MPB / KKSL
dr. Tjahya Aryasa EM, SpAn
ATI 706
4,31, 40,42
-
1
2
ULanjut
14,21 ,29,3 1 2 Kt 1,44 UJIAN KENAIKAN CHIEF IBS : UJIAN CBT
Anesthesia Crisis Management
dr. I Md. Subagiartha, SpAn KAKV dr. I Ketut Sinardja, SpAn KIC
ATI 707
MKK, MKB / KKSL
dr. IGN Mahaalit A, SpAn KAR
MKK, MKB / KKSL
Dr.dr. Tjok G.A. Senapathi, SpAn KAR TIM TPPM
YUDISIUM MENJADI CHIEF IBS
KPS
Program Studi Anestesiologi dan Reanimasi Fakultas Kedokteran Universitas Udayana 15
IPJT 2 minggu ICU Senior & Chief IRD
4 minggu
CHIEF IRD,-- Koordinasi bedah SARAF, High PS ASA, Cath Lab,spine, operasi jantung, luka bakar -, RS Jejaring Mandiri
8 minggu
Minggu 22-24 semester 7
Remedi
PANDUAN PELAKSANAAN KURIKULUM PENDIDIKAN 4 2
Kegawatdaruratan KKA anestesiologi dan 801 terapi Intensif V
4 3
Kegawatdaruratan KKA anestesilogi dan 802 terapi intensif VI
4 4
Seminar Anestesiologi dan Terapi Intensif III
ATI 803
12,19
12,19 ,31
31
-
-
1
3
3
-
ULanjut
ULanjut
MBB / KKSL
dr. Made Agus Kresna Sucandra, SpAn
MKB
Dr.dr.Tjok Gde Agung Senapathi, SpAn KAR
UJIAN OSCE ANESTHESIA CRISIS MANAGEMENT 4 5
Manajemen Klinik
ATI 804
31
2
1
4 6
Penelitian
ATI 805
37
4
-
TIM TPPM
Prof.Dr.dr. P MKB Made Wiryana, SpAn KIC Dr.dr. I Putu Pramana S, P MKB SpAn KMN KNA UJIAN NASIONAL OSCE UJIAN NASIONAL LISAN
Program Studi Anestesiologi dan Reanimasi Fakultas Kedokteran Universitas Udayana 16
24 minggu
JURNAL READING 2
Syarat Ujian OSCE ACM
dr. I Md. Gd. Widnyana, SpAn KAR
MBB / KKSL
P
CHIEF IBS
Minggu 16-20 Chief IBS
--
--
Remedi
4 minggu
PANDUAN PELAKSANAAN KURIKULUM PENDIDIKAN SILABUS PENDIDIKAN TAHAP I PROGRAM STUDI ANESTESIOLOGI DAN REANIMASI Mata Kuliah
: Farmakologi Klinik
Kode Mata Kuliah Nama Dosen
: ATI 101 : 1. dr. I Wayan Aryabiantara, Sp.An, KIC 2. dr.I Gusti Putu Sukrana Sidemen,SpAn.KAR 3. Prof.Dr.dr.Made Wiryana, SpAn KIC.KAO 4. dr. IB.Krisna Jaya Sutawan,SpAn.M.Kes : 1 SKS Akademik : 1 minggu
SKS Waktu
Keterangan : 1 SKS Akademik = 1 SKS Kuliah/Lecture/tutorial,yang terdiri dari : a. tatap muka 50 menit/minggu/semester = 20 jam/semester/6 bulan =20 jam / 1 minggu = 20 jam / 5 hari = 4 jam/ hari b. Penugasan terstruktur 60 menit/minggu/semester = 36 jam/semester/6 bulan = 36 jam / 1 minggu = 36 jam / 7 hari = 5 jam/hari c. Kegiatan mandiri 60 menit/minggu/semester = 36 jam/semester/6 bulan = 36 jam / 1 minggu = 36 jam / 7 hari = 5 jam/hari Standar Kompetensi : Setelah mengikuti modul ini,peserta PPDS akan memiliki kemampuan untuk menjelaskan tentang Farmakologi klinik yang dapat mendukung pemahaman tugasnya dalam memberikan anestesi umum maupun anestesi regional dan terapi intensif.
No o .
Kompetensi Dasar
Pengalaman Belajar
Indikator Pencapaian
P T
Penilaian MiniM CEX/ CB OSC SF DOP T E S
Program Studi Anestesiologi dan Reanimasi Fakultas Kedokteran Universitas Udayana 17
KP
Alokasi Waktu 1 SKS SKS Akademik Profesi BS waktu B B LP BP T O J
SKS Seminar LK
JR
PANDUAN PELAKSANAAN KURIKULUM PENDIDIKAN 1.
2.
3.
Peserta didik mampu mengetahui tentang aspek dalam pengobatan didalam Ilmu farmakologi klinik Para peserta didik mampu mengetahui tentang interaksi obat
Para peserta didik mampu mengetahui tentang farmakologi obat Anestesi dan terapi intensif
Peserta didik mampu memahami peran aspek pengobatan dalam farmakologi klinik
Peserta didik dapat menjelaskan tentang aspek pengobatan dalam farmakologi klinik
4 ja m
5 ja m
5 ja m
1 hari
Peserta didik mampu memahami peran interaksi obat dalam farmakologi klinik Peserta didik mampu mengetahui tentang obat– obatan dalam anestesi dan terapi intensif
Peserta didik dapat menjelaskan tentang interaksi obat dalam farmakologi klinik
4 ja m
5 ja m
5 ja m
1 hari
Peserta didik mampu menjelaskan tentang struktur ,farmakologi,farma ko kinetik,farmako dinamik obatobatan anestesi dan terapi intensif
4 ja m
5 ja m
5 ja m
3 hari
Keterangan : PT = Pretest, MSF = Multi Source Feedback, CBT = Computerized based test, OSCE = Objective Structure Clinical Examination, Tm = Tatap muka, KP = Kuliah Pengayaan, LP = Laporan Pagi, BST =Bed Site Teaching, BO = Bimbingan Operasi/ Skill AnestesiAnalgesi/Bimbingan Ilmiah, BP = Bimbingan Poliklinik, BJ = Bimbingan Jaga, LK = Laporan Kasus, JR = Journal Reading
Program Studi Anestesiologi dan Reanimasi Fakultas Kedokteran Universitas Udayana 18
PANDUAN PELAKSANAAN KURIKULUM PENDIDIKAN Materi Pokok : Pengetahuan tentang obat-obatan anestesi dan obat-obatan yang sering digunakkan untuk terapi pendukung baik pengetahuan untuk mengetahui jenis obat yang akan digunakan, sifat-sifat fisik obat, konsentrasi dan kandungan obat adalah hal pokok yang wajib diketahui dan dipahami setiap peserta didik. Selain itu peserta didik juga wajib mengetahui dan memahami jalur pemberian yang benar semua jenis obat yang akan digunakan, baik itu jalur intra vena, subkutan intrakutan, intramuskular, inhalasi dan interaksi yang akan terjadi setiap obat yang di berikan terhadap perubahan fisiologi pada manusia. Dan setiap peserta didik juga diwajibkan mengetahui farmakokinetik, farmakodinamik obat, efek samping obat, interaksi obat yang diberikan terhadap obat yang lain, dan tanda-tanda overdosis obat yang diberikan serta mengetahui dan mampu untuk memberikan tatalaksana overdosis dan efek samping obat-atan yang digunakkan.Selain itu akan dipelajari obat analgetik lokal untuk anestesia subarakhnoid. Mempelajari akan jenis obat yang akan digunakan, sifat-sifat fisis, konsentrasi dan kandungan obat. Ketika kita akan menyuntikkan obat tersebut harus diketahui lokasi yang aman tempat suntikan dengan mempelajari anatomi tulang belakang, lapisan yang akan ditembus jarum spinal untuk sampai ke rongga subarahnoid. Setelah obat ditempatkan di ruang subarakhnoid, diperlukan pemahaman farmakologi obat yaitu tempat dan mekanisme kerja obat sehingga timbul blok sensorik, motorik dan simpatetik. Efek samping yang timbul akibat blok simpatetik yakni hipotensi, dijelaskan melalui pemahaman efek farmakologis dan dampak fisiologis agar dapat memahami cara pencegahan atau penanggulangannya. Secara spesifik setiap peserta didik mampu memahami obat anestetik umum yang menimbulkan penurunan tekanan darah, peningkatan tekanan darah, gangguan irama jantung, gangguan resistensi pembuluh sistemik, resistensi sirkulasi paru, depresi miokard, depresi otak, gangguan tekanan intrakranial, kejang, depresi pernafaran, gangguan fungsi ginjal, hepar, Obat analgetik lokal, obat pelumpuh otot depolarisasi dan non-depolarisasi serta antagonisnya, serta opiat dan antagonisnya
Program Studi Anestesiologi dan Reanimasi Fakultas Kedokteran Universitas Udayana 19
PANDUAN PELAKSANAAN KURIKULUM PENDIDIKAN Bahan Bacaan : 1. GE Morgan, Jr. 2013. Clinical Anesthesiology 4th ed 2. Stoelting. 2006. Pharmacology and Physiology 4th ed 3. Miller, RD. 2009. Miller’s Anesthesia RD 6th ed
Program Studi Anestesiologi dan Reanimasi Fakultas Kedokteran Universitas Udayana 20
PANDUAN PELAKSANAAN KURIKULUM PENDIDIKAN Mata Kuliah
: Fisiologi dan Farmakologi pada Anestesi dan Terapi Intensif
Kode Mata Kuliah Nama Dosen
: ATI 102 : 1. Prof.Dr.dr. Made Wiryana, Sp.An, KIC,KAO 2. dr.IB.Gde Sujana,SpAn.MSi 3. dr. I Gede Budiarta,SpAn.KMN 4. dr. Kadek Agus Heryana Putra,SpAn
SKS : 2 SKS Akademik Waktu : 2 minggu Keterangan : 2 SKS Akademik = 2 SKS Kuliah/Lecture/tutorial,yang terdiri dari ; a. Tatap muka 60 menit/minggu/semester = 18 jam/semester/6 bulan = 18 jam / 2 minggu = 18 jam / 10 hari = 1 jam 50 menit/ hari 2 SKS = 3 jam 40 menit/hari b. Penugasan terstruktur 60 menit/minggu/semester = 18 jam/semester/6 bulan = 18 jam /2 minggu = 18 jam /14 hari = 1 jam 20 menit/hari 2 2 SKS = 2 jam 40 menit c. Kegiatan mandiri 60 menit/minggu/semester = 18 jam/semester/6 bulan = 18 jam /2 minggu = 18 jam /14 hari = 1 jam 20 menit/hari 2 2 SKS = 2 jam 40 menit Standar Kompetensi : Setelah pendidikan ini peserta didik akan memiliki kemampuan untuk menjelaskan ilmu dasar anatomi, fisiologi dan farmakologi yang berkaitan dengan sistem pernafasan, kardiovaskular, sistem saraf pusat perifer, dan sistem lain terkait seperti metabolisme dan ekskresi yang dapat mendukung pemahaman tugasnya dalam memberikan anestesi umum maupun anestesia regional dan terapi intensif.
Penilaian No .
Kompetensi Dasar
Pengalaman Belajar
Indikator Pencapaian
P T
MS F
Mini CEX /
Program Studi Anestesiologi dan Reanimasi Fakultas Kedokteran Universitas Udayana 21
CB T
Alokasi Waktu 1 SKS Akademik
OSC E KP
LP
BS Wa T ktu
SKS SKS Profesi Semina r B BP BJ wa LK J O ktu R
PANDUAN PELAKSANAAN KURIKULUM PENDIDIKAN DOP S 1.
Peserta didik mengenal dan memahami anatomi jalan nafas,organ nafas jantung dan pembuluh darah,otak medulla spinalis,saraf perifer baik motoris dan sensoris.
Peserta didik mempelajari,men gkaji, dan memahami serta menggambarkan secara rinci anatomi jalan nafas.
Peserta didik mampu menjelas kan dan menggambarkan anatomi a. Anatomi jalan nafas b. Anatomi paru dan organ nafas c. Anatomi jantung, Peserta didik pembuluh darah dan mempelajari,men darah gkaji serta d.Anatomi menggambarkan otak, anatomi paru dan medula organ nafas. spinalis dan saraf perifer baik sensoris, Peserta didik motoris mempelajari,men maupun gkaji dan otonom menggambarkan anatomi jantung
Program Studi Anestesiologi dan Reanimasi Fakultas Kedokteran Universitas Udayana 22
4 ja m
2 ja m
2 ja m
3 h ar i
PANDUAN PELAKSANAAN KURIKULUM PENDIDIKAN dan pembuluh darah
Peserta didik mempelajari,men gkaji dan menggambarkan anatomi otak,medulla spinalis,saraf perifer baik sensoris maupun otonom 2.
Peserta didik mengenal dan memahami fisiologi jalan nafas,jantung dan pembuluh darah,otak,med ulla spinalis,saraf perifer baik otonom maupun sensoris.
Peserta didik mempelajari ,me ngkaji fisiologi jalan nafas. Peserta didik mempelajari ,me ngkaji fisiologi paru dan organ nafas.
Peserta didik mampu menjelaskan secara detail fisiologi. a. Fisiologi jalan nafas b. Fisiologi paru dan organ nafas c. Fisiologi jantung, pembuluh
Program Studi Anestesiologi dan Reanimasi Fakultas Kedokteran Universitas Udayana 23
4 ja m
2 ja m
2 ja m-
3 hari
PANDUAN PELAKSANAAN KURIKULUM PENDIDIKAN Peserta didik mempelajari,men gkaji fisiologi jantung dan pembuluh darah Peserta didik mempelajari,men gkaji fisiologi otak,medulla spinalis dan saraf perifer baik motoris maupun otonom 3.
Peserta didik mengenal dan memahami farmakologi obat-obat untuk penanganan patologi jalan nafas,penangan an paotologi paru dan organ nafas,penangan
Peserta didik mempelajari ,mengkaji tentang farmakologi obat-obat penanganan patologi jalan nafas.
darah dan darah d. Fisiologi otak, medula spinalis dan saraf perifer baik sensoris, motoris maupun otonom
Peserta didik mampu menjelaskan secara detail dan terperinci tentang farmakologi a. Farmakologi obat-obat untuk penanganan
Program Studi Anestesiologi dan Reanimasi Fakultas Kedokteran Universitas Udayana 24
4 ja m
2 ja m
2 ja m
4 hari
PANDUAN PELAKSANAAN KURIKULUM PENDIDIKAN an patologi jantung pembuluh darah,dan patologi otak,medulla spinalis,saraf perifer baik sensoris maupun otonom.
Peserta didik mempelajari ,mengkaji tentang farmakologi obat-obat penanganan patologi paru dan organ nafas. Peserta didik empelajari,meng kaji tentang far makologi obatobat penanganan patologi jantung dan pembuluh darah.
patologi jalan nafas b. Farmakologi obat-obat untuk penanganan patologi paru dan organ nafas c. Farmakologi obat-obat untuk penanganan patologi jantung, pembuluh darah dan darah d.Farmakologi obat-obat untuk penanganan patologi otak, medula spinalis dan saraf perifer
Program Studi Anestesiologi dan Reanimasi Fakultas Kedokteran Universitas Udayana 25
PANDUAN PELAKSANAAN KURIKULUM PENDIDIKAN baik sensoris, motoris maupun otonom. Keterangan : PT = Pretest, MSF = Multi Source Feedback, CBT = Computerized based test, OSCE = Objective Structure Clinical Examination, Tm = Tatap muka, KP = Kuliah Pengayaan, LP = Laporan Pagi, BST =Bed Site Teaching, BO = Bimbingan Operasi/ Skill AnestesiAnalgesi/Bimbingan Ilmiah, BP = Bimbingan Poliklinik, BJ = Bimbingan Jaga, LK = Laporan Kasus, JR = Journal Reading Materi Pokok : Teknik anestesia meliputi dua teknik utama yaitu anestesia umum dan analgesia regional atau dapat pula kombinasi keduanya. Obat anestetik umum dapat diberikan secara intravena atau secara inhalasi atau kombinasi. Obat analgetik regional atau lokal dapat diberikan dengan cara infiltrasi lokal, blok saraf, blok pleksus saraf atau blok neuraksial (blok subarakhnoid atau epidural). Ilmu dasar yang dipakai untuk anestesi dapat dipelajari dengan langkah-langkah sebagai berikut. Pertama, harus ada buku ajar rujukan untuk masing masing ilmu dasar. Kedua, dalam pemilihan obat yang akan digunakan, terkait dengan teknik anestesia, apakah obat inhalasi, intravena atau analgetik lokal. Untuk mempelajari ilmu dasar yang terkait dengan tindakan anestesia, dapat secara sekaligus mempelajari ketiganya secara simultan yaitu anatomi, fisiologi dan farmakologi. Terminologi dalam fisiologi, patofisiologi farmakologi, ilmu anatomi harus dimengerti secara benar. Pengertian terminologi secara benar akan memudahkan pemahaman semua ilmu dasar klinis. Sebagai contoh dalam mempelajari obat inhalasi. Bayangkan obat yang akan diberikan itu akan dihirup oleh pasien (bila pasien bernafas spontan) atau didorong masuk (bila pasien tidak bernafas spontan atau dengan nafas kendali) melalui jalan nafas yaitu hidung, faring, laring dan seterusnya sampai ke dalam alveolus. Diperlukan pemahaman akan anatomi jalan nafas. Tatkala obat tersebut akan masuk dari alveolus ke dalam sistem sirkulasi, maka kita harus mempelajari sifat-sifat fisis obat inhalasi tersebut, mempelajari fungsi paru, mempelajari fisiologi sistem kardiovaskular tentang perfusi darah ke paru sehingga dapat mengerti difusi obat. Ketika obat tersebut diedarkan ke seluruh tubuh, diperlukan farmakologi tentang distribusi obat, selanjutnya harus mengerti lokasi reseptor obat tersebut dan mengerti mekanisme kerja obat yang Program Studi Anestesiologi dan Reanimasi Fakultas Kedokteran Universitas Udayana 26
PANDUAN PELAKSANAAN KURIKULUM PENDIDIKAN menyebabkan pasien menjadi tidak sadar. Oleh karena itu kita harus mengerti fisiologi dan anatomi sistem saraf pusat maupun sistem sirkulasi pada susunan saraf. Selain itu kita harus mempelajari farmakologi bagaimana nasib obat tersebut sehingga efek obat bisa hilang kembali. Efek samping obat dapat berupa gangguan fisiologi misalnya peningkatan tekanan intrakranial, depresi nafas, hipotensi atau hipertensi, gangguan fungsi hepar atau ginjal, sehingga kita harus mengerti dosis, indikasi dan indikasi-kontra obat inhalasi tersebut. Selain itu cara penggunaan mesin anestesia juga dipelajari agar dapat memberikan obat inhalasi. Dalam mempelajari obat anestetik umum intravena, kita harus dapat mempersiapkan obat tersebut dan harus memahami sifat-sifat fisis obat tersebut. Ketika kita akan menyuntikkan intravena maka kita harus mengerti anatomi pembuluh vena, dari vena dorsum manus ke vena kubiti, vena aksilaris, vena subklavia, ke vena kava superior, ke atrium kanan, ventrikel kanan, arteri pulmonalis dan seterusnya sampai ke jantung kiri dan obat didistribusikan ke seluruh tubuh sampai ke reseptornya dan menimbulkan efek yang diinginkan. Pengetahuan tentang apa yang terjadi pada obat tersebut di dalam darah, misalnya berapa persen terikat protein, kecepatan aliran darah yang dilalui obat mulai perifer sampai ke jantung, kemudian distribusi obat sehingga sampai ke otak dan menimbulkan efek pasien tidak sadar, mengapa pasien tidak sadar, dan mengapa dapat pulih sadar, bagaimana nasib obat tersebut, mengharuskan kita memahami efek samping obat, overdosis obat dan cara mengatasinya. Pengertian akan anatomi dan fisiologi sistem sirkulasi, dan farmakologi, terkait dengan pemakaian obat tersebut adalah sangat penting. Di samping itu kita harus mengerti teknik pemberian obat intravena, secara bolus tunggal, kontinyu intermiten, kontinyu secara tetesan, atau kontinyu dengan pompa semprit. Untuk memahami obat analgetik lokal untuk anestesia subarahnoid, kita harus mengerti jenis obat yang akan digunakan, sifat-sifat fisis, konsentrasi dan kandungan obat. Ketika kita akan menyuntikkan obat tersebut harus diketahui lokasi yang aman tempat suntikan dengan mempelajari anatomi tulang belakang, lapisan yang akan ditembus jarum spinal untuk sampai ke rongga subarakhnoid. Setelah obat ditempatkan di ruang subarakhnoid, harus dipahami farmakologi obat yaitu tempat dan mekanisme kerja obat sehingga timbul blok sensori, motorik dan
Program Studi Anestesiologi dan Reanimasi Fakultas Kedokteran Universitas Udayana 27
PANDUAN PELAKSANAAN KURIKULUM PENDIDIKAN simpatetik. Efek samping yang timbul akibat blok simpatetik, hipotensi, juga harus dipahami melalui pemahaman efek farmakologis dan dampak fisiologis agar dapat memahami cara pecegahan maupun penanggulangannya. Adapun ilmu dasar yang terkait dengan anestesiologi meliputi : 1. Anatomi : jalan nafas atas dan jalan nafas bawah, sistem saraf perifer, anggota gerak atas dan bawah, pleksus aksilaris, pleksus brakialis, medula spinalis, tulang belakang. 2. Fisiologi : volume paru, pengaturan pernafasan, oksigenasi darah, pengaturan tekanan darah, pengaturan frekuensi denyut jantung, pengaturan irama jantung, konduksi jantung, sistem sirkulasi paru, pengaturan tekanan intrakranial, tekanan perfusi otak. 3. Farmakologi: obat anestetik umum yang menimbulkan penurunan tekanan darah, peningkatan tekanan darah, gangguan irama jantung, gangguan resistensi pembuluh sistemik, resistensi sirkulasi paru, depresi miokard, depresi otak, gangguan tekanan intrakranial, kejang, depresi pernafaran, gangguan fungsi ginjal, hepar, obat analgetik lokal, obat pelumpuh otot depolarisasi dan non-depolarisasi serta antagonisnya serta opiat dan antagonisnya Sedangkan untuk fisiologi kardiovaskular dan anestesia, beberapa subyek yang harus dipelajari adalah : a.
Jantung: aksi potensial jantung, awal dan konduksi impuls jantung, mekanisme kontraksi, inervasi jantung, daur jantung, fungsi ventrikular
(HR, isi sekuncup, prabeban, pascabeban, kontraktilitas, disfungsi valvular, kurva fungsi ventrikular, penilaian fungsi sistolik, penilaian fungsi diastolik) b.
Sistem sirkulasi: autoregulasi, faktor-faktor derivat endotelium, kendali autonom pembuluh sistemik, tekanan darah arterial (kendali segera,
kendali intermediat, kendali jangka panjang), anatomi dan fisiologi sirkulasi koroner (anatomi, perfusi koroner, kendali aliran darah koroner, keseimbangan oksigen miokard, efek obat anestetik) c.
Patofisiologi gagal jantung: mekanisme kompensasi (peningkatan prabeban, peningkatan tonus simpatetik, hipertrofi ventrikular). Beberapa subyek yang harus dipelajari mengenai fisiologi espirasi dan anestesia antara lain :
Program Studi Anestesiologi dan Reanimasi Fakultas Kedokteran Universitas Udayana 28
PANDUAN PELAKSANAAN KURIKULUM PENDIDIKAN 1. Cellular Respiration: Aerobic metabolism, anaerobic metabolism, effectts of anesthesia on cell metabolism 2. Functional Respiratory Anatomy: Rib Cage & Muscles of Respirasion, tracheobronchial tree, alveolus, Pulmonary circulation & lymphatics, pulmonary capilary, pulmonary lymphatics, innervation. 3. Basic Mechanism of Breathing: Spontaneos Ventilalion, Mechanical Ventilation,effects of anesthesia on respiratory pattern. 4. Mechanics of Ventilation: Elastic Resistance; surface tension forces, compliance, Lung volumes; kapasitas residual fungsional, kapasitas penutupan, vital capacity, Non Elastic resistances; jalan nafas resistance to gas flow, volume-related jalan nafas collapse, flow related colapse dari jalan napas, forced vital capacity (tissue resistance),Work of breathing; Effects of anesthesia on pulmonary mechanics (effects of lung volumes and compliance, effects on jalan nafas resistance, effects on work of breathing) 5. Ventilation/Perfusion Relationships: Ventilation; distribution of ventilation, time constant, Pulmonary perfusion; distribution of pulmonary perfusion, ventilation/perfusion rasios, pintasan, percampuran vena, Effects of Anesthesia on Gas Exchange 6. Alveolar, Arterial, &Venous Gas Tensions: Oxygen; alveolar oxygen tension, pulmonary-end capillary oxygen tension, arterial oxygen tension, mixed veous oxygen tension, Carbon dioxide; pulmonary end-capillary carbon dioxide tension, arterial carbondioxide tension, end-tidal carbondioxide tension. a.
Transport of Respiratory Gases in Blood: Oxygen; dissolved oxygen, hemoglobin, hemoglobin dissociation curve, factors influencing the
hemoglobin dissociation curve, abnormal ligands & abnormal forms of hemoglobins, oxygen content, oxygen transport, oxygen stores Carbon dioxide; dissolved carbon-dioxide, bicarbonate, carbamino compound, effects of hemoglobin buffering on carbon dioxide transport, carbon dioxide dissociation curve, carbon dioxide stores. b.
Control of Breathing: Central respiratory centers, Central sensors, Peripheral sensors; peripheral chemoreceptors, lung receptors, other
receptors, Effects of Anesthesia on the control of breathing. c.
Nonrespiratory functions of the lung: filtration and reservoir function and metabolism
Program Studi Anestesiologi dan Reanimasi Fakultas Kedokteran Universitas Udayana 29
PANDUAN PELAKSANAAN KURIKULUM PENDIDIKAN Beberapa subyek yang harus dipelajari dalam fisiologi sistem saraf dan anestesia : 1.
Cerebral physiology:
a.
Cerebral metabolism
b.
Cerebral Blood Flow
c.
Regulation of Blood Flow: Serebral Perfusion Pressure, Autoregulation, Extrinsic Mechanisms, respiratory gas tension, temperature,
viscosity, autonomic influences d.
BBB
e.
Cerebrospinal Fluid
f.
Intrakranial Pressure
2.
Effects of Anesthetic Agents on Serebral Physiology
a.
Effect of Inhalation Agents: uap Anesthetics; serebral metabolic rate, serebral blood flow & volume, altered coupling of serebral metabolic
rate & blood flow, cerebrospinal fluid dynamics, intracanial pressure. Nitrous oxyde b.
Effect of Intravenous Agents: Induction Agents; barbiturate, opioids, etomidat, propofol, benzodiazepines, ketamine, Anesthetic Adjuncts.
Vasopresors, Vasodilators, neuromuscular Blocking Agents 3.
Physiology of perlindungan otak
a.
Pathophysiology of Iskemia Serebral
b.
Strategies for perlindungan otak: Hypothermia, anesthetic agents, specific adjuncts, general measures
c.
Effect of anesthesia pada pemantauan elektrofisiologis
d.
Electroencephalography; Inhalation Anesthetics, Intravenous Agents,
e.
Evoke Potentials; Inhalation anesthetics, intravenous anesthetics.
Program Studi Anestesiologi dan Reanimasi Fakultas Kedokteran Universitas Udayana 30
PANDUAN PELAKSANAAN KURIKULUM PENDIDIKAN Beberapa subyek yang harus dipelajari pada fisiologi ginjal dan anestesia adalah : 1.
Nephron
a.
The glomerular capillaries
b.
The proximal tubule
c.
The loop of Henle
d.
The distal tubule
e.
The collecting tubule: cortical collecting tubule, medullary collecting tubule, role of the collecting tubule in maintaining a hypertonic
medulla f.
The Juxtaglomerular Apparatus
2.
The Renal Circulation
a.
Renal Blood Flow & Glomerular Filtrasion: clerance, renal blood flow, glomerular filtration rate, control mechanisms; intrinsic regulation, tubuloglomerular balance and feedback, hormonal regulation, neuronal regulation
3.
Effects of anesthesia on renal function
a.
Indirect Effects: Cardiovascular effects, neural effects, endocrine effects
b.
Direct Anesthetic Effects: UAP agents, intravenous agents, other drugs
c.
Direct Surgical Effects
4.
Diuretics
a.
Osmotic diuretics (mannitol): Uses; prophylaxis against acute renal failure in hihg risk patients, evaluation of acute oliguria, conversion
of oliguriic renal failure to non oliguric renal failure, acute reduction of intrakranial pressure and cerebral edema, acute reduction of intraocular pressure in the perioperative period, intravenous dosage, side effects Program Studi Anestesiologi dan Reanimasi Fakultas Kedokteran Universitas Udayana 31
PANDUAN PELAKSANAAN KURIKULUM PENDIDIKAN b.
Loop diuretics: Uses; edematous states (sodium overloads), hypertension, evaluation of acute oliguria, conversion of oliguric renal failure
to nonoliguric renal failure, treatment of hyperglycemia, rapid correction of hyponatremia, intravenous dosage, side effects c.
Thiazide-type diuretics: Uses: hypertension, edematous disorders (sodium overload), hypercalciuria, nephrogenic diabetes insipidus ,
oral dosages, side effects. d.
Potassium-sparing diuretics: Aldosteron Antagonists (spironolactone); uses: primary and secondary hyperaldosteronism, hirsutism, oral
dosage, side effects. Noncompetitive Potassium-Sparing Diuretics; uses: hypertension, CHF, intravenous dosages, side effects e.
Carbonic Anhydrase Inhibitors; Uses; correction of metabolic alkalosis in edematous patients, alakalinization of urin, reduction of
intraocular pressure, intravenous dosage, side effects Beberapa subyek yang harus dipelajari dalam fisiologi hepar dan anestesia adalah : 1.
Functional Anatomy
2.
Vascular Functions of the Liver : control of hepatic blood flow, reservoir function, blood-cleansing function
3.
Metabolic Functions: Carbohydrate metabolism, Fat metabolism, Protein Metabolism, Drug metabolism, Other Metabolic Functions
4.
Bile formation & Excretion: Bile Acids & Fat Absorption, Bilirubin Excretion
5.
Liver Tests: Serum bilirubin, Serum Aminotransferase (transaminase), serum alkaline phosphatase, serum albumin, blood ammonia,
prothrombin time 6.
Effect of Anesthesia on hepatic function: hepatic blood flow, metabolic functions, drug metabolism, biliary function, liver tests
7.
Hepatic dysfunction associated with halogenated anesthetics
Bahan Bacaan : 1. GE Morgan, Jr. 2013. Clinical Anesthesiology 4th ed 2. Stoelting. 2006. Pharmacology and Physiology 4th ed 3. Miller, RD. 2009. Miller’s Anesthesia RD 6th ed Program Studi Anestesiologi dan Reanimasi Fakultas Kedokteran Universitas Udayana 32
PANDUAN PELAKSANAAN KURIKULUM PENDIDIKAN Nama Mata Kuliah Kode Mata Kuliah
: Dasar Anestesi dan Gawat Darurat
: ATI103
Nama Dosen
: 1. Dr.dr. Tjok. Gede Agung Senapathi,SpAn.KAR, 2. dr. I KetutSinardja,SpAn.KIC 3. dr. I PutuKurniyanta,SpAn. 4.dr. IB.Krisna Jaya Sutawan,SpAn.M.Kes Jumlah SKS : 2 SKS Akademi dan 2 SKS Profesi Waktu : 5 minggu 1 SKS Akademik = 1 SKS kuliah/lecture/tutorial, yang terdiri dari: a). Tatap muka 50 menit / minggu / semester 2 sks = 40 jam / semester / 6 bulan = 40 jam / 5 minggu = 40 jam/ 25 hari = 1 jam 36 menit/hari b). Penugasan terstruktur 60 menit/minggu/semester 2 sks = 48 jam/semester/6bulan = 48 jam/5 minggu = 48jam/25hari= 1jam 55 menit /hari. c). Kegiatan mandiri 60 menit/minggu/semester 2 sks = 48 jam/semester/6bulan = 48 jam/5 minggu = 48jam/25hari= 1jam 55 menit /hari. 1 sks profesi = 1 sks praktikum, praktik lapangan, penelitian, pengabdian kepada masyarakat sebanyak 170 menit/minggu/semester = 68 jam/semester/6 bulan = 68 JAM / 5 MINGGU = 68 JAM / 35 HARI = 1 JAM 50 MENIT / HARI 2 SKS Profesi = 2 x 1 jam 50 menit / hari = 3 jam 40 menit / hari Standar Kompetensi :Setelah menyelesaikan modul ini pesertadidik akan memiliki kemampuan dalam penatalaksanaan kelainan jalan napas, gangguan fungsi napas, kegagalan sirkulasi, tindakan resusitasi, penilaian hasil resusitasi, menghentikanresusitasi dan/atau merujuk pasien ke ICU pasca resusitasi.
Program Studi Anestesiologi dan Reanimasi Fakultas Kedokteran Universitas Udayana 33
PANDUAN PELAKSANAAN KURIKULUM PENDIDIKAN N
Kompetensi Dasar o
Pengalaman Belajar
Indikator Pencapaian
0
Penilaian P T
1.
Para peserta didik mampu menjelaskan dan mempraktekkan Pengelolaan Jalan Napas Dewasa.
2.
Peserta didik mampu menjelaskan dan mempraktekkan
Peserta didik mampu untuk menilai kondisi jalan napas, menilai dan melakukan penatalaksanan jalan napas, baik tanpa alat maupun dengan alat-alat bantu, seperti pemasangan jalan napas Guedel, LMA dan pipa endotrakeal, krikotirotomi, trakeostomi perkutaneus dan penatalaksanan jalan napas pada intubasi sulit 1. Peserta didik mampu menjelaskan perbedaan anatomi, fisiologi, pernapasan neonatus 2. Peserta didik mampu menjelaskan mekanisme
Para peserta didik mengetahui pengelolaan Jalan Napas Dewasa.
M Mi S niF CE X/ DO PS
Peserta didik mengetahui Pengelolaan
Program Studi Anestesiologi dan Reanimasi Fakultas Kedokteran Universitas Udayana 34
C B T
Alokasi Waktu OS CE
2 sks akademik
2 sks profesi
KP
LP
B wak ST tu
B O
2 ja m
2 ja m
1 6 ja hari m 30 me nit
2 ja m
2 8 jam hari
2 ja m
2 ja m
1 ja m, 30 m
2 ja m
2 8 jam hari
6 hari
B P
BJ
wa ktu
0 sks semina r L J K R
PANDUAN PELAKSANAAN KURIKULUM PENDIDIKAN Pengelolaan Jalan Napas Neonatus
3.
Para peserta Mampu menjelaskan dan melakukan RJP Dewasa
terjadinya spasme laring, spasme bronkus, edema glottis pada bayi dan anak. 3. Peserta didik mampu menjelaskan cara ventilasi pada bayi dan anak dengan jalan napas yang normal maupun dengan kelainan, menggunakan sungkup muka, balon dan jalan napas orofaring yang sesuai. 4. Peserta didik mampu menjelaskan intubasi pada bayi dan anak dengan jalan napas yang normal maupun dengan kelainan, menggunakan laringoskop, ETT, LMA yang sesuai Peserta didik mampu melakukan kompresi jantung/ dada luar dengan menempatkan pangkal tangan pada sternum, lengan lurus, kompresi tegak lurus sternum, dengan kedalaman 1,5-2 inci, dengan laju 100x/menit.
Jalan Napas Neonatus
Para peserta mengetahui cara RJP Dewasa
en it
Peserta didik mampu menjelaskan sebab-sebab henti jantung Program Studi Anestesiologi dan Reanimasi Fakultas Kedokteran Universitas Udayana 35
2 ja m
2 ja m
1 ja m 30 m en it
6 hari
2 ja m
2 8 jam hari
PANDUAN PELAKSANAAN KURIKULUM PENDIDIKAN Peserta didik mampu menjelaskan langkah-langkah RJP Peserta didik mampu menjelaskan algoritma RJP Peserta didik mampu menjelaskan bantuan hidup lanjut Peserta didik mampu menjelaskan kompresi jatung/dada luar pada RJP secara benar (tempat tumpuan, frekuensi, kekuatan kompresi) Peserta didik mampu menjelaskan tentang defibrilasi pada henti jantung
4.
Peserta didik mampu menjelaskan farmakologi obat-obatan yang lazim dipakai pada RJP Peserta didik Peserta didik mampu Mampu mejelaskan melakukan Resusitasi dan melakukan neonatus yang dibagi dalam 4 RJP Neonatus fase: rangsangan dan isap,
Peserta didik mengetahui
Program Studi Anestesiologi dan Reanimasi Fakultas Kedokteran Universitas Udayana 36
2 ja m
2 ja m
1 ja m 30
7 hari
2 ja m
2 10 jam hari
PANDUAN PELAKSANAAN KURIKULUM PENDIDIKAN ventilasi, kompresi dada dan pemberian obat dan cairan resusitasi.
RJP Neonatus
m en it
Keterangan : PT = Pretest, MSF = Multi Source Feedback, CBT = Computerized based test, OSCE = Objective Structure Clinical Examination, Tm = Tatap muka, KP = Kuliah Pengayaan, LP = Laporan Pagi, BST =Bed Site Teaching, BO = Bimbingan Operasi/ Skill Anestesi-Analgesi/Bimbingan Ilmiah, BP = Bimbingan Poliklinik, BJ = Bimbingan Jaga, LK = Laporan Kasus, JR = Journal Reading Materi Pokok : Untuk membebaskan jalan napas dilakukan perubahan posisi kepala dibantu dengan pemasangan pipa oro atau nasofaring. Selanjutnya napas spontan dinilai dengan observasi, merasakan dan mendengar. Bila napas spontan tidak ada atau tidak efektif, berikan bantuan napas buatan dengan sungkup balon katup dengan oksigen 100%. Berikan napas buatan dua kali pelan dengan tekanan rendah (untuk mencegah distensi gaster), dilanjutkan dengan 8 sampai 10 kali napas bantuan per menit. Bila ventilasi tidak mungkin, maka sebaiknya dipikirkan akan adanya benda asing di jalan napas dan keluarkan secara manual, atau melakukan manuver Heimlich,dan dilanjutkan dengan kompresi dada. Penilaian sirkulasi dinilai dengan palpasi arteri karotis selama 5 detik. Bila tidak teraba, dilakukan kompresi dada luar dengan menempatkan pasien pada alas yang keras, kepala satu level dengan toraks. Tumpuan kompresi dada luar dilakukan dengan menempatkan pangkal tangan pada sternum di antara dua puting susu,dan tangan lain ditempatkan di atas tangan pertama. Operator dapat diminta bantuan untuk melakukan tindakan tersebut. Lengan lurus, kompresi tegak lurus ke sternum, dengan kedalaman 1.5 – 2.0 inci (4-5 cm) pada orang dewasa. Rasio kompresi :relaksasi = 1:1 dengan laju kompresi 100x/menit. Pada pasien dengan posisi tengkurap yang tidak dapat dibuat telentang secara cepat, seorang penolong dapat meletakkan kepalan tangan di antara subsifoid dan meja operasi sementara kompresi dilakukan pada punggung pada tempat yang sesuai. Rasio kompresi dada: ventilasi adalah 30:2, pada dewasa dan anak bila hanya ada satu penolong. Bila ada dua penolong dan sudah terpasang pipa endotrakeal atau laryngeal mask, ventilasi dapat diberikan 8 – 10 kali per menit dan kompresi dada harus diberikan dengan kecepatan kompresi 100 kali per menit tanpa menunggu jeda ventilasi. Defibrilasi harus dilakukan dalam waktu 3 menit atau dalam waktu 5 menit (sambil melakukan RJP dengan sangat baik). Ini merupakan faktor utama yang menentukan keberhasilan resusitasi karena VF merupakan penyebab yang sering pada henti jantung pasien dewasa. Bila tersedia AED di tempat umum, defibrilasi dapat dilakukan oleh tenaga seperti polisi, personil pemadam kebakaran, keamanan dan lain lain. Melalui analisis frekuensi, amplitudo dan gambaran signal ECG, alat AED tersebut dapat digunakan untuk indikasi syok atau tidak ada indikasi untuk syok.AED dipicu secara manual tidak secara automatis melakukan defibrilasi pasien.
Program Studi Anestesiologi dan Reanimasi Fakultas Kedokteran Universitas Udayana 37
PANDUAN PELAKSANAAN KURIKULUM PENDIDIKAN VT dan VF bila berlangsung lama maka aktivitas jantung menurun dan akan sulit untuk dikonversi ke ritme normal. Lakukan defibrilasi sedini mungkin, tanpa melihat lapangan operasi. Itu merupakan tanggung jawab yang melakukan defibrilasi agar anggota tim resusitasi tidak kontak dengan pasien selama tindakan defibrilasi. a. Defibrilasi bentuk gelombang bifasik. Energi optimal untuk mengakhiri VF yang dipakai bergantung pada spesifikasi alat antara 120 – 200 Joule, bila tidak ada pakai yang 200J. Bilamana VF berhasil diatasi tetapi timbul VF ulang, syok berikut gunakan energi yang sama. b. Defibrilasi bentuk gelombang monofasik, masih digunakan di banyak institusi, memberikan energi secara satu arah Energi awal dan energi harus 360J. Bahan Bacaan: 1. 2. 3. 4. 5.
Katzung, BG 2004. Basic & Clinical – 70 – Pharmacology 9thed Morgan GE, Jr. 2013, Clinical Anesthesiology 4thed Barash, P.2012. Clinical Anesthesia 4thed Miller,RD. 2009. Miller’s Anesthesia RD 6thed Stoelting 2006. Pharmacology and Physiology 4thed
Program Studi Anestesiologi dan Reanimasi Fakultas Kedokteran Universitas Udayana 38
PANDUAN PELAKSANAAN KURIKULUM PENDIDIKAN Nama Mata Kuliah : Anestesi 1 Kode Mata kuliah Nama Dosen
: ATI 104 :1.dr. IGN Mahaalit Aribawa, SpAn. KAR 2.dr. Cynthia Dewi Sinardja,SpAn.MARS 3.dr.Pontisomaya Parami,SpAn.MARS 4.dr. Kadek Agus Heryana Putra,SpAn Jumlah SKS : 2 SKS Akademik dan 2 SKS Profesi Waktu : 5 minggu 1 SKS Akademik = 1 SKS kuliah/lecture/tutorial, yang terdiri dari: a). Tatap muka 50 menit / minggu / semester 2 sks = 40 jam / semester / 6 bulan = 40 jam / 5 minggu = 40 jam/ 25 hari = 1 jam 36 menit/hari b). Penugasan terstruktur 60 menit/minggu/semester 2 sks = 48 jam/semester/6bulan = 48 jam/5 minggu = 48jam/25hari= 1jam 55 menit /hari. c). Kegiatan mandiri 60 menit/minggu/semester 2 sks = 48 jam/semester/6bulan = 48 jam/5 minggu = 48jam/25hari= 1jam 55 menit /hari. 1 sks profesi = 1 sks praktikum, praktik lapangan, penelitian, pengabdian kepada masyarakat sebanyak 170 menit/minggu/semester = 68 jam/semester/6 bulan = 68 JAM / 5 MINGGU = 68 JAM / 35 HARI = 1 JAM 50 MENIT / HARI 2 SKS Profesi = 2 x 1 jam 50 menit / hari = 3 jam 40 menit / hari Standar Kompetensi : Setelah menyelesaikan modul ini peserta didik akan memiliki kemampuan melaksanakan penatalaksanaan persiapan obat, alat anestesi dan tindakan anestesi berdasarkan resiko kegawatan anestesi dan penjelasannya pada pasien.
Program Studi Anestesiologi dan Reanimasi Fakultas Kedokteran Universitas Udayana 39
PANDUAN PELAKSANAAN KURIKULUM PENDIDIKAN N 0
1.
2.
Kompetensi o Dasar
Peserta didik mampu menjelaskan dan melakukan kedokteran perioperatif
Pengalaman Belajar
Peserta didik akan memiliki pengetahuan dan keterampilan melakukan evaluasi, mempersiapkan anestesia, melakukan asuhan pascabedah untuk pasien yang dilakukan pembedahan untuk mengurangi morbiditas bedah, meningkatkan kualitas asuhan perioperative dan menghemat biaya Peserta didik Peserta didik mampu mampu menjelaskan alat-alat yang menjelaskan diperlukan untuk anestesia dan umum: sungkup muka, melakukan LMA, laringoskop, pipa persiapan alat endotrakeal, cunam Magill, dan obat stilet,tape, stetoskop, anestesi konektor, pipa nasogatrik, obat-obat anestetik umum, intravena (tiopental,
Indikator Pencapaian
Peserta didik mengetahui kedokteran perioperatif
Penilaian MiniM CEX P S / T F DOP S
Peserta didik mengetahui persiapan alat dan obat anestesi
Program Studi Anestesiologi dan Reanimasi Fakultas Kedokteran Universitas Udayana 40
C OS B CE T
Alokasi Waktu
2 sks akademik K P 2 ja m
2 ja m
2 ja m
2 ja m
LP
BS wak BO T tu 1 5 2 jam, hari jam 30 men it
1 5 jam hari , 30 men it
0 sks semina r wak L J BP BJ tu K R 1 7 jam hari , 30 me nit
2 sks profesi
2 jam
1 ja m, 30 me nit
7 hari
PANDUAN PELAKSANAAN KURIKULUM PENDIDIKAN
3.
Peserta didik mampu
propofol, ketamin) dan inhalasi N2O, halotan, etran, isofluran, sevofluran, alatalat untuk analgesia regional: jarum-jarum spinal, jarum epidural, kateter epidural nerve stimulator/nerve locator, obat analgetik lokal seperti lidokain, bupivakain, obat darurat seperti oksigen, adrenalin, sulfas atropin, efedrin, aminofilin, steroid, obat anti aritmia (lidokain, amiodaron), loop diuretics, inotropik, vasopresor (norepinefrin), obat-obat hipotensif (nitrogliserin, nitroprusid), antikonvulsan (diazepam, tiopental MgSO4), pelumpuh otot, obat antidotum (nalokson, antikolinesterase dan bila ada flumazenil, dantrolen), natrium bikarbonat, kalsium glukonas, kalsium klorida, KCl, morfin dan opioid lain, fentanil, petidin Peserta didik akan mampu Peserta memahami pengelolaan didik pasien pascaanestesia umum
Program Studi Anestesiologi dan Reanimasi Fakultas Kedokteran Universitas Udayana 41
2 ja m
2 ja m
1 jam , 30
5 hari
2 jam
1 ja m,
7 hari
PANDUAN PELAKSANAAN KURIKULUM PENDIDIKAN
4.
menjelaskan dan regional di PACU, Post Anestesia mengetahui kapan pasien dipulangkan (untuk Care ambulatori), kapan boleh dipindah ke ruangan (untuk pasien rawat inap), serta kapan indikasi masuk ICU, HCU, atau perlu operasi lagi, mampu dan terampil dalam membuat rancangan PACU, pulih dari anestesia umum, transportasi dari OK, penatalaksanaan nyeri, agitasi, PONV, menggigil dan hipotermia Peserta didik mampu Peserta didik menjelaskan mekanisme mampu kerja alat pemantauan, cara menjelaskan kerja mesin anestesia dan dan obat-obatan apa yang perlu memberikan disediakan di kamar operasi, mekanisme terjadinya Anestesi anestesia umum, cara Umum pemberian dan obat induksi anestesia umum, komplikasi yang sering terjadi selama anestesia (obstruksi jalan nafas, hipoksemia, hiperkarbia, hipotensi, hipertensi), farmakokinetik
mengetahui tentang Post Anestesia Care
men it
Peserta didik mengetahui tentang Anestesi Umum
Program Studi Anestesiologi dan Reanimasi Fakultas Kedokteran Universitas Udayana 42
2 ja m
2 ja m
1 5 jam hari , 30 men it
30 me nit
2 jam
1 ja m, 30 me nit
7 hari
PANDUAN PELAKSANAAN KURIKULUM PENDIDIKAN
5.
Peserta didik mampu menjelaskan dan melakukan Anestesi Regional
dan farmakodinamik obat anestetik intravena dan anestetik inhalasi, keseimbangan anestesia umum intravena, keseimbangan anestesia umum inhalasi, indikasi dan cara anestesia dengan sungkup, LMA, endotrakeal, memahami indikasi dan komplikasi intubasi unuk keperluan anestesia umum, kapan dilakukan ekstubasi serta komplikasi ekstubasi, melakukan pembebasan jalan nafas tanpa alat (manuver tripel), dengan OPA, LMA, dan intubasi, melakukan induksi intravena dan induksi inhalasi dengan tepat, mampu mengatasi komplikasi akibat ekstubasi Peserta didik mampu menjelaskan tentang farmakologi obat analgetik lokal, mekanisme terjadi blok saraf, teknik melakukan analgesia regional, memahami risiko akan adanya komplikasi.
Pesertadidi k mengetahui tentang Anestesi Regional
Program Studi Anestesiologi dan Reanimasi Fakultas Kedokteran Universitas Udayana 43
2 ja m
2 ja m
1 5 jam hari , 30 men it
2 jam
1 ja m, 30 me nit
7 hari
PANDUAN PELAKSANAAN KURIKULUM PENDIDIKAN Keterangan : PT = Pretest, MSF = Multi Source Feedback, CBT = Computerized based test, OSCE = Objective Structure Clinical Examination, Tm = Tatap muka, KP = Kuliah Pengayaan, LP = Laporan Pagi, BST =Bed Site Teaching, BO = Bimbingan Operasi/ Skill AnestesiAnalgesi/Bimbingan Ilmiah, BP = Bimbingan Poliklinik, BJ = Bimbingan Jaga, LK = Laporan Kasus, JR = Journal Reading Materi Pokok : Sebelum menyalakan mesin anestesia, lebih dulu dilakukan pemeriksaan akan sistem sumber gas tersebut sentral atau tidak (tabung gas portabel ada pada mesin anestesia). Selanjutnya periksa kerja flow-meter, vaporizer, katup inspirasi dan katup ekspirasi apakah berfungsi dengan baik. Katup APL (adjustable pressure limit) valve, anesthetic breathing circuit, Reservoir bag, CO2 absorber canister apakah juga telah terpasang dengan baik. Setelah itu periksa apakah ada kebocoran gas atau uap dalam sistemsirkuit mesin tersebut. Perlu diingat kadang karena kondisi yang sudah menjadi rutin pengecekan ini sering dilupakan. Penatalaksanaan perioperatif dan pascaanestesi pasien meliputi penilaian secara periodik dan pemantauan dari fungsi respirasi dan kardiovaskular, neuromuskular, status mental, temperatur, nyeri, mual dan muntah, drainase dan perdarahan, serta urin. Berbagai literatur menunjukkan bahwa penilaian dan pemantauan fungsi respirasi selama pemulihan, dengan pulse oksimetri, dapat mendeteksi secara dini adanya hipoksemia. Penilaian dan pemantauan secara periodik dari patensi jalan nafas, frekuensi nafas, SpO2 harusselalu dilakukan pada emergence dan pemulihan. Adapun pemantauan denyut nadi, tekanan darah, elektrokardiografi dapat mendeteksi komplikasi kardiovaskular, mengurangi outcome yang buruk, dan harus dilakukan selama emergence dan pemulihan. Program bedah rawat jalan yang sukses bergantung pada pada pemulangan pasien yang tepat waktu setelah anestesia. Chung dkk membuat sistem skoring yang disebut PADSS (Postanesthesia discharge scoring sistem) yang secara objektif menilai fit tidaknya pasien untuk dipulangkan. Untuk menjamin pendelegasian yang aman pada perawat, suatu sistem skoring harus praktis, simpel, mudah untuk diingat, dan tidak membebani perawat. PADSS berdasarkan 5 kriteria yaitu: 1) tanda vital (tekanan darah, denyut jantung, frekuensi nafas, temperatur), 2) ambulasi 3) mual/muntah, 4) nyeri dan 5) perdarahan akibat pembedahan. Bila skor mencapai 9, pasien cukup aman untuk dipulangkan kerumah. Chung mendemonstrasikan bahwa dengan menggunakan PADSS pasien dapat dipulangkan dalam waktu 1-2 jam pascabedah. Obat analgetik lokal dengan suatu rantai ester di antara bagian aromatik dan rantai intermediet disebut amino-ester, misalnya prokain, kloroprokain, dan tetrakain. Obat analgetik lokal dengan rantai amid antara ujung aromatik dan rantai intermediet disebut amino-amid, misalnya lidokain, mepivakain, prilokain, bupivakain dan etidokain. Perbedaan dasar antara golongan ester dan amid adalah dalam cara metabolisme obat dan potensial alerginya. Golongan ester dihidrolisa di plasma oleh enzim di hati. Metabolit hasil hidrolisa golongan ester adalah asam paraaminobenzoik yang dapat menimbulkan reaksi alergi. Metabolisme golongan amid tidak menghasilkan asam paraaminobenzoik dan laporan adanya reaksi dengan obat golongan ini sangat jarang. Program Studi Anestesiologi dan Reanimasi Fakultas Kedokteran Universitas Udayana 44
PANDUAN PELAKSANAAN KURIKULUM PENDIDIKAN Bahan Bacaan: 1. Morgan GE, Mikhhail MS, Murray MJ. 2013.Clinical Anaesthesiology, 4th ed. New York: Lange Medical Books/McGraw-Hill 2. Robert K. Stoelting, Simon C. Hiller. 2012. Pharmacology & Physiology in Anesthesic Practice. Fourth Edition. Lippincott Williams & Wilkins, Philadelphia, USA 3. Barash PG, Cullen BF, Stoelting RK. 2012.Clinical Anaesthesia, 5th ed. Philadelphia:Lippincott Williams & Wilkins 4. Miller,RD. 2009. Miller’s Anesthesia 6th ed 5. Gillman,J. 1998. Perioperative Medicine 6. Stone,DJ. 2004.Perioperative Care 7. Katzung, BG. 2004. Basic & Clinical Pharmacology 9th ed 8. Practice Guidelines for Postanesthetic Care. Anesthesiology 2002; 96(3)
Program Studi Anestesiologi dan Reanimasi Fakultas Kedokteran Universitas Udayana 45
PANDUAN PELAKSANAAN KURIKULUM PENDIDIKAN Mata Kuliah
: OIP : Keterampilan Klinik anestesiologi dan terapi intensif I
Kode Mata Kuliah Nama Dosen
: ATI 105 : 1. dr. IGAG Utara Hartawan, SpAn MARS. 2. dr. I Made Agus Kresna Sucandra,SpAn 3. dr. Cynthia Dewi Sinardja,SpAn.MARS. 4. dr. Tjahya Aryasa E.M,.SpAn
SKS : 2 sks akademik ; 2 sks profesi. Waktu : 5 minggu. 1 SKS Akademik = 1 SKS kuliah/lecture/tutorial, yang terdiri dari: a). Tatap muka 50 menit / minggu / semester 2 sks = 40 jam / semester / 6 bulan = 40 jam / 5 minggu = 40 jam/ 25 hari = 1 jam 36 menit/hari b). Penugasan terstruktur 60 menit/minggu/semester 2 sks = 48 jam/semester/6bulan = 48 jam/5 minggu = 48jam/25hari= 1jam 55 menit /hari. c). Kegiatan mandiri 60 menit/minggu/semester 2 sks = 48 jam/semester/6bulan = 48 jam/5 minggu = 48jam/25hari= 1jam 55 menit /hari. 1 sks profesi = 1 sks praktikum, praktik lapangan, penelitian, pengabdian kepada masyarakat sebanyak 170 menit/minggu/semester = 68 jam/semester/6 bulan = 68 JAM / 5 MINGGU = 68 JAM / 35 HARI = 1 JAM 50 MENIT / HARI 2 SKS Profesi = 2 x 1 jam 50 menit / hari = 3 jam 40 menit / hari Standar Kompetensi : Setelah menyelesaikan semester ini peserta didik akan memiliki kemampuan untuk melakukan penilaian kesadaran dan cara penangananya, penilaian patensi jalan napas dan cara pembebasan jalan napas, penilaian perubahan sirkulasi dan penanganannya, anestesi pasien ortopedi dengan PS 1, 2, anestesi pembedahan superfisial dengan PS 1, 2. N 0
Kompetensi Dasar o
Pengalaman Belajar
Indikator Pencapaian
P T
Penilaian Alokasi Waktu M Mini- C OS 2 sks akademik 2 sks profesi CEX S B CE KP LP BST waktu B BP BJ waktu F / T O
Program Studi Anestesiologi dan Reanimasi Fakultas Kedokteran Universitas Udayana 46
PANDUAN PELAKSANAAN KURIKULUM PENDIDIKAN DOP S
1.
Para peserta didik mampu memahami dan mengetahui penilaian kesadaran dan cara penanganannya
2.
Para peserta didik mampu memahami dan mengetahui cara menilai patensi jalan napas dan cara pembebasan jalan napas
1.Peserta didik mampu menjelaskan Glasgow Coma Scale (GCS), pemeriksaan fungsi medula spinalis,penilaian sensorik dan refleks 1. Peserta didik mampu menjelaskan anatomi dan fisiologi jalan nafas atas. 2. Peserta didik mampu menjelaskan diagnosis sumbatan jalan nafas dan kegawatan pernafasan yang memerlukan pembebasan jalan nafas. 3. Peserta didik mampu menjelaskan teknik
1.Peserta didik mampu menjelaskan Glasgow Coma Scale (GCS), pemeriksaan fungsi medula spinalis,penilaian sensorik dan refleks 1. Peserta didik mampu menjelaskan anatomi dan fisiologi jalan nafas atas. 2. Peserta didik mampu menjelaskan diagnosis sumbatan jalan nafas dan kegawatan pernafasan yang memerlukan pembebasan jalan nafas. 3. Peserta didik mampu menjelaskan teknik
2 ja m
2 jam
1 jam, 30 meni t
5 hari
2 ja m
1 7 hari jam , 30 men it
2 ja m
2 jam
1 jam, 30 meni t
5 hari
2 ja m
1 7 hari jam , 30 men it
Program Studi Anestesiologi dan Reanimasi Fakultas Kedokteran Universitas Udayana 47
PANDUAN PELAKSANAAN KURIKULUM PENDIDIKAN
3.
Para peserta didik mampu memahami dan mengetahui tentang penilaian perubahan sirkulasi dan penanganannya
membebaskan jalan nafas secara manual dan komplikasinya, memasang pipa oro dan nasofaring, memasang LMA, intubasi endotrakeal. 4. Peserta didik mampu menjelaskan algoritma jalan nafas sulit. 5.Peserta didik mampu menjelaskan kegunaan obat-obat untuk memudahkan penatalaksanaan jalan nafas. 1. Peserta didik mampu menjelaskan anatomi dan fisiologi jantung. 2. Peserta didik mampu menjelaskan monitoring invasif dan non invasif.
membebaskan jalan nafas secara manual dan komplikasinya, memasang pipa oro dan nasofaring, memasang LMA, intubasi endotrakeal. 4. Peserta didik mampu menjelaskan algoritma jalan nafas sulit. 5.Peserta didik mampu menjelaskan kegunaan obat-obat untuk memudahkan penatalaksanaan jalan nafas. 1. Peserta didik mampu menjelaskan anatomi dan fisiologi jantung. 2. Peserta didik mampu menjelaskan monitoring invasif dan non invasif.
Program Studi Anestesiologi dan Reanimasi Fakultas Kedokteran Universitas Udayana 48
2 ja m
2 jam
1 jam, 30 meni t
5 hari
2 ja m
1 7 hari jam , 30 men it
PANDUAN PELAKSANAAN KURIKULUM PENDIDIKAN
4.
Para peserta didik mampu memahami dan mengetahui tentang anestesi pasien ortopedi dengan PS 1, 2
3. Peserta didik mampu menjelaskan perubahan irama jantung. 4. Peserta didik mampu menjelaskan penggunaan obatobat jantung. 5. Peserta didik mampu menjelaskan cara resusitasi. 1. Peserta didik mampu menjelaskan anatomi dan fisiologi pasien yang menjalani pembedahan ortopedi 2. Peserta didik mampu menjelaskan evaluasi perioperatif pasien yang menjalani pembedahan ortopedi
3. Peserta didik mampu menjelaskan perubahan irama jantung. 4. Peserta didik mampu menjelaskan penggunaan obatobat jantung. 5. Peserta didik mampu menjelaskan cara resusitasi. 1. Peserta didik mampu menjelaskan anatomi dan fisiologi pasien yang menjalani pembedahan ortopedi 2. Peserta didik mampu menjelaskan evaluasi perioperatif pasien yang menjalani pembedahan ortopedi
Program Studi Anestesiologi dan Reanimasi Fakultas Kedokteran Universitas Udayana 49
2 ja m
2 jam
1 jam, 30 meni t
5 hari
2 ja m
1 7 hari jam , 30 men it
PANDUAN PELAKSANAAN KURIKULUM PENDIDIKAN
5.
Para peserta didik mampu memahami tentang anestesi pembedahan
3. Peserta didik mampu menjelaskan penyulit yang timbul pada pasien yang menjalani pembedahan ortopedi 4. Peserta didik mampu menjelaskan teknik anestesi yang dipilih pada pasien yang menjalani pembedahan ortopedi 5. Peserta didik mampu menjelaskan cara penanganan nyeri post operasi pada pasien yang menjalani pembedahan ortopedi 1.Peserta didik mampu menjelaskan anatomi dan fisiologi pasien
3. Peserta didik mampu menjelaskan penyulit yang timbul pada pasien yang menjalani pembedahan ortopedi 4. Peserta didik mampu menjelaskan teknik anestesi yang dipilih pada pasien yang menjalani pembedahan ortopedi 5. Peserta didik mampu menjelaskan cara penanganan nyeri post operasi pada pasien yang menjalani pembedahan ortopedi 1.Peserta didik mampu menjelaskan anatomi dan fisiologi pasien
Program Studi Anestesiologi dan Reanimasi Fakultas Kedokteran Universitas Udayana 50
2 ja m
2 jam
1 jam, 30 meni t
5 hari
2 ja m
1 7 hari jam , 30 men it
PANDUAN PELAKSANAAN KURIKULUM PENDIDIKAN superfisial dengan PS 1,2
yang menjalani pembedahan superfisial 2. Peserta didik mampu menjelaskan evaluasi perioperatif pasien yang menjalani pembedahan superfisial 3. Peserta didik mampu menjelaskan penyulit yang timbul pada pasien yang menjalani pembedahan superfisial 4. Peserta didik mampu menjelaskan teknik anestesi yang dipilih pada pasien yang menjalani pembedahan superfisial 5. Peserta didik mampu menjelaskan cara
yang menjalani pembedahan superfisial 2. Peserta didik mampu menjelaskan evaluasi perioperatif pasien yang menjalani pembedahan superfisial 3. Peserta didik mampu menjelaskan penyulit yang timbul pada pasien yang menjalani pembedahan superfisial 4. Peserta didik mampu menjelaskan teknik anestesi yang dipilih pada pasien yang menjalani pembedahan superfisial 5. Peserta didik mampu menjelaskan cara
Program Studi Anestesiologi dan Reanimasi Fakultas Kedokteran Universitas Udayana 51
PANDUAN PELAKSANAAN KURIKULUM PENDIDIKAN penanganan nyeri post operasi pada pasien yang menjalani pembedahan superfisial
penanganan nyeri post operasi pada pasien yang menjalani pembedahan superfisial
Keterangan : PT = Pretest, MSF = Multi Source Feedback, CBT = Computerized based test, OSCE = Objective Structure Clinical Examination, Tm = Tatap muka, KP = Kuliah Pengayaan, LP = Laporan Pagi, BST =Bed Site Teaching, BO = Bimbingan Operasi/ Skill AnestesiAnalgesi/Bimbingan Ilmiah, BP = Bimbingan Poliklinik, BJ = Bimbingan Jaga, LK = Laporan Kasus, JR = Journal Reading Materi Pokok : Diharapkan agar peserta didik mampu menjelaskan manfaat dan risiko terapi baik obat anestesi, analgesia, maupun tindakan pada penyakit atau kelainan jalan nafas, pernafasan, sirkulasi dan otak, saraf serta pengaruhnya pada fungsi kesadaran terutama saat melakukan penilaian untuk evaluasi perioperatif. Pengetahuan yang cukup sangat diperlukan untuk melakukan tindakan medis pada penyakit dan kelainan jalan nafas, pernafasan, sirkulasi darah, jantung dan kesadaran seperti gagal nafas, penanggulangan syok, aritmia, resusitasi dan penanggulangan koma serta kenaikan tekanan intrakranial. Pada saat melakukan perioperatif pada pasien emergency dan non emergency, peserta didik mampu melakukan pemeriksaan Glasgow Coma Scale (GCS), pemeriksaan fungsi medula spinalis, penilaian sensorik dan refleks. Dapat membedakan anatomi dan fisiologi jalan nafas atas yang selanjutnya dapat membedakan sumbatan jalan nafas dan kegawatan pernafasan yang memerlukan pembebasan jalan nafas sehingga dapat membebaskan jalan nafas secara manual dan komplikasi memasang pipa oro dan nasofaring, memasang LMA, intubasi endotrakeal. Menguasai algoritma jalan nafas sulit, menggunakan obat-obat untuk memudahkan penatalaksanaan jalan nafas. Selain itu diharapkan mampu melakukan resusitasi jantung dan paru, melakukan monitoring hemodinamik serta melakukan tindakan yang tepat sesuai bila terjadi perubahan irama jantung dan memberikan obat-obat yang lazim Program Studi Anestesiologi dan Reanimasi Fakultas Kedokteran Universitas Udayana 52
PANDUAN PELAKSANAAN KURIKULUM PENDIDIKAN digunakan untuk menangani kegawatdaruratan sirkulasi. Peserta didik mampu melakuan evaluasi perioperatif pasien yang menjalani pembedahan ortopedi, menangani penyulit yang timbul, melakukan teknik anestesi yang dipilih sesuai kompetensi peserta didik serta mampu menangani nyeri post operasi pada pasien yang menjalani pembedahan ortopedi. Peserta didik mampu melakukan evaluasi perioperatif pasien yang menjalani pembedahan superfisial, menangani penyulit yang timbul, melakukan teknik anestesi yang dipilih dan mampu menangani nyeri post operasi pada pasien yang menjalani pembedahan superfisial Bahan Bacaan : 1. Morgan GE, Mikhhail MS, Murray MJ. 2013.Clinical Anaesthesiology, 4th ed. New York: Lange Medical Books/McGraw-Hill 2. Robert K. Stoelting, Simon C. Hiller. 2012. Pharmacology & Physiology in Anesthesic Practice. Fourth Edition. Lippincott Williams & Wilkins, Philadelphia, USA 3. Barash PG, Cullen BF, Stoelting RK. 2012. Clinical Anaesthesia, 5th ed.Philadelphia:Lippincott Williams & Wilkins 4. Miller,RD. 2009. Miller’s Anesthesia 6th Ed 5. Gillman,J. 1998. Perioperative Medicine 6. Stone,DJ. 2004.Perioperative Care 7. Katzung, BG. 2004. Basic & Clinical 8. Pharmacology 9th ed 9. Practice Guidelines for Postanesthetic 10. Care. Anesthesiology 2002; 96(3)
Program Studi Anestesiologi dan Reanimasi Fakultas Kedokteran Universitas Udayana 53
PANDUAN PELAKSANAAN KURIKULUM PENDIDIKAN Mata Kuliah
: Anestesi II
Kode Mata Kuliah
: KKA 201
Nama Dosen
:1. dr.I Putu Kurniyanta,SpAn. 2. dr. I Ketut Wibawa Nada,SpAn.KAKV 3. dr. Dewa Ayu Mas Shintya Dewi,SpAn 4. dr.Pontisomaya Parami,SpAn.MARS
SKS : 4 sks profesi. Waktu : 12 minggu a) 1 sks profesi = 1 sks praktikum, praktik lapangan, penelitian, pengabdian kepada masyarakat sebanyak 170 menit/minggu/semester = 68 jam/semester/6 bulan = 68 JAM / 12 MINGGU = 68 JAM / 84 HARI = 50 menit / HARI 4 SKS Profesi = 4 x 50 menit / hari = 200 menit / hari = 3 jam 20 menit / hari
Standar Kompetensi : Setelah mengikuti pembelajaran peserta didik akan memiliki kemampuan untuk melakukan penatalaksanaan tindakan anestesi pada pembedahan THT, pembedahan Ortopedi, pembedahan Darurat, pembedahan Invasif minimalis, pembedahan obstetri ginekologi menjelaskan cara mengatasi penyulit akibat bedah THT, bedah Ortopedi, bedah Darurat dan bedah minimal invasif dan obstetri ginekologi sesuai dengan SOP yang ada.
Program Studi Anestesiologi dan Reanimasi Fakultas Kedokteran Universitas Udayana 54
PANDUAN PELAKSANAAN KURIKULUM PENDIDIKAN N
Kompetensi Dasar
Pengalaman Belajar
o
Indikator Pencapaian
0
Penilaian
Alokasi Waktu
P M Mini-
C
OS
T S
CEX
B
CE
/
T
F
0 sks akademik K L P
P
3 sks profesi
BS waktu BO
BP
BJ
waktu
2
1
2
jam
jam ming
T
DOP S 1.
Para peserta didik
1. Peserta didik
1. Peserta didik
mampu
mampu menjelaskan
mampu melakukan
memahami dan
tentang evaluasi
evaluasi
30
mengetahui
perioperatif pada
perioperatif pada
me
tentang
pasien yang
pasien yang
nit
pembelajaran
menjalani
menjalani
anestesi II yang
pembedahan THT.
pembedahan THT.
membahas tentang 2. Peserta didik
2. Peserta didik
Anestesi bedah
mampu menjelaskan
mampu melakukan
THT
tentang teknik
anestesi umum
anestesi umum
dengan
dengan pemasangan
pemasangan pipa
pipa endotrakeal
endotrakeal
Program Studi Anestesiologi dan Reanimasi Fakultas Kedokteran Universitas Udayana 55
gu
PANDUAN PELAKSANAAN KURIKULUM PENDIDIKAN 3. Peserta didik
3. Peserta didik
mampu menjelaskan
mampu melakukan
tentang pemakaian
teknik anestesi
bronkoskopi, teknik
untuk
hipotensi kendali,
bronkoskopi,
penggunaan gas
teknik hipotensi
N2O, serta
kendali,
penanganan penyulit
penggunaan gas
seperti perdarahan,
N2O, serta
dan cara ekstubasi.
penanganan
4. Peserta didik
penyulit seperti
mampu mejelaskan
perdarahan, dan
mengenai
cara ekstubasi.
penanganan PONV.
4. Peserta didik
5. Peserta didik
mampu menangani
mampu mejelaskan
PONV.
mengenai
5. Peserta didik
penanganan nyeri
mampu menangani
post op.
nyeri post op
Program Studi Anestesiologi dan Reanimasi Fakultas Kedokteran Universitas Udayana 56
PANDUAN PELAKSANAAN KURIKULUM PENDIDIKAN 2.
Para peserta didik
1.Peserta didik
1.Peserta didik
mampu
mampu menjelaskan
mampu melakukan
memahami dan
tentang evaluasi
evaluasi
30
mengetahui
perioperatif pasien
perioperatif pasien
me
tentang
yang akan menjalani
yang akan
nit
pembelajaran
pembedahan
menjalani
anestesi II yang
ortopedi
pembedahan
membahas tentang 2. Peserta didik
ortopedi
Anestesi bedah
mampu menjelaskan
2. Peserta didik
Ortopedi
tentang teknik
mampu melakukan
anastesi umum
teknik anastesi
sungkup muka,
umum sungkup
intravena, laryngeal
muka, intravena,
mask airway, pipa
laryngeal mask
endotrakeal napas
airway, pipa
kendali, anestesi
endotrakeal napas
regional
kendali, anestesi
subarachnoid, dan
regional
TIVA (total
subarachnoid, dan TIVA (total
Program Studi Anestesiologi dan Reanimasi Fakultas Kedokteran Universitas Udayana 57
2
1
3
jam
jam ming gu
PANDUAN PELAKSANAAN KURIKULUM PENDIDIKAN intravenous
intravenous
anesthesia)
anesthesia) sesuai
3. Peserta didik
kompetensi peserta
mampu menjelaskan
didik
akan adanya
3. Peserta didik
penyulit perdarahan,
mampu menangani
teknik memakai
penyulit
turnike pneumatik,
perdarahan, teknik
risiko terjadinya
memakai turnike
emboli lemak, deep
pneumatik, risiko
vein thrombosis,
terjadinya emboli
tromboemboli,
lemak, deep vein
pulmonary
thrombosis,
embolism.
tromboemboli,
4.Peserta didik
pulmonary
mampu menjelaskan
embolism.
tentang
4.Peserta didik
penanggulangan
mampu
nyeri dengan patient
menanggulangi
controlled analgesia
nyeri dengan
Program Studi Anestesiologi dan Reanimasi Fakultas Kedokteran Universitas Udayana 58
PANDUAN PELAKSANAAN KURIKULUM PENDIDIKAN (PCA) dan
patient controlled
subarakhnoid
analgesia (PCA)
analgesia
dan subarakhnoid analgesia
3.
Para peserta didik
1. Peserta didik
1.Peserta didik
mampu
mampu menjelaskan
mampu melakukan
memahami dan
mengenai evaluasi
evaluasi
30
mengetahui
perioperatif pasien
perioperatif pasien
me
tentang
yang menjalani
yang menjalani
nit
pembelajaran
anestesi pada
anestesi pada
anestesi II yang
pembedahan darurat.
pembedahan
membahas tentang 2. Peserta didik
darurat.
anestesi bedah
mampu menjelaskan
2. Peserta didik
darurat
pemilihan teknik
mampu memilih
antara anestesi
antara teknik
umum atau regional
antara anestesi
untuk pasien yang
umum atau
menjalani bedah
regional untuk
darurat
pasien yang
Program Studi Anestesiologi dan Reanimasi Fakultas Kedokteran Universitas Udayana 59
2
1
2
jam
jam ming gu
PANDUAN PELAKSANAAN KURIKULUM PENDIDIKAN 3. Peserta didik
menjalani bedah
mampu menjelaskan
darurat
akan risiko
3. Peserta didik
terjadinya
mampu menangani
perdarahan, puasa
akan risiko
tidak cukup, maupun terjadinya tidak bisa ekstubasi
perdarahan, puasa
4. Peserta didik
tidak cukup,
mampu menjelaskan
maupun tidak bisa
akan
ekstubasi
penanggulangannyer
4. Peserta didik
i post op
mampu menanggulangi nyeri post op
4.
Para peserta didik
1. Peserta didik
1. Peserta didik
mampu
mampu menjelaskan
mampu melakukan
memahami dan
mengenai evaluasi
evaluasi
30
mengetahui
perioperatif pasien
perioperatif pasien
me
tentang
yang akan menjalani
yang akan
nit
pembelajaran
menjalani anestesi
Program Studi Anestesiologi dan Reanimasi Fakultas Kedokteran Universitas Udayana 60
2
1
2
jam
jam ming gu
PANDUAN PELAKSANAAN KURIKULUM PENDIDIKAN anestesi II yang
anestesi untuk bedah
untuk bedah
membahas tentang minimal invasif.
minimal invasif.
anestesi bedah
2. Peserta didik
2. Peserta didik
minimal invasif
mampu menjelaskan
mampu melakukan
mengenai teknik
anestesi dengan
anestesi dengan pipa
pipa endotrakeal
endotrakeal yang
untuk anestesi
dipilih untuk
pada bedah
anestesi pada bedah
minimal invasif
minimal invasif
3. Peserta didik
3. Peserta didik
mampu
mampu menjelaskan
menanggulangi
tentang insuflasi gas
risiko yang
CO2, risiko akan
berkaitan dengan
perdarahan, dan
insuflasi gas CO2,
komplikasi
risiko akan
pemakaian alat
perdarahan, dan
bedah elektrik
komplikasi
4. Peserta didik
pemakaian alat
mampu menjelaskan
bedah elektrik
Program Studi Anestesiologi dan Reanimasi Fakultas Kedokteran Universitas Udayana 61
PANDUAN PELAKSANAAN KURIKULUM PENDIDIKAN akan
4. Peserta didik
penanggulangan
mampu
nyeri post op dan
menanggulangi
PONV
nyeri post op dan PONV
5.
Para peserta didik
1. Peserta didik
1. Peserta didik
mampu
mampu menjelaskan
mampu melakukan
memahami dan
mengenai evaluasi
evaluasi
30
mengetahui
perioperatif pasien
perioperatif pasien
me
tentang
yang menjalani
yang menjalani
nit
pembelajaran
anestesi untuk
anestesi untuk
anestesi II yang
obstetri dan
obstetri dan
membahas tentang ginekologi
ginekologi
anestesi obstetri
2. Peserta didik
2. Peserta didik
ginekologi
mampu menjelaskan
mampu memilih
tentang fisiologi ibu
teknik anestesi
hamil dan bayi.
umum dan
3. Peserta didik
regional untuk
mampu menjelaskan
anestesi bedah
pemilihan teknik
darurat terutama
Program Studi Anestesiologi dan Reanimasi Fakultas Kedokteran Universitas Udayana 62
2
1
3
jam
jam ming gu
PANDUAN PELAKSANAAN KURIKULUM PENDIDIKAN anestesi umum dan
pada pasien
regional untuk
obstetri dan
anestesi bedah
ginekologi
darurat terutama
3. Peserta didik
pada pasien obstetri
mampu menangani
dan ginekologi
risiko perdarahan,
4. Peserta didik
anestesi pada
mampu menjelaskan
pasien
akan risiko
obesitas,serta
perdarahan, anestesi
anestesi pada
pada pasien
pasien
obesitas,serta
preeklampsia,
anestesi pada pasien
eklampsia, dan
preeklampsia,
sindrom HELLP
eklampsia, dan
4. Peserta didik
sindrom HELLP
mampu menangani
5. Peserta didik
nyeri awal
mampu menjelaskan
persalinan, pasca
penanganan nyeri
persalinan serta
awal persalinan,
PONV
Program Studi Anestesiologi dan Reanimasi Fakultas Kedokteran Universitas Udayana 63
PANDUAN PELAKSANAAN KURIKULUM PENDIDIKAN pasca persalinan
)
serta PONV
Keterangan : PT = Pretest, MSF = Multi Source Feedback, CBT = Computerized based test, OSCE = Objective Structure Clinical Examination, Tm = Tatap muka, KP = Kuliah Pengayaan, LP = Laporan Pagi, BST =Bed Site Teaching, BO = Bimbingan Operasi/ Skill AnestesiAnalgesi/Bimbingan Ilmiah, BP = Bimbingan Poliklinik, BJ = Bimbingan Jaga, LK = Laporan Kasus, JR = Journal Reading Pembelajaran Anestesi II membahas tentang : 1. Anestesi Bedah THT 2. Anestesi Bedah Ortopedi 3. Anestesi Bedah Darurat 4. Anestesi Minimal Invasif 5. Anestesi Obstetri Ginekologi Materi Pokok : Evaluasi perioperatif yang seksama sangat diperlukan sebagai acuan untuk pemilihan tindakan anastesi yang sesuai dengan didasarkan keilmuan yang cukup akan anatomi, fisiologi, dan farmakodinamik obat yang berkaitan dengan teknik dan problem anestesi. Dengan keilmuan yang mumpuni diharapkan akan mampu menangani penyulit yang timbul baik pre, durante, dan post operasi serta tak lupa dapat menangani nyeri post operasi dengan baik. . Dalam menangani pasien yang akan dilakukan pembedahan THT, peserta didik mampu melakukan evaluasi perioperatif, menangani penyulit yang ada, sehingga mampu melakukan tindakan anestesi umum dengan pemasangan pipa endotrakeal yang aman. Selama operasi THT, mampu melakukan teknik hipotensi kendali, penggunaan gas N2O, serta penanganan penyulit seperti perdarahan, dan cara ekstubasi
Program Studi Anestesiologi dan Reanimasi Fakultas Kedokteran Universitas Udayana 64
PANDUAN PELAKSANAAN KURIKULUM PENDIDIKAN yang aman. Setelah operasi mampu menangani PONV dan nyeri post op. Dalam menangani pasien yang akan menjalani pembedahan ortopedi, diharapkan peserta didik mampu melakukan evaluasi perioperatif, menangani penyulit – penyulit yang ada, sehingga mampu melakukan tidakan anastesi yang aman. Peserta didik mampu melakukan teknik anastesi umum dengan sungkup muka, intravena, laryngeal mask airway, pipa endotrakeal napas kendali, anestesi regional subarachnoid, dan TIVA (total intravenous anesthesia) sesuai kompetensi yang dimiliki. Peserta didik mampu menangani penyulit yang timbul selama operasi seperti perdarahan, teknik memakai turnike pneumatik, risiko terjadinya emboli lemak, deep vein thrombosis, tromboemboli, pulmonary embolism. Peserta didik mampu menanggulangi nyeri dengan patient controlled analgesia (PCA) dan subarakhnoid analgesia. Pada pasien yang menjalani anestesi pada pembedahan darurat, peserta didik mampu melakukan evaluasi perioperatif dan mengatasi penyulit – penyulit yang timbul pada pasien sehingga mampu memilih antara teknik antara anestesi umum atau regional untuk pasien yang menjalani bedah darurat. Selain itu mampu menangani akan risiko terjadinya perdarahan, puasa tidak cukup, maupun tidak bisa ekstubasi. Peserta didik mampu melakukan evaluasi perioperatif pasien yang akan menjalani anestesi untuk bedah minimal invasif. dan mampu melakukan anestesi dengan pipa endotrakeal serta menangani resiko selama operasi seperti dengan insuflasi gas CO2, risiko akan perdarahan, dan komplikasi pemakaian alat bedah elektrik dan mampu menanggulangi nyeri post op dan PONV. Pada pasien obstetri dan ginekologi, peserta didik mampu melakukan evaluasi perioperatif pasien yang menjalani anestesi untuk obstetri dan ginekologi dan memilih teknik anestesi umum dan regional yang aman terutama pada pasien obesitas, pasien preeklampsia, eklampsia, dan sindrom HELLP. Peserta didik mampu menangani nyeri awal persalinan, pasca persalinan serta PONV.
Program Studi Anestesiologi dan Reanimasi Fakultas Kedokteran Universitas Udayana 65
PANDUAN PELAKSANAAN KURIKULUM PENDIDIKAN Bahan Bacaan : 1.
Morgan GE, Mikhhail MS, Murray MJ. 2013.Clinical Anaesthesiology, 4th ed. New York: Lange Medical Books/McGraw-Hill
2.
Robert K. Stoelting, Simon C. Hiller. 2012. Pharmacology & Physiology in Anesthesic Practice. Fourth Edition. Lippincott Williams & Wilkins, Philadelphia, USA
3.
Barash PG, Cullen BF, Stoelting RK. 2012. Clinical Anaesthesia, 5th ed. Philadelphia:Lippincott Williams & Wilkins
4.
Miller,RD. 2009. Miller’s Anesthesia 6th ed
5.
Gillman,J. 1998. Perioperative Medicine
6.
Stone,DJ. 2004. Perioperative Care
7.
Katzung, BG. 2004. Basic & Clinical Pharmacology 9th ed
8.
Practice Guidelines for Postanesthetic Care. Anesthesiology 2002; 96(3)
Program Studi Anestesiologi dan Reanimasi Fakultas Kedokteran Universitas Udayana 66
PANDUAN PELAKSANAAN KURIKULUM PENDIDIKAN Mata Kuliah
: Keterampilan Klinik Anestesiologi dan terapi intensif II
Kode Mata Kuliah Nama Dosen
SKS Waktu
: KKA 202 :dr. IB. Gde Sujana, SpAn.M.Si dr. Dewa Ayu Mas Shintya Dewi, Sp.An dr. Putu Agus Surya Panji, Sp.An KIC dr. Tjahya Aryasa, E.M., Sp.An : 4 sks profesi : 12 minggu a) 1 sks profesi = 1 sks praktikum, praktik lapangan, penelitian, pengabdian kepada masyarakat sebanyak 170 menit/minggu/semester = 68 jam/semester/6 bulan = 68 JAM / 12 MINGGU = 68 JAM / 84 HARI = 50 menit / HARI 4 SKS Profesi = 4 x 50 menit / hari = 200 menit / hari = 3 jam 20 menit / hari
Standar Kompetensi : Setelah mengikuti pembelajaran semester ini peserta didik akan memiliki kemampuan untuk melakukan penatalaksanan anestesi pada pasien pembedahan obstetri-ginekologi, pembedahan darurat dan pembedahan THT dalam dengan PS 1,2, dan melakukan observasi pasien yang mengalami kegawatan dengan gangguan fungsi vital sesuai SOP yang ada.
No
1.
Kompetensi Dasar Para peserta didik mampu menjelaskan dan memberikan anestesi pada pasien obstetriginekologi.
Pengalaman Belajar Para peserta didik mampu untuk menjelaskan penatalaksanaan anestesia obstetri dari mulai persiapan preoperatif, penatalaksanaan jalan
Indikator Pencapaian Para peseta didik mampu melakukan penatalaksanaan anestesia obstetri dari mulai persiapan preoperatif, penatalaksanaan jalan nafas ibu hamil, fisiologi kehamilan, farmakologi
Program Studi Anestesiologi dan Reanimasi Fakultas Kedokteran Universitas Udayana 67
PT
Penilaian MiniMSF CEX / DOPS
C B T
OS CE
Alokasi Waktu 3 sks profesi BO 2 jam
BP
BJ
Waktu
1 jam
3 minggu
30 menit
PANDUAN PELAKSANAAN KURIKULUM PENDIDIKAN nafas ibu hamil, fisiologi kehamilan, farmakologi perinatal, sirkulasi janin, pola persalinan normal, pengawasan ibu dan janin, deselerasi cepat, lambat dan variabel denyut jantung janin, variabilitas denyut jantung janin, persalinan prematur, multipara, perdarahan trimester ke tiga, asfiksia dan resusitasi neonatus, analgesia regional untuk ibu melahirkan (ILA, PCEA), persalinan pervaginam dengan riwayat seksio sesarea sebelumnya, anestesia dengan crash atau induksi cepat, akses vaskular, terapi cairan dan transfusi darah, penatalaksanaan anestesia umum dan regional, pemantauan,
perinatal, sirkulasi janin, pola persalinan normal, pengawasan ibu dan janin, deselerasi cepat, lambat dan variabel denyut jantung janin, variabilitas denyut jantung janin, persalinan prematur, multipara, perdarahan trimester ke tiga, asfiksia dan resusitasi neonatus, analgesia regional untuk ibu melahirkan (ILA, PCEA), persalinan pervaginam dengan riwayat seksio sesarea sebelumnya, anestesia dengan crash atau induksi cepat, akses vaskular, terapi cairan dan transfusi darah, penatalaksanaan anestesia umum dan regional, pemantauan, penatalaksanaan pascaanestesia.
Program Studi Anestesiologi dan Reanimasi Fakultas Kedokteran Universitas Udayana 68
PANDUAN PELAKSANAAN KURIKULUM PENDIDIKAN 2.
3.
penatalaksanaan pasca-anestesia. Para peserta didik Para peserta didik mampu memahami, mengetahui alat menjelaskan dan pemantauan dan obatmemberikan obatan apa yang perlu anestesi pada diadakan di kamar pembedahan operasi bedah darurat, darurat dengan PS memahami persiapan 1,2 anestesia untuk operasi bedah darurat, teknik anestesia untuk operasi bedah darurat baik anestesia umum atau analgesia regional, memahami komplikasi anestesia untuk operasi bedah darurat, memahami kasus-kasus yang dilakukan operasi bedah darurat Para peserta didik Peserta didik akan mampu memahami mempunyai cukup dan mengetahui pengetahuan dan tentang kemampuan untuk memberikan memberikan anestesi anestesi pada pada berbagai prosedur pembedahan THT bedah THT sederhana tanpa penyulit,
Para peserta didik mampu melakukan persiapan obat dan alat untuk memberikan anestesia operasi bedah darurat, mampu melakukan persiapan pemberian anestesia untuk operasi bedah darurat, mampu memberikan anestesia untuk bedah darurat, mampu mengatasi komplikasi anestesia untuk operasi bedah darurat.
Peserta didik mampu memberikan anestesi pada berbagai prosedur bedah THT sederhana tanpa penyulit, mencakup evaluasi pasien preoperatif, merancang pelaksanaan anestesia,
Program Studi Anestesiologi dan Reanimasi Fakultas Kedokteran Universitas Udayana 69
2 jam
1 jam 30
3 minggu
menit
2 jam
1 jam 30 menit
3 minggu
PANDUAN PELAKSANAAN KURIKULUM PENDIDIKAN superficial dengan PS 1,2
4.
mencakup evaluasi pasien preoperatif, merancang pelaksanaan anestesia, pemberian anestesia intraoperatif, pemantauan pasien, penatalaksanaan masa siuman (emergence) dan pascabedah (pemulihan) Para peserta didik Para peserta didik mampu memahami mampu menjelaskan dan mengetahui observasi pasien tentang dengan gangguan pembelajaran fungsi vital pada observasi pasien pasien dengan dengan gangguan kegawatan pasien fungsi vital pada pasien dengan kegawatan pasien
pemberian anestesia intraoperatif, pemantauan pasien, penatalaksanaan masa siuman (emergence) dan pascabedah (pemulihan)
Para peserta didik mampu melakukan observasi pasien dengan gangguan fungsi vital pada pasien dengan kegawatan pasien
2 jam
1 jam 30
3 minggu
menit
Keterangan : PT = Pretest, MSF = Multi Source Feedback, CBT = Computerized based test, OSCE = Objective Structure Clinical Examination, Tm = Tatap muka, KP = Kuliah Pengayaan, LP = Laporan Pagi, BST =Bed Site Teaching, BO = Bimbingan Operasi/ Skill AnestesiAnalgesi/Bimbingan Ilmiah, BP = Bimbingan Poliklinik, BJ = Bimbingan Jaga, LK = Laporan Kasus, JR = Journal Reading
Materi Pokok : Seksio sesarea adalah melahirkan bayi melalui insisi abdominal dan dinding uterus. Keberhasilan anestesia untuk seksio sesarea dapat dilakukan dalam berbagai jalan, tetapi anestetis harus betul-betul mengerti tentang fisologi, patofisiologi dan farmakologi ibu hamil dan fetus. Program Studi Anestesiologi dan Reanimasi Fakultas Kedokteran Universitas Udayana 70
PANDUAN PELAKSANAAN KURIKULUM PENDIDIKAN I. SPINAL ANALGESIA Keuntungan analgesia spinal untuk seksio sesarea adalah tekniknya sederhana, induksinya cepat, kontak fetus dengan obat-obatan minimal, pasiennya sadar dan bahaya aspirasi sedikit. Kerugian analgesia spinal adalah tingginya kejadian hipotensi, ada mual-muntah intrapartum, kemungkinan adanya PSH, lama kerja obat anestetik terbatas. Problem pada analgesia spinal adalah adanya hipotensi. Setelah induksi analgesia spinal untuk seksio sesarea, kejadian hipotensi maternal (sistolik kurang dari 100mmHg atau turun lebih dari 30mmHg dari tekanan darah awal) adalah sebesar 80%. Perubahan hemodinamik ini disebabkan karena blokade simpatis dan diperbesar oleh penekanan aorta dan vena kava inferior oleh uterus yang gravid ketika pasien dalam posisi supine. Lebih tinggi blokade simpatis, lebih tinggi risiko hipotensi dan timbulnya gejala muntah-muntah. Posisi supine meningkatkan kejadian hipotensi secara nyata. Ueland dkk mengamati adanya pengurangan tekanan darah rata-rata dari 124/72 ke 67/38 mmHg pada ibu yang diletakkan dalam posisi supine setelah dilakukan spinal anestesia, tetapi bila dalam posisi lateral tekanan darah rata-rata sekitar 100/60mmHg. Maternal hipotensi bisa mengancam kehidupan ibu dan fetus bila penurunan tekanan darah dan curah jantung tidak cepat dikoreksi. Keadaan hipotensi maternal yang singkat, bisa menyebabkan penurunan Skor Apgar pemanjangan waktu mencapai keadaan nafas yang adekuat, dan menyebabkan asidosis pada fetus. Bila hipotensi tidak lebih dari 2 menit, asidosis fetal minimal dan tidak ada pengaruh pada neurobehavioral bayi yang baru lahir pada umur 2-4 jam. Dengan lebih lamanya periode hipotensi Holman dkk menunjukkan adanya perubahan neurologis paling sedikit 48 jam pada bayi yang lahir dari Ibu yang dilakukan seksio sesarea dengan epidural analgesia. Karena analgesia spinalmempunyai keuntungan-keuntungan untuk seksio sesarea, berbagai usaha dilakukan untuk mencegah hipotensi maternal. Dicoba dengan pemberian 1000-1500 ml Ringer laktat 15-30 menit sebelum spinal anestesia. Bila diberikan larutan dekstrosa untuk mengisi volume, beberapa peneliti melihat adanya hiperglikemia fetal, asidosis dan ahkirnya neonatal hipoglikemia. Sebaliknya beberapa peneliti menganjurkan pemberian sedikit dektrosa (1% dektrosa di dalam RL) untuk mempertahankan euglikemia. Penggunaan sejumlah kecil koloid dikombinasikan dengan kristaloid tidak menunjukkan hasil yang konsisten untuk menurunkan kejadian hipotensi maternal. Vasopresor : Nilai pemberian vasopresor untuk profilaksis masih kontroversial. Pemberian efedrin secara rutin untuk mencegah hipotensi tidak diperlukan untuk semua kasus, malahan bisa terjadi iatrogenik hipertensi bila kita gagal melakukan spinal analgesia. Tetapi ada suatu persetujuan bahwa bila terjadi hipotensi maternal tindakan yang dilakukan adalah : beri cairan bila memungkinkan ubah posisi pasien beri efedrin, dimulai dengan dosis 5-10mg intravena. (Dosis efedrin 0,1-0,2mg/kgBB)
Program Studi Anestesiologi dan Reanimasi Fakultas Kedokteran Universitas Udayana 71
PANDUAN PELAKSANAAN KURIKULUM PENDIDIKAN Dalam beberapa keadaan, timbulnya takikardia akibat efedrin merupakan indikasi-kontra, bila demikian kita bisa memberikan fenilefrin. Penelitian terakhir, menunjukkan bahwa pemberian fenilefrin 40 g intravena, intra operatif setelah dilakukan analgesia spinalatau epidural anestesia untuk terapi maternal hipotensi selama seksio sesarea, tidak mempunyai efek yang jelek pada fetus, tetapi harus diingat bahwa penelitian tersebut dilakukan pada ibu yang sehat, bayi yang sehat dan tanpa insufisiensi uteroplasenta. Mual-muntah : Mual-muntah sering terjadi pada spinal anestesia. Hal ini disebabkan karena : hipotensi sistemik yang menyebabkan menurunnya CBF dan menyebabkan serebral hipoksia. Traksi peritonium atau viseral yang menyebabkan reaksi vagal berupa bradikardia dan penurunan curah jantung. Telah dilakukan evaluasi terhadap keefektifan terapi yang cepat untuk setiap penurunan tekanan darah untuk pencegahan mual-muntal. Kesimpulannya bahwa pemberian efedrin intravena, jika diberikan segera bila tekanan darah turun, dapat mencegah penurunan tekanan darah dan akan mengurangi kejadian mual-muntah. Dan sebagi tambahan, nilai asam-basa darah umbilikal bayi yang ibunya segera diterapi bila ada hipotensi lebih baik daripada ibu yang jelas mengalami hipotensi. Traksi pada uterus dan atau peritonium bisa meningkatkan kejadian mual-muntah bila regional anestesianya tidak adekuat. Sakit viseral dari traksi pada peritonium atau viseral abdominalis akan merangsang pusat muntah melalui nervus vagus. Penambahan opiat intratekal atau epidural akan memperbaiki kualitas anestesia dan akan menurunkan kejadian mual-muntah selama operasi. Mual-muntah setelah bayi lahir dapat dikurangi dengan pemberian dosis kecil droperidol atau metoklopramid. Sakit Kepala : Sakit kepala pasca spinal merupakan problema utama setelah analgesia spinalpada obstetri. Kejadian PSH bervariasi dari satu institusi ke institusi yang lainnya, berkisar 0-10%. Beberapa teknik untuk mengurangi kejadian PSH adalah dengan suntikan jarum spinal harus paralel dengan arah serabut duramater, semakin kecil jarumnya, makin sedikit kejadian PSH. Dengan jarum no.27 kejadian PSH 2-3 serta ternyata kejadian PSH dengan pencil point lebih rendah daripada Quincke. Dengan no.25 pencil point kejadian PSH sekitar 1%. Kebanyakan PSH ringan dan bisa sembuh sendiri. Pemberian kafein intravena atau peroral kadang-kadang dapat menurunkan kejadian sakit kepala. Indikasi-kontra analgesia spinal untuk seksio sesarea : 1. perdarahan hebat pada ibu 2. hipotensi hebat 3. gangguan pembekuan 4. kelainan neurologis 5. pasien menolak 6. kesulitan teknis 7. tubuh pasien pendek atau morbid obesiti Program Studi Anestesiologi dan Reanimasi Fakultas Kedokteran Universitas Udayana 72
PANDUAN PELAKSANAAN KURIKULUM PENDIDIKAN 8. sepsis, baik lokal atau general. II. ANESTESIA UMUM Keuntungan anestesia umum adalah induksinya cepat, mudah dikendalikan, kegagalan anestesia tidak ada, dapat menghindari terjadinya hipotensi. Kerugiannya adalah : kemungkinan adanya aspirasi, problema penatalaksanaan jalan nafas, bayi terkena obat-obat narkotik serta ada kemungkinan awareness. Maternal aspirasi : Aspirasi pneumonia akibat aspirasi cairan lambung disebut sebagai sindroma Mendelson, maka penting sekali menetralkan asam lambung. Tetapi pemberian antasid jangan berbentuk partikel. Robert dan Shirley melaporkan adanya aspirasi isi lambung selama anestesia untuk seksio sesarea walaupun sebelumnya diberi antasid yang berpartikel. Pada penelitian hewan dilaporkan bila terjadi aspirasi partikel antasid, bisa menyebabkan perubahan struktur dan fisiologi paru. Antasid yang tidak berpartikel dapat menghilangkan problema ini. Glikopirolat suatu antikolinergik dapat menurunkan sekresi gaster, tetapi dapat menyebabkan relaksasi sfingter gastresofageal, sehingga meningkatkan risiko regurgitasi dan aspirasi. Simetidin dan ranitidin suatu histamin (H2) reseptor antagonis dapat menghambat sekresi asam lambung dan menurunkan volume gaster. Metoklopramid dapat meningkatkan motilitas gaster dan karena itu tonus sfingter esofagus meningkat, sering diberikan sebelum anestesia umum pada seksio sesarea. Metoklopramid juga berefek anti emetik sentral yang bekerja di CTZ (chemoreceptor trigger zone). Penatalaksanaan jalan nafas : Hal ini dihubungkan dengan peningkatan konsumsi O2 dan penurunan kapasitas residual fungsional. Preoksigenasi dengan oksigen 100% mutlak harus dilakukan sebelum mulai induksi anestesia. Norris dan Dewo membandingkan dua cara preoksigenasi,yang pertama dengan oksigen 100% selama 3 menit dan yang kedua dengan 4 kali nafas dalam yang maksimal selama 30 detik. Ternyata P aO2 rata-rata tidak berbeda antara kedua kelompok. Oleh karena itu dalam keadaan fetal distres akut, 4 kali nafas dalam dengan oksigen 100% mungkin sudah mencukupi. Induksi yang cepat dengan tekanan krikoid (manuver Sellick) diikuti intubasi endotrakeal adalah metode yang sering dilakukan. Monitor O2 dan CO2 harus dilakukan. Problema lain untuk anestesia umum pada seksio sesarea adalah kesulitan intubasi. Bila hal itu terjadi, harus dilakukan ventilasi melalui sungkup atau dipasang LM, tetapi problema adanya aspirasi tetap tidak bisa dihilangkan. Depresi Neonatus : Penyebab depresi neonatus pada anestesia umum adalah karena : 1. Penyebab fisiologis : Perubahan-perubahan fisiologis dan kehamilan menyebabkan parturien lebih mudah terpengaruh oleh perubahan yang cepat dari gas darah. Hipoventilasi akan mengurangi tekanan oksigen pada ibu dan akan menyebabkan perubahan asam-basa pada neonatus atau depresi biokimia. Hiperventilasi ibu selama anestesia umum akan menyebabkan penurunan tekanan O2 fetal karena terjadi vasokontriksi pembuluh umbilikal Program Studi Anestesiologi dan Reanimasi Fakultas Kedokteran Universitas Udayana 73
PANDUAN PELAKSANAAN KURIKULUM PENDIDIKAN sekunder terhadap hipokarbi ibu dan perubahan hemodinamik ibu akibat peningkatan tekanan intratoraksal yang menyebabkan penurunan aortic blood flow dan aliran darah uterin (UBF). Ventilasi semenit yang lebih dari 100ml/kg/menit selama anestesia umum, harus dihindari. Kompresi aortokaval menjadi lebih penting bila ada fetal asfiksia. Bila pasien diletakkan dalam posisi supine akan lebih memperburuk fetus. Bayi akan lebih baik bila kita menghindari kejadian kompresi aortokaval. 2. Penyebab farmakologis : a. Obat induksi : Yang paling umum dipakai adalah tiopental dengan dosis 4mg/kgBB. Tiobarbiturat menembus plasenta dengan cepat dan ditemukan dalam darah fetus dalam beberapa detik setelah suntikan intravena pada ibu. Ketamin 1-1,5mg/kg mungkin merupakan obat induksi yang terpilih pada kasus-kasus perdarahan. Propofol dengan dosis 2-2,5mg/kg tidak menunjukkan kelebihan untuk seksio sesarea. etomidat 0,3mg/kg efek depresi miokardium lebih kecil dan hemodinamik lebih stabil dibandingkan dengan tiopental. b. Pelumpuh otot : Penelitian-penelitian pada -tubokurarin, pankuronium, metokurin, dan ssuksinilkolin menunjukkan bahwa setelah pemberian obat-obatan ini, sedikit jumlah obat yang menembus plasenta dan tidak mempengaruhi fetus. Tetapi, blokade neuromuskular yang lama pada Ibu dan bayi telah dilaporkan setelah pemberian suksinilkolin pada Ibu. Hal ini disebabkan karena atypical pseudocholine esterase pada Ibu dan bayi baru lahir. c. Oksigenasi : Oksigenasi fetus dipengaruhi oleh konsentrasi oksigen inspirasi Ibu. Lebih tinggi konsentrasi oksigen inspirasi akan meninggikan tekanan O2 pada ibu dan fetal dan akan memperbaiki kondisi bayi saat lahir. Konsentrasi O2 65-75% cukup untuk mendapatkan hasil yang optimal. d. N2O : N2O menembus plasenta dengan cepat dan mencapai rasio konsentrasi dalam darah arteri umbilikal/vena umbilikal 0,8 setelah pemberian 15 menit. Pemberian N2O konsentrasi tinggi yang lama dapat menyebabkan rendahnya Skor Apgar, mungkin disebabkan karena difusi hipoksia dan depresi SSP secara langsung. Dalam praktek tidak pernah memberikan N2O lebih dari 50%. Berbagai obat anestetik inhalasi telah dipakai bersama-sama N2O misalnya halotan, enfluran, isofluran dan mendapatkan hasil yang baik dengan beberapa efek samping. e. Efek interval Induction-delivery (ID) dan Uterine incision delivery (UD) : Ada pemikiran yang berbeda tentang waktu optimal untuk melahirkan bayi bila digunakan anestesia umum untuk seksio sesarea. Beberapa peneliti menemukan keadaan neonatus yang lebih baik bila interval ID kurang dari 10 menit. Yang lebih baru, Crawford dkk, mengatakan bahwa bila kompresi aortokaval dihindari, konsentrasi O2 inspirasi 65-70%, tidak ada hipotensi, maka pada ID 30 menit tidak terdapat pengaruh yang nyata pada status asam-basa bayi. Program Studi Anestesiologi dan Reanimasi Fakultas Kedokteran Universitas Udayana 74
PANDUAN PELAKSANAAN KURIKULUM PENDIDIKAN Bila digunakan N2O/O2 50% : 50% dan konsentrasi kecil uap untuk mendapatkan amnesia, tidak ada efek yang nyata pada status asam-basa bayi dan Skor Apgar bila bayi dilahirkan dalam waktu 10 menit. Faktor lain yang mempengaruhi kondisi bayi adalah interval UD. Pada spinal anestesia, bila tidak ada hipotensi, pemanjangan ID interval tidak mempengaruhi Apgar dan status asam-basa bayi, tetapi bila UD interval lebih dari 180 detik dihubungkan dengan lebih rendahnya Skor Apgar dan bayi yang asidotik. Selama anestesia umum, bila ID interval lebih dari 8 menit atau UD interval sama atau lebih dari 180 detik, ditemukan adanya penurunan Skor Apgar (kurang dari 7) dan asidosis neonatal. Pertimbangan anestesia untuk operasi THT, jalan nafas harus berbagi dengan ahli bedah. Keadaan patologis, adanya sikatrik akibat operasi sebelumnya atau iradiasi, deformitas kongenital, trauma atau manipulasi dapat menyebabkan obstruksi jalan nafas akut atau kronis, perdarahan, dan kemungkinan jalan nafas sulit. Diskusi prabedah dengan ahli bedah dan analisis catatan anestesia yang lalu mengenai penatalaksanaan jalan nafas perioperatif, ukuran dan posisi pipa endotrakeal, posisi pasien, penggunaan N2O dan pelumpuh otot merupakan hal penting yang harus dilakukan. Pasien mungkin memerlukan pemeriksaan jalan nafas saat pasien masih sadar dengan diberikan sedasi dan analgesia topikal atau intubasi saat masih sadar dengan serat optik sebelum induksi anestesia umum. Pasien untuk operasi THT mungkin mempunyai riwayat perokok berat, kecanduan alkohol, apnea tidur obstruktif, dan infeksi kronis saluran nafas bagian atas. Mungkin diperlukan pemeriksaan laboratorium prabedah, pencitraan, dan pemeriksaan fungsi jantung, paru dan hepar. Sebagai tambahan pada pemantauan Standard, mungkin diperlukan tekanan darah intra-arterial dan keluaran urin. Ekstubasi setelah operasi jalan nafas bagian atas memerlukan perencanaan yang baik. Tampon faring diambil, faring diisap, dan pasien dioksigenasi. Ekstubasi dilakukan bila refleks jalan nafas telah pulih kembali secara penuh. Perdarahan jalan nafas bagian atas yang banyak, edema, atau patologi mungkin menunda ekstubasi di kamar bedah. I. Operasi Telinga Pertimbangan Umum Operasi telinga sering termasuk melakukan pemotongan dan pemeliharaan saraf fasial (saraf otak ke VII). Telinga Tengah berhubungan dengan orofaring melalui Tuba Eustaki. Kalau tuba ini terganggu akibat trauma, edema, inflamasi, atau kelainan kongenital, lubang angin (venting) normal dari tekanan telinga tengah tidak terjadi. Pada keadaan ini, konsentrasi N2O yang tinggi dapat meningkatkan tekanan telinga tengah sampai 300-400 mmHg dalam waktu 30 menit. Sebaliknya, pemberhentian tiba-tiba dari N2O dapat menimbulkan resorbsi yang cepat dan menimbulkan tekanan negatif dalam telinga tengah. Perubahan ini dapat mengakibatkan perubahan anatomi telinga tengah, ruptur membran timpani, disartikulasi stapes artificial, kerusakan/disrupsi graf, dan mual muntah pascabedah (PONV). Selama pembedahan, kepala pasien sering dalam posisi elevasi dan diputar pada satu sisi. Posisi kepala yang ekstrim harus dinilai sebelum operasi untuk menentukan batas rentang pergerakan, terutama pada pasien artritis atau penyakit serebrovaskular. Mata harus ditutup dengan plester. Anestesia Program Studi Anestesiologi dan Reanimasi Fakultas Kedokteran Universitas Udayana 75
PANDUAN PELAKSANAAN KURIKULUM PENDIDIKAN Induksi dengan hipnotik (tiopental, propofol, atau etomidat) dan pelumpuh otot yang mempunyai lama kerja singkat atau dengan induksi inhalasi, pemeliharaan anestesia dengan anestetik volatil. Penggunaan N2O harus didiskusikan dengan ahli bedah, N2O harus dihentikan 30 menit sebelum pemasangan graft membran timpani. Tindakan bedah mikrogram pada telinga memerlukan hemostasis adekuat. Anestetik volatil dan alfa atau beta adrenergik antagonis bagus untuk mempertahankan tekanan darah rata-rata 60-70 mmHg. Elevasi kepala 150 untuk menurunkan bendungan vena dan pemberian epinefrin lokal untuk vasokonstriksi umumnya dapat memperbaiki kondisi lapangan operasi. Miringotomi dengan pemasangan pipa paling sering dilakukan untuk operasi bedah anak sehari (bedah rawat jalan anak/ambulatori). Prosedur ini sangat singkat dan umumnya dapat dilakukan dengan anestesia sungkup muka dengan atau tanpa pemasangan jalur vena. Tidak diperlukan pelumpuh otot. Bila prosedur dilakukan tanpa memasang jalur vena, fentanil intranasal (1-2 ug/kg bb) dan asetaminofen prabedah (20 mg/kg) dapat digunakan untuk penatalaksanaan nyeri pascabedah. Harus diberikan antiemetik karena kejadian PONV sangat sering pada operasi telinga. II. Operasi Nasal Operasi nasal dapat dilakukan dengan analgesia lokal atau anestesia umum. Pada kedua teknik anestesia tersebut, ahli bedah akan memberikan kokain 4% pada mukosa nasal, diikuti dengan suntikan lidokain 1-2% yang mengandung adrenalin 1/100.000 – 1/200.000 untuk hemostasis. Obat ini dapat menimbulkan terjadinya takikardia, hipertensi, dan aritmia, terutama bila dilakukan anestesia dengan halotan. Pada pasien dewasa sehat, kokain jangan diberikan melebihi 1,5 mg/kg bb (setiap tetes larutan kokain 4% mengandung 3 mg kokain). Harus diberikan dosis yang lebih kecil bila digunakan besama-sama dengan epinefrin, anestesia dengan halotan, atau pasien dengan penyakit kardiovaskular. Anestesia umum diberikan supaya pasien tidak bergerak, proteksi jalan nafas, dan amnesia. Setelah operasi kosmetik nasal, hidung tidak stabil dan pemasangan sungkup muka harus dengan penuh perhitungan atau malahan jangan dilakukan. Emergens (bangun dari anestesia) dan ekstubasi yang mulus merupakan suatu keharusan untuk menurunkan pedarahan pascabedah dan menghindari spasme laring dan keperluan ventilasi tekanan positif dengan sungkup muka. Kehilangan darah selama operasi nasal banyak dan sulit diperkirakan. Tampon mulut dapat mengurangi kejadian PONV dengan mencegah masuknya darah ke dalam lambung. Tampon ini harus dikeluarkan sebelum dilakukan ekstubasi. Pipa orogastrik harus dipasang untuk mengeluarkan darah yang masuk ke lambung. Pasien dengan epistaksis berat yang dilakukan ligasi arteri maksilaris interna atau dilakukan embolisasi sering mengalami cemas, lelah, hipertensi, takikardia, dan hipovolemi. Pasien ini memerlukan penenteraman hati, hidrasi, dan perawatan. Pasien ini dianggap lambung penuh dan induksi anestesia dan intubasi endotrakeal harus direncanakan dengan tepat. Hipertensi harus dikontrol untuk mengurangi kehilangan darah. Tampon nasal posterior, walaupun berguna, dapat menyebabkan edema dan hipoventilasi. Disebabkan karena kehilangan darah yang banyak sulit dinilai, harus dilakukan pemasangan jalur vena yang adekuat ( no 16 atau no 14) dan darah untuk transfusi harus tersedia. Penarikan packing nasal posterior dapat menyebabkan kehilangan darah yang banyak. Program Studi Anestesiologi dan Reanimasi Fakultas Kedokteran Universitas Udayana 76
PANDUAN PELAKSANAAN KURIKULUM PENDIDIKAN III. Tonsilektomi dan Adenoidektomi Pemeriksaan prabedah seperti riwayat gangguan perdarahan, apnea tidur obstruktif, tidak ada gigi (ompong). Harus dilakukan pemeriksaan koagulasi. Pasien dengan apnea tidur obstruktif mungkin obesitas/gemuk dan mungkin ventilasi dan intubasi sulit. Banyak pasien mempunyai penyakit infeksi saluran nafas atas yang kronis dan berulang-ulang terjadinya. Bila pasien sedang mengalami infeksi akut yang ditandai dengan adanya demam, batuk produktif, gejala saluran nafas bagian bawah, disertai penyakit lain, atau umur < 1 tahun dipertimbangkan untuk mengundurkan operasinya atau dirawat di ICU untuk observasi. Kebanyakan pasien anak dilakukan induksi inhalasi, diikuti dengan pemasangan jalur vena. Teknik anestesianya umumnya dilakukan dengan volatil anestetik ditambah dengan opioid (misalnya morfin 0,1 mg/kg intravena). Glikopirolat (5-10 ug/kg intravena) kadang-kadang diberikan untuk mengurangi sekresi dan dipertimbangkan pemberian antiemetik. Untuk fasilitas intubasi dilakukan dengan pelumpuh otot, akan tetapi, tidak selalu diperlukan pelumpuh otot untuk dapat dilakukannya intubasi. Selama manipulasi kepala dan mouth gag dapat terjadi obstruksi pipa ETT, diskoneksi, atau tercabut. Oral RAE tube memberikan oral akses yang lebih baik untuk ahli bedah dan kurang kinking dengan adanya retraktor. Oral RAE tube, sama seperti ETT oral yang lainnya, harus difiksasi pada garis tengah mandibula. Pada akhir pembedahan, tampon harus diangkat dan pipa orogastrik dimasukkan untuk mengosongkan lambung dari darah yang tertelan dan dilakukan pengisapan faring. Ekstubasi dapat dilakukan saat anestesia “dalam” atau setelah pasien bangun dan refleks proteksi jalan nafas telah pulih. Batuk akibat adanya ETT dapat ditekan dengan pemberian lidokain 1-1,5 mg/kg intravena 5 menit sebelum ekstubasi. Penggunaan jalan nafas orofaringeal (OPA) setelah pembedahan dapat menyebabkan rusaknya luka operasi dan perdarahan bila penempatan tidak dilakukan secara hati-hati di garis tengah. Nasal jalan nafas dapat sebagai alternatif. Setelah ekstubasi pasien ditempatkan di satu sisi, dengan posisi sedikit Trendelenburg dan berikan O2 100%. Dengarkan adanya obstruksi pernafasan sebelum pasien dikirim ke PACU. Transport pasien dengan pemberian oksigen. Di PACU, pasien diberi oksigen via sungkup , pemantauan bergantung pada protokol di PACU, dan periksa apakah faring sudah kering sebelum dipulangkan dari rumah sakit. Anestesia dibutuhkan untuk operasi bedah atau obstetri darurat mengenai semua kelompok umur dan berbagai status fisis. Sejumlah problema terdapat dalam setting darurat yang memerlukan pertimbangan khusus bila dilakukan anestesia untuk pasien-pasien ini. Tidak adekuatnya waktu untuk melakukan evaluasi prabedah dan mengoptimalkan problema medis prabedah. Kekurangan pengendalian problema medis prabedah merupakan faktor utama untuk tingginya mortalitas pada operasi darurat dibandingkan dengan operasi terencana. Adanya lambung penuh karena faktor-faktor yang memperlambat pengosongan lambung umumnya terdapat pada situasi darurat seperti nyeri, sedasi, cemas, syok, persalinan. Problema medis lain yang memperlambat pengosongan lambung adalah diabetes, obesitas, hiatal hernia, dan baru dilakukan dialisis. Problema lain adalah pasien mungkin sedang dalam intoksikasi obat atau alkohol. Hipoksia sering terjadi pada pasien dengan kecelakaan lalu lintas, dan penyebab hipoksia adalah cedera jalan nafas atas dan muka, cedera kardiotorasik, syok, aspirasi paru, cedera kepala, cedera medula Program Studi Anestesiologi dan Reanimasi Fakultas Kedokteran Universitas Udayana 77
PANDUAN PELAKSANAAN KURIKULUM PENDIDIKAN spinalis, luka bakar pada saluran nafas dan smoke inhalasi, sepsis, overload cairan, embolus paru. Pasien mungkin mengalami instabilitas hemodinamik, atau cedera di berbagai tempat (multipel cedera). Persiapan: Kesiapsiagaan untuk operasi darurat adalah persiapan kamar bedah dan alat-alat anestesia yang siap pakai misalnya : 1) mesin anestesia yang telah disiapkan, 2) alat-alat untuk ventilasi, oksigenasi, intubasi, dan isap, 3) alat monitor, 4) set untuk infusi dan transfusi, 5) pompa untuk pemberian darah dan penghangat darah, 6) selimut pemanas, 7) label untuk obat dan 8) defibrilator. Penilaian pasien: Evaluasi prabedah dilakukan segera sebelum pembedahan dan kadang-kadang saat pasien didorong ke meja operasi. Penilaian harus mengikuti prinsip triage yaitu jalan nafas control and cervical spine control, oksigenasi dan ventilasi, pertahankan stabilitas hemodinamik termasuk pengendalian aritmia jantung dan perdarahan, evaluasi problem medis dan cedera lain, lakukan observasi dan pemantauan terus menerus. Anamnesis tentang penyakit yang menyertai, riwayat alergi, komplikasi yang terjadi bila telah mengalami anestesia dan transfusi, obat yang dimakan, riwayat pengalaman keluarga yang telah mengalami pembedahan/anestesia, makan-minum terakhir. Persiapan pasien: Perbaikan kondisi pasien dilakukan semampu mungkin karena kita berkejaran dengan waktu bahwa pasien harus segera dilakukan tindakan pembedahan. Persiapan ini, yang walaupun hanya tersedia waktu yang singkat, misalnya pembedahan darurat untuk seksio sesarea, harus dilakukan untuk mengurangi morbiditas dan mortalitas. Keadaan ini terutama untuk pasien dengan gagal jantung, penyakit jantung iskemik, dan gagal ginjal. Premedikasi: Premedikasi sering tidak dilakukan pada bedah darurat disebabkan karena tidak adanya waktu atau karena kondisi pasien yang buruk. Akan tetapi, premedikasi tetap diberikan jika pasien tidak sakit kritis, operasi tidak betul-betul darurat, dan pasien memerlukan dukungan psikologis. Hal ini sering terlupakan oleh personil yang bekerja di kamar bedah darurat. Anestetis dapat memberikan keterangan kepada pasien dengan hatihati, pelahan dan tenang kenapa dan bagaimana proses anestesia akan dilakukan. Pemberian obat untuk menaikkan pH gaster, menurunkan volume gaster, meningkatkan tonus sfingter gastroesofageal digunakan sebagai usaha untuk mengurangi kemungkinan terjadinya aspirasi cairan gaster. Obat yang diberikan antara lain antasid, antikolinergik, H2 reseptor antagonis, dan metoklopramid. Obat tersebut mempunyai keuntungan dan kerugian tertentu, tapi tidak 100% efektif, jadi tetap diperlukan tindakan untuk mencegah regurgitasi dan aspirasi selama induksi anestesia. Operasi darurat untuk bedah saraf adalah untuk memindahkan space occupying lesion dalam rangka untuk menghilangkan tekanan pada otak atau medula spinalis. Penting untuk diingat bahwa pasien dengan lesi massa intrakranial melebihi 100 ml berisiko untuk terjadi hipertensi intrakranial bila mengalami stres. Sasaran dokter anestesia adalah mencegah terjadinya stres yang mempresipitasi atau memperburuk hipertensi intrakranial. Program Studi Anestesiologi dan Reanimasi Fakultas Kedokteran Universitas Udayana 78
PANDUAN PELAKSANAAN KURIKULUM PENDIDIKAN Trauma pada muka dapat berupa kombinasi dari kontusio jaringan lunak, laserasi, fraktur maksilofasial, dan kerusakan gigi. Bergantung pada penyebab trauma, mungkin dihubungkan dengan terjadinya trauma pada mata, laringotrakeal, atau serebrospinal. Disebabkan karena > 50% semua trauma maksilofasial akibat kecelakaan lalu lintas, maka dapat juga disertai dengan trauma dada, abdomen, tulang panjang sehingga pertimbangan umumnya adalah pemeliharaan jalan nafas yang adekuat, pengendalian perdarahan, dan lambung penuh. Operasi darurat akibat perdarahan tonsil memerlukan perhatian pada masih adanya efek anestesia, hipovolemia akibat perdarahan, dan lambung penuh darah yang tertelan sehingga ada bahaya aspirasi saat induksi anestesia. Bahan Bacaan : 1. Morgan GE, Mikhhail MS, Murray MJ. 2013. Clinical Anaesthesiology, 4th ed. New York: Lange Medical Books/McGraw-Hill 2. Robert K. Stoelting, Simon C. Hiller. 2012. Pharmacology & Physiology in Anesthesic Practice. Fourth Edition. Lippincott Williams & Wilkins, Philadelphia, USA 3. Barash PG, Cullen BF, Stoelting RK. 2012. Clinical Anaesthesia, 5th ed. Philadelphia:Lippincott Williams & Wilkins 4. Miller,RD. 2009. Miller’s Anesthesia 6th ed 5. Gillman,J. 1998. Perioperative Medicine 6. Stone,DJ. 2004. Perioperative Care 7. Katzung, BG. 2004. Basic & Clinical 8. Pharmacology 9th ed 9. Practice Guidelines for Postanesthetic 10. Care. Anesthesiology 2002; 96(3)
Program Studi Anestesiologi dan Reanimasi Fakultas Kedokteran Universitas Udayana 79
PANDUAN PELAKSANAAN KURIKULUM PENDIDIKAN Mata Kuliah
: Manajemen Nyeri Akut
Kode Mata Kuliah Nama Dosen
: ATI 301 :1. dr.Gede Budiarta, SpAn.KMN 2. Prof.Dr.dr. Made Wiryana,SpAn.KIC.KAO 3. dr. IGN Mahaalit Aribawa,SpAn.KAR 4. dr. Tjahya Aryasa E.M..SpAn
SKS :1 sks akademik, 3 sks profesi Waktu : 4 minggu 1 sks akademik = 1 sks kuliah / lecture / tutorial, yang terdiri dari : a) tatap muka 50 menit/minggu/semester = 20 jam/semester/6 bulan = 20 Jam / 4 minggu = 20 jam / 20 hari = 1 jam / hari b) penugasan terstruktur 60 menit/minggu/semester = 24 jam/semester/6 bulan = 24 JAM / 4 MINGGU = 24 JAM / 20 HARI = 1.2 JAM / HARI = 1 JAM 10 MENIT / HARI c) kegiatan mandiri 60 menit/minggu/semester = 24 jam/semester/6 bulan = 1 JAM 10 MENIT / HARI 1 sks profesi = 1 sks praktikum, praktik lapangan, penelitian, pengabdian kepada masyarakat sebanyak 170 menit/minggu/semester = 68 jam/semester/6 bulan = 68 JAM / 4 MINGGU = 68 JAM / 28 HARI = 2 JAM 15 MENIT / HARI. a) 3 SKS Profesi = 3 x 2 jam 15 menit / hari = 6 jam 45 menit / hari Standar Kompetensi
: Setelah menyelesaikan modul ini peserta didik akan mampu melakukan tatalaksana komprehensif kasus nyeri akut, nyeri kronik dan nyeri kanker pada semua golongan pasien, dengan upaya yang terbaik sesuai dengan sarana dan prasarana yang dimiliki di tempatnya bekerja.
Program Studi Anestesiologi dan Reanimasi Fakultas Kedokteran Universitas Udayana 80
PANDUAN PELAKSANAAN KURIKULUM PENDIDIKAN No
1.
2.
3.
4.
Kompetensi Dasar
Pengalaman Belajar
Para peserta didik mampu memahami dan mengetahui tentang jaras nyeri dan neurobiologi nosiseptif Para peserta didik mampu memahami dan mengetahui klasifikasi dan diagnosis nyeri serta akibat nyeri akut dan kronik Para peserta didik mampu memahami dan mengetahui terapi farmakologi
Para peserta didik mampu menjelaskan tentang jaras nyeri dan neurobiologi nosiseptif Para peserta didik mampu menjelaskan tentang klasifikasi dan diagnosis nyeri serta akibat nyeri akut dan kronik Para peserta didik mampu menjelaskan tentang terapi farmakologi
Indikator Pencapaian
P T
Para peserta didik mengetahui jaras nyeri dan neurobiologi dan nosiseptif
Para peserta didik mampu menilai klasifikasi dan diagnosis nyeri serta akibat nyeri akut dan kronik Para peserta didik mampu memberikan terapi farmakologi untuk manajemen nyeri akut Para peserta didik Para peserta Para peserta mampu didik mampu didik memahami dan menjelaskan mengetahui
M S F
Penilaian Mini- C CEX / B DOPS T
OS CE
Alokasi Waktu 1 sks akademik 3 sks profesi KP
LP
1 ja m
1 ja m
1 jam 2 hari
3,5 jam
3 3 hari jam
1 ja m
1 ja m
1 jam
2 hari
3,5 jam
3 3 hari jam
1 ja m
1 ja m
1 jam
2 hari
3,5 jam
3 3 hari jam
1 ja m
1 ja m
1 jam
2 hari
3,5 jam
3 3 hari jam
Program Studi Anestesiologi dan Reanimasi Fakultas Kedokteran Universitas Udayana 81
BST
Waktu
BO
BP
BJ
Waktu
PANDUAN PELAKSANAAN KURIKULUM PENDIDIKAN
5.
6.
7.
mengetahui tentang terapi nonfarmakologi (termasuk intervensi dan nonintervensi) Para peserta didik mampu memahami tentang efek samping penatalaksanaan nyeri Para peserta didik mampu memahami dan mengetahui peran alat bantu diagnostik, pemandu tindakan dan monitoring kasus nyeri
tentang terapi nonfarmakologi (termasuk intervensi dan nonintervensi)
tentang terapi nonfarmakolog i (termasuk intervensi dan nonintervensi)
Para peserta didik mampu menjelaskan tentang efek samping penatalaksanaa n nyeri Para peserta didik mengetahui peran alat bantu diagnostik, pemandu tindakan dan monitoring kasus nyeri Para peserta didik Para peserta Para peserta mampu didik mampu didik memahami dan menjelaskan mengetahui mengetahui tentang prinsip dan dapat tentang prinsip analgesia memberikan analgesia preemptif, analgesia preemptif, preventif, preemptif, Para peserta didik mampu menjelaskan tentang efek samping penatalaksanaan nyeri Para peserta didik mampu menjelaskan tentang peran alat bantu diagnostik, pemandu tindakan
1 ja m
1 ja m
1 jam
2 hari
3,5 jam
3 3 hari jam
1 ja m
1 ja m
1 jam
2 hari
3,5 jam
3 3 hari jam
1 ja m
1 ja m
1 jam
3 hari
3,5 jam
3 4 hari jam
Program Studi Anestesiologi dan Reanimasi Fakultas Kedokteran Universitas Udayana 82
PANDUAN PELAKSANAAN KURIKULUM PENDIDIKAN preventif, multimodal dan multimodal dan patient controlled patient controlled analgesia (PCA) analgesia (PCA)
8.
9.
Para peserta didik mampu memahami dan mengetahui tentang penatalaksaan kasus nyeri pada populasi khusus, termasuk pada pediatri Para peserta didik mampu memahami tentang aspek medikolegal, psikososial, perilaku dan efek plasebo pada penatalaksanaan nyeri
Para peserta didik mampu menjelaskan tentang penatalaksaan kasus nyeri pada populasi khusus, termasuk pada pediatri Para peserta didik mampu menjelaskan tentang aspek medikolegal, psikososial, perilaku dan efek plasebo pada penatalaksanaan nyeri
preventif, multimodal dan patient controlled analgesia (PCA) Para peserta didik mampu melakukan penatalaksaan kasus nyeri pada populasi khusus, termasuk pada pediatric Para peserta didik mengetahui aspek medikolegal, psikososial, perilaku dan efek plasebo pada penatalaksanaa n nyeri
1 ja m
1 ja m
1 jam
3 hari
3,5 jam
3 3 hari jam
1 ja m
1 ja m
1 jam
2 hari
3,5 jam
3 3 hari jam
Program Studi Anestesiologi dan Reanimasi Fakultas Kedokteran Universitas Udayana 83
PANDUAN PELAKSANAAN KURIKULUM PENDIDIKAN Keterangan : PT = Pretest, MSF = Multi Source Feedback, CBT = Computerized based test, OSCE = Objective Structure Clinical Examination, Tm = Tatap muka, KP = Kuliah Pengayaan, LP = Laporan Pagi, BST =Bed Site Teaching, BO = Bimbingan Operasi/ Skill AnestesiAnalgesi/Bimbingan Ilmiah, BP = Bimbingan Poliklinik, BJ = Bimbingan Jaga, LK = Laporan Kasus, JR = Journal Reading Materi Pokok : Nyeri dapat diklasifikasi menurut patofisiologi, (misalnya: nyeri nosiseptif atau nyeri neuropatik; etiologi (pascabedah atau kanker); area yang terkena ( nyeri kepala, nyeri punggung bawah). Klasifikasi dipergunakan untuk menentukan modaliti pengobatan dan jenis obat ysng dipergunakan. Nyeri nosiseptif disebabkan oleh aktivasi atau sensitisasi nosiseptor perifer, terutama reseptor yang menghantarkan rangsangan noksious. Nyeri neuropatik adalah nyeri yang disebabkan oleh cedera atau kelainan yang didapat pada struktur saraf perifer atau saraf pusat a. Nyeri akut Nyeri akut dapat didefinisikan sebagai nyeri yang disebabkan oleh rangsangan noksious karena cedera, fungsi abnormal dari otot atau visera. Nyeri nosiseptif membantu untuk mendeteksi, melokalisir dan membatasi kerusakan jaringan melalui 4 proses : transduksi, transmisi, modulasi, dan persepsi. Jenis nyeri ini tipikal dan berkaitan dengan stres neuroendokrin yang proporsional dengan intensitasnya. Bentuk yang paling umum meliputi: nyeri pascatrauma, nyeri perioperatif dan nyeri obstetrik dan penyakit akut seperti, infark miokard, pankreatitis, dan batu ginjal. Nyeri ini pudar sendiri atau dengan pengobatan setelah beberapa hari atau pekan. Kalau tidak menghilang mungkin disebabkan oleh penyembuhan yang abnormal atau pengobatan tidak adekuat. Nyeri akut dapat dibedakan menjadi 2 jenis, yaitu: 1) nyeri somatik dan 2) nyeri viseral 1. Nyeri somatik Nyeri somatik dapat diklasifikasi lebih jauh lagi menjadi : nyeri somatik dalam dan permukaan. Nyeri somatik permukaan terjadi karena masukan nosiseptif muncul dari kulit, jaringan subkutan dan membran mukosa. Nyeri berkarakteristik dan terlokalisasi jelas, dapat dideskripsi sebagai nyeri yang tajam, menusuk, berdenyut atau sensasi terbakar. Nyeri somatik dalam, berasal dari otot, tendon, sendi atau tulang sebagai nyeri tumpul dan lokalisasi kurang jelas; contohnya trauma pada siku tetapi lokalisasi nyeri ada pada hampir seluruh lengan. 2. Nyeri viseral Nyeri viseral adalah nyeri akut yang muncul proses abnormal organ internal atau yang menutupinya (misalnya pleura parietalis, perikardium, atau peritoneum). Nyeri viseral masih dibagi menjadi 4 subtipe: 1) true localized visceral pain; 2) localized parietal pain; 3) reffered visceral pain; 4) reffered parietal pain.Nyeri viseral murni biasanya tumpul difus dan di garis tengah. Biasanya sering disertai dengan peningkatan aktifitas simpatikus atau parasimpatikus hingga menyebabkan, mual, muntah berkeringat dan perubahan tekanan darah dan laju nadi. Nyeri parietalis khas tajam dan sering didiskripsikan sebagai sensasi tusukan dengan lokasi sekitar organ atau dialihka n lebih jauh (reffered to a distant site). b. Nyeri kronik Program Studi Anestesiologi dan Reanimasi Fakultas Kedokteran Universitas Udayana 84
PANDUAN PELAKSANAAN KURIKULUM PENDIDIKAN Nyeri kronik adalah nyeri yang berlangsung melampaui waktu perjalanan penyakit akut atau setelah waktu yang wajar untuk terjadi penyembuhan; waktu ini dapat bervariasi antara 1 – 6 bulan. Nyeri dapat berupa nyeri nosiseptif, neuropatik atau campuran. Aspek mekanisme psikologi dan faktor lingkungan sering sangat berperan dalam menentukan perbedaan gambaran nyeri kronik tersebut. Pasien dengan nyeri kronik sering menekan atau menghilangkan respons stres neuroendokrin hingga cenderung mengalami gangguan tidur dan afektif (mood). Nyeri neuropatik adalah paroksimal klasik dan rasa tersayat serta terasa panas dan berkaitan dengan hiperpati. Bentuk nyeri kronik yang paling umum berkait dengan gangguan muskuloskeletal, gangguan viseral kronik, lesi saraf perifer, radiks saraf (nerve roots), (termasuk neuropatik diabetik, kausalgia, nyeri fantom dan neuralgia posterapeutik), lesi SSP (strok, cedera medula spinalis, dan multipel skelerosis), dan nyeri kanker. Kebanyakan nyeri gangguan muskuloskeletal (misalnya reumatoid artritis, dan osteoartritis) adalah nyeri nosiseptif, di mana nyeri bercampur dengan gangguan saraf perifer dan sentral yang terutama neuropatik. Nyeri yang berkaitan dengan gangguangangguan seperti, kanker dan nyeri punggung kronik (terutama setelah operasi) sering merupakan nyeri campuran. Beberapa klinikus menyebutnya sebagai nyeri kronik benigna. ANATOMI DAN FISIOLOGI NOSISEPTIF Pathways nyeri Nyeri dihantarkan melalui 3 jaring neuron (three-neuron pathways) yang menghantarkan rangsangan noksious dari perifer sampai korteks serebri (Gambar). Neuron aferen primer berada di radiks dorsalis ganglia (dorsal root ganglia), yang terletak di foramen vertebra pada tiap level medula spinalis. Setiap neuron mempunyai satu akson yang terbagi dua, satu ujung menuju ke jaringan perifer yang dipersarafi, dan yang lain masuk ke tanduk dorsalis (dorsal horn) medula spinalis. Di tanduk dorsalis neuron aferen primer bersinaps dengan neuron kedua (second order neuron) yang aksonnya menyilang garis tengah dan naik di kontralateral traktus spinotalamikus sampai ke talamus. Neuron kedua bersinaps di nukleus talamikus dengan neuron ketiga (third order neuron) yang membelok menuju girus pos-sentralis di korteks serebri melalui kapsul interna (gambar).
Program Studi Anestesiologi dan Reanimasi Fakultas Kedokteran Universitas Udayana 85
PANDUAN PELAKSANAAN KURIKULUM PENDIDIKAN
Fisiologi nosiseptif 1. Nosiseptor Sensasi noksious sering diperinci lagi menjadi 2 komponen menjadi nyeri pertama dan nyeri kedua. Nyeri pertama, cepat, tajam dan lokasi sensasi baik, dihantarkan oleh serabut A dengan latensi yang pendek (0.1 s); nyeri kedua, tumpul, mula kerja lambat, dan lokasi sensasi sering tidak jelas yang dihantarkan oleh serabut C. Nosiseptor kutaneus Nosiseptor kutaneus ada di kedua jaringan somatik dan viseral.. Neuron aferen primer sampai ke jaringan melalui somatik, simpatikus dan parasimpatikus spinal. Nosiseptor somatik ada di kulit (kutaneus) dan jaringan dalam (otot, tendon, fasia dan tulang), sedangkan nosiseptor viseral ada di organ dalam. Nosiseptor somatik dalam (deep somatic nociceptors) Nosiseptor somatik dalam kurang sensitif dari pada nosiseptor kutaneus, tetapi disensitifkan oleh inflamansi. Karakter nyeri yang timbul tumpul dan lokasi tidak jelas. Nyeri nosiseptor ini berada di otot, sendi dan respons terhadap rangsangan mekanis, panas dan kimia Nosiseptor viseral Organ viseral umumnya adalah jaringan yang kurang sensitif, yang terutama mengandung “silnet nociceptors”, seperti jantung, paru dan saluran empedu. Kebanyakan organ seperti usus dipersarafi oleh nosiseptor polimodal nosiseptor yang tanggap terhadap spasme otot, iskemia, dan Program Studi Anestesiologi dan Reanimasi Fakultas Kedokteran Universitas Udayana 86
PANDUAN PELAKSANAAN KURIKULUM PENDIDIKAN inflamasi (alogens). Sebagian kecil organ seperti otak tidak mempunyai nosiseptor samasekali, walapun pemukaan selaput otak meningeal berisi banyak nosiseptor. Seperti halnya nosiseptor somatik di visera tidak terdapat ujung saraf dari neuron aferen primer yang sel saraf (cell bodies) terletak di tanduk dorsalis medula spinalis. Serabut saraf aferen ini berjalan bersama serabut saraf eferen simpatikus sampai ke visera. 2. Mediator kimiawi untuk nyeri Neurotransmiter terpenting yaitu : substance P, Calcitonin Gene-Related Peptide(CGRP). Glutamat adalah eksitatori asam amino yang terpenting. Neuron yang melepaskan substance P juga mempersarafi visera dan berkolateral dengan serabut saraf yang menuju ganglion simpatikus paravertebra; rangsangan kuat pada visera akan menyebabkan langsung postganglionic sympathetic discharge. 3. Modulasi nyeri Modulasi nyeri terjadi di perifer pada nosiseptor dalam medula spinalis atau supraspinal. Modulasi ini dapat menekan atau memperkuat nyeri. 1. Analgesia preemtif Kiat ini adalah pemberian picu farmakologik hingga terjadi efek analgesia efektif sebelum trauma bedah. Termasuk cara ini, termasuk infiltrasi sekitar luka operasi, pemberian obat blok neural sentra, atau pemberian opioid dengan dosis efektif, NSAID, atau ketamin. PATOFISIOLOGI NYERI KRONIK Nyeri kronik mungkin disebabkan oleh kombinasi pengaruh sentral, perifer dan psikologik. Sensitisasi nosiseptif memainkan peran besar pada nyeri dengan mekanisme perifer seperti gangguan muskuloskeletal dan viseral. Nyeri neuropatik melibatkan saraf sentral dan perifer. Mekanisme sentral yang kompleks dan umumnya berhubungan dengan lesi parsial atau keseluruhan dari saraf perifer, ganglia radiks dorsalis, radiks sarea, atau struktur yang lebih sentral. Sistem saraf simpatis nampaknya memegang peran besar pada pasien dengan mekanisme perifer dan sentral. Keampuhan blok saraf simpatis pada beberapa pasien mendukung konsep pemeliharaan nyeri simpatikus; gangguan dengan nyeri yang sering menjadi respons terhadap blok simpatikus termasuk distrofi simpatikus, sindroma karena amputasi, neuralgia pasca herpes. Mekanisme psikologi atau faktor lingkungan jarang merupakan satu-satunya mekanisme nyeri kronik, tretapi umumnya berhubungan dengan mekanisme lain INTERVENSI FARMAKOLOGI NYERI Intervensi farmokologis pada penatalaksanaan nyeri mencakup COX inhibitor, opioid, antidepresan, neuroleptik, kortikosteroid, pemakaian intravena obat, pemakaian lokal anestetik secara sistemik. COX inhibitor dapat dipergunakan untuk managemen nyeri pascabedah, opioid dipergunakan terutama untuk nyeri akut moderat sampai nyeri berat dan kanker.
Program Studi Anestesiologi dan Reanimasi Fakultas Kedokteran Universitas Udayana 87
PANDUAN PELAKSANAAN KURIKULUM PENDIDIKAN Antidepresan Obat ini mempunyai efek analgesia pada dosis yang lebih kecil daripada antidepresan.. kedua efek ini disebabakan oleh blokade reambilan serotonin atau noepinefrin atau keduanya dari presinaptik. Antidepresan umumnya sangat bermanfaat untuk pasien dengan nyeri neuropatik, misalnya neuralgia pasca herpes, dan neuropati diabetik. Antikonvulsan Antikonvulsan sangat berguna untuk pasien dengan nyeri neuropatik, terutama neuralgia trigeminus, neuropatik diabetik. Obat ini juga efektif sebagai adjuvan untuk nyeri pascabedah misalnya gabapentin. Neuroleptik Neuroleptik bermanfaat untuk nyeri neuropatik refrakter. Neuroleptik juga sangat berguna untuk pasien yang agitasi atau dengan gejala psikotik. Obat-obat yang banyak dan umum dipakai adalah; haloperidol, flufenazin, klorpromazin, dan perferazin. Efek terapeutik obat ini karena blokade reseptor dopaminergik di sisi mesolimbik Sayang sekali obat ini dapat memberikan dampak samping gejala ektrapiramidal. Obat ini juga dapat memberikan efek, antihistamin, antimuskarinil, blok -adrenergik. Kortikosteroid Glukokortikoid sangat ekstensif dipergunakan penatalaksanaan nyeri karena efek antiinflamasi dan analgesia. Obat dapat diberikan topikal, oral atau parenteral.(intravena, subkutan, intrabursa, intra-artikular, dan epidural). Kalau aktivitas glukokortikoid berlebihan dapat menghasilkan hipertensi, hiperglikemia, rentan infeksi, ulkus peptikus,nekrosis aseptik kaput humerus, proksimal miopati, katarak dan psikosis (jarang); dan juga gambaran sindroma Cushing. Terlalu berlebihan mineralokortikoid dapat memacu terjadi gagal jantung. Analgetik lokal sistemik Analgetik lokal biasanya diberikan sistemik untuk pasien nyeri neuropatik dan menghasilkan sedasi dan analgesia; analgesia sering bertahan lebih lama dari profil farmakokinetik obat analgetik lokal dan memutuskan “pain cycle”. Obat yang banyak dipergunakan adalah lidokain, prokain dan kloroprokain. Lidokain diberikan secara infus selama 5 – 30 menit dengan dosis total 1 – 5 mg/kg; prokain diberikan 200 – 400 mg intravena selama 1 – 2 jam; sedangkan kloroprokain (1 % ) diberika infus dengan kecepatan 1 mg /kg / menit untuk total 10 – 20 mg/kg. Pemantauan sebaiknya mempergunakan, EKG, tekanan darah, respirasi dan status mental, alat resusitasi harus tertsedia. Kalau terdapat tandatanda toksik seperti, tinitus, sedasi berlebihan, atau nistagmus, segera infus diperlambat atau hentikan. A2- agonis adrenergik Program Studi Anestesiologi dan Reanimasi Fakultas Kedokteran Universitas Udayana 88
PANDUAN PELAKSANAAN KURIKULUM PENDIDIKAN Efek utama obat golongan ini seperti klonidin dan deksmedetomidin adalah mengaktivasi jaras desending inhibisi (descending inhibitory pathways) di tanduk dorsali medula spinalis dan di SSP. Obat dapat diberikan secara sistemik (parenteral), peroral, perkutan (patch), dan neuroaksial. A2-agonis adrenergik epidural atau intratekal efektif untuk nyeri neuropatik dan toleransi opioid. NYERI PASCABEDAH Konsep analgesia preemptif dianggap penatalaksanaan nyeri pascabedah terbaik yang dimulai prabedah. Penempatan kateter yang dipertahankan untuk nyeri pascabedah merupakan cara yang handal. Analgesia interkostal dan epidural tambahan dapat memperbaiki fungsi respirasi setelah bedah toraks dan abdominal atas. Analgesia epidural dan spinal dapat menurunkan kejadian tromboembolus operasi panggul dan mengurangi hiperkoagulasi setelah prosedur vaskular. Kontrol nyeri pascabedah umum terbaik jika dikelola oleh seorang ahli anestesi, karena mereka dapat melakukan intervensi dengan analgesia regional atau farmakologik atau keduanya. Modalitas analgesia pascabedah mencakup pemberian analgesia oral, analgesia parenteral, blok saraf, blok neuroaksial, dengan analgetik lokal, opioids intraspinal dan juga teknik adjuvan seperti TENS dan terapi fisis. Seleksi teknik analgesia umumnya berdasarkan, tiga faktor, yaitu : pasien, prosedur dan setting rawat jalan atau rawat inap. Pasien rawat jalan 1. Analgetik oral Kebanyakan pasien dengan nyeri ringan sampai sedang setelah operasi dapat ditanggulangi dengan COX inhibitor oral, opioid, atau kombinasi. Pasien yang mungkin mendapat oral intake atau nyeri hebat memerlukan pemberian seperti rawat inap tanpa memperhatikan prosedur. Salah satunya adalah inhibitor siklooksigenase (Cyclooxygenase ihibitors/COX inhibitors) terdiri dari analgetik oral nonopioid, adalah salisilat, asetaminofen, dan NSAID. Obat-obat ini menghambat sintesis prostaglandin (COX) dan mempunyai berbagai khasiat analgesia, antipiretik, antiinflamasi. Asetaminofen sedikit mempunyai aktivitas antiinflamasi. Analgesia disebabkan oleh blokade sistesis prostaglandin, yang menambah peka dan memperkuat input nosiseptif. Beberapa jenis nyeri terutama nyeri setelah bedah ortopedi dan ginekologi. Setidak-tidaknya dikenal 2 jenis COX inhibitor; COX 1 cukup kuat dan tersebar ke seluruh tubuh, tetapi COX 2 menonjol dengan inflamasi. Selektif COX 2 inhibitor seperti celecoxib, nampaknya sedikit toksik terutama dampak terhadap gastrointestinal; selain itu tidak mengganggu agregasi trombosit., tetapi rofecoxib lebih mudah memberikan komplikasi kardiovaskulkar. Asetaminofen mempunyai efek samping paling kecil, tetapi pada dosis besar mudah terjadi hepatotoksik. Aspirin dan NSAID lain, paling banyak memberikan dampak, nyeri lambung, nausea, dispepsia. Kecuali asetaminofen dan COX 2, semua COX inhibitors memacu disfungi trombosit. Aspirin dan NSAID dapat mencetuskan bronkospasme pasien nasal, polip, rinitis dan asma. NSAID dapat menyebabkan insufisiensi ginjal dan nekrosis papilari ginjal. Opioid Program Studi Anestesiologi dan Reanimasi Fakultas Kedokteran Universitas Udayana 89
PANDUAN PELAKSANAAN KURIKULUM PENDIDIKAN Nyeri sedang pascabedah sebaiknya diatasi dengan opiod oral seperti tertera dalam tabel. Table. Oral Opioids. Opioid
HalfLife (h)
Onset Durasion Relative (h) (h) Potency
Initial Dose (mg)
Dosing Interval (h)
Codeine
3
0.25– 3–4 1.0
20
30–60
4
Hydromorphone (Dilaudid)
2–3
0.3– 0.5
2–3
0.6
2–4
4
Hydrocodone1 (Oxycontin)
1–3
0.5– 1.0
3–6
3
5–7.5
4–6
Oxycodone2
2–3
0.5
3–6
3
5–10
6
Levorphanol (Levo- 12–16 1–2 Dromoran)
6–8
0.4
4
6–8
Methadone (Dolophine)
4–6
1
20
6–8
15–30 0.5– 1.0
Program Studi Anestesiologi dan Reanimasi Fakultas Kedokteran Universitas Udayana 90
PANDUAN PELAKSANAAN KURIKULUM PENDIDIKAN Propoxyphene (Darvon)3
6–12
1–2
3–6
30
100
6
Tramadol (Ultram)
6–7
1–2
3–6
30
50
4–6
0.5–1 4
1
10
3–4
1
1
15
8–12
Morphine (Roxanol)
solution4 2–4
Morphine controlled- 2–4 release4 (MS Contin)
8–12
1
Preparations also contain acetaminophen (Vicodin, others)
2
Preparations may contain acetaminphen (Percocet) or aspirin (Percodan)
3
Some preparations contain acetaminophen (Darvocet)
4
Used primarily for cancer pain.
1. Infiltrasi analgesia lokal Infiltrasi sekitar insisi luka, blok saraf dengan analgetik lokal adalah cara yang paling aman menghilangkan nyeri pascabedah. Blok saraf ilioinguinal dan femoral dapat dipergunakan untuk pasca heniotomi dan prosedur skrotum; blok saraf penile untuk sirkumsisi; dengan mempergunakan analgetik lokal bupivakain. Efek analgesia dapat melebihi durasi farmakokinetik analgetik lokal. Lebih baik anestetik diberikan sebelum pembedahan dilakukan untuk mendapat efek preemtif analgesia. Suntikan intra-artikular analgetik lokal atau opioid atau kombinasi sangat efektif prosedur artroskopi. Pasien rawat inap Program Studi Anestesiologi dan Reanimasi Fakultas Kedokteran Universitas Udayana 91
PANDUAN PELAKSANAAN KURIKULUM PENDIDIKAN Kebanyakan pasien dengan nyeri sedang sampai berat pascabedah membutuhkan analgetik parenteral atau blok saraf dengan analgetik lokal selama 1- 6 hari pascabedah. Jika pasien dapat memulai dengan intake oral dan intensitas nyeri berkurang, analgetik oral diteruskan. Analgetik paentral termasuk NSAIDs (ketorolak), opioid dan ketamin. Ketorolak dapat diberikan secara intramuskular atau intravena, sedangkan opioid dapat diberikan subkutan, intramuskular, intravena atau intraspinal. Opioid transdermal tidak dianjurkan untuk nyeri pascabedah. 1. Opioid Analgesia opioid dicapai pada level darah tertentu setiap pasien untuk diberikan pada intesitas nyeri. Pasien dengan nyeri berat melaporkan nyeri secara khusus dan kontinyu sampai level darah analgesia tercapai, di atas konsentrasi tertentu dengan pengalaman analgesia pasien dan beratnya segera berkurang. Titik (point) tersebut dinyatakan sebagai konsetrasi efektif analgesia minimum (the minimum effective analgesic concentration/MEAC). Sedikit kenaikan di atas titik tersebut akan sangat meningkatkan analgesia. Suntikan subkutan dan intramuskular Kedua cara pemberian ini tidak dianjurkan karena sakit suntikan dan level dalam darah tidak dapat diperkirakan karena absorbsi tidak pasti. Pasien biasanya tidak puas, karena pemberian terlambat dan dosis kurang tepat. Pemberian intravena Keseimbangan optimal antara analgesia, sedasi dan depresi respirasi dapat dicapai dengan cara frekuen, intermiten dan dosis kecil (misalnya morfin 1-2 mg). Tanpa memperhatikan eleksi obat dan karena distribusi obat durasi efek yang singkat diobservasi hingga beberapa telah diberikan; kemudian level dalam darah dapat dipertahankan melalui infus kontinyu. Sayang sekali teknik ini merupakan kerja intensif dan pemantauan respirasi ketat. Karena itu teknik ini terbatas untuk PACU, ICU atau unit khusus ongkologi. PCA (Patient-Controlled Analgesia) Teknologi komputer telah memungkinkan perkembangan PCA. Dengan menekan tombol pasien dapat memberikan sendiri dengan dosis tepat opioid intravena (atau intraspinal) sesuai kebutuhannya. Dokter memprogram pump infus untuk memberikan dosis tertentu, interval minimum antara dosis-dosis (lockout period), dan jumlah maksimum opioid yang diberikan dalam satu periode (biasanya 1 atau 4 jam); infus basal dapat juga diberikan secara simultan (tabel) 2. Blok saraf perifer Blok pada pleksus interkosta, interpleura, brakial dan saraf femoral dapat memberikan analgesia pasca bedah yang baik sekali. Pemasanagan kateter memungkin pemberian analgetik lokal secara intermiten atau kontinyu (bupivakain 0.125 % atau ropivakain 0.125 % yang dapat menghasilkan analgesia selama 3 – 5 hari pascabedah. 3. Blokade neuroaksial sentra & opioid intraspinal Pemberian campuran analgetik lokal – opioid neuroaksial (terutama epidural) merupakan teknik yang handal untuk penatalaksanaan nyeri pascabedah setelah prosedur abdominal, pelvik, toraks atau ortopedi pada ekstrimitas bawah. Pasien sering mempunyai preservasi fungsi respirasi yang lebih baik, dapat segera dipulangkan dan keuntungan serta dapat latihan fisis. Satu suntikan tunggal neuroaksial (subarakhnoid atau epidural) Program Studi Anestesiologi dan Reanimasi Fakultas Kedokteran Universitas Udayana 92
PANDUAN PELAKSANAAN KURIKULUM PENDIDIKAN analgetik lokal, opioid atau kombinasi dapat dipergunakan untuk preventif analgesia pada hari operasi. Teknik ini akan efektif jika mempergunakan kateter dan ditinggalkan agar obat analgetik lokal diberikan intermiten atau kontinyu. Analgetik lokal Analgetik lokal saja dapat menghasilkan analgesia yang sangat baik tetapi berdampak blokade simpatikus dan motorik. Pengenceran analgetik lokal masih memberikan efek analgesia tetapi blok motorik ringan. Bupivakain dan ropivakain 0,125 – 0,25 % sangat dipergunakan untuk kebutuhan di atas. Opioid Morfin intratekal 0.2 -0.4 mg (untuk orang Indonesia 0,02 – 0,04 mg) dapat memberikan analgesia yang sangat baik untuk 4 – 24 jam. Morfin epidural 3 -5 mg (untuk orang Indonesia 0,3 – 0,5 mg) memberikan efek yang sama dan lebih umum dipergunakan. Opioid yang diberikan epidural atau intratekal berpenetrasi ke dalam medula spinalis dan bergantung pada waktu dan konsentrasi. Obat hidrofilik yang diberikan epidural (seperti morfin) menghasilkan analgesia pada level dalam darah yang lebih rendah daripada obat lipofilik (seperti fentanil). Yang terakhir mungkin menghasilkan efek segmental jadi sebaiknya hanya dipergunakan bila ujung kateter dekat dengan dermatom insisional. Level dalam darah sistemik fentanil selama infus epidural hampir ekuivalen pemberian intravena. Kekuatan alfentanil epidural dan mungkin juga sufentanil tampaknya semuanya karena absorbsi sistemik. Obat hidrofilik menyebar ke atas dengan waktu, jadi morfin yang disuntikkan dari lumbah bawah, dapat menghasilkan analgesia untuk toraks dan abdominal atas (walaupun terlambat). Faktor-faktor penting yang mempengaruhi dosis pemberian mencakup, lokasi ujung kateter, yang terkait dengan insisi dan usia pasien. Jika ujung kateter lebih dekat dengan dermatom insisi, opioid yang dibutuhkan lebih sedikit. Kalau morfin epidural dipergunakan sebagai analgesik tunggal infus kontinyu (0.1 mg/mL), 3 – 5 mg bolus awal diberikan, kemudian diikuit infusi 0.1 – 0.7 mg / jam. Teknik bolus intermiten dapat juga dipergunakan, tetapi infusi kontinyu mungkin lebih sedikit memhasilkan dampak samping seperti retensi urin dan gatal-gatal. Fentanil sangat sering dipergunakan sebagai obat lipofilik berupa larutan 3 – 10 g / mL dengan kecepatan 5 – 10 mL / jam. Analgetik lokal & campuran opioid Walapun opioid intraspinal sendiri dapat menghasilkan analgesia yang sangat baik, banyak pasien mengalami dampak samping yang signifikan dengan bergantung pada dosis, terutama dengan opioid larut lemak. Kalau larutan anestetik lokal dikombinasi dengan opioid, akan terlihat sinergi yang signifikan. Buvipakain 0.0625-0.125 % (atau ropivakain 0.1 – 0.2 %) dikombinasi dengan morfin 0.1 mg/mL (atau fentanil 5 g /mL) memberikan analgesia sangat baik dengan dosis lebih kecil dan sedikit efek samping. Penambahan epinefrin walapun dosis kecil (2 g / mL) memperkuat dan memperpanjang analgesia epidural dan dapat mengurangi absorbsi sistemik opioid lipofilik (misalnya fentanil). Penambahan klonidin dosis kecil (50 – 75 g) sama juga menambah memperpanjang analgesia epidural. Indikasi kontra Program Studi Anestesiologi dan Reanimasi Fakultas Kedokteran Universitas Udayana 93
PANDUAN PELAKSANAAN KURIKULUM PENDIDIKAN Indikasi kontra mencakup, penolakan pasien, koagulopati, atau trombosit abnormal, dan adanya infeksi atau tumor sekitar tusukan. Infeksi sistemik hanya indikasi kontra relatif kecuali terbukti ada bakterimia. Pemasangan kateter intraspinal pada pasien yang akan menjalani heparinisasi intraoperatif masih kontroversial karena kemungkinan terjadi hematom epidural. Efek samping opioid intraspinal Dampak samping yang serius opioid epidural atau intratekal, adalah bergantung pada dosis berupa depresi respirasi tunda (delayed respiratory depresion). Terjadinya karena difusi opioid ke dalam cairan serebrospinal yang bermigrasi ke pusat respirasi medula. Kejadian depresi respirasi lebih besar setelah pemberian intratekal daripada epidural. Depresi awal dapat juga terjadi setelah opoioid epidural (dalam waktu 1 – 2 jam), mekanismenya berbeda yaitu absorbsi opioid sistemik melalui pembuluh darah spinal. Angka kejadian depresi respirasi serius dengan opioid epidural yang memerlukan nalokson masih rendah yaitu 0.1 %. Jumlah nalokson yang diberikan berdasarkan urgensi kondisi klinis. Depresi respirasi yang jelas membutuhkan pengobatan nalokson dosis besar (0.4 mg). Infus nalokson kontinyu mungkin masih diperlukan karena masa paruh (half life) nalokson umumnya lebih singkat daripada opioid. Dosis kecil nalokson (0.04 mg) dapat menawarkan depresi nafas tetapi tidak menghilangkan analgesia. Dampak samping lain, adalah gatal, mual , muntah, retensi urin, sedasi dan ileus. Angka kejadian pruritus dapat mencapai 30 % sedangkan retensi urin dilaporkan sampai 40 – 100 %. Mekanisme pruritus belum dapat dipastikan tetapi tidak ada hubungannya dengan pelepasan histamin. Nalokson dosis kecil (0.04 mg) dapat menawarkan pruritus tetapi tidak menghilangkan efek analgesia. NYERI KANKER Hampir 19 juta penduduk dunia mengalami penyakit kanker setiap tahun, dengan 40 – 80 % dari jumlah tersebut mengalami nyeri mulai sedang sampai berat. Nyeri kanker disebabkan oleh lesi kaker itu sendiri, metastasis, komplikasi seperti kompresi neuronal atau infeksi, pengobatan atau faktor-faktor yang yang tidak terkait. Kebanyakan pasien, dapat diobati dengan analgetik oral. WHO merekomendasikan pendekatan 3 langkah (three step approach): 1) analgetik nonopioid seperti aspirin, asetominofen, atau NSAID untuk nyeri sedang; 2) opioid oral lemah (kodein, oksikodon) untuk nyeri sedang, dan 3) opioid kuat (morfin, dan hidromorfin) untuk nyeri berat. Terapi parenteral perlu untuk nyeri refrakter atau bila pasien dapat menerima terapi oral atau absobrsi enteral tidak baik.Tanpa memperhatikan jenis obatnya, terapi harus mengikuti jadwal waktu tertentu . Terapi opioid oral Nyeri kanker sedang sampai berat biasanya diobati dengan morfin lepas cepat (immediate-release morphine) (misalnya, morfin likuid, Roksanol 10 – 30 mg setiap 1 – 4 jam). Preparat ini mempunyai masa paruh 2 – 4 jam. Bila pasien telah ditentukan kebutuhan per hari, dosis yang sama
Program Studi Anestesiologi dan Reanimasi Fakultas Kedokteran Universitas Udayana 94
PANDUAN PELAKSANAAN KURIKULUM PENDIDIKAN dapat diberikan dalam bentuk morfin lepas lambat (sustained-release morphine) (MS Cortin atau Oramorph SR). Yang diberikan setiap 8 – 12 jam. Hidromorfin (dilaudid) adalah alternatif yang baik untuk morfin, terutama pasien tua dan pasien dengan gangguan fungsi ginjal. Metadon dilaporkan mempunyai masa paruh 15 – 30 jam tetapi durasi klinis lebih pendek dan sangat bervariasi (6 – 8 jam). Toleransi psikologis, dengan perubahan tingkah laku karena menginginkan obat jarang pada pasien kanker. Toleransi yang muncul berbeda di antara orang-orang dan mengakibatkan efek yang diinginkan seperti, kesadaran menurun, mual, depresi respirasi. Kebergantung pada fisis terjadi pada pasien yang mendapat opioid dosis besar untuk jangka waktu tertentu. Fenomena ketagihan (withdrawal) dapat dipercepat oleh pemberian antagonis opioid. Penggunaan yang cocok kedepan antagonis opioid perifer yang tidak menembus sawar darah otak (BBB) seperti metil naltrekson dan alvimopan, dapat menolong mengurangi efek samping sistemik tanpa mengurangi analgesia dengan signifikan. Opioid transdermal Fentanil transdermal merupakan alternatif yang baik untuk preparat morfin lepas lambat, terutama medikasi oral tidak memungkinkan. Tambalan (patch) dibuat sebagai reservoar obat yang dipisahkan dari kulit oleh membran mikrogrampor dan polimer adesif. Fentanil akan berdifusi melalui kulit. Tambalan transdermal fentanil mempunyai ukuran 25, 50, 75 dan 100 g / jam. Yang dapat memberikan obat selama 2 – 3 hari. Tambalan yang terbesar ekuivalen dengan 60 mg / hari morfin intravena. Kerugian cara ini adalah mula kerja lambat dan mengubah dosis kalau tidak dilakukan dengan cepat. Level fentanil dalam darah setelah dipasang bertambah dan mencapai plateau dalam waktu 12 – 18 jam, dengan konsentrasi rata-rata 1, 1.5, dan 2 mg / ml untuk tambalan 50, 75 dan 100. Dermis bekerja sebagai reservoar sekunder walaupun tambalan dilepaskan, absorbsi fentanil diteruskan untuk beberapa jam. Terapi parenteral Beberapa nyeri kanker yang tak terkontrol memerlukan konversi dari oral opioid menjadi parenteral atau intraspinal opioid. Kalau karakter nyeri berubah signifikan, penting sekali untuk melakukan reevaluasi progresi penyakit pasien. Dalam banyak hal, pengobatan adjuvan seperti, pembedahan, radiasi, kemoterapi atau terapi hormonal sangat menolong.Terapi opioid parenteral biasanya dicapai dengan infus intravena kontinyu atau dapat juga diberikan subkutan melalui jarum bersayap (butterfly needle) Opioid intraspinal Penggunaan opioid intraspinal menjadi alternatif yang sangat baik untuk pasien yang gagal mengatasi nyeri dengan cara lain atau mengalami dampak yang hebat. Opioid epidural atau subarakhnoid dapat mengatasi secara substansial dengan dosis lebih rendah dan sedikit efek samping. Kateter epidural atau intratekal dapat dipergunakan, kalau perlu ditempatkan perkutan atau implan untuk pemberian jangka panjang.
Program Studi Anestesiologi dan Reanimasi Fakultas Kedokteran Universitas Udayana 95
PANDUAN PELAKSANAAN KURIKULUM PENDIDIKAN Problem opioid intraspinal adalah terjadinya toleransi. Umumnya terjadi lambat tetapi pada beberapa orang berlangsung cepat. Dalam hal ini. Harus dipergunakan terapi adjuvan seperti, analgesia lokal intermiten, atau campuran opioid dengan analgetik lokal, atau klonidin intratekal atau epidural 2 – 4 g /kg /jam. Teknik neurolitik Blok neurolitik pada pleksus siliakus sangat efektif untuk keganasan intraabdominal, terutama kanker pankreas. Simpatikus lumbal, pleksus hipogastrikus, atau ganglion rusak karena blok neurolitik dapat dipergunakan untuk tumor malignan di pelvik. Blok neurolitik interkostal dapat menolong pasien dengan metastase di tulang iga. Pasien dengan nyeri pelvik refrakter, blok pelana neurolitik dapat mgnhilangkan nyeri; meskipun akan terjadi disfungsi usus dan buli-buli. Karena angka kejadian kesakitan yang signifikan pasien yang mendapat blok neurolitik (hilang fungsi motorik dan sensori), teknik sebaiknya dipakai hanya setelah mempertimbangkan dengan cermat semua alternatif. Prosedur neurodestruktif, seperti adenolisis hipofisis dan kordotomi dapat dipergunakan untuk pasien terminal. Bahan Bacaan : 1. 2. 3. 4. 5. 6. 7. 8.
Katzung,BG. 2004. Basic & Clinical Pharmacology 9th ed Morgan GE, Jr. 2006. Clinical Anesthesiology 4th ed Barash,P.2005. Clinical Anesthesia 4th ed Miller,RD. 2006. Miller´s Anesthesia RD 6thed Stoelting. 2006. Pharmacology and Physiology 4th ed Fishman SM (eds). 2009. Bonica’s Management of Pain 4th ed McMahon S, et al. 2013. Wall & Melzack's Textbook of Pain 6th ed Van Zundert (eds). 2011. Evidence-based Interventional Pain Practice: According to Clinical Diagnoses
Program Studi Anestesiologi dan Reanimasi Fakultas Kedokteran Universitas Udayana 96
PANDUAN PELAKSANAAN KURIKULUM PENDIDIKAN Mata Kuliah
: Emergency Medicine 1
Kode Kuliah : ATI 302 Nama Dosen : 1. dr. IGP Sukrana Sidemen, SpAn, KAR. 2. dr. I Ketut Wibawa Nadha, SpAn, KAKV 3. dr. Kadek Agus Heryana Putra, SpAn (Ketua) 4. dr. Made Kresna Sucandra, SpAn SKS Waktu
: 2 SKS Akademik, 2 SKS Profesi : 6 minggu
1 SKS akademik = 1 SKS kuliah / lecture / tutorial, yang terdiri dari : d) tatap muka 50 menit/minggu/semester = 20 jam/semester/6 bulan = 20 Jam / 6 minggu = 20 jam / 30 hari = 40 menit / hari 2 SKS Akademik = 2 x 40 menit/hari = 1 jam 20 menit / hari e) penugasan terstruktur 60 menit/minggu/semester = 24 jam/semester/6 bulan = 24 jam / 6 minggu = 24 jam / 30 hari = 48 menit / hari 2 SKS Akademik = 2 x 48 menit/hari = 1 jam 36 menit / hari f) kegiatan mandiri 60 menit/minggu/semester = 24 jam/semester/6 bulan = 48 menit/hari 2 SKS Akademik = 2 x 48 menit/hari = 1 jam 36 menit / hari 1 SKS profesi = 1 SKS praktikum, praktik lapangan, penelitian, pengabdian kepada masyarakat sebanyak 170 menit/minggu/semester = 68 jam/semester/6 bulan = 68 jam / 4 minggu = 68 jam / 28 hari = 2 jam 25 menit/hari 2 SKS Profesi = 2 x 2 jam 25 menit / hari = 4 jam 50 menit / hari
Standar Kompetensi
: Setelah mengikuti pembelajaran ini peserta didik dapat melakukan penatalaksanaan kegawatan nafas, kegawatan sirkulasi dan kegawatan kesadaran pada pasien gawatdarurat sesuai dengan standar kompetensi yang berlaku
Program Studi Anestesiologi dan Reanimasi Fakultas Kedokteran Universitas Udayana 97
PANDUAN PELAKSANAAN KURIKULUM PENDIDIKAN N Kompetensi o Dasar 0 1.
Peseta didik menguasai penanganan kegawatan jalan nafas
Pengalaman Belajar
Indikator Pencapaian
Para peserta didik mempelajari mengenai anatomi dan manajemen jalan nafas, tehnik membebaska n jalan nafas, mengenal dan menguasai pemakaian alat-alat bantu jalan nafas, dan mengenali serta memahami algoritma pasien dengan kesulitan
Para peserta didik mampu melakukan tindakan penanganan kegawatan jalan napas
P T
M S F
Penilaian Mini- C CEX / B DOPS T
Program Studi Anestesiologi dan Reanimasi Fakultas Kedokteran Universitas Udayana 98
OS CE
Alokasi Waktu 2 SKS akademik 2 SKS profesi KP
LP
BST Waktu BO
2 ja m
1,5 1,5 ja jam m
10 hari 1 jam 45 me nit
BP
BJ
Waktu
3 2 jam minggu
PANDUAN PELAKSANAAN KURIKULUM PENDIDIKAN 2.
Peserta didik menguasai manajemen henti jantung sesuai dengan algoritma ACLS 2015
3.
Para peserta didik menguasai tindakan resusitasi pada pasien dengan kegawatan kesadaran
manajemen jalan nafas. Para peserta didik mempelajari mengenai algoritma henti jantung sesuai dengan ACLS 2015
Para peserta didik mempelajari mengenai identifikasi kemungkinan penyebab gangguan kesadaran dan menguasai tindakan resusitasi pada kasus
Para peserta didik mampu melakukan tindakan resusitasi sesuai dengan algoritma ACLS 2015, serta mampu melakukan tindakan resusitasi pada neonatus, pediatri, dan pasien dewasa Para peserta didik mampu melakukan tindakan manajemen pada kegawatan kesadaran
2 ja m
1,5 1,5 ja jam m
10 hari 1 jam 45 me nit
3 2 jam minggu
2 ja m
1,5 1,5 ja jam m
10 hari 1 jam 45 me nit
3 2 jam minggu
Program Studi Anestesiologi dan Reanimasi Fakultas Kedokteran Universitas Udayana 99
PANDUAN PELAKSANAAN KURIKULUM PENDIDIKAN penurunan kesadaran Keterangan : PT = Pretest, MSF = Multi Source Feedback, CBT = Computerized based test, OSCE = Objective Structure Clinical Examination, Tm = Tatap muka, KP = Kuliah Pengayaan, LP = Laporan Pagi, BST =Bed Site Teaching, BO = Bimbingan Operasi/ Skill Anestesi-Analgesi/Bimbingan Ilmiah, BP = Bimbingan Poliklinik, BJ = Bimbingan Jaga, LK = Laporan Kasus, JR = Journal Reading MATERI POKOK
:
Pentingnya penatalaksanaan jalan nafas tidak dapat dipandang mudah. Seorang dokter anestesi adalah orang yang paling mengerti dalam penatalaksanaan jalan nafas. Kesulitan terbesar dari seorang dokter anestesi adalah bila jalan nafas tidak dapat diamankan. Penatalaksanaan pasien dengan jalan nafas yang normal adalah kunci penting dalam latihan penanganan pasien. Pada pasien yang memiliki anatomi jalan nafas yang sulit penting untuk dilakukan penanganan. Berbagai penelitian melaporkan bahwa 1-18% pasien memiliki anatomi jalan nafas yang sulit. Dari jumlah ini 0,05 - 0,35% pasien tidak dapat diintubasi dengan baik, bahkan sejumlah lainnya sulit untuk diventilasi dengan sungkup. Jika kondisi ini ditempatkankan pada seorang dokter yang memiliki pasien sedang sampai banyak maka dokter tersebut akan menemui 1 – 10 pasien yang memiliki anatomi jalan nafas yang sulit untuk diintubasi. Efek dari kesulitan respirasi dapat berbagai macam bentuknya, dari kerusakan otak sampai kematian. Resiko tersebut berhubungan dengan tidak adekuatnya penatalaksanaan jalan nafas pasien yang dibuktikan pada jumlah kasus-kasus malpraktek yang diperiksa oleh American Society of Anesthesiologist Closed Claims Project. Pada kasus-kasus yang sudah ditutup tersebut terhitung bahwa jumlah terbanyak insiden kerusakan otak dan kematian disebabkan oleh kesulitan respirasi. Materi manajemen jalan nafas meliputi pengenalan anatomi jalan nafas serta fisiologi sistem pernafasan, pengenalan alat-alat yang digunakan dalam manajemen jalan nafas (seperti NPA, OPA, LMA, ETT, dsb), manajemen choking, algoritma penanganan pasien dengan kesulitan manajemen jalan nafas, termasuk melakukan penanganan jalan nafas tingkat lanjut seperti needle cricothyroidostomy, surgical cricothyroidostomy, dan manajemen jalan nafas dengan alat-alat bantu seperti video laryngoscopy dan fiberoptic. Materi ini juga mencakup melakukan tindakan emergency yang berkaitan dengan proses respirasi seperti pemasangan WSD dan needle thoracostomy. Program Studi Anestesiologi dan Reanimasi Fakultas Kedokteran Universitas Udayana 100
PANDUAN PELAKSANAAN KURIKULUM PENDIDIKAN Manajemen kegawatan sirkulasi mencakup algoritma henti jantung yang sesuai dengan algoritma ACLS 2015 atau yang terbaru pada neonatus, pediatric, dan pasien dewasa. Penanganan pasien dengan penurunan kesadaran meliputi assessment cepat terhadap status kesadaran pasien, mengevaluasi kemungkinan penyebab penurunan kesadaran dan penatalaksaan terhadap masing-masing kemungkinan penyebab terutama yang berkaitan dengan keadaan yang mengancam nyawa. Materi perkuliahan terdiri dari pertemuan tatap muka dengan dosen serta simulasi dengan alat bantu manekin. Di akhir topik kuliah ini peserta didik dievaluasi dengan alat ukur post test, dan pada masa kenaikan level peserta didik dievaluasi dalam bentuk ujian CBT dan OSCE. Bahan Bacaan : 1. Morgan GE, Mikhail MS, Murray MJ. 2013. Clinical Anaesthesiology, 4th ed. New York: Lange Medical Books/McGraw-Hill 2. Robert K. Stoelting, Simon C. Hiller.2012. Pharmacology & Physiology in Anesthesic Practice. Fourth Edition. Lippincott Williams & Wilkins, Philadelphia, USA 3. Barash PG, Cullen BF, Stoelting RK. 2012. Clinical Anaesthesia, 5th ed. Philadelphia:Lippincott Williams & Wilkins 4. Miller,RD. 2009. Miller’s Anesthesia 6th ed 5. Gillman,J. 1998. Perioperative Medicine 6. Stone,DJ. 2004. Perioperative Care 7. Katzung, BG. 2004. Basic & Clinical Pharmacology 9th ed 8. Practice Guidelines for Postanesthetic Care. Anesthesiology 2002; 96(3)
Program Studi Anestesiologi dan Reanimasi Fakultas Kedokteran Universitas Udayana 101
PANDUAN PELAKSANAAN KURIKULUM PENDIDIKAN Mata Kuliah
: Emergency Medicine II
Kode Kuliah : ATI 303 Nama Dosen : 1. dr. IGP Sukrana Sidemen, SpAn, KAR. 2. dr. Made Subagiartha, SpAn, KAKV, SH 3. dr. Putu Kurniyanta, SpAn 4. dr. Cynthia Dewi Sinardja, SpAn, MARS SKS : 4 SKS Profesi Waktu : 6 minggu 1 SKS profesi = 1 SKS praktikum, praktik lapangan, penelitian, pengabdian kepada masyarakat sebanyak 170 menit/minggu/semester = 68 jam/semester/6 bulan = 68 jam / 6 minggu = 68 jam / 28 hari = 2 jam 25 menit/hari 4 SKS Profesi = 4 x 2 jam 25 menit / hari = 9 jam 40 menit/ hari Standar Kompetensi
: Setelah mengikuti pembelajaran ini peserta didik dapat untuk melakukan penatalaksanan pasien dengan kegawatan napas, sirkulasi dan kegawatan pada pasien trauma maupun non trauma sesuai dengan SOP yang ada.
Program Studi Anestesiologi dan Reanimasi Fakultas Kedokteran Universitas Udayana 102
PANDUAN PELAKSANAAN KURIKULUM PENDIDIKAN N Kompetensi o Dasar 0 1.
2.
Peserta didik memiliki kemampuan dalam penanganan kedaruratan jalan nafas dan sirkulasi pada pasien trauma sesuai dengan SOP yang ada Peserta didik memiliki kemampuan dalam penanganan kedaruratan jalan nafas dan sirkulasi pada pasien non trauma sesuai dengan SOP yang ada
Pengalaman Belajar
Indikator Pencapaian
Peserta didik mempelajari mengenai penanganan kedaruratan jalan nafas dan sirkulasi pada pasien trauma Peserta didik mempelajari mengenai penanganan kedaruratan jalan nafas dan sirkulasi pada pasien non trauma
Peserta didik mampu melakukan penatalaksanan pasien dengan kegawatan napas dan sirkulasi pada pasien trauma Peserta didik mampu melakukan penatalaksanan pasien dengan kegawatan napas dan sirkulasi pada pasien non trauma
M S F
Penilaian Mini- C CEX / B DOPS T
P T
OS CE
Alokasi Waktu 0 SKS akademik 4 SKS profesi K L BS Waktu BO BP BJ Waktu P P T 4 5 15 hari jam jam 30 me nit
4 ja m 30 me nit
5 ja m
15 hari
Keterangan : PT = Pretest, MSF = Multi Source Feedback, CBT = Computerized based test, OSCE = Objective Structure Clinical Examination, Tm = Tatap muka, KP = Kuliah Pengayaan, LP = Laporan Pagi, BST =Bed Site Teaching, BO = Bimbingan Operasi/ Skill AnestesiAnalgesi/Bimbingan Ilmiah, BP = Bimbingan Poliklinik, BJ = Bimbingan Jaga, LK = Laporan Kasus, JR = Journal Reading Materi Pokok : Program Studi Anestesiologi dan Reanimasi Fakultas Kedokteran Universitas Udayana 103
PANDUAN PELAKSANAAN KURIKULUM PENDIDIKAN Trauma abdomen merupakan penyebab signifikan morbiditas dan mortalitas pasien. Sekitar 75-78% berupa trauma tumpul dengan kematian sekitar 5-9% diikuti dengan trauma tembus akibat peluru (80-95%) dengan kematian 5%.). Penanganan yang cepat dan tepat, kondisi pasien praoperasi dan derajat operasi akan mempengaruhi keluaran pasien. Diagnosa dini diperlukan untuk pengelolaan secara optimal. Evaluasi awal sangat bermanfaat tetapi terkadang cukup sulit karena adanya jejas yang tidak jelas pada area lain yang terkait. Pelaksanaan pembedahan pada trauma abdomen pun biasanya dilakukan dengan pembedahan darurat, sehingga memerlukan penanganan khusus dalam bidang anestesi karena terdapat perbedaan mencolok untuk persiapan pre operasi darurat dengan elektif. Pada operasi elektif tersedia waktu yang cukup untuk pemeriksaan klinik dan laboratorik, serta persiapan operasinya sehingga teknik anestesi dapat direncakan dalam keadaan tidak terburu-buru. Jalan dan luasnya operasi sudah dapat direncanakan. Pada bedah gawat darurat, faktor waktu yang sangat berharga ini tidak ada lagi. Dokter anestesi dihadapkan kepada tugas dengan waktu persiapan yang sangat singkat, mungkin 1 jam atau kurang. Sehingga harus dicapai kompromi antara pendekatan ideal dan kondisi anestesi optimal yang dapat diberikan untuk menunjang intervensi bedah gawat darurat ini. Penanganan kegawatdaruratan pada pasien trauma meliputi pengenalan masing-masing sistem organ beserta keadaan-keadaan kegawatdaruratan pada masing-masing sistem organ tersebut, meliputi trauma pada kepala dan leher, trauma thorax, trauma abdomen, trauma pelvis, dan trauma pada ekstremitas, melakukan penilaian primary survey secara cepat dan komprehensif, melakukan secondary survey secara tepat dan sistematik, serta tindakan resusitasi kardiorespirasi pada pasien trauma. Sesuai dengan JAMA 2016, sepsis didefinisikan sebagai disfungsi organ yang mengancam jiwa disebabkan oleh respon host terhadap infeksi. Untuk operasionalisasi klinis, disfungsi organ dapat diwakili oleh peningkatan skor Sequential Organ Failure Assessment (SOFA) sebanyak 2 poin atau lebih, dimana sepsis ini berhubungan dengan angka kematian yang lebih besar dari 10%. Pasien dewasa dengan infeksi dapat dengan cepat diidentifikasi sebagai kelompok yang memiliki risiko lebih besar untuk memiliki hasil yang buruk karena sepsis jika mereka memiliki setidaknya 2 dari kriteria klinis yang disebut quickSOFA (qSOFA): laju pernapasan 22 / menit atau lebih besar, penurunan kesadaran, atau tekanan darah sistolik kurang dari 100 mm Hg. Penanganan kegawatdaruratan pada pasien non trauma meliputi pengenalan masing-masing sistem organ beserta keadaan-keadaan kegawatdaruratan pada masing-masing sistem organ tersebut, meliputi kedaruratan pada SSP, penyakit paru, penyakit kardiovasular, kelainan pada sistem gastrointestinal, kelainan pada sistem urogenitalia, kelainan endokrin, sepsis, dan kelainan autoimun, melakukan identifikasi kgawatdaruratan kardiorespirasi secara cepat dan akurat pada kasus-kasus tersebut, serta tindakan resusitasi kardiorespirasi pada pasien-pasien non.
Program Studi Anestesiologi dan Reanimasi Fakultas Kedokteran Universitas Udayana 104
PANDUAN PELAKSANAAN KURIKULUM PENDIDIKAN Bahan Bacaan : 1. Morgan GE, Mikhhail MS, Murray MJ. 2013. Clinical Anaesthesiology, 4th ed. New York: Lange Medical Books/McGraw-Hill 2. Robert K. Stoelting, Simon C. Hiller. 2012. Pharmacology & Physiology in Anesthesic Practice. Fourth Edition. Lippincott Williams & Wilkins, Philadelphia, USA 3. Barash PG, Cullen BF, Stoelting RK. 2012. Clinical Anaesthesia, 5th ed. Philadelphia:Lippincott Williams & Wilkins 4. Miller,RD. 2009. Miller’s Anesthesia 6th ed 5. Gillman,J. 1998. Perioperative Medicine 6. Stone,DJ. 2004. Perioperative Care 7. Katzung, BG. 2004. Basic & Clinical Pharmacology 9th ed 8. Practice Guidelines for Postanesthetic Care. Anesthesiology 2002; 96(3)
Program Studi Anestesiologi dan Reanimasi Fakultas Kedokteran Universitas Udayana 105
PANDUAN PELAKSANAAN KURIKULUM PENDIDIKAN Mata Kuliah
: Kegawatdaruratan anestesiologi dan terapi intensif I
Kode Mata Kuliah Nama Dosen
: ATI 304 : 1.dr. Dewa Ayu Mas Shintya Dewi, SpAn 2.dr. IGN.Mahaalit Aribawa,SpAn.KAR 3.dr. I Ketut Wibawa Nada,SpAn.KAKV 4.dr. Putu Agus Surya Panji,SpAn.KIC
SKS WAKTU
: 2 sks akademik, 2 sks profesi : 4 minggu
1 sks akademik = 1 sks kuliah / lecture / tutorial, yang terdiri dari : a) tatap muka 50 menit/minggu/semester = 20 jam/semester/6 bulan = 20 Jam / 4 minggu = 20 jam / 20 hari = 1 jam / hari 2 SKS akademik = 2 x 1 jam / hari = 2 jam per hari b) penugasan terstruktur 60 menit/minggu/semester = 24 jam/semester/6 bulan = 24 JAM / 4 MINGGU = 24 JAM / 20 HARI = 1.2 JAM / HARI = 1 JAM 10 MENIT / HARI 2 SKS akademik = 2 x1 jam 10 menit/ hari = 2 jam 20 menit / hari c) kegiatan mandiri 60 menit/minggu/semester = 24 jam/semester/6 bulan = 1 JAM 10 MENIT / HARI 2 SKS akademik = 2 x 1 jam 10 menit / hari = 2 jam 20 menit / hari 1 sks profesi = 1 sks praktikum, praktik lapangan, penelitian, pengabdian kepada masyarakat sebanyak 170 menit/minggu/semester = 68 jam/semester/6 bulan = 68 JAM / 4 MINGGU = 68 JAM / 28 HARI = 2 JAM 15 MENIT / HARI. 2 SKS profesi = 2 x 2 JAM 15 MENIT / HARI = 4 jam 30 menit / hari Standar Kompetensi
: Setelah mengikuti pembelajaran semester ini peserta didik akan memiliki kemampuan untuk melakukan anestesi pada pembedahan emergensi dan membuat laporan tentang kasus yang telah ditangani secara komprehensif dengan disajikan secara seminar dengan standar kompetensi yang ada.
Program Studi Anestesiologi dan Reanimasi Fakultas Kedokteran Universitas Udayana 106
PANDUAN PELAKSANAAN KURIKULUM PENDIDIKAN N 0 1.
Kompetensi o Dasar Para peserta didik mampu memahami dan menjelaskan tentang traumatologi
Pengalaman Belajar Para peserta didik mempelajari mengenai traumatologi yang meliputi a. KOGNITIF penilaian cepat kegawatan pada pasien trauma, kegawatan jalan nafas, kegawatan gangguan bernafas, kegawatan syok, kegawatan penurunan kesadaran, kegawatan kejang, resusitasi cairan, kerja defibrilator dan indikasi defibrilasi, pemantauan kontinyu invasif dan noninvasif, merencanakan tindakan yang perlu untuk menanggulangi kegawatan pasien trauma (jalan nafas,
Indikator Pencapaian Para peserta didik mampu melakukan penanganan traumatologi yang meliputi a. KOGNITIF menilai dengan cepat kegawatan pada pasien trauma, kegawatan jalan nafas, kegawatan gangguan bernafas, kegawatan syok, kegawatan penurunan kesadaran, kegawatan kejang, resusitasi cairan, kerja defibrilator dan indikasi defibrilasi, pemantauan kontinyu invasif dan noninvasif, merencanakan
P T
M S F
Penilaian Mini- C CEX / B DOPS T
Program Studi Anestesiologi dan Reanimasi Fakultas Kedokteran Universitas Udayana 107
OS CE
K P 2 ja m
Alokasi Waktu 2 sks akademik 2 sks profesi L BS Waktu BO BP BJ Waktu P T 2 2,5 10 hari 1,5 3 2 ja jam jam jam minggu m
PANDUAN PELAKSANAAN KURIKULUM PENDIDIKAN breathing, syok, defibrillasi), kegawatan keracunan dan penyalahgunaan obat, pemakaian obatobatan darurat dan alat-alat bantu darurat, stabilisasi, tansportasi dan rujukan pasien trauma, peranan anetesia sebagai bagian dari darurat tim. b. PSIKOMOTOR penilaian cepat pasien trauma (penilaian awal/survei primer), kegawatan jalan nafas sampai paripurna, kegawatan gangguan bernafas dan memberikan tatalaksana pernafasan mekanik, penatalaksanaan penderita syok, penatalaksanaan penderita penurunan kesadara,
tindakan yang perlu untuk menanggulangi kegawatan pasien trauma (jalan nafas, breathing, syok, defibrillasi), kegawatan keracunan dan penyalahgunaan obat, pemakaian obat-obatan darurat dan alat-alat bantu darurat, stabilisasi, tansportasi dan rujukan pasien trauma, peranan anetesia sebagai bagian dari darurat tim. b.PSIKOMOTOR mampu menilai cepat pasien trauma (penilaian awal/survei primer), kegawatan jalan nafas sampai paripurna, kegawatan gangguan bernafas
Program Studi Anestesiologi dan Reanimasi Fakultas Kedokteran Universitas Udayana 108
PANDUAN PELAKSANAAN KURIKULUM PENDIDIKAN penatalaksanaan penderita kejang, pemasangan akses vena dengan jarum besar,melalui akses vena tepi dan sentral (untuk anak intraosseus), resusitasi cairan, kardioversi, pemantauan invasif dan noninvasif kontinyu c.KOMUNIKASI /HUB INTERPERSONAL penjelasan kepada tim dokter, pasien dan keluarga pasien tentang manfaat, risiko dan prosedur pertolongan awal korban trauma, stabilisasi dan rujukan, serta penjelasan kepada tim dokter dan tim perawat di alamat rujukan tentang prosedur yang telah
dan memberikan tatalaksana pernafasan mekanik, penatalaksanaan penderita syok, penatalaksanaan penderita penurunan kesadara, penatalaksanaan penderita kejang, pemasangan akses vena dengan jarum besar,melalui akses vena tepi dan sentral (untuk anak intraosseus), resusitasi cairan, kardioversi, pemantauan invasif dan noninvasif kontinyu c. KOMUNIKASI /HUB INTERPERSONA L mampu menjelaskan kepada tim dokter,
Program Studi Anestesiologi dan Reanimasi Fakultas Kedokteran Universitas Udayana 109
PANDUAN PELAKSANAAN KURIKULUM PENDIDIKAN dikerjakan dan upaya rujukan selanjutnya d.PROFESIONALIS ME bekerja sesuai dengan prosedur standar, pemahaman etika profesi dalam melakukan tindakan medis penanganan awal korban trauma, stabilisasi dan rujukan, jaminan bahwa peralatan yang diperlukan untuk tindakan medis penanganan awal korban trauma, stabilisasi dan rujukan ada lengkap dan berfungsi baik, jaminan bahwa dokter telah memiliki keterampilan cukup untuk melakukan tindakan medis penanganan awal korban trauma, stabilisasi dan rujukan dan leader shifting
pasien dan keluarga pasien tentang manfaat, risiko dan prosedur pertolongan awal korban trauma, stabilisasi dan rujukan, serta mampu menjelaskan kepada tim dokter dan tim perawat di alamat rujukan tentang prosedur yang telah dikerjakan dan upaya rujukan selanjutnya d.PROFESIONALI SME bekerja sesuai dengan prosedur standar, memahami etik profesi dalam melakukan tindakan medis penanganan awal korban trauma, stabilisasi dan rujukan, menjamin
Program Studi Anestesiologi dan Reanimasi Fakultas Kedokteran Universitas Udayana 110
PANDUAN PELAKSANAAN KURIKULUM PENDIDIKAN bahwa peralatan yang diperlukan untuk tindakan medis penanganan awal korban trauma, stabilisasi dan rujukan ada lengkap dan berfungsi baik,menjamin bahwa dokter telah memiliki keterampilan cukup untuk melakukan tindakan medis penanganan awal korban trauma, stabilisasi dan rujukan dan leader shifting 2.
Para peserta didik mampu memahami dan memberikan anestesi pada kasus bedah darurat
Para peserta didik mempelajari tentang kegawat daruratan dalam bedah anestesi meliputi a. KOGNITIF mengetahui alat pemantauan dan obat-obatan apa
Para peserta didik mampu melakukan penanganan tentang kegawat daruratan dalam bedah anestesi meliputi a. KOGNITIF
Program Studi Anestesiologi dan Reanimasi Fakultas Kedokteran Universitas Udayana 111
2 ja m
2 2,5 ja ja m m
10 hari
1,5 ja m
3 ja m
2 minggu
PANDUAN PELAKSANAAN KURIKULUM PENDIDIKAN yang perlu diadakan di kamar operasi bedah darurat, persiapan anestesia untuk operasi bedah darurat, teknik anestesia untuk operasi bedah darurat baik anestesia umum atau analgesia regional, pemahaman komplikasi anestesia untuk operasi bedah darurat, pemahaman akan kasus-kasus yang dilakukan operasi bedah darurat. b. PSIKOMOTOR melakukan persiapan obat dan alat untuk memberikan anestesia operasi bedah darurat, persiapan pemberian anestesia untuk operasi bedah darurat, memberikan anestesia untuk bedah darurat
mampu memakai alat pemantauan dan obat-obatan di kamar operasi bedah darurat, persiapan anestesia untuk operasi bedah darurat, teknik anestesia untuk operasi bedah darurat baik anestesia umum atau analgesia regional, mampu menangani komplikasi anestesia untuk operasi bedah darurat b. PSIKOMOTOR mampu menyiapkan obat dan alat untuk memberikan anestesia operasi bedah darurat, persiapan pemberian anestesia untuk operasi bedah
Program Studi Anestesiologi dan Reanimasi Fakultas Kedokteran Universitas Udayana 112
PANDUAN PELAKSANAAN KURIKULUM PENDIDIKAN baik anestesia umum atau analgesia regional, mengatasi komplikasi anestesia untuk operasi bedah darurat, melakukan komunikasi, Berkomunikasi dengan ahli bedah bila terjadi komplikasi c.PROFESIONALIS ME memahami urgensi dari komplikasi yang terjadi,pelayanan yang baik untuk penatalaksanaan anestesia operasi bedah darurat
darurat, memberikan anestesia untuk bedah darurat baik anestesia umum atau analgesia regional, mengatasi komplikasi anestesia untuk operasi bedah darurat, melakukan komunikasi, Berkomunikasi dengan ahli bedah bila terjadi komplikasi . c.PROFESIONALI SME mampu mengatasi komplikasi yang terjadi, melakukan penatalaksanaan anestesia operasi bedah darurat
Keterangan : PT = Pretest, MSF = Multi Source Feedback, CBT = Computerized based test, OSCE = Objective Structure Clinical Examination, Tm = Tatap muka, KP = Kuliah Pengayaan, LP = Laporan Pagi, BST =Bed Site Teaching, BO = Bimbingan Operasi/ Skill AnestesiAnalgesi/Bimbingan Ilmiah, BP = Bimbingan Poliklinik, BJ = Bimbingan Jaga, LK = Laporan Kasus, JR = Journal Reading
Program Studi Anestesiologi dan Reanimasi Fakultas Kedokteran Universitas Udayana 113
PANDUAN PELAKSANAAN KURIKULUM PENDIDIKAN Materi Pokok : Secondary survey mulai hanya bila urutan ABC stabil. Pasien dievaluasi dari kepala sampai kaki jika terdapat indikasi, misalnya radiologi, tes laboratorium atau prosedur diagnostik invasif. Pemeriksaan kepala mencakup kulit kepala dan rambut, mata dan telinga. Pemeriksaan neurologis meliputi, skala GCS, fungsi motoris dan sensori dan refleks-refleks. Pemeriksaan dada untuk menilai adanya pneumotoraks, tamponade perikard. Pemeriksaan abdomen untuk evaluasi adanya perdarahan intraabdomen. Pemeriksaan ekstremitas untuk menentukan adanya fraktur atau luksasi. Kateter urin dan pipa nasogastrik biasanya juga dipasang. Pemeriksaan laboratorium termasuk darah lengkap (Hb, Ht), elektrolit, gula darah, ureum, kreatinin. Analisa gas darah akan sangat menolong. Foto toraks harus dibuat pada trauma berat. Pada trauma leher harus diperiksa foto PA, lateral dan swimmer view leher; kalau perlu CTScan. FAST (Focused assessment with sonografy for trauma) dilakukan bila mungkin untuk mendeteksi perdarahan intraperitoneal atau tamponade perikard. Bergantung pada lokasi cedera dan status hemodinamik pemeriksaan pencitraan lain dapat dianjurkan CTScan dada, angiografi atau diagnotic peritoneal lavage (DPL) jika ada indikasi. Pada beberapa trauma senter juga menyelenggarakan tertiary trauma survey untuk menghindari “missed injuries”(cedera yang tidak tertangkap). Antara 2 % – 50 % cedera trauma luput dari primary dan secondary survey terutama setelah trauma tajam multipel (kecelakaan kendaraan). Tertiary survey dapat didefinisikan sebagai evaluasi pasien yang melakukan identifikasi dan mendaftar semua cedera setelah resusitasi awal dan intervensi operatif. Hal yang tipikal ini dilakukan dalam 24 jam setelah cedera. Evaluasi (delayed evaluation) ini biasanya berakhir pada pasien yang sudah mulai sadar yang dapat mengkomunikasikan semua keluhan dan lebih terperinci menjelaskan terjadinya cedera. Tertiary survey terjadi sebelum pasien dipulangkan untuk reevaluasi dan konfirmasi cedera yang diketahui dan identifikasi hal yang tidak mungkin terjadi. Reevaluasi ini termasuk “pemeriksaan head to toe” dan mempelajari semua pemeriksaan laboratorium dan pencitraan. Missed injuries dapat mencakup fraktur tungkai dan pelvik, medula spinalis dan cedera kepala dan saraf abdominal dan saraf perifer.
Bahan Bacaan : 1. Morgan GE, Mikhhail MS, Murray MJ. 2013. Clinical Anaesthesiology, 4th ed. New York: Lange Medical Books/McGraw-Hill 2. Robert K. Stoelting, Simon C. Hiller. 2012. Pharmacology & Physiology in Anesthesic Practice. Fourth Edition. Lippincott Williams & Wilkins, Philadelphia, USA 3. Barash PG, Cullen BF, Stoelting RK. 2012. Clinical Anaesthesia, 5th ed. Philadelphia:Lippincott Williams & Wilkins 4. Miller,RD. 2009. Miller’s Anesthesia 6th ed 5. Gillman,J. 1998. Perioperative Medicine 6. Stone,DJ. 2004. Perioperative Care Program Studi Anestesiologi dan Reanimasi Fakultas Kedokteran Universitas Udayana 114
PANDUAN PELAKSANAAN KURIKULUM PENDIDIKAN 7. Katzung, BG. 2004. Basic & Clinical Pharmacology 9th ed 8. Practice Guidelines for Postanesthetic Care. Anesthesiology 2002; 96(3)
Program Studi Anestesiologi dan Reanimasi Fakultas Kedokteran Universitas Udayana 115
PANDUAN PELAKSANAAN KURIKULUM PENDIDIKAN Mata Kuliah
: PNB basic
Kode Mata Kuliah Nama Dosen
: ATI 305 :1. dr. I Made Gede Widnyana, SpAn.M.Kes.KAR 2. dr. IGN.Mahaalit Aribawa,SpAn.KAR 3. dr. IB.Krisna Jaya Sutawan,SpAn.M.Kes 4. dr. Tjahya Aryasa E.M..SpAn
SKS :1 sks akademik dan 1 sks profesi 1 sks akademik = 1 sks kuliah / lecture / tutorial, yang terdiri dari : a) tatap muka 50 menit/minggu/semester = 20 jam/semester/6 bulan = 20 Jam / 4 minggu = 20 jam / 20 hari = 1 jam / hari b) penugasan terstruktur 60 menit/minggu/semester = 24 jam/semester/6 bulan = 24 JAM / 4 MINGGU = 24 JAM / 20 HARI = 1.2 JAM / HARI = 1 JAM 10 MENIT / HARI c) kegiatan mandiri 60 menit/minggu/semester = 24 jam/semester/6 bulan = 1 JAM 10 MENIT / HARI 1 sks profesi = 1 sks praktikum, praktik lapangan, penelitian, pengabdian kepada masyarakat sebanyak 170 menit/minggu/semester = 68 jam/semester/6 bulan = 68 JAM / 4 MINGGU = 68 JAM / 28 HARI = 2 JAM 25 MENIT / HARI. Standar Kompetensi : Setelah mengikuti pembelajaran semester ini peserta didik akan memiliki kemampuan untuk melakukan anestesi blok saraf tepi pada pembedahan elektif dan emergensi, membuat laporan tentang kasus yang telah ditangani secara komprehensif dengan disajikan secara seminar dengan standar kompetensi yang ada.
Program Studi Anestesiologi dan Reanimasi Fakultas Kedokteran Universitas Udayana 116
PANDUAN PELAKSANAAN KURIKULUM PENDIDIKAN N Kompetensi o Dasar 0 1.
Para peserta didik memahami dan mengerti tentang anatomi fungsional, fisiologi anestesia pada PNB, dapat melakukan tindakan PNB secara baik dan benar dan melakukan penatalaksanaan komplikasi dari PNB
Pengalaman Belajar Para peserta didik mempelajari mengenai penanganan anestesi dengan PNB meliputi anatomi fungsional dan fisiologi dari bagian tubuh yang akan dilakukan PNB, perubahan fisiologis yang terjadi pada PNB, persiapan perioperatif pada PNB, penatalaksanaan PNB, alat dan obat yang akan dipakai, indikasi dan kontra indikasi PNB, komplikasi dari tindakan PNB dan penanganannya
Indikator Pencapaian
P T
Para peserta didik mampu melakukan anestesi dengan PNB, menyiapkan evaluasi perioperatif pada PNB, menyiapkan alat dan obat yang akan dipakai, menangani komplikasi dari tindakan PNB
M S F
Penilaian Mini- C CEX / B DOPS T
Program Studi Anestesiologi dan Reanimasi Fakultas Kedokteran Universitas Udayana 117
OS CE
K P 1 ja m
Alokasi Waktu 1 sks akademik 1 sks profesi L BS Waktu BO BP BJ Waktu P T 1 1 4 1 1,5 4 ja jam minggu jam jam minggu m
PANDUAN PELAKSANAAN KURIKULUM PENDIDIKAN Keterangan : PT = Pretest, MSF = Multi Source Feedback, CBT = Computerized based test, OSCE = Objective Structure Clinical Examination, Tm = Tatap muka, KP = Kuliah Pengayaan, LP = Laporan Pagi, BST =Bed Site Teaching, BO = Bimbingan Operasi/ Skill AnestesiAnalgesi/Bimbingan Ilmiah, BP = Bimbingan Poliklinik, BJ = Bimbingan Jaga, LK = Laporan Kasus, JR = Journal Reading Materi Pokok : Peripheral Nerve Block (PNB) sangat memerlukan penguasaan akan anatomi fungsional dan fisiologi dari bagian tubuh yang akan dilakukan PNB, yang perlu disertai dengan persiapan obat dan alat, persiapan preoperatif termasuk kunjugan serta evaluasi preanestesia, pemilihan pasien yang sesuai dan melakukan identifikasi kelainan atau penyakit pasien yang akan mempengaruhi keberhasilan PNB, serta dipertimbangkan pula akan indikasi dan kontraindikasi dilakukan PNB, kemungkinan komplikasi dan penatalaksanaannya. Pemilihan anestesi ditentukan oleh komorbiditas pasien dan mendapat persetujuan termasuk mengerti semua pilihan yang tersedia dan resiko-resiko serta manfaat-manfaatnya. Pertimbangan-pertimbangan penting di dalam mendiskusikan aneka pilihan anestesi termasuk pantas tidaknya teknik untuk jenis pembedahan, pilihan ahli bedah itu, pengalaman dari ahli anestesi dan fisiologi serta status mental dari pasien. Penggunaan blok saraf perifer sedang meningkat; digunakan sebagai primer dan teknik anestesi tunggal untuk memudahkan pembedahan tanpa rasa sakit, ditambah dengan monitoring perawatan anestesi (sedasi sedang) atau dengan anestesi umum ringan dengan proteksi jalan nafas dengan laryngeal mask airway (LMA) atau dimulai preoperatif tetapi terutama untuk analgesi postoperatif. Meskipun kepuasan pasien diperbaiki, ada sedikit kelemahan anestesi regional dibandingkan dengan anestesi umum (terutama sekali pada pasien-pasien yang lebih tua), dan ada bukti baru bahwa blok saraf perifer (anestesia regional) bersifat sedikit imunosupresif dibanding anestesia umum. Blok saraf perifer meski bukanlah bebas resiko, mereka menawarkan satu alternatif yang sempurna untuk pasien-pasien yang memiliki masalah mual dan muntah sesudah operasi, beresiko untuk berkembang menjadi hipertermi malignan, atau yang hemodinamiknya dipermasalahkan untuk anestesi umum. Kerugian dari blok saraf perifer, meskipun jarang, termasuk toksisitas dari anestesi lokal, parestesia kronik dan kerusakan saraf dan tergantung saraf-saraf yang dianestesi (blok interscalenus, blok supraklavikular dll), gagal pernafasan karena blokade saraf prenikus dan kejangkejang karena suntikan ke dalam arteri. Resiko terbesar yang terjadi segera dari blok saraf adalah toksisitas sistemik dari suntikan yang tidak sengaja ke dalam intravascular. Tertundanya toksisitas dapat diikuti saat suntikan awal anestesi lokal yang cepat atau jumlah berlebih yang diserap secara sistemik. Anestesi yang baik untuk tindakan pembedahan hanya dapat dicapai bila zat anestesi lokal disuntikan pada saraf yang akan diblok dengan tepat. Suatu suntikan perineural dapat menghasilkan parestesia akibat penekanan singkat, sedangkan injeksi intraneural menghasilkan rasa terbakar sebagai peringatan untuk segera mengakhiri suntikan dan memposisikan kembali jarumnya. Anestesi pembedahan pada ekstremitas atas dan bahu dapat dilakukan melalui blokade saraf plexus brakhialis (C5-T1) atau cabang terminalnya di beberapa tempat. Pendekatan interscalene adalah paling optimal untuk prosedur pada bahu, lengan dan tangan. Injeksi setinggi interscalene untuk menghasilkan blok yang paling kuat pada dermatom dan berkurang di Program Studi Anestesiologi dan Reanimasi Fakultas Kedokteran Universitas Udayana 118
PANDUAN PELAKSANAAN KURIKULUM PENDIDIKAN dermatom C8-T1. Pendekatan axillary ke plexus brakhialis paling optimal untuk prosedur dari siku ke tangan. Pendekatan ini untuk menghasilkan blok yang paling kuat pada distribusi dari C7-T1 (saraf ulnaris). Blok Infraclavicular menyediakan anestesi secara homogen baik pada pleksus brakhialis dan dapat digunakan untuk prosedur-prosedur pada tangan, siku, lengan bawah dan atas dan sangat memungkinkan meletakkan kateter untuk analgetik postoperatif. Anestesia regional inravena, disebut juga Bier blok, dapat memberikan anestesi pembedahan untuk prosedur-prosedur bedah singkat (< 45–60 menit) pada lengan, tangan dan bahkan kaki. Suatu blok saraf femoral sangat berguna dalam beberapa prosedur pada paha dan lutut, seperti skin grafting, arthroskopi lutut dan bedah patella atau sebagai penambah pada prosedur-prosedur bagian distal lutut yang memerlukan anestesi pada aspek medial kaki bagian bawah (distribusi saphenous). Telah ada minat baru pada blok fasia iliaca. Karena tidak memerlukan suatu stimulator saraf, dapat dilakukan sangat cepat, tidak terlalu stimulasi dan pasien-pasien sering kali tidak membutuhkan sedasi. Itu berguna pada prosedur-prosedur pada pinggul, paha dan lutut. Blokade saraf sciatic bermanfaat untuk beberapa prosedur pembedahan pada pinggul, lutut atau ekstremitas bawah. Saraf dapat berhasil diblok pada beberapa tempat sepanjang jalur sarafnya. Blok saraf popliteas bermanfaat untuk pembedahan pada kaki dan tumit dan terjadi komplit anestesi pada distal lutut jika blok saraf saphenous (akhir dari saraf femoral) secara terpisah juga termasuk. Blok saraf paravetebral meningkat digunakan sebagai teknik yang efektif untuk analgesia postoperasi pada mastektomi, repair hernia inguinal dan beberapa prosedur pada dada dan badan.
Bahan Bacaan : 1. Hadzic A. 2012. Peripheral Nerve Block and Anatomy for Ultrasound Guided Regional Anesthesia. 2nd Edition. New York: McGrawHill 2. Hadzic A, Vloka JD.2004. Peripheral Nerve Blocks. Principles and Practice. New York: McGraw-Hill 3. Chuan A, Scott DM. 2014. Regional Anesthesia : A Pocket Guide. Oxford University Press. 4. Morgan GE, Mikhail MS, Murray MJ. 2013. Clinical Anaesthesiology, 4th ed. New York: Lange Medical Books/McGraw-Hill 5. Robert K. Stoelting, Simon C. Hiller. 2012. Pharmacology & Physiology in Anesthesic Practice. Fourth Edition. Lippincott Williams & Wilkins, Philadelphia, USA 6. Barash PG, Cullen BF, Stoelting RK. 2012. Clinical Anaesthesia, 5th ed. Philadelphia:Lippincott Williams & Wilkins 7. Miller,RD. 2009. Miller’s Anesthesia 6th ed 8. Gillman,J. 1998. Perioperative Medicine 9. Stone,DJ. 2004. Perioperative Care Program Studi Anestesiologi dan Reanimasi Fakultas Kedokteran Universitas Udayana 119
PANDUAN PELAKSANAAN KURIKULUM PENDIDIKAN 10. Katzung, BG. 2004. Basic & Clinical Pharmacology 9th ed 11. Practice Guidelines for Postanesthetic Care. Anesthesiology 2002; 96(3)
Program Studi Anestesiologi dan Reanimasi Fakultas Kedokteran Universitas Udayana 120
PANDUAN PELAKSANAAN KURIKULUM PENDIDIKAN Mata Kuliah
: Kegawatdaruratan anestesiologi dan terapi intensif II
Kode Mata Ajaran Nama Dosen
: KKA 401 :1. dr. Cynthia Dewi Sinardja, SpAn.MARS 2. dr. I Ketut Sinardja,SpAn.KIC 3. Dr. dr. I Putu Pramana Suarjaya,SpAn.MKes.KNA.KMN 4. dr. Pontisomaya Parami,SpAn.MARS SKS :4 sks profesi 1 sks profesi = 1 sks praktikum, praktik lapangan, penelitian, pengabdian kepada masyarakat sebanyak 170 menit/minggu/semester = 68 jam/semester/6 bulan = 68 JAM / 12 MINGGU = 68 JAM / 84 HARI = 48 MENIT / HARI. a) 4 SKS Profesi = 4 x 45 menit / hari = 3 jam 12 menit/ hari Standar Kompetensi : Setelah mengikuti pembelajaran semester ini peserta didik akan memiliki kemampuan untuk melakukan anestesi pada pembedahan emergensi dan membuat laporan tentang kasus yang telah ditangani secara komprehensif dengan disajikan secara seminar N
Kompetensi Dasar o
Pengalaman Belajar
0
1.
Para peserta didik 1. Peserta didik mampu memahami mampu dan mengetahui menjelaskan tentang tentang evaluasi pembelajaran preoperatif kegawat daruratan 2.Peserta didik anestesiologi dan mampu terapi intensif II menjelaskan yang membahas
Indikator Pencapaian
P T
1.Peserta didik mampu melakukan evaluasi preoperatif yang benar 2.Peserta didik mampu melakukan
Penilaian M Mini- C S CEX / B F DOPS T
OS CE
Program Studi Anestesiologi dan Reanimasi Fakultas Kedokteran Universitas Udayana 121
Alokasi Waktu 0 sks akademik 4 sks profesi K L B Waktu BO BP BJ Waktu P P S T 1 1 1 6 jam jam jam minggu
PANDUAN PELAKSANAAN KURIKULUM PENDIDIKAN tentang resusitasi resusitasi jantung paru jantung paru 3. Peserta didik 3.Peserta didik mengetahui mampu prinsip tindakan melakukan anestesi bedah tindakan darurat anestesi untuk 4. Peserta didik bedah darurat mengetahui cara 4.Peserta didik memberikan mampu KIE yang tepat memberikan dan sesua KIE yang tepat dan sesuai Para peserta didik 1.Peserta didik 1.Peserta didik mampu memahami mampu mampu dan mengetahui menjelaskan melakukan tentang tentang cara evaluasi trauma pembelajaran evaluasi trauma multipel. kegawatdaruratan multipel. 2.Peserta didik anstesiologi yang 2.Peserta didik mampu membahas tentang mampu melakukan traumatologi II menjelaskan tindakan gawat tentang prinsip darurat RJP tindakan gawat 3.Peserta didik darurat RJP mampu 3.Peserta didik melakukan mengetahui observasi dan tentang observasi penatalaksanaan tentang anestesi bedah darurat
2.
Program Studi Anestesiologi dan Reanimasi Fakultas Kedokteran Universitas Udayana 122
1 1 1 jam jam jam
6 minggu
PANDUAN PELAKSANAAN KURIKULUM PENDIDIKAN dan penatalaksanaan pasien trauma multipel 4. Peserta didik memahami cara konsultasi dan komunikasi dengan sejawat lain 5. Peserta didik memahami cara memberikan KIE yang benar dan sesuai
pasien trauma multipel 4.Peserta didik mampu berkonsultasi dan komunikasi dengan sejawat lain 5.Peserta didik mampu memberikan KIE yang benar dan sesuai
Keterangan : PT = Pretest, MSF = Multi Source Feedback, CBT = Computerized based test, OSCE = Objective Structure Clinical Examination, Tm = Tatap muka, KP = Kuliah Pengayaan, LP = Laporan Pagi, BST =Bed Site Teaching, BO = Bimbingan Operasi/ Skill AnestesiAnalgesi/Bimbingan Ilmiah, BP = Bimbingan Poliklinik, BJ = Bimbingan Jaga, LK = Laporan Kasus, JR = Journal Reading Materi Pokok : Rentang pasien yang memerlukan anestesia untuk operasi bedah atau obstetri darurat adalah sangat luas, dapat mengenai semua kelompok umur dan berbagai status fisik. Terdapat sejumlah problem dalam keadaan darurat seperti ini yang sering memerlukan pertimbangan khusus untuk dilakukan anestesia. Salah satunya adalah ketidakadekuatan waktu untuk melakukan evaluasi prabedah dan optimalisasi kondisi prabedah. Kekurangan pengendalian problem medis prabedah merupakan faktor utama untuk tingginya mortalitas pada operasi darurat dibandingkan dengan operasi terencana. Adanya lambung penuh karena faktor-faktor yang memperlambat pengosongan lambung umumnya terdapat pada situasi darurat seperti nyeri, sedasi, cemas, syok, persalinan. Problem medis lain yang memperlambat pengosongan lambung adalah diabetes, obesitas, hiatal hernia, dan dialisis. Program Studi Anestesiologi dan Reanimasi Fakultas Kedokteran Universitas Udayana 123
PANDUAN PELAKSANAAN KURIKULUM PENDIDIKAN Problem lain adalah pasien mungkin sedang dalam intoksikasi obat atau alkohol. Hipoksia sering terjadi pada pasien dengan kecelakaan lalu lintas, dan penyebab hipoksia adalah cedera jalan nafas atas dan muka, cedera kardiotorasik, syok, aspirasi paru, cedera kepala, cedera medula spinalis, luka bakar pada saluran nafas dan inhalasi, sepsis, overload cairan, emboli paru. Pasien juga mungkin mengalami instabilitas hemodinamik atau cedera multipel. Secondary survey mulai hanya bila urutan ABC stabil. Pasien dievaluasi dari kepala sampai kaki jika terdapat indikasi, misalnya radiologi, tes laboratori atau prosedur diagnostik invasif. Pemeriksaan kepala mencakup kulit kepala dan rambut, mata dan telinga. Pemeriksaan neuroligis meliputi, skala GCS, fungsi motoris dan sensori dan refleks-refleks. Pemeriksaan dada untuk menilai adanya pneumotoraks, tamponade perikard. Pemeriksaan abdomen untuk evaluasi adanya perdarahan intraabdomen. Pemeriksaan ekstrimitas untuk menentukan adanya fraktur atau luksasi. Kateter urin dan pipa nasogastrik biasanya juga dipasang. Pemeriksaan laboratorium termasuk darah lengkap (Hb, Ht), elektrolit, gula darah, ureum, kreatinin. Analisa gas darah akan sangat menolong. Foto toraks harus dibuat pada trauma berat. Pada trauma leher harus diperiksa foto PA, lateral dan swimmer view leher; kalau perlu CTScan. FAST (Focused assessment with sonography for trauma) dilakukan bila mungkin untuk mendeteksi perdarahan intraperitoneal atau tamponade perikard. Bergantung pada lokasi cedera dan status hemodinamik pemeriksaan pencitraan lain dapat dianjurkan CTScan dada, angiografi atau diagnostic peritoneal lavage (DPL) jika ada indikasi. Pada beberapa trauma senter juga menyelenggarakan tertiary trauma survey untuk menghindari “missed injuries”(cedera yang tidak tertangkap). Antara 2 % – 50 % cedera trauma luput dari primary dan secondary survey terutama setelah trauma tajam multipel (kecelakaan kendaraan). Tertiary survey dapat didefinisikan sebagai evaluasi pasien yang melakukan identifikasi dan mendaftar semua cedera setelah resusitasi awal dan intervensi operatif. Hal yang tipikal ini dilakukan dalam 24 jam setelah cedera. Evaluasi (delayed evaluation) ini biasanya berakhir pada pasien yang sudah mulai sadar yang dapat mengkomunikasikan semua keluhan dan lebih terperinci menjelaskan terjadinya cedera. Tertiary survey terjadi sebelum pasien dipulangkan untuk reevaluasi dan konfirmasi cedera yang diketahui dan identifikasi hal yang tidak mungkin terjadi. Reevaluasi ini termasuk “pemeriksaan head to toe” dan mempelajari semua pemeriksaan laboratori dan pencitraan. Missed injuries dapat mencakup fraktur tungkai dan pelvik, medula spinalis dan cedera kepala dan saraf abdominal dan saraf perifer. Bahan Bacaan : 1. Morgan GE, Mikhail MS, Murray MJ. 2013. Clinical Anaesthesiology, 4th ed. New York: Lange Medical Books/McGraw-Hill 2. Robert K. Stoelting, Simon C. Hiller. 2012. Pharmacology & Physiology in Anesthesic Practice. Fourth Edition. Lippincott Williams & Wilkins, Philadelphia, USA 3. Barash PG, Cullen BF, Stoelting RK. 2012. Clinical Anaesthesia, 5th ed. Philadelphia:Lippincott Williams & Wilkins Program Studi Anestesiologi dan Reanimasi Fakultas Kedokteran Universitas Udayana 124
PANDUAN PELAKSANAAN KURIKULUM PENDIDIKAN 4. 5. 6. 7. 8.
Miller,RD. 2009. Miller’s Anesthesia 6th ed Gillman,J. 1998. Perioperative Medicine Stone,DJ. 2004. Perioperative Care Katzung, BG. 2004. Basic & Clinical Pharmacology 9th ed Practice Guidelines for Postanesthetic Care. Anesthesiology 2002; 96(3)
Program Studi Anestesiologi dan Reanimasi Fakultas Kedokteran Universitas Udayana 125
PANDUAN PELAKSANAAN KURIKULUM PENDIDIKAN Mata Kuliah
: Manajemen nyeri kronis, kanker dan intervensi nyeri
Kode Mata Kuliah Nama Dosen
: ATI 402 : 1.Dr.dr. I Putu Pramana S, SpAn KMN KNA 2.Dr.dr. Tjok.Gde Agung Senapathi,SpAn.KAR 3.dr. Kadek Agus Heryana Putra,SpAn 4.dr. IGN.Mahaalit Aribawa,SpAn.KAR Waktu : 4 minggu SKS : 1 sks akademik , 3 sks profesi 1 sks akademik = 1 sks kuliah / lecture / tutorial, yang terdiri dari : a) tatap muka 50 menit/minggu/semester = 20 jam/semester/6 bulan = 20 Jam / 4 minggu = 20 jam / 20 hari = 1 jam / hari b) penugasan terstruktur 60 menit/minggu/semester = 24 jam/semester/6 bulan = 24 JAM / 4 MINGGU = 24 JAM / 20 HARI = 1.2 JAM / HARI = 1 JAM 10 MENIT / HARI c) kegiatan mandiri 60 menit/minggu/semester = 24 jam/semester/6 bulan = 1 JAM 10 MENIT / HARI 1 sks profesi = 1 sks praktikum, praktik lapangan, penelitian, pengabdian kepada masyarakat sebanyak 170 menit/minggu/semester = 68 jam/semester/6 bulan = 68 JAM / 4 MINGGU = 68 JAM / 28 HARI = 2 JAM 25 MENIT / HARI. a) 3 SKS Profesi = 3 x 2 jam 25 menit / hari = 7 jam 15 menit / hari Standar Kompetensi : Setelah mengikuti pembelajaran semester ini peserta didik akan mampu mengevaluasi pasien dan mampu memberikan penatalaksanaan manajemen nyeri kronis dan kanker dan membuat laporan kasus yang telah ditangani secara komprehensif yang disajikan dalam bentuk seminar.
Program Studi Anestesiologi dan Reanimasi Fakultas Kedokteran Universitas Udayana 126
PANDUAN PELAKSANAAN KURIKULUM PENDIDIKAN Penilaian N Kompetensi o Dasar 0 1.
Pengalaman Belajar
Setelah 1. Peserta didik menyelesaikan mengetahui modul ini, peserta cara evaluasi didik akan mampu komprehensi melakukan f pasien penatalaksanaan dengan nyeri nyeri kronik kronik atau termasuk nyeri kanker kanker dan 2. Peserta didik pendekatan mampu farmakologis dan menjelaskan non farmakologis penatalaksan menggunakan aan teknik noninvasif maupun invasif
Indikator Pencapaian
1. Peserta didik mampu mengevaluasi secara komprehensif pasien dengan nyeri kronik atau kanker 2. Peserta didik mampu melakukan penatalaksanaan pasien nyeri kronik atau kanker baik secara farmakologis, non farmakologis, nonintervensi dan intervensi 3. Peserta didik mampu mengatasi efek samping tatalaksana nyeri kronis
P T
M S F
MiniCEX / DOPS
C B T
OS CE
K P 1 ja m
Alokasi Waktu 1 sks akademik 3 sks profesi B L B B B S Waktu Waktu P O P J T 1 1 4 3 4 4 ja ja mingg jam ja mingg m m u m u
Keterangan : PT = Pretest, MSF = Multi Source Feedback, CBT = Computerized based test, OSCE = Objective Structure Clinical Examination, Tm = Tatap muka, KP = Kuliah Pengayaan, LP = Laporan Pagi, BST =Bed Site Teaching, BO = Bimbingan Operasi/ Skill AnestesiAnalgesi/Bimbingan Ilmiah, BP = Bimbingan Poliklinik, BJ = Bimbingan Jaga, LK = Laporan Kasus, JR = Journal Reading Materi Pokok : Nyeri adalah gejala umum yang membawa pasien datang ke dokter, yang hampir selalu merupakan manifestasi proses patologis. Umumnya penatalaksanaan nyeri ini merupakan bagian dari disiplin anestesiologi tetapi pada perkembangan kemudian pemakaian di luar kamar Program Studi Anestesiologi dan Reanimasi Fakultas Kedokteran Universitas Udayana 127
PANDUAN PELAKSANAAN KURIKULUM PENDIDIKAN operasi. Dalam praktek penatalaksanaan nyeri dibagi menjadi penatalaksanaan nyeri akut dan penatalaksanaan nyeri kronik. Pada mulanya menghilangkan nyeri pascabedah atau karena kondisi akut penyakit sebagai pasien rawat inap, sedangkan yang kemudian penatalaksanaan nyeri untuk berbagai kelompok sebagai pasien rawat jalan. Sudah tentu ada tumpang tindih antara keduanya misalnya pasien nyeri kanker yang dapat menjadi pasien rawat inap dan rawat jalan. Praktek penatalaksanaan nyeri tidak terbatas pada pelayanan anestesia saja tetapi akan mencakup praktisi lain seperti internis, onkologi, neurologi, atau non-dokter seperti, psikologi, akupunktur. Yang jelas bidang ini memerlukan pendekatan multidisiplin. Ahli anestesi yang terlatih dalam penatalaksanaan nyeri dapat menjadi koordinator pengelolaan nyeri yang multidisiplin di klinik nyeri karena telah terlatih menagani nyeri pasien bedah, obstetri-ginekologis, pediatrik atau spesialis lain dengan pendekatan farmakologis atau neuroaksial dengan cara blok saraf perifer atau saraf pusat. Nyeri kronik adalah nyeri yang berlangsung melampaui waktu perjalanan penyakit akut atau setelah waktu yang wajar untuk terjadi penyembuhan; waktu ini dapat bervariasi antara 1–6 bulan. Nyeri dapat berupa nyeri nosiseptif, neuropatik atau campuran. Aspek mekanisme psikologi dan faktor lingkungan sering sangat berperan dalam menentukan perbedaan gambaran nyeri kronik tersebut. Pasien dengan nyeri kronik sering menekan atau menghilangkan respons stres neuroendokrin hingga cenderung mengalami gangguan tidur dan afektif (mood). Nyeri neuropatik adalah paroksimal klasik dan rasa tersayat serta terasa panas dan berkaitan dengan hiperpati. Bentuk nyeri kronik yang paling umum berkait dengan gangguan muskuloskeletal, gangguan viseral kronik, lesi saraf perifer, radiks saraf (nerve roots), (termasuk neuropatik diabetik, kausalgia, nyeri fantom dan neuralgia posterapeutik), lesi SSP (stroke, cedera medula spinalis, dan multipel skelerosis), dan nyeri kanker. Kebanyakan nyeri gangguan muskuloskeletal (misalnya reumatoid artritis, dan osteoartritis) adalah nyeri nosiseptif, di mana nyeri bercampur dengan gangguan saraf perifer dan sentral yang terutama neuropatik. Nyeri yang berkaitan dengan gangguangangguan seperti, kanker dan nyeri punggung kronik (terutama setelah operasi) sering merupakan nyeri campuran. Beberapa klinikus menyebutnya sebagai nyeri kronik benigna.
Bahan Bacaan : 1. 2. 3. 4. 5.
Katzung,BG. 2004. Basic & Clinical Pharmacology 9th ed Morgan GE, Jr. 2006. Clinical Anesthesiology 4th ed Barash,P.2005. Clinical Anesthesia 4th ed Miller,RD. 2006. Miller´s Anesthesia RD 6thed Stoelting. 2006. Pharmacology and Physiology 4th ed
Program Studi Anestesiologi dan Reanimasi Fakultas Kedokteran Universitas Udayana 128
PANDUAN PELAKSANAAN KURIKULUM PENDIDIKAN 6. Fishman SM (eds). 2009. Bonica’s Manajement of Pain 4th ed 7. McMahon S, et al. 2013. Wall & Melzack's Textbook of Pain 6th ed 8. Van Zundert (eds). 2011. Evidence-based Interventional Pain Practice: According to Clinical Diagnoses
Program Studi Anestesiologi dan Reanimasi Fakultas Kedokteran Universitas Udayana 129
PANDUAN PELAKSANAAN KURIKULUM PENDIDIKAN Mata Kuliah
:Intensive Care 1
Kode Mata Kuliah
:ATI 403
Nama Dosen
:Dr. dr. I Wayan Suranadi, Sp.An.KIC dr. Putu Agus Surya Panji, Sp.An.KIC dr. I Ketut Sinardja, Sp.An.KIC dr. I Made Agus Kresna Sucandra, Sp.An
Waktu
: 8 minggu
SKS
: 2 sks akademik, 2 sks profesi
1 sks akademik = 1 sks kuliah / lecture / tutorial, yang terdiri dari : a) tatap muka 50 menit/minggu/semester = 20 jam/semester/6 bulan = 20 Jam / 8 minggu = 20 jam / 40 hari = 30 menit / hari 2 sks akademik = 1 jam/hari b) penugasan terstruktur 60 menit/minggu/semester = 24 jam/semester/6 bulan = 24 JAM / 4 MINGGU = 24 JAM / 40 HARI = 36 menit/hari 2 sks akdemik = 1 jam 12 menit/hari c) kegiatan mandiri 60 menit/minggu/semester = 24 jam/semester/6 bulan = 36 menit/hari 2 sks akademik = 1 jam 12 menit/hari 1 sks profesi = 1 sks praktikum, praktik lapangan, penelitian, pengabdian kepada masyarakat sebanyak 170 menit/minggu/semester = 68 jam/semester/6 bulan = 68 JAM / 8 MINGGU = 68 JAM / 56 HARI = 1 JAM 12 MENIT / HARI. a) 2 SKS Profesi = 2 x 1 jam 12 menit / hari = 2 jam 24 menit / hari Standar Kompetensi
: Setelah mengikuti pembelajaran peserta didik akan memiliki kemampuan untuk menetapkan indikasi pasien masuk ICU, menentukan tanda-tanda pasien yang memerlukan resusitasi dan stabilisasi awal di ICU, melakukan pemantauan, penilaian klinis interpretasi data dan diagnosis, pemakaian alat-alat di ICU dengan aman.
Program Studi Anestesiologi dan Reanimasi Fakultas Kedokteran Universitas Udayana 130
PANDUAN PELAKSANAAN KURIKULUM PENDIDIKAN Penilaian N O
Kompetensi Dasar
Pengalaman Belajar
Indikator Pencapaian
P T
1.
M
Mini-
C
S
CEX /
B
F
DOPS
T
Peserta didik Peserta didik mampu
Peserta didik dapat
mampu
memahami mengenai
menjelaskan
memahami
unit perawatan intensif :
melaksanakan
dan
mengenai unit memahami pengertian
pengalaman
perawatan
ruang rawat intensif,
mengenai
intensif.
memahami alat
perawatan intensif
Alokasi Waktu 2 sks akademik
OS CE
K
L
BS
P
P
T
1
1
1
ja
ja
Waktu 12 hari
2 sks profesi B
B
B
O
P
J 2
2
ja
ja
minggu
m m m
m
belajar
2
unit
4 m
monitoring perawatan
e
ruang intensif,
ni
memahami kertas
t
observasi ruang rawat intensif, memahami terapi nutrisi dasar, mengetahui sistem pelaporan konsultasi dan
Program Studi Anestesiologi dan Reanimasi Fakultas Kedokteran Universitas Udayana 131
Waktu
PANDUAN PELAKSANAAN KURIKULUM PENDIDIKAN administrasi ruang rawat intensif
2.
Peserta didik
Peserta didik dapat
Peserta didik mampu
dapat
menganalisa dan
menganalisis
1
1
1
2
1
2
2
melaksanakan cara
ja
ja
ja
minggu
ja
ja
minggu
melaksanakan cara
pemantauan pasien
m m m
m
m
dan
pemantauan pasien dan
dan penilaian klinis
2
melaksanakan
penilaian klinis pasien
pasien yang
4
cara
yang memerlukan
memerlukan
m
pemantauan,
perawatan intensif :
perawatan intensif :
e
penilaian
mampu menentukan
mampu menentukan
ni
klinis pasien
indikasi perawatan
indikasi perawatan
t
yang
intensif, mengetahui
intensif, mengetahui
memerlukan
SOP perawatan intensif,
SOP perawatan
perawatan
mampu menentukan
intensif, mampu
intensif
prioritas (I, II, III, IV)
menentukan prioritas
perawatan intensif,
(I, II, III, IV)
mampu menegakkan
perawatan intensif,
diagnosis keadaan kritis
mampu menegakkan
sistem saraf pusat,
diagnosis keadaan
Program Studi Anestesiologi dan Reanimasi Fakultas Kedokteran Universitas Udayana 132
PANDUAN PELAKSANAAN KURIKULUM PENDIDIKAN mampu menegakkan
kritis sistem saraf
diagnosis gagal sistem
pusat, mampu
pernafasan, mampu
menegakkan
menegakkan diagnosis
diagnosis gagal
gagal kardiovaskuler,
sistem pernafasan,
mampu menegakkan
mampu menegakkan
diagnosis kegawatan
diagnosis gagal
diabetes mellitus
kardiovaskuler, mampu menegakkan diagnosis kegawatan diabetes mellitus pasien yang dirawat di ICU
3.
Peserta didik
Peserta didik mampu
Peserta didik mampu
mampu
memahami dan
melaksanakan
1
1
1
2
2
4
melaksanakan
ja
ja
ja
minggu
ja
minggu
melaksanakan
penanganan pasien
m m m
penanganan
penanganan pasien yang
sepsis dan
2
pasien yang
dirawat di ICU : definisi
operasional mesin
4
dirawat di
sepsis dan terapinya,
ventilator, terapi
m
ICU
indikasi sedasi ruang
topangan
e
Program Studi Anestesiologi dan Reanimasi Fakultas Kedokteran Universitas Udayana 133
m
PANDUAN PELAKSANAAN KURIKULUM PENDIDIKAN rawat intensif,
kardiovaskuler,
ni
operasional mesin
koreksi elektrolit,
t
ventilator, terapi
melakukan
topangan
pemasangan akses
kardiovaskuler, kriteria
vena sentral dengan
shock dan resusitasi,
baik, diagnosis
prosedur koreksi
evaluasi dan terapi
elektrolit, indikasi
kasus keracunan,
hemodialisis, indikasi
evaluasi penilaian
dan melakukan
prognosis pasien
pemasangan akses vena
perawatan ruang
sentral dengan baik,
intensif.yang dirawat
diagnosis evaluasi dan
di ICU
terapi kasus keracunan, evaluasi penilaian prognosis pasien perawatan ruang intensif.
Program Studi Anestesiologi dan Reanimasi Fakultas Kedokteran Universitas Udayana 134
PANDUAN PELAKSANAAN KURIKULUM PENDIDIKAN Keterangan : PT = Pretest, MSF = Multi Source Feedback, CBT = Computerized based test, OSCE = Objective Structure Clinical Examination, Tm = Tatap muka, KP = Kuliah Pengayaan, LP = Laporan Pagi, BST =Bed Site Teaching, BO = Bimbingan Operasi/ Skill AnestesiAnalgesi/Bimbingan Ilmiah, BP = Bimbingan Poliklinik, BJ = Bimbingan Jaga, LK = Laporan Kasus, JR = Journal Reading Materi Pokok : Intensive Care Unit (ICU) adalah ruangan khusus dengan peralatan dan sumber daya manusia /petugas kesehatan khusus untuk merawat pasien-pasien kritis yang mengancam nyawa, yang potensial dapat pulih kembali. Peralatan khusus adalah alat-alat monitor fungsi vital dan alatalat untuk memberikan bantuan hidup apakah bantuan pernafasan, bantuan kardiovaskular atau bantuan sistem ginjal, maupun bantuan untuk sistem yang lain. Sumber daya manusia khusus adalah dokter, ners yang telah terlatih untuk mengelola pasien ICU, ditambah dengan petugas kesehatan lain, seperti fisioterapis, ahli farmasi, petugas laboratorium, radiologi, ahli nutrisi maupun petugas-petugas non kesehatan seperti tenaga administrasi, keuangan, rekam medis, teknik maupun pekarya. Indikasi pasien masuk ICU dapat berdasarkan prioritas, diagnosis atau nilai2 parameter hasil laboratori. Pasien mengancam nyawa atau akan mengancam nyawa yang memerlukan pemantauan dan atau terapi dengan pengawasan ketat. Pasien dengan diagnosis misalnya tetanus berat, miastenia gravis. Pasien dengan hasil laboratori hiperkarbia, hipoksemia berat atau hipokalemia berat. Bagi pasien-pasien dengan penyakit primer yang kecil kemungkinan sembuh seperti keganasan lanjut, maka indikasi rawat ICU tidak merupakan prioritas utama. Bilamana pasien masuk ICU maka lakukan resusitasi awal dan lakukan stabilisasi artinya pasien misalnya dengan gagal nafas atau ancaman gagal nafas maka fungsi pernafasan, jalan nafas maupun ventilasi harus diambil alih. Tanda-tanda klinis pasien gagal atau ancaman gagal nafas merupakan hal sangat penting dan harus dikuasai dengan baik. Tindakan ambil alih fungsi nafas harus didahulukan, tidak usah menunggu pemeriksaan anamnesis dan fisis lengkap. Pasien dengan gagal nafas, apapun penyebabnya tindakan awalnya akan sama. Upaya untuk memperbaiki oksigenasi maupun ventilasi tidak lepas dari kondisi sirkulasi yang baik. Bukankah V/Q rasio adalah rasio ventilasi/perfusi dan merupakan dasar patofisiologi untuk Program Studi Anestesiologi dan Reanimasi Fakultas Kedokteran Universitas Udayana 135
PANDUAN PELAKSANAAN KURIKULUM PENDIDIKAN menjelaskan pasien dengan gagal nafas? Oleh karena itu keterampilan melakukan insersi kateter ke dalam vena perifer dan vena sentral harus dikuasai. Pasien dengan gagal sirkulasi, segera lakukan resusitasi dengan pemberian cairan lebih dulu, dan bila volume sirkulasi dianggap adekuat tapi tekanan darah belum adekuat dapat diberikan secara titrasi inotropik dengan tanpa vasopresor. Kondisi sirkulasi adekuat atau tidak dapat dinilai secara klinis disesuaikan dengan penuntun tekanan vena sentral, kalau mungkin tekanan kapiler baji paru. Pasien dengan kesadaran menurun lebih dulu harus dilakukan pembebasan jalan nafas, lakukan ventilasi dan oksigenasi, untuk mencegah hipoksia dan hiperkarbia, sementara itu lakukan kanulasi vena dan lakukan resusitasi dengan cairan untuk menjamin tekanan darah atau perfusi yang adekuat. Setelah upaya awal di atas dilakukan dan kondisi stabil, artinya segala sesuatu menyangkut fungsi vital tersebut adekuat dan terkendali, lakukan pemeriksaan laboratori yang bertujuan untuk mencari penyebabnya, mulai dari anamnesis atau aloanamnesis riwayat penyakit, dan pemeriksan fisis menyeluruh. Selama pasien di ICU akses jalan nafas dan vaskular sekaligus fungsi pernafasan dan kardiovaskular harus selalu dijamin aman. Oleh karena itu keterampilan-keterampilan pemasangan jalan nafas artifisial, seting ventilator, pemberian resusitasi cairan, penggunaan inotropik dan vasopresor, monitor fungsi vital dan interpretasi hasil monitor harus dikuasai dengan baik. Salah satu tulang punggung utama pelayanan ICU adalah perawat ICU yang terampil, terlatih dengan baik dan berupaya mengembangkan diri secara terus menerus, serta mempunyai dedikasi yang baik. Dalam bahasa perang, ners ICU berfungsi di garis depan, artinya ners yang baik akan mengenal kondisi pasien yang mengalami perburukan, dan mengerti apa yang harus awal dilakukan. Beberapa aspek keilmuan ners banyak tumpang tindih dengan ilmu kedokteran. Komunikasi yang baik dengan ners dalam mengelola pasien akan menjamin kenyamanan bekerja dan mendatangkan manfaat pada pasien. Beberapa kasus ICU memerlukan konsultasi atau komunikasi dengan disiplin lain untuk terapi yang menyangkut tingkat kekhususan tertentu apakah neurologi, ginjal, jantung, hematologi, subdivisi bedah, bedah saraf, bedah toraks, bedah digestif, THT, obgin, endokrin, paru, fisioterapi, farmasi, gizi klinis, mikrobiologi dan lain-lain. Program Studi Anestesiologi dan Reanimasi Fakultas Kedokteran Universitas Udayana 136
PANDUAN PELAKSANAAN KURIKULUM PENDIDIKAN Sampai batas mana konsultasi dilakukan? Bila masih menyangkut kondisi kritis dan pasien yang dapat ditanggulangi segera maka tidak perlu dikonsultasikan, tetapi bila telah sampai terapi definitif yang sangat khusus terhadap kausa
perlu dikomunikasi dengan disiplin
terkait.Kemampuan komunikasi merupakan proses dan ini harus dilatih secara terus menerus. Kedokteran gawat darurat dan ICU merupakan komponen yang esensial dari sistem pelayanan kesehatan modern, di mana ilmu ini mengajarkan cara untuk menanggulangi penyakit gawat (kritis) dengan cara memperbaiki keadaan gagal fungsi-fungsi vital dari sistem dan organ tubuh sehingga pasien dapat pulih dari penyakit kritis tersebut. Bahan Bacaan: 1. Morgan GE, Mikhhail MS, Murray MJ. 2013. Clinical Anaesthesiology, 4th ed. New York: Lange Medical Books/McGraw-Hill 2. Robert K. Stoelting, Simon C. Hiller. 2012. Pharmacology & Physiology in Anesthesic Practice. Fourth Edition. Lippincott Williams & Wilkins, Philadelphia, USA 3. Barash PG, Cullen BF, Stoelting RK. 2012. Clinical Anaesthesia, 5th ed. Philadelphia:Lippincott Williams & Wilkins 4. Miller,RD. 2009. Miller’s Anesthesia 6th ed 5. Gillman,J. 1998. Perioperative Medicine 6. Stone,DJ. 2004. Perioperative Care 7. Katzung, BG. 2004. Basic & Clinical Pharmacology 9th ed 8. Practice Guidelines for Postanesthetic Care. Anesthesiology 2002; 96(3)
Program Studi Anestesiologi dan Reanimasi Fakultas Kedokteran Universitas Udayana 137
PANDUAN PELAKSANAAN KURIKULUM PENDIDIKAN Mata Kuliah
: Seminar Anestesiologi dan Terapi Intensif 1
Kode Mata Kuliah Nama Dosen
: ATI 404 :dr. Putu Agus Surya Panji, Sp.An.KIC dr. IB. Sudjana Sp.An.MSi dr. I Gede Budiarta, Sp.An KMN dr. IGAG Utara Hartawan, SpAn MARS
SKS Waktu
: 1 sks seminar : sesuai waktu presentasi laporan kasus
Standar Kompetensi
: Setelah mengikuti pembelajaran peserta didik akan memiliki kemampuan membuat laporan tentang kasus secara tertulis dan membaca memilih jurnal secara benar dengan disajikan secara seminar.
N o Kompetensi Dasar
Pengalaman Belajar
Indikator Pencapaian
0 1.
2.
Peserta didik memahami mengenai penanganan pasien perioperative di kamar bedah, ruang gawat darurat dan unit perawatan intensif Peserta didik memiliki kemampuan memilih jurnal yang berbobot dan dapat diaplikasikan pada kegiatan sehari-
Peserta didik mempelajari mengenai penanganan pasien perioperative di kamar bedah, ruang gawat darurat dan unit perawatan intensif
Peserta didik mampu memahami mengenai penanganan pasien di kamar bedah, ruang gawat darurat dan unit perawatan intensif
Peserta didik mempelajari cara memilih jurnal yang berbobot dan dapat diaplikasikan pada kegiatan
Peserta didik mampu memilih jurnal yang berbobot dan dapat diaplikasikan pada kegiatan sehari-hari
Program Studi Anestesiologi dan Reanimasi Fakultas Kedokteran Universitas Udayana 138
Penilaian Sesuai Format Penilaian Ilmiah Penilaian Laporan Kasus
Penilaian Jurnal Reading
Alokasi Waktu 1 sks akademik KM / Sebagai BI Waktu Presentasi peserta 2 jam Minimal 1 jam 30 x / sesi 3x seminar ilmiah / 4 semester
3x
1 jam
PANDUAN PELAKSANAAN KURIKULUM PENDIDIKAN hari dalam bidang anestesi dan terapi intensif
sehari-hari dalam bidang anestesi dan terapi intensif
dalam bidang anestesi dan terapi intensif
Keterangan : PT = Pretest, MSF = Multi Source Feedback, CBT = Computerized based test, OSCE = Objective Structure Clinical Examination, Tm = Tatap muka, KP = Kuliah Pengayaan, LP = Laporan Pagi, BST =Bed Site Teaching, BO = Bimbingan Operasi/ Skill AnestesiAnalgesi/Bimbingan Ilmiah, BP = Bimbingan Poliklinik, BJ = Bimbingan Jaga, LK = Laporan Kasus, JR = Journal Reading BI = Bimbingan Ilmiah, KM = Kegiatan Mandiri / PresentaSI Materi Pokok : Laporan ilmiah ialah suatu wahana penyampaian berita, informasi, pengetahuan atau gagasan kepada orang lain. Laporan ini disampaikan secara tertulis dengan mengacu pada sumber dari buku teks maupun jurnal ilmiah. Laporan ilmiah tertulis dan diterbitkan dengan memaparkan hasil penelitian atau pengkajian yang telah dilakukan oleh seseorang atau sebuah tim dengan memenuhi kaidah dan etika keilmuan yang dikukuhkan dan ditaati oleh masyarakat keilmuan. Manfaat penyusunan karya ilmiah bagi penulis adalah berikut: melatih untuk mengembangkan keterampilan membaca yang efektif, melatih untuk menggabungkan hasil bacaan dari berbagai sumber, mengenalkan dengan kegiatan kepustakaan ,meningkatkan pengorganisasian fakta/data secara jelas dan sistematis, memperoleh kepuasan intelektual, memperluas cakrawala ilmu pengetahuan, dan sebagai bahan acuan/penelitian pendahuluan untuk penelitian selanjutnya Suatu kasus anestesi yang unik atau memiliki penanganan khusus sangat baik apabila diangkat menjadi suatu laporan ilmiah. Dengan mengangkatnya menjadi suatu laporan ilmiah, evaluasi dan tilikan terhadap bahan pustaka dasar akan lebih berbobot karena disesuaikan dengan praktik di lapangan. Selain itu akan memberikan suatu panduan untuk pihak lain dalam menghadapi kasus serupa, acuan untuk penelitian lanjutan maupun panduan keselamatan pasien dalam lingkup yang lebih besar. Selain diangkat dalam suatu karya ilmiah, inti sari jurnal dari belahan dunia yang berbeda maupun dari tempat yang berbeda dapat pula dijadikan contoh pengalaman dan evaluasi diri maupun pendidikan yang sudah berjalan.
Program Studi Anestesiologi dan Reanimasi Fakultas Kedokteran Universitas Udayana 139
PANDUAN PELAKSANAAN KURIKULUM PENDIDIKAN Pemilihan jurnal yang berbobot disesuaikan baik dengan isi jurnal yang relevan, reliabel dan mutakhir, yang selanjutnya dapat diaplikasikan pada kegiatan sehari-hari dalam bidang anestesi dan terapi intensif adalah yang paling disarankan agar mampu memberikan manfaat pada praktik klinik Bahan Bacaan : 1. Morgan GE, Mikhhail MS, Murray MJ. 2013. Clinical Anaesthesiology, 4th ed. New York: Lange Medical Books/McGraw-Hill 2. Robert K. Stoelting, Simon C. Hiller. 2012. Pharmacology & Physiology in 3. Anesthesic Practice. Fourth Edition. 4. Lippincott Williams & Wilkins, 5. Philadelphia, USA 6. Barash PG, Cullen BF, Stoelting RK. 2012. Clinical Anaesthesia, 5th ed. Philadelphia:Lippincott Williams & Wilkins 7. Miller,RD. 2009. Miller’s Anesthesia 6th ed 8. Gillman,J. 1998. Perioperative Medicine 9. Stone,DJ. 2004. Perioperative Care 10. Katzung, BG. 2004. Basic & Clinical Pharmacology 9th ed 11. Practice Guidelines for Postanesthetic Care. Anesthesiology 2002; 96(3)
Program Studi Anestesiologi dan Reanimasi Fakultas Kedokteran Universitas Udayana 140
PANDUAN PELAKSANAAN KURIKULUM PENDIDIKAN SILABUS PENDIDIKAN TAHAP II PROGRAM STUDI ANESTESIOLOGI DAN REANIMASI Mata Kuliah
: Anestesi III
Kode Mata Kuliah Nama Dosen
: KKA 501 : 1.dr. Pontisomaya Parami, Sp.An MARS 2.dr. IB.Krisna Jaya Sutawan,SpAn.M.Kes 3.Dr. dr.I Wayan Suranadi,SpAn.KIC 4.dr. IMG.Widnyana,SpAn.MKes.KAR SKS : 3 SKS profesi Waktu : 8 minggu 1 sks profesi = 1 sks praktikum, praktik lapangan, penelitian, pengabdian kepada masyarakat sebanyak 170 menit/minggu/semester = 68 jam/semester/6 bulan = 68 JAM / 8 MINGGU = 68 JAM / 56 HARI = 1 JAM 12 MENIT / HARI. a) 3 SKS Profesi = 3 x 1 jam 12 menit / hari = 3 jam 36 menit / hari
Standar Kompetensi : Setelah mengikuti pembelajaran peserta didik akan memiliki kemampuan untuk melakukan pemilihan teknik anestesi bedah rawat jalan, anestesi diluar kamar bedah, anestesi bedah mata, anestesi bedah obstetri sesuai SOP yang ada. N oKompetensi Dasar
Pengalaman Belajar
Peserta didik memiliki kemampuan melakukan pemilihan teknik anestesi bedah rawat jalan
Peserta didik mempelajari persiapan preoperatif pasien bedah rawat jalan dengan baik dan cermat, mempelajari tentang pembiusan umum maupun regional yang baik dan tepat, pemantauan
Indikator Pencapaian
0 1.
P T
Peserta didik mampu melakukan persiapan preoperatif, mampu memilih dan melakukan teknik
Program Studi Anestesiologi dan Reanimasi Fakultas Kedokteran Universitas Udayana 141
Penilaian M Mini- C S CEX / B F DOPS T
Alokasi Waktu 3 sks profesi OS B B B CE Waktu O P J 1 2, 1 ja 5 minggu m ja m
PANDUAN PELAKSANAAN KURIKULUM PENDIDIKAN dan penatalaksanaan pascabedah pasien bedah rawat jalan.
2.
3.
4.
Peserta didik memiliki kemampuan melakukan pemilihan teknik anestesi di luar kamar bedah
Peserta didik mempelajari pemilihan teknik anestesi di luar kamar bedah, pemilihan obat anestesi, pemantauan, dan mengatasi komplikasi zat kontras radiologi atau interaksi dengan obat psikiatri yang mungkin timbul. Peserta didik memiliki Peserta didik mempelajari persiapan kemampuan preoperatif dengan baik dan cermat, melakukan pemilihan melakukan pembiusan umum dan teknik anestesi regional pada pasien obstetrik sederhana obstetrik I tanpa penyulit untuk memperoleh keberhasilan yang tinggi, melakukan pemantauan intraoperatif dengan baik dan mencegah komplikasi yang mungkin terjadi.
Peserta didik memiliki kemampuan melakukan pemilihan teknik anestesi obstetrik II
Peserta didik mempelajari persiapan preoperatif dengan baik dan cermat, melakukan pembiusan umum dan regional pada pasien obstetrik dengan penyulit untuk memperoleh keberhasilan yang tinggi, melakukan pemantauan
anestesi bedah rawat jalan, dan pemantauan pascabedah pasien bedah rawat jalan Peserta didik mampu memberikan anestesi di luar kamar bedah
1 ja m
2, 1 5 minggu ja m
Peserta didik mampu melakukan persiapan preoperatif, pembiusan umum dan regional pada pasien obstetrik sederhana tanpa penyulit, melakukan pemantauan intraoperatif dan mencegah komplikasi yang mungkin terjadi Peserta didik mampu melakukan persiapan preoperatif, pembiusan umum dan regional pada pasien obstetrik
1 ja m
2, 2 5 minggu ja m
1 ja m
2, 2 5 minggu ja m
Program Studi Anestesiologi dan Reanimasi Fakultas Kedokteran Universitas Udayana 142
PANDUAN PELAKSANAAN KURIKULUM PENDIDIKAN intraoperatif dengan baik dan mencegah komplikasi yang mungkin terjadi.
5.
Peserta didik memiliki kemampuan melakukan pemilihan teknik anestesi bedah mata
Peserta didik mempelajari anestesi untuk prosedur bedah mata baik rawat jalan maupun rawat inap, mencakup evaluasi preoperatif, pemberian anestesi intraoperatif, pemantauan, dan penatalaksaan masa siuman (emergence) yang mulus, serta memahami komplikasi yang mungkin terjadi.
dengan penyulit, melakukan pemantauan intraoperatif dan mencegah komplikasi yang mungkin terjadi Peserta didik mampu melakukan anestesi untuk prosedur bedah mata baik rawat jalan maupun rawat inap, melakukan evaluasi preoperatif, pemberian anestesi intraoperatif, pemantauan, dan penatalaksaan masa siuman (emergence) yang mulus, serta mencegah komplikasi yang mungkin terjadi
1 ja m
2, 2 5 minggu ja m
Keterangan : PT = Pretest, MSF = Multi Source Feedback, CBT = Computerized based test, OSCE = Objective Structure Clinical Examination, Tm = Tatap muka, KP = Kuliah Pengayaan, LP = Laporan Pagi, BST =Bed Site Teaching, BO = Bimbingan Operasi/ Skill AnestesiAnalgesi/Bimbingan Ilmiah, BP = Bimbingan Poliklinik, BJ = Bimbingan Jaga, LK = Laporan Kasus, JR = Journal Reading
Program Studi Anestesiologi dan Reanimasi Fakultas Kedokteran Universitas Udayana 143
PANDUAN PELAKSANAAN KURIKULUM PENDIDIKAN Materi Pokok : Anestesi pada pasien bedah rawat jalan merupakan suatu tantangan tersendiri bagi ahli anestesi. Persiapan yang khusus sudah dimulai sejak dilakukan pemilihan pasien bedah rawat jalan, kemudian dilakukan persiapan preoperatif, pemilihan teknik anestesi, anestesi umum atau regional, penggunaan obat-obat anestesi sesuai anestesi bedah rawat jalan, pemantauan selama pembedahan, penatalaksanaan dan pemantauan pascabedah, dan kriteria pasien pulang atau dirawat sesuai Modified Aldrete Score dan Post Anesthetic Discharge Scoring System (PADSS). Anestesi di luar kamar bedah memiliki keunikan tersendiri disesuaikan dengan lokasi pemberian anestesi. Mulai dari persiapan obat dan alat untuk memberikan anestesi di luar kamar bedah, ketersediaan alat untuk memantau tanda-tanda vital, rencana tempat pemberian anestesi apakah untuk CT-Scan, MRI, neuroradiologi, terapi radiasi, dan ECT. Selain itu juga terdapat hal penting lainnya, yakni menilai interaksi antara obat anestesi dan obat psikiatri dan mengatasi komplikasi dari zat kontras radiologi yang mungkin timbul.. Anestesia untuk obstetri berbeda dengan tindakan anestesia yang lain karena ibu masuk rumah sakit pada hari saat akan melahirkan, ada dua insan yang perlu diperhatikan, yaitu ibu dan bayi yang akan dilahirkan, terjadi perubahan-perubahan fisiologi yang dimulai pada tiga bulan terakhir kehamilan, adanya risiko muntah, regurgitasi dan aspirasi setiap saat, dan efek obat yang diberikan dapat mempengaruhi bayi karena menembus sawar plasenta. Pengetahuan akan fisiologi kehamilan, farmakologi perinatal, sirkulasi janin, preoperatif pasien obstetrik elektif, pemilihan teknik anestesi umum atau regional, interaksi antara obat obstetrik dan anestesi, evaluasi bayi baru lahir, dan penatalaksanaan pascabedah, penanganan nyeri dan mual muntah untuk ibu pascapersalinan akan sangat diperlukan. Pada kasus-kasus khusus pada ibu hamil seperti kehamilan yang disertai penyakit penyerta, pembelajaran tentang patofisiologi preeklampsia, eklampsia, sindrom HELLP, emboli air ketuban, dan sindrom Mendelson. Diperlukan pengetahuan yang baik mengenai indikasi anestesi umum atau regional pada pasien obstetrik dengan penyulit dan penyakit penyerta, keuntungan dan kerugian teknik anestesi dan obat anestesi yang dipilih. Ahli anestesi juga dituntut untuk mengetahui indikasi rawat ICU pascabedah dalam kasus obstetri dengan penyulit. Selain hal tersebut di atas, sebagai ahli anestesi kemampuan resusitasi bayi baru lahir sangat diperlukan karena tidak selalu ada dokter spesialis anak yang mampu melakukan resusitasi pada bayi baru lahir. Kadang kala seorang ahli anestesi akan dihadapkan pada operasi non obstetrik pada pasien obstetrik. Ini merupakan tantangan tersendiri karena pemilihan teknik dan obat anestesi pada ibu akan berdampak pada janin di kandungan. Intrathecal Labor Analgesia (ILA) dan Patient Controlled Epidural Analgesia (PCEA)merupakan teknik yang sedang berkembang pesat di kota-kota besar di Indonesia. Keinginan pasien untuk dapat melahirkan spontan tanpa nyeri merupakan tantangan tersendiri. Diperlukan pengetahuan fisiologi persalinan yang baik dan kombinasi dengan farmakologi obat anestesi yang akan digunakan sehingga dapat berhasil dengan baik. Anestesi untuk bedah mata memerlukan adanya pemahaman menyeluruh tentang anatomi dan fisiologi bola mata, tekanan intraokular dan pengaruh anestesi terhadap tekanan intraokular, refleks okulokardiak pada manipulasi mata, pemilihan teknik anestesi pada bedah mata pada berbagai situasi, serta komplikasi pascabedah untuk menjamin terlaksananya anestesi yang optimal.
Program Studi Anestesiologi dan Reanimasi Fakultas Kedokteran Universitas Udayana 144
PANDUAN PELAKSANAAN KURIKULUM PENDIDIKAN Pemilihan antara anestesia umum dan analgesia lokal harus dilakukan dengan mengikut sertakan pasien, spesialis anestesi, dan spesialis bedah mata yang melakukan tindakan pembedahan. Beberapa pasien menolak dilakukan analgesia lokal disebabkan kecemasan takut bangun selama prosedur pembedahan atau sakit saat dilakukan analgesia lokal. Walaupun tidak ada bukti bahwa salah satu teknik anestesia lebih aman, analgesia lokal kurang menimbulkan stres. Anestesia umum diindikasikan untuk pasien anak dan dewasa yang tidak kooperatif, misalnya kepala sedikit bergerak yang dapat menimbulkan kecelakaan selama dilakukan bedah mikrogram. Kombinasi lokal-general anestesia, suatu teknik sedasi dalam, sering menimbulkan problema dengan jalan nafas, maka harus dihindari disebabkan mempunyai risiko kombinasi akibat analgesia lokal dan anestesia umum. Bahan Bacaan : 1. Morgan GE, Mikhhail MS, Murray MJ. 2013. Clinical Anaesthesiology, 4th ed. New York: Lange Medical Books/McGraw-Hill 2. Robert K. Stoelting, Simon C. Hiller. 2012. Pharmacology & Physiology in Anesthesic Practice. Fourth Edition. Lippincott Williams & Wilkins, Philadelphia, USA 3. Barash PG, Cullen BF, Stoelting RK. 2012. Clinical Anaesthesia, 5th ed. Philadelphia:Lippincott Williams & Wilkins 4. Miller,RD. 2009. Miller’s Anesthesia 6th ed 5. Gillman,J. 1998. Perioperative Medicine 6. Stone,DJ. 2004. Perioperative Care 7. Katzung, BG. 2004. Basic & Clinical Pharmacology 9th ed 8. Practice Guidelines for Postanesthetic 9. Care. Anesthesiology 2002; 96(3)
Mata Kuliah
: Anestesi IV
Kode Mata Kuliah Nama Dosen
: KKA 502 : 1. dr. Kadek Agus Heryana P, Sp.An 2. dr. Tjahya Ariasa EM.SpAn 3. dr. IGP.Sukrana Sidemen,SpAn.KAR 4. dr. Putu Kurniyanta,SpAn : 3 SKS profesi : 6 minggu
SKS Waktu
Program Studi Anestesiologi dan Reanimasi Fakultas Kedokteran Universitas Udayana 145
PANDUAN PELAKSANAAN KURIKULUM PENDIDIKAN 1 sks profesi = 1 sks praktikum, praktik lapangan, penelitian, pengabdian kepada masyarakat sebanyak 170 menit/minggu/semester = 68 jam/semester/6 bulan = 68 JAM / 6 MINGGU = 68 JAM / 42 HARI = 1 JAM 37 MENIT / HARI. a) 3 SKS Profesi = 3 x 1 jam 37 menit / hari = 4 jam 51 menit / hari Standar Kompetensi : Setelah mengikuti pembelajaran peserta didik akan memiliki kemampuan untuk melakukan penatalaksanaan anestesi pembedahan pasien pediatri dan pembedahan pasien geriatri sesuai dengan SOP yang ada
Peserta didik mampu melakukan teknik anestesi pada pediatri, anestesi untuk prosedur pembedahan sederhana pada pediatri dan mengatasi kedaruratan dan komplikasi tindakan anestesi pada pediatri
Penilaian M Mini- C S CEX / B F DOPS T
Peserta didik mampu melakukan teknik lanjutan anestesi pediatri, mampu memberikan anestesi dan mengelola pascaanestesi elektif maupun darurat untuk berbagai tindakan bedah pediatri dengan
N Kompetensi o Dasar
Pengalaman Belajar
Indikator Pencapaian
0 1.
Peserta didik memiliki kemampuan melakukan penatalaksanaan anestesi bedah pediatri I
2.
Peserta didik memiliki kemampuan melakukan penatalaksanaan anestesi bedah pediatri II
Peserta didik mempelajari mengenai anatomi dan fisologi bayi dan anak, prinsip-prinsip teknik anestesi pada pediatri, anestesi untuk prosedur pembedahan sederhana pada pediatri dan melatih kemampuan mengatasi kedaruratan dan komplikasi tindakan anestesi pada pediatri Peserta didik mempelajari prinsipprinsip dasar dan teknik lanjutan anestesi pediatri, mempersiapkan, memberikan anestesia dan mengelola pascaanestesi elektif maupun darurat untuk berbagai tindakan bedah pediatri dengan
Program Studi Anestesiologi dan Reanimasi Fakultas Kedokteran Universitas Udayana 146
P T
OS CE
Alokasi Waktu 3 sks profesi BO
BP
BJ
Waktu
1 jam 45 me nit
3 2 jam minggu
1 jam 45 me nit
3 2 jam minggu
PANDUAN PELAKSANAAN KURIKULUM PENDIDIKAN 3.
Peserta didik memiliki kemampuan melakukan penatalaksanaan anestesi pada pasien geriatri
kondisi penyulit dan kelainan jalan nafas Peserta didik mempelajari mengenai penatalaksanaan anestesi pada pasien geriatri, yang mencakup evaluasi preoperatif, pemilihan teknik anestesi yang terbaik berkaitan dengan perubahan fisiologi pada geriatri dan penyakit penyerta, pemantauan, dan penatalaksanaan pascabedah
kondisi penyulit dan kelainan jalan nafas Peserta didik mampu melakukan anestesi pada pasien geriatri, yang mencakup evaluasi preoperatif, pemilihan teknik anestesi, pemantauan, dan penatalaksanaan pascabedah
1 jam 45 me nit
3 2 jam minggu
Keterangan : PT = Pretest, MSF = Multi Source Feedback, CBT = Computerized based test, OSCE = Objective Structure Clinical Examination, Tm = Tatap muka, KP = Kuliah Pengayaan, LP = Laporan Pagi, BST =Bed Site Teaching, BO = Bimbingan Operasi/ Skill AnestesiAnalgesi/Bimbingan Ilmiah, BP = Bimbingan Poliklinik, BJ = Bimbingan Jaga, LK = Laporan Kasus, JR = Journal Reading
Materi Pokok : Pasien pediatri bukanlah pasien dewasa dalam bentuk miniatur. Pengetahuan yang cukup tentang anatomi, fisiologi, dan psikologi pada bayi dan anak, farmakologi obat anestesi untuk pediatri, terapi cairan dan elektrolit, persiapan prabedah, teknik anestesi pada kasus bedah anak sederhana, analgesia regional kaudal epidural, Neonatal Life Support, dan Pediatric Life Support adalah ringkasan dari hal-hal penting yang perlu diketahui dalam rangka menjamin pelayanan anestesi pada pediatri. Pasien kasus bedah pediatrik dengan penyulit yang menjalani anestesia harus dilakukan penatalaksanaan preoperatif ; allo/autoanamnesis, pemeriksaan fisis, pemeriksaan penunjang, persetujuan setelah mendapatkan informasi yang adekuat dan lakukan persiapan anestesia (puasa, rencana premedikasi). Pasien elektif anak puasa 2, 4, 6, 8 jam bergantung pada intake nya. Dilakukan penetapan status fisis ASA. Persiapan anestesia meliputi STATICS, obat, mesin anestesia sesuai dengan tindakan anestesia yang dipilih. Periksa kesiapan alat dan obat yang diperlukan seperti : laringoskop bayi/anak (Miller dan Macintosh) dan lampunya berfungsi dengan baik, ETT dengan kaf atau tanpa kaf, mandren bayi, cunam Magill, sungkup bayi, LMA. Berikan obat premedikasi untuk menenangkan pasien, bisa secara oral atau intramuskular. Setelah semua persiapan alat dan obat lengkap, pastikan ada asisten yang membantu tindakan anestesia. Pemasangan jalur intravena dan jalur Program Studi Anestesiologi dan Reanimasi Fakultas Kedokteran Universitas Udayana 147
PANDUAN PELAKSANAAN KURIKULUM PENDIDIKAN infusi terkadang memerlukan premedikasi atau induksi inhalasi terlebih dahulu. Posisikan pasien dalam ”sniffing position” dengan mengganjal bagian bawah leher, atau mengganjal bawah bahu setinggi 5-10 sm. Hindari hiperekstensi leher. Berikan oksigen 100% melalui sungkup muka. Pastikan dulu apakah ada kesulitan ventilasi. Pegang sungkup sembari melakukan manuver angkat dagu dengan satu tangan. Jika ventilasi tidak bebas, lakukan mouth opening dan dorong mandibula dengan dua tangan. Bila ventilasi sulit dapat dilakukan dengan berbagai sungkup muka atau LMA atau intubasi sadar tanpa relaksan. Bila ventilasi baik dengan melihat kembang-kempisnya balon (anesthetic bag). Berikan obat induksi. Pastikan kesadaran pasien hilang. Bila jalan nafas aman dapat diberikan pelumpuh otot. Pastikan obat telah bekerja pada otot nafas. Berikan nafas buatan dengan oksigen 100% selama 2-3 menit. Lakukan laringoskopi dengan laringoskop bilah lurus (Miller). Pegang gagang dengan tangan kiri. Pastikan lagi cahaya lampu laringoskop cukup terang. Buka mulut pasien. Masukkan daun melalui sudut kanan mulut. Geser lidah ke kiri sambil meneruskan daun ke dalam, menyusuri pinggir kanan lidah menuju laring. Perhatikan epiglotis. Letakkan ujung daun pada vallecula. Angkat epiglotis ke depan (bukan diungkit) dengan daun. Bila epiglotis terangkat dengan benar akan tampak rima glotis dengan pita suara berwarna putih, berbentuk huruf V terbalik. Masukkan pipa endotrakeal dengan tangan kanan hingga batas berwarna hitam melewati pita suara, atau jika pipa mempunyai kaf dimasukkan hingga seluruh kaf melewati pita suara. Yakinkan bunyi nafas kanan dan kiri sama. Lakukan fiksasi pipa endotrakeal. Berikan nafas buatan dengan resuscitation bag atau anesthesia bag. Jika dilakukan intubasi sadar atau dengan nafas spontan, harus diberikan sedasi yang cukup dan anestetik topikal. Untuk menghindari refleks vagal dapat diberikan injeksi atropin 0,1 mg intravena. Analgesia regional dilakukan sesuai modul analgesia regional dengan memakai prinsip anatomi, fisiologi dan farmakologi untuk pasien pediatrik. Lakukan pemantauan fungsi vital oksigenasi, saturasi Hb (SpO2), tekanan darah, nadi, EKG, suhu, aliran cairan infusi, ventilasi dengan ETCO2 kalau ada, produksi urin, jumlah perdarahan. Bila diperlukan pemasangan jalur vena sentral atau intra arterial. Atur kebutuhan obat untuk pertahankan sedasi, analgesia dan relaksasi. Untuk beberapa kasus dibutuhkan pemasangan NGT. Akhir operasi yakinkan pasien bernafas spontan dan volume nafas adekuat (kecuali bila direncanakan untuk melanjutkan bantuan nafas pascabedah). Bila perlu berikan antidotum obat-obat yang menyebabkan apnea berkepanjangan atau hipoventilasi . Lakukan pengakhiran anestesia dengan mulus, dan mengawasi masa siuman. Lakukan pengawasan terhadap komplikasi pascabedah dan penanggulangan terhadap mual muntah, nyeri, obstruksi jalan nafas, gangguan oksigenasi, bradipnea, apnea, gangguan tekanan darah, dan lama pulih sadar. Mortalitas dapat terjadi bergantung pada kondisi awal, status fisik ASA, atau penyakit penyerta. Pasien dengan kriteria kelompok khusus lainnya adalah pasien usia geriatri dengan segala permasalahan berkaitan dengan penurunan fungsi organ dan risiko gangguan hemodinamik. Diperlukan pengetahuan akan anatomi dan fisiologi geriatri, penyakit penyerta yang umum pada geriatri, evaluasi preoperatif yang seksama, pemilihan teknik anestesi pada geriatri, pemantauan ketat baik invasif maupun noninvasif, penanganan nyeri dan mual muntah pascabedah, serta indikasi rawat ke ICU pascabedah. Bahan Bacaan : 1. Morgan GE, Mikhhail MS, Murray MJ. 2013. Clinical Anaesthesiology, 4th ed. New York: Lange Medical Books/McGraw-Hill Program Studi Anestesiologi dan Reanimasi Fakultas Kedokteran Universitas Udayana 148
PANDUAN PELAKSANAAN KURIKULUM PENDIDIKAN 2. Robert K. Stoelting, Simon C. Hiller. 2012. Pharmacology & Physiology in Anesthesic Practice. Fourth Edition. Lippincott Williams & Wilkins, Philadelphia, USA 3. Barash PG, Cullen BF, Stoelting RK. 2012. Clinical Anaesthesia, 5th ed. Philadelphia:Lippincott Williams & Wilkins 4. Miller,RD. 2009. Miller’s Anesthesia 6th ed 5. Gillman,J. 1998. Perioperative Medicine 6. Stone,DJ. 2004. Perioperative Care 7. Katzung, BG. 2004. Basic & Clinical Pharmacology 9th ed 8. Practice Guidelines for Postanesthetic Care. Anesthesiology 2002; 96(3)
Mata Kuliah
: Anestesi V
Kode Mata Kuliah Nama Dosen
Waktu
: KKA 503 : dr. IGAG Utara Hartawan, Sp.An MARS dr. IB.Krisna Jaya Sutawan,SpAn.M.Kes dr. I Made Subagiartha,SpAn.KAKV.SH dr. Dewa Ayu Mas Shintya Dewi,SpAn : 8 minggu
SKS
: 3 sks profesi a) 1 sks profesi = 1 sks praktikum, praktik lapangan, penelitian, pengabdian kepada masyarakat sebanyak 170 menit/minggu/semester = 68 jam/semester/6 bulan) = 68 jam / 8 minggu = 68 jam / 56 hari = 1 jam 20 menit / hari 4 SKS Profesi = 4 x 1 jam 20 menit / hari = 5 jam 20 menit / hari
Standar Kompetensi
: Setelah mengikuti pembelajaran peserta didik akan memiliki kemampuan untuk melakukan penatalaksanaan anestesi pada penyakit khusus, anestesi dengan uncommon disease, anestesi bedah minimal invasif, anestesi bedah urologi, anestesi bedah onkologi dan bedah plastik sesuai dengan SOP yang ada.
Program Studi Anestesiologi dan Reanimasi Fakultas Kedokteran Universitas Udayana 149
PANDUAN PELAKSANAAN KURIKULUM PENDIDIKAN Penilaian N O
Kompetensi Dasar
Pengalaman Belajar
Indikator Pencapaian
P T
1.
2.
Peserta didik memiliki kemampuan melakukan penatalaksanaan anestesi pada penyakit khusus
Peserta didik memiliki kemampuan melakukan penatalaksanaan anestesi dengan uncommon disease
Peserta didik memahami penatalaksanaan anestesi pada penyakit khusus termasuk kelainan metabolik obesitas dan malnutrisi kelainan endokrin pada tiroid, diabetes mellitus dan insufisiensi adrenal penyakit paru kronik dan asma bronkiale, termasuk penanganan addiksi narkotika. Peserta didik mempelajari penatalaksanaan anestesi pada uncommon disease meliputi gangguan metabolism karbohidrat, kelainan kongenital seperti marfan syndrome dan thalasemi, kelainan metabolik seperti feokromositoma,hipertermia maligna dan juga penyakit neuromuskuler seperti miastenia gravis dan Guillain barre syndrome
Peserta didik mampu melakukan anestesi pada penyakit khusus termasuk kelainan metabolik obesitas dan malnutrisi kelainan endokrin pada tiroid, diabetes mellitus dan insufisiensi adrenal penyakit paru kronik dan asma bronkiale, termasuk penanganan addiksi narkotika
Peserta didik mampu melakukan anestesi dengan pada uncommon disease meliputi gangguan metabolisme karbohidrat, kelainan kongenital seperti marfan syndrome dan thalasemi, kelainan metabolik seperti feokromositoma, hipertermia maligna dan juga penyakit neuromuskuler seperti miastenia gravis dan Guillain barre syndrome
Program Studi Anestesiologi dan Reanimasi Fakultas Kedokteran Universitas Udayana 150
Alokasi Waktu
M
Mini-
C
S
CEX /
B
F
DOPS
T
3 sks profesi
OS CE
BO
BP
BJ
Waktu
2.5
3
1
ja
ja
minggu
m
m
2.5
3
1
ja
ja
minggu
m
m
PANDUAN PELAKSANAAN KURIKULUM PENDIDIKAN 3.
4.
Peserta didik memiliki kemampuan melakukan penatalaksanaan anestesi bedah minimal invasif
Peserta didik memiliki kemampuan melakukan penatalaksanaan anestesi bedah urologi
Peserta didik mempelajari penatalaksanaan anestesi bedah minimal invasif, termasuk posisi dan pemantauan laparoskopi yang meliputi evaluasi dan persiapan preoperatif dengan baik dan cermat, anestesia yang benar dan aman sehingga menghasilkan trias anestesia yang optimal, penatalaksanaan reanimasi yang adekuat selama prosedur berlangsung, pemantauan, pemulihan anestesia yang aman dan mulus serta tatalaksana pascaanestesia operasi yang rasional
Peserta didik mampu melakukan penatalaksanaan anestesi bedah minimal invasif, termasuk posisi dan pemantauan laparoskopi yang meliputi evaluasi dan persiapan preoperatif dengan baik dan cermat, melakukan penatalaksanaan anestesia secara benar dan aman sehingga menghasilkan trias anestesia yang optimal, melakukan penatalaksanaan reanimasi yang adekuat selama prosedur berlangsung, melakukan pemantauan, melakukan prosedur pemulihan anestesia yang aman dan mulus serta melakukan tatalaksana pascaanestesia/operasi yang rasional Peserta didik mempelajari Peserta didik mampu dalam anestesi bedah urologi penatalaksanaan anestesi bedah sistoskopi, ureteroskopi, urologi sistoskopi, ureteroskopi, TURP, prostatektomi terbuka, TURP, prostatektomi terbuka, nefrolitotomi, nefrektomi, nefrolitotomi, nefrektomi, sistektomi radikal, sistektomi radikal, orchidopexy, orchidopexy, orchidectomy, orchidectomy, bedah plastik bedah plastik urogenital, teknik urogenital, teknik laparoskopi, transplantasi laparoskopi, transplantasi ginjal, ginjal, ESWL, dan bedah laser ESWL, dan bedah laser
Program Studi Anestesiologi dan Reanimasi Fakultas Kedokteran Universitas Udayana 151
2.5
3
2
ja
ja
minggu
m
m
2.5
3
2
ja
ja
minggu
m
m
PANDUAN PELAKSANAAN KURIKULUM PENDIDIKAN 5.
Peserta didik Peserta didik mempelajari Peserta didik mampu melakukan 2.5 3 2 memiliki anestesi bedah onkologi dan penatalaksanaan anestesi bedah ja ja minggu kemampuan bedah plastik, kasus-kasus onkologi dan bedah melakukan dengan kesulitan ventilasi atau plastik,kasus-kasus dengan m m penatalaksanaan kesulitan intubasi misalnya kesulitan ventilasi atau kesulitan anestesi bedah tumor besar daerah leher intubasi misalnya tumor besar onkologi dan kepala, tumor rongga mulut daerah leher kepala, tumor bedah plastik rongga mulut Keterangan : PT = Pretest, MSF = Multi Source Feedback, CBT = Computerized based test, OSCE = Objective Structure Clinical Examination, Tm = Tatap muka, KP = Kuliah Pengayaan, LP = Laporan Pagi, BST =Bed Site Teaching, BO = Bimbingan Operasi/ Skill AnestesiAnalgesi/Bimbingan Ilmiah, BP = Bimbingan Poliklinik, BJ = Bimbingan Jaga, LK = Laporan Kasus, JR = Journal Reading
Materi Pokok : Tidak semua kasus maupun pasien anestesi adalah pasien yang normal, tanpa penyakit penyerta dan hanya melalui prosedur yang standar. Sering terjadi bahwa tindakan anestesi harus dilakukan pada sejumlah kasus di mana disertai dengan penyakit langka, melibatkan suatu kelainan genetik atau metabolisme yang jarang didapat sehingga memerlukan suatu penanganan dan teknik anestesi yang tidak lazim. Pengetahuan akan patofisiologi dasar dari penyakit langka tersebut sangat dibutuhkan demi berlangsungnya penatalaksanaan anestesi yang aman dan efektif. Para peserta mempunyai kemampuan melakukan penatalaksanaan anestesi pada penyakit khusus dalam memahami dan mengelola penatalaksanaan anestesi pada penyakit khusus. Penyakit khusus ini termasuk seperti: kelainan metabolik obesitas dan malnutrisi, kelainan endokrin pada tiroid untuk pengananan perioperatif, diabetes mellitus dan insufisiensi adrenal. Pengelolaan perioperatif penyakit paru kronik dan asma bronkiale. Termasuk juga penanganan pada pasien dengan adiksi narkotika. Menjadi seorang ahli anestesi tidak akan luput pada pasien pasien yang akan kita berikan anestesi pada pasien dengan uncommon disease. Oleh karena itu para peserta juga mempelajari penatalaksanaan anestesi pada uncommon disease hal ini meliputi gangguan metabolism karbohidrat, pengelolaan perioperatif pada pasien dengan kelainan kongenital seperti marfan syndrome dan thalasemi, kelainan metabolik seperti feokromositoma, manajemen pengelolaan pasien dengan hipertermia maligna. Mengetahui juga tatalaksana dan pengelolaan pada penyakit neuromuskuler seperti miastenia gravis dan Guillain barre syndrome. Penatalaksanaan anestesi untuk bedah minimal invasive sering kali dilakukan, terutama untuk ahli bedah sat ii sering menggunakan operasi dengan minimal invasif. Untuk itu menjadi seorang ahli anestesi harus mengetahui prinsip prinsip yang digunakan pada pembedahan minimal invasif hal ini termasuk dalam mengetahui posisi dan pemantauan laparoskopi yang meliputi evaluasi dan persiapan preoperatif dengan baik dan Program Studi Anestesiologi dan Reanimasi Fakultas Kedokteran Universitas Udayana 152
PANDUAN PELAKSANAAN KURIKULUM PENDIDIKAN cermat. Pemberian anestesia yang benar dan aman sehingga menghasilkan trias anestesia yang optimal, sehingga penatalaksanaan reanimasi yang adekuat selama prosedur berlangsung. Diikuti juga pemantauan, pemulihan anestesia yang aman dan mulus serta tatalaksana pascaanestesia. Pembedahan urologi sering dijumpai juga oleh peserta didik. Oleh karena itu para peserta didik wajib mngetahui semua tindakan bedah urologi sehingga mampu mejalankan perioperatif anesthesia dengan komprehensif. Mengetahui prinsip manajemen anestesi bedah urologi meliputi tidakan sistoskopi, ureteroskopi, TURP, prostatektomi terbuka, nefrolitotomi, nefrektomi, sistektomi radikal, orchidopexy, orchidectomy, bedah plastik urogenital, teknik laparoskopi, transplantasi ginjal, ESWL, dan bedah laser. Perioperatif anestesi bedah onkologi dan bedah plastik disini diharapkan peserta didik dapat mengetahui kasus-kasus dengan kesulitan ventilasi atau kesulitan intubasi misalnya tumor besar daerah leher kepala, tumor rongga mulut. Sehingga para perta didik dapat mengetahui apakan pasien pasien tersebut dapat kita lakukan ventilasi dan intubasi sesuai dengan multidisplin prinsip-prinsip anestesia yang akan dilakukan. Pengenalan alat alat penunjang yang digunakan untuk menghadapi kasus-kasus difficult airway harus diketahui dan dapat diterapkan untuk membantu dan dalam penanganan sesuai dengam fasilitas yang dimiliki dalam pembelajaran. Selain kasus penyakit langka, beberapa kasus standar sering pula disertai dengan penyulit yang mendasari penyakit itu sendiri seperti misalnya lokasi tumor yang berada pada jalan napas, atau sifat fisik tumor yang berasal dari jaringan yang mudah berdarah. Diperlukan teknik khusus seperti teknik anestesi umum non apnea bahkan sampai teknik awake dan menggunakan peralatan canggih seperti bronkoskopi fiberoptik untuk membantu melakukan pengamanan jalan napas yang berkaitan dengan anestesi. Bahan Bacaan: 1. Morgan GE, Mikhhail MS, Murray MJ. 2013. Clinical Anaesthesiology, 4th ed. New York: Lange Medical Books/McGraw-Hill 2. Robert K. Stoelting, Simon C. Hiller. 2012. Pharmacology & Physiology in Anesthesic Practice. Fourth Edition. Lippincott Williams & Wilkins, Philadelphia, USA 3. Barash PG, Cullen BF, Stoelting RK. 2012. Clinical Anaesthesia, 5th ed. Philadelphia:Lippincott Williams & Wilkins 4. Miller,RD. 2009. Miller’s Anesthesia 6th ed 5. Gillman,J. 1998. Perioperative Medicine 6. Stone,DJ. 2004. Perioperative Care 7. Katzung, BG. 2004. Basic & Clinical Pharmacology 9th ed 8. Practice Guidelines for Postanesthetic Care. Anesthesiology 2002; 96(3)
Program Studi Anestesiologi dan Reanimasi Fakultas Kedokteran Universitas Udayana 153
PANDUAN PELAKSANAAN KURIKULUM PENDIDIKAN Mata Kuliah
: Intensive care II
Kode Mata Kuliah Nama Dosen
: KKA 504 : 1.dr. Putu Agus Surya Panji Sp.An KIC 2.Dr. dr. I Wayan Suranadi SpAn KIC 3.dr. I Wayan Aryabiantara SpAn KIC 4.dr. I Made Agus Kresna Sucandra SpAn : 6 minggu ( 4 minggu ICU, 2 minggu NICU) : 4 sks profesi
Waktu SKS
a) 1 sks profesi = 1 sks praktikum, praktik lapangan, penelitian, pengabdian kepada masyarakat sebanyak 170 menit/minggu/semester = 68 jam/semester/6 bulan) = 68 jam / 8 minggu = 68 jam / 56 hari = 1 jam 20 menit / hari 4 SKS Profesi = 4 x 1 jam 20menit / hari = 5 jam 20 menit/ hari Standar Kompetensi
: Setelah mengikuti pembelajaran peserta didik akan memiliki kemampuan untuk melakukan penatalaksanaan terapi intensif pada pasien dengan kondisi khusus, pasien obstetrik, pasien pasca pembedahan kardiovaskuler, dan pasien pasca pembedahan neuro sesuai dengan SOP yang ada. Penilaian
N O
1.
Kompetensi Dasar
Pengalaman Belajar
Indikator Pencapaian PT
Peserta didik memiliki kemampuan melakukan penanganan pasien dengan kondisi
Peserta didik mempelajari penanganan pasien pasien kritis bedah dan non-bedah.
Peserta didik mampu merawat pasien kritis bedah dan nonbedah
Peserta didik mempelajari indikasi pasien masuk ICU
Peserta didik mampu memilah pasien masuk ICU berdasarkan
Program Studi Anestesiologi dan Reanimasi Fakultas Kedokteran Universitas Udayana 154
AlokasiWaktu
M
Mini-
C
S
CEX /
B
F
DOPS
T
4 sks profesi
OS
Waktu
CE
BO
3
2.5
1
ja
ja
minggu
m
m
BP
BJ
20
PANDUAN PELAKSANAAN KURIKULUM PENDIDIKAN khusus di unit perawatan intensif
2.
Peserta didik memiliki kemampuan melakukan penanganan pasien obstetri di unit perawatan intensif
berdasarkan prioritas, diagnosis atau parameter laboratorium, penguasaan anatomi dan fisiologi sistem respirasi, sistem kardiovaskular, sistem renal, sistem saraf, sistem endokrin; terapi cairan pada pasien luka bakar, evaluasi pasien komprehensif, ventilasi mekanik untuk pasien dengan kondisi khusus. Peserta didik mempelajari penanganan pasien obstetri di unit perawatan intensif meliputi fisiologi kehamilan, farmakologi perinatal, sirkulasi janin, pengawasan ibu-janin, variabilitas denyut jantung janin, persalinan kurang bulan (prematur), asfiksia neonatus; farmakologi dan interaksi obat antara sintosnon, metergin, magnesium sulfat, indosin, prostaglandin, steroid yang biasa dipakai pada pasien obstetrik dengan obat
prioritas, diagnosis atau parameter laboratorium; menguasai anatomi dan fisiologi sistem respirasi, sistem kardiovaskular, sistem renal, sistem saraf, sistem endokrin; melakukan terapi cairan pada luka bakar, mampu mengevaluasi pasien secara komprehensif, melakukan ventilasi mekanik untuk pasien dengan kondisi khusus Peserta didik mampu menangani pasien obstetri di unit perawatan intensif meliputi; fisiologi kehamilan, farmakologi perinatal, sirkulasi janin, pengawasan ibu-janin, variabilitas denyut jantung janin, persalinan kurang bulan (prematur), asfiksia neonatus; farmakologi dan interaksi obat antara sintosnon, metergin, magnesium sulfat, indosin, prostaglandin, steroid yang biasa dipakai pada pasien obstetrik dengan obat anestetik; pengetahuan tentang preeklampsia, eklampsia,
Program Studi Anestesiologi dan Reanimasi Fakultas Kedokteran Universitas Udayana 155
me nit
3
2.5
1
ja
ja
minggu
m
m 20 me nit
PANDUAN PELAKSANAAN KURIKULUM PENDIDIKAN
3.
Peserta didik memiliki kemampuan melakukan penanganan pasien pasca pembedahan kardiovaskular
anestetik; pengetahuan tentang preeklampsia, eklampsia, sindrom HELLP; pengetahuan tentang sindrom Meigs pada kasus tumor; indikasi rawat ICU pascabedah; tindakan resusitasi ibu hamil penatalaksanaan pospartum, penanganan nyeri dan mual muntah pascabedah. Peserta didik mampu menjelaskan anatomi dan fisiologi jantung normal, pembagian penyakit jantung. penyakit jantung koroner beserta patofisiologi, risiko dan komplikasi dihubungkan dengan anestesia, menjelaskan berbagai kelainan katup jantung beserta patofisiologinya, berbagai jenis operasi jantung, terbuka maupun tertutup, kegawatan kardiovaskular, obat-obat kardiovaskular dengan tepat, pemantauan untuk bedah toraks,
sindrom HELLP; pengetahuan tentang sindrom Meigs pada kasus tumor; indikasi rawat ICU pascabedah; tindakan resusitasi ibu hamil penatalaksanaan pospartum, penanganan nyeri dan mual muntah pascabedah.
Peserta didik mampu menangani pasien yang memiliki penyakit jantung koroner beserta risiko dan komplikasi dihubungkan dengan anestesia, operasi jantung, terbuka maupun tertutup, menangani kegawatan kardiovaskular dan mampu menggunakan obatobat kardiovaskular dengan tepat, pemantauan untuk bedah toraks, termasuk yang menggunakan teknik ventilasi satu paru, dan penatalaksanaan nyeri pascabedah
Program Studi Anestesiologi dan Reanimasi Fakultas Kedokteran Universitas Udayana 156
3
2.5
2
ja
ja
minggu
m
m 20 me nit
PANDUAN PELAKSANAAN KURIKULUM PENDIDIKAN
4.
Peserta didik memiliki kemampuan melakukan penanganan pasien pasca pembedahan neuro
termasuk yang menggunakan teknik ventilasi satu paru, penatalaksanaan nyeri pascabedah Peserta didik mempelajari mengenai patofisiologi kelainan intraserebral baik trauma atau non trauma, cara-cara untuk mengatasi peningkatan tekanan intrakranial secara farmakologis dan non farmakologis; memahami proteksi otak selama periode postoperatif, brain resusitasi
Peserta didik mampu menangani pasien dengan kelainan intraserebral baik trauma atau non trauma, mengatasi peningkatan tekanan intrakranial secara farmakologis dan non farmakologis; proteksi otak selama periode postoperatif, brain resusitasi selama perawatan pasca operasi
3
2.5
2
ja
ja
minggu
m
m 20 me nit
Keterangan : PT = Pretest, MSF = Multi Source Feedback, CBT = Computerized based test, OSCE = Objective Structure Clinical Examination, Tm = Tatap muka, KP = Kuliah Pengayaan, LP = Laporan Pagi, BST =Bed Site Teaching, BO = Bimbingan Operasi/ Skill AnestesiAnalgesi/Bimbingan Ilmiah, BP = Bimbingan Poliklinik, BJ = Bimbingan Jaga, LK = Laporan Kasus, JR = Journal Reading Materi Pokok : Unit perawatan intensif bukan saja sekedar unit rawat yang ditujukan untuk merawat pasien-pasien pascaoperasi yang memiliki gangguan atau penyakit penyerta namun lebih didasarkan pada perawatan pasien kritis berdasarkan sistem prioritas yang terbagi menjadi empat prioritas. Patofisologi penyakit yang mendasarinya, indikasi pasien untuk dimasukkan ke ruang rawat intensif, pemantauan ketat serta obat-obatan yang diperlukan yang hanya dapat disediakan di ruang rawat intensif, serta risiko dan komplikasi yang diusahakan untuk tidak terjadi atau diminimalkan dengan merawat pasien di ruang rawat intensif tersebut adalah sekian hal penting yang diperlukan untuk merawat pasien kritis di ruang rawat intensif. Para peserta didik mempelajari penanganan pasien pasien kritis bedah dan non-bedah, mempelajari indikasi pasien masuk ICU berdasarkan prioritas, diagnosis atau parameter laboratorium. Dalam ruang intensif juga harus dapat menguasai anatomi dan fisiologi sistem respirasi baik Program Studi Anestesiologi dan Reanimasi Fakultas Kedokteran Universitas Udayana 157
PANDUAN PELAKSANAAN KURIKULUM PENDIDIKAN berkaitan dengan terapi ventilasi yang diberikan, sistem kardiovaskular termasuk penanganan pada kardiovaskular, sistem renal berkaitan mengenai kecukupan cairan pasien, sistem saraf, sistem endokrin; terapi cairan pada pasien sesuai dengan penyakit pasien yang dirawat di ICU, perawatan pada pasien luka bakar sesuai dengan derajat luka bakarnya, evaluasi pasien komprehensif dari jam ke jamnya, aplikasi dan penggunaan ventilasi mekanik untuk pasien dengan kondisi khusus. Peserta didik memiliki kemampuan melakukan penanganan pasien obstetri di unit perawatan intensif. Kemampuan dalam mempelajari penanganan pasien obstetri di unit perawatan intensif sangat berguna dan hal yang penting diketahui peserta didik meliputi fisiologi kehamilan, farmakologi perinatal, sirkulasi janin, pengawasan ibu-janin, variabilitas denyut jantung janin, persalinan kurang bulan (prematur), asfiksia neonatus; farmakologi dan interaksi obat antara sintosnon, metergin, magnesium sulfat, indosin, prostaglandin, steroid yang biasa dipakai pada pasien obstetrik dengan obat anestetik; para peserta juga harus memperdalam pengetahuan tentang preeklampsia, eklampsia, sindrom HELLP. Untuk permasalahan ginekologi para peserta juga harus memperdalam pengetahuan tentang sindrom Meigs pada kasus tumor. Pada pasien dengan masalah obstetri dan ginekologi harus dapat mengetahui indikasi rawat ICU pascabedah dan dapat mengetahui permasalahan yang akan terjadi saat sebelum dan sesudah dilakukan tindakan. Tindakan resusitasi ibu hamil penatalaksanaan pospartum, penanganan nyeri dan mual muntah pascabedah harus dapat dikelola sebaik mungkin oleh peserta didik. Prinsip-prinsip untuk memiliki kemampuan melakukan penanganan pasien pascapembedahan kardiovaskular juga merupakan tuntutan untuk peserta didik pada stase intensif dimana kemampuan untuk menjelaskan yang dimulai dari dasar pengetahuan anatomi dan fisiologi jantung normal, kemudian dilanjutkan pembagian penyakit jantung, penyakit jantung koroner beserta patofisiologi, risiko dan komplikasi dihubungkan dengan anestesia. Menjelaskan berbagai kelainan katup jantung beserta patofisiologinya, mengetahui berbagai jenis operasi jantung, terbuka maupun tertutup. Dapat mengangani kegawatan kardiovaskular, kemampuan untuk menggunakan dan mengetahui obat-obat kardiovaskular dengan tepat. Hal yang berperan pada peserta didik ahli anestesi juga harus mampu dalam perawatan intensif pemantauan untuk bedah toraks, termasuk yang menggunakan teknik ventilasi satu paru hingga penatalaksanaan nyeri pascabedah Dalam bidang neurologis para peserta juga memiliki kemampuan melakukan penanganan pasien baik pada pasien pasca pembedahan neuro maupun pada pasien neuro nonpembedahan. Peserta didik mempelajari mengenai patofisiologi kelainan intraserebral baik trauma atau nontrauma. Tahapan dam cara-cara untuk mengatasi peningkatan tekanan intrakranial secara farmakologis dan non farmakologis harus dapat diketahui dan dapat diterapkan. Kemampuan untuk memahami proteksi otak selama periode postoperatif dan kemampuan untuk mengetahui dan menerapkan langkah langkah brain resusitasi. Materi yang didapatkan pada pasien dalam perawatan ruang intensif sangat kompleks dan menjadi perhatian para peserta didik untuk mengetahui dan dapat selalu memantau secara intensif dan komprehensif pada pasien yang menjadi pantauan selama di ruang intensif antara lain adalah pasien pasca bedah jantung baik terbuka maupun tertutup, pasien dengan kelainan intraserebral, pasien obstetri dengan kelainan penyerta maupun dengan penyulit saat dilakukan tindakan pembedahan seperti syok atau perdarahan. Perawatan di ruang intensif akan memberikan jaminan pemantauan ketat dan pemberian obat secara titrasi untuk mendukung dan memperbaiki status vital penderita. Program Studi Anestesiologi dan Reanimasi Fakultas Kedokteran Universitas Udayana 158
PANDUAN PELAKSANAAN KURIKULUM PENDIDIKAN Bahan Bacaan: 1. Bersten AD, Soni N. 2014. Oh’s Intensive Care Manual. Elsevier. 2. Marino PL. 2014.Marino’s The ICU Book. 4th edition. Philadelphia : Lippincot William & Wilkins. 3. Irwin RS, Rippe JM. 2012. Irwins & Rippe Intensive Care Medicine. Philadelphia : Lippincot William & Wilkins. 4. Nimmo, G.R.; Singer, M. (ed). 2011. ABC of Intensive Care. Second Ed. Blackwell. West Sussex UK. 5. Paw, H.G.W.; Shulman R. 2013. Hand Book of Drugs. Fifth Ed. Cambridge University Press. New York. 6. Humphreys, H.; Paul, B.W.M. 2013. Infections in the Adult Intensive Care Unit. Springer-verlag. London. 7. Toy, E.C; Liu, T.H.; Suarez, M. 2014. Case Files: Critical Care. Mc. Graw Hill. United States. 8. Chang. D.W. 2014. Clinical Application of Mechanical Ventilation. Fourth Ed. Delmar. New York. 9. Hess, D.R.; Kacmarek, R.M. 2014. Essentials of Mechanical Ventilation. Thrid Ed. Mc. Graw Hill. United States. 10. Kumar, S. (ed). 2014. The Protocol Book for Intensive Care. Fourth Ed. Jaypee Brothers Medical Publisher. New Delhi. 11. Jones, J.; Fix, B. 2015. Critical Care Notes. Second Ed. F.A. Davis Company. Philadelphia. 12. Cresci, G.A. 2015. Nutrition SUpport For the Critically Ill Patient. Second Ed. CRC Press. Boca Raton. 13. Morgan GE, Mikhhail MS, Murray MJ. 2013. Clinical Anaesthesiology, 4th ed. New York: Lange Medical Books/McGraw-Hill 14. Robert K. Stoelting, Simon C. Hiller. 2012. Pharmacology & Physiology in Anesthesic Practice. Fourth Edition. Lippincott Williams & Wilkins, Philadelphia, USA 15. Barash PG, Cullen BF, Stoelting RK. 2012. Clinical Anaesthesia, 5th ed. Philadelphia:Lippincott Williams & Wilkins 16. Miller,RD. 2009. Miller’s Anesthesia 6th ed 17. Practice Guidelines for Postanesthetic Care. Anesthesiology 2002; 96(3)
Program Studi Anestesiologi dan Reanimasi Fakultas Kedokteran Universitas Udayana 159
PANDUAN PELAKSANAAN KURIKULUM PENDIDIKAN Mata Kuliah Kode Mata Kuliah Nama Dosen
: Pembelajaran Anestesiologi Klinik : ATI 601 : 1.Prof. Dr. dr. Made Wiryana Sp.An KIC, KAO 2.dr. I Made Subagiartha,SpAn.KAKV.SH 3.Dr. dr. I Putu Pramana Suarjaya,SpAn.MKes.KNA.KMN 4.dr. Putu Kurniyanta,SpAn : 2 SKS akademik : kolaborasi
SKS Waktu Standar Kompetensi
: Setelah menyelesaikan semester ini peserta didik akan memiliki kemampuan untuk melakukan pembimbingan atau asistensi ilmunya kepada yang lebih muda dalam penangan gawat napas, sirkulasi serta transportasi pasien gawat.
Penilaian N oKompetensi Dasar
Pengalaman Belajar
Indikator Pencapaian
0 1.
Peserta didik memiliki kemampuan melakukan pembimbingan mengenai penanganan gawat napas dan sirkulasi
Peserta didik mampu menjelaskan fisiologi dan beberapa patofisiologi jalan nafas, paru dan organ nafas. Peserta didik mampu menjelaskan farmakologi obat-obat yang digunakan untuk mengatasi patologi
Peserta didik mampu melakukan pembimbingan mengenai gawat napas dan sirkulasi kepada yang lebih muda dalam pendidikan kedokteran
Program Studi Anestesiologi dan Reanimasi Fakultas Kedokteran Universitas Udayana 160
P T
MiniMSF CEX / DOPS
C B T
OS CE
Alokasi Waktu 2 sks akademik B K L S Waktu P P T 4 ja m
PANDUAN PELAKSANAAN KURIKULUM PENDIDIKAN jalan nafas, paru dan organ nafas. Peserta didik mampu menjelaskan farmakologi obat-obat yang digunakan untuk mengatasi patologi jantung, pembuluh darah dan darah Peserta didik memahami penilaian patensi jalan nafas dan adekuat tidaknya pernafasan setelah pemberian obat-obat anestetik
2.
Peserta didik memahami penilaian tanda-tanda perubahan sistem sirkulasi. Peserta didik memiliki Peserta didik mempelajari kemampuan bimbingan mengenai hal-hal melakukan yang harus diperhatikan saat pembimbingan transportasi pasien gawat, mengenai cara alat-alat dan obat emergensi transportasi pasien yang harus disiapkan, hal-hal gawat kegawatan yang sering terjadi saat transportasi pasien, dan cara menangani kegawatdaruratan tersebut.
Peserta didik mampu melakukan pembimbingan mengenai cara transportasi pasien gawat kepada yang lebih muda dalam pendidikan kedokteran mengenai hal-hal yang harus diperhatikan saat transportasi pasien gawat, alat-alat dan obat emergensi yang harus disiapkan, hal-hal kegawatan yang sering terjadi
Program Studi Anestesiologi dan Reanimasi Fakultas Kedokteran Universitas Udayana 161
4 ja m
PANDUAN PELAKSANAAN KURIKULUM PENDIDIKAN saat transportasi pasien, dan menangani kegawatdaruratan tersebut Bobot pencapaian : Mini-Cex ( 50% ), MSF (50%) Keterangan : PT = Pretest, MSF = Multi Source Feedback, CBT = Computerized based test, OSCE = Objective Structure Clinical Examination, Tm = Tatap muka, KP = Kuliah Pengayaan, LP = Laporan Pagi, BST =Bed Site Teaching, BO = Bimbingan Operasi/ Skill AnestesiAnalgesi/Bimbingan Ilmiah, BP = Bimbingan Poliklinik, BJ = Bimbingan Jaga, LK = Laporan Kasus, JR = Journal Reading Materi Pokok : Penatalaksanaan jalan nafas adalah suatu pengetahuan dan keterampilan yang harus dikuasai oleh peserta didik. Problema jalan nafas pada pasien sadar maupun pasien tidak sadar oleh sebab apapun termasuk anestesia umum pada umumnya adalah karena terjadi sumbatan jalan nafas. Sumbatan jalan nafas atas maupun jalan nafas bawah terutama yang berat adalah kondisi yang harus dikenali dan segera dilakukan pertolongan. Keterlambatan mengatasi kondisi tersebut dapat berakibat fatal. Beberapa teknik yang harus dikuasai adalah pembebasan jalan nafas baik secara manual maupun dengan alat. Keterampilan keduanya hanya akan diperoleh melalui banyak latihan pada manikin dan diikuti dengan banyak melakukan praktek klinis. Henti jantung merupakan keadaan yang dapat terjadi di mana saja dan memerlukan tindakan segera RJP. Peluang yang besar kejadian henti jantung selama anestesia mengharuskan setiap peserta didik memiliki kemampuan melakukan RJP dengan baik. Tindakan RJP merupakan suatu paket berupa Airway (A), Breathing (B), Circulation (C) yang sering disebut bantuan hidup dasar (Basic Life Support) dan bila dilanjutkan dengan Drugs (D), pemeriksaan EKG (E) dan Fibrillation treatment (F) merupakan bantuan hidup lanjut dan bila harus masuk ICU disebut sebagai
Program Studi Anestesiologi dan Reanimasi Fakultas Kedokteran Universitas Udayana 162
PANDUAN PELAKSANAAN KURIKULUM PENDIDIKAN Prolonged Life Support. Pada modul ini hanya dibatasi pada RJP bantuan hidup dasar. Bila RJP baru dilakukan pada henti jantung yang telah berlangsung 4 menit, kemungkinan akan timbul kerusakan otak ireversibel. Keberhasilan RJP bergantung dari cepatnya memulai RJP dan teknik RJP yang benar. Kemampuan ini tidak terbatas dimiliki oleh anestetis tetapi juga oleh dokter atau pertugas kesehatan lain yang terlibat pada pelayanan darurat, di mana peluang besar terjadi henti jantung atau henti nafas Transportasi pasien gawat darurat baik di dalam maupun di luar rumah sakit merupakan salah satu hal penting penentu keberhasilan resusitasi. Banyak pemandangan dan situasi yang tidak tepat yang sering terjadi seperti pengangkatan pasien yang darurat secara sembarangan, tidak berdasarkan kaidah yang semestinya. Kesalahan dalam transportasi tidak saja memperparah kondisi penderita namun juga paramedik/penolong yang cedera karena salah mengangkat. Di sisi lain keadaan eksternal dan cuaca yang menyertai sangat beragam yang turut mempengaruhi masalah transportasi ini. Bahan Bacaan : 1. Morgan GE, Mikhhail MS, Murray MJ. 2013. Clinical Anaesthesiology, 4th ed. New York: Lange Medical Books/McGraw-Hill 2. Robert K. Stoelting, Simon C. Hiller. 2012. Pharmacology & Physiology in Anesthesic Practice. Fourth Edition. Lippincott Williams & Wilkins, Philadelphia, USA 3. Barash PG, Cullen BF, Stoelting RK. 2012. Clinical Anaesthesia, 5th ed. Philadelphia:Lippincott Williams & Wilkins 4. Miller,RD. 2009. Miller’s Anesthesia 6th ed 5. Gillman,J. 1998. Perioperative Medicine 6. Stone,DJ. 2004. Perioperative Care 7. Katzung, BG. 2004. Basic & Clinical Pharmacology 9th ed 8. Practice Guidelines for Postanesthetic Care. Anesthesiology 2002; 96(3)
Program Studi Anestesiologi dan Reanimasi Fakultas Kedokteran Universitas Udayana 163
PANDUAN PELAKSANAAN KURIKULUM PENDIDIKAN Mata Kuliah
: Keterampilan klinik anestesiologi dan terapi intensif III
Kode Mata Kuliah
: KKA602
Nama Dosen
: 1.dr.Pontisomaya Parami, SpAn MARS 2.dr.IGP Sukrana Sidemen, SpAn KAR 3.dr.IB Gde Sujana, SpAn Msi 4.dr.Cynthia Dewi Sinardja, SpAn MARS SKS : 3 SKS profesi Waktu : 3 minggu 1 sks profesi = 1 sks praktikum, praktik lapangan, penelitian, pengabdian kepada masyarakat sebanyak 170 menit/minggu/semester = 68 jam/semester/6 bulan = 68 JAM / 3 MINGGU = 68 JAM / 21 HARI = 3 JAM 15 MENIT / HARI. a) 3 SKS Profesi = 3 x 3 jam 15 menit / hari = 9 jam 45 menit / hari Standar Kompetensi : Setelah menyelesaikan semester ini peserta didik akan memiliki kemampuan untuk melakukan anestesi pada pasien urologi, pasien bedah digestif, pasien bedah mata, pasien ambulatori, pasien bedah obstetri, pasien bedah jalan napas dan pasien bedah ortopedi ps 1,2,3,4. N oKompetensi Dasar
Pengalaman Belajar
Indikator Pencapaian
0 1.
Peserta didik memiliki kemampuan melakukan penatalaksanaan anestesi pada pasien urologi dengan PS 1,2,3
Peserta didik memahami indikasi untuk pembedahan urologi, persiapan preanestesia untuk pembedahan urologi, implikasi perioperatif gagal ginjal akut/kronik ,konsekuensi fisiologik operasi endoskopik prostat, posisi untuk
Peserta didik mampu melakukan persiapan preanestesia untuk pembedahan urologi, implikasi perioperatif gagal ginjal akut/kronik
Program Studi Anestesiologi dan Reanimasi Fakultas Kedokteran Universitas Udayana 164
P T
M S F
Penilaian Mini- C CEX / B DOPS T
OS CE
3 sks profesi BO 4 jam
BP
BJ
Waktu
5,5 3 hari jam
PANDUAN PELAKSANAAN KURIKULUM PENDIDIKAN nefrektomi, implikasi perdarahan vena kava inferior karena keganasan ginjal, implikasi penyakit primer yang menyertai bedah urologi termasuk distres pernafasan, hipertensi, penyakit jantung koroner, dan diabetes Peserta didik mempelajari penanggulangan nyeri pascabedah dengan obat-obat antiinflamasi nonsteroid (NSAID)dan opioid epidural/sistemik, analgesia regional untuk bedah urologi mayor, implikasi Extracorporeal Shock Wave Lithothrypsi (ESWL) Peserta didik mempelajari gejalagejala dan tanda-tanda sindroma Transurethral Reseksion of the Prostate (TURP syndrome)
,konsekuensi fisiologik operasi endoskopik prostat, posisi untuk nefrektomi, implikasi perdarahan vena kava inferior karena keganasan ginjal, implikasi penyakit primer yang menyertai bedah urologi termasuk distres pernafasan, hipertensi, penyakit jantung koroner, dan diabetes Peserta didik mempelajari penanggulangan nyeri pascabedah dengan obat-obat antiinflamasi nonsteroid (NSAID)dan opioid epidural/sistemik, analgesia regional untuk bedah urologi mayor, implikasi Extracorporeal Shock Wave Lithothrypsi (ESWL)
Program Studi Anestesiologi dan Reanimasi Fakultas Kedokteran Universitas Udayana 165
PANDUAN PELAKSANAAN KURIKULUM PENDIDIKAN Peserta didik mengenali dan mampu mengatasi gejala-gejala dan tandatanda sindroma Transurethral Reseksion of the Prostate (TURP syndrome)
2.
Peserta didik memiliki kemampuan melakukan penatalaksanaan anestesi pada bedah digestif
3.
Peserta didik memiliki kemampuan melakukan penatalaksanaan
Peserta didik memahami fisiologi dan anatomi sistem saluran cerna yang dapat berhubungan dengan anestesia, mempelajari mengenai preoperatif pada pasien bedah digestif, memahami penatalaksana anestesia pada bedah digestif, memahami teknik-teknik anestesi dalam operasi bedah digestif, memahami komplikasi dan resiko yang mungkin terjadi pada pasien bedah digestif. Peserta didik memahami anatomi mata dan inervasi yang dapat berhubungan dengan anestesia, fisiologi tekanan intraokular dan hal-hal yang mempengaruhinya.
Peserta didik mampu melakukan penatalaksanaan anestesi pada pasien urologi dengan PS 1,2,3 Peserta didik mampu melakukan penatalaksanaan anestesi pada bedah digestif dan mampu mengatasi komplikasi dan risiko yang mungkin terjadi pada pasien bedah digestif
Peserta didik mampu melakukan penatalaksanaan anestesi pada bedah mata dan mampu
Program Studi Anestesiologi dan Reanimasi Fakultas Kedokteran Universitas Udayana 166
4 ja m
5,5 ja m
3 hari
4 ja m
5,5 ja m
3 hari
PANDUAN PELAKSANAAN KURIKULUM PENDIDIKAN anestesi pada bedah mata
Peserta didik memahami farmakologi dan dampak fisiologik obat-obat topikal yang biasa digunakan dalam prosedur bedah mata serta interaksinya dengan obat-obat anestetik.
mengatasi komplikasi dan risiko yang mungkin terjadi
Peserta didik memahami seleksi pasien untuk bedah mata rawat jalan. Peserta didik memahami persiapan prabedah, antara lain: puasa pada pasien dewasa dan pediatri,premedikasi, persetujuan setelah menerima informasi yang adekuat Peserta didik memahami pemantauan standar yang harus ada pada setiap prosedur bedah mata Peserta didik memahami teknik anestesia yang benar untuk berbagai prosedur bedah mata. Peserta didik memahami risiko dan komplikasi berbagai prosedur bedah mata.
Program Studi Anestesiologi dan Reanimasi Fakultas Kedokteran Universitas Udayana 167
PANDUAN PELAKSANAAN KURIKULUM PENDIDIKAN 4.
Peserta didik memiliki kemampuan melakukan penatalaksanaan anestesi pasien ambulatori
Peserta didik mampu menjelaskan kriteria pemilihan pasien untuk operasi ambulatori. Peserta didik mampu menjelaskan pemeriksaan preoperatif pasien untuk operasi ambulatori, meliputi pemeriksaan fisik dan penunjang yang tepat. Peserta didik mampu menjelaskan status fisik pasien ambulatori berdasarkan klasifikasi ASA Peserta didik mampu menjelaskan kondisi pasien yang tidak sesuai untuk operasi ambulatori dan risikonya, seperti bayi prematur dan eks-prematur, pasien dengan riwayat gangguan respirasi seperti ISPA, apnea, spasme bronkus, pasien dengan penyakit jantung seperti CHF, kelainan jantung kongenital, pasien dengan riwayat hipertermia malignan, pasien obesitas morbid, pasien dengan keganasan, gangguan jalan nafas sulit, operasi besar yang memungkinkan kehilangan banyak darah, yang membutuhkan
Peserta didik mampu melakukan penatalaksanaan anestesi pasien ambulatori Peserta didik mampu melakukan pemeriksaan preoperatif pasien untuk operasi ambulatori, meliputi pemeriksaan fisik dan penunjang yang tepat. Peserta didik mampu memilih pasien yang sesuai untuk operasi ambulatori Peserta didik mampu melakukan persiapan preoperatif operasi ambulatori seperti puasa dan premedikasi Peserta didik mampu memilih teknik anestesia umum seperti anestesia intravena, sungkup, LMA atau
Program Studi Anestesiologi dan Reanimasi Fakultas Kedokteran Universitas Udayana 168
4 ja m
5,5 ja m
3 hari
PANDUAN PELAKSANAAN KURIKULUM PENDIDIKAN pemantauan dan penanganan nyeri khusus pascabedah. Peserta didik mampu menjelaskan persiapan preoperatif operasi ambulatori seperti puasa dan premedikasi. Peserta didik mampu menjelaskan rencana anestesia umum seperti anestesia intravena, sungkup, LMA atau intubasi ETT, dan regional seperti spinal, epidural, kaudal maupun blok perifer untuk operasi pasien ambulatori yang akan dilakukan Peserta didik mampu menjelaskan persiapan alat anestesia umum maupun regional, dan obat-obatan dengan masa kerja singkat yang sesuai untuk anestesia ambulatori Peserta didik mampu menjelaskan pemantauan yang baik dan sesuai untuk anestesia ambulatori Peserta didik mampu menjelaskan cara pemulihan pembiusan yang cepat untuk pasien ambulatori
intubasi ETT, dan regional seperti spinal, epidural, kaudal maupun blok perifer untuk operasi pasien ambulatori yang akan dilakukan Peserta didik mampu melakukan pemantauan yang baik dan sesuai untuk anestesia ambulatori Peserta didik mampu menangani nyeri, mual muntah pascabedah untuk pasien ambulatori Peserta didik menangani komplikasi yang dapat timbul pascabedah ambulatori Peserta didik mampu menilai pasien keluar dari PACU/ruang pulih fase 1 ke ruang pulih fase 2 (dengan Modifikasi Aldrete’s
Program Studi Anestesiologi dan Reanimasi Fakultas Kedokteran Universitas Udayana 169
PANDUAN PELAKSANAAN KURIKULUM PENDIDIKAN Peserta didik mampu menjelaskan penatalaksanan nyeri, mual muntah pascabedah untuk pasien ambulatori.
skor) pulang ke rumah (PADSS skor) atau harus dirawat pascabedah ambulatori
Peserta didik mampu menjelaskan komplikasi yang dapat timbul pascabedah ambulatori.
5.
Peserta didik memiliki kemampuan melakukan penatalaksanaan anestesi pada pembedahan ortopedi dengan PS 1,2,3,4
Peserta didik mampu menjelaskan kriteria pasien keluar dari PACU/ruang pulih fase 1 ke ruang pulih fase 2 (dengan Modifikasi Aldrete’s skor) pulang ke rumah (PADSS skor) atau harus dirawat pascabedah ambulatori Peserta didik mampu menjelaskan tindakan anestesia umum dengan sungkup dan regional SAB, TIVA untuk operasi fraktur anggota gerak bawah, hip fracture, artroskopi
Peserta didik mampu melakukan penatalaksanaan anestesi pada pembedahan ortopedi dengan PS 1,2,3,4
Peserta didik memahami cara identifikasi problem preoperatif yang umum ditemukan pada pasien ortopedi dan membuat rencana anestesia yang tepat untuk prosedur bedah ortopedi yang paling sering
Peserta didik mampu melakukan tindakan anestesia umum dengan sungkup dan regional SAB, TIVA untuk operasi fraktur anggota
Program Studi Anestesiologi dan Reanimasi Fakultas Kedokteran Universitas Udayana 170
4 ja m
5,5 ja m
3 hari
PANDUAN PELAKSANAAN KURIKULUM PENDIDIKAN Peserta didik mempelajari identifikasi dan penatalaksanaan problema-problema umum pada pasien trauma serta menjelaskan persiapan preoperatif untuk pembedahan darurat dan trauma, termasuk puasa dan penggunaan antasid, antagonis H2 dan antiemetik Peserta didik memahami cara merencanakan dan memilih obat anestetik inhalasi untuk prosedur anestesia umum dengan sungkup, dan dapat menjelaskan farmakologi obat anestetik inhalasi Peserta didik memahami cara merencanakan dan memilih obat anestetik intravena, dan dapat menjelaskan farmakologi obat anestetik intravena. Peserta didik memahami cara merencanakan dan memilih alat dan obat analgetik lokal untuk semua prosedur analgesia regional, sesuai dengan lama, lokasi prosedur bedah,dan berat penyakit, serta mampu menjelaskan
gerak bawah, hip fracture, artroskopi Peserta didik dapat mengidentifikasi problem preoperatif yang umum ditemukan pada pasien ortopedi dan merencanakan anestesia yang tepat untuk prosedur bedah ortopedi yang paling sering Peserta didik dapat mengidentifikasi dan melakukan penatalaksanaan problem umum pada pasien trauma serta persiapan preoperatif untuk pembedahan darurat dan trauma, termasuk puasa dan penggunaan antasid, antagonis H2 dan antiemetik Peserta didik dapat memilih obat anestetik
Program Studi Anestesiologi dan Reanimasi Fakultas Kedokteran Universitas Udayana 171
PANDUAN PELAKSANAAN KURIKULUM PENDIDIKAN farmakologi analgetik lokal, termasuk hal khusus yang menentukan onset, durasi , potensi dan toksisitas. Peserta didik memahami cara identifikasi dan mengatasi problema-problema yang dapat terjadi selama pembedahan, misalnya syok, perdarahan Peserta didik mempelajari topik spesifik anestesia ortopedi, termasuk turnike pneumatik, emboli lemak, penyebab deep vein thrombosis, tromboemboli, pulmonary embolism. Peserta didik mampu menjelaskan dampak dari penyakit-penyakit yang menyertai pasien ortopedi, seperti hipertensi, penyakit arteri koroner, rheumatoid arthritis, diabetes melitus, ankylosing spondylitis. Peserta didik dapat menjelaskan dan membedakan penanggulangan nyeri dengan patient controlled analgesia (PCA), subarakhnoid,
inhalasi untuk prosedur anestesia umum dengan sungkup Peserta didik dapat memilih obat anestetik intravena Peserta didik dapat memilih alat dan obat analgetik lokal untuk semua prosedur analgesia regional, sesuai dengan lama, lokasi prosedur bedah,dan berat penyakit Peserta didik dapat mengatasi problem yang dapat terjadi selama pembedahan, misalnya syok, perdarahan Peserta didik dapat melakukan penanggulangan nyeri dengan patient controlled analgesia (PCA), subarakhnoid,
Program Studi Anestesiologi dan Reanimasi Fakultas Kedokteran Universitas Udayana 172
PANDUAN PELAKSANAAN KURIKULUM PENDIDIKAN analgesia lokal intra-artikular, nonsteroidal anti-inflammatory drugs (NSAIDs)
6.
Peserta didik memiliki kemampuan melakukan penatalaksanaan anestesi pada pembedahan obstetri
Peserta didik memiliki pengetahuan tentang fisiologi kehamilan, farmakologi perinatal, sirkulasi janin, pola persalinan normal, pengawasan ibu-janin, variabilitas denyut jantung janin, persalinan kurang bulan (prematur), asfiksia neonatus. Peserta didik memiliki pengetahuan tentang sirkulasi uteroplasenta. Peserta didik memiliki pengetahuan tentang kehamilan multipara, persalinan pervaginam dengan riwayat seksio sesarea sebelumnya. Peserta didik memiliki pengetahuan farmakologi dan interaksi obat antara sintosnon, metergin, magnesium sulfat, indosin, prostaglandin, steroid
analgesia lokal intraartikular, nonsteroidal antiinflammatory drugs (NSAIDs) Peserta didik mampu melakukan penatalaksanaan anestesi pada pembedahan obstetri Peserta didik mampu melakukan penatalaksanaan preoperatif termasuk premedikasi dan puasa untuk pasien obstetrik elektif Peserta didik mampu melakukan persiapan alat dan obat untuk anestesia umum dan subarakhnoid Peserta didik mampu memilih dan menentukan indikasi anestesia umum atau subarakhnoid untuk
Program Studi Anestesiologi dan Reanimasi Fakultas Kedokteran Universitas Udayana 173
4 ja m
5,5 ja m
3 hari
PANDUAN PELAKSANAAN KURIKULUM PENDIDIKAN yang biasa dipakai pada pasien obstetrik dengan obat anestetik
pasien obstetrik tanpa penyulit
Peserta didik mampu menjelaskan penatalaksanaan preoperatif termasuk premedikasi dan puasa untuk pasien obstetrik elektif
Peserta didik mampu melakukan anestesia subarakhnoid untuk prosedur seksio sesarea
Peserta didik mampu menjelaskan persiapan alat dan obat untuk anestesia umum dan subarakhnoid
Peserta didik mampu melakukan anestesia umum (intubasi, LMA) untuk prosedur seksio sesarea termasuk teknik induksi cepat dan penatalaksanaan jalan nafas pada ibu hamil
Peserta didik mampu menjelaskan indikasi anestesia umum atau subarakhnoid untuk pasien obstetrik tanpa penyulit Peserta didik mampu menjelaskan rencana anestesia subarakhnoid untuk prosedur seksio sesarea Peserta didik mampu menjelaskan rencana anestesia umum (intubasi, LMA) untuk prosedur seksio sesarea termasuk teknik induksi cepat dan penatalaksanaan jalan nafas pada ibu hamil
Peserta didik mampu melakukan anestesia umum intravena untuk tindakan kuretase Peserta didik mampu melakukan evaluasi bayi baru lahir Peserta didik mampu melakukan penatalaksanaan pospartum, penanganan
Program Studi Anestesiologi dan Reanimasi Fakultas Kedokteran Universitas Udayana 174
PANDUAN PELAKSANAAN KURIKULUM PENDIDIKAN Peserta didik mampu menjelaskan rencana anestesia umum intravena untuk tindakan kuretase
nyeri dan mual muntah pascabedah
Peserta didik memiliki pengetahuan tentang aortokaval compression dan penanganannya. Peserta didik mampu menjelaskan evaluasi bayi baru lahir
7.
Peserta didik mampu menjelaskan penatalaksanaan pospartum, penanganan nyeri dan mual muntah pascabedah Peserta didik memahami anatomi jalan napas, teknik anestesia dalam pembedahan jalan napas, memahami komplikasi dan resiko yang dapat terjadi pada pembedahan jalan napas serta penatalaksanaan kegawatan jalan nafas
Peserta didik mampu 4 5,5 3 hari melakukan ja ja penatalaksanaan m m anestesi pada pembedahan jalan napas, komplikasi dan resiko yang dapat terjadi pada pembedahan jalan napas serta penatalaksanaan kegawatan jalan nafas Keterangan : PT = Pretest, MSF = Multi Source Feedback, CBT = Computerized based test, OSCE = Objective Structure Clinical Examination, Tm = Tatap muka, KP = Kuliah Pengayaan, LP = Laporan Pagi, BST =Bed Site Teaching, BO = Bimbingan Operasi/ Skill AnestesiAnalgesi/Bimbingan Ilmiah, BP = Bimbingan Poliklinik, BJ = Bimbingan Jaga, LK = Laporan Kasus, JR = Journal Reading Peserta didik memiliki kemampuan melakukan penatalaksanaan pada pembedahan jalan napas
Program Studi Anestesiologi dan Reanimasi Fakultas Kedokteran Universitas Udayana 175
PANDUAN PELAKSANAAN KURIKULUM PENDIDIKAN Materi Pokok : Penatalaksanaan anestesi pada bedah urologi, bedah digestif, bedah mata, pasien ambulatori, bedah ortopedi, bedah obstetri, bedah jalan napas masing-masing memiliki kekhususan tersendiri. Dokter anestesi harus dapat melihat masalah dari setiap jenis pembedahan serta memberikan penatalaksanaan anestesi yang sesuai dengan jenis pembedahan tersebut. Diharapkan lewat pembelajaran ini peserta didik dapat memahami mulai dari pentingnya pelaksanaan evaluasi perioperatif pasien kemudian dilanjutkan dengan permintaan akan pemeriksaan penunjang yang diperlukan, penentuan status fisik ASA dan pemilihan pasien yang sesuai untuk operasi elektif dan yang sesuai untuk prosedur ambulatory, penentuan teknik anestesi yang sesuai tergantung dari indikasi dan kontraindikasi masing-masing kasus, persiapan alat dan obat yang wajib tersedia untuk teknik yang bersangkutan, pemantauan berkala intraoperatif, bagaimana kewaspadaan untuk menghindari dan menangani risiko dan komplikasi yang dapat terjadi, serta kelanjutan arah pasien entah ke ruang rawat, dipulangkan maupun ke unit rawat intensif. Khusus pada pasien dengan pembedahan ambulatori maka seorang ahli anestesi harus bisa menguasai bagaimana pemilihan pasien ambulatorip, persiapan preoperatif, pemilihan teknik anestesia dan penggunaan obat yang sesuai untuk anestesia ambulatori, penatalaksanaan anestesia umum dan regional, pemantauan dan penatalaksanaan pasca-anestesia pasien ambulatori dan kriteria untuk menentukan pasien boleh pulang dengan metode skoring Modified Aldrete Skor, Post Anesthesia Discharge Scoring System (PADSS). Demikian juga kekhususan pada anestesi pada kasus obstetri di mana seorang ahli anestesi dihadapkan pada dua hal penting yang menyangkut keselamatan ibu dan janin. Dimana pada situasi kasus tertentu seorang ahli anestesi juga harus bisa menentukan skala prioritas penyelamatan ibu atau janin. Selain itu terdapat pula beberapa kasus khusus yang tidak biasa dan memerlukan penguasaan ilmu dan tingkat kompetensi yang lebih terlatih. Diharapkan dengan adanya kasus-kasus khusus tersebut, khazanah pengetahuan dan kewaspadaan akan bertambah dan peserta didik dapat siap menghadapi dan menangani bila suatu saat dihadapkan dengan kasus tersebut.
Program Studi Anestesiologi dan Reanimasi Fakultas Kedokteran Universitas Udayana 176
PANDUAN PELAKSANAAN KURIKULUM PENDIDIKAN Bahan Bacaan: 1. Morgan GE, Mikhhail MS, Murray MJ. 2013. Clinical Anaesthesiology, 4th ed. New York: Lange Medical Books/McGraw-Hill 2. Robert K. Stoelting, Simon C. Hiller. 2012. Pharmacology & Physiology in Anesthesic Practice. Fourth Edition. Lippincott Williams & Wilkins, Philadelphia, USA 3. Barash PG, Cullen BF, Stoelting RK. 2012. Clinical Anaesthesia, 5th ed. Philadelphia:Lippincott Williams & Wilkins 4. Miller,RD. 2009. Miller’s Anesthesia 6th ed 5. Gillman,J. 1998. Perioperative Medicine 6. Stone,DJ. 2004. Perioperative Care 7. Katzung, BG. 2004. Basic & Clinical Pharmacology 9th ed 8. Practice Guidelines for Postanesthetic Care. Anesthesiology 2002; 96(3)
Mata Kuliah
: Keterampilan klinik anestesiologi dan terapi intensif IV
Kode Mata Kuliah Nama Dosen
: KKA603 : 1. dr. I Ketut Wibawa Nada, SpAn, KAKV 2. Dr.dr. I Wayan Suranadi, SpAn KIC 3. dr. Made Agus Kresna Sucandra, SpAn 4. dr. Kadek Agus Heryana Putra, SpAn
SKS : 3 sks profesi Waktu : 3 minggu 1 SKS profesi = 1 sks praktikum, praktik lapangan, penelitian, pengabdian kepada masyarakat sebanyak 170 menit/minggu/semester = 68 jam/semester/6 bulan = 68 JAM / 3 MINGGU = 68 JAM / 21 HARI = 3 JAM 15 MENIT / HARI. a) 3 SKS Profesi = 3 x 3 jam 15 menit / hari = 9 jam 45 menit / hari Standar Kompetensi
: Setelah menyelesaikan semester ini peserta didik akan memiliki kemampuan untuk melakukan anestesi pada pasien urologi dengan PS 1,2,3,4, anestesi pada bedah minimal invasif, anestesi pasien di luar kamar bedah, anestesi pada pembedahan orthopedi dengan PS 1,2,3,4.
Program Studi Anestesiologi dan Reanimasi Fakultas Kedokteran Universitas Udayana 177
PANDUAN PELAKSANAAN KURIKULUM PENDIDIKAN N o.
Kompetensi Dasar
1.
Peserta didik memiliki kemampuan melakukan penanganan anestesi pada pasien urologi dengan PS 1,2,3,4
Pengalaman Belajar
Indikator Pencapaian P T
Peserta didik mempelajari mengenai penanganan anestesi pada pasien urologi, serta: Menjelaskan indikasi untuk pembedahan urologi Menjelaskan persiapan preanestesia untuk pembedahan urologi, termasuk pasien gagal ginjal dengan hemodialisa reguler. Menjelaskan implikasi perioperatif gagal ginjal akut/kronik Menjelaskan konsekuensi fisiologik operasi endoskopik prostat Menjelaskan posisi untuk nefrektomi Menjelaskan implikasi perdarahan vena kava inferior karena keganasan ginjal Menjelaskan implikasi penyakit primer yang menyertai bedah urologi
Peserta didik mampu melakukan penanganan anestesi pada pasien urologi dengan PS 1,2,3,4 serta: 1) Melakukan persiapan preanestesia untuk pembedahan urologi, termasuk pasien gagal ginjal dengan hemodialisa reguler. 2) Melakukan penanggulangan nyeri pascabedah dengan obat-obat antiinfla-masi nonsteroid (NSAID)dan opioid epidural sistemik 3) Melakukan analgesia regional untuk bedah urologi mayor
Program Studi Anestesiologi dan Reanimasi Fakultas Kedokteran Universitas Udayana 178
M S F
Penilaian Mini- C CEX / B DOPS T
OS CE
Alokasi Waktu 3 sks profesi BO BP BJ Waktu 4 jam
5,5 3 hari jam
PANDUAN PELAKSANAAN KURIKULUM PENDIDIKAN
2.
termasuk distres pernafasan, hipertensi, penyakit jantung koroner, dan diabetes Menjelaskan penanggulangan nyeri pascabedah dengan obat-obat antiinflamasi nonsteroid (NSAID) dan opioid epidural sistemik Menjelaskan analgesia regional untuk bedah urologi mayor Peserta didik memiliki Peserta didik mempelajari kemampuan mengenai penanganan melakukan anestesi minimal invasif, penanganan anestesi meliputi: minimal invasif a. Penyakit sistemik lain yang diderita pasien yang dapat mempengaruhi jalannya anestesia untuk OIM (operasi invasif minimal) atau OL (operasi laparoskopi). b. Deskripsi prosedur OIM atau OL, elemen esensial, bahaya dan pertimbangan keamanan pasien yang akan dilakukan OIM atau OL. c. Persiapan preoperatif yang harus dilaksanakan baik
Peserta didik mampu melakukan penanganan anestesi minimal invasif Meliputi: 1. Melakukan langkahlangkah evaluasi preoperatif yang meliputi; anamnesis, pemeriksaan fisis, pemeriksaan penunjang, dan konsultasi untuk menentukan status fisis ASA preoperatif pasien OIM atau OL. 2. Menentukan status fisis ASA dan menegakkan diagnosis penyakit sistemik lain yang diderita pasien yang
Program Studi Anestesiologi dan Reanimasi Fakultas Kedokteran Universitas Udayana 179
4 jam
5,5 1 jam minggu
PANDUAN PELAKSANAAN KURIKULUM PENDIDIKAN
d.
e.
f.
g.
h.
persiapan rutin maupun dapat mempengaruhi persiapan khusus; di rumah jalannya anestesia untuk (pada pasien rawat jalan), di OIM atau OL. bangsal/ruang perawatan, di 3. Melakukan identifikasi kamar persiapan IBS dan di dengan benar perihal kamar operasi. indikasi prosedur OIM Rencana anestesia dan atau OL yang minimal, reanimasi yang akan moderat atau yang dilakukan untuk prosedur kompleks dan indikasiOIM atau OL kontranya terkait dengan Pemantauan dan penyulit butir 2 di atas. yang dapat terjadi selama 4. Melakukan persiapan OIM atau OL. preoperatif yang harus Perubahan fisiologis akibat dilaksanakan baik insuflasi gas CO2 dan persiapan rutin maupun perubahan posisi persiapan khusus; di trendelenburg, antirumah (pada pasien trendelenburg, lateral, rawat jalan), di litotomi, terhadap kondisi bangsal/ruang pasien selama anestesia perawatan, di kamar untuk OIM atau OL. persiapan IBS dan di Cara mengenali dan kamar operasi. menangani komplikasi 5. Melakukan pemakaian gas CO2 dan penatalaksanaan pemakaian alat bedah anestesia secara benar elektrik pada OIM atau OL. dan aman sehingga Pemantauan, beberapa menghasilkan trias penyulit yang dapat terjadi anestesia yang optimal, dan penatalaksanaannya melakukan pasca OIM atau OL. penatalaksanaan
Program Studi Anestesiologi dan Reanimasi Fakultas Kedokteran Universitas Udayana 180
PANDUAN PELAKSANAAN KURIKULUM PENDIDIKAN i. Rekam medis perioperatif pasien OIM atau OL.
reanimasi yang adekuat selama prosedur berlangsung dan melakukan prosedur pemulihan anestesia yang aman dan mulus. 6. Melakukan pemantauan dan segera melakukan penanggulangan terhadap penyulit yang dapat terjadi selama OIM atau OL. 7. Melakukan antisipasi terhadap perubahan fisiologis akibat insuflasi gas CO2 dan perubahan posisi trendelenburg, antitrendelenburg, lateral, litotomi, terhadap kondisi pasien selama anestesia untuk OIM atau OL. 8. Mengenali dan menangani komplikasi pemakaian gas CO2 dan pemakaian alat bedah elektrik pada OIM atau OL.
Program Studi Anestesiologi dan Reanimasi Fakultas Kedokteran Universitas Udayana 181
PANDUAN PELAKSANAAN KURIKULUM PENDIDIKAN
3.
Peserta didik memiliki kemampuan melakukan penanganan anestesi pasien di luar kamar bedah
Peserta didik mempelajari mengenai penanganan anestesi pasien di luar kamar bedah, yang meliputi 1) persiapan obat dan alat untuk memberikan anestesia di luar kamar bedah. 2) Cara pemberian anestesia untuk CT-scan 3) anestesia untuk MRI 4) anestesia untuk neuroradiologi 5) anestesia untuk terapi radiasi 6) teknik Monitored Anesthesia Care (MAC) 7) anestesia untuk ECT
9. Melakukan pemantauan, menegakkan diagnosis penyulit-penyulit yang dapat terjadi dan melakukan penatalaksanaannya pasca OIM atau OL. 10. Membuat rekam medis perioperatif OIM atau OL. Peserta didik mampu menangani anestesi pasien di luar kamar bedah, yang meliputi 1) Mampu melakukan persiapan obat dan alat untuk memberikan anestesia di luar kamar bedah. 2) Mampu melakukan pemberian anestesia untuk CT-scan 3) Mampu melakukan pemberian anestesia untuk MRI 4) Mampu melakukan pemberian anestesia untuk neuroradiologi
Program Studi Anestesiologi dan Reanimasi Fakultas Kedokteran Universitas Udayana 182
4 jam
5,5 4 hari jam
PANDUAN PELAKSANAAN KURIKULUM PENDIDIKAN
4.
8) komplikasi akibat interaksi 5) Mampu melakukan obat anestetik dan obat pemberian anestesia psikiatrik. untuk terapi radiasi 9) komplikasi akibat zat 6) Mampu melakukan kontras untuk radio pemberian anestesia diagnostik. dengan teknik Monitored Anesthesia Care (MAC) 7) Mampu melakukan pemberian anestesia untuk ECT 8) Mampu menilai dan mengatasi komplikasi akibat interaksi obat anestetik dan obat psikiatrik. 9) Mampu menilai dan mengatasi komplikasi akibat zat kontras untuk radio diagnostik. Peserta didik memiliki Peserta didik mempelajari Peserta didik mampu kemampuan mengenai penanganan melakukan penanganan melakukan anestesi pada pembedahan anestesi pada pembedahan penanganan anestesi ortopedi dengan PS 1,2,3,4. ortopedi dengan PS 1,2,3,4. pada pembedahan Yang meliputi: Yang meliputi: ortopedi dengan PS 1) Menjelaskan tindakan 1) umum dengan sungkup 1,2,3,4 anestesia umum dengan dan regional SAB, TIVA sungkup dan regional untuk operasi fraktur SAB, TIVA untuk operasi anggota gerak bawah, fraktur anggota gerak hip fracture, artroskopi,
Program Studi Anestesiologi dan Reanimasi Fakultas Kedokteran Universitas Udayana 183
4 jam
5,5 1 jam minggu
PANDUAN PELAKSANAAN KURIKULUM PENDIDIKAN 2)
3)
4)
5) 6) 7) 8)
bawah, hip fracture, artroskopi, identifikasi problema preoperatif yang umum ditemukan pada pasien ortopedi dan membuat rencana anestesia yang tepat untuk prosedur bedah ortopedi yang paling sering . identifikasi dan penatalaksanaan problema umum pada pasien trauma serta menjelaskan persiapan preoperatif untuk pembedahan darurat dan trauma, termasuk puasa dan penggunaan antasid, antagonis H2 dan antiemetik. obat anestetik inhalasi untuk prosedur anstesia umum dengan sungkup. Menjelaskan farmakologi obat anestetik inhalasi. obat anestetik intravena. Menjelaskan farmakologi obat anestetik intravena. Merencanak analgetik lokal untuk semua
2) Melakukan identifikasi problema preoperatif yang umum ditemukan pada pasien ortopedi dan membuat rencana anestesia yang tepat untuk prosedur bedah ortopedi yang paling sering . 3) Melakukan identifikasi dan penatalaksanaan problema umum pada pasien trauma serta menjelaskan persiapan preoperatif untuk pembedahan darurat dan trauma, termasuk puasa dan penggunaan antasid, antagonis H2 dan antiemetik. 4) Merencanakan dan memilih obat anestetik inhalasi untuk prosedur anstesia umum dengan sungkup. 5) Merencanakan dan memilih obat anestetik intravena. 6) Merencanakan dan memilih alat dan obat
Program Studi Anestesiologi dan Reanimasi Fakultas Kedokteran Universitas Udayana 184
PANDUAN PELAKSANAAN KURIKULUM PENDIDIKAN prosedur analgesia regional, sesuai dengan lama, lokasi prosedur bedah, dan berat penyakit. 9) Menjelaskan farmakologi analgetik lokal, termasuk hal khusus yang menentukan onset, durasi ,potensi dan toksisitas. 10) identifikasi dan mengatasi problema yang dapat terjadi selama pembedahan, misalnya syok perdarahan. 11) menjelaskan pengaturan posisi pasien, terutama pada pembedahan tulang belakang (spine surgery), termasuk akibat yang terjadi bila pengaturan posisi yang tidak benar, misalnya terjadinya öözing pada lapangan operasi, trauma pada wajah dan lutut akibat penekanan. 12) menjelaskan pengaturan posisi pasien pada operasi tulang belakang servikal
analgetik lokal untuk semua prosedur analgesia regional, sesuai dengan lama, lokasi prosedur bedah, dan berat penyakit. 7) Melakukan identifikasi dan mengatasi problema yang dapat terjadi selama pembedahan, misalnya syok perdarahan. 8) Merencanakan pengaturan posisi pasien, terutama pada pembedahan tulang belakang (spine surgery), termasuk akibat yang terjadi bila pengaturan posisi yang tidak benar, misalnya terjadinya öözing pada lapangan operasi, trauma pada wajah dan lutut akibat penekanan. 9) Merencanakan dan pengaturan posisi pasien pada operasi tulang belakang servikal (cervical spine surgery)
Program Studi Anestesiologi dan Reanimasi Fakultas Kedokteran Universitas Udayana 185
PANDUAN PELAKSANAAN KURIKULUM PENDIDIKAN (cervical spine surgery) untuk kemudahan operator dan keselamatan pasien (trauma wajah). 13) Membahas topik topik spesifik dalam anestesia ortopedi, termasuk turnike pneumatik, embolus lemak, penyebab deep vein thrombosis, tromboemboli, pulmonary embolism. 14) Menjelaskan dampak dari penyakit-penyakit yang menyertai pasien ortopedi, seperti hipertensi, penyakit arteri koroner, rheumatoid arthritis, diabetes melitus, ankylosing spondylitis. 15) Menjelaskan penanggulangan nyeri dengan patient controlled analgesia (PCA), subarahnoid, analgesia lokal intra-artikular, nonsteroidal antiinflammatory drugs (NSAIDs)
untuk kemudahan operator dan keselamatan pasien (trauma wajah). 10) Mampu mengatasi topik spesifik dalam anestesia ortopedi, termasuk turnike pneumatik, embolus lemak, penyebab deep vein thrombosis, tromboemboli, pulmonary embolism. 11) Mengatasi dampak dari penyakit-penyakit yang menyertai pasien ortopedi, seperti hipertensi, penyakit arteri koroner, rheumatoid arthritis, diabetes melitus, ankylosing spondylitis. 12) membedakan penanggulangan nyeri dengan patient controlled analgesia (PCA), subarahnoid, analgesia lokal intraartikular, non-steroidal
Program Studi Anestesiologi dan Reanimasi Fakultas Kedokteran Universitas Udayana 186
PANDUAN PELAKSANAAN KURIKULUM PENDIDIKAN anti-inflammatory drugs (NSAIDs) Keterangan : PT = Pretest, MSF = Multi Source Feedback, CBT = Computerized based test, OSCE = Objective Structure Clinical Examination, Tm = Tatap muka, KP = Kuliah Pengayaan, LP = Laporan Pagi, BST =Bed Site Teaching, BO = Bimbingan Operasi/ Skill AnestesiAnalgesi/Bimbingan Ilmiah, BP = Bimbingan Poliklinik, BJ = Bimbingan Jaga, LK = Laporan Kasus, JR = Journal Reading Materi Pokok : Pasien yang direncanakan untuk menjalani anestesi untuk pembedahan urologi biasanya disertai dengan beberapa penyakit penyerta, paling sering adalah dengan gagal ginjal bahkan disertai dengan hemodialisis regular. Saat intraoperatif juga disertai dengan perdarahan atau posisi yang memerlukan perhatian khusus. Dengan adanya teknik seperti endourologi, meskipun ditujukan untuk menurunkan risiko perdarahan namun hal lain seperti kelebihan cairan dan gangguan elektrolit menjadi hal yang akan mengintai. Nyeri pascaoperasi juga menjadi salah satu hal yang diperhatikan karena baik dari segi dosis, teknik pemberian maupun kombinasi obat untuk penanggulangan nyeri harus mempertimbangkan adanya penyerta penyakit ginjal tadi. Teknik anestesi pada operasi minimal invasif ditujukan untuk membantu agar diperoleh lapangan operasi yang relaks namun juga mempertimbangkan perubahan fisiologis yang terjadi akibat insuflasi gas CO2 ke dalam rongga abdomen. Terdapat batas-batas yang perlu diketahui untuk menjaga agar operasi dapat dilakukan dengan lancar dan keselamatan pasien tetap terjaga, terhindar dari risiko penyulit dan komplikasi. Teknik anestesi di luar kamar bedah memiliki keunikan tersendiri yang tidak mudah untuk dilakukan. Berbekal peralatan dan obat yang berbeda, bahkan cenderung tidak selengkap kamar bedah standar, membuat seorang ahli anestesi wajib memiliki beberapa rencana cadangan maupun persiapan akan upaya penyelamatan pasien bila terjadi hal yang tidak diinginkan. Teknik anestesi pada pembedahan ortopedi semakin berkembang tidak saja dari segi obat namun dari segi variasi teknik terutama anestesi regional dan blok saraf perifer yang ditujukan untuk meminimalkan efek samping obat namun memberikan kemudahan operasi yang seluasnya
Program Studi Anestesiologi dan Reanimasi Fakultas Kedokteran Universitas Udayana 187
PANDUAN PELAKSANAAN KURIKULUM PENDIDIKAN kepada operator. Diperlukan pengetahuan yang cukup mengenai beberapa prosedur operasi bedah ortopedi beserta pemosisian pasien yang paling sering dilakukan supaya diperoleh gambaran akan rencana pemilihan teknik anestesi yang sesuai.
Bahan Bacaan : 1. 2. 3. 4. 5. 6. 7. 8.
Katzung,BG. 2004. Basic & Clinical Pharmacology 9th ed Morgan GE, Jr. 2006. Clinical Anesthesiology4th ed Barash,P.2005. Clinical Anesthesia 4th ed Miller,RD. 2006. Miller´s Anesthesia RD 6thed Stoelting. 2006. Pharmacology and Physiology 4th ed Fishman SM (eds). 2009. Bonica’s Management of Pain 4th ed McMahon S, et al. 2013. Wall & Melzack's Textbook of Pain 6th ed Van Zundert (eds). 2011. Evidence-based Interventional Pain Practice: According to Clinical Diagnoses
Mata Kuliah
: PNB Intermediate
Kode Mata Kuliah
: ATI 604
Nama Dosen
: 1. Dr. dr. Tjok Gede Agung Senapathi, Sp.An KAR 2. dr. IMG.Widnyana,SpAn.MKes.KAR 3. dr. IGN.Mahaalit Aribawa,SpAn.KAR 4. dr. IB Krisna Jaya Sutawan,SpAn.M.Kes SKS : 1 SKS akademik, 1 SKS profesi Waktu : 2 minggu 1 sks akademik = 1 sks kuliah / lecture / tutorial, yang terdiri dari : a) tatap muka 50 menit/minggu/semester = 20 jam/semester/6 bulan = 20 Jam / 2 minggu = 20 jam / 10 hari = 2 jam / hari Program Studi Anestesiologi dan Reanimasi Fakultas Kedokteran Universitas Udayana 188
PANDUAN PELAKSANAAN KURIKULUM PENDIDIKAN b) penugasan terstruktur 60 menit/minggu/semester = 24 jam/semester/6 bulan = 24 JAM / 2 MINGGU = 24 JAM / 10 HARI = 2.4 JAM / HARI = 2 JAM 20 MENIT / HARI c) kegiatan mandiri 60 menit/minggu/semester = 24 jam/semester/6 bulan = 2 JAM 20 MENIT / HARI 1 sks profesi = 1 sks praktikum, praktik lapangan, penelitian, pengabdian kepada masyarakat sebanyak 170 menit/minggu/semester = 68 jam/semester/6 bulan = 68 JAM / 2 MINGGU = 68 JAM / 14 HARI = 4 JAM 50 MENIT / HARI. a) 1 SKS Profesi = 1 x 4 jam 50 menit / hari = 4 jam 50 menit / hari Standar Kompetensi
: Setelah menyelesaikan semester ini peserta didik akan memiliki kemampuan untuk melakukan anestesi pada pasien orthopedi, urologi, abdomen bawah dengan PS 1, 2, 3, 4, anestesi dengan blok saraf tepi intermediate, dan ultrasonografi untuk blok saraf tepi. Penilaian
N 0 1.
Kompetensi o Dasar
Pengalaman Belajar
Peserta didik Peserta didik memiliki mempelajari kemampuan mengenai tindakan melakukan anestesia untuk penanganan tindakan bedah pada anestesi pada kasus kasus ortopedi pasien ortopedi, sederhana (misalnya urologi, reposisi patah tulang abdomen tertutup, bawah dengan debridement patah PS 1,2,3,4 tulang terbuka , ORIF anggota gerak bawah, artroskopi
Indikator Pencapaian
P T
Peserta didik mampu melakukan tindakan anestesia untuk tindakan bedah pada kasus kasus ortopedi sederhana (misalnya reposisi patah tulang tertutup, debridement patah tulang terbuka , ORIF anggota gerak bawah, artroskopi sendi lutut, dll),
Program Studi Anestesiologi dan Reanimasi Fakultas Kedokteran Universitas Udayana 189
M S F
MiniCEX / DOPS
Alokasi Waktu 1 sks akademik 1 sks profesi C OS B B Wak B B Wak CE KP LP S BJ T tu O P tu T 2 2 2 3 4 1,5 5 jam jam ja hari jam jam hari 15 m men 15 it m en it
PANDUAN PELAKSANAAN KURIKULUM PENDIDIKAN sendi lutut, dll), prosedur bedah ortopedi tertentu (operasi fraktur anggota gerak, hip fracture, hand surgery, operasi elektif spine servikal/torakal/lum bal, posterior spinal fusion scoliosis, artroskopi, total joint replacement pada ekstremitas bawah (sendi lutut sendi panggul), operasi rekonstruksi, mencakup evaluasi pasien preoperatif, pelaksanaan anestesia bisa berupa sungkup atau LMA (inhalasi), TIVA, GA-OTT, regional SAB, regional anestesia epidural, pemantauan intra operatif, penatalaksanaan masa pulih dan
prosedur bedah ortopedi tertentu (operasi fraktur anggota gerak, hip fracture, hand surgery, operasi elektif spine servikal/torakal/lum bal, posterior spinal fusion scoliosis, artroskopi, total joint replacement pada ekstremitas bawah (sendi lutut sendi panggul), operasi rekonstruksi, mencakup evaluasi pasien preoperatif, merancang pelaksanaan anestesia bisa berupa sungkup atau LMA (inhalasi), TIVA, GA-OTT, regional SAB, regional anestesia epidural, pemantauan intra operatif, penatalaksanaan masa pulih dan
Program Studi Anestesiologi dan Reanimasi Fakultas Kedokteran Universitas Udayana 190
PANDUAN PELAKSANAAN KURIKULUM PENDIDIKAN penatalaksanaan nyeri pascabedah pada pasien PS 1,2,3,4 Peserta didik mempelajari penanganan anestesia bedah urologi yaitu tindakan anestesia untuk tindakan bedah pada kasuskasus urologi seperti sistostomi, operasi batu bulibuli, prostatektomi terbuka, TUR bulibuli, TUR prostat, URS, ESWL, operasi batu ginjal, operasi pengangkatan ginjal (nefrektomi), operasi tumor ginjal dan buli-buli dengan PS ASA 1-4 Peserta didik mempelajari pemberian anestesia pada pembedahan
penatalaksanaan nyeri pascabedah pada pasien PS 1,2,3,4 Peserta didik mampu melakukan penanganan anestesia bedah urologi yaitu tindakan anestesia untuk tindakan bedah pada kasuskasus urologi seperti sistostomi, operasi batu buli-buli, prostatektomi terbuka, TUR bulibuli, TUR prostat, URS, ESWL, operasi batu ginjal, operasi pengangkatan ginjal (nefrektomi), operasi tumor ginjal dan buli-buli dengan PS ASA 1-4 Peserta didik mampu melakukan pemberian anestesia pada pembedahan
Program Studi Anestesiologi dan Reanimasi Fakultas Kedokteran Universitas Udayana 191
PANDUAN PELAKSANAAN KURIKULUM PENDIDIKAN
2.
abdomen bawah abdomen bawah seperti seperti appendisektomi appendisektomi mencakup evaluasi mencakup evaluasi pasien preoperatif, pasien preoperatif, merancang merancang pelaksanaan pelaksanaan anestesia bisa anestesia bisa berupa berupa anestesi anestesi GA-OTT, GA-OTT, regional regional SAB, SAB, regional regional anestesia anestesia epidural, epidural, pemantauan intra pemantauan intra operatif, operatif, penatalaksanaan penatalaksanaan masa pulih dan masa pulih dan penatalaksanaan penatalaksanaan nyeri pascabedah nyeri pascabedah pada pasien PS pada pasien PS 1,2,3,4 1,2,3,4 Peserta didik Peserta didik Peserta didik memiliki mempelajari tentang memahami tentang kemampuan anatomi fungsional , anatomi fungsional, melakukan fisiologi saraf tepi fisiologi saraf tepi penanganan Peserta didik Peserta didik anestesi dengan mempelajari indikasi memahami indikasi blok saraf tepi dan indikasi-kontra dan indikasi-kontra intermediate tindakan anestesia tindakan anestesia blok pleksus blok pleksus brakialis brakialis (interskalenus dan Program Studi Anestesiologi dan Reanimasi Fakultas Kedokteran Universitas Udayana 192
2 jam
2 jam 15 enit
2 4 ja hari m 15 m en it
4 jam
1,5 5 jam hari
PANDUAN PELAKSANAAN KURIKULUM PENDIDIKAN (interskalenus dan aksilaris), blok aksilaris), blok pleksus lumbosakral pleksus lumbosakral (siatik, femoral, (siatik, femoral, poplitea) poplitea) Peserta didik memahami jenis obat, Peserta didik mempelajari jenis dosis, konsentrasi, obat, dosis, pengenceran, mula konsentrasi, kerja, lama kerja obat pengenceran, mula analgetik lokal yang kerja, lama kerja dapat dipakai untuk obat analgetik lokal anestesia blok pleksus yang dapat dipakai brakialis untuk anestesia blok (interskalenus, pleksus brakialis aksilaris) dan blok (interskalenus, pleksus lumbosakral aksilaris) dan blok (siatik, femoral, pleksus lumbosakral poplitea) serta jenis (siatik, femoral, adjuvan yang dapat poplitea) serta jenis mempengaruhi atau adjuvan yang dapat membantu kerja obat mempengaruhi atau analgetik lokal membantu kerja obat Peserta didik mampu analgetik lokal melakukan pemberian anestesi Peserta didik mempelajari blok perifer secara pemberian anestesi baik dan benar, blok perifer secara melakukan baik dan benar, penatalaksanaan melakukan Program Studi Anestesiologi dan Reanimasi Fakultas Kedokteran Universitas Udayana 193
PANDUAN PELAKSANAAN KURIKULUM PENDIDIKAN penatalaksanaan komplikasi anestesi komplikasi anestesi blok saraf tepi blok saraf tepi 3. Peserta didik 2 2 2 3 1 3,5 4 Peserta didik Peserta didik memiliki jam jam ja hari jam jam hari mempelajari memahami anatomi kemampuan 15 m anatomi saraf tepi saraf tepi dengan melakukan men 15 dengan penuntun penuntun ultrasonografi it m ultrasonografi ultrasonografi untuk blok en Peserta didik Peserta didik mampu saraf tepi it mempelajari melakukan pemberian anestesi pemberian anestesi blok perifer secara blok perifer secara baik dan benar baik dan benar dengan dengan menggunakan menggunakan ultrasonografi, ultrasonografi, melakukan melakukan penatalaksanaan penatalaksanaan komplikasi anestesi komplikasi anestesi blok saraf tepi blok saraf tepi Keterangan : PT = Pretest, MSF = Multi Source Feedback, CBT = Computerized based test, OSCE = Objective Structure Clinical Examination, Tm = Tatap muka, KP = Kuliah Pengayaan, LP = Laporan Pagi, BST =Bed Site Teaching, BO = Bimbingan Operasi/ Skill AnestesiAnalgesi/Bimbingan Ilmiah, BP = Bimbingan Poliklinik, BJ = Bimbingan Jaga, LK = Laporan Kasus, JR = Journal Reading Materi Pokok : Untuk dapat memberikan anestesia pada operasi ortopedi diperlukan pengetahuan dan keterampilan dalam memahami prosedur pembedahan ortopedi, terapi cairan, penatalaksanan nyeri pascabedah, penggunaan turniket pneumatik, memahami patofisiologi embolus lemak, rematoid artritis, profilaksis deep vein thrombosis (DVT), tromboembolus dan embolus paru, serta hubungan antara analgesia regional dan Program Studi Anestesiologi dan Reanimasi Fakultas Kedokteran Universitas Udayana 194
PANDUAN PELAKSANAAN KURIKULUM PENDIDIKAN antikoagulan. Anestesia bedah urologi adalah tindakan anestesia untuk tindakan bedah pada kasus-kasus urologi seperti sistostomi, operasi batu buli-buli, prostatektomi terbuka, TUR buli-buli, TUR prostat, URS, ESWL, operasi batu ginjal, operasi pengangkatan ginjal (nefrektomi), operasi tumor ginjal dan buli-buli dengan PS ASA 1-4, dapat berupa anestesia umum (inhalasi dengan intubasi ETT atau LMA) maupun analgesia regional (SAB atau epidural). Memahami dan mampu melakukan evaluasi preoperatif, intraoperatif, dan penanganan pasca operasi pada kasus pembedahan abdomen bawah. Pemahaman mengenai anatomi dan fisiologi serta farmakologi obat yang dipergunakan mutlak diperlukan dalam pemberian anestesi saraf tepi (prosedur tindakan anestesia blok pleksus brakialis pendekatan interskalenus dan aksilaris, blok pleksus lumbosakral : blok siatik, blok femoralis, blok poplitea dengan menggunakan nerve stimulator yang baik dan benar). Indikasi dan indikasi-kontra tindakan anestesia blok pleksus brakialis (interskalenus dan aksilaris), blok pleksus lumbosakral (siatik, femoral, poplitea). Jenis obat, dosis, konsentrasi, pengenceran, mula kerja, lama kerja obat analgetik lokal yang dapat dipakai untuk anestesia blok pleksus brakialis (interskalenus, aksilaris) dan blok pleksus lumbosakral (siatik, femoral, poplitea) serta jenis adjuvan yang dapat mempengaruhi atau membantu kerja obat analgetik lokal Mampu mengenali tanda- tanda dini komplikasi yang terjadi pada anestesia blok pleksus brakialis, blok pleksus lumbosakral, melakukan pencegahan dan mengatasi komplikasi tersebut. Mampu memeriksa level ketinggian minimal dan jenis blok yang diinginkan termasuk dermatom, miotom dan osteotom yang dipengaruhinya pada anestesia blok pleksus brakialis, blok pleksus lumbosakral sehingga sesuai untuk kebutuhan masing-masing tindakan operasi yang akan dilakukan. Pemahaman landmark anatomi saraf tepi dengan penuntun ultrasonografi penting untuk peserta didik sehingga dapat melakukan pemberian anestesi blok perifer secara baik dan benar dengan menggunakan ultrasonografi, melakukan penatalaksanaan komplikasi anestesi blok saraf tepi.
Program Studi Anestesiologi dan Reanimasi Fakultas Kedokteran Universitas Udayana 195
PANDUAN PELAKSANAAN KURIKULUM PENDIDIKAN Bahan Bacaan : 1. Hadzic A. 2012. Peripheral Nerve Block and Anatomy for Ultrasound Guided Regional Anesthesia. 2nd Edition. New York: McGrawHill 2. Hadzic A, Vloka JD.2004. Peripheral Nerve Blocks. Principles and Practice. New York: McGraw-Hill 3. Chuan A, Scott DM. 2014. Regional Anesthesia : A Pocket Guide. Oxford University Press. 4. Morgan GE, Mikhhail MS, Murray MJ. 2013. Clinical Anaesthesiology, 4th ed. New York: Lange Medical Books/McGraw-Hill 5. Robert K. Stoelting, Simon C. Hiller. 2012. Pharmacology & Physiology in Anesthesic Practice. Fourth Edition. Lippincott Williams & Wilkins, Philadelphia, USA 6. Barash PG, Cullen BF, Stoelting RK. 2012. Clinical Anaesthesia, 5th ed. Philadelphia:Lippincott Williams & Wilkins 7. Miller,RD. 2009. Miller’s Anesthesia 6th ed 8. Gillman,J. 1998. Perioperative Medicine 9. Stone,DJ. 2004. Perioperative Care 10. Katzung, BG. 2004. Basic & Clinical Pharmacology 9th ed 11. Practice Guidelines for Postanesthetic Care. Anesthesiology 2002; 96(3)
Mata Kuliah
: Keterampilan klinik anestesiologi dan terapi intensif V
Kode Mata Kuliah Nama Dosen
SKS
: KKA 605 : dr. I Putu Kurniyanta, SpAn dr. I Gede Budiarta,SpAn.KMN dr. Tjahya Aryasa, EM.SpAn dr. Cynthia Dewi Sinardja,SpAn.MARS : 3 sks profesi a) 1 sks profesi = 1 sks praktikum, praktik lapangan, penelitian, pengabdian kepada masyarakat sebanyak 170 menit/minggu/semester = 68 jam/semester/6 bulan) = 68 jam / 6 minggu = 68 jam / 42 hari = 1 jam 30 menit / hari 3 SKS Profesi = 3 x 1 jam 30 menit / hari = 4 jam 30 menit / hari
Program Studi Anestesiologi dan Reanimasi Fakultas Kedokteran Universitas Udayana 196
PANDUAN PELAKSANAAN KURIKULUM PENDIDIKAN Standar Kompetensi
: Setelah menyelesaikan semester ini peserta didik akan memiliki kemampuan untuk melakukan anestesi pada pasien bedah pediatri, anestesi pasien geriatri, anestesi pasien dengan penyakit khusus, anestesi pasien dengan uncommon disease sesuai dengan SOP yang ada. Penilaian
N O 1.
Kompetensi Dasar Peserta didik memiliki kemampuan melakukan penanganan anestesi bedah pediatri I dan II.
Pengalaman Belajar Peserta didik mempelajari mengenai penanganan anestesi bedah pediatri I meliputi : resusitasi pediatri dan anestesi perioperatif pada pasien pediatri meliputi penanganan jalan napas pediatri, akses intravena dan terapi cairan perioperatif pediatri, analgesia regional kaudal pada pediatri dan penatalaksanaan nyeri pada kasus bedah pediatri II Peserta didik mempelajari mengenai penanganan anestesi bedah pediatri II meliputi : penanganan anestesi perioperatif pasien infant dan neonatus, penanganan perioperatif pasien pediatri dengan komplikasi seperti sepsis, penanganan kesulitan jalan napas pada pasien pediatri, penanganan anestesi perioperatif pada pediatri dan neonatus dengan
Indikator Pencapaian
P T
Peserta didik mampu melakukan penanganan anestesi bedah pediatri I meliputi penanganan anestesi pada pasien pediatri termasuk analgesia epidural kaudal dan penanganan nyeri post operasi, mampu dalam penanganan anestesi pediatri II meliputi penanganan anestesi perioperatif pasien infant dan neonatus, penanganan perioperatif pasien pediatri dengan komplikasi seperti sepsis, penanganan kesulitan jalan napas pada pasien pediatri, penanganan anestesi perioperatif pada pediatri dan neonatus dengan kelainan kongenital.
Program Studi Anestesiologi dan Reanimasi Fakultas Kedokteran Universitas Udayana 197
M Mini- C S CEX / B F DOPS T
Alokasi Waktu OS CE
3 sks profesi BO 1,5 ja m
BP
BJ
Waktu
3 ja m
2 minggu
PANDUAN PELAKSANAAN KURIKULUM PENDIDIKAN kelainan kongenital, penanganan hipotermia dan komplikasi spasme pada pediatri dan neonatus, penanganan anestesi regional pediatri dan penanganan nyeri post operasi pada pasien pediatri dan neonatus. Peserta didik mempelajari mengenai perubahan fisiologis pada pasien geriatri, penanganan anestesi geriatri dan penyakit yang menyertainya meliputi penyakit degeneratif kardio dan neurovaskular, penyakit paru kronik, maupun kelainan pada organ lain termasuk ginjal dan hati.
2.
Peserta didik memiliki kemampuan melakukan penanganan anestesi geriatri
3.
Peserta didik memiliki kemampuan melakukan penanganan anestesi pada penyakit khusus
Peserta didik mempelajari mengenai penanganan anestesi pada penyakit khusus termasuk kelainan metabolik obesitas dan malnutrisi kelainan endokrin pada tiroid, diabetes mellitus dan insufisiensi adrenal penyakit paru kronik dan asma bronkiale, termasuk penanganan adiksi narkotika.
4.
Peserta didik memiliki kemampuan
Peserta didik mempelajari mengenai penanganan anestesi pada uncommon disease meliputi
Dengan evaluasi Pretest ( 10% ). Mini-Cex ( 10%), CBT ( 40% ), OSCE ( 40% )
Peserta didik mampu melakukan penanganan anestesi geriatri dan penyakit yang menyertainya meliputi penyakit degeneratif kardio dan neurovascular, penyakit paru kronik, maupun kelainan pada organ lain termasuk ginjal dan hati. Peserta didik mampu melakukan penanganan anestesi pada penyakit khusus termasuk kelainan metabolik obesitas dan malnutrisi kelainan endokrin pada tiroid, diabetes mellitus dan insufisiensi adrenal penyakit paru kronik dan asma bronkiale, termasuk penanganan adiksi narkotika. Peserta didik mampu melakukan penanganan anestesi pada uncommon
Program Studi Anestesiologi dan Reanimasi Fakultas Kedokteran Universitas Udayana 198
1,5 ja m
3 ja m
2 minggu
1,5 ja m
3 ja m
1 minggu
1,5 ja m
3 ja m
1 minggu
PANDUAN PELAKSANAAN KURIKULUM PENDIDIKAN melakukan penanganan anestesi pada uncommon disease
gangguan metabolisme karbohidrat, kelainan kongenital seperti marfan syndrome dan thalasemi, kelainan metabolik seperti feokromositoma, hipertermi malignan dan juga penyakit neuromuskuler seperti miastenia gravis dan Guillain barre syndrome.
disease meliputi gangguan metabolisme karbohidrat, kelainan kongenital seperti marfan syndrome dan thalasemi, kelainan metabolik seperti feokromositoma, hipertermi malignan dan juga penyakit neuromuskuler seperti miastenia gravis dan Guillain barre syndrome. Keterangan : PT = Pretest, MSF = Multi Source Feedback, CBT = Computerized based test, OSCE = Objective Structure Clinical Examination, Tm = Tatap muka, KP =Kuliah pengayaan, LP=Laporan Pagi, BST= Bed Site Teaching, BO=Bimbingan Operasi/Skill AnestesiAnalgesi/Bimbingan Ilmiah, BP=Bimbingan Poliklinik, BJ=Bimbingan Jaga, LK=laporan Kasus, JR=Journal Reading Materi Pokok : Seperti yang sudah diketahui sebelumnya, pediatri bukanlah orang dewasa dalam bentuk mini. Teknik anestesi pada pediatri akan memperhatikan perbedaan dan keunikan anatomi serta fisiologi pada pediatri. Penanganan anestesi bedah pediatri I meliputi resusitasi pediatri dan anestesi perioperatif pada pasien pediatri meliputi penanganan jalan napas pediatri, akses intravena dan terapi cairan perioperatif pediatri, analgesia regional kaudal pada pediatric dan penatalaksanaan nyeri pada kasus bedah pediatri, lalu kemudian pada tahap berikutnya peserta didik mempelajari mengenai penanganan anestesi bedah pediatri II meliputi penanganan anestesi perioperatif pasien infant dan neonatus, penanganan perioperatif pasien pediatri dengan komplikasi seperti sepsis, penanganan kesulitan jalan napas pada pasien pediatri, penanganan anestesi perioperatif pada pediatri dan neonatus dengan kelainan kongenital, penanganan hipotermia dan komplikasi spasme pada pediatri dan neonatus, penanganan anestesi regional pediatri dan penanganan nyeri post operasi pada pasien pediatri dan neonatus. Komunitas khusus lainnya yang perlu diperhatikan dalam teknik anestesi adalah komunitas geriatri. Anestesi pada geriatri , dimana kita ketahui pada pasien geriatric telah terjadi perubahan sistem tubuh baik secara anatomi maupun fisiologi, maka anestesi pada geriatric akan berfokus Program Studi Anestesiologi dan Reanimasi Fakultas Kedokteran Universitas Udayana 199
PANDUAN PELAKSANAAN KURIKULUM PENDIDIKAN pada anestesi dan penyakit yang menyertainya seperti penyakit degeneratif kardio dan neurovaskular, penyakit paru kronik, maupun kelainan pada organ lain termasuk ginjal dan hati. Penanganan anestesi pada penyakit khusus salah satunya adalah seperti obesitas dan malnutrisi, kelainan endokrin pada tiroid, diabetes mellitus dan insufisiensi adrenal penyakit paru kronik dan asma bronkiale, termasuk penanganan adiksi narkotika. Sedangkan anestesi pada uncommon disease meliputi gangguan metabolisme karbohidrat, kelainan kongenital seperti marfan syndrome dan thalasemi, kelainan metabolik seperti feokromositoma, hipertermi malignan dan juga penyakit neuromuskuler seperti miastenia gravis dan Guillain barre syndrome. Bahan Bacaan: 1. Jacob, R. 2015. Understanding Paediatric Anaesthesia. Third Ed. 2. Motoyama, E. K.., Dais, P.J. Smith`s Anesthesia for Infants and Children. 2005. Seventh Ed. Mosby Elsevier. 3. Bissonnette, B. Pediatric Anesthesia : Basic Principles, State of the Art, Future. 2011. People`s Medical Publishing House. Shelton, Connecticut USA. 4. Houck, P.J.; Haché, M.; Sun, L.S(ed). 2015. Handbook of Pediatric Anesthesia. Mc. Graw Hill. United States. 5. Morgan GE, Mikhhail MS, Murray MJ. 2013. Clinical Anaesthesiology, 4th ed. New York: Lange Medical Books/McGraw-Hill 6. Robert K. Stoelting, Simon C. Hiller. 2012. Pharmacology & Physiology in Anesthesic Practice. Fourth Edition. Lippincott Williams & Wilkins, Philadelphia, USA 7. Barash PG, Cullen BF, Stoelting RK. 2012. Clinical Anaesthesia, 5th ed. Philadelphia:Lippincott Williams & Wilkins 8. Miller,RD. 2009. Miller’s Anesthesia 6th ed 9. Gillman,J. 1998. Perioperative Medicine 10. Stone,DJ. 2004. Perioperative Care 11. Katzung, BG. 2004. Basic & Clinical Pharmacology 9th ed 12. Practice Guidelines for Postanesthetic Care. Anesthesiology 2002; 96(3)
Mata Kuliah
: Seminar anestesiologi dan terapi intensif II
Kode Mata Kuliah Nama Dosen
: ATI 606 : 1.dr. IGAG Utara Hartawan Sp.An MARS 2.Dr. dr. I Putu Pramana Suarjaya,SpAn.MKes.KNA.KMN
Program Studi Anestesiologi dan Reanimasi Fakultas Kedokteran Universitas Udayana 200
PANDUAN PELAKSANAAN KURIKULUM PENDIDIKAN SKS Standar Kompetensi
N
Kompetensi Dasar o
3.dr. I Gede Budiarta,SpAn.KMN 4.dr. I Ketut Sinardja,SpAn.KIC : 1 sks seminar : Setelah mengikuti pembelajaran peserta didik akan memiliki kemampuan membuat ringkasan masalah anestesi dan gawat darurat secara tertulis dan menulis tinjauan pustaka atau membuat poster ilmiah secara benar untuk disajikan pada seminar yang sudah ditentukan. Pengalaman Belajar
Indikator Pencapaian
0 1.
Peserta didik memiliki kemampuan membuat tinjauan pustaka masalah anestesi dan gawat darurat
Peserta didik mempelajari mengenai langkahlangkah pembuatan laporan ilmiah dari kasus anestesi yang bersifat khusus dan langka maupun kasus gawat darurat , yang selanjutnya pesesrta didik mempelajari
Peserta didik mampu membuat laporan ilmiah tinjauan pustaka yang bersifat khusus dan langka maupun kasus gawat darurat , dan mampu memaparkan dalam bentuk seminar tinjauan pustaka
Penilaian Sesuai format penilaian ilmiah Sesuai format penilaian tinjauan pustaka
Program Studi Anestesiologi dan Reanimasi Fakultas Kedokteran Universitas Udayana 201
BI 90 menit / sesi
Alokasi Waktu 1 sks akademik Waktu KM / Sebagai Presentasi Peserta Minimal 3x 1 jam 15 x
PANDUAN PELAKSANAAN KURIKULUM PENDIDIKAN
2.
cara pemaparan ilmu pengetahuan dalam bentuk seminar tinjauan pustaka Peserta didik Peserta didik memiliki mempelajari kemampuan mengenai cara memilih kasus memilih kasus yang berbobot yang berbobot untuk dibuat baik dengan laporan kasus yang kekhususan / akan masalah dipublikasikan atau tertentu yang membuat selanjutnya penelitian kecil dapat sederhana / pilot dipublikasikan study yang akan pada seminar dipublikasikan ilmiah nasional, minimal berupa poster ilmiah atau membuat penelitian kecil sederhana /
Peserta didik Sesuai format penilaian mampu melakukan pemilihan kasus yang berbobot dengan isi yang relevan, reliabel dan mutakhir, yang selanjutnya dapat dipublikasikan atau mampu membuat penelitian kecil sederhana yang dipublikasikan
Program Studi Anestesiologi dan Reanimasi Fakultas Kedokteran Universitas Udayana 202
90 menit / sesi
Minimal 3x
1 jam
PANDUAN PELAKSANAAN KURIKULUM PENDIDIKAN pilot study yang dapat digunakan sebagai bahan penyusunan tesis nantinya serta dipublikasikan dalam seminar ilmiah minimal berupa poster Keterangan : PT = Pretest, MSF = Multi Source Feedback, CBT = Computerized based test, OSCE = Objective Structure Clinical Examination, Tm = Tatap muka, KP = Kuliah Pengayaan, LP = Laporan Pagi, BST =Bed Site Teaching, BO = Bimbingan Operasi/ Skill AnestesiAnalgesi/Bimbingan Ilmiah, BP = Bimbingan Poliklinik, BJ = Bimbingan Jaga, LK = Laporan Kasus, JR = Journal Reading ,PI=Penilaian Ilmiah, KM = kegiatan mandiri
Materi Pokok : Laporan ilmiah ialah suatu wahana penyampaian berita, informasi, pengetahuan atau gagasan kepada orang lain. Laporan ini disampaikan secara tertulis dengan mengacu pada sumber dari buku teks maupun jurnal ilmiah. Laporan ilmiah tertulis dan diterbitkan dengan memaparkan hasil penelitian atau pengkajian yang telah dilakukan oleh seseorang atau sebuah tim dengan memenuhi kaidah dan etika keilmuan yang dikukuhkan dan ditaati oleh masyarakat keilmuan serta dengan membuat inti sari kepustkaan yang disusun sebagai tinjauan pustaka yang membahas hal hal yang khusus atau menarik dalam bidang anestesi dan terapi intensif. Manfaat penyusunan karya ilmiah bagi penulis adalah berikut: melatih untuk mengembangkan keterampilan membaca yang efektif, melatih untuk menggabungkan hasil bacaan dari berbagai sumber, mengenalkan dengan kegiatan kepustakaan ,meningkatkan pengorganisasian
Program Studi Anestesiologi dan Reanimasi Fakultas Kedokteran Universitas Udayana 203
PANDUAN PELAKSANAAN KURIKULUM PENDIDIKAN fakta/data secara jelas dan sistematis, memperoleh kepuasan intelektual,
memperluas cakrawala ilmu pengetahuan, dan sebagai bahan
acuan/penelitian pendahuluan untuk penelitian selanjutnya Suatu kasus anestesi yang unik atau memiliki penanganan khusus sangat baik apabila diangkat menjadi suatu laporan ilmiah. Dengan mengangkatnya menjadi suatu laporan ilmiah, evaluasi dan tilikan terhadap bahan pustaka dasar akan lebih berbobot karena disesuaikan dengan praktik di lapangan. Selain itu akan memberikan suatu panduan untuk pihak lain dalam menghadapi kasus serupa, acuan untuk penelitian lanjutan maupun panduan keselamatan pasien dalam lingkup yang lebih besar. Selain diangkat dalam suatu karya ilmiah, intisari jurnal dari belahan dunia yang berbeda maupun dari tempat yang berbeda dapat pula dijadikan contoh pengalaman dan evaluasi diri maupun pendidikan yang sudah berjalan. Bahan Bacaan : 1. Morgan GE, Mikhhail MS, Murray MJ. 2013. Clinical Anaesthesiology, 4th ed. New York: Lange Medical Books/McGraw-Hill 2. Robert K. Stoelting, Simon C. Hiller. 2012. Pharmacology & Physiology in Anesthesic Practice. Fourth Edition. Lippincott Williams & Wilkins, Philadelphia, USA 3. Barash PG, Cullen BF, Stoelting RK. 2012. Clinical Anaesthesia, 5th ed. Philadelphia:Lippincott Williams & Wilkins 4. Miller,RD. 2009. Miller’s Anesthesia 6th ed 5. Gillman,J. 1998. Perioperative Medicine 6. Stone,DJ. 2004. Perioperative Care 7. Katzung, BG. 2004. Basic & Clinical Pharmacology 9th ed 8. Practice Guidelines for Postanesthetic Care. Anesthesiology 2002; 96(3)
Program Studi Anestesiologi dan Reanimasi Fakultas Kedokteran Universitas Udayana 204
PANDUAN PELAKSANAAN KURIKULUM PENDIDIKAN Mata Kuliah
: Kegawatdaruratan anestesiologi dan terapi intensif III
Kode Mata Kuliah
: KKA 607
Nama Dosen
: 1.dr. IGN Mahaalit A, SpAn KAR 2.dr. I Wayan Aryabiantara,SpAn.KIC 3.dr.Pontisomaya Parami,SpAn.MARS 4.dr. IBG Sujana,SpAn.MSi : 3 sks profesi 1 sks profesi = 1 sks praktikum, praktik lapangan, penelitian, pengabdian kepada masyarakat sebanyak 170 menit/minggu/semester = 68 jam/semester/6 bulan= 68 jam/4 minggu= 68 jam/28 hari= 145 menit/hari 3 SKS profesi = 435 menit/hari = 7 jam 15 menit : 4 minggu
SKS
Waktu Standar Kompetensi
: Setelah mengikuti pembelajaran semester ini peserta didik akan memiliki kemampuan untuk melakukan anestesi pembedahan emergensi dan membuat laporan tentang kasus yang telah ditangani secara komprehensif dengan disajikan secara seminar Alokasi Waktu (3 sks profesi)
Penilaian No.
1.
Kompetensi Dasar
Peserta didik memiliki kemampuan melakukan penanganan
Pengalaman Belajar
Peserta didik mempelajari mengenai cara penanganan kegawatdaruratan napas dan kegawatdaruratan jantung dan sirkulasi
Indikator Pencapaian
Peserta didik mampu melakukan penanganan kegawatdaruratannapas dan kegawatdaruratanjantung dan sirkulasi.
Program Studi Anestesiologi dan Reanimasi Fakultas Kedokteran Universitas Udayana 205
P T
MiniMS CEX / F DOPS
C B T
OS CE
B O
5 1 ja ja m m
B P
B J
Waktu
1 2 minggu . 5 ja m
PANDUAN PELAKSANAAN KURIKULUM PENDIDIKAN kegawatdaruratan napas dan sirkulasi
Peserta didik mempelajari penilaian awal /primary survey (airway,breathing, circulation, disability)dan secondary survey, mempelajari penatalaksanaan kegawatan penurunan kesadaran, penatalaksanaan resusitasi cairan, mempelajari langkah-langkah pemasangan akses intravena untuk pemberian cairan
Peserta didik mengetahui yang termasuk kegawatdaruratannapas ( obstruksi saluran napas,edema paru akut, apnea), kegawatdaruratansirkulasi (hipotensi,hipertensi,syok hemoragik,hipovolemik,kardi ogenik,anafilaktik) Peserta didik mampu melakukan penilaian awal /primary survey (airway,breathing, circulation, disability) dan secondary survey, melakukan penatalaksanaan kegawatan penurunan kesadaran(menilaiskala kesadaran Glasgow Coma Scale/GCS) Peserta didik mampu dalam penatalaksanaan resusitasi cairan,mampu memasang akses intravena untuk pemberian cairan
Program Studi Anestesiologi dan Reanimasi Fakultas Kedokteran Universitas Udayana 206
PANDUAN PELAKSANAAN KURIKULUM PENDIDIKAN 2.
Peserta didik memiliki kemampuan melakukan penanganan pasien pembedahan dengan status fisik 1,2,3, dan 4 pada pembedahan darurat
Peserta didik mempelajari mengenai cara penanganan pasien pembedahan dengan status fisik 1,2,3, dan 4 pada pembedahan darurat
Peserta didik mampu melakukan penanganan pasien pembedahan dengan status fisik 1,2,3, dan 4 pada pembedahan darurat
Peserta didik mempelajari alat, pemantauan dan obatobatan apa yang perlu diadakan di kamar operasi bedah darurat
Peserta didik mampu melakukan pemantauan alat anestesia dan obat-obatan apa yang perlu diadakan di kamar operasi bedah darurat (mesin Peserta didik mempelajari anestesi,alat persiapan anestesia untuk ventilasi,oksigenasi,intubasi, operasi bedah darurat monitor,set transfusi,obat anestesi inhalasi,intravena,anestesi lokal Peserta didik mempelajari teknik anestesia untuk Peserta didik melakukan operasi bedah darurat baik persiapan anestesia untuk anestesia umum atau operasi bedah darurat analgesia regional (STATICS) Peserta didik mempelajari komplikasi anestesia untuk Peserta didik melakukan operasi bedah darurat teknik anestesia untuk operasi bedah darurat baik anestesia umum atau analgesia regional
Program Studi Anestesiologi dan Reanimasi Fakultas Kedokteran Universitas Udayana 207
5 1 ja ja m m
1 2 minggu . 5 ja m
PANDUAN PELAKSANAAN KURIKULUM PENDIDIKAN Peserta didik mempelajari kasus-kasus yang dilakukan Peserta didik mampu operasi bedah darurat. mengatasi komplikasi anestesia untuk operasi bedah darurat. Peserta didik mampu menangani kasus-kasus yang dilakukan operasi bedah darurat (seksio sesaria gawat janin, ileus obstruktif,cedera kepala,pediatrik,trauma abdomen baik tajam maupun tumpul Keterangan : PT = Pretest, MSF = Multi Source Feedback, CBT = Computerized based test, OSCE = Objective Structure Clinical Examination, Tm = Tatap muka, KP =Kuliah pengayaan, LP=Laporan Pagi, BST= Bed Site Teaching, BO=Bimbingan Operasi/Skill AnestesiAnalgesi/Bimbingan Ilmiah, BP=Bimbingan Poliklinik, BJ=Bimbingan Jaga, LK=laporan Kasus, JR=Journal Reading Materi Pokok : Kegawatdaruratan anestesiologi dan terapi intensif III meliputi cara penanganan kegawatdaruratan napas dan kegawatdaruratan jantung dan sirkulasi, termasuk di dalamnya penilaian awal /primary survey (mengenai airway/ jalan nafas, breathing atau pernafasan itu sendiri, circulation atau sirkulasi hemodinamik, disability atau kecacatan) dan secondary survey, Asesmen pertama pasien trauma dapat dibagi menjadi, primary survey, secondary survey dan tertiary survey. Primary survey akan berlangsung 2 – 5 menit dan mencakup urutan ABCDE trauma : Jalan nafas, Breathing, Circulation, Disability dan Exposure. Resusitasi dan assesmen berlangsung simultan. Resusitasi trauma mencakup 2 tahap: menghentikan perdarahan dan memperbaiki cedera. Secondary dan tertiary survey lebih komprehensif mengikuti primary survey. Kemudian dilanjutkan dengan penatalaksanaan kegawatan penurunan kesadaran, mampu mengenali derajat penurunan kesadaran menggunakan Glasgow Coma Scale/Skala koma Glasgow, di mana terdiri dari penilaian Eye/mata, Verbal atau kemampuan bicara dan Movement atau pergerakan pasien, serta tidak lupa penatalaksanaan resusitasi cairan. Pembedahan darurat sering tidak saja terjadi pada pasien dengan PS 1,2 namun juga dengan PS 3,4. Pasien yang menjalani anestesia bedah darurat harus dilakukan penatalaksanaan preoperatif ; anamnesis, pemeriksaan fisis, pemeriksaan penunjang, informed consent dan lakukan Program Studi Anestesiologi dan Reanimasi Fakultas Kedokteran Universitas Udayana 208
PANDUAN PELAKSANAAN KURIKULUM PENDIDIKAN persiapan anestesia (puasa, rencana premedikasi). Pasien dewasa elektif dipuasakan 6 – 8 jam, anak 2, 4, 6, 8 jam. Dilakukan penetapan status fisis ASA. Persiapan anestesia meliputi statics, obat, mesin anestesia sesuai dengan tindakan anestesia yang dipilih. Setelah semua persiapan alat dan obat lengkap, pastikan ada asisten yang membantu tindakan anestesia. Lakukan anestesia umum sesuai modul pada anestesia umum atau analgesia regional sesuai modul analgesia regional untuk pasien bedah digestif. Premedikasi dapat diberikan secara intravena atau intramuskular. Lakukan pemantauan fungsi vital oksigenasi, saturasi Hb (SpO2), tekanan darah, nadi, EKG, suhu, aliran cairan infusi, ventilasi dengan ETCO2 kalau ada, produksi urin, jumlah perdarahan. Bila diperlukan pemasangan kateter vena sentral dan jalur intra arterial. Atur kebutuhan obat untuk pertahankan sedasi, analgesia dan relaksasi. Untuk beberapa kasus dibutuhkan pemasangan NGT. Pada anestesi untuk bedah darurat perlu disertai dengan pembelajaran alat alat anestesi untuk operasi bedah darurat, farmakologi obat yang diperlukan untuk tindakan anesthesia bedah darurat, teknik anesthesia untuk operasi bedah darurat, komplikasi pasca anestesia, dan kasus-kasus yang sering terjadi yang memerlukan untuk operasi bedah darurat.
Bahan Bacaan: 1. Morgan GE, Mikhhail MS, Murray MJ. 2013. Clinical Anaesthesiology, 4th ed. New York: Lange Medical Books/McGraw-Hill 2. Robert K. Stoelting, Simon C. Hiller. 2012. Pharmacology & Physiology in Anesthesic Practice. Fourth Edition. Lippincott Williams & Wilkins, Philadelphia, USA 3. Barash PG, Cullen BF, Stoelting RK. 2012. Clinical Anaesthesia, 5th ed. Philadelphia:Lippincott Williams & Wilkins 4. Miller,RD. 2009. Miller’s Anesthesia 6th ed 5. Gillman,J. 1998. Perioperative Medicine 6. Stone,DJ. 2004. Perioperative Care 7. Katzung, BG. 2004. Basic & Clinical Pharmacology 9th ed 8. Practice Guidelines for Postanesthetic Care. Anesthesiology 2002; 96(3)
Program Studi Anestesiologi dan Reanimasi Fakultas Kedokteran Universitas Udayana 209
PANDUAN PELAKSANAAN KURIKULUM PENDIDIKAN Mata Kuliah
: Kegawatdaruratan anestesiologi dan terapi intensif IV
Kode Mata Kuliah
: KKA 608
Nama Dosen
: 1.dr. IGP Sukrana Sidemen Sp.An KAR 2.dr. Putu Agus Surya Panji,SpAn.KIC 3.dr. I Ketut Wibawa Nada,SpAn.KAKV 4.dr. Dewa Ayu Mas Shintya Dewi,SpAn : 3 sks profesi
SKS
1 sks profesi = 1 sks praktikum, praktik lapangan, penelitian, pengabdian kepada masyarakat sebanyak 170 menit/minggu/semester = 68 jam/semester/6 bulan= 68 jam/4 minggu= 68 jam/28 hari= 145 menit/hari Waktu Standar Kompetensi
No. 1.
Kompetensi Dasar Peserta didik memiliki kemampuan melakukan penanganan traumatologi II
3 SKS profesi = 435 menit/hari = 7 jam 15 menit : 1 minggu : Setelah mengikuti pembelajaran semester ini peserta didik akan memiliki kemampuan untuk melakukan penatalaksanan anestesi pembedahan pasien emergensi, menangani pasien gawat dan membuat dan menyajikan laporan kasus yang telah ditangani secara komprehensif pada seminar yang sudah ditentukan
Pengalaman Belajar
Indikator Pencapaian
Peserta didik mempelajari penanganan traumatologi II. Peserta didik mempelajari kebutuhan pemantauan fungsi vital pada pasien trauma yang tidak memerlukan pembedahan
PT
Peserta didik mampu memantau fungsi vital pada pasien trauma yang tidak memerlukan pembedahan segera, kebutuhan bantuan
Program Studi Anestesiologi dan Reanimasi Fakultas Kedokteran Universitas Udayana 210
Penilaian Alokasi Waktu (3 sks) MiniOS BP MSF CEX / CBT BO BJ Waktu CE DOPS 5 1 1.5 2 ja ja ja minggu m m m
PANDUAN PELAKSANAAN KURIKULUM PENDIDIKAN
2.
Peserta didik memiliki kemampuan melakukan penanganan
segera, kebutuhan bantuan hidup pada pasien trauma yang tidak memerlukan pembedahan segera,kebutuhan anestesia yang khusus untuk berbagai pembedahan penyelamatan (damage control surgery), kebutuhan anestesia yang khusus untuk pembedahan definitif, mempelajari teknik hemodilusi dan transfuse masif, bantuan nafas, sirkulasi, pengendalian tekanan intrakranial, nutrisi artifisial, bantuan renal, perawatan perioperatif dan peritrauma, pemantauan fungsi vital dengan alat maupun tanpa alat, mempelajari EKG, foto thoraks, foto servikal, CT Scan kepala Peserta didik mempelajari penanganan anestesi bedah darurat.
hidup pada pasien trauma yang tidak memerlukan pembedahan segera, kebutuhan anestesia yang khusus untuk berbagai pembedahan penyelamatan (damage control surgery), kebutuhan anestesia yang khusus untuk pembedahan definitif, teknik hemodilusi dan transfusi masif, bantuan nafas, sirkulasi, pengendalian tekanan intrakranial, nutrisi artifisial, bantuan renal, perawatan perioperatif dan peri trauma, pemantauan fungsi vital dengan alat maupun tanpa alat, mampu membaca EKG, foto thoraks, foto servikal, CT Scan kepala
Peserta didik mampu melakukan penanganan pasien pembedahan darurat.
Program Studi Anestesiologi dan Reanimasi Fakultas Kedokteran Universitas Udayana 211
5 ja m
1 ja m
1.5 2 ja minggu m
PANDUAN PELAKSANAAN KURIKULUM PENDIDIKAN anestesi bedah darurat
Peserta didik mempelajari alat pemantauan dan obatobatan yang perlu diadakan di kamar operasi bedah darurat.
Peserta didik mampu melakukan pemantauan alat anestesia dan obat-obatan yang perlu diadakan di kamar operasi bedah darurat (mesin anestesi,alat ventilasi,oksigenasi,intubasi ,monitor,set transfusi,obat anestesi inhalasi,intravena,anestesi lokal)
Peserta didik mempelajari Peserta didik mampu persiapan anestesia untuk melakukan persiapan operasi bedah darurat. anestesia untuk operasi bedah darurat (STATICS),
Peserta didik mempelajari teknik anestesia untuk operasi bedah darurat baik anestesia umum atau analgesia regional.
Peserta didik mampu melakukan anestesia untuk operasi bedah darurat baik anestesia umum atau analgesia regional.
Peserta didik mampu Peserta didik mempelajari menangani komplikasi komplikasi anestesia untuk anestesia untuk operasi operasi bedah darurat. bedah darurat. Peserta didik mampu menangani kasus-kasus yang Program Studi Anestesiologi dan Reanimasi Fakultas Kedokteran Universitas Udayana 212
PANDUAN PELAKSANAAN KURIKULUM PENDIDIKAN Peserta didik mempelajari kasus-kasus yang dilakukan operasi bedah darurat.
dilakukan operasi bedah darurat (seksio sesaria gawat janin, ileus obstruktif,cedera kepala,pediatrik, trauma abdomen baik tajam maupun tumpul Keterangan : PT = Pretest, MSF = Multi Source Feedback, CBT = Computerized based test, OSCE = Objective Structure Clinical Examination, Tm = Tatap muka, KP =Kuliah pengayaan, LP=Laporan Pagi, BST= Bed Site Teaching, BO=Bimbingan Operasi/Skill AnestesiAnalgesi/Bimbingan Ilmiah, BP=Bimbingan Poliklinik, BJ=Bimbingan Jaga, LK=laporan Kasus, JR=Journal Reading Materi Pokok : Pasien trauma setelah ditangani problem dasar dan pembedahannya akan masuk ke tahap penatalaksanaan lanjut yang meliputi baik fase critical care tanpa pembedahan, fase pembedahan dan pascabedah. Perlu dipelajari tentang pemantauan fungsi vital pasien trauma yang tidak memerlukan pembedahan segera, bantuan hidup pasien trauma yang tidak memerlukan pembedahan segera, serta kebutuhan anestesia yang khusus untuk berbagai pembedahan penyelamatan (damage control surgery) maupun untuk pembedahan definitif. Di sini akan diperlukan banyak teknik pendukung seperti teknik hemodilusi dan transfuse masif, bantuan nafas, sirkulasi, pengendalian tekanan intrakranial, nutrisi artifisial, bantuan renal, perawatan perioperatif dan peritrauma, pemantauan fungsi vital dengan alat maupun tanpa alat, pembelajaran EKG, menganalisa foto thoraks, foto servikal, dan CT Scan kepala. Pasien yang menjalani anestesia bedah darurat harus dilakukan penatalaksanaan preoperatif ; anamnesis, pemeriksaan fisis, pemeriksaan penunjang, informed consent dan lakukan persiapan anestesia (puasa, rencana premedikasi). Pasien dewasa elektif dipuasakan 6 – 8 jam, anak 2, 4, 6, 8 jam. Dilakukan penetapan status fisis ASA. Persiapan anestesia meliputi statics, obat, mesin anestesia sesuai dengan tindakan anestesia yang dipilih. Setelah semua persiapan alat dan obat lengkap, pastikan ada asisten yang membantu tindakan anestesia. Lakukan anestesia umum sesuai modul pada anestesia umum atau analgesia regional sesuai modul analgesia regional untuk pasien bedah digestif. Premedikasi dapat diberikan secara intravena atau intramuskular. Lakukan pemantauan fungsi vital oksigenasi, saturasi Hb (SpO2), tekanan darah, nadi, EKG, suhu, aliran cairan infusi, ventilasi dengan ETCO2 kalau ada, produksi urin, jumlah perdarahan. Bila diperlukan pemasangan kateter vena sentral dan jalur intra arterial. Atur kebutuhan obat untuk pertahankan sedasi, analgesia dan relaksasi. Untuk beberapa kasus dibutuhkan pemasangan NGT. Pada anestesi untuk bedah darurat perlu disertai dengan pembelajaran alat alat anestesi untuk operasi bedah darurat, farmakologi obat yang diperlukan untuk tindakan anestesia bedah darurat, teknik anestesia untuk operasi bedah darurat, komplikasi pasca anestesia, dan kasus-kasus yang sering terjadi yang memerlukan untuk operasi bedah darurat.
Program Studi Anestesiologi dan Reanimasi Fakultas Kedokteran Universitas Udayana 213
PANDUAN PELAKSANAAN KURIKULUM PENDIDIKAN Bahan Bacaan: 1. Morgan GE, Mikhhail MS, Murray MJ. 2013. Clinical Anaesthesiology, 4th ed. New York: Lange Medical Books/McGraw-Hill 2. Robert K. Stoelting, Simon C. Hiller. 2012. Pharmacology & Physiology in Anesthesic Practice. Fourth Edition. Lippincott Williams & Wilkins, Philadelphia, USA 3. Barash PG, Cullen BF, Stoelting RK. 2012. Clinical Anaesthesia, 5th ed. Philadelphia:Lippincott Williams & Wilkins 4. Miller,RD. 2009. Miller’s Anesthesia 6th ed 5. Gillman,J. 1998. Perioperative Medicine 6. Stone,DJ. 2004. Perioperative Care 7. Katzung, BG. 2004. Basic & Clinical Pharmacology 9th ed 8. Practice Guidelines for Postanesthetic Care. Anesthesiology 2002; 96(3)
Mata Kuliah Kode Nama Dosen
Waktu SKS
Standar Kompetensi
: Emergency Medicine III : KKA 609 :1. dr. I Wayan Aryabiantara, Sp.An, KIC 2. dr. Dewa Ayu Mas Shintya Dewi,SpAn 3. dr. IGA.Gede Utara Hartawan,SpAn.MARS 4. dr. Putu Kurniyanta,SpAn : 4 minggu : 3 sks profesi (sks profesi = 1 sks praktikum, praktik lapangan, penelitian, pengabdian kepada masyarakat sebanyak 170 menit/minggu/semester = 68 jam/semester/6 bulan= 68 jam/4 minggu= 68 jam/28 hari= 145 menit/hari 3 SKS profesi = 435 menit/hari = 7 jam 15 menit :Setelah mengikuti pembelajaran ini peserta didik memiliki kemampuan untuk melakukan penatalaksanan pasien multitrauma, kegawatan akibat trauma dan nontrauma lanjut sesuai dengan SOP yang ada.
Program Studi Anestesiologi dan Reanimasi Fakultas Kedokteran Universitas Udayana 214
PANDUAN PELAKSANAAN KURIKULUM PENDIDIKAN N O
1.
Kompetensi Dasar
Peserta didik mampu menganalisis peranan kegawatdarur atan
Pengalaman Belajar
Indikator Pencapaian
Penilaian P T
Peserta didik mampu memahami peran dalam kegawatdaruratan bedah dan non bedah, kegawatdaruratan penanganan jalan napas, resusitasi cairan dan perdarahan Peserta didik mempelajari kegawat- daruratan 1.Penatalaksanaan jalan napas, ( evaluasi airway, breathing) 2. Penilaian sirkulasi (hemodinamik pasien, pemberian cairan, resusitasi)
Peserta didik mampu menangani kegawatadaruratan bedah, Peserta melakukan penatalaksanaan kegawatdaruratan dengan melakukan tindakan bekerjasama secara simultan, dan bertindak terhadap pasien Peserta didik mampu menangani kegawatdaruratan 1.Penatalaksanaan jalan napas, (
Program Studi Anestesiologi dan Reanimasi Fakultas Kedokteran Universitas Udayana 215
Alokasi Waktu
M MiniS CEX / F DOPS
C B T
OS CE
BO 1.5 jam
BP 1 jam
BJ
Waktu
5 3 hari jam
PANDUAN PELAKSANAAN KURIKULUM PENDIDIKAN
2.
Peserta didik memiliki kemampuan dalam kasus multitrauma
3.
Peserta didik memiliki kemampuan
evaluasi airway, breathing) 2. Penilaian sirkulasi (hemodinamik pasien, pemberian cairan, resusitasi) Peserta didik dapat mengetahui Para peserta didik mampu melakukan dan melaksanakan langkah persiapan obat dan untuk mengenali dan alat untuk melakukan penatalaksanaan memberikan anestesia multitrauma operasi bedah darurat, dengan penegakan primary mampu melakukan survey mengenal persiapan pemberian anestesia untuk keadekuatan Airway, operasi bedah darurat, Breathing, Circulation mampu memberikan anestesia untuk bedah Peserta didik mampu mengenal darurat, mampu permasalan multitrauma dapat mengatasi komplikasi berupa perdarahan , anestesia untuk mengetahui derajat perdarahan operasi bedah darurat. kelas I, II, III,IV Peserta didik mampu Peserta didik mampu memahami, mendiagnosis melakukan konsep dasar sepsis, penataksaan sepsis, mampu melakukan
Program Studi Anestesiologi dan Reanimasi Fakultas Kedokteran Universitas Udayana 216
1.5 jam
1 jam
5 4 hari jam
1.5 jam
1 jam
5 1 jam mingg u
PANDUAN PELAKSANAAN KURIKULUM PENDIDIKAN dalam kasus sepsis
Peserta Didik mampu mengklasifikasikan sepsis, mengevaluasi source dari sepsis Peserta didik mempelajari kegawatdaruratan yang terjadi pada kasus-kasus sepsis dengan melakukan sepsis bundle
4.
Peserta didik mampu menganalisis kegawatdarur atan bedah dan non bedah
Peserta didik mampu memahami kegawatdaruratan bedah, berupa trauma tumpul abdomen, trauma tusuk, perdarahan intrakranial, ileus obstruksi
sepsis bundle, EGDT, dan eliminasi faktor penyebab Peserta didik mampu menangani kegawatdaruratan yang terjadi pada kasus-kasus sepsis dengan melakukan sepsis bundle Peserta didik mampu menganalisis kegawatdaruratan bedah dan non bedah
Peserta didik mempelajari tatalaksana kegawatan daruratan bedah, pemberian tatalaksana jalan napas adekuat dan pemantauan hemodinamik dengan resusitasi cairan
Program Studi Anestesiologi dan Reanimasi Fakultas Kedokteran Universitas Udayana 217
1.5 jam
1 jam
5 1 jam mingg u
PANDUAN PELAKSANAAN KURIKULUM PENDIDIKAN
5.
Peserta didik dapat menganalisis kegagalan multiorgan
Peserta didik mampu memahami kegawatdaru-ratan non bedah dapat berupa cardiac arrest, irama VT/VF, stroke Peserta didik mampu menelaha tanda kegagalan multi organ berupa penurunan fungsi respirasi, kardiovaskuler,hemostasis, dan fungsi sekresi dan ekskresi Peserta didik mampu menelaah patofisiologi kegagalan multiorgan
Peserta didik mampu memberikan penatalaksanaan kepada kasus kegagalan multi organ
1.5 jam
1 jam
5 1 jam mingg u
Peserta didik mampu melakukan pencegahan kegagalan multiorgan
Peserta didik mampu menelaah tatalaksana kgagalan multiorgan Peserta didik mampu menelaah pencegahan kegagalan multiorgan Keterangan : PT = Pretest, MSF = Multi Source Feedback, CBT = Computerized Based Test, OSCE = Objective Structure Clinical Examination, Tm = Tatap muka, KP = Kuliah Pengayaan, LP = Laporan Pagi, BST = Bed Site Teaching, BO = Bimbingan Operasi/ Skill AnestesiAnalgesi/Bimbingan Ilmiah, BP = Bimbingan Poliklinik, BJ = Bimbingan Jaga, LK = Laporan Kasus, JR = Journal Reading Program Studi Anestesiologi dan Reanimasi Fakultas Kedokteran Universitas Udayana 218
PANDUAN PELAKSANAAN KURIKULUM PENDIDIKAN Materi Pokok : Kegawatdaruratan merupakan suatu hal yang harus dimengerti oleh peserta didik. Banyak permasalahan yang dapat ditelaah dari pasien gawat darurat dimulai dari pengenalan kasus obstruksi jalan napas, pengukuran hemodinamik, serta mengenal tanda- tanda sepsis. Selain itu dikenalkan pula penanganan jalan napas yang adekuat, pemberian cairan resusitasi, penanganan sepsis, serta pencegahan perburukan dan penatalaksanaan kegagalan multiorgan. Penilaian kegawatdaruratan bedah dapat dibagi menjadi primary survey, secondary survey, dan tertiary survey. Primary survey akan berlangsung 2-5 menit dan mencakup urutan A,B,C,D, E (Airway, Breathing, Circulation, Disability dan Exposure) yang dilakukan secara simultan dan urut berdasarkan prioritas. Setelah memastikan jalan napas adekuat, penangan kegawatdaruratan selanjutnya mencakup menghentikan perdarahan, dan memperbaiki cedera. Pada kasus kegawatdaruratan cardiac arrest menjadi hal yang harus diperhatikan karena pada saat cardiac arrest, harus diperhatikan posisi kepala, pernapasannya spontan atau apnea, kemudian dilapangkan posisi jalan napas, lakukan pemberian napas bantuan bila ditemukan adanya tanda-tanda kegagalan napas. Dapat diberikan 8 sampai 10 kali napas bantuan, jika napas tidak adekuat dapat dipertimbangkan tindakan invasif seperti intubasi. Selain itu untuk menunjang sirkulasi pada cardiac arrest dapat dilakukan kompresi dada, dan pemberian obat-obatan emergency. Bahan Bacaan : 1. Bersten AD, Soni N. 2014. Oh’s Intensive Care Manual. Elsevier. 2. Morgan GE, Mikhhail MS, Murray MJ. 2013. Clinical Anaesthesiology, 4th ed. New York: Lange Medical Books/McGraw-Hill 3. Robert K. Stoelting, Simon C. Hiller. 2012. Pharmacology & Physiology in Anesthesic Practice. Fourth Edition. Lippincott Williams & Wilkins, Philadelphia, USA 4. Barash PG, Cullen BF, Stoelting RK. 2012. Clinical Anaesthesia, 5th ed. Philadelphia:Lippincott Williams & Wilkins 5. Miller,RD. 2009. Miller’s Anesthesia 6th ed Program Studi Anestesiologi dan Reanimasi Fakultas Kedokteran Universitas Udayana 219
PANDUAN PELAKSANAAN KURIKULUM PENDIDIKAN 6. Gillman,J. 1998. Perioperative Medicine 7. Stone,DJ. 2004. Perioperative Care 8. Katzung, BG. 2004. Basic & Clinical Pharmacology 9th ed Practice Guidelines for Postanesthetic Care. Anesthesiology 2002; 96(3)
Program Studi Anestesiologi dan Reanimasi Fakultas Kedokteran Universitas Udayana 220
PANDUAN PELAKSANAAN KURIKULUM PENDIDIKAN PENDIDIKAN TAHAP III PROGRAM STUDI ANESTESIOLOGI DAN REANIMASI Mata Kuliah
: Anestesi VI
Kode Nama Dosen
: KKA 701 :1. Dr.dr. I Putu Pramana Suarjaya,SpAn.M.Kes.KMN.KNA 2. dr. Dewa Ayu Mas Shintya Dewi,SpAn 3. dr.Pontisomaya Parami,SpAn.MARS 4. dr. Kadek Agus Heryana Putra,SpAn
SKS
:3 sks profesi (1 sks profesi = 1 sks praktikum, praktik lapangan, penelitian, pengabdian kepada masyarakat sebanyak 170 menit/minggu/semester = 68 jam/semester/6 bulan = 68 jam/4 minggu = 68 jam/28 hari = 2 jam 25 menit/hari 3sks profesi = 3 x 2 jam 25 menit = 7 jam 15 menit/hari Waktu : 4 minggu Standar Kompetensi :Setelah mengikuti pembelajaran peserta didik akan memiliki kemampuan untuk melakukan penatalaksanaan anestesi pembedahan saraf sesuai dengan SOP yang ada. Penilaian N O
Kompetensi Dasar
1.
Peserta didik mengenal dan memahami pengertian, ruang lingkup,
Alokasi Waktu
Pengalaman Belajar
Indikator Pencapaian
P T
M MiniS CEX / F DOPS
C B T
OS CE
Peserta didik mampu memahami fisiologi sistem saraf, meliputi fisiologi meliputi massa otak dan cairan serebrospinalis, autoregulasi
Peserta didik mampu melakukan penatalaksanaan anestesi bedah saraf meliputi (A,B,C,D ) bedah saraf,dan
Program Studi Anestesiologi dan Reanimasi Fakultas Kedokteran Universitas Udayana 221
4 sks profesi B B B Waktu O P J 2 2 3 4 ja ja ja minggu m m m
PANDUAN PELAKSANAAN KURIKULUM PENDIDIKAN anestesi bedah saraf
pembuluh darah otak serta metabolisme otak
menghindari peningkatan tekanan intrakranial
Peserta didik mampu melakukan penatalaksanaan anestesi bedah saraf, meliputi neurofisologi, neurofarmakologi
Peserta didik mampu melakukan penilaian preoperatif pasien untuk operasi intrakranial
Peserta didik memahami penilaian Peserta didik mampu preoperatif pasien untuk operasi melakukan identifikasi intrakranial peningkatan tekanan intrakranial Peserta didik memahami Peserta didik mampu patofisiologi kelainan intraserebral melakukan pemantauan untuk baik trauma atau non trauma. prosedur intrakranial Peserta didik memahami bagaimana Peserta didik mampu melakukan identifikasi peningkatan menyiapkan penatalaksanaan tekanan intrakranial jalan nafas pada operasi servikal Peserta didik memahami Peserta didik mampu memilih pemantauan untuk prosedur anestesia untuk bedah saraf intrakranial
Program Studi Anestesiologi dan Reanimasi Fakultas Kedokteran Universitas Udayana 222
PANDUAN PELAKSANAAN KURIKULUM PENDIDIKAN Peserta didik memahami persiapan Peserta didik mampu penatalaksanaan jalan nafas pada melakukan pendekatan operasi servikal kegawatan pada kraniotomi Peserta didik memahami pemilihan anestesia untuk bedah saraf
Peserta didik merencanakan anestesia yang memungkinkan dilakukan pemantauan neurofisiologis
Peserta didik memahami cara pendekatan kegawatan pada kraniotomi Peserta didik merencanakan Bobot pencapaian : anestesia yang memungkinkan Pretest ( 10% ). Mini-Cex ( dilakukan pemantauan 10% ), CBT ( 40% ), OSCE ( 40% ) neurofisiologis Keterangan : PT = Pretest, MSF = Multi Source Feedback, CBT = Computerized Based Test, OSCE = Objective Structure Clinical Examination, Tm = Tatap muka, KP = Kuliah Pengayaan, LP = Laporan Pagi, BST = Bed Site Teaching, BO = Bimbingan Operasi/ Skill AnestesiAnalgesi/Bimbingan Ilmiah, BP = Bimbingan Poliklinik, BJ = Bimbingan Jaga, LK = Laporan Kasus, JR = Journal Reading Materi Pokok : Aliran darah otak Aliran darah otak bergantung pada tekanan arteri serebral dan resistensi pembuluh-pembuluh serebral. Aliran darah otak rata-rata sekitar 5054_ml/100_gr/menit. Bila aliran darah otak 20 ml/100 gr/menit, elektroensefalografi (EEG) menunjukkan tanda iskemik. Bila aliran darah otak 6-9 ml/100 gr/menit, Ca2+ masuk ke dalam sel. Aliran darah otak proporsional terhadap tekanan perfusi otak. Tekanan perfusi otak adalah perbedaan tekanan arteri rata-rata (pada saat masuk) dengan tekanan vena rata-rata (saat keluar) pada sinus sagitalis lymph / serebral venous junction. Nilai normalnya 80-90_mmHg. Akan tetapi, secara praktis, adalah perbedaan tekanan arteri rata-rata Program Studi Anestesiologi dan Reanimasi Fakultas Kedokteran Universitas Udayana 223
PANDUAN PELAKSANAAN KURIKULUM PENDIDIKAN (MAP= mean arterial pressure) dan tekanan intrakranial rata-rata yang diukur setinggi foramen Monroe. Tekanan perfusi otak = MAP - tekanan intrakranial, akan menurun bila ada penurunan tekanan arteri atau kenaikkan tekanan intrakranial. Bila tekanan perfusi otak turun sampai 50 mmHg, EEG akan terlihat melambat dan ada perubahan-perubahan ke arah serebral iskemia. Tekanan perfusi otak kurang dari 40 mmHg, EEG menjadi datar, menunjukkan adanya proses iskemik yang berat yang bisa reversibel atau ireversibel. Bila tekanan perfusi otak kurang dari 20 mmHg untuk jangka waktu lama, terjadi iskemik neuron yang ireversibel. Pasien cedera kepala dengan tekanan perfusi otak kurang dari 70 mmHg akan mempunyai prognosa yang buruk. Pada tekanan intrakranial yang tinggi, supaya tekanan perfusi otak adekuat, maka perlu tetap mempertahankan tekanan darah yang normal atau sedikit lebih tinggi. Usaha kita adalah untuk mempertahankan tekanan perfusi otak normal, oleh karena itu, hipertensi yang memerlukan terapi adalah bila tekanan arteri ratarata lebih besar dari 130-140 mmHg. Autoregulasi Aliran darah otak dipertahankan konstan pada MAP 50-150mmHg. Pengaturan ini disebut autoregulasi yang disebabkan oleh kontraksi otot polos dinding pembuluh darah otak sebagai jawaban terhadap perubahan tekanan transmural. Jika melebihi batas ini, walaupun dengan dilatasi maksimal atau konstriksi maksimal dari pembuluh darah otak, aliran darah otak akan mengikuti tekanan perfusi otak secara pasif. Bila aliran darah otak sangat berkurang (MAP<50 mmHg) serebral iskemia bisa terjadi. Jika di atas batas normal (MAP>150 mmHg), tekanan akan merusak daya konstriksi pembuluh darah dan aliran darah otak akan naik dengan tiba-tiba. Dengan demikian, terjadilah kerusakan BBB, yang dapat menimbulkan terjadinya edema serebral dan perdarahan otak. Berbagai keadaan dapat mengubah batas autoregulasi, misalnya hipertensi kronis. Pada hipertensi kronis autoregulasi bergeser ke kanan sehingga sudah terjadi serebral iskemia pada tekanan darah yang dianggap normal pada orang sehat. Serebral iskemia, serebral infark, trauma kepala, hipoksia, abses otak, diabetes, hiperkarbi berat, edema sekeliling tumor otak, perdarahan subarahnoid, aterosklerosis serebrovaskular, obat anestetik inhalasi juga mengganggu autoregulasi. Karena pada cedera kepala autoregulasi terganggu, adanya hipotensi yang tiba-tiba bisa menimbulkan cedera otak sekunder. b. Pa CO2 Aliran darah otak berubah kira-kira 4% (0,95-1,75 ml/100_gr/menit) setiap mmHg perubahan PaCO2 antara 25-80 mmHg. Jadi, jika dibandingkan dengan keadaan normokapni, aliran darah otak dua kali lipat pada PaCO2 80 mmHg dan setengahnya pada PaCO2 20_mmHg. Karena hanya sedikit perubahan aliran darah otak pada PaCO2 < 25 mmHg, malahan bisa terjadi serebral iskemia akibat perubahan biokimia, maka harus dihindari hiperventilasi yang berlebihan. Pada operasi tumor otak dipasang pemantau kapnogram untuk mengukur end Tidal CO2, umumnya dipertahankan end Tidal CO2 25-30mmHg yang setara dengan PaCO2 29 - 34 mmHg, tetapi pada cedera kepala akut PaCO2 jangan 35 mmHg. c. Pa O2 Program Studi Anestesiologi dan Reanimasi Fakultas Kedokteran Universitas Udayana 224
PANDUAN PELAKSANAAN KURIKULUM PENDIDIKAN Bila PaO2 < 50 mmHg, akan terjadi serebral vasodilatasi dan aliran darah otak akan meningkat. Suatu peningkatan PaO2 hanya sedikit pengaruhnya terhadap resistensi pembuluh darah serebral. Pada binatang percobaan bila P aO2>450 mmHg terjadi sedikit penurunan aliran darah otak walaupun tidak nyata. Akan tetapi, pada manusia selama operasi otak PaO2 jangan melebihi 200 mmHg. Temperatur Penurunan temperatur tubuh akan memperlambat metabolisme serebral. Hal ini berarti menurunkan aliran darah otak. Setiap penurunan temperatur 1oC, aliran darah otak menurun kira-kira 5%. Autoregulasi adalah suatu mekanisme yang sangat sensitif terhadap cedera dan terganggu setelah cedera otak, anestetik inhalasi, dan rangsangan simpatis. Efek yang segera timbul pada autoregulasi adalah menurunkan batas atas dari autoregulasi sehingga pada tekanan darah sedikit di atas normal bisa terjadi kerusakan BBB dan edema otak. Pada daerah yang terganggu (iskemia, trauma atau neoplasma) terjadi penekanan fungsi neuron, asidosis laktat, edema, gangguan autoregulasi, dan kemungkinan juga gangguan reaksi terhadap CO2 . Tekanan intrakranial Isi tengkorak terdiri dari jaringan otak (86%), darah (4%) dan cairan serebrospinal (10%). Cairan serebrospinal dibentuk dengan kecepatan konstan, 80% atau lebih dibuat di pleksus koroideus, sisanya dibuat di parenkim otak. Fungsi cairan serebrospinal adalah untuk proteksi, sokongan, dan regulasi kimia otak. Produksi cairan serebrospinal kira-kira 0,35-0,4 ml/menit atau 30 ml/jam atau 500-600 ml/hari. Absorbsinya bergantung pada perbedaan tekanan cairan serebrospinal dan vena. Absorbsi tersebut terjadi melalui villi korialis. Beberapa obat anestetik mempengaruhi produksi dan absorbsi cairan serebrospinal. Adanya darah pada cairan serebrospinal dapat menyumbat granulasio-arahnoid sehingga mengganggu absorbsi cairan serebrospinal dan menyebabkan terjadinya hidrosefalus. Volume dan tekanan cairan serebrospinal berbeda pada anak dan dewasa. Bahan Bacaan : 1. Cottrell, J.E., Young, W.L. 2010. Cottrell and Young`s Neuroanesthesia. Fifth Ed. Mosby Saunders. 2. Miller, C.M.; Torbey, M.T. 2015. Neurocritical Care Monitoring. Demos Medical. New York. 3. Lee K. 2012.The Neuro ICU Book. New York: McGraw-Hill 4. Lee Roux PD, Levine JM, Kofke WA. 2013. Monitoring in Neurocritical Care. Philadelphia : Elsevier 5. Morgan GE, Mikhhail MS, Murray MJ. 2013. Clinical Anaesthesiology, 4th ed. New York: Lange Medical Books/McGraw-Hill 6. Robert K. Stoelting, Simon C. Hiller. 2012. Pharmacology & Physiology in Anesthesic Practice
Program Studi Anestesiologi dan Reanimasi Fakultas Kedokteran Universitas Udayana 225
PANDUAN PELAKSANAAN KURIKULUM PENDIDIKAN Mata Kuliah
: Anestesi VII
Kode Mata Kuliah Nama Dosen
: KKA 702 : 1. dr. I Made Subagiartha, SpAn, KAKV 2. dr. I Ketut Wibawa Nada, SpAn, KAKV 3. Dr. dr. I Putu Pramana Suarjaya, SpAn, MKes, KMN, KNA 4. dr. Cynthia Dewi Sinardja, SpAn, MARS SKS : 3 sks profesi Waktu : 4 minggu (2 minggu dalam stase BTKV dan chief IRD, 2 minggu di IPJT) 1 sks profesi = 1 sks praktikum, praktik lapangan, penelitian, pengabdian kepada masyarakat sebanyak 170 menit/minggu/semester = 68 jam/semester/6 bulan = 68 jam/4 minggu = 68 jam/28 hari = 2 jam 25 menit/hari 3 SKS profesi = 3 x 2 jam 25 menit/hari = 7 jam 15 menit/hari Standar Kompetensi
No
1.
:Setelah mengikuti pembelajaran peserta didik akan memiliki kemampuan untuk melakukan penatalaksanaan anestesi pembedahan kardiotorasik sesuai dengan SOP yang ada.
Kompetensi Dasar
Pengalaman Belajar
Indikator Pencapaian
P T
M S F
Penilaian Mini- C CEX / B DOPS T
OS CE
Alokasi Waktu 4 sks profesi BO
BP
BJ
Waktu
Peserta didik Peserta didik mampu 2 2 3 4 mempelajari melakukan penanganan jam jam jam minggu mengenai pasien kardiotorasik penanganan pasien kardiotorasik Keterangan : PT = Pretest, MSF = Multi Source Feedback, CBT = Computerized Based Test, OSCE = Objective Structure Clinical Examination, Tm = Tatap muka, KP = Kuliah Pengayaan, LP = Laporan Pagi, BST = Bed Site Teaching, BO = Bimbingan Operasi/ Skill AnestesiAnalgesi/Bimbingan Ilmiah, BP = Bimbingan Poliklinik, BJ = Bimbingan Jaga, LK = Laporan Kasus, JR = Journal Reading Peserta didik memiliki kemampuan melakukan penanganan pasien kardiotorasik
Program Studi Anestesiologi dan Reanimasi Fakultas Kedokteran Universitas Udayana 226
PANDUAN PELAKSANAAN KURIKULUM PENDIDIKAN Materi Pokok : Pengetahuan tentang bidang ilmu kardiotorasik telah berkembang sangat luas dalam beberapa tahun terakhir. Saat ini ilmu kardiotorasik menjadi salah satu bagian utama yang menjadi perhatian masyarakat kedokteran secara luas, dan ahli anestesi dan terapi intensif secara khusus. Penatalaksaan anestesi kardiotorasik mencakup anestesi pada pasien dengan permasalahan kardiak yang menjalani operasi kardiak maupun operasi non kardiak. Dalam menangani pasien dengan permasalahan kardiak, seorang ahli anestesi harus memiliki pemahaman yang dalam tentang fisiologi kardiovaskuler baik untuk kepentingan anestesia maupun kepentingan aplikasi praktis pada penanganan pasien. Pengetahuan dasar dan lanjutan tentang keadaan dan penanganan pasien-pasien tersebut harus dikuasai dengan baik agar hasil maksimal yang diharapkan dapat tercapai. Seorang ahli anestesi diharapkan sangat mengerti tentang keadaan pasien dengan masalah kardiak yang akan menjalani tindakan operasi kardiotorasik dan mampu menangani penatalaksanaan atau manajemen anestesia pada pasien tersebut. Selain itu, kemampuan yang sama akan dituntut pula pada saat seorang ahli anestesi menangani pasien dengan masalah kardiak yang akan menjalani operasi non kardiotoraksik. Bahan Bacaan: 1. Kaplan, J.A., Slinger, P.D. Thoracic Anesthesia. Third Ed. Churchill Livingstone. 2. Morgan GE, Mikhhail MS, Murray MJ. 2013. Clinical Anaesthesiology, 4th ed. New York: Lange Medical Books/McGraw-Hill 3. Robert K. Stoelting, Simon C. Hiller. 2012. Pharmacology & Physiology in Anesthesic Practice. Fourth Edition. Lippincott Williams & Wilkins, Philadelphia, USA 4. Barash PG, Cullen BF, Stoelting RK. 2012. Clinical Anaesthesia, 5th ed. Philadelphia:Lippincott Williams & Wilkins 5. Miller,RD. 2009. Miller’s Anesthesia 6th ed 6. Gillman,J. 1998. Perioperative Medicine 7. Stone,DJ. 2004. Perioperative Care 8. Katzung, BG. 2004. Basic & Clinical Pharmacology 9th ed 9. Practice Guidelines for Postanesthetic Care. Anesthesiology 2002; 96(3) Program Studi Anestesiologi dan Reanimasi Fakultas Kedokteran Universitas Udayana 227
PANDUAN PELAKSANAAN KURIKULUM PENDIDIKAN Mata Kuliah
: Intensive Care III
Kode Mata Kuliah Nama Dosen
: KKA 703 : 1. dr. I Ketut Sinardja, SpAn, KIC 2. Dr. dr. I Wayan Suranadi, SpAn, KIC 3. dr. I Wayan Aryabiantara, SpAn, KIC 4. dr. I Made Agus Kresna Sucandra, SpAn SKS : 4 sks profesi Waktu : 4 minggu 1 sks profesi = 1 sks praktikum, praktik lapangan, penelitian, pengabdian kepada masyarakat sebanyak 170 menit/minggu/semester = 68 jam/semester/6 bulan = 68 jam/4 minggu = 68 jam/28 hari = 2 jam 25 menit/hari 4 SKS profesi = 4 x 2 jam 25 menit/hari = 9 jam 40 menit/hari Standar Kompetensi
No
1.
2.
: Setelah mengikuti pembelajaran ini peserta didik memiliki kemampuan untuk melakukan penatalaksanan pasien dengan end of lifecare sesuai dengan SOP yang ada.
Kompetensi Dasar Peserta didik memiliki kemampuan melakukan penanganan pasien kritis nonbedah secara multidisiplin Peserta didik memiliki kemampuan melakukan penanganan pasien kritis bedah secara multidisiplin
Pengalaman Belajar
Indikator Pencapaian
P T
Peserta didik mempelajari mengenai penanganan pasien kritis nonbedah secara multidisiplin
Peserta didik mampu melakukan penanganan pasien kritis nonbedah secara multidisiplin
Peserta didik mempelajari mengenai penanganan pasien kritis bedah secara multidisiplin
Peserta didik mampu melakukan penanganan pasien kritis bedah secara multidisiplin
Program Studi Anestesiologi dan Reanimasi Fakultas Kedokteran Universitas Udayana 228
Penilaian M Mini- C S CEX / B F DOPS T
6 1 3 2 jam jam jam minggu
6 1 3 2 jam jam jam minggu
OS CE
Alokasi Waktu 4 sks profesi BO
BP
BJ
Waktu
PANDUAN PELAKSANAAN KURIKULUM PENDIDIKAN Keterangan : PT = Pretest, MSF = Multi Source Feedback, CBT = Computerized Based Test, OSCE = Objective Structure Clinical Examination, Tm = Tatap muka, KP = Kuliah Pengayaan, LP = Laporan Pagi, BST = Bed Site Teaching, BO = Bimbingan Operasi/ Skill AnestesiAnalgesi/Bimbingan Ilmiah, BP = Bimbingan Poliklinik, BJ = Bimbingan Jaga, LK = Laporan Kasus, JR = Journal Reading Materi Pokok : Terapi intensif sedang berkembang secara pesat. Dalam dekade terakhir telah terdapat banyak kemajuan dalam teknologi, diagnostik, penanganan dan pemahaman kita terhadap patogenesis suatu penyakit yang mempengaruhi pasien dengan penyakit kritis. Penatalaksaan terapi intensif merupakan hal yang mempunyai peranan penting dalam keberhasilan penanganan pasien, baik pasien pasca pembedahan maupun pasien dengan kondisi khusus tanpa pembedahan. Pasien pasca pembedahan dan pasien dengan kondisi khusus yang memerlukan penanganan dan pengawasan intensif akan menuntut adanya seorang ahli anestesi dan terapi intensif yang mampu menangani dan mengawasi pasien tersebut. Penanganan kondisi-kondisi seperti luka bakar, stroke, gagal hepar akut, tromboembolisme dan penurunan kesadaran telah banyak mengalami perubahan dalam beberapa tahun terakhir dengan diagnostik dan modalitas terapi yang baru. Karena itu, seorang ahli anestesi dan terapi intensif dituntut harus memiliki pengetahuan dan keterampilan kedokteran critical dan perawatan intensif dalam mengelola dan menangani pasien-pasien tersebut. Selain itu, dalam perawatan intensif kita harus mampu melakukan kerja sama yang baik dengan teman sejawat dari disiplin ilmu yang berbeda agar pasien dapat tertangani dengan lebih baik. Pengetahuan dasar dan lanjutan tentang keadaan dan penanganan pasien-pasien tersebut harus dikuasai dengan baik agar hasil maksimal yang diharapkan dapat tercapai. Bahan Bacaan: 1. 2. 3. 4. 5.
Bersten AD, Soni N. 2014. Oh’s Intensive Care Manual. Elsevier. Marino PL. 2014.Marino’s The ICU Book. 4th edition. Philadelphia : Lippincot William & Wilkins. Irwin RS, Rippe JM. 2012. Irwins & Rippe Intensive Care Medicine. Philadelphia : Lippincot William & Wilkins. Nimmo, G.R.; Singer, M. (ed). 2011. ABC of Intensive Care. Second Ed. Blackwell. West Sussex UK. Paw, H.G.W.; Shulman R. 2013. Hand Book of Drugs. Fifth Ed. Cambridge University Press. New York.
Program Studi Anestesiologi dan Reanimasi Fakultas Kedokteran Universitas Udayana 229
PANDUAN PELAKSANAAN KURIKULUM PENDIDIKAN 6. Humphreys, H.; Paul, B.W.M. 2013. Infections in the Adult Intensive Care Unit. Springer-verlag. London. 7. Toy, E.C; Liu, T.H.; Suarez, M. 2014. Case Files: Critical Care. Mc. Graw Hill. United States. 8. Chang. D.W. 2014. Clinical Application of Mechanical Ventilation. Fourth Ed. Delmar. New York. 9. Hess, D.R.; Kacmarek, R.M. 2014. Essentials of Mechanical Ventilation. Thrid Ed. Mc. Graw Hill. United States. 10. Kumar, S. (ed). 2014. The Protocol Book for Intensive Care. Fourth Ed. Jaypee Brothers Medical Publisher. New Delhi. 11. Jones, J.; Fix, B. 2015. Critical Care Notes. Second Ed. F.A. Davis Company. Philadelphia. 12. Cresci, G.A. 2015. Nutrition SUpport For the Critically Ill Patient. Second Ed. CRC Press. Boca Raton. 13. Morgan GE, Mikhhail MS, Murray MJ. 2013. Clinical Anaesthesiology, 4th ed. New York: Lange Medical Books/McGraw-Hill 14. Robert K. Stoelting, Simon C. Hiller. 2012. Pharmacology & Physiology in Anesthesic Practice. Fourth Edition. Lippincott Williams & Wilkins, Philadelphia, USA 15. Barash PG, Cullen BF, Stoelting RK. 2012. Clinical Anaesthesia, 5th ed. Philadelphia:Lippincott Williams & Wilkins 16. Miller,RD. 2009. Miller’s Anesthesia 6th ed 17. Practice Guidelines for Postanesthetic Care. Anesthesiology 2002; 96(3)
Mata Kuliah
: Keterampilan Klinik Anestesiologi dan Terapi Intensif VI
Kode Nama Dosen
: KKA 704 :1. dr. I Made Gede Widnyana Sp.An . M.Kes. KAR 2. DR.dr. Putu Pramana, SpAn. KMN,KNA,MKes 3. dr. Ida Bagus Krisnajaya Sutawan, SpAn. 4. dr. Putu Agus Surya Panji,SpAn.KIC SKS : 3 sks profesi Waktu : 4 minggu 1 sks profesi = 1 sks praktikum, praktik lapangan, penelitian, pengabdian kepada masyarakat sebanyak 170 menit/minggu/semester = 68 jam/semester/6 bulan = 68 jam/4 minggu = 68 jam/28 hari = 2 jam 25 menit/hari 3 SKS profesi =3 x 2 jam 25 menit/hari = 7 jam 15 menit/hari Program Studi Anestesiologi dan Reanimasi Fakultas Kedokteran Universitas Udayana 230
PANDUAN PELAKSANAAN KURIKULUM PENDIDIKAN Standar Kompetensi
N O 1
2
3
Kompetensi Dasar Peserta didik mampu mempelajari fisiologi dan anatomi sistem saraf pusat. Peserta didik mampu mempelajari perubahan fisiologi dan patologi pada trauma, tumor otak. Peserta didik mampu mempelajari pengendalian tekanan intrakranial, komplikasi intraoperasi pada
: Setelah mengikuti pembelajaran selama 4 minggu peserta didik memiliki kemampuan anestesi pembedahan saraf,anestesi pembedahan multitrauma, gangguan multiorgan, pasca bedah neuro dan pasca bedah jantung sesuai dengan SOP yang ada
Peserta didik mampu menjelaskan fisiologi dan anatomi sistem saraf pusat.
Peserta didik mengetahui fisiologi dan anatomi sistem saraf pusat.
Penilaian Mini- C MSF CEX / B DOPS T
Peserta didik mampu menjelaskan fisiologi dan patologi pada trauma, tumor otak.
Peserta didik mengetahui fisiologi dan patologi pada trauma, tumor otak.
4 1 jam jam
2,5 2 hari ja m
Peserta didik mampu menjelaskan pengendalian tekanan intrakranial, komplikasi intraoperasi pada pasien dengan posisi tertentu
Peserta didik mengetahui pengendalian tekanan intrakranial, komplikasi intraoperasi pada pasien dengan posisi tertentu
4 1 jam jam
2,5 2 hari ja m
Pengalaman Belajar
Indikator Pencapaian
Program Studi Anestesiologi dan Reanimasi Fakultas Kedokteran Universitas Udayana 231
PT
OS CE
Alokasi Waktu Waktu BO BP BJ
4 1 jam jam
2,5 2 hari ja m
PANDUAN PELAKSANAAN KURIKULUM PENDIDIKAN 4
5
6
7
pasien dengan posisi tertentu Peserta didik mampu mempelajari perawatan pasien post operasi bedah saraf Peserta didik mampu mempelajari perawatan pasien pascaoperasi bedah saraf dengan target resusitasi otak Peserta didik mampu mempelajari perawatan pasien pascaoperasi bedah saraf dengan target pencegahan peningkatan tekanan intrakranial secara mekanik dan farmakologi Peserta didik mapu mempelajari perawatan pasien
Peserta didik mampu menjelaskan perawatan pasien post operasi bedah saraf
Peserta didik mengetahui perawatan pasien post operasi bedah saraf
4 1 jam jam
2,5 2 hari ja m
Peserta didik mampu menjelaskan perawatan pasien pascaoperasi bedah saraf dengan target resusitasi otak
Peserta didik mengetahui perawatan pasien pascaoperasi bedah saraf dengan target resusitasi otak
4 1 jam jam
2,5 2 hari ja m
Peserta didik mampu menjelaskan perawatan pasien pascaoperasi bedah saraf dengan target pencegahan peningkatan tekanan intrakranial secara mekanik dan farmakologi
Peserta didik mengetahui perawatan pasien pascaoperasi bedah saraf dengan target pencegahan peningkatan tekanan intrakranial secara mekanik dan farmakologi
4 1 jam jam
2,5 2 hari ja m
Peserta didik mampu menjelaskan perawatan pasien pascaoperasi
Peserta didik mengetahui perawatan pasien pascaoperasi bedah saraf dengan target nutrisi
4 1 jam jam
2,5 2 hari ja m
Program Studi Anestesiologi dan Reanimasi Fakultas Kedokteran Universitas Udayana 232
PANDUAN PELAKSANAAN KURIKULUM PENDIDIKAN pascaoperasi bedah bedah saraf dengan saraf dengan target target nutrisi nutrisi Keterangan : PT = Pretest, MSF = Multi Source Feedback, CBT = Computerized Based Test, OSCE = Objective Structure Clinical Examination, Tm = Tatap muka, KP = Kuliah Pengayaan, LP = Laporan Pagi, BST = Bed Site Teaching, BO = Bimbingan Operasi/ Skill AnestesiAnalgesi/Bimbingan Ilmiah, BP = Bimbingan Poliklinik, BJ = Bimbingan Jaga, LK = Laporan Kasus, JR = Journal Reading
Materi Pokok : Anestesi bedah saraf merupakan tindakan anestesi dengan tingkat kesulitan yang cukup tinggi di mana diperlukan pengertian mendalam akan fisiologi dan anatomi sistem saraf pusat, perubahan fisiologi dan patologi pada trauma maupun nontrauma seperti tumor otak. Dimana dari tiap kasus didapatkan kekhususkan masing-masing sehingga diperlukan pemahaman yang cukup dalam mengenai fisiologi, patofisiologi sistem saraf otak, termasuk didalamnya komposisi isi tengkorak dan mekanisme kompensasinya. Pada pasien dengan peningkatan tekanan tekanan intrakranial, diperlukan penanganan lebih detil dalam hal mencegah perburukan lebih lanjut baik dengan tindakan anestesi yang dilakukan atau perawatan paska operasi. Untuk penanganan tekanan intrakranial yang tinggi, diperlukan modalitas untuk mengendalikannya baik secara farmakologi maupun secara mekanik (posisi kepala, ketinggian kepala dan pencegahan blokade vena leher). Pada kasus multitrauma terdapat beberapa hal yang perlu diperhatikan antara lain kelas perdarahan, resusitasi cairan dan penatalaksanaannya, serta bagaimana melakukan penanganan pada kesulitan jalan nafas (fraktur maksilofasial). Kasus multitrauma seringkali disertai dengan perdarahan sehingga terjadi syok hemoragik terutama pada patah tulang besar ataupun rupturnya organ solid di abdomen. Dengan diperlukannya respon cepat dalam menangani perdarahan untuk mencegah terjadinya kerusakan organ yang berat akibat hipoperfusi dan juga menurunkan tingkat mortalitas. Dalam hal ini diperlukan pengetahuan dalam hal resusitasi cairan dan tranfusi darah. Dalam hal multitrauma juga seringkali disertai dengan adanya fraktur maksilofasial yang memiliki tingkat kesulitan dalam hal ventilasi maupun intubasi, sehingga diperlukan pengenalan dini dari kemungkinan kesulitan ventilasi ataupun intubasi yang bisa dinilai dari adanya perdarahan di jalan nafas, stabilitas dari tulang wajah atau rahang, serta kemampuan untuk membuka mulut. Peralatan yang dibutuhkan dan persiapan yang harus disiapkan dalam menghadapi kesulitan ini. Pascaoperasi juga menjadi komponen penting pada pasien bedah saraf di mana target utamanya adalah mencegah peningkatan tekanan intrakranial lebih lanjut ataupun trauma sekunder dan tindakan brain resusitasi untuk mengurangi edema yang sudah terjadi dan yang terjadi akibat tindakan pembedahan. Pada bedah saraf juga diharapkan untuk segera pemberian nutrisi enteral untuk mencegah kerusakan ataupun mobilitas kuman usus yang dapat memperburuk kondisi pasien post operasi. Sedangkan untuk perawatan pasien pasca bedah jantung, sasaran Program Studi Anestesiologi dan Reanimasi Fakultas Kedokteran Universitas Udayana 233
PANDUAN PELAKSANAAN KURIKULUM PENDIDIKAN utamanya yakni mengacu pada perubahan fisiologi kelainan dari pasien bedah jantung yang sudah terjadi akibat kelainan anatomi bawaan serta koreksi operasi yang telah dilakukan. Pada pasien post operasi bedah jantung diperlukan pemantauan cairan lebih ketat, hemodinamik, kebutuhan darah, dan topangan yang digunakan. Diperlukan juga pengetahuan mengenai farmakologi, farmakodinamik obat yang dipakai untuk menopang fungsi jantung setelah operasi bedah jantung. Bahan Bacaan : Cottrell, J.E., Young, W.L. 2010. Cottrell and Young`s Neuroanesthesia. Fifth Ed. Mosby Saunders. Miller, C.M.; Torbey, M.T. 2015. Neurocritical Care Monitoring. Demos Medical. New York. Lee K. 2012.The Neuro ICU Book. New York: McGraw-Hill Lee Roux PD, Levine JM, Kofke WA. 2013. Monitoring in Neurocritical Care. Philadelphia : Elsevier Morgan GE, Mikhhail MS, Murray MJ. 2013. Clinical Anaesthesiology, 4th ed. New York: Lange Medical Books/McGraw-Hill Robert K. Stoelting, Simon C. Hiller. 2012. Pharmacology & Physiology in Anesthesic Practice. Fourth Edition. Lippincott Williams & Wilkins, Philadelphia, USA 7. Barash PG, Cullen BF, Stoelting RK. 2012. Clinical Anaesthesia, 5th ed. Philadelphia:Lippincott Williams & Wilkins 8. Miller,RD. 2009. Miller’s Anesthesia 6th ed 9. Gillman,J. 1998. Perioperative Medicine 10. Stone,DJ. 2004. Perioperative Care 11. Katzung, BG. 2004. Basic & Clinical Pharmacology 9th ed 12. Practice Guidelines for Postanesthetic Care. Anesthesiology 2002; 96(3) 1. 2. 3. 4. 5. 6.
Mata Kuliah Kode Nama Dosen
: Keterampilan Klinik Anestesiologi dan Terapi Intensif VII : KKA 705 :1. dr. I Made Subagiartha, SpAn.KAKV,SH 2. dr. I Ketut Wibawa Nada, SpAn. KAKV. 3. dr. Tjahya Aryasa EM Sp.An
Program Studi Anestesiologi dan Reanimasi Fakultas Kedokteran Universitas Udayana 234
PANDUAN PELAKSANAAN KURIKULUM PENDIDIKAN SKS : 3 sks profesi Waktu : 4 minggu 1 sks profesi = 1 sks praktikum, praktik lapangan, penelitian, pengabdian kepada masyarakat sebanyak 170 menit/minggu/semester = 68 jam/semester/6 bulan = 68 jam/4 minggu = 68 jam/28 hari = 2 jam 25 menit/hari 3 SKS profesi =3 x 2 jam 25 menit/hari = 7 jam 15 menit/hari Standar Kompetensi : Setelah mengikuti pembelajaran selama 4 minggu peserta didik memiliki kemampuan untuk melakukan penatalaksanaan anestesi/asistensi pembedahan jantung, serta pemantauan pascaoperasi bedah jantung. Penilaian N o
1
2
3
Indikator Pencapaian
Alokasi Waktu 3 sks profesi
P T
M MiniS CEX / F DOPS
C B T
OS CE
Kompetensi Dasar o .
Pengalaman Belajar
Peserta didik mampu mempelajari mengenai operasi bedah jantung Peserta didik mampu mempelajari mengenai patofisiologi jantung dan efeknya terhadap anestesi Peserta didik mampu mempelajari preoperatif pasien
Peserta didik mampu menjelaskan mengenai operasi bedah jantung
Peserta didik mengetahui mengenai operasi bedah jantung
4 1 jam jam
2,5 2 hari ja m
Peserta didik mampu menjelaskan mengenai patofisiologi jantung dan efeknya terhadap anestesi
Peserta didik mengetahui mengenai patofisiologi jantung dan efeknya terhadap anestesi
4 1 jam jam
2,5 2 hari ja m
Peserta didik mampu menjelaskan preoperatif pasien
Peserta didik mengetahui preoperatif pasien bedah
4 1 jam jam
2,5 2 hari ja m
Program Studi Anestesiologi dan Reanimasi Fakultas Kedokteran Universitas Udayana 235
BO
BP
BJ
Waktu
PANDUAN PELAKSANAAN KURIKULUM PENDIDIKAN
4
5
6
7
bedah jantung dan bedah jantung dan prediksi jantung dan prediksi post prediksi post post operatifnya operatifnya operatifnya Peserta didik mampu Peserta didik mampu Peserta didik mengetahui 4 1 2,5 2 hari mempelajari menjelaskan perubahan perubahan anatomi dan jam jam ja perubahan anatomi anatomi dan fisiologi pada fisiologi pada pasien m dan fisiologi pada pasien bedah jantung bedah jantung pasien bedah jantung Peserta didik mampu Peserta didik mampu Peserta didik mengetahui 4 1 2,5 2 hari mempelajari menjelaskan mengenai mengenai farmakologi dan jam jam ja mengenai farmakologi farmakologi dan farmakodinamik obat-obat m dan farmakodinamik farmakodinamik obat-obat inotropik, vasokonstriktor, obat-obat inotropik, inotropik, vasokonstriktor, kronotropik vasokonstriktor, kronotropik kronotropik Peserta didik mampu Peserta didik mampu Peserta didik mengetahui 4 1 2,5 2 hari mempelajari menjelaskan pengawasan pengawasan pasien pasca jam jam ja pengawasan pasien pasien pasca bedah jantung bedah jantung m pasca bedah jantung Peserta didik mampu Peserta didik mampu Peserta didik mengetahui 4 1 2,5 2 hari mempelajari menjelaskan mengenai one mengenai one lung jam jam ja mengenai one lung lung ventilasi pada anestesi ventilasi pada anestesi m ventilasi pada anestesi bedah toraks dan pemasangan bedah toraks dan bedah toraks dan double lumen tube pemasangan double lumen pemasangan double tube lumen tube Keterangan : PT = Pretest, MSF = Multi Source Feedback, CBT = Computerized Based Test, OSCE = Objective Structure Clinical Examination, Tm = Tatap muka, KP = Kuliah Pengayaan, LP = Laporan Pagi, BST = Bed Site Teaching, BO = Bimbingan Operasi/ Skill AnestesiAnalgesi/Bimbingan Ilmiah, BP = Bimbingan Poliklinik, BJ = Bimbingan Jaga, LK = Laporan Kasus, JR = Journal Reading
Program Studi Anestesiologi dan Reanimasi Fakultas Kedokteran Universitas Udayana 236
PANDUAN PELAKSANAAN KURIKULUM PENDIDIKAN Materi Pokok : Anestesi pada pasien kardiotoraks merupakan anestesi dengan bidang peminatan khusus yang memiliki beberapa keunikan tersendiri dalam pembelajarannya, antara lain meliputi fisiologi jantung dan pembuluh darah serta patofisiologi pada penyakit jantung bawaan ataupun didapat. Anestesi dengan efek obat yang banyak menyebabkan depresi terhadap kardiovaskular, sedangkan pada pasien dengan kelainan fungsi kardiovaskular memiliki efek yang berat dengan anestesi, sehingga diperlukan pengetahuan yang cukup dalam mengenai fisiologi dan patofisiologi kardiovaskular sehingga dapat memprediksi permasalahan yang bisa terjadi intraoperasi dan pencegahannya, baik untuk operasi bedah jantung, ataupun operasi nonkardiak dengan kelainan kardiak. Sebelum memulai suatu operasi, terlebih dahulu anestesi melakukan preoperatif, yang diperlukan untuk memprediksi kemungkinan penyulit intraoperasi maupun post operasi. Di antaranya pada preoperatif dinilai fungsi paru seperti dengan cara three legs tool, sabrazes, untuk memprediksi fungsi paru sebelum dilakukan operasi. Karena anestesi banyak bergerak dengan manipulasi di pernafasan, diperlukan prediksi dari fungsi paru dikaitkan dengan tindakan pembedahan yang akan dilakukan seperti torakotomi, ataupun lobektomi. Diperhitungkan kemungkinan fungsi paru yang hilang karena lobektomi, ataupun atelektasis selama pembedahan sehingga sebagai seorang anestesi bisa memperkirakan kebutuhan akan bantuan ventilator pasca operasi. Kelainan jantung seperti katup yang bocor atau sekat yang belum menutup terutama dengan kelainan sianotik, memberikan efek hipoksia kronis dan memiliki rentang keamanan untuk hipoksia yang sangat kecil, diperlukan kecepatan dan ketepatan dalam bereaksi terhadap hal hal yang mungkin terjadi intraopertif terutama berkaitan dengan hipoksia. Untuk pemantauan intraoperasi juga diperlukan monitor yang lebih real time seperti dengan artery line, sehingga perubahan dari tekanan darah dan nadi bisa terdeteksi lebih awal dan merespon lebih awal. Selain itu juga diperlukan juga pemasangan kateter vena sentral (CVC), diperlukan untuk akses langsung ke vena sentral, selain untuk pemberian obat juga untuk pemberian cairan. Diperlukan skill dan jam terbang untuk bisa melakukan pemasangannya. Tindakan bedah toraks seperti torakotomy diperlukan ventilasi satu paru yang dapat difasilitasi dengan pemasangan pipa double lumen, dimana tindakan pemasangannya ini juga mempunyai cara pemasangan tersendiri dibandingkan dengan pipa endotrakeal pada umumnya. Pada ventilasi satu paru terjadi perubahan V/Q mismatch yang dapat berakibat pada terjadinya hipoksia dan desaturasi. Diperlukan adanya pengetahuan dari ventilasi satu paru untuk menghadapi kemungkinan yang mungkin terjadi intraoperasi dan tindakan yang harus diambil apabila terjadi hal tersebut. Pada pasien bedah toraks juga terdapat nyeri yang sangat besar yang bisa mengganggu kemampuan bernafas yang bisa terlihat dari kesulitan untuk batuk maupun menarik nafas dalam. Untuk penangan nyeri ini bisa diatasi dengan pemberian anestesi epidural di daerah torakal. Tingkat kesulitan dari pemasangan kateter epidural di torakal cukup tinggi dengan resiko untuk tertembus dura dan medulla spinalis sehingga bisa terjadi kelumpuhan. Diperlukan keterampilan yang cukup tinggi untuk pemasangan kateter epidural torakal. Bahan Bacaan : Program Studi Anestesiologi dan Reanimasi Fakultas Kedokteran Universitas Udayana 237
PANDUAN PELAKSANAAN KURIKULUM PENDIDIKAN 1. Kaplan, J.A., Slinger, P.D. Thoracic Anesthesia. Third Ed. Churchill Livingstone. 2. Morgan GE, Mikhhail MS, Murray MJ. 2013. Clinical Anaesthesiology, 4th ed. New York: Lange Medical Books/McGraw-Hill 3. Robert K. Stoelting, Simon C. Hiller. 2012. Pharmacology & Physiology in Anesthesic Practice. Fourth Edition. Lippincott Williams & Wilkins, Philadelphia, USA 4. Barash PG, Cullen BF, Stoelting RK. 2012. Clinical Anaesthesia, 5th ed. Philadelphia:Lippincott Williams & Wilkins 5. Miller,RD. 2009. Miller’s Anesthesia 6th ed 6. Gillman,J. 1998. Perioperative Medicine 7. Stone,DJ. 2004. Perioperative Care 8. Katzung, BG. 2004. Basic & Clinical Pharmacology 9th ed 9. Practice Guidelines for Postanesthetic Care. Anesthesiology 2002; 96(3)
Mata Kuliah
: Keterampilan Klinik Interventional of Pain Management
Kode
: ATI 706
Nama Dosen
:1. dr. IGN Mahaalit Aribawa Sp.An KAR 2. Dr.dr. Tjokorda Gde Agung Senapathi,SpAn.KAR 3. dr. IMG.Widnyana,SpAn.MKes.KAR 4. dr. I Gede Budiarta,SpAn.KMN
SKS :1 sks akademik, 2 sks profesi Waktu : 4 minggu 1 sks akademik = 1 sks kuliah / lecture / tutorial, yang terdiri dari : a) tatap muka 50 menit/minggu/semester = 20 jam/semester/6 bulan = 20 Jam / 4 minggu = 20 jam / 20 hari = 1 jam / hari
Program Studi Anestesiologi dan Reanimasi Fakultas Kedokteran Universitas Udayana 238
PANDUAN PELAKSANAAN KURIKULUM PENDIDIKAN b) penugasan terstruktur 60 menit/minggu/semester = 24 jam/semester/6 bulan = 24 JAM / 4 MINGGU = 24 JAM / 20 HARI = 72 menit /hari c) kegiatan mandiri 60 menit/minggu/semester = 24 jam/semester/6 bulan = 24 JAM / 4 MINGGU = 24 JAM / 20 HARI = 72 menit /hari 1 sks profesi = 1 sks praktikum, praktik lapangan, penelitian, pengabdian kepada masyarakat sebanyak 170 menit/minggu/semester = 68 jam/semester/6 bulan = 68 JAM / 4 MINGGU = 68 JAM / 28HARI = 144 MENIT / HARI. 2 SKS Profesi = 2 x 144 menit / hari = 288 menit / hari = 4 jam 50 menit Standar Kompetensi : Setelah mengikuti pembelajaran selama 4 minggu peserta didik memiliki kemampuan untuk melakukan penatalaksanaan nyeri kronik, nyeri muskuloskeletal, nyeri kanker secara intervensional dengan panduan USG dan C-arm
N Kompetensi o Dasar 0 1.
Pengalaman Belajar
Indikator Pencapaian
Peserta didik
Peserta didik
Peserta didik
mengenal dan
mempelajari
mampu
mampu melakukan
tatalaksana
melakukan
USG sebagai
anestesi
tatalaksana
media dalam
dibantu USG
anestesi dibantu
anestesi
P T
M S F
Penilaian Mini- C CEX / B DOPS T
USG
Program Studi Anestesiologi dan Reanimasi Fakultas Kedokteran Universitas Udayana 239
OS CE
Alokasi Waktu 1 sks akademik 2 sks profesi KP 1 jam
LP 1 ja m
BST 2 jam
Waktu 2 hari
BO
BP
BJ
Waktu
3 1 1 2 hari jam jam jam
PANDUAN PELAKSANAAN KURIKULUM PENDIDIKAN 2.
Peserta didik
Peserta didik
Peserta didik
mengenal dan
mempelajari
mampu
mampu memakai
tatalaksana
melakukan
C-arm sebagai
anestesi
tatalaksana
media dalam
dibantu C-Arm
anestesi
anestesi
1 jam
1 ja m
2 jam
2 hari
3 1 1 3 hari jam jam jam
1 jam
1 ja m
2 jam
2 hari
3 1 1 3 hari jam jam jam
1 jam
1 ja m
2 jam
2 hari
3 1 1 3 hari jam jam jam
dibantu C-Arm
3.
Peserta didik
Peserta didik
Peserta didik
memiliki
mempelajari
mampu
kemampuan dalam
tatalaksana
melakukan
anestesi
anestesi
tatalaksana
Fluoroanatomi
Fluoroanestesi
anestesi
Spine
Spine
Fluoroanestesi Spine
4.
Peserta didik
Peserta didik
Peserta didik
memiliki
mempelajari
mampu
kemampuan
tatalaksana
melakukan
manajemen nyeri
anestesi dalam
tatalaksana
musculoskeletal
penanganan
anestesi dalam
Program Studi Anestesiologi dan Reanimasi Fakultas Kedokteran Universitas Udayana 240
PANDUAN PELAKSANAAN KURIKULUM PENDIDIKAN nyeri
penanganan
muskuloskeleta nyeri l
muskuloskelet al
5.
Peserta didik
Peserta didik
Peserta didik
memiliki
mempelajari
mampu
kemampuan
tatalaksana
melakukan
manajemen Low
anestesi dalam
tatalaksana
back Pain
penanganan
anestesi dalam
Low Back Pain
penanganan
1 jam
1 ja m
2 jam
2 hari
3 1 1 3 hari jam jam jam
Low Back Pain Keterangan : PT = Pretest, MSF = Multi Source Feedback, CBT = Computerized based test, OSCE = Objective Structure Clinical Examination, Tm = Tatap muka, KP = Kuliah Pengayaan, LP = Laporan Pagi, BST =Bed Site Teaching, BO = Bimbingan Operasi/ Skill AnestesiAnalgesi/Bimbingan Ilmiah, BP = Bimbingan Poliklinik, BJ = Bimbingan Jaga, LK = Laporan Kasus, JR = Journal Reading Materi Pokok : Menurut American Society of Interventional Pain Physicians (ASIPP), Interventional Pain Management adalah cabang ilmu kedokteran yang mempelajari tentang diagnosis dan pengobatan gangguan nyeri. Yaitu dengan menerapkan teknik-teknik intervensi dalam menangani nyeri subakut, kronik, persisten, dan nyeri yang sulit diatasi, baik secara independen maupun bersama dengan modalitas terapi lainnya.
Program Studi Anestesiologi dan Reanimasi Fakultas Kedokteran Universitas Udayana 241
PANDUAN PELAKSANAAN KURIKULUM PENDIDIKAN Interventional Pain Management adalah salah satu bentuk terapi farmakologis invasif yang melibatkan blokade saraf perifer atau regional dengan anestesi local, steroid, atau larutan neurolitik, ablasi dengan menggunakan radiofrekuensi, teknik neuromodulatori, atau terapi multidisipliner (intervensi psikologis, terapi okupasi, atau modalitas lain seperti akupuntur). Interventional Pain Management dilakukan oleh dokter spesialis anestesi yang melakukan pelatihan di bidang manajemen nyeri. Interventional Pain Management diawali dengan pemeriksaan fisik secara menyeluruh dan mengevaluasi riwayat medis pasien, serta melakukan sejumlah pemeriksaan tambahan. Setelah didapatkan kesimpulan, dibuatlah rencana pengobatan. Rencana pengobatan tersebut umumnya mengombinasikan terapi intervensi menggunakan bantuan USG, C Arm, dan Fluoroanatomi Spine. Interventional Pain Management, biasanya dilakukan pada kasus–kasus nyeri musculoskeletal, dan Low Back Pain. Pada modul Interventional Pain Management, dibahas juga farmakologi dan pemilihan modalitas terapi mulai dari pemilihan anestesi lokal, opioid, dan atau adjuvant dari terapi intervensi tersebut. Kemudian, terdapat juga sub bagian yang mengajarkan pemilihan modalitas terapi yang komprehensif mulai dari pemeriksaan awal, rencana intervensi, dan evaluasi intervensi yang diberikan. Dengan harapan peserta didik akan dapat menjadi seorang ahli anestesi yang handal dalam menegakkan diagnosis, melakukan intervensi dengan bantuan USG, C Arm, dan Fluoroanatomi Spine yang dapat juga mengevaluasi hasil dari intervensinya tersebut sesuai dengan kaidah – kaidah rasional terapi dan patient safety.
Bahan Bacaan : 1. Waldman.2015. Atlas of Interventional Pain Management. 4th edition. Philadelphia : elsevier 2. Diwan S, Staats P. 2015. Atlas of Pain Medicine Procedure. New York : Mc Graw Hill. 3. McNally E. 2014. Practical Muskuloskeletal Ultrasound. 2nd edition. Elsevier. 4. Waldman.2013. Atlas of Pain Management Injection Technique. 3rd edition. Elsevier. Program Studi Anestesiologi dan Reanimasi Fakultas Kedokteran Universitas Udayana 242
PANDUAN PELAKSANAAN KURIKULUM PENDIDIKAN 5. Raj PP, Erdine S. 2012.Pain Relieving Procedure. Wiley blackwell. 6. Zundert JV et all.2012. Evidence Based Interventional Pain Medicine : According to Clinical Diagnoses. Wiley Blackwell.
Mata Kuliah
: Anesthesia Crisis Management
Kode : ATI 707 Nama Dosen : DR. dr. Tjok. Gede Agung Senapathi Sp.An KAR SKS :1 sks akademik, 2 sks profesi Waktu : 4 minggu 1 sks akademik = 1 sks kuliah / lecture / tutorial, yang terdiri dari : a. tatap muka 50 menit/minggu/semester = 20 jam/semester/6 bulan = 20 Jam / 4 minggu = 20 jam / 20 hari = 1 jam / hari b. penugasan terstruktur 60 menit/minggu/semester = 24 jam/semester/6 bulan = 24 JAM / 4 MINGGU = 24 JAM / 20 HARI = 72 menit /hari c. kegiatan mandiri 60 menit/minggu/semester = 24 jam/semester/6 bulan = 24 JAM / 4 MINGGU = 24 JAM / 20 HARI = 72 menit /hari II. 1 sks profesi = 1 sks praktikum, praktik lapangan, penelitian, pengabdian kepada masyarakat sebanyak 170 menit/minggu/semester = 68 jam/semester/6 bulan = 68 JAM / 4 MINGGU = 68 JAM / 28HARI = 144 MENIT / HARI. 2 SKS Profesi = 2 x 144 menit / hari = 288 menit / hari = 4 jam 50 menit Standar Kompetensi
:Setelah mengikuti pembelajaran selama 1 minggu Peserta didik memiliki kemampuan untuk melakukan penatalaksanaan Anesthesia Crisis Management ( ACM ), gangguan multiorgan, Advanced Life Aupport
Program Studi Anestesiologi dan Reanimasi Fakultas Kedokteran Universitas Udayana 243
PANDUAN PELAKSANAAN KURIKULUM PENDIDIKAN N 0 1.
2.
3.
Kompetensi o Dasar Peserta didik mengenal dan mampu melakukan prosedur Advanced Life Support Peserta didik mengenal dan mampu melakukan prosedur Anesthesia Crisis Management Peserta didik dapat menganalisis gangguan multiorgan
Pengalaman Belajar
Indikator Pencapaian
P T
M S F
Penilaian Mini- C CEX / B DOPS T
OS CE
K P 1 ja m
Alokasi Waktu 1 sks akademik 2 sks profesi L B B BST Waktu BO Waktu P P J 1 2 5 hari 3 1 1 1 ja jam jam ja ja minggu m m m
Peserta didik mempelajari tatalaksana Advanced Life Support
Peserta didik mampu melakukan tatalaksana Advanced Life Support
Peserta didik mempelajari tatalaksana Anesthesia Crisis Management
Peserta didik mampu melakukan tatalaksana Anesthesia Crisis Management
1 ja m
1 2 ja jam m
10 hari 3 1 1 2 jam ja ja minggu m m
Peserta didik mempelajari tanda-tanda gangguan multi organ Peserta didik mempelajari patofisiologi gangguan multiorgan
Peserta didik mampu mengenali tandatanda gangguan multi organ Peserta didik mampu menganalisis patofisiologi gangguan multiorgan Peserta didik mampu melakukan
1 ja m
1 2 ja jam m
5 hari
Program Studi Anestesiologi dan Reanimasi Fakultas Kedokteran Universitas Udayana 244
3 1 1 1 jam ja ja minggu m m
PANDUAN PELAKSANAAN KURIKULUM PENDIDIKAN tatalaksana gangguan Peserta didik multiorgan mempelajari tatalaksana Peserta didik mampu gangguan mencegah kegagalan multiorgan multiorgan Peserta didik mempelajari pencegahan gangguan multiorgan Keterangan : PT = Pretest, MSF = Multi Source Feedback, CBT = Computerized based test, OSCE = Objective Structure Clinical Examination, Tm = Tatap muka, KP = Kuliah Pengayaan, LP = Laporan Pagi, BST =Bed Site Teaching, BO = Bimbingan Operasi/ Skill AnestesiAnalgesi/Bimbingan Ilmiah, BP = Bimbingan Poliklinik, BJ = Bimbingan Jaga, LK = Laporan Kasus, JR = Journal Reading Materi Pokok : Anesthesia Crisis Management (ACM), adalah modul yang dipublikasikan pada tahun 2011, dan didalamnya terdapat 22 koleksi kasus life threatening crises yang dapat ditemui dalam praktek anestesi setiap harinya. Dengan menggunakan panduan yang diterima nasional dan internasional, yang merupakan masukan dari kelompok–kelompok anestesiologi yang mendalami bidang–bidang tertentu yang memiliki alur yang bermateri kuat, ideal, berfungsi dengan baik dalam kondisi kamar operasi. Anesthesia Crisis Management (ACM) secara umum merupakan modul dengan implementasi kegiatan Anesthesia crisis management sendiri, Advanced Life Support, dan penanganan gangguan multiorgan. Hal ini terlihat dalam setiap modulnya yang dikemas rapi yang mengimplementasi hal berikut. Diharapkan dengan adanya modul ini, peserta didik dapat memberikan penannganan terhadap pasien secara komprehensif dengan mengutamakan prinsip – prinsip patient safety yang kemudian dapat mencetak seorang dokter anestesi yang dapat berpikir komprehensif demi kesejahteraan pasien pre, durante, dan post operasi.
Program Studi Anestesiologi dan Reanimasi Fakultas Kedokteran Universitas Udayana 245
PANDUAN PELAKSANAAN KURIKULUM PENDIDIKAN Anesthesia Crisis Management (ACM), dalam modul silabus ini memiliki salah satu subbagian yang mengajarkan teori dan praktek kepemimpinan, bagaimana mengelola sumber daya manusia atau crew resource management yang secara praktis dapat diterapkan dalam lingkungan kamar operasi yang telah dirancang berdasarkan prinsip – prinsip keselamatan dalam dunia aviasi. Dalam modul ini diajarkan dan dirumuskan checklist – checklist keselamatan kerja yang berisi instruksi yang telah dilakukan studi dan terbukti dalam perannya terhadap patient safety. Anesthesia Crisis Management (ACM), dalam prakteknya digunakan secara ekstensif oleh European Society of Anaesthesiologist dalam membuat referensi dan checklist krisis kamar operasi yang konsisten dengan Deklarasi Helsinki tahun 2010 tentang Patient Safety in Anaesthesiology. Anesthesia Crisis Management (ACM) sangat direkomendasikan oleh BMA 2012 dan juga diimplementasikan oleh Australian Society of Anaesthetists.
Bahan Bacaan : 1. Borshoff DC. 2011. The Anaesthetic Crisis Manual. New York : Cambrige University Press. 2. Farcy DA, Chiu WC, Flaxman A, Marshall JP. 2012. Critical Care emergency medicine. New York : Mc Graw Hill. 3. Bersten AD, Soni N. 2014. Oh’s Intensive Care Manual. Elsevier. 4. Morgan GE, Mikhhail MS, Murray MJ. 2013. Clinical Anaesthesiology, 4th ed. New York: Lange Medical Books/McGraw-Hill 5. Robert K. Stoelting, Simon C. Hiller. 2012. Pharmacology & Physiology in Anesthesic Practice. Fourth Edition. Lippincott Williams & Wilkins, Philadelphia, USA 6. Barash PG, Cullen BF, Stoelting RK. 2012. Clinical Anaesthesia, 5th ed. Philadelphia:Lippincott Williams & Wilkins 7. Miller,RD. 2009. Miller’s Anesthesia 6th ed 8. Gillman,J. 1998. Perioperative Medicine 9. Stone,DJ. 2004. Perioperative Care Program Studi Anestesiologi dan Reanimasi Fakultas Kedokteran Universitas Udayana 246
PANDUAN PELAKSANAAN KURIKULUM PENDIDIKAN 10. Katzung, BG. 2004. Basic & Clinical Pharmacology 9th ed 11. Practice Guidelines for Postanesthetic Care. Anesthesiology 2002; 96(3)
Mata Kuliah
: Kegawatdaruratan Anestesiologi dan Terapi Intensif V
Kode Nama Dosen
: KKA 801 :1. dr. Made Agus Kresna Sucandra Sp.An 2. dr. I Gede Budiarta,Sp.An.KNM 3. dr. I Wayan Aryabiantara,SpAn.KIC 4. Dr.dr. I Wayan Suranadi,SpAn.KIC SKS :3 sks profesi Waktu :12 minggu 1 sks profesi = 1 sks praktikum, praktik lapangan, penelitian, pengabdian kepada masyarakat sebanyak 170 menit/minggu/semester = 68 jam/semester/6 bulan = 68 JAM / 12 MINGGU = 68 JAM / 84 HARI = 48 MENIT / HARI. 3 SKS Profesi = 3 x 48 menit / hari = 2 jam 24 menit / hari Standar Kompetensi
N o 1.
Kompetensi Dasar Peserta didik mengenal dan
:Setelah mengikuti pembelajaran selama 12 minggu peserta didik memiliki kemampuan untuk melakukan penatalaksanan anestesi pembedahan emergensi, pasien gawat dan laporan tentang kasus yang telah ditangani secara komprehensif dengan disajikan secara seminar yang sudah ditentukan
Pengalaman Belajar Peserta didik mempelajari tatalaksana Traumatologi I
Indikator Pencapaian Peserta didik mampu melakukan tatalaksana Traumatologi
Program Studi Anestesiologi dan Reanimasi Fakultas Kedokteran Universitas Udayana 247
P T
Penilaian M Mini- C S CEX / B F DOPS T
OS CE
Alokasi Waktu 3 sks profesi BO
BP
1 30 jam me nit
BJ
Waktu
1 6 jam minggu
PANDUAN PELAKSANAAN KURIKULUM PENDIDIKAN mampu melakukan Traumatologi I
2.
Peserta mempelajari penyajian laporan kasus traumatologi secara komprehensif
Peserta mampu menyajikan laporan kasus traumatologi secara komprehensif
Peserta didik Peserta didik mempelajari Peserta didik mampu 1 30 1 6 mengenal dan tatalaksana anestesi bedah melakukan tatalaksana ja me ja minggu mampu melakukan gawat darurat anestesi bedah gawat m nit m prosedur anestesi darurat bedah gawat darurat Keterangan : PT = Pretest, MSF = Multi Source Feedback, CBT = Computerized based test, OSCE = Objective Structure Clinical Examination, Tm = Tatap muka, KP = Kuliah Pengayaan, LP = Laporan Pagi, BST =Bed Site Teaching, BO = Bimbingan Operasi/ Skill AnestesiAnalgesi/Bimbingan Ilmiah, BP = Bimbingan Poliklinik, BJ = Bimbingan Jaga, LK = Laporan Kasus, JR = Journal Reading Materi Pokok : Anestesi untuk pasien trauma memerlukan suatu pengetahuan mendalam tentang tatalaksana serta cara persiapan perioperatif untuk pasien bedah trauma yang akan menjalani prosedur bedah darurat. Diperlukan pengetahuan mendasar tentang traumatologi dan kasus yang memerlukan tatalaksana anestesi. Dengan cara penyajian laporan kasus tentang ilmu traumatologi anestesi disertai pedoman untuk melakukan anestesi pada bedah gawat darurat diharapkan diperoleh pemahaman akan tatalaksana anestesi bedah gawat darurat. Asesmen pertama pasien trauma dapat dibagi menjadi, primary survey, secondary survey dan tetiary survey. Primary survey akan berlangsung 2 – 5 menit dan mencakup urutan ABCDE trauma: Jalan nafas, Breathing, Circulation, Disability dan Exposure. Resusitasi dan asesmen berlangsung simultan. Resusitasi trauma mencakup 2 tahap: menghentikan perdarahan dan memperbaiki cedera. Secondary dan tertiary survey lebih komprehensif mengikuti primary survey. Pada pasien trauma pertama kali yang dilakukan adalah penilaian survey primer ABCDE, dan pembebasan jalan nafas. Bila ada dugaan trauma leher, tindakan in line position. Lakukan pemberian oksigenasi dan ventilasi bila perlu. Pasang akses vena dengan jarum 16-14 G, dan resusitasi cairan kristaloid hangat. Selanjutnya adalah menghentikan perdarahan eksternal bila ada. Setelah ABC aman, lakukan survei sekunder meliputi pemeriksaan fisis kepala sampai ekstremitas. Pasang pemantauan, bila kondisi stabil lakukan pemeriksaan foto toraks, abdomen, pelvis, C-spine bila perlu ultrasonografi (USG) untuk menegakkan diagnosis adanya trauma dada, fraktur iga, pneumotoraks tension, flail chest, hemotoraks, kontusio paru, aspirasi kontusio miokard, trauma abdomen luka penetrasi, non penetrasi, Program Studi Anestesiologi dan Reanimasi Fakultas Kedokteran Universitas Udayana 248
PANDUAN PELAKSANAAN KURIKULUM PENDIDIKAN nyeri abdomen , penyebab tidak jelas. Pemeriksaan CT scan dilakukan bila ada indikasi seperti trauma kepala. Pemeriksaan DPL, hematologi, golongan darah dan permintaan komponen darah bila diperlukan. Pasien trauma yang menjalani anestesia harus dilakukan penatalaksanaan preoperatif ; anamnesis, pemeriksaan fisis, pemeriksaan penunjang, informed consent dan lakukan persiapan anestesia (puasa, rencana premedikasi). Pasien dewasa elektif dipuasakan 6 – 8 jam, anak 2, 4, 6, 8 jam. Dilakukan penetapan status fisis ASA. Persiapan anestesia meliputi statics, obat, mesin anestesia sesuai dengan tindakan anestesia yang dipilih. Setelah semua persiapan alat dan obat lengkap, pastikan ada asisten yang membantu tindakan anestesia. Lakukan anestesia umum sesuai modul pada anestesia umum atau analgesia regional sesuai modul analgesia regional untuk pasien bedah digestif. Premedikasi dapat diberikan secara intravena atau intramuskular. Lakukan pemantauan fungsi vital oksigenasi, saturasi Hb (SpO2), tekanan darah, nadi, EKG, suhu, aliran cairan infusi, ventilasi dengan ETCO2 kalau ada, produksi urin, jumlah perdarahan. Bila diperlukan pemasangan kateter vena sentral dan jalur intra arterial. Atur kebutuhan obat untuk pertahankan sedasi, analgesia dan relaksasi. Untuk beberapa kasus dibutuhkan pemasangan NGT. Bahan Bacaan : 1. GE Morgan, Jr. 2013. Clinical Anesthesiology 4th ed 2. Stoelting. 2006. Pharmacology and Physiology 4th ed 3. Miller, RD. 2009. Miller’s Anesthesia RD 6th ed
Mata Kuliah
: Kegawatdaruratan Anestesiologi dan Terapi Intensif VI
Kode Nama Dosen
: KKA 802 :1. dr I Made Gede Widnyana Sp.An M.Kes KAR 2. dr. IGN Mahaalit A, SpAn KAR 3. dr. I Gede Budiarta, SpAn.KNM 4. Dr.dr.Tjok.Gde Agung Senapathi,SpAn, KAR SKS : 3 sks profesi (1 sks profesi = 1 sks praktikum, praktik lapangan, penelitian, pengabdian kepada masyarakat sebanyak 170 menit/minggu/semester = 68 jam/semester/6 bulan) Waktu : 12 minggu 1 sks profesi = 1 sks praktikum, praktik lapangan, penelitian, pengabdian kepada masyarakat sebanyak 170 menit/minggu/semester = 68 jam/semester/6 bulan = 68 JAM / 12 MINGGU = 68 JAM / 84 HARI = 48 MENIT / HARI. Program Studi Anestesiologi dan Reanimasi Fakultas Kedokteran Universitas Udayana 249
PANDUAN PELAKSANAAN KURIKULUM PENDIDIKAN 3 SKS Profesi = 3 x 48 menit / hari = 2 jam 24 menit / hari Standar Kompetensi
No
1.
2.
3.
4.
Kompetensi Dasar Peserta didik mampu melakukan Traumatologi II di rumah sakit jejaring mandiri Peserta didik mampu melakukan anestesi bedah darurat di rumah sakit jejaring mandiri Peserta didik mampu melakukan manajemen pelayanan kamar bedah di rumah sakit jejaring mandiri Peserta didik mampu bekerja di rumah sakit jejearing
:Setelah mengikuti pembelajaran selama 12 minggu peserta didik memiliki kemampuan untuk anestesi berbagai macam kasus yang ringan sampai dengan berat, pasien gawat dari yang ringan sampai dengan yang berat, mengatur pembagian tugas pelayanan di lingkungan rumah sakit dalam bidang anestesi dan gawat darurat, anestesi d irumah sakit jejaring mandiri.
Pengalaman Belajar Peserta didik mampu memahami tatalaksana Traumatologi II secara mandiri di rumah sakit jejaring Peserta didik mampu memahami tatalaksana anestesi bedah darurat secara mandiri di rumah sakit jejaring Peserta didik mampu memahami tatalaksana manajemen pelayanan kamar bedah di rumah sakit jejaring Peserta didik memahami tatalaksana anestesi di rumah sakit jejaring secara mandiri
M S F
Penilaian Mini- C CEX / B DOPS T
1 30 jam me nit
1 3 jam minggu
Peserta didik mampu melakukan tatalaksana anestesi bedah darurat secara mandiri di rumah sakit jejaring
1 ja m
30 me nit
1 ja m
3 minggu
1 ja m
30 me nit
1 ja m
3 minggu
1 ja m
30 me nit
1 ja m
3 minggu
Indikator Pencapaian Peserta didik mampu melakukan tatalaksana Traumatologi II secara mandiri di rumah sakit jejaring
Peserta didik mampu melakukan tatalaksana manajemen pelayanan kamar bedah secara mandiri di rumah sakit jejaring Peserta didik mampu melakukan tatalaksana anestesi di rumah sakit jejaring secara mandiri
Program Studi Anestesiologi dan Reanimasi Fakultas Kedokteran Universitas Udayana 250
P T
OS CE
Alokasi Waktu 3 sks profesi BO
BP
BJ
Waktu
PANDUAN PELAKSANAAN KURIKULUM PENDIDIKAN Keterangan : PT = Pretest, MSF = Multi Source Feedback, CBT = Computerized based test, OSCE = Objective Structure Clinical Examination, Tm = Tatap muka, KP = Kuliah Pengayaan, LP = Laporan Pagi, BST =Bed Site Teaching, BO = Bimbingan Operasi/ Skill AnestesiAnalgesi/Bimbingan Ilmiah, BP = Bimbingan Poliklinik, BJ = Bimbingan Jaga, LK = Laporan Kasus, JR = Journal Reading Materi Pokok : Pengetahuan tentang interventional pain management untuk pasien traumatologi sangat diperlukan dalam rangka membantu tatalaksana pasien bedah trauma yang memerlukan pembedahan bedah darurat. Dengan berbekal kemampuan tersebut maka akan menunjang seorang peserta didik yang akan bekerja sendiri di rumah sakit jejaring dan selanjutnya akan menjadi bekal untuk pengetahuan dan kompetensi yang lebih tinggi. Secondary survey mulai hanya bila urutan ABC stabil. Pasien dievaluasi dari kepala sampai kaki jika terdapat indikasi, misalnya radiologi, tes laboratorium atau prosedur diagnostik invasif. Pemeriksaan kepala mencakup kulit kepala dan rambut, mata dan telinga. Pemeriksaan neurologis meliputi, skala GCS, fungsi motoris dan sensori dan refleks-refleks. Pemeriksaan dada untuk menilai adanya pneumotoraks, tamponade perikard. Pemeriksaan abdomen untuk evaluasi adanya perdarahan intraabdomen. Pemeriksaan ekstremitas untuk menentukan adanya fraktur atau luksasi. Kateter urin dan pipa nasogastrik biasanya juga dipasang. Pemeriksaan laboratorium termasuk darah lengkap (Hb, Ht), elektrolit, gula darah, ureum, kreatinin. Analisa gas darah akan sangat menolong. Foto toraks harus dibuat pada trauma berat. Pada trauma leher harus diperiksa foto PA, lateral dan swimmer view leher; kalau perlu CTScan. FAST (Focused assessment with sonography for trauma) dilakukan bila mungkin untuk mendeteksi perdarahan intraperitoneal atau tamponade perikard. Bergantung pada lokasi cedera dan status hemodinamik pemeriksaan pencitraan lain dapat dianjurkan CTScan dada, angiografi atau diagnotic peritoneal lavage (DPL) jika ada indikasi. Pada beberapa trauma senter juga menyelenggarakan tertiary trauma survey untuk menghindari “missed injuries”(cedera yang tidak tertangkap). Antara 2 % – 50 % cedera trauma luput dari primary dan secondary survey terutama setelah trauma tajam multipel (kecelakaan kendaraan). Tertiary survey dapat didefinisikan sebagai evaluasi pasien yang melakukan identifikasi dan mendaftar semua cedera setelah resusitasi awal dan intervensi operatif. Hal yang tipikal ini dilakukan dalam 24 jam setelah cedera. Evaluasi (delayed evaluation) ini biasanya berakhir pada pasien yang sudah mulai sadar yang dapat mengkomunikasikan semua keluhan dan lebih terperinci menjelaskan terjadinya cedera. Tertiary survey terjadi sebelum pasien dipulangkan untuk reevaluasi dan konfirmasi cedera yang diketahui dan identifikasi hal yang tidak mungkin terjadi. Reevaluasi ini termasuk “pemeriksaan head to toe” dan mempelajari semua pemeriksaan laboratorium dan pencitraan. Missed injuries dapat mencakup fraktur tungkai dan pelvik, medula spinalis dan cedera kepala dan saraf abdominal dan saraf perifer.
Program Studi Anestesiologi dan Reanimasi Fakultas Kedokteran Universitas Udayana 251
PANDUAN PELAKSANAAN KURIKULUM PENDIDIKAN Bahan Bacaan : 1. GE Morgan, Jr. 2013. Clinical Anesthesiology 4th ed 2. Stoelting. 2006. Pharmacology and Physiology 4th ed 3. Miller, RD. 2009. Miller’s Anestesia RD 6th ed
N
Mata Kuliah
: Seminar anestesiologi dan terapi intensif III
Kode Mata Kuliah Nama Dosen
: ATI 803 : 1. DR. dr. Tjok. Gede Agung Senapathi Sp.An KAR 2. dr. I Made Subagiartha Sp.An KAKV. SH 3. Dr. dr. I Wayan Suranadi Sp.An KIC 4. dr. IGAG Utara Hartawan Sp.An MARS
SKS Waktu
: 1 SKS seminar (1 sks seminar = 2 jam presentasi Journal Reading sebagai syarat OSCE ACM) : 2 jam
Standar Kompetensi
: Setelah mengikuti pembelajaran peserta didik akan memiliki kemampuan membuat ringkasan masalah anestesi dan gawat darurat secara tertulis dan memilih jurnal secara benar untuk disajikan pada seminar yang sudah ditentukan.
Kompetensi Dasar o
Pengalaman Belajar
Peserta didik memiliki kemampuan memilih jurnal yang berbobot dan dapat diaplikasikan
Peserta didik mempelajari mengenai cara memilih jurnal yang berbobot baik dengan isi jurnal yang relevan, reliabel dan mutakhir, yang selanjutnya
Indikator Pencapaian
0 1.
Peserta didik mampu melakukan pemilihan jurnal yang berbobot baik dengan isi jurnal yang relevan, reliabel dan mutakhir, yang
Program Studi Anestesiologi dan Reanimasi Fakultas Kedokteran Universitas Udayana 252
Penilaian Alokasi Waktu Sesuai Format BI waktu Penilaian Ilmiah Sesuai format 1.5 jam / Minimal 3 penilaian sesi x Journal Reading
KM / Presentasi 1 jam
Sebagai Peserta 15 x seminar ilmiah
PANDUAN PELAKSANAAN KURIKULUM PENDIDIKAN pada kegiatan sehari-hari dalam bidang anestesi dan terapi intensif
dapat diaplikasikan pada kegiatan sehari-hari dalam bidang anestesi dan terapi intensif
selanjutnya dapat diaplikasikan pada kegiatan sehari-hari dalam bidang anestesi dan terapi intensif Keterangan : PT = Pretest, MSF = Multi Source Feedback, CBT = Computerized based test, OSCE = Objective Structure Clinical Examination, Tm = Tatap muka, KP = Kuliah Pengayaan, LP = Laporan Pagi, BST =Bed Site Teaching, BO = Bimbingan Operasi/ Skill AnestesiAnalgesi/Bimbingan Ilmiah, BP = Bimbingan Poliklinik, BJ = Bimbingan Jaga, LK = Laporan Kasus, JR = Journal Reading ,PI=Penilaian Ilmiah Materi Pokok : Journal reading 2 ialah suatu wahana penyampaian berita, informasi, pengetahuan atau gagasan kepada orang lain. Laporan ini disampaikan secara tertulis dengan mengacu pada sumber dari buku teks maupun jurnal ilmiah. Laporan ilmiah tertulis dan diterbitkan dengan memaparkan hasil penelitian atau pengkajian yang telah dilakukan oleh seseorang atau sebuah tim dengan memenuhi kaidah dan etika keilmuan yang dikukuhkan dan ditaati oleh masyarakat keilmuan. Manfaat penyusunan Journal reading 2 bagi penulis adalah berikut: melatih untuk mengembangkan keterampilan membaca yang efektif, melatih untuk menggabungkan hasil bacaan dari berbagai sumber, mengenalkan dengan kegiatan kepustakaan ,meningkatkan pengorganisasian fakta/data secara jelas dan sistematis, memperoleh kepuasan intelektual,
memperluas cakrawala ilmu pengetahuan, dan sebagai bahan
acuan/penelitian pendahuluan untuk penelitian selanjutnya Suatu kasus anestesi yang unik atau memiliki penanganan khusus sangat baik apabila diangkat menjadi suatu laporan ilmiah. Dengan mengangkatnya menjadi suatu laporan ilmiah, evaluasi dan tilikan terhadap bahan pustaka dasar akan lebih berbobot karena disesuaikan dengan praktik di lapangan. Selain itu akan memberikan suatu panduan untuk pihak lain dalam menghadapi kasus serupa, acuan untuk penelitian lanjutan maupun panduan keselamatan pasien dalam lingkup yang lebih besar. Selain diangkat dalam suatu karya ilmiah, intisari jurnal dari belahan dunia yang berbeda maupun dari tempat yang berbeda dapat pula dijadikan contoh pengalaman dan evaluasi diri maupun pendidikan yang sudah berjalan. Program Studi Anestesiologi dan Reanimasi Fakultas Kedokteran Universitas Udayana 253
PANDUAN PELAKSANAAN KURIKULUM PENDIDIKAN Pemilihan jurnal yang berbobot disesuaikan baik dengan isi jurnal yang relevan, reliabel dan mutakhir, yang selanjutnya dapat diaplikasikan pada kegiatan sehari-hari dalam bidang anestesi dan terapi intensif adalah yang paling disarankan agar mampu memberikan manfaat pada praktik klinik. Sebagai suatu syarat berlangsungnya pendidikan yang baik dan optimal, journal reading 2 merupakan suatu sarana guna menambah ilmu pengetahuan peserta didik yang secara langsung akan menjadi suatu prasyarat OSCE ACM (Anesthesia Crisis Management) yang dilakukan secara berkesinambungan. Dengan lulusnya peserta didik pada OSCE ACM peserta didik dapat melanjutkan pada tahap pendidikan selanjutnya. Bahan Bacaan : 1. Morgan GE, Mikhhail MS, Murray MJ. 2013. Clinical Anaesthesiology, 4th ed. New York: Lange Medical Books/McGraw-Hill 2. Robert K. Stoelting, Simon C. Hiller. 2012. Pharmacology & Physiology in Anesthesic Practice. Fourth Edition. Lippincott Williams & Wilkins, Philadelphia, USA 3. Barash PG, Cullen BF, Stoelting RK. 2012. Clinical Anaesthesia, 5th ed. Philadelphia:Lippincott Williams & Wilkins 4. Miller,RD. 2009. Miller’s Anesthesia 6th ed 5. Gillman,J. 1998. Perioperative Medicine 6. Stone,DJ. 2004. Perioperative Care 7. Katzung, BG. 2004. Basic & Clinical Pharmacology 9th ed 8. Practice Guidelines for Postanesthetic Care. Anesthesiology 2002; 96(3)
Mata Kuliah
: Manajemen Klinik
Kode Nama Dosen
: ATI 804 :1. Prof. DR. dr. Made Wiryana Sp.An KIC. KAO 2. dr. I Ketut Sinardja Sp.An KIC 3. dr. I Made Subagiartha Sp.An KAKV SH 4. dr. IBG Sujana Sp.An. M.Si
Program Studi Anestesiologi dan Reanimasi Fakultas Kedokteran Universitas Udayana 254
PANDUAN PELAKSANAAN KURIKULUM PENDIDIKAN SKS : 2 sks akademik, 1 sks profesi Waktu : 4 minggu 1) 1 sks akademik = 1 sks kuliah / lecture / tutorial, yang terdiri dari : a) tatap muka 50 menit/ minggu/ semester = 20 jam/semester/6 bulan = 20 jam/ 4 minggu = 20 jam/ 20 hari= 1 jam/ hari b) penugasan terstruktur 60 menit/minggu/semester = 24 jam/semester/6 bulan = 24 jam/ 4 minggu= 24 jam/ 20 hari= 1 jam 10 menit/ hari c) kegiatan mandiri 60 menit/minggu/semester = 24 jam/semester/6 bulan= 24 jam/ 20 hari = 1 jam 10 menit/ hari 2) 1 sks profesi = 1 sks praktikum, praktik lapangan, penelitian, pengabdian kepada masyarakat sebanyak 170 menit/minggu/semester = 68 jam/semester/6 bulan= 68 jam/ 4 minggu= 68 jam/ 28 hari = 2 jam 25 menit / hari Standar Kompetensi
N o
1.
Kompetensi Dasar o . Peserta didik mampu melakukan komunikasi dokter dan pasien
:Setelah mengikuti pembelajaran selama 1 minggu peserta didik memiliki kemampuan untuk untuk melakukan pengajaran dan supervisi terhadap peserta didik yang lebih junior dan mahasiswa kedokteran, dapat bekerja sama, berkomunikasi dan menciptakan lingkungan kerja yang baik dengan sesama peserta didik, perawat, paramedik, dan konsultan kamar operasi maupun ICU, membuat rencana manajemen yang akan dilakukan meliputi pembagian tugas, pelaksanaan pelayanan anestesi untuk semua kasus serta membuat laporan hasil kerjanya
Pengalaman Belajar Peserta didik belajar komunikasi dan memberikan edukasi pada pasien dan keluarganya
Indikator Pencapaian Peserta didik mampu menjalin komunikasi dan memberikan edukasi pada pasien dan keluarganya
P T
M S F
Penilaian Mini- C CEX / B DOPS T
Program Studi Anestesiologi dan Reanimasi Fakultas Kedokteran Universitas Udayana 255
Alokasi Waktu OS CE
2 SKS akademik KP 1 ja m
LP 1 ja m
BST 1 jam
Waktu 6 hari
1 SKS Profesi BO 1 ja m
BP 30 me nit
BJ 1 ja m
Waktu 9 hari
PANDUAN PELAKSANAAN KURIKULUM PENDIDIKAN 2.
Peserta didik mampu melakukan manajemen kamar operasi
Peserta didik mempelajari manajemen kamar operasi
3.
Peserta didik mampu menjadi koordinator dalam sistem pelayanan kesehatan
Peserta didik belajar koordinasi dalam pelayanan kesehatan
Peserta didik mampu melakukan manajemen kamar operasi Peserta didik mampu melakukan koordinasi dalam pelayanan kesehatan
1 ja m
1 ja m
1 ja m
1 ja m
1 jam
1 jam
7 hari
1 ja m
30 me nit
1 ja m
9 hari
7 hari
1 ja m
30 me nit
1 ja m
10 hari
Penilaian : MSF ( 20% ), A-Cex / DOPS( 30% ) OSCE ( 50% ) Keterangan : PT = Pretest, MSF = Multi Source Feedback, CBT = Computerized based test, OSCE = Objective Structure Clinical Examination, Tm = Tatap muka, KP = Kuliah Pengayaan, LP = Laporan Pagi, BST =Bed Site Teaching, BO = Bimbingan Operasi/ Skill AnestesiAnalgesi/Bimbingan Ilmiah, BP = Bimbingan Poliklinik, BJ = Bimbingan Jaga, LK = Laporan Kasus, JR = Journal Reading Materi Pokok : Peserta didik pada stase ini diharapkan mampu untuk melakukan manajemen Sumber Daya Manusia di kamar operasi dan melakukan komunikasi dengan pasien dan keluarga pasien di kamar operasi maupun di ruang rawat. Peserta didik diharapkan mampu menjadi jembatan komunikasi pasien dengan keluarga maupun dengan dokter lain akan penyakit yang dideritanya. Peserta didik mampu berkoordinasi dengan tenaga kesehatan lain yang berhubungan dengan pasien. Peserta didik diharapkan mampu menentukan mana pasien yang akan membutuhkan operasi segera maupun yang harus ditunda tindakan operasinya. Komunikasi yang efektif dan efisien sangat menentukan keberhasilan manajemen seorang calon ahli anestesi baik terhadap pasien maupun rekan kerjanya. Bahan Bacaan : Program Studi Anestesiologi dan Reanimasi Fakultas Kedokteran Universitas Udayana 256
PANDUAN PELAKSANAAN KURIKULUM PENDIDIKAN 1. 2. 3. 4. 5. 6. 7. 8.
Morgan GE, Mikhhail MS, Murray MJ. 2013.Clinical Anaesthesiology, 4th ed. New York: Lange Medical Books/McGraw-Hill Robert K. Stoelting, Simon C. Hiller. 2012. Pharmacology & Physiology in Anesthesic Practice. Fourth Edition. Lippincott Williams & Wilkins, Philadelphia, USA Barash PG, Cullen BF, Stoelting RK. 2012. Clinical Anaesthesia, 5th ed. Philadelphia:Lippincott Williams & Wilkins Miller,RD. 2009. Miller’s Anesthesia 6th ed Gillman,J. 1998. Perioperative Medicine Stone,DJ. 2004. Perioperative Care Katzung, BG. 2004. Basic & Clinical Pharmacology 9th ed Practice Guidelines for Postanesthetic Care. Anesthesiology 2002; 96(3)
Mata Kuliah
: Penelitian
Kode Mata Kuliah Nama Dosen
: ATI 805 : 1. Dr.dr. I Putu Pramana Suarjaya, SpAn.M.Kes.KMN.KNA 2. Prof. Dr. dr. Made Wiryana,SpAn.KIC.KAO 3. Dr. dr. Tjok.Gde Agung Senapathi,SpAn.KAR 4. dr. IMG.Widnyana,SpAn.MKes.KAR : 4 sks akademik
SKS Standar Kompetensi
: Setelah mengikuti pembelajaran peserta didik akan memiliki kemampuan membuat membuat penelitian sesuai dengan kaidah penelitian yang sudah ditentukan dengan tepat.
Program Studi Anestesiologi dan Reanimasi Fakultas Kedokteran Universitas Udayana 257
PANDUAN PELAKSANAAN KURIKULUM PENDIDIKAN No.
Kompetensi Dasar
Pengalaman Belajar
Indikator Pencapaian
Penilaian P T
1.
2.
3.
Metodologi penelitian
Peserta didik mampu memahami tentang metodologi penelitian Epidemiolog Peserta didik dapat memahami tentang epidemiologi klinik i klinik
Peserta didik dapat menjelaskan tentang metodologi penelitian Peserta didik dapat menjelaskan tentang epidemiologi klinik
Alokasi Waktu 4 SKS akademik KP LP BST Waktu
M Mini- C OS S CEX / B CE F DOPS T Penilaian Ujian Proposal 2 dan ujian tesis ja m Penilaian Ujian Proposal 2 dan ujian tesis ja m
2 jam
1 minggu
2 jam
1 minggu
Statistika dan EBM
Peserta didik mampu Peserta didik dapat menjelaskan Penilaian Ujian Proposal 2 2 1 memahami tentang statistika tentang epidemiologi klinik dan ujian tesis ja jam minggu dan EBM m 4. Penulisan Peserta didik mampu Peserta didik dapat menjelaskan Penilaian Ujian Proposal 2 2 1 Karya memahami tentang penulisan tentang penulisan karya ilmiah dan ujian tesis ja jam minggu Ilmiah karya ilmiah m Keterangan : PT = Pretest, MSF = Multi Source Feedback, CBT = Computerized based test, OSCE = Objective Structure Clinical Examination, Tm = Tatap muka, KP = Kuliah Pengayaan, LP = Laporan Pagi, BST =Bed Site Teaching, BO = Bimbingan Operasi/ Skill AnestesiAnalgesi/Bimbingan Ilmiah, BP = Bimbingan Poliklinik, BJ = Bimbingan Jaga, LK = Laporan Kasus, JR = Journal Reading Materi Pokok : Dalam rangka mewujudkan five stars doctor, seorang ahli anestesi dituntut tidak saja dapat melakukan anestesi sesuai protokol yang berlaku namun juga melakukan penelitian sebagai sumbangsih untuk kemajuan teknologi dunia kedokteran. Penelitian di bidang kedokteran merupakan suatu bentuk tanggung jawab sosial seorang dokter terhadap kelangsungan hidup umat manusia. Pengobatan memiliki prinsip umum yang valid sepanjang waktu, namun setiap pasien berbeda dan pengobatan yang efektif untuk 90% dari populasi, mungkin tidak akan efektif pada 10% populasi yang lain. Jadi pada dasarnya pengobatan bersifat eksperimental. Fungsi lain yang lebih umum diketahui adalah pengembangan perawatan baru, obat khusus, alat-alat kesehatan dan teknik bedah. Kemajuan besar telah terjadi di Program Studi Anestesiologi dan Reanimasi Fakultas Kedokteran Universitas Udayana 258
PANDUAN PELAKSANAAN KURIKULUM PENDIDIKAN bidang ini dalam 50 tahun terakhir dan dewasa ini ada banyak lagi penelitian medis yang akan dilakukan. Meskipun demikian masih saja ada pertanyaan mengenai fungsi tubuh manusia, penyebab penyakit baik yang sudah dikenal maupun yang masih baru, dan juga cara untuk mencegah atau menyembuhkannya masih belum terjawab. Penelitian medis merupakan satu-satunya cara untuk menjawab pertanyaan tersebut. Selain mencari pemahaman yang lebih baik mengenai fisiologi manusia, penelitian medis juga menyelidiki berbagai faktor dalam kesehatan manusia seperti pola penyakit (epidemiologi), organisasi, pendanaan dan pemberian layanan kesehatan dari segi sosiologi dan antropologi kedokteran, hukum kedokteran, dan etika kedokteran. Berpedoman pada kemajuan terkini yang didukung oleh evidence based medicine kemudian diiringi dengan suatu proses statistik yang ilmiah disertai dengan langkah-langkah penelitian, diharapkan diperoleh suatu hasil penelitian yang memiliki manfaat tidak saja bagi dunia kedokteran namun untuk masyarakat luas. Dan para dokter akhirnya akan menggunakan hasil dari suatu penelitian medis dalam praktek klinik mereka. Untuk menjaga kompetensi mereka, dokter harus tetap mendapatkan informasi terbaru mengenai penelitian yang berhubungan dengan wilayah kerjanya melalui Continuing Medical Education/Continuing Professional Development, jurnal kedokteran dan interaksi dengan kolega yang berpengalaman. Bahan Bacaan : 1. M Sopiudin Dahlan. 2011. Statistik Untuk Kedokteran dan Kesehatan. Jakarta : Salemba Medika 2. M Sopiudin Dahlan. 2011. Besar sampel dan Cara Pengambilan Sampel Dalam Penelitian Kedokteran dan Kesehatan. Jakarta : Salemba Medika 3. M Sopiudin Dahlan. 2011. Langkah – langkah Membuat Proposal Penelitian Bidang kedokteran dan Kesehatan. Jakarta : Salemba Medika 4. Sastroasmoro S. 2011. Dasar-dasar metodologi penelitian klinis, edisi ke-4. Jakarta : Sagung Seto
Program Studi Anestesiologi dan Reanimasi Fakultas Kedokteran Universitas Udayana 259