Pagar Makan Konstitusi1
Kedigdayaan Mahkamah Konstitusi (MK) sebagai salah satu pilar reformasi hukum sedang diterjang badai suap. Kekukuhan integritas lembaga pengawal konstitusi yang disimbolkan dengan sembilan pilar penopang struktur gedung MK itu keropos. Lembaga yang resmi bekerja sejak 16 Agustus 2003 tersebut kini terancam krisis kepercayaan. Ketua MK Akil Mochtar kini berada di tahanan KPK karena ditangkap saat diduga menerima suap Rp 2 miliar - Rp 3 miliar (berbentuk dolar Singapura), Rabu (2/10). Perkaranya terkait dengan penanganan sengketa pilbub Gunung Mas, Kalteng, dan Lebak, Banten. Akil ditangkap bersama Chairun Nisa (legislator Golkar), Hambit Bintih (bupati Gunung Mas), Cornelis (pengusaha), Tubagus Wawan (suami Airin, bupati Tangerang Selatan), serta Susi (perantara). Memperbincangkan penghasilan ketua MK sebagai yang melatarbelakangi tergiur suap tentu tidak relevan. Sebab, penghasilannya Rp 30 juta - Rp 40 juta per bulan. Penghasilan berpuluh kali lipat UMR itu sebenarnya mengirimkan pesan: Hakim MK harus mampu membendung dorongan syahwat 1
ArƟkel ini dimuat di Harian Jawa Pos tanggal 4 Oktober 2013
Achmad Fauzi
1
duniawi untuk menjaga muruah hukum. Sejak awal Direktur Eksekutif LeIP Dian Rositawati memberikan alarm berbahaya terkait dengan korupsi kelembagaan di tubuh MK. Dalam acara Working Group Indonesia: Justice and Development sebagai bagian dari The Knowledge Platform on Security and Rule of Law yang diselenggarakan di Den Haag, Belanda (25/4), Dian mengklasifikasikan MK sebagai lembaga yang gagal memenuhi standar yang ditetapkan karena terganjal tantangan internal yang belum tuntas. Waktu itu Akil Mochtar membantah keras. Setali tiga uang, beberapa tahun lalu advokat Refly Harun pernah mengeluarkan pernyataan mengejutkan ihwal adanya praktik suap di MK. Dia menyebutkan, seorang hakim di MK menerima suap dengan perantara anaknya. Mahfud M.D. yang ketika itu menjabat ketua MK merespons dugaan Refly dengan cara mendukung upaya bersih-bersih MK dan membantu investigasi internal. Dua hakim diperiksa, yakni Arsyad Sanusi dan Akil Mochtar. Hasilnya, Arsyad out dari MK, Akil lolos dan kemudian malah jadi ketua. Sejak awal berdiri dan dinakhodai Jimly Asshiddiqie hingga Mahfud M.D., MK memberikan harapan baru dan menjadi lembaga pengawal konstitusi yang sangat disegani karena putusannya berkualitas serta transparan. MK juga berhasil membendung kuatnya syahwat kekuasaan dalam politik hukum legislasi di DPR melalui kewenangan mencoret perundang-undangan yang bertentangan dengan UUD 1945. Hingga 2012, MK telah menangani perkara Pengujian Undang-Undang (PUU) sebanyak 169 perkara. Mulai pembesar hingga anggota satpam pernah “mengalahkan” DPR karena dikabulkan
2
Anasir Kejahatan Peradilan
ketika mengajukan pembatalan pasal UU. Sungguh jungkir balik negeri ini untuk keluar dari wabah korupsi. Dahulu ketika korupsi proyek pengadaan Alquran kali pertama mencuat, publik tidak percaya. Ternyata kitab suci juga tidak luput dari incaran kebuasan koruptor (Chairun Nisa—artinya wanita yang baik—yang ditangkap dalam kasus Akil pernah diperiksa KPK sebagai saksi kasus Alquran itu). Kini konstitusi yang menjadi fondasi bernegara juga dikorupsi oleh “pagarnya”. Dampak “korupsi konstitusi” memang tidak bisa dirasakan seketika. Tapi, kecurigaan tidak terbendung. Praktik suap ketua MK seakan mengonfirmasi bahwa MK membuka keran bagi bercokolnya pemimpin daerah yang korup melalui pemenangan sengketa pilkada. Jika dibiarkan, kejahatan peradilan itu akan melahirkan politik kartel yang membahayakan bagi pemerintahan. Richard S. Katz dan Peter Mair (1997) menyebutkan, ciri politik kartel berupa menguatnya arus ideologi pragmatis dan sikap permisif menumpuk kekayaan melalui korupsi oleh kepala pemerintahan mulai pusat sampai daerah. ICW mengungkapkan, sepanjang 2012 terdapat 52 kader partai politik yang terjerat kasus korupsi (anggota DPR, DPRD, gubernur, bupati, maupun wali kota). Sejauh ini suap telah mengubah putusan hakim seperti pisau bermata dua: sebagai instrumen penegakan keadilan tapi sekaligus sumber kejahatan peradilan. Padahal, putusan hakim mengandung prinsip “Res Judicata Pro Veritate Habetur” yang berarti putusan hakim harus dianggap benar. Putusan hakim yang bersifat mutlak itu memang bisa membuat hakim tergiur untuk mentransaksikannya seperti di pasar lelang. Achmad Fauzi
3
Meminjam istilah Yahya Harahap, putusan hakim adalah putusan yang pertimbangannya dianggap sama dengan pertimbangan Tuhan. Apa kata Tuhan ketika namaNya digunakan untuk keculasan? Salah satu yang paling pokok untuk menjaga muruah hukum adalah tidak berhubungan langsung maupun tidak langsung dengan pihak beperkara maupun dengan pihak lain yang berkaitan dengan perkara, kecuali di pengadilan. Dengan demikian, segala bujuk rayu, tekanan, paksaan, ancaman, atau tindakan balasan karena kepentingan politik atau ekonomi tertentu dari pemerintah atau kekuatan politik yang berkuasa, kelompok, atau golongan tertentu bisa dihindarkan. Jangan malah mencari kontak ke pihak beperkara.
4
Anasir Kejahatan Peradilan
Skema Penyelamatan MK
Mahkamah Konstitusi (MK) memiliki nakhoda baru. Dalam prosesi pemilihan pimpinan MK (1/11), Hamdan Zoelva dan Arief Hidayat terpilih sebagai ketua dan wakil ketua Mahkamah Konstitusi periode 2013 - 2016. Kedelapan hakim konstitusi tentu memiliki pertimbangan matang dalam menentukan siapa sosok “penebus dosa” yang dianggap tepat menggantikan Akil Mochtar. Jangan sampai masa depan MK ibarat pepatah: keluar dari lubang buaya masuk ke lubang singa. Publik juga berharap Ketua MK terpilih bukanlah hakim konstitusi yang menjadi target KPK selanjutnya. Hamdan harus memastikan diri bersih dari “perdagangan konstitusi” dan memiliki strategi pengelolaan perkara yang bebas monopoli. Jika berkaca pada manajemen pengelolaan perkara sebelumnya, distribusi perkara kepada panel hakim berjalan tidak merata dan banyak dijumpai kejanggalan. Sebagian besar perkara sengketa pilkada yang berasal dari Kalimantan ditangani Akil yang notabene berasal dari daerah Borneo. Akibatnya netralitas mengadili kurang terjamin. Achmad Fauzi
5
Hamdan artinya orang terpuji. Sedangkan Akil artinya pemakan. Sebelum berkarier sebagai hakim konstitusi Hamdan memang memiliki jejak politik sebagai anggota DPR periode 1999 - 2004. Namun, diharapkan bayangbayang “sejarah politik” masa lampau tidak mengurangi ketegasannya dalam memutus mata rantai kejahatan berjubah di tubuh MK. Sungguh berat beban tugas dan tanggung jawab yang harus dipikul agar MK kembali mendapat kepercayaan publik. Sejak Akil Mochtar tercebur di lumpur suap, kewibawaan MK jatuh terpuruk. Citranya yang telanjur tercoreng tentu tak mudah dihapus begitu saja dari ingatan publik. Apalagi dunia turut serta menyorotinya sebagai kabar buruk penegakan hukum di Indonesia. Lini kekuasaan negara yang terdiri dari lembaga eksekutif, legislatif, dan yudikatif yang seharusnya memperkuat struktur negara, secara sempurna terlibat persekongkolan jahat mengorupsi uang negara. Kini unsur-unsur negara dan masyarakat telah melakukan beberapa langkah penyelamatan MK agar tidak terjadi delegitimasi. Diharapkan semua ikhtiar itu steril dari kepentingan politik dan benar-benar bersumber dari niat yang tulus untuk menyelamatkan MK, bangsa, dan keadilan. Langkah penyelamatan MK yang pertama yakni diterbitkannya Peraturan Pemerintah Pengganti UndangUndang (Perpu) No. 1/2013 tentang Perubahan Kedua atas Undang-Undang Nomor 24 Tahun 2003 tentang Mahkamah Konstitusi. Perpu ini diterbitkan oleh presiden berdasarkan alas hukum pasal 22 ayat (1) UUD 1945. Disebutkan bahwa dalam hal ihwal kegentingan yang memaksa, Presiden berhak menetapkan peraturan pemerintah pengganti undang-
6
Anasir Kejahatan Peradilan
undang. Pada pasal 2 dan 3 disebutkan pula peraturan pemerintah itu harus mendapat persetujuan Dewan Perwakilan Rakyat dalam persidangan yang berikut. Jika tidak mendapat persetujuan, maka peraturan pemerintah itu harus dicabut. Meski banyak pihak terjebak dalam perdebatan sengit dalam menafsir dan mengategorikan situasi “kegentingan yang memaksa”, namun dari segi substansi muatan peraturan tersebut sangat mendukung terciptanya MK sebagai peradilan yang merdeka dan bebas dari belenggu politik. Sudah bisa dibayangkan, jika hakim konstitusi berlatarbelakang parpol tidak bisa melepaskan baju politiknya, kemudian memutus sengketa pilkada berdasarkan kepentingan politik pragmatis, dipastikan negara ini bangkrut karena tampuk kekuasaan di daerah dipegang oleh penguasa korup. Karena itu, dalam salah satu pasal di Perpu tersebut mengatur syarat menjadi seorang calon hakim konstitusi harus sudah berhenti dari aktivitas partai politik minimal 7 tahun. Secara kontekstual munculnya butir pasal tersebut berpijak dari kenyataan menurunnya tingkat kepercayaan publik terhadap kredibilitas partai politik. Partai politik yang idealnya menjunjung tinggi demokrasi melalui mekanisme badan perwakilan rakyat justru melahirkan tikus berdasi di berbagai level jabatan penting. Dalam situasi demikian adalah keputusan politik yang tepat jika rekrutmen hakim konstitusi membangun jarak dengan parpol. Kedua, menghakimi pelanggaran etik Akil Mochtar dalam Majelis Kehormatan Mahkamah Konstitusi (MKMK). Meski Akil telah mengajukan permohonan pengunduran diri dari jabatannya namun majelis ini memutuskan Achmad Fauzi
7
memberhentikan Akil secara tidak hormat karena terbukti melakukan perbuatan tercela, melanggar prinsip integritas, independensi, kepantasan, dan kesopanan sebagaimana diatur dalam Kode Etik dan Pedoman Perilaku Hakim Konstitusi. Vonis keras panel etik tersebut merepresentasikan keseriusan menyelamatkan MK dari kebusukan hakim miskin integritas bermental ulat. Dalam sidang etik MKMK Akil terbukti melakukan beberapa pelanggaran berlapis: bepergian ke Singapura dan ke negara lain tanpa pemberitahuan kepada Sekretariat Jenderal MK, tidak menda arkan mobil Toyota Crown Athlete miliknya ke Ditlantas Polda Metro Jaya; menyamarkan kepemilikan mobil sedan Mercy dengan mengatasnamakan sopirnya; mengadakan pertemuan dengan pihak beperkara; tidak mendistribusikan panel hakim dengan proporsional; melakukan transaksi keuangan ke rekening pribadi dengan aliran dana tidak wajar; menerima dana dari pihak lain yang terbukti beperkara di MK; penemuan narkotika di ruang kerjanya; mengatur pembagian persidangan perkara sengketa pilkada dengan tidak adil. Ketiga, memilih nakhoda baru untuk menstabilkan kondisi MK. Meski profil karier Hamdan Zoelva memiliki kemiripan dengan Akil Mochtar, yakni mantan politisi dan pengacara, namun diharapkan kepemimpinannya tidak terbelenggu oleh pragmatisme politik. Hamdan harus membuktikan bahwa orang parpol juga bisa menjadi ketua MK yang berintegritas, memiliki independensi dan ketegasan untuk memutus simpul persekongkolan jahat yang sempat terkoneksi dengan pimpinan MK sebelumnya. Hamdan harus pula memahami peta kekuatan dan kelemahan MK, tantangan internal dan eksternal yang terjadi guna menjadi acuan dalam
8
Anasir Kejahatan Peradilan
merumuskan konsep pengawasan. Sehingga citra MK di masa mendatang kembali pulih dan semua pintu koneksi jual beli perkara yang pernah dibuka oleh Akil Mochtar terkunci rapat. Secara kuantitatif daya jangkau pengawasan internal MK seharusnya lebih mudah dibandingkan Mahkamah Agung (MA). MK hanya terdiri dari sembilan hakim konstitusi yang ruang lingkupnya pun berada di Jakarta. Karena itu, pengawasan internal di tubuh MK harus berjalan lebih efektif. Pimpinan MK harus cekatan mendiagnosa penyakit yang menyerang bagian anggota tubuhnya sendiri. Beratnya beban kerja dan volume perkara yang ditangani bukan alasan membiarkan terjadinya kebocoran moral. Terlebih ditemukannya barang haram di laci Akil menegaskan betapa MK dipermalukan oleh dua tindak kejahatan luar biasa sekaligus: korupsi dan narkoba. Sudah saatnya MK segera entas dari karam dengan membangun moral sistemik dari level pegawai biasa hingga pimpinan.
Achmad Fauzi
9
Pengkhianatan Hakim Tuna Integritas2
Keadilan adalah janji kemerdekaan yang terutang. Dan setiap utang harus dibayar. Negeri ini sebatas merdeka secara politik manakala janji keadilan itu belum sepenuhnya ditunaikan. Ketika hukum masih bisa dibeli dan bandul keadilan bergerak timpang, maka sesungguhnya negara sedang dililit utang kemerdekaan yang belum ditebus. Mempertanggungjawabkan janji sebagai realitas yang sakral itu antara lain dengan membumikan keadilan melalui perangkat hukum untuk semua warga masyarakat tanpa memandang kasta ekonomi, strata pendidikan, maupun kelas sosial. Sehingga semua orang memiliki kedudukan sama di muka hukum. Hakim adalah perangkat negara yang menduduki posisi strategis sebagai muara terakhir pemegang palu keadilan. Sebelum memangku jabatan, hakim bersumpah atas nama Tuhan dan mengucapkan janji untuk melaksanakan 2
ArƟkel ini dimuat di Majalah Komisi Yudisial Edisi September-Oktober 2013
10
Anasir Kejahatan Peradilan