i
OPTIMASI PUPUK NITROGEN, FOSFOR, DAN KALIUM PADA TANAMAN KELAPA SAWIT BELUM MENGHASILKAN UMUR SATU TAHUN
FENI SHINTARIKA
SEKOLAH PASCASARJANA INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR 2014
ii
iii
PERNYATAAN MENGENAI TESIS DAN SUMBER INFORMASI SERTA PELIMPAHAN HAK CIPTA* Dengan ini saya menyatakan bahwa tesis berjudul Optimasi Pupuk Nitrogen, Fosfor, dan Kalium pada Tanaman Kelapa Sawit Belum Menghasilkan Umur Satu Tahun adalah benar karya saya dengan arahan dari komisi pembimbing dan belum diajukan dalam bentuk apa pun kepada perguruan tinggi mana pun. Sumber informasi yang berasal atau dikutip dari karya yang diterbitkan maupun tidak diterbitkan dari penulis lain telah disebutkan dalam teks dan dicantumkan dalam Daftar Pustaka di bagian akhir tesis ini. Dengan ini saya melimpahkan hak cipta dari karya tulis saya kepada Institut Pertanian Bogor. Bogor, Agustus 2014 Feni Shintarika NIM A252120061
ii
RINGKASAN FENI SHINTARIKA. Optimasi Pupuk Nitrogen, Fosfor, dan Kalium pada Tanaman Kelapa Sawit Belum Menghasilkan Umur Satu Tahun. Dibimbing oleh SUDRADJAT dan SUPIJATNO. Tanaman kelapa sawit menjadi salah satu tanaman perkebunan andalan di Indonesia yang menjadi sumber perolehan devisa negara. Salah satu faktor utama penentu produktivitas kelapa sawit adalah pemupukan. Ketepatan dosis pupuk selama fase tanaman belum menghasilkan (TBM) menjadi faktor yang sangat penting. Penelitian ini bertujuan untuk (1) mempelajari pengaruh pertumbuhan tanaman kelapa sawit TBM 1 terhadap pemberian pupuk tunggal nitrogen, fosfor, dan kalium; dan (2) mendapatkan dosis optimum pupuk tunggal nitrogen, fosfor, dan kalium pada tanaman kelapa sawit TBM 1. Penelitian dilaksanakan di Kebun Pendidikan dan Penelitian Kelapa Sawit Jonggol IPB-Cargill pada bulan Februari 2013 – Maret 2014. Penelitian ini terdiri atas tiga percobaan terpisah: (1) optimasi pupuk nitrogen (N), (2) optimasi pupuk fosfor (P) dan (3) optimasi pupuk kalium (K). Rancangan yang digunakan untuk ketiga penelitian adalah rancangan acak kelompok (RAK) dengan tiga ulangan. Perlakuan dosis pupuk terdiri atas lima taraf untuk masing-masing percobaan (0, 126, 252, 378, 504 g N tanaman-1; 0, 127.5, 255, 382.5, 510 g P2O5 tanaman-1 dan 0, 196, 392, 588, 784 g K2O tanaman-1). Hasil penelitian menunjukkan bahwa pupuk N meningkatkan tinggi tanaman secara linier pada umur 10, 11 bulan setelah perlakuan (BSP) dan berpengaruh secara kuadratik pada umur 12 BSP. Pupuk N berpengaruh nyata secara kuadratik terhadap lingkar batang umur 7, 9, 10, dan 12 BSP dan secara linier pada umur 8 dan 11 BSP. Luas daun pelepah ke-9 berpengaruh nyata secara kuadratik umur 9-12 BSP. Pupuk N berpengaruh secara kuadratik terhadap jumlah klorofil umur 6, 12 BSP dan kadar N daun umur 6 BSP. Pupuk P meningkatkan tinggi tanaman secara linier umur 9-11 BSP sedangkan berpengaruh secara kuadratik pada umur 12 BSP. Lingkar batang berpengaruh secara linier pada umur 11, 12 BSP dan secara kuadratik pada umur 9, 10 BSP. Pupuk P berpengaruh secara kuadratik terhadap jumlah pelepah pada umur 9-12 BSP dan meningkatkan luas daun pelepah ke-9 secara linier pada umur 9 BSP sedangkan secara kuadratik pada umur 12 BSP. Pupuk P berpengaruh nyata secara kuadratik terhadap jumlah klorofil pada 6 BSP dan secara linier pada 12 BSP. Pemberian pupuk K berpengaruh secara kuadratik terhadap tinggi tanaman hanya pada umur 12 BSP. Pupuk K berpengaruh nyata secara kuadratik terhadap lebar lingkar batang pada 9-12 BSP. Perlakuan pupuk K meningkatkan jumlah pelepah secara linier pada 9 BSP sedangkan secara kuadratik pada 10-12 BSP. Pupuk K berpengaruh nyata secara linier terhadap jumlah klorofil pada umur 6, 12 BSP. Pemberian pupuk K berpengaruh nyata secara kuadratik terhadap kerapatan stomata pada umur 12 BSP. Pupuk K meningkatkan kandungan K daun secara linier pada 6, 12 BSP. Dosis optimum pupuk nitrogen dan fosfor berdasarkan peubah tinggi tanaman, lingkar batang, dan luas daun pelepah ke-9 sebesar 345.8 g N tanaman-1 tahun-1 dan 318.5 g P2O5 tanaman-1 tahun-1 sedangkan untuk pupuk kalium dosis optimum hanya didasarkan pada peubah tinggi tanaman dan lingkar batang saja sebesar 514.9 g K2O tanaman-1 tahun-1. Kata kunci : anorganik, filotaksi, fisiologi, morfologi, pupuk tunggal
iii
SUMMARY FENI SHINTARIKA. Optimizing of Nitrogen, Phosphorus, and Pottasium Fertilizer in One Year Old Plant of Oil Palm. Supervised by SUDRADJAT and SUPIJATNO Oil palm is the main plantation crop in Indonesia, which becomes a source of foreign exchange revenue of the country. One of the main factors determining productivity of oil palm is fertilization. The accuracy for fertilizer rate during the phase of young oil palm could be a very important factor.The objectives of the research were (1) to study the effect of Nitrogen, Phosphorus, and Pottasium fertilizers on plant growth and (2) to determine the optimum rates of Nitrogen, Phosphorus, and Pottasium fertilizers for young plant of oil palm. The experiments were conducted at IPB-Cargill Teaching Farm of Oil Palm at Jonggol, Bogor from February 2013 to March 2014. This study consisted of three separate experiments namely: (1) optimizing nitrogen fertilizer (N), (2) optimizing phosphorus fertilizer (P), and (3) optimizing pottasium fertilizer (K). Each experiment consisted of single factor using randomized block design with three replications. The treatments consisted of five rates for each experiment (0, 126, 252, 378, 504 g N plant-1; 0, 127.5, 255, 382.5, 510 g P2O5 plant-1 and 0, 196, 392, 588, 784 g K2O plant-1). The result showed that N fertilizer increased plant height linearly at 10 and 11 month after treatment (MAT) and quadratically at 12 MAT. Stem girth increased quadratically with N rates at 7, 9, 10, and 12 MAT, and increased linearly at 8 and 11 MAT. Leaf area of 9th frond affected quadratically at 9-12 MAT. N fertilizer was affect quadratically on leaf chlorophyll at 6, 12 MAT and leaf-N content at 6 MAT. P fertilizer increased height plant linearly at 9-11 MAT whereas quadratically at 12 MAT. Stem girth increased linearly with P fertilizer at 11 and 12 MAT and quadratically at 9, 10 MAT. P fertilizer was affect quadratically on frond production at 9-12 MAT. Leaf area of 9th frond was affected with P fertilizer at 9 MAT, and quadratically at 12 MAT. P fertilizer quadratically on leaf chlorophyll content at 6 MAT and linearly at 12 MAT. Aplication of K fertilizer was affect quadratically on plant height only at 12 MAT. K fertilizer increased stem girth linearly at 9, 11, 12 MAT. The treatment of K fertilizer increased frond production linearly at 9 MAT whereas quadratically at 10-12 MAT. Leaf chlorophyll was affect linearly at 6, 12 MAT. K fertilizer was affect quadratically on number of stomata at 12 MAT. K fertilizer increased leaf K content linearly at 6, 12 MAT. The optimum rates of N and P fertilizer base on the height, stem girth, and leaf area of 9th frond were 345.8 g N plant-1 year -1 and 318.5 g P2O5 plant-1 year1 whereas for K fertilizer only base on the height and stem girth was 514.9 g K2O plant-1 year -1 for one year old plant. Keywords : inorganic, morphology, phylotaksis, physiology, single fertilizer
iv
© Hak Cipta Milik IPB, Tahun 2014 Hak Cipta Dilindungi Undang-Undang Dilarang mengutip sebagian atau seluruh karya tulis ini tanpa mencantumkan atau menyebutkan sumbernya. Pengutipan hanya untuk kepentingan pendidikan, penelitian, penulisan karya ilmiah, penyusunan laporan, penulisan kritik, atau tinjauan suatu masalah; dan pengutipan tersebut tidak merugikan kepentingan IPB Dilarang mengumumkan dan memperbanyak sebagian atau seluruh karya tulis ini dalam bentuk apa pun tanpa izin IPB
i
OPTIMASI PUPUK NITROGEN, FOSFOR, DAN KALIUM PADA TANAMAN KELAPA SAWIT BELUM MENGHASILKAN UMUR SATU TAHUN
FENI SHINTARIKA
Tesis sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Magister Sains pada Program Studi Agronomi dan Hortikultura
SEKOLAH PASCASARJANA INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR 2014
ii
Penguji Luar Komisi pada Ujian Tesis : Dr Ir Ahmad Junaedi, MSi
iii
Judul Tesis Nama NIM
: Optimasi Pupuk Nitrogen, Fosfor, dan Kalium pada Tanaman Kelapa Sawit Belum Menghasilkan Umur Satu Tahun : Feni Shintarika : A252120061
Disetujui oleh Komisi Pembimbing
Dr Ir Sudradjat, MS Ketua
Dr Ir Supijatno, MSi Anggota
Diketahui oleh
Ketua Program Studi Agronomi dan Hortikultura
Dekan Sekolah Pascasarjana
Dr Ir Maya Melati, MS, MSc
Dr Ir Dahrul Syah, MScAgr
Tanggal Ujian: 6 Agustus 2014
Tanggal Lulus:
iv
v
PRAKATA Puji dan syukur penulis panjatkan kepada Allah subhanahu wa ta’ala atas segala karunia-Nya sehingga tesis ini berhasil diselesaikan. Tema yang dipilih dalam penelitian yang dilaksanakan pada bulan Februari 2013-Maret 2014 ini adalah pemupukan dengan judul Optimasi Pupuk Nitrogen, Fosfor dan Kalium pada Tanaman Kelapa Sawit Belum Menghasilkan Umur Satu Tahun. Terima kasih penulis ucapkan kepada : 1. Dr Ir Sudradjat, MS dan Dr Ir Supijatno, MSi selaku komisi pembimbing yang telah meluangkan waktu, memberikan saran, bimbingan dan arahan kepada penulis selama kegiatan penelitian dan penulisan tesis. 2. Dr Ir Maya Melati, MS, MSc selaku Ketua Program Studi Agronomi dan Hortikultura atas arahan selama menyelesaikan studi. 3. Dr Ir Ahmad Junaedi, MSi selaku penguji luar komisi atas masukan dan saran yang telah diberikan. 4. Ayahanda (alm) Rasjid Pranoto dan Ibunda Siti Amonah serta Kakanda Heri Setiawan, Yetty Indrawaty, dan Ervi Widyawaty, dan Iqbal Imannulloh terima kasih yang tulus dan mendalam atas segala doa, semangat, bantuan, dan kasih sayang yang diberikan selama ini. 5. Bapak Joni dan Bapak Rahman serta seluruh staf Kebun Pendidikan dan Penelitian Kelapa Sawit Jonggol IPB-Cargill yang telah banyak membantu selama percobaan di lapangan. 6. Hidayat Saputra, Irwan Siallagan, dan Yan Sukmawan, teman seperjuangan selama penelitian hingga tesis ini selesai. 7. Teman-teman Pascasarjana AGH 2012, AGH 44, dan The Suganders atas bantuan dan saran yang diberikan. 8. Kepada semua pihak yang tidak dapat disebutkan satu per satu. Penulis berharap semoga tesis ini dapat memberikan manfaat dan ilmu pengetahuan kepada pihak-pihak yang memerlukan. Bogor, Agustus 2014
Feni Shintarika
DAFTAR ISI DAFTAR TABEL
viii
DAFTAR GAMBAR
ix
DAFTAR LAMPIRAN
ix
1 PENDAHULUAN
1
Latar Belakang
1
Tujuan Penelitian
2
Manfaat Penelitian
2
2 TINJAUAN PUSTAKA
3
Morfologi Tanaman Kelapa Sawit
3
Syarat Tumbuh Tanaman Kelapa Sawit
4
Pemupukan Kelapa Sawit
4
Nitrogen
4
Fosfor
5
Kalium
6
Penentuan Optimasi Dosis
7
3 METODE
7
Lokasi dan Waktu Penelitian
7
Bahan dan Alat
7
Metode Penelitian`
8
Analisis Data
9
Pelaksanaan
9
Pengamatan
10
Tanggap Morfologi Tanaman
10
Tanggap Fisiologi Tanaman
11
Analisis Tanah
12
4 HASIL DAN PEMBAHASAN Keadaan Umum
12 12
Percobaan I: Optimasi Pupuk Nitrogen pada Tanaman Kelapa Sawit Belum Menghasilkan Umur Satu Tahun Tanggap Morfologi Tanaman
13 14
Tanggap Fisiologi Tanaman
18
Penentuan Optimasi Dosis
20
Neraca Hara
21
Dinamika Hara
22
Percobaan II: Optimasi Pupuk Fosfor pada Tanaman Kelapa Sawit Belum Menghasilkan Umur Satu Tahun
23
Tanggap Morfologi Tanaman
23
Tanggap Fisiologi Tanaman
28
Penentuan Optimasi Dosis
29
Neraca Hara
30
Dinamika Hara
30
Percobaan III: Optimasi Pupuk Kalium pada Tanaman Kelapa Sawit Belum Menghasilkan
31
Tanggap Morfologi Tanaman
32
Tanggap Fisiologi Tanaman
35
Penentuan Optimasi Dosis
38
Neraca Hara
38
Dinamika Hara
39
Pembahasan Umum
40
5 SIMPULAN DAN SARAN
41
Simpulan
41
Saran
41
DAFTAR PUSTAKA
42
LAMPIRAN
47
RIWAYAT HIDUP
52
DAFTAR TABEL
1 Rekapitulasi hasil sidik ragam pengaruh pupuk nitrogen terhadap peubah morfologi dan fisiologi pada tanaman kelapa sawit 2 Tinggi tanaman pada berbagai dosis pupuk nitrogen 3 Lingkar batang pada berbagai dosis pupuk nitrogen 4 Jumlah pelepah pada berbagai dosis pupuk nitrogen 5 Panjang pelepah ke-9 pada berbagai dosis pupuk nitrogen 6 Luas daun pelepah ke-9 pada berbagai dosis pupuk nitrogen 7 Jumlah klorofil dan kerapatan stomata pada berbagai dosis pupuk nitrogen 8 Kadar N pada berbagai dosis pupuk nitrogen 9 Persamaan regresi dan dosis optimum pupuk nitrogen pada tanaman kelapa sawit TBM 1 10 Neraca hara nitrogen pada dosis 378 g N tanaman-1 umur 12 BSP 11 Rekapitulasi hasil sidik ragam pengaruh pupuk fosfor terhadap peubah morfologi dan fisiologi pada tanaman kelapa sawit 12 Tinggi tanaman pada berbagai dosis pupuk fosfor 13 Lingkar batang pada berbagai dosis pupuk fosfor 14 Jumlah pelepah pada berbagai dosis pupuk fosfor 15 Panjang pelepah ke-9 pada berbagai dosis pupuk fosfor 16 Luas daun pelepah ke-9 pada berbagai dosis pupuk fosfor 17 Jumlah klorofil dan kerapatan stomata pada berbagai dosis pupuk fosfor 18 Kadar P pada berbagai dosis pupuk fosfor 19 Persamaan regresi dan dosis optimum pupuk fosfor pada tanaman kelapa sawit TBM 1 20 Neraca hara fosfor pada dosis 382.5 g P2O5 tanaman-1 umur 12 BSP 21 Rekapitulasi hasil sidik ragam pengaruh pupuk kalium terhadap peubah morfologi dan fisiologi pada tanaman kelapa sawit 22 Tinggi tanaman pada berbagai dosis pupuk kalium 23 Lingkar batang pada berbagai dosis pupuk kalium 24 Jumlah pelepah pada berbagai dosis pupuk kalium 25 Panjang pelepah ke-9 pada berbagai dosis pupuk kalium 26 Luas daun pelepah ke-9 pada berbagai dosis pupuk kalium 27 Jumlah klorofil dan kerapatan stomata pada berbagai dosis pupuk kalium 28 Kadar K pada berbagai dosis pupuk kalium 29 Persamaan regresi dan dosis optimum pupuk kalium pada tanaman kelapa sawit TBM 1 30 Neraca hara fosfor pada dosis 588 g K2O tanaman-1 umur 12 BSP 31 Perbandingan antara dosis rekomendasi dan optimum pada tanaman kelapa Sawit TBM 1
14 14 15 15 16 16 19 20 21 21 23 24 24 25 25 26 28 29 29 30 32 32 33 33 34 34 36 37 38 39 40
DAFTAR GAMBAR 1 Tanaman kelapa sawit TBM 1 umur 3 BSP 2 Pengaruh pupuk nitrogen terhadap persentase berbunga kelapa sawit 3 Kurva dan persamaan regresi respons tinggi tanaman (a), lingkar batang (b), jumlah pelepah (c), dan luas daun pelepah ke-9 (d) pada berbagai dosis pupuk nitrogen umur 12 BSP 4 Dinamika pergerakan hara N total dalam tanah 5 Pengaruh pupuk fosfor terhadap persentase berbunga kelapa sawit 6 Kurva dan persamaan regresi respons tinggi tanaman (a), lingkar batang (b), jumlah pelepah (c), dan luas daun pelepah ke-9 (d) pada berbagai dosis pupuk fosfor umur 12 BSP 7 Dinamika pergerakan hara P total dalam tanah 8 Pengaruh pupuk kalium terhadap persentase berbunga kelapa sawit 9 Kurva dan persamaan regresi respons jumlah klorofil (a) dan kerapatan stomata (b) pada berbagai dosis pupuk kalium umur 12 BSP 10 Dinamika pergerakan hara K total dalam tanah
13 17
18 22 26
27 31 35 37 39
DAFTAR LAMPIRAN 1 2 3 4 5
Hasil analisis sampel tanah awal Kriteria sifat kimia tanah Dosis rekomendasi pemupukan PPKS kelapa sawit TBM 1 Hasil analisis pupuk anorganik pada penelitian Rata-rata curah hujan, hari hujan, suhu, dan kelembaban udara April 2013Maret 2014 6 Sidik ragam uji korelasi antara peubah morfologi dan fisiologi pada optimasi pupuk nitrogen umur 12 BSP 7 Sidik ragam uji korelasi antara peubah morfologi dan fisiologi pada optimasi pupuk fosfor umur 12 BSP 8 Sidik ragam uji korelasi antara peubah morfologi dan fisiologi pada optimasi pupuk kalium umur 12 BSP
48 48 49 49 49 50 50 51
1
1 PENDAHULUAN Latar Belakang Subsektor perkebunan mempunyai peranan yang sangat penting dalam perekonomian Indonesia. Beberapa komoditas perkebunan dapat dijadikan sebagai sumber energi terbarukan, antara lain kelapa sawit dan jarak pagar untuk biodiesel (pengganti solar) dan tebu untuk bioethanol (pengganti premium) (Hadi et al. 2006). Tanaman kelapa sawit (Elaeis guineensis Jacq.) merupakan salah satu tanaman penting penghasil minyak di dunia dan dibudidayakan secara luas di Asia Tenggara terutama Indonesia, Malaysia, dan Thailand (Wilcove dan Koh 2010). Tanaman kelapa sawit menjadi salah satu tanaman perkebunan andalan di Indonesia yang memiliki prospek yang baik untuk dikembangkan sebagai sumber perolehan devisa negara. Hal ini terlihat dari posisi Indonesia yang menjadi negara produsen minyak sawit utama di dunia disusul oleh Malaysia, Thailand, Nigeria, Colombia dan negara lainnya (FAOSTAT 2013). Kelapa sawit merupakan salah satu tanaman yang memiliki banyak manfaat. Selain minyaknya dapat digunakan sebagai bahan pangan, kosmetika, obatobatan, pelumas, lilin dan detergen, limbah kelapa sawit juga dapat digunakan sebagai pakan ternak dan pupuk organik serta bahan bakar alternatif yang sangat menjanjikan (IPOB 2007). Manfaat yang banyak tersebut menyebabkan tanaman kelapa sawit mempunyai pangsa pasar yang tinggi sehingga permintaan meningkat. Kebutuhan minyak kelapa sawit juga meningkat seiring dengan peningkatan populasi penduduk (Sayer et al. 2012). Corley (2009) memperkirakan kebutuhan minyak kelapa sawit dunia pada tahun 2050 sekitar 120-156 juta ton, sehingga perlu upaya peningkatan produksi. Peningkatan produksi minyak sawit karena pertambahan luas areal dan peningkatan produktivitas tandan buah segar (TBS). Data luas areal dan produksi perkebunan kelapa sawit di Indonesia tahun 2009-2013 mengalami peningkatan yang signifikan setiap tahunnya. Pada tahun 2009 luas areal perkebunan kelapa sawit Indonesia adalah 8.2 juta ha dengan produksi minyak sawit sebesar 19.3 juta ton, meningkat menjadi 10 juta ha dengan produksi minyak sawit sebesar 27.7 juta ton pada tahun 2013 (Ditjenbun 2014). Secara umum produktivitas kelapa sawit dipengaruhi oleh faktor lingkungan, genetik, dan teknik budidaya (Santosa et al. 2011). Faktor yang spesifik mempengaruhi hasil panen kelapa sawit, antara lain: asal tanaman (Hetharie et al. 2007), genotipe (Palupi dan Dedywiryanto 2008), curah hujan (Corley dan Gray 1976), dan pemupukan (Corley dan Mok 1972; Poeloengan et al. 2007). Pemupukan merupakan salah satu faktor utama untuk mengatasi kondisi tanah marginal khususnya (Wachjar dan Kadarisma 2007; Ng et al. 2011). Kandungan tanah akan unsur hara berbeda-beda sehingga kebutuhan pupuk setiap jenis tanah juga berbeda, dengan demikian diperlukan penelitian yang spesifik untuk menentukan dosis pemupukan yang optimum (Hardjowigeno 2010). Berdasarkan standar penelitian berbagai sifat kimia tanah yang dikeluarkan oleh Pusat Penelitian Tanah (2005), maka hasil pengujian sifat kimia tanah di Teaching Farm Kebun Jonggol IPB-Cargill termasuk ke dalam kategori tanah Ultisol. Upaya yang dapat dilakukan untuk mengatasi adanya keterbatasan pada tanah
2
Ultisol di Jonggol dengan pemberian hara melalui pupuk tunggal dengan dosis pupuk yang mengacu pada dosis rekomendasi TBM 1 (PPKS 2007). Pupuk tunggal adalah kelompok pupuk yang hanya mengandung satu jenis hara makro. Kelebihan dalam penggunaan pupuk tunggal yaitu memiliki kandungan hara makro yang tinggi, jumlah hara yang akan diberikan dapat ditentukan sesuai kebutuhan tanaman, dan dari segi harga, pupuk tunggal umumnya tidak terlalu mahal per kg hara (Sutarta dan Darmosarkoro 2005). Hasil penelitian dari beberapa tempat areal pengembangan perkebunan yang didominasi oleh tanah Ultisol di Indonesia menunjukkan bahwa potensi produksi lahan kelapa sawit di lahan ini tergolong rendah (Koedadiri et al. 1999). Rendahnya produksi ini membuat pengelolaan perkebunan pada tanah ini menjadi penting karena menyangkut biaya. Biaya pemupukan merupakan komponen yang besar dari pemeliharaan tanaman, mencapai 50-70% dari biaya pemeliharaan atau 25% dari seluruh biaya produksi (Fairhurst et al. 2006). Tanaman kelapa sawit muda membutuhkan jumlah nutrisi hara yang banyak untuk pertumbuhan yang maksimal (Tarmizi dan Tayeb 2006). Hara nitrogen (N), fosfor (P), dan kalium (K) merupakan unsur -unsur hara makro yang berperan penting dalam pertumbuhan tanaman, terutama kelapa sawit. Kekurangan salah satu dari ketiga unsur tersebut dalam tanaman akan mengalami gangguan pertumbuhan dan produksi baik secara kualitas maupun kuantitas (Munawar 2011). Ketepatan frekuensi aplikasi pupuk sangat menentukan ketersediaan nutrisi bagi tanaman sepanjang tahun. Semakin banyak frekuensi aplikasi maka kehilangan nutrisi dapat diminimalkan, tetapi frekuensi aplikasi pupuk yang banyak membutuhkan banyak pengeluaran. Frekuensi aplikasi yang umum diterapkan pada tanaman kelapa sawit TBM adalah 4-5 kali per tahun (Sutarta dan Darmosarkoro 2005), sedangkan frekuensi aplikasi pupuk di Jonggol hanya dilakukan sebanyak 3 kali per tahun. Ketepatan dosis dan frekuensi aplikasi pupuk sangat menentukan dalam efisiensi pemupukan sehingga diperlukan dosis optimum yang tepat untuk menjamin ketersediaan nutrisi bagi tanaman kelapa sawit TBM 1. Tujuan Penelitian
1.
2.
Tujuan penelitian ini adalah sebagai berikut: mempelajari pengaruh pemberian pupuk tunggal nitrogen, fosfor, dan kalium terhadap pertumbuhan tanaman kelapa sawit belum menghasilkan umur satu tahun (TBM 1); mendapatkan dosis pupuk tunggal nitrogen, fosfor, dan kalium yang optimum pada tanaman kelapa sawit belum menghasilkan umur satu tahun (TBM 1). Manfaat Penelitian
Hasil penelitian ini diharapkan menghasilkan informasi mengenai dosis optimum pupuk tunggal nitrogen, fosfor, dan kalium pada tanaman kelapa sawit belum menghasilkan umur satu tahun (TBM 1) di daerah Jonggol, Bogor.
3
2 TINJAUAN PUSTAKA Morfologi Tanaman Kelapa Sawit Kelapa sawit (Elaeis guineensis Jacq.) merupakan tumbuhan kelas angiospermae, ordo Palmales, famili Palmae dan genus Elaeis (Hartley 1977). Akar tanaman kelapa sawit berfungsi sebagai penyerap unsur hara dalam tanah dan respirasi tanaman. Fungsi akar lainnya adalah sebagai penyangga berdirinya tanaman sehingga mampu menyokong tegaknya tanaman pada ketinggian yang mencapai puluhan meter hingga tanaman berumur 25 tahun. Akar tanaman kelapa sawit tidak berbuku dan berwarna putih atau kekuningan. Tanaman kelapa sawit berakar serabut, sistem perakarannya sangat kuat karena tumbuh ke bawah dan ke samping membentuk akar primer, sekunder, tertier, dan kuarter. Akar primer tumbuh ke bawah di dalam tanah sampai batas permukaan air tanah. Akar sekunder, tertier dan kuarter tumbuh sejajar dengan permukaan air tanah bahkan akar tertier dan kuarter menuju ke lapisan atas atau tempat yang paling banyak mengandung zat hara (Fauzi et al. 2008). Batang kelapa sawit tidak bercabang dengan diameter 25-75 cm dengan ketinggian dapat mencapai 25 m dengan satu titik tumbuh kelapa sawit. Batang kelapa sawit yang berumur muda merupakan pangkal pelepah daun yang melekat kukuh dan sukar terlepas walaupun daun telah kering dan mati. Pada tanaman tua, pangkal-pangkal pelepah yang masih tertinggal di batang akan terkelupas, sehingga batang kelapa sawit tampak berwarna hitam beruas (Corley dan Tinker 2003). Daun (frond) kelapa sawit terdiri dari tangkai daun (petiole) yang pada kedua sisinya terdapat dua baris duri. Tangkai daun bersambungan langsung dengan tulang daun utama (rachis) yang lebih panjang dari tangkai daun. Pada kanan dan kiri rachis terdapat anak daun (pinnae). Tiap anak daun mempunyai tulang daun (lidi yang menghubungkan anak daun dengan tulang daun utama). Kelapa sawit dewasa menghasilkan 20-25 pelepah tahun-1. Pada tanah yang subur, daun cepat membuka sehingga makin efektif untuk melakukan fungsinya sebagai tempat berlangsungnya fotosintesis dan sebagai alat respirasi. Semakin lama proses fotosintesis berlangsung, semakin banyak karbohidrat yang dibentuk sehingga produktivitas akan meningkat (Corley dan Tinker 2003; Fauzi et al. 2008). Bunga kelapa sawit termasuk bunga berumah satu (monocious) yaitu bunga jantan dan bunga betina terletak pada satu tanaman tetapi terpisah. Penyerbukan kelapa sawit dibantu dengan angin atau serangga penyerbuk (Corley dan Tinker 2003). Buah kelapa sawit tersusun dari kulit buah yang licin dan keras (epicarp), daging buah (mesocarp) dari susunan serabut (fibre) dan mengandung minyak, kulit biji (endocarp) atau cangkang atau tempurung yang berwarna hitam dan keras, daging biji (endosperm) yang berwarna putih dan mengandung minyak, serta lembaga (embryo). Proses pembentukan buah dari penyerbukan sampai dengan matang memerlukan waktu selama 5-6 bulan. Panen pertama buah kelapa sawit dilakukan pada umur 3 tahun (Mangoensoekardjo dan Semangun 2005).
4
Syarat Tumbuh Tanaman Kelapa Sawit Daerah yang sesuai untuk tanaman kelapa sawit berada pada 15°LU-15°LS. Ketinggian pertanaman kelapa sawit yang ideal berkisar antara 1-500 m dpl. Pertumbuhan dan produktivitas yang optimal akan tercapai jika ditanam di lokasi dengan ketinggian maksimum 400 m dpl. Lama penyinaran matahari rata-rata 5-7 jam/hari. Curah hujan tahunan 1.500-4.000 mm dengan temperatur optimal 2428°C. Kecepatan angin 5-6 km/jam untuk membantu proses penyerbukan. Kelembaban optimum yang ideal sekitar 80-90%. Suhu optimum yang diperlukan tanaman kelapa sawit berkisar antara 27-29°C. Suhu dingin dapat menyebabkan tandan bunga mengalami aborsi serta pembungaan tidak merata sepanjang tahun (Corley dan Tinker 2003). Kelapa sawit dapat tumbuh pada jenis tanah Podzolik, Latosol, Hidromorfik Kelabu, Alluvial atau Regosol. Tanaman kelapa sawit akan tumbuh baik pada tanah yang gembur, subur, berdrainase baik, permeabilitas sedang, dan membuat solum tebal sekitar 80 cm tanpa lapisan padas. Derajat keasaman (pH) tanah sangat terkait dengan ketersediaan hara yang diserap oleh akar. Kelapa sawit dapat tumbuh pada pH 4.0-6.0, tetapi nilai pH yang optimum antara 5.0–5.6, tekstur ringan (pasir 20-60%, debu 10-40%, dan liat 20-50%). Tanah dengan pH rendah dapat ditingkatkan dengan cara pengapuran. Tanah tersebut biasanya dijumpai pada daerah pasang surut terutama tanah gambut (Lubis 1992). Pemupukan Kelapa Sawit Fauzi et al. (2008) menunjukkan bahwa salah satu tindakan perawatan tanaman yang berpengaruh besar terhadap pertumbuhan dan produksi tanaman adalah pemupukuan. Pemupukan pada tanaman kelapa sawit TBM merupakan suatu upaya menyediakan unsur hara yang cukup untuk meningkatkan pertumbuhan vegetatif sedangkan pemupukan pada tanaman menghasilkan (TM) diarahkan untuk produksi buah. Pemupukan yang baik mampu meningkatkan produksi hingga mencapai produktivitas standar yang sesuai dengan kelas kesesuaian lahannya (Sutarta et al. 2003). Pemberian pupuk dilakukan dua kali setahun, yaitu pada awal musim hujan dan akhir musim hujan. Pemupukan dilakukan dengan menyebarkan pupuk secara merata di dalam piringan. Ketersediaan hara dalam tanah dipengaruhi oleh beberapa faktor antara lain: pH tanah, KTK tanah, dan komposisi kation baik yang sinergis maupun antagonis. Kelapa sawit membutuhkan unsur hara makro dan mikro untuk menunjang pertumbuhannya (Sutarta et al. 2005). Rekomendasi pemupukan didasarkan pada hasil analisis jaringan dan hasil analisis tanah. Selain itu, rekomendasi pemupukan harus mempertimbangkan keterbatasan faktor lingkungan serta faktor ekonomi (ARAB 2000). Rekomendasi penggunaan pupuk tunggal pada tahap TBM 1 sebesar 600 g Urea tanaman-1 tahun-1, 750 g SP-36 tanaman-1 tahun-1, dan 700 g KCl tanaman-1 tahun-1 (PPKS 2007). Nitrogen Sumber utama nitrogen di alam adalah N2 udara (78%), tetapi tidak dapat dimanfaatkan secara langsung. Perubahan N2 menjadi bentuk ammonia (NH4+)
5
atau nitrat (NO3-) disebut fiksasi nitrogen. Fiksasi nitrogen terjadi secara alami, biologi, dan buatan. Proses fiksasi secara alami antara lain dengan kilat yang menyebabkan terbentuknya H bebas dan O bebas yang menyerang molekul N sehingga terbentuk asam nitrat yang terbawa air hujan ke tanah, selain itu juga dapat terjadi antara gas nitri oksida dan ozon yang difiksasi menjadi asam nitrat. Proses biologis dilakukan oleh bakteri yang hidup bebas dan bakteri yang bersimbiosis dengan tanaman (Havlin et al. 2005). Total N dalam tanah berkisar antara 0.02% pada sub soil dan > 2.5% pada lapisan olah. Bentuk N pada tanah adalah N organik dan N anorganik, dimana hampir 95% N adalah N organik. N organik dalam tanah berbentuk protein, asam amino dan bentuk kompleks lain. N anorganik antara lain ammonium, nitrit (NO2) dan nitrat, dimana bentuk-bentuk ini dapat dimanfaatkan oleh mikroba atau tanaman (Havlin et al. 2005). Nitrogen dipergunakan tanaman dalam jumlah yang relatif besar. Sebagian besar tanaman mengandung 1-2% N dari berat keringnya dan jumlahnya terbesar setelah unsur karbon (C), oksigen (O), dan hidrogen (H) (Salisburry dan Ross 1992). Kenyataan menunjukkan bahwa 15-18% dari bobot senyawa albumin atau protein terdiri dari nitrogen dan protein, yang ada pada semua sel-sel hidup, dalam protoplasma dan juga nukleus. Selain dalam bentuk protein, nitrogen juga ditemukan pada senyawa lain yang berperan penting dalam metabolisme seperti klorofil, nukleotida, fosfotida, alkaloid, protein, hormon, dan vitamin (Marschner 1995). Kisaran kecukupan N dalam jaringan tanaman adalah 1-5% (Havlin et al. 1999). Namun kisaran kecukupannya antara 2-5% dari berat tanamannya, tergantung pada jenis tanaman, tahap perkembangan, dan organ tanaman. N jarang menyebabkan toksisitas, namun dalam kondisi berlebih menyebabkan ketidakseimbangan hara dan menyebabkan pertumbuhan tanaman terganggu (Marschner 1995). Nitrogen sangat besar peranannya dalam pertumbuhan vegetatif tanaman. Urea (Co(NH2)2 adalah salah satu sumber nitrogen yang digunakan untuk menggantikan nitrogen yang telah terserap oleh tanaman. Kekurangan N berpengaruh pada pertumbuhan tanaman menjadi kerdil, sistem perakaran jelek dan daun yang terbentuk lebih sedikit. Warna daun menjadi kekuning-kuningan karena kurang klorofil. Batang berwarna merah atau agak keunguan bila kelebihan produksi antosianin. N juga menentukan pertumbuhan batang utama (tinggi tanaman), dan percabangan (menambahkan kuncup bunga dan buah). N berlebih dapat merugikan karena sistem perakaran yang terbentuk berkurang (Salisburry dan Ross 1992). Fosfor Fosfor merupakan salah satu dari tiga unsur hara makro paling penting bersama nitrogen dan kalium bagi tanaman. Fosfor dalam tanah dibedakan atas P organik dan P anorganik. Kandungan P anorganik di dalam tanah mineral selalu lebih tinggi dibanding P organik, kecuali pada tanah organik. Pada lapisan olah, kadar P organik pada tanah selalu lebih tinggi, karena adanya penimbunan bahan organik. Fosfor yang diserap tanaman dalam bentuk anion yaitu dihidrogen fosfat (H2PO4-) atau monohidrogen fosfat (HPO42-) (Jones 1998). Fosfat diubah menjadi bentuk organik setelah masuk ke dalam akar atau sesudah diangkut melalui xilem
6
menuju tajuk. Fosfor tidak pernah direduksi dalam tumbuhan dan tetap sebagai fosfat, baik dalam bentuk bebas maupun terikat pada senyawa organik sebagai ester (Salisbury dan Ross 1992). Fosfor dibutuhkan dalam jumlah banyak dan pada umumnya tanaman sering mengalami defisiensi P selama masa pertumbuhannya. Fungsi hara P dalam tumbuhan tidak dapat digantikan oleh hara lain. Kecukupan kebutuhan unsur hara P diperlukan untuk pertumbuhan tanaman yang optimum. Konsentrasi P-total pada tanaman budidaya umumnya bervariasi antara 0.1-0.5% bobot kering tanaman (Liu 2007). Fosfor berperan penting dalam aktivitas fotosintesis, karena terkait dengan kandungan karbohidrat sebagai sumber energi untuk pertumbuhan dan perkembangan tanaman. Fotosintesis merupakan proses metabolisme kunci yang mempengaruhi sistem metabolisme dan proses fisiologi lainnya yang berkaitan dengan penyediaan ATP dan kerangka karbon dalam lintasan respirasi, mengendalikan sistem transpor, sebagai penghantar signal bagi fungsi-fungsi akar yang juga berkaitan dengan zat pengatur tumbuh sitokinin pada saat pucuk terinduksi, metabolisme nitrogen, dan beberapa pengaruh tidak langsung dalam proses fisiologi lainnya (Marschner 2011). Fosfor menyusun sekitar 0.1-1.0% bahan kering tanaman dan merupakan komponen kunci biomolekul seperti asam nukleat (pembawa informasi genetik), fosfolipid (penyusun struktur membran), P-ester, dan ATP (sumber energi untuk reaksi enzimatik). Peran fosfor sangat penting karena tanaman tidak akan tumbuh dengan baik tanpa ketersediaan fosfor yang cukup (Dobermann dan Fairhurst 2000). Dalam tanaman, fosfat tidak pernah berkurang dan tetap tinggi dalam bentuk teroksidasi. Fosfor merupakan hara yang mudah diredistribusi dari organ satu ke organ lainnya, mudah hilang dari daun yang lebih tua dan terakumulasi ke daun yang lebih muda (Salisburry dan Ross 1992). Fungsi fosfor adalah sebagai konstituen struktur makromolekul yang sangat menonjol pada asam nukleat yaitu sebagai jembatan antara dua unit ribonukleosida dan juga konstituen senyawa pembentuk energi (ATP dan ADP). Fosfor juga berperan dalam proses biologis, penyusun metabolik dan senyawa kompleks serta aktivator berbagai enzim (Taiz dan Zeiger 2002). Kalium Kalium merupakan unsur hara yang paling banyak digunakan tanaman setelah nitrogen. Kalium adalah logam lunak berwarna putih keperakan, mudah bereaksi dengan O2 menjadi K-oksida yang mudah larut dalam air membentuk kalium hidroksida. Kalium tidak terdapat bebas di alam, melainkan tersedia di semua jasad hidup atau terikat dengan unsur lain sebagai senyawa atau mineral (Ruhnayat 1995). Kalium dalam tanah terdapat dalam empat bentuk: (1) kation K+ dalam larutan tanah, (2) K+ yang dapat dipertukarkan dalam koloid tanah, (3) K+ yang terikat dalam kisi-kisi lempung (clay), dan (4) sebagai komponen mineral yang mengandung K (Jones 1998). Kalium di dalam tanah terurai dan menghasilkan K+ dan ion sisa asam serta kation lain, seperti K-Mg-Sulfat, ion K akan segera diikat kompleks adsorpsi tanah dalam bentuk yang dapat dipertukarkan (bentuk tersedia) sampai yang sukar tersedia (fiksasi) tergantung dari jenis liat dan faktor penentu lainnya seperti kelembaban tanah dan lain-lain. Sebagian lagi tetap dalam fase larutan (ion) yang
7
dapat dimobilisasi tanaman dan dapat hilang melalui pencucian. Peran unsur K dalam tanaman, yaitu sebagai pengatur tekanan osmotik, pH sel, aktivasi enzim, pengatur transpirasi, transport asimilat, transpor pada membran sel, membantu pembentukan protein dan karbohidrat, memperkuat jaringan tanaman, dan berperan dalam membentuk antibodi tanaman terhadap penyakit serta kekeringan (Maschner 2011). Penentuan Optimasi Dosis Secara umum pemupukan berguna untuk menyediakan unsur hara di dalam tanah sehingga kebutuhan tanaman terpenuhi dan produksi yang maksimal dapat tercapai. Penyusunan kebutuhan pupuk dapat menggunakan kurva respon umum tanaman terhadap pemupukan. Penetapan dosis optimum menggunakan dasar teori fungsi kuadratik, fungsi tersebut mewakili keadaan hara dalam kondisi kahat, cukup dan berlebihan (Webb 2009). Penetapan rekomendasi pemupukan dapat dilakukan melalui pendekatan uji tanah dan analisis tanaman. Widjaja (1993) menunjukkan bahwa penelitian analisis tanaman diutamakan untuk tanaman tahunan sebaliknya penelitian uji tanah lebih ditujukan untuk tanaman setahun. Selain untuk mengetahui status hara tanaman atau adanya kahat hara, analisis tanaman juga dapat digunakan untuk menetapkan kebutuhan pupuk dengan cara mengkombinasikan status hara tanah dan kebutuhan tanaman (Jones 1998).
3 METODE Lokasi dan Waktu Penelitian Percobaan dilaksanakan di Kebun Pendidikan dan Penelitian Kelapa Sawit Jonggol IPB-Cargill, Kecamatan Jonggol, Kabupaten Bogor, yang terletak pada ketinggian 113 m di atas permukaan laut. Waktu penelitian dilaksanakan dari bulan Februari 2013-Maret 2014. Analisis tanah, pupuk, dan jaringan dilakukan di Laboratorium Kimia dan Kesuburan Tanah Departemen Ilmu Tanah dan Sumberdaya Lahan Fakultas Pertanian IPB. Bahan dan Alat Bahan-bahan yang digunakan dalam penelitian ini adalah tanaman kelapa sawit varietas Damimas umur 4 bulan setelah pindah tanam ke lapang. Pupuk yang dipakai adalah pupuk Urea, pupuk SP-36, dan pupuk KCl. Bahan untuk pengamatan stomata adalah selulosa asetat (cat kuku bening). Alat-alat yang digunakan di lapang terdiri atas timbangan digital, meteran, SPAD-502 plus chlorophyll meter, ombrometer, dan kamera digital. Alat yang digunakan di laboratorium terdiri atas mikroskop, preparat, dan grinder.
8
Metode Penelitian Penelitian ini terdiri atas tiga percobaan terpisah, yaitu optimasi pupuk nitrogen (percobaan 1), optimasi pupuk fosfor (percobaan 2), dan optimasi pupuk kalium (percobaan 3) pada tanaman belum menghasilkan umur satu tahun (TBM 1). Percobaan I Optimasi Pupuk Nitrogen pada Tanaman Kelapa Sawit Belum Menghasilkan Umur Satu Tahun Percobaan ini menggunakan rancangan acak kelompok (RAK) dengan satu faktor yaitu dosis pupuk nitrogen. Perlakuan dosis pupuk nitrogen terdiri atas lima taraf antara lain 0, 126, 252, 378, dan 504 g N tanaman-1. Tiap perlakuan pupuk nitrogen diulang sebanyak tiga kali untuk masing-masing taraf sehingga terdapat 15 unit percobaan dimana setiap unit percobaan terdiri atas 5 tanaman dengan demikian jumlah tanaman seluruhnya adalah 75 tanaman. Model linier yang digunakan adalah: Yij= µ + τi + βj+ εij Keterangan: i : 1, 2, 3, 4 j :1, 2, 3 Yij : respon pengamatan pada unit percobaan yang terdapat pada perlakuan dosis pupuk nitrogen taraf ke-i dan kelompok ke-j µ : rataan umum τi : pengaruh perlakuan dosis pupuk nitrogen ke-i βj : pengaruh kelompok ke-j εijk : pengaruh acak pada perlakuan dosis pupuk nitrogen pada taraf ke-i dan kelompok ke-j Percobaan II Optimasi Pupuk Fosfor pada Tanaman Kelapa Sawit Belum Menghasilkan Umur Satu Tahun Percobaan ini menggunakan rancangan acak kelompok (RAK) dengan satu faktor yaitu dosis pupuk fosfor. Perlakuan dosis pemupukan fosfor terdiri atas lima taraf antara lain 0, 127.5, 255, 382.5, dan 510 g P2O5 tanaman-1. Tiap perlakuan pemupukan fosfor diulang sebanyak tiga kali untuk masing-masing taraf sehingga terdapat 15 unit percobaan dimana setiap unit percobaan terdiri atas 5 tanaman dengan demikian jumlah tanaman seluruhnya adalah 75 tanaman. Model linier yang digunakan adalah: Yij= µ + τi + βj+ εij Keterangan: i : 1, 2, 3, 4 j : 1, 2, 3 Yij : respon pengamatan pada unit percobaan yang terdapat pada perlakuan dosis pupuk fosfor taraf ke-i dan kelompok ke-j µ : rataan umum
9
τi βj εijk
: pengaruh
perlakuan dosis pupuk fosfor ke-i : pengaruh kelompok ke-j : pengaruh acak pada perlakuan dosis pupuk fosfor pada taraf ke-i dan kelompok ke-j
Percobaan III Optimasi Pupuk Kalium pada Tanaman Kelapa Sawit Belum Menghasilkan Umur Satu Tahun Percobaan ini menggunakan rancangan acak kelompok (RAK) dengan satu faktor yaitu dosis pupuk kalium. Perlakuan dosis pupuk kalium terdiri atas lima taraf, antara lain 0, 196, 392, 588, dan 784 g K2O tanaman-1. Tiap perlakuan pemupukan kalium diulang sebanyak tiga kali untuk masing-masingtaraf sehingga terdapat 15 unit percobaan dimana setiap unit percobaan terdiri atas 5 tanaman dengan demikian jumlah tanaman seluruhnya adalah 75 tanaman. Model linier yang digunakan adalah : Yij= µ + τi + βj+ εij Keterangan: i :1, 2, 3, 4 j : 1, 2, 3 Yij : respon pengamatan pada unit percobaan yang terdapat pada perlakuan dosis pupuk kalium taraf ke-i dan kelompok ke-j µ : rataan umum τi : pengaruh perlakuan dosis pupukkalium ke-i βj : pengaruh kelompok ke-j εijk : pengaruh acak pada perlakuan dosis pupuk kalium pada taraf ke-i dan kelompok ke-j Analisis Data Perhitungan dilakukan dengan menggunakan SAS (Statistical Analysis Sistem) dan Minitab. Data dianalisis dengan analisis sidik ragam pada taraf α = 0.05 apabila terdapat pengaruh nyata, dilanjutkan dengan uji polynomial orthogonal, untuk menelusuri pola respon dari suatu faktor yang diteliti bertaraf kuantitatif kemudian dilanjutkan dengan uji regresi untuk menentukan dosis optimum (Mattjik dan Sumertajaya 2006). Pelaksanaan Perlakuan Dosis Pemupukan Tanaman kelapa sawit sebelum mulai aplikasi perlakuan pemupukan telah terlebih dahulu diberikan pupuk dasar sebanyak 60 kg pupuk organik lubang-1, 500 g Rock Phospate lubang-1, dan 500 g dolomit lubang-1. Pupuk perlakuan ditimbang sesuai dosis perlakuan dengan timbangan digital. Penetapan dosis pemupukan berdasarkan rekomendasi pemupukan TBM 1 kelapa sawit (PPKS 2007). Perlakuan pupuk dilakukan sebanyak tiga kali aplikasi yaitu bulan Maret, Juli, dan Desember. Dosis pupuk untuk tiap aplikasi adalah 1/3 total dosis.
10
Pemberian pupuk dengan cara ditaburkan merata melingkar pada piringan pohon dengan jarak ± 10 cm dari pangkal batang dan kemudian ditutup kembali dengan tanah. Pemeliharaan Kegiatan pemeliharaan pada TBM 1 meliputi pengendalian gulma, hama penyakit, dan kastrasi. Pengendalian gulma dilakukan secara manual. Interval penyiangan bergantung pada pertumbuhan gulma yang tumbuh di piringan. Kastrasi adalah kegiatan membuang bunga jantan dan betina yang tumbuh di TBM. Hal ini dilakukan karena bunga muda umumnya masih kecil dan belum sempurna, sering gugur atau aborsi, bunga seperti ini tidak menguntungkan bila dipertahankan. Kastrasi dapat dimulai jika 25% dari tanaman telah berbunga. Tujuan dibuangnya bunga jantan dan betina untuk mengurangi persaingan unsur hara, sehingga pertumbuhan vegetatifnya maksimal. Caranya adalah semua bunga jantan dan betina di atas tanah dibuang tanpa memotong pelepah. Pengamatan Pengamatan dilakukan dengan interval waktu setiap bulan selama 12 bulan selanjutnya. Jumlah sampel yang diamati setiap perlakuan sebanyak lima tanaman. Pengamatan yang dilakukan terdiri dari tanggap morfologi, tanggap fisiologi, dan analisis tanah. Tanggap Morfologi Tanaman Pengamatan terhadap peubah morfologi tanaman kelapa sawit TBM 1 di lapang secara lengkap dilakukan terhadap peubah-peubah sebagai berikut : Tinggi tanaman (cm). Tinggi tanaman diukur dari batas pangkal batang yang telah diberi tanda sampai ujung daun termuda yang telah membuka sempurna kemudian daun tersebut ditegakkan. Pengukuran dilakukan dengan menggunakan meteran setiap bulan sampai akhir penelitian. Lingkar Batang (cm). Pengertian lingkar batang disini adalah kumpulan pelepah daun yang masih terbungkus oleh serabut. Pengukuran lingkar batang dengan menggunakan meteran diukur ± 5 cm diatas permukaan tanah. Jumlah Pelepah (helai). Penghitungan jumlah pelepah dengan menghitung jumlah pelepah yang telah membuka sempurna. Panjang Pelepah ke-9 (cm). Panjang pelepah diukur dari pangkal pelepah yang berduri sampai ujung pelepah. Pelepah yang diukur adalah pelepah yang ke9. Luas daun pelepah ke-9 (m2). Pengukuran luas daun dilakukan pada daundaun tanaman contoh yaitu pada daun ke-9 dari daun pertama setelah daun tombak dalam satu pelepah daun. Jumlah anak daun ke-9 (helai) dihitung jumlah anak daun keseluruhan dihitung dari pangkal pelepah sampai ujung pelepah. Panjang dan lebar anak daun pada pelepah daun ke-9 (cm). Pengukuran dilakukan dengan mengukur panjang helaian anak daun dan lebar helaian anak daun sebanyak 3 helai pada bagian tengah pelepah kiri dan kanan. Luas daun dihitung dengan rumus (Sutarta et al. 2003):
11
Keterangan: p = panjang anak daun (cm) l = lebar anak daun (cm) n = jumlah helai anak daun sebelah kiri atau kanan k = konstanta (0,57 untuk TBM) Persentase Tanaman Berbunga (%). Persentase tanaman berbunga diukur dengan menghitung tanaman yang sudah berbunga untuk setiap tanaman contoh pada semua perlakuan kemudian dikastrasi sampai umur 18 bulan setelah pindah tanam. Tanggap Fisiologi Tanaman Pengamatan terhadap peubah fisiologi tanaman kelapa sawit TBM 1 di lapang secara lengkap dilakukan terhadap peubah sebagai berikut : Jumlah Klorofil. Jumlah klorofil daun dihitung dengan menggunakan alat SPAD-502 Plus chlorophyll meter. Alat ini secara digital mencatat tingkat kehijauan dan jumlah relatif molekul klorofil yang ada dalam daun dalam satu nilai berdasarkan jumlah cahaya yang ditransmisikan oleh daun (Konika Minolta 1989). Pengukuran dilakukan pada 6 dan 12 BSP. Sampel daun yang diukur adalah daun ke-9 dengan cara meletakkan daun pada titik alat pembaca, kemudian tombol pembaca ditekan. Penghitungan dilakukan pada tiga titik (pangkal, tengah dan ujung) yang berjarak ± 0.5 cm dari tepi leaflet. Nilai real kadar klorofil daun untuk kelapa sawit dihitung menggunakan rumus Y= 0.0007x – 0.0059, dimana Y = jumlah klorofil dan x = nilai hasil pengukuran SPAD-502 (Farhana 2007). Kerapatan stomata. Kerapatan stomata diamati menggunakan mikroskop. Pengamatan dilakukan sebanyak dua kali yaitu pada 6 dan 12 BSP di Laboratorium Mikroteknik Departemen Agronomi dan Hortikultura IPB. Sampel daun yang diamati adalah daun pelepah ke-9. Pengamatan sampel stomata dilakukan dengan cara mengoleskan cat kuku bening di permukaan bawah daun sekitar 2 x 2 cm pada pagi hari dan dibiarkan mengering. Kemudian ditempelkan selotip bening pada permukaan daun yang telah diolesi cat kuku bening dan ditekan agar cat kuku tersebut menempel sempurna. Selotip dilepaskan dan ditempelkan pada preparat. Stomata dapat diamati di bawah mikroskop elektron pada perbesaran 40 x 10. Menghitung jumlah stomata dengan menggunakan rumus : 1. Kerapatan Stomata (KS) dimana : n = jumlah stomata / luas bidang pandang x = jumlah stomata / mm2 2. Luas bidang pandang mikroskop (L) dimana : π = 3.14; r = jari-jari bidang pandang (0.5 mm dengan pembesaran 40x10)
12
Analisis Kadar Hara N, P, dan K dalam Jaringan Daun (%). Analisis dilakukan pada 6 dan 12 BSP. Sampel daun yang digunakan merupakan anak daun bagian tengah yang berjumlah 3 helai sebelah kanan dan kiri dari daun ke-9 kemudian dikomposit. Sampel tanaman yang diambil berasal dari masing-masing perlakuan. Bahan dikeringkan dan dioven pada suhu 800C sampai mencapai berat konstan. Bahan dipotong kasar dan dicampur, kemudian diambil ± 10 gram untuk digiling halus dengan grinder sampai dapat lolos mata saring 0.5 mm dan dianalisis mengikuti prosedur baku di laboratorium (Puslitan 2005). Analisis Tanah Awal penelitian. Sampel tanah diambil secara komposit yang diperoleh pada beberapa titik yang mewakili areal yang ditetapkan sebagai lokasi penelitian, sampel tanah diambil pada kondisi kapasitas lapang dengan menggunakan sekop dengan kedalaman ± 20 cm. Sampel tanah dibersihkan dari sisa-sisa akar. Tanah dikeringudarakan dan diayak dengan menggunakan ayakan bermata saring 2 mm, untuk memperoleh ukuran yang relatif sama seberat 200 g untuk dianalisis. Selanjutnya tanah tersebut dianalisis secara lengkap menyangkut sifat kimianya. Sifat kimia tanah meliputi : pH (H2O dan HCl), Kadar C-organik (Walkley &Black), N-total (Kjeldahl,), P (HCl 25% dan Bray 1), Kapasitas Tukar Kation, Kejenuhan Basa, Al-dd, dan H-dd. Akhir penelitian. Pengambilan sampel tanah diambil dari piringan kelapa sawit TBM 1 yang berasal dari perlakuan yang optimum, pengambilan sampel pada 0–20 cm, 20–40 cm, dan 40–60 cm. Sampel tanah diambil dengan cara membuat lubang sedalam 60 cm menggunakan auger di setiap ulangan pada ketiga percobaan. Pengamatan ini ditujukan untuk melihat pola pergerakan hara N, P, dan K di dalam tanah. Neraca hara (N, P, dan K). Penghitungan neraca hara dilakukan diakhir penelitian (12 BSP) berdasarkan perlakuan optimum yang meliputi sumber hara (kandungan hara tanah awal dan pupuk), recovery nutrient (kandungan hara tanah akhir dan serapan hara tanaman), efisiensi pemupukan, dan persentase pupuk tidak terukur.
Keterangan:
a = jumlah hara yang berasal dari pupuk (g) b = jumlah hara yang diserap tanaman (g)
4 HASIL DAN PEMBAHASAN Keadaan Umum Analisis tanah awal dilakukan di piringan dan gawangan yang mewakili masing-masing percobaan. Hasil analisis menunjukkan, tekstur tanah yang diambil dari piringan terdiri dari 17.34% pasir, 28.67% debu dan 53.99% liat sedangkan tekstur tanah di gawangan terdiri dari 18.63 % pasir, 22.75% debu dan
13
58.63% liat. Berdasarkan kriteria Pusat Penelitian Tanah (2008), tanah di piringan termasuk masam dengan pH (H2O) 4.55, kandungan C-organik sedang (2.15), kandungan unsur hara Ca dan Mg tergolong rendah sampai sedang dengan nilai masing-masing 4.14 me 100 g-1dan 1.86 me 100 g-1. Unsur lainnya seperti unsur N tergolong rendah (0.19), unsur P (Bray I) tersedia rendah (10.15 ppm) dan unsur K sedang (0.38 me 100 g-1). Kapasitas tukar kation tergolong tinggi (34.38 me 100 g-1) dan kejenuhan basa tergolong sangat rendah (19.39 %). Hasil analisis tanah di gawangan hampir sama dengan hasil analisis tanah di piringan. Hasil analisis sampel tanah awal di piringan dan gawangan disajikan pada Lampiran 1. Data iklim selama penelitian dapat dilihat pada Lampiran 5 yang diperoleh dari hasil pengukuran menggunakan ombrometer. Curah hujan bulanan di lokasi percobaan (Februari 2013 – Maret 2014) berkisar antara 60-606 mm bulan-1, tertinggi pada bulan Januari 2014 dan terendah pada bulan September 2013, dengan rata-rata 302.58 mm bulan-1. Jumlah hari hujan berkisar antara 2-24 hari dengan rata-rata 14.17 hari bulan-1, sedangkan suhu bulanan berkisar antara 25-34 0 C dengan rata-rata 26-32 0C. Kelembaban berkisar antara 66-80% dengan ratarata 74.83%. Serangan hama dan penyakit tidak ditemukan selama penelitian berlangsung. Gulma dominan yang ada di pertanaman kelapa sawit TBM 1 yaitu alang-alang (Imperata cylindrica). Pertumbuhan gulma tidak terlalu mempengaruhi perlakuan penelitian karena pengendalian dilakukan secara rutin setiap 2 bulan atau disesuaikan dengan intensitas pertumbuhan gulma yang tumbuh di dalam piringan. Pengendalian gulma dilakukan secara manual. Gambaran keadaan umum tanaman kelapa sawit TBM 1 pada umur 3 BSP di lokasi penelitian disajikan pada Gambar 1.
Gambar 1 Tanaman kelapa sawit TBM 1 umur 3 BSP Percobaan I Optimasi Pupuk Nitrogen pada Tanaman Kelapa Sawit Belum Menghasilkan Umur Satu Tahun Pemberian pupuk N sampai batas tertentu memberikan pengaruh nyata terhadap peubah morfologi dan fisiologi tanaman, ditunjukkan dengan adanya
14
tanggap linier dan kuadratik. Rekapitulasi hasil sidik ragam pengaruh N terhadap peubah morfologi dan fisiologi pada tanaman kelapa sawit dapat dilihat pada Tabel 1. Tabel 1 Rekapitulasi hasil sidik ragam pengaruh pupuk nitrogen terhadap peubah morfologi dan fisiologi pada tanaman kelapa sawit Waktu Pengamatan (BSP) 0 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12
Respon Perlakuan Pupuk Nitrogen Morfologi Fisiologi TT LB JP PP LD PB JK KS KN tn tn tn tn tn tn tn tn tn tn tn tn tn tn tn tn tn tn tn tn tn tn tn tn tn tn tn tn tn tn tn tn tn tn tn tn tn tn tn Q* tn Q** tn Q* Q** tn tn tn tn L* Q** tn tn tn tn Q* Q** tn Q** tn L* Q* Q** tn Q** tn L** L** Q** tn Q** tn Q** Q** Q** tn Q* tn Q* tn tn
Keterangan: *: nyata pada α = 5% , **: nyata pada α = 1% , tn: tidak nyata pada α = 5%, -: tidak diamati, L= Linier, Q= Quadratik, BSP:bulan setelah perlakuan, TT: tinggi tanaman, LB: lingkar batang, JP: jumlah pelepah, PP: panjang pelepah ke-9, LD: luas daun pelepah ke-9, PB: persentase berbunga; JK: jumlah klorofil, KS: kerapatan stomata, KN: kadar hara N
Tanggap Morfologi Tanaman Tinggi Tanaman Pemberian pupuk N meningkatkan pertumbuhan tinggi tanaman secara linier pada umur 10 dan 11 BSP dan berpengaruh sangat nyata secara kuadratik pada 12 BSP. Pemberian pupuk dosis 504 g N tanaman-1 meningkatkan tinggi tanaman sebesar 12.76% dibandingkan dengan kontrol pada 12 BSP. Tanggap peubah tinggi tanaman terhadap pupuk nitrogen disajikan pada Tabel 2. Tabel 2 Tinggi tanaman pada berbagai dosis pupuk nitrogen Dosis N 0 126 252 378 504 Pola Respon¢
0 BSP 167.93 171.19 163.54 166.51 168.06 tn
7 BSP 266.65 272.33 277.33 283.27 281.53 tn
Tinggi tanaman (cm) 8 BSP 9 BSP 10 BSP 273.88 279.33 287.87 289.25 288.67 296.87 288.43 292.87 301.15 294.46 305.61 302.73 292.65 295.79 319.32 tn tn L*
11 BSP 292.07 307.69 313.80 319.53 320.22 L**
12 BSP 292.07 320.80 325.60 328.80 329.33 Q**
Keterangan : ¢ : uji kontras polynomial ortogonal; L: linier; Q: kuadratik;*: berbeda nyata pada taraf 5%; **: berbeda nyata pada taraf 1%; tn: tidak nyata ; BSP: bulan setelah perlakuan
15
Lingkar Batang Hasil penelitian menunjukkan pemberian pupuk N meningkatkan lingkar batang kelapa sawit secara linier pada umur 8 dan 11 BSP dan berpengaruh nyata secara kuadratik pada umur 7, 9, 10 dan 12 BSP (Tabel 3). Pemberian 378 g N tanaman-1 meningkatkan lingkar batang sebesar 9.24% dibandingkan dengan kontrol pada 12 BSP. Hasil penelitian ini sejalan dengan hasil penelitian Darwis (2012) menunjukkan bahwa aplikasi pupuk N meningkatkan diameter batang bibit kelapa sawit. Lingkar batang yang besar dapat mengoptimalkan pertumbuhan pohon kelapa sawit, karena fungsi utama dari batang kelapa sawit adalah (1) sebagai struktur yang mendukung daun, bunga dan buah, (2) sistem pembuluh yang mengangkut hara, air, dan hasil fotosintesis, serta (3) menjadi organ penimbunan zat makanan (Corley dan Tinker 2003). Tabel 3 Lingkar batang pada berbagai dosis pupuk nitrogen Dosis N 0 126 252 378 504 Pola Respon¢
0 BSP 27.77 28.77 29.30 29.77 29.77 tn
7 BSP 52.20 56.59 57.95 58.33 59.00 Q*
Lingkar Batang (cm) 8 BSP 9 BSP 10 BSP 11 BSP 12 BSP 53.17 55.54 75.60 77.10 79.03 58.37 61.50 75.47 76.07 81.47 59.13 60.07 76.57 79.53 82.53 59.59 63.22 81.67 80.53 86.33 60.77 61.03 75.37 82.13 84.40 L* Q* Q* L** Q**
Keterangan : ¢ : uji kontras polynomial ortogonal; L: linier; Q: kuadratik;*: berbeda nyata pada taraf 5%; **: berbeda nyata pada taraf 1%; tn: tidak nyata ; BSP: bulan setelah perlakuan
Jumlah Pelepah Pemberian pupuk N berpengaruh nyata terhadap jumlah pelepah secara kuadratik pada umur 7-12 BSP (Tabel 4). Pemberian dosis 378 g N tanaman-1 meningkatkan jumlah pelepah sebesar 62.5% dibandingkan dengan kontrol pada 12 BSP. Peningkatan jumlah pelepah ini termasuk tinggi jika dibandingkan dengan peubah morfologi yang lainnya karena peubah jumlah pelepah merupakan salah satu peubah morfologi yang lebih banyak dipengaruhi oleh faktor genetik dibandingkan faktor lingkungan, pelepah yang baru akan tumbuh setiap dua minggu (Adam et al. 2011). Tabel 4 Jumlah pelepah pada berbagai dosis pupuk nitrogen Jumlah Pelepah (helai) Dosis N 0 126 252 378 504 Pola Respon¢
0 BSP
7 BSP
8 BSP
9 BSP
10 BSP
11 BSP
15 15 15 17 15 tn
25 30 33 34 33 Q**
26 35 36 37 36 Q**
28 39 39 40 39 Q**
29 42 43 44 43 Q**
30 45 46 47 46 Q**
12 BSP 32 49 50 52 51 Q**
Keterangan : ¢ : uji kontras polynomial ortogonal; Q: kuadratik;*: berbeda nyata pada taraf 5%; **: berbeda nyata pada taraf 1%; tn: tidak nyata ; BSP: bulan setelah perlakuan
16
Panjang Pelepah ke-9 Perlakuan pupuk N tidak memberikan pengaruh nyata terhadap panjang pelepah ke-9. Peningkatan rata-rata panjang pelepah ke-9 kelapa sawit TBM 1 pada berbagai dosis pupuk N yang diberikan disajikan pada Tabel 5. Tabel 5 Panjang pelepah ke-9 pada berbagai dosis pupuk nitrogen Dosis N 0 126 252 378 504 Pola Respon¢
Panjang pelepah ke-9 (cm) 0 BSP 110.81 124.79 126.51 128.31 127.71 tn
7 BSP 148.63 153.47 155.13 155.20 153.93 tn
8 BSP 168.30 169.43 170.80 170.97 171.33 tn
9 BSP 173.40 175.53 176.00 177.20 176.13 tn
10 BSP 195.75 203.15 203.19 209.33 208.87 tn
11 BSP 201.28 211.81 211.57 216.01 215.91 tn
12 BSP 205.63 216.33 217.20 221.73 220.03 tn
Keterangan : ¢ : uji kontras polynomial ortogonal; tn: tidak nyata ; BSP: bulan setelah perlakuan
Luas Daun Pelepah ke-9 Pupuk N berpengaruh nyata secara kuadratik terhadap luas daun pelepah ke9 pada umur 9-12 BSP (Tabel 6). Hal ini mengindikasikan bahwa pemberian pupuk N berperan penting dalam pertumbuhan daun. Hasil penelitian ini sejalan dengan hasil penelitian Marjenah (2011) menyatakan bahwa jumlah luas daun yang lebih besar mempunyai pertumbuhan yang besar pula . Pemberian 378 g N tanaman-1 meningkatkan jumlah pelepah sebesar 8.11% dibandingkan dengan kontrol pada 12 BSP. Fitter dan Hay (1992) mengemukakan bahwa daun menjadi penentu utama kecepatan pertumbuhan. Luas daun mencerminkan luas bagian yang melakukan fotosintesis, sehingga apabila luas daun semakin tinggi maka proses fotosintesis juga meningkat. Goh dan Hardter (2010) menyatakan bahwa pemberian nitrogen dapat meningkatkan luas daun, produksi daun dan tingkat rata-rata asimilat pada kelapa sawit. Tabel 6 Luas daun pelepah ke-9 pada berbagai dosis pupuk nitrogen Dosis N 0 126 252 378 504 Pola Respon¢
0 BSP 7 BSP 0.40 0.99 0.44 1.03 0.39 1.05 0.43 1.09 0.42 1.06 tn tn
Luas Daun Pelepah ke-9 (m2) 8 BSP 9 BSP 10 BSP 11 BSP 1.22 1.19 1.10 1.16 1.29 1.21 1.39 1.79 1.18 1.33 1.39 1.71 1.11 1.50 1.59 1.88 1.19 1.19 1.33 1.78 tn Q** Q** Q**
12 BSP 1.85 1.87 1.87 2.00 1.82 Q*
Keterangan : ¢ : uji kontras polynomial ortogonal; Q: kuadratik;*: berbeda nyata pada taraf 5%; **: berbeda nyata pada taraf 1%; tn: tidak nyata ; BSP: bulan setelah perlakuan
Persentase Berbunga Penambahan hara N ke dalam tanah tidak memberikan pengaruh nyata pada persentase berbunga kelapa sawit TBM 1 (Gambar 2). Pengamatan munculnya bunga mulai dilakukan pada umur 3 BSP. Hasil penelitian menunjukkan bahwa persentase berbunga 100% dengan dosis pupuk 126 g N tanaman-1 tercepat pada
17
umur 11 BSP sedangkan dosis 378 dan 504 g N tanaman-1 mampu mencapai 100% berbunga pada 12 BSP. Perlakuan kontrol dan 252 g N tanaman-1 tidak mencapai persentase berbunga 100% sampai akhir penelitian.
Gambar 2 Pengaruh pupuk nitrogen terhadap persentase berbunga kelapa sawit Hasil analisis tanah awal menunjukkan bahwa kandungan unsur N-total termasuk ke dalam kategori rendah (Lampiran 1). Hasil analisis kandungan N dalam pupuk dapat dilihat pada Lampiran 4. Pupuk N menjadi pendorong utama pertumbuhan vegetatif yang diperlukan dalam jumlah yang cukup dan penting untuk tanaman kelapa sawit selama lima tahun pertama setelah tanam (Goh dan Hardter 2003). Pemberian pupuk N dalam tanah secara umum memberikan pengaruh nyata secara linier dan kuadratik sejak umur 7 BSP hingga 12 BSP. Kurva respon dan persamaan regresi untuk tinggi tanaman, lingkar batang, jumlah pelepah dan luas daun pelepah ke-9 pada umur 12 BSP disajikan pada Gambar 3. Pola linier menunjukkan bahwa semakin tinggi pemberian dosis pupuk sebesar 504 g N tanaman-1 meningkatkan pertumbuhan morfologi tanaman. Pola kuadratik menunjukkan bahwa semakin tinggi dosis yang diberikan cenderung menurunkan pertumbuhan kelapa sawit TBM 1. Penelitian ini menunjukkan walaupun dosis pupuk yang diberikan sudah melewati dosis optimum, tetapi belum menunjukkan gejala toksisitas nitrogen. Marschner (2011) menunjukkan bahwa nitrogen jarang menyebabkan toksisitas namun dalam kondisi berlebihan menyebabkan ketidakseimbangan hara dan menyebabkan pertumbuhan tanaman terganggu. Hal ini sejalan dengan penelitian Wong (2009), kelebihan N menyebabkan serapan hara N terganggu karena keracunan NH4+ yang berasal dari pupuk yang bersumber dari CO(NH2)2 yang diberikan.
18
(a)
(b)
(c)
(d)
Gambar 3 Kurva dan persamaan regresi respons tinggi tanaman (a), lingkar batang (b), jumlah pelepah (c), dan luas daun pelepah ke-9 (d) pada berbagai dosis pupuk nitrogen umur 12 BSP Tinggi tanaman berkorelasi positif dengan jumlah pelepah (0.993) dan panjang pelepah ke-9 (0.982) pada umur 12 BSP. Panjang pelepah ke-9 berkorelasi positif dengan lingkar batang (0.928) dan jumlah pelepah (0.968) pada umur 12 BSP. Hasil ini menunjukkan bahwa semakin meningkat tinggi tanaman, semakin meningkatkan jumlah pelepah baru dan panjang pelepah ke-9. Semakin meningkat panjang pelepah ke-9 semakin meningkatkan lingkar batang dan jumlah pelepah. Pelepah yang banyak dan sehat membuat penampilan fisik tanaman semakin tinggi dan kokoh, lingkar batang yang lebar sehingga membuat tanaman semakin kuat sehingga tidak mudah rebah. Hal tersebut menjelaskan bahwa pemberian pupuk menunjukkan respon yang positif terhadap tanaman kelapa sawit. Hasil penelitian Darmawan (2006) menunjukkan bahwa pada awal pertumbuhan vegetatif membutuhkan unsur N yang lebih tinggi sehingga N diperlukan dalam jumlah besar untuk seluruh proses pertumbuhan di dalam tanaman. Korelasi peubah tinggi tanaman, lingkar batang, jumlah pelepah, dan panjang pelepah ke-9 tanaman kelapa sawit pada umur 12 BSP disajikan pada Lampiran 6. Tanggap Fisiologi Tanaman Jumlah Klorofil dan Kerapatan Stomata Pemberian pupuk N berpengaruh nyata terhadap jumlah klorofil secara kuadratik pada umur 6 dan 12 BSP. Hasil penelitian Darmawan (2006) menunjukkan bahwa semakin tinggi dosis N yang diberikan pada TBM kelapa
19
sawit, maka terjadi peningkatan laju fotosintesis dan hal ini berkorelasi dengan jumlah klorofil daun. Perlakuan pupuk N tidak memberikan pengaruh nyata terhadap peubah kerapatan stomata pada 6 dan 12 BSP. Tanggap peubah jumlah klorofil dan kerapatan stomata terhadap pupuk N disajikan pada Tabel 7. Tabel 7 Jumlah klorofil dan kerapatan stomata pada berbagai dosis pupuk nitrogen Dosis N 0 126 252 378 504 Pola Respon¢
Jumlah Klorofil (mg cm-2) 6 BSP 12 BSP 0.043 0.043 0.047 0.045 0.046 0.047 0.046 0.048 0.047 0.047 Q* Q*
Kerapatan Stomata (mm-2) 6 BSP 12 BSP 204.3 206.5 206.6 210.9 207.1 212.1 209.2 211.6 210.6 209.7 tn tn
Keterangan : ¢ : uji kontras polynomial ortogonal; Q: kuadratik;*: berbeda nyata pada taraf 5%; **: berbeda nyata pada taraf 1%; tn: tidak nyata ; BSP: bulan setelah perlakuan
Jumlah klorofil berkorelasi positif dengan tinggi tanaman (0.923), lingkar batang (0.921) dan panjang pelepah ke-9 (0.930) pada umur 12 BSP. Hal ini menunjukkan bahwa jumlah klorofil memiliki hubungan yang erat dengan peubah morfologi tanaman karena klorofil berperan dalam proses berlangsungnya fotosintesis. Semakin tinggi jumlah klorofil semakin meningkatkan pertumbuhan vegetatif tanaman kelapa sawit. Pemberian pupuk N sebesar 378 g N tanaman-1 meningkatkan jumlah klorofil sebesar 11.63% dibandingkan dengan kontrol pada 12 BSP. Hasil penelitian Rubio et al. (2009) menunjukkan bahwa nitrogen berperan sebagai penyusun dari banyak senyawa, integral klorofil dan meningkatkan kualitas daun yang mempengaruhi fotosintesis. Corley dan Mook (1972) menunjukkan kahat N pada bibit kelapa sawit umur 12 bulan menyebabkan penurunan jumlah klorofil dan penangkapan cahaya sebagai akibat dari peningkatan resistensi dan residual stomata. Korelasi peubah tinggi tanaman, lingkar batang, panjang pelepah ke-9, dan jumlah klorofil tanaman kelapa sawit pada umur 12 BSP disajikan pada Lampiran 6. Kadar hara daun Pemberian pupuk N berpengaruh sangat nyata secara kuadratik terhadap kadar N daun pada 6 BSP. Hal ini menunjukkan bahwa pemberian pupuk N sudah mencapai dosis optimum kecuali pada umur 12 BSP tidak berpengaruh nyata. Tanggap peubah kadar N terhadap pupuk nitrogen disajikan pada Tabel 8.
20
Tabel 8 Kadar N pada berbagai dosis pupuk nitrogen Kadar N (%) 6 BSP 12 BSP 0 2.12 1.76 126 2.43 1.67 252 2.89 1.61 378 2.92 1.75 504 3.12 1.75 Pola Respon¢ Q** tn Keterangan : ¢ : uji kontras polynomial ortogonal; Q: kuadratik;*: berbeda nyata pada taraf 5%; **: berbeda nyata pada taraf 1%; tn: tidak nyata ; BSP: bulan setelah perlakuan. Dosis N
Tabel 8 menunjukkan bahwa kadar N daun mengalami penurunan saat umur 12 BSP. Penurunan kadar hara N ini diduga karena mobilitas nitrogen yang sangat tinggi di dalam jaringan sel terutama di permukaan daun dan dipengaruhi curah hujan. Hal ini didukung oleh hasil penelitian Lee et al. (2011) bahwa salah satu faktor yang memengaruhi kadar hara daun yaitu curah hujan. Data iklim yang diperoleh dari hasil pengukuran ombrometer di lokasi menunjukkan ketika dilakukan pengambilan sampel pada bulan Maret 2014, curah hujan tinggi > 300 mm bulan-1 (Lampiran 5). Kehilangan N akibat pencucian, aliran permukaan dan volatilisasi dapat dikurangi dengan menyesuaikan waktu dan cara aplikasi pupuk N (Goh dan Hardter 2003). Pupuk N secara statistik tidak memberikan pengaruh nyata terhadap kadar N daun pada umur 12 BSP, hasil analisis daun (leaflet dari daun pelepah ke-9) pada 12 BSP, kadar N sebesar 1.61 – 1.76% N. Hasil ini lebih rendah dibandingkan dengan status hara critical nutrient level pelepah ke-9 pada tanaman belum menghasilkan sebesar 2.50% untuk N (IFIA 1992), keseimbangan kadar hara dalam tanaman belum tercapai sehingga perlu ditingkatkan dosis pupuk N agar tercapai keseimbangan kadar hara dalam tanaman. Penentuan Optimasi Dosis Nitrogen Hasil penelitian Sugiono et al., (2005) menunjukkan bahwa penentuan jenis dan dosis pupuk mempertimbangkan hasil analisis tanah, analisis daun, umur tanaman, gejala kahat hara, kondisi di lapangan, produktivitas kelapa sawit serta kondisi iklim terutama curah hujan. Penentuan dosis optimum pupuk nitrogen berdasarkan peubah tinggi tanaman, lingkar batang, dan luas daun pelepah ke-9 disajikan pada Tabel 9. Berdasarkan peubah peubah tinggi tanaman, lingkar batang, dan luas daun pelepah ke-9, dosis optimum pupuk nitrogen untuk tanaman kelapa sawit belum menghasilkan umur satu tahun adalah 345.8 g tanaman-1 tahun-1.
21
Tabel 9 Persamaan regresi dan dosis optimum pupuk nitrogen pada tanaman kelapa sawit TBM 1 Peubah
Umur (BSP)
Tinggi Tanaman
12
Lingkar Batang
Luas Daun Pelepah ke-9
7 9 10 12 9 10 11 12 Rata-Rata
Persamaan
Dosis Optimum (g N tanaman-1)
Y= -0.00026x2+0.197x+294.5 Y= -0.00005x2+0.035+52.39 Y= -0.00004x2+0.029x+56.33 Y= -0.00004x2+0.023x+74.59 Y= -0.00003 x2+0.026x+78.77 Y= -0.000001x2+0.000836x+1.224 Y= -0.000004 x2+0.002x+1.100 Y= -0.000005 x2+0.003x+1.225 Y= -0.000001x2+0.000668x+1.829
377.4 350.0 362.5 287.5 433.3 418.0 250.0 300.0 334.0 345.8± 60.2
Keterangan : BSP: bulan setelah perlakuan
Neraca Hara Neraca hara dihitung pada perlakuan optimum (378 g N tanaman-1) pada akhir perlakuan (12 BSP). Serapan hara oleh jaringan tanaman hanya dari bagian atas tanaman (pelepah dan anak daun) tanpa mengikutsertakan akar dan batang kelapa sawit TBM 1, dengan mengacu rumus Aholoukpe et al. (2013): DWfrond = 1.147 + 2.135* DWrachis, DWfrond: berat kering bagian atas tanaman (pelepah dan anak daun) tanaman-1, DWrachis: berat kering rachis. Hasil perhitungan neraca hara disajikan pada Tabel 10. Tabel 10 Neraca hara nitrogen pada dosis 378 g N tanaman-1 umur 12 BSP Uraian Sumber hara
Kadar hara N Tanah awal (g) Pupuk (g)
Total sumber Recovery nutrient Total recovery nutrient Efisiensi pemupukan (%) Pupuk yang tidak terukur (%)
Tanah akhir (g) Serapan tanaman (g)
1956.3 378.0 2334.3 2157.5 136.9 2294.5 36.2 63.8
Tabel 10 menunjukkan bahwa efisiensi pemupukan nitrogen percobaan ini sebesar 36.2% dengan persentase pupuk N yang tidak terukur sebesar 63.8%. Hasil efisiensi pemupukan N pada penelitian tergolong baik jika dibandingkan dengan efisiensi pemupukan N sebesar 30-50% (Gonggo et al. 2006). Hasil Pupuk N pada percobaan ini mendukung dalam pertumbuhan vegetatif tanaman kelapa sawit TBM 1. N merupakan faktor utama pendukung pertumbuhan vegetatif, batang dan daun (Rubio et al. 2009; Munawar 2011). Kehilangan N pada penelitian ini diduga akibat pencucian (leaching), mobilisasi (mikroorganisme tanah dan tanaman), imobilisasi (anorganik menjadi organik), volatilisasi
22
(penguapan dan nitrifikasi) dan terfiksasi (adsorpsi) oleh koloid tanah. Hasil penelitian Tisdale dan Nelson (2005) menunjukkan bahwa kehilangan N melalui leaching dan denitrifikasi diperkirakan mencapai 80%. Hasil penelitian Darwis (2012) menunjukkan bahwa kehilangan N sebesar 73.7%. Dinamika Hara Pengamatan dinamika hara dilakukan pada perlakuan kontrol (tanpa pupuk N) dan perlakuan optimum dengan dosis 378 g N tanaman-1 saat akhir penelitian (12 BSP). Pengambilan sampel dilakukan pada tiga titik kedalaman yang mewakili pergerakan hara didalam piringan, yaitu kedalaman 0-20 cm, 20-40 cm, dan 40-60 cm. Data hasil pengamatan dinamika pergerakan hara N kelapa sawit TBM 1 di piringan disajikan pada Gambar 4.
Gambar 4 Dinamika pergerakan hara N total dalam tanah Hasil analisis menunjukkan bahwa kadar N pada perlakuan dosis 378 g N tanaman-1 lebih tinggi dari kontrol, namun kadar N pada kedua perlakuan tersebut menurun secara perlahan dengan peningkatan kedalaman profil tanah. Pergerakan hara N terakumulasi pada kedalaman 0-20 cm (permukaan) sebesar 0.18 % untuk dosis 378 g N tanaman-1 dan 0.15 % untuk perlakuan kontrol. Hal ini diduga karena sebagian hara N dari pupuk belum banyak tercuci ke dalam lapisan tanah yang lebih dalam. Hasil penelitian Tisdale et al. (1985) yang menunjukkan bahwa pada kondisi presipitasi tinggi, NO3- tercuci dari horizon atas tanah sedangkan selama musim kemarau nitrat diakumulasikan pada bagian atas horizon tanah
23
bahkan di permukaan tanah. Nitrogen dalam bentuk NO3-, bersifat sangat larut di dalam air dan tidak dijerap oleh kompleks jerapan tanah sehingga nitrogen mudah hilang karena aliran permukaan dan pencucian hara (Havlin et al. 2005). Percobaan II Optimasi Pupuk Fosfor pada Tanaman Kelapa Sawit Belum Menghasilkan Umur Satu Tahun Penambahan pupuk fosfor ke dalam tanah sampai dosis sebesar 510 g P2O5 tanaman-1 meningkatkan peubah morfologi maupun fisiologi tanaman. Rekapitulasi hasil sidik ragam pengaruh fosfor terhadap peubah morfologi dan fisiologi pada tanaman kelapa sawit dapat dilihat pada Tabel 11. Tabel 11 Rekapitulasi hasil sidik ragam pengaruh pupuk fosfor terhadap peubah morfologi dan fisiologi pada tanaman kelapa sawit Waktu Pengamatan (BSP) 0 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12
TT tn tn tn tn tn tn tn tn tn L** L* L* Q**
Respon Perlakuan Pupuk Fosfor Morfologi Fisiologi LB JP PP LD PB JK KS KP tn tn tn tn tn tn tn tn tn tn tn tn tn tn tn tn tn tn tn tn tn tn tn tn tn tn tn tn tn tn tn tn Q* tn tn tn tn Q** tn tn tn tn Q** tn tn tn Q** Q** tn L* tn Q* Q** tn tn tn L* Q** tn tn L* Q** tn Q** tn L* tn tn
Keterangan: *: nyata pada α = 5% , **: nyata pada α = 1% , tn: tidak nyata pada α = 5%, -: tidak diamati, L= Linier, Q= Quadratik, BSP:bulan setelah perlakuan, TT: tinggi tanaman, LB: lingkar batang, JP: jumlah pelepah, PP: panjang pelepah ke-9, LD: luas daun pelepah ke-9, PB: persentase berbunga; JK: jumlah klorofil, KS: kerapatan stomata, KP: kadar hara P daun
Tanggap Morfologi Tanaman Tinggi Tanaman Perlakuan pupuk fosfor meningkatkan pertumbuhan tinggi tanaman secara linier pada umur 9-11 BSP dan berpengaruh sangat nyata secara kuadratik pada 12 BSP. Perlakuan dosis 382.5 g P2O5 tanaman-1 meningkatkan tinggi tanaman sebesar 9.33% dibandingkan kontrol pada umur 12 BSP. Peningkatan tinggi tanaman ini sesuai dengan hasil penelitian Darwis (2012) menunjukkan bahwa pupuk fosfor meningkatkan tinggi bibit kelapa sawit. Tanggap peubah tinggi tanaman pada pupuk fosfor disajikan pada Tabel 12.
24
Tabel 12 Tinggi tanaman pada berbagai dosis pupuk fosfor Dosis P2O5 0 127.5 255 382.5 510 Pola Respon¢
0 BSP 162.63 164.15 165.89 158.93 160.40 tn
7 BSP 256.48 264.33 268.10 272.73 274.07 tn
Tinggi tanaman (cm) 8 BSP 9 BSP 10 BSP 273.88 279.33 287.87 279.95 288.17 289.00 281.07 293.40 290.07 283.95 296.31 296.67 288.68 310.83 315.07 tn L** L*
11 BSP 292.07 304.03 304.67 305.17 318.07 L*
12 BSP 292.07 306.30 308.97 319.33 308.73 Q**
Keterangan : ¢ : uji kontras polynomial ortogonal; L: linier; Q: kuadratik;*: berbeda nyata pada taraf 5%; **: berbeda nyata pada taraf 1%; tn: tidak nyata ; BSP: bulan setelah perlakuan
Lingkar Batang Penambahan fosfor meningkatkan lingkar batang secara linier pada umur 11, 12 BSP dan berpengaruh nyata secara kuadratik pada umur 9, 10 BSP (Tabel 13). Perlakuan dosis 382.5 g P2O5 tanaman-1 meningkatkan tinggi tanaman sebesar 19.86% dibandingkan kontrol pada umur 12 BSP. Tanggap peubah lingkar batang pada dosis pupuk fosfor disajikan pada Tabel 13. Tabel 13 Lingkar batang pada berbagai dosis pupuk fosfor Dosis P2O5 0 127.5 255 382.5 510 Pola Respon¢
0 BSP 28.90 29.03 30.30 28.19 28.98 tn
7 BSP 49.87 52.60 55.13 52.35 53.13 tn
Lingkar batang (cm) 8 BSP 9 BSP 10 BSP 11 BSP 53.17 54.01 73.63 77.10 56.57 57.77 76.73 83.53 57.80 59.71 77.27 81.03 56.62 64.27 84.67 82.40 57.40 58.03 77.33 93.73 tn Q** Q* L*
12 BSP 79.03 85.20 87.30 94.73 97.80 L*
Keterangan : ¢ : uji kontras polynomial ortogonal; L: linier; Q: kuadratik;*: berbeda nyata pada taraf 5%; **: berbeda nyata pada taraf 1%; tn: tidak nyata ; BSP: bulan setelah perlakuan
Jumlah Pelepah Pupuk fosfor berpengaruh nyata secara kuadratik terhadap jumlah pelepah pada umur 7-12 BSP (Tabel 14). Pemberian dosis 382.5 g P2O5 tanaman-1 meningkatkan jumlah pelepah sebesar 46.87 % dibandingkan kontrol pada umur 12 BSP. Pertumbuhan tanaman kelapa sawit, salah satu diantaranya ditentukan oleh jumlah pelepah. Tanggap peubah jumlah pelepah pada dosis pupuk fosfor disajikan pada Tabel 14.
25
Tabel 14 Jumlah pelepah pada berbagai dosis pupuk fosfor Dosis P2O5 0 127.5 255 382.5 510 Pola Respon¢
0 BSP 14 15 15 15 14 tn
7 BSP 25 29 29 29 29 Q*
Jumlah pelepah (helai) 8 BSP 9 BSP 10 BSP 11 BSP 26 27 29 30 33 36 39 43 32 36 39 43 32 36 38 43 33 36 39 43 Q** Q** Q** Q**
12 BSP 32 46 47 47 47 Q**
Keterangan : ¢ : uji kontras polynomial ortogonal; L: linier; Q: kuadratik;*: berbeda nyata pada taraf 5%; **: berbeda nyata pada taraf 1%; tn: tidak nyata ; BSP: bulan setelah perlakuan
Panjang Pelepah ke-9 Pemupukan fosfor tidak memberikan pengaruh nyata terhadap peubah panjang pelepah ke-9. Tanggap peubah panjang pelepah ke-9 pada dosis pupuk fosfor disajikan pada Tabel 15. Tabel 15 Panjang pelepah ke-9 pada berbagai dosis pupuk fosfor Dosis P2O5 0 127.5 255 382.5 510 Pola Respon¢
0 BSP 119.81 120.79 124.51 126.31 126.11 tn
7 BSP 147.31 151.84 153.64 155.02 149.77 tn
Panjang pelepah ke-9 (cm) 8 BSP 9 BSP 10 BSP 148.63 165.23 173.40 157.37 166.93 174.63 159.00 167.77 175.03 160.77 168.60 176.48 156.93 166.07 174.03 tn tn tn
11 BSP 188.10 190.59 193.53 196.97 197.99 tn
12 BSP 195.58 200.43 201.08 206.38 209.71 tn
Keterangan : ¢ : uji kontras polynomial ortogonal; L: linier; Q: kuadratik;*: berbeda nyata pada taraf 5%; **: berbeda nyata pada taraf 1%; tn: tidak nyata ; BSP: bulan setelah perlakuan
Luas Daun Pelepah ke-9 Pemberian pupuk fosfor meningkatkan luas daun pelepah ke-9 secara linier pada umur 9 BSP dan berpengaruh secara kuadratik pada umur 12 BSP. Peningkatan luas daun pelepah ke-9 dosis 382.5 g P2O5 tanaman-1 sebesar 23.78% dibandingkan dengan kontrol pada 12 BSP. Ketersediaan unsur hara P yang optimum dapat mengoptimalkan pertumbuhan daun kelapa sawit. Daun sangat penting bagi tanaman karena menjadi tempat berlangsungnya fotosintesis yang menghasilkan fotosintat. Hasil penelitian Barker dan Pilbeam (2007) menunjukkan bahwa ketersediaan fotosintat akan memacu pertumbuhan vegetatif tanaman, meningkatkan jumlah dan ukuran organ tanaman serta sebagai sumber energi bagi tanaman. Tanggap peubah luas daun pelepah ke-9 pada berbagai dosis pupuk fosfor disajikan pada Tabel 16.
26
Tabel 16 Luas daun pelepah ke-9 pada berbagai dosis pupuk fosfor Dosis P2O5 0 127.5 255 382.5 510 Pola Respon¢
0 BSP 0.40 0.42 0.39 0.39 0.39 tn
7 BSP 0.99 1.02 1.03 1.03 1.05 tn
Luas daun pelepah ke-9 (m2) 8 BSP 9 BSP 10 BSP 11 BSP 1.22 1.19 1.10 1.16 1.22 1.21 1.33 1.24 1.24 1.22 1.32 1.25 1.26 1.32 1.44 1.33 1.25 1.44 1.35 1.26 tn L* tn tn
12 BSP 1.85 1.89 1.99 2.29 1.73 Q**
Keterangan : ¢ : uji kontras polynomial ortogonal; L: linier; Q: kuadratik;*: berbeda nyata pada taraf 5%; **: berbeda nyata pada taraf 1%; tn: tidak nyata ; BSP: bulan setelah perlakuan
Persentase Berbunga Pengamatan munculnya bunga mulai dilakukan pada umur 3 BSP. Penambahan hara P tidak memberikan pengaruh nyata pada persentase berbunga kelapa sawit TBM 1. Hasil penelitian menunjukkan bahwa persentase berbunga dalam kisaran 40-100% (Gambar 5). Persentase berbunga 100% tercepat pada umur 8 BSP dengan dosis pupuk 127.5 g P2O5 tanaman-1, kemudian pada dosis 382.5 dan 510 g P2O5 tanaman-1 mampu mencapai 100% berbunga pada 11 dan 12 BSP sedangkan perlakuan kontrol belum mencapai persentase berbunga 100% sampai akhir penelitian.
P2O5
P2O5
P2O5
P2O5
P2O5
Gambar 5 Pengaruh pupuk fosfor terhadap persentase berbunga kelapa sawit Hasil analisis tanah awal menunjukkan bahwa kadar P tersedia tergolong rendah (Lampiran 1). Hasil analisis kandungan P2O5 dalam pupuk SP-36 dapat dilihat pada Lampiran 4. Fosfor merupakan unsur essensial dari asam nukleat (DNA dan RNA) yang terlibat dalam penyimpanan dan transfer informasi genetik. P juga terkandung dalam ATP, senyawa penting yang terlibat dalam semua transfer energi dalam sel tanaman (Goh dan Hardter 2003). Pemberian pupuk P secara umum mampu meningkatkan pertumbuhan vegetatif tanaman kelapa sawit TBM 1 lebih baik dibandingkan kontrol. Kurva respon dan persamaan regresi untuk tinggi tanaman, lingkar batang, jumlah pelepah dan luas daun pelepah ke-9 pada umur 12 BSP disajikan pada Gambar 6.
27
(a)
(c)
(b)
(d)
Gambar 6 Kurva dan persamaan regresi respons tinggi tanaman (a), lingkar batang (b), jumlah pelepah (c), dan luas daun pelepah ke-9 (d) pada berbagai dosis pupuk fosfor umur 12 BSP Pola yang masih linier ini menunjukkan bahwa dosis pupuk yang digunakan kurang tinggi, rentang dosis yang digunakan terlalu sedikit atau jaraknya terlalu jauh (Ningsih 2013). Pola kuadratik menunjukkan bahwa pemberian pupuk fosfor meningkatkan pertumbuhan tanaman kelapa sawit TBM 1 hingga dosis optimum dan kemudian menurun pada dosis tertinggi 510 g P2O5 tanaman-1. Hasil percobaan ini, secara visual menunjukkan walaupun dosis pupuk yang diberikan sudah melewati dosis optimum, tetapi belum menunjukkan gejala toksisitas fosfor. Gejala khas defisiensi P pada tingkat sedang sukar diamati di lapang (Dobermann dan Fairhurst 2000; Sopandie 2014). Gejala defisiensi P pada tanaman kelapa sawit, meliputi pengurangan diameter batang, panjang pelepah dan pertumbuhan yang kerdil dengan daun yang sempit berwarna hijau kehitaman (Rao dan Terry 1989; Goh dan Hardter 2003). Tinggi tanaman berkorelasi positif dengan lingkar batang (0.987) dan jumlah pelepah (0.883) pada umur 12 BSP. Hal ini menunjukkan semakin meningkat tinggi tanaman, semakin meningkatkan lingkar batang sehingga meningkatkan jumlah pelepah baru. Hasil ini sejalan dengan Coasta (2012) menunjukkan bahwa pupuk anorganik dosis tinggi yang mengandung P2O5 berpengaruh lebih besar terhadap hasil tanaman. Peran fosfor dalam tanaman sangat penting karena tanaman tidak akan tumbuh dengan baik tanpa ketersediaan fosfor yang cukup (Dobermann dan Fairhurst 2000). Korelasi peubah tinggi tanaman, lingkar batang, dan jumlah pelepah tanaman kelapa sawit pada umur 12 BSP disajikan pada Lampiran 7.
28
Tanggap Fisiologi Tanaman Jumlah Klorofil dan Kerapatan Stomata Pemberian pupuk fosfor berpengaruh nyata secara kuadratik pada 6 BSP dan secara linier pada 12 BSP terhadap jumlah klorofil, tetapi tidak berpengaruh nyata terhadap peubah kerapatan stomata tanaman. Tanggap peubah jumlah klorofil dan kerapatan stomata pada berbagai dosis pupuk fosfor disajikan pada Tabel 17. Tabel 17 Jumlah klorofil dan kerapatan stomata pada berbagai dosis pupuk fosfor Dosis P2O5 0 127.5 255 382.5 510 Pola Respon¢
Jumlah Klorofil (mg cm-2) 6 BSP 12 BSP 0.043 0.043 0.043 0.045 0.044 0.045 0.045 0.049 0.044 0.050 Q* L*
Kerapatan Stomata (mm-2) 6BSP 12 BSP 205.80 209.40 206.50 214.50 209.30 218.70 208.50 220.20 209.10 219.30 tn tn
Keterangan : ¢ : uji kontras polynomial ortogonal; L: linier; Q: kuadratik;*: berbeda nyata pada taraf 5%; **: berbeda nyata pada taraf 1%; tn: tidak nyata ; BSP: bulan setelah perlakuan
Respon linier pupuk fosfor menunjukkan bahwa semakin tinggi pemberian dosis pupuk fosfor sampai dosis tertinggi (510 g P2O5 tanaman-1), meningkatkan jumlah klorofil daun. Pemberian pupuk fosfor dosis 510 g P2O5 tanaman-1 meningkatkan jumlah klorofil sebesar 16.28% dibandingkan kontrol pada umur 12 BSP. Jumlah klorofil pada percobaan ini berkisar antara 0.043-0.050 mg cm-2. Hasil penelitian ini sesuai dengan hasil penelitian Darwis (2012) menunjukkan bahwa aplikasi pupuk fosfor meningkatkan jumlah klorofil. Jumlah klorofil secara nyata berkorelasi positif erat dengan tinggi tanaman (0.934) dan lingkar batang (0.968) pada umur 12 BSP. Korelasi ini menunjukkan bahwa jumlah klorofil memiliki hubungan erat dengan peubah pertumbuhan tanaman karena klorofil berperan dalam penangkapan cahaya matahari pada proses fotosintesis. Fotosintesis merupakan proses metabolisme kunci yang mempengaruhi sistem metabolisme dan proses fisiologi lainnya yang berkaitan dengan penyedia ATP dan kerangka karbon dalam lintasan respirasi dan mengendalikan sistem transport (Marschner 1995). Fosfor berperan penting dalam aktivitas fotosintesis, karena terkait dengan kandungan karbohidrat sebagai sumber energi untuk pertumbuhan dan perkembangan tanaman. Fosfor secara fisiologis berperan sebagai sintesis ATP, asam nukleat, fosfolipid dan hekso fosfat. Hekso fosfat berfungsi dalam transformasi CHO dalam fotosintesis sehingga klorofil vital untuk fotosintesis yang merupakan proses untuk menghasilkan makanan (Goh dan Hardter 2003; Karacan 2006). Korelasi peubah tinggi tanaman, lingkar batang, dan jumlah klorofil tanaman kelapa sawit pada umur 12 BSP disajikan pada Lampiran 7.
29
Kadar hara daun Pemberian pupuk fosfor tidak memberikan pengaruh nyata terhadap kadar P daun pada umur 6 dan 12 BSP (Tabel 18). Kadar hara P daun mengalami penurunan , sebesar 19-32% dibandingkan dengan 6 BSP pada umur 12 BSP. Kadar P daun, terendah pada dosis 0 g P2O5 tanaman-1 sebesar 0.17% P dan tertinggi pada dosis 510 g P2O5 tanaman-1 sebesar 0.19% P pada umur 12 BSP. Kandungan P daun tanaman kelapa sawit TBM 1 pada percobaan ini berada pada zona cukup, jika dibandingkan dengan critical nutrient level pelepah ke-9 tanaman kelapa sawit muda sebesar 0.15% P (IFIA 1992). Tabel 18 Kadar P pada berbagai dosis pupuk fosfor Kadar P (%)
Perlakuan Dosis P 0 127.5 255 382.5 510 Pola Respon¢
6 BSP
12 BSP
0.21 0.27 0.28 0.26 0.28
0.17 0.18 0.16 0.18 0.19
tn
tn
Keterangan : ¢ : uji kontras polynomial ortogonal; tn: tidak nyata ; BSP: bulan setelah perlakuan
Penentuan Optimasi Dosis Fosfor Pemberian pupuk fosfor berpengaruh nyata secara kuadratik terhadap tinggi tanaman, lingkar batang, dan luas daun pelepah ke-9. Hal ini menunjukan bahwa fosfor memegang peran penting dalam nutrisi tanaman agar tanaman dapat tumbuh normal. Penentuan dosis optimum pupuk fosfor didasarkan pada peubah morfologi tanaman yang yang diperoleh dari pengukuran setiap bulan. Penentuan dosis optimum pupuk fosfor disajikan pada Tabel 19. Tabel 19 Persamaan regresi dan dosis optimum pupuk fosfor pada tanaman kelapa sawit TBM 1 Peubah Tinggi Tanaman Lingkar Batang Luas Daun Pelepah ke-9
Umur (BSP)
Persamaan
Dosis Optimum (g P2O5 tanaman-1)
12
Y= -0.000184x2+0.130x+291.8
9 10
Y= -0.00008x2+0.050x+53.36 Y= -0.00006x2+0.043x+72.85
312.5 358.3
12
Y= -0.000004x2+0.002x+1.775
250.0
Rata-Rata
353.3.0
318.5± 50.1
Keterangan : BSP: bulan setelah perlakuan
Perhitungan dosis optimum dilakukan dengan menurunkan persamaan regresi kurva respon kuadratik peubah pertumbuhan. Berdasarkan persamaan regresi kurva respon kuadratik peubah lingkar batang, dan luas daun pelepah ke-9,
30
maka diperoleh dosis optimum pupuk fosfor untuk tanaman belum menghasilkan kelapa sawit di tahun pertama sebesar 318.5 g tanaman-1 tahun-1. Neraca Hara Neraca hara dihitung pada perlakuan optimum. Perhitungan neraca hara didasarkan pada hara awal yang ada dalam tanah dan penambahan hara dari pupuk. Hasil perhitungan neraca hara disajikan pada Tabel 20. Tabel 20 Neraca hara fosfor pada dosis 382.5 g P2O5 tanaman-1 umur 12 BSP Uraian Sumber hara Total sumber Recovery nutrient
Kadar hara P Tanah awal (g) Pupuk (g) Tanah akhir (g) Serapan tanaman (g)
Total recovery nutrient Efisiensi pemupukan (%) Pupuk yang tidak terukur (%)
49.3 168.3 217.6 78.2 20.0 98.2 12.0 88.0
Hasil perhitungan menunjukkan bahwa P total kandungan hara yang berasal dari tanah dan penambahan pupuk sebesar 217.6 g P tanaman-1. Pada akhir penelitian P total dalam tanah sebesar 78.2 g sedangkan P total dalam pelepah dan anak daun (tanpa mengikutsertakan akar dan batang) sebesar 20.0 g, maka efisiensi pemupukan P sebesar 12.0%, hasil ini dibandingkan dengan efisiensi hara P sebesar 10-15% (Boroomand dan Grouh 2012) menunjukkan bahwa efisiensi yang dicapai pada penelitian ini cukup baik. Pupuk yang tidak terukur sebesar 88.0% diduga hilang karena P terjerap unsur-unsur logam seperti Al dan Fe sehingga P tidak tersedia di dalam tanah untuk pertumbuhan tanaman. Hasil ini sesuai dengan hasil analisis tanah (Lampiran 1). Bentuk-bentuk P yang terikat oleh unsur-unsur logam tersebut relatif tidak larut dalam tanah, dengan demikian ketersediaan hara P dalam tanah relatif rendah (Brady dan Weil 2002). Ketersediaan P di kebanyakan tanah maksimum pada rentang pH 6-6.5 (Havlin et al.2005). Dinamika Hara Pengamatan dinamika hara dilakukan untuk mengetahui pergerakan hara secara umum di termasuk akumulasi unsur hara total yang terbanyak berada dalam kedalaman tertentu di piringan tanaman kelapa sawit TBM 1. Pengamatan dinamika hara dilakukan pada akhir penelitian (12 BSP) pada perlakuan dosis optimum (382.5 g P2O5 tanaman-1) dan kontrol (tanpa perlakuan). Pengukuran dilakukan dengan mengambil sampel pada tiga titik kedalaman yang mewakili pergerakan hara, antara lain 0-20 cm, 20-40 cm, dan 40-60 cm. Data hasil pengamatan dinamika pergerakan hara P kelapa sawit TBM 1 di piringan disajikan pada Gambar 7.
31
Gambar 7 Dinamika pergerakan hara P total dalam tanah Data hasil pengamatan menunjukkan bahwa kadar P pada beberapa kedalaman tersebut berkisar antara 58.9-88.3 ppm untuk kontrol dan 57.72-103.56 ppm untuk perlakuan dosis 382.5 g P2O5 tanaman-1. Kadar P pada kedua perlakuan tersebut menurun seiring dengan peningkatan kedalaman profil tanah. Kadar hara P pada lapisan 20 cm lebih tinggi dibandingkan dengan lapisan 60 cm baik untuk perlakuan kontrol maupun perlakuan dosis optimum. Hasil tersebut diduga karena sifat P yang tidak mobil dan sukar larut di dalam tanah sehingga terakumulasi pada zona permukaan. Fosfor merupakan salah satu unsur hara esensial yang memiliki reaktivitas tinggi terhadap partikel tanah, jika P larut dari pupuk diberikan ke dalam tanah, P akan cepat bereaksi dengan partikel liat dan senyawa-senyawa Fe dan Al di dalam tanah sehingga akan berubah bentuk menjadi bentuk kurang larut dan tidak mudah tersedia bagi tanaman (Munawar 2011). Percobaan III Optimasi Pupuk Kalium pada Tanaman Kelapa Sawit Belum Menghasilkan Umur Satu Tahun Pemupukan kalium sampai dosis 784 g K2O tanaman-1 mempengaruhi peubah morfologi dan fisiologi tanaman secara linier dan kuadratik. Rekapitulasi hasil sidik ragam pengaruh pupuk kalium terhadap peubah morfologi dan fisiologi tanaman kelapa sawit dapat dilihat pada Tabel 21.
32
Tabel 21 Rekapitulasi hasil sidik ragam pengaruh pupuk kalium terhadap peubah morfologi dan fisiologi tanaman kelapa sawit Waktu Pengamatan (BSP) 0 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12
TT tn tn tn tn tn tn tn tn tn tn tn tn Q*
LB tn tn tn tn tn Q* Q** tn tn Q* tn Q* Q**
Respon Perlakuan Pupuk Kalium Morfologi Fisiologi JP PP LD PB JK KS KK tn tn tn tn tn tn tn tn tn tn tn tn tn tn tn tn tn tn tn tn tn tn tn tn tn L** tn L* tn tn tn tn tn tn tn tn L** tn tn tn Q* tn tn tn Q** tn tn tn Q** tn tn tn L** Q* L*
Keterangan: *: nyata pada α = 5% , **: nyata pada α = 1% , tn: tidak nyata pada α = 5%, -: tidak diamati, L= Linier, Q= Quadratik, BSP:bulan setelah perlakuan, TT: tinggi tanaman, LB: lingkar batang, JP: jumlah pelepah, PP: panjang pelepah ke-9, LD: luas daun pelepah ke-9, PB: Persentase berbunga; JK: jumlah klorofil, KS: kerapatan stomata, KK: kadar hara K daun
Tanggap Morfologi Tanaman Tinggi Tanaman Pemberian pupuk kalium berpengaruh secara kuadratik terhadap tinggi tanaman pada umur 12 BSP. Peningkatan pertumbuhan tinggi tanaman dengan perlakuan 588 g K2O sebesar 8.88% dibandingkan dengan kontrol pada 12 BSP. Tanggap peubah tinggi tanaman pada berbagai pupuk kalium disajikan pada Tabel 22. Tabel 22 Tinggi tanaman pada berbagai dosis pupuk kalium Dosis K2O 0 196 392 588 784 Pola Respon¢
0 BSP 158.66 162.46 165.82 167.70 166.34 tn
5 BSP 226.087 232.93 233.17 233.39 228.91 tn
Tinggi tanaman (cm) 6 BSP 9 BSP 10 BSP 240.27 279.33 287.87 246.73 280.97 288.67 248.05 283.40 293.82 257.87 298.40 298.13 248.13 282.88 294.00 tn tn tn
11 BSP 292.07 299.40 300.68 314.67 296.67 tn
12 BSP 292.07 310.20 308.83 318.00 313.00 Q*
Keterangan : ¢ : uji kontras polynomial ortogonal; Q: kuadratik;*: berbeda nyata pada taraf 5%; **: berbeda nyata pada taraf 1%; tn: tidak nyata ; BSP: bulan setelah perlakuan
Lingkar Batang Penambahan pupuk kalium dalam tanah berpengaruh nyata secara kuadratik terhadap lingkar batang pada umur 9, 11, dan 12 BSP. Peningkatan
33
lingkar batang dosis 588 g K2O sebesar 23% dibandingkan kontrol pada 12 BSP. Hasil ini sesuai dengan hasil penelitian Goh dan Hardter (2003) menunjukkan bahwa peningkatan lingkar batang dipengaruhi oleh aplikasi pupuk kalium. Tanggap peubah lingkar batang terhadap berbagai pupuk kalium disajikan pada Tabel 23. Tabel 23 Lingkar batang pada berbagai dosis pupuk kalium Dosis K2O 0 196 392 588 784 Pola Respon¢
0 BSP 25.18 28.97 28.73 29.72 30.46 tn
5 BSP 39.77 43.70 44.89 47.77 46.43 tn
Lingkar batang (cm) 6 BSP 9 BSP 10 BSP 44.20 55.54 73.63 47.67 57.49 75.47 48.85 57.79 74.72 51.77 66.21 79.53 50.23 56.80 76.53 tn Q* tn
11 BSP 77.10 78.40 79.52 87.87 79.57 Q*
12 BSP 79.03 86.40 90.27 97.20 84.13 Q**
Keterangan : ¢ : uji kontras polynomial ortogonal; Q: kuadratik;*: berbeda nyata pada taraf 5%; **: berbeda nyata pada taraf 1%; tn: tidak nyata ; BSP: bulan setelah perlakuan.
Jumlah Pelepah Perlakuan pupuk kalium meningkatkan jumlah pelepah secara linier pada 9 BSP sedangkan pada 10-12 BSP berpengaruh sangat nyata secara kuadratik. Peningkatan jumlah pelepah dengan dosis 588 g K2O sebesar 59.37% pada 12 BSP dibandingkan dengan kontrol. Tanggap peubah tinggi tanaman terhadap berbagai dosis pupuk kalium disajikan pada Tabel 24. Tabel 24 Jumlah pelepah pada berbagai dosis pupuk kalium Dosis K2O 0 196 392 588 784 Pola Respon¢
Jumlah pelepah (helai) 0 BSP 5 BSP 6 BSP 9 BSP 10 BSP 11 BSP 12 BSP 14 22 24 27 29 29 32 16 25 26 34 32 37 42 16 26 27 38 41 43 47 17 27 29 40 44 46 51 16 27 29 41 44 44 48 tn tn tn L** Q* Q** Q**
Keterangan : ¢ : uji kontras polynomial ortogonal; Q: kuadratik;*: berbeda nyata pada taraf 5%; **: berbeda nyata pada taraf 1%; tn: tidak nyata ; BSP: bulan setelah perlakuan.
Panjang Pelepah ke-9 Pemberian pupuk kalium tidak memberikan pengaruh nyata terhadap peubah panjang pelepah ke-9 pada 0-12 BSP. Tanggap panjang pelepah ke-9 kelapa sawit TBM 1 pada berbagai dosis pupuk kalium yang diberikan disajikan pada Tabel 25.
34
Tabel 25 Panjang pelepah ke-9 pada berbagai dosis pupuk kalium Dosis K2O 0 196 392 588 784 Pola Respon¢
0 BSP 118.11 121.32 123.47 123.43 122.86 tn
5 BSP 139.15 140.85 142.78 143.87 144.81 tn
Panjang pelepah ke-9 (cm) 6 BSP 9 BSP 10 BSP 147.31 173.40 188.10 152.05 173.43 190.67 153.44 174.93 194.66 154.95 184.75 203.89 153.47 176.21 195.08 tn tn tn
11 BSP 201.28 202.00 203.45 208.80 207.83 tn
12 BSP 200.89 207.30 205.69 215.76 207.20 tn
Keterangan : ¢ : uji kontras polynomial ortogonal; L: linier; Q: kuadratik;*: berbeda nyata pada taraf 5%; **: berbeda nyata pada taraf 1%; tn: tidak nyata ; BSP: bulan setelah perlakuan
Luas Daun Pelepah ke-9 Pemberian pupuk K tidak memberikan pengaruh nyata terhadap peubah luas daun pelepah ke-9 pada umur 0-12 BSP. Tanggap luas daun pelepah ke-9 kelapa sawit TBM 1 pada berbagai dosis pupuk kalium yang diberikan disajikan pada Tabel 26. Tabel 26 Luas daun pelepah ke-9 pada berbagai dosis pupuk kalium Dosis K2O 0 196 392 588 784 Pola Respon¢
Luas daun pelepah ke-9 (m2) 0 BSP 0.38 0.39 0.43 0.45 0.43 tn
5 BSP 0.92 0.98 0.93 1.06 1.06 tn
6 BSP 1.04 1.17 1.13 1.17 1.26 tn
9 BSP 10 BSP 1.19 1.10 1.18 1.18 1.24 1.09 1.47 1.22 1.20 1.23 tn tn
11 BSP 1.16 1.30 1.12 1.40 1.26 tn
12 BSP 1.85 1.93 1.94 2.11 1.93 tn
Keterangan : ¢ : uji kontras polynomial ortogonal; Q: kuadratik;*: berbeda nyata pada taraf 5%; **: berbeda nyata pada taraf 1%; tn: tidak nyata ; BSP: bulan setelah perlakuan
Persentase Berbunga Penambahan hara K dalam tanah tidak memberikan pengaruh nyata pada persentase berbunga kelapa sawit TBM 1 (Tabel 27). Hasil penelitian menunjukkan bahwa persentase berbunga 100% tercepat pada dosis pupuk 196 g K2O tanaman-1 umur 9 BSP. Perlakuan kontrol, 392, 588, dan 784 g K2O tanaman1 belum mencapai persentase berbunga 100% sampai akhir penelitian.
35
K2O
K2O
K2O
K2O
Gambar 8 Pengaruh pupuk kalium terhadap persentase berbunga kelapa sawit Secara umum pemberian pupuk kalium meningkatkan tinggi tanaman, lingkar batang dan jumlah pelepah sejak 5-12 BSP dibandingkan kontrol. Hasil penelitian Statistik Perkebunan (2005) menunjukkan bahwa tanaman dapat tumbuh dengan baik dan menghasilkan hasil yang tinggi diperlukan unsur hara yang cukup dan seimbang. Pola linier menunjukkan bahwa semakin tinggi pemberian dosis pupuk kalium (196, 392, 588 dan 784 g K2O tanaman-1) maka tinggi tanaman, lingkar batang dan jumlah pelepah akan semakin meningkat hingga dosis tertinggi (784 g K2O tanaman-1). Pola kuadratik menunjukkan bahwa pemberian dosis pupuk kalium meningkatkan tinggi tanaman, lingkar batang, dan jumlah pelepah hingga dosis optimum dan kemudian menurun pada dosis tertinggi. Tinggi tanaman berkorelasi positif nyata dengan jumlah pelepah (0.952) pada umur 12 BSP. Hal ini menunjukkan bahwa semakin meningkat tinggi tanaman semakin banyak jumlah pelepah pada tanaman kelapa sawit TBM 1. Luas daun pelepah ke-9 secara nyata berkorelasi positif dengan lingkar batang (0.942) dan panjang pelepah ke-9 (0.980) pada umur 12 BSP. Hal ini menunjukkan semakin meningkat luas daun pelepah ke-9 semakin meningkatkan lingkar batang sehingga meningkatkan panjang pelepah ke-9. Luas daun mencerminkan luas bagian yang melakukan fotosintesis, sehingga apabila luas daun semakin meningkat maka meningkatkan hasil fotosintat. Tanggap Fisiologi Tanaman Jumlah Klorofil dan Kerapatan Stomata Pemberian pupuk kalium meningkatkan jumlah klorofil secara linier pada umur 6 dan 12 BSP (Tabel 27). Pupuk kalium dosis 784 g K2O tanaman-1 meningkatkan kandungan klorofil sebesar 9.30% dibandingkan kontrol pada 12 BSP. Jumlah klorofil pada tanaman kelapa sawit lebih banyak dipengaruhi oleh faktor lingkungan dibandingkan faktor genetik (Farhana et al. 2007). Fungsi K
36
banyak terlibat dalam proses biokimia dan fisiologi yang sangat vital bagi pertumbuhan tanaman (Cakmak dan Kirkby 2008). Jumlah klorofil secara nyata berkorelasi positif erat dengan tinggi tanaman (0.898) dan panjang pelepah ke-9 (0.980) umur 12 BSP. Hal ini menunjukkan bahwa jumlah klorofil memiliki hubungan yang erat dengan peubah morfologi tanaman karena klorofil berperan dalam berlangsungnya fotosintesis. Semakin tinggi jumlah klorofil semakin meningkatkan pertumbuhan vegetatif tanaman kelapa sawit TBM 1. Peranan K yang paling penting adalah aktivator enzim yang berperan dalam fotosintesis, meningkatkan pertumbuhan dan indeks luas daun, transport asimilat (Samekto 2008; Maschner 2011). Luas daun menentukan intersepsi cahaya matahari sehingga mempengaruhi laju fotosintesis (Hardon et al. 1969). Jumlah klorofil yang tinggi menandakan bahwa proses fotosintesis dapat berjalan baik sehingga tanaman mendapatkan energi untuk pertumbuhannya (Suharno et al. 2007). Tabel 27 Jumlah klorofil dan kerapatan stomata pada berbagai dosis pupuk kalium Dosis K2O 0 196 392 588 784 Pola Respon¢
Jumlah Klorofil (mg cm-2) 6 BSP 12 BSP 0.041 0.043 0.043 0.044 0.043 0.044 0.045 0.046 0.046 0.047 L** L**
Kerapatan Stomata (mm-2) 6 BSP 12 BSP 188.90 210.60 207.80 216.70 213.40 218.30 216.90 226.20 211.60 215.40 tn Q*
Keterangan : ¢ : uji kontras polynomial ortogonal; Q: kuadratik;*: berbeda nyata pada taraf 5%; **: berbeda nyata pada taraf 1%; tn: tidak nyata ; BSP: bulan setelah perlakuan
Pemberian pupuk K berpengaruh nyata secara kuadratik pada umur 12 BSP, namun tidak berpengaruh nyata pada umur 6 BSP terhadap peubah kerapatan stomata (Tabel 27). Peningkatan kerapatan stomata dengan dosis 588 g K2O pada sebesar 7.41% pada umur 12 BSP dibandingkan dengan kontrol. Kalium merupakan salah satu unsur hara makro yang penting bagi tanaman karena terlibat langsung dalam beberapa proses fisiologi. Hal ini berkaitan dengan fungsi K yang terlibat dalam menjaga potensial osmotik tanaman, seperti pengaturan pembukaan dan penutupan stomata yang merupakan tempat masuknya suplai CO2 bagi fotosintesis tanaman (Corley dan Tinker 2003). Kerapatan stomata secara nyata berkorelasi positif erat dengan tinggi tanaman (0.983) dan panjang pelepah ke-9 (0.912) umur 12 BSP. Hal ini menunjukkan bahwa kerapatan stomata memiliki hubungan yang erat dengan peubah morfologi tanaman. Stomata memiliki beberapa karakteristik yang berfungsi mengatur laju fotosintesis, antara lain kerapatan, ukuran, dan konduktansi stomata (Khazaei et al. 2010). Kerapatan stomata dan ukuran stomata memiliki hubungan yang erat dengan konsentrasi CO2 yang berkaitan dengan konduktansi stomata. Woodward (1987) menyatakan bahwa kerapatan stomata sangat bergantung pada konsentrasi CO2, yaitu ketika konsentrasi CO2 naik maka jumlah stomata per satuan luas lebih sedikit yang akan mempengaruhi proses fotosintesis sehingga menekan pertumbuhan vegetatif. Korelasi peubah tinggi tanaman, panjang pelepah ke-9, kandungan klorofil dan kerapatan stomata
37
tanaman kelapa sawit pada umur 12 BSP disajikan pada Lampiran 8. Kurva dan persamaan regresi untuk respons kandungan klorofil dan kerapatan stomata disajikan pada Gambar 9.
(a)
(b)
Gambar 9 Kurva dan persamaan regresi respons jumlah klorofil (a) dan kerapatan stomata (b) pada berbagai dosis pupuk kalium umur 12 BSP Kadar hara daun Kadar hara tanaman menggambarkan kandungan hara yang terdapat di dalam jaringan tanaman sehingga dapat menunjukkan tingkat kecukupan, defisiensi, dan kelebihan hara (Ramadhaini 2013). Analisis dilakukan terhadap jaringan daun pada pelepah ke-9 tanaman kelapa sawit TBM 1 pada seluruh perlakuan dosis pupuk K pada umur 6 dan 12 BSP (Tabel 28). Tabel 28 Kadar K pada berbagai dosis pupuk kalium Dosis K2O 0 196 392 588 784 Pola Respon¢
Kadar K (%) 6 BSP 0.82 0.97 1.10 0.99 1.06 L*
12 BSP 0.85 0.88 1.08 0.91 1.01 L*
Keterangan : ¢ : uji kontras polynomial ortogonal; L: linier; Q: kuadratik;*: berbeda nyata pada taraf 5%; **: berbeda nyata pada taraf 1%; tn: tidak nyata ; BSP: bulan setelah perlakuan
Tabel 28 menunjukkan bahwa pemberian pupuk kalium meningkatkan kadar K daun secara linier pada 6 dan 12 BSP. Peningkatan kadar K daun dosis 392 g K2O sebesar 27.05% dibandingkan dengan kontrol pada 12 BSP. Kadar hara jaringan daun pelepah ke-9 kelapa sawit pada 12 BSP sebesar 0.85–1.08% K. Hasil ini, dibandingkan dengan critical nutrient level pelepah ke-9 tanaman kelapa sawit belum menghasilkan yaitu 1.00% K (IFIA 1992) menunjukkan bahwa konsentrasi K daun tergolong cukup sehingga keseimbangan kadar hara dalam tanaman sudah tercapai.
38
Penentuan Optimasi Dosis Kalium Optimasi dosis pemupukan dilakukan untuk menentukan jumlah pupuk yang sesuai dengan kebutuhan tanaman agar pemberian pupuk efektif. Pemupukan akan efektif jika sifat pupuk yang ditebarkan dapat menambah atau melengkapi unsur hara yang telah tersedia dalam tanah. Amisnaipa et al. (2009) menyatakan bahwa penentuan dosis optimum untuk mendapatkan hasil maksimum, dengan menurunkan persamaan regresi kurva respons peubah morfologi yang berpola kuadratik. Penentuan dosis optimum pemupukan kalium dapat dilihat pada Tabel 29. Tabel 29 Persamaan regresi dan dosis optimum pupuk kalium pada tanaman kelapa sawit TBM 1 Peubah
Umur(BSP)
Fungsi
Tinggi Tanaman
12 5 6 9 11 12 Rata-Rata
Y= -0.00007x2+0.077x+293.3 Y= -0.00002x2+0.021x+39.76 Y= -0.00002x2+0.020x+44.13 Y= -0.00003x2+0.027x+54.43 Y= -0.00002x2+0.024x+75.90 Y= -0.00007x2+0.065x+77.80
Lingkar Batang
Dosis optimum (g K2O tanaman-1) 550.0 525.0 500.0 450.0 600.0 464.3 514.9± 55.8
Berdasarkan persamaan regresi kurva respon kuadratik dari peubah yang dipakai antara lain tinggi tanaman dan lingkar batang, diperoleh dosis optimum pupuk kalium untuk tanaman kelapa sawit belum menghasilkan tahun pertama sebesar 514.9 g K2O tanaman-1 tahun-1. Penetapan dosis optimum menggunakan dasar teori fungsi kuadratik, fungsi tersebut mewakili keadaan hara dalam kondisi kahat, cukup dan berlebihan (Webb 2009). Neraca Hara Neraca hara dihitung pada perlakuan optimum (588 g K2O tanaman-1) berdasarkan hara awal yang ada di dalam tanah dan penambahan hara yang berasal dari pupuk. Pengukuran sampel tanah dilakukan sampai kedalaman 60 cm. Hasil perhitungan neraca hara disajikan pada Tabel 30. Hasil perhitungan menunjukkan bahwa total kandungan hara yang berasal dari tanah dan penambahan pupuk sebesar 635.77 g. Pada akhir penelitian K total dalam tanah sebesar 224.55 g sedangkan K total dalam pelepah dan anak daun (tanpa mengikutsertakan akar dan batang) sebesar 132.37 g, maka efisiensi pemupukan K sebesar 27.12%. Busyra (2010) menunjukkan bahwa penggolongan penggolongan efisiensi hara K sebesar 17-39%. Persentase pupuk yang hilang untuk K sebesar 57.14% dan pupuk yang terjerap dalam tanah sebesar 15.74%. K yang hilang disebabkan karena pencucian oleh air (leaching) dan adanya fiksasi K (Hardjowigeno 2010). Fiksasi K terjadi akibat terperangkapnya ion K di dalam rongga di ruang antar lapisan mineral liat tipe 2:1 yang berukuran sama dengan diameter ion K, sehingga tarikannya sangat kuat (Havlin et al. 2005).
39
Tabel 30 Neraca hara kalium pada dosis 588 g K2O tanaman-1 umur 12 BSP Uraian Sumber hara Total sumber Recovery nutrient
Tanah awal (g) Pupuk (g) Tanah akhir (g) Serapan tanaman (g)
Total recovery nutrient Efisiensi pemupukan (%) Pupuk yang tidak terukur (%)
Kadar hara K 147.7 488.0 635.8 224.5 132.4 356.9 27.0 73.0
Dinamika Hara Pengamatan dinamika hara dilakukan pada akhir pengamatan pada perlakuan optimum (588 g K2O tanaman-1) dan kontrol. Data hasil pengamatan dinamika pergerakan hara K kelapa sawit TBM 1 di piringan disajikan pada Gambar 10. Pengamatan dilakukan pada empat titik pengukuran yang mewakili pergerakan hara di piringan, setiap titik yang diambil sampel tanah secara komposit, pada kedalam 0-20 cm, 20-40 cm, dan 40-60 cm. Hasil pengamatan menunjukkan bahwa kadar K pada perlakuan dosis 588 K2O g tanaman-1 lebih tinggi dari kontrol. Pergerakan K terakumulasi pada kedalaman 0-20 cm (permukaan) sebesar 182.0 ppm untuk dosis 588 g K2O tanaman-1 dan 149.6 ppm untuk perlakuan kontrol. Kadar K pada kedua perlakuan tersebut menurun secara perlahan dengan peningkatan kedalaman profil tanah. Kadar K terendah pada kedalaman 40-60 cm sebesar 172.1 ppm untuk dosis 588 g K2O tanaman-1 dan 114.7 ppm untuk perlakuan kontrol. Hal ini diduga sebagian hara K dari pupuk belum banyak yang tercuci ke dalam lapisan tanah yang lebih dalam. Hasil penelitian Halim (2012) menunjukkan bahwa akumulasi kadar hara K tertinggi berada pada kedalaman media tanam 0-19.5 cm.
Gambar 10 Dinamika pergerakan hara K total dalam tanah
40
Pembahasan Umum Pemupukan dilakukan sesuai dengan kebutuhan tanaman dan karakteristik suatu wilayah (Webb et al. 2011). Pengelolaan pemupukan berdasarkan kebutuhan tanaman ditentukan oleh penggunaan hara yang efektif oleh tanaman. Selain itu perlu diupayakan memenuhi prinsip lima tepat (tepat cara, waktu, dosis, jenis, dan frekuensi) dalam pemupukan. Perhitungan dosis optimum dilakukan dengan menurunkan persamaan regresi kurva respon kuadratik peubah pertumbuhan. Hasil penelitian menunjukkan bahwa dosis optimum yang didapat pada masing-masing percobaan berada di atas dosis rekomendasi yang dipakai dengan kisaran untuk masing-masing sebesar 13.5-61.1% untuk N, 4.7-44.7% untuk P2O5, dan 17.1-45.7% untuk K2O. Hasil ini menunjukkan bahwa pupuk anorganik mampu memperbaiki kondisi tanah sehingga unsur hara yang berasal dari pupuk tunggal N, P, dan K tersedia untuk mendukung pertumbuhan tanaman. Hasil perbandingan antara dosis rekomendasi yang menjadi acuan dalam penelitian dengan dosis optimum yang didapat dapat dilihat pada Tabel 31. Tabel 31 Perbandingan antara dosis rekomendasi dan optimum pada tanaman kelapa sawit TBM 1 Pupuk (g tanaman-1 tahun-1)
Dosis Rekomendasi TBM 1a
Urea (N) SP-36 (P2O5) KCl (K2O)
252 255 392
Keterangan :
Dosis Optimum TBM 1b Rata-rata 345.8± 60.2 318.5± 50.0 514.9± 55.8
Minimum Maksimum 286 406 267 369 459 571
a
: dosis rekomendasi TBM 1 berdasarkan PPKS (2007), b: dosis optimum hasil penelitian TBM 1
Dari ketiga unsur yang diberikan sebagai pupuk, N memberikan pengaruh yang paling penting dan cepat (Supardi 1983). N juga menjadi bagian integral dari klorofil yang merupakan komponen utama dalam menyerap cahaya yang dibutuhkan pada fotosintesis (Barker dan Pilbeam 2007). Hampir pada seluruh tanaman N merupakan pengatur dari penggunaan P, K dan penyusun lainnya. Selain itu, kahat N mempengaruhi perkembangan dan fungsi kloroplas sehingga pertumbuhan tanaman akan lambat dan kerdil. Dari ketiga unsur yang diberikan sebagai pupuk, N merupakan satu-satunya unsur yang bila diberikan berlebihan akan sangat merugikan bagi tanaman. Aplikasi N yang berlebihan dapat mengakibatkan pencemaran air tanah dan air sungai melalui runoff dan leaching (Goh dan Hardter 2003). Fosfor merupakan komponen utama dari pembentukan ADP dan ATP yang digunakan untuk mensuplai energi dalam reaksi biokimia pada tumbuhan, sehingga kekurangan P akan mempengaruhi metabolisme. Berbeda dengan unsur hara N, kahat P tidak menunjukkan gejala spesifik di daun. Pada tanaman kelapa sawit kahat P menyebabkan penurunan panjang pelepah, diameter batang dan jumlah TBS menurun (Goh dan Hardter 2003). Kelebihan P juga dapat memperlambat penyerapan dan translokasi hara-hara mikro seperti Cu, Zn, dan Fe terutama pada tanah berpasir dan tanah gambut (Corley dan Tinker 2003).
41
Bersama-sama dengan unsur N dan P, K adalah unsur hara essensial primer bagi tanaman yang diserap oleh tanaman dalam jumlah yang lebih besar dibandingkan unsur-unsur hara lainnya, kecuali N. Meskipun kandungan K total di dalam tanah biasanya beberapa kali lebih tinggi daripada yang diserap oleh tanaman selama musim tanam, tetapi hanya sebagian kecil K tanah yang tersedia bagi tanaman (Munawar 2011). Peran utama dari K dalam tanaman sebagai aktivator berbagai enzim, meningkatkan ketahanan terhadap berbagai penyakit dan secara umum berperan sebagai lawan dari pengaruh N dan P. Pemakaian berlebihan dari K menyebabkan serapan dan translokasi dari kation lain terganggu, misalnya kadar Mg dalam daun menurun sehingga berdampak pada fotosintesis yang terganggu dengan gejala daun cepat menua dan mongering. Gejala kekurangan K akan memperlihatkan ujung dan permukaan daun berwarna kuning dan gejala klorotik yang tidak merata, laju pertukaran CO2 menurun, translokasi hasil menurun, pengambilan N dan pembentukan protein menurun (Supardi 1983).
5 SIMPULAN DAN SARAN Simpulan 1. Pupuk nitrogen meningkatkan tinggi tanaman, lingkar batang, jumlah pelepah, luas daun pelepah ke-9, dan jumlah klorofil. Kadar N (1.61-1.76% N) lebih rendah, dibandingkan dengan status hara critical nutrient level (2.50% N) pelepah ke-9 pada TBM. Dosis optimum pupuk nitrogen berdasarkan peubah tinggi tanaman, lingkar batang, dan luas daun pelepah ke-9, adalah 345.8 g N tanaman-1 pada tahun pertama. 2. Pupuk fosfor meningkatkan tinggi tanaman, lingkar batang, jumlah pelepah, luas daun pelepah ke-9, dan jumlah klorofil. Kadar P (0.17-0.19% P) berada pada zona cukup, dibandingkan dengan critical nutrient level (0.16% P) pelepah ke-9 pada TBM. Dosis optimum pupuk fosfor berdasarkan peubah tinggi tanaman, lingkar batang, dan luas daun pelepah ke-9 adalah 318.5 g P2O5 tanaman-1 pada tahun pertama. 3. Pupuk kalium meningkatkan tinggi tanaman, lingkar batang, jumlah pelepah, jumlah klorofil, kerapatan stomata, dan kadar K daun. Kadar K daun (0.851.08% K) tergolong cukup, dibandingkan critical nutrient level (1.00% K) pelepah ke-9 pada TBM. Dosis optimum pupuk kalium didasarkan pada peubah tinggi tanaman dan lingkar batang saja adalah 514.9 g K2O tanaman-1 pada tahun pertama.
Saran Perlu dilakukan penelitian lanjutan dengan penambahan dosis pupuk tunggal N, P, dan K pada fase TBM 2 untuk mengetahui efisiensi pemupukan N, P, dan K.
42
DAFTAR PUSTAKA Aholoukpè H, Dubos B, Flori A, Deleporte P, Amadji G, Chotte JL, Blavet D. 2013. Estimating aboveground biomass of oil palm: Allometric equations for estimating frond biomass. Forest Ecology Management. 292(2013):122–129. Adam H, Collin M, Richaud F, Beule T, Cros D, Omore A, Nodichao L, Nouy B, Tregear JW. 2011. Environmental regulation of sex determination in oil palm: current knowledge and insights from other species. Annals of Botany 108(8): 1529-1537. Amisnaipa, Susila AD, Situmorang R, Purnomo W. 2009. Penentuan kebutuhan pupuk kalium untuk budidaya tomat menggunakan irigasi tetes dan mulsa polyethylene. J Agron Indonesia 32(1):76-86. [ARAB] Agricultural Research and Advisory Bureau. 2000. Pocket guide identifying and treating nutrient deficiencies and other disorders in the Oil Palm. Selangor (Malaysia): Agricultural Research & Advisory Bureau (ARAB) Barker AV, Pilbeam DJ. 2007. Plant Nutrition. New York (USA): CRS Press. Boroomand N, Grouh MSH. 2012. Macroelements nutrition (NPK) of medicinal plants. J Med. Plants Research. 6(12): 2249-2255. Brady NC, Weil RR. 2002. The Nature and Properties of Soils. 31st ed. New York (US): Prentice-Hall, Upper Saddle River. Busyra BS. 2010. Kebutuhan fosfor berdasarkan status hara fosfat lahan sawah di provinsi Jambi. J Agron Indonesia. 8(1): 60-74. Cakmak J, Kirkby EA. 2008. Role of magnesium in carbon partitioning and alleviating photo oxidative damage. Physiol Plant. 133(4):692-704 Corley RHV, Gray BS. 1976. Yield and yield component. Di dalam: Corley RHV, Hardon JJ, Wood BJ, editors. Oil Palm Research. Amsterdam (NL): Elseiver Sci.Publ.Co. hlm 77-85. Corley RHV, Mook CK. 1972. Effects of nitrogen, phosphorus, potassium and magnesium on growth of the oil palm. Exp Agric. 8:347-353. Corley RHV, Tinker PB. 2003. The Oil Palm. 4th ed. Oxford (GB): Blackwell Science Ltd. Corley RHV. 2009. How much oil palm do we need? Environ Sci Policy 12: 134139. Darmawan. 2006. Aktivitas fisiologi kelapa sawit belum menghasilkan melalui pemberian nitrogen pada dua tingkat ketersediaan air tanah. J Agrivigor. 6(1):41-48 Darwis A. 2012. Optimasi pemupukan N dan P pada pembibitan utama Kelapa sawit. [tesis]. Bogor (ID): Institut Pertanian Bogor. [Ditjenbun] Direktorat Jendral Perkebunan Kementrian Pertanian. 2014. Produktivitas Kelapa Sawit Indonesia. [internet]. [diunduh Mei 2014]. Tersedia pada http://deptan.go.id/infoeksekutif/bun/BUNasem2012/Prodtv-KelapaSawit.pdf. Dobermann A, Fairhurst T. 2000. Rice Nutrient Disorder and Nutrient Management. Handbook Series Potash and Phosphate Institute (PPI). PPI of Canada (PPIC) and IRRI. p 191 .
43
Farhana MA, Yusop MR, Harun MH, Din AK. 2007. Performance of tenera population for the chlorophyll contents and yield component. Proceedings of the PIPOC II; 2007 Aug 26-30; Malaysia. p 701-705. Fairhurst, TH., Caliman JP, Hardter R, Witt C. 2006. Kelapa sawit: kelainan hara dan pengelolaannya. Potash and Phosphate Institute (PPI), Potash and Phosphate Institute of Canada (PPIC), International Potash Institute (IPI), French Agricultural Research Centre for International Development (CIRAD). [FAOSTAT] Food and Agriculture Organization of The United Nations. 2013. Top Export Indonesia 2010. [internet]. [diunduh 2013 Mei 2013]. Tersedia pada http://faostat3.fao.org/home/FAOSTAT export pal oil 2010.htm Fauzi Y, Widyastuti YE, Satyawibawa I, Hartono R. 2008. Kelapa Sawit: Budidaya, Pemanfaatan Hasil dan Limbah, Analisis Usaha dan Pemasaran. Edisi revisi. Jakarta (ID): Penebar Swadaya. 168 hal Fitter AH, Hay RKM. 1992. Fisiologi Lingkungan Tanaman. Andani S, Purbayanti, penerjemah. Yogyakarta (ID): Gajah Mada University Press. Terjemahan dari : Plant Physiology. Goh KJ, Hardter R. 2003. General oil palm nutrition. In T.H. Fairhurst, R. Hardter (Eds.). Oil Palm – Management for Large and Sustainable Yields. Norcross [US]: Potash and Phosphate Institute of Canada. p 191-230 Gonggo BM, Hasanudin, Indriani Y. 2006. Peran pupuk N dan P terhadap serapan N, efisiensi N dan hasil tanaman jahe di bawah tegakan tanaman karet. JIPI. 8(1):61-68. Hadi PU, Djulin A, Zakaria AK, Darwis V, Situmorang J. 2006. Prospek pengembangan sumber energi alternatif (Biofuel): fokus pada jarak pagar. Makalah Seminar Hasil Penelitian TA; 2006. Pusat Analisis Sosial Ekonomi dan Kebijakan Pertanian Halim. 2012. Optimasi Dosis Nitrogen dan Kalium pada Bibit Kelapa Sawit (Elaeis guineensis Jacq.) di Pembibitan Utama [tesis]. Bogor (ID): Institut Pertanian Bogor. Hardjowigeno S. 2010. Ilmu Tanah. Jakarta (ID): CV Akademika Pressindo. Hardon JJ, Williams CN, Watson I. 1969. Leaf area and yield in the oil palm in Malaya. Expl Agic. 5: 25-32. Hartley CWS. 1977. The Oil Palm. 2nd ed. London (GB): Longman Group Limited. Havlin JL, Beaton JD, Tisdale SM, Nelson WL. 1999. Soil Fertility and Fertilizers. 6th ed. New Jersey (US): Prentice Hall. Havlin JL, Beaton JD, Tisdale SL, Nelson WL. 2005. Soil Fertility and Fertilizer. New Jersey (US): Pearson Prentice Hall. Hetharie HGA, Wattimena M, Thenawidjaya H, Aswidinnoor N, Toruan-Mathius, Ginting G. 2007. Karakterisasi morfologi bunga dan buah abnormal kelapa sawit hasil kuljar. B Agron. 3:50-57. [IPOB] Indonesian Palm Oil Board. 2007. Indonesian Palm Oil in Numbers. Jakarta (ID): Indonesian Palm Oil Board. [IFIA] International Fertilizer Industry Association. 1992. Agricultural Research Station. Limburgerhof (GE): International Fertilizer Industry Association. Jones JB. 1998. Plant Nutrition Manual. Florida (US): CRC Press.
44
Karacan MS. 2006. Monitoring of changing chlorophyll content of Buxus sempervirens L. and Eunymus japonica L. fill leaves affected with air pollutants in Ankara. World J Agric Sci. 2(2): 1-6. Khazaei H, Monneveux P, Hongbo S, Mohammady S. 2010. Variation for stomatal characteristics and water use efficiency among diploid, tetraploid and hexaploid Iranian wheat landraces. Genet Resour Crop Evol. 57:307314. Koedadiri AD, Darmosarkoro W, Sutarta ES. 1999. Potensi dan Pengelolaan Tanah Ultisol pada Beberapa Wilayah Perkebunan Kelapa Sawit di Indonesia. Di dalam: Darmosarkoro W, Sutarta ES, Winarna, editor. Lahan dan Pemupukan Kelapa Sawit. Ed ke-1. Medan (ID): Pusat Penelitian Kelapa Sawit. Lee C, Zaharah AR, Musa MH, Norizan MS, Tan C. 2011. Leaf nutrient concentration in oil palm as affected by genotypes, irrigation and terrain. J Oil Palm Environ. 2: 38-47. Liu M. 2007. Phosphorus Requirement of St. Augustinegrass [disertasi]. Florida (USA): University of Florida. Lubis AU. 1992. Kelapa Sawit (Elaeis guineensis Jacq.). Medan (ID): Pusat Penelitian Perkebunan Marihat Bandar Kuala Pematang Siantar. Mangoensoekardjo S, Semangun H. 2005. Manajemen Agribisnis Kelapa Sawit. Yogyakarta (ID): Gadjah Mada University Press. Marjenah. 2001. Morfologi perbedaan naungan di persemaian terhadap pertumbuhan dan respon morfologi dua jenis semai Meranti. Rim Kal. 6(2): 7-12 Maschner H. 1995. Mineral Nutrition of Higher Plants. 2nd ed. San Diego (CL): Academic Press Inc. Maschner P. 2011. Mineral Nutrition of Higher Plants. 3rd ed. San Diego (CL): Academic Press Inc. Mattjik AA, Sumertajaya IM. 2006. Perancangan Percobaan dengan Aplikasi SAS dan Minitab. Ed ke-1. Bogor (ID): IPB Press. Munawar A. 2011. Kesuburan Tanah dan Nutrisi Tanaman. Bogor (ID):IPB Press Ng PHC, Gan HH, Goh KJ. 2011. Soil nutrient changes in Ultisols under oil palm in Johor, Malaysia. J Oil Palm Environ.2:93-104. Ningsih EP. 2013. Optimasi pemupukan kalsium dan magnesium pada bibit kelapa sawit (Elaeis guineensis Jacq.) di pembibitan utama [tesis]. Bogor (ID): Institut Pertanian Bogor. Palupi RE, Dedywiryanto Y. 2008. Kajian karakter toleransi terhadap cekaman kekeringan pada empat genotype bibit kelapa sawit (Elaeis guineensis Jacq.). B Agron. 34:24-32 Poeloengan Z, Fadli ML, Winarna, Rahutomo S, Sutarta ES.2007. Permasalahan Pemupukan pada Perkebunan Kelapa Sawit. Di dalam: Darmosarkoro W, Sutarta ES, Winarna, editor. Lahan dan Pemupukan Kelapa Sawit. Ed ke1. .Medan (ID): Pusat Penelitian Kelapa Sawit. [PPKS] Pusat Penelitian Kelapa Sawit. 2007. Panduan Pedoman Pemeliharaan Kelapa Sawit. Medan (ID): Balai Penelitian Kelapa Sawit Medan. [Puslitan] Pusat Penelitian Tanah. 2005. Analisis Tanah dan Tanaman. Jakarta (ID): Pusat Penelitian Tanah. Badan Penelitian dan Pengembangan Pertanian. Departemen Pertanian.
45
Ramadhaini RF. 2013. Optimasi dosis pupuk majemuk NPK dan kalsium pada bibit kelapa sawit (Elaeis guineensis Jacq.) di pembibitan utama [tesis]. Bogor (ID): Institut Pertanian Bogor. Rankine I, Fairhurst TH. 1999. Management of phosphorus, potassium and magnesium in mature oil palm. Better Crops International 13 (1): 10-15. Rao IM, Terry N. 1989. Leaf phosphate status, photosynthesis, and carbon partitioning in sugar beet. I. Change in growth, gas exchange, and calvin cycle enzyme. Plant Physiol. 90:814-819. Rubio V, Bustos R, Irigoyen ML, Cardona LX, Rojas TM, Paz AJ. 2009. Plant hormones and nutrient signaling. Plant Mol Biol. 69(4):361-373. doi:10.1007/s11103-008-9380-y. Salisbury FB, Ross CW. 1992. Fisiologi Tumbuhan. Ed ke-3. Bandung (ID): Institut Teknologi Bandung. Samekto R. 2008. Pemupukan. Yogyakarta (ID): Citra Aji Parama. Santosa E, Hari S, Iwan D. 2011. Peramalan produksi kelapa sawit menggunakan peubah agroekologi di Kalimantan Selatan. J Agron. Indonesia 39(3):193199. Sayer J, Ghazoul J, Nelson P, Boedhihartono AK. 2012. Oil palm expansion transforms tropical landscapes and livehoods. Global Food Secur.1: 114119. Sopandie D. 2014. Fisiologi Adaptasi Tanaman terhadap Cekaman Abiotik pada Agroekosistem Tropika. Bogor (ID): IPB Press. Statistik Perkebunan. 2005. Pengembangan dan Produksi Tanaman Perkebunan di Sulawesi Selatan. Sulawesi Selatan (ID): Dinas Perkebunan Provinsi Sulawesi Selatan. Sugiono E, Sutarta, Darmosarkoro S, Santono H. 2005. Peranan Perimbangan K, Ca, dan Mg Tanah dalam Penyusunan Rekomendasi Pemupukan Kelapa Sawit. Prosiding Pertemuan Teknis Kelapa Sawit Vol. 3: 43-45. 2005 April 19-20. Medan (ID): Pusat Penelitian Kelapa Sawit. Suharno I, Mawardi, Setiabudi N, Lunga S, Tjitrosemito. 2007. Efisiensi penggunaan nitrogen pada tipe vegetasi yang berbeda di stasiun penelitian Taman Nasional Gunung Halimun Jawa Barat. Biodiv. 8:287-294. Supardi G. 1983. Sifat dan Ciri Tanah. Bogor (ID): Institut Pertanian Bogor Sutarta ES, Adiwiganda MR, Poeloengan Z. 2003. Pengambilan Contoh Daun dan Tanah. Di dalam: Darmosarkoro W, Sutarta ES, Winarna, editor. Lahan dan Pemupukan Kelapa Sawit. Ed ke-1. Medan (ID): Pusat Penelitian Kelapa Sawit. --------------, Darmosarkoro W. 2005. Penggunaan Pupuk Majemuk pada Perkebunan Kelapa Sawit. Di dalam: Darmosarkoro W, Sutarta ES, Winarna, editor. Lahan dan Pemupukan Kelapa Sawit. Ed ke-1. Medan (ID): Pusat Penelitian Kelapa Sawit Taiz L, Zeiger E. 2002. Plant Pysiology. 3rd ed. Massachussetts (US) : Sinauer Associaties Publishers Inc. Tarmizi AM., Tayeb MD. 2006. Nutrient demands of tenera oil palm planted on inland soil of Malaysia. J. Oil Palm Res. 18(6):204-209. Tisdale SL, Nelson WL, Beaton DJ. 1985. Soil Fertility and Fertilizer. 4th ed. New York (US): Macmillan Publishing Company.
46
Tisdale SL, Nelson WL, Beaton JD, Havlin JL. 2005. Soil Fertility and Fertilizers an Introduction to Nutrient Management. New Jersey (US): Pearson Prentice Hall. Wachjar A, Kadarisma L. 2007. Pengaruh kombinasi pupuk organik cair dan pupuk anorganik serta frekuensinya terhadap pertumbuhan tanaman kakao (Theobrama cacao L.) belum menghasilkan. Bul Agron.35(3):212-216 Webb MJ. 2009. A conceptual framework for determining economically optimal fertilizer use in oil palm plantations with factorial fertilizer trials. Nutr. Cycl. Agroec. 83: 163-178 Webb MJ, Nelson PN, Rogers LG, Curry GN. 2011. Site specific fertilizer recommendations for oil palm smallholdres information from large plantations. J Plant Nutr. Soil Sci. 174: 311-320. Widjaja AIPG. 1995. Penggunaan Uji Tanah dan Analisis Daun sebagai Dasar Rekomendasi Pemupukan. [Materi Kuliah dan Praktikum] Pelatihan dan Pembinaan Uji Tanah dan Analisis Tanaman. Bogor (ID): Litbang Pertanian. Wilcove DS, Koh LP. 2010. Addressing the treats to biodiversity from oil palm agriculture. Biodiver.Conserv. 19:999-100 Winarna, Darmosarkoro W, Sutarta ES. 2003. Teknologi Pemupukan Tanaman Kelapa Sawit. Di dalam: Darmosarkoro W, Sutarta ES, Winarna, editor. Lahan dan Pemupukan Kelapa Sawit. Ed ke-1. Medan (ID): Pusat Penelitian Kelapa Sawit. Wong. 2009. Visual Symptoms of Plant Nutrient Deficiency in Nursery and Landscape Plants. Manoa (IT): University of Hawai. Woodward FI. 1987. Stomata numbers are sensitive to increase in CO2 from preindustrial levels. Nature 327(16):617-618. doi:10.1038/327617a0.
47
.
LAMPIRAN
48
Lampiran 1 Hasil analisis sampel tanah awal Sifat-sifat tanah Tekstur Pasir (%) Debu (%) Liat (%) pH H2O pH KCl C-organik (%) N-total P-tersedia (ppm) P-total (ppm) Nilai tukar kation
Nilai1)
Ca (me 100 g-1) Mg (me 100 g-1) K (me 100 g-1) Na (me 100 g-1) KTK (me 100 g-1)
17.34 28.67 53.99 4.55 3.85 2.15 0.19 10.15
Kriteria**
Nilai2)
Kriteria**
Metode/ekstraktan Pipet
Masam
pH meter pH meter Walkey and Black Kjedahl Bray 1 HCl 25% NH4 Acetat 1 M pH 7.0
Sedang Rendah Rendah
18.63 22.75 58.63 4.55 3.85 2.19 0.20 11.15
4.14 1.86 0.38 0.28 34.38
Rendah Sedang Sedang Rendah Tinggi
3.68 1.56 0.3 0.24 34.18
Rendah Sedang Sedang Rendah Tinggi
KB (%)
19.39
Sangat rendah
16.81
Sangat rendah
Kemasaman Al (me 100 g-1) H (me 100 g-1)
10.84 2.34
Masam
Sedang Rendah Rendah
NH4 Acetat 1 M pH 7.0 KCl 1 N
10.65 3.03
Keterangan : Analisis tanah awal dilakukan pada bulan Maret 2013 di Laboratorium Departemen Ilmu Tanah dan Sumberdaya Lahan, Fakultas Pertanian IPB, 1): piringan,2): gawangan,**: Berdasarkan kriteria umum penelitian sifat kimia tanah, pusat penelitian tanah 2005.
Lampiran 2 Kriteria sifat kimia tanah Sifat-sifat tanah C-organik (%) N-total (%) C/N P2O5 HCl (me 100 g-1) P2O5Bray-I (ppm) K2O HCl 25% (me 100 g-1) Ca (me 100 g-1) K (me 100 g-1) Mg (me 100 g-1) Na (me 100 g-1) KTK (me 100 g-1) KB (%) Al (%) pH H2O
Sangat rendah <1 <0.1 <5 <10 <10 <10 <2 <0.1 <0.4 <0.1 <5 <20 <10 Sangat masam <4.5
Sumber : Pusat Penelitian Tanah (2005)
Rendah
Sedang
Tinggi
1-2 0.1-0.2 5-10 10-20 10-15 10-20 2-5 0.1-0.2 0.4-1.0 0.1-0.3 5-17 20-35 10-20
2.01-3.00 0.21-0.50 10-15 21-40 15-25 21-40 6-10 0.3-0.5 1.1-2.0 0.4-0.7 17-24 36-50 21-30 Agak masam 5.6-6.5
3.01-5.0 0.51-0.75 16-25 41-60 25-35 41-60 11-20 0.6-1.0 2.1-8.0 0.8-1.0 25-60 51-70 31-60
Masam 4.5-5.5
Netral 6.6-7.5
Sangat Tinggi >5 >0.75 >25 >60 >35 >60 >20 >1.0 >8.0 >1.0 >60 >70 >60 Agak Alkalis 7.66-8.5
49
Lampiran 3 Dosis rekomendasi pemupukan PPKS kelapa sawit TBM 1 Jenis pupuk Urea SP-36 KCl
Dosis pupuk ( g tanaman-1 tahun-1) 600 750 700
Sumber: PPKS 2007
Lampiran 4 Hasil analisis pupuk anorganik pada penelitian Pupuk Parameter
Hasil uji mutu
Urea
N (%) Kadar air (%)
41.77 2.38
SP 36
P2O5 (%) Kadar air (%)
34.04 5.28
KCl
K2O (%) Kadar air (%)
55.81 2.02
Keterangan : Analisis pupuk dilakukan pada bulan Februari 2013 di Laboratorium Departemen Ilmu Tanah dan Sumberdaya Lahan, Fakultas Pertanian IPB
Lampiran 5 Rata-rata curah hujan, hari hujan, suhu dan kelembaban udara April 2013-Maret 2014 Bulan-tahun April-13 Mei-13 Juni-13 Juli-13 Agus-13 Sept-13 Okt-13 Nov-13 Des-13 Jan-14 Feb-14 Mar-14 Total
Curah hujan (mm) 506 231 85 367 64 60 176 280 506 606 352 398 3631
Hari hujan (hari) 22 18 7 15 2 3 15 16 24 20 15 13 170
Suhu rata-rata (0C) 25-31 25-32 27-33 26-32 27-34 28-34 27-33 26-32 25-31 25-31 26-31 26-31 26-32
RH rata-rata (%) 80 74 68 80 66 66 68 76 80 80 80 80 898
Sumber : Pengukuran manual dengan ombrometer di lokasi Kebun Pendidikan dan Penelitian Kelapa Sawit Jonggol IPB-Cargill, Kecamatan Jonggol, Kabupaten Bogor
50
Lampiran 6 Sidik ragam uji korelasi antara peubah morfologi dan fisiologi pada optimasi pupuk nitrogen umur 12 BSP Peubah TT LB JP PP LD JK KS KN
TT 1.000 * 0.854a tn 0.993 ** 0.982 ** 0.265 tn 0.923 ** 0.842 tn 0.330 tn
LB
1.000 * 0.807 tn 0.928 * 0.568 tn 0.921 * 0.638 tn -0.013 tn
JP
1.000 * 0.968 * 0.262 tn 0.879 tn 0.864 tn 0.342 tn
PP
LD
JK
KS
1.000 * 0.395 tn 0.930 * 0.794 tn 0.178 tn
1.000 * 0.389 tn 0.430 tn -0.186 tn
1.000 * 0.801 tn 0.366 tn
1.000 * 0.631 tn
KN
1.000 *
Keterangan: a: nilai korelasi pearson *: nyata pada α = 5%, **: nyata pada α = 1% , tn: tidak nyata pada α = 5%, TT: tinggi tanaman, LB: lingkar batang, JP: jumlah pelepah, LD: luas daun pelepah ke-9, JK: jumlah klorofil, KS: kerapatan stomata, KN: kadar N daun
Lampiran 7 Sidik ragam uji korelasi antara peubah morfologi dan fisiologi pada optimasi pupuk fosfor umur 12 BSP Peubah TT LB JP PP LD JK KS KP
TT 1.000 * 0.987a ** 0.883 * 0.745 tn 0.652 tn 0.934 * 0.774 tn 0.158 tn
LB
1.000 * 0.805 tn 0.714 tn 0.703 tn 0.968 ** 0.724 tn 0.154 tn
JP
1.000 * 0.851 tn 0.291 tn 0.669 tn 0.906 * 0.211 tn
PP
LD
JK
KS
1.000 * 0.013 tn 0.551 tn 0.950 * 0.407 tn
1.000 * 0.799 tn 0.113 tn -0.311 tn
1.000 * 0.530 tn 0.198 tn
1.000 * 0.124 tn
KP
1.000 *
Keterangan: a: nilai korelasi pearson *: nyata pada α = 5%, **: nyata pada α = 1% , tn: tidak nyata pada α = 5%, TT: tinggi tanaman, LB: lingkar batang, JP: jumlah pelepah, LD: luas daun pelepah ke-9, JK: jumlah klorofil, KS: kerapatan stomata, KP: kadar P daun
51
Lampiran 8 Sidik ragam uji korelasi antara peubah morfologi dan fisiologi pada optimasi pupuk kalium umur 12 BSP Peubah TT LB JP PP LD JK KS KK
TT 1.000 * 0.806a tn 0.952 * 0.879 tn 0.812 tn 0.898 * 0.983 ** 0.395 tn
LB
1.000 * 0.808 tn 0.903 * 0.942 * 0.794 tn 0.707 tn 0.284 tn
JP
1.000 * 0.804 tn 0.782 tn 0.875 tn 0.912 * 0.617 tn
PP
LD
JK
KS
1.000 * 0.980 ** 0.943 * 0.855 tn 0.058 tn
1.000 * 0.916 * 0.765 tn 0.098 tn
1.000 * 0.905 * 0.212 tn
1.000 * 0.315 tn
KK
1.000 *
Keterangan: a: nilai korelasi pearson *: nyata pada α = 5%, **: nyata pada α = 1% , tn: tidak nyata pada α = 5%, TT: tinggi tanaman, LB: lingkar batang, JP: jumlah pelepah, LD: luas daun pelepah ke-9, JK: jumlah klorofil, KS: kerapatan stomata, KK: kadar hara K daun
52
RIWAYAT HIDUP Penulis dilahirkan di Bandar Lampung pada tanggal 7 November 1989 dari pasangan (alm) Ayahanda Rasjid Pranoto dan Ibunda Siti Amonah. Penulis merupakan anak bungsu dari empat bersaudara. Pendidikan dasar dan menengah diselesaikan pada tahun 1995 – 2007 di SD Kartika Jaya II-5 Bandar Lampung, SMPN 2 Bandar Lampung dan SMAN 2 Bandar Lampung. Pada tahun 2007, penulis diterima melalui jalur USMI (Ujian Seleksi Masuk IPB) pada Program Studi Agronomi dan Hortikultura, Fakultas Pertanian, Institut Pertanian Bogor. Pada tahun 2012, penulis diterima sebagai mahasiswa pada Pascasarjana Institut Pertanian Bogor dengan Program Studi Agronomi dan Hortikultura. Selama mengikuti pendidikan di Pascasarjana Institut Pertanian Bogor, penulis bergabung dalam organisasi GITA SWARA PASCASARJANA IPB.