22
3 PENGGUNAAN UNSUR FOSFOR DAN NITROGEN PADA TANAMAN LEGUM PAKAN Indigofera zollingeriana DAN NON LEGUM Setaria italica (L.) BEAUV DALAM MODEL SISTEM TUMPANGSARI Pendahuluan
Latar Belakang Tumpangsari merupakan penanaman dua atau lebih tanaman secara berdekatan untuk mendukung interaksi antar tanaman tersebut (Sullivan 2003) pada tempat dan waktu yang sama secara terus-menerus (Andrews dan Kassam 1976). Di Indonesia, praktek tumpangsari ini banyak dilakukan terutama selain untuk menyiasati keterbatasan lahan, juga bertujuan untuk penganekaragaman hasil panen dan ketahanan pangan keluarga petani. Kegiatan peternakan biasanya tidak terlepas dari kegiatan pertanian di daerah pedesaan di Indonesia,. Hasil limbah pertanian yang dihasilkan biasanya juga dimanfaatkan untuk pakan ternak, meskipun kualitas nutrisi dari pakan hasil limbah pertanian sudah relatif menurun. Salah satu upaya yang perlu diuji coba untuk menjaga ketahanan pangan dan sekaligus pakan dalam keluarga petani/peternak dengan tetap mempertahankan status nutrisi yang baik dari tanaman dapat dilakukan dengan tumpangsari antara tanaman hijauan pakan ternak dengan tanaman pangan alternatif, misalnya pertanaman campuran antara Indigofera zollingeriana (Indigofera) dengan Setaria italica (L.) Beauv (Hotong). Legum pemfiksasi nitrogen dapat menjadi bagian dari sistem tumpangsari. Legum berkontribusi dalam menjaga kesuburan tanah melalui peningkatan fiksasi nitrogen dalam sistem sehubungan dengan karakter kompetitif yang lebih dari tanaman sereal (biji-bijian) terhadap nitrogen inorganik tanah. Hal ini akan memicu pada pelengkapan dan penggunaan yang lebih efisien dari sumber N tanah. Tumpangsari tanaman legum dan sereal membuka kesempatan untuk meningkatkan input fiksasi N ke dalam agroekosistem tanpa mempertimbangkan penggunaan N oleh sereal, tingkat produksi dan stabilitas (Intercrop 2002). Indigofera merupakan suatu genus dari Famili Fabaceae (Leguminosae) yang
23
potensial, namun belum banyak dieksplorasi di Indonesia. Indigofera merupakan tanaman semak tahunan atau semak tumbuh rendah dengan tinggi dari 1 – 4 m dengan daun yang menyirip dan karakter bunga Papilionaceous dari famili Fabaceae. Spesies yang berbeda beradaptasi pada kisaran iklim tropik dan subtropik (Bechtol dan Rita 2009). I. zollingeriana merupakan salah satu jenis Indigofera yang banyak terdapat di daerah di Pulau Jawa dan Pulau Sumatera. Tanaman ini toleran terhadap kekeringan, genangan air, dan tahan terhadap salinitas. Kandungan protein kasar dan mineral yang tinggi menjadikan tanaman ini berpotensi sebagai sumber protein pengganti konsentrat disamping juga sebagai sumber mineral. Menurut Abdullah dan Suharlina (2010) kandungan protein kasar Indigofera 20.4 – 27.60%, serat kasar 10.97 – 21.40%, NDF sebesar 49.40 – 59.97%, ADF sebesar 26.23 – 37.82% dengan KCBK dan KCBO masingmasing sebesar 67.39 – 81.80% dan 65.77 – 80.47%. Hassen et al (2007) menyatakan bahwa kandungan Ca Indigofera sebesar 0.97 – 4.52%, 0.19 – 0.33% P, dan 0.21 – 1.07% Mg. Penggunaan Indigofera pada ternak kambing mampu meningkatkan produksi susu sampai 18% dan meningkatkan bobot kambing perah dara sampai 75% (Tarigan 2009). Studi yang dilakukan oleh Hassen et al. (2007) mendapatkan spesies Indigofera juga dapat memenuhi Ca, Mg, Zn dan Mn ternak ruminansia, tetapi penting untuk mensuplementasi P dan Cu dari sumber lainnya untuk memenuhi kebutuhan mineral ternak ruminansia. S. italica (L) Beauv yang di daerah asalnya lebih dikenal dengan nama Hotong, merupakan komoditas sumber karbohidrat harapan baru yang saat ini sedang dikembangkan, terutama di Pulau Buru (Maluku). Hotong dapat tumbuh pada daerah semi arid, tropis, subtropis dengan kondisi tanah mulai dari tanah pasir sampai liat (Brink 2006). Tanaman Hotong dapat tumbuh pada tanah yang kurang subur, namun tanaman ini bereaksi positif terhadap fosfor (P) dan nitrogen (N), sehingga tanah dengan kandungan fosfor dan nitrogen yang cukup akan menghasilkan produksi yang lebih baik (Krishiworld 2005). Hotong merupakan alternatif pengganti beras yang baik, tercatat mengandung karbohidrat sebesar 63.2 – 81.32%, protein 11.2 – 14.05%, lemak 2.4 - 4%, kalsium 31% dan Fe 2.8% per 100g (Brink 2006; Herodian 2008). Biji hotong mengandung komponen bioaktif yang mempunyai sifat antioksidan, antara lain adalah tanin dan vitamin
24
E. Tanin merupakan polifenol, salah satu antigizi yang terkandung di dalam bahan makanan. Komponen ini terutama banyak terkandung pada kulit arinya (Herodian 2008). Komposisi asam amino per 100 g biji adalah 103 mg tryptophan, 233 mg lysine, 296 mg methionin, 708 mg phenylalanine, 328 mg threonin, 728 mg valine, 1764 mg leucine dan 803 mg isoleucine (FAO 1970). Bijinya digunakan untuk konsumsi manusia dan juga sebagai pakan ternak unggas dan burung yang dikandangkan (FAO). Penanaman Hotong dengan sistem irigasi di China tercatat dapat memproduksi biji sekitar 11 t/ha dengan hasil jerami Hotong sekitar 2.5 t/ha/tahun. Sebagai hijauan, Hotong dapat menghasilkan sekitar 15 – 20 ton hijauan segar/ha atau 3.5 t/ha dalam bentuk hay (Brink 2006). Keunggulan Indigofera sebagai pakan sumber protein dan mineral dan Hotong baik sebagai pangan berkualitas maupun pakan yang berproduktivitas tinggi menjadikan kedua tanaman ini sangat berpotensi untuk dikembangkan. Berdasarkan penelitian sebelumnya ditemukan bahwa respon terhadap nitrogen berbeda pada setiap tanaman. Hal yang sama diduga terjadi pada penggunaan hara fosfor. Fosfor merupakan unsur hara yang sangat dibutuhkan tanaman legum dan biji-bijian/sereal (Marchner 1999) dan hanya dapat diserap akar sebagai fosfat terlarut. Fosfor secara normal merupakan unsur hara yang paling sedikit pada tanah tropis (Souchie et al. 2006). Fosfor, di dalam tanah tersedia bagi tanaman kurang dari 1% P total tanah. Konsentrasi P dalam larutan tanah rendah (0.05 – 0.3 µgP/ml) (Bolan 1991) dan 1.5 µM dalam bentuk P-PO4- (Marchner 1999). Kecepatan pengambilan hara oleh sistem perakaran tanaman bergantung pada kecepatan hara tanah mencapai permukaan akar tanaman. Efisiensi P dengan pupuk yang berbeda yang digunakan dalam sistem pertanian bergantung pada kapasitasnya untuk menyediakan P dalam bentuk terlarut dan tersedia untuk diambil tanaman, salah satu contohnya anion orthophosphate (Whitehead 2000). Ion P secara kimiawi berikatan dengan ion Fe dan Al pada permukaan tanah berliat yang bereaksi masam. Fosfor yang diaplikasikan dalam bentuk pupuk yang larut dalam air (water-soluble fertilizer) sangat cepat dikonversi ke dalam bentuk yang tidak tersedia bagi tanaman. Pada kondisi ini, keberadaan sumber organik yang mempunyai kandungan hara yang tinggi dapat dimanfaatkan lebih optimum. Limbah cair hasil pengolahan Monosodium Glutamat (sipramin) mempunyai
25
kandungan hara yang cukup baik yaitu pH 5.6, C organik 6.11%, N total 4.28%, P2O5 0.15%, K2O 0.40%, (Suharlina 2010). Efisiensi penggunaan nitrogen pada tanaman tebu keprasan (Saccharum officininarum L.) yang dipupuk dengan Sipramin 3.500 l ha-1 (18,47 kg kristal gula kg N-1) lebih besar dari efisiensi penggunaan nitrogen dengan pemupukan Sipramin dosis tinggi maupun ZA (Rusprasita et al. 2008). Penggunaan sipramin dengan penambahan unsur P dari rock phosphate - fosfat alam yang murah dan mudah tersedia akan menghasilkan pupuk sumber P yang murah, tinggi kandungan hara N, namun lambat tersedia bagi tanaman. Kemampuan tanaman untuk mengekstrak P sangat dipengaruhi oleh karakteristik akar dan kinerja mikoriza. Sehubungan dengan penyerapan P, Souchie et al. (2006) menyatakan bahwa kelompok komunitas mikroba tanah yang paling penting adalah
mikroba pelarut P dan FMA-fungi mikoriza
arbuskula. Fungi mikoriza arbuskular (FMA) merupakan komponen esensial pada sistem tanah-tanaman yang berkelanjutan (Smith dan Read 1997). FMA mempunyai kemampuan melarutkan mineral P dan meningkatkan ketersediaannya bagi tanaman (Dupponois et al. 2005) dan beberapa unsur hara mikro seperti Cu, Zn dan Bo, sehingga penggunaan FMA dapat digunakan sebagai alat biologis untuk mengefisienkan penggunaan pupuk buatan terutama P (Setiadi 1998). Hifa fungi mikoriza arbuskula dapat memediasi transfer unsur hara antara tanaman (Bethlenfalvay et al. 1996). Mikroorganisme ini menyediakan unsur hara bagi tanaman dengan mensekuestrasi/menangkap unsur hara dari tanah dan mentranslokasikannya
ke
tanaman
dan
kemudian
mikroorganisme
ini
mendapatkan energi dari tanaman inangnya. Hal ini akan mengakibatkan penggunaan unsur hara yang sangat efisien dan menurunkan ketergantungan terhadap input kimia dari luar (Uppal et al. 2008). Peningkatan penyerapan P dengan adanya mikoriza tanaman diketahui karena adanya peningkatan luas permukaan penyerapan (Abbot dan Robson 1977). Sejauh ini, studi tentang absorbsi P (bersumber dari fosfat alam) dan fungsi mikoriza pada tanaman pakan telah banyak dilakukan. Namun studi yang dilakukan lebih banyak terfokus pada respon tanaman terhadap aplikasi P dan mikoriza pada satu jenis tanaman (Manjunath et al. 1988; Liu et al. 2003;
26
Duponnois et al. 2005, Karanja et al. 2004; Sabannavar dan Lakshman 2009), tetapi belum mempelajari banyak tentang proses transfer dan pertukaran hara dalam sistem tumpangsari. Hingga saat ini, dasar fisiologi cendawan mikoriza arbuskula terhadap pertumbuhan tanaman belum sepenuhnya dimengerti.
Tujuan Penelitian Penelitian ini menguraikan proses transfer hara pada tanaman legum dan non legum dalam model sistem tumpangsari. Dalam penelitian ini diaplikasikan penggunaan mikoriza pada tanaman Hotong dan pemberian pupuk P buatan (slow release P- dari fosfat alam) pada tanaman legum pakan Indigofera yang ditanam secara bersamaan dalam model sistem tumpangsari.
27
Bahan dan Metode Waktu dan Tempat Penelitian ini dilaksanakan di rumah kaca di Bagian Ilmu Tumbuhan Pakan dan Pastura dan Laboratorium Nutrisi dan Teknologi Pakan, Fakultas Peternakan, Institut Pertanian Bogor dan di Laboratorium Kimia dan Biologi Tanah, Fakultas Pertanian, Institut Pertanian Bogor selama 6 bulan mulai dari Agustus 2011 sampai Januari 2012. Bahan dan Alat Bahan yang digunakan dalam penelitian ini antara lain: benih I. zollingeriana dan S.italica (L.) Beauv yang berasal dari Bagian Ilmu Tumbuhan Pakan dan Pastura, Fakultas Peternakan IPB, fungi mikoriza arbuskula yang diperoleh dari Laboratorium Teknologi Hutan, Pusat Penelitian Sumberdaya Hayati dan Bioteknologi, IPB yang berisi 4 jenis fungi (Gigaspora sp, Glomus manihotis, Glomus etunicatum, dan Acaulospora sp), pupuk P (fosfat alam, sipramin, abu jerami padi, dan tepung tapioka) fungisida tanah (nematisida, insektisida dan fungisida) berbahan aktif dazomet 98%, pestisida alami (bawang putih, cabe rawit dan deterjen), plastic fiber, screen nylon dengan bukaan lubang (aperture) berukuran 18 µm. Screen nylon ini tidak tembus air, namun bisa ditembus oleh hifa mikoriza yang berukuran berkisar 2 - 4 µm. Alat yang digunakan selama penelitian antara lain: penggaris/meteran, jangka sorong, thermohydrometer, flux meter, gunting, timbangan digital (ketelitian 0.01 dan 0.001) saringan tanah, plastik, oven, amplop kertas, object glass, cover glass, pinset, dan mikroskop.
Rancangan Penelitian Penelitian ini dirancang dengan Desain Pre-Experimental; static group comparison (Cooper dan Schindler 2003). Desain penelitian ini dipilih dengan pertimbangan bahwa dalam mempelajari proses transfer hara dari tanah ke tanaman tentunya tidak dapat dilakukan pada penelitian secara massal di lapangan, sehingga desain True Experimental tidak dapat digunakan. Perlakuan
28
yang diterapkan adalah beberapa level pemupukan pupuk P [fosfat alam – Ca3(PO4)2] dan penggunaan mikoriza. Level pemupukan pupuk P terdiri atas 0, 60, dan 120 Kg P/ha, sedangkan penggunaan mikoriza adalah (-M) tanpa mikoriza dan (+M) dengan mikoriza, 5 g/pot. Kombinasi perlakuan terdiri atas 6 kombinasi yaitu: (1) 0 kg P/ha dan (-M), (2) 60 kg P/ha dan (-M), (3) 120 kg P/ha dan (-M), (4) 0 kg P /ha dan (+M), (5) 60 kg P/ha dan (+M) dan (6) 120 kg P/ha dan (+M) Tiga puluh enam pot percobaan yang dirancang khusus terdiri atas 2 (dua) kompartemen dipisahkan oleh screen nylon (Gambar 4) digunakan untuk penanaman
Indigofera
dan
Hotong
secara
bersamaan.
Masing-masing
kompartemen berukuran tinggi 40 cm dan diameter 20 cm.
Gambar 4. Desain pot percobaan
Perlakuan pemupukan pupuk P diberikan pada kompartemen tanaman Indigofera
sedangkan
perlakuan
penggunaan
mikoriza
diberikan
pada
kompartemen tanaman Hotong. Penambahan pot percobaan (sebagai kontrol) juga dilakukan untuk penanaman setiap spesies secara monokultur yang bertujuan untuk membandingkan produktivitas tumpangsari dalam penelitian ini. Terdapat 6 (enam) pot percobaan lain yang diberikan perlakuan pupuk P dan mikoriza secara bersamaan pada masing-masing tanaman. Level pupuk P dan mikoriza untuk pertanaman monokultur ini adalah dosis terbaik dari pupuk P dan mikoriza berdasarkan penelitian yang telah dilakukan dan teori.
Keseluruhan unit pot
percobaan dalam penelitian ini berjumlah 42 pot. Seluruh pot diletakkan secara random di rumah kaca (Gambar 5)
29
Gambar 5. Lay out penelitian
Penelitian ini berlangsung selama 90 hari dengan 2 (dua) kali waktu pemanenan. Panen pertama dilakukan pada hari ke-60, yang merupakan waktu pemanenan yang terbaik untuk Indigofera sp (Suharlina 2010), sedangkan pada hari ke-60 itu Hotong masih dalam fase vegetatifnya. Panen pertama ini dilakukan pada 21 unit pot percobaan. Sedangkan sisa 21 pot percobaan dipanen pada hari ke-90.
Prosedur penelitian Penelitian ini diawali persiapan media tanam yang dilakukan dengan mengambil tanah pada kedalaman 20 cm dari permukaan tanah. Tanah berasal dari kebun penelitian Bagian Ilmu Tumbuhan Pakan dan Pastura, IPB. Tanah kemudian dikeringanginkan sekitar satu minggu dalam rumah kaca dan kemudian disaring dengan menggunakan saringan dengan ukuran 2.0 mm. Sampel tanah diambil secara komposit untuk dianalisis kandungan awal unsur haranya secara lengkap. Hasil analisis tanah awal dapat dilihat pada Tabel 4. Tabel 4 Analisis kandungan unsur hara tanah sebelum perlakuan*) pH
H2 O
KCl
4.40
3.50
COrg (%)
Ntotal (%)
Ptersedia (ppm)
P (HCl 25%) (ppm)
KTK (me/ 100g)
0.95
0.09
5.30
52.82
9.36
Al
H
NH4+ (ppm)
NO3(ppm)
178.20
1166.22
(me/100g) 7.82
0.45
Keterangan: *) hasil analisis Laboratorium Tanah, Fakultas Pertanian IPB
Pembuatan pupuk P buatan berbahan fosfat alam, sipramin, abu jerami padi, dan tepung tapioka dilakukan sebelum penelitian dimulai. Pembuatan pupuk P dilakukan dengan mencampurkan larutan sipramin dan fosfat alam dengan
30
perbandingan 1 : 2 (1 bagian sipramin dan 2 bagian fosfat alam).Kemudian, abu jerami padi (sebanyak 3%) dan tepung tapioka
(sebanyak 2 %) dari total
campuran sipramin dan fosfat alam ditimbang dan dicampur rata. Campuran diaduk sampai rata dan kemudian ditambahkan dengan larutan sipramin yang sudah ditimbang dan disiapkan terlebih dahulu. Setelah campuran teraduk rata, lalu dicetak dengan menggunakan cetakan plastik berlubang hingga menjadi butiran. Pupuk P buatan dikeringanginkan selama beberapa hari. Penambahan abu jerami padi pada pupuk ditujukan untuk menetralkan pH pupuk sebagai akibat pemakaian sipramin yang bersifat masam. Penggunaan tepung tapioka ditujukan sebagi filler. Komposisi unsur hara pupuk P buatan terdiri atas pH 6.20, 16.91% C-Organik, 1.42% N total, C/N rasio 11.91, 8.57 – 10.0 mg/100g P2O5, 1.86 mg/100g K2O, KTK 35.10 me/100g dan kadar air sebesar 9.31% (hasil analisis Laboratorium Tanah, Fakultas Pertanian IPB 2012). Pada saat penanaman, media tanam (tanah) yang telah dimasukkan ke pot difumigasi dengan menggunakan larutan fungisida berbahan aktif dazomet 98%. Kemudian dibiarkan (diinkubasi) selama 2 minggu. Fumigasi tanah bertujuan untuk mengkondisikan tanah menjadi steril, bebas dari mikroorganisme, khususnya fungi. Penanaman kedua individu tanaman dilakukan dengan menggunakan biji melalui penyemaian terlebih dahulu. Sebelum penyemaian, benih disterilkan dengan merendamnya dengan larutan kaporit selama 15 menit dengan suhu 70°C. Kemudian benih ditabur di bak penyemaian dan ditutupi selapis tanah. Penyemaian dengan metode ini menghasilkan perkecambahan yang rendah dan pertumbuhan kecambah Indigofera yang kurang baik karena terserang jamur Aspergillus flavus pada media tanam steril. Metode penyemaian yang lain dilakukan dengan menyemai benih dalam bak penyemaian yang berisi tanah, pasir dan pupuk kandang dengan perbandingan 1:1:1 (Gambar 6).
31
Gambar 6. Proses Penyemaian
Sebelum penanaman, bibit Indigofera dan Hotong (dengan 3 daun awal) dengan yang siap ditransplantasi ke pot percobaan diambil dari bak penyemaian dengan hati-hati. Kemudian akar bibit tanaman Indigofera dan Hotong dicuci dengan air mengalir untuk membersihkan akar dari media tanam awal yang tersangkut di akar. Tanaman Hotong diberi perlakuan inokulasi mikoriza yang diletakan pada dasar lubang tanam, sehingga akar Hotong diberi ruang untuk bersentuhan langsung dengan mikoriza pada saat penanaman. Perlakuan pemupukan pupuk organik P (sesuai level perlakuan pemupukan) pada tanaman Indigofera pada saat tanam dengan mengaplikasikannya di bagian dasar lubang tanam. Proses yang diharapkan terjadi dalam penelitian ini, mikoriza dapat mempercepat mineralisasi P pada kompartemen Indigofera dan membantu penyerapan P pada tanaman Hotong melalui hifa yang berkembang dalam rhizosfer dan dapat menembus screen nylon dan tanaman Indigofera dapat memberikan kontribusi N fiksasi terhadap Hotong. Proses ini diharapkan dapat meningkatkan produksi tanaman secara keseluruhan (Gambar 7)
32
Gambar 7
Desain proses transfer hara P dan N tanaman legum pakan Indigofera dan tanaman non legum Hotong dalam sistem tumpangsari
Setelah tiga hari penanaman, penambahan pupuk N dan K sebagai pupuk dasar dilakukan dengan dosis 30 Kg N/ha (Urea 46% N) dan 30 Kg K2O /ha [Muriate of Potash (MOP) 60.05% K2O] pada seluruh kompartemen, termasuk pada pot kontrol. Aplikasi kedua pupuk ini dilakukan dengan membuat lubang di kedua sisi permukaan media tanam (Gambar 8).
Gambar 8. Aplikasi pupuk N dan K
Pemeliharaan Selama periode penelitian, penyiraman tanaman dilakukan setiap hari pada sore hari. Tanaman Hotong yang tumbuh meninggi diberi penyangga agar tidak jatuh
33
dan patah. Pada periode pertumbuhan tanaman panen pertama, terdeteksi adanya serangan hama (serangga dan kutu) dan penyakit (diduga gejala defisiensi). Tindakan yang dilakukan hanya tindakan mekanis; menyingkirkan hama dengan cara membuang satu per satu kutu yag menyerang tanaman, karena hama kutu dan serangga yang menyerang masih sedikit. Pada periode pertumbuhan tanaman panen kedua, serangan hama tidak dapat lagi dilakukan dengan mekanis, tetapi secara biologis dengan menyemprotkan hama kutu menggunakan pestisida alami yang terbuat dari bawang putih, cabe rawit dan deterjen. Setelah penyemprotan, tanaman yang disemprot dibiarkan selama 15 – 30 menit, kemudian tanaman dibilas dengan air mengalir sampai sisa pestisida bersama dengan hama kutu yang sudah mati menjadi bersih.
Peubah yang diamati Dalam penelitian ini, peubah yang diamati meliputi pertumbuhan dan produksi Indigofera dan Hotong. Peubah pertumbuhan yang diamati meliputi : a. Bobot kering tajuk dan bobot kering akar (g/tanaman); dilakukan pada setiap panen dengan cara memanen tanaman dekat dengan permukaan tanah. Kemudian ditimbang dan dikeringkan dalam oven pada suhu 60 ⁰C selama + 3 hari. b. Jumlah nodul untuk Indigofera pada setiap panen. c. Bobot kering malai untuk Hotong pada setiap panen (g/tanaman).
Untuk peubah kualitas meliputi: a. Analisis kandunan P tajuk Indigofera dan Hotong pada setiap panen. b. Analisis kandungan N tajuk Indigofera dan Hotong pada setiap panen.
Untuk peubah dinamika unsur hara tanah dalam sistem tumpangsari a. Infeksi akar setiap panen pada kedua kompartemen. b. Serapan N dan P tajuk setiap panen pada kedua kompartemen. c. Analisis pH tanah setiap panen pada kedua kompartemen. d. P-total tanah (HCl 25%) setiap panen pada kedua kompartemen. e. P-tersedia tanah (P-Bray I) setiap panen pada kedua kompartemen.
34
f. P larutan tanah (WSP-Water Soluble Phosphate) setiap panen pada kedua kompartemen. g. N total tanah setiap panen pada setiap kompartemen. h. N-tersedia (N-NH4+ dan N-NO3-) tanah setiap panen pada setiap kompartemen. i. Bakteri pelarut P (dengan menggunakan dilution plate method). (Cara kerja dan prosedur analisis terlampir dalam Lampiran 4 – 12).
Analisis data Data yang diperoleh dari pengamatan dianalisis secara deskriptif untuk melihat pengaruh dari perlakuan yang diberikan. Uji T (paired two sample for means) untuk data berpasangan dilakukan untuk melihat perbedaan antar perlakuan secara umum. Uji T satu arah (P(T<=0.16) one tail) dilakukan untuk melihat apakah perlakuan dengan mikoriza lebih baik dibandingkan dengan perlakuan tanpa mikoriza pada tanaman Indigofera dan Hotong.
35
Hasil Pertumbuhan tanaman Pertumbuhan Indigofera dan Hotong selama penelitian dapat dilihat pada Tabel 5. Tabel 5 menunjukkan bahwa pada umur 60 hari, Indigofera menunjukkan akumulasi bobot kering tajuk yang relatif lebih rendah dibandingkan dengan umur 90 hari dan relatif masih lebih rendah dibandingkan dengan kontrol. Bobot kering tajuk Indigofera (+M) pada kompartemen Hotong bahkan relatif masih lebih rendah dibandingkan dengan Indigofera (-M) pada kompartemen Hotong. Tabel 5 Bobot kering tajuk dan akar Indigofera dan Hotong selama penelitian Pupuk P (kg/ha) Panen 60 hari Indigofera
Hotong
Panen 90 hari Indigofera
0 60 120 Rata-rata Kontrol 0 60 120 Rata-rata Kontrol
Bobot kering tajuk (g/tanaman)
Bobot kering akar (g/tanaman)
(-M)
(+M)
(-M)
(+M)
0.07 0.19 0.19 0.15
0.25 0.07 0.03 0.12 1.4 0.19 0.45 0.57 0.40 4.36
0.02 0.02 0.04 0.03
0.03
0.06 1.09 2.28 1.15
0.02 0.19 0.43 0.21
0.01 0.01 0.02 0.15 0.05 0.09 0.13 0.09 0.77
0.33 0.82 0.07 0.17 0 2.50 5.40 0.23 60 1.43 1.33 1.42 0.53 0.19 120 b a 1.39 2.55 0.28 0.59 Rata-rata 1.91 0.27 Kontrol 1.97 3.44 0.64 2.3 Hotong 0 1.77 1.00 1.03 60 2.21 0.13 0.38 120 0.46 1.21 b 1.55 2.10 0.59 1.24a Rata-rata 6.91 2.45 Kontrol Keterangan: Kontrol = (diberikan pupuk P dan mikoriza secara bersamaan pada setiap jenis tanaman), (-M) tanpa mikoriza dan (+M) dengan mikoriza. Huruf (a,b) pada kolom yang berbeda menunjukkan perlakuan (+M) lebih tinggi [P(T<=0.16) one tail] dibandingkan dengan perlakuan (-M).
36
Pada periode ini belum terlihat pola pertumbuhan akibat perlakuan yang diberikan. Pada umur 60 hari mikoriza belum dapat memengaruhi pertumbuhan Indigofera, karena belum berkembangnya hifa (Gambar 9).
Gambar 9 Akar Hotong dan Indigofera dengan perlakuan pupuk P(+M) umur 60 hari Pertambahan bobot kering tajuk terjadi sangat drastis pada pot Indigofera (+M) pada kompartemen Hotong berumur 90 hari, dengan penambahan 20 kali dibandingkan dengan umur 60 hari. Penambahan ini jauh lebih tinggi jika dibandingkan dengan Indigofera (-M) pada kompartemen Hotong umur 90 hari yang hanya mencapai penambahan sebesar 8 kali dibandingkan dengan umur 60 hari. Uji t berpasangan yang dilakukan terhadap Indigofera umur 90 hari (-M) dan (+M) pada kompartemen Hotong memperlihatkan bahwa bobot kering tajuk Indigofera (+M) pada kompartemen Hotong berumur 90 hari lebih tinggi (2.55 g/tanaman) dengan [P(T<=0.16) one tail] dibandingkan dengan bobot kering tajuk Indigofera (-M) pada kompartemen Hotong berumur 90 hari (1.39 g/tanaman).
37
Indigofera (+M) pada kompartemen Hotong yang berumur 90 hari diduga sudah terinfeksi oleh hifa mikoriza (Gambar 10) yang berasal dari kompartemen Hotong. Mikoriza yang terdapat pada kompartemen Hotong sudah berkembang dan sudah bekerja dengan baik, sehingga mampu menyeberang ke kompartemen Indigofera melalui screen nylon. Keberadaan mikoriza yang menginfeksi sistem perakaran Indigofera membantu penguraian P, sehingga menjadi tersedia bagi tanaman Indigofera. Selain itu, kejadian infeksi ini terbukti dengan adanya infeksi sebesar rata-rata 15% (Tabel 6) pada sistem perakaran Indigofera (+M) pada kompartemen Hotong.
Gambar 10 Akar Hotong dan Indigofera perlakuan pupuk P(+M) umur 90 hari
38
Tabel 6 Infeksi akar pada tanaman Hotong dan Indigofera pada perlakuan (+M) Pupuk P (kg/ha)
Infeksi akar (%) 60 hari 13 11 6 10 3 0 0
90 hari 19 Hotong 0 32 60 24 120 25 Rata-rata 30 Kontrol 7.6 Indigofera 0 32 60 6.5 120 0 0 15 Rata-rata 0 20 Kontrol Keterangan: Kontrol = (diberikan pupuk P dan mikoriza secara bersamaan pada setiap jenis tanaman)
Bobot kering akar Hotong (+M) lebih tinggi dibandingkan dengan bobot kering akar Hotong (-M) pada umur 90 hari. Akar tanaman Hotong (+M) lebih banyak tumbuh rambut akar dibandingkan dengan Hotong (-M).
Tabel 7 Jumlah nodul Indigofera dan bobot kering malai Hotong selama penelitian Pupuk P Jumlah nodul Bobot kering malai Umur panen (kg/ha) Indigofera (biji) Hotong (g/tanaman) (-M) (+M) (-M) (+M) 60 hari 0 1 0 0.007 0.012 60 0 1.33 0.16 0.04 120 1.33 1 0.15 0.2 Rataan 0.78 0.78 0.11 0.08 Kontrol 0.67 0.68 90 hari 0 0 1 0.64 2.3 60 0.33 1.03 1.33 1 120 3.67 1.33 0.13 0.38 Rataan 1.67 0.89 0.59 1.24 Kontrol 1.6 7.16 Keterangan: Kontrol = (diberikan pupuk P dan mikoriza secara bersamaan pada setiap jenis tanaman)
39
Jumlah nodul pada Indigofera dan bobot kering malai Hotong (Tabel 7) terlihat meningkat dari umur 60 hari ke umur 90 hari. Namun, perlakuan Indigofera (-M) lebih tinggi jumlah nodulnya dibandingkan dengan perlakuan (+M) pada umur 90 hari. Bobot kering malai Hotong (+M) lebih tinggi dibandingkan dengan (-M) pada umur 90 hari. Jumlah nodul Indigofera dan bobot kering malai Hotong kontrol pada umur 90 hari lebih tinggi dibandingkan dengan perlakuan.
Kandungan hara dan serapan P dan N tajuk tanaman Keseluruhan pertumbuhan tanaman dipengaruhi oleh hara yang diserap oleh tanaman sepanjang daur hidupnya. Tabel 8 memperlihatkan kandungan P dan N pada tajuk tanaman Indigofera dan hotong selama penelitian.
Tabel 8 Kandungan P dan N tajuk Indigofera dan Hotong selama penelitian Pupuk P (kg/ha) Panen 60 hari Indigofera
Hotong Panen 90 hari Indigofera
Hotong
P tajuk (%)
N tajuk (%)
(-M)
(+M)
(-M)
(+M)
0 60 120 Rata-rata Kontrol Rata-rata Kontrol
0.144 0.137 0.035 0.105
0.144 0.137 0.035 0.105 0.164 0.10 0.07
4.66 2.87 4.36 3.96
4.66 2.87 4.36 3.96 3.65 2.39 1.70
0 60 120 Rata-rata Kontrol 0 60 120 Rata-rata Kontrol
0.088 0.142 0.114 0.115
0.188 0.158 0.189 0.178 0.168 0.074 0.094 0.083 0.084 0.083
5.08 4.90 3.35 4.44
0.098
0.062 0.080 0.074 0.072
2.63
1.97 3.99 2.25 2.74
4.93 4.43 4.10 4.49 5.06 2.03 3.38 2.09 2.50 1.87
Keterangan: Kontrol = (diberikan pupuk P dan mikoriza secara bersamaan pada setiap jenis tanaman), (-M) tanpa mikoriza dan (+M) dengan mikoriza.
40
Kandungan P tajuk Indigofera (-M) dan (+M) pada kompartemen Hotong terlihat meningkat dari umur 60 hari ke umur 90 hari, sebaliknya pada Hotong cenderung menurun. Namun, kandungan P tajuk Indigofera dan Hotong (+M) umur 90 hari terlihat lebih tinggi dbandingkan dengan kandungan P tajuk Indigofera dan Hotong (-M) dan kontrol. Sementara itu, kandungan N tajuk pada Indigofera dan Hotong (-M) dan (+M) pada kompartemen Hotong terlihat meningkat dari umur 60 hari ke umur 90 hari. Namun kandungan N tajuk Hotong (+M) lebih rendah dibandingkan dengan perlakuan (-M) pada umur 90 hari. Dari Tabel 9 terlihat pada umur 60 hari serapan hara P dan N terlihat lebih tinggi pada perlakuan (-M) dibandingkan dengan perlakuan (+M). Namun, serapan P dan N pada pot kontrol lebih tinggi pada umur 60 hari jika dibandingkan dengan perlakuan. Tabel 9 Serapan P dan N tajuk Indigofera dan Hotong selama penelitian Pupuk P (kg/ha) Panen 60 hari Indigofera
Hotong Panen 90 hari Indigofera
Hotong
Serapan P tajuk (mg/tanaman) (-M) (+M)
0 60 120 Rata-rata Kontrol Rata-rata Kontrol
0.23 0.17 0.04 0.14
0 60 120 Rata-rata Kontrol 0 60 120 Rata-rata Kontrol
0.29 3.56 1.52 1.78
0.91
1.22 1.76 0.34 1.51
0.23 0.17 0.04 0.14 2.30 0.30 3.05 1.54 8.51 2.68 4.24 32.0 2.56 1.65 1.00 1.73 5.7
Serapan N tajuk (mg/tanaman) (-M) (+M) 7.5 3.7 4.7 5.3 24.56
16.95 122.63 44.73 61.43 38.75 87.99 10.44 45.72
7.5 3.7 4.7 5.3 51.1 7.22 74.19 40.39 238.88 58.25 112.50 96.6 69.86 59.65 25.26 51.59 129.2
Keterangan: Kontrol = (diberikan pupuk P dan mikoriza secara bersamaan pada setiap jenis tanaman), (-M) tanpa mikoriza dan (+M) dengan mikoriza.
41
Serapan hara P dan N Indigofera dan Hotong (+M) meningkat dibandingkan dengan Indigofera dan Hotong (-M) pada umur 90 hari. Serapan hara N pada kompartemen Indigofera (+M) pada kompartemen Hotong lebih tinggi dibandingkan dengan kontrol. Serapan hara P dan N pada kompartemen Hotong (-M) dan (+M) lebih rendah dibandingkan dengan kontrol.
Status unsur hara P dan N tanah Tabel 10 Kandungan P total dan P tersedia media tanam pada akhir penelitian Pupuk P (kg/ha) Tanah sebelum tanam Panen 60 hari Indigofera
Hotong Panen 90 hari Indigofera
Hotong
P total (ppm)
P-tersedia (ppm)
(-M) 52.82
(+M) 52.82
(-M) 5.3
(+M) 5.3
0 60 120 Rata-rata Kontrol Rata-rata Kontrol
64.8 82.6 69.7 72.37
64.8 82.6 69.7 72.37 77.8 71.3 72.9
2.85 3.60 3.43 3.29
2.85 3.60 3.43 3.29 3.6 4.56 4.58
0 60 120 Rata-rata Kontrol 0 60 120 Rata-rata Kontrol
70.45 88.30 80.20 79.65
82.60 87.50 82.60 84.23 87.45 81.80 76.10 81.00 79.63 89.90
2.15 3.20 2.50 2.62
74.5
72.90 78.55 83.40 78.28
4.60
2.35 2.45 2.85 2.41
2.75 3.00 2.90 2.88 3.25 2.70 2.30 2.60 2.53 3.40
Keterangan: Kontrol = (diberikan pupuk P dan mikoriza secara bersamaan pada setiap jenis tanaman), (-M) tanpa mikoriza dan (+M) dengan mikoriza.
Status P total dalam tanah pada kedua kompartemen Indigofera dan Hotong (-M) dan (+M) terlihat meningkat dari umur 60 hari ke umur 90 hari, sebaliknya status P tersedia dikedua kompartemen terlihat menurun dari umur 60 hari ke umur 90 hari. Status P total dan P tersedia pada perlakuan (+M) lebih tinggi
42
dibandingkan dengan perlakuan (-M) pada umur 90 hari. Status P total dan P tersedia pada pot kontrol baik pada umur 60 hari maupun pada umur 90 hari lebih tinggi dibandingkan dengan perlakuan. Tabel 11 menunjukkan status P larutan tanah dan biomassa bakteri pelarut P pada akhir penelitian. Indigofera dan Hotong (-M) dan (+M) memperlihatkan status P larutan tanah yang menurun dari 60 hari ke 90 hari. P larutan tanah pada kompartemen Hotong (+M) terlihat lebih tinggi dibandingkan
dengan
kompartemen Hotong (-M).
Tabel 11 Kandungan P larutan tanah dan biomassa bakteri pelarut P (SPK/ml) media tanam pada akhir penelitian Pupuk P P larutan tanah Biomassa bakteri (kg/ha) pelarut P (SPK/ml) (-M) (+M) (-M) (+M) Panen 60 hari 4.93 4.93 2.00 x 103 2.00 x 103 Indigofera 0 4.34 4.34 3.50 x 103 3.50 x 103 60 12.67 12.67 7.50 x 103 7.50 x 103 120 7.31 7.31 3 x 103 3 x 103 Rata-rata 13.66 13.66 6.50 x 103 6.50 x 103 Kontrol 5.50 4.80 2.00 x 103 1.50 x 103 Hotong Rata-rata 3.63 0 Kontrol Panen 90 hari 3.93 1.81 16 x 103 47 x 103 Indigofera 0 3 1.53 1.71 18 x 10 26 x 103 60 0.001 0.001 12.5 x 103 7.5 x 103 120 1.82 1.17 15.5 x 103 26.8 x 103 Rata-rata 2.21 12.5 x 103 Kontrol 3 2.41 6.60 10 x 10 0 Hotong 0 1.03 1.24 0 0 60 1.72 5.45 0 0 120 3 1.72 4.43 3.33 x 10 0 Rata-rata 9.79 0 Kontrol Keterangan: Kontrol = (diberikan pupuk P dan mikoriza secara bersamaan pada setiap jenis tanaman), (-M) tanpa mikoriza dan (+M) dengan mikoriza.
Keberadaan bakteri pelarut fosfat sangat berperan penting dalam pelarutan fosfat alam yang digunakan dalam penelitian ini. Bakteri pelarut fosfat ditemukan dalam kompartemen Indigofera dan Hotong (-M) dan (+M) pada umur 60 hari
43
dengan jumlah yang lebih tinggi pada kompartemen Indigofera (-M) dan (+M) dibandingkan dengan kompartemen Hotong (-M) dan (+M). Jumlah bakteri pelarut fosfat pada umur 90 hari terlihat lebih tinggi pada kompartemen Indigofera (+M) rata-rata 26.8 x 103 SPK/ml, sedangkan pada kompartemen Indigofera (-M) rata-rata 15.5 x 103 SPK/ml. Sementara itu, pada kompartemen Hotong (+M) tidak ditemukan bakteri pelarut fosfat. Tabel 12 Kandungan N total, N-NH4+ N-NO3penelitian Pupuk P (kg/ha)
Hotong Panen 90 hari Indigofera
Hotong
N-NH4+ (ppm)
N-NO3- (ppm)
(-M) 0.09
(+M) 0.09
(-M) 178.2
(+M) 178.2
(-M) 1166.22
(+M) 1166.22
0 60 120
0.14 0.17
0.14 0.17
66.83 44.55
66.83 44.55
1703.30 1643.64
1703.30 1643.64
0.14
0.14
35.64
35.64
2132.96
2132.96
Rata-rata Kontrol Rata-rata Kontrol
0.15 0.14 0.14
0.15 0.14 0.15
49.01 43.07 44.55
49.01 43.07 53.46
1826.63 1862.44 1399.46
1826.63 1862.44 1117.11
0 60 120
0.14 0.16
0.15 0.15
53.46 44.55
62.37 53.46
797.94 736.56
797.94 1104.84
0.15
0.16
53.46
62.37
951.39
1012.77
Rata-rata Kontrol 0 60 120
0.15
0.15 0.15 0.15 0.16 0.15
50.49
59.4 44.55 44.55 62.37 62.37
828.63
971.85 276.21 583.11 613.60 767.25
Tanah sebelum tanam
Panen 60 hari Indigofera
N total (%)
media tanam pada akhir
0.15
0.15 0.14 0.17 0.15
0.15 0.17
49.01
62.37 35.64 53.55 50.52
1258.28
1258.10 521.73 1166.22
56.43 982.18 654.65 Rata-rata 44.55 184.14 Kontrol Keterangan: Kontrol = (diberikan pupuk P dan mikoriza secara bersamaan pada setiap jenis tanaman), (-M) tanpa mikoriza dan (+M) dengan mikoriza.
Status pH tanah awal tanaman adalah 4.4. Penurunan status pH tanah terjadi setelah 60 hari pertumbuhan baik pada kompartemen Indigofera dan Hotong (-M) dan (+M) dari rata-rata 4.23 pada kompartemen Indigofera dan 4.26 pada kompartemen Hotong.
Status N total tanah pada umur 60 hari dan 90 hari
meningkat jika dibandingkan dengan status tanah awal . Status N tanah dalam
44
bentuk N-NH4+ terlihat meningkat dari umur 60 hari ke umur 90 hari pada kedua kompartemen Indigofera dan Hotong (-M) dan (+M), sebaliknya status N tanah dalam bentuk N-NO3- menurun. Nitrogen tersedia dalam bentuk N-NH4+ terlihat lebih tinggi pada kompartemen Indigofera dan Hotong (+M), sedangkan N-NO3pada kompartemen Indigofera (+M) pada kompartemen Hotong lebih tinggi dan N-NO3- pada kompartemen Hotong (+M) lebih rendah pada umur 90 hari.
45
Pembahasan Pertumbuhan tanaman Penimbunan berat kering umumnya digunakan
sebagai petunjuk yang
memberikan ciri pertumbuhan (Gardner et al. 1991). Bobot kering tajuk dan akar Indigofera dan Hotong (-M) terlihat lebih tinggi dibandingkan dengan bobot kering tajuk dan akar Indigofera dan Hotong (-M). Pada umur 60 hari belum terlihat adanya pengaruh perlakuan pupuk P dan mikoriza terhadap bobot kering tajuk dan akar. Duponnois et al. (2005) menemukan bahwa pemberian fosfat alam tidak memberikan pengaruh terhadap pertumbuhan A. holosericea selama 4 bulan penanaman pada tanah steril, dan baru menunjukkan peningkatan yang nyata setelah tanaman tumbuh selama 12 bulan. Pada umur 90 hari terjadi peningkatan yang drastis pada bobot kering tajuk baik pada Hotong maupun Indigofera (+M) jika dibandingkan dengan Hotong maupun Indigofera (-M). Bobot kering akar Hotong lebih tinggi dibandingkan dengan Indigofera baik pada perlakuan (-M) maupun (+M). Bobot kering tajuk merupakan gabungan antara pertumbuhan daun dan batang. Semakin banyak daun, maka semakin luas area permukaan untuk melakukan fotosintesis. Gastal dan Durand (2000) menyatakan bahwa fotosintesis kanopi tanaman bergantung pada luar area daun, yang mengakibatkan pertambahan daun. Disamping itu, kondisi ini juga ditunjang dengan struktur akar yang baik mengakibatkan serapan unsur hara yang semakin baik. Hifa mikoriza pada kompartemen Hotong telah berkembang dengan baik pada umur 90 hari (dengan rata-rata infeksi sebesar 25%) dan telah menyeberang ke kompartemen Indigofera menembus screen nylon pembatas. Hifa mikoriza kemudian menginfeksi sistem perakaran Indigofera yang terbukti dengan adanya kejadian infeksi sebesar ratarata 15%. Akar tanaman Indigofera dan Hotong (+M) lebih banyak mempunyai rambut akar. Inokulasi mikoriza pada Hotong dan infeksi yang terjadi pada Indigofera oleh hifa yang berasal dari Hotong menyebabkan peningkatan bobot kering tajuk Indigofera dan Hotong (+M). Keberadaan FMA pada sistem perakaran tanaman menyebabkan membaiknya penyerapan hara khususnya P dan N. Hal ini memberikan kontribusi bagi produksi jumlah daun sehingga area daun menjadi lebih luas, meningkatnya kemampuan fotosintesis tanaman selama fase
46
vegetatif dan translokasi karbohidrat ke seluruh bagian tanaman (termasuk bagian reproduktif untuk Hotong) yang mengakibatkan meningkatnya hasil dari kedua tanaman, Indigofera dan Hotong. Dalam penelitian ini, bobot kering malai Hotong (+M) pada umur 90 hari meningkat sebesar 1 kali dibandingkan dengan Hotong (-M). Menurut Li et al. (2009) inokulasi FMA mendorong pertumbuhan Vigna radiata L. dengan meningkatnya penyerapan P dan meningkatkan aktivitas fiksasi N. Pembentukan nodul ditemukan pada sebagian besar kompartemen Indigofera (-M) dan (+M). Jumlah nodul pada umur 90 hari lebih tinggi dan relatif sama pada Indigofera dengan (+M) dan kontrol. Tanaman dengan mikoriza jumlah nodulnya terlihat lebih sedikit dibandingkan dengan tanaman tanpa mikoriza. Dupponois et al. (2005) juga menemukan tidak terdapat perbedaan (antara perlakuan rock fosfat, mikoriza atau kombinasi rock fosfat dan mikoriza) untuk jumlah nodul per tanaman A. holosericea. Kandungan hara dan serapan P dan N tajuk Pada umur 90 hari, kandungan P tajuk Indigofera dan Hotong (+M) lebih tinggi dibandingkan dengan kandungan P tajuk Indigofera dan Hotong (-M). P pada Indigofera (+M) lebih tinggi dibandingkan P pada Hotong (+M). Namun, jika dibandingkan sesama kompartemen Hotong, kandungan P tajuk Hotong (+M) lebih tinggi dibandingkan Hotong (-M). Sedangkan kandungan N tajuk lebih tinggi pada kompartemen Indigofera (+M). Sebagai tanaman legum, Indigofera memiliki kemampuan memfiksasi N bebas melalui nodul akar. Disamping itu, setelah 90 hari periode pertumbuhan, banyak unsur N yang berasal dari sipramin (campuran pupuk P buatan) yang mengalami mineralisasi, sehingga lebih banyak N yang tersedia di kompartemen Indigofera yang dapat diserap oleh tanaman. Hal ini juga dapat dilihat dari status unsur hara N tanah pada akhir penelitian (Tabel 12). Tanaman dengan pupuk P dan mikoriza mempunyai banyak rambut akar. Selain itu, pada umur 90 hari mikoriza sudah menyeberang ke kompartemen Indigofera dan membantu pelarutan P sehingga lebih mudah diserap oleh Indigofera. Hal ini terlihat dengan adanya infeksi mikoriza pada akar Indigofera
47
(Gambar 10) Sementara pada umur 60 hari, belum terlihat infeksi mikoriza pada Indigofera (Gambar 9). Fosfor diserap secara langsung oleh tanaman dari larutan tanah. Secara umum, kebanyakan kebutuhan P tanaman diperoleh melalui proses difusi (Bolan 1991). Dengan adanya mikoriza, hifa dari mikoriza memungkinkan tanaman menyerap unsur hara (dalam hal ini P) melalui metabolisme aktif, dan mentranspor unsur hara dan hasil metabolisme ke akar tanaman inang (Martin et al. 2007). Penyerapan aktif ini membutuhkan pasokan energi. Fosfor merupakan unsur esensial yang dibutuhkan dalam membentuk ATP untuk proses akumulasi nitrogen menjadi nitrogen organik yang dapat digunakan oleh tanaman. Tanaman mensuplai energi untuk FMA dan FMA meningkatkan kemampuan tanaman untuk mendapatkan unsur hara yang terikat dan kurang tersedia, terutama P (Smith et al. 2003). Kondisi ini membuat serapan hara P dan N pada kedua kompartemen juga meningkat. Tanaman dengan FMA yang diberi perlakuan super fosfat dan fosfat alam yang ditanam dalam rumah kaca menunjukkan peningkatan unsur hara di tajuk jika dibandingkan dengan tanaman yang tidak diinokulasi dengan FMA (Andrade et al. 1998). Peningkatan pertumbuhan, serapan P dan hasil tanaman padi gogo, lebih tinggi pada padi gogo yang diinokulasi dengan cendawan MA dan dipupuk batuan fosfat dari pada yang dipupuk TSP (Kabirun 2002). Perlakuan fosfat alam secara nyata meningkatkan N dan P, total biomassa tanaman, infeksi akar oleh FMA, dan jumlah nodul pada dua spesies legum (Mucuna prunes dan Lablab purpureus) pada kondisi lapang (Vanlauwe et al. 2000). Status unsur hara P dan N tanah Pada umur 90 hari, status P total pada kedua kompartemen terlihat meningkat jika dibandingkan dengan P total tanah sebelum penelitian. P yang tersedia dalam larutan tanah pada kompartemen Hotong terlihat lebih tinggi pada perlakuan dengan mikoriza yaitu sebesar 4.43 ppm jika dibandingkan dengan perlakuan tanpa mikoriza yaitu 1.72 ppm (Tabel 10). Tanaman dengan mikoriza mempunyai lebih banyak rambut akar. Hal ini mengakibatkan luasnya permukaan akar dalam menjerap unsur hara P. Konsentrasi P dalam larutan tanah sangat rendah, berkisar
48
antara 0.01 – 0.06 % (Harris
2006; Whitehead 2000) dan spesies legum
menunjukkan kandungan P yang lebih tinggi dibandingkan spesies graminae (Adams 1975). Status P tersedia yang meningkat pada Indigofera (+M) pada kompartemen Hotong pada umur 90 hari sejalan dengan status bakteri pelarut P tanah juga cenderung meningkat pada kompartemen Indigofera (+M) pada kompartemen Hotong, rata-rata sebesar 26.8 x 103 SPK/ml jika dibandingkan dengan Indigofera (-M) pada kompartemen Hotong, 15.5 x 103 SPK/ml. Jumlah bakteri pelarut fosfat di dalam tanah dipengaruhi tidak hanya oleh jenis tanah dan cara penanaman, tetapi juga oleh komposisi kimia atau kandungan humus, N atau P di dalam tanah (Kobus (1962). Diketahui bahwa biomassa mikroba mengandung sumber P yang berpotensi tersedia bagi tanaman melalui proses mineralisasi; P anorganik terikat dilepas dan dijadikan tersedia bagi tanaman oleh aksi mikroorganisme pelarut fosfat (Kucey et al. 1989). Kondisi ini juga mengindikasikan adanya proses transfer P dari kompartemen Indigofera ke kompartemen Hotong. Keberadaan mikoriza pada kompartemen Hotong dan larutan P tanah yang meningkat menyebabkan hara tanah lainnya seperti Zn, S dan Cu dapat diserap Hotong selain hara P. Meningkatnya larutan P tanah memberikan keuntungan bagi simbiosis mikoriza (Habte dan Manjunath 1987). Bakteri pelarut P melarutkan P melalui sekresi asam organik, senyawa fenol, proton dan sidephorse. Mekanisme pelepasan asam organik ini memberikan kontribusi bagi penurunan pH. Menurut Kang et al. (2008) terdapat korelasi antara pelepasan asam sitrat dan pelarutan P. Peningkatan P terlarut berhubungan dengan penurunan pH sebagai akibat dari peranan (H+) dalam mekanisme pelarutan. Penurunan pH tanah ini juga berhubungan dengan status N tersedia dan penyerapnya oleh tanaman Indigofera dan Hotong. Kandungan pupuk P yang kaya dengan nitrogen (sumbangan dari sipramin) yang telah mengalami mineralisasi serta fiksasi nitrogen yang terjadi pada tanaman Indigofera kemungkinan telah menyeberang ke kompartemen Hotong, menyebabkan kandungan N tanah meningkat. Unsur N yang lebih banyak digunakan oleh tanaman adalah dalam bentuk N-NH4+ dibandingkan dengan N-NO3-. Keberadaan
49
FMA meningkatkan kapasitas pengambilan N-NH4- dibandingkan dengan N-NO3+ (Hamel 2004). Proses penyerapan N dalam bentuk ammonium membentuk H+ yang memberi kontribusi terhadap penurunan pH pada akhir penelitian (Marschner 1999). Carvalho et al. (1998) laju nitrifikasi bersih meningkat pada pool dengan NH4+ paling tinggi. Hal ini mengindikasikan bahwa pengaruh pH terhadap laju nitrifikasi dikontrol oleh ketersediaan ammonium. Semakin tinggi kandungan N tanaman dapat dijelaskan dikarenakan meningkatnya ketersediaan N anorganik di dalam tanah.
50
Simpulan Penggunaan unsur P dan N pada tanaman Indigofera yang diberi perlakuan pupuk P dan Hotong yang diberi perlakuan mikoriza menunjukkan peningkatan secara bersamaan. Perlakuan belum menunjukkan adanya pengaruh terhadap pertumbuhan Indigofera dan Hotong pada umur 60 hari. Sementara itu, perlakuan menunjukkan telah memberikan pengaruh terhadap pertumbuhan Indigofera dan Hotong pada umur 90 hari yang ditunjukkan oleh: 1. meningkatnya pertumbuhan (bobot kering tajuk) Indigofera sebesar 20 kali dan Hotong sebesar 8 kali pada perlakuan (+M) dibandingkan dengan perlakuan (+M) umur 60 hari, 2. Indigofera yang ditanam bersama dengan Hotong yang mendapat perlakuan mikoriza telah terinfeksi oleh hifa mikoriza sebesar 15 %, dan 3. meningkatnya serapan P dan N tajuk Hotong pada perlakuan dengan mikoriza dibandingkan dengan perlakuan tanpa mikoriza.