Optimalisasi Fungsi Pengawasan Pada Perbankan Syariah Zulpawati Fakultas Syariah Institut Agama Islam Negeri (IAIN) Mataram. Email :
[email protected]. Abstrak Undang-Undang mengamanatkan pengelolaan perbankan syariah dengan amanah. Pesan ini tergambar dalam tata kelola, prinsip kehati-hatian, pengelolaan resiko, dan norma hukum yang diberlakukan. Untuk menjamin terlaksananya hal tersebut di atas, maka diperlakukan pengawasan yang dilakukan secara ketat baik secara internal maupun eksternal. Oleh karena itu, operasional bank umum syariah dan bank umum konvensional yang memiliki unit usaha syariah (UUS) selain mendapat pengawasan dari Bank Indonesia sebagai pemegang otoritas dan pembina bank-bank di Indonesia, maka bank syariah juga mendapat pengawasan dari Dewan Pegawas Syariah (DPS) yang keanggotaannya diangkat oleh RUPS berdasarkan rekomendasi Majelis Ulama Indonesia (MUI). Kata Kunci: Pengawasan, bank syariah, bank Indonesia, Dewan Pengawas Syariah.
Iqtishaduna
Volume III Nomor 1 Juni 2012
| 29
A.
Pendahuluan
Konsep ekonomi syariah meletakkan nilai-nilai Islam sebagai dasar dan landasan dalam aktifitas perekonomian dalam rangka mewujudkan kesejahteraan masyarakat lahir dan batin. Salah satu upaya merealisasikan nilai-nilai ekonomi Islam dalam aktifitas nyata masyarakat adalah mendirikan lembaga-lembaga keuangan yang beroperasi berdasarkan syariah Islam. Dari sekian jenis lembaga keuangan, perbankan merupakan salah satu sektor yang pengaruhnya dalam aktifitas perekonomian masyarakat mo dern sangat besar. Perbankan syariah secara ideal akan mendorong dan mem percepat kemajuan ekonomi suatu masyarakat dengan melakukan kegiatan fungsinya sebagai lembaga intermediary untuk pengembangan investasi sesuai dengan prinsip-prinsip Islam. Perbankan syariah merupakan sa lah satu interpretasi postulat keimanan dalam tatanan kemanusiaan. Karena itu dalam Islam aktifitas ekonomi tidak boleh dilepaskan dari postulat keimanan kepada Allah bahkan menjadi buil in control bagi pelaku ekonomi. Seperti diungkapkan oleh banyak pakar ekonomi Islam, bahwa bank syariah memiliki tujuan yang berbeda dengan bank konvensional. Sadeque mengklaim bahwa institusi bank Islam/bank syariah adalah sebuah institusi finansial yang peraturan, prinsip, dan prosedurnya mengekspresikan komitmen kepada prin sip-prinsip syariah Islam dan melarang pembayaran dan penerimaan bunga dalam setiap operasinya.1 M. Sadeque, Component of Islamic Banking, dalam Nurul Huda dan Mustafa Edwin N., Current Issues Lembaga Keuangan Syariah (Jakarta: Kencana, 2009), h. 202 1
30 |
Iqtishaduna
Sedangkan menurut Mannan, bank Islam dimaksudkan untuk menciptakan masyarakat yang seimbang, sehingga bank Islam didorong untuk mendapatkan profit yang tinggi tetapi bukan sebagai pencari laba semata, karena menurutnya, mencari laba saja (profiteering) dianggap sebagai profit yang sangat tinggi dan tidak sesuai dengan konsep kesejahteraan umum untuk masyarakat.2 Lebih jauh, Sulaiman menegaskan bahwa ada empat aturan perilaku investasi bank Islam, yaitu : 1. tidak ada transaksi berbasis bunga (riba); 2. menghindari aktifitas ekonomi yang bersifat spekulatif (gharār); 3. menyediakan dana zakat dan men distribusikannya kepada mustahiq zakat baik secara langsung maupun melalui institusi religius lainnya; 4. menghindari produksi barang dan jasa yang bertentangan dengan nilai Islam.3 Untuk memastikan agar praktik dan aktifitas bank syariah tidak bertentangan dengan standar etika Islam, maka bank syariah diharuskan mendirikan lem baga pengawasan dan kontrol yang beranggotakan orang-orang yang ahli dibidang hukum ekonomi Islam (mu’amalah), hukum positif, ekonomi keuangan dan akuntansi. Dalam kaitan inilah kemudian kita mengenal istilah Dewan Pengawas Syariah (DPS) yang keberadaannya menjadi sesuatu yang
M.A. Mannan, Islamic Banking: Definiton, objectives, methods and functions (Dacca: IRTI, 1980), h. 32 2
N. Suleiman, Corporate Governance for Islamic Bank, dalam www.lib.bke.hu/gt/2000-3/ nmsuleiman.pdf. diunduh tanggal 20 Juni 2012.
Jurnal Ekonomi Islam
3
sangat penting dan tidak bisa dipisahkan dari lembaga keuangan syariah.
para pengelola bank dan seringkali pula pengawasannya pada pendekatan prilaku dimaksud.
B.
Untuk melindungi kepentingan dan kepercayaan masyarakat terhadap bank, pemerintah mengawasi operasional bank sehari-hari dengan ketat. Fungsi pengawasan tersebt dilakukan oleh Bank sentral (Bank Indonesia). Bank harus selalu dalam keadaan sehat. Kesehatan sebuah bank dapat dinilai melalui 5 indikator yaitu:
Pelaksanaan Pengawasan Bank Syariah oleh Bank Indonesia
Bank adalah badan usaha yang menghimpun dana dari masyarakat dalam bentuk Simpanan dan menyalurkannya kepada masyarakat dalam bentuk kredit dan/atau bentuk lainnya dalam rangka meningkatkan taraf hidup rakyat.4 Dengan demikian, ada dua peranan penting yang dimainkan oleh bank, yaitu sebagai lembaga penyimpan dana masyarakat serta sebagai lembaga penyedia dana bagi masyarakat dan dunia usaha. Berbeda dengan sektor usaha lain, kepercayaan masyarakat terhadap bank tertentu bukanlah merupakan sesuatu yang dapat berdiri sendiri serta terlepas dari kepercayaan terhadap bank lainnya dan system perbankan secara keseluruhan. Untuk minimal tetap dapat me melihara tingkat kepercayaan masyarakat terhadap perbankan yang sudah terbina, tentunya diperlukan seleksi yang ke tat terhadap manajemen yang akan mengelola bank. Pengawasan terhadap aspek kualitatif ini meliputi pemenuhan terhadap persyaratan mengenai keahlian dan/atau pengalaman di bidang perbankan, serta moral atau akhlak dari individu atau manajemen bank. Suatu hal yang menjadi kendala bagi pengawasan bank-bank adalah tidak ada suatu jaminan bahwa akhlak yang baik pada saat ini akan dapat terus dipertahankan nantinya setelah mereka bekerja dibidang perbankan. Pengawasan bank disatu sisi pada hakekatnya merupakan pengawasan terhadap prilaku Pasal 1 Undang Undang no. 21 tahun 2008 tentang Perbankan Syariah. 4
Iqtishaduna
1. Capital modal);
Adequacy
(kecukupan
2. Asset Quality (kualitas aset); 3. Management manajemen);
Quality
(kualitas
4. Earning Ability (Rentabilitas, kemampuan menciptakan laba); dan 5. Liquidity Sufficiency (Kecukupan likuiditas, solfabilitas).5 Bank Indonesia sebagai otoritas pengawas dan Pembina bank, baik bank konvensional maupun bank syariah, memiliki kewenangan dasar pengawasan bank yang mencakup empat aspek, yaitu:6 1. Power to licence, atau kewenangan dalam mengatur perizinan bank. Kewenangan ini merupakan kewe nangan dasar yang pertama dan merupakan proses pengawasan bank yang paling awal, karena hal ini memungkinkan dapat ditetapkannya persyaratan operasi suatu bank. Herman Darmawi, Manajemen Perbankan, (Jakarta: Bina Aksara, 2011), h. 19 5
Harisman, Tugas BI dalam Pengawasan dan Pembinaan perbankan Syariah di Indonesia, (Jakarta: Jurnal Hukum Bisnis, vol.20 AgustusSeptember 2002), h. 22 6
Volume III Nomor 1 Juni 2012
| 31
2. Power to regulate, kewenangan ini memungkinkan otoritas pengawas mengatur kegiatan operasi bank berupa ketentuan dan peraturan sehingga dapat mendorong ter ciptanya system perbankan yang sehat sekaligus dapat memenuhi harapan masyarakat atas kecukupan dan kualitas pelayanan jasa perban kan.
istishna’, dan menyewakan aktiva dengan prinsip ijarah, di samping produk lainnya dalam bentuk rahn, qardhul hasan, dan lain-lain. Dalam melaksanakan pengawasan terhadap perbankan syariah, bank Indo nesia melakukannya dengan dua cara, yaitu:7 1. Pengawasan tidak langsung (offsite supervision), yaitu pengawasan yang lebih difokuskan pada laporanlaporan yang wajib disampaikan bank, termasuk informasi lain yang dipandang perlu baik bersifat kualitatif maupun yang bersifat kuantitatif.
3. Power to control, merupakan kewe nangan dasar yang diperlukan oleh setiap otoritas pengawas bank, agar dalam melaksanakan setiap pengawasan dapat dengan jelas mengetahui batasan-batasan wewe nang dalam melakukan pengawas an bank. Di lain pihak, bank juga menyadari bahwa mereka juga diawasi dalam setiap kegiatan. 4. Power to impose sanction, dalam rangka meningkatkan efektifitas kewenangan-kewenangan tersebut di atas, maka pengawas perlu diberikan kewenangan untuk menetapkan dan menjatuhkan sanksi kepada setiap bank yang kurang atau tidak memenuhi halhal yang telah diatur dalam ketiga aspek dimaksud. Sebagaimana diketahui, perbankan syariah secara prinsip sangat berbeda dengan sistem perbankan konvensional. Di samping sistem bunga yang tidak digunakan oleh perbankan syariah, dia juga dapat bertransaksi langsung pada sektor riil disamping sektor finansial, sedangkan perbankan konvensional hanya dapat bertransaksi pada sektor finansial. Dalam penanaman dananya perbankan syariah tidak melakukan pemberian kredit namun memberikan pembiayaan dengan prinsip mudharabah dan musyarakah, bertransaksi jual beli dengan prinsip murabahah, salam dan
32 |
Iqtishaduna
2. Pengawasan langsung (on-site supervision). Pengawasan ini dila kukan Bank Indonesia dengan cara mendatangi dan melakukan pemeriksaan langsung kepada bank yang bersangkutan. Khusus dalam melakukan pengawas an terhadap produk-produk syariah, bank Indonesia bekerjasama dengan Dewan Syariah Nasional (DSN) yang dalam hal ini dilakukan oleh Dewan Pengawas Syariah (DPS) yang berkedudukan di kantor pusat bank syariah dan di Unit Usaha Syariah yang berfungsi sebagai kantor Induk bank konvensional yang membuka cabang syariah. C.
Pelaksanaan Pengawasan Bank Syariah oleh Dewan Pengawas Syariah (DPS)
Salah satu perbedaan yang men dasar dalam struktur organisasi bank konvensional dan bank syariah adalah kewajiban memposisikan Dewan Penga was Syariah (DPS) pada perbankan syariah. Demikian juga halnya di Indonesia,
Jurnal Ekonomi Islam
Ibid.
7
sedangkan di bank konvensional tidak ada aturan yang demikian. Dewan pengawas syariah merupakan satu dewan pakar ekonomi dan ulama yang menguasai bidang fiqh mu’amalah (Islamic commercial jurisprudence) yang berdiri sendiri dan bertugas mengamati dan mengawasi operasional bank dan semua produk-produknya agar sesuai dengan ketentuan-ketentuan syariat Islam.8 Dewan pengawas syariah (The Shari’a Supervisory Board) mesti melihat secara teliti bagaimana bentuk-bentuk perikatan/akad (agrements, appointment and engagement) yang dilaksanakan oleh institusi keuangan syariah. Meskipun semua pakar ekonomi Islam termasuk juga dalam AAOIFI Governance Standart sepakat menyatakan bahwa bank syariah wajib harus diawasi oleh lembaga tertentu terutama untuk soal-soal yang berkaitan dengan syariah, ada beberapa inkonsistensi dalam literatur dalam menggunakan terminologi untuk melabeli lembaga yang bertanggung jawab dalam memastikan kepatuhan pada syariah. Abu Moamer cenderung menggunakan istilah “ Dewan Kontrol pengawas Syariah (Shariah Supervisory Control Board (SSCB), tetapi beberapa penulis lain memilih menggunakan istilah “ Dewan Pengawas Keagamaan (Religious Supervisory Board (RSB), sedangkan beberapa penulis lain seperti Ahmad Abu Abdallah dan R.A.A. Karim lebih memilih menggunakan istilah “ Dewan Pengawas Syariah (Syariah Supervisory Board).9 Atang Abd. Hakim, Fiqih Perbankan Syariah: Transformasi Fiqh Muamalah kedalam Perundang-undangan, ( Bandung: Refika Aditama, 2011), h. 118. 8
Ade Wirman Syafei, Proses Review Syariah Bank Islam di Indonesia: Mencari Standar Umum yang diterima, dalam Nurul Huda (ed.), Current Issues Lembaga Keuangan Syariah (Jakarta: Kencana, 2009), h. 199 9
Iqtishaduna
Perbedaan tentang penamaan dan penggunaan istilah untuk Dewan Pengawas Syariah tidak hanya terjadi pada kalangan akademisi semata, tetapi juga terjadi pada tataran aplikatif yang digunakan oleh lembaga-lembaga keuangan syariah di berbagai negara di belahan dunia yang mempraktekkan sistem keuangan Islam. Sebagai informasi, berikut dipapar kan tabel tentang Dewan Pengawas Syariah di berbagai negara:10 Bank Al Baraka Islamic Investment Bank (1994) Bank Islam Malaysia Berhad (1994) Beit et tamwil Tounsi, Saudi, Tunisia (1992) Dubai Islamic Bank (1992) El-Gharb Islamic bank of Sudan (1993) Faisal Islamic Bank of Kibris Ltd (1993) Faysal Islamic bank of Bahrain (1993) Islamic Bank Bangladesh Limited (1993) Kuwait Finance House (1994) Qatar International Islamic Bank (1993)
Istilah Dewan Pengawas Syariah
Jumlah Anggota DPS
Shariah Committee
3
Shariah Supervisory Council
6
Shariah Adviser
1
Shariah Supervisory Board
3
Shariah Supervisory Board
3
Religious Supervisory Board Religious Supervisory Board Shariah Council Fatwa and Shariah Supervisory Authority Board Religious Supervisory Committee
3 4 10 6
3
Dewan Pengawas Syariah (DPS) adalah suatu badan yang diberi wewenang Sudin Haron, Islamic Banking Rules and Regulation,( Malaysia: Planduk Publication, 1997), h. 103 10
Volume III Nomor 1 Juni 2012
| 33
untuk melakukan supervisi / pengawasan dan melihat secara dekat aktifitas lembaga keuangan syariah agar lembaga tersebut senantiasa mengikuti aturan dan prinsip-prinsip syariah.11 Dewan Pengawas Syariah (DPS) berkewajiban secara langsung melihat pelaksanaan suatu lembaga keuangan syariah agar tidak menyimpang dari ketentuan yang telah difatwakan oleh Dewan Syariah Nasional (DSN) Majelis Ulama Indonesia (MUI) yang berkedudukan di Jakarta. DPS melihat secara garis besar dari aspek manajemen dan administrasi harus sesuai dengan syariah, dan yang paling utama sekali mengesahkan dan mengawasi produk-produk perbankan syariah agar sesuai dengan ketentuan syariah dan undang-undang yang berlaku.
Pemegang Saham (RUPS) atau general meeting. Dalam Surat Keputusan Direksi Bank Indonesia ayat 2 dan 3 pasal 19 tanggal 12 Mei 1999, disebutkan bahwa : Bank wajib memiliki Dewan Pengawas Syariah yang berkedudukan di kantor pusat bank (Head Office). Persyaratan sebagai anggota Dewan Pengawas Syariah diatur dan ditetapkan oleh Dewan Syariah Nasional.13 Di Indonesia, Dewan Pengawas Syariah (DPS) mempunyai peranan yang sangat penting dalam perbankan / institusi keuangan syariah yaitu:14 a. Membuat persetujuan garis panduan operasional produk perbankan syariah tersebut sesuai dengan ketentuan yang telah disusun oleh Dewan Syariah Nasional (DSN).
Dewan ini sekurang-kurangnya berjumlah tiga orang, dan dibolehkan menunjuk beberapa orang pakar ekonomi untuk membantu tugasnya, namun anggotanya tidak boleh merangkap sebagai director atau komisaris utama (President Commissioner atau significant shareholders) dari institusi keuangan syariah tersebut.12 Pembubaran atau penggantian anggota dewan syariah mesti mendapat rekomendasi direktur dan mendapat pengesahan dari pemegang saham (shareholders) dalam Rapat Umum Lihat Rahmadi Usman, Aspek-Aspek Hukum Perbankan di Indonesia (Jakarta: Gramedia Pustaka Utama, 2003), h. 78; Ahmad Ifham Solihin, Buku Pintar Ekonomi Syariah (Jakarta: Gramedia Pustaka Utama,2010), h.121; Ahmad Ifham Solihin, Pedoman Umum Lembaga Keuangan Syariah, (Jakarta: Gramedia Pustaka Utama,2009), h. 88; Khoiril Anwar, Asuransi Syariah, Halal dan Maslahat, ( Jakarta, Renaisan, 2007), h.233; M. Syafi’I Antonio, Bank Syariah…., h. 31; Karnaen Perwataatmaja dan M. Syafi’I Antonio, Apa dan Bagaimana Bank Islam ( Jakarta: Dana Bakti Wakaf, 1992), h. 42
b. Membuat pernyataan secara berkala pada setiap tahun tentang bank syariah yang berada dalam pengawasannya bahwa bank yang diawasinya telah berjalan sesuai dengan ketentuan syariah. Dalam laporan tahunan (annual report) institusi syariah, maka laporan dari Dewan Pengawas Syariah mesti dibuat dengan jelas. c. Dewan Pengawas Syariah wajib membuat laporan tentang perkem bangan dan aplikasi sistem keuangan syariah (Islam) di institusi keuangan syariah khususnya bank syariah yang berada dalam pengawasannya,
11
12
Ibid.
34 |
Iqtishaduna
13
PBI ayat 2 dan 3 pasal 19 tanggal 12 Mei
1999 Lihat., fasal 19 dan 20 Bab V Surah Keputusan Direksi Bank Indonesia No. 32/36/KEP/ DIR, tentang Bank Perkreditan Rakyat Syariah Berdasarkan Prinsip Syariah dan Surah Keputusan Direksi Bank Indonesia No. 32/34/KEP/DIR, tentang Bank Umum Berdasarkan Prinsip Syariah.
Jurnal Ekonomi Islam
14
sekurang-kurangnnya enam bulan sekali. Laporan tersebut diberikan kepada Bank Indonesia yang ber ada di Ibu kota provinsi dan atau Bank Indonesia di Ibu kota negara Indonesia-Jakarta.
Tugas dan tanggung jawab DPS dilakukan dengan cara antara lain:15
d. Dewan Pengawas Syariah juga berkewajiban meneliti dan membuat rekomendasi jika ada inovasi produk-produk baru dari bank yang diawasinya. Dewan inilah yang melakukan pengkajian awal sebelum produk yang baru dari bank syariah tersebut diusulkan, diteliti kembali dan difatwakan oleh Dewan Syariah Nasional (DSN).
Dalam melakukan pengawasan ter hadap proses pengembangan produk baru, terkait dengan pemenuhan Prinsip Syariah, DPS melakukan hal-hal sebagai berikut:
e. Membantu sosialisasi perbankan/ institusi keuangan syariah kepada masyarakat. f. Memberikan masukan (in-put) bagi pengembangan dan kemajuan insti tusi kewangan syariah. Dewan pengawas syariah dalam struktur organisasi bank syariah diletakkan pada posisi satu tingkat dengan Dewan Komisaris pada setiap bank syariah. Posisi yang demikian bertujuan agar Dewan Pengawas Syariah lebih berwibawa dan mempunyai kebebasan pandangan (opinion) dalam memberikan bimbingan dan pengarahan kepada semua direksi di bank tersebut dalam perkara-perkara yang berkaitan dengan aplikasi produk perbankan syariah. Oleh sebab itu penetapan anggota Dewan Pengawas Syariah dilakukan oleh rapat umum pemegang saham perseroan dari suatu bank syariah setelah nama-nama anggota Dewan Pengawas Syariah tersebut mendapat pengesahan dari Dewan Syariah Nasional (DSN). Berdasarkan Peraturan Bank Indo nesia (PBI) No.11/10/PBI/2009 tanggal 19 Maret 2009 tentang Unit Usaha Syariah,
Iqtishaduna
a. Melakukan pengawasan terhadap proses pengembangan produk baru Bank terkait dengan pemenuhan Prinsip Syariah;
1) Meminta penjelasan dari pejabat Bank yang berwenang mengenai tujuan, karakteristik, dan akad yang digunakan dalam produk baru yang akan dikeluarkan; 2) Memeriksa apakah terhadap akad yang digunakan dalam produk baru telah terdapat fatwa Dewan Syariah Nasional-Majelis Ulama Indonesia. 3) Dalam hal telah terdapat fatwa, maka Dewan Pengawas Syariah melakukan analisa atas kesesuaian akad produk baru dengan fatwa Dewan Syariah Nasional—Majelis Ulama Indonesia. Dalam hal belum terdapat fatwa, maka Dewan Pengawas Syariah mengusulkan kepada Direksi Bank untuk melengkapi akad produk baru dengan fatwa dari Dewan Syariah Nasional—Majelis Ulama Indonesia. 4) Me-review sistem dan prosedur produk baru yang akan dikeluarkan terkait dengan pemenuhan Prinsip Syariah; dan 5). Memberikan pendapat syariah atas produk baru yang akan dikeluarkan.
Peraturan Bank Indonesia, PBI no. 11/10/ PBI/2009 15
Volume III Nomor 1 Juni 2012
| 35
b. Melakukan pengawasan terhadap kegiatan Bank terkait dengan peme nuhan Prinsip Syariah.
4) Melakukan review terhadap SOP terkait aspek syariah apabila terdapat indikasi ketidaksesuaian pelaksanaan pemenuhan Prinsip Syariah atas kegiatan dimaksud;
Dalam melakukan pengawasan ter hadap kegiatan Bank terkait dengan peme nuhan Prinsip Syariah, DPS melakukan hal-hal sebagai berikut: 1) Menganalisis laporan yang disampai kan oleh dan/atau yang diminta dari Direksi, pelaksana fungsi audit intern dan/atau fungsi kepatuhan untuk mengetahui kualitas pelaksanaan pemenuhan Prinsip Syariah atas kegiatan penghimpunan dana dan penyaluran dana serta pelayanan jasa Bank; 2) Menetapkan jumlah uji petik (sampel) transaksi yang akan di periksa dengan memperhatikan kualitas pelaksanaan pemenuhan Prinsip Syariah dari masing-masing kegiatan; 3 Memeriksa dokumen transaksi yang diuji petik (sampel) untuk menge tahui pemenuhan Prinsip Syariah sebagaimana dipersyaratkan dalam SOP, antara lain: a. ada tidaknya bukti pembelian barang, untuk akad murābahah sebagai bukti terpenuhinya syarat jual-beli murābahah; b. ada tidaknya laporan usaha na sabah, untuk akaad mudharabah/ musyarakah, sebagai dasar mela kukan perhitungan distribusi bagi hasil; 3) Melakukan inspeksi, pengamatan, permintaan keterangan dan/ atau konfirmasi kepada pegawai Bank dan/atau nasabah untuk memperkuat hasil pemeriksaan dokumen apabila diperlukan;
36 |
Iqtishaduna
5) Memberikan pendapat syariah atas kegiatan penghimpunan dana dan penyaluran dana serta pelayanan jasa Bank; dan 6) Melaporkan hasil pengawasan Dewan Pengawas Syariah kepada Direksi dan Dewan Komisaris. AAOIFI Governance Standard menjelaskan bahwa DPS harus melakukan setidaknya tiga tahap dalam menjalankan tugasnya, yakni: merencanakan prosedur review, melakukan prosedur review syariah, dan mendokumentasikan kesimpulan dan pelaporan.16 Dalam tahap perencanaan review, DPS harus memahami aktifitas yang dilakukan bank syariah, produknya dan transaksinya, apakah sudah sesuai dengan prinsip syariah atau belum. Selain itu, DPS juga harus menentukan kriteria sampel yang tepat berdasarkan kompleksitas dan frekuensi transaksi.17 Setelah melakukan perencanaan review, DPS kemudian menjalankan tahap prosedur review syariah. DPS dalam tahap ini bekerja berdasarkan sampel transaksi yang sudah ditentukan dan diambil pada saat perencanaan review. Dalam tahapan ini, DPS menjalankan beberapa aktifitas seperti me-review kontrak, perjanjian, AAOIFI, Governance Standard for Islamic Financial Institutions No.1 Shariah Supervisory Board: Appoinment, Composition and Report (Manama: Accounting and Auditing Organization for Islamic Financial Istitutions, 2002), h. 10 16
Ade Wirman Syafei, Proses Review Syariah Bank Islam di Indonesia: Mencari Standar Umum yang diterima, Dalam Mustafa Edwin dan Nurul Huda, Current Issues…., h.220
Jurnal Ekonomi Islam
17
pelaporan dan dokumen lainnya, menen tukan apakah semua produk sudah didasarkan pada fatwa DSN, berkonsultasi dan berkoordinasi dengan auditor luar, dan mendiskusikan temuan bersama manajemen bank. Dalam tahapan ini, DPS harus memiliki pemahaman yang jelas mengenai kinerja manajemen, terutama yang terkait dengan isu/prinsip syariah. Tahap Ketiga adalah mendokumen tasikan kesimpulan dan laporan. DPS diwajibkan menyusun laporan yang memuat kesimpulan tentang kinerja bank syariah yang berkaitan dengan prinsip syariah. Mekanisme kerja Dewan Pengawas Syariah (DPS) di Indonesia dapat digambarkan sebagai berikut :18 DPS
Rapat DPS dengan Direksi dan bag/dep terkait
oleh dua lembaga ini memiliki spesifikasi dan cakupan yang berbeda. Bank Indonesia melaksananakan pengawasan bank syariah terkait dengan konteks bank’s compliance (kepatuhan terhadap aturan-aturan perbankan yang mencakup CAMEL dll.), sedangkan Dewan Pengawas Syariah melaksanakan fungsi pengawasan terkait dengan konteks sharia compliance (kepatuhan bank syariah terhadap aturan-aturan syariah/muamalah Islam yang sudah ditetapkan melalui jalur fatwa Dewan Syariah Nasional). DAFTAR PUSTAKA AAOIFI. Governance Standard for Islamic Financial Institutions No.1 Shariah Supervisory Board: Appoinment, Composition and Report, Manama: Accounting and Auditing Organi zation for Islamic Financial Istitutions, 2002. Ahmad Ifham Solihin. Buku Pintar Ekonomi Syariah, Jakarta: Gramedia Pustaka Utama,2010.
Jawaban Implimentasi dan Sosialisasi Instruksi
Direksi
Direksi Usulan
D. Penutup Berdasarkan pembahasan dalam tulisan ini, maka Bank Indonesia dan Dewan Pengawas Syariah merupakan dua lembaga yang sama-sama memiliki tugas dan tanggung jawab dalam bidang pengawasan terhadap bank syariah. Namun fungsi pengawasan yang diemban Muhammad Syafi’I Antonio, Bank Syariah dari Teori ke Praktek, (Jakarta :Gema Insani Press, 2008), h. 235 18
Iqtishaduna
_____. PedomanUmum Lembaga Keuangan Syariah, Jakarta: Gramedia Pustaka Utama,2009. Atang Abd. Hakim. Fiqh Perbanksan Syariah: Transformasi Fiqh Muamalah ke dalam Peraturan Perundang-Undangan, Bandung: Refika Aditama, 2011. Herman Darmawi. Manajemen Perbankan, Jakarta: Bina Aksara, 2011. Harisman. Tugas BI dalam Pengawasan dan Pembinaan perbankan Syariah di Indonesia, (Jakarta: Jurnal Hukum Bisnis, vol.20 Agustus-September 2002. Khoiril Anwar. Asuransi Syariah, Halal dan Maslahat, Jakarta, Renaisan, 2007.
Volume III Nomor 1 Juni 2012
| 37
Karnaen Perwataatmaja dan M. Syafi’I Antonio, Apa dan Bagaimana Bank Islam ( Jakarta: Dana Bakti Wakaf, 1992) Nurul Huda dan Mustafa Edwin N. Current Issues Lembaga Keuangan Syariah, Jakarta: Kencana, 2009. M.A. Mannan, Islamic Banking: Definiton, objectives, methods and functions, Dacca: IRTI, 1980. Muhammad Syafi’I Antonio. Bank Syariah dari Teori ke Praktek, Jakarta: Gema Insani Press, 2008.
N. Suleiman. Corporate Governance for Islamic Bank, dalam www.lib.bke. hu/gt/2000-3/nmsuleiman.pdf. Rahmadi Usman. Aspek-Aspek Hukum Perbankan di Indonesia, Jakarta: Gramedia Pustaka Utama, 2003. Sudin Haron. Islamic Banking Rules and Regulation, Malaysia: Planduk Publication, 1997. Peraturan Bank Indonesia, PBI no. 11/10/ PBI/2009 Undang Undang no. 21 tahun 2008 tentang Perbankan Syariah.
38 |
Iqtishaduna
Jurnal Ekonomi Islam