FUNGSI PENGAWASAN DPRD KABUPATEN BOGOR TERHADAP EFISIENSI ADMINISTRASI PELAYANAN KESEHATAN DAERAH (Studi Pelayanan Publik di RSUD Leuwiliang Kabupaten Bogor)
SKRIPSI Diajukan kepada Fakultas Syariah dan Hukum untuk Memenuhi Persyaratan Memperoleh Gelar Sarjana Hukum (S.H)
Oleh: Zikri Muliansyah 1110048000021
KONSENTRASI HUKUM KELEMBAGAAN NEGARA PROGRAM STUDI ILMU HUKUM FAKULTAS SYARIAH DAN HUKUM UNIVERSITAS ISLAM NEGERI SYARIF HIDAYATULLAH JAKARTA 1435 H/2014 M
LEMBAR PERNYATAAN
Dengan ini saya menyatakan bahwa:
1. Skripsi ini merupakan hasil karya asli saya yang diajukan untuk memenuhi salah satu persyaratan memperoleh gelar strata I (SI) di Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta. 2. Semua sumber yang penulis gunakan dalam penulisan ini telah saya cantumkan sesuai ketentuan yang berlaku di Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta. 3. Jika suatu saat terbukti karya ini bukan hasil karya asli saya, maka saya bersedia menerima sanksi yang berada di Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta.
Jakarta, Mei 2014
Zikri Muliansyah 1110048000021
iii
ABSTRAK Fungsi Pengawasan merupakan salah satu fungsi yang dimiliki oleh DPRD Kabupaten Bogor. Dalam penelitian ini, penulis untuk memamparkan dampak dari pelaksanaan fungsi pengawasaan DPRD Kabupaten Bogor terhadap efisiensi administrasi pelayanan kesehatan daerah, khususnya yang dilakukan oleh RSUD Leuwiliang Kabupaten Bogor, serta memaparkan faktor-faktor apa saja yang mempengaruhi pelaksanaan efisiensi administrasi pelayanan kesehatan tersebut. Oleh karena itu, penelitian ini melingkupi dan melibatkan beberapa instansi terkait, yaitu DPRD Kabupaten Bogor, Dinas Kesehatan Kabupaten Bogor, dan RSUD Leuwiliang Kabupaten Bogor. Metode yang digunakan dalam penelitian ini adalah metode penelitian socio-legal, merupakan suatu metode penelitian yang mengkombinasikan dua sudut pandang yang berbeda dalam suatu isu hukum, yaitu sudut pandang normatif yang lebih mengarah pada peraturan perundang-undangan dan kebijakan pemerintah, serta sudut pandang empirik yang lebih mengarah pada fakta di lapangan sebagai wujud penerapan peraturan perundang-undangan dan kebijakan tersebut. Hasil dari penelitian yang diperoleh adalah bahwa dampak fungsi pengawasan DPRD Kabupaten Bogor terhadap efisiensi administrasi pelayanan kesehatan daerah khususnya yang dilakukan oleh RSUD Leuwiliang Kabupaten Bogor berupa adanya penambahan anggaran bagi RSUD Leuwiliang Kabupaten Bogor dalam rangka peningkatan efisiensi administrasi pelayanan kesehatan. Sementara terkait dengan faktor-faktor yang mempengaruhi efisiensi administrasi pelayanan kesehatan di RSUD Leuwiliang Kabupaten Bogor adalah kualitas dan kuantitas petugas dan beban tugas administrasi, sarana pendukung kinerja petugas administrasi, serta Standar Operational Procedure kinerja petugas adminstrasi di RSUD Leuwiliang Kabupaten Bogor. Kata kunci: Fungsi Pengawasan DPRD Kabupaten Bogor, Efisiensi Administrasi Pelayanan Kesehatan Daerah, Pelayanan Publik dan RSUD Leuwiliang Kabupaten Bogor. Dosen Pembimbing
: Nahrowi, SH., MH., Nur Habibi, SH.I., MH,.
Daftar Pustaka
: Tahun 1984 s.d Tahun 2013
iv
KATA PENGANTAR
Assalamualaikum Wr.Wb. Segala puji dan syukur hanya untuk Allah SWT, karena berkat rahmat, nikmat serta anugerahNya penulis dapat menyelesaikan skripsi dengan judul “FUNGSI
PENGAWASAN
DPRD
KABUPATEN
BOGOR
TERHADAP
EFISIENSI ADMINISTRASI PELAYANAN KESEHATAN DAERAH (Studi Pelayanan Publik di RSUD Leuwiliang Kabupaten Bogor)”. Sholawat serta salam penulis sampaikan kepada junjungan alam semesta Nabi Muuhammad SAW, yang telah membawa umat manusia dari zaman kegelapan ke zaman yang terang benderang ini. Untuk dapat terselesainya penulisan skripsi ini, penulis banyak mendapatkan bantuan, arahan dan bimbingan dari berbagai pihak, sehingga dalam kesempatan ini penulis mengucapkan terima kasih yang tak terhingga kepada yang terhormat : 1.
Dr. H. JM. Muslimin, MA, selaku Dekan Fakultas Syariah dan Hukum UIN Syarif Hidayatullah Jakarta;
2.
Dr. Djawahir Hejazziey, SH., MA., ketua Program Studi Ilmu Hukum dan Drs. Abu Tamrin, SH., M.Hum., sekretaris Program Studi Ilmu Hukum UIN Syarif Hidayatullah Jakarta;
3.
Nahrowi, SH., MH., dan Nur Habibi, SH.I., MH., selaku Dosen Pembimbing penulis yang telah bersedia membimbing penulis dengan penuh kesabaran,
v
perhatian, dan senantiasa memberikan masukan serta meluangkan waktunya untuk memberikan bimbingan kepada penulis hingga skripsi ini selesai; 4.
Prof. Dr. H. A. Salman Maggalatung, SH, MH dan Nur Rohim Yunus, LLM selaku Dosen Penguji Sidang Munaqasah penulis, yang telah bersedia menguji penulis dan memberikan banyak masukan kepada penulis untuk memperbaiki dan menyempurnakan skripsi ini;
5.
Segenap staff Perpustakaan Fakultas Syariah dan Hukum UIN Syarif Hidataullah Jakarta, staff Perpustakaan Utama UIN Syarif Hidayatullah Jakarta, dan staff Perpustakaan Fakultas Syariah dan Hukum UIN Syarif Hidayatullah Jakarta, yang telah memberikan fasilitas untuk mengadakan studi kepustakaan guna menyelesaikan skripsi ini;
6.
Segenap dosen Fakultas Syariah dan Hukum UIN Syarif Hidayatullah Jakarta khususnya dosen program studi ilmu hukum yang telah memberikan ilmu pengetahuan dengan tulus ikhlas, semoga ilmu pengetahuan yang diajarkan dapat bermanfaat dan menjadi keberkahakan bagi penulis dan semoga Allah SWT senantiasa membalas jasa-jasa beliau serta menjadikan semua kebaikan ini sebagai amal jariyah untuk beliau semua;
7.
Dewan Perwakilan Rakyat Daerah (DPRD) Kabupaten Bogor, khususnya Bapak H. Hasanabe selaku Anggota Komisi D DPRD Kabupaten Bogor yang telah bersedia untuk meluangkan waktu dan menjawab semua pertanyaan dari penulis, sehingga penulis dapat menemukan jawaban dari permasalahan yang ada;
vi
8.
Dinas Kesehatan Kabupaten Bogor, khususnya Ibu Dini dan Ibu Dita selaku staff administrasi di Dinas Kesehatan Kabupaten Bogor yang telah bersedia untuk meluangkan waktu dan menjawab semua pertanyaan dari penulis, sehingga penulis dapat menemukan jawaban dari permasalahan yang ada;
9.
RSUD Leuwiliang Kabupaten Bogor, khususnya Bapak Bambang, selaku Kasubag Rekam Medik RSUD Leuwiliang Kabupaten Bogor dan Bu Ade Sri, selaku salah satu petugas loket administrasi di RSUD Leuwiliang Kabupaten Bogor yang telah bersedia untuk meluangkan waktu dan menjawab semua pertanyaan dari penulis, sehingga penulis dapat menemukan jawaban dari permasalahan yang ada;
10. Kedua orang tua tercinta yaitu Ayahanda Marzuki dan Ibunda Siti Mulyati dan kakak-kakak tersayang yaitu Alm. Ahmad Darmansyah, Arief Gunawansyah, SH., MH., Retno Sudiarti, S.Si., dan Andre Gunawan, S.Si serta keluarga besar penulis yang tidak bisa penulis sebutkan satu persatu yang senantiasa memberi dukungan moril, materil, dan spiritual bagi penulis dalam segala kegiatan penulis khususnya dalam penyelesaian penulisan skripsi ini; 11. Sahabat-sahabat penulis yaitu Abdul Muhi, Fahmi Hermawan, Yusup Supriadi, Fariz Kahfi, Fahria Dahlia Talaohu, Hayuningtias Arumdaru, Aulia Citra Utami, dan Ina Agistina, serta khususnya untuk Anggita Nissa Devi Indriani yang selama penulis menempuh jenjang pendidikan Strata Satu telah menemani dan mendukung penulis dalam belajar;
vii
12. Seluruh keluarga besar Ilmu Hukum Angkatan 2010, terima kasih atas segala bentuk dukungan dan ilmu yang telah kalian berikan. Khususnya Setyo Nugroho, Ahmad Kahfi, Andi Komara, Muhammad Rizky, Satyawan Pari Kresno, Kendri Wahyuningsih, Endah Sulastri, Ainul Arifatul Ulum, Cantika Nurdiani, Hopsah Varah Dini, Liza Tri Kusuma, Atiek Af’idata, Nurfika, dan lainnya yang tidak bisa penulis sebutkan satu persatu. Semoga skripsi ini bermanfaat bagi semua pihak, khususnya bagi penulis dan umumnya bagi pembaca. Sekian terimakasih.
Wassalamu’alaikum Wr. Wb.
Jakarta, Mei 2014
Zikri Muliansyah
viii
DAFTAR ISI PERSETUJUAN PEMBIMBING ………………………….………………...
i
LEMBAR PENGESAHAN PENGUJI ……………………………..……….
ii
LEMBAR PERNYATAAN…………………………………………………..
iii
ABSTRAK …………………………………..………………………………...
iv
KATA PENGANTAR ………………………………………………………..
v
DAFTAR ISI ………………………………...………………………………..
ix
DAFTAR LAMPIRAN …………..…………………………………………..
xii
BAB 1 :
BAB II :
PENDAHULUAN ……………………………………………….
1
A. Latar Belakang ………………………………………………..
1
B. Pembatasan dan Perumusan Masalah ………………………...
5
C. Tujuan dan Manfaat Penelitian ……………………………….
6
D. Kajian (Review) Studi Terdahulu …………………………….
7
E. Kerangka Teori dan Konseptual ……………………………...
9
F. Metode Penelitian …………………………………………….
12
G. Sistematika Penulisan ………………………………………...
15
TINJAUAN PUBLIK
UMUM OLEH
PENGAWASAN
PEMERINTAHAN
PELAYANAN DAERAH
DI
INDONESIA……………………………………………………..
18
A. Pemerintahan Daerah di Indonesia …………………………...
18
1. Pengertian Otonomi Daerah Dalam Negara Kesatuan ……
18
2. Landasan Hukum Pemerintahan Daerah di Indonesia ……
22
3. DPRD Dalam Pemerintahan Daerah ……………………...
23
B. Pelayanan Publik Daerah ……………………………………..
24
1. Pengertian Pelayanan Publik Daerah ……………………..
24
2. Ruang Lingkup Pelayanan Publik Daerah ………………...
28
3. Peran Pemerintah Dalam Pelayanan Publik Daerah ………
31
ix
BAB III :
C. Pengawasan Pelayanan Publik Daerah ……………………….
34
1. Pengertian Pengawasan Pelayan Publik Daerah ………….
35
2. Syarat Pengawasan Pelayanan Publik Daerah …………….
37
3. Jenis-jenis Pengawasan Pelayanan Publik Daerah ………..
39
KEBIJAKAN
PELAYANAN
KESEHATAN
DI
PEMERINTAH DAERAH KABUPATEN BOGOR …………
41
A. Dinas Kesehatan Pemerintah Daerah Kabupaten Bogor ……...
41
1. Landasan
Hukum
Pembentukan
Dinas
Kesehatan
Pemerintah Daerah Kabupaten Bogor ……………………..
40
2. Tugas dan Wewenang Dinas Kesehatan Pemerintah Daerah Kabupaten Bogor ………………………………………….
43
B. Rumah Sakit Umum Daerah (RSUD) Leuwiliang Kabupaten Bogor ……………………………………………………….....
44
1. Landasan Hukum Pembentukkan RSUD Leuwiliang Kabupaten Bogor ………………………………………….
44
2. Tugas dan Fungsi RSUD Leuwiliang Kabupaten Bogor ….
45
C. Kebijakan
Mengenai
Standar
Pelayanan
Kesehatan
Pemerintah Daerah Kabupaten Bogor ………………………. D. Kebijakan
Mengenai
Retribusi
Pelayanan
Kesehatan
Pemerintah Daerah Kabupaten Bogor ……………………….
x
47
50
BAB IV :
ANALISA FUNGSI PENGAWASAN DPRD KABUPATEN BOGOR
TERHADAP
EFISIENSI
ADMINISTRASI
PELAYANAN KESEHATAN DAERAH (Studi Pelayanan Publik di RSUD Leuwiliang Kabupaten Bogor) ……………...
52
A. Pelaksanaan Fungsi Pengawasan DPRD Kabupaten Bogor .....
52
1. Mekanisme Pelaksanaan Fungsi Pengawasan DPRD Kabupaten Bogor ………………………………..……...…
52
2. Faktor-faktor yang Mempengaruhi Pelaksanaan Fungsi Pengawasan DPRD Kabupaten Bogor ……………………
56
B. Penyelenggaraan Efisiensi Administrasi Pelayanan Kesehatan Daerah di RSUD Leuwiliang Kabuapaten Bogor …………….
57
1. Kualitas Kerja Petugas Administrasi Pelayanan Kesehatan RSUD Leuwiliang Kabupaten Bogor ……………………..
57
2. Kuantitas Kerja dan Petugas Administrasi Pelayanan Kesehatan RSUD Leuwiliang Kabupaten Bogor …………
61
3. Ketepatan Waktu Penyelesaian Proses Administrasi Pelayanan Kesehatan RSUD Leuwiliang Kabupaten Bogor………………………………………………………
63
C. Analisa Fungsi Pengawasan DPRD Kabupaten Bogor Terhadap Efisiensi Admninistrasi Pelayanan Kesehatan
BAB V :
Daerah di RSUD Leuwilliang Kabupaten Bogor ……………..
66
PENUTUP ……………………………………………………….
73
A. Simpulan ………………..…………………………………….
73
B. Saran……………………………………………………..……. 75 DAFTAR PUSTAKA…………..…………………………………………….. LAMPIRAN-LAMPIRAN
xi
76
DAFTAR LAMPIRAN
1.
Surat Permohonan Data/Wawancara DPRD Kabupaten Bogor
2.
Surat Balasan Wawancara DPRD Kabupaten Bogor
3.
Hasil Wawancara Dengan H. Hasanabe Anggota Komisi D DPRD Kabupaten Bogor
4.
Surat Permohonan Data/Wawancara Dinas Kesehatan Kabupaten Bogor
5.
Surat Balasan Wawancara Dinas Kesehatan Kabupaten Bogor
6.
Hasil Wawancara Dengan Dini dan Dita Staff Administrasi Dinas Kesehatan Kabupaten Bogor
7.
Surat Permohonan Data/Wawancara RSUD Leuwiliang Kabupaten Bogor
8.
Surat Balasan Wawancara RSUD Leuwiliang Kabupaten Bogor
9.
Hasil Wawancara Dengan Bambang Kasubag Rekam Medik RSUD Leuwiliang Kabupaten Bogor dan Ade Sri Petugas Loket Administrasi RSUD Leuwiliang Kabupaten Bogor
10. Hasil Wawancara Dengan Masyarakat Pengguna Jasa RSUD Leuwiliang Kabupaten Bogor
xii
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Manusia adalah makhluk sosial yang tidak dapat hidup tanpa adanya interaksi dengan manusia yang lain. Pada hakikatnya manusia butuh manusia yang lain, oleh karena itu mereka hidup bersama dalam suatu wilayah untuk memenuhi kebutuhan hidup mereka.1 Salah satu kebutuhan manusia yang hidup bersama adalah adanya organisasi pengaturan tentang tata kehidupan mereka sehari-hari, dan negara merupakan salah satu wujud dari organisasi pengaturan tersebut.2 Negara dapat diidentikkan dengan kekuasaan, sebab dimana ada negara maka disitu ada kekuasaan yang menyertainya.3 Ajaran mengenai kekuasaan negara yang paling populer dan menjadi acuan negara-negara di dunia saat ini adalah ajaran Trias Politica (Montesquieu), yang membagi kekuasaan negara ke dalam tiga bagian, yaitu kekuasan eksekutif, kekuasaan legislatif dan kekuasaan yudikatif. Pembagian ini pada hakikatnya merupakan cara untuk mewujudkan check’s and balance’s dalam kehidupan bernegara. 1
Muhadam Labolo, Memahami Ilmu Pemerintahan Suatu Kajian, Teori, Konsep dan Pengembangannya, cet. II, (Jakarta: PT RajaGrafindo Persada, 2007), h. 64 2
Miriam Budiardjo, Dasar-Dasar Ilmu Politik, cet.VI, (Jakarta: PT.Gramedia Pustaka Utama, 2013), h. 47 3
Ibid, h. 48
1
2
Di Indonesia, dalam UUD NRI Tahun 1945, ditegaskan bahwa negara Indonesia merupakan sebuah negara yang berkedaulatan rakyat, dan dalam konstitusi tertulis negara Indonesia tersebut pun menentukan bahwa kedaulatan rakyat dibagi secara horizontal dengan memisahkan (Separation of Power) menjadi kekuasaan yang dinisbatkan sebagai fungsi lembaga-lembaga negara yang sederajat dan saling mengendalikan satu sama lain berdasarkan prinsip checks and balances.4 Pengawasan merupakan salah satu cara untuk mewujudkan check’s and balance’s dalam kehidupan bernegara, agar pelaksanaan kekuasaan negara tetap terkontrol sehingga tidak merugikan masyarakat sebagai unsur penting dalam negara. Pengawasan diperlukan untuk memperbaiki manajemen pemerintahan melalui penataan kelembagaan pemerintah secara sistematis dan komprehensif, meliputi struktur, kultur, dan aparaturnya. Penataan kelembagaan tersebut merupakan
esensi
dari
pelaksanaan
good
governance5
di
lingkungan
pemerintahan yang berlaku untuk pemerintah pusat dan pemerintah daerah. Keberadaan pemerintah pusat dan pemerintah daerah di Indonesia merupakan konsekuensi dianutnya asas desentralisasi dalam pemerintahan di Indonesia. Selama beberapa dekade terakhir, desentralisasi telah menjadi pusat
4
Jimly Asshiddiqie, Konstitusi dan Konstitusionalisme Indonesia, cet.II, (Jakarta: Konpress, 2005), h. 72 5
Encep Syarief Nurdin, “Pembangunan Tata Kelola Pemerintahan Yang Baik (Good Governance) dan Pemberantasan Korupsi”, Negarawan, No.18 (November 2010): h. 109
3
perhatian berbagai
negara di dunia. Bahkan beberapa diantaranya telah
melakukan perubahan struktur pemerintahan ke arah desentralisasi.6 Secara teoritis, adanya desentralisasi merupakan bagian dari pelaksanaan otonomi daerah. Menurut Philipus M. Hadjon, seperti yang dikutip oleh Titik Triwulan Tutik, bahwa hakikat otonomi daerah ialah berasal dari unsur kebebasan (bukan kemerdekaan: independence, onafhankelijkheid)
yang
merupakan sub-sistem dari negara kesatuan. Sedangkan menurut Bagir Manan, otonomi daerah sebagai kebebasan dan kemandirian (vrijheid en zelftandigheid) satuan pemerintahan yang lebih rendah untuk mengatur dan mengurus sebagian urusan pemerintah.7 Seluruh daerah di Indonesia telah diberikan kewenangan untuk mengatur dan mengurus sendiri urusan pemerintahan di daerahnya, meliputi daerah tingkat provinsi dan daerah tingkat kabupaten/kota. Dan Kabupaten Bogor merupakan salah satu daerah yang telah diberikan kewenangan tersebut. Kabupaten Bogor adalah kabupaten terluas di Propinsi Jawa Barat.8 Secara historis Kabupaten Bogor merupakan wilayah yang menjadi pusat
6
M.R Khairul Muluk, Desentralisasi dan Pemerintahan Daerah, cet. III (Jawa Timur: Bayumedia Publishing, 2007), h. 101 7
Titik Triwulan Tutik, Pengantar Hukum Tata Usaha Negara Indonesia, cet. I, (Jakarta: Prestasi Pustaka Raya, 2010), h. 129 8
Dengan luas wilayah 298.838.304 Ha dan koordinat 6 0 18’ 60 47’10 LS dan 1060 23’45 107 13’30, Sumber : Admin. “Selayang Pandang”, artikel diakses pada 4 Oktober 2013 dari http://www.bogorkab.go.id/selayang-pandang/sub-menu/ 0
4
kerajaan tertua di Indonesia.9 Berdasarkan Catatan Dinasti Sung di Cina dan prasasti yang ditemukan di Tempuran Sungai Ciaruteun dan Sungai Cisadane, memperlihatkan bahwa pada paruh awal abad ke-5 M di wilayah ini telah ada sebuah bentuk pemerintahan.10 Pemerintahan di Kabupaten Bogor, berkembang seiring dengan perkembangan ketatanegaraan Indonesia. Perkembangan tersebut juga disertai dengan peningkatan tingkat kompleksitas permasalahan yang terjadi di Kabupaten Bogor, terutama terkait hubungan pemerintah daerah dengan masyarakat dalam hal pelayanan publik, khususnya pelayanan publik di bidang kesehatan dan Rumah Sakit Umum Daerah Leuwiliang Kabupaten Bogor11 merupakan salah satu penyelenggara pelayanan publik di bidang tersebut. Selain karena lokasi penelitian yang lebih dekat dengan penulis, RSUD Leuwiliang Kabupaten Bogor merupakan rumah sakit dengan tingkat intensitas kunjungan
pasien
paling
banyak
di
Kabupaten
Bogor,
dan
dalam
perkembangannya muncul berbagai keluhan terhadap pelayanan yang diberikan oleh pihak RSUD Leuwiliang Kabupaten Bogor, salah satunya adalah efesiensi administrasi pelayanan kesehatan yang diberikan, terutama dalam kaitannya
9
R. Hilman Hapid, Bogor dari Periode ke Periode, cet.I, (Bogor: PT Inti Getar Pakuan, 2012), h. 5 10
Admin. “Selayang Pandang”, artikel diakses http://www.bogorkab.go.id/selayang-pandang/sub-menu/ 11
pada
4
Oktober
2013
Untuk selanjutnya penulis menuliskannya dengan RSUD Leuwiliang Kabupaten Bogor
dari
5
dengan waktu penyelesaian administrasi pelayanan kesehatan yang dinilai lebih lambat dibanding dengan rumah sakit lain yang ada di Kabupaten Bogor. Perbaikan dalam efisiensi administrasi pelayanan kesehatan di RSUD Leuwiliang Kabupaten Bogor perlu dilakukan. Namun, apabila perbaikan hanya mengandalkan inisiatif pemerintah daerah Kabupaten Bogor saja dirasa kurang memadai. Perlu adanya peran lembaga lain yang kedudukannya sejajar dengan pemerintah daerah Kabupaten Bogor, yaitu Dewan Perwakilan Rakyat Daerah (DPRD) Kabupaten Bogor. Oleh karena itu penulis tertarik untuk mengajukan suatu judul yaitu “Fungsi Pengawasan DPRD Kabupaten Bogor Terhadap Efisiensi Administrasi Pelayanan Kesehatan Daerah (Studi Pelayanan Publik di RSUD Leuwiliang Kabupaten Bogor)”. B. Pembatasan Masalah dan Perumusan Masalah Adapun yang menjadi fokus dari penelitian ini adalah: 1. Pembatasan Masalah Agar pembahasan dalam penelitian ini tidak terlalu meluas, maka penelitian ini hanya dibatasi pada dampak pelaksanaan fungsi pengawasan Dewan Perwakilan Rakyat Daerah (DPRD) Kabupaten Bogor terhadap perwujudan efisiensi administrasi pelayanan kesehatan daerah di RSUD Leuwiliang Kabupaten Bogor.
6
2. Perumusan Masalah Untuk memperjelas masalah dalam pembahasan ini, maka dirumuskan masalah-masalah sebagai berikut: a.
Faktor-faktor apa saja yang mempengaruhi pelaksanaan efisiensi administrasi pelayanan kesehatan daerah di RSUD Leuwiliang Kabupaten Bogor?
b.
Apa dampak pelaksanaan fungsi pengawasan DPRD Kabupaten Bogor dalam mewujudkan efisiensi administrasi pelayanan kesehatan daerah di RSUD Leuwiliang Kabupaten Bogor?
C. Tujuan dan Manfaat Penelitian 1. Tujuan Penelitian Tujuan yang ingin penulis capai melalui penelitian ini adalah sebagai berikut: a.
Untuk mengetahui faktor-faktor yang mempengaruhi pelaksanaan efisiensi
administrasi
pelayanan
kesehatan
daerah
di
RSUD
Leuwiliang Kabupaten Bogor. b.
Untuk mengetahui dampak pelaksanaan fungsi pengawasan DPRD Kabupaten Bogor dalam mewujudkan efisiensi administrasi pelayanan kesehatan daerah di RSUD Leuwiliang Kabupaten Bogor.
2. Manfaat Penelitian Adapun manfaat dari penelitian yang penulis lakukan adalah : a.
Manfaat Teoritis
7
Secara teoritis hasil penelitian ini diharapkan dapat menambah pengetahuan mengenai fungsi pengawasan Dewan Perwakilan Rakyat Daerah
(DPRD)
Kabupaten
Bogor
terhadap
penyelenggaraan
pemerintahan daerah, terutama dalam kaitannya dengan pelayanan publik yang diberikan oleh pemerintah daerah Kabupaten Bogor khususnya di bidang administrasi pelayanan kesehatan daerah. b.
Manfaat Praktis Secara praktis manfaat dari hasil penelitian ini diharapkan dapat digunakan dan dijadikan sebagai bahan pertimbangan bagi seluruh komponen pemerintahan daerah Kabupaten Bogor untuk senantiasa menerapkan prinsip efisiensi dalam pelayanan publik daerah khususnya di bidang administrasi pelayanan kesehatan daerah Kabupaten Bogor.
D. Kajian (Review) Studi Terdahulu Kajian terkait dengan DPRD baik dari segi peran, fungsi dan kewenangan pasca reformasi khususnya, tengah menjadi bahan diskusi hangat dan mengalami perkembangan yang cukup signifikan, berbagai karya ilmiah lahir membahas hal ini. Namun, terkait dengan pembahasan fungsi pengawasan DPRD dalam kaitannya dengan efisiensi administrasi pelayanan kesehatan pemerintah daerah Kabupaten Bogor, sejauh penelusuran penulis belum ada yang pernah melakukannya. Maka untuk memposisikan skripsi ini kiranya perlu memaparkan
8
penelitian-penelitian sebelumnya agar kemungkinan terjadinya pengulangan penelitian dapat dihindari. Skripsi
yang
berjudul
“Analisis
Kinerja
Petugas
Administrasi
Berdasarkan Persepsi Petugas Puskesmas dan Masyarakat Pada Puskesmas Sukmajaya Kota Depok Tahun 2009”, ditulis oleh Agung Setiadi Wijaya dari Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Indonesia pada tahun 2009. Skripsi ini membahas tentang kinerja petugas administrasi puskesmas Sukmajaya dalam persepsi petugas administrasi dan masyarakat Sukmajaya Kota Depok pada tahun 2009. Selain, perbedaan lokasi penelitian, objek dari penelitian penulis pun berbeda. Dimana penulis mengkhususkan diri pada fungsi pengawasan DPRD Kabupaten Bogor. Skripsi tentang “Tinjauan Yuridis Fungsi dan Peranan DPRD Terhadap Pertanggungjawaban Kepala Daerah di Era Reformasi”, ditulis oleh Yulia Ayu Rizki dari Fakultas Syariah dan Hukum Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta pada tahun 2013. Skripsi ini menjelaskan tentang fungsi dan peranan DPRD pada umumnya dalam kaitannya dengan pertanggungjawaban kepala daerah. Sedangkan penelitian penulis fokus pada DPRD Kabupaten Bogor terkait pelaksanaan fungsi pengawasannya dalam hubungannya dengan efisiensi administrasi pelayanan kesehatan daerah khususnya di RSUD Leuwiliang Kabupaten Bogor. Skripsi yang berjudul “Optimalisasi Peran dan Fungsi Dewan Perwakilan
Daerah
Dalam
Peningkatan
Otonomi
Daerah
Kabupaten
9
Bojonegoro”, ditulis oleh Harum Qorinatuz Zahro dari Fakultas Syariah dan Hukum Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta pada tahun 2013. Skripsi ini membahas tentang Dewan Perwakilan Rakyat Daerah (DPRD) Bojonegoro, dalam upaya peningkatan otonomi daerah Bojonegoro. Selain, perbedaan lokasi penelitian, objek dari penelitian skripsi penulis pun berbeda. Dimana penulis mengkhususkan diri pada salah satu fungsi DPRD Kabupaten Bogor yaitu fungsi pengawasan. Dari penjelasan di atas dapat disimpukan bahwa skripsi yang penulis ajukan tidak sama dengan ketiga skripsi atas. E. Kerangka Teori dan Konsep Negara adalah suatu masyarakat yang diorganisasikan secara politik karena negara ini merupakan sebuah komunitas yang dibentuk oleh suatu tatanan yang bersifat memaksa dan tatanan pemaksa ini adalah hukum.12 Menurut teori organ, negara merupakan suatu organisme yang mempunyai alat-alat perlengkapan seperti eksekutif, parlemen dan yang rakyat yang keseluruhannya memiliki fungsi masing-masing dan saling bergantung satu dengan yang lainnya. Dalam konteks ini rakyat pemilih dan mereka yang mewakili berhubungan ketika mereka membentuk lembaga perwakilan yang memang diinginkan. Ketika lembaga itu berdiri, rakyat pemilih tidak perlu lagi
12
Hans Kelsen, Teori Umum Tentang Hukum dan Negara, Penerjemah Raisul Muttaqien, cet IV, (Bandung: Nusa Media, 2009), h. 272
10
turut campur dalam pelbagai kerja institusional legislatif karena mereka secara otomatis akan menjalankan fungsinya masing-masing.13 Berdasarkan Pasal 1 ayat (2) Undang-undang Nomor 32 Tahun 2004 Tentang Pemerintahan Daerah diterangkan bahwa pemerintahan daerah adalah penyelenggaraan urusan pemerintahan oleh pemerintah daerah dan DPRD menurut asas otonomi dan tugas pembantuan dengan prinsip otonomi seluasluasnya dalam sistem dan prinsip Negara Kesatuan Republik Indonesia sebagaimana dimaksud dalam Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945. Dewan Perwakilan Rakyat Daerah merupakan lembaga perwakilan rakyat daerah yang berkedudukan sejajar dengan kepala daerah sebagai pemerintah daerah.14 Hal ini ditegaskan pada Pasal 342 UU No.27 Tahun 2009 Tentang MPR, DPR, DPD dan DPRD, yang menyatakan bahwa DPRD kabupaten/kota
merupakan
lembaga
perwakilan
rakyat
daerah
yang
berkedudukan sebagai unsur penyelenggara pemerintahan daerah kabupaten/kota. Dewan Perwakilan Rakyat Daerah memiliki 3 (tiga) fungsi pokok sebagaimana tercantum dalam ketentuan Pasal 343 UU No.27 Tahun 2009
13
Moh. Kusnardi dan Bintan R. Saragih, Ilmu Negara, cet.VII, (Jakarta: Gaya Media Pratama Jakarta, 2008), h. 255 14
Baban Sobandi, dkk., Desentralisasi dan Tuntutan Penataan Kelembagaan Daerah, cet.I, (Bandung: Humaniora, 2006), h.117
11
Tentang MPR, DPR, DPD dan DPRD, yaitu fungsi legislasi, fungsi anggaran, dan fungsi pengawasan. Berdasarkan teori mandat imperatif yang mengemukakan bahwa suatu wakil dalam lembaga perwakilan merupakan wakil yang tidak mengenal siapa yang diwakilinya. Ia menjabat sebagai wakil karena dirinya ditunjuk oleh lembaga perwakilan dimana ia bergabung. Dalam konteks ini adalah mereka yang kemudian diwakili memandatkan suaranya kepada lembaga perwakilan tertentu, selanjutnya lembaga perwakilan itulah yang menunjuk anggotanya untuk mewakili konstituen lembaga perwakilan tersebut, sehingga wakil tidak ada hubungannya dengan pemilih.15. Berdasarkan Pasal 1 ayat (1) Undang-Undang Nomor 25 Tahun 2009 Tentang Pelayanan Publik, yang dimaksud dengan pelayanan publik adalah kegiatan atau rangkaian kegiatan dalam rangka pemenuhan kebutuhan pelayanan sesuai dengan peraturan perundang-undangan bagi setiap warga negara dan penduduk atas barang, jasa dan/atau pelayanan administratif yang disediakan oleh penyelenggara pelayanan publik. Dalam Black’s Law Dictionary menyebutkan bahwa Administration is the management or performance of the executive duties of government, institution or public. In public law, administration is the practical management and direction
15
Bintan R Saragih, Lembaga Perwakilan dan Pemilihan Umum di Indonesia, cet.I, (Jakarta: Gaya Media Pratama, 1988), h. 82
12
of the executive departement and it’s agencies,16 (Administrasi adalah pengaturan atau pelaksanaan tugas penyelenggara negara, institusi atau masyarakat. Dalam hukum publik, administrasi adalah pengaturan pelaksanaan dan arah dari penyelenggara departemen dan instansinya). Sementara terkait dengan efisiensi, Kamus Besar Bahasa Indonesia menerangkan bahwa efisiensi adalah ketepatan cara (usaha kerja) dalam menjalankan sesuatu (dengan tidak membuang waktu, tenaga dan biaya).17 Dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia, Pengawasan ialah penilikan dan pengarahan kebijakan jalannya perusahaan. Dalam kehidupan bernegara tentu hal ini terkait dengan jalannya kebijakan suatu negara atau pemerintah baik di tingkat pusat maupun daerah.18 F. Metode Penelitian Untuk menjawab permasalahan yang telah dirumuskan dalam penelitian ini, digunakan suatu metode penelitian dengan pemaparan sebagai berikut : 1. Jenis Penelitian Tipe penelitian yang penulis gunakan dalam penelitian ini adalah socio-legal. Socio-legal adalah suatu pendekatan alternatif yang menguji studi
16
Bryan A. Garner, Black’s Law Dictionary, Edisi VIII, (United States of America: West Group, 1999), h. 46 17
Departemen Pendidikan Nasional, Kamus Besar Bahasa Indonesia Pusat Bahasa, Edisi IV, (Jakarta: PT. Gramedia Pustaka Utama, 2008), h.352 18
Ibid, h. 104
13
doktrinal terhadap hukum,19 sementara dari sifatnya maka penelitian ini termasuk ke dalam jenis penelitian deskriptif20 yang berbentuk diagnostik dan evaluatif21 dengan menggunakan pemaparan secara kualitatif. Metode yang digunakan untuk memahami masalah yang diteliti pada skripsi ini, tidak melakukan pengukuran secara statistik, melainkan hasil dari pemaparan pihak responden yang jelas dan rinci terhadap masalah yang diteliti sehingga memberikan pemahaman yang mendalam terhadap masalah yang diteliti tersebut. 2. Teknik Pengumpulan Data Sumber data yang diperoleh dalam penulisan skripsi ini, yaitu: a. Data Primer Data Primer antara lain: data yang diperoleh dari hasil wawancara kepada anggota Dewan Perwakilan Rakyat Daerah (DPRD) Kabupaten Bogor, Dinas Kesehatan Kabupaten Bogor, RSUD Leuwiliang Kabupaten Bogor dan masyarakat terkait dengan pelaksanaan fungsi pengawasan DPRD terhadap efisiensi administrasi pelayanan kesehatan daerah. b. Data Sekunder 19
Sulistyowati Irianto dan Shidarta, Metode Penelitian Hukum Konstelasi dan Refleksi, Ed. I, (Jakarta: Yayasan Obor Indonesia, 2009), h. 175 20
Soerjono Soekanto, Pengantar Penelitian Hukum, cet.III, (Jakarta: Universitas Indonesia, 1986), h. 50. 21
Singarimbun, Masri dan Effendi Soffian, Penyunting, Metode Penelitian Survey, cet.VI, (Jakarta: Lembaga Penelitian, Pendidikan dan Penerangan Ekonomi dan Sosial (LP3ES), 1985), h. 3
14
Data Sekunder antara lain: data yang diperoleh melalui data-data yang telah diteliti dan dikumpulkan oleh pihak lain yang berkaitan dengan permasalahan penelitian ini baik berupa buku, koran, jurnal hukum, majalah maupun melalui media internet. 3. Pengolahan dan Teknik Analisis Data Berdasarkan bahan-bahan hukum yang diperoleh, meliputi bahan hukum primer dan sekunder, kemudian penulis mengkelompokkannya sesuai dengan isu hukum yang akan dibahas. Lalu penulis mengolah bahan-bahan hukum tersebut secara deduktif
yaitu menarik kesimpulan dengan
menggambarkan permasalahan secara umum ke permasalahan yang khusus atau lebih konkret.22 Setelah
bahan
hukum
tersebut
diolah,
penulis
kemudian
memaparkannya dalam berbagai aspek serta menuangkannya dalam bentuk tulisan dengan bahasa penulisan ilmiah guna menjawab isu hukum yang telah dirumuskan dalam rumusan masalah 4. Teknik Penulisan Teknik penulisan skripsi ini berdasarkan pada buku “Pedoman Penulisan Skripsi” yang dikeluarkan oleh Fakultas Syariah dan Hukum, Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta Tahun 2012.
22
Peter Mahmud Marzuki, Penelitian Hukum, cet.VII, (Jakarta: Kencana, 2011), h.42
15
G. Sistematika Penulisan Untuk dapat menuangkan hasil penelitian kedalam bentuk penulisan yang teratur dan sistematis, maka skripsi ini disusun dengan sistematika penulisan yang terdiri dari lima bab. BAB 1 : PENDAHULUAN Bab satu membahas tentang latar belakang, pembatasan dan perumusan masalah, tujuan dan manfaat penelitian, kajian (review) studi terdahulu, kerangka teori dan konseptual, metode penelitian, dan sistematika penulisan. BAB II :
TINJAUAN UMUM PENGAWASAN PELAYANAN PUBLIK OLEH PEMERINTAHAN DAERAH DI INDONESIA Bab dua membahas tentang pemerintahan daerah di Indonesia (meliputi pengertian otonomi daerah dalam negara kesatuan, landasan hukum pemerintahan daerah di Indonesia, dan DPRD dalam pemerintahan daerah), pelayanan publik daerah (meliputi pengertian pelayanan publik daerah, ruang lingkup pelayanan publik daerah dan peran pemerintah dalam pelayanan publik daerah), pengawasan pelayanan publik daerah (meliputi pengertian pengawasan
pelayanan
publik
daerah,
syarat
pengawasan
pelayanan publik daerah, dan jenis-jenis pengawasan pelayanan
16
publik daerah). BAB III : KEBIJAKAN
PELAYANAN
KESEHATAN
DI
PEMERINTAH DAERAH KABUPATEN BOGOR Bab tiga membahas tentang dinas kesehatan pemerintah daerah Kabupaten Bogor (meliputi landasan hukum pembentukan dinas kesehatan pemerintah daerah Kabupaten Bogor dan tugas dan wewenang dinas kesehatan pemerintah daerah Kabupaten Bogor), Rumah Sakit Umum
Daerah (RSUD) Leuwiliang Kabupaten
Bogor (meliputi landasan hukum pembentukan RSUD Leuwiliang Kabupaten Bogor dan tugas dan fungsi RSUD Leuwiliang Kabupaten Bogor), kebijakan standar pelayanan kesehatan pemerintah daerah Kabupaten Bogor, dan kebijakan retribusi pelayanan kesehatan pemerintah daerah Kabupaten Bogor. BAB IV : ANALISA FUNGSI PENGAWASAN DPRD KABUPATEN BOGOR
TERHADAP
PELAYANAN PELAYANAN
EFISIENSI
KESEHATAN PUBLIK
DI
ADMINISTRASI
DAERAH RSUD
(STUDI
LEUWILIANG
KABUPATEN BOGOR). Bab empat membahas tentang pelaksanaan fungsi pengawasan DPRD Kabupaten Bogor (meliputi mekanisme pelaksanaan fungsi
17
pengawasan DPRD Kabupaten Bogor dan faktor-faktor yang mempengaruhi pelaksanaan fungsi pengawasan DPRD Kabupaten Bogor),
penyelenggaraan
efisiensi
administrasi
pelayanan
kesehatan daerah di RSUD Leuwiliang Kabupaten Bogor (meliputi kualitas kinerja petugas administrasi pelayanan kesehatan RSUD Leuwiliang Kabupaten Bogor, kuantitas kerja dan petugas administrasi pelayanan kesehatan RSUD Leuwiliang Kabupaten Bogor, dan ketepatan waktu penyelesaian proses administrasi pelayanan kesehatan RSUD Leuwiliang Kabupaten Bogor) dan analisa fungsi pengawasan DPRD Kabupaten Bogor terhadap efisiensi administrasi pelayanan kesehatan daerah di RSUD Leuwiliang Kabupaten Bogor. BAB V :
PENUTUP Berisi kesimpulan dan saran penulis
18
BAB II TINJAUAN UMUM PENGAWASAN PELAYANAN PUBLIK OLEH PEMERINTAHAN DAERAH DI INDONESIA A. Pemerintahan Daerah di Indonesia Kehadiran pemerintahan daerah di Indonesia merupakan salah satu bentuk upaya untuk mempercepat terwujudnya kesejahteraan masyarakat melalui peningkatan pelayanan, pemberdayaan dan peran serta masyarakat dengan memperhatikan prinsip demokrasi, pemerataan dan keadilan. 1. Pengertian Otonomi Daerah dalam Negara Kesatuan Negara
adalah
agen
atau
kewenangan
yang
mengatur
dan
mengendalikan persoalan-persoalan bersama atas nama masyarakat (The state is an agency or authority managing or controlling these (common) affairs on behalf of and in the name of the community).1 Negara kesatuan adalah bentuk negara dimana wewenang legislatif tertinggi dipusatkan dalam satu badan legislatif nasional/pusat.2
1
Roger Soltau, An Introduction to Politics, (London: Longmans, 1961), h. 1, sebagaimana dikutip oleh Miriam Budiardjo, Dasar-dasar Ilmu Politik, cet VI, (Jakarta: PT. Gramedia Pustaka Utama, 2008), h. 48 2
C.F Strong, Modern Political Constitutions: An Introduction to the Comparative Study of Their History and Axisting Form, (London: Sidgwick dan Jackson, 1963), h. 84, sebagaimana dikutip oleh Miriam Budiardjo, Dasar-dasar Ilmu Politik, cet VI, (Jakarta: PT. Gramedia Pustaka Utama, 2008), h. 49
18
19
Negara kesatuan adalah negara yang tidak tersusun dari beberapa negara, melainkan hanya ada satu negara. Di dalam negara kesatuan hanya ada satu pemerintahan, yaitu pemerintahan pusat yang mempunyai kewenangan tertinggi dalam segala hal lapangan pemerintahan. Pemerintahan pusat inilah yang pada tingkat terakhir dan tertinggi dapat memutuskan segala sesuatu dalam negara tersebut.3 Sebagai negara kesatuan, Indonesia memiliki pusat kekuasaan yang berada di Pemerintah Pusat. Namun, karena heterogenitas yang dimiliki oleh bangsa Indonesia, yaitu meliputi kondisi sosial, ekonomi, budaya dan keragaman tingkat pendidikan masyarakat, maka perlu suatu konsep yang mampu menaungi keberagaman tersebut dalam bingkai negara kesatuan. Melalui otonomi daerah atau desentralisasi yang merupakan distribusi kekuasaan/kewenangan dari pemerintah pusat,4 diharapkan konsep tersebut dapat terwujud. Pasca reformasi yang ditandai dengan lengsernya Presiden Soeharto, bergulir era yang mendesak pemerintahan pusat untuk mendesentralisasikan beberapa kewenangannya kepada daerah. Akhirnya pada tanggal 7 Mei 2001 lahirlah Undang-Undang Nomor 22 Tahun 1999 Tentang Pemerintahan
3
Abu Daud Busroh, Ilmu Negara, cet.I, (Jakarta: PT.Bumi Aksara, 1990), h. 64
4
J.Kaloh, Mencari Bentuk Otonomi Daerah Suatu Solusi Dalam Menjawab Kebutuhan Lokal dan Tantangan Global, cet.I, (Jakarta: PT Rineka Cipta, 2007), h. 1
20
Daerah yang menegaskan kembali kepada pelaksanaan otonomi daerah.5 Jika pada masa sebelumnya pemerintah daerah lebih tunduk pada keinginan pusat, maka pasca reformasi kewenangan daerah otonom menjadi lebih luas dan tidak bergantung pada kebijakan pemerintah pusat.6 Otonomi pada dasarnya merupakan sebuah konsep politik,7 menurut Deliar Noer, politik memusatkan perhatian pada masalah kekuasaan dalam kehidupan bersama atau masyarakat.8 Dalam kamus politik, otonomi adalah hak untuk mengatur kepentingan urusan internal daerah atau organisasinya menurut hukum sendiri.9 Sementara menurut J. Barents, Ilmu Politik mempelajari kehidupan bermasyarakat... dengan negara sebagai bagiannya (en maatschappelijk leven.... waarvan de staat ee onderdeel vornt).10 Otonomi daerah adalah hak, wewenang, dan kewajiban daerah untuk mengatur dan mengurus rumah tangganya sendiri sesuai dengan perundang-
5
Syaukani, dkk, Otonomi Daerah Dalam Negara, cet.I, (Yogyakarta: Pustaka Belajar, 2007),
h. 14 6
Pusat Kajian Strategi Pembangunan Sosial Politik FISIP Universitas Indonesia dengan Badan Perencanaan Daerah Provinsi Jakarta, dalam penelitian Peran dan Fungsi DPRD di era Reformasi, (Jakarta: Depok, 2003) 7
RDH Koesoemahatmadja, Pengantar Ke Arah Sistem Pemerintahan Daerah di Indonesia, cet.I, (Jakarta: Bina Cipta, 1979), h. 45 8
Deliar Noer, Pengantar ke Pemikiran Politik, cet.I, (Medan: Dwipa, 1965), h. 56
9
BN. Marbun, Kamus Politik, Edisi III, (Jakarta: Pustaka Harapan, 2007), h. 350
10
J.Barents, Ilmu Politika: Suatu Perkenalan Lapangan, terjemahan L.M. Sitorus, cet.I, (Jakarta: PT Pembangunan,1965), h. 23
21
undangan yang berlaku.11 Dengan adanya otonomi daerah, maka secara berangsur-angsur beberapa kewenangan pemerintah pusat dialihkan kepada pemerintah daerah.12 Menurut M. Turner dan D. Hulme dalam Dede Rosyada, berpandangan bahwa yang dimaksud dengan otonomi daerah adalah transfer kewenangan untuk menyelenggarakan beberapa pelayanan kepada publik dari agen pemerintah pusat kepada agen lain yang lebih dekat kepada publik yang dilayani, landasan yang melandasi transfer ini adalah teritorial dan fungsional.13 Otonomi daerah dapat berhasil bila orientasi kepentingan publik melandasi pengambilan kebijakan. Sebaliknya, otonomi daerah akan gagal menyejahterakan masyarakat manakala kepentingan elit mendominasi kebijakan-kebijakan strategis daerah.14 Sri Soemantri berpandangan bahwa substansi dari pemerintahan daerah adalah adanya pelimpahan wewenang dari pemerintahan pusat kepada daerah-daerah otonom bukanlah hal itu ditetapkan dalam konstitusinya, akan 11
Save M. Dagun, Kamus Besar Ilmu Pengetahuan, cet.I, (Jakarta: Lembaga Pengkajian Kebudayaan Nusantara (LPKN), 1997), h. 759 12
Ateng Syafrudin, Kapita Selekta, Hakikat Otonomi dan Pembangunan Daerah, cet.I, (Yogyakarta: Citra Media, 2006), h. 5
Desentralisasi Dalam
13
Rosyada, dkk., Pendidikan Kewargaan (Civic Education) Demokrasi, Hak Asasi Manusia dan Masyarakat Madani, cet.I, (Jakarta: ICCE UIN Syarif Hidayatullah, 2003), h. 151 14
Mariana Dede dan Caroline Paskarina, Demokrasi dan Politik Desentralisasi, cet.I, (Yogyakarta : Graha Ilmu, 2008), h. 335
22
tetapi karena masalah itu adalah merupakan hakikat dari Negara kesatuan.15 Indonesia sebagai negara kesatuan butuh akan hadirnya otonomi daerah sebagai upaya untuk memelihara harmoni sosial dan pada saat yang sama juga memelihara nilai-nilai lokalnya.16 2. Landasan Hukum Pemerintahan Daerah di Indonesia Pengaturan pemerintahan daerah di Indonesia sudah ada sejak masa awal kemerdekaan negara Indonesia, yaitu melalui pembentukkan Undangundang Nomor 1 Tahun 1945. Dalam undang-undang tersebut, pemerintahan daerah adalah Komite Nasional Daerah yang berkedudukan sebagai pembantu pemerintah. Tiga tahun berselang pengaturan mengenai pemerintahan daerah, diatur dalam Undang-undang Nomor 22 Tahun 1948 yang mendefinisikan pemerintahan daerah melalui pembagian pemerintahan daerah kedalam Dewan Perwakilan Rakyat Daerah dan Dewan Pemerintahan Daerah. Undang-undang Nomor 22 Tahun 1999 Tentang Pemerintahan Daerah, merupakan peraturan yang menegaskan kembali kepada pelaksanaan otonomi daerah. Secara eksplisit pada pasal 1 huruf d disebutkan bahwa Pemerintahan Daerah adalah penyelenggaraan pemerintahan daerah otonom oleh Pemerintah Daerah dan DPRD menurut asas Desentralisasi. 15
Sri Soemantri M, Pengantar Perbandingan Antar Hukum Tata Negara, cet.I, (Jakarta: Rajawali Press, 1981), h. 52 16
M. Ryaas Rasyid, “Otonomi Daerah: Latar Belakang dan Masa Depannya” dalam Syamsuddin Haris, ed., Desentralisaasi dan Otonomi Daerah Desentralisasi, Demokratisasi, Akuntabilitas Pemerintahan Daerah, cet.I, (Jakarta: LIPI, 2007), h. 10
23
Saat ini pengaturan mengenai pemerintahan daerah di Indonesia diatur dalam Undang-undang Nomor 32 Tahun 2004 Tentang Pemerintahan Daerah. Undang-undang ini memberikan keleluasaan bagi daerah untuk menggali potensi lokalnya sekaligus memberikan perubahan dan keluasan wewenang bagi lembaga perwakilan daerah, yaitu DPRD (provinsi dan kabupaten).17 3. DPRD Dalam Pemerintahan Daerah Dalam Pasal 40 Undang-undang Nomor 32 Tahun 2004 Tentang Pemerintahan Daerah, diterangkan bahwa “DPRD merupakan lembaga perwakilan rakyat daerah dan berkedudukan sebagai unsur penyelenggaraan pemerintahan daerah”, ini hampir serupa dengan isi Pasal 13 Undang-undang Nomor 5 Tahun 1974 Tentang Pemerintahan Daerah, yang berbunyi “Pemerintah Daerah adalah Kepala Daerah dan Dewan Perwakilan Rakyat Daerah”. Sebagai lembaga perwakilan rakyat daerah, DPRD memiliki beberapa kewenangan, diantaranya membentuk peraturan daerah yang dibahas dengan kepala daerah untuk mendapat persetujuan bersama, membahas dan menyetujui rancangan peraturan daerah tentang APBD bersama kepala daerah, melakukan pengawasan terhadap pelaksanaan penyelenggaran pemerintahan di daerah, mengajukan usulan pengangkatan dan pemberhentian kepala daerah kepada Presiden melalui Menteri Dalam Negeri bagi DPRD 17
Ketentuan Pasal 40, 42 dan 43 Undang-undang Nomor 32 Tahun 2004 Tentang Pemerintahan Daerah
24
Provinsi dan kepada Menteri Dalam Negeri melalui Gubernur bagi DPRD Kabupaten/Kota, serta memilih wakil kepala daerah dalam hal terjadi kekosongan jabatan wakil kepala daerah dan berbagai kewenangan lainnya.18 Dalam menjalankan kewenangan tersebut, DPRD memiliki beberapa hak, yaitu hak interpelasi, hak angket, dan hak menyatakan pendapat. Namun, dalam ketentuan Pasal 43 Undang-undang Nomor 32 Tahun 2004 Tentang Pemerintahan Daerah, tidak dirumuskan secara jelas sanksi yang dapat dikenakan kepada pejabat yang tidak menjalankan saran dan rekomendasi dari DPRD. Padahal, Sanksi diperlukan untuk menanggulangi dan memperbaiki kinerja pemerintah yang dianggap belum sesuai dengan apa yang dikehendaki oleh rakyat. B. Pelayanan Publik Daerah Pelayanan publik daerah merupakan konsep yang sering digunakan oleh banyak pihak, baik kalangan praktisi maupun akademisi dengan makna yang berbeda-beda. Semula pelayanan publik daerah dimaknai sebagai integrasi pelayanan publik yang diselenggarakan oleh pemerintah pusat di daerah. 1. Pengertian Pelayanan Publik Daerah Untuk memberi pengertian dari pelayanan publik daerah, maka perlu kita bahas terlebih dahulu pengertian masing-masing kata pembentuknya, yaitu pelayanan, publik dan daerah. 18
Intisari tugas dan wewenang DPRD menurut Undang-undang Nomor 32 Tahun 2004 Tentang Pemerintahan Daerah
25
Pengertian dari pelayanan itu sendiri adalah perihal/cara melayani.19 Dalam konteks pemerintahanan, pelayanan berkenaan dengan usaha pemerintah yang bertujuan untuk menciptakan kondisi yang menjamin warga masyarakat dapat melaksanakan kehidupan mereka secara wajar.20 Menurut
Albrecht,
pelayanan
dirumuskan
sebagai
A
total
organizational approach that makes quality of service as perceived by the customer, the number one driving force for the operation of the business21(Keseluruhan pendekatan organisasi yang membuat kualitas pelayanan berdasarkan persepsi pelanggan, sebagai kekuatan pendukung utama untuk menyelenggarakan pekerjaan). Dari rumusan tersebut setidaknya ada integrasi dari tiga hal penting, yaitu bahwa pelayanan merupakan pendekatan yang lengkap yang membuahkan kualitas pelayanan; kualitas pelayanan ini haruslah berdasarkan persepsi dari pelanggan/masyarakat dan bukan persepsi dari pemberi
19
Departemen Pendidikan Nasional, Kamus Besar Bahasa Indonesia Pusat Bahasa, Edisi IV, (Jakarta: PT Gramedia Pustaka Utama, 2008), h. 797 20
M. Ryaas Rasyid, Makna Pemerintahan: Tinjauan Dari Segi Etika dan Kepemimpinan, cet.I, (Jakarta: Watampone, 1997) , h.116 21
Christopher H Lovelock, Managing Service, (New Jersey: Prentice Hall, Englewood Cliff, 1992), h. 10 sebagaiman dikutip oleh Amin Ibrahim, Teori dan Konsep Pelayanan Publik Serta Implementasinya, cet.I, (Bandung: CV. Mandar Maju, 2008), h. 2
26
pelayanan; dan pelayanan merupakan penggerak utama bagi operasional kegiatan organisasi pemberi pelayanan apapun nama dan jenisnya.22 Sedangkan definisi dari publik adalah orang banyak (umum).23 Dalam Random House sebagaimana dikutip oleh Amin Ibrahim,24 Publik adalah Public, yang mengandung rumusan pengertian berupa : Pertaining to or affecting a population or a company as a whole; Open to all person; Owned by a community; Performed on behalf of a community; and Serving a community as an official (Berkaitan dengan pengaruh kelompok atau perusahaan secara keseluruhan; terbuka untuk semua orang; dimiliki oleh masyarakat; dilakukan atas nama masyarakat; dan melayani masyarakat sebagai pejabat). Dari berbagai rumusan tersebut, maka pengertian istilah publik sangatlah bergantung pada konteks mana kita melihatnya. Publik dapat diartikan sebagai masyarakat luas, sebagai pemerintahan, serta dapat pula diartikan sebagai segala sesuatu yang menyangkut kepentingan umum yang diselenggarakan oleh pemerintah/pemerintahan.
22
Amin Ibrahim, Teori dan Konsep Pelayanan Publik Serta Implementasinya, cet.I, (Bandung: CV. Mandara Maju, 2008), h. 2 23
Departemen Pendidikan Nasional, Kamus Besar Bahasa Indonesia Pusat Bahasa, Edisi IV, (Jakarta: PT Gramedia Pustaka Utama, 2008), h. 1110 24
Amin Ibrahim, Pokok-Pokok Analisis Kebijakan Publik, cet.I, (Bandung: Mandar Maju, 2004), h. 3
27
Kemudian yang dimaksud dengan pelayanan publik adalah segala bentuk kegiatan pelayanan kepada publik/umum yang dilaksanakan oleh instansi Pemerintah di pusat, di daerah dan di lingkungan Badan Usaha Milik Negara/Daerah (BUMN/BUMD) dalam bentuk barang dan/atau jasa sebagai upaya pemenuhan kebutuhan masyarakat dan pelaksanaan ketentuan peraturan perundang-undangan, yang meliputi tata laksana, tata kerja, prosedur dan sistem kerja, penerima dan pemberi pelayanan serta kewenangan dan rincian biaya pelayanan.25 Berdasarkan Undang-undang Nomor 25 Tahun 2009 Tentang Pelayanan Publik, diterangkan bahwa pelayanan publik adalah kegiatan atau rangkaian kegiatan dalam rangka pemenuhan kebutuhan pelayanan sesuai dengan peraturan perundang-undangan bagi setiap warga negara dan penduduk atas barang, jasa, dan/atau pelayanan administratif yang disediakan oleh penyelenggara pelayanan publik.26 Ismail HM
mengemukakan bahwa Pelayanan Publik merupakan
sebuah layanan yang diberikan kepada publik oleh pemerintah baik berupa barang dan jasa publik.27 Pelayanan publik dapat pula diartikan sebagai 25
Disarikan dari Keputusan Menteri Negara Pendayagunaan Aparatur Negara Nomor: 81 Tahun 1993, dalam Pedoman Pelayanan Umum , Pasca Sarjana Unpad, 2005 26
Ketentuan umum, Pasal 1 ayat (1) Undang-undang Nomor 25 Tahun 2009 Tentang Pelayanan Publik 27
Ismail HM, Menuju Pelayanan Prima, Konsep dan Strategi Peningkatan Kualitas Pelayanan Publik, cet. I, (Malang: Averroes Press, 2010), h, 1
28
pemberian layanan (melayani) keperluan orang atau masyarakat yang mempunyai kepentingan pada organisasi itu sesuai dengan aturan pokok dan tata cara yang telah ditetapkan.28 Sementara yang dimaksud dengan daerah adalah lingkungan pemerintah atau wilayah.29 Dari pemaparan berbagai pengertian diatas maka dapat ditarik suatu simpulan bahwa pelayanan publik daerah adalah pelayanan yang
diberikan
oleh
pemerintah/pemerintahan
daerah
kepada
publik/masyarakat di daerahnya yang meliputi barang dan jasa publik. 2. Ruang Lingkup Pelayanan Publik Daerah Ruang lingkup pelayanan publik secara umum (termasuk daerah di dalamnya) diatur dalam Pasal 5 Undang-undang Nomor 25 Tahun 2009 Tentang Pelayanan Publik, yang menyebutkan sebagai berikut: Ayat (1) : Ruang Lingkup pelayanan publik meliputi pelayanan barang publik dan jasa publik serta pelayanan administratif yang diatur dalam peraturan perundang-undangan. Ayat (2) : Ruang lingkup sebagaimana dimaksud pada ayat (1) meliputi pendidikan, pengajaran, pekerjaan dan usaha, tempat tinggal, komunikasi dan informasi, lingkungan hidup, kesehatan, jaminan sosial,
28
Agung Kurniawan, Tranformasi Pelayanan Publik, cet.I, (Yogyakarta: Pembaruan, 2005),
h. 4 29
Departemen Pendidikan Nasional, Kamus Besar Bahasa Indonesia Pusat Bahasa, Edisi IV, (Jakarta: PT Gramedia Pustaka Utama, 2008), h. 283
29
energi, perbankan, perhubungan, sumber daya alam, pariwisata, dan sektor strategis lainnya. Ayat (3) : pelayanan barang publik sebagaimana dimaksud pada ayat (1) meliputi: a. Pengadaan dan penyaluran barang publik yang dilakukan oleh instansi pemerintah yang sebagian atau seluruh dananya bersumber dari anggaran pendapatan dan belanja negara dan/atau anggaran pendapatan dan belanja daerah; b. Pengadaan dan penyaluran barang publik yang dilakukan oleh suatu badan usaha yang modal pendiriannya sebagian atau seluruhnya bersumber dari kekayaan negara dan/atau kekayaan daerah yang dipisahkan; dan c. Pengadaan dan penyaluran barang publik yang pembiayaannya tidak bersumber dari anggaran pendapatan dan belanja negara atau anggaran pendapatan dan belanja daerah atau badan usaha yang modal pendiriannya sebagian atau seluruhnya bersumber dari kekayaan negara dan/atau kekayaan daerah yang dipisahkan, tetapi ketersediaannya menjadi misi negara yang ditetapkan dalam peraturan perundang-undangan. Ayat (4) : pelayanan atas jasa publik sebagaimana dimaksud pada ayat (1) meliputi :
30
a. Penyediaan jasa publik oleh instansi pemerintah yang sebagian atau seluruh dananya bersumber dari anggaran pendapatan dan belanja negara dan/atau anggaran pendapatan dan belanja daerah; b. Penyediaan jasa publik oleh suatu badan usaha yang modal pendiriannya sebagian atau seluruhnya bersumber dari kekayaan negara dan/atau kekayaan daerah yang dipisahkan; dan c. Penyediaan jasa publik yang pembiayaannya tidak bersumber dari anggaran pendapatan dan belanja negara atau anggaran pendapatan dan belanja daerah atau badan usaha yang modal pendiriannya sebagian atau seluruhnya bersumber dari kekayaan negara dan/atau kekayaan daerah yang dipisahkan, tetapi ketersediaannya menjadi misi negara yang ditetapkan dalam peraturan perundang-undangan. Ayat (5) : Pelayanan publik sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) harus memenuhi skala kegiatan yang didasarkan pada ukuran besaran biaya tertentu yang digunakan dan jaringan yang dimiliki dalam kegiatan pelayanan publik untuk dikategorikan sebagai penyelenggara pelayanan publik. Ayat (6) : Ruang lingkup sebagaimana dimaksud pada ayat (5) diatur lebih lanjut dalam peraturan pemerintah. Ayat (7) : Pelayanan administratif sebagaimana dimaksud pada ayat (1) meliputi :
31
a. Tindakan administratif pemerintah yang diwajibkan oleh negara dan diatur
dalam
peraturan
perundang-undangan
dalam
rangka
mewujudkan perlindungan pribadi, keluarga, kehormatan, martabat, dan harta benda warga negara; b. Tindakan
adminstratif
oleh
instansi
non pemerintah
yang
diwajibkan oleh negara dan diatur dalam peraturan perundangundangan serta diterapkan berdasarkan perjanjian dengan penerima pelayanan. 3. Peran Pemerintah Terhadap Pelayanan Publik Daerah Pemerintah adalah segenap alat perlengkapan negara atau lembagalembaga kenegaraan yang berfungsi sebagai alat untuk mencapai tujuan negara.30 Pemerintah juga dapat didefinisikan sebagai organisasi yang memiliki kekuasaan untuk membuat dan menerapkan hukum serta undangundang di wilayah tertentu.31 Maka dapat diberi simpulan bahwa pemerintah merupakan alat negara yang mempunyai kewenangan membuat dan menerapkan hukum atau undang-undang guna mencapai tujuan negara.
30
Taliziduhu Ndraha, Budaya Organisasi, cet. I, (Jakarta: Rineka Cipta, 1997), h. 56
31
I. Nyoman Sumaryadi, Sosiologi Pemerintahan Dari Perspektif Pelayanan, Pemberdayaan, Interaksi, dan Sistem Kepemimpinan Pemerintahan Indonesia, cet.II, (Bogor: Ghalia Indonesia, 2013), h. 16
32
Pemerintah memiliki dua fungsi dasar,32 yaitu fungsi primer atau fungsi pelayanan dan fungsi sekunder atau fungsi pemberdayaan. Fungsi primer yaitu fungsi pemerintah sebagai provider jasa-jasa publik yang tidak diprivatisasikan termasuk jasa layanan civil dan layanan birokrasi. Sementara, fungsi sekunder yaitu fungsi pemerintah sebagai provider kebutuhan dan tuntutan masyarakat akan barang dan jasa yang mereka tidak mampu penuhi sendiri karena masih lemah dan tak berdaya, termasuk penyediaan dan pembangunan sarana dan prasarana. Dalam konteks pemerintahan daerah, kebutuhan akan campur tangan pemerintah daerah dalam rangka pengaturan dan pelayanan publik sangat diperlukan. Keterlibatan pemerintah dalam penyelenggaraan fungsi pelayanan semakin berkembang seiring dengan munculnya pandangan tentang falsafah negara kesejahteraan (Welfare State).33 Prawirahardjo mengungkapkan bahwa semenjak dilaksanakannya citacita negara kesejahteraan, maka pemerintah semakin intensif melakukan campur tangan terhadap interaksi kekuatan-kekuatan kemasyarakatan, dengan tujuan agar setiap warga negara dapat terjamin kepastian hidup minimalnya. Oleh karena itu secara berangsur-angsur, fungsi awal dari pemerintahan yang
32
Taliziduhu Ndraha, Fungsi Pemerintahan, cet. I, (Jakarta: IIP, 2004), h. 37
33
M.Busrizalti, Hukum Pemda, Otonomi Daerah dan Implikasinya, cet.I, (Yogyakarta: Total Media, 2013), h. 144
33
bersifat represif, kemudian berkembang dengan fungsi-fungsi lainnya yang bersifat melayani.34 Keterlibatan pemerintah daerah sebagai penyedia jasa pelayanan publik, dimaksudkan untuk
melindungi
dan memenuhi
kepentingan
masyarakat. Hal ini sejalan dengan konsep ilmu pemerintahan modern, yang menyebutkan bahwa ilmu pemerintahan adalah ilmu yang mempelajari bagaimana pemerintah bekerja memenuhi dan melindungi tuntutan yang diperintah,
akan
jasa
publik
dan
layanan
sipil
dalam
hubungan
pemerintahan.35 Terdapat empat jenis kebijakan yang menuntut keterlibatan pemerintah yang berbeda, yaitu : 36 a)
Protective Regulatory Policy merupakan kebijakan yang dimaksudkan untuk melindungi kelompok minoritas, rentan, miskin dan mereka yang terisolasi;
b) Competitive
Regulatory
dimaksudkan kebijakan
untuk
Policy,
mendorong
yaitu
kebijakan
kompetisi
guna mewujudkan efisiensi
yang
antarpelaksana
pelayanan publik.
34
Prawirohardjo, State of The Art dari Ilmu Pemerintahan, cet.I, (Jakarta: Karya Dharma IIP, 1993), h. 8 35
M.Busrizalti, Hukum Pemda, Otonomi Daerah dan Implikasinya, cet.I, (Yogyakarta: Total Media, 2013), h. 145 36
Randall B Rippley, Policy Analysis in Political Science, (Chicago, Nelson-Hall, 1986) h. 47-48, sebagaimana dikutip dalam buku Lijan Poltak Sinambela, dkk, Reformasi Pelayanan Publik, Teori, Kebijakan dan Implementasi, cet.V, (Jakarta: PT Bumi Aksara, 2010), h. 15
34
Umumnya pemerintah akan menyerahkan pelaksanan kebijakan kepada pihak swasta serta membiarkan antarpelaku (swasta) bersaing guna tercapai efisiensi optimal; c)
Distributive Regulatory Policy, jenis kebijakan ini dimaksudkan untuk melakukan distribusi sumber daya kepada masyarakat. Pendidikan dan kesehatan biasanya digunakan sebagai instrumen untuk melakukan hal tersebut;
d) Redistributive, jenis kebijakan ini dimaksudkan untuk melakukan alokasi ulang sumber daya yang ada di masyarakat. Alokasi ulang
perlu
dilakukan,
guna
meminimalisir
terjadinya
ketimpangan. Semakin berkembangnya kehidupan masyarakat, maka tuntutan akan pelayanan yang harus diberikan oleh pemerintah kepada masyarakatnya pun akan semakin besar, sehingga perlu mendapatkan perhatian serius dari pemerintah. C. Pengawasan Penyelenggaraan Pelayanan Publik Daerah Pengawasan terhadap penyelenggaraan pelayanan publik daerah merupakan salah satu upaya agar penyelenggaraan pelayanan publik daerah dilakukan sesuai dengan apa yang telah ditetapkan sebelumnya. Berikut pemamparan lebih lanjut mengenai pengawasan pelayanan publik daerah.
35
1. Pengertian Pengawasan Pelayanan Publik Daerah Menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia yang dimaksud dengan pengawasan adalah penilikan dan pengarahan kebijakan perusahaan,37 dalam hubungannya dengan penyelenggaraan pelayanan publik daerah, tentu hal ini terkait dengan kebijakan dari pemerintah daerah. Menurut George R. Terry, controlling can be defined as the process of determining what’s to be accomplished, that is the standard, what’s being accomplished that’s the performance, evaluating the performance, and if neccesary applying corrective measure so that performance takes place according to plans, that’s conformity with the standard38 (pengendalian dapat didefinisikan sebagai proses penentuan apa yang harus diselesaikan, yaitu standar, apa yang sedang dicapai kinerja, evaluasi kinerja, dan jika perlu menerapkan tindakan korektif sehingga kinerja yang terjadi sesuai dengan rencana yang sesuai dengan standar). Sondang Siagian mengatakan bahwa pengawasan adalah proses pengamatan pelaksanaan seluruh kegiatan organisasi untuk menjamin agar semua pekerjaan yang dilaksanakan sesuai dengan
rencana yang
telah
37
Departemen Pendidikan Nasional, Kamus Besar Bahasa Indonesia Pusat Bahasa, Edisi IV, (Jakarta: PT Gramedia Pustaka Utama, 2008), h. 104 38
M.Manullang, Dasar-dasar Manajemen, cet.XV, (Jakarta: Ghalia Indonesia, 1996), h. 34
36
ditentukan sebelumnya.39 Dengan pengawasan, jaminan tercapainya tujuan dengan mengetahui perbedaan-perbedaan antara rencana dan pelaksanaan dalam waktu yang tepat, itu lebih mudah tercapai disertai dengan berbagai usaha perbaikan dan pencegahan pengulangan kesalahan yang sama.40 Newman mengatakan bahwa Control is assurance that the performance conform to plan41 (Pengawasan adalah jaminan bahwa kinerja sesuai rencana). Pengawasan merupakan suatu proses terus menerus yang dilaksanakan dengan jalan mengulangi secara teliti dan periodik.42 Terkait dengan pemerintahan daerah, maksud dari adanya pengawasan adalah untuk menjaga pelaksanaan otonomi daerah dengan sebenar-benarnya dan mencegah jangan sampai daerah bertindak melebihi wewenangnya.43 Pengawasan tidak dapat dipisahkan dari kekuasaan ekskutif,44 sebab penyelenggaraan pemerintahan oleh eksekutif itu rentan dari penyalahgunaan
39
W. Riawan Tjandra, Hukum Keuangan Negara, cet.I, (Jakarta: PT Gramedia Widiasarana Indonesia, 2013), h.155 40
Josep Riwu Kaho, Analisa Hubungan Pemerintah Pusat dan Daerah di Indonesia, cet.I, (Jakarta: Bina Aksara, 1982), h.193 41
Muchsan, Sistem Pengawasan Terhadap Perbuatan Aparat Pemerintah dan Peradilan Tata Usaha Negara di Indonesia, cet. I, (Yogyakarta: Liberty, 1992), h. 37 42
Y.W. Sunindhia, Praktek Penyelenggaraan Pemerintahan di Daerah, cet II, (Jakarta: PT Rineka Cipta, 1996), h.112 43
Soehino, Perkembangan Pemerintahan di Daerah, cet.I, (Yogyakarta: Liberty, 1983), h.147
44
Y.W. Sunindhia, Praktek Penyelenggaraan Pemerintahan di Daerah, cet II, (Jakarta: PT Rineka Cipta, 1996), h. 112
37
kekuasaan, maka kehadiran pengawasan menjadi suatu hal yang urgen untuk diselenggarakan. 2. Syarat-syarat Pengawasan Pelayanan Publik Daerah Untuk dapat melakukan serta mendapatkan hasil pengawasan yang baik, ada beberapa syarat yang harus dipenuhi, yakni:45 1) Pengawasan harus bersifat khas. Syarat pertama yang harus dipenuhi pada pengawasan ialah pengawasan tersebut harus bersifat khas, artinya jelas sasaran dan tujuan yang ingin dicapai serta ditujukan hanya untuk hal-hal yang bersifat pokok saja, misalnya hanya mengawasi penyimpanganpenyimpangan saja; 2) Pengawasan harus mampu melaporkan setiap penyimpangan. Syarat kedua yang harus dipenuhi adalah pengawasan harus mampu melaporkan setiap penyimpangan yang terjadi secara tepat, cepat, dan benar. Dengan demikian, dalam pengawasan harus ada umpan balik yang dapat dimanfaatkan dengan segera. Segera dalam arti, tidak membutuhkan waktu yang lama untuk menindak lanjuti adanya penyimpangan; 3) Pengawasan harus fleksibel dan berorientasi pada masa depan.
45
Azrul Azwar, Pengantar Administrasi Kesehatan, Edisi III, (Jakarta: Binarupa Aksara, 1996), h. 318
38
Yang dimaksud dengan fleksibel disini ialah harus tanggap terhadap segala perubahan yang terjadi di masa yang akan datang; 4) Pengawasan harus mencerminkan keadaan organisasi. Syarat keempat yang harus dipenuhi adalah pengawasan tersebut harus
mencerminkan
keadaan
organisasi,
terutama
yang
menyangkut hubungannya dengan struktur organisasi yang telah ada; 5) Pengawasan harus mudah dilaksanakan. Kerumitan dalam hal pelaksanaan pengawasan hanya akan menghambat pencapaian sasaran dari pengawasan itu sendiri. Oleh karena itu, tata laksana pengawasan haruslah dibuat sesederhana mungkin, agar lebih mudah dilaksanakan; 6) Hasil pengawasan harus mudah dimengerti Syarat lain yang harus diperhatikan ialah hasil pengawasan harus mudah dimengerti dan harus dapat dimanfaatkan untuk menyusun rekomendasi guna memperbaiki suatu hal yang dipandang tidak tepat. Syarat-syarat tersebut diberlakukan bagi setiap objek pengawasan. Objek pengawasan adalah hal-hal yang akan diawasi dari pelaksanaan suatu program.46 Terkait dengan penyelenggaraan pelayanan publik daerah, maka 46
Azrul Azwar, Pengantar Administrasi Kesehatan, Edisi III, (Jakarta: Binarupa Aksara, 1996), h. 319
39
objek pengawasannya adalah Peraturan Daerah, SK Kepala Daerah, dan Peraturan Perundang-undangan lainnya.47 3. Jenis-jenis Pengawasan Pelayanan Publik Daerah Menurut Fachruddin, ia mengemukakan bahwa pengawasan dari sudut lembaganya dibagi menjadi dua, yaitu48 : 1) Pengawasan Internal, dilakukan oleh badan/organ secara struktural. Pengertian struktural disini adalah pengawasan yang dilakukan oleh atasan atau pimpinan suatu organisasi terhadap bawahannya; 2) Pengawasan Eksternal, dilakukan oleh badan/organ yang secara struktur
berada
diluar
pemerintah/eksekutif,
seperti
kontrol/pengawasan DPRD terhadap pemerintah daerah. Berdasarkan sifatnya, pengawasan dibedakan atas49: 1) Pengawasan
Preventif,
dilakukan
sebelum
terjadinya
pelaksanaan kegiatan. Preventif berarti mencegah agar tidak terjadi apa-apa (hal yang tidak diinginkan).50 Sejak masa 47
Ade Cahyat, Sistem Pengawasan Terhadap Penyelenggaraan Pemerintahan Daerah Kabupaten, artikel diakses pada 3 Desember 2013 dari http://www.cifor.org/publications/pdf_files/govbrief 48
Irfan Fachruddin, Pengawasan Peradilan Administrasi Terhadap Tindakan Pemerintah, cet.I, (Bandung: Alumni, 2004), h. 92 49
M.Soebagio, Hukum Keuangan Negara, cet II, (Jakarta: Rajawali Press,1991), h. 94
50
Departemen Pendidikan Nasional, Kamus Besar Bahasa Indonesia Pusat Bahasa, Edisi IV, (Jakarta: PT Gramedia Pustaka Utama, 2008), h. 1101
40
pemerintahan daerah berdasarkan Undang-undang Nomor 5 Tahun 1974 tentang Pemerintahan Daerah, pengawasan jenis ini lebih banyak dilakukan oleh DPRD;51 2) Pengawasan Represif, dilakukan setelah terjadinya pelaksanaan dan ditemukan adanya kesalahan. Dalam konteks pemerintahan daerah, wujud dari pengawasan jenis ini berupa penangguhan atau pembatalan Peraturan Daerah atau Keputusan Kepala Daerah, bila terbukti bertentangan dengan kepentingan umum, dan hal ini dilakukan oleh pejabat yang berwenang.52
51
Irawan Soejito, Hubungan Pemerintahan Pusat dan Pemerintahan Daerah, cet.I, (Jakarta: Bina Aksara, 1984), h.13 52
Musanef, Sistem Pemerintahan Daerah di Indonesia, cet.I, (Jakarta: PT Gunung Agung, 1985), h. 205
41
BAB III KEBIJAKAN PELAYANAN KESEHATAN DI PEMERINTAH DAERAH KABUPATEN BOGOR A. Dinas Kesehatan Pemerintah Daerah Kabupaten Bogor Dinas Kesehatan merupakan salah satu dinas yang berada di bawah Pemerintah Daerah Kabupaten Bogor, yang dibentuk dalam rangka pelaksanaan urusan pemerintah daerah di bidang kesehatan. Berikut pemaparan lebih lanjut mengenai Dinas Kesehatan Kabupaten Bogor. 1. Landasan Hukum Pembentukan Dinas Kesehatan Pemerintah Daerah Kabupaten Bogor Dalam ketentuan Pasal 2 butir a Peraturan Daerah Kabupaten Bogor Nomor 11 Tahun 2008 Tentang Pembentukan Dinas Daerah, diterangkan bahwa Dinas Kesehatan merupakan salah satu dinas daerah di pemerintah daerah Kabupaten Bogor.1 Sebagai salah satu dinas daerah, dinas kesehatan Kabupaten Bogor mempunyai susunan organisasi yang terdiri atas :2 a.
Kepala Dinas;
1
Pembentukan dinas kesehatan merupakan pelaksanaan dari amanat Peraturan Daerah Kabupaten Bogor Nomor 9 Tahun 2008 Tentang Susunan dan Kedudukan Organisasi Perangkat Daerah, yang menyatakan bahwa perlu dibentuknya dinas daerah sebagai pelaksana urusan pemerintahan daerah berdasarkan asas otonomi daerah . 2
Pasal 21 Peraturan Daerah Kabupaten Bogor Nomor 11 Tahun 2008 Tentang Pembentukan Dinas Daerah
41
42
b.
Sekretariat, yang membawahi : 1. Sub Bagian Program dan Pelaporan; 2. Sub Bagian Umum dan Kepegawaian; dan 3. Sub Bagian Keuangan;
c.
Bidang Promosi dan Sumber Daya Kesehatan, yang membawahi : 1. Seksi Pengembangan Sumber Daya Kesehatan; 2. Seksi Promosi Kesehatan; dan 3. Seksi Data dan Informasi Kesehatan
d.
Bidang Pelayanan Kesehatan, yang membawahi : 1. Seksi Pelayanan Kesehatan Dasar dan Rujukan; 2. Seksi Farmasi dan Pengawasan Obat dan Makanan (POM); dan 3. Seksi Pelayanan Upaya Kesehatan;
e.
Bidang Pembinaan Kesehatan Masyarakat, yang membawahi : 1. Seksi Gizi; 2. Seksi Kesehatan Ibu, Anak, dan Keluarga Berencana; dan 3. Seksi Kesehatan Remaja dan Lanjut Usia;
f.
Bidang Pencegahan dan Pemberantasan Penyakit dan Kesehatan Lingkungan, yang membawahi : 1. Seksi Penyehatan Lingkungan; 2. Seksi Pemberantasan Penyakit; dan 3. Seksi Surveilans Epidemiologi dan Imunisasi;
43
g.
UPT; dan
h.
Kelompok Jabatan Fungsional
Dinas Kesehatan Kabupaten Bogor merupakan unsur pelaksana Pemerintah Daerah Kabupaten Bogor3 yang berkedudukan sebagai koordinator penyelenggara pelayanan kesehatan kepada masyarakat daerah Kabupaten Bogor. Pelayanan kesehatan merupakan bagian dari pelayanan publik yang harus diberikan kepada masyarakat sebagai perwujudan dari hakikat penyelenggaraan pemerintahan daerah,4 2. Tugas dan Fungsi Dinas Kesehatan Pemerintah Daerah Kabupaten Bogor Berdasarkan ketentuan Pasal 3 ayat (1) dan (2) Peraturan Daerah Kabupaten Bogor Nomor 11 Tahun 2008 Tentang Pembentukan Dinas Daerah, diterangkan bahwa : 1) Dinas Kesehatan mempunyai tugas pokok membantu Bupati dalam melaksanakan urusan pemerintahan daerah berdasarkan asas otonomi di bidang kesehatan dan tugas pembantuan; 2) Dalam melaksanakan tugas sebagaimana dimaksud pada ayat (1), dinas kesehatan mempunyai fungsi :
3
Konsideran Peraturan Daerah Kabupaten Bogor Nomor 26 Tahun 2004 Tentang Pembentukan, Organisasi dan Tata Kerja Dinas Kesehatan Kabupaten Bogor 4
M. Ryaas Rasyid, Desentralisasi Dalam Menunjang Pembangunan Daerah Dalam Pembangunan Administrasi di Indonesia, cet. I, (Jakarta: Pustaka LP3ES, 1998), h. 139
44
a. Perumusan kebijakan teknis di bidang kesehatan; b. Penyelenggaraan urusan pemerintahan dan pelayanan umum di bidang kesehatan; c. Pembinaan dan pelaksanaan tugas di bidang kesehatan; dan d. Pelaksanaan tugas lain yang diberikan oleh Bupati sesuai dengan tugas dan fungsinya Namun, rincian lebih lengkap mengenai tugas dan fungsi Dinas Kesehatan Pemerintah Daerah Kabupaten Bogor, terdapat pada tugas dan fungsi masing-masing bidang dalam struktur organisasi Dinas Kesehatan Pemerintah Derah Kabupaten Bogor. B. Rumah Sakit Umum Daerah (RSUD) Leuwiliang Kabupaten Bogor Rumah sakit umum daerah (RSUD) Leuwiliang Kabupaten Bogor, merupakan salah satu rumah sakit umum yang ada di daerah Kabupaten Bogor. Namun berbeda dengan rumah sakit umum lainnya, RSUD Leuwiliang Kabupaten merupakan rumah sakit umum yang pendanaannya bersumber pada anggaran pendapatan dan belanja daerah (APBD) Kabupaten Bogor. Berikut pemaparan lebih lanjut mengenai RSUD Leuwiliang Kabupaten Bogor. 1. Landasan Hukum Pembentukan RSUD Leuwiliang Kabupaten Bogor Rumah Sakit Umum Daerah (RSUD) Leuwiliang Kabupaten Bogor didirikan berdasarkan Peraturan Daerah Kabupaten Bogor Nomor 2 Tahun 2011 Tentang Pembentukan Rumah Sakit Umum Daerah Leuwiliang Kelas C. Rumah sakit ini didirikan sebagai bentuk tindak lanjut dari Peraturan
45
Daerah Kabupaten Bogor Nomor 12 Tahun 2008 Tentang Pembentukan Lembaga Teknis Daerah. Sebagai sebuah organisasi, RSUD Leuwiliang Kabupaten Bogor memiliki struktur organisasi yang terdiri atas : 5 1) Direktur; 2) Bagian Tata Usaha, yang membawahi : a. Sub Bagian Umum dan Kepegawaian; b. Sub Bagian Keuangan; dan c. Sub Bagian Rekam Medik; 3) Bidang Medik, terdiri atas : a. Seksi Pelayanan dan Pengembangan Medik; dan b. Seksi Penunjang Medik; 4) Bidang Keperawatan, terdiri atas : a. Seksi Asuhan dan Mutu Keperawatan; dan b. Seksi Penunjang Keperawatan 5) Instalasi; dan 6) Kelompok Jabatan Fungsional. 2. Tugas dan Fungsi RSUD Leuwiliang Kabupaten Bogor Rumah Sakit Umum Daerah (RSUD) Leuwiliang Kabupaten Bogor merupakan unsur pendukung penyelenggaraan pemerintahan daerah yang
5
Ketentuan Pasal 7 Peraturan Daerah Kabupaten Bogor Nomor 2 Tahun 2011 Tentang Pembentukan Rumah Sakit Umum Daerah Leuwiliang Kelas C
46
dipimpin oleh seorang Direktur yang berada dibawah dan bertanggung jawab kepada Bupati melalui Sekretaris Daerah Kabupaten Bogor. Rumah Sakit Umum Daerah (RSUD) Leuwiliang Kabupaten Bogor mempunyai tugas pokok untuk membantu Bupati dalam menyelenggarakan tugas-tugas pemerintah daerah di bidang pelayanan kesehatan dengan mengutamakan upaya penyembuhan, pemulihan yang dilakukan secara serasi,
terpadu
dengan
upaya
peningkatan
dan
pencegahan
serta
melaksanakan upaya rujukan.6 Dalam melaksanakan tugas pokok tersebut, RSUD Leuwiliang Kabupaten Bogor mempunyai beberapa fungsi, yaitu : 7 1) Penyelenggaraan kebijakan operasional pelayanan medik; 2) Penyelenggaraan kebijakan operasional pelayanan penunjang medik dan non medik; 3) Penyelenggaraan kebijakan operasional pelayanan dan asuhan keperawatan, dan lain-lain. Pemaparan lebih lanjut mengenai tugas dan fungsi pokok tersebut terdapat pada tugas dan fungsi masing-masing bagian dalam struktur organisasi RSUD Leuwiliang Kabupaten Bogor. 6
Pasal 4 Peraturan Daerah Kabupaten Bogor Nomor 2 Tahun 2011 Tentang Pembentukan Rumah Sakit Umum Daerah Leuwiliang Kelas C 7
Pasal 5 Peraturan Daerah Kabupaten Bogor Nomor 2 Tahun 2011 Tentang Pembentukan Rumah Sakit Umum Daerah Leuwiliang Kelas C
47
C. Kebijakan Mengenai Standar Pelayanan Kesehatan Pemerintah Daerah Kabupaten Bogor Pelayanan kesehatan merupakan salah satu bentuk pelayanan yang harus diberikan oleh Pemerintah Daerah Kabupaten Bogor kepada rakyatnya sebagai bagian dari usaha pembangunan masyarakat. Pembangunan masyarakat merupakan serangkaian upaya sadar untuk membebaskan masyarakat dari segala bentuk ketertindasan.8 Di era desentralisasi saat ini pembangunan cenderung berbasis pada kemandirian lokal sehingga fokus pembangunan lebih kepada pengembangan potensi lokal.9 Selain itu, desentralisasi juga menuntut adanya kehadiran Pemerintah Daerah Kabupaten Bogor untuk memainkan peranan pentingnya dalam usaha memberikan pelayanan kesehatan kepada masyarakat. Berbagai sarana untuk memberikan pelayanan kesehatan kepada masyarakat telah ditempuh, salah satunya melalui pendirian rumah sakit.10 Rumah sakit merupakan lembaga yang langsung memberikan pelayanan publik di bidang kesehatan kepada masyarakat, sehingga peranannya sangat besar bagi peningkatan derajat kesehatan masyarakat. 8
A. Mappadjantji, Kemandirian Lokal: Konsepsi Pembangunan, Organisasi, dan Pendidikan Dari Perspektif Sains Baru, cet. I, (Jakarta: PT.Gramedia Pustaka Utama, 2005), h. 158 9
Mohammad Takdir Ilahi, Nasionalisme Dalam Bingkai Pluralitas Bangsa Paradigma Pembangunan dan Kemandirian Bangsa, cet. I, (Yogyakarta: Ar-Ruzz Media, 2012), h. 75 10
Suparto Adikoesoemo, Manajemen Rumah Sakit, cet. VI, (Jakarta: Pustaka Sinar Harapan, 2012), h. 15
48
Peranan rumah sakit dapat terwujud apabila ditunjang oleh sumber daya yang mumpuni, meliputi sumber daya manusia dan sumber daya lain berupa fasilitas kesehatan. Oleh karena itu perlu ditetapkan standar bagi penyelenggaraan pelayanan kesehatan yang diberlakukan bagi setiap rumah sakit di Kabupaten Bogor. Dalam menetapkan standar pelayanan kesehatan, Pemerintah Daerah Kabupaten Bogor masih mengacu pada Peraturan Menteri Kesehatan RI Nomor 741/MENKES/PER/VII/2008 Tentang Standar Pelayanan Minimal Bidang Kesehatan di Kabupaten/Kota, yang meliputi jenis pelayanan beserta indikator kerja dan target pelayanan (khusus untuk tahun 2010-2015).11 Berikut pemaparan lebih lanjut mengenai standar pelayanan kesehatan tersebut :12 1.
Pelayanan Kesehatan Dasar a. Cakupan kunjungan ibu hamil K4 95% pada tahun 2015; b. Cakupan komplikasi kebidanan yang ditangani 80% pada tahun 2015 c. Cakupan pertolongan persalinan oleh tenaga kesehatan yang memiliki kompetensi kebidanan 90% pada tahun 2015; d. Cakupan pelayanan nifas 90% pada tahun 2015;
11
Wawancara Dita, Staf administrasi Dinas Kesehatan Kabupaten Bogor, Bogor, 12 Febuari
2014 12
Ketentuan Pasal 2 butir (a), (b), (c), (d) Peraturan Menteri Kesehatan RI Nomor 741/MENKES/PER/VII/2008 Tentang Standar Pelayanan Minimal Bidang Kesehatan di Kabupaten/Kota
49
e. Cakupan neonatus dengan komplikasi yang ditangani 80% pada tahun 2010, dan lain-lain. 2.
Pelayanan Kesehatan Rujukan a. Cakupan pelayanan kesehatan rujukan pasien masyarakat miskin 100% pada tahun 2015; b. Cakupan pelayanan gawat darurat level 1 yang harus diberikan sarana kesehatan di Kabupaten/Kota 100 % pada tahun 2015
3.
Penyelidikan Epidemiologi dan Penanggulangan Kejadian Luar
Biasa/KLB cakupan Desa/Kelurahan mengalami KLB yang dilakukan penyelidikan epidemiologi < 24 jam 100% pada tahun 2015; dan 4.
Promosi kesehatan dan pemberdayaan masyarakat cakupan Desa
Siaga Aktif 80% pada tahun 2015 Pelaksanaan standar pelayanan kesehatan minimal tersebut merupakan tanggung jawab dari Bupati Bogor, yang secara operasional dikoordinasikan oleh Dinas Kesehatan Kabupaten Bogor.13 Dan dalam pelaksanaannya penerapan standar pelayanan minimal ini harus diselenggarakan sesuai dengan Pedoman/Standar Teknis yang telah ditetapkan oleh dinas kesehatan kabupaten/kota.14 13
Wawancara Dini, Staf administrasi Dinas Kesehatan Kabupaten Bogor, Bogor, 12 Febuari
2014 14
Ketentuan Pasal 6 ayat (1) dan (2) Peraturan Menteri Kesehatan RI Nomor 741/MENKES/PER/VII/2008 Tentang Standar Pelayanan Minimal Bidang Kesehatan di Kabupaten/Kota
50
D. Kebijakan Mengenai Retribusi Pelayanan Kesehatan Pemerintah Daerah Kabupaten Bogor Dalam rangka meningkatkan pelayanan kesehatan kepada masyarakat yang merupakan tanggung jawab diadakannya otonomi daerah di Kabupaten Bogor. Maka, Pemerintah Daerah Kabupaten Bogor membentuk Peraturan Daerah Kabupaten Bogor Nomor 16 Tahun 2010 Tentang Retribusi Pelayanan Kesehatan. Peraturan daerah ini merupakan penyempurnaan dari peraturan daerah yang telah dikeluarkan sebelumnya yaitu Peraturan Daerah Kabupaten Bogor Nomor 13 Tahun 2002 Tentang Retribusi Pelayanan Kesehatan dan Peraturan Daerah Kabupaten Bogor Nomor 13 Tahun 2003 Tentang Retribusi Pelayanan Kesehatan. Penyempurnaan ini didasarkan pada perlunya biaya yang memadai dalam rangka peningkatan pelayanan kesehatan disertai dengan adanya penyesuaian tarif retribusi dengan berdasarkan pada kemampuan Dinas Kesehatan dalam menyediakan layanan yang bersangkutan. Retribusi pelayanan kesehatan adalah pungutan daerah sebagai pembayaran atas pelayanan atau jasa yang khusus disediakan dan/atau diberikan oleh pribadi atau badan.15 Berdasarkan ketentuan Pasal 3 ayat (1) Peraturan Daerah Kabupaten Bogor Nomor 16 Tahun 2010 Tentang Retribusi Pelayanan Kesehatan, Retribusi diberikan kepada pelayanan kesehatan di :
15
Ketentuan umum Peraturan Daerah Kabupaten Bogor Nomor 16 Tahun 2010 Tentang Retribusi Pelayanan Kesehatan
51
a. Puskesmas; b. Puskesmas DTP; c. Puskesmas Pembantu; d. Puskesmas keliling, dan lain-lain. Besaran tarif retribusi pelayanan kesehatan yang diberikan, ditetapkan dengan memperhatikan biaya penyediaan jasa yang bersangkutan, kemampuan masyarakat, aspek keadilan, dan efektivitas pengendalian atas pelayanan tersebut. Secara rinci berdasarkan ketentuan Pasal 9 Peraturan Daerah Kabupaten Bogor Nomor 16 Tahun 2010 Tentang Retribusi Pelayanan Kesehatan, ada 6
golongan struktur tarif retribusi pelayanan kesehatan yang didasarkan pada : a. Unit pelayanan (meliputi unit rawat jalan, gawat darurat, rawat inap dan pemeriksaan diagnostik laboratorium klinik); b. Jenis pelayanan; c. Kelas perawatan; d. Keahlian pelaksana; e. Asal rujukan; dan f. Jarak tempuh ambulans. Berdasarkan ketentuan Pasal 24 Peraturan Daerah Kabupaten Bogor Nomor 16 Tahun 2010 Tentang Retribusi Pelayanan Kesehatan, pembayaran retribusi dilakukan di kas daerah atau di tempat lain yang ditunjuk sesuai waktu yang ditentukan dengan menggunakan Surat Ketetapan Retribusi Daerah atau dokumen lain yang dipersamakan.
52
BAB IV ANALISA FUNGSI PENGAWASAN DPRD KABUPATEN BOGOR TERHADAP EFISIENSI ADMINISTRASI PELAYANAN KESEHATAN DAERAH (STUDI PELAYANAN PUBLIK DI RSUD LEUWILIANG KABUPATEN BOGOR) A. Pelaksanaan Fungsi Pengawasan DPRD Kabupaten Bogor Fungsi pengawasan merupakan salah satu fungsi yang dimiliki oleh Dewan Perwakilan Rakyat Daerah (DPRD) Kabupaten Bogor. Fungsi ini mempunyai peranan yang sangat penting dalam rangka mewujudkan akuntabilitas dari pelaksanaan kebijakan Pemerintah Daerah Kabupaten Bogor. Berikut pemaparan lebih lanjut mengenai fungsi pengawasan DPRD Kabupaten Bogor. 1. Mekanisme Pelaksanaan Fungsi Pengawasan DPRD Kabupaten Bogor Dewan Perwakilan Rakyat Daerah (DPRD) Kabupaten Bogor merupakan lembaga perwakilan rakyat atau parlemen lokal yang berada di Kabupaten Bogor. Di Indonesia, kehadiran parlemen lokal melalui DPRD merupakan bagian integral dari proses perancangan kelembagaan politik paling awal menyusul lahirnya Indonesia sebagai sebuah negara merdeka. 1 Dalam peranannya sebagai lembaga perwakilan, DPRD Kabupaten Bogor menempatkan diri selaku kekuasaan penyeimbang (balanced power) 1
Cornelis Lay, Parlemen Lokal di Indonesia, Jurnal Ilmu Pemerintahan, Edisi 40 (September 2013), h.2
52
53
yang mengimbangi dan melakukan kontrol efektif terhadap Kepala Daerah serta seluruh jajaran pemerintah daerah
Kabupaten Bogor. Demi
mewujudkan peranan tersebut DPRD Kabupaten Bogor memiliki 3 (tiga) fungsi utama, yaitu : a. Fungsi Legislasi; b. Fungsi Anggaran; dan c. Fungsi Pengawasan. Khusus fungsi pengawasan yang dimiliki oleh DPRD Kabupaten Bogor, merupakan salah satu fungsi management untuk menjamin agar pelaksanaan kegiatan pemerintah sesuai dengan kebijakan dan rencana yang telah ditetapkan sebelumnya, serta memastikan agar tujuan pemerintah dapat tercapai secara efektif dan efisien. Bagi Pemerintah Daerah Kabupaten Bogor, fungsi pengawasan ini merupakan suatu mekanisme peringatan dini untuk mengawal pelaksanaan aktivitas pencapaian tujuan dan sasaran. Sedangkan bagi DPRD Kabupaten Bogor, fungsi pengawasan merupakan tugas mulia untuk memberikan telaahan dan saran, berupa tindakan perbaikan.2 Dalam pelaksanaan fungsi pengawasannya, DPRD Kabupaten Bogor tentu sangat membutuhkan peran aktif masyarakat sebagai konstituennya untuk memberikan penilaian terhadap pelaksanaan kebijakan Pemerintah 2
Wawancara Hasanabe, Anggota Komisi D DPRD Kabupaten Bogor, Fraksi Partai Golongan Karya, Bogor, 14 Februari 2014
54
Daerah Kabupaten Bogor. Wujud dari kebijakan Pemerintah Daerah Kabupaten Bogor tersebut adalah berupa peraturan daerah yang dibuat bersama dengan DPRD Kabupaten Bogor, dan peraturan bupati yang merupakan kewenangan khusus yang dimiliki oleh Bupati Kabupaten Bogor serta peraturan teknis lainnya yang dibuat oleh seluruh dinas pemerintah daerah Kabupaten Bogor. Peran aktif masyarakat untuk membantu fungsi pengawasan DPRD Kabupaten Bogor dapat disalurkan melalui 2 (dua) cara, yaitu 1) Melalui musrenbang (merupakan jalur birokrasi dimana masyarakat harus melalui prosedur tertentu yang ditetapkan oleh DPRD Kabupaten Bogor untuk menyalurkan aspirasinya) dan 2) Melalui masa reses yang dimiliki oleh setiap anggota DPRD Kabupaten Bogor (merupakan jalur politis, dimana setiap anggota DPRD Kabupaten Bogor menemui konstituennya pada masa tertentu, untuk menerima segala aspirasi dari konstituennya tersebut termasuk penilaian mereka terhadap pelaksanaan kebijakan Pemerintah Daerah Kabupaten Bogor).3 Namun, khusus untuk jalur birokrasi (musrenbang), penyaluran aspirasi masyarakat haruslah terlebih dahulu disampaikan kepada suatu organisasi kemasyarakatan atau Lembaga Swadaya Masyarakat (LSM).
3
Wawancara Hasanabe, Anggota Komisi D DPRD Kabupaten Bogor, Fraksi Partai Golongan Karya, Bogor, 14 Februari 2014
55
Untuk kemudian aspirasi akan disampaikan kepada DPRD Kabupaten Bogor dengan mengatas-namakan organisasi tersebut.4 Berdasarkan aspirasi-aspirasi yang disampaikan terutama dalam kaitannya dengan ketidakpuasan masyarakat atas pelayanan publik yang diselenggarakan oleh Pemerintah Daerah Kabupaten Bogor, maka DPRD Kabupaten Bogor, melalui komisi yang berwenang melakukan penyelidikan terlebih dahulu atas payung hukum dari penyelenggaraan pelayanan publik yang dikeluhkan tersebut (peraturan daerah, peraturan bupati dan peraturan teknis lainnya).5 Setelah
itu,
anggota
DPRD
Kabupaten
Bogor
kemudian
menyampaikannya dalam rapat paripurna bersama dengan Pemerintah Daerah Kabupaten Bogor, disertai dengan saran untuk melakukan perbaikan demi menjawab keluhan yang dialami oleh masyarakat daerah Kabupaten Bogor.
4
Wawancara Hasanabe, Anggota Komisi D DPRD Kabupaten Bogor, Fraksi Partai Golongan Karya, Bogor, 14 Februari 2014 5
Ibid
56
2. Faktor-faktor Yang Mempengaruhi Pelaksanaan Fungsi Pengawasan DPRD Kabupaten Bogor Terdapat beberapa faktor yang mempengaruhi pelaksanaan fungsi pengawasan DPRD Kabupaten Bogor. Menurut Bapak Drs. H. Hasanabe, faktor-faktor tersebut adalah : 6 a. Pengetahuan masyarakat atas adanya kebijakan Pemerintah Daerah Kabupaten Bogor; b. Sosialisasi kebijakan Pemerintah Daerah Kabupaten Bogor; c. Peran aktif masyarakat untuk memberikan penilaian atas kinerja Pemerintah Daerah Kabupaten Bogor dalam pelaksanaan kebijakan pemerintah daerah Kabupaten Bogor; d. Peran aktif dari masing-masing anggota DPRD Kabupaten Bogor, untuk senantiasa menerima serta menyalurkan aspirasi rakyatnya kepada pemerintah daerah dalam rangka melakukan perbaikan pelaksanaan kebijakan Pemerintah Daerah Kabupaten Bogorr; dan e. Keterbukaan informasi dari pihak Pemerintah Daerah Kabupaten Bogor, atas peraturan pelaksana dari peraturan daerah Kabupaten Bogor yang dibuat bersama DPRD Kabupaten Bogor. Berdasarkan pemaparan diatas maka dapat diketahui bahwa ada 3 (tiga) pihak yang mempunyai peranan penting dalam pelaksanaan fungsi 6
Wawancara Hasanabe, Anggota Komisi D DPRD Kabupaten Bogor, Fraksi Partai Golongan Karya, Bogor, 14 Februari 2014
57
pengawasan DPRD Kabupaten Bogor, yaitu masyarakat, pemerintah daerah dan DPRD Kabupaten Bogor. B. Penyelenggaraan Efisiensi Administrasi Pelayanan Kesehatan Daerah di RSUD Leuwiliang Kabupaten Bogor Penilaian terhadap efisiensi administrasi pelayanan kesehatan di RSUD Leuwiliang Kabupaten Bogor, dapat menggunakan beberapa indikator, diantaranya kualitas kinerja petugas administrasi, kuantitas kerja dan petugas administrasi, dan ketepatan waktu penyelesaian proses administrasi pelayanan kesehatan. Namun, agar penilaian yang diberikan lebih objektif maka perlu diberikan penilaian dari 2 sudut pandang berbeda yaitu dari sudut pandang petugas administrasi dan dari sudut pandang masyarakat pengguna jasa petugas administrasi. Berikut pemaparan lebih lanjut terkait hal-hal tersebut. 1. Kualitas Kinerja Petugas Administrasi Pelayanan Kesehatan RSUD Leuwiliang Kabupaten Bogor Kualitas merupakan bagian terpenting dan tidak terpisahkan dalam rangka mengukur keberhasilan pencapaian sasaran suatu organisasi, hal ini dapat dilihat dari pencapaian hasil kerja yang diperoleh dalam kurun waktu tertentu. Selain itu, kualitas juga dijadikan sebagai nilai ideal untuk menilai kinerja pelaksana kegiatan suatu organisasi, dalam ini adalah RSUD Leuwiliang Kabupaten Bogor.
58
Dilihat dari kualitas kerja yang telah dilakukan oleh petugas administrasi RSUD Leuwiliang Kabupaten Bogor, dapat dikatakan sudah memenuhi aspek-aspek tugas yang diberikan oleh direktur RSUD Leuwiliang Kabupaten Bogor. Aspek-aspek tersebut lebih mengarah pada aturan-aturan yang ada dan standar-standar yang telah ditetapkan oleh RSUD Leuwiliang Kabupaten Bogor.7 Berdasarkan pernyataan salah satu petugas administrasi di RSUD Leuwiliang Kabupaten Bogor, bahwa pola pengerjaan tugas berupa penyelenggaraan
administrasi
pelayanan
kesehatan
dan
penyelesaian
pelaporan administrasi pelayanan kesehatan sudah dilakukan dengan mengikuti Standar Operating Procedure (SOP) dan tata kerja yang ada di RSUD Leuwiliang Kabupaten Bogor8 Disamping itu, sistem kerja yang dilakukan petugas administrasi selalu menekankan pada keadaan data yang ada di lapangan. Maka, sekalipun SOP telah diterapkan dengan sebaik-baiknya, namun belum tentu hasil yang diperoleh akan sesuai dengan harapan dan target yang telah ditetapkan. Dengan demikian, baik tidaknya kualitas kerja yang dilakukan oleh petugas
7
Wawancara Bambang, Kasubag Rekam Medis RSUD Leuwiliang Kabupaten Bogor, Bogor, 19 Februari 2014 8
Wawancara Ade Sri, Petugas Loket RSUD Leuwiliang Kabupaten Bogor, Bogor, 19 Februari 2014
59
administrasi RSUD Leuwiliang Kabupaten Bogor, selain dipengaruhi oleh penerapan SOP, juga dipengaruhi oleh keadaan data di lapangan.9 Dalam rangka meningkatkan kualitas kinerja petugas administrasi, pihak RSUD Leuwiliang Kabupaten Bogor selalu mengusahakan adanya pelatihan yang harus diikuti oleh petugas administrasi, meliputi petugas administrasi umum dan kepegawaian, keuangan maupun rekam medik.10 Penyelenggaraan pelatihan tidak selalu dilaksanakan pada bulan yang sama untuk tiap tahunnya, melainkan disesuaikan dengan kesiapan dari pihak rumah sakit dan pihak lain selaku pendukung terlaksananya kegiatan pelatihan. Namun, sejak RSUD Leuwiliang ini berdiri, pelatihan belum pernah tidak dilaksanakan dan selalu dicantumkan dalam anggaran yang diajukan oleh pihak rumah sakit kepada pemerintah daerah Kabupaten Bogor.11 Pelatihan yang telah diikuti oleh petugas administrasi juga tidak dapat menjamin pelaksanaan tugas mereka sesuai dengan yang diharapkan dan dapat mencapai target yang telah ditetapkan. Banyak faktor yang dapat mempengaruhi hal tersebut, diantaranya adalah pola kerja yang dilakukan oleh petugas administrasi dalam mengambil data, yang tidak hanya berasal dari
9
Wawancara Ade Sri, Petugas Loket RSUD Leuwiliang Kabupaten Bogor, Bogor, 19 Februari 2014 10
Wawancara Bambang, Kasubag Rekam Medik RSUD Leuwiliang Kabupaten Bogor, Bogor, 19 Februari 2014 11
Ibid
60
RSUD Leuwiliang saja. Akan tetapi, petugas administrasi diharuskan juga mengambilnya dari pihak luar, misalnya dari pengobatan klinik swasta yang termasuk dalam wilayah kerja RSUD Leuwiliang Kabupaten Bogor. Contoh dalam hal perekapan data, di satu sisi petugas administrasi diharuskan melakukan perekapan datanya sendiri di RSUD Leuwiliang Kabupaten Bogor, namun di sisi lain ia juga diharuskan untuk menunggu data yang berasal dari pihak pengobatan swasta untuk kelengkapan data RSUD Leuwiliang Kabupaten Bogor. Dengan demikian, target yang seharusnya dapat diselesaikan sesuai rencana menjadi terhambat akibat adanya data pelaporan yang belum masuk ke pihak RSUD Leuwiliang Kabupaten Bogor.12 Di sisi lain, masyarakat menilai bahwa beberapa petugas administrasi di RSUD Leuwiliang Kabupaten Bogor belum mumpuni dalam hal kompetensi pelaksanaan tugas administrasi di rumah sakit.13 Sebab, apabila petugas tersebut memiliki kompetensi yang mumpuni, tentu pelayanan yang diberikan akan memuaskan sehingga pasien di rumah sakit tidak banyak yang terlantar akibat pelayanan administrasi yang kurang berkualitas.14 Dari pemaparan tersebut maka dapat disimpulkan bahwa secara normatif petugas administrasi telah menjalankan tugasnya sesuai dengan 12
Wawancara Bambang, Kasubag Rekam Medik RSUD Leuwiliang Kabupaten Bogor, Bogor,19 Februari 2014 13
Wawancara Yusup, Wiraswasta, Bogor, 05 Mei 2014
14
Wawancara Syamsul, Wiraswasta, Bogor, 19 Februari 2014
61
prosedur dan standar-standar yang telah ditetapkan. Namun, hambatan dari berbagai hal menjadi penyebab pelaksanaan tugas tersebut tidak berjalan sebagaimana mestinya sehingga memunculkan berbagai keluhan dari masyarakat. 2. Kuantitas Kerja dan Petugas Administrasi RSUD Leuwiliang Kabupaten Bogor Kuantitas kerja merupakan istilah yang digunakan sebagai bagian dari banyaknya jumlah atau unit pekerjaan yang harus dikerjakan oleh petugas administrasi. Baik itu menyangkut pada pekerjaan rutin yang dilakukan oleh petugas administrasi berupa tugas-tugas yang harus diselesaikan per harinya, maupun tugas-tugas yang sifatnya non rutin yang pengerjaannya dapat ditunda terlebih dahulu. Sedangkan untuk mengukur kuantitas pekerjaan petugas administrasi secara umum, itu lebih mengacu pada pekerjaan yang sifatnya rutin saja, dan jumlahnya sangat bergantung pada kondisi di lapangan. Akan tetapi, setiap pekerjaan petugas administrasi selalu berdasarkan tugas pokok dan fungsi yang diberikan oleh Direktur RSUD Leuwiliang Kabupaten Bogor. Berdasarkan pernyataan dari salah satu petugas administrasi di RSUD Leuwiliang Kabupaten Bogor, jumlah pekerjaan rutin yang dilakukan oleh petugas administrasi secara umum tidak dapat dipastikan jumlahnya namun ia tidak terlepas dari pencatatan surat masuk, surat keluar, setor restribusi, pembuatan administrasi pelaporan dan pelaksana laboratorium. Maka dapat
62
disimpulkan bahwa jumlah pekerjaan rutin yang selalu dilaksanakan oleh petugas administrasi pada umumnya berjumlah lima jenis pekerjaan setiap harinya.15 Dengan demikian, pola kerja yang dilakukan oleh petugas administrasi sangat mengacu pada pengalaman yang ada di lapangan. Namun pada prinsipnya, petugas administrasi harus memiliki pandangan mengenai bagaimana cara mengkondisikan suatu tugas yang diberikan oleh Direktur RSUD Leuwiliang Kabupaten Bogor supaya dapat diselesaikan dengan tepat waktu. Sementara terkait dengan kuantitas petugas administrasi yang ada di RSUD Leuwiliang Kabupaten Bogor, meliputi petugas adminstrasi umum dan kepegawaian, keuangan dan rekam medik itu berjumlah sekitar 76 orang. Jumlah ini tentu tidak sebanding dengan beban pekerjaan yang harus mereka kerjakan tiap harinya. Sebab berdasarkan kondisi di lapangan, masyarakat penggunan jasa pelayanan kesehatan di RSUD Leuwiliang Kabupaten Bogor itu terlampau banyak. Hal ini terbukti dari banyaknya kunjungan pasien rumah sakit tiap harinya. Namun demikian, ada kiat-kiat khusus yang diterapkan oleh pihak RSUD Leuwiliang Kabupaten Bogor untuk menanggulangi permasalahan tersebut, yaitu melalui penerapan kebijakan rangkap beban kerja dan 15
Wawancara Bambang, Kasubag Rekam Medik RSUD Leuwiliang Kabupaten Bogor, Bogor, 19 Februari 2014
63
diperbolehkannya petugas administrasi untuk menyelesaikan tugas mereka di rumahnya masing-masing.16 Di lain pihak, masyarakat atau pasien tentu tidak banyak yang mengetahui jumlah pekerjaan yang harus diselesaikan oleh masing-masing petugas administrasi khususnya petugas yang sering mereka temui yaitu petugas loket.17 Maka, seharusnya petugas administrasi terutama petugas loket diharapkan mampu untuk memberikan pengertian mengenai beban kerja mereka kepada pasiean agar pasien pun mengerti dan keluhan dapat diminimalisir.18 3. Ketepatan
Waktu
Penyelesaian
Proses
Administrasi
Pelayanan
Kesehatan RSUD Leuwiliang Kabupaten Bogor. Ketepatan waktu dapat diartikan sebagai
waktu yang dibutuhkan
petugas administrasi untuk menyelesaikan pekerjaannya. Baik itu pekerjaan administrasi yang bersifat rutin maupun yang tidak rutin dilaksanakan. Untuk itu ketepatan waktu dipandang sebagai salah satu aspek penting untuk mengukur efisiensi kinerja petugas administrasi. Ketepatan waktu juga merupakan wujud dari kedisplinan petugas administrasi dalam menjalankan tugasnya. 16
Wawancara Bambang, Kasubag Rekam Medik RSUD Leuwiliang Kabupaten Bogor, Bogor, 19 Februari 2014 17
Wawancara Rizky, Wiraswasta, Bogor, 05 Mei 2014
18
Wawancara Jerry, Pegawai Swasta, Bogor, 05 Mei 2014
64
Khusus untuk petugas loket administrasi RSUD Leuwiliang Kabupaten Bogor, jika dilihat dari tingkat kedisiplinan yang dimiliki oleh petugas administrasi, dedikasi dari masing-masing petugas telah nampak ketika mereka datang lebih awal ke RSUD Leuwiliang Kabupaten Bogor. Sehingga mereka pun lebih awal untuk memulai tugas mereka.19 Namun, kondisi tersebut tidak diimbangi oleh petugas administrasi medis dan petugas medisnya. Hal ini nampak dari pintu-pintu poli pelayanan kesehatan yang masih terkunci dan tertutup. Meskipun sudah ada petugas administrasi medis dan petugas medis yang datang, namun pelayanan tetap belum dimulai. Padahal, masyarakat atau pasien sudah banyak yang menunggu untuk menerima pelayanan kesehatan.20 Dan hal inilah yang seringkali dikeluhkan oleh masyarakat atau pasien. Kemudian dilihat dari proses pengumpulan administrasi pelaporan ke Dinas Kesehatan Kabupaten Bogor belum sepenuhnya petugas administrasi dapat menyerahkannya tepat waktu. Meskipun jarang terjadi, namun hal ini perlu mendapat perhatian khusus dari pihak rumah sakit dan harus segera ditanggulangi. Secara umum, keterlambatan terjadi diakibatkan oleh
19
Wawancara Bambang, Kasubag Rekam Medik RSUD Leuwiliang Kabupaten Bogor, Bogor, 19 Februari 2014 20
Ibid
65
kurangnya koordinasi antara petugas administrasi dengan petugas lainnya selaku pemegang progam pelayanan RSUD Leuwiliang.21 Di sisi lain, masyarakat atau pasien menilai bahwa tak jarang beberapa petugas administrasi terutama di loket yang bekerja agak santai, sehingga petugas administrasi terkesan mengulur-ulur waktu penyelesaian proses administrasi pelayanan kesehatan yang diberikan.22 Berdasarkan pemaparan tersebut maka dapat disimpulkan bahwa ketidaktepatan penyelesaian proses pelayanan administrasi, semata-mata bukanlah berasal dari kelalaian petugas administrasi. Banyak faktor yang berpengaruh didalamnya. Sementara hal ini jarang diketahui oleh masyarakat atau pasien. Oleh karena itu, penjelasan dari petugas administrasi atas keterlambatan penyelesaian proses administrasi pelayanan kesehatan mutlak diperlukan agar masyarakat atau pasien lebih bijak dalam
menghadapi
kondisi tersebut Namun demikian, petugas administrasi juga diharapkan untuk tidak memanfaatkan kebijaksanaan masyarakat dengan sengaja mengulur-ulur waktu penyelesaian proses administrasi pelayanan kesehatan, karena kepuasan masyarakat merupakan tujuan utama dari pemberian pelayanan kesehatan secara keseluruhan. 21
Wawancara Bambang, Kasubag Rekam Medik RSUD Leuwiliang Kabupaten Bogor, Bogor, 19 Februari 2014 22
Wawancara Marzuki, Wiraswasta, Bogor, 19 Februari 2014
66
Selanjutnya, diperlukan tindakan tegas yang harus diberikan oleh pihak rumah sakit kepada faktor-faktor penyebab keterlambatan penyelesaian administrasi pelayanan kesehatan di RSUD Leuwiliang Kabupaten Bogor. Sehingga efisiensi waktu dalam pelayanan kesehatan dapat terwujud. C. Analisa Fungsi Pengawasan DPRD Kabupaten Bogor Terhadap Efisiensi Administrasi Pelayanan Kesehatan Daerah di RSUD Leuwiliang Kabupaten Bogor. Pada dasarnya, fungsi pengawasan yang dimiliki oleh DPRD Kabupaten Bogor adalah untuk menunjang pelaksanaan fungsi-fungsi DPRD Kabupaten Bogor lainnya, yaitu fungsi anggaran dan fungsi legislasi. Fungsi pengawasan ini diberlakukan terhadap kinerja Pemerintah Daerah Kabupaten Bogor dalam melaksanakan kebijakan yang telah ia buat. Dalam hal pengawasan terhadap efisiensi administrasi pelayanan kesehatan
di
RSUD
Leuwiliang
Kabupaten
Bogor,
merupakan
suatu
permasalahan yang sifatnya teknis. Dan pengawasan yang diberlakukan atas pelaksanaannya cenderung kepada pengawasan internal yang dilakukan oleh inspektorat dibawah Pemerintah Daerah Kabupaten Bogor.23 Namun, bukan berarti pengaruh fungsi pengawasan DPRD Kabupaten Bogor terhadap hal tersebut menjadi tidak ada. Sebab, efisiensi administrasi pelayanan kesehatan merupakan bagian dari kinerja Pemerintah Daerah 23
Wawancara pribadi dengan Dini, Staf administrasi Dinas Kesehatan Kabupaten Bogor, Bogor, 12 Febuari 2014
67
Kabupaten Bogor yang merupakan objek dari pelaksanaan fungsi pengawasan DPRD Kabupaten Bogor. Menurut Bapak Hasanabe (anggota Komisi D DPRD Kabupaten Bogor), penyebab utama keluhan masyarakat lebih cenderung kepada kurangnya pengetahuan atas tipe rumah sakit yang ada di Kabupaten Bogor khususnya RSUD Leuwiliang Kabupaten Bogor. Masyarakat cenderung menuntut pelayanan dan fasilitas yang sama bagi setiap rumah sakit yang ada di Kabupaten Bogor. Padahal, perlu diketahui tiap-tiap rumah sakit itu memiliki tipenya sendiri.24 Berdasarkan Peraturan Daerah Kabupaten Bogor Nomor 2 Tahun 2011 Tentang Pembentukan Rumah Sakit Umum Daerah Leuwiliang Kelas C, maka kemampuan
RSUD Leuwiliang baik dari segi fasilitas maupun sumber daya manusia (karyawan) itu sangatlah terbatas, hal ini disesuaikan dengan kategori RSUD Leuwiliang yang masih kelas C dan sumber pendanaan yang masih berasal dari APBD Kabupaten Bogor. Jumlah pengguna jasa rumah sakit yang tidak sebanding dengan jumlah petugas rumah sakit khususnya petugas administrasi pelayanan kesehatan, merupakan pangkal penyebab munculnya penilaian negatif terhadap efisiensi administrasi pelayanan kesehatan di RSUD Leuwiliang Kabupaten Bogor.
24
Wawancara Hasanabe, Anggota Komisi D DPRD Kabupaten Bogor, Fraksi Partai Golongan Karya, Bogor, 14 Februari 2014
68
Di lain pihak, masyarakat tentu tidak banyak yang mengetahui kondisi tersebut, mulai dari tipe rumah sakit hingga pada keterbatasan jumlah petugas rumah sakit. Yang masyarakat inginkan adalah kepuasan terhadap pelayanan yang diberikan, sehingga pihak rumah sakit dituntut untuk tetap memberikan pelayanan prima meskipun dalam kondisi yang serba terbatas. Indikator pelayanan prima yang diberikan oleh pihak rumah sakit, dapat terwujud apabila pihak rumah sakit sudah memberikan pelayanan yang tepat daya, tepat guna dan tepat waktu. Ketiga hal tersebut merupakan esensi dari efisiensi dalam pemberian pelayanan kesehatan. Namun, hal ini tentu sulit tercapai apabila keterbatasan sumber daya manusia dan fasilitas belum dapat ditanggulangi dengan baik oleh pihak rumah sakit. Sebagai bagian dari instansi daerah yang sumber pendanaannya berasal dari anggaran pendapatan dan belanja daerah (APBD) Kabupaten Bogor, tentu pihak RSUD Leuwiliang Kabupaten Bogor tidak dapat dengan leluasa untuk melakukan perubahan dalam rangka menanggulangi keterbatasan tersebut. Misalnya, untuk penambahan jumlah petugas administrasi yang pelayanannya dikeluhkan oleh masyarakat atau pasien. Pihak RSUD Leuwiliang Kabupaten Bogor, harus terlebih dahulu mengajukan anggaran kepada Pemerintah Daerah Kabupaten Bogor, untuk kemudian dibahas bersama dengan DPRD Kabupaten Bogor. Begitu pun dalam hal penyelenggaraan pelatihan guna peningkatan kualitas kompetensi petugas administrasi RSUD Leuwiliang Kabupaten Bogor. Dengan demikian, maka peranan DPRD Kabupaten Bogor
69
untuk menunjang efisiensi administrasi pelayanan kesehatan di RSUD Leuwiliang Kabupaten Bogor menjadi jelas. Melalui fungsi pengawasannya sebagai tindak lanjut dari penyaluran aspirasi masyarakat, DPRD Kabupaten Bogor dapat meminta keterbukaan data atau informasi dari pemerintah daerah Kabupaten Bogor terkait penyelenggaraan administrasi pelayanan kesehatan di RSUD Leuwiliang Kabupaten Bogor (berdasarkan laporan pengawasan inspektorat pemerintah daerah Kabupaten Bogor). Setelah data diperoleh, maka DPRD Kabupaten Bogor mengkaji data tersebut dan menyesuaikannya dengan keadaan di lapangan serta dengan pertimbangan aspirasi masyarakat. Pengkajian pada mulanya difokuskan pada penyerapan anggaran yang telah dialokasikan untuk pihak RSUD Leuwiliang Kabupaten Bogor. Kemudian, pengkajian dilanjutkan pada tahap kinerja pihak RSUD Leuwiliang Kabupaten Bogor, khususnya kinerja petugas administrasinya. Dari hasil pengkajian tersebut, DPRD Kabupaten Bogor dapat membuat rencana penanggulangannya. Salah satunya adalah dengan menambah jumlah anggaran yang dialokasikan untuk pihak RSUD Leuwiliang Kabupaten Bogor, guna menambah jumlah petugas administrasi rumah sakit dan sarana pendukung kinerjanya serta untuk penyelenggaraan pelatihan bagi petugas administrasi RSUD Leuwiliang Kabupaten Bogor. Usulan penanggulangan tersebut kemudian disampaikan oleh pihak DPRD Kabupaten Bogor kepada Pemerintah Daerah Kabupaten Bogor.
70
Selanjutnya, Pemerintah Daerah Kabupaten Bogor menyampaikannya kepada pihak RSUD Leuwiliang Kabupaten Bogor. Setelah itu, pihak RSUD Leuwiliang Kabupaten Bogor mulai merumuskan pengajuan tambahan anggaran untuk menambah jumlah petugas administrasi dan fasilitas pendukung kinerjanya serta tambahan anggaran untuk penyelenggaraan pelatihan bagi petugas administrasi dalam rangka peningkatan kinerja (efisiensi termasuk didalamnya) RSUD Leuwiliang Kabupaten Bogor. Setelah rumusan pengajuan tambahan anggaran selesai dibentuk, maka rumusan tersebut akan disampaikan kepada pihak Pemerintah Daerah Kabupaten Bogor, untuk dicantumkan dalam rancangan anggaran pendapatan dan belanja daerah (RAPBD) Kabupaten Bogor tahun anggaran berikutnya. RAPBD ini selanjutnya akan dibahas bersama dengan DPRD Kabupaten Bogor untuk memperoleh persetujuan bersama. Berdasarkan pemaparan tersebut, maka adanya fungsi pengawasan DPRD Kabupaten Bogor ini, tentu akan berdampak bagi pengembangan efisiensi administrasi pelayanan kesehatan daerah di RSUD Leuwiliang Kabupaten Bogor, dampak-dampak tersebut antara lain : 1) Adanya anggaran tambahan untuk pengembangan RSUD Leuwiliang Kabupaten Bogor, berupa : a) Penambahan jumlah petugas administrasi pelayanan kesehatan di RSUD Leuwiliang Kabupaten Bogor;
71
b) Penambahan fasilitas pendukung kinerja petugas administrasi pelayanan kesehatan di RSUD Leuwiliang Kabupaten Bogor; c) Penambahan anggaran untuk penyelenggaraan pelatihan bagi petugas administrasi pelayanan kesehatan di RSUD Leuwiliang Kabupaten Bogor. 2) Pihak inspektorat dapat mengetahui dan memperbaiki cara kerja dan pengaturan beban kerja petugas administrasi pelayanan kesehatan di RSUD Leuwiliang Kabupaten Bogor. Sehingga efisiensi dapat segera terwujud. Dampak-dampak positif tersebut dapat tercapai apabila ada koordinasi aktif dan rutin dari para pihak terkait (Masyarakat, Pemerintah Daerah, DPRD dan RSUD Leuwiliang Kabupaten Bogor). Apabila koordinasi tidak berjalan dengan baik, maka tidak mengherankan jika keluhan dari masyarakat atas efisiensi administrasi pelayanan kesehatan di RSUD Leuwiliang Kabupaten Bogor akan tetap terjadi. Tanggungjawab untuk melakukan koordinasi yang baik diantara para pihak terkait tersebut merupakan bagian dari pelaksanaan amanat yang diberikan oleh rakyat. Sebagai daerah yang mayoritas penduduknya muslim, pelaksanaan amanat merupakan kewajiban dan perintah agama, sebagaimana termaktub dalam QS:Al-Anfal:27
72
Artinya: ”Wahai orang-orang yang beriman! Janganlah kamu mengkhianati Allah dan Rasul dan (juga) janganlah kamu mengkhianati amanat yang dipercayakan kepadamu sedang kamu mengetahui” Kesadaran akan tanggung jawab besar diemban oleh Pemerintah Daerah, DPRD dan RSUD Leuwiliang Kabupaten Bogor selaku pemegang amanat rakyat daerah Kabupaten Bogor, mutlak diperlukan. Maka, jika terjadi penyelewenangan, maka pihak-pihak tersebut tidak hanya harus bertanggung jawab terhadap rakyat, tetapi juga terhadap Allah SWT. Dengan demikian, maka diharapkan keluhan masyarakat terhadap administrasi pelayanan kesehatan yang dianggap belum efisien dapat teratasi.
73
BAB V PENUTUP A. SIMPULAN Berdasarkan pemaparan pada bab-bab sebelumnya, maka dapat disimpulkan bahwa : 1. Faktor-faktor yang mempengaruhi pelaksanaan efisiensi administrasi pelayanan kesehatan di RSUD Leuwiliang Kabupaten Bogor adalah : a. Standar Operating Procedure (SOP) dan Tata Kerja RSUD Leuwiliang Kabupaten Bogor yang masih berbelit-belit; b. Jumlah petugas administrasi pelayanan kesehatan RSUD Leuwiliang Kabupaten Bogor yang masih terbatas; c. Jumlah beban kerja petugas administrasi pelayanan kesehatan RSUD Leuwiliang Kabupaten Bogor yang terlampau banyak dan tidak sebanding dengan jumlah petugas administrasi RSUD Leuwiliang Kabupaten Bogor; d. Sumber kelengkapan data administrasi pelayanan kesehatan RSUD Leuwiliang Kabupaten Bogor yang tidak seluruhnya ada di RSUD Leuwiliang Kabupaten Bogor; dan e. Fasilitas pendukung kinerja petugas administrasi pelayanan kesehatan RSUD Leuwiliang Kabupaten Bogor yang kurang memadai. 73
74
2. Dampak dari pelaksanaan fungsi pengawasan DPRD Kabupaten Bogor terhadap efisiensi administrasi pelayanan kesehatan daerah di RSUD Leuwiliang Kabupaten Bogor adalah ditemukannya beberapa faktor yang mempengaruhi pelaksanaan efisiensi administrasi pelayanan kesehatan (sebagaimana telah dipaparkan pada simpulan point pertama diatas), sehingga tindak lanjut yang dapat dilakukan oleh pihak DPRD Kabupaten Bogor adalah berupa : a. Penambahan anggaran untuk pengembangan RSUD Leuwiliang Kabupaten Bogor, meliputi : 1. Penambahan jumlah petugas administrasi pelayanan kesehatan di RSUD Leuwiliang Kabupaten Bogor; 2. Penambahan fasilitas pendukung kinerja petugas administrasi pelayanan kesehatan di RSUD Leuwiliang Kabupaten Bogor; dan 3. Penambahan anggaran untuk penyelenggaraan pelatihan bagi petugas administrasi pelayanan kesehatan di RSUD
Leuwiliang
Kabupaten Bogor. b. Pemberitahuan kepada pihak inspektorat akan hal tersebut, sehingga pihak inspektorat dapat mengetahui dan memperbaiki cara kerja serta pengaturan beban kerja petugas administrasi pelayanan kesehatan di RSUD Leuwiliang Kabupaten Bogor.
75
B. SARAN Berdasarkan simpulan tersebut maka penulis menyarankan kepada pihak RSUD Leuwiliang Kabupaten Bogor untuk : 1) Menyederhanakan pola tata kerja petugas administrasi pelayanan kesehatan di RSUD Leuwiliang Kabupaten Bogor; 2) Menambah jumlah petugas administrasi pelayanan kesehatan di RSUD Leuwiliang Kabupaten Bogor agar mampu menangani beban kerja petugas yang selama ini dianggap terlalu banyak dan tidak sebanding dengan jumlah petugas administrasi yang ada saat ini; 3) Mempercepat pengumpulan kelengkapan data administrasi pelayanan kesehatan yang berada di luar RSUD Leuwiliang Kabupaten Bogor; 4) Menambah fasilitas pendukung kinerja petugas administrasi pelayanan kesehatan di RSUD Leuwiliang Kabupaten Bogor. Kemudian,
terkait
dengan
DPRD
Kabupaten
Bogor,
penulis
menyarankan agar pihak DPRD Kabupaten Bogor senantiasa bertindak aktif untuk menyuarakan aspirasi rakyatnya, seperti dengan menyediakan kotak saran dan lain-lain, dengan demikian DPRD dapat mengetahui faktor-faktor yang mempengaruhi efisiensi administrasi pelayanan kesehatan di RSUD Leuwiliang. Selain itu, DPRD Kabupaten Bogor juga dapat melakukan evaluasi langsung terhadap RSUD Leuwiliang Kabupaten Bogor dengan cara memanggil direktur RSUD Leuwiliang Kabupaten Bogor sebagai wujud pelaksanaan fungsi pengawasan terhadap pelayanan publik.
76
DAFTAR PUSTAKA Kitab suci Al-Qur’an Buku Adikoesoemo, Suparto, Manajemen Rumah Sakit, Cet.VI, Jakarta: Pustaka Sinar Harapan, 2012 Asshidiqie, Jimly, Konstitusi dan Konstitusionalisme Indonesia, Cet.II, Jakarta: Konpress, 2005 Azwar, Azrul, Pengantar Administrasi Kesehatan, Edisi III, (Jakarta: Binarupa Aksara, 1996) Barents, J, Ilmu Politika: Suatu Perkenalan Lapangan, terjemahan L.M. Sitorus, Cet.I, Jakarta: PT Pembangunan,1965 Budiardjo, Miriam, Dasar-Dasar Ilmu Politik, Cet.VI, Jakarta: PT.Gramedia Pustaka Utama, 2013 Busroh, Abu Daud, Ilmu Negara, Cet.I, Jakarta: PT.Bumi Aksara, 1990 Busrizalti, M, Hukum Pemda, Otonomi Daerah dan Implikasinya, Cet.I, Yogyakarta: Total Media, 2013 Dagun, Save M., Kamus Besar Ilmu Pengetahuan, Cet.I, Jakarta: Lembaga Pengkajian Kebudayaan Nusantara (LPKN), 1997 Dede, Mariana dan Caroline Paskarina, Demokrasi dan Politik Desentralisasi, Cet.I, Yogyakarta : Graha Ilmu, 2008
77
Departemen Pendidikan Nasional, Kamus Besar Bahasa Indonesia Pusat Bahasa, Edisi IV, Jakarta: PT. Gramedia Pustaka Utama, 2008 Fachruddin, Irfan, Pengawasan Peradilan Administrasi Terhadap Tindakan Pemerintah, Cet. I, Bandung: Alumni, 2004 Garner, Bryan A., Black’s Law Dictionary, Edisi VIII, United States of America: West Group, 1999 Hapid, R. Hilman, Bogor dari Periode ke Periode, Cet.I, Bogor: PT Inti Getar Pakuan, 2012 HM, Ismail, Menuju Pelayanan Prima, Konsep dan Strategi Peningkatan Kualitas Pelayanan Publik, Cet. I, Malang: Averroes Press, 2010 Ibrahim, Amin, Teori dan Konsep Pelayanan Publik Serta Implementasinya, Cet.I, Bandung: CV. Mandar Maju, 2008 Ibrahim, Amin, Pokok-Pokok Analisis Kebijakan Publik, Cet.I, Bandung: Mandar Maju, 2004 Ilahi, Mohammad Takdir, Nasionalisme Dalam Bingkai Pluralitas Bangsa Paradigma Pembangunan dan Kemandirian Bangsa, Cet.I, Yogyakarta: Ar-Ruzz Media, 2012 Irianto, Sulistyowati dan Shidarta, Metode Penelitian Hukum Konstelasi dan Refleksi, Edisi I, Jakarta: Yayasan Obor Indonesia, 2009 Kaho, Josep Riwu, Analisa Hubungan Pemerintah Pusat dan Daerah di Indonesia, Cet.I, Jakarta: Bina Aksara, 1982
78
Kaloh, J, Mencari Bentuk Otonomi Daerah Suatu Solusi Dalam Menjawab Kebutuhan Lokal dan Tantangan Global, Cet.I, Jakarta: PT Rineka Cipta, 2007 Kelsen, Hans, Teori Umum Tentang Hukum dan Negara, Penerjemah Raisul Muttaqien, Cet.IV, Bandung: Nusa Media, 2009 Koesoemahatmadja, RDH, Pengantar Ke Arah Sistem Pemerintahan Daerah di Indonesia, Cet.I, Jakarta: Bina Cipta, 1979 Kurniawan, Agung, Tranformasi Pelayanan Publik, Cet.I,
Yogyakarta:
Pembaruan, 2005 Kusnardi, Mohammad dan Bintan R. Saragih, Ilmu Negara, Cet.VII, Jakarta: Gaya Media Pratama Jakarta, 2008 Labolo, Muhadam, Memahami Ilmu Pemerintahan Suatu Kajian, Teori, Konsep dan Pengembangannya, Cet. II, Jakarta: PT RajaGrafindo Persada, 2007 Lay, Cornelis, Parlemen Lokal di Indonesia, Jurnal Ilmu Pemerintahan, Edisi 40 September 2013 Manullang, M, Dasar-dasar Manajemen, Cet.XV, Jakarta: Ghalia Indonesia, 1996 Mappadjantji, A, Kemandirian Lokal: Konsepsi Pembangunan, Organisasi, dan Pendidikan Dari Perspektif Sains Baru, Cet I, Jakarta: PT.Gramedia Pustaka Utama, 2005 Marbun, BN, Kamus Politik, Ed. III, Jakarta: Pustaka Harapan, 2007 Marzuki, Peter Mahmud, Penelitian Hukum, Cet.VII, Jakarta: Kencana, 2011
79
Muchsan, Sistem Pengawasan Terhadap Perbuatan Aparat Pemerintah dan Peradilan Tata Usaha Negara di Indonesia, Cet.I, Yogyakarta: Liberty, 1992 Musanef, Sistem Pemerintahan Daerah di Indonesia, Cet.I, Jakarta: PT Gunung Agung, 1985 Muluk, M.R Khairul, Desentralisasi dan Pemerintahan Daerah, Cet.III, Jawa Timur: Bayumedia Publishing, 2007 Ndraha, Taliziduhu, Budaya Organisasi, Cet. I, Jakarta: Rineka Cipta, 1997 Ndraha, Taliziduhu, Fungsi Pemerintahan, Cet. I, Jakarta: IIP, 2004 Noer, Deliar, Pengantar ke Pemikiran Politik, Cet.I, Medan: Dwipa, 1965 Nurdin, Encep Syarief, “Pembangunan Tata Kelola Pemerintahan Yang Baik (Good Governance) dan Pemberantasan Korupsi”, Negarawan, No.18 (November 2010) Prawirohardjo, State of The Art dari Ilmu Pemerintahan, cet.I, Jakarta: Karya Dharma IIP, 1993 Pusat Kajian Strategi Pembangunan Sosial Politik FISIP Universitas Indonesia dengan Badan Perencanaan Daerah Provinsi Jakarta, dalam penelitian Peran dan Fungsi DPRD di era Reformasi, (Jakarta: Depok, 2003) Rasyid, M. Ryaas, Desentralisasi Dalam Menunjang Pembangunan Daerah Dalam Pembangunan Administrasi di Indonesia, Cet.I, (Jakarta: Pustaka LP3ES, 1998), h. 139
80
Rasyid, M. Ryaas, Makna Pemerintahan: Tinjauan Dari Segi Etika dan Kepemimpinan, Cet.I, Jakarta: Watampone, 1997 Rasyid, M. Ryaas, “Otonomi Daerah:
Latar Belakang dan Masa Depannya”
dalam Syamsuddin Haris (editor), Desentralisaasi dan Otonomi Daerah Desentralisasi, Demokratisasi, Akuntabilitas Pemerintahan Daerah Rosyada, dkk., Pendidikan Kewargaan (Civic Education) Demokrasi, Hak Asasi Manusia dan Masyarakat Madani, Cet.I, Jakarta: ICCE UIN Syarif Hidayatullah, 2003 Sinambela, Lijan Poltak, dkk, Reformasi Pelayanan Publik, Teori, Kebijakan dan Implementasi, Cet.V, Jakarta: PT Bumi Aksara, 2010 Soehino, Perkembangan Pemerintahan di Daerah, Cet.I, Yogyakarta: Liberty, 1983 Saragih, Bintan, Lembaga Perwakilan dan Pemilihan Umum di Indonesia, Cet.I, Jakarta: Gaya Media Pratama, 1988 Sobandi, Baban, dkk., Desentralisasi dan Tuntutan Penataan Kelembagaan Daerah, Cet.I, Bandung: Humaniora, 2006 Soebagio, M, Hukum Keuangan Negara, Cet II, Jakarta: Rajawali Press,1991 Soehino, Perkembangan Pemerintahan di Daerah, Cet.I, Yogyakarta: Liberty, 1983 Soekanto, Soerjono, Pengantar Penelitian Hukum, Jakarta: Universitas Indonesia, Cet.III, 1986
81
Soejito, Irawan, Hubungan Pemerintahan Pusat dan Pemerintahan Daerah, Cet.I, Jakarta: Bina Aksara, 1984 Soemantri M, Sri, Pengantar Perbandingan Antar Hukum Tata Negara, Cet.I, Jakarta: Rajawali Press, 1981 Singarimbun, Masri dan Effendi Soffian, Penyunting, Metode Penelitian Survey, Cet.VI, Jakarta: Lembaga Penelitian, Pendidikan dan Penerangan Ekonomi dan Sosial (LP3ES), 1985 Sumaryadi, I. Nyoman, Sosiologi Pemerintahan Dari Perspektif Pelayanan, Pemberdayaan, Interaksi, dan Sistem Kepemimpinan Pemerintahan Indonesia, Cet.II, Bogor: Ghalia Indonesia, 2013 Sunindhia, Y.W, Praktek Penyelenggaraan Pemerintahan di Daerah, Cet II, Jakarta: PT Rineka Cipta, 1996 Syaukani, dkk, Otonomi Daerah Dalam Negara, Cet.I, Yogyakarta: Pustaka Belajar, 2007 Syafrudin, Ateng, Kapita Selekta, Hakikat Otonomi dan Desentralisasi Dalam Pembangunan Daerah, Cet.I, Yogyakarta: Citra Media, 2006 Tjandra, W. Riawan, Hukum Keuangan Negara, Cet.I, Jakarta: PT Gramedia Widiasarana Indonesia, 2013 Tutik, Titik Triwulan, Pengantar Hukum Tata Usaha Negara Indonesia, Cet.I, Jakarta: Prestasi Pustaka, 2010
82
Peraturan Perundang-Undangan Undang-undang Nomor 32 Tahun 2004 Tentang Pemerintahan Daerah Undang-undang Nomor 25 Tahun 2009 Tentang Pelayanan Publik Undang-undang Nomor 27 Tahun 2009 tentang MPR, DPR, DPD dan DPRD Peraturan
Menteri
Kesehatan
Republik
Indonesia
Nomor
741/MENKES/PER/VII/2008 Tentang Standar Pelayanan Minimal Bidang Kesehatan di Kabupaten/Kota Peraturan Daerah Kabupaten Bogor Nomor 9 Tahun 2008 Tentang Susunan dan Kedudukan Organisasi Perangkat Daerah Peraturan Daerah Kabupaten Bogor Nomor 11 Tahun 2008 Tentang Pembentukan Dinas Daerah Peraturan Daerah Kabupaten Bogor Nomor 26 Tahun 2004 Tentang Pembentukan, Organisasi dan Tata Kerja Dinas Kesehatan Kabupaten Bogor Peraturan Daerah Kabupaten Bogor Nomor 2 Tahun 2011 Tentang Pembentukan Rumah Sakit Umum Daerah Leuwiliang Kelas C Peraturan Daerah Kabupaten Bogor Nomor 16 Tahun 2010 Tentang Retribusi Pelayanan Kesehatan Keputusan Menteri Negara Pendayagunaan Aparatur Negara Nomor: 81 Tahun 1993
83
Internet http://www.bogorkab.go.id/selayang-pandang/sub-menu/ http://www.cifor.org/publications/pdf_files/govbrief
KEMENTERIAN AGAMA
uNrvERsrrAs rsLAM I\rEGERr (UIN) SYARIF IIIDAYATULLAII JAKARTA F'AKULTAS SYARIAII DAN HUKUM
Jln. lr. H. Juanda No.
Nomor
Lampiran
Hal
teto.' t62-211 74?11537, 7 401925 Fax. (62-21) 7 491421 wdus'ite : wrirw.uinjkt.ac.id E-mail : syar-hukuin@yahoo-com
95 Ciputat J akarta 1 5412, ndonesia I
:
Un.$/Fa/KM.00.02l 3Et
/201'4
]akarta, 27 Janaati20l'4
:
:
Permohonan Data / Wawanc,ua Kepada Yth, Keiua DPRD Kabupaten Bogor
di Tempat A
ss
al
amu' al aikum
Wr,W
.
Dekan Fakultas syariah dan Hukum ]akarta menerangkan bahwa: Nama
Zikri Muliansyah
Nomor Pokok
1110048000021
Tempat/Tanggal Lahir
Bogor, 1.1uru1992 VIII (Delapan)
Semester
Jurusan/Konsentrasi Alamat Telp
UIN syarif
Hidayatullah
Ilmu Hukum / Hukum Kelembagaan Negara Kp. Mekarsari, Rt04/02 Leuwiliang-Bogor 085719126638
adalah benar mahasiswa Fakultas syariah dan Hukum UIN syarif Hidayatullah jakarta yang sedang menyusun skripsi dengan judul: ,,Fungsi Pengawasan DPRD Terhadap Efisiensi Administrasi Pelayanan Kesehatan Daerah (studi Pelayanan Publik di RSUD Leuwiliang . Kabupaten Bogor)"
untuk melengkapi bahan penulisan skripsi, dimohon kiranya Bapak/{by
dapat *"r,".iiru yang bersangkutan untuk wawancara serta memperoleh data guna penulisan skripsi dimaksud. Ltas ke4asama dan-bantuannya, kami ucapkan terima kasih. Wassalam,
Bidang Akademik
e ph*cd
q*;E$
p
21985031003
Tembusan : 1. Dekan Fakultas Syariah dan Hukum UIN Jakarta 2.Ka/Sekprodi Ilmu Hukum / Hukum Kelembagaan Negara'
DEWAN PERWAKILAN RAKYAT DAERAH KABUPATEN BOGOR Jln. Tegar Beriman Telp./Fax. oz1
Yung bertanda tangan di bawah ini, menerangkan
- g7s4zl6, grs47\l cibinong
bahwa
:
Nama
:
ZIKRI MULIANSYAH
Pekerjaan
:
MAHASISWA PROGRAM STUDI ILMU HUKUM UIN SYARIF' IIIDAYATULLAH JAKARTA
Benar telah melakukan wawancara dengan saya pada
14 Februari
2014
dalam
rangka menyusun skripsi dengan judul ,,tr'ungsi pengawasan DpRD Kabupaten
Bogor Terhadap Elisiensi Administrasi Pelayanan Kesehatan Daerah (Studi Pelayanan Publik
di RSUD Leuwiliang Kabupaten Bogor),,
sebagai tugas
akhir untuk kelulusan sarjana.
Demikian surat keterangan
ini
dibuat untuk dapat dipergunakan sebagaimana
mestinya.
2AU
AnggotaKomisi D DPRD Kabupaten Bogor Fraksi Golkar
16914
Hasil Wawancara DPRD Kabupaten Bogor Narasumber : Drs. H. Hasanabe 1. Menurut bapak, apa makna dari adanya fungsi pengawasan yang dimiliki oleh lembaga perwakilan rakyat (DPRD Kabupaten Bogor)? Jawaban : Menurut saya fungsi pengawasan yang dimiliki oleh DPRD Kabupaten Bogor, merupakan salah satu fungsi management untuk menjamin agar pelaksanaan kegiatan pemerintah sesuai dengan kebijakan dan rencana yang telah ditetapkan, serta memastikan agar tujuan pemerintah dapat tercapai secara efektif dan efisien. Sementara khusus pemerintah daerah Kabupaten Bogor, fungsi pengawasan ini merupakan suatu mekanisme peringatan dini, untuk mengawal pelaksanaan aktivitas pencapaian tujuan dan sasaran. Sedangkan bagi DPRD Kabupaten Bogor, fungsi pengawasan merupakan tugas mulia untuk memberikan telaahan dan saran, berupa tindakan perbaikan 2. Mekanisme apa yang diterapkan dalam pelaksanaan fungsi pengawasan DPRD Kabupaten Bogor? Jawaban : Sebenarnya tidak ada mekanisme khusus yang diterapkan dalam pelaksanaan fungsi pengawasan DPRD Kabupaten Bogor, masyarakat cukup menyampaikan aspirasinya terkait dengan kinerja Pemerintah Daerah Kabupaten Bogor, yang selanjutnya akan ditindak-lanjuti oleh pihak DPRD Kabupaten Bogor. Ada dua cara yang
dapat ditempuh oleh masyarakat
Kabupaten Bogor apabila ingin menyampaikan aspirasinya, yaitu melalui MUSREMBANG yang biasa disebut dengan jalur formal atau birokrasi dan melalui masa RESES yang biasa disebut dengan jalur politis. Bila ingin menempuh jalur MUSREMBANG, aspirasi masyarakat baru akan ditindaklanjuti apabila dilaporkan secara kolektif, yaitu melalui LSM atau organisasi kemasyarakatan lainnya. Setelah itu baru ditindak-lanjuti oleh pihak DPRD melalui komisi yang berwenang, namun yang menjadi fokusnya adalah payung hukum yang melandasi kinerja pemerintah tersebut, meliputi perda, perbup dan lain-lain. Setelah diketahui kesalahannya barulah dirapatkan oleh komisi yang berwenang untuk kemudian disampaikan saat rapat paripurna. 3. Faktor-faktor apa saja yang mempengaruhi pelaksanaan fungsi pengawasan DPRD Kabupaten Bogor? Jawaban : Menurut saya, faktor-faktor tersebut antara lain : Pengetahuan masyarakat atas adanya kebijakan pemerintah daerah Kabupaten Bogor, Sosialisasi kebijakan pemerintah daerah Kabupaten Bogor, Peran aktif masyarakat untuk memberikan penilaian atas kinerja pemerintah daerah Kabupaten Bogor dalam pelaksanaan kebijakan pemerintah daerah Kabupaten Bogor, Peran aktif dari masing-masing anggota DPRD Kabupaten Bogor untuk senantiasa menerima serta menyalurkan aspirasi rakyatnya kepada pemerintah daerah dalam rangka melakukan perbaikan pelaksanaan kebijakan pemerintah daerah Kabupaten Bogor atau pun
perbaikan substansi kebijakan pemerintah daerah Kabupaten Bogor, Keterbukaan informasi dari pihak pemerintah daerah Kabupaten Bogor, atas peraturan pelaksana dari peraturan daerah Kabupaten Bogor yang dibuat bersama DPRD Kabupaten Bogor 4. Bagaimana pengaruh fungsi pengawasan DPRD Kabupaten Bogor terhadap pelaksanaan efisiensi administrasi pelayanan kesehatan di RSUD Leuwiliang Kabupaten Bogor? Jawaban : Perlu diketahui bahwa persoalan administrasi merupakan persoalan yang sifatnya teknis, dan fungsi pengawasan DPRD tidak sampai kepada persoalan yang sifatnya teknis, namun sebagai bentuk tanggung jawab atas suara rakyat yang mengeluhkan hal tersebut, maka DPRD berkewajiban untuk menyampaikannya pada pihak pemerintah daerah yang kewenangannya lebih luas untuk melakukan pengawasan dalam hal ini (pengawasan
internal). Sebab fungsi pengawasan DPRD hanya sebatas
melihat ketidaksesuaian antara payung hukum kinerja pemerintah daerah dengan pelaksanaannya di lapangan. Lalu, setelah hal tersebut disampaikan ketika rapat paripurna, maka pihak pemerintah daerahlah melalui inspektoratnya yang akan melakukan perbaikan dalam hal pengawasan administrasi pelayanan kesehatan di RSUD Leuwiliang Kabupaten Bogor. Dari hasil pengawasan tersebut, apabila memang letak permasalahannya adalah kurangnya sumber daya dalam pelaksanaan tugas administrasi pelayanan kesehatan. Maka pihak terkait, dalam hal ini RSUD Leuwiliang
Kabupaten Bogor dapat segera mengajukan anggaran tambahan demi menunjang pelaksanaan efisiensi administrasi pelayanan kesehatan kepada pemerintah daerah yang kemudian dibahas bersama dengan
DPRD
Kabupaten Bogor. Sehingga disini lah letak kontribusi DPRD melalui fungsi legislasi
dan
anggarannya
untuk
membantu
mewujudkan
efisiensi
administrasi pelayanan kesehatan di RSUD Leuwiliang Kabupaten Bogor. Ketika payung hukum telah dibuat untuk memberikan tambahan anggaran kepada pihak RSUD Leuwiliang Kabupaten Bogor, namun pelaksanaan kurang memuaskan, maka disinilah hadir fungsi pengawasan DPRD tersebut, untuk menilai penyerapan anggaran yang telah disediakan sebelumnya. 5. Menurut bapak, apa penyebab utama munculnya keluhan masyarakat terhadap efisiensi administrasi pelayanan kesehatan di RSUD Leuwiliang Kabupaten Bogor? Jawaban : Menurut saya penyebab utama keluhan masyarakat muncul adalah kurangnya pengetahuan masyarakat atas tipe rumah sakit yang ada di Kabupaten
Bogor
khususnya
RSUD
Leuwiliang
Kabupaten
Bogor.
Masyarakat cenderung menuntut pelayanan dan fasilitas yang sama bagi setiap rumah sakit. Padahal, perlu diketahui tiap-tiap rumah sakit itu memiliki
tipenya
sendiri
dengan
segala
keterbatasannya
termasuk
keterbatasan petugas adminitrasinya. Khusus untuk RSUD Leuwiliang itu sendiri, ia merupakan rumah sakit tipe C, sehingga sangat terbatas anggaran yang disediakan untuk rumah sakit tersebut yang berimbas pada fasilitas dan
sumber daya yang ada di RSUD Leuwilian. Sosialisasi yang kurang akan hal ini merupakan tanggung jawab bersama, bersama seluruh elemen-elemen yang mengetahuinya, agar masyarakat tidak mudah tersulut emosinya ketika memperoleh pelayanan yang terbatas.
Narasumber
Drs. H. Hasanabe Anggota Komisi D DPRD Kabupaten Bogor
I(EMENTERIAN AGAMA
UNTYERSITAS ISLAM NEGERI (UIN) SYARIF' HIDAYATULLAII JAKARTA FAKULTAS SYARIAH DAN IIUKUM Jln. lr. H. Juanda No.
letp. (62-211 74V'11537, 7401925 Fax (62-21 ) 7491821 Website : www.uinjld.ac.ld E-mail :
[email protected]
95 Ciputat Jakarla 1 5412, lndonesia
Nomor Lampiran Hal
: Un.01/F4lKM.00.02
:
/ S sz/
201,4
Jakarta, 27 Jan'uari 201,4
Permohonan Data/Wawancara Kepada Yth, Kepala Dinas Kesehatan Kabupaten Bogor
di Tempat Assal amu' alaikum
Wr.W.
Dekan Fakultas Syariah dan Hukum Jakarta menerangkan bahwa:
UIN Syarif Hidayatullah
Nama
Zikri Muliansyah
Nomor Pokok
1110048000021
Tempat/Tanggal Lahir
Bogor,1.Jw1992 VIII (Detapan) Ilmu Hukum / Hukum Kelembagaan Negara
Semester
JurusanlKonsentrasi Alamat Telp
Kp. Mekarsari, Rt 04/07, Leuwiliang-Bogor 085719726638
adalah benar mahasiswa Fakultas Syariah dan Hukum UIN Syarif
HidayatullahJakarta yang sedang menyusun skripsi dengan judul:
,,Fungsi Pengawasan DPRD Terhadap Efisiensi Administrasi Pelayanan Kesehatan Daerah (Studi Pelayanan Publik di RSUD Leuwiliang Kabupaten Bogor)"
untuk melengkapi bahan penulisan skripsi, dimohon kiranya Bapak/Iby
dapat menerima yang berJangkutan untuk wawancara serta memperoleh data guna penulisan skripsi dimaksud. Atas lerjasama dan bantuannya kami ucapkan terima kasih. Wassalam,
Akademik
t)tF;W '':r"r--l-.i
l..l
Tembusan : 1. Dekan Fakultas Syariah dan Hukum UIN Jakarta 2. Ka/Sekprodi Ilmu Hukum / Hukum Kelembagaan Negara'
PEMERINTAH KABUPATEN BOGOR
DINAS KESEHATAN
Jalan Ratp Tegar Beriman Kelurahan Pakansari Kecamatan Cibinong - 15914
Cibinong, 03 Februan 2014 Nomor Sifat Lampiran Perihal
$4 ltbr- ftolrt4 -W Biasa
KEPADA Yth. Dekan Fakultas Syadah dan Hukum
ljin Menggunakan Data
Univercitas lslam Negeri (UlN) Syarif Hidayatullah Jakarta Di
JA KA RTA Berkenaan dengan su rat Saudara Nomor: Un.O1 lF 41KM.00.02/3621201 4 tanggal 27 ianuan2014, perihal permohonan data dan wawancara atas nama: Nama ZkriMuliansyah NPM 111098000021 Prcgram Studi llmu Hukum Peminatan Hukum kelem@aan Negara Judul Fungsi Pengawasan DPRD' Terhadap Efisiensi Administrasi Pelayanan Kesehatan Daerah (Studi Pelayanan Publik di RSUD Leuwiliang kabupaten Waldu Tempat
Februari 2014 Sekretariat Dinas Kmehatan lGb. Bogor
Dengan ini diberitahukan bahwa pada prinsipnya kami tidak berkeberatan dan memberikan iiin untuk dilakanakannya ketiatan tersebut. Untuk kelancaran kegiatan, harap yang bersangkutan berkoordinasi langsung dengan Sekretaris Dinas Kesehatan Kabupaten . Bogor. Setelah selesai kegiatan agar yang bersangkutan melaporkan hasilnya ke Dinas Kesehatan Kabupaten Bogor.
Demikian untuk meniadi maklum, atas perhatiannya diucapkan terimakasih.
KESEHATAN
Tembusan: 1. Bupati Bogor(sebagai laporan) 2. lnspeHur Kabupaten Bogor
tuda
Hasil Wawancara Dinas Kesehatan Kabupaten Bogor Narasumber : Bu Dita dan Bu Dini (Staff Administrasi Dinas Kesehatan Kabupaten Bogor) 1. Bagaimana
kedudukan
Dinas
Kesehatan
Kabupaten
Bogor
dalam
penyelenggaraan pelayanan kesehatan di Kabupaten Bogor? Jawaban : Dinas Kesehatan Kabupaten Bogor berkedudukan sebagai koordinator
dari
penyelenggaraan pelayanan kesehatan,
baik yang
diselenggarakan oleh puskesmas-puskesmas ataupun yang diselenggarakan oleh RSUD di Kabupaten Bogor. Dinas Kesehatan juga bertugas untuk memberikan pelatihan bagi para petugas puskesmas atau RSUD yang ada di Kabupaten Bogor 2. Siapakah pihak yang berwenang untuk melakukan pengawasan terhadap pelaksanaan administrasi pelayanan kesehatan di RSUD Leuwiliang Kabupaten Bogor? Jawaban : Pihak yang berwenang untuk melakukan pengawasan itu adalah Inspektorat yang rutin melakukan sidak minimal 6 bulan sekali, baik di Dinas Kesehatan maupun di Puskesmas-puskesmas atau RSUD-RSUD yang ada di Kabupaten Bogor. Sebab, administrasi itu sifatnya teknis, sehingga pengawasan yang diterapkan cenderung pada pengawasan internal yang dilakukan oleh inspektorat yang bertanggungjawab pada Bupati Bogor. 3. Bagaimanakah peran DPRD Kabupaten Bogor sejauh ini dalam menunjang pelaksanaan efisiensi administrasi pelayanan kesehatan di Kabupaten Bogor?
Jawaban : Sejauh ini anggota dewan hanya sebatas menyampaikan keluhan konstituennya terkait dengan administrasi pelayanan kesehatan yang dinilai kurang baik. Namun tindak lanjutnya sangat bergantung pada pihak Inspektorat, sebab sifatnya yang teknis. DPRD lebih banyak bermain pada persetujuan anggaran, sehingga apabila efisiensi dapat terwujud dengan adanya penambahan anggaran, disinilah letak DPRD akan memainkan peranannya. 4. Bagaimana peranan Dinas Kesehatan Kabupaten Bogor dalam menunjang pelaksanaan efisiensi administrasi pelayanan kesehatan di RSUD Leuwiliang Kabupaten Bogor? Jawaban : Biasanya kami mengadakan pelatihan rutin bagi para petugas, tidak hanya bagi petugas administrasi sebenarnya. Agar mereka dalam melaksanakan tugasnya menjadi lebih baik dan lebih mahir. Dan dalam pelatihan tersebut pun, para petugas disosialisasikan mengenai payung hukum bagi pelaksanaan tugasnya, SOP nya dan lain sebagainya. Kami pun senantiasa memberikan peluang bagi setiap puskesmas dan rumah sakit (RSUD) untuk mengajukan anggaran bagi peningkatan pelayanan di tempat mereka, termasuk pelayanan administrasinya entah penambahan jumlah petugas administrasi, petugas medis, farmasi dan lain-lain. Sebab anggaran dari masing-masing puskesmas dan rumah sakit (RSUD) merupakan bagian dari anggaran pemerintah daerah yang akan diajukan dan dibahas bersama dengan anggota Dewan dalam rapat paripurna.
Narasumber I
Narasumber II
Bu Dini
Bu Dita
Staff Administrasi DINKES
Staff Administrasi DINKES
KEMENTERIAN AGAMA
UNI\TERSITAS ISLAM NEGERI (IJIN) SYARIF HIDAYATULLAII JAIGRIA FAKULTAS SYARIAI{ DAN HUKUM
Jln. lr. H. Juanda No.
95 Ciputat Jakafta
Nomor Lampiran Hal
Telp. (62-211 74V-11537, 7 401925 Fax. (62-211 7 491 821 Website : wirnrv.uinjkt.ac.id E-mail : syar_hukuin@yahoo
15412, lndonesia
: Un.01/F4lKM.00.02 /9bo /201,4
:
Jakarta, 27 Jan,uari?:O1,{4
Permohonan Data/Wawancara , - - ---Kepada Yttr, Kepala RSUD Leuwiliang Kabupaten Bogor
di Tempat As s alamu' alaikum
Wr,W.
Dekan Fakultas Syariah dan Hukum UIN Syarif Hidayatullah Jakarta menerangkan bahwa: Nama
Zikri Muliansyah
Nomor Pokok
11L0048000021
Tempat/Tanggal Lahir
Bogor,1,Juru1992 VIII (Delapan) Ilmu Hukum / Hukum Kelembagaan Negara Kp. Mekarsari, Rt 04/07, Leuwiliang-Bogor
Semester
Jurusan/Konsentrasi Alamat Telp
085719126638
adalah benar mahasiswa Fakultas Syariah dan Hukum UIN Syarif Hidayatullah Jakarta yang sedang menyusun skripsi dengan judul: "Fungsi Pengawasan DPRD Terhadap Efisiensi Administrasi Pelayanan Kesehatan Daerah (Studi Pelayanan Publik di RSUD Leuwiliang Kabupaten Bogor)"
Untuk melengkapi bahan penulisan skripsi, dimohon kiranya Bapak/Ibu dapat menerima yang bersangkutan untuk wawancara serta memperoleh data guna penulisan skripsi dimaksud. Atas kerjasama dan bantuannya, kami ucapkan terima kasih. Wassalam,
Aii, MA
Ternbusan : 1. Dekan Fakultas Syariah dan Hukum UIN Jakarta 2. Ka/Sekprodi llmu Hukum / Hukum Kelembagaan Negara.
PEMERINTAH KABUPATEN BOGOR
RUMAH SAKIT UMUM DAERAH LEUWILIANG Jl. Raya Cibeber - Leuwitiang Bogor Kode pos 16640 Telp. ( 0251 ) 8643290 fax. (0251) 8643291 Email :
[email protected]
Bogor,
Nomor
Sifat
t 44st
lGfnso-r
Kepada Yth,
Biasa
Universitas Islam Negeri (UIN)
tarnpiran Perihal
Februari 2014
Syarif Hidayatullah
: Pengambilan Data
Di -
lakarta Menindaklanjuti surat dari universitas Islam Negeri (uIN) syarif Hidayatullah Jakarta, Nomor
: un.ALff4lKM.00.02/3
6A.2Ot4 tanggal
27 lanuari 2014 Perihal Permohonan Data/wawancara ,dengan ini kami memberikan ijin kepada :
Nama Nomor Pokok
: Zikri Muliansyah
: 1110048000021 : Ilmu Hukum
Nama tersebut-diatas-untuk melakukan Wawancara dT RSUD Leuwiliang guna bah4n penulisan penulisan skripsi. Demikian atas perhatiannya kami ucapkan terima kasih.
a.n.Direktur Bagian Tata Usaha
..i tr$Ep.
Tembusan
1. Bupati Bogor ( Sebagai Laporan ); 2. Inspektur Kab.Bogor; 3. Kepala BKPP Kab.Bogor.
^
rs
:Pembina
64oz24L9s6o2
1
oo
1
Hasil Wawancara RSUD Leuwiliang Kabupaten Bogor Narasumber : Bapak Bambang (Kasubag Rekam Medik RSUD Leuwiliang Kabupaten Bogor) dan Bu Ade Sri (Petugas Loket Administrasi RSUD Leuwiliang Kabupaten Bogor) 1. Menurut bapak, bagaimana kualitas kerja petugas loket administrasi RSUD Leuwiliang Kabupaten Bogor? Jawaban : Sejauh ini saya rasa, kinerja petugas sudah baik, sudah memenuhi aspek-aspek tugas yang telah diberikan oleh direktur, baik itu mengenai standar pelayanan maupun penerapan aturan operasional lainnya. Namun, keluhan memang sering kami dapati dari pasien, tapi hal tersebut sematamata bukan karena petugas kami yang lalai atau kurang berkompeten. Ada faktor-faktor lain diluar kemampuan individu petugas yang menyebabkan kurang puasnya pasien atas pelayanan administrasi yang diberikan dan hal ini sangat bergantung pada keadaan di lapangan. Misalnya, kelengkapan data pasien yang kurang, sebab berada di pihak lain, seperti rumah sakit swasta dan lainnya. Hal ini tentu tidak banyak diketahui oleh pasien, namun kami akan berusaha semaksimal mungkin untuk memberikan pengertian pada pasien. 2. Menurut ibu selaku petugas loket administrasi, bagaimana sebenarnya pola pengerjaan tugas pelayanan administrasi di loket ini? Jawaban : Kalau berbicara mengenai pola, sebenarnya kita bekerja mengacu pada standar operasional atau SOP dan tata kerja yang ada di rumah sakit. Dan sejauh ini, kami selalu berusaha menerapkan standar-standar tersebut dengan sebaik-baiknya. 3. Selain penerapan SOP, hal apa lagi yang mempengaruhi kinerja ibu dan petugas loket administrasi lainnya? Jawaban : Ya, pekerjaan kami selaku petugas loket, sebenarnya sangat bergantung pada keadaan data pasien di lapangan yang kami dapati. Maka,
sekalipun kami sudah menerapkan SOP dengan sebaik-baiknya, itu bukan jaminan bagi tercapainya target yang ada. 4. Sepengetahuan bapak, apakah ada pelatihan yang rutin diselenggarakan oleh pihak rumah sakit bagi para petugas administrasinya? Jawaban : Sejak rumah sakit ini berdiri, alhamdulillah pelatihan dapat terus terselenggara, meskipun tidak pada waktu yang sama untuk tiap tahunnya, misalnya
ditahun 2012 pelatihan diselenggarakan di bulan Maret dan
Agustus sementara ditahun 2013 tidak pada bulan Maret dan Agustus. Semua bergantung pada kesiapan pihak-pihak pendukung dari penyelenggaraan pelatihan. Selain waktu yang tidak selalu sama, pelatihan pun diberikan secara bergiliran, misalnya ditahun 2012 pada bulan Maret pelatihan diberikan untuk petugas administrasi keuangan, sementara dibulan Agustus untuk petugas administrasi rekam medik dan lain-lain. Terlepas dari itu, pelatihan pasti diselenggarakan, sebab kami selalu mengajukan serta mencantumkannya dalam anggaran (APBD) yang ditetapkan tiap tahun oleh pemerintah daerah 5. Menurut penilaian bapak, secara umum bagaimana pencapaian target petugas administasi di RSUD Leuwiliang Kabupaten Bogor? Jawaban : Hal ini bergantung pada bagian mana petugas administrasi tersebut ditempatkan, misal untuk petugas administrasi rekam medik, secara umum target petugas sudah tercapai, namun kami sering terkendala pada perolehan data yang bersumber dari pihak lain, misal dalam hal perekapan data, di satu sisi petugas administrasi diharuskan melakukan perekapan datanya sendiri di RSUD Leuwiliang Kabupaten Bogor, namun di sisi lain ia juga diharuskan untuk menunggu data yang berasal dari pihak pengobatan swasta untuk kelengkapan data RSUD Leuwiliang Kabupaten Bogor. Dengan demikian, target yang seharusnya dapat diselesaikan sesuai rencana menjadi terhambat akibat adanya data pelaporan yang belum masuk ke pihak RSUD Leuwiliang Kabupaten Bogor.
6. Sepengetahuan bapak, ada berapa jumlah pekerjaan yang harus diselesaikan oleh petugas administrasi dalam setiap harinya? Jawaban : Berbicara tentang jumlah pekerjaan itu relatif dan berubah-ubah sesuai dengan keadaan lapangan, namun jumlah pekerjaan yang dilakukan oleh petugas administrasi secara umum tidak terlepas dari pencatatan surat masuk, surat keluar, setor restribusi, pembuatan administrasi pelaporan dan pelaksana laboratorium. Maka dapat dikatakan bahwa jumlah pekerjaan rutin yang selalu dilaksanakan oleh petugas administrasi pada umumnya berjumlah lima jenis pekerjaan setiap harinya. Kelima jenis pekerjaan ini berbeda-beda kuantitasnya, namun seringkali terlampau banyak, akibat banyaknya jumlah pasien dan pihak lain yang harus dilayani. 7. Lalu, ada berapa jumlah petugas administrasi yang ada di RSUD Leuwiliang Kabupaten Bogor? Jawaban : Untuk petugas administrasi umum sendiri ada sekitar 34 orang, secara keseluruhan mungkin sekitar 76 orang 8. Kemudian, berdasarkan pengalaman bapak, bagaimana cara pihak RSUD Leuwiliang Kabupaten Bogor untuk mengatur kerja petugas administrasinya ketika terjadi overload jumlah tugas yang harus diselesaikan oleh petugas administrasi? Jawaban : Pihak rumah sakit sebenarnya telah memberikan keleluasaan bagi para petugas administrasi untuk menyelesaikan tugasnya terutama dalam hal pelaporan administrasi, dengan memperbolehkan petugas untuk membawa dan menyelesaikan tugasnya dirumahnya masing-masing. Serta kami juga terkadang menerapkan kebijakan rangkap beban kerja dimana ada kalanya petugas administrasi memegang dua beban atau lebih pekerjaan sekaligus, demi mencapai target penyelesaian tugas dengan tepat waktu. 9. Kapan pelayanan RSUD Leuwiliang Kabupaten Bogor dimulai tiap harinya? Jawaban : Pendaftaran dibuka sejak pukul 08.00 WIB, namun petugas administrasi (loket khususnya) biasanya sudah datang sebelum pukul 08.00
WIB, sehingga mereka sudah memulai tugas mereka sebelum petugas lain datang dan memulai tugasnya. Namun, hal ini tidak diimbangi dengan petugas yang lain, misalnya petugas medis, sehingga seringkali pasien mengeluhkannya dan cenderung menyalahkan pihak administrasi pada umumnya. 10. Apakah pernah terjadi keterlambatan dalam penyelesaian pelaporan administrasi kepada Dinas Kesehatan Kabupaten Bogor oleh pihak RSUD Leuwiliang Kabupaten Bogor? Jawaban : Keterlambatan tentu pernah terjadi, banyak hal yang dapat menjadi penyebabnya, namun pada pokoknya hal ini lebih banyak disebabkan oleh kurangnya koordinasi antara petugas peloparan administrasi dengan pemegang program di RSUD Leuwiliang, selaku pihak yang menjadi sumber data pelaporan administrasi.
Narasumber I
Narasumber II
Bapak Bambang
Ibu Ade Sri
Kasubag Rekam Medik RSUD Leuwiliang Kabupaten Bogor
Petugas Loket Administrasi RSUD Leuwiliang Kabupaten Bogor
Hasil Wawancara Masyarakat Pengguna Jasa RSUD Leuwiliang Kabupaten Bogor Narasumber : Bapak Marzuki (Wiraswasta), Bapak Syamsul (Wiraswasta), Bapak Yusup (Wiraswasta), Bapak Jerry (Pegawai Swasta), Bapak Rizky (Wiraswasta) 1. Menurut bapak Yusup, bagaimana kinerja petugas administrasi RSUD Leuwiliang Kabupaten Bogor? Jawaban : Saya rasa kemampuan petugas administrasi belum mumpuni, kurang kompeten dalam menjalankan tugas administrasi rumah sakit, lihat saja cara kerja mereka yang terkesan tergesa-gesa dan seperti orang bingung 2. Menurut bapak Yusup, bagaimana kinerja petugas loket administrasi di RSUD Leuwiliang Kabupaten Bogor ini? Jawaban : kurang berkualitas 3. Menurut bapak Syamsul, bagaimana kinerja petugas administrasi RSUD Leuwiliang Kabupaten Bogor? Jawaban : Saya rasa kemampuan petugas administrasi kurang terampil, kurang layaka, pelayanan yang mereka berikan pun kurang memuaskan, banyak pasien yang terlantar akibat pelayanan administrasi yang kurang berkualitas 4. Menurut bapak Syamsul, bagaimana kinerja petugas loket administrasi di RSUD Leuwiliang Kabupaten Bogor ini? Jawaban : kurang memuaskan
5. Menurut bapak Jerry, bagaimana kinerja petugas administrasi RSUD Leuwiliang Kabupaten Bogor? Jawaban : Saya rasa kurang berkualitas kurang memuaskan 6. Apakah petugas administrasi pernah memberikan penjelasan terkait dengan jumlah pekerjaan mereka kepada bapak, lalu apakah bapak Jerry tahu mengenai jumlah pekerjaan petugas administrasi? Jawaban : Tidak pernah dan tidak tahu, padahal seharusnya ada penjelasan akan hal itu agar kita selaku pasien lebih mengerti sehingga tidak banyak mengeluh 7. Apakah bapak Rizky mengetahui jumlah pekerjaan yang harus diselesaikan oleh masing-masing petugas administrasi? Jawaban : Tidak tahu. 8. Menurut bapak Rizky, bagaimana kinerja petugas loket administrasi di RSUD Leuwiliang Kabupaten Bogor ini? Jawaban : terkesan sibuk sendiri, bukan melayani pasien 9. Menurut bapak Rizky, bagaimana kinerja petugas loket administrasi di RSUD Leuwiliang Kabupaten Bogor ini? Jawaban : agak membingungkan, mereka terlihat sibuk tapi pelayanan yang diberikan lambat, jadi kita menunggu lama 10. Menurut bapak Marzuki, bagaimana kinerja petugas loket administrasi di RSUD Leuwiliang Kabupaten Bogor ini?
Jawaban : ya, mereka agak santai bahkan terkesan mengulur-ulur waktu penyelesaian proses administrasi pelayanan kesehatan, sekalipun mereka sibuk, itu malah terkesan sibuk sendiri untuk urusan yang tidak kami mengerti
Narasumber I
Narasumber II
Narasumber III
Bapak Marzuki
Bapak Yusup
Bapak Rizky
Wiraswasta
Wiraswasta
Wiraswasta
Narasumber IV
Narasumber V
Bapak Jerry
Bapak Syamsul
Pegawai Swasta
Wiraswasta