Artikel DESAIN KOMPAS
1
OPTIMALISASI FUNGSI DALAM DESAIN HALTE
Munculnya polemik seputar pembangunan shelter atau halte di Kota Solo beberapa waktu yang lalu sangat menarik untuk dicermati. Hal ini disamping menyangkut masalah pengalokasian dananya yang tidak sedikit, juga berkaitan dengan masalah desain fisiknya yang perlu diseragamkan atau tidak. Apalagi bila desain fisik ini dikaitkan juga dengan identitas Kota Solo sebagai kota budaya, pariwisata dan perdagangan. Namun demikian, keberadaan halte yang merupakan salah satu dari rangkaian moda sarana dan prasarana pelayanan transportasi tentunya harus mempunyai fungsi yang optimal, dalam arti mempunyai nilai kemanfaatan bagi pengguna yang maksimal. Kelancaran, kenyamanan dan keamanan pengguna menjadi prioritas utama dalam perencanaan lokasi dan desain fisiknya. Apalagi dari penelitian yang telah dilakukan oleh Bambang Triratma (1998), pakar arsitektur dari Universitas Sebelas Maret, berkaitan dengan optimalisasi fungsi halte di kota Solo menyebutkan bahwa dari 27 buah halte yang disurvei ternyata hanya 4 buah (14,8%) yang dapat berfungsi optimal, 10 buah (37%) kurang optimal dan sisanya sebanyak 13 buah (48,2%) berfungsi tidak optimal. Sehingga perlu re-desain halte yang dikaji dari beberapa aspek, baik dari aspek transportasi, lingkungan, ekonomis, sosial maupun dari aspek arsitektur dan tapak bangunan, yang diharapkan mampu mengoptimalkan fungsi halte tersebut. Karena dalam arsitektur, bentuk fisik yang asri dan indah suatu obyek bangunan bukanlah satu-satunya tujuan utama, tapi tingkat kegunaan atau kemanfaatannya juga menjadi tujuan yang tak terpisahkan. Tingkat kemanfaatan ini dapat diketahui diantaranya
Artikel DESAIN KOMPAS
2
dengan jalan melakukan proses pengamatan dari respon pengguna yang tercermin pada pola perilakunya terhadap obyek fisik arsitektural tersebut. Bila dikaji lebih mendalam, maka dalam desain fisik arsitektur akan memperlihatkan interaksi timbal balik yang hakiki antara manusia dan lingkungan obyek fisiknya. Perilaku manusia dapat merubah lingkungan, sebaliknya perubahan lingkungan dapat pula merubah perilaku manusia (Soewondo, 1985). Dikaitkan dengan rencana pembangunan halte, maka interaksi positif lingkungan fisik halte harus mampu mengubah perilaku pengguna angkutan untuk memanfaatkannya dengan nyaman dan aman sebagai tempat transit sementara sebelum melakukan perjalanan kembali. Serta ketertiban dan kedisiplinan dalam penggunan fasilitas-fasilitas pelayanan transportasi akan memberikan suasana lingkungan yang teratur. Disamping itu tentunya berdasarkan sifat dasar manusia (pengguna) untuk selalu menentukan sikap sebagai bentuk proses merespon terhadap segala perubahan lingkungan termasuk lingkungan fisik arsitektural yang merupakan wadah proses kehidupan secara individu maupun kelompok akan sangat menentukan optimalisasi fungsi bangunan fisik arsitektur. Demikian halnya dengan halte yang mempunyai fungsi untuk memudahkan dan membuat nyaman pengguna pelayanan transportasi dalam melakukan pergantian antar moda transportasi akan mempunyai tingkat kemanfaatan yang besar bila benar-benar berfungsi sebagaimana mestinya. Menurut Bambang Triratma, meskipun dalam pandangan umum halte dianggap sebagai unsur yang sederhana, namun bila dilihat sebagai bagian komposisi lingkungan fisik arsitektural maka halte tersebut mempunyai bobot permasalahan yang kompleks. Keberadaan halte mempunyai fungsi ganda yaitu fungsi praktis dan estetis. Fungsi praktis ini berkaitan dengan
kegunaan sebagai sarana pendukung peralihan antar moda
transportasi, sedangkan fungsi estetis akan memandang halte sebagai elemen komposisi
Artikel DESAIN KOMPAS
visual lingkungan fisik buatan yang keberadaannya
3
dapat mempengaruhi ekspresi
komposisi secara keseluruhan. Sehingga bila perencanaan halte tidak mempertimbangkan kedua aspek fungsi tersebut maka akan mengakibatkan ketidakoptimalan fungsi halte tersebut yang dapat ditandai dengan adanya fenomena-fenomena yang mengganggu proses kegiatan
dan
merusak kualitas arsitektural lingkungan fisiknya. Halte akan mampu menunjang dan berperanan penting dalam mekanisme transportasi secara keseluruhan, dan bukan malah sebaliknya akan menimbulkan masalah bagi transportasi dan lingkungan di sekitarnya. Perencanaan desain halte sebagai bagian dari obyek fisik lingkungan arsitektur dalam usaha mengoptimalkan fungsi, maka perlu untuk memperhatikan eksistensi pola hubungan interaksi yang menyertainya yaitu berkaitan dengan tampakan fisik desain dan bahan bangunan yang akan digunakan, perilaku dan budaya (manusia) pengguna yang akan memanfaatkannya, dan kondisi lingkungan yang bersifat statis seperti tapak, jenis jalan, pohon, bangunan lain, maupun lingkungan dinamis berupa jenis kendaraan angkutan dan kuantitas mobilitas manusianya. Dengan kata lain, membangun fasilitas halte yang secara estetis menyenangkan dan mengkondisikan lingkungan yang baik (good neighbors), efisien serta aman dan nyaman bagi pengguna. Dan dalam desain arsitektural halte, Bambang Triratma juga menyatakan bahwa hendaknya sebelumnya juga perlu melakukan analisis yang mendalam terhadap dua aspek hubungan desain fisik dengan perilaku pengguna dan lingkungan sekitar. Berkaitan dengan perilaku pengguna maka, desain fisik halte harus benar-benar memberikan rasa nyaman dan aman. Hal tersebut menyangkut perilaku pengguna yang ‘dengan kesadaaran’ menunggu datangnya angkutan pada tempat yang telah disediakan di halte. Atau perlu dihindari dan ditata dengan baik aktivitas lain yang lebih dominan yang justru menggeser fungsi halte, seperti halte yang justru sebagai tempat mangkalnya becak,
Artikel DESAIN KOMPAS
4
taksi, mobil pribadi atau halte yang malah dipenuhi orang-orang yang berjualan. Sehingga penyimpangan-penyimpangan perilaku pengguna halte ini sangat jelas akan membuat fungsi halte menjadi tidak optimal. Desain halte direncanakan dengan kapasitas yang memadai untuk menampung pengguna pada saat jam-jam sibuk atau arus pengguna angkutan mencapai jumlah maksimal dan lokasi tapak halte didesain tidak terlalu mengganggu arus lalu lintas kendaraan lain, sehingga menimbulkan kemacetan dan kecelakaan, serta melindungi pengguna dalam hal kenyamanan dan keamanan seperti terlindunginya dari gangguan orang lain yang akan berbuat jahat sepert copet, penodongan, jambret dan sebagainya. Selain itu halte juga harus direncanakan mampu mengantisipasi munculnya perubahan-perubahan lingkungan fisik yang menyertainya seperti panas terik matahari maupun turunnya hujan. Atap dibuat secara proposional sesuai dengan kapasitas rencana halte, sehingga ketidaknyamanan pengguna pada saat turunnya hujan maupun sengatan sinar matahari dapat dihindari. Bahkan sudah saatnya dibangun halte yang mudah juga diakses oleh orang cacat atau berkursi roda. Dan yang terpenting, penentuan lokasi halte harus benar-benar disesuaikan dengan tingkat kebutuhan pengguna seperti di sekitar sekolah/kampus, pasar, terminal dan stasiun, perkantoran dan sebagainya yang memungkinkan orang untuk cepat mengakses angkutan. Oleh karena itu, dalam desain fisik arsitektur yang merupakan bagian dari proses kerekayasaan pembangunan hendaknya tidak hanya sekedar melibatkan nilai fisik dan ekonomis semata tapi juga mempertimbangkan aspek-aspek lingkungan dan respon masyarakat pengguna secara manusiawi. Atau dengan kata lain desain fisik yang berkaitan dengan identitas dan nilai ekonomis sebagai tempat pemasangan iklan atau reklame bukanlah satu-satunya aspek yang menjadi pertimbangan.
Artikel DESAIN KOMPAS
5
Jangan sampai yang terjadi justru ketidakoptimalan fungsi dalam desain yang mengakibatkan terhamburnya dana yang tidak sedikit dengan percuma. Seperti kasus jembatan penyeberangan yang hampir semuanya mengalami ketidakoptimalan fungsi karena penyimpangan-penyimpangan oleh pengguna sendiri serta kondisi lingkungan fisik yang tidak mendukung, sehingga hanya sekedar sebagai tempat memasang reklame. Optimalisasi fungsi halte akan berpengaruh pada pelayanan lalu lintas transportasi yang baik, kelancaran sirkulasi jalan dan angkutan dalam kota, fungsi sekunder pengenalan identitas kota dan sebagainya, yang secara luas akan berdampak pada kemungkinan kota berfungsi secara efektif. ****** Penulis : Achmad Basuki, Dosen Teknik Sipil FT UNS dan pemerhati masalah arsitektur. Alamat : Jur. Teknik Sipil FT UNS Jl. Ir. Sutami 36 A Solo 57126. E-mail :
[email protected] No. Rekening : 274.000104498.901 BNI Sebelas Maret Surakarta.
Keterangan Foto (di halaman berikut) : Gambar 1 Desain halte yang sekedar sebagai tempat promosi tanpa melihat kebutuhan pengguna Gambar 2 Penyimpangan fungsi halte sebagai tempat berjualan dan mangkalnya becak Gambar 3 Desain arsitektur halte beridentitas kota Solo (Jawa) yang sudah melindungi pengguna dari terik matahari dan hujan, dilengkapi fasilitas telepon umum, rute bus kota dan peta kota, tapi belum akomodatif terhadap orang cacat atau berkursi roda. Gambar 4 Pemberian fasilitas telepon umum, rute bus kota dan peta kota diharapkan mampu mengoptimalkan fungsi halte.
Artikel DESAIN KOMPAS
Gambar 1 :
Gambar 2 :
Gambar 3 :
6
Artikel DESAIN KOMPAS
Gambar 4 :
7