LAPORAN UTAMA
Dari Redaksi Dengan datangnya 2011, semoga semua pihak semakin tergugah bahwa kita berkewajiban untuk melestarikan hutan bukan hanya mengeksploitasinya. Dampak negatif dari kecerobohan manusia yang hanya mementingkan keuntungan jangka pendek dalam pemanfaatan Sumber Daya Alam telah begitu nyata di sekitar kita. Sudah saatnya kita memanfaatkan alam dengan lebih bijak di tahun-tahun kedepan.
Selamat berjumpa kembali dengan Buletin Suara Tesso Nilo. Di edisi akhir tahun ini kami menampilkan beberapa berita yang membawa kabar baik bagi konservasi. Semoga upaya konservasi semakin mendapat titik terang di tahun 2011. Operasi pengamanan Taman Nasional Tesso Nilo telah dimulai dengan dilaksanakannya operasi pembersihan sawit illegal dari taman nasional tersebut. Sebanyak 250 personil dari kepolisian, TNI dan Kementrian Kehutanan (BBKSDA-Riau dan BTNTN) diturunkan selama dua hari pada akhir November 2010 untuk melakukan pembersihan sawit illegal. Operasi dua hari tersebut berhasil membersihkan seluas 63 ha sawit illegal. Langkah serupa direncanakan akan dilaksanakan secara intensif pada tahun 2011 sebagai realisasi komitmen pemerintah dalam menangani perambahan di kawasan tersebut. Penanganan perambahan di Tesso Nilo akan dilakukan dalam dua pendekatan yakni penegakan hukum terhadap pelaku perambahan dan upaya represif untuk membersihkan taman nasional tersebut dari perambahan.
Selamat membaca, sampai bertemu pada edisi Suara Tesso Nilo di tahun 2011. Wassalam, Suhandri Program Manager
Semangat untuk penyelamatan satwa dilindungi, harimau Sumatera dari perburuan dan perdagangan khususnya di Riau juga mulai terbangun. Seperti halnya tergambar dari Lokakarya dan Pelatihan Pemberantasan Perburuan dan Perdagangan Satwa liar di Riau yang dilaksanakan oleh BBKSDA-Riau dan WWF pada Oktober lalu. Lokalatih yang berlangsung dua hari tersebut menghasilkan beberapa rekomendasi penting untuk penyelamatan harimau Sumatera dari perburuan dan perdagangan. Lokalatih yang dibuka oleh Wakapolda Riau ini berlangsung dengan efektif dimana para peserta terlibat aktif dalam berbagi pengalaman dan kendala yang mereka hadapi dalam penegakan hukum terhadap perburuan dan perdagangan satwa dilindungi selama ini. Masalah koordinasi, kurangnya sosialisasi dan pemahaman tentang satwa dilindungi menjadi beberapa hal yang diungkapkan dalam proses lokalatih tersebut.
DAFTAR ISI hal 3.
Operasi Penanganan Perambahan TNTN
hal 6.
Lima Ekor Gajah Mati di Konsesi Citra Sumber Sejahtera, INHU
hal 8.
Koalisi EoF Mendesak APP dan APRIL Tidak Lagi Mengkonversi Hutan Alam dan Membuka Lahan Gambut
hal 11. Madu Tesso Nilo Semakin Mendapat Tempat di Negara Tetangga hal 13.
Riau Rawan Perburuan dan Perdagangan Satwa Liar Dilindungi
hal 15.
Nadine Chandrawinata Promosikan TNTN
hal 17.
Tesso Nilo Menjadi Kawasan Demonstration Activities (DA) REDD
Penegakan hukum terhadap kematian satwa dilindungi seperti gajah dan harimau Sumatera harus ditegakkan sebagai salah satu langkah konkrit untuk menekan kematian satwa kunci yang hidup di Riau tersebut. Kematian lima ekor gajah di konsesi Citra Sumber Sejahtera pada akhir November lalu sangat disayangkan apalagi hingga kini penegakan hukum terhadap kasus tersebut tersendat. Sampel organ gajah-gajah tersebut lewat hasil laboratorium terbukti mengandung racun, namun sepertinya tidak cukup membantu untuk mengungkap kematian gajah tersebut.
Operasi gabungan pembersihan kebun sawit illegal di TNTN didukung oleh 250 personil dari kepolisian, TNI, Kemenhut. Foto/ BTNTN
Operasi Penanganan Perambahan Taman Nasional Tesso Nilo Seluas ± 63 ha kebun sawit illegal di dalam Taman Nasional Tesso Nilo (TNTN) berhasil dimusnahkan pada operasi pengamanan taman nasional yang dilaksanakan pada 26-27 November 2010. Sebanyak 250 personil dari kepolisian, TNI, BBKSDA Riau dan BTNTN diterjunkan untuk melakukan pengamanan operasi tersebut. Dua unit eskavator dan sepuluh unit chain saw digunakan untuk membantu proses pembersihan kebun sawit illegal tersebut yang difokuskan di lokasi perambahan di Desa Bagan Limau Kecamatan Ukui, Pelalawan.
Pada edisi kali ini kami juga menyajikan analisa yang dilakukan oleh EOF tentang Rencana Kerja Tahunan tahun 2010. Dari analisa tersebut sungguh sangat disayangkan bahwa 112.914 hektar hutan alam di Provinsi Riau akan ditebang. Sebagian besar dari perizinan yang diajukan oleh dua industri kertas besar di Riau dan telah disetujui Kementerian Kehutanan berada pada gambut berkedalaman lebih dari 3 meter dan sebagian besar hutan alam yang dibolehkan oleh izin RKT baru untuk ditebangi memiliki kanopi rimbun.
O
Suara Tesso Nilo, adalah buletin yang dipublikasikan oleh WWF ID Program Riau. Penanggung Jawab: Suhandri Editor: Syamsidar Redaksi: Nursamsu, Dani Rahadian, Syamsidar, M. Yudi Agusrin, Afdhal Mahyudin Alamat Redaksi: Perkantoran Grand Sudirman B.I., Jl. Dr. Setia Maharaja Pekanbaru. Telp/Fax: (0761) 855006, 35323. email:
[email protected] website: www.wwf.or.id/tessonilo layout&cetak:
[email protected]
TESSO NILO BUKIT TIGAPULUH LANSKAP meliputi 5 kawasan konservasi yang terdiri dari Taman Nasional Tesso Nilo, Taman Nasional Bukit Tigapuluh, Suaka Margasatwa Bukit Rimbang-Bukit Baling, Suaka Margsatwa Kerumutan dan Suaka Margasatwa Bukit Bungkuk dengan luas 300.000 ha. Taman Nasional Tesso Nilo berada diantara keempat kawasan konservasi yang ada di dalam lanskap tersebut dengan luas 83.068 ha. Ketersambungan di antara kawasan-kawasan konservasi dalam lanskap tersebut diharapkan memberikan keberlangsungan kehidupan satwa dilindungi untuk jangka panjang.
2
ganan dilakukan dengan dua pendekatan yakni penegakan hukum terhadap pelaku utama perambahan dan represif untuk membersihkan kawasan TNTN dari perambahan.
perasi berjalan lancar walaupun belum berhasil memusnahkan 200 ha kebun sawit sebagaimana target operasi. Operasi pengamanan TNTN dari perambahan ini merupakan realisasi dari kesepakatan pemerintah pusat (Kementrian Kehutanan) dan daerah (Provinsi Riau dan Kabupaten Pelalawan) dalam menangani perambahan di Tesso Nilo. Kesepakatan untuk menangani perambahan, illegal logging dan kebakaran di Tesso Nilo telah ditandatangani pada Agustus 2008. Proses panjang untuk merealisasikan kesepakatan tersebut akhirnya menemui titik telah melalui rangkaian pertemuan untuk mendapatkan strategi penanganan peramabahan di TNTN. Hingga akhirnya Kementrian Kehutanan menyepakati penan-
Strategi ini diambil berdasarkan kondisi perambahan di TNTN. Sebelumnya kajian mengenai tipologi perambahan di TNTN telah dilakukan untuk mendapatkan gambaran berbagai hal mengenai perambahan di TNTN seperti penyebab, pemicu,pelaku perambahan dan lain-lain. Kajian tersebut dilakukan oleh fasilitator independen yang melibatkan langsung masyarakat Tesso Nilo dalam menggali data terkait perambahan di kawasan tersebut. 3
LAPORAN UTAMA Kepala Balai Taman Nasional Tesso Nilo,drh. Hayani Suprahman dan Kepala Kepolisian Resort Pelalawan, Ari R.N turun langsung ke lapangan memimpin operasi tersebut. Kepala Balai Taman Nasional Tesso Nilo, Hayani Suprahman menyatakan, “ Operasi berjalan lancar meskipun baru berhasil membersihkan sekitar 63 ha sawit dari 200 ha yang direncanakan. Tumbuhan sawit yang sudah tinggi memperlambat kegiatan operasi pembersihan sawit illegal tersebut.”
(8.242,34 ha), Kuala Onangan Toro Jaya (7.769,27 ha), Bagan Limau (3.852,21 ha), dan Toro Makmur (2.440 ha).
Operasi pembersihan sawit illegal ini merupakan rangkaian dari upaya pengamanan TNTN dari perambahan. Hayani menyatakan“ Pihaknya dan instansi terkait selama ini telah melakukan beberapa upaya penanganan perambahan di TNTN baik secara persuasif melalui sosialisasi, penyuluhan, surat peringatan sampai ke penegakan hukum”. “Namun perambahan terus terjadi, operasi kali ini merupakan realisasi dari komitmen bersama pemerintah dengan langsung melakukan pembersihan kebun sawit illegal di TNTN,” tambah Hayani.
Pada saat berlangsungnya operasi gabungan , Kepala Desa Bagan Limau , Muhammad Nur mempertanyakan operasi gabungan tersebut karena dianggap belum disosialisasikan ke masyarakat. Ia berkeras bahwa keberadaan Desa Bagan Limau adalah legal sesuai dengan keputusan Pemerintah Kabupaten Pelalawan tahun 2007 tentang pemekaran wilayah yang merupakan pemekaran dari Desa Lubuk Kembang Bunga. Menanggapi hal tersebut, Kepala Balai TNTN, Hayani Suprahman menyatakan bahwa pemekaran Desa bagan Limau dimekarkan dari Desa Lubuk Kembang Bunga pada 2007 dengan luas sekitar 12.000 hektar melalui Peraturan Pemerintah Daerah Kabupaten Pelalawan Nomor 11 Tahun 2007 tentang Pemekaran 13 buah desa di Kabupaten Pelalawan. Namun sayangnya sebagian besar wilayah desa tersebut masuk dalam Taman Nasional Tesso Nilo yang ditunjuk pada 2004.
Sebelum dilaksanakan operasi penanganan perambahan ini, sosialiasi mengenai rencana penanganan perambahan ini telah dilakukan secara intensif kepada instansi terkait bahkan kepada perambah. Sosialisasi ditujukan antara lain agar semua pihak memahami status lahan di dalam TNTN dan komitmen pemerintah untuk menangani perambahan di TNTN. Hingga akhirnya pada awal November, Balai Taman Nasional Tesso Nilo menyebarkan surat peringatan kepada perambah untuk menghentikan kegiatan illegal di TNTN. Surat peringatan tersebut juga bertujuan untuk menyampaikan bahwa pemerintah akan melakukan penertiban di TNTN dan diharapkan perambah dapat keluar dari kawasan konservasi tersebut dengan sukarela. Pengamanan Taman Nasional Tesso Nilo Menjadi Prioritas Taman Nasional Tesso Nilo (TNTN) memiliki luas 83.068 hektar berada di wilayah Kabupaten Pelalawan dan Indragiri Hulu. Kawasan ini merupakan hutan dataran rendah yang tersisa di Sumatera dan merupakan kawasan yang direncanakan sebagai Pusat Konservasi Gajah agar dapat memberikan alternatif pemecahan masalah konflik manusia-gajah di Riau. Hingga tahun 2009 terdapat 14 lokasi perambahan di TNTN yang luasnya telah mencapai 28.606,08, atau 34,5% dari luas TNTN. Empat lokasi perambahan terluas adalah Koridor RAPP Ukui–Gondai
Pengamanan TNTN dari perambahan dilakukan secara bertahap. Sekitar 1500 KK menurut data Balai TNTN tahun 2009 mendiami taman nasional tersebut yang mayoritas merupakan pendatang. “ Hanya sedikit warga tempatan yang merambah di TNTN yakni sekitar 60 KK,” ujar Kepala Balai TNTN, Hayani Suprahman.
penegakan hukum di TNTN bisa dikatakan sedikit terlambat melihat kondisi perambahan di TNTN itu sudah sangat luas dan pelakunya sudah banyak yang berarti perlu sumber daya yang besar untuk menanganinya”, jelas Radaimon. Ia menambahkan, namun kami, masyarakat Tesso Nilo tetap menyambut baik akan komitmendan keseriusan pemerintah untuk penegakan hukum di TNTN.
Perambahan di TNTN diharapkan tuntas di 2011 Operasi penanganan perambahan ini rencananya akan dilanjutkan di tahun 2011 karena telah menjadi komitmen pemerintah. “Tahun 2011 ditargetkan perambahan di TNTN sudah bisa teratasi secara tuntas dan akan diikuti dengan program rehabilitasi kawasan tersebut, “terang Hayani lebih lanjut. Direktur Penyidikan dan Pengamanan Hutan- Dirjen Perlindungan Hutan dan Konservasi Alam Kementerian Kehutanan, Raffles B. Panjaitan menyatakan bahwa
program kementerian kehutanan dalam lima tahun ini ( Kabinet Indonesia Bersata jilid II) adalah penegakan hukum bagi perambahan dan restorasi pada kawasan hutan rusak dimana TNTN menjadi salah satu prioritas Kementrian Kehutanan. Pelaksanaan operasi ini didukung oleh kepolisian daerah Riau. Kapolda Riau Brigjen Pol Drs Suedi Husein, SH mengatakan Polda Riau telah memberikan beberapa dukungan untuk penegakan hukum di TNTN antara lain membantu Balai TNTN dalam menyebarluaskan himbauan kepada masyarakat untuk tidak merambah di kawasan TNTN. Bagi
Alat berat menghancurkan kebun sawit ilegal di dalam kawasan TNTN.Foto/ BTNTN
Bagan Limau merupakan salah satu lokasi perambahan terbesar di TNTN yakni seluas 3.852 ha kawasan ini telah dirambah menjadi kebun sawit dan pemukiman. Menurut data tahun 2009, sebanyak 495 KK menetap di lokasi perambahan ini yang terdiri dari 43 KK berasal dari masyarakat tempatan dan 452 KK lainnya merupakan pendatang. Kepala BTNTN menyatakan bahwa berdasarkan analisis Tim Zonasi TNTN dan konsultasi dengan masyarakat Desa Bagan Limau diperkirakan ± 1479 ha saat ini yang sudah digunakan dalam kawasan hutan TNTN akan dikelola menjadi zona khusus dalam pengelolaan TNTN. Perambahan di TNTN yang sebagian besar dilakukan oleh pendatang tentu akan memicu konflik sosial dengan masyarakat pendatang. Ketua Forum Masyarakat Tesso Nilo (FMTN), Radaimon, mengatakan, Masyarakat Tesso Nilo sudah lama menunggu upaya nyata pemerintah dalam penegakan hukum terhadap permasalahan di TNTN termasuk pembersihan sawit illegal di Tesso Nilo. “Upaya 4
5
masyarakat perambah setelah diberi imbauan namun tidak mengindahkan, akan ditindak tegas melalui proses penegakan hukum seperti menyidik, menyita areal yang dirambah. Pihak kepolisian dalam hal ini mengedepankan penyidik pegawai negeri sipil (PPNS) namun Polda Riau siap melakukan back up. (Syamsidar)
MITIGASI KONFLIK MANUSIA-GAJAH
Penyusunan Strategi Konservasi Gajah Sumatera di Riau
W
orkshop Strategi Manajemen Konservasi Gajah Sumatera di Provinsi Riau dilaksanakan di Pekanbaru pada 20-23 September 2010 yang dibuka oleh Direktur Jendral Perlindungan Hutan dan Konservasi Alam, Ir.Darori,MM. Workshop ini bertujuan untuk merumuskan konsep strategi konservasi Gajah Sumatera di Provinsi Riau sebagai acuan untuk pelaksanaan upaya konservasi gajah yang terintegrasi di Riau. Workshop ini juga dimaksudkan untuk mensosialisasikan dan meningkatkan pemahaman tentang Strategi Konservasi Gajah Nasional 2007–2017 yang akan diaplikasikan di tingkat propinsi dan Permenhut no. 48 tentang mitigasi konflik satwa liar. Workshop yang diikuti oleh perwakilan dari instansi terkait tersebut menghasilkan tujuh butir rekomendasi antara lain: pengelolaan habitat gajah di wilayahwilayah konflik dan penekanan pada sinkronisasi tata ruang propinsi dan kabupaten yang mengakomodir kantong-kantong gajah sebagai bagian dalam implementasi tata ruang hijau di Riau, memprioritaskan penegakan hukum di wilayah-wilayah lahan negara atau kawasan lindung yang diklaim masyarakat dan perusahaan yang menyalahi peruntukan perijinan, embentukan task force untuk strategi konservasi gajah terutama dalam upaya mitigasi konflik gajah di tingkat kabupaten dan provinsi di Riau.
Proses otopsi lima ekor gajah yang ditemukan mati di dalam konsesi PT. Citra Sumber Sejahtera. Kawasan ini merupakan daerah jelajah gajah kantong gajah Serangge. Foto: Syamsuardi/ WWF ID
Lima Ekor Gajah Mati di Konsesi Citra Sumber Sejahtera, Indragiri Hulu Lima ekor gajah Sumatera ditemukan mati di Desa Pauh Ranap, Kecamatan Peranap, Kabupaten Indragiri Hulu pada 26 November 2010. Untuk menindaklanjuti laporan masyarakat ini, tim dari kepolisian Indragiri Hulu, Balai Besar Konservasi Sumber Daya Alam Riau, WWF turun ke lokasi kejadian untuk melakukan otopsi. Otopsi dilakukan terhadap lima bangkai gajah tersebut oleh dokter hewan, drh. Wisnu Wardana dan paramedis dari Pusat Latihan Gajah-Minas. Sampel organ kemudian dikirim ke Laboratorium veteriner Bukit Tinggi dan Bogor. Hasil labor membuktikan bahwa terdapat kandungan racun sianida pada gajah-gajah tersebut.
L
okasi kematian gajah tepatnya berada di konsesi Citra Sumber Sejahtera (grup RAPP). Tim menemukan bangkai-bangkai gajah tersebut di dua lokasi berbeda. Di lokasi pertama ditemukan satu ekor gajah betina muda sementara empat ekor lainnya ditemukan pada lokasi yang berjarak 1 km dimana salah satunya merupakan gajah jantan muda. Gading sebelah kanan hilang, terlihat bekas dipotong dengan gergaji. Melihat kondisi fisik gajah seperti belalai yang terjulur, keluarnya darah dari mulut, tim menduga kematian gajah tersebut karena memakan zat yang mengandung racun. Dan akhirnya terbukti dari hasil pemeriksaan laboratorium.
ke dua setelah kantong gajah Tesso Nilo. Kondisi hutannya cukup potensial untuk dipertahankan dalam rangka mendukung konservasi gajah di Riau. Kantong gajah ini terletak di blok hutan Bukit Tigapuluh namun kegiatan penebangan di blok hutan tersebut menyebabkan menyempitnya daerah jelajah gajah ditambah lagi terjadinya perambahan di kawasan tersebut. Di lokasi kejadian terdapat beberapa pondok perambah. Namun ketika polisi melakukan penelusuran di lokasi tersebut tidak satu pun perambah-perambah ini dapat ditemui di lokasi.
Gajah-gajah ini merupakan populasi dari kantong gajah Serangge. Menurut survei yang dilakukan oleh WWF bersama dengan Balai Besar Konservasi Sumber Daya Alam Riau, Dinas Kehutanan Riau pada 2009 menemukan bahwa ada sekitar 45-50 ekor gajah Sumatera hidup di kantong gajah tersebut. Kantong gajah Serangge merupakan kantong gajah dengan populasi terbesar
PT. Citra Sumber Sejahtera merupakan salah satu dari 30 Hak Pengusahaan Hutan yang mendapat izin/ Rencana Kerja Tahunan 2009 oleh Kementrian Kehutanan di kawasan tersebut. Beberapa perusahaan lain juga telah melakukan kegiatan penebangan di kawasan tersebut antara lain PT. Artelindo Wiratama dan PT. Bukit Batabuh Sei Indah. Pada hal kawasan ini merupa6
kan daerah jelajah gajah dan harimau Sumatera dan menjadi bagian dari koridor biologi yang menghubungkan Tesso NiloBukit Tigapuluh. Aktifitas penebangan hutan di Blok Bukit Tigapuluh menjadi salah satu penyebab konflik manusia-gajah yang cukup intensif di kawasan tersebut. Tercatat awal tahun ini, konflik manusiagajah terjadi di sekitar kawasan tersebut. Bahkan tahun 2009 konflik di sekitar kawasan ini memakan satu korban jiwa. Sejauh ini belum ada kasus kematian gajah yang diajukan ke persidangan, penyidikan biasanya terhenti di tahap awal seperti halnya kematian empat ekor gajah pertengahan 2009 yang terjadi di konsesi PT. Rimba Peranap Indah,di sekitar Taman Nasional Teso Nilo. Hasil laboratorium menunjukkan bahwa sampel gajah tersebut mengandung racun namun proses penyelidikannya terhenti . Sementara itu sepanjang 2010 tercatat 13 gajah mati di Riau baik karena konflik atau karena sakit. Dua diantaranya ditemukan mati diduga karena di racun di lokasi perambahan di TNTN tepatnya di Desa Air Hitam pada Maret 2010. Namun seperti kasus-kasus sebelumnya nasib kematian gajah ini pun tidak jelas. Penegakan hukum terhadap kematian gajah-gajah ini harus dilakukan untuk membuktikan bahwa pemerintah serius dalam menangani kejahatan ini. Tidak seriusnya penegakan hukum terhadap kematian gajah selama ini di satu sisi ikut menyebabkan kematian gajah terus terjadi. Dengan demikian gajah-gajah Sumatera dapat bernasib lebih baik di tahun-tahun berikutnya seiring dengan telah dihasilkannya strategi konservasi gajah Sumatera di Riau oleh para pemangku kepentingan pada September 2010. (Syamsidar) 7
Gajah Sumatera khususnya Riau tengah mengalami proses depopulasi karena kehilangan habitat, konflik, dan penanganan konflik yang tidak tepat. Dengan kondisi Riau sekarang ini dimana hanya 10 % dari hutannya yang tersisa yang dapat menjadi habitat gajah, adanya strategi konservasi gajah Sumatera sangatlah penting. Dari hasil survei tahun 2009 diperkirakan populasi gajah di Riau berkisar 300-350 ekor yang tersebar di sembilan kantong gajah. Dua diantara kantong gajah tersebut terdapat di hutan Tesso Nilo yang meliputi kawasan Taman Nasional Tesso Nilo dan sekitarnya dengan populasi terbanyak yakni sekitar 200 ekor. Survei tersebut juga menemukan bahwa beberapa kantong gajah yang ada sudah tidak dapat lagi dipertahankan karena kondisi habitatnya yang telah berubah menjadi perkebunan dan pemukiman dan jumlah populasi tersisa yang sangat kecil. Beberapa kantong gajah dengan kondisi populasi sangat kecil dan habitat terfragmentasi adalah antara lain: Mahato, Libo dan Minas. Harus dilakukan upaya terintegrasi untuk melakukan penanganan kantong-kantong gajah dengan kondisi seperti ini. Strategi Konservasi Gajah Riau yang telah disusun tersebut telah mempertimbangkan potensi dan permasalahan habitat gajah tersisa di Riau dengan salah satunya mengacu pada studi populasi dan distribusi gajah di Riau pada tahun 2009 tersebut. Strategi tersebut ini kini tengah disosialisasikan ke tingkat kabupaten sebelum disyahkan menjadi dokumen resmi.
Pemberantasan Kejahatan kehutanan
Koalisi EoF Mendesak APP dan APRIL Tidak Lagi Mengkonversi Hutan Alam dan Membuka Lahan Gambut PEKANBARU -- Pada tahun 2009, Pemerintah Indonesia berkomitmen mengurangi emisi Gas Rumah Kaca hingga 41% dibandingkan tingkat bisnis seperti biasanya hingga 2020 dengan fokus pada pengurangan emisi dari deforestasi dan degradasi hutan dan lahan gambut tropis. Menteri Kehutanan Indonesia, Zulkifli Hasan menyatakan bahwa sejak ia diangkat pada November 2009, ia belum menandatangani satu izin pun bagi perusahaan untuk mengkonversi hutan alam atau lahan gambut.
P
ada tanggal 26 Mei 2010, Indonesia dan Norwegia menandatangani Letter of Intent untuk membentuk kemitraan agar “berkontribusi pada pengurangan signifikan dalam emisi gas rumah kaca dari deforestasi, degradasi hutan dan konversi lahan gambut”. Norwegia berkomitmen untuk mendukung upaya-upaya ini dengan mengucurkan dana satu miliar dollar AS. Bagaimanapun, Laporan Investigasi Eyes on the Forest bulan Juli 2010 dan buktibukti foto menyingkap bahwa dua perusahaan raksasa “pulp” dan kertas - Asia Pulp & Paper milik Sinar Mas Group (SMG / APP) yang berkantor pusat di Shanghai/ Cina dan Asian Pacific Resources International Holdings Limited (APRIL) milik Raja Garuda Mas Grup yang berkantor pusat di Singapura - terus mengkonversi hutan alam dan gambut dalam di Propinsi Riau. Satu provinsi di Indonesia dengan emisi Gas Rumah Kaca tertinggi. Laporan EoF Juli 2010 mendokumentasikan pembukaan hutan alam berskala besar oleh SMG / APP dan APRIL yang menentang kebijakan kesinambungan mereka sendiri yang telah diterbitkan dan komitmen kepada pembeli, investor dan masyarakat umum untuk melindungi Hutan Bernilai Konservasi Tinggi, habitat spesies langka dan iklim. Tindakan mereka juga menganggu komitmen Presiden kita dalam mengurangi emisi karbon Indonesia. Mereka merusak komitmen Indonesia untuk menjamin kelangsungan hidup satwa harimau. “Deforestasi yang direncanakan” ini dimungkinkan oleh izin penebangan tahunan (Rencana Kerja Tahunan/ RKT), yang disetujui oleh Menteri Kehutanan sebelumnya pada tahun 2009, menyusul penghentian penyelidikan polisi terhadap pembalakan liar oleh industri pulp yang mengherankan (Laporan Investigasi
EoF April 2010 dan Laporan Investigasi EoF Juli 2010). Dalam laporan investigasi ini, Eyes on the Forest menyelidiki lokasi-lokasi dari izin yang dikeluarkan ini untuk menilai dampak negatif mereka guna memperingatkan pihak-pihak yang mampu bertindak menghentikan RKT dan supaya tidak terwujudkan. Pengajuan dan Persetujuan 18 Izin RKT Baru untuk Membuka Gambut dan Menebangi Hutan Alam sebagai Pelanggaran Langsung terhadap Tekad Iklim dan Konservasi Keanekaragaman Hayati oleh Perusahaan dan Pemerintah Eyes on the Forest menyusun rincian perizinan RKT 18 baru yang dikeluarkan oleh Direktur Pengembangan Hutan Tanaman di Kementerian Kehutanan Indonesia. Izin tersebut diterbitkan terakhir pada 10 Mei 2010.
Buka lahan gambut, babat hutan Izin RKT memungkinkan perusahaan untuk membuka lahan gambut dan membabat hutan alam di dalam konsesi mereka. Kayu yang ditebang, dinamakan kayu keras tropis campuran (MTH), digunakan untuk menghasilkan pulp untuk kertas. Sebelas perusahaan yang berafiliasi dengan Asia Pulp & Paper (APP) milik Sinar Mas Group (SMG) dan enam perusahaan dengan Asian Pacific Resources International Holdings Limited (APRIL) milik Raja Garuda Mas Group (RGM). SMG/ APP dan APRIL merupakan perusahaanperusahaan yang bergerak dalam bisnis pulp & kertas, berinduk pada Kelompok Sinar Mas dan RGM, yang berkantor pusat di Shanghai dan Singapura, masing-masingnya. Banyak perusahaan dan konsesi yang mempunyai RKT baru yang telah disetujui juga memiliki RKT tahun 2009 dan tengah beroperasi. Operasi-operasi mereka akan terus menciptakan dampak negatif 8
yang sama sebagaimana telah dijelaskan dalam laporan-laporan EoF sebelumnya. Berdasarkan analisis EoF RKT 2010 menyimpulkan bahwa: • 112.914 hektar hutan alam di Provinsi Riau akan ditebang untuk menghasilkan 10,4 juta kubik meter kayu MTH, se bagian besar untuk produksi pulp. Seperti pada tahun 2009, kedua perusahaan diperbolehkan untuk menebang yang sekitar 5% lainnya dari hutan alam yang tersisa di Riau, satu kawasan seluas hampir dua kali kota metropolitan Jakarta. • 14 dari 18 izin RKT yang diajukan oleh SMG / APP dan APRIL dan telah disetujui Kementerian Kehutanan berada pada gambut berkedalaman lebih dari 3 meter. Sekitar 90% dari kawasan hutan alam dimana lisensi RKT yang baru membolehkan penebangan pada lahan gambut, kebanyakan lahan gambut berkedalaman lebih dari 4 meter. Izin-izin RKT ini seharusnya tidak pernah diterbitkan karena hutan alam pada gambut lebih dari 3 meter dilindungi dengan Keputusan Presiden Nomor 32/1990 dan Peraturan Pemerintah Nomor 26/2008 dan UU Nomor 26/2007. • Sebagian besar hutan alam yang dibolehkan oleh izin RKT baru untuk ditebangi memiliki kanopi rimbun. Hutan alam yang akan ditebang habis oleh SMG / perusahaan APP dan APRIL berafiliasi memiliki rata-rata hasil kayu 95 meter kubik/hektar dan 90 meter kubik/ha. Bahkan dengan asumsi bahwa hasil yang terdaftar rendah adalah benar dan tidak disengaja di bawah perkiraan mereka menunjukkan hutan alam yang bagus dengan emisi CO2 yang signifikan jika ditebangi atau memiliki potensi besar untuk menyimpan dan melindungi CO2 jika dilindungi. • Kedua pembukaan hutan alam dan pengeringan gambut yang dalam untuk menghasilkan pulp merusak komitmen
Peta lokasi RKT 2010 diberikan untuk pengembangan HTI yang kebanyakan berada di lahan gambut global Presiden untuk mengurangi emisi negara di sebagian besar LULUCF dan pembukaan gambut yang terkait dengan emisi GRK hingga lebih dari 41%. • Sebagian besar hutan alam yang dibuka di bawah izin RKT yang baru, baik diidentifikasi sebagai Hutan Bernilai Konservasi Tinggi (HCVF) menurut multi stakeholder didukung oleh HCV Toolkit Indonesia dan/atau berada di dalam Cagar Biosfer UNESCO Giam Siak Kecil-Bukit Batu yang baru saja dibentuk, dan/atau yang diakui secara internasional yakni Lansekap Konservasi Harimau penting di Bukit Tigapuluh, Semenanjung Kampar, Kerumutan dan Senepis-Buluhala. Pembukaan hutan alam tersebut jadi pelanggaran komitmen publik terhadap keberlanjutan secara gamblang oleh kedua perusahaan, SMG / APP dan APRIL, maupun terhadap iklan berulang-ulang mereka yang memuji dugaan prestasi ”hijau” mereka sendiri yang tidak terwujudkan. Pada 18 November, para pakar terkemuka serta anggota Komisi Ilmuwan UNEP/UNESCO
GRASP menandatangani surat kepada Presiden Indonesia dan Perdana Menteri Norwegia guna menekankan ”perlunya perlindungan terhadap hutan bernilai konservasi tinggi yang ditebangi selain terhadap ’hutan primer’ belum ditebangi sebagai bagian dari Letter of Intent Indonesia-Norwegia. • Beberapa perusahaan memperoleh izin RKT untuk membuka hutan alam sementara badan pemerintah lainnya sedang menyelidiki masalah korupsi mengenai legalitas dan izin yang dikeluarkan kepada perusahaan terafiliasi dengan mereka. • Perusahaan tersebut akan menebangi hutan alam pada tiga dataran rendah di pulau-pulau kecil dengan kepentingan strategis di lepas pantai timur Sumatera: Pulau Rangsang, Pulau Rupat dan Pulau Tebing Tinggi.
9
SMG/APP dan APRIL Berbohong pada Pembeli tentang Penggunaan Hutan Alam Pelumatan hutan alam Riau yang terus berlanjut merupakan pelanggaran langsung terhadap komitmen publik yang dibuat oleh SMG/APP dan APRIL untuk memastikan pembeli kertas global mereka akan kesinambungan mereka. Selama bertahun-tahun, perusahaan mengutip Keputusan Menteri tahun 2004 untuk menghentikan izin konversi hutan alam setelah 2009 dan mengiklankan kebijakan perusahaan mereka untuk tidak tidak lagi melumat hutan alam hingga tahun 2007 (SMG/APP) dan 2009. (APRIL). Namun, izin RKT baru membolehkan penebangan dengan volume sangat besar untuk kayu keras tropis campuran (Mixed Tropical Hardwood) di konsesi-konsesi mengindikasikan kebutuhan yang besar kedua pabrik olah pulp perusahaan terhadap kayu itu:
PENGEMBANGAN MASYARAKAT
Madu Tesso Nilo Semakin Mendapat Tempat di Negara Tetangga Perkembangan yang sangat menggembirakan di tahun 2010 adalah telah terbukanya pasar madu ke Malaysia. Dari Juni hingga akhir 2010, Asosiasi Petani Madu Tesso Nilo telah mengekspor tiga ton madu ke Malaysia. Penghujung tahun 2010 ditutup dengan ekspor ketiga madu Tesso Nilo sebanyak satu ton.
Salah satu perusahaan HTI, PT Artelindo Wiratama, perusahaan terafiliasi dengan APP/Sinar Mas Group, mendapat izin penebangan hutan alam di lansekap Bukit Tigapuluh, Riau
• Perusahaan-perusahaan afiliasi SMG/ APP akan menebangi 41.789 hektar untuk memasok 3.622.494 meter kubik kayu bulat sedang dan kecil untuk pabrik pulp SMG/APP, mendekati 30% dari kebutuhan kayu serat pabrik yang dihitung dengan kapasitas pulp terpasang 2 juta ton / tahun. • Perusahaan-perusahaan afiliasi APRIL akan menebangi 71.125 hektar untuk memasok 6.282.010 meter kubik kayu bulat sedang dan kecil untuk pabrik pulp APRIL, hampir 50% dari kebutuhan kayu serat pabrik dihitung dengan kapasitas pulp terpasang 2 juta ton/tahun. Data tersebut menunjukkan dengan jelas bahwa kedua perusahaan tidak mampu dan tidak bersedia untuk melakukan operasi hutan tanaman lestari profesional yang tidak bergantung pada pembukaan hutan alam dan pembukaan lahan gambut untuk perluasan pabrik yang pernah mereka lakukan.
Eyes on the Forest menghimbau SMG / APP dan APRIL untuk menghentikan penebangan hutan alam segera, dan secara tetap. Eyes on the Forest menghimbau pada SMG / APP dan APRIL untuk: • Tidak merusak reputasi Presiden RI dan menghentikan kegiatan usaha seperti biasa dan benar-benar tidak berkelanjutan. • Segera berhenti menggunakan kayu yang terkait dengan konversi hutan hujan tropis dan pembukaan lahan gambut. • Secara khusus mengembangkan perkebunan baru yang disebut “lahan kritis” pada lahan bukan gambut, yang telah lama dirusak dan daerah yang tidak digunakan secara komersial, setelah menyelesaikan isu kepemilikan tanah dan memperoleh sertifikat tanah yang sah. • Berhenti memperluas pabrik pulp lagi atau membangun yang baru sampai pasokan kayu perkebunan menghasilkan umur yang cukup dan berkelanjutan dan terjamin dimana tidak ada hutan tropis sedikitpun yang telah dikonversi dan tidak ada lahan gambut yang digali.
10
Eyes on the Forest menghimbau kepada UNESCO untuk mengevaluasi penggalian gambut dan penebangan hutan di Cagar Biosfir GSK dan meminta SMG/APP untuk menghentikan konversi hutan alam dan lahan gambut di mana saja di Cagar Biosfir dan seluruh operasi mereka. (Afdhal Mahyudin)
Supporter Kehormatan WWF, Nadine Chandrawinata ikut serta melakukan penirisan madu Sialang Tesso Nilo. Foto: Syamsuardi/ WWF-ID
T
LH (The Lord of Heritage) Product Industries SDN Bhd sebuah perusahaan distributor madu di Malaysia sejak Juni 2010 telah melakukan pembelian berkala madu Sialang Tesso Nilo dengan harga Rp.37.000/ kg. Harga ini cukup berbeda jauh dengan harga madu di pasar lokal yang dijual berkisar Rp. 15.000-20.000/kg. Zulkurnain Syukur, Managing Director dari TLH disela-sela kunjungannya ke Tesso Nilo pada akhir Desember menyatakan “ Madu Tesso Nilo telah menembus hampir seluruh pasar Malaysia karena TLH memiliki distributor-distributor yang tersebar di seluruh Malaysia.” Ia juga menambahkan bahwa antusiasme
masyarakat Malaysia terhadap madu Sialang Tesso Nilo sangat besar hal ini terbukti dengan terjual habisnya satu ton madu Tesso Nilo dalam kurun waktu kurang dari satu bulan. Melihat perkembangan yang menggembirakan ini kemungkinan besar quota ekspor madu Tesso Nilo ke Malaysia akan ditingkatan dari 1 ton/ 3 bulan menjadi 3 ton/ bulan. Peningkatan permintaan ini juga tentunya akan diiringi dengan peningkatan harga jual madu tersebut dari petani madu Tesso Nilo ke Asosiasi Petani Madu Tesso Nilo (APMTN) sebagai perantara dengan pembeli. Untuk memenuhi permintaan tersebut, APMTN akan mengembangkan jaringannya 11
untuk dapat melatih lebih banyak petani madu di sekitar Tesso Nilo untuk menerapkan panen dan proses madu secara lestari dan higenis. Sejauh ini, baru lima kelompok petani madu disekitar Tesso Nilo yang dibina oleh APMTN. Madu Tesso Nilo yang dipanen secara lestari dan diproses secara higenis melalui sistem pengawasan internal atau Internal Control System /ICS. Dengan menerapkan sistem ini dipastikan bahwa madu yang dihasilkan dijamin mutu dan keasliannya karena madu diproses dengan tanpa menggunakan peras tangan. Semua alat yang digunakan juga dipastikan dalam keadaan bersih.
KONSERVASI HARIMAU SUMATRA
Wakapolda Riau, Gatot Subiaktoro dalam pembukaan lokalatih Pemeberantasan Perburuan dan Perdagangan Illegal Satwa Liar di Riau. Foto: Erizal/ WWF-ID Memanjat pohon sialang tempat lebah madu bersarang di hutan
Dari Lokalatih Pemberantasan Perburuan dan Perdagangan Satwa Liar
Riau Rawan Perburuan dan Perdagangan Satwa Liar Dilindungi Pemerasan tangan memungkinkan bahan-bahan yang tidak diinginkan tercampur dengan madu sehingga membuat tingkat keasaman madu menjadi tinggi. Kondisi ini menyebabkan madu mudah mengalami fermentasi (perubahan madu menjadi alkohol) yang ditandai dengan adanya suara berdesis jika tutup botol dibuka atau bisa disebut bergas. Selain itu kemasan dapat menggembung dan madu berbusa banyak bahkan madu akan meleleh sendiri ketika tutup kemasan dibuka. Pada madu yang rusak bahkan kemesan bisa meletus sendiri karena tekanan gas / alkohol. Dengan proses yang higenis yang dilalui oleh madu Tesso Nilo dipastikan bahwa keadaan seperti diatas tidak terjadi. Dalam tiga kali pengiriman ke Malaysia, madu Sialang Tesso Nilo tidak sekalipun mengalami kendala. Dengan terbukanya pasar madu Tesso Nilo ke Malaysia akan semakin meningkatkan kepercayaan pasar terhadap mutu madu Sialang Tesso Nilo. Pasar lain pun diharapkan akan meluas sehingga dapat secara signifikan meningkatkan ekonomi masyarakat di sekitar hutan Tesso Nilo dari sektor non kayu. (Syamsidar) Madu Tesso Nilo diproses dengan ditiriskan atau tanpa peras tangan sehingga menghasilkan madu yang bermutu. Foto: Arsyad/ WWF-ID
12
Lokakarya dan Pelatihan Pemberantasan Perburuan dan Perdagangan Illegal Satwa Liar di Riau dilaksanakan di Pekanbaru dari tanggal 15-16 Desember 2010. Kegiatan yang diselenggarakan oleh Balai Besar Konservasi Sumber Daya Alam-Riau, WWF-ID Program Riau dan ICEL (Indonesian Center for Environmental Law) dibuka oleh Wakapolda Riau, Gatot Subiaktoro mewakili Kapolda Riau.
K
egiatan ini menghasilkan beberapa rekomendasi penting untuk ditindaklanjuti dalam membangun upaya terpadu dan terkoordinasi dari seluruh penegak hukum untuk memberantas perburuan dan perdagangan ilegal satwa khususnya di Riau. Dalam sambutannya pada pembukaan lokalatih tersebut, Direktur Penyidikan dan Perlindungan Hutan-Dirjen PHKA, Kementrian Kehutanan, Rafles B. Panjaitan menyatakan, ” Adanya permintaan pasar global akan akan satwa dilindungi
termasuk bagian-bagian tubuhnya telah dimanfaatkan oleh masyarakat untuk berburu guna memenuhi permintaan tersebut”. Untuk itu koordinasi para penegak hukum diharapkan dapat mengungkap jaringan perdagangan satwa dilindungi yang telah merugikan negara dalam jumlah besar tersebut sampai ke tingkat internasional, ujarnya. Rafles berharap bahwa lokalatih ini dapat menghasilkan rekomendasi koordinasi para penegak hukum dan instansi terkait dalam memerangi kejahatan satwa liar ini. Lokalatih ini diikuti oleh 34 pe13
serta yang berasal dari aparat penegak hukum dari seluruh kabuten/kota di Riau dan instansi terkait seperti Bea dan Cukai, Balai Karantina Hewan dan Tumbuhan, dan dari Lembaga Swadaya Masyarakat. Dalam pidato sambutan Kapolda Riau yang dibacakan oleh Wakapolda, Gatot Subiaktoro, menyatakan bahwa salah satu sebab utama mengapa perburuan dan perdagangan satwa liar masih terus berlangsung adalah karena tingginya keuntungan yang dapat diperoleh dan ke-
KONSERVASI HARIMAU SUMATRA
INFO
Peserta lokalatih berfoto bersama denganWakapolda Riau dan Direktur PPH-Dirjen PHKA. Foto; Erizal/ WWF-ID
cilnya resiko hukum yang harus dihadapi oleh para pelaku. Hal ini menjadi daya tarik untuk melakukan tindak kejahatan tersebut walaupun sudah cukup banyak pelaku yang sudah dihukum namun tidak memberikan efek jera bagi para pelaku lainnya. Di samping itu faktor lain adalah belum optimalnya penegakan hukum dan dimanfaatkan oleh oknumoknum tertentu untuk kepentingan pribadi. Dalam presentasi megenai Peranan Kepolisian dan Evaluasi Penegakan Hukum Perburuan dan Perdagangan Satwa Liar di Riau, Kabag.Tipiter (Tindak Pidana Tertentu) Polda Riau, Kompol Sudaryanto menyatakan bahwa secara geografis Riau sangat rawan terhadap kegiatan perdagangan dan pengangkutan satwa dilindungi. Empat daerah yang paling rawan untuk tindak kejahatan tersebut adalah Kabupaten Kampar, Bengkalis, Indragiri Hilir dan Pekanbaru. Polda Riau sejauh ini telah beberapa kali menggagalkan kegiatan perdagangan satwa dilindungi seperti trenggiling dan kulit harimau. Lebih lanjut, Sudaryanto menyatakan bahwa pihak kepolisian dalam penegakan hukum terhadap satwa dilindungi selama ini mengalami beberapa permasalahan al: pembuktian daging satwa mati yang telah di potong-potong,
otopsi penyebab kematian satwa, contoh gajah mati keracunan dan perawatan barang sitaan berupa satwa hidup. Untuk itu diharapkan ada mekanisme dan koordinasi yang lebih baik untuk meminimalkan permasalahan ini demi tegaknya hukum terhadap satwa dilindungi. Menanggapi pertanyaan media akan ketidakjelasan proses penegakan hukum terhadap kasus-kasus kematian gajah dan harimau di Riau, pada kesempatan pembukaan lokalatih tersebut, Rafles menyatakan” Kita akan buat gelar perkara bersama Polda Riau untuk kasus-kasus yang belum tuntas tersebut sehingga ada kejelasan dari kasus tersebut”. Dukungan untuk gelar perkara tersebut disambut pihak Polda Riau. Wakapolda Riau, Gatot Subiaktoro menyatakan “ Kami siap membantu gelar perkara tersebut. Kepolisian daerah Riau siap membantu penegakan hukum terhadap satwa dilindungi seperti halnya kematian 5 ekor gajah pada 26 November lalu di Kecamatan Peranap-Indragiri Hulu.” Ia menambahkan bahwa Kapolda memerintahkan untuk mengusut kematian 5 ekor gajah tersebut dan kini masih dalam proses penyidikan.
14
Kegiatan lokalatih ini diisi dengan studi kasus agar para peserta dapat saling bertukar pengalaman dalam hal penegakan hukum terhadap kasus perburuan dan perdagangan satwa dilindungi. Beberapa permasalahan mengenai koordinasi, komunikasi dan pelaporan mengenai kegiatan perdagangan dan perburuan satwa dilindungi telah diidentifikasi bersama untuk mendapatkan rekomendasi solusi. Kegiatan dua hari tersebut menghasilkan beberapa rekomendasi antara lain: • Perlu komitmen dari seluruh aparat penegak hukum dan instansi terkait lainnya dan peningkatan sinergitas aparat untuk meningkatkan upaya penegakan hukum terhadap kejahatan perburuan dan perdagangan ilegal satwa. • Perlu dikembangkan mekanisme insentif terhadap aparat penegak hukum dan petugas terkait serta anggota masyarakat yang turut mendukung keberhasilan upaya penegakan hukum yang dilakukan. • Perlu mengintensifkan sosialisasi dan distribusi informasi mengenai perlindungan satwa dan pertaturan perundangan terkait. • Perlu dilakukan upaya untuk perlindungan saksi untuk memberikan informasi terkait mengenai perburuan dan perdagangan satwa dilindungi.
Supporter Kehormatan WWF, Nadine Chandrawinata ikut serta memandikan salah satu gajah Flying Squad di TNTN. Foto; Syamsuardi/ WWF-ID
Supporter Kehormatan WWF,
Nadine Chandrawinata Promosikan TNTN WWF-Indonesia menggelar pameran Green and Fair Product di Pekanbaru, Riau pada tanggal 13-14 November 2010. Kegiatan ara tersebut menampilkan pameran produk Green and Fair, story telling tentang peranan G&F Products dalam menyelamatkan habitat Sumatera.
P
jak lima tahun lalu sebagai program penguatan konservasi dan ekonomi masyarakat lokal berbasis konservasi. Dua diantara delapan produk G&F yang berasal dari sekitar kawasan konservasi di Sumatera dikenalkan pada acara tersebut. Produk itu adalah madu hutan sialang dari Taman Nasional Tesso Nilo di Riau dan Kopi robusta “Kuyungarang” yang ditanam di kawasan penyangga Taman Nasional Bukit Barisan Selatan di Lampung.
ada kesempatan ini dipamerkan juga foto anak-anak hasil kegiatan Wonder Eyes (Pelatihan Fotografi kerjasama WWF-ID, WWF-Jepang dan Wondereyes) yang dilaksanakan pada tahun 2009 di Taman Nasional Tesso Nilo. Kegiatan ini juga didampingi oleh Supporter Kehormatan WWF-Indonesia, Nadine Chandrawinata. Pameran produk ramah lingkungan ini merupakan rangkaian kegiatan kampanye edukasi publik “Green and Fair Products” yang dilakukan WWF-Indonesia selama Juli-Desember 2010. G&F Products adalah inisiatif WWF-Indonesia yang dirintis se-
hutan Kerumutan dikategorikan penting secara regional, dan Tesso Nilo serta Rimbang Baling sebagai prioritas lanskap jangka panjang. Sementara itu, untuk memungkinkan perkembangan 15
populasi Harimau Sumatera, ketersambungan antara kawasankawasan tersebut sangat diperlukan. Namun fakta di lapangan menunjukkan bahwa koridor satwa yang menghubungkan dua kawasan penting dunia (Bukit Tigapuluh-Rimbang Baling) untuk konservasi harimau itu tengah dalam ancaman degradasi besarbesaran. Koridor yang terdiri dari Hutan Lindung Bukit Batabuh dan beberapa konsesi tersebut telah berubah fungsi menjadi perkebunan atau pemukiman.
Tesso Nilo Menjadi Kawasan Demonstration Activities (DA) REDD
Untuk melihat langsung bagaimana masyarakat sekitar Taman Nasional Tesso Nilo memeroses madu hutan Tesso Nilo secara lestari dan higenis, Supporter Kehormatan WWF, Nadine Chandrawinata berkunjung ke Taman Nasional Tesso Nilo. Setibanya di camp Flying Squad, Nadine disambut dengan pengalungan bunga oleh Nella, salah seekor anak gajah Flying Squad. Beberapa atraksi kecil juga diperlihatkan oleh dua ekor anak gajah Flying Squad, Nella dan Tesso dalam penyambutan tersebut. Dua anak gajah yang masing-masing berusia 3,5 dan 3 tahun tersebut yang telah mampu melakukan beberapa atraksi menjadi pemandangan yang menyenangkan.
Madu Tesso Nilo ditiriskan tanpa peras tangan dengan demikian madu Tesso Nilo dapat terjamin baik kebersihan dan kualitas madu yang dihasilkan. “Baru tahu ternyata ada cara-cara sendiri bagaimana mengiris sarang lebah supaya madunya menetes sendiri,“ ujar Nadine. Madu diproses dengan cara ditiriskan akan menghasilkan madu yang higenis dan berkualitas. Madu yang dihasilkan juga akan memiliki tingkat keasaman yang rendah karena tidak terkontaminasi oleh zat atau residu lainnya. Madu dengan tingkat keasaman yang Petani madu yang tergabung dalam Asosiasi Petani Madu Tesso Nilo (APMTN) menerapkan panen madu lestari dan diproses secara higenis. Petani hanya memotong kepala madu ketika memanen madu sehingga menyisakan sebagian sarang madu untuk kembali disarangi lebah. Dengan cara seperti ini, lebah akan cepat kembali membangun sarangnya sehingga tidak perlu waktu lama untuk dapat kembali dipanen. Tesso Nilo merupakan habitat gajah dan harimau Sumatera yang masih tersisa di Riau. Untuk menangani konflik manusiagajah, WWF-ID bersama dengan Balai Konservasi Sumber Daya Alam telah mengoperasikan Tim Flying Squad yang terdiri dari empat ekor gajah dan delapan orang perawatnya (mahout). Dalam kesempatan ini, Supporter Kehormatan WWF, Nadine Chandrawinata berkesempatan berinteraksi dengan tim Flying Squad. Bersama dengan para mahout, Nadine ikut langsung memandikan Rahman, salah seekor gajah jantan Flying Squad.“ Pengalaman yang menyenangkan dapat memandikan gajah di TNTN ini,”ujar Nadine. Di hari kedua, pameran Green&Fair product tersebut, Nadine ikut serta memperkenalkan kepada publik mengenai Taman Nasional Tesso Nilo dan produk Green&Fair. Agar penyampaian pengalaman tersebut lebih interaktif, Kak Rian, seorang pencerita profesional mendampingi Nadine untuk berbagi
K
FOTO: SYAMSUARDI/ WWF ID
Perjalanan kemudian dilanjutkan menuju kantor Asosiasi Petani Madu Tesso Nilo (APMTN) untuk melihat proses penirisan madu Tesso Nilo. Beberapa toples ukuran besar berisi madu segar yang baru dipanen oleh petani anggota APMTN telah siap untuk ditiriskan. “Wah rasa madunya enak beda dengan madu yang pernah saya coba sebelumnya’, ujar Nadine ketika ikut membantu petani meniriskan madu.
PEMANFAATAN JASA LINGKUNGAN SECARA BERKELANJUTAN MERUPAKAN SALAH SATU UPAYA KONSERVASI SUMBER DAYA ALAM HAYATI DAN EKOSISTEMNYA YANG BERPERAN SANGAT PENTING DALAM MEMPERTAHANKAN KEBERADAAN KEANEKARAGAMAN HAYATI SEKALIGUS TURUT MENDUKUNG PEMBANGUNAN NASIONAL YANG BERKELANJUTAN. SALAH SATU PEMANFAATAN JASA LINGKUNGAN ADALAH PERDAGANGAN KARBON.
pengalamannya selama di Taman Nasional Tesso Nilo. Dengan penyampaian yang komunikatif cukup membantu menarik pengunjung terutama anak-anak apalagi diselingi dengan beberapa kegiatan-kegiatan menghibur. Orang tua yang mendampingi anak-anak tersebut pun ikut larut mendengarkan cerita yang disampaikan. Madu Tesso Nilo sebagai salah satu produk Green and Fair (hijau dan berkeadilan) sudah seharusnya menjadi kebanggaan masyarakat Riau. Hijau berarti produk tersebut diproduksi dengan menerapkan prinsip-prinsip lestari dan berkelanjutan yang berasala dari kawasan hutan sehingga kelestarian alam terjaga. Fair atau berkeadilan berarti produk tersebut diperuntukkan untuk meningkat perekonomian masyarakat terutama yang kehidupannya bergantung dengan mengupayakan produk tersebut. Pengembangan madu Tesso Nilo berarti berupaya melestarikan Taman Nasional Tesso Nilo sebagai habitat pohon Sialang dan memberikan penghasilan yang memadai bagi para petaninya karena dapat menghasilkan madu yang berkualitas tinggi. Walaupun tidak dapat berperan langsung, masyarakat harus sudah lebih perduli untuk mengetahui dari mana produk-produk yang mereka konsumsi berasal, bagaimana pengelolaannya dan bagaimana dampaknya terhadap alam, demikian pesan Nadine mengakhiri kegiatan pameran Green& Fair Product tersebut. Selain itu ia mengharapkan masyarakat Riau harus semakin mengenali Taman Nasional Tesso Nilo karena potensinya yang luar biasa. Tesso Nilo sudah seharusnya menjadi kebanggaan masyarakat Riau harapnya sambil berjanji bahwa suatu saat nanti mungkin akan kembali berkunjung ke Taman Nasional Tesso Nilo. (Syamsidar) 16
ementrian Kehutanan dalam hal ini Direktorat Pemanfaatan Jasa Lingkungan Kawasan Konservasi dan Hutan Lindung (PJLKKHL) bekerjasama dengan WWF-Indonesia mengembangkan program pemanfaatan jasa lingkungan diantaranya dengan program perdagangan karbon. Untuk tahap awal telah disepakati melalui pembuatan Demonstration Activities (DA’s) REDD+ di 2 (dua) kawasan konservasi di Indonesia yaitu Taman Nasional Sebangau dan Taman Nasional Tesso Nilo. Hasil dari program percontohan penyerapan dan penyimpanan karbon di dua lokasi tersebut dimaksudkan sebagai bahan acuan untuk penyusunan kebijakan perdagangan karbon di kawasan konservasi lainnya. Pelaksanaan kegiatan dilakukan selama jangka waktu 5 (lima) tahun dimulai pada tahun 2011 sampai tahun 2016 dengan mengacu pada Renstra Direktorat PJLK2HL dan program kerja WWF-Indonesia.
Nilo yang dilakukan oleh Eco Security. Penilaian itu menyimpulkan bahwa hutan Tesso Nilo sangat layak untuk dikembangkan menjadi proyek REDD+. WWF akan mempersiapkan proyek ini hingga pada proses validasi metodologi dan PDD (project design document).
Penilaian Kelayakan Nilai Karbon di Kawasan Hutan Tesso Nilo, Provinsi Riau
Penilaian VCS menyatakan bahwa hutan di wilayah Tesso Nilo adalah hutan tropis dan dapat memenuhi definisi hutan. Namun, hanya daerah yang memang benar hutan di awal proyek yang memenuhi syarat untuk menghasilkan kredit karbon. Mengingat tingginya tingkat deforestasi, maka penundaan lebih lanjut dalam pelaksanaan awal proyek ini akan menghasilkan lebih sedikit daerah yang memenuhi syarat.
Hasil Kajian REDD di Tesso Nilo Studi kelayakan ini menilai bahwa pemikiran proyek berlandaskan pada kriteria kelayakan Standar Karbon Sukarela (VCS = Voluntary Carbon Standard) dan Standar Iklim, Komunitas dan Keragaman Hayati (CCB = Climate, Community and Biodiversity). Dasar penilaian VCS dan standar CCB merupakan persyaratan pertama kelayakan yang dinilai, diikuti dengan penilaian additionality project (proyek tambahan).
Provinsi Riau mengalami laju deforestasi yang tinggi terutama karena penebangan legal dan ilegal jenis-jenis kayu yang berharga dan konversi hutan alam untuk perkebunan kelapa sawit, perkebunan akasia, dan untuk perkebunan karet terbatas. Lebih dari 4 juta hektar hutan telah hilang selama 25 tahun terakhir. Tutupan hutan telah menurun drastis dari 78% pada tahun 1982 menjadi 27% pada tahun 2008. Untuk tahun 2005 - 2006 diperkirakan terjadi penurunan tutupan hutan sekitar 11% dari tutupan hutan seluruh provinsi Riau.
Standar CCB menilai proyek melalui empat komponen yakni atribut umum, iklim, masyarakat dan keanekaragaman hayati. Sebagian besar, Tesso Nilo memenuhi kriteria namun ada beberapa hal harus menjadi perhatian yang dapat berpengaruh pada proyek secara keseluruhan.
Upaya konservasi hutan Tesso Nilo bertujuan untuk menyelamatkan blok hutan alam dataran rendah yang masih tersisa di Pulau Sumatera. Kawasan hutan ini merupakan daerah dengan tingkat keanekaragaman hayati termasuk tertinggi di dunia. Blok hutan ini terdiri dari kawasan Taman Nasional (TN) Tesso Nilo saat ini (83.068 ha) dan dua konsesi penebangan selektif (HPH) yang dimiliki oleh dua perusahaan kayu yaitu PT Hutani Sola Lestari (36.185 ha) dan PT Siak Raya Timber (39.779 ha). Untuk mengurangi deforestasi di wilayah Tesso Nilo, WWFIndonesia bekerjasama dengan pemangku kepentingan terkait melakukan kajian kelayakan nilai karbon di Tesso Nilo. Proses kegiatan di kawasan hutan Tesso Nilo (sekitar 160.000 ha) telah dimulai sejak Oktober 2009 untuk mengumpulkan kelengkapan data sosial ekonomi, biodiversitas dan perubahan tutupan lahan telah mulai dimonitor sejak tahun 2004. Pada periode Mei – September 2010 dilakukanlah Feasibility Assessment (Kajian Kelayakan) mengenai potensi pengembangan REDD di Tesso
Studi kelayakan yang telah dilakukan menilai bahwa terdapat tiga skenario proyek yang mungkin dilakukan di hutan Tesso Nilo yakni: 1. Hanya Taman Nasional Tesso Nilo dijadikan sebagai bagian dari proyek. Sejarah laju deforestasi dan degradasi diambil sebagai data dasar 2. Dua konsesi (HPH) yaitu PT Siak Raya Timber dan PT Hutani Sola Lestari dan TN Tesso Nilo dianggap sebagai bagian dari proyek. Sejarah laju deforestasi dan degradasi diambil sebagai data dasar 3. Dua konsesi (HPH) yaitu PT Siak Raya Timber dan PT Hutani Sola Lestari dan TN Tesso Nilo dianggap sebagai bagian dari proyek. Data dasar (baseline) untuk TN adalah sejarah laju deforestasi dan degradasi; baseline konsesi adalah perubahan ijin konsesi mereka dan mengkonversi seluruh kawasan hutan yang tersisa menjadi perkebunan akasia 17
Skenario 1, TNTN
Additionality untuk menetapkan proyek Tesso Nilo relatif mudah, jika waktu dimulainya pelaksanaan dilakukan setelah 2010. Pendanaan karbon telah dianggap sebagai sumber pembiayaan yang diperlukan untuk proyek dari tahap awal desain proyek. Sebagai proyek konservasi, jelas menunjukkan bahwa tidak ada pendapatan lain selain pembiayaan karbon yang akan dihasilkan sebagai sumber pembiayaan. Hingga saat ini, tidak ada sumber pembiayaan untuk perlindungan kawasan dan konservasi proyek. Berdasarkan anggaran kegiatan jika ditinjau ulang, terlihat bahwa berbagai biaya yang berkaitan dengan pelaksanaan proyek tidak tersedia. Ini akan menjadi penting untuk bisa membuktikan additionality proyek bahwa upaya mengembangkan pembiayaan dan menetapkan sejauh mana proyek karbon dapat menutup biaya pelaksanaan proyek.
Skenario 2. TNTN + Hutan masih tersisa di dalam 2 Konsesi
Pembayaran yang dihasilkan dari transaksi perdagangan karbon ini akan diinvestasikan kembali dalam kegiatan-kegiatan untuk mendukung perlindungan kawasan hutan dan Taman Nasional Tesso Nilo sebagai upaya mengatasi faktor pendorong deforestasi al dalam bentuk: • Meningkatkan pengawasan kawasan taman nasional • Penegakan hukum terhadap pelaku perambahan • Melaksanakan program sosialisasi dan edukasi pentingnya hutan • Memberikan mata pencaharian alternatif bagi masyarakat se tempat Dari kajian terhadap kelayakan Nilai Karbon di Tesso Nilo disimpulkan al:
Skenario 3, TNTN + 2 Konsesi
• Pengembangan proyek perdagangan karbon di Tesso Nilo sangat karismatik dan memiliki nilai jual di pasar voluntary (sukarela) karena kawasan hutan ini merupakan habitat dari dua spesies penting di muka bumi ini yakni Harimau dan Gajah Sumatera. • Isu yang sensitif adalah strategi penanganan perambahan di kawasan tersebut karena hal tersebut dapat mempengaruhi daya jual keseluruhan kegiatan • Proyek ini menghadapi tantangan dalam metodologi untuk menentukan basis kawasan dan dalam melakukan monitoring penghitungan kebocoran (leakage) sehubungan dengan upaya penanganan perambahan di kawasan tersebut. • Kawasan Tesso Nilo diklasifikasikan sebagai proyek dengan kriteria VCS AFOLU atau digolongkan sebagai pencegahan mosaik deforestasi dan degradasi yang tidak terencana. • Penundaan pelaksanaan kegiatan ini akan berarti kawasan hutan berkurang, yang menyebabkan akan mengurangi jumlah emisi secara keseluruhan.
KUMULATIF POTENSI PENGURANGAN EMISI PADA 3 SKENARIO PROYEK Potensi Capaian Harga Karbon di Tesso Nilo 1. USD 2.5 per tCO2e (tonnes of CO2 equivallent)– ini adalah harga rendah rata-rata di pasar sukarela (voluntary markets) yang tercantum dalam kontrak dan sudah termasuk tersedianya estimasi potensi hasil karbon 2. USD 6 per tCO2e – ini adalah harga menengah rata-rata di pasar sukarela (voluntary markets) dan akan memberikan hasil yang lebih akurat nilai proyek berdasarkan kondis pasar terkini 3. USD 12 per tCO2e – ini adalah potensi harga tertinggi pada kredit REDD berdasarkan co-benefits dari dukungan nilai social dan keanekaragaman hayati proyek yang bernilai tingi bagi pembeli. Harga ini juga sesuai dengan permodelan pada peluang harga kredit REDD yang mengacu pada kerangka kerja internasional. (M. Yudi Agusrin Syahir)