PELAKSANAAN DADING DI PENGADILAN NEGERI SRAGEN
(studi kasus perkara perdata nomor :25/Pdt.G/2013/PN.srg)
Oleh : YUDI PRASETYO 11100082 Disusun dan Diajukan Untuk Melengkapi Persyaratan Dalam Memperoleh Gelar Sarjana Dalam Ilmu Hukum Pada Fakultas Hukum Universitas Slamet Riyadi Surakarta
FAKULTAS HUKUM UNIVERSITAS SLAMET RIYADI SURAKARTA 2015
ABSTRAKSI
Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui prosedur penyelesaian sengketa perdata dengan perdamaian di Pengadilan Negeri Sragen dan untuk mengetahui pelaksanaan putusan perdamaian (dading) oleh para pihak dalam perkara nomor : 25/pdt.G/2013/PN.srg Perdamaian merupakan penyelesaian sengketa yang dapat dilakukan di pengadilan (litigasi) maupun diluar pengadilan (non litigasi). Putusan perdamaian mempunyai kekuatan hukum tetap jadi tidak dapat dilakukan upaya hukum lagi. Putusan perdamaian yang bertentangan dengan undang-undang dapat dibatalkan. Lokasi Penelitian di Pengadilan Negeri Sragen. Jenis penelitian ini adalah penelitian hukum yuridis normatif. Sifat penelitian adalah deskriptif. Sumber data menggunakan data sekunder terdiri dari bahan hukum primer, sekunder dan tersier. Alat pengumpulan data menggunakan studi dokumen, untuk mendukung study dokumen membutuhkan wawancara dengan hakim dan penggugat. Metode analistis yang digunakan mengunakan metode kualitatif. Prosedur perdamaian di Pengadilan Negeri Sragen dilaksanakan oleh para pihak yang bersengketa sesuai dengan aturan dari pendaftaran surat gugatan, tahap persidangan, mediasi sampai pembacaan putusan oleh hakim. Dalam pelaksanaan putusan perdamaian (dading) dalam perkara nomor : 25/pdt.G/2013/PN.srg hanya pasal 3 (tiga) yang tidak dilaksanakan karena dari pihak penggugat tidak menerima kompensasi apapun dari Sekretaris Daerah Kabupaten Sragen Kendalakendala yang terjadi dalam perdamaian tersebut adalah para salah satu pihak wanprestasi tidak melaksanakan akta perdamaian yang telah disepakati oleh para pihak dan apabia pihak penggugat memintakan eksekusi ke PN sragen akan mengalami kesulitan karena kompensasi dalam akta perdamaian tidak jelas bentuknya.
Kata kunci : perdamaian (dading), akta perdamaian, pelaksanaan putusan perdamaian
A. Latar Belakang Masalah
Manusia merupakan makhluk sosial yang hidup berinteraksi satu dengan yang lain. Penerapan interaksi sosial dalam kehidupan bermasyarakat tidak selamanya berjalan selaras dan harmonis. Sering kali yang terjadi adalah perbedaan pemikiran, pendapat dan keinginan antar manusia yang satu dengan yang lain. Perbedaan ini kemudian menjadi cikal bakal lahirnya sengketa atau konflik dalam masyarakat. Konflik ini pun selalu mengikut perkembangan peradaban masyarakat. Hal ini kemudian mendorong bagi yang mulai berfikir modern untuk membentuk suatu mekanisme penyelesaian konflik (sengketa) mulai dari bentuk yang paling sederhana hingga kini disebut sebagai sistem peradilan yang selalu mengacu pada hukum positif dan norma-norma atau kaidah-kaidah dalam masyarakat. Sistem peradilan dipandang sebagai jalan terbaik dalam menyelesaikan sengketa. Sehingga setiap kali muncul sengketa maka yang timbul dalam pikiran adalah penyelesaiaannya harus melalui pengadilan (litigasi), padahal dalam proses pengadilan terdapat banyak tahap dan aturan main yang harus dipenuhi. Belum lagi apabila sengketa tersebut berlarut-larut dan berlanjut ke tingkat yang lebih tinggi. Tentu saja penyelesaiannya memakan waktu yang lama dan biaya yang lebih besar bagi setiap pencari keadilan. Penyelesaian sengketa hukum dalam lapangan hukum perdata yang terjadi di masyarakat dapat ditempuh melalui jalur litigasi maupun non litigasi. Dalam penyelesaian perkara (sengketa) melalui litigasi atau melalui lembaga pengadilan, maka harus diawali terlebih dahulu
1
dengan diajukannya gugatan (tuntutan hak) oleh pihak penggugat terhadap pihak tergugat ke pengadilan. Penyelesaian perkara perdata melalui lembaga pengadilan tersebut, haruslah dilakukan melalui proses pemeriksaan perkara yang sudah ditentukan. Dalam proses litigasi ini biasanya menghasilkan putusan yang bersifat adversarial yang belum mampu menyelesaikan kepentingan bersama, cenderung menimbulkan masalah baru, lambat dalam penyelesaiannya, membutuhkan biaya yang mahal,dan biasanya menimbulkan permusuhan di antara pihak yang bersengketa.Sebaliknya dengan jalur non litigasi, menghasilkan putusan yang bersifat win-win solution yaitu suatu penyelesaian dimana semua pihak merasa sama-sama menang. Panjangnya proses peradilan, mulai dari tingkat pengadilan pertama, banding,
kasasi
dan
peninjauan
kembali
(PK)
membuat
penyelesaian
membutuhkan waktu yang lama padahal masyarakat mencari proses penyelesaian yang mudah, cepat dan biaya murah. Dalam kenyataannya, sampai saat ini belum ada yang mampu mendesain sistem peradilan yang efektif dan efisien. Salah satu upaya Mahkamah Agung Republik Indonesia untuk proses penyelesaian sengketa yang relatif cepat dan biaya ringan serta dapat memberikan akses kepada para pihak yang bersengketa untuk memperoleh keadilan serta penyelesaian yang memuaskan kedua belah pihak
adalah proses mediasi.
Ketentuan mengenai prosedur mediasi diatur dalam Peraturan Mahkamah Agung (PERMA) nomor 1 tahun 2008, yang merupakan penegasan ulang terhadap PERMA sebelumnya yaitu nomor 2 tahun 2003. Pasal 1 angka 7 Perma No. 1
2
Tahun 2008 mendefinisikan mediasi sebagai penyelesaian sengketa melalui proses perundingan para pihak yang dibantu mediator. Sedangkan yang dimaksud mediator adalah pihak yang bersifat netral dan tidak memihak yang berfungsi membantu para pihak dalam mencari berbagai kemungkinan penyelesaian sengketa. Proses mediasi sebagai penyelesaian sengketa alternatif, juga dapat dilakukan di peradilan atau yang di kenal dengan mediasi peradilan. Ketentuan tersebut yang mengatur tentang perdamaian di dalam proses beracara perdata di pengadilan dinamakan dading, hal ini diatur dalam pasal 130 HIR dan pasal 154 RBg. Salah satu pertimbangan mediasi di pengadilan adalah kerena mediasi merupakan salah satu instrumen yang efektif mengatasi kemungkinan penumpukan perkara dipengadilan. Sehingga penyelesaian sengketa akan berlangsung secara lebih efesien, efektif, dan sederhana serta memuaskan para pihak yang bersengketa. Cara ini membutuhkan kata sepakat (perdamaian) antara para pihak yang bersengketa. Disamping terus mengupayakan peningkatan kapasitas hakim dan non hakim guna memberikan pelayanan mediasi di pengadilan, Mahkamah Agung juga mendorong agar upaya-upaya penyelesaian sengketa melalui proses mediasi juga dilakukan oleh mediator-mediator di luar pengadilan. Untuk dapat memberikan pelayanan mediasi yang sebaik-baiknya, tentu saja seorang mediator memerlukan keahlian dan ketrampilan yang memadai. Pengetahuan dan ketrampilan tersebut diperoleh melalui pelatihan-pelatihan khusus yang dirancang
3
untuk itu. Hal inilah yang mendorong Mahkamah Agung untuk secara terus menerus meningkatkan kemampuan dan ketrampilan mediator. Penyelesaian sengketa melalui perdamaian mengutamakan prinsip– prinsip musyawarah untuk mencapai mufakat yang selaras dengan budaya bangsa Indonesia, maka sudah selayaknya mediasi diterapkan secara maksimal dalam setiap proses penyelesaian sengketa di pengadilan. Pengadilan Negeri Sragen yang merupakan lembaga peradilan tingkat pertama di lingkup Kota sragen. setelah adanya PERMA No. 1 Tahun 2008 tentang prosedur mediasi di pengadilan, telah berusaha menerapkan aturan tersebut, akan tetapi dalam kenyataan prakteknya belum dapat berfungsi secara maksimal seperti yang diharapkan dari adanya PERMA ini, proses mediasi masih sebatas formalitas, sehingga perkara-perkara perdata yang masuk di pengadilan negeri belum banyak yang dapat terselesaikan melalui jalur perdamaian, buktinya selama tahun 2014 tidak ada perkara perdata yang terselesaikan dengan jalan perdamaian Dalam hal ini ada perkara perdata tentang gugatan perbuatan melawan hukum dengan Nomor : 25/pdt.G/2013/PN.srg yang merupakan sengketa Pemilihan Kepala Desa (PILKADES) yang seharusnya diselesaikan di Pengadilan Tata Usaha Negara (PTUN) tetapi sudah diselesaikan dengan cara perdamaian di Pengadilan Negeri Sragen.
4
B. Perumusan Masalah Berdasarkan uraian diatas serta untuk memudahkan pemahaman terhadap masalah yang akan diteliti, maka penulis merumuskan permasalahan penelitian sebagai berikut:
1. Bagaimanakah prosedur penyelesaian sengketa perdata dengan perdamaian di Pengadilan Sragen? 2. Bagaimana pelaksanaan putusan perdamaian (dading) oleh para pihak dalam perkara perdata nomor : 25/pdt.G/2013/PN.srg? 3. Apa saja kendala-kendala dalam pelaksanaan putusan dading tersebut?
C. METODE PENELITIAN 1.
Jenis Penelitian Jenis penelitian yang digunakan dalam penelitian ini adalah penelitian hukum yuridis empiris. Data utama dari penelitian hukum empiris yang didasarkan pada bahan hukum sekunder yaitu putusan perkara nomor: 25/pdt.G/2013/PN.srg Pada penelitian hukum sosiologis atau empiris, yang diteliti pada awalnya adalah data sekunder untuk kemudian dilanjutkan dengan penelitian terhadap data primer di lapangan, atau terhadap masyarakat
2.
Sumber Data Sumber data yang digunakan dalam penelitian ini meliputi : a. Data primer
5
Data primer adalah data yang diperoleh secara langsung pada obyek penelitian di lapangan (field research) yang di lakukan untuk memperoleh data primer berdasarkan, keterangan atau informasi langsung dari informan. Informan
yang
meberikan
informasi
atau
keterangan-
keterangan dalam penelitiaan terhadap pelaksanaan dading di Pengadilan Negeri Sragen, adalah Haryanto SPd dan Asminah SH, MH, selaku penggugat dan hakim mediator dalam perkara perdata nomor : 25/pdt.G/2013/PN.srg b. Data sekunder Dalam penelitian ini, peneliti menggunakan data sekunder yang berbentuk dokumen. Bahan hukum yang digunakan dari penelitian ini meliputi : c. Bahan hukum primer Bahan hukum primer yaitu bahan-bahan hukum yang mempunyai kekuatan mengikat. Data penelitian ini terdiri dari beberapa perundang-undangan : 1) Kitab Undang-Undang Hukum Perdata 2) Undang-Undang Hukum Acara Perdata (Het Herzien Inlandsch Reglement / HIR) 3) Peraturan Mahkamah Agung Nomor 1 Tahun 2008 Tentang Prosedur Mediasi Di Pengadilan
6
4) Putusan
Perkara
Perdata
Nomor
:
25/Pdt.G/2013/PN.Srg d. Bahan hukum sekunder Bahan hukum sekunder yaitu bahan yang memberikan penjelasan terhadap bahan hukum primer, yang berupa bukubuku, bahan-bahan dan berbagai macam referensi yang berkaitan dengan masalah pelaksanaan perjanjian perdamaian. Bahan hukum primer ini ialah Peraturan Mahkamah Agung Nomor 1 Tahun 2008 Tentang Prosedur Mediasi Di Pengadilan e. Bahan hukum tersier Bahan
hukum
tersier
yaitu
bahan-bahan
yang
memberikan petunjuk maupun penjelasan terhadap bahan hukum primer dan sekunder. Bahan hukum tersier ini antara lain buku ilmu hukum, kamus-kamus hukum, ensiklopedia, media elektronik dan sebagainya. 3.
Alat pengumpulan data Metode yang digunakan dalam pengumpulan data yaitu : 1. Bahan pustaka atau study dokumen Study dokumen dilakukan di perpustakaan. Studi dokumen merupakan suatu alat yang dilakukan melalui data tertulis dengan menggunakan “ content analysis”. Bahanbahan ini terdiri dari bahan hukum primer, bahan hukum sekunder dan bahan hukum tersier.
7
2. Wawancara Di dalam wawancara dapat dipergunakan suatu pedoman wawancara, atau mungkin pula dipergunakan suatu daftar pertanyaan yang berstruktur yang berfungsi untuk membuat deskripsi dan/atau eksplorasi. Wawancara dilakukan untuk melengkapi data sekunder dengan kegiatan tanya jawab secara lisan kepada hakim mediator dan penggugat dalam perkara perdata nomor : 25/pdt.G/2013/PN.srg. 4.
Metode Analistis Metode yang digunakan untuk menganalisis adalah metode kualitatif. Metode kualitatif ini adalah suatu cara penelitian yang menghasilkan data deskriptif
analistis.
Metode
ini
merupakan
analisa
dengan
cara
mendiskripsikan perilaku nyata apa yang dinyatakan oleh responden secara tertulis atau lisan. D. HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN 1.
prosedur penyelesaian sengketa perdata dengan perdamaian di Pengadilan Sragen
Proses dan mekanisme penyelesaian perkara perdata dengan perdamaian di Pengadilan Negeri dilakukan melalui beberapa tahapan dan prosedur sebagaimana terurai di bawah ini :
a.
Tahap Pendaftaran Surat Gugatan Atau Tahap Administasi
8
1) Surat gugatan yang telah ditandatangani oleh Penggugat atau Kuasa Hukumnya dimasukkan untuk didaftarkan di Kepaniteraan Perdata Pengadilan Negeri Sragen yang memiliki yurisdiksi (kompetensi absolut dan relatif) untuk memeriksa, mengadili dan memutus perkara (sengketa) yang diajukan dan sekaligus mendaftarkan surat kuasa khusus, apabila dalam perkara tersebut Penggugat mewakilkan kepada orang lain. 2) Penggugat atau Kuasa Hukumnya membayar ongkos perkara atau SKUM (Surat Kuasa Untuk Membayar) melalui bank BRI Cabang Sragen dengan nomor rekening 0104-01-000290-30-0 3) Penggugat atau Kuasa Hukumnya menerima kembali 1 (satu) bendel surat gugatan yang telah dibubuhi Nomor Register Perkara yang telah diparaf oleh Panitera Kepala atau pejabat lain yang ditunjuk untuk itu. b.
Tahap Persidangan : 1) Ketua Pengadilan Negeri Sragen setelah membaca surat gugatan dan kelengkapan berkas lainnya, menunjuk dan menetapkan Majelis Hakim yang akan memeriksa, mengadili dan memutus perkara yang bersangkutan. Kemudian Panitera Kepala menunjuk dan menetapakan Panitera Pengganti dalam perkara yang bersangkutan yang bertugas mencatat semua fakta persidangan dalam Berita Acara Sidang. 2) Majelis Hakim yang telah ditunjuk dan ditetapkan oleh Ketua Pengadilan
Negeri
menetapkan
hari
sidang
pertama
dan
memerintahkan Panitera Kepala untuk memanggil pihak-pihak dalam perkara tersebut
9
3) Panitera Kepala memerintahkan Jurusita Pengganti untuk melakukan pemanggilan
terhadap
para
pihak
dalam
perkara
tersebut
(Penggugat, Tergugat) agar hadir pada hari, tanggal dan waktu sebagaimana yang terurai dalam Surat Panggilan (Relaas) tersebut. 4) Jurusita Pengganti menyampaikan Surat Panggilan Sidang kepada Penggugat atau Kuasa Hukumnya dan Tergugat dengan disertai surat gugatan. Surat Panggilan tersebut dapat disampaikan melalui Kepala Desa atau Lurah setempat, bila pihak yang dipanggil tidak ada di tempat, dengan permintaan agar Kepala desa atau Lurah tersebut meneruskan dan menyampaikan Surat Panggilan tersebut kepada pihak yang tidak ada di tempat tersebut. 5) Pada hari, tanggal dan waktu sebagaimana terurai dalam Surat Panggilan yang telah diterima oleh para pihak, Majelis Hakim yang telah ditunjuk dan ditetapkan oleh Ketua Pengadilan Negeri membuka sidang dan mempersilahkan para pihak memasuki ruang sidang. Apabila ada pihak yang belum hadir, maka melalui Panitera Pengganti memerintahkan Jurusita Pengganti untuk memanggil lagi pihak yang tidak hadir. Pada sidang berikutnya setelah para pihak dalam perkara tersebut hadir semua (lengkap), ataupun ada pihak yang tidak hadir tanpa dasar dan alasan yang sah, walaupun telah dipanggil secara patut, layak dan cukup, maka para pihak melalui majelis hakim tersebut sepakat untuk memilih dan menentukan mediator untuk melakukan mediasi.
10
c.
Sidang Mediasi
Mediasi
adalah
cara
penyelesaian
sengketa
melalui
proses
perundingan untuk memperoleh kesepakatan para pihak dengan dibantu oleh mediator. Prosedur mediasi diatur dalam PERMA No.1 Tahun 2008 yang mewajibkan setiap perkara gugatan yang diajukan ke Pengadilan pada saat sidang pertama yang dihadiri kedua belah pihak Penggugat dan Tergugat untuk menempuh upaya damai melalui mediator.
Jangka waktu untuk menyelesaikan sengketa dengan mediasi melalui mediator selama 40 hari dan dapat diperpanjang selama 14 hari atas permintaan para pihak. Para pihak dapat memilih mediator diluar pengadilan yang telah bersertifikasi dan memilih tempat pertemuan diluar gedung Pengadilan Negeri sesuai kesepakatan atas biaya para pihak. Apabila tidak ada mediator bersertifikasi di luar Pengadilan Negeri, para pihak dapat memilih mediator yang ada di Pengadilan Negeri dan sesuai ketentuan PERMA No.1 Tahun 2008 dapat dipilih salah satu Hakim Anggota Majelis sesuai kesepakatan para pihak. Kemudian mediator wajib menentukan jadwal pertemuan untuk proses penyelenggaraan mediasi.
Apabila tercapai kesepakatan perdamaian Maka Mediator bersama Majelis Hakim memeriksa materi kesepakatan perdamaian untuk menghindari ada kesepakatan yang bertentangan dengan hukum atau yang tidak dapat dilaksanakan. Kemudian melaporkan dalam berita acara bahwa tercapainya perdamaian dan menyerahkan rancangan draff perdamaian yang nantinya
11
disetujui dan ditanda tangani kedua belah pihak untuk dibuatkan Akta Perdamaian oleh Majelis Hakim yang mengikat kedua belah pihak untuk mematuhinya dan melaksanakannya. “Jika dalam proses mediasi para pihak diwakili kuasa hukum, para pihak wajib menyatakan secara tertulis persetujuan atas kesepakatan yang dicapai dan sengketa kedua belah pihak berakhir dengan perdamaian.”
Jika mediator tidak berhasil mencapai kesepakatan damai bagi kedua belah pihak, maka dengan disertai Berita Acara tentang tidak tercapainya perdamaian, mediator melalui Panitera Pengganti mengembalikan dan menyerahkan kembali Berkas Perkara tersebut kepada Majelis Hakim. Selanjutnya Majelis Hakim memerintahkan para pihak atau Kuasa Hukumnya untuk hadir pada sidang berikutnya guna dilanjutkan pemeriksaan terhadap perkara yang bersangkutan dengan membacakan gugatan, jawaban, replik duplik, pembuktian, pemeriksaan obyek sengketa (pemeriksaan setempat) bilamana obyek sengketanya benda tetap dan dipandang perlu, kesimpulan dan putusan. Walaupun mediator tidak berhasil mendamaikan para pihak, dalam proses pemeriksaan perkara selanjutnya Majelis Hakim tetap memberikan kesempatan para pihak untuk menyelesaikan sengketanya secara damai selama belum ada putusan oleh Hakim sesuai PERMA No. 1 Tahun 2008.
12
d.
Putusan Majelis Hakim setelah menerima laporan proses mediasi yang berhasil dan menerima rancangan draff rancangan perdamaian, kemudian Majelis Hakim membuat akta perdamaian dan menentukan hari persidangan untuk membacakan putusan. Dalam setiap putusan pengadilan harus ada kalimat yang menyatakan DEMI KEADILAN BERDASAKAN KETUHANAN YANG MAHA ESA dan dalam putusan perkara yang berakhir perdamaian Majelis Hakim memutus menghukum kedua belah pihak untuk menaati isi persetujuan yang telah disepakati dan menghukum kedua belah pihak untuk membayar biaya perkara
2.
Pelaksanaan putusan perdamaian (dading) oleh para pihak dalam kasus perkara perdata nomor : 25/pdt.G/2013/PN.srg
Dalam penyelesaian perkara perdata nomor : 25/Pdt.G/2013/PN.srg antara penggugat atau pihak kesatu dan tergugat atau pihak kedua mengikutsertakan Sekretaris Daerah Kabupaten Sragen telah mengadakan persetujuan/kesepakatan yang isinya sebagai berikut:
Pasal 1
Pihak kedua memberikan kesempatan seluas-luasnya kepada pihak kesatu untuk mengabdi dan mengembangkan diri sesuai dengan profesi dibidang pendidikan.
13
Pasal 2
Pihak kedua memberikan kesempatan seluas-luasnya kepada pihak kesatu untuk berpartisipasi dalam meningkatkan pembangunan dan pemerintahan di Desa Krebet Kecamatan Masaran Kabupaten Sragen.
Pasal 3
Pihak kedua mengikutsertakan bapak Sekretaris Daerah Kabupaten Sragen akan memberikan kompensasi lain sehubungan dengan tidak diangkatnya pihak kesatu sebagai kepala desa krebet yang akan dilaksanakan paling lambat 2014.
Pasal 4
Kesepakatan ini dibuat dengan penuh kesadaran dan tanpa paksaan dari pihak manapun, ditandatangani bersama oleh para pihak pada hari, tanggal dan tahun sebagaimana tersebut pada awal kesepakatan bersama serta dibuat rangkap tiga asli dengan dibubuhi materai yang masing-masing mempunyai kekuatan yang sama mengikat para pihak.
Dari kesepakatan diatas kemudian hakim memutus perkara tersebut sebagai berikut :
1.
Menghukum kedua belah pihak penggugat dan tergugat tersebut untuk menaati isi persetujuan yang telah disepakati tersebut diatas.
14
2.
Menghukum kedua belah pihak penggugat dan tergugat untuk membayar perkara sebesar Rp.239.000,- (Dua Ratus Tiga Puluh Sembilan Ribu Rupiah)
Demikianlah diputuskan pada tanggal 17 juli 2013 oleh SUWANDI, SH, sebagai
Hakim
Ketua,
INDRAWAN,
SH,
dan
Rr.
ENDANG
DWI
HANDAYANI, SH, masing-masing sebagai Hakim Anggota, putusan mana pada hari itu juga diucapkan dalam sidang terbuka untuk umum oleh Hakim ketua tersebut, dengan dibantu oleh SUHARTI LESTARI, SH, panitera pengganti dan dihadiri oleh kedua belah pihak yang berperkara.
Dalam Pasal 1 dari akta perdamaian tersebut menjelaskan bahwa sehubung tidak diangkatnya pihak penggugat menjadi kepala desa krebet, pengugat masih bisa menjadi guru di SDN 1 Masaran seperti sebelum ikut mencalonkan diri menjadi Kepala Desa di Desa Krebet Kecamatan Masaran Kabupaten Sragen.
Pengertian dari pasal 2 tidak perlu dijelaskan, kemudian pasal 3 pihak ke 2 atau pihak tergugat selaku ketua PILKADES desa Krebet mengikut sertakan atasannya yaitu SEKDA Kabupaten Sragen yang akan memberikan kompensasi lain sehubungan dengan tidak diangkatnya pihak kesatu sebagai kepala desa krebet yang akan dilaksanakan paling lambat 2014.
Dari semua isi perjanjian damai yang telah di sepakati tersebut hanya pasal 3 (tiga) yang tidak dilaksanakan karena dari pihak penggugat tidak menerima kompensasi apapun dari Sekretaris Daerah Kabupaten Sragen.
15
HARYANTO, SPd, atau Penggugat menegaskan “kami sekeluarga tidak menerima kompensasi-kompensi apapun, kami sudah ikhlas menerima kekalahan atas PILKADES di Desa Krebet, saya tidak mau mengungkit-ungkit masalalu tersebut karena membuat sakit hati.”
3.
Kendala-kendala dalam pelaksanaan putusan perdamaian (dading) Perdamaian selain mempunyai berbagai keistimewaan diantaranya
mempunyai kekuatan hukum tetap, tertutupnya upaya banding dan kasasi dan memiliki kekuatan eksekusi, dalam hal perdamaian di perkara nomor 25/Pdt.G/2013/PN.Srg juga mengalami kendala-kendala yang di antaranya:
1.
Salah satu pihak wanprestasi karena tidak melaksanakan salah satu pasal yang telah disepakati dalam akta perdamaian, yaitu pasal 3 yang berbunyi Pihak kedua (Tergugat) mengikutsertakan Sekretaris Daerah Kabupaten Sragen akan memberikan kompensasi lain sehubungan dengan tidak diangkatnya Pihak kesatu (Penggugat) sebagai Kepala Desa Krebet yang akan dilaksanakan paling lambat tahun 2014.
2.
Sehubung salah satu pihak wanprestasi apabila dilakukan upaya eksekusi ke Pengadilan Negeri Sragen juga mengalami kesulitan karena kompensasi
dalam
akta
perdamaian
tidak
jelas.
Kompensasi
mempunyai arti yang sangat luas, jadi pihak Pengadilan Negeri Sragen kesulitan apa yang harus di eksekusi.
16
4.
Kesimpulan a. Prosedur
perdamaian
di
Pengadilan
Negeri
Sragen
dilaksanakan oleh para pihak yang bersengketa sesuai dengan aturan dari pendaftaran surat gugatan, tahap persidangan, mediasi sampai pembacaan putusan oleh hakim. Ketika para pihak telah melakukan mediasi dan menyerahkan surat pernyataan perdamaian, kemudian majelis hakim akan membuat akta perdamaian untuk dipatuhi oleh para pihak yang bersengketa, akta perdamaian tersebut mempunyai kekuatan hukum tetap yang disamakan seperti putusan hakim. b. Dalam pelaksanaan putusan perdamaian (dading) dalam perkara nomor : 25/pdt.G/2013/PN.srg hanya pasal 3 yang tidak dilaksanakan oleh pihak ke 2 yang mengikutsertakan SEKDA Kab. Sragen untuk memberi kompensasi sehubungan dengan tidak diangkatnya Pihak kesatu sebagai Kepala Desa Krebet c. Kendala-kendala yang terjadi dalam pelaksanaan putusan perdamaian tersebut adalah salah satu pihak wanprestasi tidak melaksanakan akta perdamaian yang telah disepakati oleh para pihak dan apabia pihak penggugat memintakan eksekusi ke PN sragen akan mengalami kesulitan karena kompensasi dalam akta perdamaian tidak jelas.
17
Daftar Pustaka
Khotibul Umam. 2010. Penyelesaian Sengketa di Luar Pengadilan.Yogyakarta. Pustaka Yustisia. M. Yahya Harahap. 2006. Hukum Acara Perdata Tentang Gugatan, Persidangan, Penyitaan, Pembuktian, Dan Putusan Pengadilan. Jakarta. Sinar Grafika. Proyek Yurisprudensi Mahkamah Agung. 1997. Rangkuman Yurisprudensi Mahkamah Agung Indonesia Ii Hukum Perdata Dan Acara Perdata. Jakarta. Retnowulan Sutantio Dan Iskandar Oeripkartawinata. 1995. Hukum Acara Perdata Dalam Teori Dan Praktek. Bandung. Mandar Maju. R. Subekti. 1995. Aneka Perjanjian. Bandung. PT. Citra Adityabakti. Soerjono Soekanto. 1986. Pengantar Penelitian Hukum. Jakarta. Indonesia,
Universitas
Sudikno Mertokusumo. 1998. Hukum Acara Perdata Indonesia. Yogyakarta. Liberty. Wirjono Prodjodikoro. 1959. Hukum Perdata Tentang Persetujuan-Persetujuan Tertentu. Bandung. Vorkink-Van Hoeve. W.J.S Poerwadaminta. 2005. Kamus Umum Bahasa Indonesia. Jakarta. Balai Pustaka.
PERUNDANG- UNDANGAN : Peraturan Mahkamah Agung Nomor 1 Tahun 2008 Tentang Prosedur Mediasi Di Pengadilan Undang-Undang Hukum Acara Perdata (HIR) Undang-Undang Hukum Perdata. Terjemahan Subekti Dan Tjitrosudibio. 2008. Jakarta. PT. Pradnya Paramita.
INTERNET Http://www.Hukumonline.com/klinik/detail/Lt4cf3b85dea15a/pembatalan-aktaperdamaian.
WAWANCARA
ASMINAH. Hakim Pengadilan Negeri Sragen. Wawancara Pribadi 5 Februari 2015 Jam 10.00 HARYANTO. Penggugat. Wawancara Pribadi. 16 Februari 2015 Jam 18.40