ANALISIS PELAKSANAAN PENYIDIKAN SEBAGAI BENTUK PERLINDUNGAN HUKUM TERHADAP ANAK KORBAN PEMERKOSAAN DALAM KELUARGA (INCEST) (Studi Kasus No. Reg LP/B/3735/VIII/2014/LPG/Res.BL)
(Jurnal)
Oleh Dono Untung Prasetyo
FAKULTAS HUKUM UNIVERSITAS LAMPUNG BANDAR LAMPUNG 2016
ABSTRAK ANALISIS PELAKSANAAN PENYIDIKAN SEBAGAI BENTUK PERLINDUNGAN HUKUM TERHADAP ANAK KORBAN PEMERKOSAAN DALAM KELUARGA (INCEST) (Studi Kasus No. Reg LP/B/3735/VIII/2014/LPG/Res.BL)
Oleh Dono Untung Prasetyo, Erna Dewi, Firganefi (Email:
[email protected]) Kewenangan polisi melaksanakan penyidikan sebagai bentuk perlindungan hukum terhadap anak korban pemerkosaan agar tercapainya keadilan bagi anak sebagai korban, Pemerkosaan dalam keluarga atau incest merupakan salah satu bentuk kekerasan terhadap anak yang merupakan contoh rentannya posisi anak dibawah umur. Tindak pidana pemerkosaan terhadap anak dibawah umur, termasuk kedalam salah satu masalah hukum yang sangat penting untuk dikaji secara mendalam. Adapun permasalahan yang dalam penulisan ini adalah: (1) Bagaimanakah pelaksanaan penyidikan sebagai bentuk perlindungan hukum terhadap anak korban pemerkosaan dalam keluarga (incest) ?; (2) Apakah faktor penghambat penyidikan sebagai bentuk pelindungan hukum terhadap anak korban pemerkosaan dalam keluarga (incest) ? . Penelitian ini dilakukan menggunakan pendekatan masalah melalui pendekatan yuridis normatif dan yuridis empiris dengan data primer. Berdasarkan hasil penelitian dan pembahasan maka disimpulkan: Kepada Penyidik Kepolisian dalam pelaksanaan penyidikan terhadap anak sebagai korban tindak pidana pemerkosaan dilakukan dengan pendekatan psikologis dengan memperlakukan korban secara khusus sehingga korban dapat memberikan keterangan tranpa ada rasa takut dan malu. Kepada pemerintah, lembaga penegak hukum dan lembaga sosial agar upaya perlindungan hukum yang diberikan terhadap anak perlu dilakukan secara terus menerus diupayakan demi tetap terpeliharanya kesejahteraan anak mengingat anak merupakan salah satu aset berharga bagi kemajuan suatu bangsa dikemudian hari. Kepada pemerintah dan lembaga penegak hukum untuk selalu melakukan sosialisasi hukum kepada masyarakat terutama kepada anak-anak di kalangan pelajar untuk selalu menjaga moral dan etika dalam kehidupan dilingkungan masyarakat dan keluarga. Kata Kunci: penyidikan, bentuk pelindungan hukum, anak, pemerkosaan dalam keluarga (Incest)
ABSTRACT ANALYSIS OF INVESTIGATION AS A FORM OF LEGAL PROTECTION OF CHILD VICTIMS RAPE IN THE FAMILY (INCEST) (Case Study No. Reg LP / B / 3735 / VIII / 2014 / LPG / Res.BL)
By Dono Untung Prasetyo, Erna Dewi, Firganefi (Email:
[email protected]) Police authority carry out investigations as a form of legal protection of child victims of rape in order to achieve justice for the child as a victim, rape or incest in the family is one form of violence against children which is an example of a vulnerable position of minors. The criminal act of rape of minors, including into one very important legal issues to be studied in depth. The issues in this paper are: (1) How is the implementation of investigation as a form of legal protection of child victims of rape within the family (incest)?; (2) What are the factors inhibiting the investigation as a form of legal protection to child victims of rape within the family (incest)? , This research was conducted using the approach to the problem through the approach of juridical normative and empirical primary data. Based on the results of research and discussion, we conclude: To the police investigator in the execution of the investigation on children as victims of the crime of rape is done with a psychological approach to treating victims in particular so that victims can provide information tranpa no fear and shame. To governments, law enforcement agencies and social institutions in order to safeguard the law given to the child need to be continuously pursued for the preservation of the welfare of children given the children is one valuable asset for the advancement of a nation in the future. To government and law enforcement agencies to always do a socialization of law to the public especially to children among students to always maintain the moral and ethics in the life of society and the family environment. Keywords: investigation, forms of legal protection, children, rape within the family (incest)
I. PENDAHULUAN Masalah kejahatan merupakan persoalan yang telah ada sejak lama, yang muncul sejalan dengan pertumbuhan dan perkembangan masyarakat, sehingga dapat dikatakan sama tuanya dengan peradaban umat manusia. Oleh karena itu, masalah kejahatan hampir terdapat pada setiap masyarakat, apakah pada masyarakat tradisional atau moderen, masyarakat industri maju atau miskin, masyarakat individualis atau komunal sehingga seringkali dikatakan bahwa setiap ada masyarakat pasti ada kejahatan. Perkembangan penduduk yang begitu pesat membentuk beragam klasifikasi masyarakat, kejahatan juga mempunyai jenis jenisnya, tergantung pada kondisi masyarakat masing-masing. Pada masyarakat tradisional dan miskin, kecenderungan jenis kejahatan berupa kejahatan konvensional, sedangkan pada masyarakat industri maju dan perkotaan lebih mengarah pada kejahatan kerah putih (whitecollar).1 Tugas pokok polri dalam rangka penegakan hukum sebagai proses penyelesaian masalah suatu perkara pidan berkaitan dengan criminal justice system, polri wajib melakukan proses penyidikan oleh penyidik polri. Penyidikan merupakan salah satu tugas polri yang didasarkan pada ketentuan Pasal 13 huruf (b) Undang-Undang Nomor 2 Tahun 2002 tentang Kepolisian Negara Republik Indonesia. Polri sebagai penyidik didasarkan kepada 1
Nikmah Rosidah, Penyidik Pegawai Negeri Sipil,( Semarang, Pustaka Megister, 2012), hal. 12
ketentuan Pasal 14 ayat (1) huruf (g) Undang-Undang Nomor 2 Tahun 2002 tentang Kepolisian Negara Republik Indonesia, yang menyatakan bahwa Kepolisian Negara Republik Indonesia bertugas “melakukan penyelidikan dan penyidikan terhadap semua tindak pidana sesuai dengan hukum acara pidana dan peraturan perundangundangan lainnya. Berdasarkan Undang-Undang RI No. 35 tahun 2014 tentang Perlindungan Anak bertujuan untuk menjamin terpenuhnya hak-hak anak agar dapat hidup, tumbuh, berkembang, dan berpartisipasi secara optimal sesuai dengan harkat dan martabat kemanusiaan serta mendapat perlindungan dari kekerasan dan diskriminasi, demi terwujudnya anak Indonesia yang berkualitas, berakhlak mulia, dan sejahtera. Pasal 76E Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 35 tahun 2014 tentang Perlindungan Anak menyatakan: “Setiap Orang dilarang melakukan Kekerasan atau ancaman Kekerasan, memaksa, melakukan tipu muslihat, melakukan serangkaian kebohongan, atau membujuk Anak untuk melakukan atau membiarkan dilakukan perbuatan cabul”.
Perlindungan hukum adalah suatu perlindungan yang diberikan terhadap subyek hukum dalam bentuk perangkat hukum baik yang bersifat preventif maupin yang bersifat represif, baik yang tertulis maupun tidak tertulis. Dengan kata lain perlindungan hukum sebagai
suatu gambaran dari fungsi hukum, yaitu konsep dimana hukum dapat memberikan suatu keadilan, ketertiban, kepastian, kemanfaatan dan kedamaian.2 Pasal 82 ayat (1) dan (2) UndangUndang Republik Indonesia Nomor 35 tahun 2014 tentang Perlindungan Anak menyatakan: “Setiap orang yang melanggar ketentuan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 76E dipidana dengan pidana penjara paling singkat 5 (lima) tahun dan paling lama 15 (lima belas) tahun dan denda paling banyak Rp5.000.000.000,00 (lima miliar rupiah). Dalam hal tindak pidana sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilakukan oleh Orang Tua, Wali, pengasuh Anak, pendidik, atau tenaga kependidikan, maka pidananya ditambah 1/3 (sepertiga) dari ancaman pidana sebagaimana dimaksud pada ayat (1)”. Kedua ayat diatas dengan jelas mendorong perlu adanya perlindungan anak dalam rangka mengusahakan kesejahteraan anak dan perlakuan adil terhadap anak korban perkosaan dalam keluarga (incest). Anak merupakan aset bangsa, sebagai bagian dari generasi muda anak berperan sangat strategis sebagai successor suatu bangsa. Dalam konteks Indonesia, anak adalah penerus cita-cita perjuangan bangsa. Peran strategis ini telah 2
Koesparmono Irsan, Hukum Perlindungan Anak, (Jakarta : Fakultas Hukum Universitas Pembangunan Nasional Veteran Jakarta, 2007) hal. 7
disadari oleh masyarakat Internasional untuk melahirkan sebuah konvensi yang intinya menekankan posisi anak sebagai makhluk manusia yang harus mendapatkan perlindungan atas hakhak yang dimilikinya.3 Tindak pidana perkosaan terhadap anak dibawah umur, termasuk pula ke dalam salah satu masalah hukum yang sangat penting untuk dikaji secara mendalam. Sebagaimana diketahui, tindak pidana perkosaan (yang dalam kenyataannya lebih banyak menimpa kaum wanita remaja dan dewasa) merupakan perbuatan yang melanggar norma sosial yaitu kesopanan, agama dan kesusilaan, apalagi jika yang diperkosa adalah anak dibawah umur, yang notabene secara fisik yang diperkosa daya tarik seksual seperti wanita remaja dan dewasa.4 Incest adalah hubungan seksual antara dua orang saudara kandung atau yang masih terkait hubungan darah.5 Sementara Barda Nawawi, mengemukakan bahwa: incest adalah persetubuhan anggota keluarga sedarah dalam garis lurus atau samping sampai derajat ketiga.6 3
Ruben Achmad, Upaya Penyelesaian Masalah Anak yang Berkonflik dengan Hukum di Kota Palembang, dalam Jurnal Simbur Cahaya, Nomor 27, Tahun X, Januari 2005, hlm. 24 4 Wahid, Abdul dan Muhammad Irfan, Perlindungan Terhadap Korban Kekerasan Seksual (Advokasi Atas Hak Asasi Perempuan), Refika Aditama, Bandung, 2001, hlm.67 5 Departemen P dan K, Kamus Besar Bahasa Indonesia, Balai Pustaka, Jakarta, 1990, hlm. 435 6 Arif, Barda Nawawi, Masalah Penegakan Hukum dan Kebijakan Penanggulangan Kejahatan, Citra Aditya Bakti, Jakarta, 2001, hlm. 261
Dewasa ini banayak kasus yang terjadi khususnya dalam tindak pidana perkosaan di lingkungan keluarga (Incest) yang korbannya menimpa anak dibawah umur seperti di wilayah hukum Bandar Lampung contohnya: Laporan Polisi Nomor. Reg LP/B/3735/VIII/2014/LPG/Res.Band ar Lampung bahwa pada kasus Tindak Pidana pemerkosaan sebanyak 4 (empat) kali terhadap inisial LS berumur 15 Tahun yang terjadi pada tanggal 30 Oktober 2014 di Gedong Air (masih wilayah hukum Polresta Bandar Lampung) yang dilakukan oleh ayah kandungnya berinisial Z yang berumur 50 tahun yang telah di tangani oleh pihak Kepolisian Unit Perlindungan Perempuan dan Anak Polresta Bandar Lampung. Dimana dalam tindak pidana pemerkosaan tersebut LS diancam oleh pelaku Z (ayah kandung) dengan ancaman tidak akan disekolahkan apabila tidak mengikuti apa yang dikehendaki pelaku untuk melakukan hubungan badan.7 Berdasarkan latar belakang masalah tersebut di atas, maka penulis tertarik untuk melakukan penelitian dengan judul : “Analisis Pelaksanaan Penyidikan Sebagai Bentuk Pelindungan Hukum Terhadap Anak Korban Pemerkosaan Dalam Keluarga (Inces)”.
Adapun permasalahan penulisan skripsi ini adalah:
7
dalam
Hasil wawanca yang dilakukan terhadap Agus Rianto selaku Kepala Unit PPA Polresta Bandar Lampung pada tanggal 4 Oktober 2015.
1) Bagaimanakah pelaksanaan penyidikan sebagai bentuk perlindungan hukum terhadap anak korban pemerkosaan dalam keluarga (incest)? 2) Apakah faktor penghambat pelaksanaan penyidikan sebagai bentuk perlindungan hukum terhadap anak korban pemerkosaan dalam keluarga (incest) ? Pendekatan masalah yang digunakan dalam penelitian ini adalah dengan menggunakan pendekatan yuridis normatif dan yuridis empiris.Pendekatan yuridis normatif adalah pendekatan penelitian kepustakaan yang memperoleh data sekunder yang meliputi buku-buku literatur, peraturan perundangundangan, dokumen-dokumen resmi dan lain-lain.Pendekatan yuridis empiris adalah pendekatan yang digunakan untuk memperoleh data primer yang meliputi hasil penelitian di lapangan dengan melakukan wawancara kepada para narasumber yang berhubungan dengan masalah yang diteliti. II. PEMBAHASAN A. Pelaksanaan Penyidikan sebagai Bentuk Pelindungan Hukum terhadap Anak Korban Pemerkosaan dalam Keluarga (Incest) Kepolisian Republik Indonesia merupakan salah satu institusi yang paling penting peranannya dalam penanganan masalah tindak pidana pemerkosaan terhadap anak, dimana institusi ini berada pada posisi paling terdepan dalam penanganan dan pengungkapan kasus yang terjadi ditengah masyarakat. Pengertian penyidikan tercantum dalam Bab I
Pasal 1 butir 2 KUHAP mengenai Penjelasan Umum, yaitu : “Penyidikan adalah serangkaian tindakan penyidik dalam hal dan menurut cara yang diatur dalam undang-undang ini untuk mencari serta mengumpulkan bukti yang dengan bukti itu membuat terang tentang pidana yang terjadi dan guna menemukan tersangkanya” 8 Berdasarkan rumusan Pasal 1 butir 2 KUHAP diatas terdapar unsur-unsur yang terkandung dalam pengertian penyidikan adalah: a. Penyidikan merupakan serangkaian tindakan yang mengandung tindakan-tindakan yang antara satu dengan yang lain saling berhubungan b. Penyidikan dilakukan oleh pejabat publik yang disebut penyidik c. Penyidikan dilakukan dengan berdasarkan peraturan perundang-undangan d. Tujuan penyidikan ialah mencari dan mengumpulkan bukti, yang dengan bukti itu membuat terang tindakpidana yang terjadi, dan menemukan tersangkanya. Berdasarkan unsur tersebut dapat dijelaskan bahwa sebelum dilakukan penyidikan, telah diketahui adanya tindak pidana tetapi tindak pidana itu belum terang dan belum diketahui siapa yang melakukannya. Adanya tindak pidana yang belum terang itu diketahui dari penyelidikan.9
Pasal 20 Undang-Undang Nomor 35 Tahun 2014 tentang Perlindungan Anak yang menyatakan bahwa : “Negara, Pemerintah, Pemerintah Daerah Masyarakat, Keluarga, dan Orang Tua atau wali berkewajiban dan bertanggung jawab terhadap penyelenggaraan Perlindungan Anak”. Menurut Barda Nawawi Arief, perlindungan hukum bagi anak dapat diartikan sebagai upaya perlindungan hukum terhadap berbagai kebebasan dan hak asasi anak (fundamental rights and freedoms of children) serta berbagai kepentingan yang berhubungan dengan kesejahteraan anak.10 Berdasarkan wawancara penulis dengan Agus Rianto berpendapat Polisi dalam tugasnya sebagai lembaga penegak hukum dalam penyidikan terhadap anak sebagai korban tindak pidana pemerkosaan dalam keluarga (incest) berpedoman pada KUHP dan undang-undang perlindungan anak yakni UndangUndang Nomor 35 Tahun 2014 tentang Perlindungan Anak.11 Berdasarkan wawancara penulis dengan SN Laila yang berpendapat bahwa dalam memberikan perlindungan kepada anak korban antara lain dengan memberikan pendampingan psikis kepada korban perkosaan, serta menguatkan psikologi korban akibat pemerkosaan, dan melakukan 10
8
Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1981 (KUHAP), Pasal 1 butir 2 9
Adami Chazawi, Hukum Pidana Materil dan Formil Korupsi di Indonesia,Bayumedia Publishing, Malang, 2005, hlm 380-381
Arief, Barda Nawawi, Beberapa Aspek Kebijakan Penegakan dan Pengembangan Hukum Pidana, Citra Aditya Bakti, Bandung, 1998, hlm. 155 11
Hasil wawancara dengan kepala UPPA Polresta Bandar Lampung, Tanggal 4 Oktober 2015
pendampingan secara litigatif di dalam proses-proses penyelesaian hukum Penyelesaian permasalahan tersebut harus selalu mengacu pada pemenuhan hak-hak anak dan pemberian perlindungan terhadap anak sebagai korban pemerkosaan.12 Penulis juga berpendapat bahwa pelaksanaan penyidikan sebagai bentuk perlindungan hukum terhadap anak korban pemerkosaan harus mengacu pada Undang-Undang Nomor 35 tahun 2014 tentang Perlindungan Anak demi tercapainya hak anak sebagai korban, tidakhanya kepolisian namun melibatkan semua pihak baik pemerintah, lembaga penegak hukum, lembaga social, orang tua serta masyarakat. B. Faktor penghambat pelaksanan penyidikan sebagai bentuk pelindungan hukum terhadap anak korban pemerkosaan dalam keluarga (incest) Masalah pokok dalam pelaksanaan penyidikan sebagai bentuk perlindungan hukum terhadap anak adalah suatu yang kompleks dan menimbulkan berbagai permasalahan lebih lanjut, dalam hal ini Kepolisian Resort Kota Bandar Lampung dalam melaksanakan penyidikan sebagai bentuk perlindungan hukum terhadap anak korban pemerkosaan dalam keluarga, berdasarkan hasil wawancara dengan kepala Unit PPA poresta Bandar Lampung13 Faktor Penghambatnya adalah : 1. Faktor Penegak Hukum : kekurangan personil Unit PPA 12
Hasil wawancara dengan Pimpinan LSM Damar, tanggal 10 November 2015 13 Hasil wawancara dengan kepala UPPA Polresta Bandar Lampung, Tanggal 4 Oktober 2015
dalam melakukan penyidikan tindak pidana peerkosaan dalam keluarga (incest) yang korbannya anak dibawah umur. Kepolisian Resor Kota Bandar Lampung keterbatasan personil untuk menangani kasus tindak pidana pemerkosan dalam keluarga (incest) yang dilakukan oleh sdr. Z, karena banyaknya kasus tindak pidana yang terjadi di wilayah hukum Bandar Lampung membuat keterbatasan personil dalam Kepolisian Resor Kota Bandar Lampung. Dery Agung menambahkan personil di Unit PPA polresta Bandar Lampung masih belum sepenuhnya ditangani oleh personil perempuan sehingga sering terjadi korban merasa malu untuk menceritakan tindak pidana yang dialaminya. Hal ini yang menyebabkan proses penyidikan terlalu lama, ini merupakan bentuk suatu penanganan perkara menjadi terlambat. 2. Faktor Sarana dan Fasilitas Dengan keadaan wilayah Kota Bandar Lampung yang cukup luas dan daerah yang tingkat penduduknya semakin berkembang dan berfariasi suku adat serta budayanya, serta anggota kepolisisan yang ada sekarang dirasa belum cukup untuk mengcover meningkatnya kejahatan kususnya tindak pidana pemerkosaan pada anak. Hambatan lain dalam pelaksanaan penyidikan sebagai bentuk perlindungan hukum terhadap anak korban pemerkosaan dalam keluarga (incest) pasti terdapat berbagai biaya pengeluaran yang tidak sedikit, demikian juga dalam
melakukan sosialisai dan menurut Agus Rianto kurangnya dana karena dana yang disediakan tidak cukup untuk membiayai pemeriksaan kesehatan atau visum untuk sebagai alat bukti. Hal ini dikarenakan banyaknya perkara yang ada di Polresta Bandar Lampung yang perlu biaya. 3. Faktor Masyarakat kurangnya partisipasi masyarakat di wilayah hukum Polresta Bandar Lampung khusunya di tempat kejadian perkara masih kurang partisipasinya dalam melaporkan kejadian pemerkosaan terhadap anak dan meminta perlindungan hukum untuk korban dengan alasan ini merupakan aib keluarga dimana hal ini menjadi tanggung jawab keluarga korban pemerkosaan dihadapan masyarakat. Sehingga tidak maksimalnya perlindungan yang diberikan kepada korban dan keluarga korban tindak pidana pekorsaan. Berdasarkan hasil wawancara dengan Nikmah Rosidah menjelaskan, tingginya partisipasi masyarakat memiliki andil yang besar bagi keberhasilan tugas polri. Partisipasi tersebut dapat berbentuk kesadaran individu masyarakat untuk tidak melakukan hal-hal yang melanggar hukum dalam hal ini tindak pidana pemerkosaan dalam keluarga (incest) dan menjaga keluarga sebagai harta yang paling berharga dengan memberi pelajarann agama serta moral demi terwujudnya perlindungan
hukum terhadap anak 14 lingkungan keluarga.
di
4. Faktor Kebudayaan Menurut SN Laila Berkembangnya teknologi serta melalui media sosial dan media perfileman yang menampilkan adegan-adegan porno, perkembangan tren budaya masakini dikalangan remaja seringkali berpakaian minim yang dapat mengundang niat pelaku, kondisi saling memancing ini membuat pelaku dapat melampiaskan hasrat sexnya kepada anak yang di naggap lebih mudah dibandingkan orang 15 dewasa. faktor budaya ini merupakan perkembangan zaman yang tidak dapat dihindari oleh sebab itu orang tua harus lebih selektif dalam memberikan perhatian terhadap anak agar perlindungan yang diberikan terhadap anak menjadi lebih optimal. Namun tidak membatasi kreatifitas anak dalam mengeksplor kebudayaan yang terus berkembang, karena meningkatnya perkembangan kebudayaan sudah pasti terdapat nilai positif dan negatifnya disinilah peran orang tua yang menjadi orang terdekat bagi anak memberikan bimbingan, pengarahan serta nilai-nilai moral yang dapat menjadi bekal anak dalam menghadapi perkembangan budaya yang semakin pesat.
14
Hasil wawancara dengan Dosen Fakultas Hukum Pidana Universitas Lampung 15 Hasil wawancara dengan Pimpinan LSM Damar, tanggal 10 November 2015
Menurut penulis berdasarkan hasil penelitian faktor penghambat pelaksanaan penyidikan sebagai bentuk perlindungan hukum terhadap anak korban pemerkosaan dalam keluarga (incest) adalah faktor masyarakat masyarakat yang cenderung tidak mau ikutcampur dalam permasalahan rumahtangga orang lain, sikap ini yang mengakibatkan kurangnya respon cepat kepolisian dalam menangani kasus perkosaan terhadap anak karna kurangnya kerjasama masyarakat yang sangat dekat pada kasus tersebut. III. Simpulan Berdasarkan hasil penelitian dan pembahasan dalam penulisa skripsi ini, penulis menarik kesimpulan sebagai berikut : 1. Selama proses penyidikan, korban diperlakukan secara baik dan memperhatikan hak-hak anak sebagi korban sesuai ketentuan (Pasal 59 UU No 35 tahun 2014 tentang Perlindungan Anak). Perlindungan anak sendiri perlu dilaksanakan sedini mungkin, yakni sejak dari janin dalam kandungan sampai anak berumur 18 (delapan belas) tahun sesuai Undang-Undang Perlindungan Anak, serta bentuk perlindungan hukum terhadap anak sebagai korban tindak pidana pemerkosaan dalam keluarga (incest) mengacu pada UndangUndang Nomor 35 tahun 2014 tentang Perlindungan Anak yang melibatkan semua pihak baik negara, pemerintah daerah, masyarakat, keluarga, dan orang tua atau wali berkewajiban dan
bertanggung jawab terhadap penyelenggaraan perlindungan anak. 2. Faktor penghambat pelaksanaan penyidikan terhadap anak sebagai korban tindak pidana pemerkosaan dalam keluarga (incest). Tidak ada hambatan yang dihadapi dalam pelaksanaan penyidikan terhadap anak sebagai korban pemerkosaan dalam keluarga (incest). Hal ini karena pelaksanaan penyidikan telah diatur dalam Perkap. Nomor 14 tahun 2012 tentang Manajemen Penyidikan Tindak Pidana. Kendala pelaksanaan penyidikan adalah dalam hal eksekusi/pelaksanaan. Dalam praktik, pelaksanaan penyidikan korban tidak mau terbuka dan memberikan keterangan karena secara psikoligis malu dan trauma atas kejadian yang menimpa dirinya serta korban tidak berani memberikan keterangan atau kesaksian karena adanya ancaman dari pelaku. Adanya hambatan mencari saksi guna penyidikan, hambatan yang berasal dari pelaku yang memberikan keterangan tidak sesuai dengan apa yang di sampaikan saksi atau korban, kurangnya dana yang ada untuk membiayai perkara, yaitu untuk membiayai hasil visum korban guna digunakan sebagai alat bukti ataupun untuk ahli psikolog anak. Faktor-faktor penghambat dalam upaya pelaksanaan pelindungan hukum terhadap anak sebagai korban tindak pidana pemerkosaan dalam keluarga (incest). Seperti faktor penegak hukum, faktor sarana dan fasilitas, faktor masyarakat, faktor budaya menjadi sorotan
kita saat ini, faktor-faktor tersebut menjadi penghambat dalam penegakan hukum untuk memberikan perlindungan hukum bagi anak korban tindak pidana pemerkosaan dalam keluarga (incest). DAFTAR PUSTAKA A. Literatur Rosidah,Nikmash, Penyidik Pegawai Negeri Sipil (PPNS), Pustaka Megister, Semarang, 2012 Nawawi Arif, Barda, 2001, Masalah Penegakkan Hukum dan Kebijakan Penanggulangan Kejahatan, Citra Aditya Bakti, Jakarta, 2001, Adami Chazawi, Hukum Pidana Materil dan Formil Korupsi di Indonesia, Bayumedia Publishing, Malang, 2005 Andrisman, Tri, Buku Ajar Hukum Peradilan Anak, Universitas Lampung, Bandar Lampung, 2013 B. Sumber Hukum Undang-Undang Dasar 1945 hasil Amandemen Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1946 Jo Undang-Undag Nomor 73 Tahun 1958 tentang Pemberlakuan Wetboek van Straafrecht sebagai Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (KUHP) di Indonesia;
Undang-Undang Nomor 8 tahun 1981 tentang Kitab Undang-Undang Hukum Acara Pidana (KUHAP);
Undang-Undang Nomor 2 Tahun 2002 tentang Kepolisian Negara Republik Indonesia; Undang-Undang Nomor 35 Tahun 2014 tentang Perlindungan Anak