BAB IV BENTUK KESEIMBANGAN TATA PERAN PELAKU EKONOMI Dalam rangka memecahkan pokok permasalahan strategis seperti yang telah disampaikan dalam bab III, dan dengan menggunakan tata pikir pendekatan kesisteman perlu lebih dahulu dibahas pengertian sistem perekonomian Indonesia yang mewadahi dinamika peran pelaku ekonomi dalam proses transformasi SDA. Sistem ekonomi termasuk kedalam sistem terbuka, yang dipengaruhi oleh lingkungan fisik (geografi, sumberdaya alam, dan demografi), dan lingkungan non fisik (ideologi, politik, ekonomi, sosialbudaya, dan pertahanan-keamanan). Sistem terbuka berbeda dengan sistem tertutup, di mana dalam sistem tertutup perubahan akan selalu kembali kepada kesetimbangan awal yang tidak terjadi pada sistem terbuka. Dengan demikian dalam sistem perekonomian yang sifatnya terbuka, kesetimbangan yang baru dicapai diharapkan memiliki nilai yang lebih tinggi daripada nilai kesetimbangan yang sebelumnya atau yang awal. Secara implisit sistem merupakan suatu bentuk yang memiliki: a. Tujuan, yaitu suatu kondisi yang ingin diwujudkan melalui sistem bersangkutan, yang dalam operasionalisasinya dijabarkan dalam beberapa bentuk missi yang saling menunjang. b. Komponen, merupakan bagian atau sub-bagian yang membentuk sistem bersangkutan. Komponen inilah yang nantinya akan mengemban dan melaksanakan macam-macam missi tersebut. c. Lingkungan, yaitu kondisi dimana sistem yang dimaksud itu beroperasi, dipengaruhi serta dikendalikan. d. Sumberdaya dan Pengelola, adalah sarana kelengkapan sistem bersangkutan yang diperlukan untuk mewujudkan tujuan sistem. Yang dimaksud dengan pengelola adalah pengelola sumberdaya yang berada dalam sistem dan pengelola dari sistem bersangkutan. A. Sistem Ekonomian Pancasila (SE (SEP) Apabila kita baca berkali-kali dan kita renungkan benar-benar, sila-sila Pancasila sebagaimana tercantum dalam Mukaddimah UUD 1945, maka akan dapat kita rasakan bahwa pembentukan Negara Republik Indonesia, yang merdeka dan bebas dari penjajahan bangsa asing itu, disamping untuk melindungi segenap bangsa, memajukan kesejahteraannya serta mencerdaskan kehidupannya adalah amat penting untuk mencapai tujuan akhir yaitu terwujudnya keadilan sosial bagi seluruh Rakyat. Sejak semula para pendiri Republik Indonesia ini bermaksud membentuk Negara sebagai wahana untuk mengejar cita-cita bangsa. Salah satu cita-cita penting adalah mengusahakan kesejahteraan sosial. Negara merdeka yang dibangun dengan perjuangan dan peperangan yang mahal, haruslah mampu meningkatkan kesejahteraan setiap warganya dan mampu
42
membebaskan mereka dari keterbelakangan, kemiskinan dan kebodohan. Dalam hubungan lingkup makna kemerdekaan seperti itu, sistem perekonomian yang ingin kita rumuskan harus mampu mewadahi program-program kegiatan dan kebijakan ekonomi, yang mengarah pada perwujudan keadilan sosial tersebut. Dengan demikian apa yang dicita-citakan oleh bangsa Indonesia itu menggambarkan suatu tatanan masyarakat yang memiliki keadilan sosial bagi seluruh masyarakat, dengan pengertian seluruh rakyat besar-kecil dari kelompok sosial manapun juga harus dapat mampu menikmati rasa aman dan tenteram. Inilah yang sering disebut dengan masyarakat adil dan makmur, tata tentrem kerta raharja. Dalam UUD 1945 kita dapat menemukan 3 pasal yang menyangkut kesejahteraan sosial dan keadilan sosial, baik yang berupa hak warga negara maupun kewajiban terhadap warga negaranya. Pasal-pasal itu adalah pasal 27 ayat 2, pasal 33 dan pasal 34 Pada pasal 27 ayat 2 menyatakan dengan tegas, “bahwa tiap-tiap warga negara berhak atas pekerjaan dan penghidupan yang layak bagi kemanusiaan.” Itu berarti bahwa negara memiliki kewajiban (moral dan material) untuk sedapat mungkin menciptakan pekerjaan bagi setiap orang yang mau, mampu dan ingin bekerja sehingga mereka dapat menikmati penghidupan yang layak. Dalam hubungan itu pasal 33 UUD 1945 telah memuat ketentuan yang mengisyaratkan tujuan perturan perekonomian nasional yaitu peningkatan kesejahteraan bagi seluruh rakyat dan bukan kemakmuran orang seorang. Adapun ketentuan dalan pasal 33 UUD 1954, beserta penjelasannya adalah sebagai berikut: 1. Perekonomian disusun sebagai usaha bersama berdasar atas azas kekeluargaan 2. Cabang-cabang produksi yang penting bagi negara yang menguasai hajat hidup orang banyak dikuasai oleh negara; 3. Bumi dan air dan kekayaan alam yang terkandung didalamnya dikuasai oleh negara dan digunakan sebesar-besar kemakmuran rakyat; Sedangkan penjelasan dari pasal 33 tersebut, yang tercantum dalam bab Kesejahteraan Sosial menyebutkan: “Dalam pasal 33 tercantum dasar demokrasi ekonomi, produksi dikerjakan oleh semua, untuk semua dibawah pimpinan atau penilaian anggota-anggota masyarakat. Kemakmuran masyarakatlah yang diutamakan, bukan kemakmuran orangseorang. Sebab itu perekonomian disusun sebagai usaha bersama berdasar atas azas kekeluargaan. Bangun perusahaan yan g sesuai dengan itu ialah koperasi. Perekonomian berdasar atas demokrasi ekonomi, kemakmuran bagi semua orang ! sebab itu cabang-cabang produksi yang penting bagi negara yang menguasai hidup orang banyak harus dikuasai
43
oleh negara. Kalau tidak, tampak produksi jatuh ketangan orangorang yang berkuasa dan rakyat banyak ditindasinya. Hanya perusahaan yang tidak menguasai hajat hidup orang banyak boleh ada ditangan orang-orang. Bumi dan air dan kekayaan alam yang terkandung dalam bumi adalah pokok-pokok kemakmuran rakyat. Sebab itu harus dikuasai oleh negara dan dipergunakan sebesar-besarnya untuk kemakmuran rakyat. Pasal 34 menyatakan: “fakir miskin dan anak-anak terlantar dipelihara oleh Negara” Penjabaran lebih lanjut dari pasal tersebut di atas telah diwujudkan diantaranya melalui keluarnya UU Nomor 12/1067 tentang Pokok-pokok Perkoperasian, di mana dinyatakan: “Koperasi bersama-sama sektor ekonomi negara dan swasta bergerak disegala sektor kegiatan dan kehidupan ekonomi bangsa, dalam rangka memampukan dirinya bagi usaha-usaha untuk mewujudkan masyarakat sosialisme Indonesia yang berdasarkan Pancasila, yang adil dan makmur dan diridhoi Tuhan Yang Maha Esa” Berdasarkan atas berbagai informasi mengenai tujuan BANGNAS disertai dengan ketentuan perundang-undangan yang mendasarinya, berikut ini disampaikan beberapa pokok pikiran mengenai sistem perekonomian Indonesia yaitu: Sistem Perekonomian Indonesia adalah suatu Sistem Perekonomian yang berdasarkan Pancasila (SPBP). Sebagai suatu sub-sistem dari sistem BANGNAS bersama-sama dengan missi yang diemban oleh sub sistem Politik, Sosial, Budaya dan Pertahanan Keamanan, bertujan untuk mewujudkan tujuan dari sistem yang dimaksud yaitu masyarakat maju yang adil dan makmur berdasarkan Pancasila. SPBP merupakan wadah pelaksanaan proses transformasi SDA dan SDM, yang dilakukan oleh ketiga struktur kelembagaan yaitu ketiga komponen utama pelaku ekonomi yang terdiri atas: 1. Badan Usaha Milik Negara (BUMN) 2. Koperasi; 3. Perusahaan Perorangan (Swasta) Penjabaran kaidah-kaidah dari pola interaksi dalam SPBP sebagai suatu lingkungan sistem, diharapkan dapat memberikan perlindungan, pemeliharaan (perawatan) dan pengembangan diri tata peran ketiga pelaku ekonomi tersebut. Hakekat SPBP adalah demokrasi ekonomi yang memiliki landasan jiwa dan kaidah kekeluargaan. Dan, azas kekeluargaan sebagai jiwa
44
SPBP mempunyai makna berupa keinsyafan dan kesadaran semangat untuk bekerjasama dan bertanggungjawab bersama-sama baik atas tercapainya tujuan maupun terhadap berbagai akibat dari suatu karya, tanpa suatu mendahulukan kepentingan diri sendiri tetapi lebih mengutamakan kebahagiaan bersama dengan seluruh masyarakat. Azas kekeluargaan mencerminkan kesadaran budi hati nurani manusia untuk mengerjakan segala sesuatunya berdasarkan keadilan dan kebenaran serta keberanian berkorban bagi kepentingan bersama. Dengan demikian azas gotong royong dan kekeluargaan sebagai landasan kaidah operasional; harus merupakan faham yang dinamis menjiwai serta menggambarkan suatu karya alamiah bersama, yang bersifat saling bantu-membantu berdasarkan rasa keadilan dan cinta kasih. Penerapannya dilakukan melalui penciptaan karya dan pengarahan daya untuk menumbuhkan azas tersebut, di mana jika diperlukan dengan memberanikan diri bersedia mengarungi hakhaknya sendiri, dalam batas-batas rasa keadilan dan cinta kasih tersebut. Selanjutnya hingga saat ini masyarakat baru memahami azas kekeluargaan tersebut dalam pengertian sebagai jiwa atau kaidahkaidah pedoman pelaksanaan suatu kegiatan, sebagaimana yang telah diuraikan tersebut diatas (Pontan Harahap dan Mubyarto). Padahal sesungguhnya kejelasan mengenai makna dari azas tersebut dalam bentuk operasional yang sangat mendasar sifatnya. Oleh karena itu pemahaman azas kekeluargaan dalam pelaksanaan kegiatan perekonomian, harus selalu dikaitkan dengan konsekuensi logis yang tercakup dalam azas yang dimaksud. Hanya dengan demikian makna azas kekeluargaan itu dapat diuraikan lebih lanjut dan lebih spesifik lagi dalam bentuk tata aturan yang lebih operasional sifatnya, yaitu: 1. Setiap pelaku ekonomi mempunyai hak hidup yang sama. Namun harus ditempatkan dalam sistem perekonomian Nasional secara proporsional yang sesuai dengan ciri dan missi yang diembannya. Dengan demikian setiap pelaku ekonomi akan memiliki posisi tertentu dalam sistem tersebut. Posisi tersebut menunjukkan situasi hubungannya dengan pelaku ekonomi lainnya. Atas dasar itulah status mereka akan dapat diukur berdasarkan prestasi operasionalnya. Tingkat prestasi itu sekaligus akan menunjukkan pula tingkat komitmen dari setiap pelaku ekonomi terhadap missi yang diembannya. 2. Pengelolaan atas faktor produksi akan dilakukan oleh setiap pelaku ekonomi, sesuai dengan lingkup kemampuannya dalam masing-masing posisinya. Dengan cara itu pemanfaatan sumberdaya akan dapat dilakukan sesuai dengan statusnya. Disamping itu, cara tersebut secara operasional akan dapat membantu menghindari timbulnya kecenderungan penguasaan sepenuhnya (100%) atas sumberdaya tertentu.
45
Di pihak lain Pemerintah juga akan lebih mudah untuk melaksanakan tanggung jawabnya dalam mengarahkan dan mengendalikan sumberdaya secara nasional. STATUS PRESTASI DLM LINGKUPNYA STABILITAS
KOPERASI SWASTA
PEMERINTAH
BUMN GAMBAR IV POSISI DAN SATATUS PELAKU EKONOMI DALAM PEMBANGUNAN NASIONAL
PERTUMBUHAN
3.
Sebagai bagian dari suatu sistem, setiap pelaku ekonomi akan berinteraksi dan berinter-relasi satu sama lainnya. Itu berarti dalam SPBP setiap pelaku ekonomi akan tergantung dari pelaku ekonomi lainnya, (gambar IV). Bentuk hubungan yang terbatas pada sekelompok pelaku ekonomi dalam posisi yang sama hanya akan menciptakan bentuk oligopoly yang kolusif sifatnya. Bentuk itu sebagaimana diuraikan dimuka akan merugikan SPBP, dan karenanya harus dihindarkan Untuk menghindari hal tersebut perlu diciptakan bentuk hubungan antar pelaku ekonomi dari posisi yang berbeda. Bentuk itu dapat dikembangkan sendiri oleh para pelaku ekonomi bersangkutan, dengan catatan bahwa bentuk itu harus diwarnai dengan tata krama berdasarkan jiwa dan kaidah azas kekeluargaan. Tata krama yang dimaksud harus memungkinkan setiap pelaku ekonomi mampu mengembangkan nilai statusnya guna mewujudkan tujuan dan missi yang dimilikinya. Itu berarti bahwa posisinya tidak boleh hancur hanya karena adanya bentuk hubungan dalam pemanfaatan SDA. Dengan demikian tata krama itu kan memuat halhal yang berfungsi untuk mengatur, memelihara dan mengembangkan sikap mental dan tata perilaku yang sifatnya saling mendidik dalam arti yang seluas-luasnya.
46
Dalam hubungan itu Negara menguasai sumberdaya alam dan melaksanakan pengelolaan strategis atau SPBP. Hal itu sesuai dengan ketentuan perundang-undangan yang menyatakan: “Bumi dan air dan kekayaan alam yang terkandung didalamnya dikuasai oleh Negara yang dipergunakan untuk kemakmuran rakyat secara optimal.” Dengan demikian dapat disimpulkan bahwa tanggung jawab atas pengelolaan SPBP ada ditangan Pemerintah, dengan lingkup kewenangan untuk mengatur: penentuan bidang usaha, badan usaha, penanggungjawab pengelolaan atas sumberdaya (pelaksanaan transformasi SDA dan SDM), serta menentukan pula rumusan mekanisme pengendalian strategis SPBP secara Nasional (makro). Dengan tanggungjawabnya itu pemerintah diharapkan dapat memberikan pengarahan dan bimbingan secara efektif kepada para pelaku ekonomi melalui berbagai instrumen kebijakan dan penyusunan Perencanaan Nasional. Dengan cara demikian untuk selanjutnya akan dapat diciptakan iklim berusaha yang sehat bagi pengembangan dan perkembangan kegiatan perekonomian (dunia usaha) dimasa-masa mendatang. Dengan mendasarkan pada berbagai ketentuan dari pasal-pasal tersebut dalam UUD 1945 beserta penjelasannya, disertai dengan uraian pokok-pokok pikiran mengenai ketentuan tersebut, maka ciri-ciri dari SPBP akan dapat dijabarkan sebagai ketetapan dalam bentuk GBHN tentang Pola Umum Pembangunan Nasional. Adapun landasan dasarnya tetap berupa Trilogi Pembangunan, yang mencakup:: Pemerataan, Pertumbuhan dan Stabilitas.. B. Model Keseimbangan Tata Peran Pelaku Ekonomi
1. Gambaran Umum Bentuk SPBP sebagai wadah kegiatan ekonomi, sebagaimana telah diuraikan dimuka, merupakan suatu kondisi lingkungan dalam mana berbagai kegiatan ekonomi akan dilakukan oleh para pelaku ekonomi. Dalam hubungan itu telah pula dirumuskan pokok-pokok permasalahan strategis yang dewasa ini sedang dihadapi dalam sistem perekonomian kita. Pokok permasalahn itu pada akhirnya menuntut dilakukannya upaya penyesuaian, peningkatan dan pemantapan dari tata peran antar pelaku ekonomi. Demikian pula telah disampaikan kecenderungan lingkungan strategis dimasa mendatang. Untuk mengatasi masalah pokok tersebut diperlukan suatu model keseimbangan tata peran antar pelaku ekonomi (MKTPPE), yang diharapkan secara strategis mampu menjawab peningkatan efisisensi dan produktivitas Nasional. Sebagaimana diketahui para pelaku ekonomi memiliki peran yang menentukan dalam proses transformasi SDA. Peran itu merupakan bagian integral dari sistem perekonomian.
47
Dengan dasar pengertian seperti itu, model yang akan dikembangkan hendaknya berpedoman pada berbagai ketentuan strategis dari SPBP seperti yang telah diuraikan. Dalam hal ini pengaturan posisi dari peran para pelaku ekonomi akan tetap didasarkan pada prinsip Demokrasi Ekonomi dan Tata Krama yang mengatur perilaku para pelaku ekonomi tersebut berlandaskan pada jiwa dan kaidah azas kekeluargaan.
2. Ruang Lingkup Model MKTPPE disusun dan dikembangkan selanjutnya dalam hubungannya dengan pembinaan seluruh aspek kehidupan Nasional menuju terwujudnya TANNAS yang berdasarkan WASANTARA. Komponen MKTPPE terdiri atas tiga pelaku ekonomi yaitu, BUMN, koperasi dan Perusahaan Swasta. Dalam hubungan itu Pemerintah bertanggungjawab atas pengendalian strategis atas pengembangan MKTPPE tersebut.
3. Beberapa Asumsi Model Mengingat bahwa MKTPPE yang disusun ini merupakan suatu bentuk sistem terbuka,maka diperlukan beberapa asumsi dasar yang digunakan dalam proses penyusunan yang dimaksud. Beberapa asumsi pokok diantaranya: 1. Model, disusun dengan lingkup kurun waktu sampai pada kondisi tinggal landas, yaitu akhir Pelita VI. 2. Pengaturan posisi pelaku ekonomi dalam bentuk model diharapkan dapat mendukung berperannya para pelaku ekonomi dalam mewujudkan berhasilnya tujuan BANGNAS. 3. Bahwa diwaktu mendatang berbagai perubahan yang terjadi atas faktor lingkungan tidak mempunyai pengaruh yang signifikan terhadap berbagai prinsip dasar yang digunakan untuk mengembangkan MKTPPE.
4. Ciri-ciri Model Berdasar atas asumsi tersebut, MKTPPE disusun dan dikembangkan dengan menggunakan konsep sistem yang komprehensif integral. Artinya adalah bahwa tujuan BANGNAS yang dilandaskan pada Trilogi Pembangunan harus dapat terwujudkan melalui pelaksanaan kegiatan operasional dari para pelaku ekonominya. Pelaksanaan kegiatan dalam model dimaksud harus tetap sesuai dengan ciri dari masing-masing organisasi pelaku ekonomi. Melaui desain model seperti itu diharapkan agar berbagai perbedaan dan kelemahan yang terkait (inherent) dalam MKTPPE akan dapat diatasi melalui kontribusi dari kekuatan yang dimiliki oleh masing-masing pelaku ekonomi. Dengan cara seperti itu dinamika sistem MKTPPE. Akan terwujud sebagai hasil dari terciptanya proses kerjasama dan interaksi bisnis akan pelaku ekonomi yang bersangkutan.
48
Adapun bentuk MKTPPE seperti itu mempunyai ciri-ciri sebagai berikut: a. Memiliki Wawasan Nusantara Ciri ini memungkinkan para pelaku ekonomi berinteraksi dan berinter-relasi satu sama lain dalam lingkup konsep WASANTARA. Kejadian semacam itu kan mendukung terwujudnya kesatuan politik, kesatuan sosial budaya dan kesatuan pertahanan-keamanan melalui upaya pencapaian tujuan BANGNAS. b. Mendukung Ketahanan Nasional (TANNAS) Kegiatan para pelaku ekonomi yang efisien dan efektif, sesuai dengan kaidah-kaidah azas kekeluargaan akan menjamin keberhasilan pencapaian tujuan peningkatan kesejahteraan dan keamanan, sebagai unsur pokok dari TANNAS. c. Ingralistik Interaksi dan inter-relasi antar pelaku ekonomi dalam model ini harus saling mendukung dan mengarah pada terwujudnya efisiensi dan produktifitas nasional. Hal ini dimungkinkan jika informasi pasar bersifat terbuka, dan bentuk kerjasama diwujudkan menurut kaidah-kaidah yang telah ditetapkan (sifat holistik dari sistem). Demikian pula integrasi, sebagai hasil kerjasama antar pelaku ekonomi akan dapat memberikan hasil lebih, dibanding dengan hasil yang dapat dicapai melalui kegiatan masingmasing pelaku ekonomi (konsep sinergi) d. Dinamik MKTPPE ini memiliki dinamika kegiatan yang terbentuk melalui mekanisme pasar, sebagai hasil yang tumbuh dari faham azas kekeluargaan yang aktif. Kompetisi antar pelaku ekonomi akan tetap ada, namun bukan untuk saling mengalahkan dan mematikan akan tetapi justru dimaksudkan untuk memberikan tingkat pelayanan yang terbaik bagi masyarakat luas. Hanya dengan cara demikian maka pengembangan sumberdaya akan dapat dilakukan secara efisien dan efektif dalam lingkup makro. e. Kibernetik MKTPPE ini memiliki beberapa kemampuan atau prestasi untuk menyesuaikan dirinya terhadap berbagai perubahan kondisi SPBP. Dengan demikian prestasi model atau prestasi masing-masing pelaku ekonomi akan selalu dapat disesuaikan dengan berbagai perubahan tuntutan yang ada.
49
5. Bentuk Model Tujuan akhir dari BANGNAS adalah terwujudnya keadilan dan keamakmuran masyarakat. Keadilan dan kemakmuran masyarakat secara umum dapat diukur dari terpenuhinya berbagai kebutuhan hajat hidup. Pemenuhan kebutuhan itu sendiri merupakan tuntutan kebutuhan yang timbul dari sasaran Trilogi Pembangunan. Dalam lingkup pengertian seperti itu, dinamika tata peran pelaku ekonomi dengan segala ciri dan masing-masing prestasinya akan dapat dinilai dari besarnya sumbangan terhadap upaya ikut menentukan tercapainya keadilan dan kemakmuran masyarakat, melalui terwujudnya sasaran Trilogi Pembangunan. Nampaknya masing-masing pelaku ekonomi mempunyai keunggulan komparatif yang dapat digunakan sebagai dasar untuk menempatkan mereka pada posisinya yang tepat dalam MKTPPE. Penempatan mereka dalam model dimaksudkan untuk dapat memanfaatkan SDA, sebagai suatu bentuk konsekuensi logis dari penerapan dan pengalaman jiwa dan kaidah azas kekeluargaan. Secara fisik penempatan pelaku ekonomi mempunyai makna sebagai upaya mengatur pembagian kerja berdasarkan spesialisasi yang dimiliki oleh masing-masing pelaku ekonomi tersebut. Pola itu diharapkan dapat mendukung proses peningkatan efisiensi dan produktivitas nasional. Dalam masing-masing posisinya, mereka akan memiliki status yang menunjukkan fungsi dan dimensi operasional kegiatannya. Fakor-faktor tersebut mempunyai pengaruh besar terhadap peranannya dalam SPBP. Secara bersamaan peranan itu juga akan dipengaruhi oleh faktor lain yaitu ciri dari organisasinya dan missi yang diembannya. Kesemuanya itu akan menghasilkan kekuatan maupun kelemahan pada satu pelaku ekonomi disbanding dengan pelaku ekonomi lainnya. Adapun berbagai aspek yang tercantum dalam faktor “kekuatan” dapat digolongkan sebagai keunggulan konparatif dari suatu organisasi pelaku ekonomi. Sehubungan pengertian seperti itu, jika diperhatikan maka ketiga pelaku ekonomi maka BUMN umumnya cenderung memiliki posisi peran stabilator dan pemerataan. Koperasi, disatu pihak sesuai dengan ciri organisasinya cenderung memiliki keunggulan komparatif untuk mengemban peran pemerataan, walaupun di pihak lain organisasi ini juga memiliki kemampuan membina aspek pertumbuhan tetapi lebih tampak pada masing-masing anggota yang tergabung di dalamnya. Sedangkan perusahaan Swasta. Sedangkan perusahaan Swasta cenderung memiliki keunggulan komparatif dalam peranannya guna mendukung aspek pertumbuhan, dan relatif kecil peluangnya untuk melaksanakan peran pemerataan. Namun demikian kecenderungan atas pemilikan keunggulan komparatif dalam masing-masing organisasi pelaku ekonomi seperti tersebut di atas, tidak harus membatasi pencapaian
50
tujuan organisasi hanya pada satu bidang sasaran saja. Hal itu disebabkan karena ketiga bidang sasaran yang tercantum dalam Trilogi Pembangunan merupakan satu kesatuan yang tidak mungkin atau sulit untuk dapat dipisah-pisahkan satu dengan lainnya. Di samping itu tetap terbuka kemungkinan guna memberikan bobot yang lebih besar pada salah satu bidang sasaran, yang kerap kali berlaku dalam kurun waktu tertentu. Dengan menggunakan berbagai pokok pikiran semacam itu, maka bentuk dari MKTPPE yang disarankan dalam proses pengembangan SDA ditunjukkan seperti dalam tabel IV. TABEL IV MODEL KESEIMBANGAN KESEIMBANGAN TATA PERAN ANTARA SEKTOR, NEGARA DAN SWASTA DALAM PENGAMBANGAN SDA SUMBERDAYA ALAM
Fungsi PEMILIKAM
PERENCANAAN PENGELOLA
PENGAWASAN
Pemerataan+Stabilitas+ Pertumbuhan Pertumbuhan+Stabilitas+ Pemerataan
Diproduksi oleh Rakyat BUMN KOPERASI BUMN dan KOPERASI PEMERINTAH dan MASYARAKAT BUMN KOPERASI BUMN dan KOPERASI
PEMERINTAH dan MASYARAKAT
Tidak diproduksi oleh Rakyat
Pertumbuhan+Stabilitas+ Pemerataan Cabang Produksi yang tidak penting dan tidak menguasai Hajat Hajat Hidup Orang Banyak -
BUMN KOPERASI BUMN dan KOPERASI/SWASTA KOPERASI dan SWASTA
SWASTA
PEMERINTAH MASYARAKAT MASYARAKAT
PEMERINTAH MASYARAKAT
dan
BUMN dan BUMN KOPERASI BUMN dan SWASTA KOPERASI dan SWASTA PEMERINTAH dan MASYARAKAT
dan
WASTA
PEMERINTAH MASYARAKAT
dan
Diproduksi Subiakto Tjakrawerdaja, 1986 Uraiannya bersifat kualitatif karena dimaksudkan untuk menunjukkan letak posisi dari masing-masing pelaku ekonomi. Dasar penempatan mereka dilakukan dengan mempertimbangkan dua kriteria pokok, yaitu: (a). fungsi dari komponen aspek pengelolaan kegiatan usaha, dan (b). penggolongan proses pemanfaatan SDA untuk memenuhi hajat hidup orang banyak. Bertolak dari lingkup fungsi pengelolaan kegiatan
51
pemanfaatan SDA, penilaian akan dilakukan terhadap berbagai aspek keorganisasi yang terdiri atas: 1. Pemilikan Usaha; 2. Perencanaan Usaha; 3. Pengelolaan Sumberdaya (kewenangannya); 4. Pengawasan Usaha. Di sisi lainnya penilaian terhadap proses pemanfaatan SDA didasarkan pada ketentuan perundang-undangan, dan menghasilkan bentuk penggolongan posisi pelaku ekonomi, sebagai berikut: a. Cabang produksi yang penting dan menguasai hajat hidup orang banyak; b. Cabang produksi yang tidak penting dan tidak menguasai hajat hidup orang banyak; Dalarn hubungan itu telah digunakan kriteria hajat hidup orang banyak seperti yang ditetapkan oleh ILO. Hajat hidup dapat diukur dari dua elemen kebutuhan pokok masyarakat, yaitu kebutuhan yang: 1.termasuk persyaratan minimum tertentu bagi konsumsi suatu keluarga sendiri terdiri atas pangan yang cukup, pakaian dan perumahan; 2. termasuk penyediaan pelayanan-pelayanan yang mendasar seperti air minum bersih, sanitasi, fasilitas kesehatan dan pendidikan serta angkutan umum. Selanjutnya penggolongan atas proses pernanfaatan SDA masih dibagi lagi secara lebih sepsifik, yaitu kegiatan usaha yang: a). Diproduksi oleh rakyat dan digunakan oleh rakyat; b). Tidak diproduksi oleh rakyat tetapi digunakan oleh rakyat; c). Tidak diproduksi oleh rakyat dan tidak digunakan pula oleh rakyat. Bertolak dari komponen matrik penilaian tersebut, dalam tabel IV di muka, dari bentuk MKTPP dapat dicatat beberapa hal yang strategis sifatnya, yaitu: 1. Bahwa sampai pada kondisi tinggal landas rne:ndatang, Koperasi dan BUMN masih harus memegang peran utama dalam pemilikan atas kegiatan, usaha diberbagai bidang, terutama yang menguasai hajat hidup orang banyak. Dalam masa-masa sesudah tahap tinggal landas selanjutnya, peran BUMN dalam hal pemilikan usaha hendaknya secara bertahap mulai dikurangi dan secara bersamaan diimbangi dengan peningkatan peran Koperasi dalam pemilikan sesuai dengan kemampuannya. Itu berarti bahwa Koperasi secara bertahap diharapkan dapat menunjukkan sifat kesokoguruannya (substantif makro). 2. Perencanaan dan pengawasan teshadap MKTPPE berada di tangan Pemerintah dan masyarakat yang diwakili oleh DPR. Aspek ini
52
tetap dipertahankan sepanjang tidak ada pertimbangan lain yang diputuskan oleh DPR sebagai wakil rakyat. 3. Setiap pelaku ekonomi, sesuai dengan ciri dan missi organisasinya, ditempatkan dalam posisinya agar dapat melaksanakan fungsi pengelolaan yang menjadi tanggung jawabnya. Dengan demikian secara umum, bidang-bidang usaha yang mengandung unsur pemerataan dan menguasai hajat hidup orang banyak, secara prioritas akan dikelola oleh koperasi dan BUMN. Sedangkan bidang usaha yang lainnya akan ditangani oleh pihak perusahaan swasta. Secara kuantitatif pengaturan pembagian posisi dalam MKTPPE diatur berdasarkan atas tingkat kamampuan umum dari organisasi pelaku ekonomi tersebut. Jika satu pelaku ekonomi ditetapkan untuk menduduki satu posisi maka diproyeksikan bahwa pelaku ekonomi tersebut selain telah memenuhi persyaratan dasar dalam wujud kriteria matrik tersebut di muka, paling tidak menguasai secara dominan kegiatan operasional bidang usaha yang dimaksud. Ketentuan semacam itu dimaksudkan hanya untuk memberikan makna tentang adanya perbedaan hak dan kewajiban dari pelaku ekonomi. Perbedaan itu terjadi sesuai dengan peranannya (yang dilakukan dalam masing-masing posisinya) untuk memanfaatkan SDA dalam MKTPPE. Dan pada gilirannya perbedaan atas faktorfaktor tersebut akan membentuk dinamika kerja sama dan bentuk struktur dari model tata peran pelaku ekonomi yang telah disusun itu. Untuk menjaga keseimbangan posisi para pelaku ekonomi, yang berarti juga menjaga keseimbangan status mereka sendiri, diperlukan suatu tata aturan atau tata krama yang untuk selanjutnya akan dibahas dalam sub bab berikut ini.
6. Mekanisme Operasional Bentuk MKTPPE di muka akan diperlengkapi dengan mekanisme operasional yang dapat digunakan untuk memaksimalkan dinamika interaksi dan Inter-relasi antar pelaku ekonomi, sehingga akan dapat diwujudkan jiwa dan kaidah azas kekeluargaan sebagaimana yang dimaksudkan dalam UUD 1945. Mekanisme operasional MKTPPE akan disesuaikan dengan tata peran para pelaku ekonomi agar dapat mendukung, merawat dan sekaligus mengembangkan proses penerapan model tersebut menuju bentuk idealnya. Sebagaimana diketahui secara teoritis ada dua macam pola sistem ekonomi, yaitu: Sistem mekanisme pasar dan sistem mekanisme komando dari pusat. Dalam sistem mekanisme pasar pola interaksi antar pelaku ekonomi sangat ditentukan oleh mekanisme komando dari pusat. Dalam sistem mekanisme pasar pola interaksi antar pelaku ekonomi sangat ditentukan oleh mekanisme harga. Oleh karena itu sepenuhnya harus dapat diusahakan bekerjanya bentuk pasar yang bebas (bersaing secara sempurna). Di pihak lain dalam sistem
53
mekanisme komando, interaksi antar pelaku ekonomi dan penentuan harga hanya akan bekerja menurut otoritas sepenuhnya dari pusat (yang biasanya dipegang dan diatur oleh Pemerintah setempat). Sehubungan dengan hal itu, SPBP yang dikehendaki di sini bukanlah merupakan sistem yang menganut pola sistem ekonomi pasar dan bukan juga merupakan wujud dari sistem ekonomi komando. SPBP mempunyai ciri sendiri, walaupun ada persamaan dalam beberapa hal dengan kedua macam sistem tersebut. Dalam lingkup SPBP, sebagai wadah proses penyesuaian struktural dari perekonomian Indonesia, dinamika pasar tetap ditumbuhkan walaupun tidak boleh dibiarkan tumbuh secara bebas. Oleh karena itu perlu dikendalikan melalui jiwa dan kaidah azas kekeluargaan, sebagaimana yang dimaksudkan dalam konstitusi kita: Dengan cara seperti itu akan dapat dihindari munculnya pola persaingan bebas, yang justru di dalam ekonomi pasar tidak mendorong proses penyesuaian struktur perekonomian tersebut (Emil Salim, 1979). Cara itu pula yang nantinya dapat membantu untuk menghindarkan tumbuhnya konsentrasi kekuatan ekonomi, misalnya dalam bentuk oligopoli atau monopoli di sainping oligopsoni ataupun monopsoni. Dengan demikian yang dimaksudkan dengan pengendalian pasar dalam SPBP tidak lain merupakan upaya untuk menghindarkan hal-hal yang justru dapat mematikan para pelaku ekonomi sendiri. Untuk selanjutnya berdasakan pola tersebut setiap pelaku ekonomi akan memiliki peluang dan hak hidup yang sama serta setaraf, di mana pda gilirannya akan mendorong interaksi yang saling mendukung guna menghasilkan pengaruh sinergi. Kesemuanya itu diharapkan dapat membantu meningkatkan efisiensi dan efektivitas dari pola ketergantungan antar pelaku ekonomi, yang mampu mempercepat terwujudnya kemakmuran bersama. Mekanisme operasional MKTPPE pada dasarnya mengacu pada pola SPBP. Dengan mekanisme tersebut diupayakan lebih lanjut penjabaran dua prinsip pokok dalam SPBP menjadi berbagai langkah yang lebih spesifik sifatnya. Adapun dua prinsip pokok tersebut adalah: a. mengangkat kehidupan dan hidupnya orang seorang yang lemah ekonominya; b. menggunakan prinsip kebersamaan untuk mencapai nilai tambah yang maksimal. Dasar dari mekanisme operasional MKTPPE adalah integrasi kegiatan antar para pelaku ekonomi, yang dilaksanakan dalam bentuk kerja sama antar pelaku ekonomi dengan menekankan pada bentuk hubungan timbal balik dari dua atau lebih pelaku ekonomi. Hubungan itu dimaksudkan sebagai upaya untuk mempertahankan dan mengembangkan berbagai kegiatan mereka secara bersama dalam
54
SPBP. Agar proses interaksi dan inter-relasi tersebut dapat berjalan secara efisien dan efektif menuju pada bentuk integrasi kegiatan ekonomi, diperlukan pula daya lentur atau fleksibilitas dari mekanisme operasional model ini. Daya lentur itu dimaksudkan sebagai kemampuan pula untuk mengakomodasikan berbagai perubahan yang terjadi dalam situasi dan kondisi lingkungan strategis, di samping terjadinya perubahan dalam sumberdaya, tingkat kualitas dan kemampuan serta potensi organisasi pelaku ekonomi bersangkutan. Dalam hubungan itu beberapa ciri strategis dari mekanisme operasional MKTPPE yang mempengaruhi pengaturan dari proses integrasi dan kerjasama antar ketiga pelaku ekonomi, melalui bentuk hubungan vertikal dan horisontal, adalah bahwa: a. Mekanisme interaksi dan inter-relasi dalam MKTPPE sepenuhnya bersumber pada uraian model yang telah disampaikan di muka; b. Mekanisme interaksi dan inter-relasi dalam MKTPPE memberikan kesempatan kepada para pelaku ekonomi untuk memperoleh keuntungan dan manfaat dari pengembangan kemampuan potensial yang dimiliki oleh para pelaku ekonomi; c. Mekanisme interaksi dan inter-relasi MKTPPE tidak saja dimaksudkan hanya untuk memenuhi kebutuhan fisik saja tetapi juga dimaksudkan untuk memenuhi preferensi terhadap ide, saling pengertian dan perwujudan sasaran jangka panjang yang dimiliki oleh para pelaku ekonomi. Kesemuanya itu diakomodasi oleh MKTPPE karena merupakan faktor daya tahan bagi proses interaksi dan inter-relasi yang terjadi antar pelaku ekonomi. Di pihak lain proses integrasi kegiatan dalam SPBP dapat mengalami hambatan karena timbulnya berbagai macam konflik. Konflik di sini dimaksudkan sebagai perbedaan atau pertentangan atau ketidak-sepakatan pendapat atau kepentingan yang terjadi diantara pelaku ekonomi yang saling berhubungan (berada dalam satu sistem). Konflik semacam itu merupakan situasi yang secara wajar muncul selaras dengan semakin berkembangnya dinamika kegiatan berusaha. Oleh karena itu konflik tidak mungkin dapat dihindarkan, mengingat munculnya konflik dapat dipandang sebagai sifat kodrati yang dihasilkankarena adanya perbedaan persepsi, kepentingan, tujuan serta ciri dari masing-masing organisasi pelaku ekonomi (Safradji, 1984 : 229-233). Konflik hanya mungkin untuk dikurangi, khusus yang sifatnya tidak menguntungkan bagi proses perkembangan dari MKTPPE. Salah satu upaya untuk mengurangi munculnya konflik adalah dengan menyediakan dan mengembangkan suatu proses dalam mekanisme operasional MKTPPE yang dapat menyediakan informasi secara luas, terutama informasi pasar, dan berbagai kemudahan lain untuk melancarkan kegiatan para pelaku ekonomi dalam mempertimbangkan penerapan SPBP.
55
Kesemuanya itu dimaksudkan untuk dapat membantu para pelaku ekonomi mencapai tingkat keseimbangan yang optimal dalam MKTPPE. Hal itu akan dapat dicapai jika mekanisme operasional yang dimaksudkan mampu menciptakan pula keseimbangan tata peran antar pelaku ekonorni secara berkesinambungan dan selanjutnya akan memantapkan struktur modelnya. Untuk dapat mengetahui sampai berapa jauh keseimbangan tata peran itu dapat dicapai, digunakan kriteria keseimbangan sebagai berikut: 1. MKTPPE harus memiliki kondisi keseimbangan secara total, yang memungkinkan setiap pelaku ekonomi dapat berprestasi untuk mewujudkan upaya memenuhi hajat hidup orang banyak. Kondisi keseimbangan itu dapat dicapai melalui : a. ketentuan yang diuraikan dalam model bersangkutan, atau b. melalui proses pengaturan pelaksanaan kegiatan dalam suatu bidang usaha, seperti misalnya untuk melaksanakan pengadaan pangan sesuai dengan ketentuan Pemerintah sektor Koperasi dan sektor negara menempati porsi sebesar 80%, sedangkan sisanya 20% dikerjakan oleh sektor Swasta. 2.
MKTPPE harus pula mampu mengembangkan kondisi yang memungkinkan para pelaku ekonomi dapat melaksanakan proses tawar menawar dalam pelaksanaan kerja sama pada tingkat kepentingan yang seimbang (equality). 3. MKTPPE juga harus memiliki kondisi yang memungkinkan para pelaku ekonomi dapat menyebar-luaskan dan mengamalkan azas kekeluargaan dalam proporsi yang seimbang, ditinjau dari ciri dan missi organisasinya. Salah satu bidang strategis dimana hal itu dapat diukur misalnya melalui proses pengambilan keputusan dan pelaksanaan operasionalnya. Keterlibatan pihak-pihak tertentu dalam proses tersebut, baik secara langsung maupun tak langsung, akan dapat mengendalikan perilaku dari para pelaku ekonomi atas komitmennya untuk mewujudkan pengamalan jiwa dan azas kekeluargaan. Salah satu bentuk keterlibatan misalnya dengan pemilikan sebagian saham oleh Koperasi dalam organisasi pelaku ekonomi lain yang melaksanakan kegiatan pada bidang yang seyogyanya menjadi porsi tanggung jawab Koperasi, namun porsi itu belum lagi dapat ditangani sepenuhnya. Melalui gambar V pada halaman ini, ketiga kriteria tersebut dicoba digambarkan dalam tiga dimensi sesuai dengan nomor masing-masing. Melalui gambar tersebut sekaligus juga ditunjukkan bentuk operasionalisais dari kriteria tersebut.
56
(2) KONDISI KESEIMBANGAN DALAM KERJASAMA (EQUALITI)
MEMANTAPKAN PERAN DAN MISSI ORGANISASI MENDUKUNG POSISI DALAM TATA PERAN
MAKSIMISASI PEMANFAATAN SD
MENDUKUNG : DINAMIKA KEGIATAN PEREKONOMIAN (TRANSFORMASI SD)
MENDUKUNG
(3) KONDISI KESEIMBANGAN DALAM MEWUJUDKAN UPAYA KEMAKMURAN BAGI RAKYAT BANYAK
AZAS KEKELUARGAAB
(1)
KONDISI KESEIMBANGAN DALAM MENYEBARLUASKAN JIWA DAN AZAS KEKELUARGAAN (MELALUI PROSES PENGAMBILAN KEPUTUSAN DALAM USAHA)
IMPLEMENTASI JIWA DEMOKRASI EKONOMI
GAM GAMBAR V POLA KONDISI KESEIMBANGAN YANG DIWUJUDKAN OLEH MEKANISME OPERASIONAL MKTPPE d
Diproduksi kembali oleh Subiakto Tjakrawerdaja, 1986 Setiap kondisi yang harus diwujudkan oleh MKTPPE, dalam operasionalisasinya menjadi tujuan umum yang harus diwujudkan secara bersama oleh komponen sistem MKTPPE, yang dalam hal ini adalah setiap pelaku ekonomi, yaitu: (1) Keseimbangan dalam prestasi untuk mewujudkan upaya pemenuhan hajat hidup orang banyak; (2) Keseimbangan dalam kerja sama (equality); (3) Keseimbangan dalam menyebar-luaskan jiwa dan azas kekeluargaan (dalam proses pengambilan keputusan); Penggunaan kriteria tersebut secara strategis dapat membantu upaya untuk menilai mekanisme interaksi dan inter-relasi antar pelaku ekonomi. Sedangkan kombinasi hasil yang dapat dicapai dalam setiap kriteria tersebut akan dapat menjadi masukan untuk menunjukkan indikasi mengenai seberapa jauh secara teknis berbagai ketentuan dari pasal 33 UUD 1945 itu dapat direalisasikan. Kombinasi kriteria tersebut terdiri atas: a. Hasil prestasi para pelaku ekonomi dalam kriteria (2) dengan
57
kriteria (3) lihat gambar IV) akan menunjukkan indikasi dukungan terhadap penerapan azas kekeluargaan, yang pada hakekatnya menggambarkan realisasi dari demokrasi ekonomi. Dalam gambar letaknya di landasan karena demokrasi ekonomi merupakan landasan dasar sistem perekonomian kita. Dalam upaya untuk memenuhi tujuan BANGNAS, penyebaran dan pengamalan dari jiwa dan azas kekeluargaan selain secara proporsional dilakukan oleh masing-masing pelaku ekonomi, hal itu juga dapat dilakukan melalui suatu bentuk kerja sama. Keikutsertaan dalam proses pengambilan keputusan merupakan salah satu altenatif mekanisme untuk mempercepat penerapannya b.Hasil prestasi para pelaku ekonomi dalam kriteria (1) dan kriteria (2) sebaliknya akan menghasilkan indikasi mengenai besarnya dukungan kegiatan mereka terhadap peningkatan prestasi proses transformasi SD secara nasional maupun secara regional. Efisiensi dan produktivitas nasional akan dapat diwujudkan melalui kerja sama yang diwarnai dengan sikap dan perilaku untuk memenuhi kemakmuran orang hanyak, di samping tetap digunakan pertimbangan ekonomis dengan tujuan untuk mempertahankan kelangsungan hidup dari organisasi ekonominya. Dalam kerja sama itu posisi dari masing-masing pelaku ekonomi dalam sistem MKTT'PE akan mempengaruhi tingkat keseimbangan model bersangkutan. c.Hasil prestasi para pelaku ekonomi dalam kriteria (1) dan kriteria (3) pada akhirnya akan menghasilkan indikasi mengenai dukungan posisinya terhadap tata peran antar mereka sendiri. Ketidak-seimbangan dalam tata peran mereka akan rnengakibatkan proses pemanfaatan SDA menjadi terganggu. Hal itu disebabkan karena setiap pelaku ekonorni telah diatur sedemikian rupa sehingga mcmiliki kewenangan yang sesuai untuk melakukan pengambilan keputusan. Dan jika mereka tidak mampu memanfaatkan kewenangannya itu maka akan dihasilkan ketidak-seimbangan tata peran dalam MKTPPE yang dimaksud. Kesemuanya itu nanti pada gilirannya akan dapat mendorong pemantapan dan pengembangan model MKTPPE ini.
7. Mekanisme Pengendalian Model Mekanisme operasional yang dimaksud seperti tersebut di muka memerlukan pula sistem pengendalian. Hal itu dimaksudkan tidak saja untuk dapat melindungi model ini tetapi juga untuk dapat memelihara (merawat) dan mengembangkan model lebih lanjut. Dengan lingkup pengertian seperti itu, pembahasan mekanisme pengendalian lebih dahulu akan diorientasikan pada pola pengendalian dari dalam model (internal control). Sedangkan
58
pembahasan pengendalian dari luar, yang menjadi kewajiban Pemerintah, akan dibahas dalam bagian akhir dari sub bab ini.Pengendalian dari dalam model dilakukan melalui prosedur mekanisme pasar dengan informasi yang relatif lebih terbuka, disamping dilakukan oleh para pelaku sendiri serta konsumen atau masyarakat luas. Dalam hubungan itu pengendalian juga harus dilakukan terhadap interaksi antar pelaku ekonomi, dengan maksud untuk membantu pula mengurangi munculnya berbagai konflik sebagaimana telah disebutkan di muka. MKTPPE memiliki orientasi bahwa pengendalian yang dilakukan antar pelaku ekonomi sendiri relatif akan lebih efektif sifatnya dibandingkan dengan jika pengendalian lebih ditekankan pada kegiatan yang datang dari luar. Untuk itu MKTPPE mengenal apa yang disebut dengan tata krama, yang tidak lain merupakan kode etik bagi para pelaku ekonomi. Adapun komponen aspek-aspek tata krama yang menjadi dasar untuk dikembangkan lebih lanjut menjadi kode etik tersebut, diantaranya adalah: 1. Pengembangan kegiatan usaha hendaknya diutamakan tetap di bidang usaha yang sudah ditentukan baginya. Pengembangan di luar bidang usaha tersebut dapat dilakukan sepanjang hal itu diperlukan berdasarkan ketentuan Pemerintah. Ketentuan tersebut dapat berlaku dalam kurun waktu tertentu, sedang pelaksanaannya seyogyanya dilakukan secara bersama-sama dengan pelaku ekonomi lainnya yang seharusnya berperan di bidang usaha bersangkutan. 2. Interaksi dan inter-relasi pelaksanaan pengembangan kegiatan usaha antar pelaku ekonomi (kerjasama) tidak boleh mengakibatkan kerugian atau kematian, baik pada pelaku ekonomi lainnya maupun secara bersama-sama. Oleh karena pemilihan jenis dan pembentukan kegiatan usaha merupakan hal yang kritis, maka pengaturan bersama dalam satu wadah perlu diarahkan secara strategis oleh Pemerintah. Langkah itu merupakan standar mekanisme pengendalian internal. 3. Pola interaksi harus bersifat positif menunjang pada upaya pencapaian tujuan BANGNAS melalui pengembangan program bersama. Mekanisme pengendalian ini diharapkan dapat membantu MKTPPE mewujudkan peningkatan efisiensi dan produktivitas nasional. Sesuai dengan SPBP yang dikehendaki, maka mekanisme pasar yang berfungsi sebagai alat pengendali kegiatan usaha yang bersifat dari dalam MKTPPE, perlu diarahkan (dikendalikan) dari luar. Dalam hal itulah Pemerintah berkewajiban untuk melaksanakan pengendalian yang dimaksud. Pengendalian yang dilakukan oleh Pemerintah dapat dimulai melalui penyusunan perencanaan makro (Emil Salim, 1979). Perencanaan tersebut disusun oleh Pemerintah
59
bersama-sama para pelaku ekonomi dengan mempertimbangkan tidak saja aspek efisiensi produksi, tetapi juga efisiensi distribusinya kepada masyarakat (Sunaryati H dan A. Wijaya, 1981). Dengan selesainya perencanaan makro, pelaksanaan teknis operasional diserahkan kepa.da para pelaku ekonomi dalam MTKPPE. Kegiatan operasional itu dilaksanakan dengan mengikuti rencana makro (gambar VI).
PS UUD 45
PEMRINTAH
PERENCANAAN MAKRO
SISTIM PREKONOMIAN BERDASARKAN PANCASILA
SD
TRANFORMASI SD
MEKANISME PASAR
HASIL-HASIL PEMBANGUNAN
PEMBANGUNAN SARAN DAN PRASARANA
MKTPPE PELAKU EKONOMI
GAMBAR VI : MEKANISME PENGENDALIAN MKTPPE
Subiakto Tjakrawerdaja Tjakrawerdaja, jakrawerdaja, 1986
PASAR INTERNATIONAL
Langkah selanjutnya yang dilakukan oleh Pemerintah adalah melakukan pengendalian atas pelaksanaan operasional tersebut dalam MKTPPE. Secara teknis bentuk langkah Pemerintah dapat diwujudkan sebagai berikut:
60
1. Mengendalikan dinamika pasar dengan cara melalui pengendalian harga yang didasarkan pada kepentingan masyarakat luas; 2. Mengendalikan hasil dinamika pasar, yang berupa hasil pembangunan, melalui berbagai instrumen kebijaksanaan dan penyusunan Rencana Anggaran Belanja Negara. Hasil pembangunan berupa dana itu akan digunakan untuk masukan bagi proses pembinaan sarana dan prasarana yang diperlukan oleh MKTPPE guna melancarkan dan memotivasikan dinamika kegiatan usaha para pelaku ekonomi. Instrumen kebijaksanaan pengendalian dapat diwujudkan misalnya dalam bentuk RAPBN Kebijaksanaan Moneter dan Fiskal.
61