BAB I PENDAHULUAN
1. Latar Belakang Masalah Demokrasi adalah pemerintahan dari rakyat, oleh rakyat, untuk rakyat, ini adalah pengertian yang sangat sederhana dan sekaligus mendasar dari demokrasi. Pemerintahan ada karena rakyat ada, yang memerintah adalah rakyat dan tujuan adanya pemerintahan itu pun untuk rakyat. Kita berbicara mengenai pemerintahan rakyat, yang memerintah itu adalah rakyat dan yang dipilih oleh rakyat. Pada dasarnya prinsip demokrasi adalah setiap orang dapat ikut serta dalam proses pembuatan keputusan politik (Gould, 1990). Prinsip ini hanya mungkin dilakukan kalau jumlah anggota kelompoknya kecil. Namun, prinsip dasar ini mustahil diterapkan dalam organisasi yang besar seperti negara. Untuk itu, sistem perwakilan tetap dipandang sebagai alternatif yang terbaik dalam suatu sistem demokrasi. Memilih sebagian rakyat untuk menjadi pemerintah adalah suatu proses dan kegiatan yang seyogiyanya merupakan hak semua rakyat yang kelak diperintah oleh orang-orang yang terpilih itu. Proses dan kegiatan memilih itu disederhanakan penyebutanya menjadi Pemilihan. Dalam hal pemilihan itu semua rakyat harus ikut, tanpa dibeda-bedakan, maka dipakailah sebutan Pemilihan Umum disingkat dengan Pemilu. Jadi melalui pemilu, rakyat memunculkan para calon pemimpin dan menyaring
para
calon-calon
tersebut
berdasarkan
nilai
yang
berlaku.
Keikutsertaan rakyat dalam pemilu, dapat juga dipandang sebagai wujud
Universitas Sumatera Utara
partisipasi dalam proses pemerintahan. Sebab melalui lembaga pemilu, masyarakat ikut menentukan kebijaksanaan dasar yang akan dilaksanakan pemimpin terpilih. Dalam sebuah negara yang menganut paham demokrasi, pemilu pun jadi sebuah kata kunci. Tak ada demokrasi tanpa diikuti pemilu. Pemilu merupakan wujud yang paling nyata dari pada demokrasi. Pada hakikatnya pemilu, dinegara mana pun mempunyai esensi yang sama. Pemilu, berarti rakyat melakukan kegiatan memilih orang atau sekelompok orang menjadi pemimpin rakyat atau pemimpin negara. Pemimpin yang dipilih itu akan menjalankan kehendak rakyat yang memilihnya. Jadi, ada dua manfaat yang sekaligus sebagai tujuan atau sasaran langsung yang hendak dicapai dengan pelaksanaan atau beroperasinya lembaga politik pemilu, yaitu pembentukan atau pemupukan kekuasaan yang absah (otoritas) dan mencapai tingkat keterwakilan politik (Political Reprensentativeness). 1 Oleh sebab itu pemahaman kita tentang pemilu terutama dalam kontruksi demokrasi yakni pemilihan umum dapat dipandang sebagai suatu prosedur untuk mengumpulkan preferensi-preferensi tertentu. Salah satu prosedur itu adalah pemungutan suara. Kedudukan pemungutan suara dalam pemilu dilihat sebagai sesuatu yang penting terutama dalam pengertian substantif demokrasi. Berbicara tentang pemilihan umum ini terkait dengan partai dan masyarakat bahwa pemilu merupakan wadah persaingan bagi partai politik untuk merebut simpati masyarakat tentunya partai politik harus mengerti apa yang menjadi faktor-faktor masyarakat untuk memilih suatu partai tersebut. Maka
1
Parulian Donald, Menggugat Pemilu, Jakarta : Pustaka Sinar Harapan, 1997, hal. 5
Universitas Sumatera Utara
tentunya untuk memahami pemilihan umum itu secara utuh kita juga harus mengerti perilaku pemilih dalam pemilu. Perilaku pemilih ini merupakan tindakan dari masyarakat dalam menentukan pilihannya dalam pemilu. Mengapa seseorang memilih partai politik tertentu dan dan tetap konsisten dari satu pemilu kepemilu berikutnya, sementara yang lain berubah-ubah pilihan politiknya dari waktu kewaktu (swing voters) mengapa anggota kelompok sosial tertentu cenderung memiliki pilihan yang hampir sama sementara yang lainnya berbeda dalam menentukan pilihannya? Sederet pertanyaan tersebut dan selainnya yang senada akan muncul apabila kita hendak menganalisis perilaku pemilih dalam pemilu (voting behavior). Sebenarnya fenomena politik dapat dijelaskan dari berbagai sudut pandang namun bisa dikaitkan dengan kekuatan-kekuatan politik yang ada dan perilaku aktor-aktor politik serta perilaku pemilih maka pendekatan yang dipakai adalah pendekatan perilaku behaviorism. Perhatian utama pendekatan ini terletak pada hubungan antara pengetahuan politik dengan tindakan politik termasuk bagaimana proses termasuk bagaimana proses pembentukan pendapat politik, bagaimana kecakapan politik diperoleh dan bagaimana cara orang menyadari peristiwaperistiwa politik. 2 Bahwa ada beberapa faktor utama yang membentuk perilaku pemilih di Indonesia salah satunya adalah faktor etnisitas. 3 Kelompok etnis mempunyai peranan besar dalam membentuk sikap, persepsi, dan orientasi seseorang. Adanya rasa kesukuan atau kedaerahan mempengaruhi dukungan seseorang terhadap 2 3
David. E. Ater, Pengantar Analisa Politik, Jakarta: LP3ES, 1998, hal.209 Sudijono Sastroatmodjo, Perilaku Politik, Semarang: IKIP Semarang Press, 1995, hal. 14
Universitas Sumatera Utara
partai politik. Etnis dapat mempengaruhi loyalitas seseorang terhadap partai tertentu. Di Indonesia secara relatif terdapat kesetiaan etnis (ethnic loyalty) yang relatif tinggi dan bahwa partai politik Indonesia dipengaruhi oleh etnisitas. 4 Kesetiaan etnis di Indonesia masih tampak signifikan dan mengabaikan faktor etnis dapat menimbulkan kesalah pahaman mengenai politik di Indonesia. Maka dapat dikatakan hal diatas menunjukan adanya pengaruh etnisitas terhadap perilaku politik seseorang. Identitas partai akan berkaitan dengan dengan kesetiaan (loyalitas) dan ketidaksetiaan (volatilitas) dari massa suatu partai. Semakin tinggi identitas partai akan semakin tinggi tingkat loyalitas massa partai, sebaliknya semakin rendah identifikasi partai akan semakin rendah pula loyalitasnya. Di Indonesia, loyalitas massa partai sering dikaitkan dengan etnisitas. Kajian berupa penelitian mengenai perilaku politik etnis pernah dilakukan oleh Prof. R. William Liddle. 5 Dimana Liddle melakukan penelitian tentang tingkah laku politik didaerah Sumatera Utara yaitu kabupaten Simalungun dan Pemantang Siantar sebagai kota utamanya. Dalam penelitian ini Liddle mencoba mengaitkan analisa makronya tentang tingkah laku politik lokal dengan apa yang kelihatan makro di tingkat nasional. Di kabupaten Simalungun dan Kota Pematang Siantar Liddle menemukan hubungan-hubungan antara partai lokal dengan kelompok agama, budaya dan
4
Leo Suryadinata, Penduduk Indonesia, Etnis dan Agama Dalam Era Perubahan Politik, Jakarta : LP3ES, 2003, hal. 182. 5 R. Wiliam Liddle, Partisipasi dan Partai Politik Di Indonesia pada Awal Orde Baru, Jakarta : PT. Pustaka Utama Grafiti, 1992, hal. 22-81.
Universitas Sumatera Utara
etnis. Dimana pada waktu itu rakyat Indonesia sangat mendambakan partai-partai yang akan mewakili kepentingan mereka yang bersifat primordial. Dari hasil penelitiannya Liddle mengetahui bahwa proses perkembangan Simalungun dan kota Pemantang Siantar menjadi daerah dan kota perkebunan sejak jaman Kolonial Belanda telah turut membedakannya dari sebagian besar daerah atau kota lain di Indonesia. Perbedaan etnis diikuti pula oleh perbedaan agama yang mereka anut serta lapangan perkerjaan yang menjadi sumber mata pencarian mereka sehari-hari. Semua perbedaan diatas yaitu perbedaan etnis, agama, pekerjaan, menjurus pula pada perbedaan organisasi sosial atau partai politik yang mereka pilih atau ikuti. 6 Dan Liddle menyimpulkan bahwa primordialisme dan partai di Indonesia bagaikan zat dan sifatnya. Yang pertama merupakan kenyataan-kenyataan sosial budaya, dan yang kedua adalah ekspresi alamiah dibidang politik. Kenyataankenyataan yang ditemukan menimbulkan pertanyaan bagaimana hubungan atau pun pengaruh etnisitas, khususnya struktur masyarakat dan politiknya kepada perilaku politik dari masyarakat suku bangsa itu dalam kehidupan politik itu sekarang yang dalam skripsi ini dipusatkan pada pemilihan legislatif. Jika kita berbicara etnis Simalungun dan dikaitkan dengan perilaku pemilih maka perlu dilihat juga latarbelakang sejarah etnis Simalungun dalam bidang partai politik dan pemerintahan. Etnisitas di Simalungun tidak dapat dilepaskan dari empat marga asli, tanpa mengenyampingkan marga-marga yang lainnya yang ada tetapi empat marga yakni Sinaga, Saragih, Damanik, Purba atau 6
Alfian, Pemikiran dan Perubahan Politik Indonesia, Jakarta : PT. Gramedia Pustaka Umum, 1992, hal. 201
Universitas Sumatera Utara
dengan istilah Sisadapur inilah yang lebih mendominasi baik itu dalam segi jumlah dan bukan itu saja, dalam bidang perpolitikan empat marga inilah yang lebih menjadi raja-raja Simalungun ataupun penguasa-penguasa didaerah sebelum kemerdekaan. Misalnya marga Sinaga yang mempunyai nama Kerajaan Tanoh Jawa, yang muncul ditempat komunitas orang Jawa. Ibukotanya berada di Tanoh Jawa. Rajanya bermarga Sinaga yaitu Raja Kaliamsyah Sinaga. Marga Saragih mempunyai nama Kerajaan Raya beribukota di Pamatang Raya. Rajanya bernama Tuan Djaulan Kadoek Saragih. Marga Damanik atau disebut juga dengan Kerajaan Siantar. Yang bertempat di tepi sungai Bah Bolon di Pamatang Siantar sekarang (Pamatang artinya ibukotanya). Hingga sekarang daerah ini disebut kampung Pamatang dan Rajanya adalah Raja Sawadim Damanik. Marga Purba disebut dengan Kerajaan Purba yang bertempat di Pamatang Purba dan rajanya adalah Tuan Mogang Purba Pakpak. 7 Sejak kemerdekaannya Indonesia telah 10 kali melangsungkan pemilihan umum, selama 10 kali pemilu tersebut seringkali terjadi perubahan terhadap sistem pemilunya. Berubah-ubahnya sistem pemilu ini karena Indonesia masih mencari bentuk pemilu yang demokratis baginya. Pada pemilu legislatif 2009 banyak perubahan dalam sistem pemilu Indonesia, salah satu perubahan yang terjadi adalah dengan penghapusan sistem nomor urut menjadi sistem suara terbanyak ini dikarenakan adanya Amar putusan Mahkamah Konstitusi atas pasal 214 huruf a-e UU No. 10 tahun 2008 tentang pemilu. Perubahan ini sedikit banyak memberikan pengaruh terhadap perilaku pemilih. Jika pada pemilu-pemilu
7
Sortaman, Saragih, Orang Simalungun, Depok: CV Citama Vigora, 2008, hal. 31-35
Universitas Sumatera Utara
sebelumnya rakyat hanya didorong untuk memilih partainya saja tanpa terlalu peduli dengan siapa calegnya. Tetapi dengan sistem suara terbanyak ini rakyat bukan hanya memilih partai tetapi dianjurkan untuk memilih langsung calegnya. Pada pemilu 2009 inilah ujian sesungguhnya terhadap kebenaran tentang teori kesetian etnis terhadap partai tertentu. Dan apa yang terjadi pada pemilu 2009 adalah munculnya partai-partai yang relatif baru mampu mendapat dukungan suara yang relatif banyak, bahkan Partai Demokrat yang dari segi usia tergolong baru mampu keluar menjadi pemenang sebagai partai dengan jumlah pemilih mayoritas mengalahkan partai-partai mapan yang telah memiliki basis masa yang kuat seperti Golkar, PDI-Perjuangan dan PPP. Sistem suara terbanyak pada pemilu 2009 memberi efek negatif terhadap kembali lahirnya sikap primordialisme masyarakat. Sistem suara terbanyak mendorong para caleg untuk mempopulerkan dirinya. Sebab dengan sistem suara terbanyak lebih memberi peluang besar terhadap caleg yang sudah dikenal masyarakatlah yang akan lolos menjadi anggota DPR. Oleh karena itu, berbagai cara dilakukan para caleg untuk mempopulerkan dirinya. Sebenarnya sistem suara terbanyak ini baik jika memang caleg yang terpilih nantinya terpilih oleh karena benar-benar selama ini dikenal masyarakat akan prestasinya peduli pada rakyat, tetapi pada pemilu legislatif 2009 lebih banyak caleg yang tidak dikenal masyarakat. Mereka baru memperkenalkan dirinya sebagai orang yang peduli rakyat pada saat menjelang pemilu. Oleh karena para caleg yang bertarung dalam pemilu 2009 banyak yang tidak dikenal maka pada masa kampanye mereka menjadi lebih boros
Universitas Sumatera Utara
mengeluarkan anggaran untuk mempromosikan dirinya, bahkan cara-cara mereka memperkenalkan diri terkesan sangat dipaksakan. Mereka selama ini tidak jelas apa pengabdiannya pada rakyat, ramai-ramai memasang poster-poster serta baliho-baliho besar bergambarkan dirinya dengan identitas kesukuannya demi menarik simpati masyarakat. Fenomena bangkitnya sikap primordialisme akibat sistem suara terbanyak bisa terlihat dari cara berkampanye para caleg. Pada saat kampanye para caleg banyak yang lebih menonjolkan asal-usul kedaerahannya, misalnya pada kampanye caleg di kabupaten Simalungun jarang ditemukan para caleg berkampanye di mimbar umum melainkan mereka hanya pergi mengunjungimengunjungi pertemuan yang diadakan ikatan marga-marga tertentu atau pertemuan-pertemuan organisasi keagamaan, yang lebih parahnya lagi pada pertemuan tersebut para caleg tidak menyampaikan visi-misi pembangunannya tetapi yang lebih ditekankan para caleg melainkan pendekatan yang dikaitkan oleh ikatan persaudaraan. Selain hal kampanye para caleg masih ada beberapa fenomena yang berhasil diamati peneliti mengenai pemilihan umum legislatif di Kabupaten Simalungun yang menunjukan adanya sikap primordialisme di masyarakat misalnya Partai Politik (Parpol) di Kabupaten Simalungun, tidak seluruhnya menampilkan caleg di Daerah Pemilihan (Dapem) menghadapi Pemilu 2009. Dari data Daftar Calon Tetap (DCT) yang dikeluarkan, Dapem yang tidak ada daftar calegnya masing-masing : Dapem 2 sebanyak 2 parpol (PPI dan PSI), Dapem 3
Universitas Sumatera Utara
sebanyak 2 parpol (PRN dan PP), Dapem 4 sebanyak 4 parpol (PNIM, PMB, PRN, PP) dan di Dapem 5 hanya PB yang tidak mencantumkan calegnya. 8 Kemudian jumlah caleg pada masing-masing dapem yang disodorkan oleh parpol bervariasi, dimana untuk parpol yang sudah mapan rata-rata menampilkan quota 120% dari jumlah kursi di dapemnya. Sementara partai yang belum siap, hanya menampilkan 1 - 3 orang caleg di dapemnya. Dengan banyaknya parpol dan terbatasnya kesediaan masyarakat pemilih untuk memajukan diri jadi caleg, tentu menyebabkan ada beberapa parpol yang susah merekrut caleg. Ada kesan parpol tersebut sekedar menampilkan nama caleg agar tidak terlihat kosong. Di dalam DCT Kabupaten Simalungun, para caleg yang bertarung di Pemilu 2004 dan Pemilu 2009, ada 17 orang bertambah gelarnya, 6 orang gelarnya hilang atau tidak dicantumkan, 2 orang tidak mencantumkan lagi marganya, dan masing-masing 1 orang menambah marganya dan berganti nama (penambahan satu huruf dalam namanya). Maka secara garis besar ada tiga hal yang melatar belakangi pemilihan pokok penelitian studi perilaku pemilihan ini : Pertama, perilaku pemilih dari suatu masyarakat dipengaruhi dan mempunyai hubungan dengan etnisitas, selain masih ada faktor-faktor yang lain, seperti pengaruh luar melalui difusi dan akulturasi pendidikan, perubahan sosial, dan lain-lain. Namun bagi bangsa Indonesia faktor etnisitas masih cukup besar dan berpengaruh dalam kehidupan individu maupun dalam kehidupan kelompok atau masyarakat.
8
DCT caleg DPRD Kabupaten Simalungun tahun 2009, KPU Kab. Simalungun
Universitas Sumatera Utara
Kedua, pemilu berdasarkan suara terbanyak untuk pertama kalinya baru diselenggarakan pada tahun 2009. Sebelumnya beberapa pemilu yang dahulu rakyat Indonesia hanya memilih partainya saja. Pada pemilu sebelumnya di Indonesia pemilu hanya memilih parpol tanpa diketahui masyarakat siapa calegnya. Namun pada pemilu 2009 ini masyarakat bukan hanya disorong memilih partai tapi juga calegnya, walaupun hal ini juga pernah terjadi pada tahun 2004 tetapi penentuan caleg terpilih berdasarkan nomor urut. Ketiga, karakteristik masyarakat Simalungun yang bercirikan feodalisme dianggap semakin memperkuat rasa primordialisme dalam pemilihan umum.
2. Pembatasan Masalah Untuk memperjelas serta mempertegas batasan ruang lingkup penelitian dengan tujuan untuk menghasilkan uraian yang sistematis maka diperlukan adanya batasan masalah. Adapun batasan-batasan masalah dalam penelitian ini adalah : 1. Penelitian ini hanya dilakukan di Desa Sondi Raya, Kecamatan Raya, Kabupaten Simalungun. 2. Faktor-faktor apa saja yang menjadi penyebab etnis batak Simalungun menjatuhkan suatu pilihan. 3. Dalam penelitian ini penulis ingin melihat seberapa besar tingkat partisipasi etnis Batak Simalungun dalam Pemilihan Langsung Legislatif 2009 tepatnya di desa Sondi Raya.
Universitas Sumatera Utara
3. Perumusan Masalah Adapun perumusan yang dibuat oleh peneliti adalah: 1. Bagaimanakah perilaku politik etnis Batak Simalungun pada Pemilihan Langsung Legislatif 2009. 2.
Bagaimana pengaruh etnisitas terhadap masyarakat Batak Simalungun dalam preferensi politik pada Pemilihan Langsung Legislatif 2009.
4. Tujuan dan Manfaat Penelitian
4.1. Tujuan penelitian Adapun tujuan penelitian yang akan dibuat oleh peneliti adalah : 1. Untuk mengetahui berapa banyak jumlah suara etnis Batak Simalungun pada pemilihan langsung legislatif yang berlangsung pada tanggal 10 April 2009 yang lalu. 2. Menelaah apakah preferensi polotik berpengaruh dalam menjatuhkan suatu pilihan.
4.2. Manfaat Penelitian Layaknya sebuah penelitian ilmiah tentunya diharapkan memiliki manfaat baik bagi penulis bahkan bagi orang yang membaca laporan penelitian ini. Adapun manfaat dari penelitian yang ingin dicapai oleh penulis adalah : 1. Bagi penulis sendiri penelitian ini guna mengembangkan kemampuan dalam menulis karya ilmiah dalam bidang Perilaku Politik khususnya di Desa Sondi Raya, Kecamatan Raya, Kabupaten Simalungun.
Universitas Sumatera Utara
2. Secara Teoritis maupun secara Metodologis studi ini diharapkan dapat memberikan sumbangan terhadap pendalaman studi Perilaku Politik bagi yang membaca penelitian ilmiah ini. 3. Bagi instansi atau lembaga-lembaga politik kiranya dapat menjadi bahan acuan atau referensi dalam konteks prilaku pemilih. 5. Kerangka Teoritis Setiap penelitian memerlukan titik tolak atau landasan berpikir untuk memecahkan atau menyoroti masalah. 9 Kejelasan atau landasan berpikir itu disebut teori. Teori diperlukan karena menjadi penuntun dalam menentukan bahan-bahan yang diperlukan dan yang dikumpulkan melalui penelitian. Selain daripada itu teori juga berfungsi sebagai alat analisis terhadap bahan-bahan yang diperoleh melalui penelitian. Masri Singarimbun menjelaskan bahwa : “Teori adalah serangkaian asumsi, konsep, kontrak, definisi, dan proposisi untuk menerangkan suatu fenomena sosial secara sistematis dengan cara merumuskan hubungan antar konsep, ringkasnya teori adalah hubungan satu konsep dengan konsep lainnya untuk menjelaskan gejala tertentu”. 10
5.1. Etnis Menurut Em Zul Fajri dalam Kamus Lengkap Bahasa Indonesia bahwa etnis berkenaan dengan kelompok sosial dalam sistem sosial atau kebudayaan yang mempunyai arti atau kedudukan karena keturunan, adat, agama, bahasa, dan 9
Hadari Nawawi, Metode Penelitian Sosial, Yogyakarta: Gajah Mada University Press, 2001, hal. 39. 10 Masri Singarimbun, Metode Penelitian Survai, Jakarta: PT. Pustaka LP3ES, 1989. hal. 37.
Universitas Sumatera Utara
sebagainya. Sedangkan menurut Ariyuno Sunoyo dalam Kamus Antropologi, bahwa: “Etnis adalah suatu kesatuan budaya dan territorial yang tersusun rapi dan dapat digambarkan ke dalam suatu peta etnografi”. 11 Setiap kelompok memiliki batasan-batasan yang jelas untuk memisahkan antara satu kelompok etnis dengan etnis lainnya. Menurut Koentjaraningrat, konsep yang tercakup dalam istilah etnis adalah golongan manusia yang terikat oleh kesadaran dan identitas akan kesatuan kebudayaan, sedangkan kesadaran dan identitas seringkali dikuatkan oleh kesatuan bahasa juga. 12 Suku bangsa yang sering disebut etnik atau golongan etnik mempunyai tanda-tanda atau ciri-ciri karekteristiknya. Ciri-ciri tersebut terdiri dari: 13 a. Memiliki wilayah sendiri b. Mempunyai struktur politik sendiri berupa tata pemerintahan dan pengaturan kekuasaan yang ada c. Adanya bahasa sendiri yang menjadi alat komunikasi dalam interaksi d. Mempunyai seni sendiri (seni tari lengkap dengan alat-alatnya, cerita rakyat, seni ragam hias dengan pola khas tersendiri) e. Seni dan teknologi arsitektur serta penataan pemukiman f. Sistem filsafat sendiriyang menjadi landasan pandangan, sikap dan tindakan g. Mempunyai sistem religi (kepercayaan, agama) sendiri.
11
Ariyuno Sunoyo, Kamus Antropologi, Jakarta, Antropologi Press, 1985. Koentjaranigrat, Manusia dan Kebudayaan di Indonesia, Jakarta: Penerbit Djambatan, 1982, hal. 58. 13 Payung Bangun, Sistem Sosial Budaya Indonesia, Jakarta: Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik UKI, 1998, hal. 63 12
Universitas Sumatera Utara
Etnisitas secara substansial bukan sesuatu yang ada dengan sendirinya tetapi keberadaannya terjadi secara bertahap. Etnisitas adalah sebuah proses kesadaran yang kemudian membedakan kelompok kita dengan mereka. Basis sebuah etnisitas adalah berupa aspek kesamaan dan kemiripan dari berbagai unsur kebudayaan yang dimiliki, seperti misalnya adanya kesamaan dan kemiripan dari berbagai unsur kebudayaan yang dimiliki, ada kesamaan struktural sosial, bahasa, upacara adat, akar keturunan, dan sebagainya. Berbagai ciri kesamaan tersebut, dalam kehidupan sehari-hari tidak begitu berperan dan dianggap biasa. Dalam kaitannya, etnisitas menjadi persyaratan utama bagi munculnya strategi politik dalam membedakan “kita” dengan “mereka”. 14 Dalam penelitian kali ini yang menjadi objek penelitian adalah etnis Simalungun. Simalungun adalah salah satu suku Batak yang sekaligus menjadi nama sebuah kabupaten di Sumatera Utara. Barangkali tidak banyak orang non batak yang mengenal keberadaan suku ini. Secara struktur kesukuan, suku Simalungun ini merupakan salah satu suku dalam suku Batak diantara lima sub lainnya yakni : Toba, Karo, Pakpak, Angkola, Mandailing.
5.2. Perilaku Politik Karakteristik sosial seperti status sosial, ekonomi, kelompok, ras, etnis, usia, jenis kelamin dan agama baik hidup dipedesaan ataupun diperkotaan termasuk dalam organisasi sukarela akan mempengaruhi perilaku politik warga
14
Ivan, A, Hadar, “Etnisitas dan Negara Bangsa”, Kompas, 29 Mei 2000.
Universitas Sumatera Utara
negara. Ciri yang dimiliki secara kolektif yaitu memiliki perilaku pendorong dalam mempengaruhi partisipasi seseorang. 15 Mengapa seseorang melakukan tindakan politik atau terlibat efektif dalam tindakan politik tertentu dan mengapa yang lain apatis? Mengapa seseorang memilih partai politik tertentu dan tetap konsisten dari satu pemilihan umum ke pemilihan umum berikutnya sementara yang lainnya berubah-ubah pilihan politiknya dari waktu ke waktu? Sederetan pertanyaan tersebut dan lainnya yang ada akan muncul apabila kita hendak menganalisis perilaku pemilih dalam pemilihan umum. Perilaku politik ialah segala perilaku yang berkaitan dengan proses politik. 16 Sebagaimana yang dapat dilihat dalam kampanye pemilihan umum, dalam penentuan dukungan yang diberikan dalam pemilihan, dalam pilihan keanggotaan organisasi atau partai politik dan lain sebagainya. Sedangkan Perilaku memilih berkaitan dengan tingkah laku individu dalam hubungannya dengan proses Pemilihan Umum. Menurut Plato dan Nelson menyebutkan sebagai electoral activity, yakni termasuk pemberian suara (voting), bantuan kampanye, bekerja dalam suatu pemilihan, menarik masuk atas nama calon, atau tindakan lain yang direncanakan untuk mempengaruhi proses Pemilihan Umum. Faktor-faktor yang mempengaruhi perilaku pemilih : Perilaku politik merupakan produk sosial sehingga untuk memahaminya diperlukan dukungan konsep dari beberapa disiplin ilmu. Maka demi memahami 15
Sudijono Sastroatmojo,Op.cit., hal 16 Ramlan Surbakti, Memahami Ilmu Politik, Jakarta, Gramedia Widiasarana Indonesia, 1992, hal.15 16
Universitas Sumatera Utara
perilaku politik tidak hanya menggunakan konsep politik saja, tetapi juga didukung konsep ilmu-ilmu sosial lain, hal ini menunjukkan bahwa ilmu politik tidak merupakan disiplin ilmu yang berdiri sendiri tetapi memiliki hubungan yang erat dengan disiplin ilmu yang lain. Perilaku aktor politik seperti perencanaan, pengambilan keputusan dan penegakan keputusan dipengaruhi oleh berbagai dimensi latarbelakang yang merupakan bahan dalam pertimbangan politiknya. Demikian juga warga negara biasa dalam berperilaku politik juga dipengaruhi oleh berbagai faktor dan latar belakang. Faktor-faktor yang mempengaruhi perilaku politik masyarakat adalah sebagai berikut: a. Perilaku politik aktor politik ada empat faktor yang meliputi: 1. Lingkungan sosial politik tak langsung, seperti sistem politik, sistem ekonomi, sistem budaya dan media massa. 2. Lingkungan sosial politik langsung yang mempengaruhi dan membentuk kepribadian aktor politik seperti keluarga, agama, sekolah dan kelompok pergaulan. 3. Struktur kepribadian yang tercermin dalam sikap individu. 4. Faktor ini saling mempengaruhi aktor politik dalam kegiatan dan perilaku politiknya, baik langsung maupun tidak langsung. 17 b. Faktor sosial, yaitu:
17
Mar’at, Sikap Manusia, Perubahan Serta Pengukurannya, Jakarta: Gramedia Widyasarana, 1992. Hal. 132.
Universitas Sumatera Utara
1. Komunikasi politik (Kompol), yaitu komunikasi yang mempunyai konsekuensi politik baik secara actual maupun potensial, yang mengatur kegiatan dalam keberadaan suatu konflik. 2. Kesadaran Politik, yang menyangkut minat dan pengetahuan seseorang terhadap lingkungan masyarakat dan politik. 3. Pengetahuan masyarakat terhadap proses pengambilan keputusan. 4. Kontrol masyarakat terhadap kebijakan publik yakni masyarakat menguasai kebijakan publik dan memiliki kewenangan untuk mengelola suatu objek kajian tertentu. Bahwa dalam pembentukan perilaku politik seseorang salah satunya dipengaruhi oleh lingkungan sosial dan ini bisa termasuk juga lingkungan etnis seseorang itu dibesarkan. 18 Lebih lanjut lagi jika mengunakan pendekatan struktural untuk mempelajari perilaku politik seseorang akan dikaitkan dengan suku atau etnisitasnya. Hal ini juga tidak terlepas dari budaya politik yang dianut oleh etnis tertentu, sehingga untuk menjelaskan perilaku politik seseorang terlebih dahulu harus diketahui sejauh mana tingkat orientasi seseorang terhadap sistem politiknya dengan kata lain perilaku politik seseorang dapat dipahami melalui budaya politiknya. Adapun pendekatan yang dibuat penulis adalah Pendekatan Sosiologis. Pendekatan ini pada dasarnya menekankan peranan faktor-faktor sosiologis dalam membentuk perilaku politik seseorang, pendekatan ini menjelaskan bahwa karakteristik sosial dan pengelompokan sosial itu mempunyai peranan yang cukup 18
Muhammad Asfar, Beberapa Pendekatan Dalam Memahami Perilaku Memilih, Jurnal Ilmu Politik edisi no.16, Jakarta, PT.Gramedia Pustaka Utama,1996, hal. 47-48
Universitas Sumatera Utara
signifikan dalam menentukan perilaku pemilih. Karakter dan pengelompokan sosial berdasarkan umur (tua-muda), jenis kelamin (Laki-Perempuan), status sosioekonomi (seperti pendidikan, jenis pekerjaan, pendapatan dan kelas), agama, etnik, bahkan wilayah tempat tinggal (misalnya kota, desa, pesisir ataupun pedalaman). 19 Gerald Pomper 20 memperinci pengaruh pengelompokan sosial dalam kajian voting behavior ke dalam dua variable yaitu predisposisi (kecenderungan), sosial ekonomi, dan keluarga pemilih. Sosialisasi yang diterima seseorang pada masa kecil sangat mempengaruhi pilihan politik mereka, terutama pada saat pertama kali menentukan pilihan politik. Apakah preferansi politik ayah dan ibu berpengaruh pada preferensi politik anak, sedangkan predisposisi sosial ekonomi berupa agama yang dianut, tempat tinggal, kelas sosial, karakteristik demografis dan sebagainya. Hubungan antara agama dengan perilaku pemilih nampaknya sangat berpengaruh dimana nilai-nilai agama selalu hadir di dalam kehidupan privat dan publik dianggap berpengaruh terhadap kehidupan politik dan pribadi para pemilih. Hal ini biasanya berhubungan dengan status ekonomi seseorang. Dalam studi-studi perilaku pemilih di negara-negara demokrasi, agama tetap merupakan faktor sosiologis yang sangat kuat dalam mempengaruhi sikap pemilih terhadap partai politik atau kandidat. Dalam hal ini agama diukur dari afiliasi pemilih terhadap agama tertentu seperti Islam, Kristen Protestan, Kristen Katolik, Hindu, Budha. Asumsinya bahwa para pemilih yang beragama Islam
19 20
http://id.shvoong.com/law-and-politics/1916121-membaca-perilaku-pemilih/ Gerald Pomper, Voter’s Choice: Varieties of American Electoral Behavior, New York : Dod, Mead Company, 1978, hal.198
Universitas Sumatera Utara
akan cenderung memilih partai-partai Islam demikian juga yang beragama Kristen Protestan akan memilih Partai Kristen dan seterusnya. 21
5.3. Partai Politik dan Sistem Kepartaian 5.3.1. Definisi Partai Politik Partai politik adalah organisasi artikulatif yang terdiri dari pelaku-pelaku politik yang aktif dalam masyarakat, yaitu mereka yang memusatkan perhatiannya pada menguasai kekuasaan pemerintahan dan bersaing untuk memperoleh dukungan dari rakyat, dengan beberapa kelompok lain yang mempunyai pandangan yang berbeda. Dengan demikian partai poltik merupakan perantara yang besar yang menghubungkan kekuatan-kekuatan dan ideologi sosial dengan lembaga-lembaga pemerintahan yang resmi dan mengaitkannya dengan aksi politik yang lebih luas. 22
5.3.2. Sistem kepartaian Analisis sistem kepartaian, senantiasa tertuju kepada pokok bahasan mengenai sistem kepartaian berdasarkan atas tipologi numeric (numerical typology) yang secara statis dan tradisional membagi sistem kepartaian menjadi
21
William, Liddle dan Saiful Mujani, “Politik Aliran Memudar, Kepemimpinan Nasional Menentukan Pilihan Partai Politik”, Kompas, 1 September 2000. 22 Miriam Budiarjo, Demokrasi di Indonesia, Demokrasi Parlementer dan Demokrasi Pancasila, Jakarta: PT. Gramedia Pustaka Utama, 1994,hal.200 dikutip dari Sigmund Neumann, Modern Political Parties, Comperative Politic : A Reader, diedit oleh Harry E. Eckstein dan David E Apter, London: The Free Press of Glencoe, 1963, hal.352
Universitas Sumatera Utara
sistem satu partai (single party system), sistem dwi partai (two party system) dan sistem multi partai (system multy party). 23 Sistem Partai Tunggal Sistem partai tunggal adalah suatu istilah yang digunakan untuk mengambarkan sebuah partai politik yang memang benar-benar merupakan satusatunya partai politik dalam suatu negara tertentu, maupun untuk partai yang mempunyai kedudukan dominan diantara beberapa partai lainnya. Sistem Dwi Partai Konsep sistem dua partai diartikan adanya dua partai politik atau dengan dengan adanya beberapa partai akan tetapi dengan peran dominan dari dua partai politik itu. Hanya ada beberapa negara yang dewasa ini yang memilki sistem dua partai, antara lain misalnya Inggris (Partai Buruh dan Partai Konservatif), Amerika Serikat (Partai Demokrat dan Partai Republik). Sistem Multi Partai Sistem ini pada umumnya dianggap bahwa negara yang masyarakatnya bersifat majemuk lebih cenderung untuk menggunakan sistem banyak partai. Dalam mana, terdapat berbagai perbedaan-perbedaan sosial, seperti misalnya ras, suku, agama, maka golongan-golongan dalam masyarakat tersebut kepada organisasi-organisasi yang sesuai dengan ikatan primordialisme dari pada dengan menggabungkan diri dalam kelompok-kelompok lain yang berbeda orientasinya. Maka menyalurkan keanekaragaman budaya dan politik dalam suatu masyarakat dari pola sistem dua partai. Negara yang menganut sistem seperti ini misalnya 23
P. Antonius Sitepu, Sistem Politik Indonesia, Medan: Medan Pustaka Bangsa Press, 2006, hal. 92
Universitas Sumatera Utara
Malaysia, Belanda, Swedia, Perancis, dan Indonesia. Pola dengan sistem banyak partai ini, pada umumnya diperkuat oleh sistem pemilihan umum yang bersifat proporsional.
5.3.3. Partai Politik di Indonesia Demokrasi Liberal Pertama di Indonesia ditandai dengan keluarnya Maklumat No.X November 1945. Maklumat yang ditandatangani oleh Drs. Moh. Hatta (wakil presiden RI saat itu). Adapun bunyi Maklumat Pemerintah No. X November 1945 adalah sebagai berikut. Berhubungan dengan usul Badan Pekerja Komite nasional Pusat ke pada Pemerintah, supaya diberikan kesempatan kepada rakyat seluas-luasnya untuk mendirikan partai-partai politik, dengan restriksi, bahwa partai-partai itu hendaknya memperkuat perjuangan kita mempertahankan kemerdekaan dan menjamin keamanan masyarakat, Pemerintah menegaskan pendiriannya yang telah diambil beberapa waktu yang lalu bahwa: 1. Pemerintah menyukai timbulnya partai-partai politik, karena dengan adanya partai-partai itulah dapat dipimpin ke jalan yang teratur segala aliran paham yang ada pada masyarakat. 2. Pemerintah berharap supaya partai-partai itu telah tersusun, sebelumnya dilangsungkan pemilihan anggota Badan-badan Perwakilan Rakyat pada bulan Januari 1946. 24 Mulai saat itu, berdirilah beragam partai politik yang sebagian besar berbasiskan ideologi dan massa pemilih di Indonesia. Oleh sebab masih 24
P. Anthonius Sitepu dan Kisah Ruth Siregar, Soekarno, Militer dan Partai Politik, Medan, USU Press, 2009, hal. 68
Universitas Sumatera Utara
banyaknya peperangan (revolusi fisik berupa pemberontakan dan hendak kembalinya kekuasaan asing), pemilu belum kunjung dilaksanakan hingga tahun 1955. Pemilu 1955 menandai “resminya” era sistem politik demokrasi liberal di Indonesia. Aneka partai politik diberi kebebasan untuk memperkuat organisasi, meluaskan basis massa, dan sejenisnya. Saat itu, sistem kepartaian yang berlaku di Indonesia adalah Pluralisme Terpolarisasi. Cukup banyak partai politik yang ikut serta di dalam pemilu pertama dalam sejarah kemerdekaan Indonesia ini. Pada pemilu 1955 ada empat partai besar dari sekitar 30-an partai politik yang bertarung Soekarno mengharapkan agar bisa bekerjasama tetapi malah sebaliknya empat partai ini sangat sulit untuk diajak bekerjasama sehingga pemilu kedua pun yaitu pada tahun 1971 partai politiknya berbeda yaitu sebanyak 10 partai. Pemilu kedua muncul dikarenakan PKI dilarang dan dibabat oleh lawanlawan politiknya dan Jenderal Soeharto mengambil alih kekuasaan. Setelah Pemilu 1971, dilaksanakan pemilu berikut secara teratur. Pemilu ketiga diadakan 1977, disusul 1982, 1987, 1992, dan 1997. Semua pemilu itu berbeda dengan Pemilu 1955. Sebab semua pemilu itu bersifat otoriter. Semua sudah diatur, dengan Golkar selalu sebagai pemenang. Untuk mempertahankan wajah "demokratis", ditoleransi dua parpol di sampingnya, yaitu Partai Persatuan Pembangunan (PPP) dan PDI (Partai Demokrasi Indonesia). Orde Baru akhirnya ambruk dengan lengser-nya Soeharto, Mei 1998. Pemilu 1999 dilaksanakan 7 Juni di bawah Presiden BJ Habibie. Peserta pemilu ini 48 partai. Sebagai pemenang, PDI-P yang memperoleh 153 kursi di DPR, disusul Golkar 120 kursi, PKB 51 kursi, PPP 58 kursi, dan PAN 34 kursi.
Universitas Sumatera Utara
Pada Pemilu 2004, peran berbalik lagi, karena pemenangnya Golkar, disusul PDIP, PKS, PKB, PBB, dan PAN. Kendati kedua pemilihan umum belakangan diadakan dalam era reformasi, namun tidak melihat sesuatu yang menimbulkan harapan, karena pemain parpolnya orang-orang itu juga. 25 Pada pemilu 2004 dan 2009 SBY yang menjadi pemenangnya. Yang mana pada pemilu 2004 ada 24 partai dan pada pemilu 2009 38 partai politik nasional dan 6 partai politik lokal Aceh yang ikut dalam pemilu. 26 Adapun deskripsi hasil pemilihan umum yang dilaksanakan pertama sekali pada tahun 1955 dapat kita lihat pada tabel dibawah ini: 27 TABEL 1 HASIL PEMILIHAN UMUM TAHUN 1955 No
Nama Daftar Partai
Suara
%
Kursi
1
Partai Nasional Indonesia (PNI)
8.434.653
22,32
57
2
Masyumi
7.903.886
20,92
57
3
Nahdlatu Ulama (NU)
6.955.141
18,41
45
4
Partai Komunis Indonesia (PKI)
6.179.914
16,36
39
5
Partai Syarikat Islam Indonesia (PSII)
1.091.160
2,89
8
6
Partai Kristen Indonesia (Parkindo)
1.003.326
2,66
8
7
Partai Katolik
770.740
2,04
6
8
Partai Sosialis Indonesia (PSI)
753.191
1,99
5
9
Ikatan
541.306
1,43
4
Pendukung
Kemerdekaan
Indonesia (IPKI) 10
Pergerakan Tarbiyah Islamiyah (Perti)
483.014
1,28
4
11
Partai Rakyat Nasional (PRN)
242.125
0,64
2
25
http://www.suarapembaruan.com/News/2009/04/01/Editor/edit01.htm http://id.wikipedia.org/wiki/Daftar_partai_politik_di_Indonesia 27 Hatta Yuda AR, Presidensialisme Setengah Hati, Jakarta, Gramedia, 2010, hal. 115 26
Universitas Sumatera Utara
12
Partai Buruh
224.167
0,59
2
13
Gerakan Pembela Panca Sila (GPPS)
219.985
0,58
2
14
Partai Rakyat Indonesia (PRI)
206.161
0,55
2
15
Persatuan Pegawai Polisi RI (P3RI)
200.419
0,53
2
16
Murba
199.588
0,53
2
17
Baperki
178.887
0,47
1
18
Persatuan
178.481
0,47
1
Indonesia
Raya
(PIR)
Wongsonegoro 19
Grinda
154.792
0,41
1
20
Persatuan Rakyat Marhaen Indonesia
149.287
0,40
1
21
Persatuan Daya (PD)
146.054
0,39
1
22
PIR Hazairin
114.644
0,30
1
23
Partai Politik Tarikat Islam (PPTI)
85.131
0,22
1
24
AKUI
81.454
0,21
1
25
Persatuan Rakyat Desa (PRD)
77.919
0,21
1
26
Partai Republik Indonesia Merdeka
72.523
0,19
1
27
Angkatan Comunis Muda (Acoma)
64.514
0,17
1
28
R. Soedjono Prawirisoedarso
53.306
0,14
1
29
Lain-lain
1.022.433
2,71
-
37.785.299
100%
257
JUMLAH
5.4. Pemilu dan Sistem Pemilu 5.4.1. Definisi Pemilu Pemilihan umum adalah mekanisme pergantian kepemimpinan nasional yang secara demokratis melibatkan seluruh masyarakat di suatu negara. Begitu bermaknanya pemilihan umum bagi semua orang, maka pemilihan yang menjadi indikator
demokratisnya
suatu
negara.
Untuk
menjaga
kelangsungan
penyelenggaraan pemerintahan yang dibentuk melalui mekanisme pemilihan
Universitas Sumatera Utara
umum, maka keterlibatan masyarakat sangat dibutuhkan sebagai energi demokrasi itu sendiri. 28 Pemilihan umum dengan makna demokrasinya adalah tempat berkompetisinya partai politik yang secara umum dapat menjadi tempat pembelajaran bagi elit dan komponen bangsa lainnya. Selain itu, pemilihan umum juga terkait dengan peran serta masyarakat dalam memberikan dukungan kepada kandidat dan partai politik yang ada. 29
5.4.2. Sistem Pemilu Secara umum ada dua sistem pelaksanaan pemilihan umum yang dipakai yaitu sebagai berikut: 1. Sistem Distrik Sistem ini diselanggarakan berdasarkan lokasi daerah pemilihan, dalam arti tidak membedakan jumlah penduduk, tetapi tempat yang sudah ditentukan. Jadi daerah yang sedikit penduduknya memiliki wakil yang sama dengan daerah yang padat penduduknya. Oleh karena itu sudah tentu banyaknya jumlah suara yang terbuang disatu pihak tetapi malah menguntungkan pihak yang renggang penduduknya. Biasanya satu distrik hanya di wakili oleh seorang wakil saja (single member consistuency). 2. Sistem Proporsional. Sistem ini didasari oleh jumlah penduduk yang akan menjadi peserta pemilu. Misalnya setiap 400.000 penduduk pemilih memperoleh 1 wakil (suara
28
Doni Hendrik, Perilaku Memilih Etnis Cina dalam Pemilu Tahun 1999 di Kota Padang, Jurnal Analisa Politik Vol.1, Padang, 2003, hal.52. 29 Ibid., hal.16.
Universitas Sumatera Utara
berimbang), sedangkan yang dipilih adalah kelompok orang yang diajukan kontestan pemilu.
5.4.3 Pemilu di Indonesia Sejak kemerdekaannya, Indonesia telah melangsungkan 10 kali pemilihan umum. Pemilu yang pertama kali diselengarakan Indonesia adalah pemilu tahun 1955 dan pemilu ini merupakan satu-satunya pemilu yang dilaksanakan selama pemerintahan Orde Lama dalam pemilu ini menampilkan empat partai besar sebagai partai terkuat yakni: Partai Nasional Indonesia (PNI), Masyumi, Nahdatul Ulama (NU), dan Partai Komunis Indonesia (PKI). Pemilu kedua tahun 1971 ini merupakan pemilu pertama yang diselengarakan oleh pemerintahan Orde Baru. Pemilu yang kedua ini tidak berlangsung sesuai dengan jadwal yaitu lima tahun setelah pemilu pertama. Pada pemilu yang kedua ini memunculkan 10 partai besar yaitu Partai Nasional Indonesia (PNI), Nahdatul Ulama, Partai Muslim Indonesia (PARMUSI), Partai Syarikat Islam Indonesia (PSII), Partai Persatuan Tarbiayah Islam (PERTI), Partai Kristen Indonesia (Parkindo), Partai Katolik, Partai Murba, Ikatan Pendukung Kemerdekaan Indonesia (IPKI) dan Golongan Karya (GOLKAR). Dan yang menjadi pemenang pemilu adalah GOLKAR. Pemilu ketiga tahun 1977, pada pemilu ini terjadi penyederhanaan partai semua partai yang ada di sederhanakan jumlahnya menjadi 3 peserta pemilu saja. Dan pada pemilu ini masih dimenangkan GOLKAR. Selanjutnya pemilu 1982, pemilu 1987, pemilu 1992 dan pemilu 1997 semuanya dimenangkan oleh
Universitas Sumatera Utara
GOLKAR. Dapat kita lihat deskripsi hasil Pemilihan Umum masa Orde Baru pada tabel dibawah ini: 30 TABEL 2 PEMILIHAN UMUM PADA MASA ORDE BARU Tahun
1977
1982
1987
1992
1997
3
3
3
3
3
Jumlah Partai Politik Jumlah
128.806.038 146.532.407 162.851.993 177.489.747 196.286.613
Penduduk
jiwa
jiwa
jiwa
jiwa
jiwa
Jumlah
70.378.750
82.134.195
93.737.633
Pemilih
jiwa
jiwa
jiwa
jiwa
jiwa
Jumlah
63.998.344
75.126.306
85.869.816
97.789.543
112.991.159
Pemberi
suara
suara
suara
suara
suara
26 provinsi
27 Provinsi
27 provinsi
27 provinsi
27 provinsi
107.565.697 124.740.987
Terdaftar
Suara Sah Daerah Pemilihan
30
Ibid, Hatta Yuda AR, hal. 117
Universitas Sumatera Utara
TABEL 3 HASIL PEMILIHAN UMUM PADA MASA ORDE BARU Tahun 1977
Jumlah Total Kursi Perolehan kursi Golkar meraih 39.750.096 suara atau 232 kursi, PPP meraih 18.743.491 suara atau 99 kursi dan PDI meraih 5.504.757 suara atau 29 kursi.
1982
Perolehan kursi Golkar meraih 48.334.724 suara atau 242 kursi, PPP meraih 20.871.880 suara atau 94 kursi dan PDI meraih 5.919.702 suara atau 24 kursi.
1987
Perolehan kursi Golkar meraih 62.783.680 suara atau 299 kursi, PPP meraih 13.701.428 suara atau 61 kursi dan PDI meraih 9.384.708 suara atau 40 kursi.
1992
Perolehan kursi Golkar meraih 66.559.331 suara atau 282 kursi, PPP meraih 16.624.647 suara atau 62 kursi dan PDI meraih 14.565.556 suara atau 56 kursi.
1997
Perolehan kursi Golkar meraih 84.187.907 suara atau 325 kursi, PPP meraih 25.340.028 suara atau 89 kursi dan PDI meraih 3.463.225 suara atau 11 kursi.
Pada pemilu Orde Baru ini, Indonesia menggunakan Sistem Proporsional. Partai sebelumnya ada sepuluh partai, berkurang menjadi tiga partai politik. Pengelompokan dalam tiga golongan baru terjadi pada tahun 1977.Partisipasi pada saat itu dibatasi, hal ini disebabkan karena keterlibatan militer dalam sistem perpolitikan Indonesia. Baru pada pemilu 1999 terjadi perubahan sistem pemilu karena pada pemilu ini telah dibuka kembali kesempatan membentuk partai baru, setelah kejatuhan pemerintahan Orde Baru ini adalah pemilu pertama dalam era
Universitas Sumatera Utara
Reformasi. Maka pada pemilu ini diikuti oleh 48 partai dan hasil akhirnya dimenangkan oleh Partai Demokrasi Indonesia Perjuangan (PDI-P). Pemilu tahun 2004 merupakan pemilu kembali dilaksanakan namun berbeda dengan sistem sebelumnya pada pemilu ini pertama kalinya rakyat dikenalkan sistem nomor urut caleg. Pada pemilu 2004 ini kembali di menangkan Golkar. Dan pada pemilu ini pula pertama kalinya ada pemilu presiden yang dipilih langsung oleh rakyat. Pemilu 2009 adalah pemilu yang kesepuluh kalinya yang dilaksanakan oleh bangsa Indonesia. Pada pemilu ini banyak mengalami perubahan dalam sistem pemilu. Pada pemilu ini mulai diperkenalkannya sistem pemilu yang tidak hanya memilih partai tetapi juga memilih langsung calegnya dan suara terbanyaklah caleg yang terpilih. 31 Dan terakhir pemilu 2009 dengan jumlah partai politik peserta pemilu sebanyak 44 partai politik, termasuk 6 partai lokal di wilayah Nanggroe Aceh Darussalam. Dan yang memenangkan pemilu 2009 tersebut adalah Partai Demokrat.32 Ada pun suara yang sah pada pemilu 2009 kemarin adalah untuk memilih anggota DPR RI dan DPRD adalah dengan memberi contreng/tanda centang (v) pada nama partai (gambar dan nomor urut partai juga boleh) atau nomor urut caleg atau nama caleg. Untuk memilih anggota DPD dengan mencontreng di kolom foto. Selain itu, tanda coblos, tanda silang (x), tanda garis datar (-) serta
31 32
http://setabasri01.blogspot.com/2009/02/sistem-kepartaian-di-indonesia.html A. Rahman, Sistem Politik Indonesia, Yogyakarta : Graha Ilmu, 2007, hal. 154-157
Universitas Sumatera Utara
tanda centang (v) yang tidak sempurna yaitu dalam bentuk (/) atau (\), suaranya tetap dianggap sah. 33 Akhir Desember 2008 lalu, Mahkamah Konstitusi telah memutuskan untuk menerapkan pola suara terbanyak dalam penetapan caleg terpilih di Pemilu 2009. Dengan demikian sekarang memilih caleg tidak lagi ditentukan oleh nomor urut, tapi suara terbanyak. Sistem suara terbanyak, memang harus disambut dengan penuh kegembiraan sebagai kemenangan demokrasi. Bahwa, dengan begitu, sistem pemilu kita memang benar-benar telah menjadi Pemilihan Langsung (Pilsung), memilih langsung caleg yang menjadi pilihan. Bahwa, caleg yang kita pilih secara langsung itu adalah pilihan kita, memang begitu kenyatannya, tapi ini belum berarti bahwa caleg-caleg yang akan terpilih dalam Pemilu 2009 dengan sistem suara terbanyak ini sudah benar-benar adalah harapan demokrasi Indonesia. Demokrasi mestinya bukan hanya soal suara terbanyak, tapi juga soal kualitas dan komitmen dari caleg yang dipilih. Ini tentu terkait dengan proses demokrasi itu. Suara terbanyak cumalah salah satu dari beberapa unsur demokrasi. Sebab, suara terbanyak belum tentu merepresentasi kenyataan dan aspirasi rakyat yang memilih. Harapan yang muncul dari pemberlakuan sistem suara terbanyak dalam Pemilu 2009 ini, bahwa nanti caleg yang terpilih benar-benar merepresentasi aspirasi rakyat kebanyakan karena caleg yang terpilih didukung oleh suara mayoritas. Barangkali, sistem suara terbanyak ini nanti akan memberi harapan
33
http://darmawanku.com/2009/04/01/tata-cara-pemilu-legislatif-2009/
Universitas Sumatera Utara
yang baik pada pemilu berikut setelah pemilihan umum 2009 ini. Pemilihan umum 2009 ini, masih akan menjadi masa transisi bagi penerapan sistem suara terbanyak, yang dari padanya kita dapat memperoleh pelajaran, betapa demokrasi itu bukan hanya soal uang dan popularitas, melainkan kualitas yang diperoleh dari proses yang benar-benar demokratis. Proses yang benar-benar demokratis ini membutuhkan kecerdasan rakyat dalam memilih. Kemudian, perubahan orientasi masing-masing Partai Politik, dari orientasi partai politik sebagai tujuan, ke partai politik sebagai alat demokrasi untuk menjadi media perjuangan aspirasi rakyat. Berikut perubahan yang tiada henti sistem pemilu, yang sudah dimulai dengan penetapan sistem suara terbanyak ini. 34
6. Metodologi Penelitian Kajian ilmu sosial terhadap satu fenomena sosial sudah tentu membutuhkan kecermatan. Sebagai suatu ilmu tentang metodologi atau tata cara kerja, maka metodologi adalah pengetahuan tentang tata cara mengkonstruksi bentuk dan instrumen penelitian. Konstruksi teknik dan instrument yang baik dan benar akan mampu menghimpun data secara objektif, lengkap dan dapat dianalisa untuk memecahkan suatu permasalahan. Menurut Antonius Birowo, metodologi akan mengkaji tentang proses penelitian yaitu bagaimana penelitian berusaha
34
http://www.kabarindonesia.com/berita.php?pil=27&dn=20090106100053
Universitas Sumatera Utara
menjelaskan apa yang diyakini dapat diketahui dari masalah peneltian yang akan dilakukan. 35
6.1. Jenis Penelitian Jenis penelitian yang digunakan dalam penelitian ini adalah kualitatif. Bogdam & Taylor mengungkapkan bahwa “ metodologi kualitatif” sebagai prosedur penelitian yang menghasilkan data deskriptif berupa kata-kata tertulis atau tulisan dari orang-orang dan perilaku yang dapat diamati. 36 Penelitian kualitatif dapat diartikan sebagai rangkaian kegiatan atau proses penjaringan informasi, dari kondisi sewajarnya dalam kehidupan suatu objek, dihubungkan dengan pemecahan masalah, baik dari sudut pandang teoritis maupun praktis. Secara khusus penelitian deskriptif yang penulis gunakan dapat diartikan sebagai prosedur pemecahan masalah dengan menggambarkan keadaan objek penelitian berdasarkan fakta-fakta yang tampak atau sebagaimana adanya. Faktafakta atau data yang akan dikumpulkan, diklasifikasikan dan kemudian akan dianalisa. Pada penelitian deskriptif, penulis memusatkan perhatian pada penemuan fakta-fakta sebagaimana keadaan yang seharusnya ditemukan. Karena itu dalam penelitian ini, penulis mengembangkan konsep dan menghimpun berbagai fakta, tetapi tidak melakukan pengujian hipotesa.37
35 36
Antonius Birowo, Metode Penelitian Komunikasi, Yogyakarta, Gintayali, 2004, hal. 71-72. Lexy J. Moleong, Metodologi Penelitian Kualitatif, Bandung: PT. Remaja Rodakarya, 1994, hal.
3. 37
Ibid, hal. 6.
Universitas Sumatera Utara
6.2. Lokasi Penelitian Adapun lokasi penelitian yang penulis lakukan di desa Sondi Raya, Kecamatan Raya, Kabupaten Simalungun.
6.3. Populasi dan Sampel Populasi adalah keseluruhan objek penelitian yang terdiri dari manusia, benda-benda, tumbuh-tumbuhan, gejala-gejala, niat test atau peristiwa-peristiwa sebagai sumber data yang dimiliki karakteristik tertentu di dalam suatu penelitian. Sedangkan sampel adalah sebagian dari populasi untuk mewakili seluruh populasi. 38 Yang menjadi populasi pada penelitian ini adalah masyarakat Etnis Batak Simalungun di Desa Sondi Raya, Kecamatan Raya, Kabupaten Simalungun. Adapun jumlah daftar pemilih tetap yang terdaftar sebagai peserta pemilihan pada pemilihan legislatif tahun 2009 adalah sebanyak 2368 orang. 39 Karena populasi melebihi dari 100 orang, maka dalam penelitian ini akan diambil sampel dengan teknik pengambilan sampel Taro Yamane yang menggunakan rumus sebagai berikut: n=
𝑁𝑁
𝑁𝑁.𝑑𝑑 2 +1
n= Jumlah Sampel N= Jumlah Populasi D= Presisi ditetapkan 10% dengan derajar kepercayaan 90% 38
Hadari Nawawi, Metode Penelitian Bidang Sosial, Yogyakarta: Gajah Mada University Press, 1995, hal. 40. 39 KPU Kab. Simalungun
Universitas Sumatera Utara
Maka dengan rumus diatas sampel dalam penelitian ini dicapai sebagai berikut: n= n= n=
2368
2368 (0,01)+1 2368
23,68+1 2368
24,68
n = 95,94 atau 96 orang.
6.4. Teknik Pengambilan Data Dalam penelitian ini digunakan teknik Purposive Sampling yaitu terdapatnya kriteria-kriteria yang perlu dilakukan ataupun dibuat batasan-batasan berdasarkan tujuan-tujuan tertentu sehingga sesuai dengan sumber daya yang tersedia namun tetap mencapai jumlah sampel yang ditetapkan. Kriteria-kriteria ataupun batasan yang dimaksudkan pada Puposive Sampling disini adalah sampel-sampel yang dikumpulkan adalah etnis Batak Simalungun yang merupakan penduduk desa Sondi Raya dan terdaftar sebagai pemilih pada Pemilihan legislatif Simalungun.
6.5. Teknik Pengumpulan Data Untuk memperoleh data atau informasi, keterangan-keterangan atau faktafakta yang diperlukan, maka penulis menggunakan teknik pengumpulan data sebagai berikut:
Universitas Sumatera Utara
1. Data Primer yaitu penelitian lapangan (field research), yaitu pengumpulan data dengan terjun langsung ke lokasi penelitian, dengan cara: a. Kuisioner/angket, yaitu suatu cara pengumpulan data dengan meyebarkan angket/kuisioner yang berisi daftar pertanyaan kepada responden. b. Wawancara, yaitu suatu cara pengumpulan data dengan dialog langsung dengan responden yang berhubungan dengan objek penelitian guna melengkapi data yang kurang jelas pada kuisioner/angket. 2. Data Sekunder yaitu penelitian kepustakaan (library Research), yaitu mempelajari buku-buku, peraturan-peraturan, laporan-laporan serta bahanbahan lain yang berhubungan dengan penelitian.
7. Sistematika Penulisan Untuk mendapatkan gambaran yang terperinci, dan untuk mempermudah isi skripsi ini, maka penulis membagi dalam empat (4) bab. Untuk itu disusun sistematika sebagai berikut: BAB I : PENDAHULUAN Bab ini akan membahas tentang Latarbelakang, Pembatasan Masalah, Perumusan Masalah, Tujuan Penelitian, Manfaat Penelitian, Kerangka Teoritis, Metodologi Penelitian, Perilaku Politik, Pemilihan Umum, Metodologi Penelitian, Jenis Penelitian, Lokasi Penelitian, Populasi dan Sampel, Teknik Pengambilan Data, Teknik Pengumpulan Data.
Universitas Sumatera Utara
BAB II : DESKRIPSI LOKASI PENELITIAN Bab ini menguraikan tentang gambaran umum lokasi penelitian yaitu kondisi goegrafis, kondisi sosial, kondisi ekonomi, budaya serta sistem pemerintahan di desa Sondi Raya dan juga bagaimana perilaku politik di Sondi Raya. BAB III : PENYAJIAN DAN ANALISA DATA Bab ini berisi penyajian data-data yang telah diperoleh dari lapangan dan juga analisa dari data-data tersebut. Bab ini terdiri dari mekanisme dan sistem pilkada di kota Sondi Raya, latar belakang konflik, proses konflik dalam pilkada, dampak konflik bagi masyarakat serta pemerintahan dan resolusi konflik. BAB IV : PENUTUP Bab ini merupakan bab terakhir yang berisikan kesimpulan yang diperoleh dari hasil penelitian serta tedapat saran-saran yang terdapat didalamnya setelah melakukan penelitian.
Universitas Sumatera Utara