HUBUNGAN PENDIDIKAN, PENGETAHUAN DAN SIKAP KEPALA KELUARGA DENGAN PERILAKU HIDUP BERSIH DAN SEHAT (PHBS) DALAM TATANAN RUMAH TANGGA DI WILAYAH KERJA UPTD PUSKESMAS SALAGEDANG KABUPATEN MAJALENGKA TAHUN 2014 Oleh : Dhora Darojatin, S.SiT
ABSTRAK Pembinaan PHBS di rumah tangga merupakan salah satu upaya startegis untuk menggerakkan dan memberdayakan anggota rumah tangga untuk hidup bersih. Salah satu Puskesmas yang belum mencapai target PHBS adalah di wilayah kerja UPTD Puskesmas Salagedang yaitu sebesar 35,95% dari 3.522 rumah yang diperiksa, dari target yang diharapkan yaiu sebesar 75%. Tujuan umum penelitian ini adalah untuk mengetahui hubungan pendidikan, pengetahuan dan sikap kepala keluarga dengan Perilaku Hidup Bersih dan Sehat (PHBS) dalam Tatanan Rumah Tangga di wilayah kerja UPTD Puskesmas Salagedang Kabupaten Majalengka tahun 2014. Penelitian ini menggunakan metode penelitian analitik kuantitatif dengan desain cross sectional. Populasi dalam penelitian ini adalah seluruh kepala keluarga di Wilayah kerja UPTD Puskesmas Salagedang Kabupaten Majalengka tahun 2013 yaitu 4.961 orang, dengan jumlah sampel sebanyak 99 responden. Analisis yang digunakan univariat dan bivariat dengan menggunakan uji Chi Square dengan α = (0,05). Hasil penelitian menunjukkan sebagian besar keluarga (78,8%) yang tidak ber – PHBS, sebagian besar keluarga (78,8%) berpendidikan rendah, kurang dari setengahnya (47,5%) kepala keluarga berpengetahuan kurang, kurang dari setengahnya (35,4%) kepala keluarga sikap tidak mendukung. Tidak ada hubungan antara pendidikan dengan PHBS dalam tatanan rumah tangga (p value 0,550). Tidak ada hubungan antara pengetahuan dengan perilaku PHBS dalam tatanan rumah tangga (p value=0,088). Ada hubungan antara sikap dengan PHBS dalam tatanan rumah tangga di wilayah kerja UPTD Puskesmas Salagedang Kabupaten Majalengka Tahun 2014 (p value=0,002). Saran diajukan petugas kesehatan untuk mengoptimalkan konseling atau penyuluhan sangat penting untuk dilakukan untuk meningkatkan pengetahuan ibu tentang PHBS, dengan cara menambah sarana informasi, kegiatan penyuluhan atau demonstrasi langsung tentang PHBS.
JURNAL KAMPUS STIKes YPIB Majalengka # Volume III No 7 Februari 2015
1
ABSTRACT Development of PHBs in the household is one of the strategic effort to mobilize and empower members of the household to live clean. One of the health centers that have not reached the target PHBs are in the working area UPTD Salagedang health center that is equal to 35.95% of the 3,522 homes were inspected, from yaiu expected target of 75%. The general objective of this study was to determine the relationship of education, knowledge and attitudes of family heads with Clean and Healthy Behaviors (PHBs) in the Domestic Order in the working area of the health center UPTD Salagedang Majalengka 2014. This study uses quantitative analytical research with cross sectional design. The population in this study were all working households in the region UPTD PHC Salagedang Majalengka in 2013 that 4,961 people, with the total sample of 99 respondents. The analysis used univariate and bivariate using Chi Square test with α = (0.05). The results showed the majority of families (78.8%) are not air - PHBs, most families (78.8%) less educated, less than half (47.5%) household heads are less knowledgeable, less than half (35, 4%) does not support the attitude of the family head. There is no relationship between education and PHBs in the order of the household (p = 0.550). There is no relationship between knowledge and behavior in order PHBs household (p value = 0.088). There is a relationship between attitudes in order to PHBs households in the working area UPTD Salagedang Majalengka PHC 2014 (p value = 0.002). Suggestions put forward to optimize the health worker counseling or counseling is very important to be done to improve the knowledge of mothers about PHBs by adding the means of information, extension activities or direct demonstration of PHBs. PENDAHULUAN Pembangunan kesehatan bertujuan untuk meningkatkan kesadaran, kemauan, dan kemampuan hidup sehat bagi setiap orang agar terwujud derajat kesehatan masyarakat yang setinggi-tingginya, sebagai investasi bagi pembangunan sumber daya manusia yang produktif secara sosial dan ekonomis (Depkes RI, 2009). Pembangunan kesehatan tersebut merupakan upaya seluruh potensi bangsa Indonesia, baik masyarakat, swasta maupun pemerintah. Sehat merupakan hak asasi manusia dan merupakan intervensi untuk kehidupan yang produktif. Sehat juga merupakan prasyarat agar hidup kita menjadi berarti, sejahtera, dan bahagia. Untuk mewujudkan hal tersebut seseorang wajib menjaga, memelihara, dan meningkatkan kesehatan secara terusmenerus (Depkes RI, 2008).
Upaya peningkatan perilaku sehat yang lebih terarah, terencana, terpadu dan berkesinambungan, dikembangkan melalui Kabupaten/Kota percontohan integrasi promosi kesehatan dengan sasaran utama adalah PHBS Tatanan Rumah Tangga (individu, keluarga, masyarakat) dan Institusi Pendidikan, diharapkan akan berkembang kearah Desa/Kelurahan, Kecamatan/ Puskesmas dan Kabupaten/Kota sehat menuju Indonesia Sehat 2010. Pedoman ini merupakan salah satu acuan yang dapat digunakan oleh petugas lintas program dan lintas sektor terkait dalam pengembangan Kabupaten/Kota percontohan integrasi PHBS (Depkes RI, 2010). Pemberdayaan masyarakat harus dimulai dari rumah tangga, karena rumah tangga yang sehat merupakan asset atau modal pembangunan di masa depan yang perlu di jaga, ditingkatkan dan dilindungi
JURNAL KAMPUS STIKes YPIB Majalengka # Volume III No 7 Februari 2015
2
kesehatannya. Perilaku Hidup Bersih dan Sehat (PHBS) dapat diterapkan dalam kehidupan sehari-hari pada lingkungan sekitar, seperti lingkungan rumah tangga, sekolah, dan tempat kerja. PHBS pada tatanan rumah tangga merupakan bentuk perwujudan paradigma sehat dalam budaya hidup perorangan dan keluarga, yang bertujuan untuk meningkatkan, memelihara dan melindungi kesehatannya (Haniek, 2011). Dalam rumah tangga kepala keluarga mempunyai peran yang sangat besar dalam memberi contoh, teladan, pendidikan di suatu keluarga. Kepala keluarga juga lebih mendominasi dalam hal pengaturan menu makanan dan menjaga kebersihan rumah, termasuk di dalam memberikan pendidikan kesehatan di keluarga, seperti menanamkan PHBS (Notoatmodjo, 2003). Menurut Laporan Depkes RI (2012) melaporkan bahwa hasil kegiatan pada tahun 2012 menunjukkan sebanyak 56,70% rumah tangga telah melaksanakan PHBS atau 94,5% dibandingkan target. Secara nasional persentase pencapaian rumah tangga yang ber-PHBS mencapai 56,70%. Berdasarkan laporan Dinas Kesehatan jawa Barat didapatkan target rumah tangga sehat di jawa barat pada tahun 2007 adalah 44 % rumah tangga sehat, tahun 2008 51% rumah tangga sehat, tahun 2009 58% rumah tangga sehat dan tahun 2010 adalah 65% rumah tangga sehat dan pada tahun 2012 adalah 44,61 % rumah tangga sehat (Dinkes Jabar, 2011). Data Dinas Kesehatan Kabupaten Majalengka menunjukkan rekapitulasi hasil pendataan PHBS di Kabupaten Majalengka Tahun 2012 sebanyak 70.284 rumah ber PHBS atau sebesar 37,96%. Pencapaian rumah tangga yang ber PHBS yang tertinggi adalah di wilayah kerja UPTD Puskesmas Panyingkiran yaitu sebesar 92,22% Salah satu Puskesmas yang belum mencapai target PHBS diantranya adalah di wilayah
kerja UPTD Puskesmas Salagedang yaitu sebesar 35,95% dari 3.522 rumah yang diperiksa, dari target yang diharapkan yaiu sebesar 75% (Dinkes Majalengka, 2011). Berdasarkan studi pendahuluan terhadap 10 kepala keluarga menunjukan sebanyak 6 orang (60%) berpengetahuan kurang tentang PHBS, dari latar belakang pendidikan kepala keluarga dari 10 orang sebanyak 2 orang berpendidikan SD, 4 orang berpendidikan SMP dan 6 orang berpendidikan SMA. Sikap kepala keluarga terhdap PHBS masih ada beberapa kepala keluarga yang masih merokok didalam rumah. PHBS dalam rumah tangga perlu dibiasakan, karena rumah tangga merupakan suatu bagian masyarakat terkecil di mana perubahan perilaku dapat membawa dampak besar dalam kehidupan dan tingkat kesehatan anggota keluarga di dalamnya. Rumah tangga sehat juga merupakan suatu aset dan modal utama pembangunan di masa depan yang perlu dijaga, ditingkatkan dan dilindungi kesehatannya (Haniek, 2011). Berdasarkan uraian diatas peneliti merasa tertarik untuk meneliti lebih lanjut tentang “Hubungan Pendidikan, Pengetahuan dan Sikap Kepala Keluarga dengan Perilaku Hidup Bersih dan Sehat (PHBS) dalam Tatanan Rumah Tangga di wilayah kerja UPTD Puskesmas Salagedang Kabupaten Majalengka tahun 2014”. Tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui hubungan pendidikan, pengetahuan dan sikap kepala keluarga dengan Perilaku Hidup Bersih dan Sehat (PHBS) dalam Tatanan Rumah Tangga di wilayah kerja UPTD Puskesmas Salagedang Kabupaten Majalengka tahun 2014, secara rinci yaitu : a. Diketahuinya gambaran Perilaku Hidup Bersih dan Sehat (PHBS) dalam tatanan rumah tangga di wilayah kerja UPTD Puskesmas Salagedang Kabupaten Majalengka tahun 2014.
JURNAL KAMPUS STIKes YPIB Majalengka # Volume III No 7 Februari 2015
3
b.
c.
d.
e.
f.
g.
Diketahuinya gambaran pendidikan kepala keluarga tentang PHBS di wilayah kerja UPTD Puskesmas Salagedang Kabupaten Majalengka tahun 2014 Diketahuinya gambaran pengetahuan kepala keluarga tentang PHBS di wilayah kerja UPTD Puskesmas Salagedang Kabupaten Majalengka tahun 2014. Diketahuinya gambaran sikap kepala keluarga tentang PHBS di wilayah kerja UPTD Puskesmas Salagedang Kabupaten Majalengka tahun 2014. Diketahuinya hubungan pendidikan kepala keluarga dengan Perilaku Hidup Bersih dan Sehat (PHBS) dalam tatanan rumah tangga di wilayah kerja UPTD Puskesmas Salagedang Kabupaten Majalengka tahun 2014 Diketahuinya hubungan pengetahuan kepala keluarga dengan Perilaku Hidup Bersih dan Sehat (PHBS) dalam tatanan rumah tangga di wilayah kerja UPTD Puskesmas Salagedang Kabupaten Majalengka tahun 2014 Diketahuinya hubungan sikap kepala keluaraga dengan Perilaku Hidup Bersih dan Sehat (PHBS) dalam
tatanan rumah tangga di wilayah kerja UPTD Puskesmas Salagedang Kabupaten Majalengka tahun 2014 METODOLOGI PENELITIAN Jenis penelitian yang digunakan adalah penelitian analitik dengan menggunakan rancangan cross sectional yaitu jenis penelitian yang menentukan pada waktu pengukuran/ observasi data variabel independen dan dependen hanya satu kali pada satu saat. Populasi dalam penelitian ini adalah seluruh kepala keluarga di Wilayah kerja UPTD Puskesmas Salagedang Kabupaten Majalengka tahun 2013 yaitu 4.961 orang, dengan jumlah sampel sebanyak 99 responden. Prosedur pengambilan sampel ini menggunakan secara acak sederhana (simple random sampling). Alat ukur yang digunakan untuk pengumpulan data pada penelitian ini adalah dengan cara menyebarkan kuesioner: Teknik analisis data dilakukan untuk melihat ada tidaknya hubungan antara variabel independen dan variabel dependen. Analisis data dalam penelitian ini dilakukan dua tahap yaitu analisis univariat dan analisis bivariat.
HASIL PENELITIAN Tabel 4.1 Distribusi Frekuensi Kejadian Gizi Lebih Pada Balita di Wilayah Kerja UPTD Puskesmas Balida Tahun 2013
Kejadian Gizi Lebih Pada Balita Gizi Lebih Tidak Gizi Lebih Total Berdasarkan tabel 4.1 dapat dilihat bahwa balita yang mengalami gizi lebih Tabel 4.2
f
%
20 78
20.4 79.6
98
100.0
sebesar 20,4% dan balita yang tidak mengalami gizi lebih sebesar 79,6%.
Distribusi Frekuensi Berat Bayi Lahir di Wilayah Kerja UPTD Puskesmas Balida Tahun 2013
JURNAL KAMPUS STIKes YPIB Majalengka # Volume III No 7 Februari 2015
4
Berat Bayi Lahir
f
%
Total
15 83 98
15.3 84.7 100.0
BBLR Normal
Berdasarkan tabel 4.2 dapat dilihat bahwa balita yang lahir BBLR sebesar Tabel 4.3
(15,3%) dan balita yang lahir normal sebesar 84,7%.
Distribusi Frekuensi Jenis Kelamin Balita di Wilayah Kerja UPTD Puskesmas Balida Tahun 2013
Jenis Kelamin
f
%
Total
41 57 98
41.8 58.2 100.0
Laki-Laki Perempuan
Berdasarkan tabel tabel 4.3 dapat dilihat bahwa balita dengan jenis kelamin Tabel 4.4
laki-laki sebesar 41,8% dan balita dengan jenis kelamin perempuan sebanyak 58,2%.
Distribusi Frekuensi Usia Balita di Wilayah Kerja UPTD Puskesmas Balida Tahun 2013 Usia
Usia 3-5 tahun Usia < 3 tahun Total Berdasarkan tabel 4.4 dapat dilihat bahwa balita yang berusia 3- 5 tahun
f
%
42
42.9
56
57.1
98
100.0
sebesar 42,9 % dan balita yang berusia < 3 tahun sebesar 57,1%.
Tabel 4.5 Hubungan Berat Bayi Lahir dengan Kejadian Gizi Lebih Pada Balita di Wilayah Kerja UPTD Puskesmas Balida Tahun 2013
Berat Bayi Lahir BBLR Normal Jumlah
Kejadian Gizi Lebih Gizi Lebih Tidak Lebih f % f % 7 46.7 8 53.3 13 15.7 70 84.3 20 20.4 78 79.6
Berdasarkan tabel 4.5 dapat lihat bahwa bayi yang lahir BBLR dan mengalami gizi lebih sebesar (46,7%),
Jumlah f 15 83 98
% 100 100 100
P value
0,017
sedangkan bayi yang berat bayi lahir normal dan mengalami gizi lebih sebesar (15.7%). Hasil uji chi square dengan p value
JURNAL KAMPUS STIKes YPIB Majalengka # Volume III No 7 Februari 2015
5
= 0,017 (p< 0,05) yang berarti hipotesis nol ditolak atau ada hubungan antara berat bayi lahir dengan kejadian gizi lebih pada
balita di wilayah kerja UPTD Puskesmas Balida tahun 2013.
Tabel 4.6 Distribusi Proporsi Hubungan Jenis Kelamin Balita dengan Kejadian Gizi Lebih Pada Balita di Wilayah Kerja UPTD Puskesmas Balida Tahun 2013
Jenis Kelamin Perempuan Laki-laki Jumlah
Kejadian Gizi Lebih Gizi Lebih Tidak Lebih f % f % 15 36.6 26 63.4 5 8.8 52 91.2 20 20.4 78 79.6
Berdasarkan tabel 4.6 dapat dilihat bahwa proporsi balita jenis kelamin perempuan dan mengalami gizi lebih sebesar (36,6%), sedangkan balita laki-laki dan mengalami gizi lebih sebesar (8,8%). Hasil uji chi square dengan p value = 0,002
p value
Jumlah f 41 57 98
% 100 100 100
0,002
(p< 0,05) yang berarti hipotesis nol ditolak atau ada hubungan antara jenis kelamin balita dengan kejadian gizi lebih pada balita di wilayah kerja UPTD Puskesmas Balida tahun 2013.
Tabel 4.8 Distribusi Proporsi Hubungan Usia Balita dengan Kejadian Gizi Lebih Pada Balita di Wilayah Kerja UPTD Puskesmas Balida Tahun 2013
Usia Usia 3-5 tahun Usia < 3 tahun Jumlah
Kejadian Gizi Lebih Gizi Lebih Tidak Lebih f % f % 11 26.2 31 73.8 9 16.1 47 83.9 20 20.4 78 79.6
Berdasarkan tabel 4.8 dapat lihat bahwa balita yang berusia 3-5 tahun dan mengalami gizi lebih sebesar (26.2%), sedangkan balita yang berusia < 3 tahun dan mengalami gizi lebih sebesar (16.1%). Hasil uji chi square dengan p value = 0,000
Jumlah f 42 56 98
% 100 100 100
P value
0,329
(p> 0,05) yang berarti hipotesis nol gagal ditolak atau tidak ada hubungan antara Usia balita dengan Kejadian Gizi Lebih Pada balita di wilayah kerja UPTD Puskesmas Balida tahun 2013.
PEMBAHASAN 1. Gambaran Kejadian Gizi Lebih Pada Balita di Wilayah Kerja UPTD Puskesmas Balida Tahun 2013
JURNAL KAMPUS STIKes YPIB Majalengka # Volume III No 7 Februari 2015
6
2.
Berdasarkan hasil penelitian didapatkan sebagian kecil (20,4%) balita mengalami gizi lebih di wilayah kerja UPTD Puskesmas Balida tahun 2013. Pada balita yang mengalami gizi lebih dapat disebabkan karena, faktor keturunan dan bayi yang sudah diberikan susu formula, bisa menyebabkan gizi lebih sebab energi yang masuk berlebihan dibanding kebutuhannya, selain itu perubahan gaya hidup dimana anak kurang melakukan aktivitas fisik, juga menjadi penyebab gizi lebih. Hal ini seperti yang dijelaskan menurut Samsudin (2004) penyebab gizi lebih pada anak bermacam-macam, demikian pula teori terjadinya penimbunan lemak yang berlebihan tersebut, gizi-lebih umumnya terjadi jika suplai energy melebihi kebutuhan energi individu anak. Gizi-lebih berkaitan dengan pengaruh berbagai faktor, antara lain daya beli yang cukup atau berlebih, makanan berenergi tinggi dan rendah serat seperti beberapa jenis fast food, kurangnya aktivitas fisik, kurangnya pengetahuan tentang gizi dan lain-lain Berdasarkan hasil tersebut perlu upaya dari petugas kesehatan untuk lebih meningkatkan pemantauan kejadian gizi lebih pada balita di wilayah kerjanya untuk mencegah dan menangani secara dini balita yang mengalami gangguan dalam kejadian gizi lebih padanya. Gambaran Berat Bayi Lahir di Wilayah Kerja UPTD Puskesmas Balida Tahun 2013 Berdasarkan hasil penelitian didapatkan sebagian kecil balita
dengan lahir BBLR dapat disebabkan oleh ibu kekurangan gizi selama hami, kehamilan pada usia muda atau resiko tinggi < 20 tahun dan jarak kehamilan yang terlalu dekat < 2 tahun. Bayi dengan berat lahir lebih bisa disebabkan karena adanya pengaruh dari kehamilan posterm, bila terjadi perubahan anatomik pada plasenta maka terjadi penurunan janin, dari penelitian Vorher tampak bahwa sesudah umur kehamilan 36 minggu grafik rata-rata pertumbuhan janin mendatar dan tampak adanya penurunan sesudah 42 minggu. Namun seringkali pula plasenta masih dapat berfungsi dengan baik sehingga berat janin bertambah terus sesuai dengan bertambahnya umur kehamilan. Zwerdling menyatakan bahwa ratarata berat janin > 3600 gram sebesar 44,5% pada kehamilan posterm, sedangkan pada kehamilan term sebesar 30,6 %. Petugas kesehatan agar memantau perkembangan berat janin secara intensif pada ibu hamil, untuk mengantisipasi resiko bayi lahir BBLR, dengan memberikan konseling pada ibu hamil agar memenuhi kebutuhan gizi selama kehamilan. 3. Gambaran Jenis Kelamin Balita di Wilayah Kerja UPTD Puskesmas Balida Tahun 2013 Berdasarkan hasil penelitian didapatkan kurang dari setengahnya balita dengan jenis kelamin laki-laki sebesar (41,8%) dan lebih dari setengahnya balita dengan jenis kelamin perempuan sebesar (58,2%) di wilayah kerja UPTD Puskesmas Balida tahun 2013. Hal ini diakrenakan jumah kelahiran hidup lebih banyak pada jenis kelamin perempuan. Pertumbuhan dan perkembangan anak sangatlah pesat sehingga terdapat perbedaan antara
dengan berat bayi lahir BBLR sebesar (15.3%) di wilayah kerja UPTD Puskesmas Balida tahun 2013. Balita
JURNAL KAMPUS STIKes YPIB Majalengka # Volume III No 7 Februari 2015
7
anak lakilaki dan perempuan. Menurut Hidayat (2008) pertumbuhan dan perkembangan anak dengan jenis kelamin laki-laki setelah lahir akan cenderung lebih cepat dibandingkan dengan anak perempuan serta akan bertahan sampai usia tertentu. Baik anak laki-laki maupun anak perempuan akan mengalami pertumbuhan yang lebih cepat ketika mereka mencapai masa pubertas. Akan tetapi bila anak laki-laki jika sudah masuk dalam masa pubertas maka anak laki-laki pertumbuhannya lebih cepat dari pada anak perempuan. Dalam upaya pemantauan status gizi balita petugas kesehatan agar meningkatkan pelayanan kepada balita melalui program kegiatan posyandu bekerjasama dengan kader untuk melakukan pemantauan secara berkala. 4. Gambaran Usia Balita di Wilayah Kerja UPTD Puskesmas Balida Tahun 2013 Berdasarkan hasil penelitian didapatkan sebagian kecil balita berusia 3-5 tahun sebesar (42.9%) dan sebagian besar balita usia < 3 tahun sebesar (57.1%) di wilayah kerja UPTD Puskesmas Balida tahun 2013. Pada balita usia kurang dari tiga tahun memiliki resiko lebih besar mengalami gizi lebih. Bila ditinjau dari segi umur, maka anak balita yang sedang tumbuh kembang adalah golongan yang awan terhadap kekurangan energi dan protein, kerawanan pada anak - anak disebabkan oleh hal - hal di sebagai berikut, (Kardjati, dkk, 2005): Masa akan dibawah lima tahun (anak balita, umur 12 - 59 bulan). Pada masa ini, kecepatan pertumbuhan mulai menurun dan terdapat kemajuan dalam perkembangan motorik (gerak kasar dan gerak halus) serta fungsi
5.
ekskresi. Setelah lahir terutama pada 3 tahun pertama kehidupan, pertumbuhan dan perkembangan sel sel otak masih berlangsung dan terjadi pertumbuhan serabut - serabut syaraf dan cabang - cabangnya, sehingga terbentuk jaringan syaraf dan otak yang kompleks. Jumlah dan pengaturan hubungan - hubungan antar sel syaraf ini sangat mempengaruhi segala kinerja otak, mulai dari kemampuan belajar berjalan, mengenal huruf, sehingga bersosialisasi. Upaya petugas kesehatan dalam perbaikan gizi balia dapat ditekankan pada balita yang berusia kurang dari 3 tahun, untuk mengantisipasi gizi lebih pada balita melalui kegiatan konseling pada ibu balita mengenai pemenuhan gizi seimbang. Hubungan Berat Bayi Lahir dengan Kejadian Gizi Lebih Pada Balita di Wilayah Kerja UPTD Puskesmas Balida Tahun 2013 Berdasarkan hasil penelitian menunjukan adanya hubungan antara berat bayi lahir dengan kejadian gizi lebih pada balita di wilayah kerja UPTD Puskesmas Balida tahun 2013. Hal ini dapat dimengerti karena pada bayi BBLR dalam penangannya oleh petugas kesehatan diberikan penambahan asupan gizi seperti larutan glukosa atau pemberian susu formula khusus BBLR. Bayi dengan berat lahir lebih bisa disebabkan karena adanya pengaruh dari kehamilan posterm, bila terjadi perubahan anatomik pada plasenta maka terjadi penurunan janin, dari penelitian Vorher tampak bahwa sesudah umur kehamilan 36 minggu grafik rata-rata pertumbuhan janin mendatar dan tampak adanya penurunan sesudah 42 minggu. Namun seringkali pula plasenta masih dapat
JURNAL KAMPUS STIKes YPIB Majalengka # Volume III No 7 Februari 2015
8
6.
berfungsi dengan baik sehingga berat janin bertambah terus sesuai dengan bertambahnya umur kehamilan. Zwerdling menyatakan bahwa ratarata berat janin > 3600 gram sebesar 44,5% pada kehamilan posterm, sedangkan pada kehamilan term sebesar 30,6 %. Risiko persalinan bayi dengan berat >4000 gram pada kehamilan posterm meningkat 2-4 kali lebih besar dari kehamilan term. Upaya petugas kesehatan agar dalam pemeriksaan kehamilan menganjurkan kepada ibu hamil untuk memenuhi kebutuhan gizinya dengan mengkonsumsi makanan bergizi dan melakukan pemantauan secara intensif pada ibu dengan kondisi gizi buruk atau mengalami KEK untuk mengurangi resiko BBLR dan gizi lebih pada balita. Hubungan Jenis Kelamin Balita dengan Kejadian Gizi Lebih Pada Balita di Wilayah Kerja UPTD Puskesmas Balida Tahun 2013 Berdasarkan hasil penelitian menunjukan adanya hubungan antara jenis kelamin balita dengan kejadian gizi lebih pada balita di wilayah kerja UPTD Puskesmas Balida tahun 2013. Hal ini dapat dimengerti karena pada anak balita perempuan resiko mengalami gizi lebih meningkat karena pada anak perempuan lebih cenderung menyukai makanan cemilan daripada makanan pokok yang bergizi. Hasil penelitian ini sejalan dengan teori yang dikemukakan Hidayat (2008:56) bahwa pertumbuhan pada anak dengan jenis kelamin laki-laki setelah lahir akan cenderung lebih cepat dibandingkan dengan anak perempuan serta akan bertahan sampai usia tertentu. Menurut Markum (2009) pada pertumbuhan dan perkembangan anak dengan jenis kelamin laki-laki setelah
7.
lahir akan cenderung lebih cepat atau tinggi pertumbuhan tinggi badan dan berat badan dibandingkan dengan anak perempuan dan akan bertambah sampai usia tertentu mengingat anak perempuan akan mengalami pertumbuhan yang lebih tinggi dan besar ketika masa pubertas dan begitu juga sebaliknya disaat anak laki-laki pubertas maka anak laki-laki cenderung lebih besar. Berdasarkan hasil tersebut maka petugas kesehatan perlu memperhatikan jenis kelamin balita dalam pemantauan gizi pada balita agar petumbuhan dan perkembangan balita dapat terpantau dengan baik. Ibu balita agar berkonsultasi dengan petugas kesehatan tentang gizi pada balita dan secara rutin mengikuti kegiatan posyandu untuk memantau perkembangan gizi balita. Hubungan Usia Balita dengan Kejadian Gizi Lebih Pada Balita di Wilayah Kerja UPTD Puskesmas Balida Tahun 2013 Berdasarkan hasil penelitian menunjukan tidak ada hubungan antara usia balita dengan kejadian gizi lebih pada balita di wilayah kerja UPTD Puskesmas Balida tahun 2013. Hal ini dikarenakan kejadian gizi lebih hampir merata pada golongan usia balita, Masa akan dibawah lima tahun (anak balita, umur 12 - 59 bulan). Pada masa ini, kecepatan pertumbuhan mulai menurun dan terdapat kemajuan dalam perkembangan motorik (gerak kasar dan gerak halus) serta fungsi ekskresi. Setelah lahir terutama pada 3 tahun pertama kehidupan, pertumbuhan dan perkembangan sel sel otak masih berlangsung dan terjadi pertumbuhan serabut - serabut syaraf dan cabang - cabangnya, sehingga terbentuk jaringan syaraf dan otak yang kompleks. Jumlah dan pengaturan
JURNAL KAMPUS STIKes YPIB Majalengka # Volume III No 7 Februari 2015
9
hubungan - hubungan antar sel syaraf ini sangat mempengaruhi segala kinerja otak, mulai dari kemampuan belajar berjalan, mengenal huruf, sehingga bersosialisasi. Berdasarkan hasil penelitian maka usia balita tidak memiliki hubungan dengan kejadian gizi lebih pada balita, status gizi pada balita tidak memandang umur, baik pada umur >3 tahun ataupun pada umur 1- 2 tahun sama-sama memiliki resiko mengalami gizi lebih. Petugas kesehatan dalam upaya perbaikan gizi balita tidak memandang berdasarkan usia balita, melalui pelaksanaan kegiatan posyandu setiap bulannya dan menjemput balita yang tidak hadir pada kegiatan posyandu. Ibu balita agar lebih aktif lagi dalam kegiatan penimbangan balita ke posyandu untuk memantau perkembangan gizi dan berkonsultasi dengan petugas kesehatan tentang masalah perkembangan gizi pada balita.
disimpulkan beberapa hal sebagai berikut sebagian kecil (20,4%) balita mengalami gizi lebih, sebagian kecil balita dengan berat bayi lahir BBLR yaitu sebesar (15.3%), kurang dari setengahnya balita dengan jenis kelamin laki-laki sebesar (41,8%) Sebagian kecil balita berusia 3-5 tahun sebesar (42.9%). Ada hubungan antara berat bayi lahir dengan kejadian gizi lebih pada balita, dengan p value (0,017). Ada hubungan antara jenis kelamin balita dengan kejadian gizi lebih pada balita, dengan p value (0,002). Tidak ada hubungan antara Usia balita dengan Kejadian Gizi Lebih Pada balita di wilayah kerja UPTD Puskesmas Balida tahun 2013, dengan p value (0,329) SARAN Dari hasil pembahasan dan dan kesimpulan di atas dapat diajukan beberapa saran yang relevan sebagai berikut petugas kesehatan untuk dapat meningkatkan pelayanan dalam memenuhi kebutuhan gizi balita dengan memberikan penyuluhan tentang gizi yang dibutuhkan balita serta kegiatan rutin di posyandu untuk memantau pemenuhan gizi balita. Ibu balita hendaknya lebih aktif lagi dalam kegiatan konseling dan penyuluhan dan secara rutin ikut kegiatan posyandu, untuk memantau pertumbuhan gizi balita.
KESIMPULAN Berdasarkan hasil penelitian dan pembahasan mengenai faktor-faktor yang berhubungan dengan kejadian gizi lebih pada balita di wilayah kerja UPTD Puskesmas Balida tahun 2013, dapat
JURNAL KAMPUS STIKes YPIB Majalengka # Volume III No 7 Februari 2015
10
DAFTAR PUSTAKA Andi Mappiare. 1982. Psikologi Remaja. Surabaya: Usaha Nasional. Allport, Gordon W. 1954. The Nature of Prejudice. Oxford, England: Addison-Wesley. Arikunto. 2002. Prosedur Suatu Penelitian: Pendekatan Praktek. Edisi Revisi. Kelima. Penerbit Rineka Cipta. Jakarta Ardianto, E.L. 2004. Komunikasi Massa: Suatu Pengantar. Bandung: Simbiosa Rekatama Media. Azwar. 2005. Penyusunan Skala Pesikologi, Pustaka Pelajar,Offset cetakan ke V,. Yogyakarta. Brehm & Kassim. (1993).Social psychology second edition. United States of Amerika. Cangara, Hafied. Pengantar Ilmu Komunikasi.PT Raja Grafindo Persada. Jakarta. 2009. Chaniago. (1997). Kamus Lengkap Bahasa Indonesia. Bandung : Cv. Pustaka Setia Chaniago. (2002). Kamus Lengkap Bahasa Indonesia. Bandung : Cv. Pustaka Setia Cotruna. E Caroly. (1994). Perceived parental social support. journal personality and social psychologyVol. 66. Depkes RI. 2005. Profil Kesehatan Indonesia tahun 2005. Jakarta : Depkes RI. Damandin. (2007). Pengetahuan dan Persepsi http://www.damandin.Dr.id/file/setiabudi pb tinjauan pustaka. pdf.
[04-11-2014]
Available
Diananda R. 2007. Mengenal Seluk Beluk Kanker. Yogyakarta : Katahati. Dewi, P.2008. Faktor-faktor yang berhubungan dengan SADARI, tesis, Fakultas Kedokteran, Universitas Diponegoro.
Eveline, 2005, Panduan Kesehatan Wanita, Cetakan ke-1, Puspa swara, Jakarta. Gottlieb, B.H (1983). Social support strategis : guidelines for mental health practice .London: Sagepublications. Ghazali, 2007. Carcinoma Mamae Pada Wanita, diakses tanggal 22 Desember 2014. Green,Lawrence.Health Education Planning A Diagnostic Approach. Baltimore. The John Hopkins University, Mayfield Publishing Co, 1980. Handayani. 2010. Buku Ajar Pelayanan Keluarga Berencana. Yogyakarta : Pustaka Rihana. Harahap NH. Perilaku karyawati di kantor Dinas Pendidikan Sumatera Utara mengenai metode SADARI sebagai deteksi dini kanker payudara [skripsi]. Medan: FK USU; 2010. Hurlock, E. (2001). Psikologi Perkembangan. Edisi 5. Jakarta : Erlangga. Kearney, A, J, & Murray, M, 2006, Evidence Against Breast Si of Examination is not Conclusive: What Polymakers and Healt Profesionals Need to know, Journal of Public Healt Policy, 27, 3 Proquest Med cal Library Pg 282. Latifah, 2008. Masa Transisi Remaja, diakses tanggal 22 Desember 2014. JURNAL KAMPUS STIKes YPIB Majalengka # Volume III No 7 Februari 2015
11
Manuaba 2010. Ilmu Kebidanan Penyakit Kandungan Dan KB. Jakarta : EGC. Maulana HDJ. Promosi Kesehatan.Jakarta: EGC.2009:5. Meliono, dkk. 2007. MPKT Modul I. Jakarta: Lembaga Penerbitan. FE UI. Medica, S. 2012. Defenisi Petugas Kesehatan. Dikutip dari http://www.Wordpres.com. (diakses tanggal 10 Agustus 2014). Mubarak. 2007. Psikologi pada remaja. http://cetrione.blogspot.com, diakses tanggal 11 Desember 2014. Notoatmodjo 2003. Pendidikan Dan Perilaku Kesehatan. Rineka. Cipta. Jakarta __________. 2005. Promosi Kesehatan dan Ilmu Perilaku. Jakarta : Rineka Cipta __________. 2010. Ilmu Perilaku Kesehatan. Jakarta : PT Rineka Cipta. Ni LTK. Tingkat pengetahuan mahasiswi tentang SADARI sebagai salah satu cara untuk mendeteksi dini kanker payudara Fakultas Sastra USU Medan angkatan 2008 [skripsi]. Medan:FK USU; 2010. Nursalam. (2003). Konsep dan Penerapan Metodologi Penelitian Ilmu Keperawatan: Pedoman Skripsi, Teses dan Instrumen Penelitian, Edisi 1., Jakarta: Salemba Medika. Nugroho, W. 2007. Belajar Mengatasi Hambatan Belajar. Surabaya: Prestasi Pustaka. Retnowati, V. 2007. Studi Intervensi Pemberian Pelatihan SADARI(Pemeriksaan Payudara Sendiri) pada ibu-ibu PKK di wilayah kecamatan Karang Malang Kabupaten Sragen. Karya Tulis Ilmiah. Sragen. Roesli. 2004. Mengenal ASI Exklusif. Jakarta : Pustaka Pengembangan Swadaya Nusantara. Sari, Popy Titi Purnama. Faktor-faktor yang Berhubungan Dengan Perilaku Pendeteksian Dini Kanker Payudara pada Tenaga Pengajar Wanita di SD Wilayah Kecamatan Pasar Rebo Jakarta Timur Tahun 2004. Skripsi, Depok: FKM UI.2004. Sarwono, 2011. Pengetahuan Remaja Putri Tentang SADARI, diakses tanggal 26 Desember 2014. Otto, S, 2005. Pengertian SADARI, diakses Tanggal 16 Desember 2014. Sarwono, S.W. (2004). Psikologi Remaja. Jakarta: PT. Raja Grafindo Persada. Sarafino, Edward P. (1996). Health psychology : byopsychological interactions. Edisi ke 2.
JURNAL KAMPUS STIKes YPIB Majalengka # Volume III No 7 Februari 2015
12