Pengaruh Implementasi Kebijakan Pemerintah Tentang Perlindungan Anak Terhadap Efektivitas Penanganan Anak Korban Kekerasan Dalam Rumah Tangga Di Dinas Sosial Kota Bandung Oleh: Anita Yurnalia
ABSTRAK Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui Pengaruh Implementasi Kebijakan pemerintah Tentang Perlindungan Anak Terhadap Efektivitas penanganan Anak Korban kekerasan Dalam Rumah Tangga Di Dinas Sosial Kota Bandung. Penelitian ini menggunakan metode eksplanatori, yaitu metode yang mencoba menghubungkan dan menguji dua variabel penelitian. Penelitian ini menggunakan teknik analisis kuantitatif melalui analisis jalur (path analysis). Pengumpulan data dilakukan melalui penyebaran kuesioner, studi kepustakaan, observasi, dan wawancara. Hasil pengujian hipotesis menunjukkan bahwa baik secara parsial maupun simultas terdapat pengaruh implementasi kebijakan pemerintah yang positif dan potensial terhadap efektivitas penanganan anak korban kekerasan dalam rumah tangga di Dinas Sosial Kota Bandung. Kata Kunci: Pengaruh, Implementasi Kebijakan, Efektivitas, Perlindungan Anak,
This research is aimed to know the influence of governmental policy implementation on the Children Protection towards the effectivity of Children Handling of Domestic Violence Victims in Department of Social Bandung City. This research used explanatory method that is to correlate and examine two variables. This research used quantitative technique through path analysis. The data coolection was used by quetionares, library research, observation, and interview. The result of hiphotesis examination showed that both partially and simultaneously there were positive and potential influence of governmental policy implementation on the Children Protection towards the effectivity of Children Handling of Domestic Violence Victims in Department of Social Bandung City. Key Words: Influence, Policy Implementation, Effektivity, Children Protection.
I. PENDAHULUAN Kekerasan terhadap anak dalam rumah tangga akhir- akhir ini semakin banyak diberitakan baik itu di media cetak atau media elektronik. Kasus kekerasan yang dialami 1
oleh anak dilakukan oleh orang yang memiliki hubungan keluarga dengan si anak seperti ayah, ibu atau anggota keluarga lain yang tinggal serumah dengan anak. Tindakan kekerasan dalam rumah tangga khususnya tindakan kekerasan yang menimpa anak- anak sampai saat ini belum bisa diketahui secara pasti berapa jumlahnya, hal ini dikarenakan banyak dari anak-anak korban tindakan kekerasan ataupun anggota keluarga yang lain tidak melaporkan tindakan kekerasan yang dialaminya. Berbagai alasan menyebabkan anak atau anggota keluarga yang lain tidak melaporkan tindakan kekerasan yang dialaminya, diantaranya dikarenakan kekerasan dalam keluarga yang menimpa anak atau anggota keluarga yang lain dianggap sebagai hak privasi keluarga tersebut. Kekerasan dalam keluarga juga dianggap sebagai aib keluarga sehingga anggota keluarga yang lain tidak berani melaporkan tindakan kekerasan yang terjadi. Meningkatnya kekerasan terhadap anak yang pelakunya adalah orang-orang terdekat memerlukan penanganan yang secepatnya, karena orang- orang terdekat atau keluarga akan sangat dominan dalam pembentukan kepribadian anak. Karena itu peranan pemerintah sangat diharapkan dalam menciptakan peraturan atau perundang-undangan yang berkaitan dengan penanganan dan penanggulangan kasus kekerasan terhadap anak dalam rumah tangga ini. Undang-Undang No 23 Tahun 2002 tentang Perlindungan Anak, Bab IV Pasal 21 sampai dengan 24 menyatakan tentang kewajiban dan tanggungjawab negara dan pemerintah dalam perlindungan anak sebagai berikut: 1. Negara dan pemerintah berkewajiban dan betanggungjawab menghormati hak asasi setiap anak tanpa membedakan suku, agama, ras, golongan, jenis kelamin, etnik,
budaya dan bahasa, status hukum anak, urutan kelahiran anak, dan kondisi fisik dan atau mental. 2. Negara dan pemerintah berkewajiban dan bertanggungjawab memberikan dukungan saranan dan prasarana dalam penyelenggaraan perlindungan anak. 3. Negara dan pemerintah menjamin perlindungan, pemeliharaan dan kesejahteraan anak dengan memperhatikan hak dan kewajiban orang tua, wali atau orang lain yang secara hukum bertanggungjawab terhadap anak. 4. Negara dan pemerintah mengawasi penyelenggaraan perlindungan anak. 5. Negara dan pemerintah menjamin anak untuk menggunakan haknya dalam menyampaikan pendapat sesuai dengan usia dan tingkat kecerdasan anak. Penanganan anak korban kekerasan dalam rumah tangga berdasarkan UU No. 23 Tahun 2002 bertujuan untuk memberikan perlindungan anak sehingga dapat menjamin terpenuhinya hak-hak anak agar dapat hidup, tumbuh, berkembang dan berpartisipasi secara optimal sesuai dengan harkat dan martabat kemanusiaan serta mendapatkan perlindungan dari kekerasan dan diskriminasi demi terwujudnya anak yang berkualitas. Dalam konteks Pemerintah Kota Bandung, UU No. 23 Tahun 2002 tentang Perlindungan Anak diimplementasikan ke dalam Peraturan Daerah No. 8 Tahun 2007. Ini merupakan salah satu kebijakan teknis bidang sosial yang dilaksanakan oleh Dinas Sosial Kota Bandung. Pasal 2 Peraturan Daerah No, 8 Tahun 2007 menjelaskan bahwa penyelenggaraan penanganan kesejahteraan sosial meliputi; anak terlantar, anak yatim dan yatim piatu, anak yang menjadi korban tindak kekerasan, pengemis, gelandangan, pemulung, wanita tuna susila, bekas narapidana, penyandang cacat, dan sebagainya. Dengan demikian secara hukum tidak diragukan lagi peranan pemerintah dalam mewujudkan kesejahteraan sosial, termasuk penanganan anak korban kekerasan dalam
rumah tangga, tinggal bagaimana para pelaku di bidang ini mewujudkannya dalam masyarakat secara konkrit. Lebih lanjut peran masyarakat dalam usaha penanganan kesejahteraan sosial diperkuat oleh Undang-Undang No. 6 Tahun 1974 tentang Ketentuan-Ketentuan Pokok kesejahteraan Sosial. Pasal 8 UU No. 6 tahun 1974 menyatakan bahwa masyarakat mempunyai kesempatan seluas-luasnya untuk mengadakan usaha kesejahteraan sosial dengan mengindahkan kebijaksanaan dan ketentuan-ketentuan sebagaimana ditetapkan dengan peraturan perundang-undangan. Dengan demikian usaha kesejahteraan sosial dilaksanakan oleh seluruh pemerintah dan masyarakat secara bersama-sama. Karena itu penanganan kasus kekerasan dalam rumah tangga terhadap anak dapat ditemui di hampir semua kota di Indonesia, termasuk di Kota Bandung. Dinas Sosial Kota Bandung mempunyai fokus terhadap perlindungan, penyembuhan serta pemberdayaan peran serta masyarakat guna memberikan dukungan terhadap korban tindakan kekerasan. Berdasarkan pengamatan awal peneliti bahwa kebijakan yang dikeluarkan oleh Pemerintah Daerah Kota Bandung terutama Dinas Sosial Kota Bandung adalah menunjukkan: 1. Belum optimalnya informasi kepada para pihak yang berkepentingan tentang penanganan anak korban kekerasan dalam rumah tangga. 2. Sarana dan prasaranan dalam melaksanakan kebijakan belum dipersiapkan secara menyeluruh. 3. Belum banyaknya tenaga ahli yang mendukung penanganan anak korban kekerasan dalam rumah tangga.
Berdasarkan gambaran tersebut di atas peneliti berasumsi bahwa upaya-upaya yang dilakukan Dinas Sosial Kota Bandung belum optimal, sehingga tujuan dari kebijakan belum dapat terwujud sesuai dengan harapan dan hal tersebut dapat menyebabkan kurang lancarnya penyelenggaraan pemerintahan daerah. Di dalam penelitian ini, peneliti mencoba untuk mengananalisis permasalahan tersebut dengan menghubungkan salah satu variabel pengaruh yaitu pelaksanaan (implementasi) kebijakan Pemerintah Daerah Kota bandung yang dilakukan melalui Dinas Sosial Kota Bandung tentang perlindungan anak di Kota Bandung. Aspek kebijakan merupakan serangkaian keputusan yang dapat digunakan sebagai landasan dalam upaya mencapai tujuan yang telah ditetapkan oleh Pemerintah Daerah Kota Bandung.
1.1. Rumusan Masalah Bertitik tolak dari latar belakang penelitian, maka rumusan masalah penelitian ini adalah: Seberapa besar pengaruh implementasi kebijakan pemerintah tentang perlindungan anak terhadap efektivitas penanganan anak korban kekerasan dalam rumah tangga di Dinas Sosial Kota Bandung.
1.2.
Maksud dan Tujuan Penelitian
1.2.1. Maksud Penelitian Berdasarkan rumusan masalah yang telah dikemukakan, maka maksud penelitian yang akan dicapai adalah untuk menganalisis bagaimana implementasi kebijakan pemerintah tentang perlindungan anak terhadap efektivitas penanganan anak korban kekerasan dalam rumah tangga di Dinas Sosial Kota Bandung.
1.2.2. Tujuan Penelitian Kegiatan penelitian ini bertujuan untuk menganalisis pengaruh implementasi kebijakan pemerintah tentang perlindungan anak terhadap efektivitas penanganan anak korban kekerasan dalam rumah tangga di Dinas Sosial Kota Bandung.
II. KAJIAN PUSTAKA, KERANGKA PEMIKIRAN, DAN HIPOTESIS 2.1. Kajian Pustaka 2.1.1. Implementasi Kebijakan Lester dan Stewart Jr (2000; 104) menyatakan bahwa implementasi merupakan suatu proses sekaligus hasil (output). Keberhasilan suatu implementasi kebijakan dapat diukur atau dilihat dari proses pencapain tujuan hasil akhir (output) yaitu tercapainya atau tidaknya tujuan-tujuan yang ingin dicapai. Penegasan lebih lanjut tentang ukuran keberhasilan implementasi kebijakan dikemukakan oleh Grindle (1980; 19) bahwa pengukuran
keberhasilan
implementasi
dapat
dilihat
dari
prosesnya
dengan
mempertanyakan apakah pelaksanaan program sesuai dengan yang telah ditentukan yakni melihat pada action program dari individual project dan yang kedua apakah program tersebut tercapai. Berpijak pada uraian-uraian tersebut di atas dapat diketahui bahwa implementasi kebijakan mempunyai syarat-syarat yang meliputi: 1. Adanya tujuan atau sasaran kebijakan. 2. Adanya aktivitas atau kegiatan pencapaian dan tujuan. 3. Adanya pelaksana kegiatan. 4. Adanya landasan dalam bentuk normatif atau bentuk keputusan kebijakan.
5. Adanya hasil kegiatan. Berdasarkan hal tersebut di atas dapat disimpulkan bahwa implementasi kebijakan merupakan suatu proses yang dinamis dalam upaya mewujudkan keputusan kebijakan yang telah ditetapkan, dimana pelaksana kebijakan melaksanakan aktivitas atau kegiatan sehingga pada akhirnya akan mendapatkan hasil yang sesuai dengan tujuan atau sasaran kebijakan itu sendiri. Berkaitan dengan keberhasilan implementasi kebijakan, menurut Edward III terdapat empat faktor kritis dalam implementasi kebijakan publik, yaitu: komunikasi, sumber daya, sikap/kecenderungan, dan struktur birokrasi, sebagaimana yang dinyatakan dalam Edwards III (1980:10) yang menyebutkan “… four critical factors or variables in implementing public policy: communication, resources, dispositions or attitudes, and bureaucratic structure.” Adapun penjelasan hubungan antar faktor-faktor yang menentukan implementasi kebijakan tersebut, diterangkan di bawah ini. 1. Komunikasi (communication) Dalam proses komunikasi kebijakan, Edward III (1980: 37) menyebutkan bahwa transmisi, konsistensi dan kejelasan, memberikan pengaruh terhadap
implementasi
kebijakan. Para penerima informasi (target audience) baik sebagai pengirim (sender) maupun penerima (receiver) perlu mengetahui apa yang harus dilakukan terhadap kebijakan.
2. Sumberdaya (resources) Faktor kedua yang mempengaruhi implementasi kebijakan adalah sumberdaya. Edward III (1980 : 87) menyebutkan bahwa walaupun ketiga faktor dalam dalam proses
komunikasi terpenuhi, namun tanpa dukungan sumberdaya (manusia dan fasilitas) yang handal dan memadai, implementasi kebijakan tidak akan efektif. Sumberdaya kebijakan yang secara garis besar terdiri dari sumberdaya manusia yakni sumberdaya komunikator (dalam hal ini aparatur pemerintah) dan sumberdaya produksi dan distribusi; di samping sumberdaya alam baik berupa potensi alam, ketersediaan waktu, ketersediaan tempat, serta sumberdaya buatan yang terdiri dari ketersediaan sumberdana yang stabil, serta fasilitas - fasilitas berupa sarana dan prasarana implementasi.
3. Disposisi atau Sikap dan Perilaku terhadap Kebijakan (Disposition) Ketanggapan yang dimanifestasikan sebagai sikap dan perilaku sumberdaya manusia aparatur implementasi kebijakan sebagai implementator kebijakan dan sumberdaya optimalisasi hasil implementasi kebijakan bersangkutan, serta dampaknya dalam pelayanan sebagai konsumen (obyek) atas implementasi kebijakan. Edward III (1980 : 90) menelaah faktor disposisi ini ke dalam tiga dimensi: (1) Pengaruh Disposisi (Effects of Dispositions) yaitu kepentingan implementator secara pribadi dan atau organisasional yang ditujukkan oleh sikapnya terhadap kebijakan pada kenyataannya sangat besar pengaruhnya pada implementasi kebijakan yang efektif, (2) Penataan Staf Birokrasi (Staffing the Bereaucratic), dan (3) Insentif (Incentives) merupakan salah satu faktor pembangkit motivasi staf implementator pada setiap tingkatan perlu diperhatikan dan dipenuhi. (Edward III, 1980 : 93-94).
4. Struktur Birokrasi (bureaucracy structure) Struktur kelembagaan birokrasi pemerintahan di pusat dan di daerah sangat berpengaruh terhadap keberhasilan implementasi kebijakan pemerintahan. Prosedur
Operasional Baku (SOP) dan fragmentasi struktur birokrasi ini dapat menjadi penghambat implementasi dalam bentuk pemborosan sumberdaya, perintangan koordinasi, pengacauan yurisdiksi implementator lapis bawah, serta pembangkitan tindakan - tindakan yang tidak dikehendaki sehingga harus mendapatkan tambahan atensi (Edward III, 1980 : 127). Berpijak pada keseluruhan paparan menurut Edward III di atas, implementasi kebijakan dapat terlaksana dengan baik jika keempat faktor kritis (komunikasi, sumber daya, disposisi dan struktur birokrasi) dapat bekerja dengan baik, karena tidak mungkin setiap faktor berdiri sendiri, melainkan akan bekerja bersama-sama dan satu sama lain saling mempengaruhi. Kelemahan pada satu faktor, akan berpengaruh pada proses implementasi yang pada akhirnya mempengaruhi kinerja implementasi itu sendiri. Kiranya dapat diartikan bahwa; (i) komunikasi merupakan suatu bentuk kanalisasi penerapan kebijakan dan strategi suatu kegiatan tertentu kepada implementator kebijakan, (ii) sumber daya menceminkan adanya suatu sarana-prasarana pendukung utama implementasi kebijakan, misalnya; aparatur, infrastruktur, dana, keterampilan dan sebagainya, (iii) disposisi mencerminkan arus deliveri bagaimana kebijakan itu harus diimplementasikan melalui agregasi kemampuan sumber daya, sedangkan (iv) struktur birokrasi mencerminkan adanya keharusan bahwa berjalannya implementasi kebijakan itu melalui lini organisasi dan struktur birokrasi.
2.1.2. Efektivitas Setiap organisasi memiliki tujuan yang akan dicapai melalui kegiatan atau pekerjaan orang-orang yang terlibat di dalamnya. Menurut Handoko (1997; 7) dalam bukunya
“Manajemen”, dikatakan bahwa untuk mengukur prestasi kerja manajemen adalah efisiensi dan efektivitas. Sedarmayanti (1995; 61) menyatakan sebagai berikut: “Efektivitas merupakan suatu ukuran yang memberikan gambaran seberapa jauh target dapat tercapai. Pengertian efektivitas ini lebih berorientasi pada keluaran sedangkan masalah penggunaan masukan (efisiensi) kurang menjadi perhatian utama. Karena itu walaupun terjadi peningkatan efektivitas belum tentu efisiensi meningkat”.
Pengertian efektiviytas dikemukakan oleh Gibson et.al. yang dikutip oleh Barnard (1994; 27), sebagai berikut: “Efektivitas adalah pencapaian sasaran yang telah disepakati sebagai usaha bersama. Tingkat pencapaian sasaran itu menunjukkan tingkat efektivitas”. Pengertian efektivitas menurut Hidayat (1998; 7) adalah sebagai berikut: “Efektivitas merupakan suatu ukuran yang menyatakan seberapa jauh target (waktu, kuantitas, dan kualitas) yang telah dicapai. Semakin besar target yang dicapai, maka semakin tinggi tingkat efektivitas”.
Sedangkan efektivitas di dalam pekerjaan pemerintahan menurut Handayaningrat (1996; 16) adalah sebagai berikut: “Efektivitas di dalam suatu tujuan atau sasaran yang telah dicapai sesuai dengan rencana adalah efektif, tetapi belum tentu efisien. Suatu pekerjaan pemerintah sekalipun tidak efisien dalam arti input dan output, tetapi tercapainya tujuan adalah efektif sebab mempunyai efektivitas atau pengaruh yang besar terhadap kepentingan masyarakat banyak baik politik, ekonomi, social, dan sebagainya”.
Efektivitas secara sederhana diartikan sebagai penyelesain pekerjaan yang dilaksanakan tepat waktu yang telah ditentukan. Dalam kaitan dengan organisasi, Robbins dalam Sumartinie (2004; 40) mengemukakan bahwa:
“Efektivitas adalah tingkat kemempuan organisasi untuk mewujudkan tujuantujuannya. Karena itu efektivitas dapat dinilai melalui ketepatan waktu penylesaian suatu pekerjaan dan kualitas pekerjaan”.
Berdasarkan pengertian tersebut, efektivitas kerja merupakan suatu keberhasilan organisasi yang dijalankan oleh pimpinan dalam menyelsaikan pekerjaan sesuai dengan tujuan yang telah ditetapkan. Selain itu efektivitas kerja merupakan pengukuran dalam arti sejauhmana organisasi melksanakan tugas sesuai sasarannya dengan melihat jumlah kualitas dari jasa yang telah dihasilkan berdasarkan target yang telah ditentukan. Penyelesaian kerja tepat pada waktunya merupakan suatu hal yang penting, sebab tujuan organisasi tidak akan tercapai apabila tidak ditunjang oleh pelaksanaan pekerjaan yang efektif. Steers dalam Jamin (1985; 45) menyatakan bahwa efektivitas dapat dilihat dari tiga aspek utama yaitu ketepatan waktu, ketepatan kuantitas, dan ketepatan kualitas.
2.2. Kerangka Pemikiran Fokus utama penelitian ini adalah persoalan yang erat kaitannya dengan implementasi kebijakan. Anderson (1978; 25) mengemukakan bahwa ”policy implementation is the application of the policy by the government’s administrative machinery to the problem”. Grindle (1980; 6) mengemukakan bahwa ”implementation is a general process of administration action that can be investigated at specific program level”. Kemudian Marshall dalam Edi Suharto (2005; 10) mendefinisikan kebijakan pemerintah merupakan kebijakan dan upaya pemerintah yang berkaitan dengan tindakantindakan yang memiliki dampak langsung terhadap kesejahteraan sosial warga negara melalui penyediaan pelayanan sosial”.
Birokrasi pemerintahan menginterpretasikan kebijakan pemerintah tersebut menjadi suatu program. Jadi program dipandang sebagai ”kebijakan birokrasi karena dirumuskan oleh birokrasi”. Program lebih bersifat operasional dan khusus, dari suatu rencana umum pemerintah dengan tujuan dan saranan yang lebih terperinci dan jelas (Wahab, 1991; 17). Program
merupakan
rencana
yang
bersifat
komprehensif
yang sudah
menggambarkan sumberdaya yang akan digunakan dan terpadu dalam suatu kesatuan. Program tersebut menggambarkan sasaran, kebijakan, prosedur, metode, standar dan pengeluaran. Semua itu diperlukan dalam rangka untuk mempermudah proses pengendalian serta pembuatan alokasi sumberdaya yang baik. Lebih lanjut keberhasilan implementasi kebijakan pemerintah dapat diukur atau dilihat dari proses pencapaian tujuan hasil akhir (output) yaitu tercapai atau tidaknya tujuan-tujuan yang ingin dicapai. Dalam mengukur kinerja implementasi kebijakan menurut Edward III (1980; 10) terdapat empat faktor dalam implementasi kebijakan: ”four critical facors or variables in implementing public policy: communication, resources, disposition or attitudes, and bureaucratic structure”. Untuk lebih memperjelas dari masing-masing faktor tersebut dapat dinyatakan sebagai berikut: 1. Komunikasi (communication). Komunikasi memegang peranan penting sebagai acuan pelaksana kebijakan untuk mengetahui apa yang mereka kerjakan. Artinya, komunikasi dinyatakan dengan perintah dari atasan terhadap pelaksana-pelaksana kebijakan sehingga penerapannya tidak ke luar dari sasaran yang dikehendaki. Dimensi komunkasi meliputi tiga aspek
penting yaitu transmisi (transmission), kejelasan (clarity) dan konsistensi (consistency).
2. Sumberdaya (resources). Untuk dapat mengimplentasi kebijakan secara efektif dibutuhkan sumber daya yang tidak hanya mencakup jumlah sumber dayamanusia semata melainkan juga mencakup kemampuan sumber daya yang mendukung pelaksana kebijakan tersebut. Sumber daya yang penting meliputi; staf dengan jumlah yang sesuai dengan keahlian yang memadai, informasi harus relevan mengenai bagaimana mengimplementasikan kebijakan sosial, kewenangan harus bersifat formal agar perintah dapat dilaksanakan, dan fasilitas-fasilitas fisik atau sarana dan prasarana merupakan faktor penting untuk melaksanakan tugas.
3. Sikap Pelaksana (disposition) Agar implementasi dapat berjalan secara efektif, tidak hanya pelaksana (implementor) perlu mengetahui apa yang harus mereka lakukan, tetapi mereka juga harus memiliki kemampuan dan kemauan untuk menerapkan kebijakan tersebut. 4. Struktur Birokrasi (bureaucratic structure) Struktur yang tepat dapat memberikan dukungan yang kuat terhadap implementasi kebijakan supaya pelaksanaannya lancar. Dimensi ini meliputi SOP (Standard Operating procedure) dan fragmentasi. Menurut peneliti, keempat faktor di atas akan sangat menentukan terhadap keberhasilan implementasi kebijakan pemerintah daerah kepada masyarakat (public), karena dapat dikatakan bahwa semua kebijakan yang dibuat dan diimplementasikan oleh
pemerintah daerah adalah untuk tujuan mengatur, mengurus, melayani semua kepentingan masyarakat. Salah satu implementasi pemerintah dalam menjalanlan fungsi pelayanannya kepada masyarakat adalah tentang penanganan anak korban kekerasan dalam rumah tangga. Lebih lanjut mengenai hubungan implementasi kebijakan pemerintah dengan efektivitas, Gibson et.al. dalam Barnard (1994; 27) menyatakan bahwa efektivitas adalah pencapaian sasaran yang telah disepakati sebagai usaha bersama. Tingkat pencapaian sasaran itu menunjukkan tingkat efektivitas. Penyelesaian kerja tepat pada waktunya merupakan suatu hal yang penting, sebab tujuan organisasi tidak akan tercapai apabila tidak ditunjang oleh pelaksanaan pekerjaan yang efektif. Steers dalam Jamin (1985; 45) menyatakan bahwa efektivitas kerja dapat dilihat dari tiga aspek utama yaitu (1) Ketepatan Waktu, (2) Ketepatan Kuantitas, dan (3) Ketepatan Kualitas. Berdasarkan teori, konsep dan definisi di atas peneliti berasumsi bahwa efektivitas kerja menjadi salah satu syarat yang harus diperhatikan oleh organisasi atau lembaga pemerintahan. Hal itu dikarenakan tercapainya efektivitas kerja akan terlihat dari adanya peningkatan kualitas, kuantitas, dan ketepatan waktu di dalam melaksanakan kegiatan pemerintahan. Berdasarkan keseluruhan paparan di atas maka peneliti mengajukan kerangka penelitian ini sebagai berikut: Gambar 2: Kerangka Pemikiran
Implementasi Kebijakan Pemerintah Tentang Perlindungan Anak (X) 1. 2. 3. 4.
Komunikasi Sumberdaya Disposisi Struktur Birokrasi
Efektivitas Penanganan Anak Korban KDRT di Dinas Sosial Kota Bandung (Y) 1. Ketepatan Waktu 2. Ketepatan Kuantitas 3. Ketepatan Kualitas
2.3. Hipotesis Penelitian Berdasarkan kerangka pemikiran tersebut, peneliti mengajukan hipotesis penelitian sebagai berikut: Besarnya pengaruh implementasi kebijakan pemerintah tentang perlindungan anak terhadap efektivitas penanganan anak korban kekerasan dalam rumah tangga di Dinas Sosial Kota Bandung ditentukan oleh komunikasi, sumber daya, disposisi, dan struktur birokrasi.
III. METODE PENELITIAN Penelitian ini didesain menggunakan metode penelitian kuantitatif. Tipe penelitian ini adalah kausalitas, yaitu akan menguji pengaruh implementasi kebijakan pemerintah tentang perlindungan anak terhadap penanganan anak korban kekerasan dalam rumah tangga di Dinas Sosial Kota Bandung. Teknik pengumpulan data yang digunakan dalam penelitian ini yaitu melalui studi kepustakaan, studi lapangan melalui observasi, wawancara, serta penyebaran angket (kuesioner). Teknik analisis data dalam penelitian ini akan dilaksanakan dengan dua teknik, yaitu teknik analisis kualitatif dan teknik analisis kuantitatif. Analisis kualitatif pada dasarnya ingin menggambarkan hasil jawaban responden dengan membuat pembobotan pada setiap alternatif jawaban yang kemudian ditabulasikan dalam bentuk tabel. Hasil tabulasi tersebut akan digunakan dalam pengkategorian setiap dimensi dari hasil jawaban responden dengan langkah-langkah sebagai berikut: a. Nilai indeks minimum adalah skor minimum dikali jumlah pertanyaan dikali jumlah responden.
b. Nilai indeks maksimum adalah skor tertinggi dikali jumlah pertanyaan dikali jumlah responden. c. Interval adalah selisih antara nilai indeks maksimum dengan nilai indeks minimum. d. Jarak interval adalah interval ini dibagi jumlah jenjang yang diinginkan. Penentuan kategori dalam ukuran prosentase dilakukan dengan penghitungan sebagai berikut: *
Skor minimum dalam persentase
*
Skor maksimum dalam persentase
*
Interval dalam persentase
*
Panjang interval dalam persentase
Skor Minimum x100% Skor Maksimum 1 x100% 5 = 20% Skor Minimum x100% Skor Maksimum 5 x100% 5 = 100% = Skor maksimum – Skor minimum = 100% - 20% = 80% Interval x100% Jenjang 80% 5
= 16% Kategori skor jawaban responden untuk masing-masing item penelitian adalah sebagai berikut: Interval Tingkat Intensitas 20% - < 36% 36% - < 52% 52% - < 68% 68% - < 84% 84% - 100%
Kriteria Sangat Rendah, Sangat Tidak Baik Rendah, Tidak Baik Cukup Tinggi, Cukup Baik Tinggi, Baik Sangat Tinggi, Sangat Baik
Sedangkan analisis kuantitatif digunakan untuk menguji hipotesis penelitian dengan menggunakan uji statistic yang relevan. Metode yang digunakan dalam penelitian ini adalah alat analisis jalur (Path Analysis). Analisis jalur digunakan untuk mengetahui pengaruh faktor-faktor komunikasi, sumberdaya, sikap para pelaksana, dan factor struktur birokrasi (X) terhadap Efektivitas Penanganan Anak Korban Kekerasan Dalam Rumah Tangga (Y). Dengan menggunakan teknik analisis tersebut diharapkan akan diperoleh generalisasi yang bersifat terpadu. Karena data yang diperoleh dari kuesioner merupakan data ordinal, maka data tersebut diubah skala pengukurannya menjadi skala interval dengan menggunakan method of successive interval. Adapun langkah-langkah untuk melakukan transformasi data adalah sebagai berikut: a. Berdasarkan jawaban responden, untuk setiap pernyataan, hitung frekuensi setiap jawaban. b. Berdasarkan frekuensi yang diperoleh, untuk setiap pernyataan, hitung proporsi setiap jawaban. c. Berdasarkan proporsi tersebut, untuk setiap pernyataan, hitung proporsi kumulatif untuk setiap pilihan jawaban. d. Untuk setiap pernyataan, tentukan nilai batas untuk Z pada setiap pilihan jawaban. e. Hitung nilai numeric penskalaan untuk setiap pilihan jawaban melalui rumus sebagai berikut:
Scala Value
Density at Lower Limit Density at Upper Limit Area at Below Upper Limit Area at Below Lower Limit
Keterangan: Density at Lower Limit Density at Upper Limit Area at Below Upper Limit Area Below Lower Limit
= = = =
Densitas Batas Bawah Densitas Batas Atas Daerah di Bawah Batas Atas Daerah di Bawah Batas Bawah
f. Hitung skor (nilai-hasil factor-faktor) untuk setiap pilihan jawaban dengan persamaan berikut: Score = Scale Value + [Scale value minimum] + 1 Setelah diperoleh data interval, uji hipotesis menggunakan analisis jalur. Untuk menjawab hipotesis kerja yang diajukan penulis, dilihat dari koefisien jalur masingmasing variable independennya (Xi terhadap Y). Jika koefisien jalur tidak nol (Pyxi 0), maka hipotesis kerja terbukti kebenarannya.
Langkah-langkah untuk melakukan analisis jalur adalah sebagai berikut: a. Hitung matrik korelasi antar variabel penelitian
R
rYX1 rYXk 1 rX 1 Xk
1 rYX1
rYKk rK 1 Xk
1
Dimana koefisien korelasi dihitung dengan menggunakan rumus: n
n
n h 1
ryxi
n
[n
X h 1
2 ih
X ihYh n
( h 1
h 1 2
n
X ih
X ih ) ][ n
h 1
n
2 ih
Y h 1
Yh n
, i 1,2,3,4,5,6,7 2
( Yih ) ] h 1
b. Hitung Matrik Invers Korelasi untuk variable penyebab. Matrik Korelasi antar Variabel Penyebab 1 Rxi... xk
rX 1 X 2
rX 1 X 2 rX 1 Xk 1 rX 2 Xk
rX 1Kk rX 2 Xk
c. Hitung Koefisien Jalur.
1
Matrik Invers Korelasi Penyebab
R X11...Xk
C11 C12 C1k C12 C 22 C 2 k C1k C 2 k C kk
PYXi
R X11...Xk X
rYX 1 rYX 2
rYXk d. Hitung R y(x1,x2, x3, x4) yang merupakan koefisien determinasi total X1, X2, X3, X4 terhadap Y. rYX1 r RYX21...Xk PYX 1 PYX 2 PYXk X YX 2 rYXk
e. Hitung Py yang merupakan koefisien jalur dari variable lain yang tidak termasuk dalam model dengan rumus:
1 RY2( X 1 X 2)...Xk
PY
f. Menghitung pengaruh langsung dan tidak langsung. Pengaruh Langsung: Y
Xi
Y
:
(Pyxi) (Pyxi) x 100%
Pengaruh Tidak Langsung: Y
Xi Ω Xj
Y :
(Pyxi) (rxjxi) (Pyxi) x 100%
Total pengaruh dari masing-masing variable X terhadap variable Y diperoleh dengan menjumlahkan pengaruh langsung dengan pengaruh tidak langsung. Atau: Total Pengaruh = Pengaruh Langsung + Pengaruh Tidak Langsung Dari perhitungan di atas akan diperoleh masing-masing nilai dalam paradigma penelitian di bawah ini: X1 D rx1x 2 D rx1x 4
D rx1x 3
D
p yx1
D
p yx2
D
p yx3
D
p yx4
X2
D rx 2x3 D rx 2x 4 3 D rX x3x 4
X4
Y
IV. PEMBAHASAN HASIL PENELITIAN Setelah melakukan pengujian dari variable-variabel implementasi kebijakan yaitu komunikasi, sumber daya, sikap pelaksana, dan struktur birokrasi mengenai implementasi implementasi kebijakan pemerintah tentang perlindungan anak terhadap efektivitas penanganan anak korban kekerasan dalam rumah tangga di Dinas Sosial Kota Bandung, berikut ini penulis akan melakukan pembahasan
hasil penelitian dengan
berpijak pada hasil pengujian hipotesis pada masing-masing dimensi variabel implementasi kebijakan. Hasil pengujian menyatakan bahwa dimensi komunikasi dari variabel implementasi kebijakan pemerintah tentang perlindungan anak mempunyai pengaruh positif terhadap efektivitas penanganan anak korban kekerasan dalam rumah tangga di Dinas Sosial Kota Bandung. Hal ini berarti bahwa efektivitas penanganan anak korban kekerasan dalam rumah tangga salah satunya ditentukan oleh komunikasi pada implementasi kebijakan pemerintah tentang perlindungan anak. Dengan demikian, untuk lebih meningkatkan efektivitas penanganan anak korban kekerasan dalam rumah tangga di Dinas Sosial Kota Bandung, hendaknya aturan mengenai kebijakan pemerintah dalam perlindungan anak dapat dikomuniasikan dengan baik sehingga setiap aturan dan prosedur pada pelaksanaan efektivitas penanganan anak korban kekerasan dalam rumah tangga dapat dipahami dan diikuti oleh seluruh aparat pemerintah yang berwenang. Fungsi komunikasi dari implementasi kebijakan pemerintah mengenai perlindungan anak meliputi tiga aspek yaitu kesadaran, kejelasan, dan konsistensi. Hal ini sesuai dengan pendapat Edward III (1980; 10) dimana dimensi komunikasi meliputi transformasi (transmission), kejelasan (clarity), dan konsistensi
(consistency). Aspek kejelasan menghendaki agar kebijakan tidak hanya disampaikan pada pelaksana tapi juga pada kelompok sasaran dan pihak lain yang berkepentingan. Aspek transformasi menghendaki agar kebijakan publik dapat ditransformasikan kepada para peleksana, kelompok sasaran, dan pihak lain yang terkait. Aspek konsitensi menghendaki agar kebijakan ditransmisikan kepada para pelaksana, kelompok sasasran, dan pihak yang terkait langsung maupun tidak langsung. Dari hasil pengujian statistik pada pembahasan sebelumnya, menyatakan juga bahwa dimensi sumber daya dari variabel implementasi kebijakan pemerintah tentang perlindungan anak mempunyai pengaruh positif terhadap efektivitas penanganan anak korban kekerasan dalam rumah tangga di Dinas Sosial Kota Bandung. Hal ini berarti bahwa efektivitas penanganan anak korban kekerasan dalam rumah tangga di Dinas Sosial Kota Bandung, salah satunya ditentukan oleh sumber daya pada implementasi kebijakan pemerintah tentang perlindungan anak. Dengan demikian untuk lebih meningkatkan efektivitas penanganan anak korban kekerasan dalam rumah tangga hendaknya didukung oleh ketersediaan sumber daya yang ada. Dukungan sumber daya tersebut tentunya akan memperlancar dan mempermudah aparat pemerintah serta pihak yang terkait dalam efektivitas penanganan anak korban kekerasan dalam rumah tangga. Sumberdaya yang diharapkan dapat meningkatkan efektivitas penanganan anak korban kekerasan dalam rumah tangga antara lain adanya ketersediaan pegawai/aparat yang kompeten, dana yang memadai, kewenangan yang jelas, serta adanya ketersediaan fasilitas sarana dan prasarana yang memadai. Hal ini sesuai dengan pendapat Edward III (1980; 17) bahwa sumber-sumber penting dalam mendukung pelaksanaan implementasi kebijakan pemerintah antara lain staf, kewenangan, dan fasilitas.
Dari hasil pengujian statistik pada pembahasan sebelumnya terkaji bahwa dimensi sikap pelaksana (disposisi) dari variabel implementasi kebijakan pemerintah tentang perlindungan anak mempunyai pengatuh positif terhadap efektivitas penanganan anak korban kekerasan dalam rumah tangga di Dinas Sosial Kota Bandung. Hal ini berarti bahwa peningkatan efektivitas penanganan anak korban kekerasan dalam rumah tangga salah satunya ditentukan oleh sikap pelaksana (disposisi) implementasi kebijakan. Dengan demikian untuk lebih meningkatkan efektivitas penanganan anak korban kekerasan dalam rumah tangga, hendaknya implementasi kebijakan pemerintah didukung oleh motivasi dan kemauan dari aparat pemerintah itu sendiri. Penerapan kebijakan dilaksanakan secara efektif apabila aparat pelaksana selain mengetahui apa yang akan dikerjakan, juga memiliki kemampuan untuk menerapkannya. Tuntutan kemampuan dalam melaksanakan kebijakan didukung dengan adanya kemauan untuk menerapkan kebijakan tersebut. Dalam pelaksanaannya aparat sangat penting dalam implementasi kebijakan pemerintah tentang perlindungan anak karena sumber informasi yang dibuthkan pihak-pihak terkait dalam penanganan anak korban kekerasan dalam rumah tangga, yang utama adalah dari aparat pemerintah yang langsung terjun ke lapangan. Peranan aparat pemerintah tentunya perlu didukung oleh kesediaan sarana dan prasarana dalam menyampaikan kebijakan pemerintah tersebut kepada pihak-pihak terkait dalam penanganan anak korban kekerasan dalam rumah tangga, didukung oleh pendanaan yang memadai serta kewenangan yang jelas dalam penyampaian informasi tersebut. Kemudian untuk mengatasi tindakan penyelewengan dan pelanggaran yang dilakukan aparat pelaksana kebijakan, salah satunya dengan memberikan insentif dalam berbagai bentuk yang diperkirakan dapat mendorong ke arah perilaku yang positif. Hal
ini sesuai dengan pendapat Edward III (1980;107) dimana pemberian insentif dapat berupa materi, regulasi-regulasi kebijakan atau bahkan pemberian sanksi, akan mengurangi kecenderungan perilaku penyimpangan pelaksanaan tugas dan mendorong para pelaksana kebijakan untuk berperilaku positif dalam melaksanakan tugasnya. Dari hasil pengujian statistik pada pembahasan sebelumnya terkaji bahwa dimensi struktur birokrasi dari variabel implementasi kebijakan pemerintah tentang perlindungan anak mempunyai pengaruh positif terhadap efektivitas penanganan anak korban kekerasan dalam rumah tangga di Dinas Sosial Kota Bandung. Hal ini berarti bahwa peningkatan efektivitas penanganan anak korban kekerasan dalam rumah tangga salah satunya ditentukan oleh struktur birokrasi pada implementasi kebijakan pemerintah tentang perlindungan anak. Dengan demikian untuk lebih meningkatkan efektivitas penanganan anak korban kekerasan dalam rumah tangga di Dinas Sosial Kota Bandung, prosedur yang jelas dalam penanganan anak korban kekerasan dalam rumah tangga dapat menyeragamkan tindakan-tindakan dari para pejabat dalam organisasi yang kompleks dan tersebar luas yang pada gilirannya dapat menimbulkan fleksibilitas dan kesamaam yang selaras dalam menerapkan peraturan-peraturan. Pada pelaksanaannya terkadang implementasi kebijakan pemerintah tentang perlindungan anak tidak dapat dilaksanakan secara optimal. Hal ini dikarenakan banyak kepentingan-kepentingan adari aparat pemerintah sendiri sehinga aturan dalam pelaksanaan kebijakan pemerintah tersebut tidak dapat dikoordinasikan dengan pihak terkait yang berhubungan dalam pelaksanaan program pemerintah tersebut. Perbedaan ini akan berpengaruh pada implementasi kebijakan pemerintah tentang perlindungan
anak, khususnya pada efektivitas penanganan anak korban kekerasan dalam rumah tangga.
V. KESIMPULAN DAN SARAN 5.1.Kesimpulan Berdasarkan hasil pengujian hipotesis dapat disimpulkan bahwa minimal satu diantara Dimensi Komunikasi, Sumber Daya, Disposisi atau Sikap Pelaksana dan Struktur Birokrasi berpengaruh terhadap Efektivitas Penanganan Anak Korban Kekerasan Dalam Rumah Tangga Di Dinas Sosial Kota Bandung, atau dengan kata lain implementasi kebijakan pemerintah mempengaruhi efektivitas penanganan anak korban kekerasan dalam rumah tangga di Dinas Sosial Kota Bandung. Itu berarti pula bahwa semakin baik pelaksanaan implementasi kebijakan pemerintah tentang perlindungan anak, maka semakin efektif penanganan anak korban kekerasan dalam rumah tangga di Dinas Sosial Kota Bandung. 5.2.
Saran
5.2.1. Saran Akademik 1. Berpijak pada kesimpulan di atas, peneliti mengajukan konsep koordinasi yang sinergis dan terintegrasi di kalangan para pemangku kepentingan perlindungan anak, khususnya dalam penanganan anak korban kekerasan dalam rumah tangga. 5.2.2. Saran Praktis 1. Meningkatkan
kualitas
sumber
daya
manusia
dalam
pelaksanaan
implementasi kebijakan pemerintah tentang perlindungan anak di Dinas
Sosial Kota Bandung dengan mengadakan pelatihan-pelatihan secar intensif dan berkala. 2. Sarana dan prasarana dalam implementasi kebijakan pemerintah tentang perlindungan anak agar dilengkapi dan dipenuhi sesuai kebutuhan. 3. Lebih mengintensifkan komunikasi/sosialisasi kebijakan pemerintah tentang perlindungan anak kepada pihak-pihak yang terkait.
DAFTAR PUSTAKA 1. Buku Achlis. 1982. Pekerjaan Sosial Sebagai Profesi dan Proses Pertolongan. Bandung: STKS. Barker, Robert L. 1978. The Social Work Dictionary, National Association of Social Workers, Maryland. Silver Spring. Dubois, Brenda and Miley, K.K. 1992. Social Work an Empowering Profession. USA. Allyn and Bacon. Dunn, Willian N. 1998. Pengantar Analisis kebijakan Publik, terjemahan Muhadjir Darwin. Yogyakarta: Gadjahmada University Press. Dwi Heru Sukoco. 1991. Profesi Pekerjaan Sosial dan Proses Pertolongannya. Bandung: KOPMA STKS. Edward III, George C. 1980. Implementing Public Policy. Washington D.C.: Congressional Quarterly Press. Edward III, George C. and Sarkansky. 1980. The Policy Predicament. San Francisco: W.H. Freeman and Company. Grindle, Merilee S. 1980. Politics and Policy Implementation in the Third World. New York: Princeton University Press. Handayaningrat, Soewarno. 1996. Pengantar Studi Administrasi dan Manajemen. Jakarta: Gunung Agung. Heise L. Ellsberg. 1999. Ending Violence Against Women Population Report. University School of Public Health. Population Health Program. Hoogerwerf, A. 1983. Ilmu Pemerintahan. Jakarta: Erlangga. Hudri. 1994. Ensiklopedia Mini Pekerjaan Sosial. Bandung: BPLTS. Islamy M. Irfan. 2001. Prinsip-prinsip Kebijakan Negara. Jakarta: Bumi Aksara. Juwairiyah Dahlan. 1999. Peranan Wanita dalam Islam (Studi tentang Wanita Karier dan Pendidikan Anak. Disertasi. Yogyakarta: PPS IAIN Suka Kartini Kartono. 1977. Psikologi Wanita. Bandung: Alumni. Kasni Hariwoejanto. 1986. Metodologi dan Praktek Pekerjaan Sosial. DEPSOS RI BPLTS: Percetakan Mitra Anda.
Kedaulatan Rakyat. 2009. Selama 2009, Kasus KDRT Peringkat Teratas. Rabu, 6 Januari 2010 Kendall, P. C & Hammen, C. 1984. Abnormal Psychology Understanding Human Problems. Boston: Houghton Mifflin Company. Kirst-Ashman Karen K, Hull Grafton H. 1993. Understanding General Practice. Chicago: Nelson Hall Publisher. Kornbit. 1994. Domestic Violence: An Emergency Health Issue. London: Sage Publication. Mazmanian, Daniel A., and Paul A. Sabatier. 1983. Implementation and Public Policy. Illinois: Scoot, Foresman and Company. Mohamad Ali. 1984. Pengembangan Kurikulum di Sekolah. Bandung : Sinar Baru. Nasution, S. 1987. Berbagai Pendekatan dalam Proses Belajar dan Mengajar. Jakarta : Bina Aksara. Perlman, Helen Haris. 1975. Social Casework.: Model and Method. FF Peacock Publisher. Inc Itasca Illionois. Pincus, Allen and Minahan, Anna. 1973. Social Work Practice: Model And Method. FF Peacock Publisher. Inc Itasca Illinois. Rakhmat, Jalaluddin. 1999. Psikologi Komunikasi, (Edisi Revisi), Bandung. Remaja Rosdakarya. Rakhmat.1999. ”Tindakan Kekerasan Terhadap Anak” dalam MIF Baihaqi (Ed.) Anak Indonesia Teraniaya, Bandung. Remaja Rosdakarya. Robert Ebel L. 1972. Essentials of Educational Measurement. New Jersey : Prentice Hall Inc. Englewood Clift. Rusmil, Kusnandi. 2004. Penganiayaan dan Kekerasan Terhadap Anak. Makalah disampaikan pada Seminar “Penanganan Korban Kekerasan Pada Wanita dan Anak”. Tanggal 19 Juni di RS Hasan Sadikin Bandung. Sidney, Siegel. 1997. Stasistik Nonparametrik Untuk Ilmu-ilmu Sosial. Jakarta: PT gramedia pustaka utama Siporin, Max. 1975. Introduction To Social Work Practice. Macmillan Publishing, Co.Int Soetarso. 1993. Teori Motivasi Dan Aplikasinya. Jakarta : Bina Aksara Soetarso. 1993. Praktek Pekerjaan Sosial. Bandung: STKS Sudjana. 1997. Metoda Statistika. Bandung: Tarsito Suharto, Edi. 1997. Pembangunan Kebijakan Sosial dan Pekerjaan Sosial. Bandung: Lembaga Studi Pembangunan LSP-STKS. Suharto, Edi. 2004. Permbangunan Kebijakan Sosial dan Pekerjaan Sosial. Bandung: STKS. Suharto, Edi. 2005. Analisis Kebijakan Publik. Bandung: Alfabeta. Suharto, Edi. 2006. Membangun Masyarakat, Memberdayakan Rakyat. Bandung: P.T. Refika Aditama. Suharto, Edi. 2007. Kebijakan Sosial sebagai Kebijakan Publik. Bandung: Alfabeta. Sukarsimih, Arikunto. 1997. Prosedur Penelitian., Suatu Pendektan Praktek. Jakarta: Rineka Cipta Suparlan, Y.B. Kamus Istilah Pekerjaan Sosial. Yogyakarta: Kanisius. Susilaningsih. (1997). Dinamika Kelompok Keagamaan sebagai Pendorong Usaha Peningkatan Kesejahteraan Ekonomi Keluarga. Yogyakarta : Fak. Tarbiyah IAIN Suka.
Van Meter, D.S., dan C.E. Van Horn. 1978. ”The Policy Implementation Process: A Conceptual Framework”, Administration and Society, Vol. 6, No. 4, Sage Publications Inc. Wahab, S. 2000. Pengantar Analisis Kebijaksanaan Negara. Jakarta: P.T. Rineka Cipta. Willis, Sofyan. 2004. Konseling Individual. Bandung: Alfabeta. World Health Organization. 1997. Protocol for Multi-Country Study on Domestic Violence. Geneva. World Health Organization.
2. Dokumen Resmi Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 23 Tahun 2004 tentang Penghapusan Kekerasan Dalam Rumah Tangga. Konvensi Hak Anak Perserikatan Bangsa-Bangsa.