1
ABSTRAK ISMI B. LOLO . NIM 271411117. “PERLINDUNGAN HUKUM TERHADAP ANAK AKIBAT PROSTITUSI TERSELUBUNG ( STUDI KASUS DI BALAI PERMASYARAKATAN KELAS II GORONTALO )”. PEMBIMBING : DIAN EKAWATY ISMAIL, SH., MH LISNAWATY BADU, SH., MH Rumusan Masalah dalam penelitian ini adalah (1) Bagaimana perlindungan hukum terhadap anak akibat prostitusi terselubung di Balai Permasyarakatan klas II Kota Gorontalo; (2) Upaya apa yang dilakukan pemerintah dalam menanggulangi Anak Akibat Prostitusi Terselubung. Sehingganya tujuan penelitian ini adalah (1) Untuk mengetahui bagaimana Perlindungan hukum Terhadap Anak Akibat Prostitusi Terselubung Balai Permasyarakatan klas II Kota Gorontalo; (2) Untuk mengetahui upaya-upaya apa saja yang dilakukan pemerintah dalam menanggulangi Anak Akibat Prostitusi Terselubung. Metode penelitian yang digunakan adalah dengan pendekatan kualitatif, dengan populasi adalah Balai Pemasyarkatan kelas II Gorontalo dan jenis penelitian empiris. Melihat kondisi yang ada tidaklah mungkin jika tindakan prostitusi yang dilakukan oleh anak perlu mendapat perhatian yang serius dari semua pihak utamanya peran orang tua, pemerintah dan aparat hukum, sehingga perlu dikaji faktor-faktor yang menjadi penyebabnya. Adapun data yang diperoleh di Balai Permasyarakatan klas II Kota Gorontalo untuk 3 (tiga) Tahun Terakhir, terdapat 2 kasus yang berkaitan dengan praktek prostitusi terselubung di kota gorontalo namun dalam penlitian ini peneliti hanya mengangkat satu kasus yaitu CS5 yang merupakan tersangka lima orang dan pelaku prostitusi 1 orang anak. Berdasarkan hasil penelitian dapat diketahui bahwa Undang-undang sudah memberikan perlindungan terhadap anak,tetapi khusu terkait dengan prostitusi belum ada undang-undang atau hukum yang mengatur secara khusus, pemerintah Kota Gorontalo dalam hal ini Balai Pemasyarakatan (BAPAS) Kelas II Gorontalo hanya mengacu pada Undang-Undang No. 35 Tahun 2014 tentang perlindungan anak, meskipun mereka terlibat praktek prostitusi ini sebagai penjaja sex komersial, mereka harus dilindungi dari segala bentuk diskriminasi dan tindakan sewenang-wenang dan upaya pemerintah dalam menanggulangi anak akibat prostitusi terselubung oleh Balai Pemasyarakatan Kelas II Gorontalo.Melakukan upaya dengan cara memberikan arahan kepada mereka yang telah melakukan prostitusi Kata Kunci : Prostitusi, Perlindungan Anak
1
Latar Belakang Anak adalah sebuah anugerah dari sang pencipta yang senantiasa harus kita jaga karena dalam dirinya melekat harkat, martabat, dan hak-hak sebagai manusia yang harus dijunjung tinggi. Dari sisi kehidupan berbangsa dan bernegara anak adalah masa depan bangsa dan generasi penerus cita-cita bangsa, sehingga setiap anak berhak atas kelangsungan hidup, tumbuh, dan berkembang, berpartisipasi serta berhak atas perlindungan dari tindak kekerasan dan diskriminasi serta hak sipil dan kebebsan. Olehnya itu sebagai orang tua yang melahirkan anak harus bertanggung jawab soal mendidiknya serta pemerintah bertanggung jawab menyediakan fasilitas dan aksesibilitas bagi anak, terutama dalam menjamin pertumbuhan dan perkembangannya secara optimal dan masyarakat bertanggung jawab untuk menjaga dan memelihara hak asasi tersebut sesuai dengan kewajiban yang dibebankan oleh hukum. Demikian
pula
dalam
rangka
penyelenggaraan
perlindungan
anak,
Keikutsertaan orang tua dalam mendidik merupakan awal keberhasilan orang tua dalam keluarganya apabila sang anak menuruti perintah orang tuanya terlebih lagi sang anak menjalani perintah sesuai dengan perintah agamanya. Masalah prostitusi adalah masalah yang kompleks dengan masalah sosial. Hal inilah yang membut masalah prostitusi lebih di perhatikan dan meletakkannya didepan masalah yang menggelinding di masyarakat. Tampak semua jerih payah yang dilakukan baik disisi hokum, tatanan social,praktek dan pelaku, dikarenakan kebebasan ekonomi yang dianggap sebagai jalan pokok bagi kaum wanita untuk memperoleh kebebasannya. Selain faktor ekonomi, masalah besar lainnya yang muncul sebagai salah satu pemicu mendasar tindak prostitusi adalah krisis keluarga. Masalah prostitusi memang sejak lama menjadi polemik. Jika dibiarkan makin tidak terkontrol, tetapi dilokalisir menimbulkan pro dan kontra. Bagi yang pro mengkaitkan dengan hak ekonomi pelaku bisnis prostitusi sedangkan yang kontra menganggap lokalisasi sebagai bentuk legalisasi bisnis haram yang
2
bertentangan dengan aspek moralitas masyarakat. Lokalisasi hanya satu dari beberapa kebijakan yang dilakukan pemerintah untuk menekan jumlah PSK, karena itulah satu-satunya indikator yang digunakan untuk mengukur berkembang tidaknya prostitusi di suatu wilayah. Diantaranya dengan mencatat rutin jumlah PSK dan mucikari. Bila kehidupan keluarga sudah tidak mampu lagi memuaskan seseorang maka seseorang cenderung tidak dapat lagi mengenali jati dirinya dan tak mampu memahami peran dan fungsinya, baik diri pribadi maupun sebagai anggota satu keluarga. Ketika seorang sudah tidak percaya lagi pentingnya keluarga, maka selanjutnya akan mempertanyakan apa tujuan utama dari suatu perkawinan. Mengingat bahwa keluarga merupakan elemen terkecil dari masyarakat, maka masa depan masyarakat akan tergantung pada keluarga-keluarga yang membentuknya. Jika tidak maka entah apa yang terjadi dalam bangsa ini. Penyimpangan sosial yang banyak terdapa hampir di seluruh Negara adanya prostitusi. Tak heran lagi, prostitusi memang sudah berumur tua, selalu ada dalam kehidupan masyarakat sejak ribuan tahun yang lalu. Seks adalah kebutuhan manusia yang selalu ada dalam diri manusia dan bisa muncul secara tiba-tiba. Seks juga bisa berarti sebuah ungkapan rasa manusia yang cinta terhadap keindahan. Sedangkan wanita adalah satu jenis makhluk Tuhan yang memang diciptakan sebagai symbol keindahan. Maka fenomena yang sering terjadi di masyarakat adalah seks selalu identik dengan wanita. Namun celakanya lagi, yang selalu menjadi korban dari keserakahan seks adalah anak. Lebih jauh, sebagai asumsi dasar, dapat dikatakan bahwa kehidupan wanita dalam seks (prostitusi), bisa terjadi karena dua faktor utama yaitu “factor internal” dan “faktor eksternal”. Faktor internal adalah yang datang dari individu wanita itu sendiri, yaitu yang berkenaan dengan hasrat, rasa frustasi, kualitas konsep diri, dan sebagainya. Sedangkan faktor eksternal adalah sebab yang datang bukan secara langsung dari individu wanita itu sendiri melainkan karena ada factor luar yang mempengaruhinya untuk melakukan hal demikian.
3
Faktor eksternal ini bisa berbentuk desakan kondisi ekonomi, pengaruh lingkungan, kegagalan kehidupan keluarga, kegagalan percintaan dan sebagainya. Melihat kondisi yang ada tidaklah mungkin jika tindakan prostitusi yang dilakukan oleh anak perlu mendapat perhatian yang serius dari semua pihak utamanya peran orang tua, pemerintah dan aparat hukum, sehingga perlu dikaji faktor-faktor yang menjadi penyebabnya. Adapun data yang diperoleh di Balai Permasyarakatan klas II Kota Gorontalo untuk 3 (tiga) Tahun Terakhir, terdapat 2 kasus yang berkaitan dengan praktek prostitusi terselubung di kota gorontalo namun dalam penlitian ini peneliti hanya mengangkat satu kasus yaitu CS5 yang merupakan tersangka lima orang dan pelaku prostitusi 1 orang anak. Undang-undang sudah memberikan perlindungan hukum terhadap anak seperti yang tercantum pada pasal 59 (Undang-undang perlindungan anak No.35 Tahun 2014), Akan tetapi khusus terkait dengan prostitusi yang di lakukan anak belum ada hukumnya dan belum di atur secara khusus, oleh karena itu di butuhkan Undang-undang prostitusi anak, Pemerintah harus membuat Undangundang yang megatur tentang prostitusi karena prostitusi dapat mengancurkan masadepan anak,mencemarkan nama baik anak,mencemarkan nama baik keluarga dan kehormatan anak tersebut, atas pertimbangan itu perlunya memberikan Hukum kepada anak korban prostitusi. Di dalam KUHP tidak ada pasal yang memberikan larangan bagi seseorang yang melakukan praktik prostitusi. Larangan dan ancaman hukuman lebih ditujukan kepada seseorang yang mengambil keuntungan dengan terjadinya perbuatan cabul (Pasal 296 KUHP) dan pemucikarian (Pasal 506 KUHP). Pasal-pasal yang ada kaitannya dengan prostitusi di dalam Kitab Undangundang Hukum Pidana (KUHP), antara lainPasal 290, Pasal 297 dan Pasal 506 KUHP, Ketentuan ini tidak dapat digunakan terhadap pelaku prostitusi,sebab ini tidak dapat diklasifikasikan sebagai tindakan kriminal tetapi hanya berlaku terhadap pelaku dan pengguna yang telah menikah, penyedia fasilitasnya dan
4
penerima keuntungan atau yang disebut germo atau mucikari. Berdasarkan uraian diatas maka peneliti tertarik untuk meneliti lebih lanjut dalam suatu bentuk penelitian dengan judul “ Perlindungan Hukum Terhadap Anak Akibat Prostitusi Terselubung ( Studi Kasus Di Balai Permasyarakatan Kelas II Gorontalo ) Rumusan Masalah 1.
Bagaimana
perlindungan
hukum
terhadap
anak
akibat
prostitusi
terselubung di Balai Permasyarakatan klas II Kota Gorontalo? 2.
Upaya apa yang dilakukan pemerintah dalam menanggulangi prostitusi terselubung yang dilakukan anak?
Metode Penelitian Pada metode penelitian ini menggunakan pendekatan kualitatif dengan jenis penelitian empiris, sumber data menggunakan data primer dan data sekunder. Data primer yaitu data yang diperoleh langsung dari wawancara dengan narasumber maupun wawancara dengan pihak terkait dalam hal ini pihak Balai Permasyarakatan. sedangkan data sekunder yaitu yang diperoleh daari dokumen – dokumen resmi berupa buku – buku yang berhubungan dengan objek penelitian, hasil penelitian dalam bentuk laporan, skripsi, tesis, disertasi dan perundang – undangan.1 Tekhnik pengumpulan data menggunakan Observasi, Wawancara dan Tekhnik pengolahan data bersifat analaisis evaluasi. Pembahasan Gambaran Umum Balai Pemasyarakatan Klas II Gorontalo didirikan pada tahun 2003 dan mulai beropersi berdasarkan Keputusan Mentri Kehakiman dan HAM RI Nomor M.07.PR.07.03 Tahun 2003 Tanggal 16 April 2003. Sejak dibentuk hingga saat ini, Balai Pemasyarakatan Klas II Gorontalo telah mengalami 4 (empat) kali pergantian pemimpin yakni : 1.
Mansyur Mantu, Bc. Sw (2003-2006)
2.
Agus Kasianto (2006-2008)
3.
Abdulah Katili, S.Ag (2008-2011)
1
Zainudin Ali, Metode Penelitian Hukum, Sinar Grafika, Palu, 2009, Hal. 106
5
4.
Sugeng Indrawan Bc.Ip.,SH (2011-Sekarang)
Dasar Hukum Pelaksanaan Tugas 1. Undang-Undang RI Nomor 12 Tahun 1995 Tentang Pemasyarakatan 2. Undang-Undang RI Nomor 3 Tahun 1997 Tentang Pengadilan Anak 3. Kitab Undang-Undang Hukum Pidana 4. Peraturan Pemerintah RI No 31 Tahun 1999 Tentang Pembinaan dan Pembimbingan Warga Binaan Pemasyarakatan 5. Peraturan Pemerintah RI No. 57 Tahun 1999 Tentang Kerjasama Penyelenggaraan Pembinaan Warga Binaan Pemasyarakatan 6. Keputusan mentri kehakiman RI No M.01-PR.07.03 Tahun 1997 Tanggal 12 Februari 1997 Tentang Organisasi dan Tata Kerja Bapas sebagi perubahan keputusan mentri kehakiman RI No M.02-PR.0703 Tahun 1987 Tanggal 2 Mei 1987 Tentang Tata Kerja Balai Bispa yang ditindak lanjuti dengan surat edaran Dikjen PAS Departemen Kehakiman dan RI No E.PR.07.03.17 Tanggal 17 Mei 1997 Tentang perubahan Nomenklatur Balai Bispa Menjadi Bapas Tugas dan Fungsi Balai Pemasyarakatan Kelas II Gorontalo 1) Melakukan Penelitian Kemasyarakatan berdasarkan permintaan : a) Kepolisian, Kejaksaan, Pengadilan, Bapas Lain, dan Institusi terkait lainnya, dalam rangka pemberian saran/rekomendasi tindakan/ bentuk pemindaan terhadap Anak Berhadapan Hukum (ABH) b) Lapas/Rutan, Bapas lain, dalam rangka pemberian saran / rekomendasi untuk pengususlan asimilasi CMB dan pembebasan bersyarat terhadap warga binaan pemasyarakatan 2) Melaksanakan pembmbimbingan terhadap klaen pemasyarakatan yang menjalani program pembebasan bersyarat, cuti bersyarat, cuti menjelang bebas, pidana bersyarat dan anak yang diserahkan pembimbingannya ke BAPAS oleh orang tuanya 3) Melakukan pengawasan terhadap klaien pemasyarakatan terhadap kunjungan rumah (homevisit)
6
4) Melakukan pendampingan terhadap anak yang berhadapan dengan hukum yaitu a) Anak sebagai pelaku tindak pidana b) Anak sebagai saksi tindak pidana c) Anak sebagai korban tindak pidana 5) Mendampingi terdakwah anak dalam sidang pengadilan anak dipengadilan negeri 6) Melakukan koordinasi dengan instansi terkait dalam rangka penyelnggaraan pembimbingan kemasyarakatan dan penangan anak terhadap hukum Anak dalam segala hal dipandang sebagai individu yang patut untuk dilindungi dengan dasar pertimbangan bahwa anak belum cakap dalam mengambil keputusan, bertindak serta menanggung konsekuwensi sebuah perbuatan yang dilakukannya, dalam presepsi hukum, anak secara eksplisit dilindungi oleh Undang-Undang yakni UU No. 23 Tahun 2002 sebagai mana diubah dengan Undang-Undang No. 35 Tahun 2014 Tentang perlindungan anak.2 Demikianpula apabila anak yang menjadi pelaku tindak pidana, ada regulasi khusus yang mengatur tentang ketentuan beracara hukum bagi anak tersebut mulai dari tahap penyelidikan hingga penjatuhan pidana. Terkait kasusu prostitusi ini, yang menjadi korban adalah anak-anak, sehingga meskipun mereka terlibat praktek prostitusi ini sebagai penjaja sex komersial, mereka harus dilindungi dari segala bentuk diskriminasi dan tindakan sewenang-wenang.
2
Penjelasan Undang-Undang No. 35 Tahun 2014 Tentang Perlindungan Anak
7
Berbicara tentang anak dan perlindungannya tidak akan pernah berhenti sepanjang sejarah kehidupan, karena anak adalah generasi penerus bangsa dan penerus pembangunan, yaitu generasi yang dipersiapkan sebagai subjek pelaksana pembangunan yang berkelanjutan dan pemegang kendali masa depan suatu Negara, tidak terkecuali Indonesia. Perlindungan anak Indonesia berarti melindungi potensi sumber daya insane dan membangun menusia Indonesia seutuhnya, menuju masyarakat yang adil dan makmur, materil spiritual berdasarkan Pancasila dan UUD 1945. Secara khusus perlindungan hukum terhadap anak akibat prostitusi terselubung tidak diatur dalam KUHP, pemerintah Kota Gorontalo dalam hal ini Balai Pemasyarakatan (BAPAS) Kelas II Gorontalo hanya mengacu pada Undang-Undang No. 35 Tahun 2014 tentang perlindungan anak, meskipun mereka terlibat praktek prostitusi ini sebagai penjaja sex komersial, mereka harus dilindungi dari segala bentuk diskriminasi dan tindakan sewenangwenang. Perlindungan hukum terhadap anak yang terlibat prakteik prostitusi terselubung sama dengan perlindungan anak ditindak pidana lainnya yaitu menjauhkan anak dari stigma negatif masyarakat, jatuhnya pisikologis anak serta perlindungan hak dan martabat anak sebagai manusia.3 Berdasarkan wawancara penulis dengan Pembimbing kemasyaraatan BAPAS Kelas II Gorontalo yaitu Bapak Irvan Arivin beliau menjelaskan bahwa berdasarkan data permintaan dari Lembaga Permasyrakatan kelas II
3
Wawancara dengan Pembimbing Kemasyarakatan BAPAS Kelas II Gorontalo, Bapak Irvan Arivin pada Tanggal 27 April 2014
8
Gorontalo untuk tiga tahun terakhir terdapat 2 kasus yang berkaitan dengan prostitusi terselubung di Kota Gorontalo dimana pelakunya untuk setiap kasus lebih dari 1 orang,berdasarkan hasil wawancara bahwa salah satu kasus prostitusi terselubung adalah kasus CS5 yaitu kasus yang di teliti oleh penulis,perbuatan prostitusi yang di lakukan oleh lima orang tersangka4. Anak yang dilindungi dalam cakupan Undang-Undang perlindungan anak adalah mereka yang belum mencapai usia 18 tahun termasuk anak dalam kandungan dan bentuk perlindungan terhadap anak yang diberikan oleh Balai Pemasyarakatan Kelas II Gorontalo adalah melakukan pendampingan dalam tiap tahapan penyidikan hingga ke persidangan untuk menjamin kesiapan kondisi psikologis anak dalam berhadapan dengan hukum.5 Balai Pemasyarakatan Kelas II Gorontalo menjatuhkan pidana penjara kepada para pelaku yang terlibat dalam jasa prostitusi yang melibatkan anak dibawa umur dengan melihat rincian tindak pidana yang berbeda yakni : a. Tindak pidana persetubuhan dan atau pencabulan terhadap anak dibawah umur (umumnya dijerat dengan pasal 81-82 UU No.23 Tahun 2002) b. Tindak pidana penjualan orang (traficking) bagi mucikari6
4
Wawancara dengan Pembimbing Kemasyrakatan BAPAS Kelas II Gorontalo,Bapak Irvan Arivin Pada Tanggal 27 April 2014 5 Wawancara dengan Pembimbing Kemasyarakatan BAPAS Kelas II Gorontalo, Bapak Irvan Arivin pada Tanggal 27 April 2014 6 Wawancara dengan Pembimbing Kemasyarakatan BAPAS Kelas II Gorontalo, Bapak Irvan Arivin pada Tanggal 27 April 2014
9
Upaya pemerintah dalam menanggulangi prostitusi terselubung yang dilakukan anak. Dalam beberapa kegiatan, Bapas Gorontalo sempat terlibat kerja sama dengan pihak Kantor Wilayah Kementrian Hukum dan HAM Gorontalo unit penyuluhan dan Bantuan Hukum, serta dengan pihak akademis dalam menyelenggarakan kegiatan penyuluhan hukum dilingkungan siswa sekolah menengah pertama dan sekolah menengah akhir, dimana didalam kegiatan tersebut juga dipaparkan upaya-upaya tindakan seks bebas dan prostitusi dikalangan anak. Untuk upaya pemerintah dalam menanggulangi anak akibat prostitusi terselubunga oleh Balai Pemasyarakatan Kelas II Gorontalo. Bapas melakukan upaya dengan cara memberikan arahan kepada mereka yang telah melakukan prostitusi. Karena Bapas hanya menangani mereka yang sudah terlibat dalam prostitusi. Keterlibatan pemerintah dalam menangani perkara ini dikhususkan pada peran Kementrian Hukum dan HAM Gorontalo, dengan rincian sebagai berikut : Peranaan Lembaga Pemasyarakatan Klas II Gorontalo 1. Mengamankan para pelaku didalam LAPAS selam proses ajudikasi (Penahanaan Jasa dan Pengadilan) 2. Melakukan perawatan terhadap tahanan tersebut 3. Memberikan dan melayani hak para tahanan 4. Menyiapkan tahanan hingga proses persidangan selesai 5. Memberikan pembinaan, baik dalam bidang pembekalan pendidikan, pembinaan mental dan kerohanian, pembinaan dalam bidang kesehatan jasmani dsb yang berkaitan dengan hak dari narapidana. Peran Balai Pemasyarakatan Klas II Gorontalo Peran Balai Pemasyarakatan Klas II Gorontalo, mulai terlibat dalam vase POST ajudikasi khususnya untuk pengusulan program
10
reintergrasi sosial para pelaku yang telah terbukti bersalah secara sah dan meyakinkan melalui fakta yang terungkap dalam persidangan dan menjalani pemidanaannya dalam Lembaga Pemasyarakatan Klas II A Gorontalo. Peranan BAPAS Klas II Gorontalo dalam vase tersebut adalah sebagai berikut : 1. Melakukan penelitian kemasyarakatan terhadap klaen pemasyarakatan untuk pengusulan program reintegrasi sosialnya berupa asimilasi, cuti mengunjungi keluarga, cuti mengunjungi keluarga, cuti menjelang bebas maupun pembebasan bersyarat. 2. Melakukan assesment resiko dan kriminogenik terkait kemungkinan pengulangan tindak pidana (residifisme) oleh klaen pemasyarakatan 3. Melakukan pembimbingan konseling serta pengawasan terhadap klaen pemasyarakatan yang disetujuai mendapatkan usulan asimilasi, cuti mengunjungi keluarga, cuti menjelang bebas dan pembebasan bersyarat. Proses pembimbingan terhadap para pelaku tindak pidana tersebut dilakukan setelah mereka menjadi klaen pemasyarakatan, dengan jenis bimbingan sebagai berikut : 1. Bimbingan personal (bimbingan individual) 2. Bimbingan Kelompok Kedua jenis bimbingan tersebut mencakup bimbingan psikososial, bimbingan kepribadian serta penyuluha hukum 3. Bimbingan kemandirian diberikan dalam bentuk pelatihan varietas jenis usaha yang banyak digeluti oleh masyarakat untuk diterapkan oleh para klaen yang belum memiliki pekerjaan dan penghidupan yang layak, dengan menjalin bekerjasama dengan pihak terkait. 4. Bimbingan kerohanian diberikan dalam bentuk ceramah keagamaan dan pembimbingan mental oleh para pemuka agama 5. Bimbingan kerja diberikan bagi mereka yang telah memiliki keterampilan kerja namun belum maksimal dalam pelaksanaannya
11
dilapangan degan melibatkan pihak ketiga ataupun tenaga ahli yang berpengalaman. Upaya yang dilakukan oleh BAPAS kepada mereka yang terlibat prostitusi yaitu : 1. Pengutan Keluarga Dalam hal ini keluarga harus berperan penting, terutama orang tua yang harus benar-benar memberikan pengawasan terhadap anak. 2. Perbaikan Lingkungan Orang tua harus melakukan pengawasan kepada teman atau lingkungan anak tersebut agar terhindari dari hal yang negatif. 3. Pembatasan Jam Malam Anak-anak dilarang keluar diatas dari jam 10 malam, karena para pelaku prostitusi sering melakuan tindakan prostitusi di malam hari. 4. Pengutan Ilmu Agama terhadap Anak Orang tua harus mengajarkan ilmu agama terhadap anak, agar setiap tindakan yang mereka lakukan akan menjadi tolak ukur bagi diri dan lingkugan mereka. Dalam wawancara yang penulis lakukan dengan pelaku prostitusi terselubung, bahwa proses transaksi yang sering mereka lakukan yaitu untuk 5 orang pelaku, bermula dari adanya telepon dari teman perempuan FS yang berinisial U, yang mengatakan bahwa ada perempuan denagn inisial UM yang bersedia melayani nafsu mereka apabila mereka bersedia menyediakan
sejumlah
uang
sebagai
sewanya.
U
kemudian
mempertemukan ke 5 pelaku ini dengan korban tersebut disalah satu penginapan yang ada di Kota Gorontalo secara bergantian. Dari jasanya mempertemukan
ke 5 pelaku dengan korban tersebut, U kemudian
mendapatkan sejumlah uang, demikianpun dengan UM juga mendapatkan imbalan berupa uang. Perbuatan dari ke 5 pelaku ini dilakukan berulang
12
kali pada waktu dan tempat yang berbeda dan dilakkan secara bergantian dengan korban.7 Adapun faktor yang mempengaruhi para pelaku tindak pidana tersebut ketika melakukan aksinya : Para pelaku yang terlibat dalam praktek prostitusi terselubung tersebut dibagi dalm dua klasifikasi yakni : 1. Pelaku prostitusi dalam hal ini anak yang melakukan perbuatan prostitusi faktor yang mempengaruhi anak yang melakukan perbuatan prostitusi -
Latar belakang keluarga yang tidak harmonis, dimana pelaku tidak tinggal bersama dengan kedua orang tuanya
-
Kurangnya penguatan ilmu agama dari kedua orang tua
-
Lingkungan pergaulan yang tidak terkontrol oleh orang tua
-
Faktor ekonomi yang tidak bisah mencukupi kebutuhanya.
2. Pengguna jasa sex dalam hal ini para pihak yang menikmati layanan sex komersial tersebut faktor yang mempengaruhi para pengguna jasa sex tersebut hingga melakukan aksinya -
Adanya hasrat pelaku untuk melampiaskan hawa nafsunya
-
Lemahnya pondasi agama dari para pelaku sehingga terjerumus dalam perbuatan nista tersebut
-
Adanya informasi dari rekan-rekan pelaku tentang para korban yang dapat dibooking untuk tidur bersama dengan imbalan yang terjangkau
3. Tokoh perantara atau yang biasa disebut sebagai mucikari / germo Sementara itu faktor yang mempengaruhi perantara / mucikari / germo sehingga melakukan perbuatan tersebut : 7
Adanya keinginan pelaku untuk mendapatkan uang secara instan
Wawancara dengan Pelaku yang menjadi Korban Prostitusi
13
-
Kurangnya kontrol dari keluarga mengakibatkan pelaku bergaul dengan teman-temannya yang berperilaku negatif.
Penutup Kesimpulan Berdasarkan pembahasan dan analisis data dalam penelitian tentang penelitian Perlindungan Hukum Terhadap Anak Akibat Prostitusi Terselubung serta Upaya pemerintah dalam menanggulangi Anak Akibat Prostitusi Terselubung, maka pada bab ini akan diuraikan kesimpulan sebagai berikut : 1. Pemerintah Kota Gorontalo dalam hal ini Balai Pemasyarakatan (BAPAS) Kelas II Gorontalo hanya mengacu pada Undang-Undang No. 35 Tahun 2014 tentang perlindungan anak, meskipun mereka terlibat praktek prostitusi ini sebagai penjaja sex komersial, mereka harus dilindungi dari segala bentuk diskriminasi dan tindakan sewenang-wenang. Perlindungan hukum terhadap anak yang terlibat prakteik prostitusi terselubung sama dengan perlindungan anak ditindak pidana lainnya yaitu menjauhkan anak dari stigma negatif masyarakat, jatuhnya pisikologis anak serta perlindungan hak dan martabat anak sebagai manusia. 2. Untuk upaya pemerintah dalam menanggulangi anak akibat prostitusi terselubunga oleh Balai Pemasyarakatan Kelas II Gorontalo. Bapas melakukan upaya dengan cara memberikan arahan kepada mereka yang telah melakukan prostitusi. Karena Bapas hanya menangani mereka yang sudah terlibat dalam prostitusi. Keterlibatan pemerintah dalam menangani perkara ini dikhususkan pada peran Kementrian Hukum dan HAM Gorontalo. Saran Berdasarkan Kesimpulan yang telah diuraikan diatas, maka yang dapat dikemukakan sebagai saran adalah sebagai berikut : 1. Hendaknya pemerintah merancang Undang-Undang agar anak-anak yang terlibat dalam prostitusi lebih dilindungi oleh undang-undang yang khusus mengatur anak akibat prostitusi tersebut, sehingga anak yang memiliki
14
perekonomian rendah bisa melanjutkan pendidikan kejenjang lebih tinggi, dan hidup lebih baik lagi. 2. Sebaiknya kegiatan-kegiatan sosialisasi yang dilakukan oleh pemerintah khusunya Balai Permasyarakatan kelas II Grontalo lebi di tingkatkan agar masyrakat lebih memahami apa yang dimaksudkan dengan prostitusi yang sering terjadi di sekitar mereka dan harapan saya agar pemerintah mengawasi dan melindungi anak-anak agar terhindar dari perbuatan prostitusi. Daftar Pustaka Buku Mukti Fajar, Yulianto Achmad, 2013, Dualisme Pene;itian Hukum Normatif Dan Empiris, Pustaka Pelajar, Yogyakarta. Zainudin Ali, 2009,Metode Penelitian Hukum, Sinar Grafika, Palu Perundang - Undangan Undang – Undang Nomor 35 Tahun 2014 Tentang Perlindungan Anak Sumber Data Wawancara dengan Pembimbing Kemasyarakatan BAPAS Kelas II Gorontalo, Bapak Irvan Wawancara dengan Pelaku yang menjadi Korban Prostitusi
15