Takdir
ANALISIS YURIDIS PERUNDANG-UNDANGAN PELAYANAN KESEHATAN BAGI WARGA MISKIN Abstrak Judul penelitian ini adalah “Analisis Yuridis PerundangUndangan Pelayanan Kesehatan Bagi Warga Miskin” rumusan masalah yang dibahas adalah:1. Bagaimana bentuk peraturan pelayanan kesehatan dalam memberikan jaminan perlindungan hukum bagi warga miskin dalam memperoleh hak pelayanan kesehatan yang berkeadilan. Dalam metode penelitian digunakan tipe penelitian hukum normatif empiris yakni penelitian yang difokuskan untuk mengkaji penerapan kaidah-kaidan atau norma-norma dalam hukum positif dengan pendekatan analitis (Analytical Approach) dan pendekatan pendekatan perundang-undangan (Statute Approach).. Kesimpulan: Masih terdapat perlakuan yang diskriminatif antara warga negara yang mampu dengan warga negara yang miskin, yaitu adanya pembatasan fasilitas kesehatan kelas III yang disediakan khusus bagi warga miskin dengan pelayanan berdasarkan standar minimal pelayanan, begitu juga dengan pembatasan penggunan obat-obatan berdasarkan peraturan pemerintah daerah (Peraturan Gubernur No. 13 tahun 2008). Alokasi beban anggaran pelayanan kesehatan yang tidak seimbang, dimana pemerintah provinsi hanya menanggung 40% dan pemerintah daerah menanggung 60% dana pelayanan kesehatan gratis.
Kata Kunci: Perlindungan hukum, Pelayanan Kesehatan
I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Kesehatan merupakan kebutuhan mendasar bagi setiap manusia, karena dengan kondisi sehat manusia dapat melakukan aktifitas dalam memenuhi kebutuhan hidupnya sehari-hari. Demi mendapatkan kondisi sehat, manusia rela mengorbankan apa yang dimilikinya agar tidak lagi didera oleh penyakit. Dan dalam setiap doa, mereka tidak lupa menyisipkan permintaan kepada Tuhan
60
untuk selalu diberi kesehatan. Kebutuhan atas kesehatan telah menjadi segala-galanya bahkan dibanding kebutuhan atas uang sekalipun. Berdasarkan anggaran dasar Organisasi Kesehatan Sedunia World Health Organization (WHO) yang telah diratifikasi oleh pemerintah dalam Undang-Undang Nomor 23 tahun 1992 tentang Kesehatan yang telah diubah oleh pemerintah menjadi undang-undang No.36 tahun 2009 tentang Kesehatan dan UndangUndang Dasar 1945 Pasal 28H, telah ditetapkan bahwa kesehatan adalah hak fundamental setiap warga, karena setiap induvidu, keluarga dan masyarakat berhak memperoleh perlindungan terhadap kesehatannya, dan negara bertanggungjawab mengatur agar terpenuhinya hak hidup sehat bagi penduduknya termasuk bagi warga miskin1. Selain itu dalam Pasal 34 Undang-undang Dasar 1945 perubahan keempat diatur tentang tanggungjawab negara terhadap fakir miskin dan penyediaan fasilitas pelayanan kesehatan yang layak. Pembangunan kesehatan diarahkan untuk meningkatkan derajat kesehatan masyarakat melalui program promotif, preventif, kuratif dan rehabilitatif.2 Disamping itu perlu pula dilakukan perbaikan dan peningkatan sistem pembiayaan kesehatan sehingga menjadi lebih jelas, sarana prasarana kesehatan dan kualitas sumber daya manusia serta peningkatan mutu pelayanan juga perlu mendapat perhatian. Masyarakat dalam memperoleh pelayanan kesehatan seyogyanya mendapatkan pelayanan yang berkualitas berdasarkan indikasi medik yang dialami masyarakat, bukan sebaliknya dimana 1
Departemen Kesehatan Republik Indonesia. 2009, Pedoman Pelaksanaan Jaminan Kesehatan Masyarakat (Jamkesmas). (Penerbit Depkes RI. Jakarta), hal. 1 2
Program promotif adalah kegiatan yang bersifat promosi kepada masyarakat tentang kesehatan, prefentif adalah kegiatan pencegahan terhadap serangan penyakit, kuratif adalah kegiatan pengobatan untuk penyembuhan penyakit dan rehabilitatif adalah kegiatan untuk mengembalikan pasien yang sudah sembuh ketengah-tengah masyarakat sehingga dapat berfungis lagi sebagai anggota masyarakat yang berguna.(UU No.36 Tahun 2009 Tentang Kesehatan Pasal 1 no.11)
61
masyarakat akan mendapatkan pelayanan kesehatan dengan kualitas yang hanya berdasarkan kondisi kemampuan keuangannya. Sejalan dengan program kesehatan gratis yang dicanangkan oleh pemerintah ternyata tidak semakin menambah kesejahteraan masyarakat secara keseluruhan khusus dalam hal mendapatkan pelayanan kesehatan, hal ini bisa dilihat dari derajat kesehatan masyarakat yang masih rendah diakibatkan sulitnya akses terhadap pelayanan kesehatan yang disediakan pemerintah, seperti tidak terdatanya sebagian besar orang miskin menjadi kelompok penerima jamkesmas.3 Banyaknya orang mampu yang menggunakan pelayanan kesehatan dengan fasilitas jamkesda.4 Derajat kesehatan yang rendah berpengaruh terhadap rendahnya produktifitas kerja yang pada akhirnya menjadi beban masyarakat dan pemerintah. Pemenuhan biaya pelayanan kesehatan semakin memerlukan pemikiran di era desentralisasi, karena tidak semua daerah mampu membiayai pelayanan kesehatan bagi masyarakat miskin secara keseluruhan yang ada di daerahnya. Persepsi yang positif dari stakeholder akan mendukung program pelayanan kesehatan masyarakat miskin di Sulawesi Selatan. Hal ini menjadi tantangan bagi pemerintah, melihat ada kecenderungan kurangnya pelayanan kesehatan bagi warga miskin yang berkeadilan bila dibandingkan dengan masyarakat yang mampu, baik itu pelayanan kesehatan dalam menjaga kesehatan maupun memelihara kesehatan dan pelayanan penyembuhan penyakit. Seringnya warga miskin yang seharusnya mendapatkan pelayanan kesehatan gratis ternyata tidak gratis, karena mereka harus membayar obat yang diresepkan dokter tidak termasuk dalam tanggungan obat gratis, banyaknya masyarakat mampu secara ekonomi merampas hak-hak warga miskin dengan menikmati fasilitas kesehatan gratis yang seharusnya untuk warga miskin, perlakuan perawat kesehatan terhadap pasien miskin yang tidak bersahabat karena mereka menganggap pasien miskin adalah beban bagi pemerintah dan hanya mengingkinkan perawatan yang gratis 3
(Rabu, 25 Februari http://www.berdikari.org ) 4
2009
Berdikari
(Sumber:http://www.tribuntimur.com/ Opini)
62
Online,
Makassar.
saja, serta adanya pembatasan jenis pelayanan yang tidak dapat diterima oleh warga miskin berdasarkan Pergub No. 13 Tahun 2008.5 Oleh karena itu, peneliti perlu mengkaji lebih lanjut permasalahan ini dalam bentuk penelitian dengan tema “Analisis Yuridis Perundang-Undangan Pelayanan Kesehatan Bagi Warga Miskin” B. Rumusan Masalah Berdasarkan latar belakang masalah yang telah diuraikan di atas peneliti akan membahas: bagaimana bentuk peraturan pelayanan kesehatan dalam memberikan jaminan perlindungan hukum bagi warga miskin dalam memperoleh hak pelayanan kesehatan yang berkeadilan? C. Tujuaan dan Kegunaan Penelitian Adapun tujuan dari penelitian ini adalah untuk mengetahui bagaimana bentuk peraturan pelayanan kesehatan dalam memberikan jaminan perlindungan hukum bagi warga miskin dalam memperoleh hak pelayanan kesehatan yang berkeadilan. Adapun kegunaan dari hasil penelitian ini adalah: 1. Kegunaan teoritis, diharapkan hasil penelitian ini bisa menjadi tambahan bagi ilmu pengetahuan yang berhubungan dengan perlindungan hukum bidang pelayanan kesehatan terutama pada pelaksanaan hak pelayanan kesehatan yang berkeadilan bagi masyarakat. 2. Kegunaan praktis, hasil penelitian ini diharapkan bisa menjadi masukan bagi pihak yang terkait dalam menjalankan tugas pelayanan kesehatan dengan lebih baik, atau menjadi acuan untuk dapat menjadi bahan penelitian selanjutnya. 3. Untuk pemerintah dan DPRD diharapkan dengan adanya penelitian ini dapat memberikan konstribusi pemikiran untuk mewujudkan perlindungan hukum bagi warga miskin dalam memperoleh hak pelayanan kesehatan yang berkeadilan. 5
Dalam Pasal 27 Pergub Nomor 13 Tahun 2008, ditegaskan bahwa pelayanan kesehatan yang tidak ditanggung bagi pasien warga miskin antara lain: Operasi jantung., Kateterisasi jantung., Pemasangan cincin jantung., CT Scan., Cuci darah (haemodialisa) dan Beda syaraf.
63
4. Untuk masyarakat dan publik secara umum diharapkan dapat memberikan pemahaman akan pentingnya perlindungan hukum bagi masyarakat dalam memperoleh hak pelayanan kesehatan yang baik sehingga diharapkan tidak ada lagi masyarakat yang terabaikan dalam memperoleh hak pelayanan kesehatan yang berkeadilan. II. TINJAUAN PUSTAKA A. Perlindungan Hukum Pada Negara Hukum 1. Negara Hukum Negara hukum menurut F.R Bothlingk adalah “de staat, waarin de wilsvrijheid van gezagsdragers is beperkt door grenzen van recht” (kebebasan kehendak pemegang kekuasaan dibatasi oleh ketentuan hukum). A. Hamid S. Attamimi, dengan mengutip Burknes, mangatakan bahwa negara hukum (rechtsstaat) secara sederhana adalah negara yang menempatkan hukum sebagai dasar kekuasaan negara dan penyelenggaraan kekuasaan tersebut dalam segala bentuknya dilakukan di bawah kekuasaan hukum. Dalam negara hukum, segala sesuatu harus dilakukan menurut hukum (everything must be done according to law). Negara hukum menentukan bahwa pemerintah harus tunduk pada hukum, bukannya hukum yang harus tunduk pada pemerintah.6 Konsepsi negara hukum yang dikemukakan oleh F.J. Stahl adalah "Negara Kesejahteraan" atau Welvaarstaat (Belanda), Social Service State (Inggris), dimana unsur-unsur negara hukum (rechtsstaat) adalah sebagai berikut:7 a. Perlindungan hak-hak asasi manusia b. Pemisahan atau pembagian kekuasan untuk menjamin hak-hak warga negara. c. Pemerintah berdasarkan peraturan hukum. d. Adanya peradilan administrasi negara 6
J.J Oostenbrink, A. Hamid S. Attamimi dalam Ridwan, HR. 2003. Hukum Administrasi Negara. UII Perss. Yogyakarta. hal. 14 7
Miriam Budiardjo. 1982. Dasar-dasar Ilmu Politik. Gramedia. Jakarta. Hal. 57 dalam Op.cit Ridwan. HR. 2003 hal. 3
64
Berdasarkan UUD 1945 (sebelum amandemen), terdapat unsur-unsur negara hukum, yaitu sebagai berikut; pertama, prinsip kedaulatan rakyat (Pasal 1 ayat 2), kedua, pemerintahan berdasarkan konstitusi (penjelasan UUD 1945), ketiga, jaminan terhadap hak-hak asasi manusia (Pasal 27, 28, 29, 31), keempat, pembagian kekuasaan (Pasal 2, 4, 16, 19), kelima, pengawasan peradilan (Pasal 24), keenam, partisipasi warga negara (Pasal 28), ketujuh, sistem perekonomian (Pasal 33). 2. Perlindungan Hukum Istilah perlindungan mengandung arti sebagai tempat perlindungan, hal (perbuatan dan sebagainya) memperlindungi8. Dari pengertian ini terkandung dua makna penting yakni: a. Wadah atau sarana yang dipilih dan dimanfaatkan orang untuk melindungi atau menempuh /mengikuti suatu kegiatan, b. Tindakan seseorang, sekelompok, administrasi negara atau institusi pemerintah memberikan hak (kepentingan) dan kewajiban kepada orang lain melalui suatu regulasi, kebijakan atau keputusan. Tindakan demikian akibat pelanggaran atau dikhawatirkan akan terjadinya pelanggaran terhadap hak (kepentingan) warga negara. Perlindungan hukum bagi warga negara merupakan suatu keharusan karena merupakan bagian integral dari hak asasi manusia yang diatur dalam konstitusi maupun instrumen Hak Asasi Manusia Internasional yang diratifikasi oleh pemerintah dalam UU No. 39 Tahun 1999 Tentang Hak Asasi Manusia. Perlindungan hukum bagi rakyat merupakan konsep universal, dalam arti dianut dan diterapkan oleh setiap negara yang mengedepankan diri sebagai negara hukum. a. Perlindungan hukum dalam bidang perdata: Dalam konteks ini Sudargo Gautama mengatakan bahwa: “Pemerintah dalam melaksanakan tugasnya memerlukan kebebasan bertindak dan mempunyai kedudukan istimewa dibandingkan dengan rakyat biasa. Oleh karena itu, persoalan menggugat pemerintah di muka hakim tidaklah
8
Dalam kamus besar bahasa Indonesia . hal. 674
65
dapat dipersamakan dengan menggugat rakyat biasa di depan hakim.”9 Berkenaan dengan perbuatan hukum pemerintah yang bertentangan dengan hukum ini menurut J. Spier bahwa: “de burgerlijke rechter is-op het gebied van de onrechtmatige overheidsdaad bevoedg de overhead te veoordelen tot betaling van schadevergoeding. Daarnaast kan hij in vell gevallen de overhead verbieden of gebieden bepaalde gedragingen te verrichten.10( Hakim perdata berkenan dengan perbuatan melawan hukum oleh pemerintah berwenang menghukum pemerintah untuk membayar ganti kerugian. Di samping itu, hakim perdata dalam berbagai hal dapat mengeluarkan larangan atau perintah terhadap pemerintah untuk melakukan tindakan tertentu) Berdasarkan uraian di atas dapat disimpulkan bahwa takkala pemerintah mengabaikan kewenangannya melindungi hak warga miskin dalam memperoleh pelayanan kesehatan yang berkeadilan, maka pemerintah dapat saja digugat. b. Perlindungan hukum dalam bidang publik: Perlindungan hukum bagi warga negara terhadap tindakan hukum pemerintah menurut Philipus M. Hadjon bahwa: “Terdapat dua macam perlindungan hukum bagi rakyat, yaitu: perlindungan hukum yang preventif dan perlindungan hukum yang represif. Pada perlindungan hukum yang preventif, kepada rakyat diberikan kesempatan untuk mengajukan keberatan (inspraak) atau pendapatnya sebelum suatu keputusan pemerintah mendapat bentuk yang 9
Sudargo Gautama, 1973. Pengertian Tentang Negara Hukum. Alumni , Bandung. hal. 55 10
J.Spier, Onrechtmatige Overheidsdaad, Zwolle: W.e.J. tjennk Willink, 1987 hal 30. Pandangan Spier ini diterjemahkan oleh Ridwan HR, Op. Cit .hal. 286
66
devinitive. Dengan demikian, perlindungan hukum yang preventif bertujuan untuk mencegah terjadinya sengketa, sedangkan sebaliknya perlindungan hukum yang represif bertujuan untuk menyelesaikan sengketa”. Landasan perlindungan hukum terdapat dalam Pasal 53 ayat 2 UU No.9 Tahun 2004 Tentang Peradilan Tata Usaha Negara, yang pada pokoknya berfungsi untuk melakukan kontrol terhadap setiap tindakan administrasi negara dan juga memberikan perlindungan terhadap administrasi negara. Untuk itu diperlukan perangkat hukum sebagai tolak ukurnya. Dalam hal ini perundangundangan yang berlaku dan merupakan asas umum pemerintahan yang baik. Berdasarkan Pasal 28H ayat (1) UUD 1945 hak-hak pelayanan kesehatan masyarakat menjadi tanggungjawab pemerintah dalam memberikan perlindungan hukum untuk mendapatkan pelayanan kesehatan yang dijalankan oleh pihak terkait. Perlindungan hukum dalam bidang pelayanan kesehatan tersebut berupa, perlindungan promotif, preventif, kuratif dan rehabilitatif.11 Berdasarkan Pasal 32 Undang-undang No. 36 Tahun 2009 tentang Kesehatan, dalam keadaan darurat, rumah sakit swasta/negeri dilarang menolak pasien dan/atau meminta uang muka untuk dilakukannya pelayanan kesehatan. B. Pengertian Keadilan Keadilan adalah kondisi kebenaran ideal secara moral mengenai sesuatu hal, baik menyangkut benda atau orang. 11
Perlindungan hukum pelayanan promotif adalah pemerintah berkewajiban memberikan informasi sejelas-jelasnya kepada masyarakat tentang seluruh program pelayanan kesehatan yang disediakan pemerintah, perlindungn hukum pelayanan prefentif adalah pemerintah berkewajiban memberikan usaha kegiatan pencegahan terhadap serangan penyakit bagi masyarakat, perlindungan hukum pelayanan kuratif adalah pemerintah berkewajiban memberikan pengobatan untuk penyembuhan penyakit dan perlindungan hukum pelayanan rehabilitatif adalah pemerintah berkewajiban mengembalikan pasien yang sudah sembuh ketengah-tengah masyarakat sehingga dapat berfungsi lagi sebagai anggota masyarakat yang berguna.
67
Menurut sebagian besar teori, keadilan memiliki tingkat kepentingan yang besar. John Rawls, menyatakan bahwa "Keadilan adalah kelebihan (virtue) pertama dari institusi sosial, sebagaimana halnya kebenaran pada sistem pemikiran". John Rawls dalam bukunya a theory of justice menjelaskan teori keadilan sosial sebagai the difference principle dan the principle of fair equality of opportunity. Inti the difference principle, adalah bahwa perbedaan sosial dan ekonomis harus diatur agar memberikan manfaat yang paling besar bagi mereka yang paling kurang beruntung. Istilah perbedaan sosial-ekonomi dalam prinsip perbedaan menuju pada ketidaksamaan dalam prospek seorang untuk mendapatkan unsur pokok kesejahteraan, pendapatan, dan otoritas. Sementara itu, the principle of fair equality of opportunity menunjukkan pada mereka yang paling kurang mempunyai peluang untuk mencapai prospek kesejahteraan, pendapat dan otoritas. Mereka inilah yang harus diberi perlindungan khusus. C. Dasar Hukum Pemerintahan Daerah Sejak awal berdirinya Negara Kesatuan Republik Indonesia pada tanggal 17 Agustus 1945 dengan sistem desentralisasi, para pendiri negara telah menjatuhkan pilihannya pada prinsip pemencaran kekuasaan dalam penyelenggaraan pemerintahan negara Indonesia yang tujuannya jelas tercantum pada alinea keempat Pembukaan Undang-Undang Dasar 1945 yaitu: “... melindungi segenap bangsa Indonesia dan seluruh tumpah darah Indonesia dan untuk memajukan kesejahteraan umum, mencerdaskan kehidupan bangsa, dan ikut melaksanakan ketertiban dunia yang berdasarkan kemerdekaan, perdamaian abadi dan keadilan sosial". Penyelenggaraan dibidang Pemerintahan Daerah dan pembangunan daerah tertuang dalam Pasal 18 UUD 1945 dan Garis-Garis Besar Haluan Negara (GBHN) tahun 1999 dan Ketetapan MPR-RI No.XV/MPR/1998 jo. Tap MPR RI No.IV/MPR/2000 tentang Rekomendasi Kebijakan dalam Penyelenggaraan Otomomi Daerah, serta Undang-undang RI
68
Nomor 25 Tahun 2000 tentang Program Pembangunan Nasional (Propenas) Tahun 2000-2004. D. Pelayanan Publik Dan Pelayanan Kesehatan 1. Pelayanan Publik Pelayanan publik dapat diartikan sebagai pemberian layanan (melayani) keperluan orang atau masyarakat yang mempunyai kepentingan pada organisasi itu sesuai dengan aturan pokok dan tata cara yang telah ditetapkan. Pelayanan merupakan tindakan pemerintah yang pada hakikatnya diperuntukkan bagi masyarakat. Gagasan David Osborne dan Ted Gaebler tentang Reinventing Government tertuang dalam karyanya yang berjudul Reinventing Government: How the Entrepreneurial Spirit is Transforming the Public Sector yang dipublikasikan pada tahun 1992 dan Banishing Bureaucracy: The Five Strategies for Reinventing Government, buku terakhir ini ditulis oleh David Osborne dan Peter Plastik yang dipublikasikan pada tahun 1997. Gagasan ini muncul sebagai respon atas buruknya pelayanan publik yang terjadi di pemerintahan Amerika sehingga timbul krisis kepercayaan terhadap pemerintah. Gagasan-gagasan Osborne dan Gaebler tentang Reinventing Government mencakup 10 prinsip untuk mewirausahakan birokrasi. Adapun 10 prinsip tersebut adalah:12 Pertama, pemerintahan katalis: mengarahkan ketimbang mengayuh. Artinya, pemerintah entrepreneurial seharusnya lebih berkonsentrasi pada pembuatan kebijakan-kebijakan strategis (mengarahkan) daripada disibukkan oleh hal-hal yang bersifat teknis pelayanan (mengayuh). Kedua, pemerintahan milik rakyat: memberi wewenang ketimbang melayani. Artinya, birokrasi pemerintahan yang berkonsentrasi pada pelayanan menghasilkan ketergantungan dari rakyat. Pemberdayaan masyarakat, kelompok-kelompok persaudaraan, organisasi sosial, untuk menjadi sumber dari penyelesaian masalah mereka sendiri. Pemberdayaan semacam ini 12
David Osborne dan Ted Gaebler, 1996. Mewirausahakan Birokrasi, terj. Abdul Rasyid, : Pustaka Binaman Pressindo, Jakarta. hal. 29-343.
69
nantinya akan menciptakan iklim partisipasi aktif rakyat untuk mengontrol pemerintah dan menumbuhkan kesadaran bahwa pemerintah sebenarnya adalah milik rakyat.13 Ketiga, pemerintahan yang kompetitif: menyuntikkan persaingan ke dalam pemberian pelayanan. Artinya, pemerintah harus mengembangkan kompetisi (persaingan) di antara masyarakat, swasta dan organisasi non pemerintah yang lain dalam pelayanan publik..14 Keempat, pemerintahan yang digerakkan oleh misi: mengubah organisasi yang digerakkan oleh peraturan. Artinya, pemerintahan yang dijalankan berdasarkan peraturan akan tidak efektif dan kurang efisien, karena bekerjanya lamban dan berteletele. Oleh karena itu, pemerintahan harus digerakkan oleh misi sebagai tujuan dasarnya sehingga akan berjalan lebih efektif dan efisien..15 Kelima, pemerintahan yang berorientasi hasil: membiayai hasil, bukan masukan. Artinya, bila lembaga-lembaga pemerintah dibiayai berdasarkan masukan (income), maka sedikit sekali alasan mereka untuk berusaha keras mendapatkan kinerja yang lebih baik. Tetapi jika mereka dibiayai berdasarkan hasil (outcome), mereka menjadi obsesif pada prestasi. 16 Keenam, pemerintahan berorientasi pelanggan: memenuhi kebutuhan pelanggan, bukan birokrasi. Artinya, pemerintah harus menempatkan rakyat sebagai pelanggan yang harus diperhatikan kebutuhannya.17 Ketujuh, pemerintahan wirausaha: menghasilkan ketimbang membelanjakan. Artinya, dengan melembagakan konsep profit motif dalam dunia publik, sebagai contoh menetapkan biaya untuk public service dan dana yang terkumpul digunakan untuk investasi membiayai inovasi-inovasi di bidang pelayanan publik 13
Ibid, David Osborne dan Ted Gaebler, 1996. hal. 57
14
Ibid, David Osborne dan Ted Gaebler, 1996. hal. 89
15
Ibid, David Osborne dan Ted Gaebler, 1996. hal. 127
16
Ibid, David Osborne dan Ted Gaebler, 1996. hal. 159
17
Ibid, David Osborne dan Ted Gaebler, 1996. hal. 191
70
yang lain. Dengan cara ini, pemerintah mampu menciptakan nilai tambah dan menjamin hasil, meski dalam situasi keuangan yang sulit.18 Kedelapan, pemerintahan antisipatif: mencegah daripada mengobati. Artinya, pola pencegahan (preventif) harus dikedepankan dari pada pengobatan mengingat persoalan-persoalan publik saat ini semakin kompleks..19 Kesembilan, pemerintahan desentralisasi: dari hierarki menuju partisipasi dan tim kerja. Artinya, kerjasama antara sektor pemerintah, sektor bisnis dan sektor civil socity perlu digalakkan untuk membentuk tim kerja dalam pelayanan publik.20 Kesepuluh adalah pemerintahan berorientasi pasar: mendongkrak perubahan melalui pasar. Artinya, pemerintahan atau organisasi publik lebih baik berfungsi sebagai fasilitator dan pialang dan menyemai pemodal pada pasar yang telah ada atau yang baru tumbuh.21 Dalam versi pemerintah, definisi pelayanan publik diatur dalam Surat Keputusan Menteri Pendayagunaan Aparatur Negara No. 63 Tahun 2003, yaitu segala kegiatan pelayanan yang dilaksanakan oleh penyelenggara pelayanan publik sebagai upaya pemenuhan kebutuhan penerima pelayanan maupun pelaksanaan kententuan peraturan perundang-undangan. 2. Pelayanan Kesehatan Berdasarkan UU No. 23 tahun 1992 tentang Kesehatan Pasal 1 no. 15 bahwa "Jaminan Pemeliharaan Kesehatan Masyarakat adalah suatu cara penyelenggaraan pemeliharaan kesehatan yang paripurna berdasarkan azas usaha bersama dan kekeluargaan yang berkesinambungan dan dengan mutu yang terjamin serta pembiayaan yang dilaksanakan secara praupaya".
18
Ibid, David Osborne dan Ted Gaebler, 1996. hal. 223
19
Ibid, David Osborne dan Ted Gaebler, 1996. hal. 249
20
Ibid, David Osborne dan Ted Gaebler, 1996. hal. 281
21
Ibid, David Osborne dan Ted Gaebler, 1996. hal. 311
71
Dalam pelaksanaannya tidak boleh terdapat hal-hal yang dapat menghambat ataupun mengurangi pencapaian peningkatan derajat kesehatan tersebut, seperti: a. Adanya pembatasan kepesertaan karena umur, pekerjaan dengan risiko tinggi, tingkat sosial-ekonomi dan sebagainya. b. Adanya pemeriksaan kesehatan sebagai syarat untuk menjadi peserta. Prinsip-prinsip yang dapat menjamin terlaksananya pemeliharaan kesehatan paripurna dengan mutu yang terjaga dan biaya yang terkendali, sekaligus dapat menjamin terjadinya pemerataan pemeliharaan kesehatan. Adapun prinsip-prinsip tersebut adalah:22: a. Adanya satu ikatan (kontrak) antara Badan Penyelenggara (Bapel) dengan Pemberi Pelayanan Kesehatan (PPK) dan antara Badan Penyelenggara dengan para peserta. b. Adanya pengendalian mutu yang dilakukan oleh Badan Penyelenggara c. Adanya pemantauan pemanfaatan pelayanan kesehatan. d. Adanya penanganan keluhan peserta maupun pemberian pelayanan kesehatan atas ketidakpuasan dan keluhan para peserta ataupun pemberian pelayanan kesehatan harus dapat disalurkan lewat suatu mekanisme 'Penanganan Keluhan" yang tetap, sehingga dapat menjamin stabilitas dalam menjalankan kegiatan jaminan pelayanan kesehatan masyarakat. e. Pembayaran pemberian pelayanan kesehatan oleh badan pelaksana dilakukan dengan pembayaran praupaya (pre-paid), dalam hal ini dengan kapitasi atau sistem anggaran. f. Mekanisme Bagi Hasil (Risk Profit Sharing). Pembayaran kapitasi biasanya disertai dengan kesepakatan bagi hasil untuk menanggung risiko (kerugian) dan keuntungan secara bersama para peserta juga diikutkan. g. Adanya mekanisme Pemeliharaan Kesehatan Paripurna yang berbentuk suatu "Paket Pemeliharaan Kesehatan Dasar" yang
22
Djoko Wijono, 1999, Manajemen Mutu Pelayanan Kesehatan, Airlangga University Press, Surabaya. hal. 163
72
disusun sesuai dengan kebutuhan medis, wajib diselenggarakan oleh semua pemberi pelayanan kesehatan. E. Hakikat dan Ukuran Kemiskinan Berdasarkan Undang-undang No.13 tahun 2011 tentang Penanganan Fakir Miskin dalam Pasal 1 dijelaskan bahwa fakir miskin adalah orarang yang sama sekali tidak mampu mempunyai sumber sumber mata pencaharian dan/atau mempunyai sumber mata pencaharian tetapi tidak mempunyai kemampuan memenuhi kebutuhan dasar yang layak bagi kehidupan dirinya dan /atau keluarganya. Klasifikasi kemiskinan yang ditetapkan oleh Direktorat Jenderal Agraria adalah sebagai berikut:23 1. Miskin sekali, jika konsumsi perkapita pertahun sebesar 75% dari nilai total konsumsi sembilan bahan kebutuhan pokok yang ditetapkan; 2. Miskin, jika konsumsi perkapita pertahun sebesar 75% 125% dari nilai total konsumsi sembilan bahan kebutuhan pokok yang ditetapkan; 3. Hampir miskin, jika konsumsi perkapita pertahun sebesar 125% - 200% dari nilai total konsumsi sembilan bahan kebutuhan pokok yang ditetapkan.
23
Ibid,http://www.depsos.go.id/database/digitalisasi2009/files/2002pendudukfakir miskin/Pendudduk FM 2002.pdf
73
F. Kerangka teori, Kerangka Konseptual dan Kerangka Pikir 1. Kerangka Teori PERLINDUNGAN HAK BAGI MASYARAKAT Grand Theory Teori J F. Staal: perlindungan hukum bagi warga negara Midle Theory Teori keadilan John Rawls: perbedaan sosial dan ekonomis harus diatur agar memberikan manfaat yang paling besar bagi mereka yang paling kurang beruntung Applied Theory Teori Reinventing Government (David osborne dan Ted Gaebler):Mewirausahakan Birokrasi
Peraturan perundangundangan hak mendapatkan pelayanan kesehatan
Pelaksanaan Perundangundangan pelayanan kesehatan
Pengawasan dan Tanggungjawab pemerintah dalam pelayanan kesehatan
Pelayanan Kesehatan Yang Berkeadilan Khususnya Bagi Warga miskin
2. Kerangka konseptual Keberhasilan perlindungan hak warga miskin dalam memperoleh pelayanan kesehatan yang berkualitas, tanpa diskirinimansi, berkeadilan sangat tergantung pada bentuk pengaturan perundang-undangan dan pengawasan pelaksanaan peraturan tersebut, sebagai wujud dari tanggungjawab pemerintah. Hak-hak tersebut telah dijamin pengaturannya secara yuridis oleh konstitusi maupun peraturan perundang-undangan dan merupakan kewenangan pemerintah untuk mengimplementasikannya, akan tetapi kewenangan itu cenderung tidak berjalan sesuai dengan
74
bagaimana semestinya. Untuk itu selain pelaksanaan aturan juga diperlukannya pengawasan yang melekat terhadap pelaksanaan peraturan tersebut. Untuk menganalisa hubungannya dengan perlindungan hukum hak warga miskin dalam memperoleh pelayanan kesehatan dipandang perlu adanya penjabaran melalui kerangka pikir kajian normatif, dengan uraian sebagai berikut: Dalam kerangka menganalisis perlindungan hukum bagi warga miskin terhadap hak mendapatkan pelayanan kesehatan yang berkeadilan, terdapat tiga hal yang perlu ditelaah lebih mendalam, yakni: pertama, bentuk peraturan perundang-undangan yang mampu memberikan jaminan bagi masyarakat dalam memperoleh pelayanan kesehatan yang berkeadilan; kedua, pelaksanan peraturan perundang-undangan bagi masyarakat dalam memperoleh pelayanan kesehatan yang berkeadilan; ketiga, pengawasan pelaksanaan peraturan perundang-undangan tersebut oleh pemerintah dalam memberikan jaminan akan terlaksananya hak pelayanan kesehatan bagi masyarakat.
75
3. Kerangka Pikir ANALISIS YURIDIS PERUNDANG-UNDANGAN PELAYANAN KESEHATAN BAGI WARGA MISKIN -
UUD NKRI Tahun1945 Pasal 28 H - UU No. 36 Tahun 2009 - UU No. 40 Tahun 2004 - PP No.65 Tahun 2005 - Perda Sul-Sel No. 2 Tahun 2009 - Pergub Sul-Sel No.13 Tahun 2008 Perlindungan dan Peraturan Pengawasan Pelaksanaan hak perundang-undangan pelaksanaan pelayanan kesehatan pelayanan kesehatan perundang- Kesehatan adalah - Jelas aturannya undangan hak asasi manusia - Sinkronisasi - Internal dan (prioritas warga - Jaminan eksternal miskin) pelaksanaan hak - Sosialisasi - non diskriminatif, - Saran dan - partisipatif dan prasarana berkelanjutan - Birokrasi (konsideran UU pelayanan No. 36/2009) yang mudah dan berkualitas - sanksi Terwujudnya pelayanan kesehataan bagi warga miskin yang berkeadilan
G. Definisi Operasional Perlindungan hukum: segala kegiatan sistematis yang seharusnya dilakukan pemerintah dalam rangka penghormatan, penghargaan, pemenuhan serta pemajuan hak dan kepentingan warga negara untuk mendapatkan pelayanan kesehatan yang berkeadilan dengan bentuk promotif, preventif, represif dan rehabilitatif.
76
Pelayanan kesehatan adalah setiap upaya yang diselenggarakan secara sendiri atau secara bersama-sama dalam suatu organisasi untuk memelihara dan meningkatkan kesehatan, mencegah dan menyembuhkan penyakit serta memulihkan kesehatan perseorangan, keluarga, kelompok dan ataupun masyarakat sehingga bisa menjadi produktif lagi. Berkeadilan ialah bentuk penerapan sifat adil dalam bentuk perlakuan dengan memberikan hak kepada yang berhak menerimanya tanpa melihat status sosial dan ekonomi. Jaminan Pemeliharaan Kesehatan Masyarakat adalah suatu cara penyelenggaraan pemeliharaan kesehatan yang paripurna berdasarkan azas usaha bersama dan kekeluargaan yang berkesinambungan dan dengan mutu yang terjamin serta pembiayaan yang dilaksanakan secara praupaya Warga miskin adalah keadaan seseorang yang dengan ketidakmampuan dari sisi ekonomi dan sosial untuk memenuhi kebutuhan dasarnya, tidak mampu membeli makanan, pakaian dan tempat tinggal. III. METODE PENELITIAN A. Lokasi Penelitian Lokasi penelitian yang dipilih adalah kota dan kabupaten yang berada di provinsi sulawesi Selatan didasarkan atas tingkat indeks keberhasilan pembangunan kesehatan masyarakat Indonesia pada tahun 2009. Berdasarkan informasi tersebut, ada beberapa kota/kabupaten yang dijadikan sebagai lokasi penelitian berdasarkan tingkat tertinggi, rangking 26 yaitu Kota Palopo, tingkat menengah rangking 256 yaitu Kabupaten Maros dan tingkat terendah rangking 424 yaitu Kabupaten Jeneponto.24
24
Kementerian Kesehatan. Penanggulangan Kemiskinan. Hal 16
2010,
77
TIM
Nasional
Percepatan
B. Tipe Penelitian dan Pendekatan 1. Tipe Penelitian Penelitian ini dikategorikan kedalam tipe penelitian hukum normatif empiris yakni penelitian yang difokuskan untuk mengkaji penerapan kaidah-kaidan atau norma-norma dalam hukum positif. 2. Pendekatan Pertama, pendekatan analitis (Analytical Approach)25 dan pendekatan pendekatan perundang-undangan (Statute Approach).26 C. Populasi dan sampel 1.
Populasi Populasi dalam penelitian ini adalah Instansi pemerintah dalam hal ini adalah pihak Pemerintah Daerah, Dinas Kesehatan kota/kabupaten, pihak Rumah Sakit dan warga miskin sebagai pihak yang berhak atas pelayanan kesehatan dari pemerintah. 2. Sampel. Untuk penentuan sampel pihak Instansi pemerintah digunakan tehnik purporsif sampling yaitu memilih pihak-pihak yang dianggap berkompetensi dalam menyelesaikan permasalah yang ada, sedangkan untuk penentuan sampel dari masyarakat digunakan tehnik random sampling yaitu dengan memilih secara acak masyarakat yang menerima pelayanan kesehatan Jamkesda dan Jamkesmas. Adapun perincian jumlah sampel yang digunakan untuk masing-masing 3 lokasi penelitian adalah: No.
Jenis Populasi
Sampel
1. 2.
Pemerintah Daerah Dinas Kesehatan kota/kabupaten
1 orang 1 orang
25
Johnny Ibrahim. 2011. Teori dan Metodologi Penlitian Hukum Normatif. Penerbit Bayu Media Publishing, Malang. Hlm. 310, bahwa maksud utama analisis terhadap bahan hukum adalah mengetahui makna yang dikandung oleh istilah-istilah yang digunakan dalam aturan perundang-undangan secara konsepsional, sekaligus mengetahui penerapannyadalam praktik dan putusanputusan hukum. 26
Peter Mahmud Marzuki, 2008 . Penelitin Hukum, Penerbit. Prenada Media Group . Jakarta. hal. 93
78
Cet, keempat.
3. 4. 5.
Pimpinan Rumah Sakit Tenaga Kesehatan (Dokter/Perawat) Warga penerima pelayanan kesehatan Jumlah Sampel
1 orang 30 orang 30 orang 63 orang
Jadi jumlah keseluruhan sampel dalam penelitian ini adalah 63 orang x 3 lokasi penelitian = 189 orang. D. Jenis dan Sumber data. Jenis Data : Primer dan Sekunder Data Primer adalah data yang lansung diperoleh dari informan di lapangan yang menjadi sampel penelitian dengan teknik pengumpulan data yang dilakukan yaitu observasi, angket dan wawancara. Data Sekunder : data sekunder diperoleh dengan mengumpul data dari hasil-hasil penelitian terdahulu dan di gunakan bahan hukum yang terkait dengan perlindungan hukum bagi masyarkat dalam mendapatkan pelayanan kesehatan. E. Teknik pengumpulan data 1.
2. 3. 4.
Pengumpulan data dalam penelitian ini dilakukan dengan Pengamatan langsung dilapangan tentang sarana dan prasaran yang disediakan oleh pihak Rumah sakit, Puskesmas dan Pustu serta tindakan pelayanan dari pihak tenaga kesehatan kepada masyarakat dalam mendapatkan pelayanan kesehataan. Pembagian kusioner kepada warga menerima pelayanan kesehatan dan tenaga kesehatan di rumah sakit. Wawancara, dilakukan dengan pihak instansi terkait dan warga yang menerima pelayanan kesehatan. Dokumentasi, dilakukan dengan mengambil data-data yang sudah ada yang berhubungan kajian penelitian pada instansiinstansi terkait.
F. Teknik Analisis Data Data yang diperoleh dalam penelitian ini akan dianalisis secara kualitatif dengan menggunakan analisis normatif empiris.
79
Data empiris yang akan di peroleh dilapangan dianalisis secara kuantitaif dengan menggunakan angka prosentase setiap gejala untuk mengkaji dan mengungkapkan kenyataan terhadap pelaksanaan perlindungan hukum bagi masyarakat dalam memperoleh pelayanan kesehatan. Untuk penetapan angka prosentase digunakan rumus: a1
Keterangan: a1 n a2 p
x
N a1
= =
a2 a2
x x N
p p
= Jumlah persen yang dicapai = Jumlah total harapan = Jumlah persen total harapan = Jumlah total capaian/kenyataan
IV. PEMBAHASAN A. Bentuk Peraturan Pelayanan Kesehatan Dalam Memberikan Jaminan Perlindungan Hukum Bagi Warga Miskin Dalam Memperoleh Hak Pelayanan Kesehatan Yang Berkeadilan Pembangunan dibidang kesehatan juga harus diikuti pula dengan pembangunan dibidang hukum. Hal ini terkait dengan upaya memberikan masukkan yang relevan sebagai bahan dasar untuk melakukan pembangunan dibidang kesehatan, selain itu berdasarkan teori negara kesejahteraan oleh J.F Stahl27 bahwa negara harus menjamin pelaksanaan hak asasi manusia warganya salah satunya adalah menjamin kesehatan waga negara dengan peraturan hukum kesehatanya, salah satu bentuk usaha negara dalam menjamin kesehatana warga negaranya adalah dengan 27
Konsepsi negara hukum yang dikemukakan oleh F.J. Stahl adalah "Negara Kesejahteraan" atau Welvaarstaat (Belanda), Social Service State (Inggris), dimana unsur-unsur negara hukum (rechtsstaat) adalah sebagai berukut: a) Perlindungan hak-hak asasi manusia, b) Pemisahan atau pembagian kekuasan untuk menjamin hak-hak warga negara, c) Pemerintah berdasarkan peraturan hukum, d) Adanya peradilan administrasi negara.
80
menentukan aturan hukum yang jelas dalam bidang kesehatan agar dalam pelaksanaan programnya terdapat dasar kepastian hukum. Untuk menilai suatu peraturan perundang-undangan itu baik atau tidak, dapat dilakukan dengan melihat bentuk peraturannya dan isi dari ketetapan perundang-undagannya dalam ketentuan umum dan pasal-pasal yang ada didalamnya serta bagimana bentuk pelaksanaan peraturan tersebut oleh pihak yang terkait. Khusus mengenai peraturan pelaksanaan kesehatan masyarakat dapat dinilai sebagai berikut:28 1. Melihat peraturan dari bentuknya (Regulation Form) Terwujudnya program program kesehatan gratis sebagai kebijakan yang dilaksanakan oleh Pemerintah Provinsi Sulawesi Selatan, didasari atas tiga peraturan perundang-undangan yaitu, Peraturan Gubernur Sulawesi Selatan Nomor 13 Tahun 2008 tentang Pedoman Pelaksanaan Program Pelayanan Kesehatan Gratis di Provinsi Sulawesi Selatan, Peraturan Gubernur Sulawesi Selatan Nomor 15 Tahun 2008 tentang Regionalisasi Sistem Rujukan RS di Provinsi Sulawesi Selatan dan Peraturan Daerah Provinsi Sulawesi Selatan Nomor 2 Tahun 2009 tentang Kerja Sama Penyelenggaraan Pelayanan Kesehatan Gratis. Dari ketiga peraturan tersebut terdapat kekeliruan dalam hal penerbitannya, seharusnya peraturan pemerintah daerah harus terlebih dahulu ditetapkan kemudian diikuti dengan aturan pelaksananya dalam bentuk peraturan daerah kemudian dibentuk peraturan gubernur. Pada konsiderant Peraturan Gubernur No. 13 Tahun 2008, ditetapkan: ”Bahwa penyelenggaraan pembangunan kesehatan, khususnya pelayanan kesehatan dasar gratis bagi masyarakat perlu dilakukan secara terpadu, terintegrasi, sinergi dan holistik serta pengaturan pembagian (sharing) pembiayaan dengan memadukan berbagai upaya dari pemerintahan kabupaten/ kota di Sulawesi Selatan dengan pemerintah provinsi Sulawesi Selatan dalam suatu sistem pembiayaan yang jelas, sarana dan prasarana kesehatan, sumber 28
www. damang.web.id/2011/06/program-kesehatan gratis-belumsesuai.html ” Program Kesehatan Gratis belum Sesuai dengan Ketentuan dalam Peraturan Perundang-undangan.
81
daya manusia, dan mutu pelayanan sesuai dengan standar pelayanan minimal. Berdasarkan ketentuan tersebut jika dikaitkan dengan ketentuan Undang-undang Dasar 1945 perubahan ke IV dalam Pasal 28I bagian (2) dan (4)29 jelas tidak sinkron karena ketentuan ini menghendaki tidak adanya diskriminatif atas dasar apapun terhadap pelayanan kesehatan yang dibutuhkan dan negara bertanggungjawab atas perlindungan, pemajuan dan pemenuhan hak asasi manusia tersebut dalam hal ini pelayanan kesehatan yang diberikan harus maksimal berdasarkan indikasi medis yang dialami. Hal ini sesuai dengan ketentuan dalam Pasal 23 ayat (4) Undangundang No. 36 tahun 2009 tentang kesehatan,30 bahwa dalam memberikan pelayanan kesehatan tidak boleh mengutamakan kepentingan materi, melainkan harus mengutamakan indikasi medik dan tidak diskriminatif. 2.
Substansi (substance) Peraturan Perundang-undangan Kesehatan Gratis Pasal 2 Peraturan Gubernur Nomor 2 Tahun 2009 tentang Kerjasama Penyelenggaraan Pelayanan Kesehatan Gratis yang menetapkan kerja sama penyelenggaran pelayanan berasaskan: a. Efesiensi, b. Efektivasi, c. Sinergi, d. Saling menguntungkan, e. Kesepakatan bersama, f. Itikad baik, g. Transparansi, h. Keadilan dan, i. Kepastian hukum. Pelayanan kesehatan gratis terlaksana berdasarkan kerja sama antara pemerintah Provinsi dengan pemerintah Kabupaten/ Kota serta pihak ketiga lainnya seperti Dinas Kesehatan dan PT. 29
Ketentun Pasal 28I bagian 2 dan 4: psl (2) Setiap orang berhak bebas dari perlakuan yang bersifat diskriminatif atas dasar apa pun dan berhak mendapatkan perlindungan terhadap perlakuan yang bersifat diskriminatif itu. psl (4) Perlindungan, pemajuan, penegakan, dan pemenuhan hak asasi manusia adalah tanggung jawab negara, terutama pemerintah. 30
Pasal 23 ayat (4) UU. No 36 tahun 2009 tentang Kesehatan : Selama memberikan pelayanan kesehatan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilarang mengutamakan kepentingan yang bernilai materi. Penjelasan pasal: Selama memberikan pelayanan kesehatan, tenaga kesehatan harus mengutamakan indikasi medik dan tidak diskriminatif, demi kepentingan terbaik dari pasien dan sesuai dengan indikasi medis.
82
Askes dengan sumber dana berasal dari bantuan pemerintah Provinsi (APBD Provinsi) dan Kabupaten/ Kota melalui APBD Kabupaten/ Kota. Dana anggaran yang disediakan Propinsi hanya dikisaran 40% dan Kabupaten/kota menyediakan di kisaran 60%. Dana tersebut disediakan dalam anggaran APBD berdasarkan klaim. Hal ini memberatkan untuk sebagian besar daerah. Selain keluhan bahwa anggaran yang kerap menjadi kendala dalam pelayanan kesehatan gratis, juga sasaran peserta kesehatan gratis yang belum tepat. Untuk itu dibutuhkan pengawasan (monitoring), supervisi dan bentuk pelaporan yang baik. V. PENUTUP A. KESIMPULAN Berdasarkan hasi uraian pembahasan yang telah dikemukakan sebelumnya, dapat disimpulkan sebagai bahwa, pada dasarnya pelaksanaan program kesehatan gratis berdasarkan dalam ketentuan Undang-undang Dasar 1945 perubahan ke IV dalam Pasal 28 I bagian (2) dan (4) bahwa : (2) Setiap orang berhak bebas dari perlakuan yang bersifat diskriminatif atas dasar apa pun dan berhak mendapatkan perlindungan terhadap perlakuan yang bersifat diskriminatif itu.(4) Perlindungan, pemajuan, penegakan, dan pemenuhan hak asasi manusia adalah tanggungjawab negara, terutama pemerintah. namum kenyataannya berdasarkan aturan pelaksana pelayanan kesehatan gratis masih terdapat perlakuan yang diskriminatif yaitu adanya pembatasan fasilitas kesehatan kelas III yang disediakan khusus bagi warga miskin dengan pelayanan berdasarkan standar minimal pelayanan, termasuk dalam hal ini penggunaan obat-obatan, pengecualian terhadap jenis perawatan yang tidak bisa diberikan secara gratis kepada warga berdasarkan peraturan pemerintah daerah (Peraturan Gubernur No. 13 tahun 2008). Perlakuan tersebut bukan lagi merupakan perlakuan pelayanan kesehatan berdasarkan indikasi medis yang dialami. Ketentuan aturan pelaksana pelayanan kesehatan tersebut jelas tidak sinkron dengan ketentuan diatasnya (Undang-undang Dasar 1945 perubahan IV dalam Pasal 28 I). Selain itu biaya
83
pelayanan kesehatan dibebankan kepada pemerintah daerah dengan alokasi beban anggaran yang tidak seimbang, dimana pemerintah provinsi hanya menanggung 40% dan pemerintah daerah menanggung 60% dana pelayanan kesehatan gratis. B. SARAN Dari uraian kesimpulan di atas, maka terdapat beberapa masukan hal yang dapat dijadikan saran sebagai berikut: 1. Perlunya peninjauan ulang atas peraturan pelayanan kesehatan gratis seperti, Peraturan Gubernur Nomor 13 Tahun 2008 yang masih membatasi pelayanan kesehatan bagi warga miskin karena keberadaan program jamkedsa seharusnya menjadi pelengkap bagi pelaksanaan program jamkesmas yang selama ini masih terdapat kekurangan dalam hal pelaksanaannya. Selain itu dengan akan diberlakukannya BPJS kesehatan pada 1 Januari 2014, dana pelayanan kesehatannya bisa digunakan untuk melayani kondisi medis masyarakat yang selama ini tidak bisa diperoleh dengan adanya aturan tersebut. 2. Sebaiknya dalam pembentukan ulang regulasi kesehatan gratis melibatkan pemerintah Provinsi, Pemerintah Kabupaten/ Kota, Dinas Kesehatan, Pihak ke tiga seperti PT Askes, Kepala Balai Kesehatan/ Puskesmas/ Rumah Sakit dan akademisi di bidang kesehatan agar dalam tata laksana pelayanan tidak terjadi presepsi yang berbeda terhadap mekanisme pelaksanaan program kesehatan gratis antara berbagai pihak/ instansi, baik itu mengenai pembiayaan maupun mengenai birokrasi pelayanan kesehatan DAFTAR PUSTAKA Bahan buku bacaan; David Osborne dan Ted Gaebler, 1996. Mewirausahakan Birokrasi, terj. Abdul Rasyid, : Pustaka Binaman Pressindo, Jakarta. Djoko Wijono, 1999, Manajemen Mutu Pelayanan Kesehatan, Airlangga University Press, Surabaya. Departemen Kesehatan Republik Indonesia. 2009, Pedoman Pelaksanaan Jaminan Kesehatan Masyarakat (Jamkesmas). Penerbit Depkes RI. Jakarta.
84
J.J Oostenbrink, A. Hamid S. Attamimi dalam Ridwan, HR. 2003. Hukum Administrasi Negara. UII Perss. Yogyakarta. John Rawls,1973. A Theory of Justice, London: Oxford University press, yang sudah diterjemahkan dalam bahasa Indonesia oleh Uzair. Johnny Ibrahim. 2011. Teori dan Metodologi Penlitian Hukum Normatif. Penerbit Bayu Media Publishing, Malang. Miriam Budiardjo. 1982. Dasar-dasar Ilmu Politik. Gramedia. Jakarta. Peter Mahmud Marzuki, 2008 . Penelitin Hukum, Cet, keempat. Penerbit. Prenada Media Group . Jakarta. Ridwan HR, 2006. Hukum Administrasi Negara. Pt. Raja Grafindo Persada. Jakarta. Sudargo Gautama, 1973. Pengertian Tentang Negara Hukum. Alumni .Bandung.
Bahan Tulisan dari media elektronik: (Rabu,
25 Februari 2009 Berdikari http://www.berdikari.org )
Online,
Makassar.
http://www.tribuntimur.com/view.php?id=78351&jenis=Opini) http://www.depsos.go.id/database/digitalisasi2009/files/2002penduduk fakir miskin/Pendudduk FM 2002.pdf http:// www. damang.web.id/2011/06/program-kesehatan gratisbelum-sesuai.html ” Program Kesehatan Gratis belum Sesuai dengan Ketentuan dalam Peraturan Perundangundangan.
85