TINJAUAN PUSTAKA
Botani Tanaman Jeruk Buah jeruk merupakan salah satu buah yang digemari, saat ini kebutuhannya semakin meningkat seiring dengan tumbuhnya kesadaran masyarakat akan pentingnya nilai gizi. Tanaman jeruk banyak tumbuh di daerah tropis dan sub tropis, menurut sejarah penyebarannya meliputi wilayah Asia Tenggara, India, Cina Selatan, Semenanjung Indo-Cina dan Malaya kemudian menyebar ke benua lain (Chapot 1975 dalam Nicolasi 2007). Menurut Hodgson (1967) tanaman jeruk yang penting secara komersial dapat dikelompokan menjadi empat kelompok yaitu : orange (jeruk manis), mandarin (jeruk keprok), pummelo (jeruk besar) dan grapefruit, serta kelompok common acid (yang terdiri dari citron, lemon dan lime). Tanaman jeruk mempunyai banyak kultivar, setiap kultivar mempunyai sifat-sifat tersendiri sehingga tanaman ini dapat ditanam dimana saja baik di dataran rendah maupun di dataran tinggi. Tanaman jeruk rata-rata berbunga setiap tahun sehingga buah jeruk dapat tersedia setiap saat (AAK 1994). Taksonomi tanaman jeruk menurut (Swingle & Reece 1967 dalam Ortiz 2002),
Divisio
: Spermatophyta
Subdivisio
: Angiospermae
Class
: Dicotyledonae
Ordo
: Rutales
Familia
: Rutaceae
SubFamili
: Aurantioideae
Genus
: Citrus
Spesies
: Citrus reticulata/nobilis L.(keprok)
Menurut Swingle (1967) dalam Ortiz (2002), genus citrus dapat dibagi menjadi dua subgenus yaitu subgenus papeda dan subgenus eucitrus. Tanaman jeruk yang diklasifikasikan dalam subgenus eucitrus adalah: C. aurantium, C.
6
sinensis, C. reticulata, C. limon, C. medica, C. aurantifolia, C. grandis, C. paradisi, C. indica dan C. tachibana. Secara Agronomi subgenus eucitrus dapat dikelompokan menjadi spesies seperti: jeruk manis (C. sinensis), mandarin (di kelompokan menjadi 4 spesies), lemon (C. limon), grapefruit (C. paradisi), limes (Aurantifolia), jeruk asam (C. aurantium), pummelos (C. Grandis), citrons (C. medica) (Ortiz 2002). Untuk subgenus jeruk manis yang termasuk spesies Citrus sinensis yaitu jeruk navel, jeruk common, jeruk merah. Sedangkan beberapa spesies yang termasuk subgenus jeruk mandarin yaitu jeruk satsuma, jeruk tangerine, jeruk mandarin mediterranean dan jeruk mandarin lain. Spesies mandarin lain seperti C. reticulata Blanco atau Ponkan, C. temple Hort dan C. nobilis Lour (Ortiz 2002). Biji tanaman jeruk dapat digolongkan dalam kelompok apomiksis. Apomiksis adalah reproduksi aseksual yaitu proses reproduksi tanpa terjadinya fusi gamet betina dan jantan (Nugroho 2006). Apomiksis merupakan penyimpangan dalam suatu proses reproduksi yang mekanisme perkembangannya sangat kompleks (Koltunow 1993). Apomiksis menghasilkan embrio yang memiliki konstitusi genetik yang sama dengan induknya (Koltunow 1993). Apomiksis dapat dikategorikan menjadi fakultatif dan obligat (Den Nijs & Van Dijk 1993). Apomiksis obligat adalah bentuk apomiksis yang bijinya terbentuk tanpa proses fusi gamet betina dan gamet jantan, seperti pada manggis (Koltunow 1996). Apomiksis fakultatif pada biji jeruk disebut sebagai fenomena poliembrioni, yaitu terjadinya beberapa embrio dalam satu biji. Embrio yang dihasilkan terdiri dari embrio zigotik dan embrio nuselar. Embrio zigotik dihasilkan dari fusi gamet jantan dan betina, sedangkan embrio nuselar terbentuk dari jaringan kantung embrio. Kedua embrio yang dihasilkan memiliki konstitusi genetik yang berbeda. Dalam perkembangannya kedua embrio tersebut tumbuh secara beriringan tanpa saling mengganggu (Koltunow 1996).
7
Jeruk Keprok Jeruk keprok (Citrus Reticulata L.) di Indonesia merupakan jeruk yang paling populer dan banyak di konsumsi sebagai buah segar dengan rasa manis menyegarkan. Di Indonesia sejarah asal usulnya jeruk keprok tidak banyak diketahui. Berbagai jenis keprok saat ini sebagian besar merupakan warisan yang ditinggalkan Belanda (Sarwono 1994). Saat ini jeruk keprok mulai digemari dan banyak dicari oleh masyarakat. Jeruk keprok banyak digemari karena warna buahnya yang menarik, rasanya manis asam menyegarkan, kandungan vitamin A dan C yang lebih tinggi dibanding jenis jeruk yang lain (Tabel 1). Indonesia memiliki beragam jeruk keprok varietas unggul lokal yang berkualitas. Jenis jeruk keprok tersebut seperti jeruk keprok SoE (NTT), Batu 55, Pulung dan Madura (Jawa Timur), Garut (Jawa Barat), Tejakula (Bali), Siompu (Sulawesi Tenggara) dan Kelila (Papua). Selain itu terdapat pula beberapa varietas yang baru dikembangkan seperti keprok Madu Terigas (Kalimantan Barat), Jeruk Kacang (Sumatera Barat) dan Borneo Prima (Kalimantan Timur) (Ditjen Hortikultura 2008).
Tabel 1 Kandungan Vitamin dan Zat Mineral Setiap 100 gram Buah Jeruk Kadar Vitamin A (I. U.) Vitamin B (I. U.) Vitamin C (I. U.) Protein (gram) Lemak (gram) Hidrat arang (gram) Besi (mgr) Kapur (mgr) Phosphor (mgr)
Keprok 400 60 60 0.5 0.1 8 40 20
Manis
Nipis
200 60 30 0.5 0.1 10 0.3 40 20
60 40 0.5 3 0.1 10 10
Grape Fruit 60 50 0.5 4 0.1 20 20
Sumber : AAK 1994
Tanaman jeruk keprok rata-rata mempunyai tinggi 2 - 8 meter. Tanaman ini ada yang berduri dan ada yang tidak. Tajuk pohon tidak beraturan, dahan kecil dengan cabang banyak dan tajuknya rindang. Daun berbentuk tunggal, kecil dan
8
bertangkai pendek, warnanya hijau tua mengkilat pada permukaan atas dan hijau muda pada permukaan bawah, tangkai daun tidak bersayap. Tanaman jeruk keprok berbunga majemuk, bunga keluar pada ketiak daun atau pada ujung cabang. Bunganya kecil-kecil dan berbau harum. Berbunga pada akhir musim kering. Buah jeruk keprok mempunyai ruang antara 9-19 ruangan, tangkai buah pendek, kulit buah mudah dikupas. Buah yang sudah tua warna kulitnya ada yang hijau tua, hijau muda dan kuning orange. Tekstur kulitnya mengkilat, licin, penuh pori-pori dan sedikit berbau harum. Daging buahnya berwarna orange, banyak mengandung air, baunya enak dengan rasa manis sedikit asam. Tiap ruang (septa buah) mengandung banyak biji, septa ini mudah dipisah-pisahkan. Tanaman jeruk jenis ini sangat baik diusahakan ditempat-tempat dengan ketinggian 700-1200 meter di atas permukaan laut (Sarwono 1994). Tanaman jeruk keprok dapat diperbanyak secara generatif dan vegetatif. Tanaman jeruk umumnya diperbanyak melalui okulasi dan penyambungan (Sunarjono 2009).
Japansche Citroen Jeruk Citroen berasal dari Birma Utara dan Cina Selatan. Jeruk ini dapat tumbuh baik mulai dari dataran rendah sampai tinggi. Tanaman jeruk ini mampu berbuah sepanjang tahun dengan kadar air tanah yang mencukupi. Tanaman berupa perdu setinggi 2–3.5 meter, dengan batang yang pendek dan tidak berbulu. Letak daun berpencar dengan tangkai yang sangat pendek. Daun tipis bertulang dan jika diremas baunya wangi sekali. Bunganya terletak di ketiak daun dan jarang muncul di ujung cabang. Bunganya besar dan baunya sangat harum, sebagian besar bunganya adalah bunga jantan. Jumlah bunga dalam satu tandan sekitar 1-10 bunga. Bentuk buahnya
ada yang bulat panjang dan ada bulat
membesar. Kulit buahnya berpori-pori, berwarna kuning kemerahan, tebal dan sulit dikupas. Daging buah berwarna kuning muda, berbau harum, rasanya sangat asam dan berbiji banyak (Sarwono 1994). Jeruk Japansche Citroen (JC) merupakan varietas hibrid hasil persilangan antara Citroes nobilis (keprok) dengan Citroes medica (lemon). Japansche Citroen mempunyai karakter mirip dengan Rough Lemon, tahan terhadap kekeringan, dapat merangsang buah lebih awal, mampu menghasilkan produksi
9
tinggi dengan kualitas yang baik serta tahan terhadap serangan virus Exocortis (Sugiyanto 1994). Japansche Citroen memiliki kevigoran yang tinggi, memiliki jumlah biji lebih dari 10 per buah, mudah beradaptasi, buah yang dihasilkan rasanya sangat asam sehingga tidak layak konsumsi. Japansche Citroen memiliki kompatibilitas yang tinggi dan lebih vigor dibandingkan Rough Lemon (Susanto 2003).
Pemuliaan Mutasi Pemuliaan tanaman pada dasarnya merupakan aktivitas menyeleksi tanaman dari populasi yang memiliki keragaman genetik untuk mendapatkan tanaman yang mempunyai sifat tertentu. Tujuan dari kegiatan pemuliaan tanaman yaitu menghasilkan varietas tanaman dengan sifat-sifat yang sesuai dengan sistem budidaya yang ada dan tujuan ekonomi yang diinginkan (Syukur 2009). Untuk menghasilkan tanaman unggul melalui teknik pemuliaan tanaman dapat melalui beberapa metode seperti melalui introduksi tanaman dari luar wilayah, melalui persilangan antar dua spesies, melalui rekayasa genetika dengan memasukan gen yang diinginkan ke dalam organisme dan melalui mutasi dengan menggunakan mutagen (Syukur 2009). Pemuliaan mutasi merupakan perbaikan tanaman melalui aplikasi teknik mutasi dalam upaya meningkatkan keragaman genetik (Suranto 2003). Menurut Soeranto (2003) mutasi adalah perubahan secara tiba-tiba dan acak pada materi genetik yang dapat memunculkan keragaman genetik. Mutasi dapat terjadi pada setiap bagian tanaman dan fase pertumbuhan tanaman, namun lebih banyak terjadi pada bagian yang sedang aktif melakukan pembelahan sel seperti tunas dan biji. Secara umum mutasi dapat dibedakan menjadi dua yaitu mutasi alami (spontan) dan mutasi buatan. Mutasi alami terjadi secara spontan yang tidak diketahui penyebabnya dan terjadi secara acak tanpa diketahui kapan terjadinya. Peluang terjadinya mutasi alami sangat kecil yaitu 10-6 –10-7 (IAEA 1977 dalam Aisyah 2006). Mutasi alami ini terjadi secara lambat dan terus menerus sehingga memerlukan waktu yang lama untuk mengakumulasi dalam menghasilkan mutan. Sedangkan mutasi buatan merupakan mutasi yang terjadi karena adanya perlakuan
10
tertentu baik secara fisik dan kimia. Bahan yang menyebabkan terjadinya mutasi disebut mutagen. Mutagen fisik seperti sinar UV, α, ß, γ dan fast neutron sedangkan mutagen kimia seperti colchisin, dietil sulfat (DES), etilenamin (EI), nitroso etil urea (ENH) (Van Harten 1998). Mutasi dapat dibedakan berdasarkan beberapa kategori dan yang paling umum untuk membedakan yaitu berdasarkan besarnya sekuen DNA yang berubah baik pada tingkat genom, kromosom dan gen (Soeranto 2003). Mutasi genom merupakan perubahan pada tingkat jumlah kromosom (ploidi) dan perubahan dapat menyebabkan terjadi poliploid dan uneuploid. Mutasi kromosom merupakan perubahan pada struktur kromosom yang mengakibatkan terjadinya delesi, translokasi, substitusi dan inversi. Mutasi gen merupakan perubahan pada tingkat gen yang menyebabkan terjadinya penambahan atau pengurangan satu atau beberapa pasangan basa (Van Harten 1998). Keberhasilan program pemuliaan mutasi sangat tergantung pada pemilihan mutagen, metode aplikasi, dosis yang digunakan, regenerasi atau pertumbuhan tanaman tersebut, bagian tanaman yang digunakan dan teknik seleksi pada generasi berikutnya (Van Harten 1998).
Pemuliaan Mutasi pada Jeruk Peningkatan kualitas jeruk dengan aplikasi sinar gamma saat ini telah banyak digunakan. Pemberian mutagen sinar gamma pada biji jeruk limau langkat dan limau madu menghasilkan informasi bahwa kandungan air dalam biji sangat berpengaruh pada tingkat kerusakan akibat mutasi (Noor et al. 2009). Di Iran, mutagen sinar gamma yang diaplikasikan pada tunas aksilar jeruk mandarin lokal pada dosis 40 Gy dan diperbanyak secara in vitro menghasilkan 6 tanaman dengan buah tanpa biji dan 5 tanaman tahan suhu dingin (Majid et al. 2009). Pengembangan jeruk tanpa biji di Israel dengan memanfaatkan jeruk Murcot yang diinduksi sinar gamma menghasilkan jeruk tanpa biji dengan tetap memiliki produktivitas yang tinggi (Vardi
et al. 1993).
Peningkatan kualitas jeruk
mandarin Kinnow varietas lokal di Pakistan telah menghasilkan jeruk tanpa biji melalui aplikasi iradiasi sinar gamma (Altaf 2004). Di Afrika Selatan dihasilkan
11
jeruk mandarin varietas Nova tanpa biji melalui iradiasi sinar gamma pada dosis disekitar 20 Gy (Vos 2009). Di Cina telah dikembangkan pula jeruk tanpa biji melalui persilangan tanaman tetraploid dengan diploid, teknologi fusi protoplas dan pemuliaan mutasi dengan iradiasi (Zhong 2007). Di Indonesia peningkatan kualitas jeruk telah dilakukan melalui pemuliaan mutasi dan fusi protoplas. Tunas aksilar jeruk keprok dan jeruk besar asli Indonesia yang diberikan sinar gamma pada dosis 20 – 40 Gy menghasilkan buah tanpa biji (Sutarto et al. 2009). Tanaman jeruk keprok Soe, Garut dan Batu 55 yang telah berumur 3 tahun hasil induksi iradiasi sinar gamma di karakterisasi, dan dihasilkan pada dosis iradiasi 20 Gy tiga tanaman keprok Soe tanpa biji (Martasari et al. 2005). Kalus embriogenik jeruk siam yang diberikan perlakuan iradiasi sinar gamma menghasilkan perubahan morfologi daun, pertumbuhan, anatomi stomata dan tingkat ploidi (Husni & Kosmiatin 2011). Diperoleh tanaman jeruk dan masih dalam tahap pendewasaan di lapang hasil fusi protoplas jeruk siam simadu dengan jeruk mandarin satsuma (Husni 2010).
Mutagen Sinar Gamma Mutagen fisik yang umum digunakan yaitu sinar gamma. Pemilihan sinar gamma dikarenakan sinar ini mempunyai kelebihan dibandingkan dengan sinar radioaktif lainnya. Sinar gamma memiliki panjang gelombang yang paling kecil (0.01 sampai 10 nm) dan energi terbesar dibandingkan spektrum gelombang elektromagentik yang lain. Selain itu, sinar gamma memiliki daya ionisasi yang paling rendah namun jangkauan tembus yang paling besar dibandingkan sinar α dan ß. Karena daya tembusnya yang begitu tinggi, sinar gamma mampu menembus berbagai jenis bahan kecuali beton. Sejauh ini ada tiga pemancar sinar gamma yang paling sering digunakan yakni cobalt-60, cesium-137 dan technetium-99 (Nuke 2009). Sinar gamma merupakan gelombang elektromagnetik yang mempunyai sifat radiasi pengion yang mampu mengionisasi materi yang dilewatinya. Radiasi ionisasi ini mampu menghasilkan energi yamg tinggi dan aktif yang dapat merusak setiap molekul yang dilewatinya secara langsung dan tidak langsung.
12
Pengaruh radiasi secara langsung yaitu jika ionisasi terjadi didekat kromosom maka dapat langsung menyebabkan terjadinya mutasi. Pengaruh iradiasi secara tidak langsung terjadi ketika energi hasil ionisasi berupa elektron bebas dan radikal positif bereaksi terlebih dahulu dengan air dan oksigen yang ada dalam sel. Reaksi tersebut menghasilkan radikal positif dan peroksida yang sangat reaktif sehingga dapat merusak setiap molekul yang ditemuinya dan menyebabkan mutasi. Adanya kerusakan pada tingkat molekuler inilah yang memunculkan keragaman pada tanaman yang diberikan perlakuan iradiasi, namun pada keadaan tertentu kerusakan dapat diperbaiki selama siklus hidupnya, hal ini disebut sebagai kerusakan fisiologis (Van Harten 1998). Dalam perkembangannya mutasi dengan mutagen sinar gamma telah banyak diaplikasikan seperti pada tunas muda kentang, perlakuan iradiasi pada dosis 2-6 Gy dapat meningkatkan kandungan protein dalam kentang (Li et al. 2005), pada tanaman jeruk, iradiasi biji jeruk pada dosis 50 Gy mampu meningkatkan total protein terlarut dalam buah jeruk (Ling et al. 2008), iradiasi kalus manggis pada dosis 25 Gy (Qosim 2006) dan biji manggis pada dosis 50 Gy (Widiastuti 2010), dapat meningkatkan keragaman tunas regeneran manggis yang dihasilkan.
Teknik Kultur Jaringan pada Tanaman Jeruk Teknik kultur jaringan telah banyak diaplikasikan dengan tujuan perbanyakan bibit tanaman bernilai ekonomis dan peningkatan kulitas tanaman. Dalam peningkatan kualitas tanaman melalui rekayasa genetik maupun pemuliaan mutasi melalui teknik kultur jaringan, hal penting yang harus dikuasai adalah sistem regenerasi dari tanaman tersebut. Metode regenerasi dalam teknik kultur jaringan dapat melalui embriogenesis. Pola pembentukan embriogenesis terdiri dari embriogenesis langsung dan tidak langsung. Embriogenesis langsung yaitu pembentukan embrio somatik langsung dari eksplan, sedangkan embriogenesis tidak langsung yaitu pembentukan embrio somatik melalui induksi kalus terlebih dahulu. Embriogenesis somatik merupakan pembentukan embrio dari sel somatik tunggal. Embrio somatik berasal dari proembrio masses (PEM) yang berasal dari individu sel yang memiliki struktur bipolar yang akan membentuk tunas dan akar.
13
Pada embriogenesis somatik, embrio berkembang melalui beberapa tahap yaitu globular, jantung, torpedo, kotiledon dan planlet (Gray 2005). Jalur embriogenesis banyak digunakan dalam penelitian tanamanan jeruk. Nuselus jeruk siam Simadu dan Pontianak menghasilkan kalus embriogenik setelah diinduksi dalam media MS yang dikombinasikan dengan vitamin MW, 3 mgL-1 BA dan 500 mgL-1 malt ekstrak. Kalus embriogenik diregenerasikan dalam media MS ditambahkan vitamin MW dan 0.5 mgL-1 ABA selanjutnya embrio somatik yang dihasilkan ditumbuhkan dalam media MS yang ditambahkan vitamin MW dan 0.5 mgL-1 GA3 (Husni et al. 2010). Begitu pula yang dihasilkan oleh Merigo (2011) dengan menggunakan nuselus jeruk keprok Batu 55 dihasilkan kalus embriogenik yang diinduksi dalam media MS yang dikombinasi dengan vitamin MW, 3 mgL-1 BAP dan 300 mgL-1 casein hydrolisat. Kalus embriogenik ditanam dalam media MS yang dikombinasikan dengan 2.5 mgL-1 ABA, selanjutnya embrio somatik yang dihasilkan ditumbuhkan dalam media MS yang dikombinasikan dengan vitamin MW dan 2.5 mgL-1 GA3. Embrio jeruk batang bawah Japansche Citroen (JC) diinduksi dalam media MS yang dikombinasikan dengan 0.5 mgL-1 2.4D dan 0.05-0.1 mgL-1 BAP dan menghasilkan kalus embriogenik (Triatminingsih et al. 2003). Regenerasi kalus menjadi tunas
jeruk batang bawah Citromelo optimal dalam media MS
modifikasi yang ditambahkan 0.5 mgL-1 BAP, 0.02 mgL-1 NAA dan 40 mgL-1 adenin sulfat, sedangkan pada jeruk Japansche Citroen (JC) optimal dalam media MS modifikasi yang ditambahkan 0.5 mgL-1 BAP, 0.02 mgL-1 NAA (Triatminingsih et al. 2004). Embrio biji jeruk Japansche Citroen (JC) yang ditanam dalam media MS yang dikombinasikan dengan vitamin Gambrog-B5, 0.5 mgL-1 2.4 D dan 0.05-0.15 mgL-1 BAP (Karmanah 2009).
Penyambungan (Grafting) Grafting merupakan metode konvensional yang telah lama digunakan untuk memperbaiki kualitas dan kuantitas hasil tanaman. Grafting dapat menghasilkan kombinasi baru dari dua jenis tanaman yang digunakan. Grafting
14
adalah penggabungan dua bagian tanaman yang berlainan sehingga menjadi satu kesatuan yang utuh dan tumbuh sebagai satu tanaman (Mangoendidjojo 2003). Penyambungan dapat dilakukan secara in vitro (dalam botol kultur) dan ex vitro (di lapang). Penyambungan secara in vitro umumnya disebut sebagai sambung mikro sedangkan penyambungan secar ex vitro umumnya disebut sebagai sambung pucuk. Dalam budidaya teknik penyambungan yang umum dilakukan adalah sambung pucuk. Tujuan dilakukannya sambung pucuk adalah untuk mempercepat waktu berbunga dan berbuah, meningkatkan kualitas dan kuantitas tanaman, peremajaan tanaman dan menguji keberadaan penyakit akibat virus (Mangoendidjojo 2003). Tujuan dilakukannya sambung mikro adalah mempersingkat waktu untuk meremajakan tanaman, meregenerasi tanaman, menghasilkan tanaman bebas penyakit, menyediakan bibit siap lapang, dapat mengetahui lebih dini ketidaksesuaian tanaman (Estrada et al. 2002). Dalam penyambungan hal terpenting adalah kemampuan daya gabung (kompatibilitas)
dari
kedua
batang
yang
disambungkan.
Kompatibilitas
mempengaruhi kelangsungan hidup tanaman hasil sambungan dan kemampuan produksinya. Pada penyambungan yang kompatibel, maka kedua bagian yang disambungkan akan berhasil membentuk suatu kesatuan dan dapat berkembang menjadi kesatuan yang utuh. Sebaliknya dapat pula terjadi inkompatibilitas yang disebabkan oleh respon fisiologi yang tidak sesuai antara kedua bagian yang disambungkan (Handayani 2012). Teknik penyambungan banyak digunakan dalam perbanyakan tanaman buah seperti pada alpukat yang bertujuan untuk mempercepat pertumbuhan tanaman alpokat hasil transformasi (Raharjo & Litz 2003), tanaman cerry untuk meremajakan tanaman dan menghasilkan tanaman bebas penyakit (Amiri 2006), tanaman jeruk untuk menghasilkan tanaman bebas virus
(Naz et al. 2007),
Tanaman manggis untuk mengatasi kesulitan perakaran (Handayani 2012), Jeruk besar Nambangan dan Cikoneng untuk mempercepat pertumbuhan (Putri 2006).
Analisis Keragaman Peningkatan kualitas dapat dilakukan melalui kombinasi pemuliaan mutasi dan teknik kultur jaringan. Dengan teknik ini akan dihasilkan tanaman yang
15
beragam. Untuk melihat seberapa besar keragaman yang dihasilkan dapat dilakukan identifikasi baik secara morfologi dan molekuler. Untuk membedakan pada tahap awal dapat dilakukan secara morfologi sedangkan untuk lebih memastikan keragaman yang dihasilkan dapat melalui analisis molekuler. Deteksi morfologi in vitro dilakukan melalui pengamatan secara visual terhadap perkembangan yang dihasilkan. Dalam pengamatan ini diperlukan kejelian dan kecermatan untuk dapat membedakan. Pengamatan dilakukan pada karakter-karakter kualitatif dan kuantitatif. Untuk memastikan keragaman yang dihasilkan dapat dilakukan secara molekuler. Salah satu penanda molekuler yang dapat dimanfaatkan yaitu penanda ISSR. Penanda ISSR (Inter Simple Sequence Repeats) merupakan marker yang berkembang lebih akhir dibanding RAPD (Random Amplified Polymorphic DNA), RFLP (Restriction Fragment Lenght Polymorphisme) dan SSR (Simple Sequence Repeats) (Azrai 2005). ISSR merupakan penanda DNA berbasis PCR yang menggunakan sekuen mikrosatelit. Penanda ISSR memiliki keunggulan seperti aplikasinya sangat sederhana, mudah dilakukan, cepat, melibatkan kuantitas cetakan DNA rendah (10-30 bp), dapat diulang dan konsisten, tidak memerlukan banyak informasi untuk mendesain primer, dan mampu membedakan individu-individu yang memiliki kekerabatan (Zietkiewicz et al. 1994). Penanda ISSR telah banyak digunakan dalam identifikasi tanaman jeruk seperti pada keragaman jeruk lemon (Capparelli et al. 2004), beberapa genotipe jeruk (Shahsavar 2007), keragaman jeruk Soe hasil iradiasi sinar gamma (Yulianti et al. 2010), jeruk Siam hasil iradiasi sinar gamma (Agisimanto et al. 2007) dan jeruk Siam hasil fusi protoplas (Husni 2010).