PENYIMPANAN JERUK SIAM (Citrus nobilis L.) SETELAH PROSES DEGREENING
NUZLUL MUSDALIFAH
SEKOLAH PASCASARJANA INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR 2016
PERNYATAAN MENGENAI TESIS DAN SUMBER INFORMASI SERTA PELIMPAHAN HAK CIPTA* Dengan ini saya menyatakan bahwa tesis berjudul Penyimpanan Jeruk Siam (Citrus Nobilis L.) Setelah Proses Degreening adalah benar karya saya dengan arahan dari komisi pembimbing dan belum diajukan dalam bentuk apa pun kepada perguruan tinggi mana pun. Sumber informasi yang berasal atau dikutip dari karya yang diterbitkan maupun tidak diterbitkan dari penulis lain telah disebutkan dalam teks dan dicantumkan dalam Daftar Pustaka di bagian akhir tesis ini. Dengan ini saya melimpahkan hak cipta dari karya tulis saya kepada Institut Pertanian Bogor
Bogor, Agustus 2016
Nuzlul Musdalifah NIM F152130071
RINGKASAN NUZLUL MUSDALIFAH. Penyimpanan Jeruk Siam (Citrus Nobilis L.) Setelah Proses Degreening. Dibimbing oleh Y ARIS PURWANTO dan ROEDHY POERWANTO. Buah jeruk siam memiliki warna kulit yang hijau meskipun telah matang di pohon. Untuk menghasilkan warna jingga pada kulit buah diperlukan penanganan pascapanen dengan penerapan metode degreening. Selain itu, diperlukan penyimpanan untuk memperpanjang umur simpan. Penelitian ini bertujuan: 1) Menentukan pengaruh suhu dan lama penyimpanan buah jeruk hasil degreening, 2) Menganalisis perubahan fisiologi selama penyimpanan. Perlakuan chilling dan non chilling merupakan perlakuan awal pascapanen sebelum proses degreening. Perlakuan degreening dilakukan dengan pemaparan gas etilen 200 ppm, suhu 20 oC selama 48 jam. Selanjutnya, jeruk hasil degreening disimpan pada suhu 10 oC , 15 oC, 20 oC, dan suhu ruang. Pengukuran kuantitatif dilakukan setiap tiga hari sekali selama penyimpanan yang mencakup susut bobot, warna (CCI), kekerasan, total padatan terlarut, vitamin C dan total asam. Hasil penelitian menunjukkan penggunaan gas etilen pada proses degreening secara efektif dapat mendegradasi klorofil pada kulit buah jeruk kemudian menghasilkan warna jingga. Perlakuan chilling dan non chilling pada buah jeruk hasil degreening berpengaruh nyata (p<0.05) terhadap susut bobot dan total padatan terlarut. Sedangkan pada nilai CCI, kekerasan, total asam dan vitamin C tidak berpengaruh nyata (p>0.05). Perlakuan suhu penyimpanan pada buah hasil degreening berpengaruh nyata (p<0.05) terhadap nilai CCI, susut bobot, kekerasan, dan total asam. Sedangkan pada vitamin C dan total padatan terlarut tidak berpengaruh nyata (p>0.05). Perlakuan penyimpanan menunjukkan pengaruh yang nyata (p<0.05) terhadap semua parameter kualitas buah. Nilai CCI, susut bobot dan total padatan terlarut menunjukkan peningkatan, sedangkan nilai kekerasan, vitamin C dan total asam mengalami penurunan. Perubahan nilai CCI selama 42 hari penyimpanan pada suhu 10 oC menghasilkan nilai CCI dari 0.168 menjadi 10.046 dengan warna optimum yang dihasilkan adalah jingga cerah. Kata kunci: chilling and non chilling, degreening, gas etilen, jeruk siam, penyimpanan.
SUMMARY NUZLUL MUSDALIFAH. Storage of Citrus (Citrus Nobilis L.) cv. Siam after Degreening. Supervised by Y ARIS PURWANTO dan ROEDHY POERWANTO. Citrus cv. Siam has green peel color despite having been matured in the tree. Degreening process may applied to change peel color from green to orange. The objectives of this study were: 1) to determine the effect of temperature and storage period after degreening on the change in qualities of citrus cv. Siam, and 2) to analyze the physiology change of citrus during storage. Chilling and non chilling treatments were applied before degreening process. Ethylene gas concentration of 200 ppm, temperature of 20 oC, exposure time of 48 hours were set as degreening condition. After being treated, the samples of citrus were then stored at cold storage with temperature of 10, 15 and 20 oC. As the control, the samples of citrus were placed in room temperature. The changes in weight loss, CCI, firmness, total soluble solid, vitamin C, and total acid were measured every 3days during storage period. The results showed that the use of ethylene gas during degreening process effectively in reducing of chlorophyll in citrus peel. The apperance of peel color became orange. Chilling and non chilling treatment before degreening affect significantly (p<0.05) on weight loss and total soluble solid of citrus. CCI, firmness, total acid and vitamin C had no effect significantly (p>0.05). Storage period affect significantly (p<0.05) on CCI, weight loss, firmness, and total acid. Vitamin C and total soluble solid had no effect significantly (p>0.05). Storage period showed effect significantly (p<0.05) for all quality factors. CCI, weight loss and total soluble solid increased during storage, however, firmness, vitamin C, and total acid decreased. For those citrus stored at 10oC after 42 days storage, CCI changed from 0.168 to 10.046 and the peel color of citrus became optimum orange. Keywords : chilling and non chilling, ethylene gas, degreening, citrus cv. Siam, storage.
© Hak Cipta Milik IPB, Tahun 2016 Hak Cipta Dilindungi Undang-Undang
Dilarang mengutip sebagian atau seluruh karya tulis ini tanpa mencantumkan atau sumbernya. Pengutipan hanya untuk kepentingan pendidikan, penelitian, penulisan karya ilmiah, penyusunan laporan, penulisan kritik, atau tinjauan suatu masalah; dan pengutipan tersebut tidak merugikan kepentingan IPB. Dilarang mengumumkan dan memperbanyak sebagian atau seluruh karya tulis ini dalam bentuk apa pun tanpa izin IPB.
PENYIMPANAN JERUK SIAM (Citrus nobilis L.) SETELAH PROSES DEGREENING
NUZLUL MUSDALIFAH
Tesis Sebagai salah satu syarat untuk memeperoleh gelar Magister Sains pada Program Studi Teknologi Pascapanen
SEKOLAH PASCASARJANA INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR 2016
Penguji Luar Komisi pada Ujian Tesis: Dr. Ir. Usman Ahmad, M.Agr
PRAKATA Puji dan syukur penulis Panjatkan kepada Allah SWT atas segala berkah dan karunia-Nya sehingga karya ilmiah ini berhasil diselesaikan. Judul penelitian yang dilaksanakan sejak bulan Mei sampai Juli 2015 ini ialah Penyimpanan Jeruk Siam (Citrus Nobilis L.) Setelah Proses Degreening. Terima kasih penulis ucapkan kepada Dr Ir Y Aris Purwanto, MSc dan Prof Dr Ir Roedhy Poerwanto, MSc selaku pembimbing yang telah banyak memberi arahan dan bimbingan, membagi ilmu pengetahuan dan memberi semangat kepada penulis selama menjadi mahasiswi. Selain itu, penulis juga menyampaikan terima kasih kepada Dr. Ir. Usman Ahmad, M.Agr selaku dosen penguji yang telah memberikan kritik dan saran yang membangun untuk perbaikan tesis ini. Penghargaan penulis sampaikan kepada Kepala Pusat Kajian Hortikultura Tropika beserta pegawai dan teknisi di Laboratorium Pascapanen Ungkapan terima kasih juga penulis ucapkan kepada ayah, ibu, serta seluruh keluarga atas doa, dukungan dan semangat yang telah diberikan selama penulis menyelesaikan studi di Program Studi Teknologi Pascapanen. Rasa terima kasih juga kepada DIKTI atas beasiswa BPPDN yang diberikan kepada penulis serta rekan sejawat yang membantu penulis selama melaksanakan penelitian dan rekanrekan seangkatan TPP 2013 untuk segala dukungan, doa, kerjasama dan kebersamaannya. Semoga karya ilmiah ini manfaat.
Bogor, Agustus 2016
Nuzlul Musdalifah
DAFTAR ISI DAFTAR TABEL
xiii
DAFTAR GAMBAR
xiii
DAFTAR LAMPIRAN
xiv
1 PENDAHULUAN Latar Belakang Perumusan Masalah Tujuan Penelitian Hipotesis Ruang Lingkup Penelitian Manfaat Penelitian
1 2 2 2 2 3
2 TINJAUAN PUSTAKA Degreening Etilen Suhu dan Durasi Pemaparan pada Proses Degreening Pembentukan Warna Jingga pada Kulit Jeruk Penyimpanan Suhu Rendah
3 4 4 5 5
3 METODE Waktu dan Tempat Bahan dan Alat Rancangan Penelitian Prosedeur Penelitian Pengukuran Kuantitatif Warna Total Klorofil dan Karotenoid Susut Bobot Kekerasan Total Padatan Terlarut Total Asam Vitamin C
6 6 6 7 8 8 10 10 10 11 11 11
4 HASIL DAN PEMBAHASAN Karakteristik Warna Buah Setelah Degreening Pengaruh Degreening terhadap Perubahan Skor Warna Perubahan Total Klorofil dan Karotenoid Susut Bobot Kekerasan Total Padatan Terlarut Vitamin C Total Asam
12 22 22 24 25 27 29 30
5 SIMPULAN DAN SARAN Simpulan Saran
31 32
DAFTAR PUSTAKA
32
LAMPIRAN
36
RIWAYAT HIDUP
50
DAFTAR TABEL 1.
Pedoman deskripsi warna kulit buah berdasarkan skor dalam Citrus Color Chart (CCC), nilai L*, a*, b*, CCI dan °Hue 2. Perubahan warna jeruk hasil degreening dengan perlakuan chiller pada suhu 10 oC selama penyimpanan 3. Perubahan warna jeruk hasil degreening dengan perlakuan chiller pada suhu 15 oC selama penyimpanan 4. Perubahan warna jeruk hasil degreening dengan perlakuan chiller pada suhu 20 oC selama penyimpanan 5. Perubahan warna jeruk hasil degreening dengan perlakuan chiller pada suhu 27 oC selama penyimpanan 6. Perubahan warna jeruk hasil degreening non chiller pada suhu 10 oC selama penyimpanan 7. Perubahan warna jeruk hasil degreening non chiller pada suhu 15 oC selama penyimpanan 8. Perubahan warna jeruk hasil degreening non chiller pada suhu 20 oC selama penyimpanan 9. Perubahan warna jeruk hasil degreening non chiller pada suhu 27 oC selama penyimpanan 10. Skor perubahan jeruk hasil degreening dengan perlakuan chiller dan non chiller
9 14 15 16 17 18 19 20 21 22
DAFTAR GAMBAR 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 13 14
Diagram Alir Prosedur Penelitian Nilai Citrus Color Index (CCI) buah jeruk dengan perlakuan chiller Nilai Citrus Color Index (CCI) buah jeruk non chiller Total Klorofil dan Karotenoid Susut bobot buah jeruk dengan perlakuan chiller Susut bobot buah jeruk dengan perlakuan non chiller Kekerasan buah jeruk dengan perlakuan chiller Kekerasan buah jeruk dengan perlakuan non chiller Total padatan terlarut buah jeruk dengan perlakuan chiller Total padatan terlarut buah jeruk dengan perlakuan non chiller Vitamin C buah jeruk dengan perlakuan chiller Vitamin C buah jeruk dengan perlakuan non chiller Total asam buah jeruk dengan perlakuan chiller Total asambuah jeruk dengan perlakuan non chiller
8 13 13 23 25 25 26 27 28 28 29 30 31 31
DAFTAR LAMPIRAN 1 2 3 4 5 6 7
Tabel Analisis Sidik Ragam Total Asam Berdasarkan SPSS 16.0 Tabel Analisis Sidik Ragam CCI Berdasarkan SPSS 16.0 Tabel Analisis Sidik Ragam Kekerasan Berdasarkan SPSS 16.0 Tabel Analisis Sidik Ragam Susut Bobot Berdasarkan SPSS 16.0 Tabel Analisis Sidik Ragam TPT Berdasarkan SPSS 16.0 Tabel Analisis Sidik Ragam Vitamin C Berdasarkan SPSS 16.0 Tabel Uji Lanjut Pengaruh Perlakuan Suhu Selama Penyimpanan
37 39 41 43 45 47 49
1 PENDAHULUAN Latar Belakang Jeruk siam merupakan salah satu jenis jeruk yang banyak dikembangkan di Indonesia karena produksinya tinggi dan potensi yang cukup besar untuk dikembangkan. Sekitar 70-80% jeruk yang dikembangkan di Indonesia adalah jeruk siam dan sisanya adalah jeruk keprok. Permintaan pasar terhadap komoditas ini cukup baik seiring dengan peningkatan jumlah penduduk, pendapatan, dan kesadaran masyarakat terhadap nilai gizi. Penanganan pascapanen yang masih dilakukan secara sederhana menyebabkan buah jeruk siam sulit untuk memenuhi persyaratan standar mutu buah ekspor (Qomariah et al. 2013; Ramadhani et al. 2015). Produksi jeruk siam untuk Provinsi Kalimantan Barat pada tahun 2014 sebanyak 147.105 ton atau 78.66% (Pusat Data dan Sistem Informasi Pertanian 2015). Data dari Dinas Pertanian Kabupaten Sambas menunjukkan produksi jeruk terbanyak berada di Kecamatan Tebas. Jeruk asal Kabupaten Sambas ini dinamakan jeruk siam pontianak (Citrus nobilis var. Microcarpa). Ciri jeruk yang telah mencapai fase kematangan internal ditandai dengan rasa buah yang manis namun kulit eksternal buah masih hijau. Menurut Poerwanto dan Susila (2014) menyatakan bahwa salah satu faktor yang mempengaruhi daya tarik konsumen terhadap buah jeruk adalah kulit buah jeruk yang berwarna jingga memiliki peminat yang lebih tinggi dibandingkan dengan kulit buah yang berwarna hijau. Porat (2008) menyatakan bahwa degreening merupakan perlakuan pascapanen yang dapat memperbaiki warna kulit buah jeruk dengan mempercepat perubahan warna eksternal jeruk dari hijau menjadi jingga seragam. Etilen eksogen dalam hal ini adalah gas etilen pada buah jeruk dapat mendegradasi pigmen hijau (klorofil) pada kulit buah sehingga akan membentuk pigmen jingga (karotenoid) (Mayuoni et al. 2011; Ramadhani et al. 2015; Arzam et al. 2015). Penyebab warna kulit jeruk siam dataran rendah tetap berwarna hijau atau kuning meskipun telah matang diakibatkan oleh kegagalan pembentukan warna jingga. Penyebab kegagalan pembentukan warna jingga pada daerah tropis adalah karena pigmen β-citraurin yang merupakan pemicu munculnya warna merah tidak terbentuk yang terbentuk hanya β-cryptoxanthine yang merupakan pigmen warna kuning. Pembentukan warna jingga pada kulit jeruk disebabkan oleh dua zat warna, yaitu β-citraurin dan β-criptoxanthin. β-citraurin membuat warna kulit jeruk menjadi kemerahan, sedangkan β-criptoxanthin membuat warna kulit jeruk menjadi kuning. Suhu rendah dapat mensintesis karotenoid non-photosintetic dan memunculkan β-citraurin. Selama proses degreening perubahan warna sensitif terhadap suhu terutama pada buah yang ditanam pada daerah tropis. Durasi pemaparan yang tepat akan menghasilkan warna jingga seragam pada kulit buah (Ramadhani et al. 2015; Arzam et al. 2015). Komoditas hortikultura umumnya memiliki sifat mudah rusak karena setelah dipanen komoditas ini masih mengalami proses respirasi, transpirasi dan pematangan. Buah jeruk memerlukan pendinginan yang relatif cepat untuk mempertahankan kualitasnya. Penggunaan suhu rendah pada prinsipnya akan menurunkan semua kegiatan metabolisme. Penyimpanan merupakan salah satu
2
teknologi pascapanen yang tepat agar umur simpan buah dapat bertahan lama (Handoko et al. 2005). Penyimpanan dengan suhu rendah dapat menghambat kerusakan fisiologis, penguapan, serta aktivitas mikroorganisme yang mengganggu sehingga mutu serta kualitas buah dari mulai panen sampai diterima di tangan konsumen masih tetap terjaga. Tujuan penelitian ini adalah untuk menentukan suhu penyimpanan serta lama penyimpanan yang optimum pada buah jeruk siam pontianak hasil degreening.
Perumusan Masalah Buah jeruk siam pada umumnya berwarna hijau kekuningan dan tidak seragam. Untuk memberikan nilai tambah, aplikasi teknologi degreening dapat memperbaiki warna kulit jeruk siam dari hijau menjadi warna jingga yang seragam. Masalah yang akan diteliti terkait pengaruh chilling terhadap lama penyimpanan buah jeruk hasil degreening serta menentukan suhu penyimpanan yang optimum untuk buah jeruk hasil degreening. Dengan demikian diharapkan mengurangi jeruk impor di pasaran dan harapannya dapat meningkatkan daya saing produk impor. Berdasarkan beberapa masalah tersebut diatas, maka perlakuan pascapanen perlu diperbaiki sehingga memperpanjang umur simpan buah jeruk siam.
Tujuan Penelitian Penelitian ini bertujuan untuk mengkaji proses penyimpanan pada jeruk hasil degreening dengan penggunaan etilen. Secara khusus penelitian ini bertujuan untuk: 1. Menganalisis pengaruh perlakuan chilling dan non chilling 2. Menganalisis pengaruh suhu penyimpanan terhadap buah jeruk hasil degreening 3. Menentukan suhu penyimpanan dan lama penyimpanan buah hasil degreening yang optimum 4. Menganalisis perubahan fisiologi selama penyimpanan
Hipotesis Perlakuan chilling berpengaruh terhadap penyimpanan buah jeruk hasil degreening serta penggunaan suhu tertentu dapat memperpanjang umur simpan buah jeruk hasil degreening.
Ruang Lingkup Penelitian Ruang lingkup dan batasan penelitian ini mencakup penerapan chilling setelah pemanenan, aplikasi degreening untuk memberikan warna yang seragam
3
pada buah jeruk dan menganalisis perubahan fisiologi buah selama proses penyimpanan.
Manfaat Penelitian Hasil penelitian ini diharapkan dapat memberikan informasi mengenai alternatif penerapan teknologi penanganan pascapanen untuk memperpanjang umur simpan pada buah jeruk hasil degreening dan mampu untuk bersaing dengan produk impor.
2 TINJAUAN PUSTAKA Degreening Buah jeruk termasuk kategori buah non-klimakterik. Buah non klimaterik tidak akan menunjukkan perubahan (peningkatan) laju produksi etilen dan CO2 setelah dipanen, artinya buah jeruk harus dipanen setelah masak di pohon karena tidak mengalami pemasakan pascapanen (Iglesias et al. 2007). Selama pematangan hingga fase senescene, jeruk akan menunjukkan pola respirasi dan produksi etilen yang rendah (Mullins et al. 2000). Degreening dilakukan untuk memperbaiki warna kulit jeruk yang berwarna hijau menjadi jingga pada daerah tropis. Pada negara yang beriklim tropis, jeruk tidak menampakkan warna yang menarik pada saat matang, hal inilah yang menyebabkan jeruk tropika memerlukan perlakuan degreening (Ladaniya 2008). Degreening dengan etilen dapat merangsang proses pematangan terkait dalam jaringan kulit, seperti perusakan warna hijau pada pigmen klorofil sehingga akan menghasilkan warna jingga pada jeruk (Mayuoni et al. 2011). Aplikasi degreening dengan etilen eksogen tidak hanya menginduksi perubahan warna yang diinginkan, tetapi juga menghasilkan efek yang tidak diinginkan seperti mempercepat penuaan pada buah (Sdiri et al. 2012). Proses degreening tidak akan berpengaruh terhadap bagian dalam jeruk seperti gula dan asam (Handoko et al. 2005). Degreening dengan waktu pemaparan 48 jam, temperatur suhu 20 °C memberikan pengaruh yang signifikan selama proses degreening dengan menghasilkan warna jingga tanpa mempengaruhi rasa jeruk (Kitagawa et al 1999; Yamauchi et al. 2008; Mayuoni et al. 2011). Selama proses pemaparan kelembaban (70-90%) tidak mempengaruhi perubahan warna meskipun demikian selalu disarankan degreening dalam kelembaban tinggi (lebih dari 90%) untuk mencegah pengerutan (Cohen 1998). Kombinasi optimal RH dan temperatur bervariasi pada setiap spesies jeruk yang berbeda dengan konsentrasi etilen 100250 ppm (Ahrens dan Barmore 2001). Degreening biasanya dilakukan dengan aplikasi etilen pada konsentrasi rendah selama penyimpanan pada suhu kamar, RH 90-95% selama 24-27 jam. Konsentrasi umum yang digunakan kurang dari 500 ppm. Cara aplikasinya dengan perendaman/pencelupan maupun dengan penyemprotan gas etilen pada buah. Untuk mendapatkan teknik aplikasi yang
4
paling tepat untuk jeruk tertentu perlu dilakukan percobaan, karena setiap kultivar mempunyai respons yang berbeda (Poerwanto dan Susila 2014).
Etilen (C2H4) Etilen merupakan hormon tumbuh yang diproduksi dari hasil metabolisme normal dalam tanaman. Etilen berperan dalam pematangan buah dan kerontokan daun. Etilen disebut juga ethane. Senyawa etilen pada tumbuhan ditemukan dalam fase gas, sehingga disebut juga gas etilen. Gas etilen tidak berwarna dan mudah menguap. Etilen pada proses degreening digunakan dalam bentuk gas atau dalam bentuk senyawa yang terurai dalam jaringan buah, yang lebih mengarah untuk menigkatkan kualitas eksternal buah. Etilen digunakan untuk mempercepat dan meyeragamkan pemasakan serta membuat warna jeruk seragam dan lebih menarik (Poerwanto dan Susila 2014). Etilen memiliki struktur yang cukup sederhana dan diproduksi pada tumbuhan tingkat tinggi. Pada buah klimaterik penggunaan etilen bertujuan untuk mempercepat proses pematangan buah (Mckeon et al. 1995). Pada buah non klimaterik seperti jeruk gas etilen berfungsi untuk merombak klorofil pada kulit jeruk dan mensintesis pigmen karotenoid. Aktivitas perombakan tersebut hanya terjadi pada lapisan subepidermal kulit buah. Hasilnya kulit buah yang semula hijau berubah menjadi jingga tanpa mengubah rasa buah. Degreening dengan menggunakan gas etilen tidak mengubah nilai gizi jeruk. Gas etilen tidak mempengaruhi kadar gula total, kadar asam total, dan kadar vitamin C. Pemberian etilen hanya mengubah tampilan kulit jeruk dari hijau ke jingga tanpa mengubah rasa dan nilai gizi (Broto et al. 1996). Gas etilen dialirkan ke dalam ruang degreening bersama dengan udara dan secara serentak terjadi pertukaran udara dalam proses aliran kontinyu pada suhu dan kelembaban relatif terkontrol. Metode ini telah digunakan lebih dari lima dekade dengan beberapa perubahan dan modifikasi untuk meningkatkan efisiensi dan meminimalkan kerugian (Ladaniya 2008). Degreening pada jeruk ‘Nevel’, Star Ruby’ dan ‘Satsuma Mandarin’ dipaparkan selama 24, 48, dan 72 jam dalam ruang penyimpanan pada suhu 20 °C. Hasil yang diperoleh yaitu etilen meningkatkan perubahan warna dan tidak mempengaruhi total padatan terlarut dan total asam serta tidak mempengaruhi rasa jeruk (Mayuoni et al. 2011).
Suhu dan Durasi Pemaparan pada Proses Degreening Perubahan warna selama degreening menyebabkan kerusakan klorofil dan membiosintesis serta mengembangkan pigmen karotenoid untuk menghasilkan warna jingga. Beberapa dari hasil penelitian sebelumnya menyatakan bahwa degreening pada suhu mendekati 30 °C menyebabkan kerusakan klorofil yang cepat, tetapi karotenoid yang tersintesis sangat sedikit sehingga perkembangan warna jingga tidak banyak (Plaza et al. 2004; Matsumo et al. 2009). Suhu yang rendah yaitu antara 20-22 °C, lebih cocok untuk mensintesis karotenoid serta mendapatkan hasil yang memuasakan yaitu warna jingga pada buah jeruk (Martinez-Javega et al. 2008). Salah satu faktor yang penting untuk dipertimbangkan dalam proses degreening adalah durasi pemaparan etilen yang
5
diperlukan untuk mencapai warna optimum buah. Warna kulit buah jeruk akan meningkat sesuai dengan durasi pemaparan etilen yang digunakan selama degreening. Namun, durasi pemaparan etilen yang panjang akan menimbulkan efek negatif untuk buah yang mengalami proses degreening. Oleh karena itu, durasi pemaparan etilen selama degreening harus diminimalkan melalui pengaturan suhu, konsentrasi etilen dan kelembaban. Untuk menghindari munculnya perubahan internal buah, durasi pemaparan etilen yang dianjurkan tidak melebihi 72-96 jam (Martinez-Javega et al. 2008).
Pembentukan Warna Jingga pada Kulit Jeruk Warna merupakan atribut utama dalam parameter penentuan kualitas untuk penerimaan konsumen. Matsumo et al. (2009) menyatakan bahwa perlakuan degreening menggunakan etilen dapat meningkatkan nilai karotenoid pada kulit jeruk Satsuma. Perubahan pigmentasi kulit disertai dengan perubahan struktural dalam kloroplas dapat menyebabkan pembentukan kromoplas. Kromoplas tidak lagi mengandung klorofil atau pigmen fotosintesis tetapi menjadi tempat utama untuk biosintesis karotenoid (Ramadhani et al. 2015). Perubahan warna kulit jeruk menjadi jingga disebabkan karena terjadinya sintesis karotenoid yang bersifat non-photosintetic yaitu β-citraurin yang merupakan pembentuk warna jingga kemerahan pada kulit jeruk mandarin, akumulasi senyawa ini ditentukan oleh ketersediaan karotenoid yang bersifat photosintetic (Rodrigo et al. 2013). Pemberian etilen pada suhu 20 °C dapat meningkatkan kandungan karotenoid dalam flavedo tanpa mempengaruhi kandungan jus. Namun, pemaparan pada suhu 5 dan 30 °C secara bertahap menurunkan kandungan karotenoid pada jeruk Satsuma (Matsumoto 2009). Proses perubahan warna pada jeruk hasil degreening ditandai dengan hilangnya warna hijau pada kulit buah jeruk karena degradasi struktur klorofil dan terbentuknya karotenoid. Perubahan zat warna alami biasanya karena proses degradasi dan sintesis. Hilangnya warna hijau merupakan proses yang kompleks. Perubahan warna dikarenakan terjadinya pemecahan klorofil sedikit demi sedikit secara enzimatik (Arzam et al. 2015). Perubahan enzimatik klorofil ini disebabkan adanya aktivitas enzim klorofilase yang merubah klorofil menjadi klorofilid dan fitol (Sudjatha dan Wisayinasa 2008). Klorofil yang mengandung Mg akan menyebabkan munculnya warna hijau. Hilangnya warna hijau dikarenakan klorofil mengalami degradasi struktur yang menyebabkan kehilangan Mg. Degradasi tersebut melalui serangkaian proses yaitu peofitinasi, pembentukan klorofilid dan oksidasi (Andarwulan dan Faradila 2012). Penyebab degradasi klorofil karena perubahan ph yang menyebabkan Mg terlepas dari struktur klorofil membentuk peofitin dan akhirnya karotenoid terekspose dan menyebabkan warna karotenoid muncul. Karotenoid pada kromoplas mengalami peningkatan seiring dengan penurunan klorofil pada kloroplas (Sudjatha dan Wisaniyasa 2008).
6
Penyimpanan Suhu Rendah Menentukan daya simpan merupakan salah faktor yang berpengaruh besar terhadap kualitas dan nilai buah jeruk. Semakin lama penyimpanan buah jeruk, maka akan menguntungkan pedagang maupun konsumen. Proses penyimpanan akan menyebabkan terjadinya peningkatan kadar gula, penurunan kadar asam dan penigkatan kelunakan buah sehingga akan menentukan layak atau tidaknya diterima oleh konsumen (Sulistyaningrum dan Susanto 2004). Secara umum suhu penyimpanan yang baik untuk buah-buahan adalah 15-25 °C. Penyimpanan buah jeruk dilakukan pada suhu sekitar 15 °C tahan disimpan selama 31 hari. Sistem penyimpanan suhu rendah bertujuan untuk menghambat pertumbuhan mikroba, memperlambat aktifitas respirasi produk, mencegah serangga serangga dan mencegah kehilangan air untuk mempertahankan kesegaran dan bobot produk. Suhu rendah dapat memperlambat laju kerusakan pada produk hortikultura segar dengan cara memperlambat proses metabolisme pada produk. Proses metabolisme seperti respirasi dan pembentukan gas etilen dan akibat yang dapat ditimbulkannya, adalah akibat dari beberapa reaksi enzimatis sebagai konsekuensi dari produk yang masih segar, yang kecepatannya jauh menurun pada suhu yang lebih rendah dari suhu lingkungan. Selain itu, prosesproses lain yang tidak diinginkan terjadi pada produk hortikultura segar seperti perkecambahan, pertumbuhan akar dan pertumbuhan tunas-tunas baru juga dapat dicegah pada suhu rendah.
3 METODE Waktu dan Tempat Penelitian ini dilaksanakan pada bulan Mei – Juli 2015 tempat pelaksanaan di Laboratorium Pascapanen, Pusat Kajian Hortikultura Tropika (PKHT).
Bahan dan Alat Bahan yang digunakan dalam penelitian ini adalah buah jeruk siam yang diperoleh dari petani di Kabupaten Sambas, Kalimantan Barat. Lokasi kebun terletak pada ketinggian 700 m dpl suhu sekitar 25-30 oC. Buah dipanen pada umur 6-8 bulan setelah bunga mekar yaitu pada fase kematangan fisiologis. Kemudian buah jeruk yang telah dipanen ditransportasikan ke Jakarta dengan menggunakan kontainer berpendingin (chilling) dengan suhu ± 5 oC dan tanpa pendingin (non chilling) selama dua hari perjalanan. Konsentrasi etilen 200 ppm, larutan (NaOH) natrium hidroksida 0.1 N dan indikator phenophtalein (pp) 3 tetes untuk titrasi asam, larutan iod (I2) 0.01 N dan indikator amilum 1 % 3 tetes, aquades, kertas saring, selang plastik dan plastisin. Alat yang digunakan adalah wadah degreening, cooling chamber, syringe, septum, selang plastik, timbangan digital digital AdventurerTM OHAUS AR2130 USA, color reader CR-10 Konica Minolta Sensing Japan, penetrometer,
7
refraktometer PAL-1 ATAGO, gelas ukur, erlenmeyer, pipet tetes, alat pemeras, buret, termometer digital, corong, dan kamera.
Rancangan Penelitian Rancangan penelitian yang akan digunakan adalah RAL Faktorial, terdiri dari dua faktor. Faktor α adalah perlakuan chilling dan non chilling. Faktor β adalah suhu dengan 4 taraf yakni 10 oC, 15 oC, 20 oC dan suhu ruang. Ada 8 kombinasi yang diulang sebanyak 3 kali sehingga terdapat 24 satuan percobaan. Setiap unit perlakuannya terdiri dari 25 buah jeruk (berat ± 2.5 kg) sehingga dibutuhkan 600 buah. Model linear yang digunakan adalah sebagai berikut: Yijk =
+ α i+ β j+ (αβ)ij + ɛijk
(i = 1, 2; j = 1, 2, 3; k = 1, 2, 3)
Keterangan: Yijk = nilai pengamatan pada faktor α ke-i dan β ke-j pada ulangan ke-k µ = rataan umum αi = pengaruh faktor perlakuan α ke-i βj = pengaruh faktor perlakuan β ke-j (αβ)ij = pengaruh interaksi antara faktor perlakuan α ke-i dan perlakuan β ke-j = pengaruh galat kombinasi perlakuan α ke-i dan perlakuan β ke-j pada ɛijk ulangan ke-k Data akan dianalisis menggunakan analisis ragam (analisis of variance) pada taraf nyata 5%, apabila hasil menunjukkan ada pengaruh nyata perlakuan akan diuji lanjut dengan Duncan Multiple Range Test (DMRT) pada taraf 5%.
Prosedur Penelitian Penelitian yang dilakukan terdiri dari dua tahapan yakni tahapan perlakuan chilling dan non chilling dan perlakuan post treatment. Tahapan dilakukan secara berkelanjutan yang menunjukkan korelasi antara kedua perlakuan. Gambar 1 menunjukkan diagram alir prosedur penelitian. Buah jeruk yang telah dipanen ada yang diberi perlakuan penyimpanan dingin (chilling) dan tanpa pendingin (non chilling). Selama proses transportasi perlakuan penyimpanan dingin (chilling) disimpan pada suhu ± 5 oC. Waktu yang digunakan untuk proses transportasi buah jeruk perlakuan penyimpanan dingin (chilling) dan tanpa pendingin (non chilling) dari Kalimantan Barat ke Jakarta selama dua hari. Chamber degreening yang digunakan disterilkan terlebih dahulu. Penutup chamber degreening telah dimodifikasi dengan adanya lubang di permukaan penutup sebagai tempat penginjeksian etilen. Adapun 600 sampel buah jeruk yang telah dikelompokkan dan diberi label sesuai dengan kombinasi perlakuan. Perlakuan chilling dan non chilling dilakukan sebelum proses degreening pada buah selama dua hari pada saat transportasi. Pengukuran susut bobot dan warna dilakukan pada satu sampel buah yang sama untuk setiap 24 kombinasi perlakuan. Pengukuran dilakukan dimulai dari pasca degreening hingga akhir penyimpanan.
8
Gambar 1 Diagram Alir Prosedur Penelitian Buah jeruk dimasukkan ke dalam chamber degreening masing-masing sebanyak 25 sampel buah pada 24 kombinasi. Kemudian, setiap chamber degreening diinjeksikan etilen sebanyak 200 ppm dan disimpan pada suhu 20 oC selama 48 jam. Buah jeruk hasil degreening selanjutnya disimpan pada suhu 10 oC , 15 oC 20 oC dan suhu ruang. Pengukuran kuantitatif dilakukan setiap tiga hari sekali selama masa penyimpanan yang mencakup susut bobot, warna, kekerasan, total padatan terlarut, vitamin C dan total asam (Efendi 2007). Rancangan penelitian yang digunakan adalah Rancangan Acak Lengkap. Data akan dianalisis menggunakan Analysis of Variance (ANOVA) dengan uji lanjut Duncan Multiple Range Test (DMRT).
Pengukuran Kuantitatif Warna Pengukuran warna dilakukan secara objektif menggunakan alat color reader dengan menerapkan sistem notasi warna Hunter. Pengujian dilakukan dengan menempelkan sensor alat pada jeruk siam dan menembakkan sinar pada tiga bagian yang berbeda. Sistem notasi warna Hunter dicirikan dengan 3 parameter warna, yaitu warna kromatik (hue), yang ditulis dengan notasi a*, intensitas warna
9
dengan notasi b*, dan kecerahan dengan notasi L*. Masing-masing nilai L*, a*, dan b* dengan kisaran nilai 0 sampai ± 100. Notasi L* menyatakan parameter kecerahan (lightness) dengan nilai L* nilai 0 berarti hitam dan 100 berarti putih. Nilai L* menyatakan cahaya pantul yang menghasilkan warna akromatik putih, abu-abu, dan hitam. Notasi a* menyatakan warna kromatik campuran merah-hijau dengan nilai +a* (positif) dari 0 sampai +100 untuk warna merah dan nilai (negatif) dari 0 sampai -80 untuk warna hijau, sedangkan notasi b* menyatakan warna kromatik campuran biru-kuning dengan nilai +b* (positif) dari 0 sampai +70 untuk warna kuning dan nilai –b* (negatif) dari 0 sampai -70 untuk warna biru. Pengukuran dilakukan tiga kali pada tiga titik yang berbeda pada salah satu sisi objek (Andarwulan et al. 2011). Lab* dipilih karena model warna ini mendekati persepsi mata manusia (Isa dan Pradana 2008). Nilai warna Lab* dimana ketika nilai L* semakin menurun, maka nilai 0 berarti gelap atau hitam dan nilai 100 berarti terang atau putih (Pascale 2011). Sedangkan nilai a* merupakan parameter untuk menilai perubahan warna dari hijau ke merah, dimana nilai negatif berarti perubahan warna menuju hijau dan nilai positif berarti perubahan warna menuju merah (Blum 1997). Nilai b* menunjukkan perubahan warna dari biru ke kuning, dimana nilai negatif berarti perubahan warna menuju biru dan nilai positif berarti perubahan warna menuju kuning (Blum 1997). Ketika nilai b* semakin tinggi maka perubahan warna cenderung menuju kuning dan begitupun sebaliknya. Pengukuran kualitatif warna kulit jeruk pertama kali dikembangkan oleh Jimenez-Cuesta (Ramadhani et al. 2015; Arzam et al. 2015) menggunakan perhitungan nilai citrus color index (CCI) pada persamaan (1): CCI =
[1]
Tabel 1 Pedoman deskripsi warna kulit buah berdasarkan skor dalam Citrus Color Chart (CCC), nilai L*, a*, b*, CCI dan °Hue Skor warna Deskripsi warna L* a* b* CCI °Hue (Color score) (Color description) Jingga tua 6 52.4 25.2 40.0 12.0 57.8 (Dark orange) Jingga cerah 5 52.9 22.8 42.1 10.2 61.6 (Bright orange) Jingga kekuningan 4 50.5 14.1 42.6 6.6 71.7 (orange yellowish) 3
Kuning (yellow)
50.2
10.9
39.8
5.5
74.4
2
Hijau kekuningan (Green yellowish)
42.4
-0.8
24.2
-0.8
91.9
1
Hijau (Green)
41.5
-1.9
22.6
-2.0
94.8
Keterangan: Skor : 1 = jeruk Siam, 2 = jeruk Keprok, 3 = jeruk Berastagi, 4 = Ponkam, 5 = Sweet orange, 6 = Murcot Mandarin. Citrus Color Index (CCI) = 1000.a/L.b (Jimenez-Cueta et al. 1981) dan °Hue = arctan (b/a) (Munsel 1905).
10
Kisaran Citrus Color Index (CCI) : CCI<= -5 (hijau gelap), -510 (jingga gelap).
Total Klorofil dan Karotenoid Kandungan total klorofil dan karatenoid diukur menggunakan metode spektrofotometri. Kulit jeruk ditimbang sebesar 0.1 gram untuk digerus (slurry) dan diekstraksi dengan asetris sebanyak 2 ml, kemudian dimasukkan ke microtube dan disentrifugasi selama 10 detik. Filtrat hasil sentrifugasi dimasukkan dalam tabung reaksi sebanyak 1 ml, ditambahkan 3 ml asetris, lalu ditempatkan dalam cuvet untuk selanjutnya diukur menggunakan alat spektrofotometer pada panjang gelombang 470, 537, 647, dan 663 nm. Menurut Sims dan Gamon (2002), setelah memperoleh nilai absorbansi, kandungan total klorofil dan karotenoid dapat dihitung dengan persamaan sebagai berikut: Chla = 0.001373*A663 – 0.000897*A537 – 0.003046*A647 [2] Chlb = 0.02405*A647 – 0.004305*A537 – 0.005507*A663 Karotenoid =
)
))
[3] [4]
Susut Bobot Pengukuran susut bobot dilakukan dengan menggunakan timbangan digital AdventurerTM OHAUS AR2130 USA dengan tingkat ketelitian mencapai .001 g. Pengukuran dilakukan sebelum buah jeruk disimpan (b0) dan setiap kali pengamatan (bt). Pengukuran dilakukan setiap tiga hari selama penyimpanan. Nilai susut bobot diperoleh dari hasil pengurangan bobot awal (b0) dengan bobot penyimpanan hari ke-t (bt) dibagi dengan bobot awal(b0) dan dinyatakan dalam persen (%). Rumus yang digunakan untuk mengukur susut bobot adalah: ) [5] Keterangan : b0 = berat awal (g) bt = berat pada hari ke-t penyimpanan (g)
Kekerasan Parameter yang penting dan sering digunakan dalam menganalisis produk hortikultura yang bersifat padat adalah pengukuran kekerasan. Pengukuran parameter kekerasan produk hortikultura yang dalam penelitian yaitu buah jeruk yang dilakukan dengan menggunakan alat rheometer, di mana prinsip pengujian kekerasan ini adalah mengukur ketahanan buah terhadap jarum yang terdapat pada alat rheometer. Kekerasan adalah sifat produk yang menunjukkan daya tahan untuk pecah akibat gaya tekan yang diberikan. Sifat derajat mudah patah dari suatu benda
11
dapat dinyatakan sebagai nilai kekerasan (firmness). Cara untuk mengukur kekerasan yaitu di mana gaya tekan akan memecahkan produk padat dengan menekan hingga produk pecah/berlubang. Besarnya gaya tekan untuk memecahkan produk padat inilah yang disebut nilai kekerasan. Semakin besar gaya yang diperlukan maka produk tersebut semakin kuat. Pengujian kekerasan dilakukan pada tiga titik yang berbeda pada masing-masing buah, yaitu bagian atas, tengah, dan bawah. Nilai kekerasan dinyatakan dalam kg mm-2 (Andarwulan et al. 2011). Tingkat kekerasan menjadi salah satu parameter yang digunakan dalam menentukan panen, tingkat kematangan maupun dalam menentukan standar kualitas buah (Poerwanto dan Susila 2014).
Total Padatan Terlarut Pengukuran untuk melihat total padatan terlarut yaitu menggunakan refraktometer yang dilakukan setiap kali pengukuran. Sari buah jeruk diambil dengan menghancurkan buah dan diteteskan di atas prisma refraktometer. Pada penelitian ini, kandungan padatan terlarut diukur dengan menggunakan Pocket Refraktometer PAL-1 ATAGO. Skala yang tertera pada refraktometer dibaca dengan pembacaan nilai derajat brix (Handoko et al. 2005).
Total Asam Kandungan asam diukur dengan menghitung persen asam tertitrasi. Jus buah ditimbang sebanyak 25 g dimasukkan ke dalam labu ukur serta ditambahkan aquades hingga 100 ml, kemudian dimasukkan ke dalam erlenmeyer sebanyak 25 ml untuk dua kali ulangan. Setelah itu, filtrat disaring menggunakan saringan glasswol. Filtrat buah sebanyak 25 ml dititrasi dengan metode titrasi basa dengan NaOH 0.1 N dan indikator phenolphthalein (tiga tetes). Titrasi dilakukan sampai filtrat berwarna merah muda stabil. Asam (%)
= (mL NaOH x N NaOH x fp x 64) x 100 %
[6]
bobot bahan (mg)
Keterangan : ml NaOH N NaOH N fp 64 mg Contoh
= = = = = =
volume NaOH yang terpakai pada titrasi normalitas NaOH (0,1 N) normalitas larutan NaOH (0.1072) faktor pengencer (100/25) faktor asam dominan 10.000 mg
Vitamin C Pengujian vitamin C pada jeruk siam dilakukan dengan menggunakan metode iodimetri (titrasi langsung dengan larutan baku iodium 0.01 N) dapat digunakan terhadap asam askorbat murni atau larutannya. Dalam pelaksanaannya,
12
analisis vitamin C menggunakan indikator amilum 1% dan larutan Iodium 0.01 N. Indikator amilum 1 % dibuat dengan melarutkan 10 g pati dalam 1 liter aquades yang sedang mendidih, sedangkan larutan iodium 0.01 N dibuat dengan melarutkan 2-2.5 g Kl dan 1.269 g I2 dalam aquades sampai 1000 ml. Analisis vitamin C buah jeruk dilakukan dengan cara (1) Sampel ditimbang sebanyak 25 g (2) Sampel diencerkan dengan menggunakan aquades sampai tanda batas 100 ml pada labu ukur, kemudian dikocok sampai homogen, (3) Larutan jeruk dipindahkan ke dalam erlenmeyer sebanyak 25 ml, kemudian ditambahkan indikator amilum 1% sebanyak 3 tetes, kemudian (4) Dilakukan titrasi dengan larutan I2 0.01 N sampai terjadi perubahan warna menjadi biru. (Helmiyesi et al. 2008) mengungkapkan perlakuan lama penyimpanan berpengaruh terhadap kadar vitamin C jeruk siam hal ini dikarenakan vitamin C mudah sekali terdegradasi baik oleh temperatur, cahaya maupun udara sekitar sehingga kadar vitamin C berkurang. Setelah didapatkan volume titrasi iodium, maka kadar vitamin C dihitung dengan persamaan Mg vit. C/100 gram =
[7]
Keterangan : F = faktor pengenceran (x) 1 ml iodium = 0.88 mg asam askorbat
4 HASIL DAN PEMBAHASAN Karakteristik Warna Buah Setelah Degreening Pemberian etilen (degreening) pada jeruk siam pontianak merupakan perlakuan pascapanen untuk mendegradasi kandungan klorofil dan meningkatkan kandungan karotenoid pada kulit buah (Zhou et al. 2010). Hasil degreening jeruk siam pontianak mengalami perubahan warna selama penyimpanan. Perubahan warna jeruk terjadi akibat degradasi klorofil pada kulit jeruk dengan pemberian etilen untuk menurunkan kandungan klorofil kulit jeruk (Peng et al. 2013). Saltveit (1999) menyatakan bahwa pemberian etilen dapat mempercepat degradasi klorofil sehingga menghasilkan warna kuning atau jingga. Ramadhani et al. (2015) menyatakan bahwa Citrus Color Index atau CCI pertama kali diteliti oleh Jimenes-Cuesta untuk mengevaluasi korelasi warna buah jeruk antara pengukuran objektif dengan pengamatan visual berdasarkan CCC mengenai perubahan warna kulit dari hijau menjadi jingga. Perlakuan chilling dan non chilling pada buah jeruk selama penelitian tidak menunjukkan pengaruh yang signifikan (p > 0.05) terhadap nilai CCI yang dihasilkan (Gambar 2 dan 3). Sedangkan perlakuan suhu dan waktu penyimpanan menunjukkan pengaruh yang sangat signifikan (p < 0.05) terhadap nilai CCI yang dihasilkan (Lampiran 2). Nilai CCI jeruk hasil degreening dengan perlakuan chilling pada suhu 10, 15, 20, dan 27 oC masing-masing 10.04, 9.91, 8.53, dan 8.84 sehingga diperoleh nilai CCI tertinggi pada suhu 10 oC dengan lama penyimpanan 42 hari. Nilai CCI jeruk hasil degreening non chilling pada suhu 10,
13
15, 20, dan 27 oC masing-masing 9.77, 9.56, 9.48 dan 3.68 sehingga diperoleh nilai CCI tertinggi pada suhu 10 oC dengan lama penyimpanan 39 hari. 12
CCI
10 8
C 10 °C
6
C 15 °C
4
C 20 °C
2
C Ruang
0 -2
0
3
6
9 12 15 18 21 24 27 30 33 36 39 42 Waktu (Hari)
Gambar 2 Nilai Citrus Color Index (CCI) buah jeruk dengan perlakuan chilling 12
CCI
10 8
NC 10 °C
6
NC 15 °C NC 20 °C
4
NC Ruang
2 0 0 -2
3
6
9 12 15 18 21 24 27 30 33 36 39 42 Waktu (Hari)
Gambar 3 Nilai Citrus Color Index (CCI) buah jeruk non chilling Hasil tersebut menunjukkan adanya korelasi antara nilai CCI dan skoring hasil pengamatan berbasis CCC (Citrus Color Chart) (Tabel 1). Warna kulit buah jeruk hasil degreening selama penyimpanan mengalami kenaikan nilai CCI yang menunjukkan kulit jeruk hasil degreening mengalami degradasi warna dari hijau menjadi jingga (Tabel 2 sampai 9). Ladaniya (2008) menyatakan bahwa setelah proses degreening pada buah jeruk perlu dilakukan pemaparan untuk memperoleh warna jingga yang optimum. Menurut Efendi (2007) pemberian etilen sangat berpengaruh terhadap buah non klimaterik karena produksi etilen yang dihasilkan oleh buah non klimaterik sedikit. Penerapan degreening dengan gas etilen dapat mendegradasi klorofil dan memicu pembentukan karoten. Gas etilen yang berada di sekitar jeruk diserap ke dalam sel kulit jeruk melalui pori-pori kulit, sehingga gas ini merangsang pembentukan enzim yang berfungsi merombak klorofil sebagai pigmen yang berwarna hijau pada kulit, sekaligus gas ini mampu mensintesis pigmen karotenoid yang berwarna kuning jingga pada kulit. Peningkatan warna jingga pada jeruk dipicu oleh kandungan klorofil yang menurun sedangkan total
14
kandungan karotenoid meningkat selama penyimpanan 10 oC (Muthmainnah et al. 2014; Zhou et al. 2010). Sdiri et al. (2012) menyatakan bahwa degreening dilakukan untuk menyeragamkan warna kulit pada buah jeruk sehingga dapat mengubah warna kulit buah menjadi jingga. Romero et al. (2015) menambahkan bahwa penerapan etilen dapat mempercepat perubahan warna. Tabel 2 Perubahan warna jeruk hasil degreening dengan perlakuan chilling pada suhu 10 oC selama penyimpanan Waktu (Hari) 0 3 6 9 12 15 18 21 24 27 30 33 36 39 42
Suhu 10 oC
15
Tabel 3 Perubahan warna jeruk hasil degreening dengan perlakuan chilling pada suhu 15 oC selama penyimpanan Waktu (Hari)
Suhu 15 oC
0
3
6
9 12 15 18 21 24 27 30
33 36
-
39
-
42
-
Keterangan: (-) Pengamatan dihentikan karena sampel telah rusak.
16
Tabel 4 Perubahan warna jeruk hasil degreening dengan perlakuan chilling pada suhu 20 oC selama penyimpanan Waktu (Hari)
Suhu 20 oC
0
3
6
9
12
15 18
21
24 27
-
30
-
33
-
36
-
39
-
42
-
Keterangan: (-) Pengamatan dihentikan karena sampel telah rusak.
17
Tabel 5 Perubahan warna jeruk hasil degreening dengan perlakuan chilling pada suhu 27 oC selama penyimpanan Waktu (Hari)
Suhu 27 oC
0
3
6
9
12
15 18
-
21
-
24
-
27
-
30
-
33
-
36
-
39
-
42
-
Keterangan: (-) Pengamatan dihentikan karena sampel telah rusak.
18
Tabel 6 Perubahan warna jeruk hasil degreening non chilling pada suhu 10 oC selama penyimpanan Waktu (Hari) Suhu 10 oC 0 3 6
9 12 15
18
21
24
27
30
33
36
39 Keterangan: (-) Pengamatan dihentikan karena sampel telah rusak.
19
Tabel 7 Perubahan warna jeruk hasil degreening non chilling pada suhu 15 oC selama penyimpanan Waktu (Hari)
Suhu 15 oC
0
3
6
9
12
15
18
21
24
27
30 33
-
36
-
39
-
Keterangan: (-) Pengamatan dihentikan karena sampel telah rusak.
20
Tabel 8 Perubahan warna jeruk hasil degreening non chilling pada suhu 20 oC selama penyimpanan Waktu (Hari)
Suhu 20 oC
0
3
6
9
12
15
18
-
21
-
24
-
27
-
30
-
33
-
36
-
39
-
Keterangan: (-) Pengamatan dihentikan karena sampel telah rusak.
21
Tabel 9 Perubahan warna jeruk hasil degreening non chilling pada suhu 27 oC selama penyimpanan Waktu (Hari)
Suhu 27 oC
0
3
6
9 12
-
15
-
18
-
21
-
24
-
27
-
30
-
33
-
36
-
39
-
Keterangan: (-) Pengamatan dihentikan karena sampel telah rusak. Perubahan nilai L*, a*, dan b* memiliki pola yang sama antara jeruk siam hasil degreening dengan perlakuan chilling dan non chilling. Jeruk siam hasil degreening pada saat pemaparan pada suhu 10, 15, 20, dan 27 oC memberikan perubahan nilai yang meningkat dari hari ke hari selama masa penyimpanan. Hal tersebut disebabkan oleh telah terjadi degradasi warna hijau pada kulit jeruk
22
diikuti dengan proses pembentukan warna kuning dan jingga. Ladaniya (2008) mengungkapkan bahwa degradasi klorofil terjadi dalam waktu 3-4 hari setelah pemindahan jeruk dari tempat pemaparan etilen.
Pengaruh Degreening terhadap Perubahan Skor Warna Skoring dilakukan untuk mengamati perubahan warna kulit secara visual matching dari skala 1 sampai 6 dengan menggunakan CCC (Citrus Color Chart). Hasil penelitian (Tabel 10) menunjukkan pengaruh waktu dan suhu terhadap buah jeruk hasil degreening selama penyimpanan. Nilai skor pada jeruk hasil degreening dengan perlakuan chilling dan non chilling terjadi perubahan warna dari hijau menjadi jingga. Perubahan skor nilai pada jeruk hasil degreening dengan perlakuan chilling pada hari ke-0 dengan nilai skor 2.0 dan hari ke-42 dengan nilai skor 5.0 sama halnya pada jeruk hasil degreening non chilling memiliki nilai skor pada hari ke-0 dengan nilai 2.0 dan nilai skor 5.0 pada hari ke39. Hasil skoring yang diperoleh selama masa penyimpanan menghasilkan nilai yang optimum dengan kondisi buah jeruk yang berwarna jingga, semakin jingga warna kulit maka semakin tinggi nilai skornya. Tabel 10 Skor perubahan jeruk hasil degreening dengan perlakuan chilling dan non chilling Suhu Hari Perlakuan Chilling Non Chilling o o o o o 10 C 15 C 20 C 27 C 10 C 15 oC 20 oC 27 oC 0 2.0 2.0 2.0 2.0 2.0 2.0 2.3 2.0 3 2.0 3.0 2.0 2.7 2.7 2.0 3.3 2.3 6 2.0 3.3 2.6 4.0 3.3 2.7 3.7 3.0 9 2.7 4.0 3.0 4.7 3.7 3.3 4.7 3.0 12 3.7 4.3 3.3 5.0 4.0 3.3 4.7 15 4.0 5.0 4.3 5.0 4.0 3.7 5.0 18 4.3 5.0 4.3 4.0 4.0 21 4.3 5.0 5.0 4.0 4.7 24 4.3 5.0 5.0 4.3 5.0 27 5.0 5.0 4.7 5.0 30 5.0 5.0 4.7 5.0 33 5.0 5.0 4.7 36 5.0 5.0 39 5.0 5.0 42 5.0 Keterangan: (-) Pengamatan dihentikan karena sampel telah rusak, 1 (hijau), 2 (hijau kekuningan), 3 (kuning dengan bercak hijau), 4 (kuning kejingga), 5 (jingga cerah), 6 (jingga tua).
23
Perubahan Total Klorofil dan Karotenoid Pemberian etilen pada jeruk dapat merangsang berbagai proses pematangan pada jaringan kulit seperti perombakan pigmen hijau atau klorofil sehingga akan menghasilkan warna kuning atau jingga (Mayuoni et al. 2011). Grafik total klorofil jeruk siam pontianak sebelum degreening, setelah degreening, dan selama proses penyimpanan (Gambar 4). Penurunan klorofil total semakin tajam dengan adanya perlakuan degreening (Gambar 4). Nilai kandungan korofil buah jeruk pada perlakuan chilling mengalami penurunan dengan nilai klorofil 0.112 mg g-1 sebelum degreening menjadi 0.086 mg g-1 setelah degreening. Nilai klorofil pada saat penyimpanan suhu 10, 15, dan 20 oC masing-masing 0.005 mg g-1, 0.008 mg g-1, dan 0.009 mg g-1. Nilai kandungan korofil buah jeruk non chilling juga mengalami penurunan dengan nilai klorofil 0.092 mg g-1 sebelum degreening menjadi 0.079 mg g-1 setelah degreening. Nilai klorofil pada saat penyimpanan hari ke-15 pada suhu 10, 15, dan 20 oC masing-masing 0.006 mg g1 , 0.006 mg g-1, dan 0.008 mg g-1. Penyimpanan pada suhu 27 oC hasil degreening jeruk baik perlakuan chilling maupun non chilling telah mengalami kerusakan sehingga tidak dilakukan pengujian kandungan klorofil dan karotenoid.
Total Klorofil dan Karotenoid mg g-1
0.12
Klorofil
Karotenoid
0.1 0.08 0.06 0.04 0.02 0 C
NC
Sebelum Degreening
C
NC
C
NC
C
NC
C
NC
Setelah Penyimpanan Penyimpanan Penyimpanan Degreening 10°C 15°C 20°C
Gambar 4 Perubahan total klorofil dan total karotenoid Peng et al. (2013) menyatakan bahwa kehilangan klorofil secara jelas mengalami penurunan oleh adanya aplikasi degreening dengan etilen. Menurunnya kandungan klorofil pada buah hasil degreening disebabkan oleh meningkatnya aktivitas enzim klorofilase dan menurunnya ukuran dan jumlah kloroplas pada kulit jeruk. Perubahan warna dari hijau menjadi kuning atau jingga sangat berkaitan dengan degradasi klorofil dan biosintesis karotenoid (Tanaka A & Tanaka R 2006). Nilai kandungan karotenoid jeruk pada perlakuan chilling mengalami peningkatan dengan nilai karotenoid 0.039 mg g-1 sebelum degreening menjadi 0.057 mg g-1 setelah degreening. Nilai karotenoid pada saat penyimpanan hari ke-15 pada suhu 10, 15, dan 20 oC masing-masing 0.083 mg g-1, 0.083 mg g1 , dan 0.082 mg g-1. Nilai kandungan karotenoid buah jeruk non chilling juga mengalami peningkatan dengan nilai karotenoid 0.048 mg g-1 sebelum degreening menjadi 0.051 mg g-1 setelah degreening. Nilai karotenoid saat penyimpanan 10, 15, dan 20 oC masing-masing 0.081 mg/g, 0.081 mg g-1, dan 0.085 mg g-1. Selama pemaparan, terjadi sintesis karotenoid bersamaan dengan degradasi klorofil (Gambar 4) memperlihatkan kecenderungan peningkatan total karotenoid
24
setelah degreening dan selama penyimpanan. Pada suhu yang rendah terjadi sintesis karotenoid nonphotosintetic dengan terbentuknya β-citraurin pada jeruk siam yang menyebabkan buah berwarna jingga. Matsumoto et al. (2009) menyatakan bahwa perlakuan degreening menggunakan etilen dapat meningkatkan nilai karotenoid pada kulit jeruk Satsuma. Perubahan warna kulit jeruk menjadi jingga disebabkan karena terjadinya sintesis karotenoid yang bersifat nonphotosintetic yaitu β-citraurin yang merupakan pembentuk warna jingga kemerahan pada kulit jeruk mandarin. (Ramadhani et al. 2015; Kato et al. 2004).
Susut Bobot Perlakuan chilling dan non chilling pada buah jeruk selama penelitian menunjukkan pengaruh yang signifikan (p < 0.05) terhadap persentase susut bobot buah. Buah dengan perlakuan chilling sebelum dilakukan proses degreening merepresentasikan susut bobot yang lebih rendah dibandingkan dengan buah tanpa perlakuan (non chilling) sebelum degreening, ditunjukkan pada Gambar 5 dan 6. Buah dengan perlakuan chilling dilakukan untuk mempertahankan kualitas produk hortikultura segar setelah dipanen. Suhu rendah dapat menekan atau mengurangi faktor penyebab pembusukan buah seperti aktivitas mikroorganisme, proses respirasi, aktivitas enzim dan penguapan (Muchtadi et al. 2013; Ahmad 2013). Pengaruh susut bobot terhadap lama penyimpanan dan suhu penyimpanan sangat signifikan (p < 0.05) (Lampiran 4). Buah jeruk yang disimpan pada suhu 10 °C, 15 °C dan 20 °C menunjukkan persentase susut bobot yang lebih rendah dibandingkan dengan suhu ruang. Terjadinya susut bobot selama penyimpanan disebabkan oleh adanya proses respirasi dan transpirasi. Buah jeruk harus disimpan pada suhu sekitar 15 °C dengan kelembaban udara diatas 80%. Semua varietas jeruk relatif bebas dari induksi cacat kulit bila disimpan pada suhu diatas 12 °C. Akan tetapi buah yang disimpan pada suhu yang lebih rendah dengan tujuan untuk menjaga kesegaran, harus dipasarkan secara cepat sebelum cacat kulit berkembang. Grapefruit dan lemon perlu disimpan pada suhu 12 °C, sedangkan pada buah jeruk Naval dan Valencia antara 7 – 10 °C. Pada suhu tersebut Grapefruit, Valencia dan lemon diperkirakan dapat disimpan selama 3 bulan, sedangkan buah jeruk Naval 2 bulan dan Mandarin selama 1 – 2 bulan tergantung varietas (Handoko et al. 2005). Penyusutan bobot buah selama penyimpanan menurut Muchtadi et al. (2013) disebabkan oleh kehilangan air sehingga akan berdampak pada penurunan mutu dan memicu terjadinya kerusakan. Kehilangan air disebabkan oleh sebagian air dalam jaringan bahan mengalami penguapan atau disebut dengan transpirasi. Dampak dari kehilangan air yang tinggi akan menyebabkan terjadinya pelayuan dan menimbulkan pengeriputan pada permukaan buah sehingga penampilan buah menjadi tidak menarik dan tidak layak untuk dipasarkan. Hal tersebut akan berdampak pada terganggunya fungsi pelindung alami pada permukaan kulit buah sehingga tidak mampu mencegah kehilangan kadar air dan mengakibatkan susut bobot pada buah (Nofriati dan Asni 2015). Selama masa penyimpanan proses fisiologi buah akan terus mengalami perubahan dan secara signifikan akan berdampak pada kualitas buah baik warna maupun tekstur (kekerasan) buah. Hal
25
ini terjadi karena buah jeruk termasuk kelompok buah non klimaterik yang ditandai dengan terjadinya penurunan laju respirasi sesaat setelah panen sampai menuju fase senescene. Jeruk yang dipanen pada fase lewat matang akan mengalami degradasi substrat yang terkandung di dalamnya dan pada akhirnya berpengaruh pada bobot buah (Nofriati dan Asni 2015). 40
Susut Bobot (%)
35 30 25 C 10 °C
20
C 15 °C
15
C 20 °C
10
C Ruang
5 0 0
3
6
9
12 15 18 21 24 27 30 33 36 39 42 Waktu
Gambar 5 Susut bobot buah jeruk dengan perlakuan chilling 35
Susut Bobot (%)
30 25 20
NC 10 °C
15
NC 15 °C NC 20 °C
10
NC Ruang 5 0 0
3
6
9
12 15 18 21 24 27 30 33 36 39 42 Waktu
Gambar 6 Susut bobot buah jeruk non chilling
Kekerasan Perlakuan chilling dan non chilling pada buah jeruk selama penelitian tidak menunjukkan pengaruh yang signifikan (p > 0.05) terhadap nilai kekerasan yang dihasilkan, ditunjukkan pada Gambar 7 dan 8. Sedangkan pada suhu dan waktu penyimpanan menunjukkan pengaruh yang sangat signifikan (p < 0.05) terhadap
26
nilai kekerasan buah (Lampiran 3). Kekerasan buah jeruk selama penyimpanan rata-rata mengalami penurunan. Menurut Muchtadi et al. (2013) pelunakan buah dapat disebabkan oleh terjadinya pemecahan propektin menjadi pektin serta terjadinya hidrolisis pati. Tekanan turgor sel selalu berubah selama proses pematangan. Perubahan ini umumnya disebabkan komposisi dinding sel yang bersifat plastis sehingga isi sel dapat membesar karena menyerap air dari sekelilingnya. Oleh karena itu turgor mempengaruhi kekerasan buah. Jika air di dalam sel berkurang maka sel akan menjadi lunak dan lemas. Penelitian Krongyut et al. (2011) menyatakan bahwa pelunakan buah disebabkan oleh perubahan fisiologis dalam hal ini terkait dengan fungsi dinding sel yang mengalami penurunan yang mengakibatkan adanya aktivitas enzim seperti poligalakturonase (PG) dan beta galaktosidase yang mengakibatkan terjadinya pelunakan pada buah. Paull et al. (1999) menyatakan bahwa dalam proses pematangan buah terjadi hidrolisis pektin dan hemiselulosa yang merupakan komponen pembentuk dinding sel yang meyebabkan buah menjadi lunak pada proses pematangan. Hasil penelitian Nasution et al. (2012) menyatakan bahwa kandungan air yang semakin berkurang mengakibatkan penurunan tekanan turgor sehingga kekerasan juga mengalami penurunan. Tingkat kesegaran dari buah dapat dilihat dari nilai kekerasan, akan tetapi nilai kekerasan dikatakan baik bukan karena nilai kerasnya terlau tinggi atau rendah, tetapi tergantung dari kondisi fisik dari buah tersebut. Nilai kekerasan yang tinggi biasanya disebabkan karena tekstur buahnya yang sudah layu atau berkerut, sebaliknya nilai kekerasan yang rendah bisa disebabkan buah yang telah busuk. Romero et al. (2015) pada penelitiannya menyatakan bahwa perlakuan dengan penggunaan etilen dapat meyebabkan penurunan kekerasan dari waktu ke waktu karena proses pematangan lebih cepat sehingga senescence juga bisa terjadi lebih cepat. Hal ini mengarah ke daging buah yang tidak dapat diterima oleh konsumen oleh karena terjadi pelunakan pada buah yang disebabkan oleh terjadinya degradasi dari karbohidrat polimer, selulosa dan pektin pada dinding sel. 9 8
Kekerasan (kgf)
7 6 5
C 10 °C
4
C 15 °C
3
C 20 °C C Ruang
2 1 0 0
3
6
9 12 15 18 21 24 27 30 33 36 39 42 Waktu (Hari)
Gambar 7 Kekerasan buah jeruk dengan perlakuan chilling
27
8
Kekerasan (kgf)
7 6 5 4
NC 10 °C
3
NC 15 °C
2
NC 20 °C NC Ruang
1 0 0
3
6
9 12 15 18 21 24 27 30 33 36 39 42 Waktu
Gambar 8 Kekerasan buah jeruk non chilling
Total Padatan Terlarut Perlakuan chilling dan non chilling pada buah jeruk selama penelitian menunjukkan pengaruh yang signifikan (p < 0.05) terhadap nilai total padatan terlarut yang dihasilkan, ditunjukkan pada Gambar 9 dan 10. Berbeda dengan perlakuan suhu penyimpanan, total padatan terlarut tidak menunjukkan adanya pengaruh yang signifikan (p > 0.05) sedangkan untuk lama penyimpanan menunjukkan pengaruh yang signifikan (p < 0.05) terhadap nilai total padatan terlarut (Lampiran 5). Nilai total padatan terlarut buah jeruk selama penyimpanan rata-rata mengalami kenaikan. Hal tersebut sesuai dengan penelitian yang dilakukan oleh Efendi (2007) bahwa perlakuan penggunaan karbit menghasilkan total padatan terlarut yang tinggi. Hal ini disebabkan oleh adanya proses degreening yang intensif sehingga terjadi perubahan metabolisme yang nyata termasuk gula dan zat terlarut lainnya. Total padatan terlarut dalam jeruk Hamlim dan Valensia akan meningkat sejalan dengan penurunan total asam dan vitamin C pada buah jeruk. Penurunan kandungan total asam serta peningkatkan total padatan terlarut pada buah jeruk menyebabkan rasa jeruk lebih manis. Menurut Handoko et al. (2005) proses kematangan buah jeruk ditandai oleh perubahan warna kulit, rasa menjadi lebih manis, rasa asam/hambar berkurang, dan kadar jus meningkat maksimum kemudian menurun lagi. Buah jeruk siap dipanen bila kandungan jusnya 33 – 40% dengan nilai total padatan terlarut 10 – 12 oBrix. Salah satu persyaratan kualitas ekspor buah jeruk ditinjau dari kadar TPT (total padatan terlarut/kadar gula) minimal 10 oBrix (Qomariah et al. 2013). Komponen utama pada total padatan terlarut dalah gula. Selama pemasakan buah, total padatan terlarut meningkat karena terjadi pemecahan dan pembelahan polimer karbohidrat khususnya pati menjadi gula sehingga kandungan gula secara umum meningkat (Suketi et al. 2010). Perlakuan degreening pada buah jeruk tidak berpengaruh terhadap kualitas internal buah seperti total padatan terlarut, kadar asam maupun komposisi volatil lainnya (Mayouni et al. 2011).
28
Nilai total padatan terlarut pada buah jeruk selama masa penyimpanan menunjukkan peningkatan hal ini disebabkan oleh pergerakan air pada daging buah dan degradasi karbohidrat menjadi gula yang larut dalam air di dalam sel dapat meningkatkan total padatan terlarut (Siriboon dan Banlusilp 2004). Selain itu Winarno (2002) menyatakan bahwa peningkatan total padatan terlarut terjadi karena akumulasi gula sebagai hasil degradasi pati, sedangkan penurunan total gula terjadi karena sebagian gula digunakan untuk proses respirasi. Hal yang sama juga diungkapakan oleh Romero et al. (2015) bahwa penggunaan etilen selain meningkatkan warna pada buah juga meningkatkan jumlah total padatan terlarut pada buah plum. 16 14
TPT (oBrix)
12 10 C 10 °C
8
C 15 °C
6
C 20 °C
4
C Ruang
2 0 0
3
6
9 12 15 18 21 24 27 30 33 36 39 42 Waktu
Gambar 9 Total padatan terlarut buah jeruk dengan perlakuan chilling 14 12
TPT (oBrix)
10 8
NC 10 °C
6
NC 15 °C NC 20 °C
4
NC Ruang 2 0 0
3
6
9 12 15 18 21 24 27 30 33 36 39 42 Waktu
Gambar 10 Total padatan terlarut buah jeruk non chilling
29
Vitamin C Perlakuan chilling dan non chilling pada buah jeruk selama penelitian tidak menunjukkan pengaruh yang signifikan (p > 0.05) terhadap penurunan persentase vitamin C. Selain itu perlakuan suhu penyimpanan buah jeruk juga tidak menunjukkan pengaruh yang signifikan (p > 0,05). Akan tetapi selama waktu penyimpanan penurunan vitamin C menunjukkan pengaruh yang signifikan (p < 0.05) dapat dilihat pada Gambar 11 dan 12 (Lampiran 6). Menurut Burdurlu et al. (2006) menyatakan bahwa asam askorbat pada konsentrat jus jeruk menurun dengan meningkatnya suhu. Hilangnya Asam askorbat di jus jeruk disebabkan oleh suhu penyimpanan. Helmiyesi et al. (2008) menyatakan bahwa lama penyimpanan berpengaruh terhadap kadar vitamin C, hal ini disebabkan oleh vitamin C yang sangat mudah terdegradasi baik temperatur, cahaya, maupun udara sekitar sehingga kadar vitamin C berkurang. Proses kerusakan atau penurunan vitamin C dinamakan oksidasi. Proses oksidasi spontan adalah proses oksidasi yang terjadi tanpa menggunakan enzim atau katalisator. Sedangkan proses oksidasi tidak spontan yaitu reaksi yang terjadi dengan adanya penambahan enzim atau katalisator, misal enzim glutation. Enzim ini adalah suatu tripeptida yang terdiri dari asam glutamat, sistein, dan glisin. Pada penelitian ini reaksi yang terjadi adalah proses oksidasi spontan yaitu dengan adanya pengaruh dari udara sekitar. Wariyah (2010) menambahkan bahwa vitamin C sangat mudah mengalami oksidasi sehingga dapat berkurang selama proses pengolahan atau penyimpanan. Semakin lama penyimpanan jumlah vitamin C mengalami degradasi semakin besar. Degradasi vitamin C terjadi akibat reaksi oksidasi menghasilkan dihidroksi asam askorbat, selanjutnya terpecah menjadi asam diketogulonat dan terakhir menghasilkan asam threonat dan oksalat. 40 35
Vitamin C (%)
30 25 C 10 °C
20
C 15 °C
15
C 20 °C
10
C Ruang
5 0 0
3
6
9
12 15 18 21 24 27 30 33 36 39 42 Waktu
Gambar 11 Vitamin C buah jeruk dengan perlakuan chilling
30
40 35
Vitamin C (%)
30 25 NC 10 °C
20
NC 15 °C
15
NC 20 °C
10
NC Ruang
5 0 0
3
6
9
12 15 18 21 24 27 30 33 36 39 42 Waktu
Gambar 12 Vitamin C buah jeruk non chilling
Total Asam Perlakuan chilling dan non chilling pada buah jeruk selama penelitian tidak menunjukkan pengaruh yang signifikan (p > 0.05) terhadap penurunan persentase kandungan total asam. Sedangkan untuk perlakuan suhu penyimpanan buah jeruk menunjukkan pengaruh yang signifikan (p < 0.05) terhadap penurunan kandungan total asam. Begitupun dengan perlakuan waktu penyimpanan, penurunan vitamin C menunjukkan pengaruh yang signifikan (p < 0.05) ditunjukkan pada Gambar 13 dan 14 (Lampiran 1). Efendi (2007) mengungkapkan bahwa total asam atau keasaman dari buah diketahui akan semakin bertambah sampai saat panen, namun dalam penyimpanan keasaman semakin menurun. Penurunan total asam terjadi selama periode matangnya buah sehingga kandungan gula meningkat. Romero et al. (2015) menambahkan bahwa penerapan etilen sangat membantu untuk mengurangi kandungan asam pada buah plum. Buah plum mengandung kadar asam yang tinggi terutama asam malat, yang menurun selama proses pematangan karena digunakan dalam proses respirasi. Penurunan kandungan total asam pada jeruk selama penyimpanan tergantung pada kondisi penyimpanan buah jeruk. Kandungan total asam menurun karena terjadi penurunan asam sitrat selama penyimpanan (Sdiri et al. 2012). Penurunan total asam disebabkan oleh penggunaan asam organik dalam siklus Krebs untuk memproduksi energi sehingga terjadi konversi asam organik membentuk gula (Sulistyaningrum dan Susanto 2004).
31
5 4.5 Total Asam (%)
4 3.5 3
C 10 °C
2.5
C 15 °C
2
C 20 °C
1.5
C Ruang
1 0.5 0 0
3
6
9
12 15 18 21 24 27 30 33 36 39 42 Waktu
Gambar 13 Total asam buah jeruk dengan perlakuan chilling 4.5 4 Total Asam (%)
3.5 3 2.5
NC 10 °C
2
NC 15 °C
1.5
NC 20 °C NC Ruang
1 0.5 0 0
3
6
9 12 15 18 21 24 27 30 33 36 39 42 Waktu
Gambar 14 Total asam buah jeruk non chilling
5 SIMPULAN DAN SARAN Simpulan Perlakuan chilling dan non chilling pada buah jeruk sebelum degreenning memberikan dampak pengaruh yang nyata pada susut bobot, total padatan terlarut dan nilai oHUE (P < 0.05). Akan tetapi pada pada nilai CCI, kekerasan, total asam dan vitamin C tidak memberikan pengaruh yang nyata (P > 0.05). Perlakuan suhu penyimpanan selama penelitian setelah buah jeruk diberi perlakuan degreening memberikan dampak pengaruh yang nyata terhadap nilai CCI, oHue, susut bobot, kekerasan (tekstur), dan total asam (P < 0.005). Akan
32
tetapi pada pada vitamin C dan total padatan terlarut tidak memberikan pengaruh yang nyata (P > 0.05). Selama proses penyimpanan semua pengukuran kuantitatif yang dilakukan memberikan dampak pengaruh yang nyata (P < 0.05). Nilai CCI, susut bobot dan total padatan terlarut menunjukkan peningkatan akan tetapi nilai oHue, kekerasan, dan total asam mengalami penurunan. Selama periode penyimpanan buah jeruk yang telah diberi perlakuan degreening memberikan dampak pengaruh yang nyata terhadap kualitas internal buah. Perubahan nilai CCI yang dihasilkan dilihat dari lama penyimpanan selama 42 hari yaitu pada suhu 10 oC menghasilkan nilai CCI dari 0.168 menjadi 10.046 dan warna optimum yang dihasilkan adalah jingga cerah. Perubahan kualitas internal buah setelah degreening memberikan pengaruh yang nyata selama proses penyimpanan baik dari segi perubahan fisiologi maupun fisikokimia. Hasil analisis parameter kualitas tersebut menunjukkan bahwa penyimpanan buah jeruk pada suhu 10 oC mampu mempertahankan kualitas buah selama 42 hari penyimpanan.
Saran Penelitian lanjutan mengenai penyimpanan jeruk pasca degreening dengan metode pelilinan untuk membandingkan dengan penelitian sebelumnya pada suhu yang rendah untuk mempertahankan umur simpan buah
33
DAFTAR PUSTAKA Ahmad U. 2013. Teknologi Penanganan Pascapanen Buahan dan Sayuran. Yogyakarta (ID): Graha Ilmu. Ahrens MJ, Barmore CR. 2001. Interactive Effects of Temperature and Ethylene Concentration On Postharvest Colour Development in Citrus. Acta Hort. 201: 21-27. Andarwulan N, Faradillah RF. 2012. Pewarna Alami Pangan. South East Asian Food and Agriculture Sience and Technology (SEAFAST) Center, Institut Pertanian Bogor. Bogor Andarwulan N, Kusnandar F, Herawati D. 2011. Analisis Pangan. Jakarta (ID): Dian Rakyat. Arzam TS, Hidayati I, Poerwanto R, Purwanto YA. 2015. Precooling dan Konsentrasi Etilen dalam Degreening untuk Membentuk Warna Jingga Kulit Buah Jeruk Siam. Jurnal Horti Indonesia. 25(3): 257-265 [Balitjestro] Balai Penelitian Tanaman Jeruk dan Buah Sub Tropik. 2014. Varietas Jeruk Unggulan Nasional: Siap Menggilas Buah Impor. Jakarta: Kementrian Pertanian Badan Penelitian dan Pengembangan Pertanian. Blum P. 1997. Chapter 7 Reflectance Spectrophotometry and Colorimetry in Physical Properties Handbook. Texas A&M University. Texas, USA. Broto W, Prabawati S, Soedibyo. 1996. Kajian Pengaruh Konsentrasi Asetilen Terhadap Efektifitas Degreening Jeruk Valensia (Citrus sinensis, L.) Asal Lembang, Jawa Barat. Penelitian Hortikultura. 4(1): 76 – 85. Burdurlu HS, Koca N, Karadeniz F. 2006. Degradation of vitamin C in citrus juice concentrates during storage. J Food Eng. 74: 211-216. Cohen E. 1998. Investigations on Postharvest Treatments of Citrus Fruit in Israel. 1996. International Academic Publication. Hal 32-36. Efendi R. 2007. Pengaruh Dosis dan Lama Pemeraman dengan Karbit (Kalsium Karbida) dalam Proses Degreening Jeruk Bangkinang. SAGU. 6(2): 22-27. Handoko DD, Napitupulu B, Sembiring H. 2005. Penanganan pascapanen buah jeruk. Prosiding Seminar Nosional Teknoiogi Inovatif Pascapanen untuk Pengembangan lndustri Berbasis Pertanian. Balai Pengkajian Teknologi Pertanian Surnatera Utara (ID): hlm. 486-497. Helmiyesi, Hastuti RB, Prihastanti E. 2008. Pengaruh lama penyimpanan terhadap kadar gula dan vitamin C pada buah jeruk siam (Citrus nobilis var. Microcarpa). Buletin Anatomi dan Fisiologi. 16(2): 33-37. Iglesias JD, Cercos M, Colmenero-Flores Jm, Naranjo MA, Rios G, Carrera E, Ruiz-Rivero O, Lliso I, Morillon R, Tadeo FR, Talon M. 2007. Physiology of citrus fruiting. Brazilian J of Plant Physio. 19: 333-362. Isa MS, Pradana Y. 2008. Flower Image Retrieval Berdasarkan Color Moments, Centroid-Contour Distance dan Angle Code Histogram. Konferensi Nasional Sistem dan Informatika Bali. 108(57): 321 – 326. Kato M. Ikoma Y, Matsumoro H, Sugiura M, Hyodo H, Yano M. 2004. Accumulation of carotenoids and expression of carotenoid biosynthetic genes during maturation in citrus fruit. Plant Physiology. 134: 824-837. Kitagawa H, Adachi S, Tarutani T. 1999. Studies On the Colouring of The Satsuma II. A Practical and Convenient Method of Colouring or Degreening
34
with Ethylene Using Plastic Film. Journal of the Society for Horticultura Science Japanese. 40(2): 195-199. Krongyut W, Srilaong, Uthairatanakij, Wongs-Aree, Esguerra EB, Kanlayanarat S. 2011. Physiological changes and cell wall degradation in papaya fruits cv. ‘Kaek Dum’ and ‘Red Maradol’ treated with 1- methylcyclopropene. Int Food Res J. 18(4): 1251-1259. Ladaniya MS. 2008. Citrus Fruit : Biology, Technology, and Evaluation. Academic Press. San Diego, USA. Martinez-Javega JM, Monterde A, Navarro P, Salvador A. 2008. Respons of new clementines to degreening treatment. Proc Int Soc Citriculture. 11:13421346. Matsumo H, Ikoma Y, Kato M, Nakajima N, Hasegawa Y. 2009. Effect of postharvest temperature and ethylene on carotenoid accumulation in the flavedo and juice sacs of Satsumamandarin (Citrus unshiu Marc.) fruit. J Agric Food Chem. 57: 4724-4732. Mayuoni L, Tietel Z, Patil BS, Porat R. 2011. Does ethylene degreening affect internal quality of citrus fruit. Postharvest Biol and Technol. 62: 50-58. McKeon TA, Maculet FJC, Yang SF. 1995. Biosynthesis and Metabolism of Ethylene. Plant Hormones: Physiology, Biochemistry and Molecular Biology. Dordrecht: Kluwer. 118-139. Muchtadi TR, Sugiyono, Ayustaningwarno F. 2013. Ilmu Pengetahuan Bahan Pangan. Bandung. (ID). Alfabeta. Mullins ED, McCollum TG, McDonald RE. 2000. Consequences on etthylene metabolism of invactivating the ethylene receptor sites in diseased nonclimateric fruit. J Postharvest Bio and Technol. 19: 155-164. Muthmainnah H, Poerwanto R, Efendi D. 2014. Perubahan warna kulit buah tiga varietas jeruk keprok dengan perlakuan degreening dan suhu penyimpanan. Jurnal Horti indonesia. 5(1): 10-20. Nasution IS, Yusmanizar, Melianda K. 2012. Pengaruh penggunaan edibel (edibel coating) kalsium klorida, dan kemasan plastik terhadap mutu nanas (Ananas comosus Merr.) terolah minimal. Jurnal Teknologi dan Industri Pertanian Indonesia. 4(2): 21-26. Nofriati D, Asni N. 2015. Pengaruh jenis kemasan dan tingkat kematangan terhadap kualitas buah jeruk selama penyimpanan. Jurnal Penelitian Pascapanen Pertanian. 12(2): 37-42. Pascale D. 2011. Babel Color, Color Translator and Analyzer Version 3.1. Help Manual Publisher. Montreal, Quebec, Canada. Paull RE, Gross K, Qiu Y. 1999. Changes in papaya cell walls during fruit ripening. Postharvest Biol and Technol. 16(1): 79–89. Peng G, Xie XL, Jiang Q, Song S, Xu CJ. 2013. Chlorophyll a/b binding protein plays a key role in natural and ethylene-induced degreening of Ponkan (Citrus reticulata Blanco). Sci Hortic. 160: 37–43. Plaza P, Sanbruno A, Usall J, Lamarca N, Torres R, Pons J, Vinas I. 2004. Integration of curing treatments with degreening to control the main postharvest diseases of clementine mandarins. J. Postharvest Bio and Technol. 34:29-37. Poerwanto R, Susila AD. 2014. Teknologi Hortikultura Seri 1 Hortikultura Tropika (ID). Bogor: IPB Press.
35
Porat R. 2008. Degreening of citrus fruit. Tree Forest. J Sci Bio. Vol. 2: 71-6. Qomariah R, Hasbianto A, Lesmayati S, Hasan H. 2013. Kajian prapanen jeruk siam (Citrus suhuiensis Tan) untuk ekspor. Seminar Nasional Inovasi Teknologi Pertanian. Balai Pengkajian Teknologi Pertanian Kalimantan Selatan (ID): hlm 417-430. Ramadhani N, Purwanto YA, Poerwanto R. 2015. Pengaruh Durasi Pemaparan Etilen dan Suhu Degreening untuk Membentuk Warna Jingga Jeruk Siam Banyuwangi. Jurnal Horti Indonesia. 25(3): 277-286. Rodrigo MJ, Alquèzar B, Alós E, Medina V, Carmona L. 2013. A novel carotenoid cleavage activity involved in the biosynthesis of citrus fruitspesific apocaratenoid pigments. J Experimental Botany. 43:14-22. Romero LXR, Herrera JGA, López HEB. 2015. Ethylene and changes during ripening in ‘Horvin’ plum (Prunus salicina Lindl.) fruits. Agronomía Colombiana. 33(2): 228-237. Saltveit ME. 1999. Effect of ethylene on quality of fresh fruits and vegetables. Postharvest Biol and Technol. 15: 279 – 292. Sdiri S, Navarro P, Salvador A. 2012. New degreening treatments to improve the quality of citrus fruit combining different periods with and without ethylene exposure. Postharvest Biol and Technol. 63: 25-32. Sims DA, Gamon JA. 2002. Relationship between leaf pigment content and spectral reflectance across a wide range of species, leaf structures and development stages. J Remote Sensing Envir. 81: 337-354. Siriboon N, Banlusilp P. 2004. A Study on the Ripening Process of ‘Namwa’ Banana. Au J of Technol. 7(4): 159-164. Sudjatha W dan Wisayinasa N. 2008. Fisiologi dan Teknologi Pascapanen. Udayana Press (ID). Suketi K, Poerwanto R, Sujiprihati S, Sobir, Widodo WD. 2010. Studi Karakter Mutu Buah Pepaya IPB. Jurnal Horti Indonesia. 1(1): 17-26. Sulistyaningrum MD, Susanto S. 2004. Kualitas Daya Simpan Buah Jeruk Fremont (Citrus reticulata var. Fremont) yang Dipanen dari Tingkat Ketinggian Lahan yang Berbeda. Buletin Agronomi. 32(3): 32-36. Tanaka A, Tanaka R. 2006. Chlorophyllmetabolism. Curr Opin. J Plant Biology. 9 : 248-255. Wariyah C. 2010. Vitamin C retention and acceptability of orange (Citrus nobilis var. microcarpa) juice during storage in refrigerator. Jurnal Agri Sains. 1(1): 50-55. Winarno FG. 2002. Fisiologi dan Teknologi Pasca Panen. Malang. (ID). Universitas Brawijaya Press. Yamauchi N, Tokuhara Y, Ohyama Y, Shigyo M. 2008. Inhibitory Effect Of Sucrose Laurate Ester On Degreening In Citrus Nagato-Yuzukichi Fruit During Storage. Postharvest Bio and Technol. 47: 333–337. Zhou JY, Sun CD, Zhang LL, Dai X, Xu CJ, Chen KS. 2010. Preferential accumulation of orange-colored carotenoids in Ponkan (Citrus reticulata) fruit peel following postharvest application of ethylene or ethephon. Sci Hortic. 126: 229-235.
36
LAMPIRAN
37
Lampiran 1
Tabel Analisis Sidik Ragam Total Asam Berdasarkan SPSS 16.0
Between-Subjects Factors Faktor Perlakuan Perlakuan Sebelum Degreening
Suhu Penyimpanan
Waktu Penyimpanan
N C
126
NC
105
10
87
15
69
20
45
27
30
0
24
3
24
6
24
9
24
12
21
15
21
18
15
21
15
24
15
27
12
30
12
33
9
36
6
39
6
42
3
38
Tests of Between-Subjects Effects Dependent Variable: Asam Source
Type III Sum of Squares
Mean Square
df
F
Sig.
23.887a
76
.314
1.588
.008
1388.851
1
1388.851
7.017E3
.000
A
.182
1
.182
.920
.339
B
2.397
3
.799
4.037
.009
C
9.892
14
.707
3.570
.000
A*B
.147
3
.049
.248
.863
A*C
3.618
13
.278
1.406
.162
B*C
6.603
24
.275
1.390
.120
A*B*C
2.533
18
.141
.711
.796
Error
30.481
154
.198
Total
2152.371
231
54.368
230
Corrected Model Intercept
Corrected Total
a. R Squared = .439 (Adjusted R Squared = .163)
39
Lampiran 2
Tabel Analisis Sidik Ragam CCI Berdasarkan SPSS 16.0
Between-Subjects Factors Faktor Perlakuan Perlakuan Sebelum Degreening
Suhu Penyimpanan
Waktu Penyimpanan
N C
150
NC
120
10
87
15
84
20
60
27
39
0
24
3
24
6
24
9
24
12
24
15
24
18
18
21
15
24
15
27
15
30
15
33
15
36
15
39
15
42
3
40
Tests of Between-Subjects Effects Dependent Variable: CCI Source
Type III Sum of Squares
df
Mean Square
F
Sig.
2245.724a 10468.251
89 1
25.233 10468.251
52.728 2.188E4
.000 .000
A
.004
1
.004
.009
.926
B C A*B
63.107 1776.071 134.160
3 14 3
21.036 126.862 44.720
43.958 265.098 93.450
.000 .000 .000
A*C
16.791
13
1.292
2.699
.002
B*C
37.454
32
1.170
2.446
.000
110.383
23
4.799
10.029
.000
86.139 14538.814 2331.862
180 270 269
.479
Corrected Model Intercept
A*B*C Error Total Corrected Total
a. R Squared = .963 (Adjusted R Squared = .945)
41
Lampiran 3
Tabel Analisis Sidik Ragam Kekerasan Berdasarkan SPSS 16.0
Between-Subjects Factors Faktor Perlakuan Perlakuan Sebelum Degreening
Suhu Penyimpanan
Waktu Penyimpanan
N C
126
NC
105
10
87
15
69
20
45
27
30
0
24
3
24
6
24
9
24
12
21
15
21
18
15
21
15
24
15
27
12
30
12
33
9
36
6
39
6
42
3
42
Tests of Between-Subjects Effects Dependent Variable: Kekerasan Source
Type III Sum of Squares
Mean Square
df
F
Sig.
32.257a
76
.424
3.713
.000
6853.717
1
6853.717
5.996E4
.000
A
.057
1
.057
.501
.480
B
2.364
3
.788
6.895
.000
C
20.688
14
1.478
12.928
.000
A*B
.147
3
.049
.428
.733
A*C
1.002
13
.077
.674
.786
B*C
4.967
24
.207
1.810
.017
A*B*C
3.652
18
.203
1.775
.033
Error
17.602
154
.114
Total
10258.009
231
49.859
230
Corrected Model Intercept
Corrected Total
a. R Squared = .647 (Adjusted R Squared = .473)
43
Lampiran 4
Tabel Analisis Sidik Ragam Susut Bobot Berdasarkan SPSS 16.0
Between-Subjects Factors Faktor Perlakuan Perlakuan Sebelum Degreening
Suhu Penyimpanan
Waktu Penyimpanan
N C
114
NC
85
10
81
15
57
20
37
27
24
3
24
6
24
9
24
12
20
15
19
18
14
21
14
24
14
27
11
30
11
33
9
36
6
39
6
42
3
44
Tests of Between-Subjects Effects Dependent Variable: Susut Bobot Source
Type III Sum of Squares
Mean Square
df
F
Sig.
Corrected Model
8588.045a
68
126.295
29.600
.000
Intercept
43176.629
1
43176.629
1.012E4
.000
A
17.202
1
17.202
4.032
.047
B
820.119
3
273.373
64.070
.000
C
7093.267
13
545.636
127.881
.000
A*B
134.609
3
44.870
10.516
.000
A*C
8.627
12
.719
.168
.999
B*C
400.307
21
19.062
4.468
.000
19.519
15
1.301
.305
.994
Error
554.678
130
4.267
Total
59805.161
199
9142.723
198
A*B*C
Corrected Total
a. R Squared = .939 (Adjusted R Squared = .908)
45
Lampiran 5
Tabel Analisis Sidik Ragam TPT Berdasarkan SPSS 16.0
Between-Subjects Factors Faktor Perlakuan Perlakuan Sebelum Degreening
Suhu Penyimpanan
Waktu Penyimpanan
N CS
126
NCS
105
10
87
15
69
20
45
27
30
0
24
3
24
6
24
9
24
12
21
15
21
18
15
21
15
24
15
27
12
30
12
33
9
36
6
39
6
42
3
46
Tests of Between-Subjects Effects Dependent Variable: TPT Source
Type III Sum of Squares
df
Mean Square
F
Sig.
136.973a
76
1.802
2.307
.000
16845.748
1
16845.748
2.156E4
.000
A
10.858
1
10.858
13.899
.000
B
.384
3
.128
.164
.921
C
71.641
14
5.117
6.550
.000
A*B
1.690
3
.563
.721
.541
A*C
7.963
13
.613
.784
.676
B*C
14.627
24
.609
.780
.757
A*B*C
13.062
18
.726
.929
.545
Error
120.310
154
.781
Total
24170.944
231
257.282
230
Corrected Model Intercept
Corrected Total
a. R Squared = .532 (Adjusted R Squared = .302)
47
Lampiran 6 Tabel Analisis Sidik Ragam Vitamin C Berdasarkan SPSS 16.0
Between-Subjects Factors Faktor Perlakuan Perlakuan Sebelum Degreening
Suhu Penyimpanan
Waktu Penyimpanan
N CS
126
NCS
105
10
87
15
69
20
45
27
30
0
24
3
24
6
24
9
24
12
21
15
21
18
15
21
15
24
15
27
12
30
12
33
9
36
6
39
6
42
3
48
Tests of Between-Subjects Effects Dependent Variable: Vitamin C Source Corrected Model Intercept
Type III Sum of Squares 1440.108a 105196.791
Mean Square
df 76
F
Sig.
18.949
3.124
.000
1 105196.791
1.734E4
.000
A
.234
1
.234
.039
.844
B
17.034
3
5.678
.936
.425
C
1129.957
14
80.711
13.305
.000
A*B
13.718
3
4.573
.754
.522
A*C
33.820
13
2.602
.429
.957
B*C
84.358
24
3.515
.579
.941
A*B*C
90.884
18
5.049
.832
.660
Error
934.213
154
6.066
Total
160686.876
231
2374.321
230
Corrected Total
a. R Squared = .607 (Adjusted R Squared = .412)
49
Lampiran 8 Tabel Uji Lanjut Pengaruh Perlakuan Suhu Selama Penyimpanan Kombinasi perlakuan yang diterapkan dalam penelitian ini meliputi faktor suhu penyimpanan. Pengaruh perlakuan suhu penyimpanan terhadap perubahan fisikokimia dan fisiologi buah berdasarkan uji lanjut DMR Total Asam Kekerasan Perlakuan CCI (%) (kgf) Suhu Penyimpanan 10 oC 6.675b ± 2.845 3.089a ± 0.470 6.665b ± 0.445 15 oC 7.397c ± 2.703 2.984a ± 0.430 6.658b ± 0.436 o 20 C 6.901b ± 2.823 2.908a ± 0.570 6.511a ± 0.555 27 oC 5.108a ± 3.312 3.018a ± 0.503 6.776b ± 0.409 a Angka-angka pada kolom yang sama yang diikuti oleh huruf yang sama tidak berbeda nyata pada taraf uji 5% (uji selang berganda Duncan) Perlakuan Susut Bobot TPT Vitamin C (%) (%) (%) Suhu Penyimpanan 10 oC 1.781c ± 7.392 1.037b ± 1.138 2.600ab ± 3.212 o 15 C 1.445a ± 5.468 1.013ab ± 1.110 2.577a ± 3.260 20 oC 1.422a ± 5.788 9.943a ± 0.851 2.656ab ± 3.156 o 27 C 1.592b ± 7.719 1.003ab ± 0.899 2.703b ± 3.124 a Angka-angka pada kolom yang sama yang diikuti oleh huruf yang sama tidak berbeda nyata pada taraf uji 5% (uji selang berganda Duncan)
50
RIWAYAT HIDUP
Penulis dilahirkan di Kota Palopo, Sulawesi Selatan pada tanggal 28 April 1990 dari ayah Bachmid, B.Sos dan ibu Husnah, B. SPd. Penulis adalah anak kedua dari dua bersaudara. Penulis menyelesaikan sarjana di Universitas Hasanuddin, Program Studi Keteknikan Pertanian pada tahun 2012. Kemudian penulis melanjutkan pendidikan magister di Sekolah Pascasarjana IPB pada tahun 2013 dengan mayor Teknologi Pascapanen. Selama menjadi mahasiswi pascasarjana, penulis aktif mengikuti seminar dan lokakarya baik menyangkut bidang ilmu penulis maupun bidang keilmuan secara umum. Selain itu, penulis juga melakukan publikasi ilmiah dengan karya ilmiah berjudul berjudul Pengaruh Suhu dan Lama Penyimpanan Terhadap Warna Jeruk Siam Pontianak Setelah Degreening.