MODEL PERPINDAHAN MASSA PADA MIKROFILTRASI UNTUK PENGHILANGAN LIMONIN DAN NARINGIN DARI JUS JERUK SIAM (Citrus nobilis L. var microcarpa )
FATMA AGHITSNI
SEKOLAH PASCASARJANA INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR 2008
PERNYATAAN MENGENAI TESIS DAN SUMBER INFORMASI Dengan ini saya menyatakan bahwa tesis Model Perpindahan Massa pada Mikrofiltrasi untuk Penghilangan Limonin dan Naringin dari Jus Jeruk Siam (Citrus nobilis L. var microcarpa ) adalah karya saya sendiri dengan arahan komisi pembimbing dan belum pernah diajukan dalam bentuk apa pun kepada perguruan tinggi mana pun. Sumber informasi yang berasal atau dikutip dari karya yang diterbitkan maupun tidak diterbitkan dari penulis lain telah disebutkan dalam teks dan dicantumkan dalam Daftar Pustaka di bagian akhir tesis ini. Bogor, Mei 2008
Fatma Aghitsni NIM F351050111
RINGKASAN FATMA AGHITSNI. Model Perpindahan Massa pada Mikrofiltrasi untuk Penghilangan Limonin dan Naringin dari Jus Jeruk Siam (Citrus nobilis L. var microcarpa). Dibimbing oleh ERLIZA NOOR dan SETYADJIT. Rasa pahit pada jus jeruk siam disebabkan oleh adanya senyawa limonin dan naringin. Pemanfaatan teknologi membran pada jus jeruk diharapkan mampu menghilangkan rasa pahit tersebut. Masalah utama proses membran adalah penurunan fluksi. Penurunan kinerja membran dapat dikendalikan apabila mekanisme perpindahan massa yang terjadi selama proses filtrasi dipahami. Penelitian ini bertujuan untuk menghilangkan senyawa limonin dan naringin dari jus jeruk Siam menggunakan mikrofiltrasi, memperoleh kondisi operasi mikrofiltrasi meliputi tekanan transmembran dan laju alir umpan yang menghasilkan fluksi dan rejeksi tinggi, dan memprediksi mekanisme perpindahan massa yang terjadi selama proses mikrofiltrasi jus jeruk. Bahan baku yang digunakan adalah jeruk Siam Pontianak. Pada penelitian ini dipelajari karakteristik jus jeruk, pengaruh parameter operasi yang meliputi tekanan transmembran dan laju alir terhadap fluksi, rejeksi serta kualitas jus jeruk, dan mekanisme perpindahan massa pada proses mikrofiltrasi jus jeruk dengan mode operasi resirkulasi. Mekanisme perpindahan massa dianalisis dengan cara membandingkan data hasil penelitian dengan data hasil perhitungan menggunakan model thin film untuk fluida non-Newtonian berdasarkan analisis bilangan tak berdimensi dengan pendekatan difusi Brownian dan self-diffusion, model Zidney-Colton, serta model Davis-Sherwood. Analisis terhadap jus jeruk hasil proses penyaringan awal berseri menggunakan filter berukuran 65 mesh, 150 mesh, dan 200 mesh, konsentrasi limonin dan naringin serta total asam mengalami penurunan dan meningkat kembali setelah proses pasteurisasi. Vitamin C mengalami penurunan setelah pasteurisasi. Hasil penelitian menunjukkan bahwa jus jeruk Siam merupakan fluida nonNewtonian dan bersifat dilatan dengan nilai indeks perilaku aliran (n) sebesar 1.47. Fluksi batas tercapai pada tekanan 1.84 bar. Mikrofiltrasi pada jus jeruk dapat menghilangkan limonin dan naringin dari dalam jus jeruk dengan tingkat pengurangan sebesar 92.54 % untuk limonin dan 71.34 % untuk naringin. Mikrofiltrasi menyebabkan penurunan kandungan vitamin C di dalam jus jeruk sebesar 44.48 % dan total padatan terlarut sebesar 38.18 %. Hal ini kemungkinan disebabkan oleh penggunaan tekanan transmembran yang cukup tinggi. Kondisi terbaik operasi mikrofiltrasi jus jeruk dengan tingkat rejeksi limonin dan naringin tertinggi adalah pada tekanan membran 1.74 bar dan laju alir 0.08 m detik-1 selama 30 menit yang menghasilkan fluksi sebesar 63.16 L m-2 jam-1. Nilai fluksi hasil prediksi menggunakan model difusi Brownian pada pada kisaran laju geser 800 – 1440 detik-1 adalah sebesar 8.18 x 10-8 - 1.01 x 10-7 m detik-1 , jauh lebih rendah dari nilai fluksi hasil percobaan sebesar 1.18 x 10-5 – 2 x 10-5 m detik-1 dengan perbedaan hampir 3 orde dan nilai mean square error 2.63 x 10-10. Nilai fluksi hasil prediksi menggunakan model self-diffusion sebesar 1.26 x 10-6 - 2.30 x 10-6 m detik-1, lebih rendah dari nilai fluksi percobaan dengan perbedaan satu orde dan nilai mean square error sebesar 2.11 x 10-10. Prediksi fluksi menggunakan model Zidney-Colton menghasilkan nilai fluksi sebesar 1.42 x 10-5 – 2.58 x 10-5 m detik-1. Nilai ini sedikit lebih tinggi dari nilai fluksi hasil percobaan, tetapi hampir mendekati fluksi hasil percobaan dan masih dalam satu orde dengan nilai mean square error sebesar 1.53 x 10-11.
Kesesuaian faktor-faktor utama yang mempengaruhi parameter operasi dalam penelitian ini dengan faktor-faktor berpengaruh yang telah ditetapkan di dalam model Zidney-Colton seperti sifat fluida, ukuran partikel, bentuk partikel, fraksi volume partikel, dan sistem aliran fluida menyebabkan nilai hasil percobaan lebih mendekati pola Zidney-Colton. Prediksi fluksi menggunakan model Davis-Sherwood menghasilkan nilai fluksi sebesar 8.11 x 10-6 – 1.48 x 10-5 m detik-1. Nilai ini sedikit lebih rendah dari nilai fluksi hasil percobaan, tetapi masih dalam satu orde dengan nilai mean square error sebesar 2.37 x 10-11. Hal ini kemungkinan disebabkan karena terdapat sedikit perbedaan karakteristik jus yang digunakan. Model DavisSherwood berlaku untuk partikel yang berukuran sama, mengabaikan interaksi antar partikel serta mengasumsikan bahwa suspensi bersifat Newtonian. Jus jeruk mengandung berbagai partikel dengan berbagai ukuran sehingga interaksi antar partikel tidak dapat diabaikan begitu saja. Selain itu, berdasarkan hasil percobaan diketahui bahwa jus jeruk merupakan fluida non-Newtonian sehingga memiliki perilaku hidrodinamika yang berbeda dengan fluida Newtonian. Hasil penelitian menunjukkan bahwa nilai fluksi percobaan lebih cenderung kepada nilai fluksi prediksi yang menggunakan model untuk suspensi, baik itu model Zidney-Colton maupun model Davis-Sherwood. Berdasarkan kecenderungan terhadap model-model tersebut, dapat disimpulkan bahwa jus jeruk merupakan suspensi. Kecenderungan perilaku fluksi pada mikrofiltrasi jus jeruk ke arah model untuk suspensi menunjukkan bahwa sifat suspensi sangat berpengaruh terhadap mekanisme perpindahan massa yang terjadi selama mikrofiltrasi jus jeruk. Walaupun model self diffusion menggunakan dasar perhitungan koefisien difusi yang sama dengan model Zidney-Colton dan model Davis-Sherwood, namun nilai fluksi prediksi model self diffusion cenderung lebih rendah daripada nilai fluksi prediksi menggunakan model Zidney-Colton dan model Davis-Sherwood. Hal ini disebabkan oleh perbedaan pendekatan konsentrasi. Model self-diffusion menggunakan pendekatan konsentrasi berdasarkan kandungan senyawa limonin dan naringin, sedangkan model Zidney-Colton dan model Davis-Sherwood menggunakan pendekatan konsentrasi partikel. Dengan demikian, salah satu faktor yang berpengaruh dominan dalam mekanisme perpindahan massa pada mikrofiltrasi jus jeruk adalah konsentrasi partikel, bukan konsentrasi senyawa limonin dan naringin. Mekanisme perpindahan massa pada mikrofiltrasi jus jeruk sangat tergantung pada sifat jus. Model Zidney-Colton lebih sesuai untuk menggambarkan mekanisme perpindahan massa pada mikrofiltrasi jus jeruk yang dipengaruhi oleh ukuran dan konsentrasi partikel di dalam larutan serta laju geser. Hal ini yang ditunjukkan oleh nilai mean square error model ZidneyColton yang lebih kecil dibandingkan dengan model lainnya. Dengan demikian, mekanisme perpindahan massa pada mikrofiltrasi jus jeruk untuk penghilangan limonin serta naringin dapat dideskripsikan sebagai mekanisme perpindahan massa secara difusi yang dipacu oleh geseran (shear-induce diffusion). Nilai fluksi percobaan lebih mendekati nilai fluksi prediksi menggunakan model polarisasi konsentrasi Zidney-Colton untuk suspensi encer dibandingkan dengan model untuk suspensi pekat, dengan demikian jus jeruk dapat dikategorikan sebagai suspensi dengan sifat encer. Kata kunci : mikrofiltrasi, Citrus nobilis, limonin, naringin, suspensi, shear-induce diffusion
ABSTRACT FATMA AGHITSNI. Mass Transfer Model on the Microfiltration for Removing Limonin and Naringin from Siam Citrus Juice (Citrus nobilis L. var microcarpa). Supervised by ERLIZA NOOR and SETYADJIT. Bitterness in citrus juice primarily due to the presence of limonin and naringin. Using membrane technology is expected to remove the bitterness. The decreasing of flux is a general membrane problem. Understanding of mass transfer mechanisms, the decreasing of membrane performance could be controlled. The research aimed to remove limonin and naringin from Siam citrus juice by microfiltration, to get the best condition of operation of microfiltration i.e. higher permeate flux and rejection, and to predict mass transfer mechanisms on the microfiltration for removing limonin and naringin from Siam citrus juice. Raw material of the study was Siam citrus. The steps of the study were citrus juice characteristics, effect of transmembrane pressure and cross flow velocity on the permeate flux, rejection, quality of citrus juice, and mass transfer mechanism on the microfiltration of citrus juice according to the total recycle operation mode. Mass transfer mechanism was analyzed by comparing the experimental data with calculation data using thin film models of non-Newtonian fluids based on non-dimensional analysis with Brownian diffusion and shearinduced diffusion approach, Zidney-Colton model, and Davis-Sherwood model. The results showed the fresh citrus juice is a non-Newtonian fluid and a character of dilatant. The limiting flux reached at the transmembrane pressure of 1.84 bar. Optimum condition for microfiltration citrus juice at the transmembrane pressure of 1.74 bar and flow rate of 0.08 ms-1 for 30 minutes, with the permeate flux about 63.16 L m-2h-1. In these conditions, the microfiltration of citrus juice could remove limonin and naringin, respectively by 92.54 % and 71.34 %. The limonin rejection was higher than naringin because limonin is more hydrophobic so that adsorbed onto membrane surface easier. High transmembrane pressure application caused decreasing vitamin C and total soluble solids content in the permeate, respectively by 44.48 % and 38.18 %. Mass transfer mechanisms on the microfiltration of citrus juice strongly depend on citrus juice properties. Presence of particles in citrus juice caused increasing of shear rate on membrane wall, so that increase particle deposition rates from membrane surface. Mass transfer mechanisms on the microfiltration of citrus juice were affected by particle size, particle concentration, and shear rate as showed by close value of experimental data with Zidney-Colton model. Finally, the mass transfer mechanism on the microfiltration Siam citrus juice for removing limonin and naringin could be decribed as mass transfer mechanism by shear-induce diffusion and fresh citrus juice is a dilute suspension. Key words: microfiltration, orang juice, Citrus nobilis, limonin, naringin, shearinduce diffusion, suspension, dilatant.
© Hak Cipta milik Institut Pertanian Bogor (IPB), tahun 2008 Hak cipta dilindungi Undang-undang 1. Dilarang mengutip sebagian atau seluruh karya tulis ini tanpa mencantumkan atau menyebutkan sumber a. Pengutipan hanya untuk kepentingan pendidikan, penelitian, penulisan karya ilmiah, penyusunan laporan, penulisan kritik atau tinjauan suatu masalah b. Pengutipan tidak merugikan kepentingan yang wajar IPB 2. Dilarang mengumumkan dan memperbanyak sebagian atau seluruh karya tulis dalam bentuk apapun tanpa izin IPB
MODEL PERPINDAHAN MASSA PADA MIKROFILTRASI UNTUK PENGHILANGAN LIMONIN DAN NARINGIN DARI JUS JERUK SIAM (Citrus nobilis L. var microcarpa )
FATMA AGHITSNI
Tesis sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Magister Sains pada Program Studi Teknologi Industri Pertanian
SEKOLAH PASCASARJANA INSTITUT PERTANIAN BOGOR 2008
Judul Tesis Nama NIM
:
Model Perpindahan Massa pada Mikrofiltrasi untuk Penghilangan Limonin dan Naringin dari Jus Jeruk Siam (Citrus nobilis L. var microcarpa) : Fatma Aghitsni : F 351050111
Disetujui Komisi Pembimbing
Dr. Ir. Setyadjit, M.App.Sc. Anggota
Dr. Ir. Erliza Noor Ketua
Diketahui Ketua Program Studi Teknologi Industri Pertanian
Dekan Sekolah Pascasarjana
Dr. Ir. Irawadi Jamaran
Prof. Dr. Ir. Khairil Anwar Notodipuro, M.S.
Tanggal Ujian : 14 Mei 2008
Tanggal lulus :
PRAKATA Segala puji hanyalah milik Allah SWT semata yang telah memperkenankan penulis menyelesaikan penelitian dan menuangkan hasilnya dalam bentuk tesis yang berjudul “ Model Perpindahan Massa pada Mikrofiltrasi untuk Penghilangan Limonin dan Naringin dari Jus Jeruk Siam (Citrus nobilis L. var microcarpa) ” sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Magister Sains pada Program Studi Teknologi Industri Pertanian Institut Pertanian Bogor. Pada kesempatan ini penulis menyampaikan terima kasih yang mendalam kepada Ibu Dr. Ir. Erliza Noor dan Bapak Dr. Ir. Setyadjit, M.App.Sc. selaku dosen pembimbing atas segala bimbingan, bantuan, dan motivasi baik berupa moril maupun materi yang telah diberikan selama penelitian dan penyusunan tesis. Terima kasih juga penulis sampaikan kepada Dr. Ir. Suprihatin atas kesediaan sebagai penguji luar komisi dan memberikan masukan yang sangat bermanfaat. Ucapan terima kasih juga disampaikan kepada Dr. Ir. Irawadi Jamaran dan Dr. Ir. Ani Suryani selaku Ketua dan Sekretaris Program Studi Teknologi Industri Pertanian IPB yang telah banyak memberikan masukan dan bantuan demi kelancaran studi penulis. Juga ucapan terima kasih ditujukan kepada seluruh staf pengajar Sekolah Pascasarjana IPB yang telah memberi ilmu pengetahuan dan bimbingan kepada penulis selama menimba ilmu pengetahuan. Penghargaan dan ucapan terima kasih yang mendalam disampaikan kepada Pemerintah Kabupaten Sambas yang telah membiayai penulis selama melaksanakan tugas belajar di Sekolah Pascasarjana IPB. Penulis juga menyampaikan ucapan terima kasih kepada Sekretariat Jenderal Penelitian dan Pengembangan Departemen Pertanian yang telah memberi dukungan finansial bagi pelaksanaan penelitian melalui Program Kerjasama Kemitraan Penelitian Pertanian dengan Perguruan Tinggi (KKP3T). Ucapan terima kasih juga ditujukan kepada Kepala Balai Besar Pasca Panen Litbang Deptan yang bersedia memfasilitasi penelitian ini dan kepada semua pihak yang telah banyak membantu demi kelancaran pelaksanaan penelitian, yaitu staf dan teknisi laboratorium di Departemen Teknologi Industri Pertanian dan Balai Besar Pasca Panen Litbang Deptan, rekan-rekan seperjuangan serta semua pihak yang tidak dapat saya sebutkan satu persatu atas bantuan, dorongan dan masukan yang bermanfaat. Ucapan terima kasih yang tulus untuk ibunda, ayahanda, dan suami tercinta, kedua anakku tersayang Izzatunnisa dan Nabilah, serta kakak-kakak dan adik-adik terkasih atas semangat, dorongan, pengertian, dan iringan doa yang tulus ikhlas kepada penulis selama menyelesaikan program S2 ini. Penulis berharap karya kecil ini dapat bermanfaat bagi pihak-pihak yang membutuhkan. Semoga dengan mengetahui sekelumit tentang mikrofiltrasi jus jeruk ini, akan menambah keimanan kita kepada Sang Khalik Yang Maha Mengetahui Segala Sesuatu.
Bogor, Mei 2008
Fatma Aghitsni
RIWAYAT HIDUP Penulis dilahirkan di Sambas pada tanggal 28 Juni 1975 dari ayah Zoechni Muhsin dan ibu Kartini Andak. Penulis merupakan putri kelima dari enam bersaudara. Pada tahun 1993 penulis lulus dari SMA Negeri 1 Pontianak dan pada tahun yang sama penulis diberi kesempatan untuk melanjutkan pendidikan di IPB melalui jalur USMI pada Jurusan Teknologi Industri Pertanian, Fakultas Teknologi Pertanian dan lulus tahun 1998. Pada tahun 1998 – 1999, penulis menjadi tenaga pendamping Program Proksidatani kerjasama IPB-DeptanDepkop di Kabupaten Pandeglang. Sejak tahun 2000, penulis bekerja sebagai staf Dinas Perindustrian, Perdagangan, dan Koperasi Pemerintah Kabupaten Sambas. Pada tahun 2005, penulis mendapat beasiswa dari Pemerintah Kabupaten Sambas untuk melanjutkan pendidikan S2 pada Program Studi Teknologi Industri Pertanian di perguruan tinggi yang sama.
x
DAFTAR ISI Halaman DAFTAR TABEL ............................................................................................... xii DAFTAR GAMBAR .......................................................................................... xiii DAFTAR LAMPIRAN ........................................................................................ xv 1
PENDAHULUAN ......................................................................................... 1 1 Latar Belakang ..................................................................................... 1 2 Identifikasi Masalah .............................................................................. 1 3 Tujuan Penelitian.................................................................................. 1 4 Ruang Lingkup ..................................................................................... 1 5 Hipotesis...............................................................................................
1 1 4 5 5 5
2
TINJAUAN PUSTAKA.................................................................................. 2 1 Limonin dan Naringin............................................................................ 2 2 Parameter Kualitas Sari Buah Jeruk .................................................... 2 3 Reologi ................................................................................................. 2 4 Aplikasi Membran pada Industri Minuman ........................................... 2 5 Kinerja Membran, Polarisasi Konsentrasi dan Fenomena Perpindahan Massa ............................................................................. 2 6 Model Perpindahan Massa (Teori Film) ...............................................
6 6 8 9 10 14 17
BAHAN DAN METODE................................................................................ 3 1 Bahan dan Peralatan ........................................................................... 3 2 Metode Penelitian................................................................................. 3 2 1 Penelitian Pendahuluan ............................................................ 3 2 2 Penelitian Utama ....................................................................... 3 2 3 Pengujian Model .......................................................................
26 26 27 28 33 33
3
4 HASIL DAN PEMBAHASAN 4 1 Pemisahan Limonin dan Naringin dari Jus Jeruk dengan Mikrofiltrasi . 4 1 1 Penyaringan awal ...................................................................... 4 1 2 Densitas dan sifat reologi jus .................................................... 4 1 3 Penentuan fluksi air ................................................................... 4 1 4 Waktu tunak .............................................................................. 4 1 5 Profil rejeksi membran terhadap senyawa limonin dan naringin 4 1 6 Pengaruh tekanan transmembran terhadap fluksi dan rejeksi .. 4 1 7 Pengaruh laju alir terhadap fluksi jus dan rejeksi ...................... 4 1 8 Kualitas jus jeruk hasil mikrofiltrasi............................................ 4 1 9 Efisiensi pencucian ................................................................... 4 2 Pengujian Model ................................................................................... 4 2 1 Model thin film untuk fluida non-Newtonian berdasarkan nilai koefisien perpindahan massa (k) yang dihitung menggunakan persamaan difusi Brownian Navier- Stokes (Dbdn) ................... 4 2 2 Model thin film untuk fluida non-Newtonian berdasarkan nilai koefisien perpindahan massa (k) yang dihitung menggunakan persamaan self diffusion Eckstein (Dsdn) .................................. 4 2 3 Model polarisasi konsentrasi (shear-induce diffusion ) ZidneyColton ....................................................................................... 4 2 4 Model shear-induce diffusion Davis Sherwood ......................... 4 2 5 Analisis sifat jus ........................................................................
36 36 41 42 43 45 49 52 56 57 59
60
61 64 66 69 x
xi
DAFTAR ISI Halaman 5
KESIMPULAN DAN SARAN........................................................................ 71
DAFTAR PUSTAKA .......................................................................................... 72 LAMPIRAN ........................................................................................................ 79
xi
xii
DAFTAR TABEL Halaman 1 Standar kualitas jus jeruk pasteurisasi menurut USDA ............................... 8 2
Ringkasan hasil penelitian aplikasi membran pada jus ...............................11
3 Ringkasan hasil penelitian pengembangan teori dan model semi empiris untuk memprediksi fluksi .............................................................................21 4
Persentase berat bagian-bagian buah ........................................................36
5 Pengurangan jumlah partikel pada hasil penyaringan berseri dan membran milipore 0.45 µm dibandingkan dengan hasil penyaringan 65 mesh ..........39 6 Perubahan pH, vitamin C, total padatan terlarut , total asam, konsentrasi limonin dan naringin selama penyaringan awal ..........................................39 7
Hasil analisa komponen kimia mayor pada jus jeruk ..................................40
8 Konsentrasi limonin dan naringin di dalam permeat dan retentat pada berbagai tekanan transmembran ................................................................52 9 Konsentrasi limonin dan naringin di dalam permeat dan retentat pada berbagai laju alir ..........................................................................................55 10 Nilai k non-Newtonian (kbdn) pada berbagai laju alir ....................................60 11 Nilai Dsdn dan ksdn pada berbagai laju alir ....................................................62 12 Perbandingan nilai fluksi hasil prediksi menggunakan berbagai model dengan nilai fluksi hasil percobaan .............................................................67
xii
xiii
DAFTAR GAMBAR Halaman 1
Struktur limonin ........................................................................................ 6
2
Perubahan limonoic acid menjadi limonin akibat pertambahan waktu dan suhu .................................................................................................. 7
3
Struktur molekul naringin ......................................................................... 8
4
Reogram untuk beberapa tipe fluida ........................................................10
5
Tahapan di dalam proses membran .........................................................15
6
Skema polarisasi konsentrasi dan fouling ................................................16
7
Rangkaian membran mikrofiltrasi .............................................................26
8
Diagram alir proses pembuatan jus jeruk .................................................29
9
Pengukuran fluksi permeat dan retentat ...................................................31
10
Skema proses mikrofiltrasi jus jeruk..........................................................32
11
Diagram alir tahapan penelitian utama .....................................................35
12
Partikel jus hasil penyaringan dengan filter 65 mesh ...............................37
13
Partikel jus hasil penyaringan dengan filter 150 mesh .............................37
14
Partikel jus hasil penyaringan dengan filter 200 mesh..............................38
15
Partikel jus hasil penyaringan dengan membran milipore berukuran 0.45 µm ....................................................................................................38
16
Pengaruh laju geser terhadap viskositas jus.............................................41
17
Pengaruh laju geser terhadap tegangan geser ........................................42
18
Fluksi air selama proses mikrofiltrasi ......................................................43
19
Fluksi jus selama proses filtrasi ................................................................44
20
Perubahan konsentrasi limonin dalam permeat selama mikrofiltrasi .......45
21
Perubahan konsentrasi naringin dalam permeat selama mikrofiltrasi.......46
22
Rejeksi membran terhadap senyawa limonin dan naringin selama mikrofiltrasi pada TMP =1.28 bar dan v = 0.06 m dtk-1 ............................46
23
Jus hasil mikrofiltrasi ................................................................................48
24
Pengamatan dengan mikroskop terhadap permeat hasil mikrofiltrasi yang diresirkulasi ..............................................................................................49
25
Fluksi jus selama mikrofiltrasi pada berbagai tekanan transmembran pada v=0.06 m dtk-1 .................................................................................49
26
Pengaruh tekanan transmembran terhadap fluksi jus ..............................51
27
Pengaruh tekanan transmembran terhadap rejeksi membran .................52
28
Pengaruh laju alir terhadap fluksi jus pada berbagai tekanan trans membran ..................................................................................................53
29
Pengaruh laju alir terhadap rejeksi membran ..........................................54 xiii
xiv
DAFTAR GAMBAR Halaman 30
Penurunan kinerja membran mikrofiltrasi .................................................58
31
Perbandingan nilai fluksi hasil prediksi menggunakan model thin film untuk fluida non-Newtonian berdasarkan koefisien difusi Brownian dengan nilai fluksi hasil percobaan ...........................................................61
32
Perbandingan nilai fluksi hasil prediksi menggunakan model thin film untuk fluida non-Newtonian berdasarkan koefisien self-diffusion dengan nilai fluksi hasil percobaan .......................................................................62
33
Perbandingan nilai fluksi hasil prediksi kedua model non-Newtonian dengan nilai fluksi hasil percobaan ..........................................................63
34
Perbandingan nilai fluksi hasil prediksi model Zidney-Colton dengan nilai fluksi hasil percobaan .......................................................................65
35
Perbandingan nilai fluksi hasil prediksi model Davis-Sherwood dengan nilai fluksi hasil percobaan .......................................................................66
36
Perbandingan nilai fluksi hasil prediksi menggunakan berbagai model dengan nilai fluksi hasil percobaan ..........................................................68
37
Perbandingan nilai fluksi hasil prediksi model Zidney-Colton untuk suspensi pekat dan suspensi encer dengan nilai fluksi hasil percobaan ..70
xiv
xv
DAFTAR LAMPIRAN Halaman 1 Prosedur analisa .........................................................................................79 2
Kurva standar limonin ......................................................................................85
3
Kurva standar naringin ................................................................................86
4
Viskositas jus jeruk pada berbagai laju geser .............................................87
5
Fluksi air selama mikrofiltrasi pada TMP = 1.26 bar dan laju alir = 0.13 m dtk-1 .................................................................................................................88
6 Fluksi jus selama mikrofiltrasi pada TMP = 1.22 bar dan laju alir = 0.09 m dtk-1 ..........................................................................................................90 7 Fluksi jus selama mikrofiltrasi pada TMP = 1.35 bar dan laju alir = 0.06 m dtk-1 ..........................................................................................................91 8
Perubahan konsentrasi limonin di dalam permeat selama mikrofiltrasi ......92
9
Perubahan konsentrasi naringin di dalam permeat selama mikrofiltrasi .....93
10 Fluksi jus selama mikrofiltrasi pada berbagai tekanan transmembran .......94 11 Pengaruh tekanan transmembran terhadap fluksi pada v = 0.08 m dtk-1 ....95 12 Pengaruh laju alir terhadap fluksi jus ...........................................................96 13 Perubahan fluksi air setelah dilakukan pencucian .......................................97 14 Perhitungan fraksi volume partikel yang dihitung berdasarkan persamaan fraksi massa.................................................................................................98 15 Perhitungan nilai kbdn dan fluksi menggunakan model thin film untuk fluida non-Newtonian ............................................................................................99 16 Perhitungan nilai ksdn dan fluksi menggunakan model thin film untuk fluida non-Newtonian ............................................................................................100 17 Perhitungan fluksi menggunakan model Zidney-Colton untuk suspensi encer ...........................................................................................................101 18 Perhitungan fluksi menggunakan model Davis-Sherwood .........................102 19 Perhitungan fluksi menggunakan model Zidney-Colton untuk suspensi pekat ...........................................................................................................103 20 Penurunan persamaan koefisien perpindahan massa (k) berdasarkan analisis bilangan tak berdimensi .................................................................104 21 Penurunan model polarisasi Zidney-Colton .................................................106 22 Penurunan model Davis-Sherwood .............................................................108
xv
I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Jeruk siam (Citrus nobilis L. var microcarpa) merupakan salah satu jenis jeruk yang saat ini banyak dibudidayakan. Industri hilir yang bergerak di bidang pengolahan jeruk belum banyak ditemukan di Indonesia, sehingga perlu dikembangkan untuk menyerap kelebihan produksi dan memanfaatkan jeruk yang berkualitas rendah. Salah satu produk olahan jeruk yang memiliki peluang cukup baik dikembangkan adalah jus. Jus jeruk siam seringkali memiliki rasa pahit (bitterness) yang kurang disukai konsumen. Hal ini menjadi menjadi kendala bagi industri yang memproduksi jus jeruk secara komersial. Dengan demikian, proses pemisahan limonin dan naringin sangat diperlukan agar produk jus jeruk dapat diterima di pasaran. Menurut Chandler dan Kefford (1966) serta Maier (1977) rasa pahit dalam jus jeruk disebabkan oleh senyawa limonoid terutama limonin dan senyawa flavonoid terutama naringin.
Berdasarkan hasil penelitian yang
dilakukan oleh Setyadjit et al. (2006) terhadap beberapa varietas jeruk yang beredar di Indonesia, konsentrasi limonin tertinggi terdapat pada jeruk nipis, yaitu 16.25 µg ml-1. Jeruk Pontianak menempati tempat kedua, yaitu 13.70 µg ml-1, kemudian jeruk Medan 4.30 µg ml-1, jeruk Argentina 3.13 µg ml-1, sedangkan pada jeruk Sunkist tidak ditemukan kandungan limonin. Walaupun menjadi kendala bagi industri pengolahan jeruk, senyawa limonin dan naringin ternyata memiliki manfaat yang besar bagi kesehatan. Beberapa hasil penelitian menunjukkan bahwa limonin berpotensi mencegah penyakit degeneratif seperti kanker, sedangkan vitamin C dan flavonoid di dalam jus jeruk berfungsi sebagai antioksidan (Jacob et al. 2000).
Sebagai antioksidan dan
antikanker, produk ini dapat dimanfaatkan sebagai produk samping (by product) karena kedua senyawa tersebut memiliki harga yang tinggi yaitu sebesar US$ 93.2 untuk 5 mg limonin murni, dan US$ 83.4 untuk 100 g naringin murni (SIGMA 2004). Secara komersial, limonin dijual dengan tingkat kemurnian 75% ± 5% (SIGMA 2007). Teknik pemisahan limonin dan naringin dari jus jeruk umumnya dilakukan melalui proses pemisahan fisik seperti presipitasi, adsorpsi, dan pertukaran ion, secara kimia dengan proses ekstraksi pelarut, secara biologi dengan proses enzimatis dan hidrolisis. Selain memerlukan tambahan biaya yang cukup tinggi ,
2 penggunaan teknik-teknik tersebut dapat menyebabkan sebagian komponen yang bermanfaat akan hilang seperti flavor dan warna (Chen & Chen 1998). Hal ini dapat berdampak pada penurunan kualitas produk sehingga kurang menguntungkan jika dikembangkan dalam skala industri. Salah satu teknik pemisahan yang sekarang mulai banyak dikembangkan yaitu menggunakan membran. Pemilihan teknologi membran untuk pengolahan produk agroindustri merupakan suatu alternatif yang baik karena aplikasinya tidak memerlukan suhu tinggi, sehingga diharapkan dapat mempertahankan kualitas dan kestabilan produk seperti nilai nutrisi dan flavor produk. Pemanfaatan membran untuk industri makanan dan minuman khususnya jus buah-buahan akhir-akhir ini sudah mulai dikembangkan antara lain mikrofiltrasi untuk penjernihan jus ceri (Casani & Jorgensen 2000) dan jus jeruk orange (Venturini et al. 2003; Cisse et al. 2005). Selain mikrofiltrasi, ultrafiltrasi terhadap jus buah-buahan juga telah banyak dilakukan dengan tujuan klarifikasi antara lain jus apel (Bruijn et al. 2002), jus wortel (Cassano et al. 2003), jus blood orange (Cassano et al. 2007b), dan untuk memproduksi jus buah kiwi yang bernutrisi tinggi (Cassano et al. 2006; Cassano et al. 2007a). Aplikasi teknik mikrofiltrasi dan ultrafiltrasi dalam industri jus jeruk umumnya bertujuan untuk menghilangkan padatan tersuspensi, serta depektinasi. literatur
yang
melaporkan
keberhasilan
penggunaan
teknik
penghilangan rasa pahit. Pada proses penghilangan rasa pahit,
Belum ada ini
untuk
umumnya
mikrofiltrasi dan ultrafiltrasi digabungkan dengan teknik pemisahan lainnya dan digunakan sebagai perlakuan awal seperti yang dilakukan oleh Hernandez et al. (1992a; 1992b). Pada proses filtrasi membran, rejeksi terhadap komponen yang ingin dipisahkan (pengotor) berkaitan erat dengan mekanisme pemisahan yang terjadi saat proses filtrasi berlangsung. Molecular weight cut off (MWCO) yang umum digunakan
untuk
merepresentasikan
karakteristik
rejeksi
dari
membran
berdasarkan ukuran pori seringkali tidak berpengaruh signifikan terhadap tingkat rejeksi (Jonsson 1986; Rai et al.
2006a).
Ada mekanisme lain yang terjadi
selama proses filtrasi sehingga komponen pengotor dengan berat molekul yang jauh lebih kecil dari ukuran pori membran dapat tertahan. Mekanisme tersebut umumnya direpresentasikan dalam bentuk mekanisme perpindahan massa. Dalam aplikasi industri, selain mengharapkan tingkat rejeksi yang tinggi, proses filtrasi membran juga diharapkan menghasilkan fluksi yang tinggi. Salah
3 satu kendala aplikasi teknologi membran secara komersial adalah penurunan fluksi permeat. Polarisasi konsentrasi dan fouling adalah dua fenomena umum yang menyebabkan penurunan fluksi dan berimplikasi pada penurunan kinerja membran. Beberapa penelitian telah dilakukan untuk mempelajari penurunan kinerja membran pada filtrasi jus jeruk.
Rai et al. (2006b) menggunakan model
resistansi seri untuk mempelajari fouling pada proses ultrafiltrasi jus jeruk manis dan Cassano et al. (2007b) mempelajari mekanisme fouling pada ultrafiltrasi jus blood orange. Analisis penurunan kinerja terutama difokuskan pada mekanisme fouling.
Hasil
analisis
belum
menggambarkan
mekanisme
utama
yang
sebenarnya terjadi pada proses filtrasi sehingga belum dapat memberikan solusi yang jelas untuk mengatasi penurunan kinerja membran. Penurunan kinerja membran dapat dikendalikan apabila mekanisme perpindahan massa yang terjadi selama proses filtrasi dipahami. Menurut Belfort (1994), pemahaman terhadap perilaku larutan selama proses filtrasi tidak hanya untuk mengurangi polarisasi konsentrasi dan fouling, tetapi juga bermanfaat dalam pengembangan mode operasi yang lebih baik dan kemungkinan untuk lebih mengefisienkan elemen-elemen membran. Model
yang
umum
digunakan
untuk
menggambarkan
mekanisme
perpindahan massa yang terjadi selama proses filtrasi membran adalah model thin film (Cheryan 1998).
Salah satu pelopor modifikasi teori film yang hasil
penelitiannya banyak dijadikan acuan adalah Shen dan Probstein (1977). Shen dan Probstein (1977) menghasilkan model untuk memprediksi fluksi pada ultrafiltrasi makromolekul dan bersifat Newtonian. Namun demikian, ketika model ini diaplikasikan pada umpan dengan sifat fluida yang berbeda, perilaku fluksi yang dihasilkan menjadi berbeda juga (nilai prediksi lebih tinggi atau lebih rendah dari nilai percobaan) sehingga tidak dapat menggambarkan fenomena sebenarnya. Kesalahan dalam memprediksi fluksi terutama disebabkan oleh keterbatasan pendekatan yang digunakan. Oleh karena itu, pada dua puluh tahun terakhir modifikasi teori film berkembang cukup pesat dengan pendekatan berdasarkan sifat dan karakteristik fluida yang digunakan seperti Newtonian, non-Newtonian, makromolekul, suspensi, atau larutan dengan partikel besar serta konsentrasi pekat atau encer. Beberapa modifikasi teori film dengan pendekatan sifat dan karakteristik bahan dilakukan untuk menyempurnakan teori sebelumnya seperti untuk suspensi (Zidney & Colton 1986; Davis & Birdsell 1987; Davis & Leighton 1987; Romero
4 & Davis 1990; Davis & Sherwood
1990) dan untuk makromolekul (Trettin &
Doshi 1980, Song & Elimelech 1995b; Pritchard et al. 1995; Charcosset & Choplin 1996). Dengan demikian, pengetahuan tentang sifat dan karakteristik umpan diperlukan untuk menentukan model mana yang cocok digunakan sehingga
dapat
menggambarkan
mekanisme
perpindahan
massa
yang
sebenarnya. Deposisi zat terlarut atau partikel pada permukaan membran atau di dalam pori membran terjadi ketika permeasi relatif lebih tinggi daripada variasi mekanisme perpindahan balik. Peristiwa ini seringkali terjadi pada mikrofiltrasi koloid dan partikel yang memiliki koefisien difusi rendah (Belfort et al. (1994). Dengan demikian dapat difahami bahwa mekanisme perpindahan balik massa bervariasi tergantung pada koefisien difusi zat terlarut. Mekanisme perpindahan massa pada filtrasi jus jeruk kemungkinan menunjukkan perilaku tertentu berdasarkan sifat alaminya dengan kandungan berbagai macam partikel terlarut serta tak terlarut dan sampai saat ini belum ditemukan referensi yang memuat hal tersebut.
Beberapa penelitian secara teori memfokuskan pada variasi
mekanisme perpindahan massa yang diakibatkan oleh
variasi pergerakan
partikel karena pengaruh geseran, sehingga menghasilkan model yang berbeda untuk memprediksi fluksi. Pergerakan partikel terjadi antara lain karena difusi Brownian dan difusi yang dipacu oleh geseran (shear-induced diffusion). Berdasarkan uraian di atas, untuk memperkirakan mekanisme perpindahan massa yang terjadi selama proses filtrasi jus jeruk, pada penelitian ini digunakan beberapa
model
thin
film
yang
dikembangkan
berdasarkan
beberapa
pendekatan, yaitu berdasarkan analisis bilangan tak berdimensi yang difokuskan pada efek difusi Brownian serta difusi yang dipacu oleh geseran dan berdasarkan pertimbangan
sifat
bahan
(makromolekul
mempertimbangkan sifat bahan, maka pada
dan
suspensi).
Dengan
hasil akhir diharapkan dapat
diketahui sifat jus jeruk yang sebenarnya, apakah merupakan suspensi (pekat atau encer) atau makromolekul. 1.2.
Identifikasi Masalah Proses filtrasi membran diharapkan menghasilkan rejeksi yang tinggi
terhadap senyawa limonin dan naringin pada jus jeruk serta fluksi yang tinggi. Karena itu perlu diketahui faktor-faktor dominan yang berpengaruh terhadap mekanisme perpindahan massa pada proses mikrofiltrasi jus jeruk.
5 1.3. Tujuan Penelitian Penelitian ini bertujuan untuk : 1. Menghilangkan limonin dan naringin dari jus jeruk siam menggunakan mikrofiltrasi. 2. Memperoleh
kondisi
operasi
mikrofiltrasi
terbaik
meliputi
tekanan
transmembran dan laju alir umpan yang menghasilkan fluksi dan rejeksi tinggi. 3. Memprediksi mekanisme perpindahan massa yang terjadi selama proses mikrofiltrasi jus jeruk siam. 1.4. Ruang Lingkup Penelitian menggunakan bahan baku jeruk siam Pontianak (Citrus nobilis L var microcarpa). Penelitian ini terdiri dari dua tahap, yaitu penelitian pendahuluan dan penelitian utama.
Penelitian pendahuluan meliputi karakterisasi sifat
fisikokimia (densitas, viskositas, sifat reologi serta komposisi kimia) jus jeruk, penentuan tahanan membran awal, serta penentuan kondisi tunak yang meliputi waktu
dan
tekanan
transmembran
operasi.
Penelitian
utama
meliputi
penghilangan limonin dan naringin menggunakan membran polipropilena berukuran pori 0.1 µm dengan luas area 1 m2 dan modul mikrofiltrasi hollow fiber. Parameter operasi yang dilihat adalah pengaruh tekanan transmembran dan laju alir umpan terhadap fluksi, rejeksi dan kualitas jus jeruk yang diamati meliputi : total padatan terlarut (ºBrix), total asam, rasio °Brix/asam, kandungan vitamin C, konsentrasi limonin, dan konsentrasi naringin. Selanjutnya dilakukan prediksi penurunan fluksi menggunakan beberapa model matematik yang dianalisis berdasarkan mekanisme perpindahan massa. 1.5. Hipotesis Hipotesis yang diajukan dalam penelitian ini adalah : 1. Mikrofiltrasi dapat mengurangi kandungan limonin dan naringin di dalam jus jeruk 2. Mekanisme perpindahan massa yang terjadi pada proses mikrofiltrasi jus jeruk dipengaruhi oleh sifat jus jeruk.
II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Limonin dan Naringin Limonin (Limonoic Acid 3,19:16,17-dilactone) (Gambar 1) adalah senyawa limonoid dengan rumus molekul : C26H30O8 memiliki berat molekul 470.5 Da, titik didih 280 ºC. Bersifat tidak larut dalam air dan kelarutannya dalam air dapat meningkat karena adanya gula dan pektin.
Limonin larut dalam acetonitrile,
asam asetat glasial, dan kloroform. Senyawa dengan bentuk kristal berwarna putih kekuningan ini ditemukan pada semua spesies jeruk, dengan kandungan tertinggi terdapat pada biji (Mozaffar et al. 2000).
Gambar 1 Struktur molekul limonin (Khalil et.al. 2003). Pada Gambar 1 dapat dilihat bahwa limonin mengandung satu gugus epoksida, satu cincin furan, dua cincin lakton, dan satu cincin yang beranggotakan 5 gugus eter. Limonin terbentuk pada proses ekstraksi jus jeruk sebagai hasil esterifikasi senyawa limonoid acid A-ring lactone. Proses esterifikasi ini dikatalisasi oleh asam dan dipengaruhi oleh aktivitas enzim. Adanya penambahan panas selama proses pasteurisasi dan evaporasi akan mempercepat
reaksi
esterifikasi
(Mozaffar
et
al.
2000).
Gambar
2
memperlihatkan perubahan limonoic acid menjadi limonin akibat bertambahnya waktu dan suhu. Derajat rasa pahit jus jeruk tergantung pada kandungan limonin di dalam jus. Menurut Chandler dan Kefford (1966), pada jus jeruk navel, kandungan limonin kurang dari 6 ppm terasa tidak pahit, 9 ppm terasa pahit, 24 – 30 ppm terasa sangat pahit.
Tetapi menurut Puri (1984) dan Mozaffar (1998), pada
7 kandungan limonin yang rendah yaitu ± 6 ppm, rasa pahit
sudah dapat
terdeteksi dan berakibat pada penurunan kualitas jus jeruk.
Gambar 2
Perubahan limonoic acid menjadi limonin akibat bertambahnya waktu dan suhu (Anonim 2006).
Menurut Khalil et al. (2003), beberapa senyawa limonoid yang diekstraksi dari biji jeruk dapat menghambat metabolisme mikroorganisme patogen. Limonin dan beberapa turunan limonoid lainnya bermanfaat sebagai antijamur (Candida albicans, Cryptococcus neoformans), sebagai anti bakteri (Staphylococcus aureus,
Pseudomonas
aeruginosa
dan
Bacillus
subtilis),
serta
dapat
menghambat aktivitas Plasmodium falciparum (klon D6) dan P. falciparum (klon W2).
Hasil penelitian Jitpukdeebodintra (2005) menunjukkan bahwa limonin
dapat menstimulasi pembentukan antibodi spesifik yang dibuktikan oleh meningkatnya antibodi tikus secara signifikan setelah diinjeksi dengan limonin sebanyak 200 ppm. Naringin (C27H32O14) (Gambar 3) merupakan senyawa flavonoid dengan berat molekul 580 Da, titik lebur 171°C, tidak dapat larut dalam air tetapi larut dalam aseton, alkohol, serta asam asetat hangat. Naringin tersusun dari satu grup flavonoid yang menyertakan satu disakarida (glukosa dan ramnosa). Naringin merupakan salah satu jenis flavonoid utama yang menyebabkan rasa pahit di dalam jeruk. Flavonoid lainnya adalah hesperidin, namun tidak menimbulkan rasa pahit (Kimball 1999; Mozaffar et al. 2000). Naringin juga diketahui dapat memberikan manfaat kesehatan. Naringin dapat menurunkan plasma-kolesterol dan mengatur kapasitas antioksidan pada kasus hiperkolesterol (Jung et al. 2003; Kurowska et al.
2000).
Selain itu,
naringin juga digunakan dalam terapi bagi pasien penderita diabetes (Brickley 1959) dan dapat mencegah kanker (Birt et al. 2001).
8
Gambar 3 Struktur molekul naringin (Gonzalez et al. 2002). 2.2. Parameter Kualitas Jus Jeruk Beberapa faktor yang mempengaruhi kualitas jus jeruk antara lain padatan terlarut, keasaman, rasio brix/asam, warna jus, kadar senyawa penyebab rasa pahit yang rendah, dan memiliki flavor yang bagus (USDA 1983). Untuk produk ekspor, umumnya industri pengolahan jeruk mengacu pada beberapa standar internasional, seperti standar USDA.
Standar kualitas jus jeruk yang
dipasteurisasi berdasarkan USDA disajikan pada Tabel 1. Tabel 1 Standar kualitas jus jeruk pasteurisasi menurut USDA (1983) Faktor kualitas Analisis
Grade A
Grade B
Tanpa penambahan gula
Penambahan gula
Tanpa penambahan gula
Penambahan gula
11.0
11.0
10.5
10.5
Brix : minimum Padatan terlarut terutama pemanis
11.0
10.5
Rasio brix / asam
min
max
min
max
min
max
min
max
California/arizona
11. 5:1
18.0 : 1
12.5 : 1
20.5 : 1
10.5: 1
23.0 : 1
10.5 : 1
23.0 : 1
Dari luar California/Arizona
12.5 :1
20.5 : 1
12.5 : 1
20.5 : 1
10.5: 1
23.0 : 1
10.5 : 1
23.0 : 1
°Brix umumnya digunakan dalam industri jeruk untuk mengukur total padatan terlarut di dalam jus atau konsentrat. Padatan terlarut di dalam jus jeruk yang utama adalah gula (sukrosa, fruktosa dan glukosa). Keasaman adalah ukuran total asam yang ada di dalam jus. Jenis asam yang dominan di dalam jus
9 jeruk adalah asam sitrat. Jumlah asam yang ada di dalam jus dilaporkan sebagai persen asam sitrat anhidrat. Rasio °Brix/asam berarti rasio °Brix
dari jus dengan
gram asam sitrat
anhidrat per 100 gram jus (USDA 1983), sehingga persamaannya menjadi , Rasio ° Brix / Asam =
° Brix % Asam
(1)
2.3. Reologi Isaac Newton mengklasifikasikan fluida ke dalam dua tipe, yaitu Newtonian dan non-Newtonian. Fluida Newtonian adalah fluida yang memenuhi hukum Newton tentang viskositas dimana antara laju geser
dan tegangan geser
berhubungan secara linier. Fluida yang tidak mengikuti perilaku aliran Newtonian dinamakan fluida non-Newtonian. Sifat aliran fluida non-Newtonian dipengaruhi oleh laju geser (Patil & Magdum 2006; Rao 1995). Perilaku aliran fluida non-Newtonian biasanya digambarkan dengan persamaan hukum pangkat atau power law
equation yang dinamakan
persamaan Ostwald-de Waele :
τ = Kγ n
(2)
untuk mendapatkan apparent viscosity (µa), maka persamaannya menjadi :
μ a = Kγ n −1
(3)
dimana : K dan n masing-masing adalah indeks konsistensi dan indeks perilaku aliran. Berdasarkan perilaku aliran, fluida yang bersifat non-Newtonian
dapat
dibagi dalam 2 kategori, yaitu tidak tergantung waktu (time-independent) dan yang tergantung waktu (time-dependent). Perilaku aliran yang tidak tergantung waktu dapat dibagi dalam shear thinning (pseudoplastic) dan shear thickening (dilatant), tergantung pada nilai apparent viscosity terhadap laju geser (Rao 1995).
Perry dan Green (1999) menggambarkan beberapa tipe fluida dalam
bentuk reogram sebagaimana yang terlihat pada Gambar 4. Fluida bersifat dilatan jika terjadi peningkatan viskositas karena laju geser. Perilaku dilatan ini jarang ditemukan dan diteliti. Sifat ini tergantung pada fraksi volume, distribusi ukuran partikel, dan viskositas fluida yang tersuspensi. Peningkatan viskositas suspensi sangat tergantung pada bentuk serta ukuran
10 partikel dan akan meningkat dengan cepat karena pembentukan agregat (Carreau et al. 1999).
Gambar 4 Reogram untuk beberapa tipe fluida (Perry & Green 1999). Menurut Morrison dan Ross (2002), suspensi umumnya merupakan fluida Newtonian sampai tercapai laju geser yang tinggi dimana pada kondisi geseran tinggi sekelompok partikel menunjukkan sifat dilatan.
Partikel tidak akan
menunjukkan perilaku dilatan sampai tercapai kondisi close packing limit pada fraksi volume 60-70%. Sifat reologi beberapa produk olahan jeruk telah diteliti, jus jeruk jenis orange yang sudah diklarifikasi dan dihilangkan pektinnya pada selang suhu 5 – 70 ºC dan konsentrasi 30.7 – 63.5 ºBrix bersifat Newtonian (Ibarz et al. 1994). Produk olahan lainnya yaitu konsentrat jeruk menurut Rouse (1977) dan Kimball (1999) memiliki sifat pseudoplastis. 2.4. Aplikasi Membran pada Industri Pangan Aplikasi membran pada industri pangan terutama bertujuan untuk pemekatan atau penghilangan suatu komponen dalam produk pangan. Pemanfaatan teknologi membran pada industri pangan sangat dimungkinkan karena proses membran tidak menggunakan suhu tinggi sehingga sangat baik bagi produk pangan yang sensitif terhadap perubahan suhu (Liu 2005). Salah satu industri pangan yang menggunakan filtrasi membran adalah industri jus. Aplikasi membran filtrasi terutama bertujuan untuk klarifikasi dan konsentrasi.
Mikrofiltrasi dan ultrafiltrasi merupakan proses membran yang
banyak digunakan.
Menurut Mans (2006), beberapa sistem ultrafiltrasi telah
digunakan untuk menjernihkan jus apel, pir, persik, cranberries, dan anggur.
11 Penelitian tentang pemurnian jus dengan menggunakan membran telah dilakukan sejak beberapa dekade yang lalu dan sampai sekarang masih dikembangkan. Pada Tabel 2 dapat dilihat beberapa hasil penelitian terdahulu tentang aplikasi filtrasi membran berbahan baku jus. Tabel 2 Ringkasan hasil penelitian aplikasi membran pada jus Referensi
Proses Membran
Chamchong & Noomhorm (1991)
MF
Venturini et al. (2003)
Bahan baku
Jenis dan geometri membran
Kondisi operasi
Fluksi yang dihasilkan
Hasil-hasil lainnya
Jus jeruk - polisulfon tangerine - flat sheet - 25 kDa, 50 kDa, 100kDa, 0.1&0.2µm 2 - A : 14 cm
- TMP : 0.93 – 1.94 bar - v : 0.96 – 3.5 -1 m dtk - T : 25 °C - perlakuan awal umpan: * penambahan poligalakturo nase * penyesuaian pH menjadi 2
- Fluksi maksimum : -2 -1 69 Lm jam pada: * pori 0.1 μm * TMP : 1.94 bar * v : 3.5 m -1 dtk
-
polarisasi konsentrasi dan fouling terjadi pada tekanan tinggi dan laju alir rendah
MF
Jus jeruk
TMP : 0.3 – 1.6 bar
5 - 37 Lm -1 jam
- TMP limit :1.5 bar (0.8 µm), 2 bar ( 1.4 µm), 2.4 bar (0.1 µm) - tidak ada perubahan total padatan terlarut, pulp, pH, total asam - kehilangan vitamin C : 28 % - peningkatan suhu meningkatkan fluksi
penurunan fluksi karena polarisasi konsentrasi dan fouling
Cisse et al. (2005)
MF
Jus jeruk - keramik - tubular Valencia - 0.2 µm - A : 0.22 m2
Hernandez et al. (1992a)
UF
Jus Jeruk Grapefruit
- keramik - tubular - 0.1, 0.2, 0.8 &1.4 µm - d : 8 mm - L : 0.2 m 2 - A : 0.005 m
- polisulfon - hollow fiber - 500 000 Da - d : 0.75 mm - A : 4.68 m2
-2
-2
- TMP : 4 bar -1 - v : 7 m dtk - T : 20 ±2 °C - t : 10 jam
62 Lm jam
TMP : 1.03 bar T : 25 °C
-
-1
-
tidak ada perubahan vitamin C, total asam, konsentrasi gula, aroma - total padatan terlarut di retentat lebih besar daripada di permeat - padatan tersuspensi, senyawa terpen, karotenoid tertahan -
-
Hernandez et al. (1992b)
UF
Jus - polisulfon Jeruk - hollow fiber Grapefruit - 500 000 Da - d : 0.75 mm - A : 4.68 m2
TMP : 0.55 – 1.38 bar
6.25 – 14.1 Lm-2 jam-1
Kendala operasi
padatan tersuspensi, pektin dan sebagian senyawa aroma terejeksi alkohol, ester, aldehida lolos total padatan terlarut tidak berubah TMP optimum : 1.38 bar
penurunan fluksi karena polarisasi konsentrasi
penurunan fluksi karena polarisasi konsentrasi
12 Tabel 2 Lanjutan Referensi
Capanelli et al. (1994)
Casani dan Jorgensen (2000)
Proses Membran UF
MF
Jenis dan geometri membran
Kondisi operasi
Fluksi yang dihasilkan
- PVDF - 15 kDa & 80 kDa - tubular - d : 25 mm - L : 1500 mm 2 - A : 4.68 m
- TMP : 1.9 – 2.9 bar - v : 0.5 – 13 m -1 dtk - T : 40 ±1 °C
± 10 – 170 -2 -1 Lm jam
- TMP limit : 2 bar - pektin dan pulp terdeposit di membran
-
keramik 0.5 – 0.8 µm tubular d : 4 mm L : 0.85 m 2 A : 4.68 m
- TMP : 1.5 – 2.5 bar - v : 0.5 – 13 m -1 dtk - T : 40 ±1 °C
± 10 – 100 -2 -1 Lm jam
-
- Hollow fiber - 0.8 & 0.5 µm 2 - A : 0.23 m
- TMP :0.06-1.21 bar -1 - v : 0.5 m dtk (retentat) - T : 3-5 °C - batch
350 - 200
- Keramik - 0.5 µm 2 - A :52.6 m
- TMP : 0.35 0.56 bar
Bahan baku Jus jeruk
Jus ceri
-2
Lm jam
Hasil-hasil lainnya
penyumbatan pori bukan disebabkan oleh konsentrasi umpan (°Brix), tetapi oleh jumlah jus yang melewati membran -
mikrofiltrasi tidak mempengaruhi warna, kandungan gula dan total fenol
Bruijn et al. (2002)
UF
Jus apel
- keramik - 15 kDa & 50 kDa - tubular - d : 3 mm - L : 1200 mm - A : 0.0225 2 m
- TMP : 1.5-4 bar -1 - v : 2 & 7 m dtk - Suhu : 50-55 °C - resirkulasi - umpan : 25 L
Cassano et al. (2003)
UF
Jus blood orang e & wortel
-
- TMP : 1.03 bar -1 - v : 0.14 m dtk - T : 23.5 °C - resirkulasi - tangki : 25 L
Wortel : 25 -2 -1 Lm jam
- TMP : 0.87 bar -1 - v : 0.14 m dtk - Suhu : 25 °C - batch
Jeruk : -2 -1 20 Lm jam
- TMP : 0.85 bar - Q : 500 - 800 -1 L jam - T : 20 °C - resirkulasi
13.5 – 17.5 -2 -1 Lm jam
-
- TMP : 0.85 bar -1 - Q: 800 L jam - T : 25 °C - batch
Fluksi menurun -2 dari 15 Lm -1 jam menjadi 7 -2 -1 Lm jam
- seluruh padatan tersuspensi tertahan - kehilangan vitamin C :0.5 % - 80-90% senyawa ester tertahan - rejeksi rendah terhadap senyawa polar seperti alkohol
Cassano et al. (2006)
UF
Jus buah kiwi
PVDF Tubular 15 000 Da 2 A : 0.23 m
- PVDF - 15 000 Da - tubular 2 - A : 0.23 m
penurunan fluksi karena polarisasi konsentrasi
kinerja membran lebih tinggi dibandingkan dengan PVDF pada laju alir rendah
-1
236 -2 -1 Lm jam
Kendala operasi
-
penurunan fluksi terutama diakibatkan oleh fouling. Kondisi optimum untuk meminimisasi fouling : tekanan trasmembran rendah dan laju alir tinggi -
-
peningkatan suhu umpan meningkatkan fluksi peningkatan laju alir meningkatkan fluksi
penurunan fluksi akibat fouling
Wortel : 15 -2 -1 Lm jam TMP limit :0.8 bar
penurunan fluksi yang berangsurangsur selama waktu operasi karena polarisasi konsentrasi dan pembentukan cake.
13 Tabel 2 Lanjutan Referensi
Proses Membran
Bahan baku
Jenis dan geometri membran
Kondisi operasi
Cassano et al. (2007a)
UF
Jus buah kiwi
-
PVDF 15 000 Da tubular d : 12.7 mm L : 1500 mm 2 - A : 0.23 m
- TMP : 0.9 bar -1 - Q: 300-700 L jam - T : 20-30 °C - batch
Cassano et al . (2007b)
UF
Jus blood orange
-
- TMP : 0.85 bar -1 - Q: 800 L jam - T : 25 °C - batch
PVDF 15 000 Da tubular d : 12.7 mm L : 1500 mm 2 - A : 0.23 m
Fluksi yang dihasilkan
Hasil-hasil lainnya
Kendala operasi
- TMP limit :0.9 bar - klarifikasi berhasil mengurangi jumlah padatan tersuspensi dan turbiditas - kehilangan vitamin C : 16 % - lapisan cake dan fouling ireversibel berkontribusi terhadap tahanan total - kontribusi fouling reversibel terhadap total tahanan : 29.4% Fluksi menurun dari -2 -1 11 Lm jam menjadi 9 -2 -1 Lm jam
- TMP limit :0.8 bar - peningkatan suhu umpan dari 21 °C menjadi 25 °C meningkatkan fluksi permeat sebesar 12% - kehilangan vitamin C : 8.41 % - rejeksi antosianin: 9.4% - senyawa flavonon lolos
penurunan fluksi yang berangsurangsur selama waktu operasi karena pembentukan lapisan fouling oleh partikel tersuspensi dan ketakmurnian makromolekul yang teradsorb.
Keterangan : TMP : tekanan transmemban v : laju alir L : panjang membran T : suhu Q : debit d : diameter membran
Dari beberapa hasil penelitian di atas dapat diketahui bahwa parameter operasi seperti tekanan, laju alir, dan suhu mempengaruhi fluksi yang dihasilkan. Berdasarkan perbandingan hasil penelitian Venturini et al. (2003), Cassano et al. (2006), Cassano et al. (2007a), dan Cassano et al. (2007b), kehilangan vitamin C yang lebih besar terjadi pada tekanan yang lebih tinggi. Peningkatan laju alir dan suhu menyebabkan peningkatan fluksi.
Mikrofiltrasi dan ultrafiltrasi
umumnya dapat merejeksi padatan tersuspensi dan pektin.
Kendala utama
operasi umumnya disebabkan oleh polarisasi konsentrasi yang membentuk lapisan cake
dan fouling.
Perbedaan bahan baku yang digunakan dengan
parameter operasi yang sama mengakibatkan perbedaan fluksi yang dihasilkan
14 sebagaimana hasil penelitian Cassano et al. (2003).
Hal ini kemungkinan
disebabkan karena perbedaan sifat bahan seperti kandungan padatan tersuspensi dan padatan terlarut. Perbedaan kandungan padatan berpengaruh terhadap pembentukan lapisan cake yang terpolarisasi, sehingga dapat menghasilkan fluksi yang berbeda pula. 2.5. Kinerja Membran, Polarisasi Konsentrasi dan Fenomena Perpindahan Massa Ada dua parameter penting yang berpengaruh terhadap kinerja membran, yaitu fluksi permeat dan rejeksi membran (Cheng & Wu 2001). Berdasarkan data eksperimen, fluksi dapat dihitung secara volumetrik dengan menggunakan persamaan (4) :
J v=
1 dV A dt
( 4)
dimana :
Jv = volume fluksi (L m-2jam-1) A = luas permukaan membran (m2). dt = waktu (jam) dV = volume permeat (L) (Konieczny & Rafa 2000 ; Bhattacharjee et al. 2003). Menurut Cheryan (1998), parameter operasi utama yang mempengaruhi fluksi, yaitu : tekanan, konsentrasi umpan, suhu, turbulensi di dalam saluran umpan. Pengaruh tekanan terhadap fluksi permeat dari jus jeruk telah diteliti oleh Hernandez et al. (1992b). Hasil penelitiannya menunjukkan bahwa fluksi permeat meningkat seiring dengan peningkatan tekanan transmembran. Peningkatan fluksi berangsur-angsur berkurang dengan peningkatan tekanan dan mencapai suatu titik dimana fluksi menjadi konstan.
Pada kondisi ini
peningkatan tekanan tidak berpengaruh lagi terhadap peningkatan fluksi. Fenomena ini telah digambarkan oleh Trettin (1980) tahapan proses filtrasi (Gambar 5).
dalam bentuk skema
15
Gambar 5 Tahapan di dalam proses membran (Trettin 1980). Pengaruh konsentrasi umpan terhadap fluksi permeat juga telah diteliti oleh Vladisavljevic dan Rajkovic (1999).
Hasil penelitiannya menunjukkan bahwa
fluksi batas meningkat dengan penurunan konsentrasi umpan dan peningkatan laju alir. Pengaruh suhu terhadap fluksi permeat telah diteliti oleh Cassano et al. (2003). Hasil penelitiannya menunjukkan bahwa peningkatan suhu umpan pada ultrafiltrasi jus jeruk dan wortel dapat meningkatkan fluksi permeat. Pritchard et al. (1995) melakukan penelitian ultrafiltrasi gum xantan dan pektin untuk melihat pengaruh turbulensi terhadap fluksi yang ditunjukkan oleh nilai koefisien perpindahan massa. peningkatan viskositas umpan aliran
laminar.
meningkatkan
Hasil penelitiannya menunjukkan bahwa
menyebabkan transisi dari aliran turbulen ke
Pada
kondisi
tegangan
geser
laminar, pada
peningkatan permukaan
viskositas
membran
umpan sehingga
menyebabkan peningkatan perpindahan massa. Masalah utama pada aplikasi membran adalah penurunan fluksi karena polarisasi konsentrasi dan fouling yang mempengaruhi kinerja membran (Youravong et al.
2003).
Berdasarkan hasil penelitian Bruijn (2002) pada
ultrafiltrasi jus apel, polarisasi konsentrasi menyebabkan penurunan fluksi secara cepat pada awal proses ultrafiltrasi.
Fenomena polarisasi konsentrasi yang
terjadi pada sistem filtrasi oleh Goosen et al. (2004) direpresentasikan dalam bentuk skema sebagaimana yang terlihat pada Gambar 6.
16
Gambar 6 Skema polarisasi konsentrasi dan fouling (Goosen et al. 2004). Kromkamp et al. (2006) menyelidiki perilaku polarisasi konsentrasi dari suspensi dengan dua ukuran partikel pada sistem aliran dimana shear induce diffusion merupakan mekanisme perpindahan balik yang dominan.
Hasilnya
menunjukkan bahwa hanya partikel berukuran kecil yang terdeposit pada membran. Fluksi permeat tidak tergantung pada komposisi suspensi, tetapi karena pemisahan ukuran partikel pada aliran umpan yang ditunjukkan oleh banyaknya partikel kecil dari suspensi di permukaan membran. Casani dan Jorgensen (2000) juga melaporkan bahwa
penurunan fluksi
dari waktu ke waktu pada mikrofiltrasi jus ceri terutama disebabkan oleh polarisasi konsentrasi dan fouling.
Fouling dapat disebabkan oleh beberapa
mekanisme, yaitu : adsorpsi, bloking pori, dan pembentukan lapisan cake pada membran. Fouling dapat juga sebagai hasil dari fenomena polarisasi. Ramachandra (2002) menyatakan bahwa terjadinya fouling dalam suatu proses filtrasi membran dapat ditentukan berdasarkan nilai koefisien fouling (FC), yang memiliki rentang nilai 0 (tidak terjadi fouling) sampai dengan 1.0 (terjadi fouling sepenuhnya).
Koefisien fouling ditentukan berdasarkan persamaan
berikut :
⎛J FC = 1 − ⎜⎜ c ⎝ Jo
⎞ ⎟⎟ ⎠
dimana:
FC = koefisien fouling Jc = fluksi air setelah dilakukan pencucian Jo = fluksi air awal sebelum membran digunakan
(5)
17 Ada beberapa teknik yang dapat digunakan untuk mengurangi polarisasi konsentrasi dan fouling. Menurut Mulder (1996), karena kompleksitas fenomena polarisasi konsentrasi dan fouling, fouling dapat dikurangi dengan beberapa metode antara lain perlakuan awal larutan umpan, modifikasi sifat membran, perbaikan modul, dan kondisi proses serta pencucian. Dalam kaitannya dengan kondisi proses, Bruijn et al. (2002) menyatakan bahwa kondisi optimum untuk meminimisasi fouling adalah pada tekanan transmembran rendah dan kecepatan tangensial tinggi. Wenten (2002) juga melaporkan bahwa kinerja membran dengan sistem cross flow sangat dipengaruhi oleh pembentukan lapisan fouling.
Ada dua
pendekatan yang dapat digunakan untuk meningkatkan fluksi dalam mikrofiltrasi, yaitu mengaplikasikan laju cross flow tinggi dan menggunakan teknik backflushing. Parameter lain yang mempengaruhi kinerja membran adalah rejeksi Menurut Kovasin (2002), rejeksi solut dari membran (R) tergantung pada konsentrasi solut di dekat permukaan membran yang dinyatakan dengan persamaan (6) :
R = 1−
Cp Cw
(6)
dimana :
Cp = konsentrasi solut pada sisi permeat (%) Cw = konsentrasi solut pada permukaan membran (%) Jika polarisasi konsentrasi terjadi, maka rejeksi membran yang diamati lebih kecil daripada rejeksi membran sebenarnya berdasarkan persamaan (6). Sehingga rejeksi hasil observasi (Robs) dapat didefinisikan dengan persamaan (7):
Robs = 1 −
Cp Cb
(7)
dimana Cb = konsentrasi solut pada sisi umpan (%) 2.6. Model Perpindahan Massa Salah satu teori sederhana dan luas penggunaannya untuk modeling fluksi pada kondisi bebas dari pengaruh tekanan atau sistem yang dikontrol oleh perpindahan massa adalah teori film (Cheryan 1998). Jika larutan diultrafiltrasi,
18 zat terlarut dibawa ke permukaan membran dengan perpindahan secara konveksi pada suatu laju, Js yang didefinisikan sebagai :
J s⇒ JCb
(8)
dimana J : fluksi permeat
Cb : konsentrasi umpan (%) Hasil gradien konsentrasi menyebabkan zat terlarut berpindah balik ke larutan umpan karena efek difusi. Dengan mengabaikan gradien konsentrasi, laju perpindahan balik zat terlarut dinyatakan sebagai :
J s= D
dC dx
(9)
dimana :
D : koefisien difusi (m2 dtk-1) dC/dx : gradien konsentrasi Menurut
Cussler
(1997),
formula
umum
yang
digunakan
untuk
memperkirakan koefisien difusi pada partikel berbentuk bola adalah persamaan Stokes-Einstein :
D=
k BT 6πμrs
(10)
dimana : kB : Konstanta Boltzman = 1.38 X 10 -23 J °K-1
μ : viskositas pelarut (10-2 g cm-3) T : suhu (° K) rs : jari-jari partikel (m) Pada kondisi tunak, dua mekanisme akan seimbang satu sama lain, sehingga persamaan (8) dan (9) dapat disamakan dan diintegrasikan pada lapisan batas sebagai :
J=
D
δ
ln
Cg Cb
= k ln
Cg Cb
(11)
dimana :
k=
D
δ
Cg : sama dengan Cw pada persamaan (6) k : koefisien perpindahan massa (m dtk-1) δ : ketebalan lapisan batas (m)
(12)
19 Menurut Ceng dan Wu (2001), koefisien perpindahan massa pada lapisan polarisasi konsentrasi untuk kondisi aliran laminar dapat ditentukan dari persamaan Leveque, yaitu :
⎛ vD 2 k = 1.62⎜⎜ ⎝ Ld h
⎞ ⎟⎟ ⎠
1/ 3
(13)
dimana :
v = laju alir (m dtk -1) A = luas area membran (m2) dh= diameter membran (m) L = panjang membran (m) Untuk modul membran yang bergeometri silinder, laju geser pada dinding membran (γw) adalah 8v/dh, sehingga persamaan (13) dapat diekpresikan juga dalam bentuk,
⎛ γ wD2 k = 0.81⎜⎜ ⎝ L
⎞ ⎟ ⎟ ⎠
1/ 3
(14)
dimana :
γw = laju geser pada dinding membran (dtk -1) Menurut Zeman dan Zidney (1996), laju umpan melalui lumen di dalam modul hollow fiber bertipe laminar. Dengan asumsi tidak ada akumulasi partikel atau zat terlarut yang tertahan di lapisan batas dan tidak ada slip pada dinding membran, maka perbedaan tekanan aksial (∆P) dan laju geser pada dinding membran (γw) berhubungan langsung dengan laju alir volumetrik (Q) yang ditunjukkan dengan persamaan matematik :
ΔP = αμ L
⎛ Q ⎜ ⎜ Nd 4 h ⎝
⎞ ⎟ ⎟ ⎠
⎛
Q ⎞⎟ 3 ⎟ , jika diasumsikan α = 128/π , 4 Nd h ⎠ ⎝
γ w = α ⎜⎜
(15)
(16)
sehingga persamaan laju geser menjadi :
γw =
32vA
πNd h 3
A = luas area membran (m2) N = jumlah fiber (m2)
(17)
20 Jika dihubungkan dengan sifat reologi fluida, laju geser pada dinding membran (γw) untuk fluida non-Newtonian memenuhi persamaan berikut (Cheryan 1998),
⎛ 6nb + 2 v ⎝ nb d h
γ w = ⎜⎜
⎞ ⎟⎟ ⎠
(18)
sehingga koefisien perpindahan massa dapat diekpresikan dalam persamaan,
⎛ 6nb + 2 v D 2 ⎞ ⎟⎟ k = 0.81⎜⎜ n d L b h ⎝ ⎠
1/ 3
(19)
Penelitian tentang pengembangan teori perpindahan massa telah banyak dilakukan.
Modifikasi
teori
terutama
dilakukan
berdasarkan
pengaruh
hidrodinamika sistem filtrasi terhadap fluksi permeat. Faktor hidrodinamika yang memainkan peranan penting dalam membentuk perilaku fluksi antara lain tekanan transmembran dan laju alir (Youravong et al. 2003), ukuran partikel (Song & Elimelech 1995a), konsentrasi dan viskositas umpan (Pritchard et al. 1995), serta sifat reologi umpan (Shen & Probstein 1977). Beberapa ringkasan hasil pengembangan teori dan model semi empiris disajikan pada Tabel 3. Dari uraian hasil pengembangan model pada Tabel 3, difusi zat terlarut memainkan peranan yang penting dalam mekanisme perpindahan massa.
Ada
beberapa faktor dominan yang berpengaruh terhadap mekanisme perpindahan massa pada filtrasi membran, yaitu ukuran partikel, konsentrasi partikel, konsentrasi umpan, dan sifat reologi umpan. Model Pritchard et al. (1995) serta model Charcosset dan Choplin (1996) merupakan pengembangan model Shen dan Probstein (1977) yang mempertimbangkan pengaruh konsentrasi umpan terhadap difusi zat terlarut serta sifat reologi umpan.
Ketiga model tersebut
mengabaikan interaksi antar partikel yang terkandung di dalam larutan sehingga lebih sesuai untuk makromolekul yang memiliki ukuran partikel relatif kecil. Berdasarkan ketiga model tersebut reologi umpan menjadi faktor yang cukup berpengaruh terhadap fluksi.
Penggabungan model thin film yang umumnya
diekspresikan dalam bentuk persamaan bilangan tak berdimensi dengan sifat reologi umpan menjadi hal yang menarik karena dapat memberikan gambaran perilaku fluksi yang berbeda. Dengan demikian, penggabungan tersebut cukup menarik jika dijadikan sebagai acuan untuk menggambarkan mekanisme perpindahan massa pada proses mikrofiltrasi jus jeruk.
21 Tabel 3 Ringkasan hasil penelitian pengembangan teori dan model semi empiris untuk memprediksi fluksi Referensi
Sistem
Parameter operasi
Hasil
Shen & Probstein (1977)
UF, plate paralel
Makromolekul (bovine serum albumin), aliran laminar, Newtonian.
Mengembangkan model untuk fluksi batas menggunakan model Michaels dengan menambahkan pengaruh variabel koefisien difusi dan viskositas sebagai faktor koreksi. Modifikasi model dilakukan dengan mengganti variabel koefisien difusi pada aliran umpan dengan koefisien difusi pada konsentrasi gel. Pengetahuan tentang reologi larutan makromolekul sangat diperlukan untuk menghasilkan metode sederhana dalam penentuan koefisien difusi pada larutan makromolekul yang berkonsentrasi tinggi. Prediksi fluksi berdasarkan model yang dikembangkan sesuai dengan data eksperimen Blatt et al. (1970).
Zidney dan Colton (1986)
MF
Suspensi, sel darah merah, Cw = 0.95
Mengembangkan model polarisasi konsentrasi berdasarkan persamaan Leveque, dan koefisien difusi Eckstein. Fluksi berbanding lurus dengan laju geser membran dan pangkat 4/3 dari ukuran partikel. Pada fenomena polarisasi, difusi partikel yang tergantung pada laju geser (shear-induce diffusion) merupakan faktor kritis untuk meningkatkan fluksi. Viskositas suspensi yang tergantung pada konsentrasi berpengaruh kuat terhadap fenomena polarisasi. Prediksi fluksi berdasarkan model yang dikembangkan sesuai dengan data eksperimen. Prediksi fluksi dengan model difusi Brownian menghasilkan nilai prediksi yang lebih rendah. Prediksi dengan model kecepatan angkat (inertial lift) menghasilkan nilai prediksi yang lebih tinggi dari data eksperimen.
Davis dan Birdsell (1987)
MF
Suspensi, partikel acrylic latex berdiameter 150-212 μm, Newtonian, aliran laminar
Menghasilkan model stratified-flow untuk memprediksi fluksi pada kondisi tunak. Laju alir, tekanan dan ketebalan lapisan partikel yang terkonsentrasi sebagai parameter sistem. Ketebalan lapisan gel meningkat dengan meningkatnya jarak dari saluran masuk, konsentrasi partikel dalam suspensi, tekanan transmembran, dan viskositas relatif dari lapisan cake. Ketebalan lapisan cake menurun dengan meningkatnya tahanan membran dan tegangan geser tangensial. Keterbatasan model ini adalah mengasumsikan lapisan cake sebagai fluida Newtonian.
22 Tabel 3 Lanjutan Referensi
Sistem
Parameter operasi
Hasil
Davis dan Leighton (1987)
MF
Suspensi koloid, mikroorganisme, partikel padat berukuran 0.1 - 1μm, aliran laminar
Mengembangkan model untuk menggambarkan mekanisme difusi hidrodinamika yang dipengaruhi oleh geseran. Model ini diperkenalkan untuk menggambarkan migrasi lateral partikel yang meninggalkan dinding berpori jika lapisan yang terbentuk mendapat geseran. Pada kondisi tunak, difusi partikel di dalam lapisan diseimbangkan oleh konveksi partikel menuju dinding berpori.
Romero dan Davis (1990)
MF
Suspensi dianggap Newtonian, aliran laminar, suspensi encer
Menghasilkan model transien yang didasarkan pada konsep shear-induce diffusion. Peneliti mengkombinasikan efek shear induce diffusion dan perpindahan lapisan partikel secara konveksi untuk menggambarkan pergerakan lapisan partikel yang terkonsentrasi pada permukaan membran. Profil konsentrasi partikel lokal ditentukan dengan menyeimbangkan pergerakan partikel secara konveksi menuju membran dengan shear-induce diffusion yang meninggalkan membran. Model ini memprediksi bahwa pembentukan awal lapisan yang masih mengalir berlangsung sangat cepat dan berikutnya adalah pembentukan lapisan stagnan yang berkontribusi terhadap penurunan fluksi, terjadi beberapa menit atau beberapa jam tergantung pada kondisi operasi.
Davis dan Sherwood (1990)
MF
Aliran laminar, fine particle sebagai fluida Newtonian, suspensi encer, Φw = 0.6, partikel berbentuk bulat, kaku, seragam
Menghasilkan persamaan yang sama berdasarkan persamaan difusi-konveksi ketika lapisan batas polarisasi konsentrasi mencapai kondisi tunak. Pada kondisi ini, mekanisme perpindahan balik partikel didominasi oleh shear-induce diffusion. Interaksi antar partikel diabaikan. Fluksi permeat menurun jika konsentrasi partikel di dalam suspensi umpan meningkat.
Keterangan : UF : ultrafiltrasi L : panjang membran MF : mikrofiltrasi d : diameter membran TMP : tekanan transmemban T : suhu v : laju alir Cw : konsentrasi gel pada permukaan membran
23 Tabel 3 Lanjutan Referensi
Sistem
Parameter operasi
Pritchard et al. (1995)
UF, - tubular : * PES, 65 kDa, L : 1 m, d : 12.5 mm, A : 392 cm2 - flat sheet : * PS, 100 kDa, L:145 mm, d : 1mm, A: 330 cm2 - tangki umpan : 2.5 liter - resirkulasi 30 mnt
Gum xantan dan pektin, aliran laminar dan turbulen, laju alir,
Charcosset dan UF, keramik, 50 Choplin (1996) kDa, L : 1.2 m, d : 6 mm , A: 0.022 m2, T : 20 ±2 °C.
* Gum xantan : Cw : 250 g/kg, Cb: -1 1g/kg, v : 0.6 m dtk
Hasil Prediksi fluksi menggunakan model film, koefisien perpindahan massa dikembangkan berdasarkan perubahan reologi secara alami dari larutan umpan. Prediksi fluksi untuk gum xantan sesuai dengan data eksperimen.
* Pektin :
Prediksi fluksi untuk pektin pada modul flat sheet tidak sebagus gum xantan. Cw : 40 g/kg, Cb: Nilai prediksi lebih tinggi dari nilai -1 1g/kg, v : 0.6 m dtk eksperimen pada konsentrasi umpan Tubular : v = 1.3, 2, 2.7 sampai dengan 15 g/kg, konsentrasi > 15 -1 m dtk . g/kg menghasilkan nilai fluksi prediksi yang lebih rendah dari nilai eksperimen. T : 45 ± 0.5 °C Koefisien perpindahan massa tergantung TMP : 2.5 ± 0.1 bar pada viskositas umpan. Pada kondisi laminar, koefisien perpindahan massa meningkat jika konsentrasi umpan meningkat karena tingginya tegangan geser pada dinding membran. Fenomena ini dapat terjadi jika lapisan cake telah terbentuk. 6
Gum xantan (2x10 kDa), pektin (2 x 106 kDa), poliakrilamida (1 x 106 kDa) Asumsi : permukaan membran seragam, fluksi menuju membran secara konveksi dan laju perpindahan bahan terejeksi oleh kombinasi konveksi dan difusi, perpindahan massa di dalam lapisan batas diabaikan.
Mengembangkan model empiris untuk koefisien perpindahan massa dari fluida non-Newtonian berdasarkan analogi perpindahan massa untuk kondisi pendinginan dan menyertakan efek indeks perilaku aliran yang tergantung pada konsentrasi. TMP limit : xantan (2 bar), pektin (3 bar), poliakrilamida (4 bar). Ketergantungan fluksi tunak pada kecepatan aksial bervariasi sesuai dengan derajat pseusoplastisitas larutan umpan. Ketergantungan fluksi terhadap kecepatan aksial sama dengan ketergantungan koefisien perpindahan massa terhadap kecepatan aksial
Model Zidney-Colton, Davis-Birdsell, Davis-Leighton, Romero-Davis, dan Davis-Sherwood mempertimbangkan pengaruh konsentrasi partikel terhadap perilaku fluksi. Perbedaannya adalah model Zidney-Colton memfokuskan pembahasan pada pengaruh ukuran dan konsentrasi partikel terhadap laju difusi zat terlarut dalam bentuk shear-induce diffusion dengan asumsi bahwa ketebalan lapisan cake pada permukaan membran konstan.
Model Davis-Birdsell, Davis-
Leighton, dan Romero-Davis memfokuskan pembahasan pada pengaruh konsentrasi partikel terhadap ketebalan lapisan cake yang terbentuk dan ukuran partikel berbanding terbalik dengan fluksi permeat (difusi Brownian).
Model
24 Davis dan Sherwood (1990) merupakan penggabungan model shear-induce difussion dengan model-model sebelumnya (Davis & Birdsell
1987, Davis &
Leighton 1987, Romero & Davis 1990) dengan pertimbangan ketebalan lapisan cake pada permukaan membran bersifat tidak konstan. Berdasarkan uraian di atas, model shear-induce diffusion merupakan model yang umum digunakan pada mikrofiltrasi. Model shear-induce diffusion merupakan pengembangan model thin film yang memfokuskan pada pengaruh difusi karena geseran dan ukuran partikel terhadap peningkatan fluksi. Fenomena shear-induce diffusion pertama kali diperkenalkan oleh Eckstein et al. (1977).
Koefisien shear-induce diffusion ditentukan berdasarkan persamaan
(20):
D = rs γ w f (φ ) 2
(20)
dimana :
γw = laju geser pada dinding membran (dtk -1) rs = jari-jari partikel (m) f(Φ) = fungsi fraksi volume partikel Model Zidney-Colton dan Davis-Sherwood mewakili dua model mikrofiltrasi yang memperlihatkan dua mekanisme perpindahan massa yang agak berbeda, sehingga cukup menarik apabila dijadikan sebagai acuan untuk menggambarkan mekanisme perpindahan massa pada proses mikrofiltrasi jus jeruk. Berikut ini adalah penjelasan tentang model shear-induce diffusion Zidney-Colton dan Davis-Sherwood. Zidney dan Colton (1986) memperkenalkan model polarisasi gel untuk menggambarkan fluksi filtrat selama proses mikrofiltrasi partikel dengan memperhitungkan koefisien difusi berdasarkan persamaan shear-induce diffusion Eckstein dengan menetapkan nilai f(Φ) = 0.03. Jika umpan yang digunakan memiliki fraksi volume partikel Φb << Φw atau suspensi bersifat encer, maka diperoleh persamaan (21) :
⎛ φ w rs 4 J v = 0 . 126 γ w ⎜⎜ ⎝ φb L
⎞ ⎟ ⎟ ⎠
1/ 3
dimana :
Jv = fluksi permeat (L m-2 jam-1) L = panjang membran (m)
(21)
25
γw=laju geser pada dinding membran (dtk-1) Φw =fraksi volume partikel pada dinding membran Φb= fraksi volume partikel pada umpan Untuk umpan yang memiliki fraksi volume Φw- Φb << Φw atau suspensi bersifat pekat diperoleh persamaan (22):
⎛r 4 J v = 0 .078 ⎜⎜ s ⎝ L
⎞ ⎟ ⎟ ⎠
1/ 3
⎛φ ⎞ γ w ln ⎜⎜ w ⎟⎟ ⎝ φb ⎠
(22)
Beberapa asumsi lain yang digunakan dalam pengembangan model polarisasi konsentrasi Zidney dan Colton adalah : 1. konsentrasi pada dinding membran (Cw) konstan pada nilai maksimum, 2. profil kecepatan adalah linier, 3. laju geser dan konsentrasi umpan tidak tergantung pada posisi aksial, 4. rasio antara laju alir volumetrik filtrat dengan laju alir suspensi yang masuk adalah kecil, 5. partikel berbentuk bola dan kaku. Davis dan Sherwood (1990) melakukan pengembangan persamaan difusikonveksi untuk kondisi dimana lapisan batas yang terpolarisasi konsentrasi berada pada kondisi tunak. Pengembangan persamaan ini dikhususkan untuk mikrofiltrasi suspensi encer (Φb < 0.1) yang mengandung satu ukuran partikel berbentuk bola, bersifat kaku dan tidak adhesif. Mekanisme perpindahan balik partikel didominasi oleh shear-induce diffusion. terlarut dalam lapisan batas diasumsikan
Konsentrasi maksimum zat
Φw ≈ 0.6, sehingga menghasilkan
persamaan (23):
⎛φ r 4 J v = 0 . 072 γ w ⎜⎜ w s ⎝ φb L
⎞ ⎟ ⎟ ⎠
1/ 3
(23)
Beberapa asumsi lain yang digunakan dalam pengembangan model shearinduce diffusion Davis-Sherwood adalah : 1. suspensi bersifat Newtonian, 2. komponen kecepatan transmembran lebih rendah daripada karakteristik kecepatan tangensial, 3. lapisan partikel yang mengalir cukup tipis, sehingga nilai tegangan geser adalah konstan, 4. aliran suspensi berkembang penuh dan laminar.
III. BAHAN DAN METODE 3.1. Bahan dan Peralatan 3.1.1. Bahan Bahan baku yang digunakan dalam penelitian ini adalah jeruk siam Pontianak yang dibeli di pasar tradisional yang terdapat di wilayah Bogor. Bahan-bahan kimia yang digunakan meliputi bahan untuk menganalisa komposisi kimia jus jeruk yaitu standar limonin 70% dan standar naringin 90% (Sigma), kloroform, HClO4, 4-dimetilamino benzaldehida, CH3COOH pekat, dietilen glikol (E.Merck, Darmtadt, Jerman), NaOH, KI, I2, pati, fenolftalin, HCl pekat, asam oksalat, natrium hipoklorit, dan kertas saring. 3.1.2. Peralatan Peralatan yang digunakan dalam penelitian ini adalah alat untuk ekstraksi jeruk yaitu pulper buah-buahan (paten Balai Besar Litbang Pascapanen Pertanian no. S00200400044) dan membran mikrofiltrasi (GDP Filter) dengan modul berbentuk hollow fiber, berbahan baku polipropilena (PP) (Gambar 7). Modul membran berukuran pori 0.1 µm dengan luas area 1 m2 dan panjang 0.3981 m. Jumlah fiber membran sebanyak 1600 buah berdiameter 0.5 mm.
Gambar 7
Rangkaian membran mikrofiltrasi.
Alat-alat yang digunakan untuk pengujian produk antara lain refraktometer ABBE, piknometer, mikroskop optik (Zeiss), rheometer (Digital Rheometer DVIII+, Brookfield), spektrofotometer UV (tipe U2010, Hitachi), sentrifus mikro
27
(tipe TX-160, Tomy), pH meter, vortex, neraca, pipet dan alat-alat gelas seperti gelas ukur, gelas piala, tabung reaksi, tabung eppendof, pengaduk serta saringan stainless steel 65 mesh, 150 mesh dan 200 mesh. 3.2. Metode Penelitian Penelitian dilakukan mulai bulan April 2007 sampai bulan Desember 2007 yang dilaksanakan di Laboratorium Teknologi Kimia, Laboratorium Bioindustri Departemen Teknologi Industri Pertanian, FATETA, dan Laboratorium Balai Besar Litbang Pasca Panen Pertanian. Penelitian dilakukan dalam dua tahap. Tahap pertama merupakan penelitian pendahuluan yang meliputi penentuan sifat fisikokimia serta reologi jus jeruk, pengukuran fluksi air awal dan tahanan membran awal, dan penentuan kondisi tunak operasi mikrofiltrasi. Tahap kedua adalah penelitian utama yang meliputi proses mikrofiltrasi jus jeruk dan pengujian model. Sebelum dilakukan penelitian pendahuluan, terlebih dahulu dilakukan persiapan bahan baku berupa pembuatan jus jeruk. Proses pembuatan jus jeruk dimulai dengan melakukan sortasi terhadap buah jeruk. Sortasi bertujuan untuk memisahkan buah-buah yang busuk sehingga kontaminasi mikroba terhadap jus dapat dikurangi.
Selanjutnya buah jeruk dicuci dengan tujuan untuk
membersihkan kulit buah dari kotoran-kotoran seperti tanah, lumpur, mikroba (terutama jamur), dan sisa – sisa pestisida yang melekat. Kemudian dilakukan pengupasan kulit buah jeruk.
Pengupasan kulit bertujuan untuk menghindari
masuknya komponen minyak dari kulit ke dalam jus ketika proses ekstraksi. Setelah
proses
pengupasan,
dilakukan
proses
ekstraksi
dengan
cara
memasukkan daging buah jeruk ke dalam mesin pulper. Proses ekstraksi ini menghasilkan jus jeruk.
Jus jeruk ditampung di dalam wadah, sedangkan
ampasnya yang berupa biji dan pulp langsung terpisah dan kemudian dibuang. Selanjutnya dilakukan penyaringan berseri terhadap jus jeruk hasil ekstraksi. Penyaringan bertujuan untuk memisahkan sisa-sisa serat dan partikel berukuran
besar yang terikut di dalam jus.
beberapa tahap.
Penyaringan dilakukan dalam
Penyaringan pertama dilakukan dengan menggunakan
saringan berukuran sekitar 40 mesh. Tujuannya adalah untuk menyaring partikel – partikel yang ukurannya masih sangat besar seperti serat-serat kasar, pulp pembungkus jus, biji kecil yang terikut di jus sehingga dapat mempercepat proses penyaringan selanjutnya.
Setelah itu dilakukan penyaringan kembali
28
secara berturut-turut menggunakan saringan stainless steel berukuran 65 mesh, 150 mesh, dan 200 mesh.
Penyaringan pada tahap ini bertujuan untuk
mengurangi jumlah partikel yang masih cukup besar sebelum jus difiltrasi menggunakan membran. Apabila jus masih mengandung partikel yang sangat besar, ketika proses mikrofiltrasi kinerja membran dapat terganggu, sehingga fluksi yang dihasilkan lebih kecil dan membran menjadi lebih cepat tersumbat. Jus jeruk yang menjadi larutan umpan mikrofiltrasi adalah yang telah lolos saringan 200 mesh. Tahapan akhir dalam pembuatan jus jeruk adalah pasteurisasi.
Seperti
produk pangan pada umumnya, jus jeruk merupakan media yang sangat baik untuk pertumbuhan mikrorganisme sehingga menyebabkan bahan menjadi cepat rusak. Karena itu, perlu dilakukan pasteurisasi. Pada penelitian ini, pasteurisasi menggunakan metode oleh Sukasih dan Setyadjit (2006) yang dikembangkan dengan modifikasi waktu.
Hasil penelitian Sukasih dan Setyadjit (2006)
menunjukkan bahwa pasteurisasi jus jeruk tanpa pengawet yang aman dilakukan pada kombinasi suhu dan waktu masing-masing
adalah 85°C (10.05 menit),
80°C (12.88 menit), 75°C (16.62 menit), 70°C (21.19 menit) dan 65°C (27.17 menit).
Modifikasi waktu dilakukan karena jus yang digunakan tidak untuk
disimpan dalam jangka waktu lama, tetapi hanya menunggu proses mikrofiltrasi. Pasteurisasi dilakukan pada suhu 70 ºC selama 10 menit saja. Diagram alir proses pembuatan jus jeruk dapat dilihat pada Gambar 8. 3.2.1. Penelitian pendahuluan Penelitian pendahuluan dilakukan untuk menentukan sifat fisikokimia dan reologi jus jeruk, pengukuran fluksi air dan tahanan membran awal sebelum digunakan dan penentuan kondisi tunak operasi mikrofiltrasi. Penentuan sifat fisikokimia jus meliputi : penentuan persentase berat dari masing-masing bagian jeruk (kulit, pulp, jus, dan biji), pengukuran densitas dan viskositas jus, pengukuran partikel jus menggunakan mikroskop optik serta penentuan komposisi kimia jus jeruk (pH, total padatan terlarut, total asam, kandungan vitamin C, konsentrasi limonin, dan konsentrasi naringin). Pada penelitian ini juga dilakukan analisa komponen kimia mayor yang terkandung di dalam jus jeruk yang meliputi kadar air, kadar abu, kadar lemak, kadar protein, kadar serat kasar, dan kadar pektin. Analisa dilakukan terhadap jus segar dan jus yang telah dipasteurisasi.
29
Gambar 8 Diagram alir proses pembuatan jus jeruk. 3.2.1.1. Penentuan sifat fisikokimia jus Densitas jus jeruk diukur menggunakan piknometer pada suhu 20°C dan 29°C. Sedangkan pengukuran viskositas jus jeruk dilakukan menggunakan rheometer Brookfield pada kondisi putaran antara 100 – 200 rpm dan suhu 25°C - 26°C. Spindel yang digunakan adalah LV2. Penentuan sifat reologi jus jeruk dilakukan dengan cara memplot nilai viskositas terhadap nilai laju geser. Nilai
30
indeks perilaku aliran (n) ditentukan dengan memplot nilai ln viskositas terhadap nilai ln laju geser. Pengukuran
partikel
dilakukan
dengan
melihat
preparat
jus
hasil
penyaringan 65 mesh, 150 mesh dan 200 mesh pada mikroskop optik dengan perbesaran 40 kali. Setelah proses mikrofiltrasi, permeat hasil filtrasi juga dilihat pada mikroskop optik. Total padatan terlarut (º Brix) diukur dengan menggunakan refraktometer, sedangkan pH jus diukur dengan menggunakan pH meter. Total asam yang dinyatakan dalam bentuk persen sitrat anhidrat diukur dengan metode titrasi AOAC (1999), sedangkan rasio ºBrix / asam dihitung menggunakan persamaan (1). Konsentrasi
limonin
ditentukan
dengan
menggunakan
metode
spektrofotometer yang dikembangkan oleh Vaks dan Lifshiftz (1981), Noomhorm dan Kasemsuksakul (1992), serta Abbasi et al. (2005), sedangkan konsentrasi naringin ditentukan dengan menggunakan metode spektrofotometer yang dikembangkan oleh Davis (1947) serta Mishra dan Kahr (2003) yang dimodifikasi oleh Setyadjit (2005).
Prosedur pengukuran densitas, viskositas, total padatan
terlarut, kandungan vitamin C, konsentrasi limonin dan konsentrasi naringin secara lebih rinci disajikan pada Lampiran 1. 3.2.1.2. Pengukuran fluksi air Selanjutnya dilakukan pengukuran fluksi air awal dan tahanan membran awal. Pengukuran fluksi dilakukan setiap menit dengan cara mengukur waktu yang diperlukan untuk memperoleh permeat sebanyak 100 ml menggunakan stopwatch (Gambar 9). Nilai fluksi ditentukan dengan cara memasukkan data waktu yang diperoleh ke dalam persamaan (4). Pengukuran fluksi air awal dilakukan dengan cara mengoperasikan membran pada tekanan transmembran 1.26 bar dan laju alir 0.13 m dtk-1 selama 60 menit.
Pengaturan tekanan
transmembran dilakukan dengan cara menutup secara perlahan katup retentat (V-8) sebagaimana terlihat pada Gambar 10, sampai jarum pada kedua pressure gauge (I-1 dan I-2) menunjukkan perubahan. Pengukuran tahanan membran awal dilakukan dengan cara mengukur fluksi air murni pada tekanan transmembran 1.18 – 1.44 bar masing-masing selama 20 menit dan laju alir 0.13 m dtk-1. Tahanan membran awal diperoleh dengan cara memplot nilai fluksi yang dihasilkan terhadap nilai tekanan transmembran.
31
Gambar 9 Pengukuran fluksi permeat dan retentat. 3.2.1.3. Penentuan kondisi tunak Tahapan berikutnya adalah menentukan kondisi tunak mikrofiltrasi jus jeruk yang meliputi waktu dan tekanan transmembran operasi. Mode operasi mikrofiltrasi yang digunakan adalah sistem resirkulasi yang mana aliran permeat dan retentat dikembalikan lagi ke tangki umpan (Gambar 10). Resirkulasi dilakukan dengan cara menutup katup V-2, V-4, V-8 dan V-9, sedangkan katup V-1, V-3, V-5, V-6 dan V-7 dibuka. Umpan yang ada di dalam tangki (E-1) disedot oleh pompa (E-2) menuju membran (E-3) dan keluar dari dua sisi, yaitu sisi permeat dan retentat. Permeat mengalir melalui katup V-5, V-6 dan selanjutnya kembali ke umpan, sedangkan retentat mengalir melalui I-2, V-7 dan kembali ke umpan. Volume umpan yang digunakan sebanyak 1 liter. Penentuan kondisi tunak proses mikrofiltrasi, dilakukan dengan cara mengoperasikan membran pada tekanan transmembran 1.22 bar pada laju alir 0.09 m dtk-1 selama 40 menit dan pada tekanan transmembran 1.35 bar pada laju alir 0.06 m dtk-1 selama 22 menit. Pengukuran fluksi (Gambar 10) dilakukan setiap menit. Waktu tunak operasi adalah waktu ketika nilai fluksi dan rejeksi limonin serta naringin mulai konstan tercapai.
32
Gambar 10
Skema proses mikrofiltrasi jus jeruk.
Setelah diperoleh waktu tunak operasi, dilakukan penentuan tekanan transmembran tunak.
Penentuan tekanan transmembran tunak dilakukan
dengan cara mengoperasikan membran mikrofiltrasi pada kisaran tekanan transmembran 1 – 2 bar dengan laju alir cross flow umpan 0.08 m dtk-1 selama waktu tunak.
Tekanan transmembran tunak adalah tekanan transmembran
ketika nilai fluksi mulai mencapai titik konstan. Waktu dan tekanan transmembran tunak yang diperoleh dijadikan sebagai kondisi operasi pada tahapan penelitian selanjutnya. Parameter yang dilihat pada tahapan ini adalah pengaruh tekanan transmembran terhadap fluksi, rejeksi, dan kualitas permeat. Untuk menjaga agar daya tahan dan kinerja membran tetap baik, sebelum dan setelah selesai operasi dilakukan pencucian membran.
Metode pencucian
yang digunakan adalah metode backwash. Pencucian dilakukan dengan metode backwash menggunakan air hangat (suhu 40 ºC) selama lebih kurang 10 menit. Setelah dilakukan backwash, selanjutnya membran dicuci dengan menggunakan larutan NaOH (0.05 %) dengan selang pH larutan pencuci antara 10 -11 dengan sistem diresirkulasi selama lebih kurang 1 jam.
Efektifitas pencucian ditentukan
dengan cara mengukur fluksi air sebelum membran digunakan dan setelah membran dicuci. Setelah digunakan membran harus tetap dalam kondisi basah. Karena itu penyimpanan dilakukan dengan cara merendam modul dalam larutan hipoklorit 200 ppm.
33
3.2.2 Penelitian utama 3.2.2.1. Mikrofiltrasi jus jeruk Pada setiap awal proses mikrofiltrasi, terlebih dahulu dilakukan analisa larutan umpan yang meliputi : pengukuran pH, total padatan terlarut (ºBrix), total asam,
kandungan vitamin C, konsentrasi limonin, dan konsentrasi naringin di
dalam jus awal. Pada tahapan penelitian utama, mikrofiltrasi jus jeruk dilakukan dengan mengoperasikan membran pada tekanan transmembran tunak selama waktu tunak dengan variasi laju alir cross flow umpan yang berkisar antara 0.05 – 0.09 m dtk-1. Volume umpan yang digunakan sebanyak satu liter. Parameter yang dilihat pada tahapan ini adalah pengaruh laju alir terhadap fluksi, rejeksi, dan kualitas jus jeruk. Jus jeruk diresirkulasi selama waktu tunak, setelah itu dilakukan pengambilan contoh baik dari sisi permeat maupun sisi retentat secara bergantian, kemudian dilakukan pengukuran fluksi. Pada saat pengambilan contoh permeat, katup V-7 dibuka dan V-9 sedangkan katup V-8 ditutup. Pada saat pengambilan contoh retentat, katup V-7 dan V-9 ditutup sedangkan katup V8 dibuka. Analisa terhadap kualitas permeat dan rententat dilakukan meliputi pengukuran pH, total padatan terlarut (º Brix), total asam, rasio ºbrix / asam, kandungan vitamin C, konsentrasi limonin, dan konsentrasi naringin.
Hasil
terbaik yang diperoleh adalah kondisi proses yang menghasilkan fluksi terbesar dan tingkat rejeksi limonin serta naringin tertinggi atau konsentrasi limonin dan naringin di dalam permeat yang paling rendah. Setelah hasil permeat terbaik diperoleh, dapat diketahui kondisi operasi yang terbaik untuk menghasilkan fluksi dan rejeksi tertinggi. Kondisi operasi ini selanjutnya digunakan untuk memprediksi nilai fluksi berdasarkan model matematik. 3.2.2.2. Pengujian Model Pada tahapan ini dilakukan pengujian terhadap model perpindahan massa pada lapisan tipis (thin film) berdasarkan pendekatan analisis bilangan tak berdimensi yang menggunakan dua perhitungan difusi, yaitu difusi Brownian dan shelf-diffusion dan menambahkan sifat reologi jus sebagai faktor koreksi, model shear-induce diffusion Zidney-Colton, serta model Davis-Sherwood. Konsentrasi limonin dan naringin di dalam jus jeruk sangat rendah sehingga konsentrasi gel sangat sulit tercapai. Jus jeruk mengandung berbagai komponen
34
kimia salah satunya adalah pektin, maka pada penelitian ini nilai Cw limonin dan naringin diasumsikan sama dengan nilai Cw
pektin menurut Pritchard et al.
(1995). Pengujian
model
dilakukan
dengan
mengevaluasi
variabel
yang
berpengaruh terhadap fluksi yaitu laju alir cross flow umpan yang disesuaikan dengan sifat reologi jus jeruk. Parameter yang diuji adalah fluksi permeat. Penghitungan fluksi dilakukan dengan cara memasukkan nilai kondisi operasi yaitu laju alir cross flow serta nilai karakteristik jus jeruk seperti ukuran partikel, konsentrasi partikel, dan nilai n (indeks perilaku aliran) ke dalam persamaan matematik dari model yang digunakan. Penghitungan fluksi model didasarkan pada pendekatan nilai koefisien perpindahan massa. Nilai koefisien perpindahan massa dihitung berdasarkan pendekatan nilai koefisien difusi Brownian dan nilai koefisien self-diffusion. Fluksi yang diperoleh dari hasil percobaan dibandingkan dengan fluksi yang dihitung berdasarkan model. Secara lebih rinci tahapan penelitian utama disajikan pada Gambar 11.
35
Gambar 11
Diagram alir tahapan penelitian utama.
IV. HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1. Pemisahan Limonin dan Naringin dari Jus Jeruk dengan Mikrofiltrasi 4.1.1. Penyaringan awal Pada proses pembuatan jus, dari buah jeruk dihasilkan jus sebanyak 42.99 %.
Sisanya adalah kulit sebesar 16.11 %, pulp sebesar 29.89 % dan biji
sebanyak 2.74 %. Kehilangan bagian buah juga terjadi selama proses ini yaitu sebesar 8.27 % (Tabel 4). Kehilangan bagian buah kemungkinan terjadi pada proses ekstraksi.
Setelah proses ekstraksi masih terdapat bagian buah
(terutama pulp) yang menempel pada sikat serta saringan di dalam mesin pulper dan hanya dapat dibersihkan dengan air, sehingga tidak dapat dimasukkan ke dalam hasil percobaan. Selain itu kehilangan bagian buah juga terjadi karena tercecer, tumpah dan menempelnya pulp pada saringan ketika proses penyaringan berseri. Tabel 4 Persentase berat bagian-bagian buah Bagian buah
Persentase (%)
Berat awal buah Kulit Pulp Biji Sari buah Jumlah Total Loss Total Hasil
pengamatan
terhadap
16.11 29.89 2.74 42.99 91.73 8.27 100.00 partikel
menunjukkan
bahwa
pengurangan jumlah partikel besar di setiap tahapan penyaringan.
terjadi Menurut
Mizrahi dan Berk (1970), jus jeruk merupakan suspensi yang terdiri dari partikel yang heterogen. Ukuran partikel bervariasi antara 0.05 μm – kurang dari 100 μm.
Partikel terbesar yang lolos pada penyaringan 65 mesh (Gambar 12)
berdiameter 10.8 - 15.7 µm, sedangkan yang berbentuk serat memiliki panjang 341.1 µm dan lebar 99.7 µm. Partikel yang berukuran besar ini kemungkinan merupakan albedo, segmen, dan dinding gelembung jus yang ikut terekstraksi. Penyaringan 150 mesh berhasil mengurangi jumlah partikel besar terutama serat-serat (Gambar 13 dan Tabel 5). Hasil pengukuran terhadap partikel jus
37
diperoleh partikel karoten berdiameter 3.6 - 4.5 µm. Partikel terbesar yang masih lolos pada penyaringan ini berdiameter 7.2 µm. Partikel terkecil yang masih lolos pada penyaringan tahap ini berukuran 1.8 – 2.2 µm (berwarna putih berbentuk bulat).
Gambar 12 Partikel jus hasil penyaringan dengan filter 65 mesh
Gambar 13 Partikel jus hasil penyaringan dengan filter 150 mesh. Hasil penyaringan 200 mesh menunjukkan bahwa terjadi pengurangan jumlah karotenoid (Gambar 14 dan Tabel 5). Partikel terbesar yang masih lolos pada penyaringan ini berdiameter 3.6 – 4.5 µm, sedangkan partikel kecil berukuran 1.8 – 2.2. µm. Kumpulan partikel putih yang berbentuk seperti rantai ini merupakan cloud yang mana menurut (Cready 1977; Rouse 1977) terdiri dari pektin, lemak dan fosfor dan senyawa-senyawa lainnya yang membentuk agregat dan sangat sulit untuk diidentifikasi. Menurut Mizrahi dan Berk (1970),
38
partikel yang berukuran di bawah 2 μm membentuk cloud yang stabil. Fraksi partikel ini terdiri dari kristal hesperidin yang berbentuk seperti jarum, kromoplastida, partikel yang amorf, dan globula minyak yang terikut pada beberapa partikel tersebut. Kristal hesperidin ini sebagian terbentuk karena kristalisasi seketika setelah proses ektraksi jus.
1.8 μm
Gambar 14 Partikel jus hasil penyaringan dengan filter 200 mesh. Pada penyaringan dengan menggunakan filter yang ukurannya lebih kecil, yaitu membran milipore berukuran pori 0.45 µm (Gambar 15), terlihat jelas bahwa partikel kecil berwarna putih yang pada jus hasil penyaringan filter 200 mesh masih cukup banyak jumlahnya (± 70%), setelah dilakukan penyaringan dengan membran Milipore ini jumlahnya menjadi jauh berkurang (Tabel 5). Masih ditemukan partikel jus yang berdiameter 1.8 – 2.2
µm lolos pada
penyaringan ini.
Gambar 15 Hasil penyaringan dengan membran milipore berukuran 0.45 µm.
39
Tabel 5 Pengurangan jumlah partikel pada hasil penyaringan berseri dan membran milipore 0.45 µm dibandingkan dengan hasil penyaringan 65 mesh Pengurangan jumlah partikel
Tahapan penyaringan
Panjang = 341.1 µm Lebar = 99.7 µm (serat)
Diameter : 7.2 - 15.7 µm (kromoplas)
Diameter : 3.6 - 4.5 µm (karotenoid)
Diameter : 1.8 – 2.2 µm (partikel putih)
150 mesh
100 %
± 30 %
± 30%
± 10 %
200 mesh
100 %
100 %
± 60%
± 40 %
Membran milipore 0.45 µm
100 %
100 %
100 %
± 99 %
Analisis terhadap jus jeruk hasil proses penyaringan awal sampai dengan pasteurisasi
memperlihatkan
terjadinya
perubahan
konsentrasi
limonin,
konsentrasi naringin, total asam, dan kandungan vitamin C, sedangkan pH dan total padatan terlarut tidak mengalami perubahan (Tabel 6).
Selama proses
penyaringan, konsentrasi limonin dan naringin serta total asam mengalami penurunan dan meningkat kembali setelah proses pasteurisasi.
Peningkatan
konsentrasi limonin setelah pasteurisasi menurut Mozaffar et al.
(2000)
disebabkan oleh esterifikasi senyawa prekursor limonoate A-ring lactone acid di dalam jus yang berasa tidak pahit menjadi senyawa limonin akibat peningkatan temperatur jus sehingga jus yang dihasilkan menjadi sangat pahit. Tabel 6 Perubahan pH, vitamin C, total padatan terlarut , total asam, konsentrasi limonin dan naringin selama penyaringan awal. Sampel
pH
Vitamin C (mg as.askorbat /100 ml )
Total padatan terlarut (°Brix)
Total asam (%)
Rasio Brix/asam
Konsentrasi limonin -1 (µg ml )
Konsentrasi naringin (µg ml-1)
Jus awal
4.8
63.94
11
2.10
5.24
13.12
141.62
Saringan 65 mesh
4.8
60.22
11
1.79
6.15
11.62
159.60
Saringan 150 mesh
4.8
46.81
10.9
1.91
5.72
10.83
140.58
Saringan 200 mesh
4.8
44.00
10.7
1.92
5.57
6.78
137.48
Pasteurisasi
4.8
38.59
11
2.29
4.80
13.64
170.23
Vitamin C mengalami penurunan sebesar 39.65 % sampai akhir proses penyaringan. Sebagian vitamin C
kemungkinan terikut dengan partikel pulp
yang tersaring pada proses penyaringan awal, dan sebagian lagi mengalami kerusakan ketika pasteurisasi.
Pasteurisasi jus jeruk diperlukan untuk dua
alasan, yaitu untuk inaktivasi enzim yang dapat menyebabkan kehilangan cloud
40
dan membunuh mikroorganisme yang dapat menyebabkan fermentasi dan kerusakan pada sari jeruk (Chen & Chen 1998; Bates et al. 2001). Walaupun telah mengalami degradasi akibat penyaringan dan pemanasan, kandungan vitamin C pada jus jeruk yang digunakan sebagai umpan mikrofiltrasi tidak berbeda dengan nilai yang dilaporkan pada literatur, yaitu kandungan vitamin C di dalam jeruk segar sebesar 35-56 mg per 100 ml jeruk (Araujo 1977). Rasio °brix/asam dari jus yang dihasilkan masih sangat rendah (4.8 : 1) dibandingkan dengan standar USDA (1983), yaitu minimal sebesar 11.5 : 1. Karena total padatan terlarut telah sesuai dengan standar USDA yaitu 11 °Brix, maka rendahnya kualitas jus jeruk siam kemungkinan disebabkan oleh kandungan asam sitrat di dalam jus yang masih cukup tinggi yaitu di atas 1 %, Analisis terhadap komponen kimia mayor pada jus jeruk (Tabel 7), menunjukkan bahwa kadar abu, kadar lemak, dan kadar serat kasar cenderung meningkat setelah dipasteurisasi, sedangkan kadar protein cenderung menurun. Peningkatan kadar abu, kadar lemak, dan kadar serat kasar kemungkinan disebabkan oleh menguapnya sebagian komponen air akibat pemanasan pada saat pasteurisasi yang ditunjukkan dengan berkurangnya sedikit kadar air jus setelah pasteurisasi.
Penurunan kandungan protein kemungkinan disebabkan
oleh terdenaturasinya sebagian protein akibat pemanasan. Tabel 7 Hasil analisa komponen kimia mayor pada jus jeruk Kadar
Jus Jeruk Segar
Air (% bb) Abu (% bb) Lemak (% bb) Pektin (% bb) Serat kasar (% bk) Protein (%)
90.57 0.29 0.04 0.05 1.47 0.0097
Pasteurisasi 90.07 0.31 0.20 0.05 1.77 0.0073
Kandungan pektin di dalam jus jeruk siam sebesar 0.05 % tidak berbeda jauh dengan nilai dari literatur yang menyatakan bahwa konsentrasi pektin di dalam jus cukup rendah, yaitu antara 0.01 – 0.13% (Rouse 1977).
Proses
pasteurisasi tidak menyebabkan perubahan kandungan pektin di dalam jus.
41
4.1.2. Densitas dan sifat reologi jus Hasil pengukuran densitas menunjukkan bahwa densitas jus jeruk pada suhu 20° C dan 29 °C tidak berbeda yaitu 1.04 gram cm-3.
Nilai ini sesuai
dengan yang dinyatakan oleh Fellow (1988) bahwa densitas jus jeruk pada suhu 20 ºC adalah 1.04 gram cm-3. Hasil pengukuran viskositas menunjukkan bahwa viskositas jus jeruk berkisar antara 5.12 cP – 7.15 cP pada rentang laju putaran 100 rpm – 200 rpm. Hasil pengukuran viskositas diekspresikan pada Gambar 16, menunjukkan bahwa viskositas jus jeruk meningkat seiring dengan peningkatan laju geser. Menurut Rao ( 1995 ), viskositas pangan non-Newtonian dipengaruhi oleh laju geser, sehingga jus jeruk dapat dikategorikan sebagai fluida non-Newtonian dan bersifat dilatan (shear thickening) karena peningkatan laju geser meningkatkan viskositas jus. 10
8
6 viskositas (cP) 4
2
0 20
25
30
35
40
45
-1
laju geser (detik )
Gambar 16 Pengaruh laju geser terhadap viskositas jus. Sifat dilatan ini juga ditunjukkan oleh meningkatnya tegangan geser akibat peningkatan laju geser (Gambar 17). Jika dibandingkan dengan reogram beberapa tipe fluida (Gambar 6), Gambar 17 memiliki kesamaan dengan fluida dilatan.
Berdasarkan penghitungan nilai indeks perilaku aliran, jus jeruk
memperlihatkan perilaku dilatan dengan nilai (n) yang dihasilkan sebesar 1.47. Menurut Perry dan Green (1999), nilai n < 1 menunjukkan bahwa fluida bersifat pseudoplastis, sedangkan nilai n > 1 menunjukkan bahwa fluida tersebut bersifat dilatan.
42
350 300 250 Tegangan geser (cP dtk-1)
200 150 100 50 0 22
26
29
31
33
35
40
42
44
-1
Laju geser (dtk )
Gambar 17 Pengaruh laju geser terhadap tegangan geser. Komponen utama yang mempengaruhi perubahan viskositas jus jeruk adalah padatan yang tersuspensi seperti pektin dan pulp. Menurut Capannelli et al (1994), kandungan pektin dan pulp merupakan sifat penting dari jus jeruk yang menentukan viskositas umpan sehingga mempengaruhi dinamika fluida pada proses ultrafiltrasi. Walaupun jumlah kandungan pektin di dalam jus cukup kecil yaitu 0.05 %, tetapi komponen ini cukup mempengaruhi sifat reologinya yang ditunjukkan oleh perubahan viskositas jus akibat adanya geseran. 4.1.3. Penentuan fluksi air Sebelum membran penyaringan jus jeruk oleh membran, ns awal membran diukur terlebih dahulu.
ns awal membran digunakan sebagai pembanding
terhadap kinerja membran setelah digunakan, sehingga setelah proses mikrofiltrasi dapat diketahui tingkat penurunan kinerja membran. Selama proses mikrofiltrasi, fluksi air relatif konstan yaitu rata-rata sebesar 79.44 L m-2 jam-1 sebagaimana yang terlihat pada Gambar 18.
Fluksi yang relatif konstan
menunjukkan bahwa air destilata yang digunakan relatif
bersih dan tidak
mengandung partikel maupun senyawa pengotor yang dapat menurunkan fluksi. Pengukuran fluksi air ini dilakukan sebelum membran digunakan, setelah membran digunakan dan setelah membran dibersihkan. Perlakuan ini bertujuan untuk mengukur kinerja membran dan efektifitas pencucian yang dilakukan.
43
90 80 70 60
Fluksi air -2
50
-1
(L m jam ) 40 30 20
TMP=1.26 bar, v = 0.13 m/dtk
10 0 0
10
20
30
40
50
60
70
Waktu filtrasi (menit)
Gambar 18 Fluksi air selama proses mikrofiltrasi. 4.1.4. Waktu tunak Pengoperasian mikrofiltrasi pada tekanan 1.35 dan laju alir 0.06 m dtk-1 menunjukkan bahwa fluksi jus menurun tajam pada awal proses pengoperasian sampai 2 menit filtrasi, sedangkan pada tekanan 1.22 dan laju alir 0.09 m dtk-1 menunjukkan fluksi jus yang relatif konstan (Gambar 19).
Ketika awal proses
mikrofiltrasi, partikel-partikel tersuspensi dapat menempel di permukaan membran dengan cepat pada aplikasi tekanan transmembran tinggi sehingga menyebabkan penurunan fluksi. Fenomena ini menurut Belfort et al. (1994) dinyatakan sebagai periode penyerapan internal makromolekul secara cepat. Selama fase awal operasi, membran seketika berinteraksi dengan makromolekul tak terlarut dan terserap pada permukaan membran. Hal ini merupakan alasan utama
untuk
menyatakan
bahwa
fluksi
menurun.
Kinetika
penyerapan
makromolekul ini sangat cepat dan membentuk ikatan yang kuat dan tidak berubah.
44
100 90 80 70 60
Fluksi jus (Lm -2jam-1 ) 50 40 30 20
TMP= 1.22 bar, v = 0.09 m/dtk
10
TMP =1.35 bar ; v = 0.06 m/dtk
0 0
5
10
15
20
25
30
35
40
45
waktu filtrasi (menit)
Gambar 19 Fluksi jus selama proses filtrasi. Setelah menit ke-2 penurunan fluksi jus cenderung berkurang dan relatif konstan setelah filtrasi dilakukan selama 10 menit. Ini berarti bahwa setelah 10 menit membran dioperasikan, proses mikrofiltrasi sudah mencapai suatu kondisi yang dinamakan tunak (steady state), dimana fluksi jus tidak berubah lagi (konstan) seiring dengan berjalannya waktu.
Walaupun fluksi sudah konstan
setelah 10 menit, namun rejeksi membran terhadap senyawa limonin dan naringin belum tentu konstan.
Berdasarkan hasil penelitian terhadap rejeksi
limonin dan naringin yang dibahas pada bagian lain, rejeksi konstan tercapai setelah 30 menit filtrasi. Oleh sebab itu, pada penelitian ini waktu tunak operasi ditentukan selama 30 menit. Pada
Gambar
19
terlihat
bahwa
fluksi
permeat
pada
tekanan
transmembran tinggi dan laju alir rendah lebih rendah daripada fluksi permeat pada tekanan transmembran rendah dan laju alir tinggi. Fenomena ini mungkin saja terjadi karena menurut Hong et al. (1997), pada tekanan transmembran tinggi, laju deposisi partikel pada permukaan membran menjadi tinggi dan membentuk lapisan cake yang padat.
Kondisi ini menyebabkan peningkatan
tahanan fouling sehingga fluksi permeat menurun.
Sebaliknya, pada laju alir
tinggi menurut Bruijn et al. (2002), gaya geser pada dinding membran menjadi tinggi sehingga laju perpindahan partikel yang tertahan pada permukaan membran menjadi tinggi pula. meningkatkan fluksi permeat.
Kondisi ini dapat mengurangi fouling dan
45
4.1.5. Profil rejeksi membran terhadap senyawa limonin dan naringin Proses mikrofiltrasi terhadap jus jeruk mampu merejeksi senyawa limonin dan naringin.
Konsentrasi limonin menurun selama proses mikrofiltrasi.
Konsentrasi limonin menurun tajam pada menit - menit pertama mikrofiltrasi dan cenderung fluktuatif (Gambar 20).
Setelah 10 menit filtrasi, penurunan
konsentrasi limonin mulai konstan. Profil rejeksi yang fluktuatif mungkin saja terjadi karena sifat limonin yang cenderung tidak stabil.
Rejeksi membran
terhadap limonin menunjukkan kestabilannya setelah 30 menit filtrasi dan mampu merejeksi limonin rata-rata sebesar 96 % dengan konsentrasi di dalam permeat sebesar ± 0.51 µg ml-1 (Gambar 21). dalam permeat
Dengan demikian, konsentrasi limonin di
berada di bawah batasan konsentrasi yang dapat diterima
konsumen, yaitu 6 µg ml-1 (Chandler & Kefford 1966; Puri 1984; Mozaffar 1998). 16 14
TMP=1.27 bar; v = 0.06 m/dtk
12 10
Konsentrasi limonin (µg ml-1 )
8 6 4 2 0 0 <1 1
2
3
4
5
7
9
11 13 15 20 25 30 40 50 60 80 90
Waktu filtrasi (menit)
Gambar 20 Perubahan konsentrasi limonin dalam permeat selama mikrofiltrasi. Perubahan konsentrasi naringin di dalam permeat selama mikrofiltrasi relatif stabil (Gambar 21). Konsentrasi naringin menurun tajam pada menit pertama filtrasi dan setelah itu cenderung konstan (Gambar 22), dimana rejeksi terhadap naringin relatif konstan, yaitu ± 80 % dengan konsentrasi di dalam permeat sebesar ± 69 µg ml-1. Penurunan konsentrasi limonin dan naringin serta peningkatan rejeksi berkaitan erat dengan
penurunan fluksi permeat.
Penurunan fluksi dan
peningkatan rejeksi secara cepat menunjukkan bahwa pada awal proses mikrofiltrasi, terjadi deposisi sebagian besar partikel tersuspensi di permukaan
46
membran dan membentuk lapisan cake. Lapisan cake ini dapat menurunkan porositas membran (Grandison et al. 2000) sehingga menyebabkan senyawa limonin dan naringin tertahan. Penurunan fluksi secara cepat pada awal proses mikrofiltrasi juga dilaporkan oleh Bruijn et al. (2002) pada ultrafiltrasi jus apel. 400 350
TMP=1.27 bar; v=0.06 m/dtk
300 250
Konsentrasi -1
naringin (µg ml )
200 150 100 50 0 0 <1 1
2
3
4
5
7
9 11 13 15 20 25 30 40 50 60 80 90
Waktu filtrasi (menit)
Gambar 21 Perubahan konsentrasi naringin dalam permeat selama mikrofiltrasi.
120 100 80 Rejeksi (%)
60 40
` Limonin
20
Naringin
0 <1 1
2
3
4
5
7
9 11 13 15 20 25 30 40 50 60 80 90 Waktu filtrasi (menit)
Gambar 22 Rejeksi membran terhadap senyawa limonin dan naringin selama mikrofiltrasi pada TMP =1.27 bar dan v = 0.06 m dtk-1.
47
Terdepositnya limonin dan naringin pada membran juga dibuktikan oleh konsentrasi limonin dan naringin di dalam retentat yang rendah masing-masing sebesar ± 2 µg ml-1 dan ± 50 µg ml-1. Hasil ini menunjukkan bahwa konsentrasi limonin dan naringin di dalam permeat dan retentat tidak berbeda. Dalam kaitannya dengan rejeksi membran,
molecular weight cut off
(MWCO) yang berhubungan dengan ukuran pori membran biasanya digunakan untuk merepresentasikan karakteristik rejeksi dari membran (Jonsson 1986). Pada penelitian ini, ukuran pori membran mikrofiltrasi yang digunakan adalah 0.1 µm dan berdasarkan spektrum yang dikeluarkan oleh Osmonics (2007) setara dengan ± 100.000 Dalton.
Jika efektifitas pori membran untuk merejeksi
didasarkan pada MWCO, maka seharusnya limonin dan naringin lolos karena berukuran jauh lebih kecil yaitu masing-masing 470.5 Dalton dan 580 Dalton. Namun demikian, hasil penelitian menunjukkan bahwa membran mikrofiltrasi mampu merejeksi senyawa limonin dan naringin. dilaporkan oleh Rai et al. (2006a).
Hasil yang sama telah
Dalam pengamatannya, efek MWCO
terhadap fluksi permeat pada jus Citrus sinensis (mosambi).
Hasil analisa
menunjukkan bahwa penurunan fluksi permeat pada ultrafiltrasi mosambi hasil depektinasi terutama disebabkan oleh lapisan cake yang terbentuk selama proses filtrasi. Ketika filtrasi dikendalikan oleh pembentukan lapisan cake, efek MWCO dan ukuran pori tidak signifikan jika ultrafiltrasi dioperasikan dalam jangka waktu lama. Mekanisme penyumbatan pori sebagian atau keseluruhan terjadi dalam menit-menit pertama ketika filtrasi dimulai. Selain karena pengaruh pembentukan lapisan cake pada permukaan membran akibat polarisasi konsentrasi, tingginya rejeksi limonin dan naringin kemungkinan disebabkan karena molekul limonin dan naringin membentuk rantai yang panjang dan bercabang atau teragregat dengan senyawa kimia lainnya seperti pektin. Menurut Joslyn (1962) diacu dalam Hernandez (1992a), rejeksi pektin tidak berkorelasi langsung dengan berat molekul jika molekul pektin membentuk rantai linier atau bercabang dan menurut Hernadez (1992a) MWCO biasanya diperhitungkan untuk partikel yang berbentuk globular. Agregasi limonin dan naringin dengan pektin sangat mungkin terjadi karena menurut Rouse (1977) pektin merupakan hidrokoloid yang memiliki sifat pengemulsi dan thickener.
Ini berarti bahwa pada struktur molekul pektin
terdapat gugus polar (OH-) dan non polar (gugus amida). Gugus polar molekul pektin dapat berikatan dengan senyawa polar seperti air, sedangkan gugus non
48
polar pektin dapat berikatan dengan senyawa non polar termasuk di dalamnya limonin dan naringin. Sifat hidrokoloid pektin juga dimanfaatkan oleh Shandu (2004) untuk mengurangi limonin di dalam jus jeruk Kinnow. Hasil penelitiannya menunjukkan bahwa pektin mampu mengurangi limonin di dalam jus. Menurut Rouse (1977), pektin merupakan koloid alami yang bersifat penstabil dan membuat kekentalan pada jus.
Ketika koloid terdegradasi, jus
menjadi bening dan encer serta terjadi pengendapan bahan koloid yang tersuspensi menjadi padatan tak terlarut berukuran besar yang dinamakan pulp. Dalam penelitian ini, pulp merupakan partikel putih berbentuk bulat sebagaimana terlihat pada Gambar 14 dan cukup banyak terdapat di dalam jus. Partikel tersebut membentuk rantai yang terlihat sambung menyambung serta bertumpuk-tumpuk.
Partikel-partikel tersebut tidak terlihat lagi pada jus hasil
mikrofiltrasi sebagaimana yang ditunjukkan pada Gambar 23. Hasil penelitian menunjukkan adanya korelasi positif antara kandungan padatan tersuspensi dengan konsentrasi limonin dan naringin di dalam permeat. Ketika sebagian besar limonin dan naringin terejeksi, partikel warna serta partikel putih yang tersuspensi juga tidak terlihat lagi di dalam permeat hasil resirkulasi yang ditunjukkan oleh warna permeat hasil resirkulasi yang bening (Gambar 23). Keterkaitan antara padatan tersuspensi dengan limonin dan naringin semakin diperkuat oleh hasil pengamatan terhadap permeat resirkulasi menggunakan mikroskop.
Hasil pengamatan menunjukkan bahwa tidak terlihat lagi adanya
partikel di dalam permeat (Gambar 24).
Gambar 23 Jus hasil mikrofiltrasi.
49
Gambar 24
Pengamatan dengan mikroskop terhadap permeat hasil mikrofiltrasi yang diresirkulasi.
4.1.6. Pengaruh tekanan transmembran terhadap fluksi jus dan rejeksi Menurut Cheryan
(1998),
salah satu parameter operasi
utama yang
mempengaruhi fluksi adalah tekanan. Mikrofiltrasi jus jeruk selama 90 menit pada dua tekanan transmembran yaitu 1.27 dan 1.34 bar menghasilkan fluksi yang sedikit berbeda (Gambar 25). Fluksi permeat pada transmembran 1.34 bar sedikit lebih tinggi dibandingkan dengan fluksi permeat pada tekanan transmembran 1.27 bar.
Hasil penelitian menunjukkan bahwa peningkatan
tekanan transmembran meningkatkan fluksi permeat. 100 90
TMP = 1.27 bar
80
TMP = 1.34 bar
70 60 Fluksi jus 50 (L m-2 jam-1) 40 30 20 10 0 <1
1
2
3
4
5
7
9
11 13 15 20 25 30 40 50 60 70 80 90
Waktu filtrasi (menit)
Gambar 25 Fluksi jus selama mikrofiltrasi pada berbagai tekanan transmembran pada v=0.06 m dtk-1.
50
Hasil yang sama juga diperoleh ketika membran dioperasikan pada beberapa tekanan sebagaimana yang terlihat pada Gambar 26, dimana fluksi permeat cenderung meningkat jika tekanan transmembran walaupun peningkatannya relatif kecil.
ditingkatkan,
Gambar 26 menunjukkan bahwa
peningkatan tekanan transmembran dari 1.46 menjadi 1.84 bar meningkatkan fluksi secara linier. Kondisi ini menurut Trettin (1990) dimasukkan pada wilayah polarisasi rendah (Gambar 5), dimana lapisan cake yang terbentuk masih sedikit. Seiring dengan peningkatan tekanan transmembran, pembentukan lapisan cake yang terbentuk menjadi semakin tebal dan kompak, sehingga peningkatan fluksi berkurang. Menurut Cassano et al. (2007b) jika tekanan terus ditingkatkan, fluksi menunjukkan penyimpangan perilaku dari hubungan fluksi-tekanan yang linier menjadi tidak tergantung pada tekanan. Kondisi ini dinamakan pressure independent condition.
Penyimpangan perilaku fluksi sebagaimana yang
dilaporkan Cassano et al. (2007b) juga terjadi pada penelitian ini. Kondisi ini mulai terlihat tekanan transmembran 1.84 bar dengan nilai fluksi sebesar 65.93 L m-2 jam-1. Nilai fluksi yang diperoleh pada kondisi ini dinyatakan sebagai fluksi batas (limiting flux). Peningkatan tekanan transmembran di atas 1.84 bar, tidak meningkatkan fluksi jus yang ditunjukkan oleh nilai fluksi relatif konstan setelah tekanan transmembran ditingkatkan menjadi 1.95 bar. Peningkatan fluksi pada kondisi ini dipengaruhi oleh pengurangan ketebalan lapisan batas yang terbentuk dan peningkatan laju difusi balik partikel-partikel yang terpolarisasi . Menurut Belfort (1994), tekanan minimum yang terdapat pada daerah pressure independent condition, dapat ditetapkan sebagai tekanan operasi optimum. Tekanan optimum yang diperoleh tidak berbeda jauh dengan Capanelli (1994), yaitu 2 bar. Tekanan optimum yang diperoleh lebih rendah daripada yang diperoleh oleh Venturini et al. (2003) dimana limiting flux baru tercapai pada tekanan 2.4 bar dan lebih tinggi dari nilai yang diperoleh Cassano et al. (2007), yaitu pada 0.8 bar. Hal ini kemungkinan disebabkan oleh perbedaan geometri membran yang digunakan seperti ukuran pori, panjang dan diameter membran. Peningkatan tekanan transmembran dapat mempengaruhi tingkat rejeksi membran terhadap senyawa yang ingin dipisahkan dan tergantung pada sifat larutan (Jonsson 1986). Hasil penelitiannya pada ultrafiltrasi PEG dan dekstran menunjukkan dua perilaku yang berbeda. Peningkatan tekanan transmembran menurunkan rejeksi PEG, sedangkan pada dekstran, peningkatan tekanan
51
secara
umum
menurunkan
rejeksi,
tetapi
pada
batas
tertentu
dapat
meningkatkan rejeksi. 100 90 80 70 60
Fluksi jus 50 (L m-2 jam-1) 40 30 20
v=0.08 m/dtk
10 0 1.46
1.61
1.74
1.84
1.95
Tekanan transmembran (bar)
Gambar 26 Pengaruh tekanan transmembran terhadap fluksi jus. Hasil yang sama juga terlihat pada penelitian ini. Pada tekanan 1.46 – 1.61 bar, rejeksi limonin terlihat konstan (Gambar 27). Peningkatan tekanan di atas 1.61 bar menyebabkan rejeksi terhadap limonin cenderung fluktuatif dan mencapai titik tertinggi pada tekanan 1.74 bar yaitu 92.54 % dengan konsentrasi limonin yang masih tertinggal di dalam permeat sebesar 2.04 µg ml-1 (Tabel 8). Pengoperasian tekanan transmembran 1.46 - 1.95 bar sebagaimana yang terlihat pada Gambar 27 menghasilkan rejeksi terhadap senyawa naringin yang relatif konstan, yaitu rata-rata sebesar 75 %. Perbedaan perilaku ini menurut Jonsson (1986), terutama disebabkan oleh perbedaan sifat larutan, dalam hal ini adalah perbedaan sifat antara limonin dan naringin. Pada Tabel 8 dapat dilihat bahwa konsentrasi limonin dan naringin di dalam permeat dan retentat tidak berbeda jauh yang menunjukkan bahwa sebagian besar senyawa limonin dan naringin terdeposit pada membran. Kondisi operasi yang menghasilkan fluksi tertinggi dengan tingkat rejeksi tertinggi selanjutnya digunakan sebagai kondisi operasi terbaik.
Dengan
demikian, kondisi operasi terbaik ditetapkan pada tekanan 1.74 bar, dimana fluksi permeat telah mendekati titik konstan dan rejeksi yang dihasilkan cukup tinggi.
52
100 90 80 70 60 Rejeksi 50 (%) 40 30 Naringin Limonin
20 10 0 1.46
1.61
1.74
1.84
1.95
Tekanan transmembran (bar)
Gambar 27 Pengaruh tekanan transmembran terhadap rejeksi membran. Tabel 8 Konsentrasi limonin dan naringin di dalam permeat dan retentat pada berbagai tekanan transmembran Tekanan transmembran
Konsentrasi limonin (µg ml-1)
(bar)
Umpan
Permeat
Retentat
1.46
25.51
5.31
1.61
26.12
1.74
27.35
Rejeksi Limonin
Konsentrasi naringin (µg ml-1)
Rejeksi Naringin
(%)
Umpan
Permeat
Retentat
(%)
3.47
79.20
259.20
61.20
43.20
76.39
5.61
4.29
78.52
434.2
101.2
99.2
76.69
2.04
2.24
92.54
339.2
97.2
90.2
71.34
1.84
15.41
4.80
3.16
68.87
361.20
99.20
105.20
72.54
1.95
24.39
3.78
3.37
84.52
422.2
89.2
87.2
78.87
4.1.7. Pengaruh laju alir terhadap fluksi jus dan rejeksi Salah satu parameter operasi yang mempengaruhi fluksi permeat ketika tekanan transmembran tidak lagi berpengaruh adalah laju alir. Untuk melihat pengaruh laju alir terhadap fluksi permeat, mikrofiltrasi jus jeruk dilakukan pada kondisi tunak. Dengan demikian kondisi operasi mikrofiltrasi jus dipertahankan pada tekanan transmembran 1.70 – 1.95 bar dengan perlakuan variasi laju alir 0.05 m dtk-1 – 0.09 m dtk-1. Pada kondisi tunak, fluksi batas tidak tergantung lagi tekanan tetapi menjadi tergantung pada aliran atau perpindahan massa (Shen & Probstein 1977). Pada kondisi ini, terjadi keseimbangan antara laju perpindahan partikel dari permukaan
53
membran dengan laju deposisi partikel pada permukaan membran (Youravong 2003). Hasil penelitian menunjukkan bahwa peningkatan laju alir meningkatkan fluksi permeat (Gambar 28).
Peningkatan fluksi sangat mungkin terjadi, karena
peningkatan laju air meningkatkan tegangan geser pada dinding membran, sehingga dapat meningkatkan laju perpindahan partikel yang terdeposit meninggalkan permukaan membran (Cassano et al. 2007b).
Peningkatan
tegangan geser pada dinding membran meningkatkan koefisien perpindahan massa (Pritchard et al. 1995) dan menyebabkan peningkatan fluksi permeat. Gambar 28 menunjukkan bahwa pengaruh laju alir terhadap fluksi permeat bersifat tidak linier dan lebih mendekati bentuk eksponensial. Menurut Cheryan (1998) pengaruh laju alir terhadap nilai koefisien perpindahan massa (k) dan fluksi dinyatakan dalam bentuk eksponensial kecepatan, yaitu nilai α dalam persamaan J = f(v) α. Umumnya untuk aliran laminar, nilai α berkisar antara 0.3 – 0.6.
Gambar 28 menunjukkan bahwa nilai α = 0.31. Dengan demikian dapat
dikatakan bahwa sistem aliran jus jeruk selama proses mikrofiltrasi adalah laminar. 100 90 80 70 60 Fluksi jus 50 (L m-2 jam-1)
y = 42.498x 0.3075 R2 = 0.9826
40 30 20 10
TMP=1.72-1.95 bar
0 0.05
0.06
0.07
0.08
0.09
-1
Laju alir ( m dtk )
Gambar 28 Pengaruh laju alir terhadap fluksi jus pada berbagai tekanan trans membran. Selain fluksi, faktor lain yang harus diperhatikan dalam mikrofiltrasi adalah rejeksi membran.
Hasil penelitian menunjukkan bahwa laju alir berpengaruh
terhadap
limonin,
rejeksi
tetapi
tidak
mempengaruhi
rejeksi
naringin.
54
Pengoperasian mikrofiltrasi pada berbagai laju alir menunjukkan bahwa rejeksi membran
terhadap
limonin
cenderung
fluktuatif
(Gambar
29)
dan
memperlihatkan perilaku yang hampir sama dengan perlakuan transmembran. 100 90 80 70 60 Rejeksi 50 (%) 40 30 Limonin Naringin
20 10 0 0.05
0.06
0.07
0.08
0.09
Laju alir (m dtk-1)
Gambar 29
Pengaruh laju alir terhadap rejeksi membran.
Rejeksi limonin menurun ketika digunakan laju alir 0.06 m dtk-1 dan meningkat kembali pada laju alir 0.07 – 0.08 m dtk-1.
Peningkatan laju alir
menjadi 0.09 m dtk-1 menyebabkan rejeksi limonin mengalami penurunan, sedangkan rejeksi naringin pada setiap perlakuan laju alir relatif konstan. Rejeksi tertinggi dihasilkan pada kondisi operasi laju alir 0.08 m dtk-1, yaitu sebesar 92.54% untuk limonin dan 71.34% untuk naringin dengan nilai fluksi yang dihasilkan sebesar 63.16 L m-2 jam-1. Dengan demikian kondisi optimum untuk operasi mikrofiltrasi jus jeruk adalah pada tekanan transmembran 1.70 – 1.95 bar dan laju alir 0.08 m dtk-1.
Pada Tabel 9 dapat dilihat bahwa konsentrasi
limonin dan naringin di dalam permeat dan retentat tidak berbeda jauh yang menunjukkan bahwa sebagian besar senyawa limonin dan naringin terdeposit pada membran. Perbedaan tingkat rejeksi antara limonin dan naringin dimana rejeksi limonin cenderung lebih tinggi dibandingkan dengan rejeksi naringin serta profil rejeksi limonin yang relatif tidak stabil dibandingkan dengan rejeksi naringin cukup menarik untuk dibahas.
Kecenderungan
ini terjadi hampir di seluruh
55
perlakuan padahal perbedaan bobot molekul keduanya tidak berbeda jauh, yaitu 470.5 Da untuk limonin dan 580 untuk naringin, jika dibandingkan dengan ukuran Tabel 9 Laju Alir (m dtk-1) 0.05 0.06 0.07 0.08 0.09
Konsentrasi limonin dan naringin di dalam permeat dan retentat pada berbagai laju alir -1 Konsentrasi limonin (µg ml )
Umpan
Permeat
Retentat
24.39 25.20 30.82 27.35 20.51
3.47 6.73 4.69 2.04 4.80
1.43 5.41 3.37 2.24 5.10
Rejeksi Limonin (%) 85.77 73.28 84.77 92.54 76.62
Konsentrasi naringin (µg ml-1) Umpan
Permeat
Retentat
324.20 335.20 352.2 339.20 316.20
88.20 96.20 110.2 97.20 108.20
101.28 100.20 95.20 90.20 93.20
Rejeksi Naringin (%) 72.79 71.30 68.71 71.34 65.78
pori membran 100.000 Da. Hal ini kemungkinan disebabkan oleh perbedaan tingkat kepolaran diantara keduanya. Perbedaan tingkat kepolaran kemungkinan berpengaruh pada interaksi antara kedua senyawa dengan membran ketika proses mikrofiltrasi berlangsung. berbahan baku polipropilena (PP).
Membran mikrofiltrasi yang digunakan Menurut Mulder
(1996), membran
polipropilena merupakan salah satu membran yang bersifat hidrofobik karena berasal dari bahan non-organik . Perbandingan tingkat kepolaran limonin dan naringin belum banyak dipublikasikan secara jelas, sehingga sulit untuk memastikan mana yang lebih polar karena kedua senyawa tersebut bersifat tidak larut dalam air.
Namun
demikian, dari struktur kedua senyawa kemungkinan dapat diketahui perbedaan tingkat kepolaran dari keduanya.
Struktur molekul naringin (Gambar 2)
mengandung disakarida yaitu glukosa dan ramnosa serta terdapat 2 gugus OHlainnya sehingga relatif lebih mudah larut di dalam air dibandingkan dengan limonin yang pada struktur molekulnya (Gambar 1) tidak mengandung gugus OH. Dengan demikian, dapat dikatakan bahwa naringin memiliki tingkat kepolaran yang lebih tinggi dibandingkan dengan limonin walapun keduanya merupakan senyawa nonpolar. Dengan kata lain, limonin memiliki sifat yang lebih hidrofobik dibandingkan
dengan
naringin.
Perbedaan
tingkat
hidrofobisitas
ini
menyebabkan interaksi kedua senyawa dengan membran juga berbeda. Sifat hidrofobisitas limonin yang lebih tinggi menyebabkan limonin lebih mudah berinteraksi dengan membran yang juga bersifat hidrofobik sehingga menjadi lebih mudah teradsorpsi pada dinding membran. Hal ini diduga menyebabkan tingkat rejeksi limonin lebih tinggi dan relatif tidak stabil.
Sebaliknya sifat
hidrofobisitas naringin yang lebih rendah menyebabkan interaksi naringin dengan
56
membran tidak atau agak sulit terjadi sehingga lebih banyak molekul yang dapat melewati membran sebagai permeat. 4.1.8. Kualitas jus jeruk hasil mikrofiltrasi Beberapa hasil penelitian terdahulu menyebutkan bahwa mikrofiltrasi tidak mempengaruhi kualitas jus jeruk secara signifikan.
pH permeat jus yang
dihasilkan sebesar 5.2, tidak berbeda jauh dengan pH umpan.
Dengan
demikian, proses mikrofiltrasi tidak mempengaruhi keasaman jus. Kandungan vitamin C di dalam permeat adalah sebesar 11.65 mg/100 g dan mengalami penurunan yang cukup tinggi yaitu rata-rata sebesar 44 %. Nilai ini lebih tinggi jika dibandingkan dengan hasil penelitian Cisse et al. (2001) yaitu sebesar 11 % dan Venturini et al. (2003) sebesar 28%.
Kehilangan vitamin C yang cukup
besar kemungkinan disebabkan karena vitamin C sebagian besar masih tergabung di dalam partikel yang berukuran lebih besar sehingga dapat tertahan oleh membran.
Pembentukan lapisan cake pada dinding membran akibat
polarisasi konsentrasi dapat mengurangi efektivitas pori membran (Hernandez et al. 1992a) sehingga kemungkinan berkontribusi terhadap rejeksi vitamin C. Selain itu, kehilangan vitamin C yang cukup tinggi kemungkinan terjadi karena aplikasi tekanan transmembran yang cukup tinggi. penelitian terdahulu
yaitu Venturini et al.
Berdasarkan
(2003), Cassano et al.
(2006),
Cassano et al. (2007a), dan Cassano et al. (2007b) diketahui bahwa kehilangan vitamin C semakin besar pada tekanan yang lebih tinggi. Kehilangan terbesar vitamin C ditunjukkan oleh hasil penelitian Venturini et al. (2003) yaitu sebesar 28%. Tekanan transmembran yang digunakan merupakan tekanan tertinggi dari beberapa peneliti lainnya yaitu 1.6 bar.
Pada penelitian ini, tekanan
transmembran yang digunakan adalah 1.74 bar, lebih tinggi dari penelitian Venturini et al. (2003), sehingga kemungkinan kehilangan vitamin C menjadi lebih tinggi. Pada tekanan tinggi, lapisan cake cepat terbentuk dan cenderung lebih kompak sehingga mengurangi porositas membran. Hal ini menyebabkan partikel-partikel yang tertahan menjadi lebih banyak. Kandungan total padatan terlarut di dalam permeat juga mengalami penurunan yang cukup tinggi, yaitu rata-rata sebesar 38 %. Hasil yang sama juga diperoleh oleh Cisse et al. (2005). Cisse et al. (2005) menyatakan bahwa total padatan terlarut di retentat lebih besar daripada di permeat. Penurunan dimungkinkan karena padatan terlarut di dalam jus jeruk merupakan gabungan
57
dari berbagai komponen kimia seperti gula dan mineral.
Selain karena
pengurangan efektivitas pori, pembentukan lapisan cake menyebabkan sebagian padatan terlarut dapat tertahan oleh membran, tergabungnya gula dan mineral menjadi partikel yang lebih besar dapat menjadi penyebab penurunan kandungan padatan terlarut di dalam permeat. Kandungan asam sitrat di dalam permeat sebesar 0.56 % dan mengalami sedikit penurunan, yaitu rata-rata sebesar 10 %. Dari hasil penelitian diketahui bahwa beberapa komponen yang merupakan paramater kualitas jus seperti warna, kandungan vitamin C dan total padatan terlarut mengalami penurunan.
Untuk memperbaiki kualitas jus jeruk, pada
aplikasi di industri perlu dilakukan proses lanjut yaitu pencampuran. Milnes et al. (2007) menggunakan kombinasi teknologi untuk menghasilkan jus jeruk dengan rasa yang tidak pahit dan kualitas yang baik. Milnes et al. menggabungkan teknologi
membran ultrafiltrasi tiga tahap
(2007)
untuk menyaring
pulp, teknik adsorbsi resin untuk menghilangkan rasa pahit, kemudian mencampurkan 10% retentat hasil ultrafiltrasi dengan hasil adsorbsi resin untuk menghasilkan jus yang berkualitas baik.
Dari hasil penelitian ini, komponen
warna, vitamin C, dan tota padatan terlarut dapat dikembalikan dengan cara mencampur sebagian pulp hasil penyaringan awal dengan filter 200 mesh ke dalam permeat hasil mikrofiltrasi.
Dengan demikian akan diperoleh jus jeruk
yang tidak berasa pahit dengan kualitas yang baik. 4.1.9. Efisiensi pencucian Hal lain yang perlu diperhatikan dalam aplikasi membran adalah penurunan kinerja membran akibat terjadinya polarisasi konsentrasi dan fouling serta efisiensi pencucian. Polarisasi konsentrasi dapat dikendalikan dengan mengatur parameter operasi yang berpengaruh seperti laju alir, sehingga kinerja membran dapat diperbaiki. Sedangkan fouling bersifat irreversible sehingga apabila hal ini terjadi maka kinerja membran tidak dapat kembali sebagaimana awal pertama digunakan. Fouling dapat dikurangi dengan metode pencucian membran. Hasil penelitian menunjukkan bahwa kinerja membran setelah digunakan untuk mikrofiltrasi jus jeruk mengalami penurunan jika dibandingkan dengan kinerja awal membran sebelum digunakan, yaitu sebesar ± 33 % (Gambar 30). Penurunan kinerja diduga karena terjadi pengecilan jari-jari atau penutupan sebagian pori akibat aplikasi tekanan transmembran yang cukup tinggi. Menurut
58
Mulder (1996), berdasarkan persamaan Laplace jari-jari pori berbanding terbalik dengan tekanan transmembran.
Ketika tekanan transmembran bertambah
tinggi, maka jari-jari pori menjadi berkurang atau mengecil. Pengecilan ukuran pori mengakibatkan porositas membran menjadi berkurang sehingga fluksi yang dihasilkan menjadi lebih kecil jika tekanan.
dibandingkan dengan sebelum diberikan
Pengecilan jari-jari atau penutupan sebagian pori akibat aplikasi
tekanan transmembran bersifat permanen atau tidak dapat kembali seperti kondisi ketika membran baru digunakan, sehingga untuk pemakaian selanjutnya kinerja membran rata-rata sebesar 67 %. Namun demikian, pertama digunakan.
penurunan kinerja membran hanya terjadi pada saat Pada pengoperasian selanjutnya tidak terjadi lagi
penurunan kinerja membran. Hal ini ditunjukkan oleh fluksi air yang relatif stabil setelah membran digunakan beberapa kali. Hasil penelitian menunjukkan bahwa pencucian dengan mengkombinasikan metode backwash dan resirkulasi larutan NaOH 0.05 % selama 1 jam mampu mempertahankan kinerja membran rata-rata sebesar 67 %.
160 TMP=1.5 bar, v=0.1 m/dtk
140 120 100 Fluksi air 80 ( L m-2 jam-1) 60 40 20 0 awal
1
2
3
4
5
6
7
Pencucian ke-
Gambar 30 Penurunan kinerja membran mikrofiltrasi.
8
59
4.2. Pengujian Model Mikrofiltrasi dengan teknik aliran silang umumnya digunakan untuk memisahkan suspensi, koloid, dan partikel yang berdiameter > 0.5 μm , yaitu antara 0.1 – 10 μm (Zidney & Colton 1986; David & Birdsell 1987). Keuntungan penggunaan mikrofiltrasi adalah menggunakan tekanan yang rendah dan menghasilkan nilai fluksi yang relatif tinggi. Dalam mendesain dan memprediksi kinerja membran, ada beberapa hal yang perlu dipertimbangkan seperti geometri membran, sifat dan perilaku fluida, serta kondisi operasi (Belfort 1994). Model thin film adalah model yang umum digunakan untuk menggambarkan mekanisme perpindahan massa ketika proses filtrasi berada pada kondisi tunak. Pengujian model yang dilakukan pada penelitian ini didasarkan atas analisis perpindahan massa zat terlarut pada lapisan
batas. Model yang digunakan
dalam penelitian ini adalah model thin film berdasarkan analisis bilangan tak berdimensi untuk fluida non-Newtonian dengan pendekatan difusi Brownian dan self-diffusion Eckstein, model polarisasi konsentrasi Zidney – Colton serta model shear-induce diffusion Davis-Sherwood. Hasil pengujian model yang diharapkan adalah perkiraan nilai fluksi permeat yang sesuai dengan data hasil penelitian. Laju alir umpan dijadikan faktor dominan yang berpengaruh terhadap parameter yang diuji yaitu fluksi permeat. Sebelum melakukan pengujian model, perlu ditetapkan beberapa asumsi, yaitu: 1. Kondisi operasi dalam keadaan tunak. 2. Fluida dalam kondisi tidak termampatkan. 3. Sistem aliran fluida adalah laminar. 4. Partikel tersuspensi berbentuk bola (spherical). 5. Aliran berkembang penuh dengan pola parabolik. 6. Sifat fisik fluida konstan (viskositas, densitas dan difusivitas). 7. Ketebalan lapisan batas konstan. 8. Tidak ada slip pada dinding membran. 9. Ukuran partikel yang digunakan adalah ukuran partikel terkecil dengan jari-jari sebesar 0.9 µm. 10. Fraksi volume partikel dihitung berdasarkan perhitungan fraksi massa. 11. Nilai Cw yang digunakan adalah nilai Cw pektin yaitu sebesar 30 g kg-1 atau 0.3 %.
60
4.2.1. Model thin film untuk fluida non-Newtonian berdasarkan nilai koefisien perpindahan massa (k) yang dihitung menggunakan persamaan difusi Brownian Navier- Stokes (Dbdn) Menurut Belfort et al. (1994), difusi Brownian lebih dominan untuk partikel berukuran dibawah 1 μm. Berdasarkan persamaan (10), dengan asumsi suhu umpan ditetapkan 30 °C dan jari-jari partikel tersuspensi sama, yaitu sebesar 0.9 μm, maka diperoleh nilai koefisien difusi Brownian (Dbdn) sebesar 2.47x10-13 m2 dtk-1. Hasil ini tidak berbeda jauh dengan yang dilaporkan oleh Belfort et al. (1994), yang mana nilai koefisien difusi Brownian untuk partikel berukuran mikron di dalam air adalah pada orde 10-13 m2 dtk-1. Nilai koefisien difusi Brownian dimasukkan
ke dalam persamaan (19) sehingga diperoleh nilai koefisien
perpindahan massa pada laju alir 0.05 – 0.09 m dtk-1
sebesar 3.91 x 10-8 –
4.76x 10-8 m dtk-1 (Tabel 10). Tabel 10 Nilai k non-Newtonian (kbdn) pada berbagai laju alir
kbdn
Laju Alir (m dtk-1)
γw (dtk -1)
(m dtk-1)
0.05
719.76
3.91 x 10-8
0.06
863.71
4.16 x 10-8
0.07
1007.66
4.38 x 10-8
0.08
1151.62
4.57 x 10-8
0.09
1295.57
4.76 x 10-8
Selanjutnya nilai kbdn yang diperoleh dimasukkan ke dalam persamaan (11), sehingga menghasilkan nilai fluksi sebesar 8.18 x 10-8 - 1.01 x 10-7 m detik-1. Nilai fluksi hasil prediksi jauh lebih rendah dari nilai fluksi hasil percobaan sebesar 1.18 x 10-5 – 2 x 10-5 m detik-1 dengan perbedaan hampir 3 orde (Gambar 31). Model difusi Brownian umumnya digunakan untuk makromolekul. Makromolekul memiliki ukuran partikel yang relatif kecil, sehingga jika menggunakan model difusi Brownian, hasil yang ditunjukkan tidak berbeda jauh. Namun demikian, hasilnya dapat berbeda apabila yang digunakan adalah jus jeruk. Dengan kandungan partikel-partikel yang berukuran relatif besar, yaitu di atas 1 mikron dan beragam, difusi zat terlarut menjadi lebih rendah, sehingga
61
menghasilkan fluksi yang rendah. Hal inilah yang kemungkinan menyebabkan nilai fluksi prediksi jauh lebih rendah daripada nilai fluksi percobaan.
1.E-03
1.E-04
Fluksi 1.E-05 (m dtk -1) 1.E-06
1.E-07 J percobaan J bdn
1.E-08 0.05
0.06
0.07
0.08
0.09
-1
Laju alir (m dtk )
Gambar 31 Perbandingan nilai fluksi hasil prediksi menggunakan model thin film untuk fluida non-Newtonian berdasarkan koefisien difusi Brownian dengan nilai fluksi hasil percobaan 4.2.2. Model thin film untuk fluida non-Newtonian berdasarkan nilai koefisien perpindahan massa (k) yang dihitung menggunakan persamaan self-diffusion Eckstein (Dsdn) Self diffusion pertama kali diperkenalkan oleh Eckstein et al. (1977) dan digunakan pada larutan suspensi. Self diffusion atau biasa lebih dikenal dengan shear-induce diffusion memperhitungkan pengaruh laju geser dan ukuran partikel dalam mekanisme perpindahan balik massa. Berdasarkan persamaan (20) maka diperoleh nilai koefisien self-diffusion sebesar 1.49 x 10-11 – 2.68 m2 x 10-11 detik-1 . Nilai ini mendekati nilai yang dilaporkan oleh Belfort et al. (1994), yaitu nilai koefisien self-diffusion dari partikel dengan jari-jari 1 mikron pada γw = 1000 dtk-1 adalah sebesar 3 x 10-11 m2 dtk-1. Nilai koefisien self-diffusion kemudian dimasukkan ke dalam persamaan (19), maka diperoleh nilai koefisien perpindahan massa pada laju alir 0.05 – 0.09 m detik-1 sebesar 6.02 x 10-7 – 1.08 x 10-6 m detik-1 (Tabel 11). Selanjutnya nilai ksdn dimasukkan ke dalam persamaan (11), sehingga menghasilkan nilai fluksi sebesar 1.26 x 10-6 - 2.30 x 10-6 m detik-1. Nilai fluksi
62
hasil prediksi lebih rendah dari nilai fluksi percobaan sebesar 1.18 x 10-5 – 2 x 10-5 m detik-1 dengan perbedaan satu orde (Gambar 32). Tabel 11 Nilai Dsdn dan ksdn pada berbagai laju alir
Dsdn
k sdn
Laju Alir ( m dtk-1)
γw ( dtk -1)
( m2 dtk-1)
( m dtk-1)
0.05
719.76
1.49 x 10-11
6.02 x 10-7
0.06
863.71
1.79 x 10-11
7.23 x 10-7
0.07
1007.66
2.09 x 10-11
8.43 x 10-7
0.08
1151.62
2.38 x 10-11
9.63 x 10-6
0.09
1295.57
2.68 x 10-11
1.08 x 10-6
1.E-03
1.E-04
Fluksi (m dtk -1)
1.E-05
1.E-06
1.E-07 J sdn J percobaan
1.E-08 0.05
0.06
0.07
0.08
0.09
Laju alir (m dtk -1)
Gambar 32 Perbandingan nilai fluksi hasil prediksi menggunakan model thin film untuk fluida non-Newtonian berdasarkan koefisien self-diffusion dengan nilai fluksi hasil percobaan Gambar
33
menunjukkan
perbandingan
nilai
fluksi
hasil
prediksi
berdasarkan kedua model tersebut dengan nilai fluksi hasil percobaan. Pada Gambar 33 dapat dilihat bahwa nilai fluksi hasil prediksi berdasarkan model selfdiffusion lebih tinggi jika dibandingkan dengan nilai fluksi hasil prediksi berdasarkan model difusi Brownian, tetapi lebih mendekati nilai fluksi hasil
63
percobaan. Hal ini ditunjukkan oleh nilai mean square error model self diffusion lebih kecil dibandingkan dengan model difusi Brownian, yaitu sebesar 2.11 x 10-10 untuk model self diffusion dan 2.63 x 10-10 untuk model difusi Brownian. 1.E-03 J bdn J sdn J percobaan
1.E-04
1.E-05 Fluksi (m dtk-1) 1.E-06
1.E-07
1.E-08 0.05
0.06
0.07
0.08
0.09
Laju alir (m dtk-1)
Gambar 33 Perbandingan nilai fluksi hasil prediksi kedua model non-Newtonian dengan nilai fluksi hasil percobaan. Perbedaan ini kemungkinan disebabkan karena model difusi Brownian tidak mempertimbangkan pengaruh laju geser terhadap laju difusi zat terlarut. Selain itu ukuran partikel menjadi faktor yang mengurangi laju difusi zat terlarut. Ketika ukuran partikel bertambah besar, maka laju difusi zat terlarut menjadi berkurang (Bhattacharjee et al. 1999).
Menurut Song dan Elimelech (1995a), difusi
Brownian lebih efektif untuk partikel berukuran kecil. Untuk partikel berukuran > 1 μm, laju deposisi lokal menjadi lebih kecil dan menurun dengan cepat di sepanjang saluran jika dibandingkan dengan partikel yang lebih kecil. Menurunnya laju difusi zat terlarut menyebabkan koefisien perpindahan massa menjadi lebih rendah sehingga fluksi yang dihasilkan menjadi lebih rendah. Ketika jus jeruk yang mengandung partikel-partikel besar dimikrofiltrasi, geseran pada dinding membran menjadi lebih tinggi sehingga mengikis lapisan cake yang terbentuk. Akibatnya laju difusi balik zat terlarut meningkat sehingga fluksi yang dihasilkan menjadi lebih tinggi. Hal inilah yang kemungkinan menyebabkan nilai prediksi fluksi jauh lebih rendah daripada nilai percobaan. Pada model self-diffusion berlaku sebaliknya.
Laju geser dan ukuran
partikel menjadi faktor dominan yang berpengaruh terhadap laju difusi zat terlarut
64
dan deposisi partikel pada permukaan membran.
Untuk partikel berukuran
besar, perpindahan balik partikel dipengaruhi oleh gaya angkat inersia.
Jika
ukuran partikel meningkat, gaya angkat inersia meningkat sehingga mengurangi laju perpindahan massa ke permukaan membran (Song & Elimelech 1995a). Berdasarkan model self-diffusion, maka peningkatan laju geser dan ukuran partikel meningkatkan laju difusi zat terlarut.
Dengan demikian koefisien
perpindahan massa meningkat, sehingga fluksi permeat menjadi meningkat. Hal ini yang kemungkinan menyebabkan nilai prediksi fluksi menggunakan model self-diffusion lebih tinggi dibandingkan dengan nilai fluksi prediksi menggunakan model difusi Brownian. 4.2.3. Model polarisasi konsentrasi (shear-induce diffusion) Zidney- Colton Pengembangan model polarisasi konsentrasi diperkenalkan oleh Zidney dan Colton (1986) dengan mengganti difusi Brownian dengan shear-induce diffusion Eckstein. Menurut Belfort et al (1994) shear-induce diffusion sesuai untuk menggambarkan mekanisme perpindahan balik pada suspensi. Berdasarkan dugaan bahwa jus jeruk merupakan suspensi, maka pada penelitian ini dicoba untuk memprediksi fluksi dengan menggunakan model polarisasi konsentrasi Zidney-Colton.
Beberapa asumsi digunakan dalam
pengujian model ini, antara lain partikel tersuspensi berbentuk bola serta fraksi volume partikel pada permukaan membran (Φw) ditetapkan sebesar 0.6. Asumsi ini didasarkan pada nilai fraksi volume partikel pada permukaan membran untuk partikel suspensi pekat yang bersifat kaku menurut Zidney dan Colton (1990) adalah sebesar 0.6. Sedangkan nilai (Φb) berdasarkan hasil penelitian rata-rata adalah 3.64 x 10-4. Prediksi fluksi menggunakan model Zidney-Colton pada kisaran laju geser 800 – 1440 detik-1 menghasilkan nilai fluksi sebesar 1.42 x 10-5 – 2.58 x 10-5 m detik-1. Nilai ini sedikit lebih tinggi dari nilai fluksi hasil percobaan, yaitu 1.18 x 105
– 2 x 10-5 m detik-1, tetapi hampir mendekati fluksi hasil percobaan dan masih
dalam satu orde, yaitu 10-5 m detik-1 dengan nilai mean square error sebesar 1.53 x 10-11. Gambar 34 memperlihatkan bahwa nilai fluksi hasil prediksi hampir mendekati nilai fluksi percobaan.
Kedekatan ini kemungkinan menunjukkan
adanya kesamaan sifat bahan berdasarkan asumsi model Zidney-Colton dengan sifat jus jeruk yang sebenarnya.
Dengan demikian, mekanisme perpindahan
65
massa pada mikrofiltrasi jus jeruk kemungkinan mendekati mekanisme perpindahan massa yang digambarkan oleh model Zidney-Colton.
Model
Zidney-Colton mempertimbangkan pengaruh konsentrasi partikel di dalam umpan dan pada permukaan membran.
Model Zidney-Colton menjadikan
geseran sebagai efek dari pergerakan partikel sehingga mempengaruhi difusi balik partikel pada lapisan batas. Model tersebut valid untuk partikel berbentuk bulat. 1.E-03
1.E-04
Fluksi (m dtk-1)
1.E-05
1.E-06
1.E-07 J zidney J percobaan
1.E-08 0.05
0.06
0.07
0.08
0.09
Laju alir (m dtk-1)
Gambar 34 Perbandingan nilai fluksi hasil prediksi model Zidney-Colton dengan nilai fluksi hasil percobaan. Kehadiran partikel di dalam jus jeruk menyebabkan peningkatan laju geser pada
dinding
membran,
sehingga
meningkatkan
laju
deposisi
partikel
meninggalkan permukaan membran. Dengan demikian, hidrodinamika jus jeruk pada proses mikrofiltrasi sangat dipengaruhi oleh geseran. Hal ini yang kemungkinan menyebabkan hasil yang diperoleh lebih mendekati model tersebut. Selain itu, partikel jus sebagaimana yang terlihat pada Gambar 14 berbentuk bola, sama dengan asumsi yang ditetapkan dalam model ZidneyColton. Kesesuaian faktor-faktor utama yang mempengaruhi parameter operasi dalam penelitian ini dengan faktor-faktor berpengaruh yang telah ditetapkan di dalam model Zidney-Colton seperti sifat fluida, ukuran partikel, bentuk partikel,
66
fraksi volume partikel, dan sistem aliran fluida menyebabkan nilai hasil percobaan lebih mendekati pola Zidney-Colton.
Jus jeruk yang dimikrofiltrasi
mengandung partikel berukuran diatas 1 μm dan berbentuk bulat sesuai dengan beberapa asumsi yang ditetapkan dalam model Zidney-Colton. 4.2.4.
Model shear-induce diffusion Davis-Sherwood
Prediksi fluksi menggunakan model Davis-Sherwood pada kisaran laju geser 800 – 1440 detik-1 menghasilkan nilai fluksi sebesar 8.11 x 10-6 – 1.48 x 10-5 m detik-1. Nilai ini sedikit lebih rendah dari nilai fluksi hasil percobaan, yaitu 1.18 x 10-5 – 2 x 10-5 m detik-1, tetapi masih dalam satu orde, yaitu 10-5 m detik-1. Gambar 35 menunjukkan bahwa nilai fluksi hasil prediksi menggunakan model Davis-Sherwood sedikit lebih rendah dari nilai fluksi percobaan dengan nilai mean square error sebesar 2.37 x 10-11.
Hal ini kemungkinan disebabkan
karena terdapat sedikit perbedaan karakteristik jus yang digunakan. 1.E-03
1.E-04
1.E-05 Fluksi (m dtk-1) 1.E-06
1.E-07 J davis J percobaan
1.E-08 0.05
0.06
0.07
0.08
0.09
-1
Laju alir (m dtk )
Gambar 35
Perbandingan nilai fluksi hasil prediksi model Davis-Sherwood dengan nilai fluksi hasil percobaan.
Model Davis-Sherwood berlaku untuk partikel yang berukuran sama, mengabaikan interaksi antar partikel serta mengasumsikan bahwa suspensi bersifat Newtonian. Jus jeruk mengandung berbagai partikel dengan berbagai ukuran sehingga interaksi antar partikel tidak dapat diabaikan begitu saja. Selain itu, berdasarkan hasil percobaan diketahui bahwa jus jeruk merupakan fluida
67
non-Newtonian sehingga memiliki perilaku hidrodinamika yang berbeda dengan fluida Newtonian. Berdasarkan uraian-uraian di atas, dapat dilihat bahwa mekanisme perpindahan massa pada mikrofiltrasi jus jeruk sangat tergantung pada sifat jus. Hasil penelitian menunjukkan bahwa model Zidney-Colton lebih sesuai untuk menggambarkan mekanisme perpindahan massa pada proses penghilangan limonin dan naringin dari jus jeruk menggunakan mikrofiltrasi. Hal ini ditunjukkan oleh perbandingan nilai fluksi (Tabel 12) dan nilai mean square errors dari keempat model di atas.
Mean square errors (MSE)
model Zidney-Colton
memiliki nilai yang terkecil dibandingkan dengan model lainnya.
Sebagaimana
yang terlihat pada Gambar 36, nilai fluksi prediksi menggunakan model ZidneyColton lebih mendekati nilai fluksi percobaan dibandingkan dengan model lainnya. Tabel 12 Perbandingan nilai fluksi hasil prediksi menggunakan berbagai model dengan nilai fluksi hasil percobaan. Model thin film nonNewtonian Jbdn Jsdn (m dtk-1) (m dtk-1)
Laju alir (m dtk-1)
J percobaan (m dtk-1)
0.05
1.18 x 10-5
8.01 x 10-8
0.06
1.49 x 10-5
0.07
1.62 x 10
-5
8.82 x 10
0.08
1.75 x 10
-5
2.00 x 10
-5
0.09
J zidney (m dtk-1)
J davis (m dtk-1)
1.26 x 10-6
1.42 x 10-5
8.11 x 10-6
8.59 x 10-8
1.49 x 10-6
1.69 x 10-5
9.63 x 10-6
-8
-6
1.70 x 10
-5
1.93 x 10
1.10 x 10-5
9.93 x 10-8
1.97 x 10-6
2.24 x 10-5
1.28 x 10-5
-7
-6
-5
1.48 x 10-5
1.01 x 10
2.30 x 10
2.58 x 10
Gambar 36 menunjukkan adanya perbedaan perilaku fluksi hasil percobaan dengan
fluksi
hasil
prediksi.
Peningkatan
fluksi
hasil
percobaan
memperlihatkan pola yang cenderung menurun dengan semakin tingginya laju alir, sedangkan fluksi hasil prediksi meningkat secara proporsional dengan laju alir.
Perbedaan ini kemungkinan disebabkan oleh keterbatasan model yang
mengasumsikan bahwa ketebalan lapisan cake bersifat konstan sehingga dalam perhitungan ketebalan lapisan cake
dapat diabaikan.
Dengan mengabaikan
ketebalan lapisan cake, maka tidak terjadi peningkatan tahanan yang dapat menurunkan fluksi, sehingga ketika laju alir ditingkatkan, fluksi meningkat secara proporsional.
Pada kenyataannya, lapisan cake yang terbentuk tidak konstan.
Menurut Davis dan Birdsell (1987), rasio tahanan lapisan cake terhadap tahanan
68
membran akan meningkat dengan menurunnya ukuran partikel. Rasio tahanan lapisan cake terhadap tahanan membran meningkat jika ketebalan lapisan cake 1.E-03
1.E-04
1.E-05 Fluksi ( m dtk-1) 1.E-06
1.E-07
1.E-08 0.05
0.06
0.07
0.08
0.09
-1
Laju alir (m dtk ) J percobaan J zidney
Gambar 36
J bdn J davis
J sdn
Perbandingan nilai fluksi hasil prediksi menggunakan berbagai model dengan nilai fluksi hasil percobaan.
meningkat karena tahanan membran bersifat konstan. Pada proses mikrofiltrasi jus jeruk, peningkatan laju alir meningkatkan laju geser. Dengan peningkatan geseran, partikel jus jeruk kemungkinan pecah atau terkikis sehingga ukuran partikelnya menjadi lebih kecil.
Penurunan ukuran partikel meningkatkan rasio
tahanan lapisan cake terhadap tahanan membran, yang berarti bahwa terjadi peningkatan ketebalan lapisan cake. Peningkatan lapisan cake menyebabkan tahanan membran total menjadi lebih besar yang berakibat pada penurunan fluksi permeat. Pada Gambar 36 juga terlihat bahwa semakin tinggi laju alir, nilai fluksi percobaan lebih mendekati nilai fluksi prediksi model Davis-Sherwood. Hal ini menunjukkan bahwa pembentukan lapisan cake terjadi seiring dengan peningkatan laju alir, sesuai dengan pendekatan yang digunakan dalam model Davis-Sherwood.
69
4.2.5.
Analisis sifat jus
Berdasarkan uraian di atas, mekanisme perpindahan massa pada mikrofiltrasi jus jeruk adalah mekanisme perpindahan massa secara difusi yang dipacu oleh geseran.
Ketidakjelasan sifat jus jeruk pada awal penelitian
menemukan titik terang. Hasil penelitian menunjukkan bahwa nilai fluksi percobaan lebih mendekati nilai fluksi prediksi yang menggunakan model untuk suspensi, baik itu model Zidney-Colton maupun model Davis-Sherwood. Berdasarkan kecenderungan terhadap model-model tersebut, dapat disimpulkan bahwa jus jeruk merupakan suspensi. Kecenderungan perilaku fluksi pada mikrofiltrasi jus jeruk ke arah model untuk suspensi seperti yang terlihat pada Gambar 36 dan Gambar 37 menunjukkan bahwa sifat suspensi sangat berpengaruh terhadap mekanisme perpindahan massa yang terjadi selama mikrofiltrasi jus jeruk. Walaupun model self diffusion
menggunakan dasar perhitungan koefisien difusi yang sama
dengan model Zidney-Colton dan model Davis-Sherwood, namun nilai fluksi prediksi model self diffusion cenderung lebih rendah daripada nilai fluksi prediksi menggunakan model Zidney-Colton dan model Davis-Sherwood. disebabkan oleh perbedaan pendekatan konsentrasi.
Hal ini
Model self-diffusion
menggunakan pendekatan konsentrasi berdasarkan kandungan senyawa limonin dan naringin, sedangkan model Zidney-Colton dan model Davis-Sherwood menggunakan pendekatan konsentrasi partikel.
Konsentrasi senyawa limonin
dan naringin akan berbeda dengan fraksi volume partikel, karena partikel merupakan gabungan dari beberapa senyawa, tidak hanya limonin dan naringin. Dalam proses mikrofiltrasi jus jeruk, tidak hanya senyawa limonin dan naringin yang memainkan peranan penting dalam mekanisme perpindahan massa, tetapi juga melibatkan senyawa-senyawa lain yang terkandung dalam jus jeruk salah satunya adalah pektin.
Bersama limonin dan naringin, senyawa tersebut
bergabung dalam satu fraksi yaitu partikel. Dengan demikian, salah satu faktor yang berpengaruh dominan dalam mekanisme perpindahan massa pada mikrofiltrasi jus jeruk adalah konsentrasi partikel, bukan konsentrasi senyawa limonin dan naringin. Untuk mengetahui sifat suspensi jus jeruk apakah pekat atau encer, pada penelitian ini dilakukan perbandingan model polarisasi konsentrasi Zidney-Colton berdasarkan dua kondisi, yaitu fraksi volume partikel umpan sebesar Φw- Φb <<
70
Φw yang berarti bahwa suspensi bersifat encer memenuhi persamaan (21) dan Φb << Φw yang berarti bahwa suspensi bersifat pekat memenuhi persamaan (22). Pada Gambar 37 terlihat bahwa fluksi hasil prediksi menggunakan model Zidney-Colton untuk suspensi pekat menunjukkan perilaku yang berbeda dengan fluksi hasil prediksi menggunakan model Zidney-Colton untuk suspensi encer. Gambar 37 menunjukkan bahwa nilai prediksi fluksi menggunakan model ZidneyColton untuk suspensi pekat lebih rendah dari nilai fluksi percobaan. Nilai fluksi prediksi yang dihasilkan adalah sebesar 5.48 x 10-6 – 9.91 x 10-6 m detik-1. Hal ini kemungkinan disebabkan oleh perbedaan konsentrasi partikel umpan. Menurut Jonsson (1986), difusifitas menurun dengan meningkatnya konsentrasi umpan.
Ketika konsentrasi umpan tinggi, koefisien perpindahan massa dan
koefisien difusi zat terlarut menurun sehingga fluksi menjadi lebih rendah. 1.E-03
1.E-04
1.E-05 Fluksi (m dtk-1) 1.E-06
J zidney pekat J zidney encer J percobaan
1.E-07
1.E-08 0.05
0.06
0.07
0.08
0.09
Laju alir (m dtk-1)
Gambar 37
Perbandingan nilai fluksi hasil prediksi model Zidney-Colton untuk suspensi pekat dan suspensi encer dengan nilai fluksi hasil percobaan.
Pada Gambar 37 terlihat bahwa nilai prediksi fluksi menggunakan model Zidney-Colton untuk suspensi encer lebih mendekati nilai fluksi percobaan jika dibandingkan dengan nilai prediksi fluksi menggunakan model Zidney-Colton untuk suspensi pekat. Perbedaan perilaku fluksi dari kedua kondisi suspensi menunjukkan bahwa nilai fluksi prediksi menggunakan model Zidney-Colton untuk suspensi encer lebih sesuai untuk menggambarkan sifat suspensi jus jeruk. Dengan demikian dapat disimpulkan bahwa jus jeruk merupakan suspensi yang bersifat encer.
V. KESIMPULAN DAN SARAN 5.1. Kesimpulan 1. Mikrofiltrasi dapat menghilangkan limonin dan naringin dari dalam jus jeruk dengan tingkat pengurangan sebesar 92.54 % untuk limonin dan 71.34 % untuk naringin. 2. Kondisi terbaik operasi mikrofiltrasi jus jeruk untuk membran bertipe modul hollow fiber dengan tingkat pengurangan limonin dan naringin tertinggi adalah pada tekanan membran 1.74 bar dan laju alir 0.08 m detik-1 dengan fluksi sebesar 63.16 L m-2 jam-1. 3. Model Zidney-Colton lebih sesuai untuk menggambarkan mekanisme perpindahan massa pada mikrofiltrasi jus jeruk yang dipengaruhi oleh ukuran dan konsentrasi partikel di dalam larutan serta laju geser.
Hal ini yang
ditunjukkan oleh nilai mean square error model Zidney-Colton yang lebih kecil dibandingkan dengan model lainnya.
Dengan demikian, mekanisme
perpindahan massa pada mikrofiltrasi jus jeruk untuk penghilangan limonin serta naringin dapat dideskripsikan sebagai mekanisme perpindahan massa secara difusi yang dipacu oleh geseran (shear-induce diffusion) dan larutan jus jeruk dapat dikategorikan sebagai suspensi dengan sifat encer. 5.2. Saran Untuk mendapatkan jus jeruk dengan kualitas yang baik, perlu dilakukan filtrasi bertahap yang meliputi filtrasi awal menggunakan membran berukuran pori tertentu (± 3 - 4 µm) sehingga partikel warna dan vitamin C dapat tertahan, sedangkan limonin, naringin, gula serta air masih dapat lolos.
Selanjutnya
permeat hasil filtrasi awal dimikrofiltrasi untuk menghilangkan limonin dan naringin. Pada proses akhir dilakukan pencampuran permeat hasil mikrofiltrasi yang masih mengandung gula dan air dengan retentat hasil filtrasi awal.
72
DAFTAR PUSTAKA Abbasi S, Zandi P, Mirbagheri E. 2005. Quantification of limonin in iranian orange juice concentrate using high-performance liquid chromatography and spectrophotometric methods. Eur Food Res Technol 221:202-207. Anonim. 2006. Orange juice. [terhubung berkala]. dow.com/liquidseps/prod/sp_orange. htm [15 Jan 2006].
http//www.
AOAC. 1999. Official Methods of Analysis. Gaithersburg : AOAC International. Araujo PE. 1977. Role of Citrus Fruits in Human Nutrition. Di dalam : Nagy S, Shaw PE, Veldhuis MK, editor. Citrus Science and Technology Vol ke-1. Connecticut : AVI. Bates RP, Morris JR, Crandall PG. 2001. Principles and Practices of Small and Medium-Scale Fruit Juice Processing. FAO Agric Services Bull 146. Belfort G, Davis RH, Zidney AL. 1994. The behavior of suspensions and macromolecular solutions in crossflow microfiltration [ulas balik] . J Memb Sci 96 : 1-58. Bhattacharjee S, Kim AS, Elimelech M. 1999. Concentration polarization of interacting solute particles in cross-flow membrane filtration. J Colloid Interface Sci (212) : 81–99. Bhattacharjee C, Datta S, Saha S. 2003. Correlations to predict permeate flux and rejection in ultrafiltration based on dimensional analysis. IE(I) Journal-CH 84 : 8 - 11. Birt DF, Hendrick S, Wang W. 2001. Dietary agents in cancer prevention : flavonoids and isoflavonoids. Pharmacology & Therapeutics 90 : 1575-177. Brickley PM, Gifford BL, Domz CA. 1959. Flavonoid therapy in diabetic retinopathy. California Medicine 90 (1) : 45-48. Bruijn J de, Venegas A, Borquez R. 2002. Influence of crossflow ultrafiltration on membrane fouling and apple juice quality. Desalination 148 :131–136. Capanelli G, Bottino A, Munari S, Lister DG, Maschio G, Becchi I. 1992. The use of membrane process in the clarification of orange and lemon juice. J Food Eng 21 : 473 – 483. Carreau PJ, Lavoie PA, Yziquel F. 1999. Rheological properties of concentrated suspensions. Di dalam : Siginer DA, De Kee D, Chhabra RP, editor. Advances in the Flow and Rheology of Non-Newtonian Fluids Part B. Amsterdam : Elsevier. Casani SD, Jorgensen RB. 2000. Cross-flow Filtration of Fruit Juice. Working Report No. 12. Denmark : Miljostyrelsen.
73
Cassano A, Drioli E, Galaverna G, Marchelli R, Di Silvestro G, Cagnasso P.. 2003. Clarification and concentration of citrus and carrot juices by integrated membrane processes. J Food Eng 57: 153–163. Cassano A , Figoli A, Tagarelli A, Sindona G, Drioli E. 2006. Integrated membrane process for the production of highly nutritional kiwifruit juice by ultrafiltration. Desalination 189 : 21–30. Cassano A , Donato L, Drioli E. 2007a. Ultrafiltration of kiwifruit juice : operating parameters, juice quality and membrane fouling. J Food Eng 79 (2) : 613-621 [terhubung berkala]. http://sciencedirect.com [6 Feb 2007]. Cassano A , Marchio M, Drioli E. 2007b. Clarification of blood orange juice by ultrafiltration: analyses of operating parameters, membrane fouling and juice quality. Desalination 212 : 15–27. Chamchong M, Noomhorm A. 1991. Effect of pH and enzymatic treatment on microfiltration and ultrafiltration of tangerine juice. J Food Process Eng 14(1) : 21. Chandler BV, Kefford JF.1966. The chemical assay of limonin, the bitter principle of oranges. J. Sci. Food. Agric. 17, 193-197. Di dalam Maier VP, Bennet RD, Hasegawa S . 1977. Limonin and Other Limonoids. Di dalam : Nagy S, Shaw PE, Veldhuis MK, editor. Citrus Science and Technology Vol ke-1. Connecticut : AVI. Charcosset C, Choplin L. 1996. Ultrafiltration of non-newtonian fluids. J Memb Sci 115 : 147-160. Chen CS, Chen WA, penemu. 26 Mei 1998. Method for producing ready to pour frozen concentrated clarified fruit juice, fruit juice produced thereform, and high solids fruit product. US patent 5 756 141. Cheng TW, Wu GJ. 2001. Modified boundary layer resistance model for membrane ultrafiltration. Tamkang J Sci Eng 4( 2): 111-117. Cheryan, M. 1998. Ultrafiltration and Microfiltration Handbook. Pennsylvania : Technomic. Cisse M, Vaillant F, Perez A, Dornier M, Reynes M. 2005. The quality of orange juice processed by coupling crossflow microfiltration and osmotic evaporation. Int J Food Sci Technol 40 : 105-116. Cready RM. 1977. Carbohydrates : Composition, Distribution, Significance. Di dalam : Nagy S, Shaw PE, Veldhuis MK, editor. Citrus Science and Technology Volume ke-1. Connecticut : AVI. Crussler EL. 1997. Diffusion, mass transfer in fluid system, 2nd ed. USA : Cambridge Univ Pr. Davis RH, Birdsell SA. 1987. Hydrodynamic model and experiments for crossflow microfiltration. Chem Eng Sci 49 : 217-234.
74
Davis RH, Leighton DT. 1987. Shear-induced transport of a particle layer along a porous wall. Chem Eng Sci 42 (2) : 275-281. Davis RH, Sherwood JD. 1990. A similarity solution for steady-state crossflow microfiltration. Chem Eng Sci 45 (11) : 3203–3209. Davis WB. 1947. Determination of flavonones in citrus fruits. Anal. Chem. 109, 476-478. Di dalam : Albrigo LG, Carter RD. 1977. Structure of Citrus Fruits in Relation to Processing. Di dalam : Nagy S, Shaw PE, Veldhuis MK, editor. Citrus Science and Technology Vol ke-1. Connecticut : AVI. Eckstein EC, Bailey DG, Shapiro AH. 1977. Self diffusion of particles in shear flow of a suspension. J Fluid Mechanics 79 :191–208. Fellows PJ. 1988. Food Process Technology, Principles and Practise. Chicester : Ellis Horwood. FMC FoodTech Citrus System. 2005. Laboratory Manual : Procedures for Analysis of Citrus Products. Florida : FMC Technologies. Gonzalez EA, Nazareno MA, Borsarelli CD. 2002. J Chem Soc, Perkin Trans 2 : 2052–2056. Goosen MFA, Sablani SS, Al-Hinai H, Al-Obeidani S, Al-Belushi R, Jackson D. 2004. Fouling of reverse osmosis and ultrafiltration membranes: a critical review. Sep Sci Tech 39(10):2261-2298. Grandison AS, Youravong W, Lewis MJ. 2000. Hydrodynamic factors affecting flux and fouling during ultrafiltration of skimmed milk. Lait 80 : 165-174. Hernandez ER, Chen CS, Shaw PE, Carter RD, Barros S. 1992a. Ultrafiltration of orange juice : effect soluble solids, suspended solids, and aroma. J Agric Food Chem 40 : 986-988. Hernandez ER, Rouseff CR, Chen CS, Barros S. 1992b. Evaluation of Ultrafiltration and Adsorption to Debitter Grapefruit Juice and Grapefruit Pulp Wash. J Food Sci 57 (3) : 664-666. Hong S, Faibish RS, Elimelech M. 1997. Kinetics of permeate flux decline in crossflow membrane filtration of colloidal suspensions. J Colloid Interface Sci 196 : 267-277. Ibarz A, Gonzalez C, Esplugas S. 1994. Rheology of clarified fruit juices. III: orange juices. J Food Eng 21 : 485-494. Jacob R, Hasegawa S, Manners G. 2000. The potential of citrus limonoids as anticancer agents. Perishables Handling Quarterly Issue 102 : 6 - 8. Jitpukdeebodintra S, Chantachum S, Ratanaphan A, Chantapromma K. Stability of limonin from lime seeds. J Agric Environ 3(2) : 99 -100.
2005.
Jonsson G. 1986. Transport phenomena in ultrafiltration : membrane selectivity and boundary layer phenomena. Pure Appl Chem 58(12):1647-1656.
75
Joslyn MA. 1962. The chemistry of protopectin : a critical review of historical data and recent development. Adv Food Res 11:1-107. Jung UJ, Kim HJ, Lee JS, Lee MK, Kim YHO, Park E J, Kim HK, Jeong S, Choi ZMS. 2003. Naringin supplementation lowers plasma lipids and enhances erythrocyte antioxidant enzyme activities in hypercholesterolemic subjects. Am J Clin Nutr 22(6): 561–568. Khalil AT, Maatooqa GT, El Sayed KA. 2003. Limonoids from Citrus reticulata. Z. Naturforsch 58 c : 165 -170. Kimball DA. 1999. Citrus Processing, A Complete Guide-Second Edition. USA : Aspen. Konieczny K , Rafa J. 2000. Modelling of the membrane filtration process of natutal waters. Polish J Environ Stud 9(1) : 57 – 63. Kovasin K. 2002. Modeling Ultrafiltration And Filtration Phenomena Applied In Chemical Pulping Processes. Chemical Engineering Report Series. Helsinki Univ Tech. Kromkamp J, Faber F, Schroen Karin and Boom Remko. 2006. Effects of particle size segregation on crossflow microfiltration performance: control mechanism for concentration polarisation and particle fractionation. J Memb Sci 268 ( 2 ) : 189-197. Kurowska EM, Spence JD, Jordan J, Wetmore S, Freeman DJ, Piché LA, Serratore. 2000. HDL-cholesterol-raising effect of orange juice in subjects with hypercholesterolemia 1–3. Am J Clin Nutr 72 : 1095–1100. Liu SX. 2005. Membrane technology for postharvest processing of fruit and vegetables. Stewart Postharvest Rev 2 (1) : 1 – 11. Maier VP, Bennet RD, Hasegawa S. 1977. Limonin and Other Limonoids. Di dalam : Nagy S, Shaw PE, Veldhuis MK, editor. Citrus Science and Technology Vol ke-1. Connecticut : AVI. Mans J. 2006. Save bucks and BTUs with membranes; membrane technology has lower energy requirements and capital costs and can achieve separations impossible with other methods - includes related article on membrane separation categories. [terhubung berkala]. http://www.findarticles.com [14 Mei 2006]. Milnes BA, Agmon G, Hasharon R. 2007. Debittering and Upgrading Citrus Juice and By-Products Using Combined Technology. [terhubung berkala]. http://www.kochmembrane.com [8 Januari 2008]. Mishra P, Kahr R. 2003. Treatment grapefruit juice bitterness removal by Amberlite IR 120 and Amberlite IR 400 and alginate entapped naringinase enzyme. J Food Sci 6 (4) : 1229 - 1233. Mizrahi S, Berk Z. 1970. Physico-chemical characteristics of orange juice cloud. J Sci Food Agric 21 (5) : 250-253.
76
Morrison IA, Ross S. 2002. Colloidal Dispersions. Suspensions, Emulsions, and Foams. Wiley Interscience. Mozaffar Z, Miranda QR, Saxena V, penemu; Sepragen Corporation. 4 Apr 2000. High Throughput Debittering. US patent 6 045 842. Mulder M. 1996. Basic Principles of Membrane Technology. London : Kluwer Academic. Nagy S, Shaw PE, Veldhuis MK, editor. 1977. Citrus Science and Technology Volume ke-1. Connecticut : AVI. Noomhorm A, Kasemsuksakul N. 1992. Effect of maturity and processing on bitter compounds in thai tangerine juice. Int J Food Sci Technol 27 : 65 – 73. [Osmonics]. 2007. [terhubung berkala]. http://www.osmonics.com [2 Sept 2006]. Patil SS, Magdum CS. 2006. Rheology and Methods of Analysis. [terhubung berkala]. http://www.pharmainfo.net/exclusive/reviews/ rheology and methods of analysis [ 2 Sept 2006 ]. Perry RH, Green DW. 1999. Perry’s Chemical Engineer’s Handbook. Kansas : Mc Graw Hill. Pritchard M, Howell JA, Field RW. 1995. The ultrafiltration of viscous fluids. J Memb Sci 102 : 223-235. Puri A., penemu; The Coca Cola Company, 27 Mar 1984. Preparation of citrus juices, concentrate and dried powders which reduced in bitterness. US patent 4 439 458. Rai P, Majumdar GC, Sharma G , Das Gupta S, De S. 2006a. Effect of various cutoff membranes on permeate flux and quality during filtration of mosambi (Citrus sinensis (L.) Osbeck) juice. Food Bioprod Proc 849 (C3) : 213-219. Rai P, Rai C, Majumdar GC, Das Gupta S, De S. 2006b. Resistance in series model for ultrafiltration of mosambi (Citrus sinensis (L.) Osbeck) juice in a stirred continuous mode. J Memb Sci 283 (1-2) : 116-122. Ramachandra Rao HG. 2002. Mechanism of flux decline during ultrafiltration of dairy products and influence of pH on flux rates of whey and buttermilk. Desalination. 144 : 319-324. Rao MA. 1995. Rheological Properties of Fluid Foods. Di dalam : Rao MA dan Rizvi SS, editor. Engineering Properties of Foods. New York : Marcel Dekker. Romero CA, Davis RH. 1990. Chem Eng Sci 45 (1) : 13-25.
Transient model of crossflow microfiltration.
Rouse AH. 1977. Pectin: Distribution, Significance. Di dalam : Nagy S, Shaw PE, Veldhuis MK, editor. Citrus Science and Technology Vol ke-1. Connecticut : AVI.
77
Setyadjit. 2005. Methods for Contaminant Analysis and Purification of Single Strength Citrus Juice. Final Report. Agency for Agriculture Research and Development. Univ Queensland. Setyadjit, et al. 2006. Laporan Akhir Pengembangan Teknologi Pengolahan Jeruk, Balai Besar Litbang Pascapanen Pertanian, Balitbang Pertanian, Departemen Pertanian. Shandu A. 2004. Effect of hydrocolloids on the limonin content of Kinnow juice. J Food Agric Environ 2 (1). Shen JJS, Probstein R. 1977. On the prediction of limiting flux in laminar ultrafiltration of macromolecular solutions. Ind Eng Chem Fundam 16 (4) : 459-465. SIGMA. [terhubung berkala]. http:/www.sigma-aldrich.com [9 Feb 2007]. SIGMA. 2004. Biochemicals & Reagents for Life Science Research. SigmaAldrich. Song L, Elimelech M. 1995a. Particle deposition onto a permeable surface in laminar flow. J Colloid Interface Sci 173 : 165-180. Song L, Elimelech M. 1995b. Theory of concentration polarization in crossflow filtration. J Chem Soc Faraday Trans 91(19):3389-3398. Sukasih E, Setyadjit. 2006. Uji ketahanan dan kecukupanan panas terhadap inaktivasi populasi mikroba pada pasteurisasi sari murni jeruk siam. J Pascapanen 3(2) : 77-82. Trettin DR. 1980. An investigation of mass transfer mechanisms in ultrafiltration [Disertasi]. Wisconsin : Inst Paper Chemistry Appleton. Trettin DR, Doshi MR. 1980. Limiting flux in ultrafiltration of macromolecular solutions. Chem Eng Commun 4 : 507-522. USDA. 1983. United States Standards for Grades of Orange Juice. U.S. Department of Agriculture. Washington DC. Vaks B, Lhifshitz A. 1981. Debittering of orange juice by bacteria which degrade limonin. J Agric Food Chem 29 : 1258 – 1261. Venturini WG, Dornier M, Belleville MP. 2003. Tangential microfiltration of orange juice in bench pilot. Ciênc Technol Aliment 23(3) : 330 -336. Vladisavljevic GT, Rajkovic MB. 1999. The effect of concentration dependent viscosity on permeate flux limitation in ultrafiltration. J Facta Universitatis 2 (1) : 9-19. Wenten IG. 2002. Development in membrane science and its applications. Songklanakarin J Sci Technol 24 :1009-1024.
78
Youravong W, Lewis MJ, Grandison AS. 2003. Critical flux in ultrafiltration of skimmed milk. Trans IchemE 81(C): 303-308. Zeman LJ, Zydney AL. Marcel Dekker.
1996.
Microfiltration and Ultrafiltration.
New York :
Zidney AL, Colton CK. 1986. A concentration polarization model for the filtrate flux in crossflow microfiltration of partticulate suspensions. Chem. Eng. Commun 47: 1-21.
79
Lampiran 1 Prosedur Analisa 1. Penetapan Kadar Air (Metode Oven) Cawan aluminium kosong dikeringkan dalam oven selama 15 menit dan didinginkan dalam desikator selama 10 menit, kemudian ditimbang. sampel ditimbang dan dimasukkan ke dalam cawan
5 gram
yang telah dikeringkan,
kemudian dioven selama 6 jam. Setelah itu, cawan didinginkan dalam desikator, kemudian ditimbang.
Sampel dikeringkan kembali ke dalam oven sampai
diperoleh berat yang tetap. Persen kadar air (basis basah) =
W1 − W2 x100 W1
Persen kadar air (basis kering) =
W1 − W2 x100 W2
dimana : W1 = berat awal sampel (gram) W2 = berat akhir sampel (gram) 2. Penetapan Kadar Abu Cawan pengabuan dibakar dalam tanur, kemudian didinginkan dalam desikator dan ditimbang. Tiga sampai lima gram sampel ditimbang dalam cawan tersebut, kemudian diletakkan dalam tanur pengabuan,
selanjutnya dibakar
sampai didapat abu berwarna abu-abu atau sampai beratnya tetap. % abu =
berat abu x100 berat sampel
3. Viskositas Viskositas jus jeruk diukur dengan menggunakan viskometer Brookfield pada tingkat kecepatan pengadukan dan spindle yang disesuaikan dengan sampel. Nilai viskositas yang terbaca dinyatakan dalam centipoise.
4. Densitas (berat jenis) Densitas jus jeruk diukur dengan menggunakan piknometer. Piknometer dibersihkan , dikeringkan dan ditimbang kemudian diisi dengan aquades bersuhu 20-30°C. Pengisian dilakukan sampai air di dalam botol meluap dan tidak ada gelembung udara di dalamnya. Setelah ditutup, botol direndam dalam bak air yang bersuhu 25°C dengan toleransi 0.2 °C selama 30 menit. Botol diangkat dari bak dan dikeringkan dengan kertas pengisap.
Timbang berat botol dengan
80
isinya.
Contoh yang ditentukan berat jenisnya disaring dengan kertas saring
terlebih dahulu. Berat jenis (BJ) pada suhu 25°C = berat botol + sampel – berat botol Berat air pada suhu 25°C G = G’ + 0.00064 ( T-25 °C ) G = BJ sampel setelah dikoreksi G’= BJ sampel pada saat T ( suhu sampel ) 5. Vitamin C Kandungan Vitamin C dihitung dengan metode titrasi (Jacobs, 1984). Sebanyak 10 g sampel dilarutkan dengan aquades dalam labu takar 100 ml kemudian disaring.
Setelah itu, sebanyak 10 ml larutan sampel ditetesi
dengan indikator pati sebanyak 2-3 tetes dan dititrasi dengan menggunakan larutan iod 0,01 N. Titik akhir titrasi ditandai dengan perubahan warna larutan biru. Tiap ml iod equivalen dengan 0,88 mg asam askorbat. Kadar vitamin C dalam contoh dihitung dengan rumus : C = ml Iod 0,01 N x 0,88 x FP x 100 gr sampel C = mg asam askorbat / 100 gram contoh FP = faktor pengenceran 6. Persen (%) Asam Sitrat Anhidrat Persen (%) asam sitrat anhidrat dihitung dengan metode penetapan total asam tertitrasi. Sebanyak 5 g sari buah dimasukkan ke dalam labu takar 100 ml, dan ditepatkan sampai tera dengan menggunakan akuades. Kemudian dipipet 10 ml sampel dari labu takar tersebut dan ditambahkan indikator phenolphtalein 1% sebanyak 2-3 tetes. Kemudian sampel dititrasi dengan larutan NaOH 0.1 N sampai berwarna merah muda. Larutan NaOH distandarisasi dengan larutan oksalat 0.01 N. % asam sitrat anhidrous = ml NaOH x Normalitas NaOH x 6.4 gr sampel
81
7. Total Padatan Terlarut (º Brix) Total padatan terlarut diukur dengan alat Refraktometer. Sampel sari buah diteteskan pada refraktometer dan nilainya dibaca pada skala °Brix yang tertera. 8. Naringin 8.1. Pembuatan larutan stok dan kurva standar naringin Larutan stok naringin dibuat dengan melarutkan 200 mg 90% bubuk naringin (SIGMA) di dalam 100 ml aquades untuk mendapatkan konsentrasi 180 µg/ml. Larutan stok ini disimpan pada suhu ambien. Kurva standar disiapkan untuk menentukan hubungan perkembangan warna secara linier dengan konsentrasi naringin. Pembuatan kurva standar : Sebanyak 0, 25, 50, 75, 100 mg naringin 90% masing-masing dilarutkan pada 100 ml aquades, sehingga didapatkan konsentrasi 22.5 sampai 90 µg/ml naringin murni.
Sebanyak 0.1 ml larutan
standar ( 5 konsentrasi ) masing – masing dimasukkan ke dalam tabung reaksi. Kemudian ditambahkan dengan 0.1 ml NaOH 4N dan 10 ml diethylene glycol. Larutan diaduk menggunakan shaker. ambien
selanjutnya
diukur
Biarkan selama 15 menit pada suhu
absorbansinya
dengan
menggunakan
spektrofotometer pada panjang gelombang 420 nm. Kurva standar diperoleh dengan membuat plot antara nilai absorbansi dengan konsentrasi. 8.2. Pengukuran konsentrasi naringin Konsentrasi naringin di dalam jus jeruk ditentukan dengan metode Spektrofotometer yang dikembangkan oleh David (1947), Mishra and Kar (2003) yang dimodifikasi oleh Setyadjit (2005). 1. 1 ml sari buah dimasukkan ke dalam tabung sentrifus 2. Kemudian disentrifus dengan kecepatan 5000 rpm selama 10 menit pada suhu 4°C. 3. Pipet 0.1 ml supernatan dan tempatkan ke dalam tabung reaksi. 4. Tambahkan dengan 0.1 ml NaOH 4 N dan 10 ml diethyilene glycol 5. Biarkan selama 15 menit pada suhu ambien 6. Baca adsorbansi dengan spektrofotometer pada panjang gelombang 420 nm 7. Lakukan poin 4 - 6 terhadap larutan blanko.
82
8 Nilai absorbansi yang diperoleh dimasukkan ke dalam persamaan kurva standar.
PROSEDUR PENGUKURAN NARINGIN
5 ml sari buah
disentrifus; 5000 rpm; 4°C; 10 menit 0.1 ml supernatan dimasukkan ke dlm tab. reaksi ditambahkan dengan 0.1 ml NaOH 4 N dan 10 ml dietilen glikol
Diaduk dengan vortex
Dilihat perkembangan warna selama 15 menit Sampel dilihat absorbansinya dengan spektrometer pada λ=420 nm
Catatan : untuk blanko pakai aquades, prosedur kerja utama sama dengan sampel
83
9. Limonin 9.1. Pembuatan larutan stok dan kurva standar limonin Larutan stok limonin dibuat dengan melarutkan 5 mg 70 % bubuk limonin (Sigma) di dalam 5 ml acetonitrile. Larutan stok ditambahkan etanol sampai diperoleh volume 50 ml. Konsentrasi akhir dari larutan stok adalah 70 µg/ml. Untuk mengevaluasi laju perkembangan warna, 2 ml dari 21 µg/ml larutan dibaca selama 10,20,30, dan 40 menit.
Kurva standar dibuat pada masing-masing
konsentrasi 0, 7, 14, 21, 27, 35 µg/ml limonin murni. Masing-masing konsentrasi diberi perlakuan berikut : 1. 5 ml larutan stok dimasukkan ke dalam tabung sentrifus. 2. Kemudian disentrifus dengan kecepatan 5000 rpm selama 10 menit pada suhu 4°C. 3. Tempatkan 2 ml supernatan ke dalam tabung reaksi. 4. Kemudian ditambahkan 4 ml kloroform, diaduk menggunakan shaker. 5. Sebanyak 2 ml fase kloroform dipindahkan ke dalam tabung reaksi baru 6. Kemudian ditambahkan 3 ml Reagen Burham. 7. Dibiarkan selama 30 menit untuk mengembangkan warna. 8. Fase bagian atas yang terbentuk kemudian dilihat absorbansinya dengan spektrofotometer pada panjang gelombang 503 nm. 9. Kurva standar diperoleh dengan membuat plot antara nilai absorbansi dengan konsentrasi larutan stok. Reagen Burham terdiri dari :
4-(dimethylamino) benzaldehide (0.1 g), asam
asetat glasial (3 ml), dan perchloric acid (2.4 ml). 9.2. Pengukuran konsentrasi limonin Konsentrasi limonin di dalam jus jeruk ditentukan dengan metode spektrofotometer yang dikembangkan oleh Vaks dan Lifshitz (1981), Noomhorm dan Kasemsuksakul (1992) dan Abbasi et al. (2005) yang dimodifikasi oleh Setyadjit (2005). 1. 5 ml sari buah dimasukkan ke dalam tabung sentrifus. 2. Kemudian disentrifus dengan kecepatan 5000 rpm selama 10 menit pada suhu 4°C. 3. Tempatkan 2 ml supernatan ke dalam tabung reaksi. 4. Kemudian ditambahkan 4 ml kloroform, diaduk menggunakan shaker.
84
5. Sebanyak 2 ml fase kloroform dipindahkan ke dalam tabung reaksi baru 6. Kemudian ditambahkan 3 ml Reagen Burham. 7. Sampel dibiarkan selama 30 menit untuk mengembangkan warna 8. Fase bagian atas yang terbentuk kemudian dilihat absorbansinya dengan spektrofotometer pada panjang gelombang 503 nm. 9. Nilai absorbansi yang diperoleh dimasukkan ke dalam persamaan kurva standar.
85
Lampiran 2
Kurva standar limonin
Konsentrasi Limonin (µg ml-1) 10 20 30 40 50
Absorbansi 0.043 0.099 0.150 0.164 0.255
0.3 0.25 0.2 Absorbansi
0.15 0.1 y = 0.0049x - 0.0045 R2 = 0.9578
0.05 0 0
10
20
30
40
50 -1
Konsentrasi limonin (ug ml )
60
86
Lampiran 3 Kurva standar naringin Konsentrasi Naringin (µg ml-1) 100 200 400 600 800 1000
Absorbansi 0.046 0.089 0.150 0.307 0.359 0.470
0.5 0.45 0.4 0.35 0.3 Absorbansi
0.25 0.2 0.15
y = 0.0005x - 0.0091 R2 = 0.9847
0.1 0.05 0 0
200
400
600
800
Konsentrasi naringin (ug ml-1)
1000
1200
87
Lampiran 4
Viskositas jus jeruk pada berbagai laju geser (Gambar 16 dan Gambar 17)
Laju putaran
Laju geser
Tegangan geser
-1
-1
Viskositas
Ln laju geser -1
Ln viskositas
(rpm)
(dtk )
(cP dtk )
(cP)
(dtk )
(cP)
100
22.00
112.64
5.12
3.09
-5.27
120
26.40
145.46
5.51
3.27
-5.20
130
28.60
164.35
5.75
3.35
-5.16
140
30.80
183.05
5.94
3.43
-5.13
150
33.00
206.47
6.26
3.50
-5.07
160
35.20
220.59
6.27
3.56
-5.07
180
39.60
262.94
6.64
3.68
-5.01
190
41.80
286.19
6.85
3.73
-4.98
200
44.00
314.45
7.15
3.78
-4.94
-4.90 0.00 -4.95
0.50
1.00
1.50
2.00
2.50
-5.00 -5.05 ln viskositas -5.10 (Pa dtk) -5.15 -5.20
y = 0.4687x - 6.7292 R2 = 0.991
-5.25 -5.30 ln laju geser (dtk-1)
K = exp (B) = K = 0.001195 K ~ 0.0012
exp(-6.7292) n = A+1 n = (0.4687) + 1 n = 1.4687 n ~1.47
3.00
3.50
4.00
88
Lampiran 5 Fluksi air selama mikrofiltrasi pada TMP = 1.26 bar dan laju alir = 0.13 m dtk-1 (Gambar 18) Waktu ( menit ) 0 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 13 14 15 16 17 18 19 20 21 22 23 24 25 26 27 28 29 30 31 32 33 34 35 36 37 38 39 40 41 42 43 44 45 46
Volume (ml) 100 100 100 100 100 100 100 100 100 100 100 100 100 100 100 100 100 100 100 100 100 100 100 100 100 100 100 100 100 100 100 100 100 100 100 100 100 100 100 100 100 100 100 100 100 100 100
Waktu (dtk) 4.65 4.63 4.63 4.58 4.63 4.63 4.62 4.62 4.63 4.62 4.68 4.59 4.64 4.61 4.65 4.58 4.62 4.61 4.53 4.56 4.56 4.59 4.62 4.59 4.65 4.59 4.67 4.61 4.58 4.55 4.64 4.60 4.56 4.57 4.59 4.58 4.57 4.60 4.65 4.62 4.59 4.64 4.60 4.61 4.61 4.62 4.63
Debit (ml dtk-1) 21.51 21.60 21.60 21.83 21.60 21.62 21.67 21.65 21.60 21.67 21.39 21.81 21.55 21.72 21.53 21.83 21.65 21.72 22.08 21.93 21.93 21.81 21.66 21.79 21.51 21.77 21.44 21.72 21.82 21.98 21.55 21.74 21.93 21.91 21.79 21.83 21.88 21.74 21.51 21.67 21.79 21.57 21.76 21.69 21.69 21.67 21.60
Fluksi air ( L m-2 jam-1 ) 77.42 77.75 77.75 78.60 77.75 77.84 78.01 77.92 77.75 78.01 77.01 78.52 77.59 78.18 77.50 78.60 77.92 78.18 79.47 78.95 78.95 78.52 77.98 78.43 77.42 78.37 77.17 78.18 78.55 79.12 77.59 78.26 78.95 78.86 78.43 78.60 78.77 78.26 77.42 78.01 78.43 77.67 78.35 78.09 78.09 78.01 77.75
89
Lampiran 5 Lanjutan Waktu ( menit ) 48 49 50 51 52 53 54 55 56 57 58 59 60
Volume (ml) 100 100 100 100 100 100 100 100 100 100 100 100 100
Waktu (dtk) 4.62 4.60 4.63 4.61 4.62 4.64 4.59 4.59 4.62 4.60 4.59 4.64 4.59
Debit (ml dtk-1) 21.67 21.74 21.62 21.69 21.65 21.57 21.79 21.79 21.67 21.74 21.79 21.57 21.79
Fluksi air (L m-2jam-1 ) 78.01 78.26 77.84 78.09 77.92 77.67 78.43 78.43 78.01 78.26 78.43 77.67 78.43
90
Lampiran 6 Fluksi jus selama mikrofiltrasi (Gambar 19) TMP = 1.22 bar; laju alir = 0.09 m dtk-1 -1
Waktu ( menit )
Volume (ml)
Waktu (dtk)
Q (Debit) (ml dtk )
Fluksi jus ( L m
<1
100
7.55
13.25
47.68
1
100
7.47
13.39
48.19
2
100
7.54
13.26
47.75
3
100
7.60
13.16
47.37
4
100
7.72
12.96
46.66
5
100
7.59
13.18
47.46
6
100
7.89
12.67
45.63
7
100
7.69
13.00
46.81
8
100
7.85
12.75
45.89
9
100
7.97
12.55
45.20
10
100
8.12
12.32
44.36
11
100
7.89
12.68
45.66
12
100
7.74
12.92
46.51
13
100
7.74
12.93
46.54
14
100
7.78
12.86
46.30
15
100
7.68
13.03
46.91
16
100
7.76
12.89
46.42
17
100
7.59
13.18
47.46
18
100
7.68
13.03
46.91
19
100
7.60
13.16
47.37
20
100
7.70
12.99
46.75
21
100
7.81
12.80
46.09
22
100
7.67
13.05
46.97
23
100
7.68
13.02
46.88
24
100
7.84
12.76
45.92
25
100
7.71
12.98
46.72
26
100
7.59
13.18
47.43
27
100
7.60
13.17
47.40
28
100
7.55
13.25
47.68
29
100
7.50
13.34
48.03
30
100
7.60
13.17
47.40
31
100
7.64
13.09
47.12
32
100
7.57
13.21
47.56
33
100
7.56
13.23
47.62
34
100
7.64
13.09
47.12
35
100
7.63
13.11
47.21
36
100
7.72
12.96
46.66
37
100
7.78
12.85
46.27
38
100
7.61
13.15
47.34
39 40
100 100
7.60 7.55
13.17 13.25
47.40 47.68
-2
-1
jam )
91
Lampiran 7 Fluksi jus selama mikrofiltrasi (Gambar 19) TMP = 1.35 bar; laju alir = 0.06 m dtk-1 Waktu ( menit ) <1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 13 14 15 16 17 18 19 20 21 22
Volume (ml) 100 100 100 100 100 100 100 100 100 100 100 100 100 100 100 100 100 100 100 100 100 100
Waktu (dtk) 6.75 8.96 8.85 8.86 8.88 9.09 9.55 9.82 9.78 9.63 9.29 9.28 9.19 9.30 9.17 9.32 9.29 9.30 9.25 9.18 9.07 9.21
Q (Debit) (ml dtk-1) 14.83 11.16 11.30 11.29 11.26 11.01 10.47 10.18 10.22 10.38 10.77 10.78 10.89 10.75 10.91 10.73 10.77 10.76 10.81 10.90 11.03 10.86
Fluksi jus ( L m-2 jam-1 ) 53.37 40.18 40.68 40.63 40.54 39.62 37.70 36.66 36.81 37.38 38.77 38.79 39.19 38.71 39.26 38.63 38.77 38.73 38.92 39.24 39.71 39.11
92
Lampiran 8 Perubahan konsentrasi limonin di dalam permeat selama mikrofiltrasi (Gambar 20) TMP = 1.27 bar; laju alir = 0.06 m dtk-1 Waktu filtrasi (menit)
Konsentrasi Limonin (µg ml-1)
0 <1 1 2 3 4 5 7 9 11 13 15 20 25 30 40 50 60 80 90
14.59 4.59 2.76 0.00 5.82 6.63 4.59 2.76 1.12 0.00 0.71 1.12 1.12 1.94 0.51 0.31 0.51 0.71 0.71 0.51
% rejeksi
68.53 81.12 100.00 60.14 54.55 68.53 81.12 92.31 100.00 95.10 92.31 92.31 86.71 96.50 97.90 96.50 95.10 95.10 96.50
93
Lampiran 9
Perubahan konsentrasi naringin di dalam permeat selama mikrofiltrasi (Gambar 21)
TMP = 1.27 bar; laju alir = 0.06 m dtk-1 Waktu filtrasi (menit)
Konsentrasi Naringin (µg ml-1)
Rejeksi (%)
0 <1 1 2 3 4 5 7 9 11 13 15 20 25 30 40 50 60 80 90
345.40 95.61 95.78 76.37 77.44 63.23 62.20 64.13 68.40 59.16 62.23 70.23 65.23 69.30 69.23 76.26 67.23 66.23 62.20 66.26
72.32 72.27 77.89 77.58 81.69 81.99 81.43 80.20 82.87 81.98 79.67 81.11 79.94 79.96 77.92 80.54 80.82 81.99 80.82
94
Lampiran 10 Fluksi jus selama mikrofiltrasi pada berbagai tekanan transmembran (Gambar 25) Waktu filtrasi ( menit ) <1 1 2 3 4 5 7 9 11 13 15 20 25 30 40 50 60 70 80 90
Fluksi jus pada v = 0.06 m dtk-1 ( L m-2 jam -1) TMP = 1.27 bar TMP = 1.34 bar 42.11 45.86 43.06 46.45 44.28 47.81 44.12 47.12 44.83 47.18 42.91 46.21 44.12 46.21 43.69 46.09 43.27 47.03 43.45 46.48 42.83 45.34 42.86 48.32 43.01 46.45 43.09 46.96 43.04 48.34 41.57 47.85 40.91 47.10 40.59 47.54 42.30 47.64 44.58 47.12
95
Lampiran 11 Pengaruh tekanan transmembran terhadap fluksi pada v = 0.08 m dtk-1 (Gambar 26) Tekanan transmembran
Fluksi jus
(bar) 1.46 1.61 1.74 1.84 1.95
(L m-2 jam-1) 57.10 60.40 63.16 65.93 65.97
96
Lampiran 12. Pengaruh laju alir terhadap fluksi jus (Gambar 29) Laju Alir (m dtk-1)
Fluksi jus (L m-2 jam-1)
0.05
42.45
0.06
55.60
0.07
58.38
0.08
63.16
0.09
71.90
97
Lampiran 13 Perubahan fluksi air setelah dilakukan pencucian (Gambar 30) Pencucian ke –
Fluksi air (Lm-2 jam-1)
0
133.99
1
91.80
31
2
82.95
38
3
100.00
25
4
84.51
37
5
84.38
37
6
91.60
32
7
79.30
41
8
93.43
30
Rata-rata
Penurunan (%)
33
98
Lampiran 14 Fraksi volume partikel yang dihitung berdasarkan persamaan fraksi massa Laju alir (m dtk-1)
Konsentrasi limonin (μg ml-1)
Konsentrasi naringin (μg ml-1)
Konsentrasi campuran (μg ml-1)
Densitas (μg ml-1)
Fraksi volume umpan (Φb)
0.05
24.67
343.28
367.95
1.04 x 106
3.54 x 10-4
6
3.65 x 10-4
0.06
25.46
354.65
380.11
1.04 x 10
0.07
30.84
372.23
403.07
1.04 x 106
3.88 x 10-4
0.08
27.51
358.79
386.30
1.04 x 106
3.71 x 10-4
355.95
6
3.42 x 10-4
0.09
20.95
335.00
1.04 x 10
Fraksi volume partikel = konsentrasi / densitas
Contoh perhitungan fraksi volume partikel Fraksi volume partikel = konsentrasi / densitas = 367.95 μg/ml / (1.04 x 106) μg/ml = 3.54 x 10-4
Perhitungan konsentrasi umpan Konsentrasi umpan dihitung berdasarkan konsentrasi campuran limonin dan naringin. Dengan mengkonversi satuan konsentrasi umpan dari berat per volume (v/v) menjadi berat per volume (% b/v), maka akan diperoleh konsentrasi umpan dalam satuan persen (% b/v). Contoh perhitungan : Diketahui: konsentrasi umpan = 367.95 μg/ml
%(b / v) = 367.95
μg 1000 ml ml
x
1L
= 0.367 g/L = 0.037 g/100 ml = 0.037 % (b/v)
x
1g 10 6 μg
99
Lampiran 15 Perhitungan nilai kbdn dan fluksi menggunakan model thin film untuk fluida non-Newtonian Laju Alir
N
-1
(m dtk )
dm
A
(m)
(m )
nb
2
γw -1
Dbdn 2
kbdn -1
(dtk )
(m dtk )
Cb
Cw
-1
Jbdn
J percobaan -1
(m dtk )
(m dtk )
-1
(m dtk )
0.05
1600
0.0005
0.000314
1.47
736.05
2.47 x 10
-13
3.91 x 10
-8
0.037
0.3
8.01 x 10
-8
1.18 x 10
-5
0.06
1600
0.0005
0.000314
1.47
883.27
2.47 x 10
-13
4.16 x 10
-8
0.038
0.3
8.59 x 10
-8
1.49 x 10
-5
0.07
1600
0.0005
0.000314
1.47
1030.48
2.47 x 10
-13
4.38 x 10
-8
0.040
0.3
8.82 x 10
-8
1.62 x 10
-5
0.08
1600
0.0005
0.000314
1.47
1177.69
2.47 x 10
-13
4.57 x 10
-8
0.039
0.3
9.93 x 10
-8
1.75 x 10
-5
0.09
1600
0.0005
0.000314
1.47
1324.90
2.47 x 10
-13
4.76 x 10
-8
0.036
0.3
1.01 x 10
-7
2.00 x 10
-5
Contoh perhitungan:
k bdn
⎛ 6n + 2 v Dbdn 2 ⎞ ⎟ = 0.81⎜ b ⎜ n ⎟ d L b h ⎝ ⎠
1/ 3
⎛ m m2 2 ⎞ ⎜ 0.05 (2.47 x10 −13 ) ⎟ (6 x 1.47) + 2 dtk x dtk ⎟ x = 0.81 x ⎜ ⎟ ⎜ 1.47 0.0005 m 0.3981 m ⎟ ⎜ ⎠ ⎝ = 3.91 x 10 −8
J bdn = k bdn ln
m dtk
Cw Cb
= 3.91 x 10 −8 = 8.01 x 10 −8
m 0.3 x ln dtk 0.037
m dtk
1/ 3
100
Lampiran 16 Perhitungan nilai ksdn dan fluksi menggunakan model thin film untuk fluida non-Newtonian Laju Alir -1
dm
A 3
nb -1
(m dtk )
(m)
(m dtk )
0.05
0.0005
0.000314
0.06
0.0005
0.07
γw
D sdn
k sdn
-1
Cb
Cw
Jsdn
J percobaan -1
(m)
(m dtk )
-1
(m)
(dtk )
1.47
736.05
1.49 x 10
-11
6.02 x 10
-7
0.037
0.3
1.26 x 10
-6
1.18 x 10
-5
0.000314
1.47
883.27
1.79 x 10
-11
7.23 x 10
-7
0.038
0.3
1.49 x 10
-6
1.49 x 10
-5
0.0005
0.000314
1.47
1030.48
2.0 x 10
-11
8.43 x 10
-7
0.040
0.3
1.70 x 10
-6
1.62 x 10
-5
0.08
0.0005
0.000314
1.47
1177.69
2.38 x 10
-11
9.63 x 10
-7
0.039
0.3
1.97 x 10
-6
1.75 x 10
-5
0.09
0.0005
0.000314
1.47
1324.90
2.68 x 10
-11
1.08 x 10
-6
0.036
0.3
2.30 x 10
-6
2.00 x 10
-5
Dsdn = rs γ w f (φ ) 2
= (9 x10 −7 m) 2 x 736.05 = 1.49 x 10 −11
k sdn
1 x 0.025 dtk
m2 dtk
⎛ 6nb + 2 v Dsdn 2 ⎞ ⎟ = 0.81⎜ ⎟ ⎜ n d L b h ⎠ ⎝
1/ 3
⎛ m m2 2 ⎜ 0.05 (1.49 x10 −11 ) (6 x 1.47) + 2 dtk dtk ⎜ x x = 0.81 x ⎜ 1.47 0.0005 m 0.3981 m ⎜ ⎝
= 6.02 x 10 −7
J sdn = k sdn ln
m dtk
Cw Cb
= 6.02 x 10 −7 = 1.26 x 10 −6
0. 3 m x ln 0.037 dtk
m dtk
⎞ ⎟ ⎟ ⎟ ⎟ ⎠
1/ 3
(m dtk )
101
Lampiran 17 Perhitungan fluksi menggunakan model Zidney-Colton untuk suspensi encer Laju alir
rs
-1
(m dtk )
Q 3
(m)
N
dm
-1
(m dtk )
(m)
γw -1
(dtk )
L
Φw
J zidney encer
Φb
J percobaan
-1
(m)
-1
(m dtk )
1.57 x 10
-5
1600
0.0005
800
0.3981
0.6
3.54 x 10
-4
(m dtk )
0.05
9 x 10
-7
0.06
9 x 10
-7
1.88 x 10
-5
1600
0.0005
960
0.3981
0.6
3.65 x 10
-4
1.69 x 10
-5
1.49 x 10
-5
0.07
9 x 10
-7
2.20 x 10
-5
1600
0.0005
1120
0.3981
0.6
3.88 x 10
-4
1.93 x 10
-5
1.62 x 10
-5
0.08
9 x 10
-7
2.51 x 10
-5
1600
0.0005
1280
0.3981
0.6
3.71 x 10
-4
2.24 x 10
-5
1.75 x 10
-5
0.09
9 x 10
-7
2.83 x 10
-5
1600
0.0005
1440
0.3981
0.6
3.42 x 10
-4
2.58 x 10
-5
2.00 x 10
-5
Contoh perhitungan fluksi :
γw =
32vA
πNd h 3
m3 dtk γw = 3.14 x 1600 x 0.00053 m 32 x 1.57 x10 −5
= 800
J zidney
1 dtk
encer
⎛φ r 4 = 0 . 126 γ w ⎜⎜ w s ⎝ φb L
⎞ ⎟ ⎟ ⎠
1/ 3
⎛ 0 . 6 x ( 9 x10 − 7 m ) 4 ⎞ 1 ⎟ = 0 . 126 x 800 x ⎜⎜ dtk ⎝ 3 . 54 x10 − 4 x 0 . 3981 m ⎟⎠
= 1 . 42 x 10 − 5
m dtk
1/ 3
1.42 x 10
-5
1.18 x 10
-5
102
Lampiran 18 Perhitungan fluksi menggunakan model Davis-Sherwood Laju alir -1
rs
Q 3
N
dm
-1
(m)
-1
Φw
Φb
J davis
J percobaan
-1
0.05
9 x 10
-7
1.57 x 10
-5
1600
0.0005
800
0.3981
0.6
3.54 x 10
-4
8.11 x 10
-5
1.18 x 10
-5
0.06
9 x 10
-7
1.88 x 10
-5
1600
0.0005
960
0.3981
0.6
3.65 x 10
-4
9.63 x 10
-5
1.49 x 10
-5
0.07
9 x 10
-7
2.20 x 10
-5
1600
0.0005
1120
0.3981
0.6
3.88 x 10
-4
1.10 x 10
-4
1.62 x 10
-5
0.08
9 x 10
-7
2.51 x 10
-5
1600
0.0005
1280
0.3981
0.6
3.71 x 10
-4
1.28 x 10
-4
1.75 x 10
-5
0.09
9 x 10
-7
2.83 x 10
-5
1600
0.0005
1440
0.3981
0.6
3.42 x 10
-4
1.48 x 10
-4
2.00 x 10
-5
⎞ ⎟ ⎟ ⎠
(m)
-1
(m)
⎛ φ w rs 4 = 0 .072 γ w ⎜⎜ ⎝ φb L
(dtk )
L
(m dtk )
J davis
(m dtk )
γw
(m dtk )
1/ 3
⎛ 0 . 6 x ( 9 x10 − 7 m ) 4 ⎞ 1 ⎟ x ⎜⎜ = 0 . 072 x 800 dtk ⎝ 3 . 54 x10 − 4 x 0 . 3981 m ⎟⎠ m = 8 . 11 x 10 − 5 dtk
1/ 3
(m dtk )
103
Lampiran 19 Perhitungan fluksi menggunakan model Zidney-Colton untuk suspensi pekat Laju alir
rs
Q
(m dtk )
(m)
(m dtk )
0.05
9 x 10-7
1.57 x 10-5
1600
0.06
9 x 10-7
1.88 x 10-5
0.07
9 x 10-7
0.08 0.09
-1
3
N -1
dm
γw
(m)
(dtk )
L
Φw
-1
(m)
0.0005
800
0.3981
0.6
1600
0.0005
960
0.3981
2.20 x 10-5
1600
0.0005
1120
9 x 10
-7
2.51 x 10-5
1600
0.0005
9 x 10-7
2.83 x 10-5
1600
0.0005
J zidney pekat
Φb
-1
J zidney
pekat
⎞ ⎟ ⎟ ⎠
1/ 3
3.54 x 10-4
5.48 x 10-6
1.18 x 10-5
0.6
3.65 x 10-4
6.55 x 10-6
1.49 x 10-5
0.3981
0.6
3.88 x 10-4
7.58 x 10-6
1.62 x 10-5
1280
0.3981
0.6
3.71 x 10-4
8.71 x 10-6
1.75 x 10-5
1440
0.3981
0.6
3.42 x 10-4
9.91 x 10-6
2.00 x 10-5
⎛ φw ⎞ ⎟⎟ φ ⎝ b ⎠
γ w ln ⎜⎜
⎛ ( 9 x10 − 7 m ) 4 = 0 . 078 x ⎜⎜ ⎝ 0 . 3981 m m = 5 . 48 x 10 − 6 dtk
⎞ ⎟⎟ ⎠
-1
(m dtk )
Contoh perhitungan :
⎛ rs 4 = 0 .078 ⎜⎜ ⎝ L
J percobaan
(m dtk )
1/ 3
x 800
⎛ 1 0 .6 x ln ⎜⎜ −4 dtk ⎝ 3 . 54 x 10
⎞ ⎟⎟ ⎠
104
Lampiran 20 Penurunan persamaan koefisien perpindahan massa (k) berdasarkan analisis bilangan tak berdimensi Pada sistem aliran laminar dalam saluran berbentuk tubular, koefisien perpindahan massa dapat diturunkan dari bilangan Sherwood (Sh) :
Sh = 1.62 ( Re Sc d h / L )1 / 3
(20-1)
dimana : Bilangan Reynold, Re =
ρvd h μ
Bilangan Schmidt, Sc =
μ ρD
Bilangan Sherwood, Sh =
kd h D
Koefisien perpindahan massa didapatkan dengan mensubstitusi persamaanpersamaan bilangan Sherwood, bilangan Reynolds dan bilangan Schmidt sebagai berikut :
kd ⎡ ρvd h ⎤ k Sh = h = = 1.62⎢ ⎥ D v ⎣ μ ⎦
⎡ ρvd h ⎤ k = 1.62⎢ ⎥ ⎣ μ ⎦
1/ 3
⎡ ρvd h ⎤ k = 1.62v ⎢ ⎥ ⎣ μ ⎦ k = 1.62v
4/3
1/ 3
⎡dh2 ⎤ ⎢ ⎥ ⎣⎢ DL ⎦⎥
⎡ vD 2 ⎤ k = 1.62⎢ ⎥ ⎣ Ld h ⎦
⎡ μ ⎤ ⎢ ρD ⎥ ⎣ ⎦
1/ 3
⎡ μ ⎤ ⎢ ρD ⎥ ⎣ ⎦
1/ 3
⎡ μ ⎤ ⎢ ρD ⎥ ⎣ ⎦
⎡dh ⎤ ⎢L⎥ ⎣ ⎦
1/ 3
1/ 3
⎡dh ⎤ ⎢L⎥ ⎣ ⎦
1/ 3
⎡dh ⎤ ⎢L⎥ ⎣ ⎦
1/ 3
⎡D⎤ ⎢ ⎥ atau ⎣dh ⎦
1/ 3
atau
1/ 3
atau
1/ 3
(20-2)
Diketahui bahwa laju geser pada dinding silinder (γw) = 8v/dh, sehingga jika laju geser disubsitusikan ke dalam persamaan (21-2) dan diperoleh
1.62 ⎡ 8vD 2 ⎤ k = 1/ 3 ⎢ ⎥ 8 ⎣ Ld h ⎦
1/ 3
atau
105
⎡γ D 2 ⎤ k = 0.81⎢ w ⎥ ⎣ L ⎦
1/ 3
(20-3)
Untuk fluida non-newtonian, laju geser pada dinding membran dipenuhi dengan persamaan berikut :
⎡ 6nb + 2 v ⎤ ⎥ ⎣ nb d h ⎦
γw = ⎢
(20-4)
Substitusi persamaan (21-4) ke dalam persamaan (21-3) maka dihasilkan persamaan koefisien perpindahan massa seperti di bawah ini :
⎡ 6n + 2 v D 2 ⎤ k = 0.81⎢ b ⎥ ⎣ nb d h L ⎦
1/ 3
(20-5)
106
Lampiran 21 Penurunan model polarisasi Zidney-Colton Pada kondisi tunak, lapisan batas berada pada dinamika yang seimbang. Jika lapisan batas didekati sebagai stagnant film, laju konveksi partikel menuju membran diseimbangkan oleh difusi balik ke aliran umpan,
J ( x)C = D
dC dy
(21-1)
Integrasi dari persamaan ini pada ketebalan lapisan batas (δ(x)) menghasilkan persamaan :
J ( x) =
⎛C D ln⎜⎜ w δ ( x) ⎝ C b
⎞ ⎛C ⎞ ⎟⎟ = k ( x) ln⎜⎜ w ⎟⎟ ⎠ ⎝ Cb ⎠
(21-2)
dimana :
k(x) : koefisien perpindaaan massa lokal antara umpan dengan permukaan membran
Cw/Cb: rasio konsentrasi partikel pada pada dinding membran dibagi dengan konsentrasi partikel pada umpan Untuk kondisi mikrofiltrasi, koefisien perpindahan massa lokal dapat dievaluasi dari analogi masalah pindah panas berdasarkan persamaan Leveque sebagai :
⎛ D 2γ w ⎞ ⎟⎟ k ( x) = 0.538 ⎜⎜ x ⎠ ⎝
1/ 3
(21-3)
Integrasi persamaan (22-3) menghasilkan :
⎛ D 2γ w ⎞ ⎟⎟ J = ∫ J ( x) dx = 0.807⎜⎜ ⎝ x ⎠ 0 L
1/ 3
⎛C ⎞ ln⎜⎜ w ⎟⎟ ⎝ Cb ⎠
(21-4)
Berdasarkan pergerakan partikel, menurut Eckstein et al. (1977) difusi partikel dengan fraksi volume umpan 0.2<Φb<0.45 adalah
D = 0.03a 2 γ
(21-5)
Subsitusi persamaan (22-5) ke dalam (22-4) menghasilkan persamaan :
⎛ a4 J ( x) = 0.052⎜⎜ ⎝ x
⎞ ⎟⎟ ⎠
1/ 3
⎛ Cw ⎝ Cb
γ w ln⎜⎜
⎞ ⎟⎟ ⎠
(21-6)
sehingga fluksi rata-rata menjadi :
⎛ a4 J ( x) = 0.078⎜⎜ ⎝ L
⎞ ⎟⎟ ⎠
1/ 3
⎛ Cw ⎞ ⎟⎟ ⎝ Cb ⎠
γ w ln⎜⎜
atau untuk Φw- Φb << Φw
(21-7)
107
⎛ a4 J ( x) = 0.078⎜⎜ ⎝ L
⎞ ⎟⎟ ⎠
1/ 3
⎛ φw ⎞ ⎟⎟ ⎝ φb ⎠
γ w ln⎜⎜
dan
⎛φ r 4 J v = 0 . 126 γ w ⎜⎜ w s ⎝ φb L untuk Φb<< Φw
⎞ ⎟ ⎟ ⎠
1/ 3
(21-8)
108
Lampiran 22 Penurunan model Davis-Sherwood Davis dan Sherwood (1990) mengasumsikan bahwa aliran suspensi pada kondisi tunak, laminar dan berkembang penuh, umpan merupakan fluida Newtonian yang taktermampatkan dengan viskositas geser dan difusivitas partikel tergantung pada konsentrasi partikel lokal. Pada kondisi dimana lapisan stagnan tipis dari partikel terdeposit pada permukaan membran dan menjadi pengontrol resistansi filtrasi, laju penurunan permeat pada kondisi tunak adalah :
τ wa 4/ 3 v w (φb ) vw = μ 0 (3x)1 / 3
(22-1)
dimana fluksi permeat tak berdimensi (vw) tergantung pada fraksi volume partikel di dalam umpan. Jika filter adalah panjang dibandingkandengan panjang masuk, dimana cake yang stagnan terbentuk, maka solusi yang sama valid untuk filter yang lebih panjang sehingga fluksi rata-rata permeat sebagai fungsi panjang adalah : L 1 3 ⎛ a4 ⎞ 〈 v w 〉 = ∫ v w ( x)dx = γ w ⎜⎜ ⎟⎟ 2 ⎝ 3L ⎠ L0
1/ 3
μ b vw
(22-2)
dimana γ w = τ w / μ (φb ) dan μ b = μ (φ b ) / μ 0 adalah viskositas relatif dari umpan. Untuk suspensi encer diperoleh persamaan sederhana :
⎛ a4 ⎞ ⎟⎟ 〈 v w 〉 = kγ w ⎜⎜ L φ ⎝ b ⎠
1/ 3
(22-3)
dimana k = 0.0064 maka diperoleh persamaan :
J = 0.064γ w (a 4 / φb L)1 / 3
(22-4)
Integrasi pada lapisan batas, diperoleh persamaan :
J = 0.072γ w (φ w a 4 / φb L)1 / 3
(22-5)