NASKAH PUBLIKASI
HUBUNGAN KONFLIK PERAN GANDA DENGAN PERILAKU AGRESIF PADA WANITA KARIER
Oleh : MARTINA KUSUMAWATI THOBAGUS MUH. NU’MAN
FAKULTAS PSIKOLOGI DAN ILMU SOSIAL BUDAYA UNIVERSITAS ISLAM INDONESIA YOGYAKARTA 2007
NASKAH PUBLIKASI
HUBUNGAN KONFLIK PERAN GANDA DENGAN PERILAKU AGRESIF PADA WANITA KARIER
Oleh : MARTINA KUSUMAWATI THOBAGUS MUH. NU’MAN
FAKULTAS PSIKOLOGI DAN ILMU SOSIAL BUDAYA UNIVERSITAS ISLAM INDONESIA YOGYAKARTA 2007
NASKAH PUBLIKASI
HUBUNGAN KONFLIK PERAN GANDA DENGAN PERILAKU AGRESIF PADA WANITA KARIER
Telah Disetujui Pada Tanggal
________________________
Dosen Pembimbing Utama
(Thobagus Muh. Nu’man, S.Psi., Psikolog)
HUBUNGAN KONFLIK PERAN GANDA DENGAN PERILAKU AGRESIF PADA WANITA KARIER
Martina Kusumawati Thobagus Muh. Nu’ man
INTISARI
Penelitian ini bertujuan untuk menguji apakah ada hubungan positif antara konflik peran ganda dengan perilaku agresif. Dugaan awal yang diajukan dalam penelitian ini adalah ada hubungan positif antara konflik peran ganda dengan perilaku agresif pada wanita karier. Semakin tinggi konflik peran ganda, semakin tinggi perilaku agresif. Sebaliknya semakin rendah konflik peran ganda, semakin rendah perilaku agresif. Subjek dalam penelitian ini adalah karyawati yang sudah menikah, minimal mempunyai satu orang anak, masa kerja minimal dua tahun, dan berusia 25 tahun 45 tahun. Teknik pengambilan subjek yang digunakan adalah metode purposive sampling. Adapun skala yang digunakan adalah skala konflik peran ganda yang dibuat oleh peneliti berdasarkan aspek yang dikemukakan oleh Pareek (dalam Widyasari, 1997) dan Kopelman & Burley (Arinta dan Azwar, 1993) dan skala perilaku agresif yang dibuat oleh peneliti berdasarkan aspek yang dikemukakan oleh Berkowitz (dalam Sari, 2005). Metode analisis data yang dilakukan dalam penelitian ini menggunakan fasilitas program SPSS versi 11.5 for windows untuk menguji apakah terdapat hubungan antara konflik peran ganda dengan perilaku agresif. Korelasi Product Moment dari Pearson one-tiled menunjukkan korelasi sebesar r = 0,715 dengan p = 0,00 (p<0,01) yang artinya ada hubungan yang sangat signifikan antara konflik peran ganda dengan perilaku agresif. Jadi hipotesis penelitian diterima. Kata Kunci : Konflik Peran Ganda, Perilaku Agresif
PENGANTAR Wanita selalu menjadi topik yang mengasyikkan untuk dikaji eksistensinya, karakteristiknya maupun problematikanya yang selalu timbul seiring dengan laju perkembangan masyarakat. Dewasa ini, konsep jati diri wanita menunjukkan kematangan dan kedewasaan, yang mengacu pada kehendak partisipasi untuk membangun bangsa dan negara. Banyak pekerjaan-pekerjaan yang dulu tidak bisa atau tidak boleh dilakukan wanita, sekarang lazim dilakukan oleh wanita. Kebutuhan akan tenaga kerja akibat perkembangan sosial perekonomian, menyebabkan wanita terjun ke lapangan kerja. Demikian juga berbagai jenis jabatan baru yang tidak tergantung dari jenis kelamin, menyediakan peluang bagi wanita. Berkembangnya teknologi, juga semakin membuka kesempatan bagi kaum wanita untuk mengikuti jenjang pendidikan yang lebih tinggi. Bahkan dengan demikian perlahan-lahan makin banyak pula wanita yang mulai meninggalkan pandangan-pandangan yang masih tradisional (pandangan bahwa wanita hanya bisa melakukan tugas sebagai ibu rumah tangga). Namun ada beberapa permasalahan yang dihadapi oleh wanita yang bekerja diluar rumah, baik faktor internal diri maupun eksternal. Yang merupakan faktor internal adalah permasalahan yang timbul dari dalam diri wanita yang bekerja, kemampuan manajeman waktu dan rumah tangga merupakan salah satu kesulitan yang paling sering dihadapi oleh para wanita bekerja. Sedangkan faktor eksternal adalah permasalahan yang timbul dari lingkungan sekitar wanita bekerja. Kurangnya dukungan suami menimbulkan perasaan bersalah karena merasa diri bukan ibu dan
istri yang baik, rasa bersalah karena meninggalkan anak untuk seharian bekerja, merupakan persoalan yang sering dipendam oleh para ibu yang bekerja dan kelelahan psikis dan fisik itu lah yang sering membuat sensitif dan emosional, baik terhadap anak-anak maupun terhadap suami. Keadaan ini biasanya makin intens, pada saat situasi di rumah tidak mendukung. Dalam arti, suami (terutama) dan anakanak (yang sudah besar) kurang bisa meringankan pekerjaan rumah tangga (Rini, 2002). Menurut Solihin dalam surat kabar harian Kompas, Kamis 23 Mei 2002, kekerasan atau agresivitas domestik atau kekerasan yang terjadi didalam lingkungan keluarga, 80% kekerasan yang menimpa anak-anak dilakukan oleh keluarga, 10% terjadi dilingkungan pendidikan, dan sisanya orang tidak dikenal. Dan sebanyak 60% merupakan kekerasan ringan berupa kekerasan verbal atau caci maki, sedang 40% sisanya mengalami kekerasan fisik. Ketika berusia 10 tahun, Keiza dianiaya oleh ibu kandungnya sampai mendapat 50 jahitan. Keiza anak tunggal dan masih mempunyai ayah yang kurang peduli dengan Keiza dan ibunya. Hal ini terjadi karena ibu Keiza mendapat tekanan, dimana harus menjalankan tugas sebagai ibu rumah tangga dan bekerja diluar rumah untuk mencukupi kebutuhan hidup (www.google.com). Selain itu dalam Samarinda Pos Online, Selasa 6 Maret 2007, terdapat kasus seperti di atas yang menimpa artis, yaitu Maia Ratu. Maia melakukan aksi pelemparan remote ke wajah suaminya. Hal ini termasuk perilaku agresi yang diakibatkan adanya konflik peran ganda. Disini jelas bahwa Maia Ratu sangat sibuk dengan kegiatan di luar rumah, sedangkan suaminya menuntut Maia untuk sering
berada di rumah dan mengasuh anak-anaknya. Selain itu Maia sendiri sedang menghadapi masalah dengan pekerjaanya, pada dasarnya Maia masih ingin berkarier. Sehingga kedua perannya saling menghambat satu sama lainnya (www.sapos.co.id). Moore dan Fire (Koewara, 1988) mendefinisikan agresi sebagai tingkah laku kekerasan secara fisik ataupun secara verbal terhadap individu lain atau terhadap objek-objek. Perilaku agresif akan berkembang dan terwujud oleh beberapa sebab yang mempengaruhinya. Ada kalanya perilaku agresif termanifestasi dalam wujud kekuasaan atau dalam bentuk emosi. Adapun faktor-faktor pengarah dan pencetus kemunculan agresi menurut Koeswara (1988), adalah frustasi, stress, deindividuasi, kekuasaan dan kepatuhan, efek senjata, provokasi, alkohol dan obat-obatan, serta suhu udara. Sementara Berkowitz & Dollard (Faturochman, 2006) menyatakan bahwa frustrasi dianggap sebagai faktor yang paling menonjol memunculkan perilaku agresi. Sementara frustrasi terjadi apabila seseorang terhalang oleh sesuatu hal dalam mencapai tujuan, kebutuhan, keinginan, pengharapan atau tindakan tertentu (Mu’tadin, 2002). Masalah frustasi seringkali dialami oleh wanita peran ganda, karena dalam pelaksaan perannya, salah satu peran yang dijalankan menghalangi perlaksanan peran
lainnya,
hai
ini
dinamakan
konflik
peran
ganda.
Kenyataan yang ada di masyarakat Indonesia, memainkan dua peran sekaligus menimbulkan konflik peran dalam diri individu. Hal ini disebabkan karena masih ada pandangan tradisional yang menyatakan bahwa seorang istri harus bertanggungjawab penuh terhadap keberesan rumah tangga, kesejahteraan suami
dan anak-anaknya. Tidak peduli apakah isteri bekerja diluar rumah atau hanya sebagai ibu rumah tangga. Menurut hasil penelitian, konflik peran lebih banyak dirasakan oleh kaum wanita daripada lelaki (Hardyastuti, 2001). Seringkali terjadi dalam pemenuhan salah satu peran akan mengabaikan peran yang lainnya. Hal ini secara psikologis dapat menyebabkan terjadinya konflik peran. Wanita karier sering merasa bersalah karena kurang mampu menjalankan tugas sebagai ibu rumah tangga dengan baik. Konflik ini dapat dirasakan lebih berat lagi, apabila setelah memilih menjadi wanita karier ternyata situasi dan kondisinya tidak memberikan kesempatan yang terbuka untuk kedudukan atau promosi yang lebih tinggi. Wanita karier yang berkeluarga dianggap kurang mampu diserahi tanggungjawab, karena mudah sekali terganggu oleh masalah kehidupan rumah tangga, serta tidak tahan menghadapi tekanan yang datang dari lingkungan kerja bila dibandingkan dengan rekan-rekan kerja pria. Dengan demikian, sekalipun karyawati yang telah berkeluarga cukup berpotensi untuk menduduki jabatan, ada hambatan dalam pencapaian jenjang karier. Berbagai ketidakcocok dan hambatan dalam pelaksanaan peran ini dapat menimbulkan frustasi
yang memunculkan
perilaku agresi pada wanita peran ganda. Dari uraian diatas, dapat disimpulkan bahwa perilaku agresif yang muncul pada wanita berperan ganda dipicu atau didorong oleh adanya kemungkinan terjadinya frustasi. Frustasi yang menyebabkan munculnya perilaku agresif dapat terjadi jika ada sebuah rintangan. Wanita berperan ganda seringkali menemui rintangan atau hambatan dalam menjalankan perannya. Seperti diketahui, konflik peran ganda terjadi ketika satu peran yang dimainkan bertentangan atau
menghalangi peran yang lain. Hal semacam ini terjadi karena adanya hambatan maupun terkanan yang muncul dari lingkungan keluarga dan lingkungan kerja terhadap pelaksanaan tugas atau peran pada wanita berperan ganda. A. Tujuan Penelitian Adapun tujuan dari penelitian yang dilakukan adalah untuk mengetahui apakah ada hubungan positif antara konflik peran ganda dengan perilaku agresif pada wanita karier. B. Manfaat Penelitian 1. Secara Teoritik Penelitian ini diharapkan dapat memberikan sumbangan dan memperkaya wawasan dalam bidang ilmu psikologi, khususnya psikologi sosial sebagai usaha menetapkan, menguji teori-teori tentang agresi dalam hubungannya dengan konflik peran ganda pada wanita karier. 2. Secara Praktis a. Bagi
wanita
karier
yang
melakukan
peran
ganda
agar
dapat
mengembangkan potensi-potensinya namun tidak meninggalkan kodrat kewanitaannya dan dapat menempatkan sebaik-baiknya apa yang menjadi prioritas tugasnya berdasarkan tempat dan waktu dimana dirinya berada, sehingga terwujud keserasian antara peran sebagai wanita karier dan sebagai ibu rumah tangga. b. Bagi wanita karier yang mengalami konflik peran ganda agar supaya lebih mampu mengatasi ketidakmampuan dalam pembagian peran, sehingga tidak menimbulkan frustasi yang dapat memicu munculnya perilaku agresif.
c. Sebagai bahan pertimbangan untuk lebih mempertegas pilihan sebagai wanita karier atau sebagai ibu rumah tangga ataupun keduanya, sehingga dapat mengantisipasi konflik yang mungkin timbul dengan pilihan tersebut. Penelitian yang berhubungan dengan konflik peran ganda wanita karier yang sejenis yang pernah dilakukan antara lain: 1. Penelitian Arinta yang dilakukan di Indonesia dengan judul Peran Jenis Androgini Dan Konflik Peran Ganda Pada Ibu Bekerja, pada tahun 2003. Subjek penelitian tersebut dilakukan terhadap karyawati PT. Telkom Kandatel Semarang dan Kandatel Yogyakarta. Dengan hasil penelitian yang diperoleh adalah wanita yang berperan ganda, semakin tinggi tingkat androginitas akan semakin rendah kemungkinan timbulnya konflik peran ganda dan sebaliknya. 2. Penelitian Everina Diansari yang dilakukan di Indonesia dengan judul Hubungan Antara Konflik Pada Wanita Peran Ganda Dengan Aspirasi Karier, pada tahun 2006. Subjek penelitian tersebut dilakukan terhadap wanita yang berumah tangga dan aktif bekerja pada Rumah Sakit Umum Kabupaten Belitung. Dengan hasil penelitian yang diperoleh ada hubungan negatif yang signifikan antara konflik pada wanita peran ganda dengan aspirasi karier. 3. Penelitian Yonna Ashari yang dilakukan di Indonesia dengan judul Hubungan Pemahaman Jender Dan Dukungan Suami Dengan Konflik Peran Ganda Pada Wanita Karier, pada tahun 2005. Subjek penelitian tersebut dilakukan terhadap yang wanita berumah tangga, memiliki anak dan aktif bekerja dikantor otoritas Pengembangan Daerah Industri Pulau Batam di Batam. Dengan hasil penelitian
yang diperoleh ada hubungan pemahaman jender dengan konflik peran ganda wanita dan ada hubungan dukungan suami dengan konflik peran ganda ditolak. C. Tinjauan Pustaka 1. Perilaku Agresif Dalam kamus besar bahasa Indonesia, agresi diartikan sebagai perasaan marah atau tindakan kasar akibat kekecewaan, kegagalan dalam mencapai pemuas atau tujuan yang dapat diarahkan kepada orang atau benda. Agresi merupakan konsep yang familiar tetapi nampaknya tidak mudah untuk mendefinisikannya. Aronson (Koeswara, 1988) mengemukakan agresi adalah tingkah laku yang dijalankan individu dengan maksud melukai atau mencelakakan individu lain dengan ataupun tanpa tujuan tertentu. Menurut Baron (Koeswara, 1988) agresi adalah tingkah laku individu yang ditujukan untuk melukai dan mecelakakan individu lain yang tidak menginginkan datanganya tingkah laku tersebut. Definisi agresi dari Baron ini mencakup empat faktor, tingkah laku, tujuan untuk melukai atau mencelakakan (termasuk mematikan atau membunuh), individu yang menjadi pelaku dan individu yang menjadi koban, dan ketidakinginan korban menerima tingkah laku pelaku. Sementara itu Moore dan Fine (Koeswara, 1988) mendefinisikan agresi sebagai tingkah laku kekerasan secara fisik ataupun verbal terhadap individu lain atau terhadap objek-objek. Sejalan dengan Myers (Sarwono, 2002) menyatakan perilaku agresif adalah perilaku fisik atau lisan yang disengaja dengan maksud untuk menyakiti atau merugikan orang lain. Selain itu Atkinson (1983) menyatakan agresi
sebagai perilaku yang dimaksudkan untuk melukai orang lain (secara fisik maupun verbal) atau merusak harta benda. Dari uraian di atas, dapat disimpulkan bahwa perilaku agresif merupakan tingkah laku kekerasan fisik maupun verbal yang ditujukan kepada orang lain atau objek-objek (benda) yang bersifat mencelakakan, merugikan atau merusak yang mengandung unsur kesengajaan serta adanya usaha menghindar yang dilakukan oleh pihak yang dilukai atau dirugikan. 2. Teori-teori tentang perilaku agresi Menurut Sarwono (2002) teori-teori tentang perilaku agresi terbagi ke dalam : a. Teori Naluri dan Biologi Teori Naluri dan Psikoanalisa, Teori Biologi b. Teori Lingkungan Teori Frustrasi-Agresi Klasik, Teori Frustrasi-Agresi Baru, Teori Belajar Sosial c. Teori Kognisi 3. Aspek-aspek Perilaku Agresif Menurut Berkowitz (dalam Sari, 2005) mengelompokkan perilaku agresif dalam tiga aspek, yaitu: Agresi Fisik, Agresi Verbal, Agresi Pasif Selain itu Buss (Dayakisni, 2003) mengelompokkan agresi manusia ke dalam delapan aspek, yaitu: Agresi fisik aktif langsung, Agresi fisik pasif langsung, Agresi fisik aktif tidak langsung, Agresi fisik pasif tidak langsung, Agresi verbal aktif langsung, Agresi verbal pasif langsung, Agresi verbal aktif tidak langsung, dan Agresi verbal pasif tidak langsung.
4. Faktor-Faktor Penyebab Perilaku Agresif Menurut Koeswara (1988) faktor-faktor pengarah dan pencetus kemunculan agresi, yakni: Frustrasi, Stress, Deindividuasi, Kekuasaan dan Kepatuhan, Efek senjata, Provokasi, Alkohol dan obat-obatan, suhu udara. Sementara Baron (2005) faktor-faktor penyebab munculnya perilaku agresi adalah: a. Faktor Sosial Frustrasi,
Provokasi,
Pemaparan
terhadap
kekerasan
di
media,
Keterangsangan b. Faktor Pribadi Pola Perilaku, Bias Atribusional Hostile, Gender c. Faktor Situasional Suhu udara, Alkohol, Belief budaya dan nilai-nilai. Selain itu menurut Penrod (Koeswara, 1988) bahwa ada peningkatan perilaku agresi yang dilakukan wanita. Peningkatan perilaku agresi ini terjadi karena adanya gerakan wanita yang menuntut kebebasan dan persamaan hak serta banyaknya kesempatan untuk melakukan kegiatan-kegiatan di luar rumah. 5. Pengertian Konflik Peran Ganda Wanita Karier Konflik secara umum merupakan suatu proses dimana individu atau kelompok mempersepsikan bahwa orang lain telah atau akan segera mengambil tindakan yang tidak sejalan dengan kepentingan pribadi individu tersebut (Baron, 2005). Kemudian Newcomb (1981) menyatakan konflik peran berasal dari kumpulan-kumpulan harapan yang bertentangan, hal ini dirasakan individu jika salah
satu dari dua kumpulan harapan-harapan peran salaing bertentangan, dalam keadaan ini akan menimbulkan konflik karena menghadapi harapan-harapan yang tidak dapat disatukan sekaligus. Peran ganda adalah peran yang sekaligus harus dimainkan seseorang sebab orang tersebut menduduki banyak jabatan, seperti seorang wanita yang berperan sebagai karyawati suatu perusahaan dan sebagai ibu rumah tangga (Gibson, 1990). Selain itu Arinta & Azwar (1993) menjelaskan bahwa konflik peran ganda bersifat psikologis dengan gejala anatara lain, rasa bersalah, gelisah, tergantung, dan frustrasi. Konflik peran ganda muncul karena peran dengan orientasi berbeda sama-sama membutuhkan pengabdian yang baik. Selain itu Wolfman (1995) menyatakan wanita karier adalah wanita yang bekerja di luar rumah. Sementara pengertian karier itu sendiri adalah sikap dan perilaku yang berhubungan dengan pengalaman dan kegiatan kerja sepanjang hidup orang tersebut (Gibson, 1990). Dari uraian di atas, dapat disimpulkan bahwa konflik peran ganda wanita adalah suatu konflik atau pertentangan batin yang dialami wanita yang sudah berkeluarga
dan
bekerja
diluar
rumah,
dimana
wanita
kurang
mampu
mengkoordinasi secara efektif perannya, baik sebagai ibu rumah tangga dan sebagai wanita karier, sehingga menghadapi kondisi dimana tiap-tiap peran yang memang mengandung persyaratan tertentu dan menghalangi pelaksanaan peran satu sama lain. 6. Aspek-aspek Konflik Peran Ganda Wanita Karier Menurut Pareek (dalam Widyasari, 1997) yang merupakan aspek-aspek konflik peran ganda berdasarkan role stress scale adalah sebagai berikut: Berkarier
sepenuhnya, Keinginan hanya sebagai ibu dan istri, Tuntunan kedua peran, Pembagian tugas rumah tangga, Mendampingi suami berkarier, Memperhatikan kebutuhan anak, Perbedaan jenis kelamin, Rekan sekerja, dan Hambatan promosi. Pendapat lain Kopelman dan Burley (Arinta dan Azwar, 1993) dalam konflik peran ganda terdapat beberapa aspek yang mempengaruhi yaitu: Masalah pengasuhan anak, Bantuan pekerjaan rumah tangga, Komunikasi dan interaksi dengan keluarga, Waktu untuk keluarga, Penentu prioritas, dan Tekanan karier dan keluarga. Dari uraian di atas, maka dapat disimpulkan aspek-aspek konflik peran ganda adalah masalah pengasuhan anak, masalah pembagian tugas rumah tangga, tuntutan kedua peran, berkarier sepenuhnya, keinginan hanya sebagai ibu rumah tangga, mendampingi suami berkarier, perbedaan jenis kelamin, hubungan dengan rekan sekerja, hambatan promosi, waktu untuk keluarga, dan penentuan prioritas. Dimana wanita peran ganda seringkali mengalami kesulitan dalam penyesuaian dengan permasalahan-permasalahan tersebut. 7. Faktor-faktor Penyebab Konflik Peran Ganda Menurut Rini (2002) faktor-faktor penyebab munculnya konflik peran ganda adalah sebagai berikut: Faktor Internal, Faktor Eksternal (Dukungan Suami, Kehadiran Anak, Masalah Pekerjaan), dan Faktor Relasional. Sementara muncul pendapat lain dari Holland (1993) yang menyatakan bahwa banyak faktor yang mempengaruhi konflik peran ganda, diantaranya: Bakat, Inteligensi, Jenis Kelamin, dan Kepribadian
Menjalankan dua peran sekaligus secara tidak langsung memberikan dampak baik bagi wanita itu sendiri maupun bagi lingkungan keluarga dan lingkungan kerja. Wanita berperan ganda dituntut untuk berhasil dalam dua peran yang bertentangan, dirumah wanita dituntut untuk berperan subordinat (memiliki kedudukan dibawah suami) dan menunjang kebutuhan keluarga dengan mengurus suami dan anak-anak. Sementara ditempat kerja mereka dituntut untuk mampu bersikap mandiri dan dominan (Munandar, 1985). Disebutkan juga untuk memuaskan tuntutan dari satu atau dua peran tertentu, individu membutuhkan sebagian besar waktu dan usahanya. Masalah yang dihadapi wanita peran ganda bukan hanya tuntutan kedua peran yang dijalankan, akan tetapi masalah kurangnya toleransi serta bantuan yang diberikan oleh orang lain khususnya suami. Rini (2002) menyatakan jika suami kurang memberikan tolerasi karena merasa terancam, tersaingi, cemburu dengan status “bekerja” wanita peran ganda, maka kedua peran yang dijalankan menimbulkan beban ganda, bahkan menganggap suami tidak mengerti dengan keadaan wanita peran ganda. Kemudian adanya hambatan promosi menjadi permasalahan pada wanita peran ganda karena muncul pandangan bahwa wanita yang telah berkeluarga dianggap kurang mampu menjalankan pekerjaan dengan baik, karena selain tugas kantor, ada tugas lain yang harus dikerjakan (sebagai ibu rumah tangga) meskipun pada dasarnya mampu dan berprestasi. Hal semacam ini membuat wanita peran ganda merasa diperlakukan tidak adil dalam tempat kerjanya, sehingga dengan masalah-masalah yang muncul mengakibatkan konflik peran ganda pada wanita karier. Dimana konflik peran ganda secara umum
dikatakan sebagai konflik antara dua peran yang bertentangan. Sementara (Atkinson, 1983) menyatakan yang menjadi sumber utama frustrasi adalah konflik antara dua motif yang bertentang. Frustrasi sendiri diartikan sebagai situasi dimana individu terhambat atau gagal dalam usaha mencapai tujuan tertentu yang diinginkannya, atau mengalami hambatan untuk bebas bertindak dalam rangka mencapai tujuan (Koeswara, 1988). Sementara Berkowitz (1995) mengatakan bahwa frustasi dan agresi sangat berkaitan erat. Artinya, frustasi dapat mengarahkan individu kepada tindakan agresif karena frustasi bagi individu merupakan
situasi
yang
tidak
menyenangkan
dan
ingin
mengatasi
atau
menghindarinya dengan berbagai cara termasuk cara agresif. Biasanya individu akan memilih tindakan agresif sebagai rekasi atau cara untuk mengatasi frustasi. Dari uraian di atas, maka hipotesis yang diajukan adalah ada hubungan positif antara konflik peran ganda dengan perilaku agresif pada wanita karier. Semakin tinggi konflik peran ganda, maka semakin tinggi pula perilaku agresif dan sebaliknya. METODE PENELITIAN A. Identifikasi variabel-variabel penelitian Variabel Bebas
: Konflik Peran Ganda
Variabel Tergantung : Perilaku Agresif
B. Subjek Penelitian Subjek dalam penelitian ini ditentukan berdasarkan ciri-ciri tertentu yang erat dengan karakteristik penelitian. Adapun karakteristik subjek penelitian ini adalah
karyawati yang sudah menikah, minimal mempunyai satu anak, berusia 25 tahun 45 tahun dan masa kerja minimal 2 (dua) tahun. C. Metode Pengumpulan Data Metode pengumpulan data dalam penelitian ini menggunakan metode skala konflik peran ganda dan skala perilaku agresif, dimana subjek diminta untuk mengisi skala tersebut. Teknik pengambilan subjek yang digunakan adalah metode purposive sampling. Aitem-aitem skala dibuat bervariasi antara pernyataan yang bersifat favorable dan unfavorable untuk menghindari stereotipe jawaban. Skala pada penelitian ini menggunakan metode likert. D. Alat Ukur Skala yang digunakan dalam penelitian ini adalah skala yang dikembangkan sendiri oleh peneliti. Variabel konflik peran ganda diukur berdasarkan jumlah skor yang diperoleh individu atas respon yang diberikan terhadap skala tersebut. Jumlah aitem pada skala konflik peran ganda adalah 43 aitem yang terdiri dari 32 aitem favorable dan 11 aitem unfavorable. Semakin tinggi skor yang diperoleh maka konflik peran ganda pun semakin tinggi, begitu juga sebaliknya. Aspek-aspek konflik peran ganda berdasarkan teori Pareek (dalam Widyasari, 1997) dan Kopelman & Burley (Arinta dan Azwar, 1993) yang akan diukur adalah masalah pengasuhan anak, pembagian pekerjaan rumah tangga, tuntutan kedua peran, berkarier sepenuhnya, keinginan hanya sebagai ibu rumah tangga, mendampingi suami berkarier, hubungan dengan rekan sekerja, hambatan promosi, perbedaan jenis kelamin, dan waktu untuk keluarga.
Skala yang digunakan dalam penelitian ini adalah skala yang dikembangkan sendiri oleh peneliti. Variabel perilaku agresif diukur berdasarkan jumlah skor yang diperoleh individu atas respon yang diberikan subjek terhadap skala tersebut. Jumlah aitem pada skala perilaku agresif adalah 45 aitem yang terdiri dari 30 aitem favorable dan 15 aitem unfavorable. Semakin tinggi skor yang diperoleh maka perilaku agresif pun semakin tinggi, begitu juga sebaliknya. Aspek-aspek konflik peran ganda berdasarkan teori Berkowitz (dalam Sari, 2005) yang akan diukur adalah agresi fisik, agresi verbal, dan agresi pasif. E. Metode Analisis Data Metode analisis data yang akan digunakan dalam penelitian ini adalah metode statistik. Model analisis statistik yang digunakan dalam penelitian ini adalah korelasi Product Moment (r) dari Pearson one-tiled. Analisis data penelitian yang diperoleh dalam bentuk angka akan dianalisis dengan memanfaatkan fasilitas komputerisasi SPSS versi 11.5 for windows.
HASIL PENELITIAN Berdasarkan data yang telah terkumpul dan dilakukan pengolah data diperoleh hasil yang dapat dideskripsikan sebagi berikut : Tabel 8 Deskripsi Data Penelitian Variabel Konflik Peran Ganda Perilaku Agresif
X max
Skor Hipotetik X Mean min
112
28
132
33
Skor Empirik X Mean min
SD
X max
70
14
84
49
67,23
8,450
82,5
16,5
94
47
69,78
9,864
SD
Berdasarkan deskripsi statistik penelitian di atas dapat diketahui tinggi rendahnya konflik peran ganda dan perilaku agresif subjek melalui pengkategorian skor total yang diperoleh oleh subjek pada kedua skala. Tujuan pengkategorian ini adalah untuk menempatkan subjek dalam kelompok-kelompok terpisah secara berjenjang menurut suatu kontinum berdasar atribut yang diukur, sehingga dapat diketahui kontinum jejang dari tingkat rendah hingga ke tingkat tinggi. A. Konflik Peran Ganda Kategorisasi variabel Konflik Peran Ganda ditentukan berdasarkan skor total subjek pada Skala Konflik Peran Ganda. Skala tersebut terdiri dari 28 aitem dengan skor minimal 1 dan skor maksimal 4. Rentang skor minimum dan maksimum skala tersebut adalah 28x1 sampai dengan 28x4, yaitu 28 – 112. Standar deviasinya adalah 14 sedangkan mean-nya adalah 70. Berdasarkan data tersebut dapat ditentukan kategorisasi untuk variabel konflik peran ganda sebagai berikut: Tabel 10 Kriteria Kategorisasi Skala Konflik Peran Ganda Kategori Rumus Norma Sangat Rendah x = 44,8 Rendah 44,8 = x = 61,8 Sedang 61,8 = x = 78,4 Tinggi 78,4 < x = 95,2 Sangat Tinggi X > 95,2
Jumlah 0 9 29 2 0 40
Persentase 0% 22,5 % 72,5 % 5% 0% 100 %
Berdasarkan hasil kategorisasi diatas, dapat dilihat bahwa tidak terdapat subjek dengan konflik peran ganda yang sangat rendah dan sangat tinggi. Kurang lebih tiga perempat jumlah subjek (72,5%) memiliki tingkat konflik peran ganda pada kategori sedang sementara sisanya (22,5%) berada pada kategori rendah dan (5%) berada pada kategori tinggi. Dari data tersebut dapat disimpulkan bahwa konflik
peran ganda subjek berada pada kategori sedang, karena jumlah subjek yang berada pada rentang skor 61,8 – 78,4 lebih banyak jika dibandingkan dengan jumlah subjek pada rentang skor lain. B. Perilaku Agresif Kategorisasi variabel perilaku agresif juga dapat diperoleh melalui cara yang sama. Skala kecenderungan perilaku agresif terdiri dari 33 aitem, dengan skor minimal 1 dan skor maksimal 4. Rentang skor minimum dan maksimumnya antara 33x1 sampai dengan 33x4, yaitu 33 – 132. Standar deviasinya adalah 16,5, sedangkan mean-nya adalah 82,5. Berdasarkan data tersebut dapat ditentukan kategorisasi untuk variabel perilaku agresif sebagai berikut: Tabel 11 Kriteria Kategorisasi Skala Perilaku Agresif Kategori Rumus Norma Sangat Rendah x = 52,8 Rendah 52,8 = x = 72,6 Sedang 72,6 = x = 92,4 Tinggi 92,4 < x = 112,2 Sangat Tinggi x > 112,2
Jumlah 2 18 19 1 0 40
Persentase 5% 45 % 47,5 % 2,5 % 0% 100 %
Berdasarkan hasil kategorisasi diatas, dapat diketahui bahwa subjek yang termasuk kategori sangat rendah sebanyak 2 orang (5%), kategori rendah sebanyak 18 orang (45%), kategori sedang sebanyak 19 orang (47,5%), kategori tinggi sebanyak 1 orang (2,5%) dan tidak ada kategori sangat tinggi (0%). Oleh karena itu dapat disimpulkan bahwa perilaku agresif subjek berada pada kategori sedang, karena jumlah subjek yang berada pada rentang skor 72,6 – 92,4 lebih banyak jika dibandingkan dengan jumlah subjek pada rentang skor lain.
1. Uji asumsi Sebelum melakukan analisis data penelitian dengan teknik korelasi Product Moment dari Pearson, maka terlebih dahulu dilakukan uji prasyarat analisis, yaitu berupa uji asumsi yang meliputi uji normalitas dan uji linieritas sebagai syarat untuk pengetesan nilai korelasi agar kesimpulan yang ditarik tidak menyimpang dari kebenaran yang seharusnya. Uji asumsi ini dilakukan dengan menggunakan program komputer Statistical Package for Social Science (SPSS) for Windows 11.5. a. Uji Normalitas Uji normalitas bertujuan untuk melihat apakah bentuk sebaran dari skor jawaban subjek normal atau tidak. Pengujian normalitas dilakukan terhadap distribusi skor konflik peran ganda dan perilaku agresif, dengan menggunakan teknik One Sample Kolmogorov Smirnov test pada program komputer SPSS for windows 11.5. Kaidah yang digunakan untuk mengetahui normal tidaknya sebaran data adalah jika p>0,05 maka sebaran dinyatakan normal, namun jika p<0,05 maka sebaran dinyatakan tidak normal. Dari hasil pengolahan data konflik peran ganda diperoleh koefisien K-SZ = 1,040 dengan p = 0,230 (p>0,05) dan data perilaku agresif diperoleh K-SZ = 1,355 dengan p = 0,051 (p>0,05). Hasil uji normalitas tersebut menunjukkan bahwa data konflik peran ganda dan perilaku agresif terdistribusi atau tersebar dengan normal. b. Uji Linieritas Uji linieritas merupakan pengujian garis regresi antara variabel bebas dengan variabel tergantung. Uji ini bertujuan untuk mengetahui apakah hubungan antara variabel konflik peran ganda dengan perilaku agresif mengikuti garis linier atau tidak,
dengan menggunakan program komputer SPSS for windows 11,5. Dari hasil pengolahan data diperoleh F = 39,715 dengan p = 0,000. Hasil tersebut menunjukkan bahwa hubungan antara konflik peran ganda dengan perilaku agresif bersifat linier atau mengikuti garis lurus. 2. Uji Hipotesis Uji normalitas dan uji linearitas sebelumnya menunjukkan bahwa data penelitian memenuhi syarat normalitas yaitu skor kedua variabel berdistribusi normal dan memiliki korelasi linear. Dengan terpenuhinya syarat tersebut, maka uji hipotesis dilakukan dengan menggunakan teknik korelasi Product Moment dari Pearson. Hipotesis yang diajukan dalam penelitian ini adalah adanya hubungan positif antara konflik peran ganda dengan perilaku agresif. Pengujian terhadap hipotesis tersebut menggunakan teknik korelasi Product Moment dari Pearson pada program komputer SPSS for windows 11,5. Dari hasil pengolahan data konflik peran ganda dengan perilaku agresif diperoleh koefisien korelasi r = 0,715 dan p = 0,000 (p<0,01). Hal ini berarti bahwa ada hubungan yang sangat signifikan antara konflik peran ganda dan perilaku agresif. Dengan demikian, hipotesis yang diajukan peneliti diterima. Hasil analisis juga menunjukkan koefisien determinasi (R squared) variabel konflik peran ganda dengan perilaku agresif sebesar 0,511. Dengan demikian sumbangan efektif konflik peran terhadap perilaku agresif sebesar 51,1% sedangkan 48,9% sumbangan lainnya dipengaruhi oleh variabel lain.
PEMBAHASAN Hubungan antara kedua variabel ini menujukkan bahwa konflik peran ganda dapat memicu munculnya perilaku agresif pada wanita yang berperan ganda atau wanita karier. Subjek dalam penelitian ini mengalami konflik peran ganda pada kategori sedang. Hai ini dibuktikan dari rata-rata empirik sebagian besar subjek adalah
61,8 = x = 78,4 (kategori sedang), demikian juga pada perilaku agresif
wanita karier yang memiliki rata-rata empirik sebagaian besar adalah 72,6 = x = 92,4 (kategori sedang), yang berarti subjek penelitian memiliki perilaku agresif pada kategori sedang pula. Kontribusi variabel konflik peran ganda terhadap perilaku agresif dalam penelitian ini adalah 0.511, hal ini menunjukkan bahwa konflik peran ganda memberi sumbangan efektif sebesar 51,1% terhadap munculnya perilaku agresif pada wanita karier. Sisanya sebesar 48,9% adalah faktor lain yang memungkinkan memberikan pengaruh terhadap munculnya perilaku agresif. Seperti pola perilaku yang merupakan faktor intrinsik yang dimiliki oleh subjek (pola perilaku), stress, serta nilainilai yang dianut oleh subjek, namun tidak diperhatikan dalam penelitian ini. Dari
hasil
wawancara
dengan
beberapa
subjek
penelitian,
peneliti
mendapatkan beberapa kendala atau masalah yang dialami oleh subjek. Beberapa subjek seringkali merasa kebinggungan bahkan kesulitan dalam menjalankan tugas atau perannya secara seimbang, meskipun subjek telah berusaha menjalankan tugasnya dengan sebaik mungkin. Sebagai contoh, pagi hari subjek harus berada di tempat kerja yang keberadaannya jauh dari rumah, sementara itu subjek harus bertugas menyiapkan kebutuhan untuk keluarga seperti menyiapkan pakaian atau
sarapan untuk keluarga. Selain itu beban kerja di kantor seringkali mengharuskan subjek untuk lembur terutama pada akhir bulan. Hal semacam ini yang memungkinkan munculnya konflik peran ganda pada wanita karier. Menurut Rini (2002) tinggi rendanya konflik peran ganda pada wanita karier dapat dipengaruhi oleh beberapa masalah yaitu, kemampuan untuk memanajemen waktu, manajemen keluarga, manajemen keluarga, manajemen diri, dan memelihara dukungan sosial. Dari hasil penelitian ini yang menyatakan bahwa semakin tinggi konflik peran ganda, maka semakin tinggi pula perilaku agresi pada wanita karier, begitupula sebaliknya. Pada dasarnya wanita karier adalah ibu rumah tangga yang sulit lepas begitu saja dari lingkungan keluarga. Karenanya dalam meniti karier, wanita mempunyai beban ganda dan hambatan yang lebih berat dibanding rekan pria. Dalam artian, wanita lebih dahulu harus mengatasi urusan keluarga dan lain-lain yang menyangkut urusan rumah tangga. Menjadi seorang ibu yang baik di rumah tidaklah selalu mudah bagi para wanita yang bekerja. Diferensiasi dalam beberapa peran itu dapat menimbulkan kompetisi dalam penggunaan waktu, energi, perhatian, dan komitmen. Hal ini dapat memicu timbulnya konflik peran, sehingga dapat dikatakan konflik peran ganda sebagai akibat dari munculnya pertentangan dalam diri perempuan yang telah menikah atas peran yang dimainkan, telah menyebabkan timbulnya dilema dalam diri wanita. Konflik peran ganda dapat timbul karena kecemasan akan terjadinya efek negatif terhadap keluarga, seperti berkurangnya kesempatan atau kemampuan membina rumah tangga yang ideal, serta dilema psikologos atau moral yang harus
dihadapi saat mengalami peran ganda Sedyono (dalam, Afifah 2004). Sementara penelitian yang dilakukan Coke dan Resseou (dalam, Afifah 2004), membuktikan bahwa semakin besar harapan yang diberikan, baik di tempat kerja maupun di rumah pada karyawan perempuan yang memiliki anak, maka memungkinkan timbulnya konflik antar peran yang semakin besar pula. Secara singkat, perilaku agresif pada wanita kareir muncul karena adanya pertentangan dari dalam diri wanita yang telah menikah kemudian atas perannya yang dimainkan menyebabkan timbulnya dilema psikologis dalam diri wanita tersebut. Berbagai masalah yang dialami wanita saat berperan ganda, memberi kontribusi bagi terjadinya konflik peran ganda yang berakhir dengan frustrasi karena terhambatnya kepentingan yang satu dengan kepentingan yang lainnya. Dengan kata lain konflik peran ganda yang berujung pada frustrasi dapat memicu munculnya perilaku agresif. Menurut Kartono (2002) jika seseorang ingin sekali memecahkan satu kesulitan hidup dan mencapai suatu tujuan, namun pelaksaananya terhalangi maka dapat dikatakan bahwa individu ini mengalami frustrasi, sementara frustrasi dapat memberikan reaksi negatif yaitu memunculkan perilaku agresif. Sejalan dengan pendapat Berkowitz (Baron, 2005) yang menyatakan kondisikondisi eksternal terutama frustrasi membangkitkan motif yang kuat untuk menyakiti orang lain. Tinggi rendahnya perilaku agresi pada wanita karier juga dipengaruhi konflik peran ganda yang dialaminya. Konflik peran ganda memberi kontribusi munculnya frustrasi yang berujung pada perilaku agresi. Sementara karena banyaknya tugas yang harus dijalankan oleh wanita peran ganda, pastinya akan menimbulkan kelelahan. Kelelahan juga disebut sebagai
pemicu munculnya perilaku agresi sehingga sangat mungkin terjadi pada wanita yang memiliki konflik peran ganda yang tinggi. Pendapat ini sejalan dengan Breakwell (1998) yang menyatakan bahwa kelelahan adalah pemicu agresi yang sudah mapan. Selain beberapa alasan yang telah disampaikan diatas, menurut Freud (Sears, 1991) pada dasarnya setiap individu memiliki dorongan bawaan atau naluri untuk berkelahi. Sebagaimana pengalaman fisiologis rasa lapar, haus atau bangkitnya dorongan seksual, maka dibuktikan bahwa manusia mempunyai naluri bawaan untuk berperilaku agresif. Walaupun mekanisme fisiologis yang berkaitan dengan perasaan agresif, seperti yang berkaitan dengan dorongan-dorongan lain, dijelaskan bahwa agresi merupakan dorongan dasar. Sejalan dengan Wrighsman dan Deaux (Dayakisni, 2001) yang merupakan suatu revisi yang dilakukan pengikut-pengikut Neo Freudian. Mereka mengatakan bahwa agresi merupakan bagian dari ego (bagian kepribadian yang beroreientasi pada kenyataan) daripada menempatkan agresi diantara proses-proses irasional id. Menurut mereka dorongan agresi adalah sehat, karena merupakan usaha untuk menyesuaikan dengan lingkungan yang nyata dari manusia. Dari uraian diatas dapat disimpulkan bahwa perilaku agresi pada wanita karier dipicu adanya konflik peran ganda yang berujung dengan frustrasi serta adanya kelelahan yang dialami wanita karier karena harus menjalankan kedua perannya dalam waktu yang bersamaan serta adanya dorongan dasar (agresi) yang dimiliki oleh setiap individu.
KESIMPULAN Berdasarkan hasil analisis data dalam penelitian ini, dapat diambil kesimpulan bahwa ada hubungan positif antara konflik peran ganda dengan perilaku agresif pada wanita karier. Hal ini menunjukkan bahwa hipotesis diterima.
SARAN-SARAN 1. Bagi subjek penelitian Bagi wanita karier agar dapat menempatkan prioritas tugasnya berdasarkan tempat dan waktu dimana wanita karier berada, sehingga kedua peran yang dijalankan seimbang. Selain itu dalam menghadapi kodrat sebagai ibu rumah tangga dan peran ganda, wanita karier harus mampu mengambil hikmah, dimana tantangan dan hambatan hendaknya dijadikan peluang untuk maju sehingga tujuan dari pekerjaan yang dilakukan tercapai. Serta dapat menciptakan suasana yang menyenangkan dan menjaga hubungan baik dengan keluarga, rekan sekerja maupun lingkungan sekitarnya. 2. Bagi peneliti selanjutnya Bagi para peneliti selanjutnya yang tertarik dan bermaksud melakukan penelitian yang sama, diharap untuk mengadakan observasi yang cukup terhadap subjek penelitian pada waktu pengambilan data agar dapat mengetahui keadaan subjek sebenarnya. 3. Bagi perusahaan Bagi perusahaan dimana wanita karier bekerja, diharapkan memberikan beberapa alternatif pilihan dalam usaha pencapaian karier yang dilakukan oleh
karyawati. Selain itu untuk menghindari kejenuhan yang dapat terjadi karena adanya pekerjaan yang monoton, perlu adanya rotasi karywan bank, misalnya teller pada suatu unit tertentu pindah ke unit yang lain, sehingga terasa suasanya baru yang tidak membosankan.
DAFTAR PUSTAKA
Afifah, D. 2004. Hubungan antara Religiusitas dengan Konflik Peran Ganda Wanita Karier. Skripsi (Tidak Diterbitkan). Yogyakarta: Fakultas Psikologi Universitas Islam Indonesia Ahmad, M. 2007. Dari Dulu Saya Fokus ke Anak. http : // www.sapos.co.id/berita/index.asp?IDKategori=86&id=79227. Diakses Maret 2007 Anoraga, P. 2006. Psikologi Kerja. Jakarta: Rineka Cipta. Anshari. 1996. Kamus Psichologi. Surabaya: Usaha Nasional. Arinta, I. L., Azwar, S. 1993. Peran Jenis Androgini dan Konflik Peran Ganda Pada Ibu Bekerja. Jurnal Psikologi. Yogyakarta: Fakultas Psikologi Universitas Gajah Mada. Atkinson, R. L., Atkinson, R. C., Hilgard, E. R. 1983. Introduction To Psychology. Eighth Edition. (Alih Bahasa Nurdjannah Taufiq). Harcourt Brace Jovanovich. Azwar, S. 2004. Metode Penelitian. Yogyakarta: Pustaka Pelajar. Azwar, S. 2005. Penyusunan Skala Psikologi. Yogyakarta: Pustaka Pelajar. Baron, R. A. 2005. Psikologi Sosial. Jilid II. Jakarta: Erlangga. Berkowitz, L. 1995. Agresi I : Sebab dan Akibatnya. Jakarta: Pustaka Binaman Presindo. Berkowitz, L. 2003. Emotional Behavior. Jakarta: Penerbit PPM. Breakwell, G. M. 1998. Coping with Aggression Behaviour. Yogyakarta: Kanisius. Chaplin, J. P. 2002. Kamus Lengkap Psikologi. Jakarta: PT. Raja Grafindo Persada. Dayakisni, T, dkk. 2001. Psikologi Sosial. Malang: Universitas Muhammadiyah Malang.
Dayakisni, T, dkk. 2003. Psikologi Sosial. Malang: Universitas Muhammadiyah Malang. Faturochman. 2006. Pengantar Psikologi Sosial. Yogyakarta: Pustaka. Flippo. 1990. Manajemen Personalia. Jilid I. (Terjemahan dari : Masud). Jakarta: Erlangga. Gerungungan. 2002. Psikologi Sosial. Bandung: Refika Aditama. Gibson, J. L. 1990. Organisasi: Perilaku, Struktur, dan Proses. Edisi Kelima. (Terjemahan dari : Djarkasih). Jakarta: Erlangga. Hadi, S. 2000. Statistik I. Jilid II. Yogyakarta: Andi Offset. Hardyastuti, S. 2001. Pengurangan Konflik Peran Kerja dan Peran Keluarga: Siapa Pelakunya. http : // www.google.com. Diakses Februari 2007 Hasibuan. & Sedyono. 1998. Perempuan Di Sektor Formal. Jakarta: Gramedia. Helmi, A. F., Soedardjo. 1998. Beberapa Perspektif Perilaku Agresi. http : // www.google.com. Diakses Februari 2007 Holland. 1993. Psikologi Pemilihan Karier. Jakarta: Rineka Cipta. Hurlock, E. B. 1992. Psikologi Perkembangan. Edisi Kelima. Jakarta: Erlangga. Kartono, K. 1994. Psikologi Wanita: Mengenal Wanita sebagai Ibu dan Nenek. Jilid III. Bandung: Mandar Maju. Kartono, K. 2002. Psikologi Sosial untuk Manajemen, Perusahaan, dan Industri. Jakarta: Raja Grafindo Persada. Koeswara. 1988. Agresi Manusia. Bandung: PT. Eresco. Krahé, B. 2005. Perilaku Agresif. Yogyakarta: Pustaka Pelajar. Mappiare, A. 1983. Psikologi Orang Dewasa. Surabaya: Usaha Nasional.
Munandar, U. 1985. Emansipasi dan Peran Ganda Wanita Indonesia: Suatu Tinjauan Psikologis. Jakarta: Universitas Indonesia (UI-Press). Mu’tadin, Z. 2002. Faktor Penyebab Perilaku Agresi. http : // www.e-psikologi.com. Diakses Februari 2007 Newcomb, T. M, dkk. 1981. Psikologi Sosial. Bandung: CV. Diponegoro. Pruitt, D. G. 2004. Teori Konflik Sosial. Yogyakarta: Pustaka Pelajar. Rini, J. F. 2002. Wanita Bekerja. http : // www.e-psikologi.com. Diakses Februari 2007 Sari, C. 2005. Hubungan Antara Kepuasan Perkawinan Dengan Agresivitas Suami Istri. Skripsi (Tidak Diterbitkan). Yogyakarta: Fakultas Psikologi Universitas Islam Indonesia Sarwono, S. W. 2002. Psikologi Sosial: Individu dan Teori-Teori Psikologi Sosial. Jakarta: Balai Pustaka. Sears, D. O, dkk. Psikologi Sosial. Jilid II. Jakarta: Erlangga. Solihin, L. 2004. Tindakan Kekerasan Pada Anak Dalam Keluarga. http : // www.google.com. Diakses Februari 2007 Suhardono, E. 1994. Teori Peran : Konsep, Derivasi dan Implikasinya. Jakarta: Gramedia Pustaka Utama. Suryabrata, S. 2006. Metode Penelitian. Jakarta: Raja Grafindo Persada. Tim Penyusun. 2002. Kamus Besar Bahasa Indonesia. Edisi Ketiga. Jakarta: Balai Pustaka. Vuuren, N. 2001. Wanita dan Karier: Bagaimana Mengenal dan Mengatur Karya. Yogyakarta: Kanisius. Widyasari, G. 1997. Hubungan Antara Konflik Peran Ganda Wanita Karier Dengan Sikap Terhadap Kerja. Skripsi (Tidak Diterbitkan). Malang: Fakultas Psikologi Universitas Muhammadiyah Malang.
Wolfman, B. R. 1995. Peran Kaum Wanita: Bagaimana Menjadi Cakap dan Seimbang Dalam Aneka Peran. Yogyakarta: Kanisius. Yasim, S. 1995. Kamus Pintar Bahasa Indonesia. Surabaya: Amanah.
IDENTITAS PENULIS NAMA MAHASISWA
: MARTINA KUSUMAWATI
NOMOR MAHASISWA
: 03320190
ALAMAT RUMAH
: PECEKELAN RT. 01/RW. 03, SAPURAN WONOSOBO
NO. TELEPON/HP
: (0286)611094/08121561959