NASKAH PUBLIKASI
HUBUNGAN KOMUNIKASI REMAJA DAN ORANG TUA DENGAN AGRESIVITAS REMAJA LAKI-LAKI
Oleh: Tuning Wahyu Hasmanti H. Fuad Nashori
PROGRAM STUDI PSIKOLOGI FAKULTAS PSIKOLOGI DAN ILMU SOSIAL BUDAYA UNIVERSITAS ISLAM INDONESIA YOGYAKARTA 2006
HUBUNGAN KOMUNIKASI REMAJA DAN ORANG TUA DENGAN AGRESIVITAS REMAJA LAKI-LAKI
NASKAH PUBLIKASI Diajukan Kepada Program Studi Psikologi Fakultas Psikologi Dan Ilmu Sosial Budaya Universitas Islam Indonesia Untuk Memenuhi Sebagian Dari Syarat-syarat Guna Memperoleh Derajat Sarjana S1 Psikologi
Tuning Wahyu Hasmanti H. Fuad Nashori
PROGRAM STUDI PSIKOLOGI FAKULTAS PSIKOLOGI DAN ILMU SOSIAL BUDAYA UNIVERSITAS ISLAM INDONESIA YOGYAKARTA 2006
NASKAH PUBLIKASI
HUBUNGAN ANTARA KOMUNIKASI REMAJA DAN ORANG TUA DENGAN AGRESIVITAS REMAJA LAKI-LAKI
Telah disetujui pada tanggal _____________________________
Dosen Pembimbing Utama
(H. Fuad Nashori, S.Psi., M.Si)
HUBUNGAN ANTARA KOMUNIKASI REMAJA DAN ORANG TUA DENGAN AGRESIVITAS REMAJA LAKI-LAKI
Tuning Wahyu Hasmanti H.Fuad Nashori
INTISARI Penelitian ini bertujuan untuk menguji apakah ada hubungan antara komunikasi remaja dan orang tua dengan agresivitas remaja laki-laki. Dugaan awal yang diajukan dalam penelitian ini adalah ada hubungan negatif antara komunikasi remaja dan orang tua dengan agresivitas remaja laki-laki. Semakin tinggi komunikasi remaja dan orang tua, semakin rendah agresivitas. Sebaliknya, semakin rendah komunikasi remaja dan orang tua, semakin tinggi agresivitas remaja laki-laki. Subjek dalam penelitian ini adalah remaja berusia antara 15-19 tahun tinggal bersama orang tua dan kedua orang tuanya masih hidup. Tehnik pengambilan subjek yang digunakan adalah metode convenient atau non probabilitas (sampling kebetulan/seadanya). Adapun skala yang digunakan yaitu skala agresivitas yang disusun berdasarkan beberapa aspek yang dikemukakan oleh Buss (Dayakisni dan Hudaniah, 2003) dan skala komunikasi remaja dengan orang tua disusun berdasarkan beberapa aspek komunikasi yang dikemukakan oleh De Vito (1997). Metode analisis data yang dilakukan dalam penelitian ini menggunakan fasilitas program SPSS versi 12.00 untuk menguji apakah terdapat hubungan antara komunikasi remaja dan orang tua dengan agresivitas remaja laki-laki. Korelasi product moment dari Pearson menunjukkan korelasi sebesar r = -0.522 yang artinya ada hubungan negatif yang signifikan antara komunikasi remaja dan orang tua dengan agresivitas remaja laki-laki. Jadi hipotesis penelitian diterima.
Kata kunci : Agresivitas Remaja, Komunikasi Remaja dan Orang Tua
PENGANTAR Remaja sebagai generasi penerus cita-cita bangsa diharapkan dengan segala potensi yang ada pada dirinya dapat menjadi salah satu aset yang potensial bagi kelangsungan pembangunan dan kehidupan bangsa. Di tangan merekalah nantinya diletakkan nasib dan masa depan bangsa. Akhir-akhir ini sering diberitakan di berbagai media massa baik media cetak maupun elektronik sejumlah kasus kejahatan yang melibatkan remaja sebagai pelakunya, seperti peristiwa perkelahian antara belasan pemuda dari dua dukuh di Desa Wanagiri dan Desa Palimanan, Kecamatan Klangenan, Cirebon yang menewaskan seorang pemuda bernama Ono Hartono (24). Perkelahian ini dipicu adu mulut dan cekcok (Pikiran Rakyat, 13 Januari 2006). Selanjutnya diberitakan bahwa pertandingan futsal persahabatan yang seharusnya menjadi momen untuk mempererat tali persaudaraan justru dinodai aksi kekerasan dan tawuran antara dua kelompok pemuda di Tasikmalaya, Jawa Barat pada hari kamis (6/4). Peristiwa ini menyebabkan dua remaja yang sedang melintas di lokasi menjadi korban. (Liputan6.com, 7 April 2006). Selanjutnya di beritakan di Yogyakarta, disebabkan kalah bermain play station, dua orang pemuda, Muhammad Hasim (16) dan Andri (14) tega membunuh Lutfi di Hutan Sumberboto, Jombang, Yogyakarta (Liputan6.com, 14 April 2006). Di Jember, pentas musik yang seharusnya membawa kebahagiaan berujung tawuran yang menyebabkan seorang pemuda bernama Manu, warga Sempu, Banyuwangi,
meninggal dunia terkena tusukan senjata tajam tepat di paru-paru (Liputan6.com, 18 April 2006). Di Jakarta, puluhan remaja terlibat tawuran di Tempat Pemakaman Umum Prumpung, Jakarta Timur, Ahad (22/1) dini hari, menyebabkan Taufik Hidayat mengalami luka berat di kepalanya dan Saefulloh, remaja berusia 17 tahun meninggal terkena sabetan celurit (Liputan6.com, 22 Januari 2006). Data tahun 2005 menunjukkan bahwa dari 245 kasus perkelahian yang ditangani Poltabes Kota Yogyakarta, 127 kasus diantaranya adalah pelajar Sekolah Menengah Umum, 47 kasus perkelahian yang melibatkan pelajar Sekolah Lanjutan Tingkat Pertama dan 71 kasus melibatkan mahasiswa. Jumlah total kasus perkelahian di DIY meningkat justru disaat angka perkelahian secara nasional menurun lebih dari 50 % pada tahun 2002. Peningkatan secara mencolok ini terjadi dalam kurun waktu 5 tahun terakhir. Pada tahun 1999, jumlah remaja yang terlibat hanya 51 kasus, tahun berikutnya meningkat 70 %, meski pada tahun 2001 sempat mengalami penurunan dan kembali meningkat 43 %. Hingga bulan Maret 2006, Poltabes Kota Yogyakarta telah menangani 21 pelajar SMU yang terlibat perkelahian. (Pemda-diy.go). Kenyataan di atas menunjukkan bahwa ada problem penyimpangan pada perilaku remaja. Pada masa remaja banyak terjadi perubahan perilaku sehingga sulit diduga sifat, sikap dan jalan pikiran ataupun kondisi psikologisnya. Remaja merasa tidak dimengerti oleh orang tua dan sebaliknya atau tidak mengerti pikiran anak remajanya (Gunarsa, 1979). Beberapa contoh kasus di atas seharusnya bisa dihindari jika terjalin komunikasi yang baik antara orang tua dan anak. Berkomunikasi dengan anak adalah
salah satu hal yang paling penting yang dapat orang tua lakukan untuk menghindari persoalan emosi selama masa perkembangannya. Remaja menilai diri mereka berdasarkan bagaimana orang tua bersikap kepadanya (Luskin, 2004). Berkomunikasi dengan anak merupakan suatu cara yang paling efektif untuk menghindari hal-hal yang tidak diinginkan. Tentu saja komunikasi di sini harus bersifat dua arah, artinya kedua belah pihak harus mau saling mendengarkan pandangan satu dengan yang lain. Dengan melakukan komunikasi orang tua dapat mengetahui pandangan-pandangan dan kerangka berpikir anaknya, dan sebaliknya anak-anak juga dapat mengetahui apa yang diinginkan oleh orang tuanya. Kebingungan seperti yang disebutkan mungkin tidak perlu terjadi jika ada komunikasi antara remaja dengan orang tuanya (Mu’tadin, 2002). Pentingnya komunikasi dalam sebuah keluarga juga ditekankan oleh Hurlock (1978). Adanya komunikasi akan menjadikan seseorang mampu mengemukakan pendapat dan pandangannya dengan jelas, sehingga orang lain lebih mudah memahami dan mengerti dirinya, dan sebaliknya. Tanpa adanya komunikasi kemungkinan besar dapat menyebabkan terjadinya salah paham yang memicu terjadinya konflik. Uraian di atas menunjukkan bahwa hambatan komunikasi antara orang tua dan remaja dapat menimbulkan sejumlah konflik. Seperti sebuah lingkaran, konflik yang muncul dan berkepanjangan akan semakin menghambat proses komunikasi yang efektif dan akan menyebabkan munculnya konflik yang lebih besar. Situasi ini jelas memberikan pengaruh pada orangtua dan remaja. Dari paparan tersebut, maka
timbul pertanyaan “apakah ada hubungan komunikasi remaja dan orangtua dengan agresivitas remaja laki-laki”. TUJUAN PENELITIAN Penelitian yang dilakukan ini bertujuan untuk mengetahui hubungan antara komunikasi remaja dan orang tua dengan agresivitas remaja laki-laki. MANFAAT PENELITIAN Penelitian ini diharapkan dapat bermanfaat bagi peneliti sendiri maupun untuk masyarakat. 1. Secara Teoritis a. Diharapkan dapat memperkaya khasanah ilmu pengetahuan di bidang psikologi sosial dan juga psikologi perkembangan. b. Memberikan pemahaman tentang pentingnya komunikasi antara orangtua dan remaja. 2. Secara Praktis a. Dapat memberikan penjelasan tentang hubungan komunikasi remaja dan orang tua dengan agresivitas remaja laki-laki. b. Sebagai bahan pertimbangan, masukan dalam mensikapi agresivitas di kalangan remaja dalam masyarakat. c. Jika hipotesis dalam penelitian ini nantinya dapat teruji, maka diharapkan setiap individu khususnya orang tua dapat lebih mengembangkan
komunikasi terhadap anaknya. Dengan demikian dapat pula menghindari konflik yang mungkin bisa terjadi. AGRESIVITAS Agresivitas berasal dari kata agresif yang merupakan kata sifat dari agresi. Chaplin (2002) mendefinisikan agresivitas sebagai: a) kecenderungan habitual (yang dibiasakan) untuk memamerkan permusuhan; b) pernyataan diri secara tegas, penonjolan diri, penuntutan atau paksaan diri, pengejaran dengan penuh semangat suatu cita-cita dan c) dominasi sosial, kekuasaan sosial, khususnya yang diterapkan secara ekstrim. Robert Baron (Dayakisni dan Hudaniah, 2003) menyatakan bahwa agresi adalah tingkah laku individu yang ditujukan untuk melukai atau mencelakakan individu lain yang tidak menginginkan datangnya tingkah laku tersebut. Definisi dari Baron ini mencakup empat faktor tingkah laku yaitu; tujuan untuk melukai atau mencelakakan, individu yang menjadi pelaku, individu yang menjadi korban dan ketidakinginan si korban menerima tingkah laku si pelaku. KOMUNIKASI REMAJA DAN ORANG TUA Kata komunikasi berasal dari bahasa Latin communicare, berarti berpartisipasi atau memberitahukan (Liliweri, 1997). Komunikasi merupakan dasar dari interaksi sosial manusia dan komunikasi dapat dilakukan oleh manusia dengan dua cara secara verbal maupun secara non
verbal. Tingkah laku verbal bisa berupa kata-kata dan yang non verbal dapat berupa ekspresi atau ungkapan dan gerak tubuh tertentu (Supratiknya, 1995). Rudy (2005) mendefinisikan komunikasi sebagai proses penyampaian informasi-informasi, pesan-pesan, gagasan-gagasan atau pengertian-pengertian dengan menggunakan lambang-lambang yang mengandung arti atau makna, baik secara verbal maupun non verbal dari seseorang atau kelompok orang kepada sekelompok orang yang lainnya dengan tujuan untuk mencapai saling pengertian dan/atau kesepakatan bersama. Hubungan Komunikasi remaja dan Orang Tua dengan Agresivitas Remaja Laki-laki Para psikolog dan psikiater telah lama menganggap bahwa keluarga sebagai tempat di mana karakter pribadi ditempa dan sekaligus merupakan sumber utama kecenderungan antisosial. Berdasarkan hasil studi pioneer terhadap 2000 remaja nakal, William Healy dan Augusta Broner mengatakan bahwa orang tua mempunyai pengaruh yang sangat penting terhadap perkembangan anak (Berkowitz , 1995). Beberapa prediktor agresivitas meliputi identitas (identitas negatif), pengendalian diri (derajat rendah), usia (telah muncul pada usia dini), jenis kelamin (anak laki-laki lebih banyak terlibat dalam perilaku anti sosial daripada anak perempuan, meskipun anak perempuan lebih cenderung melarikan diri dari rumah. Anak laki-laki lebih banyak terlibat dalam tindakan-tindakan kejahatan), peran orang tua (kurangnya pemantauan, dukungan yang rendah yang mengakibatkan kurangnya komunikasi dan disiplin yang tidak efektif) dan kualitas lingkungan (Santrock, 1995).
Gerungan (1978) mengemukakan bahwa keluarga adalah kelompok sosial utama dimana anak belajar menjadi manusia sosial. Di dalam interaksi sosial yang wajar anak akan memperoleh perbekalan yang memungkinkan untuk menjadi anggota masyarakat yang berharga. Salah satu pertanda hubungan baik antara orang tua dan anak , yaitu bahwa anak tidak segan-segan menceritakan isi hatinya kepada orang tua. Berdasarkan hasil penelitian yang dilakukan, anak yang agresif cenderung untuk tidak menceritakan isi hatinya ataupun cita-citanya kepada orang tuanya daripada anakanak biasa. Adanya komunikasi yang terbuka - dimana anak dan orang tua mau membuka diri, mengungkapkan informasi tentang dirinya, perilaku, sikap, perasaan, keinginan, motivasi, gagasan yang biasanya kita sembunyikan sehingga orang lain mengerti dan mengenal dirinya sendiri sehingga kelemahan dan kekurangan yang dimilikinya akan dapat diterima; empati - kemampuan untuk merasakan apa yang sedang dirasakan orang lain, sehingga dalam berkomunikasi mampu merasakan dan memahami hal yang sama dengan orang lain tanpa kehilangan identitas diri; dukungan - usaha yang dilakukan seseorang untuk menghargai lawan bicaranya yang menjadikan orang bebas dalam mengemukakan pendapatnya; sikap positif - menghargai lawan bicara yang dapat membuat seseorang menghargai dirinya sendiri secara positif pula; kesamaan - sejauh mana antara remaja dan orang tua mempunyai kesamaan, sehingga ketidaksetujuan dan konflik dipandang sebagai usaha untuk memahami perbedaan pendapat; dapat menciptakan suasana yang nyaman dalam keluarga dan dapat membantu kearah perkembangan remaja yang wajar dan sehat jasmani dan rohani
sehingga perilaku agresif dapat ditekan kemunculannya. Hal ini juga didukung oleh hasil penelitian Miller (1993) bahwa apabila orang tua kurang dapat menjalin komunikasi yang baik dengan anaknya, seperti kurang hangat dan terbuka, kurang melindungi, kurang dapat membimbing atau mengarahkan, maka anak akan cenderung menunjukkan perilaku agresif dan perilaku interpersonal lainnya. Uraian diatas dapat ditarik kesipulan bahwa komunikasi di dalam sebuah keluarga hendaknya berlangsung atas dasar simpati dan cinta kasih yang timbal balik, yang mana menjaminkan hubungan baik dan juga perkembangan psikologis anak yang sehat dan wajar, sehingga perilaku negatif anak dapat dihindari. Hipotesis Berdasarkan penjelasan teoritik diatas, penulis mengajukan hipotesis dalam penelitian ini yang berbunyi; “Ada hubungan antara komunikasi remaja dan orang tua dengan agresivitas remaja laki-laki. Semakin tinggi komunikasi remaja dengan orang tua maka kecenderungan agresivitas remaja laki-laki akan semakin rendah. Sebaliknya semakin rendah komunikasi remaja dan orang tua, maka kecenderungan agresivitas remaja laki-laki akan semakin tinggi”. METODE PENELITIAN Identifikasi variabel Penelitian 1. Variabel Tergantung
: Agresivitas
2. Variabel Bebas
: Komunikasi Remaja dan Orang Tua.
Definisi Operasional Variabel Agresivitas Agresivitas yaitu sejauh mana seorang remaja melakukan suatu tindakan yang secara sengaja dan bertujuan untuk melukai atau menyakiti pihak lain baik secara verbal dan non-verbal (fisik). Komunikasi Remaja Dan Orang Tua Komunikasi remaja dan orang tua yaitu sejauh mana remaja mampu untuk mengungkapkan pendapat, ide, gagasan, dan informasi secara langsung, terbuka dan jujur terhadap orang tua. Subjek Penelitian Subjek penelitian yang akan digunakan dalam pengambilan data adalah 90 orang remaja laki-laki yang berusia antara 15 sampai 19 tahun, tinggal bersama orang tua dan kedua orang tuanya masih hidup. Penelitian ini akan dilakukan di SMU Institut Indonesia I, Daerah Istimewa Yogyakarta Metode Pengumpulan Data Skala Agresivitas Skala agresivitas ini disusun berdasarkan beberapa aspek yang dikemukakan oleh Buss (Dayakisni dan Hudaniah, 2003), yaitu: a). Agresi fisik aktif langsung, b). Agresi fisik pasif langsung, c). Agresi fisik aktif tidak langsung, d). Agresi fisik pasif tidak langsung, e). Agresi verbal aktif langsung,
f). Agresi verbal pasif langsung, g). Agresi verbal aktif tidak langsung, h). Agresi verbal pasif tidak langsung Skala Komunikasi Remaja dan Orang Tua Skala komunikasi remaja dengan orang tua ini disusun berdasarkan beberapa aspek komunikasi yang dikemukakan oleh (De Vito, 1997), yaitu: 1). Keterbukaan (opennes), 2). Empati (emphathy), 3). Dukungan ( supportiveness), 4). Sikap positif ( positiveness), 5). Kesamaan (equality). Metode Analisis Data Data akan dianalisis dengan metode kuantitatif. Teknik kuantitatif yang akan digunakan adalah teknik statistik yaitu dengan menggunakan teknik korelasi product moment. Data yang didapat akan dianalisis dengan menggunakan program SPSS for windows 12.0. Hasil Analisis Data Dengan menggunakan uji korelasional product moment dari pearson’dengan r = -0.522, dengan p = 0.000, syarat p < 0.05. Hal ini menunjukkan bahwa ada korelasi negative yang signifikan antara komunikasi remaja dan orang tua dengan agresivitas, sehingga hipotesis yang diajukan diterima, dengan sumbangan efektif sebesar R = 27.3 %. Pembahasan Hasil penelitian yang dilakukan terhadap 79 siswa laki-laki SMU Institut Indonesia menunjukkan bahwa siswa yang memiliki prosentase agresivitas sangat tinggi dan tinggi 0 % (0 orang ), sedang 37.97 % (30 orang), rendah 55.69 % (44
orang) dan sangat rendah
6.33 % (5 orang). Prosentase hasil penelitian pada
komunikasi remaja dan orang tua menunjukkan bahwa siswa yang memiliki prosentase komunikasi sangat tinggi 11.39 % (5 orang), tinggi 50.63 % (40 orang), sedang 36.71 % (29 orang), rendah 1.27 % (1 orang), dan sangat rendah 0 %. Berdasarkan hasil ini, diketahui bahwa ada hubungan negatif yang signifikan antara komunikasi remaja dan orang tua dengan agresivitas remaja laki-laki. Semakin tinggi komunikasi remaja dan orang tua, maka agresivitas akan semakin rendah, sebaliknya semakin rendah komunikasi remaja dan orang tua, maka agresivitas remaja akan tinggi. Komunikasi berperan sangat penting dalam kehidupan masyarakat untuk menyatakan suatu pesan atau tujuan kepada orang lain. Karena komunikasi merupakan peristiwa sosial yang terjadi ketika manusia berinteraksi dengan orang lain. Proses komunikasi yang berlangsung di dalam masyarakat dialami oleh semua tingkatan usia dan status dalam keluarga termasuk anak dan orang tua sebagai bagian dari masyarakat dan lingkungan sosial. Komunikasi pada anak dan orang tua adalah bentuk komunikasi interpersonal, dalam komunikasi ini tidak jarang ditemui adanya konflik antara anak dan orang tua. Pesan yang disampaikan kepada penerima pesan dapat diartikan berbeda-beda dan tidak sesuai dengan tujuan yang ingin dicapai oleh pemberi pesan. Di antara masalah penting yang dihadapi orang tua dan anak-anaknya yang mulai meningkat remaja adalah sulitnya berkomunikasi. Kadang-kadang remaja tidak mau menceritakan masalah dirinya terhadap orang tua, bahkan kesulitan yang mereka
hadapi ditutup-tutupi, remaja menganggap bahwa pola pikir orang tua mereka sudah tidak sesuai dengan perkembangan (Daradjat, 1994). Adanya perbedaan atau jurang pemisah (gap) antara generasi anak dengan orang tuanya dapat terlihat dalam bentuk hubungan komunikasi yang semakin minimal dan seringkali tidak nyambung. Kegagalan komunikasi orang tua dan anak diyakini sebagai salah satu penyebab timbulnya perilaku agresi anak. Hubungan komunikasi antara seluruh anggota keluarga yang baik ditandai dengan adanya perasaan satu, adanya kerjasama dan saling pengertian antar anggota keluarga. Remaja yang memiliki hubungan yang nyaman dengan orang tuanya memiliki harga diri dan kesejahteraan emosional yang lebih baik yang berarti komunikasi remaja dengan orang tua baik sehingga kecenderungan dalam melakukan penyimpangan perilaku pada remaja rendah. Agresivitas pada remaja tidak hanya terjadi pada remaja yang komunikasi dengan orang tuanya rendah, melihat dari kondisi remaja yang labil dan mudah terbawa oleh kondisi lingkungan serta pengaruh lingkungan sebaya. Komunikasi antara remaja dan orang tua tidak sepenuhnya dapat menjadi kunci keberhasilan dalam mengurangi agresivitas pada remaja, ada faktor lain diluar komunikasi yang dapat membantu dan mendukung usaha untuk mengurangi tingkat agresivitas pada remaja. Berdasarkan hasil analisis yang ditemukan bahwa sumbangan efektif komunikasi remaja dan orang tua terhadap agresivitas pada remaja sebesar 0.273 atau 27.3 %. Kondisi ini menunjukkan bahwa komunikasi antara remaja dan orang tua memberikan kontribusi sebanyak 27.3 % dari keseluruhan
faktor munculnya agresivitas pada remaja laki-laki, selebihnya merupakan faktor lain turut berpengaruh, yang tidak diungkapkan dalam penelitian ini. Faktor lain yang mempengaruhi agresivitas remaja seperti yang diungkapkan oleh Baron dan Byrne (2005) yaitu bahwa suatu perilaku agresi muncul dari banyak sekali variabel yang meliputi variabel situasional (frustrasi, provokasi, agresi yang dipindahkan, kekerasan media, keterangsangan yang meningkat, dampak suhu udara tinggi, konsumsi alkohol), variabel pribadi (pola perilaku tipe A, bias atributional hostile, narcisme, perbedaan gender). Jadi suatu bentuk perilaku agresi bisa berasal dari berbagai gabungan dari determinan tersebut, yang berbeda pada setiap orang walaupun output tingkah laku agresinya sama. Penelitian ini memiliki beberapa kelemahan yang antara lain pada aspekaspek yang diungkap terlalu fokus kepada satu faktor saja, yaitu komunikasi, sedangkan faktor internal dari subyek yang dominan dari pembentukan perilaku agresif kurang begitu diulas secara mendalam. Disamping itu, adanya facking good dan social desirability yang tinggi dari para responden, hal ini dapat dilihat dari adanya ketidaksesuaian antara hasil wawancara dengan hasil penelitian yang dilakukan. Hasil wawancara menyatakan bahwa tingkat agresivitas di sekolah ini tinggi yang ditunjukkan dengan adanya perkelahian hampir tiap bulan. Tetapi hasil penelitian menyatakan bahwa tidak ada siswa yang menunjukkan mempunyai agresivitas tinggi atau bahkan sangat tinggi. Prosentase agresivitas siswa di SMU ini berada pada presentase sedang dan rendah.
KESIMPULAN DAN SARAN Kesimpulan Berdasarkan hasil analisis dari data yang diperoleh dalam penelitian ini, dapat disimpulkan bahwa, ada hubungan negatif yang signifikan antara agresivitas pada remaja laki-laki dengan komunikasi remaja dan orang tua. Semakin rendah komunikasi remaja dan orang tua, maka agresivitas remaja laki-laki akan semakin tinggi. Sebaliknya apabila komunikasi remaja dan orang tua tinggi, maka agresivitas remaja laki-laki akan semakin rendah. Hal ini dapat dilihat dari perolehan hasil analiis data yang menuunujukkan bahwa koefisien Product Moment sebesar r = -0.599, dengan p = 0.000. Artinya ada hubungan negatif yang signifikan antara agresivitas remaja laki-laki dengan komunikasi remaja dan orang tua Saran Terkait dengan hasil penelitian yang telah dilakukan, maka penulis menyarankan kepada: 1. Orang tua Hasil penelitian ini telah memberikan masukan baru bagi para orang tua, bahwa agresivitas yang seringkali muncul pada anak dapat direduksi melalui peningkatan komunikasi antara remaj adan orang tua. Diharapkan dengan adanya penelitian ini, mampu memotovasi orang tua untuk meningkatkan komunikasi terhadap anaknya sehingga tingkat agresivitas dapat ditekan.
2. Peneliti selanjutnya Penelitian ini merupakan salah satu wujud untuk memperkaya wacana dan khasanah ilmu pengetahuan. Usaha ini perlu diteruskan dan dikembangkan lagi guna membenahi kekurangan yang ada pada penelitian-penelitian sebelumnya. Saran yang dapat dijadikan bahan pertimbangan bagi peneliti berikutnya antara lain adalah: ?
Perlu lebih cermat dalam menentukan variabel-variabel lain dalam penelitian yang akan dilaksanakan, selain variabel bebas dan variabel tergantung, dapat pula ditambahkan variabel control atau variabel intervening, sehingga lebih memperkaya hasil penelitian yang nantinya diperoleh.
?
Penyempurnaan alat ukur yang digunakan dalam penelitian agar dapat lebih dalam mengungkap dan menggali apa yang diinnginkan untuk hasil yang maksimal, sehingga dapat mewakili setiap aspek yang dijadikan acuan pada alat ukur yang digunakan dan sebagai sarana untuk mmperoleh hasil yang akurat
?
Mencari responden yang lebih variatif agar dapat mewakili semua kondisi dari keadaaan manusia secara keseluruhan, seperti usia, jenis kelamin dan pekerjaan orang tua.
DAFTAR PUSTAKA
Baron, R. A & Byrne, Donn. 1998. Social Psychology: Understanding Human Interaction. Allyn and Bacon Inc. Berkowitz, L. 1995. Agresi: Sebab Akibat. Jakarta: Pustaka Binaman Pressindo Chaplin, J. P. 2002. Kamus Lengkap Psikologi. Jakarta: PT Raja Grafindo Persada Daradjat, Z. 1994. Remaja; Harapan Dan Tantangan. Jakarta: Ruhama Dayakisni, T. H & Hudaniah. 2003. Psikologi Sosial. Universitas Muhammadiyah Malang Press. De Vito, J. A. 1997. Komunikasi Antar Manusia (Terjemahan Agus Maulana). Jakarta: Proffesional Books. Gerungan, W. A. 1978. Psikologi Sosial: Suatu Ringkasan. Jakarta: PT Eresco. Gunarsa, S.D., 1979. Psikologi Remaja. Jakarta : Bpk Gunung Mulia. _ _ _ _ _ _ _ . 1985. Psikologi Perkembangan Anak dan Remaja. Jakarta : Bpk Gunung Mulia. Hurlock, E.B. 1978. Adolescence Development. Tokyo: McGraw-Hill, Kugakusha, Ltd. Liliweri, A. 1997. Komunikasi Antar Pribadi. Bandung: Citra Aditya Bakti. _ _ _ _ _ _ _ . 2004. Dasar-dasar Komunikasi Antar Budaya. Yogyakarta: Pustaka
Luskin,F. 2004. Kiat Menjadi Remaja Sukses. Jogjakarta: Saujana. Liputan6. 2006. www.liputan6.com Search: Tawuran Remaja. _ _ _ _ _ _ _ _ . www.liputan6.com Search: Kekerasan Remaja. Mu’tadin, Z. 2005. Kemandirian Sebagai Kebutuhan Psikologis Remaja. www.epsikologi/25/06/05.
Pemda.diy. 2006. www.pemda.diy.org Santrock, J. W. 1995. Life Span Development: Perkembangan Masa Hidup. Jakarta: Erlangga.