HUBUNGAN POLA ASUH DEMOKRATIS ORANG TUA DENGAN KEMAMPUAN PEMECAHAN MASALAH (PROBLEM SOLVING) PADA REMAJA
NASKAH PUBLIKASI
Oleh: MAHRITA RINA MULYATI
PROGRAM STUDI PSIKOLOGI FAKULTAS PSIKOLOGI DAN ILMU SOSIAL BUDAYA UNIVERSITAS ISLAM INDONESIA YOGYAKARTA 2007
NASKAH PUBLIKASI
HUBUNGAN POLA ASUH DEMOKRATIS ORANG TUA DENGAN KEMAMPUAN PEMECAHAN MASALAH (PROBLEM SOLVING) PADA REMAJA
Telah Disetujui Pada Tanggal
______________________
Dosen Pembimbing
(Rina Mulyati, S.Psi., M.Si)
2
HUBUNGAN POLA ASUH DEMOKRATIS ORANG TUA DENGAN KEMAMPUAN PEMECAHAN MASALAH (PROBLEM SOLVING) PADA REMAJA
Mahrita Rina Mulyati
INTISARI
Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui apakah ada hubungan antara pola asuh demokratis orang tua dengan kemampuan pemecahan masalah (problem solving) pada remaja. Asumsi yang dibangun dalam penelitian ini adalah ada hubungan yang positif antara pola asuh demokratis orang tua dengan kemampuan pemecahan masalah (problem solving) pada remaja. Semakin demokratis pola asuh orang tua, maka semakin baik pula kemampuan remaja dalam menyelesaikan masalah. Subjek dalam penelitian ini adalah remaja berusia antara 15-18 tahun, baik perempuan maupun laki-laki. Pengambilan data yang dilakukan dalam penelitian ini menggunakan dua alat ukur yang diberikan kepada responden, yaitu: tugas kasus pemecahan masalah dan skala sikap pola asuh demokratis. Dalam penelitian ini digunakan teknik analisis korelasi Non Parametric Spearman dengan modul SPSS versi 11.5 for windows karena metode analisis ini mengkorelasikan dua variabel, yaitu pola asuh demokratis dan kemampuan pemecahan masalah yang datanya adalah interval. Analisis ini digunakan untuk menguji korelasi antara pola asuh demokratis yang diterapkan oleh orang tua dengan kemampuan pemecahan masalah pada anak remaja nya. Hasil analisis menunjukkan koefisien korelasi (r) sebesar 0.238 dengan p = 0.026 (p<0.05) pada uji satu ekor (1-tail). Hal ini menunjukkan bahwa ada korelasi positif yang signifikan antara pola asuh demokratis dan problem solving. Artinya, semakin tinggi tingkat pola asuh orang tua yang menerapkan pola asuh demokratis, maka semakin baik pula tingkat kemampuan pemecahan masalah (problem solving) pada remaja. Dengan demikian, hipotesis diterima. Kata kunci: pola asuh demokratis, problem solving.
3
Latar Belakang Masalah Setiap
manusia
pasti
pernah
mendapatkan
masalah
dalam
kehidupannya, tanpa peduli strata usia, termasuk remaja. Masalah remaja terkadang muncul karena adanya kebutuhan-kebutuhan yang tidak atau belum terpenuhi. Penelitian yang dilakukan oleh Pintner dan Levy (1970) terhadap anakanak sekolah lanjutan di kota New York berusaha memetakan masalah-masalah yang kerap dialami oleh remaja. Pertama, adalah masalah penyesuaian diri; kedua, masalah pendidikan/gagal dalam sekolah; ketiga, masalah keamanan; keempat, masalah ekonomi; dan kelima, masalah seks. Apa yang telah dikemukakan oleh Pintner dan Levy (1970) mengenai masalah-masalah yang sering dihadapi oleh remaja tersebut, sejatinya tidak jauh berbeda dengan persoalan atau masalah yang dihadapi oleh remaja di Indonesia. Silang pendapat mengenai suatu masalah, bertengkar dengan orang tua, adalah sebagian dari wujud nyata adanya masalah dalam proses penyesuaian diri pada remaja dengan keluarganya. Akibatnya remaja menjadi tidak betah tinggal di rumah, dan merasa tidak aman berada di rumah. Perasaan aman dan nyaman justru mereka dapatkan bila mereka bersama dengan teman sebaya yang sepaham, sependapat dan sejalan dengan pikiran dan keinginan mereka. Seiring bertambahnya waktu dan permasalahan yang kian kompleks, idealnya membuat remaja menjadi semakin matang untuk membuat pola-pola penyelesaian dari masalah yang dihadapinya. Namun, dalam banyak kasus yang terjadi tak jarang justru membuat remaja makin tidak terlatih untuk memecahkan masalah. Permasalahan yang mereka hadapi tidak sedikit yang
4
diselesaikan dengan cara-cara yang hanya melalui pembenaran mereka sendiri. Belum lagi remaja yang memiliki tipikal suka melimpahkan masalah yang dihadapinya kepada orang lain atau orang yang lebih dewasa, seperti orang tua sebagai
pembantu
dalam
menyelesaikan
dan
mengatasi
masalahnya
(Sasmitawati, 2005). Kondisi ini jelas tidak cukup kondusif untuk menumbuhkembangkan kemandirian mereka dalam hal menyelesaikan masalah. Namun kemampuan pemecahan masalah tidak secara otomatis melekat pada remaja, ada beberapa faktor yang mempengaruhi kemampuan pemecahan masalah
tersebut.
Menurut
Rakhmat
(1996),
faktor-faktor
yang
dapat
mempengaruhi kemampuan pemecahan masalah yaitu, faktor situasional dan faktor personal. Faktor situasional antara lain berupa stimulus yang menimbulkan masalah, sifat-sifat masalah, tingkat kesulitan masalah, dan tingkat kepentingan masalah. Faktor personal yaitu faktor biologis berupa keadaan biologis yang terlalu lelah, atau terlalu lapar, sehingga dalam keadaan demikian kemampuan berpikir individu akan mengalami penurunan. Di samping kedua faktor tersebut, ada faktor lain yang juga dapat mempengaruhi kemampuan memecahkan masalah, yaitu faktor sosio-psikologis. Faktor sosio-psikologis antara lain meliputi motivasi, kepercayaan dan sikap yang salah, kebiasaan, kecenderungan untuk mempertahankan pola berpikir tertentu atau melihat masalah dari satu sudut pandang, dan emosi. Baumrind (Hetherington dan Parken, 1986) mengatakan bahwa keluarga merupakan lingkungan yang pertama kali dikenal anak. Keluarga, terutama orang tua yang memberikan dasar bagi seorang anak untuk dapat mengenal dan berinteraksi dengan lingkungan sekitar. Orang tua mempunyai tujuan yang besar
5
agar anak dapat menghadapi tantangan zaman yang berat dari hari ke hari. Oleh karena itu, orang tua yang memberikan pengasuhan yang tepat dan sesuai bagi perkembangan anak mampu membantu anak dalam menghadapi sekaligus pemecahan permasalahannya. Salah satu bentuk pola asuh yang dapat memberikan kesempatan kepada anak untuk berkomunikasi secara timbal balik, sehingga anak dapat berkonsultasi tentang masalahnya dengan orang tuanya adalah dengan metode pola asuh demokratis. Metode
pola asuh demokratis bertujuan untuk membantu anak agar
mengerti perilaku positif yang diharapkan, memperhatikan keinginan anak, sepanjang keinginan anak tersebut sesuai dengan nilai-nilai standar yang ada. Jika ada keinginan sang anak yang kurang disetujui maka akan ada komunikasi timbal balik antara orang tua dan anak. Berdasarkan uraian di atas, penulis membuat sebuah rumusan masalah,yaitu: “Apakah ada hubungan antara pola asuh demokratis oleh orang tua dengan kemampuan pemecahan masalah secara benar pada remaja ?”
Tujuan Penelitian Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui hubungan antara pola asuh demokratis dengan kemampuan pemecahan masalah (problem solving) pada remaja.
Manfaat Penelitian Secara teoritis hasil penelitian ini diharapkan mampu untuk memberikan masukan dalam pengembangan teori, terutama yang berkaitan dengan pola asuh
6
dan problem solving. Secara praktis hasil penelitian ini diharapkan dapat memberi
masukan
dalam
bidang
Psikologi
Pendidikan
dan
Psikologi
Perkembangan.
Kemampuan Pemecahan Masalah (Problem Solving) Problem
solving
atau
kemampuan
pemecahan
masalah
adalah
pemecahan yang mengenai sasaran dengan dampak negatif yang sekecil mungkin, baik bagi individu yang bersangkutan maupun dengan objek individu lain. Sebaliknya individu yang tidak pemecahan masalah dengan efektif adalah individu yang mengalami simptom depresi lebih banyak (Heppner dan Anderson, Nezu dikutip dalam Nezu dan Ronan, 1988). Sebagian
ahli
berpendapat
bahwa
pemecahan
masalah
adalah
kemampuan individu untuk menghubungkan antara konsep atau pengetahuan yang dimiliki dengan kenyataan yang ada (Chauchan, 1978; Simon & Larkin seperti dikutip Utami, 1992). Berdasarkan uraian di atas dapat diambil suatu pengertian dalam penelitian ini bahwa kemampuan pemecahan masalah adalah proses di mana individu mencoba menentukan suatu solusi masalah secara efektif dengan melibatkan strategi kognitif.
Pola Asuh Demokratis Pola
asuh
demokratis
adalah
suatu
model
pengasuhan
dengan
menggunakan penjelasan, diskusi, penalaran untuk membantu anak mengerti mengapa perilaku tertentu diharapkan. Pola asuh ini memperhatikan keinginan
7
anak, sepanjang keinginan tersebut sesuai dengan nilai-nilai standar yang ada. Jika ada keinginan dan perilaku anak yang kurang disetujui, maka akan ada komunikasi timbal balik antara orang tua dan anak (Hurlock, 1993). Steinberg & Belksy (1991) menyebut pola asuh demokratis sebagai pola asuh autoritatif yang memberikan kebebasan dan kontrol seimbang. Ada hubungan timbal balik antara orang tua dan anak serta terdapat kehangatan orang tua di dalamnya. Baumrind (Santrock,2003) menyebutkan bahwa pengasuhan autoritatif merupakan pengasuhan dengan komunikasi timbal balik antara anak dan orang tua yang berlangsung bebas dan orang tua bersikap hangat,
membesarkan
hati
dan
mendorong
untuk
bebas
tetapi
tetap
memberikan batasan dan mengendalikan tindakan. Berdasarkan beberapa pendapat tersebut di atas, maka dalam penelitian ini yang dimaksud pola asuh demokratis adalah pola asuh yang memberikan kebebasan kepada anak dengan batasan dan pengendalian perilaku sesuai nilainilai standar yang ada, serta terdapat komunikasi timbal balik yang hangat antara orang tua dengan anak, sehingga orang tua bisa memberikan perhatian ataupun pengertian kepada anak tentang perilaku tertentu yang diharapkan.
Prinsip dan Ciri-Ciri Pola Asuh Demokratis Baumrind (Fuhrmann, 1987) menyebutkan beberapa prinsip yang berlaku dalam pola asuh demokratis, yaitu: 1. kebebasan dan kontrol dipandang sebagai sesuatu yang saling mengisi bukan saling bertentangan, 2. hubungan yang saling menguntungkan antara orang tua dan anak,
8
3. kontrol diimbangi dengan dukungan dan semangat, dan 4. tujuan yang ingin diraih adalah kemandirian, sikap tanggung jawab terhadap diri dan lingkungan masyarakat. Ciri-ciri pola asuh demokratis menurut Baldwin dan Shoben (Coopersmith, 1967) adalah sebagai berikut : 1. dorongan untuk melakukan verbalisasi, yaitu dorongan dan arahan untuk melakukan percakapan dari orang tua terhadap anak, 2. mengendalikan pengaruh luar, yaitu ketika orang tua bereaksi terhadap apa yang seharusnya dan tidak seharusnya dilakukan remaja. Hal ini ditandai dengan aturan-aturan yang tidak terlalu mengekang, 3. kesederajatan antara orang tua dan anak, orang tua tidak seperti atasan dan bawahan, dan 4. persahabatan yang saling berbagi, hal ini ditandai dengan ketertarikan orang tua terhadap minat, kebutuhan dan hasrat anak. Orang tua memperlihatkan kasih sayang, kehangatan, restu dan childcentredness. Dalam penelitian ini aspek-aspek dari pola asuh demokratis yang dijadikan pedoman dalam penyusunan Skala Pola Asuh Demokratis, adalah: 1. Memberikan kebebasan yang terkontrol Yaitu memberikan kebebasan kepada anak, tetapi tetap mengendalikan anak dengan aturan yang tidak mengekang. 2. Memberikan dorongan secara verbal Yaitu memberikan arahan percakapan dari orang tua terhadap anak, berupa diskusi,
tukar
pendapat,
memperlihatkan
pandangan-pandangan
dan
menjawab pertanyaan-pertanyaan anak secara benar dan konstruktif.
9
3. Empathising/Empati (menempatkan diri dalam situasi anak) Orang tua dapat menempatkan diri dalam situasi anak, baik dalam perasaan, pikiran dan tindakan anak sehingga anak tidak merasa canggung. 4. Memperhatikan anak dengan kasih sayang penuh kehangatan Yaitu persahabatan yang saling berbagi berbagai suka dan duka, orang tua yang tertarik dengan minat, cita-cita, kebutuhan dan hasrat anak.
Remaja Hurlock (1988) menyebutkan bahwa masa remaja atau adolescence berarti tumbuh menjadi dewasa dan berlangsung kira-kira pada usia 13 sampai 18 tahun. Buhler (Kartono, 1995), menyatakan bahwa masa remaja adalah masa peralihan dengan anak-anak dewasa yang berkisar antara 14 sampai 19 tahun. Pada tahap tersebut terjadi sintesa antara sikap ke dalam batin dan sikap kepada dunia obyektif. Kartono (1995) menyatakan bahwa masa remaja merupakan penghubung dari masa kanak-kanak ke dewasa. Dapat disimpulkan bahwa masa remaja yang dimaksud dalam penelitian ini adalah masa peralihan dari kanak-kanak menuju dewasa, dengan rentang usia antara 13 sampai 19 tahun, dan secara khusus pada anak usia 14-16 tahun yang mencakup perubahan biologis, kognitif, sosial dan emosional.
Karakteristik Perkembangan Remaja Ada enam karakteristik perkembangan remaja, yaitu: perkembangan kognitif,
perkembangan
fisik
(psikoseksual),
perkembangan
emosi,
perkembangan sosial, perkembangan identitas, dan perkembangan moral.
10
Hubungan Antara Pola Asuh Demokratis dengan Kemampuan Pemecahan Masalah Pada Remaja Masalah remaja merupakan masalah-masalah yang dihadapi dan dirasakan remaja karena adanya kebutuhan dalam menyesuaikan diri dengan lingkungan. Sumber permasalahan remaja dapat berasal dari keluarga, lingkungan, pergaulan, lingkungan sekolah atau berasal dari diri remaja sendiri (Kurniawan, 2000). Masalah-masalah yang ada tentu saja menuntut kemampuan remaja untuk menyelesaikannya. Brits (2000) menyatakan bahwa pemecahan masalah adalah suatu keterampilan yang dapat dipelajari dan harus dilatih. Teori komprehensif dari Huesmen & Eron (1984) mengenai kognisi manusia yang berhubungan dengan pemecahan masalah menjelaskan bahwa perilaku sosial akan sangat dipengaruhi atau dikontrol oleh program-program yang dibentuk sejak awal perkembangan. Program ini digambarkan sebagai cognitive script (naskah kognitif) yang disimpan dalam ingatan seseorang dan digunakan sebagai petunjuk untuk berperilaku dan pemecahan masalah interpersonal. Naskah ini akan memberi informasi peristiwa apa yang terjadi pada lingkungan, bagaimana seharusnya seseorang merespon peristiwa tersebut, dan apa akibat yang mungkin terjadi sebagai akibat dari perilaku tersebut. Baumrind (Santrock, 2003) menjelaskan bahwa lingkungan yang sangat berperan dalam kehidupan seorang remaja adalah keluarga, perhatian, serta pembelajaran yang didapatnya dari keluarga mempengaruhi kemampuan pemecahan masalah yang dihadapi. Semakin tinggi tingkat kemampuan kognitif yang dimiliki seorang anak, maka semakin kreatif anak tersebut dalam
11
kemampuan pemecahan masalahnya. Keluarga merupakan lingkungan yang pertama kali dikenal anak (Hetherington & Parke, 1986). Keluarga, terutama orang tua memberikan dasar bagi seorang anak untuk dapat mengenal dan berinteraksi dengan lingkungan sekitar. Salah satu faktor dari orang tua yang paling berpengaruh terhadap perkembangan anak adalah cara pengasuhan yang diterapkan oleh orang tua dalam kehidupan sehari-hari. Pola asuh tertentu akan memberikan akibat tertentu pula pada perkembangan kepribadian anak. Pola asuh demokratis yang lebih menekankan cara pendekatan demokratis (Hurlock, 1978), cenderung lebih banyak berpengaruh positif pada anak/remaja. Pola asuh demokratis adalah pengaturan dalam keluarga, ada komunikasi secara terbuka, sehingga remaja menjadi lebih mudah memahami dan aktivitasnya dapat terkontrol secara positif. Pola
asuh
demokratis
memiliki
karakteristik
utama
dengan
mengutamakan pendekatan berdasarkan pada nilai-nilai demokratis, yaitu kebebasan berpendapat serta hubungan yang bersifat terbuka dan saling menghargai. Pendapat remaja tidak dinilai secara negatif tetapi diakui dan dihargai sebagai saran atau masukan yang bersifat positif. Remaja dapat secara terbuka berbagi tentang berbagai macam hal, kesempatan yang luas untuk berdiskusi dan berdialog. Semua hal di atas sangat dibutuhkan oleh remaja untuk proses perkembangannya, sehingga remaja merasa lebih diakui, mandiri dan dapat menyesuaikan diri terhadap perubahan-perubahan yang dialami. Hal yang tidak kalah pentingnya adalah bahwa kemampuan remaja dalam menghadapi masalah menjadi lebih baik dan rasional.
12
Hipotesis Ada hubungan yang positif antara pola asuh demokratis dengan kemampuan pemecahan masalah remaja. Semakin demokratis pola asuh orang tua, maka semakin baik pula kemampuan remaja dalam pemecahan masalah.
Metode Penelitian Identifikasi Variabel-variabel Penelitian Variabel-variabel dalam penelitian ini adalah: a.
Variabel Tergantung/ Dependen : Kemampuan Pemecahan Masalah
b.
Variabel Bebas/ Independen
: Pola Asuh Demokratis
Definisi Operasional Variabel Penelitian 1. Kemampuan pemecahan masalah adalah teknik yang dipakai oleh individu dalam menemukan dan menentukan suatu solusi secara efektif melalui langkah-langkah
pemecahan
masalah,
sesuai
dengan
langkah-langkah
penyelesaian masalah menurut Albert, Goldfried dan Davidson (dalam Setiadi, 2002), yaitu: a. orientasi umum atau penemuan masalah; b. batasan masalah; c. menghasilkan alternatif; d. pengambilan keputusan; dan e. verifikasi. Variabel ini akan di ungkap dengan menggunakan skala problem solving. Semakin tinggi nilai skor yang diperoleh subyek maka semakin lengkap langkah-langkah yang diselesaikan dalam proses pemecahan masalah, dan berarti semakin baik pula pemecahan masalahnya.
13
2. Pola asuh demokratis adalah cara orang tua dalam memberikan kebebasan kepada anak dengan batasan dan pengendalian perilaku sesuai nilainilai standar yang ada, serta terdapat komunikasi timbal balik yang hangat antara orang tua dengan anak, sehingga orang tua bisa memberikan perhatian ataupun pengertian kepada anak tentang perilaku tertentu yang diharapkan. Pola asuh demokratis orang tua akan diungkap dengan menggunakan Skala Sikap Kedemokratisan Orang Tua.
Subjek Penelitian Subjek yang dilibatkan dalam penelitian ini adalah remaja berusia antara 15-18 tahun, baik perempuan maupun laki-laki.
Metode Pengumpulan Data Pengumpulan data yang dilakukan dalam penelitian ini menggunakan dua alat ukur yang diberikan kepada responden, yaitu: tugas kemampuan pemecahan masalah dan skala sikap pola asuh demokratis.
Metode Analisis Data Dalam penelitian ini digunakan analisis statistik dengan teknik korelasi Non Parametric Spearman, menggunakan bantuan modul SPSS versi 11.5 for windows.
14
Hasil Penelitian 1. Deskripsi Subjek Penelitian Tabel 1: Deskripsi subjek penelitian Kelas
Siswa
Siswi
Jumlah
I II : IPA IPS
112 ? 33 ? 53
115 ? 38 ? 86
227 ? 071 ? 139
III : IPA IPS
? ?
? ?
? ?
23 62
29 86
Prosentase
Ruang
32.4 % 29 %
6 kls 6 kls
30 %
6 kls
052 148
2. Hasil Analisis Statistik Deskriptif Deskripsi data penelitian secara umum dapat diperhatikan pada tabel yang tertera di bawah ini: Tabel 2:Deskripsi Data Penelitian Hipotetik
Empirik
Variabel Problem Solving Pola Asuh Demokratis
Min 8
Maks 48
Rerata SD 28 6.7
Min Maks 13 34
38
228
133
85
31.7
214
Rerata SD 25.87 4.188 170.91
23.987
Kategorisasi subjek berdasarkan skor problem solving terbagi dalam lima kategori, yaitu sangat tinggi, tinggi, sedang, rendah dan sangat rendah. Kategorisasi sedang berarti tingkat problem solving subjek berada pada level yang tidak bertendesi ke arah tinggi ataupun rendah.
15
Tabel 3: Kategorisasi Subjek Skor Problem Solving Kategori Sangat Tinggi Tinggi Sedang Rendah Sangat Rendah
Skor
Jumlah
X = 40.06 32.02 = X < 40.06 23.98 = X < 32.02 15.94 = X < 23.98 X < 15.94
Prosentase 0% 5.9 % 68.6 % 23.9 % 1.5 %
0 4 46 16 1
Berdasarkan hasil penelitian tampak bahwa sebagian besar (68.6 %) subjek memiliki tingkat problem solving berada pada kategori sedang. Hal ini menunjukkan bahwa sebagian besar subjek mempunyai kemampuan pemecahan masalah berkategori sedang, yang berarti subjek berada pada level yang tidak bertendensi ke arah tinggi ataupun rendah. Kategorisasi subjek berdasarkan skor pola asuh demokratis juga dapat terbagi dalam lima kategori, yaitu sangat tinggi, tinggi, sedang, rendah dan sangat rendah. Subjek yang mempunyai skor pada kategori sedang adalah subjek yang mempunyai orang tua yang berkecenderungan memiliki pola asuh demokratis yang tidak bertendesi ke arah tinggi ataupun rendah. Tabel 4: Kategorisasi Subjek Skor Pola Asuh Demokratis Kategori Sangat Tinggi Tinggi Sedang Rendah Sangat Rendah
Skor
Jumlah
X = 190.06 152.02 = X < 190.06 113.98 = X < 152.02 75.94 = X < 113.98 X < 75.94
13 43 9 2 0
Prosentase 19.4 % 64.2 % 13.4 % 2.9 % 0%
Berdasarkan hasil penelitian tampak bahwa sebagian besar subjek (64,2 %) memiliki tingkat pola asuh demokratis pada kategori tinggi. Hal ini
16
menunjukkan bahwa sebagian besar subjek mempunyai orang tua yang memiliki pola asuh demokratis yang tinggi.
3. Hasil Uji Asumsi Sebelum dapat melakukan uji hipotesa, ada beberapa syarat yang harus dipenuhi yaitu terpenuhinya asumsi-asumsi parametrik. Oleh karena itu, dilakukan uji normalitas dan uji linearitas terhadap sebaran data penelitian agar kesimpulan yang ditarik tidak menyimpang dari kebenaran yang seharusnya. a. Uji Normalitas Hasil uji normalitas terhadap kedua skala menunjukkan sebaran yang normal dengan koefisien KS-Z = 0.901 dengan p = 0.392 (p> 0.05) untuk skala pola asuh demokratis, sedangkan skala problem solving mempunyai koefisien KSZ = 1.307 dengan p = 0.066 (p> 0.05). Hasil uji normalitas ini menunjukkan bahwa skala pola asuh demokratis dengan skala problem solving memiliki sebaran normal. b. Uji Linearitas Hasil uji linearitas menunjukkan koefisien F sebesar 4.309 dengan p = 0.049 (p< 0.05). Hal ini berarti hubungan antara variabel pola asuh demokratis dan problem solving memenuhi asumsi linearitas.
17
4. Hasil Uji Hipotesis Data penelitian yang telah memenuhi asumsi linearitas dan normalitas kemudian dianalisa dengan teknik korelasi Non Parametric Spearman. Hasil analisa menunjukkan koefisien korelasi (r) sebesar 0.238 dengan p = 0.026 (p<0.05) pada uji satu ekor. Hal ini menunjukkan bahwa ada korelasi positif yang signifikan antara pola asuh demokratis dan problem solving. Artinya, semakin tinggi tingkat pola asuh orang tua yang menerapkan pola asuh demokratis, maka semakin baik pula tingkat kemampuan pemecahan masalah (Problem
Solving)
pada
remaja.
Dengan
demikian,
hipotesis
yang
mengungkapkan ada hubungan positif antara pola asuh demokratis dan problem solving pada remaja diterima.
Pembahasan Hasil penelitian menunjukkan bahwa problem solving pada remaja akan semakin meningkat seiring dengan meningkatnya pola asuh demokratis yang didapatkannya, dan sebaliknya semakin rendah pola asuh yang diterapkan orang tua maka problem solving remaja juga semakin rendah. Santrock (2003) mengemukakan bahwa pola asuh akan banyak mempengaruhi sikap dan perilaku remaja, karena pola asuh merupakan hubungan yang dijalin antara orang tua dengan anak. Pola asuh terwujud dalam cara-cara mengasuh, membimbing dan mendidik anak yang bertujuan agar anak dapat menjalani perkembangan dengan baik.
18
Willis (1994) juga berpendapat bahwa orang tua harus memberikan kesempatan kepada setiap anaknya untuk menyatakan pendapat, keluhan, menyampaikan kegelisahannya dan oleh orang tua ditanggapi secara wajar, dan dibimbing seperlunya. Orang tua memahami akan hakekat perkembangan anak dalam mencapai kedewasaan fisik, mental, emosional, dan sosial anak. Terutama pada masa remaja, sikap demokratis orang tua sangat dibutuhkan karena remaja sudah mulai merasakan bahwa dirinya sanggup berpikir dan berbuat seperti orang dewasa, dan orang tua tidak boleh memperlakukan remaja seperti anakanak, tetapi apabila ada masalah lebih baik dimusyawarahkan, di-diskusikan, dan bila perlu adu argumentasi secara bijak. Melalui pola asuh demokratis semacam ini, remaja menjadi terlatih dan terdidik untuk menyelesaikan masalah, terutama dalam masalah pribadinya. Sudahkah pola asuh demokratis diberikan kepada para remaja? Dengan kedewasaan orang tua terhadap anak, kasih sayang dan penuh pengertian, kesabaran yang tinggi, sikap yang tidak mudah putus asa dalam mendampingi perkembangan anak, berdiskusi, membangun pola komunikasi yang timbal balik, pada gilirannya akan menciptakan iklim kedekatan antara anak dan orang tua. Menghargai dan menganggap mereka ada dalam mekanisme hubungan keluarga, dan juga membantu anak untuk mengenali perubahan yang terjadi pada dirinya, baik secara fisik maupun psikis, sehingga dapat memberikan mereka wawasan ataupun pandangan mengenai permasalahan yang sering dihadapi oleh anak remaja. Pola asuh demokratis memiliki karakteristik utama yaitu mengutamakan pendekatan berdasarkan nilai-nilai demokratis, kebebasan berpendapat serta
19
hubungan yang bersifat terbuka, dan saling menghargai. Pendapat remaja tidak dinilai secara negatif, tetapi diakui dan dihargai sebagai saran atau masukan yang bersifat positif. Remaja dapat secara terbuka berbagi tentang berbagai macam hal, serta memiliki kesempatan yang luas untuk berdiskusi dan berdialog dengan keluarga dan orang tua. Pola asuh demokratis yang lebih menekankan pendekatan demokratis (Hurlock, 1978), cenderung lebih banyak berpengaruh positif pada anak/remaja. Pola asuh demokratis adalah pengaturan dalam keluarga, ada komunikasi secara terbuka, sehingga remaja menjadi lebih mudah memahami dan aktivitasnya dapat terkontrol secara positif. Hasil analisis juga membuktikan bahwa pola asuh orang tua memberikan kontribusi bagi peningkatan kemampuan remaja dalam memecahkan masalah sebesar 4,1%. Sementara 95,9% selebihnya disumbang oleh variabel lain. Temuan yang tidak terlalu besar ini akhirnya penulis jadikan sebagai masukan bagi peneliti selanjutnya untuk mencoba menilik variabel-variabel lain, yang sekiranya mampu memberikan kontribusi yang lebih besar bagi peningkatan kemampuan pemecahan masalah pada remaja Menurut Heppner dan Anderson, Nezu (Nezu dan Ronan, 1988), problem solving atau pemecahan masalah adalah pemecahan yang mengenai sasaran dengan dampak negatif yang sekecil mungkin, baik bagi individu yang bersangkutan maupun dengan objek individu lain. Baumrind (Santrock, 2003) menjelaskan bahwa lingkungan yang sangat berperan dalam kehidupan seorang remaja adalah keluarga, dalam hal ini orang tua. Perhatian, serta pembelajaran yang didapatnya dari keluarga dapat mempengaruhi pola penyelesaian dari masalah yang dihadapi. Semakin tinggi
20
tingkat kemampuan kognitif yang dimiliki seorang anak, maka semakin kreatif anak tersebut dalam penyelesaian masalahnya. Salah satu faktor dari orang tua yang paling berpengaruh terhadap perkembangan anak adalah cara pengasuhan yang diterapkan oleh orang tua dalam kehidupan sehari-hari. Pola asuh tertentu akan memberikan akibat tertentu pula pada perkembangan kepribadian anak. Berdasarkan berbagai macam pendapat yang telah dipaparkan di atas, penulis menyimpulkan bahwa ada hubungan yang erat atau signifikan antara pola asuh demokratis dengan problem solving. Hal ini sesuai dengan pendapat Willis (1994) yang menyatakan bahwa orang tua berhak memberikan kesempatan kepada setiap anaknya untuk menyatakan pendapat, keluhan, menyampaikan kegelisahannya dan oleh orang tua ditanggapi secara wajar, dan dibimbing seperlunya.
Kesimpulan Berdasarkan rangkaian penelitian yang telah dilakukan dapat di ambil kesimpulan sebagai berikut : a. Hasil analisa statistik membuktikan bahwa ada hubungan yang signifikan antara pola asuh demokratis orang tua dengan kemampuan remaja dalam pemecahan masalah, di mana semakin tinggi pola asuh demokratis yang diterapkan oleh orang tua pada remaja, maka semakin tinggi pula efektivitas remaja dalam memecahkan masalah. Sebaliknya, semakin rendah pola asuh demokratis yang diterapkan orang tua pada remaja, maka semakin rendah pula efektivitas remaja dalam memecahkan masalah.
21
b. Secara keseluruhan responden yang terlibat dalam penelitian ini memiliki orang tua yang menerapkan pola asuh demokratis yang kuat. c. Secara keseluruhan kemampuan problem solving pada responden berada pada taraf yang sedang. d. Sumbangan Efektif (SE) yang diberikan oleh variabel pola asuh demokratis orang tua adalah sebesar (R Square) 0.041 atau 4,1% peningkatan kemampuan pemecahan masalah pada remaja disumbang oleh pola asuh orang tua. Sementara sebesar 95,9% lebihnya disumbang oleh variabel lain.
Saran Mencermati
hasil
penelitian
yang
telah
dilakukan,
serta
dengan
memperhatikan berbagai kendala yang penulis hadapi di lapangan, ada beberapa saran yang dapat penulis utarakan pada sub-bab ini, antara lain:
a. Bagi Orang Tua Terus mengembangkan pengetahuan serta pengalaman dalam hal pemberian treatment atau perlakuan terhadap remaja. Karena setiap manusia terlahir dengan zamannya sendiri, maka kondisi demikian mengharuskan orang tua untuk terus up to date dalam pengetahuan yang terkait dengan upaya pemberian perlakuan yang tepat bagi remaja.
22
b. Bagi Pihak Sekolah
Secara berkala membangun komunikasi yang dialogis dengan pihak orang tua, dalam rangka memberikan formulasi yang paling tepat dalam memperlakukan si remaja. Hal ini dianggap penting agar di kemudian hari tidak ada aksi saling tuding antara pihak sekolah dengan orang tua, ketika si remaja mengalami hambatan baik yang terkait dengan studinya, maupun perilakunya selama berada dalam lingkup pengawasan sekolah.
c. Bagi Remaja Merunut pada hasil analisis yang membuktikan bahwa kemampuan problem solving subyek bertaraf sedang, maka disarankan bagi remaja untuk secara aktif mengasah dan mengembangkan kemampuan mereka dalam mengatasi setiap masalah yang ada. Hal itu bisa dilakukan dengan cara banyak belajar dari pengalaman-pengalaman baik diri sendiri maupun orang lain. Di samping itu, banyak membaca referensi-referensi yang memuat tentang kiat-kiat mengatasi
masalah
juga
bisa
dilakukan
oleh
remaja,
ketimbang
menghabiskan banyak waktunya untuk sesuatu hal yang tidak bermanfaat.
d. Bagi Peneliti Selanjutnya Mencoba membuat atau mengadaptasi skala problem solving yang memiliki aspek-aspek yang lebih mumpuni untuk mengungkap kemampuan problem solving remaja.
23
Daftar Pustaka
Brits. 2000. Problem Solving In Early Childhood Classrooms. Eric digest. Clearing House on Elementary and Early Childhood Education University Of Illinois. Urbana_champaign. Diambil dari: Http://www.ericps.ed.uiuc.edu/eece/index Html Chauhan, S. S. 1978. Advanced Educational Psychology. New Delhi: Vikas Publishing House PVT, Ltd. Coopersmith. 1967. The Antecedent of Self Esteem. California. University of California Fuhrmann, B. S. 1987. Adolescence Adolescents. New York: Mc Graw Hill Book Inc. Hetherington, E. M. & Parker, R. D. 1986. Child Psychology. Tokyo: Mc Graw Hill Book Company. Hurlock, E. 1988. Psikologi Perkembangan: Suatu Pendekatan Sepanjang Rentang Kehidupan. Jakarta: Penerbit Erlangga. Hurlock, E. 1993. Perkembangan Anak (Jilid 2). Jakarta: Penerbit Erlangga. Kartono, K. 1995. Psikologi Anak. Bandung: Penerbit Mandar Maju. Kurniawan, R. 2000. Hubungan Kedemokratisan Pada Pola Asuh Ibu dengan Strategi Menghadapi Masalah Pada Remaja. Skripsi (Tidak Diterbitkan). Yogyakarta: Universitas Gadjah Mada. Nezu, A. M., & Ronan, G. F. 1988. Social Problem Solving as a Moderator of Stress. Related Depressive Symptoms: a Prospective Analysis. Journal of Counseling Psychology. Pintner & Levy. 1970. Journal Psychology. edition 58. New York: Mc. Graw-Hill Companies. Rakhmat, J. 1996. Psikologi Komunikasi. Bandung: PT. Remaja Rosdakarya. Sasmitawati, T. A. 2005. Kemampuan Problem Solving Anak Ditinjau dari Adversity Quotients dan Intelligence Quotients. Skripsi (tidak diterbitkan). Yogyakarta: Universitas Islam Indonesia Santrock, J. W. 2003. Life Span Development: Perkembangan Masa Hidup. (Terjemahan). Jakarta. Penerbit Erlangga.
24
Setiadi, E. M. 2002. Hubungan Kapital Sosial dan Pemecahan Masalah (Problem Solving). Skripsi (Tidak Diterbitkan). Yogyakarta. Universitas Gadjah Mada. Steinberg, L. D., & Belsky, J. 1991. Infancy Childhood and Adolescence. New York. McGraw Hill Book Company. Willis, R. 1994. Masalah Remaja. Bandung. Rineka Caraka.
25